I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet mempakan salah satu komoditi non migas yang mempunyai peranan
penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan penting itu antara lain sebagai
sumber perolehan devisa negara, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber
pendapatan bagi petani karet maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat
dalam budidaya, pengolahan ataupun perdagangan karet.
Sebagai penghasii devisa negara, ekspor komoditi karet tahun 1969 berjumlah
657.3 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 171.8 juta dan mengalami perkembangan
yang sangat pesat pada tahun 1998 dengan jumlaI1 ekspor 1 641.2 ribu ton dan
nilainya sebesar US$ 1 101.5 juta (Ditjenbun, 2000). Karet sebagai salah satu
subsektor perkebunan memberjkan kontribusi d a i ekspor terbesar jjka dibandiigkan
dengan komoditi lainnya, yaitu sebesar 35.15 persen dari seluruh nilai ekspor
subsektor perkebunan (Ditjenbun, 1995).
Jenis karet alam yang diekspor saat ini selain terdiri dari karet spesaasi
teknis bempa karet remah atau crumb rubber (Standard Indonesian RubberJSIR), juga
karet konvensional, seperti RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan crepe, serta lateks pekat.
Pada mulanya jenis karet alam yang diekspor Indonesia hanya jenis-jenis karet
konvensional dan lateks pekat, tetapi dengan adanya permintaan pasar yang
meningkat mulai tahun 1969 dikeluarkan kebijaksanaan crumb rubberismi oleh
pemerintah sehingga struktur produksi dan ekspor karet alam Indonesia sejak saat itu
mengalami perubahan. BaNtan, sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden nomor 85
tahun 1971 produksi dan ekspor jenis crumb rubber ini semaki meningkat
(Departemen Perdagangan, 1989).
Sampai saat ini lebih kurang 73.29 persen karet alam yang diproduksi
Indonesia diekspor, sedangkan sisanya diionsurnsi oleh industri-industri barang jadi
karet domestik. Oleh karena itu, karet Indonesia sangat besar sekali
ketergantungannya dengan fluktuasi pasar karet dam di luar negeri. Dengan
terjadinya berbagai perubahan di pasar karet intemasional Indonesia sebagai negara
produsen kedua terbesar, yang mempunyai tingkat pertumbuhan produksi cukup
tinggi, perlu terus mengadakan penyesuaian-penyesuaian agar dapat mengantisipasi
perubahan pasar intemasional di masa mendatang.
Perkembangan perekonornian karet alam akan sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti perekonomian negara-negara intemasional terutama
perekonornian negara maju, iklim, kebijakan negera-negara produsen, nilai tukar mata
uang terhadap US$, perdagangan karet sintetis dan lain sebagainya. Keselumhan
faktor tersebut akan berpengaruh terhadap konsurnsi, produksi, impor, ekspor dan
harga karet alam (Dradjat, 2000).
Dengan harga komoditi karet yang selalu fluktuatif, ternyata luas areal dan
produksi karet Indonesia terns mengalami peningkatan. Tahun 1990 luas areal
perkebunan karet Indonesia adalah 3 141.6 ribu hektar dengan jumlah produksi
1 275.3 ribu ton dan diperkirakan terns mengalami peningkatan pada tahun 2000
dengan luas areal 3 742.2 ribu hektar dengan jumlah produksi mencapai 1 751.7 ribu
ton (Ditjenbun, 2000).
Di pasar internasion4 tahun 2000 Indonesia merupakan negara produsen dan
pengekspor karet terbesar dunia kedua setelah Thailand dengan produksi Indonesia
sebesar 1 501 ribu ton atau sekitar 22 persen produksi dunia dan Thailand sebesar
2 346 ribu ton. Sedangkan Malaysia merupakan negara produsen dan pengekspor
karet ketiga terbesar dunia dengan produksi 615 ribu ton. Jumlah produksi ketiga
negara mencapai 66 persen produksi dunia (International Rubber Study Group, 2002).
Pertumbuhan produksi karet Indonesia tahun 1998 meningkat 12 persen dari
tahun 1997, ha1 ini disebabkan nilai tukar mata uang Indonesia merosot drastis
terhadap dollar AS. Sehingga petani sangat bergairah menyadap kebun karetnya tetapi
yang menikmati situasi ini tentu saja eksportir (Komoditas, 2000).
Pertumbuhan konsumsi karet dunia dari tahun 1995 hingga tahun 1999 tercatat
rata-rata 3 persen. Sedangkan stok karet tahun 1994-1999 produksinya berkisar 29-33
persen per tahun. Tapi kondisi harga karet saat ini berada di posisi terendah. Sebagai
gambaran, perkembangan harga karet dari tahun 1995 pada posisi 1,28 dollar AS.
Namun sampai Agustus 2000 harga karet terus menurun sampai ke posisi 0,62 d o k
AS per kilogram (Dradjat, 2000).
Jadi dapat d i i a t bahwa perspektif peranan karet terhadap perekonomian
nasional dan dalam kedudukannya pada perkaretan internasional, memiliki potensi
besar untuk diikembangkan setelah perkebunan kelapa sawit, sebagai penyumbang
devisa dan peningkatan pendapatan petani. Tetapi untuk peningkatan usaha
perkebunan karet selanjutnya memiliki hambatan, baik yang datang dari tatanan pasar
karet domestik rnaupun tatanan pasar karet internasional.
1.2. Perurnusan Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet utama yang memiliki
areal perkebunan karet terluas di dunia, yakni lebih dari 3.7 juta hektar dimana 86
persen merupakan areal perkebunan karet rakyat dan sisanya perkebunan negara d m
perkebunan swasta (Departemen Perdagangan, 1989).
Usahatani karet sudah merupakan tulang punggung perekonomian bagi
sebagian besar rakyat Indonesia, maka tidaklah mudah untuk mengendalikan
peningkatan produksi. Jadi tantangan yang &an diidapi pada saat ini dan masa yang
akan datang adalah bagaimana rneningkatkan pangsa pasar karet Indonesia sehingga
kecenderungan masalah surplus produksi dapat dikurangi.
Hambatan yang menyangkut pasar karet domestik adalah masih lambatnya
peningkatan konsumsi karet Indonesia yaitu tahun 1998 konsumsi karet dam di
Indonesia mengalami penurunan sebesar -31.2 persen karena pabrik pengolahan
barang-barang dari karet relatif masih sediit. Hal ini dipengaruhi juga oleh krisii
ekonomi yang terjadi tahun 1997 di Asia, jadi prospek konsumsi karet alam di masa
yang akan datang seringkali sulit ditentukan karena adanya ketidakpastian dalam
perkembangan ekonomi dan politik yang sangat besar pengaruhnya terhadap industri
pemakai karet dam (Dradjat, 2000).
Perkernbangan konsumsi karet alam dan karet sintesis internasional dalam lima
tahun teraMrir relatif konstan pada tingkat sekitar 16 juta ton dengan laju pertumbuhan
2.33 persen pertahun. Pada periode yang sama, konsumsi karet alam dunia
mencapai sekitar 6.3 juta ton dengan pertumbuhan 2.94 persen pertahun, mash lebii
tinggi dibandingkan perturnbuhan konsumsi karet sintesis, yaitu 1.95 persen pertahun
(Lampiran 1).
Untuk karet alam, konsumsi negara-negara sisa dunia mencapai level rata-rata
4 juta ton, sedangkan impornya hanya 2.1 juta ton Perbedaan angka ini te rjadi karena
beberapa negara sisa dunia temtama negara-negara berkembang seperti C i India,
B r a d Malaysia, Indonesia dan Thailand adalah negara-negara produsen sekaligus
konsumen karet alam. Feno~nena ini berbeda untuk negara-negara maju atau bukan
negara produsen. Level konsumsi negara-negara maju hampir sarna dengan level
impornya.
Konsumsi karet alam intemasional awal tahun 2001 baru mencapai
3 560 ribu ton dengan tingkat pertumbuhan cendrung stabii. IRSG meramalkan bahwa
dalam 4 bulan (Juli-Oktober 2001), konsumsi karet dam intemasional akan mencapai
7 075 ribu ton. Hal ini berarti terdapat kenaikan konsumsi sebesar 3 515 ribu
ton dalam 4 bulan. Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Inggris, Jepang dan sisa dunia
masing-masing diamalkan meningkat sebesar 488, 149, 114, 62, 369, clan 2 334 ribu
ton (Dradjat, 2001).
Perkembangan produksi karet alam dan sintetis internasional dalam lirna tahun
terakhir relatif konstan pada tingkat sekitar 16.3 juta ton dengan laju pertumbuhan
1.92 persen pertahun. Pada periode yang sama, produksi karet alam internasional
mencapai sekitar 6.4 juta ton dengan pertumbuhan 2.2 persen pertahun, mash lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan produksi karet sintesis yailu 1.75 persen
pertahun (Lampiran 2).
Perkembangan produksi karet dam internasional (Malaysia) sebagai negara
produsen utama karet dam mengalami pertumbuhan negatif, yaitu turun mencapai
-8.34 persen pertahun. Sebaliknya, India, C i dan negara-negara sisa dunia terutama
Vietnam mengalami peningkatan produksi dengan laju masing-masing 5.49 persen,
2.06 persen, d m 9.36 persen pertahun. Pada dua tahun terakhir Malaysia, Thailand,
dan Indonesia secara bersama mengalami pertumbuhan negatif, masing-masing
-13.2 persen, -11.64 persen, dan -1.57 persen. P e n m a n produksi mengakibatkan
produksi karet alam dunia turun dari 6.7 juta ton pada tahun 1998 menjadi 6.6 juta ton
pada tahun 1999 (Lampiran 3).
Produksi karet alam Indonesia pada tahun ini diperkirakan lebih baik dari
tahun lalu, karena konsumsi karet alam domestik akan meningkat dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Selain mengandalkan kebutuhan domestik, produsen karet
berharap mampu memasok kebutuhan karet dam internasional yang permjntaannya
juga melonjak.
Produksi karet dam internasional awal tahun 2001 mencapai 3 460 ribu ton
dengan tingkat pertumbuhan negatif, yaitu 2.73% per buIan. IRSG meramalkan bahwa
dalam 4 bulan (Juli-Oktober 2001), produksi karet alam internasional akan mencapai
7 117 ribu ton. Hal ini berarti terdapat kenaikan produksi sebesar 3 657 ribu
ton dalam 4 bulan. Indonesia, Malaysia dan Thailand masing-masing diramalkan
meningkat 853, 295 dan 1 182 ribu ton (Dradjat, 2001). Indonesia merupakan negara
yang masih mengalami pertumbuhan positip, yaitu 0.69% per bulan. Sedangkan
Malaysia dan Thailand menurunkan produksinya dengan laju 0.45% dan 6.63% per
bulan.
Permintaan domestik terhadap komoditas unggulan ekspor karet sempat anjlok
seiring dengan krisis moneter tahun 1997. Jiia tahun 1992 kebutuhan domestik
sebesar 12 persen dari total produksi karet maka pada tahun 1997-1998 turun menjadi
8 persen. Peningkatan kebutuhan ini mulai terasa pada tahun 2000 menjadi 10 persen.
Diharapkan kebutuhan domestik meningkat karena adanya ketidakpastian harga karet
di pasar internasional yang cenderung turun akibat tidak segera diepaskannya stok
INRO. Hal ini disehabkan oleh negara produsen lainnya seperti Thailand dan
Malaysia, dimma Thailand sebagai negara produsen karet alarn teiah menjadiian
komoditas ini sebagai tunggangan politik di dalam negeri dan Malaysia telah
menetapkan bahwa negaranya hanya sebagai net irnportir bahan baku dan tidak akan
melepas karetnya di pasar internasional, alasannya Malaysia telah mengubah
kebijakan ekonominya dengan mengolah bahan baku agar memberi nilai tambah
sehingga harga ekspomya menjadi lebii tinggi (Dradjat, 2000).
Dalam kaitan ini pertanyaannya adalah faktor-faktor apa saja yang menjadi
pendorong maupun pengharnbat permintaan dan penawaran karet alam Indonesia di
pasar domestik rnaupun internasional.
Di pasar internasional, harga yang b e r f l b t i f merupakan ciri yang
berkelanjutan. Harga karet alam dalam lima tahun terakhir untuk berbagai jenis mutu
di beberapa pasar terus menurun antara -11 persen hingga -20 persen pertahun,
(Tabel 6). Penurunan harga di pasar internasional tejadi karena over supply dan
permintaan relatif stabil. Sedangkan kenaikan harga dalam Rupiah di Jakarta lebii
disebabkan oleh dampak depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US$ sejak
pertengahan tahun 1997. Dalam tiga tahun terakhir, harga turun antara -7 persen
hingga -2 1 persen pertahun.
Harga karet alam di berbagai pasar internasional hingga September tahun 2001
masih tetap rendah, yaitu dibawah US$ 1 per kg. Sejak Januari hingga September
2001 tidak ada lonjakan harga yang berarti untuk semua jenis karet di semua pasar,
kecuali jenis RSS3 di Pasar Tokyo yang mengalami kenaikan 0.8% per bulan. IRSG
(2001) mengamati bahwa karet Indonesia, walaupun mengalami penurunan
mempunyai kernampuan untuk pulih lebii baik dibandiigkan karet yang berasal dari
Malaysia dan Thailand. Dua alasan spekulatif yang mungkin dapat dijelaskan
yaitu ( 1 ) produsen pengolah karet ( pengekspor ) rnengurangi majin keuntungan, dan
(2) penunman laju depresiasi Rupiah terhadap US$ (Dradjat, 2001).
Pada pertemuan INRO Council September 1999, anggota INRO memutuskan
untuk memberhentikan INRA (International Natural Rubber Agreement / Pejanjian
Karet Alam Internasional) yang sebelumnya dijadwalkan bulan Februari 2001.
Pemberhentian ini terjadi karena penarikan diii Thailand, Malaysia dan Sri Langka
dari INRO. Keputusan yang diambil kemudian adalah melikuidasi stok 34 000 ton
setiap tiga bulan jika kondisi pasar memungkinkan.
Keputusan pemberhentian INRA ternyata sempat mengangkat harga karet
internasional. Harga DIM? dari M/S cent 102.3kg pada bulan September menjadi
sekitar M/S cent 11 O/kg dari Bulan Oktober 1999 hingga April 2000. Dalam kaitan
kL pertanyaan selanjutnya adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga karet
alam di pasar intemasional dan dampaknya terhadap harga karet alam di pasar
domestik.
Perkembangan yang terjadi pada ekspor karet alam dan sintetis intemasional
dalam lirna tahun terakhir, untuk karet dam, pertumbuhan ekspor lebii rendah dari
pada pertumbuhan produksi sedangkan pertumbuhan ekspor karet sintesis lebii tinggi
dari pada pertumbuhan produksi (Lampiran 5). Pertumbuhan ekspor karet alam dalam
lima tahun terakhir mencatat rata-rata 0.4 persen pertahun, sedangkan pertumbuhan
ekspor karet sintetis mencapai 5.94 persen pertahun.
Perkembangan ekspor karet dam internasional mencatat Malaysia sebagai
pengekspor utama karet alam mengalami rekor pertumbuhan negatif, yaitu turun
mencapai -13.49 persen pertahun. Pertumbuhan negatif lain dicatat oleh Nigeria yaitu
-7.70 persen (Lampiran 5). Selain itu pada dua tahun terakhir Thailand dan Indonesia
secara bersarna mengalami penurunan ekspor, masing-masing t m 3.4 persen dan
9.0 persen yaitu dari 1 641 ribu ton dan 1 839 ribu ton pada tahun 1998 menjadi
1 585 ribu ton dan I 657 ribu ton pada tahun 1999.
Awal tahun 2001 terjadi p e n m a n ekspor karet alam internasional secara
sistematis. Pertumbuhan ekspor internasional turun 2.03% per bulan, walaupun ekspor
Indonesia masih tetap naik. Namun ekspor Thailand masih tetap tertinggi
dibandingkan Indonesia dan Malaysia. Hal yang perlu diperhatikan adalah Malaysia
mengurangi ekspomya sangat drastis mencapai 50% per bulan (Dradjat, 2001).
Pangsa produksi dan ekspor karet alam per negara menunjukkan bahwa
Indonesia tetap menduduki posisi kedua setelah Thailand untuk produksi, kedudukan
selanjutnya ditempati oleh Malaysia, Vietnam dan Nigeria. India dan Cina tidak
termasuk negara pengekspor karena sebagian besar produksinya untuk keperluan
konsumsi.
Ekspor karet alam Indonesia tahun ini diproyeksikan mencapai 1,4 juta ton
dari produksi nasional yang mencapai 1,6 juta ton atau naik 10 persen dari nilai ekspor
tahun 2000 sebesar US$ 800 juta. Akan tetapi produsen karet alam masih
dibayang-bayangi anjloknya harga komoditas karet karena ketidakkompakkan
negara-negara produsen untuk melepas stok penyangga yang diiasai organisasi karet
alam intemasional INRO (International Natural Rubber Organization, 2002).
Peranan karet Indonesia di pasaran internasional rnasih h a n g berarti,
walaupun Indonesia menguasai pangsa pasar cukup besar dari keseluruhan ekspor
komoditi karet internasional, karena kualitas karet yang diekspor rnasih bermutu
rendah. Rendahnya mutu karet alam telah ditunjukkan oleh produktivitas karet alam
dan harga ekspor karet alam Indonesia yang masih rendah. Jadi ha1 yang l e b i spesifik
untuk dipertanyakan disini adalah faktor-faktor apa yang menjadi pendorong atau
penghambat ekspor karet alam Indonesia ke berbagai negara tujuan ekspor.
Dari uraian diatas, diietahui bahwa kecenderungan perkaretan Indonesia
adalah jumlah produksi yang akan meningkat dengan pesat dihadapkan dengan
kemungkinan penetrasi pasar yang hams bersaing dengan negara-negara produsen
lainnya pada pasar internasional, fluktuasi harga, dan keterbatasan daya serap pasar
domestik. Untuk merurnuskan langkah-langkah pengembangan produksi maupun
ekspor, perlu infomasi mengenai perilaku penawaran ekspor dan permintaan impor
karet alam di pasar intemasional maupun penawaran dan pemintaan karet alam di
pasar domestik.
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan penawaran
dan permintaan karet alam Indonesia di pasar domestik dan intemasional. Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan karet alam
Indonesia, penawaran ekspor karet alam Indonesia ke negara-negara importir
utama, penawaran ekspor karet alam negara-negara eksportir utama, pemintaan
impor karet alam negara-negara importir utama serta harga karet alam di pasar
domestik dan intemasional.
2. Mengkaji dampak perubahan faktor intemal dan ekstemal terhadap produksi,
ekspor, impor dan harga karet alam di pasar domestik dan intemasional.
3. Mengkaji dampak perubahan faktor intemal dan eksternal terhadap distribusi
kesejahteraan produsen dan konsumen, penerimaan pemerintah dari pajak ekspor
dan kesejahteraan bersih serta penerimaan devisa ekspor karet alam Indonesia.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi saran implikasi kebijakan yang
berguna untuk pengembangan perkaretan lndonesia ke depan, khususnya menyangkut
strategi pengembangan prospek produksi dan permintaan karet alam Indonesia di
pasar domestik, rnaupun strategi peningkatan daya saing ekspor karet alam Indonesia
di pasar intemasional.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang
telah diuraikan, maka ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis penawaran dan
permintaan karet alam Indonesia di pasar domestik dan internasional. Khususnya
menganalisis penawaran ekspor karet alam Indonesia ke negara-negara konsumen
utama, penawaran ekspor karet alam negara produsen pesaing utama, permintaan
karet alam negara-negara konsumen utama, dan harga karet alam di pasar domestik
dan intemasional.
Untuk mengetahui dampak berbagai perubahan faktor internal dan ekstemal
terhadap harga, produksi, penawaran dan permintaan karet alam di pasar domestik,
ekspor, impor dan harga karet alam di pasar internasional, digunakan model
ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan dan analisis simulasi.
Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dibedakannya bentuk dan kualitas dari
jenis karet alam yang akan diproduksi, diekspor ataupun yang diimpor. Di pasar
intemasional, yang dikaji adalah penawaran ekspor karet alam negara-negara
produsen utama dan permintaan impor karet alam negara-negara konsumen utama.
Penawaran dan permintaan karet alam di pasar domestik dikaji secara agegat.
Produksi karet alam tidak dibedakan berdasarkan wilayah produksi (pulau dan
propinsi) dan jenis pengusahaan (perkebunan rakyat, swasta dan negara).