NEUROBIOLOGI GANGGUAN BIPOLAR
Oleh:
Nurul Lasmi Saridewi
H1A 007 047
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT JIWA RSJP NTB/FK UNRAM
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2013
NEUROBIOLOGI GANGGUAN BIPOLAR
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup.
Sistem Neurotransmiter Monoamine
Neurotransmitter monoamine terdistribusi lebih banyak sistem limbik, berperan dalam
regulasi tidur, selera makan, timbulnya hasrat seksual, fungsi endokrin, dan situasi emosional
seperti rasa takut dan marah. Gambaran klinis dari gangguan bipolar meliputi adanya
gangguan prilaku, irama sirkadian, neurofisiologi tidur, neuroendokrin dan regulasi
biokimiawi otak.
Sistem Noradrenergic
Pada studi postmortem menunjukkan peningkatan noreepinefrin pada area korteks
dan thalamus. Pada studi in vivo ditemukan metabolit norefinefrin, yakni 3-methoxy-4-
hydroxyphenylglycol (MHPG) dengan kadar yang lebih rendah pada gangguan bipolar
dibandingkan depresi unipolar, dan lebih tinggi pada saat manik dibandingkan pada saat
depresi.
Sistem Serotonin
Pada pasien gangguan bipolar, studi-studi menunjukkan kadar serotonin (5-HIAA) di
dalam CSF (Cerebrovascular fluid) pada pasien mania menunjukkan hasil yang bervariasi
dan tidak menentu. Jadi, sistem serotonin tidak dapat digunakan sebagai acuan.
Sistem Dopaminergic
Defisiensi sistem dopamin merupakan kandidat utama yang terkait dengan
patofisiologi depresi. Peningkatan aktivitas dopamin memfasilitasi terjadinya mania dan
gejala delusional. Peningkatan kadar dopamin pada mania sangat efektif dilawan dengan
pemberian obat antipsikotik dengan mekanisme kerja menghambat dopamin.
Gambar1. Peran transpoter dopamin dalam patogenesis mania
Glutamate
Glutamate merupakan neurotransmiter eksitatorik utama dalam proses kognisi,
belajar, dan memori. Pasien gangguan bipolar telah diketahui memiliki kadar glutamat dan
laktat yang tinggi terutama pada area korteks prefrontal dorsolateral.
Gamma-Aminobutyric Acid (GABA)
GABA merupakan neurotransmitter inhibitor pada CNS. GABA berpartisipasi dalam
menginhibisi prilaku agresif dan impulsif yang sering terjadi pada pasien gangguan bipolar
terutama pada saat episode manik. Penurunan GABA telah diketahui menyebabkan
penurunan aktivitas inhibisi pada korteks pasien gangguan bipolar dimana akan tejadi mania.
Obat-obatan golongan Mood stabilizer (valproate, carbamazepine, gabapentin, and lithium
carbonate) akan meningkatkan availibilitas dan efikasi GABA akan menurunkan prilaku
agresif dan impulsif.
Gambar 3. Peran GABA dalam patogenesis mania
Stress dan Glukokartikoid : implikasi pada gangguan mood
Stress berkepanjangan maupun pemberian glukokortikoid jangka panjang menyebabkan
atrofi dan kematian sel saraf pada hipokampus hewan coba (hewan pengerat dan primata).
Pada manusia, studi MRI menunjukkan penurunan volume hipokampus pada penderita
penyakit Cushing dan post-traumatic stress disorder/PTSD (dimana kondisi tersebut juga
terjadi hiperkortisolemia).
Signaling Networks: The Cellular Cogwheels Underlying Long-Term Neuroplasticity
Jalur pengiriman impuls memiliki banyak reseptor hormon, termasuk :glucocorticoid,
thyroid, dan gonadal steroids. Efek biokimiawi yang terjadi dapat menjelaskan timbulnya
manifestasi klinis pada pasien gangguan mood berupa perubahan mood. Misalnya, seringkali
onset terjadinya gangguan bipolar pada usia pubertas, periode post partum, kondisi hipotoroid
dan pemberian glukokortikoid eksogen.
The Gs/cAMP generating signaling pathway
Studi otak postmortem melaporkan adanya peningkatan kadar stimulasi protein G (Gαs)
disertai peningkatan aktivitas stimuli adenilil siklase (AC) pada post reseptor sinap pada
gangguan bipolar. Ion lithium (dalam dosis terapi) tidak mempengaruhi fungsi protein G
secara langsung, dimana dari penelitian diduga bahwa pengaruh didapatkan pada pemberian
lithium jangka panjang.
Gambar 3. Kaskade penyampaian implus intraseluler.
Jalur Protein Kinase C (PKC)
Protein Kinase C (PKC) merupakan mediator sinyal intraseluler utama yang
mebangkitkan sinyal stimulasi eksternal sel melalui beberapa reseptor neurotransmitter
(meliputi muscarinic M1, M3, M5 receptors, noradrenergic α1 receptors, metabotropic
glutamatergic receptors, dan serotonergic 5-HT2A receptors), dimana hal ini akan
menginduksi hidrolisis pada berbagai membran fosfolipid.
Rasio ikatan antara membran platelet-aktivitas protein kinase C sitosol meningkat
pada pasien mania. Selain itu, dari studi post mortem didapatkan peningkatan kadar isoenzim
protein kinase C pada korteks pasien gangguan bipolar. Lithium (jangka panjang) akan
menghambat aktivitas protein kinase C, terbukti dengan menurunnya kadar substrat protein
kinase C pada hipokampus. Tamoxifen (non-steroidal antiesterogen) merupakan protein
kinase C inhibitor sehingga dapat digunakan sebagai terapi antimania.
Gambar 4. Penatalaksanaan untuk gangguan mood berat
PENATALAKSANAAN MANIA AKUT
Penatalaksanaan episode manik akut relatif lebih mudah daripada penatalaksanaan
depresi bipolar dan management pasien jangka panjang. Dari studi terkontrol plasebo
didapatkan bahwa obat-obat yang memiliki efikasi dan bahkan ada sedikit studi yang
menunjukkan satu kombinasi yang dapat meningkatkan rerata respon maupun remisi. Hal ini
karena banyak pengobatan untuk gangguan bipolar yang sebelumnya disetujui oleh FDA
untuk penatalaksanaan mania akut dan kemudian untuk indikasi lainnya seperti profilaksis
mania atau depresi.
Antimanic Mood Stabilizers
Litium, carbamazepin, dan valproate merupakan terapi untuk mania akut. Semua obat
untuk skizofrenia, termasuk atipsikotik tipikal dan atipikal menunjukkan efek antimania dan
pada beberapa kasus efek klinis besar pada pasien bipolar melebihi pasien skizofrenia.
Termasuk Clozapine (Clozaril) yang merupakan satu-satunya obat antipsikotik antipikal yang
sejauh ini tidak disetujui FDA sebagai terapi mania, tetapi mungkin memiliki efikasi paling
baik dalam pengobatan sindrom tersebut.
Carbamazepin merupakan agen antimania akut yang bermanfaat diikuti dengan
valproate, diharapkan banyak antikonvulsan yang berperan dalam terapi gangguan bipolar,
walaupun antikonvulsan tidak efektif untuk terapi mania akut.
Tabel 1. Efikasi Litium dan anti konvulsan
Antikonvulsan bukan Antimania
Monoterapi dari Topiramate memiliki efikasi kecil sebagai terapi antimania akut.
Meskipun begitu topiramate mempunyai peran penting dalam gangguan bipolar karena dapat
(1) meningkatkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol dan kokaine (2) menurunkan nafsu
makan pada gangguan makan (bulimia) (3) menurunkan berat badan, dan (4) menurunkan
gejala PTSD dan OCD.
Mekanisme Antimania Putative
Dua obat yang dapat meningkatkan GABA tidak terbukti bermanfaat sebagai terapi
antimania. Obat tersebut adalah GABA reuptake inhibitor Gabapentin dan Tiagabin
(Gabitril). Gabapentin meningkatkan GABA di otak dan α-2-δ L-calcium channel sub unit
yang berefek sebagai anti ansietas dan anti nyeri. Studi dari GABA reuptake inhibitor
Tiagabine, menunjukkan Tiagabine dapat menginduksi kejang, dimana kemungkinan
tingginya level GABA di otak.
Mekanisme Kerja Antimania
Mekanisme kerja antimania belum diketahui secara pasti, ada beberapa pendapat yang
mengatakan bahwa mekannisme kerja obat antimania adalah sebagai sodium channel blocker
namun masih belum jelas. Pendapat lainnya mengatakan obat antimania berperan dalam
menurunkan asam amino, khususnya dalam pelepasan glutamate dan aspartat. Selain itu,
mekanisme kerja antimania lainnya adalah blokade norepinefrin yang menginduksi aktivitas
adenilsikase dan sebagai inhibitor protein kinase C (PKC).
Semua Antipsikotik untuk Skozofrenia adalah Antimania
Semua mood stabilizer menurunkan dopamin. Blokade reseptor Dopamin D2
dihubungkan dengan efek Parkinsonisme dan peningkatan prolaktin yang terjadi pada obat
antipsikotik tipikal. Penggunaan agen ini sebagai terapi mania akut pada pasien bipolar
menunjukkan 20-40% mengalami tardive diskenesia di kemudian hari. Selain itu agen ini
memiliki efek samping ekstrapiramidal yang tinggi dan akathisia. Agen ini juga tidak efektif
untuk terapi depresi bipolar dan beberapa studi menunjukkan antipsikotik tipikal
meningkatkan keparahan serta peninkatan durasi dari episode depresi.
Tabel 2. Efek Neuroleptik Atipikal
Pilihan untuk Antipsikotik tipikal atau atipikal
Oleh karena alasan diatas, obat antipsikotik atipikal dipilih karena efek
ekstrapiramidal lebih ringan, resiko tardive diskenesia lebih rendah, dan memiliki efikasi
dalam depresi akut. Penggunaan antipsikotik atipikal dapat menyebabkan peningkatan berat
badan, sindrom metabolik, dan kemunkinan diabetes. Antipsikotik atipikal menunjukkan 50%
respon dalam terapi mania akut.
Tabel 3. Pemilihan Antipsikotik Tipikal atau atipikal
Side effects as a Function of Age
Olanzapine sebagai terapi mania akut memiliki efek samping dalam resiko
peningkatan berat badan yang paling besar. Pada orang dewasa, terdapat peningkatan berat
badan dan peningkatan kolesterol serta trigliserida. Pada studi yang dilakukan pada anak-
anak dan remaja didapatkan, peningkatan berat badan pada anak-anak sebesra 3,7 kg dalam 3
minggu dan peningkatan kolesterol yang lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa.
Hubungan respon Mood Stabilizer
Pada mood stabilizer didapatkan beberapa korelasi potensial terhadap respon
antimania dan atau profilaksis pada pasien bipolar. Sebagai contoh, litium sangat efektif pada
mania euforik klasik, terutama jika ada riwayat keluarga (generasi I) yang mempunyai
riwayat gangguan mood dan riwayat keluarga yang memiliki respon positive terhadap terapi
litium. Studi jangka panjang menunjukkan bahwa litium kurang efektif dalam gangguan
cemas dan penyalahgunaan zat. Carbamazepine mempunyai efek yang sebaliknya,
carbamazepin efektif pada gangguan cemas dan penyalahgunaan zat. Pasien dengan
gangguan bipolar II berespon baik dengan carbamazepin. Sama seperti carbamazepin,
valproat efektif untuk gangguan cemas, gangguan panik, dan PTSD.
Tabel 4. Korelasi Klinis Mood Stabilizer
Kombinasi Mood Stabilizer dengan Antipsikotik Atipikal
Mood stabilizer dan antipsikotik atipikal menunjukkan bahwa 50% memberkan
respon terhadap antimania. Sekarang terapi klinis memberikan satu mood stabilizer (litium,
carbamazepin, valproate) dengan satu antipsikotik atipikal dikarenakan onset yang cepat,
remisi yang lebih tinggi, dan respon mencapai 60-80% daripada hanya menggunakan mood
stabilizer atau hanya antipsikotik tipikal saja. Namun efek samping yang harus diperhatikan
antara lain peningkatan berat badan, tremor, GI distress, dan peningkatan kolesterol.
Hinger Loading Doses in Acute Mania
Terdapat loading dose yang rational untuk litium dan valproate bahkan penggunaan
carbamazepin 600-800 mg per hari untuk penatalaksanan pasien mania akut. Sedangkan pada
pasien eutimik atau depresi dosis carbamazepine 200 mg dalam single nigthtime dose.
Dengan pemberian dosis 1 kali sehari akan mengurangi kegagalan akan kepatuhan terapi
akibat pemberian dosis multipel. Pemberian pada malam hari bertujuan agar dapat mencapai
efek sedatif. Dosis carbamazepin pada mania akut bervariasi pada tiap individu, beberapa
individu tolerasi terhadap dosis 1600 mg/hari atau lebih tinggi tanpa mengalami efek
samping. Banyak obat antipsikotik atipikal diberikan pada malam hari kecuali untuk
ziprasidone dan aripirazole. Kedua obat ini diberikan pada pagi hari agar tidak menyebabkan
gangguan tidur. Dosis rekomendasi quetiapine pada mania akut 600-800 mg/hari, sedangkan
untuk depresi akut diberikan 200-300 mg/hari, FDA menyetujui pemberian quetiapine 300-
600 mg/hari pada depresi akut.
PENATALKSANAAN DEPRESI BIPOLAR
Kombinasi antidepresan dengan mood stabilizer tidak lebih baik dibandingkan
pemberian mood stabilizer saja
Penelitian terbaru mengenai terapi akut depresi bipolar dari Gary S. Sachs, melibatkan
175 pasien dimana mood stabilizer dikombinasikan dengan antidepresan atau plasebo.
Mereka menemukan bahwa terapi dengan sebuah mood stabilizer dan penambahan
antidepresan tidak lebih efektif dibandingkan dengan mood stabilizer yang ditambahkan
plasebo. Pada pasien yang tidak berespon terhadap mood stabilizer, pada minoritas pasien
efektif namun sebagian besar pasien dapat menyebabkan depresi rekuren atau perubahan
mood menjadi mania. Untuk mencapai remisi yang sempurna disertai dengan profilaksis
jangka panjang. Dari studi yang dialkukan, disarankan agar tidak menggunakan terapi
antidepresan jangka panjang karena tidak bermanfaat menurunkan gejala namun signifikan
dalam menghambat relaps.
Resiko perpindahan mood menjadi hipomania atau mania ketika diberikan
antidepresean
Depresi yang terjadi pada onset prepubertal dimana 30-40% menunjukkan sebuah
diatesis bipolar. Antidepresan trisiklik dan heterosiklik tidak diberikan pada pemula, agen
generasi kedua; noradrenergic reuptake selectivity (despiramide atau nortriptyline atau
serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI) venlafaxine); riwayat penyalahgunaan
obat; riwayat perubahan antidepresan; depresi campuran. Pasien hipomania menunjukkan
gejala berbicara cepat, peningkatan energi, ide atau aksi yang berlebihan. Anti depresan
trisiklik lebih sering menyebabkan perubahan menjadi mania daripada antidepresan generasi
kedua.
Reassessing The Treatment Sequence in Bipolar depression
Jika penggunaan terapi antidepresan tidak digunakan, pendekatan alternative terbaik
yang dilakukan di awal adalah (1) optimalisasi dosis mood stabilizer (2) augmentasi
triidotironine (T3), litium, atau folat, (3) menambahkan mood stabilizer lainnya, (4)
memggunakan atau menambahkan antipsikotik atipikal, dan (5) hasil penelitian lainnya.
Augmentasi dengan tiroid dan folat
Augmentasi tiroid pada litium dapt mencegah hipotiroidism, menambah kemampuan
kognitif. Kurangnya level tiroid dikatakan berhubungan ketidakstabilan mood. Augmentasi
tiroid diberikan 25-50 µg pada pagi hari.
Augmentasi folat diberikan 1 mg pada wanita dan 2 mg pada laki-laki. Pada pasien
dengan depresi unipolar atau bipolar dialporkan kadar folat rendah di dalam darah. Folat baik
untuk memperbaiki nafsu makan atau diet yang buruk. Foalt dan vitamin B12 menurunkan
level homosistein dan menurunkan resiko kardiovaskular. Folat juga dianjurkan diberikan
pada wanita bipolar dengan kehamilan yang tidak diinginkan untuk mencegah defek pada
bayi.
Lamotrigine
Penambahan lamotrigine sebagai mood stabilizer pertama atau kedua efektif untuk
pasien depresi bipolar dengan hipersomnia, berat badan yag meningkat, dan disfunngsi
sexual. Agen ini direkmendasikan FDA sebagai pencegahan jangka panjang untuk gangguan
mood, tetapi efikasinya lebih baik pada depresi daripada mania atau episode campuran.
Sebuah studi multisenter menunjukkan bahwa lamotrigine 50-200 mg/hari efektif sebagai
monoterapi depresi bipolar akut. Studi lainnya pada NIMH intramural, double blind,
randomized cross-over, menunjukkan bahwa lamotrigine efektif melawan depresi daripada
gabapentine atau plasebo. Studi di Eropa menunjuukan bahwa lamotrige efektif dalam terapi
depresi bipolar akut. FDA menerima lamotrigine sebagai profilaksis bipolar I episode manik.
Augmentasi Litium
Augmentasi litium merupakan prioritas karena (1) mempunyai efikasi antidepresan
akut pada depresi bipolar dan (2) telah terbukti mempunyai efek antidepresan pada berbagai
studi dengan subjek depresi unipolar. Merupakan agen terbaik untuk pencegahan bunuh diri
pada gangguan bipolar dan terbukti menurunkan mortalitas akibat gangguan afektif unipolar
dan bipolar. Litium memiliki efek neurotrofik dan neuroprotektif. Pada pasien ditemukan
peningkatan N-acetylaspartate (NAA), yang merupakan penanda neuronal integrity, dan
beberapa studi menunjukkan peningkatan substansia nigra dalam area kortikal di otak pada
pasien bipolar.
Quetiapine
Quetiapine dapat dipertimbangkan untuk ansietas, insomnia, dan depresi bipolar.
Quetiapin memiliki efikasi yang sempurna untuk mood, ansietas dan tidur denagna onset
kerja yang cepat daripada plasebo dalam 1 minggu terapi dengan dosis 300-600mg/hari.
Quetiapine merupakan satu-satunya monoterapi depresi bipolar yang disetujui oleh FDA.
Studi terbaru menunjuukan efikasi quetiapine sebagai monoterapi depresi unipolar, pada
dosis 150-300 mg efektif pada gangguan cemas. Quetiapine memiliki metabolit aktif
norquetiapine yang poten menginhibisi reuptake norepineprin. Metabolit tersebut juga
memiliki efek agonis terhadap reseptor 5-HT1A. Quetiapine memblok reseptor 5-HT2.
Norquetiapine juga sebagai antagonis reseptor 5-HT2c yang menghambat katekolamin di
frontal otak. Quetiapine juga memblokade pengurangan pada BDNF hipokampus yang
diinduksi oleh stres.
Carbamazepine dan valproate
Valproat memimiliki efek anti anxietas dan anti panik melalui berbagai mekanisme
yang meningkatkan GABA di otak. pada suatu studi plasebo terkontrol dikatakan bahwa
monoterapi valproat memiliki efek antidepresan yang signifikan secara statistik, begitu pula
dengan efek anti ansietasnya.
Carbamazepin merupakan antidepresan yang baik, anti ansietas namun hanya di
dapatkan dari beberapa penelitian kecil. Carbamazepin efektif untuk terapi bipolar II dengan
presentasi atipikal, termasuk ansietas dan penyalahgunaan obat. Pada pasien kejang, sebuah
studi menunjukkan carbamazepin berkolerasi menurunkan gejala kecemasan.
Aripirazole dan Ziprasidone
Pasien dengan fatigue, hipersomnia, dan overweight atau mempunyai resiko sindrom
metabolik mempertimbangkan penggunaan agen antipsikotik atipikal (aripirazole atau
ziprasidone) sebagai terpi depresi bipolar. Pasien bipolar lebih sensitif terhadap efek samping
ekstrapiramidal dibandingkan dengan pasien skizofrenia, disarankan untuk memulai terapi
depresi bipolar dengan dosis 2 mg/hari, kemudian dosis dinaikkan perlahan.
Risperidone dan Olanzapine
Risperidone memiliki efek yang antidepresan yang lebih kecil dibandingkan dengan
quetiapin atau lamotrigine. Risperidone meningkatkan level prolaktin karena memblokade
reseptor D2. Sedangkan kombinasi olanzapine/fluoxentine (OFC; Symbyax) telah diterima
FDA sebagai terapi untuk depresi bipolar.
Antidepresan Augmentation of Mood Stabilizer and Antipsycotic
Jika terapi dengan satu mood stabilizer atau kombinasi mood stabilzer atau dengan
antipsikotik atipikal tidak memberi respon antidepresan, pilihan selanjutnya adalah
augmentasi dengan antidepresan. Bupropion lebih rendah menyebabkan perubahan mood
daripada venlafaxine atau nonadrenergik poten lainnya atau antidepresan selektif. Bupropion
meningkatkan level dopamin pada striatum dorsal dan ventral, dan area otak yang
berhubungan dengan motivasi, aktivitas motorik, hedonic reward. Antidepresan SSRI
dianjurkan pada pasien OCD.
Tabel 5. Efek samping antidepresan pada pasien bipolar
Tabel 6. Antidepresan pada gangguan bipolar
Terapi Elektrokonvulsif dan rTMS(repetitive Trancranial Magnetic Stimulation)
Terapi elektrokonfulsif merupakan terapi untuk depresi mayor, khususnya depresi
psikotik. Pasien bipolar memiliki respon terhadap ECT yang sama dengan pasien unipolar.
rTMS dapat sebagai terapi kognitif dan perilaku, efektif untuk depresi bipolar dan mengcegah
relaps.
TERAPI MAINTENANCE DEPRESI BIPOLAR
Profilaksis Litium
Litium carbonate efektif pada 70-80% pasien bipolar. Studi awal mengindikasikan
kebutuhan litium antara 0,8-1,2 mEq/L, beberapa kasus menyarankan level yang lebih rendah
antara 0,5-0,8 mEq/L. Dua penelitian mendapatkan bahwa dosis tinggi efektif terhadap
pencegahan mania, sedangkan dosis rendah efektif terhadap pencegahan depresi. Monitoring
dilakukan 2-6 bulan. Beberapa studi yang di follow up antara 2-8 tahun menunjukkan bahwa
efek protektif litium sebagai terapi maintenance gangguan bipolar dalam pencegahan bunuh
diri.
Profilaksis Carbamazepin
Studi plasebo terkontrol untuk profilaksis carbamazepin sedikit. Dua studi
melaporkan efek profilaksis antimania pada carbamazepin lebih rendah daripada litium.
Carbamazepin memiliki repon lebih baik pada bipolar II rapid cycling, mania disforik,
gangguan skizoafektif, dan penyalahgunaan zat.
Profilaksis Asam Valproat
Asam valproat atau kombinasi asam valproat dengan litium dilaporkan terapi jangka
panjang. Sebuah studi menunjukkan bahwa monoterapi asam valproate memiliki efek anti
depresan dan anti ansietas pada depresi bipolar. Pada studi lainnya, menunjukkan kombinasi
valproat dengan litium lebih efektif daripada plasebo. Kombinasi litium dengan valproat
menawarkan pilihan lain pada terapi jangka panjang pada pasien bipolar yang tidak berespon
terhadap litium.
Profilaksis Lamotrigine
Sebuah studi double-blind acak pada NIMH menemukan respon yang baik pada
monoterapi lamotrigine pada 20 dari 39 pasien (51%) dibandingkan gabapentin. Lomotrigine
memberikan respon yang lebih baik pada depresi bipolar I daripada bipolar II atau depresi
unipolar. FDA tidak menyetujui lamotrigine sebagai terapi deoresi akut tetapi menyetujui
sebagai terapi pencegahan depresi.
Profilaksis Antipsikotik atipikal
FDA menyetujui olanzapine dan aripirazole sebagai terapi maintenance untuk
gangguan bipolar. FDA menerima quetiapine profilaksis gangguan bipolar. Quetiapine efektif
untuk mania akut dan depresi, dan dapat sebagai profilaksis kedua mood tersebut. Sekarang,
quetiapine dapat didefiniskan sebagai mood stabilizer. Efikasi quetiapine dalam gangguan
ansietas pada dosis 50-150 mg, efikasi antidepresan pada dosis 300-600 mg.
Profilaksis Calcium Channel Blocker (CCB)
Beberapa studi tidak terkontrol menunjukkan CCB lebih baik untuk mania daripada
depresi. Pasien dengan gejala depresi klasik berhubungan dengan hipometabolisme korteks
frontalis yang sesuai dengan hasil PET, berespon baik terhadap nimodipin. Sebaliknya,
pasien dengan gejala depresi yang tidak khas berhubungan dengan hiperaktivitas metabolik
lebih berespon terhadap carbamazepin. Hampir semua pasien yang berespon terhadap
regimen obat tersebut sejauh ini memerlukan tambahan dari golongan lain untuk memperoleh
stabilisasi mood yang lebih kompleks. Nimodipin yang diberikan bersama carbamazepin
termasuk yang terbukti efektif (berdasarkan skala CGI). Namun demikian, sebuah penelitian
terbuka menunjukkan bahwa kombinasi nimodipin-litium yang diberikan selama 1 tahun,
menunjukkan respon profilaksis yang lebih baik dibandingkan dengan terapi tunggal apapun.
Profilaksis Gabapentin
Efikasi dari gabapentin sebagai terapi antimania akut maupun mood stabilizer tidak
tampak dalam studi terkontrol. Meskipun demikian, penggunaan gabapentin sebagai terapi
rumatan yang diberikan bersama obat antikonvulsan lainnya (carbamazepin, valproat, dan
lamotrigine) telah dipertimbangkan sebagai terapi pada pasien depresi bipolar dengan gejala
ansietas dan fobia sosial atau gangguan tidur yang berhubungan dengan PTSD. Jika pasien
disertai dengan gejala ketergantungan alkohol, dan golongan benzodiazepin harus dihindari,
gabapentin dapat diberikan sebagai pilihan terapi alternatif dan aman, terutama karena obat
ini dieksresi di renal dan tidak di metabolisme di hati.
Profilaksis Topiramate
Topiramate tidak efektif sebagai terapi mania akut. Obat ini mungkin memiliki peran
penting secara tidak langsung sebagai terapi maupun profilaksis. Pada berbagai penyakit
penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan gangguan bipolar meskipun obat ini kurang
efektif jika digunakan pada kondisi mania akut. Pemberian topiramate dimulai secara
perlahan yaitu 25 mg/hari dan ditingkatakan secara perlahan yaitu 25 mg tiap 5-7 hari dapat
membantu menghindari masalah kognisi yang kadang terjadi selama pemberian obat.
Tabel 7. Pemilihan Mood stabilizer atau Anticonvulsan
Tabel 8. Hubungan neurobiologi terhadap respon mood stabilizer
DAFTAR PUSTAKA
1. Manji HK. Neurobiology and bipolar disorder: beyond the synapse.Adv Stud Med.
2006;6(6A):S417-S429.
2. Semeniken KR, Dudás B. Bipolar Disorder: Diagnosis, Neuroanatomical and
Biochemical Background. In: Juruena MF. Clinical, Research and Treatment
Approaches to Affective Disorders. Intech;2012 p.167-180
3. Manji HK et al. The underlying neurobiology of bipolar disorder. World Psychiatry.
2003 October; 2(3): 136–146
4. Sadock, et al. Kaplan and Sadock: Comprehensive Textbook Psychiatry, 9th Edition.
New York: Linpicot n Wilkins.