PENGANGKATAN GIGI MOLAR KETIGA IMPAKSI
I. PENDAHULUAN
Gigi molar ketiga impaksi adalah salah satu kasus yang sering dijumpai
di praktek-praktek kedokteran gigi. Kasus ini dapat disebabkan oleh faktor
lokal maupun sistemik serta dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Tindakan pengangkatan gigi molar ketiga impaksi perlu dilakukan
untuk menghilangkan kelainan yang telah ditimbulkan ataupun untuk
mencegah terjadinya kelainan lebih lanjut. Pengangkatan gigi molar ketiga
impaksi memerlukan teknik dan keterampilan tertentu.
Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk keberhasilan pengangkatan
gigi molar ketiga impaksi, diantaranya adalah mengetahui klarifikasi impaksi,
teknik yang tepat, dan komplikasi yang ditimbulkan.
Dengan teknik yang tepat operator akan lebih mudah mengeluarkan gigi
impaksi. Pembuangan jaringan tulang disekitar gigipun dapat direncanakan
seminimal mungkin untuk mencegah terjadinya trauma yang besar sehingga
proses penyembuhan lebih cepat.
II. DEFINISI GIGI IMPAKSI
Menurut Archer (1961) : Gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya
terhalang oleh gigi lain, gigi tetangganya, atau oleh tulang.
Menurut James R. Hayward (1976) : Gigi mengalami impaksi ketika
proses erupsinya dihalangi, ditunda atau digagalkan, oleh berbagai gangguan
mekanik. Gangguan mekanik itu mungkin oleh tulang gigi yang berdekatan,
proses kalsifikasi yang tidak normal, jaringan lunak atau proses kista.
Menurut Pedersen : Gigi impaksi adalah gigi yang jalan erupsi
normalnya terhalang atau terblokir, biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan
patologis. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonis sudah
erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain
sudah erupsi.
III. ETIOLOGI
Menurut Daniel E. Waite (1978) : ada tiga teori yang menjelaskan
penyebab gigi impaksi yaitu :
3.1. Teori Ortodonti
Menurut teori ini, pertumbuhan rahang dan pergerakan gigi yang
normal adalah ke arah anterior. Apabila ada sesuatu yang merintangi keadaan
ini, akan menyebabkan gigi impaksi. Tulang yang padat biasanya dapat
menghambat pergerakan ke anterior.
3.2. Teori Mendel
Menurut teori ini, pertumbuhan dan perkembangan gigi dan rahang
dipengaruhi oleh faktor keturunan. Apabila salah satu orang tua mempunyai
rahang yang kecil sedang yang lainnya mempunyai gigi yang besar-besar, maka
pada salah satu anaknya kemungkinan akan memiliki rahang yang kecil dan
gigi yang besar-besar, dan akibatnya akan terjadi kekurangan tempat, sehingga
terjadi impaksi.
Menurut Archer (1961), terjadinya gigi impaksi adalah disebabkan
berkurangnya ukuran atau besarnya mandibula dan maxilla manusia secara
perlahan-lahan yaitu sesuai dengan teori evolusi. Akibatnya maxilla dan
mandibula manusia terlalu kecil untuk tempat molar ketiga. Berdasarkan teori
ini kita temukan gigi molar ketiga yang tidak ada sama sekali secara congenital
atau gigi molar yang kurang tempatnya.
3.3. Teori Filogenik
Menurut teori ini perubahan kebiasaan makan manusia dari makanan
keras ke makanan yang lebih lunak mengakibatkan fungsi dari rahang berubah,
sehingga besar maxilla dan mandibula berkurang. Dengan semakin kecilnya
ukuran maxilla dan mandibula maka kemungkinan ada gigi yang tidak
mendapat tempat yang cukup, sehingga menempati posisi yang salah atau
terjadi keadaan gigi-gigi bertumpuk, atau kadang-kadang sama sekali tidak
terbentuk.
3.4. Menurut Berger (1948) Gigi Impaksi dapat disebabkan oleh Penyebab
Lokal dan Sistemik.
3.4.1. Penyebab Lokal
1. Letak yang tidak beraturan dan adanya tekanan dari gigi di sebelahnya.
2. Kepadatan jaringan dan tulang di sekitarnya.
3. Adanya rahang kronik yang lama, yang menyebabkan mukosa di sekitarnya
menjadi padat.
4. Retensi gigi sulung yang terlalu lama.
5. Gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya.
3.4.2. Penyebab Sistemik
1. Penyebab Prenatal :
- Herediter
- Perkawinan antar ras
2. Penyebab Postnatal :
- Riketsia
- Anemia
- Sifilis congenital
- Disfungsi kelenjar endokrin
- Malnutrisi
- Tuberkulosis
3. Kedaan yang jarang terjadi :
- Kleidokranial disostosis
- Progeria
- Celah langit-langit
- Oksisefali
- Akhondroplasia
IV. KOMPLIKASI GIGI MOLAR KETIGA IMPAKSI
Komplikasi yang dapat terjadi karena gigi molar ketiga impaksi adalah :
4.1. Karies
Gigi molar ketiga impaksi sebagian memungkinkan terjadinya tempat
penimbunan makanan diantara gigi molar kedua dan ketiga. Karena sukar
menjaga kebersihan pada daerah tersebut maka karies mudah terjadi baik pada
gigi molar kedua maupun molar ketiga.
4.2. Infeksi
Infeksi dapat terjadi akibat perluasan karies atau melalui membrane
periodontal. Infeksi dapat terbatas pada operculum dan ginggiva saja yang
disebut operculitis. Dapat juga mengenai seluruh jaringan lunak sekitar
mahkota yang disebut perikoronitis. Infeksi dapat meluas sehingga terjadi abses
perikoronal, abses alveolar, osteitis, abses submucosa, osteomyelitis, selulitis
dan mungkin terjadi perluasan ke ruang perimandibular, parafaringeal,
sublingual, submandibular, infratemporal dan submaseter.
4.3. Kista dan Tumor
Folikel di sekitar gigi impaksi mempunyai potensi untuk menjadi kista
dentigerous dan ameloblastoma.
4.4. Keluhan-keluhan Neurologis
Berupa rasa nyeri yang ringan dan terbatas pada daerah gigi impaksi
atau nyeri hebat yang melibatkan semua gigi dari sisi yang terkena. Nyeri dapat
menyebar ke daerah yang lebih jauh seperti telinga dan wajah terutama yang
dipersarafi nervus trigeminus.
4.5. Timbul Tinitus
Berupa keluhan bising dan berdenyut pada telinga dan kepala yang
merupakan suatu rasa sakit yang menjalar melalui nervus auricular.
4.6. Trismus
Trismus sering ditemukan pada infeksi akibat impaksi gigi molar ketiga
bawah atau pada peradangan dari muskulus temporalis atau muskulus masseter.
4.7. Fraktur Mandibula
Adanya gigi molar ketiga bawah impaksi dapat menyebabkan tulang
mandibula daerah angulus menjadi tipis dan lemah karena tulang sekitar gigi
impaksi sering terjadi proses patologis.
4.8. Resorbsi Patologis dari Tulang
Tekanan dari gigi molar ketiga bawah impaksi terhadap gigi molar
kedua bawah akan mengaktifkan sel-sel yang akan meresorbsi tulang.
V. KLASIFIKASI GIGI MOLAR KETIGA IMPAKSI
5.1. Klasifikasi Gigi Molar Ketiga Impaksi Berguna untuk Menentukan
Cara atau Teknik Pembedahan yang akan Digunakan.
Pell dan Gregory membagi klasifikasi :
5.1.1. Berdasarkan hubungan antara letak gigi molar ketiga bawah terhadap
ramus mandibula dan bagian distal gigi molar kedua bawah.
Kelas I : Ruang antara ramus mandibula dan permukaan distal molar
kedua rahang bawah cukup bagi ukuran mesiodistal molar
ketiga rahang bawah.
Kelas II : Ruangan antara ramus mandibula dan permukaan distal molar
kedua rahang bawah kurang bagi ukuran mesiodistal molar
ketiga rahang bawah.
Kelas III : Semua atau sebagian besar molar ketiga rahang bawah
berada di dalam ramus mandibula.
5.1.2. Klasifikasi berdasarkan letak molar ketiga rahang bawah di dalam
tulang.
Klasifikasi ini terdiri dari :
Posisi A : Bagian tertinggi molar ketiga rahang bawah terletak setinggi
atau di atas garis oklusal molar kedua rahang bawah.
Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar ketiga rahang bawah terletak di
bawah bidang oklusal, tetapi di atas garis servikal gigi molar
kedua rahang bawah.
Posisi C : Bagian tertinggi gigi molar ketiga rahang bawah terletak di
bawah garis servikal gigi molar kedua rahang bawah.
5.1.3. Klasifikasi menurut sumbu panjang gigi molar ketiga rahang bawah
impaksi terhadap dataran oklusal :
a. Vertikal
b. Horizontal
c. Inverted
d. Mesioangular
e. Distoangular
f. Bukoanglar
g. Linguoangular
5.2. KLASIFIKASI GIGI MOLAR KETIGA MAXILLA
Klasifikasi gigi molar ketiga Maxilla impaksi didasarkan pada posisi
anatomi adalah sebagai berikut :
5.2.1. Kedalaman relative gigi molar ketiga maxilla impaksi di dalam tulang :
Kelas A : Bagian terendah dari mahkota gigi molar ketiga impaksi berada
pada garis dataran oklusal gigi molar kedua maxilla.
Kelas B : Bagian terendah mahkota gigi molar ketiga maxilla impaksi
terletak antara dataran oklusal dan garis servikal gigi molar
kedua maxilla.
Kelas C : Bagian terendah mahkota gigi molar ketiga maxilla impaksi
terletak pada atau diatas garis servikal gigi molar kedua
maxilla.
5.2.2. Kedudukan sumbu panjang gigi molar ketiga maxilla impaksi terhadap
sumbu panjang gigi molar kedua maxilla :
a. Vertikal
b. Horizontal
c. Mesioangular
d. Distoangular
e. Inverted
f. Bukoversi/Bukoangular
g. Linguoversi
5.2.3. Hubungan gigi molar ketiga maxilla impaksi dengan sinus maxillaries :
a. Sinus approximation (S.A) : antara gigi molar ketiga maxilla impaksi dan
sinus maxillaris tidak terdapat tulang atau
terdapat dinding/pemisah yang tipis
b. No Sinus approximation (N.S.A) : antara gigi molar ketiga maxilla impaksi
dan sinus maxillaries terdapat tulang
dengan ketebalan 2 mm atau lebih.
V. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI PENGANGKATAN GIGI
MOLAR KETIGA IMPAKSI
6.1. INDIKASI
6.1.1. Pencegahan dari terjadinya
a. Infeksi karena erupsi yang terhambat dan abnormal (perikoronitis)
b. Berkembangnya follikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik dan
neoplasma
6.1.2. Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua pertiga
bagian dan sebelum pasien mencapai usia 26 tahun.
6.1.3. Adanya infeksi (focus selulitis)
6.1.4. Adanya kedaan patologis (odontogenik)
6.1.5. Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu
mempertahankan stabilitas hasil perawatan ortodonsia.
6.1.6. Prostetik atau restorative (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi
giggiva distal dari molar kedua didekatnya.
6.1.7. Secara umum, sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat (pada usia
muda)
6.2. KONTRA INDIKASI
6.2.1. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.
6.2.2. Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan apabila
tulang yang menutupinya terlalu banyak (pencabutan prematur)
6.2.3. Jika kemungjkinan bedar akan terjadi kerusakan pada sturktur penting di
sekitarnya (Nervus alveolaris inverior, nervus lingualis atau sinus
maxillaris) atau kerusakan tulang pendukung yang luas misalnya rasio
resiko/manfaat tidak menguntungkan.
6.2.4. Apabila tulang yang menutupinya sangat termineralisasi dan padat, yaitu
pasien yang berusia lebih dari 26 tahun.
6.2.5. Apabila kemampuan pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan
terganggu oleh kondisi fisik (misalnya usia lanjut dan penyakit sistemik)
atau mental tertentu.
VII. FAKTOR-FAKTOR PENYULIT PADA TINDAKAN OPERASI
PENGANGKATAN GIGI MOLAR KETIGA IMPAKSI
7.1. Lengkung Akar yang Abnormal
7.2. Hipersementosis
7.3. Terlalu Dekatnya dengan Canalis Mandibularis
7.4. Kepadatan Tulang yang Keras Terutama pada Pasien Orang Tua
7.5. Ruang Folliculer Terisi oleh Tulang, Terutama Sering Terlihat pada
Pasien diatas Usia 25 Tahun.
7.6. Kadang-kadang Mahkota Gigi Impaksi pada Orang Tua Mula-mula
Sebagian Diresorbsi oleh Aktivitas Osteoclas, dan kemudian Bekas
Permukaannya Diisi dengan Tulang Hasil Aktivitas Osteoblas. Hal ini
Menimbulkan Ankilosis antara Gigi dan Tulang yang Memerlukan
Pengangkatan Semua Tulang yang Mengelilingi Mahkota Gigi
Impaksi Sebelum dapat Diluksasi atau Dipecah-pecah Menjadi
Beberapa Bagian dengan Bur. Pahat/Chisel Tidak Efektif untuk Gigi
yang Angkilosis.
7.7. Bidang Operasi yang Sulit karena :
a. Kecilnya rongga mulut
b. Ketidakmampuan membuka mulut cukup lebar
c. Ukuran lidah yang besar dan tidak terkontrol
7.8. Gigi Molar Ketiga Impaksi Menyentuh atau Sangat Dekat dengan
Sinus Maxillaris, Molar Ketiga Maxilla berada di dalam atau
Menekan di atas Akar Gigi Molar Kedua Maxilla, Molar Ketiga
Impaksi Fusi dengan Akar Gigi Molar Kedua Maxilla, Molar Ketiga
Impaksi sangat Dekat dengan Prosesus Zigomatikus Maxillaris.
VIII. TEKNIK PENGANGKATAN ATAU PEMBEDAHAN GIGI
MOLAR KETIGA IMPAKSI
8.1. Sebelum Dilakukan Pengangkatan atau Pembedahan Gigi Molar
Ketiga Impaksi, Perlu Dilakukan Persiapan Pra Bedah. Langkah-
langkah Dasar Perencanaan Operasi Gigi Impaksi (Persiapan Pra
Bedah) adalah :
8.1.1. Mempelajari foto rontgen dengan teliti
8.1.2. Mengklasifikasi gigi impaksi
8.1.3. Pemeriksaan visual diantara jaringan lunak, jaringan keras dan gigi yang
berdekatan dengan gigi impaksi.
8.1.4. Menentukan teknik pembedahan :
- Mengeluarkan gigi dengan cara memotong-motong gigi
- Kombinasi dari pembuangan tulang dan teknik pemotongan gigi.
- Hanya pembuangan tulang di sekitarnya.
8.1.5. Memilih instrumen yang tepat untuk pengangkatan gigi impaksi dengan
trauma sekecil mungkin.
8.2. Teknik Pembedahan
Pengambilan gigi molar rahang bawah impaksi terdiri dari empat tahap
sebagai berikut :
8.2.1. Tahap I, pembuatan flap
1. Pada molar ketiga rahang bawah impaksi secara keseluruhan, maka
flap dibuat dengan membuat sayatan yang dimulai dari daerah di dekat
linea oblik eksterna dengan jarak kira-kira 1,5 cm dari bagian distal
molar kedua. Sayatan ditarik kea rah anterior sampai bagian tengah
distal molar kedua dan dilanjutkan mengikuti saku gusi bukal molar
kedua sampai bagian interproximal molar kedua dan molar pertama.
Sayatan kemudian diperluas lateral dengan sudut 45o.
2. Pada molar ketiga rahang bawah impaksi sebagian, sayatan ditarik dari
linea oblik eksterna sampai bagian tengah distal molar ketiga dan
diteruskan mengikuti bagian bukal molar ketiga sampai bagian
interproksimal molar ketiga dan molar kedua kemudian diperluas ke
lateral dengan sudut 45o.
3. Pada molar ketiga rahang bawah impaksi di daerah edentulous, bentuk
sayatan adalah semisirkuler. Sayatan dimulai dari bagian distal molar
ketiga kearah alveolar crest, setelah sayatan mengelilingi gigi impaksi
kemudian sayatan diteruskan ke bagian mesial molar ketiga sampai ke
lateral. Kemudian flap dan periostrum dipisahkan dari tulang dengan
menggunakan dental raspatorium.
8.2.2. Tahap II, pembuangan jaringan tulang
Apabila diperlukan pengambilan jaringan tulang yang menghalangi
pengangkatan molar ketiga, maka hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
bor, pahat atau kombinasi keduanya, sehingga sebagian besar mahkota gigi
terbuka. Teknik yang biasa dilakukan adalah dengan membuat parit sepanjang
bukal dan distal mahkota dengan maksud melindungi crista oblique externa
namun tetap bisa mendapatkan jalan masuk yang cukup kepermukaan akar
yang akan dipotong.
8.2.3. Tahap III, pengeluaran gigi impaksi
Bila sebagian besar gigi impaksi telah terlihat, maka gigi tersebut dapat
segera dikeluarkan. Pengeluaran gigi dapat secara utuh atau dibelah.
Pengeluaran gigi secara utuh digunakan elevator, sedangkan dengan cara
dibelah/dipotong-potong maka digunakan bor atau pahat. Dasar pemikiran dari
pemotongan adalah menciptakan ruang yang bias digunakan untuk mengungkit
dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar. Sekali konsep ini
dimengerti, pencabutan gigi impaksi mandibula dapt dilakukan dengan cara
yang bijaksana.
8.2.4. Tahap IV, penutupan luka
Setelah gigi impaksi berhasil dikeluarkan dengan baik, sisa-sisa Folikel
dibersihkan seluruhnya. Kegagalan untuk melakukan hal ini bias
mengakibatkan penyembuhan yang lama atau perkembangan patologis dari sisa
epitel odontogenik. Setelah folikel dibersihkan, alveolus diirigasi dengan saline
dan diperiksa dengan teliti. Semua potongan gigi atau serpihan tulang juga
serpihan periosteum dan mukosa harus dihilangkan. Tepi-tepi tulang dihaluskan
dengan kikir tulang. Kemudian flap dijahit kembali, dan diletakkan tampon di
atas bekas operasi.
8.2.5. Tahap V, pemberian instruksi kepada pasien.
Instruksi yang diberikan kepada pasien setelah pembedahan gigi impaksi
adalah :
1. Pasien menggigit tampon selama kira-kira 1 jam setelah itu boleh dibuang.
2. Gunakan obat sesuai yang dianjurkan dalam resep.
3. Lakukan pengompresan es/dingin pada wajah sekitar daerah operasi untuk
mengurangi pembengkakan (dengan menggunakan kantung plastik kecil
yang diisi potongan es dan dibungkus dengan dua lapis kain). Pengompresan
dilakukan dengan selang 30 menit, yaitu 30 menit kompres, 30 menit dilepas.
4. Tidurlah denga kepala agak dinaikkan, yaitu dengan diganjal satu atau dua
bantal tambahan. Ini dapat mengurangi/mengontrol pembengkakan.
5. Lakukan sikat gigi seperti biasa. Gunakan obat kumur selama 24 jam
pertama.
6. Makanlah makanan yang lunak-lunak terlebih dahulu.
7. Istirahat yang cukup, untuk mempercepat penyembuhan.
Yang harus dihindari oleh pasien setelah pembedahan gigi impaksi :
1. Hindari makan yang keras dan kasar yang dapat melukai daerah operasi.
2. Jangan mengisap-isap daerah bekas operasi.
3. Jangan mengunyah permen karet atau merokok.
4. Hindarkan daerah bekas operasi dari rangsang panas.
5. Jangan melakukan kerja yang terlalu berat paling tidak 48 jam pertama.
8.2.6. Kontrol post operasi
Setelah operasi gigi impaksi selesai, kepada pasien juga diberitahukan
jadwal kunjungn kembali untuk kontrol melepas jahitan. Biasanya dijadwalkan
pada hari kelima setelah operasi. Pada kunjungan ini daerah yang dioperasi
diperiksa dengan teliti, yaitu mengenai penutupan mukosa dan keberadaan
bekuan darah.
8.3. Teknik Pembedahan Gigi Impaksi Molar Ketiga Maxilla
Pada dasarnya langkah-langkah pembedahan/pengangkatan gigi molar
ketiga maxilla impaksi sama dengan pembedahan gigi molar ketiga mandibula
impaksi. Hanya ada beberapa variasi sesuai anatomi maxilla.
8.3.1. Pembuatan flap jaringan lunak
Insisi flap dimulai pada tuberositas di hamular noctch. Membran mukosa
yang menutupi tuberositas diincisi dari bagian paling distal tuberositas ke arah
depan sampai bagian tengah permukaan distal gigi molar kedua atas. Lalu
incise dilanjutkan kea rah bukal mengelilingi leher gigi molar kedua atas pada
permukaan interpriximal antara molar pertama dan molar kedua atas.
Kemudian ke depan kea rah mukobal fold membentuk sudut 45o. Jaringan
mukoperiostal yang menutupi tuberositas juga dibuka. Hal ini akan lebih
memudahkan melihat tulang yang menutupi gigi impaksi.
8.3.2. Pembuangan jaringan tulang
Pada rahang atas pengambilan tulang lebih sering dilakukan dengan
elevator lurus yang digunakan sebagai pencukil tulang atau dengan osteotom
dan tekanan tangan. Bisa juga digunakan chisel. Pada umumnya tulang yang
menutupi seperti kulit telur, yang dengan mudah dikupas menggunakan
elevator periostal. Pembuangan tulang harus dilakukan dengan hati-hati, jangan
menggunakan tekanan yang berlebihan dan tidak terkontrol. Karena dapat
menekan/mendorong gigi molar ketiga impaksi kedalam sinus maxillaries atau
ke ruang pterigomaxillaris.
8.3.3. Pengeluaran gigi impaksi
Setelah gigi molar ketiga atas impaksi terlihat, harus ada ruangan yang
cukup antara kontur terbesar dari gigi impaksi dan tulang untuk menempatkan
elevator. Elevator dapat ditempatkan di bawah mahkota gigi, dekat garis
ginggival pada sudut mesiobukal. Gigi molar impaksi kemudian diangkat
dengan elevator. Elevator yang tepat diinsersikan di atas kontur yang paling
tinggi dan menggunakan bagian bukal sebagai fulcrum, gigi impaksi diangkat
ke bukal dan distal dari alveolus.
IX. KOMPLIKASI PEMBEDAHAN/PENGANGKATAN GIGI MOLAR
KETIGA IMPAKSI
9.1. Komplikasi dapat terjadi selama pembedahan ataupun setelah
pembedahan
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pembedahan :
9.1.1. Perdarahan primer
Perdarahan dapat terjadi dari jaringan lunak, tulang atau dari pembuluh
darah kecil dan besar di sekitar daerah operasi, seperti arteri mandibularis
dan arteri alveolaris inferior.
9.1.2. Trauma pada nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis
Dapat terjadi karena tidak hati-hati dalam menggunakan alat dan
penggunaan kekuatan yang berlebihan, terutama dalam mengeluarkan
gigi molar ketiga bawah yang erupsinya terdapat pada permukaan lingual
rahang di bawah Krista milohioid atau dekat pada canalis mandibularis.
Kerusakan juga dapat terjadi karena terkena jarum pada waktu anastesi
blok.
9.1.3. Kerusakan pada gigi molar kedua
Terjadi bila gigi molar ketiga dekat sekali dengan gigi molar kedua.
Elevator atau alat-alat yang digunakan dapat melukai puncak alveolar dan
membran periodontal gigi molar kedua. Kerusakan juga dapat terjadi
karena kesalahan operator jika gigi molar kedua digunakan sebagai
sandaran pada waktu mendorong atau mengungkit gigi molar ketiga.
9.1.4. Fraktur tulang alveolar
Seringkali terjadi fraktur pada sisi lingual mandibula, terutama bila posisi
gigi adalah linguoangular dan didorong kea rah lingual dengan elevator.
9.1.5. Fraktur mandibula
Fraktur dapat disebabkan penggunaan kekuatan yang berlebihan, adanya
angkilosis antara gigi dan tulang sehingga tindakan pengeluaran gigi
menjadi sulit, keadaan patologis yang menyebabkan kelemahan tulang
seperti osteoporosis, osteomyelitis, atau akibat terapi penyinaran, kista
dan tumor.
9.1.6. Emfisema
Emfisema adalah pembengkakan yang disebabkan adanya udara yang
terdorong masuk ke dalam jaringan atau spasium di daerah muka yang
dapat meluas sampai ke leher dan medistinal. Dapat disebabkan
pemakaian semprotan udara yang bertekanan, penggunaan bor kecepatan
tinggi atau tindakan pasien berkumur keras, bersin atau batuk dengan
menutup mulut.
9.1.7. Terbukanya sinus maxillaries
Hal ini bisa terjadi karena penggunaan elevator dengan tekanan
berlebihan, dan juga secara anatomis akar gigi molar ketiga atas impaksi
dekat sekali dengan sinus maxillaris.
9.1.8. Luka pada bibir, pipi, atau membrane mukosa karena penggunaan alat-
alat yang tidak hati-hati.
9.1.9. Terdorongnya gigi molar ketiga impaksi ke dalam sinus maxillaries dan
ke dalam fossa pterigomaxillaris
9.2. Beberapa Komplikasi yang Mungkin Terjadi setelah Pembedahan :
9.2.1. Perdarahan sekunder
Perdarahan dapat terjadi antara 6 jam sampai 24 jam setelah pembedahan
yang disebut perdarahan intermediet. Perdarahan yang terjadi setelah 24
jam bias disebabkan karena naiknya tekanan darah atau karena aktivitas
yang berlebihan.
9.2.2. Dry socket
Dry socket aatu alveolar osteitis merupakan komplikasi yang terjadi pada
soket bekas pencabutan. Hal ini karena terjadi infeksi pada alveolus
sehingga alveolus tidak terisi oleh koagulasi darah.
9.2.3. Pembengkakan
Pembengkakan dapat disebabkan adanya oedem, hematom atau efisema.
Pembengkakan juga terjadi karena reaksi radang yang mengeluarkan
cairan intra vaskuler (eksudat).
9.2.4. Rasa nyeri
Rasa nyeri dapat disebabkan iritasi atau tekanan terhadap akhiran saraf
sensoris akibat pengeluaran eksudat dan pembengkakan.
9.2.5. Parestesi
Dapat disebabkan karena trauma pada waktu pembedahan dimana
kekuatan yang berlebihan dapat menghancurkan tulang dari canalis
mandibularis dan menekan atau melukai nervus mandibularis. Parestesi
biasanya sering menimbulkan rasa kesemutan pada bibir dan dagu.
9.2.6. Trismus
Trismus dapat disebabkan karena trauma pasca pembedahan atau karena
infeksi. Hal ini menimbulkan keterbatasan pembukaan mulut karena
spasma atau kekejangan otot-otot pengunyahan.
9.2.7. Perubahan Warna
Terjadi perubahan warna pada jaringan lunak yang berlebihan, di bawah
mandibula, di bawah mata, pipi atau bibir tergantung daerah operasi. Ini
adalah eccymosis akibat perdarahan post operasi.
X. KESIMPULAN
Gigi molar ketiga impaksi seringkali menimbulkan komplikasi. Untuk
mengatasinya perlu dilakukan pengangkatan gigi molar ketiga impaksi.
Pengangkatan gigi molar ketiga impaksi memerlukan keterampilan dan teknik
tertentu. Dengan perencanaan dan teknik yang tepat dapat mengurangi trauma
dan komplikasi lebih lanjut, sehingga proses penyembuhan dapat lebih cepat.
XI. DAFTAR PUSTAKA
1. Archer, W. H. 1961. Oral Surgery. 4th
ed. Philadelphia. W. B. Saunder
Company. Hal. 122-171.
2. Howe, G. L. 1971. Minor Oral Surgery. 2th
ed. Bristol. John Wright and
Sons Ltd. Hal. 77-81, 89-116.
3. Kruger, G. O. 1979. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th
ed. St. Louis.
The C.V. Mosby Company. Hal. 77-90, 198, 201.
4. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa,
Purwanto/Baseoseno; editor, Lilian Yuwono, Jakarta : EGC, 1996,
hal. 60-76, 84-100.
5. Waite, E. D. 1978. Texbook of Practical Oral Surgery. 2th
ed.
Philadelphia. Lea and Fibringer. Hal 149-150