perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENERAPAN METODE ROLE PLAYING
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA
DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
UTAMI CANDRA P.
X8110051
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
JULI 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Utami Candra P.
NIM : X8110051
Jurusan/Program Studi : Ilmu Pendidikan /Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD)
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ PENERAPAN METODE
ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERCERITA ANAK USIA DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA
CAWAS ” ini benar-benar hasil karya saya sendiri. Selama itu, sumber informasi
yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Apabila dalam kemudian hari terbukti atau dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Juli 2012
Utami Candra P.
X8110051
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENERAPAN METODE ROLE PLAYING
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA
DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS
Oleh:
UTAMI CANDRA P.
X8110051
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini,
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
JULI 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk di hadapkan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Juli 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd Muhammad Munif, S.PdI., M.A
NIP. 19461208 198203 1 001 NIP.198304022 01012 1 006
PENGESAHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk
memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd
Sekretaris : Dra. Yulianti, M.Pd
Anggota I : Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd
Anggota II : Muhammad Munif, S. PdI., M.A
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
a.n Dekan,
Pembantu Dekan I
Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M. Si.
Nip. 19660415 199103 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
MOTTO
Dimuliakanlah orang yang menegakkan kebenaran dijalan Allah.
(Musafir)
Regrets and mistakes, they're memories made.
(Adele, Some One Like You)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSEMBAHAN
Teriring Puji Syukur pada-Mu Ya Rabb, kupersembahkan karya ini untuk:
Abi dan Umi (Tetuko Prawihadi Nugraha & Tarmini)
Terimakasih untuk do’a dan kasih sayang yang tak pernah putus untukku,
yang selalu mengiringi setiap langkah hidupku. Kerja keras yang tak pernah henti
untuk mewujudkan pendidikan anak-anaknya.
Adikku (Restu Indra Prasetyo)
Terimakasih atas perhatian dan dukungan untukku selama ini, yang selalu
membutat kakak mu ini bersemangat.
Hawiku (Cholid Jamal Nahdi Binstabit)
Terimakasih atas dukungan dan perhatian selama ini.
Sahabatku dan Keluarga (Ikka Indah, Luluk Meilinda, Ristikha
Mustikawati, Mike Moranawati, Ratnawati)
Terimaksih untuk kebersamaan kita selama ini, kasih sayang, cinta kasih
kalian semua semoga persahabatan kita abadi tak terhenti dengan balutan kain
hitam, putih di kampus ungu, tak usang dimakan waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRAK
Utami Candra P. PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA DINI
KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
bercerita anak kelompok B pada TK Pembina Cawas dengan menggunakan
metode role playing.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) sebanyak dua
siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan
refleksi. Subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Pembina Cawas sebanyak
26 anak. Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder.
Pengumpulan data adalah dengan pengamatan, dokumentasi dan tes unjuk kerja.
Validitas data menggunakan triangulasi data dan trianggulasi metode. Analisis
data meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan metode role
playing pada anak kelompok B TK Pembina Cawas, kemampuan bercerita dapat
meningkat. Pada kondisi awal prosentase ketuntasan anak mencapai 30,8%, pada
siklus I prosentase ketuntasan anak mencapai 50%, dan pada siklus II prosentase
ketuntasan anak mencapai 77%. Sesuai indikator kinerja yang telah ditetapkan
yaitu 75%, dapat diketahui bahwa kondisi awal dan siklus I belum mencapai
target yang ditetapkan maka dari itu peneliti melanjutkan ke siklus II, pada siklus
II indikator ketercapain mencapai 77%. Simpulan penelitian ini adalah melalui
metode role playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita pada anak
kelompok B TK Pembina Cawas Klaten.
Kata kunci : kemampuan bercerita, metode role playing, anak TK kelompok B.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRACT
Utami Candra P. APPLICATION ROLE PLAYING METHOD TO
INCREASE CAPACITY EARLY AGE CHILDREN B IN THE TK
PEMBINA CAWAS. Skripsi, Teacher Training and Education Faculty of
Sebelas Maret University of Surakarta, July 2012.
The objectives of the reseach are to improve the storytelling ability
through serial picture medium to the children in B group of Pembina Cawas
Kindern Garten Klaten.
The reseach used a classroom action research method with two cycles.
Each cycle consisted of plaining, implementation, observation, and reflection. The
subject of the reseach were the 26 children in B group of Pembina Cawas Kindern
Garten Klaten. The data of the research were gathered through observation,
documentation, and performance test. Validity of data that used was triangulation
data and triangulation method. Data analizing technique that used was the critical
analysis and the interactive analysis which consist of three components i.e data
reduction, data display, and conclusion drawing or verification.
The result of the reseach showed with role playing method can improve
the storytelling ability of children in B group of Pembina Cawas Kindern Garten
Klaten. In the storytelling ability of the pre test before action was 30,8% children
who were obtained compalete criteria, improve prosentation was occurred in the
cycle improve was 50%, and in the second cycle the percentage of children
reached 77% completeness. Appropriate set of performance indicators which is
75%, can be seen that the initial conditions and the cycle I have not hit the target
and therefore researchers continue to cycle II, cycle II indicator reached of 77%.
The conclusion of the reseach is that serial role playing method can improve the
storytelling ability of children in B group of TK Pembina Cawas Kindern Garten
Klaten.
Key Word: the storytelling ability, role playing method, early age children B in
the TK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... ii
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... v
HALAMAN MOTTO ........................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... vii
HALAMAN ABSTRAK....................................................................... viii
DAFTAR ISI.......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR............................................................................. xiii
DAFTAR TABEL.................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... xv
KATA PENGANTAR........................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 5
A. Kajian Teori ................................................................................ 5
1. Hakikat Kemampuan Bercerita ............................................ 5
a. Pengertian Kemampuan ................................................ 5
b. Pengertian Bercerita ...................................................... 6
c. Jenis-jenis Cerita ........................................................... 7
d. Cerita Untuk Anak Usia Dini ........................................ 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
e. Manfaat Bercerita .......................................................... 10
f. Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini ........................ 13
g. Penilaian Kemampuan Bercerita ................................... 13
2. Hakikat Kualitas Pembelajaran ............................................ 15
a. Pengertian Kualitas ....................................................... 15
b. Pengertian Pembelajaran ............................................... 16
c. Pengertian Proses Pembelajaran ................................... 16
d. Kualitas Proses Pembelajaran ....................................... 18
e. Kriteria dalam Proses Pembelajaran ............................. 18
3. Hakikat Anak Usia Dini ....................................................... 19
a. Pengertian Anak Usia Dini ........................................... 19
b. Prinsip-prinsip Perkembangan Usia Dini...................... 20
c. Prinsip-prinsip Pendidikan Usia Dini........................... 21
4. Hakikat Role Playing........................................................... 22
a. Pengertian Role Playing................................................. 22
b. Tujuan Role Playing....................................................... 24
c. Manfaat Role Playing..................................................... 25
d. Langkah-langkah menggunakan Role Playing............... 26
B. Hasil Penelitian yang Relevan..................................................... 27
C. Kerangka Berfikir ........................................................................ 29
D. Hipotesis Tindakan ...................................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................... 32
A. Tempat penelitian dan waktu penelitian...................................... 32
1. Tempat penelitian .................................................................. 32
2. Waktu penelitian ................................................................... 32
B. Subjek Penelitian ......................................................................... 33
C. Jenis Penelitian............................................................................. 33
D. Strategi Penelitian ....................................................................... 33
E. Sumber Data ................................................................................ 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
F. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 34
G. Validitas Data .............................................................................. 35
H. Teknik Analisis Data ................................................................... 36
I. Indikator Kinerja ......................................................................... 38
J. Prosedur Penelitian ...................................................................... 39
1. Siklus I ................................................................................ 41
a. Perencanaan .................................................................. 41
b. Tindakan ....................................................................... 41
c. Observasi ....................................................................... 41
d. Refleksi ......................................................................... 42
2. Siklis II ................................................................................ 43
a. Perencanaan .................................................................. 43
b. Tindakan ....................................................................... 43
c. Observasi ....................................................................... 43
d. Refleksi ....................................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................... 45
A. Deskripsi Pratindakan.................................................................. 45
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus.......................................... 48
C. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus................................. 61
D. Pembahasan................................................................................... 67
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SASARAN..................... 69
A. Simpulan....................................................................................... 69
B. Implikasi....................................................................................... 69
C. Saran............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA. ........................................................................... 72
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berfikir ........................................................................... 30
Gambar 2 Teknik Pengambilan Data .............................................................. 38
Gambar 3 Skema Siklus Analisis Interaktif .................................................... 40
Gambar 4 Grafik Nilai Tes Kemampuan Bercerita Pada Kondisi Awal ......... 48
Gambar 4.1 Grafik Nilai Tes Kemampuan Bercerita Pada Siklus I .................... 54
Gambar 4.2 Grafik Nilai Tes Kemampuan Berbicara Pada Siklus II ................. 60
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Hasil Observasi Kinerja Guru Pada Siklus
I dan II ............................................................................................. 62
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Hasil Observasi Aktivitas Anak Siklus I
dan II ............................................................................................... 64
Gambar 4.5 Kualitas Proses Pembelajaran Keseluruhan Pada Siklus I dan II .. 65
Gambar 4.6 Grafik Peningkatan Ketuntasan Bercerita Anak Siklus I dan II ... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Nilai Kemampuan Bercerita Pada Kondisi Awal ...................... 47
Tabel 2 Hasil Nilai Kemampuan Bercerita Pada Siklus I Pertemuan ............... 53
Tabel 3 Hasil Nilai Kemampuan Berb Pada Siklus II Pertemuan .................... 59
Tabel 4 Prosentase Kinerja Guru Pada Siklus I dan II ....................................... 62
Tabel 5 Prosentase Aktifitas Anak Pada Kondisi Awal, Siklus I dan II ............ 63
Tabel 6 Perbandingan Prosentase Kualitas Proses Pembelajaran
Secara Keseluruhan Pada Siklus I dan II ............................................. 64
Tabel 7 Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Anak Kondisi Awal Pada Siklus I
dan II ..................................................................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Siklus I Pertemuan 1 ................................................................ 75
Lampiran 2 Skenario Pembelajaran Siklus I Pertemuan I. ......................... 79
Lampiran 3 Bahan Ajar Sikllus I Pertemuan I. ........................................... 82
Lampiran 4 Siklus I Pertemuan 2. ............................................................... 86
Lampiran 5 Skenario Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2. ......................... 90
Lampiran 6 Bahan Ajar Sikllus I Pertemuan 2. .......................................... 93
Lampiran 7 Siklus I Pertemuan 3 ................................................................. 97
Lampiran 8 Skenario Pembelajaran Siklus I Pertemuan 3 .......................... 101
Lampiran 9 Bahan Ajar Sikllus I Pertemuan 3............................................ 104
Lampiran 10 Siklus II Pertemuan 1. .............................................................. 108
Lampiran 11 Skenario Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1. ........................ 112
Lampiran 12 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan I............................................ 115
Lampiran 13 Siklus II Pertemuan 2. .............................................................. 118
Lampiran 14 Skenario Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2. .......................... 122
Lampiran 15 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan 2. .......................................... 125
Lampiran 16 Siklus II Pertemuan 3. .............................................................. 128
Lampiran 17 Skenario Pembelajaran Siklus II Pertemuan 3. ........................ 132
Lampiran 18 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan 3. .......................................... 135
Lampiran 19 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan I. .......................... 138
Lampiran 20 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan I. ........ 139
Lampiran 21 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan 2. ......................... 142
Lampiran 22 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan 2. ........ 143
Lampiran 23 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan 3. ......................... 146
Lampiran 24 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan 3. ........ 147
Lampiran 25 Rekapitulasi Observasi Kinerja Guru Mengajar Siklus I. ........ 150
Lampiran 26 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 1. ........................ 151
Lampiran 27 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus II Pertemuan 1. ...... 152
Lampiran 28 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 2. ........................ 155
Lampiran 29 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus II Pertemuan 2. ...... 156
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Lampiran 30 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 3. ........................ 159
Lampiran 31 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus II Pertemuan 2. ...... 160
Lampiran 32 Rekapitulasi Observasi Guru Mengajar Siklus II. .................... 163
Lampiran 33 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 1. ........ 164
Lampiran 34 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 2 ......... 166
Lampiran 35 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 3 ......... 168
Lampiran 36 Rekapitulasi Aktivitas Anak Siklus I ....................................... 170
Lampiran 37 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 1. ....... 171
Lampiran 38 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 2 ........ 173
Lampiran 39 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 3. ....... 175
Lampiran 40 Rekapitulasi Siklus II. .............................................................. 177
Lampiran 41 Indikator Ketercapaian Tujuan. ................................................ 178
Lampiran 42 Diskripsi Penilain Kemampuan Bercerita. ............................... 179
Lampiran 43 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Pretest ...................... 182
Lampiran 44 Daftar Penilaian Anak Pretest .................................................. 184
Lampiran 45 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 1. 186
Lampiran 46 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 2. 188
Lampiran 47 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 3 190
Lampiran 48 Daftar Penilaian Anak Siklus I ................................................. 192
Lampiran 49 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 1.194
Lampiran 50 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 2.196
Lampiran 51 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 3.198
Lampiran 52 Daftar Penilaian Anak Siklus Siklus II ..................................... 200
Lampiran 53 Foto ........................................................................................... 202
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya
sehingga proposal skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “ Penerapan
Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Anak
Usia Dini Kelompok B Pada TK Pembina Cawas ”.
Banyak hambatan dalam penulisan proposal skripsi ini, namun berkat
bantuan dari berbagai pihak maka hambatan ini dapat diatasi. Oleh sebab itu pada
kesempatan yang baik ini diucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surkarta
2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Studi PG-PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Sekretaris Program Studi PG-PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Muhammad Munif, S.PdI., M.A selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan dorongan, semangat dan bimbingan dalam penyusunan skripsi
ini.
7. Kepala Sekolah TK Pembina Cawas yang telah memberikan ijin penelitian.
8. Sumarsini selaku guru kelas TK Pembina Cawas yang telah memberikan
bantuan serta arahan kepada penulis selama proses awal pengambilan data
guna menyusun proposal penelitian tindakan kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
9. Anak-anak kelompok B TK Pembina Cawas yang telah membantu penulis
selama proses awal pengambilan data guna menyusun proposal penelitian
tindakan kelas.
10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dan kelemahan, karena
keterbatasan pengetahuan yang ada dan hasilnya masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, semua saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Semoga kebaikan Bapak, Ibu dan semua pihak mendapat limpahan rahmat
dari Allah SWT dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya. Semoga
proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan
dunia pendidikan pada umumnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakanfaktor utama dalam menentukan kualitas kehidupan
bangsa.Pendidikan mempunyai peran yang penting dalam menciptakan kehidupan
yang demokratis, cerdas, damai, terbuka terhadap hal – hal yang baru. Seperti yang
tercantum dalam SISDIKNAS (2003:2) bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berakhlak mulia,
berkeahlian, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah kesatuan Negara
Republik Indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri, beriman
bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berdasarkan hukum dan lingkungan,
mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja dan disiplin.
Masyarakat semakin menyadari pentingnya pendidikan untuk meraih
kesempatan dalam berbagai bidang dengan meningkatkan kualitas daya manusia.
Tujuan pendidikan akan terwujud jika proses pembelajaran dilakukan secara
optimal. Pembelajaran merupakan proses berkesinambungan tidak hanya terbatas
pada penyampaian materi didepan kelas yang memberikan kesan kurang bermakna
bagi perkembangan anak.
Pembelajaran tentang Bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulisan. Pengembangan bahasa pada anak usia prasekolah merupakan
salah satu aspekperkembangan anak yang dalam pelaksaanaanya tidak dapat
dipisahkan dari semua kegiatan anak,baik itu berkaitan dengan
musik,sosial,matematika, sains, dan kegiatan apapun yang semuanya memberikan
kesempatan pada anak untuk dapat mengembangkan kemampuan berbahasanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Salah satu kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses belajar guru
hanya menggunakan metode bercerita, yang hanya anak mendengarkan cerita yang
dibacakan oleh guruya.Salah satu pembelajaran yang perlu ditingkatkan di
kelompok B TK Pembina Cawas adalah metode bercerita yang digunakan. Hal ini
dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan. Guru cenderung membuat anak
pasif karena kemampuan guru kurang dalam menggunakan model – model yang
inovatif sehingga membuat anak kurang tertarik dan tidak bersemangat dalam
proses pembelajaran. Penggunaan metode yang kurang tepat oleh guru akan
membingungkan anak dalam menerima isi cerita yang disampaikan.
Selain faktor guru dalam mengajar, pada saat guru menjelaskan materi
banyak anak kurang memperhatikan penjelasan guru. Hal ini dapat dilihat dari
benyaknya aktifitas lain yang dilakukan oleh anak antara lain : anak melamun,
anak mencorat – coret meja atau kursi, usil dengan teman sebangku, berbicara
dengan teman sebangku, hal ini membuktikan bahwa anak belum mengerti dengan
materi yang disampaikan guru.
Mencermati kondisi tersebut untuk mengembangkan kemampun bercerita
anak guru memiliki peran-peran yang utama dalam memfasilitasi secara
optimal.Bimbingan guru sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan minat anak
untuk dapat berceritadengan baik dan benar.Guru perlu menciptakan pembelajaran
yang menyenagkan dan bervariasi,memberi kesempatan pada anak untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan baik. Hal ini penulis mempunyai
pikiran untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menerapkan metode
pembelajaran role playing. Penggunaan metode role playing membantu anak
memahami materi yang dianggap sulit, terutama pada kemampuan bercerita anak.
Bercerita merupakan kebutuhan universal manusia dananak-anak hingga
dewasa.Bagi anak-anakcerita tidak sekedar memberi manfaat emotif tetapi juga
membantu pertumbuhan mereka dalamberbagai aspek.Oleh karena itu bercerita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
merupakan aktifitas penting dan tak terpisahkan dalam program pendidikan untuk
anak-anak .
Alasan digunakan metode pembelajaran role playing yaitu : (1) guru
mendorong minat anak agar ikut aktif dalam proses pembelajaran. (2) anak dapat
memahami konsep tentang peranan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. (3) anak
tidak merasa jenuh dengan pembelajaran yang diajarkan oleh guru. (4) anak dapat
mengerti isi pesan cerita yang dibawakan.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengangkat
masalah ini untuk dijadikan penelitian dengan judul “PenerapanMetode Role
Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini Kelompok B
Pada TK Pembina Cawas “.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah dengan metoderole playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita
anakusia dini kelompok B Tk Pembina Cawas?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini:
Untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak melalui metode pembelajaran
role playing.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
a. Memberikan pengalaman langsung kepada guru pada saat menerapkan
metode pembelajaran role playing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
b. Memberi solusi permasalahan yang selama ini dihadapi anak pada
kemampuan bercerita dengan menggunakan metode pembelajaran role
playing.
c. Memberi masukkan bahwa metoderole playing adalah salah satu
media pembelajaran untukmeningkatkan kemampuan bercerita anak.
b. Bagi peneliti
a. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam penerapan metode
pembelajaran role playing.
b. Bisa memberi masukan dalam pengembangan penelitian tidak hanya
pada kemampuan bercerita tetapi juga aspek bahasa, kemampuan
kognitif, sosial.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada peneliti
berikutnya agar dapat menggunakan metode role playinguntuk meningkatkan
kemampuan bercerita maupun kemampuan lainnya dikemudian hari agar
menjadi lebih baik.
2. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai literature bagi pengembangan
kemampuan bercerita anak, sehingga dapat dijadikan referensi bagi peningkatan
kualitas dalam penerapanmetode pembelajaran role playing pada masa akan
datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini
a. Pengertian Kemampuan
Kemampuan merupakan tolak ukur anak dalam melaksanakan berbagai
kegiatan/aktifitas. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian
kemampuan.
Samsudin (2009:54) membedakan kemampuan menjadi dua kategori yaitu:
1) actual ability (kemampuan nyata), merupakan suatu kemampuan yang segera
dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga kerena kemampuan itu
merupakan suatu hasil yang bersangkutan dengan cara, bahan, dan dalam hal
tertentu yang telah dijalani, 2) potensial ability (kemampuan potensial),
merupakan kemampuan yang berasal dari bakat dalam diri sejaklahir.
Kemampuan adalah sifat bawaan lahir atau dipelajari yang memungkinkan
seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik (Widiastuti, 2009).
Chaplin (1981:1) mendefinisikan kemampuan sebagai berikut ability (
kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat kesanggupan ) merupakan tenaga
(daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Menurut Woodworth dan
Marquis (Suryabrata, 2002:161) kemampuan (ability) mempunyai tiga arti yaitu
:
1) Prestasi yang merupakan kemampuan aktual, yang dapat diukur langsung
dengan alat atau tes tertentu.
2) Kapasitas yang merupakan kemampuan potensial, yang dapat diukur secara
tidak langsung dengan melaluipengukuran tehadap kecakapan individu, di
mana kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan
training yang intensif dan pengalaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
3) Sikap, yaitu kualitas yang hanya data diungkap atau diukur dengan tes
khusus yang sengaja dibuat untuk itu.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah
kesanggupan seseorang dalam melakukan suatu perbuatanatau pekerjaan yang
berupa bawaan dari lahir maupun hasil dari latihan danpraktek, kamampuan ini
dapat diukur langsung maupun secara tidak langsung dengan alat atau tes
tertentu.
b. Pengertian Bercerita
Bercerita merupakan salah satu kebutuhan untuk anak, dengan cerita anak
dapat mengembangkan imajinasinya. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya
tentang pengertian bercerita, anatara lain.
Menurut (Musfiroh 2005: 32-33) menyatakan bahwa cerita dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi digunakan sebagai materi untuk
pengembangan kompetensi dasar berkomunikasi.
Bachri (2005:10) bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan
tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan
tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.
Tarigan, dkk (1993:6) menyatakan makna cerita sebagai berikut (1) cerita
sama dengan tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya hal ( peristiwa,
kejadian), (2) cerita sama dengan karangan yang menuturkan perbuatan,
pengalaman atau penderitaan orang, kejadian dan sebagainya baik yang sungguh-
sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan, (3) cerita sama dengan lakon yang
diwujudkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang dan lain-lain).
Dari pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa bercerita adalah
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, peristiwa atau suatu
kejadian secara lisan atau tertulis untuk berkomunikasi dan menyampaikan suatu
maksud kepada orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Jenis Cerita
Cerita untuk anak – anak dikategorikan ke dalam tiga jenis, yakni cerita
rakyat, cerita fiksi modern, dan cerita faktual. Ketiga cerita tersebut memiliki
sumber dan karakteristik yang berbeda, ketiganya dapat disajikan kepada anak
dengan penyesuaian.
1. Cerita Rakyat
Menurut (Abrams dalam Musfiroh, 2008:69) cerita rakyat dalam bahasa
inggris disebutfolktaleadalah narasi pendek dalam bentuk prosa yang tidak
diketahui penciptanya dan tersebar dari mulut – kemulut. Hal ini
disampaikan dari mulut – kemulut, maka cerita rakyat digolongkan kedalam
sastra lisan. Cerita rakyat berkaitan dengan lingkungan alam.
a. Ciri – ciri Cerita Rakyat
Cerita rakyat memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan
atau diwariskan melalui kata – kata dari mulut ke mulut dari suatu
generasi ke generasi berikutnya.
2) Disebarkan dalam bentuk yang standar, dalam kolektif tertentu
(masyarakat yang dimiliki cerita rakyat tersebut), dan dalam waktu
cukup lama (setidak – tidaknya dua generasi).
3) Memiliki versi – versi yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara
penyebarannya yang dari mulut – kemulut, dan bukan melalui rekaman.
4) Mempunyai bentuk berpola, seperti kata – kata klise, kata – kata
pembukaan dan penutup yang baku, serta ungkapan – ungkapan
tradisional.
5) Bersifat anonim, yakni sudah tidak diketahui lagi nama penciptanya.
6) Mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan kolektif atau
masyarakat pemiliknya, seperti sebagai alat pendidikan pelipur lara,
protes sosial, dan proyek keinginan terpendam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
7) Bersifat prologis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sesuai
dengan logika umum.
8) Menjadi milik bersama. Hal itu disebabkan penciptanya yang asli sudah
tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektifnya merasa
memilikinya(Danandjaja dalam Musfiroh, 2008:70).
b. Bentuk – bentuk Cerita Rakyat
Menurut (Abrams dalam Musfiroh, 2008:70) cerita rakyat meliputi mite,
legenda, dan dongeng. Ketiganya memiliki beberapa perbedaan menyangkut
permasalahan cerita, tokoh cerita, serta anggapan pemiliknya terhadap
keberadaan cerita tersebut.
1) Mite
Mite adalah cerita yang dianggap benar – benar terjadi dan dianggap
benar – benar terjadi dan dianggap sakral oleh penduduknya. Mite
mengandung tokoh – tokoh dewa atau makhluk setengah dewa. Mite
melukiskan kelahiran bangsa, pertemuan orang tua dengan dewa – dewa
karunia atau sengsara, atau perjanjian dan larangan yang diadakan. Mite
tidak didasarkan pada pikiran logis melainkan perasaan dan pikiran mistis.
2) Legenda
Legenda adalah cerita yang dianggap benar – benar terjadi tetapi tidak
dianggap sakral oleh pemilik cerita. Yang tampil sebagai tokoh – tokohnya
adalah manusia yang sering memperlihatkan sifat – sifat dan kelebihan luar
biasa. Tokoh yang tampil dalam legenda adalah makhluk gaib yang hidup
yang hidup bersama – sama dengan peristiwa yang terjadi di dunia.
3) Dongeng
Dongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak benar – benar
terjadi, baik oleh penuturnya maupun oleh pendengarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2.Cerita Fiksi Modern
Cerita fiksi modern dapat dikategorikan menjadi cerita fantasi dan fiksi ilmiah
(Cox dalam Musfiroh, 2008:74). Cerita fiksi modern dianggap sebagai sastra
hipotesis dan sesuai untuk model belajar anak. Cerita tentang vampir yang ditulis
oleh Elizabeth dan cerita yang mempersonifikasikan binatang seperti halnya
winnie-the-Pooh oleh A. A. Milne misalnya, merupakan cerita fiksi modern yang
cenderung menstimulasi anak untuk bercerita kembali (retelling), baik secara lisan
maupun tertulis.
2. Cerita Faktual
Cerita faktual adalah cerita yang didasarkan pada peristiwa faktual yang
dialami oleh seseorang atau sekelompok orang. Cerita faktual biasanya diabadikan
dalam bentuk buku sejarah atau kitab suci yang dipercayakan kebenarannya.
Cerita ini berisi peristiwa – peristiwa penting yang dialami oleh tokoh. Unsur
didaktik dan informatif terdapat dalam cerita faktual ini.
a. Cerita biografi (ilmuwan, pahlawan, atau tokoh agama). Cerita untuk anak –
anak dalam kategori ini sudah terdapat dalam bnetuk buku dengan ilistrasi
yang menarik dan bervariasi. Cerita yang didasarkan pada kitab suci, karena
pertimbangan tertentu, dimasukkan dalam kategori ini, seperti Tidak Berbakti
kepada Orang Tua, Membelah Lautan. Cerita tersebut sangat diminati anak
usia 5-6 tahun. Pada masa itu menurut (Cox dalam Musfiroh,2008:76), anak
mulai menyukai kehadiran buku. Oleh karenanya apabila disediakan beberapa
buku dalam ruang baca, anak akan cenderung “pura- pura” membaca seperti
yang dilakukan guru atau orang tua mereka.
b. Cerita sejarah atau penggalan dari sejarah. Cerita sejarah sebenarnya cukup
sulit untuk dicerna anak. Meskipun demikian jika guru dapat mengambil
cerita yang telah diolah sedemikian rupa dan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak maka cerita inipun akan tetap menarik. Cerita tentang
perang melawan Belanda, Jepang, dapat disajikan kepada anak dengan
berbagai delisi (penghapusan atau penyerdehanaan ) isi dan unsur cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Beberapa cerita yang sejarah yang dimuat dalam majalah anak – anak khusus
untuk Taman Kanak- kanak biasanya dimanfaatkan guru untuk bercerita.
Dalam metode role playing ini jenis cerita yang digunakan adalah jenis cerita
fiksi modern, karena cerita fiksi modern cenderung menstimulasi anak untuk
bercerita kembali (retelling), baik secara lisan maupun tertulis.
d. Cerita Untuk Anak Usia Dini
Dongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak benar-benar terjadi, baik
oleh penuturnya maupun oleh pendengarnya. Dongeng diceritakan terutama untuk
hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, atau bahkan moral.
Seperti halnya mite dan legenda, dongeng pun diklasifikasikan menjadi sebentuk
yang lebih terinci meliputi dongeng binatang, dongeng biasa, anekdot (Danandjaja
dalam Musfiroh, 2008:74).
Dongeng merupakan cerita yang dapat dijadikan sumber cerita untuk anak
usia dini, terutama dongeng-dongeng tentang binatang atau fabel. Apabila
dongeng terlalu panjang guru dapat menulis ulang dengan beberapa perubahan
yang diperlukan.
e. Manfaat Bercerita
Cerita merupakan kebutuhan universal bagi manusia, dari anak-anak sampai
orang dewasa, hingga orang tua. Cerita tidak hanya sekedar memberi manfaat
emotif tetapi juga membantu pertumbuhan anak-anak dalam berbagai aspek.
Bercerita diyakini sebagai aktivitas penting dan tidak dapat dipisahkan dalam dunia
pendidikan untuk anak usia dini. Bercerita bagi anak memiliki manfaat yang sama
pentingnya dengan aktivitas dan program pendidikan itu sendiri.
Dalam penelitian yang dilakukan Masluhah (2010) menunjukan dengan bercerita
dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak, terbukti dari hasil yang diperoleh
anak dilihat dari rata-rata hasil pengamatan anak dari siklus I (68,8) dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
prosentase (40%), dan meningkat lagi siklus II (85,4) dengan prosentase (100%) yang
terus mengalami peningkatan.
Menurut Musfiroh (2008:81-100) menyatakan bahwa manfaat bercerita adalah:
(1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak, (2) Menyalurkan kebutuhaan
imajinasi dan fantasi, (3) Memacu kemampuan verbal, (4) Merangsang minat menulis
anak, (5) Membuka cakrawala yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak
Bercerita memiliki pengaruh dalam cara berfikir dan berperilaku anak
karena mereka senang mendengarkan cerita walaupun walaupun dibacakan
berulang-ulang. Anak yang terbiasa menyimak cerita, akan tumbuh menjadi
pribadi yang lebih hangat, kompromis, dan memiliki kecerdasan interpersonal
lebih tinggi dari pada anak-anak yang tidak pernah mendengarkan cerita. Guru
mempunyai peran penting sebagai tempat bertanya dan berbagi. Hubungan
psikologis ini membuka peluang kepada pendidik untuk mengajarkan moral
kepada anak.
Bercerita mendorong perkembangan moral kepada anak karena
beberapa sebab yaitu (1) menghadapkan anak pada situasi yang mengandung
konsiderasi yang mungkin mirip dengan yang dihadapi anak dalam dunia
nyata, (2) cerita dapat memancing anak menganalisis situasi, (3) cerita
mendorong anak untuk menelaah perasaannya sendiri sebelum ia mendengar
respon orang lain untuk dibandingkan, (4) cerita mengembangkan rasa
konsiderasi atau tepa slira yaitu pemahaman dan penghargaan atas apa yang
telah dikerjakan sehingga siswa memilki konsiderasi terhadap orang lain
dalam dunia nyata.
2) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
Masa anak-anak adalah masa dimana anak memilki daya imajinasi
yang tinggi atau berkhayal yang tinggi. Anak-anak membutuhkan penyaluran
imajinasi dan fantasi tentang berbagai macam hal yang muncul pada pikiran
anak. Anak membutuhkan dongeng atau cerita karena beberapa hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
diantaranya: (1) anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat
memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian, (2) anak memperoleh
ketrampilan yang beraagam sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
masing-masing, (3) anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan
secara mental, (4) anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dan
citraan-citraan cerita, (5) anak memiliki tempat untuk melarikan permasalahan
seperti keinginan untuk melawan kemarahan, rasa iri, dan cemburu, (6) anak
memperoleh kesempatan untuk merangkai hubungan sebab akibat secara
imajinatif.
3) Memacu kemampuan verbal
Cerita yang bagus tidak sekedar menghibur tapi juga mendidik,
sekaligus merangsang berkembangnya komponen kecerdasan linguistik, yang
paling penting adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk mencapai
sasaran praktis. Mendengarkan cerita yang bagus bagi anak sama dengan
melakukan serangkaian kegiatan fonologis, sintaksis, dan pragmatik. Selama
menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyi diucapkan dengan benar.
Secara langsung anak telah menajamkan kecerdasan linguistiknya.
4) Merangsang minat menulis anak
Cerita dapat memancing rasa kebahasaan anak, anak yang gemar
membaca dan mendegarkan cerita akan memiliki kemampuan berbicara,
menulis, dan memahami gagasan rumit secara lebih baik (Leonhardt dalam
Musfiroh, 2008:88). Cerita menumbuhkan kemampuan tulis anak, cerita dapat
menimbulkan inspirasi bagi anak untuk membuat cerita sendiri.
5) Membuka cakrawala
Cerita dapat membawa anak pada kegiatan yang lebih baik,
mempertinggi rasa ingin tahu yang tinggi, dan sikap menghargai kehidupan.
Bercerita memberikan jalan bagaimana cara memahami diri sendiri dan orang
lain, dan bagaimana memahami cerita itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Menurut Raines, dkk (Philips, 2008:1-5) manfaat bercerita antara lain:
1) Meningkatkan imajinasi anak-anak.
2) Mendukung dan memperluas kehidupan sosial anak-anak.
3) Mengembangkan lebih lanjut ketrampilan kognitif anak (seperti imajinasi,
spekulasi, dan pengetahuan).
4) Memberikan kontribusi signifikan terhadap semua aspek perkembangan
bahasa.
5) Jembatan untuk memperkenalkan huruf sejak usia dini.
f. Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini
Berpijak dari berbagai pendapat yang diuraikan diawal, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan bercerita anak usia dini adalah kesanggupan individu dalam
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian
secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa.
g. Penilaian Kemampuan Bercerita
Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan maka kegiatan
bercerita merupakan implikasi dari sistem pendidikan yang memiliki kegiatan:
persiapan-pelaksanaan-evaluasi. Oleh karena itu evaluasi menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam kegiatan bercerita. Bachri (2005: 176) membagi penilaian
kegiatan menjadi dua, yaitu:
1) Penilaian Formatif
Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses kegiatan
bercerita telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Melalui evaluasi
akan diketahui kelemahan dan kelebihan pelaksanaan kegiatan bercerita yang
telah dilakukan sehingga dapat diketahui sejauh mana efektifitas
pelaksanaannya. Hasil dari pelaksanaan penilaian formatif dapat digunakan
sebagai bahan perbaikan terhadap proses pelaksanaan kegiatan bercerita
berikutnya. Bachri (2005:176) menjelaskan prosedur evaluasi formatif antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
lain: (1) persiapan, (2) penyusunan dan pengembangan instrumen, (3)
pengambilan data, (4) analisis data, (5) penarikan simpulan, (6) tindak lanjut.
Berikut ini contoh persiapan kebutuhan evaluasi sumatif.
Informasi yang
dicarai
Indikator Instrumen yang
digunakan
Responden
Kejelasan suara
yang dihasilkan
anak dalam
bercerita.
Suara anak bisa
didengar seluruh
kelas.
Suara anak
mempunyai intonasi
yang jelas
Observasi Observer
Tabel di atas menunjukkan contoh mengenai satu komponen yang akan
dinilai, dalam pelaksanaan sesungguhnya tabel di atas akan dikembangkan
lebih luas terhadap komponen yang akan dievaluasikan.
2) Penilaian Sumatif (Hasil Belajar)
Penilaian sumatif bertujuan untuk memberi gambaran mengenai
keberhasilan anak dalam belajar. Bachri (2005: 192) mengemukakan bahwa
penilaian atau evaluasi sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauh mana anak
didik dapat berpindah dari satu unit ke unit berikutnya.
Penilaian yang peneliti lakukan pada kegiatan bercerita adalah penilaian
formatif yaitu untuk menilai proses pembelajaran bercerita secara keseluruhan yang
mencakup observasi guru mengajar, observasi keaktifan anak, dan tes unjuk kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2. Hakikat Kualitas Proses Pembelajaran
a. Pengertian Kualitas
Para ahli tidak semua sependapat dengan pengertian kualitas (mutu) dalam
arti yang sama. Mutu adalah “paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang
dinyatakan atau kebutuhan yang tersirat, masa kini dan masa depan”.
Depdiknasmengemukakan paradigma mutu dalam konteks pendidikan,
mencakup input, proses, dan output pendidikan. Lebih jauh dijelaskan bahwa input
pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa sumberdaya dan
perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan
proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (seperti ketua, dosen,
konselor, peserta didik) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang
bahan-bahan, dan sebagainya). Sedangkan input perangkat meliputi: struktur
organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan
lain sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung
dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya mutu input
dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin tinggi kesiapan input, makin tinggi
pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu
yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input,
sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses dikatakan bermutu tinggi
apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara
harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan
(enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar
mampu memberdayakan peserta didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Berdasarkan pendapat di atas dapat didefinisikan bahwa mutu adalah
perpaduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan, baik yang tersurat maupun yang tersirat. ( Muhidin, 2011)
b. Pembelajaran
Menurut Hamalik (2003:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur – unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi dimana manusia terlibat dalam sistem
pengajaran yang terdiri dari siswa, guru dan tenaga pendidik lainnya.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik.(Muhidin, 2011)
Dalam UUSPN No (2003:2) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran dirancang oleh guru untuk membangun kreatifitas berfikir yang dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu
proses yang dirancang oleh seseorang guru dengan peserta didik dalam suatu
lingkungan sehingga sehingga terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Pengertian Proses Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi
yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang
diarahkankepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar
juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal yang menjadi
hakikat belajar yaitu sebagai berikut:
1. Belajar merupakan suatu proses, yaitu merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
2. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif
permanen
3. Hasil belajar ditujukan dengan aktivitas - aktivitas tingkah laku secara
keseluruhan.
4. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi,
emosional, sikap dan sebagainya.
Pembelajaran (instruction), merupakan akumulasi dari konsep mengajar
(teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya pada perpaduan antara.
keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat
dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen
-komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas
dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan.
Learning System menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara
manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur
yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian
halnya juga dengan learning system, dimana komponen perencanaan mengajar, bahan
ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan
berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan. (Muhidin, 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
d. Kualitas Proses Pembelajaran
Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk
mencapai tujuan tertentu.Sistemadalahseperangkat komponen yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut juga diungkapkan oleh
Salisbury bahwaSistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama sebagai
satu kesatuan fungsi. Kualitas dan sifat dasar dari setiap bagian dapat dilihat dalam
hubungannya dengan keseluruhan sistem. Setiap bagian hanya dapat dipahami
dengan memperhatikan pada bagaimana bagian itu berfungsi dalam hubungan ke
dalam kebulatan suatu sistem.
Sementara Johnson, dkkmengemukakan definisi sistem sebagaisuatu susunan
elemen-elemen yang saling berhubungan. (Muhidin, 2011)
Kesimpulan yang dapat diambil dari para ahli di atas, adalah bahwa sistem
dibentuk oleh komponen-komponen tertentu dan komponen-komponen ini saling
berinteraksi,berhubungan satu sama lain.
e. Kriteria dalam Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut Sudjana (2008:59), kriteria penilaian proses belajar mengajar sangat
penting sebagai tolak ukur keberhasilan proses belajar mengajar antara lain :
1) Konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum. Kurikulum adalah
program belajar mengajar yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang
seharusnya dilaksanakan.
2) Keterlaksanaan oleh guru. Dalam hal ini adalah sejauh mana kegiatan dan
program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru tanpa
mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti.
3) Keterlaksanaan oleh anak. Dalam hal ini dinilai sejauh mana anak melakukan
kegiatan belajar sesuai dengan program yang telah ditentukan guru tanpa
mengalami hambatan dan kesesulitan yang berarti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4) Motivasi belajar anak. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat
dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para anak pada saat
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
5) Keaktifan para anak dalam kegiatan belajar. Penilaian proses belajar
mengajar terutama adalah melihat sajauh mana keaktifan anak dalam
mengikuti proses belajar mengajar.
6) Interaksi guru dengan anak. Interaksi guru dengan anak berkenaan dengan
komunikasi atau hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antara anak
dan guru atau anak dengan anak dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.
7) Keterampilan atau kemampuan guru mengajar. Keterampilan atau
kemampuan guru mengajar merupkan puncak keahlian guru yang profesional
sebab merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimiliki dalam
hal pengajaran, komunikasi dengan anak, metode mengajar dll.
8) Kualitas hasil belajar yang dicapai oleh anak. Salah satu keberhasilan proses
belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh anak.
3. Hakikat Anak Usian Dini
a. Pengertian Anak Usia Dini
Terdapat beberapa definisi mengenai anak usia dini. Definisi pertama
mengacu pada pengertian bahwa anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun
atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Pengertian ini
didasarkan pada pandangan bahwa proses pendidikan dan pendekatan pola asuh anak
kelas I, II, dan III hampir sama dengan pola asuh anak usia dini sebelumnya. Batasan
di atas sejalan dengan pengertian dari NAEYC (National Associant for The
Education Young Children). Menurut NAEYC, anak usia dini atau early chilhood
adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun. (Bredekamp dalam
Musfiroh 2008:1)
Definisi kedua membatasi pengertian usia dini pada anak usia satu hingga
lima (1-5) tahun. Pengertian ini didasarkan pada pembatasan dalam psikologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
perkembangan yang meliputi bayi (Infancy atau babyhood) yakni usia 0-1 tahun, usia
dini (early chilhood) yakni usia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood)
yakni usia 6-12 tahun, dan seterusnya. Mustafa, dkk (Musfiroh 2008:1)
Dari beberapa definisi tersebut dapt disimpulkan bahwa anak usia dini adalah
anak usia 0-8 tahun dari bayi yakni berusia 0-1 tahun, usia dini yakni usia 1-5 tahun,
masa kanak-kanak akhir 6-12 tahun.
b. Prinsip-prinsip perkembangan Anak Usia Dini
Pengetahuan tentang prinsip perkembangan anak usia dini sangat penting
untuk memperoleh gambaran keumuman perilaku anak pada tahap tertentu.
Pengetahuan ini juga bermanfaat untuk memberikan bimbingan dan rangsangan
tertentu agar anak dapat mencapai kemampuan sepenuhnya serta memungkinkan guru
menyiapkan anak atas hal-hal yang diharapkan dari mereka pada usia tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 10 fakta dasar
mengenai prinsip perkembangan selama anak-anak. Hal ini tidak menutup
kemungkinan ditemukannya lagi prinsip yang baru sejalan dengan berlanjutnya
penelitian (Hurlock, 1997 ; Musthafa 2002 dalam Musfiroh 2008:3). Prinsip-prinsip
yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) perkembangan menyangkut perubahan, (2)
perkembangan awal lebih penting daripada perkembangan selanjutnya, (3)
perkembangan merupakan hasil proses hasil kematangan dan belajar, (4) pola
perkembangan dapat diramalkan karena memiliki pola tertentu, (5) pola
perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang dapat diramalkan, (6) terdapat
perbadaan individu dalam perkembangan aspek-aspek tertentu, (7) terdapat periode
dalam pola perkembangan yang disebut periode pra-lahir, masa neonatus, masa bayi,
masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, dan masa puber, (8) ada harapan
sosial untuk setiap periode perkembangan, (9) setiap bidang perkembangan
mengandung kemungkinan resiko tertentu, baik fisik maupun psikologi, yang dapat
mengubah pola perkembangan, (10) kebahagian bervariasi pada berbagai periode
perkembangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Perkembangan anak usia dini dimulai sejak proses pembuahan dan terjadi
mitosis. Asupan gizi dan kualitas rangsangan sangat menentukan proses
perkembangannya hingga melampaui fase-fase yang ditetapkan, yakni fase embrio
(8 minggu), janin (10 minggu), bayi, toddler, usia TK hingga usia SD awal.
Perkembangan tersebut meliputi berbgai aspek mulai dari aspek fisik, emotif, sosial,
bahasa, hingga kognitif.
c. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan usia dini kini mulai memperoleh perhatian banyak orang, terutama
setelah disadari bahwa pendidikan pada masa-masa ini sangat mempengaruhi tahap
berikutnya. Proses pendidikan itu dimulai sejak dalam kandungan, yakni sejak masa
embrio terjadi. Proses pendidikan pada masa itu dapat dilihat dari perilaku orang tua.
Mereka menjaga tuturan, pikiran, dan perilaku karena percaya bahwa semua yang
dilakukan berimbas pada sang janin.
Begitu dilahirkan, proses pendidikan menjadi lebih teramati. Meskipun
terlihat lemah. Bayi adalah individu yang paling fleksibel, lentur, dan reaktif.
Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting karena mereka belajar dan sangat
cepat. Dalam pendidikan terjadi proses belajar. Pendidikan untuk anak usia dini,
khususnya untuk anak-anak di Taman Kanak-kanak, harus memperhatikan beberapa
prinsip pendidikan, antara lain sebagai berikut.
1) Tk merupakan salah satu bentuk awal pendidikan sekolah. Untuk itu, TK perlu
menciptakan situasi pendidikan yang dapat memberikan rasa aman dan
menyenagkan.
2) Masing-masing anak memperoleh perhatian yang bersifat individu, sesuai dengan
kebutuhan anak-anak usia TK.
3) Perkembangan adalah hasil proses kematangan dan prose belajar.
4) Kegiatan belajar di TK adalah pembentukan perilaku melaui pembiasaan yang
terwujud dalam kegiatan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
5) Sifat kegiatan belajar di TK merupakan pengembangan kemampuan yang telah
diperoleh di rumah.
6) Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan
anak (Hamalik dalam Musfiroh 2008:16).
Pendidikan untuk anak usia dini, dalam hal ini TK, harus mengacu pada
prinsip bermain sambil belajar atau belajar searaya bermain, karena dunia anak
adalah dunia bermain. Pembelajaran dalam konteks yang bermakna tidak hanya
esensial bagi pemahaman dan perkembangan konsep anak, tetapi juga penting untuk
merangsang motivasi pada diri anak. Jika pembelajaran yang diberikan relevan untuk
anak, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar lebih lanjut. (Bredekamp dalam
Musfiroh 2008:17)
Masa bermain bagi anak-anak TK menandai dimulainya perkembangan
inisiatif, imajinatif, komunikasi, dan dorongan untuk mengetahui lingkungannya
(Hamalik dalam Musfiroh 2008:17).
4. Hakikat Role Playing
a. Pengertian Role Playing
Pada umumnya orang-orang menyebut role (peran) disini berarti rangakaian
perasaan, kata-kata, tindakan. Role merupakan sebuah alat yang unik dan lumrah
dengan berhubungan dengan orang lain, sedangkan playing berarti bermain.
Dalam penelitian yang dilakukan Sutino (2011) dengan menggunakan metode
role playing untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak, menunjukan bahwa
anak menjadi lebih aktif, karena mereka termotivasi untuk mengetahui isi cerita
yang dibawakan.
Menurut Joyce (2009-302) Role playing adalah model berbasis pengalaman dan
mensyaratkan adanya materi dukungan yang tidak berlaku banyak, selain situasi –
situasi permaslahan ini sendiri. Role Playing membantu masing – masing siswa
memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Dalam dimensi sosial
memudahkan individu dalam menganalisis keadaan sosial khususnya masalah
antara manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Joyce (2009-91)mengemukakan,
Role Playing as a model of teaching has roots in both the personal and sosial
dimension of educatian. It attempts to help individuals find personal meaning within
their sosial words and to resolve personal dilemmas with the assistance of the social
grup. In the sosial dimension, it’s allow individual to work together to analyzing
social situasion, aspecially interpersonal proble, and in developing decent and
democratic ways of coping with these situasion.
Dari uraian tersebut dapat diartikan role playing merupakan sebuah model
pengajaran yang berasal dari dimensi-dimensi pendidikan individu maupun sosial.
Model ini membantu anak untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial
mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial.
Dalam dimensi sosial memudahkan individu dalam bekerja sama dalam menganalisis
keadaan sosial khususnya masalah antara manusia.
Pada prinsip Role Playing mengeksplorasi masalah-masalah hubungannya
dengan manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian
mendiskusikan peraturan. Siswa bersama – sama mengungkapkan perasaan, tingkah
laku, nilai, strategi pemecahan masalah, kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi
agar anak memberikan penilaian tentang permainan yang telah dilakukan. Role
Playing adalah berakting sesui dengan peran yang telah ditentukan untuk tujuan-
tujuan tertentu misalnya memerankan cerita rakyat.
Ladousse (Tompkins, 1998) memandang role playingcukup sederhana, singkat
dan fleksibel. Dalam Role playing anak mewakili dan mengalami beberapa jenis
karakter yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. (Scarcella &Oxford dalam
Tompkins, 1998).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan
kegiatan menjadi orang lain sesuai dengan peran yang telah ditentukan dengan tujuan
mempertunjukan peristiwa yang berisi pesan – pesan moral yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih. Bermain peran dapat dilakukan dengan latihan atau tanpa latihan
terlebih dahulu agar dalam pembelajaran siswa merasa lebih mengekspresikan
perasaan, memperoleh wawasan tentang sikap, mengembangkan ketrampilan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
berani menyikapi masalah yang dihadapi, mengembangkan kemampuan berimajinasi
menanamkan kemampuan bertanggung jawab dalam bekerja sama dengan orang lain.
b. Tujuan Role Playing
Tujuan Metode Role Playing ini digunakan untuk mencapai beberapa bentuk
tujuan pembelajaran baik secara interaksional maupun pengiring. Metode Role
Playing ini digunakan untuk meningkat kemampuan bercerita, misalnya drama
pendek.
Esensi role playing adalah keterlibatan partisipan dan peneliti dalam situasi
masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai
serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut Calhoun
(2009:329).RolePlaying bertujuan untuk, (1) mengeksplorasi perasaan anak, (2)
mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan presepsi anak,
(3) mengembangkan kemampuan pemecahaan masalah dan tingkah laku, (4)
mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda.
Menurut Hamalik (2003:199) tujuan role playing sesuai dengan jenis belajar
adalah sebagai berikut (1) Belajar dengan berbuat yaitu anak melakukan peranan
tertentu sesuai dengankenyataan yang sesungguhnya. Tujuan untuk mengembangkan
ketrampillan-ketrampilan interaktif atau reaktif, (2) Belajar tingkah laku pemeran, (3)
Belajar melalui balikan, pengamat menanggapai perilaku peran pemain peran yang
ditampilkan, (4) Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan yaitu
pemeran dapat memperbaiki ketrampilan-ketrampilan mereka dengan mengulanginya
dalam penampilan berikutnya.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan role playing adalah suatu aktifitas pembelajaran terencana dengan bermain
peran untuk mencapai ketrampilan-ketrampilan interaktif dan memupuk perilaku
sosial anak dalam kehidupannya. Perilaku sosial tersebut diantaranya sikap empatik
dan senang bekerjasama. Bermain peran dapat meningkatkan dan menumbuhkan
kerjasama anak dalam proses belajar. Kerjasama merupakan fenomena kehidupan
masyarakat. Melalui kerja sama manusia dapat membangkitkan dan menghimpun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
tenaga atau energi secara bersama-sama yang kemudian disebut sinergi. Metode role
playing diterapkan dengan cara bekerjasama antara siswa satu dengan anak lainnya.
c. Manfaat Role Playing
Shaftel dan Shaftel (Wahab 2009:109) mengemukakan bahwa role playing
memiliki dua manfaat utama yaitu “ education for citizen “ dan “ group counseling “.
Selain dua manfaat tersebut masih terdapat beberap manfaat lainnya. Penggunaan
metode ini akan memberikan manfaat apabila dilakukan dengan langkah-langkah
yang benar.
Manfaat role playing menurut Joyce dan Weils (2009:341), sebagai berikut :
1) Anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengenali dan
memperhitungkan perasaannya sendiri serta perasaan orang lain. Anak bisa
memiliki perilaku baru dalam menghadapi situasi sulit yang tengah dihadapi, dan
meningkatkan skill memecahkan masalah.
2) Role Playing bisa merangsang timbulnya beberapa aktifitas. Anak menikmati
tindakan atau pemeranan. Role playing adalah salah satu sarana untuk
mengembangkan materi instruksional. Tingkatkan dalam metode ini tindakan
pernah berakhir sendirinya, tetapai hanya membantu anak untuk mengekspresikan
nilai - nilai, perasaan, solusi masalah, dan tingakah laku yang ada dan terpendam
dalam diri anak.
Manfaat penggunaan metode bermain peran adalah sebagai berikut:
1) Membantu anak menemukan makna dirinya dalam kelompok.
2) Membantu anak memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok.
3) Memberi pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah.
4) Memberi anak pengalaman mengembangkan sikap dan ketrampilan
memecahkan masalah. (Anugrahwan, 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Berpijak dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa role playing adalah
untuk membantu anak dalam memahami perasaan dirinya sendiri maupun orang lain
dan meningkatkkan kemampuan memecahkan masalah – masalah sosial.
d. Langkah – langkah menggunakan Role Playing.
Menurut Joyce dan Weil (2008:345-346) mengemukakan langkah – langkah
menggunakan role playing yaitu:
1) Memanaskan situasi kelompok
a) Mengidentifikasi dan memaparkan masalah.
b) Menjelaskan maslah.
c) Menafsirkan masalah.
d) Menjelaskan tentang role playing.
2) Memilih Partisipan
a) Menganalisis peran.
b) Memilih pemain yang melakukan peran.
3) Mengatur setting/latar
a) Mengatur sesi tindakan.
b) Menegaskan kembali peran.
c) Mendekatkan kemasalah yang akan dipelajari.
4) Menyiapkan pengamat
a) Menjelaskan tujuan dari role playing.
b) Memberikan tugas kepada pengamat.
5) Pemeranan.
a) Waktu tidak terlalu lama untuk tingkat pemula.
b) Memulai memerankan role playing.
c) Mengukuhkan role playing.
6) Berdiskusi dan Mengevaluasi
a) Mengulang kembali pemeranan.
b) Mengembangkan fokus utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
c) Mengembangkan pemeranan selanjutnya.
7) Jika terjadi kesulitan hal yang perlu dilakukan.
a) Membimbing dengan pertanyaan.
b) Mencari pengganti paran yang mengalami kesulitan tersebut.
c) Menghentikan dan melangkah ke tindak lanjut.
8) Jika pemain keluar skenario, hal yang perlu dilakukan:
a) Menghentikan lalu meluruskan kembali keadaan dan masalah.
b) Setelah anak paham memulai lagi bermain peran.
9) Jika anak lain mengganggu:
a) Diperingatkan agar tidak menggangu temannya.
b) Diberi tugas khusus.
c) Jangan memperdulikan.
d) Jika ada anak yang kurang setuju dengan peran temannya, akan diberi
kesempatan untuk memerankan
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini :
1. Sutino 2011 dengan judul “ Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan
Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa SDN pandak I Sidoharjo
Sragen Tahun Ajaran 2010/2011”. Metode role playing mendorong siswa
untuk menjadi pembelajar yang aktif, karena mereka termotivasi untuk
mengetahui isi materi yang diberikan. Siswa memahami skenario/teks dengan
baik sehingga mereka bisa memberikan respon yang tepat terhadap pertanyaan
yang dibrikan oleh guru. Sebagai tehnik yang baru, role playing sangat
menarik dan berbeda dengan tehnik pembelajaran yang digunakan dalam
proses belajar mengajar.
Kesamaan antara penelitian tindakan kelas yang dilakukan sutino dengan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti adalah penggunaan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
role playing dalam pembelajaran, sedangkan perbedaanya adalah variabel
terikatnya.
2. Siska 2011 dengan judul “ Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing)
dalam meningkatkan Keterampilan Sosial dan Berbicara Anak Usia Dini TK
Al Kautsar Bandar Lampung Tahun Ajaran 2010/2011”. Penelitian dilakukan
dengan tiga siklus, dengan subjek anak-anak kelompok B TK Al-Kautsar
yang berjumlah 10 anak. Dari hasil pelaksanaan dan observasi yang
dilakukan, terjadi peningkatan yang cukup besar terutama pada siklus dua.
Disarankan bagi guru agar keterampilan sosial dan keterampilan berbicara
lebih dikembangkan lagi, baik dalam pembelajaran, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran.Kesamaan antara penelitian tindakan kelas yang dilakukan siska
dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti adalah penggunaan
metode role playing dalam pembelajaran, sedangkan perbedaanya adalah
variabel terikatnya.
3. Masluhah 2010 dengan judul “ Penggunaan Metode Bercerita Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak Kelompok B di RA Nurul
Karomah Rejoso Pasuruan”. Hasil penelitian menunjukan penggunaan metode
bercerita dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak kelompok B di RA
Nurul Karomah Rejoso Pasuruan, terbukti dari hasil yang diperoleh anak
dilihat dari rata-rata hasil pengamatan anak dari siklus I (68, 8) dengan
prosentase 40%, dan meningkat dengan siklus II (85, 4) dengan prosentase
100%, yang terus mengalami peningkatan. Kesamaan penelitian tindakan
kelas yang dilakukan masluhah dengen peneliti adalah salah satu variabelnya
yang sama yaitu bercerita, sedangkan perbedaanya kemampuan yang
ditingkatkan.
Dari hasil penelitian relevan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan
metode role playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita anak. Terbukti
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil penelitian
menunjukan penerapan metode role playing dapat meningkatkan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
bercerita anak, dilihat dari hasil pengamatan anak siklus I sebesar 50%, dan
meningkat dengan siklus II sebesar 77%.
C. Kerangka Berpikir
Pemahaman cerita pada saat kondisi awal masih rendah karena anak lebih
berpusat pada guru saja. Guru masih mengalami kesulitan dalam menentukan
metode pembelajaran untuk anak, kedisiplinan, minat, keaktifan, kerjasama, dan
kesungguhan anak masih rendah. Selain itu kuarang tersedianya buku-buku yang
mendukung pembelajaran tentang bercerita. Dengan kondisi ini kemudian peneliti
terdorong untuk merubah sistem pembelajaran dan melakukan tindakan untuk
mengatasi masalah - masalah tersebut. Peneliti akan menyajikan model
pembelajaran dengan metode role playing dalam proses pembelajaran bercerita.
Peneliti akan menggali aspek kognitif, afektif, serta mengekspresikan kemampuan
yang dimiliki oleh anak. Alasan peneliti menggunakan metode role playing
adalah (1) guru mendorong minat anak agar ikut aktif dalam proses pembelajaran,
(2) anak dapat memahami konsep tentang peranan tokoh – tokoh yang ada dalam
cerita, (3) anak tidak jenuh dengan pembelajaran yang diajarkan oleh guru (4)
anak dapat mengerti isi pesan cerita yang dibawakan.
Metode role playing ini anak terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran,
dengan melibatkan anak secara langsung diharapkan keaktifan anak akan
meningkat. Tindakan yang telah dilaksanakan peneliti diharapkan mencapai
kondisi akhir yaitu dengan menggunakan pemahaman cerita untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.Peneliti telah melaksanakan 2 siklus penelitian, yaitu
siklus I, dan siklus II. Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan kerangka
berpikir sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir.
Keadaan Awal
1. Kemampuan anak dalam bercerita rendah.
2. Guru belum menggunakan metode role playing.
Guru
Kesulitan menentukan
metode pembelajaran yang
tepat dalam pembelajaran
bercerita.
Anak
Kedisiplinan, minat, keaktifan,
kerja sama, dan kesungguhan
anak rendah.
Lingkungan
Tidak tersedianya buku-buku
yang mendukung
pembelajaran tentang
bercerita.
Penerapan metoderole playing dalam
pembelajaran cerita.(Penelitian Tindakan Kelas)
Kualitas proses pembelajaran
bercerita anak meningkat.
Hasil pembelajaran bercerita
meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
D. Hipotises Tindakan
Rumusan Hipotesis Tindakan sebagai berikut:
Penerapanmetoderole playing dapat meningkatkan kemampuan
berceritaanak usia dini pada anak kelompok B Tk Pembina Cawas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di TK Pembina Cawas Kelompok B, Cawas, Klaten.
Pemilihan lokasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1) Sekolah mengijinkan untuk dilaksanakan kegiatan penelitian menggunakan
metoderole playing dengan tujuan meningkatkan kualitas sekolah.
2) Sekolah bersedia memberikan data yang diperlukan peneliti.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester II Tahun Ajaran 2011/2012, dan
membutuhkan waktu selama 6 bulan, yaitu mulai bulan Februari 2012 sampai dengan
bulan Juli 2012. Rincian waktu dan jenis - jenis kegiatan penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut ini
Tabel I. Jadwal Penelitian Tindakan Kelas
No Jenis Kegiatan
Bulan
Feb Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan dan
Pengajuan
Proposal
2 Mengurus izin
penelitian
3. Pelaksanaan
penelitian siklus
4. Penyusunan
Laporan
5. Pelaksanaan
Ujian skripsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian PTK ini adalahanak-anak TK kelompok B TK Pembina
Cawas, Klaten. Anak TK kelompok B terdiri dari 11 anak perempuan dan 15 anak
laki-laki. Pada dasarnya mereka dari latar belakang yang berbeda-beda dilihat dari
faktor ekonomi orang tua anak tapi sebagian besar dari mereka adalah anak golongan
menegah kebawah. Dari 26 anak ini adalah anak yang normal, tidak cacat dalam arti
tidak ada anak ABK (anak berkebutuhan khusus).
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut
Wardhani (2008:1.4) penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh
guru didalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.
D. Strategi Penelitian
Strategi yang diambil dalam penelitian ini adalah strategi tindakan kelas
model siklus karena objek penelitiannya hanya satu sekolah. Rencana penelitian
terdiri atas: (1) perencanaan atau plaining yaitu membuat rencana sebelum
melaksanakan tindakan dengan membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH), lembar
observasi, indikator ketercapaian yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran
serta menyiapkan media berupa skenario sebuah cerita dan memahami makna
kemudian mengekspresikan dengan cerita. (2) Tindakan atau acting pada langkah ini
guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran yang mengacu
pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Dalam hal ini pelaksanaan
pembelajarandilakukan dalam dua kali pertemuan. (3) Pengamatan atau observing,
dalam melakukan observasi dengan memakia format observasi dilakukan dengan
mengganti proses pembelajaran (aktivitas guru dan siswa). (4) Refleksi atau reflecting
yaitu menindak lanjut hasil pengamatan sehingga dapat ditarik kesimpulan dari
seorang peneliti untuk mencapai tujuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
E. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari :
1. Sumber data primer, antara lain anak didik kelompok B Tk Pembina Cawas, guru
dan kepala sekolah.
2. Sumber data sekunder, antara lain berupa kurikulum, silabus, buku penilaian.
F. Teknik pengumpulan data
Teknik Pengumpulan data dalam suatu penelitian harus sesuai dengan maksud
dan tujuan penelitian yang sedang dilakukan dan jenis data yang diperlukan
berhubungan dengan hal tersebut,maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Observasi
Menurut Wahyudin & Agustin (2011:59) Observasi adalah suatu teknik yang
dapat dilakukan guru untuk mendapatkan berbagai informasi atau data tentang
perkembangan dan permasalahan anak. Observasi yang dilakukan oleh peneliti
berupa pengamatan aktif. Peneliti melakukan observasi langsung pada Anak
Kelompok B TK Pembina Cawas. Observasi difokuskan pada proses pembelajaran,
keaktifan saat bercerita. Observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan
berlangsung, dari observasi tersebut diperoleh data observasi sikap anak dalam
memahami cerita yang dibawakan saat prose pembelajaran..
2. Dokumentasi
Menurut St. Y. Slamet dan Suwarto (2007:53) dokumen adalah bahantertulis
maupun film yang digunakan sebagai sumber data.Dokumentasi merupakan
merupakan suatu metode untuk memperoleh atau mengetahui segala hal dengan
melihat buku-buku,arsip-arsip atau catatan yang berhubungan dengan orang yang
diteliti.Selain itu dokumentasi ini sebagai sumber data karena dalam banyak hal yang
digunkan untuk menguji.Selain itu sebagai bukti untuk suatu pengujian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Dokumentasi dilakukan dengan mencatat/mengabadikan kegiatan berupa
foto/melihat arsip-arsip(catatan-catatan) yang dilakukan dalam penelitian. Dokumen-
dokumen tersebut antara lain berupa arsip perencanaan pembelajaran bercerita.
Teknikpengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dokumen resmi.
Dokumen resmi untuk mengetahui data awal yaitu silabus, RKH, sebelum dilakukan
tindakan, dan daftar nilai pembelajaran bercerita anak kelompok B tentang bercerita.
Sedangakan dokumen yang digunakan untuk megetahui perkembangan anak dalam
proses pembelajaran setelah tindakan berupa foto pembelajaran dan peningkatan
kemampuan bercerita anak dengan menerapkan metode role playing.
3. Tes Unjuk Kerja
Wahyudin & Agustin (2011:78) menjelaskan bahwa unjuk kerja (performance)
adalah penilaian yang menuntut anak didik untuk melakukan tugas dalam perbuatan
yang dapat diamati, misalnya praktik menyanyi, memperagakan sesuatu. Tes unjuk
kerja merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur sesuatu hal melalui
perbutan anak.
Tes unjuk kerja disini bertujuan untuk mengukur kemampuan anak dalam
bercerita yang berwujud penampilannya dalam bercerita di depan kelas.
G. Validitas Data
Semua data yang dikumpulkan hendaknya mencerminkan apa yang
sebenarnya diukur atau diteliti. Untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian
ini, penelitian menggunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2007:330)
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi data dan
triangulasi metode. Teknik tersebut adalah:
1) Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji kebenaran data
yang diperoleh dari satu informan dengan informan yang lain. Data yang sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
atau sejenis, akan lebih valid kebenarannya bila digali dan dikomparansikan dari
beberapa sumber data yang berbeda. Dalam hal ini, kegiatan yang dilakukan
peneliti adalah membandingkan data/informasi terkait pembelajaran ketrampilan
bercerita dengan role playing, data nilai ketrampilan bercerita saat tindakan.
Hasil perbandingan data dari sumber data yang berbeda tersebut kemudian
disimpulkan.
2) Triangulasi metode, peneliti mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan
metode/tekhnik pengumpulan data yang berbeda. Kegiatan yang dilakukan
peneliti yakni membandingkan data yang telah diperoleh dari beberapa teknik
pengumpulan data yang berbeda, kemudian dapat ditarik simpulan data yang
lebih kuat validitasnya. Peneliti membandingkan data yang terkumpul dari
tekhnik observasi, wawancara, dan tes unjuk kerjaapressiasi cerita, kemudian
ditarik simpulan sehingga data benar-benar mendekati kevalidan.
H. TeknikAnalisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif Model Miles dan Huberman. Model analisis interaktif ini
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan(verifikasi). Aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaksi dengan proses
pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Kegiatan pokok analisis model ini
meliputi : reduksi data, kesimpilan-kesimpulan penarikan/verifikasi (Milles dan
Hubermen 2007:20).
Adapun rincian model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data yaitu pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis dilapangan, reduksi data merupakan suatu bentuk analisis menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
data dengan cara sedemikian sehingga dapat ditarik kesimpulan dan diverifikasi
(Milles dan Huberman 2007:16). Hasil reduksi data berupa uraian singkat yang
telah digolongkandalam suatu kegiatan tertentu. Reduksi data dilakukan dengan
cara menggumpulkan data dari proses pembelajaran, tes unjuk kerja, silabus,
RPP, dan foto kegiatan belajar menggunakan pembelajaran role playing
kemudian data disimpan.
2. Penyajian Data
Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan
penelitian penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang
utama bagi analisis kualitatif yang valid. Penyajian data berupa sekumpulan
informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur, diringkas dalam bentuk
kategori-kategori sehingga mudah dipahami makna yang terkandung
didalamnya.Data yang sudah didapat dikelas kemudian disusun menjadi matrik
yang digunakan untuk penelitian.
3. Kesimpulan-kesimpulan (penariakan/verifikasi)
Setelah data-data direduksi, disajikan langkah terakhir adalah dilakukannya
penarikan kesimpulan.Data-data yang didapatkan dari hasil penelitian kemudian
diuji kebenaranny.Penarikan kesimpulan ini merupakan bagian dari konfigurasi
utuh, sehingga kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian
berlangsung. Penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap yaitu dari
kesimpulan yang tepat dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi. Penarikan
kesimpulan dilaksanakan dengan membandingkan perolehan nilai tes
tersebut.Tes ini dilakukan lebih dari satu kali.Jika mengalami peningkatan maka
usaha yang dilakukan dikatakan berhasil. Menarik kesimpulan dilakukan dengan
cara berdiskusi dengan guru kelas kelompok B tentang hasil akhir yang telah
dicapai untuk menentukan langkah penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Gambar2.Pengambilan Data
(Sumber : Miles and Huberman 2007:20)
I. Indikator Kinerja
Indikator kinerja yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya
kemampuan bercerita pada anak kelompok B Tk Pembina Cawas dengan metode role
playing. Untuk mengukur ketercapain tujuan penelitian, digunakan indikatator
sebagai berikut Bachri (2005:170) :
No Aspek yang dinilai Target Prosentase Cara Mengukur
1
a. Memahami isi cerita
b. Jalan cerita yang sesuai
c. Lafal yang jelas saat
bercerita
d. Intonasi saat bercerita
e. Kelancaran
f. kemandirian
Siswa yang
mencapai
ketuntasan 20 dari
26 siswa.
Diamati saat
pembelajaran dengan
menggunakan lembar
penilaian unjuk kerja.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan bercerita anak mencapai
rata-rata kelas dengan nilai tuntas berypa tanda lingkaran penuh (●) dengan kriteria
pencapaian pada siklus pertama dan seterusnya yaitu 75%.
Pengumpulan Data Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan-kesimpulan
penarikan/verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
J. Prosedur Penelitian
Menurut Arikunto (2007:20). Ada empat tahapan penting dalam penelitian
tindakan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, tindakan, dan refleksi. Hubungan keempat
tahapan tersebut menunjukan sebuah siklus atau kegiatan berkelanjutan berulang.
Prosedur penelitian merupakan rangkaian tahapan penelitian dari awal hingga akhir
penelitian. Penelitian ini merupakan tindakan kelas suatu penelitian yang mengkaji
tentang permasalahan dengan ruang lingkup yang tidak terlalu luas dan berkaitan
dengan perilaku seseorang/ kelompok tertentu, disertai dengan pengamatan terhadap
hal yang akan diteliti terhadap suatu perlakuan kemudian mengkaji sejauh mana
dampak perlakuan dalam mengubah, memperbaiki, atau meningkatkan mutu perilaku
itu terhadap perilaku dalam mengubah, memperbaiki, atau meningkatkan mutu
perilaku itu terhadap perilaku yang akan diteliti. Penelitian ini proses pengkajian
sistem berdaur sebagaimana dalam kerangka berfikir. Prosedur penelitian tindakan
kelas direncanakan dalam 2 siklus dan seterusnya,masing – masing siklus meliputi
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan tindakan.
Pelaksanaan dilakukan dengan mangadakan pembelajaran yang dalam satu siklus
ada dua kali tatap muka yang masing – masing 2x35 menit sesuai RKH. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang akan dicapai.Sistem penelitian dikutip
dari Suharsimi Arikunto (2007:74) digambarkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar 3. Siklus Penelitian Tindakan
Diadopsi dari Kemmis & Mc Taggart
(Suharsimi Arikunto,2009:12)
Perencanaan
Siklus I
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
Perencanaan
Siklus II
Tindak lanjut
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
Dan Seterusnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
SIKLUS I
a. Perencanaan
Peneliti merencanakan tindakan, meliputi (1) penyusunan RKH sesuai
SK dan KD yang ditetapkan dengan role playing, (2) menyiapkan sarana
pendukung seperti ruang kelas, materi, sumber, dan media pembelajaran, (3)
menyiapkan instrument tes bercerita, dan (4) menyiapkan lembar observasi
siswa dan guru.
b. Tindakan
Pada langkah ini guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran role playing yang mengacu pada rencana pelaksanaan
pembelajaran. Dalam hal ini, pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam dua
kali pertemuan.
1) Kegiatan awal
2) Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu:
a) Eksplorasi
b) Elaborasi
c) Konfirmasi
3) Kegiatan Akhir
Peserta didik dan guru membuat kesimpulan pembelajaran yang telah
dilakukan.
c. Observasi
Observasi dilakukan oleh guru kelas B terhadap pelaksanaan tindakan
oleh peneliti dalam pembelajaran keterampilan bercerita dengan
menggunakan metoderole playing. Pada tahapan pengamatan dilakukan
beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
1) Melakukan pengamatan terhadap anak (penilaian proses) dan kerja
guru didalam proses pembelajaran bercerita dikelas dengan
berpedoman pada lembar observasi aktifitas guru dan anak.
2) Melakukan penilaian kemampuan bercerita dengan berpedoman
pada lembar penilaian ter unjuk kerja bercerita.
d. Refleksi
Peneliti bersama guru kelas kelompok B membuat refleksi atau
tindakan pada siklus I. Pada tahap refleksi peneliti melakukan analisis
terhadap proses pelaksanaan pembelajaran siklus I dan hasil belajar berupa
nilai anak pada siklus I kemampuan bercerita dengen menggunakan metode
role playing. Peneliti juga berdiskusi dengan kolaborator untuk menemukan
permaslahan pembelajaran yanga akan digunakan sebagai dasar untuk
perbaikan perencanaan siklus berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
SIKLUS II
a. Perencanaan
Peneliti merencanakan tindakan, meliputi (1) penyusunan RKH sesuai
SK dan KD yang ditetapkan dengan role playing, (2) menyiapkan sarana
pendukung seperti ruang kelas, materi, sumber, dan media pembelajaran, (3)
menyiapkan instrument tes bercerita, dan (4) menyiapkan lembar observasi
anak dan guru.
Perbaikan tindakan yang akan dilakukan dari hasil refleksi siklus I yaitu:
1) Guru meningkatkan kualitas proses daro aspek minat, keaktifan , kerjasama,
dan kesungguhan didalam proses pembelajaran dengan menciptakan kondisi
pembelajaran yang menyenangkan den memotivasi anak untuk belajar.
2) Memperbaiki naskah cerita drama pendek yang sudah dibuat pada siklus I.
3) Memotivasi anak agar berani dan percaya diri tampil berbicara didepan kelas
dengan cara penguatan verbal dan pemberian hadiah bagi si pemain drama.
4) Guru menciptakan setting panggung bermain peran seperti keadaan
sebenarnya dengan peralatan sederhana.
5) Menciptakan situasi belajar yang lebih menyenangkan.
b. Tindakan
Tindakan yang dilaksanakan pada siklus II ini berdasar pada hasil
refleksi siklus I, yaitu pembelajaran bercerita dengan menggunakan metode
role playing.
c. Observasi
Observasi dilakukan oleh guru kelas B terhadap pelaksanaan tindakan
oleh peneliti dalam pembelajaran keterampilan bercerita dengan
menggunakan metode role playing. Pada tahapan pengamatan dilakukan
beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
1) Melakukan pengamatan terhadap anak (penilaian proses) dan kerja guru
didalam proses pembelajaran bercerita dikelas dengan berpedoman pada
lembar observasi aktifitas guru dan anak.
2) Melakukan penilaian kemampuan bercerita dengan berpedoman pada
lembar penilaian ter unjuk kerja bercerita.
d. Refleksi
Peneliti bersama guru kelas kelompok B menganalisi, merefleksi dan
mengevaluasi tindakan dan hasil observasi pada siklus II. Pada tahap refleksi
peneliti melakukan analisis terhadap proses pelaksanaan pembelajaran anak
pada siklus Itentang bercerita dengan menggunakan metode role playing.
Peneliti juga berdiskusi dengan kolaborator untuk menemukan temuam-temuan
pada siklus II.Dengan temuan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal
Sebelum melaksanakan proses penelitian terlebih dahulu dilakukan kegiatan
observasi. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan nyata pada anak
kelompok B Tk Pembina Cawas yang berjumlah 26 anak, terdiri dari 15 anak laki-
laki dan 11 anak perempuan. Hasil observasi adalah sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi guru
a. Guru masih menggunakan metode yang monoton.
Dalam pembelajaran guru belum menggunakan metode
pembelajaran yang inovatif, tetapi hanya menggunakan metode ceramah
dan penugasan saja dalam pembelajaran. Hal tersebut tentu saja membuat
kejenuhan dan kebosanan pada anak. Pembelajaran yang dilakukan
dengan metode ceramah membuat anak pasif dan tidak aktif dalam
pembelajaran.
b. Guru belum membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan
Tidak bisa kita pungkiri bahwa suasana pembelajaran yang
menyenangkan juga berpengaruh terhadap minat anak untuk bersemangat
dalam mengikuti pembelajaran.
2. Ditinjau dari segi anak
a. Anak masih sulit disuruh bercerita di depan kelas
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas maka
dapat diketahui bahwa pada pembelajaran bercerita anak masih sulit
sekali untuk bercerita didepan kelas. Anak cenderung malu atau tidak
memiliki rasa percaya diri untuk bercerita didepan kelas. Ketika anak
disuruh bercerita kedepan kelas banyak anak yang tidak mau maju
kedepan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Rasa malu atau takut bercerita di depan kelas memberikan
dampak yang kurang baik terhadap anak untuk dapat bercerita di depan
kelas. Sehingga hal tersebut tentu saja membuat kemampuan anak dalam
bercerita masih kurang.
b. Anak terlihat kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran
Berdasarkan kegiatan pengamatan dikelas, terungkap bahwa
sebagian besar anak kurang antusias dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kurangnya inovasi metode pembelajaran. Hal
tersebut terlihat dari sikap anak selama mengikuti pembelajaran, beberapa
anak tampak terlihat bebrbicara sendiri dengan temannya, bahkan ada
sebagian yang melakukan aktivitas pribadi, seperti menundukan kepala,
bermain alat tulis, memainkan tangan atau rambutnya sendiri.
Melalui hasil pengamatan, observasi awal maka peneliti
melakukan tes awal kemampuan bercerita yang sebelum tindakan
(pretest) dan diperoleh fakta sebagai berikut dari 26 anak dikelas B yang
mendapat nilai tuntas (●) 8 anak atau 30,8%, yang mendapat nilai stengah
tuntas (√) 5 anak atau 19,2%, yang mendapat nilai tidak tuntas (○) 13
anak atau 50%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan masih
banyak anak yang mendapat nilai dibawah kriteria tuntas yaitu 18 anak
atau 69,2% dan ini berarti kemampuan anak kelompok B Tk Pembina
Cawas masih tergolong rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Daftar Penilaian Anak pada Kondisi Awal sebagai berikut:
No Nilai Keterangan No Nilai Keterangan No Nilai Keterangan
1. 2,2 ● (T) 11. 2,2 ● (T) 21. 2 √ (ST)
2. 2 √ (ST) 12. 2,2 ● (T) 22. 1 ○ (TT)
3. 1,3 ○ (TT) 13. 2 √ (ST) 23. 1 ○ (TT)
4. 2,2 ● (T) 14. 1 ○ (TT) 24. 1 ○ (TT)
5. 1,3 ○ (TT) 15. 1 ○ (TT) 25. 1 ○ (TT)
6. 1,3 ○ (TT) 16. 1,2 ○ (TT) 26. 1 ○ (TT)
7. 2,2 ● (T) 17. 1 ○ (TT)
8. 2,2 ● (T) 18. 2,2 ● (T)
9. 2 √ (ST) 19. 2,2 ● (T)
10. 1,2 ○ (TT) 20. 1,8 ○ (TT)
Ketuntasan Klasikal = jumlah anak tidak tuntas = 13/26 x 100% = 50%
= jumlah anak setengah tuntas = 5/26 x 100% = 19,2%
= jumlah anak tuntas = 8/26 x 100% = 30,8%
Hasil pembelajaran kemampuan bercerita anak kelompok B Tk
Pembina Cawas pada kondisi awal disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1. Daftar Frekuensi Nilai Kemampuan berbicara Anak Kelompok B Tk
Pembina Cawas pada Kondisi Awal
No Nilai Frekuensi Prosentase (%) Keterangan
1 o 13 50% Tidak Tuntas
2 √ 5 19,2% Setengah Tuntas
3 ● 8 30,8% Tuntas
KKM = Tanda Lingkaran Penuh (●)
Anak Tuntas = 8 anak
Prosentase Keberhasilan = x 100%
= (8:26) x 100% = 30,8%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Melalui tabel frekuensi nilai tes kemampuan awal bercerita kelompok
B Tk Pembina Cawas sebelum diadakan tindakan melalui penggunaan
metode role playing pada tabel 1 dapat disajikan dalam bentuk grafik pada
gambar 4 sebagai berikut:
Gambar 4. Grafik Nilai Tes Kemampuan Awal Bercerita Kelompok B TK
Pembina Cawas Sebelum Tindakan.
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, peneliti melakukan
tindakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi terkait dengan kegiatan
bercerita anak. Proses penelitian dilakukan dalam 2 siklus yang masing-masing
siklus terdapat 3 kali pertemuan. Waktu dalam penelitian ini dilaksanakan dari
kegiatan awal sampai kegiatan akhir, yaitu mulai dari pukul 7.30-10.00 (± 2,5
jam). Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: (1) perencanaan (plainning), (2)
pelaksanaan (acting), (3) pengamatan (observation), (4) refleksi (reflection).
1. Tindakan siklus I
Siklus dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan, dimulai dari kegiatan awal,
sampai kegiatan akhir. Pertemuan ini berlangsung pada hari: Senin, 14 Mei
2012. Adapun langkah dalam siklus I dapat diuraikan sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
14
o (Tidak tuntas) √ (Setengah tuntas) ● (Tuntas)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi:
1) Merencanakan Kegiatan Harian (RKH)
Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran
dengan menggunakan metode role playing untuk meningkatkan
kemampuan bercerita yang dalam 1 siklus direncanakan dalam 3 kali
pertemuan. Alokasi waktu setiap pertemuan adalah 120 menit.
Rencana pelaksanaan kegiatan harian pembelajaran mencakup
penentuan: kompetensi dasar, indikator, kegiatan belajar mengajar,
rincian waktu, metode/media (alat peraga), dan evaluasi.
2) Menyiapkan fasilitas dan alat peraga yang dibutuhkan
Ruangan kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa
digunakan setiap hari. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru
menata ruanagan kelas seperti meja dan kursi. Selain mempersiapkan
ruangan kelas guru menyiapkan media atau alat peraga yang akan
digunakan untuk pembelajaran bercerita yaitu buku cerita.
3) Menyiapka lembar penilaian
Lembar penilaian ditunjukan kepada anak untuk mengetahui
kemampuan bercerita pada anak setelah diterapkannya metode role
playing.
4) Menyiapkan lembar pengamatan
Lembar pengamatan yang digunakan untuk mengatahui segala
aktifitas guru selama pelaksanaan pembelajaran berupa belangko
pengamatan yang mencakup bagaimana guru mengajar, kaktifan anak
saatbguru mengajar, hasil pembelajaran guru dalam menerapkan
metode role playing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan pada siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari
Senin, 14 Mei 2012. Pelaksanaan tindakan 1 pertemuan kedua
dilaksanakan pada hari Selasa, 15 Mei 2012, dan pelaksanaan tindakan 1
pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Mei 2012 di ruang
kelas kelompok B selama 120 menit terdiri dari pembukaan, kegiatan inti
dan kegiatan akhir, yaitu pukul 07.30-10.00 WIB. Dalam pelaksanaan
tindakan 1,2,dan 3 peneliti bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan
belajar mengajar, sedangkan guru kelas melakukan pengamatan terhadap
proses pembelajaran.
Sebelum mengawali pembelajaran terlebih dahulu anak-anak
berbaris didepan kelas. Selesai berbaris di depan kelas anak-anak masuk
ke dalam kelas kemudian dilanjutkan presensi. Selesai melakukan
presensi berusaha guru menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif
di dalam kelas. Jika suasana sudah tenang guru melakukan apresepsi
mengenai pembelajaran bercerita yang akan diajarkan. Guru membawa
buku cerita yang nantinya akan dimainkan peran-peran yang ada di dalam
buku cerita tersebut.
Selesai melakukan apresepsi masuklah pada kegiatan inti. Pertama
guru memperkenalkan siapa saja tokoh-tokoh pemain dan karakter
pemain yang ada dalam buku cerita. Kedua guru muali menceritakan isi
cerita yang ada dalam buku cerita dan mnjelaskan bagaimana alur cerita
tersebut kepada anak-anak sebelum anak mulai memainkan peran (role
playing) dalam cerita tersebut.
Selesai bercerita anak disuruh untuk memainkan peran (role
playing) yang ada di dalam buku cerita, sambil guru mengarahkan anak
saat memerankan tokoh dalam cerita. Guru meminta beberapa anak untuk
maju ke depan dan meminta anak untuk memainkan peran sesuai dengan
cerita yang ada dalam buku cerita. Jika kelompok pertama selesai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
memainkan cerita tersebut, kemudian dilanjutkan kelompok berikutnya
untuk memainkan peran yang sama.
Pada kegiatan akhir guru mengulas kembali secara singkat apa
kegiatan pembelajaran yang diajarkan hari ini. Guru melakukan tanya
jawab dengan anak tentang apa yang diceritakan dalam buku cerita dan
mengambil kesimpulan bersama-sama tentang isi cerita tersebut. Menutup
kegiatan sebelum pulang dengan do’a bersama, salam,dan pulang.
c. Observasi
Tahap observasi peneliti mengamati proses pembelajaran bercerita dengan
menggunakan metode role playing secara langsung saat proses kegiatan
belajar mengajar sedang berlangsung. Uraian hasil observasi adalah sebagai
berikut:
1) Kinerja guru
Pada pembelajaran siklus satu berdasarkan hasil pengamatan dari
pelaksanaan pembelajaran dengan tiga kali pertemuan sebagai berikut:
Aktivitas pembelajaran guru yang baik adalah (1) melaksanakan
pembelajaran pembelajaran sesuai dengan RKH yang telah dibuat, (2)
melaksanakan evaluasi sesuai dengan perencanaan. Anak diminta maju
untuk bermain peran (role playing) menceritakan isi cerita di dalam
buku cerita secara singkat sesuai dengan rencana pembelajaran yang
ada.
Aktifitas guru yang kurang baik adalah (1) membangun semangat
anak untuk mengikuti pembelajaran dengan baik masih kurang, (2)
guru masih kurang dalm melakukan apresepsi (3) terlalu lama dalam
menjelaskan materi kepada anak.
2) Aktifitas anak
Berdasrkan pengamatan selama kegiatan pembelajaran, aktivitas
anak pada siklus I menunjukan masih kurangnya respon anak selama
proses pembelajaran. Uraian hasil observasi adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Aktivitas anak yang baik adalah (1) anak termotifasi untuk
mengikuti pembelajaran, (2) anak mengetahui tentang isi cerita yang
ada di dalam buku cerita yaang telah dibacakan oleh guru.
Aktivitas anak yang belum baik adalah (1) anak kurang
mendengarkan penjelasan dari guru, dalam mendengarkan penjelasan
dari guru sebagian anak tenang mendengarkan tetapi sebagian ada
yang sibuk sendiri, ada juga yang hanya diam tetapi setelah ditanya
sudah jelas atau belum malah tidak bisa menjawab, (2) sikap siswa
selama pembelajaran kurang tertib, anak masih suka ribut dan sibuk
sendiri (3) anak kurang bekerjasama dengan temannya.
d. Refleksi
Berdasarkan data-data yang diperoleh guru melalui observasi,
selanjutnya peneliti melakukan analisis dan refleksi terhadap hasil
pembelajaran pada masing-masing pertemuan. Tujuan dari refleksi
adalah untuk mengetahui kendala sekaligus solusi pelaksanaan pada
siklus selanjutnya. Data-data yang diperoleh dari refleksi adalah
melalui pengamatan dikumpulkan untuk dianalisis. Berdasarkan hasil
observasi yang dilaksanakan selama proses pelaksanaan tindakan pada
siklus I telah menunjukan perubahan yang berarti, baik pada keaktifan
anak selama belajar maupun pada pencapaian hasil belajar
kemampuan bercerita namun belum memenui target peneliti yakni
meningkat menjadi 75% sehingga masih perlu ditingkatkan pada
siklus II. Berikut ini adalah uraian hasil refleksi pada siklus I.
Adapun hasil belajar kemampuan bercerita yang dicapai pada
siklus I adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Daftar Penilaian Anak Siklus I sebagai berikut:
No Nilai Keterangan No Nilai Keterangan No Nilai Keterangan
1. 2,3 ● (T) 11. 2,2 ● (T) 21. 2,2 ● (T)
2. 2,2 ● (T) 12. 2,2 ● (T) 22. 1,7 ○ (TT)
3. 2,2 ● (T) 13. 2 √ (ST) 23. 1,8 ○ (TT)
4. 2,2 ● (T) 14. 2 √ (ST) 24. 1,7 ○ (TT)
5. 2 √ (ST) 15. 1,6 ○ (TT) 25. 1,8 ○ (TT)
6. 2 √ (ST) 16. 1,6 ○ (TT) 26. 1 ○ (TT)
7. 2,2 ● (T) 17. 1,1 ○ (TT)
8. 2,3 ● (T) 18. 2,2 ● (T)
9. 2,2 ● (T) 19. 2,3 ● (T)
10. 2 √ (ST) 20. 2,2 ● (T)
Ketuntasan Klasikal = jumlah anak tidak tuntas = 13/26 x 100% = 50%
= jumlah anak setengah tuntas = 5/26 x 100% = 19,2%
= jumlah anak tuntas = 8/26 x 100% = 30,8%
Hasil pembelajaran kemampuan bercerita anak kelompok B Tk
Pembina Cawas pad siklus I disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2. Frekuensi Nilai Kemampuan Bercerita Anak Kelompok B Tk
Pembina Cawas.
No Nilai Frekuensi Prosentase (%) Keterangan
1 ○ 5 19,3% Tindak tuntas
2 √ 8 30,7% Setengah tuntas
3 ● 13 50%% Tuntas
KKM = Tanda Lingkaran Penuh (●)
Anak tuntas = 13 anak
Prosentase Keberhasilan = x 100%
= (13:26) x 100 % = 50%%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel di atas menunjukan bahwa setelah dilaksanakan tindakan pada
siklus I pertemuan 1,2, dan 3 bahwa penerapan penggunaan metode role
playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita terlihat dari hasil nilai yang
diperoleh pada siklus I pertemuan 1,2, dan 3 mengalami peningkatan. Anak
memperoleh nilai tidak tuntas (○) adalah 5 anak atau 19,3% dari 26 anak, yang
mendapatkan nilai setengah tuntas (√) adalah 8 anak atau 30,7% dari 26 anak,
dan yang mendapat nilai tuntas (●) adalah 13 anak atau 50% dari 26 anak.
Pada siklus I terdapat peningkatan hasil belajar dari kondisi
sebelumnya sejumlah 8 anak atau 30,8% meningkat menjadi 13 anak atau 50%.
Dengan demikian target pada indikator kinerja belum tercapai, sehingga
pembelajaran dilanjutkan ke siklus II. Melalui tabel frekuensi nilai tes
kemampuan bercerita kelompok B Tk Pembina Cawas pada siklus I tersebut
dapat disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 4.1. Grafik Nilai Tes Kemampuan Bercerita Kelompok B Tk Pembina Cawas
Siklus I
0
2
4
6
8
10
12
14
o (Tidak tuntas) √ (Setengah tuntas) ● (Tuntas)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2. Tindakan Siklus II
Siklus II dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan, dimulai dari kegiatan awal
sampai kegiatan akhir. Pertemuan ini berlangsung pada hari: Kamis, 17 Mei 2012;
Jum’at, 18 Mei 2012; dan Senin, 21 Mei 2012. Adapun langkah dalam siklus II
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan siklus I diketahui bahwa sudah
menunjukan adanya peningkatan hasil belajar kamampuan bercerita pada
anak kelompok B Tk Pembina Cawas, tetapi belum berhasil dengan
maksimal. Kemampuan anak secara klasikal masih 50% dari target
keberhasilan yang ingin dicapai sebesar 75%. Jadi pada siklus I baru 13 anak
yang dapat mencapai nilai tuntas dan masih perlu ditingkatkan pada siklus II.
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi:
1) Merencanakan Kegiatan Harian (RKH)
Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran dengan
menggunakan metode role playing untuk meningkatkan kemampuan
bercerita yang dalam 1 siklus direncanakan dalam 3 kali pertemuan.
Alokasi waktu setiap pertemuan adalah 120 menit. Rencana pelaksanaan
kegiatan harian pembelajaran mencakup penentuan: kompetensi dasar,
indikator, kegiatan belajar mengajar, rincian waktu, metode/media (alat
peraga), dan evaluasi.
2) Menyiapkan fasilitas dan alat peraga yang dibutuhkan
Ruangan kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa digunakan
setiap hari. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru menata
ruanagan kelas seperti meja dan kursi. Selain mempersiapkan ruangan
kelas guru menyiapkan media atau alat peraga yang akan digunakan
untuk pembelajaran bercerita yaitu buku cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
3) Menyiapka lembar penilaian
Lembar penilaian ditunjukan kepada anak untuk mengetahui
kemampuan bercerita pada anak setelah diterapkannya metode role
playing.
4) Menyiapkan lembar pengamatan
Lembar pengamatan yang digunakan untuk mengatahui segala
aktifitas guru selama pelaksanaan pembelajaran berupa belangko
pengamatan yang mencakup bagaimana guru mengajar, kaktifan anak saat
guru mengajar, hasil pembelajaran guru dalam menerapkan metode role
playing.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan pada siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada hari
Kamis, 17 Mei 2012, pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jum’at, 18 Mei
2012, dan Senin, 21 Mei 2012 di ruang kelas kelompok B selama 120 menit
terdiri dari pembukaan, kegiatan inti dan kegiatan akhir, yaitu pukul 07.30-
10.00 WIB. Dalam pelaksanaan tindakan 1, 2, dan 3 peneliti bertindak sebagai
pemimpin jalannya kegiatan belajar mengajar, sedangkan guru kelas
melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran.
Sebelum mengawali pembelajaran terlebih dahulu anak-anak berbaris
didepan kelas. Selesai berbaris di depan kelas anak-anak masuk ke dalam
kelas kemudian dilanjutkan presensi. Selesai melakukan presensi berusaha
guru menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif di dalam kelas. Jika
suasana sudah tenang guru melakukan apresepsi mengenai pembelajaran
bercerita yang akan diajarkan. Guru membawa buku cerita yang nantinya
akan dimainkan peran-peran yang ada di dalam buku cerita tersebut.
Selesai melakukan apresepsi masuklah pada kegiatan inti. Pertama
guru memperkenalkan siapa saja tokoh-tokoh pemain dan karakter pemain
yang ada dalam buku cerita. Kedua guru mulai menceritakan isi cerita yang
ada dalam buku cerita dan menjelaskan bagaimana alur cerita tersebut kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
anak-anak sebelum anak mulai memainkan peran (role playing) dalam cerita
tersebut.
Selesai bercerita anak disuruh untuk memainkan peran (role playing)
yang ada di dalam buku cerita, sambil guru mengarahkan anak saat
memerankan tokoh dalam cerita. Guru meminta beberapa anak untuk maju ke
depan dan meminta anak untuk memainkan peran sesuai dengan cerita yang
ada dalam buku cerita. Jika kelompok pertama selesai memainkan cerita
tersebut, kemudian dilanjutkan kelompok berikutnya untuk memainkan peran
yang sama.
Pada kegiatan akhir guru mengulas kembali secara singkat apa
kegiatan pembelajaran yang diajarkan hari ini. Guru melakukan tanya jawab
dengan anak tentang apa yang diceritakan dalam buku cerita dan mengambil
kesimpulan bersama-sama tentang isi cerita tersebut. Menutup kegiatan
sebelum pulang dengan do’a bersama, salam,dan pulang.
c. Observasi
Tahap observasi peneliti mengamati proses pembelajaran bercerita
dengan menggunakan metode role playing secara langsung saat proses
kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Uraian hasil observasi adalah
sebagai berikut:
1) Kinerja guru
Pada pembelajaran siklus kedua berdasarkan hasil pengamatan dari
pelaksanaan pembelajaran dengan tiga kali pertemuan sebagai berikut:
Aktivitas pembelajaran guru yang baik adalah (1) melaksanakan
pembelajaran pembelajaran sesuai dengan RKH yang telah dibuat, (2)
membangun semangat anak dalam mengikuti pembelajaran, (3)
menyampaikan materi sesuai dengan yang ada dalam rencana kegiatan
harian (RKH), (4) melaksanakan evaluasi sesuai dengan perencanaan,
anak diminta maju untuk bermain peran (role playing) menceritakan isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
cerita di dalam buku cerita secara singkat sesuai dengan rencana
pembelajaran yang ada.
Aktifitas guru yang cukup adalah (1) guru sudah cukup dalam
menyampaikan aprespsi, (2) guru cukup baik dalam menyampaikan
materi pembelajaran.
2) Aktifitas anak
Berdasrkan pengamatan selama kegiatan pembelajaran, aktivitas anak
pada siklus II adalah sebagai berikut:
Aktivitas anak yang baik adalah (1) anak termotifasi untuk mengikuti
pembelajaran, (2) anak mengetahui tentang isi cerita yang ada di dalam
buku cerita yaang telah dibacakan oleh guru (3) anak memperhatikan
penjelasan dari guru,.
Aktivitas anak yang cukup adalah (1) melakukan kerjasama dengan
teman sudah baik (2) anak bersikap baik dalam mengikuti pembelajaran.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan selama proses
pelaksanaan tindakan pada siklus II telah menunjukan perubahan yang
signifikan, baik pada keaktifan anak selama belajar maupun pada pencapaian
hasil belajar kemampuan bercerita, talah memenuhi target peneliti yakni 75%.
Berikut ini adalah uraian hasil refleksi pada siklus I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Daftar Penilaian Anak Siklus II sebagai berikut:
No Nilai Keterangan No Nilai Keterangan No Nilai Keterangan
1. 2,6 ● (T) 11. 2,4 ● (T) 21. 2,3 ● (T)
2. 2,6 ● (T) 12. 2,4 ● (T) 22. 2,3 ● (T)
3. 2,3 ● (TT) 13. 2 √ (ST) 23. 2,3 ● (T)
4. 2,3 ● (T) 14. 2,5 ● (T) 24. 2 √ (T)
5. 2 √ (ST) 15. 2,4 ● (T) 25. 2,3 ● (T)
6. 2,3 ● (T) 16. 2,3 ● (T) 26. 1,3 ○ (TT)
7. 2,4 ● (T) 17. 1,4 ○ (TT)
8. 2,6 ● (T) 18. 2,4 ● (T)
9. 2,4 ● (T) 19. 2,5 ● (T)
10. 2 √ (ST) 20. 2,3 ● (T)
Ketuntasan Klasikal = jumlah anak tidak tuntas = 2/26 x 100% = 7,7%
= jumlah anak setengah tuntas = 4/26 x 100% = 15,3%
= jumlah anak tuntas = 20/26 x 100% = 77%
Hasil pembelajaran kemampuan bercerita anak kelompok B Tk
Pembina Cawas pada siklus II disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 3. Frekuensi Nilai Kemampuan Bercerita Anak Kelompok B Tk
Pembina Cawas.
No Nilai Frekuensi Prosentase (%) Keterangan
1 ○ 2 7,7% Tindak tuntas
2 √ 4 15,3% Setengah tuntas
3 ● 20 77% Tuntas
KKM = Tanda Lingkaran Penuh (●)
Anak tuntas = 20 anak
Prosentase Keberhasilan = x 100%
= (20:26) x 100 % = 76,92%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Melalui tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan
tindakan siklus II anak yang memperoleh nilai tidak tuntas (○) adalah 2 anak
atau 7,7% dari 26 anak, nilai setengah tuntas (√) adalah 4 anak atau 15,3%
dari 26 anak, nilai tuntas (●) adalah 20 anak atau 77%.
Pada siklus II terdapat peningkatan hasil belajar dari siklus I sejumlah
13 anak atau 50% meningkat menjadi 20 anak atau 77%.
Melalui tabel frekuensi nilai tes kemampuan bercerita kelompok B Tk
Pembina Cawas pada siklus II tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik
pada gambar 4.2 sebagai berikut:
Gambar 4.2 Grafik Nilai Tes Kemampuan Bercerita kelompok B Tk Pembina
Cawas Siklus II
Praktek bercerita secara keseluruhan mengalami peningkatan dalam
ketepatan isi cerita, sistematika cerita, pelafalan, intonasi, serta kemandirian
bercerita anak juga mengalami peningkatan. Pencapaian indikator kemampuan
bercerita pada siklus II yaitu 77% dari indikator yang ditentukan adalah 75%.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat peneliti simpulkan kegiatan
bercerita kelompok B Tk Pembina Cawas pada siklus II sudah berhasil.
0
5
10
15
20
25
o (Tidak tuntas) √ (Setengah tuntas) ● (Tuntas)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
C. PERBANDINGAN HASIL TINDAKAN ANTAR SIKLUS
1. Kinerja Guru
Penilaian observasi kinerja guru ini terbagi menjadi dua bentuk penilaian
yaitu penilaian RKH (Rencana Kegiatan Harian) yang menilai perencanaan
kegiatan guru serta kelengkapan materi ajar atau instrumen yang diperlukan
dalam kegiatan tersebut, serta penilaian observasi guru mengajar yang menilai
bagaimana guru mnerapkan RKHnya dalam kegiatan secara keseluruhan.
Selanjutnya kedua bentuk penilaian tersebut dirangkum sehingga mendapatkan
hasil penilaian observasi kinerja guru secara keseluruhan.
Di dalam penilaian RKH terdapat 8 indikator yang diamati dan berikut
penilaian sesuai indikatornya: (1) kejelasan perumusan tujuan, (2) pemilihan
materi ajar, (3) pengorganisasian materi ajar, (4) pemilihan sumber/media
pembelajaran, (5) kejelasan skenario, (6) kerincian skenario pembelajaran, (7)
kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran, (8) kelengkapan instrumen.
Sedangkan dalam penilaian observasi guru mengajar, terbagi dalam 3
indikator dalam pra tindakan, kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir.
Pencapaian kinerja guru mengalami peningkatan siklus I pertemuan 1 sebesar
3,01 atau 75%, siklus I pertemuan 2 sebesar 3,15 atau 78,75%, siklus I
pertemuan 3 sebesar 3,47 atau 86%. Siklus II pertemuan 1 sebesar 3,47 atau
86%, siklus II pertemuan 2 sebesar 3,35 atau 83%, siklu II pertemuan 3 sebesar
3,43 atau 85,75%.
Perbandingan nilai hasil kinerja guru sesudah tindakan dapat dilihat pada
tabel 4 berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 4. Prosentase Kinerja Guru pada Siklus I dan Siklus II
No Tindakan Pertemuan Skor Rata-rata Prosentase(%)
1
Siklus I
Pertemuan 1 3,01
3,17
75%
Pertemuan 2 3,15 78,75%
Pertemuan 3 3,35 83%
2
Siklus II
Pertemuan 1 3,47
3,41
86%
Pertemuan 2 3,35 83%
Pertemuan 3 3,43 85,75%
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik pada gambar
dibawah ini:
Gambar 4.3. Grafik perbandingan hasil observasi kinerja guru siklus I
pertemuan 1, 2, dan 3, serta siklus II pertemuan 1, 2, dan 3.
Berdasarkan gambar 4.3 diatas menunjukan pencapaian kinerja guru
mengalami peningkatan siklus I pertemuan 1 sebesar 3,01 atau 75%,klus I
pertemuan 2 sebesar 3,15 atau 78,75%, siklus I pertemuan 3 sebesar 3,35 atau
83%. Siklus II pertemuan I sebesar 3,47 atau 86%, siklus II pertemuan 2 sebesar
3,35 atau 83%, siklus II pertemuan 3 sebesar 3,43 atau 85,75%. Walaupun terjadi
2.7
2.8
2.9
3
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
Siklus I pert 1 Siklus I pert 2 Siklus I pert 3 Siklus II pert 1 Siklus II pert 2 Siklus II pert 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
perubahan skor dari siklus I pertemuan 2 ke siklus I pertemuan 3, dan sempat
mengalami penurunan pada siklus II pertemuan 2, selanjutnya meningkat kembali
pada siklus II pertemuan 3, namun nilai perbandingan kedua siklus sama. Hal ini
terjadi karena jumlah penurunan tidak terlalu signifikan dan kemudian naik pada
pertemuan berikutnya, sehingga prosentase antara siklus I dan siklus II cenderung
seimbang.
2. Aktifitas Anak dalam Proses Pembelajaran
Selain dari kinerja guru secara keseluruhan, penilaian terhadap kualitas
proses pembelajaran juga diperoleh melalui pengamatan terhadap aktifitas anak
dalam proses pembelajaran berlangsung. Penilaian ini terbagi menjadi 3 indikator
inti yaitu keterlaksanaan oleh anak, motifasi belajar anak dan keaktifan dalam
kegiatan belajar. Pencapaian aktifitas anak dalam proses pembelajaran mengalami
peningkatan dari siklus I pertemuan 1 yaitu sebesar 2,25 atau 56,25%, aiklus I
pertemuan 2 sebesar 2,37 atau 59,37%, siklus I pertemuan 3 sebesar 65,62%.
Siklus II pertemuan I sebesar 2,85 atau 71,25%, siklus II pertemuan 2 sebesar 3,25
atau 81,25%, dan siklus II pertemuan 3 sebesar 3,5 atau 87,5%.
Perbandingan nilai hasil aktivitas anak dari siklus I pertemuan 1, 2, 3, dan
siklus II pertemuan 1, 2, 3 dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5. Prosentase Aktivitas Anak pada Siklus I dan Siklus II
No Tindakan Pertemuan Skor Rata-rata Prosentase(%)
1
Siklus I
Pertemuan 1 2,25
2,41
56,25%
Pertemuan 2 2,37 59,37%
Pertemuan 3 2,62 65,62%
2
Siklus II
Pertemuan 1 2,85
3,2
71,25%
Pertemuan 2 3,25 81,25%
Pertemuan 3 3,50 87,5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berdasarkan tabel 5 tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik pada
gambar dibawah ini:
Gambar 4.4. Grafik Perbandingan hasil observasi aktivitas anak siklus I
pertemuan 1, 2 dan 3, serta siklus II pertemuan 1,2, dan 3.
3. Kualitas Proses Pembelajaran
Berdasarkan hasil pengamatan kualitas proses pembelajaran pra tindakan
sampai pada hasil pengamatan kualitas proses pembelajaran setelah tindakan yang
meliputiasi kinerja guru dan aktibitas anak, maka dapat peneliti simpulkan bahwa
kemampuan bercerita anak beserta proses kualitas pembelajaran kemampuan
bercerita kelompok B Tk Pembina Cawas pada penelitian kali ini telah meningkat
secara keseluruahan, hal ini dapat dilihat dari tabel kualitas proses pembelajaran
berikut ini :
Tabel 6. Perbandingan Prosentase Kualitas Proses Pembelajaran secara
keseluruhan pada Siklus I, dan Siklus II.
No Tindakan Pertemuan Prosentase
1 Siklus I Kinerja Guru 78,91%
Aktivitas anak 60,41%
2 Siklus II Kinerja Guru 85%
Aktivitas Anak 80%
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Siklus I pert 1 Siklus I pert 2 Siklus I pert 3 Siklus II pert 1 Siklus II pert 2 Siklus II pert 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Berdasarkan tabebel diatas dapat disajikan daalam grafik kualitas proses
pembelajaran dari siklus I dan siklus II sebagai berikut:
Gambar 4.5. Grafik Kualitas Proses Pembelajaran Keseluruhan Pada Siklus I
dan Siklus II.
Melalui hasil pengamatan secara keseluruhan dari grafik gambar di atas
maka selain dari hasil belajar anak, peningkatan juga terjadi pada kualitas
proses pembelajaran secara keseluruhan, berikut rangkuman pada siklus II
terhadap pengamatan kualitas proses pembelajaran:
a. Prosentase Kinerja Guru : 85%
b. Rata-rata Aktivitas Anak : 85%
4. Hasil Belajar Kemampuan Bercerita
Penilaian terhadap hasil belajar kemampuan bercerita anak dilakukan
dalam bentuk tes unjuk kerja di dalam setiap pertemuannya. Penilaian
kemampuan bercerita ini terbagi menjadi 5 indikator inti, yaitu ketepatan isi
cerita, sistematika jalan cerita, penggunaan bahasa meliputi pelafalan dan
intonasi, kelancaran bercerita dan kemandirian bercerita. Hasil penilaian
terhadap hasil belajar kemampuan bercerita anak dari sebelum da sesudah
tindakan dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
kinerja guru aktivitas anak kinerja guru aktivitas anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 7. Rekapitulasi Ketuntasan belajar anak kelompok B Tk Pembina Cawas
pada Kondisi awal, Siklus I, Siklus II.
No Ketuntasan Kondisi Awal Siklus I Siklus II
Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)
1 Tuntas 8 30,8% 13 50% 20 77%
2 Setengah tuntas 5 19,2% 8 34,7% 4 15,3%
3 Tidak tuntas 13 50% 5 19,3% 2 7,7%
Berdasarkan tabel di atas yaitu tabel rekapitulasi ketuntasan belajar anak
kelompok B Tk Pembina Cawas, terlihat adanya peningkatan pada ketuntasan belajar
anak pada kemampuan bercerita yaitu pada kondisi awal jumlah anak yang tuntas 8
anak atau 30,8%, kemudian Siklus I mengalami peningkatan sebanyak 13 anak atau
50%, dan pada Siklus II mengalami peningkatan sebanyak 20 anak atau 77%.
Data dari rekapitulasi ketuntasan belajar anak kelompok B Tk Pembina
Cawas pada kondisi awal, siklus I, siklus II di atas dapat disajikan dalam bentuk
gambar 4.6. yaitu grafik peningkatan ketuntasan kemampuan bercerita anak
kelompok B Tk Pembina Cawas pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II sebagai
berikut:
Gambar 4.6. Grafik Peningkatan Ketuntasan Kemampuan Bercerita Anak
Kelompok B Tk Pembina Cawas pada kondisi awal, siklus I, siklus II.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
kondisi awal siklus I siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan perumusan masalah, diskripsi hasil tindakan tiap siklus dan
perbandingan hasil tindakan antarsiklus, berikut ini akan dikemukakan pembahasan
mengenai kemampuan bercerita pada anak kelompok B Tk Pembina Cawas.
Hasil pengamatan dan analisis data menunjukan bahwa kemampuan bercerita
anak kelompok B Tk pembina Cawas mengalami peningkatan. Penilaian kemampuan
bercerita ini terbagi menjadi 5 indikator inti, yaitu ketepatan isi cerita, sistematika
jalan cerita, penggunaan bahasa meliputi pelafalan dan intonasi, kelancaran bercerita
dan kemandirian bercerita.
Hal ini dapat ditunjukan dengan pencapaian ketuntasan anak yang telah dicapai.
Pada kondisi awal prosentase ketuntasan anak mencapai 30,8%, pada siklus I
prosentase ketuntasan anak mencapai 50%, dan pada siklus II prosentase ketuntasan
anak mencapai 77%. Sesuai indikator yang telah ditetapkan yaitu 75%, dapat
diketahui bahwa kondisi awal dan siklus I belum mencapai target yang ditetapkan,
maka dari itu peneliti melanjutkan kesiklus II, pada siklus II indikator ketercapaian
mencapai 77%.
Dari hasil pengamatan di atas telah melampaui target kinerja 75%. Sehingga
melalui rangkuman tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajran kemampuan
bercerita dengan menggunkan metode role playing pada anak kelompo B Tk Pembina
Cawas dinyatakan meningkat. Sebelumnya sudah pernah dilaksanakan penelitian
yang menggunakan metode role playingantara lain penelitian yang dilaksanakan di
TK Al Kautsar Bandar Lampung oleh Siska pada tahun 2011. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan metode bermain peran (role playing) dapat
meningkatkan ketrampilan berbicara Anak Usia Dini TK Al Kautsar Bandar
Lampung. Penelitian ke dua dilaksanakan di SDN Pandak I Sidoharjo Sragen oleh
Sutino pada tahun 2011. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa metode role playing
dapat mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif..
67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di atas menunjukkan bahwa
dengan menggunakan metode role playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita
Anak Usia Dini Kelompok B pada TK Pembina Cawas.
TK Pembina Cawas terdiri dari 26 anak , 2 anak dari 26 anak memiliki nilai
tidak tuntas, peneliti sudah melakukan bimbingan dan melaksanakan metode
pembelajaran role playing dengan maksimal, dan bagi anak yang belum tuntas
peneliti menyerahkan sepenuhnya kepada guru kelas TK Pembina Cawas untuk
ditindak lanjuti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV maka peneliti dapat
menarik kesimpulan bahwa, metode role playing dapat meningkatkan
kemampuan bercerita anak, hal ini dapat dilihat dari kondisi awal anak yang
mendapat nilai tuntas sebesar 8 anak atau 30,8%, siklus I sebesar 13 anak atau
50%, dan siklus II sebesar 20 anak atau 77%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan bercerita anak dapat meningkat
dengan menggunakan metode Role Playing pada anak kelompok B Tk Pembina
Cawas.
B. Implikasi
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa proses kemampuan
bercerita anak dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode role playing.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon
guru dalam upaya meningkatkan kemampuan bercerita dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran yaitu: penggunaan model,
metode dan media pembelajaran yang tepat.
Metode role playing ini juga dapat membantu peneliti dalam mengatasi
hambatan- hambatan dalam pembelajaran bercerita anak. Kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode role playing selain dapat
meningkatkan prestasi akademik juga bertujuan untuk mengembangkan
ketrampilan sosial anak. Di dalam penggunaan metode role playing anak
berlatih untuk saling membantu satu sama lain dalam menyampaikan cerita
kepada pendengar. Dengan metode role playing anak memiliki keberanian
untuk tampil bercerita karena anak tidak sendiri dalam memainkan cerita yang
ada. Dengan metode role playing proses pembelajaran yang berlangsung tidak
membuat anak merasa bosan dengan pembelajran yang disampaikan, karena
anak terlibat secara langsung di dalamnya. Penggunaan metode role playing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
juga lebih menarik dan menyenangkan anak karena di dalamnya anak sangat
tertarik memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita.
Dengan penggunaan metode role playing selain dapat meningkatkan
kemampuan bercerita yang dimiliki anak juga dapat meningkatkan kualitas
proses pembelajaran bercerita, baik aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun
aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh anak. Guru menjadi lebih mudah
dalam melaksanakan pembelajaran bercerita tanpa harus mendominasi
pembalajarn kepada anak. Di dalam mengikuti pembelajaran anak menjadi
lebih aktif dengan memainkan peran atau tokoh yang ada di dalam cerita, tidak
hanya pasif mendengarkan guru yang bercerita. Dengan demikian penelitian ini
dapat meningkatkan kemampuan bercerita anak dengan menggunakan metode
role playing.
Hasil penelitan secara keseluruhan menunjukkan bahwa kemampuan
bercerita anak kelompok B TK Pembina Cawas mengalami peningkatan. Hal
ini memunjukkan bahwa metode role playing sesuai untuk kegiatan
pengembangan bercerita anak Taman Kanak-kanak.
C. Saran
Dari pembelajaran yang telah dilaksanakan maka peneliti ada beberapa
saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Pada pembelajaran bercerita diharapkan menggunakan berbagai metode
yang inovatif agar pembelajaran tidak membosankan untuk anak.
b. Selalu membuat anak aktif dalam pembelajaran bercerita dan juga pada
setiap pembelajaran lainnya, agar anak bisa mengembangkankan
kemampuannya tidak hanya pasif dalam berbagai kegiatan pembelajaran.
2. Bagi Anak
a. Anak diharapkan lebih aktif dalam berbagai kegiatan pembelajaran.
b. Anak selalu percaya diri dan berani untuk tampil bercerita di depan kelas.
c. Anak dapat mengekspresikan diri sesuai dengan imajinasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
3. Bagi Sekolah
a. Agar tetap terus mengembangkan kemampuan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran dengan metode role playing.
b. Menyediakan sarana pembelajaran untuk kegiatan pembelajaran bercerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharjono, dan supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi
Aksara.
Bachri, Bachtiar S. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita di Taman Kanak-kanak,
Teknik dab Prosedurnya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembina Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Chaplin, 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta Utara: Raja Grafindo Persada.
Depdiknas Undang- Undang SISDIKNAS 2003. (UU RI No : 20 Tahun 2003). 2005.
Solo: Kharisma.
Djago Tarigan dkk, 1993.Kependidikan Ketrampilan Berbahasa. Depdikbut UT.
Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar.Jakarta: Bumi Aksara.
Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada.
Joyce, B, dkk, 2009. Model – model Pengajaran; (terjemahan) Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak dab Roudlatul
Atfal.(2004). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Miles dan Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:UI Press.
Musfiroh, F. 2008. Cerita Anak Usia Dini. Jogjakarta: Tiara Wacana.
Saminanto. 2010. Ayo Praktik PTK. Semarang: Rasail Media Grup.
St. Y. Slamet dan Suwarta. 2007. Dasar-Dasar Penelitian Kuantitatif. Surakarta:
Uns. Press.
Sudijono, A. 2006. Pengantar Evaluasi. Jakarta: Rajawali Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Sudjana, N. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Surya Brata. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.
Sutino (2011).“ Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan Menggunakan Metode
Role Playing pada Siswa SDN pandak I Sidoharjo Sragen Tahun Ajaran
2010/2011”.Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surakarta. Universitas Sebelas
Maret.
Suwandi, S. 2009. Penelitian Tindakan Kelas dan penulisan Karya Ilmiah;
Surakarta, Panitia Seleksi Penerimaan Calon Guru Rayon 13 (Milles dan
Huberman .200:20) Universitas Sebelas Maret.
Syamsudin, A. 2009. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Phillips, L. 2000. “Storytelling: The Seeds of Children’s Creativity”.Australian
Journal of Early Childhood. 25, 3. Diperoleh 20 April 2012
darihttp://louptales.com
Tompkins, P. 1998. “Role playing/simulation”. The Internet TESL Journal. IV, 8.
Diperoleh 17 April 2012, dari http://[email protected].
Wahyudin, U & Agustin, M. 2011. Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini.
Bandung: Refika Aditama.
Wardani. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka.
Wahab, A. A. 2009. Metode dan Model Model Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Bandung: Alfa Beta
Anugrahwan. 2011. Disediakan pada
(http:/anugrahwan.wordpress.com/2011/11/06/manfaat role playing) Diakses
tanggal 27 Maret 2012.
(http://www.wikipedia.org/wiki/Kemampuan) Diakses tanggal 17 Februari 2012.
Masluhah. 2010. Disediakan pada (http://jurnal.upi.edu/file/-edit.pdf)Di akses tanggal
9 April 2012.
Muhidin, S. 2009. Disediakan pada (http://sambasalim.com/pendidikan/kualitas-
proses-pembelajaran.html) Di akses tanggal 12 April 2012.
Siska. 2011. Disediakan pada (http://jurnal.upi.edu/file/4-Yulia_Siska-edit.pdf)Di
akses tanggal 12 April 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Widiastuti, 2009. Disediakan pada (http://alon-
alonwatonkelakon.blogspot.com/2009/05/kemampuan-ability_14.html) Diakses
tanggal 17 Februari 2012