PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL TENTANG
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DI POSYANDU DAHLIA SUKOHARJO
“Untuk memenuhi salah
PROGRAM STUDI S
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL TENTANG SHAKEN BABY SYNDROME
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DI POSYANDU DAHLIA SUKOHARJO
SKRIPSI
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Pramita Windi Astuti
NIM S11030
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI MEDIA SHAKEN BABY SYNDROME
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DI
satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
1 KEPERAWATAN
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Pramita Windi Astuti
NIM : S11030
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (Sarjana), baik di STIkes Kusuma Husada Surakarta maupun di
perguruan tinggi lain.
2) Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3) Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 28 Juli 2015 Yang membuat pernyataan,
Materai Rp 6.000
Pramita Windi Astuti NIM. S11030
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah mencurahkan rahmat dan hidayahNya. Pada akhirnya penulis mampu
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui
Media Audiovisual Tentang Shaken Baby Syndrome Terhadap Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Ibu Di Posyandu Dahlia, Sukoharjo” Dalam penulisan
skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, arahan, dan masukan yang
sangat membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku ketua program
Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing utama
yang telah memberikan bimbingan, masukan, serta arahan, sehingga
skripsi dapat terselesaikan dengan baik.
4. Ibu Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku pembimbing
pendamping yang telah memberikan bimbingan, masukan, serta arahan,
sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Anita Istiningtyas S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku penguji yang telah
memberikan masukan serta arahan saat sidang sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
6. Ibu Hj Bambang Wibisono selaku kepala Posyandu Dahlia yang telah
memberikan ijin melakukan penelitian di posyandu dahlia.
7. Bapak ibu dosen dan staf STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini .
8. Orang tuaku tercinta Alm. Bapak Sutarno dan Ibu Sri Utami yang selalu
memberikan dukungan, doa, materi dan kasih sayangnya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Andreas Kandhi Cahya yang selalu mendukung dan memberikan semangat
kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat seperjuangan S-1 (Destri, Berlianti, Sri Ayu, Ayu
Wulandari dan Lyla) yang selalu memberikan tawa, semangat, dan
bantuan kepada penulis.
11. Teman-teman seperjuangan S-1 Keperawatan angkatan 2011 yang selalu
mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat (Angga, Desy, Asty) yang selalu mendukung dan
memberikan semangat kepada penulis.
13. Responden yang telah berpartisipasi dalam proses penelitian.
14. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material
dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan
mandapat balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis bersyukur pada Allah
SWT semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Surakarta, 28 Juli 2015
Pramita W.A
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR SKEMA ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5
1.3 Tujuan............................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 6
1.4 Manfaat............................................................................................. 7
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ........................................................... 7
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan ....................................... 7
1.4.3 Manfaat Bagi Rumah Sakit .................................................. 7
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain .................................................. 7
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori .................................................................................. 8
2.1.1 Teori shaken baby syndrome ................................................ 8
2.1.2 Pendidikan kesehatan .......................................................... 15
2.1.3 Pengetahuan......................................................................... 21
2.1.4 Sikap (Attitude).................................................................... 25
2.2 Kerangka Teori.............................................................................. 27
2.3 Kerangka Konsep.......................................................................... 28
2.4 Hipotesis Penelitian....................................................................... 29
2.5 Keaslian Penelitian........................................................................ 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 32
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 34
3.3 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian .................................... 35
3.3.1 Tempat Penelitian .............................................................. 35
3.3.2 Waktu Penelitian ............................................................... 36
3.4 Definisi Operasional ................................................................... 36
3.5 Alat dan Cara Pengumpulan Data .............................................. 38
3.5.1 Alat Penelitian.................................................................... 38
3.5.2 Prosedur Pengumpulan Data ............................................. 41
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 42
3.6.1 Teknik Pengolahan Data..................................................... 42
3.6.2 Analisa Data........................................................................ 44
3.7 Etika Penelitian ........................................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisa Univariat .......................................................................... 49
4.2 Analisa Bivariat ............................................................................ 51
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden ................................................................55
5.2 Gambaran pengetahuan responden kelompok kontrol dan perlakuan
sebelum penkes .............................................................................. 57
5.3 Gambaran pengetahuan responden kelompok kontrol dan perlakuan
setelah penkes ................................................................................ 57
5.4 Gambaran sikap responden kelompok kontrol dan perlakuan sebelum
penkes ........................................................................................... 58
5.5 Gambaran sikap responden kelompok kontrol dan perlakuan setelah
penkes ............................................................................................ 59
5.6 Beda tingkat pengetahuan pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan setelah dilakukan penkes .............................................. 59
5.7 Beda sikap responden pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan setelah dilakukan penkes ............................................... 61
5.8 Perbedaan tingkat pengetahuan setelah penkes antara kelompok
kontrol dan perlakuan ................................................................... 63
5.9 Perbedaan sikap setelah dilakukan penkes antara kelompok kontrol
dan perlakuan ............................................................................... 64
5.10 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 66
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan ...................................................................................... 67
6.2 Saran ............................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
2.5 Keaslian penelitian 30
3.1 Definisi operasional 36
4.1 Distribusi responden menurut usia 49
4.2 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan 50
4.3 Distribusi responden menurut pekerjaan 50
4.4 Nilai tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penkes pada kelompok
kontrol 51
4.5 Nilai tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penkes pada kelompok
perlakuan 52
4.6 Nilai sikap sebelum dan sesudah penkes pada kelompok kontrol 52
4.7 Nilai sikap sebelum dan sesudah penkes pada kelompok perlakuan 53
4.8 Beda tingkat pengetahuan setelah penkes pada kelompok kontrol dan
perlakuan 53
4.9 Beda sikap setelah penkes pada kelompok kontrol dan perlakuan 53
DAFTAR SKEMA
No Judul Hal
2.2 Kerangka Teori 27
2.3 Kerangka Konsep 28
3.1 Rancangan Penelitian 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal penelitian
Lampiran 2 : Usulan topik penelitian
Lampiran 3 : Pengajuan judul skripsi
Lampiran 4 : Pengajuan ijin study pendahuluan
Lampiran 5 : Surat pengantar ijin study pendahuluan
Lampiran 6 : Surat balasan study pendahuluan
Lampiran 7 : Lembar oponent
Lampiran 8 : Lembar audience
Lampiran 9 : Surat ijin uji validitas
Lampiran 10 : Surat balasan uji validitas
Lampiran 11 : Surat pengajuan ijin penelitian
Lampiran 12 : Surat ijin penelitian
Lampiran 13 : Surat balasan ijin penelitian
Lampiran 14 : Surat permohonan menjadi responden
Lampiran 15 : Lembar persetujuan menjadi responden
Lampiran 16 : Leaflet
Lampiran 17 : Kuesioner tingkat pengetahuan dan sikap
Lampiran 18 : SAP shaken baby syndrome
Lampiran 19 : Hasil uji statistik
Lampiran 20 : Dokumentasi
Lampiran 21 : Lembar konsultasi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Pramita Windi Astuti
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Media Audiovisual Tentang
Shaken Baby Syndrome Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Di
Posyandu Dahlia Sukoharjo
ABSTRAK
Shaken baby syndrome (SBS) adalah cedera otak pada bayi akibat diguncang terlalu keras dan merupakan bentuk kekerasanterhadap anak, sehingga peran orang tua dalam mengasuh bayi diperlukan pengetahuan, agar tercipta sikap positif dalam mengasuh bayi. Pendidikan kesehatan melalui media audiovisual lebih efektif, karena melibatkan semua alat indera pembelajaran, sehingga semakin banyak alat indera yang terlibat, semakin besar kemungkinan isi informasi dapat dimengerti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui media audiovisual tentang SBS terhadap tingkat pengetahuan dan sikap ibu.
Penelitian ini menggunakan metode quasy experiment pretest and posttest
with control group design. Sampel penelitian ini berjumlah 40 responden ibu yang mempunyai anak berumur kurang dari 1 tahun.
Penelitian ini menggunakan uji paired sample t test dan independent t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dengan p value 0,00 pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Pendidikan kesehatan melalui media audiovisual dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang SBS karena menggunakan alat indera mata dan telinga yang menampilkan gerak, gambar dan suara sehingga informasi yang tersalur lebih banyak yaitu 75%-87%. Kata kunci : pendidikan kesehatan, audiovisual, pengetahuan, sikap, shaken baby
syndrome
Daftar pustaka : 42 (2003-2014)
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Pramita Windi Astuti
Effect of Health Education of Shaken Baby Syndrome through Audiovisual
Media on Mothers’ Knowledge Level and Behavior in Dahlia Integrated
Health Post of Sukoharjo
ABSTRACT
Shaken baby syndrome (SBS) is baby’s brain injury which happens because the baby is shaken too hard, and the result is a form of violence against children. Therefore, the parents need knowledge in nurturing their babies as to make a positive attitude in nurturing them. Health education through audiovisual media is more effective because it involves all of learning sense organs. The more sense organs are involved, the larger the chance to understand the information is. The objective of this research is to investigate the effect of the health education of the SBS through audiovisual media on the mothers’ knowledge level behavior.
This research used the quasi experimental method with the pretest and posttest with control group design. The samples of research consisted of 40 respondents. They were mothers who had babies aged under 1 year old. The data of research were analyzed by using the paired sample t test and independent t test.
The result of this research shows that there was a difference of mothers’ knowledge and behavior prior to and following the health education between the experimental group and the control group as indicated by the p-value 0.00. Thus, the health education of SBS through audiovisual media could improve the mothers’ knowledge and behavior the SBS as the information as much as 75%- 87% was channeled through the use of vision and hearing organs which showed motions, pictures, and sounds.
Keywords: Health education, audiovisual, knowledge, behavior, shaken baby
syndrome References: 42 (2003-2014)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Bayi Terguncang/SBS (Shaken Baby Syndrome) adalah kejadian
yang dapat dicegah, ini merupakan bentuk child abuse terhadap anak akibat
mengguncang bayi terlalu keras dengan bahu, lengan, atau kaki. Shaken Baby
Syndrome bukan hanya kejahatan, Shaken Baby Syndrome merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang dapat dicegah (Carbaugh, 2004). Shaken Baby
Syndrome dimaknai sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap anak, kelalaian
yang membahayakan fisik, emosi dan perkembangan anak, sehingga anak tersebut
kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensinya (Salmiah, 2009).
American Academy of Pediatric(AAP) dan Center For Health Control
And Prevention (CDC) (2010) melaporkan bahwa penganiayaan menyebabkan
tingkat cedera tinggi dan 25 persen menyebabkan kematian pada bayi. Shaken
Baby Syndrome merupakan penyebab utama kematian kekerasan terhadap anak di
negara-negara Amerika. Hampir semua korban Shaken Baby Syndrome menderita
masalah kesehatan yang serius dan setidaknya satu dari setiap empat bayi yang
meninggal akibat terguncang keras merupakan bentuk dari penganiayaan anak.
Bayi baru lahir sampai 4 bulan berada pada risiko terbesar dari cedera akibat
mengguncang. Penelitian menunjukkan bahwa mengguncang bayi paling sering
terjadi sebagai respons terhadap bayi menangis atau faktor-faktor lain yang dapat
memicu orang tua ketika merawat bayinya menjadi frustasi atau marah (Carbaugh,
2004). Faktanya adalah bahwa menangis termasuk pertarungan panjang tangisan
bayi dan merupakan perilaku perkembangan yang normal pada bayi. Masalahnya
tidak pada bayi menangis, melainkan bagaimana pengasuh mengatasinya.
Mengambil bayi dan mengguncang, melempar, memukul, atau menyakiti bayi,
tidak pernah melakukan respon yang tepat (CDC, 2010). Hal ini sering dilakukan
orang tua karena saat mengasuh bayi, ketika bayi menangis mereka menjadi
frustasi yang berlebihan dan mereka kelelahan, faktor ini yang dapat
menyebabkan individu melakukan Shaken Baby Syndrome (Hoffman, 2005;
Black, 2001; Keenan et al., 2003).
Shaken Baby Syndrome berdampak pada bayi yaitu menyebabkan
kematian, retardasi mental atau keterlambatan perkembangan, cerebral palsy,
disfungsi parah motorik, kebutaan, dan kejang (Carbaugh, 2004). Sebagian besar
orang tua atau pengasuh tidak mengerti bahaya dari melakukan Shaking terhadap
bayi yang kemudian menyebabkan SBS (Shaken Baby Syndrome) (Hoffman,
2005; Black, 2001; Keenan et al., 2003).
Peran orang tua dalam mengasuh bayi diperlukan pengetahuan, karena
pengetahuan merupakan salah satu komponen faktor predisposisi yang penting
dalam pencegahan Shaken Baby Syndrome. Peningkatan pengetahuan
menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku maka pengetahuan
orangtua sangat penting. Orang tua merupakan lingkungan yang pertama dan
utama bagi seorang bayi. Peran seorang ibu sangat penting, terutama sebagai agen
kesehatan bagi anak dan keluarga dalam upaya memenuhi kebutuhan asah, asuh,
asih pada bayi. Setiap ibu yang memiliki bayi harus memerlukan pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang benar serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi
tentang hal mengasuh bayi (Mercer, 2006). Perubahan pengetahuan pada
pedidikan kesehatan akan merangsang perubahan sikap (Dewi, 2008).
Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku sehatnya. Perilaku yang
sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan
pelayanankesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan
kesehatan (Sirlan, 2006). Sikap dan perilaku orang tua disamping berpengaruh
terhadap kesehatannya sendiri, juga berpengaruh terhadap anak-anaknya yang
belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab sendiri terhadap kesehatannya.
Sikap dan perilaku orang tua yang baik tentang perkembangan anak, akan dapat
mencegah kelainan perkembangan dan pertumbuhan anak (Levine, 2007).
Perspektif kesehatan masyarakat menciptakan kesadaran masyarakat, khususnya
orang tua dan pengasuh bayi yang lebih besar tentang Shaken Baby Syndrome
sangat penting. Melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, dapat
membantu orang memahami bahaya keras mengguncang bayi faktor risiko yang
terkait dengan Shaken Baby Syndrome pemicu untuk itu dan cara-cara untuk
mencegah hal itu dapat membantu mengurangi jumlah bayi yang terkena Shaken
Baby Syndrome (CDC, 2010).
Peningkatan pengetahuan orang tua mengenai Shaken Baby Syndrome
akan menghindari sikap orang tua mengguncang ketika bayi menangis. Pemberian
informasi dan kebutuhan informasi pada orang tua dapat melalui berbagai cara
termasuk pendidikan kesehatan. Kebutuhan akan informasi dan pengetahuan
haruslah disampaikan oleh orang yang tepat dengan informasi yang benar. Hal ini
untuk mencegah supaya orangtua tidak bertanya kepada sumber yang salah
(Rotegarad, 2007). Pendidikan kesehatan akan lebih efektif dan sesuai sasaran
serta tujuan, maka diperlukan media yang menarik dan lebih mudah diterima oleh
sasaran.
Salah satu media yang dapat digunakan adalah media audiovisual. Media
audiovisual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari sasaran. Penggunaan
audiovisual melibatkan semua alat indra pembelajaran, sehingga semakin banyak
alat indra yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi, semakin besar
kemungkinan isi informasi tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam
ingatan (Widia dkk, 2012). Film, cerita, iklan, video adalah contoh media
audiovisual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Informasi akan tersimpan
sebanyak 20% bila disampaikan melalui media visual, 50% bila menggunakan
media audiovisual, 70% bila dilaksanakan dalam praktek nyata (Notoadmodjo,
2007).
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 18 Desember 2014 di Desa
Pucangan, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, terdapat 45 jumlah ibu
yang mempunyai bayi dibawah 1 tahun. Hasil wawancara didapatkan 5 orang tua
yang memiliki anak usia kurang dari 1 tahun pernah melakukan gerakan
mengguncang bayi mereka. Contoh gerakannya seperti mengangkat badan bayi
sambil digoyang tanpa menyangga kepala bayi, atau melempar bayi ke udara
dengan tujuan menghibur bayi.Para orang tua khususnya ibu, tidak mengetahui
resiko dari perilaku tersebut. Orang tua menganggap bahwa hal tersebut tidak
beresiko menyakiti anaknya. Para orang tua melakukan gerakan mengguncang
tujuannya untuk menenangkan bayi ketika bayi menangis, atau hanya sekedar
menghibur bayi agar tidak rewel, atau karena mereka merasa frustasi ketika bayi
mereka menangis terus menerus. Kejadian mengguncang bayi di Desa Pucangan
sering terjadi ketika bayi menangis terus menerus.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh
pendidikan kesehatan dengan audiovisual terhadap tingkat pengetahuan dan sikap
orang tua tentang Shaken Baby Syndrome.
1.2 Rumusan Masalah
Shaken baby syndrome dimaknai sebagai salah satu bentuk child abuse
(penyiksaan anak) dengan cara mengguncang-guncang bayi itu dengan keras.
Peran seorang ibu sangat penting, terutama sebagai agen kesehatan bagi anak dan
keluarga dalam upaya memenuhi kebutuhan asah, asuh, asih pada bayi. Setiap ibu
yang memiliki bayi diharapkan memerlukan pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang benar serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi tentang hal mengasuh
anak (Mercer, 2006). Bertambah pengetahuan orangtua mengenai Shaken baby
syndrome akan menghindari sikap orangtua mengguncang bayi ketika bayi
menangis. Pemberian informasi dan kebutuhan informasi pada orangtua dapat
melalui berbagai cara termasuk pendidikan kesehatan (Rotegarad, 2007).
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas maka peneliti
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, adakahpengaruhpendidikan
kesehatan media audiovisualterhadap tingkat pengetahuan dan sikap orang tua
tentang shaken baby syndrome?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pendidikan kesehatan dengan media audiovisual terhadap pengetahuan
dan sikap orang tua tentang shaken baby syndrome.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui karakteristik responden.
2) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap responden
sebelum dilakukan pendidikan kesehatan media audiovisual pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
3) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap responden
setelah dilakukan pendidikan kesehatan media audiovisual pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
4) Untuk mengetahui beda tingkat pengetahuan dan sikap responden
pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
5) Untuk mengetahui beda tingkat pengetahuan dan sikap setelah
dilakukan perlakuan pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
tentang shaken baby syndrome.
1.4.1 Manfaat bagi institusi pendidikan
Menambah pustaka, wawasan dan pengetahuan mengenai shaken baby
syndrome.
1.4.2 Manfaat bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai referensi bila diadakan
penelitian lebih lanjut khususnya tentang shaken baby syndromedengan
menggunakan variabel yang berbeda serta jumlah sampel yang lebih
banyak.
1.4.3 Manfaat bagi peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman peneliti tentang
shaken baby syndrome.
1.4.4 Manfaat bagi perawat
Penelitian ini diharapkan perawat dapat melaksanakan peran perawat
yaitu sebagai pendidik atau pemberi pendidikan kesehatan bagi
masyarakat, agar meningkatkan angka kesehatan dimasyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Shaken Baby Syndrome (SBS)
2.1.1.1 Definisi
SBS (sindrom bayi terguncang) juga dikenal sebagai trauma
kepala serius, sindrom dari dampak terguncang, cedera kepala yang
ditimbulkan atau sindrom guncanganwhiplash adalah cedera otak serius
akibat diguncang terlalu keras pada bayi atau balita. Sindrom bayi
terguncang menghancurkan sel-sel otak anak dan mencegah otaknya
mendapatkan oksigen yang cukup. Sindrom bayi terguncang adalah
bentuk kekerasan terhadap anak (child abuse) yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak permanen atau kematian (Christian &
Block, 2009).
2.1.1.2 Penyebab
1. Tangisan bayi yang panjang sehingga membuat orang tua frustasi atau
pengasuh, sehingga orang tua melakukan gerakan mengguncang bayi
(Carbaugh, 2004)
2. Sindrom bayi terguncang adalah hasil dari guncangan yang keras pada
bayi biasanya sekitar 5-20 detik (Carbaugh, 2004).
3. Kepala bayi yang lebih berat dibandingkan dengan seluruh tubuh dan
otot leher belum kuat, kepala bayi bisa terguncang bolak-balik
sebanyak 40-80 kali hanya dalam hitungan detik (Carbaugh, 2004).
4. Memantulkan anak pada lutut orang tua atau pengasuh dengan keras,
sehinggan bayi jatuh pelan (MayoClinic, 2014).
2.1.1.3Tanda dan gejala
1. Bayi yang menderita kerusakan yang lebih rendah akibat dari Shaken
baby syndrome
a. Perubahan pola tidur atau ketidakmampuan untuk dibangunkan
b. Muntah
c. Kejang
d. Iritabilitas
e. Tak terkendali menangis
f. Ketidakmampuan untuk dihibur
g. Ketidakmampuan untuk menyusu atau makan (Mielh, 2005).
2. Bayi yang menderita lebih parah akibat dari Shaken baby syndrome
a. Tidak responsif
b. Kehilangan kesadaran
c. Masalah pernapasan (pernapasan tidak teratur)
d. Tidak ada nadi ( Miehl 2005; Carbaugh 2004)
8
2.1.1.4 Dampak Shaken Baby Syndrome
a. Kematian
b. Kebutaan
c. Retardasi mental atau penundaan perkembangan (setiap kelambanan
signifikan dalam anak yaitu fisik, kognitif, perilaku, emosi, atau
perkembangan sosial, dan ketidakmampuan belajar ( CDC, 2010).
d. Cerebral palsy
e. Disfungsi motorik parah (otot kelemahan atau kelumpuhan)
f. Spastisitas (suatu kondisi dimana otot tertentu mengalami kontraksi
terus menerus, kontraksi ini menyebabkan kekakuan atau ketetatan
daro otot dan mungkin mengganggu gerakan, ucapan, dan cara
berjalan)
g. Kejang (CDC, 2010)
2.1.1.5 Faktor pemicu
Tangisan, pemicu utama untuk melakukan SBS dan faktor risiko
SBS pada orang tua dan bayi.Pada umur kurang dari 1 tahun, bayi
memang sering banyak menangis, orang tua mungkin menjadi sangat
frustrasi. Tetapi faktanya adalah bahwa menangis termasuktangisan
berkepanjangan pada bayi dan merupakan perilaku perkembangan yang
normal pada bayi. Tangisan pada bayi sebagai salah satu cara bayi
berkomunikasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar bayi
yang menangis banyak yang sehat dan berhenti menangis untuk jangka
waktu yang lama setelah 4 bulan usia.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa menangis mulai
meningkat sekitar usia 2 sampai 3 minggu, danpuncaknya sekitar usia 6
sampai 8 minggu. Kemudian berangsur-angsur berkurang, danbiasanya
berakhir saat bayi berusia 3 sampai 4 bulan.
Period Of Purple
CEBC telah ditunjuk period of purple, sebagai program yang
memiliki bukti penelitian menjanjikan. Program ini dikembangkan oleh
Dr Ronald Barr dan rekan-rekannya di National Center on shaken baby
syndrome (NCSBS). Dua percobaan terkontrol acak dari program
menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang bayi menangis dan
shaken baby syndrome dan "perilaku acuh tak acuh ketika ibu frustrasi."
(NCSBS, 2010).
Sebagai bagian dari penelitian CDC, Dr Desmond K. Runyan
menguji program di utara Carolina. Program negara ini akan mendidik
orang tua tentang pola yang normal pada bayi menangis, bagaimana
menanggapi tangisan bayi, dan bahaya bayi terguncang. Perawat akan
mendidik setiap orang tua dari bayi yang baru lahir yang berjumlah 86
rumah sakit / yang melahirkan di utara Carolina, dengan menggunakan
diskusi, video, dan sebuah buku tentang bayi menangis (CDC, 2010).
Period Of PURPLE merupakan singkatan dari:
P (peak pattern) : puncak menangis sekitar 2 bulan kemudian meurun.
U (unpredicable) : menangis untuk waktu yang lama bisa datang dan
pergi tanpa alasan.
R (resistant to soothing) : bayi dapat terus menangis untuk waktu yang
lama.
P (pain-like look on face) : nyeri seperti terlihat di wajah.
L (long bouts of crying) : menangis dapat berlangsung berjam-jam.
E (evening crying) : bayi menangis lebih banyak pada waktu sore dan
malam hari.
2.1.1.6 Faktor-faktor yang menempatkan bayi berisiko
Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko dari bayi yang terguncang :
1. Umur kurang dari 1 tahun,
a. bayi kurang dari 1 tahun berada pada risiko terbesar, tapi shaken
baby syndrome telah dilaporkan pada anak-anak sampai usia 5
tahun.
b. bayi (terutama bayi usia 2 sampai 4 bulan) sangat beresiko terkena
cedera dari guncangan, karena mereka kecil dalam kaitannya
dengan ukuran orang dewasa yang mungkin mengambil mereka
dan mengguncang mereka, dan mereka cenderung menangis lebih
sering dan lebih lama dari bayi yang lebih tua.
2. Bayi prematur atau cacat
3. Menjadi salah satu dari kelahiran ganda
4. Dihibur dan / atau sering menangis
5. Kebanyakan korban SBS adalah laki-laki (Hoffman, 2005).
2.1.1.7 Faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko orangtua atau pengasuh untuk
merugikan bayi :
1.Frustrasi atau kemarahan yang dihasilkan dari bayi menangis terlalu
lama
2.Orang tua atau pengasuh yang kelelahan mengasuh bayi yang menangis
3.Memiliki manajemen kemarahan yang terbatas atau mengatasi
keterampilan mengasuh yang terbatas
4. Dukungan sosial yang terbatas
5. Usia muda orangtua
6. Lingkungan keluarga yang tidak stabil
7. Status sosial ekonomi rendah
8.Harapan yang tidak realistis tentang perkembangan anak dan
membesarkan anak (Miehl, 2005).
2.1.1.8 Mendiagnosis Shaken Baby Syndrome
Untuk mendiagnosis sindrom bayi terguncang, dokter akan mencari tiga
kondisi yang sering menunjukkan sindrom tersebut. Ini adalah:
a. Pembengkakan otak (ensefalopati)
b. Pendarahan di otak (subdural perdarahan)
c. Pendarahan di bagian mata yang disebut retina (perdarahan retina)
Untuk membuat diagnosis dan memeriksa tanda-tanda kerusakan otak,
dokter akan memberikan berbagai tes. Tes-tes ini mungkin termasuk:
a. Computed tomography (CT) scan (menciptakan citra penampang
otak bayi Anda)
b. Magnetic resonance imaging (MRI) scan (menggunakan gelombang
radio yang kuat untuk membuat gambar otak bayi Anda)
c. Survei skeletal (memeriksa tulang belakang, tulang rusuk, dan patah
tulang tengkorak menggunakan sinar-X)
d. Ujian oftalmologi (memeriksa pendarahan dan cedera mata)
Beberapa kondisi medis lainnya dapat meniru gejala
sindrom bayi terguncang. Ini termasuk kelainan genetik tertentu
(seperti osteogenesis imperfecta, yang menyebabkan tulang bayi
mudah pecah) dan gangguan perdarahan. Sebelum mengkonfirmasi
sindrom bayi terguncang, dokter akan memberikan tes darah untuk
menyingkirkan penyebab lain (Valencia, 2012).
2.1.1.9 Pengobatan untuk Shaken Baby Syndrome
Tidak ada obat untuk mengobati sindrom bayi terguncang. Pada
kasus yang parah, pembedahan mungkin diperlukan untuk mengobati
pendarahan di otak. Ini mungkin melibatkan penempatan shunt (tabung
tipis) untuk mengalirkan kelebihan darah dan cairan dan mengurangi
tekanan. Operasi mata mungkin juga diperlukan untuk menghilangkan
darah sebelum secara permanen mempengaruhi penglihatan (John,
2014).
2.1.1.10 Cara menenangkan bayi menangis
Bayi bisa menangis yang lama dalam beberapa bulan pertama
kehidupan dan ini bisa membuat orang tua atau pengasuh frustasi.
Tapi ada beberapa cara untuk menenangkan agar bayi tidak menangis:
1. Menggosok punggung bayi
2. Menggoyang badan bayi dengan pelan
3. Memberikan botol susu atau ASI kepada bayi
4. Menyanyi atau mengajak bicara bayi
5. Berjalan-jalan menggunakan kereta dorong
6. Periksa tanda-tanda sakit atau ketidaknyamanan seperti ruam
popok, gigi, atau pakaian ketat (CDC, 2010).
2.1.2Pendidikan Kesehatan
Memahami fakta tentang shaken baby syndrome, dengan
memberikan promosi kesehatandapat membantu membangun kesadaran
masyarakat terutama orang tua, dan membantu masyarakat memahami
shaken baby syndrome.
Menggunakan kontakprofesi kesehatan dengan orang tua dan
anggota masyarakat lainnya untuk mempromosikan fakta, faktor risiko dan
pemicu, dan cara-cara untuk mencegah shaken baby syndrome adalah
langkah pertama dalam mengatasi hal itu sebagai masalah kesehatan
masyarakat yang dapat dicegah, dan bukan hanya kejahatan yang harus
dihukum.
2.1.2.1Definisi pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan
yaitu suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat
yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan berupaya agar
masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara
kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal – hal
yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana
seharusnya mencari pengobatan jika sakit, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
Salah satu kegiatan promosi kesehatan adalah pemberian
informasi atau pesan kesehatan berupa kesehatan untuk memberikan
atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar
memudahkan terjadinya perilaku sehat (Notoatmodjo, 2005).
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik belajar atau instruksi dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara
individu, kelompok maupun masyarakat untuk meingkatkan kesadaran
akan nilai kesehatan sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya
menjadi perilaku sehat (Munijaya, 2004).
2.1.2.2Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan secara umum adalah mengubah
pengetahuan, sikap dan keterampilan individu atau masyarakat di
bidang kesehatan, yang dapat dirinci sebagai berikut (Maulana, 2009):
menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat,
menolog individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat dan
mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
Pendidikan kesehatan merupakan suatu komunikasi untuk
mencapai tujuan kesehatan yang positif dan mencegah atau
meminimalkan sakit sehat baik dalam individu maupun kelompok yang
dipengaruhi oleh kepercayaan, tingkah laku dan kebiasaan yang dapat
diajadikan kekuatan untuk komunitas yang lebih besar (Smith, 1979
dalam Moules & Ramsay, 2008).
2.1.2.3Manfaat pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat merupakan
suatu upaya meningkatkan kesejahteraan anak di dalam keluarga.
Orangtua yang telah diberikan pendidikan kesehatan akan lebih mudah
dalam merawat anak. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses
dan tanggung jawab secara bersama antara individu, keluarga dan
komunitas serta memiliki manfaat untuk meningkatkan kontrol terhadap
kesehatan dan kesakitan terhadap diri sendiri (WHO, 1986 dalam
Moules & Ramsay, 2008).
2.1.2.4Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dilihat dari sasarannya dapat diberikan
pada individu, kelompok dan masyarakat, sedangkan dilihat dari
tempatnya pendidikan kesehatan dapat dilakukan disekolah, di rumah
sakit, dan tempat-tempat kerja yang lain (Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan kesehatan yang diberikan di rumah sakit mempunyai
sasaran klien atau keluarga klien di rumah sakit maupun Puskesmas.
2.1.2.5Metode Pendidikan Kesehatan
1. Metode pendidikan individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk:
a. Bimbingan dan Penyuluhan (guidace and conseling)
b. Wawancara (Interview)
2. Metode Pendidikan kelompok
Metode pendidikan kelompok harus memperhatikan apakah
kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain.
Efektivitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran
pendidikan
.
a. Kelompok besar
1) Ceramah: metode yang cocok untuk sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah.
2) Seminar: hanya cocok untuk sasaran yang berpendidikan
menengah keatas. Seminar adalah suatu penyajian
(presentasi) dari satu ahli atau beberapa dan biasanya
dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok: dibuat sedemikian rupa sehingga saling
berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara
peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok
punya kebebasan mengeluarkan pendapat.
2) Curah pendapat (Brain Storming): merupakan modifikasi
diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah,
kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan,
tanggapan/jawbaban tersebut ditampung dan ditulis dalam
flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan
pendapat tidak boleh ada komentar dari siapapun, baru
setalah semuanya mengemukakan pendapat, tiap anggota
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Kelompok kecil-kecil (Buzz group): kelompok langsung
dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan
suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain,
dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah
tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut.
4) Memainkan peranan (Role play): beberapa anggota kelompok
ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk
memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter
puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan
anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka
memperagaka bagaimana interaksi/komunitas sehari-hari
dalam melaksanakan tugas.
5) Permainan simulasi (Simulation game): merupakan gambaran
role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam
bentuk permainan seperti permainan monopoli. Beberapa
orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai
narasumber.
3. Metode pendidikan massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung.
Biasanya menggunakan atau melalui media massa.
2.1.2.6Alat Bantu Media
1. Alat bantu lihat (visual aids)
Alat bantu lihat berguna dalam membantu menstimulasi indra
penglihatan pada waktu terjadinya proses penerimaan pesan. Alat
bantu lihat dibagi dua bentuk yaitu alat bantu yang diproyeksikan
(slide, film, dan film strip) dan alat bantu yang tidak diproyeksikan
(Notoatmodjo, 2012).
2. Alat bantu dengar (audio aids)
Alat bantu dengar adalah alat yang membantu untuk
menstimulasi indra pendengar pada waktu proses penyampaian
bahan pendidikan/pengajaran, misalnya piringan hitam, radio, pita
suara dan lain-lain (Notoatmodjo, 2012).
3. Alat bantu lihat-dengar (audio visual-aids)
Alat bantu audio visual aids adalah alat yang digunakan oleh
petugas dalam menyampaikan bahan, materi atau pesan kesehatan
melalui alat bantu lihat-dengar, seperti televisi, video cassette, film
dan DVD. Indra yang paling banyak menyalurkan pengetahuan
kedalam otak adalah mata. Kurang lebih 75%-87% pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata sedangkan 13%-25% lainnya
tersalur melalui indra yang lain (Notoatmodjo, 2012).Penggunaan
audiovisual melibatkan semua alat indra pembelajaran, sehingga
semakin banyak alat indra yang terlibat untuk menerima dan
mengolah informasi, semakin besar kemungkinan isi informasi
tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan (Widia
dkk, 2012).
2.1.3 Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan dan
sikap yang didasarkan pada pengetahuan akan lebih langgeng daripada
pengetahuan dan sikap yang tidak didasari pengetahuan.
2.1.3.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
2.1.3.2 Proses mengadopsi pengetahuan dan sikap (Rogers dalam Notoatmodjo,
2007):
1.Awareness (kesadaran), Kesadaran adalah dimana seseorang menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
3.Evaluation (menimbang-nimbang). Seseorang akan
mempertimbangkan atau menilai baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya.
4. Trial (mencoba), dimana seseorang mulai mencoba melakukan sesuatu
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adaption, dimana seseorang telah berpengetahuan, bersikap dan
mempunyai keterampilan dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.3.3 Pengetahuan mengenai domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat
(Rogers dalam Notoatmodjo, 2007) yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk mengingat kembali terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang suatu materi yang diketahui dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar. Orang yang telah memahami terhadap
suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh dan menyimpulkan materi yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum. Rumus,
metode, prinsip dan sebagainya.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam
suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja: dapat meggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Kata kerja yang
digunakan untuk sintesis adalah dapat menyusun, merencanakan,
meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penelitian-penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria yang ditemukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.4 Sikap (Attitude)
2.1.4.1 Definisi Sikap (Attitude) menurut Rogers dalam Notoatmodjo, 2007:
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mempunyai 3 (tiga)
komponen pokok yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu
objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude).
2.1.4.2 Tingkatan sikap
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:
1. Menerima (Receiving)
Seseorang diartikan menerima jika orang tersebut mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan.
2. Merespon (Responding)
Sikap dari seseorang merespon dapat dengan cara memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.
3. Menghargai (Valuing)
Sikap seseorang diartikan menghargai orang lain jika orang
tersebut mau mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi pada seseorang adalah bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.
Pengukuran secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat
atau pernyataan terhadap suatu objek.
2.2 Kerangka Teori
(Sumber: Carbaugh 2004; CDC 2010; Christian & Block, 2009; Notoatmodjo
2007)
Skema 2.1 Kerangka Teori
Bayi menangis
Bayi diguncang keras oleh orang tua atau pengasuh
Shaken baby syndrome
Otot leher bayi yang masih lemah
Pencegahan shaken
baby syndrome
Perubahan sikap ibu
Peningkatan pengetahuan ibu
Pendidikan kesehatan dengan audiovisual
Dampak Shaken Baby Syndrome :
a. kematian
b. kebutaan
c. retardasi mental atau penundaan perkembangan
d. cerebral palsy
e. disfungsi motorik parah (otot kelemahan atau kelumpuhan)
f. spastisitas
g. kejang
Yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap
a. Tingkat pendidikan b. usia c. pekerjaan
Perilaku ibu yang positif
2.3Kerangka Konsep
Skema 2.2KerangkaKonsepPenelitian
Variabel Dependen
Kelompok perlakuan Tingkat pengetahuan dan
sikap
Variabel perancu
1. Tingkat pendidikan
2. Umur 3. pekerjaan
Variabel Independen
Pendidikan kesehatan dengan audiovisual
Variabel Dependen
Kelompok kontrol Tingkat pengetahuan dan
sikap
2.4 Hipotesis penelitian
Menurut Nasir dkk (2011) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris.
Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau ingin kita pelajari.
Hipotesis adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena
yang kompleks
1. H� pada penelitian ini adalah tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan
dengan audiovisual terhadap tingkat pengetahuan dan sikap orang tua
tentang shaken baby syndrome
2. H� pada penelitian ini adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan
audiovisual terhadap tingkat pengetahuan dan sikap orang tua tentang
shaken baby syndrome
2.5 Keaslian penelitian
Tabel 2.3 Keaslian Penelitian
Nama peneliti Judul penelitian Metode Hasil
Ronald G. Barr, Frederick P.Rivara, Marilyn Barr, PeterCummings, James Taylor, Liliana J. Lengua and Emily Meredith-Benitz
Effectiveness of Educational Materials Designed to Change Knowledge and Behaviors Regarding Crying and Shaken-Baby Syndrome in Mothers of Newborns: A Randomized, Controlled Trial
This randomized, controlled trial was approved by the institutional review boards of all participating institutions. Individual mothers of newborns were chosen as the unit of randomization. Both study arms received booklets and a DVD. The intervention group received the PURPLE materials; the control group received injury-prevention materials.
The mean infant crying knowledge score was greater in the intervention group (69.5) compared with controls (63.3). Mean shaking knowledge was greater for intervention subjects (84.8) compared with controls (83.5).
King WJ1, MacKay M, Sirnick A
Shaken baby syndrome in Canada: clinical characteristics and outcomes of hospital cases.
We performed a retrospective chart review, for the years 1988-1998, of the cases of shaken baby syndrome that were reported to the child protection teams of 11 pediatric tertiary care hospitals in Canada.
The median age of subjects was 4.6 months (range 7 days to 58 months), and 56% were boys. Presenting complaints for the 364 children identified as having shaken baby syndrome were nonspecific (seizure-like episode [45%], decreased level of consciousness [43%] and respiratory difficulty [34%]), though bruising was noted on examination in 46%. A history and/or clinical evidence of previous maltreatment was noted in 220 children (60%), and 80 families (22%) had had previous involvement with child welfare authorities. As a
direct result of the shaking, 69 children died (19%) and, of those who survived, 162 (55%) had ongoing neurological injury and 192 (65%) had visual impairment.
Mega Agustiningrum
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dengan Media Audio Visual AIDS Terhadap Perilaku Ibu Untuk Meningkatkan Status GiziBalita
In this research use Quasy Experiment design, all of sample is 30 people who is taken with inclusion criteria. They are divided treatment group and control group so it has is mother in each group
Result of Wilcoxon Signed Rank Test in treatment group showed that health education speech method which use audio visual AIDS media has influence to mother knowledge to increase baby nutrient status (p=0,001), attitude (p=0,005) and practice (p=0,001). Mann Whitney U-Test to knowledge (0,000), attitude (0,000) and practice (0,000).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif, eksperimen semu
yang bertujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta
seberapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan
perlakuan- perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental untuk
mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan
dan sikap. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasy
experiment dengan Pre and post test with control group design. Yang
artinya peneliti melakukan intervensi pada dua kelompok pembanding
(Dharma 2011).
Skema 3.1
Rancangan penelitian
Kelompok Pre test Perlakuan Post test
A O1 X O3
B O2 O4
32
Keterangan :
A : Kelompok perlakuan
B : Kelompok kontrol
O1 : Tingkat pengetahuan dan sikap sebelum diberi perlakuan pada kelompok
perlakuan
O2 : tingkat pengetahuan dan sikap sebelum diberi perlakuan pada kelompok
kontrol
O3 : tingkat pengetahuan dan sikap sesudah diberi perlakuan pada kelompok
perlakuan
O4 : tingkat pengetahuan dan sikap setelah dilakukan perlakuan pada
kelompok kontrol
X : perlakuan (pendidikan kesehatan)
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan diterapkan
(Dharma 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang
mempunyai anak kurang dari 1 tahun di Desa pucangan Kelurahan
Kartasura Kecamatan Kartasura, yang berjumlah 45 orang.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sekelompok individu yang merupakan bagian dari
populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau
melakukan pengamatan pada unit ini (Dharma, 2011).
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Semua ibu yang memiliki bayi dibawah 1 tahun.
b. Responden yang bisa baca tulis
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Responden yang sedang sakit
3. Besar Sampel
Tahap selanjutnya yaitu menghitung besar sampel yang akan
diambil. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2012), yaitu:
n = N
1+N (d)2
Keterangan :
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d : Derajat Kepercayaan (5%)
Penggunaan rumus diatas dikarenakan jumlah populasi kurang dari
10.000 (Notoatmodjo, 2012).
= 45
1+ 45 (0,0025)
= 45
1 + 0,1125
= 40,44
Dibulatkan menjadi 40 orang. Untuk mengatasi resiko drop out, maka
ditambah 10% dari jumlah sampel menjadi 44 responden.
Teknik pengumpulan sampel menggunakan consecutive sampling
yaitu suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih
semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan, sampai
jumlah sampel yang di inginkan terpenuhi (Dharma, 2011).Sampel pada
penelitian ini adalah para ibu yang mempunyai bayi yang berumur
kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 40 responden.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Dahlia Kartasura Sukoharjo.
3.3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 25 Februari – 1 Maret
2015.
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional
Alat ukur Hasil Ukur Skala
Data
Pendidikan kesehatan
Proses pemberian informasi kepada responden tentang shaken baby syndrome
Pemutaran video berdurasi 10 menit
1. Tidak diberikan pendidikan kesehatan
2. Diberikan pendidikan kesehatan
Nominal
Tingkat Pengetahuan
ibu
Pemahaman ibu tentang shaken baby syndrome
Kuesioner Pernyataan sebanyak 25 item dengan jawaban benar atau salah, jawaban benar mempunyai skor 1 dan jawaban salah mempunyai skor 0
Skor tertinggi 25 dan terendah 0
Rasio
Sikap ibu Respon dari ibu dalam melakukan pencegahan shaken baby syndrome
Kuesioner Pernyataan sebanyak 25 item dengan pilihan jawaban menggunakan skala likert: Skor 1-4 untuk pertanyaan positif 1 : sangat tidak setuju 2 : tidak setuju 3 : setuju 4 : sangat setuju Untuk pertanyaan
Skor tertinggi 100 dan terendah 25
Interval
negatif 1 : sangat setuju 2 : setuju 3 : tidak setuju 4 : sangat tidak setuju
Variabel
Perancu
Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala
Data
Usia Umur responden dihitung dalam tahun.
Peneliti mengisi
format data demografi sesuai hasil wawancara
dengan responden.
17-25 tahun 26-30 tahun 36-45 tahun
Ordinal
Tingkat pendidikan
Sekolah formal yang diselesaikan responden.
Peneliti mengisi
format data demografi sesuai hasil observasi
1. Pendidikan dasar
2. Pendidikan Menengah
3. Pendidikan Tinggi
Ordinal
Pekerjaan Suatu kegiatan atau aktifitas responden sehari-hari.
Peneliti mengisi
format data demografi sesuai hasil wawancara
dengan responden.
1. Ibu rumah tangga
2. Wiraswasta
3. Swasta
Nominal
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah
kuesioner.Kuesioner yang digunakan adalah lembar kuesioner
pengetahuan dan sikap yang dibuat oleh peneliti dan alat bantu audio
visual seperti laptop, LCD, Speaker aktif, dan video untuk kelompok
perlakuan dan leaflet untuk kelompok kontrol.
Kuesioner ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu data demografi,
pengetahuan dan sikap. Pertanyaan untuk kuesioner pengetahuan terdiri
dari 25 pertanyaan dengan pilihan jawaban benar atau salah, untuk
pernyataan positif (favorable) sebanyak 17 soal yaitu nomor 1, 4, 5, 7, 8,
10, 11, 16, 17, 18, 20, 22, 25, 26, 27, 29, 30 dan negatif (unfavorable)
sebanyak 8 soal pernyataan yaitu 2, 3, 6, 9 12, 14, 15, 28. Kuesioner sikap
terdiri dari 25 pernyataan. Pernyataan sikap menggunakan skala likert
dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju. Pernyataan positif (favorable) mempunyai nilai 1 untuk pilihan
sangat tidak setuju, nilai 2 jika tidak setuju, nilai 3 jika responden setuju,
nilai 4 jika responden sangat setuju, sebanyak 16 soal yaitu nomor 1, 2, 4,
5, 7, 9, 10, 17, 20, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 30. Pernyataan negatif
(Unfavorable) mempunyai nilai 1 jika responden sangat setuju, nilai 2 jika
responden setuju, nilai 3 jika responden tidak setuju, nilai 4 jika responden
sangat tidak setuju, sebanyak 9 soal yaitu nomer 3, 8, 11, 12, 13, 14, 15,
16, 29.
Kuesioner akan berkualitas dengan dilakukan uji validitas dan reabilitas
dengan karakteristik yang sejenis diluar lokasi penelitian. Uji validitas dan
reliabilitas dilakukan pada 30 responden (Agus, 2013). Dilakukan di
Posyandu Cempakasari 2 Kartasura, karena karakteristik responden yaitu
usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan di Posyandu Cempakasari sama
dengan Posyandu Dahlia.
Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang dapt menunjukkan tingkat kevalidan
atau keaslian suatu instrumen (Arikunto, 2010). Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya hendak
diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus product
moment :
N.∑XY - ∑Y.∑Y
√{N ∑X2 – (∑X)2 }.{N∑Y2 – (∑Y)2}
Keterangan :
N : Jumlah responden
rhitung : Koefisien korelasi product moment
∑x : Skor pertanyaan
∑y : Skor total (item)
xy : Skor pertanyaan dikalikan skor total
rhitung
Rumus uji t
r√(n-2)
√(1-r2)
Keterangan:
t : nilai thitung
r : koefisien korelasi hasil rhitung
n : jumlah responden
Instrument dikatakan valid jika nilai thitung>ttabel (0,361) (Aziz, 2014).
2. Uji Reliability
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat
tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban tertentu.
Apabila datanya memang benar sesuai dengan keyataannya, maka
berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2006).
Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha
Chronbach dengan bantuan program komputer SPSS. Rumus Alpha
Chronbach sebagai berikut:
r11 = k
k - 1 1 ─
∑σb2
σ2t
┌
└
┐
┘
thitung =
Keterangan :
r11 : Reliabilitas instrumen
k : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σb2 : Jumlah varian butir
σ2t : Varian total
3.5.2 Prosedur Pengumpulan Data
1.Pelaksanaan
a. Penelitian dilakukan di Posyandu Dahlia pada saat posyandu
berlangsung.
b. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan peneliti kepada
responden.
c. Peneliti memberikan informasi tentang penelitian dan meminta
kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian.
d. Peneliti memberikan lembar persetujuan bagi responden yang bersedia
untuk berpartisipasi dalam penelitian.
e. Peneliti melakukan proses pengambilan data dengan mengisi data
karakteristik responden bagi responden yang mau berpartisipasi.
f. Peneliti membagi dua kelompok yaitu 20 kelompok perlakuan dan 20
kelompok kontrol.
g. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan peneliti mengukur tingkat
pengetahuan dan sikapresponden pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (pre test), dengan cara memberikan responden
kuesioner pengetahuan dan sikap masing-masing 25 pernyataan,
dengan memberikan tanda (√) pada jawaban benar. Responden mengisi
kuesioner dengan ditunggu peneliti.
h. Peneliti melakukan pendidikan kesehatan melalui media audiovisual
dengan video yang berdurasi 8 menit kepada kelompok perlakuan.
Sedangkan kelompok kontrol hanya diberi leaflet. Kemudian peneliti
melakukan kontrak waktu untuk pertemuan berikut pada kedua
kelompok dalam jangka waktu 7 hari di Posyandu Dahlia.
i. Setelah 7 hari peneliti mengukur kembali tingkat pengetahuan dan
sikapresponden setelah dilakukan pendidikan kesehatanpada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol yang hanya diberi leaflet, data ini
digunakan sebagai data post test. Responden mengisi kuesioner dengan
ditunggu peneliti.
h. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada responden atas
keterlibatannya dalam penelitian.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1 Teknik Pengolahan Data
1. Editing
Kegiatan melakukan pengecekan kelengkapan, kejelasan, relevansi
dan konsistensi isi jawaban kuesioner atau instrument.Dalam penelitian
ini, editing dilakukan oleh peneliti dengan memeriksa kuesioner dan
instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat pendidikan dan
sikap.Dalam teknik editing dilakukan selama 2 hari dan tidak ada kendala
dalam proses editing.
2. Coding
Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka.Pada tahap ini diberikan kode atau nilai pada tiap jenis data untuk
mnghindari kesalahan dan memudahkan pengolahan data. Variabel yang
dikategorikan dengan koding adalah usia, dengan kode 17-25, 26-35, 36-
45 tahun. Saat proses coding peneliti tidak mengalami kesulitan.
3. Tabulating
Data dikelompokan kedalam kategori yang telah ditentukan dan
dilakukan tabulasi kemudian diberikan kode untuk kemudahan
pengolahan data. Proses tabulasi data meliputi :
a. Mempersiapkan table dengan kolom dan baris yang telah disusun
dengan cermat sesuai kebutuhan menggunakan microsoft exel.
b. Menghitung banyaknya frekuensi untuk tiap kategori jawaban
c. Menyusun distribusi dan table frekuensi dengan tujuan agar data
dapat tersusun rapi, mudah dibaca dan dianalisis.
4. Entry Data
Data yang telah terkumpul kemudian dimasukan dalam program
analisis dengan menggunakan program SPSS.
5. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan data yang sudah dimasukan untuk
diperiksa ada tidaknya kesalahan
3.6.2 Analisa Data
3.6.2.1 Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel
darihasil penelitian(Notoatmodjo2005).
Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variabel
yang diteliti yaitu dengan melihat semua distribusi data dalam penelitian.
Analisis univariat digunakan untuk menganalisis variabel yang bersifat
kategorik yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, usia dan variabel yang
bersifat numerik yaitu tingkat pengetahuan dan sikap. Data kategorik
menggunakan frekuensi dan prosentase. Data numeric menggunakan
mean, standar deviasi dan nilai maksimum minimum.
3.6.2.2 Analisis Bivariat
Analisis data bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari dua
variabel (Notoatmodjo, 2005).Analisa ini digunakan untuk menguji
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap.
Cara menganalisis data secara bivariat dilakukan uji normalitas data
menggunakan Shapiro-Wilk yang bertujuan mengetahui distribusi data
dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian.
Menganalisis hasil eksperimen yang menggunakan pre-test dan
post-test designwith control group peneliti menggunakan uji Paired t-test
untuk mengetahui beda tingkat pengetahuan dan sikap pada kedua
kelompok.Peneliti juga menggunakan uji Independen T test untuk
mengetahui beda tingkat pengetahuan dan sikap antara kedua kelompok
setelah diberi perlakuan.
Dengan tingkat kepercayaan 95% / α= 5% dengan ketentuan
sebagai berikut: Jika P value > α (0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak
yang berarti pendidikan kesehatan tidak mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan sikap serta jika P value ≤ α (0,05) maka Ho ditolak
dan Ha diterima yang berarti pendidikan kesehatan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan sikap.
3.7 Etika Penelitian
Penelitian Keperawatan pada umumnya melibatkan manusia
sebagai subyek penelitian.Penelitian mempunyai resiko ketidaknyamanan
atau cedera pada subyek mulai dari resiko ringan sampai dengan
berat.Manusia sebagai subyek penelitian adalah makhluk yang holistik,
merupakan integrasi aspek fisik, psikologis, sosial dan spiritual yang tidak
bisa dipisahkan. Masalah yang terjadi pada salah satu aspek yang lain
sehingga penelitian keperawatan harus dilandasi dengan etika penelitian
yang memberikan jaminan bahwa keuntungan yang di dapat dari
penelitian jauh melebihi efek samping yang ditimbulkan (Dharma, 2011).
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti meminta rekomendasi
dari Prodi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma
Husada Surakarta dan meminta izin kepada kepala Desa Pucangan
Kartasura. Setelah mendapat persetujuan peneliti melakukan penelitian
dengan memenuhi prinsip etik sebagai berikut :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human
dignity).
Penelitian dilaksanakandengan menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia.Responden memiliki hak asasi dan kebebasan untuk
menentukan pilihan ikut untuk menolak penelitian (autonomy). Peneliti
tidak memaksa atau memberikan penekanan pada responden untuk
bersedia ikut dalam penelitian dan responden berhak untuk
mengundurkan diri sewaktu – waktu tanpa sanksi apa pun. Prinsip ini
diaplikasikan melalui penjelasan secara singkat dan jelas oleh peneliti
kepada responden tentang tujuan, prosedur, durasi keterlibatan
responden, hak responden dan manfaat penelitian.Setelah diberikan
penjelasan, responden secara suka rela memberikan tanda tangan pada
lembar persetujuan.Selama penelitian semua responden bersedia untuk
dilibatkan dalam penelitian.
2. Menghormati prinsip kerahasiaan (respect for privacy and
confidentiality).
Responden sebagai subyek penelitian memiliki privasi dan hak
asasi unuk mendapatkan kerahasiaan informasi.Namun tidak bisa
dipungkiri bahwa penelitian menyebabkan terbukanya informasi
tentang responden. Peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi
yang menyangkut privasi responden yang tidak ingin identitasnya dan
segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini
ditrapkan pada penelitian ini dengan cara meniadakan identitas seperti
nama dan alamat responden di ganti dengan kode no dan inisial nama
responden.
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice
inclusiveness)
Prinsip keterbukaann dalam penelitian mengandung makna
bahwa penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan
dilakukan secara professional.Prinsip keadilan mengandung makna
bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan responden. Pada saat
penelitian berlangsung terjadi masalah etik dimana dalam satu ruangan
terdapat responden yang belum mengerti informasi pendidikan
kesehatan (pre) dan terdapat responden yang akan dilakukan tindakan
pendidikan kesehatan. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah
memberikan informasi kepada responden yang belum dilakukan
pendidikan kesehatan bahwa pendidikan kesehatan ini akan dilakukan
sesuai jadual yang sudah disepakati.
4. Beneficence
Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus
mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek
penelitian dan populasi dimana hasil penelitian diterapkan dan
meminimalisir dampak yang merugikan bagi subjek penelitian.
5. Right to protection from discomfort
Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan
kerugian mengharuskan agar responden dilindungi dari eksploitasi dan
peneliti harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan meminimalkan
bahaya atau kerugin dari suatu penelitian. Prinsip ini diaplikasikan dan
cara melakuakn akupresurdengan hati-hati sehingga tidak menimbulkan
rasa tidak nyaman pada pasien, pengaturan lingkungan yang nyaman
dan penyediaan alat yang cukup.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Analisa Univariat
4.1.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan,
pengetahuan dan sikap. Variabel pengetahuan, sikap, usia, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi
dengan ukuran presentase.
4.1.1.1 Usia Responden
Tabel 4.1 Distribusi responden menurut usia Variabel Perlakuan
(n=20) Kontrol (n=20)
Total (n=40)
Usia F % F % F % 17-25 26-35 36-45
6 11 3
30% 55% 15%
8 9 3
40% 45% 15%
14 20 6
35% 50% 15%
Total 20 100 20 100 40 100
Dari hasil analisa yang didapatkan dari 40 responden, sebagian besar
responden berusia 26-35 tahun.
4.1.1.2 Tingkat Pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan Variabel Perlakuan
(n=20) Kontrol (n=20)
Total (n=40)
Tingkat pendidikan F % F % F %
Pendi. Dasar (SD&SMP) Pendi. Menengah (SMA) Pendi. Tinggi
2
15 3
10%
75%
15%
2
15 3
10%
75%
15%
4
30 6
10%
75%
15%
Total 20 100 20 100 40 100
Dari hasil analisa yang didapatkan dari 40 responden, sebagian besar
responden berpendidikan menengah (SMA).
4.1.1.3 Pekerjaan
Tabel 4.3 Distribusi responden menurut pekerjaan Variabel Perlakuan
(n=20) Kontrol (n=20)
Total (n=40)
Pekerjaan F % F % F %
IRT Swasta Wiraswasta
9 8 3
45% 40% 15%
10 6 4
50% 30% 20%
19 14 7
47,5% 35%
17,5% Total 20 100 20 100 40 100
Dari hasil analisa yang didapatkan dari 40 responden, sebagian besar
responden mempunyai pekerjaan ibu rumah tangga.
4.2 Analisa Bivariat
4.2.1 Uji Normalitas
Analisa bivariat dalam penelitian ini menggambarkan hubungan
antara nilai tingkat pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah intervensi.
Sebelum melakukan analisa bivariat, asumsi normalitas data harus
dipenuhi untuk menentukan uji sebelumnya agar mengetahui data
terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini
menggunakan uji Shapiro-Wilk.
Uji shapiro-wilk menunjukkan p value pada data pengetahuan pada
kelompok perlakuan adalah 0,323 sehingga p value > 0,05 maka data
tersebut terdistribusi normal, dan untuk kelompok kontrol adalah 0,356
sehingga p value> 0,05 maka data terdistribusi normal. Hasil uji
normalitas data sikap pada kelompok perlakuan adalah 0,099 sehingga p
value > 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal, dan untuk kelompok
kontrol adalah 0,774 sehingga p value > 0,05 maka data terdistribusi
normal.
4.2.2 Uji Analisa Data
Tabel 4.4 Tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol
Pengetahuan/ Kelompok
Kontrol P
value Mean Median St.dev Nilai
Min Max Pre 12,00 11,00 3,026 7 18
0,00 Post 15,15 15,00 2,033 10 19
Tabel 4.4 uji paired t-test menunjukkan nilai tingkat pengetahuan pada
kelompok kontrol pre dan post intervensi dengan p value 0,00 < 0,05 maka
Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada perbedaan antara nilai
pengetahuan kelompok kontrol sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
Tabel 4.5 Tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan
Pengetahuan/ Kelompok
Perlakuan P value
Mean Median St.dev Nilai
Min Max Pre 12,15 12,50 2,519 8 16
0,00 Post 22,05 23,00 3,034 17 25
Tabel 4.5 uji paired t-test menunjukkan nilai tingkat pengetahuan pada
kelompok perlakuan pre dan post intervensi dengan p value 0,00 < 0,05
maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada perbedaan antara nilai
pengetahuan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pendidikan
kesehatan.
Tabel 4.6 Nilai sikap sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol
Sikap/ Kelompok
Kontrol P value
Mean Median St.dev Nilai
Min Max Pre 78,15 77,50 4,660 68 88
0,00 Post 84,70 85,00 4,669 73 93
Tabel 4.6 uji paired t-test menunjukkan nilai sikap pada kelompok kontrol
pre dan post intervensi dengan p value 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha
diterima yang artinya ada perbedaan antara nilai sikap kelompok kontrol
sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
Tabel 4.7 Nilai sikap sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan
Sikap/ Kelompok
Perlakuan P
value Mean Median St.dev Nilai
Min Max Pre 78,05 76,50 7,037 66 95
0,00 Post 95,85 97,00 3,924 85 100
Tabel 4.7 uji paired t-test menunjukkan nilai sikap pada kelompok
perlakuan pre dan post intervensi dengan p value 0,00 <0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang artinya ada perbedaan anatara nilai sikap
kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
Tabel 4.8 Beda tingkat pengetahuan setelah pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan perlakuan
Pengetahuan/ Kelompok
Mean N St. Deviasi P value
Kelompok kontrol 15,15 20 2,033 0,00
Kelompok perlakuan 22,05 20 3,034
Tabel 4.8 uji independent sample t test menunjukkan nilai pengetahuan pada
kelompok kontrol dan perlakuan setelah dilakukan pedidikan kesehatan
dengan p value 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Tabel 4.9 Beda sikap setelah pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan perlakuan
Sikap/ Kelompok
Mean N St. Deviasi P value
Kelompok kontrol 84,70 20 4,669 0,00
Kelompok perlakuan 95,85 20 3,924
Tabel 4.9 uji independent sample t testmenunjukkan nilai sikap pada
kelompok kontrol dan perlakuan setelah dilakukan pedidikan kesehatan
dengan p value 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
5.1.1 Usia
Dari hasil penelitian ini bahwa kategori usia paling tinggi adalah
26 sampai 35 tahun sebanyak 17 responden. Kategori usia sebagian besar
responden yaitu berada pada kategori masa dewasa awal, yang artinya
cukup matang dalam berfikir (Depkes, 2009). Secara biologis merupakan
masa puncak pertumbuhan fisik yang prima, karena didukung oleh
kebiasaan-kebiasaan yang positif (Desmita, 2009). Semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja (Dewi & Wawan, 2011). Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada
penurunan pada usia ini. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan
pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik (Notoatmodjo, 2005).
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kedua
kelompok sebagian besar berpendidikan menengah (SMA) yaitu sebanyak
75% dengan jumlah 30 responden. Dilihat dari level pendidikan,
55
pendidikan SMA bukan termasuk kategori pendidikan yang rendah tetapi
menengah, hal ini kemungkinan disebabkan oleh ibu pada level pendidikan
ini lebih cepat tanggap dan memilih untuk mencari pertolongan kefasilitas
kesehatan yang lebih lengkap dibangdingkan dengan ibu dengan tingkat
pendidikan rendah.
Pendidikan perlu diidentifikasi untuk memastikan bahwa kelompok
yang akan dibandingkan pada penelitian ini bersifat setara atau homogen.
Tingkat pendidikan menjadi penting untuk diidentifikasi atau
dipertimbangkan karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang (Dewi, 2008). Tingkat pendidikan akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, karena semakin tinggi
tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya
(Oktarina, Hanafi & Budisuari, 2009).
5.1.3 Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu 47,5%, swasta 35% dan
wiraswasta 17,5%. Mayoritas pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga,
sehingga ibu memiliki waktu yang cukup untuk merawat anaknya. Secara
naluri keinginan untuk merawat anak sangat tinggi, dimana ibu sebagai
tokoh utama bagi anak. Keingintahuan cara merawat anak merupakan
proses orangtua untuk mencari tahu melalui media seperti majalah, radio,
televisi, dan koran (Gupta et al, 2005). Ibu yang bekerja akan berpengaruh
terhadap kehidupannya sehingga ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu
yang banyak untuk mendapatkan informasi (Notoatmodjo, 2005).
5.2 Gambaran pengetahuan responden kelompok kontrol dan perlakuan
sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
Hasil analisa menunjukkan rerata pengetahuan sebelum dilakukan
pendidikan kesehatan adalah 12,00 dengan SD=3,026 pada kelompok kontrol
dan 12,15 dengan SD=2,519 pada kelompok perlakuan menunjukkan
pengetahuan responden pada penelitian ini masih rendah, karena para
responden belum mengetahui tentang shaken baby syndrome. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Pengetahuan akan terbentuk setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek atau informasi yang di dapat dari sumber
informasi (Notoatmodjo, 2007).
5.3 Gambaran pengetahuan responden kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan
Hasil analisa menunjukkan rerata pengetahuan setelah dilakukan
pendidikan kesehatan adalah 15,15 dengan SD=2,033 pada kelompok kontrol
dan 22,05 dengan SD=3,034 pada kelompok perlakuan menunjukkan
pengetahuan responden pada penelitian ini meningkat. Sebelum pendidikan
kesehatan rerata nilai pengetahuan 12,00 kelompok kontrol dan 12,15
kelompok perlakuan meningkat menjadi 15,15 kelompok kontrol dan 22,05
kelompok perlakuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pengetahuan adalah
pendidikan, informasi/media massa, lingkungan, pengalaman dan usia
(Notoatmodjo, 2007). Pemberian informasi seperti pendidikan kesehatan
dapat mengubah pengetahuan individu. Pendidikan kesehatan merupakan
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik belajar
dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku seseorang (Munijaya,
2004). Penelitian lain dilakukan oleh Dewi menjelaskan bahwa pendidikan
kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
5.4 Gambaran sikap responden kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
Hasil analisa menunjukkan rerata sikap sebelum dilakukan pendidikan
kesehatan adalah 78,15 dengan SD=4,660 pada kelompok kontrol dan 78,05
dengan SD=7,037 pada kelompok perlakuan menunjukkan sikap responden
pada penelitian ini masih rendah, karena responden belum dilakukan
pendidikan kesehatan, responden belum mengetahui dampak dari
mengguncang bayi.
Sikap adalah suatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Terbentuknya sikap
seseorang didasarkan pada pengetahuan seseorang menerima informasi,
semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki akan memberikan kontribusi
terhadap terbentuknya sikap yang baik (Djannah, Suryani & Purwati, 2009).
Seseorang mempunyai sikap yang baik akan mempengaruhi perilaku
seseorang baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan (Munijaya, 2004).
5.5 Gambaran sikap responden kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
setelah dilakukan pendidikan kesehatan
Hasil analisa menunjukkan rerata sikap setelah dilakukan pendidikan
kesehatan adalah 84,70 dengan SD=4,669 pada kelompok kontrol dan 95,85
dengan SD=3,924 pada kelompok perlakuan menunjukkan sikap responden
pada penelitian ini meningkat. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan nilai
rerata sikap responden adalah 78,15 kelompok kontrol dan 78,05 kelompok
perlakuan, meningkat menjadi 84,70 kelompok kontrol dan 95,85 kelompok
perlakuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, informasi/media massa, serta
faktor emosional dari individu (Djannah, Suryani & Purwati, 2009). Sikap
individu biasanya akan berubah setelah mendapatkan informasi dari orang
lain. Informasi yang bersifat persuasif, akan menumbuhkan dan
mengembangkan sikap positif terhadap individu (Simamora, 2009).
5.6 Beda tingkat pengetahuan pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan
Hasil analisa menggunakan paired sample t test menunjukkan nilai
tingkat pengetahuan kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan
pendidikan kesehatan adalah nilai p value 0,00 < 0,05 yang berarti terjadi
perbedaan pada kelompok kontrol setelah dilakukan pendidikan kesehatan,
namun tidak terjadi perbedaan yang signifikan karena rerata sebelum dan
sesudah dilakukan pendidikan hanya selisih angka yang sedikit yaitu 12,00
menjadi 15,15.
Leaflet dapat membantu dengan melihat saja. Seseorang belajar sangat
sedikit ketika mereka melihat media saja, tetapi mereka lebih mengerti ketika
melihat dan mendengar apa yang harus mereka pelajari. Media leaflet disertai
dengan gambar-gambar yang membantu kejelasan isi pesan dan menambah
unsur menarik sebuah pesan kesehatan, tapi media ini belum mampu
memberikan pengalaman yang nyata karena sifatnya yang statis (Zulkarnain,
Yusi & Farida 2011).
Hasil analisa dengan menggunakan paired sample t test nilai tingkat
pengetahuan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan
kesehatan adalah nilai p value 0,00 < 0,05 yang berarti terjadi perbedaan pada
kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan, hasil ini
menunjukkan perbedaan yang signifikan karena rerata sebelum dan sesudah
dilakukan pendidikan kesehatan selisih angka yang tinggi yaitu 12,15 menjadi
22,05.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu
(Notoatmodjo, 2007). Peningkatan ranah pengetahuan (kognitif) terjadi
karena ibu mendapatkan masukan informasi melalui dua indera sekaligus,
yaitu penglihatan dan pendengaran. Perpaduan saluran informasi melalui
mata mencapai 75% dan telinga 13% akan memberikan rangsangan yang
cukup baik, sehingga dapat memberikan hasil yang optimal (Rinik, 2010).
Penelitian lain dilakukan oleh Hodikoh 2003 menjelaskan bahwa pendidikan
kesehatan dengan media ceramah dan media booklet dapat meningkatkan
pengetahuan secara bermakna dengan nilai p < 0,05.
5.7 Beda sikap responden pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
setelah dilakukan pendidikan kesehatan
Hasil analisa menggunakan paired sample t test menunjukkan nilai
sikap kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan
adalah nilai p value 0,00 < 0,05 yang berarti terjadi perbedaan pada kelompok
kontrol setelah dilakukan pendidikan kesehatan, namun tidak terjadi
perbedaan yang signifikan karena rerata sebelum dan sesudah dilakukan
pendidikan hanya selisih angka yaitu 78,15 menjadi 84,70.
Peningkatan sikap responden yang tidak signifikan pada penelitian ini
sejalan dengan penelitian Azwar (2003) yang menyatakan bahwa pesan yang
ditunjukkan untuk mengubah sikap secara halus biasanya lebih berhasil
daripada pesan yang tampak berusaha memanipulasi responden, sehingga
apabila responden menyadari usaha yang sengaja ingin mengubah sikap
seseorang, maka orang tersebut akan berupaya menolaknya.
Hasil analisa dengan menggunakan paired sample t test nilai sikap
kelompok perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan
adalah nilai p value 0,00 < 0,05 yang berarti terjadi perbedaan pada kelompok
perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan, hasil ini menunjukkan
perbedaan yang signifikan karena rerata sebelum dan sesudah dilakukan
pendidikan kesehatan selisih angka yang tinggi yaitu 78,05 menjadi 95,85.
Efektivitas pendidikan kesehatan dapat dilihat dari adanya perubahan
pengetahuan dan sikap individu setelah dilakukan pendidikan kesehatan
(Maulana, 2009). Alasan terjadinya peningkatan skor sikap pada kelompok
perlakuan disini adalah karena terjadi peningkatan aspek afektif (sikap) ibu
yang diberi pendidikan kesehatan menggunakan media audio visual.
Informasi yang mempengaruhi sikap tergantung dengan isi, sumber dan
media informasi yang bersangkutan. Dalam pengertian, pesan yang
disampaikan dalam proses informasi haruslah memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi keyakinan sasaran didik (Simamora, 2009).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zulkarnaen, Yusi & Farida
(2011) yang mengatakan bahwa penyuluhan dengan audio visual dapat
meningkatkan pengetahuan dan sikap pada ibu balita dibandingkan dengan
ibu yang mengikuti penyuluhan dengan modul dan kontrol. Penyuluhan
menggunakan audio visual seluruh responden 100% mengalami peningkatan
sikap terhadap IMD pada ibu hamil. Perubahan sikap dipengaruhi sejauh
mana isi komunikasi atau rangsangan diperhatikam, dipahami dan diterima,
sehingga memberi respon positif (Rahmawati dkk, 2007).
5.8 Perbedaan tingkat pengetahuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan
pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Hasil analisa menggunakan independent sample t test
menunjukkan nilai pengetahuan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
setelah dilakukan pendidikan kesehatan menunjukkan nilai p 0,00 < 0,05
yang artinya Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Rata-rata
(mean) untuk kelompok kontrol adalah 15,15 dan untuk kelompok perlakuan
adalah 22,05, artinya bahwa rata-rata nilai kelompok perlakuan lebih tinggi
daripada kelompok kontrol.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu pendidikan
kesehatan yaitu alat bantu lihat dan dengar (audio visual aids) pada kelompok
perlakuan dan alat bantu leaflet pada kelompok kontrol.
Penggunaan audio visual aids melibatkan semua alat indra,
sehingga semakin banyak alat indra yang terlibat untuk menerima dan
mengolah informasi, semakin besar kemungkinan isi informasi yang didapat
dan dimengerti (Widia, 2012). Indera yang paling banyak menyalurkan
pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75%-87% pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata sedangkan 13%-25% lainnya tersalur melalui
alat indra yang lain. Media seharusnya mampu merangsang atau memasukkan
informasi melalui indera, semakin banyak yang dirangsang maka masuknya
informasi akan semakin mudah. Pemilihan audiovisual sebagai media
pendidikan kesehatan dapat diterima baik oleh responden, media ini
menggunakan alat indera yaitu mata dan telinga yang menampilkan gerak dan
suara sehingga lebih menarik dan tidak monoton. Penelitian lain yang
mendukung adalah terdapat pengaruh pemberian pendidikan kesehatan
dengan media audio visual terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam
penatalaksanaan balita dengan diare (Kapti, 2010).
Leaflet adalah media yang berbentuk selembar kertas yang diberi
gambar dan tulisan pada kedua belah sisi serta dapat dilipat sehingga praktis
dan mudah dibawa, tetapi media ini hanya dapat diulang-ulang
pemahamannya dan tidak memilki efek gerak dan suara (Simamora, 2009).
Berbeda dengan media audiovisual, leaflet hanya bisa diterima satu indera
yaitu penglihatan sedangkan audiovisual mampu diterima oleh indera
penglihatan sedangkan audiovisual mampu diterima oleh indera penglihatan
dan pendengaran (Notoatmodjo, 2012).
5.9 Perbedaan sikap setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Hasil analisa menggunakan independent sample t test
menunjukkan nilai sikap kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
setelah dilakukan pendidikan kesehatan menunjukkan nilai p 0,00 < 0,05
yang artinya Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Rata-
rata (mean) untuk kelompok kontrol adalah 84,70 dan untuk kelompok
perlakuan adalah 95,85 artinya bahwa rata-rata nilai kelompok perlakuan
lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Penelitian lain oleh Zulkarnaen (2009) yang mendukung adalah
terdapat perbedaan sikap sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan
menggunakan media video dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap
ibu hamil terhadap IMD. Perubahan sikap dapat dipengaruhi beberapa
faktor yaitu: sumber pesan, isi pesan dan penerima pesan. Sumber pesan
dapat berasal dari seseorang, kelompok, institusi yang dapat dipercaya
oleh penerima pesan, semakin percaya dengan orang yang mengirim pesan
maka semakin mudah untuk dipengaruhi pemberi pesan. Sebagai contoh
video adalah gabungan dari kata-kata, tulisan dan gambar yang disajikan
dalam bentuk gerak sehingga pesan dapat mudah diterima karena lebih
menarik dan tidak monoton (Notoatmodjo, 2012).
Peningkatan sikap pada kelompok kontrol lebih sedikit, hal ini
dipengaruhi dengan penggunaan media. Penggunaan media leaflet dirasa
kurang menarik karena tidak mempunyai efek visual dan cenderung
membosankan. Seseorang belajar sangat sedikit ketika mereka
mendengarkan atau melihat saja, tetapi mereka belajar sedikit lebih ketika
melihat dan mendengar apa yang mereka harus pelajari (Efendi &
Makhfudli, 2009). Leaflet dapat menimbulkan kesadaran akan suatu
persoalan umum tetapi tidak akan mengakibatkan perubahan karena orang
yang membacanya tidak akan mengingat pesan tersebut dengan
lingkungan pribadi mereka sendiri (Gibney dkk, 2009).
5.10 Keterbatasan Penelitian
Kesulitan pada penelitian ini terletak pada pengumpulan data. Pengumpulan
data dilakukan di Posyandu Dahlia dengan mengumpulkan para responden
dalam satu tempat. Hal itu sulit karena banyaknya responden dan kesibukan
responden saat proses pemeriksaan bayinya di Posyandu. Peneliti berusaha
agar responden mau dikumpulkan jadi satu tempat. Jika proses pendidikan
kesehatan berada dalam satu tempat, akan lebih mudah dalam menyalurkan
informasi kepada responden, sehingga responden memahami apa yang
disampaikan oleh peneliti.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh
pendidikan kesehatan melalui audiovisual tentang shaken baby syndrome
terhadap tingkat pengetahuan dan sikap ibu.
1. Karakteristik ibu dengan anak berumur kurang dari 1 tahun berusia 26-30
tahun, sebagian besar pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga dan rata-rata
tingkat pendidikan ibu adalah pendidikan menengah (SMA).
2. Sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan dan sikap
yang masih rendah pada kedua kelompok sebelum dilakukan pendidikan
kesehatan.
3. Sebagian besar responden terdapat peningkatan tingkat pengetahuan dan
sikap setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan.
4. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan dan
sikap ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada kelompok
perlakuan dengan p value 0,00. Kelompok kontrol juga terdapat perbedaan
terhadap tingkat pengetahuan dan sikap ibu setelah dilakukan pendidikan
kesehatan dengan p value 0,00.
67
5. Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap ibu antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol setelah dilakukan pendidikan kesehatan
dengan p value 0,00.
6.2 Saran
6.2.1 Masyarakat
Masyarakat dapat memberikan gambaran dan mengaplikasikan pencegahan
gerakan mengguncang pada bayi agar tidak terjadi shaken baby syndrome,
dan dapat memberikan informasi kepada saudara atau tetagga yang lain.
6.2.2 Tenaga Kesehatan
Perawat, tim medis atau tenaga kesehatan yang lain dapat menggunakan
media audiovisual dalam memberikan penyuluhan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan anak dan ibu.
6.2.3 Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dimasukkan ke dalam materi tentang media
pendidikan kesehatan sehingga meningkatkan praktikum tentang pendidikan
kesehatan dengan berbagai jenis media dan pembuatan media yang sesuai
dengan sasaran penyuluhan.
6.2.4 Peneliti Lain
Peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian saat responden mempunyai
waktu luang diluar waktu posyandu, agar mempermudah peneliti
mengambil data dan melakukan pendidikan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, R. 2013. Statistik Deskriptif Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
American Academy of Pediatric Committe on Child Abuse and Neglec. 2010
Shaken Baby Syndrome: Rotational cranial injuries-technical report.
becoming a mother. AWHONN. JOGNN.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Aziz, AH. 2014. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
Azwar, S. (2003). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Black DA, Heyman RE, Smith Slep AM. 2001. Risk factors for child physical
abuse. Aggress Violent Behav.
Carbaugh SF. 2004. Understanding shaken baby syndrome. Adv Neonatal Care
Center for Disease Control and Prevention. 2010. National Center for Injury
Prevention and Control, Division of Violence Prevention. Shaken Baby
Syndrome.
Christian, CW & Block, R ; Committen on Child Abuse and Neglect.”American
Academy of Pediatric (May 2009).” Abusive head trauma in infants and
children.”Pediatrics 123 (5) : 1409-11
Depkes, RI 2009, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Dewi, NS 2008, ‘Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan
pengetahuan dan sikap dalam mencegah HIV/AIDS pada pekerja seks
komersial’, Media Ners, Vol. 2, No. 1, Hal 15-22, diakses 16 Desember
2014, http://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/articels.
Dharma, Kusuma Kelana (2011).Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans
InfoMedia.
Djannah S, Suryani D, Purwati D.A, 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Sikap dengan Perilaku Pencegahan Penularan TBC pada Mahasiswa di
Asrama Manokwari Sleman Yogyakarta, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Efendi, F & Makhfudli (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta :
Salemba Medika
Gipney, M.J dkk (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : ECG
Gupta, R.S., et.al (2005). Opportunities for health promotion education in child
care. Official Journal of the American Academy of Pediatric, 4 (116),
449-505.
Hodikoh, A (2003). Efektivitas Edukasi Post Natal dengan Metode Ceramah dan
Media Booklet terhadap Peningkatan Pengetahuan, dan Perilaku Ibu
tentang ASI dan Menyusui dalam Konteks Keperawatan Maternitas di
Bogor Jawa Barat. Tesis tidak dipublikasikan
Hoffman, JM. A case of shaken baby syndrome after discharge from the newborn
intensive care unit. Adv Neonatal Care. 2005.
John Mercsh, MD. (2014). Shaken Baby Syndrome (Abusive Head Trauma),
dibuat 20 Maret. complications and long-term effects of shaken baby
syndrome. Diakses 4 Januari 2015, dari
http://www.medicinenet.com/shaken_baby_syndrome_abusive_head_tra
uma/page5.htm
Kapti, E.R (2010). Efektivitas Audiovisual sebagai Media Penyuluhan Kesehatan
terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Tatalaksana
Balita dengan Diare di dua Rumah Sakit Kota Malang, tesis. Universitas
Indonesia. Depok
Keenan HT, Runyan DK, Marshall SW, Nocera MA, Merten DF, Sinal SH. A
population-based study of inflicted brain injury in young children. JAMA
2003.
Levine DA. Growth and development. In : Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson
HB, Behrman RE. Nelson-essentials of pediatrics 5th edition.
Philadelphia: Elsevier. 2007
Maulana, H.D.J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : ECG
Mayo clinic. (2014). Shaken Baby Syndrome. Diakses 3 Januari 2015, dari
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/shaken-
baby/syndrome/basics/risk-factors/con-20034461
Mercer, T.R. and Walker, L.O. (2006). A review of nursing intervention to foster
Miehl NJ. (2005). Shaken Baby Syndrome. J Forensic Nurs
Moules, T & Ramsay, T. (2008). The textbook of children’s and young people’s
nursing. (2nd ed). Victoria : Blackwell
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi . Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Kiat. Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo. S. (2012). Promosi kesehatan & ilmu perilaku. Jakarta:
RinekaCipta.
Oktarina, Hanafi & Budiasuari, M.A. 2009. Hubungan antara karakteristik
responden, keadaan wilayah dengan pengetahuan, sikap terhadap
HIV/AIDS pada masyarakat indonesia. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, Volume 12 no.4, Oktober 2009.
Rahmawati, Ira, Sudargo, Toto & Pramastri. (2007). Pengaruh Penyuluhan dengan
Media Audiovisual tehadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Ibu Balita Gizi Kurang. Jurnal Gizi Klinik Indonesia (Vol 4, No 2).
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Rotegarad, A. (2007).Children in an isolation unit parent’s informational need.
Nursing science
Salmiah. S., 2009. Child Abuse . Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara
Simamora, H.R (2009). Buku Ajar Pendidikan dalam Kperawatan. Jakarta : ECG
Sirlan F. Survey pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat di Jawa Barat
terhadap kesehatan mata, tahun 2005. Ophthalmologica Indonesiana
2006
Valencia, H. (2012). Shaken Baby Syndrome, 05 Juli. Diagnosing Shaken Baby
Syndrome. Diakses 4 Januari 2015, dari
http://www.healthline.com/health/shaken-baby-syndrome#Symptoms2
Wawan, A & Dewi (2010). Teori dan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta : Nuha Medika
Widia lestari, NekaRitaAmelia, Siti Rahmalia, (2012). Efektifitas Pendidikan
Kesehatan Tentang Asi Terhadap Tingkat Pengetahuan, Kemampuan Dan
Motivasi Menyusui Primipara. PSIK Universitas Riau
Zulkarnain, E dkk, (2010). Perbedaan Efektivitas antara Metode Penyuluhan
dengan Flipchart dan Menggunakan Video Compact Disc (DVD) dalam
Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil terhadap Inisiasi
Menyusui Dini. Diseminar nasional jampersal, Jember 26 November 2011.