1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan jasmani adalah salah satu mata pelajaran yang menjadikan proses
pendidikan di sekolah menjadi lengkap, utuh, serta dipercayai mampu mengantarkan
siswa mengalami perubahan dan pertumbuhan total dalam dirinya. Menurut Bucher
(1979), dalam teks yang cukup dikenal karena klasiknya,
pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang mementingkan kegiatan-
kegiatan yang mampu mengembangkan dan memelihara tubuh manusia.
Sedangkan Dauer dan Pangrazi (1992) merumuskan pendidikan jasmani
sebagai bagian integral dari pendidikan umum yang memberikan kontribusi, terutama
melalui pengalaman gerak, terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak secara
menyeluruh. Di lain pihak, Siedentop (1990) meyakini bahwa pendidikan jasmani
adalah pendidikan melalui aktivitas jasmani , yang secara eksplisit mengandung arti
bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan yang menggunakan gerak,
permainan, olahraga, dan aktivitas fisik lainnya sebagai alat untuk mencapai
tujuannya.
Dengan pengertian-pengertian di atas, pendidikan jasmani adalah wahana untuk
mendidik anak, yang pada esensinya mengandung makna luhur karena tidak hanya
menekankan perkembangan aspek fisik dan motorik semata-mata. Para ahli sepakat
bahwa pendidikan jasmani merupakan “alat” untuk membina anak muda agar kelak
2
mereka mampu membuat keputusan terbaik tentang aktivitas jasmani yang dapat
dilakukannya serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk:
1. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan
aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
2. Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai
keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka
aktivitas jasmani.
3. Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal
untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali.
4. Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas
jasmani baik secara kelompok maupun perorangan.
5. Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan
keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam
hubungan antar orang.
6. Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk
permainan olahraga.
Untuk dapat mewujudkan seluruh nilai dan manfaat yang dapat disumbangkan
penjas kepada anak didik, diperlukan upaya yang tidak sedikit dari guru penjas dalam
kaitannya dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi perwujudan
nilai-nilai yang dikandung penjas tersebut. Sebagian lingkungan belajar tersebut pada
dasarnya diwakili oleh bagaimana guru memandang manfaat serta memperlakukan
materi ajar yang terdapat dalam penjas, serta bagaimana guru memperlakukan anak
3
didiknya. Perlakuan guru terhadap materi ajar serta apa yang diharapkan dari
pemberian materi itu dapat disebut “model pembelajaran”, sedangkan bagaimana
guru memperlakukan anak didiknya serta dalam hal apa anak berkembang dapat
disebut “pendekatan”.
Karena alasan paradigma pendidikan jasmani yang dianut selama ini, model
dan pendekatan pengajaran penjas ini tidak banyak dikenal oleh para guru Penjas di
Indonesia. Satu-satunya model yang dikenal di Indonesia adalah pendidikan olahraga
(pembelajaran yang berbasis pengajaran olahraga formal/sport-based ) dan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan teknis (yaitu agar anak menguasai
teknik dasar dari cabang olahraga yang diajarkan). Mengacu pada kepercayaan
filosofis bahwa pada hakikatnya minat dan kemampuan anak berbeda-beda, maka
model dan pendekatan pembelajaran yang disajikan pada anakpun tentunya harus
bervariasi, untuk memperoleh manfaat yang sifatnya jamak, menyentuh seluruh
aspek.
Tulisan ini bermaksud menguraikan model pembelajaran yang sering
dipraktekkan dalam Pendidikan Jasmani, untuk dijadikan pedoman oleh para guru
dalam mengelola pembelajaran Penjas. Pemanfaatan model yang tepat, diyakini
mampu mendorong anak mengembangkan kemampuan multi-dimensinya, bermanfaat
dari segi kependidikan, serta bersifat menyenangkan sehingga mengikat anak untuk
berada di dalamnya.
4
B. Rumusan masalah
Adapun masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pemahaman tentang Model Pembelajaran kooperatif ?
2. Bagaimana mengatasi siswa yang pasif dalam kelompoknya saat dalam
proses pembelajaran kooperatif yang berlangsung di dalam ruangan (
diskusi kelompok ) ?
3. Pembelajaran kooperatif seperti apa yang tepat di terapkan pada pelajaran
penjas di luar ruangan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pemahaman tentang model pembelajaran koopertaif.
2. Mengetahui cara mengatasi siswa yang pasif dalam kelompoknya saat
dalam proses pembelajaran kooperatifyang berlangsung di dalam ruangan
( diskusi kelompok ).
3. Mengetahui pembelajaran yang tepat di terapkan pada pembelajaran
penjas di luar ruangan.
4. Manfaat makalah
Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat menjadi sebuah landasan atau referensi
bagi yang mambutuhkan informasi tentang model pembelajaran kooperatif.
5
BAB II
DASAR TEORI
Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.
Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa “pengertian
model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke
dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan
maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok
tersebut”.
Menurut Rustaman (2003:206) dalam www.muhfida.com (2009) “pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun
pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional”.
Lie (2008:12) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif merupakan
sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan
terjemahan dari istilah cooperative learning. Cooperative learning berasal dari kata
cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim”.
6
Hasan (1996) menyimpulkan bahwa kooperatif mengandung pengertian
bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa
secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota
kelompoknya.
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar
belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur
dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya
interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara
anggota kelompok”.
Menurut Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar”.
Malik (2011) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis
untuk sampai kepada pengalaman individual dan kelompok, saling membantu,
berdiskusi, ber- argumentasi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman
bersama”.
Menurut Wikipedia (2011) “pembelajaran kooperatif atau cooperative learning
merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk
mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa”.
7
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pemahaman tentang Model Pembelajaran kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok
mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan
jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif
mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya
struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur
tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan
struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang
lain.
Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa
meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta
pengembangan keterampilan sosial.
8
2. Dasar-dasar pembelajaran koopertaif
a) Pembentukan regu
Untuk menambah manfaat dari pembelajaran kooperatif, tugas pembentukan
regu harus dilakukan secara hati-hati. Kelompok atau regu harus bersifat heterogen
baik dalam hal jenis kelamin, ras, status ekonomi, dan kemampuan. Peningkatan
dalam keterampilan berpikir, frekuensi dalam memberi dan menerima bantuan, serta
jarak yang lebih lebar dalam hal sudut pandang terjadi jika kelompok yang dibentuk
bersifat campuran. Ketika memulai menggunakan pembelajaran kooperatif, mulailah
dengan regu berpasangan. Pasangan memungkinkan terjadinya partisipasi
maksimum, komunikasi yang meningkat, dan memberi kesempatan untuk melatih
keterampilan kolaboratif yang diperlukan. Pengelompokkan pasangan secara mudah
dirubah menjadi kelompok lebih besar, empat atau enam orang, sehingga
meminimalkan pengaturan waktu. Siswa dapat ditugaskan pada kelompok kooperatif
oleh guru atau kelompok dapat dikelompokkan secara acak. Kelompok yang dipilih
guru biasanya menghasilkan pengelompokkan yang efektif dan memerlukan sedikit
waktu untuk mengaturnya .
Sedangkan metode untuk mengelompokkan siswa secara acak adalah dengan
meminta siswa untuk berkelompok berdasarkan ketentuan yang berubah-ubah dari
guru. Misalnya, berkelompoklah dengan teman yang belum pernah jadi kelompok;
atau, berkelompok berdasarkan warna sepatu yang dipakai, dsb
9
b) Saling ketergantungan positif
Inti dari pembelajaran kooperatif adalah Saling-ketergantungan positif. Hal ini
terjadi ketika aktivitas pembelajaran mengharuskan pencapaian tujuan dari seorang
siswa dihubungkan dengan pencapaian tujuan dari siswa lain.
Pencapaian tujuan dalam pembelajaran kooperatif bersifat inklusif yang saling
mengu ntungkan, yaitu usaha bersama. Di dalamnya berlaku prinsip: Saya perlu
kamu, kamu perlu saya, untuk sama-sama mencapai tujuan. Oleh karena itu guru
dapat merancang aktivitas yang harus dilaksanakan bersama, baik bersamaan dalam
hal waktu maupun bergantian, dan hasilnyapun dinilai dari hasil regu. Banyak sekali
kegiatan yang dapat dipilih dari aktivitas permainan yang sudah ada dan sering
dilakukan guru selama ini. Tinggal merubah cara bermain dan mengumpulkan skor,
niscaya permainan-permainan tadi sudah dapat tampil dengan sifat kooperatifnya.
c) Akuntabiltas Individual
Akuntabilitas atau tanggung jawab merupakan faktor penting dalam situasi
pembelajaran dan pengajaran. Dalam pembelajaran kooperatif hal itu lebih esensial
karena pembelajaran siswa menjadi hasil yang paling diharapkan dari
keikutsertaannya dalam pembelajaran kooperatif. Di bawah ini adalah tiga cara atau
strategi yang dapat digunakan untuk memegang akuntabilitas individual siswa baik
dalam proses pembelajaran maupun dalam hal membantu orang lain dalam penjas.
10
a) Guru bertanya secara acak meminta menjelasan siswa.
Contoh: Ketika sekelompok siswa sedang terlibat dalam perancangan
suatu tugas, guru dapat menanyakan pada satu orang siswa tentang
mengapa mereka memilih alat tertentu serta keterampilan apa yang akan
dilakukan dengan alat tersebut. Bahkan guru pun dapat meminta seorang
siswa menunjukkan atau mendemostrasikan keterampilan yang akan
dilakukan.
b) Siswa berbagi gagasan dan strategi pada kelompok lain.
Contoh: Setelah seluruh kelas dibagi dan masing-masing kelompok
melakukan tugas yang diminta (tentu setiap regu punya tugas yang
berbeda), setiap regu diwajibkan untuk mengajarkan cara melakukan tugas
tersebut pada regu lainnya. Setiap siswa dapat bertanggung jawab untuk
mengajarkan komponen khusus dari tugas atau permainan yang dimaksud.
c) Guru mengatur kegiatan untuk memastikan bahwa semua siswa
dibutuhkan Ini berkaitan dengan bagaimana guru mengatur tugas dan
menyampaikannya pada siswa. Guru harus memastikan bahwa semua
siswa terlibat dalam kegiatan, jangan sampai ada saat menunggu yang
terlalu lama sampai seorang siswa melakukan tugasnya. Hal inipun tentu
berhubungan juga dengan alat yang bisa digunakan, jangan sampai satu
regu atau beberapa orang siswa menunggu giliran karena jumlah alatnya
11
tidak mencukupi. Jika guru berfikir secara hati-hati tentang pembentukan
regu, merencanakan saling-ketergantungan positif, dan memastikan bahwa
semua siswa terkontrol tanggung jawabnya, maka pembelajaran kooperatif
akan berlangsung efektif.
d) Keterampiilan Berkolaborasi
Keterampilan berkolaborasi yang diperlukan dalam pembelajaran kooperatif meliputi:
1. Mendengar pendapat orang lain,
2. Memecahkan konflik,
3. Mendukung dan mendorong orang lain,
4. Menunggu dan melaksanakan giliran,
5. Mengkspresikan kegembiraan atas keberhasilan orang lain,
6. Menunjukkan kemampuan untuk mengkritisi gagasan, bukan orang yang
melontarkannya.
3. Struktur tujuan kooperatif
Suatu contoh dari aktivitas penjas yang menggunakan struktur tujuan
kooperatif adalah aktivitas mengumpulkan skor secara kolektif, di mana semua
skor atau penampilan ditambahkan pada skor total dari kelompok. Ketika guru
membangun struktur pembelajaran secara kooperatif, “saling-ketergantungan
positif” berkembang di antara siswa. Pemahaman siswa bahwa mereka hanya
dapat mencapai tujuan kalau siswa yang lain juga mencapai tujuan merupakan
12
definisi yang tepat dari ketergantungan yang positif. Perasaan menjadi berada
“pada sisi yang sama” adalah hasil dari struktur tujuan kooperatif.
Contoh lain dari „saling-ketergantungan positif‟ yang lain dalam aktivitas
penjas adalah permainan kelompok piramid kecil. Ketika guru menyajikan tugas
untuk membangun piramid (standen) oleh lima orang siswa bersamaan, maka
semua akan terlibat dalam keseimbangan dan saling mendukung, siswa secara
positif saling tergantung karena setiap siswa harus menyumbang dengan
keseimbangan dan dukungan, atau, kalau tidak, mereka tidak akan mencapai
tujuan sama sekali. Guru yang mengajar dengan pembelajaran kooperatif akan
banyak melihat perilaku-perilaku seperti ini: empati, memperhatikan, menolong,
menyemangati, mengajar, membantu, mendengarkan, dsb. Dan guru memang
harus mengharapkan tumbuhnya manfaat-manfaat demikian pada siswa melalui
keikutsertaannya dalam penjas.
4. Struktur pembelajaran kooperatif dalam penjas
Agar guru pendidikan jasmani mampu menggunakan pembelajaran kooperatif
secara efektif, maka mereka perlu memahami dan menerapkan struktur pembelajaran
kooperatif ke dalam prakteknya. Struktur adalah metode pengaturan siswa untuk
tercapainya interaksi sistematis selama pembelajaran kooperatif. Struktur ini bebas
dari substansi (content free) dan berlaku sebagai sebuah dinding bangunan suatu
pembelajaran. Dengan memahami struktur ini, maka guru akan dapat
mengembangkan pembelajaran kooperatif secara leluasa.
13
Paparan berikut adalah tentang struktur pembelajaran kooperatif, yang akan
cocok untuk digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
1) Pikir-Berbagi-Tampil
Ini adalah strategi untuk mendorong keikutsertaan melalui proses berpikir,
berbagi, bernegosiasi, dan menampilkan. Struktur ini terutama berguna dalam
tarian kreatif, permainan, dan halang rintang, di samping dalam latihan strategi
permainan dan olahraga melalui pelajaran pemecahan masalah (problem
solving).
Pelaksanaannya:
1.Guru mengemukakan masalah atau tantangan,
2.Siswa secara perorangan memikirkan kemungkinan jawabannya,
3.Siswa berbagai gagasan tentang jawaban dengan pasangan atau kelompoknya,
4.Siswa menampilkan sedikitnya satu jawaban dari masing-masing siswa dan
memutuskan jawaban mana yang akan ditampilkan sebagai hasil regu.
2) Skor kolektif
Suatu metode untuk berkooperasi di mana semua skor dari seluruh regu
ditambahkan sebagai total skor regu (kolektif). Skor dapat ditotal dengan 3 cara
berikut:
1.Skor ditambahkan sebagai skor kelompok dalam satu kelas.
2.Semua skor regu ditambahkan sebagai skor kelas.
3.Semua skor kelas ditambahkan sebagai skor sekolah.
14
Skor kolektif untuk hitungan detik atau pengulangan, dapat digunakan
untuk berbagai kegiatan yang berbeda, termasuk olahraga beregu (misalnya voli),
olahraga individual (misalnya bulutangkis), permainan kecil, senam, kebugaran
jasmani, dan keterampilan gerak (misalnya, dribbling).
Pelaksanaannya:
1. Siswa menampilkan keterampilan gerak tertentu,
2. Setiap siswa menghitung capaian atau ulangannya sendiri,
3. Setiap siswa menyumbangkan skornya pada skor total regu,
4. Jika penetapan tujuan digunakan, bijaksanalah untuk tidak menetapkan tujuan
yang tidak realistis. Misalnya, dengan mengatakan bahwa target kali ini harus
lebih baik dari yang sebelumnya. Tetapi akan dianggap baik jika guru
mengatakan, “Dapatkah kelompok kalian melakukan paling sedikit lima di
bawah skor total yang lalu hingga sebanyak mungkin yang dapat dilakukan?”
Atau lebih baik jika guru mengajar siswa tentang menetapkan tujuan yang
realistik dan mengijinkan mereka yang menetapkan tujuan mereka sendiri.
3) Pola Bergantian
Dalam struktur ini setiap siswa melakukan tugas yang berbeda dari
anggota regu lainnya, dan setelah menguasainya harus mengajarkannya pada
anggota regu lain secara bergantian. Selama proses mengajar bergantian, terdapat
saling-ketergantungan positif yang sangat kuat karena setiap siswa benar-benar
bergantung pada yang lain untuk memperoleh informasi atau keterampilan. Salah
15
satu cara untuk mengajar struktur ini dalam penjas adalah mengajar kelompok
dalam permainan. Pelaksanaannya:
1. Guru menentukan satu tugas dengan beberapa bagian.
2. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari dan melatih
satu bagian yang ditetapkan.
3. Setiap anggota regu mengajar atau menampilkan bagiannya pada seluruh
anggota kelompok.
4) Berbalasan Bertingkat
Cara ini adalah struktur pembelajaran kooperatif yang mengharuskan
setiap individu tetap dalam tugas dan membantu yang lain belajar. Struktur ini
bermanfaat ketika mempelajari keterampilan manipulatif dan lokomotor,
olahraga atau permainan serta tarian atau senam.
Pelaksanaannya:
1. Guru menjelaskan, mendemonstrasikan, dan memeriksa pemahaman tentang
keterampilan yang dipilih,
2. Guru menempatkan siswa dalam kelompok empat orang, yang dibagi menjadi
dua pasangan.
3. Setiap pasangan ditentukan tugasnya, yang satu menjadi pelaku atau yang
melakukan latihan, sementara yang satu lagi memberikan dorongan dan
umpan balik memperbaiki penampilan.
16
4. Ketika siswa yang melakukan sudah dapat melakukan, siswa yang menjadi
pengamat kemudian berganti menjadi pelaku, hingga iapun dapat melakukan
dengan bantuan siswa yang lain yang kini jadi pemberi umpan balik.
5. Ketika setiap pasangan sudah menampilkan keterampilan dengan baik, mereka
bergabung dan setiap pasangan menampilkan hasil latihannya. Jika semua
siswa setuju bahwa keterampilan yang dihasilkan benar, maka mereka akan
melanjutkan berlatih keterampilan lain. Jika tidak sepakat, masing-masing
pasangan kembali berlatih sampai keterampilan yang disepakati dikuasai
dengan baik dan semua siswa setuju.
5) Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran kelompok memberikan kesempatan pada siswa untuk
berbagi andil dalam kepemimpinan dan tanggung jawab dan menggunakan
keterampilan kolaboratif untuk mncapai tujuan kelompok. Pembelajaran
kelompok berguna untuk penguasaan keterampilan dalam segala jenis materi
pelajaran pendidikan jasmani. Pelaksanaan:
1. Guru memberikan penjelasan, demonstrasi, dan memeriksa pemahaman tentang
keterampilan yang diberikan,
2. Guru menjelaskan hasil atau penampilan yang diharapkan serta keterampilan
sosial yang penting untuk menyelesaikan tugas tersebut.
3. Siswa ditempatkan dalam kelompok beranggotakan empat orang.
4. Guru menugaskan masing-masing siswa dengan peranan khusus:
a.Pelaku
17
b.Pengamat
c.Pemberi umpan balik
d.Pengumpul alat
5. Siswa melaksanakan peranan yang ditugaskan selama latihan keterampilan.
6. Siswa dapat dinilai oleh anggota kelompok dalam penampilan keterampilan.
7. Siswa diberi skor dengan cara individual, kelompok atau gabungan dari
keduanya.
6) Permainan Kooperatif
Permainan kooperatif menekankan kerja bersama untuk mencapai tujuan
kelompok melalui aktivitas inklusif, di mana semua siswa dilibatkan dan
diterima. Permainan kooperatif merupakan struktur yang tepat untuk
memodifikasi atau menciptakan pemainan, tarian, halang rintang, dan aktivitas
pengembangan keterampilan lain.
Pelaksanaan:
1. Guru memberikan penjelasan dan demonstrasi serta memeriksa pemahaman
siswa melalui pertanyaan pemecahan masalah.
2. Guru secara langsung mengajarkan keterampilan kolaboratif yang penting dan
menekankan bahwa tanpa keterampilan tersebut kelompok tidak akan
berhasil.
3. Guru memberi dorongan dan menguatkan gagasan bahwa siswa dapat
berhasil kalau semua siswa berhasil.
18
4. Siswa ikutserta dalam kegiatan sementara guru memberi penguatan pada
semua keterampilan dan perilaku yang akan menghasilkan kesuksesan
kelompok.
5. Setelah proses pembelajaran, guru berlanjut dengan diskusi kelompok,
mengapa mereka berhasil dan tidak berhasil.
6. Guru mendorong siswa untuk berpikir dan berbagai andil tentang bagaimana
pencapaian tujuan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dan lebih cepat.
7) Permainan Kooperatif Berkelompok
Pola ini merupakan struktur pembelajaran kooperatif di mana semua
kelompok ditugaskan untuk melaksanakan satu tugas yang dibagi bersama oleh
seluruh kelompok dalam kelas. Struktur ini berguna dalam wilayah permainan
kreatif dan tarian.
Pelaksanaan:
1. Semua siswa terlibat dalam diskusi tentang topik yang akan dipelajari di awal
pelajaran.
2.Tema atau topik tugas dibagi ke dalam beberapa bagian.
3.Setiap kelompok mendapat satu bagian dari tugas.
4.Setiap kelompok mendiskusikan komponen-komponen dari bagiannya dan
memutuskan bagaimana melatih dan menampilkan komponen tersebut.
5.Setiap kelompok menampilkan bagiannya di depan kelompok lain.
6.Setiap bagian dihubungkan dengan bagian lain dalam rangkaian utuh.
7.Semua bagian dikombinasikan sebagai penampilan kelas.
19
Melalui pemahaman dan penggunaan struktur seperti yang sudah
dijelaskan dalam bagian ini, guru penjas diharapkan akan dapat menciptakan
aktivitas pembelajaran kooperatif baru serta memodifikasi aktivitas yang sudah
ada untuk memaksimalkan pembelajaran yang menyentuh semua ranah
pembelajaran; psikomotor, kognitif, dan afektif. Menggunakan struktur ini akan
membuat guru berubah dari guru yang selalu bersandar pada pendekatan
aktivitas terbatas kepada pedekatan yang dapat diterpkan di seluruh bidang
kurikulum pendidikan jasmani
5. Tipe-Tipe dari Pembelajaran Kooperatif
Berikut ini adalah beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif.
1. Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan
pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru menggunakan
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima
tahapan utama sebagai berikut:
a) Presentasi kelas.
Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan
metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama
sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
20
b) Kerja kelompok.
Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para
siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi,
membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok
diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu
dalam memahami materi pelajaran.
c) Tes.
Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa
diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak
diperkenankan saling membantu.
d) Peningkatan skor individu.
Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi
karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor
rata-rata kelompok.
e) Penghargaan kolompok.
Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan
penghargaan.
2. Tipe Think-Pair-Share
Think-Pair-Share merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Think-
Pair-Share memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta
21
saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan
suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya
guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang
telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut.
a) Ber pikir (Think):
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran
dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut
secara mandiri.
b) Berpasangan (Pair):
Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat
menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau
penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi.
Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
c) Berbagi (Share):
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut
untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan
mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan
menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan
22
yang lain, sehingga seperempat atau setengah dari pasangan-pasangan
tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
3. Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan
teman-temannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan
teman-teman di Universitas John Hopkins. Arends (1997) dalam bukunya
menyimpulkan dengan kutipan sebagai berikut.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada
anggota lain dalam kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang
secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok.
4. Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala
bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada
siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat.
23
Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama
mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu,
dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan
kemampuan mereka dalam menguasai materi.
Dengan menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar paham konsep
yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-
temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa
kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa
dapat saling berbagi ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks dan
menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan
pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil
menjawab pertanyaan. Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered heads together antara lain:
a) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok me- ngerjakannya.
c) 3 Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.
d) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka.
e) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain.
24
5. Tipe GI (Group Investigation)
Pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang
pendidikan yang menyimpulkan bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan
berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang
bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Pada dasarnya model
ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah,
mengeksplorasi berbagai hal mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang
relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis. Tahapan-tahapan dalam
menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
a) Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta
mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai
5 orang. Pada tahap ini, yang pertama siswa mengamati sumber, memilih
topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan kemudian
siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik
yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, lalu guru membatasi
jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang
berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
b) Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada
tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang: Apa yang mereka
25
pelajari? Bagaimana mereka belajar? Untuk tujuan apa mereka
menyelidiki topik tersebut?
c) Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa.
Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: pertama siswa
mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan
terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, kemudian
masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap
kegiatan kelompok, lalu siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi
dan mempersatukan ide dan pendapat.
d) Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa
sebagai berikut: pertama anggota kelompok menentukan pesan-pesan
penting dalam proteknya masing-masing, kemudian anggota kelompok
merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana
mempresentasikannya, lalu wakil dari masing-masing kelompok
membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
e) Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan
pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: pertama,
penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk
penyajian, kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif
26
sebagai pendengar, kemudian pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi
dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang
disajikan.
f) Tahap Evaluasi (Evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek
siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran
sebagai berikut: pertama siswa menggabungkan masukan-masukan
tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang
pengalaman-pengalaman efektifnya, kemudian guru dan siswa
mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah
dilaksanakan, dan penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat
pemahaman siswa.
6. Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition)
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan
Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai
suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara
menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok
kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat
siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa
cocok satu sama lain. Dalam kelompok ini tidak dibedakan jenis kelamin,
27
suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Dengan pembelajaran kelompok,
diharapkan siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan
rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana
bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik,
siswa juga dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi,
mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain, dan
sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
a) Fase Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang materi
yang akan diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan
pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.
b) Fase Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan
memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan
tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan
mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama
proses pembelajaran berlangsung.
c) Fase Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu
pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari
keterangan guru, buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
28
d) Fase Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan,
memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok
maupun di depan kelas.
e) Fase Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi
yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi
kesempatan untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi hasil
pembelajarannya.
7. Tipe Make A Match (Membuat Pasangan)
Metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan
oleh Lorna Curran tahun 1994. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana
yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai
berikut:
a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian
lainnya kartu jawaban.
b) Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
c) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
29
d) Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
e) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
diberi poin.
f) Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya
(tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan
hukuman, yang telah disepakati bersama.
g) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
h) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang cocok.
i) Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran.
8. Tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa
dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan
masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa
untuk bersosialisasi dengan baik. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara lain:
30
a) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya
terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan
kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa
untuk saling membelajarkan dan saling mendukung.
b) Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
c) Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
d) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
e) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi mereka ke tamu mereka.
f) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
g) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
h) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
31
B. Mengatasi siswa yang pasif dalam model pembelajaran kooperatif
Dalam suatu model pembelajaran kooperatif, kita juga harus memikirkan
bagaimana metode yang kita terapkan dapat berjalan secara efektif. Pada model
pembelajaran kooperatif, banyak tipe yang di tawarkan. Akan tetapi, kali ini saya
akan membahas bagaimana cara menangani siswa yang pasif dalam kelompoknya.
Untuk dapat manangani siswa yang demikian, tentu kita perlu adanya
pertimbangan-pertimbangan yang mengarah pada kepada keaktifan anak tersebut.
Metode yang akan di gunakan adalah kombinasi dari kooperatif tipe “Two Stay Two
Stray” dan “Cooperatif Integrated Reading And Composition”. Atau di sebut dengan
“One in three out”
a. Pengertian Tipe One in three out
Tipe One in three out merupakan suatu tipe dari pembelajaran kooperatif yang
lebih mengedepankan pengembangan potensi siswa. Siswa di tuntut bertanggung
jawab serta dapat memahami materi telah di berikan. Untuk selanjutnya menjelaskan
materi yang telah di pelajari kepada kelompok lainnya. Metode ini juga mengajarkan
untuk menjadi pendengar dan pembicara yang baik. Dalam metode ini,
ketergantungan positif yang di harapakan terlihat dalam proses pembelajaran
kooperatif akan terlihat, yaitu di mana pekerjaan satu siswa sangat berpengaruh
dalam keberhasilan dalam kelompok tersebut untuk mencapai sebuah satu tujuan
mereka.
32
b. Langkah-langkah Tipe One in three out
1. Membagi kelompok yang terdiri atas 4 orang secara heterogen. Dalam kelompok
ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa
sebaiknya merasa cocok satu sama lain. yang bertujuan untuk memberikan
kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan dan saling mendukung.
2. Guru memberikan materi kepada kelompok-kelompok yang sudah terbentuk.
3. Masing-masing kelompok mempelajari materi yang di berikan secara seksama (
di sini peran siswa yang memiliki kemampuan lebih di atas yang lainnya di
perlukan )
4. Setelah selesai memahami materi, 3 orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain ( semua kelompok )
menjelaskan materi yang telah di bahas di kelompoknya.
5. Satu orang yang tinggal, dan menunggu tamu yang akan datang ke kelompoknya,
dan siap menerima materi yang akan di sampaikan oleh si tamu.
6. Jika semua telah selesai melakukan tugasnya, anggota kembali ke kelompok
masing-masing dan membahas atau mendiskusikan keseluruhan materi yang telah
di dapat.
7. Setelah selesai, kelompok membentuk sebuah struktur kacil untuk
mempresentasikan hasil kerjanya.
8. Melakukan presentasi atau laporan akhir.
33
C. Metode Pembelajaran Kooperatif di luar ruangan ( Praktek Lapangan )
Dalam pembelajaran penjas, tentunya tidak lepas kaitannya dengan
permainan, olahraga, dan praktek lainnya. Untuk melaksanakan pembelajaran
penjas di luar ruangan atau praktek tentulah tidak mudah seperti yang di
bayangkan. Karena dari itu, kita perlu yang namanya perencanaan dan strategi
pembelajaran di mana kita dapat melaksanakan proses pembelajaran tersebut
dengan efektif dan efisien.
Dalam konteks ini, kita perlu melakukan suatu inovasi ataupun
modifikasi dalam hal strategi pembelajaran secara kooperatif, agar tercapailah
suatu kualitas hasil pembelajaran yang kita inginkan.
Dari hasil analisa, penggabungan dari beberapa referensi, serta
pengamatan bersama kelompok, metode yang efisien dalam melakukan
pembelajaran penjas di luar ruangan adalah metode pembelajaran kooperatif
yang sedikit di modifikasi dari poin di atas “struktur pembelajaran koperatif
dalam penjas” yaitu Pembelajaran Kelompok.
Tujuan dari metode ini adalah terciptanya suatu suasana belajar yang
menyenangkan, hasil belajar yang efektif, dengan alokasi waktu yang efisien.
Juga memberikan kesempatan pada siswa untuk berbagi andil dalam
kepemimpinan dan tanggung jawab dan menggunakan keterampilan
kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok Metode ini di lakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
34
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan.
Guru menjelaskan materi yang meliputi deskripsi materi itu sendiri,
tujuan materi, serta cara atau langkah melakukannya.
2. Guru memberikan tes awal ( pengamatan potensi )
Dalam langkah ini, guru langsung memerintahkan siswa untuk
langsung melakukan apa yang sudah di jelaskan yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat kemampuan siswa. Dan langkah-langkah dalam
pengamatan ini adalah sebagai berikut :
Pembentukan grup
Di lakukan secara acak karena belum di ketahui tingkat
kemampuannya.
Melakukan tes
Guru membuat suatu permainan dengan peraturan yang sudah
di modifikasi sesuai dengan materinya.
Memberikan dan menganalisa skor
Di sini guru akan menganalisa skor awal yang di dapat oleh
murid sebagai landasan dalam pembagian kelompok
selanjutnya.
3. Guru membentuk kelompok secara heterogen.
Guru membentuk kelompok yang di dalamnya terdapat tingkat
kemempuan siswa yang tinggi, sedang, dan rendah, sesuai dengan hasil
skor awal.
35
4. Siswa membentuk forum.
Di sini siswa akan berdiskusi serta berlatih dengan kelompoknya
masing-masing untuk lebih dapat menguasai materi tersebut. Dalam satu
kelompok guru menunjuk satu orang yang memiliki skor awal tertinggi
untuk memimpin kelompoknya. Akan tetapi, guru akan tetap membantu
dalam proses latihan tersebut. Dalam tahap ini pula guru akan lebih jeli
dalam mengamati proses berlangsungnya kegiatan kelompok tersebut
dengan tujuan ketepatan dalam penilaian nantinya.
5. Evaluasi
Guru memberikan evaluasi atau penilaian secara berkelompok. Yaitu
siswa harus dapat memasing bola secara berkala selama 1 menit dengan
tidak menjatuhkan bola untuk mendapat nilai terbaik.
36
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara
membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi,
dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran.
2. Pembelajaran kooperatif one in three out merupakan suatu tipe dari pembelajaran
kooperatif yang lebih mengedepankan pengembangan potensi siswa. Siswa di
tuntut bertanggung jawab serta dapat memahami materi telah di berikan. Untuk
selanjutnya menjelaskan materi yang telah di pelajari kepada kelompok lainnya.
Metode ini juga mengajarkan untuk menjadi pendengar dan pembicara yang baik.
3. Metode yang tepat dalam melakukan pembelajaran penjas di luar ruangan adalah
metode pembelajaran kooperatif yang sedikit di modifikasi dari poin di atas
“struktur pembelajaran koperatif dalam penjas” yaitu Pembelajaran Kelompok.
Tujuan dari metode ini adalah terciptanya suatu suasana belajar yang
menyenangkan, hasil belajar yang efektif, dengan alokasi waktu yang efisien.
37
B. Saran
1. Untuk para pengajar dalam proses pembelajaran lebih baik menggunakan strategi
kooperatif dengan tipe yang membangun potensi diri siswa.
2. Apabila menggunakan pembelajaran kooperatif guru harus selalu membimbing
siswa dalam berdiskusi agar tujuan pembelajaran dapat ter- capai.
3. Untuk mendapatkan hasil yang optimal setiap siswa harus aktif dalam berdiskusi
dan harus saling menghargai setiap pendapat, ide, atau gagasan dari anggota yang
lain.