i
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA OTONOMI
KHUSUS, SELISIH LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN,
PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA
MODAL DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL
INTERVENING Oleh :
PRABANDIKA HARCAHYO
NIM : 232008179
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013
ii
iii
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang oleh karena
penyertaan, kasih dan hikmatNya, kertas kerja penulis yang berjudul “Pengaruh
Dana Alokasi Umum, Dana Otonomi Khusus, Selisih Lebih Pembiayaan
Anggaran Dan Pendapatan Daerah Terhadap Belanja Modal Dan IPM Dengan
Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening” telah dapat diselesaikan tepat pada
waktunya .
Kertas kerja ini diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan dalam
mencapai gelar Sarjana S-1 pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Program Studi
Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Pada kesempatan yang membahagiakan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih kepada berbagai pihak antara lain kepada:
1. Keluarga Tercinta: Papa, Mama, Billy, Dimas, Alya yang sudah mendukung
selama perkuliahan, maupun saat penulisan kertas kerja ini.
2. Keluarga Besar Warsito.
3. Ibu Gustin Tanggulungan S.E., M.Akt selaku dosen pembimbing yang telah
memberi ide, saran, dan kritik selama penyusunan kertas kerja ini.
4. Dr Marthen Luther Ndoen, S.E., M.A., Ph.D. selaku wali studi yang telah
membantu selama proses perkuliahan hingga selesainya kertas kerja ini.
v
5. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UKSW yang sudah membimbing selama masa perkuliahan penulis, serta
penyusunan kertas kerja ini secara langsung maupun tidak langsung.
6. Widy, Jody Jusnanto, Jerry Andrean, Dendy Setyogi, Andre, Franco S.E,
Yusuf, Yosa, Andy Sudaryono, Jimmy Kurniawan, Evan, Jaga S.E, Codot,
Brancong, Dewo, Dohar S.E, Angga S.E, Chindy Wibowo, Likin, Dimas
Bawen S.E, Primbond S.E, Makole S.E, Ismail, Menyun, Anton, Weda, Ucok
Mangapul, Marmot.
7. Teman-teman Kos Yos5, Team Futsal 2008 dan Semuanya yang tidak bisa
disebutkan satu per satu. TerimaKasih.
8. Kakak angkatan dan adik angkatan yang pernah membantu dalam perkuliahan
dalam keluh kesah.
9. Owner dan staff Kafe Rindang.
Salatiga, 12 Agustus 2013
Prabandika Harcahyo
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………..………… i
Pernyataan Keaslian Karya Tulis Skripsi………………………………….……… ii
Halaman Persetujuan Skripsi……………………………………………….…...... iii
Ucapan Terimakasih……………………………………………………….……… iv
Daftar isi………………………………………………………………………….. vi
Daftar Tabel………………………………………………………………………. viii
Daftar Gambar……………………………………………………………………. ix
Daftar Lampiran………………………………………………………………...... x
Abstract…………………………………………………………………....……… 1
Saripati……………………………………………………………………………. 2
Pendahuluan……………………………………………………………………… 3
Tinjauan Pustaka………………………………………………………………..... 7
Pengembangan Hipotesis…………………………………………………..….…. 17
Metode Penelitian………………………………………………………………… 22
Analisis Data
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap BM………………. 26
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap IPM……………… 27
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap IPM melalui BM
Sebagai Variabel Intervening……...……………………………… 28
Pembahasan………………………………………………………………………. 29
vii
Kesimpulan…………………………………………………………………….…. 31
Implikasi.…………………………………………………………………………. 31
Saran……………………………………………………………………………… 32
Daftar Pustaka…………………………………………………………….………. 33
Lampiran………………………………………………………………………….. 36
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Statistik Deskriptif…………………………………….…... 25
Tabel 2 Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap BM……….…. 27
Tabel 3 Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM………..…. 28
Tabel 4 Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap IPM
Melalui BM sebagai variabel intervening……………………..… 29
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Model Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap BM…….. 23
Gambar 2 Model Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM….…. 23
Gambar 3 Model Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM
Melalui BM……………………………………………………….... 24
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Normalitas…………………………………………………….. 36
Lampiran 2 Uji Multikolonieritas……………………………………………… 37
Lampiran 3 Uji Autokorelasi………………………………………………….... 38
Lampiran 4 Uji Hetrokedesitas……………………………………………..…... 39
Lampiran 5 Anggaran Belanja ………………………………………………..... 41
Lampiran 6 Persentase Anggaran Belanja ……………………………..……..... 42
1
ABSTRACT
When the province otonom has been started the government to long for the
province government for solve the problem about the destitude infrastructure
development and human resources. This study aimed to examine the direct effect of
General Alocatiom Funds(DAU) , Spesial Autonomus Funds (DOK) , SiLPA and the
Local Government Income (PAD) against Capital Expenditure (BM) and Human
Development Index (IPM) also see indirect influence on IPM trough the BM as a
variable intervening , The research data is secondary data APBD , the local
government of province nangruh aceh darusallam from priode 2007 until 2011.
Finding the test of DAU, SILPA and PAD effect on BM but not for DOK.
Against the IPM shows DAU testing and PAD has effect . While the effect of DAU,
DAK, SiLPA and PAD to IPM through BM as a variable intervening. effect to IPM
whereas not for SILPA but SILPA has direct effect to IPM in BM
Keyword: General Alocation Funds (DAU), Spesial Autonomus Funds (DOK), SiLPA,
Local Government Income (PAD), Capital Expenditure (BM), Human Development
Index (IPM),
2
SARIPATI
Pelaksanaan Otonomi daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat
menyelesaikan permasalahan kemiskinan, pembangunan infrastruktur dan
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh langsung DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap BM dan IPM,
juga melihat pengaruh tidak langsung terhadap IPM melalui BM sebagai Variable
Intervening. Data penelitian adalah data sekunder berupa data APBD pemerintah
daerah di propinsi Nangruh Aceh Darussalam untuk periode tahun 2007-2011.
Hasil pengujian menemukan bahwa DAU,SiLPA danPAD berpengaruh
terhadap BM. Pengujian terhadap IPM hanya DAU dan PAD yang berpengaruh.
Sedangkan terhadap IPM melalui Belanja Modal sedangkan DOK berpengaruh
terhadap IPM tetapi melalui Belanja Modal sebagai variabel intervening.
Kata Kunci : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Otonomi Khusus (DOK), Selisih
Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Pendapatan Asli Daerah (PAD),Belanja Modal
(BM) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
3
PENDAHULUAN
Pemerintah daerah Provinsi Aceh memiliki banyak sumber dana untuk
digunakan membiayai belanja. Sumber dana yang didapat Provinsi Aceh bisa
bersumber dari bantuan Pemerintah pusat berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Otonomi Khusus (DOK), Efektifitas anggaran berupa Selisih Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Sumber Pendapatan daerah (PAD) dan bantuan dari
pihak luar. DAU adalah dana ini diberikan kepada seluruh wilayah di Indonesia yang
digunakan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah pusat dan daerah
(UU Nomer 31 Tahun 2004). SiLPA dapat pula digunakan untuk menambah anggaran
belanja SiLPA dapat digunakan apabila APBD mengamalami defisit. Provinsi NAD
juga dapat memanfaatkan dana yang berasal dari PAD peningkatan pendapatan dari
PAD pemerintah dapat meningkatkan Belanja Daerah atau dapat menutupi
kekurangan defisit Anggaran yang diberikan dari pemerintah pusat.Selain dari dana
yang bersumber dari pemerintah pusat maupun efektifitas pengelolaan kekayaan
daerah Provinsi Aceh masih memiliki bantuan dana melalui bantuan dari pihak luar
baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang bantuan dari pihak luar
mencapai 5 milyar (http://aceh.tribunnews.com) dana tersebut dapat digunakan untuk
mempercepat pembangunan di NAD.Berbeda dengan Provinsi lain Provinsi Aceh
yang mendapatkan status dengan kawasan khusus Provinsi Aceh mendapatkan dana
tambahan berupa Dana Otonomi Khusus (DOK) yang diatur oleh UU Nomor 11
tahun 2006.
4
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur tentang
kawasan khusus yaitu bagian wilayah dalam Provinsi atau Kabupaten/Kota yang
ditetapkan oleh Pemerintah pusat untuk menyelenggarakan fungsi Pemerintahan yang
bersifat khusus bagi kepentingan Nasional. Kawasan khusus sendiri yaitu Provinsi
Papua, Provinsi Papua Barat, dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Provinsi NAD
mendapat status otonomi khusus dengan banyaknya masalah dan bencana yang
terjadi di Provinsi NAD. Pemerintah pusat menetapkan Provinsi NAD sebagai
kawasan khusus melalui UU Nomor 11 tahun 2006 dengan tujuan mempercepat
pembangunan ekonomi dan peningkataan kesejahteraan masyarakat. Dana Otonomi
Khusus (DOK) menurut UU Nomor 11 Tahun 2006 dijelaskan bahwa Dana Otonomi
Khusus ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pengentasan
kemiskinan, serta pendidikan, sosial dan kesehatan. Pengelolaan DOK di NAD diatur
menurut Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penggunaaan DOK. Sementara tentang
pengalokasian DOK dijelaskan dalam Qanun Aceh Pasal 11 Nomor 2 Tahun 2008
yaitu Paling banyak 40% dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan
Aceh dan paling sedikit 60% dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan
Kabupaten/Kota.
Dalam menyusun Anggaran Belanja Provinsi NAD harus memenuhi tujuan
penggunaan dana yaitu untuk meningkatkan infrastruktur dan peningkatan pelayanan
masyarakat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dan UU Nomor 11
5
Tahun 2006. Prov NAD diharapkan dapat menggunakan dana yang didapat untuk
kegiatan belanja yang sifatnya mensejahterakan masyarakat seperti meningkatkan
Belanja Modal (BM) seperti pembangunan jalan raya, tempat ibadah, pabrik dan lain-
lain. peningkatan Belanja Modal dapat mempercepat kemajuan Provinsi Aceh dan
kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui Indikator Pembangunan Manusia di
ukur dengan dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (UNDP, 2004). Semakin
tinggi IPM suatu daerah maka semakin dekat dengan tujuan pemberian dana yang
diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Dengan banyaknya dana yang didapat oleh Provinsi NAD Pemerintah pusat
mengharapkan Provinsi NAD dapat meningkatkan Anggaran Belanja sehingga dapat
mempercepat kemajuan di daerah. Fenomena yang terjadi adalah kurangnya adanya
transparansi penggunaan dana selain itu Provinsi yang mendapatkan status Otonomi
Khusus cenderung belum bisa mengelola dengan baik dana yang diberikan oleh
pemerintah pusat untuk mempercepat kemajuan daerah dana yang didapat dari
bantuan juga kurang diarahkan untuk peningkatan pembangunan. Belanja Provinsi
NAD cenderung digunakan untuk Belanja Operasional bukan untuk BM dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini didukung oleh pernyataan
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik Masyarakat Transparansi Aceh
(MaTA) berpendapat bahwa dana bantuan program pembangunan masyarakat
pedesaan secara langsung malah berkurang di 2012 kondisi ini berbanding terbalik
dengan belanja pegawai yang semakin meningkat (http://economy.okezone.com).
Menurut hasil kajian Analisis Belanja Publik Aceh 2011 yang dilakukan oleh Public
6
Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP) Pemerintah
Aceh perlu mengawasi penggunaan dana (DOK) yang ditujukan untuk kemakmuran
Aceh di masa depan. Pendapatan Aceh saat ini yang bersumber dari hasil sumber
daya yang terbatas harus digunakan sebaik-baiknya untuk pembentukan modal
(http://aceh.tribunews.com) sehingga memberikan dampak terhadap kesejahteraan
masyarakat yang dilihat dari indikator kesejahteraan (IPM). Menurut BPS tahun 2011
IPM aceh berada pada posisi ke 18 dengan rata-rata 71.31 dari 33 Provinsi di
Indonesia. Hal ini menunjukan IPM di NAD tergolong kriteria menengah tinggi hal
ini mengindikasikan dana yang di dapat digunakan untuk pembangunan manusia
oleh Prov NAD.
Menurut Lameiherewe (2013) dana dari DOK di Provinsi Papua belum
memiliki pengaruh terhadap IPM dan Belanja Modal. Berdasarkan fenemona di atas
penulis ingin melihat apakah penggunaan dana DAU, DOK, SiLPA dan PAD di
Provinsi NAD sudah memiliki pengaruh terhadap BM dan IPM. Penelitian ini
diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengevaluasi manajemen
keuangan pemerintah dan menjadi informasi bagi masyarakat dalam rangka
pemenuhan hal publik untuk mengetahui pengelolaan keuangan oleh pemerintah
(right to know).
7
Tinjauan Pustaka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Untuk mendukung terciptanya akuntanbilitas publik Pemda dalam rangka
otonomi diperlukan sistem pengolahan keuangan daerah dan anggaran daerah yang
berorientasi pada kinerja (Mardiasmo, 2002). Anggaran yang merupakan blue print
organisasi (Mahmudi, 2011) memberi gambaran tentang pengalokasian dan
sumberdaya yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Anggaran sektor publik yang dipresentasikan dalam
APBN dan APBD menggambarkan tentang realisasi anggaran yang terjadi mengenai
jumlah pendapatan, belanja surplus/ defisit, pembiayaan, serta program kerja dan
aktivitas yang akan dilakukan (Mahmudi, 2011).
APBD merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang
disusun berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri serta berbagai pertimbangan
lainya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi
APBD mudah dilakukan. PP No. 58 Tahun 2005 Pasal 20 tentang pengelolaan
Keuangan Daerah menyebutkan bahwa : APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari
Pendapatan daerah, Belanja daerah, dan Pembiayan daerah. APBD harus
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,
hal ini diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilias umum yang
layak. Menggenjot belanja modal adalah perkara yang sangat penting karena
meningkatkan produktifitas perekonomian, semakin banyak belanja modal semakin
8
tinggi pula produktifitas perekonomian, belanja modal berupa infrastruktur jelas
berdampak pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja (Editorial Media
Indonesia, 25 Agustus 2008 ).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa APBD
adalah realisasi keuangan tahunan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan
instruksi menteri dalam negeri serta berbagai pertimbangan lainya yang kemudian
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD untuk ditetapkan
dengan peraturan daerah.Salah satu dana yang di dapat untuk menyusun APBD
adalah dana Dana Alokasi Umum (DAU).
Dana Alokasi Umum
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan sarana
untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga memberikan
sumber pembiayaan daerah. Oleh karena itu DAU lebih banyak dialokasikan untuk
daerah yang mempunyai kapasitas fiskal yang rendah.
Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 porsi DAU diterapkan
sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri
atau Neto yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, proporsi pembagian DAU
untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan
antara provinsi dan kabupaten/ Kota. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti
9
penggunaanya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan
daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka otonomi
daerah.
DAU dihitung dengan menggunakan pendekatan celah fiskal (fiscal gap)
yaitu selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan kapasitas fiskal
(fiscal capacity) daerah dan Alokasi Dasar AD berupa jumlah gaji PNS. Formula
DAU tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
DAU = AD + CF
Dimana:
DAU = Dana Alokasi Umum
AD =Alokasi Dasar
CF =Celah Fiskal
Alokasi Dasar (AD) dihitung berdasarkan realisasi gaji Pegawai Negeri Sipil
Daerah tahun sebelumnya (t-1) yang meliputi gaji pokok dan tunjangan-tunjangan
yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian PNS yang berlaku.
Celah Fiskal (CF) merupakan selisih dari kebutuhan fiskal dengan kapasitas
fiskal (KbF-KpF). Dengan demikian, daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang
tinggi dengan kebutuhan fiskalnya rendah maka perolehan Dana Alokasi Umum yang
akan didapatkan jumlahnya akan kecil. Dan sebaliknya bagi daerah yang kepastian
fiskalnya rendah, sementara kebutuhan akan fiskalnya tinggi, sudah dapat dipastikan
Dana Alokasi Umum yang akan didapatkan jumlahnya benar.
10
Jika dalam perhitungan menghasilkan celah fiskal negatif maka jumlah DAU
yang diterima oleh Pemda sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan dengan celah
fiskalnya. Celah fiskal negatif atau kapasitas fiskal yang lebih besar dari kebutuhan
fiskal menandakan bahwa pendapatan daerah yang berasal dari PAD, Dana Bagi
Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam dari Pemda tersebut sudah
cukup tinggi sehingga daerah tersebut lebih sedikit atau tidak membutuhkan alokasi
dari pusat untuk membiayai daerah.
Dana Otonomi Khusus
DOK adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi
khusus suatu daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang
Perimbangan keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan daerah DOK
adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu
daerah. Ada empat Provinsi yang memperoleh status otonomi khusus yaitu Provinsi
DKI Jakarta (UU No.29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi DKI kota Jakarta
sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia). Provinsi NAD (UU Nomor
44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa
Aceh) dan (UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh), Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat (UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua ), dan Provinsi DIY (UU No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta). Provinsi DKI dan Provinsi DIY belum mendapatkan
DOK mulai tahun anggaran 2013.
11
Alasan utama pemberian otonomi khusus kepada Provinsi Aceh menurut
UUPA Nomor 11 Tahun 2006 adalah untuk menciptakan Aceh yang sejahtera.
Sebelum UUPA Nomor 11 Tahun 2006 terjadi pertarungan politik di Aceh di bawah
gerakan yang biasa disebut Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Oleh karena itu
pemerintah pusat menerbitkan UU Nomor 11 Tahun 2006 yang disahkan pada tanggal
1 Agustus 2006 di dalam UU tersebut berisikan bahwa pemerintah daerah
memberikan kekhususan bagi Aceh dalam mengurus rumah tangganya secara mandiri
dengan kewenangan yang istimewa seperti yang disebutkan dalam Pasal 7 UUPA,
sebagai berikut : Pemerintahan Aceh dan Kabupaten dan Kota berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah.
Kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan urusan tertentu dalam bidang
agama. Secara umum ketentuan mengenai dana Otonomi Khusus disebutkan dalam
Pasal 183 ayat (1),(2),(4),(5) UUPA Nomor 11 Tahun 2006 Sebagai berikut :
DOK merupakan penerimaan Pemerintahan Aceh yang ditujukan untuk
membiayai pembangunan terutama pembangunan rutin dan pemeliharaan
infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta
pendanaan pendidikan sosial, dan kesehatan.
DOK berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk
tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2%
12
(dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas
sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen)
plafon Dana Alokasi Umum Nasional.
Program pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam program pembangunan provinsi dan kabupaten/kota di Aceh dengan
memperhatikan keseimbangan kemajuan pembangunan antar kabupaten/kota untuk
dijadikan dasar pemanfaatan dana otonomi khusus yang pengelolaanya
diadministrasikan pada Pemerintah Provinsi Aceh. Penggunaaan Dana Otonomi
Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk setiap tahun anggaran
yang lebih lanjut dalam Quantum Aceh.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Pemendagri Nomor 13
tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran
selama satu tahun periode anggaran. Menurut Permendagri No.13 tahun 2006 Pasal
137, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelemunya merupakan
penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk :Menutupi defisit anggaran apabila
realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi belanja. Mendanai pelaksanaan
kegiatan lanjutan atas beban langsung. Mendanai kewajiban lainya yang sampai
dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.
Menurut UU no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah
pusat dan daerah, SiLPA hanya dapat digunakan bila defisit APBN dan APBD
13
mencapai 3 persen. SiLPA adalah suatu indikator yang menggambarkan efisiensi
pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena
SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi surplus pada APBD dan sekaligus terjadi
pembiayaan neto yang positif, dimana komponen penerimaan lebih besar dari
komponen pengeluaraan pembiayaan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah (Halim, 2002). PAD merupakan salah satu
wujud dari desentralisasi fiskal untuk memberikan sumber-sumber penerimaan bagi
daerah yang dapat digali dan digunakan sesuai dengan potensinya (Kurniawan, 2010).
Permendagri No 13/2006 tentang “Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah”,
membagi jenis pendapatan atas :
Hasil Pajak Daerah,
Hasil Retribusi Daerah,
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Undang-Undang No.33/2004 menyebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah
sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.Undang-Undang
nomor 22 tahun 1999 menyebutkan salah satu kewenangan (otoritas) yang diberikan
14
berupa pemungutan hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial.Dalam
pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari PAD lebih utama
daripada sumber-sumber di luar PAD oleh karena PAD dapat dipergunakan sesuai
dengan prakarsa dan inisiatif daerah.
Namun, secara umum pemda menghadapi permasalahan yang sama yakni
terkait penggalian pajak dan retribusi daerah sebagai salah satu komponen PAD yang
belum memberikan kontribusi signifikan terhadap PAD (Halim, 2009). Demikian
pula kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal tersebut
dapat mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah.
Perananan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan
bervariasi antar daerah yaitu kurang dari 10% dan 50%.
Belanja Modal
Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah namun
menimbulkan konsekuensi menambah biaya yang bersifat rutin seperti biaya
pemeliharaan (Halim, 2004). Dewi (2006) dan Syaiful (2008) juga mengutarakan hal
yang senada bahwa belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah asset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah
pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau
menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas asset.
15
Menurut Rostow dan Musgrave dalam Hendramin (1997:171), model belanja
pemerintah adalah: pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentasi investasi
pemerintah terhadap total investasi adalah besar, karena pada tahap ini pemerintah
harus menyediakan prasarana, seperti : pendidikan, kesehatan dan transportasi. Pada
tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini
peranan investasi swasta sudah semakin besar. Pada tingkat ekonomi lebih lanjut
dalam pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintahan beralih dari penyedia prasarana
ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti : program kesejahteraan di
hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. Belanja Modal
yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan
sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati
manfaat dari pembangunan daerah (Halim, 2002).
Indeks Pembangunan Manusia
IPM adalah indeks komposit untuk mengukur pencapaian kualitas
pembangunan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, baik dari aspek
kesehatan, pendidikan maupun ekonomi. IPM juga digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah Negara adalah Negara maju, Negara berkembang,
atau Negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi
terhadap kualitas hidup (UNDP, 1996).
16
Menurut UNDP (2004) IPM memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi
tentang pembangunan manusia : panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari
usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa
dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standart
hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/PPP, penghasilan). Indeks tersebut
bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia. Sebagai
contoh, IPM tidak menyertakan indikator-indikator penting seperti misalnya
ketidaksetaraan dan sulit mengukur indikator-indikator seperti penghargaan terhadap
hak-hak asasi manusia dan kebebasan politik. Indeks ini memberikan sudut pandang
yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang
rumit antara penghasilan dan kesejahteraan.
Indikator IPM merupakan salah satu indikator untuk mengukur taraf kualitas
fisik dan non fisik penduduk. Kualitas fisik tercermin dari angka harapan hidup,
sedangkan kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk
bersekolah dan angka melek huruf dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi
masyarakat yang tercermin dari nilai purchasing power parity index (PPP) (BPS,
2007).
IPM mengukur pencapaian keseluruhan dari satu daerah/Negara dalam tiga
dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan status
standar hidup yang layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian
pendidikan dan pengeluaran per kapita (Pambudi, 2011).
17
IPM mencoba untuk memberikan peringkat semua Negara dari skala 0
(tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 100 (tingkat
pembangunan manusia yang paling tinggi). Hal ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi keberhasilan pembangunan suatu daerah atau Negara. BPS
memberikan pemeringkatan dalam empat kriteria, dimana IPM tergolong kategori
rendah jika IPM <50, IPM tergolong kategori menengah rendah jika nilai IPM antara
50-65, jika nilai IPM antara 66-80 maka tergolong kriteria menengah tinggi, nilai
IPM tergolong tinggi jika di atas 80 (BPS,2006).
Secara teknis, Perhitungan IPM dapat dirumuskan sebagai berikut (BPS,
BAPPENAS, UNDP, 2004) :
IPM = 1 3⁄ ( indeks X1+ indeks X2 + indeks X3)
Dimana :
X1 = indeks lamanya hidup (tahun)
X2 = indeks tingkat pendidikan
X3 = indeks pengeluaran riil per kapita (Rp 000)
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA,PAD terhadap BM.
DAU merupakan dana yang bersumber dari pemerintah yang bertujuan untuk
pemerataan keuangan daerah yang digunakan untuk mendanai belanja daerah dengan
proporsi yang berbeda untuk setiap daerah sesuai dengan kebijakan masing-masing
18
daerah. Transfer DAU ke daerah ditunjukan untuk belanja pemerintah daerah dan
tidak jarang pemerintah daerah menetapkan rencana pendapatan daerah secara
pesimis dan rencana belanja cenderung optimis agar transfer DAU yang diterima
daerah lebih besar (http://www.Balipost.co.id). Di beberapa daerah peranan DAU
sangat signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh jumlah
DAU daripada PAD (Sidik 2002). Proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih
yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD (Adi,
2006). Dengan demikian DAU merupakan sumber dana yang signifikan untuk
keuangan daerah dari Pemerintah.
Penelitian terkait pengaruh DAU terhadap BM yang dilakukan oleh Harianto
dan Adi (2007), Darwanto dan Yustikasari (2007), dan Putro (2011) menunjukan
bahwa DAU sangat berpengaruh terhadap BM. Transfer DAU kepada Pemerintah
daerah meningkatkan sumber pendapatan yang dapat dialokasikan untuk membiayai
belanja modal (Putro,2011). Menurut Abdullah dan Halim (2006) orang akan lebih
berhemat dalam membelanjakan pendapatan yang merupakan hasil effort-nya sendiri
dibanding pendapatan yang diberikan pihak lain (seperti grant atau transfer). Hal ini
menunjukan DAU lebih dulu digunakan untuk membiyai belanja modal dibanding
dana yang didapat dari PAD oleh karena itu DAU memiliki pengaruh terhadap BM.
Selain dari Dana Alokasi Umum, Pemerintah Aceh masih memiliki sumber
dana lainya yaitu Dana Otonomi Khusus yang di dapat dari pemerintah sesuai dengan
UU No 11 tahun 2006 Tentang pemberian Dana Otonomi Khusus dari pemerintah
pusat kepada Provinsi Aceh. Tujuan dari pemberikan dana tersebut adalah untuk
19
menciptakan Aceh yang lebih sejahtera. Secara khusus dana otonomi khusus
diperuntukan bagi pengembangan pendidikan dan kesehatan rakyat.
Dana Otonomi Khusus di Aceh diharapakan digunakan sesuai dengan Pasal
179 (2) yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat dalam bentuk pembangunan
infrasktruktur dan pemeliharaan infrastruktur. Dengan dilaksanakanya pembangunan
infrastruktur dan pemeliharaan infrastruktur diharapkan masyarakat dapat merasakan
dampak adanya dana istimewa untuk masyarakat Aceh sehingga dapat mencapai
masyarakat Aceh yang sejahtera sesuai dengan tujuan dari pemberian DOK kepada
Aceh oleh karena itu DOK berpengaruh terhadap BM.
SiLPA tahun sebelumnya adalah sumber penerimaan pembiayaan yang dapat
digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil
daripada realisasi belanja.Pemda dapat menggunakan SiLPA tahun sebelumnya untuk
tambahan anggaran belanja infrastruktur bagi kesejahteraan masyarakat daerah.
Penelitian Ardhini (2011) di Kabupaten dan Kota Jawa Tengah menunjukan bahwa
SiLPA berpengaruh positif terhadap Belanja modal.
PAD adalah hasil upaya sendiri di daerah yang alokasi penggunaannya
merupakan kewenangan murni di daerah. Pemda yang mengupayakan kesejahteraan
masyarakatnya akan memilih belanja modal yang dapat meningkatkan fasilitas publik
untuk kesejahteraan masyarakat. Penelitian Darwanto & Yustikasari (2007), Solikin
(2007), maupun Putro (2011) menunjukkan bahwa PAD memiliki korelasi positif dan
signifikan terhadap belanja modal.
20
Ketersediaan DAU, DOK, SiLPA dan PAD akan memberikan sumber
keuangan yang dapat digunakan pemda untuk melakukan belanja modal yang
diperlukan oleh publik. Oleh karena itu disusun hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 1 : DAU berpengaruh positif terhadap BM
Hipotesis 2 : DOK berpengaruh positif terhadap BM
Hipotesis 3 : SiLPA berpengaruh positif terhadap BM
Hipotesis 4 : PAD berpengaruh positif terhadap BM
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
DAU yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
bertujuan agar Pemerintah daerah mampu melayani masyarakat dan menciptakan
kemakmuran di daerah tersebut. Wewenang untuk mengatur DAU oleh pemerintah
daerah memungkinkan pemda dapat memilih program yang berdampak langsung
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program pemerintah di bidang
kesehatan dan pendidikan yang keberhasilannya dapat diukur pada dengan angka
indeks pembangunan manusia (IPM). Penelitian Bau (2011) di Kabupaten dan Kota
Yogyakarta menunjukan bahwa DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap
IPM.
DOK kepada Aceh sebagaimana UU Nomor 11 Tahun 2006 bertujuan agar
pemerintah Aceh dapat menyelesaikan masalah dan dapat menjadikan masyarakat
Aceh lebih makmur. DOK yang tidak didapat oleh daerah non otonomi khusus
memperbesar sumber pendanaan daerah penerima yang memungkinkannya
21
melakukan program pembangunan yang dapat meningkatkan indeks pembangunan
manusia. Sehingga DOK berpengaruh terhadap IPM.
SiLPA tahun sebelumnya dapat digunakan untuk menutup kekurangan
pendapatan pemerintah dalam rangka melakukan belanja program kesejahteraan
masyarakat.Demikian halnya dengan PAD yang mana kebijakan penggunaannya
adalah wewenang pemda sendiri. Penelitian Pambudi (2008) di Kab/Kota Provinsi
Jawa Barat menunjukan bahwa, PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap
indeks pembangunan manusia (IPM) di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan uraian diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 5 : DAU berpengaruh positif terhadap IPM.
Hipotesis 6 : DOK berpengaruh positif terhadap IPM.
Hipotesis 7 : SiLPA berpengaruh positif terhadap IPM.
Hipotesis 8 : PAD berpengaruh positif terhadap IPM.
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap IPM melalui BM Sebagai variable
Intervening.
Dana perimbangan, SiLPA, dan dana PAD adalah sumber-sumber keuangan di
daerah yang memungkinkan Pemda membangun infrastruktur yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Belanja infrastruktur tersebut dinyatakan
dalam belanja modal. Belanja modal untuk aktivitas pendidikan dan kesehatan adalah
belanja yang terkait langsung dengan ukuran kesejahteraan menurut UNDP yaitu IPM.
Oleh karena itu diduga bahwa sumber-sumber keuangan tersebut mempengaruhi IPM
22
melalui belanja modal. Maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :
Hipotesis 9 : DAU berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM
Hipotesis 10 : DOK berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM
Hipotesis 11 : SiLPA berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM
Hipotesis 12 : PAD berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM
Metode Penelitian
Data penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari situs Direktorat
Jendral Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (http://www.djpkpd.go.id) berupa
Laporan Realisasi Anggaran APBD Kabupaten/Kota Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dan data IPM dari BPS (http://www.aceh.bps.go.id) Provinsi Nanggroe
Aceh Darusalam untuk periode 2007 – 2011.
Data penelitian telah lolos Uji Asumsi Klasik mencakup Uji Normalitas, Uji
Multikorelasi, Uji autokorelasi dan Uji heterokedastisitas. Hasil pengujian dapat
dilihat pada Lampiran.
23
Model Teoritis penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Model Penelitian: Pengaruh DAU,DOK,SiLPA,PAD terhadap BM
Gambar 2. Model Penelitian: Pengaruh DAU,DOK,SiLPA,PAD terhadap IPM
DAU
BM
PAD
SiLPA
DOK
H1
H3
H4
H2
DAU
IPM
PAD
SiLPA
DOK
H5
H7
H8
H6
24
Gambar 3 : Model Pengaruh DAU,DOK,SiLPA, dan PAD terhadap IPM melalui
BM sebagai Variabel Intervening
Data dan Analisis
Analisis Dekskriptif
Deskripsi Dana Alokasi Umum, Dana Otonomi Khusus, Selisih Lebih
pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Indeks
Pembangunan Manusia pada 23 Kabupaten dan Kota di Provinsi NAD untuk tahun
2007 sampai 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
DAU
BM
PAD
SiLPA
DOK
IPM
H12
H9
H10
H11
25
Tabel 1
Statistik Deskriptif
Variabel
N Min Max Rata-Rata
Standar
Deviasi
DAU 83 47 milyar 487 milyar 275 milyar 87 milyar
DOK 83 0 50 milyar 4 milyar 11 milyar
SiLPA 83 -17.4 milyar 89 milyar 24milyar 25 milyar
PAD 83 1.6 milyar 49 milyar 14 milyar 86 milyar
BM 83 19.9 milyar 236 milyar 87 milyar 30 milyar
IPM 83 67,08 % 77,00 % 71,29% 2.53721
Sumber: data sekunder 2007-2011 (diolah)
Kabupaten Aceh Pidie pada tahun 2010 mendapatkan DAU terkecil tahun
2011 Aceh Pidie mendapatkan dana terbesar DAU. Nilai rata-rata DAU dari setiap
Kota/Kabupaten adalah 275 milyar dengan Standar deviasi 87 milyar hal ini
menunjukan persebaran data DAU bervariasi karena Standart Deviasi lebih dari 20%
dari nilai rata-rata. DOK di Provinsi NAD kurang di distribusi secara baik nilai DOK
terbesar didapat Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2011. Nilai rata-rata DOK dari
setiap Kota/Kabupaten adalah 4 milyar dengan Standar deviasi 11 milyar hal ini
menunjukan persebaran data DOK bervariasi karena Standart Deviasi lebih dari 20%
dari nilai rata-rata. Nilai SiLPA pada tahun defisit yang terjadi pada tahun 2011
karena jumlah pengeluaran lebih besar daripada pembiayaan. Nilai rata-rata SiLPA
dari setiap Kota/Kabupaten adalah 24 milyar dengan Standar deviasi 25 milyar hal ini
menunjukan persebaran data SiLPA bervariasi karena Standart Deviasi lebih dari 20%
26
dari nilai rata-rata. PAD terbesar diperoleh pada tahun 2008 oleh Kabupaten Aceh
Tamiang hal ini menunjukan masyarakat Aceh Tamiang sangat produktif. Nilai rata-
rata PAD dari setiap Kota/Kabupaten adalah 14 milyar dengan Standar deviasi 86
milyar hal ini menunjukan persebaran data PAD bervariasi karena Standart Deviasi
lebih dari 20% dari nilai rata-rata. Belanja Modal yang dilakukan oleh
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh adalah Kab Pidie Jaya pada tahun 2008. Nilai rata-
rata BM dari setiap Kota/Kabupaten adalah 87 milyar dengan Standar deviasi 30
milyar hal ini menunjukan persebaran data BM bervariasi karena Standart Deviasi
lebih dari 20% dari nilai rata-rata. IPM Indonesia pada tahun 2011 berdasarkan
UNDP berada di peringkat 123 dengan indeks 61.7 % IPM tertinggi di Indonesia
adalah DKI Jakarta dengan indeks 77.6% sedangkan nilai rata-rata IPM di aceh 71.2 %
oleh karena itu nilai IPM di Kabupaten/Kota di Provinsi NAD tergolong menengah
tinggi. Anggaran Belanja Provinsi NAD berdasarkan lampiran 5 menunjukan bahwa
Belanja Operasional masih menjadi belanja utama Provinsi NAD.
Analisis Statistik
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap BM
Hasil Pengujian statistik pengaruh langsung DAU, DOK, SiLPA, dan PAD ter
hadap BM pada 23 kabupaten dan kota di Provinsi NAD untuk tahun 2007 sampai 20
11 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
27
Tabel 2
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD Terhadap BM
Variabel
Independen
Koefisien
Standarized
t
Sig
DAU 0,315 2.986 0,004 0.099
DOK -0.019 -0.174 0,862 0.008
SILPA 0.240 2.227 0,029 0.058
PAD 0,332 3.150 0,002 0.109
Sumber : Olahan SPSS
Hasil Output SPSS menunjukan bahwa DAU, SiLPA dan PAD memilik
pengaruh yang signifikan terhadap BM sedangkan DOK tidak memiliki pengaruh
terhadap BM. Hasil menunjukan bahwa DAU memiliki pengaruh sebesar 9,9%, SiLPA
5,8%, PAD 10,9%.
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap IPM
Hasil Pengujian statistik pengaruh langsung DAU, DOK, SiLPA, dan PAD
terhadap IPM pada 23 kabupaten dan kota di Provinsi NAD untuk tahun 2007 sampai
2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
28
Tabel 3
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA Terhadap IPM
Variabel
Independen
Koefisien
Standarized
t
Sig
DAU 0.238 2.208 0.030 0.057
DOK -0.038 -0.340 0.735 0.001
SILPA 0.196 1.802 0.075 0.039
PAD 0.600 6.756 0.000 0.360
Sumber : Olahan SPSS
Hasil Output SPSS yang menguji hubungan antara DAU,DOK, SiLPA dan
PAD terhadap IPM menunjukan hanya DAU dan PAD yang memiliki nilai
signifikansi dibawah 0.05. Dilihat dari tabel DAU memiliki pengaruh sebesar 5,7%
dan PAD 36%.
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD Terhadap IPM melalui BM sebagai Var
iable Intervening.
Hasil Pengujian statistik pengaruh langsung DAU, DOK, SiLPA, dan PAD ter
hadap IPM melalui variable intervening pada 23 kabupaten dan kota di Provinsi NAD
untuk tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
29
Tabel 4
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM melalui
BM sebagai variabel intervening
Variabel
Independen
Koefisien
Standarized
(Langsung)
Koefisien
Standarizez
(tidak langsung)
Sig
Pengaruh
DAU 0.238 0.007 0.093 Langusng
DOK -0.038 -0.003 0.621 intervening
SILPA 0.196 0.010 0.181 Langsung
PAD 0.600 -0.068 0.000 Langsung
Hasil Output SPSS DOK tidak signifikan untuk berpengaruh terhadap IPM
untuk nilai signifikansi dapat dilihat di lampiran 5. tetapi dilihat dari nilai koefisien
standarize DOK mempengaruhi IPM melalui BM sebagai variabel intervening hal ini
dilihat dari nilai koefisien tidak langsung lebih besar dari nilai koefisien langsung.
Pembahasan
Dari hasil olahan statistik terlihat bahwa H1 dan H5 terdukung artinya DAU
signifikan terhadap BM dan IPM namun H9 tidak terdukung artinya DAU yang
digunakan untuk BM tidak signifikan untuk peningkatan IPM. Kesimpulan dari hasil
olahan statistik diatas menunjukan bahwa DAU yang didapat oleh Prov NAD telah
digunakan untuk BM dan IPM namun BM yang dilakukan belum mempengaruhi
terhadap peningkatan pembangunan manusia di Provinsi NAD karena BM yang
dilakukan Provinsi NAD cenderung kecil dibanding Belanja Operasional hal ini dapat
30
dilihat dari belanja Provinsi NAD (lampiran 5).
Dari hasil olahan statistik terlihat bahwa H2 dan H6 tidak terdukung artinya
DOK tidak signifikan terhadap BM dan IPM namun H10 tidak terdukung artinya
DOK yang digunakan untuk BM tidak signifikan terhadap peningkatan IPM.
Kesimpulan hasil olahan statistik menunjukan dana DOK di Provinsi NAD tidak
berdampak untuk BM maupun untuk peningkatan IPM namun BM yang dilakukan
dilakukan Provinsi Aceh berdampak terhadap peningkatan IPM.
Dari hasil olahan statistik terlihat bahwa H3 terdukung artinya SiLPA
signifikan terhadap BM namun H7 dan H11 tidak terdukung artinya SiLPA tidak
signifikan terhadap IPM maupun melalui BM. Kesimpulan dari hasil statistik
menunjukan penggunaan SiLPA di Provinsi NAD memiliki dampak untuk BM
namun tidak berdampak terhadap peningkatan IPM secara langsung maupun melalui
BM karena BM yang dilakukan oleh Provinsi NAD sangat kecil dibanding Belanja
Operasinal (lampiran 5).
Dari hasil olahan statistik terlihat bahwa H4 dan H8 terdukung artinya PAD
signifikan terhadap BM dan IPM sementara H12 tidak terdukung artinya DOK tidak
signifikan terhadap IPM melalui BM sebagai variabel intervening. Kesimpulan dari
hasil statistik menunjukan penggunaan dana PAD telah digunakan untuk belanja
modal dan untuk peningkatan kesejahteraan manusia yang diukur melalui Indikator
Pembangunan Manusia (IPM) namun BM yang dilakukan oleh Provinsi NAD belum
memberikan dampak terhadap IPM karena BM yang dilakukan oleh Provinsi NAD
sangat kecil dibanding Belanja Operasional (lampiran 5).
31
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Kesimpulan
DAU, SiLPA dan PAD Berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal
sedangkan Dana Otonomi Khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Modal.
DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia, sedangkan Dana Otonomi Khusus dan Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran
tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
DOK tidak signifikan terhadap IPM melalui BM sebagai variabel intervening
tetapi menunjukan adanya pengaruh dilihat dari nilai koefisien.
Implikasi
Hasil pengujian tentang pengaruh DAU terhadap BM. Konsisten dengan
penelitian sebelumnya Harianto dan Adi (2007), Darwanto dan Yustikasari (2007),
dan Solikhin (2007) dan Putro (2011) bahwa BM pemerintah daerah ditentukan oleh
besar kecilnya variabel DAU. Hasil pengujian tentang pengaruh DOK dan BM.
Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Leimehrewe (2013) di Provinsi Papua
bahwa DOK tidak berpengaruh terhadap BM. Hasil pengujian tentang pengaruh
SiLPA terhadap BM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Ardhini (2011)
dimana Variable SiLPA berpengaruh terhadap BM. Hasil pengujian tentang pengaruh
PAD terhadap BM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Darwanto &
32
Yustikasari (2007), Solikin (2007) maupun Putro (2011) bahwa PAD memiliki
korelasi positif dan signifikan terhadap BM. Namun tidak konsisten dengan
penelitian sebelumnya oleh Abdullah & Halim (2006) yang menunjukan PAD tidak
berpengaruh terhadap BM.
Hasil pengujian tentang pengaruh DAU terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Bau Yunitha (2011)
bahwa DAU Kabupaten/Kota Yogyakarta berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota di Propinsi DIY. Hasil pengujian
tentang pengaruh DOK terhadap IPM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh
Laimeheriwa (2013) bahwa DOK Kabupaten/Kota Papua tidak berpengaruh
signifikan terhadap IPM di Papua. Hasil pengujian tentang pengaruh PAD terhadap
IPM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Pambudi (2008) di Kab/Kota
Provinsi Jawa.
Saran
Pemerintah NAD perlu mengevaluasi manajemen anggaran agar tujuan
anggaran untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dapat dicapai.
33
Daftar Pustaka
Abdullah, Syukriy & Halim, Abdul., 2006, Studi atas belanja modal pada anggaran
pemerintah daerah dalam hubunganya dengan belanja pemeliharaan dan sumber
pendapatan. Jurnal Akutansi Pemerintah, 2, 17-32.
Abdullah, 2013, LSM Kritisi Dana Hibah Rp 4,5 T. http://www.tribunnews.com. 1
Maret 2013.
Andaiyani, 2012, Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi,
dan Belanja Operasional terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal Pada
Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Barat. Skripsi Program
S2 Magister Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura.
Ardhini, 2011, Pengaruh rasio keuangan daerah terhadap belanja modal untuk
pelayanan public dalam prespektif teori keagenan (studi pada kabupaten dan
kota di jawa tengah). Skripsi Universitas Diponogoro Semarang.
Bau, Yunitha, M., 2011, Pengaruh dana alokasi umum dan belanja modal terhadap
indeks pembangunan manusia kabupaten/kota di Provinsi DIY. Skripsi Program
S1 Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional.
Biro Pusat Statistik, Statistik Indonesia, Nanggroe Aceh Darusallam, Indonesia
Connolly,Sara and Alistair Munro, 1999. Economics of The Public Sector, New York :
Prentice Hall
Darwanto dan Yustikasari Yulia. 2007. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan
asli daerah dan dana alokasi umum terhadap pengalokasian anggaran belanja
modal, Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Hassanudin,
Makasar, 26-28 Juli 2007.
Dewi Adha, 2006, Kajian Penerapan Akuntansi Biaya pada Anggaran Belanja Daerah
kota Singkawang. Universitas Islam Indonesia.Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Realisasi Anggaran 2007-2011 Total Se-
Provinsi Nanggroe Aceh Darusallam dalam : . http://www.djpk.depkeu.go.id/
Harianto, David & Adi Hari, P., 2007, Hubungan antara dana alokasi umum, belanja
modal.pendapatan asli daerah dan pendapatan per kapita. Simposium
Nasional X, Makassar.
34
Halim Abdul, 2004.Akutansi Sektor Publik Akutansi Keuangan Daerah, Jakarta,
Salemba Empat.
Halim Abdul, 2009, Analisis Investasi, Edisi Pertama, Jakarta, Salemba Empat.
Hafidh, 2013, Kebanyakan PNS Aceh Terancam Bangkrut,
http://economy.okezone.com , 03 Februari 2013
Kurniawan, 2010, Pengaruh penerimaan pajak dan retribusi terhadap pendapatan asli
daerah di Ponorogo. Skripsi Program Sarjana.
Laimeheriwa Andre, HM.,2013. Pengaruh Dana Otonomi Khusus, DAU terhadap
Belanja Modal dan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua. Skripsi
Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana
Lembaran Negara Republik Indonesia.Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.
__________.Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.
__________.Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Dana Otonomi Khusus.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
__________.Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Mahmudi.2011, Akuntansi Sektor Publik.UII Press. Yogyakarta
Mardiasmo.2002, Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis
Perekonomian Daerah.Artikel, Th. 1-No.4-Juni 2002.
Pradita Ratna, R., 2013, Pengaruh Pendapatan Asli daerah dan Dana Alokasi Umum
terhadap Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur.Skirpsi Program S1 Fakultas
Ekonomi Unviersitas Negeri Surabaya.
Peraturan Pemerintah No 58 pasal 20 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 pasal 137 Tahun 2006 tentang Selisih Lebih
Pembiayaan Anggaran.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
35
Putro, Nugroho, Suratmo. & Pamudji,Sugeng., 2011, Pengaruh pertumbuhan
ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap
pengalokasian anggaran belanja Modal.
.
Pambudi Bagus, S., 2008, Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal Terhadap
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat.Skripsi
Program S1 .Universitas Institut Pertanian Bogor.
Priyo, 2013, Dana Otsus Harus Lebih Serius Diawasi, http://aceh.tribunnews.com. ,
24 Agustus 2013.
Triwidodo, Pambudi, 2007, Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada
Kabupaten/Kota di Bali. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas Ekonomi
UII.Yogyakarta.
UNDP United Nations Development Program,2006. Daftar Negara Menurut Indeks
Pembangunan Manusia
36
Lampiran 1
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
DAU PAD DOK SiLPA BM IPM
N 83 83 83 83 83 83
Normal Paramet
ersa,,b
Mean 27.6700 14.619
2
10.176 24.832
1
87.834
6
71.2877
Std. Deviation .14935 .33645 .66376 .73974 .17983 2.53721
Most Extreme D
ifferences
Absolute .098 .120 .132 .144 .084 .073
Positive .098 .120 .083 .144 .084 .073
Negative -.060 -.101 -.132 -.134 -.062 -.053
Kolmogorov-Smirnov Z .897 1.096 .793 1.313 .764 .664
Asymp. Sig. (2-tailed) .397 .181 .555 .064 .603 .769
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
37
LAMPIRAN 2
Uji Multikolonieritas
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 51,872,470,106.59 11,165,035,107.92 4.65 0.00
DAU .08 0.04 0.22 1.79 0.08 0.68 1.475
DOK -.05 0.27 -0.02 -0.17 0.86 0.99 1.008
PAD .54 0.40 0.17 1.36 0.18 0.66 1.511
SiLPA .26 0.13 0.21 2.03 0.05 0.96 1.046
a. Dependent Variable: BM
38
LAMPIRAN 3
Uji Autokorelasi
39
LAMPIRAN 4
Uji Heteroskedastisitas
40
41
LAMPIRAN 5
ALOKASI SUMBER-SUMBER BELANJA PEMKOT DAN
PEMKAB DI PROVINSI NAD TAHUN 2007-2011
Sumber : Anggaran Belanja 2007-2011 Provinsi NAD
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
Kab. Aceh Barat 147.20 93.58 85.33 86.82 71.51 306.05 314.36 358.21 370.43 429.67 0.47 0.04 0.36 - - - 28.64 34.25 27.54 -
Kab. Aceh Besar 115.60 98.09 69.57 84.24 92.45 380.48 544.59 458.10 484.77 558.30 1.41 0.04 0.08 0.21 0.73 - 36.56 36.65 36.69 33.71
Kab. Aceh Selatan 133.50 106.42 53.69 77.05 54.51 315.58 473.80 388.42 387.48 545.93 4.50 4.00 2.69 1.47 1.61 - - - 12.40 9.34
Kab. Aceh Singkil 122.50 83.44 - 59.86 101.97 222.68 282.67 234.37 243.84 408.78 0.33 1.02 0.72 1.44 0.90 5.53 7.23 - 5.85 7.38
Kab. Aceh Tengah 115.54 108.11 66.63 99.60 134.33 297.95 444.16 351.93 374.96 609.37 3.84 1.07 0.76 0.26 0.86 0.00 25.30 21.62 - 21.07
Kab. Aceh Tenggara 61.93 54.80 67.60 91.58 121.01 280.71 371.60 317.30 390.60 450.41 9.59 2.15 1.89 3.16 3.47 11.56 12.86 - - -
Kab. Aceh Timur 105.74 118.65 88.94 114.03 103.46 305.51 531.25 485.69 542.64 600.03 3.43 2.66 2.99 1.85 0.32 - 12.86 - - -
Kab. Aceh Utara 277.69 396.35 320.29 131.95 236.82 780.55 950.85 958.20 735.95 928.03 7.83 1.51 1.75 0.38 0.63 - - - - -
Kab. Bireuen 144.09 149.45 79.06 60.15 111.59 379.36 442.62 542.08 552.93 566.80 0.86 - - - - 11.02 0.22 6.39 15.30 21.29
Kab. Aceh Pidie 99.92 97.21 45.06 92.90 90.48 459.77 507.30 468.34 494.37 640.93 0.32 0.38 0.18 0.27 0.13 32.77 21.47 30.37 16.66 -
Kab. Simeuleu 105.37 80.49 77.47 48.71 81.16 151.00 290.75 270.94 258.62 256.45 0.10 0.11 1.08 0.48 0.28 2.59 - - - -
Kota Banda Aceh 148.87 103.51 78.60 67.77 56.73 335.01 374.42 432.49 507.38 645.87 0.10 0.28 0.13 1.35 1.47 5.44 - 5.14 7.77 10.38
Kota Sabang 63.67 45.22 61.26 58.38 93.99 186.83 215.12 229.79 271.29 292.97 0.49 0.48 0.13 0.75 0.42 - - - - -
Kota Langsa 75.39 63.73 63.17 60.63 82.66 219.49 258.79 276.63 307.17 344.28 1.00 0.60 0.37 0.20 0.25 - - - - -
Kota Lhokseumawe 101.53 93.32 73.41 68.31 107.28 273.98 326.62 430.20 327.02 406.10 1.49 0.83 0.53 0.40 0.69 - - - 5.99 7.43
Kab. Nagan Raya 95.72 71.19 80.78 111.59 109.71 214.85 223.78 283.05 320.91 503.35 - - - - - 12.87 17.30 24.61 25.13 16.58
Kab. Aceh Jaya 146.09 80.11 50.60 70.13 86.41 147.73 256.38 238.48 389.32 286.24 0.16 0.54 0.25 0.41 1.17 - 9.95 - 5.19 -
Kab. Aceh Barat Daya 91.87 169.10 130.01 131.78 126.15 174.21 380.48 302.02 327.41 384.09 1.58 0.98 0.62 0.74 0.63 12.52 2.53 19.01 13.52 18.19
Kab. Gayo Lues 87.18 77.17 92.88 77.51 108.68 148.93 376.04 272.26 244.66 358.59 5.50 7.07 9.55 8.00 8.99 23.26 - - 16.13 -
Kab. Aceh Tamiang - 137.51 77.96 53.56 81.44 - 517.76 451.97 383.03 441.89 - 0.69 1.36 0.99 0.98 - 8.50 12.15 - -
Kab Bener Mariah - 76.20 60.29 105.61 109.13 - 328.97 265.55 277.14 319.74 - 2.55 1.05 3.14 4.07 - 11.79 - - -
Kab.Subulussalam - 30.65 75.23 86.47 99.21 - 153.00 159.52 178.24 205.19 - 0.63 0.77 0.41 0.38 - 1.48 7.60 11.96 11.68
Kab.Pidie Jaya - 19.95 101.81 126.58 142.37 - 134.68 200.90 239.91 287.70 - 0.05 0.47 0.23 0.18 - 8.59 16.46 21.35 22.33
TOTAL 2239.39 2354.25 1899.66 1965.23 2403.05 5580.69 8700.00 8376.43 8610.08 10470.71 42.99 27.69 27.73 26.14 28.18 117.56 205.29 214.24 221.48 179.40
Persentase 28.06 20.86 18.06 18.16 18.37 69.93 77.08 79.64 79.55 80.04 0.54 0.25 0.26 0.24 0.22 1.47 1.82 2.04 2.05 1.37
Belanja TransferDAERAH
Belanja Modal Belanja Operasional Belanja Tak Terduga
42
LAMPIRAN 6
PERSENTASE ALOKASI SUMBER-SUMBER BELANJA PEMKOT DAN PEMKAB DI PROVINSI NAD TAHUN 2007-2011
Sumber : Anggaran Belanja 2007-2011 Provinsi NAD