PENGARUH PEMBIYAAN BANK SYARIAH,
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, INFLASI,
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP
JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
ABIE AYUB AL ANSHORI
1113086000001
Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi and Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1438 H/2017 M
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Abie Ayub Al Anshori
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 09 Juni 1995
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Tinggi/Berat : I69 cm / 75 kg
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Jln. Sinar Jaya Gg. Ikrar 3 No 67, RT 02/04,
Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten Bekasi 17510
No. HP : 087775447357
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
viii
2001 – 2007 : SDN Jatimulya 07
2007 – 2010 : SMPN 06 Tambun Selatan
2010 – 2013 : SMAN 03 Tambun Selatan
2013 – 2017 : Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Forum Olahraga Mahasiswa ―FORSA‖ UKM UIN Jakarta
2013
2. Anggota Departemen Olahraga Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
Ekonomi Syariah periode 2015-2016.
3. Ketua Kuliah Kerja Nyata (KKN) GEMPA 243 di Desa Pakujaya,
Serpong Utara, Tangerang Selatan 25 Juli-25 Agustus 2016.
SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Nasional Ekonomi Syariah ―Halal Business and Sustainable
Development‖ 08 November 2016.
2. Seminar Nasional Ikatan Ahli Ekonomi Islam ―Building Strategic
Alliance In Islamic Economic, Finance, and Business Policies‖
ix
3. Seminar Anti Corruption Clearing House ―Langkah Cerdas Cegah
Korupsi‖
4. Seminar LDK KOMDA Faculty of Economics and Business ―Rahasia
Mahasiswa Ideal‖
KEGIATAN
1. Company Visit ―Peran Bank Indonesia di Bidang Moneter‖ di Bank
Indonesia pada April 2014.
2. Company Visit di Dana Reksa Sekuritas pada Desember 2015.
x
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Pembiayaan Bank Syariah,
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Inflasi dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2010-2015.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan metode yang
digunakan yaitu analisis regresi data panel menggunakan Random Effect Model
dengan bantuan program Eviews 9 untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Indonesia mampu dijelaskan
oleh Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM sebesar 11,47% (R2).
Selanjutnya secara parsial koefisien regresi menunjukkan (1) Pembiayaan
berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0.0140 dan
berhubungan negative dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar -0.0000453,
(2) Variabel PDRB berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai
probabilitas 0.0035 dan berhubungan positif sebesar 0,000000211, (3) Inflasi
tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,1606
dan berhubungan positif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0.032137,
dan (4) IPM tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai
probabilitas 0.3900 dan berhubungan negative dengan nilai koefisien yang
diperoleh sebesar 0.000715. Lalu kemiskinan di Indonesia dipengaruhi signifikan
oleh Pembiayaan Bank Syariah, dan PDRB secara simultan sebesar 6.21% (F-
statistik).
Kata Kunci : Kemiskinan di Indonesia, Pembiayaan Bank Syariah, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), Inflasi, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Data Panel.
xi
ABSTRACK
This study aims to analyze the Influence of Bank Syariah Financing, Gross
Regional Domestic Product (GRDP), Inflation and Human Development Index
(HDI) Against Poverty Rate in Indonesia Year 2010-2015. The data used in this
study is secondary data and the method used is panel data regression analysis
using Random Effect Model with the help of Eviews 9 program to obtain a
comprehensive picture of the relationship between variables one with other
variables. The results of this study indicate that poverty in Indonesia can be
explained by Bank Syariah Financing, GRDP, Inflation and HDI of 11.47% (R2).
Furthermore, partially the regression coefficient shows (1) Financing has
significant effect on the real level of 5% with probability value 0.0140 and
negatively related with the coefficient value obtained at -0.0000453, (2) The
variable of GRDP has significant effect on the 5% real level with probability
value 0.0035 and (3) Inflation has no significant effect on the real level of 5%
with probability value 0,1606 and positively correlated with coefficient value
obtained at 0.032137, and (4) HDI has no significant effect on 5% real level
probability value 0.3900 and negatively related to the value obtained coefficient
of 0.000715. Then poverty in Indonesia is significantly influenced by Bank
Syariah Financing, and GRDP simultaneously equal to 6.21% (F-statistic).
KeyWords: Poverty in Indonesia, Bank Syariah Financing, Gross Regional
Domestic Product (GRDP), Inflation, Human Development Index
(HDI), Panel Data.
xii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul ―Pengaruh Pembiayaan Bank Syariah, Produk Domestik
Regional Bruto, Inflasi, dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Kemiskinan
(Studi Kasus 33 Provinsi di Indonesia 2010-2015‖ sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula
shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad
Shallallah Alayhi wa Sallam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya.
Dalam penelitian ini penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat
terselesaikan tanpa dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama pada:
1. Terimakasih kepada kedua orang tua, pembimbing sepanjang masa.
Ibuku tersayang Sumiyati dan Ayahku tercinta Masri Hernadi. Terima
kasih telah mencintai, mendidik, dan memberikan do’a tanpa henti
kepadaku. Terimakasih banyak atas jasa-jasa mu selama ini baik
xiii
dukungan materi maupun non-materi untuk dapat melancarkan studi
ini yang tidak bisa terbalaskan atas apa yang Ibu dan Ayah lakukan.
2. Terimakasih kepada adik tersayang Nazwa Muztahida yang telah
memberikan doa yang terbaik.
3. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc,M.Si selaku Dekan FEB, Bapak
Dr.Amilin, SE., Ak.,M.Si., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid.
Akademik, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag, M.H selaku Wakil
Dekan II Bid Administrasi Umum dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin
M.A selaku Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan yang telah
memberikan jalan bagi saya dalam mengerjakan skripsi ini.
4. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Syariah dan Pembimbing Akademik serta Ibu Tini Anggraeni ST.,
M.Si selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Syariah. Semoga dapat
menjadi panutan untuk Jurusan Ekonomi Syariah dalam
memajukannya.
5. Bapak Ali Rama, SE., M.Ec selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang
dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan, ilmu yang bermanfaat, serta masukan yang
sangat berarti selama penyelesain skripsi ini. Semoga Allah
Subhanahu wa Ta‟ala membalas segala kebaikan Bapak.
xiv
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas curahan
ilmu yang Bapak dan Ibu berikan kepada saya. Semoga amalmu
mendapat keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
7. Seluruh jajaran karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kerja
kerasnya melayani mahasiswa dengan baik dan meningkatkan citra
Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
8. Terimakasih kepada teman – teman Amin, Faisal, Dimas, Dody, Bagus,
telah memberikan motivasi, saran, nasihat dan hiburan disaat sedang
jenuh.
9. Terimakasih kepada teman – teman Ekonomi Syariah Vika, Dita,
Muzda, Hani, Ridho, Dhimas, Fadhil, Rian, Sentani, Harish dan semua
teman-teman Ekonomi Syariah lainnya yang telah memberikan
dukungan dan berbagi ilmu satu sama lain semasa kuliah.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki penulis. Dengan segenap kerendahan hati penulis
mengharapkan saran, arahan, maupun kritikan yang konstuktif dengan
penyempurnaan hasil penelitian ini.
Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Jakarta, 28 September 2017
Abie Ayub Al Anshori
1113086000001
xv
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 10
E. Sistematika Penulisan .................................................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 13
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel ..................................................... 13
1. Pengertian Pembiayaan .......................................................................... 13
2. Pengertian Produk Domestik Bruto (PDRB) .......................................... 22
3. Inflasi ......................................................................................................... 25
4. Indeks Pembangunan Manusia .................................................................. 34
5. Kemiskinan ................................................................................................ 43
B. Keterkaitan Antar Variabel ........................................................................... 54
a. Hubungan Pembiayaan dengan Kemiskinan.............................................. 54
b. Hubungan Produk Domestik Reginal Bruto dengan Kemiskinan ............. 54
c. Hubungan Inflasi dengan Kemiskinan ....................................................... 56
d. Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Kemiskinan ................ 56
C. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 58
D. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 65
E. Hipotesa Penelitian ....................................................................................... 69
BAB III METODELOGI PENELITIAN .............................................................. 71
A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 71
B. Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 71
C. Teknik Pengolahan Data ............................................................................... 72
D. Metode Analisis Data ................................................................................... 72
1) Penentuan Model Estimasi ..................................................................... 74
xvi
2) Tahapan Analisis Data ............................................................................ 77
4) Pengujian Signifikan ................................................................................. 81
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................................... 82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 86
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................... 86
B. Analisis dan Pembahasan.............................................................................. 87
1. Pengujian Asumsi Klasik ........................................................................... 87
2. Pemilihan Model Regresi Data Panel ........................................................ 89
3. Pengujian Hipotesis ................................................................................... 99
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 123
A. Kesimpulan .............................................................................................. 123
B. Saran dan Implikasi .................................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 128
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 131
xvii
DAFTAR TABEL
4.1 Tabel Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2013-2015 .......... 86
4.2 TABEL UJI MULTIKOLINEARITAS ................................................. 88
4.3 UJI HETEROSKEDASTISITAS ........................................................... 89
4.4 Tabel Hasil Regresi Data Panel Common Effect Model ....................... 90
4.5 Tabel Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect Model ............................. 91
4.6 Tabel Hasil Uji Chow............................................................................. 94
4.7 Tabel Hasil Regresi Data Panel Random Effect Model ......................... 95
4.8 Tabel Hasil Uji Hausman ....................................................................... 98
4.9 Tabel Hasil Penelitian ............................................................................ 99
4.10 Tabel Hasil Uji Persamaan Setiap Objek Penelitian .......................... 103
4.11 Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ........................................................... 115
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Multikolinearitas............................................................... 132
Lampiran 2 Heterokedastisitas ................................................................... 132
Lampiran 3 Hasil Regresi Data Panel Common Effect Model ................... 133
Lampiran 4 Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect Model ........................ 134
Lampiran 5 Uji Chow................................................................................. 135
Lampiran 6 Random Effect ........................................................................ 136
Lampiran 7 Uji Hausman ........................................................................... 137
Lampiran 8 Data Mentah ........................................................................... 138
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah yang sampai saat ini masih dihadapi oleh
negara-negara di seluruh dunia. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara-negara
ini biasanya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan dan pada
akhirnya meningkat menjadi ketimpangan. Dalam banyak kasus kemiskinan
diawali dari kurangnya akses tenaga kerja produktif terhadap lapangan pekerjaan
yang tersedia. Di Indonesia kemiskinan merupakan suatu ancaman yang telah ada
sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini berdiri.
Terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 semakin memperparah kondisi
kemiskinan yang telah ada sebelumnya. Sejak tahun ini krisis menjadi pintu
gerbang dari segala permasalahan. Dalam perkembangannya krisis yang terjadi
akhirnya membawa dampak buruk terhadap perekonomian Indonesia. Inflansi
yang melonjak ke tingkat yang lebih tinggi, pengaruhnya adalah harga-harga
kebutuhan pokok menjadi proporsional terhadap inflasi yang sedang terjadi. Pada
akhirnya harga tersebut melebihi batas kemampuan daya beli sebagian masyarakat
Indonesia. Dari sinilah angka kemiskinan di Indonesia semakin membengkak.
Pada saat krisis moneter tahun 1997/1998 penduduk miskin Indonesia
mencapai 24%. Tahun 2002 mengalami penurunan menjadi 18% dari total
penduduk, angka kemiskinan pada tahun 2003 sebesar 17,4%, pada tahun 2004
2
mengalami penurunan menjadi 14%. Akan tetapi angka resmi BPS berdasarkan
sensus kemiskinan tahun 2005 mencapai 35,1 juta jiwa atau 14,6% dari jumlah
penduduk.
Susenas BPS 2006 mencatat penduduk miskin Indonesia mencapai 39,05
juta jiwa. Sementara itu bank dunia (World Bank) menyatakan bahwa, angka
kemiskinan di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 120 juta jiwa dengan asumsi
penduduk yang hidup di bawah dua dolar sehari (Casmi, 2008).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka kemiskinan Provinsi di
Indonesia sangat fluktuatif. Pada tahun 2013 angka kemiskinan Provinsi-provinsi
di Indonesia seperti Provinsi Aceh sebesar 855.710 jiwa atau 17,72% dari jumlah
penduduk Provinsi Aceh pada tahun 2013, lalu juga ada Provinsi Jawa Barat yang
memiliki jumlah penduduk miskin sebesar 4.382.650 penduduk tahun 2013 atau
sebesar 9,61% dari total jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013,
ada pula Provinsi Papua yang memiliki jumlah penduduk miskin sebesar
1.057.980 jiwa atau sebesar 31,53% (BPS : 2017).
Secara keseluruhan angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2015
sebesar 28.513.570 jiwa dari total jumlah penduduk di Indonesia sebesar
255.461.700 jiwa dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,79% atau yang
terendah dalam 6 tahun terakhir.
Para ahli ekonomi mengelompokkan ukuran kemiskinan menjadi dua,
yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut, diartikan
3
sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan dari seseorang tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, permukiman,
kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini terkait dengan batasan pada kebutuhan
pokok atau kebutuhan minimum. Sajogyo (1977) dalam Murjana (2008)
menyatakan bahwa untuk daerah perkotaan kebutuhan minimal per kapita setara
dengan 420 kg beras per tahunnya, dan untuk daerah perdesaan 320 kg beras.
Kemiskinan relatif berkaitan dengan distribusi pendapatan yang mengukur
ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif, seseorang yang telah mampu
memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu disebut tidak miskin, karena
apabila dibandingkan dengan penduduk sekitarnya memiliki pendapatan yang
lebih rendah.
Sach (2005) dalam Syahrul (2009) menyatakan bahwa situasi kemiskinan
ekstrem ditandai oleh tiadanya enam modal (capital), yaitu: (1) business capital,
(2) human capital, (3) infrastucture capital, (4) natural capital, (5) knowledge
capital, dan (6) public institutional capital. Ketiadaan enam modal inilah yang
membuat orang miskin terperangkap dalam jebakan kemiskinan. Jebakan
kemiskinan yang membelenggu merupakan masalah kotemporer yang hingga saat
ini masih terjadi di negara-negara berkembang, temasuk di Indonesia. Menurut
Mas’udi (2005), kegagalan menemukan konsep dan tatanan kehidupan yang adil,
telah membuat ketimpangan hidup dan ketidakadilan sosial antara yang mampu
(the haves) dan yang tidak mampu (the have-not) mencapai tingkat yang belum
pernah terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Bahkan, ada indikasi yang sangat
4
mencolok bahwa ketimpangan dan keadilan itu menjadi pilihan sadar oleh si kuat
untuk semakin meminggirkan mereka yang lemah. Dimulai dari ketidakadilan
sosial di bidang ekonomi, kemudian menjalar cepat ke bidang politik, hukum,
budaya, dan bidang-bidang lainnya. Oleh karena itu, harkat dan martabat
kemanusiaan pada level personal pun ikut menjadi tumbal. Proses dehumanisasi
universal inilah yang menjadi sisi gelap dari peradaban manusia modern dewasa
ini.
Untuk menanggulangi kemiskinan, pemerintah menggulirkan berbagai
bantuan atau insentif berupa dana maupun program, seperti program
Penanggulangan Kemiskianan dan Perkotaan (P2KP), Bantuan Langsung Tunai
(BLT), bantuan beras untuk rakyat miskin (Raskin), Program Nasional
pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) dan bantuan lain. Namun demikian,
upaya tersebut tidak dapat memberikan dampak yang berarti, karena insentif
seperti BLT hanya bersifat konsumtif dan sebagai kenikmatan sesaat sehingga
akan mengakibatkan ketergantungan masyarakat miskin terhadap bantuan,
padahal harapan dari adanya program tersebut tidaklah demikian. Indonesia
merupakan negara berkembang yang memilki jumlah penduduk mayoritas Islam
terbesar di dunia.
Perbankan syariah sebagai salah satu institusi umat Islam di Indonesia
telah menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Berkembangnya institusi
perbankan syariah yang mengusung tujuan falah bagi kehidupan masyarakat
5
merupakan kondisi yang memberi harapan terhadap banyak hal, termasuk
diantaranya adalah masalah kemiskinan ini. Perbankan syariah sebagaimana visi
dan karakteristiknya diharapkan mampu berperan lebih, khususnya dalam
mengentaskan kemiskinan.
Perbankan syariah sebagai salah satu institusi umat Islam di Indonesia
yang merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi umat Islam
saat ini telah menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
Disamping perkembangaan jumlah Bank Syariah, perkembangan asset
Bank Syariah juga meningkat sangat signifikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mencatat peningkatan aset perbankan syariah (Badan Usaha Syariah dan Unit
Usaha Syariah) sebesar 18,49 persen, yaitu meningkat dari Rp 272,6 triliun
menjadi Rp 305,5 triliun.
Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya seperti
Iran, Pakistan, Sudan, Arab Saudi, dll memiliki potensi untuk dijadikan sebagai
laboratorium eksperimentasi pengembangan ekonomi Islam di dunia. Berbagai
indikator bisa menjadi pertimbangan misalnya Indonesia adalah penduduk
Muslim terbesar di dunia, pertumbuhan ekonomi yang tinggi (6.5 persen
pertahun), geliat pengembangan ekonomi syariah sangat tinggi hal ini terihat
dengan hadirnya lembaga-lembaga keuangan serta berbagai undang-undang yang
berkaitan dengan ekonomi syariah (Ali Rama : 2012)
6
Wakil Ketua OJK Rahmat Waluyanto mengatakan kenaikan tersebut
utamanya didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana pihak ketiga sebesar
12,54 persen atau naik dari Rp 216 triliun menjadi Rp 243 triliun. "Penyaluran
pembiayaan syariah pun turut tumbuh hingga 7,47 persen, atau naik dari Rp 204,8
triliun menjadi Rp 220,1 triliun. Kenaikan juga terjadi pada market share industri
perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional. Jika dibandingkan
dengan kondisi Juli 2015 lalu sebesar 4,60 persen, market share perbankan syariah
per Juli 2016 mencapai 4,81 persen. Share juga diperkirakan mencapai sekitar
5,13 persen jika memperhitungkan hasil konversi BPD Aceh menjadi Bank
Umum Syariah.
Hal ini memberikan banyak harapan termasuk diantarannya adalah jumlah
penduduk miskin dan masalah kemiskinan itu sendiri. Perbankan syariah
diharapakan mampu berperan lebih, khususnya dalam mengentaskan kemiskian.
Kepribadian bank syariah kepada kelompok menengah bahwa telah ditunujukkan
dengan orientasi pembiayaan terhadap UMKM yang sangat besar.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
penting untuk mengetahui peranan dan potensi ekonomi di suatu wilayah dalam
periode tertentu. PDRB per kapita sering digunakan sebagai indikator
pembangunan. PDRB digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari
tahun ke tahun, sehingga arah perekonomian daerah akan lebih jelas. PDRB
merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan
7
pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan dapat digunakan
sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan yang salah satunya untuk
mengurangi jumlah kemiskinan.
Kualitas sumber daya manusia juga dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya penduduk miskin. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari 6
indeks kualitas hidup/indeks pembangunan manusia. Rendahnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja
dari penduduk. Produktivitas yang rendah berakibat pada rendahnya perolehan
pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya
jumlah penduduk miskin.
Lanjouw dkk (dalam Yani Mulyaningsih, 2008) menyatakan
pembangunan manusia di Indonesia adalah identik dengan pengurangan
kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi
penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk
miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan dan
kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas, dan
pada gilirannya meningkatkan pendapatan.
Kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu tingkat
upah yang masih dibawah standar, tingkat pendidikan yang rendah, dan
pertumbuhan ekonomi yang lambat. seseorang dikatakan miskin bila dia belum
bisa mencukupi kebutuhanya atau belum berpenghasilan. Menurut (M. Kuncoro
8
dalam Ravi Dwi, 2010: 33) semua ukuran kemiskinan didasarkan pada konsumsi
terdiri dari dua elemen yaitu:
1) Pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan
kebutuhan mendasar lainnya.
2) Jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan biaya
partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari (dalam Ravi Dwijayanto
2010:17).
Korelasi antara IPM dan kemiskinan sudah lama menjadi isu sentral di
banyak Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Bahkan di
Negara maju seperti Amerika Serikat permasalahan muncul sebagai akibat
besarnya subsidi yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat miskin.
Sedangkan di Indonesia permasalahannya terletak pada ketidakadilan dalam
memperoleh akses pendidikan antara si kaya dan si miskin. Dimana biaya yang
harus dikeluarkan untuk sekolah bagi rakyat kaya dan rakyat miskin relative sama
tanpa melihat latar belakang ekonomi keluarganya.
Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan sumber daya manusia.
Salah satu indeks yang penting dalam perhitungan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) adalah Indeks Pendidikan. Dengan pendidikan yang memadai, maka
pembangunan nasional akan mudah dicapai sesuai dengan yang telah
direncanakan. Diharapkan dengan pendidikan akan mampu menjawab persoalan
kemiskinan, rendahnya produktifitas dan juga lambatnya pertumbuhan ekonomi.
9
Keempat indikator ini bersama-sama dengan indikator Islam yaitu
pembiayaan bank syariah menjadi sangat menarik untuk di teliti pengaruhnya
terhadap penduduk miskin Indonesia
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengambil penelitian
yang berjudul ‖Pengaruh Pembiayaan Bank Syariah, Produk Domestik Regional
Bruto, Inflasi, Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia‖
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam latar belakang
masalah, maka permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Pembiayaan Bank Syariah terhadap jumlah
penduduk miskin di Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap
jumlah penduduk miskin di Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap jumlah penduduk miskin di
Indonesia ?
4. Bagaimana pengaruh Indeks Pembagunan Manusia (IPM) terhadap jumlah
penduduk miskin di Indonesia ?
10
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitan ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh Pembiayaan Bank Syariah terhadap jumlah
penduduk miskin di Indonesia.
2. Mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap
jumlah penduduk miskin di Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh Inflasi terhadap jumlah penduduk miskin di
Indonesia.
4. Mengetahui pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap
jumlah penduduk miskin di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Akademisi
Bagi akademisi diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan
sumbangan pemikiran bagi ilmu Syari’ah pada umumnya dan perbankan syariah
pada khususnya, serta menjadi rujukan selanjutnya tentang Pengaruh Pembiayaan
Bank Syariah, Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi, Indeks Pembangunan
Manusia, terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia selanjutnya
2. Praktisi
Bagi praktisi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi
perbankan syariah khususnya dalam hal pembiayaan di Indonesia atau pihak
11
terkait lainnya untuk membuka dan mengelola pembiayaan syariah serta
mengurangi jumlah penduduk miskin di Indonesia.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisan yang digunakan
penulis adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini berisi hal-hal yang akan dibahas dalam skripsi. Bab
ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Landasan teori pada penelitian ini merupakan landasan teori yang
akan mendasari pemecahan masalah dan pembentukan hipotesis.
Dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan
masalah yang diteliti.
BAB III : Metode Penelitian
Pada bab ini terdapat batasan populasi dan sample penelitian,
jenis dan sumber data serta metode pengumpulan data serta
metode analisis data, dan data penelitian.
12
BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan
Pada bab ini menguraikan tentang gambaran umum penelitian
yang diangkat, data dan hasil analisa dari masalah penelitian.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel
1. Pengertian Pembiayaan
Kasmir mendefinisikan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2001 : 92).
Menurut Muhammad pembiayaan secara luas berarti finansial atau
pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang
lain. Sedangkan, dalam arti sempit pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan
pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Namun, dalam perbankan
pembiayaan dikaitkan dengan bisnis di mana pembiayaan merupakan pendanaan
baik aktif maupun pasif yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan kepada
nasabah dan bisnis merupakan aktivitas berupa jasa, perdagangan dan industri
guna memaksimalkan nilai keuntungan (Muhammad, 2002 : 260).
Pengertian pembiayaan (pada bank syari’ah) menurut undang-
undang No. 10/1998 tentang perbankan : pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah
adalah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
14
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan syariah UU No 21 tahun 2008
pasal 25 : pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang disamakan
dengan itu berupa trnasaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah,
transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah dan sewa beli atau ijarah
muntahiyah bit tamlik, transaksi jual beli dalam bentuk utang piutang
Murabahah,Salam dan Istisna, transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qard,dan
transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah.
Sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut sudut pandang
yuridis adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip
musyarakah.
2. Pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah, prinsip istishna,
dan prinsip as-salam.
3. Pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa murni)
dan ijarah al-muntahia bit-tamlik (sewa beli atau sewa dengan hak
opsi).
15
Ketiga sistem pembiayaan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Sistem bagi hasil
Bagi hasil adalah akad kerja sama antara bank sebagai pemilik modal
dengan nasabah sebagai pengelola modal untuk memperoleh keuntungan dan
membagi keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbabh uang disepakati.
Prinsip sistem bagi hasil ada dua macam yaitu mudharabah dan musyarakah.
a. Bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak
pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua sebagai pengelola modal, sedang
keutnungan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang tertuang
dalam perjanjian.
Hal-hal pokok yang terdapat dalam mudharabah yaitu:
• Adanya pemilik modal (bank)
• Adanya orang yang punya kapabiliti untuk usaha dan butuh modal
• Adanya kerjasama atau kesepakatan untuk usaha mencari keuntungan
• Keuntungan dibagi para pihak sesuai perjanjian
• Pemilik dana (bank) menanggung kerugian yang tidak disebabkan oleh
pengelola, asalkan modal pokok tidak berkurang
16
Mudharabah dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Mudharabah mutlaqah, yaitu kerjasama antara shahibul maal dan mudharib
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
2. Mudharabah muqayyadah, yaitu kerjasama antara shahibul maal dan mudharib
yang dibatasi dengan jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
Adapun pembiayaan mudharabah diterapkan dalam dua hal yaitu:
1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
2. Investasi khusus
Prinsip mudharabah terdapat adanya penggabungan pengalaman keuangan
dengan pengalaman bisnis. Dalam sistem ini bank memberikan modal dana dan
nasabah menyediakan kapabiliti usaha. Selanjutnya laba dibagi menurut suatu
rasio yang disepakati. Dalam hal kerugian, banklah yang memikulnya dan
nasabah hanya kehilangan nilai kerjanya selama modal pokok tidak berkurang.
Bila modal pokok berkurang, nasabah harus mengemballikannya seperti semula
dan nasabah disebut sebagai orang yang mempunyai hutang terhadap bank selama
belum dibayar.
b. Bagi hasil berdasarkan prinsip musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
17
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan porsi kontribusi dana atau kesepakatan bersama.
Hal-hal pokok yang terdapat dalam musyarakah adalah:
1. Adanya dua sekutu atau lebih, masing-masing memasukkan modal
2. Adanya obyek persekutuan yang diperjanjikan
3. Adanya pembagian resiko dan keuntungan dari hasil persekutuan
Pembiayaan musyarakah terdiri dari berbagai jenis, menurut Saad Abdul
Sattar Al-Harran membagi musyarakah menjadi dua yaitu:
1. Syirkah al-milk (non contractual partnership)
2. Syirkah al-uqaad (contractual partnership)
Dari segi ekonomi, syirkah pemilikan (contractual partnership) terbentuk
karena warisan wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu
aset oleh dua orang atau lebih. Sedangkan dari segi yuridis, syirkah pemilikan
terbentuk dari perjanjian dan disebut contractual partnership. Musyarakah akad
(contractual partnership) terbentuk dengan cara kesepakatan dimana dua orang
atau lebih sepakat bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah
dan sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi:
18
1. Syirkah inan (restricted authority and obligation)
Kontrak antara dua orang atau lebih, setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Porsi masing-masing tidak
harus sama sesuai dengan kesepakatan. Contoh: perseroan terbatas.
2. Syirkah mufawadhah (full authority and obligation)
Kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih setiap hak memberikan satu
porsi dari keseluruhan dan berpartisipasi dalam kerja. Contoh: koperasi.
3. Syirkah a’maal (labour, skill and management)
Kontrak kerja sama dua orang atau lebih seprofesi untuk menerima bekerja
sama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Contoh: arsitek yang sama-
sama mengerjakan proyek.
4. Syirkah wujuh (good will, credit worthiness and contracts)
Kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki keahlian dalam bisnis.
Membeli barang secara kredit kemudian menjual barang tersebut secara tunai.
Selanjutnya berbagi keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada
penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra.
Praktek pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah dalam perbankan syariah
diantaranya:
19
1. Pembiayaan proyek
Nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek.
Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi
hasil yang telah disepakati untuk bank.
2. Pembiayaan melalui pembelian saham
Bank diperbolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan,
dimana bank memberikan modal atau membeli saham yang dimiliki oleh
sebuah perusahaan. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu
dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual saham bagiannya, baik
secara singkat maupun bertahap.
Pengertian bagi hasil atau partnership (maatschap) yang dijabarkan di atas adalah
sama, yaitu:
a. Perjanjian kerja sama dua orang atau lebih
b. Tujuannya mencari keuntungan
c. Dengan cara memasukkan modal masing-masing
d. Hasilnya dibagi bersama
20
2. Sistem jual beli
Didasarkan pada jual beli barang untuk pembiayaan barang produktif, misalnya
pembelian barang pesanan. Secara praktek ada tiga prinsip yaitu murabahah, al-
istishna san as-salam.
a. Jual beli berdasarkan prinsip murabahah
Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah, bank membeli
barang yang diperlukan dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan
sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
b. Jual beli berdasarkan prinsip al-istishna
Istishna adalah akad jual beli barang pesanan antara nasabah (pembeli) dan
bank (penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal akad
dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Prinsip jual
beli ini diperuntukkan bagi perusahaan yang punya pesanan barang tetapi tidak
mempunyai dana untuk produksi.
c. Pembiayaan berrdasarkan prinsip as-salam
As-salam artinya akad jual beli barang pesanan antara nasabah (pembeli) dan
bank (penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan berkenaan dengan hasil
bumi. Pembelian terhadap barang harus ditentukan criteria yang jelas mengenai
jenis barang, banyaknya dan harga yang disepakati.
21
3. Sistem sewa
Ijarah termasuk salah satu pembiayaan di Perbankan Syariah. Ijarah adalah
akad pemindahan hak penggunaan atau pemanfaatan atas barang atau jasa dengan
melalui pembayaran sewa kepada pemilik. Ijarah atau sewa terdiri dari dua
macam yaitu ijarah (sewa menyewa) dan ijarah al-muntahia bit-tamlik (sewa
dengan hak opsi atau sewa beli). Ijarah tanpa kepemilikan adalah pemindahan hak
penggunaan atau pemanfaatan tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri. Ijarah al-muntahia bit-tamlik atau ijarah waiqtina adalah
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa menyewa atau dengan kata lain akad
sewa yang diakhiri pemindahan kepemilikan ke tangan penyewa.
Prinsip pembiayaan yang digunakan oleh bank syariah adalah prinsip sewa
beli atau ijarah al-muntahia bit-tamlik, karena sifat pembiayaan adalah untuk
menolong para pengusaha yang membutuhkan modal dan bank juga tidak
bermaksud untuk memiliki barang tersebut. Dalam hal ini kedudukan nasabah
sebagai lessee yang memperoleh hak untuk menggunakan modal selama jangka
waktu tertentu, sedangkan bank syariah adalah sebagai lessor yaitu pemilik barang
modal.
Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian campuran antara sewa
menyewa dan jual beli yang mempunyai karakteristik berbeda dengan sewa
menyewa. Di dalam sewa beli di masa akhir penyewaan, nasabah memperoleh
kesempatan untuk memiliki barang modal yang bersangkutan.
22
2. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu
daerah/provinsi dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB).
Badan Pusat Statistik mendefinisikan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. PDRB atas dasar
harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan
menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga konstan digunakan
untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Sadono Sukirno,
2000), sedangkan menurut BPS, PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk
menunjukkan besarnya struktur perekonomian dan peranan sektor ekonomi. Total
PDRB menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh penduduk
dalam periode tertentu.
PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola
sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu, besaran PDRB yang dihasilkan
oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi faktor-faktor
produksi di daerah tersebut (Permana, 2012). Adanya keterbatasan dalam
23
penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar
daerah. Dalam bukunya, Hadi Sasana menulis bahwa PDRB adalah nilai bersih
barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di
suatu daerah dalam satu periode (Hadi Sasana, 2006).
Cara Perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.
1. Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang diproduksi oleh suatu unit kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi
biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan subsektor atau
sektor dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut
dalam penyajiannya dikelompokan menjadi 9 sektor atau lapangan usaha, yaitu
; (1) Pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4)
listrik, gas dan air bersih; (5) bangunan; (6) perdagangan, hotel, dan restoran;
(7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan; dan (9) jasa-jasa.
2. Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah penjumlahan semua
komponen permintaan akhir. Komponen-komponen tersebut meliputi : a)
Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari
untung, b) Konsumsi pemerintah, c) Pembentukan modal tetap domestik
bruto, d) perubahan stok, e) Ekspor netto.
24
3. Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam
suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang
dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan.
Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak
lainnya.
Cara penyajian Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam dua bentuk,
yaitu:
a. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan. Menurut BPS
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan yaitu
jumlah nilai produksi, pengeluaran atau pendapatan yang dihitung menurut
harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan
harga-harga pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga konsumen.
Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang sebenarnya
melalui Produk Domestik Regional Bruto riil nya.
b. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku. Pengertian Produk
Domestik Regional Bruto atas harga berlaku menurut BPS adalah jumlah nilai
tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah.
Yang dimaksud nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada
barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi. Nilai
25
yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor
produksi dalam proses produksi.
3. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Inflasi didefinisikan dengan banyak ragam yang berbeda, tetapi semua
definisi itu mencakup pokok-pokok yang sama. Samuelson (2001) memberikan
definisi bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat
harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor produksi. Dari
definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli yang diikuti
dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.
Pada awalnya inflasi diartikan sebagai kenaikan jumlah uang beredar atau
kenaikan likuiditas dalam suatu perekonomian. Dalam perkembangan lebih lanjut,
inflasi secara singkat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan meningkatnya
harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus (Suseno dan Aisyah,
2009 : 3).
Laju inlfasi harus mencerminkan perubahan harga dari sejumlah barang dan
jasa, maka pada umumnya laju inflasi dihitung dengan menggunakan angka
indeks. Laju inflasi tersebut dihitung berdasarkan angka indeks yang disusun dari
harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat atau disebut sebagai
Indeks Harga Konsumen (IHK). Selain dihitung berdasarkan IHK, inflasi juga
dapat dihitung berdasarkan Indeks Biaya Hidup (IBH), Indeks Harga Produsen
26
(IBP), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), atau juga dapat dihitung dengan
deflator Produk Domestik Bruto (PDB Deflator) (Suseno dan Aisyah, 2009 : 4-6).
Menurut Al-Maqrizi faktor penyebab inflasi dapat diklasifikasikan ke
dalam dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah dan inflasi yang
disebabkan oleh kesalahan manusia. Inflasi alamiah disebabkan berbagai faktor
lamiah yang tidak dapat dihindari oleh manusia seperti bencana alam, peperangan
dan sangat signifikannya barang tersebut sehingga terjadi peningkatan yang
drastis terhadap permintaan barang tersebut. Sedangkan inflasi karena kesalahan
manusia yaitu disebabkan karena korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang
berlebihan dan peningkatan sirkulasi mata uang fulus (Amalia, 2010 : 268-269).
Secara umum pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi yang
menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang-barang dan jasa,
besar kecilnya ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran akan barang
dan jasa. Faktor lain yang juga turut menentukan fluktuasi tingkat harga umum
diantaranya adalah kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu dengan
mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi kepada konsumen dan lain
sebagainya.
Menurut Rahardja dan Manurung (2004) suatu perekonomian dikatakan
telah mengalami inflasi jika tiga karakteristik berikut dipenuhi, yaitu : 1) terjadi
kenaikan harga, 2) kenaikan harga bersifat umum, dan 3) berlangsung
terusmenerus. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
27
apakah suatu perekonomian sedang dilanda inflasi atau tidak. Indikator tersebut
diantaranya :
1. Indeks Harga Konsumen (IHK) IHK adalah indeks harga yang paling umum
dipakai sebagai indikator inflasi. IHK mempresentasikan harga barang dan jasa
yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam suatu periode tertentu.
2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) IHPB mertupakan indikator yang
menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang
diperdagangkan pada tingkat produsen di suatu daerah pada suatu periode
tertentu. Jika pada IHK yang diamati adalah barang-barang akhir yang
dikonsumsi masyarakat, pada IHPB yang diamati adalah barang-barang mentah
dan barang-barang setengah jadi yang merupakan input bagi produsen.
3. GDP Deflator Prinsip dasar GDP deflator adalah membandingkan antara
tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil.
Ada beberapa masalah sosial yang muncul dari inflasi yang tinggi yaitu
lebih dari 1% pertahun, diantaranya yaitu (Rahardja dan Manurung, 2008 :
368).
a. Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat, diukur dari tingkat daya beli
pendapatan yang diperoleh masyarakat. Inflasi menyebabkan daya beli
pendapatan makin rendah, bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil
atau tetap. Sehingga semakin tinggi inflasi, makin cepat penurunan
tingkat kesejateraan.
28
b. Makin buruknya distribusi pendapatan, dampak buruk inflasi terhadap
tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan tingkat
pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Namun jika hanya segelintir
orang yang mampu meingkatkan pendapatannya lebih besar dari
kenaikan inflasi.
c. Akibatnya hanya sebagian orang yang mampu menaikan pendapatan
riil, tetapi sebagaian besar masyarakat mengalami penurunan
pendapatan riil. Distribusi pendapatan dilihat dari pendapatan rill,
makin memburuk.
d. Terganggunya stablitas ekonomi, pengertian paling sederhana dari
stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam
perekonomian. Produsen berproduksi pada kapasitas penuh. Konsumen
juga memakai barang dan jasa optimal dengan kebutuhan mereka.
Kondisi nyaman ini akan mulai terganggu bila inflasi yang relatif tinggi
telah menjadi kronis.
Inflasi dalam memepengaruhi permintaan agregat melalui kebijakan
moneter yaitu dengan mengerahkan ekonomi makro ke kondisi yang diinginkan
(yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Kebijakan uang
ketat (kontraktif) akan mengurangi jumlah uang beredar dalam masyarakat.
Kebalikannya, kebijakan moneter ekspansif akan menambah jumlah uang beredar.
Jika pemerintah mengambil kebijakan uang ketat, jumlah uang beredar akan
berkurang. Besar kemungkinan hal ini akan dapat mengurangi daya beli secara
29
agregat. Sebaliknya dengan kebijakan moneter ekspansif yang menyebabkan uang
beredar bertambah. Pengaruh kebijakan moneter terhadap permintaan agregat
(Rahardja dan Manurung, 2008 : 362).
Jenis – jenis Inflasi
Berdasarkan sumber atau penyebab kenaikan harga – harga yang berlaku,
inflasi dibedakan dalam dua spesifikasi yaitu dilihat dari sebab awal inflasi dan
ditinjau dari asal inflasi, yang dijabarkan sebagai berikut (Sukirno, 1994: 333-
336).
c. Penyebab Inflasi
1) Demand-Pull Inflation Demand-pull Inflation disebabkan oleh
permintaan masyarakat akan barang – barang (agregate demand)
bertambah. Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian yang
berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan
tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan
pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang
dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi.
Selain pada masa perekonomian berkembang pesat, Demand–pull
Inflation juga dapat berlaku pada masa perang atau ketidakstabilan
politik yang terus menerus. Dalam masa seperti ini pemerintah
berbelanja jauh melebihi pajak yang dipungutnya. Untuk membiayai
kelebihan pengeluaran tersebut pemerintah terpaksa mencetak uang
30
atau meminjam dari bank sentral. Pengeluaran pemerintah yang
berlebihan tersebut menyebabkan permintaan agregat akan melebihi
kemampuan ekonomi tersebut menyediakan barang dan jasa. Maka
keadaan ini akan mewujudkan inflasi.
2) Cost Push Inflation Inflasi jenis Cost – Push inflation terjadi karena
kenaikan biaya produksi, yang disebabkan oleh terdepresiasinya nilai
tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara- negara partner
dagang, peningkatan harga – harga komoditi yang diatur pemerintah (
administered price) , dan terjadi negative supply shocks akibat bencana
alam dan tergangggunya distribusi. Inflasi ini terutama berlaku dalam
masa perekonomian berkembang pesat ketika tingkat pengangguran
sangat rendah. Apabila perusahaan – perusahaan masih menghadapi
permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi
dengan cara memberikan gaji atau upah yang lebih tinggi kepada
pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang
lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat,
yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga – harga berbagai
barang.
31
d. Teori – teori Inflasi
Teori Kuantitas
Teori kuantitas merupakan teori yang paling tua mengenai inflasi, namun
teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di jaman yang
modern ini, terutama di negara – negara yang sedang berkembang. Teori kuantitas
ini menyoroti peranan dalam inflasi dari (Boediono, 1998: 167-169) :
a. Jumlah uang yang beredar Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada
penambahan volume uang yang beredar, tanpa ada kenaikan jumlah
uang yang beredar. Kejadian seperti ini misalnya, kegagalan panen,
hanya akan menaikkan harga – harga untuk sementara waktu saja. Bila
jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya,
apapun sebab-musababnya awal dari kenaikan harga – harga tersebut.
b. Psikologi (expectations) masyarakat mengenai harga – harga Laju
inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan
oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai harga-harga di masa
mendatang. Ada 3 kemungkinan keadaan, keadaan yang pertama adalah
bila masyarakat tidak (atau belum) mengharapkan harga – harga untuk
naik pada bulan – bulan mendatang. Kedua adalah dimana masyarakat
(atas dasar pengalaman di bulan – bulan sebelumnya) mulai sadar
bahwa ada inflasi. Dan yang ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih
parah yaitu tahap hiperinflasi, pada tahap ini orang – orang sudah
32
kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Hiperinflasi ini
pernah terjadi di Indonesia selama periode 1961 – 1966.
Teori Keynes
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya, dan
menyoroti aspek lain dari inflasi (Boediono, 1998: 170-171). Menurut teori ini,
inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan
ekonominya. Proses inflasi, menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses
perebutan bagian rejeki diantara kelompok – kelompok sosial yang menginginkan
bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut.
Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan
masyarakat akan barang – barang selalu melebihi jumlah barang – barang yang
tersedia (timbulnya apa yang disebut inflationary gap).
Inflationary gap timbul karena adanya golongan – golongan masyarakat
tersebut berhasil menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif
akan barang – barang. Dengan kata lain, mereka berhasil memperoleh dana untuk
mengubah aspirasinya menjadi rencana pembelian barang – barang yang didukung
dengan dana. Golongan masyarakat seperti ini mungkin adalah pemerintah
sendiri, yang berusaha memperoleh bagian yang lebih besar dari output
masyarakat dengan jalan menjalankan defisit dalam anggaran belanjanya yang
dibiayai dengan mencetak uang baru. Golongan tersebut mugkin juga pengusaha –
pengusaha swasta yang menginginkan untuk investasi – investasi baru dan
33
memperoleh dana pembiayaannya dari kredit dari bank. Golongan tersebut biasa
pula serikat buruh yang berusaha memperoleh kenaikan gaji bagi anggota –
anggotanya melebihi kenaikan produktifitas buruh.
Teori Strukturalis
Teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negaranegara
Amerika latin. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran (rigdities) dari
struktur perekonomian negara – negara sedang berkembang. Menurut Boediono
(1998), karena inflasi dikaitkan dengan faktor – faktor struktural dari
perekonomian (yang menurut definisi, faktor – faktor ini hanya bisa berubah
secara gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini bisa disebut teori inflasi
jangka panjang. Mengenai teori strukturalis ini ada 3 hal yang perlu ditekankan :
a. Teori ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara – negara
yang sedang berkembang.
b. Ada asumsi bahwa jumlah uang beredar bertambah dan secara pasif
mengikuti dan menampung kenaikan harga – harga tersebut. Dengan kata lain,
proses inflasi tersebut bisa berlangsung terus hanya apabila jumlah uang beredar
juga bertambah terus. Tanpa kenaikan jumlah uang proses tersebut akan berhenti
dengan sendirinya.
c. Faktor – faktor struktural yang dikatakan sebagai sebab musabab yang
paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100 % struktural. Sering dijumpai
34
bahwa keterangan – keterangan tersebut disebabkan oleh kebijakan harga atau
moneter pemerintah sendiri.
4. Indeks Pembangunan Manusia
a. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia
Dalam UNDP (United Nations Development Programme), pembangunan
manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (―a
process of enlarging people’s choices‖). Konsep atau definisi pembangunan
manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat
luas. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis
serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan
ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP (Human Development Report,
1995:103), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia adalah:
a) Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian.
b) Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena
itu konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara
keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja.
c) Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan
kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga dalam upayaupaya
memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal.
35
d) Pembangunan manusia didukung oleh empat pilar pokok, yaitu: produktifitas,
pemerataan, kesinambingan, dan pemberdayaan.
e) Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan
dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Berdasarkan konsep tersebut, penduduk di tempatkan sebagai tujuan akhir
sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan
itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, ada empat hal
pokok yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Produktifitas Penduduk harus meningkatkan produktifitas dan partisipasi
penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Sehingga
pembangunan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan manusia.
2. Pemerataan Penduduk memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan
akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang
memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus,
sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan
berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas
hidup.
3. Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus
dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua
sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.
36
4. Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan
proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka serta untuk
berpartisipasi dan mengambil keputusan dalam proses pembangunan.
Menurut United Nations Development Programme (UNDP), dalam Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) terdapat tiga indikator komposit yang digunakan
untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam pembangunan manusia,
yaitu: lama hidup, yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir;
pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama bersekolah dan angka melek
huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; standar hidup yang diukur dengan
pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Nilai
indeks ini berkisar antara 0-100. Pengertian IPM yang dikeluarkan oleh UNDP
yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Indeks (HDI) merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur
tingkat keberhasilan pembangunan manusia. IPM ini mulai digunakan oleh UNDP
sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya pencapaian pembangunan manusia suatu
negara. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan,
namun mampu mengukur dimensi pokok pambangunan manusia yang dinilai
mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. IPM
dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen yaitu
angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf dan
rata-rata lamanya bersekolah mengukur capaian pembangunan di bidang
pendidikan, dan kemampuan daya beli / paritas daya beli (PPP) masyarakat
37
terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya
pengeluaran perkapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian
pembangunan untuk hidup layak.
Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang
menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental
maupun secara spritual. Bahkan secara eksplisit disebutkan bahwa pembangunan
yang dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia yang
seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan sumber daya manusia secara
fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang
kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses
pembangunan yang berkelanjutan.
Indeks Pembangunan Manusia, karena dimaksudkan untuk mengukur
dampak dari upaya peningkatan kemampuan dasar tersebut, dengan demikian
menggunakan indikator dampak sebagai komponen dasar penghitungannya yaitu,
angka harapan hidup waktu lahir, pencapaian pendidikan yang diukur dengan
angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta pengeluaran konsumsi. Nilai
IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah
itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun,
pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat
pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup layak.
38
Pembentukan modal manusia adalah suatu proses memperoleh dan
meningkatkan jumlah orang yang mempunyai keahlian, pendidikan, dan
pengalaman yang menentukan bagi pembangunan ekonomi suatu negara.
Pembentukan modal manusia karenanya dikaitkan dengan investasi pada manusia
dan pengembangannya sebagai sumber yang kreatif dan produktif.
b. Komponen Pembangunan Manusia
Lembaga United Nations Development Programme (UNDP) telah
mempublikasikan laporan pembangunan sumber daya manusia dalam ukuran
kuantitatif yang disebut Human Development Indeks (HDI). Meskipun HDI
merupakan alat ukur pembangunan SDM yang dirumuskan secara konstan, diakui
tidak akan pernah menangkap gambaran pembangunan SDM secara sempurna.
Adapun indikator yang dipilih untuk mengukur dimensi HDI adalah sebagai
berikut: (UNDP, Human Development Report 1993: 105-106)
Longevity, diukur dengan variabel harapan hidup saat lahir atau life
expectancy of birth dan angka kematian bayi per seribu penduduk atau
infant mortality rate.
Educational Achievement, diukur dengan dua indikator, yakni melek
huruf penduduk usia 15 tahun ke atas (adult literacy rate) dan tahun rata-
rata bersekolah bagi penduduk 25 ke atas (the mean years of schooling).
Access to resource, dapat diukur secara makro melalui PDB rill
perkapita dengan terminologi purchasing power parity dalam dolar AS
39
dan dapat dilengkapi dengan tingkatan angkatan kerja. Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen yang
mempengaruhi IPM antara lain:
a. Indeks Harapan hidup Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah
tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah.
Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan
kematian per tahun, variabel tersebut diharapkan akan mencerminkan
rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan
dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada
kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup
digunakan metode tidak langsung. Data dasar yang dibutuhkan dalam
metode ini adalah ratarata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih
hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan
angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk
mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandartkan angka
harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya.
b. Indeks Hidup Layak Untuk mengukur dimensi standar hidup layak
(daya beli), UNDP mengunakan indikator yang dikenal dengan real per
kapita GDP adjusted. Untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi
atau kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per
kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak
40
mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan konsentrasi
IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk antar provinsi di Indonesia,
BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling
dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan
agar bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan
dengan indeks PPP (Purchasing Power Parity).
c. Indeks Pendidikan Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua
indikator yaitu angka melek huruf (LIT) dan rata-rata lama sekolah
(MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun
ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada
yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih
mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia
kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah
sehingga belum pantas untuk rata-rata lama sekolahnya. Kedua
indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat
mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka LIT), dimana LIT
merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis
dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan
cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan
yang dimiliki penduduk.
41
Menurut Todaro (2006:187) pembangunan manusia ada tiga komponen
universal sebagai tujuan utama meliputi:
a) Kecukupan, yaitu merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik.
Kebutuhan dasar adalah kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi akan
menghentikan kehidupan seseorang, meliputi pangan, sandang, papan,
kesehatan dan keamanan. Jika satu saja tidak terpenuhi akan
menyebabkan keterbelakangan absolut.
b) Jati Diri, yaitu merupakan komponen dari kehidupan yang serba lebih
baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk
menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak mengejar
sesuatu, dan seterusnya. Semuanya itu terangkum dalam self esteem
(jati diri).
c) Kebebasan dari Sikap Menghamba, yaitu merupakan kemampuan untuk
memiliki nilai universal yang tercantum dalam pembangunan manusia
adalah kemerdekaan manusia. Kemerdekaan dan kebebasan di sini
diartikan sebagai kemampuan berdiri tegak sehingga tidak diperbudak
oleh pengejaran dari aspek-aspek materil dalam kehidupan. Dengan
adanya kebebasan kita tidak hanya semata-mata dipilih tapi kitalah
yang memilih.
42
c. Pengukuran Indeks Pembangunan
Manusia Dalam indeks pembangunan manusia terdapat tiga
komposisi indikator yang digunakan untuk mengukur besar indeks
pembangunan manusia suatu negara, yaitu :
a) Tingkat kesehatan diukur harapan hidup saat lahir (tingkat kematian
bayi).
b) Tingkat pendidikan diukur dengan angka melek huruf (dengan bobot
dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga).
c) Standar kehidupan diukur dengan tingkat pengeluaran perkapita per
tahun. Rumus umum yang digunakan untuk menghitung Indeks
Pembangunan Manusia adalah sebagai berikut:
IPM = 1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3)
Dimana:
X1 = Indeks harapan hidup X3 = Indeks standar hidup layak
X2 = Indeks pendidikan
UNDP mengelompokkan capaian IPM menjadi empat kategori, yaitu:
kategori tinggi dengan nilai IPM > 80, kategori menengah atas dengan 66
< IPM < 80, kategori menengah bawah dengan 50 < IPM < 66, dan
kategori rendah dengan IPM < 50.
43
d.Manfaat Indeks Pembangunan
Manusia IPM dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal sebagai berikut:
a) Untuk mengalihkan fokus perhatian para pengambil keputusan, media,
dan organisasi non pemerintah dari penggunaan statistik ekonomi biasa,
agar lebih menekankan pada pencapaian manusia. IPM diciptakan
untuk menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya
seharusnya menjadi kriteria utama untuk menilai pembangunan sebuah
negara, bukannya pertumbuhan ekonomi.
b) Untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu negara.
Bagaimana dua negara yang tingkat pendapatan perkapitanya sama
dapat memiliki IPM yang berbeda.
c) Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di antara
provinsiprovinsi (atau negara bagian), di antara gender, kesukuan, dan
kelompok sosial ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas
atau kesenjangan di antara kelompok-kelompok tersebut, maka akan
lahir berbagai debat dan diskusi di berbagai negara untuk mencari
sumber masalah dan solusinya.
5. Kemiskinan
Bank Dunia (2006) mendefinisikan kemiskinan adalah keadaan
kelaparan,kurang tempat tinggal kurang sandang, dan kurang pendidikan. Ada
44
banyak hal yang menyebabkan seseorang masuk dalam kategori miskin,
diantaranya:
a. Rendahnya pendapatan dan asset untuk memenuhi kebutuhan dasar,seperti
makanan, tempat tinggal, pakain, kesehatan dan pendidikan.
b. Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketiadaan kekuatan di depan institusi dan
masyarakat.
c. Rentan terhadap guncangan ekonomi.
Hampir setiap negara, kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat
tertentu, yaitu biasanya dipedesaan atau di daerah-daerah yang kekurangan
sumber daya. Persoalan kemiskinan juga selalu berkaitan dengan masalah-
masalah lain,misalnya lingkungan.
Menurut Friedman, kemiskinan sebagai minimnya kebutuhan dasar
sebagaimana yang dirumuskan dalam konferensi ILO tahun 1976.
Kebutuhandasar menurut konferensi tersebut dirumuskan sebagai berikut (Fenny,
2008):
a. Kebutuhan minimum dari suatu keluarga akan konsumsi privat (pangan,
sandang, papan dan sebagainya).
b. Pelayanan esensial atas konsumsi kolektif yang disediakan oleh dan untuk
komunitas pada umumnya (air minum sehat, sanitasi, tenaga listrik, angkutan
umum, dan fasilitas kesehatan dan pendidikan.
45
c. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi
mereka.
d. Terpenuhinya tingkat absolut kebutuhan dasar dalam kerangka kerja yang lebih
luas dari hak-hak dasar manusia.
e. Penciptaan lapangan kerja baik sebagai alat maupun tujuan dari setrategi
kebutuhan dasar.
Kemiskinan menurut bentuk
a) Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan dibawah
garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan,
sandang, papan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan untuk
bisa hidup dan bekerja.
b) Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan
yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan
ketimpangan pada pendapatan.
c) Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari
pihak luar.
d) Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses
terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial
46
politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali
menyebabkan suburnya kemiskinan.
Kemiskinan menurut jenisnya
1. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan
prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
2. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau
pembangunan yang membuat masyarakat tidak mendapat menguasai sumber
daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata.
Penyebab Kemiskinan
Ditinjau dari sumber penyebabnya, kemiskinan dapat dibagi menjadi
kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural adalah
kemiskinan yang mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan
oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan kultural biasanya
dicirikan oleh sikap individu atau kelompok masyarakat yang merasa tidak miskin
meskipun jika diukur berdasarkan garis kemiskinan termasuk dalam kelompok
miskin. Sedangkan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan
oleh struktur masyarakat yang timpang, baik karena perbedaan kepemilikan,
kemampuan, pendapatan dan kesempatan kerja yang tidak seimbang, maupun
karena distribusi pembangunan yang hasilnya tidak merata. Kemiskinan struktural
47
biasanya dicirikan oleh struktur masyarakat yang timpang terutama dilihat dari
ukuran-ukuran ekonomi.
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang mencakup berbagai
aspek kehidupan. Kondisi kemiskinan setidaknya disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Rendahnya taraf pendidikan dan kesehatan berdampak pada keterbatasan dalam
pengembangan diri dan mobilitas. Hal ini berpengaruh terhadap daya
kompetisi dalam merebut atau memasuki dunia kerja.
2. Rendahnya derajat kesehatan dan gizi berdampak pada rendahnya daya tahan
fisik, daya pikir dan selanjutnya akan mengurangi inisiatif.
3. Terbatasnya lapangan pekerjaan semakin memperburuk kemiskinan. Dengan
bekerja setidaknya membuka kesempatan untuk mengubah nasibnya.
4. Kondisi terisolasi (terpencil) mengakibatkan pelayanan publik seperti
pendidikan, kesehatan, dan lain-lain tidak dapat menjangkaunya.
5. Ketidakstabilan politik berdampak pada ketidakberhasilan kebijakan pro-
poor. Berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan
akan mengalami kesulitan dalam implementasinya jika tidak didukung oleh
kondisi politik yang stabil.
Menurut Robert Chamber (2004) dalam Departemen Komunikasi dan
Informatika (2008) inti dari masalah kemiskinan sebenarnya terletak pada apa
48
yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Secara rinci,
deprivation trap terdiri dari lima unsur, yaitu: (1) kemiskinan itu sendiri, (2)
kelemahan fisik, (3) keterasingan atau kadar isolasi, (4) kerentanan, dan (5)
ketidakberdayaan.
Kelima unsur ini seringkali saling berkaitan satu sama lain, sehingga
menjadi penyebab perangkap kemiskinan yang mematikan peluang hidup
seseorang sehingga kerentanan dan ketidakberdayaan perlu mendapat perhatian
yang utama. Kerentanan dapat dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin
untuk menyediakan sesuatu untuk menghadapi situasi darurat seperti datangnya
bencana alam, kegagalan panen, atau penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga.
Kerentanan ini sering menimbulkan poverty rackets atau roda penggerak
kemiskinan yang menyebabkan keluarga miskin harus menjual harta benda dan
asset produksinya menjadi makin rentan dan tidak berdaya. Banyak pemikiran dan
gagasan yang diberikan oleh pakar dan pemerhati kemiskinan yang menawarkan
jalan keluar untuk mengatasi kemiskinan dalam bentuk suatu kebijakan. Adapun
kebijakan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kebijakan mikro (direct
policy approach) sebagai berikut (Zulkifli Husein dalam Amidi, 2008):
a) Kebijaksanaan untuk petani
Bagi masyarakat yang tidak mempunyai lahan (land-less labor) maka
diperlukan kebijakan mikro dalam bentuk pembagian asset baik berupa lahan
maupun alat-alat produksi. Menurut Masbar dalam Amidi (2008), untuk
49
kelompok ini diperlukan program pemabangunan yang mendesak (instant
developtment). Dengan pembagian asset berupa lahan, kelompok ini akan
mampu untuk memenuhi tingkat hidup yang lebih layak dan tingkat
ketergantungan kepada upah menjadi berkurang. Selain untuk petani yang tidak
memiliki lahan pertanian, kebijakan ini juga diperlukan bagi petani yang
memiliki lahan relatif kecil.
b) Kebijakan untuk pedagang kakilima dan asongan
Peningkatan taraf hidup pedagang kakilima dan asongan dapat dilakukan
dengan pemberian permodalan.
c) Kebijaksanaan untuk pengrajin kecil di pedesaan
Pada kelompok ini, selain diperlukannya permodalan juga dibutuhkan
pembinaan keterampilan serta pemasaran hasil produksinya. Dengan adanya
kegitan ini akan dapat meningkatkan usaha yang sekaligus akan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
d) Kebijaksanaan untuk pengangguran
Penciptaan lapangan kerja merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kebijaksanaan peningkatan taraf hidup masyarakat miskin. Dalam hal ini
orientasi pembangunan secara menyeluruh diupayakan lebih bersifat padat
karya serta menerapkan teknologi tepat guna.
50
e) Kebijaksanaan untuk nelayan
Program peningkatan taraf hidup nelayan dapat dilakukan dengan pemberian
modal dan peningkatan teknologi serta keterampilan.
f) Kebijaksanaan untuk gelandangan
Kebijaksanaan yang dapat dilaksanakan untuk gelandangan adalah dengan
membangun rumah- rumah sederhana dengan perkreditan yang murah.
Todaro (2006), menyatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat kemiskinan
disuatu negara tergantung dari dua faktor utama, yakni: pertama, tingkat
pendapatannasional rata-rata. Kedua, lebar sempitnya kesenjangan dalam
distribusi pendapatan. Selain itu Todaro juga menjelaskan bahwa adanya variasi
kemiskinan di setiap wilayah karena disebabkan: 1) perbedaan geografis,
penduduk dan pendapatan; 2) perbedaan sejarah; 3) perbedaan kekayaan SDA dan
kualitas SDM; 4) perbedaan sektor swasta dan negara; 5) perbedaan struktur
perindustrian; 6) perbedaan pada ketergantungan kekuatan ekonomi dan politik
dari negara lain; 7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan
kelembagaan dalam negeri.
Ukuran kemiskinan
Menurut BPS (Biro Pusat Statistik), tingkat kemiskinan didasarkan pada
jumlah konsumsi rupiah berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari
(dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang
51
berada dilapisan bawah), dan konsumsi non makanan (dari 45 jenis komoditi
makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah
pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua
umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta
perkiraan status fisiologis penduduk, ukuran ini sering disebut dengan garis
kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan
dikatakan dalam kondisi miskin.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengukur
kemiskinan berdasarkan dua kriteria yaitu (Suryawati, 2005):
1. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga yang tidak
mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan
baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel
pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80%,
dan berobat ke Puskesmas bila sakit.
2. Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) yaitu keluarga yang tidak
berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik,
minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli
pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter per segi
per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60
tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun
52
bersekolah, satu dari anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin
atau tetap, dan tidak ada yang sakit selama tiga bulan.
Ukuran kemiskinan menurut Foster-Greer-Thorbecke dalam (Todaro, 2006)
adalah:
q
Pa = 1 ∑ [z-yi]a
n i=1 z
Dimana:
a = 0, 1, 2
z = Garis kemiskinan
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di bawah
garis kemiskinan ( i =1, 2, 3, ..., q ), y < z 1.
q = Banyaknya penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.
n = Jumlah penduduk
Jika:
1. a = 0, maka diperoleh Head Count Index ( 0 P ), yaitu persentase penduduk
yang berada dibawah garis kemiskinan.
2. a = 1, maka diperoleh Poverty Gap Index ( 1 P ), yaitu indeks kedalaman
kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing
53
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indek, semakin
jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
3. a = 2, maka diperoleh Poverty Severity ( 2 P ), yaitu indeks keparahan
kemiskinan, yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran
antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indek, semakin tinggi
ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Menurut Sadono Sukirno (2004), perkembangan jumlah penduduk bisa
menjadi faktor pendorong dan penghambat pembangunan. Faktor pendorong
karena, pertama, memungkinkan semakin banyaknya tenaga kerja. Kedua,
perluasan pasar, karena luas pasar barang dan jasa ditentukan oleh dua factor
penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Sedangkan
penduduk disebut faktor penghambat pembangunan karena akan menurunkan
produktivitas, dan akan terdapat banyak pengangguran.
Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar justru
akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan, di kebanyakan
negara dengan jumlah penduduk yang besar tingkat kemiskinannya juga lebih
besar jika dibandingkan dengan negara dengan jumlah penduduk sedikit. Banyak
teori dan pendapat para ahli yang meyakini adanya hubungan antara pertumbuhan
penduduk dengan kemiskinan. Salah satunya adalah Thomas Robert Malthus
(1798) dalam Todaro (2006) meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak
54
dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga
muncul wabah penyakit, kelaparan dan berbagai macam penderitaan manusia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Wahyuniarti (2007),
semakin banyak jumlah penduduk maka akan meningkatkan jumlah penduduk
miskin. Hal tersebut membuktikan bahwa jumlah penduduk yang besar akan
meningkatkan jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu perlu adanya upayaupaya
untuk mengendalikan jumlah penduduk, seperti dengan melakukan program
Keluarga Berencana (KB).
B. Keterkaitan Antar Variabel
a. Hubungan Pembiayaan dengan Kemiskinan
Dengan meningkatnya pembiayaan akan berdampak pada sektor riil, baik
itu kegiatan investasi oleh perusahaan atau konsumsi serta produksi oleh rumah
tangga. Seperti pada sector UMKM, pembiayaan mudharabah yang membantu
pembiayaan pada sector UMKM akan berdampak pada terbukanya lapangan kerja
baru, dan mengurangi pengangguran dan pada akhirnya masyarakat memiliki
penghasilan dan mempunyai daya beli, sehingga kemiskinan pun secara perlahan
akan berkurang.
b. Hubungan Produk Domestik Reginal Bruto dengan Kemiskinan
Pembangunan ekonomi mensyaratkan pendapatan nasional yang lebih
tinggi. Hal itu akan tercapai apabila tingkat pertumbuhan perekonomian suatu
negara juga tinggi (Todaro, 2006). Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator
55
untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi
pengurangan tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari pertumbuhan
ekonomi tersebut menyebar disetiap golongan masyarakat, termasuk di golongan
penduduk miskin. Karena permasalahan kemiskinan tidak terpecahkan jika hanya
mengharapkan terjadinya trickle down effect (efek menetes ke bawah) (Siregar
dan Wahyuniarti, 2008).
Menurut Sukirno (2000), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan
PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil.
Selanjutnya pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur melalui berdasarkan
produk domestik regional bruto (PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus
memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar ke lapisan
masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasilnya. Karena hal tersebut, maka
penurunan PDRB suatu daerah akan berdampak pada kualitas dan pada konsumsi
rumah tangga. Apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak
rumah tangga miskin terpaksa merubah pola konsumsi makanan pokoknya ke
barang yang lebih murah dengan jumlah barang yang berkurang.
Menurut Arsyad (1999), pendapatan per kapita seringkali digunakan
sebagai indikator pembangunan. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan
semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay)
berbagai pungutan yang ditetapkan pemerintah. Semakin tinggi PDRB suatu
daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut.
56
Tingginya penerimaan daerah, diharapkan nantinya pemerintah daerah tersebut
dapat mengatasi masalah kemiskinan dengan baik. Tingginya tingkat pendapatan
daerah bisa disebabkan karena berbagai perubahan mendasar, seperti struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional.
c. Hubungan Inflasi dengan Kemiskinan
Menurut teori Keynes inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup
diluar batas kemampuan ekonominya. Dengan kata lain proses perebutan bagian
rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih
besar daripada yang dapat disediakan masyarakat sehingga proses perebutan ini
akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan
barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (inflationary
gap).
BPS mencatat angka kemiskinan Indonesia sejak tahun selalu mengalami
penurunan, bisa dilihat bahwa jumlah penduduk miskin dari tahun 2011 sebanyak
30.018.930 juta jiwa menjadi 27.764.320 juta jiwa pada tahun 2016 atau turun
2.254.610 juta jiwa, Walau mengalami penurunan, jumlah tersebut masih
dianggap tinggi karena melihat kenyataan bahwa masih banyaknya jumlah
masyarakat yang masih menerima subsidi.
d. Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Kemiskinan
Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya perananan pemerintah
terutama dalam meningkatkan IPM dan mendorong penelitian dan pengembangan
57
untuk meningkatkan produktivitas manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan
melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumbar daya
manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
seseorang.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan
keahliannya akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produtivitas
kerjanya. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan
mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga
perusahaan juga akan memberika gaji yag lebih tinggi kepada yang bersangkutan.
Di sektor informal seperti pertanian, peningkatan ketrampilan dan keahlian tenaga
kerja akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga kerja yang
terampil mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang memiliki
produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang
diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya
produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk
memperoleh pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004).
Lanjouw, dkk (dalam Whisnu Adhi Saputra 2011) menyatakan
pembangunan manusia di Indonesia identik dengan pengurangan kemiskinan.
Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk
miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk miskin aset
utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan dan kesehatan
58
murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas, dan pada
akhirnya meningkatkan pendapatan..
C. Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan Judul Variabel Metode dan Hasil
1 Ali Rama
JUDUL:
ANALISIS
DESKRIPTIF
PERKEMBANGAN
PERBANKAN
SYARIAH DI ASIA
TENGGARA
Negara Asia
Tenggara
(ASEAN),
regulasi,
lembaga
keuangan
syariah
Analisis: Analisis deskriptif
Hasil:
Penelitian menemukan bahwa
terdapat perbedaan kerangka
regulasi di masing-masing
negara Asia Tenggara terkait
dengan regulasi lembaga
keuangan syariah.
Kesenjangan regulasi ini
tentunya menjadi tantangan
dalam menciptakan sistem
integrasi keuangan syariah
sebagai bagian dari program
integrasi ekonomi ASEAN.
59
2 Ali Rama &
Mustabsyirah Musri
JUDUL:
ANALISIS PERILAKU
DEPOSAN
PERBANKAN DI
INDONESIA
(STUDI KASUS
BANK SYARIAH DAN
KONVENSIONAL)
Deposito bank
syariah,
deposito bank
konvensional,
suku bunga,
dan tingkat
bagi hasil
Analisis : vektor autogresi,
uji kausalitas Granger,
dekomposisi varian dan
impuse respon
Hasil :
Studi ini menemukan bahwa
suku bunga dan tingkat bagi
hasil berpengaruh signifikan
terhadap tingkat deposito di
Indonesia baik syariah
maupun konvensional. Studi
ini juga menunjukkan bahwa
sistem keuangan syariah di
Indonesia menghadapi risiko
suku bunga. Temuan lainnya
adalah inflasi, harga saham
dan pertumbuhan ekonomi
memiliki dampak terhadap
tingkat deposito pada sistem
60
perbankan.
3 Amalia Islami (2016)
JUDUL :
ANALISIS
PENGARUH
PRODUK
DOMESTIK
REGIONAL BRUTO
(PDRB) INDEKS
PEMBANGUNAN
MANUSIA (IPM),
UPAH MINIMUM
PROVINSI (UMP)
TERHADAP
TINGKAT
KEMISKINAN
PERIODE 2005-2014
(STUDI KASUS
PROVINSI DENGAN
TINGKAT
KEMISKINAN
Tingkat
kemiskinan,
Produk
Domestik
Regional
Bruto, Indeks
Pembangunan
Manusia, Upah
Minimum
Provinsi
Anilisis : Panel Data
Hasil :
Hasil penelitian menunjukan
bahwa variabel PDRB tidak
berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan,
variabel IPM berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan,
serta UMP berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan.
Sedangkan secara simultan,
variabel PDRB, IPM dan
UMP berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan.
Variasi variabel tingkat
kemiskinan dapat dijelaskan
sebesar 93,9602 persen oleh
variasi variabel PDRB, IPM,
61
TERTINGGI DI
INDONESIA)
UMP, dan sisanya dijelaskan
oleh variasi variabel lain di
luar model.
4 Himawan Yudistira
Dama (2016)
JUDUL:
Pengaruh Produk
Domestik Regional
Bruto (PDRB)
Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Kota
Manado (Tahun 2005-
2014)
PDRB, Tingkat
kemiskinan
Analisis: Menggunakan
metode analisis regresi
sederhana yang diolah
melalui program SPSS Versi
21.0.
Hasil: analisa menunjukkan
bahwa PDRB berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan
di Kota Manado.
5 KHOLIS BUDIONO
(2009)
Pembiayaan
bank syariah,
zakat, pdb dan
inflasi, jumlah
Analisis : Ordinary Least
Square (OLS)
62
JUDUL :
Pengaruh pembiayaan
bank syariah, zakat,
pdb dan inflasi
terhadap jumlah
penduduk miskin
indonesia
penduduk
miskin
Hasil :
Peran instumen
perekonomian syariah telah
menunjukkan kontribusi yang
positif. Perbankan syariah
sejak kelahirannya hingga
hari ini telah terbukti
memberi pengaruh terhadap
pengentasan kemiskinan
sehingga sudah sewajarnya
agar embrio gerakan
pengentasan kemiskinan
lewat institusi perbankan
menjadi alternatif selain
instrumen yang dimiliki
negara.
6
Lupi Riyani (2014)
JUDUL :
Analisis Faktor-
Faktor Yang
Analisis :
analisis Ordinary Least
Square (OLS).
63
Mempengaruhi
Kemiskinan di Jawa
Tengah Tahun 1991-
2011
Hasil:
Penelitian ini menunjukan
bahwa variabel
69
Pengangguran berpengaruh
negatif dengan nilai koefisien
sebesar -0.224331 hal yang
sama terjadi pada variabel
PDRB dengan nilai
koefisiensi sebesar -0.770757
sedangkan variabel Inflasi
berpengaruh positif dengan
nilai koefisien sebesar
0.011207 serta variabel Upah
Minimum berpengaruh
positif dengan nilai koefisien
0.902497.
7 Muhammad Sri
Wahyudi Suliswanto
(2010)
Gross domestic
product, human
development
Analisis :
Random Effect Model (REM)
64
JUDUL :
PENGARUH
PRODUK
DOMESTIK BRUTO
(PDB) DAN INDEKS
PEMBANGUNAN
MANUSIA (IPM)
TERHADAP ANGKA
KEMISKINAN DI
INDONESIA
index, and
poverty
Hasil :
Anaysis result concluded that
all independent variable
simultaneously had
significant effect on poverty
variable in Indonesia and
partially Gross Domestic
Product (GDP) variable had
significant
negative influence on poverty
with α 20%, and
Human Development Index
(HDI) variable had
significant negative influence
on poverty with α 5%.
8 Prima Sukmaraga
(2011)
JUDUL :
Jumlah
Penduduk
Miskin, Indeks
Analisis : Ordinary Least
Square (OLS)
Hasil
65
ANALISIS
PENGARUH INDEKS
PEMBANGUNAN
MANUSIA, PDRB
PER KAPITA, DAN
JUMLAH
PENGANGGURAN
TERHADAP JUMLAH
PENDUDUK
MISKIN DI
PROVINSI JAWA
TENGAH
Pembangunan
Manusia
(IPM), PDRB
per kapita, dan
Jumlah
Pengangguran
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap jumlah penduduk
miskin di Provinsi Jawa
Tengah, PDRB per kapita
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin di Provinsi
Jawa Tengah, dan jumlah
pengangguran berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap jumlah penduduk
miskin di Provinsi Jawa
Tengah.
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan fondasi dimana seluruh proyek penelitian
didasarkan. Kerangka pemikiran adalah jaringan asosiasi antar variabel yang
66
disusun, dijelaskan, dan dielaborasi secara logis yang dianggap relevan pada
situasi masalah serta diidentifikasi melalui proses seperti wawancara, pengamatan,
dan survey literatur. Pengalaman dan intuisi juga berperan dalam menyusun
kerangka berpikir (Uma Sekaran, 2007 :127).
Kerangka pemikiran dalam penelitan ini adalah mengenai Jumlah
Penduduk Miskin di Indonesia yang dipengaruhi oleh mekanisme transmisi
kebijakan moneter melalui jalur pembiayaan dan melalui instrumen pertumbuhan
ekonomi suatu Negara melalui jalur Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi,
Indeks Pembangunan Manusia dan Pendidikan.
Dari teori mekanisme transmisi kebijakan moneter dan instrument
pertumbuhan ekonomi dapat kita ambil variabel-variabel independen yang dapat
mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia yaitu Pembiayaan Bank
Syariah, Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi, Indeks Pembangunan Manusia,
Pendidikan. Data-data yang berhubungan dengan variabel independen dan
dependen di peroleh dari berbagai sumber resmi diantaranya website Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Badan Pusat Statistik.
67
Obyek Penelitian
Variabel Dependen (X) Variabel Independen (Y)
Model Estimasi Data
Fixed Effect Common Effect Random Effect
Pemilihan Model Regresi Panel
Uji chow Uji Haustman
Uji Asumsi Klasik
Multikolinieritas Heterokadasititas
Uji Spesifikasi
Uji t Adjusted R2
Uji F
Interpretasi
68
Penelitian ini menggunakan metodologi time series dengan data cross
section yang menggunakan analisis data panel. Data panel (pool) yang merupakan
gabungan antara data runtun waktu (time series) dengan data silang (cross
section). Oleh karena itu, data panel memiliki gabungan karakteristik yaitu data
yang terdiri atas beberapa obyek dan meliputi beberapa waktu (Winarno, 2011).
Umumnya pendugaan parameter dalam analisis regresi dengan data cross section
dilakukan menggunakan pendugaan metode kuadrat kecil atau disebut Ordinary
Least Square (OLS).
Langkah pertama dalam melakukan analisis regresi data panel adalah
pendekatan Common Effect (Pooling Least Square). Pada model ini digabungkan
data cross section dan data times series. Kemudian digunakan metode OLS
terhadap data panel tersebut. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling
sederhana dibandingkan dengan kedua pendekatan lainnya. Dengan pendekatan
ini kita tidak bisa melihat perbedaan antar individu dan perbedaan antar waktu
karena intercept maupun slope dari model sama. Terlihat bahwa baik
interceptmaupun slope tidak berubah baik antara individu maupun antar waktu.
Langkah yang kedua yakni dengan pendekatan Efek Tetap (Fixed effect).
Dalam menganalisis data runtut waktu, kita dapat memakai asumsi berdasarkan
kriteria berikut ini. Teknik yang paling sederhana mengasumsikan bahwa data
gabungan yang ada, menunjukkan kondisi yang sesungguhnya. Hasil analisis
regresi dianggap berlaku pada semua objek pada semua waktu.
69
Selanjutnya adalah dengan Pendekatan Efek Random (Random effect).
Efek random digunakan untuk mengatasi kelemahan model efek tetap yang
menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian. Tanpa
menggunakan variabel semu, metode efek random menggunakan residual, yang
diduga memiliki hubungan antar waktu dan antarobjek.
Setelah itu adalah pemilihan model regresi panel dimana terdapat 2 uji
yakni uji Chow dan uji Hausman. Kedua uji tersebut yang nantinya akan
menentukan apakah hasil olahan regresi data panel akan menggunakan model
fixed atau random effect.
Kemudian setelah pemilihan model tersebut lanjut ketahap uji selanjutnya
yakni uji asumsi klasik dimana di dalam uji asumsi klasik tersebut terdapat 4 uji
yaitu ada uji Multikolinearitas, uji Autokorelasi, uji Heteroskedastisitas dan uji
Normalitas. Masuk ke tahap akhir yakni uji signifikansi dengan melakukan
interpretasi dengan uji t, uji F dan koefisien determinasi.
E. Hipotesa Penelitian
Hipotesa merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih
perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat diuji.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia terhadap Pembiayaan Bank Syariah.
70
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia terhadap Pembiayaan Bank Syariah.
2. H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDRB).
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDRB).
3. H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia terhadap Inflasi.
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia terhadap Inflasi.
4. H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
71
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Luasnya objek penelitian sehingga ruang lingkup variabel yang akan
digunakan berdasarkan pada data-data berikut ini :
1) Data statistik Bank Indonesia (BI) berupa data inflasi periode 2010-2015
2) Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa data bulanan jumlah
pembiayaan bank syariah periode 2010 – 2015.
3) Data statistik Badan Pusat Statistik berupa data bulanan Indeks
Pembangunan Manusia dan Produk Domestik Regional Bruto periode
2010-2015.
B. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian statistik deskriptif dan menggunakan data
sekunder maka metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Field Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
bersifat sekunder yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengolahan
pihak kedua (data eksternal atau data yang sudah dipublikasi) untuk
menjelaskan gejala dari suatu fenomena, seperti pusat referensi Bank
72
Indonesia (BI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik
(BPS).
2. Library Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal, dan sejenisnya
yang berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk
memperoleh data yang valid.
3. Internet Research
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau
pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa,
karena ilmu selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal
tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga
berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh merupakan data
yang sesuai dengan perkembangan zaman.
C. Teknik Pengolahan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini akan diola dengan menggunakan
Microsoft Excel dan Eviews 9.
D. Metode Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, maka dalam
menganalisis permasalahan (data) penulis akan menggunakan metode regresi
Data Panel. Data panel (pool) yang merupakan gabungan antara data runtun
73
waktu (time series) dengan data silang (cross section). Oleh karena itu, data
panel memiliki gabungan karakteristik yaitu data yang terdiri atas beberapa
obyek dan meliputi beberapa waktu (Winarno, 2011). Umumnya pendugaan
parameter dalam analisis regresi dengan data cross section dilakukan
menggunakan pendugaan metode kuadrat kecil atau disebut Ordinary Least
Square (OLS).
Uji regresi data panel ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen yang terdiri dari Pengaruh Pembiayaan Bank
Syariah, Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi, Indeks Pembangunan
Manusia terhadap variabel dependen Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia
Menurut Wibisono (2005) keunggulan regresi data panel antara lain:
pertama, panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara
eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu. Kedua, kemampuan
mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data panel dapat
digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku lebih kompleks.
Ketiga, data panel mendasarkan diri pada observasi cross section yang
berulang-ulang (time series) sehingga metode data panel cocok digunakan
sebagai study of dynamic adjustment. Keempat, tingginya jumlah observasi
memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih variatif, dan
kolinearitas (multikol) antara data semakin berkurang dan derajat kebebasan
(degree of freedom/df) lebih tinggi sehingga dapat diperoleh hasil estimasi
yang lebih efisien. Kelima, data panel dapat digunakan untuk mempelajari
74
model-model perilaku yang kompleks. Dan keenam, data panel dapat
digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh
agregasi data individu (Agus T.B dan Imammudin Y, 2015).
Model regresi data panel dalam penelitian ini adalah:
Yit = α + b1X1t + b2X2t + b3X3t + b4X4t + e
Keterangan :
Y = Variabel dependen (Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia)
α = Konstanta
X1 = Variabel Independen 1 (Pembiayaan Bank Syariah)
X2 = Variabel Independen 2 (Produk Domestik Regional Bruto)
X3 = Variabel Independen 3 (Inflasi)
X4 = Variabel Independen 4 (Indeks Pembangunan Manusia)
e = Error term
i = Provinsi
t = Waktu
1) Penentuan Model Estimasi
Dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data
pabel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain (Dedi, 2012):
a. Common Effect atau Pooled Least Square (PLS)
Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena
hanya mengkombinasikan data time series dan cross section. Pada model ini tidak
75
perhatikan dimensi waktu maupun individu sehingga diasumsikan bahwa perilaku
data perusahaan sama dalam berbagai kurun waktu. Metode ini bisa menggunakan
pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau teknik kuadrat kecil untuk
mengestimasi model data panel.
Untuk model data panel, sering diasumsikan βit = β yakni pengaruh dari
perubahan dalam X diasumsikan bersifat konstanta dalam waktu kategori cross
section.
Secara umum, bentuk model linear yang dapat digunakan untuk
memodelkan data panel adalah :
Yit = Xitβit + eit
Dimana:
Yit adalah observasi dari unit ke-i dan diamati pada periode waktu ke-t (yakni
variabel dependen yang merupakan suatu data panel) Xit adalah variabel
independen dari unit ke-i dan diamati pada periode waktu ke-t disini diasumsikan
Xit memuat variabel konstanta eit adalah komponen error yang diasumsikan
memiliki harga mean 0 dan variansi homogen dalam waktu serta independen
dengan Xit.
b. Fixed effect Model (FEM)
Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat
diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Model Fixed effect adalah teknik
mengestimasikan data panel dengan menggunakan variabel dummy untuk
menangkap adanya perbedaan intercep. Intercep antar provinsi, perbedaan
76
intercep bisa terjadi karena perbedaan budaya kerja, manajerial, dan insentif.
Disamping itu, model ini juga mengasumsikan bahwa koefisien regresi tetap
antara provinsi dan waktu.
Pendekatan dengan variabel dummy ini dikenal dengan sebutan least
square dummy variabels (LSDV). Persamaan Fixed effect Model dapat ditulis
sebagai berikut :
Yit = Xitβ + Ci + ..... + εit
Dimana:
Ci = variabel dummy
c. Random effect Model (REM)
Model ini mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungking
saling berhubungan antar waktu dan antar individu. Pada model Random effect
perbedaan intercep diakomodasi oleh error terms masing-masing provinsi.
Keuntungan menggunakan model Random effect yakni menghilangkan
heteroskedastisitas. Model ini juga disebut dengan teknik Generalized Least
Square (GLS). Sebagai estimastornya, berikut bentuk persamaannya adalah:
Yit = Xitβ + Vit
Dimana Vit = Ci + Di + εit
Ci diasumsikan bersifat independent and identically distributed (iid) normal
dengan mean 0 dan variansi Ϭ2 c (komponen cross section).
Di diasusikan bersifat iid normal dengan mean 0 dan variansi Ϭ2 d (komponen
time series error).
77
Εit diasumsikan bersifat iid dengan mean 0 dan variansi Ϭ2 e.
2) Tahapan Analisis Data
Untuk menganalisis data panel diperlukan uji spesifikasi model yang tepat
untuk menggambarkan data. Uji tersebut yaitu:
a. Uji Chow
Uji chow adalah pengujian untuk menentukan model apa yang akan dipilih
antara common effect model atau fixed effect model. Hipotesis uji chow adalah:
H0 : common effect model (pooled OLS)
H1 : fixed effect model (LSDV)
Hipotesis nol pada uji ini adalah bahwa intersep sama atau dengan kata
lain model yang tepat untuk regresi data panel adalah common effect dan
hipotesis alternatifnya adalah intersep tidak sama atau model yang tepat untuk
regresi data panel adalah fixed effect.
Nilai Statistik F hitung akan mengikuti distribusi statistik F dengan derjat
kebebasan (degree of freedom) sebanyak m untuk numeratordan sebanyak n-k
untuk denumerator. M merupakan jumkah restriksi atau pembatasan di dalam
model tanpa variabel dummy. Jumlah restriksi adalah jumlah individu dikurang
satu. N merupakan jumlah observasi dan k merupakan jumlah parameter jumlah
parameter dalam model fixed effect.
Jumlah observasi (n) adalah jumlah individu dikali dengan jumlah periode,
sedangkan jumlah parameter dalam model fixed effect (k) adalah jumlah variabel
78
ditambah jumlah individu. Apabila nilai F hitung lebih besar dari F kritis maka
hipotesis nol ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel
adalah model fixed effect. Dan sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari F
kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi
data panel adalah model common effect.
b. Uji Hausman
Uji Hausman adalah uji yang digunakan untuk memilih model yang
terbaik antara fixed effect model atau random effect model. Uji Hausman ini
didasarkan pada ide bahwa Least Squares dummy Variabels (LSDV) dalam
metode fixed effect dan Generalized Least Square (GLS) dalam metode Random
effect adalah efisien sedangkan Ordinary Least Square (OLS) dalam metode
Common Effect tidak efisien. Yaitu dengan menguji hipotesis berbentuk :
H0 : E(Ci | X) = E (u) = 0 atau terdapat random effect model
H1 : fixed effect model
Statistik uji Hausman mengikuti distribusi statistik Chi-Square dengan
derajat kebebasan (df) sebesar jumlah variabel bebas. Hipotesis nolnya adalah
bahwa model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Random effect dan
hipotesis alternatifnya adalah model yang tepat untuk regresi data panel adalah
model Fixed effect. Apabila nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritis
Chi-Square maka hipotesis no ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi
data panel adalah model Fixed effect. Dan sebaliknya, apabila nilai statistik
Hausman lebih kecil dari nilai kritis Chi-Squares maka hipotesis nol diterima
79
yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Random
effect.
3) Uji Asumsi Klasik
Dengan pemakaian metode Ordinary Least Squared (OLS), untuk
menghasilkan nilai parameter model penduga yang lebih tepat, maka diperlukan
pendekteksian apakah model tersebut menyimpang dari asumsi klasik atau tidak,
deteksi tersebut terdiri dari:
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana satu atau
lebih variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi kolinier dari variabel
yang lainnya. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam regresi ini
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi maka
dinamakan terdapat problem multikolinieritas. Cara mendeteksi adanya
multikolineritas dilakukan dengan uji Variance Inflation Factor (VIF) yang
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jika VIF > dari 10, maka antar variabel bebas (independent variabel)
terjadi persoalan multikolinearitas (Gujarati, 1993).
Menurut Rosadi (2011) cara untuk mengetahui multikolinearitas dalam
suatu model. Salah satunya adalah dengan melihat koefisien korelasi hasil output
komputer. Jika terdapat keofisien korelasi yang lebih besar dari 0,9 makan
terdapat gejala multikolinearitas.
80
Untuk mengatasi masalah multikolinearitas, satu variabel independen yang
memiliki korelasi dengan variabel independen lain harus dihapus. Dalam hal
metode GLS, model ini sudah diantisipasi dari multikolinearitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Suatu model regresi dikatakan terkena heterokedastisitas apabila terjadi
ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain.
Jika varians dari residual dan satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap
maka disebut homokedastisitas. Jika varians berbeda disebut heterokedastisitas
Adanya sifat heterokedastisitas ini dapat membuat penaksiran dalam
model bersifat tidak efisien. Umumnya masalah heterokedastisitas lebih biasa
terjadi pada data cross section dibandingkan dengan time series (Gujarati, 1978).
Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas, dalam hal ini akan
dilakukan dengan cara melihat grafik scatterplot. Jika dalam grafik terlihat ada
pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasi telah terjadi
heterokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas
dan dibawah angka 0 pada sumbuh Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas
(Ghozali, 2001:69).
81
4) Pengujian Signifikan
a. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Pengujian hipotesis yang dilakukan secara parsial bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dan signifikansi dari masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen. Pengujian parsial terhadap koefisien regresi secara
parsial menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan
dalam analisis (α) 5% dengan ketentuan degree of freedom (df) = n-k, dimana n
adalah besarnya sampel, k adalah jumlah variabel. Dasar pengembalian keputusan
adalah:
Jika t-hitung < t-tabel : H0 diterima dan H1 ditolak
Jika t-hitung > t-tabel : H0 ditolak dan H1 diterima
b. Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian ini untuk mengetahui apakah variabel independen yaitu
Pengaruh Pembiayaan Bank Syariah, Produk Domestik Bruto, Inflasi, Indeks
Pembangunan Manusia, Pendidikan secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan uji F pada tingkat
keyakinan 95% dan tingkat kesalahan (α) 5% dengan degree of freedom (df1) = k-
1, degree of freedom (df2) = n-k. dasar pengambilan keputusan adalah :
Jika f-hitung < F-tabel : H0 diterima dan H1 ditolak
Jika f-hitung > F-tabel : H0 ditolak dan H1 diterima
82
c. Uji Koefisien Determinasi (R2 )
Koefisien determinasi R2 pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai
koefisien determinasi diantara 0 dan 1 (0 < R2 < 1), nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
independen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
model dependen (Gujarati, 2003).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias
terhadap julah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, suatu pengukur kelayakan yang sesuai lainnya
telah dikembangkan. Ukuran yang merupakan modifikasi dari R2 ini memberikan
penalti bagi penambahan variabel penjelas yang tidak menurunkan residual secara
signifikan. Ukuran ini diesbut adjusted R2 (Doddy, 2012).
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Sugiyono (2012).
Penelitian ini melibatkan empat variabel bebas (independen), satu variabel
terikat (dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi
83
1. Kemiskinan
Bank Dunia (2006) mendefinisikan kemiskinan adalah keadaan
kelaparan,kurang tempat tinggal kurang sandang, dan kurang pendidikan.
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang masuk dalam kategori
miskin, diantaranya:
a) Rendahnya pendapatan dan asset untuk memenuhi kebutuhan
dasar,seperti makanan, tempat tinggal, pakain, kesehatan dan
pendidikan.
b) Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketiadaan kekuatan di depan
institusi dan masyarakat.
c) Rentan terhadap guncangan ekonomi.
2. Pembiayaan
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam 4 kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu Pembiayaan denagn prinsip jual
beli, Pembiayaan dengan prinsip sewa, Pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil, dan Pembiayaan dengan akad pelengkap.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memeiliki
barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk
84
pendapat jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang
ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
3. Produk Domestik Regional Bruto
Gross Domestik Product artinya mengukur nilai pasar dari barang
dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu
negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat
digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau
untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat
(McEachern 2000: 146).
4. Inflasi
Merupakan sebuah fenomena ekonomi berupa kenaikan harga
secara umum dan terjadi secara terus menerus. Bahkan Milton Friedman,
ekonom besar penerima Nobel di tahun 1976 pernah mengatakan ―inflasi
selalu dan dimanapun merupakan fenomena moneter‖. Inflasi yang
berbahaya ialah inflasi yang tidak dapat diprediksikan sehingga
menimbulkan keterkejutan masyarakat akan kenaikan harga. Banyak
ekonom yang berpendapat tingkat inflasi yang rendah merupakan hal yang
baik apabila itu terjadi akibat dari adanya inovasi yang dilakukan.
Demikian tingkat inflasi harus terus di pantau dan dikendalikan agar tetap
berada di tingkat yang aman.
85
5. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Indeks
(HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf,
pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI
digunakan untuk mengklasifikasi apakah sebuah negara adalah negara
maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk
mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
86
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang,
laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Berikut data
jumlah penduduk miskin di Indonesia:
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2013-2015
Sumber: BPS Indonesia, 2016
Pada table menunjukan jumlah penduduk miskin di beberapa
Provinsi di Indonesia mengalami trend yang fluktuatif. Pada tahun 2014 jumlah
87
penduduk miskin mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2013, namun
pada tahun 2015 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan. Pada tahun
2015 jumlah penduduk miskin terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur
sedangkan penduduk miskin terendah terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
yang terbentuk terdapat korelasi tinggi atau sempurna diantara variabel bebas
(Suliyanto, 2011).
Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinieritas digunakan uji correlation
dengan menggunakan matriks korelasi. Jika koefisien korelasi cukup tinggi diatas
0,85 maka diduga adanya multikolinieritas. Sebaliknya, jika koefisien korelasi
rendah atau dibawah 0,85 maka diduga model tidak mengandung
multikolinieritas. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan Eviews,
berikut adalah hasil uji multikolinieritas :
88
TABEL 4.2
UJI MULTIKOLINEARITAS LOGLN_KEMISKINAN INFLASI IPM PDRB PEMBIAYAAN
LOGLN_KEMISKINAN 1.000000 -0.000698 -0.015058 -0.155433 -0.017490
INFLASI -0.000698 1.000000 -0.009498 0.000781 0.365900
IPM -0.015058 -0.009498 1.000000 0.170825 0.810678
PDRB -0.155433 0.000781 0.170825 1.000000 0.141852
PEMBIAYAAN -0.017490 0.365900 0.810678 0.141852 1.000000
Berdasarkan hasil pengujian multikolinieritas pada tabel di atas, dapat
dilihat bahwa nilai koefisien korelasi antar variabel independen dalam penelitian
ini berada pada kisaran angka dibawah 0,85 sehingga dapat disimpulkan bahwa
data yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari masalah multikolinieritas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi yang terbentuk terjadi penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas
yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan model
regresi. Data yang baik adalah data yang homokedastisitas.
89
Uji heteroskedastisitas pada penelitian ini menggunakan uji white, uji
white dapat menjelaskan apabila nilai Probabilitas Chi-Square lebih kecil dari
α=5% maka data bersifat heteroskedastisitas begitu pula sebaliknya.
Tabel 4.3
UJI HETEROSKEDASTISITAS
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.717416 Prob. F(10,187) 0.7075
Obs*R-squared 7.315513 Prob. Chi-Square(10) 0.6954
Scaled explained SS 6.236537 Prob. Chi-Square(10) 0.7950
Hasil output pada tabel menunjukan nilai Prob. F-statistic adalah sebesar
0,6954 > α=0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data tidak
mengandung heteroskedastisitas.
2. Pemilihan Model Regresi Data Panel
Regresi yang menggunakan data panel disebut dengan regresi data panel.
Data panel memiliki gabungan karakteristik yaitu data yang terdiri atas beberapa
objek dan runtutan waktu (Winarno, 2011). Data semacam ini memiliki
keunggulan terutama karena bersifat robust (kuat) terhadap beberapa tipe
pelanggaran yakni heterokedastisitas dan normalitas. Di samping itu, dengan
perlakuan tertentu struktur data seperti ini dapat diharapkan untuk memberikan
informasi yang lebih banyak (high informational content) (Ariefianto, 2012).
90
Regresi data panel dapat dilakukan dengan tiga model yaitu pooled effect,
fixed effect, dan random effect. Masing-masing model memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Pemilihan model tergantung pada asumsi yang
dipakai peneliti dan pemenuhan syarat-syarat pengolahan data statistik yang
benar, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara statistik. Oleh karena itu
langkah pertama yang harus dilakukan adalah memiliki model yang tepat dari
ketiga model yang tersedia.
Tabel 4.4
Hasil Regresi Data Panel Common Effect Model
Dependent Variable: LOGLN_KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 08/22/17 Time: 11:38
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PDRB? -4.21E-07 1.78E-07 -2.364438 0.0190
PEMBIAYAAN? -0.000816 0.000145 -5.647249 0.0000
INFLASI? 0.672168 0.294196 2.284762 0.0234
IPM? 0.039085 0.000339 115.2740 0.0000
R-squared -0.027803 Mean dependent var 2.564761
Adjusted R-squared -0.043697 S.D. dependent var 0.080345
91
S.E. of regression 0.082081 Akaike info criterion -2.142215
Sum squared resid 1.307048 Schwarz criterion -2.075785
Log likelihood 216.0793 Hannan-Quinn criter. -2.115326
Durbin-Watson stat 0.065457
Sumber: Output Eviews
Tabel 4.5
Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect Model
Dependent Variable: LOGLN_KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 08/22/17 Time: 11:39
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.614836 0.054034 48.39225 0.0000
PDRB? 2.28E-07 7.24E-08 3.143197 0.0020
PEMBIAYAAN? -4.54E-05 1.83E-05 -2.487629 0.0139
INFLASI? 0.032192 0.022815 1.411022 0.1602
IPM? -0.000800 0.000832 -0.961386 0.3378
Fixed Effects (Cross)
_ACH--C 0.053742
_BABEL--C -0.153387
92
_BALI--C -0.068636
_BKL--C -0.021911
_BTN--C 0.034927
_DIY--C 0.019309
_DKI--C -0.039889
_GOR--C -0.058516
_JABAR--C 0.167057
_JATENG--C 0.172538
_JATIM--C 0.172729
_JMB--C -0.036511
_KALBAR--C -0.006211
_KALSEL--C -0.065675
_KALTENG--C -0.085769
_KALTIM--C -0.071207
_KEPRI--C -0.111866
_LPG--C 0.081379
_MALUT--C -0.129474
_MLK--C -0.015442
_NTB--C 0.054853
_NTT--C 0.069363
_PABAR--C -0.052610
_PAPUA--C 0.053947
_RIAU--C -0.001790
_SULBAR--C -0.079764
_SULSEL--C 0.050943
_SULTARA--C -0.018891
93
_SULTENG--C -0.001911
_SULUT--C -0.061181
_SUMBAR--C -0.006821
_SUMSEL--C 0.068503
_SUMUT--C 0.088170
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.996542 Mean dependent var 2.564761
Adjusted R-squared 0.995769 S.D. dependent var 0.080345
S.E. of regression 0.005226 Akaike info criterion -7.503401
Sum squared resid 0.004397 Schwarz criterion -6.888927
Log likelihood 779.8367 Hannan-Quinn criter. -7.254683
F-statistic 1288.865 Durbin-Watson stat 1.497437
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Output Eviews
Setelah hasil regresi dengan menggunakan model common effect dan fixed
effect didapat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji untuk menentukan
model estimasi mana yang lebih tepat antara model common effect dan fixed
effect. Dalam menentukan diantara kedua model tersebut maka digunakan uji
Chow sebagai uji pemilihan model regresi data panel. Uji chow merupakan salah
satu tahap yang perlu dilakukan untuk menentukan model regresi data yang paling
tepat digunakan dalam penelitian.
94
Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan uji Chow adalah
melakukan regresi dengan menggunakan model common effect dan fixed effect.
Setelah hasil dari common effect dan fixed effect diperoleh maka selanjutnya
dilakukan uji Chow dengan melakukan uji likelihood ratio menggunakan Eviews.
Hasil dari uji likelihood ratio atau uji Chow dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.6
Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: PROVINSI
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 1414.473071 (32,161) 0.0000
Cross-section Chi-square 1117.194122 32 0.0000
Sumber: Output Eviews
Uji Chow dilakukan dengan membandingkan antara common effect model
dan fixed effect model. Hipotesis dalam uji Chow adalah:
H0 : Common Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Apabila nilai probabilitas F ≥ 0,05 artinya H0 diterima, yang berarti model
yang paling tepat digunakan adalah common effect model. Namun jika nilai
probabilitasnya < 0,05 artinya H0 ditolak, yang berarti model yang paling tepat
digunakan adalah fixed effect model.
95
Hasil output di atas menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,0000 untuk
cross section F, yang berarti nilainya < 0,05. Karena hasil tersebut menunjukan
bahwa H0 ditolak, maka dapat dikatakan bahwa fixed effect model lebih tepat
digunakan daripada common effect model.
Karena hasil Uji Chow menunjukkan hasil model yang lebih tepat untuk
digunakan adalah fixed effect model, maka diperlukan Uji Hausman untuk
menguji model yang lebih tepat untuk digunakan antara fixed effect model dan
random effect model. Sebelum melakukan Uji Hausman, dilakukan terlebih
dahulu regresi random effect model.
Tabel 4.7
Hasil Regresi Data Panel Random Effect Model
Dependent Variable: LOGLN_KEMISKINAN?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 08/22/17 Time: 11:40
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.609685 0.055741 46.81785 0.0000
PDRB? 2.11E-07 7.14E-08 2.955275 0.0035
96
PEMBIAYAAN? -4.53E-05 1.83E-05 -2.479642 0.0140
INFLASI? 0.032137 0.022815 1.408613 0.1606
IPM? -0.000715 0.000830 -0.861564 0.3900
Random Effects (Cross)
_ACH--C 0.053464
_BABEL--C -0.153320
_BALI--C -0.068703
_BKL--C -0.022187
_BTN--C 0.034788
_DIY--C 0.019027
_DKI--C -0.038039
_GOR--C -0.058799
_JABAR--C 0.166736
_JATENG--C 0.172175
_JATIM--C 0.172536
_JMB--C -0.036511
_KALBAR--C -0.006444
_KALSEL--C -0.065794
_KALTENG--C -0.085815
_KALTIM--C -0.069433
_KEPRI--C -0.111054
_LPG--C 0.081093
_MALUT--C -0.129725
_MLK--C -0.015809
_NTB--C 0.054443
_NTT--C 0.068867
97
_PABAR--C -0.052195
_PAPUA--C 0.053939
_RIAU--C -0.000892
_SULBAR--C -0.080025
_SULSEL--C 0.050756
_SULTARA--C -0.019056
_SULTENG--C -0.002101
_SULUT--C -0.061299
_SUMBAR--C -0.007002
_SUMSEL--C 0.068370
_SUMUT--C 0.088009
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.081433 0.9959
Idiosyncratic random 0.005226 0.0041
Weighted Statistics
R-squared 0.114093 Mean dependent var 0.067174
Adjusted R-squared 0.095732 S.D. dependent var 0.005509
S.E. of regression 0.005239 Sum squared resid 0.005298
F-statistic 6.213953 Durbin-Watson stat 1.242450
Prob(F-statistic) 0.000101
Unweighted Statistics
98
R-squared -0.033706 Mean dependent var 2.564761
Sum squared resid 1.314555 Durbin-Watson stat 0.005007
Sumber: Output Eviews
Dalam melakukan Uji Hausman, hipotesis yang digunakan yaitu:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Apabila nilai probabilitas Chi-Square ≥ 0,05 artinya H0 diterima, yang berarti
model regresi yang paling tepat digunakan adalah random effect model. Namun
jika probabilitas Chi-Square < 0,05 artinya H0 ditolak, yang berarti model regresi
yang paling tepat digunakan adalah fixed effect model.
Tabel 4.8
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: PROVINSI
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 0.000000 4 1.0000
Sumber: Output Eviews
99
Hasil output di atas menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,1602 untuk
cross section random, yang berarti nilainya > 0,05. Karena hasil tersebut
menunjukkan bahwa H1 ditolak, maka dapat dikatakan bahwa random effect
model lebih tepat digunakan daripada fixed effect model.
3. Pengujian Hipotesis
a. Model Penelitian
Berdasarkan estimasi model regresi data panel yang telah dilakukan
sebelumnya, maka penelitian in akan menggunakan random effect model yang
ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.9
Tabel Hasil Penelitian
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 08/22/17 Time: 11:40
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.609685 0.055741 46.81785 0.0000
PDRB? 2.11E-07 7.14E-08 2.955275 0.0035
PEMBIAYAAN? -4.53E-05 1.83E-05 -2.479642 0.0140
100
INFLASI? 0.032137 0.022815 1.408613 0.1606
IPM? -0.000715 0.000830 -0.861564 0.3900
Random Effects (Cross)
_ACH--C 0.053464
_BABEL--C -0.153320
_BALI--C -0.068703
_BKL--C -0.022187
_BTN--C 0.034788
_DIY--C 0.019027
_DKI--C -0.038039
_GOR--C -0.058799
_JABAR--C 0.166736
_JATENG--C 0.172175
_JATIM--C 0.172536
_JMB--C -0.036511
_KALBAR--C -0.006444
_KALSEL--C -0.065794
_KALTENG--C -0.085815
_KALTIM--C -0.069433
_KEPRI--C -0.111054
_LPG--C 0.081093
_MALUT--C -0.129725
_MLK--C -0.015809
_NTB--C 0.054443
_NTT--C 0.068867
_PABAR--C -0.052195
101
_PAPUA--C 0.053939
_RIAU--C -0.000892
_SULBAR--C -0.080025
_SULSEL--C 0.050756
_SULTARA--C -0.019056
_SULTENG--C -0.002101
_SULUT--C -0.061299
_SUMBAR--C -0.007002
_SUMSEL--C 0.068370
_SUMUT--C 0.088009
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.081433 0.9959
Idiosyncratic random 0.005226 0.0041
Weighted Statistics
R-squared 0.114093 Mean dependent var 0.067174
Adjusted R-squared 0.095732 S.D. dependent var 0.005509
S.E. of regression 0.005239 Sum squared resid 0.005298
F-statistic 6.213953 Durbin-Watson stat 1.242450
Prob(F-statistic) 0.000101
Unweighted Statistics
102
R-squared -0.033706 Mean dependent var 2.564761
Sum squared resid 1.314555 Durbin-Watson stat 0.005007
Sumber: Output Eviews
Berdasarkan tabel, maka ditemukan hasil dari perhitungan Pembiayaan Bank
Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM terhadap jumlah kemiskinan di Indonesia sebagai
berikut:
Kemiskinan = 2.609685 + 0.000000211 PDRB – 0.0000453 Pembiayaan +
0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Dari model di atas dapat dibuat interpretasi sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 2.609685 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan, PDRB, Inflasi, IPM) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di
Indonesia adalah sebesar 2.609685.
2) Nilai koefisien regresi jumlah PDRB sebesar 0.000000211 yang berarti
setiap kenaikan tingkat PDRB naik 1% maka jumlah kemiskinan
mengalami kenaikan sebesar 0.000000211.
3) Nilai koefisien regresi jumlah Pembiayaan Bank Syariah sebesar -
0.0000453 yang berarti setiap kenaikan jumlah Pembiayaan Bank Syariah
naik 1% maka jumlah kemiskinan mengalami penurunan sebesar
0.0000453.
4) Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0.032137 yang berarti setiap
kenaikan Inflasi naik 1% maka jumlah kemiskinan mengalami kenaikan
sebesar 0.032137.
103
5) Nilai koefisien regresi IPM sebesar -0.000715 yang berarti setiap kenaikan
IPM naik 1 score maka jumlah kemiskinan mengalami penurunan sebesar
0.000715.
Tabel 4.10
Hasil Uji Persamaan Setiap Objek Penelitian
Random Effects (Cross) Coefficient
_ACH—C 0.053464
_BABEL—C -0.153320
_BALI—C -0.068703
_BKL—C -0.022187
_BTN—C 0.034788
_DIY—C 0.019027
_DKI—C -0.038039
_GOR—C -0.058799
_JABAR—C 0.166736
_JATENG—C 0.172175
_JATIM—C 0.172536
_JMB—C -0.036511
_KALBAR—C -0.006444
_KALSEL—C -0.065794
_KALTENG—C -0.085815
104
_KALTIM—C -0.069433
_KEPRI—C -0.111054
_LPG—C 0.081093
_MALUT—C -0.129725
_MLK—C -0.015809
_NTB—C 0.054443
_NTT—C 0.068867
_PABAR—C -0.052195
_PAPUA—C 0.053939
_RIAU—C -0.000892
_SULBAR—C -0.080025
_SULSEL—C 0.050756
_SULTARA—C -0.019056
_SULTENG—C -0.002101
_SULUT—C -0.061299
_SUMBAR—C -0.007002
_SUMSEL—C 0.068370
_SUMUT—C 0.088009
Sumber: Output Eviews
105
Berdasarkan tabel, maka didapat persamaan model regresi kemiskinan tiap
Provinsi sebagai berikut:
1) Persamaan model regresi Provinsi Aceh
Kemiskinan Provinsi Aceh = 0.053464 + 0.000000211 PDRB – 0.0000453
Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.053464 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Provinsi Aceh adalah sebesar 0.053464.
2) Persamaan model regresi Provinsi Bangka Belitung
Kemiskinan Provinsi Bangka Belitung = -0.153320 + 0.000000211 PDRB
– 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.153320 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Bangka Belitung adalah sebesar -
0.153320.
3) Persamaan model regresi Provinsi Bali
Kemiskinan Provinsi Bali = -0.068703 + 0.000000211 PDRB – 0.0000453
Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.068703 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Bali adalah sebesar -0.068703.
106
4) Persamaan model regresi Provinsi Bengkulu
Kemiskinan Provinsi Bengkulu = -0.022187 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.022187 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Bengkulu adalah sebesar -0.022187.
5) Persamaan model regresi Provinsi Banten
Kemiskinan Provinsi Banten = 0.034788 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.034788 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Banten adalah sebesar 0.034788.
6) Persamaan model regresi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kemiskinan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta = 0.019027 +
0.000000211 PDRB – 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi –
0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.019027 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebesar
0.019027.
107
7) Persamaan model regresi Provinsi DKI Jakarta
Kemiskinan Provinsi DKI Jakarta = -0.038039 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.038039 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di DKI Jakarta adalah sebesar -0.038039.
8) Persamaan model regresi Provinsi Gorontalo
Kemiskinan Provinsi Gorontalo = -0.058799 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.058799 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Gorontalo adalah sebesar -0.058799.
9) Persamaan model regresi Provinsi Jawa Barat
Kemiskinan Provinsi Jawa Barat = 0.166736 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.166736 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Jawa Barat adalah sebesar 0.166736.
10) Persamaan model regresi Provinsi Jawa Tengah
Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah = 0.172175 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
108
Konstanta sebesar 0.172175 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Jawa Tengah adalah sebesar 0.172175.
11) Persamaan model regresi Provinsi Jawa Timur
Kemiskinan Provinsi Jawa Timur = 0.172536 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.172536 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Jawa Timur adalah sebesar 0.172536.
12) Persamaan model regresi Provinsi Jambi
Kemiskinan Provinsi Jambi = -0.036511 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.036511 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Jambi adalah sebesar -0.036511.
13) Persamaan model regresi Provinsi Kalimantan Barat
Kemiskinan Provinsi Kalimantan Barat = -0.006444 + 0.000000211 PDRB
– 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.006444 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Kalimantan Barat adalah sebesar -
0.006444.
109
14) Persamaan model regresi Provinsi Kalimantan Selatan
Kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan = -0.065794 + 0.000000211
PDRB – 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.065794 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Kalimantan Selatan adalah sebesar -
0.065794.
15) Persamaan model regresi Provinsi Kalimantan Tengah
Kemiskinan Provinsi Kalimantan Tengah = -0.085815 + 0.000000211
PDRB – 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.085815 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Kalimantan Tengah adalah sebesar -
0.085815.
16) Persamaan model regresi Provinsi Kalimantan Timur
Kemiskinan Provinsi Kalimantan Timur = -0.069433 + 0.000000211
PDRB – 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.069433 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Kalimantan Timur adalah sebesar -
0.069433.
110
17) Persamaan model regresi Provinsi Kepulauan Riau
Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau = -0.111054 + 0.000000211 PDRB
– 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.111054 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Kepulauan Riau adalah sebesar -
0.111054.
18) Persamaan model regresi Provinsi Lampung
Kemiskinan Provinsi Lampung = 0.081093 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.081093 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Lampung adalah sebesar 0.081093.
19) Persamaan model regresi Provinsi Maluku Utara
Kemiskinan Provinsi Maluku Utara = -0.129725 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.129725 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Maluku Utara adalah sebesar -0.129725.
20) Persamaan model regresi Provinsi Maluku
Kemiskinan Provinsi Maluku = -0.015809 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
111
Konstanta sebesar 0.015809 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Maluku adalah sebesar 0.015809.
21) Persamaan model regresi Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat = 0.054443 + 0.000000211
PDRB – 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.054443 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Nusa Tenggara Barat adalah sebesar 0.054443.
22) Persamaan model regresi Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Timur = 0.068867 + 0.000000211
PDRB – 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.068867 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Nusa Tenggara Timur adalah sebesar 0.068867.
23) Persamaan model regresi Provinsi Papua Barat
Kemiskinan Provinsi Papua Barat = -0.052195 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.052195 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Papua Barat adalah sebesar -0.052195.
112
24) Persamaan model regresi Provinsi Papua
Kemiskinan Provinsi Papua = 0.053939 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.053939 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Papua adalah sebesar 0.053939.
25) Persamaan model regresi Provinsi Riau
Kemiskinan Provinsi Riau = -0.000892 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.000892 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Riau adalah sebesar -0.000892.
26) Persamaan model regresi Provinsi Sulawesi Barat
Kemiskinan Provinsi Sulawesi Barat = -0.080025 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.080025 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Sulawesi Barat adalah sebesar -0.080025.
27) Persamaan model regresi Provinsi Sulawesi Selatan
Kemiskinan Provinsi Sulawesi Selatan = 0.050756 + 0.000000211 PDRB
– 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
113
Konstanta sebesar 0.050756 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Sulawesi Selatan adalah sebesar 0.050756.
28) Persamaan model regresi Provinsi Sulawesi Tenggara
Kemiskinan Provinsi Sulawesi Tenggara = -0.019056 + 0.000000211
PDRB – 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.019056 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Sulawesi Tenggara adalah sebesar -
0.019056.
29) Persamaan model regresi Provinsi Sulawesi Tengah
Kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah = 0.002101 + 0.000000211 PDRB
– 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.002101 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Sulawesi Tengah adalah sebesar 0.002101.
30) Persamaan model regresi Provinsi Sulawesi Utara
Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara = -0.061299 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.061299 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Sulawesi Utara adalah sebesar -0.061299.
114
31) Persamaan model regresi Provinsi Sumatera Barat
Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat = -0.007002 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar -0.007002 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah
nol, maka jumlah kemiskinan di Sumatera Barat adalah sebesar -0.007002.
32) Persamaan model regresi Provinsi Sumatera Selatan
Kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan = 0.068370 + 0.000000211 PDRB
– 0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.068370 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Sumatera Selatan adalah sebesar 0.068370.
33) Persamaan model regresi Provinsi Sumatera Utara
Kemiskinan Provinsi Sumatera Utara = 0.088009 + 0.000000211 PDRB –
0.0000453 Pembiayaan + 0.032137 Inflasi – 0.000715 IPM
Konstanta sebesar 0.088009 menunjukkan bahwa jika variabel independen
(Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Sumatera Utara adalah sebesar 0.088009.
115
b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
1) Berdasarkan Probabilitas
Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
yaitu Pembiayaan, PDRB, Inflasi, dan IPM terhadap variabel dependen
yaitu Kemiskinan.
Tabel 4.14
UJI T
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.609685 0.055741 46.81785 0.0000
PDRB? 2.11E-07 7.14E-08 2.955275 0.0035
PEMBIAYAAN? -4.53E-05 1.83E-05 -2.479642 0.0140
INFLASI? 0.032137 0.022815 1.408613 0.1606
IPM? -0.000715 0.000830 -0.861564 0.3900
.
Tabel diatas merupakan hasil dari pengujian variable independen
yaitu Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi, dan IPM terhadap
kemiskinan di Indonesia secara parsial. Dari output diatas dapat dilihat
nilai probability dari masing-masing variabel bebas yang digunakan. Dari
output diatas diperoleh hasil bahwa variabel PDRB (0,0035) dan variable
Pembiayaan (0,0140) memeliki nilai probability yang lebih kecil dari alfa
(0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel pembiayaan memiliki
pengaruh terhadap variabel Y (Kemiskinan). Sedangkan sisanya variabel
116
Inflasi (0.1606), dan IPM (0.3900) tidak memiliki pengaruh terhadap
variabel Y karena memiliki nilai probability lebih besar dari alfa (0,05).
Atau bisa juga dilihat dari nilai t-statistik yang lebih besar dari t-tabel,
untuk bisa melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
2) Berdasarkan T tabel
Dalam persamaan, digunakan tingkat kepercayaan α = 5%, dengan
df (n-k) = 193 maka diperoleh t-tabel 1,97233. Dari hasil uji pada
persamaan dapat dilihat sebagai berikut:
1) Uji terhadap variable Pembiayaan Bank Syariah
Hasil yang didapat pada table variabel Pembiayaan Bank Syariah
berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal ini dapat
diketahui dari nilai t-statistik Pembiayaan (2.479642) > t-tabel
(1,97233) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α = 5%). Hal
ini berarti bahwa semakin meningkat Pembiayaan Bank Syariah maka
kemiskinan di Indonesia semakin menurun. Koefisien regresi variable
Pembiayaan sebesar -0,0000453 berarti bahwa setiap peningkatan
Pembiayaan sebesar 1 persen, maka dapat menyebabkan penurunan
tingkat kemiskinan sebesar 0,0000453 persen dengan asumsi variabel
lain tetap.
2) Uji terhadap variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Hasil yang didapat pada tabel variabel PDRB berpengaruh positif
terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari nilai t-
117
statistik PDRB (2.955275) > t-tabel (1,97233) dengan tingkat
keyakinan sebesar 95 persen (α = 5%). Hal ini berarti bahwa semakin
tinggi PDRB maka tingkat kemiskinan di Indonesia semakin
meningkat. Koefisien regresi variabel PDRB sebesar 0.000000211
berarti bahwa setiap peningkatan PDRB sebesar 1 persen, maka dapat
menyebabkan peningkatan tingkat kemiskinan sebesar 0.000000211
persen dengan asumsi variabel lain tetap.
3) Uji terhadap variable Inflasi
Hasil yang didapat pada tabel variable inflasi tidak berpengaruh
terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari nilai t-
statistik inflasi (1.408613) < t-tabel (1,97233) dengan tingkat
keyakinan sebesar 95 persen (α = 5%). Hal ini berarti bahwa Inflasi
tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia.
4) Uji terhadap variable IPM
Hasil yang didapat pada tabel variable IPM tidak berpengaruh
terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari nilai t-
statistik IPM (0.861564) < t-tabel (1,97233) dengan tingkat keyakinan
sebesar 95 persen (α = 5%). Hal ini berarti bahwa Indeks
Pembangunan Manusia tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di
Indonesia.
118
c. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
1) Berdasarkan Probabilitas
Dilihat dari output prob F statistic diperoleh hasil 0,0000 lebih
kecil dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa simultan, ada pengaruh
secara bersama-sama seluruh variabel bebas (PDRB, Pembiayaan, Inflasi,
IPM) terhadap jumlah kemiskinan.
Atau bisa dilihat juga dari F statistic yang dibandingkan dengan F
table. Jika nilai F statistic > F table, maka dapat dikatakan secara simultan
seluruh variabel bebas (PDRB, pembiayaan, Inflasi, IPM) terhadap jumlah
kemiskinan.
2) Berdasarkan F Tabel
Untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara
simultan terhadap variabel dependen, pedoman yang digunakan dalam
pengambilan kesimpulan uji F adalah sebagai berikut:
Jika F-hitung < F-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Selain itu, dapat pula dilihat dari probabilitas F statistik. Apabila
probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari nilai α = 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh variabel independen secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:
119
H0: Pembiayaan Syariah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Inflasi, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tidak berpengaruh
terhadap kemiskinan di Indonesia secara simultan.
H1: Pembiayaan Syariah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Inflasi, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh
terhadap kemiskinan di Indonesia secara simultan..
Berdasarkan tabel diperoleh hasil F-statistik atau F-hitung sebesar
6.213953 dengan nilai probabilitas sebesar 0.000101. Nilai probabilitas
tersebut lebih kecil dari α = 5%. Selain itu dengan n = 198 dan k = 5, nilai
pada F table diperoleh nilai pada F table diperoleh nilai 2,42 dengan df1
(k-1) dan df2 (n-k) sebesar 4 dan 193 dengan nilai probabilitas 5%. Karena
F hitung > F table (6.213953 > 2,42) maka H0 ditolak, artinya dapat
disimpulkan bahwa variable Pembiayaan Syariah, Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Inflasi, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia secara simultan.
d. Uji Adjusted R2
Uji Adjusted R2 ditujukan untuk menilai seberapa besar
kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Pada
penelitian ini, koefisien yang digunakan adalah koefisien determinasi yang
telah disesuaikan atau Adjusted R2. Hal ini dikarenakan Adjusted R2
merupakan koefisien yang telah dikoreksi sehingga dapat naik atau turun
seiring penambahan variabel baru dalam model.
120
Berdasarkan hasil regresi dengan random effect model
sebagaimana yang tertera pada tabel, diketahui bahwa nilai koefisien
determinasi sebesar 0.095732 Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel
dependen (kemiskinan) secara simultan dapat dijelaskan oleh variabel
independen (Pembiayaan, PDRB, Inflasi, IPM) sebesar 9,57% sedangkan
sisanya 90,43% dijelaskan oleh faktor lain diluar variable yang diteliti.
e. Interpretasi Hasil Penelitian
1) Hubungan Pembiayaan Bank Syariah terhadap kemiskinan
Jumlah Pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah kepada
para nasabah mengalami peningkatan pada setiap tahun nya dan itu
menjadi salah satu pilihan atau sumber dana bagi para pelaku ekonomi,
pembiayaan bank syariah merupakan sumber dana yang potensial. Pada
hasil penelitian ini diperoleh bahwa pembiayaan bank syariah
berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas
0.0140 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang diperoleh
sebesar (-0.0000453), yang berarti bahwa apabila pembiayaan bank
syariah naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan akan menurun sebesar
0,0000453 persen. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian
terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kholis Budiono (2009)
yang berjudul ―Pengaruh pembiayaan bank syariah, zakat, pdb dan
inflasi terhadap jumlah penduduk miskin indonesia”
121
2) Hubungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap
kemiskinan
PDRB menunjukkan tingkat kemakmuran suatu daerah. PDRB
adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha
dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Pada hasil penelitian
ini menunjukan bahwa variabel PDRB menunjukkan tanda poitif dan
berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai
probabilitas 0.0035 dan berhubungan positif dengan nilai koefisien
yang diperoleh sebesar (0.000000211), yang berarti bahwa apabila
PDRB naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan akan naik sebesar
0.000000211 persen. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori dan
penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Himawan Yudistira
Dama (2016) yang berjudul ―Pengaruh Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Manado (Tahun
2005-2014)‖. Penelitian ini menyatakan bahwa PDRB memiliki
hubungan negatif dan signifikan dengan kemiskinan di Kota Manado.
3) Hubungan Inflasi terhadap kemiskinan
Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini,
menunjukan bahwa variable inflasi menunjukkan tanda positif dan tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia pada taraf nyata 5%
122
dengan nilai probabilitas 0.1606 dan berhubungan positif dengan nilai
koefisien sebesar (0.032137) yang berarti bahwa apabila inflasi naik
sebesar 1 persen maka kemiskinan akan naik sebesar 0.032137 persen.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kholis Budiono (2009)
yang berjudul ―Pengaruh pembiayaan bank syariah, zakat, pdb dan
inflasi terhadap jumlah penduduk miskin indonesia‖
4) Hubungan Indeks Pembangunan Manusia
Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini,
menunjukan bahwa variable IPM menunjukkan tanda positif dan tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia pada taraf nyata 5%
dengan nilai probabilitas 0.3900 dan berhubungan negative dengan nilai
koefisien sebesar (-0.000715) yang berarti bahwa apabila Indeks
Pembangunan Manusia naik sebesar 1 persen maka kemiskinan akan
turun sebesar 0.000715 persen.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Prima Sukmaraga (2011)
Dengan judul ―ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA, PDRB PER KAPITA, DAN JUMLAH PENGANGGURAN
TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA
TENGAH”
123
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi pengaruh
antara Pembiayaan Syariah, PDRB, Inflasi dan IPM terhadap kemiskinan di
Indonesia periode tahun 2010 sampai dengan 2015.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan melakukan, uji
persamaan model dengan menggunakan common effect model, fixed effect
model, dan random effect model, uji pemilihan persamaan model dengan uji
chow dan uji hausman, uji asumsi klasik yang terdiri dari, uji
heteroskedastisitas, uji multikolinieritas serta uji regresi linier data panel
dengan menggunakan random effect model, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan dari hasil penelitian ini, antara lain:
1) Pembiayaan Bank Syariah memiliki pengaruh negative dan
signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia, yang berarti bahwa
ketika Pembiayaan Bank Syariah meningkat maka akan
menurunkan tingkat kemiskinan. Hal ini disebabkan manfaat dari
Pembiayaan Bank Syariah mampu meningkatkan kesejahteraan
penduduk Indonesia dan tingkat kemiskinan akan berkurang.
Pembiayaan Bank Syariah yang cocok dalam mengentaskan
kemiskinan adalah pembiayaan mudhrabah, berbeda dengan
pembiayaan konvensional yaitu dalam hal pemberian imbalan
124
kepada mudharib (debitur) berupa nisbah bagi hasil yang
disepakati kedua belah pihak sehingga tidak ada salah satu pihak
yang merasa dirugikan. Produk mudharabahdengan sistem bagi
hasilnya mempunyai kontribusi bagi pembiayaan usaha
mikro,kecil dan menengah untuk mengembangkan usahanya.
Dengan tetap hidup dan berkembangnya usaha kecil secara
langsung juga akan tetap memberikan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat. Maka usaha mikro, kecil dan menengah ikut berperan
dalam mengurangi pengangguran dan lebih tepatnya mengurangi
kemiskinan.
2) PDRB memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kemiskinan di Indonesia yang berarti bahwa ketika PDRB
meningkat maka akan menaikkan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Hal ini dapat diartikan bahwa PDRB tidak selalu diartikan sebagai
pengukur pertumbuhan ekonomi dan pengukur kesejahteraan
rakyat Indonesia, karena PDRB tidak dapat diartikan sebagai
pendapatan individu tetapi pendapatan secara keseluruhan. Dapat
dilihat kesimpulan bahwa ekonomi Indonesia tidak berkualitas
dalam mengurangi jumlah penduduk miskin, pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2015 tumbuh sebesar 4,79% namun
kemiskinan di Indonesia justru naik sebesar 1,5% dari tahun
sebelumnya, dan pada tahun yang sama rasio gini Indonesia
125
berada pada angka 0,408. Permasalahannya bukan hanya
bagaimana meningkatkan pertumbuhan PDRB semata, tetapi yang
perlu diperhatikan adalah bagaimana distribusi dan
pemerataannya, sehingga hasil dari pertumbuhan itu sendiri dapat
dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, oleh karena itu
diharapkan pemerintah tidak hanya terfokus pada pertumbuhan
PDRB saja, tetapi pemerataannya juga harus lebih diperhatikan
dengan kebijakan yang difokuskan pada sektor riil seperti
pertanian.
3) Inflasi memiliki pengaruh positif namun tidak berpengaruh
terhadap kemiskinan di Indonesia namun sesuai dengan teori
bahwa ketika inflasi naik maka kemiskinan pun akan meningkat.
Mengingat tidak signifikannya pengaruh laju inflasi terhadap
kemiskinan di Indonesia, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut
dengan menggunakan model analisis lain. Pengukuran laju inflasi
yang terjadi dalam perekonomian di Indonesia yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik bukan hanya didasarkan dari presentase
laju inflasi saja tetapi juga didasarkan dari laju inflasi yang lainnya
seperti Indeks Harga Konsumen dan lain-lain.
4) Indeks Pembangunan Manusia memiliki pengaruh negative namun
tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia yang berarti
bahwa ketika Indeks Pembangunan Manusia meningkat maka
126
akan menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Menurunnya
kemiskinan saat IPM meningkat merupakan indikasi bahwa
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikasi
tingginya kualitas sumber daya manusia yang akan berakibat pada
meningkatnya produktifitas kerja penduduk yang akan
meningkatkan perolehan pendapatan. Dengan pendapatan yang
meningkat akan menyebabkan masyarakat mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya serta dapat menurunkan tingkat kemiskinan.
B. Saran dan Implikasi
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah dikemukakan diatas,
maka penulis memberikan beberapa saran yang mungkin dapat
bermanfaat. Adapun saran dan implikasi tersebut sebagai berikut:
1) Bagi Akademisi
Menambah jumlah sampel, faktor-faktor lain dalam penelitian dan
memanjangkan periode waktu penelitian agar menambah jumlah data
sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik serta memberikan manfaat
berupa pengetahuan mengenai Pembiayaan Bank Syariah, PDRB, Inflasi dan
IPM dan digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya.
2) Praktisi
Bagi praktisi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi
perbankan syariah khususnya dalam hal pembiayaan di Indonesia atau pihak
127
terkait lainnya untuk membuka dan mengelola pembiayaan syariah serta
mengurangi jumlah penduduk miskin di Indonesia.
3) Perbankan
Untuk perbankan diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk mampu meningkatkan pembiayaan baik dalam akad mudharabah,
musyarakah dan lainnya, karena pembiayaan bank syariah mampu
meningkatkan perekonomian di Indonesia, para pelaku UMKM mampu
bersaing sehingga menimbulkan lapangan kerja baru, mengurangi
pengangguran dan pada akhirnya mengurangi jumlah penduduk miskin di
Indonesia
128
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Moh. Syafi’i. “Bank Syariah dari Teori ke Praktek”, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Arsyad, Lincoln. ―Ekonomi Pembangunan, Edisi keempat”, Yogyakarta: BP STIE
YKPN, 1999.
Budiono,Kholis. ”Pengaruh Pembiayaan Bank Syariah Zakat PDB dan Inflasi
terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia”.Jurnal.2009.
Dama, Himawan Yudistira. “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Manado (Tahun 2005-2014)”, Jurnal,
2016.
Ghozali, Imam “Analisis Multivariat dan Ekonometrika”, UNDIP,2013.
Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Jakarta: Erlangga, 2003.
Hamid, Abdul. “Buku Pedoman Penulisan Skripsi”, Jakarta: FEB UIN Jakarta,
2010.
Islami, Amalia “Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Upah Minimum Provinsi (UMP) Terhadap
Kemiskinan Periode 2005-2014 (Studi Kasus Provinsi dengan Tingkat
Kemiskinan Tertinggi di Indonesia)”. Skripsi.2016.
129
Jhingan, M. L “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007.
Kasmir, 2001. Manajemen Perbankan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal.
92.
Muhammad, 2002. Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer. UII Press,
Yogyakarta. Hal. 260.
Rama, Ali. ―Analisis Deskriptif Perkembangan Perbankan Syariah Di Asia
Tenggara”.Jurnal. UIN, Jakarta.
Rama, Ali. ―AnalisisPerilaku Deposan Perbankan di Indonesia (Studi Kasus Bank
Syariah dan Konvensional)”.Jurnal. UIN, Jakarta.
Riyani, Lupi. ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa
Tengah Tahun 1991-2011”. Skripsi.2014
Sasana, Hadi. ―Produk Domestik Bruto dan Strukturnya‖, Semarang: Diklat
Teknis Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Tengah,
Oktober-November, 2001.
Sukirno, Sadono. ―Makro Ekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari
Klasik hingga Keynesian Baru‖, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Sukmaraga, Prima. “Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia PDRB Per
Kapita dan Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah”.Skrpsi.2011.
130
Suliyanto. “Ekonometrika Terapan, Teori dan Aplikasi dengan SPSS”,
Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011.
Suliswanto, Muhammad Sri Wahyudi. “Pengaruh Domestik Bruto (PDB) dan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Angka Kemiskinan di Indonesia”.
Skripsi. 2010.
Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. ―Pembangunan Ekonomi (Edisi
kesembilan, jilid I)”, Jakarta: Erlangga, 2006.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statsitika dengan EVIEWS”,
Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011.
Website:
http://www.BI.go.id
http://www.bps.go.id
http://www.ojk.go.id
.
131
LAMPIRAN-LAMPIRAN
132
Lampiran 1
TABEL
UJI MULTIKOLINEARITAS
LOGLN_KEMISKINAN INFLASI IPM PDRB PEMBIAYAAN
LOGLN_KEMISKINAN 1.000000 -0.000698 -0.015058 -0.155433 -0.017490
INFLASI -0.000698 1.000000 -0.009498 0.000781 0.365900
IPM -0.015058 -0.009498 1.000000 0.170825 0.810678
PDRB -0.155433 0.000781 0.170825 1.000000 0.141852
PEMBIAYAAN -0.017490 0.365900 0.810678 0.141852 1.000000
Lampiran 2
TABEL
HETEROSKEDASTISITAS
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.717416 Prob. F(10,187) 0.7075
Obs*R-squared 7.315513 Prob. Chi-Square(10) 0.6954
Scaled explained SS 6.236537 Prob. Chi-Square(10) 0.7950
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/22/17 Time: 14:23
Sample: 2010 2207
Included observations: 198
Collinear test regressors dropped from specification
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.023632 0.104226 0.226742 0.8209
INFLASI^2 -0.011091 6.965043 -0.001592 0.9987
INFLASI*IPM -0.000939 0.096649 -0.009714 0.9923
INFLASI*PDRB -1.06E-07 1.26E-06 -0.084294 0.9329
INFLASI*PEMBIAYAAN -4.22E-05 0.001193 -0.035386 0.9718
INFLASI 0.073441 6.294940 0.011667 0.9907
IPM^2 -3.76E-06 2.23E-05 -0.168425 0.8664
IPM*PDRB 1.52E-08 3.76E-08 0.402675 0.6876
PDRB^2 -4.53E-13 4.76E-13 -0.951710 0.3425
133
PDRB*PEMBIAYAAN 1.59E-10 1.00E-09 0.158348 0.8744
PDRB -1.02E-06 2.47E-06 -0.413929 0.6794
R-squared 0.036947 Mean dependent var 0.006266
Adjusted R-squared -0.014553 S.D. dependent var 0.008415
S.E. of regression 0.008476 Akaike info criterion -6.649172
Sum squared resid 0.013435 Schwarz criterion -6.466491
Log likelihood 669.2681 Hannan-Quinn criter. -6.575229
F-statistic 0.717416 Durbin-Watson stat 0.334162
Prob(F-statistic) 0.707462
Lampiran 3
Tabel
Hasil Regresi Data Panel Common Effect Model
Dependent Variable: LOGLN_KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 08/22/17 Time: 11:38
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PDRB? -4.21E-07 1.78E-07 -2.364438 0.0190
PEMBIAYAAN? -0.000816 0.000145 -5.647249 0.0000
INFLASI? 0.672168 0.294196 2.284762 0.0234
IPM? 0.039085 0.000339 115.2740 0.0000
R-squared -0.027803 Mean dependent var 2.564761
Adjusted R-squared -0.043697 S.D. dependent var 0.080345
S.E. of regression 0.082081 Akaike info criterion -2.142215
Sum squared resid 1.307048 Schwarz criterion -2.075785
Log likelihood 216.0793 Hannan-Quinn criter. -2.115326
Durbin-Watson stat 0.065457
134
Lampiran 4
Tabel
Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect Model
Dependent Variable: LOGLN_KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 08/22/17 Time: 11:39
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.614836 0.054034 48.39225 0.0000
PDRB? 2.28E-07 7.24E-08 3.143197 0.0020
PEMBIAYAAN? -4.54E-05 1.83E-05 -2.487629 0.0139
INFLASI? 0.032192 0.022815 1.411022 0.1602
IPM? -0.000800 0.000832 -0.961386 0.3378
Fixed Effects (Cross)
_ACH--C 0.053742
_BABEL--C -0.153387
_BALI--C -0.068636
_BKL--C -0.021911
_BTN--C 0.034927
_DIY--C 0.019309
_DKI--C -0.039889
_GOR--C -0.058516
_JABAR--C 0.167057
_JATENG--C 0.172538
_JATIM--C 0.172729
_JMB--C -0.036511
_KALBAR--C -0.006211
_KALSEL--C -0.065675
_KALTENG--C -0.085769
_KALTIM--C -0.071207
_KEPRI--C -0.111866
_LPG--C 0.081379
_MALUT--C -0.129474
_MLK--C -0.015442
_NTB--C 0.054853
_NTT--C 0.069363
_PABAR--C -0.052610
_PAPUA--C 0.053947
_RIAU--C -0.001790
_SULBAR--C -0.079764
_SULSEL--C 0.050943
_SULTARA--C -0.018891
_SULTENG--C -0.001911
_SULUT--C -0.061181
135
_SUMBAR--C -0.006821
_SUMSEL--C 0.068503
_SUMUT--C 0.088170
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.996542 Mean dependent var 2.564761
Adjusted R-squared 0.995769 S.D. dependent var 0.080345
S.E. of regression 0.005226 Akaike info criterion -7.503401
Sum squared resid 0.004397 Schwarz criterion -6.888927
Log likelihood 779.8367 Hannan-Quinn criter. -7.254683
F-statistic 1288.865 Durbin-Watson stat 1.497437
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 5
TABEL
UJI CHOW
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: PROVINSI
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 1414.473071 (32,161) 0.0000
Cross-section Chi-square 1117.194122 32 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: LOGLN_KEMISKINAN?
Method: Panel Least Squares
Date: 08/22/17 Time: 11:40
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.424229 0.754374 3.213564 0.0015
PDRB? -3.81E-07 1.75E-07 -2.181219 0.0304
PEMBIAYAAN? -4.00E-05 0.000280 -0.142878 0.8865
INFLASI? 0.030157 0.349991 0.086164 0.9314
IPM? 0.002344 0.011438 0.204916 0.8379
R-squared 0.024399 Mean dependent var 2.564761
136
Adjusted R-squared 0.004179 S.D. dependent var 0.080345
S.E. of regression 0.080177 Akaike info criterion -2.184239
Sum squared resid 1.240663 Schwarz criterion -2.101202
Log likelihood 221.2397 Hannan-Quinn criter. -2.150629
F-statistic 1.206685 Durbin-Watson stat 0.006027
Prob(F-statistic) 0.309318
Lampiran 6
TABEL
RANDOM EFFECT
Dependent Variable: LOGLN_KEMISKINAN?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 08/22/17 Time: 11:40
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.609685 0.055741 46.81785 0.0000
PDRB? 2.11E-07 7.14E-08 2.955275 0.0035
PEMBIAYAAN? -4.53E-05 1.83E-05 -2.479642 0.0140
INFLASI? 0.032137 0.022815 1.408613 0.1606
IPM? -0.000715 0.000830 -0.861564 0.3900
Random Effects (Cross)
_ACH--C 0.053464
_BABEL--C -0.153320
_BALI--C -0.068703
_BKL--C -0.022187
_BTN--C 0.034788
_DIY--C 0.019027
_DKI--C -0.038039
_GOR--C -0.058799
_JABAR--C 0.166736
_JATENG--C 0.172175
_JATIM--C 0.172536
_JMB--C -0.036511
_KALBAR--C -0.006444
_KALSEL--C -0.065794
_KALTENG--C -0.085815
_KALTIM--C -0.069433
_KEPRI--C -0.111054
_LPG--C 0.081093
_MALUT--C -0.129725
_MLK--C -0.015809
_NTB--C 0.054443
137
_NTT--C 0.068867
_PABAR--C -0.052195
_PAPUA--C 0.053939
_RIAU--C -0.000892
_SULBAR--C -0.080025
_SULSEL--C 0.050756
_SULTARA--C -0.019056
_SULTENG--C -0.002101
_SULUT--C -0.061299
_SUMBAR--C -0.007002
_SUMSEL--C 0.068370
_SUMUT--C 0.088009
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.081433 0.9959
Idiosyncratic random 0.005226 0.0041
Weighted Statistics
R-squared 0.114093 Mean dependent var 0.067174
Adjusted R-squared 0.095732 S.D. dependent var 0.005509
S.E. of regression 0.005239 Sum squared resid 0.005298
F-statistic 6.213953 Durbin-Watson stat 1.242450
Prob(F-statistic) 0.000101
Unweighted Statistics
R-squared -0.033706 Mean dependent var 2.564761
Sum squared resid 1.314555 Durbin-Watson stat 0.005007
Lampiran 7
TABEL
UJI HAUSMAN
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: PROVINSI
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 0.000000 4 1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
Cross-section random effects test comparisons:
138
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
PDRB? 0.000000 0.000000 0.000000 0.1618
PEMBIAYAAN? -0.000045 -0.000045 0.000000 0.1618
INFLASI? 0.032192 0.032137 0.000000 0.1618
IPM? -0.000800 -0.000715 0.000000 0.1618
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: LOGLN_KEMISKINAN?
Method: Panel Least Squares
Date: 08/22/17 Time: 11:41
Sample: 1 6
Included observations: 6
Cross-sections included: 33
Total pool (balanced) observations: 198
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.614836 0.054034 48.39225 0.0000
PDRB? 2.28E-07 7.24E-08 3.143197 0.0020
PEMBIAYAAN? -4.54E-05 1.83E-05 -2.487629 0.0139
INFLASI? 0.032192 0.022815 1.411022 0.1602
IPM? -0.000800 0.000832 -0.961386 0.3378
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.996542 Mean dependent var 2.564761
Adjusted R-squared 0.995769 S.D. dependent var 0.080345
S.E. of regression 0.005226 Akaike info criterion -7.503401
Sum squared resid 0.004397 Schwarz criterion -6.888927
Log likelihood 779.8367 Hannan-Quinn criter. -7.254683
F-statistic 1288.865 Durbin-Watson stat 1.497437
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 8
No PROVINSI TAHUN KEMISKINAN PDRB PEMBIAYAAN INFLASI IPM
1 _ACH 2010 861900 22450.14 68.181 6.96 67.09
2 _ACH 2011 894810 23428.63 102.655 3.79 67.45
3 _ACH 2012 876600 24294.69 147.505 4.3 67.81
4 _ACH 2013 855710 25218.83 184.122 8.38 68.3
5 _ACH 2014 837420 26091.44 199.33 8.36 68.81
6 _ACH 2015 859410 25829.78 154.527 3.35 69.45
7 _SUMUT 2010 1490900 25412.07 68.181 6.96 67.09
8 _SUMUT 2011 1481310 28518.19 102.655 3.79 67.34
9 _SUMUT 2012 1378400 31109.35 147.505 4.3 67.74
139
10 _SUMUT 2013 1390800 34544.18 184.122 8.38 68.36
11 _SUMUT 2014 1360600 37913.9 199.33 8.36 68.87
12 _SUMUT 2015 1508140 41019.53 154.527 3.35 69.51
13 _SUMBAR 2010 430000 21584.91 68.181 6.96 67.25
14 _SUMBAR 2011 442090 24056.68 102.655 3.79 67.81
15 _SUMBAR 2012 397900 26286.16 147.505 4.3 68.36
16 _SUMBAR 2013 380630 28994.48 184.122 8.38 68.91
17 _SUMBAR 2014 354740 32132.24 199.33 8.36 69.36
18 _SUMBAR 2015 349530 34411.11 154.527 3.35 69.98
19 _RIAU 2010 500300 69701.03 68.181 6.96 68.65
20 _RIAU 2011 482050 84811.19 102.655 3.79 68.9
21 _RIAU 2012 481300 94996.15 147.505 4.3 69.15
22 _RIAU 2013 522530 100691.4 184.122 8.38 69.91
23 _RIAU 2014 498280 109783.3 199.33 8.36 70.33
24 _RIAU 2015 562920 102828.7 154.527 3.35 70.84
25 _JMB 2010 241600 29160.16 68.181 6.96 65.39
26 _JMB 2011 272670 32682.04 102.655 3.79 66.14
27 _JMB 2012 270100 35657.57 147.505 4.3 66.94
28 _JMB 2013 281570 39553.64 184.122 8.38 67.76
29 _JMB 2014 281750 43298.27 199.33 8.36 68.24
30 _JMB 2015 311560 45592.53 154.527 3.35 68.89
31 _SUMSEL 2010 1125700 25932 68.181 6.96 65.39
32 _SUMSEL 2011 1074810 29830.37 102.655 3.79 66.14
33 _SUMSEL 2012 1042000 32830.49 147.505 4.3 66.94
34 _SUMSEL 2013 1108210 35810.16 184.122 8.38 67.76
35 _SUMSEL 2014 1085800 38546.99 199.33 8.36 68.24
36 _SUMSEL 2015 1112530 41320.69 154.527 3.35 68.89
37 _BKL 2010 324900 16463.68 68.181 6.96 64.44
38 _BKL 2011 303600 18368.8 102.655 3.79 65.12
39 _BKL 2012 310500 20298.91 147.505 4.3 65.79
40 _BKL 2013 320410 22358.05 184.122 8.38 66.16
41 _BKL 2014 316500 24605.95 199.33 8.36 66.75
42 _BKL 2015 322830 26850.35 154.527 3.35 67.46
43 _LPG 2010 1479900 19722.39 68.181 6.96 65.35
44 _LPG 2011 1298710 21981.47 102.655 3.79 65.96
45 _LPG 2012 1219000 23910.84 147.505 4.3 66.61
46 _LPG 2013 1134280 25768.94 184.122 8.38 67.5
47 _LPG 2014 1439400 28776.87 199.33 8.36 68.06
48 _LPG 2015 1100680 31188.02 154.527 3.35 68.59
140
49 _BABEL 2010 67800 28906.78 68.181 6.96 63.71
50 _BABEL 2011 72060 32465.38 102.655 3.79 64.2
51 _BABEL 2012 70200 35288.32 147.505 4.3 64.87
52 _BABEL 2013 70900 38314.56 184.122 8.38 65.73
53 _BABEL 2014 67230 41948.37 199.33 8.36 66.42
54 _BABEL 2015 66620 44428.97 154.527 3.35 66.95
55 _KEPRI 2010 129700 65703.34 68.181 6.96 66.02
56 _KEPRI 2011 129560 72571.75 102.655 3.79 66.59
57 _KEPRI 2012 131200 80240.25 147.505 4.3 67.21
58 _KEPRI 2013 125020 87710.29 184.122 8.38 67.92
59 _KEPRI 2014 124170 94731.96 199.33 8.36 68.27
60 _KEPRI 2015 114830 103031.6 154.527 3.35 69.05
61 _DKI 2010 312200 111528.9 68.181 6.96 71.13
62 _DKI 2011 363420 125533.8 102.655 3.79 71.61
63 _DKI 2012 366800 138858.3 147.505 4.3 72.36
64 _DKI 2013 375700 155153.9 184.122 8.38 73.02
65 _DKI 2014 412790 174706 199.33 8.36 73.4
66 _DKI 2015 368670 194875.2 154.527 3.35 73.75
67 _JABAR 2010 4773700 20974.94 68.181 6.96 76.31
68 _JABAR 2011 4648630 23251.17 102.655 3.79 76.98
69 _JABAR 2012 4421500 25272.29 147.505 4.3 77.53
70 _JABAR 2013 4382650 27767.25 184.122 8.38 78.08
71 _JABAR 2014 4238960 30118.27 199.33 8.36 78.39
72 _JABAR 2015 4485650 32651.73 154.527 3.35 78.99
73 _JATENG 2010 5369200 19209.31 68.181 6.96 66.15
74 _JATENG 2011 5107360 21162.83 102.655 3.79 66.67
75 _JATENG 2012 4863400 22865.43 147.505 4.3 67.32
76 _JATENG 2013 4704870 24952.13 184.122 8.38 68.25
77 _JATENG 2014 4561820 27599.08 199.33 8.36 68.8
78 _JATENG 2015 4505780 30025.2 154.527 3.35 69.5
79 _DIY 2010 577300 18652.97 68.181 6.96 66.08
80 _DIY 2011 560880 20333.34 102.655 3.79 66.64
81 _DIY 2012 562100 21744.88 147.505 4.3 67.21
82 _DIY 2013 535180 23623.92 184.122 8.38 68.02
83 _DIY 2014 532580 25522.79 199.33 8.36 68.78
84 _DIY 2015 485560 27559.28 154.527 3.35 69.49
85 _JATIM 2010 5529300 26371.1 68.181 6.96 75.37
86 _JATIM 2011 5356210 29613.05 102.655 3.79 75.93
87 _JATIM 2012 4960500 32770.38 147.505 4.3 76.15
141
88 _JATIM 2013 4865820 36037.18 184.122 8.38 76.44
89 _JATIM 2014 4784420 39880.51 199.33 8.36 76.81
90 _JATIM 2015 4775970 43500.3 154.527 3.35 77.59
91 _BTN 2010 758200 25397.65 68.181 6.96 65.36
92 _BTN 2011 690490 27977.01 102.655 3.79 66.06
93 _BTN 2012 648300 30202.44 147.505 4.3 66.74
94 _BTN 2013 682710 32991.61 184.122 8.38 67.55
95 _BTN 2014 649190 36606.42 199.33 8.36 68.14
96 _BTN 2015 690670 39977.29 154.527 3.35 68.95
97 _BALI 2010 174900 23992.63 68.181 6.96 70.1
98 _BALI 2011 166230 26433.49 102.655 3.79 70.87
99 _BALI 2012 161000 29443.59 147.505 4.3 71.62
100 _BALI 2013 186530 33135.15 184.122 8.38 72.09
101 _BALI 2014 195960 38096.53 199.33 8.36 72.48
102 _BALI 2015 218790 42663.51 154.527 3.35 73.27
103 _NTB 2010 1009400 15527.41 68.181 6.96 61.16
104 _NTB 2011 894770 14879.83 102.655 3.79 62.14
105 _NTB 2012 828300 14853.74 147.505 4.3 62.98
106 _NTB 2013 802450 15627.57 184.122 8.38 63.76
107 _NTB 2014 816620 17108.28 199.33 8.36 64.31
108 _NTB 2015 802290 21257.25 154.527 3.35 65.19
109 _NTT 2010 1014100 9316.79 68.181 6.96 59.21
110 _NTT 2011 1012900 10194.01 102.655 3.79 60.24
111 _NTT 2012 1000300 11268.85 147.505 4.3 60.81
112 _NTT 2013 1009150 12379.02 184.122 8.38 61.68
113 _NTT 2014 991880 13619.2 199.33 8.36 62.26
114 _NTT 2015 1160530 14927.93 154.527 3.35 62.67
115 _KALBAR 2010 428800 19510.07 68.181 6.96 61.97
116 _KALBAR 2011 380110 21548.09 102.655 3.79 62.35
117 _KALBAR 2012 355700 23427.05 147.505 4.3 63.41
118 _KALBAR 2013 394170 25561.5 184.122 8.38 64.3
119 _KALBAR 2014 381910 28067.13 199.33 8.36 64.89
120 _KALBAR 2015 405510 30667.69 154.527 3.35 65.59
121 _KALTENG 2010 164200 25455.05 68.181 6.96 65.96
122 _KALTENG 2011 146910 28952.94 102.655 3.79 66.38
123 _KALTENG 2012 141900 31515.97 147.505 4.3 66.66
124 _KALTENG 2013 145360 34367.34 184.122 8.38 67.41
125 _KALTENG 2014 148820 36841.26 199.33 8.36 67.77
126 _KALTENG 2015 148130 40139.56 154.527 3.35 68.53
142
127 _KALSEL 2010 182000 23418.47 68.181 6.96 65.2
128 _KALSEL 2011 194620 26594.38 102.655 3.79 65.89
129 _KALSEL 2012 189200 28197.08 147.505 4.3 66.68
130 _KALSEL 2013 183270 30058.02 184.122 8.38 67.17
131 _KALSEL 2014 189490 32603.84 199.33 8.36 67.63
132 _KALSEL 2015 189160 34467.4 154.527 3.35 68.38
133 _KALTIM 2010 243000 116946.3 68.181 6.96 71.31
134 _KALTIM 2011 247900 140229.6 102.655 3.79 72.02
135 _KALTIM 2012 246100 145998.5 147.505 4.3 72.62
136 _KALTIM 2013 255910 158472.7 184.122 8.38 73.21
137 _KALTIM 2014 252680 157215.4 199.33 8.36 73.82
138 _KALTIM 2015 209990 146460.7 154.527 3.35 74.17
139 _SULUT 2010 206700 22707.79 68.181 6.96 67.83
140 _SULUT 2011 194900 24867.95 102.655 3.79 68.31
141 _SULUT 2012 177500 27373.41 147.505 4.3 69.04
142 _SULUT 2013 200160 30121.09 184.122 8.38 69.49
143 _SULUT 2014 197560 33776.27 199.33 8.36 69.96
144 _SULUT 2015 217150 37840.58 154.527 3.35 70.39
145 _SULTENG 2010 475000 19558.53 68.181 6.96 63.29
146 _SULTENG 2011 423630 22547.48 102.655 3.79 64.27
147 _SULTENG 2012 409600 25421.64 147.505 4.3 65
148 _SULTENG 2013 400090 28663.64 184.122 8.38 65.79
149 _SULTENG 2014 387060 31880.89 199.33 8.36 66.43
150 _SULTENG 2015 406340 37402.73 154.527 3.35 66.76
151 _SULSEL 2010 913400 21306.72 68.181 6.96 66
152 _SULSEL 2011 832910 24311.67 102.655 3.79 66.65
153 _SULSEL 2012 805900 27670.91 147.505 4.3 67.26
154 _SULSEL 2013 857450 31027.93 184.122 8.38 67.92
155 _SULSEL 2014 806350 35533.97 199.33 8.36 68.49
156 _SULSEL 2015 864510 40109.53 154.527 3.35 69.15
157 _SULTARA 2010 400700 21573.11 68.181 6.96 65.99
158 _SULTARA 2011 330000 24302.1 102.655 3.79 66.52
159 _SULTARA 2012 304300 27582.58 147.505 4.3 67.07
160 _SULTARA 2013 326710 29641.12 184.122 8.38 67.55
161 _SULTARA 2014 314090 32111.48 199.33 8.36 68.07
162 _SULTARA 2015 345020 35103.34 154.527 3.35 68.75
163 _GOR 2010 209900 14811.95 68.181 6.96 62.65
164 _GOR 2011 198270 16381.67 102.655 3.79 63.48
165 _GOR 2012 187700 18207.86 147.505 4.3 64.16
143
166 _GOR 2013 200970 20154.35 184.122 8.38 64.7
167 _GOR 2014 195100 22582.38 199.33 8.36 65.17
168 _GOR 2015 206510 25183.97 154.527 3.35 65.86
169 _SULBAR 2010 141300 14755.47 68.181 6.96 59.74
170 _SULBAR 2011 164860 17001.85 102.655 3.79 60.63
171 _SULBAR 2012 160600 18688.25 147.505 4.3 61.01
172 _SULBAR 2013 154200 20457.33 184.122 8.38 61.53
173 _SULBAR 2014 154690 23419.11 199.33 8.36 62.24
174 _SULBAR 2015 153210 25749.52 154.527 3.35 62.96
175 _MLK 2010 378600 11951.84 68.181 6.96 64.27
176 _MLK 2011 360320 13604.41 102.655 3.79 64.75
177 _MLK 2012 338900 15418.36 147.505 4.3 65.43
178 _MLK 2013 322510 17092.99 184.122 8.38 66.09
179 _MLK 2014 307020 19097.94 199.33 8.36 66.74
180 _MLK 2015 327780 20364.42 154.527 3.35 67.05
181 _MALUT 2010 91100 14361.54 68.181 6.96 62.79
182 _MALUT 2011 97310 16002.57 102.655 3.79 63.19
183 _MALUT 2012 88300 17726.06 147.505 4.3 63.93
184 _MALUT 2013 85820 19230.01 184.122 8.38 64.78
185 _MALUT 2014 84790 21118.17 199.33 8.36 65.18
186 _MALUT 2015 72650 22913 154.527 3.35 65.91
187 _PABAR 2010 256300 54049.32 68.181 6.96 59.6
188 _PABAR 2011 294840 56305.11 102.655 3.79 59.9
189 _PABAR 2012 223200 58762.56 147.505 4.3 60.3
190 _PABAR 2013 234230 63984.19 184.122 8.38 60.91
191 _PABAR 2014 225460 68498.8 199.33 8.36 61.28
192 _PABAR 2015 225540 72153.79 154.527 3.35 61.73
193 _PAPUA 2010 761600 38785.11 68.181 6.96 54.45
194 _PAPUA 2011 944790 37111.15 102.655 3.79 55.01
195 _PAPUA 2012 976400 37935.01 147.505 4.3 55.55
196 _PAPUA 2013 1057980 40513.65 184.122 8.38 56.25
197 _PAPUA 2014 864110 43202 199.33 8.36 56.75
198 _PAPUA 2015 898210 48303.15 154.527 3.35 57.25
144