Transcript
Page 1: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMERIKSAAN MATA PADA PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

TUGAS MAKALAH

dr. David Rudy Wibowo1006826036

FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

KEDOKTERAN OKUPASIJAKARTA

OKTOBER 2013

Page 2: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, saya selaku penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatNya tulisan ini dapat terselesaikan dengan

baik.

Tulisan ini dibuat untuk memperjelas Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan

Kesehatan Pengemudi yang disusun oleh PERDOKI pada tahun 2011, sehingga

memperjelas pembaca yang berminat untuk mempelajari perihal pemeriksaan mata

pada seorang (calon) pengemudi.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya Ibu Anandani

Widarini selaku Manajer Prodia Occupational Health Center yang memberikan ide

penulisan, dan DR. Dr. Dewi S. Soemarko, MS, Sp.Ok yang memberikan banyak

masukan dan koreksi guna menyempurnakan isi tulisan ini.

Akhir kata, semoga makalah ini membawa manfaat bagi mereka yang membaca dan

mempelajarinya.

Jakarta, November 2013

Penulis

ii

Page 3: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 LATAR BELAKANG 1I.2 PERMASALAHAN 2I.3 TUJUAN 3I.3.1 TUJUAN UMUM 3I.3.2 TUJUAN KHUSUS 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1 PERSYARATAN UMUM PENGEMUDI 4II.1.1 PERSYARATAN USIA 4II.1.2 PERSYARATAN FISIK 4II.2 PEMERIKSAAN MATA PADA PENGEMUDI 5II.2.1 PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN 7II.2.2 PEMERIKSAAN PERGERAKAN BOLA MATA 10II.2.3 PEMERIKSAAN LAPANGAN PANDANG 14II.2.4 PEMERIKSAAN PERSEPSI WARNA 17II.2.5 PEMERIKSAAN WAKTU REAKSI VISUAL 24II.2.6 PEMERIKSAAN KETAHANAN TERHADAP KESILAUAN 26II.2.7 PEMERIKSAAN PENGLIHATAN MALAM 27II.2.8 PEMERIKSAAN PERSEPSI KEDALAMAN RUANG 30

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 37

III.1 KESIMPULAN 37III.2 SARAN 38

iii

Page 4: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Pada masa kini, transportasi darat telah menjadi kebutuhan masyarakat di berbagai

sektor untuk keperluan pribadi, masyarakat umum, kebutuhan khusus, mapupun di

sektor industri. Luasnya penggunaan transportasi darat ini dapat merupakan hal yang

positif dari segi penyerapan tenaga kerja, namun di segi lain menimbulkan berbagai

masalah, antara lain: meningkatnya angka kecelakaan, polusi udara, dan penyakit

akibat kerja pada profesi pengemudi kendaraan bermotor.

Data kecelakaan lalu lintas dari Polda seluruh Indonesia, pada tahun 2010 terdapat

kecelakaan lalu lintas sebanyak 68.677 kejadian, meningkat dari tahun 2009 yang

terdapat 63.218 kejadian. Jumlah yang meninggal dunia pada tahun 2010 sebanyak

31.234, meningkat dari tahun 2009 sebanyak 20.168. Jumlah yang luka berat pada

tahun 2010 sebanyak 56.084, meningkat dari tahun 2009 sebanyak 24.396. Jumlah

luka ringan pada tahun 2010 sebanyak 198.519, meningkat dari tahun 2009 sebanyak

72.425. Dari data-data tersebut diketahui bahwa terjadi kecenderungan peningkatan

angka kejadian kecelakaan setiap tahunnya. (1)

Sebagian besar penyebab kecelakaan lalu lintas adalah faktor pengemudi (86,8%), dan

ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan, kondisi kesehatan, serta sikap dan perilaku

pengemudi (misalnya kebiasaan mengkonsumsi alkohol, jamu kuat, minuman

suplemen, bahkan narkoba (ganja/ekstasi/sabu)).

Salah satu cara untuk mengendalikan angka kecelakaan lalu lintas adalah dengan

memeriksakan kondisi kesehatan pengemudi sebelum mulai bekerja. Pemeriksaan

kesehatan pekerja transportasi darat, khususnya pada pengemudi bertujuan untuk

dapat mengukur kondisi kesehatan supaya dapat menentukan kelaikan kerja dan

kembali bekerja. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk meningkatkan keselamatan

kerja di bidang transportasi, namun dapat meningkatkan produktivitas kerja.

____________________________________________________________________________________________

1

Page 5: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi (PERDOKI) pada tahun 2011 telah

menyusun Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi yang

memuat secara lengkap panel-panel pemeriksaan kesehatan bagi pengemudi. Hasil

pemeriksaan kesehatan pengemudi dikeluarkan dalam bentuk laporan berupa sertifikat

medis, yang dikeluarkan pada waktu pemeriksaan kesehatan prakerja, periodik, atau

khusus; atau juga dapat berupa work permit yang dikeluarkan secara harian. Sertifikat

kesehatan ini dikeluarkan oleh dokter, yaitu:

• Dokter (umum) yang telah mengikuti dan memiliki sertifikat hiperkes dan

keselamatan kerja,

• Dokter Magister Kedokteran Kerja (MKK),

• Dokter Spesialis Okupasi (SpOk).

Tulisan ini akan membahas sebagian dari panel-panel pemeriksaan fisik pada

pengemudi, yaitu panel pemeriksaan mata, yang juga merupakan salah satu prasyarat

terpenting untuk dapat mengemudikan kendaraan.

Terdapat 8 komponen pokok pemeriksaan mata yang perlu diperiksa pada seorang

pengemudi. Ada pun komponen-komponen pemeriksaan mata yang akan dibahas

adalah mengenai pemeriksaan: (1)

1. Tajam penglihatan (visual acuity).

2. Pergerakan bola mata.

3. Lapangan pandang penglihatan.

4. Kemampuan persepsi warna.

5. Waktu reaksi visual.

6. Ketahanan terhadap kesilauan.

7. Penglihatan malam (night vision).

8. Persepsi kedalaman.

I.2 Permasalahan

Buku Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi yang disusun

PERDOKI pada tahun 2011 tidak mengulas tentang metode pelaksanaan komponen-

komponen pemeriksaan mata secara lengkap, sehingga kurang memberikan informasi

____________________________________________________________________________________________

2

Page 6: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

yang cukup jelas bagi dokter pemeriksa. Sehingga dengan adanya tulisan ini,

diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas mengenai metode pemeriksaan

mata bagi pengemudi kendaraan bermotor.

I.3 Tujuan

I.3.1 Tujuan umum

Menjelaskan tentang pemeriksaan mata secara lengkap untuk para pengemudi

kendaraan bermotor yang sesuai dengan standar pemeriksaan mata secara klinis.

I.3.2 Tujuan khusus

1. Menjelaskan tentang persyaratan, langkah-langkah, dan interpretasi pemeriksaan

tajam penglihatan mata pada pengemudi.

2. Menjelaskan tentang persyaratan, langkah-langkah, dan interpretasi pemeriksaan

pergerakan bola mata pada pengemudi.

3. Menjelaskan tentang persyaratan, langkah-langkah, dan interpretasi pemeriksaan

lapangan pandang pada pengemudi.

4. Menjelaskan tentang persyaratan, langkah-langkah, dan interpretasi pemeriksaan

persepsi warna (buta warna) pada pengemudi.

5. Menjelaskan tentang persyaratan, langkah-langkah, dan interpretasi pemeriksaan

waktu reaksi visual pada pengemudi.

6. Menjelaskan tentang persyaratan, langkah-langkah, dan interpretasi pemeriksaan

ketahanan terhadap kesilauan pada pengemudi.

7. Menjelaskan tentang persyaratan, langkah-langkah, dan interpretasi pemeriksaan

penglihatan malam pada pengemudi.

8. Menjelaskan tentang persyaratan, langkah-langkah, dan interpretasi pemeriksaan

persepsi kedalaman (stereopsis) pada pengemudi.

9.

____________________________________________________________________________________________

3

Page 7: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 Persyaratan Umum Pengemudi

II.1.1 Persyaratan Usia

Usia minimal untuk pengemudi kendaraan penumpang dan perorangan (pemohon

SIM A dan SIM C) adalah 17 tahun. Usia minimal untuk pengemudi kendaraan

penumpang dan barang perorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan (JBB)

lebih dari 3.500 kg (pemohon SIM B I) adalah 20 tahun. Usia minimal untuk

pengemudi kendaraan alat berat, kendaraan penarik atau kendaraan bermotor dengan

menarik kereta gandengan lebih dari 1.000 kg (pemohon SIM B II) adalah 21 tahun.

II.1.2 Persyaratan Fisik

1. Anggota badan lengkap

Sebagai pengemudi kendaraan umum, diperlukan kelengkapan anggota badan,

terutama lengan-tangan dan tungkai-kaki. Dalam mengemudi, untuk

mengoperasikan peralatan di dalam kendaraan diperlukan fungsi menggenggam

yang baik, gerakan fleksi-ekstensi yang normal, serta fungsi tungkai/kaki untuk

dapat menginjak pedal dengan baik. Hal demikian diperlukan karena desain

kendaraan yang dipasarkan di Indonesia saat ini diperuntukkan bagi orang dengan

tangan dan kaki yang lengkap, kecuali dibuat dengan desain khusus atau pesanan

tertentu.

2. Kemampuan penglihatan yang baik

Pengemudi atau operator kendaraan alat berat sangat tergantung pada kemampuan

penglihatannya. Kemampuan penglihatan seorang pengemudi dapat dinilai dari

segi ketajaman penglihatan, pergerakan bola mata, lapangan pandang, persepsi

warna, waktu reaksi visual, ketahanan terhadap kesilauan, kemampuan

penglihatan malam (night vision) dan persepsi ruang (stereoscopic vision) .

Hal-hal mengenai pemeriksaan mata akan dibahas lebih lanjut pada bagian khusus

di sub-bab II.2.

____________________________________________________________________________________________

4

Page 8: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

3. Kemampuan pendengaran yang baik

Seorang pengemudi harus memiliki kemampuan pendengaran yang cukup untuk

bereaksi terhadap suara yang timbul di luar maupun di dalam kendaraannya. Pada

pemeriksaan audiogram, ambang dengar rata-rata (average hearing threshold

level) pada frekuensi 500 – 4000 Hz tidak boleh melebihi 40 dB. Bila ambang

dengar rata-rata lebih dari 40 dB, maka harus dibantu dengan alat bantu dengar.

4. Kondisi psikis yang baik

Seorang pengemudi haruslah mempunyai motivasi yang baik, artinya ia harus

mengetahui tujuannya memasuki lalu lintas. Dari segi intelegensia, seorang

pengemudi harus mampu menyesuaikan diri terhadap situasi yang ada. Selain itu,

seorang pengemudi harus mengerti bahwa selama mengemudikan kendaraan,

terjadi suatu proses belajar yang berkesinambungan; ia harus belajar sedemikian

rupa sehingga dapat meningkatkan keterampilan mengemudikan kendaraan,

kebiasaan, dan kepandaian berlalu lintas dari waktu ke waktu. Yang terakhir,

seorang pengemudi harus mempunyai emosi yang baik. Lingkungan lalu lintas

mampu merangsang tanggapan emosional pengemudi, sehingga yang

bersangkutan dituntut kematangan emosi dan tanggapan tertentu untuk

mempertahankan batas kecepatan dan mengikuti garis jalur yang ada.

II.2 Pemeriksaan Kesehatan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan kesehatan mata pada (calon) pengemudi bersifat penapisan atau skrining

(screening), di mana pemeriksaan kesehatan dilakukan pada orang yang asimptomatik

untuk menentukan adanya kelainan atau gangguan kesehatan, sehingga dapat

dilakukan pemeriksaan diagnostik lanjutan agar diagnosis dini dapat ditegakkan.

Berbeda dengan pemeriksaan yang bersifat diagnostik lanjutan, di mana dilakukan

pada orang yang diduga memiliki kelainan, pemeriksaan tersebut bertujuan untuk

menegakkan diagnosis pada orang yang tersangka menderita kelainan atau gangguan

tertentu. Oleh karena perbedaan tujuan tersebut, maka pemeriksaan skrining dan

pemeriksaaan diagnostik berbeda dalam hal sensitivitas dan spesifisitasnya.

Sensitivitas memperlihatkan kemampuan suatu alat pemeriksaan untuk mendeteksi

penyakit pada seorang subyek, sedangkan spesifisitas menunjuk pada kemampuan

____________________________________________________________________________________________

5

Page 9: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

suatu alat pemeriksaan untuk menentukan bahwa subyek mengalami penyakit ataupun

tidak.

Pemeriksaan skrining haruslah mempunyai sensitivitas yang lebih besar daripada

spesifisitasnya untuk dapat menjaring kelainan atau gangguan sekecil mungkin.

Sedangkan pemeriksaan diagnostik harus mempunyai spesifisitas yang lebih besar

daripada sensitivitasnya untuk dapat menegakkan diagnosis seobyektif mungkin.

Meskipun demikian, baik pada pemeriksaan skrining maupun pemeriksaan diagnostik

lanjutan, secara umum disepakati bahwa keduanya harus mempunyai nilai sensitivitas

dan spesifisitas yang cukup besar (di atas 80%).

Berikut ini adalah beberapa persyaratan umum bagi suatu instrumen agar layak

disebut sebagai alat skrining, di samping mempunyai angka sensitivitas dan spesifitas

tertentu:

1. Instrumen pemeriksaan haruslah tersedia di Indonesia.

2. Mudah dioperasikan, minimal oleh para dokter umum.

3. Mempunyai mobilitas yang tinggi, mudah dibawa ke mana-mana, dan dapat

dipakai pada pemeriksaan kesehatan di lapangan.

4. Relatif murah dan terjangkau.

Khususnya bagi pemerksaan skrining mata pada seorang (calon) pengemudi, terdapat

delapan komponen pemeriksaan sesuai dengan Konsensus Nasional Pedoman

Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi. Tabel berikut menjelaskan masing-masing jenis

pemeriksaan mata beserta instrumen pemeriksaan terpilih. (1)

Tabel 1. Komponen Pemeriksaan MataJenis Pemeriksaan Instrumen PemeriksaanTajam penglihatan (visual acuity) Snellen ChartPergerakan bola mata Pemeriksaan FisikLapangan pandang KampimetriPersepsi warna Buku IshiharaWaktu reaksi visual Tes LakassidayaKetahanan terhadap kesilauan Pemeriksaan Fisik (tidak adanya katarak)Penglihatan malam (night vision) Tes adaptasi gelap dan tes adaptasi terangPersepsi kedalaman Buku TNO Stereotest

____________________________________________________________________________________________

6

Page 10: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

II.2.1 Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Tajam penglihatan disebut juga Visual Acuity atau Acies Visus, yaitu kemampuan

seseorang untuk dapat melihat suatu objek yang sekecil mungkin tanpa akomodasi.

Seseorang dikatakan mempunyai tajam penglihatan normal bila orang tersebut dapat

melihat atau membedakan dua buah titik yang membentuk sudut sebesar 1 menit

busur (arc minutes) atau 0,0003 radial. Mata hanya dapat membedakan 2 titik terpisah

bila titik tersebut membentuk sudut sebesar 1 menit busur. Sebuah huruf hanya dapat

terlihat jelas bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit busur dan setiap bagian

dipisahkan dengan sudut 1 menit busur (Gambar 1). Makin jauh benda atau huruf

yang akan dilihat, maka benda atau huruf tersebut makin perlu dibesarkan, karena

sudut penglihatan yang dibentuk harus tetap 5 menit busur agar suatu huruf dapat

terlihat dengan jelas. (2)

Gambar 1. Tajam Penglihatan.

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 6 meter (di USA: 20

feet), karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau

tanpa akomodasi.

Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah objek secara kuantitatif

ditentukan dengan dua cara: (2)

1. Sebanding dengan sudut resolusi minimum (dalam menit busur). Ini merupakan

tajam penglihatan resolusi. Disebut juga resolusi minimum tajam penglihatan.

2. Dengan fraksi Snellen. Ini ditentukan dengan mempergunakan huruf atau cincin

Landolt atau objek ekuivalen lainnya.

Pemeriksaan tajam penglihatan jauh atau Visus dapat dilakukan dengan

menggunakan: Snellen Chart, E-Chart, Logmar Chart, Kay Picture Test Chart atau

Sheridan Gardner Test. Di Indonesia, instrumen terpilih yang biasa digunakan untuk

____________________________________________________________________________________________

7

Page 11: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

menguji tajam penglihatan jauh seseorang adalah Kartu Snellen atau Snellen chart

(Gambar 2), karena mudah diperoleh. Biasanya di bagian samping optotype tersebut

terdapat pecahan (fraksi Snellen) yang mewakili besaran tajam penglihatan. Nilai

fraksi Snellen untuk tajam penglihatan jauh pada mata normal adalah 6/6 (atau 20/20),

sedangkan tajam penglihatan kurang (low vision) adalah tajam penglihatan lebih kecil

atau sama dengan 6/12. (2,3,4)

Tajam penglihatan 6/60 didefinisikan bahwasanya orang normal dapat melihat suatu

obyek pada jarak 60 meter, sedangkan subyek yang menjalani pemeriksaan hanya

dapat melihat obyek tersebut pada jarak 6 meter. Jika ditulis Visus 6/6, artinya angka

6 di atas (pembilang) menunjukkan kemampuan jarak baca subyek, sedangkan angka

6 di bawah menunjukkan kemampuan jarak baca orang normal.

Gambar 2. Kartu Snellen

Cara pemeriksaan Visus dengan Kartu Snellen adalah sebagai berikut:

(1) Kartu Snellen diletakkan pada jarak 6 meter dengan posisi lebih tinggi atau

sejajar dengan mata pasien. Bila menggunakan cermin pantul dan kartu

Snellen yang tulisannya terbalik, jarak baca haruslah 3 meter. Pada jarak ini

dianggap mata yang diperiksa tidak lagi berakomodasi.

(2) Pencahayaan latar belakang minimal sebesar 50 lux, sedangkan pencahayaan

pada Kartu Snellen (yang menggunakan lampu) adalah sebesar 500 lux.

____________________________________________________________________________________________

8

Page 12: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

(3) Kedua mata diperiksa bergantian, dengan cara menutup satu mata bergantian.

Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup tetapi

jangan sampai menekan bola mata, kemudian pasien diminta membaca kartu.

(4) Subyek diminta untuk menyebutkan huruf yang paling atas, kemudian

dilanjutkan ke bawah sampai subyek tidak dapat menyebutkannya lagi.

(5) Ketika subyek tidak dapat menyebutkan huruf kurang dari 50% jumlahnya

pada baris tertentu, maka hasil penglihatan jauh yang didapat adalah pada

baris sebelumnya.

(6) Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan dengan pembilang merupakan

jarak pemeriksaan (biasanya 6 meter) dan penyebut adalah angka yang terkecil

yang masih dapat dibaca. Misalnya tajam penglihatan 6/12 berarti penderita

tersebut hanya dapat membaca dalam jarak 6 meter huruf atau gambar yang

seharusnya dapat dibaca oleh orang normal pada jarak 12 meter.

(7) Catat hasil pemeriksaan pada mata yang diperiksa pada lembar pemeriksaan.

(8) Pemeriksaan juga dilakukan pada mata sisi lainnya.

(9) Jika subyek yang diperiksa menggunakan kacamata, maka pemeriksaan akan

di lakukan kembali dengan menggunakan kacamata.

(10) Catatan:

– Bila subyek tidak dapat membaca kartu Snellen, maka dilakukan

penghitungan jari. Bila subyek tidak dapat menghitung jari pada jarak 6

meter, pemeriksa maju tiap 1 meter sampai subyek dapat menghitung

jari dengan tepat. Jika subyek dapat menghitung jari pada jarak 6 meter,

maka Visusnya ditulis 6/60; jika subyek dapat menghitung jari pada

jarak 3 meter, maka Visusnya ditulis 3/60, dst.

– Bila subyek masih tidak dapat menghitung jari pada jarak 1 meter, maka

dilakukan pemeriksaan lambaian tangan (jarak 1 meter). Bila pasien

dapat menyebutkan arah lambaian ke kiri-kanan atau atas-bawah dengan

benar pada jarak 1 meter, maka Visusnya ditulis 1/300.

– Bila subyek masih tidak dapat melihat lambaian sama sekali, maka

dilakukan tes penyinaran (dengan pen light) dari 4 arah (temporal, nasal,

superior, dan inferior). Bila pasien masih dapat menyebutkan arah

proyeksi sinar dengan benar, maka Visus ditulis: 1/~ dengan proyeksi

benar. Bila subyek masih dapat melihat cahaya, namun salah

____________________________________________________________________________________________

9

Page 13: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

menyebutkan arah proyeksi, maka Visusnya ditulis 1/~ dengan arah

proyeksi salah.

– Bila pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali, maka Visusnya = 0,

alias buta total.

Seorang pengemudi dituntut untuk mempunyai tajam penglihatan yang baik untuk

dapat melihat adanya kendaraan lain, hambatan, atau rintangan pada jarak yang cukup

jauh. Negara Inggris menetapkan peraturan bahwa seorang pengemudi harus dapat

melihat pelat nomor kendaraan lain di depannya pada jarak minimal 20 meter.

Standar Visus minimal untuk seorang pengemudi adalah 6/9 pada satu mata dan

6/12 pada mata lainnya (dengan/tanpa koreksi maksimal). Bila terjadi kehilangan

total pada salah satu mata (tidak ada binokularitas) meskipun tajam penglihatan pada

mata lainnya lebih baik dari 6/9, maka yang bersangkutan dianjurkan untuk tidak

mengemudi selamanya. (1)

II.2.2 Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata

Gerak bola mata atau motilitas okuler adalah gerakan volunter atau involunter dari

bola mata, yang berperan dalam hal dalam mendeteksi, mempertahankan dan melacak

sumber rangsangan visual. Pergerakan bola mata yang baik juga memampukan mata

untuk mengimbangi gerakan tubuh, misalnya kemampuan memfokuskan pandangan

pada satu titik di saat menggeleng-gelengkan kepala secara bersamaan. Pergerakan

bola mata yang baik dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi penglihatan secara

binokuler agar tidak timbul bayangan ganda (diplopia).

Gerak bola mata yang normal ialah gerak terkonjugasi, yaitu gerak bola mata kiri dan

kanan selalu bersama-sama, dengan sumbu mata yang sejajar. Di samping itu mata

juga melakukan konvergensi, yaitu sumbu mata saling berdekatan dan menyilang

pada objek fiksasi. Otot-otot penggerak bola mata melakukan fungsi ganda tergantung

letak dan sumbu penglihatan sewaktu otot-otot tersebut melakukan aksinya.

____________________________________________________________________________________________

10

Page 14: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gambar 3. Bola mata dan otot-otot penggeraknya

____________________________________________________________________________________________

11

Page 15: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Terdapat enam otot penggerak bola mata, yaitu :

1. M. Rektus Lateral — menggerakan mata ke arah luar atau menjauhi hidung

(abduksi), dipersarafi oleh N. VI (N. Abducens).

2. M. Rektus Medius — menggerakkan mata ke arah dalam atau mendekati hidung

(adduksi), dipersarafi oleh N. III (N. Oculomotor).

3. M. Rektus Superior — menggerakkan mata ke atas (elevasi) dan membantu otot

Oblikus Superior memutarkan bagian atas mata ke arah mendekati hidung

(intorsion), serta membantu otot Rektus Medius melakukan gerakan adduksi,

dipersarafi oleh N. III (N. Oculomotor).

4. M. Rektus Inferior — menggerakkan mata ke bawah (depresi), membantu otot

Oblikus Inferior memutarkan bagian atas mata ke arah menjauhi hidung

(extorsion), dan membantu gerakan adduksi, dipersarafi oleh N. III (N.

Oculomotor).

5. M. Oblikus Inferior — memutarkan bagian atas mata menjauhi hidung

(extorsion), membantu gerakan elevasi dan abduksi, dipersarafi oleh N. III (N.

Oculomotor).

6. M. Oblikus Superior — memutarkan bagian atas mata mendekati hidung

(intorsion), membantu gerakan depresi dan abduksi, dipersarafi oleh N. IV (N.

Trochlearis).

Ketika mata bergerak ke arah hidung secara horisontal, bola mata digerakkan oleh

otot Rektus Medius. Ketika mata bergerak ke arah luar (temporal) secara horisontal,

bola mata digerakkan oleh otot Rektus Lateral. Ketika mata bergerak ke arah bawah –

luar, otot Rektus Inferior yang berkontraksi menggerakkannya. Menggerakkan mata

ke arah atas – luar bergantung pada otot Rektus Superior. Sebaliknya, menggerakkan

bola mata ke arah atas – dalam menggunakan otot Oblikus inferior, dan

menggerakkan bola mata ke arah bawah – dalam menggunakan otot Oblikus Superior.

____________________________________________________________________________________________

12

Page 16: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Umumnya, pemeriksaan pergerakan otot-otot bola mata dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan fisik oleh seorang dokter. Pergerakan bola mata yang diuji adalah

kemampuan konjugasi dan konvergensi kedua bola mata. Di samping itu, pada

pemeriksaan mata juga dapat diperiksa kesegarisan bola mata untuk mengetahui

adanya strabismus, misalnya dengan Hirschberg test, Cross-over test, dan Cover-

uncover test. Adanya nystagmus dapat diketahui lewat pemeriksaan caloric reflex test

dan electronystagmograph. Caloric reflex test dilakukan dengan cara mengirigasi

liang telinga dengan air dingin / hangat, kemudian diamati ada tidaknya nystagmus.

Pemeriksaan kesegarisan bola mata yang paling sederhana dan mudah untuk

mengetahui adanya strabismus adalah pemeriksaan Hirschberg test. Tes Hirschberg

dilakukan dengan menyorotkan sebuah senter ke arah tengah wajah subyek. Secara

refleks, subyek yang normal akan mencoba melihat ke arah sinar. Kemudian

pemeriksa mengamati jatuhnya pantulan cahaya di kedua kornea mata subyek, dan

membandingkan posisi jatuhnya bayangan lampu senter. Pada subyek dengan

kesegarisan bola mata yang normal, refleks cahaya haruslah simetris, dan terletak

sedikit ke arah tengah (nasal) dari pusat kornea (sekitar 0.5 mm dari sumbu pupil),

sebagai akibat dari efek konvergensi bola mata. Untuk hasil abnormal, berdasarkan

letak pantulan cahaya pada kornea, pemeriksa dapat mendeteksi adanya exotropia

(sumbu bola mata abnormal bergeser ke arah luar), atau esotropia (sumbu bola mata

abnormal bergeser ke arah dalam), hipertropia (mata abnormal terletak lebih tinggi

daripada yang normal) atau hipotropia (mata abnormal lebih rendah daripada yang

normal). Interpretasi tes Hirschberg terlihat pada Gambar 4. (5)

Penderita gangguan pergerakan bola mata umumnya melaporkan adanya riwayat

diplopia, dan pada pemeriksaan mata ditemukan adanya nystagmus, ambliopia,

dan/atau strabismus.

____________________________________________________________________________________________

13

Page 17: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gambar 4. Interpretasi tes Hirschberg

Berikut ini adalah cara pemeriksaan pergerakan bola mata: (5)

1. Jarak antara subyek dengan pemeriksa kira-kira 40 cm.

2. Mintalah agar subyek memandang lurus ke depan.

3. Arahkan senter pada bola mata dan amati pantulan sinar pada kornea (tes

Hirschberg) untuk mendeteksi adanya strabismus, kemudian gerakkan senter

dengan membentuk huruf H dan berhenti sejenak pada waktu senter berada di

lateral atas dan lateral bawah (mengikuti six cardinal of gaze). Tes ini dilakukan

untuk menguji gerakan konjugat mata.

4. Amati posisi dan gerakan kedua bola mata selama senter digerakkan.

5. Letakkan senter pada jarak 30 cm di depan mata pasien kemudian diminta untuk

mengikuti  / melihat ujung pensil yang digerakkan mendekat ke arah hidung

pasien. Tes ini dilakukan untuk menguji konvergensi mata.

Apabila dijumpai adanya nystagmus, strabismus (lebih dari 15o), parese N. III, dan

adanya riwayat diplopia, maka subyek tidak diperkenankan untuk mengemudikan

kendaraan, karena ketidakmampuannya untuk memfokuskan pandangan pada satu

titik, sehingga terjadi gangguan penglihatan binokuler.

II.2.3 Pemeriksaan Lapangan Pandang

____________________________________________________________________________________________

14

Page 18: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Lapangan pandang mata (visual field) adalah luas lapangan penglihatan seorang

individu. Terdapat tiga jenis lapangan pandang: lapangan makular yaitu lapangan

pandang yang paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokuler yang dilihat

oleh kedua mata secara umumnya, dan lapangan monokuler yaitu kawasan yang bisa

dilihat oleh salah satu mata saja. Pada pemeriksaan lapangan pandang, ditentukan

batas perifer dari penglihatan, yaitu batas sampai mana benda dapat terlihat, jika mata

difiksasi pada satu titik. Sinar yang datang dari tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu

pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang datang dari sekitarnya jatuh di bagian

perifer retina. Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak

sama ke semua arah. Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-100 derajat

dari titik fiksasi, ke medial 60 derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke bawah 60-75

derajat. Ada tiga metode standar dalam pemeriksaan lapangan pandang yaitu dengan

metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter atau tangent screen.

Pemeriksaan lapangan pandang yang sederhana dapat dilakukan dengan jalan

membandingkan lapangan pandang pasien dengan pemeriksa (yang dianggap normal)

pada waktu melakukan pemeriksaan fisik mata, yaitu dengan metode konfrontasi dari

Donder. Cara ini meskipun sederhana, namun mempunyai banyak kelemahan. Selain

bersifat sangat subyektif, metode konfrontasi tidak dapat menilai lapangan pandang

secara kuantitatif.

Kampimeter Landolt telah digunakan sejak abad ke-19 untuk mengukur lapangan

pandang seseorang (Gambar 5). Berbagai varian kampimeter telah dikembangkan,

hingga mencapai bentuknya yang paling modern (Gambar 6). Secara umum, yang

dinamakan kampimeter adalah sebuah alat berbentuk busur yang dapat diputar pada

sumbunya untuk menentukan batas lapangan pandang subyek, secara vertikal,

horisontal, maupun miring 45 derajat kanan dan kiri.

Perimeter adalah alat yang sekarang ini paling banyak dipakai di berbagai klinik mata

untuk menentukan luasnya lapangan pandang seseorang. Di pasaran banyak sekali

varian alat ini, mulai dari yang berbentuk seperti parabola (Perimeter Goldmann,

Gambar 7), sampai pada perimeter digital yang lebih canggih (Perimeter Humphrey,

Gambar 8). Baik Perimeter Goldmann maupun Humphrey mampu menggambarkan

____________________________________________________________________________________________

15

Page 19: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

luas lapangan pandang perifer secara keseluruhan, oleh karenanya mempunyai nilai

diagnostik yang lebih tinggi daripada peralatan kampimeter. Perimeter Humphrey

mempunyai kelebihan dibanding Perimeter Goldmann, karena ia secara lebih obyektif

dapat menggambarkan luasnya kehilangan lapangan pandang sentral (skotoma

sentralis).

Gambar 5. Kampimeter Landolt Gambar 6. Kampimeter modern

Gambar 7. Perimeter GoldmannGambar 8. Perimeter Humphrey

____________________________________________________________________________________________

16

Page 20: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Meskipun perimeter menjadi alat terpilih di berbagai klinik mata karena mempunyai

nilai diagnostik yang paling tinggi untuk pemeriksaan lapangan pandang,

sesungguhnya standar pengujian lapangan pandang pada pengemudi masih sebatas

digunakannya kampimeter, karena khusus di Indonesia, persyaratan mengemudi baru

sebatas memenuhi syarat untuk lapangan pandang perifer saja, di samping itu alat

kampimeter pun harganya lebih terjangkau dan lebih mudah dioperasikan

dibandingkan peralatan perimeter.

Cara pemeriksaan lapangan pandang menggunakan kampimeter sebagai berikut: (5)

1. Subyek diminta duduk menghadap kampimeter

2. Pemeriksa berdiri disamping penderita.

3. Mata subyek yang tak diperiksa ditutup.

4. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus dengan titik tengah kampimeter.

Pandangan lurus ke depan (titik tengah kampimeter).

5. Pemeriksa menggerakkan objek dari perifer menuju ke titik tengah kampimeter.

6. Bila subyek telah melihat objek tersebut, maka pemeriksa memberi tanda pada

kampimeter.

7. Demikian dilakukan sampai 360 derajat sehingga dapat digambarkan lapangan

pandang dari mata yang diperiksa.

Gambar 9. Hubungan antara lapangan pandang dengan jangkauan penglihatan di saat mengemudi

____________________________________________________________________________________________

17

Page 21: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Hubungan antara luasnya lapangan pandangan dengan jangkauan penglihatan di saat

mengemudi dapat terlihat pada Gambar 9. Menurut buku Konsensus Nasional

Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi, lapangan pandang horisontal (kiri-

kanan) keseluruhan tidak boleh kurang dari 120o. Beberapa ahli juga menyarankan

persyaratan lapangan pandang vertikal (atas-bawah) keseluruhan tidak boleh kurang

dari 40o (masing-masing 20o atas dan bawah dari titik fiksasi), sesuai dengan

persyaratan bagi pengemudi di negara-negara Persemakmuran Inggris. (6)

II.2.4 Pemeriksaan Persepsi Warna

Mata manusia dapat melihat warna yang berhubungan dengan panjang gelombang

cahaya yang dipantulkan oleh sebuah benda. Cahaya yang dipantulkan oleh sebuah

obyek/benda yang diterima oleh mata manusia, ditangkap oleh sel-sel fotoreseptor di

retina dan diteruskan oleh jaras penglihatan ke otak, dan kemudian otak manusia

mengolah informasi visual sebagai kombinasi berbagai persepsi warna sesuai

gambaran yang ditangkap retina.

Retina pada mata manusia terdiri dari sel-sel yang sensitif terhadap cahaya. Terdapat

dua macam sel: batang dan kerucut. Sel yang berbentuk batang (rods) membedakan

antara terang dan gelap, sedangkan yang berbentuk kerucut (cones) bereaksi terhadap

warna. Terdapat tiga macam sel kerucut, setiap sel tersebut peka terhadap panjang

gelombang tertentu. Sebagian dari sel-sel itu bereaksi terhadap cahaya dalam

jarak/kisaran antara 400 hingga 500 nm dan sehingga peka dengan cahaya yang

berwarna biru. Sel kerucut yang lain dapat ’melihat’ hanya dalam jarak antara 500

hingga 600 nm, contohnya adalah cahaya berwarna hijau. Jenis yang ketiga ia mampu

menerima cahaya warna merah, yang mempunyai kisaran/jarak antara 600 hingga 700

nm. Komposisi sel batang dan kerucut ini membuat/mengubah mata manusia menjadi

peka sehingga kemudian mata kita mampu melihat dan membedakan jutaan warna.

Penglihatan warna sesungguhnya merupakan ilusi yang diciptakan oleh interaksi

miliaran neuron di otak manusia. Jadi sesungguhnya tidak ada warna di dunia luar,

melainkan diciptakan oleh program saraf dan diproyeksikan ke dunia luar yang dilihat

____________________________________________________________________________________________

18

Page 22: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

oleh manusia. Hal ini terkait erat dengan persepsi bentuk di mana warna memfasilitasi

pendeteksian batas-batas objek. (7)

Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa gangguan penglihatan warna terkait

dengan X-linked recessive condition, di mana dalam populasi umumnya lebih banyak

orang dengan gangguan penglihatan warna merah-hijau sebagai kelainan yang

diturunkan melalui kromosom X. American Optometric Association (AOA) (2006)

dalam artikelnya juga mengatakan bahwa biasanya, gangguan penglihatan warna

adalah kondisi warisan disebabkan oleh gen X resesif yang mengalami kecacatan,

yang diturunkan dari ibu ke anaknya. Gangguan penglihatan warna sangat jarang

ditemukan pada wanita, karena wanita mempunyai dua kromosom X, sehingga

apabila timbul kecacatan pada salah satu kromosom X, maka kromosom X yang

satunya akan meng-cover kecacatan tersebut. Akan tetapi pada pria, ‘perlindungan’

seperti ini tidak didapatkan, karena pria hanya mempunyai satu kromosom X dan satu

kromosom Y. (8,3)

Selain karena faktor herediter, beberapa faktor berikut juga mempunyai kemungkinan

dapat menyebabkan gangguan penglihatan warna yang bersifat acquired: (9,10,3,11)

a. Penyakit kronis seperti penyakit Alzheimer, diabetes melitus, glaukoma,

leukemia, penyakit hati, alkoholisme kronis, degenerasi makula, multiple

sclerosis, penyakit Parkinson, anemia sel sabit dan retinitis pigmentosa;

b. Kecelakaan atau stroke yang menyebabkan kerusakan retina atau mengakibatkan

kerusakan area tertentu dari otak/mata;

c. Obat-obatan seperti antibiotik, barbiturat, obat anti tuberkulosis, obat tekanan

darah tinggi dan beberapa obat untuk mengobati gangguan saraf;

d. Bahan kimia industri atau lingkungan seperti karbon monoksida, karbon disulfida

dan beberapa bahan yang mengandung timbal;

e. Usia lanjut di mana pada orang di atas 60 tahun, perubahan fisik yang terjadi

mungkin mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melihat warna.

____________________________________________________________________________________________

19

Page 23: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gangguan penglihatan warna dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Monokromasi

Monokromasi ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan

warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam saja pada jenis yang tipikal

(buta warna total – akromatopsia) dan sedikit warna pada jenis atipikal. Jenis buta

warna ini prevalensinya sangat jarang.

2. Dikromasi

Dikromasi merupakan tidak adanya satu dari 3 jenis sel kerucut, tediri dari:

Protanopia yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga kecerahan

warna merah dan perpaduannya berkurang.

Deuteranopia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka terhadap hijau.

Tritanopia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka untuk warna biru.

3. Trikromasi

Sesungguhnya, penglihatan warna manusia normal bersifat trikromat, yaitu

mampu membedakan warna-warna merah, hijau, dan biru beserta turunannya.

Dalam hal gangguan penglihatan warna trikromasi (anomalous trichromacy),

hanya terjadi penurunan sensitivitas warna dari satu jenis atau lebih sel kerucut,

dan tidak terjadi kerusakan total. Jenis buta warna ini paling sering dialami

dibandingkan jenis buta warna lainnya. Ada tiga macam trikromasi yaitu:

Protanomali yang merupakan kelemahan warna merah.

Deuteromali yaitu kelemahan warna hijau.

Tritanomali yaitu kelemahan warna biru.

Di dunia ini, terdapat macam-macam instrumen untuk mendeteksi gangguan

penglihatan warna, antara lain: (2,9,10,12)

Pseudoisochromatic test yang dapat dilakukan dengan menggunakan kartu

Ishihara, American Optical Hardy-Rand-Rittler, Dvorine atau Tokyo Medical

College,

Tes penyusunan warna (color arrangement test) yang dapat dilakukan dengan

Farnsworth D-15 dan 100-hue, Lanthony desaturated panel atau Sahlgren

saturation test,

____________________________________________________________________________________________

20

Page 24: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Tes pencocokan warna (Color matching test) yang dapat dilakukan dengan The

Nagel, The Neitz, dan The Pickford-Nicolson Anomaloscopes.

Di Indonesia, instrumen standar yang dipergunakan untuk memeriksa persepsi warna

adalah Kartu Ishihara. Tes Ishihara pertama kali dipublikasikan tahun 1906 dan

didesain untuk membuktikan secara cepat dan akurat gangguan penglihatan warna

yang disebabkan oleh kelainan kongenital. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa

tes Ishihara masih merupakan tes yang paling banyak digunakan dan baku emas

dalam identifikasi secara cepat defisiensi warna merah-hijau. Birch (2010)

menuliskan bahwa tes ini memiliki sensitivitas 97,7% pada 4 kesalahan dan 98,4%

pada 3 kesalahan. Standar Profesi & Sertifikasi Dokter Spesialis Mata dan Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Mata (dikeluarkan oleh PERDAMI) menetapkan bahwa

pemeriksaan gangguan penglihatan warna menggunakan kartu Ishihara merupakan

bagian dari pelayanan kesehatan mata primer. Namun pemeriksaan ini mungkin akan

gagal mendeteksi deutans ringan dan beberapa orang normal dengan gangguan

membedakan warna (tanpa membedakan protan atau deutan). Hal ini sehubungan

dengan pewarnaan pada kartu Ishihara sedikit sekali menggunakan warna biru dan

kuning. Kelemahan penting dalam metode Ishihara (dan banyak metode lain) adalah

sifatnya yang statis, sehingga ada kemungkinan untuk dihafal. Namun hal ini dapat

diantisipasi oleh penggunaan Kartu Ishihara 24 plates atau 38 plates. Interpretasi

untuk penggunaan kartu Ishihara 24 plates tercantum pada Tabel 2. (13,14,15,16,17)

Cara pemeriksaan persepsi warna menggunakan Kartu Ishihara (24 plates): (5)

1. Pemeriksa harus memiliki penglihatan warna normal.

2. Subyek tidak boleh menggunakan lensa atau soft lens berwarna.

3. Ruangan pemeriksaan harus mendapat cahaya matahari siang yang cukup. Jika

memakai alat bantu penerangan harus menggunakan kekuatan cahaya 600 luks

dengan sudut 45° ke lempengan kartu ishihara.

4. Buku ishihara tidak boleh dipegang oleh subyek.

5. Pembacaan dilakukan secara binocular.

6. Pembacaan dilakukan dari jarak 75 cm dari mata dengan waktu pembacaan 3

sampai 10 detik tiap-tiap plate.

____________________________________________________________________________________________

21

Page 25: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

7. Khusus untuk Kartu Ishihara 24 plates:

– Untuk subyek yang dapat membaca angka dengan baik, digunakan plate 1-17.

– Khusus untuk subyek yang buta aksara, digunakan plate 24-18 (dibaca dari

belakang ke depan)

Tabel 2. Interpretasi Kartu Ishihara 24 plates

Plate Gambar Persepsi Orang Normal

Persepsi Orang Dengan Buta

Warna Parsial

Persepsi Orang Dengan Buta Warna Total

1 12 12 12

2 8 3 x

3 29 70 x

4 5 2 x

5 3 5 x

6 15 17 x

____________________________________________________________________________________________

22

Page 26: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Plate Gambar Persepsi Orang Normal

Persepsi Orang Dengan Buta

Warna Parsial

Persepsi Orang Dengan Buta Warna Total

7 74 21 x

8 6 x x

9 45 x x

10 5 x x

11 7 x x

12 16 x x

13 73 x x

____________________________________________________________________________________________

23

Page 27: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Plate Gambar Persepsi Orang Normal

Persepsi Orang Dengan Buta

Warna Parsial

Persepsi Orang Dengan Buta Warna Total

14 x 5 x

15 x 45 x

16 26

Protan (strong): 6Protan (mild): (2)6Deutan (strong): 2

Deutan (mild): 2(6)

x

17 42

Protan (strong): 2Protan (mild): (4)2Deutan (strong): 4

Deutan (mild): 4(2)

x

18dapat melacak

garis merah dan ungu

Protan: garis ungu lebih mudah

terlacakDeutan: garis

merah lebih mudah terlacak

x

19 xdapat melacak adanya garis

berlikux

20dapat melacak adanya garis

berlikux x

____________________________________________________________________________________________

24

Page 28: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Plate Gambar Persepsi Orang Normal

Persepsi Orang Dengan Buta

Warna Parsial

Persepsi Orang Dengan Buta Warna Total

21dapat melacak adanya garis

berlikux x

22dapat melacak adanya garis

berlikux x

23dapat melacak adanya garis

berlikux x

24dapat melacak adanya garis

berliku

dapat melacak adanya garis

berliku

dapat melacak adanya garis

berliku

Di Indonesia dan hampir semua negara di seluruh dunia, orang-orang dengan buta

warna total tidak diperbolehkan untuk mengemudikan kendaraan. Alasan bahwasanya

seorang penderita buta warna total tidak diperbolehkan mengemudi karena

ketidakmampuannya melihat warna lampu lalu lintas, lampu rem, dan memarkir

kendaraan di malam hari.

II.2.5 Pemeriksaan Waktu Reaksi Visual

Waktu reaksi visual (visual reaction time) adalah jangka waktu antara dimulainya

pemberian stimulus sensorik visual, sampai kepada suatu kesadaran atau

dilaksanakannya suatu kegiatan yang menjadi respon subyek atas stimulus visual

tersebut.

____________________________________________________________________________________________

25

Page 29: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Saat ini, telah banyak instrumen yang digunakan untuk mengukur waktu reaksi,

namun sayangnya belum ada satu pun yang terstandar secara internasional. Di

Indonesia, pemeriksaan waktu reaksi visual yang telah digunakan secara luas

menggunakan alat Reaction Timer L77 Lakassidaya. Alat tersebut mengukur waktu

reaksi antara mulainya pemberian rangsangan cahaya dengan reaksi motorik subyek

dalam menekan tombol pencatat secepat mungkin. Selang waktu antara munculnya

rangsang cahaya sampai kepada penekanan tombol pencatat itulah yang dicatat

sebagai waktu reaksi.

Angka normal pemeriksaan waktu reaksi berkisar antara 150,0 – 240,0 milidetik. Bila

rerata hasil pengukuran waktu reaksi di atas 240 milidetik, maka dikatakan waktu

reaksi subyek memanjang. (18)

Gambar 10. Reaction Timer L77 Lakassidaya

Cara pengukuran waktu reaksi visual dengan alat Lakassidaya sebagai berikut: (18)

1. Alat dihubungkan dengan sumber tenaga (listrik/ batere).

2. Alat dihidupkan dengan menekan tombol “on/off “pada “on” (hidup).

3. Dipilih rangsang cahaya dengan menekan tombol “cahaya”.

4. Reset angka penampilan sehingga menunjukkan angka “0.000” dengan menekan

tombol “nol”.

5. Subjek yang akan diperiksa diminta menekan tombol subjek dan diminta

secepatnya menekan tombol setelah melihat cahaya dari sumber rangsang

(lampu).

____________________________________________________________________________________________

26

Page 30: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

6. Untuk memberikan rangsang, pemeriksa menekan tombol pemeriksa (tombl

berwarna merah besar).

7. Setelah diberi rangsang subjek menekan tombol maka pada layar kecil akan

menunjukkan angka waktu reaksi dengan satuan “mili detik”.

8. Pemeriksaan diulangi 20 kali.

9. Data yang dianalisa (diambil rata-rata) yaitu skor hasil 10 kali pengukuran di

tengah (5 pengukuran awal dan akhir dibuang).

10. Catat keseluruhan hasil pada formulir.

11. Setelah selesai pemeriksaan alat dimatikan dengan menekan tombol “on/off” pada

“off” dan lepaskan alat dari sumber tenaga.

Waktu reaksi yang singkat merupakan kemampuan seorang pengemudi untuk

bereaksi secepatnya pada saat-saat kritis tertentu. Hal ini sangat penting dimiliki oleh

setiap pengemudi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perpanjangan waktu reaksi

adalah kelelahan, usia, dan kebugaran tubuh. (19) Seorang pengemudi yang waktu

reaksinya mengalami perpanjangan sebaiknya tidak mendapatkan work permit pada

hari dilakukannya pemeriksaan, karena sangat mungkin bahwasanya yang

bersangkutan sedang mengalami kelelahan sehingga berpotensi mengakibatkan

hilangnya daya konsentrasi maksimal.

II.2.6 Pemeriksaan Ketahanan Terhadap Kesilauan

Kesilauan (glare) merupakan efek visual dari pajanan cahaya yang relatif lebih terang.

Kesilauan dapat mengakibatkan seseorang merasa tidak nyaman atau mengakibatkan

kinerja yang lebih rendah dalam pemeriksaan mata. Seseorang yang sensitif terhadap

kesilauan (glare sensitive) mungkin saja mengganggu visusnya, dan kadang-kadang

disertai rasa nyeri dan ketidaknyamanan di daerah mata. Kesilauan menyebabkan

kesulitan untuk melihat jelas lingkungan sekitar. Kontur dan kontras benda-benda

seakan-akan menghilang akibat terpapar kesilauan. Seseorang yang terpapar kesilauan

kadang-kadang merasa seperti melihat cahaya putih yang sangat terang. Hal ini dapat

menciptakan situasi berbahaya saat berkendara, terutama bila di saat yang bersamaan,

seorang pengemudi tidak dapat melihat pejalan kaki sedang menyeberang jalan,

warna lampu lalu lintas, atau bahkan kendaraan lain.

____________________________________________________________________________________________

27

Page 31: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Ada beberapa instrumen yang dipakai untuk mengukur efek kesilauan pada fungsi

penglihatan, misalnya Brightness Acuity Tester (BAT), Miller – Nadler Glare Tester,

Baylor visual function tester, dan Optec 1500 Glare Tester. Sayangnya, semua

instrumen tersebut belum tersedia di Indonesia, jadi ketahanan terhadap kesilauan

hanya dapat dinilai secara klinis. Jadi, pemeriksaan ketahanan terhadap kesilauan

yang mungkin untuk dilakukan saat ini hanya sebatas pemeriksaan terhadap ada

tidaknya katarak. Dasar pemeriksaan ini adalah fakta bahwa seorang penderita katarak

umumnya tidak tahan terhadap kesilauan (glare) akibat kekeruhan pada lensa

matanya.

Adanya katarak dapat terdeteksi pada saat pemeriksaan fisik mata, berupa adanya

kekeruhan pada lensa mata. Alternatif lainnya, adanya katarak dapat dicurigai pada

pemeriksaan tajam penglihatan (dengan Snellen Chart) pada subyek yang mengalami

penurunan tajam penglihatan (visus). Apabila penurunan tajam penglihatan dapat

dikoreksi dengan pinhole, maka dipastikan bahwa gangguan tajam penglihatan pada

subyek merupakan gangguan refraksi, dan tidak ada hubungannya dengan katarak.

Sebaliknya, apabila dengan pinhole, tajam penglihatan tidak berubah, maka

kemungkinan gangguan visusnya diakibatkan oleh penyebab lain selain gangguan

refraksi, dan umumnya penyebab gangguan tersebut adalah katarak.

Seorang pengemudi yang mengalami katarak harus sesering mungkin diperiksa

visusnya (setidaknya 3 bulan sekali), karena berpotensi menurunkan tajam

penglihatan sang pengemudi. Di samping itu perlu dipertimbangkan adanya

pelarangan untuk mengemudi di malam hari bagi penderita katarak.

II.2.7 Pemeriksaan Penglihatan Malam

Penglihatan malam adalah kemampuan mata untuk dapat melihat dalam kondisi

cahaya remang-remang. Mata manusia yang normal mampu melihat dalam kegelapan

malam dengan bantuan sel-sel batang (rods) dalam retina yang peka cahaya.

Kemampuan mata untuk melihat dalam kegelapan semakin berkurang seiring dengan

pertambahan usia, di mana hal ini disebabkan oleh berbagai hal berikut:____________________________________________________________________________________________

28

Page 32: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Lebar pupil mengecil dan tidak mampu melakukan dilatasi secara maksimal

seperti pada waktu masih muda, sehingga jumlah cahaya yang masuk ke dalam

retina menjadi jauh berkurang.

Kejernihan kornea dan lensa menjadi semakin berkurang oleh karena proses

penuaan, sehingga berkas cahaya yang masuk menjadi tersebar, sehingga

cenderung timbul glare. Keadaan ini juga mengurangi sensitivitas kontras,

sehingga semakin menyulitkan pengemudi usia lanjut untuk melihat jalan raya di

malam hari.

Timbulnya penyakit-penyakit degeneratif seperti degenerasi makula, glaukoma,

retinopati diabetik, dan katarak sering muncul pada usia lanjut, demikian juga

gangguan refraksi berupa presbiopia yang sering muncul pada usia 40 tahun ke

atas.

Salah satu cara untuk menilai kemampuan penglihatan malam adalah dengan

pemeriksaan sensitivitas kontras (contrast sensitivity). Pemeriksaan sensitivitas

kontras merupakan penilaian kemampuan mata dalam mendeteksi perbedaan cahaya

antara obyek dan latar belakang yang mendasarinya. Instrumen untuk menguji

sensitivitas kontras ada berbagai macam, seperti Vistech Vision Contrast, Recan Low-

contrast Letter Chart, VectorVision CVS-1000, LEA contrast sensitivity test,

Melbourne Edge Test dan Pelli-Robson Chart. Di antara banyaknya instrumen yang

telah disebutkan, pemeriksaan yang dianggap standar baku emas untuk menguji

sensitivitas kontras adalah Pelli-Robson Chart. Instrumen ini sejenis kartu Snellen

yang telah dimodifikasi, hanya kali ini huruf yang tercetak tidak semakin mengecil

ukurannya, namun semakin buram (Gambar 11). (20)

Pelli-Robson Chart berupa kartu atau papan berukuran 90x60 cm (36x24 inci) yang

ditempel di dinding, berisi 8 baris huruf dengan kontras yang berbeda. Masing-masing

baris berisi 6 huruf, di mana 3 huruf pertama di sisi kiri memiliki kontras yang lebih

daripada 3 huruf di sisi kanannya. Semakin ke bawah, kontras dari huruf-huruf ini

juga semakin menurun. Ukuran huruf-huruf pada kartu Pelli-Robson adalah 4,9x4,9

cm (2x2 inci). Pada subyek dengan kemampuan sensitivitas kontras yang masih

normal, ia masih dapat membaca kartu Pelli-Robson dengan jelas sampai pada baris

kedua dari bawah. (20)

____________________________________________________________________________________________

29

Page 33: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gambar 11. Kartu Pelli Robson

Cara lain untuk menilai kemampuan penglihatan malam adalah dengan mengukur

waktu adaptasi gelap dan waktu adaptasi terang. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk

mengukur pertambahan sensitivitas visual pada mata dari tempat terang ke tempat

gelap atau sebaliknya. Sebenarnya, Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan

Kesehatan Pengemudi tidak mengatur metode dan instrumen yang digunakan untuk

memeriksa penglihatan malam pengemudi. Salah satu instrumen yang digunakan

untuk tes adaptasi gelap/terang adalah adaptometer Goldmann/Weekers. Hanya saja

pemeriksaan dengan instrumen ini jarang dilakukan di Indonesia. Cara pengujian

yang lebih sederhana untuk mengukur kemampuan adaptasi gelap/terang adalah

dengan menggunakan Kartu Snellen (yang tidak bercahaya) atau Kartu Baca Jaeger.

Untuk lebih jelasnya, cara pengukuran waktu adaptasi gelap dan terang adalah sebagai

berikut:

1. Sebelumnya, subyek terlebih dahulu diuji tajam penglihatan dekatnya dalam

ruangan yang terang. Pemeriksa menandai pada fraksi Snellen atau notasi Jaeger

berapakah subyek dapat membaca dengan jelas.

2. Kemudian ruangan digelapkan, dan dihitung waktu yang diperlukan subyek untuk

dapat membaca fraksi Snellen atau notasi Jaeger yang sama. Tes ini adalah suatu

tes adaptasi gelap sederhana.

____________________________________________________________________________________________

30

Page 34: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

3. Setelah itu lampu ruangan kembali dinyalakan, dan saat yang bersamaan dihitung

waktu berapa lamakah subyek dapat membaca Kartu Snellen pada fraksi Snellen

yang sama, atau Kartu Baca pada notasi Jaeger yang sama.

Menurut Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi, tes

adaptasi gelap (dari tempat terang ke tempat gelap) nilai normalnya ± 20 detik,

sedangkan tes adaptasi terang (dari tempat gelap ke tempat terang), nilai normalnya ±

5 detik. Seseorang dengan kemampuan penglihatan malam (tempat gelap) yang buruk

tidak diperkenankan mengemudi di malam hari dengan alasan keselamatan. (1)

II.2.8 Pemeriksaan Persepsi Kedalaman Ruang

Persepsi kedalaman ruang atau penglihatan stereoskopis adalah kemampuan

penglihatan seseorang dalam hal membedakan persepsi kedalaman (depth perception)

secara tiga dimensi (stereopsis). Stereopsis terjadi sebagai akibat dari pemrosesan

rangsangan visual di otak yang berasal dari perbedaan tipis atas persepsi visual yang

ditangkap masing-masing retina. Perbedaan persepsi visual ini disebut disparitas

retina. Penelitian oleh Barlow, et al. (1967) membuktikan bahwa stereopsis

merupakan fenomena yang terjadi di susunan saraf pusat, tepatnya di daerah korteks

visual. (21)

Kemampuan persepsi kedalaman ruang dipengaruhi oleh faktor usia, di mana pada

usia di atas 40 tahun, kemampuan persepsi kedalaman ruang cenderung mengalami

penurunan. (22) Selain itu, penderita gangguan tajam penglihatan yang tidak dapat

terkoreksi maksimal (visus lebih kecil dari 20/20 atau 6/6), penderita strabismus

manifes dan ambliopia dipastikan mengalami gangguan persepsi kedalaman ruang.

Kemampuan persepsi kedalaman ruang tidak dapat dinilai apabila visus subyek belum

terkoreksi maksimal (memakai ukuran kacamata yang salah). (21,23)

Secara umum, stereopsis ada dua macam, yaitu stereopsis jauh dan stereopsis dekat.

Stereopsis jauh adalah kemampuan persepsi kedalaman ruang untuk menilai jarak

relatif benda-benda yang berada di atas 6 meter. Sedangkan stereopsis dekat

merupakan kemampuan persepsi kedalaman ruang untuk menilai jarak relatif benda-____________________________________________________________________________________________

31

Page 35: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

benda yang berada pada jarak dekat (di bawah 6 meter). Instrumen untuk menilai

kedua macam stereopsis tersebut pun berbeda. Instrumen untuk menilai stereopsis

jauh misalnya Titmus Fly Stereotest dan Howard-Dolman Apparatus. Sedangkan

instrumen untuk menilai stereopsis dekat adalah: Frisby Stereotest, Randot Stereotest,

Random-dot E Stereotest, Lang Stereotest, dan TNO Stereotest.

Di Indonesia, instrumen yang banyak digunakan untuk memeriksa persepsi

kedalaman ruang adalah TNO Stereotest (Kartu TNO). Instrumen yang mempunyai

nama lengkap TNO Test for Stereoscopic Vision, merupakan pilihan utama dalam

menilai persepsi kedalaman ruang. Kartu TNO memiliki keunggulan dibandingkan

dengan instrumen lainnya dalam hal menilai stereopsis karena ia murni menguji

persepsi kedalaman ruang yang disebabkan oleh adanya disparitas retina, dan bukan

karena petunjuk monokuler (monocular cues) seperti interposisi gambar, perspektif

linear, efek pencahayaan, dan ukuran benda secara relatif. Di samping itu, Kartu TNO

juga memiliki sifat praktis, mudah dibawa ke mana-mana, mempunyai masa pakai

yang relatif awet, dan relatif mudah didapat.

Ukuran ketajaman penglihatan stereoskopis disebut stereoakuitas (stereoacuity).

Penilaian stereoakuitas dalam klinis menggunakan satuan detik busur (second of arc

atau arc second). Satu detik busur sama dengan 1/3600 derajat busur. Hubungan

antara nilai stereoakuitas dengan jarak pandangan yang masih terlihat stereopsis

tertulis pada Tabel 3. (24)

Tabel 3. Hubungan antara stereoakuitas dengan jarak pandang stereopsis

Stereoakuitas Jarak Pandang Stereopsis

480 arc sec 30 meter

240 arc sec 60 meter

120 arc sec 120 meter

60 arc sec 240 meter

30 arc sec 480 meter

____________________________________________________________________________________________

32

Page 36: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gambar 12. Kartu TNO

Berikut ini adalah cara pengukuran tajam penglihatan stereoskopis menggunakan

Kartu TNO: (25)

1. Pencahayaan di tempat pemeriksaan haruslah cukup terang

2. Jarak pandang antara subyek dengan kartu pemeriksaan sekitar 40 cm.

3. Kartu pemeriksaan harus terletak lurus di depan subyek, tidak boleh miring ke kiri

atau ke kanan

4. Subyek memakai kacamata filter merah/hijau yang disediakan. Pemeriksa juga

disarankan untuk ikut memakai kacamata filter merah/hijau, kecuali bila memang

sudah mengingat semua kunci jawaban Kartu TNO.

5. Subyek diharuskan melihat kartu pemeriksaan dengan kedua matanya.

6. Subyek diminta menyebutkan letak gambar yang dilihatnya.

7. Pemeriksaan tidak harus dimulai dari Plate I. Pada beberapa kasus di mana subyek

belum dapat beradaptasi sehingga gambar kupu-kupu kedua di Plate I tidak

terlihat, pemeriksaan dapat dimulai dari Plate II, kemudian kembali ke Plate I, lalu

ke Plate III, IV, V, dst.

Berikut ini adalah isi dari tiap-tiap plate berikut interpretasinya: (25)

1. Plate I (Gambar 13): subyek dapat melihat dua buah gambar kupu-kupu, tetapi

salah satunya hanya dapat terlihat secara stereoskopi. Subyek diminta untuk

menunjuk setiap gambar kupu-kupu yang ia lihat.

____________________________________________________________________________________________

33

Page 37: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gambar 13. Plate I

2. Plate II (Gambar 14): subyek akan melihat empat buah lingkaran yang berbeda

ukuran. Dua di antaranya, yang terbesar dan nomor dua terkecil hanya dapat

terlihat secara stereoskopi. Subyek diminta mengurutkan ukuran lingkaran, mulai

dari yang terkecil sampai yang terbesar.

Gambar 14. Plate II

3. Plate III (Gambar 15): subyek diminta mencocokkan empat buah gambar yang

hanya dapat terlihat secara stereoskopi dengan contoh di halaman sebelahnya,

yaitu lingkaran, segitiga, bujursangkar, dan wajik, yang tersusun di sekitar tanda +

(plus) yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Untuk mengecek apakah subyek

mengerti instruksi dari pemeriksa, mulailah dengan tanda + (plus) terlebih dahulu.

____________________________________________________________________________________________

34

Page 38: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gambar 15. Plate III

4. Plate IV (Gambar 16): dapat diperiksa adanya supresi pada salah satu mata. Pada

orang normal, akan terlihat sebuah lingkaran kecil yang diapit oleh dua lingkaran

yang lebih besar. Jika subyek hanya dapat melihat dua buah lingkaran, tanyakan

mana yang lebih besar, yang kiri atau yang kanan. Posisi lingkaran besar yang

terlihat menunjukkan sisi mata yang lebih dominan

Gambar 16. Plate IV

5. Plate V – VII (Gambar 17): subyek akan melihat sebuah obyek berupa lingkaran

yang sebagian sektornya hilang, ditampilkan dengan enam tingkat kedalaman

yang berbeda (dua obyek di setiap tingkat kedalaman). Tanyakan kepada subyek

untuk menunjuk bagian manakah bagian sektor lingkaran yang hilang (kiri, kanan,

atas, atau bawah).

____________________________________________________________________________________________

35

Page 39: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gambar 17. Plate V

Plate V-VII ini dapat mengukur stereopsis secara kuantitatif. Interpretasinya

adalah bila dapat menyebutkan salah satu jawaban yang tepat pada salah satu dari

dua gambar pada baris tertentu di sebuah Plate (Gambar 18), misalnya:

– Stereakuitas pada 480 detik busur apabila dapat menunjuk dengan tepat bagian

sektor lingkaran yang hilang pada salah satu dari dua gambar pada deretan

Plate V atas.

– Stereakuitas pada 240 detik busur apabila dapat menunjuk dengan tepat bagian

sektor lingkaran yang hilang pada salah satu dari dua gambar pada deretan

Plate V bawah.

– Stereakuitas pada 120 detik busur apabila dapat menunjuk dengan tepat bagian

sektor lingkaran yang hilang pada salah satu dari dua gambar pada deretan

Plate VI atas.

– Stereakuitas pada 60 detik busur apabila dapat menunjuk dengan tepat bagian

sektor lingkaran yang hilang pada salah satu dari dua gambar pada deretan

Plate VI bawah.

– Stereakuitas pada 30 detik busur apabila dapat menunjuk dengan tepat bagian

sektor lingkaran yang hilang pada salah satu dari dua gambar pada deretan

Plate VII atas.

– Stereakuitas pada 15 detik busur apabila dapat menunjuk dengan tepat bagian

sektor lingkaran yang hilang pada salah satu dari dua gambar pada deretan

Plate VII bawah.

____________________________________________________________________________________________

36

Page 40: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Gambar 18. Tampilan Plate V-VII

Penentuan batasan (cut-off point) penilaian stereopsis sampai saat ini masih belum

mempunyai standar baku. Di Indonesia, penilaian stereopsis mengacu pada

kesepakatan yang dibuat oleh Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM. Bagi

orang awam, jika hanya ingin menilai ada/tidaknya stereopsis, maka hanya

dipergunakan plate V saja (cut-off point pada 240 detik busur). Pada pengemudi, cut-

off point yang disarankan adalah 120 detik busur. Pada pengemudi alat berat, di

mana penggunaan kedua mata (binokularitas) menjadi faktor yang sangat penting,

cut-off point yang disarankan adalah 60 detik busur.

____________________________________________________________________________________________

37

Page 41: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

III.1 Kesimpulan

Terdapat 8 komponen pokok pemeriksaan mata yang perlu diperiksa pada seorang

(calon) pengemudi, sesuai Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan Kesehatan

Pengemudi yang disusun oleh PERDOKI. Berikut adalah ringkasan masing-masing

pemeriksaan:

1. Pemeriksaan vajam penglihatan (visual acuity) menggunakan instrumen

pemeriksaan Snellen Chart. Standar Visus minimal untuk seorang pengemudi

adalah 6/9 pada satu mata dan 6/12 pada mata lainnya (dengan/tanpa koreksi

maksimal).

2. Pemeriksaan pergerakan bola mata dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan

fisik oleh dokter. Apabila dijumpai gangguan pergerakan bola mata, seperti pada

strabismus, parese N. III, stroke, dll., dan adanya riwayat diplopia, maka subyek

tidak disarankan untuk mengemudikan kendaraan.

3. Pemeriksaan lapangan pandang penglihatan menggunakan instrumen Campimeter.

Standar lapangan pandang horisontal minimal untuk seorang pengemudi adalah

120o. Beberapa peneliti di Eropa mengusulkan persyaratan lapangan pandang

vertikal sebesar 40o sebagai tambahan persyaratan.

4. Pemeriksaan persepsi warna (buta warna) menggunakan instrumen Kartu Ishihara.

Seorang penderita buta warna total tidak diperbolehkan mengemudi karena

ketidakmampuannya melihat warna lampu lalu lintas, lampu rem, dan memarkir

kendaraan di malam hari.

5. Pemeriksaan waktu reaksi visual menggunakan instrumen Reaction Timer L77

Lakassidaya. Seorang pengemudi yang waktu reaksinya mengalami perpanjangan

sebaiknya tidak diperbolehkan mengemudi pada hari saat diperiksa, karena sangat

mungkin bahwasanya yang bersangkutan sedang mengalami kelelahan sehingga

berpotensi mengakibatkan hilangnya daya konsentrasi maksimal.

6. Ketahanan terhadap kesilauan dapat dilakukan sewaktu pemeriksaan tajam

penglihatan oleh Snellen Chart, ataupun pada pemeriksaan fisik oleh dokter, yaitu

mencari ada atau tidaknya katarak. Adanya katarak dapat diketahui dari

____________________________________________________________________________________________

38

Page 42: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

pemeriksaan visus dengan tambahan pinhole (gangguan visus yang tidak dapat

dikoreksi pinhole), dan adanya kekeruhan lensa pada pemeriksaan fisik mata oleh

dokter.

7. Penglihatan malam (night vision). Dapat dilakukan secara sederhana dengan

bantuan Kartu Snellen atau Kartu Baca Jaeger. Tes adaptasi gelap (dari tempat

terang ke tempat gelap) nilai normalnya ± 20 detik, sedangkan tes adaptasi terang

(dari tempat gelap ke tempat terang), nilai normalnya ± 5 detik

8. Pemeriksaan persepsi kedalaman ruang menggunakan instrumen pemeriksaan

Kartu TNO. Untuk saat ini, masih belum ada standar baku batasan stereoakuitas

minimal untuk (calon) pengemudi. Namun Departemen Ilmu Kesehatan Mata

FKUI-RSCM mengusulkan batasan 120 detik busur bagi pengemudi kendaraan

umum, dan batasan 60 detik busur bagi pengemudi kendaraan dan alat berat.

III.2 Saran

Bagi PERDOKI, dan khususnya Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia, perlu

dilakukan penyempurnaan Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan Kesehatan

Pengemudi, mengingat bahwa ada beberapa hal yang luput dari perhatian. Hal-hal

yang perlu ditambahkan keterangannya antara lain:

Perlunya dilakukan pembagian lebih lanjut antara persyaratan kemampuan

penglihatan bagi pengemudi kendaraan umum sesuai SIM-nya. Selain untuk

memperjelas kriteria-kriteria batasan, juga untuk meningkatkan keselamatan bagi

pengemudi kendaraan dan alat berat.

Perlunya ditambahkan persyaratan lapangan pandang vertikal, aturan bagi

penderita katarak untuk mengemudi di malam hari, dan batasan tajam penglihatan

stereoskopis bagi pengemudi yang tentunya disesuaikan dengan SIM dan jenis

kendaraan yang digunakan.

____________________________________________________________________________________________

39

Page 43: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

x1.PERDOKI. Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi

Jakarta; 2011.2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2004.3.American Optometric Association. Color vision deficiency; www.aoa.org.

[Online].; 2006-11 [cited 2011 October 25. Available from: http://www.aoa.org/x4702.xml#3.

4.WHO. Prevention of Blindness and Visual Impairment; ICD Update and Revision Platform: Change the Definition of Blindness. [Online].; 2011 [cited 2011 December 05. Available from: http://www.who.int/blindness/Change%20the%20Definition%20of%20Blindness.pdf.

5. Ilyas S. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.

6.Canadian Medical Association. CMA driver's guide. 7th ed.; 2012.7.Kolb H, Nelson R, Fernandez E, Jones B. The organization of the retina and

visual system; www.webvision.med.utah.edu. [Online].; 2011 [cited 2011 Nopember 1. Available from: http://webvision.med.utah.edu/book/.

8.Montgomery G. Color blindness : more prevalent among males; www.hhmi.org. [Online].; 2008 [cited 2011 October 16. Available from: http://www.hhmi.org/senses/b130.html.

9.Young RSL, Harrison JM. Poor Color Vision. In Fathman L, editor. Decision making in opthalmology. St. Louis: Mosby; 2000. p. 8-10.

10.Chong NHV. Clinical ocular physiology Oxford: Butterworth-Heinemann; 1996.11.Colour Blind Awareness. Acquired Colour Vision Defects;

http://www.colourblindawareness.org. [Online]. [cited 2011 Nopember 9. Available from: http://www.colourblindawareness.org/colour-blindness/acquired-colour-vision-defects/.

12.Sakmar TP. Color Vision. In Kaufman PL, Alm A, editors. Adler's physiology of the eye. St. Louis: Mosby; 2003. p. 578-585.

13.Dain SJ. Clinical colour vision tests; www.cs.uow.edu.au. [Online].: University of Wollongong; 2004 [cited 2011 Oktober 21. Available from: http://www.cs.uow.edu.au/news/current/tradeshow/archive/2005/projects/projects/cs321lm2/Doco/unsw_cb_tests.pdf.

14. Ishihara S. Test for colour-blindness 14 plates. Concise ed. Tokyo: Kanehara Shuppan Co., Ltd.; 1994.

15.Hoffmann A, Menozzi M. Applying the Ishihara test to a PC-based screening system. Display. 1998 October; 20.

16.PERDAMI. Standar Profesi & Sertifikasi Dokter Spesialis Mata dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Mata; PERDAMI. [Online]. [cited 2012 January 06. Available from: http://www.perdami.or.id/?page=file.download_process&id=9.

17.Birch J. Identification of red–green colour deficiency : sensitivity of the Ishihara and American Optical Company (Hard, Rand and Rittler) pseudo-isochromatic plates to identify slight anomalous trichromatism. The Journal of The College of

____________________________________________________________________________________________

40

Page 44: Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi

Pemeriksaan Mata Pada Pengemudi Kendaraan Bermotordr. David Rudy Wibowo (1006826036) ____________________________________________________________________________________________

Optometrists. 2010 Mei: p. 667–671.18.Setyawati L. Buku Panduan Pengukuran Waktu Reaksi dengan alat pemeriksa

waktu reaksi/ Reaction Timer L77 LAKASSIDAYA Yogyakarta: Biro Konsultasi Kesehatan, Keselamatan dan Produktivitas Kerja Lakassidaya; 2003.

19.Setyawati L. Kelelahan kerja kronis : Kajian terhadap perasaan kelelahan kerja, Penyusunan Alat Ukur serta Hubungannya dengan waktu reaksi dan produktivitas kerja. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, Program Pascasarjana; 1994.

20.Hendriati , Ibrahim S, Rahman S. Kesesuaian Nilai Visus dan Fungsi Sensitivitas Kontras Pada Retinopati Diabetikum. Tesis Penelitian. Padang: Universitas Andalas, Ilmu Kesehatan Mata ; 2005.

21.Zaroff CM. Variation in stereoacuity: normative description, fixation disparity, and the roles of aging and gender (unpublished). Doctoral dissertation. New York: City University of New York; 2001.

22.Lee SY, Koo NK. Change of Stereoacuity with Aging in Normal Eyes. Korean Journal of Ophthalmology. 2005 June; 19(2): p. 139-139.

23.Zaroff CM, Knutelska M, Frumkes TE. Variation in stereoacuity: normative description, fixation disparity, and the roles of aging and gender. Invest. Ophthalmol. Vis. Sci. 2003 February; 44(2): p. 891-900.

24.Palmer KT, Cox R, Brown I. Fitness For Work Oxford: Oxford University Press; 2007.

25.The Netherlands Organisation for Applied Scientific Research (TNO). TNO test for stereoscopic vision Delft: IZF-TNO; 1972.

x

____________________________________________________________________________________________

41