perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TUGAS AKHIR
PEMETAAN POTENSI DAN RESIKO KEBAKARAN
DI KOTA SURAKARTA
Oleh :
HANGGA ANDRIYANTO
I0607008
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1
Perencanaan Wilayah dan Kota
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGESAHAN
PEMETAAI\T POTENSI DAIY RESIKO KEBAKARAN
DI KOTA ST'RAKARTA
}IANGGA ANDRIYANTO
I0607008
Menyetujui,Surat<arta Januari2013
Pembimbing I
Mengesatrkan,
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAI\I KOTA
JURUS$I ARSITEIffT'R FAKT'LTAS TEKNIK
UMVERSITAS SEBELAS MARET
I Pembimbing II
lrv*zra,,^4i:k. Widharyatno. MSI
NIP. 19490t23 1987021 001
k' Galing Yudana MTNrP. 19620129 198703 I 002
-t'ffil-- J-rr -]" -{ -\ -ri:
H $'s/,i;/.1,*.\ 1,',r
?ig-tsiffi,
Arsitektur
10 199103 I 001
Ketua Prograrn StudiPerencanaan Wilayah dan Kota
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ABSTRAKSI
Kota Surakarta merupakan kota yang mengalami perkembangan yang cukup pesat
dimana dalam arahan tata ruangnya diarahkan pada pelayanan jasa dan permukiman.
Perkembangan kota yang cukup pesat ini menajadikan Kota Surakarta sebagai magnet bagi
masyarakat sekitar untuk beraktivitas serta berdiam pada wilayah Kota Surakarta. Sebagai
magnet, Kota Surakarta mengalami peningkatan diantaranya aktivitas masyarakat baik jumlah
penduduk maupun bangunan yang terdapat di Kota Surakarta. Peningkatan ini juga seimbang
dengan munculnya fenomena kebakaran di Kota Surakarta yang semakin meningkat dalam
kurun waktu 3 tahun belakangan, yaitu 28 kejadian pada tahun 2010, 37 kejadian pada tahun
2011, dan 46 kejadian sampai bulan agustus tahun 2012, serta menempatkan Kota Surakarta
pada rangking 26 nasional berdasarkan Indeks rawan Bencana Indonesia tahun 2011 oleh
BNPB. Hal ini menunjukkan bahwa kebakaran merupakan salah satu ancaman bencana yang
berpotensi terjadi di Kota Surakarta.
Munculnya potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta haruslah dilakukan
pemantauan dengan melihat sebaran wilayah berpotensi kebakaran yang biasa terdapat pada
Rencana Induk Kebakaran (RIK), sedangkan Kota Surakarta belum memilikinya. Ketiadaan
sebaran wilayah dalam memantau munculnya kejadian kebakaran inilah yang kemudian
mendorong pemikiran bahwa dibutuhkannya usaha dalam mengetahui sebaran wilayah
berpotensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta berdasarkan 6 faktor pemicu terjadinya
kebakaran yaitu pertumbuhan kebakaran, penggunaan lahan, penduduk, bangunan, proteksi
terpasang, dan kesiapan masyarakat.
Mengacu pada tujuan tersebut, dalam mengetahui sebaran potensi dan resiko
kebakaran di Kota Surakarta dilakukan dengan metode deskriptif yang ditunjang dengan
kuantitatif dengan pembobotan. Metode deskriptif ini untuk mengetahui faktor pemicu yang
berpotensi dalam terjadinya kebakaran di Kota Surakarta, sedangkan metode kuantitaf dengan
pembobotan untuk mengetahui tingkatan resiko kebakaran pada setiap wilayah di Kota
Surakarta.
Potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta berdasarkan hasil analisis diketahui
bahwa faktor pemicu yang menjadi potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta adalah
faktor kepadatan penduduk, faktor proteksi terpasang dengan variabel keberadaan sarana
proteksi dan variabel jumlah sarana proteksi, dan faktor kesiapan masyarakat dengan variabel
program pencegahan kebakaran. sedangkan penilaian wilayah terhadap tingkatan resiko
kebakaran di Kota Surakarta terdapat 7 kelurahan yang memiliki tingkat resiko kebakaran
tinggi, 25 kelurahan dengan tingkat resiko kebakaran sedang, dan 19 kelurahan dengan
tingkat resiko kebakaran rendah.
Kata kunci : Kota Surakarta, kebakaran, potensi, resiko kebakaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRACT
Surakarta is a developed city which is directed to service and housing. An activity
citizen and population in this city are both increasing as long as its development. It
influences to increasing fire incident in last 3 years, such as 28 incidents in 2010, 37 incidents
in 2011 and 46 incidents in 2012 and it placed Surakarta as 26th national rank by Index
Disaster Proned Indonesia in 2011 by BNPB. It presents that fire incidents as one of potential
disaster in Surakarta.
By viewing at the distribution area of potential fire in Fire Master Plan (RIK),
potential fire incident can be monitored but Surakarta does not have it. It means that
Surakarta needs to know the distribution of potential areas and fire risk in Surakarta based
on 6 factors fires trigger the fire history, land-use, population, building, protection installed,
and community preparedness.
The descriptive method supported by quantitative weighting is used to find out the
distribution of the potential and risk of fire incident in Surakarta. This descriptive method to
determine the potential trigger factors in fire incidents in the city, while quantitatif methods
with weighting to determine the level of risk in every area.
Based on analysis result known that triggers factor for fire incidents in Surakarta are
factor of population density, protection factor attached to the variable being the means of
protection and a variable being the means of protection and a variable number of means of
protection and community readiness factors with variable fire prevention program. In
Surakarta, there are 7 villages whict have a high level of fire risk, 25 villages with a moderate
level of risk of fire, and 19 villages with a low level of fire risk. This is the result of fire risk in
Surakarta City.
Keyword : Surakarta City, fire, potential, fire risk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Tiada nikmat
terbaik dari Allah SWT selain karunia sehat, ketabahan, kesabaran dan kerja keras, sehingga
laporan ini dapat terselesaikan. Tak lupa kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah
menjadi penuntun dan suri tauladan kepada kita semua.
Adapun tugas akhir ini diselesaikan dan diajukan sebagai syarat untuk mencapai jenjang
Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dalam laporan ini, penulis mencob utuk mengetahui potensi dan resiko kebakaran di Kota
Surakarta berdasarkan faktor pemicu terjadinya kebakaran. Penelitian ini dilakukan sebagai
langkah dalam memetakan potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta, serta sebagai
upaya didalam melakukan pencegahan awal dan penanggulangan terhadap bencana kebakaran
di Kota Surakarta.
Penyelesaian tugas akhir ini tidak dapat terlepas dari dukungan berbagai pihak. Orang –
orang luar biasa yang sedikit banyak telah memberikan warna didalam penyusunan laporan
akhir ini. Melalui inilah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala perhatian dan bantuan yang diberikan. Adapun ucapan terimakasih penulis tujukan
kepada :
1. Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, ST, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Dr.Ir.Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku
pembimbing akademik atas bimbingan dan saran yang diberikan selama proses
perkuliahan sampai pada penyusunan saat ini.
4. Ir. Kuswanto Nurhadi, MSP dan Ir. Widharyatmo, MSI selaku dosen pembimbing
tugas akhir, terima kasih atas semua masukan, kritik, saran, support dan kesabaran
dalam membimbing penyusunan tugas akhir sampai selesai. Terima kasih banyak
bapak.
5. Ir.Soedwiwahjono, MT dan Ana Hardiana, MT selaku dosen penguji, atas setiap kritik
dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
6. Kedua orangtuaku, Papa Warsiyanto S.Sos dan Mama Ainul Suhariani yang telah
memberikan restu dan dukungan baik secara moril maupun materiil serta doa yang tak
habis-habisnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Kalian adalah motivator terbesar
dalam hidupku. Terima kasih atas segala dukungan juga kesabarannya. Ini untuk
mama juga papa.
7. Adekku yang amat kusayang dan kucinta,Rindha Dwi Pradita dan Diva Ananda Asri
“Ndoo”. Kalian berdua adalah inspirasi dan semangat hidupku. Setiap senyum dan
tawa kalian itu adalah udara segar didalam semangatku menyelesaikan laporan ini.
8. Temanku, sahabatku, dan partner hidupku yang selalu mendorong dan
menyemangatiku sampai saat ini, Senny Pratiwi ST. Terima kasih banyak untuk
senyum, tawa, canda,dan bahagia yang telah mewarnai setiap hariku. Ini adalah
langkah awalku untuk menyusulmu. Buat aku untuk cepat memulai dan terus berlari
untuk meraih mimpi dan masa depan kita bersama.
9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas
Sebelas Maret Surakarta Angkatan 2007 yang telah memberikan dukungan dan
bantuan sampai terselesaikannya tugas akhir ini. Ayoo kita ramaikan dunia ini
bersama - sama!!
10. Teman-teman PWK yang telah membantu dalam pengumpulan data Iqbal,dkk terima
kasih sudah dibantu, keberadaan kalian sangat membantu.
11. Teman – teman kosan yang telah menemani dalam begadang (Jeken, mas Bayu, Ucok)
dan spesial buat duo teman baikku Wisnu dan Petty. Makasih banyak teman....
12. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kepentingan
praktis maupun akademis.Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam tulisan
ini.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan
tulisan dan penelitian berikutnya.Semoga tugas akhir ini bermanfaat. Akhir kata, Penulis
mengucapkan terima kasih banyak.
Surakarta, Januari 2013
Hangga Andriyanto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi
pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala ia marah.”
(Nabi Muhammad Saw)
“Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar”
(Khalifah Umar)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang – orang tidak menyadari betapa
dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”
(Thomas Alva Edisson)
“Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan dan saya percaya
pada diri saya sendiri.”
( Muhammad Ali)
“Our greatest glory is not in never falling, but in rising every time we fall!!”
(Cuficius)
“Jika terlalu susah untuk difikirkan, maka lakukanlah”
(Penulis)
“Baik atau buruk adalah sebuah penilaian, jangan berhenti untuk terus melangkah karena
Setiap langkah adalah cara kita untuk membuat cerita dalam hidup”
(Penulis)
“Selalu dengar, ingat, dan lakukan nasehat orang tua. Karena mereka tau yang terbaik untuk
kita”
“Antara mimpi dan kenyataan, ada yang namanya Kerja Keras”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
C. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Penelitian .................................................... 3
1. Tujuan ................................................................................................... 3
2. Sasaran .................................................................................................. 3
3. Manfaat ................................................................................................. 3
D. Ruang Lingkup ........................................................................................... 4
1. Ruang Lingkup Wilayah ....................................................................... 4
2. Ruang Lingkup Materi ......................................................................... 4
E. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 6
F. Kerangka Fikir ............................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pemetaan ..................................................................................................... 8
1. Pengertian .............................................................................................. 8
2. Fungsi dan Jenis ..................................................................................... 8
B. Potensi ........................................................................................................ 8
C. Kota ............................................................................................................ 9
D. Bencana ...................................................................................................... 9
1. Pengertian ............................................................................................. 9 2. Jenis Bencana ....................................................................................... 10
E. Kebakaran ................................................................................................... 10
1. Definisi Kebakaran ............................................................................... 10
2. Fenomena kebakaran ............................................................................ 11
3. Klasifikasi Kebakaran........................................................................... 11
4. Faktor Kebakaran ................................................................................. 12
a. Pemicu Kebakaran ............................................................................. 12
b. Resiko Kebakaran .............................................................................. 18
5. Suatau Ancaman (Hazard) ................................................................... 19
6. Kerentanan ............................................................................................ 19
7. Kemampuan .......................................................................................... 21
F. Pemadaman Kebakaran .............................................................................. 21
1. Teknik Pemadaman Kebakaran ............................................................ 21
2. Keberhasilan Pemadaman..................................................................... 22
G. Perumusan Variabel .................................................................................... 23
H. Kerangka Teori ........................................................................................... 25
BAB III RANCANGAN PENELITIAN A. Pendekaan Penelitian .................................................................................. 26
1. Deskriptif .............................................................................................. 26
2. Spasial ................................................................................................... 26
B. Metode Penelitian ....................................................................................... 26
1. Persiapan ............................................................................................... 27 2. Teknik pengumpulan data .................................................................... 27
3. Teknik Pengolahan dan Penyajian data ................................................ 30 4. Teknik Analisis Data ............................................................................ 30
a. Analisis Deskriptif Kualitatif Faktor Pemicu Kebakaran .................. 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
b. Analisis Skoring/Pembobotan untuk Menilai Kawasan
Rawan Bencana Kebakaran ............................................................... 31 5. Tahap Sintesis ....................................................................................... 35
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Profil Wilayah Kota Surakarta ................................................................... 36
1. Kondisi Fisik ........................................................................................ 36
2. Pemadam Kebakaran ............................................................................ 39
a. Sumber Daya Manusia ...................................................................... 39
b. Sarana Pemadam Kebakaran ............................................................. 39
c. Kejadian Kebakaran .......................................................................... 39
3. Penggunaan Lahan ................................................................................ 44
4. Kondisi Sosial dan Bangunan ............................................................... 47
5. Sarana Proteksi Kebakaran ................................................................... 55
a. Hidran ................................................................................................ 55
b. Satuan Relawan Kebakaran (SATLAKAR) ...................................... 57
6. Jaringan Jalan ....................................................................................... 59
a. Jenis Permukaan ................................................................................ 59
b. Kondisi Jalan ..................................................................................... 60
c. Jalur Evakusi ..................................................................................... 61
BAB V PEMBAHASAN
A. Identifikasi Potensi terjadinya Kebakaran Berdasarkan
faktor Pemicu di kota Surakarta ................................................................. 64
1. Kejadian Kebakaran ............................................................................. 64
2. Penggunaan Lahan ................................................................................ 68
a. Permukiman ....................................................................................... 68
b. Perkantoran ........................................................................................ 69
c. Jasa .................................................................................................... 70
d. Perdagangan....................................................................................... 70
e. Industri ............................................................................................... 71
3. Penduduk .............................................................................................. 78
a. Kepadatan Penduduk ......................................................................... 78
b. Penduduk Usia Rentan ...................................................................... 81
4. Kepadatan Bangunan ............................................................................ 85
5. Proteksi Terpasang ............................................................................... 88
a. Keberadaan Sarana Proteksi .............................................................. 88
b. Jumlah Sarana Proteksi ...................................................................... 90
c. Keterjangkauan Pos Pemadam .......................................................... 92
6. Kesiapan Masyarakat ............................................................................ 97
B. Penilaian tingkat resiko kebakaran Di Kota Surakarta ............................... 99
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ................................................................................................. 110
B. Rekomendasi .............................................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir .......................................................................................... 7
Gambar 2 Kerangka Teori ......................................................................................... 25
Gambar 3 Kerangka Analisis ..................................................................................... 35
Gambar 4 Mobil Pemadam Kebakaran ..................................................................... 39
Gambar 5 Bangunan bekas kebakaran....................................................................... 41
Gambar 6 Diagram Piramida Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 .......... 50
Gambar 7 Fire Hydrant Pilar dan Tanam Kota Surakarta ......................................... 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA ........................................................ 12
Tabel 2 Klasifikasi Kepadatan Penduduk .................................................................. 15
Tabel 3 Variabel Penelitian ....................................................................................... 23
Tabel 4 Kebutuhan Data ............................................................................................ 29
Tabel 5 Perumusan Indikator dan Bobot Rawan Bencana Kebakaran ...................... 32
Tabel 6 Perhitungan Analisis Resiko Kebakaran ...................................................... 34
Tabel 7 Pembagian Administrasi Kota Surakarta...................................................... 37
Tabel 8 Pembagian Tugas Bidang Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta ............ 39
Tabel 9 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta
Berdasarkan Bulan Kejadian tahun 2007-2011 ............................................. 40
Tabel 10 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta
Dirinci Berdasarkan Kelurahan tahun 2011 – 2012 .................................... 40
Tabel 11 Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2012 (ha) ............................................ 44
Tabel 12 Jumlah Penduduk laki – laki dan Perempuan
Kota Surakarta th. 2003 – 2010 .................................................................... 47
Tabel 13 Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dirinci berdasarkan kelurahan 2010 48
Tabel 14 Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Kota Surakarta Tahun 2010 .......................................................................... 49
Tabel 15 Kepadatan Bangunan .................................................................................. 52
Tabel 16 Jumlah dan Sebaran Fire Hydrant
Kota Surakarta dirinci per Kelurahan 2011 .................................................. 55
Tabel 17 Kondisi Hidran ........................................................................................... 56
Tabel 18 Jenis Permukaan Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 .......... 59
Tabel 19 Jenis Permukaan Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ........ 59
Tabel 20 Jenis Permukaan Jalan Kota di Kota Surakarta tahun 2009-2010 .............. 60
Tabel 21 Kondisi Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ........................ 60
Tabel 22 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ...................... 61
Tabel 23 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ...................... 61
Tabel 24 Jalur Evakuasi ............................................................................................. 61
Tabel 25 Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ........................................ 65
Tabel 26 Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta ............................ 71
Tabel 27 Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta tahun 2010 ........................ 79
Tabel 28 Analsis Penduduk Usia Rentan 2010 ......................................................... 82
Tabel 29 Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta ........................................... 86
Tabel 30 Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ...................... 89
Tabel 31 Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ............................. 91
Tabel 32 Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta .... 92
Tabel 33 Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat .................................... 97
Tabel 34 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Laweyan .................................. 101
Tabel 35 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Serengan.................................. 102
Tabel 36 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Pasar Kliwon ........................... 103
Tabel 37 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Jebres ...................................... 104
Tabel 38 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Banjarsari ................................ 105
Tabel 39 Hasil Analisis Resiko Kebakaran di Kota Surakarta .................................. 107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR PETA
Peta Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 5
Peta Administrasi Kota Surakarta ............................................................................. 38
Peta Kejadian Kebakaran Kota Surakarta 2010 – 2012 ............................................ 42
Peta Pos Pemadam Kebakaran Kota Surakarta ......................................................... 43
Peta Eksisting Penggunaan Lahan Terbangun di Kota Surakarta 2012 .................... 46
Peta Kepadatan Penduduk jiwa/ha di Kota Surakarta 2012 ...................................... 51
Peta Kepadatan Bangunan (%) di Kota Surakarta 2012 ............................................ 54
Peta Persebaran Fire Hydran di Kota Surakarta 2012 .............................................. 58
Peta Jaringan Jalan dan Jalur Evakuasi di Kota Surakarta 2012 ............................... 63
Peta Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ............................................... 67
Peta Analisis Penggunaan Lahan Permukiman di Kota Surakarta 2012 ................... 73
Peta Analisis Penggunaan Lahan Perkantoran di Kota Surakarta 2012 .................... 74
Peta Analisis Penggunaan Lahan Jasa di Kota Surakarta 2012 ................................. 75
Peta Analisis Penggunaan Lahan Perdagangan di Kota Surakarta 2012 ................... 76
Peta Analisis Penggunaan Lahan Industri di Kota Surakarta 2012 ........................... 77
Peta Analisis Kepadatan Penduduk di Kota Surakarta 2012 ..................................... 80
Peta Analisis Penduduk Usia Rentan di Kota Surakarta 2012 .................................. 84
Peta Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta di Kota Surakarta 2012 ........... 87
Peta Analisis Keberadaan Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 .......................... 94
Peta Analisis Jumlah Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 ................................. 95
Peta Analisis Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta 2012 ............ 96
Peta Resiko Kebakaran di Kota Surakarta ................................................................. 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir .......................................................................................... 7
Gambar 2 Kerangka Teori ......................................................................................... 25
Gambar 3 Kerangka Analisis ..................................................................................... 35
Gambar 4 Mobil Pemadam Kebakaran ..................................................................... 39
Gambar 5 Bangunan bekas kebakaran....................................................................... 41
Gambar 6 Diagram Piramida Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 .......... 50
Gambar 7 Fire Hydrant Pilar dan Tanam Kota Surakarta ......................................... 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA ........................................................ 12
Tabel 2 Klasifikasi Kepadatan Penduduk .................................................................. 15
Tabel 3 Variabel Penelitian ....................................................................................... 23
Tabel 4 Kebutuhan Data ............................................................................................ 29
Tabel 5 Perumusan Indikator dan Bobot Rawan Bencana Kebakaran ...................... 32
Tabel 6 Perhitungan Analisis Resiko Kebakaran ...................................................... 34
Tabel 7 Pembagian Administrasi Kota Surakarta...................................................... 37
Tabel 8 Pembagian Tugas Bidang Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta ............ 39
Tabel 9 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta
Berdasarkan Bulan Kejadian tahun 2007-2011 ............................................. 40
Tabel 10 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta
Dirinci Berdasarkan Kelurahan tahun 2011 – 2012 .................................... 40
Tabel 11 Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2012 (ha) ............................................ 44
Tabel 12 Jumlah Penduduk laki – laki dan Perempuan
Kota Surakarta th. 2003 – 2010 .................................................................... 47
Tabel 13 Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dirinci berdasarkan kelurahan 2010 48
Tabel 14 Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Kota Surakarta Tahun 2010 .......................................................................... 49
Tabel 15 Kepadatan Bangunan .................................................................................. 52
Tabel 16 Jumlah dan Sebaran Fire Hydrant
Kota Surakarta dirinci per Kelurahan 2011 .................................................. 55
Tabel 17 Kondisi Hidran ........................................................................................... 56
Tabel 18 Jenis Permukaan Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 .......... 59
Tabel 19 Jenis Permukaan Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ........ 59
Tabel 20 Jenis Permukaan Jalan Kota di Kota Surakarta tahun 2009-2010 .............. 60
Tabel 21 Kondisi Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ........................ 60
Tabel 22 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ...................... 61
Tabel 23 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ...................... 61
Tabel 24 Jalur Evakuasi ............................................................................................. 61
Tabel 25 Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ........................................ 65
Tabel 26 Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta ............................ 71
Tabel 27 Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta tahun 2010 ........................ 79
Tabel 28 Analsis Penduduk Usia Rentan 2010 ......................................................... 82
Tabel 29 Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta ........................................... 86
Tabel 30 Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ...................... 89
Tabel 31 Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ............................. 91
Tabel 32 Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta .... 92
Tabel 33 Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat .................................... 97
Tabel 34 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Laweyan .................................. 101
Tabel 35 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Serengan.................................. 102
Tabel 36 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Pasar Kliwon ........................... 103
Tabel 37 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Jebres ...................................... 104
Tabel 38 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Banjarsari ................................ 105
Tabel 39 Hasil Analisis Resiko Kebakaran di Kota Surakarta .................................. 107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR PETA
Peta Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 5
Peta Administrasi Kota Surakarta ............................................................................. 38
Peta Kejadian Kebakaran Kota Surakarta 2010 – 2012 ............................................ 42
Peta Pos Pemadam Kebakaran Kota Surakarta ......................................................... 43
Peta Eksisting Penggunaan Lahan Terbangun di Kota Surakarta 2012 .................... 46
Peta Kepadatan Penduduk jiwa/ha di Kota Surakarta 2012 ...................................... 51
Peta Kepadatan Bangunan (%) di Kota Surakarta 2012 ............................................ 54
Peta Persebaran Fire Hydran di Kota Surakarta 2012 .............................................. 58
Peta Jaringan Jalan dan Jalur Evakuasi di Kota Surakarta 2012 ............................... 63
Peta Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ............................................... 67
Peta Analisis Penggunaan Lahan Permukiman di Kota Surakarta 2012 ................... 73
Peta Analisis Penggunaan Lahan Perkantoran di Kota Surakarta 2012 .................... 74
Peta Analisis Penggunaan Lahan Jasa di Kota Surakarta 2012 ................................. 75
Peta Analisis Penggunaan Lahan Perdagangan di Kota Surakarta 2012 ................... 76
Peta Analisis Penggunaan Lahan Industri di Kota Surakarta 2012 ........................... 77
Peta Analisis Kepadatan Penduduk di Kota Surakarta 2012 ..................................... 80
Peta Analisis Penduduk Usia Rentan di Kota Surakarta 2012 .................................. 84
Peta Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta di Kota Surakarta 2012 ........... 87
Peta Analisis Keberadaan Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 .......................... 94
Peta Analisis Jumlah Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 ................................. 95
Peta Analisis Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta 2012 ............ 96
Peta Resiko Kebakaran di Kota Surakarta ................................................................. 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kota adalah suatu permukiman yang padat dan permanen terdiri dari masyarakat yang
heterogen dari segi sosial namun mampu menciptakan ruang - ruang yang efektif melalui
pengorganisasian ruang dan hirarki tertentu (Amos Rapoport).
Menurut Marbun, kota merupakan kawasan hunian dengan jumlah penduduk tinggi,
tempat bekerja penduduk yang intensitasnya tinggi, dan merupakan kawasan pelayanan
umum. Oleh karena itu keberadaan sebuah kota sangat menarik masyarakat untuk
mendatanginya, selain itu terciptanya kegiatan ekonomi sangat penting dalam sebuah kota
karena merupakan dasar agar kota tersebut dapat bertahan dan berkembang.
Perkembangan kota (urban development) menurut Hendarto adalah : perubahan secara
menyeluruh pada sebuah kota, baik meliputi fisik, sosial ekonomi, atau sosial budaya
(Kurokawa, 2010)
Perkembangan suatu kota selain memberikan dampak positif terutama dalam hal
peningkatan pendapatan daerah, mempunyai dampak negatif pula bagi kota itu sendiri.
Adapun dampak negatif dari perkembangan kota seperti peningkatan jumlah penduduk
dan bangunan, bertambahnya permukiman padat dan kumuh, serta meningkatnya
kepadatan lalu lintas. Dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan kota ini erat
kaitannya dengan bahaya kebakaran yang pada saat ini sedang terjadi peningkatan
terutama di kota – kota besar.
Menurut NFPA dalam building and plant institute dan Ditjen Binawas Depnaker 2005,
kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dimana bertemunya tiga unsur yaitu bahan yang
dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara, dan panas yang dapat berakibat
menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian manusia.
Kota Surakarta mengalami perkembangan yang cukup pesat, dimana hal ini dapat
terlihat dari mulai tumbuhnya pusat – pusat kegiatan lain dan meningkatnya aktivitas
masyarakat. Menurut RTRW Kota Surakarta Tahun 2011- 2031, pengembangan kota
Surakarta lebih diarahkan pada pelayanan jasa sedangkan dari segi spasial lebih diarahkan
pada permukiman yang mencapai 75% dari luas rencana penggunaan lahannya. Sebagai
pusat pelayanan, Kota Surakarta memiliki magnet yang menarik masyarakat sekitarnya
untuk beraktivitas dan berdiam pada wilayah Kota Surakarta. Meskipun sebagai magnet
aktivitas, kepadatan penduduk berdasarkan data BPS pada tahun 2011 tercatat jumlah
penduduk Kota Surakarta adalah 586.019 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
masih rendah yaitu 133 jiwa/ha (menurut SNI 03-2004 tentang rencana permukiman
perkotaan).
Fenomena kebakaran di Kota Surakarta mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3
tahun terakhir. Terjadi 28 kejadian kebakaran pada tahun 2010, 37 kejadian di tahun 2011,
dan 46 kejadian sepanjang bulan januari-agustus tahun 2012 (sumber : dinas pemadam
kebakaran Kota Surakarta, Agustus 2012). Kota Surakarta berdasarkan Indeks Rawan
Bencana Indonesia tahun 2011 yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nasional berada pada rangking 26 nasional dalam rawan bencana kebakaran.
Adanya peningkatan kejadian kebakaran dan rangking yang cukup tinggi secara nasional
ini menunjukan bahwa kebakaran merupakan salah satu ancaman bencana yang berpotensi
terjadi untuk Kota Surakarta.
Pemantauan perkembangan wilayah perkotaan terhadap bencana kebakaran dapat
dilakukan melalui pemetaan kawasan potensi kebakaran menurut kriteria pemicu
kebakaran. Menurut Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM, dalam konsep dan pendekatan
penyusunan rencana induk kebakaran untuk Kota / Kabupaten di Indonesia, setidaknya
terdapat 6 faktor pemicu terjadinya bencana kebakaran, yaitu pertumbuhan kebakaran,
penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kerapatan bangunan, proteksi terpasang, dan
kesiapan masyarakat.
Sebaran kawasan potensi kebakaran menurut pemicu kebakaran ini biasanya terdapat
pada Rencana Induk Kebakaran (RIK), sedangakan Kota Surakarta sendiri belum
memilikinya. Untuk rencana rawan bencana sendiri, Kota Surakarta masih menggunakan
RTRW sebagai acuannya sehingga dimungkinkan belum rincinya pembahasan yang
dilakukan sedangkan menurut Kepmen PU No 20 tahun 2009 tentang pedoman teknis
manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan, diperlukan suatu pengaturan
manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan untuk mewujudkan bangunan
gedung, lingkungan, dan kota secara umum yang aman terhadap bahaya kebakaran
melalui penerapan manajemen penanggulangan bahaya kebakaran yang efektif dan
efisien.
Sedangkan dalam Permen PU no 25 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), terdapat dua manajemen penanganan
kebakaran yang ada di sebuah perkotaan yaitu manajemen pencegahan kebakaran (RSCK)
dan manajemen penanggulangan (RISPK). Menurut Permen ini pun dijelaskan bahwa
diperlukannya sebuah analisis resiko kebakaran untuk mewujudkan keselamatan dan
keamanan terhadap bahaya kebakaran dan keamanan di perkotaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Dengan berdasar pada kondisi Kota Surakarta yang seperti ini, dan belum adanya
kajian rinci mengenai kawasan potensi kebakaran maka diperlukan suatu kajian mengenai
kebakaran dan sebaran kawasan berpotensi kebakaran.
Penelitian ini sangat dibutuhkan dalam usaha mengetahui sebaran wilayah di Kota
Surakarta yang berpotensi terjadinya bencana kebakaran. Hal ini yang menjadikan
penelitian tentang pemetaan potensi resiko bencana kebakaran di Kota Surakarta penting.
Agar wilayah yang berpotensi dan memiliki resiko kebakaran dapat terpetakan dan
sebagai langkah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran di
Kota Surakarta.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sebaran potensi dan resiko bencana kebakaran di Kota Surakarta yang ditinjau
dari pemicu terjadinya kebakaran?
C. TUJUAN, SASARAN, DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui sebaran wilayah berpotensi kebakaran di Kota Surakarta.
b. Untuk memberikan rekomendasi pencegahan dan penanggulangan terhadap bencana
kebakaran di Kota Surakarta.
2. Sasaran
a. Teridentifikasinya faktor – faktor pemicu terjadinya bencana kebakaran di wilayah
Kota Surakarta
b. Teridentifikasinya kawasan berpotensi bencana kebakaran di Kota Surakarta
c. Terpetakannya kawasan rawan kebakaran di Kota Surakarta
d. Teridentifikasinya tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran di
Kota Surakarta
3. Manfaat
a. Mengetahui tingkatan wilayah berpotensi bencana rawan kebakaran di Kota Surakarta.
b. Sebagai bahan masukan terhadap perumusan kebijkan teknis pada bidang pemadam
kebakaran Kota Surakarta.
c. Memberikan rekomendasi dalam pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. RUANG LINGKUP
1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah pada penelitian kali ini dibatasi pada tingkat kelurahan di Kota
Surakarta, yaitu sebanyak 51 Kelurahan yang tersebar dalam 5 Kecamatan diantaranya
Kecamatan Banjar Sari, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Laweyan, Kecamatan
Serengan, dan Kecamatan Jebres.
2. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi kajian yang akan dibahas pada penelitian ini dibatasi pada
faktor pemicu kebakaran berupa pertumbuhan kebakaran, penggunaan lahan, kepadatan
penduduk, kerapatan bangunan, proteksi terpasang, dan kesiapan masyarakat yang akan
menentukan sebaran kawasan potensi resiko bencana kebakaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Peta Ruang Lingkup Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
E. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang studi, perumusan masalah, tujuan, sasaran dan
manfaat penelitian, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, sistematika
pembahasan dan kerangka pikir.
BAB II TINJAUAN TEORI
Bab ini berisikan mengenai teori dan pustaka apa saja yang digunakan guna
mendukung topik penelitian terutama mengenai kebakaran serta faktor pemicu
terjadinya kebakaran.
BAB III RANCANGAN PENELITIAN
Bab ini berisikan mengenai rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian
yang meliputi tahapan pencarian data, pembahasan dan analisis data, serta sintesis
data.
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bab ini berisikan gambaran wilayah studi, yaitu Kota Surakarta. Dimana dijelaskan
data-data terkait kebakaran yang telah disesuaikan dengan analisis yang akan
dilakukan dalam mencapai sasaran penelitian.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini berisikan analisis dan pembahasan terhadap upaya pencapaian sasaran
penelitian. Melakukan analisis identifikasi pemicu terjadinya kebakaran dan analisis
pembobotan potensi resiko kebakaran dalam upaya mengetahui tingkatan potensi
resiko bencana dan diwujudkan dalam pemetaan potensi resiko bencana kebakaran.
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dalam bab ini terdapat beberapa kesimpulan dan rekomendasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
F. KERANGKA PIKIR
Gambar 1
Kerangka Pikir
Kota dan
perkembangan Kota
Kebakaran sebagai
dampak negatif
perkembangan Kota
Perkembangan Kota
Surakarta
Fenomena Kebakaran di
Kota Surakarta
Belum terdapatnya dokumen
terkait yang mengacu pada
Permen Pu no 20 tahun 2009
tentang pedoman teknis
manajemen proteksi
kebakaran di perkotaan
Bagaimana sebaran potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta yang ditinjau
dari pemicu terjadinya kebakaran?
Teori, standar, dan
peraturan
Identifikasi
Kejadian
Kebakaran
Teridentifikasinya faktor – faktor pemicu yang
berpotensi terjadinya bencana kebakaran di Kota
Surakarta
Teridentifikasinya kawasan berpotensi bencana
kebakaran di Kota Surakarta
Terpetakannya kawasan resiko kebakaran di
Kota Surakarta
Kesimpulan dan Rekomendasi
Identifikasi
Penggunan
Lahan
Identifikasi
Kependuduk
an
Identifikasi
Bangunan
Identifikasi
Proteksi
Terpasang
Identifikasi
Kesiapan
Masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PEMETAAN
1. Pengertian
Suatu proses atau sebuah cara dalam membuat peta, juga dapat diartikan sebagai
kegiatan pemotretan yang dilakukan melalui udara yang didalam kegiatan tersebut bertujuan
dalam meningkatkan hasil pencitraan yang lebih baik tentang penggambaran suatu daerah.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Pemetaan juga memiliki pengertian lain yang mengartikan pemetaan adalah kegiatan
dalam pengelompokan suatu letak atau wilayah yang berkaitan atau berhubungan dengan
letak geografis wilayah yang meliputi dataran tinggi, pegunungan, sumber daya dan potensi
penduduk yang berpengaruh terhadap sosial kultural dimana memilki ciri khas khusus dalam
penggunaan skala yang tepat. (Soekidjo,1994).
2. Fungsi dan Jenis
Secara umum fungsi peta dapat dikaitkan dengan berbagai macam kepentingan antara
lain: bidang pemerintahan, bidanghankam, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-
lain.Adapun beberapa maksud dari kepemetaan, antara lain:
a. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif yang hubungannya dengan lokasi asli
dipermukaan bumi.
b. Memperlihatkan ukuran.
c. Menyajikan dan memperlihatkan bentuk.
d. Mengumpulkan dan menyeleksi data dari suatu daerah dan menyajikan diatas peta
dengan simbolisasi.
Sedangkan tujuan pembuatan peta yaitu:
a. Untuk komunikasi informasi ruang.
b. Media menyimpan informasi.
c. Membantu pekerjaan.
d. Membantu dalam desain.
e. Analisis data spatial
B. POTENSI
Potensi adalah bahan atau sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang
dilakukan manusia. Usaha tersebut juga berkaitan dengan usaha manusia yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya, suatu potensi dapat juga diartikan sebagai
sumber daya yang ada disekeliling kita atau disekitar kita. (Kartasapoetra, 1987 : 56). Potensi
dalam penelitian ini adalah kemampuan wilayah dalam menimbulkan bencana kebakaran
sehingga diperlukan suatu antisipasi untuk pencegahan. Inilah yang merupakan potensi
berdasarkan penulis dalam penelitian ini. Potensi yang ada tersebut akan diukur melalui
kriteria mengenai kawasan rawan bencana.
C. KOTA
Kota secara umum dapat mengandung pengertian akan sifat fisik, sosial, ekonomi,
budaya yang melekat sebagai perwuudan kehidupan modern dan menjadi wewenang
pemerintah kota. Menurut Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah
mengartikan sebuah kota sebagai kawasan yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
Kota juga dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan yang ditandai dengan
kepadatan penduduk tinggi dan terdapatnya strata ekonomi yang heterogen. Sedangkan kota
menurut Max Weber memiliki arti suatu tempat dimana penghuninya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhannya di pasar lokal. (radonkey)
Beberapa pengertian kota menurut para ahli dan peraturan yang ada tersebut, terdapat
adanya kesamaan pernyataan tentang bagaimana suatu daerah tersebut dikatakan sebuah kota.
Kesamaan tersebut dapat dilihat bahwa dari pembahasan pengertian kota pasti mencakup
adanya suatu bentuk kehidupan manusia yang beragam dan berada pada suatu wilayah
tertentu.
Dapat disimpulkan menurut pengertian para ahli dan ditambah dengan kenyataan yang
tampak pada saat ini dalam sudut pandang geografi, kota merupakan suatu daerah yang
memiliki wilayah batas administrasi dan bentang lahan luas, penduduk relatif banyak, adanya
heterogenitas penduduk, sektor agraris sedikit atau bahkan tidak ada, dan adanya suatu sistem
pemerintahan.
D. BENCANA
1. Pengertian
Menurut Undang – undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Sedangakan menurut Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana
atau International for Disaster Reduction (ISDR) Perserikatan Bangsa – Bangsa, bencana
adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga
menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (Siregar, 2011)
Rawan bencana juga memiliki pengertian suatu kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi
pasa satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
merendam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemapuan untuk mengagapi dampak buruk
bahaya tertentu.
2. Jenis Bencana
Jika ditinjau dari prosesnya, menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 bencana dibagi
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempabumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor
b. Bencana non – alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,
dan wabah penyakit
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
E. KEBAKARAN
1. Definisi Kebakaran
Terjadinya api yang tidak dikehendaki, tidak terkendali, dan merugikan dapat
didefinisikan sebagai kebakaran. Dari adanya definisi tersebut, maka terjadinya kebakaran
tidaklah selalu identik dengan muculnya suatu api yang besar. Kebakaran juga dapat
didefinisikan sebagai suatu peristiwa munculnya suatu api oleh proses kimia yang
menimbulkan kerugian baik berupa harta benda ataupun cidera yang berujung kematian.
(Rijanto, B. Boedi. 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Fenomena Kebakaran
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awalterjadinya penyalaan
sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapafase tertentu seperti source energy,
initiation, growth, flashover, full firedan bahaya-bahaya spesifik pada peristiwa kebakaran
seperti : back draft,penyebaran asap panas dan gas dll.
Tahapan - tahapan tersebut antara lain:
a. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api/kebakaran, tetapi yang pasti ada
sumber awal pencetusnya (source energy), yaitu adanya potensi energi yang tidak
terkendali.
b. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar, maka
akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation) bermula dari sumber api/nyala yang
relatif kecil
c. Apabila pada periode awal lebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api akan
berkembang lebih besar sehingga api akan menjalar bila ada media disekelilingnya
d. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas kesemua arah secara
konduksi, konveksi dan radiasi, hingga pada suatu saat kurang lebih sekitar setelah 3-
10 menit atau setelah temperatur mencapai 300ºC akan terjadi penyalaan api serentak
yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca
e. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut periode kebakaran mantap
(Steady/full development fire). Temperatur pada saat kebakaran penuh dapat mencapai
600-1000ºC. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada temperatur
700ºC. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam
dianggap tidak layak lagi untuk digunakan
f. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut
berangsur-angsur akan padam yang disebutperiode surut.
3. Klasifikasi Kebakaran
Terdapat beberapa klasifikasi kebakaran diantaranya aitu :
a. Klasifikasi kebakaran sebelum tahun 1970 (Eropa), sekarang diakui oleh Amerika
Utara, Australia, dan Afrika Selatan.
b. Klasifikasi kebakaran setelah tahun 1970 (Eropa), sekarang diakui oleh negara-negara
Eropa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
c. Klasifikasi kebakaran menurut NFPA (USA), dan
d. Klasifikasi kebakaran menurut U.S. Coast-Guard (USA)
Klasifikasi di Negara Indonesia menggunakan klasifikasi standar dari NFPA (Nation
Protection Fire Association). Hal ini terlihat dari ditetapkannya Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. 04/MEN/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan
pemeliharaan alat pemadam api ringan dengan klasifikasi sebagai berikut.
Tabel 1
Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA
Kelas Klasifikasi Kebakaran
Kelas A Kebakaran yang terjadi pada benda-benda padat, kecuali logam.
kebakaran ini paling sering terjadi dikarenakan benda padat yang mudah
terbakar yang menimbulkanarang/karbon (contoh : Kayu,
kertas,karton/kardus, kain, kulit,plastik)
Kelas B Kebakaran pada benda cair dan gas yang mudah terbakar (contoh :Bahan
bakar, bensin, lilin, gemuk, minyak tanah, thinner)
Kelas C Kebakaran pada benda yang menghasilkan listrik atau yangmengandung
unsur listrik
Kelas D Kebakaran pada logam mudah terbakar (contoh : Sodium, lithium,
potassium, seng, titanium, radium, uranium)
Sumber : NFPA 10 Tahun 1998 dalam Rijanto, B. Boedi. 2010
4. Faktor Kebakaran
a. Pemicu Kebakaran
Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam
Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia.
Pemicu kebakaran adalah suatu kecenderungan terjadinya kebakaran, dimana ketika
terdapatnya suatu kecenderungan akan mengakibatkan munculnya suatu konsekuensi lanjutan
berupa terjadinya bencana kebakaran.
Potensi atau pemicu terjadinya kebakaran ini dipengaruhi oleh faktor :
1) Pertumbuhan Kebakaran (fire history)
Pertumbuhan Kebakaran merupakan suatu fenomena atau kejadian kebakaran yang
terdapat pada suatu wilayah berupa pertambahan atau peningkatan intensitas kejadian.
Kejadian kebakaran yang terjadi pada suatu wilayah akan dapat dilihat kecenderungan
akan kejadian kebakaran yang terjadi berdasarkan frekuensi kejadian kebakaran.
Tidak terdapat teori atau standar yang menyebutkan secara pasti berapa frekuensi
kejadian dikatakan rendah, sedang ataupun tinggi. Akan tetapi berdasarkan Indeks
Rawan Bencana Indonesia dapat menggambarkan berapa frekuensi yang dapat
dikatakan sebagai kejadian yang dikatakan rendah, sedang, maupun tinggi berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pembagian kelasnya. Jadi dari intensitas atau frekuensi kejadian akan dapat
menggambarkan suatu wilayah dalam kecenderungan terjadinya bencana kebakaran.
Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum pengkajian
risiko Bencana menetapkan klasifikasi kejadian kebakaran dalam 3 (tiga) kelas yaitu
rendah (<2%), sedang (2-5%), tinggi (>5%).
2) Penggunaan Lahan (Land use)
Penggunaan Lahan merupakan faktor kedua dimana setiap adanya penggunaan lahan
memiliki tingkat atau dapat menimbulkan adanya suatu bahaya terjadinya bencana
kebakaran. Hal seperti ini terjadi dikarenakan setiap penggunaan lahan memiliki angka
klasifikasi terhadap potensi terhadap resiko kebakaran yang ditimbulkan.
Penggunaan Lahan merupakan rancangan atau denah peruntukan lahan sebuah kota
yang berbentuk dua dimensi, dimana ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di
tempat – tempat sesuai fungsi bangunan tersebut. sebagai contoh, sebuah penggunaan
lahan industri akan terdapat berbagai bangunan industri (pabrik) atau dalam
penggunaan lahan perkantoran juga akan memiliki bangunan perkantoran. (Hafid
Shirvani dalam fariable, 2011).
Berdasarkan definisi tersebut, penggunaan lahan didefinisikan sebagai sekumpulan
bangunan dengan fungsi yang sama yang berada pada guna lahan dengan fungsi yang
sama pula.
Klasifikasi Daerah Resiko Kebakaran Berdasarkan Penggunaan Lahan daerah rawan
kebakaran dapat dikenali menurut penggunaan lahan berupa bangunannya, yaitu
penggunaan lahan untuk industri, perdagangan, jasa, perkantoran dan permukiman.
(Permen PU No. 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi
Kebakaran di Perkotaan). Adapun definisi masing – masing penggunaan lahan adalah
sebagai berikut.
Kawasan industri adalah lahan yang dipetak – petak sedemikian rupa yang
diperuntukkan bagi industri yang dirancang secara menyeluruh, dilengkapi
dengan jalan, kemudahan – kemudahan umum dengan atau tanpa bangunan
pabrik. (Unido, 1978 dalam Martopo, Aris, 2003).
Kawasan Industri juga memiliki arti sebagai kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola.
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
kawasan Industri merupakan sekumpulan bangunan yang memiliki fungsi berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
bangunan Industri. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan Industri merupakan
penggunaan lahan dengan bahaya kebakaran sangat tinggi, sehingga penggunaan
lahan haruslah diperhatikan pada penggunaan lahan ini. (Peraturan Menteri PU
No. 20 tahun 2009).
Kawasan perdagangan memiliki definisi sebagai kawasan yang terdiri dari
berbagai aktivitas bisnis yang menyatu untuk melayani masyarakat sesuai dengan
keinginan dan kebutuhannya.
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Kawasan perdagangan adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan
perdagangan. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan perdagangan merupakan
penggunaan lahan dengan resiko kebakaran tinggi. Angka klasifikasi ini termasuk
hunian dengan fungsi sebagai perdagangan bisa berupa pertokoan dan pasar.
(Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
Jasa adalah sesuatu yang diartikan sebagai hal yang dihasilkan berupa benda –
benda berwujud ataupun tidak yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan.
(William J Stanton, 2004)
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Kawasan Jasa adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan
yang bersifat pelayanan. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan jasa memiliki
resiko sedang, dikarenakan dalam penggunaan lahan jenis ini memiliki kuantitas
atau bahan mudah terbakar sedang. Yang termasuk dalam klasifikasi ini bisa
berupa warung makan, bengkel, dan pergudangan. (Peraturan Menteri PU No. 20
tahun 2009).
Kantor adalah bangunan yang digunakan sebagai tempat bekerja yang berkenaan
dengan kegiatan atau urusan administrasi. ( Drs. Kamisa, 1997).
Dimana didalam bangunan perkatoran memiliki pekerjaan utama berupa kegiatan
penanganan informasi dan kegiatan pembuatan maupun pengambilan keputusan
berdasarkan informasi yang telah terhimpun tersebut. (Erns Neufert, 1989).
Dalam kata lain, perkantoran dapat didefinisikan sebagai bangunan yang
digunakan untuk pekerjaan admnistrasi dan manajerial.
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Kawasan perkantoran adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan kantor,
seperti pemerintahan, dan lain sebagainya. Hal ini berarti penggunaan lahan
kawasan perkantoran memiliki resiko rendah dimana penggunaan lahan jenis ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
merupakan penggunaan lahan yang mirip untuk permukiman, yaitu perkantoran.
(Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
Kawasan permukiman adalah kawasan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang merupakan bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung. (UU No. 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan
permukiman).
Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Kawasan permukiman adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan
bermukim / tempat tinggal beserta kelengkapan sarana dan prasarana. Hal ini
berarti penggunaan lahan kawasan permukiman memiliki resiko kebakaran relatif
rendah dimana penggunaan lahan jenis ini bisa merupakan permukiman,
kesehatan, pendidikan, peribadatan. (Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
3) Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk pada suatu wilayah membawa kecenderungan akan kerentanan
kebakaran dan resiko dampak kebakaran. Semakin tinggi kepadatan penduduk dalam
suatu wilayah akan membawa potensi terjadinya kebakaran pada suatu wilayah, begitu
juga semakin rendah kepadatan penduduk suatu wilayah, semakin rendah pula potensi
kebakaran yang dimiliki. Dalam SNI No. 3 tahun 2004 tentang perencanaan
lingkungan di perkotaan terdapat standar kepadatan penduduk dalam suatu wilayah.
Tabel 2
Klasifikasi kepadatan penduduk
Klasifikasi Kawasan
Kepadatan penduduk rendah <150jiwa/ha
kepadatan penduduk sedang 151-200jiwa/ha
kepadatan penduduk tinggi >200jiwa/ha
Sumber : SNI nomor 3 tahun 2004 tentang perencanaan lingkungan di perkotaan
4) Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan akan membawa dampak lanjutan dari adanya kejadian kebakaran
dalam suatu wilayah. Kepadatan Bangunan dapat dilihat berdasarkan Koefisien Dasar
Bangunan pada suatu wilayah yang selanjutnya disebut sebagai KDB atau melihat luas
terbangun.
Kepadatan bangunan merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran dikarenakan
resiko kebakaran yang ditimbulkannya. Hal ini dikarenakan dalam suatu wilayah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
memiliki kepadatan bangunan yang tinggi atau KDB tinggi terjadi kebakaran, kejadian
kebakaran ini akan lebih cepat menyebar karena kondisi akan kepadatan bangunan
yang tinggi yang berdampak semakin meluasnya wilayah yang terkena dampak. Jadi,
semakin rendah kepadatan bangunan potensi penyebaran atau resiko kebakaran juga
akan semakin rendah.
PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan dalam pasal 20 ayat 2 menetapkan KDB dalaam tingkatan rendah
(kurang dari 30%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan tinggi (lebih dari 60%).
Perhitungan mengenai kepadatan bangunan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah melalui :
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑥 100%
5) Proteksi Terpasang
Proteksi terpasang merupakan suatu usaha atau potensi yang dimiliki oleh suatu
wilayah didalam upaya mencegah terjadinya suatu bencana kebakaran. Potensi yang
dimiliki bisa berupa sarana ataupun prasarana pencegahan kebakaran. Dalam hal ini
didasarkan pada sarana pencegahan kebakaran dimana dapat melihat proteksi yang
terpasang pada suatu wilayah dalam mencegah terjadinya kebakaran. Sarana tersebut
berupa hidran, pos pemadam kebakaran, dan jalur evakuasi.
a. Hydran
Salah satu unsur terpenting dalam pemadaman adalah tersedianya pasokan air
dengan debit yang mencukupi. Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran
diperoleh dari sumber alam seperti kolam air, danau, sungai, jeram, sumur dalam
dan saluran irigasi. Selain itu, pasokan air juga dapat diperoleh dari sumber buatan
seperti tangki air, tangki gravitasi, kolam renang, air mancur, reservoir, mobil
tangki serta yang lebih penting adalah Fire hydrant.
Berdasarkan NFPA®1141 Standar for Fire Protection Infrastructure for Land
Development in Suburban and Rural Areas, 2008:22 Dimana hydran memiliki
jangkauan pelayanan 152 meter.
b. Pos Pemadam Kebakaran
Ketentuan berdasarkan Permen PU No 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, terdapat ketentuan akan jangkauan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
wilayah layanan pos pemadam kebakaran. Yaitu setiap pos pemadam kebakaran
memiliki jangkauan wilayah layanan dalam radius maksimal 2,5 km.
Jangkauan pos pemadam kebakaran ini menggambarkan seberapa cepat kejadian
ditangani oleh pos pemadam kebakaran dilihat dari jarak terdekatnya. Semakin
dekat dengan pos pemadam kebakaran, maka akan semakin cepat penanganannya.
Jadi ketidakterjangkauan wilayah terhadap pos pemadam kebakaran akan
menjadikan wilayah tersebut menjadi wilayah yang berpotensi terjadi kebakaran.
sehingga jangkauan pos pemadam merupakan pemicu terjadinya kebakaran karena
akan berpotensi terhadap resiko kebakaran yang besar pula.
c. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi merupakan prasarana proteksi yang ada didalam membantu masyarakat
dalam mencapai lokasi yang aman terhadap kejadian bencana. Jalur evakuasi juga
merupakan jalur yang digunakan oleh petugas didalam upaya pencapaian lokasi. Jalur
ini dipilih dikarenakan jalur evakuasi merupakan jalur yang baik dan cepat serta
merupakan jalur dengan jarak terdekat dalam menuju lokasi kejadian.
Jadi wilayah yang didalamnya terdapat jalur evakuasi dapat dikatakan sebagai wilayah
yang memiliki proteksi terhadap bencana atau dapat dikatakan sebagai kemampuan
yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam mengurangi resiko bencana yang terjadi,
begitu juga sebaliknya, sehingga ketiadaan jalur evakuasi akan menjadi pemicu
kebakaran dan resiko kebakaran yang lebih besar.
Tidak terdapat ketentuan secara umum terhadap jalur evakuasi. Akan tetapi dapat
didasarkan pada diberlakukannya jalur pada suatu daerah oleh peraturan terkait.
(dalam dokumen tata ruang RTRW Kota Surakarta 2011-2031)
6) Kesiapan Masyarakat
Kesiapan Masyarakat adalah bagaimana suatu masyarakat pada suatu wilayah didalam
upaya mencegah terjadinya kebakaran, mengatasi terjadinya kebakaran, serta tanggap
terhadap situasi kebakaran. kesiapan masyarakat ini didasarkan pada fungsi
penyelamatan (rescue) pada suatu wilayah. Upaya ini merupakan upaya penyelamatan
guna memperkecil resiko bencana kebakaran dalam bentuk pelayanan atau
pertolongan pertama terhadap kejadian kebakaran, serta sebagai upaya pencegahan
dengan melakukan kerjasama terhadap instansi terkait.
Kesiapan Masyarakat dapat dilihat dari dari keberadaan SATLAKAR serta upaya
pencegahan dari adanya program pencegahan kebakaran yang ada dalam suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
wilayah, dalam upaya menciptakan kemampuan dari adanya suatu pelatihan akan
tanggap bencana. (Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana)
b. Resiko Kebakaran
Dalam konteks kebakaran, resiko diartikan sebagai suatu kecenderungan akan
terjadinya kebakaran dari adanya konsekwensi atas potensi yang ditimbulkan dimana
merupakan pemicu atas penyebab terjadinya kebakaran. Sehingga kecenderungan ini diartikan
sebagai potensi terjadinya kebakaran atau kerawanan bencana.
Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengartikan
rawan bencana adalah suatu kondisi atau keadaan atau karakteristik pada suatu wilayah baik
berupa keadaan geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, dsb
yang dalam jangka waktu tertentu dapat mengurangi kemampuan wilayah dalam menghadapi
bahaya atau dampak buruk tertentu.
Resiko Bencana ini merupakan potensi kerugian yang akan terjadi yang ditimbulkan
dari adanya suatu bencana, atau merupakan suatu akibat dari adanya bencana pada suatu
wilayah. Dimana dalam kurun waktu tertentu jika tidak segera dilakukan upaya penanganan
terhadap wilayah yang memiliki potensi resiko bencana dala kurun waktu tertentu dapat
membawa akibat berupa luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, kerusakan,
gangguan kegiatan masyarakat, serta kematian.
Suatu kerawanan pada suatu wilayah dapat dilihat dari tinggi atau rendahnya suatu
bencana. Adanya kemampuan suatu wilayah dalam menghadapi resiko bencana akan diuji
oleh adanya ancaman dan kerentanan bencana. Semakin besar suatu ancaman dan kerentanan
wilayah terhadap suatu bencana tanpa diimbangi oleh kemampuan wilayah dalam
menghadapi bencana, maka semakin tinggi resiko bencana pada wilayah tersebut, begitu juga
sebaliknya.
Jadi dengan tidak terdapatnya suatu ancaman dan juga kerentanan bencana pada suatu
daerah, maka resiko wilayah tersebut dapat dikatakan rendah. Sedangkan sebaliknya, jika
suatu wilayah memiliki ancaman dan kerentanan yang tinggi tanpa danya kemampuan, maka
wilayah tersebut merupakan wilayah yang memiliki resiko bencana tinggi.
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑅) =𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝐴)𝑥 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐾)
𝐾𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 (𝑀)
Sedangkan berdasarkan penyebab terjadinya bencana oleh Undang – Undang No. 24
tahun 2007 dijelaskan menjadi 3 (tiga) yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a. Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dll selanjutnya disebut bencana alam.
b. Bencana yang diakibatkan oleh adanya suatu peristiwa berupa gagal nya suatu
teknologi, modernisasi, epidemic dan wabah penyakit selanjutnya disebut bencana
non-alam.
c. Bencana yang diakibatkan oleh adanya suatu peristiwa yang diakibatkan oleh manusia
bisa meliputi konflik sosial, teror yang selanjutnya disebut bencana sosial.
5. Suatu Ancaman (hazard)
Secara umum, bahaya diartikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
menimbulkan dampak buruk atau suatu kejadian yang dapat mengarah pada kehilangan
maupun kesakitan. Berdasarkan Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, Ancaman adalah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu
terjadinya bencana. Sedangkan dalam Peraturan Kepala BNPB nomor 4 tahun 2008 tentang
pedoman penyusunan rencana penangulangan bencana, menjelaskan akan suatu ancaman
dapat diartikan sebagai kejadian baik dari alam maupun ulah manusia yang dapat
menimbulkan ancaman akan dampak yang merugikan.
Sumber ancaman (dalam Putra, 2011) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Bahaya yang disebabkan oleh kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung
meletus dan bencana lainnya disebut Natural Hazard.
b. Bahaya yang disebabkan oleh manusia baik secara langsung maupun tak langsung
disebut Man-made hazard.
c. Bahaya yang disebabkan oleh reaksi rekayasa teknologi disebut Technology Hazard.
Dengan melihat definisi dan klasifikasi yang disebutkan sebelumnya, penelitian ini
memiliki fokus pada bahaya yang disebabkan oleh ulah manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung, yaitu dengan melihat fire history dan penggunaan lahan yang terdapat
pada tata ruang wilayah Kota Surakarta dilihat dari faktor pemicu kebakaran.
6. Kerentanan
Kerentanan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi yang dapat
mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya
atau ancaman bencana. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, lingkungan sosial, dan
ekonomi. Beberapa hal yang dapat diartikan sebagai kerentanan diantaranya dapat berupa:
a. Ekonomi seperti penghasilan yang tidak mapan serta tidak ada fasilitas pinjaman atau
tabungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
b. Alam seperti ketergantungan pada sumberdaya alam yang terbatas.
c. Bangunan seperti rancang bangun gedung-gedung, lokasi rumah penduduk di tanah
yang miring.
d. Individu seperti terbatasnya keterampilan atau pengetahuan, kurang mendapat
kesempatan karena masalah gender, lanjut usia atau masih terlalu muda.
e. Sosial seperti komunitas yang terorganisir, terbagi-bagi atau kepemimpinan yang
kurang baik.
Davidson (dalam Putra,2011) berpendapat bahwa kerentanan dapat meliputi:
a. Bangunan yang terbuat dari bahan yang mudah terbakar yang dapat dinyatakan dalam
persentase bangunan.
b. Kepadatan penduduk dimana akan menggambarkan tentang kemudahan tindakan
evakuasi.
c. Persentase penduduk berusia 0-4 dan 65+, penduduk sakit, cacat dan hamil.
Badan koordinasi nasional penanggulangan bencana dalam arahan kebijakan mitigasi
bencana perkotaan di Indonesia tahun 2002 menyebutkan bahwa kerentanan bencana suatu
wilayah dipengaruhi oleh :
a. Kerentanaan fisik suatu wilayah yang menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan
terhadap fisik dari adanya bahaya tertentu.
b. Kerentanan sosial suatu wilayah dengan melihat perkiraan kerentanan sosial yang
mnyengkut keselamatan jiwa penduduk terhadap bahaya.
c. Kerentanan ekonomi suatu wilayah untuk melihat besarnya kerugian atas rusaknya
kegiatan perekonomian dari adanya bahaya.
Badan Pusat Statistik dalam arahan pengelompokan usia rentan sebagai nilai
ketergantungan (Dependency Ratio). Dimana nilai ketergantungan memiliki arti bahwa setiap
jiwa produktif akan menanggung beban usia tidak produktif (0-14 dan 60+).Kemudian nilai
tersebut terbagi dalam tiga tingkatan. Ketiga tingkatan tersebut yaitu :
a. Kelompok usia rentan (dependency ratio) rendah ≤50
b. Kelompok usia rentan (dependency ratio) sedang 51-69
c. Kelompok usia rentan (dependency ratio) tinggi ≥70
𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜
=jumlah kelompok usia 𝑛𝑜𝑛𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 (0 − 14 &60 +)
jumlah usia produktif (15 − 60) x100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Penelitian ini mengacu pada variabel yang ditentukan oleh suprapto seperti yang telah
disampaikan sebelumnya, sehingga dengan melihat beberapa uraian diatas dan dibawa ke
dalam faktor pemicu kebakaran penelitian memiliki fokus pada kepadatan pendudukan dan
kepadatan bangunan. Kepadatan penduduk ini diukur dengan indikator yang telah ditetapkan
oleh SNI nomor 3 tahun 2004, usia rentan dengan indikator yang diarahkan oleh Badan Pusat
Statistik dan kepadatan bangunan dengan indikator sesuai PP Nomor 36 tahun 2005 tentang
peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002.
7. Kemampuan
Dalam Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
dikatakan bahwa kemampuan adalah serangkaian kegiatan yang dapat mengurangi atau
menghilangkan suatu resiko terjadinya bencana dengan mengurangi adanya ancaman bencana
maupun adanya kerentanan yang kemudian disebut sebagai pencegahan bencana.
Kemampuan yang terdapat pada suatu wilayah tidak terlepas dari keberadaan kekuatan
yang dimiliki oleh pihak-pihak dan sarana yang ada didalamnya. Adanya suatu kemampuan
yang dimiliki oleh suatu daerah dapat menjadi alat yang dapat mengurangi terjadinya suatu
bencana. Dengan maksud bahwa suatu kemampuan merupakan potensi yang dimiliki suatu
wilayah untuk mencegah terjadinya bencana.
Dalam penelitian ini, kemampuan suatu wilayah dilihat dari adanya proteksi terpasang
yang dilihat berdasarkan indikator keberadaa hidran, pos pemadam kebakaran, jalur evakuasi,
serta kesiapan masyarakat dengan melihat keberadaan satlakar serta program pencegahan
yang terdapat pada suatu wilayah.
F. PEMADAMAN KEBAKARAN
1. Teknik pemadaman kebakaran
Kemampuan untuk mempergunakan alat dan perlengkapan kebakaran dengan sebaik –
baiknya disebut sebagai teknik pemadaman kebakaran.Taktik pemadaman kebakaran adalah
kemampuan untuk menganalisa situasi sehingga dapat melakukan tindakan dengan cepat dan
tepat tanpa menimbulkan korban maupun kerugian besar.
Berikut ini adalah 5 teori pemadaman api:
a. Cara pendinginan (cooling)
Salah satu cara dengan menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak
menimbulkan uap / gas kebakaran. Air adalah salah satu bahan pemadam yang
baik dalam menyerap panas. Pendinginan biasanya tidak efektif pada produk gas
dan cairan mudah terbakar yang memiliki flash poin dibawah suhu air. Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
karena itu media air tidak dianjurkan. Membasahi bahan – bahan yg mudah
terbakar merupakan cara efektifdalam mencegah terjadinya kebakaran pada bahan
yg belum terbakar. Akan memerlukan waktu cukup lama untuk bisa terbakar
karena air harus diuapkan terlebih dahulu.
b. Cara reduksi oksigen (smothering)
Dengan membatasi oksigen dalam proses kebakaran, api dapat padam. Proses ini
biasanya dengan menutup sumber api dengan karug goni basah (pemadaman
tradisional) ataupun dengan penyemprotan karbon dioksida yg dapat mengurangi
oksigen dalam kebakaran tersebut.
c. Pemindahan bahan bakar (starvation)
Ini cukup efektif tapi dalam prakteknya mungkin sulit. Sebagai contoh,
pemindahan bahan bakar yaitu dengan menutup / membuka kerangan, memompa
minyak ke tempat lain, memindahkan bahan yg mudah terbakar dll. Cara lain
dengan menyiram bahan bakar yang terbakar dengan air atau membuat busa yg
dapat menghentikan / memisahkan minyak dengan pembakaran.
d. Pemutusan rantai reaksi (Break Chain Reaction)
Pertama kali, para ahli menemukan bahwa reaki rantai bisa menghasilkan nyala
api. Pada beberapa zat kimia mempunyai sifat memecah sehingga terjadi reaksi
rantai oleh atom – atom yang dibutuhkan oleh nyala api untuk tetap terbakar.
Dengan tidak terjadinya reaksi atom – atom ini, maka nyala api lama kelamaan
padam.
e. Melemahkan (Dillution)
Cara ini sama halnya dengan smothering, hanya saja pada cara ini seperti
mengurangi konsentrasi dari setiap unsur pembentuk api (Heat, fuel, oxygen)
dengan memadukan keempat teori diatas.
2. Keberhasilan Pemadaman
Proses pemadaman dilakukan pada awal mula kehadian kebakaran, artinya sebelum
kebakaran menjadi besar. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam proses pemadaman
kebakaran. Karena pada umumnya, kejadian kebakaran besar selalu dimulai dari adanya
kebakaran kecil, sedang kebakaran kecil sekalipun pasti ada penyebabnya. (Rijanto, B. Boedi.
2010)
Keberhasilan didalam upaya pemadaman kebakaran ditujukan sebagai usaha/kemampuan
didalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Hal ini dapat dilihat dari :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
a. Kecepatan dalam melakukan tindakan.
b. Peralatan yang digunakan.
c. Tipologi bangunan yang terbakar.
d. Kehandalan personel pemadam/masyarakat.
e. Kondisi lingkungan yang terbakar.
f. Komunikasi dan koordinasi.
G. PERUMUSAN VARIABEL
Tabel 3
Variabel Penelitian No Faktor Variabel Definisi Operasional Indikator
1 Kejadian
Kebakaran
Frekuensi
Kejadian
Semua kejadian kebakaran yang pernah terjadi pada
suatu wilayah. Dimana kejadian kebakaran akan
dapat terjadi kembali pada wilayah tersebut
(Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam
Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk
Kabupaten/Kota di Indonesia)
Terjadinya kejadian
kebakaran atau tidak.Serta
seberapa sering kejadian
kebakaran tersebut
Peraturan Kepala BNPB
Nomor 2 tahun 2012 tentang
Pedoman Umum pengkajian
risiko Bencana menetapkan
klasifikasi kejadian
kebakaran dalam 3 (tiga)
kelas yaitu
rendah (<2%), sedang (2-
5%), tinggi (>5%).
2 Penggunaa
n Lahan
Permukiman
Perkantoran
Jasa
Perdagangan
Industri
Penggunaan Lahan merupakan adanya penggunaan
lahan yang kurang sesuai akan dapat menimbulkan
adanya suatu bahaya terjadinya bencana kebakaran.
(Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam
Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk
Kabupaten/Kota di Indonesia)
Klasifikasi penggunaan
lahan dengan
mengasumsikan
berdasarkan Permen PU
nomor 20 tahun 2009.
Permukiman, Perkantoran,
Jasa, Perdagangan, Industri
3 Kepadatan
Penduduk
Jumlah
Kepadatan
Penduduk
Penduduk
Usia Rentan
Kepadatan Penduduk pada suatu wilayah membawa
kecenderungan akan kerentanan kebakaran dan
resiko dampak kebakaran.
(Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam
Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk
Kabupaten/Kota di Indonesia)
Bagaimana Tingkat
kepadatan penduduk serta
turunannya berupa usia
rentan peduduk.
SNI nomor 3 tahun 2004 SNI
nomor 3 tahun 2004 tentang
perencanaan lingkungan di
perkotaan
<150jiwa/ha rendah
150 – 200jiwa/ha sedang
>200 jiwa/ha tinggi
Usia rentan (dependency
ratio)
Berdasaarkan arahan BPS.
≤50 rendah
51 – 69 sedang
≥70 tinggi
4 Kepadatan
Bangunan
Kepadatan
Bangunan
Kepadatan bangunan suatu wilayah membawa
pengaruh terhadap potensi rawan bencana
kebakaran. Semakin rendah kepadatan bangunan
potensi penyebaran atau kerentanan kejadian
kebakaran juga akan semakin rendah.
(Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam
Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk
Kabupaten/Kota di Indonesia)
Tingkat kepadatan bangunan
>30 rendah
30 – 60 sedang
>60 tinggi
Sumber : PP Nomor 36
tahun 2005 tentang
peraturan pelaksanan UU
No. 28 Tahun 2002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
No Faktor Variabel Definisi Operasional Indikator
5 Proteksi
Terpasang
Sarana
Terpasang
Jumlah
sarana
Proteksi
Ketejangkau
an pos
Pemadam
kebakaran
Merupakan sarana proteksi terhadap bencana
kebakaran yang terdapat pada suatu wilayah. (Prof.
Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep
dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk
Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota
di Indonesia)
Fire hydrant, pos pemadam kebakaran, serta jalur
evakuasi dipilih dengan alasan untuk mengukur
tingkat proteksi yang dimiliki oleh wilayah
terutama Kota Surakarta didalam kejadian
mengandalkan pada sarana dan prasrana tersebut.
Jangkauan dari keberadaan
fire hydrant
(NFPA®1141 Standar for
Fire Protection
Infrastructure for Land
Development in Suburban
and Rural Areas, 2008:22)
Keberadaan berdasarkan
Jangkauan Pelayanan Pos
Pemadam Kebakaran
(Kepmen PU No 20 tahun
2009)
Keberadaan Jalur evakuasi
berdasarkan RTRW Kota
Surakarta tahun 2011 - 2031
6 Kesiapan
Masyaraka
t
Satlakar
Program
Pencegahan
Kebakaran
Masyarakat pada suatu wilayah didalam upaya
mencegah terjadinya kebakaran, mengatasi
terjadinya kebakaran, serta tanggap terhadap situasi
kebakaran. Dilihat berdasarkan keberadaan
SATLAKAR pada suatu wilayah. SATLAKAR
dipilih karena keberadaannya dalam masyarakat
akan dapat membantu ketika terjadi kebakaran serta
program pencegahan kebakaran dimana dapat
mengurangi dampak meluasnya kebakaran. karena
satlakar dan program pencegahan kebakaran
merupakan sarana untuk pelatihan bencana.(Prof.
Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep
dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk
Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota
di Indonesia)
Keberadaan Satlakar dan
program pencegahan
bencana
Undang – Undang nomor 24
tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana
Sumber : Analisis Penulis, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
H. KERANGKA TEORI
Gambar 2
Kerangka Teori
Kota
Pemetaan Potensi Rawan Bencana
Kebakaran di Kota Surakarta
Pemicu terjadinya
Kebakaran
Pemadaman Kebakaran
Definisi Kebakaran
Fenomena Kebakaran
Pemicu Kebakaran
Klasifikasi Kebakaran
Faktor Kebakaran
Rawan Bencana Kebakaran
Kerentanan
Ancaman
Kemampuan
Teknik Pemadaman
Resiko Kebakaran
Kebakaran
Keberhasilan
Pemadaman
Pemataan Potensi Kebakaran
(Resiko Rawan Bencana)
Pemetaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN
A. PENDEKATAN PENELITIAN
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan
ditunjang oleh pendekatan kuantitatif. Pendekatan dengan mengunakan kualitatif pada
penelitian ini untuk mengetahui kondisi terhadap suatu lokasi yang ada yaitu Kota Surakarta,
sehingga dengan pendekatan kualitatif didapatkan penilaian suatu wilayah terhadap kawasan
potensi kebakaran, penjelas dari adanya pendekatan kuantitatif yang dilakukan, serta
kesimpulan dari analisis. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara :
1. Deskriptif, yaitu penelitian dengan cara melihat keadaan objek penelitian melalui uraian,
pengertian atau penjelasan terhadap analisis yang bersifat terukur ataupun tidak terukur.
Penjelasan secara deskriptif tidak hanya dilakukan dengan pengkajian melalui pengamatan
terhadap data , akan tetapi juga dilakukan pengkajian dengan menggunakan teori. Hal ini
digunakan agar dicapai hasil sintesa yang bersifat empiris. Dalam penelitian ini,
pendekatan secara deskriptif digunakan untuk mengetahui kondisi pada setiap kelurahan
di Kota Surakarta sesuai dengan topik yang diangkat pada penelitian ini yaitu terkait
kebakaran berdasarkan faktor pemicu yang telah ditetapkan.
2. Spasial, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan metode interaksi keruangan yang dilihat
secara spasial. Pendekatan kualitatif dengan cara spasial dapat dilihat dengan
penggambaran suatu lokasi berdasarkan gambaran maupun peta. Dalam penelitian ini,
pendekatan secara spasial dilakukan sebagai kegiatan dalam mengidentifikasi keberadaan
faktor pemicu terjadinya kebakaran di Kota Surakarta seperti yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Analisis dengan pendekatan kuantitatif dilakukan dengan cara pembobotan dan penilaian
terhadap variabel yang sesuai dalam metode analisis. Metode ini menggunakan data numerik
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan berupa Kelurahan yang menjadi hasil output
perhitungan dari analisis berdasarkan metode analisis yang dilakukan.
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitiian dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dalam
penelitian ini berdasarkan pada makna penalaran atasdefinisi terhadap suatu situasi dalam
konteks ruang lingkup penelitian pada pendekatan kualitatif, sedangkan pada kuantitatif
dengan menggunakan data angka/numerik sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
nilai output yang terangkum dalam gambaran wilayah. Adapun tahapan dalam metode
penelitian yang digunakan yaitu :
1. Persiapan
Tahapan persiapan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan berupa data yang
dibutuhkan. Data yang lengkap dan akurat merupakan harapan yang ingin dicapai agar
didapatkan hasil penelitian yang diinginkan. Dalam mendapatkan data-data yang akurat
tersebut dilakukan persiapan antara lain :
a. Perumusan masalah, tujuan, dan sasaran studi
Perumusan masalah studi diangkat berkaitan dengan kejadian kebakaran di Kota
Surakarta terkait potensi terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran dan Resiko
Kebakaran di Kota Surakarta.
b. Penetapan lokasi studi
Lokasi studi yang diambil dalam penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta Provinsi
Jawa Tengah. Adapun alasan pengambilan lokasi tersebut adalah dengan adanya
kondisi dimana Kota surakarta merupakan Kota yang memiliki indeks kebakaran yang
tinggi berada pada rangking 26 Nasional pada 2011, serta belum terdapatnya pemetaan
potensi rawan kebakaran pada Kota Surakarta. Hal ini berkaitan dengan suatu wilayah
yang dipandang memiliki prospek pertumbuhan yang besar berikut kerawanan
kebakaran, sehingga memerlukan adanya pembahasan terkait sebaran faktor yang
berpotensi dan wilayah beresiko kebakaran di Kota Surakarta.
c. Inventaris data-data yang ada, yaitu berupa data – data terkait kebakaran yang
disesuaikan dengan faktor pemicu terjadinya kebakaran sesuai topik yang dibutuhkan
dalam penelitian yang dilakukan.
d. Pengumpulan studi pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mempermudah
dalam pembuatan metodologi serta pemahaman terhadap permasalahan yang diambil.
e. Penyusunan teknis pelaksanaan survei
Kegiatan ini meliputi perumusan teknis pengumpulan data dan pelaksanaan observasi.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang diambil dengan
triangulasi data/gabungan. Dimana teknik ini menggabungkan data dari berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai sumber data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Data yang dipakai merupakan data primer dan sekunder yang diambil dari Kota
Surakarta yang merupakan lokasi studi. Data primer diambil dengan menyiapkan
wawancara yang digunakan sebagai panduan dan notulensi sebagai dokumentasi data.
Sedangkan data sekunder diambil dari instansi yang terkait seperti Kantor Dinas
Pekerjaan Umum bidang Pemadam Kebakaran Kota Surakarta, Biro Pusat Statistik, Badan
Perencana Pembangunan Daerah, PDAM, 51 (lima puluh satu) Kantor Kelurahan dan
instansi terkait lainnya. Data pendukung dari internet, buku, majalah, surat kabar, dan lain
sebagainya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data fisik dasar lingkungan
yang diantaranya meliputi topografi, iklim, curah hujan, dan sarana-prasarana wilayah,
data kependudukan, serta data berupa kebijakan pemerintah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan secara umum adalah :
a. Observasi, dimana perlu adanya pengamatan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap objek penelitian.
Observasi dilakukan sebagai usaha penunjang dengan melakukan pengamatan
terhadap Kelurahan, sehingga dapat melihat gambaran penggunaan lahan pada setiap
kelurahan yang merupakan ruang lingkup penelitian ini. Selain itu, kepadatan
bangunan, penggunaan lahan, serta kesiapan masyarakat juga dilakukan upaya
observasi dimana hal ini memiliki tujuan sebagai penunjang terhadap analisis yang
telah dilakukan.
b. Wawancara, adalah pengumpulan data sebagai penunjang dengan melalui cara
memberikan daftar pertanyaan terhadap responden. Wawancara ini digunakan untuk
mengetahui pandangan masyarakat mengenai kesiapan masyarakat, partisipasi
masyarakat pada saat kejadian kebakaran. Dalam wawancara dilakukan dengan tidak
terstruktur dan sebagai upaya didalam pengumpulan data terkait usaha-usaha yang
dilakukan masyarakat ketika terjadi bencana kebakaran.
c. Studi literatur, adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyalin, menyadur, atau
mengopi data dari literatur berupa teori dari para pakar untuk membandingkan dengan
data yang terdapat dilapangan. Literatur yang akan digunakan dalam penelitian ini
terkait dengan faktor-faktor pemicu kebakaran.
Untuk memudahkan dalam pengumpulan data maka dibuat suatu instrumen mengenai
data yang dibutuhkan. Berikut tabel yang menjelaskan mengenai data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Tabel 4
Kebutuhan Data
Faktor Data Sumber Data Bentuk
Data
Jenis
Survey Alat yang dibutuhkan
Lokasi
Keberadaan
Data O I W
1 Kejadian Kebakaran Kejadian Kebakaran
(bulan, jenis, lokasi)
Dokumen DPU bid.
Pemadam Kebakaran
Kejadian kebakaran,
Kelurahan
Sekunder
√
√
Kamera, alat tulis, alat
penyimpanan dokumen
DPU bid PMK,
BPS, Kelurahan.
2 Penggunaan Lahan Luas wilayah
Penggunaan Lahan
- Luas Industri
- Luas Perdagangan
- Luas Jasa
- Luas Perkantoran
- Luas Permukiman
RTRW Kota Surakarta
Kelurahan
Sekunder
didukung
primer
√
√
√
√
Kamera, alat tulis, alat
penyimpanan dokumen
Bappeda Kota
Surakarta, BPS,
Kelurahan.
3 .Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk dan
Luas Wilayah
Penduduk
berdasarkan usia
Surakarta Dalam Angka,
Monografi kelurahan
Sekunder √
√
alat penyimpanan dokumen BPS
4 Kepadatan Bangunan Luas wilayah yang
terbangun (bangunan)
RTRW Kota Surakarta,
Kelurahan
Sekunder
ditunjang
primer
√
√
√
alat penyimpanan dokumen,
alat tulis
Bappeda, BPS,
Kelurahan
5 Proteksi terpasang Data Hidran
Data Pos pemadam
kebakaran
Sarana Evakuasi
Jalur Evakuasi
Data persebaran hidran
& pos pemadam
kebakaran
Data sarana dan Jalur
Evakuasi Kota Surakarta
Sekunder
ditunjang
primer
√
√
√
√
√
alat penyimpanan dokumen,
kamera, alat tulis
PDAM bid. aset,
DPU bid.
Pemadam
Kebakaran,
Kecamatan,
Kelurahan
6 Kesiapan Masyarakat SATLAKAR
Program Pencegahan
Kebakaran
Kelurahan Primer √
alat penyimpanan dokumen,
alat tulis
Kelurahan
Sumber : Penulis, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
3. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data
Setelah data yang dibutuhkan diperoleh, maka tahapan selanjutnya adalah pengolahan dan
penyajian data, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Verifikasi, yaitu pemeriksaan data secara umum dengan mengacu kepada daftar yang
telah disusun.
b. Klasifikasi, yaitu pengelompokan data berdasarkan kepentingan/tujuan yang ingin
dicapai atau berdasarkan kesamaan dalam aspek tertentu.
c. Tabulasi, proses akhir dalam penyusunan data agar mudah dibaca, dimengerti, dan
digunakan sesuai tujuan penelitian.
Dari sasaran penelitian tersebut, penjelasan dilakukan dengan cara :
a. Secara deskriptif
b. Gambaran tabel, peta-peta secara diagmatis dan sketsa-sketsa gambar
c. Tampilan foto-foto dan sketsa gambar kawasan studi sesuai dengan keperluan data dan
analisis kualitatif dari segi visual berdasarkan teori pendukungnya.
4. Teknik Analisis Data
Setelah dilakukan tahapan pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah melakukan
analisis data yang akan dilakukan dengan beberapa analisis. Analisis yang dipakai sebagai
upaya dalam pencapaian tujuan penelitian ini adalah analisis dekriptif kualitatif dan
kuantitatif, yaitu :
a. Analisis Deskriptif Kualitatif Faktor Pemicu Kebakaran.
Analisis Deskriptif kualitatif terhadap data dengan teori dan pedoman standar. Data
yang digunakan merupakan data Kota Surakarta secara umumyang berkaitan dengan
Kebakaran melihat dari faktor pemicu terjadinya kebakaran agar dapat diketahui pemicu
kebakaran.
Analisis ini terkait dengan penilaian terhadap 6 faktor pemicu kebakaran, yaitu
kejadian kebakaran, penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, sistem
proteksi aktif terpasang, dan kesiapan masyarakat. Faktor pemicu ini akan
disinkronisasikan dengan standar, indikator,dan teori melalui analisis deskriptif yang
kemudian dapat diketahui mengenai faktor yang menjadi potensi terjadinya kebakaran di
Kota Surakarta.
Identifikasi terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran dilakukan tidak hanya untuk
menganalisis secara deskriptif terhadap 6 (enam) faktor pemicu terjadinya kebakaran
dengan indikator masing – masing, tetapi juga dengan tujuan untuk mengetahui faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pemicu yang muncul sebagai pemicu kebakaran di Kota Surakarta. Secara sederhana,
semakin banyak kelurahan yang memiliki penilaian terhadap faktor pemicu terhadap
indikatornya, maka wilayah tersebut memiliki kemungkinan besar terhadap terjadinya
kebakaran dari faktor pemicu yang ada.dalam kata lain dapat dikatakan bahwa faktor
pemicu tersebut memiliki potensi yang tinggi dalam memicu terjadinya kebakaran,
Sehingga nantinya juga didapatkan hasil berupa identifikasi faktor pemicu yang paling
berpotensi dalam memicu kebakaran berdasarkan analisis deskriptif untuk dapat
menjadikan rekomendasi penelitian.
b. Analisis Skoring/Pembobotan untuk Menilai Kawasan Rawan Bencana Kebakaran
Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Pembobotan
atau skoring digunakan terhadap faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya didalam
menilai tingkat potensi kebakaran.
Dari hasil analisis deskriptif kualitatif sebelumnya, akan dilakukan analisis lanjutan
berupa analisis dengan pembobotan. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui hasil
kuantitatif berupa nilai potensi resiko kebakaran di Kota Surakarta dengan membobot 6
faktor pemicu kebakaran berdasarkan variabelnya.
Analisis pembobotan ini dilakukan dengan cara mengambil hasil identifikasi deskriptif
kualitatif dari faktor-faktor yang menjadi pemicu kebakaran yaitu gambaran wilayah
kebakaran untuk dibobot sesuai variabel dan indikator dengan nilai bobotnya.
Pemberian bobot ditentukan berdasarkan bobot yang telah ditentukan oleh Peraturan
Menteri PU no 20 tahun 2009 dan Badan Penanggulangan Bencana Kebakaran Nasional
dalam Indeks Rawan Bencana Indonesia. Masing – masing indikator kemudian
dikelompokan menjadi 3 kelas. Pengelompokan pada 3 kelas ini didasarkan untuk
memudahkan peneliti didalam melakukan pengklasifikasian dalam analisis perhitungan
yang dilakukan. Sedang penentuan interval masing – masing kelas didasarkan pada
perhitungan yang ditetapkan berdasarkan indikator masing – masing variabel. Dimana
penggunaan kelas ini juga didasarkan pada penggunaan data yang variatif. Artinya,
terdapat data yang memiliki skala yang tidak sama sehingga memberikan perbedaan,
antara lain data tentang keberadaan sarana proteksi,keberadaan satlakar, dan keberadaan
program pencegahan kebakaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Tabel 5
Perumusan Indikator dan Bobot Rawan Bencana Kebakaran No Faktor Variabel Indikator Bobot
1 Kejadian
Kebakaran
Frekuensi
Kejadian
Rendah (<2%),
Sedang (2–5%),
Tinggi (>5%).
* PerKa BNPB Nomor 2
tahun 2012.
3
*bobot didapat dari
asumsi terhadap Indeks
Rawan Bencana
Indonesia
2 Penggunaan
Lahan
Permukiman Rendah (<59%),
Sedang (59% - 75%),
Tinggi (>75%)
3
Perkantoran Rendah (<9%),
Sedang (9% - 18%),
Tinggi (>18%).
4
Jasa Rendah (<2%),
Sedang (2% - 6%),
Tinggi (>6%).
5
Perdagangan Rendah (<12%),
Sedang (12% - 26%),
Tinggi (>26%).
6
Industri Rendah (<2%),
Sedang (2% - 5%),
Tinggi (>5%).
* penggunaan lahan didapat
dengan mengasumsikan
terhadap Permen PU No 20
tahun 2009, serta melakukan
perhitungan dengan formula
Sturgess.
7
*bobot didapat dari
asumsi dimana angka
klasifikasi 3-7 yang
berarti
(tinggirendah) pada
Permen PU No. 20
tahun 2009 dibalik jadi
(rendahtinggi) agar
sesuai dengan
perhitungan
3 Penduduk Jumlah
Kepadatan
Penduduk
Rendah (<150),
Sedang (150-200),
Tinggi (>200).
*Standar Nasional Indonesia
nomor 3 tahun 2004 ttg tata
cara perencanaan
lingkungan perkotaan
5
*bobot didapat dari
asumsi berdasarkan
Indeks Rawan Bencana
Indonesia
Penduduk Usia
Rentan
Rendah (≤50),
Sedang (51-69),
Tinggi (≥70).
* Arahan dari Badan
statistik terhadap tingkatan
usia rentan pada suatu
wilayah
5
*bobot didapat dari
asumsi berdasarkan
Indeks Rawan Bencana
Indonesia
4 Bangunan Kepadatan
Bangunan
Rendah (< 30%),
Sedang (30% - 60%),
Tinggi (>60%).
*PP Nomor 36 tahun 2005
ttg peraturan pelaksanan UU
No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan dalam pasal 20
ayat 2 menetapkan
6
*bobot didapat dari
asumsi berdasarkan
Indeks Rawan Bencana
Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Kepadatan Bangunan
No Faktor Variabel Indikator Bobot
5 Proteksi
Terpasang
Sarana Proteksi Rendah (<34),
Sedang (34-67),
Tinggi (>67).
5
Jumlah Sarana
Proteksi
Rendah (<2%),
Sedang (2%-4%),
Tinggi (>4%).
*didapatkan berdasarkan
perhitungan dengan
menggunakan formula
Sturgess.
5
Keterjangkauan
Pos Pemadam
Rendah (Jangkauan III),
Sedang (Jangkauan II),
Tinggi (Jangkauan I).
*Permen Pu Nomor 20
tahun 2009, asumsi dengan
memasukkan jangkauan
maksimal 2,5km kedalam 3
kelas
5
*bobot didapatkan dari
asumsi berdasarkan
Indeks Rawan Bencana
Indonesia bahwa
Keberadaan masing –
masing variabel
membawa dampak
langsung terhadap
manusia
6 Kesiapan
Masyarakat
Satlakar Ada & tidak 5
Program
Pencegahan
Kebakaran
Ada & Tidak
*didapat dengan
mengasumsikan Undang –
Undang Nomor 24 tahun
2007, bahwa keberadaan
pihak – pihak serta program
merupakan alat dalam
mengurangi resiko bencana
(kebakaran).
5
*bobot didapatkan dari
asumsi berdasarkan
Indeks Rawan Bencana
Indonesia bahwa
keberadaan masing
masing variabel
membawa dampak
langsung terhadap
manusia
Sumber :
- Arahan Badan Statistik terhadap tingkatan usia rentan
- Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 oleh BNPB
- Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi
Kebakaran Di Perkotaan
- PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
dalam pasal 20 ayat 2
- Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum pengkajian risiko Bencana
- Standar Nasional Indonesia nomor 3 tahun 2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perkotaan
Dalam melakukan penentuan skor, dilakukan dengan metode pengkalian antara kelas
(1,2, dan 3) yang merupakan indikator dengan bobot yang telah menjadi ketentuan. Skor
masing – masing variabel kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total skor. Dimana
kemudian masing – masing skor variabel dimasukkan dalam rumus Resiko Bencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
untuk kemudian dilakukan perhitungan dengan metode matematika untuk mendapat skor
resiko kebakaran.
Ada pun rumus resiko bencana adalah :
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑅) =𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝐴)𝑥 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐾)
𝐾𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 (𝑀)
Hal ini dilakukan agar didapatkan hasil kuantitatif akan tingkatan wilayah berpotensi
bencana kebakaran berupa nilai, tingkat resiko bencana kebakaran pada masing – masing
wilayah kelurahan di Kota Surakarta dan pemetaan tingkat potensi resiko bencana
Kebakaran di Kota Surakarta.
Tabel 6
Perhitungan Analisis Resiko Kebakaran NO FAKTOR VARIABEL KELAS BOBOT NILAI
KELURAHAN
1 Kejadian
Kebakaran
Frekuensi
Kejadian
1 3
KE
LA
S x
BO
BO
T
2
3
2 Penggunaan
Lahan
Permukiman 1 3
2
3
Perkantoran 1 4
2
3
Jasa 1 5
2
3
Perdagangan 1 6
2
3
Industri 1 7
2
3
JUMLAH SKOR ANCAMAN (A)
3 Penduduk Jumlah
Kepadatan
Penduduk
1 5
KE
LA
S x
BO
BO
T
2
3
Penduduk Usia
Rentan
1 5
2
3
4 Bangunan Kepadatan 1 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Bangunan 2
3
JUMLAH SKOR KERENTANAN (K)
5 Proteksi
terpasang
Sarana Proteksi 1 5
KE
LA
S x
BO
BO
T
2
3
Jumlah Sarana
Proteksi
1 5
2
3
Keterjangkauan
Pos Pemadam
1 5
2
3
6 Kesiapan
Masyarakat
Satlakar 0 5
1
Program
Pencegahan
Kebakaran
0 5
1
JUMLAH SKOR KEMAMPUAN (M)
SKOR RESIKO BENCANA KEBAKARAN (R)
Sumber : Analisis,2012
5. Tahap Sintesis
Merupakan hasil akhir dari penelitian yang berupa kesimpulan dan rekomendasi mengenai
kegiatan penelitian. Hasil sintesis ini diharapkan dapat menjadi gambaran tentang wilayah
yang berpotensi rawan kebakaran di Kota Surakarta saat ini. Sehingga dapat dilakukan upaya
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.
Gambar 3
Kerangka Analisis
Teori, UU, peraturan,
dan standar
Data
Teridentifikasinya wilayah yang memiliki
potensi rawan kebakaran di Kota Surakarta
berdasarkan faktor pemicu kebakaran
Terpetakannya kawasan dengan tingkat
Resiko Kebakaran di Kota Surakarta
Perhitungan
Resiko Kebakaran
Deskriptif Kualitatif
Kerentanan terhadap
kebakaran
Ancaman terhadap
kebakaran
Kemampuan terhadap
kebakaran
Upaya pencehagan dan penanggulangan
kebakaran (Rekomendasi)
Scoringatau
Pembobotan
Variabel
Teridentifikasinya nilai
wilayah resiko bencana
Kebakaran di Kota
Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
A. PROFIL WILAYAH KOTA SURAKARTA
1. Kondisi Fisik
Letak Wilayah ditinjau berdasrkan kedudukan Secara geografis kota Surakarta dan
sekitarnya terletak pada posisi 110°45’15” - 110°45’35” Bujur Timur dan 7°36’00” -
7°56’00” LS Lintang Selatan. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa
Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang serta Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Batas-batas administrasi kota Surakarta yaitu:
Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Boyolali
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo
Luas daerah administrasi kurang lebih 4.404,06 ha yang terdiri dari lima wilayah
kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Jebres, Laweyan, Pasar Kliwon, dan
Serengan. Kelima kecamatan tersebut terbagi dalam beberapa kelurahan, yaitu :
Kecamatan Laweyan, yang terdiri dari 11 Kelurahan
Kecamatan Serengan, yang terdiri dari 7 Kelurahan
Kecamatan Jebres, yang terdiri dari 11 Kelurahan
Kecamatan Pasar Kliwon, yang terdiri dari 9 Kelurahan
Kecamatan Banjarsari, yang terdiri dari 13 Kelurahan
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 7
Pembagian Administrasi Kota Surakarta No Kecamatan Kelurahan Luas RW RT
1 Laweyan 1. Pajang 155,20 16 87
2. Laweyan 24,83 3 10
3. Bumi 37,30 7 28
4. Panularan 54,40 8 48
5. Sriwedari 51,30 6 25
6. Penumping 50,33 6 28
7. Purwosari 84,40 14 51
8. Sondakan 78,50 15 52
9. Kerten 92,10 13 48
10. Jajar 105,50 8 45
11. Karangasem 130,00 9 36
2 Serengan 1. Joyotakan 45,90 6 32
2. Danukusuman 50,80 15 58
3. Serengan 64,00 15 64
4. Tipes 64,00 15 69
5. Kratonan 32,40 6 35
6. Jayengan 29,30 9 30
7. Kemlayan 33,00 6 24
3 Pasar Kliwon 1. Joyosuran 54,00 12 55
2. Semanggi 166,82 23 131
3. Pasar Kliwon 36,00 12 36
4. Baluwarti 40,70 12 38
5. Gajahan 33,90 9 32
6. Kauman 19,20 6 22
7. Kampung Baru 30,60 6 22
8. Kedung Lumbu 55,10 7 30
9. Sangkrah 45,20 13 58
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon 17,50 3 20
2. Kepatihan Wetan 22,50 2 18
3. Sudiroprajan 23,00 9 35
4. Gandekan 35,00 9 36
5. Sewu 48,50 9 35
6. Pucang Sawit 127,00 15 56
7. Jagalan 65,00 15 63
8. Purwodiningratan 37,30 10 35
9. Tegalharjo 32,50 6 33
10. Jebres 317,00 36 128
11. Mojosongo 532,88 35 172
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 79,70 14 58
2. Timuran 31,50 5 22
3. Keprabon 31,80 6 26
4. Ketelan 25,00 9 31
5. Punggawan 36,00 6 31
6. Kestalan 20,80 6 20
7. Setabelan 27,70 9 31
8. Gilingan 127,20 21 112
9. Manahan 128,00 13 61
10. Sumber 133,30 17 75
11. Nusukan 206,30 24 143
12. Kadipiro 508,80 33 216
13. Banyuanyar 125,00 12 48
KOTA SURAKARTA 4.404,06 61 2.708
Sumber : Kompilasi Kelurahan Dalam Angka Surakarta 2010, diolah 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Peta Administrasi Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
2. Pemadam Kebakaran
a. Sumber Daya Manusia
Pemadam Kebakaran Kota Surakarta memiliki 68 petugas kebakaran. Dari 68
petugas kebakaran terbagi ke dalam beberapa jabatan, diantaranya Kepada Bidang
Pemadam Kebakaran, Kepala Sie perlengkapan, Kepala Sie Manajemen Pemadaman,
administrasi, Petugas pemadam dan Pengemudi.
Tabel 8
Pembagian Tugas Bidang Pemadam Kebakaran
Di Kota Surakarta Tugas Jumlah
Kepala Bidang PMK 1 orang
Kepala Sie 2 orang
Admnistrasi 5 orang
Petugas Pemadam 40 orang
Pengemudi 20 orang
Sumber : Profil DPU bidang Pemadam Kebakaran
b. Sarana Pemadam Kebakaran
Sarana Pemadam Kebakaran berupa pos pemadam kebakaran. Pos pemadam
kebakaran di Kota Surakarta terdiri dari 3(tiga) pos yang tersebar di 3(tiga) kecamatan.
Ketiga pos yaitu Pos Pedaringan, Pos Kota Barat, dan Pos Gading.
Mobil pemadam Kebakaran berjumlah 12 unit kendaraan. Yang terdiri dari 3 mobil
tangki, 8 mobil Fire Truck, dan 1 mobil tangga 22meter plus 1 mobil dan 2 unit
sepeda motor sebagai operasional.
Gambar 4
Mobil Pemadam Kebakaran
c. Kejadian Kebakaran
Kejadian bencana kebakaran di Kota Surakarta mengalami peningkatan pada
setiap tahunnya. Pada tahun 2010 dari semula 28 kejadian menjadi 37 kejadian di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
tahun 2011. Bahkan pada tahun 2012 telah terjadi 46 kejadian kebakaran sampai bulan
agustus saja.
Jika dilihat dari bulan terjadinya kebakaran, maka bulan Juli, Agustus, September, dan
Oktober merupakan bulan yang paling sering terjadi Kebakaran. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 9
Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta
Berdasarkan Bulan Kejadian tahun 2007-2011 Bulan 2010 2011 2012
Januari 4 2 3
Februari 1 2 6
Maret 2 2 5
April 0 3 2
Mei 3 3 6
Juni 2 1 8
Juli 1 10 7
Agustus 1 6 9
September 6 3 belum terdata
Oktober 0 8 belum terdata
November 3 3 belum terdata
Desember 5 4 belum terdata
Jumlah Kejadian
Kebakaran
28 37 46 ( sementara)
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2011, diolah 2012
Data kejadian kebakaran dari dinas pekerjaan umum bidang pemadam
kebakaran menyebutkan jumlah kejadian kebakaran pada masing-masing kecamatan
di Kota Surakarta. Dari data yang terkumpul, Kelurahan yang mengalami jumlah
kejadian paling tinggi selama kurun waktu 2010 – 2012 adalah Kelurahan Jebres
Kecamatan Jebres dengan jumlah 9 kejadian.
Disusul oleh Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 7
kejadian, serta Kelurahan Pajang, Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan,
Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Kadipiro Kecamatan
Banjarsai dengan masing – masing jumlah kejadian 6 kejadian. Sedangkan kelurahan
selain yang telah disebutkan memiliki jumlah kejadian dibawahnya.
Secara lebih rinci kejadian kebakaran di Kota Surakarta dalam kurun waktu
2010 – 2012 dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10
Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta
Dirinci Berdasarkan Kelurahan tahun 2011-2012 No Kecamatan Kelurahan 2010 2011 2012
1 Laweyan 1. Pajang 1 3 2
2. Laweyan 1 1 1
3. Bumi - - -
4. Panularan 1 - 1
5. Sriwedari - - 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
6. Penumping 1 1 1
7. Purwosari 2 - -
8. Sondakan - 2 -
9. Kerten - 1 -
10. Jajar 1 - -
11. Karangasem 1 2 3
2 Serengan 1. Joyotakan - - 1
2. Danukusuman - 1 -
3. Serengan - 2 1
4. Tipes - - 1
5. Kratonan - 1 2
6. Jayengan - - -
7. Kemlayan - 1 -
3 Pasar Kliwon 1. Joyosuran 1 - -
2. Semanggi 3 3 -
3. Pasar Kliwon 1 - 1
4. Baluwarti - - -
5. Gajahan - 1 3
6. Kauman - 1 1
7. Kampung Baru - - -
8. Kedung Lumbu 1 1 -
9. Sangkrah - - 1
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon - - -
2. Kepatihan Wetan 1 - -
3. Sudiroprajan - - -
4. Gandekan - - 1
5. Sewu - - -
6. Pucang Sawit - - 2
7. Jagalan 3 - -
8. Purwodiningratan - 1 2
9. Tegalharjo - - -
10. Jebres 1 1 7
11. Mojosongo - 1 2
5 Banjarsari 1. Mangkubumen - 3 2
2. Timuran - 1 1
3. Keprabon - 1 1
4. Ketelan - - -
5. Punggawan - - -
6. Kestalan 1 - 1
7. Setabelan - 1 1
8. Gilingan 3 3 1
9. Manahan 1 1 -
10. Sumber - 1 -
11. Nusukan 1 1 -
12. Kadipiro 3 1 2
13. Banyuanyar - - 2
KOTA SURAKARTA 28 37 46
Sumber : DPU Bidang Pemadam Kebakaran, 2010 - 2012
Gambar 5
Bangunan bekas kebakaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Peta Kejadian Kebakaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Peta Pos pemadan Kebakaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
3. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan budidaya Kota Surakarta dibedakan menjadi beberapa jenis,
diantaranya perumahan/permukiman, perkantoran, jasa, perdagangan, industri.
Sebagian besar penggunaan lahan Kota Surakarta berupa perumahan/permukiman
yang mencapai 3.142,29 ha dari luas wilayah total 4.406,06 ha.
Diantara penggunaan lahan budidaya di Kota Surakarta yang paling kecil yaitu
lahan untuk industri sebesar 121,90 ha. Dari penggunaan lahan budidaya eksisting
Kota Surakarta pada tahun 2012, total penggunaan lahan mencapai luas 3.781,71 ha
dari luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta atau sebesar 85% total luas wilayah.
Penggunaan lahan yang disajikan dalam data merupakan penggunaan lahan yang
menggambarkan funsi kekotaan.
Secara lebih rinci, luas penggunaan lahan eksisisting Kota Surakarta akan dijabarkan
melalui tabel berikut ini.
Tabel 11
Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2012 (ha)
No Keca
matan Kelurahan
Permuki
man
Perkant
oran Jasa
Perdag
angan Industri
Luas
Penggunaan
Lahan
Luas
wilayah
1 Lawey
an
1.Pajang 130,65 3,34 3,19 9,11 1,48 147,77 155,20
2. Laweyan 15,88 0,11 0,99 1,86 0,61 19,45 24,83
3. Bumi 28,14 0,27 1,88 1,61 0,21 32,11 37,30
4. Panularan 45,35 2,11 1,17 2,05 1,52 52,20 54,40
5. Sriwedari 38,44 3,14 1,93 6,15 1,45 51,11 51,30
6. Penumping 41,18 0,97 2,77 2,08 0,76 47,76 50,33
7. Purwosari 69,84 0,71 4,67 0,75 0,32 76,29 84,40
8. Sondakan 68,52 1,53 1,29 1,27 0,52 73,13 78,50
9. Kerten 64,75 6,70 3,45 1,11 8,52 84,53 92,10
10. Jajar 87,77 6,16 5,66 0,04 3,59 103,22 105,50
11. Karangasem 98,13 2,53 0,75 0,15 4,12 105,68 130,00
2 Seren
gan
1. Joyotakan 31,27 0,18 0,43 2,89 1,05 35,82 45,90
2. Danukusuman 34,02 0,8 1,15 3,37 1,35 40,69 50,80
3. Serengan 56,57 0,82 0,97 3,26 0,79 62,41 64,00
4. Tipes 46,12 0,59 1,75 6,98 1,43 56,87 64,00
5. Kratonan 24,62 0,22 1,96 4,89 0,44 32,13 32,40
6. Jayengan 18,48 0,7 1,39 6,71 2,11 29,39 29,30
7. Kemlayan 21,22 0,63 1,78 8,59 0,18 32,40 33,00
3 Pasar
Kliwo
n
1. Joyosuran 47,99 0,74 0,44 1,65 2,83 53,65 54,00
2. Semanggi 125,85 1,03 4,03 9,96 3,54 144,41 166,82
3. Pasar Kliwon 27,17 0,15 2,17 4,1 1,71 35,30 36,00
4. Baluwarti 37,37 0,62 0,51 0,62 0 39,12 40,70
5. Gajahan 19,88 0,32 0,84 3,45 0 24,49 33,90
6. Kauman 14,68 0,62 0,52 2,53 0,24 18,59 19,20
7. Kampung Baru 20,46 8,69 0,03 1,43 0 30,61 30,60
8. Kampung
Lumbu 31,21 2,25 3,12 6,55 1,41 44,54 55,10
9. Sangkrah 33,72 0,55 0,54 0,9 0 35,71 45,20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
No Keca
matan Kelurahan
Permuki
man
Perkant
oran Jasa
Perdag
angan Industri
Luas
Penggunaan
Lahan
Luas
wilayah
4 Jebres 1. Kepatihan
Kulon 9,07 1,52 1,52 2,51 0 14,62 17,50
2. Kepatihan
Wetan 10,15 2,1 2,1 5,24 0 19,59 22,50
3. Sudiroprajan 11,97 0,78 0,78 9,44 0 22,97 23,00
4. Gandekan 28,56 1,19 1,19 3 0,92 34,86 35,00
5. Sewu 31,9 1,44 1,44 2,72 3,55 41,05 48,50
6. Pucang Sawit 64,5 4,35 4,35 1,86 8,79 83,85 127,00
7. Jagalan 51,64 0,75 0,75 4,73 3,81 61,68 65,00
8. Purwodiningrat
an 22,34 3,02 3,02 9,06 0 37,44 37,30
9. Tegalharjo 24,4 1,53 1,53 0,79 0 28,25 32,50
10. Jebres 226,98 19,13 19,13 12,38 17,98 295,60 317,00
11. Mojosongo 320,26 6,59 6,59 10,7 8,12 352,26 532,88
5 Banjar
sari
1. Mangkubumen 53,08 8,93 8,93 8,07 0,28 79,29 79,70
2. Timuran 21,02 3,08 3,08 3,96 0,07 31,21 31,50
3. Keprabon 20 0,97 0,97 6,6 0 28,54 31,80
4. Ketelan 15,9 2,53 2,53 1,56 0 22,52 25,00
5. Punggawan 26,65 2,56 2,56 4,34 0 36,11 36,00
6. Kestalan 15,29 1,41 1,41 1,59 0,36 20,06 20,80
7. Setabelan 16,69 0,63 0,63 9,07 0 27,02 27,70
8. Gilingan 97,65 8,44 8,44 6,26 3,97 124,76 127,20
9. Manahan 95,89 6,91 6,91 2,54 1,95 114,20 128,00
10. Sumber 106,83 1,79 1,79 4,83 0 115,24 133,30
11. Nusukan 164,71 2,27 2,27 8,77 1,67 179,69 206,30
12. Kadipiro 342,62 9,16 9,16 5,16 28,9 395,00 508,80
13. Banyuanyar 83,23 5,77 5,77 5,72 1,35 101,84 125,00
Kota Surakarta 3142,29 143,33 146,23 227,96 121,90 3781,71 4404,06
Sumber : Hasil survey, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Peta Penggunaan Lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
4. Kondisi Sosial dan Bangunan
Data mengenai kependudukan digunakan sabagai dasar untuk perencanaan pada
berbagai bidang pembangunan dan untuk melakukan evaluasi dari hasil pembangunan.
Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2010 sebanyak 586.019 jiwa.
Tabel 12
Jumlah Penduduk Laki – laki dan Perempuan
Kota Surakarta Tahun 2003-2010 Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio
2003 242.591 254.643 497.234 95,27
2004 249.279 261.433 510.711 95,35
2005 250.868 283.672 534.540 88,44
2006 254.259 258.639 512.898 98,31
2007 246.132 269.240 515.372 91,42
2008 247.245 275.690 522.935 89,68
2009 249.287 278.915 528.202 89,38
2010 243.296 256.041 586.019 95,02
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010, diolah 2012
Dengan melihat perbandingan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, dapat
disimpulkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan
penduduk laki – laki. Rasio jenis kelamin sebesar 95,02. Artinya setiap 100 penduduk
perempuan terdapat 95 penduduk laki-laki.
Kepadatan penduduk Kota Surakarta pada Tahun 2010 rata-rata yaitu 133 jiwa/ha.
Kepadatan penduduk paling tinggi adalah di Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar
Kliwon dengan kepadatan 257 jiwa/ha. Sedangkan kepadatan penduduk paling rendah
terletak di Kelurahan Karangasem dengan 76 jiwa/ha.
Semakin padatnya suatu wilayah akan membawa dampak pada semakin tingginya
suatu wilayah terhadap potensi terjadinya kebakaran. Adapun data kepadatan
penduduk selengkapnya dapat dilihat pada tabel 13 dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 13
Kepadatan Penduduk Kota Surakarta
Dirinci Berdasarkan Kelurahan 2010 No Kecamatan Kelurahan Luas (ha) Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/ha)
1 Laweyan 1. Pajang 155,20 24.612 159 2. Laweyan 24,83 2.580 104 3. Bumi 37,30 7.239 194 4. Panularan 54,40 9.752 179 5. Sriwedari 51,30 4.772 93 6. Penumping 50,33 5.629 112 7. Purwosari 84,40 13.057 155 8. Sondakan 78,50 11.973 153 9. Kerten 92,10 11.939 130
10. Jajar 105,50 9.733 92 11. Karangasem 130,00 9.827 76
2 Serengan 1. Joyotakan 45,90 8.921 194 2. Danukusuman 50,80 11.657 229 3. Serengan 64,00 12.976 203 4. Tipes 64,00 13.855 216 5. Kratonan 32,40 6.182 191 6. Jayengan 29,30 5.817 199 7. Kemlayan 33,00 4.873 148
3 Pasar Kliwon 1. Joyosuran 54,00 11.653 216 2. Semanggi 166,82 33.977 204 3. Pasar Kliwon 36,00 7.174 199 4. Baluwarti 40,70 7.286 179 5. Gajahan 33,90 5.269 155 6. Kauman 19,20 3.524 184 7. Kampung Baru 30,60 3.687 120 8. Kedung Lumbu 55,10 4.857 88 9. Sangkrah 45,20 11.597 257
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon 17,50 2.930 167 2. Kepatihan Wetan 22,50 3.050 136 3. Sudiroprajan 23,00 5.037 219 4. Gandekan 35,00 9.529 272 5. Sewu 48,50 7.663 158 6. Pucang Sawit 127,00 13.903 109 7. Jagalan 65,00 12.382 190
8. Purwodiningratan 37,30 5.453 146 9. Tegalharjo 32,50 6.078 187 10. Jebres 317,00 32.112 101 11. Mojosongo 532,88 46.256 87
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 79,70 10.013 126 2. Timuran 31,50 4.371 139 3. Keprabon 31,80 3.737 118 4. Ketelan 25,00 4.284 171 5. Punggawan 36,00 5.243 146 6. Kestalan 20,80 3.030 146 7. Setabelan 27,70 4.382 158 8. Gilingan 127,20 21.823 172 9. Manahan 128,00 13.432 105 10. Sumber 133,30 16.864 127 11. Nusukan 206,30 28.529 138 12. Kadipiro 508,80 49.614 98
13. Banyuanyar 125,00 11.886 95
KOTA SURAKARTA 4.404,06 586.019 133
Sumber : Kompilasi Kecamatan Dalam Angka 2010, diolah 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Jumlah penduduk Kota Surakarta berdasarkan kelompok usia 20 sampai 24 tahun
memiliki jumlah yang paling besar dibandingkan kelompok umur lainnya di Kota
Surakarta, yaitu sebesar 48.073 jiwa. Kelompok ini merupakan kelompok usia muda
atau kelompok usia produktif. Sedangkan penduduk Kota Surakarta pada kelompok
usia 60-64 tahun merupakan kelompok usia yang paling rendah yaitu sebesar 14.633
jiwa. Untuk lebih jelasnya, penduduk Kota Surakarta berdasarkan kelompok usia dan
jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 14
Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Kota Surakarta Tahun 2010
Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 18.662 17.725 36.387
5-9 19.206 18.353 37.559
10-14 19.389 18.645 38.034
15-19 22.366 24.394 46.760
20-24 23.010 25.063 48.073
25-29 22.138 22.020 44.158
30-34 20.577 20.511 41.088
35-39 18.394 19.218 37.612
40-44 17.884 19.333 37.217
45-49 15.989 18.189 34.178
50-54 14.591 15.644 30.235
55-59 11.757 11.508 23.265
60-64 6.838 7.795 14.633
65+ 12.495 17.643 30.138
Jumlah 243.296 256.041 586.019 Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010, diolah 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Gambar 6
Diagram Piramida Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010
Sumber : Analisis, 2012
Gambar piramida penduduk Kota Surakarta secara umum di atas dapat terlihat
usia muda yaitu usia 20 – 24 tahun merupakan penduduk yang mendominasi
penduduk Kota Surakarta. Akan tetapi, jumlah penduduk usia rentan (usia
ketergantungan) yang besar akan memiliki potensi resiko kebakaran yang lebih tinggi.
Hal ini dikarenakan ketika terjadi kebakaran, pada usia rentan akan sulit didalam
upaya penyelamatan diri, usia tersebut membutuhkan bantuan orang lain didalam
upaya penyelamatan diri. Lain halnya dengan penduduk diluar usia rentan, dimana
pada usia tersebut dapat melakukan kegiatan evakuasi secara lebih mandiri.
30.000 20.000 10.000 00 10.000 20.000 30.000
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65+
Perempuan Laki-laki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Peta Kepadatan Penduduk (NILAI KEPADATAN)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Bangunan dan penduduk merupakan bagian yang tak terpisahkan. Hal ini
dikarenakan setiap penduduk akan membutuhkan tempat untuk berteduh, berlindung
dan tempat tinggal. Kepadatan bangunan biasanya muncul dari adanya kepadatan
penduduk pada suatu wilayah. Semakin tinggi kepadatan penduduk biasanya
berdampak pada semakin padatnya bangunan disekitarnya.
Semakin padat bangunan pada suatu wilayah dapat menimbulkan potensi
terjadinya rawan bencana kebakaran pada suatu daerah. Hal ini dikarenakan
Kebakaran sering terjadi pada suatu wilayah yang memiliki kepadatan bangunan yang
tinggi. Karena pada wilayah yang memiliki bangunan dengan kepadatan tinggi jika
terjadi bencana kebakaran, api akan cepat menyebar pada wilayah atau bangunan yang
berada disekitarnya.
Adapun kepadatan bangunan didapatkan dengan perhitungan luas bangunan dibagi
dengan luas wilayah pada wilayah tersebut. Berikut tabel kepadatan bangunan di Kota
Surakarta.
Tabel 15
Kepadatan Bangunan No Kecamatan Kelurahan Luas
Wilayah
(ha)
Luas
Bangunan
(ha)
KDB
1 Laweyan 1. Pajang 155,2 136,74 88
2. Laweyan 24,83 17,87 72
3. Bumi 37,3 23,45 63
4. Panularan 54,4 45,90 84
5. Sriwedari 51,3 44,99 88
6. Penumping 50,33 36,11 72
7. Purwosari 84,4 64,03 76
8. Sondakan 78,5 61,67 79
9. Kerten 92,1 50,97 55
10. Jajar 105,5 77,47 73
11. Karangasem 130 70,13 54
2 Serengan 1. Joyotakan 45,9 35,20 77
2. Danukusuman 50,8 39,10 77
3. Serengan 64 59,70 93
4. Tipes 64 50,47 79
5. Kratonan 32,4 30,73 95
6. Jayengan 29,3 19,65 67
7. Kemlayan 33 29,71 90
3 Pasar Kliwon 1. Joyosuran 54 32,32 60
2. Semanggi 166,82 138,88 83
3. Pasar Kliwon 36 22,61 63
4. Baluwarti 40,7 34,91 86
5. Gajahan 33,9 21,90 65
6. Kauman 19,2 12,98 68
7. Kampung Baru 30,6 14,26 47
8. Kedung Lumbu 55,1 35,28 64
9. Sangkrah 45,2 34,61 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
No Kecamatan Kelurahan Luas
Wilayah
(ha)
Luas
Bangunan
(ha)
KDB
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon 17,5 11,46 65
2. Kepatihan Wetan 22,5 10,31 46
3. Sudiroprajan 23 19,84 86
4. Gandekan 35 30,97 88
5. Sewu 48,5 33,83 70
6. Pucang Sawit 127 71,97 57
7. Jagalan 65 52,69 81
8. Purwodiningratan 37,3 26,36 71
9. Tegalharjo 32,5 22,32 69
10. Jebres 317 129,53 41
11. Mojosongo 532,88 328,17 62
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 79,7 63,11 79
2. Timuran 31,5 21,03 67
3. Keprabon 31,8 20,95 66
4. Ketelan 25 15,48 62
5. Punggawan 36 30,04 83
6. Kestalan 20,8 11,9 57
7. Setabelan 27,7 20,01 72
8. Gilingan 127,2 86,91 68
9. Manahan 128 61,85 48
10. Sumber 133,3 99,36 75
11. Nusukan 206,3 149,47 72
12. Kadipiro 508,8 384,47 76
13. Banyuanyar 125 72,58 58
KOTA SURAKARTA 4.404,06 3.016,257
Sumber : hasil survey,2012
Berdasarkan tabel kepadatan bangunan diatas terlihat bahwa kelurahan seluruh
kelurahan di Kota Surakarta memiliki luas kepadatan bangunan lebih dari 30% dari
luas wilayahnya. Tidak ada satupun kelurahan yang memiliki luas wilayah dibawah
30%.
Kepadatan bangunan paling tinggi terdapat pada Kelurahan Kratonan dan
Kelurahan Serengan Kecamatan Serengan dengan masing – masing kepadatan
bangunan 95% dan 93%. Sedangkan untuk wilayah dengan kepadatan bangunan
kurang dari 60% terdapat di 9 (sembilan) kelurahan yang tersebar hampir pada masing
– masing Kecamatan di Kota Surakarta.
Kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan di bawah 60% di Kota Surakarta
diantaranya yaitu Kelurahan Kerten, Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan,
Kelurahan Kedung Lumbu Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Kepatihan Wetan,
Kelurahan Pucang Sawit, Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres, Kelurahan Kestalan,
Kelurahan Manahan, dan Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Banjarsari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Peta Kepadatan Bangunan (nilai)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
5. Sarana Proteksi Kebakaran
a. Hidran
Dalam kaitannya penyediaan air untuk bencana kebakaran, Kota Surakarta
memiliki Fire Hydrant. Fasilitas ini merupakan fasilitas yang disediakan oleh PDAM
untuk sumber air bagi pemadam kebakaran Kota Surakarta. Kota Surakarta memiliki
fire hydrant berjumlah 100 unit dan keberadaan fire hydrant sudah tersebar di setiap
kecamatan di Kota Surakarta dalam jenis pilar maupun tanam. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 16
Jumlah dan Sebaran Fire Hydrant Kota Surakarta
dirinci per Kelurahan 2011 No Kecamatan Kelurahan Pilar Tanam
1 Laweyan 1. Pajang 1 -
2. Laweyan 1 -
3. Bumi - -
4. Panularan - 1
5. Sriwedari 2 -
6. Penumping - 1
7. Purwosari 1 -
8. Sondakan - 1
9. Kerten - 1
10. Jajar - 3
11. Karangasem 2 2
2 Serengan 1. Joyotakan - -
2. Danukusuman 2 1
3. Serengan - -
4. Tipes - 1
5. Kratonan - 2
6. Jayengan 1 1
7. Kemlayan - -
3 Pasar Kliwon 1. Joyosuran 1 1
2. Semanggi 1 2
3. Pasar Kliwon 3 -
4. Baluwarti - -
5. Gajahan 2 1
6. Kauman 3 -
7. Kampung Baru 1 -
8. Kedung Lumbu 2 -
9. Sangkrah - 1
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon - -
2. Kepatihan Wetan 2 -
3. Sudiroprajan 2 -
4. Gandekan - -
5. Sewu 1 1
6. Pucang Sawit 1 1
7. Jagalan - -
8. Purwodiningratan 1 -
9. Tegalharjo - -
10. Jebres 4 2
11. Mojosongo 8 -
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 1 2
2. Timuran 2 -
3. Keprabon 2 -
4. Ketelan - -
5. Punggawan 1 -
6. Kestalan 1 -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
7. Setabelan 2 1
8. Gilingan 3 1
9. Manahan 7 3
10. Sumber 2 1
11. Nusukan 3 1
12. Kadipiro 2 -
13. Banyuanyar - -
KOTA SURAKARTA 68 32
Sumber : Data Fire Hydrant 2011 dan wawancara
Tabel 17
Kondisi Hidran No Kecamatan Jumlah (unit) Kondisi Keterangan
1 Laweyan 16 5 Rusak Air tidak lancar
2 Serengan 8 1 Rusak Tidak
ditemukan
3 Pasar Kliwon 18 9 Rusak Rusak,
terhalang
tanaman ato
pagar, tertutup
aspal
4 Jebres 23 11 Rusak Rusak, air tidak
lancar, tertutup
pedagang,
tertutup aspal
5 Banjarsari 35 19 Rusak Rusak
Ada yang
tertutup aspal
dan pedagang
Sumber : Observasi dan wawancara
Gambar 7
Fire Hydrant Pilar dan Tanam Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
b. Satuan Relawan Kebakaran (SATLAKAR)
Satuan relawan kebakaran (satlakar) lazimnya merupakan suatu kumpulan
masyarakat yang perduli dan tanggap terhadap peristiwa atau bencana kebakaran.
Satlakar memiliki peran didalam memadamkan api pertama kali pada suatu wilayah
sebelum petugas kebakaran datang pada tempat kejadian perkara. Selain itu, satlakar
memiliki tugas dalam pelaporan kejadian kebakaran pada suatu wilayah dan mencegah
terjadinya perluasan dampak kebakaran dengan melakukan upaya pencegahan serta
evakuasi.
Sebelum tahun 2010, setiap kelurahan di Kota Surakarta wajib mengirimkan 2
(dua) perwakilannya untuk mengikuti pelatihan untuk menjadi bantuan relawan
kebakaran (BALAKAR) pada setiap tahunnya. Dan harus diikuti oleh orang yang
berbeda. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan bekal dan pelatihan kepada
masyarakat dikala menghadapi bencana kebakaran. Personil yang terlatih pada
masing-masing kelurahan jika kegiatan telah berjalan lebih dari 5 (lima) tahun, artinya
setiap kelurahan memiliki sejumlah personil sukarelawan kebakaran lebih dari 10
orang. Sehingga diharapkan perwakilan-perwakilan tersebut dapat menjadi penggerak
didalam upaya pengurangan terhadap resiko bencana kebakaran di kelurahan masing-
masing sebagai bentuk perwujudan keamanan dan kemampuan lingkungan terhadap
kejadian kebakaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Peta Hidran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
6. Jaringan Jalan
Jaringan jalan di Kota Surakarta terdiri dari jaringan jalan negara, jalan provinsi
dan jalan Kota. Jalan tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis permukaan
dan kondisi jalan.
a. Jenis Permukaan
Sepanjang tahun 2009 dan 2010, seluruh jalan negara di Kota Surakarta
merupakan jalan dengan permukaan aspal. Panjang jalan negara pada tahun 2010 tidak
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Begitu juga dengan jalan propinsi.
Untuk jalan Kota mengalami peningkatan dari 468,73 km di tahun 2009 menjadi
469,73 km pada tahun 2010. Sedangkan jenis permukaan yang tidak diperinci
permukaannya pada jalan Kota mengalami penurunan dari 109,01 km menjadi 108,21
km. Jalan Kota memiliki variasi jenis permukaan dengan jenis aspal, kerikil, tanah,
dan tidak terperinci. Jalan kota lebih didominasi oleh permukaan dengan jenis aspal.
Dan jalan kota pada tahun 2010 memiliki total 676,56 km. Berikut rincian jalan
berdasarkan jenis permukaannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 18
Jenis Permukaan Jalan Negara di Kota Surakarta
tahun 2009-2010 Jenis
Permukaan
Jalan Negara
2009 2010
Aspal 13,15 13,15
Kerikil - -
Tanah - -
Tidak Dirinci - -
Jumlah 13,15 13,15
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
Tabel 19
Jenis Permukaan Jalan Provinsi di Kota Surakarta
tahun 2009-2010 Jenis Permukaan Jalan Provini
2009 2010
Aspal 15,48 15,48
Kerikil - -
Tanah - -
Tidak Dirinci - -
Jumlah 15,48 15,48
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
Tabel 20
Jenis Permukaan Jalan Kota di Kota Surakarta
tahun 2009-2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Jenis Permukaan Jalan Kota
2009 2010
Aspal 468,73 469,73
Kerikil 97,55 97,55
Tanah 0,57 1,07
Tidak Dirinci 109,01 108,21
Jumlah 675,86 676,56
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
b. Kondisi Jalan
Terkait dengan kondisi jalan, berdasarkan data Kota Surakarta dalam angka, kondisi
jalan negara di kota surakarta perbandingan jalan baik dan rusak lebih banyak yang
rusak dibandingkan yang baik kondisinya yaitu 4,45 km jalan rusak dan 2,65 km jalan
baik. Sedangkan lainnya memiliki kondisi jalan sedang yaitu 6,05 km. Begitu juga
dengan jalan provinsi dimana jalan rusak mencapai 10,99 km dan 4,49 km jalan baik
dan tidak memiliki kondisi jalan yang baik. Akan tetapi tidak mengalami perubahan
kondisi jalan baik untuk jalan negara maupun jalan provinsi.
Jalan Kota juga mengalami penambahan serta pengurangan pada kondisi jalannya.
Padatahun 2009 kondisi jalan baik di kota sepanjang 447,78 km dan mengalami
penurunan pada tahun 2010 menjadi 402,34 km. Serta terdapat jalan dengan kondisi
sedang berjumlah 206,92 km pada tahun 2009 dan 232,54 km pada tahun 2010. Begitu
juga dengan jalan yang mengalami kerusakan terus bertambah. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 21
Kondisi Jalan Negara di Kota Surakarta
tahun 2009-2010 Kondisi Jalan Jalan Negara
2009 2010
Baik 2,65 2,65
Sedang 6,05 6,05
Rusak 4,45 4,45
Rusak Berat - -
Jumlah 13,15 13,15
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 22
Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta
tahun 2009-2010 Kondisi Jalan Jalan Negara
2009 2010
Baik - -
Sedang 4,49 4,49
Rusak 10,99 10,99
Rusak Berat - -
Jumlah 16,33 16,33
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
Tabel 23
Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta
tahun 2009-2010 Kondisi Jalan Jalan Negara
2009 2010
Baik 447,78 402,34
Sedang 206,92 232,54
Rusak 18,29 37,56
Rusak Berat 2,87 4,12
Jumlah 675,86 676,56
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
c. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi merupakan prasarana yang digunakan selama terjadinya bencana.
Prasarana ini berupa jalur evakuasi yang dapat digunakan oleh masyarakat ketika
terjadi bencana. Jalur evakuasi ini juga merupakan jalur yang digunakan oleh petugas
didalam menuju lokasi terjadinya bencana. Hal ini dikarenakan jalur evakuasi
merupakan jalur yang memiliki kondisi yang baik, sehingga memungkinkan didalam
percepatan pencapaian lokasi bencana. Nama – nama jalan yang merupakan jalur
evakuasi di Kota Surakarta telah disebutkan dalam RTRW Kota Surakarta 2011 – 2031.
Berikut jalur evakuasi yang dimiliki oleh Kota Surakarta.
Tabel 24
Jalur Evakuasi No Nama Jalan Lebar
(m)
Panjang
(km)
Kondisi Kelas
Jalan
1 Jl. Veteran 7 2,31 Baik
I
2 Jl. Bhayangkara 9 1,38 Rusak Ringan
3 Jl. Rajiman 8 4,95 Baik
4 Jl. Dr. Wahidin 7 0,63 Baik
5 Jl. Dr. Muwardi 12 0,75 Baik
6 Jl. Kapt. Mulyadi 8 2,60 Baik
7 Jl. Urip Sumoharjo 14 0,85 Baik
8 Jl. A. Yani 9 5,44 Baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
No Nama Jalan Lebar
(m)
Panjang
(km)
Kondisi Kelas
Jalan
I
9 Jl. Ir. Sutami 12 1,60 Baik
10 Jl. Sutarto 14 1,16 Baik
11 Jl. Mangunsarkoro 7 1,78 Rusak Sedang
12 Jl. Tendean 8 1,19 Rusak Sedang
13 Jl. Sumarmo 7 2,63 Rusak Sedang
Sumber : hasil survey 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Peta Jaringan Jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
BAB V
PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI POTENSI TERJADINYA KEBAKARAN BERDASARKAN
FAKTOR PEMICU KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA
Dalam mengetahui potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta didasarkan pada
faktor pemicu terjadinya kebakaran. Faktor pemicu kebakaran sesuai yang telah dirumuskan
yaitu Fire History, Penggunaan Lahan, Kepadatan Bangunan, Kepadatan Penduduk, Proteksi
Terpasang, dan Kesiapan Masyarakat.
Identifikasi terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui faktor pemicu yang muncul dalam memicu kebakaran di Kota Surakarta.
Secara sederhana, semakin banyak kelurahan yang memiliki penilaian terhadap faktor pemicu
terhadap indikatornya, maka wilayah tersebut memiliki kemungkinan besar terhadap
terjadinya kebakaran dari faktor pemicu yang ada. Dalam kata lain dapat dikatakan bahwa
faktor pemicu tersebut memiliki potensi yang tinggi dalam memicu terjadinya kebakaran.
Sehingga didapatkan hasil berupa identifikasi faktor pemicu yang paling berperan dalam
memicu kebakaran berdasarkan analisis deskriptif.
1. Kejadian Kebakaran
Kota Surakarta merupakan Kota yang rawan terjadi Kebakaran, dimana berdasarkan
Indeks Rawan Bencana Nasional tahun 2011 berada pada rangking 26 nasional.
Kejadian Kebakaran atau fire history merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran.
dalam faktor ini semakin sering atau semakin tingi kejadian dalam suatu kelurahan, maka
semakin tingi pula terjadinya kebakaran dimasa yang akan datang. Sehingga kelurahan yang
sering terjadi kebakaran, dapat dikatakan sebagai kelurahan yang rawan berdasarkan faktor
pemicu kejadian kebakaran atau fire history.
Berdasarkan data kejadian kebakaran di Kota Surakarta dalam 3 (tiga) tahun terakhir
terjadi 111 kejadian kebakaran. Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres, merupakan kelurahan
yang paling sering terjadi kebakaran. Kelurahan Jebres terjadi kebakaran dengan jumlah
kejadian mencapai 9 kejadian dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun. Jumlah kejadian kebakaran
yang dimiliki oleh Kelurahan Jebres mencapai angka 8% dari total kejadian Kebakaran di
Kota Surakarta.
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari merupakan kelurahan dengan kejadian
terbesar kedua dengan 7 kejadian kebakaran dengan presentasi kejadian kebakaran 6%.
Sedangkan Kelurahan Pajang, Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan, Kelurahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Mangkubumen, dan Kelurahan Kadipiro
Kecamatan Banjarsari memiliki presentasi kejadian masing – masing 5% kejadian. Sedangkan
Kelurahan lain yag tidak disebutkan memiliki presentasi kejadian yang kecil dengan nilai
presentasi dibawah 5%.
Berdasarkan PerKa BNPB Nomor 2 tahun 2012 yang merupakan indikator terhadap
jumlah kejadian, menetapkan klasifikasi kejadian kebakaran dalam 3 (tiga) kelas yaitu rendah
(<2%), sedang (2-5%), tinggi (>5%).
Jadi presentasi kejadian kebakaran yang terjadi di Kota Surakarta dapat dikatakan
bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran dengan
variabel frekuensi kejadian di Kota Surakarta berdasarkan analisis deskriptif. Hal ini
dikarenakan terdapat total 2 kelurahan yang memiliki tingkat bahaya tinggi (2 kelurahan) dan
sedang (25 kelurahan) dari total 51 kelurahan.
Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia yang diterbitkan oleh
BNPB kejadian kebakaran memiliki angka potensi bahaya (3).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 25
Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta No Kecamatan Kelurahan 2010 2011 2012 Jumlah %
1 Laweyan 1. Pajang 1 3 2 6 5
2. Laweyan 1 1 1 3 3
3. Bumi - - - 0 0
4. Panularan 1 - 1 2 2
5. Sriwedari - - 2 2 2
6. Penumping 1 1 1 3 3
7. Purwosari 2 - - 2 2
8. Sondakan - 2 - 2 2
9. Kerten - 1 - 1 1
10. Jajar 1 - - 1 1
11. Karangasem 1 2 3 6 5
2 Serengan 1. Joyotakan - - 1 1 1
2. Danukusuman - 1 - 1 1
3. Serengan - 2 1 3 3
4. Tipes - - 1 1 1
5. Kratonan - 1 2 3 3
6. Jayengan - - - 0 0
7. Kemlayan - 1 - 1 1
3 Pasar Kliwon 1. Joyosuran 1 - - 1 1
2. Semanggi 3 3 - 6 5
3. Pasar Kliwon 1 - 1 2 2
4. Baluwarti - - - 0 0
5. Gajahan - 1 3 4 4
6. Kauman - 1 1 2 2
7. Kampung Baru - - - 0 0
8. Kedung Lumbu 1 1 - 2 2
9. Sangkrah - - 1 1 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
No Kecamatan Kelurahan 2010 2011 2012 JJumlah %
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon - - - 0 0
2. Kepatihan Wetan 1 - - 1 1
3. Sudiroprajan - - - 0 0
4. Gandekan - - 1 1 1
5. Sewu - - - 0 0
6. Pucang Sawit - - 2 2 2
7. Jagalan 3 - - 3 3
8. Purwodiningratan - 1 2 3 3
9. Tegalharjo - - - 0 0
10. Jebres 1 1 7 9 8
11. Mojosongo - 1 2 3 3
5 Banjarsari 1. Mangkubumen - 3 2 5 5
2. Timuran - 1 1 2 2
3. Keprabon - 1 1 2 2
4. Ketelan - - - 0 0
5. Punggawan - - - 0 0
6. Kestalan 1 - 1 2 2
7. Setabelan - 1 1 2 2
8. Gilingan 3 3 1 7 6
9. Manahan 1 1 - 2 2
10. Sumber - 1 - 1 1
11. Nusukan 1 1 - 2 2
12. Kadipiro 3 1 2 6 5
13. Banyuanyar - - 2 2 2
KOTA SURAKARTA 28 37 46 111 100
Sumber : hasil analisis, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
PETA KEJADIAN KEBAKARAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
2. Pengunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran. Hal ini
dikarenakan setiap penggunaan lahan memiliki klasifikasi resiko terhadap potensi terjadinya
kebakaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 20 tahun 2009 tentang
Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan, setiap penggunaan lahan
memiliki klasifikasi angka potensi kebakaran. Penggunaan lahan dan angka klasifikasi yang
dimaksud dalam penggunaan lahan dengan fungsi berupa Permukiman (3), Perkantoran (4),
Jasa (5), Perdagangan (6), dan Industri (7).
Berdasarkan teori sturgess, dalam mengklasifikasikan penilaian berdasasrkan kategori
rendah, sedang, dan tinggi dalam 3 kelas dilakukan dengan formula Sturgess yaitu :
a. Menghitung ambang interval dengan cara mengurangkan Nilai tertinggi (hasil
penilaian tertinggi) dari hasil penilaian dengan nilai terendah (hasil penilaian
terendah) dari jumlah penilaian untuk kemudian dibagi 3 (tiga) sesuai dengan
interval kelas yag diinginkan.
b. Nilai ambang interval yang telah didapat dari hasil perhitungan sebelumnya (a),
digunakan sebagai pengurang dari nilai tertinggi, sehingga akan menghasilkan
batas nilai paling bawah dari kategori tertinggi.
c. Selanjutnya dilakukan pengurangan 1 angka terhadap batas terendah, sehingga
akan menghasilkan batas tertinggi untuk kategori sedang, dan seterusnya.
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 (𝑁𝑅) =(Nilai Tertinggi − Nilai Terendah)
Kelas
a. Permukiman
Penggunaan lahan di Kota Surakarta didominasi oleh penggunaan lahan berupa
Permukiman dengan 3.140,61 ha dari luas wilayah Kota Surakarta sebesar 4.404,06 ha atau
sebesar 71% luas wilayah. Penggunaan Lahan permukiman paling tinggi berada pada
Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 92% dari luas wilayah kelurahan. Hal
ini berarti pada kelurahan tersebut memiliki penggunaan lahan sebagai permukiman yang
tinggi. Sedangkan penggunaan lahan permukiman paling rendah yaitu Kelurahan Kepatihan
Wetan dengan 45% penggunan lahan untuk permukiman.
Akan tetapi berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan
permukiman rendah (<59%), sedang (59% - 75%), dan tinggi (>75%). Sehingga, penggunaan
lahan untuk permukiman didapatkan kelurahan yang berada pada kriteria penggunaan
permukiman rendah sejumlah 5 (lima) kelurahan diantaranya 4 (empat) kelurahan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
kecamatan Jebres dan 1 (satu) kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon. Kelurahan tersebut
adalah Kelurahan Kedung Lumbu Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Kepatihan Kulon,
Kelurahan Kepatihan Wetan, Kelurahan Sudiroprajan, dan Kecamatan Pucangsawit
Kecamatan Jebres. Hal ini berarti 46 kelurahan selain kelurahan yang memiliki kriteria
pengunaan lahan rendah, merupakan Kelurahan dengan penggunaan lahan sedang dan tinggi.
Kelurahan dengan penggunaan lahan permukiman tinggi di Kota Surakarta sebanyak
14 kelurahan dari 51 kelurahan. Atau kurang dari sepertiga dari jumlah kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel
penggunaan lahan permukiman dapat dikatakan bukan merupakan faktor pemicu yang
berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini.
Sedang berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan permukiman
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (3).
b. Perkantoran
Penggunaan lahan perkantoran di Kota Surakarta sebesar 143,33 ha dari total luas
wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan perkantoran paling tinggi berada pada
Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 28% dari luas wilayah kelurahan.
Hal ini dikarenakan Kelurahan Kampung Baru merupakan letak dari lokasi pusat
pemerintahan Kota Surakarta, sehingga kelurahan ini memiliki pernggunaan lahan
perkantoran paling besar diantara 51 kelurahan lainnya.
Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan perkantoran
rendah (<9%), sedang (9% - 18%), dan tinggi (>18%). Penggunaan lahan perkantoran sedang
terdapat pada kelurahan Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan Kecamatan Jebres, Kelurahan
Mangkubumen, Kelurahan timuran, dan Kelurahan Ketelan Kecamatan Banjarsari. Sedangkan
kelurahan selain yang telah disebutkan memiliki penggunaan lahan perkantoran rendah.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel
penggunaan lahan perkantoran bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap
terjadinya kebakaran di Kota Surakarta.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini.
Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan perkantoran
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
c. Jasa
Penggunaan lahan Jasa di Kota Surakarta sebesar 146,23 ha dari total luas wilayah
4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan Jasa paling tinggi berada pada Kelurahan
Mangkubumen Kecamatan Banjarsari sebesar 11% dari luas wilayah kelurahan. Sedangkan
penggunaan lahan jasa paling rendah berada pada Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Pasar
Kliwon sebesar 0% dari luas wilayah atau hanya sebesar 0,03 ha.
Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan Jasa rendah
(<2%), sedang (2% - 6%), dan tinggi (>6%). Penggunaan lahan Jasa sedang terdapat pada
kelurahan 32 Kelurahan yang tersebar di masing – masing Kecamatan. Sedangkan untuk
penggunaan lahan jasa rendah sejumlah 10 Kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel
penggunaan lahan jasa bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya
kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 9 Kelurahan dari 51
kelurahan yang ada.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini.
Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan jasa
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (5).
d. Perdagangan
Penggunaan lahan perdagangan di Kota Surakarta sebesar 224,96 ha dari total luas
wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan perdagangan paling tinggi berada
pada Kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres sebesar 41% dari luas wilayah kelurahan.
Sedangkan penggunaan lahan perdagangan paling rendah berada pada Kelurahan Jajar dan
Karangasem Kecamatan Laweyan dengan masing – masing 0% terhadap luas wilayahnya atau
sebesar 0,04 ha dan 0,15 ha.
Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan perdagangan
rendah (<12%), sedang (12% - 26%), dan tinggi (>26%). Penggunaan lahan perdagangan
sedang terdapat pada kelurahan 11 Kelurahan yang tersebar di masing – masing Kecamatan.
Sedangkan untuk penggunaan lahan Perdagangan rendah sejumlah 38 Kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel
penggunaan lahan Perdagangan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap
terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 2 Kelurahan
dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini.
Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan Perdagangan
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
e. Industri
Penggunaan lahan industri di Kota Surakarta sebesar 121,90 ha dari total luas wilayah
4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan industri paling tinggi berada pada Kelurahan
Kerten Kecamatan Laweyan sebesar 9% dari luas wilayah kelurahan. Sedangkan penggunaan
lahan industri paling rendah terdapat di 14 Kelurahan yang tersebar pada masing – masing
Kecamatan kecuali Kecamatan Serengan yang tidak memiliki kelurahan dengan penggunaan
lahan industri 0 ha.
Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan industri rendah
(<2%), sedang (2% - 5%), dan tinggi (>5%). Penggunaan lahan industri dengan kategori
rendah sejumlah 28 kelurahan dan kategori sedang terdapat pada 16 Kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel
penggunaan lahan Industri bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap
terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 7 Kelurahan
dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini.
Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan Industri
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (7).
Tabel 26
Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta
No Kec Kelurahan Permuki
man %
Perkant
oran % Jasa %
Perdag
angan % Indstri %
Luas
Penggu
naan
Lahan
Luas
Wilay
ah
1 Law
eyan
1.Pajang 130,65 84 3,34 2 3,19 2 9,11 6 1,48 1 147,77 155,20
2. Laweyan 15,88 64 0,11 0 0,99 4 1,86 7 0,61 2 19,45 24,83
3. Bumi 28,14 75 0,27 1 1,88 5 1,61 4 0,21 1 32,11 37,30
4. Panularan 45,35 83 2,11 4 1,17 2 2,05 4 1,52 3 52,20 54,40
5. Sriwedari 38,44 75 3,14 6 1,93 4 6,15 12 1,45 3 51,11 51,30
6. Penumping 41,18 82 0,97 2 2,77 6 2,08 4 0,76 2 47,76 50,33
7. Purwosari 69,84 83 0,71 1 4,67 6 0,75 1 0,32 0 76,29 84,40
8. Sondakan 68,52 87 1,53 2 1,29 2 1,27 2 0,52 1 73,13 78,50
9. Kerten 64,75 70 6,70 7 3,45 4 1,11 1 8,52 9 84,53 92,10
10. Jajar 87,77 83 6,16 6 5,66 5 0,04 0 3,59 3 103,22 105,50
11. Karangasem 98,13 75 2,53 2 0,75 1 0,15 0 4,12 3 105,68 130,00
2 Sere
ngan
1. Joyotakan 31,27 68 0,18 0 0,43 1 2,89 6 1,05 2 35,82 45,90
2. Danukusuman 34,02 67 0,8 2 1,15 2 3,37 7 1,35 3 40,69 50,80
3. Serengan 56,57 88 0,82 1 0,97 2 3,26 5 0,79 1 62,41 64,00
4. Tipes 46,12 72 0,59 1 1,75 3 6,98 11 1,43 2 56,87 64,00
5. Kratonan 24,62 76 0,22 1 1,96 6 4,89 15 0,44 1 32,13 32,40
6. Jayengan 18,48 63 0,7 2 1,39 5 6,71 23 2,11 7 29,39 29,30
7. Kemlayan 21,22 64 0,63 2 1,78 5 8,59 26 0,18 1 32,40 33,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
No Kec Kelurahan Permuki
man %
Perkant
oran % Jasa %
Perdag
angan % Indstri %
Luas
Penggu
naan
Lahan
Luas
Wilay
ah
3 Pasar
Kliw
on
1. Joyosuran 47,99 89 0,74 1 0,44 1 1,65 3 2,83 5 53,65 54,00
2. Semanggi 125,85 75 1,03 1 4,03 2 9,96 6 3,54 2 144,41 166,82
3. Pasar Kliwon 27,17 75 0,15 0 2,17 6 4,1 11 1,71 5 35,30 36,00
4. Baluwarti 37,37 92 0,62 2 0,51 1 0,62 2 0 0 39,12 40,70
5. Gajahan 19,88 59 0,32 1 0,84 2 3,45 10 0 0 24,49 33,90
6. Kauman 14,68 76 0,62 3 0,52 3 2,53 13 0,24 1 18,59 19,20
7. Kampung Baru 20,46 67 8,69 28 0,03 0 1,43 5 0 0 30,61 30,60
8. Kampung Lumbu 31,21 57 2,25 4 3,12 6 6,55 12 1,41 3 44,54 55,10
9. Sangkrah 33,72 75 0,55 1 0,54 1 0,9 2 0 0 35,71 45,20
4 Jebre
s
1. Kepatihan Kulon 9,07 52 1,52 9 1,52 9 2,51 14 0 0 14,62 17,50
2. Kepatihan Wetan 10,15 45 2,1 9 2,1 9 5,24 23 0 0 19,59 22,50
3. Sudiroprajan 11,97 52 0,78 3 0,78 3 9,44 41 0 0 22,97 23,00
4. Gandekan 28,56 82 1,19 3 1,19 3 3 9 0,92 3 34,86 35,00
5. Sewu 31,9 66 1,44 3 1,44 3 2,72 6 3,55 7 41,05 48,50
6. Pucang Sawit 64,5 51 4,35 3 4,35 3 1,86 1 8,79 7 83,85 127,00
7. Jagalan 51,64 79 0,75 1 0,75 1 4,73 7 3,81 6 61,68 65,00
8. Purwodiningratan 22,34 60 3,02 8 3,02 8 9,06 24 0 0 37,44 37,30
9. Tegalharjo 24,4 75 1,53 5 1,53 5 0,79 2 0 0 28,25 32,50
10. Jebres 226,98 72 19,13 6 19,13 6 12,38 4 17,98 6 295,60 317,00
11. Mojosongo 320,26 60 6,59 1 6,59 1 10,7 2 8,12 2 352,26 532,88
5 Banj
arsar
i
1. Mangkubumen 53,08 67 8,93 11 8,93 11 8,07 10 0,28 0 79,29 79,70
2. Timuran 21,02 67 3,08 10 3,08 10 3,96 13 0,07 0 31,21 31,50
3. Keprabon 20 63 0,97 3 0,97 3 6,6 21 0 0 28,54 31,80
4. Ketelan 15,9 64 2,53 10 2,53 10 1,56 6 0 0 22,52 25,00
5. Punggawan 26,65 74 2,56 7 2,56 7 4,34 12 0 0 36,11 36,00
6. Kestalan 15,29 74 1,41 7 1,41 7 1,59 8 0,36 2 20,06 20,80
7. Setabelan 16,69 60 0,63 2 0,63 2 9,07 33 0 0 27,02 27,70
8. Gilingan 97,65 77 8,44 7 8,44 7 6,26 5 3,97 3 124,76 127,20
9. Manahan 95,89 75 6,91 5 6,91 5 2,54 2 1,95 2 114,20 128,00
10. Sumber 106,83 80 1,79 1 1,79 1 4,83 4 0 0 115,24 133,30
11. Nusukan 164,71 80 2,27 1 2,27 1 8,77 4 1,67 1 179,69 206,30
12. Kadipiro 342,62 67 9,16 2 9,16 2 5,16 1 28,9 6 395,00 508,80
13. Banyuanyar 83,23 67 5,77 5 5,77 5 5,72 5 1,35 1 101,84 125,00
Kota Surakarta 3.140,61
143,33
146,23
224,96
121,90
3777,03 4404,0
6
Sumber : Hasil analisis, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
PETA PENGGUNAAN LAHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
3. Penduduk
a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dapat menggambarkan akan adanya
kecenderungan akan kerentanan terhadap pemicu terjadinya kebakaran. Semakin tinggi
kepadatan penduduk maka akan semakin tinggi pula kerentanan terjadinya kebakaran di Kota
Surakarta.
Tingginya kepadatan penduduk dalam suatu wilayah dapat menjadikan suatu indikasi
akan tingginya aktivitas yang ada didalamnya. Tingginya aktivitas penduduk akan suatu
wilayah akan berpotensi dalam pemicu terjadinya kebakaran yang semakin tinggi pula. Dapat
dikatakan bahwa kepadatan penduduk menimbulkan kecenderungan yang berbanding lurus
dengan munculnya kejadian kebakaran dimana kejadian kebakaran dapat disebabkan oleh
kelalaian manusia.
Standar Nasional Indonesia nomor 3 tahun 2004 tentang tata cara perencanaan
lingkungan perkotaan memberikan gambaran standar pedoman akan kepadatan penduduk.
Baik penduduk kepadatan rendah (<150), penduduk kepadatan sedang (150-200), dan
penduduk kepadatan tinggi (>200).
Kota Surakarta memiliki total kepadatan penduduk sebesar 7940 jiwa/ha. Kepadatan
penduduk tinggi di Kota Surakarta mencapai 8 (delapan). Kelurahan tersebut yaitu Kelurahan
Danukusuman, Kelurahan Serengan, Kelurahan Tipes Kecamatan Serengan, kelurahan
Joyosuran, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan
Sudiroprajan, dan Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres.
Kelurahan dengan kepadatan penduduk rendah masih banyak tersebar di Kota
Surakarta mencapai 24 (dua puluh empat) kelurahan dari total 51 kelurahan di kota Surakarta.
Sedangkan kelurahan sisanya memiliki kepadatan penduduk sedang yaitu sebanyak 19
(sembilan belas) kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Kepadatan Penduduk dengan variabel
Kepadatan Penduduk bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya
kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 8 Kelurahan dengan kriteria
resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Tabel 27
Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 No Kecamatan Kelurahan Luas
(ha)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/ha)
% Kepadatan
1 Laweyan 1. Pajang 155,20 24.612 159 2 SEDANG
2. Laweyan 24,83 2.580 104 1 RENDAH
3. Bumi 37,30 7.239 194 2 SEDANG
4. Panularan 54,40 9.752 179 2 SEDANG
5. Sriwedari 51,30 4.772 93 1 RENDAH
6. Penumping 50,33 5.629 112 1 RENDAH
7. Purwosari 84,40 13.057 155 2 SEDANG
8. Sondakan 78,50 11.973 153 2 SEDANG
9. Kerten 92,10 11.939 130 2 RENDAH
10. Jajar 105,50 9.733 92 1 RENDAH
11. Karangasem 130,00 9.827 76 1 RENDAH
2 Serengan 1. Joyotakan 45,90 8.921 194 2 SEDANG
2. Danukusuman 50,80 11.657 229 3 TINGGI
3. Serengan 64,00 12.976 203 3 TINGGI
4. Tipes 64,00 13.855 216 3 TINGGI
5. Kratonan 32,40 6.182 191 2 SEDANG
6. Jayengan 29,30 5.817 199 3 SEDANG
7. Kemlayan 33,00 4.873 148 2 RENDAH
3 Pasar
Kliwon
1. Joyosuran 54,00 11.653 216 3 TINGGI
2. Semanggi 166,82 33.977 204 3 TINGGI
3. Pasar Kliwon 36,00 7.174 199 3 SEDANG
4. Baluwarti 40,70 7.286 179 2 SEDANG
5. Gajahan 33,90 5.269 155 2 SEDANG
6. Kauman 19,20 3.524 184 2 SEDANG
7. Kampung Baru 30,60 3.687 120 2 RENDAH
8. Kedung Lumbu 55,10 4.857 88 1 RENDAH
9. Sangkrah 45,20 11.597 257 3 TINGGI
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon 17,50 2.930 167 2 SEDANG
2. Kepatihan Wetan 22,50 3.050 136 2 RENDAH
3. Sudiroprajan 23,00 5.037 219 3 TINGGI
4. Gandekan 35,00 9.529 272 3 TINGGI
5. Sewu 48,50 7.663 158 2 SEDANG
6. Pucang Sawit 127,00 13.903 109 1 RENDAH
7. Jagalan 65,00 12.382 190 2 SEDANG
8. Purwodiningratan 37,30 5.453 146 2 RENDAH
9. Tegalharjo 32,50 6.078 187 2 SEDANG
10. Jebres 317,00 32.112 101 1 RENDAH
11. Mojosongo 532,88 46.256 87 1 RENDAH
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 79,70 10.013 126 2 RENDAH
2. Timuran 31,50 4.371 139 2 RENDAH
3. Keprabon 31,80 3.737 118 1 RENDAH
4. Ketelan 25,00 4.284 171 2 SEDANG
5. Punggawan 36,00 5.243 146 2 RENDAH
6. Kestalan 20,80 3.030 146 2 RENDAH
7. Setabelan 27,70 4.382 158 2 SEDANG
8. Gilingan 127,20 21.823 172 2 SEDANG
9. Manahan 128,00 13.432 105 1 RENDAH
10. Sumber 133,30 16.864 127 2 RENDAH
11. Nusukan 206,30 28.529 138 2 RENDAH
12. Kadipiro 508,80 49.614 98 1 RENDAH
13. Banyuanyar 125,00 11.886 95 1 RENDAH
KOTA SURAKARTA 4.404,06 586.019 7940 100
Sumber : Hasil analisis, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
PETA ANALISIS KEPADATAN PENDUDUK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
b. Penduduk Usia Rentan
Penduduk Usia rentan merupakan penduduk dengan kelompok usia 0-14 tahun dan
usia 60+ tahun. Penduduk dengan kelompok ini dikatakan sebagai penduduk usia rentan
dikarenakan penduduk dalam kelompok ini merupakan penduduk yang paling rentan dalam
menghadapi suatu ancaman yaitu kebakaran.
Kerentanan yang dimiliki oleh penduduk usia rentan ini disebabkan dari kurangnya
kemampuan atau daya tahan yang dimiliki oleh penduduk dalam kelompok usia ini didalam
menghadapi kebakaran. dan keberadaan kelompok usia rentan ini bisa menggambarkan akan
adanya jumlah korban ataupun sulitnya upaya evakuasi jika terjadi kebakaran.
Sama halnya dengan keberadaan jumlah penduduk, semakin besar jumlah penduduk
usia rentan, maka semakin besar pula kerentanan yang dimiliki oleh suatu wilayah yakni Kota
Surakarta. Sehingga keberadaan penduduk usia rentan dapat juga dijadikan sebagai ukuran
dalam menganalisis wilayah terhadap adanya bahaya kebakaran.
Badan statistik memberikan arahan terhadap tingkatan usia rentan pada suatu wilayah,
dimana tingkatan usia rentan terbagi dalam 3 tingkatan yaitu usia rentan rendah (≤50), sedang
(51-69), dan tinggi (≥70).
Perhitungan terhadap dependency ratio yang seterusnya disebut usia rentan didasarkan
pada arahan dari badan statistik dengan rumus :
𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =jumlah kelompok usia 𝑛𝑜𝑛𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 (0 − 14 &60 +)
jumlah usia produktif (15 − 60) x100%
Penduduk usia rentan di Kota Surakarta berjumlah 206.660 jiwa yang terdiri dari
169.385 jiwa penduduk usia 0-14 tahun dan 37.275 jiwa penduduk usia >60 tahun. Jumlah
penduduk rentan di Kota Surakarta ini memiliki rata – rata 54 yang artinya pada setiap 100
jiwa penduduk usia produktif menanggung beban 54 jiwa penduduk yang tidak produktif dan
termasuk dalam tingkat sedang.
Kelurahan Kemlayan Kecamatan Serengan merupakan Kelurahan dengan jumlah
penduduk dengan ratio usia rentan yang paling besar yaitu mencapai 125%. Hal ini berati
dalam 100 jiwa penduduk produktif menanggung beban 125 jiwa penduduk rentan.
Sedangkan Kelurahan Stabelan merupakan kelurahan dengan ratio ketergantungan akan usia
rentan paling rendah yaitu 26%.
Tingkatan usia rentan tinggi terdapat pada 11 Kelurahan, tingkatan sedang pada 16
Kelurahan, dan 24 kelurahan dengan tingkat rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Kepadatan penduduk dengan variabel
penduduk usia rentan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya
kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 11 Kelurahan dengan kriteria
resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
Tabel 28
Analisis Penduduk Usia Rentan 2010 N
o
Kecamatan Kelurahan Usia
0-4 th
Usia
5–9 th
Usia
10-14 th
Usia
>60 th
Jumlah
Penduduk
Ratio
1 Laweyan 1.Pajang 3224 2531 2203 1774 24.612 65
2. Laweyan 107 153 319 155 2.580 40
3. Bumi 717 502 627 634 7.239 52
4. Panularan 2398 924 834 221 9.752 81
5. Sriwedari 625 703 471 41 4.772 63
6. Penumping 304 483 711 174 5.629 42
7. Purwosari 670 1461 1564 544 13.057 48
8. Sondakan 269 857 887 1255 11.973 38
9. Kerten 482 1138 1130 497 11.939 37
10. Jajar 570 613 807 1381 9.733 53
11. Karangasem 282 597 824 892 9.827 36
2 Serengan 1. Joyotakan 1154 777 839 46 8.921 46
2. Danukusuman 574 1195 1458 505 11.657 47
3. Serengan 668 1102 1633 906 12.976 50
4. Tipes 730 701 1008 1037 13.855 33
5. Kratonan 1106 909 674 33 6.182 79
6. Jayengan 437 449 584 347 5.817 45
7. Kemlayan 976 1013 375 340 4.873 125
3 Pasar
Kliwon
1. Joyosuran 745 893 730 210 11.653 28
2. Semanggi 3912 3085 3025 3400 33.977 65
3. Pasar Kliwon 390 524 571 425 7.174 36
4. Baluwarti 1026 559 626 510 7.286 60
5. Gajahan 225 297 341 612 5.269 39
6. Kauman 354 228 295 44 3.524 35
7. Kampung Baru 402 255 348 99 3.687 43
8. Kampung Lumbu 617 627 594 123 4.857 68
9. Sangkrah 583 872 893 932 11.597 39
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon 184 168 178 350 2.930 43
2. Kepatihan Wetan 448 292 346 68 3.050 61
3. Sudiroprajan 287 408 371 647 5.037 52
4. Gandekan 1059 794 822 721 9.529 55
5. Sewu 1064 599 558 580 7.663 58
6. Pucang Sawit 2745 1356 1386 461 13.903 75
7. Jagalan 1388 1521 1528 290 12.382 62
8. Purwodiningratan 742 679 507 449 5.453 77
9. Tegalharjo 442 657 653 532 6.078 60
10. Jebres 2045 2382 2530 3031 32.112 45
11. Mojosongo 9950 4366 3922 2281 46.256 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
N
o
Kecamatan Kelurahan Usia
0-4 th
Usia
5–9 th
Usia
10-14 th
Usia
>60 th
Jumlah
Penduduk
Ratio
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 890 797 1049 746 10.013 53
2. Timuran 805 478 443 35 4.371 67
3. Keprabon 456 502 462 206 3.737 77
4. Ketelan 222 399 401 229 4.284 41
5. Punggawan 676 683 718 85 5.243 70
6. Kestalan 207 239 218 325 3.030 48
7. Setabelan 150 158 264 331 4.382 26
8. Gilingan 941 1848 2259 2418 21.823 52
9. Manahan 2563 1163 1599 198 13.432 70
10. Sumber 1079 1343 1261 1346 16.864 42
11. Nusukan 5928 2584 4010 194 28.529 80
12. Kadipiro 1883 4195 4370 4049 49.614 41
13. Banyuanyar 1852 1347 1200 566 11.886 72
KOTA SURAKARTA 61.553 52.406 55.426 37.275 586.019
Sumber : Hasil analisis, 2012
Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan oleh
BNPB faktor penduduk dengan variabel kepadatan penduduk dan penduduk usia rentan
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
PETA PENDUDUK USIA RENTAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
4. Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan pada suatu wilayah dapat menggambarkan bagaimana
kerentanan suatu wilayah didalam memicu terjadinya suatu bencana kebakaran. Semakin
tinggi atau semakin padat bangunan maka akan semakin besar pula potensi terjadinya
kebakaran. Sebaliknya, semakin rendah kepadatan bangunan pada suatu wilayah, maka
semakin rendah pula potensi terjadinya kebakaran.
Penetapan kepadatan bangunan didasarkan pada PP Nomor 36 tahun 2005 tentang
peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dalam pasal 20 ayat 2
menetapkan Kepadatan Bangunan dalam tingkatan rendah (kurang dari 30%), sedang (30%
sampai dengan 60%), dan tinggi (lebih dari 60%).
Perhitungan mengenai kepadatan bangunan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah melalui rumus :
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑥 100%
Berdasarkan rumus diatas, dilakukan analisis terhadap faktor bangunan dengan
variabel kepadatan bangunan. Kota Surakarta memiliki kepadatan bangunan rata – rata 71%.
Ini mengandung arti bahwa Kota Surakarta memiliki kepadatan bangunan tinggi. Sedangkan
berdasarkan kelurahan, Kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan paling tinggi adalah
Kelurahan Kratonan dan Kelurahan Serengan Kecamatan Serengan dengan masing – masing
memiliki kepadatan bangunan 95% dan 93%.
Kelurahan yang memiliki kepadatan tinggi mencapai 41 kelurahan. Sedangkan
kelurahan yang lain memiliki kepadatan bangunan sedang mencapai 10 kelurahan. Dalam
kata lain, berarti Kota Surakarta memiliki Kepadatan Bangunan yang tinggi. Hal ini
dikarenakan tidak terdapat 1 (satu) pun kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan rendah.
Kondisi yang demikian dapat menjelaskan bahwa kepadatan bengunan di Kota
Surakarta, khusunya pada setiap kelurahan memiliki kepadatan bangunan yang padat.
Kepadatan bangunan ini dapat memicu terjadinya bencana kebakaran pada kota Surakarta
khusunya pada masing – masing kelurahan yang padat oleh bangunan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Bangunan dengan variabel kepadatan
bangunan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota
Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 41 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari
51 kelurahan yang ada. Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang
dikeluarkan oleh BNPB faktor Bangunan dengan variabel kepadatan bangunan memiliki
klasifikasi angka potensi bahaya (6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Tabel 29
Analisis Kepadatan Bangunan di Kota Surakarta No Kecamatan Kelurahan Kepadatan
Bangunan
(ha)
Luas
Wilayah
(ha)
KDB
%
1 Laweyan 1. Pajang 136,74 155,20 88
2. Laweyan 17,87 24,83 72
3. Bumi 23,45 37,30 63
4. Panularan 45,9 54,40 84
5. Sriwedari 44,99 51,30 88
6. Penumping 36,11 50,33 72
7. Purwosari 64,03 84,40 76
8. Sondakan 61,67 78,50 79
9. Kerten 50,97 92,10 55
10. Jajar 77,47 105,50 73
11. Karangasem 70,13 130,00 54
2 Serengan 1. Joyotakan 35,2 45,90 77
2. Danukusuman 39,1 50,80 77
3. Serengan 59,7 64,00 93
4. Tipes 50,47 64,00 79
5. Kratonan 30,73 32,40 95
6. Jayengan 19,65 29,30 67
7. Kemlayan 29,71 33,00 90
3 Pasar
Kliwon
1. Joyosuran 32,32 54,00 60
2. Semanggi 138,88 166,82 83
3. Pasar Kliwon 22,61 36,00 63
4. Baluwarti 34,91 40,70 86
5. Gajahan 21,9 33,90 65
6. Kauman 12,98 19,20 68
7. Kampung Baru 14,26 30,60 47
8. Kedung Lumbu 35,28 55,10 64
9. Sangkrah 34,61 45,20 77
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon 11,46 17,50 65
2. Kepatihan Wetan 10,31 22,50 46
3. Sudiroprajan 19,84 23,00 86
4. Gandekan 30,97 35,00 88
5. Sewu 33,83 48,50 70
6. Pucang Sawit 71,97 127,00 57
7. Jagalan 52,69 65,00 81
8. Purwodiningratan 26,36 37,30 71
9. Tegalharjo 22,32 32,50 69
10. Jebres 129,53 317,00 41
11. Mojosongo 328,17 532,88 62
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 63,11 79,70 79
2. Timuran 21,03 31,50 67
3. Keprabon 20,95 31,80 66
4. Ketelan 15,48 25,00 62
5. Punggawan 30,04 36,00 83
6. Kestalan 11,9 20,80 57
7. Setabelan 20,01 27,70 72
8. Gilingan 86,91 127,20 68
9. Manahan 61,85 128,00 48
10. Sumber 99,36 133,30 75
11. Nusukan 149,47 206,30 72
12. Kadipiro 384,47 508,80 76
13. Banyuanyar 72,58 125,00 58
KOTA SURAKARTA 3.016,25 4.404,06 71
Sumber : hasil analisis, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
PETA KEPADATAN BANGUNAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
5. Proteksi Terpasang
a. Keberadaan Sarana Proteksi
Proteksi terpasang merupakan usaha atau potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah
didalam upaya mencegah terjadinya suatu bencana kebakaran. Potensi yang dimiliki oleh
suatu wilayah dapat dikatakan sebagai kemampuan suatu wilayah didalam upaya meredam
kejadian kebakaran.
Didalam melakukan analisis deskriptif pada proteksi terpasang ini melihat pada tiga
variabel yaitu variabel keberadaan proteksi, variabel jumlah proteksi, serta variabel jangkauan
sarana pos pemadam kebakaran.
Variabel keberadaan sarana dan prasarana proteksi dilakukan dengan melihat pada
keberadaan sarana dan prasarana tersebut pada masing – masing kelurahan. Dimana kelurahan
yang memiliki atau terdapat dari keseluruhan sarana prasarana proteksi dapat dikatakan
sebagai kelurahan yang memiliki kemampuan dalam proteksi wilayahnya terhadap potensi
bencana kebakaran. sarana dan prasarana proteksi tersebut diantaranya adalah hidran, pos
pemadam kebakaran, sarana evakuasi, dan jalur evakuasi. Untuk memudahkan dalam
menganalisis, setiap item yang dimiliki berapapun jumlahnya dianggap 1, sedang jika tidak
terdapat dianggap 0.
Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan oleh
BNPB Proteksi terpasang memiliki angka klasifikasi (5). Hal ini didasarkan pada asumsi yang
ada bahwa keberadaan masing – masing variabel membawa dampak langsung terhadap
manusia. Dengan kata lain keberadaan faktor ini membawa pengaruh langsung terhadap
dampak yang lebih besar jika keberadaannya tidak ada.
Berdasarkan keberadaannya, kelurahan yang memiliki keberadaan paling tinggi dari
proteksi yang terpasang yaitu Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres dan Kelurahan
Mangkubumen Kecamatan Banjarsari. Kelurahan tersebut masing-masing memiliki 75%
proteksi terpasang yang terdapat dalam kelurahan. Sebaliknya, Kelurahan Joyotakan
Kecamatan Serengan, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Gandekan, Kelurahan Jagalan,
Kelurahan Tegalharjo, Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres, dan Kelurahan Ketelan
Kecamatan Banjarsari dapat dikatakan tidak memiliki sama sekali atau 0% dalam proteksi
terpasang. Sedangkan kelurahan lain berada pada angka 25% dan 50%. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus sturgess, didapatkan tingkatan
variabel keberadaan sarana proteksi rendah (<34), sedang (34-67), dan tinggi (>67).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Tabel 30
Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta No Kecamatan Kelurahan Hidran Pos
PMK
Sarana
Evakuasi
Jalur
Evakuasi
Jumlah %
1 Laweyan 1. Pajang 1 - - 1 2 50
2. Laweyan 1 - - 1 2 50
3. Bumi - - - 1 1 25
4. Panularan 1 - - 1 2 50
5. Sriwedari 1 - - 1 2 50
6. Penumping 1 - - 1 2 50
7. Purwosari 1 - - 1 2 50
8. Sondakan 1 - - 1 2 50
9. Kerten 1 - - 1 2 50
10. Jajar 1 - - - 1 25
11. Karangasem 1 - - - 1 25
2 Serengan 1. Joyotakan - - - - 0 0
2. Danukusuman 1 - - 1 2 50
3. Serengan - - - 1 1 25
4. Tipes 1 - - 1 2 50
5. Kratonan 1 - - 1 2 50
6. Jayengan 1 - - 1 2 50
7. Kemlayan - - - 1 1 25
3 Pasar
Kliwon
1. Joyosuran 1 - - 1 2 50
2. Semanggi 1 - - - 1 25
3. Pasar Kliwon 1 - - 1 2 50
4. Baluwarti - 1 - 1 2 50
5. Gajahan 1 - - 1 2 50
6. Kauman 1 - - 1 2 50
7. Kampung Baru 1 - - - 1 25
8. Kedung Lumbu 1 - - 1 2 50
9. Sangkrah 1 - - - 1 25
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon - - - - 0 0
2. Kepatihan Wetan 1 - - 1 2 50
3. Sudiroprajan 1 - - 1 2 50
4. Gandekan - - - - 0 0
5. Sewu 1 - - - 1 25
6. Pucang Sawit 1 - - 1 2 50
7. Jagalan - - - - 0 0
8. Purwodiningratan 1 - - 1 2 50
9. Tegalharjo - - - - 0 0
10. Jebres 1 1 - 1 3 75
11. Mojosongo - - - - 0 0
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 1 1 - 1 3 75
2. Timuran 1 - - - 1 25
3. Keprabon 1 - - - 1 25
4. Ketelan - - - - 0 0
5. Punggawan 1 - - - 1 25
6. Kestalan 1 - - - 1 25
7. Setabelan 1 - - - 1 25
8. Gilingan 1 - - 1 2 50
9. Manahan 1 - - 1 2 50
10. Sumber 1 - - 1 2 50
11. Nusukan 1 - - 1 2 50
12. Kadipiro - - - 1 1 25
13. Banyuanyar - - - 1 1 25
Sumber : Hasil analisis, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor proteksi terpasang dengan variabel
keberadaan sarana proteksi merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya
kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 2 Kelurahan dengan kriteria
keberadaan sarana proteksi tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
b. Jumlah Sarana Proteksi
Jumlah proteksi merupakan variabel yang melihat kemampuan suatu wilayah
berdasarkan jumlah proteksi yang terdapat dalam wilayah penelitian dalam hal ini yaitu
wilayah kelurahan di Kota Surakarta. Sarana hidran, pos pemadam kebakaran, dan evakuasi
dilihat berdasarkan presentase terhadap jumlah yang dimiliki oleh masing – masing
kelurahan. Sedangkan untuk jalur evakuasi didasarkan pada berapa banyak jalur evakuasi
yang melintas pada setiap kelurahan di Kota Surakarta.
Dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus sturgess, didapatkan tingkatan
variabel jumlah sarana proteksi rendah (<2%), sedang (2%-4%), dan tinggi (>4%).
Berdasarkan hasil analisis didapatkan 4 (empat) kelurahan yang memiliki jumlah
sarana proteksi paling banyak dari jumlah sarana proteksi yang terdapat di Kota Surakarta,
yaitu Kelurahan Manahan, Kelurahan Nusukan, Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari dan
Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres memiliki jumlah sarana proteksi paling tinggi di Kota
Surakarta dengan 5% dari jumlah sarana proteksi yang dimiliki oleh Kota Surakarta yang
masing – masing memiliki jumlah 6 (enam) sarana untuk Kelurahan Manahan dan Kelurahan
Nusukan. Serta 5 (lima) sarana untuk Kelurahan Sumber dan Kelurahan Jebres.
17 Kelurahan di Kota Surakarta memiliki jumlah sarana proteksi terpasang rendah,
sedangkan lainnya memiliki jumlah sarana proteksi sedang.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor proteksi terpasang dengan variabel jumlah
sarana proteksi terpasang merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya
kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 4 Kelurahan dengan kriteria
jumlah sarana proteksi terpasang tinggi dari 51 Kelurahan yang ada
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Tabel 31
Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta No Kecamatan Kelurahan Hidran Pos PMK Sarana
Evakuasi
Jalur
Evakuasi
Jumlah %
1 Laweyan 1. Pajang - - - 1 1 1 2. Laweyan 1 - - 1 2 2 3. Bumi - - - 2 2 2 4. Panularan 1 - - 2 3 3 5. Sriwedari 1 - - 2 3 3 6. Penumping 1 - - 3 4 4 7. Purwosari 1 - - 1 2 2 8. Sondakan 1 - - 1 2 2 9. Kerten - - - 1 1 1 10. Jajar 2 - - - 2 2 11. Karangasem 3 - - - 3 3
2 Serengan 1. Joyotakan - - - - 0 0 2. Danukusuman 2 - - 1 3 3 3. Serengan - - - 1 1 1 4. Tipes 1 - - 2 3 3 5. Kratonan 2 - - 1 3 3 6. Jayengan 2 - - 1 3 3 7. Kemlayan - - - 1 1 1
3 Pasar
Kliwon
1. Joyosuran 1 - - 2 3 3 2. Semanggi 1 - - - 1 1 3. Pasar Kliwon 2 - - 1 3 3 4. Baluwarti - 1 - 2 3 3 5. Gajahan 1 - - 2 3 3 6. Kauman 1 - - 1 2 2 7. Kampung Baru 1 - - - 1 1 8. Kedung Lumbu 2 - - 1 3 3 9. Sangkrah - - - - 0 0
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon - - - - 0 0 2. Kepatihan Wetan 2 - - 1 3 3 3. Sudiroprajan - - - 2 2 2 4. Gandekan - - - 1 1 1 5. Sewu 1 - - - 1 1 6. Pucang Sawit 1 - - 1 2 2 7. Jagalan - - - - 0 0 8. Purwodiningratan 1 - - 1 2 2 9. Tegalharjo - - - 2 2 2 10. Jebres 3 1 - 1 5 5 11. Mojosongo 3 - - - 3 3
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 2 1 - 1 4 4 2. Timuran 2 - - - 2 2 3. Keprabon 1 - - - 1 1 4. Ketelan - - - - 0 0 5. Punggawan - - - - 0 0 6. Kestalan - - - - 0 0 7. Setabelan 1 - - - 1 1 8. Gilingan 1 - - 1 2 2 9. Manahan 5 - - 1 6 5 10. Sumber 3 - - 2 5 5 11. Nusukan 3 - - 3 6 5 12. Kadipiro 1 - - 2 3 3 13. Banyuanyar - - - 2 2 2
KOTA SURAKARTA 57 3 0 51
Sumber : Hasil analisi, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
c. Keterjangkauan Pos Pemadam
Pos Pemadam Kebakaran merupakan sarana proteksi terhadap kejadian kebakaran
pada suatu wilayah. Keberadaan pos pemadam ini berkaitan dengan jangkauan atau radius
pelayanan yang dapat dijangkau oleh setiap pos pemadam kebakaran.
Peraturan Menteri Pekerjaan umum nomor 20 tahun 2009 tentang Pedoman teknis
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan terdapat ketentuan akan jangkauan atau radius
pelayanan pos pemadam kebakaran. Radius pos pemadam kebakaran memiliki jangkauan
radius sejauh maksimal 2,5 km didalam menangani daerah pelayanannya ketika terjadi
bencana kebakaran.
Kota Surakarta memiliki 3 (tiga) lokasi pos pemadam kebakaran di dalam menangani
kejadian kebakaran di wilayahnya. Ketiga lokasi tersebut tersebar di lokasi yang berbeda,
yaitu pada Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Jebres Kecamatan
Jebres dan Kelurahan Mangkubumen Kecamatan Banjarsari.
Pos pemadam kebakaran yang dimiliki oleh Kota Surakarta dengan radius
pelayanannya sudah dapat menjangkau hampir seluruh Kelurahan di Kota Surakarta.
Sehingga dari 51 kelurahan yang telah terjangkau seluruhnya telah terjangkau oleh radius
pelayanan pos pemadam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor proteksi terpasang dengan variabel
jangkauan pos pemadam bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya
kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di Kota Surakarta dapat
masih terjangkau radius pelayanan pos pemadam kebakaran.
Tabel 32
Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta No Kecamatan Kelurahan Kelas jangkauan
I II III
1 Laweyan 1. Pajang √
2. Laweyan √
3. Bumi √
4. Panularan √
5. Sriwedari √
6. Penumping √
7. Purwosari √
8. Sondakan √
9. Kerten √
10. Jajar √
11. Karangasem √
2 Serengan 1. Joyotakan √
2. Danukusuman √
3. Serengan √
4. Tipes √
5. Kratonan √
6. Jayengan √
7. Kemlayan √
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
No Kecamatan Kelurahan Kelas jangkauan
I II III
3 Pasar Kliwon 1. Joyosuran √
2. Semanggi √
3. Pasar Kliwon √
4. Baluwarti √
5. Gajahan √
6. Kauman √
7. Kampung Baru √
8. Kedung Lumbu √
9. Sangkrah √
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon √
2. Kepatihan Wetan √
3. Sudiroprajan √
4. Gandekan √
5. Sewu √
6. Pucang Sawit √
7. Jagalan √
8. Purwodiningratan √
9. Tegalharjo √
10. Jebres √
11. Mojosongo √
5 Banjarsari 1. Mangkubumen √
2. Timuran √
3. Keprabon √
4. Ketelan √
5. Punggawan √
6. Kestalan √
7. Setabelan √
8. Gilingan √
9. Manahan √
10. Sumber √
11. Nusukan √
12. Kadipiro √
13. Banyuanyar √
Sumber : Hasil analisis, 2012
Ket : I = jangkauan pertama
II = jangkauan kedua
III = jangkauan ketiga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
PETA JANGKAUAN POS PEMADAM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
6. Kesiapan Masyarakat
Kesiapan Masyarakat adalah bagaimana suatu masyarakat pada suatu wilayah
didalam upaya mencegah terjadinya kebakaran, mengatasi terjadinya kebakaran, serta tanggap
terhadap situasi kebakaran. kesiapan masyarakat ini didasarkan pada fungsi penyelamatan
(rescue) pada suatu wilayah.
Untuk memudahkan dalam menganalisis tentang variabel keberadaan Satlakar dan
Program pencegahan Kebakaran dilakukan dengan mengasumsikan setiap keberadaan dari
setiap variabel dianggap 1, sedang jika tidak terdapat dianggap 0. Hal ini dikarenakan
berdasarkan Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana secara
tersirat mengatakan suatu kemampuan merupakan kegiatan yang dapat mencegah atau
mengurangi resiko terhadap suatu bencana, sehingga keberadaan akan kekuatan oleh suatu
pihak – pihak serta program yang ada didalamnya mutlak merupakan suatu kemampuan yang
dimiliki oleh suatu daerah yang dapat menjadi alat dalam mengurangi resiko bencana.
Begitu halnya dengan BNPB dimana berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia
2011 yang dikeluarkan kesiapan masyarakat memiliki angka klasifikasi (5). Hal ini
didasarkan pada asumsi yang ada bahwa keberadaan masing – masing variabel membawa
dampak langsung terhadap manusia. Dengan kata lain keberadaan faktor ini membawa
pengaruh langsung terhadap dampak yang lebih besar jika keberadaannya tidak ada, Sehingga
dengan asumsi tersebut, maka keberadaan terkait satlakar dan program pencegahan bencana
dilihat berdasarkan keberadaannya.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif terhadap hasil survey faktor kesiapan masyarakat
dengan variabel keberadaan SATLAKAR bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi
terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di
Kota Surakarta dapat masih terjangkau radius pelayanan pos pemadam kebakaran.
Sedangkan sebaliknya, berdasarkan analisis deskriptif hasil survey terhadap variabel
keberadaan program pencegah kebakaran merupakan faktor pemicu terhadap terjadinya
kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di Kota Surakarta tidak
terdapat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 33 dibawah ini.
Tabel 33
Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat
No Kecamatan Kelurahan
Keberadaan
SATLAKAR
Keberadaan
Program
Pencegahan
Bencana
1 Laweyan 1.Pajang ADA -
2. Laweyan ADA -
3. Bumi ADA -
4. Panularan ADA -
5. Sriwedari ADA -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
6. Penumping ADA -
7. Purwosari ADA -
8. Sondakan ADA -
9. Kerten ADA -
10. Jajar ADA -
11. Karangasem ADA -
2 Serengan 1. Joyotakan ADA -
2. Danukusuman ADA -
3. Serengan ADA -
4. Tipes ADA -
5. Kratonan ADA -
6. Jayengan ADA -
7. Kemlayan ADA -
3 Pasar
Kliwon
1. Joyosuran ADA -
2. Semanggi ADA -
3. Pasar Kliwon ADA -
4. Baluwarti ADA -
5. Gajahan ADA -
6. Kauman ADA -
7. Kampung Baru ADA -
8. Kedung Lumbu ADA -
9. Sangkrah ADA -
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon ADA -
2. Kepatihan Wetan ADA -
3. Sudiroprajan ADA -
4. Gandekan ADA -
5. Sewu ADA -
6. Pucang Sawit ADA -
7. Jagalan ADA -
8. Purwodiningratan ADA -
9. Tegalharjo ADA -
10. Jebres ADA -
11. Mojosongo ADA -
5 Banjarsari 1. Mangkubumen ADA -
2. Timuran ADA -
3. Keprabon ADA -
4. Ketelan ADA -
5. Punggawan ADA -
6. Kestalan ADA -
7. Setabelan ADA -
8. Gilingan ADA -
9. Manahan ADA -
10. Sumber ADA -
11. Nusukan ADA -
12. Kadipiro ADA -
13. Banyuanyar ADA -
Sumber : Hasil Survey, 2012 Ket : 1 = Ada; 0 = tidak ada
Jadi berdasarkan analisis deskriptif didapatkan hasil bahwa faktor yang menjadi
pemicu yang berpotensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta adalah Faktor Bangunan,
Faktor Proteksi Terpasang dengan variabel Keberadaan sarana proteksi dan variabel jumlah
sarana proteksi, dan Faktor Kesiapan Masyarakat denagn variabel Program Pencegahan
Kebakaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
B. PENILAIAN TINGKAT RESIKO KEBAKARAN KEBAKARAN DI KOTA
SURAKARTA
Penilaian kawasan berpotensi resiko kebakaran di Kota Surakarta ini merupakan
lanjutan dari identifikasi potensi terjadinya kebakaran berdasarkan faktor pemicu kebakaran
di Kota Surakarta yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam analisis ini, hasil dari analisis
sebelumnya yang berupa penilaian terhadap faktor pemicu kebakaran dari hasil analisis
deskriptif akan dilakukan analisis dengan pembobotan untuk mengetahui tingkat resiko
bencana Kebakaran pada setiap wilayah Kelurahan di Kota Surakarta.
Resiko Bencana ini merupakan potensi kerugian yang akan terjadi yang ditimbulkan
dari adanya suatu bencana, atau merupakan suatu akibat dari adanya bencana pada suatu
wilayah. Dimana dalam kurun waktu tertentu jika tidak segera dilakukan upaya penanganan
terhadap wilayah yang memiliki potensi resiko bencana dala kurun waktu tertentu dapat
membawa akibat berupa luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, kerusakan,
gangguan kegiatan masyarakat, serta kematian.
Suatu kerawanan pada suatu wilayah dapat dilihat dari tinggi atau rendahnya suatu
bencana. Adanya kemampuan suatu wilayah dalam menghadapi resiko bencana akan diuji
oleh adanya ancaman dan kerentanan bencana. Semakin besar suatu ancaman dan kerentanan
wilayah terhadap suatu bencana tanpa diimbangi oleh kemampuan wilayah dalam
menghadapi bencana, maka semakin tinggi resiko bencana pada wilayah tersebut, begitu juga
sebaliknya.
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑅) =𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝐴)𝑥 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐾)
𝐾𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 (𝑀)
Dengan melihat definisi dan klasifikasi yang disebutkan sebelumnya pada bab tinjauan
pustaka, penelitian ini memiliki fokus pada bahaya yang disebabkan oleh ulah manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang berarti faktor pemicu kebakaran yang telah
dirumuskan sebelumnya memiliki arti bahwa faktor kejadian kebakaran (fire history) dan
faktor penggunaan lahan yang terdapat pada tata ruang wilayah Kota Surakarta sebagai
Sumber Ancaman.
Skor Ancaman didapatkan dari pengkalian kelas terhadap bobot dari masing –
masing variabel pada faktor Kejadian Kebakaran dan faktor Penggunaan Lahan yang dimiliki
oleh setiap kelurahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Kerentanan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi yang dapat
mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya
atau ancaman bencana. Berdasarkan uraian definisi yang telah disebutkan sebelumnya pada
tinjauan pustaka, faktor pemicu yang masuk dalam kerentanan yaitu faktor Penduduk dan
faktor Bangunan.
Skor Kerentanan didapatkan dari pengkalian kelas terhadap bobot dari masing –
masing variabel pada faktor Penduduk dan faktor Bangunan.
Sedangkan kemampuan adalah serangkaian kegiatan yang dapat mengurangi atau
menghilangkan suatu resiko terjadinya bencana dengan mengurangi adanya ancaman bencana
maupun adanya kerentanan yang kemudian disebut sebagai pencegahan bencana.
Kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu faktor Proteksi terpasang dan Kesiapan
Masyarakat.
Skor Kemampuan didapatkan dari pengkalian kelas terhadap bobot dari masing –
masing variabel pada faktor Proteksi Terpasang dan faktor Kesiapan Masyarakat.
Hasil pembobotan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Berdasarkan hasil pembobotan terhadap skor ancaman, kerentanan, dan kemampuan
pada masing - masing kelurahan didapatkan seperti yang telah dilakukan pada perhitungan
seperti yang telah disajikan diatas, didapatkan beberapa hasil diantaranya :
1. Kelurahan dengan nilai Ancaman tertinggi adalah kelurahan Gilingan dengan nilai
57.
2. Kelurahan dengan nilai Kerentanan Tertinggi adalah Kelurahan Sudiroprajan,
Kelurahan Gandekan, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Kratonan, Kelurahan
Panularan dengan nilai 43.
3. Kelurahan dengan nilai Kemampuan Tinggi adalah Kelurahan Penumping,
Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Jebres, Kelurahan
Mangkubumen, Kelurahan Manahan, dan Kelurahan Sumber dengan nilai 40.
Berdasarkan hasil analisis Resiko Kebakaran didapatkan hasil skor / tingkatan
kelurahan yang berbeda – beda di Kota Surakarta. Tingkatan yang dihasilkan ini kemudian
didasarkan pada perhitungan yang dilakukan, didapatkan dari Undang – Undang
Penanggulangan Bencana Nomor 24 tahun 2007 dan arahan berdasarkan BNPB didapatkan
skor tingkat resiko bencana kebakaran dalam 3 tingkat yaitu :
a. Tingkat nilai resiko bencana kebakaran rendah <48
b. Tingkat nilai resiko bencana kebakaran sedang 48 - 72
c. Tingkat nilai resiko bencana kebakaran tinggi >72
Jadi tingkat potensi bencana kebakaran di Kota Surakarta memiliki tingkat rendah,
sedang, dan tinggi. Dengan masing – masing 7 Kelurahan dengan tingkat resiko bencana
tinggi, 25 kelurahan dengan tingkat resiko bencana sedang, dan 19 kelurahan dengan tingkat
resiko bencana rendah. Dan masing – masing kelurahan tersebut untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dan peta dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Tabel 39
Hasil Analisis Resiko Kebakaran di Kota Surakarta
No Kecamatan Kelurahan
Jumlah
Skor
Ancaman
(A)
Jumlah
Skor
Kerentanan
(K)
Jumlah
Skor
Kemempuan
(M)
Skor
Resiko
Bencana
Kebakaran
Kriteri
Kebakaran
1 Laweyan 1.Pajang 42 38 25 64 Sedang
2. Laweyan 46 28 25 52 Sedang
3. Bumi 36 38 25 55 Sedang
4. Panularan 49 43 30 70 Sedang
5. Sriwedari 52 33 35 49 Sedang
6. Penumping 49 28 40 34 Rendah
7. Purwosari 42 33 35 40 Rendah
8. Sondakan 39 33 30 43 Rendah
9. Kerten 50 22 30 37 Rendah
10. Jajar 46 33 20 76 Tinggi
11. Karangasem 41 22 25 36 Rendah
2 Serengan 1. Joyotakan 38 33 30 42 Rendah
2. Danukusuman 43 38 35 47 Rendah
3. Serengan 42 38 30 53 Sedang
4. Tipes 43 38 25 65 Sedang
5. Kratonan 48 43 30 69 Sedang
6. Jayengan 56 33 30 62 Sedang
7. Kemlayan 42 38 25 64 Sedang
3 Pasar
Kliwon
1. Joyosuran 41 32 35 37 Rendah
2. Semanggi 39 43 25 67 Sedang
3. Pasar Kliwon 46 33 40 38 Rendah
4. Baluwarti 34 38 40 32 Rendah
5. Gajahan 39 33 35 37 Rendah
6. Kauman 48 33 35 45 Rendah
7. Kampung Baru 39 28 20 55 Sedang
8. Kedung Lumbu 49 33 30 54 Sedang
9. Sangkrah 31 38 20 59 Sedang
4 Jebres 1. Kepatihan Kulon 48 33 23 70 Sedang
2. Kepatihan Wetan 48 27 26 49 Sedang
3. Sudiroprajan 45 43 35 55 Sedang
4. Gandekan 39 43 23 74 Tinggi
5. Sewu 50 38 20 95 Tinggi
6. Pucang Sawit 50 32 34 47 Rendah
7. Jagalan 51 38 26 74 Tinggi
8. Purwodiningratan 50 38 30 63 Sedang
9. Tegalharjo 36 38 25 55 Sedang
10. Jebres 56 22 40 31 Rendah
11. Mojosongo 41 38 35 45 Rendah
5 Banjarsari 1. Mangkubumen 48 33 40 40 Rendah
2. Timuran 54 33 20 89 Tinggi
3. Keprabon 45 38 20 86 Tinggi
4. Ketelan 45 33 25 59 Sedang
5. Punggawan 47 38 25 71 Sedang
6. Kestalan 51 22 20 56 Sedang
7. Setabelan 51 33 20 84 Tinggi
8. Gilingan 57 38 30 72 Sedang
9. Manahan 46 32 40 37 Rendah
10. Sumber 34 28 40 24 Rendah
11. Nusukan 37 38 30 47 Rendah
12. Kadipiro 53 28 25 59 Sedang
13. Banyuanyar 39 32 20 62 Sedang
Sumber : Hasil analisis, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Kelurahan yang memiliki tingkat resiko Kebakaran tinggi yaitu :
1. Kelurahan Jajar
2. Kelurahan Gandekan
3. Kelurahan Sewu
4. Kelurahan Jagalan
5. Kelurahan Timuran
6. Kelurahan Keprabon
7. Kelurahan Stabelan
Hasil ini merupakan hasil secara menyeluruh terhadap faktor pemicu terjadinya
kebakaran, dimana dalam analisis sebelumnya Kelurahan diatas memiliki nilai ancaman dan
kerentanan tinggi akan tetapi tidak memiliki kemampuan yang tinggi pula, sehingga nilai
resiko Bencana Kebakaran pada kelurahan diatas masuk dalam kriteria tinggi.
Hasil dari analisis pembobotan ini merupakan hasil penilaian secara menyeluruh dari
analisis terhadap masing – masing faktor yang telah dianalisis satu persatu dalam analisis
deskriptif sebelumnya, untuk kemudian dianalisis secara menyeluruh, sehingga analisis yang
sebelumnya dengan menggunakan deskriptif dalam menggambarkan resiko bencana
kebakaran terhadap masing – masing faktor, didapatkan wilayah yang memiliki tingkat
Resiko Bencana Rawan Kebakaran di Kota Surakarta secara merata dengan melihat ancaman
yang dimiliki, kerentanan, serta kemampuan yang dimiliki oleh setiap Kelurahan Kota
Surakarta. Yang kemudian dapat diwujudkan dalam bentuk pemetaan di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
PetaPotensi Resiko Bencana Kebakaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Identifikasi deskriptif terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran yang telah
dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor pemicu yang muncul sebagai faktor pemicu
yang berpotensi terjadi kebakaran di Kota surakarta.
Analisis deskriptif terhadap faktor kejadian kebakaran, Penggunaan lahan, Penduduk,
Bangunan, Proteksi terpasang, dan kesiapan Masyarakat didapatkan hasil berupa kelurahan
yang memiliki tingkat resiko kebakaran tinggi berdasarkan faktor pemicu yang diujikan.
Makan jika ditarik kesimpulan terhadap hasil analisisdeskriptif secara keseluruhan,
didapatkan Faktor pemicu yang paling menjadi potensi terjadinya kebakaran di Kota
Surakarta adalah faktor Faktor Kepadatan Bangunan, faktor Proteksi Terpasang dengan
variabel Keberadaan Sarana Proteksi dan variabel Jumlah Sarana Proteksi, dan Faktor
Kesiapan Masyarakat dengan variabel Program Pencegahan Kebakaran. Analisis kuantitatif
didapatkan wilayah kelurahan dengan tingkat resiko kebakaran rendah, sedang tinggi. Dimana
Kota Surakarta memiliki 7 Kelurahan yang berada pada tingkat resiko kebakaran tinggi.
Didapatkannya faktor yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran dan diketahuinya
tingkat resiko kebakaran pada masing – masing wilayah kelurahan, maka Hal inilah yang
dapat menjadi dasar pertimbangan untuk mencegah terjadinya kebakaran di Kota Surakarta,
khususnya masukan untuk Pemerintah terkait, dan masyarakat secara umum.
Kota Surakarta masih memiliki ancaman terhadap kebakaran dimana masih terdapat
wilayah dengan skor ancaman tinggi, kerentanan tinggi, serta kemampuan yang rendah. Hal
ini bisa saja terjadi dikarenakan Kota Surakarta didalam menghadapi potensi dan resiko
kebakaran dirasa kurang dalam penyediaan, pengawasan dan pengaturan terkait hal – hal yang
berpotensi terjadinya kebakaran dan resiko kebakaran yang besar diantaranya :
1. Kurangnya Pengawasan terhadap bangunan, sehingga terdapat banyak wilayah kelurahan
yang memiliki kepadatan bangunan tinggi yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran
dan resiko kebakaran yang tinggi.
2. Penyediaan sarana dan jumlah proteksi terhadap kebakaran kurang diperhatikan,
diantaranya keberadaan, kondisi dan jumlah hidran, serta sarana dan jalur evakuasi yang
belum dan kurang terdapat di masing – masing wilayah Kelurahan di Kota Surakarta
3. Belum terdapatnya program atau kegiatan dalam upaya pencegahan kejadian kebakaran
terhadap Masyarakat Kota Surakarta, sehingga masyarakat belum mengerti akan bahaya
dan resiko kebakaran yang bisa terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
B. REKOMENDASI
Manfaat dari penelitian ini didapatkan hasil berupa faktor – faktor yang memiliki
tingkat pemicu terjadinya resiko kebakaran pada masing – masing kelurahan secara khusus,
serta didapatkan hasil berupa faktor yang merupakan faktor pemicu dominan yang menjadi
potensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta. Selain itu juga dapat diketahuinya
tingkatan wilayah berpotensi bencana rawan kebakaran di Kota Surakarta.
Hasil yang didapatkan ini kemudian oleh penulis memberikan rekomendasi kepada :
1. Pemerintah
a. Diadakannya penyuluhan dan penertiban akan aturan terkait penetapan
kepadatan bangunan agar timbul pemahaman akan bahaya kebakaran.
b. Meningkatkan Nilai Kemampuan pada kelurahan yang memiliki resiko
kebakaran tinggi dengan melakukan pengadaan sarana proteksi kebakaran
dengan menambah keberadaan sarana jalur dan sarana evakuasi, perbaikan dan
atau penambahan jumlah hidran, serta diadakannya kegiatan pencegahan
kebakaran di masyarakat
c. Dinas tata ruang harus ikut turun dalam merencana sampai monitoring wilayah
dalam upaya pencegahan, khususnya pada wilayah dengan ancaman tinggi
diadakannya pengawasan terhadap penggunaan lahan yang digunakan, dan
pengaturan bangunan, sehingga pencegahan dan pemadaman kejadian
kebakaran bisa teratasi sebelum, saat, dan sesudah kejadian.
d. Melakukan kegiatan penyuluhan dan pencatatan akan kejadian dan bahaya
kebakaran, sehingga didapatkan update data dan masyarakat memiliki
kesiapan serta ilmu pengetahuan terhadap bahaya kebakaran.
2. Masyarakat
a. Melakukan kegiatan dan mengikuti pelatihan sebagai upaya mencegah
terjadinya kebakaran, serta dapat membentuk kelompok sadar bahaya
kebakaran.
b. Meningkatkan pengawasan sebagai kegiatan pencegah dan pengurangan resiko
bahaya kebakaran dengan melakukan kegiatan siskamling secara berkala.
3. Peneliti
Untuk dapat melengkapi dengan melakukan studi lanjutan dengan menggunakan
faktor maupun variabel yang berbeda dan atau melakukan pengkajian terhadap
kelurahan yang memiliki tingkat resiko kebakaran tinggi sebagai hasil penelitian
ini agar dapat melengkapi penelititan dan dapat berguna bagi ilmu pengetahuan.