PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP
KINERJA PEGAWAI DALAM ORGANISASI
PEMERINTAHAN KELURAHAN
(Kasus Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)
RICKY RANDHITA
I34050536
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
RICKY RANDHITA. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai
Dalam Organisasi Pemerintahan Kelurahan (Kasus Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor). Di bawah bimbingan SAID RUSLI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan Lurah
yang diterapkan di berbagai kegiatan, menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan gaya kepemimpinan Lurah, menelaah kinerja pegawai pada organisasi
Kelurahan Ciparigi, serta menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
kinerja pegawai pada Kelurahan Ciparigi.
Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif (metode
survei) dan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan
Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat.
Penerapan gaya kepemimpinan yang dominan digunakan Lurah berkaitan
dengan berbagai kegiatan di Kelurahan adalah gaya kepemimpinan konsultatif dan
gaya kepemimpinan partisipatif. Pada kegiatan tertentu, diterapkan pula gaya
kepemimpinan delegatif dan gaya kepemimpinan direktif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan Lurah
di Kelurahan Ciparigi adalah karakteristik pemimpin, karakteristik pegawai dan
situasi di lingkungan organisasi. Pertama, karakteristik pemimpin dalam hal ini
meliputi latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh pemimpin, kepribadian
pemimpin, pengalaman serta nilai-nilai yang dianut pemimpin dalam mengambil
keputusan sesuai tugas pokok dan fungsi Lurah. Kedua, karakteristik pegawai
meliputi pendidikan, pengalaman bekerja yang dimiliki pegawai, motivasi kerja
pegawai dan tanggung jawab pegawai terhadap pekerjaannya. Ketiga, situasi yang
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan
Lurah dalam pengambilan keputusan meliputi situasi atau keadaan lingkungan
kerja serta situasi masalah yang mempengaruhi pemimpin dalam pengambilan
keputusan.
Tingkat kinerja pegawai pada organisasi Kelurahan Ciparigi secara
keseluruhan cukup tinggi yakni mencapai 75 persen pegawai, sedangkan sisanya
berkinerja sedang. Pada penilaian kinerja tersebut, tidak ada perbedaan antara
penilaian kinerja berdasarkan penilaian pegawai yang bersangkutan serta
penilaian warga masyarakat.
Pengaruh penerapan gaya kepemimpinan tertentu Lurah berkaitan dengan
berbagai kegiatan di Kelurahan, dirasakan pegawai berpengaruh terhadap kinerja
yang dihasilkan. Penerapan gaya kepemimpinan konsultatif dan gaya
kepemimpinan partisipatif Lurah berpengaruh menghasilkan kinerja pegawai
tinggi. Di samping itu, pada kegiatan-kegiatan tertentu dan pada pegawai-pegawai
dengan karakteristik tertentu penerapan gaya kepemimpinan direktif dan gaya
kepemimpinan delegatif juga mampu menghasilkan kinerja pegawai tinggi. Pada
contoh penyelesaian masalah yang terjadi dalam keluarga pegawai, terjadinya
bencana atau ada warga masyarakat yang menderita sakit dan harus di rawat di
rumah sakit dan warga tersebut tidak mampu/miskin serta tidak memiliki kartu
Jamkesmas, serta pemecahan masalah meliputi pelayanan secara administratif
telah mampu menghasilkan keputusan yang cepat dan tepat.
ABSTRACT
The purpose of this study is to identify Lurah’s leadership style which has
been applied in every activities, to study factors that influence the application of
Lurah’s leadership style, to study the performance of his subordinates in urban
village Ciparigi, and to analyze the effect of these styles of leadership to his
subordinates performance. This study combines two kinds of approach,
quantitative approach (survey method) and qualitative approach. This study was
conducted in the urban village of Ciparigi, Subdistrict of North Bogor, Bogor
City, West Java. Based the funding of this study show, the dominant styles of
leadership that were use by Lurah were the consultative leadership style and
participative leadership style. Directive and delegative styles of leadership were
also used in the selected activities. Factors which influence Lurah’s style of
leadership in urban village Ciparigi are leader characteristics, subordinates
characteristics, and the situation in the organization. The performance of urban
village Ciparigi is quiet high, 75% of subordinates have a high performance of
work. The application of various styles of leadership, especially the consultative
and participative style, effectively affect the subordinates performance, that
produces a high performance of work, whether in application of internal duty or
society services.
Keyword : style of leadership, subordinates performance
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP
KINERJA PEGAWAI DALAM ORGANISASI
PEMERINTAHAN KELURAHAN
(Kasus Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)
RICKY RANDHITA
I34050536
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:
Nama Mahasiswa : Ricky Randhita
NRP : I34050536
Departemen : Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai
Dalam Organisasi Pemerintahan Kelurahan (Kasus Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Said Rusli, MA
NIP. 194506211969021001
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
NIP. 195808271983031001
Tanggal Lulus Ujian :
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP
KINERJA PEGAWAI DALAM ORGANISASI PEMERINTAHAN
KELURAHAN (KASUS KELURAHAN CIPARIGI, KECAMATAN
BOGOR UTARA, KOTA BOGOR)” BENAR-BENAR HASIL KARYA
SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA
ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.
Bogor, Agustus 2009
RICKY RANDHITA
I34050536
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 April 1987 dari ayah bernama
Hermansyah dan ibu Netty Kusmiati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara dengan kakak bernama Rezha Ardhita dan adik Tania Reviyanti.
Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis yaitu pada tahun 1991-1993
sekolah di TK Akbar, pada tahun 1993-1999 bersekolah di SDN Pengadilan 3
Bogor, pada tahun 1999-2002 bersekolah di SMPN 4 Bogor, serta pada tahun
2002 bersekolah di SMAN 2 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Departemen Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan formal,
penulis pernah terlibat dalam keorganisasian, diantaranya adalah sebagai Ketua
Komisi Pengawas Himpro DPM FEMA IPB serta anggota Divisi Perekonomian
FORSIA IPB.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan Judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai
Dalam Organisasi Pemerintahan Kelurahan (Kasus Kelurahan Ciparigi,
Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)”. Selawat serta salam senantiasa tercurah
pada makhluk yang mulia dan tersucikan Rasulullah SAW.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini melibatkan banyak pihak
dalam memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung
maupun tidak langsung hingga penulisan skripsi ini terselesaikan. Penghargaan
dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Arif Satria sebagai
Pembimbing Akademik dan Ir. Said Rusli, MA sebagai Pembimbing Studi
Pustaka dan Pembimbing Skripsi.
Skripsi ini membahas mengenai penerapan gaya kepemimpinan Lurah
Ciparigi yang diterapkan di berbagai kegiatan, mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan Lurah, menelaah kinerja pegawai
pada organisasi Kelurahan Ciparigi serta menganalisis pengaruh penerapan gaya
kepemimpinan Lurah terhadap kinerja pegawai Kelurahan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri khususnya dan dunia
pendidikan pada umumnya.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi dengan
judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dalam
Organisasi Pemerintahan Kelurahan (Kasus Kelurahan Ciparigi, Kecamatan
Bogor Utara, Kota Bogor)”. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Departemen
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
bimbingan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Said Rusli, MA sebagai Pembimbing Studi Pustaka dan
Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, kritik dan
saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arif Satria sebagai Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalani studi.
3. Bapak Ir Fredian Tonny, MS sebagai dosen penguji utama.
4. Ibu Ir Anna Fatchiya sebagai dosen penguji wakil departemen.
5. Kedua orang tua serta kakak dan adikku yang senantian memberikan kasih
sayang, doa serta dukungannya.
6. Vanki Murdwiningrum, S.Sos atas dukungan, doa, bantuan dan perhatiannya
selama melakukan penelitian.
7. Bapak Drs. Pria Gunandi sebagai Lurah Ciparigi yang telah memberikan ijin,
bimbingan dan pengarahan dalam proses penelitian.
8. Seluruh staf pegawai Kelurahan Ciparigi yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk menjadi responden dan informan dalam penelitian ini.
9. Warga Kelurahan Ciparigi, terutama responden dan informan yang telah
memberikan informasi kepada peneliti.
10. Teman-teman KPM 42 dan KKP FEMA untuk kebersamaan serta
semangatnya.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian….................................................................................... 7
1.4 Kegunaan Penelitian................................................................................... 8
BAB II. PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka....................................................................................... 9
2.1.1 Pengertian Dan Definisi Kepemimpinan........................................... 9
2.1.2 Gaya Kepemimpinan......................................................................... 12
2.1.3 Kinerja Pegawai................................................................................ 20
2.1.4 Pelayanan Masyarakat....................................................................... 23
2.1.5 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai............. 26
2.2 Kerangka Pemikiran................................................................................... 27
2.3 Hipotesis..................................................................................................... 30
2.4 Definisi Konseptual……………................................................................ 30
2.5 Definisi Operasional………………………............................................... 32
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................... 40
3.2 Pendekatan Penelitian................................................................................ 40
3.3 Teknik Pengumpulan Data…………......................................................... 41
3.4 Teknik Pemilihan Responden dan Informan.............................................. 42
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data....................................................... 43
BAB IV. GAMBARAN UMUM KELURAHAN CIPARIGI
4.1 Kondisi Geografis Kelurahan Ciparigi....................................................... 45
4.2 Sosial Demografi Kelurahan...................................................................... 46
4.2.1 Kependudukan.................................................................................. 46
4.2.2 Tingkat Pendidikan........................................................................... 47
4.2.3 Ketenagakerjaan................................................................................ 48
4.3 Struktur Pemerintahan Kelurahan Ciparigi ……....................................... 49
4.3.1 Visi dan Misi Kelurahan Ciparigi...................................................... 49
4.3.2 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan Ciparigi.................... 49
4.3.3 Jumlah dan Kondisi Pegawai Kelurahan Ciparigi............................. 52
4.3.4 Sarana dan Prasarana Kerja............................................................... 53
4.4 Fasilitas Sosial dan Pelayanan.................................................................... 54
4.5 Ikhtisar........................................................................................................ 55
BAB V. GAYA KEPEMIMPINAN LURAH CIPARIGI
5.1 Kegiatan yang Berkaitan dengan Kesejahteraan Pegawai......................... 57
5.2 Kegiatan yang Berkaitan dengan Pendelegasian Tugas dari Pemimpin
(Lurah) Kepada Pegawai........................................................................... 62
5.3 Kegiatan yang Berkaitan dengan Musibah/Bencana................................. 68
5.4 Kegiatan yang Berkaitan dengan Pemberian Pelayanan Kelurahan.......... 72
5.5 Ikhtisar....................................................................................................... 77
BAB VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERAPAN GAYA KEPEMIMPINAN LURAH
6.1 Karakteristik Pemimpin………………………………….......................... 79
6.2 Karakteristik Pegawai................................................................................. 81
6.3 Situasi di Lingkungan Organisasi............................................................... 84
6.4 Ikhtisar........................................................................................................ 85
BAB VII. KINERJA PEGAWAI PADA ORGANISASI KELURAHAN
CIPARIGI
7.1 Kinerja Pegawai Berdasarkan Penilaian Pegawai Kelurahan yang
Bersangkutan.............................................................................................. 87
7.2 Kinerja Berdasarkan Penilaian Warga Masyarakat..................................... 92
7.3 Ikhtisar........................................................................................................ 96
BAB VIII. PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP
KINERJA PEGAWAI PADA KELURAHAN CIPARIGI
8.1 Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah Pada Kegiatan
Berkaitan Dengan Kesejahteraan Pegawai.............................................. 98
8.2 Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah Pada Kegiatan Berkaitan Dengan Pendelegasian Tugas.................................................. 101
8.3 Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah Pada Kegiatan
Berkaitan Dengan Musibah/Bencana yang Terjadi Di Lingkungan Kelurah.................................................................................................... 104
8.4 Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah Pada Kegiatan
Berkaitan Dengan Pemberian Pelayanan Kelurahan............................... 106
8.5 Ikhtisar..................................................................................................... 109
BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan............................................................................................... 111
9.2 Saran......................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 113
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah Penduduk Kelurahan Ciparigi Menurut Struktur Umur
Tahun 2008..................................................................................... 47
2. Jumlah Penduduk Kelurahan Ciparigi Menurut Tingkat
Pendidikan Tahun 2008.................................................................. 48
3. Jumlah Penduduk Angkatan Kerja Kelurahan Ciparigi Menurut
Mata Pencaharian Tahun 2008....................................................... 48
4. Uraian Tugas Pokok dan Tata Kerja Di Lingkungan Kelurahan
Ciparigi........................................................................................... 51
5. Jumlah Pegawai Kelurahan Ciparigi Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2008..................................................................................... 52
6. Jumlah Pegawai Kelurahan Ciparigi Menurut Umur Tahun 2008. 52
7. Jumlah Pegawai Kelurahan Ciparigi Menurut Tingkat
Pendidikan Tahun 2008.................................................................. 53
8. Jumlah Pegawai Kelurahan Ciparigi Menurut Golongan Tahun
2008................................................................................................ 53
9. Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah dalam Berbagai Bidang
Kegiatan.......................................................................................... 78
10. Distribusi Responden Pegawai Kelurahan Menurut Kinerjanya
Berdasarkan Penilaian Pegawai yang Bersangkutan..................... 87
11. Distribusi Responden Warga Masyarakat Menurut Kinerjanya
Berdasarkan Penilaian Warga Masyarakat.................................... 92
12. Penilaian Kinerja Pegawai Kelurahan Berdasarkan Kelompok
Indikator......................................................................................... 97
13. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya Kepemimpinan
Lurah dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan
Kesejahteraan Pegawai................................................................... 99
14. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya Kepemimpinan
Lurah dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan
Pendelegasian Tugas…………………………………………….. 101
15. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya Kepemimpinan
Lurah dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan
Musibah/Bencana Yang Terjadi Di Lingkungan Kelurahan.......... 104
16. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya Kepemimpinan
Lurah dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan
Pemberian Pelayanan Kelurahan.................................................... 107
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran........................................................................ 29
2. Struktur Organisasi Kelurahan Ciparigi, Kec Bogor Utara, Kota
Bogor.............................................................................................. 50
3. Distribusi Persentase Gaya Kepemimpinan Lurah di Kelurahan
Ciparigi Pada Kegiatan Berkaitan dengan Kesejahteraan
Pegawai.......................................................................................... 58
4. Diagram Distribusi Persentase Gaya Kepemimpinan Lurah di
Kelurahan Ciparigi Pada Kegiatan Berkaitan dengan
Pendelegasian Tugas dari Pemimpin (Lurah) Kepada Pegawai..... 62
5. Diagram Distribusi Persentase Gaya Kepemimpinan Lurah di
Kelurahan Ciparigi Pada Kegiatan Berkaitan dengan
Musibah/Bencana........................................................................... 68
6. Diagram Distribusi Persentase Gaya Kepemimpinan Lurah di
Kelurahan Ciparigi Pada Kegiatan Berkaitan dengan Pemberian
Pelayanan Kelurahan...................................................................... 72
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Denah Lokasi Penelitian................................................................. 115
2. Peta Wilayah Kota Bogor............................................................... 116
3. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS (DP3) pegawai....... 117
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia sebagai individu dan makhluk sosial, mewujudkan
kehidupannya sebagai usaha mengaktualisasikan atau merealisasikan dirinya
untuk menemukan dan mengembangkan jati dirinya masing-masing. Untuk itu
bagi setiap individu diperlukan berbagai bantuan atau kerja sama dari individu
lain. Dalam keadaan seperti itu, manusia berusaha mengatur kebersamaannya,
baik dalam bentuk kelompok kecil maupun besar. Pengaturan itu di satu pihak
bermaksud untuk melindungi hak asasi setiap individu. Untuk mengendalikan
kehidupan berkelompok dan bahkan kehidupan bermasyarakat dalam arti luas,
selalu diperlukan seorang atau lebih yang menjadi pemimpin.
Kepemimpinan merupakan gejala universal yang terdapat dalam
kehidupan kolektif. Kepemimpinan mempunyai peranan sentral dalam kehidupan
organisasi maupun berkelompok. Untuk mencapai tujuan bersama, manusia di
dalam organisasi perlu membina kebersamaan dengan mengikuti pengendalian
dari pemimpinnya. Dengan pengendalian tersebut, perbedaan keinginan,
kehendak, kemauan, perasaan, kebutuhan dan lain-lain dipertemukan untuk
digerakkan kearah yang sama. Dengan demikian berarti di dalam setiap organisasi
perbedaan individual dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang sama sebagai
kegiatan kepemimpinan.
Pada sisi lain, organisasi dapat pula terbentuk karena kesamaan sejumlah
individu atau merasa memiliki kepentingan yang sama pula. Dengan berhimpun di
dalam suatu kelompok, kesamaan dan kepentingan yang sama itu akan lebih
mudah diwujudkan dibandingkan jika perwujudannya dilakukan secara individual
(perseorangan). Di dalam kelompok itu muncul seorang atau lebih pemimpin
karena memiliki kelebihan berupa kemampuan kepemimpinan. Kelompok seperti
itu menyusun sendiri posisi jabatan kepemimpinan di lingkungannya sesuai
keperluan dan kondisi masing-masing.
Seorang pemimpin sebagai individu merupakan suatu kepribadian yang
berhadapan dengan sejumlah individu lainnya yang masing-masing juga
merupakan suatu kepribadian. Dalam keadaan seperti itu seorang pemimpin harus
memahami setiap kepribadian yang berbeda dengan kepribadiannya sendiri.
Pemimpin sebagai suatu kepribadian memiliki motivasi yang mungkin tidak sama
dengan motivasi anggota kelompoknya, baik dalam mewujudkan kehendak untuk
bergabung dan bersatu dalam suatu kelompok maupun dalam melaksanakan
kegiatan yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dalam suatu
organisasi pemerintah, setiap pemimpin merupakan pribadi sentral yang sangat
besar pengaruhnya terhadap pegawainya yang terlihat dalam sikap dan
perilakunya pada waktu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Kelurahan dilihat dari sistem pemerintahan Indonesia merupakan ujung
tombak dari pemerintahan daerah yang langsung berhadapan dengan masyarakat
luas. Citra birokrasi pemerintahan secara keseluruhan akan banyak ditentukan
oleh kinerja organisasi tersebut. Masyarakat perkotaan yang peradabannya sudah
cukup maju, mempunyai kompleksitas permasalahan lebih tinggi dibandingkan
dengan masyarakat tradisional sehingga diperlukan aparatur pelayanan yang
profesional.
Dalam rangka meningkatkan citra, kerja dan kinerja instansi pemerintah
menuju kearah professionalisme dan menunjang terciptanya pemerintahan yang
baik (good governance), perlu adanya penyatuan arah dan pandangan bagi
segenap jajaran pegawai pemerintah yang dapat dipergunakan sebagai pedoman
atau acuan dalam melaksanakan tugas baik manajerial maupun operasional
diseluruh bidang tugas dan unit organisasi instansi pemerintah secara terpadu.
Oleh karena itu, dirumuskan visi, misi, strategi dan nilai acuan pemerintah yang
menjadi pedoman mengenai arah yang dituju, beban tanggung jawab, strategi
pencapaiannya serta nilai-nilai sikap dan perilaku pegawai.
Dengan berlakunya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2008
tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2008
Nomor 3 Seri D), maka perubahan yang sangat mendasar terjadi pada satuan unit
kerja terbawah yaitu Kelurahan serta pada Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Kota Bogor. Hal tersebut berlaku pula pada Kelurahan Ciparigi yang
merupakan salah satu Kelurahan yang terdapat di wilayah Pemerintahan
Kecamatan Bogor Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Kota Bogor
selalu melakukan proses kegiatan untuk adanya perubahan yang dilakukan secara
terus-menerus dan berkesinambungan sesuai tuntutan perubahan dalam
masyarakat.
Berdasarkan informasi dari para informan yang di wawancara, diketahui
Kelurahan Ciparigi merupakan salah satu Kelurahan yang terbentuk dari
pemekaran wilayah kota. Kelurahan Ciparigi, dahulunya bernama Desa Ciparigi.
Kelurahan Ciparigi Kecamatan Bogor Utara, Provinsi Jawa Barat adalah lembaga
pemerintahan yang mempunyai tugas sebagai unsur pelaksana daerah di bidang
pemerintahan. Sejalan dengan penataan kelembagaan yang mengacu pada
Peraturan Walikota Bogor Nomor 53 tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi,
Tata Kerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural di lingkungan Kelurahan,
Kelurahan Ciparigi Kecamatan Bogor Utara memiliki tugas pokok dalam
melaksanakan fungsinya. Untuk melaksanakan tugas pokoknya, Kelurahan
Ciparigi memiliki fungsi:
1. Penyusunan rencana dan program kerja kelurahan.
2. Pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Camat.
3. Fasilitasi tugas-tugas dinas dan lembaga teknis yang dilaksanakan di
wilayah Kelurahan.
4. Pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
5. Penyelenggaraan tugas-tugas pembantuan dan tugas lain yang diberikan
atasan.
Ditinjau dari sumber daya manusianya, faktor manusia sebagai tenaga
pelaksana memegang peranan yang sangat penting bahkan sangat menentukan
dalam pencapaian tujuan. Dalam sebuah organisasi pemerintahan, sumber daya
manusia terdiri dari pemimpin dan pegawai. Kelurahan Ciparigi Kecamatan
Bogor Utara merupakan suatu organisasi pemerintah yang memiliki personil
berjumlah 12 pegawai. Peranan seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
memiliki kedudukan sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang
berkemampuan tinggi, penuh dedikasi dan memiliki disiplin kerja. Hal tersebut
sangat penting dalam pencapaian tujuan. Untuk mewujudkan sikap kerja pegawai
yang baik, diperlukan berbagai cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin
suatu organisasi pemerintah, yaitu dengan menggunakan gaya kepemimpinan
yang tepat.
Peranan seorang pemimpin penting untuk mencapai tujuan organisasi yang
diinginkan termasuk organisasi pemerintahan Kelurahan Ciparigi, kota Bogor
terutama berkaitan dengan peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya. Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dapat dicapai
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Merujuk pendapat yang dikemukakan Handoko (2001),” Sumber daya
terpenting suatu organisasi adalah sumber daya manusia atau orang-orang yang
memberikan tenaga, bakat, kreativitas dan usaha mereka kepada organisasi.” Dari
pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa kinerja yang tinggi sangat diperlukan
dalam setiap usaha kerja pegawai untuk mencapai tujuan.
Menurut Kerlinger dan Padhazur (2002), faktor kepemimpinan
mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja pegawai
karena kepemimpinan yang efektif memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha
semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Pemimpin yang terdapat
pada Kelurahan adalah seorang Lurah dengan gaya kepemimpinan yang
diterapkan harus mampu mencurahkan segala perhatiannya kepada para
pegawainya, agar tumbuh moral yang tinggi yang merupakan suatu dorongan,
sehingga orang-orang yang dipimpinnya dapat digerakkan dan diarahkan
tenaganya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Gaya kepemimpinan yang efektif dibutuhkan pemimpin untuk dapat
meningkatkan kinerja semua pegawai dalam mencapai tujuan organisasi sebagai
instansi pelayanan publik. Dengan demikian, gaya kepemimpinan dapat menjadi
pedoman yang baik dalam peningkatan kinerja pegawai. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka perlu diteliti: “Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja Pegawai dalam Organisasi Pemerintahan Kelurahan”.
1.2 Perumusan Masalah
Kelurahan dilihat dari sistem pemerintahan Indonesia merupakan ujung
tombak dari pemerintahan daerah yang langsung berhadapan dengan masyarakat
luas. Citra birokrasi pemerintahan secara keseluruhan akan banyak ditentukan
oleh kinerja organisasi tersebut. Seiring dengan perkembangan penduduk dan
peradaban yang sudah cukup maju, masyarakat perkotaan mempunyai
kompleksitas permasalahan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat
tradisional sehingga diperlukan aparatur pelayanan yang profesional.
Kelurahan sebagai instansi pelayanan publik dituntut untuk memperbaiki
dan senantiasa melakukan reformasi serta mengantisipasi perkembangan
masyarakat yang terjadi. Oleh karena itu, komitmen untuk menciptakan good
governance serta tuntutan peningkatan kinerja diperlukan melalui dukungan dari
semua pihak, dalam hal ini adalah pegawai Kelurahan Ciparigi Kecamatan Bogor
Utara.
Peranan seorang pemimpin penting untuk mencapai tujuan organisasi yang
diinginkan, termasuk organisasi pemerintahan Kelurahan Ciparigi, kota Bogor
terutama berkaitan dengan peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya. Untuk mewujudkan sikap kerja serta kinerja pegawai yang baik,
diperlukan berbagai cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin suatu
organisasi pemerintah, yaitu dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang
tepat.
Menjadi pertanyaan bagaimana gaya kepemimpinan Lurah berpengaruh
terhadap kinerja pegawai organisasi Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara
serta faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinannya. Berdasarkan hal
tersebut, perumusan masalah yang menjadi fokus perhatian peneliti adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan Lurah?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan
Lurah?
3. Bagaimanakah kinerja pegawai pada organisasi Kelurahan Ciparigi?
4. Bagaimanakah pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai
pada Kelurahan Ciparigi?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan Lurah yang diterapkan di berbagai
kegiatan.
2. Menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan gaya
kepemimpinan Lurah.
3. Menelaah kinerja pegawai pada organisasi Kelurahan Ciparigi.
4. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada
Kelurahan Ciparigi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan kepada berbagai
pihak, seperti Kelurahan, institusi pendidikan dan mahasiswa selaku peneliti. Bagi
Kelurahan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk
meningkatkan kinerja pegawai. Pemimpin perlu menerapkan gaya kepemimpinan
pada pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan pegawai dalam
memperbaiki kinerja dan produktivitas pegawai, sehingga Kelurahan dapat
meningkatkan pelayanannya terhadap masyarakat sebagaimana fungsi Kelurahan
sebagai instansi pelayanan publik. Bagi pihak akademisi diharapkan penelitian ini
dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji permasalahan gaya
kepemimpinan terhadap kinerja pegawai secara lebih mendalam. Bagi peneliti
sendiri, penelitian ini dapat berguna sebagai sarana belajar untuk memahami
permasalahan yang menjadi topik kajian.
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian Dan Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kemampuan menggerakkan atau memotivasi
anggota organisasi agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan
terarah pada pencapaian tujuannya. Tujuan itu mungkin saja sesuatu yang
dirumuskan dan disepakati bersama, tetapi tidak mustahil pula merupakan
kehendak pemimpin yang terintegrasi atau bersifat implisit di dalamnya. Hal ini
merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan
memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan manajemen
seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan keputusan merupakan
sebuah kepompong yang tidur (tidak aktif) sampai pimpinan bertindak untuk
menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan mereka mencapai
tujuan.
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap
usaha-usaha semua orang yang dipimpin dalam pencapaian tujuan organisasi.
Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha agar kehendaknya diterima dan
dirasakan oleh seluruh anggota kelompok sebagai kehendaknya juga. Tanpa
kepemimpinan atau bimbingan, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan
tujuan organisasi menjadi renggang (lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi
dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu
keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaran-
sasarannya. Diantara pendapat-pendapat tentang pengertian kepemimpinan adalah
sebagai berikut :
a. Kepemimpinan adalah kemampuan tiap pimpinan di dalam mempengaruhi
dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya
bekerja dengan gairah, bersedia bekerjasama dan mempunyai disiplin tinggi,
dimana para bawahan diikat dalam kelompok secara bersama-sama dan
mendorong mereka ke suatu tujuan tertentu (Kerlinger dan Padhazur, 1987).
b. Kepemimpinan merupakan keseluruhan aktivitas dalam rangka
mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu
tujuan yang memang diinginkan bersama (Susilo, 1998).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan kepemimpinan organisasi adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk memberikan suatu tugas,
pengarahan, bimbingan terhadap bawahannya (pegawai) dalam menjalankan
tugasnya.
Davis (1979) mengikhtisarkan ada empat ciri utama yang mempunyai
pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :
a. Kecerdasan (intelligence). Penelitian-penelitian pada umumnya
menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi daripada pengikutnya, tetapi tidak sangat berbeda.
b. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (Social Maturity and
breadth). Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa
atau matang, serta mempunyai kegiatan-kegiatan dan perhatian yang luas.
c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Pemimpin secara pikir mampunyai
motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka bekerja keras lebih
untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik.
d. Sifat-sifat hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan
mempengaruhi harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya, mempunyai
perhatian yang tinggi dan berorientasi pada pegawai.
Merujuk pada Byrd dan Block, Sujak (1990) menyatakan keterampilan
dalam kepemimpinan terdiri dari lima macam yang terdiri dari:
1. Pemberian kuasa yaitu pembagian kuasa oleh pimpinan kepada bawahannya.
2. Intuisi adalah keterlibatan manajer dalam menatap situasi, mengantisipasi
perubahan, mengambil resiko serta membangun kejujuran.
3. Pemahaman diri yaitu kemampuan untuk mengenali kemampuan serta
kelemahan diri serta berupaya mengatasi kelemahan tersebut.
4. Pandangan ialah keterlibatan diri dalam mengimajinasikan kondisi
lingkungan yang berbeda-beda.
5. Nilai keselarasan yaitu kemampuan dalam mengetahui serta memahami
nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya menuju organisasi yang
efektif.
Kepemimpinan merupakan bagian penting dalam organisasi maupun
perusahaan dimana organisasi tersebut tersusun atas dasar pembagian fungsi-
fungsi yang berbeda yang harus dilaksanakan. Adanya perbedaan peranan atau
tugas bagi tiap individu dalam organisasi merupakan penentu adanya
kepemimpinan. Adanya berbagai peranan dan tugas mengakibatkan perlunya
pengaturan dan koordinasi yang dilakukan oleh pemimpin.
Perkataan pemimpin atau leader memiliki berbagai pengertian. Oleh
karena itu, pemimpin merupakan dampak interaktif dari faktor individu atau
pribadi dengan faktor situasi. Diantara berbagai definisi tentang pengertian
pemimpin adalah sebagai berikut :
1. Pemimpin adalah orang-orang yang menggerakkan orang-orang lain agar
orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan dan disusun
terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh
semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-masing
dengan hasil yang diharapkan (Karjadi, 1983).
2. Pemimpin adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin,
bawahan dan situasi (Wahjosumidjo, 1984).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang
memiliki kecakapan dan kelebihan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi
dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha
bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tujuan.
2.1.2 Gaya Kepemimpinan
Seorang pemimpin organisasi dapat melakukan berbagai cara dalam
kegiatan mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar
melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap
orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti
yang ia lihat (Thoha, 1993). Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan
merupakan tipe kepemimpinan. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Siagian (2003)
bahwa gaya kepemimpinan seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan
orang yang bersangkutan. Artinya, untuk kepentingan pembahasan, istilah tipe
dan gaya kepemimpinan dipandang sebagai sinonim. Secara relatif ada tiga
macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis dan laissez-
faire, yang semuanya mempunyai kelemahan-kelemahan dan kelebihan. Adapun
tiga macam gaya kepemimpinan (Handoko, 2001) adalah sebagai berikut :
a. Otokratis
Gaya otokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara
segala kegiatan yang akan dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata.
Kepemimpinan gaya otokratis antara lain berciri:
1. Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin.
2. Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap
waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti
untuk tingkat yang luas.
3. Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bersama setiap anggota.
Penerapan gaya kepemimpinan otokratis dapat mendatangkan keuntungan
antara lain berupa kecepatan serta ketegasan dalam pembuatan keputusan dan
bertindak sehingga untuk sementara mungkin kinerja dapat naik.
Kepemimpinan gaya otokratis hanya tepat digunakan jika organisasi sedang
menghadapi keadaan darurat, apabila keadaan darurat telah selesai gaya ini
harus ditinggalkan.
b. Demokratis
Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan
dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri:
1. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan
diambil dengan dorongan dan bantuan dari pimpinan.
2. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan
kelompok dibuat, dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin
menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
3. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih, dan
pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
Penerapan gaya kepemimpinan demokratis dapat mendatangkan keuntungan
antara lain berupa keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya
rasa ikut memiliki serta terbinanya moral yang tinggi. Sedang kelemahan
gaya kepemimpinan ini adalah keputusan serta tindakan kadang-kadang
lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan
merupakan keputusan terbaik.
c. Laissez-Faire
Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada
bawahan. Kepemimpinan gaya laissez-faire antara lain berciri:
1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan
partisipasi dari pemimpin.
2. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang
membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat
ditanya. Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja.
3. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
Penerapan gaya kepemimpinan laissez-faire dapat mendatangkan keuntungan
antara lain para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan
kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian bagi
organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai bekerja
menurut selera masing-masing.
Wahjosumidjo (1984) mengatakan bahwa perilaku pemimpin dalam
proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah sesuai dengan gaya
kepemimpinan seseorang. Gaya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan Direktif, dicirikan oleh:
a. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan
seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya
memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya.
b. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan menjalankan
tugas.
c. Pemimpin melakukan pengawasan kerja dengan ketat.
d. Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang
tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang tealah ditentukan.
e. Hubungan dengan bawahan rendah, tidak memberikan motivasi kepada
bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena
pemimpin kurang percaya dengan kemampuan bawahannya.
2. Gaya kepemimpinan Konsultatif, dicirikan oleh:
a. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh
pemimpin setelah mendengarkan keluhan dan bawahan.
b. Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan
yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan
para bawahan.
c. Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka
memberikan motivasi kepada bawahan.
d. Hubungan dengan bawahan baik.
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif, dicirikan oleh:
a. Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila
pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran
dan pendapat dari bawahan.
b. Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan
pekerjaan.
c. Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang
penuh persahabatan dan saling mempercayai.
d. Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas
pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas
organisasi.
4. Gaya Kepemimpinan Delegatif, dicirikan oleh:
a. Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan
bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah kepada bawahan.
b. Bawahan memiliki hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana
keputusan dilaksanakan dan hubungan bawahan rendah.
Dari penjelasan keempat gaya kepemimpinan tersebut menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang menyolok, selain terletak pada kemampuannya untuk
bekerja dan tergantung pada motivasinya, dalam penerapannya lebih lanjut sering
tidak ditemukan pemimpin yang murni memiliki salah satu gaya kepemimpinan
yang telah disebutkan di atas. Sebenarnya tidak ada gaya kepemimpinan yang
terbaik, artinya pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu
mengadaptasikan gayanya agar sesuai dengan situasi tertentu. Freemont E. Kast
dan James R. Rozenweig menyatakan bahwa: Tidak ada satu jalan terbaik untuk
pemimpin, itu semua tergantung pada pemimpin, pengikut dan dinamika
kelompok (Sutarto, 1986).
Teori Kepemimpinan Situasional menuntut pemimpin cukup luwes dalam
menyesuaikan gaya atau perilaku kepemimpinannya dengan situasi yang berbeda-
beda. Menurut Rivai (2008), untuk menentukan gaya kepemimpinan yang efektif
dalam menghadapi keadaan tertentu, maka perlu mempertimbangkan kekuatan
yang ada dalam tiga unsur, yaitu: diri pemimpin, bawahan dan situasi secara
menyeluruh. Mengenai tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam merealisasikan
kepemimpinan yang efektif adalah:
1. Kekuatan diri pemimpin adalah kondisi diri seorang pemimpin yang
mendukung dalam melaksanakan kepemimpinannya, seperti latar belakang
pendidikan, pribadi, pengalaman dan nilai-nilai dalam pandangan hidup
yang dihayati dan diamalkannya (dipedomani dalam berfikir, merasakan,
bersikap dan berperilaku).
2. Kekuatan anggota organisasi sebagai bawahan adalah kondisi diri anggota
organisasi sebagai bawahan yang pada umumnya mendukung pelaksanaan
kepemimpinan seorang pemimpin sebagai atasan, seperti pendidikan atau
pengalaman, motivasi kerja atau berprestasi dan tanggung jawab dalam
bekerja.
3. Kekuatan situasi adalah situasi dalam interaksi antara pemimpin dengan
anggota organisasi sebagai bawahan seperti suasana atau iklim kerja,
suasana organisasi secara keseluruhan.
Dengan demikian gaya kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari suatu situasi
ke situasi yang lain. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk mengadakan
diagnosa dengan baik tentang situasi, sehingga pemimpin yang baik harus
mampu:
1. Mengubah-ubah perilakunya sesuai dengan situasinya,
2. Mampu memperlakukan bawahan sesuai dengan kebutuhan dan motif yang
berbeda-beda. (Wahjosumidjo, 1984).
Mengenai ukuran-ukuran gaya kepemimpinan, Fiedler dalam Winardi
(2004) mendefinisikan atas dasar tiga orientasi yang dapat diukur, yaitu :
1. Position power (kekuasaan posisi); kemampuan untuk mencapai
produktifitas yang tinggi melalui kerja sama.
2. Task structure (struktur tugas); suatu gaya yang mengutamakan adanya
kehendak atau keinginan untuk senantiasa menyelesaikan tugas atau
pekerjaannya.
3. Leader member relations (hubungan pemimpin dengan pegawai); suatu gaya
yang menunjukkan perhatian terhadap suatu hubungan dengan faktor
manusia.
Dengan melihat uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah suatu cara atau pola tindakan, tingkah laku pimpinan secara
keseluruhan dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari teori-teori dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan gaya kepemimpinan yang telah dikemukakan, maka dapat
dipaparkan indikator dari gaya kepemimpinan dalam organisasi, yaitu:
1. Kekuasaan posisi, meliputi kerja sama dan keahlian atau kemampuan
pimpinan.
2. Struktur tugas, yaitu mengenai tingkat kepercayaan, kejelasan dalam tugas,
bimbingan dan tanggung jawab pimpinan.
3. Hubungan pimpinan dengan pegawai, meliputi kondisi pegawai dan
kesempatan menyatakan pendapat.
2.1.3 Kinerja Pegawai
Kinerja dapat diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam rencana strategi
suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau
tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Kinerja dapat diketahui
hanya jika individu atau kelompok individu tersebut memiliki kriteria
keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan
atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan serta target,
kinerja seseorang atau organisasi tidak dapat diketahui karena tidak ada tolok
ukurnya. Menurut Dessler (1997), kinerja merupakan prosedur yang meliputi (1)
penetapan standar kinerja; (2) penilaian kinerja aktual pegawai dalam hubungan
dengan standar-standar ini; (3) memberi umpan balik kepada pegawai dengan
tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau
terus berkinerja lebuh tinggi lagi.
Selain itu kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi
yang bersangkutan. Dengan kata lain, kinerja perorangan dan kinerja kelompok
sangat mempengaruhi kinerja organisasi atau organisasi secara keseluruhan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi tersebut. Sedarmayanti (2001) mendefinisikan
kinerja sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, atau hasil kerja
atau unjuk kerja atau penampilan kerja. Pengertian kinerja tersebut menunjukkan
bagaimana seorang pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan demikian,
dapat disimpulkan, kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka untuk menciptakan tujuan organisasi.
Mitchell (Sedarmayanti, 2001) menyatakan bahwa kinerja terdiri dari
berbagai aspek, yaitu :
1. Quality of work (kualitas pekerjaan).
2. Prompines (kecepatan dan ketepatan hasil kerja).
3. Initiative (kemampuan mengambil inisiatif).
4. Capability (kesanggupan atau kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan).
5. Communication (kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan).
Menurut Gomes (1995), kinerja dipengaruhi oleh usaha, motivasi,
kemampuan pegawai, dan juga kesempatan dan kejelasan tujuan-tujuan kinerja
yang diberikan oleh organisasi kepada seorang pegawai. Penciptaan pekerjaan
yang menantang akan menarik keinginan intrinsik yang dimiliki orang untuk
menangani pekerjaannya dan menghindari rasa bosan, kegiatan-kegiatan yang
melelahkan yang menghasilkan sedikit hasil positif.
Sesungguhnya semua organisasi atau perusahaan memiliki sarana-sarana
formal dan informal untuk menilai kinerja pegawainya. Handoko (2001)
mengemukakan, penilaian kinerja atau prestasi kerja (performance appraisal)
adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai.
Kegiatan ini dapat mempengaruhi keputusan-keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka.
Adapun kegunaan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1. Mendorong orang ataupun pegawai agar berperilaku positif atau
memperbaiki tindakan mereka yang di bawah standar;
2. Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah pegawai tersebut telah
bekerja dengan baik; dan
3. Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan peningkatan
organisasi.
Dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja pegawai adalah proses suatu
organisasi mengevaluasi atau menilai kerja pegawai. Apabila penilaian kinerja
dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar akan dapat membantu meningkatkan
motivasi kerja sekaligus dapat meningkatkan loyalitas para anggota organisasi
yang ada di dalamnya, dan apabila ini terjadi akan menguntungkan organisasi itu
sendiri. Oleh karena itu penilaian kinerja perlu dilakukan secara formal dengan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh organisasi secara obyektif.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan bahwa pada kinerja seseorang
yang perlu diperhatikan adalah adanya suatu kegiatan yang telah dilaksanakan.
Agar hasil kerja yang dicapai oleh setiap pegawai sesuai dengan mutu yang
diinginkan, waktu yang ditentukan, maka penilaian kinerja pegawai mutlak
diperlukan oleh setiap organisasi.
Mengenai ukuran-ukuran kinerja pegawai, Ranupandojo dan Husnan
(2000) menjelaskan secara rinci sejumlah aspek yang meliputi:
1. Kualitas kerja adalah mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang
ditetapkan. Kualitas kerja diukur dengan indikator ketepatan, ketelitian,
keterampilan dan keberhasilan kerja. Kualitas kerja meliputi ketepatan,
ketelitian, kerapihan dan kebersihan hasil pekerjaan.
2. Kuantitas kerja yaitu banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja
yang ada, yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat
pekerjaan dapat terselesaikan. Kuantitas kerja meliputi output, serta perlu
diperhatikan pula tidak hanya output yang rutin saja, tetapi juga seberapa
cepat dia dapat menyelesaikan pekerjaan yang ekstra.
3. Dapat tidaknya diandalkan termasuk dalam hal ini yaitu mengikuti
instruksi, inisiatif, rajin, serta sikap hati-hati.
4. Sikap, yaitu sikap terhadap pegawai perusahaan dan pekerjaan serta
kerjasama.
Dari berbagai uraian tentang kinerja pegawai yang telah dijelaskan dapat
disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dapat dicapai
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan
tanggung jawab masing-masing untuk mewujudkan tujuan organisasi.
2.1.4 Pelayanan Masyarakat
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan
melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan
seseorang.
Hakikat berdirinya suatu organisasi publik seperti Kelurahan adalah
bertujuan melayani kepentingan masyarakat di wilayah kerjanya. Pelayanan yang
diberikan oleh Kelurahan termasuk dalam bentuk pelayanan umum. Untuk
memahami konsep pelayanan umum, Gronroos (dalam Ratminto dan Winarsih,
2005) mendefinisikan pelayanan sebagai suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas
yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat
adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang
disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Sedangkan menurut
Keputusan Menteri Negara Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, pelayanan
umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan badan usaha milik
negara/daerah dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dari definisi pelayanan umum tersebut, dapat dikatakan bahwa
Kelurahan merupakan suatu organisasi yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan visi, misi, tujuan maupun
program yang telah ditetapkan Kelurahan.
Dalam perkembangannya, Parasuraman dkk ( dalam Zeithamil dan Bitner,
1996) mengatakan bahwa konsumen dalam melakukan penilaian terhadap kualitas
jasa ada lima dimensi yang perlu diperhatikan :
1. Tangible atau ketampakan fisik, yaitu meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai dan saranan komunikasi.
2. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas. Hal ini meliputi
keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan
pelayanan dengan tanggap.
3. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan organisasi untuk
menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Hal tersebut meliputi kemampuan memberikan layanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat, kehandalan dan memuaskan .
4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja
dan kemampuan mereka dalam memberiknan kepercayaan kepada
customers. Hal tersebut mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,
dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf (bebas dari
bahaya, resiko dan keragu-raguan).
5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh
providers kepada customers yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan
hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami
kebutuhan para pelanggan.
Dengan melihat uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pelayanan
masyarakat adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan badan usaha milik
negara/daerah dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dari teori dan hal lain yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat,
maka dapat dipaparkan indikator penting pelayanan masyarakat, yaitu:
1. Responsiveness atau responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas
pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal ini meliputi keinginan para staf
untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan
tanggap.
2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan organisasi untuk
menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Hal tersebut meliputi kemampuan memberikan layanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat, kehandalan dan memuaskan .
3. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja
dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada
customers. Hal tersebut mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,
dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf (bebas dari
bahaya, resiko dan keragu-raguan).
2.1.5 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai
Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seseorang
dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama dan
berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Artinya, gaya kepemimpinan dapat menuntun pegawai
untuk bekerja lebih giat, lebih baik, lebih jujur dan bertanggungjawab penuh atas
tugas yang diembannya sehingga meraih pekerjaan dapat diselesaikan dengan
baik. Hubungan pimpinan dan bawahan dapat diukur melalui penilaian pekerja
terhadap gaya kepemimpinan para pemimpin dalam mengarahkan dan membina
para bawahannya untuk melaksanakan pekerjaan (Hadari, 2003).
Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai
kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada efektivitas
kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat
dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi
memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut
dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja
para pegawainya (Siagian, 2003).
Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki kelebihan-
kelebihan dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai yang terdapat di
organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada bawahannya
untuk bergerak, bergiat, berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan. Akan tetapi hanya mengerahkan seluruh pegawai saja tidak
cukup, sehingga perlu adanya suatu dorongan agar para pegawainya mempunyai
minat yang besar terhadap pekerjaanya. Atas dasar inilah selama perhatian
pemimpin diarahkan kepada bawahannya, maka kinerja pegawainya akan tinggi.
Sebagaimana yang dikemukakan Karjadi (1983), pemimpin adalah menggerakkan
orang-orang lain agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan
dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh
semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-masing
dengan hasil yang diharapkan.
2.2 Kerangka Pemikiran
Berikut ini dikemukakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
untuk memahami fenomena kepemimpinan pada organisasi pemerintahan
Kelurahan, khususnya tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
pegawainya. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi gaya Kepemimpinan
yang diterapkan seorang pemimpin dalam suatu organisasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan yang diterapkan digolongkan dalam tiga
kategori yaitu: faktor karakteristik pemimpin, faktor karakteristik pegawai dan
faktor situasi. Gaya kepemimpinan yang digunakan seorang pemimpin memiliki
pengaruh terhadap kinerja pegawai. Gaya kepemimpinan dibedakan dalam empat
kategori, yaitu gaya kepemimpinan direktif, gaya kepemimpinan konsultatif, gaya
kepemimpinan partisipatif serta gaya kepemimpinan delegatif.
Untuk kepentingan penelitian ini, kinerja pegawai dipandang sebagai hasil
kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai wewenang dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi.
Ukuran-ukuran kinerja pegawai ini meliputi kualitas kerja, dan kuantitas kerja.
Kinerja pegawai akan berpengaruh terhadap Kinerja organisasi Kelurahan. Alur
pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Garis Pengaruh
: Pengaruh karakteristik pegawai terhadap kinerja pegawai, tidak
menjadi fokus penelitian
Gaya Kepemimpinan:
1. Gaya Direktif
2. Gaya Konsultatif
3. Gaya Partisipatif
4. Gaya Delegatif
Karakteristik
pemimpin
Situasi
Kinerja Pegawai → Kinerja Organisasi
Kelurahan
1. Kualitas Kerja
2. Kuantitas Kerja
Karakteristik pegawai
2.3 Hipotesis
Untuk kepentingan penelitian ini, sesuai dengan tujuannya diajukan
hipotesis pengarah berikut:
1. Diduga gaya kepemimpinan tertentu dominan terjadi di Kelurahan
Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara.
2. Diduga faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi gaya
kepemimpinan seorang pemimpin/Lurah adalah: karakteristik pemimpin,
karakteristik pegawai dan situasi di lingkungan organisasi.
3. Diduga terdapat keragaman kinerja pegawai pada organisasi Kelurahan
Ciparigi.
Disamping hipotesis pengarah, diajukan hipotesis uji berikut.
Diduga terdapat pengaruh gaya kepemimpinan yang diterapkan Lurah
terhadap kinerja pegawai.
2.4 Definisi Konseptual
Sejumlah definisi konseptual yang menjadi pegangan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan organisasi, dalam hal ini kepemimpinan organisasi
Kelurahan adalah kemampuan pemimpin (Lurah) untuk memberikan
tugas, pengarahan, bimbingan terhadap para pegawai dalam menjalankan
tugasnya.
2. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau pola tindakan, tingkah laku
yang diterapkan oleh pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan terlihat pada arah komunikasi dan cara-cara dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di berbagai bidang. Gaya
kepemimpinan dibedakan menjadi empat kategori yang terdiri dari gaya
direktif, gaya konsultatif, gaya partisipatif, dan gaya delegatif.
3. Karakteristik pemimpin adalah kondisi diri seorang pemimpin yang
berpengaruh dalam melaksanakan kepemimpinannya, seperti latar
belakang pendidikan, pribadi, pengalaman dan nilai-nilai dalam pandangan
hidup yang dihayati dan diamalkannya (dipedomani dalam berfikir,
merasakan, bersikap dan berperilaku).
4. Situasi adalah situasi dalam interaksi antara pemimpin dengan anggota
organisasi sebagai bawahan seperti suasana atau iklim kerja, suasana
organisasi secara keseluruhan.
5. Karakteristik pegawai adalah kondisi diri anggota organisasi sebagai
pegawai, seperti pendidikan atau pengalaman, motivasi kerja atau
berprestasi dan tanggung jawab dalam bekerja.
6. Pegawai adalah seseorang yang bekerja pada suatu lembaga Pemerintah.
7. Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung
jawab masing-masing dalam rangka untuk mewujudkan tujuan organisasi.
8. Kuantitas kerja yaitu banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja
yang ada, yang diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat
pekerjaan dapat terselesaikan.
9. Kualitas kerja adalah mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang
ditetapkan. Kualitas kerja diukur dengan indikator ketepatan, ketelitian,
keterampilan dan keberhasilan kerja.
10. Pelayanan masyarakat adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh instansi Kelurahan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2.5 Definisi Operasional
Untuk mengarahkan pengumpulan, pengolahan dan analisis data yang
bersifat kuantitatif, dalam penelitian dirumuskan sejumlah definisi operasional
berikut:
1. Penentuan gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin (Lurah)
dilakukan pada bidang atau lingkungan kegiatan pengambilan keputusan/
pemecahan masalah berikut
1) Kegiatan yang berkaitan dengan kesejahteraan pegawai.
2) Kegiatan yang berkaitan dengan pendelegasian tugas dari pemimpin
(Lurah) kepada pegawai.
3) Kegiatan yang berkaitan dengan musibah/bencana yang terjadi di
lingkungan Kelurahan.
4) Kegiatan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan Kelurahan.
Setiap gaya kepemimpinan diidentifikasikan dengan menggunakan
kriteria berikut.
1) Gaya Kepemimpinan Direktif, pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan dilakukan oleh pemimpin.
2) Gaya Kepemimpinan Konsultatif, pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan
masukan/saran dari bawahan.
3) Gaya Kepemimpinan Partisipatif, pemimpin dan bawahan sama-
sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
4) Gaya Kepemimpinan Delegatif, pemimpin mendelegasikan
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah kepada bawahan.
2. Kinerja Pegawai Kelurahan diukur dengan menggunakan dua kelompok
indikator yang terdiri dari:
A. Kelompok indikator berdasarkan penilaian pegawai yang bersangkutan.
Kinerja pegawai diukur dengan menggunakan indikator kualitas hasil
kerja dan kuantitas hasil kerja yang terdiri dari:
a. Ketepatan hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan pekerjaannya. Kategorinya adalah
1. Selalu tepat, skor 4.
2. Sering tepat, skor 3.
3. Kadang-kadang tepat, skor 2.
4. Tidak pernah tepat, skor 1.
b. Ketelitian hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan pekerjaannya.
b.1 Memiliki ketelitian hasil kerja secara umum. Kategorinya adalah
1. Selalu teliti, skor 4.
2. Sering teliti, skor 3.
3. Kadang-kadang teliti, skor 2.
4. Tidak pernah teliti, skor 1.
b.2 Ketelitian memeriksa kembali hasil pekerjaan. Kategorinya adalah
1. Selalu teliti, skor 4.
2. Sering teliti, skor 3.
3. Kadang-kadang teliti, skor 2.
4. Tidak pernah teliti, skor 1.
c. Kerapian hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
pekerjaannya. Kategorinya adalah
1. Selalu rapi, skor 4.
2. Sering rapi, skor 3.
3. Kadang-kadang rapi, skor 2.
4. Tidak pernah rapi, skor 1.
d. Kebersihan hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan pekerjaannya. Kategorinya adalah
1. Selalu bersih, skor 4.
2. Sering bersih, skor 3.
3. Kadang-kadang bersih, skor 2.
4. Tidak pernah bersih, skor 1.
e. Tuntutan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan baik.
Kategorinya adalah
1. Selalu dituntut, skor 4.
2. Sering dituntut, skor 3.
3. Kadang-kadang dituntut, skor 2.
4. Tidak pernah dituntut, skor 1.
f. Jumlah atau beban pekerjaan yang dapat diselesaikan pegawai.
Kategorinya adalah
1. > 90 %, skor 4.
2. 76 - 90 %, skor 3.
3. 50 - 75 %, skor 2.
4. < 50 %, skor 1.
g. Jumlah atau beban pekerjaan pegawai yang tertunda. Kategorinya
adalah
1. < 50 %, skor 4.
2. 50 - 75 %, skor 3.
3. 76 - 90 %, skor 2.
4. > 90 %, skor 1.
h. Ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan.
h.1 Memiliki ketepatan waktu secara umum. Kategorinya adalah
1. Selalu tepat waktu, skor 4.
2. Sering tepat waktu, skor 3.
3. Kadang-kadang tepat waktu, skor 2.
4. Tidak pernah tepat waktu, skor 1.
h.2 Teguran dari pimpinan dalam menyelesaikan pekerjaan karena tidak
tepat waktu. Kategorinya adalah
1. Tidak pernah mendapat teguran, skor 4.
2. Kadang-kadang mendapat teguran, skor 3.
3. Sering mendapat teguran, skor 2.
4. Selalu mendapat teguran, skor 1.
Jumlah skor berkisar antara 10 hingga 40 yang dikategorikan sebagai
berikut.
1. Kinerja pegawai tinggi, skor 30 - 40.
2. Kinerja pegawai sedang, skor 20 - 29.
3. Kinerja pegawai rendah, skor 10 - 19.
B. Kelompok indikator berdasarkan penilaian warga masyarakat terhadap
pelayanan yang diberikan kepada warga masyarakat.
Kinerja pegawai Kelurahan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat diukur dengan menggunakan indikator yang terdiri dari
a. Kemudahan masyarakat dalam proses pembuatan KTP/KK dan
sebagainya. Kategorinya adalah
1. Sangat mudah, skor 4.
2. Cukup mudah, skor 3.
3. Sulit, skor 2.
4. Sangat sulit, skor 1.
b. Masyarakat mudah mengakses informasi mengenai segala bentuk
pelayanan yang diberikan Kelurahan. Kategorinya adalah
1. Sangat mudah, skor 4.
2. Cukup mudah, skor 3.
3. Sulit, skor 2.
4. Sangat sulit, skor 1.
c. Ketepatan waktu para pegawai dalam menyelenggarakan segala bentuk
pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan yang dijanjikan.
Kategorinya adalah
1. Selalu tepat waktu, skor 4.
2. Sering tepat waktu, skor 3.
3. Kadang-kadang tepat waktu, skor 2.
4. Tidak pernah tepat waktu, skor 1.
d. Kecepatan pegawai dalam menanggapi keluhan masyarakat.
Kategorinya adalah
1. Selalu cepat, skor 4.
2. Cukup cepat, skor 3.
3. Lamban, skor 2.
4. Sangat lamban, skor 1.
e. Pegawai memberi anjuran, saran, dan informasi secara jelas dan mudah
dimengerti oleh masyarakat. Kategorinya adalah
1. Selalu jelas dan mudah dimengerti, skor 4.
2. Sering jelas dan dimengerti, skor 3.
3. Kadang-kadang jelas dan dimengerti, skor 2.
4. Tidak pernah jelas dan tidak dimengerti, skor 1.
f. Keahlian dan kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan
terhadap masyarakat. Kategorinya adalah
1. Pegawai sangat memiliki keahlian dan kemampuan, skor 4.
2. Pegawai cukup memiliki keahlian dan kemampuan, skor 3.
3. Pegawai kadang-kadang memiliki keahlian dan kemampuan, skor 2.
4. Pegawai sangat tidak memiliki keahlian dan kemampuan, skor 1.
g. Jaminan kebebasan bagi masyarakat dari pungutan liar. Kategorinya
adalah
1. Selalu ada jaminan, skor 4.
2. Sering ada jaminan, skor 3.
3. Kadang-kadang ada jaminan, skor 2.
4. Tidak ada jaminan, skor 1.
h. Kesopanan dan keramahan pegawai dalam melayani masyarakat.
Kategorinya adalah
1. Pegawai selalu sopan dan ramah, skor 4.
2. Pegawai cukup sopan dan ramah, skor 3.
3. Pegawai kadang-kadang sopan dan ramah, skor 2.
4. Pegawai selalu tidak sopan dan tidak ramah, skor 1.
i. Kenyamanan dalam pelayanan untuk masyarakat oleh pegawai.
Kategorinya adalah
1. Selalu nyaman, skor 4.
2. Cukup nyaman, skor 3.
3. Kadang-kadang nyaman, skor 2.
4. Selalu tidak nyaman, skor 1.
j. Penilaian masyarakat terhadap pelayanan yang berikan Kelurahan.
Kategorinya adalah
1. Sangat memuaskan, skor 4.
2. Cukup memuaskan, skor 3.
3. Kadang-kadang memuaskan, skor 2.
4. Sangat tidak memuaskan, skor1.
Jumlah skor berkisar antara 10 hingga 40 yang dikategorikan sebagai
berikut.
4. Kinerja pegawai tinggi, skor 30 - 40.
5. Kinerja pegawai sedang, skor 20 - 29.
6. Kinerja pegawai rendah, skor 10 - 19.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Pegawai dalam Organisasi Pemerintahan Kelurahan dilaksanakan di Kelurahan
Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan hal-
hal berikut
1. Berdasarkan hasil studi penjajakan pada bulan Maret 2009 diketahui
bahwa Lurah Ciparigi telah menjabat lebih dari dua tahun sehingga
diharapkan kepemimpinan yang telah dilaksanakannya dapat diteliti secara
lebih mendalam.
2. Kelurahan Ciparigi merupakan juara pertama Lomba P2WKSS tingkat
Propinsi.
Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni
2009.
3.2 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif (metode
survei) dan pendekatan kualitatif. Metode survei adalah metode yang mengambil
contoh data dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Dengan
memadukan kedua pendekatan tersebut diharapkan upaya pemahaman gaya
kepemimpinan dalam pengambilan keputusan, faktor-faktor yang mempengaruhi
gaya kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai serta pelayanan
Kelurahan terhadap masyarakat dapat dilakukan secara lebih komprehensif.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui kinerja pegawai Kelurahan,
pelayanan Kelurahan serta hubungan gaya kepemimpinan terhadap kinerja
pegawai. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk menelusuri lebih jauh gaya
kepemimpinan, faktor-faktor yang mempengaruhi, pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja pegawai, serta pelayanan Kelurahan kepada masyarakat.
Penelusuran dilakukan melalui subyek-subyek penelitian, baik dari para pegawai,
warga masyarakat dan pemimpin sebagai informan yang terkait dengan gaya
kepemimpinan dan kinerja pegawai pada Kelurahan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder
yang meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data primer dikumpulkan dari
para responden dan informan. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari:
1. Gambaran Gaya Kepemimpinan pada Kantor Kelurahan Ciparigi yang
digunakan pemimpin/Lurah dalam pengambilan keputusan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Gaya Kepemimpinan dalam mengambil
keputusan.
3. Kinerja pegawai Kelurahan Ciparigi yang dilihat berdasarkan indikator
kinerja pegawai serta pelayanan Kelurahan kepada masyarakat.
4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Lurah terhadap Kinerja Pegawai.
Pengumpulan data primer dari responden menggunakan teknik wawancara
dengan kuesioner yang telah disiapkan, sedangkan pengumpulan data primer dari
informan dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman
wawancara. Dalam hal ini, wawancara mendalam dilakukan guna mendapatkan
informasi kualitatif yang memperkuat analisis kuantitatif. Selain itu, pengumpulan
data primer juga dilakukan melalui pengamatan (observasi).
Data sekunder dikumpulkan dari Kantor Kelurahan Ciparigi, Dinas
Instansi yang relevan dan perorangan, sesuai dengan keperluan data untuk
penelitian ini. Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari:
1. Perda, kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai kepegawaian terutama
berkaitan dengan kepemimpinan Lurah dan kinerja pegawai.
2. Gambaran umum Kelurahan Ciparigi (kondisi geografis kelurahan,
keadaan sosial demografi kelurahan, dan ketersediaan sarana dan
prasarana penunjang kehidupan kelurahan).
Data sekunder dapat berbentuk dokumen, laporan-laporan yang memuat
data kualitatif dan angka statistik, laporan penelitian ataupun dalam bentuk lain.
3.4 Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam menetapkan responden
pegawai Kelurahan adalah total sampling1, yaitu pengambilan sampel sebesar
populasi yang ada. Hal ini mengacu pada pendapat Surakhmad (1989) bahwa
adakalanya masalah penarikan sampel ditiadakan sama sekali dengan
memasukkan seluruh populasi sebagai sampel, yakni semua jumlah populasi itu
diketahui terbatas. Hal ini pula dijelaskan oleh Sugiono (2001) bahwa teknik total
sampling sebagai teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
1 Teknik total sampling umumnya dikenal dengan Metode Sensus.
digunakan sebagai sampel. Sampel demikian dalam penelitian ini digunakan
dengan pertimbangan antara lain:
a. Jumlah populasi terbatas dan masih dalam jangkauan peneliti
b. Dengan menggunakan total sampling, maka semakin representatif
c. Responden adalah orang-orang yang sudah jelas diketahui.
Berdasarkan hasil studi penjajakan diketahui bahwa populasi seluruh
pegawai Kelurahan Ciparigi berjumlah 12 orang. Informan dalam penelitian ini
adalah seluruh responden pegawai Kelurahan Ciparigi dan Lurah Ciparigi. Di
samping itu, untuk mengetahui kinerja pegawai Kelurahan dalam hal pelayanan
Kelurahan terhadap masyarakat, populasi yang dijadikan sampel adalah warga
masyarakat Kelurahan Ciparigi RT 02 dan 03 RW 05. Jumlah sampel yang dipilih
adalah sebanyak 20 responden yang dipilih secara acak (simple random
sampling). Pengambilan sampel pada kedua RT tersebut yaitu RT 02 dan 03
karena didasarkan pada kedua RT tersebut memiliki karakteristik mata
pencaharian penduduk yang berbeda-beda yaitu terdiri dari PNS, TNI, swasta
maupun wiraswasta, sehingga diyakini sampai taraf tertentu representatif
mewakili penilaian warga masyarakat dalam hal pelayanan Kelurahan.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari kuesioner diolah secara kuantitatif. Data
kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabel silang. Tabulasi silang
digunakan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
pegawai. Selain itu, pelayanan Kelurahan terhadap masyarakat serta hubungan
gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai diperoleh dari analisis secara
kualitatif dari hasil wawancara mendalam dengan para responden dan informan.
Pengolahan dan analisis data kualitatif dilakukan dengan mereduksi (meringkas)
data dengan menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keperluan untuk
menjawab pertanyaan analisis di dalam penelitian. Data hasil wawancara yang
relevan dengan fenomena yang dianalisis, disajikan dalam bentuk kutipan-
kutipan. Analisis data kualitatif dipadukan dengan hasil interpretasi data
kuantitatif.
BAB IV
GAMBARAN UMUM KELURAHAN CIPARIGI
4.1 Kondisi Geografis Kelurahan Ciparigi
Kelurahan Ciparigi merupakan salah satu Kelurahan di wilayah
Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat. Kelurahan ini memiliki luas
wilayah 160,72 Ha yang diperuntukan sebagai berikut: wilayah pemukiman seluas
114 Ha, wilayah perkantoran seluas 0,25 Ha serta wilayah prasarana umum
lainnya seluas 44,45 Ha. Kelurahan Ciparigi secara administratif terbagi atas 13
Rukun Warga (RW) dan 61 Rukun Tetangga (RT). Secara geografis batas-batas
wilayah Kelurahan ini adalah: sebelah utara berbatasan dengan Desa Cimandala
Kabupaten Bogor, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Cibuluh, sebelah
selatan berbatasan dengan Kelurahan Kedunghalang, dan sebelah barat berbatasan
dengan Desa Pasir Jambu Kabupaten Bogor. Secara geografis Kelurahan Ciparigi
dapat dilihat pada Lampiran 1, dan posisinya di wilayah Kota Bogor pada
Lampiran 2.
Kondisi Topografi Kelurahan Ciparigi umumnya merupakan dataran dan
hamparan. Kelurahan Ciparigi berada pada ketinggian 200 meter di atas
permukaan laut (dpl). Suhu udara di Kelurahan ini berkisar antara 300 dan 36
0
Celcius. Iklim di Kelurahan ini terdiri dari dua musim, yaitu musim kemarau dan
musim penghujan. Pada musim penghujan, banyaknya curah hujan di Kelurahan
ini adalah 4000 mm/tahun.
Kelurahan Ciparigi berjarak lima kilometer dari Pusat Pemerintahan
Kecamatan Bogor Utara, enam kilometer dari Pusat Pemerintahan Kota Bogor,
120 kilometer dari Pusat Pemerintahan Propinsi Jawa Barat dan 52 kilometer dari
Pusat Ibu Kota Negara RI. Semuanya dapat ditempuh dengan menggunakan
kendaraan umum dengan kisaran waktu 0,5 – 5 jam.
4.2 Sosial Demografi Kelurahan
4.2.1 Kependudukan
Pada tahun 2008, penduduk Kelurahan Ciparigi berjumlah 18.324 jiwa
yang terdiri dari laki-laki 9.092 jiwa (49,62 %) dan perempuan 9.232 jiwa (50,38
%) dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 4.909 KK. Kepadatan
penduduk di Kelurahan ini pada tahun 2008 adalah 11.401 jiwa per km2.
Apabila dilihat dari komposisi penduduk menurut struktur umur, penduduk
umur 0 – 14 tahun berjumlah 25,59 persen, penduduk umur 15 – 64 tahun (usia
produktif) sebesar 71,66 persen dan penduduk umur 65 tahun ke atas sebesar 2,75
persen. Data jumlah penduduk menurut struktur umur tahun 2008 selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahun 2008, besar rasio beban tanggungan adalah
322. Ini berarti terdapat 32 orang penduduk usia non-produktif (menjadi beban
tanggungan) untuk setiap 100 orang penduduk usia produktif.
2 Hasil perhitungan penulis terhadap jumlah penduduk Kelurahan Ciparigi tahun 2008. Rumus
yang digunakan adalah Rasio Beban Tanggungan = P 0-14 + P 65 x 100, dimana P 0-14 = Jumlah
P 15-64
Penduduk tahun 2008 yang berumur 0-14 tahun, P 65 + = Jumlah penduduk tahun 2008 yang
berumur 65 tahun keatas dan P 15-64 = Jumlah penduduk usia produktif tahun 2008 yang berumur
15-64 tahun.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kelurahan Ciparigi Menurut Struktur Umur Tahun
2008
Kelompok Umur Jumlah Penduduk
Jumlah (Jiwa) %
0-4 1.911 10,44
5-9 1.215 6,63
10-14 1.563 8,52
15-19 1.557 8,50
20-24 1.070 5,84
25-29 2.107 11,50
30-34 1.314 7,17
35-39 1.272 6,94
40-44 1.270 6,93
45-49 1.297 7,08
50-54 1.530 8,35
55-59 1.035 5,64
60-64 680 3,71
>65 503 2,75
Jumlah 18.324 100
Catatan : Jumlah penduduk laki-laki Kelurahan Ciparigi 9.092 jiwa (49,62 %) dan perempuan
9.232 jiwa (50,38 %). Data ini masih belum diperbaharui hingga bulan Juni 2009
(akhir pelaksanaan penelitian ini).
Sumber : Data Monografi Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
4.2.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Ciparigi, sebagian besar cukup
tinggi. Berdasarkan data pada Tabel 2, diketahui dari 6.844 jiwa yang pernah
bersekolah terdapat 20,30 persen penduduk, yang tamat SD, 33,77 persen, yang
tamat SMP dan 23,19 persen yang tergolong tingkat pendidikannya tinggi (tamat
D1-D3 dan S1-S3). Berkaitan dengan pelayanan yang diberikan pihak Kelurahan
kepada penduduk, dengan tinggginya tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk,
tampaknya penduduk mampu menilai kinerja Kelurahan secara umum dimana
fungsinya sebagai instansi pelayanan publik.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kelurahan Ciparigi Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2008
Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk
Jiwa %
SD 1.389 20,30
SMP 2.311 33,77
SMA 1.557 22,74
D1-D3 1.062 15,52
S1-S3 525 7,67
Jumlah 6.844 100
Sumber : Data Monografi Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
4.2.3 Ketenagakerjaan
Profil ketenagakerjaan dapat dilihat pada jenis pekerjaan apa yang
dilakukan oleh penduduk Kelurahan Ciparigi sebagai sumber penghasilan atau
mata pencaharian utama dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Tampak pada
Tabel 3, penduduk Kelurahan Ciparigi lebih dominan bermata pencaharian
sebagai pegawai swasta/BUMN sebesar 44,42 persen. Angka ini jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk yang bermata pencaharian sebagai PNS yaitu
sebesar 25,38 persen.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Angkatan Kerja Kelurahan Ciparigi Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008
Mata Pencaharian Jumlah Penduduk
Jiwa %
PNS 1160 25,38
TNI 25 0,55
Swasta/BUMN 2030 44,42
Wiraswasta 1015 22,21
Buruh Tani 340 7,44
Jumlah 4570 100
Sumber : Data Monografi Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
4.3 Struktur Pemerintahan Kelurahan Ciparigi
Secara administratif, pemerintahan Kelurahan Ciparigi berada di bawah
wilayah kerja Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat. Kelurahan
Ciparigi merupakan bagian dari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor yang
dipimpin oleh seorang Lurah dan dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh staf
yang terdiri dari Sekretaris Kelurahan, Kepala Seksi (Kasi) dan pelaksana, sesuai
Perda No. 13 Tahun 2004 Tentang Organisasi Perangkat Daerah.
4.3.1 Visi dan Misi Kelurahan Ciparigi
Kelurahan Ciparigi dalam melaksanakan kegiatan pada bidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan berpedoman pada Visi dan Misi
Kota Bogor. Visi Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Bogor Utara Kota Bogor
adalah: “Wilayah pemukiman, pendidikan dan industri yang indah, nyaman,
damai dan sejahtera”. Berdasarkan visi tersebut, maka misi Kelurahan Ciparigi,
Kecamatan Bogor Bogor Utara Kota Bogor dirumuskan sebagai berikut:
1. Menciptakan dan memberikan pelayanan yang baik dan prima.
2. Menciptakan pemukiman yang indah, nyaman, damai dan sejahtera serta
menciptakan pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
3. Ramah terhadap lingkungan baik kehidupan warga dan menciptakan kondisi
lingkungan yang aman, tertib dan damai sehingga menunjang aktifitas warga.
4.3.2 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan Ciparigi
Sejalan dengan penataan Kelembagaan yang mengacu pada Perda No. 13
Tahun 2004 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, salah satu tugas pokok
Kelurahan Ciparigi adalah melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat
Kelurahan Ciparigi. Pola struktur organisasi Kelurahan Ciparigi disusun
mengikuti strategi dalam pencapaian visi dan misi organisasi yang telah
ditetapkan. Berikut adalah struktur Organisasi Kelurahan Ciparigi berdasarkan
Peraturan Daerah (Perda) No. 13 Tahun 2004 (Gambar 2).
Gambar 2. Struktur Organisasi Kelurahan Ciparigi, Kec Bogor Utara, Kota Bogor
Sumber: Kantor Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
Berdasarkan stuktur organisasi Kelurahan tersebut, maka dalam
menjalankan tugas-tugas dan pekerjaannya setiap pegawai memiliki tugas pokok
dan tata kerja. Tugas pokok dan tata kerja pegawai ini sangat penting dilakukan
untuk mencapai tujuan Kelurahan dalam menjalankan tugas sebagai organisasi
LURAH
Sekretaris Lurah
Pelaksana
Pelaksana
Pelaksana
Pelaksana
Kasi Sosial
Pelaksana
Pelaksana
Kasi Ekonomi dan
Pembangunan
Pelaksana
Pelaksana
Kasi Pemerintahan dan
Trantib
pelayanan publik. Adapun uraian tugas pokok dan tata kerja di lingkungan
Kelurahan Ciparigi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Uraian Tugas Pokok dan Tata Kerja Di Lingkungan Kelurahan Ciparigi
Uraian Tugas Pokok Dan Tata Kerja Di Lingkungan Kelurahan Ciparigi
1. Kepala Kelurahan/Lurah
Memimpin pelaksanaan tugas Kelurahan
2. Sekretaris
a. Penataan penertiban administrasi kepegawaian.
b. Pengadaan perlengkapan/inventaris kantor.
c. Pengelolaan surat-menyurat dan arsip.
d. Penyusunan rencana kegiatan Kelurahan.
3. Seksi Pemerintahan dan Trantib
a. Pembinaan kegiatan pemilihan Kepala Daerah, Pileg dan Pilpres.
b. Pemantauan PBB
1. Penyebaran SPPT PBB
2. Operasi Sisir PBB.
3. Evaluasi Target dan Realisasi
c. Penertiban administrasi kependudukan.
d. Pembinaan dan revitalisasi RT, RW, dan LPM.
e. Pencegahan dan penanganan Pasca Bencana Alam.
f. Penertiban PKL.
g. Persiapan atau pelaksanaan Gerakan Kebersihan (K3).
4. Seksi Sosial
a. Pendataan Penyandang Masalah kesejahteraan sosial
1. Penyandang cacat.
2. Keluarga Miskin (Gakin).
3. Rumah tidak layak huni.
b. Pendataan sarana dan Prasarana Sosial
1. Keagamaan.
2. Kesehatan (Posyandu) dan kegiatan Pusling.
3. Pendidikan (sekolah dan kelompok belajar).
c. Memfasilitasi Kegiatan.
1. Kerukunan Beragama melalui kegiatan Pengajian, perayaan Hari Besar
Keagamaan.
2. Peningkatan klasifikasi Posyandu dari Madya ke Mandiri.
3. Memfasilitasi program Pengentasan Kemiskinan Kota Bogor.
4. Pendistribusian Raskin.
5. Seksi Ekonomi dan Pembangunan
a. Pendataan/penertiban perusahaan, warung/toko dan PKL.
b. Pendataan KPEK, P2KP, UEK-SP dan UP2K.
c. Sarembang.
d. Penertiban IMB, HO.
e. Membuat Laporan SPJ, PPMK.
Sumber: Uraian Tugas Pokok dan Tata Kerja Di Lingkungan Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
4.3.3 Jumlah dan Kondisi Pegawai Kelurahan Ciparigi
Kelurahan Ciparigi merupakan bagian dari Kecamatan Bogor Utara Kota
Bogor yang dipimpin oleh seorang Lurah. Dalam pelaksanaan tugasnya, Lurah
dibantu oleh staf yang terdiri dari seorang Sekretaris Kelurahan, Kepala Seksi
(Kasi) yang berjumlah tiga orang dan pelaksana yang berjumlah delapan orang.
Dengan demikian, sampai dengan Juni tahun 2009, keadaan personil Kelurahan
Ciparigi terdiri dari Lurah dan 12 orang staf pegawai dengan jumlah PNS
sebanyak delapan orang dan tenaga kerja kontrak empat orang.
Berdasarkan data kepegawaian di Kantor Kelurahan Ciparigi, jumlah
pegawai berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Pegawai Kelurahan Ciparigi Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008
No. Jenis kelamin Jumlah Pegawai %
1 Laki-laki 9 75
2 Perempuan 3 25
Jumlah 12 100
Sumber: Data Kepegawaian Kantor Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
Dilihat dari data pada tabel 5, dapat diketahui bahwa pegawai Kelurahan Ciparigi
sebanyak 75 persen berjenis kelamin laki-laki dan hanya 25 persen yang berjenis
kelamin perempuan. Sedangkan berdasarkan umur pegawai Kelurahan Ciparigi
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Pegawai Kelurahan Ciparigi Menurut Umur Tahun 2008
No. Umur Jumlah Pegawai %
1 30 - 40 tahun 3 25
2 41 - 50 tahun 5 42
3 50 tahun ke atas 4 33
Jumlah 12 100
Sumber: Data Kepegawaian Kantor Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
Jumlah pegawai menurut tingkat pendidikan pada tahun 2008 dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Pegawai Kelurahan Ciparigi Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008
Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai %
SMA 9 75
SMP 2 17
SD 1 8
Jumlah 12 100
Sumber: Data Kepegawaian Kantor Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
Dilihat dari data pada tabel tersebut, dapat diketahui sebagian besar (75%)
pegawai di Kelurahan Ciparigi berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sedangkan pegawai yang tingkat pendidikannya selain SMA merupakan pegawai
yang fungsinya sebagai tenaga kontrak. Keadaaan kondisi pegawai Kelurahan
Ciparigi menurut tingkat golongan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Pegawai Kelurahan Ciparigi Menurut Golongan Tahun 2008
Tingkat Golongan Jumlah Orang %
III/c 1 8
III/b 3 25
III/a 1 8
II/b 1 8
II/a 2 17
Tenaga Kerja Kontrak 4 34
Jumlah 12 100
Sumber: Data Kepegawaian Kantor Kelurahan Ciparigi Tahun 2008
4.3.4 Sarana dan Prasarana Kerja
Untuk melakukan pekerjaan serta penyelenggaraan tugas-tugas dalam
usaha mencapai tujuan Kelurahan, ketersediaan sarana dan prasarana kerja
merupakan faktor pendukung yang akan membantu para pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sehingga tujuan Kelurahan dapat tercapai. Selain itu,
untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan tugas dan pekerjaannya, sarana
dan prasaran kerja juga dapat memberikan dorongan serta semangat kerja para
pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga mereka akan lebih dapat
meningkatkan kinerjanya dalam bekerja.
Mulai bulan Januari tahun 2008, Kelurahan Ciparigi melaksanakan tugas
Pemerintahan Kelurahan dengan menempati gedung baru yang terletak di jalan
Boulevard No.1 Villa Bogor Indah. Sarana dan prasarana kerja Kelurahan
Ciparigi terdiri dari gedung Kantor Kelurahan yang berdiri di atas tanah seluas
3200 meter2 dengan luas bangunan 250 meter
2 yang terdiri dari ruang kerja Lurah,
Sekretaris Lurah, ruang staf, ruang rapat, aula serta kamar mandi. Di samping itu,
untuk memudahkan dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat, Kelurahan
Ciparigi dilengkapi dengan komputer sebanyak dua unit serta kendaraan bermotor
roda dua sebanyak dua buah sebagai alat transportasi dalam melayani masyarakat.
4.4 Fasilitas Sosial dan Pelayanan
Fasilitas sosial dan pelayanan umum yang terdapat di Kelurahan Ciparigi
adalah fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. Jumlah
rumah peribadatan yang terdapat di Kelurahan ini terdiri dari 17 unit Masjid dan
40 unit Mushola.
Fasilitas umum dan pendidikan Islam yang terdapat di Kelurahan ini terdiri
dari enam unit TK/RA, tiga unit Sekolah Dasar (SD), satu unit Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dua unit Sekolah Menengah Atas (SMA), empat unit Madrasah
dan satu unit Pondok Pesantren. Selain itu, di Kelurahan ini terdapat fasilitas
olahraga seperti lapangan sepak bola, kolam renang, lapangan voli serta lapangan
tenis. Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kelurahan ini terdiri dari lima unit
apotek serta lima unit tempat praktek bidan
4.5 Ikhtisar
Kelurahan Ciparigi merupakan salah satu Kelurahan di wilayah
Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat, dengan luas wilayah 160,72
Ha. Kondisi Topografi Kelurahan Ciparigi umumnya merupakan dataran dan
hamparan. Kelurahan Ciparigi berada pada ketinggian 200 meter di atas
permukaan laut (dpl). Suhu udara di Kelurahan ini berkisar antara 300 dan 36
0
Celcius.
Penduduk Kelurahan Ciparigi berjumlah 18.324 jiwa yang terdiri dari laki-
laki 9.092 jiwa (49,62 %) dan perempuan 9.232 jiwa (50,38 %) dengan jumlah
Kepala Keluarga (KK) sebanyak 4.909 KK. Kepadatan penduduk di Kelurahan ini
pada tahun 2008 adalah 11.401 jiwa per km2.
Penduduk Kelurahan Ciparigi, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan
yang cukup tinggi. Penduduk Kelurahan Ciparigi lebih dominan bermata
pencaharian sebagai pegawai swasta/BUMN yakni 44,42 persen. Angka ini jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang bermata pencaharian sebagai
PNS yaitu sebesar 25,38 persen.
Kelurahan Ciparigi dipimpin oleh seorang Lurah. Dalam pelaksanaan
tugasnya dibantu oleh 12 orang staf pegawai yang terdiri dari seorang Sekretaris
Kelurahan, tiga orang Kepala Seksi (Kasi) dan delapan orang tenaga pelaksana.
Sebagian besar pegawai Kelurahan Ciparigi berpendidikan Sekolah Menengah
Atas (SMA) , yaitu sebesar 75 persen.
Kelurahan Ciparigi dalam melaksanakan kegiatan pada bidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan berpedoman pada Visi dan Misi
Kota Bogor. Visi Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Bogor Utara Kota Bogor
adalah: “Wilayah pemukiman, pendidikan dan industri yang indah, nyaman,
damai dan sejahtera”. Berdasarkan visi tersebut, dirumuskan misi Kelurahan
Ciparigi sebagai berikut:
1. Menciptakan dan memberikan pelayanan yang baik dan prima.
2. Menciptakan pemukiman yang indah, nyaman, damai dan sejahtera serta
menciptakan pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
3. Ramah terhadap lingkungan baik kehidupan warga dan menciptakan kondisi
lingkungan yang aman, tertib dan damai sehingga menunjang aktifitas warga.
BAB V
GAYA KEPEMIMPINAN LURAH CIPARIGI
Gaya kepemimpinan Lurah sebagaimana telah dikemukakan pada definisi
operasional dikategorikan menjadi empat gaya kepemimpinan, yaitu gaya
kepemimpinan direktif, gaya kepemimpinan konsultatif, gaya kepemimpinan
partisipatif serta gaya kepemimpinan delegatif. Penerapan gaya kepemimpinan
Lurah Ciparigi dikaji pada bidang atau lingkungan kegiatan pengambilan
keputusan/pemecahan masalah berikut: kegiatan yang berkaitan dengan
kesejahteraan pegawai, kegiatan yang berkaitan dengan pendelegasian tugas dari
pemimpin (Lurah) kepada pegawai, kegiatan yang berkaitan dengan
musibah/bencana yang terjadi di lingkungan Kelurahan, serta kegiatan yang
berkaitan dengan pemberian pelayanan Kelurahan.
5.1 Kegiatan yang Berkaitan dengan Kesejahteraan Pegawai
Pada pengambilan keputusan/pemecahan masalah yang dilakukan oleh
Lurah berkaitan dengan kegiatan kesejahteraan pegawai, Lurah Ciparigi terlihat
menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan
hasil wawancara yang disajikan pada Gambar 3.
Sumber: Data Primer diolah
Gambar 3.Diagram Distribusi Persentase Gaya Kepemimpinan Lurah di
Kelurahan Ciparigi Pada Kegiatan Berkaitan dengan
Kesejahteraan Pegawai
Berdasarkan Gambar 3, diketahui bahwa gaya kepemimpinan konsultatif
lebih dominan diterapkan oleh Lurah dibandingkan dengan gaya kepemimpinan
yang lain. Hal ini dapat terlihat dari penyebaran pernyataan responden yaitu
sebesar 92 persen menyatakan bahwa Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
konsultatif dalam kegiatan berkaitan kesejahteraan pegawai dan hanya delapan
persen yang menyatakan bahwa Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
partisipatif dalam kegiatan berkaitan kesejahteraan pegawai.
Gaya kepemimpinan Lurah yang konsultatif didukung oleh sikap Lurah
dimana pengambilan keputusan/pemecahan masalah dilakukan oleh Lurah setelah
mendengarkan masukan/saran dari pegawai, artinya Lurah dalam kegiatan yang
berkaitan dengan kesejahteraan pegawai mampu memperhatikan kesejahteraan
hidup para pegawainya. Berkaitan hal tersebut, pengambilan keputusan Lurah
Ciparigi dilakukan setelah menerima masukan/saran tentang kesejahteraan hidup
pegawai.
Gaya kepemimpinan yang dominan diterapkan Lurah tersebut tampak
karena Lurah membutuhkan masukan/saran guna pengambilan keputusan yang
dilakukannya dapat diambil secara tepat. Sehubungan dengan hal ini, Lurah
Ciparigi, P.G (49 tahun) mengungkapkan sebagai berikut.
“Dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan
Kelurahan, saya hampir selalu menerapkan gaya dimana setiap pengambilan keputusan melibatkan para Kasi dan staf pegawai yang gunanya untuk
memberikan masukan terhadap suatu persoalan. Karena pada dasarnya saya
dipilih berdasarkan keputusan dari atasan (Pemerintah Pusat), bukan oleh rakyat. Sehingga saya tidak mengetahui medan/keadaan masyarakat
sekitarnya maupun karakteristik pegawai sekalipun. Masukan/saran yang
saya peroleh tersebut, saya jadikan referensi dalam pengambilan keputusan saya. Akan tetapi yang perlu ditegaskan disini, semua keputusan berkaitan
tentang semua kegiatan Kelurahan termasuk kegiatan yang berkaitan dengan
kesejahteraan pegawai harus diputuskan oleh saya sebagaimana terlihat
dalam tupoksi Lurah. Dalam hal ini, saya sebagai pengambil keputusan akhir dan penanggung jawab dalam seluruh kegiatan Kelurahan.”
Sejalan dengan hal tersebut, cara pengambilan keputusan pemimpin
(Lurah) berkaitan dengan kegiatan kesejahteraan pegawai diperkuat oleh pendapat
pegawai. Sekretaris Lurah Ciparigi, (U.S, 46 tahun) menyatakan:
“Gaya kepemimpinan yang diterapkan Lurah dalam pengambilan keputusan
selalu melibatkan seluruh pegawai untuk memberikan masukan/saran
meskipun pengambilan keputusan di tangan Lurah. Misalnya jika ada
karyawan/pegawai yang mengeluh masalah keluarga, disini Lurah tidak mengambil keputusan sendiri. Hal ini harus di musyawarahkan dengan para
Kasi-Kasi dan staf. Disini kita ambil solusi terbaik dari masalah tersebut dan
Lurah yang mengambil keputusan terakhir.”
Dari hal tersebut dapat diidentifikasi, proses pengambilan
keputusan/pemecahan masalah, Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
konsultatif. Hal ini dicirikan dari pengambilan keputusan/pemecahan masalah
dilakukan oleh pemimpin dengan terlebih dahulu mendengarkan berbagai
masukan/saran dari para pegawainya
Di samping itu, terdapat juga responden yang menyatakan bahwa dalam
pengambilan keputusan berkaitan dengan kesejahteraan pegawai, Lurah
menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif. Hal tersebut didukung oleh
pernyataan responden R.H (43 tahun) yang menyatakan:
“Ada kalanya dalam penyelesaian masalah kesejahteraan pegawai, Lurah
bersama staf sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dengan tujuan dapat berjalan dengan tepat, cepat dan akurat.”
Berdasarkan ungkapan tersebut dapat diidentifikasi, proses pengambilan
keputusan/pemecahan masalah, Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
partisipatif. Hal ini dicirikan dari keikutsertaan pemimpin (Lurah) dan pegawai
dalam pengambilan keputusan/pemecahan masalah. Diikutsertakannya pegawai
dalam pengambilan keputusan secara bersama-sama, dalam hal ini dimaksudkan
agar keputusan yang dihasilkan bertujuan untuk dapat berjalan tepat, cepat dan
akurat.
Kegiatan yang berkaitan dengan kesejateraan pegawai ini sangatlah luas.
Tidak hanya terbatas pada kesejahteraan hidup pegawai, melainkan seperti
persoalan keluarga yang dihadapi pegawai dapat menjadi bagian dalam
kesejahteraan pegawai. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Lurah Ciparigi, P.G (49
tahun) sebagai berikut:
“Kegiatan yang berkaitan dengan kesejahteraan pegawai ini sangat luas
maknanya. Setiap orang bisa menginterpretasikan berbeda-beda, akan tetapi ketika berbicara tentang persoalan keluarga pegawai, itupun dapat menjadi
bagian dalam kesejahteraan pegawai. Karena makna kesejahteraan pegawai
bagi saya, bukan hanya terpenuhinya kebutuhan secara materi saja melainkan secara batin juga harus terpenuhi. Sehingga dapat dikatakan
kesejateraan lahir dan batin.”
Akan tetapi, kegiatan yang berkaitan dengan pendapatan (gaji) ataupun tunjangan
pegawai, dalam pengambilan keputusannya Lurah tidak memiliki wewenang
penuh untuk mengatur hal tersebut. Pendapatan atau tunjangan pegawai
Kelurahan telah diatur oleh Dinas Kepegawaian, dimana gaji Pegawai Negeri
Sipil (PNS) tersebut berdasarkan golongan dan jabatan yang dimiliki oleh
pegawai tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Lurah Ciparigi, P.G (49 tahun)
sebagai berikut.
“Kegiatan yang berkaitan dengan kesejahteraan pegawai ini sangat luas
maknanya. Akan tetapi yang perlu ditekankan dalam hal pemberian gaji atau tunjangan para pegawai. Para pegawai di Kelurahan baik pegawai yang
statusnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Tenaga Kerja Kontrak (TKK)
dalam urusan gajian maupun tunjangan jabatannya sudah diatur oleh Dinas Kepegawaian berdasarkan golongan dan jabatan pegawai. Saya tidak
memiliki wewenang penuh untuk mengatur gaji mereka. Yang perlu diingat,
besarnya gaji untuk kecukupan kebutuhan hidup pegawai sangat ditentukan oleh pegawai itu sendiri. Bagaimana pegawai tersebut mengatur
keuangannya sendiri. Misalnya, bisa saja ada dua orang pegawai yang
gajinya sama-sama satu juta/bulan. Akan tetapi pengaturan uang yang
dimilikinya berbeda, yaitu yang satu pegawai sifatnya boros dan yang satu pegawai lagi orangnya hemat. Secara otomatis pegawai yang hemat dalam
mengelola keuangannya tersebut bisa memanfaatkan gajinya dengan
maksimal hingga mereka gajian dibulan berikutnya.”
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah dilakukan dalam berbagai
penyelesaian kasus yang dihadapi pegawai seperti masalah keluarga pegawai.
Dalam hal tersebut, disetiap penyelesaian masalah, Lurah telah mampu
menjalankan kepemimpinan yang baik. Hal tersebut diimplementasikan dengan
kemampuan Lurah dalam membaca situasi masalah yang dihadapi dan tahap
selanjutnya Lurah menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi
permasalahan tersebut.
Gaya kepemimpinan yang dominan digunakan Lurah dalam proses
pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan kesejahteraan pegawai adalah
gaya kepemimpinan konsultatif. Penerapan gaya kepemimpinan tersebut, telah
mampu menghasilkan berbagai keputusan yang berguna berkaitan dengan
kegiatan kesejahteraan pegawai, seperti permasalahan yang dihadapi pegawai di
dalam keluarganya meliputi kebutuhan hidupnya sehari-hari, ketercukupan
sandang, pangan dan papan kebutuhan pegawai.
5.2 Kegiatan yang Berkaitan dengan Pendelegasian Tugas dari Pemimpin
(Lurah) Kepada Pegawai
Kegiatan pendelegasian tugas dari Lurah kepada pegawai merupakan salah
satu kegiatan yang penting dan perlu dibahas untuk mengetahui serta memahami
penerapan gaya kepemimpinan Lurah dalam pengambilan keputusan/pemecahan
masalah. Pada kegiatan ini, Lurah Ciparigi terlihat menerapkan gaya
kepemimpinan konsultatif. Dapat diketahui dari data yang diperoleh ditunjukkan
pada Gambar 4.
Sumber: Data Primer diolah
Gambar 4.Diagram Distribusi Persentase Gaya Kepemimpinan Lurah di
Kelurahan Ciparigi Pada Kegiatan Berkaitan dengan
Pendelegasian Tugas dari Pemimpin (Lurah) Kepada Pegawai
Gambar 4 menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan konsultatif lebih
dominan diterapkan Lurah dalam pengambilan keputusan/pemecahan masalah
dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang lain. Hal ini terlihat dari sebesar
75 persen responden menyatakan bahwa Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
konsultatif pada kegiatan berkaitan pendelegasian tugas kepada pegawainya,
sebesar 17 persen menyatakan bahwa Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
partisipatif dalam kegiatan berkaitan pendelegasian tugas kepada pegawainya dan
hanya mencapai delapan persen yang menyatakan bahwa Lurah menerapkan gaya
kepemimpinan delegatif dalam kegiatan berkaitan pendelegasian tugas kepada
pegawainya.
Gaya kepemimpinan yang konsultatif didukung oleh sikap Lurah Ciparigi
dimana pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan setelah
mendengarkan masukan/saran dari pegawai. Hal ini menunjukkan adanya
kebebasan berpendapat dengan sikap penuh tanggung jawab yang diberikan Lurah
kepada pegawai dalam memberikan saran/masukan terhadap kegiatan yang
menyangkut Kelurahan, Lurah mampu menumbuhkan kerjasama diantara
pegawai, dan begitu juga sebaliknya pegawai meyakini bahwa seorang Lurah
mempunyai kemampuan untuk mengelola seluruh kegiatan Kelurahan berkaitan
dengan tujuan, visi dan misi Kelurahan yang telah ditetapkan.
Sehubungan dengan penerapan gaya kepemimpinan konsultatif yang lebih
dominan diterapkan Lurah dalam kegiatan pendelegasian tugas kepada pegawai.
Seorang responden pegawai, R.H (43 tahun) menuturkan sebagai berikut.
“Dalam pengambilan keputusan/pemecahan masalah berkaitan pendelegasian tugas kepada pegawai, Lurah selalu mendiskusikan tugas
yang akan diberikan kepada pegawai dan selalu memberikan arahan dan
petunjuk terhadap pekerjaan tersebut. Jika di dalam pelaksanaannya terdapat
masalah yang harus diputuskan, maka pegawai diajak berdiskusi tentang pekerjaan tersebut, setelah itu baru diambil keputusan terbaik oleh Lurah
dengan mempertimbangkan saran/masukan dari pegawai.”
Selain itu, terdapat pula pernyataan dari pegawai, U.S (46 tahun) yang
mengatakan:
“Pada dasarnya, seluruh pekerjaan diselesaikan/diserahkan kepada pegawai
oleh Lurah sebagaimana tugas pokok dan fungsi dari bidang masing-masing,
kecuali pekerjaan yang sangat prinsipil sekali dimana dalam hal pengambilan keputusan tetap diambil oleh Lurah.”
Dari hal tersebut dapat diidentifikasi, proses pengambilan
keputusan/pemecahan masalah, Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
konsultatif. Hal ini dicirikan dari pengambilan keputusan/pemecahan masalah
dilakukan oleh pemimpin dengan terlebih dahulu mendengarkan berbagai
masukan/saran dari para pegawainya dan pemimpin memberikan keleluasaan
pegawai untuk melaksanakan pekerjaan.
Penerapan gaya kepemimpinan konsultatif terkadang tidak selalu dapat
menghasilkan keputusan yang selalu sesuai dengan tujuan. Setiap gaya
kepemimpinan memiliki berbagai kekurangan dan kelebihan. Hal tersebut
bergantung dari bagaimana seorang pemimpin tersebut menerapkan gaya
kepemimpinannya sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi. Dalam hubungan
ini Lurah Ciparigi, P.G (49 tahun) menyatakan:
“Penerapan gaya kepemimpinan yang saya gunakan dalam pengambilan
keputusan terkadang bisa saja tidak sesuai. Menurut pegawai, penerapan
gaya ini mencerminkan sikap pemimpin yang lemah dan kurang tegas. Akan tetapi menurut saya, dengan penerapan gaya kepemimpinan ini justru
sebelum saya mengambil keputusan terhadap suatu masalah, saya
memperoleh masukan/saran yang dijadikan referensi dalam pengambilan
keputusan.”
Pendelegasian tugas dari Lurah kepada pegawai, di dalamnya terdapat dua
garis yang membedakannya, yaitu garis komando dan garis koordinasi. Garis
komando merupakan garis perintah pendelegasian tugas dari Lurah sebagai
pemimpin terhadap pegawainya secara langsung. Sedangkan garis koordinasi
adalah garis pendelegasian tugas yang mengharuskan para staf dan Kasi untuk
mengkoordinasikan terlebih dahulu dalam menjalankan tugas Kelurahan. Dari
kedua garis tersebut, pada intinya seluruh kegiatan Kelurahan dalam
pendelegasian tugas dari Lurah terhadap pegawainya, Lurah bertanggung jawab
penuh atas kegiatan Kelurahan. Hal ini diperkuat dengan struktur tugas yang jelas,
yaitu adanya hierarki tugas dan tanggung jawab.
Berkaitan dengan kegiatan pendelegasian tugas dari Lurah terhadap
pegawainya, dalam hal ini termasuk juga kegiatan yang sifatnya pemerintahan
maupun kegiatan informal sekalipun yang menyangkut kegiatan Kelurahan. Hal
tersebut tidak hanya menyangkut tugas dari masing-masing seksi sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi mereka, akan tetapi terdapat juga disposisi tanggung
jawab terhadap suatu permasalahan yang terjadi di Kelurahan secara umum.
Sehubungan dengan hal ini, Lurah Ciparigi, P.G (49 tahun) menyatakan:
“Dalam masalah pendelegasian tugas dari atasan terhadap bawahan di
Kelurahan Ciparigi, hal tersebut tidak hanya menyangkut masalah pekerjaan Kelurahan saja. Akan tetapi ketika terdapat suatu masalah di Kelurahan dan
kebetulan saya harus mengerjakan pekerjaan yang lain, maka Seklur selaku
Sekretaris Lurah harus mampu mengkoordinasikan kegiatan tersebut sampai selesai. Yang perlu diingat, Seklur tidak bisa main seenaknya mengambil
keputusan sendiri dalam penyelesaian masalah tersebut, tetapi harus
dikonsultasikan terlebih dahulu dengan saya. Hal ini diberlakukan agar dikemudian hari tidak terjadi permasalahan yang muncul setelah
permasalahn tersebut terselesaikan. Selanjutnya menjadi pertanyaan,
bagaimana jika kebetulan saya dan Seklur tidak ada ditempat (Kelurahan)?
Justru dengan adanya garis komando dari Lurah, para Kasi maupun staf dapat menjadi wakil dalam penyelesaian masalah tersebut dengan selalu
mengkoordinasikannya juga dengan saya.”
Di samping itu, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan dalam
kegiatan pendelegasian tugas dari Lurah terhadap pegawainya, yaitu dalam
penyelesaian masalah berkaitan ahli waris, jual beli, pertanahan harus dengan
persetujuan atau tanda tangan Lurah. Hal ini diberlakukan untuk semua Kelurahan
yang terdapat di Kota Bogor, termasuk Lurah Ciparigi dan setiap Lurah memiliki
otoritas penuh dalam hal tersebut. Hal tersebut dipertegas dengan pernyataan
Lurah Ciparigi, P.G (49 tahun):
“Pada pendelegasian tugas kepada pegawai, saya memberikan otoritas penuh
terhadap tugas pokok dan fungsi dari masing-masing Kasi, staf maupun
Seklur. Akan tetapi dalam hal penyelesaian/pengambilan keputusan berkaitan dengan ahli waris, jual beli dan pertanahan dalam
penyelesaiannya/pengambilan keputusannya harus dilakukan oleh saya.
Tidak boleh dilakukan oleh staf, Kasi maupun seklur sekalipun. Mengingat
saya sebagai pemimpin dalam Kelurahan dan bertanggung jawab penuh atas
kegiatan di Kelurahan.”
Pada pendelegasian tugas kepada pegawainya, Lurah tidak menyerahkan
seluruh pekerjaan tersebut diputuskan oleh pegawai sendiri. Akan tetapi, Lurah
terlebih dahulu memberikan contoh, bimbingan ataupun arahan terhadap
pekerjaan yang akan dibebankan kepada pegawai sebagaimana tugas pokok dan
fungsi dari tiap seksi. Ini mengingat dari kemampuan dan beban tanggung jawab
dari setiap pegawai berbeda-beda. Hal ini terungkap dari pernyataan seorang
pegawai (U.S, 46 tahun):
“Pemimpin selalu memberikan bimbingan dan pengarahan setiap ada
kegiatan yang akan dilaksanakan minimal satu bulan sekali. Ini dilakukan
untuk mengkoordinasikan kegiatan/program yang akan dilakukan tersebut agar dapat berjalan sesuai tujuan yang telah ditetapkan diawal.”
Selain itu, terdapat juga pernyataan pegawai lain yang mendukung pernyataan
tersebut, R.H (43 tahun) menyatakan:
“Semua tugas yang diberikan oleh Lurah kepada staf selalu dengan arahan dan petunjuk dari pemimpin dengan harapan semua tugas dapat berjalan
dengan efektif.”
Sikap Lurah yang selalu memberikan bimbingan ataupun arahan dalam
pendelegasian tugasnya, berdampak pada peningkatan kualitas dan kuantitas hasil
kerja dari setiap pegawai. Setelah diberikan bimbingan atau arahan dari Lurah,
pegawai lebih paham dan mengerti akan tugas yang akan dilakukannya. Akan
tetapi dalam pelaksanaannya, masih terdapat hasil pekerjaan yang tidak sesuai
sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat terjadi mengingat setiap pegawai
memiliki karakteristik dan kebiasaan yang berbeda. Terlebih lagi jika melihat
masa lalu bahwa Kelurahan Ciparigi merupakan Kelurahan yang terbentuk dari
pemekaran wilayah Desa. Hampir 60 persen pegawai merupakan pegawai yang
dahulunya bekerja di Kantor Desa. Secara otomatis kebiasaan yang lama pun
masih terbawa ketika pegawai telah menjadi pegawai Kelurahan.
Pada pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan pegawai, Lurah selalu
menerapkan kepada pegawai bahwa beban tanggung jawab pekerjaan berdasarkan
hak dan kewajiban sebagai pegawai. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
pegawai harus memiliki komitmen dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya
sesuai dengan hak dan kewajiban dia sebagai pegawai agar hasil pekerjaannya
dapat maksimal.
Meskipun Lurah telah menerapkan nilai kerja tersebut kepada pegawai,
tidak menutup kemungkinan adanya pekerjaan yang tidak terselesaikan oleh
pegawai baik dari segi kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan. Dengan adanya hal
tersebut, sikap Lurah terhadap pegawai yang lalai terhadap tugas pekerjaannya
adalah pada tahap awal Lurah menegur pegawai yang lalai dalam menjalankan
tugasnya. Jika hal itu masih tidak dihiraukan pegawai, maka secara tegas Lurah
tidak akan menaikkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS (DP3)
pegawai tersebut yang dinilai di akhir tahunnya sebagai evaluasi terhadap kinerja
pegawai Kelurahan. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS (DP3) pegawai
merupakan penilaian serta evaluasi terhadap kinerja pegawai pemerintahan,
sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah dalam berbagai penyelesaian
permasalahan kegiatan berkaitan dengan pendelegasian tugas kepada pegawainya,
Lurah telah mampu menjalankan kepemimpinan yang baik di setiap penyelesaian
masalah. Hal tersebut diimplementasikan dengan kemampuan Lurah dalam
membaca situasi permasalahan yang dihadapi dan tahap selanjutnya Lurah
menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi permasalahan
tersebut.
Gaya kepemimpinan yang dominan digunakan Lurah dalam proses
pengambilan keputusan berkaitan dengan pendelegasian tugas kepada pegawai
Kelurahan adalah gaya kepemimpinan konsultatif. Penerapan gaya kepemimpinan
tersebut, telah mampu menghasilkan berbagai keputusan yang berguna berkaitan
dengan pendelegasian tugas kepada pegawai, seperti contoh penyelesaian
penyusunan rencana kegiatan Kelurahan yang dilakukan oleh Seklur. Pengambilan
keputusan terhadap rencana kegiatan Kelurahan, Lurah selalu menerima
saran/masukan dari pegawai. Sehingga pada akhirnya perencanaan kegiatan
Kelurahan yang telah disusun dapat dilaksanakan secara maksimal.
5.3 Kegiatan yang Berkaitan dengan Musibah/Bencana
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah pada kegiatan berkaitan dengan
musibah/bencana terlihat dominan pada gaya kepemimpinan partisipatif. Hasil
wawancara dengan para responden pegawai ditampilkan dalam Gambar 5 berikut.
Sumber: Data Primer diolah
Gambar 5.Diagram Distribusi Persentase Gaya Kepemimpinan Lurah di
Kelurahan Ciparigi Pada Kegiatan Berkaitan dengan
Musibah/Bencana
Berdasarkan Gambar 5, dapat diketahui bahwa gaya kepemimpinan
partisipatif lebih dominan diterapkan Lurah dalam pengambilan
keputusan/pemecahan masalah berkaitan dengan musibah/bencana di lingkungan
Kelurahan dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang lain. Hal ini dapat
dilihat dari penyebaran pernyataan responden yaitu sebesar 75 persen menyatakan
bahwa Lurah menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif dalam kegiatan
berkaitan dengan musibah/bencana yang terjadi di lingkungan Kelurahan, sebesar
17 persen menyatakan bahwa Lurah menerapkan gaya kepemimpinan direktif
dalam kegiatan berkaitan dengan musibah/bencana yang terjadi di lingkungan
Kelurahan dan hanya mencapai delapan persen yang menyatakan bahwa Lurah
menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif dalam kegiatan berkaitan dengan
musibah/bencana yang terjadi di lingkungan Kelurahan.
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang partisipatif ini menekankan
adanya persamaan antara pemimpin (Lurah) dengan para pegawainya, terutama
berkaitan dengan pengambilan keputusan yang dilakukan dengan cara
musyawarah untuk mengambil suatu keputusan. Pada kegiatan berkaitan dengan
pendelegasian tugas dari pimpinan (Lurah) terhadap pegawai, penerapan gaya
kepemimpinan ini lebih mencerminkan garis komando Lurah. Sedangkan pada
gaya kepemimpinan Lurah yang konsultatif, pengambilan keputusan/pemecahan
masalah dilakukan Lurah setelah mendengarkan masukan/saran dari pegawai.
Penerapan gaya kepemimpinan partisipatif lebih dominan diterapkan
Lurah dalam kegiatan berkaitan dengan musibah/bencana yang terjadi di
lingkungan Kelurahan. Berkaitan hal tersebut, seorang pegawai, (U.S, 46 tahun)
menyatakan:
“Pada penanganan musibah yang terjadi di lingkungan Kelurahan,
pengambilan keputusan terhadap pemecahan masalah tersebut umumnya
melibatkan para pegawai. “
Dari hal tersebut dapat diidentifikasi, pada proses pengambilan
keputusan/pemecahan masalah, Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
partisipatif. Hal ini dicirikan dari keikutsertaan Lurah dan pegawai dalam
pengambilan keputusan/pemecahan masalah. Diikutsertakannya pegawai dalam
pengambilan keputusan secara bersama-sama, bertujuan agar keputusan yang
dihasilkan dapat berjalan tepat, cepat dan akurat mengingat musibah/bencana
yang terjadi harus segera ditangani.
Di samping itu, terdapat juga responden yang menyatakan gaya
kepemimpinan Lurah dalam pengambilan keputusan yang digunakan adalah gaya
direktif. Hal ini diperkuat oleh pernyataan pegawai, N.N (35 tahun):
“Pada contoh seperti ada masyarakat yang menderita sakit dan harus di rawat
di rumah sakit. Kebetulan orang tersebut tidak mampu/miskin dan tidak
memiliki kartu Jamkesmas. Dalam penyelesaian masalah tersebut, Lurah
harus mengambil keputusan sendiri secara cepat dan tepat. Karena hal tersebut sangat penting dalan menyangkut hidup seseorang.”
Dari hal tersebut dapat diidentifikasi, dalam pemecahan
masalah/pengambilan keputusan berkaitan dengan musibah/bencana yang terjadi
di lingkungan Kelurahan menjadi tanggung jawab Lurah. Pengambilan keputusan
ini harus cepat dilakukan karena musibah yang terjadi di masyarakat harus segera
ditangani mengingat hal tersebut menyangkut hajat hidup seseorang.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Lurah Ciparigi, P.G (49 tahun)
mengutarakan bahwa:
“Penyelesaian masalah yang berkaitan dengan penanggulangan
musibah/bencana yang terjadi, khususnya di Kelurahan Ciparigi harus dilaksanakan dengan segera. Kelurahan tidak boleh berlama-lama dalam
memberikan pelayanan tersebut. Ini berakibat pada pengambilan keputusan
yang harus diambil segera dengan cepat. Umumnya dalam penanganan
masalah tersebut, saya langsung mengambil keputusan sendiri dengan cepat
dan tepat sehingga penanganan terhadap musibah/bencana yang terjadi bisa langsung teratasi dan diselesaikan”
Pada pelaksanaan di lapangan, terkadang sikap Lurah dalam pengambilan
keputusan menggunakan gaya kepemimpinan konsultatif. Hal tersebut
diungkapakan oleh seorang pegawai (H.N, 43 tahun):
“Contohnya di salah satu tempat ada bencana alam atau keributan di masyarakat, pemimpin mendelegasikan kepada bawahannya untuk
memonitor kejadian tersebut. Selanjutnya bawahan harus melaporkan
kejadian yang terjadi sebenarnya kepada pemimpin. Selanjutnya pemimpin berkoordinasi dengan Dinas terkait .”
Dengan penerapan gaya kepemimpinan konsultatif tersebut, Lurah
mendelegasikan tugasnya kepada pegawai dalam penanganan bencana. Jika Lurah
tidak sedang berada ditempat, maka para pegawai selaku wakil dari pihak
Kelurahan dalam pengambilan keputusan di lapangan harus berkonsultasi dengan
Lurah. Meskipun wewenang pengambilan keputusan ada pada orang yang
menjadi wakil Kelurahan di lapangan. Berkaitan hal tersebut, Lurah, P.G (49
tahun) menyatakan:
“Ketika terjadi masalah/musibah bencana yang terjadi di Kelurahan Ciparigi, hal tersebut harus cepat ditangani. Jika kebetulan pada saat itu saya sedang
tidak ada di tempat karena ada urusan lain, maka Seklur atau pegawai harus
ada yang menjadi wakil Kelurahan dalam penanganan masalah/musibah bencana tersebut. Mengenai pengambilan keputusannya, pihak yang menjadi
wakil Kelurahan harus berkoordinasi dengan saya dan setelah kegiatan
terselesaikan, sebaiknya pegawai yang didelegasikan tersebut membuat
nota dinas untuk mencatat dan melaporkan kegiatan yang terjadi di
lapangan.”
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah dalam berbagai penyelesaian
permasalahan kegiatan berkaitan dengan musibah/bencana yang terjadi di
lingkungan Kelurahan, Lurah telah mampu menjalankan kepemimpinan yang
baik. Hal tersebut diimplementasikan dengan kemampuan Lurah dalam membaca
situasi permasalahan yang dihadapi dan tahap selanjutnya Lurah menerapkan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan situasi permasalahan tersebut.
Gaya kepemimpinan yang dominan digunakan Lurah dalam proses
pengambilan keputusan berkaitan dengan musibah/bencana di lingkungan
Kelurahan adalah gaya kepemimpinan partisipatif. Penerapan gaya kepemimpinan
tersebut, telah mampu menghasilkan berbagai keputusan yang berguna berkaitan
dengan musibah/bencana yang terjadi di lingkungan Kelurahan, seperti pada
pencegahan dan penanganan pasca bencana alam yang dilakukan pihak Kelurahan
terhadap penduduk di wilayah Kelurahan Ciparigi.
5.4 Kegiatan yang Berkaitan dengan Pemberian Pelayanan Kelurahan
Kegiatan pemberian pelayanan Kelurahan terhadap masyarakat merupakan
salah satu kegiatan penting dan perlu dikaji untuk mengetahui penerapan gaya
kepemimpinan Lurah dalam pengambilan keputusan/pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil wawancara, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber: Data Primer diolah
Gambar 6.Diagram Distribusi Persentase Gaya Kepemimpinan Lurah di
Kelurahan Ciparigi Pada Kegiatan Berkaitan dengan
Pemberian Pelayanan Kelurahan
Gambar 6 menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan konsultatif lebih
dominan diterapkan Lurah dalam pengambilan keputusan/pemecahan masalah
dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari
penyebaran pernyataan responden yaitu sebesar 67 persen menyatakan bahwa
Lurah menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif dalam kegiatan berkaitan
dengan pelayanan Kelurahan terhadap masyarakat, sebesar 25 persen menyatakan
bahwa Lurah menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif dalam kegiatan
berkaitan dengan pelayanan Kelurahan kepada masyarakat dan hanya mencapai
delapan persen yang menyatakan bahwa Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
direktif berkaitan dengan kegiatan pelayanan Kelurahan kepada masyarakat.
Penerapan gaya kepemimpinan yang konsultatif didukung oleh sikap
Lurah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berkaitan dengan
pelayanan Kelurahan dilakukan oleh pemimpin (Lurah) setelah mendengarkan
masukan/saran dari pegawai. Hal ini berarti adanya kebebasan berpendapat
dengan sikap penuh tanggung jawab yang diberikan Lurah kepada pegawai dalam
memberikan saran/masukan terhadap kegiatan yang menyangkut pelayanan yang
diberikan Kelurahan kepada masyarakat. Dengan gaya kepemimpinan tersebut,
artinya Lurah mampu menumbuhkan kerjasama diantara pegawai, dan begitu juga
sebaliknya, pegawai meyakini bahwa Lurah mempunyai kemampuan untuk
mengelola seluruh kegiatan Kelurahan berkaitan dengan tujuan, visi dan misi
Kelurahan yang telah ditetapkan.
Penerapan gaya kepemimpinan konsultatif lebih dominan diterapkan
Lurah dalam kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan Kelurahan terhadap
masyarakat. Sebagaimana diutarakan oleh Lurah Ciparigi, P.G (49 tahun):
“Dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan Kelurahan hampir selalu menerapkan gaya dimana setiap pengambilan
keputusan melibatkan para Kasi dan staf pegawai yang gunanya untuk
memberikan masukan terhadap suatu persoalan. Karena pada dasarnya saya
dipilih berdasarkan keputusan dari atasan (Pemerintah Pusat), bukan oleh
rakyat. Sehingga saya tidak mengetahui medan/keadaan masyarakat
sekitarnya maupun karakteristik pegawai sekalipun. Masukan/saran yang saya peroleh tersebut, saya jadikan referensi dalam pengambilan keputusan
saya. Yang perlu diketahui, semua keputusan berkaitan tentang semua
kegiatan Kelurahan termasuk kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan
Kelurahan kepada masyarakat harus diputuskan oleh saya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Lurah.”
Dari hal tersebut dapat diidentifikasi, proses pengambilan
keputusan/pemecahan masalah, Lurah menerapkan gaya kepemimpinan
konsultatif. Hal ini dicirikan dari pengambilan keputusan/pemecahan
masalah berkaitan dengan pelayanan Kelurahan kepada masyarakat
dilakukan oleh Lurah dengan terlebih dahulu mendengarkan berbagai
masukan/saran dari para pegawainya
Penerapan gaya kepemimpinan yang dominan konsultatif tersebut, sejauh
ini dapat menghasilkan pelayanan yang cukup memuaskan, khususnya bagi
masyarakat yang menerima pelayanan dari pihak Kelurahan. Sejalan dengan yang
diutarakan oleh Y.M (46 tahun):
“Sejauh ini pelayanan Kelurahan yang diberikan kepada masyarakat sudah
cukup baik. Karena jika kita melihat kebelakang dan dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Kelurahan Ciparigi ini merupakan Desa, dimana
pada saat itu masyarakat tidak tahu informasi sama sekali. Selain itu pada
saat ini, Lurah maupun pegawai yang lain sebagian besar ditempatkan oleh Pemda yang statusnya merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
mempunyai tanggung jawab moral untuk bekerja dengan sebaik-baiknya
disamping itu juga Kelurahan memiliki SDM yang bukan asal-asalan tetapi
sudah terlatih.”
Di samping itu, dengan penerapan gaya kepemimpinan yang konsultatif oleh
Lurah tersebut, terdapat juga masyarakat yang sedikit mengeluhkan dalam hal
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Seorang responden warga
masyarakat, D.S (22 tahun) menyatakan:
“Dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan Lurah dalam hal pelayanan Kelurahan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan Kelurahan kepada
masyarakat dapat dibilang belum cukup baik. Bagi saya, penerapan gaya
kepemimpinan tersebut membuat keputusan-keputusan yang dihasilkan
kurang cepat jika dilihat dari efisiensi waktu yang dibutuhkan. Ini bisa dilihat seringkali pegawai Kelurahan tidak ada di tempat saat warga ingin
mengurus surat keterangan/identitas. Seharusnya Lurah bersikap lebih tegas
terhadap pegawai yang seperti itu. Jika boleh saya sarankan, sebaiknya
dalam pelayanan kepada masyarakat Lurah menerapkan gaya kepemimpinan otoriter. Sehingga pelayanan dapat cepat terlayani.”
Untuk mengantisipasi dan menanggapi keluhan masyarakat terhadap
pelayanan yang diberikan Kelurahan tersebut, penerapan gaya kepemimpinan
Lurah yang konsultatif, mengharuskan Lurah untuk selalu menampung
masukan/saran yang diberikan masyarakat terhadap pelayanan Kelurahan. Dengan
penerapan gaya kepemimpinan tersebut, Lurah membutuhkan masukan/saran
dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pelayanan Kelurahan, maka
Lurah Ciparigi selalu menerima masukan/saran yang diberikan masyarakat
melalui kotak saran yang disediakan di Kelurahan. Menurut Lurah, sejauh ini
kotak saran yang disediakan tersebut sangat bermanfaat bagi Lurah sebagai
masukan/saran dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan
yang diberikan Kelurahan kepada masyarakat sehingga pelayanan yang dihasilkan
dapat semaksimal dan seoptimal mungkin.
Pada dasarnya, dalam hal pelayanan Kelurahan kepada masyarakat,
Kelurahan selalu berusaha seoptimal mungkin dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat dengan cepat, tepat dan akurat. Berkaitan dengan hal tersebut,
seorang pegawai, (D.J, 47 tahun) menyatakan:
“Dalam hal pelayanan Kelurahan yang diberikan kepada masyarakat,
pengambilan keputusan dilakukan oleh Lurah. Mungkin hal ini dikarenakan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus cepat, tetapi bukan
berarti asal-asalan.”
Dari hal tersebut dapat diidentifikasi, dalam pemecahan
masalah/pengambilan keputusan berkaitan dengan pelayanan Kelurahan, Lurah
menerapkan gaya kepemimpinan direktif. Pada penerapan gaya kepemimpinan
ini, pemecahan masalah/pengambilan keputusan menjadi tanggung jawab
pemimpin (Lurah) semata. Di samping itu, Lurah hanya memberikan perintah
kepada pegawainya untuk melaksanakan pelayanan yang diberikan Kelurahan
kepada masyarakat dengan sebaik dan seoptimal mungkin.
Mengenai pelayanan yang diberikan Kelurahan kepada masyarakat, bentuk
pelayanan meliputi pelayanan secara administratif, seperti kegiatan berkaitan
kependudukan sebagai pengantar dalam proses pembuatan KTP/KK kepada
Kecamatan karena hingga saat ini sesuai aturan Pemerintah, hal tersebut masih
menjadi wewenang otoritas pihak Kecamatan. Di samping itu, terdapat juga
pelayanan di bidang lainnya yang dapat diurus langsung oleh Kelurahan karena
Kelurahan memiliki otoritas atau wewenang atas pelayanan tersebut, seperti
kegiatan dibidang pemerintahan, bidang sosial serta bidang-bidang lainnya.
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah dalam berbagai penyelesaian
permasalahan yang dihadapi pegawai dalam penyelesaian pekerjaan terhadap
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, Lurah telah mampu menjalankan
kepemimpinan yang baik. Hal tersebut diimplementasikan dengan kemampuan
Lurah dalam membaca situasi permasalahan yang dihadapi dan tahap selanjutnya
Lurah menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi permasalahan
tersebut.
Gaya kepemimpinan yang dominan digunakan Lurah dalam proses
pengambilan keputusan berkaitan dengan pelayanan Kelurahan adalah gaya
kepemimpinan konsultatif. Penerapan gaya kepemimpinan tersebut, telah mampu
menghasilkan berbagai keputusan yang berguna berkaitan dengan pelayanan yang
diberikan Kelurahan kepada masyarakat. Beberapa contoh pelayanan yang
diberikan Kelurahan meliputi pembuatan surat pengantar KTP/KK untuk
Kecamatan, pencegaran dan penanggulanagan bencana alam serta pelayanan
lainnya.
5.5 Ikhtisar
Gaya kepemimpinan yang dominan digunakan Lurah adalah gaya
kepemimpian konsultatif dan gaya kepemimpinan partisipatif. Pada kegiatan-
kegiatan tertentu juga diterapkan gaya kepemimpinan direktif dan gaya
kepemimpinan delegatif. Penerapan keempat gaya kepemimpinan tersebut, telah
mampu menghasilkan berbagai keputusan yang berguna berkaitan dengan
kegiatan yang terjadi di Kelurahan Ciparigi.
Dibandingkan antar bidang kegiatan, tampak kecenderungan penerapan
gaya kepemimpinan yang berbeda. Tampak pada Tabel 9, penerapan gaya
kepemimpinan Konsultatif Lurah dominan dalam berbagai bidang kegiatan di
Kelurahan. Selanjutnya menyusul gaya kepemimpinan Lurah yang partisipatif.
Pada penerapan gaya kepemimpinan direktif, diketahui Lurah menerapkan pada
bidang kegiatan musibah/bencana di lingkungan Kelurahan serta pemberian
Pelayanan Kelurahan. Sedangkan penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang
delegatif dilakukan hanya pada bidang kegiatan pendelegasian tugas kepada
pegawai.
Tabel 9. Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah dalam Berbagai Bidang Kegiatan
Bidang kegiatan Gaya Kepemimpinan yang Diterapkan
1. Kesejahteraan Pegawai 1. Gaya Kepemimpinan Konsultatif
2. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
2. Pendelegasian Tugas kepada Pegawai 1. Gaya Kepemimpinan Konsultatif
2. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
3. Gaya Kepemimpinan Delegatif
3. Musibah/Bencana di lingkungan
Kelurahan
1. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
2. Gaya Kepemimpinan Direktif
3. Gaya Kepemimpinan Konsultatif
4. Pemberian Pelayanan Kelurahan 1. Gaya Kepemimpinan Konsultatif
2. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
3. Gaya Kepemimpinan Direktif
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN
GAYA KEPEMIMPINAN LURAH
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang terjadi di Kelurahan Ciparigi
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam Bab ini akan ditinjau karakteristik
pemimpin, karakteristik pegawai dan situasi di lingkungan organisasi. Faktor-
faktor tersebut diperkirakan berkaitan dengan penerapan gaya kepemimpinan
Lurah dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang kegiatan.
6.1 Karakteristik Pemimpin
Karakteristik pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang perlu
dibahas untuk memahami cara-cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
pemimpin yang bersangkutan. Karakteristik Lurah yang dibahas meliputi latar
belakang pendidikan yang dimiliki oleh pemimpin, kepribadian pemimpin,
pengalaman serta nilai-nilai yang dianut pemimpin dalam mengambil keputusan
sesuai tugas pokok dan fungsi Lurah.
Latar belakang pendidikan pemimpin merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pemimpin dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan
kegiatan Kelurahan. Pendidikan yang dimiliki pemimpin, memberikan
pengetahuan kepadanya yang selanjutnya dapat mempengaruhi pola tindak
pemimpin. Pada kasus Kelurahan Ciparigi, berdasarkan informasi yang diperoleh
bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki Lurah Ciparigi sudah cukup tinggi yaitu
Sarjana. Tingkat pendidikan tersebut tampak berpengaruh dalam pengambilan
keputusan yang dilakukan Lurah. Hal tersebut, diungkapkan Lurah Ciparigi, P.G
(49 tahun):
“Dalam hal pengambilan keputusan pada berbagai penyelesaian masalah
yang terjadi di Kelurahan, pendidikan yang saya miliki, sejauh ini bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Seperti contoh, ketika saya
duduk di bangku kuliah dan mempelajari materi tentang manajemen serta
kepemimpinan. Hingga saat ini saya masih mengingatnya dan hal tersebut saya jadikan referensi dalam pengambilan keputusan. Jangan sampai
keputusan yang saya lakukan tidak tepat dan menimbulkan resiko yang
besar. Disamping itu, pada skripsi saya yang bertema kepemimpinan dan komunikasi, paling tidak dapat membuat saya bisa lebih memahami tentang
kepemimpinan secara umum.”
Kepribadian pemimpin merupakan salah satu aspek karakteristik
pemimpin yang dapat mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan. Dapat
diketahui salah satu kepribadian diri dari Lurah Ciparigi ialah semangat bekerja
keras. Hal ini dapat berakibat dalam pengambilan keputusan/pemecahan masalah
yang dihadapi Kelurahan yang hampir selalu dapat diatasi secara cepat dan tepat.
Seperti contoh, dengan penerapan gaya konsultatif yang dominan dalam
pengambilan keputusan Lurah, dapat menghasilkan berbagai keputusan yang
berguna berkaitan dengan kegiatan yang terjadi di Kelurahan Ciparigi. Hal ini
umpamanya dinyatakan oleh, U.S (46 tahun):
“Untuk memiliki pengaruh terhadap gaya kepemimpinan, pendidikan saja
tidak menjadi patokan dalam pengambilan keputusan. Yang penting, Lurah
memiliki semangat bekerja keras dan bisa menghadapi semua masalah di lapangan.”
Pengalaman merupakan guru terbaik dalam kehidupan. Dengan
pengalaman membuat individu menjadi lebih mengetahui terhadap sesuatu hal dan
mendewasakan individu tersebut. Hal tersebut terjadi juga pada Lurah Ciparigi
dimana dengan banyaknya pengalaman yang dimilikinya, membuat dia menjadi
lebih paham akan karakteristik individu yang dipimpinnya. Sejalan hal itu, Lurah
Ciparigi, P.G (49 tahun) menyatakan:
“Jika saya melihat kebelakang, sejak perguruan tinggi saya sudah ikut dan
aktif dalam berbagai organisasi formal maupun informal, termasuk ketua RT pun saya pernah jabat. Dengan adanya pengalaman tersebut saya
mendapatkan banyak pelajaran, khususnya bagaimana saya mengorganisir
orang dalam suatu organisasi. Disamping itu sejak tahun 1998, kebetulan saya telah menjabat sebagai Kasi Trantib di Kecamatan Bogor Tengah.
Dengan adanya pengalaman tersebut membuat saya menjadi lebih paham
tentang bagaimana pengambilan keputusan secara cepat dan tepat serta cara memimpin melalui penerapan gaya kepemimpinan.”
Nilai-nilai yang dianut pemimpin, menjadikan pemimpin memiliki acuan
atau pedoman dalam memimpin bawahannya. Berkaitan hal tersebut, Lurah
Ciparigi P.G (49 tahun) mengungkapkan:
“Disetiap kepemimpinan saya, kapanpun dan dimanapun saya memimpin selalu menerapkan nilai kerja, yaitu „beban dan tanggung jawab berdasarkan
hak dan kewajiban sebagai pegawai‟.”
Dengan nilai yang dipegang tersebut, Lurah sebagai pegawai pemerintahan selalu
melaksanakan tanggung jawab pekerjaan sesuai hak dan kewajibannya sebagai
pegawai. Penerapan nilai tersebut, diharapkan dapat meningkatkan tanggung
jawab memimpin melalui penerapan gaya kepemimpinan yang sesuai dan
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat sebagai pemimpin.
6.2 Karakteristik Pegawai
Penerapan gaya kepemimpinan yang diterapkan Lurah dapat dipengaruhi
oleh karakteristik pegawai. Pegawai mempunyai beragam karakteritik seperti
pendidikan, pengalaman bekerja, motivasi kerja dan tanggung jawab terhadap
pekerjaannya.
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah Ciparigi tampak di samping
dipengaruhi oleh karakteristik dari pemimpin sendiri, terdapat juga faktor
karakteristik pegawai yang mempengaruhinya. Pada Kelurahan Ciparigi, tingkat
pendidikan sebagian besar (75 %) pegawai merupakan lulusan Sekolah Menengah
Atas (SMA), di samping lainnya berpendidikan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Sekolah Dasar (SD). Adanya perbedaan dalam hal pendidikan dapat
mempengaruhi kemampuan pegawai dalam bekerja, sehingga antara satu dengan
pegawai yang lain memiliki motivasi kerja yang berbeda. Berkaitan hal tersebut,
Lurah Ciparigi, P.G (49 tahun) menyatakan:
“Jika dilihat dari data pegawai, staf Kelurahan Ciparigi sebagian besar
pendidikannya cukup tinggi, yaitu SMA. Akan tetapi ada tiga pegawai yang pendidikannya hanya sampai SMP serta SD dan pegawai tersebut
umurnya sudah cukup tua. Kepada ketiga pegawai tersebut, saya
memperlakukan mereka berbeda dengan pegawai lainnya, bukan karena di istimewakan, tetapi saya memberikan pekerjaan kepada mereka tidak
terlalu berat. Biasanya saya memberikan pekerjaan sesuai dengan
kemampuan diri pegawai itu sendiri, seperti menjadi kolektor PBB serta menjadi staf pelaksana saja.
Selain pendidikan pegawai, dari data jumlah pegawai Kelurahan Ciparigi
menurut jenis kelamin tahun 2008 (Tabel 5) dapat diketahui pegawai Kelurahan
Ciparigi sebanyak 75 persen berjenis kelamin Laki-laki dan 25 persen yang
berjenis kelamin perempuan. Dari data jumlah pegawai Kelurahan Ciparigi
menurut umur tahun 2008 (Tabel 6) dapat diketahui bahwa pegawai yang berumur
antara 30-40 tahun berjumlah 25 persen, pegawai yang berumur 41-50 tahun
sebesar 42 persen dan pegawai yang berumur 50 tahun keatas sebesar 33 persen.
Akibat dari perbedaan yang dimiliki oleh para pegawai tersebut, penerapan gaya
kepemimpinan yang diterapkan Lurah Ciparigi selalu mempertimbangkan
karakteristik pegawai. Hal tersebut tercermin dalam pemberian tugas-tugas yang
diberikan Lurah kepada pegawai selalu disertai bimbingan dan arahan dari
pemimpin (Lurah). Dampak dari penerapan gaya kepemimpinan yang sesuai
dengan situasi pegawai tersebut ialah menghasilkan pekerjaan sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
Begitu juga hal sebaliknya, sebagaimana ketika pemimpin memiliki
pegawai yang tingkat pendidikannya cukup tinggi serta pengalaman kerja yang
cukup baik. Dalam hal ini, pemimpin langsung mendelegasikan tugas sesuai dari
tugas pokok dan fungsi dari tiap-tiap pegawai. Hal ini dapat terjadi ketika
pemimpin menilai bahwa pegawainya sudah cukup pandai dan memiliki
pengalaman yang baik dalam penyelesaian tugas-tugasnya.
Di samping itu, penerapan gaya kepemimpinan yang dominan konsultatif
pada Kelurahan Ciparigi dalam berbagai pemecahan masalah, mengiindikasikan
motivasi kerja dan tanggung jawab pegawai yang tidak sepenuhnya baik. Hal ini
sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya, dimana beberapa tahun yang
lalu Kelurahan Ciparigi merupakan suatu Desa dan sebagian besar pegawai
Kelurahan Ciparigi sekarang ini merupakan pegawai Kantor Desa yang masih
“kental” dengan budaya kerja pegawai Desa.
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah disesuaikan dengan karakteristik
pegawainya. Dalam hal ini, Lurah tidak dapat memaksakan penerapan sutu gaya
kepemimpinan tertentu jika hal tersebut tidak sesuai atau bahkan sangat
bertentangan dengan karakteristik pegawai. Umpamanya, pada penerapan gaya
kepemimpinan delegatif dalam suatu kegiatan yang berkaitan dengan Kelurahan.
Gaya kepemimpinan tersebut lebih menekankan pegawai memiliki otoritas penuh
dalam pekerjaannya termasuk pengambilan keputusan/pemecahan masalah
pekerjaan sekalipun. Jika hal tersebut diterapkan Lurah pada pegawai yang kurang
memiliki motivasi kerja yang cukup tinggi dan tanggung jawab, penerapan gaya
kepemimpinan tersebut justru akan menjadikan kepemimpinan Lurah kurang
efektif, karena pekerjaan yang dihasilkan oleh pegawai tersebut tidak maksimal
atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pada kasus seperti itu, tampak Lurah
menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif dimana pengambilan
keputusan/pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin (Lurah) dengan terlebih
dahulu mendengarkan berbagai masukan/saran dari para pegawainya dan
pemimpin (Lurah) memberikan pengarahan dan bimbingan kepada pegawai dalam
melaksanakan pekerjaan.
6.3 Situasi di Lingkungan Organisasi
Situasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan gaya
kepemimpinan dalam pengambilan keputusan. Situasi tersebut dapat meliputi
situasi atau keadaan lingkungan kerja serta situasi masalah yang mempengaruhi
pemimpin dalam pengambilan keputusan. Kedua aspek tersebut sangatlah
berpengaruh sebagai faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan
pemimpin.
Lingkungan atau kondisi kerja di lingkungan organisasi Kelurahan
Ciparigi mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan yang diterapkan
pemimpin (Lurah). Pada suatu situasi kerja tertentu, Lurah Ciparigi menerapkan
gaya kepemimpinann konsultatif. Pada situasi yang lain, Lurah menerapkan gaya
kepemimpinan partisipatif, direktif ataupun delegatif. Hal tersebut antara lain
dikemukakan oleh N.N (35 tahun) yang menyatakan:
“Pada suasana atau iklim kerja serta suasana organisasi secara keseluruhan pasti memiliki pengaruh terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan.
Sebagai contoh, dengan adanya suasana atau lingkungan kerja yang penuh
dengan suasana kekeluargaan, tentunya dapat menciptakan suasana kerja
yang nyaman dan lingkungan harmonis diantara pegawai dan pemimpin.
Disamping itu, hal tersebut dapat meningkatkan semangat dalam
penyelesaian pekerjaan, termasuk keputusan dalam pemecahan masalah menerapkan gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi permasalahannya.”
Hal senada juga dikemukakan oleh U.S (46 tahun) yang menyatakan:
“Dengan adanya suasana lingkungan kerja yang nyaman, maka dengan sendirinya semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan penerapan
gaya kepemimpinan Lurah dominan lebih konsultatif.”
Selain suasana lingkungan kerja mendukung penerapan gaya
kepemimpinan Lurah, situasi masalah pun dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi suatu penerapan gaya kepemimpinan. Umumnya, ketika situasi
mengharuskan pemimpin mengambil keputusan yang cepat karena keadaan
darurat, misalnya seperti bencana alam, penerapan gaya kepemimpinan yang
sesuai dengan situasi tersebut biasanya menuntut pemimpin lebih cenderung
menerapkan gaya kepemimpinan yang direktif. Pemimpin tidak bermusyawarah
dahulu dengan pegawai sebelum mengambil keputusan karena membutuhkan
waktu yang agak lama, tetapi dalam permasalahn tersebut dibutuhkan cara
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Sebenarnya tidak ada gaya
kepemimpinan yang terbaik, artinya pemimpin yang berhasil adalah pemimpin
yang mampu mengadaptasikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi
tertentu.
6.4 Ikhtisar
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang terjadi di Kelurahan Ciparigi
dipengaruhi oleh faktor-faktor karakteristik pemimpin, karakteristik pegawai dan
situasi di lingkungan organisasi. Pertama, karakteristik pemimpin dalam hal ini
meliputi latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh pemimpin, kepribadian
pemimpin, pengalaman serta nilai-nilai yang dianut pemimpin dalam mengambil
keputusan sesuai tugas pokok dan fungsi Lurah. Kedua, karakteristik pegawai di
dalamnya meliputi pendidikan atau pengalaman bekerja yang dimiliki pegawai,
motivasi kerja pegawai dan tanggung jawab pegawai terhadap pekerjaannya.
Ketiga, situasi yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan
gaya kepemimpinan Lurah dalam pengambilan keputusan meliputi situasi atau
keadaan lingkungan kerja serta situasi masalah yang mempengaruhi pemimpin
dalam pengambilan keputusan.
BAB VII
KINERJA PEGAWAI PADA ORGANISASI KELURAHAN
CIPARIGI
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada definisi operasional, kinerja
pegawai Kelurahan diukur dengan menggunakan dua kelompok indikator yang
terdiri dari: kelompok indikator berdasarkan penilaian pegawai yang bersangkutan
yang diukur dengan menggunakan indikator kualitas hasil kerja dan kuantitas
hasil kerja serta kelompok indikator berdasarkan penilaian warga masyarakat
terhadap pelayanan yang diberikan kepada warga masyarakat.
7.1 Kinerja Pegawai Berdasarkan Penilaian Pegawai Kelurahan yang
Bersangkutan
Pada Tabel 10 disajikan kinerja responden pegawai Kelurahan berdasarkan
penilaian pegawai yang bersangkutan dengan indikator kualitas hasil kerja dan
kuantitas hasil kerja.
Tabel 10. Distribusi Responden Pegawai Kelurahan Menurut Kinerjanya
Berdasarkan Penilaian Pegawai yang Bersangkutan
Kinerja Pegawai Jumlah Pegawai
Orang %
Kinerja Tinggi 9 75
Kinerja Sedang 3 25
Kinerja Rendah 0 0
Jumlah 12 100
Sumber: Data primer diolah
Tampak bahwa 75 persen responden pegawai termasuk dalam kategori
kinerja yang tinggi. Sementara itu, 25 persen responden pegawai lainnya termasuk
dalam kinerja pegawai yang sedang. Sejalan dengan itu, Lurah Ciparigi, P.G (49
tahun) mengungkapkan sebagai berikut.
“Semasa saya menjabat sebagai Lurah Ciparigi, kurang lebih telah dua
tahun. Penilaian saya terhadap kinerja pegawai Kelurahan Ciparigi sudah
dapat dikatakan baik. Maksudnya, kinerja dari tiap-tiap pegawai dapat dikatakan berimbang. Hal itu terjadi dikarenakan terdapat pegawai yang
ketika melaksanakan tugas pekerjaannya melaksanakannya secara segera.
Disisi lain, terdapat juga pegawai yang dalam melaksanakan pekerjaannya
biasa-biasa saja.”
Secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa kinerja pegawai Kelurahan Ciparigi
tergolong kinerja cukup tinggi.
Pada penilaian ketepatan hasil kerja pegawai, sebesar 17 persen responden
pegawai menyatakan selalu tepat dalam melaksanakan pekerjaannya. Mengenai
pegawai yang menyatakan selalu tepat dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
pekerjaannya diperjelas dari pernyataan responden pegawai U.S (46 tahun):
“Menurut saya, sejauh ini saya mengerjakan pekerjaan selalu dalam
menjalankan tugas sesuai dengan pekerjaan. Hal tersebut juga dapat dilihat
dimana dalam menyelesaikan pekerjaan, hampir jarang atau dapat dikatakan hanya kadang-kadang saja saya mendapat teguran dari pimpinan.”
Hal senada diungkapkan oleh B.B, dalam hal ketepatan hasil pekerjaan yang
dihasilkan menyatakan selalu tepat dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan
pekerjaan. Di samping itu, terdapat 83 persen responden pegawai menyatakan
sering tepat dalam melaksanakan pekerjaannya. Mengenai pegawai yang
menyatakan tepat dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaannya,
dipertegas oleh pegawai, S.H (42 tahun):
“Sejauh ini saya mengerjakan pekerjaan dengan tepat dalam menjalankan
tugas sesuai dengan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada pekerjaan yang
tertunda dalam seharinya. Sejauh ini persentase saya dalam menunda pekerjaan dalam sehari hanya sebesar < 50 persen.
Dalam hal penilaian kinerja pegawai Kelurahan dengan indikator kualitas
hasil kerja, berdasarkan hasil wawancara diperoleh sebesar 25 persen responden
pegawai menyatakan selalu teliti dalam melaksanakan pekerjaannya. Sehubungan
dengan hal ini, salah seorang responden pegawai (D.J, 47 tahun) mengemukakan:
“Dalam hal menjalankan tugas sesuai dengan pekerjaan, saya selalu teliti
mengenai hasil kerja saya. Hal ini mengingat setiap pegawai pernah dan selalu dituntut untuk menyelesaikan tugas sehari-hari dengan cepat dan baik
oleh pemimpin (Lurah).”
Hal senada juga diungkapkan oleh U.S dan A.P, dalam hal ketepatan hasil
pekerjaan yang dihasilkan menyatakan selalu teliti dalam menyelesaikan tugas
sesuai dengan pekerjaan. Disamping itu, terdapat 75 persen responden pegawai
yang menyatakan sering teliti dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berkaitan dengan kerapian hasil kerja, berdasarkan hasil wawancara
diperoleh semua responden pegawai menyatakan sering rapi dalam melaksanakan
pekerjaannya. Sedangkan dalam hal penilaian kebersihan hasil kerja, berdasarkan
hasil wawancara diperoleh sebesar 33 persen responden pegawai yang
menyatakan selalu bersih dalam melaksanakan tugas pekerjaannya, dan sebanyak
67 persen responden pegawai menyatakan sering bersih dalam melaksanakan
tugas pekerjaannya.
Penilaian kinerja pegawai Kelurahan dengan indikator jumlah atau beban
pekerjaan yang dapat diselesaikan pegawai, diperoleh sebesar 25 persen
responden pegawai menyatakan lebih dari 90 persen pekerjaan terselesaikan.
Sebanyak 58 persen responden pegawai menyatakan 76-90 persen pekerjaan
terselesaikan dan hanya 17 persen responden pegawai yang menyatakan 50-75
persen pekerjaan terselesaikan.
Mengenai jumlah atau beban pekerjaan yang diselesaikan pegawai
tersebut, lebih dari 50 persen pegawai menyelesaikan 76-90 persen pekerjaannya.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja pegawai Kelurahan Ciparigi
berimbang, sebagaimana diungkapkan sebelumnya oleh Lurah Ciparigi. Di satu
sisi ada pegawai yang dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara segera,
disisi lain terdapat juga pegawai yang ketika menjalankan tugas dengan santai.
Jika dikaitkan ke masa lalu, hal tersebut terjadi karena kebiasaaan gaya lama yang
dilakukan pegawai ketika Kelurahan Ciparigi belum terbentuk, tetapi masih
kantor Desa Ciparigi dan status kepegawaiannyapun sebagai staf Desa, bukan
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) ataupun Tenaga Kerja Kontrak (TKK).
Berdasarkan hasil wawancara berkaitan dengan ketepatan waktu pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaan, diperoleh sebesar 17 persen responden pegawai
menyatakan selalu tepat waktu dalam melaksanakan pekerjaannya. Lainnya, 83
persen responden pegawai menyatakan sering tepat waktu dalam melaksanakan
pekerjaannya. Ketepatan waktu pegawai dalam melaksanakan pekerjaan sangatlah
penting, terutama terkait dengan pelayanan Kelurahan terhadap masyarakat.
Mengingat fungsi Kelurahan sebagai instansi pelayanan publik maka pegawai
Kelurahan Ciparigi dituntut melakukan pelayanan yang cepat dan tepat. Dalam hal
ini pegawai Kelurahan tidak boleh berlama-lama dalam memberikan pelayanan
terhadap masyarakat, sebagaimana diungkapkan Lurah Ciparigi (P.G, 49 tahun):
“Penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pelayanan Kelurahan terhadap
masyarakat, khususnya di Kelurahan Ciparigi harus dilaksanakan dengan
segera. Kelurahan tidak boleh berlama-lama dalam memberikan pelayanan terutama terhadap masyarakat sehingga pelayanan yang diberikan
Kelurahan harus cepat dan tepat.”
Pada pelaksanaan pekerjaan pegawai terkait dengan kinerja pegawai
Kelurahan, Lurah selalu menerapkan kepada pegawai bahwa beban tanggung
jawab pekerjaan berdasarkan hak dan kewajiban sebagai pegawai. Hal tersebut
mengindikasikan, pegawai dituntut memiliki komitmen dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaannya sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai pegawai agar
pekerjaan yang dihasilkan dapat optimal dan maksimal. Dengan adanya hasil
pekerjaan yang optimal dan maksimal, maka menghasilkan kinerja pegawai yang
baik.
Meskipun Lurah telah menerapkan nilai kerja tersebut pada pegawai, tidak
menutup kemungkinan adanya pekerjaan yang tidak memadai oleh pegawai baik
dari segi kualitas hasil kerja maupun kuantitas hasil kerja. Dengan adanya hal
tersebut, sikap Lurah terhadap pegawai yang lalai terhadap tugas pekerjaannya
adalah pada tahap awal Lurah menegur pegawai yang lalai dalam menjalankan
tugasnya. Jika hal itu masih tidak dihiraukan pegawai, maka secara tegas Lurah
tidak akan menaikkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS (DP3)
pegawai tersebut yang dinilai di akhir tahunnya sebagai evaluasi terhadap kinerja
pegawai Kelurahan.
Pada dasarnya, kinerja pegawai Kelurahan tidak lepas dari kemampuan
pegawai dalam menjalankan setiap tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh
karena itu, kualitas kerja harus menjadi prioritas dalam pelaksanan tugas, di
samping harus mampu menyelesaikan seluruh tugas yang diberikan (kuantitas).
Artinya semua pekerjaan tetap diusahakan selesai tepat waktu baik secara kualitas
maupun kuantitasnya. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi pelaksanaan tugas
yang diulang-ulang akibat kesalahan. Pegawai dituntut untuk selalu siap dalam
menerima tugas yang diberikan Lurah.
7.2 Kinerja Pegawai Berdasarkan Penilaian Warga Masyarakat
Kinerja pegawai Kelurahan berdasarkan penilaian responden warga
masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan kepada warga masyarakat dapat
dilihat pada Tabel 11 .
Tabel 11. Distribusi Responden Warga Masyarakat Menurut Kinerjanya
Berdasarkan Penilaian Warga Masyarakat
Kinerja Kelurahan Jumlah Warga Masyarakat
Orang %
Kinerja Tinggi 15 75
Kinerja Sedang 5 25
Kinerja Rendah 0 0
Jumlah 20 100
Sumber: Data primer diolah
Sejumlah 75 persen responden warga masyarakat menyatakan kinerja
organisasi Kelurahan terhadap pelayanan yang diberikan kepada warga
masyarakat termasuk kategori kinerja tinggi. Sementara itu, 25 persen responden
warga masyarakat menyatakan kinerja organisasi Kelurahan terhadap pelayanan
yang diberikan kepada warga masyarakat termasuk dalam kinerja sedang. Secara
keseluruhan, kinerja pegawai Kelurahan Ciparigi berdasarkan penilaian warga
masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan kepada warga masyarakat
tergolong kinerja yang cukup tinggi, meskipun terdapat responden yang
menyatakan Kelurahan memiliki kinerja sedang terhadap pelayanan yang
diberikan kepada warga masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, kinerja pegawai
dalam kaitan pelayanan Kelurahan terhadap masyarakat selama ini selalu
diusahakan peningkatannya dengan tujuan untuk memaksimalkan pelayanan
kepada masyarakat luas sebagai pengguna jasa organisasi.
Penilaian kinerja pegawai Kelurahan dengan indikator kemudahan
masyarakat dalam proses pembuatan KTP/KK dan sebagainya, sebesar 95 persen
responden warga masyarakat menyatakan cukup mudah dalam proses pembuatan
KTP/KK dan sebagainya. Disamping itu, hanya lima persen responden warga
masyarakat yang menyatakan sangat mudah masyarakat dalam proses pembuatan
KTP/KK dan sebagainya.
Kemudahan masyarakat dalam proses pembuatan KTP/KK dan sebagainya
sangat berkaitan dengan, dan mencerminkan kinerja organisasi Kelurahan
termasuk di dalamnya kinerja pegawai Kelurahan itu sendiri. Hal tersebut sesuai
dengan yang diungkapkan warga (D.H, 53 tahun):
“Kemudahan masyarakat dalam pengurusan pembuatan surat pengantar
KTP/KK di Kelurahan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sejauh ini pihak
Kelurahan Ciparigi sudah memberikan kemudahan pelayanan dalam proses tersebut. Dengan mudahnya birokrasi itu, ini berarti membuktikan bahwa
kinerja Kelurahan itu baik, pegawainya mempermudah dalam proses
pembuatan KTP/KK itu.”
Pernyataan senada ditegaskan Lurah Ciparigi (P.G, 49 tahun):
“Berkaitan dengan pelayanan Kelurahan terhadap masyarakat, pihak
Kelurahan Ciparigi harus melaksanakan dengan segera. Kelurahan tidak boleh berlama-lama dalam memberikan pelayanan terutama terhadap
masyarakat sehingga pelayanan yang diberikan Kelurahan harus cepat dan
tepat.”
Berkenaan dengan ketepatan waktu para pegawai dalam
menyelenggarakan segala bentuk pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
yang dijanjikan, diperoleh hasil sebanyak 70 persen responden warga masyarakat
menyatakan pihak Kelurahan sering tepat waktu dalam menyelenggarakan segala
bentuk pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan yang dijanjikan. Selain itu,
sebesar 30 persen menyatakan pihak Kelurahan selalu tepat waktu dalam
menyelenggarakan segala bentuk pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
yang dijanjikan. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak Kelurahan berusaha
semaksimal mungkin memberikan pelayanan dengan cepat kepada
masyarakatnya, sebagaimana diutarakan seorang responden pegawai (U.S, 46
tahun):
“Pihak Kelurahan semaksimal mungkin memberikan pelayanan kepada
warganya secara cepat dan tepat. Pada dasarnya, Kelurahan merupakan instansi pelayanan yang tugasnya memberi pelayanan kepada masyarakat.
Jika pelayanan yang diberikan pihak Kelurahan lamban, hal ini
dikhawatirkan berakibat dengan penurunan dari kinerja Kelurahan Ciparigi.”
Dalam hal ketepatan waktu yang yang berikan Kelurahan dalam pelayanan kepada
masyarakat, seorang warga masyarakat (R.H, 24 tahun) menyatakan:
“Pelayanan Kelurahan sejauh ini sudah cukup baik, karena pegawai
Kelurahan mengerjakan tugas mereka dengan tepat waktu. Disamping itu, pegawai Kelurahan tidak pernah mempersulit warganya dalam urusan
birokrasi.”
Berkaitan dengan indikator keahlian dan kemampuan pegawai dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat, sebesar 95 persen responden warga
masyarakat menyatakan bahwa pegawai cukup memiliki keahlian dan
kemampuan dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Selain itu, hanya
lima persen yang menyatakan pegawai sangat memiliki keahlian dan kemampuan
dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Hasil wawancara tersebut mengindikasikan bahwa pegawai Kelurahan
Ciparigi memiliki keahlian dan kemampuan dalam memberikan pelayanan
terhadap masyarakat. Jika ditelaah, dengan banyaknya responden yang hanya
menyatakan pegawai memiliki keahlian dan kemapuan menandakan kinerja
pegawai kelurahan dapat dikatakan berimbang. Berkenaan dengan hal ini, Lurah
Ciparigi, P.G (49 tahun) mengemukakan:
“Semasa saya menjabat sebagai Lurah Ciparigi, kurang lebih telah dua
tahun. Penilaian saya terhadap kinerja pegawai Kelurahan Ciparigi sudah
dapat dikatakan baik. Maksudnya, kinerja dari tiap-tiap pegawai dapat dikatakan berimbang. Hal itu terjadi dikarenakan terdapat pegawai yang
ketika melaksanakan tugas pekerjaannya melaksanakannya secara segera.
Disisi lain, terdapat juga pegawai yang dalam melaksanakan pekerjaannya
biasa-biasa saja. Selain itu, hal itu terjadi bisa juga disebabkan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki pegawai dalam melaksankana tugas
pekerjaannya masih terbatas.”
Jika dikaitkan lebih luas, keahlian dan kemampuan yang dimiliki pegawai dapat
dipengaruhi dari tingkat pendidikan pegawai. Hal tersebut mengindikasikan,
semakin tinggi tingkat pendidikan pegawai, maka pegawai semakin memiliki
kemampuan dan keahlian dalam melaksanakan tugasnya. Di samping itu, terdapat
juga faktor lain yang mempengaruhi keahlian dan kemampuan pegawai seperti
pengalaman yang dimiliki pegawai. Sebagaimana ditegaskan oleh U.T (51 tahun):
“Segala urusan yang menyangkut Kelurahan, sudah dapat dilayani dengan
baik karena pegawai Kelurahan memiliki kemampuan dan keahlian
dibidangnya. Terlebih lagi dengan tingkat pendidikan para pegawai yang sudah memadai, hal ini dapat menunjukkan pegawai memiliki keahlian dan
kemampuan dalam melaksanakan tugasnya.”
Pada indikator jaminan kebebasan bagi masyarakat dari pungutan liar,
berdasarkan penyebaran pernyataan responden diperoleh sebesar 50 persen
responden warga masyarakat menyatakan bahwa sering ada jaminan kebebasan
bagi masyarakat terhadap pungutan liar yang diberikan Kelurahan. Selain itu,
sebesar 40 persen responden menyatakan kadang-kadang ada jaminan kebebasan
bagi masyarakat terhadap pungutan liar dan hanya 10 persen yang menyatakan
selalu ada jaminan kebebasan bagi masyarakat terhadap pungutan liar yang
diberikan Kelurahan.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh menyatakan hampir sebagian
responden (40 persen) menyatakan kadang-kadang ada jaminan kebebasan bagi
masyarakat terhadap pungutan liar yang diberikan Kelurahan. Ini menunjukkan
masih adanya pungutan liar yang terjadi di Kelurahan terutama berkaitan dengan
pelayanan Kelurahan yang diberikan kepada masyarakat. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh warga, B.P (40 tahun):
“Pelayanan yang diberikan Kelurahan kepada masyarakat terkadang baik,
kadang tidak baik. Hal ini karena dalam proses pembuatan KTP/KK terkadang ada pungutan liar dari pegawai Kelurahan. Menurut saya,
seharusnya pelayanan Kelurahan terhadap masyarakat harus lebih baik
sehingga dalam proses pembuatan KTP/KK tidak dipungut biaya apapun.”
Seiring dengan berjalannya waktu dan berubahnya aturan, H.N (51 tahun)
menuturkan sebagai berikut.
“Semakin kesini, pelayanan yang diberikan Kelurahan terutama berkaitan
dengan pelayanan sedah cukup baik. Hal ini dibuktikan dalam proses pelayanan yang diberikan Kelurahan sudah tidak terlalu lama seperti dahulu
dan juga bisa diurus secara personal tanpa perantara. Berlakunya aturan baru
yang diberlakukan, maka akan mengurangi pungutan liar yang terjadi di Kelurahan.”
Berdasarkan uraian tersebut, dalam penyelenggaraan layanan publik
seperti Kelurahan, pegawai dituntut memiliki kinerja tinggi seperti yang terjadi di
Kelurahan Ciparigi. Kinerja yang demikian itu, dibutuhkan oleh masyarakat
karena kebutuhan layanan akan lebih optimal bila terjadi tanpa kesalahan kerja,
prosedur yang jelas serta mengutamakan efisiensi dan efektivitas kerja. Kenyataan
ini berdampak pada kepuasan pengguna jasa dari output yang dihasilkan oleh
Kelurahan.
7.3 Ikhtisar
Secara keseluruhan penilaian kinerja pegawai Kelurahan Ciparigi
tergolong kinerja yang cukup tinggi. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 12,
baik berdasarkan penilaian pegawai yang bersangkutan maupun penilaian warga
masyarakat, terdapat sebagian besar pegawai (75 %) yang berkinerja tinggi.
Sisanya tergolong berkinerja sedang, dan tidak tidak ada yang berkinerja rendah.
Pada kinerja pegawai berdasarkan penilaian pegawai yang bersangkutan,
pegawai memiliki kinerja tinggi dalam hal kerapian hasil kerja pegawai sesuai
dengan tugas pekerjaannya. Sedangkan dalam hal ketepatan hasil kerja pegawai
memiliki kinerja sedang. Di samping itu, penilaian warga masyarakat terhadap
pelayanan Kelurahan, kinerja tinggi diperoleh berkaitan dengan kemudahan
masyarakat dalam mengakses informasi pelayanan Kelurahan. Pada kegiatan
berkaitan dengan kecepatan pegawai dalam menanggapi keluhan masyarakat,
warga menilai kinerja pegawai sedang.
Tabel 12. Penilaian Kinerja Pegawai Kelurahan Berdasarkan Kelompok Indikator
Kelompok indikator Kinerja Pegawai Kelurahan
1. Kelompok indikator berdasarkan penilaian pegawai yang
bersangkutan
1. Kinerja Tinggi (75 persen)
2. Kinerja Sedang (25 persen)
2. Kelompok indikator berdasarkan
penilaian warga masyarakat terhadap pelayanan
1. Kinerja Tinggi (75 persen)
2. Kinerja Sedang (25 persen)
BAB VIII
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PADA KELURAHAN CIPARIGI
Penerapan gaya kepemimpinan tertentu Lurah dapat berpengaruh pada
kinerja pegawai Kelurahan. Pengaruh yang terjadi pada kinerja pegawai dapat
berupa peningkatan atau penurunan kinerja pegawai.
Pada bab ini akan dibahas pengaruh penerapan gaya kepemimpinan Lurah
terhadap kinerja pegawai Kelurahan berkaitan dengan beberapa kegiatan, yaitu
pada kegiatan berkaitan dengan kesejahteraan pegawai, kegiatan berkaitan dengan
pendelegasian tugas dari Lurah kepada pegawai, kegiatan berkaitan dengan
musibah/bencana yang terjadi di lingkungan Kelurahan, serta pada kegiatan
berkaitan dengan pemberian pelayanan Kelurahan.
8.1 Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah Pada Kegiatan
Berkaitan Dengan Kesejahteraan Pegawai
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah pada kegiatan berkaitan dengan
kesejahteraan pegawai, memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai Kelurahan
tersebut. Pada dasarnya, hubungan yang terjalin antara pemimpin (Lurah) dengan
pegawai memiliki perbedaan diantara setiap pegawainya, ada pegawai yang
berinteraksi secara intens dengan pemimpinnya dan ada yang tidak, hal ini akan
berdampak pada penilaian pegawai terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan
pemimpinnya. Penilaian pegawai terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan
Lurah menghasilkan suatu pekerjaan pegawai baik secara kualitas maupun
kuantitas hasil kerja. Hasil pekerjaan pegawai tersebut terlihat dengan kinerja
pegawai yang dinilai melalui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) PNS
disetiap akhir tahunnya.
Distribusi responden pegawai menurut gaya kepemimpinan Lurah dan
kinerja pegawai pada kegiatan berkaitan dengan kesejahteraan pegawai, dapat
dilihat pada Tabel 13. Terlihat bahwa gaya kepemimpinan partisipatif Lurah
menghasilkan kinerja pegawai yang tinggi yaitu sebesar 100 persen. Sedangkan,
penerapan gaya kepemimpinan konsultatif Lurah menghasilkan kinerja pegawai
tinggi mencapai 73 persen dan sisanya 27 persen yang menyatakan gaya
kepemimpinan konsultatif menghasilkan kinerja pegawai sedang.
Tabel 13. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya Kepemimpinan Lurah
dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan Kesejahteraan Pegawai
Gaya
Kepemimpinan Kinerja Pegawai Berkaitan Dengan Kesejahteraan Pegawai
Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Gaya Direktif 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Gaya Konsultatif 8 (73%) 3 (27%) 0 (0%) 11 (100%)
Gaya Partisipatif 1 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (100%)
Gaya Delegatif 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Sumber : Data primer diolah
Dapat dinyatakan bahwa penggunaan gaya kepemimpinan konsultatif dan
partisipatif oleh Lurah berpengaruh terhadap kinerja pegawai di bidang kegiatan
berkaitan dengan kesejahteraan pegawai. Berkenaan dengan hal ini, seorang
responden pegawai (H.H, 57 tahun) menuturkan sebagai berikut.
“Keterlibatan Lurah dalam pengambilan keputusan dalam masalah
kesejahteraan pegawai membuat para pegawai menjadi terbantu dalam penyelesaian yang dihadapi pegawai. Dalam kaitannya dengan kinerja
yang dihasilkan pegawai, berdampak pada kenaikan kinerja yang
dihasilkan pegawai. Karena dengan terselesaikannya masalah yang dihadapi pegawai, membuat kita menjadi lebih serius dalam kerja”.
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang konsultatif, dirasakan pegawai
dapat membawa pengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan pegawai. Pada
kegiatan berkaitan dengan kesejahteraan pegawai, penerapan gaya kepemimpinan
konsultatif, seperti pada penyelesaian masalah yang terjadi dalam keluarga
pegawai dapat menghasilkan keputusan yang cepat dan tepat. Dengan
penyelesaian masalah yang cepat dan tepat tersebut, berdampak pada pekerjaan
yang dihasilkan pegawai menjadi lebih baik karena pegawai dapat bekerja dengan
nyaman dan tidak terbebani dengan permasalahan yang berkaitan dengan
kesejahteraan dirinya dan hasil pekerjaan yang diperoleh dapat maksimal sehingga
dikategorikan pegawai tersebut memiliki kinerja tinggi. Hal tersebut dipertegas
dengan pernyataan pegawai (R.H, 43 tahun):
“Gaya kepemimpinan yang diterapkan Lurah dalam pengambilan keputusan berkaiatan kesejahteraan pegawai selalu melibatkan seluruh pegawai untuk
memberikan masukan/saran meskipun pengambilan keputusan di tangan
Lurah. Lurah yang mengambil keputusan terakhir pada pengambilan
keputusan dengan tujuan dapat berjalan dengan tepat, cepat dan akurat. Penyelesaian masalah dengan tepat dan cepat tersebut dapat menghasilkan
kinerja pegawai menjadi lebih baik, karena dengan terselesaikannya masalah
tersebut, kami sebagai pegawai dalam bekerja tidak terbebani dengan masalah yang terjadi tersebut karena Lurah mengambil keputusan sesuai
dengan situasi yang tepat. Dengan tidak terbebaninya kami dengan masalah
tersebut, secara otomatis pegawai dapat lebih berkonsentrasi dengan
pekerjaan yang dihadapi sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal.”
Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa kinerja pegawai Kelurahan
tinggi ataupun sedang mempunyai kaitan langsung dengan penerapan gaya
kepemimpinan Lurah. Jika perubahan terjadi pada gaya kepemimpinan, maka
akan ada kecenderungan yang berhubungan dengan perubahan pada kinerja
pegawai. Dari uraian tersebut terlihat bahwa penerapan gaya kepemimpinan
partisipatif dan konsultatif Lurah menghasilkan kinerja pegawai tinggi.
8.2 Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah Pada Kegiatan
Berkaitan Dengan Pendelegasian Tugas
Kegiatan pendelegasian tugas kepada pegawai oleh Lurah merupakan
salah satu kegiatan yang penting dan perlu dibahas untuk mengetahui pengaruh
penerapan gaya kepemimpinan Lurah terhadap kinerja pegawai Kelurahan.
Distribusi responden pegawai menurut gaya kepemimpinan Lurah dan kinerja
pegawai pada kegiatan berkaitan dengan pendelegasian tugas dari pemimpin
(Lurah) kepada pegawai disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya Kepemimpinan Lurah
dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan Pendelegasian
Tugas
Gaya
Kemimpinan
Kinerja Pegawai Berkaitan Dengan Pendelegasian Tugas
Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Gaya Direktif 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Gaya Konsultatif 6 (67%) 3 (33%) 0 (0%) 9 (100%)
Gaya Partisipatif 2 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 2 (100%)
Gaya Delegatif 1 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (100%)
Sumber : Data primer diolah
Tampak pada Tabel 14 sebanyak 100 persen menilai gaya kepemimpinan
Lurah delegatif dengan kinerja pegawai tinggi dan sebesar 100 persen pula
menilai gaya kepemimpinan Lurah partisipatif dengan kinerja pegawai tinggi.
Sedangkan dilihat dari penerapan gaya kepemimpinan konsultatif, sebesar 67
persen tergolong dalam kategori kinerja pegawai yang tinggi dan 33 persen
lainnya tergolong dalam kategori kinerja pegawai yang sedang.
Penerapan gaya kepemimpinan delegatif Lurah berdampak pada kinerja
pegawai yang dihasilkan. Hal tersebut terlihat ketika Lurah memberikan pekerjaan
kepada pegawai sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing
pegawai. Pada pendelegasian tugas tersebut, Lurah memberikan kebebasan
dengan penuh tanggung jawab kepada pegawai terhadap pekerjaan yang
dilakukannya. Hal tersebut berdampak pada setiap Kepala Seksi diberikan
keleluasan kerja sesuai dengan bidang yang diembannya, seperti contoh pada
Kepala Seksi Pemerintahan dan Trantib yang tugasnya antara lain melakukan
penertiban administrasi kependudukan dan pembinaan serta revitalisasi RT, RW,
dan LPM. Dalam hal pekerjaan tersebut, Lurah tidak ikut campur akan tetapi para
Kepala Seksi wajib melaporkan setiap pekerjaan yang telah diselesaikannya, dan
Lurah berhak menegur jika ada pekerjaan yang belum terselesaikan. Hal tersebut,
diperkuat oleh seorang pegawai (U.S, 46 tahun) yang menyatakan:
“Pada dasarnya, seluruh pekerjaan diselesaikan/diserahkan kepada pegawai
oleh Lurah sebagaimana tugas pokok dan fungsi dari bidang masing-masing, kecuali pekerjaan yang sangat prinsipil sekali dimana dalam hal
pengambilan keputusan tetap diambil oleh Lurah.”
Berkaitan dengan pendelegasian tugas kepada pegawai, penerapan gaya
kepemimpinan Lurah yang partisipatif memiliki pengaruh terhadap kinerja
pegawai yang dihasilkan. Hal tersebut terlihat ketika Lurah tidak menyerahkan
seluruh pekerjaan tersebut diputuskan oleh pegawai sendiri. Akan tetapi Lurah
terlibat dan ikutserta dalam pengambilan keputusan. Hal ini terungkap dari
pernyataan seorang pegawai (U.S, 46 tahun):
“Dalam pekerjaan, Lurah tidak selalu menyerahkan semua pekerjaan
diputuskan pegawai sendiri. Terkadang beliau ikut serta dalam pengambilan keputusan. Mungkin saja hal tersebut dilakukannya untuk mengetahui sejauh
mana pekerjaan yang telah dilakukan pegawai, di samping untuk mengetahui
kinerja dari pegawai itu sendiri.”
Pada kegiatan berkaitan dengan pendelegasian tugas dari Lurah kepada
pegawai, penerapan gaya kepemimpinan yang konsultatif dirasakan pegawai
berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan pegawai. Penerapan gaya
kepemimpinan tersebut dalam hal pemecahan masalah, seperti dalam penyelesaian
masalah berkaitan ahli waris, jual beli, pertanahan harus dengan persetujuan atau
tanda tangan Lurah dapat menghasilkan keputusan yang cepat dan tepat.
Di samping itu, dengan penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang
konsultatif pada pendelegasian tugas dari Lurah terhadap pegawainya, Lurah tidak
menyerahkan pekerjaan tersebut diputuskan oleh pegawai. Akan tetapi, Lurah
terlebih dahulu memberikan contoh, bimbingan ataupun arahan terhadap
pekerjaan yang akan dibebankan kepada pegawai sebagaimana tugas pokok dan
fungsi dari tiap seksi. Penyelesaian masalah yang cepat dan tepat serta sikap
Lurah yang terlebih dahulu memberikan contoh, bimbingan ataupun arahan
terhadap pekerjaan yang akan dibebankan kepada pegawai sebagaimana tugas
pokok dan fungsi dari tiap seksi tersebut, berdampak pada pekerjaan yang
dihasilkan pegawai menjadi lebih baik karena pegawai dapat bekerja dengan
nyaman dan terkonsentrasi sehingga hasil pekerjaan yang diperoleh dapat
maksimal dan dikategorikan pegawai tersebut memiliki kinerja yang tinggi.
Sebagaimana diungkapkan U.S (46 tahun):
“Dengan penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang dominan konsultatif,
maka pemimpin selalu memberikan bimbingan dan pengarahan setiap ada
kegiatan yang akan dilaksanakan minimal satu bulan sekali. Ini dilakukan
untuk mengkoordinasikan kegiatan/program yang akan dilakukan tersebut
agar dapat berjalan terarah sesuai tujuan yang telah ditetapkan diawal sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal.”
Hal senada pun dikemukakan R.H (43 tahun) bahwa:
“Semua tugas yang diberikan oleh Lurah kepada kami selalu dengan arahan dan petunjuk dari pemimpin dengan harapan semua tugas dapat berjalan
dengan efektif.”
Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa kinerja pegawai tinggi
ataupun sedang mempunyai kaitan langsung dengan penerapan gaya
kepemimpinan Lurah di Kelurahan. Perubahan yang terjadi pada penerapan gaya
kepemimpinan tertentu, akan berhubungan dengan perubahan pada kinerja
pegawai secara keseluruhan. Uraian tersebut menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan Lurah yang konsultatif dan partisipatif menghasilkan kinerja
pegawai tinggi. Pada situasi tertentu, penerapan gaya kepemimpinan delegatif
Lurah juga mampu menghasilkan kinerja pegawai tinggi.
8.3 Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah Pada Kegiatan
Berkaitan Dengan Musibah/Bencana yang Terjadi Di Lingkungan
Kelurahan
Penerapan gaya kepemimpinan tertentu Lurah pada kegiatan berkaitan
dengan musibah/bencana yang terjadi di lingkungan Kelurahan, memiliki
pengaruh terhadap kinerja pegawai Kelurahan. Distribusi Responden Pegawai
Menurut Gaya Kepemimpinan Lurah dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan
Berkaitan Dengan Musibah/Bencana Yang Terjadi Di Lingkungan Kelurahan
ditampilkan pada Tabel 15.
Tabel 15. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya Kepemimpinan Lurah
dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan
Musibah/Bencana Yang Terjadi Di Lingkungan Kelurahan
Gaya
Kepemimpinan
Kinerja Pegawai Berkaitan Dengan Musibah/Bencana yang
Terjadi Di Lingkungan Kelurahan
Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Gaya Direktif 2 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 2 (100%)
Gaya Konsultatif 1 (100%) 0(0%) 0 (0%) 1 (100%)
Gaya Partisipatif 6 (67%) 3 (33%) 0 (0%) 9 (100%)
Gaya Delegatif 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Sumber : Data primer diolah
Tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat 100 persen menilai gaya
kepemimpinan Lurah Konsultatif dengan kinerja pegawai tinggi dan sebesar 100
persen pula menilai gaya kepemimpinan Lurah direktif dengan kinerja pegawai
tinggi. Di samping itu, jika dilihat dari penerapan gaya kepemimpinan partisipatif,
sebesar 67 persen tergolong dalam kategori kinerja pegawai tinggi dan hanya 33
persen tergolong dalam kategori kinerja pegawai sedang.
Pada kegiatan berkaitan musibah/bencana di lingkungan Kelurahan,
terlihat gaya kepemimpinan Lurah yang konsultatif menghasilkan kinerja tinggi
sebesar 100 persen. Hal serupa terjadi pada penerapan gaya kepemimpinan
direktif, dimana penerapan gaya tersebut menghasilkan kinerja pegawai tinggi.
Penerapan gaya kepemimpinan direktif pada Lurah diyakini pegawai
menghasilkan kinerja pegawai tinggi. Berkaitan hal tersebut, seperti yang
diungkapkan seorang pegawai (D.J, 47 tahun):
“Penerapan sikap mengatur dan memerintah yang dilakukan Lurah sebagai
atasan, berdampak pada penyelesaiaan tugas sesuai dengan pekerjaan
pegawai. Kita selalu dituntut cepat dan tepat dalam menyelesaikan pekerjaan. Dengan adanya tekan dalam bekerja itu, bagi saya justru akan
membuat hasil pekerjaan menjadi lebih baik, sehingga kita serius dalam
bekerja.”
Penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang partisipatif, dirasakan pegawai
berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan pegawai. Pada kegiatan berkaitan
dengan musibah/bencana yang terjadi di lingkungan Kelurahan, penerapan gaya
kepemimpinan yang partisipatif dalam hal pemecahan masalah, seperti terjadinya
bencana atau ada masyarakat yang menderita sakit dan harus di rawat di rumah
sakit dan kebetulan orang tersebut tidak mampu/miskin serta tidak memiliki kartu
Jamkesmas telah dapat menghasilkan keputusan yang cepat dan tepat.
Penerapan gaya kepemimpinan partisipatif Lurah memiliki arti bahwa
pegawai diikutsertakan dalam pengambilan keputusan secara bersama-sama. Hal
ini dimaksudkan agar keputusan yang dihasilkan bertujuan untuk dapat berjalan
tepat, cepat dan akurat mengingat musibah/bencana yang terjadi harus segera
tertangani sehingga hasil pekerjaan yang diperoleh dapat maksimal dan dapat
dikategorikan kinerja pegawai maupun kinerja Kelurahan tersebut tinggi. Hal
tersebut sejalan dengan pernyataan N.N (35 tahun):
“Pada penanganan musibah yang terjadi di lingkungan Kelurahan,
pengambilan keputusan terhadap pemecahan masalah tersebut umumnya melibatkan para pegawai. Misalnya seperti ada masyarakat yang menderita
sakit dan harus di rawat di rumah sakit. Kebetulan orang tersebut tidak
mampu/miskin dan tidak memiliki kartu Jamkesmas. Dalam penyelesaian masalah tersebut, harus diambil keputusan secara cepat dan tepat. Karena hal
tersebut sangat penting dalan menyangkut hidup seseorang.”
Sejalan dengan pernyatan tersebut, Lurah Ciparigi, P.G (49 tahun) mengutarakan
bahwa:
“Penyelesaian masalah yang berkaitan dengan penanggulangan
musibah/bencana yang terjadi, khususnya di Kelurahan Ciparigi harus
dilaksanakan dengan segera, secara bersama-sama antara Lurah dengan staf pegawai saling berkoordinasi. Kelurahan tidak boleh berlama-lama dalam
memberikan pelayanan tersebut. Ini berakibat pada pengambilan keputusan
yang harus diambil segera dengan cepat, sehingga penanganan terhadap musibah/bencana yang terjadi bisa langsung teratasi dan diselesaikan”
Berdasarkan penjelasan tersebut, tampak bahwa kinerja pegawai tinggi
ataupun sedang mempunyai kaitan langsung dengan penerapan gaya
kepemimpinan Lurah di Kelurahan. Perubahan penerapan pada gaya
kepemimpinan tertentu, akan berhubungan dengan perubahan pada kinerja
pegawai secara keseluruhan. Terlihat penerapan gaya kepemimpinan partisipatif
Lurah menghasilkan kinerja pegawai tinggi, di samping penerapan gaya
kepemimpinan direktif dan partisipatif Lurah juga telah mampu menghasilkan
kinerja pegawai tinggi.
8.4 Pengaruh Penerapan Gaya Kepemimpinan Lurah Pada Kegiatan
Berkaitan Dengan Pemberian Pelayanan Kelurahan
Pembahasan pengaruh penerapan gaya kepemimpinan Lurah pada kegiatan
berkaitan dengan pemberian pelayanan Kelurahan ini dimulai dengan
menjabarkan hasil tabulasi silang. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya
Kepemimpinan Lurah dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan
Pemberian Pelayanan Kelurahan disajikan dalam Tabel 16. Tampak bahwa gaya
kepemimpinan direktif Lurah menghasilkan kinerja pegawai yang tinggi yaitu
sebesar 100 persen. Penerapan gaya kepemimpinan partisipatif Lurah
menghasilkan kinerja yang tinggi juga sebesar 100 persen. Sedangkan, penerapan
gaya kepemimpinan konsultatif Lurah menghasilkan kinerja pegawai tinggi
mencapai 62,5 persen dan hanya 37,5 persen yang menyatakan gaya
kepemimpinan konsultatif menghasilkan kinerja pegawai sedang.
Tabel 16. Distribusi Responden Pegawai Menurut Gaya Kepemimpinan Lurah
dan Kinerja Pegawai Pada Kegiatan Berkaitan Dengan Pemberian Pelayanan Kelurahan
Gaya
Kepemimpinan
Kinerja Pegawai Berkaitan dengan Pemberian Pelayanan
Kelurahan
Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Gaya Direktif 1 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (100%)
Gaya Konsultatif 5 (62,5%) 3(37,5%) 0 (0%) 8 (100%)
Gaya Partisipatif 3 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 3 (100%)
Gaya Delegatif 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Sumber : Data primer diolah
Penerapan gaya kepemimpinan direktif Lurah, diyakini pegawai dapat
menghasilkan kinerja yang tinggi. Berkaitan hal ini, seorang pegawai (D.J, 47
tahun) mengutarakan:
“Dalam hal pelayanan Kelurahan yang diberikan kepada masyarakat, pengambilan keputusan dilakukan oleh Lurah. Pengambilan keputusan
tersebut membuat kita menjadi lebih maksimal dalam bekerja karena bekerja
dalam satu komando yaitu Lurah. Menurut saya, pengambilan keputusan
dilakukan oleh Lurah sangat tepat diterapkan dalam pelayanan Kelurahan.
Hal ini dikarenakan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus
cepat dan tepat, tetapi bukan berarti Lurah mengambil keputusan dengan
asal-asalan.”
Penerapan gaya kepemimpinan yang partisipatif dan konsultatif, dirasakan
pegawai memiliki pengaruh terhadap kinerja yang pegawai hasilkan. Pada
kegiatan berkaitan dengan pemberian pelayanan Kelurahan, di dalamnya termasuk
pemecahan masalah berkaitan dengan pemberian pelayanan kelurahan, meliputi
pelayanan secara administratif, sosial serta bidang-bidang lainnya. Penerapan
gaya kepemimpinan Lurah tersebut dalam pelayanan Kelurahan yang diberikan
kepada masyarakat, pegawai telah mampu menghasilkan pekerjaan yang
maksimal sehingga dikategorikan pegawai tersebut memiliki kinerja yang tinggi.
Selanjutnya, tingginya kinerja yang dihasilkan pegawai berdampak pada
pelayanan yang cepat, tepat dan memuaskan bagi masyarakat. Sebagaimana
pernyataan yang diutarakan oleh masyarakat, D.H (53 tahun):
“Kemudahan masyarakat dalam pengurusan pembuatan surat pengantar
KTP/KK di Kelurahan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sejauh ini pihak Kelurahan Ciparigi sudah memberikan kemudahan pelayanan dalam proses
tersebut. Dengan mudahnya birokrasi itu, ini berarti membuktikan bahwa
kinerja pegawai Kelurahan itu baik.”
Selain itu, disamping penerapan gaya kepemimpinan Lurah mempengaruhi
kinerja pegawai dalam hal pelayanan Kelurahan, faktor kemampuan atau keahlian
pegawai pun dapat mempengaruhi kinerja pegawai dalam hal pelayanan
Kelurahan. Jika dikaitkan lebih luas, keahlian dan kemampuan yang dimiliki
pegawai dapat dipengaruhi dari tingkat pendidikan pegawai. Dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan pegawai, maka pegawai semakin memiliki kemampuan
dan keahlian dalam melaksanakan tugasnya sehingga pekerjaan yang
dihasilkannya baik dan dapat dikategorikan kinerja pegawai maupun kinerja
Kelurahan tersebut tinggi. Disamping itu, terdapat juga faktor lain yang
mempengaruhi keahlian dan kemampuan pegawai seperti pengalaman yang
dimiliki pegawai. Sebagaimana yang ditegaskan oleh warga, U.T (51 tahun):
“Segala urusan yang menyangkut Kelurahan, sudah dapat dilayani dengan
baik karena pegawai Kelurahan memiliki kemampuan dan keahlian dibidangnya. Terlebih lagi dengan tingkat pendidikan para pegawai yang
sudah memadai, hal ini dapat menunjukkan pegawai memiliki keahlian dan
kemampuan dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja pegawai yang dihasilkan baik.”
Berdasarkan keterangan di atas, terlihat bahwa kinerja pegawai tinggi
ataupun sedang memiliki kaitan langsung dengan penerapan gaya kepemimpinan
Lurah di Kelurahan. Di samping itu, uraian tersebut menunjukkan bahwa
penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang konsultatif mampu menghasilkan
kinerja pegawai tinggi.
8.5 Ikhtisar
Secara keseluruhan, penerapan gaya kepemimpinan Lurah dapat
berpengaruh pada kinerja pegawai Kelurahan. Penerapan gaya kepemimpinan
terutama gaya kepemimpinan konsultatif dan gaya kepemimpinan partisipatif
Lurah telah menghasilkan kinerja pegawai tinggi. Kemudian, pada kegiatan-
kegiatan tertentu, penerapan gaya kepemimpinan delegatif dan gaya
kepemimpinan direktif juga mampu menghasilkan kinerja pegawai tinggi.
Pengaruh penerapan gaya kepemimpinan Lurah berkaitan dengan berbagai
kegiatan di Kelurahan, dirasakan pegawai berpengaruh terhadap kinerja yang
pegawai hasilkan. Pada contoh penyelesaian masalah yang terjadi dalam keluarga
pegawai, terjadinya bencana atau ada masyarakat yang menderita sakit dan harus
di rawat di rumah sakit dan kebetulan orang tersebut tidak mampu/miskin serta
tidak memiliki kartu Jamkesmas, serta pemecahan masalah berkaitan dengan
pemberian pelayanan kelurahan, meliputi pelayanan secara administratif telah
mampu menghasilkan keputusan yang cepat dan tepat. Hal tersebut berdampak
pada pekerjaan yang dihasilkan pegawai menjadi lebih baik dan pegawai dapat
dikategorikan memiliki kinerja tinggi.
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi dan analisis yang telah dilakukan, dapat
dikemukakan beberapa butir pokok kesimpulan sebagai berikut.
1. Gaya kepemimpinan yang dominan digunakan Lurah berkaitan dengan
kegiatan di Kelurahan adalah gaya kepemimpian konsultatif, dan kemudian
menyusul gaya kepemimpinan partisipatif. Pada kegiatan-kegiatan tertentu
juga diterapkan gaya kepemimpinan direktif dan gaya kepemimpinan
delegatif.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan Lurah
adalah: (1) karakteristik pemimpin dalam hal ini meliputi latar belakang
pendidikan yang dimiliki oleh pemimpin, kepribadian pemimpin, pengalaman
serta nilai-nilai yang dianut pemimpin, (2) karakteristik pegawai yang
meliputi pendidikan, pengalaman bekerja yang dimiliki pegawai, motivasi
kerja pegawai dan tanggung jawab pegawai terhadap pekerjaannya dan (3)
situasi yang meliputi situasi lingkungan kerja serta situasi masalah yang
mempengaruhi pemimpin dalam pengambilan keputusan.
3. Secara keseluruhan, kinerja pegawai Kelurahan Ciparigi dalam mengerjakan
pekerjaannya tergolong cukup tinggi. Sejumlah 75 persen pegawai berkinerja
tinggi dan sisanya berkinerja sedang. Tidak ada perbedaan antara penilaian
para pegawai Kelurahan yang bersangkutan dan penilaian warga masyarakat.
4. Penerapan gaya kepemimpinan Lurah yang terutama gaya kepemimpinan
konsultatif dan gaya kepemimpinan partisipatif memberikan pengaruh
terhadap kinerja pegawai Kelurahan berkaitan dengan berbagai kegiatan
Kelurahan. Sebagian besar pegawai Kelurahan berkinerja tinggi, baik dalam
kaitan dengan tugas-tugas internal organisasi Kelurahan maupun tugas-tugas
pelayanan kepada warga masyarakat.
9.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan,
untuk lebih meningkatkan kinerja pegawai pada masa mendatang guna
mengoptimalkan kinerja Kelurahan, maka sebaiknya :
1. Lurah sebagai pemimpin Kelurahan selalu meningkatkan dan memperbaiki
kualitas gaya kepemimpinan yang telah diterapkannya sesuai dengan situasi
pengambilan keputusan.
2. Lurah sebagai pemimpin Kelurahan menetapkan sanksi yang tegas terhadap
pegawai yang melanggar peraturan kerja serta pentingnya penghargaan atas
prestasi kerja yang dicapai agar pegawai tetap memiliki semangat kerja yang
tinggi.
3. Pegawai dan juga warga masyarakat diberikan kesempatan yang lebih luas
untuk menyampaikan ide atau saran yang membangun demi kemajuan
Kelurahan.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Keith. 1979. Fundamental Organizational Behavior. New Delhi: Magrow
Hill Company.
Dessler. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Bahasa Indonesia Jilid 2.
Jakarta: PT. Prenhallindo.
Gomes, F. Cardoso. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi
Offset.
Hadari, Nawawi dan Martini Hadari. 1993. Kepemimpinan Yang Efektif.
Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
Handoko, T.H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT. Gramedia.
Parasuraman, Valarie Zaithamil, Berry and Leonard. 1985. “A Conceptual Model
Of Service Quality and Implication for Future Research”. Journal of
Marketing. 49 (Fall) p. 41-50
Ranupandojo, H, Suad Husnan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE-UGM.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan Umum.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
______ , Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2008 Nomor 3
Seri D).
______ , Peraturan Walikota Bogor Nomor 53 tahun 2008 tentang Tugas Pokok,
Fungsi, Tata Kerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural di lingkungan
Kelurahan.
Rivai, Veithzal. 2008. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sedarmayanti. 2001. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Manajemen
Perkantoran. Bandung: Mandar Maju.
Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit
Bumi Aksara.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES.
Sugiono. 2001. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sujak, Abi. 1990. Kepemimpinan Manajer (Eksistensinya Dalam Perilaku
Organisasi). Jakarta: Rajawali Pers.
Surakhmad, Winarno. 1989. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Bandung:
Alumi.
Susilo, Martoyo. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-
UGM.
Sutarto. 1986. Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Thoha, Miftah. 1993. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta: Rajawali Pers.
Wahjosumidjo. 1984. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Winardi. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grafiti.
Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian (Kelurahan Ciparigi)
Lampiran 2. Peta Wilayah Kota Bogor
Lampiran 3. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS (DP3)
a. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil;
3. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 02/SE/1980
Menurut Pasal 1 ayat (a) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1979 Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil adalah suatu daftar
yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai Negeri
Sipil dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang dibuat oleh Pejabat Penilai.
b. Tujuan
Tujuan dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
adalah untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
c. Ketentuan
Hasil Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil dituangkan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan unsur-unsur yang dinilai :
a. Kesetiaan
b. Prestasi Kerja
c. Tanggung Jawab
d. Ketaatan
e. Kejujuran
f. Kerjasama
g. Prakarsa
h. Kepemimpinan
Nilai Pelaksanaan Pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai
berikut :
a. Amat Baik : 90 – 100
b. Baik : 76 – 90
c. Cukup : 61 – 75
d. Sedang : 51 – 60
e. Kurang : 50 – kebawah
Pejabat penilai, atasan pejabat penilai dan tatacara penilaian DP3 ialah
sebagai berikut:
1. Pejabat Penilai wajib melakukan Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya.
2. Penilaiaan Pelaksanaan Pekerjaan dilaksanakan pada setiap akhir tahun.
3. Pejabat Penilai dapat melakukan Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan apabila ia
telah membawahkan Pegawai Negeri Sipil yang menjadi bawahannya
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
4. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diberikan oleh Pejabat Penilai
kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.
5. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berkeberatan atas nilai dalam
Daftar Penilaiaan Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia dapat mengajukan
keberatan disertai dengan alasan-alasannya kepada atasan Pejabat Penilai
melalui hierarki dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut.
6. Pegawai Negeri Sipil yang dinilai wajib mengembalikan Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam poin 5 (lima) diatas,
kepada Pejabat Penilai selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan tersebut.
7. Pejabat Penilai menyampaikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
kepada Atasan Pejabat Penilai dengan ketentuan :
a. Apabila tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai,
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut disampaikan tanpa
catatan.
b. Apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut disampaikan dengan catatan
tanggapan Pejabat Penilai atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai
Negeri Sipil yang dinilai.
8. Atasan Pejabat Penilai memeriksa dengan seksama Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan yang disampaikan kepadanya.
9. Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, atasan Pejabat Penilai dapat
mengadakan perubahan nilai yang tercantum dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam poin 8 (delapan)
diatas.