i
PENGARUH DEBT DEFAULT, FINANCIAL DISTRESS, DAN AUDIT TENURE
TERHADAP PENERIMAAN OPINI GOING CONCERN DENGAN AUDITOR
INDUSTRY SPECIALIZATION SEBAGAI VARIABEL MODERATING
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Alauddin Makassar
Oleh :
TAJRIANI WIHANA CITRA
10800112051
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Tajriani Wihana Citra
NIM : 10800112051
Tempat/Tgl. Lahir : Palu, 21 Februari 1995
Jur/Prodi/Konsentrasi : Akuntansi
Fakultas/Program : Ekonomi & Bisnis Islam
Alamat : BTN Minasa Upa Blok D 10/20
Judul : Pengaruh Debt Default, Financial Distress, dan audit
tenure terhadap penerimaan Opini Going Concern dengan
Auditor industry specialization sebagai Variabel
Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun (2013-
2015).
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini
benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia
merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau
seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, November 2017
Penyusun,
TAJRIANI WIHANA CITRA
10800112051
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Kampus I : Jl. Sultan Alauddin No. 63 Makassar (0411) 864924, Fax. 864923
Kampus II : Jl. H.M. Yasin Limpo Romangpolong – Gowa . 424835, Fax424836
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing penulisan skripsi saudari TAJRIANI WIHANA CITRA:
10800112051, Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN
Alauddin Makassar, Setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksiskripsi yang
bersangkutan dengan Judul, “Pengaruh Debt Default, Financial Distress, dan audit
tenure terhadap penerimaan Opini Going Concern dengan Auditor industry
specialization sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia)”, memandang bahwa skripsi tersebut telah
memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk diajukan ke seminar hasil.
Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.
Samata-Gowa, November 2017
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Muh. Wahyuddin Abdullah, S.E., M.Si., Akt Hasbiullah, SE., M.SI.
NIP.19640706199103 1 003 NIP. 19740226 199903 2 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis persembahkankan keharibaan Allah Rabbul Alamin,
zat yang menurut Al-Qur’an kepada yang tidak diragukan sedikitpun ajaran yang
dikandungnya, yang senantiasa mencurahkan dan melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada hamba-Nya dan dengan hidayah-Nya jualah sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.Salawat dan Salam kepada rasulullah Muhammad SAW.
yang merupakan rahmat Lil Alamin yang mengeluarkan manusia dari lumpur
jahiliyah, menuju kepada peradaban yang Islami. Semoga jalan yang dirintis
beliau tetap menjadi obor bagi perjalanan hidup manusia, sehingga ia selamat
dunia akhirat.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Debt Default, Financial Distress, dan
audit tenure terhadap penerimaan Opini Going Concern dengan Auditor
industry specialization sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun
(2013-2015)”. Penulis hadirkan sebagai salah satu prasyarat untuk menyelesaikan
studi S1 dan memperoleh gelar Sarjana Akuntansi di Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Sejak awal terlintas dalam pikiran penulis akan adanya hambatan dan
rintangan, namun dengan adanya bantuan moril maupun materil dari segenap
pihak yang telah membantu memudahkan langkah penulis. Menyadari hal tersebut,
maka penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada segenap
pihak yang telah membantu penyelesaian skipsi ini.
Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada kedua orang tua
tercinta ayahanda Wisnusari dan Ibunda Harmina Ginoga yang telah melahirkan,
ii
mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan sepenuh hati
dalam buaian kasih sayang kepada penulis.
Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak,
diantaranya :
1. Bapak Prof. Dr. H.Musafir Pababbari, M.Si, selaku Rektor beserta Wakil
Rektor I, II, III dan IV UIN Alauddin Makassar.
2. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse., M.Ag selaku Dekan besertaWakil Dekan I,
II, dan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar.
3. Bapak Jamaluddin M, SE,.M.Si selaku Ketua Jurusan dan Bapak Memen
Suwandi SE., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi UIN Alauddin
Makassar sekaligus sebagai Penasihat Akademik yang selalu memberikan
nasihat.
4. Bapak Dr. Muh. Wahyuddin Abdullah, S.E., M.Si., Ak. selaku pembimbing I
dan Hasbiullah, SE., M.SI. selaku pembimbing II yang dengan ikhlas telah
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis sampai selesainya skripsi
ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar
yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat.
6. Seluruh staf akademik, dan tata usaha, serta staf jurussan Akuntansi UIN
alauddin Makassar.
7. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2012 terkhusus untuk Akuntansi B,
terimakasih atas segala motivasi dan bantuannya selama penyelesaian skripsi
ini dan telah menjadi teman yang hebat bagi penulis.
8. Seluruh mahasiswa jurusan akuntansi UIN Alauddin Makassar, Kakak-kakak
maupun adik-adik tercinta, terimakasih atas persaudaraannya.
ii
9. Teruntuk sahabat-sahabatku, Ahmad Dzauqy, A. Fachrul, A. Sayida, Nasdha,
A. Rifqa, Yun Ermala, Wahyu Susanto, A. Yulfa, Muriadi, A. Laila,
Miswahidah, Vega Kurnia, Yunita Sabina terimakasih atas semangat, do’a
dan untuk kebersamaan kita yang luar biasa, semoga silaturahmi kita tetap
terjalin dengan baik.
10. Sahabat terbaikku semasa SMA, Muh. Ali, Trini Purnamasari, Rizqi
Oktaviani, A. Sri Rahayu, Rezky Nurfadillah, Intan Nuraeni, Fifi Nurindah
terimakasih telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis selama proses
pembuatan skripsi.
11. Semua keluarga, teman-teman, dan berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dengan ikhlas dalam
banyak hal yang berhubungan dengan penyelesaian studi penulis.
Akhirnya dengan segala keterbukaan dan ketulusan, skripsi ini penulis
persembahkan sebagai upaya maksimal dan memenuhi salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada UIN Alauddin Makassar dan
semoga skripsi yang penulis persembahkan ini bermanfaat adanya. Aamiin
Kesempurnaan hanyalah milik Allah dan kekurangan tentu datangnya dari penulis.
Kiranya dengan semakin bertambahnya wawasan dan pengetahuan, kita semakin
menyadari bahwa Allah adalah sumber segala sumber ilmu pengetahuan
sehinggah dapat menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala.
Penulis,
Tajriani Wihana Citra
10800112051
iii
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1-23 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 9
D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian ......................... 13
E. Kajian Pustaka .................................................................................... 19
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian......................................................... 21
BAB II TINJAUAN TEORETIS .................................................................... 24-38
A. Agency Theory ................................................................................... 24
B. Opini Going Concern .......................................................................... 26
C. Debt Default ........................................................................................ 26
D. Financial Distress ............................................................................... 27
E. Audit Tenure ....................................................................................... 29
F. Auditor Indsutry Specialization ......................................................... 29
G. Debt Default terhadap Opini Going Concern ..................................... 30
H. Financial Distress terhadap Opini Going Concern..............................31
I. Audit Tenure terhadap Opini Going Concern .................................... 33
J. Debt Default terhadap Opini Going Concern melalui Auditor Industry
Specialization ..................................................................................... 34
K. Financial Distress terhadap Opini Going Concern melalui Auditor
Industry Specialization ....................................................................... 35
L. Audit Tenure terhadap Opini Going Concern melalui Auditor Industry
Specialization ..................................................................................... 36
M. Kerangka Konseptual .......................................................................... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 39-49
A. Jenis dan Lokasi Penelitian ................................................................ 39
B. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 39
C. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 40
D. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 41
E. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 41
iiii
F. Instrumen Penelitian ........................................................................... 42
G. Metode Analisis Data .......................................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 50-80
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 50
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ...................................................... 62
C. Pembahasan Penelitian....................................................................... 73
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 81-83
A. Kesimpulan.......................................................................................... 81
B. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84-88
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Penelitian Terdahulu .......................................................................... 19
Tabel 4.1: Prosedur Pemilihan Sampel ............................................................... 58
Tabel 4.2 : Daftar Nama Perusahaan Sampel...................................................... 58
Tabel 4.3: Distribusi Perusahaan Berdasarkan Opini Audit ............................... 62
Tabel 4.4 : Uji Statistik Deskriptif Variabel ....................................................... 64
Tabel 4.5: Hosmer and Lemeshow Tast .............................................................. 65
Tabel 4.6: Nagelkerke ......................................................................................... 66
Tabel 4.7 : Tabel Klasifikasi ............................................................................... 66
Tabel 4.8: Tabel Matriks ..................................................................................... 67
Tabel 4.9: Tabel Regresi Logistik ....................................................................... 68
Tabel 4.10: Hasil Uji T........................................................................................ 71
Tabel 4.11 : Hasil Pengujian Hipotesis ............................................................... 73
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Rerangka Teoritis .......................................................................... 38
x
ABSTRAK
Nama : Tajriani Wihana Citra
Nim : 10800112051
Judul : Pengaruh Debt Default, Financial Distress, dan Audit Tenure Terhadap
Penerimaan Opini Going Concern dengan Auditor Industry Specialization
sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt default, financial distress, dan
audit tenure terhadap penerimaan opini going concern dengan auditor industry specialization
sebagai variabel moderating. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling.
Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang diakses melalui
www.idx.co.id. Analisis data menggunakan analisis regresi logistik untuk hipotesis debt
default, financial distress, dan audit tenure. Analisis regresi logistik dengan uji nilai selisih
mutlak untuk debt default, financial distress, dan audit tenure terhadap penerimaan opini
going concern dengan auditor industry specialization sebagai variabel moderating. Hasil
penelitian dengan analisis regresi logistik menunjukkan bahwa debt default, financial distress
memiliki hubungan dengan penerimaan opini audit going concern, sedangkan variabel audit
tenure tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Variabel moderasi yakni auditor
industry specialization mampu memperkuat hubungan antara financial distress terhadap
penerimaan opini going concern, sedangkan hubungan antara variabel moderasi yakni auditor
industry specialization tidak menginteraksi hubungan variabel debt default dan audit tenure
terhadap opini going concern.
Kata kunci : Debt Default, Audit Tenure, Financial Distress, Auditor Industry Specialization
dan Penerimaan Opini Audit Going Concern.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterlibatan manipulasi akuntansi telah banyak mewarnai keberadaan
entitas bisnis saat ini, terutama isu yang melibatkan masalah going concern
perusahaan tidak tercermin dalam laporan keuangan. Pada pasar modal
beberapa perusahaan didelist akibat menerima opini going concern. Opini
audit going concern adalah opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan
apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP,
2011). Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan
manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Kelangsungan
hidup perusahaan merupakan hal yang penting bagi pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan terutama investor. Keberadaan entitas
bisnis dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup (going concern) perusahaan (Krissindiastuti dan Rasmini, 2016). Para
pemakai laporan keuangan merasa bahwa pengeluaran opini audit going
concern ini sebagai prediksi kebangkrutan suatu perusahaan (Kartika, 2012).
Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa bursa efek yang sebenarnya
sama dengan pasar-pasar lainnya yaitu tempat bertemunya penjual dan
pembeli, hanya saja yang diperdagangkan adalah efek. Di Indonesia bursa
efek dikenal sebagai Bursa Efek Indonesia atau yang biasa disingkat dengan
BEI. Menurut UU No. 8 Tahun 1995, Bab I Pasal 1 Butir 13 Tentang Pasar
Modal menyebutkan bahwa :
2
“Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek”.
Laporan Tahunan mencatat perusahaan yang mendaftarkan sahamnya di
Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 521 di tahun 2015. Dalam
perjalanannya BEI menerapkan aturan yang harus dipenuhi anggotanya, salah
satunya yaitu perusahaan harus tidak menerima opini going concern dalam
laporan keuangannya agar tidak dikeluarkan (delisting). Tetapi hal tersebut
ternyata tidak dapat dipenuhi oleh beberapa perusahaan sehingga harus
didelisting oleh pihak bursa efek indonesia. Sebagai contohnya, dalam
laporan tahunan BEI tahun 2014 melakukan delisting terhadap dua
perusahaan tercatat yakni PT Asia Natural Resources Tbk (ASIA) dan PT
Bahtera Adimina Samudra Tbk (BASS) dimana delisting telah dilakukan
karena masalah keraguan atas kelangsungan usaha (going concern).
Selanjutnya, tahun 2015 BEI melakukan penghapusan pencatatan saham
(delisting) terhadap tiga perusahaan tercatat, yaitu PT Davomas Abadi Tbk
(DAVO), PT Bank Ekonomi Raharja Tbk (BAEK), dan PT Unitex Tbk
(UNTX). Delisting DAVO dilakukan karena masalah keberlanjutan usaha
(going concern).
Peristiwa di atas juga bisa dilihat bahwa opini audit mengenai kewajaran
terhadap laporan keuangan perusahaan tidaklah cukup, sehingga opini audit
going concern ini juga harus diungkapkan dengan harapan dapat segera
mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah (Ginting dan
Suryana, 2014). Namun hal tersebut sering terkendala sebagaimana
3
terjelaskan dalam teori agensi para pihak manajemen enggan untuk
mengungkapkan ketidakpastian kelangsungan hidup perusahaan karena
beberapa alasan yang bersifat pribadi, misalnya untuk melakukan valuasi
terhadap kepemilikan saham manajemen, atau manajemen perusahaan
mengkhawatirkan reputasi perusahaan terkait posisinya di pasar global pada
masa yang akan datang (Chapple dan Kent, 2012). Reaksi dari manajemen
perusahaan tersebut terkait pada ketidakpastian yang melekat pada
kelangsungan hidup (going concern) entitas umumnya dianggap sebagai
berita buruk. Maka dari itu diperlukan pihak ketiga yang independen yaitu
auditor.
Independensi seorang auditor juga telah diatur dengan sempurna dalam
Islam seperti dalam QS An-Nisa/4:135 :
Artinya : “wahai orang-orang yang beriman ! jadilah kamu penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri
atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa)
kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahan
(kebaikannya).Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran.Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata)
4
atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap
segala apa yang kamu kerjakan”.
Dari ayat-ayat tersebut maka dapat kita pahami bahwa begitu pentingnya
untuk menyampaikan kebenaran sebagaimana dalam hadis shahih disebutkan
bahwa sampaikan kebenaran walaupun itu pahit, begitu sempurnanya Islam
telah mengatur segalanya dengan jelas, Maha Benar Allah dengan segala
firmanNya.
Auditor dianggap mampu menghubungkan kepentingan pemilik (prinsipal)
dan pihak agen (manajemen). Tugas dari auditor adalah memberikan jasa
untuk menilai laporan keuangan yang dibuat oleh agen, mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut. Dari sudut pandang auditor keputusan tersebut
melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil
dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan
membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang
(Zulfikar dan Syafruddin, 2013).
Penelitian ini memilih perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian
disebabkan karena perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia terdiri dari berbagai sub sektor industri sehingga dapat
mencerminkan reaksi pasar modal secara keseluruhan. Perusahaan
manufaktur juga memiliki jumlah perusahaan terbanyak di Bursa Efek
Indonesia. Di samping itu pemilihan perusahaan manufaktur sebagai objek
penelitian dikarenakan sesuai dengan fakta yang telah dijelaskan sebelumnya,
kasus yang melibatkan perusahaan manufaktur lebih banyak atau
mendominasi jika dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
5
Penelitian mengenai opini audit going concern telah diteliti dengan
beberapa variabel. Ada beberapa faktor yang dapat dikaji sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern yaitu debt
default, financial distress, dan audit tenure. Hasil Penelitian Praptitorini dan
Januarti (2009) menunjukkan debt default berpengaruh signifikan terhadap
opini audit going concern, hasil yang berbeda dalam penelitian Azizah dan
Anisykurillah (2014) menunjukkan debt default tidak berpengaruh terhadap
opini audit going concern. keadaan default dapat dilihat dari tidak
dipenuhinya syarat-syarat perjanjian hutang hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaan memiliki masalah dengan keuangan. Jika default ini telah terjadi
atau proses negosiasi tengah berlangsung dalam rangka menghindari default,
auditor mungkin cenderung untuk mengeluarkan opini going concern.
Sementara dalam penelitian Juliana (2012) yang menggunakan variabel
financial distress menghasilkan pengaruh negatif terhadap penerimaan opini
going concern. Berbeda dengan penelitian Sitohang (2012) dan Fauziah
(2015) menunjukkan variabel financial distress berpengaruh positif terhadap
opini going concern. Kesulitan keuangan akan mengakibatkan perusahaan
mengalami arus kas negatif, gagal bayar pada perjanjian utang dan akhirnya
mengarahkan pada kebangkrutan sehingga going concern perusahaan
diragukan. Selain itu, beberapa peneliti diantaranya Louwers (1998)
menunjukkan pengaruh audit tenure yang negatif tetapi tidak signifikan
terhadap opini going concern. Hasil yang berbeda ditunjukkan Januarti (2009)
yaitu hasil negatif yang berpengaruh signifikan sehingga dapat disimpulkan
6
bahwa semakin lama auditor melakukan perikatan dengan klien akan semakin
sulit untuk memberikan opini audit going concern karena menjadi tidak
independen. Sebaliknya dalam penelitian Widyantari (2011) ditemukan
bahwa audit tenure tidak berpengaruh secara signifikan pada penerimaan
opini audit going concern.
Selama ini, penelitian mengenai opini going concern banyak dihubungkan
dengan indikator debt default, financial distress, dan audit tenure yang
diduga menjadi faktor-faktor yang turut memengaruhi dikeluarkannya opini
going concern. Namun hal tersebut diperkirakan masih dapat dipengaruhi atas
moderasi variabel auditor industry specialization yang dapat menguatkan
variabel opini going concern. Auditor industry specialization adalah auditor
yang memiliki pengetahuan yang spesifik dan mendalam serta berpengalaman
dalam suatu bidang industri tertentu. Auditor dikatakan spesialisasi industri
jika auditor memiliki banyak klien dalam industri yang sama (Andreas, 2012).
Auditor harus memiliki fungsi sebagai pihak yang memberikan kepastian
terhadap integritas angka-angka akuntansi yang dihasilkan di dalam laporan
keuangan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh auditor tidak hanya
pengetahuan mengenai pengauditan dan akuntansi, melainkan juga industri
klien. Meskipun mengaudit perusahaan manufaktur prinsipnya sama dengan
mengaudit perusahaan selain manufaktur, namun sifat bisnis, prinsip
akuntansi, sistem akuntansi, dan peraturan perpajakan yang berlaku mungkin
berbeda, sehingga hal ini mengharuskan auditor memiliki pengetahuan
7
mengenai karakteristik industri tertentu yang mempengaruhi pengauditan.
Kondisi ini menunjukkan adanya kebutuhan terhadap spesialisasi auditor.
Auditor spesialisasi industri mampu mencerminkan kualitas audit yang
baik. Auditor ini cenderung akan memberikan opini audit yang lebih akurat
pada klien yang beroperasi dalam industri spesialisnya. Auditor yang spesialis
lebih paham terhadap industri klien sehingga auditor mampu untuk
menganalisis apakah perusahaan mempunyai risiko untuk tetap menjalankan
usahanya. Hal ini membuat auditor mempunyai tanggung jawab yang besar
untuk menjamin kelangsungan usaha (going concern) perusahaan yang
diauditnya.
Kebanyakan penelitian mengenai audit spesialisasi industri dikaitkan
dengan kualitas audit. Ishak, dkk (2015) dan Fitriany, dkk (2015) menemukan
bahwa auditor spesialis berhubungan positif dengan kualitas audit yang
artinya semakin tinggi tingkat spesialisasi yang dimiliki oleh seorang akuntan
akan meningkatkan kualitas audit. Oleh sebab itu ketika perusahaan diaudit
oleh auditor yang spesialis, maka perusahaan yang berisiko akan semakin besar
kemungkinannya menerima opini going concern.
B. Rumusan Masalah
Dalam proses penerimaan opini audit, terutama opini wajar tanpa
pengecualian, auditor akan memberikan dua jenis opini, yaitu opini audit non
going concern dan opini audit going concern. Jika dalam proses identifikasi
informasi mengenai kondisi perusahaan auditor tidak menemukan adanya
kesangsian besar terhadap perusahaan untuk dapat mempertahankan
8
kelangsungan hidup perusahaan, maka auditor akan memberikan opini audit
non going concern. Sedangkan apabila auditor menemukan bahwa terdapat
keraguan pada perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya, maka auditor akan mengeluarkan opini audit going concern. Para
pemakai laporan keuangan berpikir bahwa pengeluaran opini audit going
concern ini sebagai prediksi kebangkrutan suatu perusahaan (Muttaqin dan
Sudarno, 2012). Menganalisis masalah kondisi going concern perusahaan,
auditor dapat melihat beberapa faktor yang terkait seperti kondisi perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya (Debt Default), kondisi keuangan perusahaan
(Financial Distress), dan masa perikatan Kantor Akuntan Publik (Audit
Tenure). Namun, hal tersebut diperkirakan masih dapat dipengaruhi oleh
moderasi variabel auditor spesialisasi industri yang dapat menguatkan
penerimaan opini going concern.
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dapat dikemukakan dari
penelitian ini adalah:
1. Apakah debt default berpengaruh terhadap penerimaan opini going
concern?
2. Apakah financial distress berpegaruh terhadap penerimaan opini going
concern?
3. Apakah audit tenure berpengaruh terhadap penerimaan opini going
concern?
4. Apakah auditor industri spesialisasi memoderasi hubungan antara debt
defaut terhadap penerimaan opini going concern?
9
5. Apakah auditor industri spesialisasi memoderasi hubungan antara financial
distress terhadap penerimaan opini going concern?
6. Apakah auditor industri spesialisasi memoderasi hubungan antara audit
tenure terhadap penerimaan opini going concern?
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang danrumusan masalah di atas maka hipotesis
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Debt default terhadap opini going concern
Berdasarkan teori agensi, prinsipal menilai kinerja agen menggunakan
pihak auditor, untuk mengetahui keadaan perusahaan. Auditor akan
melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan, terutama pada kegiatan utang.
Apabila perusahaan gagal membayar utang (debt default) maka
keberlangsungan perusahaan itu akan menjadi diragukan, oleh sebab itu
kemungkinan diberikannya opini audit going concern akan semakin besar,
dan investasi oleh pihak luar akan menurun. Kesangsian terhadap
kelangsungan hidup perusahaan merupakan indikasi terjadinya kebangkrutan
(Werastuti, 2013). Indikator going concern yang banyak digunakan auditor
dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi
kewajiban hutangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan
debitor (perusahaan) untuk membayar utang pokok atau bunganya pada
waktu jatuh tempo.
H1 : Debt default berpengaruh terhadap opini going concern
2. Financial distress terhadap opini going concern
10
Semakin memburuk kondisi perusahaan maka akan semakin besar
kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya
perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, memiliki
kemungkinan kecil dalam memperoleh opini audit going concern. Pendapat
tersebut juga didukung oleh Dewayanto (2011) dan Susanto (2009) yang
menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan semakin kecil
kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern. Kondisi
keuangan yang buruk akan menyebabkan perusahaan mengalami gangguan
keuangan seperti kegagalan membayar hutang, kurangnya modal dan
kerugian operasi secara terus-menerus. Kesulitan keuangan ini akan
mengarah pada kelangsungan hidup perusahaan.
H2 : Financial distress berpengaruh terhadap opini going concern
3. Audit tenure terhadap opini going concern
Audit tenure merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan perikatan
audit dengan auditee yang sama. Perikatan audit yang lama akan menjadikan
auditor kehilangan independensinya (Wakum dan Wisadha, 2014) sehingga
kemungkinan untuk memberikan opini going concern akan sulit, atau justru
akan membuat KAP lebih memahami kondisi keuangan dan akan lebih
mudah mendeteksi masalah going concern. Untuk tetap menjaga
independensinya beberapa Negara menetapkan peraturan mengenai rotasi
KAP. Di Indonesia peraturan mengharuskan adanya pergantian Kantor
Akuntan Publik 5 tahun dan auditor 3 tahun yang mengaudit sebuah
perusahaan secara berturut-turut.
11
H3: Audit tenure berpengaruh terhadap opini going concern
12
4. Auditor industry specialization memoderasi hubungan antara debt
default dengan opini going concern
Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi
kewajiban utangnya (default). Auditor biasanya akan memperhatikan kondisi
tersebut sehingga jika klien menggunakan jasa auditor yang memiliki
spesialisasi pada industri tertentu pasti akan memiliki pemahaman dan
pengetahuan yang lebih baik mengenai kondisi lingkungan industri tersebut.
Kebutuhan akan industry specialization mendorong auditor untuk
menspesialisasikan diri dan mulai mengelompokkan klien berdasarkan bidang
industri. Pernyataan auditor dalam laporan tahunan perusahaan yang
menyatakan perusahaan gagal dalam membayar hutang dan atau bunganya
merupakan penyebab perusahaan mendapat status debt default (Murtin dan
Anam, 2008), jika default ini telah terjadi atau proses negosiasi tengah
berlangsung dalam rangka menghindari default, auditor mungkin cenderung
untuk mengeluarkan opini going concern.
H4: Auditor industry spesialization memoderasi hubungan antara debt default
dengan opini going concern
5. Auditor industry specialization memoderasi hubungan antara financial
distress dengan opini going concern
Menurut Nisa, dkk (2013) Financial distress adalah kondisi perusahaan
sedang mengalami kesulitan keuangan dan salah satu proses sebelum
perusahaan mengalami kebangkrutan. Ketika klien menggunakan jasa auditor
13
spesialisasi, auditor spesialisasi mampu mengidentifikasi indikator apakah
suatu perusahaan mengalami financial distress antara lain ditandai dengan
dengan adanya pemberhentian tenaga kerja atau hilangnya pembayaran
dividen, serta arus kas yang lebih kecil daripada hutang jangka panjang. Jika
seorang auditor mampu mengidentifikasi hal tersebut memungkin suatu
perusahaan akan lebih cepat menerima opini going concern.
H5: Auditor industry spesialization memoderasi hubungan antara financial
distress dengan opini going concern
6. Auditor industry specialization memoderasi hubungan antara audit
tenure dengan opini going concern
Audit tenure adalah lamanya waktu auditor tersebut secara berturut-turut
telah melakukan pekerjaan audit terhadap suatu perusahaan (Sulfati, 2016).
Hubungan yang terlalu lama dengan klien berpotensi untuk menyebabkan
kepuasan terhadap kedua belah pihak, akan tetapi prosedur audityang kurang
ketat dan ketergantunganpada manajemen bisa terjadi. Auditor dapat menjadi
terlalu percaya diridengan klien, dan tidak ada penyesuaian dalam prosedur
audit untuk mencerminkanperubahan bisnis dan risiko yang terkait, sehingga
auditor menjadi tidak professional dalam mengumpulkan bukti audit mereka.
Audit tenure yang lama umumnya akan mempengaruhi independensi seorang
auditor. Seorang auditor spesialisasi cenderung mempertahankan nama baik
KAP tempatnya berafiliasi, dimana auditor spesialisasi akan mempertahankan
independensi dalam memberikan hasil auditnya, kondisi tersebut
mempercepat suatu perusahaan menerima opini going concern.
14
H6: Auditor industry spesialization memoderasi hubungan antara audit tenure
dengan opini going concern
D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Defini Operasional
Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai (Nazir, 1998:22).
Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: Variabel dependen yaitu opini going concern, variabel
independen yaitu debt default, financial distress, dan audit tenure.
Selanjutnya, variabel pemoderasi yaitu auditor industry specialization.
Definisi operasional merupakan definisi yang didasarkan atas sifat-sifat
variabel yang diamati. Definisi operasional mencakup hal-hal penting dalam
penelitian yang memerlukan penjelasan. Definisi operasional bersifat spesifik,
rinci, tegas dan pasti yang menggambarkan karakteristik variabel-variabel
penelitian dan hal-hal yang dianggap penting. Definisi operasional variabel-
variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Dependen
Opini audit going concern merupakan opini yang terletak pada paragraf
penjelas apabila auditor menyatakan opini wajar tanpa pengecualian dengan
bahasa penjelasan. Opini audit going concern merupakan opini audit
modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam
menjalankan operasinya di masa mendatang. Opini audit going concern, yaitu
salah satu konsep yang paling penting yang menjadi dasar pelaporan
15
keuangan. Auditor mungkin saja gagal dalam memberikan opininya
mengenai adanya indikasi kebangkrutan yang terjadi di suatu perusahaan
untuk beberapa tahun yang akan datang. Hal ini disebabkan karena
perusahaan sedang dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan
kelangsungan hidupnya (Januarti, 2009). Untuk menanggapi keadaan dimana
kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
perlu dipertanyakan, PSA No. 30 memberikan pedoman kepada auditor
tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan hidupnya
terhadap opini auditor.
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu opini going concern
pengukuran yang tepat digunakan adalah dengan menggunakan variable
dummy dimana kode 1 untuk auditee yang menerima opini audit going
concern yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mempunyai
kondisi keuangan yang buruk sehingga menimbulkan kesangsian auditor
terhadap kelangsungan usaha perusahaan (bergerak ke arah likuidasi) dan
kode 0 untuk auditee yang menerima opini audit non going concern.
b. Variabel Independen
1. Debt Default
Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan sebagai
kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang pokok atau
bunganya pada saat jatuh tempo. Debt default ini digunakan oleh auditor
untuk menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan. Auditor menjadikan
status hutang perusahaan untuk mengetahui kesehatan keuangan perusahaan.
16
Jika suatu perusahaan memiliki hutang yang besar, maka perusahaan akan
mengalokasikan kasnya untuk menutupi hutang tersebut. Hal ini akan
mengganggu kelangsungan operasional perusahaan. Jika perusahaan tidak
mampu melunasi hutangnya, maka auditor akan memberikan status default.
Pengukuran yang digunakan adalah dengan menggunakan variabel dummy
dimana kode (1 = status debt default, 0 = tidak debt default) untuk
menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak sebelum
pengeluaran opini audit.
2. Financial Distress
Kesulitan keuangan (Financial distress) merupakan suatu kondisi
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan (Wijaya dan Rasmini,
2015). Hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan, dalam menilai
kesehatan suatu perusahaan dapat digunakan laporan keuangan yang terdiri
dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan
posisi keuangan. Perusahaan yang kondisinya buruk, banyak ditemukan
indikator masalah going concern (Ramadhany, 2004). Perusahaan yang tidak
pernah mengalami kesulitan keuangan, tidak menerima opini going concern dari
auditor. Semakin buruk kondisi perusahaan akan semakin besar kemungkinan
perusahaan menerima opini audit going concern. Kondisi keuangan perusahaan
adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas keuangan perusahaan
selama periode atau kurun waktu tertentu yang merupakan gambaran atas
kinerja sebuah perusahaan.
Dalam penelitian ini perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika
selama dua tahun berturut-turut mengalami laba operasi bersih (net operating
17
income) negative. Menurut Luciana (2003), untuk penentuan tahun perusahaan
yang mengalami financial distress adalah tahun pada periode variabel X tahun
penelitian dan setahun sebelum periode variabel X tahun penelitian. Variabel ini
menggunakan variabel dummy dengan pengukuran: 1 (satu) = Perusahaan yang
mengalami financial distress dan 0 (nol) = Perusahaan yang tidak mengalami
financial distress.
3. Audit Tenure
Ketika auditor memiliki jangka waktu hubungan yang lama dengan klien,
hal ini akan mendoromg pemahamam yang lebih atas kondisi keuangan klien
dan oleh karena itu mereka akan dapat mendeteksi masalah going concern.
Dalam sudut pandang kedua, menjaga hubungan dengan kantor akuntan
publik yang sama untuk jangka waktu yang lama dianggap lebih ekonomis
untuk klien. Adanya hubungan antar auditor dengan kliennya dalam waktu
yang lama dikhwatirkan akan membuat auditor kehilangan independensinya.
Karena antara auditor dengan klien sudah terikat hubungan yang nyaman dan
saling menguntungkan sehingga kualitas audit menjadi rendah. Auditor
menjadi kurang skeptis dan kurang waspada dalam mendapatkan bukti.
Rentang hubungan yang lama ini berpotensi untuk menjadikan auditor cepat
puas pada apa yang dilakukan, melaksanakan prosedur audit yang kurang
tegas, dan terlalu tergantug pada pernyataan manajemen.
Audit tenure adalah jangka waktu perikatan yang dilakukan antara
auditor/KAP dengan kliennya. Audit tenure dalam penelitian ini mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh Werastuti (2013) yaitu dengan
menggunakan skala interval sesuai dengan lamanya hubungan auditor dari
18
KAP dengan perusahaan. Audit tenure diukur dengan cara menghitung
jumlah tahun perikatan dimana auditor dari KAP yang sama melakukan
perikatan audit terhadap auditee, tahun pertama perikatan dimulai dengan
angka 1 (satu) dan ditambah dengan 1 (satu) untuk tahun-tahun berikutnya.
e. Variabel Pemoderasi
Menurut Sugiyono (2011) variabel moderasi merupakan variabel yang
memperkuat atau memperlemah hubungan langsung antara variabel
independen dengan variabel dependen. Variabel moderasi merupakan tipe
variabel yang mempunyai pengaruh terhadap sifat atau arah hubungan antar
variabel.Sifat atau arah hubungan antara variabel-variabel independen dengan
variabel-variabel dependen kemungkinan positif atau negatif dalam hal ini
tergantung pada variabel moderasi. Oleh karena itu, variabel moderasi
dinamakan pula dengan variabel contigency.
Auditor industry spesialization sebagai variabel moderasi merupakan
keahlian dan pengalaman audit seorang auditor pada bidang industri tertentu
(Panjaitan dan Chariri, 2014). Auditor dengan jumlah spesialisasi perusahaan
yang pernah diaudit dipercaya lebih berkualitas sehingga lebih dipandang
oleh masyarakat karena kualitas audit yang dilakukan atas laporan keuangan
perusahaan yang bersangkutan. Pengukuran auditor industry specialization
yaitu auditor yang tergolong spesialis industri adalah auditor yang memiliki
proporsi diatas cut off point yaitu 15% (Knechel dan Vanstraelen, 2007).
Formulasi untuk menghitung tingkat auditor industry specialization adalah
sebagai berikut:
19
𝑨𝑰𝑺 =𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐥𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐊𝐀𝐏 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐬𝐮𝐛. 𝐬𝐞𝐤𝐭𝐨𝐫 𝐢𝐧𝐝𝐮𝐬𝐭𝐫𝐢
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒔𝒂𝒉𝒂𝒂𝒏 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒔𝒖𝒃. 𝒔𝒆𝒌𝒕𝒐𝒓 𝒊𝒏𝒅𝒖𝒔𝒕𝒓𝒊× 𝟏𝟎𝟎
2. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah pengujian hipotesis (hypothesis testing study).
Pengujian hipotesis digunakan untuk menjelaskan sifat dan hubungan antar
variabel yang akan diuji yang didasarkan dengan teori yang ada. Penelitian ini
berusaha menganalisa pengaruh debt default, financial distress, dan audit
tenure terhadap penerimaan opini going concern dengan auditor industry
specialization sebagai variabel moderasi. Variabel-variabel yang erat
hubungannya akan bergabung membentuk sebuah faktor dimana setiap faktor
yang terbentuk menggambarkan ciri dari variabel pembentuknya.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan
mengkaji data sekunder yang berupa laporan keuangan dari perusahaan
manufaktur yang berlaba serta telah listing dan dipublikasikan oleh Bursa
Efek Indonesia melalui website BEI tahun 2013-2015. Dalam hal ini
penelitian dilakukan pada PT. BEI Kantor Perwakilan Cabang Makassar yang
diperoleh pada http://www.idx.co.id .
20
E. Kajian Pustaka
Penelitian mengenai going concern telah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, Akan tetapi pada penelitian ini cukup berbeda karena lebih
meluas, karena menghubungkan antar varibael moderasi yaitu Auditor
Industry Specialization dan variabel independen yaitu Going Concern, serta
mengkaitkan dengan beberapa faktor lainnya yaitu Debt Default, Financial
Distress dan Audit Tenure. Adapun hasil dari penelitian sebelumnya, yaitu:
Nama Peneliti Judul Penelitian Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
Indira Januarti
(2009)
Analisis Pengaruh
Faktor Perusahaan,
Kualitas Auditor,
Kepemilikan
Perusahaan
Terhadap
Penerimaan Opini
Audit Going
Concern
(Perusahaan
Manufaktur Yang
Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia)
Regresi
logistik
variabel financial
distress, debt default,
ukuran perusahaan, opini
audit tahun sebelumnya,
auditor client tenure, dan
kualitas audit
berpengaruh terhadap
penerimaan opini going
concern. Sedangkan
variabel audit lag,
opinion shopping, dan
kepemilikan manajerial
dan institusional tidak
berpengaruh terhadap
penerimaan opini going
concern.
Winda Juliana
(2012)
Pengaruh Financial
Distress Terhadap
Penerimaan Opini
Audit Going
Concern Pada
Perusahaan
Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia
Tahun 2006-2010
Regresi
logistik
Variabel Financial
distress , dan opini audit
tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan
opini going concern .
Pengaruh Audit
Tenure, Disclosure,
Variabel debt default,
disclourse, dan ukuran
KAP berpengaruh
21
Nurul Ardiani,
Emrinaldi Nur
DP dan Nur
Azlina
(2012)
Ukuran Kap, Debt
Default, Opinion
Shopping, dan
Kondisi Keuangan
Terhadap
Penerimaan Opini
Audit Going
Concern
Pada Perusahaan
Real Estate dan
Property
Di Bursa Efek
Indonesia.
Regresi
logistik
terhadap penerimaan
opini going concern.
Sedangkan, variabel
audit tenure, opinion
shopping, dan kondisi
keuangan tidak
berpengaruh terhadap
penerimaan opini going
concern.
Rizki Azizah
dan Indah
Anisykurillah (2014)
Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Debt
Default, dan
Kondisi Keuangan
Perusahaan
Terhadap
Penerimaan Opini
Audit Going
Concern
Regresi
logistik
Kondisi keuangan dan
ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap
penerimaan opini going
concern. Sedangkan,
variabel debt default
tidak berpengaruh
terhadap penerimaan
opini going concern.
Fauziyah
(2015)
Pengaruh Financial
Distress Terhadap
Opini Audit Going
Concern
Regresi
logistik
Variabel kepemilikan
institusional,
leverage, kecakapan
manjerial dan financial
distress berpengaruh
terhadap penerimaan
opini going
concern. Sedangkan,
Variabel kepemilikan
manjerial, komisaris
independen, ukuran
dewan direksi tidak
terbukti memiliki
pengaruh terhadap
penerimaan opini going
concern.
22
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaruh debt default terhadap penerimaan opini going
concern.
b. Untuk mengetahui pengaruh financial distress terhadap penerimaan opini
going concern.
c. Untuk mengetahui pengaruh audit tenure, terhadap penerimaan opini
going concern.
d. Untuk mengetahui pengaruh auditor spesialisasi industri dalam
memoderasi hubungan antara debt defaut terhadap penerimaan opini
going concern.
e. Untuk mengetahui pengaruh auditor spesialisasi industri dalam
memoderasi hubungan antara financial distress terhadap penerimaan opini
going concern.
f. Untuk mengetahui pengaruh auditor spesialisasi industri dalam
memoderasi hubungan antara audit tenure terhadap penerimaan opini
going concern.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat,
yaitu:
23
a. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat mengembangkan
Agency Theory oleh Jensen dan Meckling (1976) terkait dengan penerimaan
opini going concern yang dapat dikembangkan dari hubungan agen-prinsipal.
Dalam masalah agency dibutuhkan pengawasan yang berkaitan dengan
auditing, baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang yang
memiliki rasionalitas ekonomi. Dimana setiap tindakan yang dilakukan
termotivasi oleh kepentingan pribadi atau akan memenuhi kepentingannya
terlebih dahulu sebelum memenuhi kepentingan orang lain. Oleh karena itu
dibutuhkan adanya profesionalisme auditor dalam melakukan proses
pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-
pihak yang ingin berbuat curang.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi auditor dalam memberikan
jasa audit yang berkualitas dan memiliki keahlian dalam memahami faktor-
faktor yang dapat berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern. Praktisi kantor akuntan publik terutama bagi auditor, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan dalam memberikan penilaian
mengenai keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup
perusahaan di masa yang akan datang. Karena bagaimanapun kesangsian
auditor terhadap keberlanjutan usaha suatu entitas sangat penting bagi
pemilik, investor dan kreditor.
24
Auditor dalam melaksanakan audit tidak terlepas dari pengetahuan serta
keahlian yang dimilikinya, dalam hal ini auditor yang memiliki spesialis
dalam industri tertentu akan sangat dibutuhkan. Semakin banyak Kantor
Akuntan Publik (KAP) sebagai penyedia jasa audit yang memiliki auditor
spesialis dapat membantu penyelesaian audit agar lebih singkat. Penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan wawasan alternatif tentang auditor
spesialisasi industri, dan sebagai acuan pemecahan masalah terkait
penerimaan opini going concern.
c. Manfaat Regulasi
Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pemerintah dalam pembuatan kebijakan-kebijakan
ekonomi, yakni dalam penetapan aturan audit menyangkut SA 341 tentang
opini audit going concern terutama dalam hal tanggung jawab, pertimbangan
atas kondisi dan peristiwa, serta pertimbangan atas dampak informasi
kelangsungan usaha.
24
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A. Agency Theory
Teori agensi yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) adalah
adanya hubungan kontrak antara agen (manajemen) dengan pemilik
(principal). Manajemen diberi wewenang oleh pemilik saham untuk
melakukan kegiatan operasional perusahaan sesuai dengan kontrak kerja yang
telah disepakati antara kedua belah pihak. Hubungan keagenan ini
mengakibatkan dua permasalahan yaitu terjadinya informasi asimetris
(information asymmetry) dan terjadinya konflik kepentingan (conflict of
interest). Informasi asimetris terjadi ketika manajemen memiliki lebih banyak
informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi
entitas dari pemilik. Konflik kepentingan mendasari perbedaan tujuan dimana
manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.
Pemilik perusahaan menginginkan pihak manajemen menjalankan
kegiatan perusahaan sesuai dengan keinginannya, dimana pihak manajemen
yang diberikan wewenang untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan.
Akibatnya, manajemen lebih mengetahui informasi internal perusahaan
dibanding pemilik. Hal ini sering menimbulkan masalah ketika pihak
manajemen megutamakan kepentingan pribadi dibanding kepentingan
pemilik. Apabila hal ini terjadi, maka laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen tidak mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Oleh
karena itu, diperlukan pihak auditor independen untuk memeriksa, menilai
25
dan mengaudit laporan keuangan yang diterbitkan oleh manajemen
perusahaan dengan hasil akhir opini audit. Dalam hal ini pihak yang
independen adalah auditor eksternal.
Auditor diminta menilai suatu laporan keuangan perusahaan, dimana
seorang auditor mengharapkan pihak manajemen mampu bekerja sama dalam
proses auditnya. Jika auditor menertbitkan opini going concern hal ini
mengindikasikan bahwa kinerja pihak manajemen sedang memburuk.
Manajemen mungkin menghadapi masalah financial distress ataupun ketidak
mampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Dalam menghadapi
masalah tersebut manajemen seringkali mencoba menyembunyikan informasi
kondisi perusahaan yang sebenarnya, sehingga akan menyebabkan
munculnya kemungkinan pihak agen untuk melakukan kecurangan atau
manipulasi atas informasi laporan keuangan yang akan disampaikan kepada
prinsipal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa terjadi konflik
kepentingan antara pihak agen (manajemen) dan pemilik perusahaan
(principal). Manajemen yang memiliki informasi lebih mengenai kegiatan
operasional perusahaan sulit memberikan informasi tersebut ketika
mengetahui bahwa laporan keuangan yang disajikannya akan memperoleh
opini going concern setelah dilakukan audit. Sementara pemilik perusahaan
yang mengutus auditor menginginkan audit diungkapkan secara penuh
termasuk kemungkinan perusahaan dalam menerima opini going concern.
26
B. Opini Going Concern
Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Kelangsungan
hidup entitas dianggap sebagai kemampuan perusahaan mempertahankan
kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi
dalam jangka waktu pendek. Rahayu dan Pratiwi (2011) berpendapat opini
audit going concern merupakan opini audit dengan paragraf penjelas
mengenai pertimbangan auditor bahwa terdapat ketidakmampuan perusahaan
atas kelangsungan hidup dalam menjalankan operasinya pada masa yang akan
datang. Going concern dipakai sebagai suatu asumsi dalam pelaporan
keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang berlawanan.
Menurut IAPI, 2011 : SA Seksi 341, paragraf 01, menyatakan bahwa:
“Informasi yang secara signifikan berlawanan dengan asumsi
kelangsungan hidup entitas adalah berhubungan dengan
ketidakmampuan entitas dalam memenuhi kewajibannya pada saat
jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada
pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan
operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa lainnya”.
Auditor harus teliti melihat adanya ketidakpastian dalam perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Auditor bertanggung jawab untuk
mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tertentu.
C. Debt Default
Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk
membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo
(Ramadhany, 2004). Indikator going concern yang banyak digunakan oleh
auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam
27
memenuhi kewajiban hutangnya (default). Penyebab defaultnya suatu hutang
disebabkan oleh kurangnya likuiditas perusahaan untuk membayar pokok dan
bunganya pada saat jatuh tempo. Hal ini dikarenakan lemahnya manajemen
modal kerja perusahaan dan tidak tercapainya target penjualan yang
diharapkan sehingga kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas
memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi kondisi keuangan perusahaan
dimana sebagian dari kas akan dianggarkan sebagai dana pelunasan hutang.
Auditor cenderung disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini
going concern setelah adanya beberapa peristiwa perusahaan yang bangkrut
meskipun mendapat opini wajar tanpa pengecualian (Praptitorini, 2011).
Biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern akan lebih tinggi
ketika perusahaan dalam keadaan default. Karenanya, diharapkan status
default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan
going concern.
D. Financial Distress
Menurut Irfan (2014) Financial Distress (Kesulitan keuangan) merupakan
tahap awal sebelum terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Financial
distress juga dapat didefinisikan suatu kondisi keuangan perusahaan yang
mengalami kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak
mampu menjalankan operasi dengan baik. Definisi dari financial distress
sering kali dikaitkan dengan kebangkrutan. Kebangkrutan biasanya diartikan
dengan kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya
untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam membayar kewajiban.
28
Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau penutupan perusahaan atau
insolvabilitas. Financial distress (kesulitan keuangan) dapat diakibatkan oleh
beberapa penyebab yang bermacam-macam. Awal terjadinya financial
distress dapat bermula pada saat arus kas yang dimiliki perusahaan lebih kecil
dari jumlah utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Hal ini
mencerminkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu untuk memenuhi
pembayaran kewajiban yang seharusnya dibayar pada saat itu juga.
Menurut Sudana (2011) menyatakan bahwa penyebab terjadinya financial
distress dikarenakan oleh faktor ekonomi, kesalahan dalam manajemen, dan
bencana alam. Perusahaan yang mengalami kegagalan dalam operasinya akan
berdampak pada kesulitan keuangan. Kebanyakan penyebab terjadinya
financial distress baik secara langsung maupun tidak langsung adalah karena
kesalahan manajemen yang terjadi berulang-ulang. Pada dasarnya, kegiatan
usaha dalam sebuah perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus
dana. Tahapannya dimulai dari proses penarikan dana dari berbagai sumber,
tahap berikutnya melakukan pembelanjaan dana tersebut pada aktiva
perusahaan, dan dilanjutkan dengan re-investasi dana yang diperoleh dari
operasi perusahaan, dan tahap terakhir yaitu pengembalian dana. Dari uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam
terjadinya financial distress yaitu hasil dari keburukan kinerja manajemen
dalam mengelola kegiatan usaha perusahaan tersebut.
E. Audit Tenure
29
Audit tenure adalah lamanya hubungan yang terjalin antara KAP dengan
auditee yang sama (Ardiani dkk., 2012). Auditor haruslah menjadi pihak
yang tidak terpengaruh terhadap tenure, karena auditor menjadi pihak yang
menjembatani antara pihak prinsipal dan agen. Masa perikatan menjadi
perdebatan pada saat masa perikatan audit yang dilakukan secara singkat dan
masa perikatan audit yang dilakukan dalam jangka waktu lama. Masa
perikatan sendiri dapat berdampak pada kinerja auditor pada perusahaan klien
seperti independensi. Karena independensi merupakan suatu sikap dimana
auditor tidak memihak harus selalu dapat dipertahankan (Pratistha dan
Widhiyani, 2014).
Perikatan audit yang lama akan menjadikan auditor kehilangan
independensinya, sehingga kemungkinan untuk memberikan opini going
concern akan sulit, atau justru akan membuat KAP lebih memahami kondisi
keuangan dan akan lebih mudah mendeteksi masalah going concern.
F. Auditor Industry Specialization
Auditor Industry Specialization adalah auditor yang memiliki pengetahuan
yang spesifik dan mendalam serta berpengalaman dalam suatu bidang industri
tertentu. Auditor yang memiliki spesialisasi di bidang tertentu dalam
melakukan audit laporan keuangan kliennya memiliki pemahaman dan
pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor yang tidak
memiliki spesialisasi (Panjaitan dan Chariri, 2014).
Auditor memiliki fungsi sebagai pihak yang memberikan kepastian
terhadap integritas angka-angka akuntansi yang dihasilkan di dalam laporan
30
keuangan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh auditor tidak hanya
pengetahuan mengenai pengauditan dan akuntansi, namun juga jenis industri
klien. Meskipun mengaudit perusahaan manufaktur prinsip-prinsipnya sama
dengan mengaudit perusahaan perbankan, namun tentu saja ada perbedaan
dalam hal sifat bisnis, prinsip akuntansi, sistem akuntansi, dan peraturan
perpajakan yang berlaku mungkin berbeda (Pratiwi dkk., 2016). Hal ini
mengharuskan auditor memiliki pengetahuan mengenai karakteristik industri
tertentu yang dapat mempengaruhi dikeluarkannya opini going concern.
Auditor spesialis juga lebih mungkin untuk mendeteksi kekeliruan dan
penyimpangan yang terjadi pada laporan keuangan, sehinggga dapat
membantu perusahaan dalam menyediakan informasi laba yang lebih baik.
Manajer dan senior audit spesialis akan lebih baik dalam mendeteksi
terjadinya kesalahan jika mereka diberikan tugas audit sesuai dengan
spesialisasi mereka.
G. Debt default terhadap opini going concern
Kegagalan untuk memenuhi utang dan bunga merupakan indikator going
concern yang banyak digunakan auditor dalam menilai kelayakan perusahaan
(Khaddafi, 2015). Hal pertama yang akan dilakukan oleh auditor untuk
mengetahui kondisi kesehatan keuangan suatu perusahaan adalah dengan
memeriksa hutang perusahaan. Ketika suatu perusahaan memiliki hutang
yang tinggi, maka kas yang ada di perusahaan akan diarahkan untuk menutup
hutang yang dimiliki perusahaan yang dampaknya akan mengganggu
31
kegiatan operasional perusahaan. Jika perusahaan kesulitan untuk memenuhi
hutangnya, auditor akan memberikan status default untuk perusahaan tersebut.
Auditor hanya perlu berkonsentrasi pada identifikasi indikator-indikator
yang lebih jelas dari potensi masalah going concern. Irfana dan Muid (2012)
berpendapat bahwa dengan asumsi tersebut, diharapkan status default yang
dikeluarkan oleh auditor dapat meningkatkan kemungkinan auditor
mengeluarkan opini going concern.
Sebuah perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaan default hutangnya
bila salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi (Chen dan Church, 1992), yaitu :
1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok atau
bunga.
2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran perjanjian
tersebut tidak dituntut atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari
satu tahun.
3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi restrukturisasi hutang yang
jatuh tempo.
H. Financial distress terhadap opini going concern
Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab,
misalnya saja perusahan mengalami rugi terus- menerus, penjualan yang tidak
laku, bencana alam yang membuat aset perusahaan rusak, sistem tata kelola
perusahaan (corporate governance) yang kurang baik atau dikarenakan oleh
kondisi perekonomian negara yang kurang stabil yang memicu timbulya
krisis keuangan (Kustanti, 2015). Financial distress adalah keadaan
32
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan memungkinkan
terjadinya kebangkrutan (Astuti dan Ramantha, 2014). Kebangkrutan sendiri
biasanya diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan
gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban debitur karena
perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk
menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin
dicapai oleh perusahaan dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang
diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, bisa
membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi
bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Financial distress dapat dialami oleh semua perusahaan, walaupun
perusahaan tersebut merupakan sebuah perusahaan yang besar. Kondisi
keuangan ini menjadi perhatian bagi banyak pihak, tidak hanya manajemen
perusahaan saja, karena kelangsungan usaha dan kondisi keuangan
perusahaan menentukan kemakmuran berbagai pihak yang memiliki
kepentingan (stakeholder), seperti diantaranya adalah para investor, kreditor,
dan pihak lainnya. Jika kondisi kesulitan keuangan (financial distress) ini
dapat diprediksi lebih dini, maka pihak manajemen perusahaan bisa
melakukan tindakan-tindakan yang bisa digunakan untuk memperbaiki
kondisi keuangan perusahaan.
Perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan (financial
distress), auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern.
Sebaliknya, semakin terganggu kondisi perusahaan maka akan semakin besar
33
kemungkinan peusahaan menerima opini audit going concern. Pada
perusahaan yang kondisinya buruk, banyak ditemukan indikator masalah
going concern.
I. Audit tenure terhadap opini going concern
Audit tenure adalah jangka waktu sebuah kantor akuntan publik
melakukan perikatan terhadap kliennya dalam memberikan jasa audit laporan
keuangan (Praptika dan Rasmini, 2016). Isu mengenai Audit Tenure biasanya
dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap independensi auditor. Hubungan
yang lama antara auditor dan kliennya berpotensi untuk menciptakan
kedekatan antara mereka, cukup untuk menghalangi independensi auditor dan
mengurangi kualitas audit.
Faktor utama yang menimbulkan timbulnya hubungan yang negatif antara
hubungan auditor-klien dan kualitas audit yaitu pengikisan independensi yang
mungkin muncul seiring dengan berkembangnya hubungan pribadi antara
auditor kritikal. Perikatan yang lama dapat menyebabkan berkurangnya
independensi KAP (Muttaqin dan Sudarno, 2011), hubungan yang lama
antara perusahaan dengan kantor akuntan dapat mengarahkan pada kedekatan
antara kantor akuntan dengan manajemen perusahaan sehingga membuat
sikap independen menjadi sulit untuk diterapkan oleh kantor akuntan.
Perikatan yang panjang kemungkinan mempengaruhi independensi seorang
auditor, sehingga dalam mengeluarkan opini going concern untuk klien akan
sulit. Atau sebaliknya, auditor dengan perikatan yang panjang, dibandingkan
dengan auditor dengan perikatan yang pendek, lebih mungkin untuk
34
mengeluarkan opini going concern untuk klien yang kemudian menyatakan
kebangkrutan.
J. Debt default terhadap opini going concern melalui auditor industry
specialization
Rosalin (2015) menemukan bahwa kelalaian membayar hutang (debt
default) berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern,
yang artinya kelalaian membayar hutang (debt default) memiliki pengaruh
yang signifikan dalam meningkatkan penerimaan opini audit going concern.
Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan merupakan faktor pertama
yang akan diperiksa oleh auditor untuk mengukur kesehatan keuangan
perusahaan. Ketika jumlah utang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran
kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya,
sehingga akan menganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang
ini tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default.
Pengetahuan lebih dalam yang dimiliki oleh auditor spesialisasi industri
memberikan kualitas audit yang lebih baik dalam mendeteksi indikator going
concern. Untuk spesialisasi industri diasumsikan bahwa jika KAP
mempunyai spesialisasi industri maka pengalaman dan keahlian yang dimiliki
lebih banyak dari pada yang tidak mempunyai spesialisasi industri sehingga
cakupan audit lebih luas (Sari, 2013). Auditor yang berkualitas tinggi
memberikan kepastian yang besar terhadap kesesuaian laporan keuangan
dengan prinsip akuntansi berterima umum, dengan adanya auditor spesialisasi
35
mampu mempercepat dalam mendeteksi status default suatu perusahaan.
Sehingga auditor cenderung memberikan opini going concern.
K. Financial distress terhadap opini going concern melalui auditor
industry specialization
Financial distress adalah suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan
tidak memadai untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang
dagang atau beban bunga). financial distress merupakan suatu masalah
keuangan yang dihadapi oleh sebuah perusahaan, financial distress
merupakan tahapan ketiga dalam kebangkrutan dan kondisi financial distress
terjadi sebelum perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan. Kondisi
keuangan perusahaan menjadi perhatian bagi banyak pihak, tidak hanya manajemen
perusahaan, karena kelangsungan hidup dan kondisi keuangan perusahaan
menentukan kemakmuran berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder), seperti
investor, kreditor, dan pihak lainnya (Dwijayanti, 2010).
Prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor
dalam membuat penilaian going concern perusahaan. Pada tahap
penyelesaian audit, auditor harus membuat penilaian tentang going concern
perusahaan. Jika ternyata perusahaan diragukan going concernnya, maka
auditor akan memberikan opini wajar tanpa pengeculian dengan paragraf
penjelas atau bisa juga memberikan opini disclaimer (atau menolak
memberikan pendapat).
Adanya auditor spesialisasi yang memiliki spesialisasi dan pengalaman
yang kompeten terhadap suatu sektor industri tertentu mencerminkan kualitas
auditor yang cenderung akan memberikan opini audit yang lebih akurat pada
36
klien yang beroperasi dalam industri spesialisnya itu (Utama dan Badera,
2016). Auditor industry specialization memiliki kemungkinan lebih tinggi
dalam hal menerbitkan opini going concern.
L. Audit tenure terhadap opini going concern melalui auditor industry
specialization
Audit tenure merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi kualitas
audit. Lamanya hubungan kerjasama antara auditor dan klien dapat membuat
auditor lebih mengetahui mengenai kondisi perusahaan sehingga dapat
mempermudah adanya pemeriksaan dan dapat dengan mudah mendeteksi dan
melaporkan pada laporan auditor independen, tapi sebaliknya memungkinkan
seorang auditor kehilangan independensinya. Debat mengenai tenure selalu
dikaitkan dengan independensi. Independensi merupakan dasar bagi profesi
akuntansi dan merupakan aset penting bagi akuntansi (Hamid, 2013).
Berdasarkan teori agensi diperlukan adanya pihak ketiga yaitu auditor
independen sebagai mediator antara prinsipal dan agen yang mampu
menjembatani kepentingan pihak prinsipal dan agen. Dalam melakukan
pemeriksaan dan pengawasan kinerja manajemen, auditor mungkin akan
menghadapi masalah yang kompleks yang berpengaruh terhadap laporan
keuangan.
Untuk itu diperlukan auditor yang benar-benar berpengalaman dan
mengetahui kondisi perusahaan, serta memiliki pengetahuan khusus
mengenai suatu industri yaitu auditor dari spesialisasi industri KAP. Oleh
karena itu pengetahuan yang dimiliki auditor tidak boleh hanya seputar audit
37
dan akuntansi tetapi juga mengenai industri klien (Senjaya dan Bambang,
2016). Memahami bisnis klien berarti memperkecil resiko audit sebab
memahami industri klien menjadi bagian integral yang tak terpisahkan
dengan pekerjaan profesi, sehingga hasil audit yang dihasilkan dapat
memenuhi standar mutu auditing, dan mempermudah dalam mendeteksi
masalah opini going concern.
M. Kerangka Konseptual
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, teori yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Agency Theory, yang dimana teori tersebut berkaitan
dengan going concern yang dilakukan oleh seorang manejer dalam
menjalankan kewajibannya terhadap kegiatan operasional perusahaan.
Melihat kondisi tersebut pihak manajemenlah yang memiliki informasi lebih
mengenai kegiatan operasional perusahaan, hal tersebut cenderung membuat
pihak manajemen sulit untuk memberikan informasi ketika mengetahui
bahwa laporan keuangan yang disajikannya akan mengakibatkan penerimaan
opini going concern setelah dilakukan audit. Berdasarkan uraian diatas maka
kerangka teoretis yang tepat untuk mendeskripsikan pernyataan diatas adalah
sebagai berikut :
Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
H1
H2
Debt Default
38
Berdasarkan bagan kerangka konseptual diatas dapat dilihat terdapat satu
hipotesis secara parsial dari masing-masing tiga variabel independen yang
mempunyai hubungan sebab akibat terhadap satu variabel dependen yaitu opini
audit going concern. Variabel pertama yaitu debt default (X1) memiliki satu
hipotesis yang berhubungan langsung terhadap opini going concern begitu juga
dengan variabel kedua financial distress (X2) dan ketiga audit tenure (X3) masing-
masing secara parsial memiliki satu hipotesis pada tiap variabel independen yang
berpengaruh terhadap opini audit going concern. Kemudian pada hipotesis
keempat kemudian pada hipotesis kelima dan keenam variabel tersebut secara
simultan menggambarkan pengaruhnya terhadap variabel dependen dan variabel
pemoderasi yang akan memperkuat variabel independen (X1,X2,X3)
H3
H4
H5
H6 Audit Tenure
Financial Distress
Going Concern
AUDITOR INDUSTRY
SPECIALIZATION
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian berupa penelitian kuantitatif,
karena data yang digunakan dalam penelitian yang menguji beberapa
hipotesis yang diungkapkan. Penelitian kuantitatif adalah suatu metode
penelitin yang bersifat induktf, objektif, dan ilmiah dimana data yang
diperoleh berupa angka-angka atau pernyataan-pernyataan yang dinilai, dan
dianalisis dengan analasis statik. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu pendekatan deskriptif, karena pendekatan deskriptif yaitu
bertujuan untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya agar mendapatkan
hasil yang mewakili daerah yang luas penelitiannya.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada suatu lembaga yang terkait dengan pasar
modal yaitu pusat informasi pasar modal (PIPM) cabang Makassar, yang
bertempat dijalan AP. Pettarani No. 18A 4, Makassar. Dalam penelitian ini
data yang digunakan berasal dari Laporan Keuangan yang diambil dari
Bursa Efek Indonesia (BEI).
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian korelasional (correlational
research) yaitu tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa
hubungan korelasional antara dua variabel atau lebih yaitu penelitian studi
40
kasus dan lapangan (Ghozali, 2007:19). Penelitian ini merupakan penelitian
dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan
kondisi saat ini dari subyek yang diteliti, serta intraksinya dengan
lingkungan. Subyek yang diteliti adalah laporan keuangan dari perusahaan
manufaktur yang listing dan dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia
melalui website Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015.
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang akan menjadi objek dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan manufaktur yang telah tercatat dan menerbitkan laporan
keuangan dibursa efek Indonesia (BEI) periode 2013-2015.
Pemilihan Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling yaitu metode pemilihan sampel yang didasarkan pada kriteria
tertentu untuk memperoleh sampel yang representative terhadap populasi.
Kriteria pemilihan sampel adalah sebagai berikut:
1. Semua perusahaan manufaktur yang terdaftar diBursa Efek Indonesia
(BEI) selama periode 2013-2015.
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangannya dalam mata uang
rupiah untuk periode yang berakhir pada 31 Desember dan telah diaudit
oleh auditor dari tahun 2013-2015.
3. Melaporkan secara publik laporan keuangan dalam tahun fiskal per 31
Desember dan telah diaudit
4. Terdapat kelengkapan data yang dibutuhkan selama periode
penelitian
41
5. Laporan keuangan dinyatakan dalam Rupiah
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
pihak lain atau tidak langsung dari sumber utama (perusahaan), berupa
publikasi dengan kurun waktu 3 tahun yaitu mulai dari tahun 2013-2015.
Data tersebut berupa laporan keuangan, dan data lainnya yang berhubungan
dengan masalah penelitian. Data Sekunder yang kami ambil yaitu laporan
keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI sengga jenis data tersebut berupa
dokumentasi.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber utamanya adalah Pusat
Referensi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia, sehingga data yang diperoleh
pada penelitian ini data yang telah dicatat oleh Bursa Efek Indonesia. Data
tersebut berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang
mempublikasikan laporan keuangan perusahaannya pada Pusat Referensi
Pasar Modal Bursa Efek Indonesia dan juga dari situs resmi BEI:
www.idx.co.id.
E. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pengamatan, yaitu data atau dokumentasi yang didapat dapat
memuat informasi mengenai suatu obyek atau kejadian masa lalu yang
dikumpulkan, dicatat, dan disimpan dalam arsip. Data diperoleh dari
42
Indonesian Capital Market Directory (ICMD), IDX Statistics dan
www.idx.co.id.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan penelitian
menjadi sistematis dan lebih mudah. Bentuk Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini yaitu bentuk istrumen dokumentasi dimana bentuk ini
dikategorikan dalam dua macam yaitu dokumentasi dengan memuat garis-
garis besar atau kategori yang akan dicari datanya, dan check-list yang
memuat daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dokumentasi yang
dimaksud merupakan penelusuran data yang sudah di dokumentasikan oleh
perusahaan yang bersifat kuantitatif ke beberapa bagian atau divisi
perusahaan. Teknik pengambilan data yaitu terkait dengan permasalahan
dalam penelitian ini dan dipublikasikan di BEI.
G. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi
logistik karena variabel terikatnya yaitu opini audit going concern merupakan
data kualitatif yang menggunakan variabel dummy (Sumodiningrat, 2007:334)
dan variabel bebasnya merupakan kombinasi antara variabel metrik dan non-
metrik. (Ghozali, 2006:225) menyatakan bahwa regresi logistik digunakan
untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi
dengan variable bebasnya. Teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan
asumsi normalitas data pada variabel bebasnya (Ghozali, 2006:225), dan
43
mengabaikan heteroskedastisitas (Gujarati, 2003:597). Analisis regresi
logistik dilakukan dengan menggunakan bantuan program Statistical Package
for Social Science (SPSS) 23 for Windows.
1. Model regresi logistik
Model yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam persamaan
berikut:
1𝑛GC
1 − GC= α + β1 DD + β2 FINDIS + β3 ATEN + €
Keterangan:
α = konstanta
β = koefesien regresi
DD = Debt Default
FINDIS = Financial Distress
ATEN = Audit Tenure
€ = eror
Tahapan dalam pengujian dengan menggunakan regresi logistik dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Menilai kelayakan model regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit
Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan
model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat
dikatakan fit). Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit
Test sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang
berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya
44
sehingga Goodness of Fit model tidak baik karena model tidak dapat
memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol tidak dapat
ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat
dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya
(Ghozali, 2006:233).
b. Menilai keseluruhan model (overall model fit)
Penilaian keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan nilai
antara 2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0), dimana model
hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada
akhir (Block Number = 1), dimana model memasukkan konstanta dan variable
bebas. Apabila nilai -2LL Block Number = 0 > nilai -2LL Block Number = 1,
hal ini menunjukkan model regresi yang baik atau dengan kata lain model
yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2006: 233).
c. Koefisien determinasi (Nagelkerke R square)
Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik
ditunjukkan dengan nilai Nagelkerke R square. Nilai Nagelkerke R square
menunjukkan variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh
variabilitas variable independen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-
variabel lain di luar model penelitian (Ghozali, 2006:233).
d. Tabel klasifikasi
Tabel klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk
memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat. Kekuatan prediksi dari
45
model regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat
dinyatakan dalan persen. Tabel ini menunjukkan atau memuat
pengelompokan data dimana tabel ini dapat diklasifikasikan berupa tabel
klasifikasi tunggal dan ganda.
e. Uji multikolinearitas
Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi
yang kuat di antara variabel bebasnya. Pengujian multikolinearitas dalam
regresi logistik menggunakan matriks korelasi antarvariabel bebas untuk
melihat besarnya korelasi antarvariabel bebas. Apabila nilai koefisien korelasi
antar variabel bebas lebih kecil dari 0,8 berarti tidak terdapat gejala
multikolinearitas yang serius antar variabel bebas tersebut (Kuncoro,
2004:240).
f. Model regresi logistik yang terbentuk dan pengujian hipotesis
Estimasi parameter dari model dapat dilihat pada output Variable in
theEquation. Output Variable in the Equation menunjukkan nilai
koefisienregresi dan tingkat signifikansinya. Koefisien regresi dari tiap
variabelvariabelyang diuji menunjukkan bentuk hubungan antarvariabel.
Pengujianhipotesis dalam penelitian ini merupakan uji satu sisi yang
dilakukan dengancara membandingkan antara tingkat signifikansi (sig)
dengan tingkatkesalahan (α) = 5%. Apabila sig <α maka dapat dikatakan
variabel bebasberpengaruh signifikan pada variabel terikat.
46
2. Analisis Regresi Moderasi dengan Pendekatan Nilai Selisih Mutlak
Frucot dan Shearon dalam (Ghozali, 2013) mengajukan model regresi
yang agak berbeda untuk menguji pengaruh moderasi yaitu dengan model
nilai selisih mutlak dari variabel independen.
Menurut Furcot dan shearon (Ghozali, 2013) interaksi ini lebih disukai
oleh karena ekspektasinya sebelumnya berhubungan dengan kombinasi antara
X1 dan X2 dan berpengaruh terhadap Y. Misalkan jika skor tinggi untuk
variabel komitmen profesional, efikasi diri, dan tekanan ketaatan berasosiasi
dengan skor rendah pertimbangan etis (skor tinggi), maka akan terjadi
perbedaan nilai absolut yang besar. Hal ini juga akan berlaku skor rendah dari
variabel komitmen profesional, efikasi diri, dan tekanan ketaatan berasosiasi
dengan skor tinggi dari pertimbangan etis (skor rendah). Kedua kombinasi ini
diharapkan akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor
Langkah uji nilai selisih mutlak dalam penelitian ini dapat digambarkan
dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Keterangan:
Y = Penerimaan Opini Audit Going Concern
X1 = Debt Default
X2 = Financial Distress
X3 = Audit Tenure
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5|X1 – X4| + β6|X2 – X4| +
β7|X3 –X4| + e
47
X4 = Auditor Industry Specialization
Xi = merupakan nilai standardized skor [(Xi - ͞xi) / σXi] = Zscore
|X1–X4| =Merupakan interaksi yang diukur dengan nilai absolut
perbedaan antara X1 dan X4
|X2–X4| =Merupakan interaksi yang diukur dengan nilai absolut
perbedaan antara X2 dan X4
|X3–X4|= Merupakan interaksi yang diukur dengan nilai absolut
perbedaan antara X3 dan X4
a =Kostanta
β = Koefisien Regresi
e = Error Term
Regresi moderasi pendekatan selisih mutlak dengan menggunakan
perhitungan dengan SPSS 20 akan diperoleh keterangan atau hasil tentang
koefisien determinasi (R2), Uji F, Uji t untuk menjawab perumusan masalah
penelitian. berikut ini keterangan yang berkenaan dengan hal tersebut, yakni :
1) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa besar kemampuan
variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikatnya. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Apabila nilai R2 kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen sangat terbatas dan sebaliknya apabila R2 besar berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
besar.
2) Uji F ( Uji Simultan)
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel |X1-X4|, |X2-X4|,|X3-X4|
secara keseluruhan terhadap variabel Y. untuk menguji hipotesa : Ho : b = 0,
48
maka langkah – langkah yang akan digunakan untuk menguji hipotesa
tersebut dengan uji F adalah sebagai berikut :
a) Menentukan Ho dan Ha
Ho : β1 = β2 = β3 = β4= 0 ( tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel independen dan variabel dependen)
Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4= 0 ( terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel independen dan variabel dependen)
b) Menentukan Level of Significance
Level of Significance yang digunakan sebesar 5% atau (α) = 0,05
c) Melihat nilai F ( F hitung )
Melihat F hitung dengan melihat output (tabel anova) SPSS 16 dan
membandingkannya dengan F tabel.
d) Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho, dengan melihat
tingkat probabilitasnya, yaitu :
Jika Signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak
Jika Signifikansi > 0,05 maka Ho diterima
e) Uji t ( Uji Parsial )
Uji t pada dasarnya digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan
koefisien regresi. jika suatu koefesien regresi signifikan menunjukan
seberapa jauh pengaruh satu variabel independen (explanatory) secara
individual dalam menerangkan variabel dependen.
Untuk menguji koefisien hipotesis : Ho = 0. untuk itu langkah yang
digunakan untuk menguji hipotesa tersebut dengan uji t adalah sebagai
berikut :
1) Menentukan Ho dan Ha
49
Ho : β1 = β2 = β3 = β4= 0 ( tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel independen dan variabel dependen)
Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4= 0 ( terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel independen dan variabel dependen)
2) Menentukan Level of Significance
Level of Significance yang digunakan sebesar 5% atau (α) = 0,05
3) Menentukan nilai t ( t hitung )
Melihat nilai t hitung dan membandingkannya dengan t tabel.
4) Menentukan Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho sebagai
berikut :
Jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak
Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Bursa Efek Indonesia (BEI)
Bursa efek atau bursa saham merupakan sebuah pasar yang berhubungan
dengan pembelian dan penjualan efek perusahaan yang sudah terdaftar pada
bursa tersebut. Bursa efek ini, bersama-sama dengan pasar uang merupakan
sumber utama permodalan eksternal bagi perusahaan dan pemerintah.
Biasanya terdapat suatu lokasi pusat, setidaknya untuk catatan, namun
perdagangan kini semakin sedikit dikaitkan dengan tempat seperti itu, karena
bursa saham modern kini adalah jaringan elektronik yang akan memberikan
keuntungan dari segi kecepatan dan biaya transaksi. Karena pihak-pihak yang
bertransaksi tidak perlu saling tahu lawan transaksinya, perdagangan dalam
bursa hanya dapat dilakukan oleh seorang anggota, sang pialang saham.
Permintaan dan penawaran dalam pasar-pasar saham didukung faktor-
faktor yang seperti halnya dalam setiap pasar bebas, mempengaruhi harga
saham. Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX)
merupakan hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa
Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, pemerintah
memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham
dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil
penggabungan ini mulai beroperasi pada tanggal 1 Desember 2007. Adapun
visi dan misi dari Bursa Efek Indonesia ialah sebagai berikut :
51
a. Visi
- Menjadi bursa yang kompetitif dengan kradibilitas tingkat dunia
b. Misi
- Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui
pemberdayaan anggota bursa dan partisipan, penciptaan nilai tambah,
efisiensi biaya serta penerapan good governance
- Core Values = Teamwork, Integrity, Profesionalism, Service Excellence
- Core Competencies = Building Trust, Integrity, Strive for Excellence,
Customer Focus
Secara garis besar, hal-hal yang diperjual-belikan pada bursa efek yaitu:
c. Saham
Saham adalah suatu surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan
seseorang atau badan terhadap sebuah perusahaan. Pengertian saham ini
artinya yaitu surat berharga yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau disebut juga emiten. Saham
menyatakan bahwa pemilik saham tersebut juga merupakan pemilik sebagian
dari perusahaan itu. Dengan kata lain, jika seorang investor membeli saham
pada sebuah perusahaan, maka ia pun menjadi pemilik atau menjadi
pemegang saham pada perusahaan tersebut.
d. Obligasi
Obligasi merupakan surat utang jangka menengah – panjang yang bisa
dipindah tangankan. Isinya berupa janji dari pihak yang telah menerbitkan
untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi
52
pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi
tersebut.
Agar seseorang atau perusahaan bisa melakukan perdagangan efek, yang
harus dilakukan adalah melakukan pendaftaran untuk menjadi anggota atau
member bursa. Keanggotaan ini terdiri atas 3 kategori utama, yaitu :
1) Melakukan transaksi untuk klien
a. Pialang komisi (commision broker): memiliki kontribusi 52%,
pekerjaannya melangsungkan transaksi penjualan dan pembelian saham
serta obligasi sesuai permohonan klien.
b. Pialang obligasi (bond broker): memiliki kontribusi 2%, pekerjaannya
sebagai pialang komisi yang hanya melaksanakan transaksi obligasi untuk
kliennya.
2) Melakukan transaksi untuk anggota lain.
a. Pialang independen (independent broker): memiliki kontribusi 10%,
pekerjaannya mengerjakan pesanan untuk pialang lain yang tidak bisa
mengerjakan akibat aktivitas pasar yang sangat tinggi.
b. Spesialis (specialist): memiliki kontribusi 29%, pekerjaannya mencarikan
jalan kehidupan pasar agar dapat terus menerus dan melakukan transaksi
odd-lot
3) Melakukan transaksi untuk diri sendiri.
a. Pedagang terdaftar (registered trader): memiliki kontribusi 4%,
pekerjaannya membeli dan menjual efek untuk diri sendiri serta harus
menaati peraturan demi melindungi publik.
53
Seluruh transaksi dilaksanakan pada lantai bursa, atas dasar proses lelang
(auction process). Tujuannya untuk memadati seluruh pesanan pembelian
pada harga yang paling murah dan juga untuk memadati seluruh pesanan
penjualan pada harga yang paling mahal, sehingga pembeli ataupun penjual
bisa mendapatkan hasil yang optimal.
Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang perkembangan
bursa kepada publik, Bursa Efek Indonesia menyebarkan pergerakan harga
saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator pergerakan harga
saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, Bursa Efek Indonesia
mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan 10 jenis indeks sektoral.
Indeks-indeks tersebut yaitu :
a. IHSG : menggunakan semua saham tercatat sebagai komponen kalkulasi
Indeks.
b. Indeks Individual : merupakan indeks untuk masing-masing saham yang
didasarkan harga dasar.
c. Indeks LQ45 : menggunakan 45 saham terpilih setelah melalui beberapa
tahapan seleksi.
d. Indeks IDX30 : menggunakan 30 saham terpilih setelah melalui beberapa
tahapan seleksi.
e. Indeks Kompas100 : menggunakan 100 saham pilihan harian Kompas.
f. Indeks Sektoral : menggunakan semua saham yang masuk dalam sektor
yang sama.
54
g. Jakarta Islamic Index : menggunakan 30 saham terpilih yang termasuk
dalam Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK (Kini OJK).
h. Indeks Bursa Syariah Indonesia (Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) :
menggunakan semua saham yang termasuk dalam Daftar Efek Syariah
yang diterbitkan oleh Bapepam-LK (kini OJK).
i. Indeks Bisnis-27 : menggunakan 27 saham terpilih bekerja sama dengan
Harian Bisnis Indonesia.
j. Indeks Pefindo25 : menggunakan 25 saham terpilih bekerja sama dengan
Pefindo.
k. Indeks SRI-KEHATI : menggunakan 25 saham terpilih yang menerapkan
prinsip tata kelola yang baik dan kepedulian terhadap lingkungan,
bekerjasama dengan Yayasan KEHATI.
l. Indeks SMinfra18 : menggunakan 18 saham terpilih yang bergerak dalam
bidang infrastruktur dan penunjangnya, bekerja sama dengan PT Sarana
Multi Infrastruktur (Persero).
m. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan : indeks yang didasarkan
pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama
dan Papan Pengembangan.
2. Perusahaan Manufaktur
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang menjalankan proses
pembuatan produk. Sebuah perusahaan dapat dikatakan sebagai perusahaan
manufaktur apabila terdapat tahapan input – proses – output yang akan
menghasilkan suatu produk. Manufaktur adalah suatu cabang industri yang
55
mengaplikasikan peralatan dan suatu medium proses untuk transformasi
bahan mentah menjadi suatu produk jadi yang siap untuk dijual. Upaya ini
melibatkan semua proses antara yang dibutuhkan untuk produksi dan
integritas komponenkomponen suatu produk.
Karakteristik utama industri manufaktur adalah mengelola sumber daya
menjadi barang jadi melalui suatu proses pabrikasi. Aktivitas perusahaan
yang tergolong dalam kelompok industri manufaktur mempunyai tiga
kegiatan utama yaitu :
a. Kegiatan utama untuk memperoleh atau menyimpan input atau bahan baku.
b. Kegiatan pengolahan atau pabrikasi atau perakitan atas bahan baku
menjadi bahan jadi.
c. Kegiatan menyimpan atau memasarkan barang jadi
Ketiga kegiatan utama tersebut harus tercermin dalam laporan keuangan
perusahaan pada industri manufaktur. Dari segi produk yang dihasilkan,
aktivitas manufaktur mencakup berbagai jenis usaha diantaranya:
a. Aneka Industri = Mesin dan Alat Berat, Otomotif dan Komponennya,
Perakitan,Tekstil dan Garmen, Sepatu dan Alas Kaki Lain, Kabel, Barang
Elektronika.
b. Industri Barang Konsumsi = Rokok, Farmasi, Kosmetik.
c. Industri Dasar dan Kimia = Semen, Keramik, Porselen, Kaca, Logam,
Kimia, Plastik dan Kemasan, Pulp dan Kertas.
Setiap industri juga mengalami berbagai macam risiko. Risiko yang
melekat pada perusahaan yang terdapat di industri manufaktur ialah kegiatan
56
memperoleh sumber daya, mengolah sumber daya menjadi barang jadi serta
menyimpan dan mendistribusikan barang jadi. Risiko-risiko tersebut ialah :
a. Aneka Industri = Mesin dan Alat Berat, Otomotif dan Komponennya,
Perakitan, Tekstil dan Garmen, Sepatu dan Alas Kaki Lain, Kabel, Barang
Elektronika. Industri Barang Konsumsi = Rokok, Farmasi, Kosmetik.
b. Industri Dasar dan Kimia = Semen, Keramik, Porselen, Kaca, Logam,
Kimia, Plastik dan Kemasan, Pulp dan Kertas Setiap industri juga
mengalami berbagai macam risiko. Risiko yang melekat pada perusahaan
yang terdapat di industri manufaktur ialah kegiatan memperoleh sumber
daya, mengolah sumber daya menjadi barang jadi serta menyimpan dan
mendistribusikan barang jadi.
Risiko-risiko tersebut ialah :
a. Sulitnya memperoleh bahan baku yang disebabkan oleh kelangkaan bahan
baku dan ketergantungan yang tinggi terhadap impor atau pemasok
tertentu.
b. Berfluktuasinya nilai tukar rupiah yang dapat dilihat dari dua sisi yaitu (1)
depresiasi rupiah berakibat buruk bagi perusahaan yang penjualannya
mengandalkan pasar lokal dan tergantung pada bahan baku impor.
Meningkatnya harga jual produk jadi yang melebihi daya beli masyarakat
akan berakibat menurunnya penjualan perusahaan. Pada sisi lain,
depresiasi rupiah menguntungkan perusahaan yang mengandalkan pasar
ekspor dan tergantung pada bahan baku yang pengadaannya dalam nilai
tukar rupiah, dan (2) apresiasi rupiah pada sisi sebaliknya berpengaruh
57
negatif terhadap perusahaan yang mengandalkan penjualannya pada pasar
ekspor.
c. Kapasitas produksi tidak terpakai yang terjadi karena kurangnya daya
serap pasar terhadap produk, kompetisi, perubahan teknologi, adanya
restriksi pemerintah terhadap produk barang tertentu.
d. Terjadinya pemogokan atau kerusuhan yang dapat terjadi karena
ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima, kondisi
perekonomian atau kondisi politik yang tidak stabil.
e. Kekakuan investasi yaitu karena adanya pembatasan pemerintah terhadap
investasi pada bidang tertentu.
f. Putusnya hak paten (patent right) atas formula produksi bagi perusahaan
yang produknya terkait erat pada hak paten atas formula tertentu akan
sangat mempengaruhi pendapatannya.
g. Tidak tertagihnya piutang yang disebabkan karena rendahnya
kolektabilitas piutang. Risiko ini terkait langsung pada industri manufaktur
karena sistem penjualan pada industri manufaktur umumnya dilakukan
secara kas.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposive
sampling sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi sampel penelitian.
Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dapat dilihat
pada Tabel 4.1 adalah sebagai berikut :
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposive
sampling sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi sampel penelitian.
58
Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dapat dilihat
pada Tabel 4.1 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Prosedur Pemilihan Sampel
No Kriteria Jumlah
1 Semua perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode 2013-2015
136
2 Perusahaan yang tidak melaporkan
secara publik laporan keuangan periode
2013-2015
(16)
3 Perusahaan yang tidak menyajikan
laporan keuangan dalam satuan mata
uang Rupiah
(8)
Jumlah sampel awal 112
Tahun pengamatan 3
Jumlah sampel akhir 336
Sumber : data sekunder yang diolah (2017)
Berdasarkan penjelasan diatas jumlah laporan keuangan yang digunakan
sebagai sampel dalam penelitian ini berjumlah 336 laporan keuangan yang
berasal dari 112 perusahaan sampel yang di Bursa Efek Indonesia (BEI)
selama 3 tahun yakni tahun 2013 sampai dengan terdaftar tahun 2015.
Perusahaan yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2
Daftar Nama Perusahaan Sampel
No Kode dan Nama Perusahaan
1 INTP ( Indocement Tunggal Prakasa Tbk )
2 SMCB ( Holcim Indonesia Tbk)
3 SMGR ( Semen Indonesia Tbk)
4 AMFG (Asahimas Flat Glass Tbk)
5 ARNA (Arwana Citra Mulia Tbk)
6 IKAI (Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk)
7 KIAS (Keramika Indonesia Assosiasi Tbk)
59
8 MLIA (Mulia Industrindo Tbk)
9 TOTO (Surya Toto Indonesia Tbk)
10 ALKA (Alaska Industrindo Tbk)
11 ALMI (Alumindo Light Metal Industry Tbk)
12 BTON (Beton Jaya Manunggal Tbk)
13 CTBN (Citra Turbindo Tbk)
14 GDST (Gunawan Dianjaya Steel Tbk)
15 INAI (Indal Aluminium Industry Tbk)
16 JKSW (Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk)
17 JPRS (Jaya Pari Steel Tbk)
18 KRAS (Krakatau Steel Tbk)
19 LMSH (Lionmesh Prima Tbk)
20 NIKL (Pelat Timah Nusantara Tbk)
21 PICO (Pelangi Indah Canindo Tbk)
22 TBMS (Tembaga Mulia Semanan Tbk)
23 BRPT (Barito Pasific Tbk)
24 BUDI (Budi Starch and Sweetener Tbk)
25 DPNS (Duta Pertiwi Nusantara)
26 EKAD (Ekadharma International Tbk)
27 INCI (Intan Wijaya International Tbk)
28 SRSN (Indo Acitama Tbk)
29 TPIA (Chandra Asri Petrochemical)
30 UNIC (Unggul Indah Cahaya Tbk)
31 AKPI (Argha Karya Prima Industry Tbk)
32 APLI (Asiaplast Industries Tbk)
33 BRNA (Berlina Tbk)
34 FPNI (Lotte Chemical Titan Tbk)
35 IGAR (Champion Pasific Indonesia Tbk)
36 IPOL (Indopoly Swakarsa Industry Tbk)
37 SIAP (Sekawan Intipratama Tbk)
38 SIMA (Siwani Makmur Tbk)
39 TRST (Trias Sentosa Tbk)
40 YPAS (Yana Prima Hasta Persada Tbk)
41 CPIN (Charoen Pokphand Indonesia Tbk)
42 JPFA (Japfa Comfeed Indonesia Tbk)
43 MAIN (Malindo Feedmill Tbk)
44 SIPD (Siearad Produce Tbk)
60
45 SULI (SLJ Global Tbk d.h Sumalindo Lestari Jaya Tbk)
46 TIRT (Tirta Mahakam Resources Tbk)
47 ALDO (Alkindo Naratama Tbk)
48 FASW (Fajar Surya Wisesa Tbk)
49 INKP (Indah Kiat Pulp & paper Tbk)
50 INRU (Toba Pulp Lestari Tbk)
51 KBRI (Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk)
52 SPMA (Suparma Tbk)
53 TKIM (Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk)
54 ASII (Astra International Tbk)
55 AUTO (Astra Auto Part Tbk)
56 BRAM (Indo Kordsa Tbk d.h Branta Mulia Tbk )
57 GDYR (Goodyear Indonesia Tbk)
58 GJTL (Gajah Tunggal Tbk)
59 IMAS (Indomobil Sukses International Tbk)
60 INDS (Indospring Tbk)
61 LPIN (Multi Prima Sejahtera Tbk d.h Lippo Enterprises Tbk)
62 MASA (Multistrada Arah Sarana Tbk)
63 NIPS (Nippres Tbk)
64 SMSM (Selamat Sempurna Tbk)
65 ADMG (Polychem Indonesia Tbk)
66 ARGO (Argo Pantes Tbk)
67 ERTX (Eratex Djaya Tbk)
68 ESTI (Ever Shine Textile Industry Tbk)
69 HDTX (Panasia Indo Resources Tbk )
70 INDR (Indo Rama Synthetic Tbk)
71 MYTX (Apac Citra Centertex Tbk)
72 PBRX (Pan Brothers Tbk)
73 POLY (Asia Pasific Fibers Tbk)
74 RICY (Ricky Putra Globalindo Tbk)
75 SSTM (Sunson Textile Manufacturer Tbk)
76 TRIS (Trisula International Tbk)
77 UNIT (Nusantara Inti Corpora Tbk)
78 BIMA (Primarindo Asia Infrastructure Tbk)
79 JECC (Jembo Cable Company Tbk)
80 KBLI (KMI Wire and Cable Tbk)
81 KBLM (Kabelindo Murni Tbk)
82 SCCO (Supreme Cable Manufacturing and Commerce Tbk)
61
Sumber : data sekunder yang diolah (2017)
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Analisis Statistik Deskriptif
83 VOKS (Voksel Electric Tbk)
84 PTSN (Sat Nusa Persada Tbk)
85 AISA (Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk)
86 CEKA (Cahaya Kalbar Tbk)
87 DLTA (Delta Djakarta Tbk)
88 ICBP (Indofood CBP Sukses Makmur Tbk)
89 INDF (Indofood Sukses Makmur Tbk)
90 MLBI (Multi Bintang Indonesia Tbk)
91 MYOR (Mayora Indah Tbk)
92 ROTI (Nippon Indosari Corporindo Tbk)
93 SKLT (Sekar Laut Tbk)
94 STTP (Siantar Top Tbk)
95 ULTJ (Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk)
96 GGRM (Gudang Garam Tbk)
97 HMSP (Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk)
98 RMBA (Bentoel International Investama Tbk)
99 WIIM (Wismilak Inti Makmur Tbk)
100 DVLA (Darya Varia Laboratoria Tbk)
101 INAF (Indofarma Tbk)
102 KAEF (Kimia Farma Tbk)
103 KLBF (Kalbe Farma Tbk)
104 MERK (Merck Tbk)
105 PYFA (Pyridam Farma Tbk)
106 SCPI (Schering Plough Indonesia Tbk)
107 TSPC (Tempo Scan Pasific Tbk)
108 MBTO (Martina Berto Tbk)
109 TCID (Mandom Indonesia Tbk)
110 UNVR (Unilever Indonesia Tbk)
111 KICI (Kedaung Indag Can Tbk)
112 LMPI (Langgeng Makmur Industry Tbk)
62
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara
statistik atas variabel-variabel independen dan variabel dependen dalam
penelitian ini. Variabel-variabel independen dalam penelitian ini adalah Debt
Default, Financial Distress, Audit Tenure. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah Opini Going Concern, sedangkan variabel moderasi
dalam penelitian ini adalah Auditor Industry Specialization informasi yang
terdapat dalam statistik deskriptif berupa nilai rata-rata (mean), nilai
minimum, nilai maksimum dan standar deviasi (standar deviation). Berikut
adalah hasil uji statistik deskriptif menggunakan SPSS versi 20 :
Tabel 4.3
Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Debt Default 348 ,00 1,00 ,2069 ,40566
Financial Distress 348 ,00 1,00 ,1466 ,35417
Audit Tenure 346 1,00 3,00 1,8410 ,81340
Auditor Spesialis 348 ,00 1,00 ,1983 ,39928
Going Concern 348 ,00 1,00 ,0833 ,27678
Valid N (listwise) 346
Sumber: output SPSS
Tabel 4.3 menunjukkan statistik deskriptif dari masing-masing variabel
penelitian. Nilai minimum Debt Default menunjukkan kegagalan perusahaan
untuk membayar utang sebesar 0,00. Nilai maksimum Debt Default
menunjukkan bahwa kegagalan perusahaan untuk membayar utang sebesar
1,00. Sedangkan rata-rata Debt Default menunjukkan kegagalan perusahaan
untuk membayar utang sebesar 0.21.
63
Nilai minimum Financial Distress menunjukkan kesulitan keuangan yang
dialami perusahaan sebesar 0,00. Nilai maksimum Financial Distress
menunjukkan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan sebesar 1,00.
Sedangkan rata-rata Financial Distress menunjukkan kesulitan keuangan
yang dialami perusahaan sebesar 0,15.
Nilai minimum Audit Tenure menunjukkan masa perikatan yang dilakukan
perusahaan dengan auditor sebesar 1,00. Nilai maksimum Audit Tenure
menunjukkan bahwa masa perikatan yang dilakukan perusahaan dengan
auditor sebesar 3,00. Sedangkan rata-rata Audit Tenure menunjukkan bahwa
masa perikatan yang dilakukan perusahaan dengan auditor sebesar 1,84.
Nilai minimum Auditor Industry Specialization menunjukkan bahwa
auditor yang memiliki pengetahuan yang spesifik dalam suatu bidang industri
tertentu sebesar 0,00. Nilai maksimum Auditor Industry Specialization
menunjukkan bahwa auditor yang memiliki pengetahuan yang spesifik dalam
suatu bidang industri tertentu sebesar 1,00. Sedangkan rata-rata Auditor
Industry Specialization menunjukkan bahwa auditor yang memiliki
pengetahuan yang spesifik dalam suatu bidang industri tertentu sebesar 0,20.
Nilai rata-rata Opini Going Concern sebesar 0,08 menunjukkan bahwa
perusahaan yang diaudit dengan kode 1, yakni perusahaan yang diaudit
dengan opini going concern lebih sedikit muncul dari 336 sampel laporan
keuangan yang diteliti. Dari 336 sampel laporan keuangan yang diteliti, 10
laporan keuangan yang diaudit pada tahun 2013, dan 9 laporan keuangan
pada tahun 2013-2015 dengan opini going concern.
64
2. Uji Regresi Logistik
a. Analisis Uji Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lomeshow’s Goodness of Fit Test. Hipotesis untuk menilai kelayakan model
regresi :
H0 : Tidak ada perbedaan antara model dengan data
Ha : ada perbedaan antara model dengan data
Jika nilai Hosmer and Lomeshow’s Goodness of Fit Test statistik sama
dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada
perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga
Goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai
observasinya. Sebaliknya, jika tidak signifikan hipotesis Nol tidak dapat
ditolak yang berarti data empiris sama dengan model atau model dikatakan fit.
Hasil penelitian dengan menggunakan progra SPSS versi 20 diperoleh output
sebagai berikut :
Tabel 4.4
Hosmer and Lemeshow Test
Pada tabel 4.4 menunjukkan nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of
Fit Test adalah sebesar 2.132 dan signifikan sebesar 0,545. Tingkat signifikan
tersebut lebih besar dari 0,05, maka model mampu memprediksi nilai
Step Chi-square df Sig.
1 2,132 3 ,545
65
observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan
data observasinya.
b. Analisis Uji Keseluruhan Model
Penilaian keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan nilai
antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0), dimana
model hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL)
pada akhir (Block Number = 1), dimana model memasukkan konstanta dan
variabel bebas.
Tabel 4.5
Uji overall fit model
-2 Log Likelihood
-2 Log Likelihood awal (Block Number = 0) 199,288
-2 Log Likelihood akhir (Block Number = 1) 101,480
c. Analisis Uji Nagelkerke (R2)
Nagelkerke R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell’s
untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Uji dilakukan
untuk menilai seberapa besar variasi dependen (opini going concern) dapat
dijelaskan oleh variasi variabel independen (debt default ̧ukuran perusahaan,
kondisi keuangan).Nilai Nagelkerke R² dapat diinterprestasikan seperti nilai
R² pada multiple regression.
66
Tabel 4.6
Nagelkerke (R2)
Model Summary
Step -2 Log
likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 101,480a ,246 ,562
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter
estimates changed by less than 001.
Tabel 4.6 menunjukkan nilain Cox and Snell’s R sebesar 0,246 dan nilai
nagelkerke R2 sebesar 0,562. Hasil ini berarti variabilitas variabel dependen
(opini going concern) yang dapat dijelaskan oleh variablitas variabel
independen (debt default, financial distress, audit tenure) sebesar 56,2%.
d. Tabel Klasifikasi
Tabel klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk
memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat.Kekuatan prediksi dari
model regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat
dinyatakan dalan persen.
Table 4.7
Tabel Klasifikasi
Classification Tablea
Observed Predicted
Going Concern Percentage
Correct ,00 1,00
Step 1
Going
Concern
,00 307 10 96,8
1,00 10 19 65,5
Overall Percentage 94,2
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is 500
Tabel klasisifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi
untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini audit going
67
concern adalah sebesar 10%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
menggunakan model regresi tersebut, tidak terdapat perusahaan yang
diprediksi akan menerima opini audit going concern dari total 300. Kekuatan
prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan
menerima opini audit non going concern adalah 96,8%. Hal ini berarti bahwa
dengan model regresi tersebut, terdapat sebanyak 307 perusahaan (96,8%)
yang diprediksi menerima opini audit non going concern. Secara keseluruhan
kekuatan prediksi dari model regresi adalah 94,2 %.
e. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.Model regresi yang baik
adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat di antara
variabel bebasnya. Pengujian multikolinearitas dalam regresi logistik
menggunakan matriks korelasi antarvariabel bebas untuk melihat besarnya
korelasi antarvariabel bebas.
Tabel 4.8
Tabel Matriks
Correlation Matrix
Constant X1(1) X2(1) X3
Step
1
Constant 1,000 -,408 -,457 -,729
Debt Default -,408 1,000 -,070 ,018
Financial Distress -,457 -,070 1,000 ,042
Audit Tenure -,729 ,018 ,042 1,000
Hasil pengujian menunjukkan tidak ada nilai koefisien korelasi
antarvariabel yang lebih besar dari 0,8. Dengan demikian dapat disimpulkan
68
bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas yang serius antarvariabel bebas
tersebut.
f. Model Regresi Logistik yang Terbentuk dan Pengujian Hipotesis
Model regresi logistik dapat dibentuk dengan melihat pada nilai estimasi
paramater dalam Variables in The Equation.Model regresi yang terbentuk
berdasarkan nilai estimasi parameter dalam Variables in The Equation Tahun
2011 adalah sebagai berikut ini.
Tabel 4.9
Uji Regresi Logistik
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a
Debt Default 2,244 ,552 16,553 1 ,000 9,432
Financial Distress 3,387 ,563 36,147 1 ,000 29,584
Audit Tenure -,003 ,332 ,000 1 ,992 ,997
Constant -4,828 ,818 34,842 1 ,000 ,008
a. Variable(s) entered on step 1: X1,X2,X3.
Tabel 4.9 menunjukkan persamaan regresi logistik dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Opini going concern = -4,828 + 2,244 DB + 3,387 FD – 0,003 AT + e
Dari persamaan regresi logistik tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Jika financial distress, audit tenure dianggap kosntan, maka logof odds
opini going concern akan naik 3,387 untuk setiap kenaikan satu debt
default.
69
b. Jika debt default, audit tenure dianggap konstan, maka log of odds opini
going concern akan naik menjadi 2,244 untuk setiap kenaikan satu unit
financial distress.
c. Jika debt default, financial distress dianggap konstan, maka log of odds
opini going concern akan turun menjadi 0,003 untuk setiap kenaikan satu
unit financial distress.
Hasil interpretasi atas hipotesis penelitian (H1, H2 dan H3) yang diajukan
dapat dilihat sebagai berikut:
a. Debt Default berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern
Hipotesis pertama menyatakan bahwa Debt default berpengaruh terhadap
opini audit going concern. Hasil pengujian menunjukkan variabel debt
default koefisien regresi positif sebesar 2,244 dengan tingkat signifikansi
0,000 yang lebih kecil dari (5%). Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa variabel likuiditas berpengaruh terhadap opini audit
going concern atau dengan kata lain H1 diterima.
b. Financial Distress berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern
Hipotesis kedua menyatakan bahwa financial distress berpengaruh
terhadap opini audit going concern. Hasil pengujian menunjukkan variabel
kondisi keuangan yang diproksikan dengan Zscore memiliki koefisien
regresi positif sebesar 3,387 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang lebih
kecil dari (5%). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
variabel kondisi keuangan berpengaruh terhadap opini audit going concern
atau dengan kata lain H2 diterima.
70
c. Audit Tenure berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa audit tenure berpengaruh terhadap
opini going concern. Hasil pengujian menunjukkan variabel audit tenure
yang diukur dengan skala interval memiliki koefisien negatif sebesar -
0,003 dengan tingkat signifikansi 0,992 yang lebih besar dari (5%).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel audit tenure
tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern atau dengan kata
lain H3 ditolak.
3. Hasil Uji Regresi Moderating dengan Pendekatan Nilai Selisih Mutlak
terhadap Hipotesis Penelitian H4,H5,H6
Ghozali (2013: 235) mengajukan model regresi yang agak berbeda untuk
menguji pengaruh moderasi yaitu dengan model nilai selisih mutlak dari
variabel independen. Menurut Ghozali (2013: 235) interaksi ini lebih disukai
oleh karena ekspektasinya sebelumnya berhubungan dengan kombinasi antara
X1 dan X2 dan berpengaruh terhadap Y. Misalkan jika skor tinggi (skor
rendah) untuk variabel debt default, financial distress, audit tenure
berasosiasi dengan skor rendah kualitas audit (skor tinggi), maka akan terjadi
perbedaan nilai absolut yang besar. Hal ini juga akan berlaku skor rendah dari
variabel debt default, financial distress, audit tenure berasosiasi dengan skor
tinggi dari auditor industry specialization (skor rendah). Kedua kombinasi ini
diharapkan akan berpengaruh terhadap persistensi pengambilan keputusan.
Tabel 4.10
Hasil Uji t – Uji Parsial
71
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a
Debt Default 4,548 1114,407 ,000 1 ,997 94,463
Financial Distress ,651 ,262 6,176 1 ,013 1,918
Audit Tenure ,133 ,293 ,207 1 ,650 1,142
ZM -3,505 1079,112 ,000 1 ,997 ,030
Debt Default_M -3,544 1126,683 ,000 1 ,997 ,029
Financial Distress_M ,834 ,281 8,784 1 ,003 2,303
Audit Tenure _M -,271 ,424 ,407 1 ,524 ,763
Constant -4,251 47,631 ,008 1 ,929 ,014
aVariable(s) entered on step 1: ZX1, ZX2, ZX3, ZM, X1_M, X2_M, X3_M.
Hasil interpretasi atas hipotesis penelitian (H4,H5,H6) yang diajukan dapat dilihat
sebagai berikut:
a. Debt default berpengaruh terhadap opini going concern dengan auditor
industry specialization sebagai variabel moderating
Dari hasil uji selisih mutlak yang terlihat pada tabel 4.10 menunjukkan
bahwa variabel moderating X1_M mempunyai tingkat signifikansi 0,997
yang lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa variable auditor industry
specialization bukan merupakan variabel moderasi yang menginteraksi
hubungan variabel debt default terhadap opini audit going concern. Jadi
hipotesis keempat (H4) yang mengatakan auditor industry specialization
memoderasi pengaruh debt default terhadap opini audit going concern tidak
terbukti atau tidak diterima.
72
b. Financial Distress berpengaruh terhadap opini going concern dengan
auditor industry specialization sebagai variabel moderating
Dari hasil uji selisih mutlak yang terlihat pada tabel 4.10 menunjukkan
bahwa variabel moderating X2_M mempunyai tingkat signifikansi 0,013
yang lebih kecil dari 0,05.Hal ini berarti bahwa variabel auditor industry
specialization merupakan variabel moderasi yang memperkuat hubungan
variabel financial distress terhadap opini audit going concern. Jadi hipotesis
kelima (H5) yang mengatakan auditor industry specialization memoderasi
pengaruh financial distress terhadap opini going concern terbukti atau
diterima.
c. Audit Tenure berpengaruh terhadap opini going concern dengan auditor
industry specialization sebagai variabel moderating
Dari hasil uji selisih mutlak yang terlihat pada tabel 4.10 menunjukkan
bahwa variabel X3_M mempunyai tingkat signifikansi 0,650 yang lebih besar
0,50. Hal ini berarti bahwa variabel auditor industry specialization bukan
merupakan variabel yang menginteraksi hubungan antara variabel audit
tenure terhadap opini going concern tidak terbukti atau tidak diterima.
C. Pembahasan Penelitian
73
Hasil pengujian hipotesis yang dikembangkan dalampenelitian ini secara
ringkas disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.10
Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis Pertanyaan Hasil
H1 Debt default berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern
Hipotesis
Diterima
H2
Financial distress berpegaruh terhadap
penerimaan opini going concern
Hipotesis
Diterima
H3
Audit tenure berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern
Hipotesis
Ditolak
H4
Auditor industri spesialisasi memoderasi
hubungan antara debt defaut terhadap
penerimaan opini going concern
Hipotesis
Ditolak
H5
Auditor industri spesialisasi memoderasi
hubungan antara financial distress
terhadap penerimaan opini going concern
Hipotesis
Diterima
H6
Auditor industri spesialisasi memoderasi
hubungan antara audit tenure terhadap
penerimaan opini going concern
Hipotesis
Ditolak
1. Pengaruh Debt Default terhadap Penerimaan Opini Going Concern
Hipotesis pertama(H1) yang diajukan dalam penelitian ini adalah debt
default berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil
analisis menunjukkan bahwa koefisien beta unstandardized variabel debt
default sebesar 2,244 dan (sig.) tsebesar 0,000 dimana lebih kecil dari (5%).
Artinya, debt default berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit
going concern. Hal ini sesuai dengan penelitian Praptitorni dan Januarti
(2007), yang mengatakan signifikan berpengaruh positif terhadap penerimaan
opini audit going concern. Berdasarkan teori agensi, prinsipal menilai kinerja
agen menggunakan pihak auditor, untuk mengetahui keadaan perusahaan.
Auditor akan melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan, terutama pada
74
kegiatan utang. Apabila perusahaan gagal membayar utang (debt default)
maka keberlangsungan perusahaan itu akan menjadi diragukan, oleh sebab itu
kemungkinan diberikannya opini audit going concern akan semakin besar,
dan investasi oleh pihak luar akan menurun. Kegagalan dalam memenuhi
kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator going concern yang
banyak digunakan oleh auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu
perusahaan. Hal ini juga di dukung dengan penelitian yang dilakukan Murtin
dan Anam (2008).
Debt default dalam penelitian diukur dengan variabel dummy, kode 1
untuk status debt default, dan kode 0 untuk status tidak debt default. Dapat
dikatakan bahwa status hutang perusahaan merupakan faktor pertama yang
akan diperiksa oleh auditor untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan.
Apabila hutang ini tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan
status default. Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor
mengeluarkan laporan going concern. Hal ini sejalan dengan hasil pengujian
hipotesis yang menunjukkan bahwa debt default berpengaruh pada opini audit
going concern.
2. Pengaruh Financial Distress terhadap Penerimaan Opini Going
Concern
Hipotesis ketiga (H2) yang diajukan dalam penelitian ini adalah financial
distress berpengaruh terhadap opini audit going concern. Hasil analisis
menunjukkan bahwa koefisien beta unstandardizes variabel financial distress
sebesar 3,387 dan (sig.) t sebesar 0,000 dimana lebih kecil dari (5%). Artinya,
75
financial distress berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern.
Hal ini sesuai dengan penelitian Santosa dan Wedari (2007) serta penelitian
Ginting dan Suryana (2014). Sementara dalam penelitian Juliana (2012) yang
menggunakan variabel financial distress menghasilkan pengaruh negatif
terhadap penerimaan opini going concern. Hal ini sejalan juga dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, dkk (2006) bahwa kondisi keuangan
yang diproksikan dengan Z Score yang menghasilkan hasil yang signifikan
dan memiliki pengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern
perusahaan oleh auditor.
Manajemen mungkin menghadapi masalah financial distress ataupun
ketidak mampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Dalam
menghadapi masalah tersebut manajemen seringkali mencoba
menyembunyikan informasi kondisi perusahaan yang sebenarnya, sehingga
akan menyebabkan munculnya kemungkinan pihak agen untuk melakukan
kecurangan atau manipulasi atas informasi laporan keuangan yang akan
disampaikan kepada principal.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semakin memburuk atau
terganggunya kondisi keuangan suatu perusahaan, maka akan semakin besar
kemungkinan perusahaan tersebut menerima opini audit going concern.
Sebaliknya, perusahaan yang tidak mengalami gangguan dalam kondisi
keuangannya, maka kemungkinan auditor akan memberikan opini audit going
concern akan semakin kecil.
3. Pengaruh Audit Tenure terhadap Penerimaan Opini Going Concern
76
Hipotesis ketiga (H3) yang diajukan dalam penelitian ini adalah audit
tenure berpengaruh terhadap opini audit going concern. Hasil analisis
menunjukkan bahwa koefisien beta unstandardizes variabel audit tenure
sebesar -0,003 dan (sig.) t sebesar 0,997 dimana lebih besar dari (5%).
Artinya, audit tenure tidak mempengaruhi penerimaan opini going concern.
Hal ini dikarenakan ketika independensi auditor tidak terganggu dengan
lamanya perikatan yang terjadi antara auditor dengan kliennya, auditor tetap
mengeluarkan opini audit going concern kepada perusahaan yang diragukan
kemampuannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usaha dengan
kehilangannya fee audit yang akan diterima di masa mendatang.
Hasil ini menunjukkan bahwa sekalipun dengan masa perikatan tugas
audit yang lama tidak mempengaruhi independensi auditor. Auditor
mempertahankan sikap skeptisme profesionalnya dengan tetap melaporkan
apabila terdapat indikasi auditee tidak mampu menjamin kelangsungan
hidupnya sehingga opini going concern menjadi suatu kewajiban untuk
diberikan. Auditor telah melaksanakan audit sesuai Standar Umum Audit
nomor kedua yang mengatur tentang independensi dalam sikap mental
auditor. Hasil ini relevan dengan temuan Knechel dan Vanstraelen (2007),
Widyantari (2011), dan Sari (2012). Hal ini bertentangan dengan hasil
penelitian Januarti (2009) yang menemukan bahwa lamanya auditor
melakukan perikatan signifikan (0,018) dan tandanya negatif, sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin lama auditor melakukan perikatan dengan klien
77
akan semakin sulit untuk memberikan opini audit going concern karena
menjadi tidak independen.
4. Pengaruh auditor industry specialization memoderasi hubungan antara
debt default dengan opini going concern
Hipotesis keempat (H4) yang diajukan dalam penelitian ini adalah auditor
industry specialization memoderasi debt default terhadap penerimaan opini
going concern. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien beta
unstandardized variabel debt default sebesar -3,544 dan (sig.) t sebesar 0,997.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi antara debt default
dan auditor industry specialization tidak berpengaruh terhadap penerimaan
opini going concern. Hal ini berarti bahwa hipotesis keempat yang
menyatakan bahwa auditor industry specialization memoderasi debt default
terhadap penerimaan opini going concern ditolak.
Hal ini berarti menunjukkan tidak ada perbedaan yang cukup signifikan
antara seorang auditor spesialis maupun non spesialis dalam mendeteksi debt
default. Penyebab defaultnya suatu hutang disebabkan oleh kurangnya
likuiditas perusahaan untuk membayar pokok dan bunganya pada saat jatuh
tempo. Hal ini dikarenakan lemahnya manajemen modal kerja perusahaan
dan tidak tercapainya target penjualan yang diharapkan sehingga kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kas memberikan kontribusi yang cukup
berarti bagi kondisi keuangan perusahaan dimana sebagian dari kas akan
dianggarkan sebagai dana pelunasan hutang.
78
Menilai hal tersebut mampu dilakukan seorang auditor baik yang spesialis
maupun non spesialis. Oleh karena itu, variabel auditor industry
specialization tidak mampu memperkuat hubungan antara variabel debt
default terhadap penerimaan opini going concern.
5. Pengaruh auditor industry specialization memoderasi hubungan antara
financial distress dengan opini going concern
Hipotesis kelima (H5) yang diajukan dalam penelitian ini adalah auditor
industry spesialization memoderasi financial distress terhadap penerimaan
opini going concern. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien beta
unstandardized variabel financial distress sebesar 0,834 dan (sig.) t sebesar
0,003. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi antara
financial distress dan auditor industry specialization berpengaruh positif dan
signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
Hal ini berarti bahwa hipotesis kelima yang menyatakan bahwa auditor
industry specialization memoderasi financial distress terhadap penerimaan
opini going concern diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan Ginting dan
Surayana (2014) dan penelitian yang dilakukan Santosa dan Wedari (2007)
yang menyatakan Kondisi Keuangan berpengaruh terhadap Opini Audit
Going Concern. Tetapi bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Juliana (2012) yang menyatakan financial distress memiliki nilai signifikansi
sebesar -1,630% yang berarti financial distress tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap opini going concern.
79
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, dkk
(2006) bahwa financial distress yang diproksikan dengan Z Score yang
menghasilkan hasil yang signifikan dan memiliki pengaruh negatif terhadap
pemberian opini audit going concern perusahaan oleh auditor.
Dari penelitian ini menunjukkan bahwa auditor industry specialization
mampu memperkuat hubungan financial distress terhadap penerimaan opini
going concern, ini disebabkan karena auditor industry specialization mampu
mendeteksi kemungkinan akan kegagalan perusahaan dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam
membayar kewajiban sehingga memungkinkan perusahaan menerima opini
audit going concern.
6. Pengaruh auditor industry specialization memoderasi hubungan antara
audit tenure dengan opini going concern
Hipotesis keenam (H6) yang diajukan dalam penelitian ini adalah auditor
industry spesialization memoderasi audit tenure terhadap penerimaan opini
going concern. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien beta
unstandardized variabel financial distress sebesar -0,271 dan (sig.) t sebesar
0,524. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi antara audit
tenure dan auditor industry spesialization tidak berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern. Hal ini berarti bahwa hipotesis keenam
yang menyatakan bahwa auditor industry specialization memoderasi audit
tenure terhadap penerimaan opini going concern ditolak.
80
Hal ini menunjukkan bahwa auditor yang spesialisasi mampu
mempertahankan independensi dan integritasnya dimana auditor yang
dikatakan spesialis mampu mencerminkan kualitas audit yang baik. Sehingga
auditor spesialisasi tidak mampu memperkuat hubungan antara audit tenure
terhadap opini going concern. Lamanya masa perikatan KAP terhadap
perusahaan tidak mempengaruhi sikap independensi auditor. Auditor
mempertahankan sikap skeptisme profesionalnya dengan tetap melaporkan
apabila terdapat indikasi auditee tidak mampu menjamin kelangsungan
hidupnya.
81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh variable
independen yaitu debt default, financial distress, dan audit tenure terhadap
variable dependen yaitu penerimaan opini audit going concern dan adanya
interaksi variable moderasi yaitu auditor industry specialization.
1. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa debt default berpengaruh
dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban pokok dan bunga menyebabkan perusahaan gagal dalam
menjalankan usahanya, dan cenderung untuk menerima opini going
concern.
2. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa financial distress
berpengaruh dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin memburuk atau terganggunya
kondisi keuangan suatu perusahaan, maka akan semakin besar
kemungkinan perusahaan tersebut menerima opini audit going concern.
Sebaliknya, perusahaan yang tidak mengalami gangguan dalam kondisi
keuangannya, maka kemungkinan auditor akan memberikan opini audit
going concern akan semakin kecil.
3. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa audit tenure tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini
82
menunjukkan bahwa sekalipun dengan masa perikatan tugas audit yang
lama tidak mempengaruhi independensi auditor. Auditor mempertahankan
sikap skeptisme profesionalnya dengan tetap melaporkan apabila terdapat
indikasi auditee tidak mampu menjamin kelangsungan hidupnya sehingga
opini going concern menjadi suatu kewajiban untuk diberikan.
4. Hasil analisis regresi moderasi dengan pendekatan nilai selisih mutlak
menunjukkan bahwa auditor industry specialization dan debt default tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini
berarti menunjukkan tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara
seorang auditor spesialis maupun non spesialis dalam mendeteksi debt
default. Penyebab defaultnya suatu hutang disebabkan oleh kurangnya
likuiditas perusahaan untuk membayar pokok dan bunganya pada saat
jatuh tempo.
5. Hasil analisis regresi moderasi dengan pendekatan nilai selisih mutlak
menunjukkan bahwa auditor industry specialization dan financial distress
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini
disebabkan karena auditor industry specialization mampu mendeteksi
kemungkinan akan kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam membayar
kewajiban sehingga memungkinkan perusahaan menerima opini audit
going concern.
6. Hasil analisis regresi moderasi dengan pendekatan nilai selisih mutlak
menunjukkan bahwa auditor industry specialization dan audit tenure tidak
83
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini
menunjukkan bahwa auditor yang spesialisasi mampu mempertahankan
independensi dan integritasnya dimana auditor yang dikatakan spesialis
mampu mencerminkan kualitas audit yang baik. Sehingga auditor
spesialisasi tidak mampu menginteraksi hubungan antara audit tenure
terhadap opini going concern.
B. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan-
keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya :
1. Variabel ukuran perusahaan klien menggunakan logaritma natural (ln)
daritotal aset. Terdapat proksi lain seperti total penjualan yang mungkin
dapat memberikan hasil berbeda dalam penelitian tentang penerimaan
opini going concern.
2. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, sehingga beberapa
sampel terpaksa dikeluarkan karena data yang didapat dengan cara men-
download dari situs www.idx.co.id yang kurang lengkap.
3. Jumlah sampel perusahaan yang dijadikan objek penelitian hanya berasal
dari jenis industri saja yaitu manufaktur, sehingga tidak dapat
mengeneralisir hasil temuan untuk seluruh perusahaan go public di BEI.
4. Periode pengamatan hanya 3 (tiga) tahun dan pada saat kondisi ekonomi
normal, sehingga tidak bias melihat kecenderungan trens penerbitan opini
audit going concern oleh auditor dalam jangka panjang dan pada saat
kondisi tidak normal.
84
DAFTAR PUSTAKA
Andreas, Hans Hananto. 2012. Spesialisasi Industri Auditor Sebagai Prediktor
Earnings Response Coefficient Perusahaan Publik yang Terdaftar di
BursaEfek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 14, No.
2: 69-80.
Azizah, Rizki dan Indah Anisykurlillah. 2014. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Debt
Default, dan Kondisi Keuangan Perusahaan terhadap Penerimaan
Opini Audit Going Concern. Accounting Analysis Journal.
Universitas Negeri Semarang: 1-10.
Ardiani, Nurul., Emrinaldi Nur DP dan Nur Azlina. 2012. Pengaruh Audit Tenure,
Disclosure, Ukuran Kap, Debt Default, Opinion Shopping, dan Kondisi
Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada
Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Ekonomi. Vol. 20, No. 4: 1-21.
Astuti, Ni Luh P. P. N. dan I Wayan Ramantha. 2014. Pengaruh Audit Fee, Opini
Going Concern, Financial Distress dan Ukuran Perusahaan pada
Pergantian Auditor. E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana: 663-
676.
Chapple, L. and Pamela Kent. 2012. Board Gender Diversity and Going Concern
audit Opinions. Electronic Journal: 1-27.
Chen, K. C. dan Church B. K. 1992. Default on Debt Obligations and The
Issuance of Going Concern Report. Auditing : Journal Pratice and
Theory Fall: 30-49.
Dewayanto, Totok. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek. Fokus Ekonomi. Vol.6, No.1: 81-104.
Dwijayanti, S. P. Febrina. 2010. Penyebab, Dampak, dan Prediksi dari Financial
Distress Serta Solusi Untuk Mengatasi Financial Distress. Jurnal
Akuntansi Kontemporer. Vol.2, No.2: 191-205.
Fauziyah. 2015. Pengaruh Financial Distress terhadap Opini Going Concern.
Cendekia Akuntansi. Vol. 3, No. 3: 82-95.
Fitriany. Sidharta U., Dwi M., dan Hilda R. 2015. Pengaruh Tenure, Rotasi dan
Spesialisasi Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap Kualitas Audit:
Perbandingan Sebelum dan Sesudah Regulasi Rotasi KAP di
Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.17, No.1: 12-27.
85
Ginting, S. dan Linda Suryana 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil. Vol. 4, No. 2: 111-
120.
Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi
keempat. Semarang: Universitas Diponegoro.
Gujarati. 2006. Damodar N (United States Military Academy, West Point).
Essentials of Econometrics. Third Edition. McGraw-Hill
International Edition.
Hamid, Abdul. 2013. Pengaruh Tenur KAP dan Ukuran KAP terhadap Kualitas
Audit. Jurnal Akuntansi. Vol.1, No.1: 1-15.
Ishak, Febrian A. P., Halim D. P., dan Anis W. 2015. Pengaruh Rotasi Audit,
Workload, dan Spesialisasi terhadap Kualitas Audit pada Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun
2009-2013. Jurnal Organisasi dan Manajemen. Vol.11, No.2: 183-
194.
Irfan, Mochamad. 2014. Analisis Financial Distress dengan Pendekatan Altman
Z”-Score untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan
Telekomunikasi. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen. Vol.3, No. 1:1-18.
Irfana, M. J. dan Muid D. 2012. Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit,
Opinion Shopping dan Kepemilikan Perusahaan terhadap Opini
Audit Going Concern. Diponegoro Journal of Accounting. Vol.1,
No.2: 1-10.
Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. SA
Seksi 341: Pertimbangan Auditor atas Kemampuan Entitas dalam
Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya. Jakarta: IAPI.
Jensen, Michael C. dan William H. Meckling. 1976. Theory of the Firm:
Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure.
Journal of Financial Economics. Vol.3, No.4: 305-360.
Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor,
Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern (Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi. XII(6): 1-26.
Juliana, W. 2012. Pengaruh Financial Distress terhadap Penerimaan Opini Audit
Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia: 1-28.
86
Krissindiastuti, Monica dan Ni Ketut R. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Opini Audit Going Concern. E-jurnal Akuntansi Universitas
Udayana. Vol.14: 451-481.
Kartika, A. 2012. Pengaruh Kondisi Keuangan dan Non Keuangan terhadap
Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur di
BEI. Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan. Vol. 1, No. 1:
25-40.
Kustanti, Okta. 2015. Pengaruh Good Corporate Governance dan Rasio Keuangan
terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi. Vol.4,
No.10: 1-22.
Knechel, W. Robert dan Vanstraelen A. 2007. The Relationship between Auditor
Tenure and Audit Quality Implied by Going Concern. Auditing: A
Journal Of Practice & Theory. Vol.26, No.1: 113-131.
Khaddafi, Muammar. 2015. Effect of Debt Default, Audit Quality and Acceptance
of Audit Opinion Going Concern in Manufacturing Company in
Indonesia Stock Exchange. International Journal of Academic
Research in Accounting, Finance and Management Sciences. Vol.5,
No.1: 80-91.
Louwers, Timothy J. 1998. The Relation between Going-Concern Opinions and
the Auditor’s Loss Function. Journal of Accounting Rescarch. Vol.
36, No. 1 Spring 1998: 143-156.
Luciana Spica A. 2004. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kondisi
Financial Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta”. JRAI. Vol. 7, No.1: 184-210.
Murtin, Alex dan Choirul Anam. 2008. Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default,
dan Kondisi Keaungan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini
Going Concern. Jurnal Akuntansi dan Investasi. Vol.9, No.2: 197-
207.
Muttaqin, Ariffandita N. dan Sudarno. 2011. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan
dan Faktor Non Keuangan terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern. Jurnal Akuntansi dan Auditing.Vol.7, No.2: 164-181.
Nazir, M. 1998. Metode penelitian. Jakarta : PT. Ghalia Indonesia.
Nisa, U. Z., Budi S., dan Stefanus Eko W. 2013. Model Prediksi Financial
Distress pada Perusahaan Manufaktur Go Public di Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII: 1-8.
Praptitorini, Mirna D. dan Indira Januarti. 2011. Analisis Pengaruh Kualitas Audit,
Debt Default dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini
87
Going Concern. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 8,
No. 1: 78-93.
Panjaitan, Clinton M. dan Anis Chariri. 2014. Pengaruh Tenure, Ukuran Kap dan
Spesialisasi Auditor terhadap Kualitas Audit. Diponegoro Journal
Of Accounting. Vol. 3, No.3: 1-12.
Praptika, Putu Y. H. dan Ni Ketut Rasmini. 2016. Pengaruh Audit Tenure,
Pergantian Auditor dan Financial Distress pada Audit Delay pada
Perusahaan Consumer Goods. E-jurnal Akuntansi Universitas
Udayana. Vol.15, No.3: 2052-2081.
Pratiwi, Nastia Putri., Amir Hasan dan Hardi. 2016. Pengaruh Masa Perikatan
Audit, Spesialisasi Industri Kap, Reputasi Kap dan Komite Audit
terhadap Kualitas Audit. Jurnal Akuntansi. Vol. 4, No. 2: 147-160.
Pratistha, K. D. dan Ni Luh S. Widhiyani. 2014. Pengaruh Independensi Auditor
dan Besaran Fee Audit terhadap Kualitas Proses Audit. E-jurnal
Akuntansi Universitas Udayana: 419-428.
Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun
1995.
Rahayu, Ayu W. dan C. W. Pratiwi. 2011. Pengaruh Opini Audit Tahun
Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan, Leverage dan Reputasi
Auditor terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern.
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil).
Vol. 4: 98-104.
Ramadhany, Alexander. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang
Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta. Tesis S2.
Universitas Dipenegoro:1-64.
Rosalin, Feronika. 2015. Pengaruh Kualitas Audit, Kelalaian Membayar Hutang,
Pergantian Auditor terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JENIUS). Vol.5, No.3: 201-218.
Susanto, Yulius K. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini
Audit Going Concern pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.11, No.3:1-19.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA.
Santosa, A. Fajar dan Linda Kusumaning Wedari. 2007. Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going
Concern. JAAI. Vol.11, No.2: 141-158.
88
Sulfati, Andi. 2016. Pengaruh Fee dan Tenure Audit Terhadap Kualitas Audit
Pada Kantor Akuntan Publik. Syariah Paper Accounting FEB UMS:
602-610.
Sari, Dika Karlinda. 2013. Pengaruh Afiliasi, Tenur Audit, Spesialisasi Industri,
Professional Fee, dan Size Kantor Akuntan Publik terhadap Kualitas
Audit. Tesis S2. Universitas Gajah Mada: 1-71.
Setyarno, Eko Budi, Januari, Indra, dan Faisal. 2006. “Pengaruh Kualitas Audit,
Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya,
Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern”.
Simposium Nasional Akuntansi 9. 1-25.
Widyantari, A. A. Ayu Putri. 2011. Opini Going Concern dan Faktor-faktor yang
Mepengaruhinya: Studi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Tesis S2. Universitas Udayana, Denpasar: 1-127.
Werastuti, Desak N. S. 2013. Pengaruh Auditor Client Tenure, Debt Default,
Reputasi Auditor, Ukuran Klien dan Kondisi Keuangan terhadap
Kualitas Audit melalui Opini Audit Going Concern. Vokasi Jurnal
Riset Akuntansi. Vol.2, No.1:99-116.
Wakum, A. A. Suseno dan I. G. S. Wisadha. 2014. Pengaruh Audit Tenure pada
Asimetri Informasi dengan Moderasi Komite Audit. E-jurnal
Akuntansi Universitas Udayana: 499-513.
Wijaya, Edwin dan Ni Ketut Rasmini. 2015. Pengaruh Audit Fee, Opini Going
Concern, Financial Distress, Ukuran Perusahaan, Ukuran KAP pada
Pergantian Auditor. E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana: 940-
966.
LAMPIRAN 1
BIODATA
BIODATA
Identitas Diri
Nama : Tajriani Wihana Citra
Tempat, Tanggal Lahir : Palu, 21 Februari 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Jl. Btn. Minasa Upa Blok D 10/20
Nomor Telepon : 085298286677
Alamat Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. SD Inpres Minasa Upa I Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2006
2. SMP Tsanawiyah Negeri Model Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2009
3. SMA Negeri 3 Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2012
Demikian biodata ini dibuat dengan sebenarnya
Makassar, November 2017
Tajriani Wihana Citra
LAMPIRAN 2
DATA SAMPEL
Daftar Nama Perusahaan Sampel
No Kode dan Nama Perusahaan
1 INTP ( Indocement Tunggal Prakasa Tbk )
2 SMCB ( Holcim Indonesia Tbk)
3 SMGR ( Semen Indonesia Tbk)
4 AMFG (Asahimas Flat Glass Tbk)
5 ARNA (Arwana Citra Mulia Tbk)
6 IKAI (Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk)
7 KIAS (Keramika Indonesia Assosiasi Tbk)
8 MLIA (Mulia Industrindo Tbk)
9 TOTO (Surya Toto Indonesia Tbk)
10 ALKA (Alaska Industrindo Tbk)
11 ALMI (Alumindo Light Metal Industry Tbk)
12 BTON (Beton Jaya Manunggal Tbk)
13 CTBN (Citra Turbindo Tbk)
14 GDST (Gunawan Dianjaya Steel Tbk)
15 INAI (Indal Aluminium Industry Tbk)
16 JKSW (Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk)
17 JPRS (Jaya Pari Steel Tbk)
18 KRAS (Krakatau Steel Tbk)
19 LMSH (Lionmesh Prima Tbk)
20 NIKL (Pelat Timah Nusantara Tbk)
21 PICO (Pelangi Indah Canindo Tbk)
22 TBMS (Tembaga Mulia Semanan Tbk)
23 BRPT (Barito Pasific Tbk)
24 BUDI (Budi Starch and Sweetener Tbk)
25 DPNS (Duta Pertiwi Nusantara)
26 EKAD (Ekadharma International Tbk)
27 INCI (Intan Wijaya International Tbk)
28 SRSN (Indo Acitama Tbk)
29 TPIA (Chandra Asri Petrochemical)
30 UNIC (Unggul Indah Cahaya Tbk)
31 AKPI (Argha Karya Prima Industry Tbk)
32 APLI (Asiaplast Industries Tbk)
33 BRNA (Berlina Tbk)
34 FPNI (Lotte Chemical Titan Tbk)
35 IGAR (Champion Pasific Indonesia Tbk)
36 IPOL (Indopoly Swakarsa Industry Tbk)
37 SIAP (Sekawan Intipratama Tbk)
38 SIMA (Siwani Makmur Tbk)
39 TRST (Trias Sentosa Tbk)
40 YPAS (Yana Prima Hasta Persada Tbk)
41 CPIN (Charoen Pokphand Indonesia Tbk)
42 JPFA (Japfa Comfeed Indonesia Tbk)
43 MAIN (Malindo Feedmill Tbk)
44 SIPD (Siearad Produce Tbk)
45 SULI (SLJ Global Tbk d.h Sumalindo Lestari Jaya Tbk)
46 TIRT (Tirta Mahakam Resources Tbk)
47 ALDO (Alkindo Naratama Tbk)
48 FASW (Fajar Surya Wisesa Tbk)
49 INKP (Indah Kiat Pulp & paper Tbk)
50 INRU (Toba Pulp Lestari Tbk)
51 KBRI (Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk)
52 SPMA (Suparma Tbk)
53 TKIM (Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk)
54 ASII (Astra International Tbk)
55 AUTO (Astra Auto Part Tbk)
56 BRAM (Indo Kordsa Tbk d.h Branta Mulia Tbk )
57 GDYR (Goodyear Indonesia Tbk)
58 GJTL (Gajah Tunggal Tbk)
59 IMAS (Indomobil Sukses International Tbk)
60 INDS (Indospring Tbk)
61 LPIN (Multi Prima Sejahtera Tbk d.h Lippo Enterprises Tbk)
62 MASA (Multistrada Arah Sarana Tbk)
63 NIPS (Nippres Tbk)
64 SMSM (Selamat Sempurna Tbk)
65 ADMG (Polychem Indonesia Tbk)
66 ARGO (Argo Pantes Tbk)
67 ERTX (Eratex Djaya Tbk)
68 ESTI (Ever Shine Textile Industry Tbk)
69 HDTX (Panasia Indo Resources Tbk )
70 INDR (Indo Rama Synthetic Tbk)
71 MYTX (Apac Citra Centertex Tbk)
72 PBRX (Pan Brothers Tbk)
73 POLY (Asia Pasific Fibers Tbk)
74 RICY (Ricky Putra Globalindo Tbk)
75 SSTM (Sunson Textile Manufacturer Tbk)
76 TRIS (Trisula International Tbk)
77 UNIT (Nusantara Inti Corpora Tbk)
78 BIMA (Primarindo Asia Infrastructure Tbk)
79 JECC (Jembo Cable Company Tbk)
80 KBLI (KMI Wire and Cable Tbk)
81 KBLM (Kabelindo Murni Tbk)
82 SCCO (Supreme Cable Manufacturing and Commerce Tbk)
83 VOKS (Voksel Electric Tbk)
84 PTSN (Sat Nusa Persada Tbk)
85 AISA (Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk)
86 CEKA (Cahaya Kalbar Tbk)
87 DLTA (Delta Djakarta Tbk)
88 ICBP (Indofood CBP Sukses Makmur Tbk)
89 INDF (Indofood Sukses Makmur Tbk)
90 MLBI (Multi Bintang Indonesia Tbk)
91 MYOR (Mayora Indah Tbk)
92 ROTI (Nippon Indosari Corporindo Tbk)
93 SKLT (Sekar Laut Tbk)
94 STTP (Siantar Top Tbk)
95 ULTJ (Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk)
96 GGRM (Gudang Garam Tbk)
97 HMSP (Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk)
98 RMBA (Bentoel International Investama Tbk)
99 WIIM (Wismilak Inti Makmur Tbk)
100 DVLA (Darya Varia Laboratoria Tbk)
101 INAF (Indofarma Tbk)
102 KAEF (Kimia Farma Tbk)
103 KLBF (Kalbe Farma Tbk)
104 MERK (Merck Tbk)
105 PYFA (Pyridam Farma Tbk)
106 SCPI (Schering Plough Indonesia Tbk)
107 TSPC (Tempo Scan Pasific Tbk)
108 MBTO (Martina Berto Tbk)
109 TCID (Mandom Indonesia Tbk)
110 UNVR (Unilever Indonesia Tbk)
111 KICI (Kedaung Indag Can Tbk)
112 LMPI (Langgeng Makmur Industry Tbk)
Data Setiap Variabel
Opini Going Concern
NO KODE 2015 2014 2013
NO KODE 2015 2014 2013
1 INTP 0 0 0 46 TIRT 0 0 0
2 SMCB 0 0 0 47 ALDO 0 0 0
3 SMGR 0 0 0 48 FASW 0 0 0
4 AMFG 0 0 0 49 INKP 0 0 0
5 ARNA 0 0 0 50 INRU 0 0 0
6 IKAI 0 1 1 51 KBRI 1 0 1
7 KIAS 0 0 0 52 SPMA 0 0 0
8 MLIA 0 0 0 53 TKIM 0 0 0
9 TOTO 0 0 0 54 ASII 0 0 0
10 ALKA 0 0 0 55 AUTO 0 0 0
11 ALMI 0 0 0 56 BRAM 0 0 0
12 BTON 0 0 0 57 GDYR 0 0 0
13 CTBN 0 0 0 58 GJTL 0 0 0
14 GDST 0 0 0 59 IMAS 0 0 0
15 INAI 0 0 0 60 INDS 0 0 0
16 JKSW 1 1 1 61 LPIN 0 0 0
17 JPRS 0 0 0 62 MASA 0 0 0
18 KRAS 0 0 0 63 NIPS 0 0 0
19 LMSH 0 0 0 64 SMSM 0 0 0
20 NIKL 0 0 0 65 ADMG 0 0 0
21 PICO 0 0 0 66 ARGO 1 1 1
22 TBMS 0 0 0 67 ERTX 0 0 0
23 BRPT 0 0 0 68 ESTI 1 0 0
24 BUDI 0 0 0 69 HDTX 1 1 0
25 DPNS 0 0 0 70 INDR 0 0 0
26 EKAD 0 0 0 71 MYTX 1 1 1
27 INCI 0 0 0 72 PBRX 0 0 0
28 SRSN 0 0 0 73 POLY 1 1 1
29 TPIA 0 0 0 74 RICY 0 0 0
30 UNIC 0 0 0 75 SSTM 1 1 1
31 AKPI 0 0 0 76 TRIS 0 0 0
32 APLI 0 0 0 77 UNIT 0 0 0
33 BRNA 0 0 0 78 BIMA 0 1 1
34 FPNI 0 0 0 79 JECC 0 0 0
35 IGAR 0 0 0 80 KBLI 0 0 0
36 IPOL 0 0 0 81 KBLM 0 0 0
37 SIAP 0 0 0 82 SCCO 0 0 0
38 SIMA 0 0 1 83 VOKS 0 0 0
39 TRST 0 0 0 84 PTSN 0 0 0
40 YPAS 0 0 0 85 AISA 0 0 0
41 CPIN 0 0 0 86 CEKA 0 0 0
42 JPFA 0 0 0
87 DLTA 0 0 0
43 MAIN 0 0 0 88 ICBP 0 0 0
44 SIPD 0 0 0 89 INDF 0 0 0
45 SULI 1 1 1 90 MLBI 0 0 0
NO KODE 2015 2014 2013
91 MYOR 0 0 0
92 ROTI 0 0 0
93 SKLT 0 0 0
94 STTP 0 0 0
95 ULTJ 0 0 0
96 GGRM 0 0 0
97 HMSP 0 0 0
98 RMBA 0 0 0
99 WIIM 0 0 0
100 DVLA 0 0 0
101 INAF 0 0 0
102 KAEF 0 0 0
103 KLBF 0 0 0
104 MERK 0 0 0
105 PYFA 0 0 0
106 SCPI 0 0 0
107 TSPC 0 0 0
108 MBTO 0 0 0
109 TCID 0 0 0
110 UNVR 0 0 0
111 KICI 0 0 0
112 LMPI 0 0 0
Debt Default
NO KODE 2015 2014 2013
NO KODE 2015 2014 2013
1 INTP 0 0 0 46 TIRT 0 0 0
2 SMCB 1 1 1 47 ALDO 0 0 0
3 SMGR 0 0 0 48 FASW 0 1 0
4 AMFG 0 0 0 49 INKP 1 1 1
5 ARNA 0 0 0 50 INRU 0 0 0
6 IKAI 1 1 0 51 KBRI 0 0 0
7 KIAS 0 0 0 52 SPMA 0 1 0
8 MLIA 0 0 0 53 TKIM 1 1 1
9 TOTO 0 0 0 54 ASII 0 0 0
10 ALKA 0 0 0 55 AUTO 0 0 0
11 ALMI 0 0 0 56 BRAM 0 0 0
12 BTON 0 0 0 57 GDYR 1 1 1
13 CTBN 0 0 0 58 GJTL 0 0 0
14 GDST 0 0 0 59 IMAS 1 0 0
15 INAI 0 0 0 60 INDS 0 0 0
16 JKSW 0 0 0 61 LPIN 1 0 0
17 JPRS 0 1 1 62 MASA 0 0 0
18 KRAS 0 0 0 63 NIPS 0 0 0
19 LMSH 0 0 0 64 SMSM 0 0 0
20 NIKL 0 0 0 65 ADMG 0 0 0
21 PICO 0 0 0 66 ARGO 1 1 1
22 TBMS 1 1 1 67 ERTX 0 0 0
23 BRPT 0 0 0 68 ESTI 1 1 1
24 BUDI 0 0 0 69 HDTX 1 1 1
25 DPNS 0 0 0 70 INDR 0 0 0
26 EKAD 0 0 0 71 MYTX 1 1 1
27 INCI 0 0 0 72 PBRX 0 0 0
28 SRSN 0 0 0 73 POLY 1 1 1
29 TPIA 0 0 0 74 RICY 0 0 0
30 UNIC 0 0 0 75 SSTM 1 1 1
31 AKPI 0 0 0 76 TRIS 0 0 0
32 APLI 0 0 0 77 UNIT 1 1 1
33 BRNA 0 0 0 78 BIMA 1 1 1
34 FPNI 1 1 1 79 JECC 0 0 0
35 IGAR 0 0 0 80 KBLI 0 0 0
36 IPOL 1 1 1 81 KBLM 0 0 1
37 SIAP 0 0 0 82 SCCO 0 0 0
38 SIMA 0 1 1 83 VOKS 0 0 0
39 TRST 0 0 0 84 PTSN 0 0 0
40 YPAS 0 0 0 85 AISA 0 0 0
41 CPIN 0 0 0 86 CEKA 0 0 0
42 JPFA 0 0 0 87 DLTA 0 0 0
43 MAIN 0 0 0
88 ICBP 0 0 0
44 SIPD 0 0 0 89 INDF 0 0 0
45 SULI 1 1 1 90 MLBI 1 1 1
NO KODE 2015 2014 2013
91 MYOR 0 0 0
92 ROTI 0 0 0
93 SKLT 0 0 0
94 STTP 0 0 0
95 ULTJ 0 0 0
96 GGRM 0 0 0
97 HMSP 0 0 0
98 RMBA 0 0 0
99 WIIM 0 0 0
100 DVLA 0 0 0
101 INAF 0 0 0
102 KAEF 0 0 0
103 KLBF 0 0 0
104 MERK 0 0 0
105 PYFA 0 0 0
106 SCPI 0 0 0
107 TSPC 0 0 0
108 MBTO 0 0 0
109 TCID 0 0 0
110 UNVR 1 1 1
111 KICI 0 0 0
112 LMPI 0 0 0
Financial Distress
NO KODE 2015 2014 2013
NO KODE 2015 2014 2013
1 INTP 0 0 0 46 TIRT 0 0 1
2 SMCB 0 0 0 47 ALDO 0 0 0
3 SMGR 0 0 0 48 FASW 0 0 0
4 AMFG 0 0 0 49 INKP 0 0 0
5 ARNA 0 0 0 50 INRU 0 0 0
6 IKAI 1 1 1 51 KBRI 1 1 1
7 KIAS 0 0 0 52 SPMA 0 0 0
8 MLIA 0 0 1 53 TKIM 0 0 0
9 TOTO 0 0 0 54 ASII 0 0 0
10 ALKA 0 0 0 55 AUTO 0 0 0
11 ALMI 0 0 0 56 BRAM 0 0 0
12 BTON 0 0 0 57 GDYR 0 0 0
13 CTBN 0 0 0 58 GJTL 0 0 0
14 GDST 0 0 0 59 IMAS 1 0 0
15 INAI 0 0 0 60 INDS 0 0 0
16 JKSW 1 1 1 61 LPIN 0 0 0
17 JPRS 0 0 0 62 MASA 0 0 0
18 KRAS 1 1 1 63 NIPS 0 0 0
19 LMSH 0 0 0 64 SMSM 0 0 0
20 NIKL 0 0 0 65 ADMG 1 0 0
21 PICO 0 0 0 66 ARGO 1 1 1
22 TBMS 0 0 0 67 ERTX 0 0 0
23 BRPT 0 1 1 68 ESTI 1 1 1
24 BUDI 0 0 0 69 HDTX 1 1 0
25 DPNS 0 0 0 70 INDR 0 0 0
26 EKAD 0 0 0 71 MYTX 1 1 1
27 INCI 0 0 0 72 PBRX 0 0 0
28 SRSN 0 0 0 73 POLY 1 1 1
29 TPIA 0 0 0 74 RICY 0 0 0
30 UNIC 0 0 0 75 SSTM 1 1 1
31 AKPI 0 0 0 76 TRIS 0 0 0
32 APLI 0 0 0 77 UNIT 0 0 0
33 BRNA 0 0 0 78 BIMA 0 0 0
34 FPNI 0 1 1 79 JECC 0 0 0
35 IGAR 0 0 0 80 KBLI 0 0 0
36 IPOL 0 0 0 81 KBLM 0 0 0
37 SIAP 1 0 0 82 SCCO 0 0 0
38 SIMA 0 0 1 83 VOKS 0 0 0
39 TRST 0 0 0 84 PTSN 0 0 0
40 YPAS 1 0 0 85 AISA 0 0 0
41 CPIN 0 0 0 86 CEKA 0 0 0
42 JPFA 0 0 0 87 DLTA 0 0 0
43 MAIN 0 0 0
88 ICBP 0 0 0
44 SIPD 0 0 0 89 INDF 0 0 0
45 SULI 0 0 1 90 MLBI 0 0 0
NO KODE 2015 2014 2013
91 MYOR 0 0 0
92 ROTI 0 0 0
93 SKLT 0 0 0
94 STTP 0 0 0
95 ULTJ 0 0 0
96 GGRM 0 0 0
97 HMSP 0 0 0
98 RMBA 1 1 1
99 WIIM 0 0 0
100 DVLA 0 0 0
101 INAF 0 0 0
102 KAEF 0 0 0
103 KLBF 0 0 0
104 MERK 0 0 0
105 PYFA 0 0 0
106 SCPI 1 1 1
107 TSPC 0 0 0
108 MBTO 0 0 0
109 TCID 0 0 0
110 UNVR 0 0 0
111 KICI 0 0 0
112 LMPI 0 0 0
Audit Tenure
NO KODE 2013 2014 2015
NO KODE 2013 2014 2015
1 INTP 1 2 3 46 TIRT 1 2 3
2 SMCB 1 2 3 47 ALDO 1 2 3
3 SMGR 1 2 3 48 FASW 1 2 3
4 AMFG 1 2 3 49 INKP 1 1 2
5 ARNA 1 1 2 50 INRU 1 2 3
6 IKAI 1 2 1 51 KBRI 1 1 1
7 KIAS 1 2 3 52 SPMA 1 2 1
8 MLIA 1 2 3 53 TKIM 1 1 2
9 TOTO 1 2 3 54 ASII 1 2 3
10 ALKA 1 2 3 55 AUTO 1 2 3
11 ALMI 1 2 3 56 BRAM 1 2 3
12 BTON 1 2 3 57 GDYR 1 2 3
13 CTBN 1 2 3 58 GJTL 1 2 3
14 GDST 1 1 1 59 IMAS 1 2 3
15 INAI 1 2 3 60 INDS 1 2 3
16 JKSW 1 1 2 61 LPIN 1 2 3
17 JPRS 1 2 3 62 MASA 1 2 3
18 KRAS 1 2 3 63 NIPS 1 2 3
19 LMSH 1 2 3 64 SMSM 1 2 3
20 NIKL 1 2 3 65 ADMG 1 2 3
21 PICO 1 2 1 66 ARGO 1 1 2
22 TBMS 1 2 3 67 ERTX 1 1 1
23 BRPT 1 2 3 68 ESTI 1 2 3
24 BUDI 1 2 3 69 HDTX 1 2 3
25 DPNS 1 2 3 70 INDR 1 2 3
26 EKAD 1 2 1 71 MYTX 1 1 2
27 INCI 1 2 1 72 PBRX 1 2 3
28 SRSN 1 2 3 73 POLY 1 2 3
29 TPIA 1 2 3 74 RICY 1 2 3
30 UNIC 1 2 3 75 SSTM 1 2 3
31 AKPI 1 2 3 76 TRIS 1 2 1
32 APLI 1 2 3 77 UNIT 1 1 2
33 BRNA 1 2 3 78 BIMA 1 2 1
34 FPNI 1 2 1 79 JECC 1 2 3
35 IGAR 1 2 3 80 KBLI 1 2 3
36 IPOL 1 2 3 81 KBLM 1 2 3
37 SIAP 1 1 1 82 SCCO 1 2 3
38 SIMA 1 2 1 83 VOKS 1 2 3
39 TRST 1 2 3 84 PTSN 1 2 3
40 YPAS 1 1 1 85 AISA 1 2 3
41 CPIN 1 2 3 86 CEKA 1 2 3
42 JPFA 1 2 3 87 DLTA 1 2 3
43 MAIN 1 2 3
88 ICBP 1 2 3
44 SIPD 1 2 3 89 INDF 1 2 3
45 SULI 1 2 3 90 MLBI 1 2 1
NO KODE 2013 2014 2015
91 MYOR 1 2 3
92 ROTI 1 2 3
93 SKLT 1 2 3
94 STTP 1 2 3
95 ULTJ 1 2 3
96 GGRM 1 2 3
97 HMSP 1 2 3
98 RMBA 1 2 3
99 WIIM 1 2 3
100 DVLA 1 2 3
101 INAF 1 2 3
102 KAEF 1 2 3
103 KLBF 1 2 3
104 MERK 1 2 3
105 PYFA 1 2 3
106 SCPI 1 2 3
107 TSPC 1 2 3
108 MBTO 1 2 3
109 TCID 1 2 3
110 UNVR 1 1 1
111 KICI 1 2 3
112 LMPI 1 2 1
Auditor Industry Specialization
NO KODE 2015 2014 2013
NO KODE 2015 2014 2013
1 INTP 1 1 1 46 TIRT 0 0 0
2 SMCB 1 1 1 47 ALDO 0 0 0
3 SMGR 0 0 0 48 FASW 0 0 0
4 AMFG 0 0 0 49 INKP 0 0 0
5 ARNA 1 1 0 50 INRU 0 0 0
6 IKAI 0 0 0 51 KBRI 0 0 0
7 KIAS 0 0 0 52 SPMA 0 0 0
8 MLIA 0 0 0 53 TKIM 0 0 0
9 TOTO 1 1 1 54 ASII 0 0 0
10 ALKA 0 0 0 55 AUTO 0 0 0
11 ALMI 0 0 0 56 BRAM 0 0 0
12 BTON 0 0 0 57 GDYR 0 0 0
13 CTBN 1 1 1 58 GJTL 0 0 0
14 GDST 0 0 0 59 IMAS 1 1 1
15 INAI 0 0 0 60 INDS 0 0 0
16 JKSW 0 0 0 61 LPIN 0 0 0
17 JPRS 0 0 0 62 MASA 1 1 1
18 KRAS 1 1 1 63 NIPS 0 0 0
19 LMSH 0 0 0 64 SMSM 1 1 1
20 NIKL 0 0 0 65 ADMG 0 0 0
21 PICO 0 0 0 66 ARGO 0 0 0
22 TBMS 1 1 1 67 ERTX 0 0 0
23 BRPT 0 0 0 68 ESTI 1 1 1
24 BUDI 0 0 0 69 HDTX 0 0 0
25 DPNS 0 0 0 70 INDR 0 0 0
26 EKAD 0 0 0 71 MYTX 0 0 0
27 INCI 0 0 0 72 PBRX 0 0 0
28 SRSN 0 0 0 73 POLY 0 0 0
29 TPIA 0 0 0 74 RICY 0 0 0
30 UNIC 1 1 1 75 SSTM 0 0 0
31 AKPI 1 1 1 76 TRIS 0 0 0
32 APLI 1 1 1 77 UNIT 0 0 0
33 BRNA 0 0 0 78 BIMA 0 0 0
34 FPNI 1 0 0 79 JECC 0 0 0
35 IGAR 0 0 0 80 KBLI 0 0 0
36 IPOL 0 0 0 81 KBLM 0 0 0
37 SIAP 0 0 0 82 SCCO 0 0 0
38 SIMA 0 0 0 83 VOKS 0 0 0
39 TRST 1 1 1 84 PTSN 0 0 0
40 YPAS 0 0 0 85 AISA 0 0 0
41 CPIN 1 1 1 86 CEKA 1 1 1
42 JPFA 0 0 0 87 DLTA 0 0 0
43 MAIN 0 0 0
88 ICBP 1 1 1
44 SIPD 0 0 0 89 INDF 1 1 1
45 SULI 1 1 1 90 MLBI 0 0 0
NO KODE 2015 2014 2013
91 MYOR 0 0 0
92 ROTI 1 1 1
93 SKLT 0 0 0
94 STTP 0 0 0
95 ULTJ 0 0 0
96 GGRM 0 0 0
97 HMSP 0 0 0
98 RMBA 0 0 0
99 WIIM 0 0 0
100 DVLA 1 1 1
101 INAF 0 0 0
102 KAEF 0 0 0
103 KLBF 1 1 1
104 MERK 0 0 0
105 PYFA 0 0 0
106 SCPI 0 0 0
107 TSPC 0 0 0
108 MBTO 0 0 0
109 TCID 0 0 0
110 UNVR 0 0 0
111 KICI 0 0 0
112 LMPI 0 0 0
LAMPIRAN 3
HASIL OUTPUT SPSS
DESCRIPTIVES VARIABLES=X1 X2 X3 M Y
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.
Descriptives
[DataSet0]
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Debt Default 348 ,00 1,00 ,2069 ,40566
Financial Distress 348 ,00 1,00 ,1466 ,35417
Audit Tenure 346 1,00 3,00 1,8410 ,81340
Auditor Spesialis 348 ,00 1,00 ,1983 ,39928
Going Concern 348 ,00 1,00 ,0833 ,27678
Valid N (listwise) 346
LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Y
/METHOD=ENTER X1 X2 X3
/CONTRAST (X1)=Indicator(1)
/CLASSPLOT
/CASEWISE OUTLIER(2)
/PRINT=GOODFIT CORR
/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).
Logistic Regression
[DataSet0]
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases
Included in Analysis 346 99,4
Missing Cases 2 ,6
Total 348 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 348 100,0
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
,00 0
1,00 1
Categorical Variables Codings
Frequency Parameter
coding
(1)
Financial Distress
,00 296 ,000
1,00 50 1,000
Debt Default
,00 274 ,000
1,00 72 1,000
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed Predicted
Going Concern Percentage
Correct
,00 1,00
Step 0
Going Concern
,00 317 0 100,0
1,00 29 0 ,0
Overall Percentage 91,6
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -2,392 ,194 151,971 1 ,000 ,091
Block 0: Beginning Block
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a
Debt Default (ZX1) 4,548 1114,407 ,000 1 ,997 94,463
Financial Distress (ZX2) ,651 ,262 6,176 1 ,013 1,918
Audit Tenure (ZX3) ,133 ,293 ,207 1 ,650 1,142
ZM -3,505 1079,112 ,000 1 ,997 ,030
Debt Default X (X1_M) -3,544 1126,683 ,000 1 ,997 ,029
Financial Distress (X2_M) ,834 ,281 8,784 1 ,003 2,303
Audit Tenure (X3_M) -,271 ,424 ,407 1 ,524 ,763
Constant -4,251 47,631 ,008 1 ,929 ,014
a. Variable(s) entered on step 1: ZX1, ZX2, ZX3, ZM, X1_M, X2_M, X3_M
LAMPIRAN 4
Sampel Laporan Auditor Eksternal
1. Laporan Audit Going Concern
2. Laporan AuditNonGoing Concern