BAB I
A. LATAR BELAKANG
Apakah indikator pembinaan olahraga yang baik? Mudah saja : berapa rekornas
(Rekor Nasional) yang dipecahkan tiap tahun? Berapa juara Asean/Asia yang diraih tahun
ini? Berapa rekor Asean/Asia yang dipecahkan tahun ini? Berapa banyak”bintang”yang
ditemukan pada kejuaraan junior tahun ini? berapa stadiun yang dibangun tahun ini di
Indonesia? Berapa banyak pelatih potensial yang akan ditingkatkan “know Hownya” ke
Negara-negara olahraga maju ditahun-tahun yang akan dating.
Ada begitu banyak pertanyaan sederhana yang bisa diajukan untuk mendapatkan
indikator adanya pembinaan olahraga di Indonesia. Sayangnya terhadap pertanyaan-
pertanyaan itu jawabannya adalah “sangat sedikit sekali” dan bahkan “tidak tahu”.
Artinya: bisa disimpulkan bahwa “siapa yang peduli dengan olahraga Indonesia?” adalah
hal yang lumrah, di Indonesia, pengurus KONI, pengurus PB dan pengurus Pengprov
tidak banyak memikirkan ”System pembinaan yang berjenjang dan berkelanjutan”.
Pada umumnya pengurus KONI, pengurus PB dan Pengprov hanya bertekad
untuk sukses kepengurusan era mereka “Pembinaan kedepan” bukan urusan mereka.
Kalau pikiran-pikiran menembus jauh kedepan tidak mau kita melaksanakan dari
sekarang, tidak ada artinya punya penduduk terbesar di Asean. Jadi apa sebenarnya yang
harus dilakukan agar olahraga Indonesia bisa jaya kembali di Asean dan mulai bicara di
Asia walaupun untuk itu kita harus mau kerja keras dan kerja lebih keras selama 8 hingga
12 tahun lagi.
Sejak lebih kurang setengah abad yang lalu adanya hubungan timbal-balik antara
jiwa dan raga, atau antara gejala fisik dan psikis, telah menjadi bahan pembahasan para
ahli psikologi. Ronge (1951) menyebutkan manusia sebagai suatu organisme, yang
mengikuti hukum-hukum biologi, hukum-hukum dalam piker, rasa keadilan, dsb.
Perasaan atau emosi memegang peranan penting dalam hidup manusia. Semua gelaja
emosional seperti: rasa takut, marah, cemas, stress, penuh harap, rasa senang dsb, dapat
mempengaruhi perubahan-perubahan kondisi fisik seseorang. Perasaan atau emosi dapat
memberi pengaruh-pengaruh fisiologik seperti: ketengangan otot, denyut jantung,
peredaran darah, pernafasan, berfungsinya kelenjar-kelenjar hormone tertentu.
Sehubungan itu semua maka jelaslah bahwa gejala psikis akan mempengaruhi
penampilan dan prestasi atlet. Dalam hubungan ini pengaruh gangguan emosional perlu
diperhatikan, karena gangguan emosional dapat mempengaruhi ”psychological stability”
atau keseimbangan psikis secara keseluruhan, dan ini berakibat besar terhadap
pencapaian prestasi atlet.
Dalam melakukan kegiatan olah raga, lebih-lebih untuk dapat mencapai prestasi
yang tinggi, diperlukan berfungsinya aspek-aspek kejiwaan tertentu: misalnya untuk
mencapai prestasi yang tinggi dalam cabang olah raga panahan atau menembak, maka
atlet harus dapat memusatkan perhatian dengan baik, penuh percaya diri, tenang, dapat
berkonsentrasi penuh mesti ada gangguan angin atau suara dan lain-lain. Untuk, menjadi
peloncat indah atau peloncat menara yang berprestasi tinggi, atlet yang bersangkutan
harus memiliki rasa percaya diri, keberanian, daya konsentrasi, kemauan keras,
koordinasi gerak yang baik, dan rasa keindahan. Ini semua akan dapat terganggu apabila
atlet yang bersangkutan mengalami gangguan emosional
Emosi atau perasaan atlet perlu mendapat perhatian khusus dalam olah raga,
karena emosi mempengaruhi aspek-aspek kejiwaan yang lain (akal dan kehendak), juga
mempengaruhi aspek-aspek fisiologiknya sehingga jelas akan berpengaruh terhadap
peningkatan atau merosotnya prestasi atlet. Ditinjau dari konsep jiwa dan raga sebagai
kesatuan yang bersifat organis, maka gangguan emosional terhadap diri atlet akan
berpengaruh terhadap kejiwaan atlet secara keseluruhan, ketidakstabilan emosional atau
”emosional instability” dan akan mempengaruhi peran fungsi-fungsi psikologisnya, dan
pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian prestasi atlet.
B. MASALAH
Dalam permasalah diatas penulis lebih menekankan beberapa masalah
diantaranya :
1. Bagaimanakah sistem pembinaan olahraga yang baik?
2. Apakah aspek-aspek psikologis yang mempengaruhi atlet?
C. TUJUAN
Penulis menyusun makalah ini dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui idealnya pembinaan olahraga yang dapat meningkatkan
prestasi atlet
2. Untuk mngetahui seberapa besar pengaruh aspek-aspek psikologis seorang atlet.
3. Mengupayakan agar tugas dan peran pokok seorang pelatih untuk membangun
percaya diri seorang atlet dengan baik yang pada akhirnya tujuan utama prestasi
olahraga bisa tercapai.
D. MANFAAT
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah agar pemerintah,
pelatih dan orang yang bergelut didalamnya melalui pemahaman akan fungsi tugas dan
perannya bisa meningkatkan kemampuan, mengembangkan potensi, mengembangkan
kreativitas dan mendorong adanya penemuan keilmuan dan teknologi yang inovatif,
sehingga para atlet mampu bersaing dalam masyarakat global.
BAB II
PEMBAHASAN
Selama ini, proses pembinaan olahraga kita lebih diwarnai corak potong kompas
(crash program), sehingga tidak pernah memperlihatkan hasil yang konsisten. Kemajuan
mungkin tetap ada, tetapi sulit dipertahankan konsistensinya. Masyarakat olahraga kita
masih salah dalam mengimplementasikan pola pembinaan yang dikatakannya mengikuti
pola piramid. Model pembinaan bentuk segitiga atau sering disebut pola piramid
seharusnya berporos pada proses pembinaan yang bersinambung. Dikatakan
bersinambung (kontinum) karena pola itu harus didasari cara pandang (paradigma) yang
utuh dalam memaknai program permasalahan dan pembibitan dengan program
pembinaan prestasinya.
Artinya, program tersebut memandang penting arti permasalahan dan pembibitan
yang bisa jadi berlangsung dalam program pendidikan jasmani yang baik, diperkuat
dengan program pendidikan jasmani yang baik, diperkuat dengan program
pengembangannya dalam kegiatan klub olahraga sekolah, dimatangkan dengan berbagai
aktivitas kompetisi intramural dan idealnya tergodok dalam program kompetisi
interskolastik, serta dimantapkan melalui pemuncakan prestasi dalam bentuk training
camp bagi para bibit atlet yang sudah terbukti berbakat.
Ada 7 faktor yang harus ada untuk meningkatkan prestasi atau menciptakan
prestasi di olahraga :
1. keadaan sarana atau pra Sarana dan peralatan olahraga
2. Kemampuan fisik altlet
3. Ketrampilan teknik atau skill atlet
4. Perekaman taktik atau strategi
5. Keadaan konstitusi tubuh atlet
6. Prestasi yang tinggi
7. Keadaan psikologis atlet : rasa percaya diri, rasa aman terhadap masa depan,
motivasi dan disiplin.
Sistem pembinaan (kompetensi)
Sekarang mari kita telaah faktor-faktor prestasi diatas faktor prestasi dalam kotak
adalah faktor prestasi external artinya faktor prestasi diluar diri atlet. Faktor eksternal
yang menyangkut sarana dan peralatan olahraga sebagai contoh yang paling riel adalah
jumlah stadion dengan lintasan lari sintetik di Indonesia debandingkan dengan stadion
dengan kwalitas yang sama di Malaysia. Kita (Indonesia) hanya punya stadion seperti itu
dalam jumlah yang sangat sedikit:
- di Jakarta hanya ada 2 (dua) di Ragunan dan Stadion Madya Senayan
- di Purwokerto ada 1 (satu)
- di Solo ada (satu)
- di Surabaya ada 1 (satu) di Sidoarjo
- di Indonesia Timar Belem ada
- di Sumatra di Palembang ada 1 (satu)
- di Medan ada 1 (satu)
- di Kalimantan baru ada 1 (satu) di Stadion madya Sempaja (Samarinda)
Total diseluruh Indonesia kita baru punya 8 buah stadion dengan lintasan lari
sintetik. Kota Kuala Lumpur punya lebih dari 8 buah stadion dengan lintasan lari sintetik
yang lebih mengenaskan lagi Malaysia punya lebih dari 40 stadion seperti itu. Kalau mau
sehat saja kita boleh puas dengan Ring Road Stadion Utama Senayan, atau jalan yang
dipadati manusia disekitar Gedung Sate Bandung atau Monas di jantung Jakarta, mau
prestasi ya di stadion.
Peralatan olahraga, sepatu olahraga yang enak dipakai dan punya kwalitas baik
adalah barang mewah, kalau latihan itu bisa berlangsung menyenangkan perlengkapan
standartnya juga harus baik dan memberikan ”Comfort” bagi pemakainya. Korea bisa
jadi negara kuat di panahan, demikian pula Jepang. Mengapa? Mereka adalah negara
produsen busur panah dan anak panah dengan standart kwalitas dunia. Semua peralatan
olahraga adalah barang mewah, jadi harus mahal, kalau keadaan seperti itu berlanjut terus
kapan kita dapat atlet yang biasa dengan peralatan pertandingan Internasional. Mau beli
lembing tunggu sebulan, karena kalau toko olahraga beli lembing itu modal yang mati
karena pembelinya hanya 2 sampai 5 instansi dalam 4 tahun (menjelang PON). Jadi
rimbangan untuk berprestasi di Indonesia diluar diri atlet adalah terbatasnya atau sangat
kurang tersediannya sarana olahraga dan peralatan olahraga. Siapa atau instansi mana
yang bertanggung jawab untuk menembus kekuatan ini?
Faktor ekstenal yang kedua adalah keadaan kompetisi Cabor di Indonesia. Jangan
diartikan secara sempit pengertian keadaan kompetisi cabor di Indonesia. Sepak bola
punya kompetisi yang diatur oleh PSSI, Bola Volley ada liga bola volley, Bola basket
juga punya IBL. Bukan hanya kompetisi seperti Sepak bola, Bola volley, atau Bola
basket yang sudah dilakukan PSSI atau Liga Bola Volley dan IBL. Yang dimaksud
dengan kompetisi cabang olahraga adalah sistem pembinaan yang terus menerus,
berjenjang dan berkesinambungan harus terjadi di semua cabang olahraga.
Massa olahragawan harus diperbanyak sebagai langkah pertama. Dari kompetisi
antar club atau kejuaraan kelompok umur yang terbatas (untuk daerah domilisi) sampai
yang terbuka harus ada kalendernya. Mengapa Tennis Wimbeldon selalu dinantikan
semua petenis dunia? Karena tradisi dan tanggal penyelengaraannya yang sudah pasti dari
tahun ke tahun. Demikian pila dengan kejuaraan-kejuaraan akbar lainnya, di Indonesia
kejuaraan-kejuaraan yang akbar untuk atlet Nasional dari berbagai kategori harus
direncanakan dan dilaksanakan secara tetap sehingga kita bisa mencari bakat/potensi-
potensi besar yang belum terjaring untuk dibina lebih lanjut.
Kejuaraan-kejuaraan dengan sponsor selama 5 tahun harus dicari. Kalau perlu
diperpanjang lagi untuk 5 tahun berikutnya. Siapa yang melakukan fungsi ini di Indonesia
KONIkah, PBkah, MENEGPORA atau kita serahkan ke swasta yang bergerak di
penyelenggaraan event-event besar/terkenal?
Uraian diatas tidak lengkap untuk bisa menjelaskan peranan faktor prestasi
eksternal dari seorang atlet, masih banyak uraian dan contoh yang bisa dijadikan
indikator kedua faktor eksternal dalam usaha membina peningkatan prestasi seorang atlet.
Contoh pertanyaan yang sudah disampaikan diatas, tentang rekor nasional yang
dipecahkan tahun ini masih bisa dirinci lagi: berapa rekor junior Nasional berapa rekor
kelompok remaja dan rekor nasional. Berapa atlet Indonesia yang menjadi juara di
”Single Event” tingkat regional (Asean), tingkat Asia? Berapa banyak ”Rising Star” atau
”the Best Roockies” yang kita raih di tingkat Asia dan Dunia. Kalau kita bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan diatas dengan angka-angka yang meyakinkan dan angka-angka itu
meningkat dari tahun ke tahun berarti ”System Kompetisi” cabang olahraga di Indonesia
memang bergulir dan hidup.
Aspek-aspek Psikologis yang berperan dalam olahraga
Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet
tersebut bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling
sering timbul di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan
masa latihan.
1. Berpikir positif
Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan sesuatu ke
arah positif, melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi
terlebih-lebih bagi pelatih yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif,
maka akan berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri,
meningkatkan motivasi, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir positif
merupakan modal utama untuk dapat memiliki ketrampilan psikologis atau mental yang
tangguh.
Pikiran positif akan diikuti dengan tindakan dan perkataan positif pula, karena
pikiran akn menuntun tindakan, sebagai contoh jika bermain bulu tangkis terlintas pikiran
negatif seperti, ”takut salah, takut out, takut pukulannya tanggung” dan sebagainya, maka
kemungkinan terjadi akan lebih besar. Karena itu cobalah dan selalu biasakan untuk
berpikir positif, hindari yang negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada
atlet. Daripada mengatakan : ”kamu ini susah sekali diajarnya..., salah terus....! Awas,
jangan berhenti sebelum bisa!”, lebih baik mengatakan dengan cara yang positif
walaupun maksudnya sama: ”Ayo, coba lagi pelan-pelan, kamu pasti bisa melakukannya.
Perhatikan, tangannya, begini.... langkahnya, ke sini.... kena bolanya, di sini.... ayo
dicoba”.
Sebagai pelatih, tunjukkan anda percaya bahwa atlet anda memiliki peluang untuk
dapat berprestasi baik. Cemooh, celaan dan kritik yang pedas yang tidak pada tempatnya.
Justru akan membuat atlet bereaksi negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang
diikuti dengan menurunya prestasi.
2. Penetapan Sasaran
Penetapan sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih
perlu membantu setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan
maupun dalam pertandingan. Sasaran tersebut mulai dari sasarn jangka panjang,
menengah, sampai sasaran jangka pendek yang lebih spesifik.
a. Sasaran harus menantang
Sasaran yang ditentukan harus sedemikian rupa, sehingga atlet merasa tertantang
untuk dapat mencapai sasaran tersebut.
b. Sasaran harus dapat dicapai
Buatlah sasaran itu cukup tinggi, akan tetapi tidak terlalu tinggi. Atlet harus
merasa bahwa sasaran yag ditetapkan itu dapai dicapai jika ia berusaha keras. Jika
sasaran terlalu tinggi, sehingga atlet merasa mustahil dapat mencapainya, maka motivasi
berlatihnya akan menurun. Demikian pula, jika sasaran tersebut tertalu mudah untuk
dicapai, maka atlet merasa tidak perlu berlatih keras karena ia akan dapat mencapai
sasaran tersebut.
c. Sasaran harus meningkat
Mulai dari sasaran yang relatif rendah, kemudian buatlah sasaran tersebut makin
lama makin tinggi, semakin sulit tercapainya jika atlet tidak berlatih keras. Dalam setiap
latihan pun biasakanlah selalu harus ada sasaran yang dicapai. Dan target yang bersifat
umum, lalu uraiukanlah lagi secara spesifik. Dan target untuk suatu kompetisi jangka
panjang, uraikan menjadi target atau sasaran jangka pendek, sampai terget untuk latihan.
Sasaran yang ditetapkan tersebut, hendaknya juga ditetapkan kapan harus tercapainya,
dan bagaimana pula cara mengukurnya atau apa ukurannya secara objektif. Sedapat
mungkin, buatkan grafik pencapaian sasaran tersebut agar terlihat jelas arah dan
peningkatannya.
3. Motivasi
Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang dalam
melakukan sesuatu sebagai usaha dalam mecapai tujuan tertentu. motivasi yang kuat
menunjukkan bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat
melakukan sesuatu. Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara
motivasi yang berasal dari luar (ekatrinstik) dan motivasi yang berasal dari dalam
(instrinsik). Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya
dapat memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain dengan sebaik-baiknya,
sehingga dapat memenangkan pertandingan.
Motivasi yang tidak baik mendasarkan dorongannya pada faktor ekstrinsik seperti
hadiah atau penghargaan dalam bentuk materi. Akan tetapi motivasi yang baik, kuat dan
lebih lama menetap adalah faktor intristik yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang
lebih mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada hal-hal yang
material. Untuk mengembangkan motivasi instrinsik ini, peran pelatih dan orang tua
sangat besar. Pelatih perlu melakukan pendekatan dan menumbuhkan kepercayaan diri
pada atlet secara positif. Ajarkan atlet untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh sebab itu,
pelatih harus memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara konsekuen.
4. Emosi
Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara
pribadi dan diri sendiri, pelatih maupun hal-hal disekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi
dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut dan sebagainya.
Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu
diperhatikan disini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak
merugikan diri sendiri.
Pengendalian emosi dalam pertandingan olahraga sering kali menjadi faktor
penentu kemenangan. Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak
emosi atlet asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan
kehidupan sehari-hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat
atletnya marah, senang, sedih, takut dan sebagainya. Dengan demikian pelatih perlu juga
mencari data-data untuk mengendalikan emosi para atlet asuhannya yang tentu saja akan
berbeda antara atlet yang satu dengan atlet lainnya.
Gejolak emosi dapat menggangu keseimbangan psikofiologis seperti gemetar,
sakit perut, kejang otot dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan
fisiologisnya maka konsentrasipun akan terganggu, sehingga atlet tidak mampu tampil
maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya
beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut
sampai ia tidak dapat melakukan awalan yang baik. Apalagi jika lawannya dapat
menekan dan penonton pun tidak berpihak kepadanya, maka dapat dibayangkan atlet
tersebut tidak akan dapat bermain dengan baik. Konsentrasinya akan buyar, strategi yang
sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.
Disinilah perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress
management). Sebelum pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya terlebih dahulu
harus diketahui sumber-sumber ketengan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan
adanya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlet. Berikut ini dijelaskan secara
terpisah mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan emosi.
5. Kecemasan
Kecemasan biasannya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan
sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak
lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia
terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal.
Untuk itu lebih banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan
ketegangan yang penggunaanya tergantung dari macam kecemasannya.
Sebagai usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya
dalam menghadapi pertandingan, lakukanlah beberapa teknik berikut ini:
a. Identifikasikan dan temukan sumber utama dan permasalahan yang menimbulkan
kecemasan.
b. Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan dibawah kondisi seperti dalam
pertandingan sesungguhnya.
c. Usahakan untuk mengingat, mikirkan dan merasakan kembali sat-saat ketika
mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.
d. Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan atau
pengendoran oto-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
e. Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematik
memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.
f. Lakukan latihan pernafasan dengan bernafas melalui hidung dan mulut serta
secara sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.
g. Dengarkanlah musik (untuk mengalihkan perhatian).
h. Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
i. Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan
sesuatu yang diperlukan saat itu.
j. Lain-lain yang dapat mengurangi ketengangan.
6. Kepercayaan Diri
Dalam olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu
suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap
kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil dibawah kemampuannya.
Karena itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang
ia telah berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman bertanding yang
memadai.
Peran pelatih dalam menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat besar. Syarat
untuk membangun rasa percaya diri adalah sikap positif. Beritahu pemain dimana letak
kekuatan dan kelemahan masing-masing. Buatkan program latihan untuk setiap atlet dan
bantu mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya agar target dapat
tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan kritik membangun dalam
memberikan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik negatif akan mengurangi rasa percaya
diri.
Jika pemain telah bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah), tunjukkan
penghargaan anda sebagai pelatih. Jika pemain mengalami kelelahan (apalagi tidak
bermain dengan baik), hadapkan ia pada kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana
yang dilakukan secara benar dan mana yang salah, serta bagaimana tunjukkan bagaimana
seharusnya. Menemui pemain yang baru saja kelelahan harus dilakukan sesegera
mungkin dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja mencetak kemenangan.
7. Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet
dengan pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi
yang kurang baik antara pelatih dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang
menyebabkan atlet merasa diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka
terhadap pelatih. Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap
pelatih.
Untuk menghindari terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu menyesuaikan
teknik-teknik komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan asas individualitas.
Keterbukaan pelatih dalam hal program latihan akan membantu terjalinnya komunikasi
yang baik, asalkan dilakukan secara objektif dan konsekuen. Atlet perlu diberi keterangan
tentang tujuan program latihan dan fungsinya bagi tiap-tiap individu.
Sebelum program latihan dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat peraturan
mengenai tata tertib latihan dan aturan main lainnya termasuk sangsi yang dikenakan jika
terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah untuk
memberlakukan sesuatu sanksi yang belum pernah diberitahukan terlebih sebelumnya.
Misalnya, seorang atlet minum coca-cola dalam latihan, lalu dihukum oleh pelatih. Atlet
tersebut bingung dan bertanya mengapa ia dihukum karena tidak pernah dijelaskan
sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang minum-minuman bersoda.
Demikian pula dalam hal pelaksanaannya. Peraturan yang sudah dibuat, hgaruslah
dijalankan secara konsekuen. Artinya, jika seorang atlet dihukum karena melanggar
peraturan tertentu, mak jika ada atlet lain yang melanggar peraturan yang sama ia pun
harus mendapat hukuman yang sama. Demikian pula jika atlet yang sama melakukannya
lagi dikemudian hari pelatihpun perlu bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap
objektif maksudnya adalah bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta apa adanya tanpa
menyangkutpautkan dengan hal lain. Jika pelatih marah terhadap atlet karena misalnya
atlet datang terlambat dalam latihan, maka hukumlah atlet itu hanya atas
keterlambatannya, jangan dihubungkan dengan hal-hal lain (Ingat, hukuman tersebut
harus sudah tertera dalam tata tertib latihan).
8. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan suatu keadaan dimana kesadaran seseorang tertuju kepada
suatu objek tertentu dalam waktu tertentu. makin baik konsentrasi seseorang, maka makin
lama ia dapat melakukan konsentrasi. Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting
peranannya. Dengan berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat latihan,
apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.
Dengan olahraga, masalah yang sering timbul akibat terganggunya konsentrasi
adalah berkurangnya akurasi lemparan, pukulan, tendangan dan tembakan sehingga tidak
mengenai sasaran. Akibat lebih lanjut jika akurasi berkurang adalah strategi yang sudah
dipersiapkan menjadi tidak jalan, sehingga atlet akhirnya kebingungan, tidak tahu harus
bermain bagaimana dan pasti kepercayaan dirinya pun akan berkurang. Untuk
menghindari keadaan tersebut, perlu dilakukan latihan konsentrasi.
9. Evaluasi Diri
Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang
terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui
kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. dengan bekal
pengetahuan akan keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan
maupun target pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk
mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukannya, sehingga kemungkinan untuk mengulangi
penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.
Oleh karena itu, pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku
catatan harian mengenai latihan dan pelatihan. minta pemain untuk menuliskan
kelemahan dan kelebihan diri sendiri, baik dari segi fisik, tekhnik, maupun mental.
Kemudian koreksilah jika menurut anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau
ada yang kurang.
Biasakan agar atlet mengisi buku tersebut secara teratur. Ajak atlet untuk
menuliskan di dalam bukunya hal-hal yang intinya sebagai berikut:
- Target jangka panjang, menengah, dan jangka pendek dalam latihan dan
pertandingan.
- Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan.
- Suatu gerakan atau penampilan mengesankan.
- Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan
strategi menghadapinya.
- Hasil dan jalannya pertandingan
- Hal yang mengaggu emosi atau membuat penampilan menjadi buruk.
- Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.
Pastikan bahwa buku tersebut diisi secara teratur oleh setiap atlet. Namun perlu
diingat bahwa pelatih jangan terlalu memaksa untuk membaca buku harian atlet. Biarkan
buku itu menjadi bagian dan rahasia pribadi mereka. Yang perlu dipantau oleh pelatih
adalah bahwa atlet mempunyai bahan bagi dirinya sendiri untuk melakukan evaluasi.
Pelatih Sebagai Pembina Mental Atlet
Pelatih dalam olahraga dapat mempunyai fungsi sebagai pembuat atau pelaksana
program latihan, sebagai motivator, konselor, evaluator dan yang bertanggung jawab
terhadap segala hal yang berhubungan dengan kepelatihan tersebut. Sebagai manusia
biasa, pelatih sama halnya dengan atlet, mempunyai kepribadian yang unik yang berbeda
antara satu dengan lainnya. Setiap pelatih memiliki kelebihan dan kekurangan, karena itu
tidak ada pelatih yang murni ideal atau sempurna.
Dalam mengisi peran sebagai pelatih, seseorang harus melibatkan diri secara total
dengan atlet asuhannya. Artinya, seorang pelatih bukan hanya selalu mengurusi masalah
atau hal-hal yang berhubungan dengan olahraga saja, tetapi pelatih juga harus dapat
berperan sebagai teman, guru, orangtua, konselor, bahkan psikolog bagi atlet asuhannya.
Dengan demikian dapat diharapkan bahwa atlet sebagai seorang yang ingin
mengembangkan prestasi, akan mempunyai kepercayaan penuh terhadap pelatinya.
Keterlibatan yang mendalam antara pelatih dengan atlet asuhannya harus
dilandasi oleh adanya empati dan pelatih terhadap atletnya tersebut. Empati ini
merupakan kemampuan pelatih untuk dapat menghayati perasaan atau keadaan atletnya,
yang berarti pelatih dapat mengerti atletnya secara total tanpa ia sendiri kehilangan
identitas pribadinya. Untuk mengerti keadaan atlet dapat diperoleh dengan mengetahui
atau mengenal hal-hal penting yang ada pada atlet yang bersangkutan. Pengetahuan
sekedarnya saja tidak cukup bagi pelatih untuk mengetahui keadaan psikologi atletnya.
Dasar dan sikap mau memahami keadaan psikologi atletnya adalah pengertian pelatih
bahwa setiap orang memiliki sifat-sifat khusus yang memerlukan penanganan khusus
pula dalam hubungan pengembangan potensi.
Kepribadian seorang pelatih dapat pula membentuk kepribadian atlet yang
diasuhnya. Hal terpenting yang harus ditanamkan pelatih kepada atletnya adalah bahwa
atlet percaya pada pelatih bahwa apa yang diprogramkan dan dilakukan oleh pelatih
adalah untuk kebaikan dan kemajuan si atlet sendiri. Untuk bisa mendapatkan
kepercayaan tersebut dari atlet, pelatih tidak cukup hanya memintannya, tetapi harus
membuktikannya melalui ucapan, perbuatan, dan ketulusan hati. Sekali atlet
mempercayai pelatih maka seberat apapun program yang dibuat pelatih akan dijalankan
oleh si atlet dengan sungguh-sungguh.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka penulis dapat disimpulkan antara lain :
1. Ada 2 faktor yang mempengaruhi pembinaan atlet yaitu faktor ekternal dan
internal. Faktor ekternal mencakup sarana dan prasana atlet. Faktor internal
adalah aspek-aspek psikologis atlet
2. Pembinaan atlet haruslah dilakukan secara berjenjeng dan kontinu secara terus
menerus.
3. Peran penting pemerintah dan pelatih dalam pengembangan pembinaan olahraga
dan atlet untuk meningkatkan kualitas atlet.
B. Saran
Membahas pembinaan aspek psikologi atlet dalam olahraga maka ada beberapa
saran yang dapat digaris bawahi dalam makalah ini antara lain :
1. Bahwa dalam pembinaan, peran penting pemerintah, peran penting seorang
pelatih sangat besar pengaruhnya untuk perbaikan kualitas baik secara fiologis
dan psikologis bagi seorang atlet.
2. Perbaikan sistem pembinaan atlet yang baik akan dapat menaikkan prestasi atlet
dan mencetak atlet-atlet baru yang mempunyai kualitas yang baik pula.
Daftar pustaka
Harsono, (1990). Metode Mengajarkan Ketrampilan olahraga. Lokakarya Pendidikan
Berpikir IKIP Bandung. Makalah.
Harsono. (1988). Coaching dan aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: C.V.
Tambak Kusuma.
Pedoman Praktis Bermain Bulutangkis. http://www.bulutangkis.com/mod.php?
mod=userpage&menu=403&page id=7
Mahendra, Agus. Membenahi Sistem olahraga. FPOK. Universitas Pendidikan Indonesia.
Artikel.