perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH GEOMETRI SUDUT PAHAT HIGH SPEED STEEL (HSS) TERHADAP UMUR PAHAT
DAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PENGASAHAN PAHAT PADA PROSES BUBUT
ALUMINIUM PADUAN RENDAH
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Faris Budi Setyawan
NIM. I 1308512
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRAK
Faris Budi Setyawan, NIM: I 1308512. PENGARUH GEOMETRI SUDUT PAHAT HIGH SPEED STEEL (HSS) TERHADAP UMUR PAHAT DAN PENYUSUNAN STANDART OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) PENGASAHAN PAHAT PADA PROSES BUBUT ALUMINIUM PADUAN RENDAH. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Januari 2011.
Geometri sudut pahat perlu diperhatikan dalam proses pengasahan suatu pahat karena geometri sudut pahat mempengaruhi umur pakai pahat tersebut. Pada studi kasus di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta ditemukan fakta pahat bubut HSS yang digunakan mudah aus yang mengindikasikan bahwa umur pakai pahat rendah. Fakta lainnya geometri sudut pahat bubut HSS yang digunakan tidak sesuai dengan standar optimum geometri sudut pahat bubut HSS. Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh geometri sudut pahat bubut HSS pada pengerjaan proses bubut benda kerja aluminium paduan rendah berdasarkan hasil eksperimen
Dalam penelitian ini dilakukan eksperimen dengan metode Randomized Block Design. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah sudut kappa (κr), sudut gamma (γo), dan diameter material pengujian sebagai blok. Level faktor sudut kappa (κr) pada penelitian ini adalah 90°, 75°, dan 45°. Level faktor sudut gamma (γo) pada penelitian ini adalah 30°, 26°, 22°, 18° dan 14°. Level blok diameter material pengujian pada penelitian ini adalah 31,5 mm , 29,9 mm, dan 28,3 mm serta replikasi yang dilakukan sebanyak dua kali. Kenaikan temperatur bidang aktif pahat dijadikan variabel respon sebagai indikator umur pahat.
Dari hasil penelitian ini, geometri sudut pahat yang berpengaruh terhadap kenaikan temperatur mata potong aktif pahat adalah sudut kappa dan sudut gamma. Kombinasi geometri sudut pahat yang dipilih adalah kombinasi antara sudut kappa 90° dengan sudut gamma 18° dan kombinasi antara sudut kappa 45° dengan sudut gamma 30°. Kata kunci: pahat HSS, Randomized Block Design, sudut gamma, sudut kappa,
temperatur bidang aktif pahat, umur pahat. xvi + 102 halaman.; 11 gambar; 37 tabel; 3 lampiran Daftar pustaka: 14 (1985 - 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRACT Faris Budi Setyawan, NIM: I 1308512. THE GEOMETRY EFFECT OF HIGH SPEED STEEL (HSS) TOOL ANGEL REGARDING TOOL LIFE AND MAKING STANDART OPERATING PROCEDURE (SOP) FOR SHARPENING TOOL IN THE LATHE PROCESS ON ALUMINIUM LOW ALLOY. Final assignment. Surakarta: Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, January 2011.
Turning tool sharpening process should consider tool angles determination becouse it would influence life of the tool wich was indicated by it’s temperature. In the case study at the laboratorium of Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta discovered facts that HSS tool is easily worn down as indicated that the tool life was low. Later found that the geometry of HSS tool angel was not set according to the standard geometry which was based on the tool and work material. Furthen more, the standard was not optimized yet since some angles value was still in wide ranges. This study aims to examine the geometry effect of HSS tool angel in the lathe process of aluminum low alloy experimentally.
There was an experiment with Randomized Block Design method to analized tool angels effect on tool’s temperature. The considerate factors in this experiment is the kappa angle (κr), the gamma angle (γo), and the material diameter as a block. Level of kappa angle (κr) in this experiment is 90°, 75°, and 45°. Level of gamma angle (γo) in this experiment is 30°, 26°, 22°, 18° and 14°. Level of diameter material in this experiment is 31.5 mm, 29.9 mm and 28.3 mm. Replication done twice. The raising temperature of active field tool is a variable respon as well as indicator of tool life tool.
The experiment result, showed that all of considerated was the geometry influenced the raising temperature of tools. Combination geometry of tool angel that chosen in this experiment is combination between kappa angle 90° with gamma angel 18° and combination between kappa angle 45° with gamma angel 30°.
Keywords: gamma angle, HSS tools, kappa angle, rendomized block design,
temperature of active field chisel, and tool life. xvi + 102 pages., 11 drawings, 37 tables, 3 appendix References: 14 (1985 - 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu
latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
batasan masalah dan asumsi, serta sistematika pembahasan.
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan cutting tool seperti pahat bubut jenis carbida, CBN, keramik,
dan inserts tool sudah semakin maju. Meskipun demikian, jenis pahat
konvensional salah satunya jenis pahat high speed steel (HSS) masih tetap
dipakai di workshop. Pahat HSS merupakan baja karbon tinggi yang mengalami
proses perlakuan panas (heat treatment) sehingga kekerasan menjadi cukup tinggi
dan tahan terhadap temperatur tinggi tanpa menjadi lunak (annealed) (Rochim,
1993). Pahat HSS dapat digunakan untuk kedalaman pemotongan yang lebih
besar pada kecepatan potong yang lebih tinggi dibanding dengan pahat baja
karbon. Pahat jenis HSS masih banyak dipakai di workshop karena pembentukan
pahat ini lebih mudah karena dapat diasah secara manual tanpa menggunakan
fixture tambahan. Apabila telah mengalami keausan, pahat HSS dapat diasah
kembali. Keuletan pahat HSS relatif baik, sehingga tepat untuk pengerjaan benda
pada kecepatan potong rendah dan fibrasi getaran mesin yang relatif tinggi. Pada
kondisi tersebut bila menggunakan jenis pahat yang lain, seperti carbida, CBN,
keramik, resiko keretakan pahat relatif lebih besar karena sifatnya yang lebih
getas. Akan tetapi pahat HSS memiliki keterbatasan dalam ketahanan aus atau
memiliki umur pahat yang relatif lebih pendek dibanding pahat carbida, CBN,
atau keramik.
Pada dasarnya umur pahat HSS dapat dioptimumkan, dengan menjaga
geometrinya sesuai dengan karakteristik benda kerja yang digunakan. Geometri
pahat yang optimum memberikan proses pemotongan yang cepat dengan hasil
yang halus serta keausan pahat yang minimum. Namun faktanya tidak semua
workshop memahami pentingnya hal tersebut. Selain itu, rata-rata workshop
belum memiliki alat pengasah pahat khusus pahat bubut yang mampu mengasah
sesuai dengan geometri pahat yang tepat. Geometri pahat bubut untuk setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
karakteristik material benda kerja berbeda-beda agar hasil pemotongan dapat
optimum.
Hal yang diperhatikan pada optimisasi dari umur pahat adalah geometri
sudut pahat yang mempengaruhi umur pahat antara lain, sudut bebas orthogonal
(αo), sudut geram orthogonal (γo), sudut miring (λs), sudut potong utama (κr), dan
sudut potong bantu (κ’r) (Rochim, 1993). Sudut bebas (αo) dapat mengurangi
gesekan antara bidang utama pahat dengan bidang transien dari benda kerja,
sehingga temperatur yang tinggi akibat gesekan akan dihindari agar keausan tepi
(flank wear) tidak cepat terjadi. Sudut geram (γo) mempengaruhi proses
pembentukan geram. Sudut miring (λs) mempengaruhi arah aliran geram, bila
sudut miring berharga nol maka arah aliran geram tegak lurus mata potong.
Dimensi geram yang terbentuk dan arah aliran geram pada pahat mempengaruhi
umur pakai pahat. Sudut potong utama (κr) berfungsi menentukan lebar dan tebal
geram sebelum terpotong, menentukan panjang mata potong yang aktif atau
panjang kontak antara geram dengan bidang pahat, dan menentukan besarnya
gaya radial Fx (Rochim, 1993). Sudut bantu κ’r mempengaruhi kekuatan ujung
pahat dan kehalusan dari material benda kerja.
Umur pahat yang optimum diperoleh dengan pemilihan geometri pahat yang
paling tepat untuk setiap karakteristik benda kerja. Dalam menentukan geometri
sudut pahat yang efektif untuk setiap karakteristik material benda kerja, beberapa
geometri sudut sudah ditentukan nilainya tetapi ada beberapa geometri yang
nilainya masih memberikan range dan beberapa pilihan. Hal tersebut
dimungkinkan karena material benda kerja juga memiliki range tingkat kekerasan,
sehingga diperlukan variasi geometri sudut pahat. Sebagai contoh pada material
aluminium, geometri sudut pahat yang efektif digunakan pada pahat HSS adalah
sudut bebas orthogonal (αo) 12°, sudut potong bantu (κ’r) 60°, sudut geram
orthogonal (γo) 14°-30°, sudut potong utama (κr) 45°, 75°, 90°, sudut penampang
orthogonal 48°-64°. Geometri tersebut adalah geometri yang dapat
meminimumkan temperatur proses pemotongan. Temperatur bidang aktif pahat
yang dihasilkan setaraf dengan besarnya dimensi keausan yang dianggap sebagai
batas atau tanda saat berakhirnya umur pahat (Rochim, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
Material benda kerja yang sering digunakan di Laboratorium Perencanaan
dan Perancangan Produk (P3) jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret
adalah aluminium paduan rendah. Material ini pada dasarnya merupakan
aluminium murni, hanya saja masih terdapat unsur logam yang mengotori.
Aluminium paduan rendah berasal dari peleburan barang-barang yang terbuat dari
bahan aluminium sehingga unsur-unsur logam pengotor ikut tercampur.
Persentase paduan logam yang ikut tercampur tidak teridentifikasi jumlahnya
sehingga disebut aluminium paduan rendah. Aluminium paduan rendah memiliki
kekuatan tensil 90 Mpa (Hafizh, 2009). Material ini cukup lunak sehingga apabila
dikerjakan pada kecepatan potong rendah hasilnya tergolong baik. Oleh karena itu
material ini sering digunakan pada pengerjaan menggunakan mesin konvensional
yang kecepatan potongnya rendah.
Pada studi kasus proses bubut di workshop Laboratorium Perencanan dan
Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri ditemukan fakta bahwa pahat yang
digunakan tidak mengikuti standar geometri pahat yang optimum. Hal ini
berkaitan dengan proses pengasahan yang masih dilakukan secara manual tanpa
memperhatikan geometri sudut pahat, sehingga pahat yang digunakan dari
material HSS menjadi mudah aus meskipun digunakan hanya untuk memotong
material aluminium yang lunak. Sebagai contoh dengan putaran spindel mesin
bubut 300 rpm, pahat sudah aus untuk mengerjakan 3 poros dengan diameter 10
mm dan panjang pemotongan 50 mm dalam feed manual yang sangat rendah. Hal
ini ditandai dengan tingkat kekasaran permukaan benda kerja hasil proses bubut
tersebut yang memiliki roughness tinggi. Pahat yang digunakan mudah aus,
sehingga proses pengasahan pahat menjadi lebih sering dan membutuhkan biaya
lebih banyak, baik karena pembelian pahat baru akibat habisnya tubuh pahat
maupun habisnya batu gerinda untuk mengasah. Pengasahan dengan mesin
pengasah khusus di ATMI dikenakan biaya Rp.30.000,00 untuk satu kali asah.
Hal ini belum termasuk biaya dari habisnya pahat itu sendiri. Selain itu proses
pengasahannya belum ada standard operating procedure (SOP) pengasahan pahat
HSS. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian pengaruh geometri sudut pahat
terhadap umur pahat untuk mendapatkan geometri pahat yang optimum sebagai
dasar penyusunan SOP pengasahan pahat HSS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh geometri sudut pahat HSS pada
penggunaan proses bubut benda kerja aluminium paduan rendah terhadap cepat
ausnya bidang aktif pahat.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dalam penelitian ini yaitu meneliti pengaruh geometri sudut pahat
HSS pada pengerjaan proses bubut benda kerja aluminium paduan rendah untuk
mencegah cepat ausnya bidang aktif pahat berdasarkan hasil eksperimen sebagai
dasar penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) pengasahan pahat HSS.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dalam penelitian ini, yaitu:
1. Memberikan rekomendasi geometri sudut pahat optimum untuk umur pahat
tertinggi yang dapat berdampak pada efisiensi proses permesinan.
2. Membantu dalam mendesain fixture pengasahan pahat untuk Laboratorium
Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri UNS.
1.5 BATASAN MASALAH
Batasan masalah penelitian menentukan pegaruh geometri sudut pahat HSS
yang paling optimal sehingga memperpanjang umur pahat, sebagai berikut:
1. Pahat yang digunakan adalah pahat HSS tipe plain HSS (HSS murni) ukuran
9mm x 9mm x 120mm.
2. Material benda kerja yang digunakan adalah aluminium casting paduan rendah.
3. Faktor yang diuji adalah geometri sudut kappa dan sudut gamma.
4. Parameter permesinan yang digunakan, antara lain putaran mesin 1500 rpm,
feed rate 0.13, depht of cut 0.8 mm, panjang pemakanan 180 mm.
5. Dimensi keausan pahat hanya diprediksi berdasarkan parameter temperatur
mata potong pahat setelah digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian menentukan pengaruh
geometri sudut pahat HSS yang paling optimum sehingga memperpanjang umur
pahat, sebagai berikut:
1. Mesin bubut yang digunakan tidak mengalami penurunan kinerja.
2. Material pahat HSS dan material benda kerja aluminium yang digunakan untuk
setiap variasi geometri pahat memiliki karakteristik yang sama.
3. Setup pahat terhadap benda kerja dan pencekaman benda kerja untuk setiap
pengambilan data dalam kondisi yang sama.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Adapun dari pokok-pokok
permasalahan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi enam bab, seperti
dijelaskan di bawah ini.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori yang dipakai untuk mendukung penelitian,
sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Tinjauan
pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara
umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai
dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan,
pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis.
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah,
kemudian dilakukan pengolahan data secara bertahap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-6
BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini memuat uraian analisis dan intepretasi dari hasil pengolahan
data yang telah dilakukan
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan tahap akhir penyusunan laporan penelitian yang
berisi pencapaian tujuan penelitian yang diperoleh dari analisis
pemecahan masalah maupun hasil pengumpulan data serta saran
perbaikan bagi kelanjutan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang diperlukan dalam mendukung
penelitian, sehingga pelaksanaan eksperimen, pengolahan data dan analisis
permasalahan dapat dilakukan secara teoritis.
2.1 PROSES BUBUT (TURNING)
Proses pembubutan pada dasarnya merupakan proses pengubahan bentuk
dan ukuran benda kerja dengan jalan menyayat benda kerja tersebut dengan suatu
pahat penyayat sehingga dihasilkan benda kerja yang silinder (Rochim, 1993).
Posisi benda kerja dicekam pada chuck dan berputar sesuai dengan sumbu mesin
dan pahat diam bergerak ke kanan atau kiri searah dengan sumbu mesin bubut
menyayat benda kerja.
Gambar 2.1 Skematis proses bubut Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
Proses bubut permukaan adalah proses bubut yang identik dengan proses
bubut rata, tetapi arah gerakan pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda
kerja. Proses bubut tirus sebenarnya identik dengan proses bubut rata di atas,
hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda kerja.
Demikian juga proses bubut kontur, dilakukan dengan cara memvariasi
kedalaman potong, sehingga menghasilkan bentuk yang diinginkan.
Gerakan-gerakan dalam mesin bubut meliputi:
1. Gerakan berputar, kecepatan putar benda kerja digerakkan pada pahat dan
dinamakan ”kecepatan potong”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
2. Gerakan memanjang, jika pemotongan itu arahnya sejajar dengan sumbu benda
kerja, gerakan ini dinamakan ”gerakan memanjang” dan juga dinamakan
”pemakanan”.
3. Gerakan melintang, jika pemotongan itu arahnya tegak lurus terhadap sumbu
benda kerja, dinamakan ”gerakan melintang” atau ”pemotongan permukaan”.
Perputaran dan pemakanan serta kecepatan potong dalam membubut dipengaruhi
oleh faktor-faktor, sebagai berikut:
1. Kekuatan bahan yang dikerjakan.
2. Ukuran bagian tatal yang terpotong.
3. Tingkat kehalusan yang diinginkan.
4. Bahan pahat yang dipakai.
5. Bentuk pahat (geometri pahat).
6. Pencekaman benda kerja.
7. Jenis dan keadaan mesin bubut.
2.1.1 Bagian-bagian Mesin Bubut
Gambar mesin bubut dan keterangan bagiannya.
Gambar 2.2. Mesin bubut Sumber: Wijayanto, 2005
Keterangan gambar mesin bubut:
a. Weys, yaitu sebuah balok berbentuk rangka dengan tahanan yang besar
terhadap puntiran, ditumpu oleh dua kaki berbentuk rangka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
b. Head stock.
Bagian mesin terdiri dari motor penggerak dan tranmisinya untuk
menggerakksn spindel mesin.
c. Coumpound rest.
Adalah eretan untuk menggerakkan pahat yang dapat diputar membentuk sudut
tertentu.
d. Tail stock.
Bagian ini mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1) Penyenter benda kerja.
2) Penahan benda kerja, jika yang dibubut panjang (L = 4 sampai dengan 10x
diameter) agar benda kerja tidak melengkung.
3) Pengeboran.
4) Pengatur pembubutan tirus (untuk sudut kecil).
Terdiri dari 2 bagian lepas untuk menyetel senter benda kerja. Pada
badannya terdapat lubang untuk tempat selongsong yang senter dengan
poros mesin (spindel).
e. Feed change gear box.
Handle untuk merubah posisi gear sesuai rasio yang diinginkan sehingga
didapat putaran mesin yang diinginkan.
f. Lead screw, fungsinya untuk pembuatan ulir (penguliran). Bagian ini
memindahkan gerakan pemakanan pembuatan ulir dan memanjang sepanjang
lintasan.
g. Feed rod, fungsinya untuk pembubutan otomatis yang mengubah gerakan
putaran menjadi gerak lurus.
h. Alat penghubung.
Adalah shaf untuk menghubungkan handle penggerak yang berhubungan
dengan gear box dan motor penggerak sehingga ketika handle pada posisi on
maka spindel akan berputar.
i. Chuck (Pencekam), fungsinya untuk mencekam benda kerja dan mengatur
posisi benda kerja terhadap kepala tetap. Ada beberapa macam, yaitu:
1) Chuck 2 rahang digunakan untuk benda kerja berbentuk plat, pada jenis ini
kedua rahangnya bergerak bersamaan saat disetel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
2) Chuck 3 rahang digunakan untuk benda kerja silinder, jika rahang satu
digerakkan yang lain ikut geser.
3) Chuck 4 rahang digunakan untuk benda kerja dengan bentuk tidak
beraturan. Jika rahang satu digeser, yang lain tidak ikut geser.
4) Chuck magnetik digunakan untuk benda kerja tipis dengan menggunakan
sifat magnetik saat proses berlangsung.
j. Spindel, fungsinya mengatur posisi penempatan benda kerja dipasang agar
mampu menunjang operasi permesinan.
k. Tool post, fungsinya untuk tempat pahat, bisa mengatur ketinggian senter pahat
dan mengunci kedudukannya saat proses pembubutan berlangsung. Selain itu
juga mengatur sudut pemakanan benda saat membuat chamfer dan tirus.
l. Center lathe, menentukan titik tengah diameter mata bor terhadap benda kerja.
m. Carriage, mengatur perkakas dalam mengerjakan atau memproses benda kerja
pada operasi tertentu. Merupakan tempat tool post merubah gerakan feed road
dan lead screw menjadi gerakan lurus dan melintang.
n. Kepala tetap, menempatkan dan memutar benda kerja sesuai kecepatan yang
dikehendaki, bersifat statis dan pada bagian ini terdapat gigi ulir penggerak,
pengatur kecepatan serta peralatan pendukung penempatan benda kerja.
Bagian-bagian lain dari mesin bubut, yaitu:
1. Bangku (bed).
Fungsinya sebagai ruang pengerjaan, dimana benda kerja mengalami operasi
pengerjaan di sepanjang kolom ruang pengopersian yang disediakan.
2. Sadel.
Fungsinya untuk menempatkan pahat pada rumah pahat dan mengatur posisi
pahat terhadap sudut pemakanan.
3. Mandril.
Fungsinya untuk mencekam benda kerja dan mengatur posisi benda kerja
terhadap kepala tetap.
4. Kolom.
Fungsinya memberikan dukungan vertikal dan horisontal serta memandu
kepala tetap untuk mesin kelas tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
5. Eretan.
Fungsinya untuk mengatur perkakas dalam mengerjakan benda kerja pada
operasi permesinan.
6. Quick charge gear box.
Merupakan tempat bagi roda gigi, berfungsi mengubah putaran motor menjadi
feed rod dan lead screw. Mesin ini juga menghubungkan putaran poros mesin
dengan eretan (carriage) pada pembubutan otomatis.
7. Speed gear box.
Merupakan rangkaian roda gigi yang berfungsi untuk mengatur perubahan
kecepatan makan. Bagian ini mengubah motor menjadi putaran spindel.
8. Steady rest.
Fungsinya untuk menahan benda kerja yang terpasang di bed. Berlokasi di
landasan dan digunakan untuk menyangga ujung suatu batang yang dijepitkan
pada cakar, untuk meratakan muka bagian ujung, untuk pengeboran center.
9. Follow rest.
Fungsinya untuk penahan benda kerja yang terpasang di carriage. Bagian ini
bergerak sepanjang benda kerja di samping pahat pada saat proses berlangsung.
2.1.2 Parameter Yang Dapat Diatur Pada Mesin Bubut
Pada mesin bubut ada beberapa parameter yang dapat diubah sesuai
dengan kebutuhan proses pemotongan. Parameter utama yang dapat diubah pada
setiap proses bubut, adalah:
1. Kecepatan putar spindel (speed).
2. Gerak makan (feed).
3. Kedalaman potong (depth of cut).
Faktor yang lain seperti bahan benda kerja dan jenis pahat sebenarnya juga
memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi tiga parameter di atas adalah bagian
yang bisa diatur oleh operator langsung pada mesin bubut.
1. Kecepatan putar spindel (speed).
Kecepatan putar spindel selalu dihubungkan dengan sumbu utama
(spindel) dan benda kerja. Kecepatan putar dinotasikan sebagai putaran per
menit (rotations perminute, rpm). Diutamakan dalam proses bubut adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
kecepatan potong (cutting speed atau v) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh
pahat/keliling benda kerja. Secara sederhana kecepatan potong dapat
digambarkan sebagai keliling benda kerja dikalikan dengan kecepatan putar.
1000dn
vp
= .....................................................................................(2.1)
dengan; v = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter benda kerja (mm)
n = putaran benda kerja (putaran/menit)
Gambar 2.3 Skematis kecepatan potong Sumber www.ictpamekasan.net, 2010
Kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja. Selain
kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja, faktor bahan benda
kerja, dan bahan pahat sangat menentukan harga kecepatan potong. Pada
dasarnya pada waktu proses bubut kecepatan potong ditentukan berdasarkan
bahan benda kerja dan pahat. Harga kecepatan potong sudah tertentu, misalnya
untuk benda kerja mild steel dengan pahat high speed steel (HSS), kecepatan
potongnya antara 20 m/menit sampai dengan 30 m/menit.
2. Gerak makan (feed).
Gerak makan (feed) adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda
kerja berputar satu kali, sehingga satuan f adalah mm/putaran. Gerak makan
ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat,
bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak
makan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong (a).
Gerak makan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 (a), atau sesuai dengan
kehalusan permukaan yang dikehendaki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
Gambar 2.4 Gerak makan (f) dan kedalaman potong (a) Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
3. Kedalaman potong (depth of cut).
Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian benda kerja yang
dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong terhadap
permukaan yang belum terpotong. Ketika pahat memotong sedalam a, maka
diameter benda kerja akan berkurang 2a, karena bagian permukaan benda kerja
yang dipotong ada di dua sisi, akibat dari benda kerja yang berputar (Rochim,
1993).
2.1.3 Perlengkapan Mesin Bubut
Mesin bubut tidak akan bekerja sempurna jika tidak ada alat-alat berikut
ini yang berperan sebagai perlengkapan dalam mesin bubut. Adapun
perlengkapannya, sebagai berikut:
1. Pahat bubut.
Kualitas benda kerja dan efisiensi pekerjaan pada proses pembubutan
sangat tergantung pada jenis dan keadaan pahatnya. Selain dari bentuk pahat
yang sebenarnya, bahan juga merupakan suatu hal yang penting sekali, kualitas
kekenyalannya harus tahan tekanan berat dan kejutan, dan kekerasannya
memungkinkan untuk memegang sebuah pahat potong. Pahat-pahat bubut
mempunyai kesamaan patokan seperti pada pahat-pahat lainya, misalnya pada
bentuk bidang baji. Sudut-sudut pahat bubut tergantung pada bahan yang
dibubut dan bahan pahat itu sendiri. Pahat-pahat tersebut mungkin dibuat dari
baja perkakas, baja kecepatan tinggi sangat keras atau karbida. Sesuai dengan
bentuk dan penggunaan pahat bubut dinamakan pahat kasar, pahat
penyelesaian, pahat sisi, pahat potong dan pahat alur termasuk pahat ulir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
Gambar 2.5 Pemegang pahat HSS (a) pahat alur, (b) pahat dalam, (c) pahat rata kanan, (d) pahat rata kiri), dan (e) pahat ulir
Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
2. Kunci chuck.
Kunci ini digunakan untuk mengencangkan atau mengendurkan pencekam
saat hendak melakukan proses pembubutan.
2.2 GEOMETRI PAHAT BUBUT
Geometri atau bentuk pahat bubut terutama tergantung pada material benda
kerja dan material pahat. Terminologi standar ditunjukkan pada gambar 2.6. Pahat
bubut bermata potong tunggal, sudut pahat yang paling pokok adalah sudut geram
(rake angle), sudut bebas (clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge
angle). Sudut-sudut pahat HSS dibentuk dengan cara diasah menggunakan mesin
gerinda pahat (tool grinder machine) (Rochim, 1993).
Gambar 2.6 Geometri sudut pahat bubut HSS
Sumber: Rochim, 1993
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
Beberapa geometri sudut pahat yang berpengaruh terhadap umur pakai dari
pahat, yaitu:
1. Sudut bebas orthogonal (αo).
Fungsi dari sudut bebas untuk mengurangi gesekan antara bidang utama pahat
dengan bidang transien dari benda kerja. Temperatur yang tinggi akibat
gesekan akan dihindari agar keausan tepi (flank wear) tidak cepat terjadi.
Pemilihan dari harga sudut bebas ditentukan oleh jenis benda keja dan Kondisi
pemotongan. Semakin besar gerak pemakanan maka gaya pemotongan yang
ditimbulkan semakin besar sehingga untuk memperkuat pahat diperlukan
penampang βo yang besar, oleh sebab itu sudut bebas αo harus diperkecil (bila
sudut geram γo tidak boleh di ubah) (Rochim, 1993). Pada umumnya untuk
suatu harga gerak pemakanan tertentu ada harga optimum bagi sudut bebas
yang memberikan umur pahat tertinggi. Karena pengaruh deformasi akibat
gaya makan yang tinggi, maka harga sudut bebas dapat diperkecil bila material
benda kerjanya sangat keras dan diperbesar bila benda kerja relatif lebih lunak.
2. Sudut geram orthogonal (γo).
Sudut geram mempengaruhi proses pembentukan geram. Kecepatan potong
tertentu, sudut geram yang besar menurunkan rasio pemampatan tebal geram λh
yang mengakibatkan kenaikan sudut geser Φ. Sudut geser yang besar
menurunkan penampang bidang geser sehingga gaya pemotongan akan turun.
Sudut geram γo tidak boleh terlalu besar untuk menjaga kekuatan pahat serta
memperlancar proses perambatan panas. Perambatan panas yang terhambat
menaikkan temperatur pahat, sehingga sehingga umur pahat akan turun.
Ditinjau dari umur pahat maka ada harga sudut geram optimum yang
memberikan umur pahat tertinggi. Jenis material benda kerja juga berpengaruh
terhadap pemilihan sudut geram. Material yang lunak dan ulet (soft & ductile)
memerlukan sudut geram yang besar (untuk mempermudah pembentukan
geram), sebaliknya untuk material yang keras dan rapuh (hard & brittle)
memerlukan sudut geram yang kecil atau negatif (untuk memperkuat pahat)
(Rochim, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
3. Sudut miring (λs).
Sudut miring mempengaruhi arah aliran geram, bila sudut miring berharga nol
maka arah aliran geram tegak lurus mata potong. Aliran geram membuat sudut
sebesar ρc terhadap garis tegak lurus mata potong dan menurut stebler sudut
miring aliran geram kurang lebih sama dengan sudut miring λs. Adanya sudut
miring maka panjang kontak antara pahat dengan benda kerja menjadi lebih
diperpanjang dan energi pemotongan spesifik Esp tidak akan berubah sampai
sampai sudut miring mencapai 20º (Rochim, 1993). Temperatur bidang kontak
mencapai harga minimum bila λs berharga +5º untuk proses finishing dan -5º
untuk proses roughing. Lebih memperkuat pahat serta menurunkan gaya kejut
(impact) dalam proses pembubutan dapat dipilih sudut miring sebesar -20º.
4. Sudut potong utama (κr).
Sudut potong utama mempunyai peran, yaitu:
a. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong.
b. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara
geram dengan bidang pahat.
c. Menentukan besarnya gaya radial Fx.
Kedalaman pemotongan tertentu dan kecepatan potong yang konstan, maka
dengan memperkecil sudut potong utama akan menurunkan tebal geram
sebelum terpotong dan menaikkan lebar geram. Tebal geram yang kecil secara
langsung akan menurunkan temperatur pemotongan, sedangkan lebar geram
yang besar akan mempercepat proses perambatan panas pada pahat sehingga
temperatur pahat akan relatif rendah dan umur pahat akan lebih tinggi
(Rochim, 1993). Pemakaian sudut potong utama yang kecil tidak selalu
menguntungkan sebab menaikkan gaya radial Fx. Gaya radial yang besar
mungkin menyebabkan lenturan yang terlau besar ataupun getaran sehingga
menurunkan ketelitian geometri produk dan hasil pemotongan yang kasar. Oleh
sebab itu sudut potong utama κr dapat diubah sampai mandapat harga yang
optimum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
Gambar 2.7 Resultan gaya yang ditimbulkan oleh sudut potong utama Sumber: Rochim, 1993
5. Sudut potong bantu (κ’r).
Orientasi dari bidang potong bantu terhadap permukaan benda kerja yang telah
terpotong ditentukan sudut bantu κ’r dan sudut bebas minor. Apabila sudut
bebas minor α’o cukup besar untuk mengurangi gesekan, pada prinsipnya sudut
potong bantu κ’r dapat dipilih sekecil mungkin karena selain memperkuat
ujung pahat maka kehalusan produk dapat dipertinggi (Rochim, 1993).
Kendalanya adalah kekakuan sistem pemotongan (benda kerja, metode
pencekam benda kerja dan pahat serta mesin perkakas yang digunakan), karena
sudut potong bantu yang kecil akan mempertinggi gaya radial Fx. Petunjuk
yang digunakan sebagai acuan, sebagai berikut:
a. Sistem pemotongan yang kaku, κ’r = 5º sampai dengan. 10º.
b. Sistem pemotongan yang lemah, κ’r = 10º sampai dengan 20º.
6. Radius pojok (rε).
Radius pojok berfungsi untuk memperkuat ujung pertemuan antara mata
potong utama S dengan mata potong minor S’ dan selain itu menentukan
kehalusan hasil pemotongan. Semakin besar penampang geram maka pojok
pahat harus dipilih lebih kuat. Radius pojok yang besar akan memperbesar
gaya radial Fx.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
Tabel harga radius pojok yang dianjurkan sesuai kedalaman pemotongan yang
dipilih.
Tabel 2.1 Harga radius pojok
Kedalaman pemakanan (mm) rε (mm)
s.d. 3 0.5 s.d. 0.8
3 s.d. 10 0.8 s.d. 1.5
10 s.d. 20 1.5 s.d. 2.0 Sumber: Rochim 1993
2.3 MATERIAL PAHAT
Pahat yang baik harus memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga nantinya dapat
menghasilkan produk yang berkualitas baik (ukuran tepat) dan ekonomis
(waktuyang diperlukan pendek). Kekerasan dan kekuatan pahat harus tetap
bertahan meskipun pada temperatur tinggi, sifat ini dinamakan hot hardness.
Ketangguhan (toughness) dari pahat diperlukan, sehingga pahat tidak akan pecah
atau retak terutama pada saat melakukan pemotongan dengan beban kejut.
Ketahanan aus sangat dibutuhkan yaitu ketahanan pahat melakukan
pemotongan tanpa terjadi keausan yang cepat. Penentuan material pahat
didasarkan pada jenis material benda kerja dan kondisi pemotongan (pengasaran,
adanya beban kejut, penghalusan). Material pahat yang ada ialah baja karbon
sampai dengan keramik dan intan. Sifat hot hardness dari beberapa material pahat
ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 (a) Kekerasan dari beberapa macam material pahat sebagai fungsi dari temperatur, (b) jangkauan sifat material pahat
Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
Pahat HSS adalah baja paduan yang mengalami proses perlakuan panas
(heat treatment) sehingga kekerasan menjadi cukup tinggi dan tahan terhadap
temperatur tinggi tanpa menjadi lunak (annealed). Pahat HSS juga dapat
digunakan untuk pemotongan untuk kedalaman pemotongan yang lebih besar
pada kecepatan potong yang lebih tinggi dibanding dengan pahat baja karbon.
Apabila telah mengalami keausan, pahat HSS dapat diasah kembali. Keuletan
pahat HSS relatif baik maka sampai saat ini berbagai jenis pahat HSS masih tetap
digunakan.
Hot Hardness dan recovery hardness yang cukup tinggi pada pahat HSS
dapat dicapai berkat adanya unsur paduan W, Cr, V, Mo, dan Co. Pengaruh unsur-
unsur tersebut pada unsur dasar besi (Fe) dan karbon (C), sebagai berikut:
a. Tungsten atau Wolfram (W), mempertinggi hot hardness, dengan membentuk
(Fe4W2C) yang meyebabkan kenaikan temperatur untuk proses hardening dan
hot hardness.
b. Chronium (Cr), menaikkan hardenability dan hot hardness.
c. Vanadium (V), menurunkan sensitivitas terhadap overheating serta
menghaluskan besar butir.
d. Melybdenum (Mo), mempunyai efek yang sama seperti W tetapi lebih sensitif
terhadap overheating, serta lebih liat.
e. Cobalt (Co), untuk menaikkan hot hardness dan tahan keausan.
Material pahat HSS dapat dipilih jenis M atau T. Jenis M berarti pahat HSS
yang mengandung unsur molibdenum, dan jenis T berarti pahat HSS yang
mengandung unsur tungsten. Beberapa jenis HSS dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Jenis pahat HSS
Jenis HSS Standart AISI 1. HSS Konvensional
a. Molibdenum HSS M1, M2, M7, M10 b. Tungsten HSS T1, T2
2. HSS Spesial a. Cobal added HSS M33, M36, T4, T5, T6 b. High Vanadium HSS M3-1, M3-2, M4, T15 c. High Hardness Co HSS M41, M42, M43, M44, M45, M46 d. Cast HSS e. Powdered HSS f. Coated HSS
Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
Pahat HSS dipilih jika pada proses pemesinan sering terjadi beban kejut,
atau proses pemesinan yang sering dilakukan interupsi (terputus-putus). Hal
tersebut misalnya membubut benda segi empat menjadi silinder, membubut bahan
benda kerja hasil proses penuangan, dan membubut eksentris (proses
pengasarannya).
2.4 UMUR PAHAT
Umur pahat adalah ukuran lamanya pahat dapat memotong dengan hasil
baik. Pahat HSS dianggap rusak apabila tepi telah aus sedalam 1,58 mm. Keausan
terjadi pada muka pahat dalam bentuk kawah kecil atau depresi di belakang
ujungnya. Depresi terjadi akibat aksi pengamplasan dari serpihan sewaktu
melintas di permukaan pahat. Hubungan yang terdapat antara umur pahat dengan
kecepatan memotong (Taylor, 1906).
C = V. Tn………………………………...……………………………..(2.2)
dengan; V = kecepatan potong (m/menit)
T = Umur pahat (menit)
n = Bilangan eksponensial tergantung pada kondisi pemotongan
C = Konstanta (kecepatan memotong untuk umur pahat selama 1 menit)
2.4.1 Analisis Teoritik Umur Pahat
Temperatur permukaan bidang aktif pahat menentukan keausan yang
disebabkan oleh mekanisme difusi dan deformasi. Analisis dimensional dapat
ditunjukkan bahwa temperatur dipengaruhi oleh beberapa besaran fisik. Dalam
rumus, temperatur dianggap merupakan harga tertinggi setelah keadaan
keseimbangan tercapai.
Tabel 2.3 Besaran fisik
Besaran Fisik Simbol Dimensi Dasar Waktu Pemotongan tc T Temperatur Bidang Aktif Pahat θs θ Penampang Geram A L2
Kecepatan Potong v LT-1
Gaya Potong Spesifik ks ML-1T-2
Besaran Panas Terpadu H = λwCvw M2T-5 θ-2
Sumber: Rochim, 1993
dengan; λw = Konduktivitas panas benda kerja : J/(s.ºK.cm)
Cvw = Panas spesifik volumetric benda kerja : J/(cm3.ºK)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
= ρwcw
ρw = Berat spesifik benda kerja : g/ cm3
cw = Panas spesifik benda kerja : J/(g.ºK)
Analisis dimensional digunakan untuk mencari korelasi yang
dimaksudkan dengan cara menentukan besaran fisik yang dianggap penting yaitu
pada tabel 2.2. Dua besaran tidak berdimensi dapat dibentuk, sebagai berikut :
π3 = tca vb ks
c Hd θs
= �谜/�没孤姑共谜/�剿购孤………………..………………………………………..(2.3)
π4 = tce vf ks
g Hh A
= 贱剿�姑共�………..….…………………...…………………………..(2.4)
Hasil percobaan dapat ditunjukkan bahwa korelasi antara kedua besaran tidak
berdimensi, adalah :
π3 = C π4m………..….…………………...………………...…………..(2.5)
sehingga:
θs = "贱铰购孤古(谜呛� ) 姑共(谜�呛� )�谜/� ………..….……………………...…………..(2.6)
Disimpulkan dari rumus, yaitu:
a. m = 0.25 : temperatur pahat tidak dipengaruhi waktu pemotongan.
b. m > 0.25 : temperatur pahat akan menurun dengan bertambahnya waktu
pemotongan.
c. m < 0.25 : temperatur pahat akan naik dengan bertambahnya waktu
pemotongan.
Temperatur bidang aktif pahat yang dihasilkan setaraf dengan besarnya dimensi
keausan yang dianggap sebagai batas/tanda saat berakhirnya umur pahat.
(Rochim, 1993).
2.5 MATERIAL BENDA KERJA (ALUMINIUM PADUAN)
Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan
unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak
bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak
bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk
bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan lain-lain)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
(USGS). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium
merupakan logam yang cukup reaktif.
Aluminium tahan terhadap korosi karena fenomena pasivasi. Pasivasi
adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam terhadap komponen
udara sehingga lapisan tersebut melindungi lapisan dalam logam dari korosi.
Selama 50 tahun terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas
penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya
yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium
paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (aluminium daur ulang). Yang
paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat
terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya.
2.5.1 Klasifikasi dan Penggolongan Aluminum
Aluminium digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Aluminium Murni.
Aluminium 99% tanpa tambahan logam paduan apapun dan dicetak dalam
keadaan biasa, hanya memiliki kekuatan tensil sebesar 90 MPa, terlalu lunak
untuk penggunaan yang luas sehingga seringkali aluminium dipadukan dengan
logam lain.
2. Aluminium Paduan.
Elemen paduan yang digunakan pada aluminium adalah silikon,
magnesium, tembaga, seng, mangan, dan juga lithium sebelum tahun 1970.
Secara umum, penambahan logam paduan hingga konsentrasi tertentu akan
meningkatkan kekuatan tensil dan kekerasan, serta menurunkan titik lebur. Jika
melebihi konsentrasi tersebut, umumnya titik lebur akan naik disertai
meningkatnya kerapuhan akibat terbentuknya senyawa, kristal, atau granula
dalam logam.
Namun, kekuatan bahan paduan aluminium tidak hanya bergantung pada
konsentrasi logam paduannya saja, tetapi juga bagaimana proses perlakuannya
hingga aluminium siap digunakan, apakah dengan penempaan, perlakuan
panas, penyimpanan, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
a. Aluminium paduan rendah.
Material ini merupakan aluminium murni namun terdapat campuran
unsur pengotor yang ikut tercampur dalam proses pembuatannya. Prosentase
unsur pengotor tidak teridentikasi sehingga disebut aluminium paduan
rendah. Kadar persentase unsur pengotor lebih rendah dibandingkan dengan
kandungan unsus aluminium. Aluminium jenis inilah yang lebih sering
ditemui dipasaran untuk pengerjaan di workshop.
b. Paduan Aluminium-Silikon.
Paduan aluminium dengan silikon hingga 15% akan memberikan
kekerasan dan kekuatan tensil yang cukup besar, hingga mencapai 525 MPa
pada aluminium paduan yang dihasilkan pada perlakuan panas. Jika
konsentrasi silikon lebih tinggi dari 15%, tingkat kerapuhan logam akan
meningkat secara drastis akibat terbentuknya kristal granula silika.
c. Paduan Aluminium-Magnesium.
Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur
logam paduan yang cukup drastis, dari 660 oC hingga 450 oC. Namun, hal
ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas
dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60 oC.
Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja
dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan
logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut.
d. Paduan Aluminium-Tembaga.
Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat,
namun rapuh. Umumnya, untuk kepentingan penempaan, paduan tidak
boleh memiliki konsentrasi tembaga di atas 5,6% karena membentuk
senyawa CuAl2 dalam logam yang menjadikan logam rapuh.
e. Paduan Aluminium-Mangan.
Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan
pengerasan tegangan dengan mudah (work-hardening) sehingga didapatkan
logam paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun tidak terlalu rapuh.
Selain itu, penambahan mangan meningkatkan titik lebur paduan
aluminium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
f. Paduan Aluminium-Seng.
Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal
karena merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan
ini memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium
dengan 5,5% seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan
elongasi sebesar 11% dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan
aluminium dengan 1% magnesium yang memiliki kekuatan tensil sebesar
410 MPa namun memiliki elongasi sebesar 6% setiap 50 mm bahan.
g. Paduan Aluminium-Lithium.
Lithium menjadikan paduan aluminium mengalami pengurangan massa
jenis dan peningkatan modulus elastisitas; hingga konsentrasi sebesar 4%
lithium, setiap penambahan 1% lithium akan mengurangi massa jenis
paduan sebanyak 3% dan peningkatan modulus elastisitas sebesar 5%.
Namun aluminium-lithium tidak lagi diproduksi akibat tingkat reaktivitas
lithium yang tinggi yang dapat meningkatkan biaya keselamatan kerja.
h. Paduan Aluminium-Skandium.
Penambahan skandium ke aluminium membatasi pemuaian yang terjadi
pada paduan, baik ketika pengelasan maupun ketika paduan berada di
lingkungan yang panas. Paduan ini semakin jarang diproduksi, karena
terdapat paduan lain yang lebih murah dan lebih mudah diproduksi dengan
karakteristik yang sama, yaitu paduan titanium. Paduan Al-Sc pernah
digunakan sebagai bahan pembuat pesawat tempur Rusia, MIG, dengan
konsentrasi Sc antara 0,1-0,5% (Zaki, 2003 dan Schwarz, 2004).
i. Paduan Aluminium-Besi.
Besi (Fe) juga kerap kali muncul dalam aluminium paduan sebagai suatu
"kecelakaan". Kehadiran besi umumnya terjadi ketika pengecoran dengan
menggunakan cetakan besi yang tidak dilapisi batuan kapur atau keramik.
Efek kehadiran Fe dalam paduan adalah berkurangnya kekuatan tensil
secara signifikan, namun diikuti dengan penambahan kekerasan dalam
jumlah yang sangat kecil. Dalam paduan 10% silikon, keberadaan Fe
sebesar 2,08% mengurangi kekuatan tensil dari 217 hingga 78 MPa, dan
menambah skala Brinnel dari 62 hingga 70.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
2.5.2 Sifat-Sifat Teknis Bahan
Aluminium mempunyai sifat fisik dan mekanik.
1. Sifat Fisik Aluminium.
Tabel 2.4 Sifat Fisik Aluminium
Nama, Simbol, dan Nomor Aluminium, Al, 13
Sifat Fisik
Wujud Padat
Massa jenis 2,70 gram/cm3
Massa jenis pada wujud cair 2,375 gram/cm3
Titik lebur 933,47 K, 660,32 oC, 1220,58 oF
Titik didih 2792 K, 2519 oC, 4566 oF
Kalor jenis (25 oC) 24,2 J/mol K
Resistansi listrik (20 oC) 28.2 nΩ m
Konduktivitas termal (300 K) 237 W/m K
Pemuaian termal (25 oC) 23.1 µm/m K
Modulus Young 70 Gpa
Modulus geser 26 Gpa
Poisson ratio 0,35
Kekerasan skala Mohs 2,75
Kekerasan skala Vickers 167 Mpa
Kekerasan skala Brinnel 245 Mpa
Sumber: Hafizh, 2010
2. Sifat Mekanik Aluminium.
Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut.
Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini
disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan
aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam
terpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya
oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan
dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi
aluminium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
3. Kekuatan tensil.
Kekuatan tensil adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan
pengujian tensil. Kekuatan tensil ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan
pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika
terjadinya necking. Kekuatan tensil bukanlah ukuran kekuatan yang
sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu
acuan terhadap kekuatan bahan.
Kekuatan tensil pada aluminium murni pada berbagai perlakuan
umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan
yang memerlukan kekuatan tensil yang tinggi, aluminium perlu dipadukan.
Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan
termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tensil hingga 580 MPa
(paduan 7075).
4. Kekerasan.
Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan
yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut ketika
diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas,
plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tensil, ductility, dan sebagainya.
Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum
adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell.
Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 65 skala
Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam.
Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu
dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau fisik.
Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada
temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 135.
5. Ductility.
Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk
menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa
terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tensil, ductility ditunjukkan dengan
bentuk neckingnya; material dengan ductility yang tinggi akan mengalami
necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tensil,
ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa
besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tensil.
Elongasi ditulis dalam persentase pertambahan panjang per panjang awal
bahan yang diujikan.
Aluminium murni memiliki ductility yang tinggi. Aluminium paduan
memiliki ductility yang bervariasi, tergantung konsentrasi paduannya, namun
pada umumnya memiliki ductility yang lebih rendah dari pada aluminium
murni, karena ductility berbanding terbalik dengan kekuatan tensil, serta
hampir semua aluminum paduan memiliki kekuatan tensil yang lebih tinggi
dari pada aluminium murni.
2.6 DESAIN EKSPERIMEN
Eksperimen merupakan suatu test atau deretan test untuk melihat pengaruh
perubahan variabel input dari suatu proses atau sistem terhadap variabel respon
atau variabel output yang diamati. Dalam konsep desain eksperimen, eksperimen
biasanya dilakukan pada sistem nyata itu sendiri bukan pada model dari sistem.
Dengan kata lain, eksperimen untuk mencari nilai variabel respon yang diamati
tidak dapat dilakukan dengan menggunakan model matematik seperti dalam
simulasi atau optimasi (operation research).
Desain Eksperimen merupakan langkah lengkap yang perlu diambil jauh
sebelum eksperimen dilakukan agar data yang diperoleh membawa kepada
analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang
dibahas (Sudjana, 1985).
Experiment is a study in which certain inpendent variables are manipulated,
their effect on one or more dependent variables is determined, and the levels of
these independent variables are assigned at random to the units in the study
(Hicks, 1993).
Beberapa istilah atau pengertian yang harus dipahami sebelum mempelajari
metode desain eksperimen (Sudjana, 1995; Montgomery, 1984), sebagai berikut :
1. Unit Eksperimen, objek eksperimen (kelinci percobaan) nilai-nilai variabel
respon diukur.
2. Universe, merupakan daerah asal (polulasi) sampel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
3. Pengacakan (randomisasi).
Merupakan sebuah upaya untuk memenuhi beberapa asumsi yang diambil
dalam suatu percobaan. Pengacakan berupaya untuk memenuhi syarat adanya
independensi yang sebenarnya hanya memperkecil adanya korelasi antar
pengamatan, menghilangkan “bias”, dan memenuhi sifat probabilitas dalam
pengukuran.
4. Kekeliruan eksperimen.
Merupakan kegagalan dari dua unit eksperimen identik yang dikenai
perlakuan untuk memberi hasil yang sama.
5. Variabel respon (effect).
Nama lainnya adalah dependent variable, variable output, atau ukuran
performansi, yaitu output yang ingin diukur dalam eksperimen. Variabel
respon dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif.
6. Faktor (causes).
Sering disebut sebagai independent variable, variabel input, atau faktor
penyebab, yaitu input yang nilainya akan diubah-ubah dalam eksperimen.
Faktor bisa bersifat kualitatif atau kuantitatif, dan fixed atau random. Faktor
bersifat fixed karena level-levelnya ditetapkan oleh eksperimenter. Faktor
bersifat random jika level-level yang diuji dalam eksperimen dipilih secara
random oleh eksperimenter.
7. Taraf (levels)
Merupakan nilai-nilai atau klasifikasi-klasifikasi dari sebuah faktor. Taraf
(levels) faktor dinyatakan dengan bilangan 1, 2, 3 dan seterusnya. Misalkan
dalam sebuah penelitian terdapat faktor-faktor, yaitu :
a : jenis kelamin
b : cara mengajar
Selanjutnya taraf untuk faktor a adalah 1 menyatakan laki-laki, 2 menyatakan
perempuan (a1, a2). Bila cara mengajar ada tiga, maka dituliskan dengan b1,
b2, b3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
8. Perlakuan (treatment).
Sekumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit
eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan merupakan
kombinasi level-level dari seluruh faktor yang ingin diuji dalam eksperimen.
9. Replikasi.
Pengulangan eksperimen dasar yang bertujuan untuk menghasilkan taksiran
yang lebih akurat terhadap efek rata-rata suatu faktor ataupun terhadap
kekeliruan eksperimen.
10. Faktor pembatas atau blok (restrictions).
Sering disebut juga sebagai variabel kontrol (dalam Statistik Multivariat).
Yaitu faktor-faktor yang mungkin ikut mempengaruhi variabel respon tetapi
tidak ingin diuji pengaruhnya oleh eksperimenter karena tidak termasuk ke
dalam tujuan studi.
11. Randomisasi.
Cara mengacak unit-unit eksperimen untuk dialokasikan pada eksperimen.
Metode randomisasi yang dipakai dan cara mengkombinasikan level-level
dari faktor yan berbeda menentukan jenis disain eksperimen yang akan
terbentuk.
2.6.1 Langkah-langkah Eksperimen
Langkah-langkah dalam setiap proyek eksperimen secara garis besar
terdiri atas tiga tahapan, yaitu planning phase, design phase dan analysis phase.
(Hicks, 1993).
1. Planning Phase.
Tahapan dalam planning phase, adalah:
a. Membuat problem statement sejelas-jelasnya.
b. Menentukan variabel bebas (dependent variables), yaitu efek yang ingin
diukur, sering disebut sebagai kriteria atau ukuran performansi.
c. Menentukan independent variables.
d. Menentukan level-level yang akan diuji, tentukan sifatnya, yaitu :
- kualitatif atau kuantitatif
- fixed atau random
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
e. Menentukan cara bagaimana level-level dari beberapa faktor akan
dikombinasikan (khusus untuk eksperimen dua faktor atau lebih).
2. Design Phase.
Tahapan dalam design phase, adalah :
a. Menentukan jumlah observasi yang diambil.
b. Menentukan urutan eksperimen (urutan pengambilan data).
c. Menentukan metode randomisasi.
d. Menentukan model matematik yang menjelaskan variabel respon.
e. Menentukan hipotesis yang akan diuji.
3. Analysis Phase.
Tahapan dalam analysis phase, adalah :
a. Pengumpulan dan pemrosesan data.
b. Menghitung nilai statistik-statistik uji yang dipakai.
c. Menginterpretasikan hasil eksperimen
2.6.2 Eksperimen Faktorial (Factorial Experiment)
Eksperimen faktorial digunakan jumlah faktor yang diuji lebih dari satu.
Eksperimen faktorial adalah eksperimen dimana semua (hampir semua) taraf
(levels) sebuah faktor tertentu dikombinasikan dengan semua (hampir semua)
taraf (levels) faktor lainnya yang terdapat dalam eksperimen (Sudjana, 1985).
Di dalam eksperimen faktorial, terjadi hasilnya dipengaruhi oleh lebih dari
satu faktor, atau dikatakan terjadi interaksi antar faktor. Secara umum interaksi
didefinisikan sebagai ‘perubahan dalam sebuah faktor mengakibatkan perubahan
nilai respon, yang berbeda pada tiap taraf untuk faktor lainnya, maka antara kedua
faktor itu terdapat interaksi’ (Sudjana, 1985).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
Tabel 2.5 Skema umum data sampel eksperimen factorial menggunakan 2 faktor dan 1 blok dengan n observasi tiap sel
Blok C Faktor B Faktor A
Jumlah 1 2 … a
1 1
Y1111 Y2111 …
Ya111
Y1112 Y2112 …
Ya112
… … …
…
Y111n Y211n …
Ya11n
…
…
… … … …
… … … …
…
…
b
Y1b11 Y2b11 Y3b11
Y4b11
Y1b12 Y2b12 Y3b12
Y4b12
… … …
…
Y1b1n Y2b1n Y3b1n
Y4b1n
… …
… …
… … … … … … … …
… …
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
c
1
Y1111 Y2111 … Ya111
Y1112 Y2112 … Ya112
… … … … Y111n Y211n … Ya11n
… …
… … … … … … … …
… …
b
Y1bc1 Y2bc1 …
Yabc1
Y1bc2 Y2bc2 …
Yabc2
… … …
…
Y1bcn Y2bcn …
Yabcn
Total T…1 T...2 T...3
T…a
Sumber: Sudjana, 1985
Adapun model matematik yang digunakan untuk pengujian data eksperimen yang
menggunakan dua faktor dan satu blok, adalah:
Yijkm = m + Ai + Bj + Ck + ABij + em(ijk)…… …………..…………………..(2.7)
dengan; i = 1, 2, …, a
j = 1, 2, …, b
k = 1, 2, …, c
m = 1, 2, …, n (replikasi)
Yijkm = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A
dan taraf ke-j faktor B yang terdapat pada observasi ke-m
m = efek rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)
Ai = efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A
Tabel 2.5 Skema umum data sampel eksperimen factorial menggunakan 2 faktor dan 1 blok dengan n observasi tiap sel (lanjutan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-27
Bj = efek sebenarnya dari taraf ke-j faktor B
Ck = efek sebenarnya dari taraf ke-k faktor C
ABij = efek sebenarnya dari interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf
ke-j faktor B
em(ijk) = efek sebenarnya dari unit eksperimen ke-k dalam kombinasi
perlakuan (ijk)
Berdasarkan model persamaan (2.7), maka untuk keperluan anova
dihitung harga-harga (Hicks, 1993), sebagai berikut:
Jumlah kuadrat total (SStotal).
nabc
TYSS
....a
i
b
j
c
k
n
lijkltotal
22 -= åååå ……………..………………………………….(2.8)
Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-i faktor A (SSA).
å=
-=a
i
.......iA
nabc
T
nbc
TSS
1
22
……………..…………………………………………….(2.9)
Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-j faktor B(SSB).
å=
-=b
j
......j.B
nabc
T
nac
TSS
1
22
….……………..………………………………….…….(2.10)
Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam interaksi taraf ke-ij antara
faktor A dan faktor B (SSAxB).
nabc
T
nac
T
nbc
T
n
TSS
2....
b
j
2..j.
a
1i
b
1j
n
1m
a
i
2...i
2ij.m
AxB +--= åååå å= = =
……………...…………...…(2.11)
Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-k blok C (SSC).
nabc
T
nab
T ....k
c
..k.C
2
1
2
SS -= å=
……………...........................................…………...…(2.12)
Jumlah kuadrat error (SSE).
CBABA SSSSSSSSSSSS xtotalE ----= ……………...………….…………...…(2.13)
Tabel 2.5 anova untuk eksperimen faktorial yang menggunakan dua faktor
(a dan b) dan satu blok (c). Pada kolom terakhir tabel 2.5, untuk menghitung
harga F yang digunakan sebagai alat pengujian statistik, maka perlu diketahui
model mana yang diambil. Model yang dimaksud ditentukan oleh sifat tiap faktor,
apakah tetap atau acak. Model tetap menunjukkan di dalam eksperimen terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-28
hanya m buah perlakuan, sedangkan model acak menunjukkan bahwa dilakukan
pengambilan m buah perlakuan secara acak dari populasi yang ada.
Tabel 2.6 Anova eksperimen 2 faktor dengan satu blok
desain acak sempurna
Sumber Variansi Derajat
Bebas (df)
Jumlah
Kuadrat (SS)
Kuadrat
Tengah (MS) F
Faktor A
Faktor B
Interaksi A x B
Blok C
Error
a - 1
b – 1
(a – 1)(b – 1)
(c – 1)
(ab-1)(c - 1)
SSA
SSB
SSAxB
SSC
SSE
SSA/dfA
SSB/dfB
SSAxB/dfAxB
SSC/dfC
SSE/dfE
MSA/MSE
MSB/MSE
MSAxB/MSE
MSC/MSE
Total abc-1 SSTotal
Sumber: Sudjana, 1985
2.6.3 Pengujian Asumsi-Asumsi Anova
Apabila menggunakan analisis variansi sebagai alat analisa data
eksperimen, maka seharusnya sebelum dilakukan pengolahan data, terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi-asumsi anava berupa uji normalitas, homogenitas variansi,
dan independensi terhadap data hasil eksperimen (Sudjana, 1985), yaitu:
1. Uji Normalitas.
Pemeriksaan pada populasi berdistribusi normal atau tidak, dapat ditempuh uji
normalitas dengan menggunakan metode lilliefors (Kolmogorov-Smirnov yang
dimodifikasi), atau dengan normal probability-plot. Pemilihan uji Lilliefors
sebagai alat uji normalitas didasarkan, yaitu:
a. Uji lilliefors adalah uji Kolmogorov-Smirnov yang telah dimodifikasi dan
secara khusus berguna untuk melakukan uji normalitas bilamana mean dan
variansi tidak diketahui, tetapi merupakan estimasi dari data (sampel). Uji
Kolmogorov-Smirnov masih bersifat umum karena berguna untuk
membandingkan fungsi distribusi kumulatif data observasi dari sebuah
variabel dengan sebuah distribusi teoritis, yang mungkin bersifat normal,
seragam, poisson, atau eksponensial (Help SPSS 10.01).
b. Uji Lilliefors sangat tepat digunakan untuk data kontinu, jumlahnya kurang
dari 50 data, dan data tidak disusun dalam bentuk interval (bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-29
frekuensi). Apabila data tidak bersifat seperti di atas, maka uji yang tepat
untuk digunakan adalah Chi-Kuadrat (JC Miller, 1991).
Langkah-langkah perhitungan uji lilliefors (Sudjana, 2002), sebagai berikut:
1) Urutkan data dari yang terkecil sampai terbesar.
2) Hitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi (s) data tersebut.
n
x
x
n
iiå
== 1 ………………………………………………...……..………(2.14)
( )
1
2
2
-
-=
ån
n
xx
s …………………….…………………….…………..(2.15)
3) Transformasikan data tersebut menjadi nilai baku (z).
( ) sxxz ii /-= ………………………………………………………..(2.16)
4) Dari nilai baku (z), tentukan nilai probabilitasnya P(z) berdasarkan sebaran
normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan tabel standar
luas wilayah di bawah kurva normal, atau dengan bantuan Ms. Excel
dengan function NORMSDIST.
5) Tentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x)
P(xi) = i / n……………………………………………….……………..(2.17)
6) Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(z) dan P(x) sebagai nilai
Lhitung
maks )P()P( xz - ………………………………………………….……..(2.18)
7) Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P(z) yaitu
maks ( ) )P(1P zix -- ………………………………………….…………..(2.19)
Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam beberapa
kali replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan, adalah:
H0 : data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Taraf nyata yang dipilih a = 0.01, dengan wilayah kritik Lhitung > La (k-1).
Apabila nilai Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan simpulkan bahwa data
observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-30
2. Uji Homogenitas.
Uji homogenitas bertujuan menguji apakah variansi error dari tiap level atau
perlakuan bernilai sama. Alat uji yang sering dipakai adalah uji Bartlett. Uji
Bartlett dilakukan setelah uji normalitas terlampaui. Untuk menghindari
adanya kesulitan dalam urutan proses pengolahan, maka alat uji yang dipilih
adalah uji Levene. Uji Levene dilakukan dengan menggunakan analisis ragam
terhadap selisih absolut dari setiap nilai pengamatan dalam, sampel dengan
rata-rata sampel yang bersangkutan.Prosedur uji homogenitas Levene (Wijaya,
2000), sebagai berikut:
a. Kelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji.
b. Hitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap
level.
c. Hitung nilai-nilai berikut ini :
1) Faktor koreksi
( ) nxi2
(FK) å= ………………………………………....…………..(2.20)
dengan; xi = dat hasil pengamatan
i = 1, 2, …, n, (n banyaknya data)
2) ( )( ) FKFaktorJK 2 -=- å kxi …………………………………….…..(2.21)
dengan; k = banyaknya data pada tiap level
3) ( ) FK(JKT)TotalJK 2 -=- å iy …………………………………….…..(2.22)
dengan; yi = selisih absolut data hasil pengamatan dengan rata-ratanya
untuk tiap level
4) JK-Error (JKE) = JKT – JK (Faktor) ……………………….….…..(2.23)
Nilai-nilai hasil perhitungan di atas dapat dirangkum dalam sebuah daftar
analisis ragam sebagaimana tabel 2.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-31
Tabel 2.7 Skema umum daftar analisis ragam homogenitas
Sumber Keragaman Db JK KT F
Faktor
Error
Total
F JK(Faktor) JK(Faktor)/ Db )(
(faktor)
KTKT
error
n-1-f JKE JKE / Db
n-1 JKT
Sumber: Sudjana, 1985
d. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
H0 : s12 = s2
2
H1 : Ragam seluruh level faktor tidak semuanya sama
e. Taraf nyata yang dipilih adalah a = 0.01
f. Wilayah kritik : F > Fa(v1 ; v2) atau F > F0.01(1;46)
3. Uji Independensi.
Salah satu upaya mencapai sifat independen dengan melakukan pengacakan
terhadap observasi. Apabila masalah acak ini diragukan maka dapat dilakukan
pengujian dengan cara melakukan plot residual versus urutan pengambilan
observasinya. Hasil plot tersebut akan memperlihatkan ada tidaknya pola
tertentu. Jika ada pola tertentu, berarti ada korelasi antar residual atau error
tidak independen. Apabila hal tersebut terjadi, berarti pengacakan urutan
eksperimen tidak benar (eksperimen tidak terurut secara acak).
2.6.4 Uji Rata-Rata Sesudah Anova
Uji setelah anova dilakukan apabila ada hipotesis nol (H0) yang ditolak
atau terdapat perbedaan yang signifikan antar level faktor, blok, atau interaksi
faktor-faktor. Uji setelah anava bertujuan untuk menjawab manakah dari rata-rata
taraf perlakuan yang berbeda.
Alat uji yang digunakan adalah Contras Orthogonal, uji rentang Student
Newman-Keuls, uji Dunnett dan uji Scheffe. Apabila ingin menggunakan uji
Contras Orthogonal, maka pemakaian alat uji ini sudah ditentukan sejak awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-32
(sebelum eksperimen dilakukan), termasuk model perbandingan rata-rata
perlakuan. Adapun tiga alat uji lainnya dapat digunakan apabila perlu setelah hasil
pengolahan data menunjukkan adanya perbedaan yang berarti antar perlakuan.
Uji Student Newman-Keuls (SNK) lebih tepat digunakan dibandingkan uji
Dunnett atau Scheffe, untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan dari
suatu faktor yang dinyatakan berpengaruh signifikan oleh uji Anova. Pemilihan
uji Dunnett atau Scheffe tidak tepat untuk melihat pada level mana terdapat
perbedaan terhadap suatu faktor, karena uji Dunnett hanya digunakan untuk
membandingkan suatu kontrol dengan perlakuan lainnya. Sedangkan uji Scheffe
lebih ditujukan untuk membandingkan antara dua kelompok perlakuan (bukan
level tunggal).
Prosedur uji Student Newman-Keuls (SNK) (Hicks, 1993) terhadap suatu
level yang pengaruhnya dinyatakan cukup signifikan, sebagai berikut:
1. Susun rata-rata tiap level yang diuji dari kecil ke besar.
2. Ambil nilai mean squareerror dan dferror dari tabel anova.
3. Hitung nilai error standar untuk mean level dengan rumus berikut :
kS error
.jY
MS= ……………...…………………….……………………..(2.24)
dengan; k = jumlah level
4. Tetapkan nilai a dan ambil nilai-nilai significant ranges dari Tabel
Stundentized range dengan n2 = dferror dan p = 2, 3, … ,k sehingga diperoleh
significant range (SR).
5. Kalikan tiap nilai significant range (SR) yang diperoleh dengan error standar
sehingga diperoleh least significant range (LSR).
LSR = SR x .jYS …………...…………………….……………………..(2.25)
6. Hitung beda (selisih) mean antar dua level (akan terbentuk kK2 = k(k – 1)/2
pasang), dimulai dari mean terbesar dengan sampai dengan mean terkecil.
Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk
p = k – 1, demikian seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-33
2.7 PENELITIAN SEBELUMNYA
Hamdani (1998) mengkaji mengenai perbandingan umur pahat dan
karakteristik metalurgi terhadap pahat HSS Cina dan Jerman. Penelitian ini
bertujuan membedakan dua jenis material HSS mengenai umur pahat dan
karakteristik metalurginya. Kedua jenis pahat diuji pada proses pemesinan untuk
mengetahui umur pahat. Parameter pemesinan, geometri pahat, dan batas kriteria
keausan kritisnya sama. Kedua jenis material diperiksa kakteristik metalurginya
yaitu kekerasan, struktur mikro, dan komposisi kimia serta senyawa karbida. Hasil
penelitian didapat bahwa umur pahat HSS Cina 154,6 menit dan pahat HSS
Jerman 21,6 menit.
Sugito (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh annealing terhadap
sifat fisis dan mekanis pahat hss dengan unsur paduan utama chrom. Penelitian ini
bertujuan untuk mengamati dan mencocokkan fase yang ada pada pahat HSS
dengan standard pengujian yang ada setelah bahan mengalami annealing. Dari
hasil pengujian dan pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa, baja chrom, pada
bagian dalam sebelum diannealing kekerasan rata-rata 1059,86 kg/mm2,
sedangkan pada bagian dalam setelah diannealing kekerasan rata-rata adalah
300,46 kg/mm2.
Hermawan (2009) melakukan kajian mengenai karakterisasi pahat HSS
produk Jerman dan Taiwan. Penelitian ini bertujuan membandingkan struktur
mikro dan komposisi kimia dan kekerasan pada pahat bubut HSS buatan Jerman
dan buatan Taiwan. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kekerasan,
pengujian komposisi kimia dan struktur mikro (mikrografi). Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa HSS Jerman menpunyai nilai kekerasan 64,42 HRC
sedangkan HSS Taiwan mempunyai kekerasan 62,35 HRC.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian menggambarkan langkah-langkah penelitian yang
akan dilakukan dalam pemecahan masalah. Adapun langkah-langkah penyelesaian
masalah adalah seperti pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Metodologi penelitian
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Penetapan Tujuan dan Manfaat Penelitian
Studi Lapangan
Perancangan desain eksperimen Penentuan faktor, variabel respon, replikasi,
treatment
Studi Literatur
Persiapan objek penelitian dan bahan/alat pendukung
Penentuan level geometri sudut pahat HSS (Variasi β/γ dan ε/κ)
Pengambilan Data (kenaikan temperatur mata potong pahat HSS)
A
Desain eksperimen
Studi Pendahuluan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Gambar 3.1 Metodologi penelitian (lanjutan)
3.1 STUDI PENDAHULUAN
Pada tahap ini terlebih dahulu ditentukan latar belakang masalah, perumusan
masalah, dan kemudian dilakukan penetapan tujuan dan manfaat dari penelitan.
Permasalahan diambil dari studi kasus di Laboratorium Perencanaan dan
Perancangan Produk (P3) Teknik Industri Uiversitas Sebelas Maret Surakarta.
3.2 STUDI LITERATUR DAN STUDI LAPANGAN
Studi pustaka dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran mengenai
teori dan konsep yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang
diteliti dan mendapatkan dasar referensi yang kuat dalam menerapkan suatu
metode yang digunakan. Studi literatur dilakukan dengan mengeksplorasi
buku-buku, jurnal, penelitian dan sumber lain yang terkait dengan geometri
sudut dan umur pahat high speed steel (HSS) dan tentang desain eksperimen.
Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian
Kesimpulan dan Saran
A
Uji karakteristik data
Uji signifikansi
Uji pembanding
Pengolahan data
Uji karakteristik data
Uji signifikansi
Uji karakteristik data
Uji signifikansi
Uji pembanding
Uji karakteristik data
Uji signifikansi
Uji karakteristik data
Uji karakteristik data
Uji signifikansi
Uji karakteristik data
Uji signifikansi
Uji karakteristik data
Uji pembanding
Uji signifikansi
Uji karakteristik data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
3.3 PERANCANGAN METODE DESAIN EKSPERIMEN
Umur pakai pahat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pengaruh dari geometri
sudut pahat meliputi faktor sudut kappa (κr), sudut gamma (γo), dan faktor lainnya
yaitu diameter benda kerja. Faktor-faktor dalam penelitian ini ditentukan di awal
penelitian (fixed factor). Rancangan penelitian pada penelitian ini ditentukan
melalui beberapa tahapan.
3.3.1 Tahap Perencanaan Planning Phase
Langkah-langkah dalam planning phase, sebagai berikut:
1. Merumuskan problem statement.
Problem statement dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh sudut
kappa, sudut gamma terhadap umur pakai pahat.
2. Menentukan variabel dependent (respon).
Variabel dependent (respon) yang diukur pada penelitian ini adalah nilai
kenaikan temperatur mata potong pahat setelah digunakan. Sifat variabel
dependent (respon) adalah kuantitatif. Unit eksperimen pada penelitian ini
adalah pahat HSS.
3. Menentukan variabel independent (faktor).
Faktor-faktor yang ingin diuji pada penelitian ini, yaitu:
a. geometri sudut potong utama (κr) (sudut kappa) (a)
level sudut (κr) : 90°(a1), 75°(a2), 45°(a3).
b. geometri sudut geram orthogonal (γo) (sudut gamma) (b)
level sudut (γo) : 30°(b1), 26°(b2), 22°(b3), 18°(b4), 14°(b5).
c. diameter material pengujian (c sebagai block)
level diameter material pengujian yaitu 31,5mm (c1), 29,9mm (c2),
28,3mm (c3).
Faktor a,b, dan blok c bersifat kuantitatif dan level-level dari semua faktor
dipilih secara fixed.
Geometri sudut pahat lain yang tidak termasuk faktor :
a. sudut bebas orthogonal (αo) : 12°.
b. sudut potong bantu (κ’r) : 60°.
c. sudut penampang orthogonal : 48°, 52°, 56°, 60°, 64°.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
4. Menentukan kombinasi level-level faktor.
Kombinasi level-level faktor ditunjukkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kombinasi level-level faktor dan blok
90° (a1) 75° (a2) 45° (a3)30° (b1) a1b1c1 a2b1c1 a3b1c126° (b2) a1b2c1 a2b2c1 a3b2c122° (b3) a1b3c1 a2b3c1 a3b3c1
18° (b4) a1b4c1 a2b4c1 a3b4c114° (b5) a1b5c1 a2b5c1 a3b5c130° (b1) a1b1c2 a2b1c2 a3b1c2
26° (b2) a1b2c2 a2b2c2 a3b2c222° (b3) a1b3c2 a2b3c2 a3b3c218° (b4) a1b4c2 a2b4c2 a3b4c214° (b5) a1b5c2 a2b5c2 a3b5c230° (b1) a1b1c3 a2b1c3 a3b1c3
26° (b2) a1b2c3 a2b2c3 a3b2c3
22° (b3) a1b3c3 a2b3c3 a3b3c318° (b4) a1b4c3 a2b4c3 a3b4c314° (b5) a1b5c3 a2b5c3 a3b5c3
Faktor Sudut Kappa (κr)
Faktor Variasi Sudut (a)
31.5 (c1)
29.9 c2)
28.3 (c3)
Diameter Material Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut gamma (γo) (b)
3.3.2 Tahap Design Phase
Langkah-langkah yang dilakukan dalam design phase, sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah observasi.
Setiap kombinasi level-level faktor pada penelitian ini akan dilakukan
pengulangan replikasi sebanyak dua kali. Penentuan jumlah replikasi dua kali
karena mempertimbangkan ketersediaan material aluminium paduan rendah
yang terbatas. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah desain eksperimen
menggunakan blok sehingga dengan mereplikasi dua kali data yang diperoleh
sudah cukup banyak.
2. Menentukan layout pengumpulan data.
Dalam tahap ini dilakukan penentuan teknik desain eksperimen yang
digunakan. Teknik desain eksperimen yang dipilih yaitu Factorial Experiment
Randomized Block Design. Desain ini digunakan karena eksperimen ini terdiri
dari dua faktor yaitu geometri sudut potong utama (κr) (sudut kappa) (a),
geometri sudut geram orthogonal (γo) (sudut gamma) (b), dan satu blok yaitu
diameter material pengujian (c). Tujuan penggunaan blok adalah agar cara
merendom eksperimen lebih terkendali dengan harapan rendom error dari
eksperimen dapat diperkecil. Pada kajian ini, yang menjadi fokus utama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
eksperimen adalah geometri sudut potong utama (sudut kappa) (κr) dan
geometri sudut geram orthogonal (sudut gamma) (γo) serta yang menjadi blok
pengacakan eksperimen adalah diameter material pengujian. Oleh karena itu
dipilih desain eksperimen Factorial Experiment Randomized Block Design.
Eksperimen ditentukan secara acak seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.2.
Layout pengumpulan data ditunjukkan pada tabel 3.3. Pengacakan dilakukan
dengan mengambil secara acak kertas yang telah diberi penomeran angka 1-30
untuk setiap blok.
Tabel 3.2 Urutan pengambilan data eksperimen
90° (a1) 75° (a2) 45° (a3)3 26 24
7 28 2529 15 430 20 18
1 9 619 23 175 21 2
10 22 278 12 1311 14 16
6 3 1528 14 291 10 9
13 20 3022 12 84 27 2521 2 1626 23 195 17 1124 18 73 9 7
11 23 28
8 1 16
15 29 25
2 6 2024 26 417 10 275 30 1219 14 2213 21 18
28.3 (c3)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
14° (b5)
18° (b4)
14° (b5)
29.9 c2)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
14° (b5)
Diameter Material Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut gamma (γo) (b)
Faktor Sudut Kappa (κr)
Faktor Variasi Sudut (a)
31.5 (c1)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
Tabel 3.3 Layout pengumpulan data eksperimen
90° (a1) 75° (a2) 45° (a3)Y 111 Y 211 Y 311
Y 112 Y 212 Y 312
JumlahY 121 Y 221 Y 321
Y 122 Y 222 Y 322
JumlahY 131 Y 231 Y 331
Y 132 Y 232 Y 332
JumlahY 141 Y 241 Y 341
Y 142 Y 242 Y 342
JumlahY 151 Y 251 Y 351
Y 152 Y 252 Y 352
JumlahTotal
Y 111 Y 211 Y 311
Y 112 Y 212 Y 312
JumlahY 121 Y 221 Y 321
Y 122 Y 222 Y 322
JumlahY 131 Y 231 Y 331
Y 132 Y 232 Y 332
JumlahY 141 Y 241 Y 341
Y 142 Y 242 Y 342
JumlahY 151 Y 251 Y 351
Y 152 Y 252 Y 352
JumlahTotal
Y 111 Y 211 Y 311
Y 112 Y 212 Y 312
JumlahY 121 Y 221 Y 321
Y 122 Y 222 Y 322
JumlahY 131 Y 231 Y 331
Y 132 Y 232 Y 332
JumlahY 141 Y 241 Y 341
Y 142 Y 242 Y 342
JumlahY 151 Y 251 Y 351
Y 152 Y 252 Y 352
JumlahTotal
Faktor Sudut Kappa (κr) Total
Faktor Variasi Sudut (a)
30° (b1)
26° (b2)
Diameter Material Pengujian (mm) (c)
31.5 (c1)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
22° (b3)
18° (b4)
14° (b5)
Faktor Sudut gamma (γo) (b)
14° (b5)
28.3 (c3)
14° (b5)
29.9 c2)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
dengan; Y1111 : variabel respon untuk sudut kappa 90°, sudut gamma 30°,
pada replikasi pertama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
3. Menentukan model matematik variabel respon.
Rumusan model matematik yang digunakan untuk menjelaskan variabel
respon adalah sebagai berikut:
)(ijklijkjiijkl ABCBAY em +++++= .............................................(3.1)
dengan;
Yijkl : variabel respon kenaikan temperatur bidang aktif pahat
Ai : faktor sudut kappa
Bj : faktor sudut gamma
Ck : faktor diameter material pengujian
ABij : interaksi faktor A dan faktor B
em(ijk) : random error
i : jumlah faktor sudut kappa (A), i = 1, 2, 3
j : jumlah faktor sudut gamma (B), j = 1, 2, 3, 4, 5
k : jumlah faktor diameter material pengujian (C), k = 1,2,3
l : jumlah replikasi l = 1, 2
4. Menentukan hipotesis eksperimen.
Hipotesis yang diajukan dalam eksperimen ini adalah faktor sudut kappa,
sudut gamma, dan diameter material pengujian berpengaruh terhadap
kenaikan temperatur mata potong pahat, dimana faktor tersebut mungkin
berdiri sendiri ataupun berinteraksi dengan faktor yang lain. Hipotesis
umum ini disebut sebagai hipotesis satu (H1).
Adapun hipotesis nol dari eksperimen dalam penelitian ini, adalah:
H01 : jǂ挠 = 0
Perbedaan sudut kappa tidak menimbulkan pengaruh yang
signifikan terhadap besarnya kenaikan temperatur mata potong
pahat.
H02 : j4挠 = 0
Perbedaan sudut gamma tidak menimbulkan pengaruh yang
signifikan terhadap besarnya kenaikan temperatur mata potong
pahat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
H03 : j披挠 = 0
Perbedaan diameter material pengujian tidak menimbulkan
pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kenaikan temperatur
mata potong pahat.
H04 :
jǂ4挠 = 0
Perbedaan interaksi sudut kappa dan sudut gamma tidak
menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya
kenaikan temperatur mata potong pahat.
3.4 PERSIAPAN OBJEK PENELITIAN DAN BAHAN ATAU ALAT PENDUKUNG
Setelah perancangan desain eksperimen, maka dilakukan persiapan objek
penelitian dan bahan/alat pendukung yang digunakan, yaitu:
1. Objek penelitian: pahat HSS.
Pahat HSS yang digunakan adalah pahat HSS jenis plain HSS (HSS murni)
dengan dimensi 9mm x 9mm x 120mm.
2. Bahan/alat pendukung.
a. Mesin gerinda.
Mesin gerinda yang digunakan adalah mesin gerinda meja merk ALDO
dengan kapasitas dua batu gerinda di kanan dan kiri untuk pengasahan dan
pembentukan geometri sudut pahat HSS.
b. Bevel protractor.
Bevel protractor adalah alat yang digunakan untuk mengukur geometri
sudut pahat yang dibentuk pada proses penggerindaan. Bevel protractor
yang digunakan pada penelitian ini adalah merk KRISBOW dengan akurasi
pengukuran sudut 1⁰.
c. Mesin bubut.
Mesin bubut yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin bubut manual
yang berada di laboratorium P3 sebagai tempat penelitian. Mesin bubut
tersebut merk CZ308A dengan kapasitas putaran spindel maksimum
1500rpm dan feed rate 0,42mm/put.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-9
d. Thermometer infrared.
Thermometer infrared digunakan untuk mengukur kenaikan temperatur
mata potong pahat ketika diujikan. Thermometer infrared yang digunakan
adalah merk KRISBOW dengan akurasi pengukuran 1⁰C. Dapat juga
digunakan dalam satuan fahrenhait. Cara kerja alat ini adalah menembakkan
sinar infrared ke arah permukaan benda yang diukur dan pada layar
menunjukkan hasil pengukuran themperatur benda yang diukur.
e. Dial caliper.
Dial caliper adalah alat yang digunakan mengukur ukuran diameter benda
kerja atapun dimensi panjang. Dalam penelitian ini dial caliper yang
digunakan adalah merk MITUTOYO dengan akurasi pengukuran 0,01mm.
f. Stand dial.
Stand dial adalah alat untuk mencekam dial indicator, namun dalam
penelitian ini digunakan untuk pencekam thermometer infrared. Agar dapat
dipasangkan dalam tool post sehingga ikut bergerak mengikuti gerakan
pahat.
g. Material Aluminium paduan rendah bentuk silinder.
Material ini merupakan aluminium murni namun terdapat campuran unsur
pengotor yang ikut tercampur dalam proses pembuatannya. Persentase unsur
pengotor tidak teridentikasi sehingga disebut aluminium paduan rendah.
3.5 PENGAMBILAN DATA
Data diambil dari hasil percobaan yang dilakukan di Laboratorium
Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri UNS. Data yang
digunakan adalah kenaikan temperatur mata potong pahat dari kondisi awal ketika
belum digunakan sampai kondisi akhir pemotongan (∆t).
θs1 : temperatur awal bidang aktif pahat. (°C) θs2 : temperatur akhir bidang aktif pahat. (°C) ∆θs : kenaikan temperatur bidang aktif pahat. (°C)
θs1 θs2
∆θs = θs2 - θs1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-10
Langkah-langkah pengambilan data, sebagai berikut:
1. Persiapan objek penelitian dan bahan/alat pendukung.
a. Pahat HSS.
Pahat HSS dibentuk sesuai geometri yang sudah ditentukan, dengan
menggunakan mesin gerinda. Pengasahan dilakukan secara manual tanpa
menggunakan ficture tambahan untuk membentuk geometri sudutnya.
Untuk mengetahui geometri sudut yang diinginkan telah tercapai atau
belum diukur dengan menggunakan bevel protrector.
b. Material aluminium paduan bentuk silinder.
Pembelian material aluminium paduan bentuk silinder masih dalam bentuk
panjang 3 meter. Spesimen dibuat sepanjang 20 cm, sehingga perlu
dilakukan pemotongan dengan menggunakan gergaji besi. Jumlah spesimen
yang diperlukan sebanyak 30 batang silinder. Setelah dipotong kemudian
pada satu baian sisi dilakukan facing cut dengan mesin bubut dan dibuat
center point dengan alat potong center drill.
c. Thermometer infrared.
Thermometer infrared dipasangkan pada stand dial dengan menggunakan
isolasi plastik. Hal tersebut bertujuan agar ketika digunakan untuk
mengukur themperatur, thermometer berada pada posisi yang konstan.
2. Proses pengambilan data.
a. Mempersiapkan mesin bubut.
Mesin bubut yang digunakan adalah mesin bubut manual, parameter mesin
berdasarkan perhitungan dikondisikan putaran spindel mesin 1500 rpm,
feed rate 0.13, dept of cut 0.8 mm, panjang pemakanan 180 mm.
Pencekaman material benda kerja dibuat chuck center yaitu dengan
menambahkan life center sebagai tumpuan karena benda kerja yang cukup
panjang.
b. Menyeting Pahat HSS.
Pahat dicekam pada tool post dengan kondisi mata potong keluar sepanjang
30mm sehingga tidak over hang. Semua pahat diseting pada kondisi yang
sama sehingga homogenitas kondisi pahat diharapkan dapat tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-11
c. Memasang material benda kerja.
Material dipasangkan pada chuck center dengan kondisi panjang
pemotongan 180 mm.
d. Memasang thermometer infrared.
Thermometer infrared yang telah terpasang pada stand dial diletakkan pada
tool post agar ikut bergarak mengikuti mata potong yang diukur ketika
pengujian pemakanan. Sinar infrared diarahkan tepat pada mata potong
pahat yang kontak dengan benda kerja sehingga ukuran lebih akurat.
e. Melakukan Pengujian.
Setelah semua alat dan bahan terpasang kemudian dilukan pengujian untuk
mengambil data kenaikan temperatur mata potong pahat. Pengambilan data
yang pertama adalah pada blok diameter material pengujian 30,5 mm
dengan urutan yang telah ditentukan. Setelah pengambilan data pada blok
31,5 mm selesai dilanjutkan pada blok 29,9 mm kemudian blok 28,3 mm.
Semua pengambilan data pada setiap spesimen dikondisikan pada kondisi
yang sama. Data yang diperoleh adalah temperatur mata potong pahat
sebelum dilakukan pengujian pemakanan dan setelah dilakukan pengujian
pemakanan sehingga diketahuai kenaikan temperatur yang terjadi. Data
dibaca pada thermometer infrared kemudian dicatat pada tabel yang
dipersiapkan.
3.6 PENGOLAHAN DATA
Setelah dilakukan pengumpulan data, langkah berikutnya adalah mengolah
data tersebut untuk mendapatkan hasil (output) dari penelitian ini. Pengolahan
data dimulai dengan pengujian karakteristik data, pengujian signifikansi
(ANOVA), dan uji pembanding ganda. Langkah-langkah pengolahan data
dijelaskan dalam uraian berikut:
3.6.1 Uji Sebelum ANOVA
Pengujian karakteristik data perlu dilakukan agar metode dalam penelitian
dapat diyakini memberikan hasil/analisis yang valid, yaitu:
1. Uji normalitas dengan metode Kolmogorov Smirnov.
Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan
pada tiap level.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-12
Langkah-langkah uji Kolmogorov-Smirnov (Sudjana, 2005), yaitu:
a. Mengurutkan data dari yang terkecil sampai terbesar.
b. Menghitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi ( s ) data tersebut.
n
x
x
n
ii ÷÷ø
öççè
æ
=å=1 ..........................................................................................(3. 2)
( )
1
2
2
-
-=
åån
n
xx
s
ii
......................................................................(3. 3)
Keterangan:
xi = nilai kenaikan temperatur pada pengamatan ke-i
n = banyaknya data kenaikan temperatur
c. Mentransformasikan data tersebut menjadi nilai baku ( z ).
( ) sxxz ii /-= .....................................................................................(3. 4)
Keterangan:
xi = nilai kenaikan temperatur pada pengamatan ke-i
x = rata-rata
s = standar deviasi
d. Berdasarkan nilai baku ( z ), menentukan nilai probabilitasnya P( z )
berdasarkan sebaran normal baku sebagai probabilitas pengamatan
menggunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal.
e. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan rumus,
sebagai berikut:
nixP i /)( = ..............................................................................................(3. 5)
Keterangan:
i = data ke-
n = jumlah data
f. Menentukan nilai maksimum dari selisih absolut P( z ) dan P( x ) yaitu:
maks | P( z ) - P( x )| , sebagai nilai L hitung.
Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam 3 kali
replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : Sampel data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-13
H1 : Sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal
Taraf nyata yang dipilih a = 0.05, dengan wilayah kritik Lhitung > La(n).
Apabila nilai Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan simpulkan bahwa data
observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Uji homogenitas dengan Levene Test.
Uji homogenitas dilakukan secara berpasangan antara variabel respon dengan
masing-masing faktor. Tujuan dari pengujian ini adalah memastikan bahwa
variansi nilai dependent variable tidak terkonsentrasi atau terkumpul pada level
tertentu dari independent variable. Uji levene dilakukan dengan menggunakan
analisis ragam terhadap selisih absolut dari setiap nilai pengamatan dalam sampel
dengan rata-rata sampel yang bersangkutan. Data dinyatakan homogen apabila
nilai Uji levene lebih besar dari 0,05.
Langkah-langkah uji homogenitas dengan Levene Test adalah:
a. Mengelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji.
b. Menghitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap
level.
c. Menghitung nilai-nilai berikut ini :
1. Faktor Koreksi (FK) = ( ) nyi
2å ……………………………..……..…(3.6)
keterangan: yi = selisih absolut data hasil pengamatan dengan rata-ratanya untuk tiap level
i = 1, 2, . . ., n n = banyaknya data = 54
2. JK-Faktor = ( ) FKkyi -÷øöç
èæ å 2
……………….…………..………......(3.7)
keterangan k = banyaknya data pada tiap level k = 27, untuk faktor jenis kertas k = 18, untuk faktor jenis perekat dan kerapatan
3. JK-Total (JKT) = ( ) FKyi -å 2 ……………………………………..…....(3.8)
4. JK-Error (JKE) = JKT – JK(Faktor) ……………………….….....…..(3.9)
Nilai-nilai hasil perhitungan di atas dapat dirangkum dalam sebuah daftar
analisis ragam sebagaimana tabel 3.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-14
Tabel 3.4 Skema Umum Daftar Analisis Ragam Uji Homogenitas
Sumber Keragaman Db JK KT F
Faktor
(sudut kappa, sudut gamma)
f JK(Faktor) JK(Faktor) / db )(
)(errorKTfaktorKT
Error n-1-f JKE JKE / db
Total n-1 JKT
Hipotesis yang diajukan adalah :
H0 : 26
25
24
23
22
21 ssssss =====
H1 : Ragam seluruh level faktor tidak semuanya sama
d. Taraf nyata yang dipilih adalah α = 0.05
e. Wilayah kritik : F > F α (v1 ; v2)
3. Uji independansi.
Salah satu upaya mencapai sifat independen dengan melakukan pengacakan
terhadap observasi. Namun demikian, jika masalah acak ini diragukan maka
dapat dilakukan pengujian dengan cara memplot residual versus urutan
pengambilan observasinya. Hasil plot memperlihatkan ada tidaknya pola
tertentu. Jika ada pola tertentu, berarti ada korelasi antar residual atau error
tidak independen. Apabila hal tersebut terjadi, berarti pengacakan urutan
eksperimen tidak benar (eksperimen tidak terurut secara acak).
3.6.2 Uji ANOVA
Data yang telah memenuhi syarat uji asumsi, kemudian dilanjutkan dengan
uji signifikansi. Uji signifikansi perbedaan kombinasi yang terbentuk dalam
penelitian ini merupakan tahap analisis (analysis phase) dalam desain eksperimen.
Pengujian ini menggunakan metode Analysis of Variance dengan dua faktor dan
satu block. Pada pengujian ini akan diketahui faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-15
Langkah-langkah uji signifikansi adalah:
1. Menghitung jumlah kuadrat total (SStotal).
nabc
TYSS
....a
i
b
j
c
k
n
lijkltotal
22 -= åååå ………..……………………………...….(3.10)
2. Menghitung jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-i
faktor sudut kappa (SSA).
å=
-=a
i
.......iA
nabc
T
nbc
TSS
1
22
………..…………………………………………….(3.11)
3. Menghitung jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-j
faktor sudut gamma (SSB).
å=
-=b
j
......j.B
nabc
T
nac
TSS
1
22
….……………..…………………………….….….(3.12)
4. Menghitung jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam interaksi
taraf ke-ij antara faktor sudut kappa dan faktor sudut gamma (SSAxB).
nabc
T
nac
T
nbc
T
n
TSS
2....
b
j
2..j.
a
1i
b
1j
n
1m
a
i
2...i
2ij.m
AxB +--= åååå å= = =
……………..………...…(3.13)
5. Menghitung jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-k
blok diameter material pengujian (SSC).
nabc
T
nab
T ....k
c
..k.C
2
1
2
SS -= å=
……………......................................…………...…(3.14)
6. Menghitung jumlah kuadrat error (SSE).
CBABA SSSSSSSSSSSS xtotalE ----= ……………...……..………….....…(3.15)
Tabel 3.5 Anova eksperimen 2 faktor dengan satu blok desain acak
Sumber
Variansi
Derajat
Bebas (df)
Jumlah
Kuadrat (SS)
Kuadrat
Tengah (MS) F
Faktor A
Faktor B
Interaksi A x B
Blok C
Error
a - 1
b – 1
(a – 1)(b – 1)
(c – 1)
(ab-1)(c - 1)
SSA
SSB
SSAxB
SSC
SSE
SSA/dfA
SSB/dfB
SSAxB/dfAxB
SSC/dfC
SSE/dfE
MSA/MSE
MSB/MSE
MSAxB/MSE
MSC/MSE
Total abc-1 SSTotal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-16
3.6.3 Uji Setelah ANOVA
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan yang
terjadi dari hasil eksperimen yang telah dilakukan, dimana dalam hal ini adalah
untuk mengetahui kombinasi sudut yang terbaik yang tidak menyebabkan
kenaikan temperatur mata potong pahat yang signifikan sehingga umur pakai
pahat dapat ditingkatkan. Pengujian setelah Anova menggunakan uji SNK
(Student Newman Keuls). Uji pembanding ganda menggunakan uji SNK (Student
Newman Keuls) dengan langkah-langkah berikut:
1. Menyusun rata-rata tiap level yang diuji dari kecil ke besar.
2. Mengambil nilai mean squareerror dan dferror dari tabel ANOVA.
3. Menghitung nilai error standar untuk mean level dengan rumus berikut :
kS error
.jY
MS= ………………………………………………………….(3.16)
keterangan: k = jumlah level k = 3 , untuk faktor sudut kappa (A) k = 5 , untuk faktor sudut gamma (B) k = 15 , untuk kombinasi faktor AxB
4. Menetapkan nilai a dan ambil nilai-nilai significant ranges dari Tabel
Stundentized range dengan n2 = dferror dan p = 2, 3, … ,k sehingga diperoleh
significant range (SR).
5. Mengalikan tiap nilai significant range (SR) yang diperoleh dengan error
standar sehingga diperoleh least significant range (LSR).
LSR = SR x .jY
S …………………………….…………………………..(3.17)
6. Menghitung beda (selisih) mean antar dua level (akan terbentuk kK2 = k(k –
1)/2 pasang), dimulai dari mean terbesar dengan sampai dengan mean terkecil.
Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk
p = k – 1, demikian seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan.
3.7 ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada tahap ini dilakukan analisis dari hasil penelitian mengetahui pengaruh
geometri sudut pahat terhadap umur pahat dan menganalisis apakah penelitian
yang dilakukan sudah benar atau masih perlu diadakan perbaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-17
3.8 KESIMPULAN DAN SARAN
Tahap terakhir penelitian yaitu membuat kesimpulan yang menjawab tujuan
akhir dari penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah
dilakukan serta saran yang disampaikan untuk memperbaiki peningkatan umur
pahat dari hasil penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini akan diuraikan mengenai pengumpulan dan pengolahan data
eksperimen meliputi kenaikan temperatur spesimen, pengujian data, perhitungan
pengaruh faktor dengan pengujian anova dan penentuan level terbaik dari faktor-
faktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon dengan
menggunakan pengujian Student-Newman-Keuls (SNK).
4.1 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode eksperimen, yaitu
melakukan pengujian pada objek yang diteliti untuk mendapatkan data kenaikan
temperatur mata potong pahat yang diolah. Data kenaikan temperatur tersebut
selanjutnya digunakan sebagai input untuk unji ANOVA. Uji ANOVA dilakukan
untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang dipilih berpengaruh secara signifikan
terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat.
4.1.1 Pelaksanaan Eksperimen
Sebelum dilakukan pengumpulan data eksperimen, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah menentukan karakteristik eksperimen. Karakteristik
eksperimen tentang pengaruh geometri sudut pahat ini dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik eksperimen
Karakteristik Keterangan
Unit Eksperimen Pahat HSS dengan dimensi 9mm x 9mm x 250mm
Variabel Respon
Kenaikan temperatur pada mata potong pahat setelah
digunakan proses bubut pada material benda kerja
aluminium paduan.
Faktor 1. Sudut Kappa
2. Sudut Gamma
Blok Diameter material benda kerja untuk pengujian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
Tabel 4.1 Karakteristik eksperimen (lanjutan)
Karakteristik Keterangan
Level tiap faktor 1. A1= 90º, A2=75º, A3=45º
2. B1=30º, B2=26º, B3=22º, B4 =18º, B5=14º
Level Block C1=31,5mm , C2=29,9mm , C3=28,3mm
Alat Ukur Bevel protector, Infrared thermometer, dial caliper
Randomisasi Urutan pengambilan data ( perlakuan ) dalam blok
Perlakuan
1. A1B1 4. A1B2 7. A1B3 10. A1B4 13. A1B5
2. A2B1 5. A2B2 8. A2B3 11. A2B4 14. A2B5
3. A3B1 6. A3B2 9. A3B3 12. A3B4 15. A3B5
Replikasi 2 kali replikasi perlakuan
Metode eksperimen Eksperimen faktorial dengan dua faktor dan satu blok
Gambar 4.1 Contoh spesimen pahat HSS
Setelah karakteristik eksperimen tersebut diketahui, maka eksperimen
dapat dilaksanakan. Eksperimen tersebut dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2010
sampai dengan 26 juli 2010 di laboratorium P3 Teknik Industri UNS. Kondisi
fisik lingkungan seperti temperatur selama eksperimen relatif konstan. Temperatur
udara selama berlangsungnya eksperimen adalah sebesar 28 0C sampai dengan
300C. Urutan pengambilan data dalam eksperiman secara rinci dapat dilihat pada
tabel 4.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
Pengacakan urutan eksperimen dilakukan pada setiap level dari faktor
diameter material pengujian karena faktor diameter material pengujian tersebut
berfungsi sebagai blok. Pengacakan urutan eksperimen dapat dilihat pada tabel
3.2. Setiap blok diwakili oleh pahat yang sama dimana perbedaan diameter
diasumsikan tiap kondisi memiliki cutting speed yang sama karena dengan
putaran mesin 1500 rpm maka berdasarkan perhitungan menghasilkan cutting
speed tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
4.1.2 Data Hasil Eksperimen
Hasil dari eksperimen ini merupakan data pengujian pahat bubut yang
diujikan dengan dilakukan pemakanan memanjang pada material aluminium
sehingga diperoleh data kenaikan temperatur pahat bubut setelah diujikan
tersebut. Data yang diperoleh adalah temperatur awal pahat bubut dan temperatur
akhir pahat bubut setelah dilakukan pengujian. Dari ini dilakukan perhitungan
sehingga dihasilkan kenaikan temperatur pahat setelah dilakukan pengujian. Data
hasil eksperimen dapat dihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data hasil eksperimen
suhu awal suhu akhir ∆ t suhu awal suhu akhir ∆ t suhu awal suhu akhir ∆ t
30 42 12 32 40 8 32 40 831 42 11 32 44 12 33 42 930 42 12 32 45 13 32 38 632 41 9 32 48 16 31 44 1330 41 11 32 44 12 32 47 1531 44 13 30 52 22 33 57 2430 34 4 32 41 9 30 38 832 38 6 32 42 10 32 44 1232 52 20 32 50 18 32 44 1232 54 22 32 46 14 32 47 1530 44 14 32 44 12 32 39 731 42 11 32 46 14 33 42 932 41 9 33 48 15 32 46 1432 43 11 33 46 13 32 40 831 36 5 33 45 12 32 54 2232 42 10 32 48 16 34 52 1831 36 5 33 42 9 30 38 832 38 6 32 39 7 33 46 1333 55 22 33 52 19 33 50 1733 56 23 33 54 21 33 48 1531 42 11 32 41 9 33 40 732 44 12 32 49 17 33 42 932 43 11 33 43 10 33 46 1332 44 12 33 42 9 33 41 831 37 6 33 47 14 33 52 1932 39 7 32 44 12 34 57 2331 36 5 33 46 13 32 37 532 41 9 33 40 7 33 47 1433 52 19 33 52 19 33 55 2233 50 17 32 52 20 33 52 19
Diameter Material
Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut
gamma (γo) (b)
Faktor Sudut Kappa (κr)
Faktor Variasi Sudut (a)90° (a1) 75° (a2) 45° (a3)
31.5 (c1)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
14° (b5)
29.9 (c2)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
14° (b5)
28.3 (c3)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
14° (b5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
Tabel 4.3 Data rekap kenaikan temperatur
90° (a1) 75° (a2) 45° (a3)12 8 811 12 912 13 69 16 13
11 12 1513 22 244 9 86 10 12
20 18 1222 14 1514 12 711 14 99 15 14
11 13 85 12 22
10 16 185 9 86 7 13
22 19 1723 21 1511 9 712 17 911 10 1312 9 86 14 197 12 235 13 59 7 14
19 19 2217 20 19
Rata-rata: 12,656
18° (b4)
14° (b5)
28.3 (c3)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
14° (b5)
Diameter Material Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut gamma (γo)
(b)
Faktor Sudut Kappa (κr)
Faktor Variasi Sudut (a)
31.5 (c1)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
18° (b4)
14° (b5)
29.9 c2)
30° (b1)
26° (b2)
22° (b3)
4.2 PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data melalui dua tahap, yaitu tahap-tahap desain eksperimen
dan tahap penentuan alternatif level dari faktor-faktor yang berpengaruh
signifikan terhadap variabel respon. Pada tahap desain eksperimen dibagi menjadi
dua tahap. Tahap pertama dari desain eksperimen ini adalah tahap pengujian data
yang meliputi uji kenormalan data, uji homogenitas data dan uji independensi
data. Setelah data eksperimen diuji, maka dilakukan analisis variansi (ANOVA)
untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel respon. Tahap
akhir perhitungan ini yaitu pengujian SNK untuk mengetahui alternatif level dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon. Tahap-tahap
pengolahan data ini dijelaskan secara lebih detail pada bagian-bagian berikut ini.
4.2.1 Pengujian Asumsi Anova
Uji sebelum anova merupakan pengujian asumsi-asumsi residual,
meliputi uji kenormalan, uji homogenitas, dan uji independensi. Apabila seluruh
hasil pengujian terhadap asumsi anova tidak terpenuhi, maka ditinjau kembali
metode eksperimen dan selanjutnya dilakukan kembali proses pengambilan data.
Proses pengujian asumsi residual dilakukan terhadap data tingkat kelelahan
responden.
Nilai residual merupakan hasil dari nilai tiap eksperimen dikurangi
dengan nilai rata-rata dari data tiap kondisi perlakuan. Contoh perhitungan nilai
residual untuk replikasi dengan IMT langsung pada kondisi a1b1, sebagai berikut:
a. Mean data = 5.112
1112=
+
b. Nilai residual replikasi 1 = 11.5 – 12 = -0.5
c. Nilai residual replikasi 2 = 11.5 – 11 = 0.5
Nilai residual dari masing-masing replikasi pada semua kondisi eksperimen dapat
dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Residual data eksperimen
1 2 1 2A1B1 12 11 11,50 0,50 -0,50A1B2 12 9 10,50 1,50 -1,50A1B3 11 13 12,00 -1,00 1,00A1B4 4 6 5,00 -1,00 1,00A1B5 20 22 21,00 -1,00 1,00A2B1 8 12 10,00 -2,00 2,00A2B2 13 16 14,50 -1,50 1,50A2B3 12 22 17,00 -5,00 5,00A2B4 9 10 9,50 -0,50 0,50A2B5 18 14 16,00 2,00 -2,00A3B1 8 9 8,50 -0,50 0,50A3B2 6 13 9,50 -3,50 3,50A3B3 15 24 19,50 -4,50 4,50A3B4 8 12 10,00 -2,00 2,00A3B5 12 15 13,50 -1,50 1,50
Tabel Residual Data Eksperimen
Rata-rataPerlakuanDiameter Data Residual
31,5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
Tabel 4.4 Residual data eksperimen (lanjutan)
1 2 1 2A1B1 14 11 12,50 1,50 -1,50A1B2 9 11 10,00 -1,00 1,00A1B3 5 10 7,50 -2,50 2,50A1B4 5 6 5,50 -0,50 0,50A1B5 22 23 22,50 -0,50 0,50A2B1 12 14 13,00 -1,00 1,00A2B2 15 13 14,00 1,00 -1,00A2B3 12 16 14,00 -2,00 2,00A2B4 9 7 8,00 1,00 -1,00A2B5 19 21 20,00 -1,00 1,00A3B1 7 9 8,00 -1,00 1,00A3B2 14 8 11,00 3,00 -3,00A3B3 22 18 20,00 2,00 -2,00A3B4 8 13 10,50 -2,50 2,50A3B5 17 15 16,00 1,00 -1,00A1B1 11 12 11,50 -0,50 0,50A1B2 11 12 11,50 -0,50 0,50A1B3 6 7 6,50 -0,50 0,50A1B4 5 9 7,00 -2,00 2,00A1B5 19 17 18,00 1,00 -1,00A2B1 9 17 13,00 -4,00 4,00A2B2 10 9 9,50 0,50 -0,50A2B3 14 12 13,00 1,00 -1,00A2B4 13 7 10,00 3,00 -3,00A2B5 19 20 19,50 -0,50 0,50A3B1 7 9 8,00 -1,00 1,00A3B2 13 8 10,50 2,50 -2,50A3B3 19 23 21,00 -2,00 2,00A3B4 5 14 9,50 -4,50 4,50A3B5 22 19 20,50 1,50 -1,50
29,9
28,3
Tabel Residual Data Eksperimen
Rata-rataPerlakuanDiameter Data Residual
Langkah selanjutnya melakukan pengujian data yang terdiri dari pengujian
normalitas data, pengujian homogenitas data dan pengujian independensi data.
Pengujian data tersebut diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.
A. Pengujian normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap data observasi dengan tujuan untuk
mengetahui apakah data observasi berdistribusi secara normal atau tidak. Hal ini
harus dilakukan karena uji F mengasumsikan bahwa nilai residual berdistribusi
normal. Pengujian normalitas pada pembahasan ini dilakukan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengujian normalitas data dilakukan
untuk setiap level. Penujian pada level a1 dapat dijelaskan, sebagai berikut:
a. Mengurutkan data dari yang terkecil sampai terbesar
b. Menghitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi (s) data tersebut
5.1130
23....121112
1
=++++
=
÷ø
öçè
æ
=å=
x
n
x
x
n
ii
( )
1
2
2
-
-=
åån
n
XX
s
( )374.5
13030
23....121112)23......121112(
22222
=-
++++-++++
=s
c. Mentransformasikan data (x) tersebut menjadi nilai baku (z)
)/sxi
(xi
z -=
dengan; xi = nilai pengamatan ke-i x = rata-rata s = standar deviasi
misal:
z1 = (4 – 11.5)/ (5.374) = -1.40
dengan cara yang sama diperoleh seluruh nilai baku sebagaimana pada kolom z
tabel 4.3.
d. Dari nilai baku (z), kemudian menentukan nilai probabilitasnya P(z)
berdasarkan sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan
tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal, atau dengan bantuan Ms.
Excel dengan function NORMSDIST.
e. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan cara, yaitu:
P(xi) = i/n
misal:
P(x1) = 1/ 30 = 0.0333
Dengan cara yang sama diperoleh seluruh nilai P(x) sebagaimana pada kolom
P(x) tabel 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
f. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(z) dan P(x), yaitu
Maks |P(z) – P(x)|, sebagai nilai Lhitung 1 (Nilai Kuantil Penguji Kolmogorov)1
Maks |P(z) – P(x)| = 0.1963
g. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P(z), yaitu
Maks |P(xi-1) – P(z)| = Lhitung 2 (Nilai Kuantil Penguji Kolmogorov)2
Maks |P(xi-1) – P(z)| = 0.1629
Lhitung dipilih dengan cara mengambil nilai maksimun atara Lhitung 1 dan Lhitung 2.
Lhitung = 0.1963
Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah ke-3 sampel data observasi
berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan, adalah:
H0 : Ke-30 sampel data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi
normal
H1 : Ke-30 sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak
berdistribusi normal
Taraf nyata yang dipilih a = 0.05, dengan wilayah kritik Lhitung > La(n). Nilai
Ltabel dari distribusi L yaitu La(n) = L0.05(3)= 0.218. Berdasarkan hasil perhitungan,
terlihat bahwa nilai Lhitung (0.1963) < Ltabel (0.218), maka terima H0 dan simpulkan
bahwa ke-30 sampel data observasi kenaikan temperatur pahat berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
Tabel 4.5 Perhitungan uji normalitas untuk lavel a1
No x x urut z P(z) P(x) I P(z)-P(x) I I P(x-1)-P(z)I
1 12 4 -1,40 0,0814 0,0333 0,0481 0,08142 11 5 -1,21 0,1132 0,0667 0,0466 0,07993 12 5 -1,21 0,1132 0,1000 0,0132 0,04664 9 5 -1,21 0,1132 0,1333 0,0201 0,01325 11 6 -1,02 0,1530 0,1667 0,0136 0,01976 13 6 -1,02 0,1530 0,2000 0,0470 0,01367 4 6 -1,02 0,1530 0,2333 0,0803 0,04708 6 7 -0,84 0,2012 0,2667 0,0655 0,03219 20 9 -0,47 0,3209 0,3000 0,0209 0,0542
10 22 9 -0,47 0,3209 0,3333 0,0124 0,020911 14 9 -0,47 0,3209 0,3667 0,0458 0,012412 11 10 -0,28 0,3901 0,4000 0,0099 0,023413 9 11 -0,09 0,4629 0,4333 0,0296 0,062914 11 11 -0,09 0,4629 0,4667 0,0037 0,0296
Level a1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
Tabel 4.5 Perhitungan uji normalitas untuk lavel a1(lanjutan)
No x x urut z P(z) P(x) I P(z)-P(x) I I P(x-1)-P(z)I
15 5 11 -0,09 0,4629 0,5000 0,0371 0,003716 10 11 -0,09 0,4629 0,5333 0,0704 0,037117 5 11 -0,09 0,4629 0,5667 0,1037 0,070418 6 11 -0,09 0,4629 0,6000 0,1371 0,103719 22 12 0,09 0,5371 0,6333 0,0963 0,062920 23 12 0,09 0,5371 0,6667 0,1296 0,096321 11 12 0,09 0,5371 0,7000 0,1629 0,129622 12 12 0,09 0,5371 0,7333 0,1963 0,162923 11 13 0,28 0,6099 0,7667 0,1567 0,123424 12 14 0,47 0,6791 0,8000 0,1209 0,087625 6 17 1,02 0,8470 0,8333 0,0136 0,047026 7 19 1,40 0,9186 0,8667 0,0519 0,085327 5 20 1,58 0,9431 0,9000 0,0431 0,076528 9 22 1,95 0,9746 0,9333 0,0413 0,074629 19 22 1,95 0,9746 0,9667 0,0080 0,041330 17 23 2,14 0,9838 1,0000 0,0162 0,0172
11,5 Max 0,1963 0,16295,374 L hitung 0,1963 terima
L tabel 0,218
Level a1
meanstdev
Contoh perhitungan uji normalitas pada lavel a1 cukup memberikan
gambaran mengenai cara melakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov
Smirnov. Selanjutnya rekapitulasi hasil uji normalitas pada 11 lavel dapat dilihat
pada tabel 4.7. Pengujian Kolmogorov Smirnov juga dilakukan dengan
menggunakan software SPSS menghasilkan output seperti pada tabel 4.7.
Tabel 4.6 Perhitungan uji normalitas untuk lavel a1 dengan SPSS One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
30
11,5000
5,37395
,196
,196
-,085
1,075
,198
N
Mean
Std. Dev iation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positiv e
Negativ e
Mos t ExtremeDif f erences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
a1
Test dis tribution is Normal.a.
Calculated f rom data.b.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
Hasil perhitungan manual dengan exel sama dengan hasil perhitungan dengan
menggunakan software SPSS.
Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov
Lavel L hitung L tabel H0 Kesimpulan a1 0.1963 0.218 terima Normal a2 0.1098 0.218 terima Normal a3 0.1711 0.218 terima Normal b1 0.1775 0.218 terima Normal b2 0.1345 0.218 terima Normal b3 0.1222 0.218 terima Normal b4 0.1362 0.218 terima Normal b5 0.1686 0.218 terima Normal c1 0.1434 0.218 terima Normal c2 0.0984 0.218 terima Normal c3 0.1205 0.218 terima Normal
Berdasarkan tabel 4.7 dimana taraf nyata yang diinginkan dalam
panalitian ini adalah a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan terhadap
Lhitung > L(a,n). Nilai Ltabel dari distribusi L yaitu L (a,n) = L(0.05, 60) = 0,1144, dan
L (a,n) = L(0.05, 90) = 0,0934 diperoleh hasil perhitungan uji normalitas semua
perlakuan Lhitung < Ltabel. Kesimpulan yang diambil dari uji normalitas ini adalah
terima H0. Hasil ini menyatakan bahwa seluruh sampel data observasi
berdistribusi normal.
B. Pengujian homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan metode lavene test, yaitu
menguji kesamaan ragam data observasi antar level faktornya. Tujuan dari
pengujian ini adalah untuk mengetahui keseragaman data hasil eksperimen. Uji
homogenitas dilakukan terhadap data yang dikelompokkan berdasarkan faktor
sudut kappa, sudut gamma dan faktor diameter material pengujian. Contoh
langkah pengujian homogenitas untuk faktor sudut kappa, yaitu:
1. Menghitung nilai residual dan kuadrat residual.
Nilai residual ini merupakan data yang digunakan untuk pengujian
homogenitas data antar level sudut kappa. Pengujian homogenitas dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
dengan menghitung selisih absolut (residual) nilai pengamatan terhadap rata-
ratanya. Nilai residual faktor sudut kappa dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Residual data antar level faktor sudut kappa
90° (a1) 75° (a2) 45° (a3) 90° (a1) 75° (a2) 45° (a3) 90° (a1) 75° (a2) 45° (a3)1 12 8 8 1 0,50 5,40 5,07 1 0,25 29,16 25,672 11 12 9 2 0,50 1,40 4,07 2 0,25 1,96 16,543 12 13 6 3 0,50 0,40 7,07 3 0,25 0,16 49,944 9 16 13 4 2,50 2,60 0,07 4 6,25 6,76 0,005 11 12 15 5 0,50 1,40 1,93 5 0,25 1,96 3,746 13 22 24 6 1,50 8,60 10,93 6 2,25 73,96 119,547 4 9 8 7 7,50 4,40 5,07 7 56,25 19,36 25,678 6 10 12 8 5,50 3,40 1,07 8 30,25 11,56 1,149 20 18 12 9 8,50 4,60 1,07 9 72,25 21,16 1,14
10 22 14 15 10 10,50 0,60 1,93 10 110,25 0,36 3,7411 14 12 7 11 2,50 1,40 6,07 11 6,25 1,96 36,8012 11 14 9 12 0,50 0,60 4,07 12 0,25 0,36 16,5413 9 15 14 13 2,50 1,60 0,93 13 6,25 2,56 0,8714 11 13 8 14 0,50 0,40 5,07 14 0,25 0,16 25,6715 5 12 22 15 6,50 1,40 8,93 15 42,25 1,96 79,8016 10 16 18 16 1,50 2,60 4,93 16 2,25 6,76 24,3417 5 9 8 17 6,50 4,40 5,07 17 42,25 19,36 25,6718 6 7 13 18 5,50 6,40 0,07 18 30,25 40,96 0,0019 22 19 17 19 10,50 5,60 3,93 19 110,25 31,36 15,4720 23 21 15 20 11,50 7,60 1,93 20 132,25 57,76 3,7421 11 9 7 21 0,50 4,40 6,07 21 0,25 19,36 36,8022 12 17 9 22 0,50 3,60 4,07 22 0,25 12,96 16,5423 11 10 13 23 0,50 3,40 0,07 23 0,25 11,56 0,0024 12 9 8 24 0,50 4,40 5,07 24 0,25 19,36 25,6725 6 14 19 25 5,50 0,60 5,93 25 30,25 0,36 35,2026 7 12 23 26 4,50 1,40 9,93 26 20,25 1,96 98,6727 5 13 5 27 6,50 0,40 8,07 27 42,25 0,16 65,0728 9 7 14 28 2,50 6,40 0,93 28 6,25 40,96 0,8729 19 19 22 29 7,50 5,60 8,93 29 56,25 31,36 79,8030 17 20 19 30 5,50 6,60 5,93 30 30,25 43,56 35,20
Rata-rata 11,50 13,40 13,07 Jumlah 120,00 101,60 134,27 Jumlah 837,50 511,20 869,87
Kuadrat residual faktor Sudut Kappa (κr)
NoSudut Kappa (κr)
No
Residual Faktor Sudut Kappa (κr)
NoSudut Kappa (κr) Sudut Kappa (κr)
Faktor Sudut Kappa (κr)
Berdasarkan tabel 4.8, nilai residual merupakan selisih antara nilai pengamatan
terhadap nilai rata-rata seluruh pengamatan. Setelah nilai residual tiap
pengamatam dihitung, langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah residual
tiap level dan jumlah kuadrat seluruh residual.
2. Menghitung nilai faktor koreksi,
Nilai faktor koreksi diperoleh dari nilai jumlah residual tiap level. Faktor
koreksi dihitung dengan cara berikut ini.
(FK) = ( )
n
x2å
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
= 90
)27,13460,10100,120( 2++ = 1407,12
3. Menghitung sum square (SS) faktor, SS total dan SS error,
Nilai sum square (SS) yang dihitung ada tiga macam, yaitu SS faktor, SS total
dan SS error. Nilai SS faktor dihitung berdasarkan jumlah residual tiap level
yang telah dikuadratkan, jumlah data dan faktor koreksi. Perhitungan nilai SS
faktor sudut kappa, yaitu:
SSsudut kappa = ( )
úúû
ù
êêë
é-å FK
k
xi 2
= ( )
úû
ùêë
é-
++12,1407
30)27,134()60,101(00,120 22
= 17,88
Nilai SS total dihitung dengan cara jumlah kuadrat dari seluruh residual
dikurangi faktor koreksi. Perhitungan nilai SS total, yaitu:
SStotal = ( ) FKxi -å 2
= ( )[ ]12,1407)20,35(.....)25,0(25,0 222 -+++
= 811,44
Nilai SS error dihitung dengan cara nilai SS total dikurangi dengan nilai SS
faktor sudut kappa, yaitu ;
SSError = SStotal – SSsudut kappa
= 811,44 – 17,88
= 793,56
4. Menghitung mean square (MS) faktor dan MS error,
Nilai mean square ini dihitung berdasarkan nilai sum square (SS) dan derajat
bebas ( df). Nilai mean square untuk faktor sudut kappa dan error, yaitu:
MSsudut kappa = kappasudut
kappasudut
df
SS
_
_
= 288,17
= 8,94
MSError = error
error
df
SS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
= 87
56,793 = 9,12
5. Menghitung nilai F (F hitung).
Nilai F ditentukan dengan membagi nilai MS faktor dengan MS error, yaitu :
F hitung =error
kappasudut
MS
MS _
= 12,994,8
= 0,98
6. Menguji hipotesis.
Tingkat kepercayaan yang diinginkan dalam penelitian ini adalah sebesar 95 %
dan taraf nyata yang dipilih a = 0,05 dengan wilayah kritis Fhitung > F tabel.
Hipotesis yang diajukan dalam pengujian homogenitas ini, adalah:
H0: s12 = s2
2 = 23s (Data antar level sudut kappa memiliki ragam yang sama)
H1: s12 ≠ s2
2 ≠ 23s (Data antar level sudut kappa memiliki ragam yang tidak
sama) Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung diatas
dengan nilai F dari tabel. Nilai F tabel diperoleh berdasarkan nilai derajat
bebas faktor (df1) dan derajat bebas error (df2). Nilai F tabel dengan a = 0,05,
df1= 2 dan df2= 87 adalah sebesar 3,100. Hasil perhitungan uji homogenitas
terhadap faktor sudut kappa dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor sudut kappa
Sumber Keragaman FK df SS MS F hitung F tabel
Sudut Kappa (κr) 1407,12 2 17,88 8,94 0,98 3,100
Eror 87 793,56 9,12
Total 89 811,44
Kesimpulan Terima H0 Homogen
Keputusan yang diambil dari pengujian hipotesis ini adalah tolak H0
karena nilai Fhitung (0,98) < Ftabel (3,100) sehingga data untuk faktor sudut kappa
homogen. Pengujian homogenitas juga dapat dilakukan dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
mengeplotkan residual ke dalam lavene’s test pada SPSS. Hasil output dari test
dengan menggunakan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Uji lavene dengan SPSS
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable: sudut_kappa
,980 2 87 ,379F df 1 df 2 Sig.
Tes ts the null hy pothes is that the error v ariance ofthe dependent variable is equal across groups.
Des ign: Intercept+lev ela.
Berdasarkan output SPSS pada tabel 4.10, nilai signifikansi adalah 0,379
dan nilai alpha yang digunakan adalah 0,05 sehingga nilai signifikansi lebih besar
dari nilai alpha sehingga data homogen.
Perhitungan uji homogenitas dengan uji levene yang dilakukan terhadap
faktor sudut kappa dapat memberikan gambaran cara melakukan perhitungan
pengujian homogenitas. Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap semua faktor
dalam eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11 Rekapitulasi hasil pengujian homogenitas semua faktor
No Pengujian F hitung F tabel Kesimpulan
1. Faktor sudut kappa 0,98 3,100 Homogen
2. Faktor sudut gamma 5,39 2,478 Tidak Homogen
3. Blok diameter material uji
0,49 3,100 Homogen
Berdasarkan tabel 4.11, dapat dilihat bahwa faktor sudut gamma tidak
homogen sedangkan faktor sudut kappa dan diameter material uji homogen. Data
yang tidak homogen karena pengaruh teknis dalam pengambilan data. Data hasil
eksperimen ini tetap layak digunakan untuk analisis variansi (ANOVA) walaupun
ada satu faktor yang memiliki data tidak homogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
C. Pengujian independensi
Pengujian independensi dilakukan dengan uji Durbin-Watson untuk
mengetahui pengambilan data hasil eksperimen yang dilakukan bersifat acak atau
tidak. Langkah-langkah pengujian Durbin-Watson, sebagai berikut:
1. Menentukan nilai residual (ei)
2. Menentukan tingkat kepercayaan dan hipotesis pengujian
Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam pengujian independensi ini adalah
a= 0,05. Hipotesis yang diajukan dalam uji independensi pada kenaikan
temperatur mata potong, yaitu:
H0: Data observasi bersifat acak.
H1: Data observasi tidak bersifat acak atau mempunyai pola tertentu.
Nilai kritis untuk hipotesis diatas, yaitu:
d < dL : menolak H0
d > dU : menerima H0
dL ≤ d ≤ dU : pengujian tidak meyakinkan
3. Hitung nilai Durbin-Watson (d) sebagai berikut:
d
å
å --= n
i
n
iii
e
ee
2
21)(
29,1
50,331625,4282
=
=
4. Ukuran sampel tertentu dan banyaknya variabel yang menjelaskan tertentu,
dapatkan nilai kritis dL dan dU (lihat tabel statistik d dari Durbin-Watson).
Nilai dL dan dU pada tabel statistik d untuk jumlah faktor sama dengan tiga
(P3) dan jumlah pengamatan kurang dari seratus, yaitu:
dL (0.95) = 1,56
dL (0.95) = 1,72
5. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data bersifat acak atau tidak.
Berdasarkan hasil perhitungan, terlihat bahwa nilai d (1,29) < nilai dU (1,720),
maka terima H0, dari hasil tersebut menyatakan bahwa bahwa data bersifat
acak dan tidak membentuk pola tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
Pengujian independensi eksperimen juga dilakukan dengan membuat plot
residual data untuk setiap kondisi berdasarkan urutan pengambilan data pada
eksperimen. Nilai residual tersebut merupakan selisih data observasi dengan rata-
rata tiap kondisi. Data residual tersebut kemudian diplotkan berdasarkan urutan
pengambilan data saat eksperimen dan ditunjukkan pada gambar 4.1.
Gambar 4.2 Grafik uji independensi residual data
Berdasarkan gambar 4.2 terlihat bahwa nilai-nilai residual tersebar merata
diantara titik nol dengan tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data hasil eksperimen memenuhi syarat independensi.
4.3.3 Pengujian ANOVA
Pengujian analisis variansi dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-
faktor yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel respon tersebut.
Setelah itu dilakukan perhitungan persentase kontribusi untuk memastikan apakah
semua faktor dan interaksinya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
hasil proses. Penjelasan dari tiap-tiap tahap dalam pengujian anova ini diuraikan
dalam penjelasan dibawah ini.
A. Simbol Matematik dalam Eksperimen
Sebelum dilakukan pengujian analisis variansi (anova) perlu untuk
mendeklarasikan simbol matematik atau notasi desain eksperimen. Simbol
matematik dapat mempermudah dalam pembacaan model eksperimen. Adapun
notasi desain eksperimen, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
1. Perlakuan pertama sudut kappa dengan 3 level, yaitu:
[1] 90°
[2] 75°
[3] 45°
2. Perlakuan ke dua sudut gamma dengan 5 level, yaitu:
[1] 30°
[2] 26°
[3] 22°
[4] 18°
[5] 14°
3. Perlakuan ke tiga (blok) diameter material uji dengan 3 level, yaitu:
[1] 31,5 mm
[2] 29,9 mm
[3] 28,3 mm
Notasi matematika,
Sudut kappa dinotasikan dengan i (perulangan) dan a (jumlah data); maka untuk
level dinotasikan, sebagai berikut:
[1] 90° i 1 (perulangan) a 1 (jumlah data)
[2] 75° i 2 (perulangan) a 2 (jumlah data)
[3] 45° i 3 (perulangan) a 3 (jumlah data)
Sudut gamma dinotasikan dengan j (perulangan) dan b (jumlah data); maka untuk
level dinotasikan, sebagai berikut:
[1] 30° j 1 (perulangan) b 1 (jumlah data)
[2] 26° j 2 (perulangan) b 2 (jumlah data)
[3] 22° j 1 (perulangan) b 1 (jumlah data)
[4] 18° j 2 (perulangan) b 2 (jumlah data)
[5] 14° j 1 (perulangan) b 1 (jumlah data)
Diameter material uji dinotasikan dengan k (perulangan) dan c (jumlah data);
maka untuk level dinotasikan, sebagai berikut:
[1] 31,5 mm k 1 (perulangan) c 1 (jumlah data)
[2] 29,9 mm k 2 (perulangan) c 2 (jumlah data)
[3] 28,3 mm k 3 (perulangan) c 3 (jumlah data)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
Notasi faktor dan blok eksperimen
1. Sudut kappa (faktor) : A
2. Sudut gamma (faktor) : B
3. Diameter material uji (blok) : C
Notasi hipotesa pengujian
1. Faktor pertama adalah sudut kappa : m1
2. Faktor ke dua adalah sudut gamma : m2
3. Blok adalah diameter material uji : m3
Dari notasi eksperimen tersebut, kemudian dirumuskan model matematik
yang akan digunakan untuk pengujian anova dengan dua faktor dan satu blok.
Model matematik untuk karakteristik eksperimen ini, yaitu:
)(ijklijkjiijkl ABCBAY em +++++=
Sebelum dilakukan perhitungan uji anova, dibuat perhitungan nilai-nilai
yang dibutuhkan untuk perhitungan anova. Penjumlahan data kenaikan temperatur
pahat tiap level dari faktor tunggal dapat dilihat pada tabel 4.12. Berdasarkan tabel
dapat diketahui nilai penjumlahan tiap-tiap level dari faktor eksperimen. Hasil dari
penjumlahan data tiap level ini digunakan dalam pengujian anova. Selain hasil
dari penjumlahan tiap level tersebut, juga harus dicari nilai penjumlahan dari
interaksi antar faktor. Hasil dari penjumlahan untuk interaksi antar faktor tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12 Nilai penjumlahan dari interaksi antar faktor
90° (a1) 75° (a2) 45° (a3)31,5 376 30° (b1) 71 72 49 19229,9 385 26° (b2) 64 76 62 20228,3 378 22° (b3) 52 88 121 261
18° (b4) 35 55 60 15014° (b5) 123 111 100 334
Total 1139 345 402 392 1139
Total gamma (γo)Sudut Kappa (κr)
Diameter Material Pengujian (mm) (c) Total Sudut gamma (γo)
Berdasarkan tabel 4.12, dapat dilihat nilai penjumlahan dari interaksi
antar faktor. Setelah semua nilai penjumlahan dari tiap level dari faktor tunggal
dan interaksi antarfaktor, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian
ANOVA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
B. Pengujian ANOVA
Perhitungan uji anova data hasil eksperimen dilakukan untuk setiap
faktor tunggal, dan interaksi antara dua faktor. Namun demikian, faktor sudut
kappa dan sudut gamma tidak diinteraksikan dengan faktor diameter material
pengujian. Hal ini disebabkan karena faktor diameter material pengujian berfungsi
sebagai blok atau pembatas. Langkah perhitungan anova untuk setiap faktor
tunggal dan interaksi antar dua faktor diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.
1. Faktor A (sudut kappa),
a. Menentukan hipotesis pengujian,
H0 = m1 =m2=m3 (Faktor sudut kappa A1A2A3 tidak berpengaruh
signifikan terhadap kenaikan temperatur pada mata
potong pahat)
H1 =m1¹m2 ¹m3 (Faktor sudut kappa A1A2A3 berpengaruh signifikan
terhadap kenaikan temperatur pada mata potong
pahat)
b. Jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam setiap level,
· Jumlah nilai pengamatan level A1,
= ååå= ==
c
kijklm
n
m
b
j
Y1 11
= 12+11+12+......+17
= 345
· Jumlah nilai pengamatan level A2,
= ååå= ==
c
kijklm
n
m
b
j
Y1 11
= 8+12+13+......+20
= 402
· Jumlah nilai pengamatan level A3,
= ååå= ==
c
kijklm
n
m
b
j
Y1 11
= 8+9+6+.....+19 = 392
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
c. Jumlah nilai semua pengamatan (JP), (A1A2A3),
= åååå====
n
mijklmn
c
k
b
j
a
i
Y1111
= 12+11+12+....+19
= 1139
d. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK), (A1A2A3),
= åååå====
n
mijklm
c
k
b
j
a
i
Y1
2
111
= 122+112+122+...+192
= 16695
e. Faktor koreksi (FK),
= JP2 / (abcn)
= (1139) 2/(3x5x3x2)
= 14414,678
f. Sum of square (SSA), Jumlah kuadrat semua level faktor sudut kappa (A)
= FKAbcn i
i -÷ø
öçè
æ å=
60
1
21
= 1/(5x3x2)(3452+ 4022+3922) - 14414,678
= 61,756
g. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT),
MS )1( -
=aSSA
30,878
261,756
=
=
h. Nilai Fhitung, didapat dari pembagian antara MS faktor yang ada (A) dengan
MSerror dari eksperimen,
Fhitung E
A
MS
MS=
943,3
831,730,878
=
=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni
hipotesis nol (H0) dengan wilayah kritik Fhitung>Ftabel dan diterima jika
Fhitung<Ftabel. Ftabel diperoleh dari tabel distribusi F kumulatif, dengan df1 = df yang
bersangkutan dan df2 = dferror. Taraf nyata a = 0.05. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai Fhitung (3,943) > Ftabel (3.122), maka tolaka H0, dari
hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa faktor tunggal sudut kappa
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat.
2. Faktor B (sudut gamma),
a. Menentukan hipotesis pengujian,
H0 = m1 =m2 (Faktor bentuk sudut gamma B1B2B3B4B5 tidak
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur
mata potong pahat)
H1 =m1¹m2 (Faktor bentuk sudut gamma B1B2B3B4B5
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur
mata potong pahat)
b. Jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam setiap level,
· Jumlah nilai pengamatan level B1,
= ååå= ==
c
kijklm
n
m
a
i
Y1 11
= 12+11+8+...+9
= 192
· Jumlah nilai pengamatan level B2,
= å ååå= ===
c
kijklm
n
m
d
l
a
i
Y1 111
= 12+9+13+...+8
= 202
· Jumlah nilai pengamatan level B3,
= å ååå= ===
c
kijklm
n
m
d
l
a
i
Y1 111
= 11+13+12+...+23
= 261
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
· Jumlah nilai pengamatan level B4,
= å ååå= ===
c
kijklm
n
m
d
l
a
i
Y1 111
= 4+6+9+...+14
= 150
· Jumlah nilai pengamatan level B5,
= å ååå= ===
c
kijklm
n
m
d
l
a
i
Y1 111
= 20+22+18+...+19
= 334
c. Jumlah nilai semua pengamatan (JP), (B1B2B3B4B5),
= åååå====
n
mijklmn
c
k
b
j
a
i
Y1111
= 12+11+12+...+19
= 1139
d. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK), (B1B2B3B4B5),
= åååå====
n
mijklm
c
k
b
j
a
i
Y1
2
111
= 122+112+122+...+192
= 16695
e. Faktor koreksi (FK),
= JP2 / (abcn)
= (1139) 2/(3x5x3x2)
= 14414,678
f. Sum of square (SSB), atau jumlah kuadrat semua level faktor sudut
gamma (B)
= FKBacn i
i -÷ø
öçè
æ å=
90
1
21
= 1/3x3x2 (1922+ 2022+...+3342) - 14414,678
= 1132,267
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
g. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT),
MS )1( -
=b
SSB
283,067
41132,267
=
=
h. Nilai Fhitung,didapat dari pembagian antara MS faktor yang ada (B) dengan
MSerror dari eksperimen,
Fhitung E
B
MS
MS=
146,36
831,7283,067
=
=
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni
hipotesis nol (H0) dengan wilayah kritik Fhitung>Ftabel dan diterima jika
Fhitung<Ftabel. Ftabel diperoleh dari tabel distribusi F kumulatif, dengan df1 = df yang
bersangkutan dan df2 = dferror. Taraf nyata a = 0.05. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai Fhitung (36,146) > Ftabel (2,497), maka tolak H0. Dari
hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa faktor tunggal sudut gamma
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat.
3. Blok (C) Diameter material pengujian,
a. Menentukan hipotesis pengujian,
H0 = m1 =m2=m3 (Blok diameter material pengujian C1C2C3 tidak
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur
mata potong pahat)
H1 =m1¹m2 ¹m3 (Blok diameter material pengujian C1C2C3
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur
mata potong pahat)
b. Jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam setiap level,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
· Jumlah nilai pengamatan level C1,
= ååå= ==
b
jijklm
n
m
a
i
Y1 11
= 12+11+12+....+15
= 376
· Jumlah nilai pengamatan level C2,
= ååå= ==
b
jijklm
n
m
a
i
Y1 11
= 14+11+9+.....+15
= 385
· Jumlah nilai pengamatan level C3,
= ååå= ==
b
jijklm
n
m
a
i
Y1 11
= 11+12+11+......+19
= 378
c. Jumlah nilai semua pengamatan (JP), (C1C2C3),
= åååå====
n
mijklmn
c
k
b
j
a
i
Y1111
= 12+11+12+...+19
= 1139
d. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK), (C1C2C3),
= åååå====
n
mijklm
c
k
b
j
a
i
Y1
2
111
= 122+112+122+...+192
= 16695
e. Faktor koreksi (FK),
= JP2 / (abcn)
= (12+11+12+...+19) 2/(3x5x3x2)
= 14414,678
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
f. Sum of square (SSC), atau Jumlah kuadrat semua level blok diameter
pengujian (C)
= FKCabn i
i -÷ø
öçè
æ å=
60
1
21
= 1/3x5x2(3762+ 3852+3782) - 14414,678
= 1,489
g. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT),
MS )1( -
=c
SSc
0,744
21,489
=
=
h. Nilai Fhitung, di dapat dari pembagian antara MS blok yang ada (C) dengan
MSerror dari eksperimen,
Fhitung E
C
MS
MS=
0951,0
831,70,744
=
=
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni
hipotesis nol (H0) dengan wilayah kritik Fhitung>Ftabel dan diterima jika
Fhitung<Ftabel. Ftabel diperoleh dari tabel distribusi F kumulatif, dengan df1 = df yang
bersangkutan dan df2 = dferror. Taraf nyata a = 0.05. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai Fhitung (0,0951) < Ftabel (3.122), maka terima H0. Dari
hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa blok diameter material pengujian
tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat.
4. Interaksi faktor sudut kappa dengan sudut gamma (A*B),
a. Menentukan hipotesis pengujian,
H0 = m1 =m2 (Interaksi faktor sudut kappa dan sudut gamma tidak
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata
potong pahat)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
H1 =m1¹m2 (Interaksi faktor sudut kappa dan sudut gamma
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata
potong pahat)
b. Jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam level ke-i dari faktor A dan
level ke-j faktor B,
· Jumlah nilai pengamatan level A1B1,
= 12+11+14+.....+12
= 71
· Jumlah nilai pengamatan level A1B2,
= 12+9+11+.....+12
= 64
· Jumlah nilai pengamatan level A1B3,
= 11+13+5+.....+7
= 52
· Jumlah nilai pengamatan level A1B4,
= 4+6+5+.....+9
= 35
· Jumlah nilai pengamatan level A1B5,
= 20+22+22+.....+17
= 123
· Jumlah nilai pengamatan level A2B1,
= 8+12+12+.....+17
= 72
· Jumlah nilai pengamatan level A2B2,
= 13+16+15+.....+9
= 76
· Jumlah nilai pengamatan level A2B3,
= 12+22+12+.....+12
= 88
· Jumlah nilai pengamatan level A2B4,
= 9+10+9+.....+7
= 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
· Jumlah nilai pengamatan level A2B5,
= 18+14+19+.....+20
= 111
· Jumlah nilai pengamatan level A3B1,
= 8+9+7+.....+9
= 49
· Jumlah nilai pengamatan level A3B2,
= 6+13+14+.....+8
= 62
· Jumlah nilai pengamatan level A3B3,
= 15+24+22+.....+23
= 121
· Jumlah nilai pengamatan level A3B4,
= 8+12+8+.....+14
= 60
· Jumlah nilai pengamatan level A3B5,
= 12+15+17+.....+19
= 100
c. Jumlah nilai semua pengamatan (JP),
= åååå====
n
mijklmn
c
k
b
j
a
i
Y1111
= 12+11+12+.....+19
= 1139
d. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK),
= åååå====
n
mijklm
c
k
b
j
a
i
Y1
2
111
= 122+112+122+...+192
= 16695
e. Faktor koreksi (FK),
= JP2 / (abcn)
= (12+11+12+.....+19) 2/(3x5x3x2)
= 14414,678
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
f. Jumlah kuadrat interaksi faktor sudut kappa dengan sudut gamma (SSAxB),
= FKAiBjcn
b
j
a
i
-÷÷ø
öççè
æåå== 1
2
1
)(1
=301
(712+642+522+.....+1002) - 14414,678
= 513,133
g. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT),
MS )1)(1( --
=ba
SS AB
64,142
8513,133
=
=
h. Nilai Fhitung, di dapat dari pembagian antara MS faktor yang ada (A*B)
dengan MSerror dari eksperimen,
Fhitung E
AB
MS
MS=
1905,8
831,764,142
=
=
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni
hipotesis nol (H0) dengan wilayah kritik Fhitung>Ftabel dan diterima jika
Fhitung<Ftabel. Ftabel diperoleh dari tabel distribusi F kumulatif, dengan df1 = df yang
bersangkutan dan df2 = dferror. Taraf nyata a = 0.05. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai Fhitung (8,1905) > Ftabel (2,068), maka tolak H0, dari
hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa faktor interaksi sudut kappa dan
sudut gamma berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong
pahat.
5. Faktor error
a. Jumlah nilai semua pengamatan (JP),
= åååå====
n
mijklmn
c
k
b
j
a
i
Y1111
= 12+11+12+.....+19
= 1139
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
b. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK),
= åååå====
n
mijklm
c
k
b
j
a
i
Y1
2
111
= 122+112+122+...+192
= 16695
c. Faktor koreksi (FK),
= JP2 / (abcn)
= (12+11+12+.....+19) 2/(3x5x3x2)
= 14414,678
d. Sum of square total (SStotal), atau Jumlah kuadrat total pengamatan
= FKJK -
= 16695-14414,678
= 571,678
e. Sum of square error (SSerror), atau Jumlah kuadrat error = ABCBAtotal SSSSSSSSSS ----
= 2280,322 - 61,756 - 1132,267 - 1,489 – 513,133
= 571,678
f. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT),
MS dfE
SSError=
7,831
73571,678
=
=
Hasil perhitungan anova faktor sudut gamma, sudut kappa, dan sebagai
blok diameter material pengujian beserta interaksinya baik manual maupun
dengan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.13 dan tabel 4.14.
Tabel 4.13 Hasil pengujian anova secara manual
Source df SS MS Fhitung Ftabel KeputusanSsa (faktor a) 2 61,756 30,878 3,9429 3,122 tolakSSb (faktor b) 4 1132,267 283,067 36,1460 2,497 tolakSSc (blok c) 2 1,489 0,744 0,0951 3,122 terimaSsab (interaksi a dan b) 8 513,133 64,142 8,1905 2,068 tolakSse 73 571,678 7,8312024Sstot 89 2280,322
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
Tabel 4.14 Hasil pengujian anova dengan SPSS Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: temperatur
1708,644a 16 106,790 13,637 ,000
14414,678 1 14414,678 1840,672 ,000
61,756 2 30,878 3,943 ,024
1132,267 4 283,067 36,146 ,000
1,489 2 ,744 ,095 ,909
513,133 8 64,142 8,191 ,000
571,678 73 7,831
16695,000 90
2280,322 89
SourceCorrected Model
Intercept
a
b
c
a * b
Error
Total
Corrected Total
Ty pe III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = ,749 (Adjusted R Squared = ,694)a.
Berdasarkan tabel 4.13, pertimbangan untuk memutuskan diterima atau
ditolaknya H0 adalah dengan membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel. H0 ditolak
jika Fhitung>Ftabel dan diterima jika Fhitung<Ftabel. Pada tabel 4.16, pertimbangan
untuk memutuskan diterima atau ditolaknya H0 adalah dengan melihat nilai-nilai
pada kolom sig (signifikansi). H0 ditolak jika nilai sig < 0.05 dan diterima jika
nilai sig >0.05. Penggunaan Fhitung dan taraf signifikansi akan memberikan
kesimpulan yang sama tentang hasil uji hipotesis anova. Keputusan yang diambil
terhadap hasil anova data eksperimen terhadap kelelahan responden, yaitu:
1. Faktor sudut kappa (faktor a) berpengaruh signifikan terhadap kenaikan
temperatur mata potong pahat. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung > Ftabel,
sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa sudut kappa berpengaruh secara
signifikan.
2. Faktor sudut gamma (faktor b) berpengaruh signifikan terhadap kenaikan
temperatur mata potong pahat. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung > Ftabel,
sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa sudut gamma berpengaruh secara
signifikan.
3. Faktor diameter material pengujian (blok c) tidak berpengaruh signifikan
terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Hal ini dapat dilihat dari
nilai Fhitung < Ftabel, sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa diameter
material pengujian tidak berpengaruh secara signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-31
4. Interaksi antara sudut kappa (faktor a) dan sudut gamma (faktor b) berpengaruh
signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Hal ini dapat
dilihat dari nilai Fhitung > Ftabel, sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa
interaksi antara sudut kappa (faktor a) dan sudut gamma (faktor b) berpengaruh
secara signifikan.
4.3.4 Pengujian Student-Newman-Keuls (SNK)
Pengujian anova hanya memberikan informasi berupa faktor-faktor yang
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai variabel respon. Oleh karena itu
diperlukan pengujian setelah anova untuk mengetahui level optimal dari tiap
faktor eksperimen. Pengujian setelah anova ini dilakukan dengan menggunakan
uji Student Newman Keuls (SNK). Uji SNK ini dilakukan terhadap faktor dan
interaksi antar faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel respon.
Berdasarkan hasil perhitungan anova pada tabel 4.13, pengujian SNK dilakukan
terhadap faktor sudut gamma dan interaksi antara faktor sudut kappa dan sudut
gamma. Perhitungan uji SNK pada faktor dan interaksi antar faktor yang
berpengaruh tersebut diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.
1. Pengujian SNK pada faktor sudut Kappa
Pengujian SNK pada faktor sudut kappa ini bertujuan untuk mengetahui
level dari faktor sudut kappa yang dapat memberikan nilai rata-rata kenaikan
temperatur mata potong pahat terkecil. Langkah yang dilakukan dalam uji Student
Newman Keuls (SNK) faktor sudut kappa ini, yaitu:
a. Pengurutan nilai rata-rata dari tiap kondisi perlakuan eksperimen.
Setiap kondisi eksperimen dicari nilai rata-ratanya kemudian nilai rata-rata
tersebut diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Urutan nilai rata-rata
dari setiap kondisi perlakuan eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.15.
Tabel 4.15 Urutan nilai rata-rata perlakuan eksperimen faktor a
sudut kappa rata -rata1 a1 11,52 a3 13,0673 a2 13,4
urutNo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-32
Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa kondisi perlakuan
eksperimen berjumlah 3 kondisi. Jumlah kondisi ini merupakan nilai dari k.
b. Perhitungan nilai error standar.
Perhitungan nilai error standar dilakukan berdasarkan data dari nilai
MSerror dan dferror yang diperoleh berdasarkan hasil dari perhitungan anova.
Perhitungan anova tersebut dapat diketahui bahwa nilai MSerror adalah 7,831
dan nilai dferror adalah 73. Nilai MSerror dan dferror ini kemudian perhitungan
error standar, sebagai berikut :
k
MSS error
jY =×
616,13831,7
==× jYS
c. Penentuan nilai α dan significant ranges dari tabel Studentized Range Table.
Nilai α yang digunakan dalam uji SNK ini adalah α = 0.05. Dari Tabel
Studentized Range Table dapat diketahui bahwa jika nilai α = 0.05 dan
dferror = 73 maka nilai significant ranges nya dapat dilihat pada lampiran 2.
d. Perhitungan nilai LSR (Least Significant Ranges)
Perhitungan nilai LSR dilakukan dengan mengalikan nilai dari significant
ranges dan nilai dari error standar. Hasil dari perhitungan LSR dapat dilihat
pada tabel 4.16 .
Tabel 4.16 Nilai least significant ranges faktor a
P 2 3Range 2,822 3,3896LSR 4,559753711 5,476486846
e. Perhitungan beda rata-rata antar dua level.
Perhitungan beda rata-rata antar level ini di mulai dari rata-rata terbesar
dengan rata-rata terkecil. Perhitungan beda rata-rata antar level ini membentuk
kombinasi dengan jumlah kK2 = k(k-1)/2 = 3 pasang. Perbandingan beda rata-
rata dilakukan dengan cara membandingkan beda rata-rata terbesar dan rata-
rata terkecil dengan nilai LSR untuk p = k. Jika nilai selisih > LSR menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata interaksi tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-33
Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk
p = k-1, begitu seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan. Hasil dari
perbandingan selisih rata-rata dengan nilai LSR dapat dilihat di tabel 4.17
Tabel 4.17 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata faktor a
NO Selisih Rata-rata LSR Hasil1 a2 a1 1,9 5,4765 tidak ada perbedaan signifikan2 a2 a3 0,333 4,5598 tidak ada perbedaan signifikan3 a3 a1 1,567 4,5598 tidak ada perbedaan signifikan
Interaksi
Berdasarkan tabel 4.17, diketahui interaksi antar level pada faktor sudut
gamma tidak ada perbedaan signifikan satu sama lain. Hanya ada satu kelompok
data untuk penentuan level sudut kappa.
2. Pengujian SNK pada faktor sudut gamma
Pengujian SNK pada faktor sudut gamma ini bertujuan untuk mengetahui
level dari faktor sudut gamma yang dapat memberikan nilai rata-rata kenaikan
temperatur mata potong pahat terkecil. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
uji Student Newman Keuls (SNK) faktor sudut gamma ini, yaitu:
a. Pengurutan nilai rata-rata dari tiap kondisi perlakuan eksperimen.
Setiap kondisi eksperimen dicari nilai rata-ratanya kemudian nilai rata-rata
tersebut diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Urutan nilai rata-rata
dari setiap kondisi perlakuan eksperimen dilihat pada tabel 4.18.
Tabel 4.18 Urutan nilai rata-rata perlakuan eksperimen faktor b
sudut gamma rata -rata1 b4 8,3332 b1 10,6673 b2 11,2224 b3 14,5005 b5 18,556
urutNo
Berdasarkan tabel 4.18 dapat diketahui bahwa kondisi perlakuan
eksperimen berjumlah 5 kondisi. Jumlah kondisi ini merupakan nilai dari k.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-34
b. Perhitungan nilai error standar
Perhitungan nilai error standar dilakukan berdasarkan data dari nilai
MSerror dan dferror yang diperoleh berdasarkan hasil dari perhitungan anova.
Dari perhitungan anova tersebut dapat diketahui bahwa nilai MSerror adalah
7,831 dan nilai dferror adalah 73. Dari nilai MSerror dan dferror ini kemudian
dilakukan perhitungan error standar, sebagai berikut:
k
MSS error
jY =×
2514,15831,7
==× jYS
c. Penentuan nilai α dan significant ranges dari tabel Studentized Range Table.
Nilai α yang akan digunakan dalam uji SNK ini adalah α = 0.05. Dari
Tabel Studentized Range Table dapat diketahui bahwa jika nilai α = 0.05
dan dferror = 73 maka nilai significant ranges nya dapat dilihat di lampiran 2.
d. Perhitungan nilai LSR (Least Significant Ranges).
Perhitungan nilai LSR dilakukan dengan mengalikan nilai dari
significant ranges dan nilai dari error standar. Hasil dari perhitungan LSR
dapat dilihat pada tabel 4.19.
Tabel 4.19 Nilai least significant ranges faktor b
P 2 3 4 5Significant Range 2,822 3,3896 3,727 3,9644LSR 4,49855 5,40297 5,94078 6,31920
e. Perhitungan beda rata-rata antar dua level.
Perhitungan beda rata-rata antar level ini di mulai dari rata-rata terbesar
dengan rata-rata terkecil. Perhitungan beda rata-rata antar level ini akan
membentuk kombinasi dengan jumlah kK2 = k(k-1)/2 = 10 pasang.
Perbandingan beda rata-rata dilakukan dengan cara membandingkan beda
rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil dengan nilai LSR untuk p = k. Jika
nilai selisih > LSR menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara rata-rata interaksi tersebut. Bandingkan kembali beda second largest
dan next smallest dengan LSR untuk p = k-1, begitu seterusnya sampai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-35
diperoleh kK2 perbandingan. Hasil dari perbandingan selisih rata-rata
dengan nilai LSR dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata faktor b
NO Selisih Rata-rata LSR Hasil1 b5 b4 10,2222 4,9614 ada perbedaan signifikan2 b5 b1 7,8889 4,6643 ada perbedaan signifikan3 b5 b2 7,3333 4,2421 ada perbedaan signifikan4 b5 b3 4,0556 3,5320 ada perbedaan signifikan5 b3 b4 6,1667 4,6643 ada perbedaan signifikan6 b3 b1 3,8333 4,2421 tidak ada perbedaan signifikan7 b3 b2 3,2778 3,5320 tidak ada perbedaan signifikan8 b2 b4 2,8889 4,2421 tidak ada perbedaan signifikan9 b2 b1 0,5556 3,5320 tidak ada perbedaan signifikan
10 b1 b4 2,3333 3,5320 tidak ada perbedaan signifikan
Interaksi
Berdasarkan tabel 4.20, dapat diketahui interaksi antar level pada faktor sudut
gamma terdapat dua kelompok data.
3. Pengujian SNK pada interaksi faktor sudut kappa dan sudut gamma
Pengujian SNK pada interaksi antar faktor ini bertujuan untuk
mengetahui level antar faktor pada kondisi perlakuan yang dapat memberikan
nilai rata-rata variebel respon terkecil. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji
Student Newman Keuls (SNK) interaksi antar faktor ini, yaitu:
a. Pengurutan nilai rata-rata dari tiap kondisi perlakuan eksperimen
Setiap kondisi eksperimen dicari nilai rata-ratanya kemudian nilai rata-
rata tersebut diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Urutan nilai rata-
rata dari setiap kondisi perlakuan eksperimen tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.21.
Tabel 4.21 Urutan nilai rata-rata kondisi perlakuan eksperimen a*b
interaksi rata-rata
a1b4 5,833a3b1 8,167a1b3 8,667a2b4 9,167a3b4 10,000a3b2 10,333a1b2 10,667a1b1 11,833
urut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
Tabel 4.21 Urutan nilai rata-rata kondisi perlakuan eksperimen a*b (lanjutan)
interaksi rata-rata
a2b1 12,000a2b2 12,667a2b3 14,667a3b5 16,667a2b5 18,500a3b3 20,167a1b5 20,500
urut
Berdasarkan tabel 4.21 diatas dapat diketahui bahwa kondisi perlakuan
eksperimen berjumlah 15 kondisi. Jumlah kondisi ini merupakan nilai dari k.
b. Perhitungan nilai error standar
Perhitungan nilai error standar dilakukan berdasarkan data dari nilai
MSerror dan dferror yang diperoleh berdasarkan hasil dari perhitungan anova. Dari
perhitungan anova tersebut dapat diketahui bahwa nilai MSerror adalah 7,831 dan
nilai dferror adalah 73. Dari nilai MSerror dan dferror ini kemudian dilakukan
perhitungan error standar, sebagai berikut:
k
MSS error
jY =×
7225,015831,7
==× jYS
c. Penentuan nilai α dan significant ranges dari tabel Studentized Range Table.
Nilai α yang akan digunakan dalam uji SNK ini adalah α = 0.05. Dari
Tabel Studentized Range Table dapat diketahui bahwa jika nilai α = 0.05 dan
dferror = 73 maka nilai significant ranges nya dapat dilihat di lampiran 2.
d. Perhitungan nilai LSR (Least Significant Ranges).
Perhitungan nilai LSR dilakukan dengan mengalikan nilai dari
significant ranges dan nilai dari error standar. Hasil dari perhitungan LSR dapat
dilihat pada tabel 4.22.
Tabel 4.22 Nilai Least Significant Ranges interaksi a*b
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15SR 2,85 3,42 3,73 3,96 4,14 4,29 4,42 4,53 4,63 4,71 4,78 4,85 4,91 4,97LSR 2,62 3,15 3,43 3,65 3,81 3,95 4,07 4,17 4,26 4,33 4,40 4,47 4,52 4,58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-37
e. Perhitungan beda rata-rata antar dua level.
Perhitungan beda rata-rata antar level ini di mulai dari rata-rata terbesar
dengan rata-rata terkecil. Perhitungan beda rata-rata antar level ini akan
membentuk kombinasi dengan jumlah kK2 = k(k-1)/2 = 15 pasang. Perbandingan
beda rata-rata dilakukan dengan cara membandingkan beda rata-rata terbesar dan
rata-rata terkecil dengan nilai LSR untuk p=k. Jika nilai selisih > LSR
menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata interaksi
tersebut. Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR
untuk p=k-1, begitu seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan. Hasil dari
perbandingan antara selisih rata-rata dengan nilai LSR dapat dilihat pada
tabel 4.23.
Tabel 4.23 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata interaksi A*B
NO Selisih Rata-rata LSR Hasil1 a1b5 a1b4 14,667 3,594 ada perbedaan signifikan2 a1b5 a3b1 12,333 3,551 ada perbedaan signifikan3 a1b5 a1b3 11,833 3,507 ada perbedaan signifikan4 a1b5 a2b4 11,333 3,457 ada perbedaan signifikan5 a1b5 a3b4 10,500 3,401 ada perbedaan signifikan6 a1b5 a3b2 10,167 3,343 ada perbedaan signifikan7 a1b5 a1b2 9,833 3,273 ada perbedaan signifikan8 a1b5 a1b1 8,667 3,193 ada perbedaan signifikan9 a1b5 a2b1 8,500 3,101 ada perbedaan signifikan
10 a1b5 a2b2 7,833 2,995 ada perbedaan signifikan11 a1b5 a2b3 5,833 2,864 ada perbedaan signifikan12 a1b5 a3b5 3,833 2,693 ada perbedaan signifikan13 a1b5 a2b5 2,000 2,471 tidak ada perbedaan signifikan14 a1b5 a3b3 0,333 2,056 tidak ada perbedaan signifikan15 a3b3 a1b4 14,333 3,551 ada perbedaan signifikan16 a3b3 a3b1 12,000 3,507 ada perbedaan signifikan17 a3b3 a1b3 11,500 3,457 ada perbedaan signifikan18 a3b3 a2b4 11,000 3,401 ada perbedaan signifikan19 a3b3 a3b4 10,167 3,343 ada perbedaan signifikan20 a3b3 a3b2 9,833 3,273 ada perbedaan signifikan21 a3b3 a1b2 9,500 3,193 ada perbedaan signifikan22 a3b3 a1b1 8,333 3,101 ada perbedaan signifikan23 a3b3 a2b1 8,167 2,995 ada perbedaan signifikan24 a3b3 a2b2 7,500 2,864 ada perbedaan signifikan25 a3b3 a2b3 5,500 2,693 ada perbedaan signifikan
Interaksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-38
Tabel 4.23 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata interaksi A*B (lanjutan)
NO Selisih Rata-rata LSR Hasil26 a3b3 a3b5 3,500 2,471 ada perbedaan signifikan27 a3b3 a2b5 1,667 2,056 tidak ada perbedaan signifikan28 a2b5 a1b4 12,667 3,507 ada perbedaan signifikan29 a2b5 a3b1 10,333 3,457 ada perbedaan signifikan30 a2b5 a1b3 9,833 3,401 ada perbedaan signifikan31 a2b5 a2b4 9,333 3,343 ada perbedaan signifikan32 a2b5 a3b4 8,500 3,273 ada perbedaan signifikan33 a2b5 a3b2 8,167 3,193 ada perbedaan signifikan34 a2b5 a1b2 7,833 3,101 ada perbedaan signifikan35 a2b5 a1b1 6,667 2,995 ada perbedaan signifikan36 a2b5 a2b1 6,500 2,864 ada perbedaan signifikan37 a2b5 a2b2 5,833 2,693 ada perbedaan signifikan38 a2b5 a2b3 3,833 2,471 ada perbedaan signifikan39 a2b5 a3b5 1,833 2,056 tidak ada perbedaan signifikan40 a3b5 a1b4 10,833 3,457 ada perbedaan signifikan41 a3b5 a3b1 8,500 3,401 ada perbedaan signifikan42 a3b5 a1b3 8,000 3,343 ada perbedaan signifikan43 a3b5 a2b4 7,500 3,273 ada perbedaan signifikan44 a3b5 a3b4 6,667 3,193 ada perbedaan signifikan45 a3b5 a3b2 6,333 3,101 ada perbedaan signifikan46 a3b5 a1b2 6,000 2,995 ada perbedaan signifikan47 a3b5 a1b1 4,833 2,864 ada perbedaan signifikan48 a3b5 a2b1 4,667 2,693 ada perbedaan signifikan49 a3b5 a2b2 4,000 2,471 ada perbedaan signifikan50 a3b5 a2b3 2,000 2,056 tidak ada perbedaan signifikan51 a2b3 a1b4 8,833 3,401 ada perbedaan signifikan52 a2b3 a3b1 6,500 3,343 ada perbedaan signifikan53 a2b3 a1b3 6,000 3,273 ada perbedaan signifikan54 a2b3 a2b4 5,500 3,193 ada perbedaan signifikan55 a2b3 a3b4 4,667 3,101 ada perbedaan signifikan56 a2b3 a3b2 4,333 2,995 ada perbedaan signifikan57 a2b3 a1b2 4,000 2,864 ada perbedaan signifikan58 a2b3 a1b1 2,833 2,693 ada perbedaan signifikan59 a2b3 a2b1 2,667 2,471 ada perbedaan signifikan60 a2b3 a2b2 2,000 2,056 tidak ada perbedaan signifikan61 a2b2 a1b4 6,833 3,343 ada perbedaan signifikan62 a2b2 a3b1 4,500 3,273 ada perbedaan signifikan63 a2b2 a1b3 4,000 3,193 ada perbedaan signifikan64 a2b2 a2b4 3,500 3,101 ada perbedaan signifikan65 a2b2 a3b4 2,667 2,995 tidak ada perbedaan signifikan
Interaksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-39
Tabel 4.23 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata interaksi A*B (lanjutan)
NO Selisih Rata-rata LSR Hasil66 a2b2 a3b2 2,333 2,864 tidak ada perbedaan signifikan67 a2b2 a1b2 2,000 2,693 tidak ada perbedaan signifikan68 a2b2 a1b1 0,833 2,471 tidak ada perbedaan signifikan69 a2b2 a2b1 0,667 2,056 tidak ada perbedaan signifikan70 a2b1 a1b4 6,167 3,273 ada perbedaan signifikan71 a2b1 a3b1 3,833 3,193 ada perbedaan signifikan72 a2b1 a1b3 3,333 3,101 ada perbedaan signifikan73 a2b1 a2b4 2,833 2,995 tidak ada perbedaan signifikan74 a2b1 a3b4 2,000 2,864 tidak ada perbedaan signifikan75 a2b1 a3b2 1,667 2,693 tidak ada perbedaan signifikan76 a2b1 a1b2 1,333 2,471 tidak ada perbedaan signifikan77 a2b1 a1b1 0,167 2,056 tidak ada perbedaan signifikan78 a1b1 a1b4 6,000 3,193 ada perbedaan signifikan79 a1b1 a3b1 3,667 3,101 ada perbedaan signifikan80 a1b1 a1b3 3,167 2,995 ada perbedaan signifikan81 a1b1 a2b4 2,667 2,864 tidak ada perbedaan signifikan82 a1b1 a3b4 1,833 2,693 tidak ada perbedaan signifikan83 a1b1 a3b2 1,500 2,471 tidak ada perbedaan signifikan84 a1b1 a1b2 1,167 2,056 tidak ada perbedaan signifikan85 a1b2 a1b4 4,833 3,101 ada perbedaan signifikan86 a1b2 a3b1 2,500 2,995 tidak ada perbedaan signifikan87 a1b2 a1b3 2,000 2,864 tidak ada perbedaan signifikan88 a1b2 a2b4 1,500 2,693 tidak ada perbedaan signifikan89 a1b2 a3b4 0,667 2,471 tidak ada perbedaan signifikan90 a1b2 a3b2 0,333 2,056 tidak ada perbedaan signifikan91 a3b2 a1b4 4,500 2,995 ada perbedaan signifikan92 a3b2 a3b1 2,167 2,864 tidak ada perbedaan signifikan93 a3b2 a1b3 1,667 2,693 tidak ada perbedaan signifikan94 a3b2 a2b4 1,167 2,471 tidak ada perbedaan signifikan95 a3b2 a3b4 0,333 2,056 tidak ada perbedaan signifikan96 a3b4 a1b4 4,167 2,864 ada perbedaan signifikan97 a3b4 a3b1 1,833 2,693 tidak ada perbedaan signifikan98 a3b4 a1b3 1,333 2,471 tidak ada perbedaan signifikan99 a3b4 a2b4 0,833 2,056 tidak ada perbedaan signifikan
100 a2b4 a1b4 3,333 2,693 ada perbedaan signifikan101 a2b4 a3b1 1,000 2,471 tidak ada perbedaan signifikan102 a2b4 a1b3 0,500 2,056 tidak ada perbedaan signifikan103 a1b3 a1b4 2,833 2,471 ada perbedaan signifikan104 a1b3 a3b1 0,500 2,056 tidak ada perbedaan signifikan105 a3b1 a1b4 2,333 2,471 tidak ada perbedaan signifikan
Interaksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-40
4.3 Pemilihan Desain Pahat HSS Berdasarkan Pengaruh Kenaikan
Temperatur Mata Potong Pahat Ketika Digunakan.
Pemilihan desain pahat HSS dilakukan dengan mempertimbangkan
pengaruh kenaikan temperatur mata potong pahat. Hasil pengujian dicari desain
kombinasi sudut pahat yang menghasilkan kenaikan temperatur mata potong pahat
yang paling kecil. Berdasarkan data hasil pengukuran aktual, diperoleh data
kenaikan temperatur mata potong pahat yang paling kecil adalah 4° pada desain
kombinasi sudut kappa 90°, sudut gamma 18°, yaitu pada spesimen a1b4c1.
4.4 STANDART OPERATING PROCEDURE (SOP)
Dari hasil penelitian diperoleh geometri sudut yang paling optimum adalah
kombinasi sudut kappa 90°, sudut gamma 18°, dan standar sudut yang lain sudut
bebas orthogonal (αo) 12°, sudut potong bantu (κ’r) 60°. Berdasarkan data hasil
penelitian tersebut maka dibuat standart operating procedure (SOP) pengasahan
pahat bubut HSS untuk laboratorium Perencanan dan Perancangan Produk
Jurusan Teknik Industri. SOP disusun seperti ditunjukkan pada tabel 4.24.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-41
Tabel 4.24 SOP Pengasahan pahat HSS
NO Tahap Est. Waktu Penjelasan
1. Alat-alat
Mesin gerinda
Bevel protrektor
Dial caliper
00’15’00’’ - Mempersiapkan mesin gerinda, bevel
protrektor, dial caliper.
- Pastikan mesim gerinda telah terhubung
dengan sumber arus listrik.
- Nyalakan mesin dengan menekan saklar
posisi ON.
- Ratakan permukaan batu gerinda
dengan batu dresser.
2.
Sudut αn
00’15’00’’ - Asah bagian ujung pahat membentuk
sudut αn sesuai dengan gambar.
- Gunakan bevel protrektor untuk
mengukur sudut yang terbentuk.
3.
Sudut αo
00’15’00’’ - Asah bagian sisi pahat membentuk
sudut αo sesuai dengan gambar.
- Gerakkan tangan dengan konstan
membentuk sudut yang diinginkan.
- Gunakan bevel protrektor untuk
mengukur sudut yang terbentuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-42
4.
Sudut γo
00’20’00’’ - Asah bagian sisi atas pahat membentuk
sudut γo sesuai dengan gambar.
- Gerakkan tangan dengan konstan
membentuk sudut yang diinginkan.
- Gunakan bevel protrektor untuk
mengukur sudut yang terbentuk.
5.
Sudut κr’
00’20’00’’ - Asah bagian sisi atas pahat membentuk
sudut κr’ sesuai dengan gambar.
- Gerakkan tangan dengan konstan
membentuk sudut yang diinginkan.
- Gunakan bevel protrektor untuk
mengukur sudut yang terbentuk.
6
Sudut κr
00’05’00’’ - Sudut κr terbentuk dengan sendirinya.
- Gunakan bevel protrektor untuk
mengukur sudut yang terbentuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas tentang analisis hasil penelitian yang telah dikumpulkan
dan diolah pada bab sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian. Diuraikan
analisis pengaruh sudut kappa (κr), sudut gamma (γo), dan interaksi sudut kappa
(κr) dan sudut gamma (γo). Diameter material pengujian sebagai blok, tidak
dilakukan analisis. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab dibawah ini.
5.1 ANALISIS GEOMETRI SUDUT PAHAT
Analisis geometri sudut pahat yang diuraikan mengenai perbandingan
treatment teoritis tentang pengaruh pemilihan geometri sudut pahat dengan
kondisi aktual dalam penelitian. Dari hasil perbandingan dibuat analisis tentang
treatmant yang mempengaruhi kenaikan temperatur bidang aktif pahat.
5.1.1 Analisis Kondisi Hasil Pengasahan Geometri Sudut Pahat HSS
Salah satu keunggulan pahat HSS adalah mudah dibentuk dalam
pengasahannya. Karakteristik ini memungkinkan pengasahan dapat dilakukan
secara manual dengan menggunakan mesin gerinda tanpa menggunakan fixture
tambahan untuk mencekam dan membentuk geometri sudut. Pengasahan
dilakukan hanya dengan dipegang manual kemudian diasah sesuai profil geometri
yang diinginkan sesuai tuntutan dan diukur dengan alat pengukur sudut bevel
protrektor. Tingkat akurasi geometri sudut yang terbentuk dari hasil pengasahan
secara manual lebih rendah jika dibandingkan dengan pengasahan menggunakan
fixture tambahan.
Dalam penelitian ini pengasahan pahat dilakukan secara manual oleh
peneliti dengan alat ukur bevel protrektor tanpa menggunakan fixture tambahan.
Kemungkinan kesalahan geometri sudut yang terbentuk menjadi lebih besar jika
dibandingkan menggunakan ficture tambahan. Namun demikian tingkat kesalahan
telah diupayakan seminimal mungkin yaitu dengan menjaga kerataan hasil
pengasahan dan pengukuran geometri sudut dengan menggunakan bevel
protrektor yang memiliki akurasi ukuran 1°. Tingkat kesalahan hasil geometri
yang maksimal hanya 1° dikatakan geometri masuk toleransi pengukuran yang
cukup akurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
5.1.2 Analisis Pengaruh Sudut Kappa (κr)
Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, sudut kappa (κr) sebagai faktor
A berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat.
Secara teoritis pengaruh tersebut dapat dianalisis, sudut kappa (κr) berpengaruh
terhadap tebal geram yang terbentuk dari hasil pemotongan. Semakin kecil
geometri sudut kappa (κr) yang dibuat, maka menurunkan tebal geram. Tebal
geram yang kecil akan menurunkan temperatur pemotongan pada pahat sehingga
temperatur pahat akan relatif rendah (Rochim, 1993). Namun penggunaan sudut
kappa (κr) yang kecil akan manaikkan gaya radial pemotongan. Gaya radial yang
besar menyebabkan lenturan dan getaran (chatter) yang cukup besar sehingga
menurunkan ketelitian geometri produk dan hasil pemotongan yang kasar serta
gesekan bidang kontak pahat menjadi lebih besar (Rochim, 1993). Akibatnya
temperatur bidang pahat pun menjadi lebih besar akibat gesekan bidang pahat
dengan matrial benda kerja yang tidak teratur.
Berdasarkan hasil penelitian dipilih sudut kappa (κr) yang paling besar yaitu
90°. Sudut kappa (κr) yang besar maka tebal geram yang dihasilkan naik dan lebar
geram turun. Kondisi ini jika dilihat secara teoritis akan menghasilkan temperatur
pemotongan yang relatif tinggi karena dengan tebal geram yang tinggi akan
menyebabkan kenaikan temperatur akibat beban pemotongan yang besar.
Pemilihan sudut kappa (κr) 90° bertolak belakang dengan teoritis optimum tebal
geram yang dihasilkan. Pemilihan sudut kappa (κr) yang kecil tidak selalu
menguntungkan karena menaikkan gaya radial pemotongan. Gaya radial yang
terlalu besar menyebabkan lenturan yang terlau besar ataupun getaran sehingga
gesekan bidang kontak pahat menjadi lebih besar dan hasil pemotongan yang
kasar. Akibatnya temperatur bidang pahat pun menjadi lebih besar akibat gesekan
bidang pahat dengan matrial benda kerja yang tidak teratur. Selain itu sudut kappa
(κr) yang diperkecil akan memperbesar panjang mata potong aktif yaitu panjang
geram dengan bidang pahat sehingga temperatur akibat gesekan menjadi lebih
besar. Oleh karena itu pemilihan sudut kappa (κr) 90° berdasarkan hasil penelitian
dapat mengatasi permasalahan yang timbul akibat pemilihan sudut kappa (κr)
yang terlalu kecil pada pengerjaan material aluminium paduan rendah. Pengaruh
gaya radial terhadap kenaikan temperatur lebih dominan dibandingkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
tebal geram yang dihasilkan pada pengerjaan material aluminium paduan rendah
dengan menggunakan pahat HSS.
Berdasarkan uji Student Newman-Keuls (SNK) interaksi tiap level untuk
sudut kappa (κr) tidak ada perbedaan signifikan. Itu artinya penentuan level yang
dipilih tidak ada perbedaan dalam mempengaruhi kenaikan temperatur
pemotongan. Hal ini dimungkinkan karena jarak pemilihan level yang terlalu jauh
atau jumlahnya level terlalu sedikit. Sudut kappa (κr) memberikan pangaruh
setelah dikombinasikan dengan faktor yang lain seperti sudut gamma (γo).
5.1.3 Analisis Pengaruh Sudut Gamma (γ0)
Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, sudut gamma (γo) sebagai
faktor B berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat.
Secara teoritis pengaruh tersebut dapat dianalisis, sudut gamma (γo) berpengaruh
terhadap proses pembentukan geram dari hasil pemotongan. Sudut gamma (γo)
yang besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal geram sehingga
memperkecil gaya potong. Gaya potong yang relatif kecil maka temperatur
pemotongan menjadi lebih kecil karena rasio pemampatan geram juga menjadi
lebih kecil (Rochim,1993). Akan tetapi pemilihan sudut gamma (γo) tidak boleh
terlalu besar untuk menjaga kekuatan atau ketegaran pahat serta memperlancar
proses perambatan panas. Perambatan panas yang terhambat akan menaikkan
temperatur pahat sehingga umur pahat akan turun (Rochim,1993). Pemilihan
sudut kappa (κr) yang tidak terlalu besar akan menyisakan bidang pahat yang
lebih besar sehingga ketegaran dan perambatan panas yang tidak terhambat dapat
dimaksimalkan.
Berdasarkan penelitian dipilih sudut gamma (γo) 18° yang merupakan
urutan pemilahan sudut ke-dua jika diurutkan dari pemilihan terkecil. Pemilihan
sudut gamma (γo) yang kecil ini akan menaikkan rasio pemampatan tebal geram
sehingga menaikkan gaya potong dan secara otomatis menaikkan temperatur
pemotongan. Kondisi hasil penelitian bertolak belakang dengan hasil teoritis yang
ada yaitu dengan pemilihan sudut gamma (γo) yang kecil justru dihasilkan
tempertur potong yang kecil. Hal ini kemungkinan dipengaruhi karena material
yang dikerjakan adalah aluminium yang memang memiliki kekerasan yang relatif
kecil sehingga gaya potong yang dibebenkan tidak terlalu besar. Pengaruh lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
yang perlu diperhatikan adalah pemilihan sudut tersebut cukup memenuhi krietria
sudut gamma (γo) yang tidak terlalu besar untuk menjaga kekuatan pahat serta
memperlancar proses perambatan panas. Bidang pahat yang tersisa cukup besar
sehingga pahat menjadi lebih kuat dan tegar serta bidang perambatan panas yang
cukup besar akan memperlancar perambatan panas. Lancarnya proses perambatan
panas maka temperatur pemotongan juga menjadi rendah sehingga umur pahat
menjadi lebih optimum. Pangaruh kekuatan dan luasan bidang perambatan panas
terhadap kenaikan temperatur pemotongan lebih dominan dibandingkan dengan
rasio pemampatan geram dan gaya potong yang dihasilkan pada pengerjaan
aluminium paduan rendah dengan menggunakan pahat HSS.
5.1.4 Analisis Interaksi antara Sudut kappa (κr) dengan Sudut Gamma (γ0)
Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, interaksi antara faktor sudut
kappa (κr) dan faktor sudut gamma (γo) berpengaruh signifikan terhadap kenaikan
temperatur mata potong pahat. Kombinasi anatara kedua sudut tersebut
memberikan pengaruh terhadap temperatur pemotongan sehingga dapat dikatakan
mempengaruhi umur pahat. Hasil pengumpulan data penelitian diperoleh
kombinasi sudut yang paling optimum yaitu, sudut kappa (κr) 90° dan sudut
gamma (γo) 18°. Pemilihan kombinasi sudut tersebut didasarkan pada hasil
pengambilan data kenaikan temperatur mata potong pahat yang paling kecil yaitu
4°C. Kombinasi sudut yang menghasilkan kenaikan temperatur yang tidak terlalu
jauh berbeda antara lain, sudut kappa (κr) 90° dan sudut gamma (γo) 22°, sudut
kappa (κr) 45° dan gamma (γo) 18°, kedua kombinasi sudut tersebut
menghasilkan kenaikan temperatur 5°C. Hasil terburuk yang manghasilkan
kenaikan temperatur tertinggi adalah kombinasi sudut kappa (κr) 45° dan sudut
gamma (γo) 22° yaitu menghasilkan kenaikan temperatur 23°C.
Berdasarkan uji SNK, kombinasi sudut terbaik sudut kappa (κr) 90° dan
sudut gamma (γo) 18° (a1b4) jika dibandingkan dengan sebagian besar kombinasi
sudut yang lain ada perbedaan yang signifikan. Namun ada satu kombinasi sudut
yang tidak berbeda signifikan dengan kombiasi sudut kappa (κr) 90° dan sudut
gamma (γo) 18°, yaitu kombinasi sudut kappa (κr) 45° dan sudut gamma (γo) 30°
(a3b1). Uji pembanding khusus untuk pilihan sudut kappa (κr) 90° dan sudut
gamma (γo) 18° dengan sudut lain dapat dilihat dari tabel 5.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
Tabel 5.1 Pengujian SNK
Selisih Rata-rata LSR Hasila1b5 a1b4 14,667 3,594 ada perbedaan signifikana3b3 a1b4 14,333 3,551 ada perbedaan signifikana2b5 a1b4 12,667 3,507 ada perbedaan signifikana3b5 a1b4 10,833 3,457 ada perbedaan signifikana2b3 a1b4 8,833 3,401 ada perbedaan signifikana2b2 a1b4 6,833 3,343 ada perbedaan signifikana2b1 a1b4 6,167 3,273 ada perbedaan signifikana1b1 a1b4 6,000 3,193 ada perbedaan signifikana1b2 a1b4 4,833 3,101 ada perbedaan signifikana3b2 a1b4 4,500 2,995 ada perbedaan signifikana3b4 a1b4 4,167 2,864 ada perbedaan signifikana2b4 a1b4 3,333 2,693 ada perbedaan signifikana1b3 a1b4 2,833 2,471 ada perbedaan signifikana3b1 a1b4 2,333 2,471 tidak ada perbedaan signifikan
Interaksi
Berdasarkan tabel 5.1, kombinasi sudut kappa (κr) kecil dan sudut gamma (γo)
yang besar tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan pemilihan kombinasi
sudut terbaik dimana dipilih kombinasi sudut kappa (κr) besar dan sudut gamma
(γo) yang kecil. Terdapat dua kombinasi sudut yang berbeda tetepi memberikan
pengaruh positif yang sama terhadap kenaikan temperatur bidang aktif pahat. Hal
ini karena pengaruh positif setiap pemilihan geometri sudut dapat diterapkan pada
pengerjaan aluminium paduan rendah. Ketika dipilih sudut kappa (κr) kecil maka
dipilih sudut gamma (γo) besar. Pemilihan sudut kappa (κr) kecil menurunkan
tebal geram sebelum terpotong sehingga menurunkan temperatur pemotongan.
Pemilihan sudut gamma (γo) besar yang mengakibatkan turunnya rasio
pemampatan tebal geram dan menurunkan gaya potong sehingga kenaikan
temperatur lebih rendah. Ketika dipilih sudut kappa (κr) besar maka dipilih sudut
gamma (γo) kecil. Pemilihan sudut kappa (κr) besar maka gaya radial yang
dihasilkan pada proses pemotongan menjadi lebih kecil dan akibatnya beban
pemotongan dan gesekan menjadi lebih kecil. Pemilihan sudut gamma (γo) kecil
untuk menjaga kekuatan pahat serta memperlancar proses perambatan panas.
Pengaruh positif dari masing-masing pemilihan geometri memberikan peran
ketika sudah dikombinasikan antar sudut.
Kombinasi sudut terbaik yaitu sudut kappa (κr) 90° dan sudut gamma (γo)
18° telah memenuhi kriteria geometri Sudut pahat HSS dari segi kekuatan dan
ketegaran pahat serta dari getaran untuk pengerjaan material benda kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
Aluminium paduan rendah. Kombinasi geometri tersebut merupakan kombinasi
yang paling baik dibandingkan dengan kombinasi-kombinasi geometri sudut yang
lain dalam penelitian ini.
5.2 INTERPRETASI HASIL
Hasil pengambilan data merupakan hasil pengukuran kenaikan temperatur
mata potong aktif pahat ketika digunakan untuk pemotongan material uji
aluminium paduan rendah. Kenaikan temperatur tersebut berbanding lurus dengan
dimensi keausan mata potong aktif pahat HSS. Kombinasi geometri sudut pahat
yang menghasilkan kenaikan temperatur paling rendah memberikan dimensi
keausan mata potong aktif pahat yang rendah pula. Dimensi keausan mata potong
aktif pahat yang rendah akan memberikan umur pakai pahat yang tinggi.
Hasil pengolahan data penelitian memberikan hasil bahwa faktor sudut
kappa (κr), faktor sudut gamma (γo), dan interksi antar kedua faktor tersebut
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Sudut
kappa (κr) yang terpilih adalah level sudut yang paling besar yaitu 90°, dimana
secara teori dapat dijelaskan pemilihan sudut kappa (κr) yang besar untuk
memperkecil gaya radial pemotongan dan memperkecil panjang mata potong aktif
pahat. Gesekan bidang kontak pahat dengan material benda kerja dapat diperkecil
sehingga kenaikan temperatur potong dapat direduksi. Sudut gamma (γo) yang
terpilih dalah level faktor sudut gamma (γo) 18°, secara teknis cukup memenuhi
krietria sudut gamma (γo) yang tidak terlalu besar untuk menjaga kekuatan pahat
serta memperlancar proses perambatan panas. Lancarnya proses perambatan panas
maka temperatur pemotongan juga menjadi rendah sehingga umur pahat menjadi
lebih optimum.
Selain faktor sudut kappa (κr) dan faktor sudut gamma (γo), masih ada
diameter material pengujian yang digunakan sebagai blok. Secara teknis diameter
pengujian berpengaruh terhadap kecepatan potong sehingga kemungkinan
meberikan pengaruh terhadap umur pakai pahat. Namun dalam penelitian ini
peneliti tidak menganalisis pengaruh diameter material pengujian meskipun
kemungkinan juga memberikan pengaruh. Penggunaan diameter material
pengujian sebagai blok hanya bertujuan agar data yang diambil menjadi lebih
banyak sehingga diharapkan data yang diperoleh menjadi lebih akurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran mengenai hasil
eksperimen untuk memperoleh geometri sudut pahat HSS yang paling optimum.
6.1 KESIMPULAN
Dengan mengacu pada tujuan penelitian, maka kesimpulan yang diperoleh
sebagai berikut:
1. Geometri sudut pahat yang berpengaruh terhadap umur pakai pahat adalah
sudut kappa (κr) dan sudut gamma (γo).
2. Hasil geometri sudut kappa terbaik, terpilih sudut kappa besar. Sudut Kappa
besar mengakibatkan naiknya tebal geram dan turunnya gaya radial yang
mengurangi gesekan. Sehingga pengaruh gaya radial terhadap kenaikan
temperatur pemotongan lebih besar dibandingkan tebal geram yang
dihasilkan.
3. Hasil geometri sudut gamma terbaik, terpilih sudut gamma kecil. Sudut
gamma kecil mengakibatkan naiknya rasio pemampatan geram sehingga gaya
potong naik dan luasan bidang perambatan panas menjadi besar yang
berakibat turunnya temperatur pemotongan. Sehingga pengaruh proses
perambatan panas lebih besar dibanding pemampatan geram.
4. Ada dua kombinasi geometri sudut pahat berbeda yang memberikan hasil
terbaik berdasakan hasil pengambilan data yaitu sudut kappa 90° dengan
sudut gamma 18° dan sudut kappa 45° dengan sudut gamma 30°. karena
pengaruh positif dari masing-masing pemilihan geometri memberikan
perannya ketika sudah dikombinasikan antar sudut.
6.2 SARAN
Saran untuk pengembangan penelitian, sebagai berikut:
1. Dilakukan pengembangan penelitian lebih lanjut tentang desain fixture untuk
pengasahan pahat sehingga mempermudah proses pengasahan.
2. Perancangan desain fixture mengacu pada geometri sudut pahat terbaik yang
ditemukan pada penelitian ini.