Reaksi Alergi (B3)
Meyndri Syifa Vitria R. (K) (1102014155)Nabila Nurramdani Ohoirat (S)
(1102014182)Mohammad Tareqh (1102014160)
Olivia Tanjung (1102014204)Rafa” Assidiq (1102014218)
Rezkina Azizah Putri (1102014225)Sera Fadilah Gustami (1102014243)Tri Amira Sowakil (1102014266)Wiwin Rianas (1102014284)
Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke
dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun panas (Parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat anti histamine dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.
Skenario
Alergi : Keadaan hipersensitif yang didapat melalui pajanan
terhadap alergen tertentu, dan pajanan ulang menimbulkan manifestasi akibat kemampuan bereaksi yang berlebihan.
Angioedema : Reaksi vaskular pada dermis bagian dalam atau jaringan subkutan atau submukosa, edema setempat disebabkan oleh dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dan ditandai oleh timbulnya lesi kurtika yang besar.
Antihistamin : Agen yang melawan kerja histamine, biasanya digunakan untuk menyebut agen yang menyekat reseptor H1 dan digunakan untuk mengobati reaksi alergi dan sebagai komponen obat batuk dan influenza
Hipersensitivitas : Peningkatan sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.
Kortikosteroid : Hormon steroid yang dihasilkan kelenjar adrenal. Urtikaria : Erupsi atau perebakan ruang kemerahan pada kulit
yang biasanya disertai dengan rasa gatal.
Kata Sulit
1. Mengapa keluhan gatal-gatal terjadi di seluruh tubuh?2. Mengapa pada pasien didapatkan angioedema pada
mata dan bibir?3. Mengapa pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat
diberikan anti histamine dan kortikosteroid?4. Mengapa parasetamol menyebabkan alergi?5. Apa saja macam-macam reaksi alergi?6. Apa yang menyebabkan hipersensitivitas tipe cepat
dapat terjadi?7. Apa saja jenis-jenis hipersensitivitas?8. Bagaimana cara memilih obat yang terbaik dalam
pandangan Islam?
Pertanyaan
1. Karena terjadinya Vasodilatasi dari Intraseluler ke Ekstraseluler dan
permeabilitas naik, lalu mediator seperti histamine menimbulkan bentol dan gatal.
2. Karena terjadinya Vasodilatasi dari Intraseluler ke Ekstraseluler dan permeabilitas naik, lalu mediator seperti histamine menimbulkan bentol dan gatal.
3. Karena Anti histamine berguna untuk mengurangi rasa gatal, dan Kortikosteroid berguna sebagai anti inflamasi.
4. Karena parasetamol mengandung acetaminophen yang terdapat cincin nitrogen, dan terkadang tubuh menganggapnya sebagai Alergen.
5. Macam-macam reaksi alergi : Reaksi Alergi Lokal Reaksi Alergi Sistemik-anafilaksis Reaksi Alergi Pseudoalergi / anafilaktoid
Jawaban
6. Karena adanya shock, infeksi, dan alergi (makanan, obat, dsb)7. Menurut waktu timbulnya reaksi :
Cepat : Terjadi dalam hitungan detik, dan menghilang dalam 2 jam. Intermediet : Terjadi setelah beberapa jam, dan menghilang setelah 24 jam. Lambat : Terlihat sampai 48 jam setelah pajanan dengan antigen.
Menurut Gell dan Coombs (berdasarkan tipe mekanisme imunologi) : Hipersensitivitas Tipe I : Reaksi cepat / anafilaksis, diperantarai oleh IgE. Hipersensitivitas Tipe II : Reaksi sitotoksik, diperantarai oleh IgG atau IgM. Hipersensitivitas Tipe III : Reaksi kompleks imun. Hipersensitivitas Tipe IV : Diperantarai oleh sel.
8. Dilihat berdasarkan efek samping yang lebih sedikit Menurut Al-Ghazali : Dilihat dari kemaslahatan manusia dan syar’I untuk memelihara tujuan syara.
Alergi adalah keadaan hipersensitivitas yang
dapat disebabkan oleh obat, salah satunya adalah Parasetamol. Alergi ini termasuk jenis hipersensitivitas tipe I yang memiliki reaksi cepat, gejalanya berupa angioedema pada mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Alergi tipe ini dapat diobati dengan diberikan anti histamine dan kortikosteroid. Dan obat tersebut dipilih dengan melihat efek samping yang lebih sedikit dan sesuai dengan pandangan Islam.
Hipotesis
1.1 M.M. Definisi1.2 M.M. Etiologi1.3 M.M. Klasifikasi
SasBel 1: M.M. Reaksi Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitifitas
terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. (Baratawidjaya, 2014)
Keadaan perubahan reaktivitas saat tubuh bereaksi terhadap respon imun yang berlebihan atau tidak tepat terhadap sesuatu yang dianggap benda asing. Hasil reaksi ini dapat berupa suatu lesi yang berbentuk ringan sebagai inflamasi lokal sampai syok menyeluruh. (Dorland, 2010)
Suatu keadaan dengan respons sistem imun yang menyebabkan reaksi berlebihan atau tidak sesuai yang membahayakan hospesnya sendiri. Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut secara khas terjadi setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (alergen). Kontak pertama adalah kejadian pendahulu yang diperlukan yang dapat menginduksi sensitasi terhadap antigen spesifik tertentu. (Jawetz et al. , 2013)
1.1 Definisi Reaksi Hipersensitivitas
Perbedaan keadaan fisik setiap bahan, misalnya
berat molekul tiap bahan berbeda. Apabila berat molekulnya besar maka daya sensitivitasnya juga lebih besar.
Kekerapan pajanan Daya tahan tubuh seseorang, contohnya individu
penderita imunodefisiensi atau tidak. Adanya reaksi silang antar bahan berpengaruh
terhadap timbulnya energy Faktor Internal Faktor Eksternal
1.2 Etiologi Reaksi Hipersensitivitas
Waktu timbulnya reaksi
Reaksi Cepat Reaksi Intermediet Reaksi Lambat
Gell & Combs Hipersensitivitas tipe I Hipersensitivitas tipe II Hipersensitivitas tipe III Hipersensitivitas tipe IV
1.3 Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas
Tipe/mekanisme Gejala Contoh
I / IgE Anafilaksis, urtikaria, angioedema, mengi, hipotensi, nausea, muntah, sakit abdomen, diare
Penisilin dan β-laktam lainnya, enzim, antiserum, protamin, heparin antibodi monoklonal, ekstrak alergen, insulin
II / sitotoksik (IgG dan IgM)
Agranulositosis Anemia hemolitik Trombositopenia
Metamizol, fenotiazin Penisilin, sefalosporin, β-laktam, kinidin, metildopa Karbamazepin, fenotiazin, tiourasil, sulfonamid, antikonvulsan, kinin, kinidin, parasetol, sulfonamid, propil, tiourasil, preparat emas
III / kompleks imun (IgG dan IgM)
Panas, urtikaria, atralgia, limfadenopati Serum sickness
β-laktam, sulfonamid, fenotiazin, streptomisin serum xenogenik, penisilin, globulin anti-timosit
IV / hipersensitivitas selular
Eksim (juga sistemik) eritema, lepuh, pruritus Fotoalergi Fixed drug eruption Lesi makulopapular
Penisilin, anestetik lokal, antihistamin topikal, neomisin, pengawet, eksipien (lanolin, paraben), desinfekstan Salislanilid (halogeneted), asam nalidilik Barbiturat, kininPenisilin, emas, barbiturat, β-blocker
V / reaksi granuloma Granuloma Ekstrak alergen, kolagen larut
VI / hipersensitivitas stimulasi
(LE yang diinduksi obat?)Resistensi insulin
Hidralazin, prokainamidAntibodi terhadap insulin (IgG)
2.1 Definisi2.2 Manifestasi2.3 Mekanisme
SasBel 2: M.M. Hipersensitivitas I
Reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat, atau
reaksi alergi, yang timbul kurang dari 1 jam sesudah tubuh terpajan oleh alergen yang sama untuk kedua kalinya. Pada reaksi tipe ini, yang berperan adalah antibodi IgE, sel mast ataupun basofil, dan sifat genetik seseorang yang cendrung terkena alergi (atopi). (Baratawidjaya, 2014)
2.1 Definisi Hipersensitivitas I
Reaksi lokal Reaksi sistemik – anafilaksis Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
2.2 Manifestasi Hipersensitivitas I
Fase sensitasi: membentuk IgE - diikat silang oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mast/basofil. Fase aktivasi: antara pajanan ulang dengan antigen
yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi)
Ikatan antigen-IgE sel mast dan basofil mengalami degranulasi melepas mediator histamin.
2.3 Mekanisme Hipersensitivitas I
Antigen masuk
tubuh
ditangkap oleh sel fagosit (sel
dendritik)
dipresentasikan ke sel Th2, sel
Th2 melepaskan sitokin IL-4,IL-5
Merangsang sel B untuk
membentuk antibodi (IgE)
IgE akan diikatoleh sel
melalui reseptor yang berada dibawah sel
Terpajan Ulang
Sel Mast mengeluarkan
mediator vasoaktif
3.1 Definisi3.2 Manifestasi3.3 Mekanisme
SasBel 3: M.M. Hipersensitivitas II
Reaksi hipersensitifitas tipe II disebut juga
dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis.Reaksi ini melibatkan antibodi IgG dan IgM yang bekerja pada antigen yang terdapat di permukaan sel atau jaringan tertentu. (Baratawidjaya, 2014)
3.1 Definisi Hipersensitivitas II
Reaksi transfusi Eritroblastosis fetalis Anemia hemolitik autoimun, agranulositosis,
atau trombositopenia Reaksi obat Pemfigus vulgaris
3.2 Manifestasi Hipersensitivitas II
Proses sitolisis oleh:
sel efektor komplemen sel efektor & komplemen
Waktu: 5 – 8 jam Penyakit yg ditimbulkan:
Reaksi transfusi Rhesus Incompatibility Mycoplasma pneumoniae related cold agglutinins Tiroiditis Hashimoto Sindroma Goodpasture’s Delayed transplant graft rejection
3.3 Mekanisme Hipersensitivitas II
4.1 Definisi4.2 Manifestasi4.3 Mekanisme
SasBel 4: M.M. Hipersensitivitas III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun
adalah reaksi yang terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen.Antibodi yang bisa digunakan sejenis IgM atau IgG sedangkan komplemen yang diaktifkan kemudian melepas faktor kemotatik makrofag.Faktor kemotatik yang ini akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis kompleks-kompleks imun. (Baratawidjaya, 2014)
4.1 Definisi Hipersensitivitas III
urtikaria demam kelainan sendi, atralgia dan efusi sendi limfadenopati gejala-gejala timbul 5-20 hari setelah pemberian
obat
Reaksi Lokal (Fenomena Arthus) Sistemik (Serum Sickness)
4.2 Manifestasi Hipersensitivitas III
Kompleks Imun Mengendap di Dinding
Pembuluh Darah Kompleks Imun Mengendap di Jaringan
4.3 Mekanisme Hipersensitivitas III
5.1 Definisi5.2 Manifestasi5.3 Mekanisme
SasBel 5: Hipersensitivitas IV
Hipersensitivitas berperantara sel merupakan
fungsi limfosit T, bukan fungsiantibodi.Hipersensitivitas ini dapat dipindahkan oleh sel T yang terlibat secara imunologik tetapi tidak oleh serum. Respons ini lambat – artinya, dimulai beberapa jam (atau hari) setelah kontak dengan antigen dan sering berlangsung selama beberapa hari. (Baratawidjaya, 2014)
5.1 Definisi Hipersensitivitas IV
Dermatitis kontak Hipersensitivitas tuberculin Reaksi Jones Mote Penyakit CD8
+
5.2 Manifestasi Hipersensitivitas IV
Fase sensitasi Fase efektor
Aktifnya sistem kemotaksis Menginduksi monosit menempel pada endotel
vaskular Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC
Ditemukan pada: Infeksi parasit & bakteri intrasel M. tuberculosis
Granuloma: TB, Lepra, Skistosomiasis, Leismaniasis, Sarkoidasis
5.3 Mekanisme Hipersensitivitas IV
6.1 Farmakodinamik6.2 Farmakokinetik6.3 Efek Samping
SasBel 6: Antihistamin & Kortikosteroid
Antihistamin
Antagonis reseptor H1 (AH1): menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.
Antagonis reseptor H2 (AH2) Simetidin dan Ranitidin: menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.
Famotidin: dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin.Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.
Nizatidin: Potensi nizatin dalam menghambat sekresi asam lambung.
6.1 Farmakodinamik
Kortikosteroid
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. (Gunawan SG, 2009)
Antihistamin
Antagonis reseptor H1 (AH1): Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Antagonis reseptor H2 (AH2) Simetidin dan Ranitidin: Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga
simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan.Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral.Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Masa paruh simetidin adalah 2 jam, sedangkan masa paruh ranitidine adalah 1,75 – 3 jam dan bisa makin lama pada orang tua, pasien gagal ginjal dan pasien yang mempunyai penyakit hati.
Famotidin: Famotidin mencapai kadar puncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi 20 jam.
Nizatidin : Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.
6.2 Farmakokinetik
Kortikosteroid
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Untuk mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan secara IV, untuk mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein.Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.
Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal. (Gunawan SG, 2009)
Antagonis reseptor H1 (AH1): Efek samping yang paling sering
adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.
Antagonis reseptor H2 (AH2) Simetidin dan Ranitidin: Efek sampingnya rendah, yaitu
penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.
Famotidin: Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.
Nizatidin: Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.
6.3 Efek Samping
Kortikosteroid
Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Mekanismenya adalah melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respons jaringan terhadap hormon lain. (Gunawan SG, 2009)
1.Saluran cerna
Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster,ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional,kolitis ulseratif.
2.Otot
Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu
3.Susunan saraf pusat
Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah
4.Tulang
Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, frakturtulang panjang.
5.Kulit
Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosisakneiformis, purpura, telangiektasis
6.Mata
Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
7.Darah
Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit
8.Pembuluhdarah
Kenaikan tekanan darah
9.Kelenjaradrenal bagiankortek
Atrofi, tidak bisa melawan stres
10.Metabolismeprotein, KH
Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gulameninggi, obesitas,buffao hump, perlemakan hati.
11.Elektrolit
Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)
12.Sistem Immunitas
Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.
Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan
penjelasan tentang al-maslahah yaitu: “Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengambil manfaat atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.
Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu Kemasalahatan menurut manusia, dan Kemaslahatan menurut syari’at.
SasBel 7: Batasan Hukum Islam untuk Menentukan Alternatif yang Terbaik Diantara Pilihan
yang Sulit
Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat
(bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219
ا م? Aه AمCثE إ و? EاسIلنEل Aع Eن?اف م? و? PيرEك?ب PمCثE إ ا م? Eيه Eف Cل Aق Eر EسCي الCم? و? Eر Cم الCخ? Eع?ن أ?لAون?ك? Cي?سا م? EهEع Cن?ف CنEم Aب?رCأ?ك
2:219. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.
Firman Allah ta’ala : االعراف ) : الخبائث عليهم يحرم و الطيبات لهم يحل (157و Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta
mengharamankan bagi mereka segala sesuatu yang buruk “ ( al a’raf : 157 )
Anand, Miriam K. http://emedicine.medscape.com/article/136217-overview#showall.
Diakses pada 09 Mei 2015. 19.30 Baratawidjaya KA, Iris Rengganis. (2014). Imunologi Dasar Edisi 11. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI Dorland. (2014). Kamus Kedokteran Dorland edisi 28. Jakarta: EGC Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi Edisi V.
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI Jawetz, Melnick dan Adelberg’s. (2013). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba
Medika Kumar, Abbas F.R dan Cotran. (2005). Pathologic basis of disease 7th ed. China: Elsevier
Saunders Purwono, A.
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-2-sitotoksik/. Diakses pada tanggal 09 Mei 2015. 09.30
Purwono, A. http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitifitas-tipe-iv-delayed-type-hypersensitivity-tipe-iv/. Diakses pada tanggal 09 Mei 2015. 09.35
http://allergycliniconline.com/2012/02/01/imunologi-dasar-reaksi-hipersensitivitas/. Diakses pada tanggal 09 Mei 2015. 09.30
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-3-reaksi-kompleks-antigen-antibodi/. Diakses pada tanggal 09 Mei 2015. 09.35
http://quran-terjemah.org/al-a-raf/157.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2015. 08.00
Daftar Pustaka