F. Pembahasan
Diuretik adalah sekelompok zat atau obat yang meningkatkan jumlah
urin (diuresis) dengan jalan menghambat reabsorpsi air dan natrium serta
mineral lain pada tubulus ginjal. Dengan demikian bermanfaat untuk
menghilangkan udema dan mengurangi free load (pengisian ventrikel).
Kegunaan diuretik terbanyak adalah untuk antihipertensi dan gagal jantung.
Efek salah satu obat dari diuretik adalah vasodilator yang mengakibatkan
dilatasi pembuluh darah. Kemudian karena tekanan darah juga dipengaruhi
oleh diameter pembuluh darah, maka efek diuretik yang vasodilator sangat
membantu pada pengobatan hipertensi. Pada gagal jantung, diuretik aan
mengurangi atau bahkan menghilangkan cairan yang terakumulasi di
jaringan dan paru-paru. Di samping itu, berkurangnya volume darah akan
mengurangi kerja jantung.
Adapun penggolongan obat dan mekanisme kerja diuretik adalah
golongan tiazid yang mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi
air, natrium, kalium, klorida pada tubulus distal ginjal. Dengan
terhambatnya reabsorpsi air dan mineral, berarti terjadi peningkatan ekskresi
air dan zat-zat tertentu. Golongan diuretik kuat (loop diuretic / high ceiling)
dimana golonga ini bekerja cepat dan kuat dalam meningkatkan ekskresi
cairan oleh karena itu, sering digunakan dalam keadaan emergensi. Obat ini
bekerja sebagaimana tiazid namun pada ansa henle tubulus sehingga lebih
poten, tetapi potensi sebagai antihipertensi kurang, karena tidak berefek
sebagai vasodilator. Golongan diuretik hemat kalium mekanisme kerjanya
adalah pada tubulus distal ginjal menghambat reabsorpsi ion Na+-K+-
ATPase yang dikontrol oleh hormone mineralkortikoid dan aldosteron yang
mengakibatkan ion Na+ ditahan dan kalium diekskresi. Dengan diganggunya
pompa tersebut menyebabkan K+ direabsorpsi dan Na+ diekskresi. Golongan
obat penghambat Anhidrase karbonik, pemberian penghambat Anhidrase
karbonik akan mengurangi jumlah cairan disertai penurunan tekanan
intraokuler, sehingga obat ini berguna untuk pengobatan glaukoma.
Percobaan kali ini mengenai diuretik pada tikus putih. Obat yang
digunakan adalah Spirola, Furosemid, dan HCT. Selain itu digunakan
ekstrak uji berupa sari buah kulit luar semangka dan sari buah kulit dalam
semangka. Kemudian digunakan NaCMC. Hewan coba yang digunakan
adalah tikus putih yang memiliki berat tubuh yang berbeda. Dalam
percobaan ini digunakan tikus sebagai hewan coba karena tikus merupakan
hewan yang sesuai untuk evaluasi obat-obat yang mempengaruhi ginjal.
Kemudian tidak digunakannya mencit karena tikus relative resisten terhadap
infeksi dan tikus tidak begitu fotofoik seperti halnya mencit, yaitu
aktifitasnya tidak terganggu oleh keberadaan manusia disekitarnya.
Pertama masing-masing tikus putih yang telah dikelompokkan
menjadi 6 kelompok diberi aquades sebanyak 2.5 ml melalui oral secara
perlahan dengan menggunakan spoid Pemberian aquades sebanyak 2.5 ml
agar lambung tikus tidak penuh sehingga hanya diberikan setengah dari
kapasitas lambung tikus sebenarnya yaitu 5 ml. Setelah diberi aquades
kemudian masing-masing tikus diberi perlakuan kembali. Pada tikus 1
diberi NaCMC yang digunakan sebagai kontrol, tikus 2 diberi larutan
Furosemid, tikus 3 diberi larutan HCT, tikus 4 diberi larutan Spirola, tikus 5
diberi sari buah kulit dalam semangka, dan tikus 6 diberi sari buah kulit luar
semangka. Setelah diberi perlakuan, masing-masing tikus diletakkan pada
kandang metabolism untuk diukur volume urin yang dikeluarkan pada menit
30, 60 dan 90.
Tikus 1 yang diberi NaCMC yang merupakan kontrol, pada 30 menit
pertama urin yang dikeluarkan sebanyak 0.1 ml. Menit ke 60 volume urin
tidak bertambah dan menit ke 90 kemudian urin juga tidak bertambah.
Tikus 2 yang diberi larutan Furosemid, pada 30 menit pertama tidak
mengeluarkan urin, menit ke 60 urin yang dikeluarkan sebanyak 1.82 ml
dan menit ke 90 tikus tidak mengeluarkan urin sehingga volume urin tidak
bertambah.
Tikus 3 yang diberi larutan HCT, pada 30 menit pertama urin yang
dikeluarkan tidak ada, menit ke 60 tikus mengeluarkan urin sebanyak 0.41
ml dan menit ke 90 tikus tidak mengeluarkan urin sehingga volume urin
tidak bertambah.
Tikus 4 yang diberi larutan Spirola, pada 30 menit pertama tikus tidak
mengeluarkan urin. Menit ke 60 urin yang dikeluarkan sebanyak 2.2 ml dan
menit ke 90 tikus tidak mengeluarkan urin sehingga volume urin tidak
bertambah.
Tikus 5 yang diberi sari buah kulit dalam semangka, pada penelitian
selama 90 menit yaitu pada menit ke 30, menit ke 60 dan menit ke 90 tikus
tidak mengeluarkan urin sehingga tidak didapatkan volume urin untuk
diteliti.
Tikus 6 yang diberi sari buah kulit luar semangka, pada 30 menit
pertama urin yang dikeluarkan sebanyak 0.45 ml. Menit ke 60 tikus tidak
mengeluarkan urin dan menit ke 90 tikus juga tidak mengeluarkan urin
sehingga volume urin tidak bertambah.
Pengamatan dilakukan dalam selang waktu 30 menit dimaksudkan
untuk melihat efek yang diberikan setelah pemberian larutan uji. Pada
furosemid sendiri waktu paruh dimana menimbulkan efek diuresis yaitu
dalam waktu 30-60 menit dan waktu untuk obat bekerja adalah 2-3 jam.
Untuk HCT waktu optimal untuk memberikan efek diuresis adalah 6-12
jam. Dan untuk Spirola waktu untuk memberikan efek diuresis yaitu pada
78-84 menit dan untuk durasi kerja obatnya selama 2-3 hari.
Selain itu, dalam percobaan digunakan buah semangka sebagai uji
diuresis. Secara tradisional semangka memiliki efek diuretika. Hal ini
disebabkan adanya kandungan senyawa fitokimia berupa sitrulin dan arginin
berperan dalam pembentukan urea di hati dari amonia dan CO2 sehingga
keluarnya urin meningkat. Adapun bagian semangka yang berkhasiat untuk
jantung, lambung dan kandung kemih adalah kulit buah dan daging
buahnya.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diurutkan obat diuretik yang
paling kuat yaitu Spirola kemudian Furosemid, sari kulit luar semangka dan
HCT. Spirola tergolong dalam golongan diuretik hemat kalium yang bekerja
pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks yang
mekanisme kerja yaitu penghambatan antiport Na+/K+ (reabsorpsi natrium
dan sekresi kalium) dengan jalan antagonism kompetitif (spironolakton)
atau secara langsung (triamteren dan amilorid). Furosemid merupakan
golongan diuretik kuat yang bekerja pada ansa henle asenden bagian epitel
tebal yang mekanisme kerjanya penghambatan terhadap kotranspor
Na+/K+/Cl-. HCT tergolong obat diuretik Tiazid yang bekerja pada hulu
tubuli distal yang mekanisme kerjanya penghambatan terhadap reabsorpsi
natrium klorida. Menurut teori yang ada seharusnya diuretik yang paling
kuat adalah Furosemid karena obat golongan diuretik kuat merupakan obat
yang paling efektif karena obat ini menpunyai awitan yang sangat cepat dan
durasi kerja yang cukup pendek. Setelah itu spirola yang termasuk dalam
golongan diuretik hemat kalium yang efek diuretiknya tidak sekuat
golongan diuretik kuat kemudian HCT (golongan Tiazid) yang merupakan
diuretik yang relatif lemah.
Obat-obat diuretik berhubungan dengan osmosis. Hal ini karena
osmosis sendiri adalah osmosis adalah sebuah fenomena alam dalm sel
hidup di mana molekul “solvent” (biasanya air) akan mengalir dari daerah
“solute” rendah ke daerah “solute” tinggi melalui sebuah membran
“semipermeable”. Dalam hal ini osmosis terjadi pada elektrolit yang berada
dalam tubuh yang berhubungan dengan diuresis seperti natrium, kalium dan
klorida. Kemudian tekanan osmosis dipengaruhi oleh konsentrasi dari setiap
elektlorit yang berada dalam tubuh.
Obat-obat diuretika selain dapat digunakan untuk diuresis dapat juga
digunakan dalam mengobati hipertensi. Sehingga obat diuretika dapat
dikombinasikan dengan obat antihipertensi. Hal ini disebabkan diuretik
bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraselular. Akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut,
beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah
efek hipotensinya. Kemudian penelitian-penelitian besar membuktikan
bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretic belum terkalahkan oleh obat
lain sehingga diuretic dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi
ringan dan sedang.
Recommended