1. Latar Belakang Masalah
Keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat
manusia. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi
perpustakaan yang dimiliki. Hal itu karena ketika manusia purba mulai menggores
dinding gua tempat mereka tinggal, sebenarnya mereka mulai merekam pengetahuan
mereka untuk diingat dan disampaikan kepada pihak lain. Mereka menggunakan tanda
atau gambar untuk mengekspresikan pikiran dan/atau apa yang dirasakan serta
menggunakan tanda-tanda dan gambar tersebut untuk mengomunikasikannya kepada
orang lain. Waktu itulah eksistensi dan fungsi perpustakaan mulai disemai. Penemuan
mesin cetak, pengembangan teknik rekam, dan pengembangan teknologi digital yang
berbasis teknologi informasi dan komunikasi mempercepat tumbuh-kembangnya
perpustakaan. Pengelolaan perpustakaan menjadi semakin kompleks. Dari sini awal
mulai berkembang ilmu dan teknik mengelola perpustakaan.
Perpustakaan sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran,
pengalaman, dan pengetahuan umat manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan
hasil budaya umat manusia tersebut, khususnya yang berbentuk dokumen karya cetak dan
karya rekam lainnya, serta menyampaikan gagasan, pemikiran, pengalaman, dan
pengetahuan umat manusia itu kepada generasi-generasi selanjutnya. Sasaran dari
pelaksanaan fungsi ini adalah terbentuknya masyarakat yang mempunyai budaya
membaca dan belajar sepanjang hayat.
Di sisi lain, perpustakaan berfungsi untuk mendukung Sistem Pendidikan
Nasional sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Perpustakaan merupakan pusat sumber informasi, ilmu
pengetahuan, teknologi, kesenian, dan kebudayaan. Selain itu, perpustakaan sebagai
bagian dari masyarakat dunia ikut serta membangun masyarakat informasi berbasis
teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dituangkan dalam Deklarasi World
Summit of Information Society– WSIS, 12 Desember 2003.
Deklarasi WSIS bertujuan membangun masyarakat informasi yang inklusif,
berpusat pada manusia dan berorientasi secara khusus pada pembangunan. Setiap orang
dapat mencipta, mengakses, menggunakan, dan berbagi informasi serta pengetahuan
hingga memungkinkan setiap individu, komunitas, dan masyarakat luas menggunakan
seluruh potensi mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada
peningkatan mutu hidup.
Indonesia telah merdeka lebih dari 60 (enam puluh) tahun, tetapi perpustakaan ternyata
belum menjadi bagian hidup keseharian masyarakat.
Pemberlakuan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang- Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan
pusat dan daerah dalam bidang perpustakaan. Keberadaan Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia sebagai LPND berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun
1989 tidak lagi memiliki kekuatan efektif dalam melakukan pembinaan dan
pengembangan perpustakaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberagaman kebijakan dalam pengembangan perpustakaan di daerah secara umum pada
satu sisi menguntungkan sebagai pendelegasian kewenangan kepada daerah. Namun, di
sisi lain dianggap kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan perpustakaan yang andal
dan profesional sesuai dengan standar ilmu perpustakaan dan informasi yang baku karena
bervariasinya kemampuan manajemen dan finansial yang dimiliki oleh setiap daerah serta
adanya perbedaan pemahaman dan persepsi mengenai peran dan fungsi perpustakaan.
Untuk itu, berdasarkan Pasal 31 ayat (2), Pasal 32, dan Pasal 28F Undang-Undang
Dasar Deklarasi Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu
menyelenggarakan perpustakaan sebagai sarana yang paling demokratis untuk belajar
sepanjang hayat demi memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi melalui
layanan perpustakaan guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007
diharapkan keberadaan perpustakaan benar-benar menjadi wahana pembelajaran
sepanjang hayat dan wahana rekreasi ilmiah. Selain itu, juga menjadi pedoman bagi
pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan di Indonesia sehingga perpustakaan
menjadi bagian hidup keseharian masyarakat Indonesia.
(http://wwwfiles.perpusnas.go.id/homepage_folders/activities/highlight/
ruu_perpustakaan/pdf/UU_43_2007_PERPUSTAKAAN.pdf)
Tugas pokok aparatur negara sebagai abdi negara juga sebagai abdi masyarakat,
antara lain tercermin dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan serta pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Dalam era reformasi dan
globalisasi dewasa ini, tuntutan masyarakat dan dunia usaha terhadap peningkatan
kualitas pelayanan semakin kuat. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan
pembangunan diharapkan dapat berperan aktif. Untuk itu perlu didukung dengan
terciptanya iklim usaha yang kondusif, yang ditandai dengan kondisi pelayanan yang
cepat, pasti, aman layak dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pelayanan masyarakat tercermin dalam segala bentuk kegiatan dalam rangka pengaturan,
pembinaan, bimbingan, penyediaan fasilitas, jasa dan lainnya yang dilaksanakan oleh
aparatur pemerintah kepada masyarakat (publik) sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Bentuk aktivitas pelayanan dapat bersifat kegiatan administrasi, kegiatan
berupa penyediaan barang ataupun penyediaan jasa. Penyelenggaraan pelayanan
masyarakat merupakan proses pengerahan sumber daya meliputi sistem manajemen,
sarana/fasilitas, tenaga personil.
Kenyataannya kondisi pelayanan masyarakat dewasa ini masih dirasakan banyak
kelemahan, banyak dikeluhkan dan masih kurang memuaskan keinginan masyarakat,
misalnya mengenai prosedur yang berbelit-belit, tidak adanya kepastian waktu dan tarif
pelayanan, kurang transparan, sikap petugas yang kurang responsif dan lainnya.
(http://ls.bkd_sulsel.go.id/download.php?nmfile=Pedoman Pelaksanaan Penilaian dan
Penghargaan Citra Pelayanan Prima Sebagai Unit Pelayanan Percontohan.pdf)
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas.
Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai
pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk
pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan
reformasi publik (public reform) yang dialami negara-negara maju pada awal tahun 1990-
an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas
pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Di Indonesia, upaya memperbaiki
pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain
melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian
Perijinan di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana
Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap
peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995
tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada
Masyarakat. Pada perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Upaya meningkatkan kualitas pelayanan tidak hanya ditempuh melalui keputusan-
keputusan sebagaimana tersebut di atas, tetapi juga melalui peningkatan kemampuan
aparat dalam memberikan pelayanan. Upaya ini dilakukan dengan cara memberikan
berbagai materi mengenai manajemen pelayanan dalam diklat-diklat struktural pada
berbagai tingkatan.
Tuntutan reformasi yang bergulir sejak tahun 1997, bersamaan dengan arus globalisasi
yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi perbaikan ekonomi, mendorong
pemerintah untuk kembali memahami arti pentingnya suatu kualitas pelayanan serta
pentingnya dilakukan perbaikan mutu pelayanan. Perbaikan pelayanan pemerintah ini,
tidak saja ditujukan untuk memberi iklim kondusif bagi dunia usaha nasional namun juga
meningkatkan daya tarik arus investasi ke Indonesia karena kredibilitas dan kemudahan
yang meningkat. Penyediaan pelayanan pemerintah yang berkualitas, akan memacu
potensi sosial ekonomi masyarakat yang merupakan bagian dari demokratisasi ekonomi.
Penyedian pelayanan publik yang bermutu merupakan salah satu alat untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang semakin berkurang,
akibat krisis ekonomi yang terus menerus berkelanjutan pada saat ini. Hal tersebut
menjadikan pemberian pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat menjadi
semakin penting untuk dilaksakan.
(http://aparaturnegara.bappenas.go.id/data/paper_makalah/PelayananPublik/
PelayananPublikDalamEraDesentralisasi.pdf)
Dengan semakin meningkatnya kemajuan masyarakat kesadaran akan menuntut
hak-haknya, merupakan suatu tantangan bagi aparatur pemerintah. Selaku abdi
masyarakat, berkewajiban memberikan pelayanan prima, artinya pelayanan terbaik yang
lebih memuaskan masyarakat. Untuk itu setiap aparatur pemerintah, baik yang baru
diterima menjadi pegawai negeri sipil maupun yang telah lama bekerja, perlu mendalami,
menghayati “Dasar-dasar Pelayanan Prima”.
Aparatur pemerintah yang mampu memahami dan mengaktualisasikan pelayanan
prima dengan sikap yang tulus dan konsisten dalam bidang pekerjaan masing-masing
akan memberikan manfaat :
1. Dengan memahami dengan jelas hasil atau pelayanan yang diharapkan pelanggan
internal dan eksternal dari pekerjaan atau instansi tempat bekerja akan
meningkatkan efektivitas pekerjaan.
2. Mendapat pujian, pengakuan atas kemampuan dalam melaksanakan tugas dari
orang, instansi lain yang dilayani, dan dari atasan langsung.
3. Mendapat kepuasan dari pekerjaan yang dilakukan.
4. Kepercayaan diri semakin tinggi.
5. Peningkatan pendapatan melalui gaji, pangkat, insentif.
6. Menumbuhkan semangat mengembangkan kemampuan dan karier serta kemauan
melaksanakan tugas-tugas yang lebih besar dan menantang.
(httpwww.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/
index.phpoption=com_docman&task=doc_details&gid=19&/&Itemid=61).
Saat ini gejala electronic book (e-book) atau buku elektronik mulai booming dan
menjadi sesuatu yang perlu direspon. Karena secara tidak langsung e-book akan
mempengaruhi aktivitas perpustakaan. Khususnya dalam hal koleksi monograf. Akankah
e-book akan mengubah fungsi perpustakaan. Bagaimana nasib perpustakaan jika e-book
mengglobal. Pantaskah dengan perkembangan teknologi, perpustakaan terus berdiam diri
dengan layanan konvensional. Dan apakah perpustakaan dapat menjamin pelanggan tetap
terpuaskan dengan layanan yang selalu monoton dan kurang terjamah teknologi. Semua
tantangan ini patut dijadikan perhatian untuk melangkah kepada perpustakaan modern
yang mempunyai daya saing berkualitas.
E-book tidak terlepas dari pengaruh teknologi. Dan teknologi dapat mengubah sesuatu
menjadi serbamungkin. Bisa jadi perkembangan e-book akan semakin sempurna. Sangat
memungkinkan e-book berkembang dengan tersedianya fasilitas audiovisual, 3-dimensi
bahkan film.
Mungkin saat ini membaca masih terbatas pada pemahaman (pikiran). Tetapi di masa
depan bisa jadi membaca akan dilengkapi dengan visualisasi yang sangat berguna dalam
membantu pemahaman isi buku. Kenyamanan membaca menjadi impian pelanggan
perpustakaan sebagai seorang konsumen.
(http://perpustakaan.lpmpkalbar.net/koleksi%20elektronik/artikel%20perpustakaan/
menggagas%20perpus%20masa%20depan.pdf)
Badan Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Utara yang keberadaannya diatur
oleh Perda No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah Propinsi
Sumatera Utara kemudian tata kerja dan organisasinya diatur berdasarkan Keputusan
Gubenur Sumatera Utara No. 061.293/K/Tahun 2002 terus melakukan kegiatan yang
bermuara pada peningkatan sumber daya manusia.
Pembenahan di bidang nonfisik antara lain yang sudah dilakukan, yaitu
kesejahteraan pegawai relative mulai meningkat, kualitas sumber daya para pegawai juga
sudah mulai meningkat. Hal ini ditandai dengan rata-rata pegawai berijazah sarjana.
Kemudian masalah pembinaan pegawaipun terus ditingkatkan.
Sejalan dengan visi Baperasda yaitu menjadi pusat informasi literature dan sarana
belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya menusia melalui
layanan prima, maka misi yang terus dilaksanakan yang salah satunya adalah :
Peningkatan layanan prima jasa perpustakaan, dokumentasi, informasi serta
kearsipan guna pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Dalam rangka aktualisasi visi dan misi tersebut untuk tahun anggaran 2005,
Baperasda telah melaksanakan rangkaian kegiatan. Sejalan dengan hari Pencanangan
Layanan Prima yang dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 29 April
2005, maka Baperasdapun telah melakukan banyak hal untuk menciptakan layanan prima
dibidang Pusdokinfo, yaitu :
1. Telah dilakuakn system otomasi di dalam peminjaman dan
pengembalian buku.
2. Alat Bantu penelusuran informasi dari bentuk manual diganti dalam
bentuk digital, sehingga memudahkan pengguna dalam mengakses
informasi. (Literal Nomor 4 Tahun II 2005)
Peningkatan pelayanan telah menjadi kata kunci (keyword) bagi tugas badan
perpustakaan di masa depan. Pelayanan yang diberikan oleh Badan Perpustakaan Modern
kepada pengguna dilakukan secara menyeluruh dan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini, setiap individu atau bagian yang terdapat dalam Badan
Perpustakaan Modern harus dapat memberikan pelayanan prima kepada pengguna sesuai
dengan komitmen seluruh jajaran pegawai perpustakaan, “Menjadi pusat informasi
literature dan sarana belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan kualitas sumber
daya manusia melalui layanan prima”. Namun, model pelayanan pengguna perpustakaan
modern tersebut belum diketahui seberapa besar efektivitasnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas. Maka penulis mencoba untuk
menelitinya lebih mendalam, dan dalam bentuk Tesis dengan judul “Analisis Efektivitas
Kinerja Pelayanan Pengguna Perpustakaan Modern Pada Badan Perpustakaan
Daerah Propinsi Sumatera Utara”.
2. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
a. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran masalah yang ada di dalam latar belakang masalah,
maka penulis mengidentifikasikan permasalahan adalah sebagi berikut:
1. Apakah pengelolaan dan pengawasan pelayanan sudah dilakukan dengan
baik?
2. Apakah kualitas pelayanan pegguna sudah menunjukkan hasil yang
maksimal?
3. Apakah efektivitas kerja pegawai sudah tercapai?
b. Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penelitian, pembatasan masalah perlu ditentukan agar tidak
terjadi berbagai persepsi yang berbeda-beda karena luasnya cakupan penelitian. Dengan
adanya pembatasan masalah, diharapkan arah dan tujuan penelitian dapat terlihat lebih
jelas. Batasan yang diambil adalah sebagai berikut:
1. Responden penelitian adalah pihak pegawai Badan Perpustakaan Daerah
Propinsi Sumatera Utara.
2. Usulan perbaikan yang diberikan terbatas pada perbaikan-perbaikan yang
dimungkinkan untuk dilakukan oleh Badan Perpustakaan Daerah Propinsi
Sumatera Utara.
c. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut;
1. Bagaimana efektivitas kinerja pelayanan perpustakaan sebagai pusat
informasi pada Badan Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Utara?
2. Langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk dapat memperbaiki
atau meningkatkan kualitas jasa yang dihasilkan?
3. Tujuan Penelitian
Konsisten dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui efektivitas kinerja pelayanan perpustakaan sebagai pusat
informasi pada Badan Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk
dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas jasa yang dihasilkan.
4. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Memberikan pengetahuan kepada penulis dalam penelitian ilmiah terutama
dalam masalah pelayanan pengguna perpustakaan modern.
2. Memberikan masukan bagi Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Utara
karena hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai evaluasi
kinerja pelayanan pengguna perpustakaan modern
3. Memberikan masukan kepada Program Magister Manajemen Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Jakarta untuk pengembangan dan penelitian
manajemen.
4. Referensi pada peneliti selanjutnya.
5. Tinjauan Pustaka (Deskripsi Toeritis)
A. Perpustakaan Nasional
1). Pengertian Perpustakaan
Menurut Nurhaidi Magetsari, dkk. (1992) di dalam bukunya “Kamus Istilah
Perpustakaan dan Dokumentasi” mendefenisikan perpustakaan adalah sebagai berikut :
“Perpustakaan adalah (1) Koleksi buku, majalah, dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, dan dibicarakan; (2) tempat, gedung, atau ruangan yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku dan sebagainya”.
Sulistyo Basuki (1991), di dalam bukunya “Pengantar Ilmu Perpustakaan”
mendefenisikan perpustakaan adalah sebagai berikut :
“Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual”.
2). Jenis Perpustakaan
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Perpustakaan terdiri atas:
a. Perpustakaan Nasional;
b. Perpustakaan Umum;
c. Perpustakaan Sekolah/Madrasah;
d. Perpustakaan Perguruan Tinggi; dan
e. Perpustakaan Khusus.
a. Perpustakaan Nasional
(1) Perpustakaan Nasional merupakan LPND yang melaksanakan tugas pemerintahan
dalam bidang perpustakaan dan berkedudukan di ibukota negara.
(2) Perpustakaan Nasional bertugas:
a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis
pengelolaan perpustakaan;
b. melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap
pengelolaan perpustakaan;
c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai
jenis perpustakaan; dan
d. mengembangkan standar nasional perpustakaan.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada nomor (1) Perpustakaan Nasional
bertanggung jawab:
a. mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat
pembelajar sepanjang hayat;
b. mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa;
c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka
mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dan
d. mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di
luar negeri.
b. Perpustakaan Umum
(1) Perpustakaan umum diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat diselenggarakan oleh
masyarakat.
(2) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan
perpustakaan umum daerah yang koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya
daerah masing-masing dan memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar
sepanjang hayat.
(3) Perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan mengembangkan sistem
layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi
terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(5) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota melaksanakan layanan
perpustakaan keliling bagi daerah yang belum terjangkau oleh layanan perpustakaan
menetap.
c. Perpustakaan Sekolah/Madrasah
(1) Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar
nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) wajib memiliki koleksi buku
teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan
yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta
didik dan pendidik.
(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) mengembangkan koleksi lain
yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan.
(4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang
dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja
operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan
belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.
d. Perpustakaan Perguruan Tinggi
(1) Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar
nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) memiliki koleksi, baik jumlah
judul maupun jumlah eksemplarnya, yang mencukupi untuk mendukung
pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna memenuhi standar nasional
pendidikan dan standar nasional perpustakaan.
e. Perpustakaan Khusus
(1) Perpustakaan khusus menyediakan bahan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan
pemustaka di lingkungannya.
(2) Perpustakaan khusus memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya dan
secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya.
(3) Perpustakaan khusus diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan berupa pembinaan teknis,
pengelolaan, dan/atau pengembangan perpustakaan kepada perpustakaan khusus.
3). Penggolongan Perpustakaan
Menurut Wibisono (2002), perpustakaan dapat digolongkan ke dalam salah satu
klasifikasi performance berdasarkan Malcom Baldrige Quality Award dengan modifikasi
katagori yaitu:
i. Very Bad
Adalah sistem perpustakaan yang persentasenya tidak ada pencapaian standart
atau pencapaian standart yang buruk pada bagian tersebut.
ii. Bad
Adalah persentase tingkat yang paling awal dalam pemenuhan standart.
Beberapa bagian memiliki pemenuhan standart yang baik.
iii. Fair
Beberapa bagian memiliki pemenuhan standart yang baik. Menunjukkan
bagian dari kekuatan atau tingkat performance yang baik.
iv. Good
Performance sekarang baik di semua bagian yang merupakan penentu
keberhasilan perpustakaan. Tingkat performance perpustakaan sudah stabil.
Dapat menjadi pembanding perpustakaan pada level sama.
v. Very Good
Adalah sistem perpustakaan yang persentase tingkat pengembangan paling
baik dan performance yang sangat baik di semua bagian. Dapat menjadi
perpustakaan percontohan. Performance sekarang baik di semua bagian yang
merupakan penentu keberhasilan perpustakaan.
4). Fungsi Perpustakaan
Berdasarkan surat KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 67 TAHUN 2000 TENTANG PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK
INDONESIA, Dalam melaksanakan tugas, PERPUSNAS menyelenggarakan fungsi:
Mengkaji dan menyusun kebijakan nasional dibidang perpustakaan;
mengkoordinasikan kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas PERPUSNAS;
Melancarkan dan membina terhadap kegiatan instansi Pemerintah dibidang
perpustakaan;
Menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Sesuai dengan Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Nomor 3 Tahun
2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional RI, Pusat Jasa
Perpustakaan dan Informasi fungsinya, sesuai dengan pasal 57, adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan layanan koleksi umum dan khusus.
2. Melaksanakan bimbingan pemakai;
3. Melaksanakan pameran dan promosi;
4. Melaksanakan kerja sarna dan otomasi perpustakaan.
B. Pelayanan Perpustakaan sebagai Pusat Informasi
Sebagai pusat sumber informasi, perpustakaan secara tradisional berfungsi
menyediakan berbagai sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.
Sumber-sumber informasi yang disediakan terekam dalam berbagai jenis media seperti
kertas, mikrofis, mikrofilm, dan piringan magnetik. Dalam menjalankan fungsinya,
perpustakaan melakukan kegiatan antara lain mengidentifikasi, memilih, mengadakan,
mengatalog, dan memproses sumber-sumber informasi sehingga tersedia dan dapat
ditemu-balik dan digunakan secara efisien.
Dalam perkembangannya, perpustakaan modern tidak lagi hanya mengandalkan
sumber-sumber informasi yang dimilikinya sendiri, tetapi juga menawarkan sumber
informasi yang tersimpan di tempat lain. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi yaitu teknologi komputer dan teknologi komunikasi telah memungkinkan
sumber-sumber informasi berbasis elektronik dapat diperoleh pada waktu yang hampir
bersamaan dengan saat dipublikasikan. Informasi paper-based, yang merupakan
primadona pada perpustakaan tradisional, sekarang mulai digeser oleh informasi
electronic-based.
Dalam abad ini, informasi yang dihasilkan jumlahnya sangat banyak. Setiap hari
banyak buku, artikel jurnal, laporan dan dokumen lainnya yang dihasilkan di seluruh
dunia. Kecenderungan ini sudah lama kita rasakan, namun jumlahnya semakin meningkat
dalam beberapa tahun terakhir ini. Antara tahun 1950-1960, jumlah informasi yang
tersedia meningkat dua kali lipat. Selama dasawarsa berikutnya meningkat tiga kali lipat.
Dan dalam kurun waktu 1980-1990, informasi yang ada meningkat tujuh kali lipat.
Banyaknya informasi yang dihasilkan menjadikan informasi lebih cepat usang.
Sebagai contoh, diperkirakan setengah dari pengetahuan dalam bidang fisika akan
menjadi usang dalam kurun waktu lima tahun dari sekarang. Perkembangan ini banyak
kaitannya dengan kemajuan teknologi. Tidak saja inovasi di bidang penyimpanan, proses
dan transmisi informasi, tetapi juga perangkat keras dengan biaya yang rendah dan
berkapasitas tinggi telah benar-benar mengubah penanganan informasi dalam sepuluh
tahun terakhir ini.
Kemajuan di bidang telekomunikasi yang memungkinkan hubungan antar
jaringan yaitu Internet telah mendukung tumbuhnya penerbitan elektronik. Berbagai
jurnal, makalah simposium dan karya pre-print dari para pakar diterbitkan dalam edisi
elektronik. Pada tahun 1995, dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 100 judul jurnal yang
diterbitkan secara elektronik dalam bidang science, technology and medicine (STM).
Disamping itu, bahan-bahan unpublished (grey materials) yang selama ini sulit diperoleh,
saat ini banyak disajikan untuk umum melalui Internet.
1). Perubahan Paradigma Informasi
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
perpustakaan dan pusat informasi juga mengalami pergeseran paradigma dalam sumber-
sumber informasinya, layanannya, dan pada orientasi penggunanya, dan tanggungjawab
staf/pekerja dalam layanan dan system di dalamnya. Menurut Stuert (2002), saat ini
pergeseran paradigma informasi yang berakibat pada perubahan pola kerja dan orientasi
institusi yang bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti perpustakaan dapat dilihat
dalam bagan sebagai berikut:
INFORMATIONPARADIGM SHIFT
Resources
Services
Users
(Stuert, Robert: Library and Information Center Management, 2002)
Bagan di atas menekankan pada tiga hal fundamental dalam sebuah institusi perpustakaan
atau pusat informasi yakni:
OWN COLLECTIONSONE MEDIUM
VIRTUAL LIBRARYMULTIPLE MEDIA
WAREHOUSE SUPERMARKET
WAIT FOR USERS STAFF AUTHORITY
PROMOTE USE USER EMPOWERMENT
a. Resources / sumber daya
Ada perubahan dan pergeseran dalam pemanfaatan sumber daya. Apabila
pada awalnya sumber daya hanya dimiliki dan dimanfaatkan sendiri dan media
yang digunakan sangat terbatas, maka pada saat ini sumber daya harus dipikirkan
untuk dapat di-sharing dalam wadah yang lebih luas dan berorientasi pada
pemanfaatan multiple media atau berbagai ragam media. Hal ini penting karena
ada keterbatasan pada tiap-tiap organisasi/institusi perpustakaan dalam
menyediakan sumber dayanya. Untuk itu mau tidak mau perpustakaan harus dapat
meningkatkan kerjasama baik melalui forum-forum kerjasama maupun hubungan
secara langsung. Hal lain tentunya perpustakaan harus dapat memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi yang memudahkan perpustakaan untuk melakukan
sharing informasi melalui apa yang disebut sebagai virtual library.
b. Services / Layanan
Cara pelayanan dalam bidang informasi atau perpustakaan ini juga
mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Pelayanan tidak lagi hanya
hanya berorientasi pada pelayanan di dalam saja (internal) tetapi harus
mempunyai pandangan yang lebih universal bagi akses informasi, kolaborasi, dan
sharing sumberdaya dan layanan. Konsep cara pelayanannya pun sudah harus
lebih bervariasi seperti halnya supermarket, bahkan mungkin hypermarket.
Perpustakaan dan pusat informasi diharuskan dapat memberikan berbagai
pelayanan yang dibutuhkan oleh pengguna yang terus berkembang dari waktu ke
waktu. Seperti layaknya supermarket, maka perpustakaan atau pusat informasi
yang dapat memberikan pelayanan lebih bervariasi, murah dan cepat akan
memuaskan pengguna dan mendatangkan pengguna lebih banyak lagi.
c. Users / Pengguna
Perlakuan terhadap pengguna dan perilaku tenaga perpustakaan/pusat
informasi juga hendaknya mengalami perubahan. Sudah saatnya staf perpustakaan
tidak hanya sebagai “penjaga buku” atau koleksi dan menunggu datangnya
pengguna tanpa melakukan usaha apapun untuk mendatangkan pengguna. Sudah
saatnya perpustakaan melakukan promosi dan memberikan gambaran-gambaran
kepada pengguna mengenai bagaimana perpustakaan dapat menjawab kebutuhan
informasi mereka. Pengguna juga perlu diberdayagunakan, dididik dan
dimanfaatkan untuk perkembangan perpustakaan. Perpustakaan perlu lebih
terbuka terhadap kemauan dan keinginan pengguna serta dapat memberikan
pengetahuan mengenai pemanfaatan perpustakaan semaksimal mungkin.
Akhirnya diharapkan dari perubahan ini maka akan terjadi sinergitas
antara pengguna dan petugas perpustakaan. Keduanya akan saling mendukung
dalam pengelolaan dan pengembangan perpustakaan.
Untuk itu perpustakaan, ke depannya harus dapat pula menjawab tantangan bagi
perubahan paradigma di atas. Hal ini penting agar perpustakaan selalu dapat mengikuti
perubahan-perubahan di dunia ilmu pengetahuan yang kadangkala tidak dapat diprediksi,
dihentikan dan dikontrol.
2). Pelayanan Perpustakaan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007:
(1) Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan
pemustaka.
(2) Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar
nasional perpustakaan.
(3) Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dikembangkan melalui
pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.
(5) Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan
untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
(6) Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antar perpustakaan.
(7) Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada nomor (6)
dilaksanakan melalui jejaring telematika.
Temuan Penelitian, Pelayanan perpustakaan itu meliputi segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh pengguna yang harus tersedia di perpustakaan. Dengan demikian, ruang
lingkup pelayanan perpustakaan adalah keseluruhan aspek manajemen perpustakaan.
Menurut Tri Hardiningtyas (2008), Pelayanan pemakai yang diberikan oleh suatu
perpustakaan pada umumnya meliputi pelayanan administrasi, pengadaan koleksi, dan
pendayagunaan koleksi.
i. Pelayanan administrasi meliputi: struktur organisasi, pendaftaran anggota
perpustakaan, peraturan tata tertib penyelenggaraan perpustakaan, agenda surat
menyurat. Keberadaan pengguna harus didata untuk pengaturan pemanfaatan
koleksi. Pengelolaan data pengguna diolah dalam sistem yang telah ditentukan
sehingga pengguna perpustakaan siap untuk mendayagunakan koleksi yang
ada.
ii. Pelayanan pengadaan koleksi perpustakaan melaksanakan tugas-tugas
pengadaan sarana dan prasarana penyelenggaraan suatu perpustakaan, sehingga
tujuan pengelolaan perpustakaan dapat berjalan dan berkelanjutan. Pelayanan
pengadaan melaksanakan tugas-tugas mengadakan koleksi perpustakaan dan
juga peralatan sistem yang digunakan dalam menunjang kelancaran jalannya
perpustakaan. Baik berupa perangkat lunak maupun perangkat keras.
iii. Pelayanan pendayagunaan koleksi perpustakaan merupakan jenis pelayanan
perpustakaan yang mengolah informasi sedemikian rupa sehingga menjadi
informasi yang siap pakai. Koleksi harus diberi ciri atau kode agar dikenali
sebagai hak milik suatu perpustakaan atau pusat informasi tertentu. Kode bisa
berupa cap atau tanda gambar tertentu yang menunjukkan hak kepemilikan.
Selain itu, koleksi perlu diatur penempatannya pada rak-rak atau tempat yang
disediakan agar tertata dan tersusun sesuai dengan pembagian kelompok bidang
ilmu pengetahuan yang sedang berkembang. Pendayagunaan koleksi
diharapkan informasi dari koleksi yang dimiliki suatu perpustakaan dapat
digunakan sesuai kebutuhan pemakai peprustakaan. Hal ini sehubungan dengan
pelayanan yang diberikan kepada pemakai perpustakaan agar informasi yang
dibutuhkan siap pakai. Dalam hal pelayanan pendayagunaan koleksi, peran
pemakai perpustakaan merupakan aset penting dalam penyelengaraan
perpustakaan. Berkembang tidaknya suatu perpustakaan tergantung dari jenis
layanan yang diminta pengguna. Tanpa pengguna, informasi yang disajikan
suatu perpustakaan menjadi informasi yang basi dan tak berguna.
Menurut Achmad Djunaedi (1997), Kegiatan pelayanan perpustakaan juga dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi penyedia layanan dan dari sisi pemakai layanan. Dari
sisi penyedia layanan, kegiatan pelayanan perpustakaan meliputi:
1. Pengadaan pustaka: pembelian, pelangganan, pencarian/pengumpulan.
2. Penyiapan pustaka: antara lain, pemberian label, dan katalogosasi.
3. Pemberian layanan: antara lain, penempatan pustaka di rak, pengeluaran pustaka
untuk dipinjamkan (sirkulasi), dan seringkali pula: mencarikan pustaka atas
permintaan pengguna layanan.
4. Pemeliharaan pustaka: perbaikan dari kerusakan, pemeliharaan agar tidak rusak,
penyimpanan dalam media lain (misal: dari buku ke CD-ROM).
Selain itu, penyedia layanan juga menyediakan ruang beserta sarana-prasarana yang
diperlukan untuk kegiatan penggunaan layanan perpustakaan.
Dari sisi pengguna layanan, terdapat beberapa kegiatan sebagai berikut:
Mencari pustaka: mencari dari katalog, menelusuri rak-rak buku.
Membaca/memanfaatkan pustaka (di ruang perpustakaan)
Meminjamkan pustaka (untuk dibawa ke luar perpustakaan)
Seringkali pengguna layanan juga melakukan kegiatan menyalin isi pustaka dengan cara
menulis di buku catatannya atau mengfotokopi isi pustaka. Selain itu, sering pula
pengguna layanan meminta bantuan staf perpustakaan untuk mencari pustaka.
Pustaka yang dimaksud di atas meliputi media cetak (antara lain: buku, majalah, surat
kabar), media elektronis (antara lain: berkas elektronis di disk, CD, internet) dan media
foto/slide.
3). Sistem Informasi Perpustakaan Nasional
Perkembangan kegiatan pengembangan program aplikasi sistem informasi
perpustakaan yang telah berlangsung sejak tahun 2003 lalu. Tahun 2006, merupakan
tahap ketiga di mana tahun sebelumnya menekankan pada analisis kebutuhan dan sistem,
serta perancangan. Pembangunan program aplokasi sistem informasi perpustakaan pada
tahun 2005 difokuskan pada pengembangan modul pengkatalogan, sebagai modul paling
utama sistem komputer perpustakaan. Tahun 2006 modul OPAC dan authority files dapat
dirampungkan.
Pembuatan Program Aplikasi Katalog Induk Nasional (KIN) diorietnasikan untuk
membuat sebuah program aplikasi perpustakaan berbasis web dengan menggunakan
teknologi Oracle sebagai alat pengembangan. Program aplikasi terdiri dari beberapa
modul, mencakup cataloging, OPAC, sirkulasi, akuisisi, layanan informasi dan
perpustakaan digital. . Sementara sampai tahap 2005 baru dikembangkan modul OPAC
untuk format bibliography dengan meliputi seluruh cakupannya.
(http://www.pnri.go.id/activities/news/idx_id.asp?
box=dtl&id=551&from_box=lst&hlm=26&search_ruas=&search_keyword=&search_ma
tchword=)
C. Kualitas Pelayanan
1). Pengertian Kualitas
Pengertian kualitas sangat beraneka ragam. Para pakar kualitas di bidang ini
memiliki definisi yang berlainan karena adanya perbedaa perspektif atau pandangan yang
digunakan. Dr. Armand V. Feigenbaum mengemukakan kualitas produk dan jasa adalah:
seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan di mana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu sesuai harapan pelanggan.
Menurut ASQC (American Society for Quality Control) Kualitas ialah:
gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.
Crosby (1979) mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian terhadap permintaan
persyaratannya. W. Edwards, Deming menyatakan bahwa kualitas:
merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya rendah dan sesuai dengan pasar,
Yang kemudian Deming mengemukakan 14 point yang dapat membantu dalam perbaikan
dan peningkatan kualitas:
1.Membuat tujuan yang konsisten
2.Memimpin dalam mempromosikan perubahan.
3.Membangun kualitas pda produk, menghentikan ketergantungan pada inspeksi
untuk menangkap permasalahan.
4.Membangun hubungan jangka panjangberdasarkan kinerja bukan pada harga.
5.Meningkatkan produk, kualitas, dan jasa secara terus menerus.
6.Memulai pelatihan.
7.Menekankan kepemimpinan.
8.Membuang rasa takut.
9.Mendobrak batasan antar departemen.
10.Menghentikan pidato panjang lebar pada pekerja.
11.Mendukung, membantu, memperbaiki.
12.Mendobrak penghalang untuk bangga atar kinerja masing-masing.
13.Mendidikan program pendidikan yang kuat dan perbaikan mandiri.
14.Menempatkan orang di perusahaan untuk bekerja pada suatu transformasi.
Sedangkan J.M., Juran mengartikannya kesesuaian spesifikasi untuk penggunaan (fitness
for use), dan definisi ini memiliki dua aspek utama yaitu ciri-ciri produk yang memenuhi
permintaan pelanggan dan bebas dari kekurangan. ). lebih jauh lagi Juran mengemukakan
lima dimensi kualitas yaitu :
1.Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk
2.Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain dengan
penyampaian produk actual
3.Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan, serta ketahanan. Dan
produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan
4.Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen
5.Guna praktis (field use) , kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan pada
penggunaannya oleh konsumen.
"Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang dapat
memenuhi keinginan semua pihak baik itu produsen, konsume, dan yang lain yang
berhubungan dengan produk atau jasa tersebut"
Menurut David Garvie (Tjiptono dan Diana, 1996:24) terdapat lima alternatif
perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
(1) Trancedental Approach, biasanya diterapan dalam seni musik, drama seni tari, dan
seni rupa, sehingga kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan dan diketahui tetapi
sulit dioperasionalkan dan dijabarkan;
(2) Product Based Approach, Pendekatan ini menggarap kualitas sebagai karakteristik
atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Pandangan ini sangat
obyektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan dan
preferensi individual;
(3) User Based Approach, Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan
seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pelanggan yang berbeda
memiliki kebutuhan atau keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi
seseorang sama dengan kepuasan makasimum yang dirasakannya;
(4) Manufacturing Based Approach, Pendekatan ini bersifat supply-based dan terutama
memperhatikan faktor-faktor perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan
kualitas sebagai sama dengan persyaratannya (conformance to requirements). Dalam
sektor jasa, dapat dikatakan kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini
berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal ,yang
seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi
yang menentukan ualitas adalah syandar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan
konsumen yang menggunakannya;
(5) Value Based Approach, Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas
tinggi belum tentu produk yang paling bernilai, akan tetapi yang paling bernilai
adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli.
2). Pelayanan Prima
Masalah Pelayanan prima merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting
dicermati setiap perusahaan dalam menjalankan aktifitas sehari hari. Kata pelayanan
sudah sangat akrab dalam kehidupan masyarakat umum, dalam bahasa Inggris disebut
servis dalam operasional bisnis dikenal dengan beberapa istilah antaranya Excellent
Service, Customer Service dan Customer Care. Dalam bahasa Indonesia disebut
Pelayanan Prima yang artinya adalah memberikan sesuatu berupa intangeble
goods/barang tidak berwujud kepada setiap pengunjung dalam rangka membangun
hubungan yang baik dan berkelanjutan.
Dengan demikian dapat dikatan bahwa pelayanan prima merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan suatu organisasi disamping faktor-faktor lain. Hubungan yang baik
tidaklah datang begitu saja melainkan merupakan kerja keras dari setiap individu
organisasi sesuai dengan tugas yang diemban masing masing. Pada prinsipnya pelayanan
prima bertujuan mendapatkan/menambah konsumen sebanyak mungkin setiap saat dan
selalu mendapatkan yang terbaik.
Menurut Gumehsoson (1987 p. 22) Pelayanan adalah:
suatu kegiatan atau suatu urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan manusia atau mesin secara fisik untuk menyediakan kepuasan konsumen. (Lehtinen 1983 p. 21). Pelayanan adalah sesuatu yang dapat diperjualbelikan dan bahkan tidak dapat dihilangkan
Menurut SK Menpan No. 81 /1993 tentang Pedoman Tata laksana Pelayanan
Umum, Pelayanan Prima adalah:
segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di Pusat, di Daerah dan di Lingkungan BUMN/BUMD, dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan maupun dalam proses interaksi sosial masyarakat luasBerarti pelayanan prima dapat diartikan memproses pelayanan kepada masyarakat /
customer, baik berupa barang atau jasa melalui tahapan, prosedur, persyaratan-
persyaratan, waktu dan pembiayaan yang dilakukan secara transparan untuk mencapai
kepuasan sebagaimana visi yang telah ditetapkan dalam organisasi.
Setelah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No: 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik maka
Kepmenpan No. 81 /1993, dinyatakan tidak berlaku lagi. Menurut Kepmenpan No. 63
Tahun 2003 istilah yang semula Pelayanan Prima diganti dengan Pelayanan Publik. Dan
Menurut Kepmenpan No. 63 Tahun 2003, Definisi Pelayanan Publik adalah:
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelayanan Prima/Publik, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan
pelanggan / masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap
pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas
kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap
transaksi.
Albrecht (Sarwarjiwono,1992) memberikan pendekatan bagaimana
manajemen/perusahaan memberikan layanan bermutu kepada pelanggan, yaitu dengan
pendekatan yang disebut service triangle, yaitu suatu model interaktif manajemen jasa
yang mencerminkan hubungan antara perusahaan dengan para pelanggan. Model tersebut
terdiri dari tiga elemen, yaitu:
1. Service Strategy, yaitu memberikan layanan dengan mutu yang sebaik mungkin
kepada para pelanggan. Strategi layanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau
misi yang dapat dengan mudah dimengerti oleh seluruh individu di dalam perusahaan
dan diikuti oleh berbagai tindakan nyata yang bermanfaat bagi para pelanggan dan
mampu membedaan perusahaan yang menerapkan strategi tersebut dengan para
pesaingnya sehingga perusahaan mampu mempertahankan para pelanggan yang ada,
bahkan merebut pelanggan-pelanggan baru.
2. Service People, sumber daya manusia yang memberikan layanan digolongkan dalam
tiga kelompok yaitu:
a. Sumber daya manusia yang berintenraksi langsung dengan para pelanggan
b. Sumber daya manusia yang memberikan layanan tetapi hanya kadangkala
berinteraksi langsung.
c. Sumber daya manusia pendukung Dengan demikian, perusahaan harus
menekankan budaya perusahaan yang menitikberatkan pada layanan kepada para
pelanggan, lingungan kerja yang kondusif.
3). Pengukuran Kualitas Pelayanan
Sangat sulit menyamakan pemasaran jasa, karena banyaknya faktor yang
dipertimbangkan. Pembelian suatu barang yang disertai jasa-jasa tertentu menyebabkan
perbedaan secara tegas antara barang dan jasa menjadi sulit di bedakan. Hal ini karena
banyaknya faktor yang dipertimbangkan.
Kotler (1998) mendefinisikan bahwa jasa adalah “setiap tindakan atau perbuatan
yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya, yang pada dasarnya
bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”.
Kottler memberikan empat karakteristik batasan-batasan untuk jenis-jenis pelayanan jasa
sebagai berikut, yaitu:
■ Jasa berbeda berdasarkan basis peralatan (equipment based) atau basis orang
(people based). Dengan jasa yang berdasarkan masyarakat, kita dapat
menemukan profesionalisme (akunting, konsultan), buruh ahli (montir, tukang
listrik), dan buruh tak ahli (penjaga toko, tukang kebun). Sementara dalam
jasa dengan dasar peralatan kita dapat membedakannya dengan melihat alat
otomatis (cuci mobil otomatis), alat yang dioperasikan oleh buruh tak ahli
(taksi, bioskop), dan alat yang dioperasikan oleh buruh tak ahli (taksi,
bioskop), dan alat yang dioperasikan oleh buruh ahli (pesawat udara,
computer).
■ Jasa yang memerlukan kehadiran dari klien (client’s presence).
Dokter bedah memerlukan kehadiran pelanggan, tetapi reparasi mobil tidak
memerlukannya. Bila pelanggan harus ada pada saat itu, penyelenggara jasa
akan memperhatikan kebutuhannya.
■ Jasa dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan (personal need).
Penyelenggara jasa akan mengembangkan program yang berbeda untuk pasar
perorangan atau umum.
■ jasa yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba (profit or non
profit) dan kepemilikannya swasta atau publik (private or public).
Penyelenggara berorientasi keuntungan/ non keuntungan dan berbentuk
perorangan / bersama.
Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990, p.19), definisi kualitas jasa
adalah:
”the extent of discrepancy between customer expectation or desires and their perception”. Yaitu adanya perbedaan antara harapan pelanggan tentang suatu jasa dan apa yang dirasakan atau diterima pelanggan sesungguhnya.
Jadi terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi jasa yaitu jasa yang diharapkan
(expected service) dan jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service). Apabila
perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas yang dirasakan baik dan
memuaskan, begitu pula sebaliknya.
Menurut Rangkuty (2002:21) kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel yaitu
jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila
jasa yang dirasakan lebih kecil dari pada yang diharapkan maka konsumen akan menjadi
tidak tertarik pada penyelia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila yang terjadi adalah
sebaliknya (yang dirasakan lebih tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan) ada
kemungkinan para konsumen akan menggunakan penyelia jasa tersebut lagi.
Penelitian mengenai kualitas yang dipersepsikan pelanggan pada industri jasa
oleh Leonard L. B. Parasuraman dan Valerie A. Zeithalm (1997:476)
mengidentifikasikan lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian
jasa yaitu :
1. Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen.
Pada kenyataannya perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara
tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa.
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh
pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat
terjadi karena 3 faktor yaitu: tidak adanya komitmen terhadap kualitas jasa,
kurangnya sumberdaya atau karena adanya kelebihan permintaan
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini misalnya karyawan kurang
terlatih/belum menguasai tugasnya, beban kerja yang melampaui batas,
ketidakmampuan memenuhi standar kinerja atau bahkan ketidakmampuan memenuhi
standar kinerja yang ditetapkan.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal.
Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau
janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah
apabila janji yang diberikan tidak dapat dipenuhi, yang menyebabkan terjadinya
persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan.
5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan
dengan cara yang berbeda atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas
jasa tersebut.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Pasuraman, Zeithmal dan Berry (1985)
mengkonfirmasikan bahwa antara hasil dan proses mempengaruhi evaluasi konsumen
tentang kualitas jasa. Mereka menemukan 10 dimensi kualitas jasa yang disederhanakan
menjadi lima dimensi. Lima dimensi tersebut disebut dengan SERVQUAL (kualitas jasa)
yang terdiri atas :
(1) Tangibles (kasat mata). Aspek ini menjadi penting karena jasa tidak dapat dilihat
tetapi dirasakan. Hal ini dapat berupa penampilan secara fisik, peralatan, karyawan
serta sarana komunikasi;
(2) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat dan memuaskan;
(3) Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan cepat;
(4) Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-
raguan.dengan mudah dan juga dirancang agar dapatr fleksibel dalam menyesuaikan
permintaan dan keinginan pelanggan;
(5) Empathy. Dimensi ini untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan
konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan.
4). Standart Umum Pelayanan Prima/Publik
Sampai dengan saat ini pelaksanaan pelayanan public/prima belum memberikan
hasil seperti yang diharapkan, namun sampai dengan saat ini pula pemerintah senantiasa
berusaha memperbaiki tingkat kinerja pelayanan. Hal ini terbukti dengan aturan atau
ketentuan perundang-undangan yang telah diterbitkan dan senantiasa diperbaharui oleh
pemerintah, untuk memperbaiki kualitas pelayanan kepada public.
Aturan perundang-undangan yang telah diperbaharui pemerintah tersebut adalah:
Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Dalam Kepmenpan ini antara lain telah diatur:
1. Dimensi mutu Pelayanan Publik, yang meliputi:
a. Dimensi waktu pelayanan
b. Dimensi biaya dalam Pelayanan Publik
c. Dimensi kualitas dalam Pelayanan dan Persyaratan Pelayanan Publik
d. Dimensi moral dalam Pelayanan Publik dan juga dengan pihak
penerima pelayanan.
2. Azas Pelayanan Publik, yaitu pemberian pelayan publik yang prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah
sebagai pelayan masyarakat, harus memperhatikan azas-azas sebagai berikut:
a. Azas Transparansi
b. Azas Kondisional
c. Azas Kesamaan Hak
d. Azas Akuntabilitas
e. Azas Partisipatif
f. Azas Keseimbangan Hak dan Kewajiban
3. Prinsip-prinsip Pelayanan Publik memperhatika:
a. Kejelasan, mengenai persyaratan teknis, Pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab, serta rincian biayanya.
b. Kepastian waktu
c. Akurasi
d. Keamanan
e. Tanggung Jawab
f. Kelengkapan sarana dan prasarana
g. Kemudahan akses
h. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan
i. Kenyamanan
4. Standart Pelayanan Publik, memperhatikan:
a. Prosedur pelayanan
b. Waktu dan penyelesaian
c. Biaya pelayanan
d. Produk pelayanan
e. Sarana dan prasarana
f. Kompetensi petugas pelayanan
5. Biaya Pelayanan Publik, memperhatikan:
a. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat
b. Nilai/harga yang berlaku atas barang dan jasa yang bersangkutan
c. Rincian biayanya harus jelas
d. Ditetapkan oleh pihak yang berwenang
Standar pelayanan memerlukan unsur sebagai berikut (Modul Pelayanan Prima,
Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan, 1998:5):
a. Accessbility, yaitu ukuran apakah pelayanan itu memenuhi standar yang mudah
dijangkau dan diperoleh oleh pelanggan.
b. Accuracy, suatu pelayan memerlukan ketelitian dan keakuratan sesuai dengan
kondisi dan solusi yang diperlukan.
c. Courtesy, pelanggan tidak hanya menghendaki pelayan berupa barabg atau jasa
saja, harus diperoleh dengan cara sopan dan terhormat.
d. Comfort, penyelesaian masalah harus dilakukan dengan nyaman sehingga sesuai
dengan tujuan pokoknya.
e. Competence, orang yang melakukan pelayanan harus sesuai dengan kualifikasi
yang dipersyaratkan seperti: kompetensi, kecakapan dan kemampuan.
f. Credibility, petugas atau lembaga pelayanan harus dapat dipercaya dalam
memenuhi tuntunan pelayan dari pelanggan.
g. Efficiency, pelayanan akan prima bila berdaya guna sehingga tidak ada
pemborosan.
h. Effectiveness, pelayanan harus menjamin hasil yang maksimal dengan prosedur
yang sederhana.
i. Flexibility, keluwesan dalam pelayanan tanpa harus menyimpang dari
persyaratan dan prosedur yang berlaku.
j. Honesty, dengan kejujuran maka akan terwujud komitmen (keterikatan secar
moral) dengan pihak yang dilayani.
k. Promtness, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan standar.
l. Reliability, substansi atau isi pelayanan telah di uji dan dapat diandalkan.
m. Responsibility, pelayanan harus dapat dipertanggung jawabkan.
n. Security, pelayanan yang diperoleh harus terhindar dari resiko apapun.
Idealnya setiap pekerjaan, proses produksi, baik barang maupun jasa atau
pelayanan ada standarnya. Standar itulah yang digunakan sebagai acuan, tolak ukur atau
perbandingan antara pelayanan yang diterima atau dirasakan dengan yang diharapkan.
Dalam era globalisasi sudah banyak organisasi menetapkan standar pelayanan atau
produk yang dihasilkan.
Standar pelayanan berbentuk suatu dokumen yang berisi rincian teknis dari
sebuah pelayanan. Rincian yang biasanya yang tercantum dalam dokumen ini mencakup
pernyataan visi dan misi pelayanan, prosedur pelayanan, denah alur pelanggan, ketentuan
tarif, persyaratan pelayanan, klasifikasi pelanggan, jenis layanan, jaminan mutu, dan janji
pelayanan.
D. Efektivitas
1). Pengertian Efektivitas
Dalam setiap proses manajemen, baik itu manajemen sumber daya manusia,
manajemen informasi sistem, manajemen operasional, manajemen keuangan maupun
manajemen pemasaran, efektivitas merupakan kriteria utama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan oleh perusahaan.
Pengertian efektivitas menurut Handoko (2001:7) adalah merupakan kemampuan
untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat atas pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan, menyangkut bagaimana melakukan pekerjaan yang benar. Efektivitas
merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh tujuan tercapai, baik
secara kualitas maupun waktu, orientasinya pada keluaran yang dihasilkan.
(Yamit, 2003:14). Efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat atau derajat
pencapaian hasil yang diharapkan, semakin besar hasil yang dicapai maka akan berarti
semakin efektif.
Kata kunci efektivitas adalah efektif, karena pada akhirnya keberhasilan
perusahaan diukur dengan konsep efektivitas. Pengertian efektivitas mempunyai arti yang
berbeda bagi setiap orang, tergantung kepada kerangka acuan yang dipakainya. Seorang
ahli ekonomi mempunyai persepsi bahwa efektivitas organisasi akan semakna dengan
keuntungan atau laba.
Bagi instansi pemerintah, efektivitas organisasi semakna dengan program yang
mempunyai pengaruh besar dengan kepentingan masyarakat banyak baik politik,
ekonomi dan sebagainya.
Dari pengertian sebelumnya, maka pada umumnya efektivitas tersebut
memberikan batasan dari segi hasil yang dicapai dari suatu kegiatan tertentu tanpa
memperhatikan segi sumber yang digunakan. Dengan perkataan lain bahwa efektivitas
merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau arah yang tepat dalam
pencapaian tujuan. Pada saat sekarang, pengertian efektif sering diidentikkan dengan
tepat guna.
2). Pengukuran Efetivitas
Pengukuran kinerja suatu perusahaan adalah sangat penting bagi manjer, guna
evaluasi dan perencanaan masa depan. Beberapa jenis informasi yang digunakan dalam
pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa pekerjaan yang dilakukan telah
dilakukan secara efektif dan efisien. Dengan demikian dalam masa proses pertumbuhan
perusahaan selalu diukur kinerjanya melalui : Informasi formal dan nonformal, Informasi
pengendalian tugas, Laporan anggaran dan laporan nonfinansial , Laporan pengunaan dan
pengendalian biaya, Laporan kinerja pegawai dan sebagainya.
Menurut Yuwono (2002:23), pengukuran efektivitas/kinerja adalah:
“Tindakan pengukuran dilakukan berbagai aktivitas dalam rantai yang ada pada perusahaan/organisasi, yang hasil pengukurannya akan digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksaan suatu rencana dan tingkat saat organisasi memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian”
Manajer dalam menjalankan tugas sehari-hari akan menggunakan orang lain
dalam operasi perusahaan , Orang lain tersebut dalam hal ini pegawai harus diukur
kinerja dari pegawai tersebut,menurut Anthony, (1997) pengukuran tersebut meliputi :
- Proses pemilihan pegawai
- Meyakinkan bahwa pegawai telah dilatih dengan cukup
- Memutuskan dan menempatan pegawai yang sesuai delam organisasi
- Memberi wewenang dan tanggung jawab
- Disiplin, memberi nasihat , dan saran
- Meyakinkan bahwa lingkungan kerja yang memuaskan
- Membantu memecehkan masalah
- Menyetujui tindakan yang diusulkan , diambil dan yang tidak boleh diambil Pegawai
- Berinteraksi dengan manajer lain
- Kerjasama dalam rangka memecahkan masalah yang menghambat pekerjaan pusat
pertanggungjawaban
- Berusaha menciptakan iklim yang mendorong pekerjaan untuk berkerja secara efektif
dan efisien.
Dengan demikian megukur kinerja tidak hanya informasi finansial tetapi juga informasi
nonfinansial, seperti masalah kinerja pegawai yang dihubungkan denga prestasi
produksi.
Informasi nonfinansial yang mengukur kualitas pekerjaan dan evaluasi kinerja
( Warren & Reeve ,1997) yaitu :
- Inventory turn over
- On time delivery
- Elapse time between a customer order and productivity delivery
- Customer preference rankings compare to competitor
- Response time to a service sell
- Time to develop new products
- Employee satisfaction
- Number of customer complaints
Pendekatan sistem pengukuran kinerja diperusahaan disebut Balance Scorecard,
berikut ini dikutip beberapa pengertian tentang Balance Scorecard :
Atkinson, Banker, Kaplan and Young(1997) dalam buku Management Accounting,:
Yaitu :” Suatu set dari target dan hasil kinerja yang digunakan sebagai pendekatan untuk
mengukur kinerja yang diarahkan kepada gabungan faktor kritis dari tujuan
organisasi.”
Anthony and Govindarajan (1997) dalam buku Management Control System :
Yaitu : “ Suatu alat sistem untuk memfokuskan perusahaan , meningkatkan komunikasi
antar tingkatan manjemen, menentukan tujuan organisasi dan memberikan umpan
balik yang terus-menerus guna keputusan yang strategis .”
Dari uraian diatas maka, ciri-ciri sistem balance score card, mengandung unsur-
unsur sebagai berikut :
1. Merupakan suatu aspek dari strategi perusahaan.
2. Menetapkan ukuran kinerja melalui mekanisme komunikasi antar tingkatan
manajemen
3. Mengevaluasi hasil kinerja secara terus menerus guna perbaikan pengukuran kinerja
pada kesempatan selanjutnya.
Setiap ukuran dalam balance scorecard menyajikan suatu aspek dari strategi
perusahaan, karena dengan sistem ini manajemen dapat menggunakannya untuk berbagai
alternatif pengukuran terhadap hal-hal berikut :
1. Faktor-faktor kritis yang menentukan keberhasilan strategi perusahaan
2. Menunjukan hubungan individu / sub bisnis unit dengan yang dihasilkannya, sebagai
akibat dari penetapan pengukuran yang telah dikomunikasikannya.
3. Menunjukan bagaimana pengukuran nonfinansial mempengaruhi finansial jangka
panjang.
4. Memberikan gambaran luas tentang perusahaan yang sedang berjalan.
(http://www.bogor.net/idkf/idkf-1/ekonomi/balanced-scorecard-perspektif-pembelajaran-
dan-pertumbuhan-04.rtf)
Pengukuran kinerja yang efektif didasarkan pada kebutuhan konsumen dan focus
pada keinginan konsumen. Menurut Yuwono (2002:24), pengukuran kinerja yang efektif
yaitu:
a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri
sesuai perspektif pelanggan.
b. Evaluasi atas berbagai aktivitas menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang custumer
validated.
c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja yang mempengaruhi pelanggan, sehingga
menghasilkan penilaian yang komprehensif.
d. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh organisasi mengenali masalah
yang ada kemungkinan perbaikan.
6. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis
menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar ..
Kerangka Pemikiran
Baperasda Prov. Sumatera Utara
Pelayanan Perpustakaan sebagai Pusat Informasi
Kualitas Pelayanan
1. Keandalan2. Ketanggapan3. Keyakinan4. Empati
5. Berwujud
Tingkat Pelaksanaan
Kinerja PelayananEfektif/Tidak Efektif
7. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai
berikut: Dengan meningkatnya kualitas pelayanan maka kinerja pelayanan pegawai dapat
menjadi efektif pada Badan Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Utara.
8. Metodologi Penelitian
a. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode participant
observation. Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif yang menjelaskan konsep
perpustakaan, karakteristik dari pelayanan perpustakaan sebagai pusat informasi,
efektivitas, dan kualitas pelayanan . Studi deskriptif ini akan menggunakan analisis
kualitatif, yaitu dengan cara mempelajari dan menguji apakah teori yang berhubungan
dengan masalah penelitian telah diterapkan Badan Perpustakaan Daerah Propinsi
Sumatera Utara.
b. Populasi dan Sampel Penelitian
1). Populasi
Sugiyono (2005:55) mengartikan populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Perpustakaan Daerah Propinsi
Sumatera Utara dengan status PNS (Pegawai Negeri Sipil) dengan jumlah populasi 108
orang.
2). Sampel Penelitian
Metode pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin (Maryanto, 2001:35):
n = N 1+N(e)²
Keterangan:
n = sampel
N = Populasi
e = error yang diterorir (10%)
c. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Kepustakaan merupakan bahan utam dalam penelitian data sekunder (Nur Indrianto,
Bambang S, 2002:150). Penulis memperoleh informasi yang berkaitan dengan
masalah yang sedang diteliti yang berasal dari buku, jurnal, internet dan perangkat
lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
a. Pengamatan (Observation), yaitu mengamati kegiatan pegawai non majerial dan
pengambilan data objek penelitian dengan terjun langsung ke Badan Perpustakaan
Daerah Propinsi Sumatera Utara.
b. Wawancara (Interview), dengan karyawan non majerial, untuk memperjelas
informasi yang diperlukan dalam penelitian.
c. Daftar Pertanyaan (Questionaire), daftar pertanyaan diberikan kepada pegawai
non manajerial Badan Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera.
d. Studi Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan data
yang sedang diteliti.
d. Tempat dan Waktu Penelitian Dilaksanakan
1). Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah pada Badan Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera
Utara.
2). Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan sejak bulan Agustus 2008 sampai dengan selesai.
e. Operasioanalisasi variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Kinerja efektivitas pelayanan pepustakaan sebagai pusat informasi yang dijabarkan
dengan indikator-indikator pada table .. :
Tabel ..
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Dimensi Indikator
1. Reliability (Keandalan)
a. Aparat bertindak professional sesuai dengan ketentuan peratur-an perundang-undangan serta mematuhi kode etik.
b. Kecepatan pemrosesan data dan pelayanan on-line (e-katalog, e-daftar koleksi dokumen)
c. Pelaksanaan pelayanan yang sama kepada semua pengguna perpustakaan.
d. Kunjungan/keberadaan Pustaka Digital snagat berguna bagi pengguna perpustakaan.
e. Penyederhanakan prosedur birokratis.
2. Responsiveness (ketanggapan)
a. Aparat cepat tanggap terhadap keluhan pengguna perpustakaan melalui kotak saran.
b. Pustaka Digital terlatih untuk memberikan jawaban/respon yang efektif atas pertanyaan pengguna perpustakaan.
c. Aparat menguasai peraturan perpustakaan terbaru dan menginformasikannya.
d. Kecakapan petugas dalam melayani pengguna perpustakaan sudah baik.
e. Baperda selalu meng-update data website, emaildan keluhan pengguna perpustakaan.
Efektivitas Pelayanan Perpustakaan sebagai Pusat Informasi
3. Assurance (jaminan)
a. Petugas dapat menyelesaikan tanggung jawab dalam batas waktu yang ditentukan.
b. Tanggung jawab terhadap keamanan data perpustakaan.c. Kemampuan Pustaka Digital dalam berkomunikasi dan
memberikan penjelasan sudah baik.d. Pustaka Digital memberikan data perpustakaan yang akurat.e. Baperda mempermudah pengguna perpustakaan dalam
menjalankan hak perpustakaannya.
4. Empathy (empati)
a. Baperda memberikan pembinaan dan pelayanan yang baik dan teratur.
b. Pustaka Digital memberikan perhatian khusus (individual) atas masalah tertentu (khusus).
c. Pustaka Digital memonitor disiplin pengguna perpustakaan dalam rangka menghindari sanksi perpustakaan.
d. Petugas bersikap ramah dan sopan kepada pengguna. perpustakaan saat melakukan pelayanan.
e. Petugas memahami kebutuhan pengguna perpustakaan.5. Tangibles
(bukti fisik)a. Baperda telah memberikan pelayanan prima dengan
kelengkapan sarana dan prasarana.b. Pengisian formulir perpustakaan secara on-line mudah
dilakukan.c. Ruang pelayanan nyaman, bersih, dan memadai.d. Penampilan pegawai telah baik dan sesuai.e. Pembukaan website… dan informasi perpustakaan telah baik.
Adapun pengukuran variabel yang digunakan adalah dengan skala Likert, yaitu
skala yang digunakan untuk mengukur sifat, pendapat, kondisi dan persepsi tentang
fenomena sosial (Sugiono, 1999:87). Perangkat utama untuk mendapatkan data
primer dari responden adalah dengan kuesioner. Dengan skala Likert memungkinkan
responden menjawab dalam berbagai tingkat pada setiap butir pertanyaan. Dalam
skala penilaian terlihat keragaman penilaian yang berkisar antara 1 sampai dengan 5.
Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel …
Pengukuran terhadap Tingkat Pelaksanaan Kinerja Pelayanan
Bobot Kriteria5 Sangat Efektif (SE)4 Efektif (E)3 Cukup Efektif (CE)2 Kurang Efektif (KE)1 Tidak Efektif (TE)
Tabel …
Pengukuran Tingkat Kepentingan Unsur Kualitas Pelayanan
Bobot Kriteria
5 Sangat Penting (SP)4 Penting (P)3 Cukup Penting (CP)2 Kurang Penting (KP)1 Tidak Penting (TP)
f. Analisis Data Hasil Penelitian
Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE.
Yamit, Zulian. 2003. Manajemen Produksi dan Operasi. Cetakan Kedua. Yogyakarta.