PENGANGKATAN KEPALA DAERAH YANG TERPIDANA KORUPSI
PRSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI ANALISIS TERHADAP
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi tugas dan Memenuhi syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Dalam Ilmu Syariah
Oleh:
Khotman Hala
NPM:1421020186
Jurusan: Siyasah Sar‟iyyah
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1440 H / 2020 M
Pengangkatan Kepala Daerah yang Terpidana Korupsi
Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis Terhadap
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Khotman Hala
NPM. 1421020186
Jurusan: Siyasah Syar‟iyyah
Pembimbing I: DR.H.Mohammad Rusfi, .M.Ag.
Pembimbing II: Agustina Nurhayati, S.Ag.M.H.
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H/2020 M
ABSTRAK
Latar belakang masalah tingginya biaya politik dan semakin ketatnya
persaingan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia akhir-akhir ini,
menjadi faktor pendorong terjadinya tindak curang, termasuk tindak pidana
korupsi.Permasalahan Skripsi ini pelantikan kepala daerah terpidana korupsi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala
Daerah pasal 163 Ayat 7 dan ayat 8 serta Pasal 164 ayat 7 dan ayat 8 bahwa
kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) yang ditetapkan sebagai tersangka
dan terdakwa tetap dilantik sebagai kepala daerah jika memenangkan pemilihan.
Rumusan masalah Skripsi ini Bagaimana Pengangkatan Kepala Daerah terpidana
korupsi menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan
Kepala Daerah? Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang Pengangkatan Kepala
Daerah terpidana korupsi?
Tujuan dilakukannya penelitian ini ada dua, yaitu: Untuk mengetahui
pengangkatan Kepala Daerah terpidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor
10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Untuk mengetahui tinjauan
hukum Islam tentang Pengangkatan Kepala Daerah terpidana korupsi.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif. Jenis penelitian yang
digunakan yaitu studi kepustakaan (library research). Sumber data yang
digunakan yaitu sumber data primer yang terkait langsung dengan pemilihan
kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 dan hukum Islam
dan sumber data sekunder atau data penunjang yaitu yang berkaitan dengan
produk perundang-undangan lain yang relevan dengan pokok bahasan serta buku-
buku yang berhubungan dengan pokok bahasan. Analisis data yang digunakan
yaitu analisis deskriptif-analitis.
Kesimpulan penelitian ini adalah:Pertama,Pengangkatan kepala daerah tersangka
dan terdakwa korupsi menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang
pemilihan kepala daerah dilakukan jika calon kepala daerah yang bersaing dalam
pemilihan kepala daerah memenangkan pencalonan secara sah menurut KPU,
sekalipun calon tersebut sedang dalam masalah terpidana kasus korupsi. Hal ini
dituangkan dalam Pasal 163 ayat 7 dan 8, Pasal 164 ayat 7 dan 8, bahwa
kepaladaerah (yaitu Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati,
Walikota/WakilWalikota) ditetapkan menjadi tersangka dan kemudian terdakwa
pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik sebagai kepala daerah.
Kedua, tinjauan hukum Islam terhadap kepala daerah terpidana korupsi menurut
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala disesuaikan
dengan prinsip perumusan dusturiyah (perundang-undangan) yang menekankan
bahwa uandang-undang yang dibuat harus mempertimbangkan aspirasi dan
keinginan masyarakat di negara tempat perundang-undangan itu diundangkan.
MOTTO
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S.An-nisa : 59)
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya ilmiah ini
kepada orang yang selalu mencintai dan memberi makna dalam hidupku
terutama bagi:
1. Kedua orang tuaku Ayahanda Aliman Alm dan Ibu Aminah Alm yang
selalu setia memberikan pengorbanan selama ini dalam mendidik,
membimbing, membesarkan dengan penuh kasih sayang dan selalu
mendo‟akan untuk keberhasilanku dalam menyelesaikan studi.
2. Abang-abangku Sarmidi Alm, Tazkir, dan kakak-kakakku Lis Kurniawati,
Hayuna, Muayyana, Mura, Erna Anisa, Misdaria, yang selalu memberiku
semangat motivasi dan dukungan untuk mengerjakan skripsi.
3. Adek- adekku Alamsyah, Irhas Surur, Nunung Nazihasuri, Milna Mahirda,
yang senantiasa memberikan motifasi baik moril maupun materil untuk
mengerjakan skripsi ini.
4. Sahabat-sahabat seperjuangan Marcel, Mufleh, Muhammad Husen,
Sahruddin, Muazza Turromi, Rizki Maulana priode Siyasah angkatan14
khususnya kepada anak-anak Siyasah B, dan umumnya untuk temen-
teman semua yang selalu memberi dorongan dan semangat juang.
5. Almamaterku tercinta UIN Raden Intan Lampung yang ku banggakan
tempatku menuntut ilmu, telah mendewasakanku dalam berfikir, bertindak
serta memberikan pengalaman yang sangat berharga untuk masa depanku.
RIWAYAT HIDUP
KHOTMAN HALA, dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1996 di Pekon
Wayrilau, Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus, Anak ke Delapan
dari Delapan bersaudara dari Bapak Aliman dan IbuAminah.
Pendidikan yang pernah ditempuh :
1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Wayrilau Tamat Tahun 2008
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 02 Cukuh Balak Tamat
Tahun 2011
3. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 01 Cukuh Balak Tamat Tahun
2014
4. Pada Tahun 2014 Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Islam
Negeri (UIN) Raden Intan Lampung Program Strata Satu (S1) Fakultas
Syariah dengan Konsentrasi pada Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah
Syar‟iyyah).
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-
nya berupa ilmu pengetahuan, kesehatan dan petunjuk sehingga dapat
menyelesaikan penelitian penulisan skripsi yang berjudul “Pengangkatan Kepala
Daerah yang Terpidana Korupsi Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis
Terhadap Undang-UndangNomor 10 Tahun 2016 )”.Salawat dan salam
disampaikan pada Nabi Muhammad SAW, Para Sahabat, dan Para Pengikutnya
yang setia.
Alhamdulillah, Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Pendidikan Program Strata Satu (S1) Fakultas Syariah UIN Raden
Intan Lampung, guna memperoleh gelar Sarjana Hukum ( S.H ) dalam bidang
Ilmu Hukum.
Proses penyelesaian skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Atas bantuan dari semua pihak tak lupa penulis
ucapkan terimakasih yang sedalam- dalamnya kepada :
1. Prof. Dr.H. Moh. Mukri, M.Ag. selaku rektor Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung.
2. Dr.H. KHAIRUDDIN, M.H., Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah UIN Raden
Intan Lampung yang senan tiasa tanggap pada kesulitan Mahasiswa.
3. Frenki, M.Si. Selaku ketua Jurusan Siyasah Syar‟iyyah.
4. Hervin Yoki Pradikta, M.H.I., Selaku Seketaris Jurusan Siyasah yang
senantiasa mengarahkan mahasiswa dalam proses pengajaran yang baik.
5. Dr.H.Mohammad Rusfi.,M.Ag., Selaku Pembimbing I yang telah
menyediakan waktunya serta memberikan arahan, saran dan bimbingan
yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
6. Agustina Nurhayati., S.Ag.,M.Ag., Selaku pembimbing II yang telah
menyediakan waktunya serta memberikan arahan, saran dan bimbingan
yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen, Para Staf Kariawan Fakultas Syari‟ah UIN
RadenIntan Lampung, yang telah membantu dan memberikan banyak
pengetahuan kepada saya selama kuliah.
8. Kepala dan Karyawan Perpustakaan Pusat dan Fakultas UIN Raden Intan
Lampung yang telah memberikan informasi data dan refrensi.
9. Seluruh Keluarga, Sahabat yang senan tiasa memberikan motifasi baik
moril maupun materil.
10. Teman-teman Siyasah B Angkatan 2014, yang mengawali hari-hari di
kampus dengan penuh kebersamaan dan semangat.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran serta bimbingan yang arif untuk membangun sehingga
dapat membantu kami dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Amin.
Kepada Allah SWT Penulis memohon ampun, rahmat, hidayah dan
inayah-nya. Semoga Allah mengampuni dosa, kesalahan kita dan meridhoi amal
baik dan jasa dari semua pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini, serta
kepada setiap pembaca semoga memperoleh manfaatnya.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv
MOTTO................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul ........................................................................................ 1 B. Alasan Memilih Judul ............................................................................... 3 C. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 4 D. Fokus Penelitian ........................................................................................ 13 E. Rumusan Masalah ..................................................................................... 13 F. Tujuandan Kegunaan Penelitian................................................................ 13 G. Signifikansi Penelitian............................................................................... 14 H. Metode Penelitian ...................................................................................... 14
BAB II PENGANGKATAN PEMIMPIN DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
A. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan .................................................. 17
B. Dasar Hukum Kepemimpinan ..................................................................... 20
C. Persyaratan Menjadi Pemimpin ................................................................... 23
D. Sistem Pemilihan Pemimpin ....................................................................... 30
E. Perumusan Perundang-Undangan Dalam Islam .......................................... 32
BAB III PENGANGKATAN KEPALA DAERAH TERPIDANA KORUPSI
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016
TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH
A. Kepala Daerah ........................................................................................... 34 1. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah.................................................... 34
2. Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah .............................................. 37
3. Sejarah Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia .................................... 39
4. Syarat-syarat Pencalonan Kepala Daerah ............................................. 47
5. Wewenang dan Kewajiban Kepala Daerah ........................................... 50
B. Gambaran Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ....................... 51
1. Sejarah Singkat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ..................... 51
2. Sistem Pemilihan Kepala Daerah .......................................................... 51
C. Pelantikan Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2016. ................................................................................................. 54
1. Definisi Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2016 ............................................................................................ 54
2. Kandungan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ........................... 54
a. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah ............................................. 54
b. Proses dan Tahapan pemilihan Kepala Daerah ................................. 62
c. Pelantikan Kepala Daerah ................................................................. 68
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGANGKATAN KEPALA DAERAH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengangkatan Kepala Daerah terpidana Korupsi Menurut Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah .......... 71
B. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelantikan Kepala Daerah Terpidana Korupsi ..................................................................................... 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 80
B. Saran-saran ................................................................................................. 81
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv
MOTTO................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
I. Penegasan Judul ........................................................................................ 1 J. Alasan Memilih Judul ............................................................................... 3 K. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 4 L. Fokus Penelitian ........................................................................................ 13 M. Rumusan Masalah ..................................................................................... 13 N. Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................................... 13 O. Signifikasi Penelitian ................................................................................
14
P. Metode Penelitian ..................................................................................... 14
BAB II PENGANGKATAN PEMIMPIN DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
A. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan ................................................ 18
B. Dasar Hukum Kepemimpinan ................................................................... 21
C. Persyaratan Menjadi Pemimpin ................................................................. 24
D. Sistem Pemilihan Pemimpin ..................................................................... 31
E. Perumusan Perundang-Undangan Dalam Islam ........................................
......................................................................................................................... 33
BAB III PENGANGKATAN KEPALA DAERAH TERPIDANA KORUPSI
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016
TENTANG
PEMILIHAN KEPALA DAERAH
B. Kepala Daerah ........................................................................................... 35 1. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah.................................................... 38
2. Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah .............................................. 40
3. Sejarah Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia .................................... 38
4. Syarat-syarat Pencalonan Kepala Daerah ............................................. 48
5. Wewenang dan Kewajiban Kepala Daerah ........................................... 51
B. Gambaran Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ....................... 52
1. Sejarah Singkat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ..................... 52
2. Sistem Pemilihan Kepala Daerah .......................................................... 52
C. Pelantikan Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
55
1. Definisi Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 55
2. Kandungan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ............................. 55
a. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah ............................................... 55
b. Proses dan Tahapan pemilihan Kepala Daerah ................................... 63
c. Pelantikan Kepala Daerah ................................................................... 68
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGANGKATAN KEPALA DAERAH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
C. Pengangkatan Kepala Daerah terpidana Korupsi Menurut Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah .... 71
D. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelantikan Kepala Daerah Terpidana Korupsi ............................................................................... 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 80
B. Saran-saran ................................................................................................. 81
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Sebelum mendeskripsikan secara lebih terperinci pembahasan ini,
terlebih dahulu akan dijelaskan dari istilah-istilah yang terkandung
dalam skripsi ini. Judul proposal ini adalah: “Pengangkatan Kepala
Daerah yang Terpidana Korupsi Perspektif Hukum Islam (Studi
Analisis terhadap Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016)”. Adapun
istilah- istilah yang perlu ditegaskan pengertiannya yaitu:
1. Pengangkatan
Pengangkatan,berasal dari akar kata angkat, yang artinya
mengukuhkan. Pengangkatan artinya proses atau cara, perbuatan
melantik, atau pengukuhan seseorang atas suatu jabatan atau pekerjaan
tertentu.1
2. Kepala Daerah
KepalaDaerah sebagaimanadimaksudoleh Undang-undang Nomor
32 Tahun2004TentangPemerintahDaerah, untuk Daerah Provinsi
disebutGubernur, untuk Daerah Kabupaten disebutBupati, untuk
Daerah kotadisebut Walikota.2
3. TerpidanaKorupsi
Terpidana korupsi, yaitu seseorang yang melakukan perbuatan
yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam
1Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III,
Balai Pustaka, Jakarta, cet. ke-3, 2003, h. 638 2Undang-undang Nomor23Tahun2014TentangPemerintahDaerah, pasal 59 Ayat 2
dengan sanksi pidana.3Kata terpidana dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia artinya “orang yang dikenai hukuman”.4Terpidana
maknanya juga sesejajar dengan orang yang melakukan suatu
perbuatan yang melanggaraturan hukum dan berstatus sebagai
tersangka. Terpidana korupsi yaitu orang yang melakukan
perbuatan yang menyimpang dari kesucian dan tidakbermoral,busuk,
buruk, bejat, dan suka disuap.5Meskipun kata korupsi itu luas
artinya, namun arti kata korupsi itu sering disepakati oleh para ahli
hukum dengan penyuapan (risywah).6Bahkan dalam Kamus Arab-
Indonesia, sebagaimana dinyatakan oleh Andi Hamzah, kata Arab
risywah itu sama dengan korupsi. 7
4. StudiAnalisis
Studi Analisis yaitu suatu analisis atas istilah dan pendapat. Dalam
hal ini yang akan dianalisis adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun
2016. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yaitu Undang-undang
tentang Pemilihan Kepala Daerah. Undang-undang ini merupakan
perubahan kedua dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. 8
3Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, penerbit Amzah, Jakarta, 2012, h. 23
4Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III,
Balai Pustaka, Jakarta, cet. ke-3, 2003, h. 871 5Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan Internasional,
Raja Grafindo Persadana, Jakarta, 2005, h. 4 6Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, penerbit Amzah, Jakarta, 2012h. 35
7Andi hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan Internasional,
Raja Grafindo Persadana, Jakarta, 2005, h. 9 8Salinan Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah
5. Hukum Islam
Hukum Islam yang dimaksud di sini yaitu yaitu fiqh siyasah, yang
merupakan salah satu aspek hukumIslam yang membicarakan pengaturan
dan pengurusan kehidupanmanusiadalambernegarademimencapai
kemaslahatanbagimanusiaitu sendiri.9 Bagian fiqh siyasah yang
membahas masalah perundang-undangan disebut dusturiyah.
Berdasarkanpenejelasantersebutdapat disimpulkanbahwa
maksuddarijudulskripsi ini adalahpengangkatan atau pelantikan atau
penetapan seorang calon kepala daerah (baik gubernur, bupati dan
walikota) berstatus terpidana korupsi yang tetap dilantik sebagai kepala
daerah berdasarkan pasal 163 ayat 7-8 dan pasal 164 ayat 7-8.
B. Alasan memilih Judul
Adapun yangmenjadi alasan penulis memilih judul iniadalah sebagai
berikut:
1.Alasan objektif
a. Sudah ada sebelas (11) kepala daerah yang dilantik berstatus tersangka
korupsi yang berimplikasipada lemahnya hukuman terhadap para pelaku
korupsi di Indonesia, serta lemahnya etika perpolitikan di negeri ini.
b. Banyaknya kasus pelantikan kepala daerah berstatus tersangka yang
terjadi diIndonesiadidugatidak sesuaidengan amanat Undang-Undang
Dasar 1945
9Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah,
KontekstualisasiDoktrinPolitikIslamPrenadaMediaGroup, Jakarta, 2014, h.4
2.Alasan subjektif
a. Pembahasan ini sangat relevan dengan disiplin ilmu pengetahuan yang
penulis pelajari di Fakultas Syariah Jurusan Siyasah (Hukum Tata
Negara).
b. Tersedianya literature yang menunjang sebagai referensi kajian dan data
dalam usaha menyelesaikan karya ilmiah ini.
C. Latar Belakang Masalah
Posisi kepala daerah di Indonesia sangat penting dan strategis dalam
rangka melaksanakan pembangunan dan memenuhi harapan masyarakat. Maka
tidak mengherankan jika posisi jabatan kepala daerah seperti gubernur, bupati
dan waliklota menjadi rebutan elite politik dan juga masyarakat sipil. Posisinya
yang strategis dan memiliki tugas serta wewenang yang sangat strategis itulah
yang menjadikan pemilihan kepala daerah di Indonesia selama ini cukup
semarak dan diikuti oleh peserta pemilih yang antusias.
Menurut J. Kaloh, terdapat beberapa dasar pemikiran yang
melatarbelakangi mengapa kepemimpinan kepala daerah penting dan menarik.
Pertama, sepanjang sejarah kedudukan, peran dan wewenang kepala daerah
telah menunjukkan eksistensinya sebagai pemimpin organisasi pemerintahan.
Kedua, perannya menjadi strategis ketika Indonesia memasuki era otonomi
Daerah dimana kekuasaan kepala daerah tidak lagi ditentukan oleh pemerintah
pusat.10
Ketiga, sejak kemerdekaan, sekurang-kurangnya telah dilakukan tiga
kali revisi mengenai peraturan tentang kepala daerah mulai dari UU Nomor 5
Tahun 1974, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah, UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 8 tahun
2005, dan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Belum genap setahun reformasi, telah muncul
UU Nomor 22 Tahun 1999 menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 produk pemerintahan Orde Baru. Ini menandakan bahwa masalah
pemerintah daerah mendapat perhatian serius sejak reformasi bergulir di
Indonesia.11
Revisi atau perubahan terhadap beberapa peraturan tentang pemerintahan
daerah itu terkait dengan perubahan konstitusi kita, yaitu perubahan Pasal 18
UUD 1945. Khusus untuk Kepala Daerah, ,Pasal 18 (4) UUD 1945
menyatakan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintah daerah propinsi, kabupaten, dan kota, dipilih secara
demokratis.12
Mengingat hal itu, maka seorang kepala daerah dianggap sangat strategis
saat ini. Oleh karena itu, menjadi kepala daerah semestinya juga bukan perkara
asal ada duit, tetapi memiliki kemampuan dan kapabilitas di bidang
pemerintahan dan seni memimpin birokrasi. Kepala daerah yang sedang
menyiapkan diri untuk mencalonkan kepala daerah, penting untuk memiliki
10
J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah, Sinar Cipta Karya, Jakarta, 2009, h. 1-3
11
Dian Bakti Setiawan, Pemberhentian Kepala Daerah: Mekanisme Pemberhentian
Menurut Sistem Pemerintahan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, h. 1-2
12
Lembar Negara Republik Indonesia, Naskah UUD 1945 Revisi Keempat
seni dan ilmu kepemimpinan, terutama bagaimana mereka menyiapkan diri
sebagai pemimpin yang amanah, menyiapkan pola efektif, menerapkan pola-
pola kekuasaan yang tepat, memiliki seni memimpin, terutama dalam
pengambilan keputusan serta mampu bekerjasama dengan jajaran di
bawahnya.13
Sejauh ini telah diketahui secara luas bahwa sejak diberlakukannya
pemilihan kepala daerah secara langsung di Indonesia, biaya politik pemilihan
semakin mahal dan boros. Namun demikian, para calon tetap bermunculan
untuk mengisi lowongan calon kepala daerah di seluruh Indonesia, dan ketika
terpilih ada yang memang siap menjadi pemimpin daerah dengan baik, tetapi
tidak jarang pula yang gagal atau kurang efektif menjalankan tugas, peran dan
wewenangnya.
Tingginya biaya politik dan semakin ketatnya persaingan dalam pemilihan
kepala daerah (Pilkada) di Indonesiaakhir-akhir ini, seringkali menjadi faktor
pendorong terjadinya tindak curang, termasuk tindak pidana korupsi.Modus
korupsi yang dilakukan para calon kepala daerah tidak banyak yang berubah.
Penyalahgunaan wewenang yang berujung pada transaksi suap-menyuap
merupakan bentuk korupsi kepala daerah yang paling banyak terungkap saat ini
di Indonesia. Kasusnya juga masih itu-itu saja; penyuapan dan masalah seputar
kewenangan yang diperjual-belikan atau tindakan pengkhianatan atas
wewenang dan jabatan.
` 13
Ibid., h. 7
Dalam literatur Islam memang tidak terdapat istilah yang sepadan dengan
korupsi, namun korupsi dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal
(ma’shiyat) dalam konteks risywah (suap), saraqah (pencurian), al-ghasysy
(penipuan), dan khiyânah (pengkhianatan). Korupsimengandungduaunsur
penting, yaitu; penipuan dan pencurian. Apabila bentuknya pemerasan itu
berarti pencurian melalui pemaksaan terhadap korban.Apabila berbentuk
penyuapan terhadap pejabat itu berarti membantu terjadinya pencurian.Jika
terjadi dalam penentuan kontrak, korupsi ini berarti pencurian keputusan
sekaligus pencurian uang hasil keputusan itu.
Namun dalam konsepsi hukum Islam, sangat sulit untuk mengkategorikan
tindak pidana korupsi sebagai delik sirqah (pencurian). Hal ini disebabkan oleh
beragamnya praktek korupsi itu sendiri yang umumnya tidak masuk dalam
definisi sariqah (pencurian). Namun jika dalam satu kasus tindak pidana
korupsi telah sesuai dengan ketentuan sariqah, maka tidak diragukan lagi ia
terkena ketentuan hadd sariqah dan pelakunya dikenakan hukum potong
tangan. Jika seseorang mengambil harta yang bukan miliknya secara sembunyi-
sembunyi dari tempatnya (hirz mitsl) maka itu dikategorikan sebagai
pencurian. Jika ia mengambilnya secara paksa dan terang-terangan, maka
dinamakan merampok (muhârabah). Jika ia mengambil tanpa hak dan lari,
maka itu dinamakan mencopet (ikhtilâs), dan jika ia mengambil sesuatu yang
dipercayakan padanya, dinamakan khiyânah.
Mayoritas ulama Syafi‟iyyah lebih cenderung mengkatagorikan korupsi
sebagai tindak pengkhianatan, karena pelakunya adalah orang yang
dipercayakan untuk mengelola harta kas negara. Olehkarenaseorangkoruptor
mengambil harta yang dipercayakan padanya untuk dikelola, maka tidak dapat
dihukum potong tangan.Dalam konteks ini, `illat hukum untuk menerapkan
hukum potong tangan tidak ada. Dengan begitu maka tindak pidana korupsi
tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian. Karena tidak memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan dalam sirqah.Maka korupsi hanya dapat dikategorikan
sebagai tindakan pengkhianatan.
Berbagai sisi kajian tersebut baik secara langsung atau tidak telah
membentuk opini publik dengan berbagai versinya.Dasar pijakan teoritisnya
pun sangat beragam, mulai dari landasan moral, hukum positif, hukum
internasional sampai pada hukum Islam.
Skripsi ini tidak memfokuskan pada makna korupsi sebagaimana
dideskripsikan di atas, melainkan secara spesifik akan mendeskripsikan dan
menganalisis Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala
Daerah di mana terdapat beberapa pasal yang menyebutkan bahwa calon
kepala daerah yang ditetapkan tersangka dan terdakwa tetap dilantik sebagai
kepala daerah jika ia memenangkan pemilihan.
Fakta dilantiknya seorang yang telah dinyatakan tersangka korupsi oleh
lembaga hukum seperti Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menjadi bahan
analisis menarik dari aspek hukum tata negara dan hukum Islam, terutama
aspek dusturiyah (perumusan perundang-undangan) dalam fiqh siyasah.
Tahun 2018 lalu saat terjadi Pemilihan Kepala Daerah Serentak di
Indonesia, terdapat beberapa kepala daerah terpilih yang berstatus tersangka
korupsi dan ditahan di kantor KPK, dan ada yang memenangkan pemilihan
kepala daerah, lalu dilantik, walau pun kemudian langsung dikeluarkan SK
pemecatan. Jadi kepala daerah terpilih yang dilantik itu mendapatkan dua SK
sekaligus, yaitu SK Pelantikan dan SK Pemberhentian.
Para calon kepala daerah yang berstatus sebagai tersangka dalam kasus
korupsi ternyata tidak selalu berdampak negatif secara elektabilitas. Pada
kenyataannya, beberapa calon kepala daerah yang sudah berstatus tersangka,
ditetapkan tersangka oleh KPK, seperti Bupati dan Wakil Bupati
Tulungagung, Syahri Mulyo-Maryoto Wibowo, meraih suara terbanyak dan
memenangkan pemilihan. Padahal saat itu Syahri Mulyo sudah ditetapkan KPK
sebagai tersangka korupsi.
Selain Syahri Mulyo, berdasarkan catatan Kompas.com, setidakya ada 11
kepala daerah di Indonesia yang terpilih dan pernah dilantik meski sudah
menyandang status sebagai tersangka korupsi yang ditetapkan oleh KPK.14
Kesebelas orang calon kepala daerah itu dilantik dengan mengacu pada
Undang-Undang No. 10 tahun 2016 pasal 163 ayat 6dan 7 serta pasal 164 ayat
7 dan ayat 8.
Menarik menganalisis masalah pelantikan kepala daerah terpidana korupsi
ini karena sepintas lalu tidak ada masalah besar dan dampak yang
14
Berdasarkan catatan Kompas (https://nasional.kompas.com/read/2018/09/26/08462101/11-
kepala-daerah-ini-dilantik-saat-berstatus-tersangka-korupsi?page=all, setidakya ada 11 kepala
daerah yang terpilih dan dilantik meski sudah menyandang status tersangka korupsi.(1) Syahri
Mulyo (Bupati Tulungagung) , (2) Samsu Umar Abdul Samiun (Bupati Buton), (3) Mochamad
Salim (Bupati Rembang), (4) Theddy Tengko (Bupati Kepulauan Aru), (5) Satono Santono
(Bupati Lampung Timur), (6) Jamro H Jalil (Wakil Bupati Bangka Selatan), (7) Agusrin
Najamuddin (Gubernur Bengkulu), (8) Kusen Andalas (Wakil Bupati Jember), (9) Yusak Yaluwo
(Bupati Boven Digul), (10) Jefferson Rumanjar (Walikota Tomohon), (11) Ismail Ishak (Bupati
Mesuji).
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/26/08462101/11-kepala-daerah-ini-dilantik-saat-berstatus-tersangka-korupsi?page=allhttps://nasional.kompas.com/read/2018/09/26/08462101/11-kepala-daerah-ini-dilantik-saat-berstatus-tersangka-korupsi?page=all
ditimbulkannya. Dari pembacaan atas sejumlah peraturan tentang pemerintahan
daerah serta pemilihan kepala daerah, pelantikan kepala daerah terpidana
korupsi itu terasa ganjil dan terkesan dipaksakan oleh elite politik perumus
undang-undang tersebut (dalam hal ini kalangan legislatif, yaitu DPR RI).
Seorang calon gubernur atau bupati dan walikota adalah seorang pejabat
publik yang posisinya sangat strategis dan penting dalam sebuah negara
demokrasi seperti Indonesia. Sebagimana diketahui bersama, Indonesia sedang
getol-getolnya mengatasi masalah korupsi melalui lembaga KPK. Namun di
sisi lain, ada ruang yang memiliki celah bagi langgengnya korupsi di
Indonesia, seperti terlihat dalam produkl perundang-undangan tentang
pemilihan kepala daerah.
Seorang pemimpin yang diharapkan muncul dari proses pemilihan kepala
daerah secara langsung dan serentak di Indonesia tidak lain adalah seorang
pemimpin daerah yang bersih, bertanggungjawab, amanah, dan menjadi
harapan bersama masyarakat untuk mewujudkan Indonesia lebih baik lagi.
Pemimpin daerah yang bersih, tidak memiliki riwayat kejahatan dan
pelanggaran hukum di masa lalunya, bukan harapan yang mengada-ada. Sebab
masalah pemimpin dan kepemimpinan masalah sangat penting dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, juga beragama.
Islam, sebagai agama mayoritas yang dianut di Indonesia sangat
menekankan pemimpin amanah, jujur, bertanggungjawab, dan tidak melakukan
kejahatan seperti korupsi. Islam juga mengecamperbuatankorupsi,
sebagaimanabisadidengarkomentar para ulama Indonesia
bahwaperbuataninitelahmelanggarnilai-nilai agama dan
haramhukumnya.Mungkinmerekamelihatdarisudutpandangkarakteristikdarikor
upsitersebut, baiksecarapengertian, sifatdanlainnya.Dan
meminjamistilahZuhaili, bahwa yang haram ituberlakuumum,
karenamengingattujuandaripenetapansesuatu yang haram
ituuntukmenghindarikemudharatanataumenjauhimafsadat yang terdapat di
dalamnya.15
Menarik menyimak pandangan hukum Islam tentang hal ini. Al-Mawardi,
peletak teori politik Islam pada abad XI, berpendapat bahwa sumber
kekuasaan kepala negara/daerah adalah berdasarkan perjanjian antara kepala
negara/daerah dan rakyatnya (kontrak sosial).
Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara, yang menyebabkan ketimpangan tidak pernah ada habis-
habisnya di Indonesia. Sementara menurut pandangan Al-Ghazali bahwa
agama dan negara (kepala pemerintahan) bagaikan dua saudara kembar yang
lahir dari rahim seorang ibu, Keduanya saling melengkapi16
.
Bagaimana agama dan negara bisa saling melengkapi jika pada
kenyataanya keduanya saling bersebrangan jalan, maka tidak akan tercipta
Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur dalam perpolitikan yang tidak etis.
Dilantiknya calon kepala daerah tersangka korupsi menjadi kepala daerah
dalam kasus yang terjadi di Indonesia beberapa waktu yang lalu itu, akan
15
WahbahZuhaili, KonsepDaruratDalamHukum Islam (Studi Banding
DenganHukumPositif), Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, h. 11 16
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Universitas Indonesia Press, Jakarta, h. 76
terlihat di mana permasalahannya jika dikaitkan dengan etika politik di
Indonesia.
Menarik mengamati pendapat Farid Abdul Khaliq tentang sistem politik
Islam di masalalu yang, selain mengedepankan hukum-hukum konstitusional
(prinsip-prinsip dusturiyah), juga mengedepankan etika-etika politik tinggi.
Masalah etika dalam perpolitikan Islam menjadi satu paket tak terpisahkan
dengan konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 17
Masalah kepantasan dan ke-etisan dalam politik sangat penting
diperhatikan. Produk hukum tak mungkin berjalan sendiri terlepas dari aspek
etika dan moral masyarakat. Masalah etika dan moral adalah masalah moral
yang sangat penting dalam teori imamah. Dilihat dari perspektif fiqh siyasah,
pemerintah tidak boleh menerbitkan peraturan perundang-undangan yang
melanggar etika dan kehendak rakyat banyak, dan tidak sesuai dengan aspirasi
masyarakat banyak.
Muhammad Iqbal mengatakan: dalam kaidah fiqh disebutkan bahwa
“tindakan/kebijakan kepala negara/kepala daerah atas rakyatnya harus sesuai
dengan kemaslahatan”. Ini bermakna bahwa pemerintah tidak boleh
menciptakan suatu peraturan perundang-undangan yang merugikan rakyat.
Karena itu, kebijaksanaan pemerintah harus sejalan dengan kepentingan umum,
bahkan mengedepankan kepentingan umum, bukan untuk kepentingan
golongan tertentu atau diri sendiri.18
17
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Fatturahman A. Hamid, diterbitkan oleh
penerbit Amzah, Jakarta, 2005, h. 1 18
Muhammad Iqbal, Op.Cit., h. 18
Berdasarkan hal itu maka penulis tertarik untuk meneliti dan menyusun
penelitian skripsi dengan judul “Pengangkatan Kepala Daerah yang Terpidana
Korupsi (Studi Analisis terhadap Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016
Perspektif Hukum Islam)”.
D. Rumusan masalah
Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan di atas, maka permasalahan
skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengangkatan kepala daerah terpidana korupsi menurut
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala
Daerah?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelantikan kepala daerah
terpidana korupsi?
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengangkatan kepala daerah terpidana korupsi menurut
menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala
Daerah.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam atau fiqh siyasah terhadap
pengangkatan kepala daerah yang berstatus tersangka korupsi.
F. Metode Penelitian
Untuk melakukan suatu penelitian agar lebih sistematis,terarahserta sampai
pada tujuan, maka yang perlu dikemukakan terlebih dahulu adalah desain
metode penelitian yang akan dilakukan. Berikut adalah gambaran umum
metode penelitian ini:
1.Jenisdan Sifat Penelitian
Dilihatdarijenisnya, penelitianinitermasukpenelitiankepustakaan
(libraryreseacrch). Penelitian kepustakaanyaitusuatupenelitiandi mana
seorang peneliti mendalami dan mengidentifikasi, mencermat
pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku
refrensi atau hasil penelitian lain) untuk menunjang
penelitiannya.19
Dalamhalinipenulismendalami buku-bukuyang berkaitan
dengan masalah pelantikan pemerintahan daerah, pemilihan kepala daerah,
persyaratan calon kepala daerah, fiqh siyasah tentang dusturiyah dan
masalah kepemimpinan, dan menetapkan serta memahami hasil penelitian
dari berbagai macam buku tersebut.
Sementara itu, jika dilihat darisifatnya,penelitianinitermasuk
penelitian deskriptif kualitatif. Atau disebut jugadengan
penelitiandeskriptifanalitisdengancara meneliti bahan kepustakaaan yang
ada.20
Dalam hal ini, peneliti menelaah dan mengkajiperpolitikan Indonesia
tentang pemerintahan daerah, pemilihan kepala daerah, pelantikan kepala
daerah, persyaratan menjadi pemimpin daerah serta pandangan Islam
terhadap dusturiyah.
2. DatadanSumberData
19
Susiadi, Metodologi Penelitian, Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung, Bandar
Lampung, 2014, h. 63 20
Sorjono Soekanto,dkk. Penelitian HukumNormatif Suatu
TinjauanSingkat,PT.RajawaliPress,Jakarta, 1985,h.15
Sumberdatayangdiperlukandalampenulisan Skripsi ini dapat
dibedakanmenjaditigakelompok yaitu :
a. Bahan Hukumprimer yaitu data yang digunakanyang
berkaitandengantema skripsi ini. Adapun sumber dataprimeryang
digunakanadalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang
pemilihan kepala daerah, buku hukum Islam, fiqh siyasah, TAP MPR RI.
b. Bahan Hukumsekunder yakni sumber data yang tidak berkaitan langsung
dengan tema bahasan skripsi ini. Adapun data sekunder yang penulis
gunakan adalah berupa jurnal, koran, internet, bulettin, artikel.
c. Bahan hukumtersier yakni data yang memeberikan petunjukdan
pejelasan terhadap dataprimer dan sekunder,
yakniberupakamusilmiah,ensilopediadan lainnya.
3. TeknikPengumpulanData
Teknikdatayang digunakanadalah teknikdokumentasi, yaitu
dengancara mengumpulkandata-datatertulisyang telah menjadi
dokumenlembaga atauinstansi.21
Dalampenelitian ini yang berkaitan
dengan permasalahan ini penulis menggunakan penelitian dokumentasi,
dalam hal ini penelitian dilakukan dengan meneliti sumber-sumber data
tertulis, bisa dalam bentuk buku, jurnal, artikel, makalah, kajian ilmiah
lainnya yang relevan dan menunjang.
4.TeknikPengolahanData
21
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andy Offset, Yogyakarta, 1997, h. 18
Secara umumteknikpengolahan data setelah dataterkumpul
dapat dilakukan melalui beberapa teknik berikut ini:
a. Pemeriksaan data (editing)yaitu memeriksa ulang, kesesuaian
denganpermasalahanyang akanditelitisetelahdatatersebut
terkumpul.
b. Rekontruksidatayaitumenyusunulangsecarateratur berurutan,logis
sehinggamudahdipahamisesuaidengan permasalahan kemudian
ditarik kesimpulan sebagai tahap penelitian.22
5. Teknik AnalisisData
Adapunteknik analisis data yang penulisgunakanadalah metode
penelitiandeskriptif-analitis.Metodeinidirancanguntuk
mengumpulkaninformasitentangkaadaannyatasekarang (sementara
berlangsung).Tujuanutamametodeiniadalahuntukmenggambarkan
suatukeadaanyang sementara berjalan atau pernah berlangsung padasaat
penelitian dilakukan danmemeriksa sebab-sebab darigejalayang muncul
untuk diambil kesimpulan.
22
AmirudindanZainalAsikin, PengantarMetodePenelitianHukum, Balai Pustaka, Jakarta,
2006, h. 107
BAB II PENGANGKATAN PEMIMPIN DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
A. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman masalah ini, ada
baiknya pada bagian ini dibahas terlebih dahulu definisi pemimpin dan
kepemimpinan. Kata "Kepemimpinan" berasal dari kata dasar “pimpin”,
yang artinya bimbing atau tuntun.23
Kemudian, dari kata "pimpin" tersebut
lahirlah kata kerja "memimpin", yang artinya membimbing atau menuntun
dan kata benda "pemimpin" yaitu orang-orang yang berfungsi memimpin,
atau orang orang yang membimbing dan menuntun.24
Pemimpin pada
hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk
memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan
kekuasaan.
Masalah pemimpin sangat penting dalam Islam. Allah SWT meletakkan
kewajiban mematuhi pemimpin pada peringkat ketiga setelah kewajiban
mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Namun demikian, kepatuhan kepada
pemimpin dalam Islam bersifat relatif sejauh tidak bertentangan dengan
perintah Allah dan Rasul-Nya.25
Terdapat beberapa istilah pemimpin dalam Islam, yaitu khalifah, amir,
imamah, ulil amri. Seorang pemimpin pada prinsipnya adalah orang yang
23
S. Pamudji, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1992,
h.5 24
Ibid., h. 5
25
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, Kencana,
Jakarta, 2014, h. 239
mengajak atau menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran sesuai
dengan perintah Allah dan rasul-Nya. Di sini Islam tidak hanya
membicarakana masalah ibadah mahdah dan muamalah yang sifatnya
terbatas, melainkan juga berbicara tentang kepemimpinan politik, negara,
dan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Bahwa seorang
pemimpin harus bersih dan memegang janji (amanah), jujur dan
bertanggungjawab menjalankan kekuasaannya berdasarkan kepentingan
umum, itu adalah ajaran inti sari dari Islam.
Kepemimpinan bukan suatu proses yang perlu dibanggakan, tapi
merupakan bentuk pengabdian dan pertanggungjawaban terhadap prinsip-
prinsip keimanan. Seseorang yang dipilih oleh rakyat sebagai pemimpin
harus memegang komitmen untuk menunaikan kewajiban
kepemimpinannya dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bersama,
karena pemimpin adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada
rakyat yang dipimpin dan juga kepada Allah.26
Karena itu, dalam kaidah hukum Islam dijelaskan bahwa seseorang
yang pantas atau layak menjadi pemimpin setidaknya memiliki beberapa
kriteria: pertama, kemampuan intelektual dan spiritual yang unggul; kedua,
akhlak atau moralitas yang tinggi; ketiga, kemampuan menjadi pelayan
umat secara adil; keempat, amanah, jujur dan siddiq. Sejarah politik Islam
telah memperlihatkan kriteria itu. Kepemimpinan Nabi Muhammad adalah
26
Syarifuddin Jurdin, Pemikiran Politik Islam Indonesia (Pertautan Negara, Khilafah,
Masyarakat Madani dan Demokrasi), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, h. 59
kepemimpinan yang dilandasi akhlak dan moral yang luhur dan sangat
peduli pada masalah keadilan dan kesejahteraan. 27
Seorang pemimpin atau khalifah mengemban tugas dan wewenang yang
tidak mudah. Menurut bahasa, khalifah berarti pengganti, yaitu pengganti
pemerintahan Nabi Muhammad SAW. Pengganti di sini bukan dalam hal
kenabian dan kerasulan, tapi dalam hal kepemimpinan pemerintahan untuk
memelihara, mengurus, mengembangkan jalannya roda pemerintahan. Oleh
kerana itu, sumber otoritas dan kewenangan para khalifah berbeda sama
sekali dengan sumber otoritas Nabi.28
Seorang khalifah harus melayani
rakyat dan memiliki kekuasaan dalam mengantisipasi dekadensi moral.
Pemegang kekuasaan khilafah disebut khalifah, sedangkan pemegang
kekuasaan imamah disebut imam, dan pemegang kekuasaan umarah adalah
amir.29
Konsep kepemimpinan dalam Islam merupakan kewajiban yang
memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kukuh. Ia dibangun tidak saja
oleh nilai-nilai transendental namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad
yang lalu oleh Nabi Muhammad, para sahabat dan al-Khulafaur rasyidin.
27
Ayi Sofyan, Etika Politik Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2012, h. 6
28
Nurcholish Madjid, "Agama dan Negara dalam Islam", "Pengantar" buku Muhammad
Iqbal, Ibid. h. vii
29
Inu Kencana Syafie, Ilmu Politik, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2010, 244
B. Dasar Hukum Kepemimpinan
Dalam alQuran surat al An‟am ayat 165 disebutkan bahwa:
Artinya: Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.30
Pemimpin disebut juga penguasa. Dalam surat itu dikatakan bahwa Allah
yang menjadikan setiap insan sebagai pemimpin dan meningikan sebagian di
antara mereka beberapa derajat untuk menguji keimanannya.
Dalam Hadits Nabi berikut ini sebagai salah satu bukti begitu seriusnya Islam
memandang persoalan kepemimpinan. Hadits diriwayatkan oleh Auf bin Malik
yang berbunyi:
ْعُت َرُسْوُل اهلِل َصلَّى اهلُل َعَلْيِو َوَعْن َعْوِف ْبِن َماِلِك َرِضَي اهلُل َعْنُو قَالَ : َسَِِتُكُم الَِّذْيَن ُتُِب ُّْونَ ُهْم َوُيُِب ُّْوَنُكْم َوُتَصلُّْوَن َعَلْيِهْم َوَسلََّم يَ ُقْوُل : َخَياُر أَِئمَّ
ِتُكُم الَِّذْيَن تُ ْبِغُضْونَ ُهْم َويُ ْبِغُضْوَنكُ ْم، َوتَ ْلَعنُ ْونَ ُهْم َوُيَصلُّْوَن َعَلْيُكْم. َوِشرَاُر أَْئمََّويِْلَعنُ ْوَنُكْم )قَاَل( : قُ ْلَنا : يَاَرُسْوُل اهلِل، أََفاَل نُ ُناِبُذُىْم؟ قَاَل: اَل، َما أَقَاُمْوا
ِفْيُكُم الصَّالََة، الَ َماأَقَاُمْوا ِفْيُكُم الصَّالََة )رواه مسلم(
30
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Badan Penerjemah Quran, Jakarta,
1992, h. 217
Artinya: Dari Auf bin Malik ra. Berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
Sebaik-baik pemimpin di antara kalian ialah pemimpin yang kalian cintai dan
mencintai kalian, kalian mendoakannya, dan mereka pun mendoakan kalian.
Dan pemimpin terburuk di antara kalian ialah pemimpin yang kalian benci dan
membenci kalian, kalian melaknatnya dan mereka pun melaknat kalian: Kami
bertanaya, Ya Rasullullsh, bolehkah kita memberontak kepada mereka? Beliau
menjawab , “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah kalian.
Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah kalian”.
(HR. Muslim, Hadits No. 661).31
Kisah pembaiatan (pelantikan) khalifah Abu Bakar Siddiq di
Saqifah Bani Saidah sesaat setelah wafatnya Rasulullah adalah bukti
lain betapa pentingnya arti kepemimpinan ini dalam Islam. Saat jasad
Nabi yang belum lagi dimakamkan, para sahabat lebih mendahulukan
memilih khalifah pengganti Nabi daripada menyelenggarakan jenazah
beliau yang agung dan mulia.32
Ini sangat menarik karena sehari saja umat
Islam tanpa pemimpin bisa berdampak buruk dalam segala aspek. Oleh
karena itu, urusan pemimpin dalam Islam adalah urusan sangat urgen.
Selain itu, Hadits sahih riwayat al-Bukhari Nomor 4789 berikut
ini merupakan dalil kuat tentang posisi seorang pemimpin dan
pertanggungjawaban seorang pemimpin:
.ُكلُُّكْم رَاٍع وَُكلُُّكْم َمْسُئول َعْن َعْبِد اللَِّو، قَاَل النَِّبُّ َصلَّى اللَُّو َعَلْيِو َوَسلَّمَ .
، َواْلَمْرأَُة رَاِعَية َعَلى ، َوالرَُّجُل رَاٍع َعَلى أَْىِلِو َوُىَو َمْسُئول فَاإلَماُم رَاٍع َوُىَو َمْسُئول
31
Shahih Muslim, Keharmonisan Pemimpin dan Rakyatnya, Hadits Nomor 2363.
32
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Prenada Media
Group, Jakarta, 2014,h. vi
َأاَل َفُكلُُّكْم .َزْوِجَها َوِىَي َمْسُئولَة ، َواْلَعْبُد رَاٍع َعَلى َماِل َسيِِّدِه َوُىَو َمْسُئول بَ ْيِت
.رَاٍع وَُكلُُّكْم َمْسُئول Artinya: “Dari Abdullah bin Umar r.a meriwayatkan bahwa
Rasululah SAW besabda: 'Setiap kalian adalah pemimpin dan akan
dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Amir (Kepala
Negara) adalah pemimpin manusia secara umum, akan dimintai
pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarganya
adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.
Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan
terhadap anak-anaknya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas
mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah bahwa disetiap
kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertangungjawaban atas siapa
yang dipimpinnya“'(HR.Bukhari, Hadits Nomor 4789).33
Maksud Hadits di atas adalah bahwa setiap pemimpin atau wakil Allah
SWT di muka bumi ini mempunyai tanggung jawab yang besar atas
kepemimpinannya. Pemimpin harus mampu dalam memimpin negara,
apabila dia mankir dan tidak bisa menjalankan kewajibannya, yang
merupakan hak rakyat atau kepemimpinan itu lebih banyak kemudorotan
yang ditimbulkan dari perbuatannya, maka pemimpin tersebut akan di
mintai pertanggungjawaban di dunia, juga di akhirat.
Setiap orang adalah pemimpin, dengan tanggung jawabnya
masing-masing. Seorang pejabat, direktur, manajer, seorang ayah
sekaligus suami, seorang ibu sekaligus isteri, semua akan dimintai
pertanggungjawabannya di hari Akhir atas apa yang dipimpinnya. Begitu
juga dengan pilihan anda terhadap pemimpin dalam pemilihan kepala
33
Baqi Abdul Fuad Muhammad, Al-lu‟lu „Wal Marjan Mutiara Hadist Sahih Bukhari
dan Muslimin, Ulumul Qur‟an, Jakarta, 2013, h.834
daerah, akan dipertanggungjawabkan di Akhirat kelak, karena itulah
jangan sampai anda salah dalam memilihseorang pemimpin. Panduannya
yaitu Kitab Suci al Qur‟an.
C. Persyaratan Menjadi Pemimpin
Dalam agama Islam, persoalan yang menyangkut pemimpin dan
kepemimpin dapat ditemukan rujukan dan dalilnya dalam al-Qur'an dan
Sunnah. Adapun dasar dalil-dalil mengenai pemimpin dan kepemimpinan
dalam Islam cukup banyak dan beragam. Pada bagian ini difokuskan pada
persyaratan menjadi pemimpin yang dirumuskan dalam al-Qur'an dan
Hadits sebagai dasar acuan kaum muslim.
Ada sementara orang yang mengatakan bahwa memilih pemimpin,
misalnya gubernur, bupati atau walikota, hanya merupakan urusan dunia,
dan tidak ada sangkut-pautnya dengan agama. Padahal memilih seorang
pemimpin dalam Islam adalah bagian dari urusan dunia sekaligus akhirat.
Memilih pemimpin bagian dari urusan agama yang sangat penting, yang
tidak biasa diabaikan dalam Islam. Hal ini terlihat dari konsep khalifah,
imamah, imarah dalam Islam yang merupakan dasar-dasar pentingnya
seorang pemimpin.
Islam tidak mengenal dikotomi yang memisahkan antara dunia
dan akhirat, termasuk dalam memilih pemimpin. Sebab Islam adalah
agama yang tegak di atas kepemipinan Rasulullah SAW yang kemudian
dilanjutkan pada masa sahabat, khulafaur rasyidin dan generasi
sesudahnya.
Dalam Islam, memilih pemimpin itu tidak hanya mencakup
dimensi duniawi, lebih dari itu juga memiliki dimensi akidah (ukhrowi).
Karenanya, tidak selayaknya seorang Muslim masih menggunakan dasar
dan acuan lain selain yang telah jelas dan tegas disebutkan dalam kitab
suci al-Quran, jika mereka benar-benar mengaku orang yang beriman.
Dalam al-Qur'an surat al-Maidah ayat 55 Allah SWT menegaskan
ada empat syarat seseorang layak dipilih sebagai pemimpin. Persyaratan
ini berlaku dalam memilih seorang pemimpin di level apa pun. Pertama,
beriman kepada Allah (Mukmin) dan beragama Islam (Muslim) yang baik;
yakni seorang Muslim yang memiliki dua sifat, seperti disebutkan dalam
al-Qur'an surat Yusuf ayat 55, “hafizhun dan „alim”.Kata “hafizhun”
artinya adalah seorang yang pandai menjaga. Yakni, seorang yang punya
integritas, kepribadian yang kuat, amanah, jujur dan akhlaknya mulia,
sehingga patut menjadi teladan bagi orang lain atau rakyat yang
dipimpinnya. Seorang pemimpin yang amanah akan berusaha sekuat
tenaga untuk menyejahterakan rakyatnya, walaupun sumber daya alamnya
terbatas. Sebaliknya pemimpin yang khianat sibuk memperkaya diri
sendiri dan keluarga serta kolega-koleganya, dan membiarkan rakyatnya
tak berdaya.
Adapun kata “‟alim”, artinya adalah seorang yang memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memimpin rakyatnya
dan membawa mereka hidup lebih sejahtera.
Dalam al-Qur'an masalah pemimpin juga dapat ditelusuri dalam
surat An-Nisa ayat 59.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
Pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.34
Dalam surat An-Nisa ayat 59 tersebut disebutkan kata“minkum”
(diantara kamu) setelah kata “ulil amri”. Menurut Al-Nabhani,
merupakan pernyataan yang tegas, tentang adanya syari‟at Islam bagi
seorang waliyul amri, selama dia masih menjadi waliyul amri, kalau dia
telah menjadi kafir, mak adia tidak lagi menjadi bagian dari kita (kaum
muslimin).35
Selanjutnya, dalil persyaratan memimpin juga dalam kita lihat
dalam firmanAllah dalam surat Al-Hujurat ayat 9:
34
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Badan Penerjemah Quran, Jakarta,
1992, h. 123
35Syrif ibn Mujar dan Zada Khammni, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam, Erlangga, Jakarta, 2008,h.175
Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang
satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang Berlaku adil”.36
Melalui ayat ini, Allah memerintahkan untuk memerangi kelompok
pemberontak, baik Imam mendukung kelompok ini atau pun mendukung
kelompok yang adil-karena imam tidak diisyaratkan bersama kelompok
yang adil-meski kelompok pemberontak yang wajib diperangi ini tidak
disebut kafir, tapi masih disebut mukmin. Untuk itu, ketika ada
kelompok yang benar memberontak terhadap imam zalim meski dia
tidak kafir secara nyata. Inilah praktik yang berlaku pada masa sahabat
dan tabi‟in, karena sebagian besar di antara mereka mendukung Abdullah
bin Zubair ketika pemberontak memerangi Bani Umaiyah.37
Firman Allah yang disebutkan di atas dengan gamblang
menempatkan persyaratan seorang pemimpin harus adil. Mengapa harus
adil? Allah memberikan jawaban dalam surat al-Maidah ayat 8 bahwa adil
36
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Badan Penerjemah Quran, Jakarta,
1992, h.846
37Ad-Durmaiji Abdullah, Imamah‟Uzhma:Konsep Kepemimpinan dalam Islam, Ummul
Qura, Jakarta, 2016, h. 586
itu dekat dengan takwa. Dan kita tahu masalah takwa sangat ditekankan
dalam Islam.
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.38
Islam menekankan syarat-syarat tertentu bagi seorang pemimpin.
Pada surat di atas dikatakan bahwa pemimpin mesti menjalankan
kebenaran dan bersikap adil dan jujur. Caranya memimpin harus dilakukan
dengan musyawarah, seperti ditegaskan dalam beberapa ayat al-Qur'an.
Dalam surat al-Qashas ayat 26 melalui kisah Nabi Musa a.s. Allah
SWT mengisyaratkan bahwa orang dapat dianggap sebagai "pejabat"
harus mempunyai dua syarat; pertama, kuat dalam arti memiliki
kemampuan dan keahlian di bidangnya; kedua, terpercaya dapat
menjaga amanah yang diserahkan kepadanya.
Selain ayat di atas, dalam al-Qur'an Surat al-Maidah ayat 55 Allah
berfirman:
38
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Badan Penerjemah Quran, Jakarta,
1992, h.159
Artinya: "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
seraya mereka tunduk (kepada Allah)".39
Dalam ayat itu Allah SWT menegaskan ada empat syarat
seseorang layak dipilih sebagai pemimpin. Persyaratan ini berlaku dalam
memilih seorang pemimpin di level apa pun. Pertama, beriman kepada
Allah (Mukmin) dan beragama Islam (Muslim) yang baik. Yakni
seorang Muslim yang memiliki dua sifat, seperti disebutkan dalam surat
Yusuf ayat 55, “hafizhun „alim”.“Hafizhun”artinya adalah seorang yang
pandai menjaga. Yakni, seorang yang punya integritas, kepribadian yang
kuat, amanah, jujur dan akhlaknya mulia, sehingga patut menjadi teladan
bagi orang lain atau rakyat yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin yang amanah akan berusaha sekuat tenaga
untuk menyejahterakan rakyatnya, walaupun sumber daya alamnya
terbatas. Sebaliknya pemimpin yang khianat sibuk memperkaya diri
sendiri dan keluarga serta kolega-koleganya, dan membiarkan rakyatnya
tak berdaya.
39
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Badan Penerjemah Quran, Jakarta,
1992, h.169
Adapun kata 'Alim', artinya adalah seorang yang memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memimpin rakyatnya
dan membawa mereka hidup lebih sejahtera.
Syarat kedua untuk menjadi seorang pemimpin menurut al-Qur'an,
rajin menegakkan shalat. Sebab, shalat adalah barometer akhlak manusia.
Pemimpin yang baik dan layak dipilih adalah pemimpin yang menegakkan
shalat. Shalat melahirkan tanggung jawab. Kesadaran
keimanan/tauhid/transendental dibangun melalui shalat.
Syarat ketiga untuk menjadi seorang pemimpin menurut al-Qur'an,
gemar menunaikan zakat dan sedekah. Zakat itu bukan membersihkan
harta yang kotor, melainkan membersihkan harta kita (harta yang bersih)
dari hak orang lain. Seorang pemimpin yang rajin berzakat dan berinfak,
tidak akan korupsi.Sebab dia yakin Allah sudah menjamin rezekinya, dan
sesungguhnya rezeki yang halal lebih banyak daripada rezeki yang haram.
Kalau sudah yakin seperti itu, untuk apa melakukan korupsi yang sangat
dibenci Allah?.
Adapun syarat pemimpin yang keempat menurut al-Qur'an adalah
suka berjamaah. Artinya suka bergaul dengan masyarakat, berusaha
mengetahui keadaan rakyatnya dengan sebaik-baiknya, dan mencarikan
jalan keluar atas persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakatnya. Sifat
suka berjamaah atau memperhatikan masyarakat ini, ditunjukkan dalam
shalat fardhu berjamaah. Rasulullah setiap selesai shalat fardhu berjamaah
lalu duduk menghadap kepada jamaah. Hal itu bertujuan untuk mengetahui
kondisi jamaah, termasuk memperhatikan apakah jumlah jamaah tersebut
lengkap atau tidak. Kalau ada yang tidak hadir shalat berjamaah, ditanya
apa penyebabnya. Kalau ternyata orang tersebut sakit, Rasulullah bersama
para sahabatnya lalu menjenguk orang yang sakit tersebut.
D. Sistem Pemilihan Pemimpin
Pemilihan kepala daerah adalah kegiatan yang dilakukan untuk memilih
seorang pemimpin di tingkat daerah, baik gubernur, bupati, maupun
walikota. Sistem pemilihan kepala daerah dalam Islam merupakan salah satu
cara untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas. Dalam Islam, sistem
pemilihan pemimpin tercermin pertama kali ketika terjadi pemilihan
pemimpin di Saqifah saat Rasulullah baru saja meninggal dunia. Ketika
Nabi Muhammad SAW dinyatakan telah wafat, sekelompok orang
berinsiatif untuk melakukan pemilihan pemimpin untuk pertamakalinya
dalam Islam. Pada saat itu para Sahabat nabi berkumpul di tempat
pemungutan suara yang bernama Saqifah Banu Saidah. Dua calon
diusulkan, yaitu Abu Bakar as-Siddiq dan Ali bin Abi Thalib. Tapi Ali bin
Abi Thalib tidak datang di tempat pemungutan suara itu karena lebih
mengutamakan mengurus jenazah Rasulullah. Di Saqifah inilah Abu Bakar
as-Siddiq terpilih sebagai pemimpin dengan kemenangan tipis melawan Ali
bin Abi Thalib r.a.40
Maka dapat ditegaskan bahwa Abu Bakar as-Siddiq
hanyalah seorang Khalifah dalam arti kepemimpinan untuk melanjutkan
ajaran yang ditinggalkan Nabi. Abu Bakar menjadi pemimpin umat Islam
40
Ibid., h. 245
sepeninggalan Nabi yang dikenal bersih, amanah dan siddiq serta
menekankan pola musyawarah (syuro).
Menurut Nurcholish Madjid, masa kekhalifahan khulafaur al rasyidin
menjunjung tinggi musyawarah melalui sistem demokrasi partisipatif yang
egaliter. Namun pasca-khulafaur al rasyidin, sistem pemilihan pemimpin
Islam berubah drastis menjadi sistem monarki yang sentralistik, terutama di
tangan Mu'awiyah ibn Abi Sofyan. Dialah yang pertamakali menciptakan
sistem kerajaan dalam Islam dengan mengangkat anaknya Yazid sebagai
penggantinya. Karena Mu'awiyah umat Islam tidaktahu lagi bagaimana cara
pengangkatan Khalifah secara pemilihan. Ini berlangsung berabad-abad
sebelum datangnya pengaruh Barat lewat penjajahan sejumlah negara yang
mayoritas memeluk Islam. Sistem demokrasi mulai dikenal lagi di beberapa
negeri Islam karena pengaruh Barat. Padahal sejak awal sistem pemilihan
dalam Islam adalah sistem demokrasi.41
Dalam konteks mekanisme pengangkatan pemimpin, di dunia Islam
terjadi perbedaan. Ada beberapa pendapat tentang mekanisme pemilihan
seorang pemimpin dalam fiqh siyasah. Al-Mawardi menyebut dua
mekanisme pengangkatan seorang pemimpin Islam, yaitu: pertama, dengan
cara pemilihan oleh Ahl al-Hall wa al-Aqd (mereka yang mempunyai
wewenang untuk mengangkat); kedua, yaitu melalui penunjukan atau wasiat
oleh imam sebelumnya.42
41
Nurcholish Madjid, "Pengantar buku Muhammad Iqbal", Ibid., h. ix
42
Syarifuddin Jurni, Ibid., h. 67
Kedua model mekanisme pengangkatan seorang pemimpin tersebut
pernah dilakukan di dunia Islam tergantung sistem pemerintahan yang
dianut. Sistem kerajaan menggunakan mekanisme kedua, yaitu ditunjuk,
seperti Mua'wiyah ibn Abi Sofyan menunjuk anaknya, Yazid. Model
pertama, yaitu mekanisme pemilihan, yang pernah dipraktekkan pada masa
Abu Bakar, Usman dan Ali bin Abi Thalib.
E. Perumusan Perundang-Undangan Dalam Islam
Pemilihan seorang pemimpin diatur dalam konstitusi atau perundang-
undangan (dusturiyah). Prinsip-prinsip yang diletakkan Islam terhadap
dusturiyah atau perumusan perundang-undangan, menurut Abdul
Wahab Khallaf, sebagaimana dikutip Muhammad Iqbal43
, tidak dapat
dilepaskan dari kehendak orang banyak di negara bersangkutan. Artinya,
perumusan perundang-undangan harus mempertimbang kondisi, keadaan
dan aspirasi masyarakat di negara masing-masing.
Dalam hukum Islam, kekuasaan legislatif yang bertugas merumuskan
perundang-undangan disebut al-sulthah al-tasyriyah, yaitu kekuasaan
pemerintah Islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Untuk membuat
dan menetapkan hukum, al-sulthah al-tasyriyah (DPR) harus memenuhi
unsur-unsur legislasi yang meliputi; Pertama, pemerintah sebagai pemegang
kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam
masyarakat Islam. Kedua, masyarakat Islam yang akan melaksanakannya.
43
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Kencana,
Jakarta, 2014, h. 178
Ketiga, isi peraturan atau hukum yang dihasilkan harus sesuai dengan nilai-
nilai dasar syari'at Islam.44
Itulah dasar hukum perumusan perundang-undangan dalam Islam yang
sebagian masih berjalan dan jadi bahan pertimbangan di kalngan legislator.
44
Ibid., h. 187
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Qur'an Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Lembaga Penerjemah dan
Pentarjih Al-Qur'an, Jakarta, 1992
B. Al-Hadits
H.R Bukhari Hadits Nomor. 4789
H.R Muslim Hadis Nomor. 661`
Baqi Abdul Fuad Muhammad,Al-lu‟lu„WalMarjan:Mutiara Hadist Sahih Bukhari
dan Muslimin, Ulumul Qur‟an, Jakarta, 2013
C. Fiqh/Ushul Fiqh
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Fatturahman A. Hamid, diterbitkan
oleh penerbit Amzah, Jakarta, 2005 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam Prenada
Media Group, Jakarta, 2014 Syarif ibnMujar dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam, Erlangga, Jakarta, 2008
D. Hukum Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah Undang-undang Nomor 32Tahun2004TentangPemerintahDaerah
E. Buku-buku Penunjang
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Balai Pustaka,
Jakarta, 2006 Ad-Durmaiji Abdullah, Imamah‟Uzhma:Konsep Kepemimpinan dalam Islam,
Ummul Quran, Jakarta, 2016 Andi Hamzah, Pemberantasan KorupsiMelalui Hukum Nasional
danInternasional, Raja Grafindo Persadana, Jakarta, 2005 Ayi Sofyan, Etika Politik Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2012 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Fatturahman A. Hamid, diterbitkan
oleh penerbit Amzah, Jakarta, 2005
Inu Kencana Syafie, Ilmu Politik, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2010
J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah, Sinar Cipta Karya, Jakarta, 2009
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
1996 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, penerbit Amzah, Jakarta, 2012 Susiadi, Metodologi Penelitian, Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung,
Bandar Lampung, 2014 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andy Offset, Yogyakarta, 1997 Syarifuddin Jurdin, Pemikiran Politik Islam Indonesia (Pertautan Negara,
Khilafah, Masyarakat Madani dan Demokrasi), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008
WahbahZuhaili, KonsepDaruratDalamHukum Islam (Studi Banding DenganHukumPositif), Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997
Wery Gusmansyah, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam Perspektif Siyasah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2017
F. Jurnal
Kepala Dian Bakti Setiawan, Pemberhentian Daerah: Mekanisme Pemberhentian
Menurut Sistem Pemerintahan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2011 S. Pamudji, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta,
1992
G. Internet http://www.keuda.kemendagri.go.id/berita/detail/3600-ketua-kpk-bayangkan-
sudah-tersangka-tetapi-tetap-dilantik-menjadi-kepala-daerah https://nasional.kompas.com/read/2018/09/26/08462101/11-kepala-daerah-ini-
dilantik-saat-berstatus-tersangka-korupsi?page=all
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/26/08462101/11-kepala-daerah-ini-dilantik-saat-berstatus-tersangka-korupsi?page=allhttps://nasional.kompas.com/read/2018/09/26/08462101/11-kepala-daerah-ini-dilantik-saat-berstatus-tersangka-korupsi?page=all
AmirudindanZainalAsikin, PengantarMetodePenelitianHukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2006
Ad-Durmaiji Abdullah, Imamah ‟Uzhma:KonsepKepemimpinandalamIslam, UmmulQuran, Jakarta, 2016
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional danInternasional, Raja Grafindo Persadana, Jakarta, 2005
Ayi Sofyan, Etika Politik Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2012 Baqi AbdulFuadMuhammad, Al-
lu‟lu„WalMarjan:MutiaraHadistSahihBukharidanMuslimin, UlumulQur‟an, Jakarta, 2013
Kepala Dian Bakti Setiawan, Pemberhentian Daerah: Mekanisme Pemberhentian Menurut Sistem Pemerintahan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2011
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Fatturahman A. Hamid, diterbitkan oleh penerbit Amzah, Jakarta, 2005
Inu Kencana Syafie, Ilmu Politik, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2010
J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah, Sinar Cipta Karya, Jakarta, 2009 Muhammad Iqbal, FiqhSiyasah, Kontekstualisasi Doktrin
PolitikIslamPrenadaMediaGroup, Jakarta, 2014 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
1996 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, penerbit Amzah, Jakarta, 2012 S. Pamudji, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta,
1992 SorjonoSoekanto,dkk. Penelitian HukumNormatif Suatu
TinjauanSingkat,PT.RajawaliPress,Jakarta, 1985 Susiadi, Metodologi Penelitian, Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung,
Bandar Lampung, 2014 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andy Offset, Yogyakarta, 1997 Syarif ibn Mujar dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam, Erlangga, Jakarta, 2008 Syarifuddin Jurdin, Pemikiran Politik Islam Indonesia (Pertautan Negara,
Khilafah, Masyarakat Madani dan Demokrasi), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008
Undang-undang Nomor 10Tahun2016TentangPemilihan Kepala Daerah WahbahZuhaili, KonsepDaruratDalamHukum Islam (Studi Banding
DenganHukumPositif), Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997 Wery Gusmansyah, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam Perspektif
Siyasah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2017