PENERAPAN FORCE MAJEURE DALAM KONTRAK(PERJANJIAN)
DI PERBANKAN SYARIAH
(Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor
2279/PDT.G/2015/PA.Mks)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
ARIEF SETYAWAN
NIM. 11140460000073
PROGRAM STUDI MUAMALAT (HUKUM EKONOMI SYARIAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
ABSTRAK
Arief Setyawan, Penerapan Force Majeure Dalam Kontrak(Perjanjian) Di
Perbankan Syariah (Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Makassar
Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440
H/2019 M. x + 85 halaman + 91 lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengatahui bentuk peristiwa yang dapat dikualifikasi
sebagai suatu peristiwa force majeuere dalam sebuah kontrak/akad Perbakan Syariah.
Serta untuk mengetahui penerapan force majeuere dengan menggunakan kajian terhadap
putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks dalam hal
keluarnya kebijakan baru pemerintah sebagai bentuk force majeure.
Penelitian ini menggunakan jenis pelitian hukum normatif yuridis yaitu
melakukan studi kepustakaan dengan cara pengumpulan data, membaca dan mempelajari
literatur riview hukum kontrak terkait force majeure, perundang-undangan, salinan
putusan nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks, serta buku lainnya yang berkaitan tentang
materi penelitian. Selanjutnya penulis pilih sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum
yang berkaitan erat dengan permasalahan yang diteliti.
Hasil penelitian kajian yang dilakukan terhadap putusan Pengadilan Agama
Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks menunjukan bahwa (1) Merujuk pada
preseden kasus nomor 14/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Pal, kebijakan baru pemerintah dapat
dikualifikasi sebagai salah satu bentuk force majeure dengan syarat debitur terhalang
untuk melakukan prestasi (2) Melihat semakin banyaknya permasalahan terkait force
majeure oleh karena itu perlulah perbankan syariah memberikan secara detail klausul
force majeure baik ruang lingkup dan ketentuan-ketentuan lain sesuai undang-undang
yang berlaku di Indonesia (3) Seiring perkembangan saat ini seluruh para ahli sepakat
bahwasannya peristiwa keadaan memaksa tidak hanya karena bencana alam tetapi juga
melingkupi peperangan, blockade, epidemi, terorisme dan sebagainya termasuk di
vi
antaranya perubahan regulasi (4) Keluarnya peraturan presiden nomor 12 tahun 2013
terkait fasilitas BPJS untuk seluruh masyarakat Indonesia ini tidak terbukti sebagai
keadaan force majeure karena dalam peraturan ini tidak ada larangan untuk penggugat
melakukan prestasi hanya saja dalam hal ini penggugat dapat di kategorikan dalam
keadaan sulit.
Kata Kunci : Penerapan Force Majeure, Perbankan Syariah, Putusan
Pengadilan Agama Makassar No. 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks.
Pembimbing : Fathudin, S.H.I., SH., M.A.Hum., M.H.
Daftar Pustaka : 1994-2018
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena limpahan
berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PENERAPAN FORCE MAJEURE DALAM KONTRAK (PERJANJIAN) DI
PERBANKAN SYARIAH (Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Makassar
Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks)”. Shalawat serta salam senantiasa kita sampaikan
kepada junjungan alam semesta Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam, yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan
melalui proses yang panjang, mulai dari bangku kuliah, penelitian, hingga penyusunan
sampai terbentuk seperti sekarang ini. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini dapat
terselesaikan karena banyaknya pihak yang turut serta membantu, membimbing,
memberikan petunjuk, saran serta motivasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan rasa terimaksih yang
sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Amany Lubis, M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., selaku Dekan serta Para Wakil
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. A.M. Hasan Ali, M.A. Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Dr.
Abdurrauf, Lc, M.A. Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dari proses perkuliahan
hingga dalam pembuatan skripsi ini.
4. Bapak Fathudin, S.H.I., SH., M.A.Hum., M.H. Dosen Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam
viii
membimbing, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan
tepat waktu.
5. Dosen penguji seminar proposal peneliti yang telah memberikan arahan dan
masukan yang bermanfaat sehingga peneliti bisa mengembangkan dan
menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
6. Segenap Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus dan
ikhlas, beserta seluruh staff dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa
membalas jasa-jasa beliau-beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai
amal jariyah untuk beliau semua.
7. Kepala dan staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Kepala dan Sraff Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas yang memadai untuk
mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
8. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda dan Ibunda, Bapak Siyam dan Ibu
Ngadiyah yang luar biasa sabar dalam membimbing untuk menggapai semua cita-
cita saya, dan mendidik dari masih dalam kandungan hingga dapat meraih gelar
S1 dan akan berlanjut dalam pendidikan saya selanjutnya.
9. Segenap Keluarga Besar dari pihak Bapak maupun Ibunda, kakak dan adik
tercinta beserta saudara-saudara saya semua yang telah memberikan dukungan
hingga dapat memotivasi.
10. Kepada pihak Sharia Banking PT. Bank Panin Syariah. Yang berkedudukan di
Jakarta Barat, yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data
penelitian.
11. Kepada pihak Sharia Banking PT. Bank Jawa Barat Syariah. Yang berkedudukan
di Ciputat, yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data
penelitian.
12. Seluruh teman-teman Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2014 yang tidak bisa saya
ix
sebutkan satu persatu, yang telah menemani waktu luang dan memberikan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat selama kuliah.
13. Seluruh teman-teman keorganisasian, komunitas, teman-teman KKN, teman
semasa Sekolah Dasar, semasa Sekolah Menengah Atas serta teman-teman
kampung saung cinere, terimakasih untuk kontribusi dan dedikasinya.
14. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah berkenan
memberikan bantuan kepada penulis.
Tidak ada yang dapat penulis berikan atas balas jasa dan dukungannya, hanya doa
dan semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penulis berharap
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca. Sekian terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 11 April 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah ............................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 7
D. Review Studi Terdahulu ................................................................ 8
E. Metode Penelitian .......................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 16
BAB II FORCE MAJEURE DALAM TINJAUAN TEORITIK DAN
PERATURAN PERUDANG-UNDANGAN
A. Force Majeuere dalam Hukum Positif
1. Pengertian Force Majeuer ......................................................... 18
2. Dasar Hukum Force Majeuere ................................................. 20
3. Macam-macam Force Majeuere ............................................... 23
4. Unsur-unsur Force Majeuere .................................................... 25
5. Teori-Teori Force Majeuere ..................................................... 26
6. Akibat Hukum Force Majeuere ............................................... 27
B. Force Majeuere dalam Hukum Islam
1. Pengertian Force Majeuere Menurut Hukum Islam .................. 29
2. Dasar Hukum Force Majeuere Menurut Hukum Islam ............ 30
xi
3. Macam-Macam Force Majeuere Menurut Hukum Islam ......... 32
4. Force Majeuere Al-Jawa’ih .................................................. 34
BAB III FORCE MAJEURE DALAM PUTUSAN PENGADILAN
A. Force Majeure dalam Putusan Pengadilan Agama Makassar
Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks.
1. Deskripsi Perkara .............................................................. 36
2. Pertimbangan Hukum Hakim ............................................. 39
3. Amar Putusan Hakim ................................................................ 43
B. Force Majeure dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industri
Nomor 14/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Pal
1. Deskripsi Perkara ................................................................. 44
2. Pertimbangan Hukum Hakim .................................................... 47
3. Amar Putusan Hakim ................................................................ 50
BAB IV PARADIGMA BARU TENTANG BENTUK FORCE MAJEUERE
A. Kebijakan Pemerintah di Kualifikasi Sebagai Force Majeure ....... 52
B. Ketidakseragaman Mengenai Pasal Force Majeure dalam
Akad atau Kontrak Perbankan Syariah........................................... 63
C. Konsep Mutakhir Tentang Force Majeure .................................... 66
D. Force Majeuere dalam Putusan Pengadilan Agama
Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks ................................. 70
BAB V PENUTUP
A. Keismpulan .................................................................................... 80
B. Saran .............................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Putusan Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks
2. Akad Kerjasama Mudharabah PT Bank Jawa Barat Syariah
3. Akad Kerjasama Murabahah PT Bank Panin Syariah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kritik utama ekonomi syariah terhadap praktek-praktek
ekonomi konvensional adalah masalah keadilan, baik pada aspek konsumsi,
produksi, transaksi maupun distribusi. Kehadiran konsep dan praktek ekonomi
syariah yang berusaha menghapuskan bentuk riba, gharar (ketidakjelasan),
maysir (perjudian), dhulm (penganiayaan) dan tadlis (penipuan) diyakini lebih
dekat kepada dan mengandung semangat keadilan yang paripurna.
Pada tataran hukum kontrak asas-asas al-'aqd yang mendasari kontrak
syariah, seperti al-hurriyah (kebebasan), ikhtiyari (sukarela), luzum(tidak
berubah), taswiyah (kesetaraan), transparansi, kehati-hatian, itikad baik, taisir
(kemudahan) dan lain sebagainya merupakan elemen yang menegakkan
berdirinya bangunan keadilan dalam bertransaksi. Alhasil kontrak yang
berkeadilan tidak lain adalah kontrak yang dibangun diatas pondasi yang
penuh dengan semangat la dharara wa la dhirara (tidak ada yang
memberikan mudarat dan diberikan kemudaratan).1
Kontrak pada dasarnya merupakan bagian penting dari suatu proses bisnis
yang syarat dengan pertukaran kepentingan diantara para pelakunya.
Merancang suatu kontrak pada hakikatnya “menuangkan proses bisnis ke
dalam format hukum”. Mengandaikan hubungan yang sinergis korelatif antara
aspek bisnis dengan hukum kontrak, ibarat lokomotif dan gerbongnya sebagai
personifikasi aspek bisnis sebagai bantalan rel di mana lokomotif dan gerbong
itu berjalan menuju tujuannya sebagai personifikasi aspek hukumnya
(kontrak). Oleh karena itu, keberhasilan bisnis antara lain juga akan
ditentukan oleh struktur bangunan atau kontrak yang di rancang dan disusun
1 Mohammad Noor, “Memperkuat Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah”, Majalah Peradilan
Agama, Edisi 8, (Desember 2015), h., 31.
2
oleh para pihak. Namun patut disayangkan para pelaku bisnis merumuskan
proses bisnisnya dalam format kontrak yang asal-asalan, sehingga tidak
memerhatikan proses, prosedur serta norma perancangan kontrak yang benar
(drafting contract process).
Sebagai suatu proses, kontrak yang ideal seharusnya mampu mewadahi
pertukaran kepentingan para pihak secara fair dan adil ataupun proposional
pada setiap fase atau tahapan kontrak. Oleh karena itu, perlu dicermati adanya
fase penting yang harus dilalui para pihak dalam proses pembentukan kontrak
yaitu negosiasi.2
Hukum kontrak ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang terdiri atas
18 bab dan 631 pasal. Dimulai dari pasal 1233 KUH Perdata sampai dengan
Pasal 1864 KUH Perdata. Masing-masing bab dibagi dalam beberapa bagian.
Di dalam NBW Negeri Belanda, tempat pengaturan hukum kontrak dalam
buku IV tentang van verbintenissen, yang dimulai dari pasal 1269 NBW
sampai dengan Pasal 1901 NBW.3
Dalam perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan
perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi,
untung-untungan, pemberi kuasa, penanggung utang, dan perdamaian
merupakan perjanjian yang bersifat khusus, yang di dalam berbagai
kepustakaan hukum disebut dengan perjanjian nominaat. Perjanjian nominaat
adalah perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata. Di luar KUHPerdata
dikenal juga perjanjian lainnya, seperti kontrak production sharing, kontrak
joint venture, kontrak karya, leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, dan
lain-lain, yaitu perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup dan berkembang dalam
praktik kehidupan masyarakat. Perjanjian ini disebut perjanjian innominaat.
2 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersil,
(Jakarta: KENCANA, 2010, Cet. Pertama), h., 147-148. 3 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, ( Jakarta: Sinar Grafika,
2003, Cet. Pertama), h., 5.
3
Perjanjian innominaat ini belum dikenal pada saat KUH Perdata di
undangkan.4
Kontrak sebagai instrumen pertukaran hak dan kewajiban diharapkan
dapat berlangsung dengan baik, fair dan proposional sesuai kesepakatan para
pihak. Terutama pada kontrak komersial, baik pada tahap pra kontraktual,
pembentukan kontrak maupun pelaksanaannya, asas proporsionalitas
mempunyai daya kerja menciptakan aturan main pertukaran hak dan
kewajiban. Aturan main pertukaran ini menjadi domain para pihak, kecuali
dalam batas-batas tertentu muncul intervensi, baik dari undang-undang yang
bersifat memaksa, maupun dari otoritas tertentu (hakim). Namun sifat
intervensi ini, lebih ditunjukan untuk menjaga proses pertukaran hak dan
kewajiban berlangsung secara fair.
Dinamika bisnis dengan pasang surutnya, juga berakibat pada
keberlangsungan hubungan kontraktual para pihak. Apa yang diproyeksikan
lancar, untung, memuaskan, prospek bisnis cerah kadang kala dapat berubah
merugi dan memutus hubungan bisnis para pihak. Siapa yang dapat
memastikan hujan esok hari, demikian pula dengan kontrak. Para pihak yang
berkontrak senantiasa berharap kontraknya berakhir dengan “happy ending”,
namun tidak menutup kemungkinan kontrak dimaksud menemui hambatan
hambatan bahkan berujung pada kegagalan kontrak.
Terkait dengan kegagalan kontrak, dapat terjadi karena faktor internal
para pihak dan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap eksistensi kontrak
yang bersangkutan. Dalam pembahasan ini akan dibahas faktor penting yang
mengakibatkan kegagalan pelaksanaan pemenuhan kewajiban kontraktual,
yaitu overmacht (force majeure; daya paksa).5
4 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, h., 7.
5 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersil, h.,
259-260.
4
Force majeure atau yang sering disebut sebagai “keadaan memaksa”
merupakan suatu keadaan di mana seseorang debitur terhalang untuk
melakukan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada
saat dibuatnya kontrak. Keadaan tersebut tidak dapat dimintakan pertanggung
jawaban kepada debitur, sementara si debitur tidak dalam keadaan beritikad
buruk. Kausa-kausa force majeure dalam KUH Perdata terdiri dari sebagai
berikut:6
Force majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga. Dalam hal ini, jika
terjadi hal-hal yang tidak terduga sebelumnya oleh para pihak yang
menyebabkan terjadinya kegagalan melaksanakan kontrak, maka hal tersbut
tidak tergolong kepada wanprestasi, akan tetapi termasuk kedalam katagori
force majeure. Terhadap kejadian seperti ini debitur tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban. Beban pembuktian terhadap terjadinya sebab-sebab tak
terduga ini ada pada debitur. Jika debitur dapat dibuktikan dalam keadaan
beritikad buruk, maka meskipun dalam keadaan force majeure, si debitur
harus tetap bertanggung jawab atas kegagalannya memenuhi prestasi.
Force majeure karena keadaan memaksa. Sebab lain mengapa seorang
kreditor dianggap dalam keadaan force majeure adalah jika tidak terpenuhinya
kontrak karena terjadinya keadaan memaksa yang tidak dapat dihindari oleh
debitur, misalnya bencana alam, perang, kerusuhan, dan lain-lain yang
menyebabkan debitur menjadi terhalang memenuhi prestasi.
Force majeure karena perbuatan tersebut dilarang. Apabila ternyata
prestasi yang harus dilakukan oleh debitur dikemudian hari ternyata diketahui
sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Hal itu mungkin
terjadi karena perubahan kebijakan pemerintah atau perubahan ketentuan
perundang-undangan. Akibat hukum force majeure adalah bahwa terhadap
debitur tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya untuk membayar
6 Sophar Maru Hutagalung, Kontrak Bisnis Di ASEAN Pengaruh Sistem Hukum Common Law
dan Civil Law, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet. Pertama), h., 67.
5
penggantian biaya, ganti rugi, atau bunga akibat tidak terpenuhinya prestasi
debitur karena terjadinya keadaan force majeure.
Peristiwa yang dikategorikan sebagai force majeure membawa implikasi,
konsekuensi atau akibat hukum bagi kreditur, dimana tidak dapat menuntut
pemenuhan prestasi dan debitur tidak lagi dinyatakan wanprestasi sehingga
debitur tidak wajib membayar ganti rugi dan dalam perjanjian timbal balik,
kreditur tidak dapat menuntut pembatalan karena perikatannya dianggap
gugur, sehingga keadaan memaksa atau force majeure terkait dan merupakan
persoalan yang berhubungan dengan risiko.
Risiko merupakan kewajiban memikul kerugian yang disebabkan
kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. Persoalan risiko berpangkal pada
terjadinya suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang mengadakan
perjanjian. Dengan kata lain, persoalan risiko adalah buntut dari keadaan
memaksa atau force majeure.
Dengan demikian maka force majeure atau bukanlah merupakan
terminologi yang asing di kalangan komunitas hukum. Konteks hukum, force
majeure dapat diartikan sebagai klausula yang memberikan dasar pemaaf pada
salah satu pihak dalam suatu perjanjian, untuk menanggung sesuatu hal yang
tidak dapat diperkirakan sebelumnya, yang mengakibatkan pihak tersebut
tidak dapat menunaikan kewajibannya berdasarkan kontrak yang telah
diperjanjikan.7
Hanya saja adanya perjanjian berkaitan dengan force majeure ini di
masukkannya sebagai penyalahgunaan keadaan saat terjadinya wanprestasi
dari pihak kreditur sebagai pembatalan kontrak dalam NBW, tentunya
penyalahgunaan keadaan tersebut menyebabkan terjadinya sengketa yang
tidak dapat dilepaskan dari praktik pengadilan dalam menangani perkara yang
7 Daryl John Rasuh, “Kajian Hukum Keadaan Memaksa(Force Majeure) Menurut Pasal 1244
dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol IV, No. 2 (Februari:
2016), h., 177.
6
terkait dengan syarat sahnya kontrak. Hal ini terutama terkait dengan
kebiasaan (i.c. penyalahgunaan keadaan) sehinnga memengaruhi penutupan
kontrak.8
Besar kemungkinan terjadinya perselisihan bahkan pertengkaran antara
kedua belah pihak terkait dengan perjanjian Force Majeure. Hal inilah yang
menarik perhatian penulis untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang penerapan
Force Majeure, serta analisis studi kasus terhadap sengketa ekonomi syariah
kontrak (perjanjian) Force Majeure perbankan syariah. Untuk itu penulis
mengambil judul “Penerapan Force Majeure Dalam Kontrak (Perjanjian) Di
Perbankan Syariah (Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Makasar
Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks)”.
B. Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah
1. Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa hal yang
dapat diidentifikasi untuk diteliti, beberapa hal tersebut diantaranya:
a. Bagaimana penerapan force majeure dalam kontrak(perjanjian) di
perbankan syariah?
b. Apakah hakim dalam putusannya telah menerapkan force majeure
sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku?
c. Bagaimana penanganan perbankan syariah terhadap nasabah akibat
terjadinya force majeure?
d. Bagaimana penerapan force manjeure yang sesuai dengan ketentuan
dan undang-undang yang berlaku di Indonesia?
e. Bagaimana putusan hakim mengakualifikasi dalam memutus perkara
force majeure telah memenuhi asas Keadilan?
2. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini masalah dibatasi hanya pada beberapa hal, yaitu:
8 Agus Yudha Hernoko, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak., h., 174.
7
a. Implementasi penerapan force majeure yang digunakan dalam
lembaga keuangan syariah.
b. Perapan force majeure dikaji melalui perkara putusan Pengadilan
Agama Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks. dibatasi dengan
permasalahan mengenai kualifikasi bentuk force majeure berkaitan
keluarnya regulasi baru.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, agar penelitian ini
dapat lebih terfokus dan terarah, maka permasalahan yang hendak diteliti
oleh penulis yaitu:
a. Bagaimanakah konsep force majeure menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia?
b. Bagaimana penerapan force majeure sebagaimana dalam Putusan
Pengadilan Agama Makasar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks dalam
perkara ekonomi syariah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait konsep
force majeure sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia.
b. Untuk mengetahui penerapan force majeuere dengan menggunakan
kajian Putusan Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks dalam hal keluarnya
kebijakan baru pemerintah sebagai bentuk force majeure.
c. Untuk mengetahui bentuk peristiwa yang dapat dikualifikasi sebagai
suatu peristiwa force majeure.
8
2. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun praktis bagi semua pihak.
a. Manfaat secara teoritis
1) Untuk menambah wawasan keilmuan bagi para pembaca tentang
perkara berkaitan dengan hukum perjanjian force majeure yang
diselesaikan melalui Pengadilan Agama serta memberikan
sumbangsih dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
khususnya ketika terjadi perkara keadaan memaksa.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan
literatur kepustakaan tentang bentuk force majeure khususnya
mengenai putusan dalam perkara ekonomi syariah serta hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian
sejenis untuk tahap berikutnya.
b. Manfaat secara praktis
1) Sebagai bahan pemikiran dan kebijakan putusan majelis hakim
Peradilan Agama terhadap sengketa yang berkaitan dengan force
majeure sehingga mempunyai kekuatan hukum tetap.
2) Dapat memberikan pemahaman baik untuk para pihak nasabah
perbankan syariah maupun pihak perbankan syariahnya itu sendiri,
jika terjadi sengketa yang berkaitan dengan hukum kontrak force
majeure. Sehingga para pihak dapat menggunakan hak dan
kewajiban mereka saat terjadi sengketa tersebut sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Indonesia.
D. Kajian (Reiew) Studi Terdahulu
Dalam tinjauan pustaka ini, penulis menelusuri penelitian penelitian yang
telah dilakukan terdahulu yang relevan terhadap penelitian ini. Berdasarkan
penelitian dan penelaah pustaka yang penulis lakukan terhadap literatur-
9
literatur yang ada, belum ada satu karya ilmiah yang secara khusus membahas
mengenai penerapan hukum kontrak(perjanjian) force majeure yang dikaitkan
dengan studi kasus putusan sengketa ekonomi syariah.
Beberapa karya tulis yang berhasil ditemukan penulis yang berhubungan
dengan penelitian ini yaitu berupa skripsi dan jurnal-jurnal terkait yang
membahas hukum kontrak(perjanjian) force majeure serta membahas studi
analisis putusan terkait sengketa ekonomi syariah, yaitu sebagai berikut:
Pertama penelitian yang dialakukan oleh Tri Ertina Panjaitan, pada tahun
2011, konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam skripsinya yang berjudul “Analisis penyelesaian force major dalam
produk pembiayaan bank syariah pasca gempa Padang 2009 (studi kasus pada
Bank Syariah Mandiri cabang Padang, SUMBAR).9
Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan metode penelitian
dengan berbasis kualitatif karena peneliti tidak menggunakan statistik dalam
pengolahan data, dan bersifat deskriptif yaitu dengan mendeskriptifkan dari
gejala-gejala yang diamati, tentang penyelesaian force major dalam produk
pembiayaan murabahah dan mudharabah bank syariah Mandiri cabang
Padang pasca gempa 2009.
Hasil dari penelitian Tri Ertina Panjaitan ialah penyelesaian force major
dalam produk pembiayaan murabahah dan mudharabah bank syariah Mandiri
cabang Padang akibat gempa Padang 2009 yaitu: 1) Diberikan penundaan
pembayaran cicilan pembiayaan selama 2 bulan yaitu pada bulan November
dan Desembertahun 2009, 2) Diberikan tambahan pembiayaan bagi nasabah
yang membutuhkan, 3) Memberikan margin yang lebih kecil dari besar
9 Tri Ertina Panjaitan, “Analisis penyelesaian force major dalam produk pembiayaan bank
syariah pasca gempa Padang 2009 (studi kasus pada Bank Syariah Mandiri cabang Padang,
SUMBAR)”, (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h., 65.
10
margin pembiayaan yang disalurkan sebelum terjadi gempa Padang tanggal 30
September 2009.
Teori keadaan force major bank bermasalah atau berpotensi bermasalah
akibat gempa Padang 2009 yang dipakai oleh BSM cabang Padang sudah
sesuai dengan teori yang seharusnya dan diatur dalam teori subyektif (keadaan
memaksa relatif) dan teori ketidakmungkinan (onmogelikehid) relatif atau
ketidakmungkinan subjektif (relative onmogelijkheid). Sedangkan teori
keadaan force major pembiayaan mudharabah bank bermasalah akibat gempa
Padang 2009 masih kurang sesuai dengan teori dan force major yang ada
sesuai dengan teori Obyektif (keadaan memaksa mutlak). Dalam
menyelesaikan pembiayaan bermasalah atau berpotensi bermasalah Bank
Syariah Mandiri cabang memakai: Rescheduling dan Restructuring.
Kedua penelitian yang dilakukan oleh Nurus Sa’adah, pada tahun 2017,
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat) Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri Surakarta dalam skripsinya yang berjudul “Analisis
Putusan Hakim Dalam Perkara Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama
Surakarta Tahun 2013-2017 (Berbasis Nilai Keadilan).”10
Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan metode penelitian yang
sesuai dengan permasalahan. Untuk memperoleh data yang sempurna dalam
menyusun skripsi ini maka metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa gambaran, penelitian fakta-fakta, kondisi maupun
aktifitas yang ada dan yang terjadi saat ini.
Hasil dari penelitian Nurus Sa’adah Dasar hukum yang digunakan sebagai
pertimbangan hakim dalam putusan perkara Nomor 0519/Pdt.G/2013/PA.Ska
dan perkara Nomor 0644/Pdt.G/2015/PA.Ska adalah Pasal 1352 dan Pasal
10
Nurus Sa’adah, “Analisis Putusan Hakim Dalam Perkara Ekonomi Syariah Di Pengadilan
Agama Surakarta Tahun 2013-2017 (Berbasis Nilai Keadilan).” (Skripsi: IAIN Surakarta, 2017), h.,
58.
11
1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, serta Pasal 181 HIR (Herziene
Inlandsch Reglement).
Asas keadilan dalam putusan hakim yang terdapat pada ketiga perkara
ekonomi syariah yang diteliti oleh penulis dapat dilihat dari dua perspektif.
Pertama, perspektif Hakim dalam menjatuhkan putusan ini sudah memenuhi
asas keadilan karena sudah sesuai dengan prosedur beracara di Pengadilan
Agama Surakarta dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Kedua, keadilan menurut pihak yang berperkara dinilai belum
seimbang atau adil, karena Penggugat yang menuntut keadilan merupakan
pihak yang kalah dalam putusan perkara ekonomi syariah tersebut.
Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rifqi Hidayat dan
Parman Komarudin, pada tahun 2017, AL-IQTISHADIYAH Jurnal Ekonomi
Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah, Dosen Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Studi Islam Universitas Islam Kalimantan MAB
Banjarmasin Indonesia, dalam jurnalnya yang berjudul Klausul Overmacht
dalam Akad Murabahah dI Perbankan Syariah.11
Berkaitan dengan hal ini, maka penulis melakukan penelusuran kepada
empat bank syariah, yaitu BNI Syariah, Bank Muamalat, Bank Syariah
Mandiri, dan Bank Kalsel Syariah untuk mendapatkan sampel akad
murabahah yang diterbitkan oleh keempat lembaga keuangan syariah tersebut.
Empat sampel akad murabahah itu kemudian menjadi sumber data primer
untuk dianalisis secara normatif sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
Hasil dari penelitian Muhammad Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin
yaitu Perbankan syariah dalam prakteknya memiliki pola yang berbeda-beda
dalam mencantumkan klausul overmacht pada akad murabahahnya, bahkan
ada pula bank yang tidak mencantumkan klausul tersebut. Namun pada
11
Muhammad Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin, “Klausul Oermacht dalam Akad
Murabahah dI Perbankan Syariah”, Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran, Vol. 7, No. 1, (Juni:
2017), h., 39.
12
dasarnya, ada ataupun tidak klausul overmacht tersebut dalam akad, pasal
1244 dan 1245 KUH Perdata tetap berlaku. Hanya saja aturan overmacht
dalam peraturan perundangan hanyalah pada tataran konsep dan tidak sampai
menyentuh masalah teknis seperti batas waktu pelaporan.
Oleh karena itu, disarankan kepada perbankan syariah untuk
mencantumkan klausul force majeure dalam akad dengan lengkap hingga
tataran teknis serta tetap memperhatikan asas keadilan bagi kepentingan pihak
bank dan nasabah sehingga tidak terjadi ketimpangan hukum yang
diakibatkan oleh klausul yang tidak berimbang.
Keempat penelitian yang dilakukan oleh Daryl John Rasuh, pada tahun
2016, artikel skripsi Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016, dalam artikel
skripsinya yang berjudul ” Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force
Majeure) Menurut Pasal 1244 dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata” Ruang lingkup penelitian Skripsi ini merupakan kajian disiplin Ilmu
Hukum, maka penelitian ini akan mengaji dan membahas penelitian hukum
secara normatif dari kepustakaan.12
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Daryl John rasuh ialah
Implikasi hukum keadaan memaksa (force majeure), bahwa keadaan yang
menghalangi pemenuhan prestasi itu ada tidaknya hanya jika setiap orang
sama sekali tidak mungkin memenuhi prestasinya bahkan debitur sendiri yang
bersangkutan tidak mungkin atau sangat berat untuk memenuhi prestasi.
Penentuannya harus berdasarkan kepada masing-masing kasus.
Sedangkan judul penelitian yang akan dilakukan” Penerapan Force
Majeure Dalam Kontrak(Perjanjian) Di Perbankan Syariah (Kajian Terhadap
Putusan Pengadilan Agama Makasar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks).
Dalam penelitian kali ini peneliti terfokus pada penyelesaian sengketa
12
Daryl John Rasuh, “Kajian Hukum Keadaan Memaksa(Force Majeure) Menurut Pasal 1244
dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol IV, No. 2 (Februari:
2016), h., 173.
13
ekonomi syariah yang terjadi hingga mencapai tingkat kasasi yang berkaitan
dengan hukum kontrak (perjanjian) force majeure selanjutnya penulis
mencoba menjabarkan penerapan ataupun konsep yang terkait hukum kontrak
(perjanjian) force majeure sehingga nasabah perbankan syariah dapat
menggunakan haknya dengan baik ketika terjadi keadaan memaksa begitupun
sebaliknya agar tidak ada lagi penyalahgunaan keadaan ketika terjadi
sengketa.
E. Metode Penelitian
Metodologi adalah suatu sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi oleh karena suatu penelitian bertujuan untuk mengungkap
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan
analisis.13
Dalam menguraikan dan membahas rumusan masalah yang ada dalam
skripsi ini, penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum yuridis normatif, dikatakan demikian karena dalam penelitian ini
digunakan cara-cara pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan
cara meninjau dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
suatu waktu dan tempat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan yang
berdaulat dan dengan meneliti bahan pustaka yang ada. 14
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih ditujukan kepada pendekatan
undang-undang. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah
13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h., 1. 14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
h., 13-14.
14
semua undang-undang dan peraturan yang bersangkutan dengan isu
hukum yang sedang ditangani.15
Pendekatan kasus (case approach) digunakan untuk melakukan
penalaahan pada suatu kasus dan dilakukan secara mendalam, menditail,
komperhensif yang dikuatkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku
dimasyarakat serta norma-norma hukum islam yang di kaitkan langsung
dengan putusan Pengadilan Agama Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks.
3. Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang
diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau data
dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya
dinamakan data sekunder.16
Data dalam penulisan ini adalah data dan
sekunder, yaitu bahan pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi,
buku-buku perpustakaan, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah,
artikel artikel, serta dokumen yang berkaitan dengan materi penelitian.
Bahan hukum tersebut mencakup dari:
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyi otoritas
(autoritatif). Bahan hukum tersebut terdiri dari: (a) peraturan
perundang-undangan yang mengatur force majeure yaitu UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU No. 23 Tahun 2007 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara, UU. No 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Jasa Angkutan, Peraturan Bank Indonesia No.
13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum, Peraturan Bank
Indonesia No. 15/3/PBI/2013 tentang Transparasi Kondisi Keuangan
Bank Perkreditan Rakyat, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009), h., 93. 16
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
h., 12.
15
49/POJK.03/2017 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Perkreditan Rakyat Fatwa DSN-MUI Nomor 17/DSN-MUI/IX/2000
tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-Nunda
Pembayaran Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,17
Selanjutnya dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal, 1244, 1245, 1444, dan
1445 BW, tentang Force Majeure; (b) catatan-catatan resmi atau
risalah dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan; (c)
Putusan Pengadilan Agama Makasar No. 2279/Pdt.G/2015/ PA.Mks.
b. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas.
(a) buku-buku teks berkaitan tentang force majeure; (b) kamus-kamus
terkait force majeure; (c) jurnal-jurnal terkait force majeure; (d)
komentar-komentar putusan hakim. Publikasi tersebut merupakan
petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan
hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat
kabar, dan sebagainya.18
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan merupakan studi pustaka yaitu
pengumpulan data-data tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Putusan Pengadilan Agama Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.MKs kemudian
sebagai tambahan pendukung skripsi maupun buku, jurnal, transkrip,
artikel, media massa, skripsi terdahulu, dan sebagainya yang berhubungan
dengan masalah penelitian.
5. Pengolahan dan Metode Analisis Data
Dalam hal ini peneliti membandingkan teori yang satu dengan teori
yang lain dan hasil penelitian yang satu dengan hasil penelitian yang lain.
17
Rahmat, S.S Soemadipraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, (Jakarta:
Gramedia, 2010), h., 95. 18
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika; 2010), h., 47.
16
Putusan hakim Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks dikaitkan dengan
peraturan-peraturan terkait Force Majeure serta paradigma terbaru tentang
kualifikasi bentuk Force Majeure.
Dalam penelitian hukum dapat menggunakan pendekatan yuridis
normatif, maka bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
non hukum yang telah dikumpulkan untuk menganalisis data. Sehingga
ditampilkan penulis dalam penulisan yang lebih sistematis untuk
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dan memperjelas arah pembahasan
maka dalam penulisan skripsi ini disistematikan menjadi lima bab dengan
uraian sebagai berikut:
Bab I PENDAHULUAN
Pada bab awal memuat latar belakang masalah, dilanjut dengan
identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian terdahulu,
metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi
Bab II FORCE MAJEURE DALAM TINJAUAN TEORITIK DAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pembahasan pada bab II ini yaitu berkaitan tentang teori umum
yang menyangkut force majeure Dalam Hukum Positif:
Pengertian force majeure, Dasar Hukum force majeure,
Macam-macam force majeure, unsur-unsur force majeure,
teori-teori force majeure, akibat adanya force majeure.
Kemudian yang kedua berkaitan force majeure dalam hukum
islam : pengertian, dasar hukum islam terkait force majeure,
macam-macam force majeure dalam hukum islam, force
majeure Al-Jawa’ih,
17
Bab III FORCE MAJEURE DALAM PUTUSAN PENGADILAN
Pembahasan pada bab III ini yaitu berkaitan tentang penyajian
data dan gambaran umum yang berkenaan dengan Putusan
Pengadilan Agama Makasar nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks :
deskripsi perkara, pertimbangan hukum hakim, amar putusan
hakim. Dan berkenaan putusan 14/Pdt-Sus-PHI/2014/PN.Pal:
deskripsi perkara, pertimbangan hukum hakim, dan amar
putusan hakim.
Bab IV PARADIGMA BARU TENTANG BENTUK FORCE
MAJEURE
Berpijak dari bab sebelumnya maka untuk mempertajam fokus
penelitian ini, penyusun melanjutkan pada bab keempat yang
merupakan memaparkan mengenai hasil analisis secara
mendalam dari Studi kasus Putusan Pengadilan Agama
Makasar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks berkaitan
paradigma baru tentang force majeure terdiri dari: kebijakan
pemerintah sebagai force majeure, force majeure dalam
akad/kontrak perbankan syariah, konsep mutakhir tentang force
majeure, dan force majeure dalam putusan Pengadilan Agama
Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks.
Bab V PENUTUP
Bab ini merupakan bab yang terakhir dari penulisan skripsi,
untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil
penelitian, selain itu penulis menengahkan beberapa saran yang
dianggap penting dan perlu.
18
BAB II
FORCE MAJEURE DALAM TINJAUAN TEORITIK DAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
A. Force Majeure dalam Hukum Positif
1. Pengertian Force Majeure
Istilah keadaan memaksa berasal dari bahasa Inggris, yaitu force
majeure, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan overmacht.1
Meskipun para ahli hukum telah menerjemahkan terminologi itu dengan
keadaan memaksa, dalam pembahasan masih juga menggunakan
terminologi overmacht.
Keadaan Memaksa merupakan keadaan dimana adanya peristiwa yang
dikategorikan sebagai keadaan yang membawa konsekuensi bagi para
pihak dalam suatu perikatan, di mana pihak yang tidak dapat memenuhi
prestasi tidak dinyatakan wanprestasi. Dengan demikian, dalam hal
terjadinya keadaan memaksa, debitur tidak wajib membayar ganti rugi dan
dalam perjanjian timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut pembatalan
karena perikatannya dianggap gugur/terhapus. Beberapa pakar membahas
akibat hukum dari keadaan memaksa.2
Force majeure merupakan salah satu konsep dalam hukum perdata
dan diterima sebagai prinsip dalam hukum. Mochtar Kusumaatmadja
menyatakan bahwa force majeure atau vis major dapat diterima sebagai
suatu alasan untuk tidak memenuhi pelaksanaan kewajiban karena
hilangnya atau lenyapnya objek atau tujuan yang menjadi pokok
perjanjian. Keadaan ini ditujukan terhadap pelaksanaan secara fisik dan
1
Salim HS dan Abdullah, Wiwiek Wahyu Ningsih, Perancangan Kontrak &
Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h., 110. 2 Daryl john, “Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Pasal 1244
dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol. IV, No. 2 (Februari:
2016) h., 174.
19
hukum, bukan dikarenakan hanya kesulitan dalam melaksanakan
kewajiban.3
Dalam khazanah hukum indonesia konsep keadaan memaksa lebih
banyak dijelaskan oleh pendapat-pendapat ahli hukum Indonesia antara
lain:
a. Menurut R. Subekti: Debitur menunjukan bahwa tidak terlaksananya
apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak
dapat diduga, dan dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap
keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi. Dengan
perkata lain, hal tidak terlaksananya perjanjian atau kelambatan dalam
pelaksanaan itu, bukanlah disebabkan karena kelalaian. Ia tidak dapat
dikatakan salah satu alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh
dijatuhi sanksi-sanksi yang diancamkan atas kelalaian itulah yang
dapat dikatakan suatu keadaan memaksa.4
b. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyitir Dr. H.F.A.
Vollmar: overmacht adalah keadaan di mana debitur sama sekali tidak
mungkin memenuhi perutangan (absolute overmacht) atau masih
memungkinkan memenuhi perutangan, tetapi memerlukan
pengorbanan besar yang tidak seimbang atau kekuatan jiwa di luar
kemampuan manusia atau dan menimbulkan kerugian yang sangat
besar (relative overmacht).5
c. Menurut Purwahid Patrik mengartikan overmacht atau keadaan
memaksa adalah debitur melaksanakan prestasi karena tidak ada
kesalahan maka akan berhadapan dengan keadaan memaksa yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.6
3
Agri Chaerunisa Isradjuningtia, “Force Majeure (Overmacht) dalam Hukum
Kontrak(Perjanjian) Indonesia”,Jurnal UNPAR,Vol. 1, No. 1, h., 140. 4 R. Subekti, Hukum Perjanjian, dalam Rahmat S.S SoemadiPraja, Penjelasan Hukum
Tentang Keadaan memaksa, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), h., 7.8. 5 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Perutangan, Bagian A, dalam
Rahmat S.S SoemadiPraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan memaksa, h., 8. 6 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, dalam Rahmat S.S SoemadiPraja,
Penjelasan Hukum Tentang Keadaan memaksa
20
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa dalam keadaan memaksa
ini debitur tidak dapat dipersalahkan atas tidak dapat terlaksananya suatu
perjanjian atau terlambatnya pelaksanaan suatu perjanjian. Sebab, keadaan
ini timbul diluar kemauan dan kemampuan atau dugaan dari si debitur; dan
oleh karenanya, maka debitur tidak dapat dihukum atau dijatuhi sanksi.7
2. Dasar Hukum Force Majeure
Pengaturan force majeure secara umum termuat dalam bagian Umum
Buku III BW yang dituangkan dalam Pasal 1244, 1245, 1444 dan 1445
yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:8
Pasal 1244
Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan
bungan apabila ia tidak membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu
yang tepat dilaksanakannnya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang
tidak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya
itupun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.
Pasal 1245
Tidaklah biaya rugi dan bunga harus digantinya, apabila lantaran keadaan
memaksa atau lantaran suatu kejadian tidak disengaja, siberutang berhalangan
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang
sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
Pasal 1444
Jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan musnah, tidak lagi
diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tidak diketahui
apakah barang itu masih ada, hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau
hilang diluar sahnya si berutang, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Bahkan, meskipun siberutang lalai menyerahkan suatu barang sedangkan ia telah
menanggung terhadap kejadian-kejadian yang tidak terduga, perikatan hapus jika
barangnya akan musnah secara yang sama di tangannya si berpiutang, seandainya
sudah diserahkan kepadanya.
Siberpiutang diwajibkan membuktikan kejadian yang tidak terduga, yang
dimajukan itu.
7 P.N.H. Simanjutak, Hukum Perdata indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015),
h,.295. 8 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) Pasal 1244, 1245, 1444, dan
1445.
21
Dengan cara bagaimana suatu barang, yang telah dicuri, musnah atau hilang,
hilangnya barang ini tidak sekali-kali membebaskan orang yang mencuri barang
dari kewajibannya untuk mengganti harganya”.
Pasal 1445
Jika barang yang terutang. Diluar salahnya si berutang, musnah, tak dapat lagi
diperdagangkan , atau hilang, maka si berutang, jika ia mempunyai hak-hak atau
tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan
hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada orang yang mengutangkan
kepadanya.
Rumusan kausa force majeure dalam KUHPerdata dapat dirinci
sebagai berikut:9 Pertama, peristiwa yang menyebabkan terjadinya force
majeure tersebut haruslah “tidak terduga“ oleh para pihak, atau tidak
termasuk dalam asumsi dasar (basic assumption) pada saat para pihak
membuat kontrak itu (Pasal 1244 KUHPerdata); Kedua, peristiwa tersebut
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang harus
melaksanakan presentasi (pihak debitur) tersebut (Pasal 1244
KUHPerdata); Ketiga, peristiwa yang menyebabkan terjadinya force
majeure itu diluar kesalahan pihak debitur, (Pasal 1244 KUHPerdata);
Keempat, peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut
bukan kejadian yang disengaja oleh Debitur. Ini merupakan perumusan
yang kurang tepat, sebab yang semestinya tindakan tersebut “diluar
kesalahan para pihak (Pasal 1545 KUHPerdata), bukan tidak sengaja”.
Sebab, kesalahan para pihak baik yang dilakukan dengan sengaja ataupun
yang tidak sengaja, yakni dalam bentuk “kelalaian” (negligence); Kelima,
para pihak tidak dalam keadaan itikad buruk (Pasal 1244 KUHPerdata);
Keenam, jika terjadi force majeure, maka kontrak tersebut menjadi gugur,
dan sedapat mungkin para pihak dikembalikan seperti seolah–olah tidak
pernah dilakukan perjanjian (Pasal 1545 KUHPerdata); Ketujuh, jika
terjadi force majeure, maka para pihak tidak boleh menuntut ganti rugi.
Vide Pasal 1244 juncto Pasal 1245, juncto Pasal 1553 ayat (2)
KUHPerdata. Akan tetapi karena kontrak yang bersangkutan menjadi
9
Agri Chaerunisa Isradjuningtia, “Force Majeure (Overmacht) dalam Hukum
Kontrak(Perjanjian) Indonesia”, h., 147.
22
gugur karena adanya force majeure, maka untuk menjaga terpenuhinya
unsur-unsur keadilan, pemberian restitusi atau quantum merit tentu masih
dimungkinkan; dan Kedelapan, resiko sebagai akibat dari force majeure,
beralih dari pihak kreditur kepada pihak debitur sejak saat seharusnya
barang tersebut diserahkan (vide Pasal 1545 KUHPerdata). Pasal 1460
KUHPerdata mengatur hal ini secara tidak tepat (di luar sistem).
Selanjutnya pada dua pasal terakhir ini pasal 1444 BW dan pasal 1445
BW pada dasarnya menerangkan tentang pembebanan risiko atas
musnahnya barang yang menjadi objek perikatan.10
Sedangkan keadaan memaksa dalam peraturan perundang-undangan
hanya menjelaskan pengertian bahwasannya keadaan memaksa atau force
majeure sebagai suatu kejadian yang timbul di luar kemauan dan
kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak,
sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang jasa
kontruksi. Adapun Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
pengadaan barang atau jasa pemerintah, dalam lampiran mengartikan
keadaan kahar sebagai suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para
pihak sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak
dapat dipenuhi.11
Begitupun keadaan memaksa dalam perundang-undangan dan
peraturan-peraturan lainnya sebagaimana peraturan perundang-undangan
yang mengatur force majeure yaitu UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan UU No. 23 Tahun 2007 tentang Pertambangan Mineral
dan Batu Bara, UU. No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jasa
Angkutan, Peraturan Bank Indonesia No. 13/8/PBI/2011 tentang Laporan
Harian Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia No. 15/3/PBI/2013 tentang
Transparasi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan No 49/POJK.03/2017 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat, Fatwa DSN-MUI Nomor
10
Ahmad Miru dan Saka Pati, Hukum perikatan Penjelasan makna pasal 1233 sampai
1456 BW, (Jakarta, Rajawali Pers, 2011 Ed, 1-3) h., 13. 11
Rahmat S.S SoemadiPraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan memaksa, h., 8.
23
17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang
Menunda-Nunda Pembayaran, dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah .12
Mengenai ketentuan dan kedudukan force majeure di Indonesia
nyatanya belum terdapat pengaturan yang jelas dan komprehensif
mengenai force majeure, karena Indonesia masih menggunakan ketentuan
warisan dari Belanda yang kemungkinan sudah tidak lagi relevan dengan
keadaan ekonomi Indonesia saat ini. padahal ketentuan ini sangat
dibutuhkan dan sangat berpengaruh terhadap iklim usaha dan
pembangunan ekonomi di Indonesia.13
3. Macam-macam Force Majeure
Force Majeure terbagi menjadi dua macam : pertama, “Force majeure
(objektif) merupakan peristiwa dimana debitur mengalamai keadaan
memaksa sehingga dalam pemenuhan prestasinya itu tidak mungkin
dilakukan oleh siapapun juga ataupun oleh setiap orang. Misalnya: A
harus menyerahkan kuda kepada B, ditengah jalan disambar petir, hingga
oleh siapapun juga penyerahan kuda itu tidak mumngkin dilaksanakan.”;14
kedua, “Force majeure (subjektif) merupakan peristiwa dimana
debitur mengalami keadaan memaksa hanya saja debitur masih mungkin
melaksanakan prestasi tetapi, praktis dengan kesukaran atau dengan
pengorbanan yang besar sehingga dalam keadaan yang sedemikian itu
kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan prestasi. Misalnya: seorang
penyanyi yang berjanji untuk mengadakan pertunjukan. Sebelum
pertunjukan diadakan. Ia mendengar berita tentang kematian anaknya
hingga sukar bagi debitur untuk melaksanakan perjanjian.
Pembedaan antara overmacht absolut dan overmacht relatif
merupakan turunan dari teori tentang overmacht (keadaan memaksa).
12
Rahmat, S.S Soemadipraja, “Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa (Syarat-
Syarat Pembatalan Perjanjian yang Disebabkan Keadaan Memaksa/Force Majeure)”, (Jakarta:
Gramedia, 2010), h., 95. 13
Agri Chaerunisa Isradjuningtia, “Force Majeure (Overmacht) dalam Hukum
Kontrak(Perjanjian) Indonesia”, h., 147. 14
Keadaan Memaksa (Overmacht) diakses pada 28 Juli 2018 Pukul 15.47 WIB, dari
http://materihukum.com/keadaan-memaksa-overmacht/
24
Dalam sejarah pemikiran tentang keadaan memaksa, terdapat dua ajaran
yaitu; pertama, Ajaran yang objektif (de objectieve overmachtsleer) atau
overmacht absolut. pemenuhan prestasi tidak mungkin dilaksanakan oleh
siapapun juga (imposibilitas). Misalnya jika objek perjanjian musnah
karena bencana, maka siapapun orangnya tidak mungkin akan melakukan
penyerahan. Ketentuan tentang ini dapat dibaca dalam Pasal 1444
KUHPerdata bahwa “Jika barang tertentu yang menjadi objek persetujuan
(perjanjian) musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan atau hilang
sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu
masih ada, maka hapuslah perikatannya;15
Kedua, Ajaran yang subjektif (de subjectieve overmachtsleer) atau
overmacht relatif. Dalam overmact yang objektif (absolut), Pada
overmacht yang subjektif (relatif), debitur masih mungkin memenuhi
prestasi, tetapi dengan kesulitan atau pengorbanan yang besar (difficulties).
Artinya bahwa debitur dengan mengingat keadaan pribadinya, tidak dapat
memenuhi prestasinya. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu diperhatikan
yaitu; (a) Ketidakmungkinan untuk memenuhi prestasi dalam perikatan
hanya ada pada debitur yang bersangkutan, tidak pada setiap orang; (b)
Secara teorits pemenuhan prestasi masih mungkin, tetapi praktis
menimbulkan banyak kesulitan.
Overmacht dapat bersifat tetap dan dapat pula bersifat sementara.
“Jika overmacht (keadaan memaksa bersifat tetap, perjanjian berhenti
sama sekali”. Misalnya musnahnya barang yang akan diserahkan.
Sedangkan “jika keadaan memaksa bersifat sementara, perjanjian tidak
berhenti sama sekali, melainkan hanya ditunda. Pada saat keadaan
memaksa tidak ada lagi, perjanjian berlaku(bekerja) kembali”. Sebagai
contoh, adanya larangan mengekspor barang dalam jangka waktu tertentu.
Apabila larangan ini dicabut, maka perjanjian kembali mempunyai daya
kerja, sehinggga prestasi harus dilaksanakan.
15
Elfiani, “Akibat Overmacht(Keadaan Memaksa) dalam Perjanjian Timbal Balik”, Al-
Hurriyah, Vol. 13, No. 1 (Januari-Juni: 2012), h., 72.
25
Overmacht dapat dikatakan sebagai alasan pembenar dan alasan
pemaaf, yaitu “alasan yang mengakibatkan debitur yang tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai perikatan pokok/asal, tidak diwajibkan
untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga”. Alasan pembenar adalah
alasan yang berhubungan dengan ketidakmampuan objektif dari debitur
untuk memenuhi perikatan yang ada. Sedangkan alasan pemaaf adalah
alasan yang berhubungan dengan ketidakmampuan subjektif dari debitur
dalam memenuhi perikatan. Alasan pembenar termasuk overmacht
absolut, sementara alasan pemaaf adalah overmacht relatif.16
4. Unsur-Unsur Force Majeure
Menurut Rahmat S.S Soemadipraja dalam bukunya penjelasan hukum
tentang keadaan memaksa, Saat debitur mengalami keadaan memaksa
haruslah memenuhi unsur-unsur yang meliputi : Peristiwa yang tidak
terduga; Tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur; Tidak dapat
itikad buruk pada debitur Adanya keadaan yang tidak sengaja oleh debitur;
Keadaan itu menghalangi debitur berprestasi; Jika prestasi dilaksanakan
maka akan terkena larangan; Keadaan diluar kesalahan debitur; Debitur
tidak gagal berprestasi; Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh
siapapun (baik debitur maupun pihak lain); Debitur tidak terbukti
melakukan kesalahan atau kelalaian.17
Seperti yang diketahui keadaan memaksa tersebut suatu keadaan yang
dimana seorang debitur terhalang melakukan prestasinya karena keadaan
atau peristiwa yang tidak terduga sebelumnya, sehingga keadaan atau
peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh debitur yang
tidak dalam itikat buruk sebelumnya. Yang dimaksudkan keadaan
memaksa atau peristiwa yang tidak terduga sehingga menimbulkan akibat
yang besar misalnya banjir, gempa bumi, kebakaran, angin topan,
16
Elfiani, “Akibat Overmact (Keadaan Memaksa) dalam Perjanjian Timbal Balik”, h.,
73. 17
Rahmat S.S SoemadiPraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa (Syarat-
Syarat Pembatalan Perjanjian yang Disebabkan Keadaan Memaksa/Force Majeure), h., 77.
26
peperangan,wabah penyakit, huru hara dan peristiwa lainnya yang dapat
memberhentikan kontrak akibat barang yang musnah sehingga pemenuhan
tidak dapat dilakukan.18
5. Beberapa Teori tentang Force Majeure
Mengenai ajaran tentang teori Force Majeure, yaitu sebagai berikut:
A. Teori Ketidakmungkinan (on mogelijkeheid), menyatakan bahwa
force Majeure adalah sesuatu keadaan tidak mungkin melakukan
pemenuhan prestasi yang diperjanjikan. Ajaran ini di bedakan lagi
menjadi : (a) Ketidakmungkinan absolut atau objektif (absolut
onmogelijkheid), yaitu suatu ketidakmungkinan sama sekali dari
debitur untuk melakukan prestasinya pada kreditur; (b)
Ketidakmungkinan relatif atau ketidakmungkinan subjektif (relative
onmogelijkheid), yaitu suatu ketidakmungkinan relatif dari debitur
untuk memenuhi prestasinya.19
B. Teori Penghapusan atau Peniadaan kesalahan (afwesigheid van
schuld). Berarti dengan adanya overmacht terhapuslah. Kesalahan
debitur atau overmacht peniadaan kesalahan. Sehingga akibat
kesalahan yang ditiadakan tadi tidak boleh/ bisa dipertanggung
jawabkan.20
C. Halangan di luar kesalahan debitur. Mengenai debitur yang
mengemukakan overmacht bilamana halangan untuk memenuhi suatu
perikatan adalah diluar kesalahan-nya, karena bukan menjadi
resikonya. Hal itu dapat dibicarakan bagian-bagiannya sebagai
berikut. 21
a. Harus ada halangan untuk memenuhi perikatan yang mengenai
prestasi itu. Itulah sebabnya tidk boleh dikatakan overmacht,
18
Laras Sutrawaty, Force majeure Sebagai Alasan Tidak Dilaksanakan Suatu Kontrak
DiTinjau Dari Perspektif Hukum Perdata, di akses pada 05 April 2019, Pukul. 01.00 WIB dari
https://media.neliti.com. 19
I ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2015), h., 24 20
Salim HS, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta, sinargrafika,
2006) h., 106 21
I ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, h., 25
27
bilamana karena suatu perubahan keadaan yang timbul kemudian,
misalnya karena kenaikan harga.
b. Halangan timbul setelah lahirnya perikatan. Menurut
yurispudensi, baru terdapat overmacht bilamana halangan itu
timbul setelah lahirnya perikatan. Suatu halangan tidak hanya ada
apabila pemenuhannya mutlak dapat dijalankan oleh siapapun,
tetapi juga bilamana pemenuhannya tidak mungkin atau terlalu
berat untuk dilakukan sendiri oleh debitur.
c. Ketidakmampuan bukan resiko debitur. Menurut Inspaning
Theori, bahwa overmacht ada apabila debitur telah cukup
berusaha, tetapi berhalangan untuk berprestasi. Ajaran ini
berpendapat bahwa ketidakmampuan untuk memberikan prestasi
diluar kesalahan debitur. Overmacht dimulai pada saat kesalahan
berakhir.
Sedangkan Risico Theorie menyatakan, tidak selamanya demikian,
karena walaupun debitur telah cukup berusaha, kalau keitdak mampuan itu
sebagai akibat dari suatu sebab. Dalam hal ini debitur harus menanggung
risikonya.
6. Akibat Adanya Force Majeure
Salim H.S., mengemukakan tiga akibat dari keadaan memaksa, yaitu:
Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
Beban risiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara;
Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi
hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontraprestasi,
kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.22
Ketiga akibat tersebut lebih lanjut dibedakan menjadi dua macam,
yaitu pada akibat keadaan memaksa absolut, yaitu akibat butir a dan c,dan
akibat keadaan memaksa relatif, yaitu akibat butir b. Namun, Perlu
22
Salim H.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2001),
h,.184-185.
28
digarisbawahi bahwa hak kreditur. Dalam force majeure sama sekali tidak
dihilangkan, hanya saja jangka waktu pemenuhan hak tersebut
diperpanjang untuk memberi kolonggaran bagi pihak debitur.
A. Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUHPer)
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.
Bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan
itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu
disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat
dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk
kepadanya”.
B. Beban risiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa
sementara; ini disebabkan karena sebenarnya masih ada kemungkinan
untuk memenuhi prestasi dalam kontrak tersebut, tetapi karena suatu
keadaan menyebabkan penyerahan tersebut terhambat, misalnya
barang yang seharusnya diangkut melalui darat, tetapi jalan satu-
satunya yang dapat dilalui untuk mengantar barang tersebut tertutup
karena terjadi tanah longsor yang menutupi jalan, sehingga presatsi itu
sebenarnya masih bisa dipenuhi jika jalan tersebut sudah tidak tertutup
tanah longsor.23
C. Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi
hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontras prestasi,
kecuali untuk yang disebut dalam pasal 1460 KUH Perdata. “Jika
barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka
sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli,
meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak
menuntut harganya”.
Dalam pasal 1444 KUHPerdata dijelaskan tentang musnahnya barang
yang terutang. “Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan
musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui
23
Ahmad Miru, Hukum Kontrak& Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007), h., 77.
29
sama sekali apakah barang itu masih ada, atau tidak, maka hapuslah
perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan
debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan meskipun
debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak
ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan
tetap hapus jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama
di tangan kreditur, seandainya barang tersebut sudah diserahkan
kepadanya. Debitur diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga
yang dikemukakannya. Dengan cara bagaimanapun suatu barang
hilang atau musnah, orang yang mengambil barang itu sekali-kali
tidak bebas dan kewajiban untuk mengganti harga”24
B. Force Majeure Menurut Hukum Perjanjian Islam
1. Pengertian Force Majeure dalam Hukum Perjanjian Islam
Overmacht atau force majeure dalam hukum Islam adalah Al-
Dharurah, berasal dari kata dharra, yadhurru yang artinya merusak dan
memberikan mudarat. Atau sangat memaksa/kebutuhan yang amat
mendesak apabila tidak dipenuhi. konsepsi ini memberikan pengertian
bahwa manusia harus dijauhkan dari idhrar (tindak menyakiti), baik oleh
dirinya maupun orang lain, dan tidak semestinya ia menimbulkan bahaya
(menyakiti) pada orang lain.
Namun Dharar (Kemudharatan) secara etimologi adalah berasal dari
kalimat "adh Dharar" yang berarti sesuatu yang turun tanpa ada yang
dapat menahannya. Sedangkan Dharar secara terminologi menurut para
ulama ada beberapa pengertian diantaranya adalah:25
a. Dharar ialah posisi seseorang pada suatu batas dimana kalau tidak
mau melanggar sesuatu yang dilarang maka bisa mati atau nyaris mati.
24
Overmacht dalam Perikatan diakses pada 5 Agustus 2018 Pukul 22.15 WIB, dari
http://www.npslawoffice.com/overmacht-dalam-perikatan/ 25
Arif Wisnu Wardana, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Overmacht dalam Perjanjian
Mudharabah….”, (Yogyakarta: Skripsi Universitas Islam Indonesia, 2017), h., 38.
30
Hal seperti ini memperbolehkan ia melanggarkan sesuatu yang
diharamkan dengan batas batas tertentu.
b. Abu Bakar Al Jashas, mengatakan “Makna Dharar disini adalah
ketakutan seseorang pada bahaya yang mengancam nyawanya atau
sebagian anggota badannya karena ia tidak makan.”
c. Menurut Ad Dardiri, “Dharar ialah menjaga diri dari kematian atau
dari kesusahan yang teramat sangat”.
d. Menurut sebagian ulama dari Madzhab Maliki, “Dharar ialah
mengkhawatirkan diri dari kematian berdasarkan keyakinan atau
hanya sekedar dugaan.”
e. Menurut Asy Suyuti, “Dharar adalah posisi seseorang pada sebuah
batas dimana kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang
maka ia akan binasa atau nyaris binasa.
Jadi, Dharar disini menjaga jiwa dari kehancuran atau posisi yang
sangat mudharat sekali, maka dalam keadaan seperti ini kemudaratan itu
membolehkan sesuatu yang dilarang. Berdasarkan pendapat para ulama di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa Dharar adalah kesulitan yang sangat
menentukan eksistensi manusia, karena jika ia tidak diselesaikan maka
akan mengancam agama, jiwa, nasab, harta serta kehormatan manusia.
2. Dasar Hukum Force Majeure dalam Hukum Perjanjian Islam
A. Pengaturan Force Majeure menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an Surat Al- Baqarah (ayat) 280, yang berbunyi :
ر لكم إن قوا خي وإن كان ذو عسرة ف نظرة إل ميسرة وأن تصد
تم ت علمون كن Artinya : "Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
31
Dari dalil yang dikemukakan di atas berkaitan dengan keadaan
terpaksa atau Overmacht dan menunjukkan bahwa hukum Islam
memiliki sifat dinamis (harakah) dalam artian tetap sesuai dengan
perkembangan zaman terutama dalam ruang lingkup muamalah.26
Al-Qur’an surat Al-Qashas ayat 77 yang berbunyi :
ار الخرة ول تنس نصيبك من الد ن يا اواب تغ فيما آتك الل الد
إليك ول ت بغ الفساد ف وأ الل إن الرض حسن كما أحسن الل
ب المفسدين ل يArtinya : “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu. Tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di
dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sungguh, Allah itu tidak senang kepada orang-orang yang membuat
kerusakan.”
B. Pengaturan Force Majeure Menurut Hadist
Merujuk kepada hadits Imam al-Bukhari ra. “ Barangsiapa yang
memudharatkan (orang lain), maka Allah akan memudharatkannya, dan
barang siapa yang meyusahkan (orang lain). Maka Allah
menyusahkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)27
“Kalau kamu menagih seseorang yang sedang kesulitan, maka
bebaskanlah utangnya, semoga Allah juga kelak akan membebaskan
kita (dari dosa-dosa kita). Maka ketika ia berjumpa dengan Allah, maka
Allah pun benar-benar membebaskannya.” (HR. Al Bukhari dan
Muslim dari sahabat Abu Hurairah).
26
Rezki Amelia Hardiningtias, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Overmacht dalam
Perjanjian Borongan”, (Surabaya: Skripsi UIN Sunan Ampel, 2014) h., 23. 27
Muliadi kurdi, Ushul Fiqh Sebuah Pengenalan Awal, (Aceh: Lembaga Naskah Aceh
(NASA), 2015), h., 393.
32
ي وم القيامة ت هت ظل عر من انظر معسرااووضع له اظله اللي وم ل ظل ال ظله شه
Artinya: “Barang siapa yang mau memberi tangguhan kepada orang yang
sedang kesulitan atau bahkan membebaskannya, maka Allah akan
menaunginya di bawah naungan „Arsy-Nya di hari tiada naungan selain
naungan-Nya.” (HR. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
anhu dan dishahihkan Al Albani dalam Shahihut Targhib no. 909)28
3. Macam-Macam Force Majeure Menurut Hukum Islam
A. Force Majeure Absolut
Karakterisitik Force Majeure yang merupakan suatu bencana atau
musibah adalah sebuah keadaan darurat yang secara hukum akan
berimplikasi kepada munculnya berbagai aturan untuk menghilangkan
ataupun setidaknya mengurangi kondisi darurat tersebut. Seorang
pengusaha misalnya dilarang keras untuk menimbun kebutuhan
makanan pokok karena tindakan tersebut dapat menimbulkan
kemudaratan yang besar bagi masyarakat. Begitu pula dalam hal Force
Majeure ini misalnya, seorang kreditur tidak layak membebankan
debitur yang tertimpa musibah berat dengan beban yang sama saat
debitur belum mengalami musibah itu. Bahkan jika dianggap perlu,
kontrak dapat dibatalkan untuk menghilangkan beban tambahan bagi
debitur dalam keadaan darurat tersebut. Kaidah dibawah ini cocok
digunakan pada Force Majeure kategori absolut dimana kontrak tidak
mungkin dilanjutkan kembali.
Artinya :“Kerugian harus dihilangkan.”
28
Ceisa Sandrina Pranindira, ”Analisis Penyelesaian Force Majeure dalam Produk
Pembiayaan Pada Bank Syariah”, (Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2016), h., 27.
33
Konsepsi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus
dijauhkan dari idhrar (tindakan menyakiti), baik oleh dirinya sendiri
maupun oleh orang lain, dan tidak semestinyaia menimbulkan bahaya
(menyakiti) bagi orang lain.29
B. Force Majeure Relatif
Sementara itu, untuk Force Majeure kategori relatif, dimana
pelaksanaan isi kontrak sebenarnya masih dapat dilakukan walaupun
akan sangat menyulitkan, maka dalam hal ini kaidah kaidah dibawah ini
lebih tepat. Makna kaidah tersebut adalah bahwa jika terjadi suatu
kondisi yang menyulitkan dimana pelaksanaan sebuah hukum lebih
berat dan menyulitkan dibandingkan kebiasaan, maka syariah akan
memberikan keringanan sehingga seorang mukalaf dapat melaksanakan
hukum tersebut tanpa kesukaran. Misalnya seorang muslim yang
sedang dalam perjalanan boleh melaksanakan salat dengan cara qasar
atau jamak. Adapun dalam hal Force Majeure ini misalnya, jika terjadi
suatu hal yang menyebabkan debitur kesulitan memenuhi prestasi
sebagaimana biasanya, maka harus ada keringanan semacam
perpanjangan jangka waktu atau yang sejenisnya.
Artinya :“Kesukaran mendatangkan kelonggaran”.
Adapun penjelasan makna kaidah diatas secara bahasa al-
masyaqqat berarti al-ta’b (kelelahan, kepenatan, dan keletihan),
sedangkan arti terminologi kata al-taysir adalah al-subulat (gampang,
mudah, dan ringan), dan al-lunuyat (lunak, halus, dan ramah).
Adapun makna secara terminologi kaidah diatas adalah hukum
yang praktiknya menyulitkan mukallaf; dan pada diri dan sekitarnya
terdapat kesulitan, maka syari’at meriangkannya sehingga beban
29
Nashr Farid, Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawaid
Fiqhiyyah, (Jakarta: AMZAH, 2009), h., 17.
34
tersebut berada dibawah kemampuan mukallaf tanpa kesulitan dan
kesusahan.30
Force Majeure merupakan keadaan darurat sekaligus menyulitkan
sehingga dapat dikaitkan dengan kaidah yang lebih khusus lagi,
sebagaimana dalil yang dipakai oleh teori keadaan yang memberatkan
(masyaqqah) dalam hukum Islam. Dasar hukum dari konsep keadaan
yang memberatkan ini adalah kaidah fikih sebagai berikut:
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Force Majeure
dipandang dari perspektif kaidah fikih telah memenuhi nilai-nilai yang
diinginkan dalam kaidah kaidah tersebut.31
4. Force Majeure Al-Jawa’ih
Teori al-Jawa’ih terdapat dalam akad Jual beli salam. Akad salam
adalah transaksi jual-beli barang tertentu antara pihak penjual dan pembeli
sebesar harga pokok ditambah nilai keuntungan yang disepakati, dimana
waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sementara
penyerahan uang dibayarkan dimuka (secara tunai). Dalam hal apabila
komoditas yang ditransaksikan berupa buah ataupun hasil pertanian
lainnya, apabila buah dan hasil pertanian tersebut sudah terlihat matangnya
maka sudah boleh diperjual-belikan dengan sistem salam, dimana pembeli
membayar terlebih dahulu sedangkan barang diserahkan penjual setelah ia
menjadi matang sempurna.32
Namun, apabila pada masa pematangan tersebut terjadi bencana
(ja’ihah) di luar kekuasaan kedua belah pihak sehingga buah ataupun hasil
pertanian yang diperjualbelikan menjadi rusak sebagian ataupun
30
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), h., 139. 31
M. Rifqi Hidayat, “Analisis Hukum Kontrak Syariah Terhadap Klausul Force Majeure
dalam Akad Murabahah”, (Banjarmasi: Tesis UIN Antasari, 2015), h., 104. 32
Muhammad Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin, “Tinjauan Hukum Kontrak Syariah
Terhadap Ketentuan Force Majeure dalam Hukum Perdata”, Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan
Pemikiran, Vol. !7, No. 1, (Juni: 2017), h., 39.
35
keseluruhan, maka kerugian akan ditanggung oleh penjual. Ketentuan
tentang al-Jawa’ih ini didasarkan kepada hadis yang berbunyi:
لوبعت من اخيك ثرا فأصا صلى الل عليه وسلم: قال رصول الل ئا ل لك أن تأ خذمنه شي ب تخذمال أخيك ب ته جائحة,فلي
ى؟ بغيحقArtinya :“ Jika engkau menjual buah kepada saudaramu, lalu terkena bencana,
maka tidak halal bagimu mengambil sesuatu pun darinya. Dengan (imbalan) apa
engkau mengambil harta saudaramu dengan tanpa hak?”33
Berdasarkan teori tentang alJawa’ih tersebut, maka dapat terlihat
kontradiksi diantara keduanya. Yaitu bahwa dalam al-Jawa’ih, penjual
selaku debitur lah yang bertanggung jawab, kewajiban pembeli hanyalah
membayar harga yang telah dikurangi dari akad awal sesuai dengan
kerusakan yang terjadi pada objek akibat bencana tersebut. Sedangkan
dalam Force Majeure, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1244 dan
1245 KUH Perdata, debitur tidak dapat dimintai pertanggung jawaban dan
tidak dapat dianggap wanprestasi. Kewajiban debitur untuk menunaikan
prestasi telah gugur sehingga kreditur tidak berhak lagi menuntutnya.
33
Imam Muslim, Shahih Muslim, Vol. III, (Beyrouth: Dar al-Fikr, 1993), h., 33.
36
BAB III
FORCE MAJEURE DALAM PUTUSAN PENGADILAN
A. Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks
1. Deskripsi Perkara
Pada hari Jumat tanggal 27-11-2013 Hajjah Andi Syamsiar. bertempat
tinggal di BTN Citra Daya Permai 1 Blok B. 7/1. Kelurahan Sudiang
Raya, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar mengadakan perikatan
(akad pembiayaan murabahah1) dengan Perseroan Terbatas PT. Bank BNI
Syariah, yang bertempat di jalan Perintis Kemerdekaan Ruko Daya Nomor
8, Kelurahan Daya, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar di hadapan
Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, Sarjana Hukum, berkedudukan di
Kota Makassar.
Hajjah Andi Syamsiar, dalam perjanjian tersebut menjaminkan kepada
PT. Bank BNI Syariah, yaitu agunan sebidang tanah yang berdiri di atas
Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 23251/Sudiang Raya, sebagaimana
diuraikan dalam Surat Ukur, tertanggal 18-06-2007, Nomor 04314/2007,
seluas 217 m2 (dua ratus tujuh belas meter persegi), Nomor Identifikasi
Bidang Tanah (NIB) : 20.01.11.06.3.2325), yang diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan Kota Makassar tertanggal 24-07-2007, Sertipikat mana terakhir
terdaftar atas nama Hajjah Andi Syamsiar.
Dalam perikatan tersebut Hajjah Andi Syamsiar mendapatkan realisasi
pembiayaan (harga perolehan) dari PT. Bank BNI Syariah Rp
200.000.000,00. (dua ratus juta rupiah), total pengembalian angsur (bi
tsaman ajil) kepada Tergugat sebesar Rp 344.000.000,00. (tiga ratus empat
puluh empat juta rupiah), maka harga keuntungan (marjin) PT. Bank BNI
1 Akad Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayamya dengan harga yang lebih sebagai laba.
37
Syariah sebesar Rp 144.000.000,00. (seratus empat puluh empat juta
rupiah).2
Jangka waktu pelunasan pembiayaan kepada PT. Bank BNI Syariah
dilakukan secara angsuran dengan jangka waktu pembayaran 60 (enam
puluh) bulan, terhitung sejak 27-11-2013 sampai dengan 26-11-2018.
maka keharusan Hajjah Andi Syamsiar melakukan pembayaran angsuran
sebesar Rp 5.735.833,00. (lima juta tujuh ratus tiga puluh lima delapan
ratus tiga puluh tiga rupiah) setiap bulannya, waktu mana ditetapkan
paling lambat tanggal 25 setiap bulannya dimulai sejak bulan Desember
2013. Hal mana pembayaran angsuran dilakukan dengan pemindah bukuan
via rekening nomor 0319370969 (Bank BNI Syariah Mikro Veteran
Makassar) atas nama Hajjah Andi Syamsiar.3
Pada bulan Agustus tahun 2014 usaha Klinik Herbal Hajjah Andi
Syamsiar mulai menurun, karena Hajjah Andi Syamsiar merasa para
pelanggan beralih menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) yang ditetapkan pemerintah pada tanggal 18 Januari 2013.
Hajjah Andi Syamsiar mengalami kerugian yaitu stock barang/herbal
mengalami kerusakan (kadaluarsa). segala upaya telah dilakukan oleh
Hajjah Andi Syamsiar untuk menyelamatkan usahanya. Namun Hajjah
Andi Syamsiar hanya dapat melakukan pembayaran angsuran berjalan
secara lancar sampai dengan bulan Juli tahun 2014.
Pada tanggal 9 Januari 2015 Hajjah Andi Syamsiar mendapatkan surat
teguran keras (somasi) dari PT. Bank BNI Syariah untuk segera melunasi
kewajiban angsuran/total tunggakan selama empat bulan sebesar Rp
16.321.203,00 (enam belas juta tiga ratus dua puluh satu ribu dua ratus tiga
rupiah), itikad baik Hajjah Andi Syamsiar untuk melunasi tunggakannya
tanggal 25 Februari 2015 (setoran tunai tertanggal 25 Februari 2015
2 Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 2. 3 Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Maassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 3.
38
sebesar Rp16.365.000,00.(enam belas juta tiga ratus enam puluh lima ribu
rupiah).
Selanjutnya Penggugat mendapatkan lagi peringatan-peringatan dari
PT. Bank BNI Syariah secara tertulis; tertanggal 4 Juni 2015 Perihal Surat
Peringatan I tunggakan sebesar Rp17.095.358,00.(tujuh belas juta
sembilan lima ribu tiga ratus lima puluh delapan rupiah), tertanggal 12
Juni 2015 Perihal Surat Peringatan II tunggakan menjadi sebesar Rp
22.828.689,00.(dua puluh dua juta delapan ratus dua puluh delapan ribu
enam ratus delapan puluh sembilan rupiah), tertanggal 23 Juni 2015
Perihal Surat Peringatan III mengharuskan penyelesaian/melunasi seluruh
kewajiban (total) Rp 192.336.525,00.(seratus sembilan puluh dua juta tiga
ratus tiga puluh enam ribu lima ratus dua puluh lima rupiah).4
Hajjah Andi Syamsiar masih dapat membayar sebahagian tunggakan
sebagaimana tercantum pada somasi peringatan peringatan tersebut dengan
setoran tunai tertanggal 16/06/2015 Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah)
dan tertanggal 31/07/2015 Rp100.000,00. (seratus ribu rupiah).
Sebelumnya Hajjah Andi Syamsiar telah mengajukan Surat kepada
PT. Bank BNI Syariah perihal pembebasan kewajiban hutang, tertanggal
23 Desember 2014, tertanggal 7 Februari 2015, tertanggal 10 Februari
2015, tertanggal 29 Juli 2015, pada inti permohonannya agar seluruh
kewajiban atas beban hutang dibebaskan dengan dasar alasan usaha
Penggugat tergolong peristiwa sebagai keadaan memaksa (force majeure)
sesuai bunyi Pasal 17 tertuang di akad Pembiayaan Murabahah yang
dibuat dihadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, Sarjana
Hukum, dengan akte nomor 103 yang disepakati bersama.5
Meskipun Hajjah Andi Syamsiar sudah berupaya memenuhi
kewajiban dengan meminta petunjuk, saran, arahan serta pembinaan dari
4 Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Maassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 4. 5 Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Maassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 5.
39
pihak PT. Bank BNI Syariah dan meminta restrukturisasi/perubahan
schedule dengan pembayaran separuh dari gaji Penggugat sebagai pegawai
negeri. Namun pihak PT. Bank BNI Syariah hanya mengarahkan dan
menunjukkan beberapa bank lain untuk meng-take over pinjaman
Penggugat dan memaksa melunasi kewajiban.
Akan tetapi PT. Bank BNI Syariah tetap mengirimkan perihal Surat
Pemberitahuan jadwal Lelang hari Rabu, tanggal 23 Desember 2015 dari
Turut PT. Bank BNI Syariah kepada Hajjah Andi Syamsiar, S.K.M.,
M.Kes. binti A. Ilyas. Terlampir lembaran Pengumuman Lelang I (dengan
limit lelang Rp 312.600.000,00.(tiga ratus dua belas juta enam ratus ribu
rupiah), uang jaminan Rp 63.000.000,00.(enam puluh tiga ribu ribu juta
rupiah.
2. Pertimbangan Hukum Hakim
Pokok sengketa perkara ekonomi syariah tersebut, yang menjadi
permasalahan hukum ialah:6 (a) apakah benar dan terbukti secara sah dalil-
dalil Penggugat yang menyatakan Tergugat dan Turut Tergugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad), karena
bermaksud melelang objek hak tanggungan sementara Penggugat dalam
kondisi force mayeur; (b) Apakah benar dan terbukti secara sah dalil-dalil
Tergugat yang menyatakan Penggugat telah melakukan wanprestasi
(mukhalafatus syuruth).
Dalam menemukan hukum atas permasalahan tersebut, majelis Hakim
Pengadilan Agama Makassar telah memeriksa keseluruhan dalil-dalil
gugatan dan jawaban, demikian juga surat-surat bukti yang diajukan dan
tanggapan masing-masing atas surat-surat bukti para pihak.
Di antara keseluruhan dalil Penggugat dan Tergugat, yang menjadi
dasar pertimbangan pokok untuk memutus perkara ini ialah Akad
Pembiayaan Murabahah yang dibuat oleh kedua belah pihak, meskipun
6 Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Maassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 58.
40
demikian majelis hakim tetap mempertimbangkan keseluruhan alasan
hukum yang diajukan, karena pengadilan memeriksa dan mengadili
perkara demi keadilan, atau tidak sekedar menjadi corong Undang-
Undang.
Terkait isi petitutum Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang
dilakukan Tergugat menurut Penggugat, dalam hal ini Majelis Hakim
mengkaji suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) adalah
kondisi objektif yang dalam perspektif hukum perdata berdasar pada
ketentuan Pasal 1365 BW. memuat persyaratan sebagai berikut : “Setiap
perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian
pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”.7
Menurut teori hukum, perbuatan melawan hukum harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Perbuatan yang melawan hukum yaitu suatu perbuatan yang
melanggar hak subjektif orang lain atau yang bertentangan dengan
kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam
undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan
sebagai melawan undang-undang.
b. Harus ada kesalahan, baik yang dapat diukur secara objektif (pelaku
adalah orang yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum)
maupun subjektif (pelaku dapat mengetahui akibat-akibat dari
perbuatannya)
c. Harus ada kerugian yang ditimbulkan, baik dalam bentuk kerugian
materil maupun moril. Menimbang, bahwa menjadi pertanyaan: siapa
sebenarnya yang tertimpa kerugian dalam kasus ini, apakah pihak
Penggugat yang tidak melakukan pembayaran angsuran hutang
sebagaimana mestinya, atau pihak Tergugat yang telah memberikan
pinjaman atas permohonan Penggugat sebagai Nasabah.
7 Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Maassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 59.
41
Melihat beberapa teori yang ada Majelis Hakim menganggap
melakukan pelelangan terhadap Penggugat yang dilakukan Tergugat
tersebut merupakan bukan sebagai perbuatan melawan hukum, justru
sebaliknya tindakan Tergugat tersebut adalah berdasar hukum yaitu
menjalankan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 Akad Pembiayaan
Murabahah yang telah telah menjadi disepakati bersama. Kemudian
daripada itu yang menanggung beban kerugian dalam perkara ini ialah
Tergugat, karena Penggugat tidak melaksanakan ketentuan Pasal 14 huruf
(a) Akad Pembiayaan Murabahah.8
Adapun isi petitum gugatan penggugat yaitu permohonan kepada
Majelis Hakim untuk membebaskan penggugat dari seluruh kewajiban
pembayaran pembiayaan murabahah karena terjadinya keadaan memaksa
(force mayeur), sedangkan dalam pertimbangannya Majelis Hakim
menyatakan “Force mayeur merupakan kondisi objektif yang harus dapat
dibuktikan dengan fakta hukum. Sehingga seseorang menurut hukum,
tidak dibenarkan menyatakan diri berada dalam kondisi force mayeur
tanpa fakta hukum tersebut”.9
Melihat fakta hukum yang dimaksud adalah suatu keadaan bahaya
yang berlangsung secara massif, atau menurut keterangan resmi otoritas
yang berwenang menyatakan telah terjadi kondisi force mayeur. Sehingga
menurut Majelis Hakim kondisi force mayeur yang dialami penggugat
hanyalah sebatas alasan, bukan keadaan memaksa yang sesungguhnya,
sehingga dengan demikian menurut hukum objek hak tanggungan
sebagaimana tersebut dalam Akta Pembiyaan Murabahah, dapat dijual
lelang oleh Tergugat untuk menutupi kelalaian Penggugat menjalankan
kewajibannya.
Di dalam Akad Pembiayaan Murabahah tersebut tidak terdapat suatu
klausula perjanjian yang memuat ketentuan jika usaha Penggugat
8 Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 60. 9 Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 62.
42
mengalami kerugian atau hal lain di luar kekuasaan Penggugat, maka
Penggugat dapat dibebaskan demi hukum dari seluruh kewajiban.10
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1253 KUHPerdata yang menyatakan
suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa
yang mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara
menangguhkan berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu,
maupun dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi
tidaknya peristiwa itu.11
Dalam hal terjadinya wanprestasi oleh Penggugat, maka ketentuan
yang berlaku ialah Pasal 13 yakni : Menyimpang dari jangka waktu yang
telah ditentukan dalam akad ini, Bank dapat mengakhiri jangka waktu
pembiayaan dengan mengenyampingkan ketentuan Pasal 1266 dan 1267
KUHPerdata, sehingga Nasabah wajib membayar seketika dan sekaligus
seluruh hutangnya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh Bank
kepada Nasabah, apabila Nasabah dinyatakan cidera janji (wanprestasi).
Terkait petitum gugatan agar Tergugat mengembalikan hak agunan,
bahwa terhadap agunan tanah berikut bangunan rumah, dengan SHGB No.
23251 yang terletak di Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya,
Kota Makassar; dengan nilai tanggungan peringkat I sebesar Rp
250.000.000, terikat dengan Sertipikat Hak Tanggungan No. 11553 / 2013,
sehingga tidak terdapat alasan hukum untuk mengembalikan agunan
tersebut, sebelum Penggugat menjalankan kewajiban sebagaimana tersebut
dalam Akad.12
Proses pelelangan atas objek hak tanggungan dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat menurut penggugat, hanya
saja menurut pandangan Majelis Hakim apabila syarat dan ketentuan
pelelangan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan, maka
10
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 63. 11
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1253 BW. 12
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 64.
43
pelelangan dimaksud adalah sah dan mengikat sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 14 tahun 1996 Pasal 21 yang menyatakan “Apabila
pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit/cidera janji, pemegang Hak
Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehya dari
perjanjian ini ataupun Undang-Undang ini.13
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka majelis hakim
mengambil kesimpulan:
a. Gugatan Penggugat tentang terjadinya perbuatan melawan hukum
(onrechmatige daad) oleh Tergugat, adalah tidak terbukti.
b. Alasan hukum Penggugat (legal standing) yang menyatakan dirinya
dalam kondisi force mayeur adalah tidak terbukti.
c. Jawaban Tergugat yang menyatakan Penggugat telah melakukan
wanprestasi, adalah terbukti, karena Penggugat menunggak
pembayaran kewajibannya terhadap Tergugat terhitung sejak bulan
September 2015.
3. Amar Putusan Hakim
Pengadilan Agama Makassar perkara ekonomi syariah pada tingkat
pertama dengan Nomor Perkara 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks telah
menjatuhkan putusan dalam perkara atas nama Penguggat Hajjah Andi
Syamsiar, S.K.M., M.Kes. binti A. Ilyas bertempat tinggal di BTN Citra
Daya Permai 1 Blok B. 7/1. Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan
Biringkanaya, Kota Makassar dengan Tergugat Perseroan Terbatas PT.
Bank BNI Syariah, yang bertempat di jalan Perintis Kemerdekaan Ruko
Daya Nomor 8, Kelurahan Daya, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar
di hadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, Sarjana Hukum,
berkedudukan di Kota Makassar.14
13
Lihat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1996 Pasal 21 tentang Pemberian Hak
Tanggungan. 14
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 1.
44
Pengadilan Agama Makassar setelah mempelajari berkas perkara,
setelah memperhatikan barang bukti yang diajukan dalam persidangan,
setelah mendengar keterangan saksi-saki, keterangan para penguggat
maupun tergugat dengan menyatakan dalam perjanjian akad murabahah
nomor xxxx tidak dapat dikatakan sebagai keadaan memaksa (force
majeure) disebabkan karena penggugat tidak dapat menyertakan surat-
surat dan bukti yang kongkret tentang terjadinya kondisi force majeure.
Sehingga Majelis Hakim menyatakan keadaan force majeure penggugat
tersebut hanyalah sebatas alasan untuk dibebaskan dari pembiayaan
murabahah Nomor xxxx.15
Dalam pokok perkara yang terjadi sebaliknya yaitu penggugat terbukti
telah melakukan wanprestasi karena Penggugat menunggak pembayaran
kewajibannya terhadap Tergugat terhitung sejak bulan September 2015,
maka dalam hal ini penggugat dinyatakan sebagai pihak yang kalah.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 192 ayat (1) R.Bg yang menyatakan
penggugat sebagai pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya
perkara. Oleh karena itu Majelis Hakim menghukum penguggat untuk
membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam hal
ini berjumlah Rp 881.000,00 (delapan ratus delapan satu ribu rupiah).16
B. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 14/Pdt.Sus-
PHI/2014/PN.Pal
1. Deskripsi Perkara
Perkara antara penggugat I berkedudukan sebagai karyawan PT
Kumala Mining yaitu Idrus Awali yang bertempat tinggal di Desa
Salabenda, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai serta Penggugat II yang
berkedudukan sebagai Karyawan PT. Kumala Mining yaitu Tasman. B
yang bertempat tinggal di Desa Hiong, Kecamatan Nuhon, Kabupaten
15
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 62. 16
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 65.
45
Banggai. Dalam hal ini memberikan kuasa kepada Felicius Manurung, SH
yang beralamat dan berkantor di Jl. Setia Budi Lrg. Delima No. 19 B Palu,
Melawan PT Kumala Mining yang beralamat di jalan Koridor Nikel
Bunta, Kec. Bunta Kab. Banggai dan selajutnya disebut Tergugat.17
Para Penggugat merupakan karyawan permanen Tergugat yang
bergerak dibidang Tambang dengan penerimaan upah dari Tergugat
berkisar Rp 900.000,- (sembilan ratus ribu rupiah) sampai Rp 6.000.000,-
(enam juta rupiah) . Sengketa timbul bermula pada bulan Desember 2013,
ketika terbit surat tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap
seluruh karyawan PT . Kumala Mining oleh pihak Tergugat.18
Ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja ini pada prinsipnya Para
penggugat dapat menerima, namun pada saat pelaksanaan pembayaran
pesangon dan hak-hak normatif buruh, ternyata tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, Penggugat pun mencoba
melakukan perundingan dengan pihak Tergugat berkaitan dengan
pembayaran pesangon dan hak-hak lainnya namun tetap tidak ada
kesepakatan, karena tidak adanya kesepakatan tersebut maka para
Penggugat mengadukan permasalahan perselisihan ini ke Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi yang bertanggung jawab di bidang
Ketenagakerjaan.
Pada tanggal 28 Januari 2014, tanggal 07 Pebruari 2014, tanggal 17
Pebruari 2014 dan tanggal 28 Mei 2014 baik penggugat maupun tergugat
dipanggil secara layak oleh pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
untuk melakukan mediasi oleh Mediator Hubungan Industrial Propinsi
Sulawesi Tengah namun masih tidak tercapai kesepakatan. Oleh karena itu
penggugat mencoba mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial Kota Palu, Dalam hal ini para Penggugat menuntut hak-hak
17
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 1. 18
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 2.
46
normatif yang harus dibayarkan oleh tergugat kepada para penggugat
sesuai dengan ketentuan Undang-Undangan Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.19
Akan tetapi, dalam bantahannya, Tergugat memaknai bahwa
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap seluruh karyawannya di
karenakan terbitnya Peraturan Menteri dan Sumber Daya Mineral Nomor
07 tahun 2012 tanggal 06 Februari 2012 jo. Surat Dari Menteri
Perdagangan RI Nomor 04/M-Dag/ED/12/2013 tertanggal 09 Desember
2013 yang berbunyi yang dapat dikatagorikan sebagai bentuk ”force
majeure”.20
Melihat perkembangan ilmu hukum saat kini kalimat atau kata force
majeure tidaklah dapat diartikan semata-mata hanya karena perusahaan
mengalami bencana alam, kebakaran, huru hara. Tetapi memaknai lebih
lanjut semestinya keluarnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral No. 07 Tahun 2012 tanggal 06 Februari 2012 Jo. Surat dari 2013
seyogyanya dipandang pula merupakan bahagian dari arti force majeure.
Dalam mendukung alasan force majeure tersebut Tergugat mengutip
doktrin Rahmat, S.S Soemadipraja dalam bukunya yang berjudul
Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa yang menuliskan Force
majeure berdasarkan penyebab, yaitu suatu keadaan memaksa yang
disebabkan oleh karena sesuatu keadaan dimana terjadi perubahan
kebijakan pemerintah atau hapus dan atau dikeluarkannya kebijakan yang
baru yang mana berdampak pada kegiatan yang sedang berlangsung.
Misalnya dengan dikelauarkannya atau diterbitkannya suatu peraturan
pemerintah.21
Adapun akibat langsung atas peristiwa atau kejadian terhadap suatu
kontrak dapat dikategorikan sebagai force majeure, terdapat dua macam
19
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 3. 20
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 7. 21
Rahmat S.S Soemadipraja Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial
Palu Nomor 14/Pdt. Sus-PHI/2014/PN Pal, h., 8.
47
teori kausalitas yakni: Teori Conditio Sine Qua Non yaitu setiap peristiwa
adalah penting dan menyebabkan akibat, sedangkan Teori Adequate force
majeure adalah suatu peristiwa berdasarkan pikiran orang yang noormal
tidak dapat menduga terjadinya suatu peristiwa yang dikategorikan sebagai
force majeure atau overmacht pada saat dibuatnya perjanjian.22
Keluarnya Peraturan Menteri No. 7/2012 tersebut mengakibatkan
perusahaan tidak dapat mengeksepor nikel ke luar negeri seperti saat
sebelum dibuatnya kontrak dengan karyawan. Sehingga dengan
sedemikian kondisi keuangan perusahaan yang berhenti akibat Peraturan
Menteri tersebut tentu tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan masuk ke
dalam kategori force majeure relatif. Di sisi lain tentu tidak sesuai pula
dengan asas Kepatutan manakala karyawan tetap meminta haknya kepada
perusahaan saat kondisi perusahaan sedang goyah karena dikeluarkannya
peraturan Menteri tersebut. Oleh karena itu dalam peristiwa ini tergugat
merasa telah memberikan hak penggugat sesuai undang-undang berkaitan
peristiwa tidak terduga.
Mengedepankan sebagaimana teori Inspanning atau teori usaha yang
diutarakan oleh J.F.Houwing, Perusahaan tidak dapat diminta
pertanggungjawaban atas prestasinya, manakala perusahaan atau debitur
tidak dapat menyerahkan prestasinya tersebut dikarenakan suatu peristiwa
force majeure atau overmacht. Sedangkan dalam hal ini debitur atau
perusahaan dapat membuktikan bahwa ia telah berusaha semaksimal
mungkin, namun tidak terlepas dari situasi overmacht relative tersebut.
2. Pertimbangan Hukum Hakim
Penggugat dalam perkara tersebut mendalilkan di dalam gugatannya
bahwasannya Tergugat telah melakukan PHK terhadap seluruh karyawan
PT. Kumala Mining yang mengakibatkan para Penggugat mengalami PHK
tanpa diberikan pesangon dan hak-hak lainnya yang seharusnya diterima
22
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 9.
48
berdasarkan ketentuan pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003.23
Tergugatpun di dalam jawabannya tidak secara kongkrit membantah
telah melakukan PHK, Tergugat tanpaknya hanya berbeda pandangan
dengan para Penggugat mengenai Force Majeur sebagai alasan Pemutusan
Hubungan Kerja dan Tergugat menyatakan pernah memberikan uang
pesangon kepada para Penggugat sesuai Pasal 156 (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003, dengan demikian Majelis Hakim akan
mempertimbangkan mengenai Force Majeur dan pembayaran kompensasi
PHK sebagai berikut.
Setelah menelaah seluruh isi gugutan para Penggugat dan tanggapan
Tergugat serta meneliti bukti-bukti yang diajukan kedua belah pihak, maka
persoalan yang paling pokok dan fundamental harus dipertimbangkan
sesuai dengan petitum para Penggugat adalah :
(a) Apakah Tergugat dalam kondisi Force Majeure?
(b) Apakah pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Tergugat
kepada Para Penggugat berdasar hukum?24
Melihat pendapat para ahli yang diajukan Tergugat Prof. Abrar Saleng
antara lain telah mengemukakan sebagai berikut : Keadaan Force Majeur
tidak hanya dapat disebabkan oleh tindakan alam tetapi juga karena adanya
regulasi. Dengan keluarnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 07 Tahun 2012 dan Nomor 20 Tahun 2013 serta Surat
Edaran Menteri Perdagangan RI No. 04/M.Dag/ED/12/2013, maka
perusahaan tambang PT. Kuala Mining berada dalam keadaan Force
Majeure.25
Sedangkan jika melihat para ahli yang diajukan oleh penggugat adalah
mediator dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi
23
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 20. 24
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 19. 25
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 20.
49
Tengah yang pada pokoknya hanya megemukakan pendapatnya
berdasarkan ketentuan pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 bahwa PHK yang terjadi adalah karena efisiensi dimana
kelihatannya perusahaan tidak tutup, padahal jika mencermati putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011 jelas bahwa efisiensi tanpa
penutupan perusahaan tidak dapat dijadikan alasan melakukan PHK.
Berdasarkan uraian di atas majelis hakim membuat pertimbangan
bahwasannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Republik
Indonesia No. 07 tahun 2012 dan No. 20 tahun 2013, yang secara yuridis
membuktikan adanya larangan kepada pengusaha tambang untuk
melakukan ekspor bahan mentah mineral yang mengakibatkan Tergugat
sangat kesulitan berproduksi dan melakukan ekspor biji mineral. Dengan
demikian Majelis Hakim berpendapat berdasarkan hukum Tergugat
melakukan PHK terhadap para penggugat dengan alasan mengalami Force
Majeure.26
Hanya saja Hakim berpandangan sesuai ketentuan pasal 156 (1)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa:
Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima. Dikarenakan prakarsa PHK
berasal dari Tergugat dan berdasarkan sesuai ketentuan pasal 156 ayat (1)
di atas serta demi pertimbangan keadilan, maka meskipun Tergugat dalam
keadaan Force Majeure sewaktu melakukan PHK maka sepatutnya
Tergugat masih tetap diwajibkan untuk membayar uang kompensasi atas
Pemutusan Hubungan Kerja tersebut.27
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim
berpendirian bahwa uang kompensasi yang harus diterima oleh para
Penggugat sebagaimana dimaksud dalam pasal 164 (1) yaitu memperoleh
26
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 21. 27
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 22.
50
uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 (2) dan uang
penggantian hak sebesar 15% dari pesangon setelah dikurangkan dengan
uang pesangon yang sudah diterima.
3. Amar Putusan Hakim
Berdasarkan uraian di atas serta melihat fakta-fakta hukum yang
terjadi majelis hakim membuat amar putusan yang menyatakan
berdasarkan fakta dan bukti berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Alam Republik Indonesia No. 07 tahun 2012 dan No. 20 tahun 2013,
secara yuridis dapat membuktikan adanya larangan kepada pengusaha
tambang untuk melakukan ekspor bahan mentah mineral yang
mengakibatkan Tergugat sangat kesulitan berproduksi dan melakukan
ekspor biji mineral. Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat
berdasarkan hukum Tergugat melakukan PHK terhadap para penggugat
dengan alasan mengalami Force Majeure.28
Dalam menentukan kompensasi majelis hakim memutuskan
bahwasannya besarnya kompensasi yang harus diterima oleh para
pengugat berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku dan
berdasarkan pemutusan hubungan kerja dengan alasan Force Majeure
yang diatur dalam Pasal 164 (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan yang mengamanatkan bahwa:29
“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau
keadaan memaksa dengan ketentuan pekerja atau buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali, sesuai Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Serta uang
penggantian hak sebesar 15% dari pesangon setelah dikurangkan dengan
uang pesangon yang sudah diterima.”
28
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 21. 29
Lihat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 164 (1) tentang Ketenagakerjaan
51
Sedangkan pembayaran uang cuti, uang efisiensi dan tunjangan hari
raya tidak dapat dikabulkan karena para Penggugat di depan persidangan
tidak mampu membuktikan tuntutannya tersebut.30
Berkaitan Pemutusan Hubungan Kerja karena peristiwa force majeure
dalam hal ini hakim memutuskan hubungan kerja penggugat dan tergugat
putus sejak terbitnya surat Pemutusan Hubungan Kerja dari tergugat,
karena pada prinsipnya penggugat dapat menerima Pemutusan Hubungan
Kerja yang dilakukan tergugat pada akhir bulan Desember 2013.31
30
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 23. 31
Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 25.
52
BAB IV
PARADIGMA BARU TENTANG BENTUK FORCE MAJEURE
A. Kebijakan Pemerintah Sebagai Force Majeuere
Keadaan memaksa atau force majeure merupakan suatu keadaan ketika
debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang disebabkan
adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti gempa bumi,
banjir, tanah longsor, dan lain-lain.1 Namun seiring perkembangan memang
keadaan memaksa tidak hanya dikonstruksikan sebagai bencana alam dan
peperangan akan tetapi berkaitan juga tentang larangan oleh hukum dalam
peraturan baru yang menyebabkan ketidakmungkinan untuk melaksanakan
perjanjian. Munculnya peraturan baru atau perubahan regulasi tersebut
merupakan hal yang terjadi di luar kehendak dan kendali dari para pihak yang
mengikatkan diri dalam perjanjian karena peraturan tersebut dikeluarkan oleh
pemerintah, sehingga hal tersebut dapat dikategorikan sebagai force majeure.
Merujuk perkara nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks, penggugat
menganggap terjadinya wanprestasi oleh penggugat diakibatkan karena
terjadinya force majeure yang sebagaimana kebijakan Peraturan Presiden
nomor 12 Tahun 2013 terkait fasilitas gratis Badan Pelayanan Jasa
Kesehatan(BPJS) mengakibatkan pada bulan Agustus tahun 2014 usaha
Klinik Penggugat mengalami penurunan, Penggugat merasa para pelanggan
beralih menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
yang ditetapkan pemerintah pada tanggal 18 Januari 2013. Penggugatpun
mengalami kerugian yaitu stock barang atau herbal mengalami kerusakan
(kadaluarsa). segala upaya telah dilakukan oleh penggugat untuk
menyelamatkan usahanya. Namun penggugat hanya dapat melakukan
pembayaran angsuran berjalan secara lancar sampai bulan Juli tahun 2014.
Majelis Hakim dalam putusan nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks
mempertimbangkan, bahwasannya dalam hal ini majelis hakim tidak dapat
membenarkan kebijakan pemerintah tersebut sebagai suatu keadaan
1 Salim dan Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, “Perancangan Kontrak&MoU”, h. 110.
53
sedangkan pemohon penggugat tidak dapat membuktikan bahwa secara tegas
kebijakan pemerintah tentang BPJS tersebut telah secara langsung
menyebabkan bankrutnya usaha pemohon penggugat, oleh karena itu dalil-
dalil gugatan pemohon penggugat tentang force majeure harus ditolak.
Sedangkan Jika melihat yurispudensi atau preseden kasus nomor perkara
14/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Pal, antara Penggugat I yang berkedudukan sebagai
karyawan PT Kumala Mining yaitu Idrus Awali yang bertempat tinggal di
Desa Salabenda, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai serta Penggugat II
yang berkedudukan sebagai Karyawan PT. Kumala Mining yaitu Tasman. B
yang bertempat tinggal di Desa Hiong, Kecamatan Nuhon, Kabupaten
Banggai. Dalam hal ini memberikan kuasa kepada Felicius Manurung, SH
yang beralamat dan berkantor di Jl. Setia Budi Lrg. Delima No. 19 B Palu,
Melawan PT Kumala Mining yang beralamat di jalan Koridor Nikel Bunta,
Kec. Bunta Kab. Banggai dan selajutnya disebut Tergugat.2
Para Penggugat merupakan karyawan permanen Tergugat yang bergerak
dibidang Tambang. Sengketa timbul bermula pada bulan Desember 2013 ,
terbit surat tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap seluruh
karyawan PT . Kumala Mining oleh pihak Tergugat.3
Para penggugat prisnsipnya dapat menerima , namun pada saat
pelaksanaan, namun pada saat pelaksanaan pembayaran pesangon dan hak-
hak normatif buruh, ternyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sehingga para penggugat mengadukan permasalahan
ke Suku Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banggai, sekaligus mengadukan ke
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi propinsi Sulawesi Tengah. Setelah itu
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial Kota Palu.
Dalam bantahannya, Tergugat memaknai bahwa Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) terhadap seluruh karyawannya di karenakan terbitnya Peraturan
2 Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 1. 3 Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 2.
54
Menteri dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 tahun 2012 tanggal 06 Februari
2012 jo. Surat Dari Menteri Perdagangan RI Nomor 04/M-Dag/ED/12/2013
tertanggal 09 Desember 2013 yang berbunyi yang dapat dikatagorikan
sebagai bentuk ”force majeure”.
Mengikuti perkembangan ilmu hukum saat ini, istilah hukum force
majeure tidaklah dapat diartikan semata-mata hanya karena perusahaan
mengalami bencana alam, kebakaran, huru hara, yang sifat fisiknya material,
sehingga pemaknaanya diperluas seperti diterbitkanya Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Alam No. 07 tahun 2012 jo. Surat Dari Menteri
Perdagangan RI Nomor 04/M-Dag/ED/12/2013, seyogiayanya dipandang
pula merupakan bagian dari arti force Majeure.4
Peristiwa ataupun kejadian terhadap suatu kontrak dapat dikategorikan
sebagai force majeure, terdapat dua macam teori kausalitas yakni: Menurut
Teori Conditio Sine Qua Non setiap peristiwa adalah penting dan
menyebabkan akibat, sedangkan Teori Adequate force majeure adalah suatu
peristiwa berdasarkan pikiran orang yang noormal tidak dapat menduga
terjadinya suatu peristiwa yang dikategorikan sebagai force
majeure/overmacht pada saat dibuatnya perjanjian.5
Mengutip doktrin Rahmat, S.S Soemadipraja dalam bukunya yang
bertuliskankan: Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa menjelaskan
“Force majeure berdasarkan penyebab”, yaitu suatu keadaan memaksa yang
disebabkan oleh karena sesuatu keadaan dimana terjadi perubahan kebijakan
pemerintah atau hapus dan atau dikeluarkannya kebijakan yang baru yang
mana berdampak pada kegiatan yang sedang berlangsung. Misalnya dengan
dikelauarkannya atau diterbitkannya suatu peraturan pemerintah.6
4 Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 7 5 Muhammad Abdul Kadir, Hukum Perikatatan, Dalam Arsip Salinan Putusan pengadilan
Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-PHI/2014/PN Pal, h., 9. 6 Rahmat, S.S Soemadipraja, “Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa/force
majeure”, dalam Arsip Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 8.
55
Majelis Hakim membuat pertimbangan dan amar putusan yang
menyatakan berdasarkan fakta dan bukti berupa Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Alam Republik Indonesia No. 07 tahun 2012 dan No. 20 tahun
2013, yang secara yuridis membuktikan adanya larangan kepada pengusaha
tambang untuk melakukan ekspor bahan mentah mineral yang mengakibatkan
Tergugat sangat kesulitan berproduksi dan melakukan ekspor biji mineral.
Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat berdasarkan hukum Tergugat
melakukan PHK terhadap para Penggugat dengan alasan mengalami Force
Majeure.7
Akan tetapi sesuai ketentuan Pasal 156 (1) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa “Dalam hal terjadi Pemutusan
Hubungan Kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau
uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima.8
Majelis Hakim dalam menentukan besarnya kompensasi yang harus
diterima oleh para pengugat berdasarkan peraturan perundang undangan yang
berlaku dan berdasarkan pemutusan hubungan kerja dengan alasan Force
Majeure yang diatur dalam Pasal 164 (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan yang mengamanatkan bahwa “Pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa dengan ketentuan
pekerja atau buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4).9 Serta uang penggantian hak sebesar 15% dari pesangon setelah
dikurangkan dengan uang pesangon yang sudah diterima.
7 Dalam Salinan Putusan pengadilan Hubungan Industrial Palu Nomor 14/Pdt. Sus-
PHI/2014/PN Pal, h., 20. 8 Lihat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 156 (1) tentang Ketenagakerjaan.
9 Lihat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 164 (1) tentang Ketenagakerjaan.
56
Menurut hemat penulis Putusan Majelis Hakim nomor
2279/Pdt.G/2015/PA.Mks, sudahlah cukup tepat dalam memutus perkara
tersebut, jika melihat preseden kasus sebelumnya Putusan Pengadilan
Hubungan Industrial Palu Senketa PHK Register Nomor 14/Pdt.Sus-
PHI/2014/PN.Pal tertanggal 30 oktober 2014, Menyatakan sebab akibat
keadaan force majeure tidak hanya dapat disebabkan oleh tindakan alam, huru
hara dan peperangan tetapi juga karena adanya perubahan atau
dikeluarkannya regulasi. Hanya saja regulasi tersebut dapat diakatakan force
majeure, jika debitur ataupun penggugat dapat membuktikan secara tegas
bahwasannya regulasi tersebut melarang pengusaha untuk mengembangkan
usahanya jika tetap dijalankan usahanya akan menimbulkan polemik. Contoh:
keluarnya regulasi larangan ekspor bahan mentah maka mengakibatkan
perusahaan sangat kesulitan berproduksi dan melakukan ekspor biji mineral.
Sedangkan jika melihat akibat yang di timbulkan Peraturan Presiden
nomor 12 Tahun 2013 terkait fasilitas gratis Badan Pelayanan Jasa
Kesehatan(BPJS) tidak secara tegas menimbulkan polemik ataupun melarang
penggugat untuk tetap menjalankan usaha klinik herbal yang sudah di
jalankan penggugat, oleh karena itu majelis hakim dalam hal ini cukup tepat
menyatakan bahwasannya peraturan presiden tersebut hanya alasan
penggugat untuk di bebaskan dari pembiayaan angsuran murabahah.
Bagan Bentuk Kualifikasi force Majeure Perundang-Undangan dan
Peraturan Force Majeure
Keeadaan memaksa tidak hanya diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pertadata(KUHPer) akan tetapi force majeure diatur juga dalam
perundang-undangan dan peraturan yang ada di Indonesia yaitu UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara, UU. No 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Jasa Angkutan, Peraturan Bank Indonesia No. 13/8/PBI/2011
tentang Laporan Harian Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia No.
15/3/PBI/2013 tentang Transparasi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan
Rakyat, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 49/POJK.03/2017 tentang
57
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat, Fatwa DSN-
MUI Nomor 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu
yang Menunda-Nunda Pembayaran, dan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah.10
Adapun bentuk force majeure peraturan dan perundang-undangan diatas
yaitu sebagai berikut:
Peraturan dan
Perundang-
Undangan
Bentuk Force Majeure
UU No. 4 tahun 2009
tentang
Pertambangan
Mineral dan Batubara
Penghentian Sementara Kegiatan Izin Usaha
Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan
Khusus
Pasal 113
(1) Penghentian sementara kegiatan usaha
pertambangan dapat diberikan kepada
pemegang IUP dan IUPK apabila terjadi:
a. keadaan kahar; b. keadaan yang
menghalangi sehingga menimbulkan
penghentian sebagian atau seluruh
kegiatan usaha pertambangan; c. apabila
kondisi daya dukung lingkungan wilayah
tersebut tidak dapat menanggung beban
kegiatan operasi produksi sumber daya
mineral dan/atau batubara yang dilakukan
di wilayahnya.
(2) Penghentian sementara kegiatan usaha
pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak mengurangi masa
berlaku IUP atau IUPK.
(3) Permohonan penghentian sementara
kegiatan usaha pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
disampaikan kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Penghentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
dilakukan oleh inspektur tambang atau
dilakukan berdasarkan permohonan
masyarakat kepada Menteri, gubernur, atau
10
Rahmat, S.S Soemadipraja, “Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa (Syarat-
Syarat Pembatalan Perjanjian yang Disebabkan Keadaan Memaksa/Force Majeure)”, (Jakarta:
Gramedia, 2010), h., 95.
58
bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya wajib
mengeluarkan keputusan tertulis diterima
atau ditolak disertai alasannya atas
permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak menerima permohonan tersebut.11
UU No. 13 tahun
2003 tentang
Ketenagakerjaan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
Pasal 164
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup yang disebabkan
perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau
keadaan memaksa (force majeur), dengan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa
kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Kerugian perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan
dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun
terakhir yang telah diaudit oleh akuntan
publik.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup bukan karena
mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-
turut atau bukan karena keadaan memaksa
(force majeur) tetapi perusahaan melakukan
efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh
berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4).12
Undang-Undang No. Pertolongan dan Perawatan Korban
11
Lihat Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 12
Lihat Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
59
22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas
dan Jasa Angkutan
Pasal 231
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang
terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib:
a. menghentikan Kendaraan yang
dikemudikannya;
b. memberikan pertolongan kepada korban;
c. melaporkan kecelakaan kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia
terdekat; dan
d. memberikan keterangan yang terkait
dengan kejadian kecelakaan.
(2) Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang
karena keadaan memaksa tidak dapat
melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b,
segera melaporkan diri kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia terdekat.
Pasal 234
(1) Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor,
dan/atau Perusahaan Angkutan Umum
bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik
barang dan/atau pihak ketiga karena
kelalaian Pengemudi.
(2) Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan
Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan
Umum bertanggung jawab atas kerusakan
jalan dan/atau perlengkapan jalan karena
kelalaian atau kesalahan Pengemudi.13
Peraturan Bank
Indonesia No.
13/8/PBI/2011
tentang Laporan
Harian Bank Umum
Penyampaian Laporan Harian Bank Umum
Pasal 10
(1) Kewajiban untuk menyampaikan LHBU
dan/atau koreksi LHBU dikecualikan bagi
Bank Pelapor yang mengalami keadaan
memaksa (force majeure) sehingga
mengakibatkan Bank Pelapor tidak dapat
menyampaikan LHBU dan/atau koreksi
LHBU tersebut.
(2) Bank Pelapor yang tidak dapat
menyampaikan LHBU dan/atau koreksi
LHBU sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus segera memberitahukan secara
tertulis kepada Bank Indonesia disertai
penjelasan mengenai penyebab terjadinya
13
Lihat Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jasa Angkutan.
60
keadaan memaksa (force majeure) beserta
upayaupaya yang dilakukan, yang
ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang.
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya diberikan sampai dengan
keadaan memaksa (force majeure)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
teratasi.14
Pengaturan Bank
Indonesia No.
15/3/PBI/2013tentang
Transparansi Kondisi
Keuangan Bank
Perkereditan Rakyat
Keadaan Memaksa
Pasal 21
(1) BPR yang mengalami keadaan memaksa
yang dampaknya terhadap BPR melampaui
batas waktu seharusnya mengumumkan
dan/atau menyampaikan laporan,
dikecualikan dari kewajiban
mengumumkan dan/atau menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (4), Pasal 9 ayat (3), Pasal 13 dan
Pasal 14 ayat (1).
(2) Untuk memperoleh pengecualian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPR
harus menyampaikan permohonan secara
tertulis kepada Bank Indonesia disertai
penjelasan mengenai penyebab terjadinya
keadaan memaksa yang dialami dan disertai
keterangan pejabat yang berwenang dari
instansi terkait di daerah setempat.
(3) BPR yang memperoleh pengecualian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
mengumumkan dan/atau menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (4), Pasal 9 ayat (3), Pasal 13 dan
Pasal 14 ayat (1), setelah BPR kembali
melakukan kegiatan operasional secara
normal.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) hanya diberikan hingga
keadaan memaksa atau berdasarkan
pertimbangan Bank Indonesia telah dapat
teratasi.15
14
Lihat Peraturan Bank Indonesia No. 13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank
Umum. 15
Lihat Pengaturan Bank Indonesia No. 15/3/PBI/2013tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank Perkereditan Rakyat
61
Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No.
49/POJK.03/2017
tentang Batas
Maksimum
Pemberian Kredit
Bank Perkreditan
Rakyat
Keadaan Kahar (Force Majeure)
Pasal 26
(1) BPR yang mengalami keadaan kahar (force
majeure) selama paling singkat satu periode
penyampaian laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK dikecualikan dari
kewajiban menyampaikan laporan BMPK
dan/atau koreksi laporan BMPK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 24 ayat (3).
(2) BPR yang mengalami keadaan kahar
kurang dari satu periode penyampaian
laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK sampai dengan
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1), ayat (2), ayat (5), dan
ayat (6).
(3) BPR yang mengalami keadaan kahar,
menyampaikan surat pemberitahuan secara
tertulis dengan disertai penjelasan
mengenai keadaan kahar yang dialami
kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
tembusan kepada Bank Indonesia dalam hal
penyampaian laporan melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum
dapat dilakukan dengan disertai penjelasan
mengenai keadaan kahar yang dialami.
(4) BPR wajib menyampaikan laporan BMPK
dan/atau koreksi laporan BMPK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan
Pasal 24 ayat (3) setelah kembali
melakukan kegiatan operasional secara
normal.16
16
Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 49/POJK.03/2017 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat
62
Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah
Keadaan Memaksa
Pasal 40
Keadaan memaksa atau darurat adalah keadaan
dimana salah satu pihak yang mengadakan akad
terhalang untuk melaksanakan prestasinya
Pasal 41
Syarat keadaan memaksa atau darurat adalah
seperti :
(1) Peristiwa yang menyebabkan terjadinya
darurat tersebut tidak terduga oleh para
pihak;
(2) peristiwa tersebut tidak dapat
dipertanggung jawabkan kepada pihak yang
harus melaksanakan prestasi;
(3) peristiwa yang menyebabkan darurat
tersebut di luar kesalahan pihak yang harus
melakukan prestasi;
(4) pihak yang harus melakukan prestasi tidak
dalam keadaan beriktikad buruk.
Risiko
Pasal 42
Kewajiban memikul kerugian yang tidak
disebabkan kesalahan salah satu pihak dinyatakan
sebagai risiko.
Pasal 43
(1) Kewajiban beban kerugian yang disebabkan
oleh kejadian di luar kesalahan salah satu
pihak dalam akad, dalam perjanjian sepihak
dipikul oleh pihak peminjam;
(2) Kewajiban beban kerugian yang disebabkan
oleh kejadian di luar kesalahan salah satu
pihak dalam perjanjian timbal balik, dipikul
oleh pihak yang meminjamkan.17
Fatwa DSN MUI No.
17/DSN-
MUI/IX/2000 tentang
Sanksi atas Nasabah
Mampu yang
Menunda-Nunda
Pembayaran
Ketentuan Umum:
(1) Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah
sanksi yang dikenakan LKS kepada
nasabah yang mampu membayar, tetapi
menunda-nunda pembayaran dengan
disengaja.
(2) Nasabah yang tidak/belum mampu
membayar disebabkan Force Majeure tidak
boleh dikenakan sanksi.
(3) Nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran dan/atau tidak mempunyai
17
Lihat Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang Keadaan Memaksa.
63
kemauan dan itikad baik untuk membayar
hutangnya boleh dikenakan sanksi.
(4) Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu
bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam
melaksanakan kewajibannya.
(5) Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang
yang besarnya ditentukan atas dasar
kesepakatan dan dibuat saat akad
ditandatangani.
(6) Dana yang berasal dari denda
diperuntukkan sebagai dana sosial.18
B. Force Majeure dalam Akad/Kontrak Perbankan Syariah
Pada dasarnya kontrak dibuat untuk saling menguntungkan bukan untuk
saling merugikan atau untuk merugikan pihak lain. Oleh karena itu, walaupun
undang-undang memungkinkan pihak yang dirugikan untuk membatalkan
kontrak, selayaknya wanprestasi-wanprestasi kecil atau tidak esensial tidak
dijadikan alasan untuk pembatalan kontrak, melainkan hanya pemenuhan
kontrak baik yang disertai ganti rugi maupun tidak.19
Dalam suatu perjanjian klausula mengenai force majeure ini, tetap saja
banyak menimbulkan masalah mengenai sejauh mana dan bagaimana suatu
keadaan dapat dikatakan dalam suatu keadaan memaksa dan bagaimana
hukum perdata memandang force majeure sebagai alasan pemaaf tidak
dilaksanankan suatu kontrak. Jika melihat beberapa sampel terkait force
majeure masih banyaknya ketidakseragaman mengenai ruang lingkup force
majeure.
Kontrak Bank Panin Syariah berkedudukan di Jakarta Barat terkait Force
Majeure yang meliputi sebagai berikut:20
BANK tidak bertanggung jawab atas setiap tuntutan ataupun kerugian yang
disebabkan karena peristiwa atau sebab yang berada diluar pengendalian BANK,
termasuk didalamnya; (a) Bencana alam: gempa, badai, banjir, air bah dan
sebagainya. (b) Kebakaran, tindakan perusakan/vandalism, sabotase, kerusuhan,
18
Lihat Fatwa DSN MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah
Mampu yang Menunda-Nunda Pembayaran. 19
Ahmad Miru, Hukum Kontrak&Perancangan Kontrak, (Jakarta : RajawaliPers, 2016),
h., 76. 20
Dalam Salinan Kontrak Akad Murabahah PT Bank Panin Syariah Pasal 7, h., 6.
64
pemogokan, terorisme dan gangguan sipil, perang atau keadaan perang. (c)
Kebijakan baru pemerintah atau perubahan atas peraturan yang berlaku.
Apabila terjadi force majeure sebagaimana disebutkan di atas maka harus
diberitahukan kepada pihak lainnya secara tertulis disertai dengan bukti-bukti yang
sah, antara lain pernyataan resmi dari pemerintah atau instasi lainnya yang yang
berwenang selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah
terjadinya force majeure tersebut.
Para Pihak setuju untuk berunding tentang pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban masing-masing Pihak bila terjadi force majeure.
Pasal pertama tersebut merupakan bagian pengertian dari overmacht itu
sendiri. Dalam poin tersebut overmacht diartikan sebagai suatu peristiwa atau
keadaan tak terduga yang terjadi diluar kekuasaan atau kemampuan salah satu
atau kedua belah pihak, yang secara langsung dapat mempengaruhi
pemenuhan pelaksanaan perjanjian, sehingga mengakibatkan salah satu atau
kedua pihak tersebut tidak dapat melaksanakan hak-hak dan atau kewajiban-
kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian. Poin ini juga sekaligus
menjabarkan peristiwa apa saja yang dapat dikategorikan sebagai overmacht,
namun dijelaskan pula bahwa bentuk keadaan memaksa tersebut tidak
terbatas pada hal-hal yang disebutkan saja.21
Pada umumnya masalah keadaan memaksa ini biasanya di tentukan
seperti kontrak diatas. Para pihak memang diperbolehkan untuk menyepakati
hal-hal tertentu yang akan digunakan sebagai alasan pemaaf untuk kegalalan
memenuhi kewajiban. Misalnya dalam kontrak pembangunan gedung, gempa
bumi dapat dijadikan alasan pemaaf untuk memaafkan salah salah satu pihak
yang tidak sanggup menyelesaikan karena gempa bumi itu. Dalam kontrak
pengangkutan laut, angin topan dapat digunakan sebagai alasan untuk
memaafkan pengangkut yang gagal menyelesaikan kewajibannya, dan
sebagainya.22
Selanjutnya pada bagian pasal kedua Bank Panin Syariah merupakan hal
teknis yang berkaitan tentang tata cara pemberitahuan atau pelaporan
terjadinya overmacht tersebut agar dapat diketahui oleh pihak bank, yaitu
21
M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin, “Klausul Overmacht dalam Akad
Murabahah di Perbankan Syariah”, h., 43. 22
Agus Sardjono, dkk., Pengantar Hukum Dagang, (Jakarta : RajawaliPers, 2014), h., 23.
65
maksimal empat belas hari kerja pasca terjadinya force majeure. Pembatasan
waktu ini dimaksudkan agar nasabah tidak berdiam diri atau secara sengaja
melupakan kewajibannya, ia harus bersegera melaporkan kejadian apa yang
menimpanya agar bisa mendapatkan jalan keluar berupa keringanan atau yang
lainnya. Hal ini sekaligus untuk menunjukkan adanya itikad baik dari nasabah
dalam memenuhi prestasinya.23
Intinya, keadaan memaksa adalah sebuah alasan pemaaf bagi salah satu
pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang
telah diperjanjikan dalam kontrak. Hanya saja, keabsahan penggunaan
keadaan memaksa itu juga harus disandingkan dengan itikad baik. Artinya,
debitur dapat menggunakan klausula keadaan meksa ketika ia dengan itikad
baik telah berupaya melaksanakan kewajibannya, tetapi pelaksanaan itu
menjadi tidak mungkin karena keadaan memaksa.24
Selanjutnya pada pasal terakhir pada bagian ini merupakan solusi
apabila force majeure benar-benar terjadi, yaitu diselesaikan dengan cara
musyawarah, tanpa mengurangi hak bank dan kewajiban nasabah sesuai
dalam perjanjian/akad. Ini merupakan indikasi bahwa pada dasarnya bank
tetap tidak bisa membebaskan nasabah dari kewajiban pembayaran, namun
akan ada keringanan-keringanan yang diberikan lewat keputusan musyawarah
tersebut.
Sedangkan jika melihat kontrak pembiayaan Bank Jabar Banten Syariah
yang berkedudukan di Ciputat, menjelaskan pasal force majeure hanya
meliputi:25
Dalam hal terjadi force majeure, maka pihak yang terkena langsung dari force
majeure tersebut wajib memberitahukan secara tertulis dengan melampirkan bukti-
bukti dari instansi yang berwenang pada pihak lainnya mengenai peristiwa force
majeure tersebut dalam waktu selambat lambatnya 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak tanggal force majeure terjadi.
Keterlambatan atau kelalaian pihak yang mmengalami force majeure untuk
memberitahukan adanya force majeure tersebut kepada pihak lainnya
mengakibatkan tidak di akuinya peristiwa tersebut sebagai force majeure.
23
M. Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin, “Klausul Overmacht Dalam Akad
Murabahah Di Perbankan Syariah”, h., 43. 24
Agus Sardjono, dkk., Pengantar Hukum Dagang, h., 24. 25
Dalam Salinan Kontrak Akad Mudharabah PT Bank Jawa Barat Syariah Pasal 23, h., 13.
66
Seluruh permasalahan yang timbul akibat terjadinya force majeure akan
diselesaikan oleh para pihak secara musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut tanpa
mengurangi hak-hak bank sebgaimana diatur dalam akad ini.
Pada pasal-pasal diatas secara tegas hanya menjelaskan teknis yang
berkaitan tentang tata cara pemberitahuan atau pelaporan terjadinya
overmacht tersebut agar dapat diketahui oleh pihak bank, yaitu maksimal
empat belas hari kerja pasca terjadinya force majeure. Berkaitan batas waktu
ini dimaksudkan agar nasabah tidak berdiam diri atau secara sengaja
melupakan kewajibannya. Nasabah di wajibkan untuk bersegera melaporkan
kejadian apa yang menimpanya agar bisa mendapatkan jalan keluar berupa
keringanan atau yang lainnya melalui musyawarah antara kedua belah pihak
untuk mencapai kesepakatan.
Hanya saja jika melihat kontrak tersebut, tidak terdapat secara tegas
pencantumkan klausa force majeure yang berkaitan langsung terkait ruang
lingkup force majeure seperti terjadinya act of God, seperti kebakaran, banjir
gempa, hujan badai, angin topan, (atau bencana alam lainnya), pemadaman
listrik, kerusakan katalisator, sabotase, perang, invasi, perang saudara,
pemberontakan, revolusi, kudeta militer, terorisme, nasionalisasi, blokade,
embargo, perselisihan perburuhan, mogok, dan sanksi terhadap suatu
pemerintahan. Terkadang hal inilah yang banyak menimbulkan pertanyaan
bagi para nasabah berkaitan dengan objek force majeure yang di terapkan
secara masif oleh perbankan syariah.
C. Konsep Mutakhir Tentang Force Majeure
Dalam sejarah hukum di Negara Civil Law, yang diawali diprancis,
terdapat Pasal dalam kitab undang-undang perdata mereka yang mengatur
tentang force majeure yang kemudian diadopsi dalam hamper semua kitab
undang-undang perdata di Negara-negara Civil Law lainnya, termasuk
Belanda dan Indonesia denagn nama overmacht.26
26
Afifah Kusumadara, Kontrak Bisnis Internasional (Elemen-Elemen Penting dalam
Penyusunannya), (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) h., 90
67
Seiring zaman perkembangan Terminologi yang digunakan untuk
menyebutkan force majeure telah bergeser, dari hanya disebut force majeure
atau overmacht, sebagaimana terdapat dalam KUH Perdata, menjadi keadan
paksa. Keadaan paksa banyak digunakan dalam kontrak karya yang dibuat
pada tahun 1980an, bersamaan dengan boomingnya harga minyak yang
menyebabkan banyak sekali kontrak karya yang disetujui. Perubahan
penggunaan terminologi ini menunjukan adanya upaya untuk menyerap
terminology force majeure/overmacht yang berasal dari kosa kata bahasa
asing ke dalam koleksi kosa kata Bahasa Indonesia.27
Sejalan dengan berkembangnya kebutuhan dan teknologi maka
terminologi yang digunakan pun bergeser dengan menggunakan terminologi
keadaan yang menghalangi. Terminologi ini secara tidak langsung melakukan
perluasan dari makna force majeure sebelumnya. Hal ini disebabkan telah
dimasukkannya peristiwa yang disebabkan oleh perselisihan perburuhan dan
diterbitkannya peraturan perundang-undangan atau kebijakan pemerintah
yang menghalangi pelaksanaan perjanjian. Terminologi ini digunakan sekitar
tahun 2007-an dan banyak digunakan dalam kontrak-kontrak yang berkaitan
dengan pertambangan mineral dan batu bara.
Dalam Doktrin Teori Rahmat, S.S Soemadipraja secara garis besar ruang
lingkup keadaan memaksa atau overmacht dikelompokan menjadi sebagai
berikut :28
Overmacht karena keadaan alam; Overmacht karena keadaan
darurat; Overmacht karena keadaan ekonomi; Overmacht karena kebijakan
atau peraturan pemerintah; Overmacht keadaan teknis tidak terduga.
Overmacht karena keadaan alam yaitu overmacht yang disebabkan oleh
keadaan alam yang tidak dapat diduga dan dihindari oleh setiap oerang karena
bersifat alamlah tanpa unsur kesengajaan. Termasuk di dalam overmacht ini,
antara lain banjir, longsor, gempa bumi, badai, gunung meletus dan
sebagainya. Menurut Subekti keadaan memaksa ini merupakan keadaan yang
27
Rahmat, S.S Soemadipraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, h., 95. 28
Rahmat S.S Soemadipraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, h., 42.
68
bersifat mutlak (absolut) apabila sama sekali tidak mungkin lagi
melaksanakan perjanjian.29
Overmacht karena keadaan darurat merupakan overmacht yang
ditimbulkan oleh situasi atau kondisi yang tidak wajar, keadaan khusus yang
bersifat segera dan berlangsung dengan singkat, tanpa bisa diprediksi
sebelumnya. Termasuk di dalam overmacht tersebut, antara lain peperangan,
blockade, pemogokan, epidemic, terorisme, ledakan, kerusuhan massa, dan
sebagainya.30
Overmacht karena keadaan ekonomi merupakan peristiwa keadaan
memaksa yang berkaitan erat dengan kebijakan baru pemerintah, termasuk
dalam bidang moneter yang berkaitan dengan uang atau keuangan. Dengan
adanya kebijakan ini, maka Pihak Kedua dapat mengelak untuk
melaksanakan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati anatara Pihak
Pertama dengan Pihak Kedua.31
Overmacht karena kebijakan atau peraturan pemerintah, yaitu overmacht
yang disebabkan oleh suatu keadaan di mana terjadi perubahan kebijakan
pemerintah atau hapus atau dikeluarkannya kebijakan yang baru, yang
berdampak pada kegiatan yang sedang berlangsung.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman undang-undang atau peraturan
pemerintah adakalanya menimbulkan keadaan memaksa. Dalam hal ini tidak
berarti bahwa prestasi itu tidak dapat dilakukan , tetapi prestasi itu tidak boleh
dilakukan, akibat adanya undang-undang atau peraturan pemerintah tadi.
Hanya saja keadaan memaksa ini adakalanya menimbulkan force majeure,
adakalanya tidak.32
Sedangkan menurut Purwahid Patrik, Hal ini sangat berkaitan dengan
larangan terhadap pengangkutan barang masuk ke Indonesia atau dari
Indonesia, maka itu dapat menghalangi pemenuhan prestasi dan akan
29
Subekti, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, (Jakarta: Intermasa, 2010) h., 150. 30
Rahmat S.S Soemadipraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, h., 42. 31
Salim HS dan H. Abdullah, Wiwik Wahyuningsih, “Perancangan Kontrak dan
Memorandum Of Understanding (MoU)”, h., 111. 32
Mariam Darus Badrulzaman, eat al, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001), h., 28.
69
menimbulakan keadaan memaksa. Bukannya prestasi itu tidak dapat di
lakukan tetapi tidak boleh dilakukan karena adanya undang-undang dan
tindakan pemerintah itu.33
Overmacht ini termasuk dalam perbuatan tersebut dilarang karena
apabila ternyata prestasi yang harus dilakukan oleh debitur di kemudian hari
ternyata diketahui sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang, hal itu mungkin terjadi karena perubahan kebijakan pemerintah atau
perubahan ketentuan perundang-undangan. Akibat hukum overmacht tersebut
adalah debitur tidak dapat di mintakan pertanggungjawabannya untuk
membayar biaya, ganti rugi, atau bunga akibat tidak terpenuhinya prestasi
debitur karena overmacht.34
Overmacht keadaan teknis yang tidak terduga, yaitu overmacht yang
disebabkan oleh suatu peristiwa rusak atau berkurangnya fungsi peralatan
teknis atau operasional yang berperan penting bagi kelangsungan proses
produksi suatu perusahaan, dan hal tersebut tidak dapat diduga akan terjadi
sebelumnya. Termasuk di dalam overmacht tersebut, antara lain tidak
berkerjanya mesin yang berpengaruh besar pada kegiatan perusahaan.35
Meluasnya jenis peristiwa penyebab terjadinya force majeure berdampak
pula pada akibat atau konsekuensinya terhadap perjanjian. Jika keadaan
memaksa tersebut absolut, maka debitur tidak perlu membayar ganti rugi
sesuai Pasal 1244 KUH Perdata dan kreditur tidak berhak atas pemenuhan
prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk
menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460
KUH Perdata, Maka kontrak dapat dihentikan secara permanen berdasarkan
kesepakatan para pihak.36
33
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, (Jakarta: Mandar Maju,1994), h., 24. 34
Sophar Maru Hutagalung, Kontrak Bisnis Di Asean, h., 68. 35
Rahmat S.S Soemadipraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, h., 42. 36
Azharudin lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum Positif
dan Hukum Islam, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h., 75.
70
D. Force Majeure dalam Putusan Pengadilan Agama Kota Makassar No
2279/Pdt.G/2015/PA.Mks.
Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan sumber
keadilan dalam menempatkan hakim sebagai actor utama atau figur sentral
dalam proses peradilan yang senantiasa di tuntut untuk mengasah kepekaan
nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan
profesionalisme, dalam menegakan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak.
Lembaga peradilan adalah perpanjangan tangan dari tujuan pembentukan
hukum, yaitu sebagai alat untuk menemukan keadilan.37
Sesuai amanat Undang-undang RI Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 18
tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Badan
peradilan yang dimaksud mencakup 4 (empat) wilayah hukum, yang secara
resmi diakui dan berlaku di Indonesia yaitu Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha.38
Pengadilan Agama sebagai salah satu dari 4 (empat) lembaga peradilan
yang ada di Indonesia. Semenjak diundangkannya UndangUndang Nomor 3
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, mempunyai wewenang baru sebagai bagian dari
yurisdiksi absolutnya, yaitu kewenangan untuk menerima, memeriksa dan
mengadili serta menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah.39
Dalam hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang menentukan
bahwa: Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
37
M. Hatta Ali, Peradilan Sederhana Cepat dan Biaya Ringan Menuju Keadilan
restorative, (Bandung: PT Alumni, 2012, Cet. 1), h., 178. 38
Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. 39
Sri Suwastini, “Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dalam Perkara Ekonomi
Syariah Di Pengadilan Agama Pontianak”, diakses pada 10 Maret 2019 dari
(https://media.neliti.com)
71
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f.
zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.40
Berdasarkan pokok perkara Pengadilan Agama Makassar nomor
2279/Pdt.G/2015/PA.Mks, yang menjadi sengketa adalah terkait rencana
pelelangan hak tanggungan milik penggugat berupa sebidang tanah yang
berdiri di atas sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 23251/Sudiang Raya,
sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur, tertanggal 18-06-2007, Nomor
04314/2007, seluas 217 m2 (dua ratus tujuh belas meter persegi), Nomor
Identifikasi Bidang Tanah (NIB) : 20.01.11.3.2325, yang diterbitkan oleh
kantor pertanahan Kota Makassar; yang oleh penggugat didalilkan sebagai
suatu perbuatan melawan hukum. Di lain pihak tergugat I dan tergugat II
mendalilkan pelelangan atas hak tanggungan milik pengguggat tersebut
dikarenakan penggugat melakukan wanprestasi.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman terkait Wanprestasi merupakan
tidak terpenuhinya kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam perikatan atau
perjanjian, tidak dipenuhinya kewajiban dalam suatu perjanjian dapat
disebabkan dua hal yaitu: Kesalahan debitur baik disengaja maupun karena
kelalaian dan Karena keadaan memaksa (overmacht/force majeure).41
Dalam perkara ini penggugat menganggap terjadinya wanprestasi oleh
penggugat diakibatkan karena terjadinya force majeure, yang sebagaimana
kebijakan Peraturan Presiden nomor 12 Tahun 2013 terkait fasilitas gratis
Badan Pelayanan Jasa Kesehatan(BPJS) mengakibatkan pada bulan Agustus
tahun 2014 usaha Klinik Penggugat mengalami penurunan, Penggugat
merasa para pelanggan beralih menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang ditetapkan pemerintah pada tanggal 18 Januari
2013. Penggugatpun mengalami kerugian yaitu stock barang atau herbal
mengalami kerusakan (kadaluarsa). segala upaya telah dilakukan oleh
penggugat untuk menyelamatkan usahanya. Namun penggugat hanya dapat
40
Lihat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. 41
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 2005), h., 29.
72
melakukan pembayaran angsuran berjalan secara lancar sampai dengan bulan
Juli tahun 2014.
Hanya saja peristiwa keadaan memkasa karena perubahan regulasi atau
hapusnya regulasi tersebut haruslah dibuktikan oleh debitur. Dengan
terjadinya suatu keadaan memaksa berupa perubahan regulasi ataupun
hapusnya regulasi tersebut menyebabkan adanya halangan untuk melakukan
prestasi berupa seperti larangan undang-undang. Dalam pembuktian ini juga
harus dibuktikan bahwa debitur tidak memiliki itikad buruk atau selalu
beritikad baik dalam melaksanakan perjanjian. Debitur atau penggugat juga
harus membuktikan bahwa seandainya prestasi yang di perjanjikan tersebut
dilaksanakan dengan baik, maka prestasi tersebut akan musnah juga dalam
tangan kreditur atau penggugat (Pasal 1444 ayat 2 KUHPerdata).42
Menurut Rahmat S.S Soemadipraja dalam bukunya penjelasan hukum
tentang keadaan memaksa, Saat debitur mengalami keadaan memaksa
haruslah memenuhi unsur-unsur yang meliputi : Peristiwa yang tidak terduga;
Tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur; Tidak dapat itikad buruk
pada debitur Adanya keadaan yang tidak sengaja oleh debitur; Keadaan itu
menghalangi debitur berprestasi; Jika prestasi dilaksanakan maka akan
terkena larangan; Keadaan diluar kesalahan debitur; Debitur tidak gagal
berprestasi; Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapapun (baik
debitur maupun pihak lain); Debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau
kelalaian.43
Jika melihat kasus maka dapat diuraikan unsur-unsur force majure
sebagai berikut:
Peristiwa yang tidak terduga; Terjadinya Peraturan Presiden Nomor 12
tahun 2013 terkait fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
merupakan hal yang sudah diduga sebelomnya karena pada dasarnya
Pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat tercantum dalam Konstitusi
UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) dan pasal 24 ayat (3) yang menempatkan
42
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1444 ayat 2 43
Rahmat S.S SoemadiPraja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, h., 77.
73
status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat atau setiap
warga negara.44
Tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur; Jika melihat petitum
gugatan unsur ini masih dapat di pertanggung jawabkan kepada debitur
dengan restrukturisasi pembayaran menggunakan separuh dari gaji debitur
sebagai PNS. Hanya saja dalam hal ini perlu adanya musyawarah dan
mufakat untuk meringankan pembayaran angsuran penggugat karena usaha
klinik penggugat mengalami kepailitan.45
Tidak dapat itikad buruk pada debitur; Jika melihat perkara
2279/Pdt.G/2015/PA.Mks masih ada itikad baik dari debitur untuk tetap
melakukan pembayaran angsuran sesuai isi akad pembiayaan murabahah
antara penggugat dengan tergugat, hanya saja penggugat tidak mampu
menyelesaikan angsuran pembayaran karena Klinik Herbal Penggugat
mengalami penurunan pembeli sehingga barang-barang mengalami
kadaluarsa ataupun rusak menyebabkan penggugat melakukan wanprestasi.46
Adanya keadaan yang tidak sengaja oleh debitur; Unsur ini terpenuhi
karena ini bukanlah keadaan sengaja yang dilakukan oleh Penggugat untuk
memperlambat atau tidak membayar angsuran pembiayaan murabahah, akan
tetapi dengan adanya fasilitas BPJS gratis menyebabkan usaha klinik
pengobatan herbal penggugat mengalami penurunan sehingga mengakibatkan
kerugian yang dialami penggugat.47
Keadaan itu menghalangi debitur berprestasi; Penurunan penjualan klinik
herbal penggugat menyebabkan penggugat mengalami kerugian yang sangat
besar sehingga menyulitkan penggugat untuk melakukan prestasi membayar
angsuran pembayaran pembiayaan murabahah. Hanya saja perjanjian tersebut
dapat tetap dilaksanakan dengan restrukturisasi ulang pembayaran dengan
44
Lihat UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) dan pasal 24 ayat (3) tentang Jaminan Kesehatan. 45
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 10. 46
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 5. 47
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 3.
74
menggunakan separuh gaji debitur sebagai PNS serta perubahan pasal-pasal
dengan keadaan sulit.
Jika prestasi dilaksanakan maka akan terkena larangan; Unsur ini tidak
terpenuhi karena pada prinsipnya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
tersebut tidak secara tegas melarang usaha Klinik Herbal yang dimiliki
Penggugat untuk mengembangkan usahanya.
Keadaan diluar kesalahan debitur; Jika melihat perkara nomor
2279/Pdt.G/2015/PA.Mks unsur ini terpenuhi karena keterlambatan
pembayaran angsuran diakibatkan penurunan pembeli usaha Klinik Herbal
Penggugat yang menyebabkan obat-obat herbal yang penggugat miliki
mengalami kerusakan sampai dengan kadaluarsa, hal ini bukan karena
keinginan debitur untuk terlambat membayar angusran pembiayaan
murabahah tersebut.48
Debitur tidak gagal berprestasi; jika melihat perkara nomor
2279/Pdt.G/2015/PA.Mks unsur ini tidak terpenuhi karena penggugat gagal
melakukan pembayaran angsuran pembiayaan murabahah terhadap tergugat.
Akan tetapi dalam hal ini penggugat merasa melakukan wansprestasi
diakibatkan penurunan pembeli usaha klinik herbal penggugat, sehingga
penggugat mengalami kerugian yang sangat besardan tidak sanggup
membayar angsuran tersebut.
Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapapun; Jika melihat
perkara nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks unsur ini tidak terpenuhi pada
karena prinsipnya kebijakan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 terkait
fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan hal yang
sudah diduga sebelomnya karena pada dasarnya Pelayanan kesehatan sebagai
hak masyarakat tercantum dalam Konstitusi UUD 1945 pasal 28 H ayat (1)
dan pasal 24 ayat (3), jadi seharusnya pengembangan usaha dapat dilakukan
baik melalui online ataupun lainnya agar pembeli tetap menggunakan herbal
usaha debitur.
48
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 3.
75
Debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian; Jika melihat
perkara nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks penggugat dinyatakan terbukti
melakukan wanprestasi oleh majelis hakim karena tidak mampu membayar
angsuran pembiayaan murabahah dan tidak mampu membuktikan secara
tegas telah terjadinya force majeure dalam usaha yang penggugat jalankan.49
Ketika diuraikan suatu unsur peristiwa atau kondisi tertentu bisa jadi
tidak dapat dikategorikan sebagai force majeure jika hal tersebut sudah
diduga sebelumnya atau karena kelalaian dan atau kesalahan salah satu atau
para pihak dalam perjanjian peristiwa tertentu itu terjadi. Hal lain yang juga
muncul terkait dengan peristiwa atau kondisi force majeure adalah akibat
yang mengikutinya. Adanya peristiwa force majeure membawa konsekuensi
atau akibat hukum kreditur tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi dan
debitur tidak lagi dinyatakan wanprestasi. Dengan demikian, debitur tidak
wajib membayar ganti rugi, dan dalam perjanjian timbal balik kreditur tidak
dapat menuntut pembatalan karena perikatannya dianggap gugur. Jadi,
pembicaraan mengenai force majeure terkait dengan akibatnya terhadap
perjanjian itu sendiri dan persoalan risiko.50
Keadaan darurat ini sangat erat kaitannya dengan kaidah khusus,
sebagaimana dalil yang dipakai oleh teori keadaan yang memberatkan
(masyaqqah) dalam hukum Islam. Dasar hukum dari konsep keadaan yang
memberatkan ini adalah kaidah fikih sebagai berikut:
Artinya: “kerugian harus di hilangkan”
Artinya: “kesukaran mendatangkan kelonggaran”
49
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 64. 50
Daryl john, “Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Pasal 1244
dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, h., 175.
76
Pada dasarnya karakterisitik force majeure merupakan suatu bencana
atau musibah adalah sebuah keadaan darurat yang secara hukum akan
berimplikasi kepada munculnya berbagai aturan untuk menghilangkan
ataupun setidaknya mengurangi kondisi darurat tersebut. Seorang pengusaha
misalnya dilarang keras untuk menimbun kebutuhan makanan pokok karena
tindakan tersebut dapat menimbulkan kemudaratan yang besar bagi
masyarakat. Begitu pula dalam hal Force Majeure ini misalnya, seorang
kreditur tidak layak membebankan debitur yang tertimpa musibah berat
dengan beban yang sama saat debitur belum mengalami musibah itu. Bahkan
jika dianggap perlu, kontrak dapat dibatalkan untuk menghilangkan beban
tambahan bagi debitur dalam keadaan darurat tersebut51
Jika dilihat dari segi kemungkinan pelaksanaan prestasi dalam kontrak,
force majeure dapat diklasifikasikan menjadi dua: (a) overmacht yang bersifat
mutlak ataupun absolut (tetap; permanen), yang mengakibatkan pelaksanaan
prestasi tidak mungkin dilakukan; dan (b) overmacht yang bersifat tidak
mutlak ataupun relatif (tidak tetap; temporer), yang mengakibatkan
pelaksanaan prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan namun secara
tidak normal mungkin dilakukan atau untuk sementara waktu ditangguhkan
sampai dimungkinya pemenuhan prestasi kembali.52
Misalnya barang yang
seharusnya diangkut melalui darat, tetapi jalan satu-satunya yang dapat dilalui
untuk mengantar barang tersebut tertutup karena terjadi tanah longsor yang
menutupi jalan, sehingga prestasi itu sebenernya masih bisa dipenuhi jika
jalan tersebut sudah tidak tertutup tanah longsor.
Menurut hemat penulis dalam kasus ini dapat dikategorikan pada force
majeure yang bersifat tidak mutlak (relatif), artinya bahwa penggugat dapat
memenuhi prestasinya dengan pemenuhan prestasi yang tidak normal
sehingga diperlukan renegoisasi untuk merubah angsuran pembayaran
51
Rifqi Hidayat dan Parman Komarudin, “Tinjauan Hukum Kontrak Syariah Terhadap
Ketentuan Force Majeure dalam Hukum Perdata”, h., 40-41. 52
Agus yudha hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak
Komersil, h., 273.
77
pembiayaan murabahah, ataupun berkerja sama menyelesaikan masalah untuk
tetap mengembangan usaha klinik herbal penggugat.
Berhadapan dengan suatu peristiwa tidak terduga diatas ketentuan pasal
6: 258 BW memuat suatu solusi , yakni bahwa hakim atau dasar permohonan
salah satu pihak dapat memutus untuk mengubah akibat suatu perjanjian atau
membatalkan perjanjian untuk sebagian atau seluruhnya. Di sini persoalan
pertama yang muncul ialah kapan dan bilamana campur tangan hakim dapat
dimunculkan. Ketentuan Pasal 6: 258 BW berkenaan dengan masalah ini
menetapkan kriterium bahwa haruslah ada: “ keadaan yang tidak terduga
sedemikian rupa sehingga pihak lawan beranjak dari ukuran kepatutan dan
kelayakan tidak dapat lagi mengharapkan dipertahankannya muatan isi
kontrak tanpa perubahan. 53
Sebagaimana telah diterangkan, seseorang debitur yang digugat di depan
hakim karena ia dikatakan telah melalaikan kewajibannya, dapat membela
dirinya untuk menghindarkan dirinya dari penghukuman yang merugikan
dengan mengajukan keadaan-keadaan di luar kekuasaannya yang
memaksanya hingga ia tidak dapat menepati perjanjian (overmacht).
Pembelaan itu bermaksud agar ia tidak dipersalahkan tentang tidak
ditepatinya perjanjian itu.54
Untuk dapat dikatakan suatu “keadaan memaksa”, (overmacht atau force
majeure), selain keadaan itu “di luar kekuasaanya” si berhutang dan
“memaksa” keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa suatu keadaan
yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya
tidak dipikul risikonya oleh si berhutang. Jika si berhutang berhasil dalam
membuktikan adanya keadaan yang demikian itu, tuntutan si berpiutang akan
ditolak oleh hakim dan si berhutang terluput dari penghukuman, baik yang
berupa penghukuman untuk memenuhi perjanjian, maupun penghukuman
untuk membayar penggantian kerugian.
53
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, (Jakarta: Citra Aditya Bakti,2006), h., 425.
54 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), h., 150.
78
Pada pokok perkara putusan nomor 2279/Pdt.G/2015/PA.Mks hakim
mempertimbangkan, dalam hal ini penggugat meminta agar dibebaskan dari
kewajiban pembayaran pembiayaan diakibatkan terjadinya force majeure.
Hanya saja majelis hakim tidak dapat membenarkan kebijakan pemerintah
tersebut sebagai suatu keadaan memaksa, sedangkan pemohon penggugat
tidak dapat membuktikan bahwa secara tegas kebijakan pemerintah tentang
BPJS tersebut telah secara langsung menyebabkan bankrutnya usaha
penggugat, oleh karena itu dalil-dalil gugatan pemohon penggugat tentang
force majeure harus ditolak;55
Dalam putusannya hakim haruslah melihat preseden-preseden terdahulu
serta mempertimbangkan doktrin dalam putusannya yang berkaitan langsung
terkait force majeure. Jika melihat doktrin-doktrin dari beberapa ahli dan
preseden kasus terkait force majeure berdasarkan penyebab regulasi
pemerintah yaitu suatu peristiwa keadaan memaksa yang disebabkan oleh
karena sesuatu keadaan dimana terjadi perubahan kebijakan pemerintah atau
hapus dan atau dikeluarkannya kebijakan yang baru yang mana berdampak
pada kegiatan yang sedang berlangsung. Misalnya dengan dikeluarkannya
ataupun diterbitkannya suatu peraturan pemerintah menyebabkan salah satu
pihak gagal untuk melakukan prestasi karena adanya larangan tersebut.
Bentuk keadaan memaksa yang diakibatkan oleh perubahan regulasi
mengenai adanya larangan oleh undang-undang untuk melakukan suatu
prestasi termasuk dalam overmacht obyektif. Bahwa adanya larangan tersebut
bukan berarti debitur tidak mampu melaksanakan presatsi, namun sebagai
warga yang baik untuk mematuhi hukum atau undang-undang sehingga juga
mematuhi larangan hukum yang secara sah dan terdapat kewajiban untuk
menaatinya untuk tidak melaksanakan prestasi.
Pada dasarnya doktrin-doktrin ini sesuai dengan posisi kasus yang
diterima Penggugat, bahwasannya dalam hal ini penggugat mengalami
kerugian yang diakibatkan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
55
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor2279/Pdt.G/2015/PA.Mks,
h., 63.
79
2013 berkaitan penggunaan fasilitas kesehatan gratis (BPJS) bagi seluruh
kalangan masyarakat.
Akan tetapi, hakim dalam memutuskan suatu perkara tidak hanya melihat
peristiwa dan akibatnya, tetapi juga harus melihat ada tidaknya aturan hukum
yang dilanggar. Dalam kasus ini melihat doktrin dan perkembangan teori
memang dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa tidak terduga, tetapi
sebelum adanya kebijakan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahuin 2013 terkait
fasilitas BPJS gratis itu ada, bahwa UUD 1945 sudah mencanagkan dalam
Pasal 28H ayat 1 yang berbunyi :56
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dengan demikian ketika diuraikan unsur dan perkembangan teori force
majeure dengan kasus tersebut unsur pada kasus ini tidak terpenuhi secara
mutlak, sehingga kebijakan Praturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 terkait
fasilitas Badan Penyelenggara Jasa Kesehatan (BPJS) bukanlah merupakan
suatu keadaan yang dikategorikan force majeure karena masih bisa
dilaksanakannya prestasi tersebut dengan restrukturisasi ulang pembayaran
dengan menggunakan separuh gaji debitur sebagai PNS dan dibicarakan
secara musyawarah untuk merubah pasal-pasal akad pembiayaan murabahah
dengan keadaan sulit.
56
Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 tentang Jaminan Kesehatan.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. konsep peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia ini
masilah menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu
mengkualifikasi peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure
tersebut hanyalah haruslah “tidak terduga“ oleh para pihak, atau tidak
termasuk dalam asumsi dasar (basic assumption) pada saat para pihak
membuat kontrak itu. Sedangkan tidak ada kualifikasi khusus secara
detail dalam menentukan peristiwa seperti apa yang dapat di
kualifikasi sebagai konseptual force majeure.
2. Berdasarkan putusan Pengadilan Agama Makassar No.
2279/Pdt.G/2015/PA.Mks, keluarnya peraturan peraturan presiden
nomor 12 tahun 2013 terkait fasilitas BPJS dalam hal ini tidak dapat
dijadikan sebagai suatu alasan pemaaf dalam keadaan memaksa (force
majeur) karena jika melihat beberapa doktrin dan preseden kasus
suatu kebijakan pemerintah yang dapat di golongkan sebagai suatu
keadaan memaksa merupakan peraturan pemerintah yang dapat
menyebabkan suatu objek perjanjian/perikatan menjadi tidak mungkin
di laksanakan seutuhnya sebagaimana yurispudensi kasus Putusan
Pengadilan Hubungan Industrial Palu Senketa PHK Register Nomor
14/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Pal.
B. Saran
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak dapat dengan bebas
menentukan isi perjanjian sesuai dengan kehendak mereka tetapi juga
harus menghormati batasan undang-undang, kesuasilaan yang baik dan
ketertiban umum. Dalam membuat perjanjian yang memikat para pihak
tersebut, sebaiknya memasukan klausul terkait keadaan memaksa tersebut
sebagai upaya memitigasi kerugianyang mungkin ditimbulkan di sertai
penjelasan mengenai ruang lingkup suatu peristiwa yang dapat
dikualifikasi sebagai suatu keadaan memaksa sehingga para nasabah
memahami objek apa saja yang dapat di klaim sebagai suatu peristiwa
81
force majeure. Misalnya jika terjadi suatu peristiwa keadaan memaksa
karena bencana alam yang merusak objek perjanjian maka para pihak
dapat tanggung menanggung untuk membangun kembali objek perjanjian
yang rusak karena peristiwa keadaan memaksa tersebut serta cara-cara
untuk menanggulangi resiko yang disebabkan keadaan memaksa ini tetap
harus mempertimbangkan kesepakatan para pihak dalam perjanjian
tersebut.
Bagi hakim yang memeriksa perkara ekonomi syariah berkaitan
dengan force majeure hendaknya memeriksa dan memerhatikan terlebih
dahulu klausul perjanjian yang dibuat oleh para pihak meskipun perjanjian
itu sudah dibuat sesempurna mungkin. Akan tetapi terkadang masih ada
perusahaan-perusahaan perbankan syariah yang tidak mencantumkan
klausul force majeure, dalam hal ini hakim diwajibkan untuk tetap
memeriksa dan memberikan keadilan kepada pihak yang mengalami
peristiwa keadaan memaksa tersebut. Ketika suatu peristiwa di katakan
sebagai keadaan memaksa para pihak dapat melakukan musyarawah untuk
bernegosiasi terhadap akibat hukum dengan memberikan keringanan
dalam menjalankan prestasi tersebut. Begitu pun ketika seorang debitur
mengalami keadaan sulit seharusnya dapat meminta renegoisasi kontrak
terhadap pihak kreditur sebagaiama teori hardsip Agus Yudha Hernoko.
82
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika; 2010.
Ali, M. Hatta, Peradilan Sederhana Cepat dan Biaya Ringan Menuju Keadilan
restorative, Cet. 1, Bandung: PT Alumni, 2012.
Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 2005.
Badrulzaman, Mariam Darus, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
Budiono, Herlien, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Jakarta:
Citra Aditya Bakti,2006.
Farid, Nashr dan Muhammad Washil, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawaid
Fiqhiyyah, Jakarta: AMZAH, 2009.
Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak
Komersil, Cet. 1, Jakarta: KENCANA, 2010.
H.S, Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. 1,
Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
H.S, Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Penerbit Sinar
Grafika, 2001.
HS, Salim dan Abdullah, Wiwiek Wahyu Ningsih, Perancangan Kontrak &
Memorandum of Understanding (MoU), Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Hutagalung, Sophar Maru, Kontrak Bisnis Di ASEAN Pengaruh Sistem Hukum
Common Law dan Civil Law, Cet. 1 Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Kusumadara, Afifah, Kontrak Bisnis Internasional (Elemen-Elemen Penting
dalam Penyusunannya), Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Lathif, Azharuddin dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009.
Miru, Ahmad , Hukum Kontrak& Perancangan Kontrak, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007.
83
Miru, Ahmad dan Saka Pati, Hukum perikatan Penjelasan makna pasal 1233
sampai 1456 BW, Ed. 1-3, Jakarta, Rajawali Pers, 2011.
Miru, Ahmad, Hukum Kontrak&Perancangan Kontrak, Jakarta : RajawaliPers,
2016.
Mubarok, Jaih, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002.
Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Jakarta: Mandar Maju,1994.
Sardjono, Agus, dkk., Pengantar Hukum Dagang, Jakarta : RajawaliPers, 2014.
Setiawan, I ketut Oka, Hukum Perikatan, Jakarta: Sinar Grafika, 2015.
Simanjutak, P.N.H, Hukum Perdata indonesia, Jakarta: Prenadamedia Group,
2015.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011
Soemadipraja, Rahmat S.S, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa,
Jakarta: Gramedia, 2010.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2010.
Sunggono, Bambang Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003.
Jurnal, Skripsi dan Majalah
Elfiani, “Akibat Overmacht(Keadaan Memaksa) dalam Perjanjian Timbal Balik”,
Al- Hurriyah, Vol. 13, No. 1, Januari-Juni: 2012.
Hidayat, M. Rifqi, “Analisis Hukum Kontrak Syariah Terhadap Klausul Force
Majeure dalam Akad Murabahah”, Banjarmasi: Tesis UIN Antasari, 2015.
Hidayat, Muhammad Rifqi dan Parman Komarudin, “Tinjauan Hukum Kontrak
Syariah Terhadap Ketentuan Force Majeure dalam Hukum Perdata”,
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran, Vol. 7, No. 1, Juni: 2017.
Isradjuningtia, Agri Chaerunisa, “Force Majeure (Overmacht) dalam Hukum
Kontrak(Perjanjian) Indonesia”,Jurnal UNPAR, Vol. 1, No. 1, 2015.
84
Latifah, Mir’atul, dkk, Perubahan Regulasi Sebagai Keadaan Memaksa Terhadap
Perjanjian: Studi Kasus Putusan Perjanjian Karena Perubahan Reguasi
(Putusan No. 04/PDT.G/2004/PN.BTG), Depok: Fakultas Hukum UI,
2013.
Noor, Mohammad, “Memperkuat Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah”, Majalah
Peradilan Agama. Edisi 8, Desember, 2015.
Pranindira, Ceisa Sandrina, ”Analisis Penyelesaian Force Majeure dalam Produk
Pembiayaan Pada Bank Syariah”, Jakarta: Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah, 2016.
Rasuh, Daryl John, “Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut
Pasal 1244 dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Lex
Privatum, Vol IV, No. 2, Februari, 2016.
Wardana, Arif Wisnu “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Overmacht dalam
Perjanjian Mudharabah….”, Yogyakarta: Skripsi Universitas Islam
Indonesia, 2017.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1444 ayat 2.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1244, 1245, 1444,
dan 1445.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2013 tentang Fasilitas BPJS.
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 156 (1) tentang Ketenagakerjaan.
Undan-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jasa Angkutan.
Peraturan Bank Indonesia No. 13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank
Umum.
Pengaturan Bank Indonesia No. 15/3/PBI/2013tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank Perkereditan Rakyat.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 49/POJK.03/2017 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat.
85
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang Keadaan Memaksa.
Fatwa DSN MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu
yang Menunda-Nunda Pembayaran
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 tentang Jaminan Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) dan pasal 24 ayat (3) tentang Jaminan Kesehatan.
Internet
Keadaan Memaksa (Overmacht), diakses pada 28 Juli 2018 Pukul 15.47 WIB dari
http://materihukum.com/keadaan-memaksa-overmacht/.
Overmacht dalam Perikatan, diakses pada 5 Agustus 2018 Pukul 22.15 WIB dari
http://www.npslawoffice.com/overmacht-dalam-perikatan/
Sutrawaty, Laras Force majeure Sebagai Alasan Tidak Dilaksanakan Suatu
Kontrak DiTinjau Dari Perspektif Hukum Perdata, di akses Pada 05 April
2019, Pukul. 01.00 WIB, dari https://media.neliti.com.
Suwastini, Sri “Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dalam Perkara Ekonomi
Syariah Di Pengadilan Agama Pontianak”, diakses pada 10 Maret 2019
dari (https://media.neliti.com)
Lampiran-Lampiran
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman1dari66
PUTUSAN
Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA Mks.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara
bank syariah dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai
berikut dalam perkara antara:
PENGGUGAT, umur 53 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir Stara Dua
(S-2), pekerjaan Aparatur Sipil Negara (ASN), tempat tinggal di
Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Kota
Makassar, dalam hal ini di wakili oleh kuasa hukumnya TAHIR,
SH., S.HI., MH., warga Negara Indonesia, pekerjaan advokat,
pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum TAHIR & Rekan
beralamat di Jalan Abd. Daeng Serua Nomor 69, Kelurahan
Masale, Kecamatan Panakukkang, Kota Makassar.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 17 Desember
2015 selanjutnya disebut PENGGUGAT.
melawan
1. PT. BANK BNI SYARIAH , beralamat di Kelurahan Daya Kecamatan
Tamalanrea, Kota Makassar, disebut sebagai TERGUGAT.
2. KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA dan LELANG (KPKNL)
MAKASSAR, beralamat di Kelurahan Karuwisi Utara,
Kecamatan Panakukang Kota Makassar, disebut sebagai
TURUT TERGUGAT .
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman2dari66
Pengadilan Agama tersebut:
Setelah membaca dan mempelajari berkas perkara.
Setelah mendengar para pihak di muka sidang.
DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan gugatan yang
terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Makassar tanggal 18
Desember 2015 di bawah register perkara Nomor 2279/Pdt.G/2015/PA Mks.
dengan mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa pada hari Jumat tanggal 27-11-2013 Penggugat telah
mengadakan perikatan (akad pembiayaan murabahah) dengan
Perseroan Terbatas PT. Bank BNI Syariah, di hadapan Notaris Hajjah
Andi Mindaryana Yunus, Sarjana Hukum, berkedudukan di Kota
Makassar.
2. Bahwa in cusa perikatan dimaksud Penggugat telah menjaminkan
kepada Tergugat, agunan sebidang tanah yang berdiri di atas Sertipikat
Hak Guna Bangunan Nomor 23251/Sudiang Raya, sebagaimana
diuraikan dalam Surat Ukur, tertanggal 18-06-2007, Nomor 04314/2007,
seluas 217 m2 (dua ratus tujuh belas meter persegi), Nomor Identifikasi
Bidang Tanah (NIB) : 20.01.11.06.3.2325), yang diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan Kota Makassar tertanggal 24-07-2007, Sertipikat mana
terakhir terdaftar atas nama Penggugat.
3. Bahwa in cusa perikatan di maksud Penggugat mendapatkan realisasi
pembiayaan (harga perolehan) dari Tergugat Rp 200.000.000,00. (dua
ratus juta rupiah), total pengembalian angsur (bi tsaman ajil) kepada
Tergugat sebesar Rp 344.000.000,00. (tiga ratus empat puluh empat juta
rupiah), maka harga keuntungan (marjin) Tergugat sebesar Rp
144.000.000,00. (seratus empat puluh empat juta rupiah).
4. Bahwa in cusa perikatan di maksud Penggugat wajib melakukan
pelunasan pembiayaan kepada Tergugat secara angsuran/jangka waktu
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman3dari66
pembayaran 60 (enam puluh) bulan, terhitung sejak 27-11-2013 sampai
dengan 26-11-2018.
5. Bahwa untuk terpenuhi pada point 3 dan 4, maka keharusan Penggugat
melakukan pembayaran angsuran sebesar Rp 5.735.833,00. (lima juta
tujuh ratus tiga puluh lima delapan ratus tiga puluh tiga rupiah) setiap
bulannya, waktu mana ditetapkan paling lambat tanggal 25 setiap
bulannya dimulai sejak bulan Desember 2013. Hal mana pembayaran
angsuran dilakukan dengan pemindahbukuan via rekening nomor
0319370969 (Bank BNI Syariah Mikro Veteran Makassar) atasnama
Penggugat.
6. Bahwa keadaan mana Penggugat dalam pembayaran angsuran berjalan
lancar sampai bulan Juli tahun 2014 (dapat dilihat bukti transaksi
pemindahbukuan rekening/pemotongan angsuran). Namun pada bulan
Agustus tahun 2014 usaha Klinik Herbal Penggugat mulai menurun,
karena para pelanggan Penggugat beralih menggunakan fasilitas Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ditetapkan pemerintah pada
tanggal 18 Januari 2013.
7. Bahwa keadaan mana Penggugat mengalami kerugian dimana stock
barang/herbal sudah rusak (kadaluarsa).
8. Bahwa segala upaya telah dilakukan oleh Penggugat untuk mencari
upaya maksimal penyelamatan usaha, akan tetapi sudah di luar
kekuasaan dan kemampuan akibat dari dampak penerapan pelanggan
Penggugat kecenderungan menggunakan fasilitas pada (point 6).
9. Bahwa pada tanggal 9 Januari 2015 keadaan mana Penggugat
mendapatkan surat teguran keras (somasi) dari Tergugat untuk segera
melunasi kewajiban angsuran/total tunggakan selama empat bulan
sebesar Rp 16.321.203,00 (enam belas juta tiga ratus dua puluh satu ribu
dua ratus tiga rupiah), itikad baik Penggugat telah melunasi
tunggakannya tanggal 25 Februari 2015 (setoran tunai tertanggal 25
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman4dari66
Februari 2015 sebesar Rp16.365.000,00.(enam belas juta tiga ratus
enam puluh lima ribu rupiah).
10. Bahwa telah menjadi ketentuan Akad, Penggugat tetap dikenakan denda
5 % pertahun dari angsuran tertunggak dan harus dibayar lunas oleh
Penggugat kepada Tergugat.
11. Bahwa selanjutnya Penggugat mendapatkan lagi peringatan-peringatan
dari Tergugat secara tertulis; tertanggal 4 Juni 2015 Perihal Surat
Peringatan I tunggapan sebesar Rp17.095.358,00.(tujuh belas juta
sembilan lima ribu tiga ratus lima puluh delapan rupiah), tertanggal 12
Juni 2015 Perihal Surat Peringatan II tunggakan menjadi sebesar Rp
22.828.689,00.(dua puluh dua juta delapan ratus dua puluh delapan ribu
enam ratus delapan puluh sembilan rupiah), tertanggal 23 Juni 2015
Perihal Surat Peringatan III mengharuskan penyelesaian/melunasi
seluruh kewajiban (total) Rp 192.336.525,00.(seratus sembilan puluh dua
juta tiga ratus tiga puluh enam ribu lima ratus dua puluh lima rupiah).
12. Bahwa terkait pada point 9, Penggugat masih dapat membayar
sebahagian tunggakan sebagaimana tercantum pada in cusa peringatan-
peringatan tersebut (bukti: setoran tunai tertanggal 16/06/2015 Rp
6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan tertanggal 31/07/2015
Rp100.000,00.(seratus ribu rupiah).
13. Bahwa atas keadaan mana Penggugat tidak dapat menyelesaikan
kewajiban angsuran, pada tanggal 24 November 2015 Tergugat
menyampaikan perihal Surat Pemberitahuan jadwal Lelang hari Rabu,
tanggal 23 Desember 2015 dari Turut tergugat kepada Penggugat.
Terlampir lembaran Pengumuman Lelang I (dengan limit lelang Rp
312.600.000,00.(tiga ratus dua belas juta enam ratus ribu rupiah), uang
jaminan Rp 63.000.000,00.(enam puluh tiga ribu ribu juta rupiah).
14. Bahwa sebelumnya Penggugat telah mengajukan Surat kepada Tergugat
perihal pembebasan kewajiban hutang, tertanggal 23 Desember 2014,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman5dari66
tertanggal 7 Februari 2015, tertanggal 10 Februari 2015, tertanggal 29
Juli 2015, pada inti permohonannya agar:
a. seluruh kewajiban atas beban hutang dibebaskan dengan dasar
alasan usaha Penggugat tergolong peristiwa sebagai keadaan
memaksa (force majeure) sesuai bunyi Pasal 17 tertuang di akad
Pembiayaan Murabahah yang dibuat dihadapan Notaris Hajjah Andi
Mindaryana Yunus, Sarjana Hukum, dengan akte nomor 103 yang
disepakati bersama.
b. Dengan itikad baik Penggugat berupaya memenuhi kewajiban
dengan meminta petunjuk, saran, arahan serta pembinaan dari pihak
Tergugat dan meminta restrukturisasi/perubahan schedule dengan
pembayaran separuh dari gaji Penggugat sebagai pegawai negeri.
Namun pihak Tergugat hanya mengarahkan dan menunjukkan
beberapa bank lain untuk meng-take over pinjaman Penggugat dan
memaksa melunasi kewajiban.
15. Bahwa dengan dinyatakan Penggugat telah melakukan perbuatan
cedera janji (wanprestasi/Mukhalafatu Syuruth) oleh Tergugat, kondisi
mana Penggugat mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan
pula berupa;
a. Peristiwa tanggal 23 Desember 2014, oknum petugas Tergugat dari
bersifat kasar dianggap arogansi dengan melakukan penggembokan,
mencat pagar dengan tulisan, dan merante/gembok pagar rumah
diketahui anak Penggugat dan teman anak Penggugat sedang di
dalam rumah hingga kelaparan, diketahui Penggugat pada jam 17.00
Wita pulang dari kantornya, anak Penggugat dan temannya tertolong
dengan panjat pagar, waktu mana yang sama Penggugat tinggalkan
rumah dan menumpang di rumah keluarga.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman6dari66
b. Dan dampak melakukan penggembokan dan merante/gembok pagar
rumah, usaha Penggugat sebagai pemilik sekaligus pegelola Klinik
Herbal bertempat di rumah tersebut otomatis ditutup.
16. Bahwa pada posita yang telah diuraikan di atas menemukan fakta di
mana ketentuan pada akad pada Pasal 2, Tergugat mendapatkan total
keuntungan sebesar 72 % (selama 60 bulan), berlakunya denda 5% dan
tidak ada kejelasan dalam akad hitungan persen bagi hasil (nisbah)
antara Penggugat-Tergugat atau rasio pembinaan usaha
nasabah/kebaikan Penggugat karena keharusan Tergugat sebagai
sahibul mal fil mudharib, dengan demikian dapat dinyatakan tidak
memiliki prinsip syariah yang syirkah, mudharabah wa musyarakah,
tidak jelas/samar-samar (gharar), serta keharusan memperhatikan
kehalalan ; sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 5 dan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
17. Bahwa demikian pula dikuatkan pada ketentuan Fatwa No. 7 /DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan mudharabah, berkaitan dengan
ketentuan akad perkara a aquo.
18. Bahwa keadaan mana tersebut menjadi syarat batal, sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1449 KUHPerdata perkara a
quo.
Berdasarkan atas hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka
Penggugat, memohon kepada Ketua Pengadilan Agama Makassar Cq.
Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan untuk
memberi putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa perikatan (akad pembiayaan murabahah) antara
Pengugat dengan Tergugat di hadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana
Yunus, Sarjana Hukum, berkedudukan di Kota Makassar, tertanggal 27-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman7dari66
11-2013, tidak memiliki prinsip syariah dan ketentuan akad, maka harus
dinyatakan syarat batal.
3. Menghukum Tergugat membatalkan perikatan/perjanjian Nomor 103
(akad Pembiayaan Murabahah) dengan Penggugat, yang telah dibuat
dihadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, Sarjana Hukum.,
berkedudukan di Kota Makassar, tertanggal 27-11-2013, karena
merugikan Penggugat.
4. Menyatakan bahwa menerima keadaan mana Penggugat seluruh
kewajiban atas beban hutang dibebaskan dengan dasar alasan usaha
Penggugat tergolong peristiwa sebagai keadaan memaksa (force
majeure).
5. Menghukum Tergugat untuk membebaskan Penggugat dari segala
pembiayaan angsuran dan beban biaya lainnya dikerenakan usaha
Penggugat tergolong peristiwa keadaan memaksa (force majeure) dan
tanpa syarat.
6. Menghukum Tergugat untuk mengembalikan agunan Pengugat berupa
sebidang tanah yang Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor:
23251/Sudiang Raya, sebagaimana diuaraikan dalam Surat Ukur,
tertanggal 18-06-2007, Nomor 04314/2007, seluas 217 M2. (dua ratus
tujuh belas meter persegi), Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) :
20.01.11.06.3.2325), yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota
Makassar tertanggal 24-07-2007, Sertipikat mana terakhir terdaftar
atasnama Penggugat dan tanpa syarat.
7. Menyatakan bahwa prosesi pelelangan yang dilakukan oleh Turut
Tergugat tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dikarenakan
klausal syarat batal perikatan/perjanjian akad antara Pengugat dan
Tergugat.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman8dari66
8. Menghukum Turut Tergugat membatalkan segala berkaitan ketentuan
prosesi pelelangan dan atau sekaligus terpilihnya pemenang lelang
sebagai pembeli yang beritikad baik.
9. Menghukum Tergugat dan Turut Tergugat untuk membayar biaya
perkara.
Atau: Apabila majelis hakim berpendapat lain dalam kaitannya dengan
perkara a quo, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aeque et bono).
Menimbang, bahwa pada hari-hari persidangan perkara ini Penggugat
dan Tergugat masing-masing diwakili oleh kuasanya untuk datang
menghadap.
Menimbang, bahwa sebelum memeriksa perkara, Penggugat dan
Tergugat terlebih dahulu melakukan mediasi di hadapan mediator hakim
Pengadilan Agama Makassar, akan tetapi tidak berhasil, karena para pihak
tidak mengajukan usul kesepatakan damai. Pemeriksaan kemudian
dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan Penggugat dan oleh
Penggugat dinyatakan berketetapan pada gugatannya.
Menimbang, bahwa atas gugatan tersebut Tergugat dan turut
Tergugat memberikan jawaban sebagai berikut :
Jawaban Tergugat :
Setelah membaca dan mempelajari gugatan yang disampaikan oleh
Penggugat dalam perkara Nomor 2279/PDT.G/2016/PA.MKS. di
Pengadilan Agama Makassar, maka dengan ini kami menyampaikan
eksepsi dan jawaban terhadap pokok perkara (in casu PT. Bank BNI
Syariah), sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman9dari66
I. DALAM EKSEPSI
Bahwa Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah) dengan ini mengajukan
eksepsi, berdasarkan alasan serta dasar hukum sebagai berikut berikut :
OBYEK GUGATAN KABUR (OBSCUUR LIBEL)
1. Bahwa formulasi gugatan tidak jelas, kabur. Posita (fundamentum
petendi) tidak menjelaskan dasar hukum (rechtsgrond) atau pasal-
pasal peraturan perundang-undangan dan kejadian yang mendasari
gugatan dan Petitum Penggugat. Dalam posita maupun petitum
gugatan Penggugat tidak dijelaskan dasar hukum gugatan, apakah
dasar gugatan Penggugat kepada Tergugat termasuk kedalam
kategori Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata)
ataukah wanprestasi (Pasal 1238 KUHPerdata).
Dengan tidak dijelaskannya dasar hukum suatu gugatan maka
gugatan tersebut harus dinyatakan gugatan Penggugat tidak dapat
diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard) sebagaimana dikuatkan dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 239 K/Sip/1968 yang
menyatakan ”Gugatan yang tidak berdasarkan hukum harus
dinyatakan tidak dapat diterima…”.
Bahwa dalil gugatan yang demikian tentunya tidak memenuhi
syarat formil suatu gugatan yakni harus jelas dan tegas (een duidelijke
en bepaalde conclusie) sebagaimana diatur pasal 8 Rv. Dengan tidak
terpenuhinya syarat formil suatu gugatan maka gugatan tersebut
harus dinyatakan gugatan Penggugat tidak diterima (Niet Ontvankelijk
Verklaard) sebagaimana dikuatkan dalam Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI No. 1343 K/Sip/1975 tanggal 15 Mei 1979 yang menyatakan
”Karena gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh karena tidak
memenuhi persyaratan formil”.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman10dari66
2. Bahwa antara posita dengan petitum saling bertentangan, dalam
posita Gugatan Penggugat angka 14 huruf (b) menjelaskan
“…dengan iktikad baik Penggugat berupaya memenuhi kewajiban …
dan meminta restrukturisasi dengan pembayaran separuh dari gaji
Penggugat sebagai PNS…dst” sedangkan dalam Petitumnya angka 5
menyebutkan “..Menghukum Tergugat untuk membebaskan
Penggugat dari segala pembiayaan angsuran dikarenakan usaha
Penggugat tergolong peristiwa keadaan memaksa (force majeure)…”
Berkaitan dengan pertentangan tersebut, dalam Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI No. 28 K/Sip/1973 menyebutkan : “yang
menyatakan Petitum sangat bertentangan dengan Posita dan gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima dan Kabur.
3. Bahwa di dalam petitum angka 7 dan 8 gugatan Penggugat , pada
intinya menyebutkan bahwa “…menyatakan prosesi pelelangan yang
dilakukan oleh Turut Tergugat tidak mempunyai kekuatan hukum
memikat… Menghukum Turut Tergugat membatalkan segala
berkaitan ketentuan prosesi pelelangan dan/atau terpilihnya
pemenang lelang sebagai pembeli…” merupakan petitum yang masih
bersifat umum dan abstrak dan tidak jelas.
Hal ini dikarenakan Penggugat tidak menyebutkan prosesi
pelelangan yang mana, tanggal berapa dan obyek yang mana yang
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta ketentuan
pelelangan mana yang harus dibatalkan. Selain itu Penggugat dalam
petitumnya tidak menyebutkan kerugian apa yang diderita atas
tindakan yang dilakukan Tergugat , sehingga petitum tersebut tidak
memenuhi syarat formil dan materil karena obscuur libel
(sebagaimana di atur dalam pasal 8 Rv).
Bahwa dengan tidak jelasnya, bersifat umum dan abstrak petitum
pada gugatan Penggugat, maka gugatan tersebut tidak sempurna dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman11dari66
harus dinyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk
Verklaard) sebagaimana dikuatkan dalam Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI No. 492 K/Sip/1970 tanggal 21-11-1970 yang menegaskan
bahwa “Gugatan yang tidak sempurna, karena tidak menyebutkan
dengan jelas apa yang dituntut, harus dinyatakan tidak dapat diterima”
4. Bahwa berdasarkan argumentasi yuridis tersebut diatas, jelas gugatan
Penggugat kepada Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah) tidak
berdasarkan hukum dan kabur (Obscuur Libel) oleh karenanya
GUGATAN PENGGUGAT HARUS DINYATAKAN TIDAK DAPAT
DITERIMA (Niet Ontvankelijk Verklaard).
II. DALAM POKOK PERKARA
Bahwa Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah) dengan ini menolak
dengan tegas seluruh dalil yang dikemukakan Penggugat dalam
gugatannya, kecuali apa-apa yang telah diakui dan dibenarkan secara
tegas oleh Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah), Bahwa dalil-dalil
Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah) yang telah digunakan dalam
eksepsi dengan ini secara mutatis mutandis berlaku dan diinyatakan
kembali dalam pokok perkara sebagai satu kesatuan serta bagian yang
tidak terpisahkan dalam pokok perkara ini :
1. Bahwa Tergugat merupakan Bank Umum Syariah yang salah satu
kegiatan usahanya adalah menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan/ investasi dan menyalurkan pembiayaan kepada
masyarakat berdasarkan Akad Murabahah, Musyarakah maupun akad
lainnya berdasarkan prinsip Syariah.
2. Bahwa dalil Gugatan Penggugat dalam posita angka 1 s/d 5 yang
pada intinya telah mengakui telah menerima Fasilitas Pembiayaan
Murabahah untuk renovasi tempat usaha dan pembelian peralatan dari
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman12dari66
Tergugat berdasarkan Akad Pembiayaan Murabahah No. 103 yang
dibuat dihadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, SH tanggal
27 November 2013.
3. Bahwa dalil Gugatan Penggugat dalam posita angka 6 yang pada
intinya menyatakan bahwa “Penggugat dalam pembayaran angsuran
berjalan lancar sampai bulan Juli 2014, namun pada bulan agustus
tahun 2014 usaha klinik herbal Penggugat mulai menurun, karena para
pelanggan beralih menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan…”
merupakan pengakuan yang sempurna oleh Penggugat.
Bahwa Penggugat sendiri mengakui secara tegas bahwa dari bulan
juli 2014 sampai dengan gugatan ini diajukan hanya 6 (enam)
kali/bulan saja Penggugat membayar angsuran.
Sehingga dapat diketahui bersama bahwa Penggugatlah sebenarnya
yang telah melakukan wanprestasi dengan tidak melaksanakan
kewajibannya berdasarkan akad pembiayaan yang telah disepakati
bersama.
4. Bahwa dalil Gugatan Penggugat dalam posita angka 6, 7, 8, 14 huruf
(a) yang pada intinya menyatakan bahwa ”…dampak dari penerapan
fasilitas BPJS Kesehatan yang ditetapkan pemerintah tanggal 18
Januari 2013 mengakibatkan keadaan force majeure (sesuai pasal 17
Akad Pembiayaan Murabahah) dimana para pelanggan Penggugat
beralih menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan sehingga usaha klinik
herbal menjadi menurun…” merupakan dalil yang keliru, mengada-
ngada dan penuh dengan rekayasa hukum belaka.
Bahwa fasilitas kesehatan melalui sarana BPJS Kesehatan telah
digulirkan oleh Negara/Pemerintah melalui UU No. 24 Tahun 2011
tentang BPJS dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden No. 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman13dari66
Bahwa fasilitas tersebut telah diundangkan dan diterapkan jauh
sebelum Penggugat mengajukan pembiayaan dengan akad
pembiayaan murabahah (jual-beli) bukan pembiayaan musyarakah
kepada Tergugat. Selain itu pembiayaan yang diterima oleh Penggugat
dari Tergugat sesuai dengan Akad Pembiayaan Murabahah No. 103
yang dibuat dihadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, SH
adalah untuk renovasi rumah dan pembelian peralatan sehingga tidak
ada kaitannya dengan BPJS Kesehatan.
Bahwa terkait dengan Peraturan Pemerintah yang dianggap force
majeure yakni merupakan suatu keputusan administratif pemerintah
setempat (beschiking), yang mengatur boleh tidak nya seseorang atau
badan hukum melakukan suatu perbuatan hukum terhadap objek
tertentu.
Adapun kebijakan pemerintah yang dapat dikategorikan force majeure
seperti yang diatur dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No.
24/K/Sip/1958 yang menyatakan bahwa “Kebijakan pemerintah
sebagai force majeure adalah keluarnya kebijakan pemerintah yang
melarang sesuatu yang ada kaitannya dengan isi perjanjian yang
membuat kalau debitur memaksakan diri untuk melaksanakannya
akibatnya debitur dapat ditangkap”. Seperti halnya Peraturan
Pemerintah mengenai larangan impor baju bekas, padahal
sebelumnya impor baju bekas tidak dilarang, namun karena banyaknya
wabah penyakit dan berdampak luas maka pemerintah melarang impor
baju bekas.
5. Bahwa dalil gugatan Penggugat dalam posita angka 10, 16, 17 dan 18
yang pada intinya menyatakan bahwa “… telah menjadi ketentuan
Akad, Penggugat dikenakan denda 5% pertahun dari angsuran
tertunggak dan harus dibayar lunas kepada Tergugat… berlakunya
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman14dari66
denda 5 % dan tidak ada kejelasan persen bagi hasil (nisbah) antara
Penggugat-Tergugat dapat dinyatakan tidak memiliki prinsip syariah
seperti dikuatkan Fatwa MUI tentang pembiayaan Mudharabah…”
merupakan dalil yang keliru, mengada-ngada dan tidak berdasarkan
hukum.
Bahwa pengenaan denda pada prinsipnya bukanlah sesuatu hal yang
bertentangan dengan hukum yang berlaku, pengenaan denda
merupakan suatu sanksi bagi Nasabah yang sengaja menunda-nunda
angsuran kewajibannya. Hal tersebut sesuai dengan Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional NO: 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas
Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran.
Namun faktanya meskipun telah diatur dalam akad pembiayaan
maupun di dalam Fatwa DSN MUI, pihak Tergugat pada praktiknya
tidak pernah menerapkan denda atau menjatuhkan sanksi denda
kepada Penggugat yang telah nyata-nyata lalai dalam melaksanakan
kewajibannya.
Sedangkan terkait dengan dalil tidak ada kejelasan persen bagi hasil
(nisbah) antara Penggugat-Tergugat dapat dinyatakan tidak memiliki
prinsip syariah seperti dikuatkan Fatwa MUI tentang pembiayaan
Mudharabah merupakan dalil yang sangat keliru dan tidak berdasarkan
hukum sama sekali, hal ini dikarenakan antara Penggugat dengan
Tergugat telah sepakat untuk mengadakan Akad Pembiayaan
Murabahah (jual beli) bukan Akad Pembiayaan Mudharabah (bagi
hasil) untuk modal kerja. Sehingga di dalam akad pembiayaan
murabahah telah diatur tegas berapa harga pokok, keuntungan (margin
bank) dan harga jual bank/total pembiayaan yang wajib dibayar oleh
Penggugat kepada Tergugat.
6. Bahwa dalil Gugatan Penggugat dalam posita angka 9, 11, 13 dan 15
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman15dari66
merupakan dalil yang mengada-ngada, tidak jelas, tidak beralasan
hukum dan tidak patut untuk dipertimbangkan. Hal tersebut
dikarenakan sebagai berikut :
a). Bahwa untuk menyelesaikan pembiayaan Penggugat dan
menjaga dana masyarakat yang dikelola oleh Tergugat, maka
setelah melakukan negosiasi dan musyawarah untuk penyelesaian
pembiayaan Penggugat tidak menemukan titik temu, serta surat-
surat teguran dari Tergugat tidak ditanggapi serius oleh
Penggugat, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Tergugat berwenang dan dilindungi oleh hukum untuk melakukan
penjualan jaminan/agunan pembiayaan (objek hak tanggungan)
melalui kantor lelang.
b). Bahwa mengenai Penggugat dan keluarganya mendapat
perlakuan kasar dari Tergugat merupakan dalil yang tidak benar
dan mengada-ngada, sedangkan mencat pagar dengan tulisan
dalam rangka memasang pengumuman, memasuki pekarangan
merupakan bagian dari upaya Tergugat untuk menyelamatkan
pembiayaan Penggugat. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 15
Akad Pembiayaan Murabahah No. 103 yang dibuat dihadapan
Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, SH tanggal 27 November
2013, yakni “…Dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian
Pembiayaan, Bank berwenang melakukan hal-hal sebagai berikut:
− Memasuki objek agunan, memasang papan tanda, stiker atau
bentuk-bentuk lainnya yang dipasang ke atau dituliskan pada
objek agunan Pembiayaan tanpa memerlukan persetujuan/izin
terlebih dahulu dari Nasabah.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman16dari66
− Nasabah menyetujui bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan
Bank dalam Pasal ini bukan merupakan tindakan pencemaran
nama baik Nasabah ataupun perbuatan tidak menyenangkan
dan bukan pula tindakan yang melanggar hukum, sehingga
Nasabah tidak akan mengajukan gugatan perdata maupun
pidana”.
c). Bahwa pada dasarnya Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain (pasal 1 angka 1 UUHT).
d). Bahwa di dalam Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan (UUHT) telah tegas menyatakan bahwa pemegang
Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek
Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
tersebut apabila debitur cidera janji.
e). Bahwa apabila debitur melakukan perlawanan terhadap eksekusi
agunan di pengadilan, maka terhadap agunan yang dibebani
dengan Hak Tanggungan tersebut tetap dapat dilakukan eksekusi
meskipun belum ada putusan pengadilan. Hal ini dikarenakan
adanya Sertipikat Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 14
UUHT, fungsi Sertipikat tersebut adalah sebagai tanda bukti yang
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan Sertipikat tersebut memuat
irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Dengan adanya irah-irah
tersebut, maka Sertipikat tersebut mempunyai kekuatan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman17dari66
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 14 ayat [3] UUHT).
7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelas dan tegas bahwasanya
Gugatan dari Penggugat kepada Tergugat untuk tidak melakukan
pelelangan atas objek Hak Tanggungan, sama sekali tidak berdasar
hukum dan hanya merupakan upaya untuk mengulur waktu dan
menghambat penyelesaian kewajiban atas hutang dari Penggugat
sendiri. Maka sudah sepantasnya jika Majelis Hakim yang terhormat
berkenan menolak seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan
gugatan a quo tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklraad).
Berdasarkan alasan-alasan dan fakta hukum yang Tergugat
kemukakan di atas, mohon kiranya Majelis Hakim Pengadilan Agama
Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara a quo agar menjatuhkan
putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
1. Menerima eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan obyek gugatan Penggugat kabur (Obscuur Libel);
3. Menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
Penggugat tidak dapat diterima (Niet onvenkelijke Verklaard).
DALAM POKOK PERKARA :
1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya atau setidak-tidaknya
menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet
onvenkelijke Verklaard).
2. Menyatakan Penggugat adalah Penggugat yang tidak benar dan
beritikad buruk.
3. Menyatakan Tergugat adalah sebagai pihak yang beritikad baik dan patut
dilindungi hukum.
4. Menghukum Penggugat untuk tunduk dan patuh atas putusan dalam
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman18dari66
perkara ini.
5. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang
timbul dalam perkara a quo.
Menimbang jawaban Turut Tergugat sebagai berikut :
A. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa Turut Tergugat dengan tegas menolak seluruh dalil Penggugat,
kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya;
2. Eksepsi gugatan aquo tidak dapat diperkarakan (Premptoria eksepsi):
a. Bahwa terkait gugatan Penggugat yang ditujukan kepada Turut
Tergugat maka dapat Turut Tergugat tegaskan bahwa gugatan
Penggugat tidak dapat diperkarakan, karena lelang atas objek perkara
a quo telah dibatalkan oleh Pejabat Lelang;
b. Bahwa lelang eksekusi pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan
atas permintaan PT. BNI Syariah Divisi Mikro KCP Tamalanrea in
casu Tergugat terhadap objek lelang berupa (selanjutnya disebut
objek perkara aquo) “Sebidang tanah seluas 217 m2 berikut
bangunan tempat tinggal di atasnya sesuai Sertipikat Hak Guna
Bangunan Nomor 23251 atas nama Hj, Syamsiar A. Ilyas, SKM,
terletak di Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Kota
Makassar” telah dilakukan “pembatalan lelang” oleh Pejabat Lelang
berdasarkan Surat Pernyataan Pembatalan Lelang Nomor SPL-
164/WKN.15/KNL.0205/2015 tanggal 23 Desember 2015.
c. Bahwa oleh karena adanya pembatalan lelang terhadap objek perkara
a quo maka kami mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk
menolak atau setidak-tidaknya tidak menerima gugatan a quo karena
jelas-jelas tidak dapat diperkarakan (premature).
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman19dari66
B. DALAM POKOK PERKARA
1. Bahwa apa yang telah diuraikan dalam eksepsi tersebut di atas, mohon
juga dianggap telah termasuk dalam pokok perkara ini, serta Turut
Tergugat menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil Penggugat, kecuali
terhadap apa yang diakui secara tegas kebenarannya.
2. Bahwa yang menjadi pokok permasalahan gugatan Penggugat pada
pokoknya adalah mempersoalkan tindakan Tergugat yang menurut
Penggugat merugikan Penggugat, yang tidak ada sangkut pautnya
dengan Turut Tergugat, sehingga Turut Tergugat tidak akan menjawab
dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat yang tidak berkaitan dengan
tugas dan wewenang Turut Tergugat.
3. Bahwa dalam perkara a quo, posisi/kedudukan KPKNL Makassar in
casu Turut Tergugat adalah sebagai perantara penjualan melalui
lelang, sebagaimana tugas dan fungsi sesuai peraturan/perundang-
undangan yang berlaku.
4. Bahwa terhadap lelang Eksekusi Pasal 6 Undang Undang Hak
Tanggungan yang dimohonkan PT. BNI Syariah Divisi Mikro KCP
Tamalanrea in casu Tergugat sesuai dengan surat permohonan lelang
Nomor KCPM/860-5/026/11/2015 tanggal 18 November 2015 telah
dijadwalkan pelaksanaannya tanggal 23 Desember 2015 sebagaimana
surat Kepala KPKNL Makassar Nomor : SPNT-567/WKN.15.02/2015
tanggal 19 November 2015, namun pada saat hari pelaksanaan lelang,
Pejabat Lelang membatalkan pelaksanaan lelang objek perkara a quo
sesuai dengan Surat Pernyataan Pembatalan Lelang Nomor: SPL-
164/WKN.15/KNL.0205/2015 tanggal 23 Desember 2015.
5. Bahwa demikian pula, atas pembatalan lelang terhadap objek perkara a
quo, Turut Tergugat juga telah menyurati Tergugat dengan surat Nomor
S-2092/WKN.15/KNL.02/2015 tanggal 28 Desember 2015 hal
Pembatalan Lelang, dimana pada pokoknya Turut Tergugat telah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman20dari66
memberitahukan bahwa atas permohon lelang yang diajukan oleh
Tergugat atas objek perkara a quo telah dilakukan pembatalan lelang
dengan alasan karena tidak memenuhi legalitas formal subjek dan
objek lelang. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI
Nomor : 103/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, Pasal 27 huruf e, dengan tegas dinyatakan bahwa “
Pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan oleh Pejabat Lelang
dalam hal ( e ) tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang
karena terdapat perbedaan data pada dokumen persyaratan lelang”.
Dengan demikian pelaksanaan lelang atas objek perkara aquo tidak jadi
dilaksanakan atau telah dibatalkan.
6. Bahwa perlu Turut Tergugat sampaikan bahwa KPKNL Makassar telah
menjalankan tugas dan kewenangannya di bidang lelang sesuai
prosedur hukum yang berlaku sesuai Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April 2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah diubah dengan PMK
Nomor 103/PMK.06/2013,
7. Bahwa oleh karenanya, tuntutan Penggugat dalam gugatan yang
ditujukan terhadap Turut Tergugat yaitu petitum angka 7 dan 8 patut
ditolak atau dikesampingkan, karena tidak adanya tindakan Turut
Tergugat atas perkara a quo yang merugikan Penggugat ataupun yang
dapat dikategorikan sebagai tindakan perbuatan melawan hukum
(onrecht matigedaad).
Maka, berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Turut Tergugat mohon
agar kiranya Majelis Hakim Pengadilan Agama Makassar berkenan memutus
dengan amar sebagai berikut :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman21dari66
Dalam Eksepsi :
1. Menyatakan Eksepsi Turut Tergugat cukup tepat dan beralasan sehingga
dapat diterima.
2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk
Verklaard);
Dalam Pokok Perkara :
1. Menyatakan gugatan Penggugat ditolak untuk seluruhnya atau setidak-
tidaknya menyatakan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima
(Niet Ontvankelijk Verklaard);
2. Menyatakan tidak ada tindakan Turut Tergugat yang bisa dikategori
Perbuatan Melawan Hukum;
3. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara;
Atau: Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa atas jawaban Tergugat dan turut Tergugat
tersebut, Penggugat mengajukan replik sebagai berikut :
Terhadap jawaban yang telah diajukan oleh Tergugat pada
persidangan tertanggal 3 Maret 2016 dan Turut Tergugat pada persidangan
tertanggal 11 Pebruari 2016, dengan ini memberikan replik sebagai berikut :
I. MENGENAI EKSEPSI
1. Eksepsi Penggugat dan Turut Tergugat ini dengan tegas ditolak
karena menyatakan bahwa dalil-dalil gugatan Penggugat telah
memenuhi persyaratan formalitas gugatan Penggugat, hal mana PT.
Bank BNI Syariah pada Kantor Cabang Pembantu Tamalanrea Kota
Makassar diposisikan sebagai Tergugat dan KPKNL Makassar
diposisikan sebagai Turut Tergugat dalam perkara a quo telah sesuai
dengan bukti-bukti yang diajukan persidangan kemudian.-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman22dari66
2. Sebagaimana dalam in cusa gugatan Penggugat, pada positanya
telah jelas memberikan gambaran tentang kejadian (materile
gebeuren) yang merupakan alasan yang layak untuk dijadikan dasar
tuntutan Penggugat, sedangkan petitum sebagai kesimpulan atau
keseluruhan substansi gugatan yang berisi hal-hal yang dimohonkan
diputuskan di Pengadilan.
3. Dalam eksepsi Terut-Tergugat point angka 2 a,b,c, dapat ditanggapi
pada eksepsi tersebut dengan tegas ditolak, karena sebelumnya telah
terjadi suatu peristiwa hukum prosesi/prosedural administratif yang
telah diproses berlaku final pada “ legalitas formil dan objek lelang”
dengan Tergugat sampai terbitnya penggumuman lelang pertama
pada tanggal 23 Desember 2015 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat 23 Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
“Legalitas formal subjek dan objek lelang adalah suatu kondisi
dimana dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi oleh pemohon
lelang/Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada perbedaan data,
menunjukkan hubungan hukum antara pemohon lelang/Penjual
(subjek lelang) dengan barang yang akan dilelang (objek lelang),
sehingga meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subjek lelang berhak
melelang objek lelang, dan objek lelang dapat dilelang”.
4. Maka patutnya untuk tidak dapat diterima atau diabaikan dalil eksepsi
Tergugat dan Turut Tergugat tersebut.
II. DALAM POKOK PERKARA
1. Bahwa hal-hal yang telah dikemukan dalam tanggapan terhadap dalil
eksepsi di atas, sepanjang ada kaitannya dengan terhadap jawaban
pokok perkara, disisipkan pula di sini dengan demikian tidak
terpisahkan satu sama lain. Dengan tegas menolak semua dalil dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman23dari66
alasan Tergugat dan Turut Tergugat, sepanjang dalil dan alasan itu
merugikan Penggugat.
2. Bahwa diketahui Tergugat merupakan bank umum syariah yang salah
satu kegiatan usahanya adalah menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan/investasi dan menyalurkan pembiayaan kepada
masyarakat berdasarkan Akad Murabahah, Musyarakah maupun akad
lainnya berdasarkan prinsip syariah. Terhadap perkara a quo tidak
berprinsip syariah.
3. Bahwa Tergugat untuk mengetahui terhadap perkara a quo tidak
memiliki prinsip syariah adalah pada in cusa perikatan (Akad
Pembiayaan Murabahah) Penggugat-Tergugat pada hari Jum’at
tanggal 27-11-2013 dengan Akte Nomor 103, dibuat dihadapan
Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, Sarjana Hukum.
4. Bahwa untuk mengetahui in cusa perjanjian/pada Akad Pembiayaan
Murabah di maksud point angka 3 di atas, kemudian dihubungkan
dengan posita angka 16 pada in cusa gugatan Penggugat terdapat
kekhilafan/akad tidak shahih mengarah kepada kezaliman/samar-
samar (gharar)/ kebathilan/ketidakhalalan, diuraikan sebagai berikut:
4.1. In cusa Akad Pembiayaan Murabahah yang disebutkan pada
point 3 di atas adalah mengandung unsur bunga (interest/riba);
ketentuan mana Tergugat mendapatkan total keuntungan
sebesar 72 % (selama 60 bulan) dan berlaku denda 5 persen
(tertuang dalam Pasal 2 dan 7), sebagaimana keadaan
Penggugat dalam in cusa gugatannya pada posita angka 16.
4.2. Bahwa Tergugat bertindak la Sahibul Maal fil Mudharif yaitu
Tergugat tidak menjalankan fungsinya selaku pemilik dana
(Sahibul maal) sebenarnya kepada Penggugat selaku nasabah
pengelola dana (Mudharif), tidak mampu mengatur/ pembinaan
(ijtihad) usaha kebaikan Penggugat, sebagaimana keadaan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman24dari66
Penggugat dalam in cusa gugatannya pada posita angka 3 –
15.
4.3. In cusa Akad Pembiayaan Murabahah secara keseluruhannya
tidak jelas/gharar atas kententuan akad bagi hasil mudharabah
(qiradh) antara Penggugat dan Turut Tergugat yang pada
lazimnya/kekhususan dalam setiap praktek perbankan syariah
yaitu seharusnya Keuntungan usaha secara mudharabah
pihak pertama (Tergugat/shahibul maal) menyediakan seluruh
modal 100 %, sedang pihak lainnya pengelola usaha
(Penggugat/mudharib) harus jelas dituangkan dalam kontrak.
5. Bahwa dampak dari point angka 4 (4.1-4.3) di atas, mengakibatkan
ketidakberdayaan Penggugat melakukan pembayaran cicilan,
sehingga dinyatakan Penggugat telah melakukan perbuatan cedera
janji (wanprestasi/mukhlafatu syuthur).
6. Bahwa dampak dari point angka 4 (4.1-43) di atas, usaha klinik herbal
Penggugat mengalami kemerosotan/penurunan usaha, Tergugat tidak
memberikan solusi/berijtihad/rasio pembinaan terbaik/produktif atau
penyelamatan usaha, cendrung Tergugat mengarahkan Penggugat
meng-Take Over pinjaman atau segera melunasi kewajiban, di mana
keadaan in cusa gugatan Penggugat pada posita angka 6, dan 7.
7. Bahwa Penggugat menyatakan Tergugat tidak memiliki pembinaan
etikad baik/tidak berakhlak mulia, keadaaan mana in cusa gugatan
Penggugat pada posita angka 15.
8. Bahwa in cusa gugatan Penggugat pada posita angka 14 adalah
bersifat permohonan kepada Tergugat tetapi diabaikan.
9. Bahwa ketika diketahui Turut-Tergugat telah dimediakan/
pemberitahukan jadwal lelang pada tanggal 23 Desember 2015,
akibat perbuatan Turut-Tergugat tersebut sangat merugikan
Penggugat karena dapat dimungkinkan kehilangan kepemilikan hak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman25dari66
atas Sertipikat Hak bangunan Nomor 23251/Sudiang Raya diterbitkan
oleh kantor Pertanahan Kota Makassar (dalam masa hak tanggungan)
berakhir jatuh kepada orang lain/pembeli yang beretikad baik.
10. Bahwa dalam perkara a quo, diposisikan sebagai Turut Tergugat,
karena adanya kesertaan merealisasikan permohonan Tergugat untuk
melaksanakan pelelangan, sebagaimana telah dijadwalkan/
dimediakan pemberitahuan jadwal lelang pada tanggal 23 Desember
2015.
11. Bahwa adanya tindakan Turut Tergugat melakukan pembatalan
lelang terhadap objek lelang pada saat hari pelaksanaan lelang,
adalah tidak objektif, ketidakwajaran, ketidakseksamaan, terdapat
kekeliruan yang nyata (erroneous real), pada lazimnya dalam
administation of legal issues ketika sedang berperkara para pihak
seharusnya Turut-Tergugat melakukan “penundaan pelelangan” saja
sampai para pihak telah mendapatkan putusan tetap, kondisi mana
seharusnya Turut Tergugat tetap konsisten menjalani prosesi hukum
dan bersedia menerima akibat hukum ditimbulkan pasca putusan.
12. Bahwa agar dapat menguatkan in cusa gugatan Penggugat dengan
Tergugat seluruhnya , maka perlu dituangkan ketentuan-ketentuan
mendasari yakni.
12.1 Pasal 1 ayat 7 (ralat ayat 5) dan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, selaras
disebutkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
12.2 Dalam kaitan ini Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan
fatwa yang ditetapkan tanggal 29 Dzulhijjah 1420/ 4 April 2000
oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang
ditandatangani ketua dan sekretaris, masing-masing Prof. KH.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman26dari66
Ali Yafie, Drs. H. A. Nazri Adlani sebagai berikut ; Fatwa Dewan
Syariah Nasional majelis Ulama Indonesia Nomor 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh),
menetapkan : FATWA Tentang PEMBIAYAAN MUDHARABAH
(QIRADH), terhadap perkara a quo Tergugat telah melanggar ;
12.2.1 ketentuan Pembiayaan pada nomor 5 dan 8 berbunyi :
(5) “Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang
disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk usaha yang
produktif”., dan (8) “Kriteria pengusaha, presedur
pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN”.
12.2.2 Rukun dan Syarat pembiayaan pada nomor 2a, 4a, dan 5
berbunyi;
(2 a ) “penyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh
para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad) dengan memperhatikan
penawaran dan penerimaan harus sesuai secara
eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad), (4a)
Keuntungan nudharabah adalah jumlah yang didapat
sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut
ini harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh
diisyaratkan hanya satu pihak., (5b) kegiatan usaha oleh
pengelola (mudharib) sebagai perimbangan modal yang
disediakan oleh penyedia dana, penyedia dana tidak
boleh mempersempit tindakan pengelola sedimikian
rupa yang dapat menghalangi tercapaianya tujuan
mudharabah, yaitu keuntungan.
12.2.3 in cusa penjanjian/akad perkara a quo menjadi syarat
batal, sebagaimana di atur dalam Pasal 1320
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman27dari66
KUHPerdata dan Pasal 1449 KUH Perdata perkara a
quo.
13. Bahwa in cusa gugatan Penggugat pada posita angka 14 dan Potitum
angka 4 dan 5 adalah dikenal sebagai kategori peristiwa keadaan
memaksa (force Mejeure) dalam kebebasan berkontrak/ perjanjian
antara Kreditur/Penggugat dengan Debitur/ Tergugat, Persoalan
resiko ditujukan kepada Tergugat harus menjadi pilihan ketika terjadi
peristiwa keadaan memaksa (force Mejeure), sebagaimana disebut
sebagai penghapusan biaya ansuran dan rugi/beban biaya lainnya
untuk kepentingan Penggugat adalah dampak dari wanprestasi,
dimungkinkan untuk dapat terlaksana peristiwa keadaan memaksa
(force majeure) parkara a quo karena Tergugat ceroboh dalam
melakukan akad/pernjanjian (akad tidak syariah) dan ceroboh dalam
pembinaan/produktifitas usaha, maka menjadi ketentuan hukum akad
perkara a quo menjadi syarat batal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 in cusa Akad pembiayaan Murabahah perkara a quo, Pasal
1320 KUH Perdata, Pasal 1449 KUH Perdata, dan Pasal 1245
KUHPerdata. Selanjutnya pada Pasal 1444, dan 1445 KUHPerdata
(terkaitan posita gugatan Penggugat angka 7).-
Demikian Replik Penggugat, penjelasan di atas merupakan
penguatan pada in cusa gugatan Penggugat keseluruhan dan tetap pada
surat gugatannya.
Menimbang, bahwa atas replik Penggugat tersebut, Tergugat
mengajukan duplik sebagai berikut :
Setelah membaca dan mempelajari replik yang disampaikan oleh
Penggugat dalam perkara Nomor 2279/PDT.G/2016/PA.MKS. di
Pengadilan Agama Makassar, maka dengan ini kami menyampaikan
duplik Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah), sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman28dari66
II. DALAM EKSEPSI
Bahwa Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah) dengan ini mengajukan
EKSEPSI, berdasarkan alasan serta dasar hukum sebagai berikut berikut :
OBYEK GUGATAN KABUR (OBSCUUR LIBEL)
1. Bahwa Replik yang disampaikan oleh Penggugat tidak satupun
menyanggah dalil Jawaban Tergugat mengenai dasar hukum
gugatan a quo, apakah dasar gugatan Penggugat kepada Tergugat
termasuk kedalam kategori Perbuatan Melawan Hukum (Ps. 1365
KUH Perdata) ataukah wanprestasi (Ps. 1238 KUH Perdata).
2. Dengan tidak dijelaskannya dasar hukum suatu gugatan maka
gugatan tersebut harus dinyatakan gugatan tidak dapat (Niet
Ontvankelijk Verklaard) sebagaimana dikuatkan dalam Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI No. 239 K/Sip/1968 yang menyatakan ”Gugatan
yang tidak berdasarkan hukum harus dinyatakan tidak dapat
diterima…”.
Bahwa dalil gugatan yang demikian tentunya tidak memenuhi
syarat formil suatu gugatan yakni harus jelas dan tegas (een duidelijke
en bepaalde conclusie) sebagaimana diatur pasal 8 Rv. Dengan tidak
terpenuhinya syarat formil suatu gugatan maka gugatan tersebut
harus dinyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk
Verklaard) sebagaimana dikuatkan dalam Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI No. 1343 K/Sip/1975 tanggal 15 Mei 1979 yang menyatakan
”Karena gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh karena tidak
memenuhi persyaratan formil”.
3. Bahwa sama sekali tidak membantah dalil-dalil/argumentasi yuridis pada
butir 3 yang Tergugat kemukakan dalam eksepsi / jawaban Tergugat.
Sedangkan replik Penggugat mengenai eksepsi butir 3 merupakan dalil yang
tidak jelas, mengada-ngada dan tidak patut dipertimbangkan.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman29dari66
4. Bahwa berdasarkan argumentasi yuridis tersebut diatas, jelas gugatan
Penggugat kepada (in casu PT. Bank BNI Syariah) tidak
berdasarkan hukum dan kabur (Obscuur Libel) oleh karenanya
gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet
Ontvankelijk Verklaard).
III. DALAM POKOK PERKARA
Bahwa Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah) dengan ini menolak
dengan tegas seluruh dalil yang dikemukakan Penggugat dalam replik
Penggugat kecuali apa-apa yang telah diakui dan dibenarkan secara
tegas oleh Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah), Bahwa dalil-dalil
Tergugat (in casu PT. Bank BNI Syariah) yang telah digunakan dalam
eksepsi dengan ini secara mutatis mutandis berlaku dan dinyatakan
kembali dalam pokok perkara sebagai satu kesatuan serta bagian yang
tidak terpisahkan dalam pokok perkara ini:
1. Bahwa dalil Penggugat dalam replik pada pokok perkara angka 1 s/d 4
yang pada intinya menyatakan Akad Pembiayaan Murabahah No. 103
yang dibuat dihadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, SH
tanggal 27 November 2013 tidak berprinsip syariah, gharar dan
mengarah kepada kezhaliman merupan dalil yang keliru, mengada-
ngada, tidak beralasan hukum dan penuh dengan fitnah belaka.
2. Bahwa justru Penggugat-lah yang telah menzhalimi Tergugat dan
masyarakat/nasabah yang telah menempatkan dananya pada
Tergugat dalam bentuk tabungan dan deposito untuk dikelola dan
disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Kezhaliman itu dilakukan
Penggugat dengan cara menunda-nunda dan tidak melaksanakan
pembayaran kewajiban/utangnya yang telah diterimanya dari Tergugat,
bahkan Penggugat malah mengajukan gugatan a quo, sehingga
merugikan Tergugat baik secara moril maupun materil.
3. Bahwa dalil Replik Penggugat yang menyatakan Akad Pembiayaan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman30dari66
Murabahah No. 103 mengandung unsur Bunga (riba) karena mendapat
keuntungan sebesar Rp. 72 % selama 60 bulan semakin
memperlihatkan ketidakpahaman dan kekeliruan Penggugat mengenai
Akad Pembiayaan Murabahah, sehingga dalam hal ini perlu Tergugat
berikan pencerahan hukum kembali sebagai berikut :
Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang
ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati (lihat Pasal 1
angka 7 Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah).
Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan
oleh shahib al-mal (pemilik modal) dengan pihak yang membutuhkan
melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan
barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan
atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara
tunai atau angsur (lihat Pasal 20 angka 6 Peraturan Mahkamah Agung
No. 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah).
4. Bahwa dalil Replik Penggugat yang menyatakan Akad Pembiayaan
tersebut bersifat gharar tidak sesuai dengan prinsip mudharabah
karena seharusnya shahib al-mal (pemilik modal) menyediakan dana
100% dan pihak lainnya sebagai pengelola usaha/Mudharib
merupakan dalil yang ceroboh, tidak paham dan penuh dengan
kekeliruan.
Seperti yang telah Tergugat jelaskan dalam Jawaban Tergugat angka
5, bahwa antara Penggugat dengan Tergugat telah sepakat untuk
mengadakan Akad Pembiayaan Murabahah (jual beli) BUKAN Akad
Pembiayaan Mudharabah (bagi hasil) untuk modal kerja. Sehingga di
dalam akad pembiayaan murabahah telah diatur tegas berapa harga
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman31dari66
pokok, keuntungan (margin bank) dan harga jual bank/total
pembiayaan yang wajib dibayar oleh Penggugat kepada Tergugat .
5. Bahwa dalil Replik Penggugat angka 5 s/d angka 11 patut untuk
ditolak karena merupakan dalil yang diulang-ulang kembali oleh
Penggugat padahal telah dinyatakan dalam gugatannya sehingga
tidak perlu Tergugat tanggapi ulang karena telah ditanggapi dalam
Jawaban Tergugat angka 6 butir a s/d e.
6. Bahwa ketentuan Mudharabah yang didalilkan oleh Penggugat pada
Replik angka 12 merupakan ketentuan yang keliru dan tidak sinkron
dengan Akad Pembiayaan Murabahah yang telah disepakati oleh
Penggugat dengan Tergugat .
7. Bahwa dalil Replik Penggugat angka 13 mengenai force majeure
sehingga harus dibebaskan dari pembayaran angsuran merupakan
dalil yang tidak berdasarkan hukum mengada-ngada dan hanya upaya
buruk untuk membebaskan diri dari pembayaran utang.
Bahwa sesuai Pasal 17 Akad Pembiayaan Murabahah No. 103 yang
dibuat dihadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, SH telah
diatur mengenai keadaan memaksa sebagai berikut :
Pasal 17 Keadaan (Force Mayeur)
(1) Para Pihak dibebaskan dari kewajiban untuk melaksanakan isi
Akad ini, baik sebagian maupun keseluruhan apabila
kegagalan atau keterlambatan melaksanakan kewajiban
tersebut disebabkan karena keadaan memaksa (force
majeure). Hal-hal yang termasuk dalam keadaan memaksa
(force majeure) adalah suatu peristiwa atau keadaan yang
terjadi di luar kekuasaan atau kemampuan salah satu atau
Para Pihak untuk mengatasinya, termasuk namun tidak
terbatas pada kebakaran, bencana alam, peperangan, aksi
militer, huru-hara, malapetaka, pemogokan, epidemi, dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman32dari66
kebijaksanaan maupun peraturan Pemerintah atau penguasa
setempat yang secara langsung dapat mempengaruhi
pelaksanaan Akad.
(2) Dalam hal terjadi keadaan memaksa (force majeure), pihak
yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) wajib
memberitahukan secara tertulis tentang hal tersebut kepada
Pihak lainnya, dengan melampirkan bukti secukupnya dari
kepolisian atau instansi yang berwenang mengenai terjadinya
keadaan memaksa (force majeure) tersebut, selambat-
lambatnya 14 (empat belas) Hari Kerja terhitung sejak tanggal
terjadinya keadaan memaksa (force majeure).
(3) Keterlambatan atau kelalaian salah satu pihak di dalam
memberitahukan adanya force majeure tersebut
mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai
keadaan memaksa (force majeure) oleh pihak lainnya.
(4) Bilamana dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
diterimanya pemberitahuan dimaksud, belum atau tidak ada
tanggapan dari pihak yang menerima pemberitahuan, maka
adanya peristiwa tersebut dianggap telah disetujui oleh pihak
tersebut.
(5) Setelah berakhir atau dapat diatasinya keadaan memaksa
(force majeure), pihak yang mengalami keadaan memaksa
(force majeure) wajib segera melaksanakan kewajiban-
kewajibannya yang tertunda.
(6) Segala akibat yang timbul dari terjadinya force majeure
menjadi tanggung jawab masing-masing pihak.
Sehingga berdasarkan uraian tersebut di atas, ketentuan mana dan
kebijakan pemerintah mana serta dasar hukum apa yang menyatakan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman33dari66
utang yang tidak dibayar oleh Penggugat merupakan suatu keadaan
memaksa (Force Mayeure).
Jika dikaitkan dengan Kebijakan Pemerintah yang dianggap force
majeure, maka hal tersebut sangatlah tidak tepat, karena yang
dimaksud kebijakan pemerintah yakni merupakan suatu keputusan
administratif pemerintah setempat (beschiking), yang mengatur boleh
tidak nya seseorang atau badan hukum melakukan suatu perbuatan
hukum terhadap objek tertentu.
Adapun kebijakan pemerintah yang dapat dikategorikan force majeure
seperti yang diatur dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No.
24/K/Sip/1958 yang menyatakan bahwa “Kebijakan pemerintah
sebagai force majeure adalah keluarnya kebijakan pemerintah yang
melarang sesuatu yang ada kaitannya dengan isi perjanjian yang
membuat kalau debitur memaksakan diri untuk melaksanakannya
akibatnya debitur dapat ditangkap”. Seperti halnya Peraturan
Pemerintah mengenai larangan impor baju bekas, padahal
sebelumnya impor baju bekas tidak dilarang, namun karena banyaknya
wabah penyakit dan berdampak luas maka pemerintah melarang impor
baju bekas.
8. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelas dan tegas bahwasanya
gugatan dari Penggugat kepada Tergugat untuk tidak melakukan
pelelangan atas objek Hak Tanggungan, sama sekali tidak berdasar
hukum dan hanya merupakan upaya untuk mengulur waktu dan
menghambat penyelesaian kewajiban atas hutang dari Penggugat
sendiri. Maka sudah sepantasnya jika Majelis Hakim yang terhormat
berkenan menolak seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan
gugatan a quo tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklraad).
Berdasarkan alasan-alasan dan fakta hukum yang Tergugat
kemukakan di atas, mohon kiranya Majelis Hakim Pengadilan Agama
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman34dari66
Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara a quo agar menjatuhkan
putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
1. Menerima eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan obyek gugatan Penggugat kabur (Obscuur Libel);
3. Menolak gugata Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
Penggugat tidak dapat diterima (Niet onvenkelijke Verklaard).
DALAM POKOK PERKARA :
1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya atau setidak-tidaknya
menyatakan bahwa Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet
onvenkelijke Verklaard).
2. Menyatakan Penggugat adalah Penggugat yang tidak benar dan
beritikad buruk.
3. Menyatakan Tergugat adalah sebagai pihak yang beritikad baik dan
patut dilindungi hukum.
4. Menghukum Penggugat untuk tunduk dan patuh atas putusan dalam
perkara ini.
5. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang
timbul dalam perkara a quo.
Menimbang, bahwa turut Tergugat mengajukan duplik sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI :
1. Bahwa Turut Tergugat tetap berpegang pada dalil-dalil dalam jawaban
terdahulu dan dengan tegas menolak seluruh dalil-dalil Penggugat baik di
dalam Replik maupun di dalam Gugatannya, kecuali terhadap hal-hal
yang secara tegas diakui kebenarannya.
2. Eksepsi gugatan a quo tidak dapat diperkarakan (Peremptoria Esepsi):
a. Bahwa Turut Tergugat tetap pada Jawaban dalam Eksepsi terdahulu
yang menyatakan bahwa gugatan a quo tidak dapat diperkarakan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman35dari66
(Peremptoria Exceptie), karena pelaksanaan lelang eksekusi pasal 6
Undang-undang Hak Tanggungan atas objek perkara aquo tidak jadi
dilakukan lelang karena telah dilakukan pembatalan lelang oleh
Pejabat Lelang sehingga terlalu dini dan keliru jikalau Penggugat
mendalilkan bahwa lelang eksekusi hak tanggungan yang dilakukan
oleh Turut Tergugat adalah merupakan perbuatan melawan hukum,
karena tidak ada perbuatan Turut Tergugat yang dapat dikategorikan
perbuatan melawan hukum terhadap perkara aquo.
b. Bahwa perlu kami tegaskan pembatalan lelang yang dilakukan oleh
Pejabat Lelang dikarenakan masih ada kelengkapan dokumen
persyaratan lelang permohonan lelang dari Tergugat yang tidak
memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, maka kami mohon kepada Majelis Hakim
Yang Mulia sudah sepatutnya menolak atau setidak-tidaknya tidak
menerima gugatan a quo karena jelas-jelas tidak dapat diperkarakan
(premature).
DALAM POKOK PERKARA :
1. Bahwa apa yang diuraikan dalam eksepsi tersebut di atas, mohon
dianggap telah menjadi satu kesatuan dalam pokok perkara ini, serta
Turut Tergugat menolak seluruh dalil Penggugat, kecuali terhadap apa
yang diakui secara tegas kebenarannya;
2. Bahwa Turut Tergugat menolak dalil Penggugat halaman 3 angka 4.3.
baris ketiga yang menyebutkan bahwa mudharabah (qiradh) antara
Penggugat dan Turut Tergugat, dalil tersebut adalah dalil yang keliru dan
menyesatkan karena Turut Tergugat sama sekali tidak ada hubungan
hukum atapun perikatan dengan Penggugat yang terkait dengan Akad
Pembiayaan Murabahah yang Penggugat uraikan dalam dalil-dalil posita
angka 4 halaman 3. Bahwa Akad Pembiayaan Murabahah adalah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman36dari66
perikatan perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat bukan dengan
Turut Tergugat .
3. Bahwa Turut Tergugat menolak dalil Penggugat halaman 4 angka 9 yang
pada pokoknya menyatakan bahwa perbuatan Turut Tergugat yang
memediakan dan memberitahukan jadwal lelang atas objek perkara a quo
sangat merugikan Penggugat karena dapat dimungkinkan Penggugat
kehilangan kepemilikan hak atas objek perkara a quo. Dalil Penggugat
tersebut adalah dalil-dalil yang tidak berdasar hukum sama sekali, karena
Pemberitahuan Lelang ataupun memediakan Pengumuman Lelang
bukanlah merupakan perbuatan hukum dari Turut Tergugat tetapi
merupakan tugas dari Pemohon Lelang in casu Tergugat. Hal ini
sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 41 ayat (1),
yang berbunyi “Penjualan secara lelang wajib didahului dengan
Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual”.
4. Bahwa demikian pula, dengan dalil Penggugat dalam Replik halaman 5
angka 11 yang pada pokoknya menyatakan bahwa tindakan Turut
Tergugat yang melakukan pembatalan lelang adalah tidak objektif karena
menurut Penggugat bahwa ketika sedang berperkara para pihak
seharusnya Turut Tergugat melakukan penundaan lelang hingga adanya
putusan tetap, dalil Penggugat tersebut adalah dalil-dalil yang merupakan
asumsi subjektif Penggugat yang tidak berdasar hukum sama sekali.
Bahwa perlu Turut Tergugat tegaskan berdasarkan Pasal 24 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.06/2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2013 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang yang berbunyi “ Lelang yang akan dilaksanakan
hanya dapat dibatalkan dengan permintaan Penjual atau penetapan
provisional atau putusan dari lembaga pengadilan.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman37dari66
5. Bahwa perlu Turut Tergugat tegaskan lagi, terhadap objek perkara aquo
telah dilakukan pembatalan lelang oleh Pejabat Lelang berdasarkan Surat
Pernyataan Pembatalan Lelang oleh Pejabat Lelang No. SPL-
164/WKN.15/KNL.0205/2015 tanggal 23 Desember 2015, sehingga tidak
terdapat fakta hukum yang menunjukkan bahwa terdapat tindakan Turut
Tergugat yang melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan
Penggugat, karena Turut Tergugat dalam hal ini menjalankan tugas dan
fungsinya di bidang lelang selalu mengacu dan berpedoman pada
peraturan perundangan yang berlaku sesuai Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
sebagaimana diubah dengan PMK Nomor 103/PMK.06/2013;
4. Bahwa Turut Tergugat menolak dalil-dalil Penggugat selebihnya, karena
hal tersebut telah tertanggapi melalui Duplik Turut Tergugat tersebut di
atas, maupun Jawaban Turut Tergugat terdahulu.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas, Turut
Tergugat mohon Kepada Majelis Hakim Pengadilan yang memeriksa dan
mengadili perkara a quo kiranya berkenaan memutus dengan amar
sebagaimana Turut Tergugat sampaikan dalam Jawaban terdahulu.
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya,
Penggugat mengajukan surat-surat bukti sebagai berikut:
No. Urut Surat-surat bukti Penggugat Instansi penerbit
Bukti P-1
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atas nama Penggugat;
Diterbitkan oleh pemerintahan
kota Makassar, pada tanggal 01
Desember 2012;
Bukti P-2 Fotokopi Akad Pembiayaan
Murabahah dengan Nomor 103
antara Penggugat –Tergugat;
Diterbitkan dan disahkan
dihadapan Notaris Hajjah Andi
Mindaryana Yunus, S.H, Nomor
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman38dari66
103, tanggal 27 November
2013;
Bukti P-3 Fotokopi Kwitansi Premi atas
nama Penggugat;
Diterbitkan oleh Asuransi
Sinarmas, Nomor Polis
01.005.2014.00188, tanggal 14
Agustus 2014;
Bukti P-4 Fotokopi Sertipikat Hak Guna
Bangunan atas nama
PENGGUGAT;
Diterbitkan oleh Badan
Pertanahan Kota Makassar,
Nomor 23251, tanggal 24 Juli
2007;
Bukti P-5 Fotokopi Surat izin Walikota
Makassar, tentang izin
gangguan Walikota Makassar;
Diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan Administrasi
Perizinan, Nomor 512/0432/IG-
B/02/KPAP, tanggal 11
November 2011;
Bukti P-6 Fotokopi Surat izin Walikota
Makassar, tentang izin usaha
perdagangan kecil;
Diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan Administrasi
Perizinan, Nomor
522/400/SIUPK-B/02/KPAP,
tanggal 11 November 2011;
Bukti P-7 Fotokopi Nota pembelanjaan
stock awal;
Beberapa nota pembelian dari
tahun 2013 sampai dengan
tahun 2014, sejumlah 34 nota;
Bukti P-8 Fotokopi Daftar dan jumlah fisik
stock kadaluarsa;
Daftar obat-obatan diklinik
herbal.
Bukti P-9 Fotokopi Buku tabungan BNI
Syariah Mikro Veteran
Makassar atas nama
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang veteran
Makassar, nomor rekening
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman39dari66
Penggugat; 0319370969;
Bukti P-10 Fotokopi Rekening Koran atas
nama Penggugat;
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar rekening
0319370969;
Bukti P-11 Fotokopi Surat-surat prihal
teguran keras (somasi) dari
Tergugat ditujukan untuk
Penggugat
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar, nomor 003/860-
05/Somasi/I/2015, tanggal 09
Januari 2015 dan tanggal 18
September 2015;
Bukti P-12 Fotokopi Surat-surat prihal
peringatan dari Tergugat
ditujukan untuk Penggugat
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar, surat peringatan I,
nomor 004/SP1/BNIS-
TML/VI/2015, tanggal 04 Juni
2015, surat peringatan II, nomor
012H/SP2/BNIS-ML/VI/2015,
tanggal 12 Juni 2015, surat
peringatan II, nomor
004/SPII/BNIS-TML/VIII/2015,
tanggal 04 Agustus 2015, surat
peringatan III, nomor
023C/SP3/BNIS-TML/VI/2015,
tanggal 23 Juni 2015, surat
peringatan III, nomor
007/SP3/BNIS-TML/IX/2015,
tanggal 07 September 2015,;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman40dari66
Bukti P-13 Fotokopi Surat-surat
permohonan Penggugat
ditujukan untuk Tergugat;
Prihal Pembebasan seluruh
kewajiban akad pembiayaan
Murabahah
Nomor 7/KHS-Kr/XII-2014,
tanggal 23 Desember 2014,
Pembebasan kewajiban hutang,
nomor 02/KHS-Kr/II-2015,
tanggal 07 Februari 2015,
Pembebasan kewajiban hutang,
nomor 02/KHS-Kr/II-2015,
tanggal 10 Februari 2015, surat
Penggugat tertanggal 29 Juli
2015;
Bukti P-14 Fotokopi Foto-foto kondisi
rumah Penggugat;
Adanya penggembokan
pagardan penyemprotan tulisan
dari Bank BNI Syariah cabang
Veteran Makassar, sebagai
jaminan atas pinjaman
Penggugat dari Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar, yang dilakukan pada
tanggal 23 Desember 2014 dan
tanggal 07 Oktober 2015 ;
Bukti P-15 Fotokopi Pengumuman lelang
kedua;
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar, melalui koran Tribun
Timur pada halaman 2
tertanggal 8 Desember 2015;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman41dari66
Menimbang, bahwa atas surat-surat bukti Penggugat tersebut,
Tergugat dan turut Tergugat memberikan tanggapan sebagai berikut:
Tanggapan Tergugat:
Perkenankanlah kami selaku Kuasa Tergugat menyampaikan tanggapan
atas bukti-bukti tertulis (surat) yang telah disampaikan Penggugat dalam
perkara a quo yang tersusun dalam Tanggapan atas bukti Penggugat
sebagai berikut :
1. Bukti P-1 : Kartu Tanda Penduduk (KTP) Penggugat
Tanggapan :
Bukti ini membenarkan bahwa identitas Penggugat merupakan pihak
yang telah menerima Pembiayaaan Murabahah dari Tergugat,
sebagaimana tertuang dalam komparisi Akad Pembiayaan Murabahah.
2. Bukti P-2 : Akad Pembiayan Murabahah dengan Nomor 103
Antara
Penggugat dan Tergugat
Tanggapan :
Bahwa bukti ini menerangkan/membuktikan serta menguatkan:
a. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah sepakat untuk
mengikatkan diri untuk mengadakan Akad Pembiayaan Murabahah
No. 103 yang dibuat dihadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana
Yunus, SH tanggal 27 November 2013 bukan pembiayaan
Musyarakah;
b. Bahwa dalam Pasal 2 tentang Pembiayaan secara jelas dan tegas
menyatakan, “…Harga barang berupa Renovasi tempat usaha dan
pembelian peralatan yang dijual bank kepada nasabah dengan
harga yang disepakati dan diterima sebesar Rp. 344.000.000
dengan rincian :
• Harga Perolehan : Rp. 200.000.000,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman42dari66
• Uang Muka : Rp. 0,-
• Pokok Pembiayaan Bank : Rp. 200.000.000,-
• Keuntungan Bank (Marjin) : Rp. 144.000.000,-
• Harga Jual : Rp. 344.000.000,-
Bahwa bukti ini semakin membuktikan kejelasan dan ketegasan
mengenai nilai pembiayaan Murabahah, sehingga tidak ada unsur
gharar dan riba dalam Akad Pembiayaan tersebut.
c. Bahwa pada Pasal 7 akad tersebut mengatur tentang Denda yakni :
“Apabila Nasabah tidak atau terlambat melakukan pembayaran
angsuran Pembiayaan, maka Nasabah dikenakan denda sebesar
5% (lima persen) pertahun dari angsuran yang tertunggak dan
harus dibayar lunas oleh Nasabah kepada Bank. Dana hasil denda
tersebut digunakan atau disalurkan untuk kepentingan sosial”.
Bahwa pasal ini mengatur tentang denda jika Nasabah tidak atau
terlambat melakukan pembayaran angsuran Pembiayaan, namun
demikian dana hasil denda tersebut digunakan atau disalurkan
untuk kepentingan sosial bukan menjadi pendapatan ataupun laba
dari Tergugat . Selain itu dalam praktiknya meskipun denda telah
diatur dalam Akad Pembiayaan tersebut, tetapi Tergugat belum
pernah mengambil denda atas tunggakan kewajiban Penggugat.
d. Bahwa dalam Pasal 10 ayat (2) menyatakan : “…Guna lebih
menjamin pembayaran kembali pembiayaan, Nasabah
menyerahkan Agunan kepada Bank. Perubahan dan penggantian
Agunan-agunan tersebut dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan
tertulis Para Pihak. Sedangkan jenis dan pengikatan Agunan
tersebut sebagaimana tercantum dalam rincian sebagai berikut :
- Tanah berikut bangunan rumah tinggal dengan Sertipikat Hak
Guna Bangunan No. 23251/Sudiang Raya tanggal 24-07-2007
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman43dari66
yang terletak di kelurahan Sudiang Raya Kecamatan Biringkanaya
Kota Makassar Propinsi Sulawesi Selatan dengan nilai Hak
Tanggungan Peringkat I sebesar Rp.250.000.000,- (dua ratus dua
puluh lima juta rupiah)…”
e. Bahwa dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dan b menyatakan,
“…Kejadian cidera janji (wanprestasi) timbul apabila terjadi salah
satu atau lebih dari kejadian-kejadian/peristiwa-peristiwa di bawah
ini :
a. Nasabah tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam
Akad ini;
b. Nasabah tidak melakukan pelunasan pembiayaan yang jatuh
tempo…”.
f. Bahwa dalam Pasal 15 telah diatur secara tegas mengenai
Kewenangan bank dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian
pembiayaan sebagai berikut :
1. Menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan penagihan
pelunasan Pembiayaan, apabila dianggap perlu oleh Bank.
2. Memasuki objek agunan, memasang papan tanda, stiker atau
bentuk-bentuk lainnya yang dipasang ke atau dituliskan pada
objek agunan Pembiayaan tanpa memerlukan persetujuan/izin
terlebih dahulu dari Nasabah.
3. Nasabah menyetujui bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan
Bank dalam Pasal ini bukan merupakan tindakan pencemaran
nama baik Nasabah ataupun perbuatan tidak menyenangkan
dan bukan pula tindakan yang melanggar hukum, sehingga
Nasabah tidak akan mengajukan gugatan perdata maupun
pidana.
4. Melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya hukum lainnya
yang dianggap perlu oleh Bank sebagai upaya penyelamatan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman44dari66
dan penyelesaian Pembiayaan, baik yang dilakukan sendiri
oleh Bank maupun oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh Bank.
Sehingga tuduhan Perbuatan Melawan Hukum yang dituduhkan
oleh Penggugat sama sekali tidak berdasar dan patut ditolak atau
setidak-tidaknya dinyatakan Tidak Dapat Diterima.
g. Bahwa dalam Pasal 17 Keadaan Memaksa (Force Majeure)
mengatur :
i. Para Pihak dibebaskan dari kewajiban untuk melaksanakan isi
Akad ini, baik sebagian maupun keseluruhan apabila
kegagalan atau keterlambatan melaksanakan kewajiban
tersebut disebabkan karena keadaan memaksa (force
majeure). Hal-hal yang termasuk dalam keadaan memaksa
(force majeure) adalah suatu peristiwa atau keadaan yang
terjadi di luar kekuasaan atau kemampuan salah satu atau
Para Pihak untuk mengatasinya, termasuk namun tidak
terbatas pada kebakaran, bencana alam, peperangan, aksi
militer, huru-hara, malapetaka, pemogokan, epidemi, dan
kebijaksanaan maupun peraturan Pemerintah atau penguasa
setempat yang secara langsung dapat mempengaruhi
pelaksanaan Akad.
ii. Dalam hal terjadi keadaan memaksa (force majeure), pihak
yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) wajib
memberitahukan secara tertulis tentang hal tersebut kepada
Pihak lainnya, dengan melampirkan bukti secukupnya dari
kepolisian atau instansi yang berwenang mengenai terjadinya
keadaan memaksa (force majeure) tersebut, selambat-
lambatnya 14 (empat belas) Hari Kerja terhitung sejak tanggal
terjadinya keadaan memaksa (force majeure).
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman45dari66
iii. Keterlambatan atau kelalaian salah satu pihak di dalam
memberitahukan adanya force majeure tersebut
mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai
keadaan memaksa (force majeure) oleh pihak lainnya.
iv. Bilamana dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
diterimanya pemberitahuan dimaksud, belum atau tidak ada
tanggapan dari pihak yang menerima pemberitahuan, maka
adanya peristiwa tersebut dianggap telah disetujui oleh pihak
tersebut.
v. Setelah berakhir atau dapat diatasinya keadaan memaksa
(force majeure), pihak yang mengalami keadaan memaksa
(force majeure) wajib segera melaksanakan kewajiban-
kewajibannya yang tertunda.
vi. Segala akibat yang timbul dari terjadinya force majeure
menjadi tanggung jawab masing-masing pihak.
3. Bukti P-3 : Kwitansi Premi Asuransi Sinarmas No. Polis
01.005.2014.00188, an. Penggugat
Tanggapan :
Bukti ini tidak perlu dipertimbangkan mengingat tidak ada kaitannya
dengan pokok Gugatan dalam perkara a quo. Oleh karena itu, maka
bukti ini tidak memiliki kekuatan pembuktian yang mengikat dan harus
dikesampingkan.
4. Bukti P-4 : Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 23251 an.
PENGGUGAT.
Tanggapan :
Bahwa bukti ini justru membuktikan pada catatan SHGB tersebut,
bahwasanya Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 23251 an.
PENGGUGAT sudah dijaminkan kepada Tergugat sesuai Akad
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman46dari66
Pembiayaan Murabahah No. 103 yang dibuat dihadapan Notaris Hajjah
Andi Mindaryana Yunus, SH tanggal 27 November 2013.
5. Bukti P-5 : Surat Izin Walikota Makassar Tentang Izin Gangguan
No.
04/06687/2011.
Tanggapan :
Bukti ini tidak perlu dipertimbangkan mengingat tidak ada kaitannya
dengan pokok Gugatan dalam perkara a quo. Oleh karena itu, maka
bukti ini tidak memiliki kekuatan pembuktian yang mengikat dan harus
dikesampingkan.
6. Bukti P-6 : Surat Izin Walikota Makassar Tentang Izin Usaha
Perdagangan No. 08/04269/2011.
Tanggapan :
Bukti ini tidak perlu dipertimbangkan mengingat tidak ada kaitannya
dengan pokok Gugatan dalam perkara a quo. Oleh karena itu, maka
bukti ini tidak memiliki kekuatan pembuktian yang mengikat dan harus
dikesampingkan.
7. Bukti P-7 : Nota Pembelanjaan Stock Awal
Tanggapan :
Bukti ini justru membuktikan bahwa Penggugat telah menikmati dana
pembiayaan murabahah yang telah diterimanya dari Tergugat , namun
Penggugat setelah menikmati dana tersebut tidak mau melaksanakan
kewajibanya kepada Tergugat .
8. Bukti P-8 : Daftar dan Jumlah fisik Stock Kadaluarsa
Tanggapan :
Bahwa meskipun stock barang dagang dari Penggugat telah
kadaluarsa dan mengalami kerugian, maka hal tersebut tidak dapat
dikaitkan dengan kewajibannya untuk membayar utang kepada
Tergugat berdasarkan Akad Pembiayaan Murabahah yang telah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman47dari66
disepakati oleh para pihak, hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional NO: 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Murabahah, bagian
Keempat butir 1 dan 3 Fatwa DSN MUI tersebut menegaskan :
1. “Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut.
Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan
keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk
menyelesaikan utangnya kepada bank.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah
tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal.
Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau
meminta kerugian itu diperhitungkan”.
9. Bukti P-9 : Buku Tabungan BNI Syariah Mikro Veteran Makassar
dengan No. Rekening 0319370969 an. Ibu Syamsiar.
Tanggapan :
Bahwa bukti buku tabungan ini merupukan rekening afiliasi (sarana
pembayaran) kewajiban pembiayaan Penggugat kepada Tergugat ,
bukti ini justru membuktikan dengan tegas bahwa Penggugat telah
WANPRESTASI/CIDERA JANJI kepada Tergugat atas pelaksanaan
kewajiban pembayaran Angsuran Pembiayaan Murabahahnya, dimana
pembayaran angsuran tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Hal tersebut dimulai dari bulan September 2014 PENGGUGAT telah
menunggak, meskipun bulan-bulan berikutnya terdapat pembayaran
namun tidak sesuai dengan jumlah angsuran sebagaimana yang telah
ditetapkan pada Akad Pembiayaan Murabahah No. 103, yakni sebesar
Rp. 5.733.333,- + Rp. 2.500,-(Adm Rekening Pembiayaan) = Rp.
5.735.831,-.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman48dari66
Bahwa pada bulan Desember 2014, Januari 2015, Maret 2015 serta
Agustus 2015 sampai dengan saat ini, PENGGUGAT sama sekali tidak
membayar kewajibannya.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan uraian tersebut maka
PENGGUGAT telah memenuhi Unsur WANPRESTASI sebagaimana
diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata, yakni “Melakukan prestasi tetapi
tidak sebagaimana dijanjikan dan Tidak melaksakan prestasi sama
sekali”.
10. Bukti P-10 : Rekening Koran
Tanggapan :
Tidak perlu ditanggapi ulang karena sama dengan tanggapan atas Bukti
P-9.
11. Bukti P-11 : Surat-Surat Perihal Teguran Keras dari Tergugat
ditujukan Penggugat.
Tanggapan :
Akan ditanggapi sama dengan tanggapan atas Bukti P-12.
12. Bukti P-12 : Surat-Surat Perihal Peringatan dari Tergugat ditujukan
Penggugat.
Tanggapan :
Bukti ini justru membuktikan dengan tegas bahwa setelah sekian lama
menunggak dan beberapa kali diberikan teguran surat sesuai dengan
prosedur yang berlaku maupun komunikasi langsung dengan
Penggugat , tetapi Penggugat tetap tidak merespon dan tidak
beriktikad baik untuk membayar seluruh kewajibannya kepada
Tergugat, untuk itu Tergugat kembali memberikan surat teguran untuk
segera melakukan penyelesaian kewajiban pada Tergugat, tetapi
Penggugat masih tidak mau merespon dan beriktikad baik untuk
membayar kewajibannya.
13. Bukti P-13 : Surat-surat Permohonan Penggugat ditujukan Tergugat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman49dari66
Tanggapan :
Bahwa bukti ini mengandung cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan
pembuktian yang mengikat dan harus dikesampingkan karena:
Bukti surat mengenai pembebasan seluruh kewajiban Akad
Pembiayaan Murabahah ini justru menunjukkan iktikad buruk dari
Penggugat untuk “lepas tangan”, tidak mau bertanggung jawab dan
tidak mau membayar kewajiban pembiayaan yang selama ini telah
dinikmatinya, perbutan tersebut justru menzhalimi Masyarakat luas
yang telah menempatkan dananya pada Tergugat untuk dikelola dalam
bentuk pembiayaan.
Hal ini diperkuat dengan Yurisprudensi Mahmakah Agung No.
180/K/Sip/1971 tertanggal 25 Agustus 1971 yang menyatakan “Apabila
dari pemeriksaan di persidangan ternyata bahwa surat bukti yang
diajukan oleh pihak berperkara dibuat dengan tidak memenuhi syarat
baik menurut hukum adat maupun undang-undang, maka Hakim harus
menyatakan surat bukti itu sebagai tidak bernilai” dan “surat yang
diajukan dipersidangan tidak dapat dinilai oleh pengadilan sebagai alat
bukti, jika pada saat pemeriksaan ternyata bahwa surat dibuat dengan
itikad tidak baik”.
14. Bukti P-14 : Poto-poto Kondisi Rumah Penggugat
Tanggapan :
Bukti ini justru semakin membuktikan adanya perbuatan rekayasa dari
Penggugat , dimana Penggugat tidak menampilkan perbuatannya yang
telah mencopot stiker maupun menghapus dan menghilangkan tanda
pengumuman atas Jaminan Pembiayaan yang telah dipasang oleh
Tergugat pada objek jaminan.
Padahal pemasangan tanda/pengumuman pada objek jaminan yang
dilakukan oleh Tergugat semata-mata untuk menyegerakan proses
penyelamatan dan penyelesaian utang/kewajiban Penggugat kepada
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman50dari66
Tergugat , sehingga perbuatan Tergugat tersebut tidak dapat dikualifisir
sebagai Perbuatan Melawan Hukum.
Hal ini sesuai dengan Pasal 15 Akad Pembiayaan Murabahah No. 103
yang dibuat dihadapan Notaris Hajjah Andi Mindaryana Yunus, SH
tanggal 27 November 2013 mengatur secara tegas mengenai
Kewenangan bank dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian
pembiayaan sebagai berikut :
1. Menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan penagihan
pelunasan Pembiayaan, apabila dianggap perlu oleh Bank.
2. Memasuki objek agunan, memasang papan tanda, stiker atau
bentuk-bentuk lainnya yang dipasang ke atau dituliskan pada
objek agunan Pembiayaan tanpa memerlukan persetujuan/izin
terlebih dahulu dari Nasabah.
3. Nasabah menyetujui bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan
Bank dalam Pasal ini bukan merupakan tindakan pencemaran
nama baik Nasabah ataupun perbuatan tidak menyenangkan
dan bukan pula tindakan yang melanggar hukum, sehingga
Nasabah tidak akan mengajukan gugatan perdata maupun
pidana.
4. Melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya hukum lainnya
yang dianggap perlu oleh Bank sebagai upaya penyelamatan
dan penyelesaian Pembiayaan, baik yang dilakukan sendiri
oleh Bank maupun oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh Bank.
Sehingga tuduhan Perbuatan Melawan Hukum yang dituduhkan oleh
Penggugat sama sekali tidak berdasar dan patut ditolak atau setidak-
tidaknya dinyatakan Tidak Dapat Diterima.
15. Bukti P-15 : Pengumuman Lelang II (Tribun Timur halaman dua
tertanggal 8 Desember 2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman51dari66
Tanggapan :
Bukti ini justru membuktikan bahwa Tergugat telah melaksanakan
prosedur pengumuman lelang sesuai dengan prosedur dan ketentuan
hukum yang berlaku. Hal tersebut berdasarkan Pasal 43 ayat (1) dan
(6) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
103/PMK.06/2013 Tentang Perubahan atas peraturan menteri
keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan
Lelang menyebutkan :
(1) “Pengumuman Lelang dilaksanakan melalui surat kabar harian
yang terbit dan/atau beredar di kota/kabupaten tempat barang
berada.
(6) Penjual dapat menambah Pengumuman Lelang pada media
Lainnya guna mendapatkan peminat lelang seluasluasnya”.
Demikian Tanggapan atas bukti Penggugat disampaikan dan mohon
kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk
mempertimbangkannya.
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil bantahannya
Tergugat dan turut Tergugat mengajukan surat-surat bukti sebagai berikut:
Surat bukti Tergugat:
No. Urut Surat-surat bukti Tergugat Instansi penerbit
Bukti T-1
Fotokopi Akad Pembiayaan
Murabahah dengan Nomor
103 antara Penggugat –
Tergugat;
Diterbitkan dan disahkan
dihadapan Notaris Hajjah Andi
Mindaryana Yunus, S.H, Nomor
103, tanggal 27 November
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman52dari66
2013;
Bukti T-2A Fotokopi Sertipikat hak guna
bangunan atas nama
PENGGUGAT;
Diterbitkan oleh Badan
Pertanahan Kota Makassar,
Nomor 23251, tanggal 24 Juli
2007;
Bukti T-2B Fotokopi hak tanggungan
atas nama PENGGUGAT;
Diterbitkan oleh Badan
Pertanahan Kota Makassar,
Nomor 11553, tanggal 12
Desember 2013;
Bukti T-3A Fotokopi Surat peringatan
dari Tergugat ditujukan untuk
Penggugat;
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar, surat peringatan I,
nomor 004/SP1/BNIS-
TML/VI/2015, tanggal 04 Juni
2015,
Bukti T-3B Fotokopi Surat peringatan
dari Tergugat ditujukan untuk
Penggugat;
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar Surat peringatan II,
nomor 012H/SP2/BNIS-
ML/VI/2015, tanggal 12 Juni
2015,
Bukti T-3C Fotokopi Surat peringatan
dari Tergugat ditujukan untuk
Penggugat;
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar , surat peringatan III,
nomor 023C/SP3/BNIS-
TML/VI/2015, tanggal 23 Juni
2015,
Bukti T-4 Fotokopi Pembayaran
Angsuran Penggugat kepada
Pembayaran Penggugat kepada
Bank BNI Sayriah cabang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman53dari66
Tergugat; Veteran Makassar dan
tunggakan pembayaran
Penggugat kepada Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar;
Menimbang, bahwa turut Tergugat mengajukan surat-surat bukti
sebagai berikut:
No. Urut Surat-surat bukti Penggugat Instansi Penerbit
Bukti TT-1 Fotokopi permohonan lelang dan
permohonan pengantar SKPT dari
Tergugat;
Diterbitkan oleh Bank BNI
Syariah cabang Veteran
Makassar, nomor
KCPM/860-5/026/11
/2015, tanggal 18
November 2015;
Bukti TT-2 Fotokopi Surat penetapan hari dan
tanggal lelang dari Turut Tergugat;
Diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Kekayaan
Negara Dan Lelang
Makassar, nomor SPNT-
567/WKN.15/KNL.02/201
5 tanggal 19 November
2015;
Bukti TT-3 Fotokopi Surat Tugas ; Diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Kekayaan
Negara Dan Lelang
Makassar, nomor ST-
1085/WKN.15/KNL.02/20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman54dari66
15 tanggal 11 Desember
2015;
Bukti TT-4 Fotokopi Surat pernyataan
pembatalan lelang;
Diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Kekayaan
Negara Dan Lelang
Makassar, nomor SPL-
164/WKN.15/KNL.0205/2
015 tanggal 23 Desember
2015;
Bukti TT-5 Fotokopi Surat pembatalan lelang
dari Turut Tergugat kepada
Tergugat;
Diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Kekayaan
Negara Dan Lelang
Makassar, nomor S-
2092/WKN.15/KNL.02/20
15 tanggal 28 Desember
2015;
Menimbang, bahwa atas surat bukti Tergugat dan turut Tergugat
tersebut, Penggugat memberikan tanggapan sebagai berikut :
I. Tanggapan Bukti Tergugat (T).
Bahwa Bukti Tergugat yang diajukan dipersidangan adalah bagian
dari pada bukti Penggugat juga, selebihnya adalah bukti
Penggugat yang diserahkan adalah fakta relevan incasu gugatan
Penggugat yang Kaffah dan istiqomah. Penekanan terhadap bukti
T.1 : incasu akad pembiayaan akad murrobaah tidak berprinsip
syariah, telah memenuhi unsur riba dimana pengembalian dana
yang diterima melebihi pokok pinjaman berjalannya waktu (nasi’ah)
= 72% (selama dalam 60 bulan ) dan denda 5% apapun bentuk
atau manfaatnya digunakan dalam prinsip syariah tidak dibenarkan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman55dari66
dapat dikategorikan perbuatan Zholim, Bukti T.3A, B, C, dan T.4
telah menunjukkan ketidakmampuan Penggugat/berdampak pada
bukti P.8 dan bukti P.14 usaha Penggugat ditutup, karena
Tergugat tidak melakukan rasio pembinaan secara kolektif
berkesinambungan/melakukan produktifitas, agar Penggugat
usahanya dapat produktif lebih baik dan meningkat, sebagaimana
diharapkan tujuan perbankan umum dan pembankan syariah pada
khuisusnya untuk menjunjung pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
merataan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya akan diuraikan lebih
mendalam dimihonkan kepada Majelis pada kesimpulan
Penggugat .
II. Tanggapan Bukti Turut Tergugat ( TT )
Bahwa terhadap bukti TT-1 – TT-5, sebagaimana T-1 telah jelas
Tergugat telah mengajukan Permohonan lelang kepada Turut
Tergugat terealisasi dengan bukti TT-2 dan TT-3 telah
menunjukkan keterlibatan yang nyata dapat merugikan Penggugat
kehilangan pada bukti P-4 jatuh kepada orang lain, karena telah
dimediakan/diumumkan (bukti P-15). Kemudian terbit bukti TT-4,
TT.5 menunjukkan ketidakberesan/kekeliruan administratif yang
nyata. Kesemuanya menunjukkan adanya perbuatan melawan
hukun terdapatnya unsur kelalaian atau ketidakhati-hatian.
Menimbang, bahwa pada akhirnya Penggugat dan Tergugat
menyatakan tidak akan mengajukan alat-alat bukti lagi dan telah memohon
putusan.
Menimbang, bahwa untuk singkatnya, maka semua berita acara
dalam persidangan perkara ini harus dianggap telah termasuk dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari putusan ini.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman56dari66
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah bermaksud dan
bertujuan sebagaimana telah diuraikan di atas.
Menimbang terlebih dahulu, bahwa memenuhi maksud Peraturan
Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan, atas perkara ini telah dilakukan mediasi oleh Drs. H.
Muhammad Takdir, S.H., M.H. Hakim Pengadilan Agama Makassar, dan
dalam laporan hasil mediasi tanggal 10 Februari 2016 dinyatakan tidak
berhasil.
Menimbang, bahwa Penggugat dan Tergugat (PT. Bank BNI Syariah,
berkedudukan di Jakarta, yang diwakili oleh Bank Syariah Cabang Pembantu
Makassar, yang berkedudukan di Kelurahan Paccerakkang, Kecamatan
Biringkanaya, Makassar) telah terikat dalam transaksi murabahah
sebagaimana tertuang dalam Akad Pembiayaan Murabah No. 103 tanggal
27 November 2013, di hadapan Notaris, Hajjah Andi Mindaryana Yunus, S.H.
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara ini
ialah rencana pelelangan hak tanggungan milik Penggugat berupa:
sebidang tanah yang berdiri di atas Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor
23251/Sudiang Raya, sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur, tertanggal
18-06-2007, Nomor 04314/2007, seluas 217 m2 (dua ratus tujuh belas meter
persegi), Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) : 20.01.11.06.3.2325),
yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar; yang oleh
Penggugat didalilkan sebagai suatu perbuatan melawan hukum dan harus
dibatalkan. Di lain pihak Tergugat I dan Turut Tergugat II mendalilkan
pelelangan atas hak tanggungan milik Penggugat tersebut merupakan
konsekwensi hukum dari perbuatan Penggugat yang melakukan wanprestasi
(mukhalatus syuruth), masing-masing dengan mengemukakan dalil-dalil
sebagaimana telah diuraikan.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman57dari66
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan pokok sengketa
tersebut, maka majelis hakim terlebih dahulu mempertimbangkan eksepsi
Tergugat dan Turut Tergugat.
DALAM EKSEPSI
Tergugat dan Turut Tergugat mengajukan eksepsi sebagai berikut :
1. Tentang gugatan kabur (obscuur libel)
Menimbang, bahwa Tergugat menyatakan formulasi gugatan
Penggugat tidak menjelaskan dasar hukum (rechtsgrond) atau pasal-pasal
peraturan perundang-undangan dan kejadian yang mendasari gugatan dan
petitum Penggugat. Dalam hal tersebut majelis hakim berpendapat, adalah
tidak menjadi kewenangan Penggugat mendalilkan pasal-pasal peraturan
perundang-undangan dan kejadian yang mendasari gugatan dan petitum
Penggugat, karena hal tersebut adalah kewenangan majelis hakim dalam
melakukan konstruksi hukum. Adapun kewajiban Penggugat ialah
menjelaskan duduk perkara (fundamentum petendi) dan petitum gugatan
2. Tentang dalil antara posita dengan petitum saling bertentangan
Menimbang, bahwa hubungan hukum antara dalil-dalil posita
Penggugat dengan petitum gugatan cukup mempunyai relevansi, yakni
Penggugat mendalilkan Tergugat dan Turut Tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum ( onrechtmatige daad , Almas’uliyah
attaqshiriyah ), sehingga oleh Penggugat merasa cukup alasan untuk
mengajukan gugatan ke pengadilan dengan tuntutan hak sebagaimana
tersebut dalam petitum gugat.
3. Proses pelelangan mempunyai kekuatan hukum
Menimbang, bahwa pihak Tergugat dan Turut Tergugat memang
menyatakan proses pengajukan lelang atas objek hak tanggung adalah sah,
tetapi sebaliknya Penggugat menyatakan proses lelang tersebut cacat
hukum karena merupakan perbuatan melawan hukum dalam hal mana
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman58dari66
Penggugat berada dalam kondisi force mayeur (keadaan terpaksa) yang
seharusnya diberikan perlindungan hukum.
4. Tentang Peremptoria Eksepsi.
Menimbang, bahwa Turut Tergugat mendalilkan gugatan Penggugat
tidak dapat diperkarakan (premptoria eksepsi). Dalam hal tersebut majelis
hakim berpendapat suatu tuntutan hak yang diajukan ke pengadilan dapat
dipertimbangkan apabila dalam tuntutan tersebut terdapat dasar hukum,
hubungan hukum dan kepentingan hukum. Bahwa sangat boleh jadi
Penggugat berasumsi pembatalan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang
tidak cukup kuat (gezag van gewijsde) sehingga dengan demikian
dibutuhkan suatu putusan pengadilan.
Menimbang, bahwa dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka
eksepsi Tergugat dan Turut Tergugat, dinyatakan ditolak.
DALAM POKOK PERKARA
Menimbang, bahwa dari pokok sengketa tersebut, yang menjadi
permasalahan hukum ialah:
1. Apakah benar dan terbukti secara sah dalil-dalil Penggugat yang
menyatakan Tergugat dan Turut Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum (onrechmatige daad), karena bermaksud melelang objek
hak tanggungan sementara Penggugat dalam kondisi force mayeur.
2. Apakah benar dan terbukti secara sah dalil-dalil Tergugat yang
menyatakan Penggugat telah melakukan wanprestasi (mukhalafatus
syuruth).
Menimbang, bahwa untuk menemukan hukum atas permasalahan
tersebut, majelis hakim telah memeriksa keseluruhan dalil-dalil gugatan dan
jawaban, demikian juga surat-surat bukti yang diajukan dan tanggapan
masing-masing atas surat-surat bukti para pihak.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman59dari66
Menimbang, bahwa di antara keseluruhan dalil Penggugat dan
Tergugat, yang menjadi dasar pertimbangan pokok untuk memutus perkara
ini ialah Akad Pembiayaan Syariah yang dibuat oleh kedua belah pihak,
meskipun demikian majelis hakim tetap mempertimbangkan keseluruhan
alasan hukum yang diajukan, karena pengadilan memeriksa dan mengadili
perkara demi keadilan, atau tidak sekedar menjadi corong Undang-Undang.
Menimbang, sebagai pengertian, bahwa suatu perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad) adalah kondisi objektif yang dalam perspektif
hukum perdata berdasar pada ketentuan Pasal 1365 BW. memuat
persyaratan sebagai berikut : “Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh
karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang
karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”.
Menimbang, bahwa menurut teori hukum, perbuatan melawan hukum
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Perbuatan yang melawan hukum yaitu suatu perbuatan yang melanggar
hak subjektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban
hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang.
Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan sebagai melawan
undang-undang.
2. Harus ada kesalahan, baik yang dapat diukur secara objektif (pelaku
adalah orang yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum)
maupun subjektif (pelaku dapat mengetahui akibat-akibat dari
perbuatannya).
3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan, baik dalam bentuk kerugian
materil maupun moril.
Menimbang, bahwa menjadi pertanyaan: siapa sebenarnya yang
tertimpa kerugian dalam kasus ini, apakah pihak Penggugat yang tidak
melakukan pembayaran angsuran hutang sebagaimana mestinya, atau pihak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman60dari66
Tergugat yang telah memberikan pinjaman atas permohonan Penggugat
sebagai Nasabah.
Menimbang kemudian, bahwa apakah tindakan Tergugat yang
melakukan somasi kepada Penggugat dan merencanakan lelang terhadap
objek tanggungan – karena adanya wanprestasi oleh Penggugat – dianggap
sebagai perbuatan melawan hukum.
Menimbang, bahwa surat-surat bukti yang diajukan oleh Penggugat
prihal terjadinya perbuatan melawan hukum oleh Tergugat ialah:
ð Bukti P.11 (prihal teguran keras dari Tergugat tanggal 18 September
2015);
ð Bukti P.12 (prihal peringatan dari Tergugat tanggal 4 Juni 2015, 12 Juni
2015, tanggal 24 Agustus 2015 dan tanggal 7 September 2015);
ð Bukti P.13 (surat permohonan Penggugat yang ditujukan kepada
Tergugat);
ð Bukti P.14 (foto-foto kondisi rumah Penggugat );
ð Bukti P.15 (pengumuman lelang II pada surat kabar harian Tribun Timur
halaman 2 tanggal 8 Desember 2015);
Oleh majelis hakim tidak dianggap sebagai perbuatan melawan hukum,
justru sebaliknya tindakan Tergugat tersebut adalah berdasar hukum yaitu
menjalankan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 Akad Pembiayaan
Murabahah yang telah telah disepakati bersama. Kemudian daripada itu
yang menanggung beban kerugian dalam perkara ini ialah Tergugat, karena
Penggugat tidak melaksanakan ketentuan Pasal 14 huruf (a) Akad
Pembiayaan Murabahah.
Menimbang tentang petitum gugatan untuk membatalkan akad,
karena tidak memiliki prinsip syariah (mengandung unsur riba dan gharar),
Penggugat mendalilkan praktik perbankan syariah dapat dinyatakan tidak
memiliki prinsip syariah yang syirkah, mudharabah wa musyarakah, tidak
jelas/samar-samar (gharar), serta keharusan memperhatikan kehalalan ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman61dari66
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 5 dan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Bahwa atas dalil tersebut, majelis hakim dapat menerima jawaban
Tergugat yang menyatakan transaksi antara Penggugat dengan Tergugat
memang bukan akad mudharabah dan musyarakah, akan tetapi akad
murabahah.
Menimbang, bahwa transaksi antara Penggugat dengan Tergugat
adalah jual beli murabahah sebagaimana tersebut dalam Akad Pembiayaan
Syariah, yang menurut pengertiannya yakni:
ل مع زیادة ر بح معلوم بیع بمثل الثمن الأو
Yaitu jual beli dengan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. (sebagaimana juga disebutkan dalam Akad Pembiayaan
murabahah, dengan kelebihan pembayaran yang telah disepakati, baik
jumlah maupun tenggang waktunya).
Transaksi murabahah tersebut mempunyai dasar hukum :
كون یاأیھا الذین ءامنوا لاتأكلوا أموالكم بینكم بالباطل إلا أن ت
نكم. تجارة عن تراض م
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisaa: 29).
Menimbang, bahwa majelis hakim berpendapat kewajiban Penggugat
untuk melakukan pembayaran kepada Tergugat melebihi dari pinjaman,
adalah bukan riba dan tidak mengandung garar.
Menimbang tentang petitum untuk membatalkan Akad Pembiayaan
Murabahah, bahwa akad pembiayaan murabahah yang dibuat oleh dan atau
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman62dari66
di hadapan Notaris Hj. Andi Mindaryana Yunus, S.H. No. 130 tanggal 27
November 2013 sebagaimana tersebut adalah mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat (gezag van gewijsde), karena:
ð Dilindungi oleh Undang-Undang perbankan syariah, sehingga akad
tersebut merupakan perjanjian yang kekuatannya sama dengan
Undang-Undang bagi para pihak;
ð Akta Pembiayaan Murabahah tersebut dibuat di hadapan pejabat
umum yang berwenang sehingga kedudukannya menjadi akta otentik;
ð Hal-hal yang diperjanjikan di dalam Akta Pembiayaan Murabahah
tidak melanggar hukum;
ð Ditandatangi oleh kedua belah pihak yang berkepentingan bersama
Notaris dan saksi-saksi.
maka atas dasar pertimbangan tersebut, maka pengadilan tidak dapat
membatalkan akta dimaksud.
Menimbang tentang petitum gugatan untuk dibebaskan dari seluruh
kewajiban karena terjadinya keadaan memaksa (force mayeur), bahwa
“Force mayeur merupakan kondisi objektif yang harus dapat dibuktikan
dengan fakta hukum. Sehingga seseorang menurut hukum, tidak dibenarkan
menyatakan diri berada dalam kondisi force mayeur tanpa fakta hukum
tersebut”.
Menimbang, fakta hukum yang dimaksud adalah suatu keadaan
bahaya yang berlangsung secara massif, atau menurut keterangan resmi
otoritas yang berwenang menyatakan telah terjadi kondisi force mayeur.
Menimbang, bahwa surat-surat bukti Penggugat tentang terjadinya
kondisi force mayeur hanyalah sebatas alasan, bukan keadaan memaksa
yang sesungguhnya, sehingga dengan demikian menurut hukum objek hak
tanggungan sebagaimana tersebut dalam Akta Pembiyaan Murabahah,
dapat dijual lelang oleh Tergugat untuk menutupi kelalaian Penggugat
menjalankan kewajibannya.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman63dari66
Menimbang, bahwa di dalam Akad Pembiayaan Murabahah tidak
terdapat suatu klausula perjanjian yang memuat ketentuan jika usaha
Penggugat mengalami kerugian atau hal lain di luar kekuasaan Penggugat,
maka Penggugat dapat dibebaskan demi hukum dari seluruh kewajiban.
Menimbang, bahwa Akad Pembiayaan Murabahah adalah
Pembiayaan Investasi Renovasi tempat usaha dan pembelian peralatan
sebagaimana tersebut dalam Akad Pasal 3, dengan demikian tidak terkait
secara langsung dengan Usaha Klinik Herbal Penggugat yang didalilkan
mengalami kerugian karena pelanggan Penggugat beralih menggunakan
fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Mengingat, ketentuan Pasal 1253 KUHPerdata yang menyatakan
Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa
yang mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara
menangguhkan berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu,
maupun dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi
tidaknya peristiwa itu.
Menimbang, bahwa dalam hal terjadinya wanprestasi oleh Penggugat,
maka ketentuan yang berlaku ialah Pasal 13 yakni : Menyimpang dari
jangka waktu yang telah ditentukan dalam akad ini, Bank dapat mengakhiri
jangka waktu pembiayaan dengan mengenyampingkan ketentuan Pasal
1266 dan 1267 KUHPerdata, sehingga Nasabah wajib membayar seketika
dan sekaligus seluruh hutangnya dalam tenggang waktu yang ditetapkan
oleh Bank kepada Nasabah, apabila Nasabah dinyatakan cidera janji
(wanprestasi).
Menimbang tentang petitum gugatan agar Tergugat mengembalikan
hak agunan, bahwa terhadap agunan tanah berikut bangunan rumah,
dengan SHGB No. 23251 yang terletak di Kelurahan Sudiang Raya,
Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar; dengan nilai tanggungan peringkat
I sebesar Rp 250.000.000, terikat dengan Sertipikat Hak Tanggungan No.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman64dari66
11553 / 2013, sehingga tidak terdapat alasan hukum untuk mengembalikan
agunan tersebut, sebelum Penggugat menjalankan kewajiban sebagaimana
tersebut dalam Akad.
Menimbang tentang petitum gugatan agar proses pelelangan atas
objek hak tanggungan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat, bahwa apabila syarat dan ketentuan pelelangan telah memenuhi
ketentuan perundang-undangan, maka pelelangan dimaksud adalah sah dan
mengikat.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut maka majelis hakim mengambil kesimpulan:
ð Gugatan Penggugat tentang terjadinya perbuatan melawan hukum
(onrechmatige daad) oleh Tergugat, adalah tidak terbukti.
ð Alasan hukum Penggugat (legal standing) yang menyatakan dirinya
dalam kondisi force mayeur adalah tidak terbukti.
ð Jawaban Tergugat yang menyatakan Penggugat telah melakukan
wanprestasi, adalah terbukti, karena Penggugat menunggak
pembayaran kewajibannya terhadap Tergugat terhitung sejak bulan
September 2015.
Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan gugatan Penggugat
tidak terbukti secara sah, maka gugatan tersebut harus dinyatakan ditolak.
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 192 ayat (1) R.Bg. Penggugat
sebagai pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya perkara.
Mengingat, Pasal 49 (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.
Mengingat, Pasal 19 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman65dari66
Mengingat, Pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Hak
Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996.
Mengingat, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan.
Mengingat, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
Mengingat, Putusan Mahkamah Agung No. 913 /PDT/2014 tanggal 27
Agustus 2014 tentang gugatan “perbuatan melawan hukum oleh debitur”.
Mengingat, Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Mengingat, prinsip muamalah dalam syariah antara lain “
almuslimuna li “uqudihim “, bahwa seseorang muslim ditentukan dari sejauh
mana menepati perjanjian yang telah dibuatnya”.
Memperhatikan, segala ketentuan perundang-undangan dan hukum
syariah yang bersangkutan dengan perkara ini.
MENGADILI
DALAM EKSEPSI
− Menolak eksepsi Tergugat dan Turut Tergugat.
DALAM POKOK PERKARA
− Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.
− Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp
881.000 (delapan ratus delapan puluh satu ribu rupiah).
Demikian putusan ini dijatuhkan pada hari Kamis tanggal 12 Mei 2016
Masehi, bertepatan dengan tanggal 5 Syakban 1437 Hijriyah, oleh kami Drs.
Muh. Arief Musi, SH. sebagai Ketua Majelis, Dra. Hj. Mardianah R, S.H. dan
Drs. H. Muh. Anwar Saleh, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PutusanNo.2279/Pdt.G/2015/PAMks.Halaman66dari66
Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
oleh Ketua Majelis, dengan didampingi oleh Hakim Anggota dan dibantu
oleh Haryati, S.H., sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri Penggugat
bersama kuasanya dan Tergugat bersama kuasanya, tanpa hadirnya kuasa
Turut Tergugat.
Hakim Anggota, Ketua Majelis,
ttd. ttd.
Dra. Hj. Mardianah R, S.H. Drs. Muh. Arief Musi, S.H.
ttd.
Drs. H. Muh. Anwar Saleh, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,
ttd.
Hariyati, S.H.
Perincian Biaya Perkara :
1. Pendaftaran : Rp 30.000,00
2. Proses : Rp 50.000,00
3. Panggilan : Rp 790.000,00
4. Redaksi : Rp 5.000,00
5. Materai : Rp 6.000,00
Jumlah : Rp 881.000,00
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
1 - Page 1 of 8103100010
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH
Nomor : 048/MUD/JAS/15 Akad Pembiayaan Mudharabah (selanjutnya disebut “Akad”) ini dibuat dan ditandatangani di Jakarta, pada hari Senin tanggal dua puluh delapan bulan Desember tahun dua ribu lima belas (28-12-2015), yang diadakan oleh dan antara pihak-pihak : 1. Nama : AKMAL SURYADI
Jabatan : Pemimpin Kantor Cabang Utama Slipi, Jakarta Nama : AMIR RUSOPI
Jabatan : Pemimpin Kantor Cabang Pembantu Kemang, Jakarta dalam hal ini keduanya bertindak dalam jabatannya tersebut diatas, dan berdasarkan
Surat Kuasa Direksi PT. Bank Panin Syariah, Tbk No. 042/DIR/INT/15 dan No. 043/DIR/INT/15, keduanya tertanggal 30 Juli 2015, dari dan karenanya keduanya berhak bertindak mewakili Direksi serta berhak bertindak untuk dan atas nama PT BANK PANIN SYARIAH Tbk, berkedudukan di Jakarta Barat, suatu perseroan terbatas yang didirikan dengan anggaran dasar yang dimuat dalam akta nomor 12, tanggal 8 Januari 1972, dibuat dihadapan Moeslim Dalidd, SH, Notaris di Malang, akta mana telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan nomor YA.5/284/4, tanggal 11 Desember 1979 yang telah diubah beberapa kali, terakhir diubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat nomor 75 tanggal 24 April 2015, dibuat dihadapan Aryanti Artisari, SH Notaris di Jakarta, Perubahan Data Perseroan telah diterima dan dicatat di dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 4 Mei 2015, nomor : AHU-AH.01.03-0929303 juncto Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa nomor 4, tanggal 2 Oktober 2015, Perubahan Data Perseroan telah diterima dan dicatat di dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 19 Oktober 2015, nomor : AHU-AH.01.03-0973003 juncto Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa nomor 5, tanggal 2 Oktober 2015, Perubahan Anggaran Dasar Perseroan telah diterima dan dicatat di dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 19 Oktober 2015, nomor : AHU-AH.01.03-0973015. Untuk selanjutnya disebut “BANK”.
2. Nama : IR. WASIS DJUHAR, MM TTL : Yogyakarta, 06 September 1959 No. KTP : 3271060609290003 Nama : MIA PRIHARTINI TTL : Cianjur, 26 April 1980 No. KTP : 3203046604800001
Bahwa untuk melakukan perbuatan hukum ini bertindak berdasarkan surat kuasa dari Pengurus Koperasi Simpan Pinjam Nusantara No. 160/SK-KSP Nusantara/HKM/XII/2015, tanggal 10 Desermber 2015, oleh karenanya keduanya berhak bertindak untuk mewakili Pengurus Koperasi Simpan Pinjam Nusantara dalam menjalani jabatannya tersebut, dan telah mendapatkan persetujuan dari rapat pengawas, sebagaimana terbukti dari Surat tanggal 24 Juni 2015, karenanya sah mewakili untuk dan atas nama Koperasi Simpan Pinjam Nusantara, yang berkedudukan di Kabupaten Cianjur, (selanjutnya disebut “Koperasi”) yang
2 - Page 2 of 8103100010
anggaran dasarnya dimuat dalam Akta Pendirian dibawah tangan KSU Koperasi Dana Indonesia Kabupaten Cianjur, tanggal 1 Oktober 2004, Pengesahaan dari Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia ub. Kepala Dinas Koperasi Kabupaten Cianjur, sebagaimana ternyata dalam surat keputusannya tertanggal 10-10-2004 (sepuluh Oktober dua ribu empat) Nomor : 1033/BH-DK/BK/2004, anggaran dasar mana telah beberapa kali dirubah, terakhir dirubah berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Simpan Pinjam Nusantara, Akta No. 41, tanggal 24 September 2014, dibuat dihadapan Alvin Nugraha, SH. M.Kn., LLM., Pengesahaan dari Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagaimana ternyata dalam surat keputusannya tertanggal 22-10-2014 (dua puluh dua Oktober dua ribu empat belas) Nomor : 305/DEP.1/X/2014. Untuk selanjutnya disebut sebagai “NASABAH”.
BANK dan NASABAH (selanjutnya bersama-sama disebut Para Pihak dan masing-masing disebut Pihak) sebagaimana kedudukannya tersebut di atas terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa NASABAH telah mengajukan permohonan kepada BANK untuk mendapatkan
Fasilitas Pembiayaan (untuk selanjutnya disebut “Fasilitas Pembiayaan”) yang digunakan untuk pembiayaan kepada anggota koperasi sebagaimana ternyata dari Surat No. 152/PGRS/KOPNUS-KP/III/2015, tanggal 06 Maret 2015, perihal Permohonan Kerjasama Pembiayaan Kredit, permohonan mana telah disetujui oleh BANK berdasarkan Surat Nomor 026/OL/JAS/VII/2015 tertanggal 01 Juli 2015, perihal Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan juncto No. 059/OL/JAS/IX/2015, tanggal 03 November 2015, perihal Surat Penegasan Persetujuan Perluasan Tujuan Pembiayaan (selanjutnya disebut “Surat Penegasan Persetujuan”) yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
2. Bahwa antara BANK dan NASABAH telah menandatangani Akad Line Facility nomor 08 (selanjutnya disebut sebagai “Akad Line Facility”) tertanggal tanggal 02 Juli 2015, dibuat dihadapan Efran Yuniarto, SH., Notaris di Jakarta sebagaimana telah dirubah berdasarkan Addendum Pertama Akad Line Facility Mudharabah No. 106/ADD-LF-MUD/JAS/15, tanggal 05 November 2015 yang dibuat secara dibawah tangan, dimana BANK telah mempunyai komitmen kepada NASABAH untuk memberikan fasilitas pembiayaan Mudharabah sampai setinggi-tingginya sebesar Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah).
3. Bahwa NASABAH telah mengajukan permohonan kepada BANK untuk mencairkan fasilitas pembiayaan Mudharabah sebesar Rp. 1.209.100.000,- (satu milyar dua ratus sembilan juta seratus ribu Rupiah) (selanjutnya disebut sebagai “Fasilitas Pembiayaan”) sesuai dengan Surat dari NASABAH kepada BANK nomor 2651/KSU/KN-OPS/XII/2015, tanggal 15 Desember 2015, perihal Pencairan Executing (Batch 16).
4. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, BANK sebagai Pemilik Dana bersedia memberikan Fasilitas Pembiayaan dan karenanya BANK dan NASABAH telah saling setuju dan karenanya sepakat untuk dan dengan ini membuat serta menetapkan Akad Mudharabah (untuk selanjutnya secara singkat disebut "Akad") untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh PARA PIHAK tersebut.
Selanjutnya kedua belah pihak setuju menuangkan kesepakatan ini dalam Akad untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pihak, dengan syarat – syarat dan ketentuan sebagai berikut :
3 - Page 3 of 8103100010
Pasal 1 DEFINISI
Dalam Akad ini, yang dimaksud dengan : 1. Bagi Hasil adalah pembagian atas pendapatan antara NASABAH dan BANK yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara NASABAH dengan BANK. 2. Barang Jaminan adalah barang yang diserahkan NASABAH guna menjamin
terbayarnya kewajiban NASABAH kepada BANK berdasar Akad ini termasuk tetapi tidak terbatas pada pembebanan hak tanggungan, gadai, aval, fidusia, penjaminan.
3. Cidera Janji adalah peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud Pasal 11 Akad ini, yang menyebabkan BANK dapat menghentikan seluruh atau sebagian dari isi Akad ini, menagih seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK sebelum jangka waktu Akad ini berakhir.
4. Dokumentasi Jaminan adalah dokumen jaminan Akad ini. 5. Fasilitas Pembiayaan adalah fasilitas pembiayaan berdasarkan akad
Mudharabah yang disediakan BANK kepada NASABAH; 6. Hari kerja BANK adalah hari kerja Bank Indonesia beroperasi dan bank-bank di
Indonesia melakukan kliring. 7. Jangka Waktu Akad adalah Masa berlakunya Akad ini sesuai dengan yang
ditentukan dalam Pasal 2 Akad ini. 8. Kerugian usaha adalah berkurangnya Modal dalam menjalankan usaha yang dihitung
pada periode tertentu, yaitu dengan mengurangkan jumlah Modal pada akhir periode dengan jumlah Modal pada awal periode.
9. Lampiran adalah Setiap lampiran yang disebut dalam Akad ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dan isinya harus dianggap kata demi kata termaktub dalam Akad ini.
10. Modal adalah sejumlah dana yang disediakan oleh BANK untuk kegiatan usaha yang dikelola oleh NASABAH
11. Mudharabah adalah kerjasama usaha antara pihak pemilik dana (shahibul Maal) dengan pihak pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana/modal.
12. Nisbah adalah bagian dari hasil pendapatan yang menjadi hak NASABAH dan BANK yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara NASABAH dan BANK
13. Obyek bagi hasil adalah pendapatan yang diperoleh NASABAH dari hasil usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 5 Akad ini.
14. Pembukuan Pembiayaan adalah pembukuan atas nama NASABAH pada BANK yang khusus mencatat seluruh transaksi-transaksi NASABAH sehubungan dengan Fasilitas Pembiayaan, yang merupakan bukti yang sah dan mengikat NASABAH atas segala kewajiban pembayaran;
15. Pendapatan adalah seluruh penerimaan yang diperoleh dari hasil usaha yang dijalankan NASABAH sesuai dengan Akad ini.
16. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Hadist (Sunnah) sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN - MUI).
17. Proyeksi Pendapatan adalah perkiraan pendapatan yang akan diterima BANK dari NASABAH yang diberikan dengan jumlah dan tanggal jatuh tempo yang disepakati antara BANK dan NASABAH.
18. Realisasi Pendapatan adalah pendapatan yang diterima BANK dari NASABAH atas pembiayaan yang diberikan.
19. Sanksi (ta’zir) adalah denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan yang ditandatangani pada saat Akad dan harus dibayarkan NASABAH, apabila NASABAH menunda pembayaran kewajibannya. Denda tersebut diperuntukkan sebagai dana sosial.
4 - Page 4 of 8103100010
20. Surat Penegasan Persetujuan adalah penawaran pembiayaan Mudharabah dari BANK yang memuat ketentuan dan syarat-syarat pembiayaan Mudharabah yang diberikan oleh BANK yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Akad ini.
21. Surat Pernyataan Realisasi Pendapatan adalah surat yang ditandatangani oleh NASABAH yang menyatakan tentang realisasi pendapatan.
22. Tanggal Pencairan adalah tanggal dimana BANK mencairkan dana Fasilitas Pembiayaan ke rekening NASABAH di BANK.
23. Ta’widh adalah ganti rugi yang harus dibayarkan NASABAH kepada BANK yang besarnya adalah biaya riil yang dikeluarkan BANK dalam rangka penagihan hak yang harus dibayar NASABAH, antara lain tetapi tidak terbatas biaya jasa pihak ketiga yang dipergunakan BANK untuk melakukan penagihan kepada NASABAH apabila NASABAH cidera janji kepada BANK.
24. TTUN adalah Tanda Terima Uang oleh NASABAH yang merupakan bukti penerimaan uang oleh NASABAH dari BANK sebagai porsi Modal BANK .
Pasal 2
FASILITAS PEMBIAYAAN DAN JANGKA WAKTU PENGGUNAANNYA
1. BANK bersedia menyediakan Fasilitas Pembiayaan kepada NASABAH sebesar Rp. 1.209.100.000,- (satu milyar dua ratus sembilan juta seratus ribu Rupiah) secara sekaligus, yang semata-mata akan dipergunakan untuk tujuan usaha, yaitu pembiayaan kepada anggota, sesuai dengan rencana realisasi pembiayaan yang disiapkan oleh NASABAH dan disetujui BANK.
2. Pembiayaan yang dimaksud dalam Akad ini berlangsung untuk jangka waktu sebagai berikut: sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta Rupiah) berlangsung untuk jangka waktu 12
(dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pencairan. sebesar Rp. 173.000.000,- (seratus tujuh puluh tiga juta Rupiah) berlangsung
untuk jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal pencairan. sebesar Rp. 91.100.000,- (sembilan puluh satu juta seratus ribu rupiah)
berlangsung untuk jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan terhitung sejak tanggal pencairan.
sebesar Rp. 421.000.000,- (empat ratus dua puluh satu juta rupiah) berlangsung untuk jangka waktu 60 (enam puluh) bulan terhitung sejak tanggal pencairan.
sebesar Rp. 41.000.000,- (empat puluh satu juta rupiah) berlangsung untuk jangka waktu 72 (tujuh puluh dua) bulan terhitung sejak tanggal pencairan.
sebesar Rp. 90.600.000,- (sembilan puluh juta enam ratus ribu rupiah) berlangsung untuk jangka waktu 84 (delapan puluh empat) bulan terhitung sejak tanggal pencairan.
sebesar Rp. 51.900.000,- (lima puluh satu juta sembilan ratus ribu rupiah) berlangsung untuk jangka waktu 106 (seratus enam) bulan terhitung sejak tanggal pencairan.
sebesar Rp. 38.500.000,- (tiga puluh delapan juta lima ratus ribu rupiah) berlangsung untuk jangka waktu 108 (seratus delapan) bulan terhitung sejak tanggal pencairan.
sebesar Rp. 68.000.000,- (enam puluh delapan juta rupiah) berlangsung untuk jangka waktu 119 (seratus sembilan belas) bulan terhitung sejak tanggal pencairan.
sebesar Rp. 232.000.000,- (dua ratus tiga puluh dua juta rupiah) berlangsung untuk jangka waktu 120 (seratus dua puluh) bulan terhitung sejak tanggal pencairan.
5 - Page 5 of 8103100010
Pasal 3 PEMBAGIAN HASIL USAHA
1. Para Pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa
Nisbah Bagi Hasil untuk masing-masing Pihak adalah dengan sistem multi Nisbah sebagaimana tercantum dalam proyeksi jadwal pembayaran angsuran terlampir, dan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari akad ini.
2. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, untuk menyerahkan Surat Pernyataan Realisasi Pendapatan atas usaha Nasabah berdasarkan Akad ini, pada tanggal yang disepakati Para Pihak yang akan dijadikan dasar penghitungan dan pelaksanaan Bagi Hasil.
3. Para Pihak sepakat, dan dengan ini saling mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa pelaksanaan penghitungan dan pembayaran Bagi Hasil akan dilakukan pada setiap tanggal yang disepakati para pihak.
4. Para Pihak sepakat bahwa Obyek Bagi Hasil dalam Akad ini adalah pendapatan NASABAH dari usaha NASABAH.
5. Sebagai dasar perhitungan Bagi Hasil, NASABAH dan BANK telah membuat proyeksi pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Akad ini yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan Akad ini. Terhadap proyeksi tersebut dapat dilakukan perubahan berdasarkan kesepakatan Para Pihak sesuai ketentuan yang berlaku.
6. BANK akan melakukan penilaian kembali atas Surat Pernyataan Realisasi Pendapatan yang diajukan oleh NASABAH yang disertai data dan bukti-bukti lengkap dari NASABAH. Dalam hal BANK tidak menyerahkan kembali hasil penilaian tersebut kepada NASABAH dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, maka BANK dianggap secara sah telah menerima dan mengakui perhitungan yang dibuat oleh NASABAH.
Pasal 4
TATA CARA PEMBAYARAN
1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk mengembalikan kepada BANK, seluruh jumlah Fasilitas Pembiayaan dan membayar bagian pendapatan yang menjadi hak BANK sesuai dengan Nisbah sebagaimana dimaksud Pasal 4 Akad ini atau menurut proyeksi jadwal angsuran sebagaimana ditetapkan pada Lampiran dan proyeksi pendapatan sebagaimana ditetapkan pada Lampiran yang dilekatkan pada dan karenanya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari Akad ini.
2. Sumber pembayaran kembali Fasilitas Pembiayaan oleh NASABAH kepada BANK dapat berasal dari usaha yang dibiayai, kegiatan usaha NASABAH lainnya, maupun sumber-sumber lain yang dimiliki NASABAH. Apabila NASABAH melunasi Fasilitas Pembiayaan yang diberikan oleh BANK lebih awal dari waktu yang diperjanjikan, maka tidak berarti pembayaran tersebut akan menghapuskan atau mengurangi bagian dari pendapatan yang menjadi hak BANK berdasarkan kesepakatan antara NASABAH dan BANK.
3. Setiap pembayaran atas kewajiban NASABAH, wajib dilakukan NASABAH pada hari dan jam kas di kantor BANK atau tempat lain yang ditunjuk oleh BANK dan dibayarkan melalui rekening yang dibuka oleh dan atas nama NASABAH pada BANK, sehingga dalam hal pembayaran diterima oleh BANK setelah jam kerja BANK, maka pembayaran tersebut akan dibukukan pada keesokan harinya dan apabila hari tersebut bukan Hari Kerja BANK, pembukuan akan dilakukan pada Hari Kerja BANK yang pertama setelah pembayaran diterima.
4. Bila tanggal jatuh tempo atau saat pembayaran angsuran jatuh tidak pada Hari Kerja BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan
6 - Page 6 of 8103100010
dana atau melakukan pembayaran kepada BANK pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya.
Pasal 5 BIAYA, POTONGAN DAN PAJAK-PAJAK
1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung dan
membayar selambat-lambatnya pada saat Akad ditandatangani, biaya-biaya antara lain : a. Biaya administrasi sebesar Rp. 6.045.500,- (enam juta empat puluh lima ribu lima
ratus Rupiah ). b. Biaya-biaya lain yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan Akad termasuk tetapi
tidak terbatas pada biaya Notaris/PPAT dan biaya pengikatan jaminan. 2. Dalam hal NASABAH Cidera Janji sehingga BANK perlu menggunakan jasa pihak
ketiga, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar seluruh biaya jasa pihak ketiga dimaksud sepanjang hal itu dapat dibuktikan secara sah menurut hukum.
3. Setiap pembayaran Fasilitas Pembiayaan dan/atau kewajiban lainnya oleh NASABAH kepada BANK sehubungan dengan Akad ini dan/atau perjanjian lain yang terkait dengan Akad ini, dilakukan oleh NASABAH kepada BANK tanpa potongan, pungutan, bea, pajak dan/atau biaya-biaya lainnya, kecuali jika potongan tersebut diharuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar melalui BANK, setiap potongan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku (bila ada).
5. Segala pajak yang timbul sehubungan dengan Akad ini merupakan tanggungan dan wajib dibayar oleh NASABAH, kecuali Pajak Penghasilan BANK.
6. Nasabah wajib membayar ganti rugi (ta’widh) kepada BANK apabila NASABAH tidak menyerahkan bagian pendapatan yang sudah menjadi hak BANK.
Pasal 6 DENDA
1. Dalam hal NASABAH terlambat membayar kewajiban dari jadwal yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Akad ini, maka BANK membebankan dan NASABAH setuju membayar denda (ta’zir) atas keterlambatan tersebut sebesar Rp. 1.500,- (seribu lima ratus rupiah) per bulan untuk setiap tunggakan pembayaran kewajiban senilai Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atas pembayaran kewajiban bagi NASABAH.
2. Dana dari denda atas keterlambatan yang diterima oleh BANK akan diperuntukkan sebagai dana sosial.
Pasal 7 FORCE MAJEURE
1. BANK tidak bertanggung jawab atas setiap tuntutan ataupun kerugian yang disebabkan
karena peristiwa atau sebab yang berada di luar pengendalian BANK, termasuk didalamnya : a. bencana alam : gempa, badai, banjir, air bah dan sebagainya b. kebakaran, tindakan perusakan/vandalism, sabotase, kerusuhan, pemogokan,
terorisme dan gangguan sipil, perang atau keadaan perang c. kebijakan baru pemerintah atau perubahan atas peraturan yang berlaku.
2. Apabila terjadi force majeure sebagaimana disebutkan di atas maka harus diberitahukan kepada pihak lainnya secara tertulis disertai dengan bukti-bukti yang sah, antara lain pernyataan resmi dari pemerintah atau instansi lainnya yang
7 - Page 7 of 8103100010
berwenang selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya force majeure tersebut.
3. Para Pihak setuju untuk berunding tentang pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing Pihak bila terjadi force majeure
Pasal 8
KUASA-KUASA
Semua kuasa yang termaktub dalam Akad ini merupakan bagian yang terpenting dan tidak terpisahkan dari Akad dan oleh karena itu kuasa-kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali dan/atau dibatalkan dengan cara apapun juga dan karenanya NASABAH melepaskan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam pasal-pasal 1813, 1814, dan 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 9
LAIN-LAIN
1. Perubahan dan Penambahan yang diadakan pada Akad ini dan Akad tambahan lainnya merupakan satu kesatuan dan karena itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
2. Jika satu atau lebih ketentuan dari pada Akad ini tidak berlaku, tidak sah, atau tidak dapat diperlakukan sama sekali karena peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka keabsahan dan berlakunya ketentuan lain di dalam Akad ini, dan Akad tambahan lainnya dalam segala hal tidak terganggu.
3. BANK dan NASABAH dengan ini, sepakat dan setuju untuk memberlakukan seluruh ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam Surat Penegasan Persetujuan dan Akad Line Facility, karenanya Surat Penegasan Persetujuan dan Akad Line Facility tersebut mengikat NASABAH dan BANK serta merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Akad ini.
4. Seluruh Lampiran dari Akad ini merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
5. Sebelum Akad ini ditandatangani oleh NASABAH, NASABAH mengakui dengan sebenarnya, dan tidak lain dari yang sebenarnya, bahwa NASABAH telah membaca dengan cermat atau dibacakan kepadanya seluruh isi Akad ini berikut semua surat dan/atau dokumen yang menjadi Lampiran Akad ini, sehingga oleh karena itu NASABAH memahami sepenuhnya segala yang akan menjadi akibat hukum setelah NASABAH menandatangani Akad ini.
6. Akad ini mengikat Para Pihak yang sah, para pengganti atau pihak-pihak yang menerima hak dari masing-masing Para Pihak.
7. Akad ini memuat, dan karenanya menggantikan semua pengertian dan kesepakatan yang telah dicapai oleh Para Pihak sebelum ditandatanganinya Akad ini, baik tertulis maupun lisan, mengenai hal yang sama.
8. Jika salah satu atau sebagian ketentuan-ketentuan dalam Akad ini menjadi batal atau tidak berlaku, maka tidak mengakibatkan seluruh Akad ini menjadi batal atau tidak berlaku seluruhnya.
9. Kelalaian atau keterlambatan BANK dalam melaksanakan haknya berdasarkan Akad ini atau dokumen-dokumen lain yang dibuat berdasarkan Akad ini tidak boleh ditafsirkan bahwa BANK telah melepaskan hak-hak tersebut.
10. Para Pihak mengakui bahwa judul pada setiap pasal dalam Akad ini dipakai hanya untuk memudahkan pembaca Akad ini, karenanya judul tersebut tidak memberikan penafsiran apapun atas isi Akad ini.
11. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka BANK dan NASABAH akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam suatu Akad tambahan (Addendum) yang ditandatangani oleh Para Pihak.
8 - Page 8 of 8103100010
12. Setiap Akad tambahan (Addendum) dari Akad ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
Demikian, Akad ini dibuat dan ditandatangani di Jakarta pada tanggal yang telah disebutkan di awal Akad ini oleh BANK dan NASABAH di atas kertas yang bermeterai cukup . BANK PT. BANK PANIN SYARIAH Tbk KUASA DIREKSI (AKMAL SURYADI) (AMIR RUSOPI) NASABAH KOPERASI SIMPAN PINJAM NUSANTARA KUASA PENGURUS materai 6000 + stempel
(IR. WASIS DJUHAR, MM) (MIA PRIHARTINI)