BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan sejarah manusia dalam memenuhi kebutuhannya, ada pihak yang
meminta dan ada yang menawarkan. Pemasaran menarik perhatian yang sangat bessar
baik dari perusahaan, lembaga maupun antar bangsa. Bergesernya sifat baik dari
perusahaan, lembaga maupun antar bangsa. Berbagai organisasi dalam melaksanakan
pemasaran seperti lembaga-lembaga pemerintah, organisasi keagamaan dan lain-lain
memandang pemasaran sebagai suatu cara baru untuk berhubungan dengan masyarakat
umum. Pada awal sejarah bahwa pemasaran dilakukan dengan casra pertukaran barang
(Barter) dan terus berkembang menjadi perekonomin dengan menggunakan uang sampai
dengan pemasaran yang modern.
Jika kita bandingkan masyarakat yang masih sederhana dan yang sudah maju akan
tampak bahwa ada perbedaan di antara keduanya, terutama dalam sifat dan kemajuan
perekonomian. Pada masyarakat yang masih sederhana orang berusaha memproduksi apa
yang menjadi kebutuhannya dan keluarganya. Belum ada produksi untuk tujuan
memuaskan kebutuhan orang lain.
Pada suatu kenyataan, utamanya factor alam, terdapat suatu jenis barang dalam
jumlah besar pada suatu tempat, sedangkan di tempat lain hamper tidak didapat. Keadaan
seperti ini menghendaki kecakapan orang tertentu di tempat tertentu pula. Misalnya ikan
di tepi pantai relative banyak, sedangkan buah-buahan di pegunungan relatif banyak.
Untuk itu perlu adanya kecakapan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing,
diperlukan pemasaran di situ terlihat antara produsen dan konsumen dengan tempat yang
saling berjauhan dan produk yang berbeda pada tempat yang berbeda pula. Pemasaran
khusunya jual beli di lakukan dengan barter sudah sukar dilakukan.
Dengan demikian akan digunakan uang sebagai alat tukar atau sebagai alat
perantara. Orang yang melakukan kegiatan menyampaikan barang dan jasa itu telah
melakukan kegiatan pemasaran. Pada umumnya pemasaran dianggap sebagi tempat bagi
para penggeruk keuntungan, orang penuh muslihat, penjaja barang yang menggoda
keinginan orang. Oleh sebab itu banyak konsumen yang ditelan oleh orang-orang jahat,
tapi apabila kita menerapkan sistem-sistem islam di pemasaran itu maka hal-hal seperti
itu tidak akan terjadi. Pada dasarnya, bagi umat islam Nabi Muhammad SAW telah
mengajarkan kepada kita bagaiman sistem pemasaran islami. Akan tetapi, karena di
1
masyarakat sudah berakar sistem pemasaran konvensional maka sistem pemasaran islam
kurang dikenal. Hal ini juga menjadi pelajaran untuk kita agar dapat mengenalkan
kembali dan menjadikan sistem pemasaran berkembang di kalangan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksut dengan pemasaran syariah?
1.2.2 Bagaimana dasar hukum pemasaran syariah?
1.2.3 Apa saja bauran pemasaran dalam perspektif syariah?
1.2.4 Bagaiamana menjadi marketer syariah?
1.2.5 Apa saja strategi pemasaran syariah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemasaran Syariah
Peter F Drucker seperti dikutip M. Syakir Sula menyebutkan bahwa pemasaran
bukanlah sekadar perluasan dari penjualan. Pemasaran sama sekali bukan aktifitas
khusus. Pemasaran meliputi keseluruhan bisnis. Pemasaran adalah keseluruhan bisnis
yang dilihat dari sudut pandang hasil akhir yang dicapai, yakni sudut pandang customer.
Drucker juga mengungkapkan bahwa pemasaran adalah fungsi yang berbeda dan
merupakan fungsi yang unik dari suatu bisnis. Kemudian Drucker juga menyebutkan
bahwa dalam setiap bisnis, hanya pemasaran dan inovasi yang menghasilkan pendapatan,
yang lain menciptakan biaya. "only marketing and innovation generate revenue, the rest
creates cost."
Dengan landasan pengertian pemasaran yang dipaparkan di atas, M. Syakir Sula
mendefinisikan pemasaran syari'ah sebagai sebuah disiplin bisnis strategis yang
mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator
kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan
prinsip-prinsip muamalah dalam Islam (Marketing syari'ah is a strategic business
discipline that directs the process of creating, offering, and changing value from one
initiator to its stakeholders, and the whole process should be in according with muamalah
principle in Islam).
2.2 Dasar Hukum Pemasaran Syariah
Pemasaran dalam fiqih Islam disebut wakalah, dalam bahasa indonesia berarti
perwakilan. Wakalah atau wikalah dapat pula berarti penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat. Secara istilah menurut Abdurrahman Al Jaziri dalam kitab Fiqh 'Ala
al-Madzahib al- ar ba'ah, adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang
lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang tindakan itu tidak
dikaitkan dengan tindakan setelah mati. Sedangkan sayyid Sabiq dalam Fiqhu Al-Sunnah
menyebutkan bahwa wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang
lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Adapun menurut Wahbah Zuhaili dalam AI-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, wakalah
adalah seseorang mempercayakan orang lain menjadi ganti dirinya untuk bertasharuf
pada bidang-bidang tertentu yang boleh diwakilkan. Dari sisi bahasa menurut Wahbah
Zuhaili, wakil mengandung dua makna, yakni 'penjagaan' dan 'penyerahan.'
3
Wakil menurut ahli fiqih mempunyai dua makna, yakni makna yang mengikut dan
makna asal. Golongan Hanafi memberi definisi wakil sebagai seseorang meletakkan
orang lain di tempatnya untuk menguruskan sesuatu yang harus diketahui atau
menyerahkan kuasa mengurus dan menjaga kepada wakil. Golongan Maliki, Syafi'i, dan
Hanbali memberi definisi wakil sebagai penyerahan seseorang kepada orang lain sesuatu
yang bisa dia lakukan yang terdiri dari perkara-perkara yang boleh diwakilkan kepada
orang lain, supaya orang tersebut melakukannya dalam masa hidupnya. Termasuk di sini
mewakili dalam tindakan atau mengurus sebagai pengacara ke mahkamah, wakil dalam
penjualan, wakil dalam pembelian, mewakili dalam perkawinan, cerai, sewa, gadai, dan
sebagainya.
Dalam konteks ini, wakalah yang dibahas adalah yang berkaitan dengan
pelimpahan wewenang dari seseorang kepada orang dalam mengurusi pemasaran dalam
suatu perusahan yang meliputi strategi pemasaran, taktik pemasaran, dan peningkatan
value pemasaran.
Landasan hukum kegiatan pemasaran (wakalah) agar sesuai dengan syariah, maka
harus berdasarkan pada alqur’an, Hadis Nabi, ijma dan kaidah fiqih muamalah. Dengan
penjelasan sebagai berikut :
a. Landasan hukum dari Al-Qur'an
Maka, kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari
keluarga wanita (Q.S. an-Nisa [4]:35)
...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya... (Q.S. Al-Baqarah [2]:283)
Dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran (Q.S.
Al-Maidah [5]:2)
b. Landasan Hukum dari Hadis Nabi:
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untuk menagih hutang kepada
beliau dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk “menanganinya”.
Beliau bersabda, “Biarkan dia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara.
Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya
(yang diutang itu).” Merka menjawab, “kami tidak mendapatkannya kecuali
yang lebih tua.” Rasulullah kemudian bersabda, “berikanlah kepadanya,
Sesungguhnya orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling
baik dalam membayar.” (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah)
4
c. Landasan Ijma
Wakalah dipandang sebagai sunnah, karena hal itu termasuk jenis ta’awun
(tolong menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa, yang diperintahkan oleh Al-
Qur'an dan hadis.
d. Landasan Fiqih
Kaidah ushul menyebut “al-ashlu fi al mu'amalati al ibahah illa an yadulla
daliilun 'ala tahriimiha” yang berarti, “pada dasarnya, bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
2.2.1 Rukun wakalah
Rukun wakalah adalah sebagai berikut:
1. Ijab dan qabul
2. Muwakkil (yang mewakilkan). Adapun syarat muwakkil adalah:
a. Harus seorang pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang ia
wakilkan.
b. Orang mukalaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam
hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah,
menerima sedekah dan sebagainya.
3. Wakil (yang mewakili). Syarat-syarat wakil adalah:
a. Cakap hukum
b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya
c. wakil adalah orang yang diberi amanat
4. Hal-hal yang diwakilkan. Syarat-syaratnya adalah:
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili
b. Tidak bertentangan dengan syari'ah Islam
c. Dapat diwkilkan menurut syari'ah Islam
2.2.2 Batalnya wakalah
Helmi Karim dalam buku Fiqih Muamalat, menyebut batalnya wakalah karena
beberapa hal:
1. Salah satu yang akad wafat atau gila.
2. Apabila maksud yang terkandung dalam akad wakalah itu sudah selesai
pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari pekerjaan tersebut.
3. Diputusnya akad wakalah.
4. Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atas sesuatu objek yang
dikuasakan.
5
2.3 Marketing Mix (Bauran Pemasaran) Perspektif Syariah
Dalam dunia pemasaran selalu terkait dengan yang dinamakan Marketing mix
(Bauran Pemasaran). Marketing mix adalah deskripsi dari suatu kumpulan alat- alat yang
dapat digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi penjualan . Ada beberapa tahapan
formula Marketing mix ini. Hermawan mengawalinya dengan 4A (Assortment,
Affordable, Available, Announcement). Kemudian 4B (Best, Bargaining, Buffer-
stocking, Bombarding), selanjutnya 4P (Product, Price, Place, Promotion), 4V (Variety,
Value, Venue, Voice), dan 4C (Customer solution, Cost, Convenience, Comunication).
Kesempurnaan menjalankan tahap demi tahap marketing mix itu akan
mengantarkan pada kesuksesan pemasaran. Namun, pada bahasan ini akan difokuskan
pada telaah 4P sebagai marketing mix klasik dan paling mendasar dalam pemasaran.
1) Product (produksi)
Dalam perspektif syariah, produksi merupakan sesuatu yang penting. Al-Qur'an
menggunakan konsep produksi barang dalam arti yang sangat luas. Tekanan Al-Qur'an
diarahkan pada manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang
harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Berarti barang itu
harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi
barang-barang mewah secara bertebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia.
Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an untuk tidak memperbolehkan produksi dalam
keadaan apapun (Afzalur Rahman, 1995).
Di samping itu, Islam mengajarkan untuk memperhatikan kualitas dan keberadaan
produk tersebut. Islam melarang jual beli suatu produk yang belum jelas (gharar) bagi
pembeli. Pasalnya, di sini berpotensi terjadinya penipuan dan ketidakadilan terhadap
salah satu pihak. Oleh karena itu, Rasulullah mengharamkan jual beli barang yang
tidak jelas produknya. Sabda Nabi,
"Rasulullah melarang jual beli gharar (yang tidak jelas produknya)." (HR Muslim dari
Abu Hurairah)
Selain keberadaan suatu produk, Islam juga memerintahkan untuk memperhatikan
kualitas produk. Barang yang dijual harus terang tan jelas kualitasnya, sehingga
pembeli dapat dengan mudah memberi penilaian. Tidak boleh menipu kualitas dengan
jalan memperlihatkan yang baik bagian luarnya, dan menyembunyikan yang jelek
pada bagian dalam.
Disebutkan dalam sebuah Hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah s.a.w melewati
setumpukan barang makanan, maka Beliau memasukkan tangannya (kedalam
onggokan makanan) dan tangan Beliau menyentuh yang basah. Maka, beliau bersabda
6
"apa ini?” pedagang itu menjawab, "basah karena hujan ya Rasulallah”! bersabda
Rasulullah, "kenapa engkau tidak tempatkan yang basah diluar (diatas), supaya
pembeli dapat melihatnya? Barangsiapa menipu, bukanlah umatku." ( HR Muslim).
Berdasarkan hadis ini, bisa disimpulkan bahwa produk dalam syariah (fiqih
muamalah) harus memenuhi standarisasi mutu dan keberadaan barang. Fiqih
muamalah tegas mengharamkan praktek jual beli yang menipu dengan ketidakjelasan
mutu dan keberadaan barang.
2) Price (harga)
Dalam pricing (penentuan harga) klasik, selalu digunakan pendekatan penawaran dan
permintaan (supply and demand). Namun, saat ini banyak terjadi penyimpangan yang
berakibat pada penentuan harga secara berlebihan.
Dalam konsep Islam, penentuan harga ditentukan oleh mekanisme pasar, yakni
bergantung pada kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Dan pertemuan antara
permintaan dan penawaran itu harus berlangsung secara sukarela ('an taradhiin). Ini
bermakna tidak ada yang menganiaya dan dizalimi.
Sebelum terjadi transaksi, idealnya penjual dan pembeli berada pada posisi yang sama,
baik menyangkut pengetahuan tentang barang tersebut maupun tentang harga yang
berlaku di pasar. Sehingga ketika terjadi ideal penjual maupun pembeli betul-betul rela
dan tidak ada yang teraniaya.
Monopoli sering dituding sebagai biang kerok tercederainya kondisi ideal tersebut.
Padahal jika ditelusuri lebih lanjut konsep jual beli pada Islam maupun makna
sebenarnya monopoli, monopoli bukanlah praktik yang terlarang. Dalam Islam,
monopoli, duopoli, atau oligopoli dalam arti hanya ada satu penjual, dua penjual, dan
beberapa penjual tidak dilarang keberadaannya, selama merka tidak mengambil
keuntungan di atas keuntungan normal (Adiwarman Karim, 2003). Praktik yang
dilarang dalam Islam adalah ikhtikar, yakni mengambil keuntungan di atas keuntungan
normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau
istilah ekonominya monopoly's rent-seeking. Sabda Nabi,
"Tidaklah orang melakukan ikhtikar itu kecuali ia berdosa" (HR Muslim, Ahmad, dan
Abu Dawud).
Dalam praktik fiqih muamalah, pricing mengambil posisi tengah, tidak berlebih-
lebihan, tidak pula merendah-rendahkan. Ini berarti bahwa dalam praktik fiqih
muamalah, pricing mestinya harus proporsional. Allah berfirman, "Dan orang-orang
yang saleh apabila membelanjakan hartanya, merka tidak berlebih-lebihan, tidak pula
7
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian" (QS Al-
Furqaan [25]: 67).
Dan Muhammad pun telah memberikan contoh ketika berdagang sebelum diangkat
menjadi rasul. Saat menentukan harga, Muhammad hanya menyebut bahwa beliau
membeli barang ini di Makkah 'sekian' dan perjalanan dari Makkah sampai Syam
memerlukan waktu 'sekian hari. ' Kemudian Muhammad memberi kebebasan bagi
pembeli untuk memberi harga yang pantas terhadap barang yang dijualnya. Kejujuran
dan transparansi yang dipraktikkan Muhammad ini ternyata membuahkan keuntungan
yang luar biasa.
Intervensi harga
Dalam rangka melindungi hak pembeli dan penjual, Islam memtbolehkan intervensi
harga yang dilakukan oleh pemerintah jika kenaikan harga disebabkan adanya distorsi
terhadap genuine demand dan genuine supply. Umar bin khattab pernah melakukan
intrvensi pasar dan menemukan Habib bin Abi Balta' menjual anggur kering pada
harga di bawah pasar. Naikkan hargamu atau tinggalkan pasar kami (Abdullah Alwi
Hasan, 1986).
Intervensi pasar ini boleh dilakukan dengan alasan s ebagai berikut:
Pertama, price intervention menyangkut kepentingan masyarakat yaitu melindungi
penjual dalam hal profit margin sekaligus melindungi dalam hal purchasing power.
Kedua, apabila tidak dilakukan price intervention maka penjual dapat menaikkan
harga dengan cara ikhtikar atau ghaban faahisy. Dalam hal ini penjual menzalimi si
pembeli.
Ketiga, pembeli biasanya mewakili masyarakat yang lebih luas, sedangkan penjual
mewakili kelompok masyarakat yang lebih kecil. Sehingga price intervention berarti
pula melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas (Ibnu Qudamah at Maqdisi,
1374).
3) Place (tempat).
Penempatan barang adalah faktor vital dalam dunia usaha. Berkaitan erat dengan
posisi ini adalah sarana transportasi dan pengangkutan. Nabi dengan tegas melarang
pemotongan distribusi dengan maksud untuk menaikkan harga. Nabi bersabda,
"jangan membeli barang dari kafilah yang belum tiba di pasar dan jangan membeli
barang yang belum ada" (Muttafaq ‘Alaihi)
Ini bisa dimaknai bahwa jangan pernah membeli dari penjual yang belum mengetahui
harga pasar. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi penjual dari penipuan mengenai
harga yang sebenarnya.
8
4) Promotion (promosi).
Saat ini, masyarakat sering disebut sebagai no need society. Masyarakat yang tak
membutuhkan apa-apa. Disebut demikian karena segala kebutuhan masyarakat telah
disediakan pasar. Akibatnya, produsen pun berlomba-lomba untuk merebut konsumen.
Dalam situasi seperti ini, merupakan hal wajar jika promosi menjadi fokus semua
produsen. Sayangnya, beragam promosi yang dilakukan acapkali dibungkus dengan
kedok penipuan dan kebohongan. Kualitas barang tidak sesuai dengan yang
dipromosikan adalah sesuatu yang jamak ditemukan. Demikian pula, dalam
menyajikan promosi lewat berbagai media seringkali dekat-dekat dengan pornografi.
Promosi dengan cara seperti ini dengan tegas dilarang oleh Islam.
Pada prinsipnya, dalam Islam mempromosikan suatu barang diperbolehkan. Hanya
saja dalam berpromosi tersebut mengedepankan faktor kejujuran dan menjauhi
penipuan. Di samping itu, metode yang diapakai dalam promosi tidak bertentangan
dengan syariah Islam.
Oleh karena itu, dengan landasan kejujuran dan sesuai syariah Islam ada baiknya
kelemahan promosi dan teknik berpromosi yang dilontarkan Alex Schulz diperhatikan.
Dalam buku The Marketing Game, Alex Schulz menyebut beberapa kelemahan
berpromosi. Pertama, been there, done that. Sebuah kondisi yang merasa puas dengan
sistem promosi tahun lalu. Kemudian sistem itu terus dipertahankan.
Kedua, penyakit mengantuk. Ini terjadi karena lemahnya promosi yang dilakukan atau
menjadi sangat membosankan bagi konsumen sehingga konsumen pun mengantuk
lantas tertidur. Pemberian kupon adalah salah satu yang menyebabkan hal itu.
Ketiga, barang kecil dan tak bermutu (trinkets and trashitis). Penyakit yang sering
ditemui dalam promosi adalah pemberian barang kecil dan tak bermutu. Konsumen
masih dianggap sebagai anak kecil yang membutuhkan barang-barang pemberian.
Memang, biaya promosi tidaklah besar. Tetapi bisa dipastikan, kerugian akan terjadi
dengan metode promosi seperti ini.
Keempat, memberikan kemudahan (oddsitis). Penyakit ini bisa ditunjukkan pada
minuman botol yang menyediakan hadiah yang cukup menarik dan tertulis dalam
setiap tutup botol bahwa kemungkinan menang adalah 1 dibanding 10 atau 1 banding
5. Secara psikologis akan memunculkan harapan menang yang luar biasa besar. Dan
jika berkali-kali seseorang tidak menang, maka bersiaplah sebuah perusahaan
ditinggalkan kustomernya.
Robert Lauternorn mengusulkan para penjual untuk bekerja dengan 4C terlebih
dahulu, yakni customer value, customer cost, convenience, dan communication. Pada
9
sisi customer value, perusahaan harus memperhatikan nilai kustomernya bukan
produk. Di lingkup customer cost, sebuah perusahaan harus -hatikan biaya customer
bukan hanya harga semata. Dan pada convenience, sebuah perusahaan harus
menimbang kenyamanan bagi kustomer bukan hanya persoalan tempat dagang
perusahaan. Terakhir, communication, sebuah perusahaan mestinya mengedepankan
komunikasi dengan kustomer terlebih dahulu sebelum gencar melakukan promosi.
Hermawan Kertajaya pun, seperti telah diungkap dimuka telah menelorkan tahapan-
tahapan marketing mix yang mesti dilakukan. Namun di atas segalanya dan diakui
atau tidak, 4P ini adalah marketing mix yang paling mendasar yang harus dipahami.
2.4 Marketer Syariah
Sudah jamak diketahui bahwa perdagangan adalah induk keberuntungan.
Perdagangan berkedudukan lebih tinggi dibanding industri, pertanian, dan jasa. Fakta
sejarah telah memberi bukti bahwa perniagaan telah mengantarkan banyak orang kaya
raya dan berbagai bangsa menguasai beberapa belahan dunia. Oleh karena itulah, Nabi
pernah bersabda, "berdaganglah kamu, sebab lebih dari sepuluh bagian dari kehidupan,
sembilan di antaranya dihasilkan dari berdagang," sejarah kehidupan Nabi tak bisa
dilepaskan dari perniagaan, Muhammad sebelum kenabian dikenal telah melanglang
buana ke berbagai tempat perniagaan di jazirah arab. Keuntungan yang berlipat ganda
sebagai agen dagang khadijah menunjukkan bahwa Muhammad adalah seorang pedagang
ulung, walaupun Muhammad tidaklah diutus sebagai pedagang. Nabi mengatakan, "aku
tidaklah diberi wahyu untuk menumpuk kekayaan atau untuk menjadi salah seorang dari
para pedagang.”
Bukan hanya Nabi, para sahabat besar pun sangat akrab dengan aktifitas
perdagangan. Abu Bakar pernah memiliki usaha dagang pakaian. Umar ibn Khatthab
pernah berdagang jagung. Dan Usman pernah memiliki usaha dagang pakaian.
Pendeknya, perniagaan dalam Islam adalah sangat dianjurkan dalam kerangka menggapai
rezeki dan rahmat Allah Swt (Afzalur Rahman, 1997).
Dalam menggapai rezeki itu, ajaran Islam mendorong umatnya untuk berperilaku
dengan akhlak yang islami. Tentu, dalam berbagai bidang kehidupan, tak terkecuali dunia
perniagaan dan lebih sempit lagi pada ranah marketing atau pemasaran.
2.4.1 Profil ideal
Dalam perspektif ekonomi Islam, ada beberapa modal dasar yang harus
dimiliki seorang marketer. Modal dasar itu adalah sebagai berikut. Pertama,
bertanggung jawab. Bertanggung jawab di sini dimaknai bukan hanya kepada
10
sesama makhluk, bahkan lebih dari itu diartikan sebagai bertanggung jawab kepada
Allah Swt. Kesadaran terhadap kewajiban dan tanggung jawabnya kepada Allah
Swt dan sesama makhluk menjadikan seorang marketer sebagai pribadi yang
berguna, taat kepada Allah Swt dan pekerja yang bertanggung jawab dalam
masyarakat. Allah Swt berfirman,... Kemudian, kamu pasti akan ditanyai pada hari
itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia)... (QS Al-Kautsar
[108]: 8)
Kedua, mandiri. Kemandirian adalah ajaran utama dalam Islam. Islam
melarang dengan tegas menggantungkan nasib pada orang lain. Firman Allah,
sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaaan suatu kaum, sehingga kaum itu
mengubah keadaannya sendiri (QS Al – Ra'd [13]: 11).
Ketiga, kreatif. Tembok tebal persaingan bisnis seringkali menjadi
penghalang seseorang menuju kesuksesan. Dan kreatifitas adalah salah satu senjata
untuk menembusnya. Pribadi yang kreatif seolah tiada kehabisan akal dalam
mengarungi kehidupan ini. Gagal dalam salah satu usaha, seorang yang kreatif akan
menempuh cara lain dan dengan bentuk lain. Allah swt telah memerintahkan untuk
menyebar ke seluruh dunia guna mencapai rahmat dan rezeki-Nya dengan
bermacam kreatifitasnya. Allah berfirman,... maka menyebarlah kamu sekalian di
muka bumi dan carilah keutamaan Allah... (QS AL-Jumu'ah [62]: 10).
Keempat, bisa belajar dari pengalaman. Wal tandzur nafsun maa qadamat
lighod (QS Al-Hasyr [59]: 18), demikian firman Allah swt. pun sering terdengar
istilah pengalaman adalah guru yang terbaik. Memang, bagi seorang marketer
pengalaman adalah sangat penting dalam mencapai kesuksesan. Kegagalan dan
kesuksesan harus dilihat sebagai media pembelajaran.
Kelima, selalu optimis dan tidak mudah putus asa. Islam mengajarkan pada
umatnya untuk tidak pernah putus asa. Pribadi yang optimis adalah harapan Islam.
Optimisme ini akan menghadirkan kesungguhan tekad dalam berusaha. Pun sebagai
pendorong seseorang saat menemui kegagalan. Allah berfirman, Dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah
selain orang-orang kafir. (QS Yusuf [12]: 87)
Keenam, jujur dan dapat dipercaya. Kejujuran dan integritas seseorang
seringkali menjadi penentu gagal dan suksesnya seseorang. Menemui kebahagiaan
Ketujuh, sabar dan tidak panik ketika mengalami kegagalan. Sifat ini bisa
dimunculkan dengan percaya kepada Allah Swt dan yakin bahwa Allah adalah
Pengasih dan Penyayang.
11
2.4.2 Hal-Hal yang Harus Dilakukan
Pertama, tidak boleh mempraktikkan kebohongan dan penipuan mengenai
barang-barang yang dijual. Nabi Muhammad s. a. w bersabda, "Barang siapa yang
melakukan penipuan, maka dia bukan dari golongan kami" (HR Ibn Hibban dan
Abu Na'im).
Kedua, harus tegas dalam timbangan dan takaran. Mengenai hal ini Allah
SWT. berfirman, Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Orangorang
yang apabila menerima takaran dari orang lain, merka minta dipenuhi; dan apabila
merka menakar atau menimbang untuk orang lain, merka mengurangi. Tidaklah
orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya merka akan dibangkitkan, pada suatu
hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta
alam. (QS Al-Muthaffifiin [83]: 1-6)
Ketiga, rendah hati dan bertutur kata sopan. Rendah hati dan sopan sangat
dianjurkan dalam Islam. Islam sangat mengutuk perilkau sombong dan takabur. Al
Qur'an pun dengan jelas mengajarkan untuk senantiasa rendah hati dan bertutur
kata yang manis. Allah berfirman, Janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Sederhanakanlah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah
suaramu. Sungguh seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (QS Luqman [31]:18-
19)
Keempat, adil terhadap semua pelanggan. Sebagai agama rahmatan lil
alamin, Islam menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, Tak terkecuali pada sisi
ekonomi. Lawan adil adalah zalim, berbuat sewenang-wenang. Perbuatan yang
zalim sangat dibenci oleh Allah Swt. Ini karena alqur'an telah menjadikan tujuan
semua risalah langit adalah untuk melaksanakan keadilan. Firman Allah SWT,
Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang zalim. Q.S. Hud [11]: 19)
Kelima, memberi service yang memuaskan pelanggan. Pelanggan adalah
‘raja' dalam dunia perdagangan. Menjadi marketer, suka dan tidak suka harus
memberi pelayanan yang memuaskan bagi para pelanggan. Melekat dalam sikap
melayani ini adalah sikap yang sopan, santun, dan murah hati. Orang yang beriman
diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat melakukan
prospecting dengan mitra bisnisnya. Firman Allah: Dan berbuat baiklah kepada ibu
bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia. " (Q.S. Al-Baqarah [2]: 83)
12
Keenam, berkompetisi dengan sportif. Kompetisi atau persaingan adalah
sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Dengan adanya kompetisi dan persaingan,
maka dinamika kehidupan akan terwujud. Dinamisnya kehidupan akan membawa
kemajuan yang sangat berarti. Alqur’an sendiri telah memerintahkan untuk
senantiasa berlomba-lomba atau bersaing dalam hal kebajikan. Tentu persaingan
yang fair, sehat dan tanpa kecurangan. Firman Allah SWT : Dan bagi tiap-tiap umat
ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka, berlomba-lombalah
kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). sesungguhnya Allah Mahakuasa
atas segala sesuatu. (Q.S. Al baqarah [2]:149).
Ketujuh, mengutamakan tolong menolong. Persatuan umat yang dilandasi
sikap saling mengasihi dan tolong menolong antar sesama adalah anjuran Islam.
Allah SWT. menjanjikan pahala besar bagi merka yang menolong sesamanya saat
kesusahan. Firman Allah SWT. menggambarkan dengan jelas teladan kaum Anshar
tersebut. Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka
sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(Q.S. AlHasyr [59]. : 9)
Kedelapan, menentukan harga dengan adil. Dalam menentukan harga,
takaran, dan timbangan dalam bisnis yang islami harus dilakukan secara adil.
Perintah tentang bersikap adil ini berulangulang dalam alqur'an. Di antaranya
firman Allah SWT : Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Orang-
orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, merka minta dipenuhi; dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, merka mengurangi.
Tidaklah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya merka akan dibangkitkan,
pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan
semesta alam. " (Q.S. al-Muthaffifiin [83]:1-6)
Kesembilan, Profesional. Paling tidak ada tiga hal yang harus melekat dalam
diri seorang profesional. Pertama, qawi (kuat). Kuat di sini bermakna benar-benar
menguasai, memahami, dan ahli pada bidang yang harus diembannya. Kedua, itqan
(sempurna). Artinya dalam setiap pekerjaan ia selalu menyelesaikan dengan tuntas.
Benar-benar sesuai dengan yang diharapkan dan optimal. Hadis Nabi:
Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika seseorong melakukan suatu pekerjaan
dengan sempurna (H.R. Thabrani). Ketiga, jahada (sungguh-sungguh). Yang
dimaksud dengan jahada adalah seseorang yang dengan segenap tenaganya
13
sungguh-sungguh bergelut dalam bidangnya. Kesungguhan dan komitmen menjadi
penopang profesionalitas seseorang di samping kemampuan dan kesempurnaan.
Kesepuluh, saling menghormati dan tidak negative thinking yang fair
landasan utamanya adalah sikap saling menghormati dan tidak berburuk sangka.
Tanpa kedua sikap ini, bias dipastikan akan terjadi kompetisi brutal, saling
menjatuhkan, dan tentu jauh dari rahmat Allah SWT.
Kesebelas, senang memberi hadiah. Memberi hadiah atau hibah dalam
konteks ini adalah dalam kerangka meningkatkan ukhuwah islamiyah. Dalam
pengertian fiqih hibah adalah pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, tanpa mengharapkan balasan apapun.
Hibah merupakan salah satu bentuk tolong menolong datam rangka kebajikan di
antara sesame manusia. Para ulama sepakat bahwa hibah adalah sunnah.
Adapun pemberian hadiah yang dilarang oleh syara' adalah hadiah yang
mengandung unsur riswah (suap). Islam secara tegas melarang suap dalam bentuk
apapun. Dalam hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda, "orang yang
menyuap dan disuap ada di Neraka (H.R. Bukhori).
2.4.3 Transaksi yang harus dihindari
Pertama, transaksi gharar.
Gharar atau taghrir berasal dari Bahasa Arab bermakna bahaya, resiko,
bencana, ketidakpastian, dan sebagainya. Secara istilah berarti melakukan sesuatu
secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil resiko
sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan
persis apa akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensi
(Afzatur Rahman, 1996).
Dan praktik ini bisa terjadi dalam beberapa bentuk; (1) gharar dalam
kuantitas. Sistem ini lebih dikenal dengan system ijon. Contoh praktik ini adalah
seorang petani menjual buah mangganya dengan harga satu juta rupiah kepada
seorang tengkulak. Sedangkan kesepakatan itu terjadi saat mangga masih hijau di
pohonnya. Dalam praktik ini, spesifikasi barang (berapa ton, berapa kilogram)
belum ada dan harga sudah ditentukan; (2) gharar dalam kualitas. Contoh paling
mudah gharar dalam kualitas ini adalah penjualan anak kambing yang masih dalam
kandungannya. Penjual sepakat untuk menjual kambingnya jika sudah lahir sebesar
Rp1.500.000,-. Dalam praktik ini, baik si penjual maupun pembeli tidak
mengetahui kemungkinan kondisi anak kambing tersebut. Apakah jantan atau
betina, cacat atau sehat, atau bahkan bisa jadi lahir dalam keadaan mati. Semuanya
14
serba tidak pasti padahal harga sudah ditetapkan. Dengan demikian terjadi
ketidakpastian kualitas barang yang diperjualbelikan; (3) gharar dalam harga. Ini
terjadi saat seorang penjual menawarkan barang dagangannya dengan harga
Rp5.000,00 misalnya jika dibayar tunai. Dan harga barang dagangannya tersebut
menjadi Rp30.000,00 jika dibayar lima butan kemudian. Ketidakpastian muncul
karena adanya dua harga dalam satu akad, tidak jelas mana yang bertaku.
Katakantah pembeli membayar lunas barang tersebut pada bulan kedua, maka
harganya masih tetap sama atau berubah? Dalam kasus ini walaupun kuantitas dan
kuantitas barang diketahui tetapi harga masih belum jelas sehingga disebut dengan
gharar dalam harga; (4) gharar dalam waktu penyerahan. Contohnya adalah si A
sangat menyukai Hand phone si B. Sedangkan hand phone si B baru saja hilang. Si
B menjual Hand phone hilang tersebut dengan harga yang sangat murah, yakni lima
ratus ribu rupiah dari harga pasar Rp 2 juta. Si B akan segera menyerahkan Hand
phonenya setelah ditemukan. Pada konteks ini, timbul ketidakjelasan waktu
penyerahan. Apakah sehari, dua hari, satu bulan, atau bahkan tidak ditemukan sama
sekali. Inilah yang disebut ketidakpastian waktu penyerahan.
Beragam bentuk gharar tersebut dilarang oleh Islam. Salah satu Hadis
menyebut, "Rasulullah melarang jual beli dengan hashah dan jual beli gharar. "
(H.R. Muslim).
Kedua, Transaksi Tadlis.
Perdagangan tadlis adalah perdagangan dengan penipuan. Jika dalam gharar
baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui Kualifikasi barang (unknown to
both parties), maka dalam tadlis hanya satu pihak yang tidak mengetahuinya
(unknown to one parties), pembeli atau penjual. Alquran dengan tegas melarang
transaksi yang mengandung unsur penipuan. Firman Allah SWT : Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikul beban
kepada seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Q.S. Al-An'am
[6]:152)
Transaksi tadlis ada beberapa bentuk; (1) tadlis dalam Kuantitas. Penipuan
seperti ini bisa dilakukan dengan mengurangi jumlah barang atau timbangan.
Misalnya, menjual pakaian jadi dalam satu kontainer. Karena jumlah yang cukup
banyak, maka tidak sempat lagi untuk menghitungnya. Datam kondisi ini, penjual
mengurangi jumlah pakaian tersebut. Sehingga satu kontainer tak terisi pakain jadi
dengan jumlah semestinya. Firman Allah, Kecelakaan besarlah bagi orang-orang
yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menakar atau menerima takaran dari
15
orang lain, merka minta dipenuhi. Dan, apabila merka menakar atau menimbang
untuk orang lain, merka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu yakin hahwa
sesungguhnya merka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar. (Q.S. Al-
Muthaffifin [83]:1-5); (2) tadlis dalam kualitas. Penipuan seperti ini seperti halnya
menyembunyikan cacat barang atau kualitas buruk yang tidak sesuai dengan
kesepakatan penjual dan pembeli. Contohnya, penjualan televisi bekas. Penjual
menyembunyikan cacat televisi tersebut sehingga pembeli tidak mengetahuinya.
Sabda Nabi SAW : "Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah melalui sesuatu
(tumpukan) makanan yang oleh pemiliknya dipujinya. Kemudian Nabi meletakkan
tangannya pada makanan tersebut, ternyata makanan tersebut sangat jelek. Lantas
Nabi bersabda, Juallah makanan ini menurut harga yang pantas, sebab barang siapa
menipu kami, bukanlah dari golongan kami." (H.R. Ahmad); (3) tadlis dalam
harga. Tadlis dalam harga ini adalah memasang tarif yang lebih tinggi atau lebih
rendah dari harga pasar. Contohnya adalah ada seorang pendatang tiba di sebuah
kota. Ia membutuhkan angkutan yang cepat untuk sampai ke tujuan. Kemudian, ia
menyewa taksi yang tarif pasarnya sama sekali tidak diketahuinya. Sopir taksi
mengetahui kalau orang tersebut tidak mengetahui harga pasar, maka dinaikkanlah
berlipat-lipat tarif taksi tersebut. praktik inilah yang disebut dengan tadlis dalam
harga. Atau sering disebut dengan ghaban; (4) tadlis dalam waktu penyerahan.
Praktik ini terjadi karena tercederainya kesepakatan pengiriman barang. Misalnya,
seorang penjual sudah tahu bahwa barang pasti tidak bisa dikirimkan dalamwaktu
seminggu. Karena khawatir kehilangan pembeli maka dia menyepakati pengiriman
barang dalam waktu satu minggu. Akhirnya, penjual memang tidak mampu
mengirimkan barang tersebut dalam waktu satu minggu. Inilah yang dinamakan
tadlis waktu penyerahan.
Ketiga, menimbun barang untuk menaikkan harga.
Praktik menimbun barang dagangan sering dijumpai. Dalam praktik ini,
seseorang membeli barang yang masih murah dengan harga tertentu dan disimpan
untuk dijual kembali ketika harga sudah melambuung. Praktik demikian dilarang
secara tegas oleh Rasulullah SAW : ‘’Barang siapa menimbun barang selama empat
puluh malam, maka sungguh Allah tidak lagi perlu kepadanya." (H.R. Ahmad,
akim, Ibnu Abu Syaibah, dan Bazzar).
Keempat, menjual barang hasil curian, dan korupsi.
Jual beli yang sesuai syariah akan batal jika barang yang diperjualbelikan
diketahui sebagai hasil curian. Karena dengan membeli barang curian, seseorang
16
telah membantu perampok, dan pencuri. Hadis Nabi SAW : ‘’Barang siapa
membeli barang curian, sedang dia mengetahui barang tersebut adalah curian, maka
dia bersekutu dalam dosa yang cacat." (H.R. Baihaqi)
Kelima, transaksi najasy.
Najasy ini identik dengan iklan dan promosi palsu. Persaingan bisnia yang
semakin ketat mengakibatkan biaya promosi meningkat. Untuk semakin menarik
daya pikat, promosi pun dibuat dengan berlebih-lebihan. Sehingga seringkali
kualitas dan fungsi barang tak sesuai dengan yang dipromosikan. Dalam fiqih
muamalah, iklan palsu seperti ini sering disebut dengan najasy dan merupakan
perbuatan yang sering dilakukan oleh orang jahiliyah. Praktik ini bisa berupa
memuji barangnya secara bertebih-lebihan dan bersekongkol dengan temannya
untuk berpura-pura menawar barang dengan harga tinggi agar orang lain merasa
tidak kemahalan, lalu terpengaruh membelinya. Nabi melarang jual beli dengan
praktik seperti ini. Hadis Nabi SAW : "Rasulullah melarang jual beli najasy" (H.R.
Muttafaq `Alaih)
Keenam, mengingkari perjanjian.
Dalam dunia bisnis biasanya tidak lepas dari sebuah perjanjian, kontrak atau
akad., baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Perjanjian, kontrak atau akad ini
adalah sesuatu yang harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari. Pengingkaran
terhadap sebuah perjanjian, kontrak atau akad adalah bentuk pengkhianatan. Bisa
disebut pula sebagai cara bathil dalam berbisnis. Allah dengan tegas melarang
pengingkaran perjanjian, kontrak, dan akad ini, "Terkutuklah orang-orang yang
banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai."
(Q.S. Al- Dzariyat [51]:10-11)
Ketujuh, banyak bersumpah untuk meyakinkan pembeli.
Untuk meyakinkan pembeli seringkali seorang penjual atau pemasar
mengumbar sumpahnya. Demi Allah, demi rasul, kualitasnya paling baik, harga
paling murah, ini yang terkahir, dan sebagainya adalah kata-kata manis yang
dilontarkan oleh penjual untuk meyakinkan pembeli. Padahal sumpah-sumpah
seperti itu kerapkali layaknya pepesan kosong yang tak terbukti. Rasulullah Saw
dengan tegas melarang banyak berseumpah. Sabda Nabi : "Jauhilah banyak sumpah
dalam jual beli, karena sesungguhnya hal itu melariskan (dagangan), tetapi
menghapuskan (keberkahan)." (H.R. Muslim)
Kedelapan, mempermainkan harga.
17
Persaingan dan kompetisi adalah hal yang wajar dengan catatan dilakukan
secara fair. Islam telah memberi tuntunan bagaimana bersaing secara fair. Salah
satunya adalah dalam persoalan penentuan harga. Islam dengan tegas melarang
seseorang menawar barang yang sedang ditawar oleh sesamanya. Nabi SAW
bersabda : “Janganlah seorang muslim menawar tawaran saudaranya." (H.R.
Muslim)
Kesembilan, bersifat memaksa dan menekan
Paksaan dalam bisnis menurut Zuhaili ada dua macam. Pertama, Paksaan
sempurna (ikrah mulji). Yaitu seorang terpaksa melakukan tansaksi bisnis karena
terancam akan dibunuh atau akan dianiaya secara fisik. Kedua, paksaan tidak
sempurna (ikrah ghairu mulji), iksaan yang tidak langsung secara fisik. Kedua jenis
paksaan ini terlarang dalam transaksi bisnis islami. Dalam sebuah hadis disebutkan:
"Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara-cara paksaan dan mengandung
penipuan." (H.R. Muslim)
Kesepuluh, mematikan pedagang kecil.
Kesejahteraan umat secara keseluruhan adalah tipikal agama islam sebagai
rahmatan lil alamin. Dalam konteks muamalahpun alqur’an tegas
menginformasikan, ... Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang
kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (Q.S. Al-Hasyr [59]:7).
Dari ayat tersebut bisa disimpulkan bahwa pemerataan kesejahteraan adalah
sesuatu yang harus dilakukan dan dipelihara. Oleh karena itu bisnis besar tidak
seharusnya mematikan bisnis kecil. Rasulullah mengajarkan agar memlihara
keseimbangan bisnis orang kota (konglomerat) dan bisnis orang desa (pedagang
kecil dan kaki lima). Karena itu, Rasulullah melarang menghadang kafilah. Sabda
Nabi, "Janganlah kalian hadang kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota
jualan buat orang desa." (H.R. Muttafaq Alaihi)
Kesebelas, melakukan monopoly's rent seeking atau ikhtikar.
Seperti dijelaskan di muka, bahwa sebenarnya monopoli dalam arti hanya
ada satu penjual tidak dilarang oleh Islam selama tidak mengeruk keuntungan di
atas normal. Yang terlarang adalah monopoli yang mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara menjual sedikit barang untuk harga yang lebih
tinggi, atau istilah ekonominya adalah monopoly's rent seeking. Atau dalam bahasa
fiqihnya adalah ikhtikar.
18
Riba dan monopoli seperti itu adalah penopang kapitalisme yang rakus dan
otoriter. Semakin besar dosa seseorang jika monopoli dilakukan dengan
persekongkolan. Rasulullah melarang praktik monopoli ini. Sabda Nabi, "Barang
siapa memonopoli, maka ia berdosa." (H.R. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan
Ibn Majah)
Kedua belas, menjual sesuatu yang haram, hukumnya haram.
Menjual sesuatu yang cara memperolehnya haram, maka hukumnya haram.
Seperti barang curian, hasil korupsi dan sebagainya Demikian pula menjual barang
haram, maka hukum jual beli itu adalah haram. Menjual bir, daging babi, dan
sebagainya. Sabda Nabi, "Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu,
maka ia mengharamkan juga harganya." (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Ketiga belas, melakukan sogok (riswah).
Memberikan sejumlah uang dengan maksud memperoleh keuntungan atau
kebijakan yang berbeda adalah masuk dalam kateegori suap (riswah). Praktik
seperti inilah yang banyak nyumbang kehancuran sebuah bangsa. Allah SWT.
dengan tegas melarang praktik ini. Sabda Nabi SAW : "Allah melaknat penyuap
dan yang menerima suap dalam hukum" (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibn Hibban)
Keempat belas, tallaqi rukban.
Talaqqi rukban adalah tindakan yang dilakukan oleh tengkulak (yang
mengetahui harga pasar) untuk membeli barang dari petani (yang tidak mengetahui
harga pasar). Ini dilakukan untuk mendapatkan harga yang lebih murah dari harga
pasar.
Talaqqi Rukban dilarang karena dua hal, rekayasa penawaran, yakni
mencegah masuknya barang ke pasar, dan mencegah penjual dari luar kota untuk
mengetahui harga yang berlaku.
Pada dasarnya mencari harga yang lebih murah tidak dilarang. Tetapi jika
salah satu pihak mengetahui informasi harga secara lengkap dan pihak lain tidak
mengetahui sama sekali, kemudian dengan tidak imbangnya informasi ini satu
pihak mengeruk keuntungan sebesar-besarnya (para tengkulak) dan pihak lain
teraniaya (para petani) maka inilah yang dinamakan talaqqi rukban.
2.5 Strategi Pemasaran Syariah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi strategi pemasaran. Secara garis
besar ada dua faktor. Pertama, faktor`mikro. Faktor mikro ini adalah marketer,
pemasok, pesaing, kustomer, dan lain-lain. Kedua, faktor makro. Faktor makro
19
berupa demografi atau persoalan penduduk, ekonomi, politik, hukum, teknologi,
sosial, dan budaya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam strategi pemasaran syariah :
a. riset pemasaran
Sebelum menentukan strategi dalam mengeksekusi pasar, sangat penting untuk
melakukan riset pasar. Ini adalah dalam kerangka menciptakan perencanaan
yang komprehensif. Kemampuan perencanaan yang baik dan matang adalah
anjuran Allah SWT Firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan (merencanakan) apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. AI-Hasyr
[59]:18). Banyak cara dalam melakukan riset pemasaran. Cara-cara tersebut
adalah :
Pertama, observasi di berbagai tempat. Observasi ini dilakukan di berbagai
tempat. Bisa di toko-toko, rumah-rumah penduduk, atau di tempat lainnya.
Observasi ini penting untuk melihat sepintas tipikal, kecenderungan, dan bahkan
celah yang belum digarap oleh orang lain.
Kedua, penelitian. Dalam konteks ini adalah melakukan penelitian realitas
masyarakat secara mendalam. Seberapa besar daya beli masyarakat, dan
penggunaan produk. Penelitian ini bisa dilakukan dengan menggunakan
kuesioner, survey atau wawancara yang mendalam.
Ketiga, percobaan-percobaan dalam pemasaran. Beragam percobaan layak untuk
dilakukan. Ukuran sukses dan tidaknya pemasaran dapat dilihat setelah
dipraktikan.
b. segmentasi pasar
Setelah melakukan riset, selanjutnya adalah melakukan segementasi pasar.
Segmentasi pasar ini sangat penting untuk mengembangkan faktor keunggulan
bersaing berdasarkan diferensiasi, beaya murah, atau fokus. Segmentasi juga
bisa diartikan sebagai identifikasi kelompok-kelompok customer yang
memberikan respon yang berbeda dibandingkan dengan kelompok customer
lain. Allah SWT telah mengajarkan ilmu segmentasi dalam hal membedakan
antara yang hak dan batil, baik dan buruk, laki-laki perempuan, dan
membedakan segmentasi suku-suku bangsa berbeda-beda. Allah berfirman :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
20
seorang wanita serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal.” (Q.S. AI-Hujuraat [49]:13)
Sedangkan manfaat segmentasi pasar adalah menyalurkan barang ke pasar
potensial yang paling menguntungkan, merencanakan produk memenuhi
permintaan pasar, menentukan cara-cara promosi paling efektif, dan mengatur
waktu yang sebaik-baiknya dalam promosi.
c. kriteria segmentasi pasar
Ada beberapa kriteria dalam segmentasi pasar. Salah satunya adalah yang
dipaparkan oleh David Irwin dalam bukunya Sales and marketing berikut ini.
Pertama, faktor demografi. Faktor ini adalah menyangkut karakteristik
penduduk. Tercakup di dalamnya umur, kondisa keluarga, budaya dan
kebangsaan, dan jenis kelamin. Pada sisi umur misalnya, model pakaian orang
muda jelas berbeda dengan orang tua. Orang pasti tidak akan memakai pakaian
yang seronok seperti halnya anak muda. Pada keluarga, bisa dikategorisasikan
dengan dengan beberapa kategorii, misalnya bujangan, keluarga kecil atau
keluarga besar. Beberapa produk memang dikhususkan pada jenis kelamin
tertentu. Inilah pentingnya segmentasi berdasarkan sex, jenis kelamin.
Kedua, faktor geografi. Faktor ini menyangkut lingkungan, yakni analisis
kustomer berdasarkan lokasi, daerah, dan tempat tinggal. Mungkin akan ada
batasan lokasi tertentu sebagai 'daerah kekuasaan pasar' sebuah perusahaan. Pada
konteks daerah, ada pepatah lain ladang lain belalang, setiap daerah memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada sisi tempat tinggal, kustomer bisa dipilah
menjadi beberapa kategori. Seperti bertempat tinggal di daerah kumuh, kawasan
perumahan sederhana, atau pun perumahan elit.
Ketiga, faktor ekonomi dan sosial. Pada faktor ekonomi dan sosial ini ada tiga
hal yang harus dipertimbangkan. Pertama, pendapatan. Besarnya permintaan
produk senantiasa tergantung pada tingkat pendapatan atau penghasilan
penduduk. Allah mengakui adanya segementasi antara ornag yang
berpendapatan besar dan kecil ini. Firman Allah, Dia yang memberikan
kekayaan dan memberikan kecukupan (Q.S. Al-Najm [53]: 48).
Sedangkan yang kedua adalah pekerjaan. Segmentasi pada bidang pekerjaan ini
bisa menjadi beberapa kategori misalnya pekerja profesional, pekerja paruh
waktu, dan lain sebagainya. Dan bisa pula dibagi dalam beberapa jenis
pekerjaan, seperti mekanik, pengajar, karyawan kantor, dan sebagainya.
21
Dan terakhir adalah kelas sosial. Ini adalah segmenatasi pasar secara tradisional
dan berkaitan erat dengan pekerjaan. Dalam segmentasi ini bisa diklasifikasikan
pasar menjadi kelas atas, kelas menengah, kelas bawah, pekerja dengan skill,
pekerja tanpa skill, dan pengangguran.
Keempat, faktor kepribadian. Faktor ini menyangkut persoalan motivasi dan
gaya hidup. Fokus pada segmentasi ini adalah adalah perilaku. Sebagian
customer ada yang menginginkan produk klasik, ada yang fanatik terhadap
produk-produk tertentu, dan ada pula yang mudah pindah. Di samping itu, harus
pula dilihat sisi kegunaan atau manfaat.
d. strategi memasuki segmen pasar
Ada beberapa strategi yang seringkali dilakukan oleh perusahaan memasuki
pasar. Freddy Rangkuti dalam buku Business Plan menyebut ada tiga strategi
dalam memasuki pasar.
Pertama, undifferentiated marketing. Strategi ini mengandaikan perusahaan
melakukan strategi yang sama untuk seluruh pasar. Dengan demikian produk
yang dihasilkan cenderung bersifat massal, promosi dilakukan secara besar-
besaran, dan perusahaan mendapatkan keuntungan skala ekonomis karena
memproduksi dalam jumlah yang sangat besar sehingga biaya produksi per
unitnya menjadi sangat rendah.
Kedua, differentiated marketing. Pada cara ini perusahaan melakukan
pembedaan yang sangat spesifik tergantung pada segmen pasar yang dilayani.
Konsekuensi yang ditimbulkan biasanya adalah biaya produksi tinggi.
Ketiga, concentrated marketing. Strategi ini ditakukan apabila perusahaan ingin
fokus pada pasar yang relatif sempit, tetapi memiliki potensi pasar yang sangat
luas.
e. differentiation
Problem yang dihadapai customer saat ini adalah betapa rumitnya `memilih'.
Jika pertanyaan `memilih’ ini diajukan dua ribu tahun lalu, maka jawabannya
pasti sederhana dan simpel. Seperti, pertanyaan apa makanan untuk nanti
malam? Jawabnya pasti akan sederhana, daging hasil buruan tadi siang. Jika
pertanyaan ini dilontarkan saat ini, maka jawabannya tidak sesederhana itu, ada
banyak pilihan yang sama-sama menarik. Bermacam daging dikemas dan
disediakan untuk para customer. Dan customer pun menjadi bimbang untuk
memilihnya.
22
Dalam konteks inilah, di saat semua barang tersedia dengan beraneka kemasan,
tampil beda menjadi sebuah keharusan. Jack Trout dalam salah satu karyanya
Differentiate or Die menyebut bahwa pemilihan barang di antara banyak produk
selalu berdasar perbedaan, implisit atau eksplisit. Ilmu psikologis merujuk pada
kenyataan bahwa 'perbedaan' mencolok yang terkait dengan suatu produk akan
merangsang daya ingat karena 'perbedaan' tersebut akan diapresiasikan secara
intelektual. Dengan kata lain, jika sebuah perusahaan mengiklankan sebuah
produk, maka harus memberikan alasan bagi konsumen untuk memilih produk
tersebut.
Para psikolog banyak memikirkan tentang bagaimana orang memecahkan
masalah-masalah merka. Merka menyimpulkan empat fungsi yang dipakai,
yakni intuisi, pikiran, perasaan, dan kesan indera. Kebanyakan konsumen
cenderung membuat keputusan merka dengan memakai salah satu dari fungsi-
fungsi tersebut.
f. brand (merk)
Merk sebenarnya merupakan cermin janji yang dicanangkan produsen kepada
konsumen atas kualitas produk yang dihasilkan. kesesuaian antara penggunaan
produk (brand experience) dan janji sebuah produk (brand promise) adalah kunci
sukses terbangunnya image sebuah merk (brand). Firman Allah SWT
menegaskan tentang keselarasan brand promise dan brand experience ini.
“Terkutuklah orang-orang yang ban yak berdusta, (yaitu) orang yang terbenam
dalam kebodohan lagi lalai." (Q.S. Al-Dzariyat [51 ]: 10-11)
Disamping itu, membangun merk bukan hanya melalui iklan (advertising).
Memang, advertising berperan besar sebagai faktor penyentak minat konsumen,
tetapi tak semata iklan yang akan menimbulkan image positif merk pada
konsumen. Ada banyak hal yang bisa mendorong kesuksesan sebuah merk. Di
antaranya relasi yang terbina baik dengan konsumen, kerja sama sponsor,
penyelenggaraan berbagai even, program sosial, pembentukan komunitas
customer, dan pelayanan menyeluruh bagi konsumen.
Philip Kotler dalam bukunya Marketing Insight from A to Z, menyebutkan
beberapa setrategi dalam menciptakan brand dan mengembangkannya.
Pertama, menentukan merk. Dalam menentukan merk ini harus melihat pangsa
pasar, produk yang sudah ada di pasar, dan faktor-faktor lainnya. Menjadi
berbeda ala Jack Trout merupakan salah satu cara. Yang paling penting adalah
bagaimana menciptakan sebuah merk yang mudah diketahui dan menarik bagi
23
customer. Tentu, tanpa meninggalkan prinsip dasar keselarasan antara brand
promise dan brand experience.
Kedua, menetapkan atribut yang terus melekat pada merk tersebut. Jika merk
sebuah perusahaan itu inovatif maka sebuah perusahaan harus merekrut, melatih
dan memberi penghargaan bagi orang-orang yang inovatif. Semua komponen
perusahaan harus mendukung brand inovatif tersebut, baik karyawan, sopir, PR,
dan sebagainya.
Jika branding tersebut sukses, untuk mengembangkan sayap perusahaan ada
beberapa strategi dalam mengikuti jejak sukses merk itu. Strategi tersebut adalah
line extension, brand extension, dan brand stretch.
Line extension adalah menggunakan merk tersebut untuk sebuah kategori
produk yang sama. Ini adalah tindakan yang masuk akal, karena perusahaan
akan menggunakan goodwill yang selama ini telah dibangun dalam kategori
pasar sehingga perusahaan dapat menghemat biaya.
Brand extension adalah menggunakan merk tersebut untuk kategori yang
berbeda. Contohnya adalah merk ABC untuk saos juga digunakan untuk kecap.
Terakhir, brand stretch berupa menggunakan merk untuk produk yang sama
sekali berbeda. Misalnya Coca cola membuat mobil atau Ford memproduksi
minuman ringan.
g. service (pelayanan)
Dalam sebuah masyarakat no need society, customer memiliki posisi signifikan.
Kesuksesan atau ambruknya perusahaan banyak bergantung pada kesetiaan
customer. Semakin banyak customer yang setia, maka semakin sukses sebuah
perusahaan. Sebaliknya, semakin banyak customer yang meninggalkan
perusahaan, maka dipastikan tinggal menunggu waktu sebuah perusahaan
gulung tikar.
Dan kunci kesetiaan customer itu ada pada service (pelayanan) yang diberikan
oleh perusahaan. Pelayanan yang bagus, akan membuat customerer betah untuk
selalu menggunakan produk perusahaan tersebut. Apalagi jika pelayanan optimal
bukan hanya saat closing case, tetapi juga setelah itu.
Begitupula sebaliknya, pelayanan yang tidak optimal, kasar, seolah yang
membutuhkan 'hanya' customer, dan beragam sifat buruk lainnya bias berakibat
pada hilangnya para customer. Ini berarti kesetiaan customer luntur dan bangkrut
hanya persoalan waktu saja. Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan pada
umatnya untuk berbuat baik pada orang lain. Inilah sebenarnya dasar dari
24
pelayanan yang optimal. Sabda Nabi, "Semoga Allah SWT memberikan rahmat-
Nya kepada orang yang murah hati/sopan pada soot dia menjual, membeli, atau
saat dia menuntut haknya."
Allah SWT. juga telah menginstruksikan untuk senantiasa berbuat baik pada
orang lain. Firman Allah di antaranya, Dan berendah dirilah kamu pada orang-
orang yang beriman" (Q.S. Al-Hijr [15]: 88)
Dan sekiranya kamu bersikap keras lagi berbuat kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekeliling kamu" (Q.S. Ali 'Imran [3]: 159)
Disini menjadi jelas, pada dasarnya konsep servicing client telah termaktub
dalam alquran dan hadis. Sayangnya, praktik servicing client ini tidak optimal
diterapkan oleh umat Islam. Dan sebaliknya, servicing client betul-betul secara
optimal diterapkan oleh kaum non muslim. Barangkali, perenungan kembali
nilai-nilai Islam dan kemudian aplikasi parksis dalam reatitas kehidupan mutlak
harus dilakukan.
h. Mengukur Kepuasan Customer
Pelayanan selalu berkait erat dengan kepuasan customer. Dan tingkat kepuasan
customer terhadap produk perusahaan di samping sebagai penyumbang
keuntungan perusahaan, juga bisa dijadikan basis evaluasi dan pengembangan
produk. Kepuasan customer ini selalu terkait dengan empat hal.
Pertama, harga. Harga berkaitan dengan berapa biaya mendapatkan barang dan
bagaimana biaya penggunaannya.
Kedua, kualitas. Ini senantiasa berkaitan dengan bagaimana kualitas produk.
Sesuai dengan yang diiklankan atau tidak. Bagaimana dengan daya tahannya?
Bagaimana memperbaikinya jika terjadi kerusakan? Demikian pula ukuran
kualitas customer menjadi pertimbangan. Apakah kualitasnya sesuai dengan
keinginan customer atau tidak.
Ketiga, pelayanan. Ukurannya adalah bagaimana pelayanan sebuah perusahaan.
Sesuai yang dijanjikan tidak? Dan sesuai atau tidak dengan keinginan customer.
Keempat, pengiriman. Apakah pengiriman pesanan tepat waktu sesuai yang
dijanjikan? Dan dapatkah secara insidental, barang pesanan dapt dikirimkan
sesuai permintaan customer.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan mendasar bagi pelayanan
customer secara total. Jika pelayanan dilakukan dengan sebaik-baiknya dan
sesuai keinginan customer, maka nilai-nilai yang diajarkan oleh Allah dan
rasulnya telah direalisasikan. Wallahu a'lam bi al shawwab.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan
harga, promosi, dan pendistribusian barang, jasa, dan ide untuk menciptakan pertukaran
dengan kelompok yang dituju, di mana proses ini dapat memuaskan customer dan tujuan
perusahaan. Manajemen pemasaran Syari’ah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang
mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator
kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad
danprinsip-prinsip muamalah (bisnis) dalam Islam.Ini artinya bahwa dalam syariah
marketing, seluruh proses, baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses
perubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan
prinsip-prinsip muamalah yang Islami. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan
penyimpangan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu transaksi
apapun dalam pemasaran dapat dibolehkan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Kartajaya, Hermawan dan Muhammad Syakir Sula. 2006. Syariah Marketing.
Bandung: Mizan Pustaka
Sula, Syakir M. 2004. Asuransi Syariah (life and general): Konsep dan Sistem
Operasiona., Jakarta: Gema Insani.
http://eprints.walisongo.ac.id/1151/3/092411130_Bab2.pdf ( 2 Mei 2015 )
27