Pendarahan pada Kehamilan Muda
Dessy
10 2010 081 – E6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah terjadinya pendarahan.
Pendarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan
dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss. Pendarahan yang terjadi pada
umur kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut pendarahan
antepartum.
Pendarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai dengan
pertimbangan masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat terjadinya pendarahan pada
kehamilan, kita harus selalu berpikir tentang akibat dari pendarahan ini yang menyebabkan
kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri.
Pada makalah ini, akan dibahas mengenai beberapa batasan tentang peristiwa yang
ditandai dengan pendarahan pada kehamilan muda.
Alamat Korespondensi :
Dessy
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta
Email : [email protected]
1
Anamnesis
Secara rutin ditanyakan urutan ; sudah menikah atau belum, paritas, siklus haid
(menarke, siklus teratur atau tidak, lama haid, banyaknya darah saat haid, disertai nyeri atau
tidak, HPHT), penyakit yang pernah diderita, terutama kelainan ginekologik serta
pengobatannya dan operasi yang dialami.
Pada riwayat obstetrik perlu diketahui riwayat kehamilan sebelumnya apakah
keguguran (sengaja atau spontan, banyaknya pendarahan dan apakah telah kuretase),
persalinan (normal atau dengan operasi), bagaimana keadaan anaknya.
Selain itu perlu ditanyakan riwayat pendarahan abnormal, fluor albus (leukorea), rasa
nyeri, miksi, dan defekasi.1
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Payudara
Hiperpigmentasi areola dan papila mamma, pembesaran kelenjar-kelenjar montgomery
dan dapat dikeluarkan kolostrum merupakan tanda-tanda kehamilan.
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dinding vagina (rugae vaginalis, sinoma, fluor albus) dan portio servisis
uteri (bulat, terbelah melintang, mudah berdarah, erotio, peradangan, polip, tumor atau
ulkus).
3. Pemeriksaan bimanual
Perabaan korpus uteri dilakukan dengan jari dimasukkan sedalam-dalamnya. Harus
diperhatikan letak, bentuk, besar dan konsistensi, permukaan dan gerakannya.
4. Perabaan vagina dan dasar panggul
Diperiksa apakah intoitus vagina dan vagina sempit atau luas, dinding vagina licin atau
kasar bergaris-garis melintang (rugae vaginalis), teraba polip, tumor, benda asing, lubang
(fistula).
5. Perabaan serviks
Perhatikan kemana menghadapnya, bentuknya bulat atau terbelah melintang, besar dan
konsistensinya, apakah agak turun kebawah, apakah kanalis servikalis dapat dilalui jari.1
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan darah ; kadar Hb untuk perempuan yang pucat setelah
mengalami pendarahan, hamil dan persangkaan kehamilan ekstrauterin terganggu. Jumlah
leukosit dan LED untuk proses peradangan.
2
Pemeriksaan air seni ; Pemeriksaan Galli Mainini atau Urinary Chorionic
Gonadotrophin (UCG) untuk persangkaan kehamilan muda, mola hidatidosa dan
koriokarsinoma.
Pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, hati dan sebagainya hanya dilakukan apabila
ada indikasi.
Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan
mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan
ukuran biometri janin / kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan
HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidaknya
hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat
dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal
jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window
yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.
Pemeriksaan Kuldosentesis atau pungsi Douglas diperlukan untuk memastikan
terkumpulnya darah dalam rongga peritoneum dan sekaligus untuk membedakan dari abses
Douglas. Apabila 1 pungsi menghasilkan darah tua (biasanya kehamilan ektopik terganggu)
segera lakukan laparotomi. 1
Working diagnosis
Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. 2
Epidemiologi
Berdasarkan kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan atau
kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2
keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran
yang berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.
Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya fungsi
sperma dan oosit). Pada 1988, Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221
3
perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, dimana
43 (22%) perempuan mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.
Kejadian abortus habitualis sekitar 3-5%. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa
setelah 1 kali abortus spontan, pasangan mempunyai resiko 15% untuk mengalami keguguran
lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, resiko nya akan meningkat 25%. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 abortus berurutan adalah 30-45%. 2
Patofisiologi
Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh nekrosis
jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya sehingga menjadi benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 3 minggu hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili korialis belum menembus desidua
secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 – 14 minggu vili korialis menembus desidua lebih dalam
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang tidak dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin disusul beberapa waktu kemudian plasenta
(seperti proses persalinan). Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap.3
Etiologi
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus
yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus
provokatus ini dibagi 2 kelompok, yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus
provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk
menyelamatkan ibu.
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari 1
penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah faktor genetik, kelainan kongenital uterus,
autoimun, defek fase luteal, infeksi, hematologik dan lingkungan.
Usia kehamilan saat terjadinya abortus dapat memberi gambaran tentang
penyebabnya. 2
1. Faktor pertumbuhan konsepsi
4
Pertumbuhan zygote yang abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan. Hal
penelitian dari 1000 abortus 40 % disebabkan karena ovum yang patologis atau
menghilang dan yang 50-60 % abortus spontan terjadi adanya kelainan kromosome pada
konsepsinya
Faktor lingkungan, endometrim belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi
Gizi ibu yang kurang sehingga ibu anemia
Pengaruh dari luar, hasil konsepsi terpengaruh dari obat radiasi menyebabkan
pertumbuhan hasil konsepsi terganggu
2. Faktor plasenta
Infeksi pada vili korialis menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu
Gangguan perdarahan darah plasenta karena penyakit hipertensi
3. Penyakit ibu
Penyakit infeksi, pneumonia, typus abdominalis, malaria, sipilis, toksin, bakteri virus dan
plasmodium dapat masuk ke janin melalui plasenta sehingga menyebabkan kematian
janin dan kemudian terjadilah abortus
Kelainan endokrin : kekurangan sekresi hormone progresteron dari korpus luteum, karena
progresteron mempertahankan desidua sehingga defisiensi relatif secara teoritis
mengganggu nutrisi konsepsi dan dengan demikian mengakibatkan kematian
Malnutrisi yang berat merupakan faktor predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus
Keracunan, tembaga, nikotin, alkohol
4. Kelainan genitalia ibu
Kongenital anomaly (hipoplasia uteri, uterus)
Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksia uteri
Tidak sempurnanya persiapan uterus untuk menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi
seperti endometritis
Uterus yang cepat meregang (kehamilan ganda)
Serviks inkompetensi
5. Trauma fisik
Kecelakaan lalu lintas, jatuh, hubungan seksual.4
Manifestasi klinik
5
Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses patologi
yang terjadi :
1. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan
pendarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan pendarahan
pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit
atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali pendarahan pervaginam. Ostium uteri masih
tertutup, besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan, dan tes kehamilan urin masih
positif.
2. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam
proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
pendarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan.
Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif.
Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur
kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak
normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada
tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
3. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan,
osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga pendarahan sedikit. Besar uterus
tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila
pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif
sampai 7-10 hari setelah abortus.2
4. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Sebagian hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana
pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum
uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Pendarahan biasanya masih terjadi,
jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit, tergantung pada jaringan yang tersisa, yang
6
menyebabkan placental site masih terbuka sehingga pendarahan berjalan terus. Pasien dapat
jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi
dikeluarkan.
Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar
uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di
kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.2
Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya adalah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.5
Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan
sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan. Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa-apa kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas
14 – 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion diawali
dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti.
Pada pemeriksaan tes urin biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan
kehamilan. Pada USG didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila
missed abortion sudah berlangsung lebih dari 4 minggu, harus diperhatikan kemungkinan
terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu
diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.2
Abortus Habitualis
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penderita abortus
habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya
berakhir dengan keguguran / abortus secara berturut-turut. Penyebabnya selain faktor
anatomis, banyak yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik, yaitu kegagalan reaksi
terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen
ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus.2
Salah satu penyebab yang sering dijumpai adalah inkompetensia serviks, yaitu
keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk bertahan menutup setelah
kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka tanpa disertai
7
rasa mules / kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering
disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha
pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis
servikalis sudah melebar.2
Penatalaksanaan
Pada abortus iminens, pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed
consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka
pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Penderita diminta untuk
melakukan tirah baring sampai pendarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak
berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah
terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna,
tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan
setelah tidak terjadi pendarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu
sampai kurang lebih 2 minggu.
Pada abortus insipiens, pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan
umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan
evakuasi / pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila pendarahan banyak. Pada
umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa, tindakan
evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital
yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Hal ini perlu
untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pasca tindakan perlu perbaikan
keadaan umum, pemberian uterotonika dan antibiotika profilaksis.
Pada abortus kompletus, pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus
ataupun pengobatan. Biasanya hanya perlu diberikan roboransia atau hematenik bila keadaan
pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.2
Pada abortus inkompletus, pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian
terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian
disiapkan untuk kuretase. Bila terjadi pendarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan
pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya
kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan pendarahan
bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan
secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang
8
dianjurkan adalah dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pasca tindakan
perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotika.
Pada missed abortion, pengelolaan tindakan operasi dan kuretase dapat menimbulkan
komplikasi pendarahan atau tidak bersihnya evakuasi / kuretase dalam sekali tindakan. Faktor
penderita perlu diperhatikan, karena penderika umumnya merasa gelisah setelah tahu
kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan
evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila
serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20
minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi
terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa
cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai
dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan 20 tetes/menit dan dapat diulangi
sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya
retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian
induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil
keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin. 2
Prognosis
Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar
hormon HCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa
pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya, maka
prognosis nya baik. Bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad
malam.2
Pencegahan
Seperti sudah diketahui bahwa keguguran pastinya ditandai dengan adanya
pendarahan. Maka dari itu setiap ibu hamil disarankan, jika mengalami pendarahan sedikit
atau banyak harus segera menghubungi dokter agar segera bisa ditangani.
Bila disebabkan infeksi, dokter akan mengobati infeksinya lebih dahulu. Jika infeksi
sudah dipastikan sembuh, ibu tersebut baru diperbolehkan hamil kembali. Jika keguguran
akibat mulut rahim yang lemah, maka pada kehamilan berikutnya akan dilakukan tindakan
operasi pengikatan mulut rahim.6
9
Yang sebaiknya dilakukan dan perhatikan setelah keguguran adalah mencari faktor-
faktor yang menjadi penyebab terjadinya keguguran. Sedapat mungkin dihindari agar tidak
terjadi keguguran berulang pada kehamilan berikutnya.
Perhatikan asupan gizi, khususnya zat-zat gizi yang penting untuk membantu
mempersiapkan kehamilan dan membantu proses tumbuh-kembang janin kelak. Misalnya,
memenuhi kebutuhan asupan asam folat sebanyak 400 mikrogram setiap hari.
Terapkan gaya hidup sehat, misalnya dengan melakukan olahraga secara teratur, dan
memenuhi kebutuhan tubuh untuk istirahat (jangan terlalu lelah). 6
Differential Diagnosis
1. Mola Hidatidosa
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat
kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi. Mola hidatidosa adalah penyakit
neoplasma yang jinak berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon
plasenta dan disertai dengan degenerasi kristik villi dan perubahan hidropik sehingga tampak
membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).
Rahim menjadi lunak dan berkembang lebih cepat dari usia kehamilan yang normal,
tidak dijumpai adanya janin, dan rongga rahim hanya terisi oleh jaringan seperti buah anggur.
Kehamilan mola hidatidosa disebut juga dengan kehamilan anggur.7
Patofisiologi Kehamilan Mola Hidatidosa
Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal dalam
blastokis berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas mengakibatkan
peningkatan kadar HCG. Mola hidatidosa komplit terjadi ketika ovum tidak mengandung
kromosom dan sperma mereplikasi kromosomnya sendiri ke dalam zigot abnormal.
Gambaran mikroskopik kehamilan mola hidatidosa antara lain proliferasi trofoblas,
degenerasi hidopik dari stroma villi, serta terlambatnya pembuluh darah dan stroma.7
Klasifikasi Kehamilan Mola Hidatidosa
1. Mola hidatidosa lengkap
Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membran, kromosom
maternal haploid dan paternal 2 haploid.
10
2. Mola hidatidosa parsial
Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan
normal, kromosom paternal diploid.
3. Mola hidatidosa invasif
Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium,
terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.
Etiologi Kehamilan Mola Hidatidosa
Penyebab kehamilan mola hidatidosa antara lain faktor ovum, imunoselektif trofoblas,
sosio ekonomi rendah, paritas tinggi, umur hamil ibu di atas 45 tahun, kekurangan protein,
infeksi virus dan faktor kromosom.
Tanda dan Gejala Kehamilan Mola Hidatidosa
Kebanyakan wanita dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi kehamilan seperti
wanita hamil normal. Wanita dengan GTD mengalami perdarahan bercak coklat gelap pada
akhir trimester pertama. Hipertensi dan hiperemesis akibat kehamilan sebelum umur
kehamilan 20 minggu. Inspeksi pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau
disebut muka mola (mola face). Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar
dari usia kehamilan, tidak ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan
mola. Kadar hCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan. Pemeriksaan USG
terdapat gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat janin.7
Komplikasi Kehamilan Mola Hidatidosa
Perdarahan hebat sampai syok, perdarahan berulang, anemia, infeksi sekunder,
perforasi karena tindakan dan keganasan, dan keganasan apabila terjadi mola destruens/
koriokarsinoma
Penatalaksanaan Kehamilan Mola Hidatidosa
Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi. Jika
perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan umum
terlebih dahulu. Kuretase dilakukan setelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti.
Pemeriksaan dan pemantauan kadar HCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat
kemungkinan terjadi keganasan. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar β-hCG
normal, dan pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.7
11
2. Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya
buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim Sedangkan yang
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba
Pembagian menurut lokasi; Kehamilan ektopik tuba (pars interstisialis, isthmus,
ampulla, infundibulum, fimbria), Kehamilan ektopik uterus (kanalis servikalis, divertikulum,
kornu, tanduk rudimenter), Kehamilan ektopik ovarium, Kehamilan ektopik intraligamenter,
Kehamilan ektopik abdominal, dan Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.
Gambar 1. Jenis-Jenis Kehamilan Ektopik.
Etiologi Kehamilan Ektopik Terganggu
Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan
seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik, yaitu :
a. Faktor dalam lumen tuba:
Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna
b. Faktor pada dinding tuba:
Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.
c. Faktor di luar dinding tuba:
Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
Tumor yang menekan dinding tuba
Pelvic Inflammatory Disease (PID)
12
d. Faktor lain:
Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun, Fertilisasi in vitro, penggunaan Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR), Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, Infertilitas, Mioma
uteri, Hidrosalping.8
Patofisiologi Kehamilan Ektopik Terganggu
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi
tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen,
serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba
maupun secara interkolumnar.
Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping
yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada
implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi
kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut
pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan
miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil
konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi
trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi
akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti
tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua,
meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik,
intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut
sebagai reaksi Arias-Stella.
Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya
kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: hasil konsepsi mati dini dan
diresorbsi, abortus ke dalam lumen tuba, dan ruptur dinding tuba.
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila
pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus
berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba
akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba
13
ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel
retrouterina.8
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars
isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur
terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang
lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai
kehamilan intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena
suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars
interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang
melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan.
Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis,
dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan
vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput
amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga
abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen.8
Manifestasi klinis Kehamilan Ektopik Terganggu
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid atau
amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau pelvik (95%).
Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6 – 8 minggu saat
timbulnya gejala tersebut di atas. Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada
kehamilan muda, seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan
dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran
uterus dan massa adneksa. 8
Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Terganggu
a. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan
dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik dilakukan dengan pemberian
methotrexate. Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate
akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
14
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi
kehamilan tersebut.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut
ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda robekan dari tuba, 2) tidak ada
aktivitas jantung janin, 3) diagnosis ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter
massa ektopik < 3,5 cm, 5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6) harus ada informed
consent dan mampu mengikuti follow up, serta 7) tidak memiliki kontraindikasi terhadap
pemberian methotrexate.
b. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba
yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik
terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
Pembedahan yang dapat dilakukan : Salpingostomi, Salpingotomi, Salpingektomi dan
Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi.
Prognosis Kehamilan Ektopik Terganggu
a. Bagi kehamilan berikutnya
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit
radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan ektopik
pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada
tuba sisi yang lain.
b. Bagi ibu
Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila cukup
penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose.8
Kesimpulan
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Abortus dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah
faktor genetik, kelainan kongenital uterus, autoimun, defek fase luteal, infeksi, hematologik
dan lingkungan. Dan berdasarkan jenis abortus, dapat dibagi menjadi abortus iminens,
abortus insipiens, abortus inkompletus, dan abortus kompletus.
15
Daftar Pustaka
1. Mose JC, Alamsyah M, Hudono ST, Handaya, Hadisaputra W. Ilmu kandungan.
Pemeriksaan ginekologik. Ed.3. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2011.h.112-37.
2. Hadijanto B. Ilmu kebidanan. Ed.4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2010.h.459-90.
3. Errol, Norwitz. At glance obstetri dan ginekologi. Jakarta: Erlangga;2006.h.70-71.
4. Fadlun. Asuhan kebidanan patologis. Jakarta: Salemba Medika; 2011.h.47.
5. Linda, Walsh. Buku ajar kebidanan komunitas. Jakarta: EGC; 2007.h.452-3.
6. Harahap HFM. http://www.hennyfaridah.name/2011/07/keguguran-tindakan-pencegahan-
pasca.html Diunduh : Juli 2011.
7. http://www.lusa.web.id/kehamilan-mola-hidatidosa-mola-hydatidosa/ Diunduh : 16 Mei
2012.
8. Rachimhadhi T. Ilmu bedah kebidanan. Kehamilan ektopik. Ed.I. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2011.h.198-210.
16