i
PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN GELATIN DAN
MALTODEKSTRIN PATI SAGU SEBAGAI BAHAN PENGIKAT
TERHADAP SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSI
TABLET PARASETAMOL
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
O l e h :
SATWIKA ARDININGTYAS
M 3509058
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN GELATIN DAN
MALTODEKSTRIN PATI SAGU SEBAGAI BAHAN PENGIKAT
TERHADAP SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSI
TABLET PARASETAMOL
Oleh:
SATWIKA ARDININGTYAS
M3509058
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
pada tanggal 30 Juli 2012
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Surakarta, 30 Juli 2012
Pembimbing
Fea Prihapsara, S.Farm., Apt
NIP. -
Penguji I
Nestri Handayani, M.Si., Apt
NIP 19701112 200501 2 001
Penguji II
Heru Sasongko, S.Farm., Apt
NIP.-
Mengesahkan
Dekan FMIPA UNS
Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D
NIP. 19610223 198601 1 001
Ketua Program D3 Farmasi
Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt
NIP. 19780319 200501 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir saya yang berjudul “PENGARUH
PERBEDAAN PENGGUNAAN GELATIN DAN MALTODEKSTRIN PATI
SAGU TERHADAP SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSI TABLET
PARASETAMOL” adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di suatu perguruan tinggi,
serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar
yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/ dicabut.
Surakarta, Juli 2012
Satwika Ardiningtyas
M3509058
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN GELATIN DAN
MALTODEKSTRIN PATI SAGU SEBAGAI BAHAN PENGIKAT
TERHADAP SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSI
TABLET PARASETAMOL
SATWIKA ARDININGTYAS
Jurusan D3 Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret
INTISARI
Tablet parasetamol merupakan bentuk sediaan obat yang biasa digunakan oleh
masyarakat apabila mengalami demam dan sakit kepala. Bahan tambahan yang
masih diragukan kehalalannya adalah gelatin yang biasanya digunakan sebagai
bahan pengikat. Maltodekstrin pati sagu merupakan produk modifikasi dari
hidrolisis pati sagu yang tidak sempurna bertujuan untuk menghasilkan atau
memperbaiki beberapa sifat pati yang kurang baik sebagai bahan pengikat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan penggunaan
gelatin dan maltodekstrin pati sagu terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet
parasetamol.
Pembuatan tablet dilakukan dengan metode granulasi basah menggunakan
bahan pengikat maltodekstrin pati sagu yang dibandingkan dengan gelatin pada
konsentrasi yang sama, yaitu 10%. Setiap formula dilakukan uji sifat fisik granul
dan tablet serta uji disolusi. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan
statistik menggunakan shapiro wilk dan uji t-independent serta dibandingkan
dengan acuan standar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan sifat fisik tablet dengan
menggunakan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu dibandingkan gelatin yaitu
kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan profil disolusi tablet. Nilai kekerasan
tablet pada F1 yaitu 6,935 kg dan F2 yaitu 5,827 kg; kerapuhan tablet pada F1
yaitu 0,50% dan F2 yaitu 0,77%; waktu hancur pada F1 yaitu 9,01 menit dan F2
yaitu 4,97 menit. Profil disolusi kedua formula tidak memenuhi persyaratan Q-30
yaitu kadar parasetamol yang terdisolusi mencapai 80%, kadar ini tidak tercapai
pada F1 sedangkan F2 tercapai pada menit ke-60.
Kata kunci : Tablet parasetamol, maltodekstrin pati sagu, sifat fisik tablet, profil
disolusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
THE EFFECT OF DIFFERENCE USING GELATIN AND
MALTODEXTRIN OF SAGO STRACH AS BINDER TO PHYSICAL
PROPERTIES AND PROFILE DISSOLUTION OF
PARACETAMOL TABLET
SATWIKA ARDININGTYAS
Department of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Science
Sebelas Maret University
ABSTRACT
Paracetamol tablet is commonly drug used by people when they got fever and
headache. The additional material that still questionable halal status is gelatin that
usually used as a binder. Maltodextrin is a modification product from unperfect
hydrolysis of sago starch that aims to produce or fix some nature characteristics
of the sago starch as a binder. This research aims to determine the effect of
difference using gelatin and maltodextrin of sago strach on the physical properties
and the dissolution profiles of paracetamol tablet.
The tablet were made by wet granulation method using maltodextrin of sago
strach as a binder, compared with gelatin in same concentration 10%. Each
formula tested the physical properties of granules and tablets so was the
dissolution test. The results were analyzed with statistics using the Shapiro-Wilk
and independent t test and compared with the references.
The results showed that there were difference in the physical properties of
tablets by using maltodextrin sago starch as binder compared with gelatin. are
hardness, friability, disintegration time and dissolution profile of paracetamol
tablets. Standard of hardness on 1st and 2
nd Pharmacopeia of Indonesia is 6,935 kg
and 5,827 kg. Standard of friability on 1st and 2
nd Pharmacopeia of Indonesia is
0,50% and 0,77%, standard of disintegration time on 1st and 2
nd Pharmacopeia of
Indonesia is 9,01 minutes and 4,97 minutes. Dissolution profile of the 2nd
formula
was not eligible of Q30 which the dissolution levels of paracetamol tablets
reached 80%, these levels were not achieved in F1 while F2 was reached at 60
minutes.
Keywords: paracetamol tablet, maltodextrin of sago starch, physical properties of
tablet, dissolution profile
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S. Ar Raad : 11)
Keberhasilan adalah hak, dan seperti halnya semua hak-kitalah yang
diharapkan untuk datang menjemputnya (Mario teguh)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini Kupersembahkan untuk :
Bapak Suwardi dan Ibu Mulyati tercinta
serta Rustamaji Arditomo dan Ardian Satrio
Utomo adik-adik tersayang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Laporan Tugas Akhir dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN
PENGGUNAAN GELATIN DAN MALTODEKSTRIN PATI SAGU
TERHADAP SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOULSI TABLET
PARASETAMOL” dengan baik.
Penyusunan laporan Tugas Akhir merupakan salah satu syarat untuk dapat
memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi pada jurusan D3 Farmasi di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini penulis telah berusaha semaksimal
mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik. Dan tak mungkin terwujud tanpa
adanya dorongan, bimbingan, semangat, motivasi serta bantuan baik moril
maupun materiil, dan do’a dari berbagai pihak. Karena itu penulis pada
kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt, selaku ketua program studi D3 Farmasi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt, selaku pembimbing akademik atas segala
ketulusan, kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan arahan,
pengertian, saran, dan ilmunya yang tiada tara nilainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
4. Fea Prihapsara, S.Farm., Apt, selaku pembimbing tugas akhir atas segala
ketulusan, kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan arahan,
pengertian, saran, dan ilmunya yang tiada tara nilainya.
5. Segenap dosen pengajar dan staff jurusan D3 Farmasi yang telah banyak
memberikan ilmu dan pelajaran berharga.
6. Sahabat dan teman-teman seperjuangan D3 Farmasi, atas kerjasamanya
selama masa-masa kuliah.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan : Sarah, Septi, Lin, Nophi, Mbak Neisha, Mbak
Anggi, atas semua bantuan dan motivasi.
8. Bachtiar Wicaksono, atas semua bantuan, semangat, dukungan dan waktunya.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
dalam Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan
Tugas Akhir ini. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk perbaikan sehingga akan menjadi bahan
pertimbangan dan masukan untuk penyusunan tugas-tugas selanjutnya. Penulis
berharap semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan dapat menjadi bekal bagi penulis dalam pengabdian Ahli Madya
Farmasi di masyarakat pada khususnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................………………………..…........ i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................. iii
INTISARI................................................................................................ iv
ABSTRACT............................................................................................... i
HALAMAN MOTTO.............................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................. vii
KATA PENGANTAR............................................................................. viii
DAFTAR ISI............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xiv
DAFTAR TABEL.................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................
A. Latar Belakang Masalah................................................................
B. Perumusan Masalah......................................................................
C. Tujuan Penelitian..........................................................................
D. Manfaat Penelitian........................................................................
1
1
4
5
5
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................
A. Tinjauan Pustaka...........................................................................
1. Maltodekstrin..........................................................................
2. Proses Modifikasi Pati.............................................................
6
6
6
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3. Tablet.......................................................................................
4. Bahan Tambahan Tablet.........................................................
5. Uji Sifat Fisik Granul..............................................................
6. Uji Sifat Fisik Tablet...............................................................
7. Uji Disolusi.............................................................................
8. Monografi Bahan....................................................................
B. Kerangka Pemikiran......................................................................
C. Hipotesis........................................................................................
8
9
11
12
13
13
16
17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................
A. Kategori dan Rancangan Penelitian..............................................
B. Metode Penelitian..........................................................................
C. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................
D. Alat dan Bahan..............................................................................
1. Alat..........................................................................................
2. Bahan.......................................................................................
E. Prosedur Penelitian........................................................................
1. Rancangan formula.................................................................
2. Pembuatan maltodekstrin pati sagu.........................................
3. Pemeriksaan mutu maltodekstrin pati sagu.............................
4. Pembuatan granul....................................................................
5. Pemeriksaan terhadap granul..................................................
6. Pengempaan tablet..................................................................
7. Pengujiaan sifat fisik tablet ....................................................
18
18
18
19
19
19
19
20
20
20
21
22
22
24
24
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
8. Uji disolusi tablet....................................................................
F. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data........................................
25
27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................
A. Pembuatan Maltodekstrin Pati Sagu.............................................
B. Pemeriksaan Mutu Maltodekstrin Pati Sagu.................................
1. Pemeriksaan organoleptis........................................................
2. Penentuan nilai DE (Dextrose Equivalen)..............................
C. Pembuatan Granul.........................................................................
D. Hasil Pemeriksaan Granul.............................................................
1. Waktu alir................................................................................
2. Sudut diam..............................................................................
3. Pengetapan..............................................................................
E. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet............................................
1. Keseragaman bobot tablet.......................................................
2. Kekerasan tablet......................................................................
3. Kerapuhan tablet.....................................................................
4. Waktu hancur tablet................................................................
F. Uji Disolusi Tablet........................................................................
1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum................
2. Penentuan kurva baku parasetamol.........................................
3. Profil disolusi..........................................................................
28
28
30
30
31
32
33
34
36
38
40
40
43
44
46
48
48
48
49
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................
A. Kesimpulan..................................................................................
B. Saran.............................................................................................
52
52
52
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 53
LAMPIRAN............................................................................................. 55
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram Perbandingan Waktu Alir Tanpa Pelicin dan
dengan Pelicin Granul Parasetamol......................................
35
Gambar 2. Diagram Perbandingan Sudut Diam Tanpa Pelicin dan
dengan Pelicin Granul Parasetamol......................................
37
Gambar 3. Diagram Perbandingan Indeks Pengetapan Granul
Parastemol.............................................................................
39
Gambar 4. Diagram CV Keseragaman Bobot Parasetamol..................... 42
Gambar 5. Diagram Perbandingan Kekerasan Tablet Parasetamol......... 43
Gambar 6. Diagram Perbandingan Kerapuhan Tablet Parasetamol........ 45
Gambar 7. Diagram Perbandingan Waktu Hancur Tablet Parasetamol.. 47
Gambar 8. Kurva Baku Tablet Parasetamol............................................ 49
Gambar 9. Profil Disolusi Tablet Parasetamol........................................ 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet................................... 12
Tabel II. Rancangan Formulasi Tablet Parasetamol................................ 20
Tabel III. Formulasi Tablet Parasetamol................................................. 32
Tabel IV. Hasil Pemeriksaan Granul Parasetamol................................... 34
Tabel V. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet Parasetamol................... 40
Tabel VI. Hasil Perhitungan Rentang Keseragaman Bobot.................... 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram Alir Cara Kerja..................................................... 55
Lampiran 2. Gambar Tablet..................................................................... 56
Lampiran 3. Penentuan Nilai DE............................................................. 57
Lampiran 4. Perhitungan Bahan Pengikat tiap Tablet............................. 58
Lampiran 5. Hasil Pengukuran Waktu Alir Granul................................. 59
Lampiran 6. Hasil Pengukuran Sudut Diam Granul................................ 64
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Pengetapan Granul................................. 69
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Keseragaman Bobot Tablet.................... 72
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Kekerasan Tablet.................................. 74
Lampiran 10. Hasil Pengukuran Kerapuhan Tablet................................. 79
Lampiran 11. Hasil Pengukuran Waktu Hancur Tablet........................... 82
Lampiran 12. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Hasil
Pemeriksaan Kurva Baku Parasetamol............................
85
Lampiran 13. Hasil Pemeriksaan Disolusi Tablet F1.............................. 88
Lampiran 14. Hasil Pemeriksaan Disolusi Tablet F2.............................. 90
Lampiran 15. Sertifikat Analisis Parasetamol......................................... 92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih, kedua permukaannya rata atau cembung serta mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anonim, 1995).
Sediaan tablet banyak diproduksi dan digunakan dalam pengobatan karena tablet
lebih praktis, mudah digunakan, dan stabil dalam penyimpanan bila dibandingkan
dengan sediaan obat dalam bentuk cair atau suspensi (Banker & Anderson, 1994).
Tablet terdiri dari bahan berkhasiat dan bahan tambahan seperti bahan pengisi,
penghancur, pengikat dan pelicin agar mendapatkan hasil tablet yang baik dan
memenuhi persyaratan mutu fisik tablet (Banker & Anderson, 1994).
Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk cairan selama granulasi basah
untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang
dicetak langsung (Banker & Anderson, 1994). Bahan pengikat yang sering
digunakan dalam proses granulasi basah adalah gelatin. Gelatin adalah produk
alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang bersifat sebagai gelling
agent atau non gelling agent. Dalam industri farmasi, gelatin memiliki berbagai
fungsi, di antaranya yaitu digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan
tablet dan bahan baku pembuatan cangkang kapsul. Gelatin umumnya berasal dari
tulang, kulit dan jaringan ikat hewan, seperti sapi, ikan atau babi, sehingga
membatasi penggunaannya oleh vegetarian, Muslim dan Hindu (Pandji, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Gelatin juga merupakan bahan yang yang tidak dapat larut dalam air dingin
(Anonim, 1979). Berdasarkan sifat ini gelatin dikhawatirkan akan mempengaruhi
proses absorbsi obat didalam tubuh sehingga efek obat tidak dapat optimal.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dicari alternatif bahan lain
yang memiliki fungsi sebagai bahan pengikat. Pati dari tumbuhan sudah banyak
dikembangkan dalam rangka menggantikan peran gelatin sebagai bahan pengikat
dalam pembuatan tablet. Namun penggunaannya masih terbatas dalam industri
farmasi karena karakteristiknya yang tidak mendukung seperti daya alir yang
kurang baik serta proses pembuatannya sebagai bahan pengikat yang tidak praktis
(Banker & Anderson, 1994). Maka untuk memperbaiki sifat dan karakteristiknya,
pati dapat dimodifikasi baik secara fisik, kimia, dan enzimatik atau kombinasi dari
cara-cara tersebut sebelum digunakan sebagai bahan tambahan terutama sebagai
bahan pengikat pada pembuatan tablet.
Maltodekstrin didefinisikan sebagai suatu produk hidrolisis pati yang tidak
sempurna yang dibuat dengan penambahan asam atau enzim yang terdiri dari
campuran gula-gula dalam bentuk sederhana dalam jumlah kecil, oligosakarida
dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil
oligosakarida berantai panjang (Luthana, 2008). Penggunaan maltodekstrin dalam
farmasi masih sangat terbatas dibandingkan turunan selulosa (Anwar dkk, 2004).
Maltodekstrin memiliki daya ikat kuat sesuai nilai DE (Dextrose Equivalen) yang
dimiliki (Anwar dkk, 2004).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Anwar, dkk (2004) penggunaan
maltodekstrin pati terigu DE 1-5 dengan konsentrasi 2%, 3% dan 5% sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
bahan pengikat tablet pada tablet piridoksin HCl dengan metode granulasi basah
menghasilkan tablet dengan sifat fisik yang memenuhi persyaratan. Selain itu
pada penelitian yang dilakukan Syofyan, dkk (2009) maltodekstrin dari pati beras
DE 5-10 dengan konsentrasi 5-35% dapat digunakan sebagai bahan pengikat
tablet asetosal secara kempa langsung dan menghasilkan tablet yang memiliki
sifat fisik yang baik. Apabila dibandingkan dengan kedua bahan tersebut,
maltodekstrin yang terbuat dari pati sagu memiliki keunggulan karena
produktivitas sagu di Indonesia cukup tinggi. Hal itu dikarenakan Indonesia
memiliki ladang sagu terbesar di dunia (Jose, 2003). Maka untuk meningkatkan
penggunaan maltodekstrin pati sagu dalam bidang farmasi perlu dilakukan
penelitian mengenai penggunaan maltodekstrin pati sagu sebagai bahan pengikat
tablet.
Tablet parasetamol merupakan tablet yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat, baik dibeli secara bebas maupun dari resep dokter apabila mengalami
demam ataupun sakit kepala. Metode granulasi basah digunakan karena metode
ini dinilai mempunyai kelebihan dalam memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas
tablet, homogenitas campuran zat aktif dalam bahan tambahan dan merupakan
metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan tablet (Ansel, 1989).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah maltodekstrin pati sagu dapat dijadikan bahan pengikat dalam
formulasi tablet parasetamol yang memenuhi persyaratan?
2. Apakah ada pengaruh perbedaan penggunaan gelatin dan maltodekstrin pati
sagu sebagai bahan pengikat pada sifat fisik tablet parasetamol?
3. Apakah ada pengaruh perbedaan penggunaan gelatin dan maltodekstrin pati
sagu sebagai bahan pengikat pada profil disolusi tablet parasetamol?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Meneliti pemanfaatan maltodekstrin pati sagu sebagai bahan pengikat dalam
formulasi tablet parasetamol yang memenuhi persyaratan.
2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh perbedaan penggunaan gelatin dan
maltodekstrin pati sagu sebagai bahan pengikat pada sifat fisik tablet
parasetamol.
3. Mengetahui ada tidaknya pengaruh perbedaan penggunaan gelatin dan
maltodekstrin pati sagu sebagai bahan pengikat pada profil disolusi tablet
parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan manfaat antara lain:
1. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya industri farmasi tentang
pemakaian maltodekstrin pati sagu sebagai salah satu bahan tambahan dalam
pembuatan tablet, yaitu sebagai bahan pengikat.
2. Penggunaan maltodekstrin pati sagu diharapkan dapat menggantikan
pemakaian gelatin sebagai bahan pengikat dalam formulasi tablet.
3. Pemanfaatan maltodekstrin pati sagu sebagai bahan pengikat tablet diharapkan
dapat membantu pemerintah atau kalangan industri dalam pemanfaatan sagu
sehingga dapat mendukung kemajuan IPTEK dan kesehatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Maltodekstrin
Maltodekstrin didefinisikan sebagai suatu produk hidrolisis pati parsial yang
dibuat dengan penambahan asam atau enzim, yang mengandung unit α-D-glukosa
dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)]
(Luthana, 2008). Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hasil hidrolisis
pati yang tidak sempurna atau disebut hidrolisis parsial, yang terdiri dari
campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam
jumlah kecil, oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta
sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang. Maltodekstrin memiliki sifat daya
larut yang tinggi terutama pada air dingin membentuk cairan koloid, yang bila
dipanaskan mempunyai kemampuan sebagai perekat, tidak memiliki warna, bau
yang tidak enak, membentuk sifat higroskopis yang rendah, dan sifat browning
yang rendah (Anwar dkk, 2004).
Modifikasi pati dapat dilakukakan melalui suatu reaksi kimia atau dengan
mengganggu struktur asalnya (Fleche, 1985). Perlakuan ini dapat mencakup
penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang
akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta
struktur molekul pati. Produk-produk hasil hidrolisis pati umumnya dikaterisasi
berdasar tingkat derajat hidrolisisnya dan dinyatakan dengan nilai DE (Dextrose
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Equivalent). DE adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi dari pati
atau produk modifikasi pati dalam satuan persen (Zobel, 1992). Penentuan nilai
DE dilakukan untuk melihat jumlah gula pereduksi dari maltodekstrin yang
dihasilkan (Sofyan dkk, 2009).
2. Proses Modifikasi Pati
Setiap jenis pati dapat dimodifikasi dengan berbagai cara untuk
menghasilkan suatu bahan dengan sifat fungsional yang diinginkan. Produk pati
termodifikasi umumnya mengalami perubahan karakteristik tertentu yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan produk pangan olahan. Modifikasi pati
umumnya dirancang untuk tujuan mengubah karakteristik gelatinisasi, kekentalan
dalam medium air, pembentukan gel, kestabilan suspensi karena pengaruh asam,
panas dan proses pengolahan lainnya (Radley, 1976).
Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang pertama dan sering
digunakan dengan menggunakan asam atau enzim sebagai katalisator. Hidrolisis
pati menggunakan asam memiliki proses yang lebih sederhana, namun
memerlukan persyaratan peralatan yang lebih rumit (tahan panas dan tekanan
tinggi). Metode hidrolisis ini paling sering digunakan karena metodenya mudah
dengan bahan baku yang mudah pula (Jati, 2006). Pada proses hidrolisis ini terjadi
pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur
granula pati sehingga akan mengubah kekentalannya Pati yang dimodifikasi
dengan metode ini mempunyai kekentalan dalam keadaan panas yang rendah dan
daya lekatnya tinggi (Smith dan Bell, 1986).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
3. Tablet
Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaanya rata atau cembung,
mengandung satu jenis atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anonim,
1995). Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung dari cara
pemakaian dan metode pembuatannya (Ansel, 1989).
Metode pembuatan tablet ada tiga cara yaitu: metode kempa langsung,
granulasi basah, dan granulasi kering.
a. Kempa langsung
Metode kempa langsung yaitu percetakan bahan obat dan bahan tambahan
yang berbentuk serbuk tanpa proses pengolahan awal atau granulasi. Metode
kempa langsung meningkatkan gaya ikatan di antara partikel sehingga tablet
memiliki kekompakan yang cukup (Voigt, 1994).
b. Granulasi Basah
Metode ini meupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan
dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam
pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang
dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granul basah, pengayakan granul
basah, pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin dan
bahan penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
c. Granulasi kering
Pada metode ini, granul dibentuk oleh penambahan bahan pengikat kering
ke dalam campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang
jumlahnya besar dari campuran serbuk, memecahkannya menjadikan pecahan-
pecahan granul serta penambahan bahan pelicin dan penghancur yang
kemudian dicetak menjadi tablet (Ansel, 1989).
4. Bahan Tambahan Tablet
Bahan tambahan dalam pembuatan tablet adalah semua bahan dalam tablet
selain zat aktif. Bahan tambahan harus stabil dan tidak mempengaruhi zat aktif
dan obat. Pada dasarnya bahan tambahan harus bersifat netral, tidak berbau, tidak
berasa dan sedapat mungkin tidak berwarna (Voigt, 1994).
Untuk pembuatan tablet diperlukan zat tambahan berupa :
a. Bahan pengisi
Bahan pengisi diperlukan untuk memungkinkan suatu pencetakan sehingga
menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1994).
Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain: laktosa, sukrosa, amilum,
kaolin, kalsium karbonat, dekstrosa, manitol, sorbitol, sellulosa, dan bahan lain
yang cocok (Siregar & Wikarsa, 2010).
b. Bahan pengikat
Zat pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama granulasi
basah untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet
yang dicetak langsung (Banker & Anderson, 1994). Kriteria utama dalam
pemilihan suatu pengikat adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
1) Kompatibilitasnya dengan komponen tablet yang lainnya.
2) Pengikat harus memberi kohesi yang cukup pada serbuk
3) Melepaskan zat aktif untuk absorpsi (Siregar & Wikarsa, 2010).
Contoh bahan pengikat antara lain : akasia (gom), tragakan, gelatin, amilum,
alginat, derivat selulosa dan lain-lain (Banker & Anderson, 1994).
c. Bahan penghancur
Zat penghancur ditambahkan guna memudahkan pecahnya atau hancurnya
tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Dapat juga berfungsi
menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah
menjadi bagian-bagiannya. Fragmen-fragmen tablet itu mungkin sangat
menentukan kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas
yang diharapkan (Banker & Anderson, 1994). Bahan penghancur yang dapat
digunakan adalah pati dan selulosa yang termodifikasi secara kimia, asam
alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon (Anonim, 1995).
d. Bahan pelicin
Bahan pelicin berfungsi sebagai bahan pengatur aliran dan bahan pemisah
hasil cetakan (Voigt, 1994). Bahan pelicin mengurangi gesekan selama proses
pengempaan tablet. Pada umumnya bahan pelicin bersifat hidrofobik sehingga
cenderung menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, oleh karena
itu kadar lubricant yang berlebihan harus dihindari (Anonim, 1995). Bahan
pelicin yang biasa digunakan antara lain : talk, magnesium stearat, aluminium
stearat, asam stearat, asam palmitat, dan pati (Voigt, 1994 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
5. Uji Sifat Fisik Granul
Untuk mengetahui sifat fisik granul, maka diperlukan uji sifat fisik granul
yang meliputi :
a. Waktu alir
Waktu alir adalah waktu yang diperlukan bila sejumlah granul dituangkan
dalam suatu alat kemudian dialirkan. Mudah tidaknya aliran granul dapat
dipengaruhi oleh bentuk granul, bobot jenis, keadaan permukaan dan
kelembabannya (Banker & Anderson, 1994). Kecepatan alir granul sangat
penting karena berpengaruh pada keseragaman pengisian ruang kompresi dan
keseragaman bobot tablet.
b. Sudut diam
Sudut diam adalah sudut yang terbentuk antara permukaan tumpukan granul
dengan bidang horizontal. Bila sudut diam lebih kecil atau sama dengan 300
biasanya menunjukkan bahwa granul mempunyai sifat alir yang baik atau
disebut juga free flowing dan bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40
0
biasanya sifat alirnya kurang baik (Banker & Anderson, 1994).
c. Pengetapan
Pengetapan menunjukkan penurunan volume sejumlah granul atau serbuk
akibat hentakan (tapped) dan getaran (vibrating). Makin kecil indeks
pengetapan maka semakin baik sifat alirnya. Granul dengan indeks pengetapan
kurang dari 20% menunjukkan sifat alir yang baik (Banker & Anderson, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
6. Uji Sifat Fisik Tablet
a. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet,
dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh
lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata pada
kolom A dan tidak boleh satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata pada harga kolom B (Anonim, 1979), seperti yang terlihat pada
Tabel I.
Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (Anonim, 1979)
Bobot rata-rata
Penyimpangan bobot rata-rata
dalam %
A B 25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg - 150 mg 10% 20%
151 mg - 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
b. Kekerasan
Kekerasan adalah batasan yang dipakai untuk manggambarkan ketahanan
tablet melawan tekanan-tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan, dan
terjadinya keretakan tablet selama pengemasan, pengangkutan, dan
pendistribusiannya kepada konsumen. Kekerasan tablet yang baik adalah 4-8kg
(Ansel, 1989).
c. Kerapuhan
Kerapuhan dinyatakan sebagai massa seluruh partikel yang dilepaskan dari
tablet akibat adanya beban penguji mekanik (Voigt, 1994). Nilai kerapuhan
>1% dianggap kurang baik (Banker & Anderson, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
d. Uji Waktu Hancur
Enam tablet dimasukkan ke dalam keranjang dan diturun-naikkan secara
teratur pada suhu 37±0,50C. Untuk tablet tidak bersalut dikatakan baik apabila
waktu hancurnya kurang dari 15 menit (Anonim, 1979). Waktu hancur yang
cepat dan sempurna memberi persyaratan yang baik untuk ketersediaan obat
(Voigt, 1994).
7. Uji Disolusi
Disolusi adalah proses suatu zat solid memasuki pelarut untuk menghasilkan
suatu larutan. Bentuk sediaan farmasetik solid setelah dikonsumsi seseorang akan
terlepas dari sediaannya dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti
dengan absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan
respon klinis (Siregar & Wikarsa, 2010).
Uji disolusi digunakan untuk mengetahui profil obat secara in-vitro, dimana
tablet dimasukkan dalam alat dissolution tester berisi medium yang mirip dengan
cairan tubuh sehingga dapat diketahui profil farmakokinetik obat dalam tubuh.
Alat yang digunakan dalam uji ini adalah USP yang mencakup monografi
volume yang dipakai, kecepatan (rpm) dan batas waktu (Banker & Anderson,
1994).
8. Monografi Bahan
a. Parasetamol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Parasetamol merupakan obat analgetik non narkotika dengan cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP),
mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal,
meskipun secara kimia tidak berkaitan. Namun parasetamol tidak mempunyai
daya antiradang serta tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung
(Anonim, 2007). Pemeriannya yaitu serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit (Anonim, 1979).
b. Laktosa
Laktosa merupakan gula yang diperoleh dari susu yang berbentuk anhidrat
atau mengandung suatu molekul hidrat. Laktosa berupa massa hablur keras,
putih, tidak berbau, rasa sedikit manis, stabil di udara tetapi mudah menyerap
bau, mudah larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih, larut dalam eter,
sangat larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform (Anonim, 1979).
Laktosa merupakan bahan pengisi yang paling banyak digunakan karena tidak
bereaksi dengan hampir semua obat. Umumnya formulasi memakai laktosa
karena laju pelepasan obat yang baik, granul cepat kering dan waktu hancur
tidak terlalu peka terhadap perubahan pada kekerasan tablet serta harganya
yang murah (Banker & Anderson, 1994)
c. Amilum manihot
Amilum manihot atau pati singkong adalah pati yang diperoleh dari umbi
akar Manihot utilissima Pohi atau beberapa spesies Manihot lainnya. Amilum
merupakan serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil, putih, tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
berbau, dan tidak berasa. Amilum manihot praktis tidak larut dalam air dingin
dan dalam etanol (95%) P (Anonim, 1979).
d. Gelatin
Gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen atau kulit
binatang (sapi, ikan atau babi). Gelatin dapat digunakan sebagai bahan
pengikat dengan konsentrasi 2-10% (Banker & Anderson, 1994). Pemerian:
lembaran, kepingan, atau potongan atau serbuk kasar sampai halus, kuning
lemah atau coklat terang, dan warna bervariasi tergantung ukuran partikel.
Kelarutannya tidak larut dalam air dingin, mengembang dan lunak bila dicelup
air, larut dalam air panas, campuran panas gliserin dan air, serta asam asetat P,
praktis tidak larut dalam etanol (95%) P, kloroform P, dan eter P (Anonim,
1979).
e. Talk
Merupakan magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung
sedikit aluminium silikat. Pemerian serbuk hablur, sangat halus, licin, mudah
melekat pada kulit, bebas butiran, warna putih atau putih kelabu. Kelarutan
tidak larut dalam hampir semua pelarut (Anonim, 1979)
f. Mg Stearat
Mg Stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam organik
padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearat dan
magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Mg stearat berupa serbuk
halus, putih, bau lemah atau khas, mudah melekat dikulit dan bebas dari
butiran (Anonim, 1995). Mg stearat merupakan bahan pelicin yang umum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
digunakan karena menurunkan ketidakpatahan tablet melalui pengurangan
ikatan mengikuti pembentukan film bahan pelicin diatas partikel bahan padat
(Voigt, 1994)
B. Kerangka Pemikiran
Tablet merupakan bentuk sediaan obat yang hampir selalu kita beli bebas
dan konsumsi ketika sakit bahkan obat yang berasal dari resep dokter. Selain
komponen utama, bahan lain yang digunakan untuk pembuatan tablet cukup
banyak ragamnya. Bahan-bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan tablet
dapat dikelompokkan sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai bahan pengisi, bahan
pengikat, bahan pelincin, dan bahan penghancur (Ansel, 1989). Bahan pengikat
yang sering digunakan adalah gelatin. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal
dari sapi (tulang dan kulit jangat), babi (hanya kulit) dan ikan (kulit). Gelatin juga
bersifat tidak larut dalam air dingin (Anonim, 1979) sehingga dikhawatirkan akan
mempengaruhi proses absorbsi obat didalam tubuh dan efek obat tidak dapat
optimal.
Maltodekstrin merupakan senyawa hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna
yang terdiri dari campuran gula-gula dalam bentuk sederhana dalam jumlah kecil,
oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah
kecil oligosakarida berantai panjang (Luthana, 2008). Penggunaan maltodekstrin
dalam farmasi masih sangat terbatas dibandingkan turunan selulosa (Anwar, dkk,
2004). Maltodekstrin pati sagu dipilih karena produktivitas tanaman sagu tinggi di
(Jose, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Penelitian ini dimulai dengan pembuatan tablet dengan metode granulasi
basah. Zat aktif digunakan adalah parasetamol karena parasetamol sering
dikonsumsi oleh masyarakat baik dibeli secara bebas maupun dengan resep dokter
apabila sakit kepala maupun demam. Terdapat dua formula yang akan dibuat,
yaitu formula 1 menggunakan bahan pengikat gelatin 10% dan formula 2
menggunakan maltodekstrin pati sagu 10%. Tablet kemudian dicetak
menggunakan mesin pencetak tablet sehingga diperoleh tablet yang baik. Tablet
diuji untuk mengetahui sifat fisiknya diantaranya adalah keseragaman bobot,
kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur tablet serta uji disolusi.
C. Hipotesis
Dari landasan teori dapat disusun suatu hipotesis, yaitu :
1. Maltodekstrin diindikasikan dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam
formulasi tablet parasetamol yang memenuhi persyaratan.
2. Penggunaan gelatin dan maltodekstrin pati sagu sebagai bahan pengikat tablet
diindikasikan memiliki perbedaan pada sifat fisik tablet parasetamol.
3. Penggunaan gelatin dan maltodekstrin pati sagu sebagai bahan pengikat tablet
diindikasikan memiliki perbedaan pada profil disolusi tablet parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kategori dan Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium.
Dalam penelitian ini digunakan 3 macam variabel, yaitu :
1. Variabel bebas : perbedaan bahan pengikat yang digunakan yaitu
gelatin 10% dan maltodekstrin pati sagu 10%.
2. Variabel tergantung : waktu alir granul, sudut diam, pengetapan granul serta
sifat fisik tablet yaitu keseragaman bobot, kekerasan,
kerapuhan, dan waktu hancur, dan profil disolusi
tablet.
3. Variabel terkendali : waktu dan suhu pengeringan, jumlah bahan obat
lainnya, proses pembuatan tablet dengan metode
granulasi basah, dan metode pengujian sifat fisik dan
disolusi tablet.
B. Metode Penelitian
Pembuatan tablet dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap pertama adalah
pembuatan maltodesktrin pati sagu dengan menggunakan cara hidrolisis asam
dengan penambahan HCL 0,3 N dibantu dengan penyangraian, tahap kedua
adalah pembuatan tablet parasetamol dengan variasi bahan pengikat, yaitu gelatin
10% dan maltodekstrin pati sagu 10% menggunakan metode granulasi basah, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tahap ketiga yaitu pengujian sifat fisik tablet, antara lain keseragaman bobot,
kekerasan, kerapuhan, waktu hancur serta uji disolusi tablet.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan April sampai Juni.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Resep, Teknologi Farmasi D3
Farmasi, dan Laboratorium Kimia Dasar FMIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : neraca analitik (Precisia
BJ 401c dan Sartorius BP 221 S) kompor listrik, jangka sorong, mortir dan
stamper, ayakan 16 mesh, ayakan 18 mesh, oven, stopwatch, pH meter, mesin
tablet single punch (TDP, Shanghai Tianhe Pharmaceutical Machinery),
disentegration tester (Guoming BJ-2), hardness tester (Guoming YD-1),
friabilator tester (Guoming CS-2), dissolution tester tipe dayung (Guoming RC-
1), spektrofotometer UV-Vis (UV mini-1240 Shimadzu, Japan) serta alat-alat
gelas dan alat pendukung lainnya
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : tepung sagu yang
diperoleh di pasaran (Gajah Mas), parasetamol (Brataco), gelatin (Brataco),
amilum manihot (Brataco), laktosa (Brataco), talk (Brataco), magnesium stearat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
(Brataco), glukosa (Brataco), aquadest (teknis), HCl 0,3 N (teknis), NaOH 0,1 N
(teknis), Fehling A (teknis), dan Fehling B (teknis).
E. Prosedur Penelitian
1. Rancangan formula
Tabel II. Rancangan Formulasi Tablet Parasetamol
Bahan obat Formula 1 Formula 2
Parasetamol 500 mg 500 mg
Amilum manihot 30 mg 30 mg
Gelatin (10%) 20 mg -
Maltodekstrin pati sagu (10%) - 20 mg
Talk 10,8 mg 10,8 mg
Mg Stearat 1,2 mg 1,2 mg
Laktosa Ad 600 mg ad 600 mg
2. Pembuatan maltodekstrin pati sagu
Tepung sagu yang dibeli dipasar sebanyak 500 gram disangrai dengan api
kecil sambil disemprotkan dengan HCl 0,3 N sebanyak 80 ml. Selama proses
penyemprotan, tepung sagu harus selalu diaduk agar tidak menggumpal dan panas
merata. Pemanasan dilakukan selama 30 menit. Setelah tahap penyangraian, pati
dinetralkan dari asam HCl. Untuk menetralkannya digunakan NaOH 0,1 N.
Setelah pH menjadi netral (7) penambahan NaOH dihentikan. Kemudian suspensi
tersebut diendapkan dan airnya dibuang. Pati ditambahkan lagi dengan air dan
diendapkan kembali. Setelah 2 kali pencucian, pati dikeringkan kembali. Proses
pengeringan dilakukan pada suhu kamar untuk menghindari kerusakan pati
sebelum pengujian. Pati lalu diayak dengan ayakan 100 mesh (Jati, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3. Pemeriksaan mutu maltodekstrin pati sagu
a. Pemeriksaan organoleptis, meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa.
b. Menghitung nilai DE
(1) Menentukan nilai Fehling Factor (FF)
Sebanyak 2,5 g glukosa dilarutkan dengan aquadest sampai volume 1 liter
kemudian diambil 15 ml dan ditambah larutan Fehling A dan B masing-
masing 5 ml. Campuran dididihkan, kemudian dititrasi dengan larutan
glukosa sampai warna coklat kemerahan. Banyaknya larutan glukosa yang
dibutuhkan dicatat lalu hitung Fehling Factor (FF) dengan cara :
FF = Kebutuhan titran (ml) x berat glukosa (g)
1000
(2) Menentukan nilai DE (Dextrose Equivalen)
a. membuat larutan maltodekstrin dengan konsentrasi 10 g/200 ml dari hasil
pembuatan maltodekstrin sebelumnya lalu dimasukkan dalam buret.
b. Pada 50 ml aquadest ditambahkan masing-masing 5 ml larutan Fehling A
dan B dan 15 ml larutan glukosa.
c. larutan (b) lalu dididihkan dan titrasi larutan dengan larutan
maltodekstrin (a) sampai berwarna coklat kemerahan.
d. Catat kebutuhan titran lalu hitung nilai DE dengan cara :
DE = FF x 100
Konsentrasi maltodekstrin (g/ml) x kebutuhan titran (ml)
(Chafid & Kusumawardhani, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
4. Pembuatan granul
Kombinasi bahan parasetamol, laktosa, dan amilum manihot dicampur
hingga homogen dengan mixer selama 15 menit dengan putaran 45 rpm.
Campuran massa homogen ditambahkan larutan bahan pengikat (F1 ditambahkan
gelatin 10% dan F2 ditambahkan maltodekstrin pati sagu 10%) dalam jumlah
yang sama ke dalam campuran bahan hingga terbentuk massa granul basah. Massa
granul basah kemudian diayak dengan ayakan 16 mesh, dikeringkan dalam oven
pada suhu 60oC selama 3 jam. Granul kering diayak dengan ayakan 18 mesh,
dicampur dengan magnesium stearat dan talkum selama 10 menit. Granul lalu
dicetak dengan mesin pencetak tablet, berat tiap tablet yaitu 600 mg.
5. Pemeriksaan terhadap granul
Pemeriksaan granul dilakukan dengan tahap :
a. Waktu alir
Granul ditimbang seberat 100 g kemudian dimasukkan kedalam corong
yang ujung tangkainya ditutup. Penutup corong dibuka dan granul dibiarkan
mengalir sampai habis. Waktu alir granul dicatat dengan stopwacth yaitu dari
saat dibuka sampai seluruh granul keluar. Dilakukan uji waktu alir sebelum dan
sesudah penambahan pelicin.
b. Sudut diam
Granul seberat 100 gram, dimasukkan secara perlahan melalui lubang
bagian atas sementara bagian bawah ditutup. Setelah semua serbuk
dimasukkan, penutup dibuka dan serbuk dibiarkan keluar, kemudian diukur
tinggi dan diameter kerucut yang terbentuk. Dilakukan uji sudut diam sebelum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dan sesudah penambahan pelicin. Untuk mengetahui besarnya sudut diam
digunakan rumus :
tg β =r
h
Keterangan
β = sudut diam
r = jari-jari kerucut
h = tinggi kerucut
c. Uji Pengetapan
Sejumlah granul (telah mengandung bahan pelicin) dimasukkan kedalam
volumenometer secara perlahan-lahan sampai volume 100 ml. Alat kemudian
dijalankan dan perubahan volume akibat perlakuan getaran dicatat.
Pengamatan dilakukan setelah volume serbuk tidak mengalami perubahan lagi
(volume konstan) yang besarnya dungkapkan dalam persamaan berikut :
T =Vo
(Vo-Vt)X 100 %
Keterangan :
T = pengetapan
Vo = Volume awal granul sebelum perlakuan
Vt = Volume akhir granul konstan
6. Pengempaan tablet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Granul yang telah memenuhi persyaratan dalam uji sifat fisiknya, dicetak
menjadi tablet dengan menggunakan mesin tablet single punch dengan bobot tiap
tablet 600 mg.
7. Pengujian sifat fisik tablet
Pengujian sifat fisik tablet yang dilakukan meliputi :
a. Uji keseragaman bobot
Ditimbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu
persatu tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang dari 5%
dari bobot rata-rata dan tidak satu pun tablet yang menyimpang lebih dari 10%
dari rata-ratanya untuk tablet dengan bobot lebih dari 300 mg (Anonim 1979).
Selain itu dihitung juga standar deviasi (SD) serta Coeffisient of Variation
(CV).
CV =x
SDX 100 %
Keterangan :
CV = Coeffisient of Variation
SD = Standar deviasi
x = rata-rata bobot tablet
b. Uji kerapuhan
Sedikitnya 20 tablet dibebasdebukan lalu ditimbang dan dirotasi dalam
friabilator tester selama 100 putaran selama 4 menit, lalu dibebasdebukan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
ditimbang kembali. Kerapuhan tablet dihitung dari pengurangan berat tablet
akibat perlakuan, diungkapkan dengan persamaan berikut ini :
% kerapuhan =Berat awal
Berat awal- berat akhirX 100 %
c. Uji kekerasan
Sepuluh tablet dari masing-masing formula diambil secara acak dan diuji
dengan hardness tester. Skala pada alat dibaca pada saat tablet pecah dan hasil
yang didapatkan dicatat lalu ditentukan nilai rata-ratanya.
d. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur dilakukan dengan alat disintegration tester. Suhu
percobaan diatur yaitu 37º±0,5ºC. Sebanyak 6 tablet dimasukkan dalam
keranjang lalu diturunnaikkan sampai tablet habis dan dicatat waktunya dari
masing-masing tablet.
8. Uji disolusi
a. Penentuan Panjang Gelombang
Larutan induk parasetamol dibuat dengan cara sebagai berikut: 200 mg
parasetamol ditimbang seksama lalu dilarutkan dengan larutan dapar fosfat
pH 5,8 hingga 100 ml. Dari larutan ini kemudian diambil 1,0 ml dan
diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 5,8 hingga 100 ml. Larutan ini
diamati absorbansinya pada panjang gelombang 200-300 nm sehingga
diketahui panjang gelombang yang memiliki serapan maksimum.
b. Pembuatan Kurva Baku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Larutan induk parasetamol dibuat dengan cara sebagai berikut: 200 mg
parasetamol ditimbang seksama lalu dilarutkan dengan larutan dapar fosfat
pH 5,8 hingga 100 ml, kemudian diambil 1 ml dan diencerkan dengan larutan
dapar fosfat pH 5,8 hingga 100 ml. Dari larutan induk parasetamol ini
diambil 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, 6 ml, 7 ml, dan 8 ml masing-masing
diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 5,8 hingga 10 ml. Seri larutan
tersebut diukur serapannya dengan spektofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum parasetamol. Dibuat kurva regresi linear antara
kadar parasetamol dan serapannya sehingga diperoleh persamaan regresi linear
yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kadar parasetamol dalam uji
disolusi.
c. Uji Disolusi
Uji disolusi tablet parasetamol menggunakan alat disolusi dengan pengaduk
dayung dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Medium dapar fosfat pH 5,8 500 ml dimasukkan ke dalam labu disolusi,
pengaduk dayung diatur pada kecepatan 50 rpm dengan jarak pengaduk
dayung dari dasar adalah 2,5±0,2 cm. Tablet dimasukkan ke dalam labu
disolusi. Suhu percobaan dipertahankan berada dalam kisaran 37±0,5 °C.
2) Sampel diambil pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45, dan 60 sebanyak 10 ml.
Sampel yang diambil diganti dengan medium disolusi baru dalam jumlah
yang sama sehingga volume medium disolusi tetap.
3) Sampel diukur serapannya pada spektrofotometer UV-Vis panjang
gelombang maksimum parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4) kadar parasetamol yang melarut dihitung untuk tiap menit pengambilan
sampel.
F. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data
Tablet yang dihasilkan diuji sifat fisiknya yaitu keseragaman bobot,
kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan uji disolusi tablet. Data yang didapatkan
dibandingkan terhadap parameter dari Farmakope Indonesia (FI) III dan pustaka
lain serta dilakukan pendekatan secara statistik yaitu dianalisis dengan
menggunakan uji Saphiro-Wilk untuk mengetahui apakah data terdistribusi
normal. Data yang terdistribusi normal dilanjutkan dengan uji t-independent dan
data yang tidak terdistribusi normal dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
membandingkan kedua formula dengan taraf kepercayaan 95%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk membuat maltodekstrin pati sagu sebagai
bahan pengikat dalam tablet parasetamol dan mengetahui ada tidaknya pengaruh
perbedaan penggunaan gelatin dan maltodekstrin pati sagu sebagai bahan pengikat
tablet terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet parasetamol. Zat aktif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol yang diindikasikan sebagai
analgetik dan antipiretik. Parasetamol memiliki sifat stabil terhadap larutan dan
pemanasan. Oleh karena itu, pembuatan tablet parasetamol dilakukan dengan
metode granulasi basah.
Granulasi basah merupakan metode pembuatan yang paling banyak
digunakan dalam memproduksi tablet kompresi dengan cara menambahkan cairan
pada suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi
dengan pengadukan yang akan menghasilkan granul. Prinsip dari metode
granulasi basah adalah membasahi massa tablet dengan larutan pengikat tertentu
sampai mendapatkan tingkat kebasahan tertentu, kemudian massa basah tersebut
digranulasi.
A. Pembuatan Maltodekstrin Pati Sagu
Maltodekstrin merupakan suatu produk hidrolisis pati parsial yang dibuat
dengan penambahan asam atau enzim, yang mengandung unit α-D-glukosa yang
sebagian besar terikat melalui ikatan -(1,4) glycosidic (Luthana, 2008). Modifikasi
pati dapat dilakukan melalui suatu reaksi kimia (asam, enzim, pemanasan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
kombinasinya) dengan mengganggu struktur asalnya (Fleche, 1985). Modifikasi
pati umumnya dirancang untuk tujuan mengubah karakteristik gelatinisasi,
kekentalan dalam medium air dan pembentukan gel (Jati, 2006).
Dalam penelitian ini digunakan metode hidrolisis dengan menggunakan
larutan HCl 0,3 N. Hidrolisis pati menggunakan asam memiliki proses yang lebih
sederhana. Metode hidrolisis ini paling sering digunakan karena metodenya
mudah dengan bahan baku yang mudah pula. Pati sagu sebanyak 500 gram yang
dibeli di pasar disangrai dengan api kecil sambil disemprot dengan larutan HCl
0,3 N sebanyak 80 ml. Hidrolisis ini dikenal dengan metode hidrolisis kering.
Penggunaan larutan asam yaitu HCl 0,3 N berfungsi sebagai katalisator. Pada
proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta
terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga akan mengubah kekentalannya
(Smith dan Bell, 1986). Panas dan asam yang digunakan akan memutuskan
ikatan-ikatan glikosidic pada permukaaan pati. Pemutusan ikatan-ikatan monomer
gula pada polimer pati adalah rekasi hidrolisis (Jati, 2006). Pemutusan ikatan-
ikatan polimer pati tersebut menghasilkan polimer dengan rantai yang lebih
pendek serta gula pereduksi.
Proses penyangraian disertai dengan pengadukan yang dilakukan terus-
menerus. Pati yang disangrai menunjukkan perubahan warna seiring dengan
waktu dengan ditemuinya perubahan-perubahan bentuk penampakan pati.
Terdapat gumpalan-gumpalan pati yang mengeras. Gumpalan tersebut diakibatkan
oleh tergelatinisasinya pati yang sebelumnya tergumpal oleh larutan asam.
Gumpalan keras ini harus diminimalisasi karena dapat menurunkan mutu produk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pati termodifikasi. Gumpalan-gumpalan ini dapat dihindari dengan memperhalus
semprotan asam dan pengadukan yang terus-menerus (Jati, 2006). Meskipun
penyemprotan dilakukan sedikit demi sedikit dan telah diaduk selama proses
penyangraian namun gumpalan-gumpalan ini masih tetap terbentuk. Hal ini
dikarenakan karena suhu yang digunakan tidak merata sehingga bagian bawah
cenderung lebih panas daripada bagian atas sehingga mempercepat terjadinya
penggunpalan.
Setelah tahap penyangraian selesai, maltodekstrin dinetralkan dari asam
HCl. Untuk menetralkannya digunakan NaOH 0,1 N. Setelah pH menjadi netral
(7) penambahan NaOH dihentikan. Reaksi dari asam HCl dan NaOH akan
menghasilkan garam NaCl yang larut air, dengan reaksi :
HCl + NaOH NaCl+ H2O
Setelah 3 kali pencucian, pati dikeringkan kembali. Proses pengeringan dilakukan
pada suhu kamar untuk menghindari kerusakan pati sebelum pengujian. Pati lalu
diayak dengan ayakan 100 mesh. Maltodekstrin pati sagu yang telah lolos ayakan
100 mesh lalu ditimbang bobotnya yaitu 58,85 gram. Maltodekstrin lalu diuji
mutunya berupa pemeriksaan organoleptis, meliputi warna, bau, dan rasa serta
penentuan nilai DE (Dextrose Equivalen).
B. Pemeriksaan Mutu Maltodekstrin Pati Sagu
1. Pemeriksaan organoleptis, meliputi warna, bau, dan rasa
Maltodekstrin pati sagu yang dihasilkan memiliki warna kecoklatan, tidak
berasa dan tidak berbau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2. Penentuan Nilai DE (Dextrose Equivalen)
Pereaksi fehling terdiri atas 2 larutan, yaitu larutan Fehling A dan B.
Larutan Fehling A adalah larutan CuSO4 dalam air, sedangkan larutan Fehling B
adalah larutan garam K Na tartat dan NaOH dalam air. Pereksi Fehling dibuat
dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan
yang berwarna biru tua. Sebelum digunakan, larutan fehling harus distandarisasi
terlebih dahulu untuk mengetahui kualitasnya.
Maltodekstrin suatu produk hidrolisis pati parsial yang mengandung unit
α-D-glukosa dengan nilai DE kurang dari 20 (Luthana, 2008). Dextrose
Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi dari pati
atau produk modifikasi pati dalam satuan persen (Zobel, 1992). Produk hasil
modifikasi pati ini digolongkan berdasarakan besarnya nilai DE. Perbedaan nilai
DE akan mempengaruhi sifat-sifat yang dimilikinya antara lain kelarutannya
dalam air, higroskopisitas, dan kemanisannya.
Pereaksi Fehling digunakan untuk menunjukkan adanya gula pereduksi pada
maltodekstrin. Gula pereduksi yang mempunyai gugus aldehid bebas akan
menyebabkan terjadinya reduksi pada ion Cu2+
yang tedapat pada larutan Fehling
menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O
berwarna merah bata dan larutan berwarna merah bata.
Nilai DE dari maltodekstrin pati sagu hasil hidrolisis asam yaitu 5,16. Nilai
DE yang diperoleh sesuai dengan persyaratan untuk nilai DE maltodekstrin yaitu
DE antara 1-20 sehingga maltodekstrin pati sagu yang diperoleh dapat digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dalam penelitian ini. Perhitungan secara lengkap penentuan nilai DE
maltodekstrin pati sagu dapat dilihat pada Lampiran 2.
C. Pembuatan Granul
Rancangan formula yang digunakan untuk membentuk massa granul yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel III, berikut ini :
Tabel III. Formulasi Tablet Parasetamol
Bahan obat Formula I Formula II
Parasetamol 500 mg 500 mg
Amilum manihot 30 mg 30 mg
Gelatin (10%) 19,5 mg -
Maltodekstrin pati sagu (10%) - 19,5 mg
Talk 10,8 mg 10,8 mg
Mg Stearat 1,2 mg 1,2 mg
Laktosa 38 mg 38 mg
Perbedaan antara F1 dan F2 disini adalah pada bahan pengikat yang
digunakan. Pada F1 bahan pengikat yang digunakan adalah gelatin dengan
konsentrasi 10% dan F2 bahan pengikat yang digunakan adalah maltodekstrin pati
sagu dengan konsentrasi 10%.
Proses pembuatan granul untuk kedua formula tersebut sama. Bahan obat
parasetamol, laktosa, dan amilum manihot ditimbang sesuai formula di atas.
Campuran ini kemudian dicampur dengan menggunakan mixer dengan kecepatan
45 rpm selama 15 menit. Proses pencampuran ini dilakukan agar bahan tercampur
dengan rata sehingga campuran menjadi homogen. Setelah proses pencampuran
selesai, campuran dituang dalam mortir dan ditambahkan bahan pengikat. Untuk
F1 ditambahkan gelatin 10% dan F2 ditambahkan maltodekstrin pati sagu 10%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Konsentrasi bahan pengikat yang digunakan 10% b/v yaitu 10 gram bahan
disuspensikan hingga volume 100 ml larutan air. Pembuatan gelatin 10% yaitu
gelatin 10 gram dikembangkan terlebih dahulu dengan aquadest biasa kemudian
ditambahkan aquadest panas hingga volume 100 ml. Sedangkan pembuatan
maltodesktrin 10% yaitu 10 gram maltodesktrin pati sagu ditambahkan aquadest
panas hingga volume 100 ml. Bahan pengikat ditambahkan hingga didapatkan
massa granul yang basah. Banyaknya bahan pengikat yang ditambahkan untuk
masing-masing formula harus sama. Pada penelitian ini jumlah bahan pengikat
yang ditambahkan yaitu 39 ml. Perhitungan bobot bahan pengikat yang
ditambahkan untuk masing-masing formula dapat dilihat pada Lampiran 3. Massa
granul basah kemudian diayak dengan ayakan 16 mesh dan ditimbang beratnya.
Granul basah dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC selama 3 jam. Pengeringan
disini berfungsi untuk mengurangi kandungan air dalam granul sehingga
diperoleh bobot granul yang konstan. Granul kering kemudian ditimbang dan
diayak kembali dengan ayakan 18 mesh kemudian dilakukan evaluasi sifat fisik
terhadap granul kering, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks pengetapan.
D. Hasil Pemeriksaan Granul
Pemeriksaan granul dilakukan untuk mengetahui apakah granul yang akan
dibuat tablet memenuhi persyaratan sehingga diharapkan dapat menghasilkan
tablet dengan mutu yang baik. Pemeriksaan ini dilakukan pada granul kering
sebelum dan sesudah ditambahkan pelicin kecuali untuk indeks pengetapan hanya
dilakukan pada granul yang telah ditambah bahan pelicin. Pemeriksaan dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
sebelum dan sesudah ditambahkan pelicin, hal ini bertujuan untuk menunjukkan
bahwa adanya bahan pelicin mampu memperbaiki sifat alir granul. Hasil
pengukuran sifat fisik granul dapat dilihat pada Tabel IV.
Tabel IV. Hasil Pemeriksaan Granul Parasetamol
Pemeriksaan F1 F2
Waktu alir tanpa pelicin
(detik) 7,913±0,470 8,203±0,259
Waktu alir dengan pelicin
(detik) 6,667±0,142 8,283±0,264
Sudut diam tanpa pelicin
(º) 34,81±0,105 32,34±0,275
Sudut diam dengan pelicin
(º) 33,54±0,542 31,08±0,677
Indeks Tap (%) 11,67±1,528 17,67±2,082 Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
1. Waktu Alir Granul
Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah granul untuk mengalir
dalam suatu alat. Waktu alir granul berpengaruh pada proses pencetakan tablet.
Waktu alir granul menunjukkan kecepatan granul dalam mengisi ruang kompresi.
Semakin baik waktu alirnya maka kemampuan granul untuk mengisi ruang
kompresi juga semakin baik sehingga dihasilkan tablet yang memiliki bobot dan
kandungan zat aktif yang seragam (Voigt, 1994). Diagram perbandingan waktu
alir granul tanpa pelicin dan dengan pelicin dapat dilihat pada Gambar 1 (lihat
Lampiran 5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
7,913 8,203
6,667
8,263
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
F1 F2
wak
tu a
lir
(det
ik)
Formula
waktu alir tanpa pelicin
waktu alir dengan pelicin
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
Gambar 1. Diagram perbandingan waktu alir tanpa pelicin dan dengan pelicin granul
parasetamol
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa waktu alir kedua formula
tergolong baik, yaitu kurang dari 10 detik (Siregar & Wikarsa, 2010). Apabila
granul mempunyai waktu alir lebih dari 10 detik akan mengalami kesulitan dalam
proses penabletan. Pada F1, waktu alir granul tanpa pelicin lebih lama
dibandingkan dengan pelicin, tetapi pada F2 waktu alir granul tanpa pelicin lebih
cepat dibandingkan dengan pelicin. Waktu alir granul dipengaruhi oleh ukuran
granul, bentuk granul, kelembapan granul, dan penambahan bahan pelicin (Voigt,
1994). Bahan pelicin melapisi granul dalam campuran interaktif sehingga
interaksi antara granul satu dengan lainnya berkurang yang menyebabkan granul
mudah mengalir. Semakin kecil ukuran granul maka partikel lebih cenderung tarik
menarik membentuk gumpalan sehingga granul mudah mengalir. Bentuk granul
yang sferis lebih mudah mengalir sehingga sifat alirnya baik. Kelembapan granul
mempengaruhi sifat alir karena apabila granul terlalu lembab maka granul akan
saling melekat antara satu dengan lainnya sehingga sifat alirnya jelek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-Wilk dapat
diketahui bahwa data waktu alir granul sebelum ditambah pelicin merupakan data
terdistribusi normal dengan nilai Sig.(2-tailed) untuk F1 sebesar 0,977 dan F2
sebesar 0,371. Data waktu alir granul setelah ditambah pelicin juga merupakan
data terdistribusi normal dengan nilai Sig.(2-tailed) untuk F1 sebesar 0,688 dan F2
sebesar 0,181; sehingga keduanya dapat dilanjutkan dengan uji t-independent
dengan taraf kepercayaan 95%. Pada granul sebelum ditambahkan pelicin, waktu
alir menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua formula
dengan nilai Sig.(2-tailed) sebesar 0,402. Sedangkan pada granul setelah
ditambahkan pelicin, waktu alir yang menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara kedua formula dengan nilai Sig.(2-tailed) sebesar 0,001. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
2. Sudut Diam
Sudut diam merupakan sudut yang dibentuk oleh sejumlah granul setelah
diberi perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah sejumlah granul dilewatkan
dalam corong dengan ketinggian 10 cm dari dasar dan diukur diameter beserta
tinggi tumpukan granul menggunakan jangka sorong. Suatu granul memiliki sifat
alir yang baik apabila mempunyai sudut diam 30º-40º (Siregar & Wikarsa, 2010).
Diagram perbandingan sudut diam granul tanpa pelicin dan dengan pelicin dapat
dilihat pada Gambar 2 (lihat Lampiran 6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
34,81
32,34
33,54
31,08
29
30
31
32
33
34
35
36
F1 F2Formula
Su
du
t d
iam
(0
)
sudut diam tanpa pelicin
sudut diam dengan
pelicin
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
Gambar 2. Diagram perbandingan sudut diam tanpa pelicin dan dengan pelicin granul
parasetamol
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa sudut diam yang dihasilkan
memenuhi standart yaitu 300- 40
0. Sudut diam F1 lebih besar dibandingkan F2
sedangkan dengan penambahan bahan pelicin menunjukkan penurunan sudut
diam untuk F1 dan F2. Penambahan bahan pelicin sangat berpengaruh terhadap
sudut diam, yaitu dengan penambahan bahan pelicin dapat mempercepat
pengeluaran granul dan jatuhnya granul yang dapat membuat semakin besar
diameter granul dan memperpendek tinggi tumpukan sehingga sudut diam
semakin kecil. Semakin kecil sudut diam yang didapatkan menunjukkan sifat alir
granul yang semakin baik, dengan adanya sifat alir granul yang baik akan
mempermudah dalam proses pentabletan sehingga akan tercapai keseragaman
bobot yang diharapkan.
Berdasarkan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dapat diketahui
bahwa data sudut diam yang terbentuk dari granul sebelum ditambah pelicin
merupakan data terdistribusi normal dengan nilai Sig.(2-tailed) untuk F1 sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
0,948 dan F2 sebesar 0,104 dan data sudut diam yang terbentuk dari granul
setelah ditambah pelicin merupakan data terdistribusi normal dengan nilai Sig.(2-
tailed) untuk F1 sebesar 0,336 dan F2 sebesar 0,845, sehingga keduanya data
dilanjutkan uji t-independent dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil yang diperoleh
antara granul sebelum dan setelah ditambahkan pelicin menunjukkan adanya
perbedaan sudut diam yang terbentuk dari granul dari kedua formula dengan nilai
Sig.(2-tailed) berturut-turut sebesar 0,000 dan 0,008. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 6.
3. Pengetapan
Pengetapan merupakan penurunan volume sejumlah granul atau serbuk
akibat hentakan (tapped) dan getaran (vibraying) sehingga diperoleh volume yang
konstan. Suatu granul yang mendapatkan hentakan dan getaran akan mengisi atau
menempati sedemikian rupa pada ruang kosong antar granul, sehingga dihasilkan
volume yang mampat. Pada saat volume konstan partikel serbuk berada pada
kondisi paling mampat. Pada saat itulah kompressibilitas granul ditetapkan
sebagai indeks tap. Granul/serbuk dengan pengetapan kurang dari 20%
mempunyai sifat alir yang baik. Semakin kecil indeks pengetapan (%) maka
semakin baik sifat alirnya dan begitu juga dengan kompressibilitas pada saat
pencetakan tablet (Banker & Anderson, 1994). Perbandingan indeks tap (%) untuk
kedua formula dapat dilihat pada Gambar 3 (lihat Lampiran 7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
11,67
17,67
02468
101214161820
F1 F2
indek
s pen
get
apan
(%)
Formula
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
Gambar 3. Diagram perbandingan indeks tap granul parasetamol
Berdasarkan hasil pemeriksaan indeks pengetapan pada Gambar 4,
menunjukkan bahwa kedua formula tersebut memenuhi persyaratan yaitu untuk
granul yang baik adalah kurang dari 20%. Pada F1 mempunyai indeks pengetapan
yang lebih kecil dibandingkan F2. Hal ini dikarenakan granul F1 yang
menggunakan pengikat gelatin memiliki waktu alir yang lebih baik sehingga
mempermudah pengisian rongga antar granul lebih optimal.
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-Wilk dapat diketahui
bahwa data indeks pengetapan merupakan data terdistribusi normal dengan nilai
Sig.(2-tailed) untuk F1 sebesar 0,637 dan F2 sebesar 0,463, sehingga dapat
dilanjutkan uji t-independent dengan taraf kepercayaan 95% yang menunjukkan
adanya perbedaan indeks pengetapan dari kedua formula dengan nilai Sig.(2-
tailed) sebesar 0,016. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
E. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet
Pemeriksaan sifat fisik tablet dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh perbedaan penggunaan maltodekstrin pati sagu sehingga diperoleh
kualitas tablet yang dapat memenuhi kriteria tablet yang baik sesuai dengan
persyaratan yang dikehendaki. Pemeriksaan sifat fisik tablet meliputi pemeriksaan
keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur tablet. Hasil
pemeriksaan sifat fisik tablet seperti terlihat pada tabel V.
Tabel V. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet Parasetamol
Pengujian F1 F2
Keseragaman Bobot
(mg) 603,75±4,166 601,30±5,110
Kekerasan Tablet
(kg) 6,935±0,877 5,827±0,791
Kerapuhan Tablet
(%) 0,50±0,095 0,77±0,070
Waktu Hancur Tablet
(menit) 8,23±0,524 4,97±0,718
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
1. Keseragaman Bobot Tablet
Keseragaman bobot tablet mempunyai peranan penting terutama dalam
hubungannya dengan keseragaman kadar atau keseragaman kandungan zat aktif.
Keseragaman bobot ini sangat dipengaruhi oleh sifat alir granul. Sifat alir granul
yang baik mempengaruhi pengisian pada ruang kompresi oleh hopper dengan
volume konstan sehingga diperoleh tablet yang bobotnya seragam. Semakin
midah mengalir suatu bahan akan semakin baik keseragaman bobotnya.
Salah satu parameter baik tidaknya produksi tablet adalah keseragaman
bobot tablet. Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III tentang ketentuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
keseragaman bobot tablet tidak bersalut dengan bobot tablet lebih dari 300 mg
adalah jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang
lebih dari 5% dan tidak boleh satupun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari
10% dari bobot rata-ratanya, kemudian dibandingkan dengan persyaratan bobot
tablet, apabila tidak ada satupun tablet yang menyimpang dari persyaratan maka
dapat dikatakan semua formula mempunyai keseragaman bobot yang memenuhi
persyaratan Farmakope Indonesia edisi III (Anonim, 1979). Hasil perhitungan
keseragaman bobot sesuai dengan Farmakope Indonesia dapat dilihat pada Tabel
VI (lihat Lampiran 8).
Tabel VI. Hasil Perhitungan Rentang Keseragaman Bobot
Formula Rentang
Kolom A (mg) Kolom B (mg)
1 573,562 – 633,938 543,375 – 664,125
2 571,235 – 631,365 541,17 – 661,43 Keterangan :
Kolom A : Penyimpangan 5% dari bobot rata-ratanya
Kolom B : Penyimpangan 10 % dari bobot rata-ratanya
F 1 : Formula tablet parasetamol dengan bahan pengikat gelatin 10%
F 2 : Formula tablet parasetamol dengan bahan pengikat maltodekstrin
pati sagu 10%
Berdasarkan hasil perhitungan keseragaman bobot tablet pada kedua
formula dibandingkan dengan penyimpangan bobot tablet maka tidak ada satu
tablet yang menyimpang lebih besar dari 5% dan tidak ada satu tablet yang
menyimpang lebih dari 10% dari bobot rata-ratanya, sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua formula mempunyai keseragaman bobot yang memenuhi
persyaratan dalam Farmakope Indonesia edisi III. Selain itu keseragaman bobot
dapat dilihat juga dari nilai CV (Coefficient of Variation). Diagram hasil CV
keseragaman bobot dapat dilihat pada Gambar 4 (lihat Lampiran 8).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
0,69
0,85
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
F1 F2
CV
(%)
Formula
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
Gambar 4. Diagram CV keseragaman bobot tablet parasetamol
Parameter (Coefficient of Variation) CV digunakan untuk mengevaluasi
keseragaman bobot. Keseragaman bobot dikatakan baik apabila nilai dari CV
kurang dari sama dengan 5% (Banker & Anderson, 1994). Berdasarkan hasil
pemeriksaan CV keseragaman bobot pada Gambar 5, menunjukkan bahwa untuk
kedua formula telah memenuhi persyaratan kesergaman bobot yaitu kurang dari
5%. Semakin kecil nilai dari CV maka tablet yang dihasilkan semakin seragam.
Berdasarkan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dapat diketahui
bahwa data keseragaman bobot merupakan data terdistribusi normal dengan nilai
Sig.(2-tailed) untuk F1 sebesar 0,164 dan F2 sebesar 0,376; sehingga dapat
dilanjutkan uji t-independent dengan taraf kepercayaan 95% yang menunjukkan
tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua formula dengan nilai Sig.(2-
tailed) sebesar 0,105. Hasil selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Kekerasan Tablet
Kekerasan tablet merupakan parameter yang digunakan menggambarkan
ketahanan tablet terhadap tekanan mekanik seperti goncangan dan terjadinya
keretakan tablet selama pengemasan, penyimpanan, dan penyaluran kepada
konsumen. Pada umumnya tablet harus cukup keras untuk tahan pecah waktu
dikemas, dikirim dan ditangani secara normal, tetapi juga cukup lunak untuk
melarut dan menghancur dengan sempurna begitu digunakan orang serta dapat
dipatahkan di antara jari-jari bila memang tablet perlu dibagi dalam pemakaiannya
(Ansel, 1989). Diagram perbandingan kekerasan tablet dapat dilihat pada Gambar
5 (lihat Lampiran 9).
6,935
5,827
5,2
5,4
5,6
5,8
6
6,2
6,4
6,6
6,8
7
7,2
F1 F2
Kek
era
san
(kg)
Formula
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
Gambar 5. Diagram perbandingan kekerasan tablet parasetamol
Berdasarkan pemeriksaan kekerasan pada Gambar 5, F1 memiliki kekerasan
6,935 dan F2 memiliki kekerasan 5,827. Tekanan komprimasi pada kedua formula
dibuat sama, yaitu dengan cara mengendalikan kedalam punch atas sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
didapatkan hasil kekerasan yang berbeda. Kekerasan kedua formula tersebut telah
memenuhi persyaratan, yaitu memiliki tekanan antara 4-8 kg (Ansel, 1989).
Berdasarkan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dapat diketahui
bahwa data kekerasan tablet merupakan data terdistribusi normal dengan nilai
Sig.(2-tailed) untuk F1 sebesar 0,234 dan F2 sebesar 0,237; sehingga dapat
dilanjutkan uji t-independent dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara kedua formula dengan nilai Sig.(2-tailed)
sebesar 0,008. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.
3. Kerapuhan Tablet
Kerapuhan tablet merupakan ketahanan tepi atau permukaan tablet dalam
melawan tekanan mekanik dan menunjukkan jumlah zat yang terkikis akibat
gesekan. Kerapuhan merupakan parameter yang baik untuk mengetahui ketahanan
tablet selama proses pengemasan dan distribusi. Tablet yang tahan dan tidak rapuh
yang bertahan sampai kepada konsumen, karena tablet yang rapuh akan terkikis
atau menyerpih bahkan bisa pecah ketika mengalami pengikisan di pengemasan
dan guncangan saat distribusi. Kerapuhan tablet dapat dipengaruhi oleh kekerasan
tablet. Semakin tinggi kekerasan tablet maka kerapuhannya akan semakin kecil.
Tablet yang baik memiliki kerapuhan tidak lebih dari 1% (Banker & Anderson,
1994). Diagram perbandingan kerapuhan tablet dapat dilihat pada Gambar 6 (lihat
Lampiran 10).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
0,5
0,77
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
F1 F2
Ker
apuhan
(%)
Formula
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
Gambar 6. Diagram perbandingan kerapuhan tablet parasetamol
Dari Gambar 6 tersebut dapat dilihat hasil kerapuhan untuk kedua formula.
Kerapuhan tablet F1 lebih kecil daripada tablet F2. Hal ini dikarenakan kekerasan
tablet F1 lebih besar daripada tablet F2 sehingga kerapuhannya lebih kecil.
Kerapuhan kedua formula memenuhi persyaratan, yaitu di bawah 1%. Kerapuhan
tablet dipengaruhi oleh tekanan kompresi saat pembuatan tablet. Tekanan
kompresi yang terlalu kurang akan mempengaruhi kekompakan tablet, yang
menyebabkan kerapuhan dari tablet akan bertambah. Pencampuran bahan
pengikat dengan granul yang kurang begitu homogen juga berpengaruh terhadap
kerapuhan tablet.
Berdasarkan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dapat diketahui
bahwa data kerapuhan tablet merupakan data terdistribusi normal dengan nilai
Sig.(2-tailed) untuk F1 sebesar 0,942 dan F2 sebesar 0,843, sehingga dapat
dilanjutkan uji t-independent dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
perbedaan yang signifikan antara kedua formula dengan nilai Sig.(2-tailed)
sebesar 0,017. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
4. Waktu Hancur Tablet
Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan tablet untuk hancur
secara fisik sebelum melepaskan zat akitnya dan diabsorbsi sepenuhnya di dalam
tubuh. Untuk siap diabsorbsi obat harus dalam keadaan terlarut (Ansel, 1989). Uji
waktu hancur ini dilakukan secara in vitro. Waktu hancur tablet juga sangat
berpengaruh dalam uji disolusi dimana granul akan pecah menjadi partikel-
partikel penyusunnya dan zat aktif yang terkandung di dalamnya akan terlepas
dan melarut pada media yang sesuai untuk siap diabsorbsi oleh tubuh. Waktu
hancur tablet dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain banyaknya bahan
penghancur dan pengikat yang ditambahkan serta kekuatan kompresi tablet pada
saat pengempaan. Waktu hancur tablet mempunyai hubungan dengan uji sifat
fisik tablet lainnya yaitu kekerasan dan kerapuhan, semakin tinggi kekerasan
tablet maka waktu hancurnya semakin lama dan semakin rendah kekerasan suatu
tablet maka waktu hancurnya semakin cepat. Menurut Farmakope Indonesia edisi
III, waktu hancur tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit (Anonim,
1979). Diagram perbandingan waktu hancur tablet dapat dilihat pada Gambar 7
(lihat Lampiran 11).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
8,23
4,97
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
F1 F2
Wak
tuH
ancu
r
(men
it)
Formula
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
Gambar 7. Diagram perbandingan waktu hancur tablet
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa waktu hancur kedua formula memenuhi
persyaratan, yaitu kurang dari 15 menit. F2 memiliki waktu hancur yang lebih
cepat dibandingkan dengan F1. Maltodekstrin merupakan bahan yang mudah larut
dalam air dibandingkan dengan gelatin yang memiliki sifat sukar larut dalam air
sehingga waktu hancur tablet F2 lebih cepat. Dengan waktu hancur yang lebih
cepat ini, diharapkan tablet dapat dengan cepat diabsorbsi dan memberikan efek
yang diharapkan.
Berdasarkan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dapat diketahui
bahwa data waktu hancur tablet merupakan data terdistribusi normal dengan nilai
Sig.(2-tailed) untuk F1 sebesar 0,783 dan F2 sebesar 0,323, sehingga dapat
dilanjutkan uji t-independent dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara kedua formula dengan nilai Sig.(2-tailed)
sebesar 0,000. Hasil selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
F. Uji Disolusi Tablet
Disolusi adalah proses suatu zat padat memasuki pelarut untuk
menghasilkan suatu larutan (Siregar dan Wikarsa, 2010). Uji disolusi dilakukan
untuk mengetahui laju profil pelepasan obat parasetamol dan tablet secara in-
vitro. Uji disolusi menggunakan alat disolusi GOUMING RC-1 dengan metode
dayung. Medium yang digunakan adalah dapar fosfat pH 5,8 dengan suhu 37⁰C ±
0,5⁰C dan waktu yang dibutuhkan 60 menit.
1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Penentuan panjang gelombang merupakan tahap awal dalam uji disolusi, hal
ini berguna untuk menentukan kadar kandungan zat aktif. Pengukuran panjang
gelombang dilakukan dengan scanning pada panjang gelombang 200-300 nm,
hasil scanning yang diperoleh untuk panjang gelombang maksimum parasetamol
adalah 243 nm (lihat Lampiran 12a). Penentuan panjang gelombang serapan
maksimum digunakan untuk mendapatkan nilai absorbansi maksimum, dimana
dinilai absorbansi maksimum diperoleh pada panjang gelombang maksimum.
2. Penentuan Kurva Baku Parasetamol
Kurva baku parasetamol dibuat dari 200 mg parasetamol murni yang
dilarutkan dalam 100 ml dapar fosfat pH 5,8; kemudian dari larutan tadi diambil 1
ml dilarutkan dalam 100 ml dapar fosfat pH 5,8 yang selanjutnya dibuat seri
kadar, kemudian diukur serapan pada panjang gelombang maksimum dan
didapatkan nilai korelasi r = 0,999, dari nilai r ini maka diperoleh persamaan
y = 0,061x+0,136. Kurva baku parasetamol dapat dilihat pada Gambar 8 (lihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Lampiran 12c). Kurva baku ini kemudian digunakan untuk menentukan kadar
pada uji disolusi tablet parasetamol.
0,19860,2651
0,3799
0,494
0,6292
0,7532
0,8723y = 0,061x + 0,136
R² = 0,999
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
0 2 4 6 8 10 12 14
Ab
sorb
an
si
Kadar (ppm)
Gambar 8. Kurva baku tablet parasetamol
3. Profil Disolusi
Profil disolusi adalah gambaran pelepasan senyawa zat aktif dari suatu
sediaan obat dalam media yang sesuai secara in vitro. Dalam penelitian ini
membandingkan pelepasan tablet parasetamol dari kedua formula. Absorpsi dan
kemampuan obat yang berada dalam tubuh bergantung pada adanya obat dalam
keadaan melarut (Ansel, 1989). Profil disolusi kedua formula digambarkan dalam
suatu kurva antara waktu vs % konsentrasi yang dapat dilihat pada Gambar 9
(lihat Lampiran 13 dan 14).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
5 10 20 30 45 60
Waktu (menit)
ko
nse
ntr
asi
(%)
F1
F2
Keterangan :
F1 : Formula dengan bahan pengikat gelatin 10%
F2 : Formula dengan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu 10%
Gambar 9. Profil disolusi tablet parasetamol
Titik-titik yang terdapat dalam kurva menggambarkan pelepasan tablet
parasetamol pada tiap menit pengambilan sampel. Pada Gambar 9 dapat dilihat
bahwa F2 yang menggunakan bahan pengikat maltodekstrin pati sagu memiliki
pelepasan disolusi yang lebih cepat dibandingkan F1 yang menggunakan bahan
pengikat gelatin pada konsentrasi dan jumlah yang sama. Namun kedua formula
ini tidak memenuhi persyaratan Q-30 tablet parasetamol yaitu kadar parasetamol
yang terdisolusi mencapai 80% (Anonim, 1990). Pada menit ke-30 kadar
parasetamol yang terdisolusi dari F1 sebesar 39,58% sedangkan F2 sebesar
63,84%. Kecepatan disolusi obat dipengaruhi oleh kekerasan dan penambahan
bahan pengikat yang digunakan dalam pembuatan tablet. Pada F1 memiliki
kekerasan sebesar 6,935 kg sedangkan F2 memiliki kekerasan 5,827. Kedua
formula tidak memiliki kekerasan yang sama sehingga kecepatan pelepasan
parasetamol keduanya sangat berbeda. Konsentrasi dan jumlah bahan pengikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
yang digunakan terlalu banyak sehingga mengakibatkan tablet sulit melepaskan
zat aktif parasetamol ke dalam media dapar fosfat pH 5,8.
Maltodkestrin mengandung polimer pati berantai lurus yang pendek lebih
banyak sehingga sukar membentuk senyawa yang kaku (Jati, 2006). Hal ini
membuat maltodekstrin menjadi mudah larut dalam air sehingga kecepatan
pelepasan obat akan meningkat. Pada penelitian yang dilakukan Anwar (2004)
dapat diketahui bahwa maltodesktrin pati terigu DE 1-5 dengan konsentrasi 35%
memiliki profil disolusi yang baik sesuai dengan persyaratan Farmakope
Indonesia ed. IV (1995) menyebutkan bahwa paling sedikit 80% piridoksin HCl
telah larut dalam waktu 45 menit. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Syofyan, dkk (2009) profil disolusi yang dimiliki tablet asetosal yang
menggunakan bahan pengikat maltodesktrin pati beras DE 5-10 dengan
konsentrasi 5% dan 15% menunjukkan profil yang baik yaitu maka menit ke-30
kadar obat mencapai 96,24±1,9 dan 86,99±1,3. Nilai ini memenuhi nilai Q-30
yang dipersyaratkan oleh Farmakope ed. IV yaitu 85% (Anonim, 1995).
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut maltodekstrin dapat digunakan sebagai
bahan pengikat dalam formulasi tablet karena tidak menyebabkan kadar zat aktif
berkurang. Dalam penelitian ini, maltodkestrin pati sagu juga dapat melepaskan
seluruh zat aktif untuk diabsorbsi meskipun kecepatan disolusinya masih terlalu
lambat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Maltodesktrin pati sagu dapat dijadikan bahan pengikat dalam formulasi tablet
parasetamol.
2. Sifat fisik tablet parasetamol dengan bahan pengikat gelatin 10% dan
maltodekstrin pati sagu 10% menunjukkan adanya perbedaan pada kekerasan,
kerapuhan serta waktu hancur tablet parasetamol.
3. Profil disolusi tablet parasetamol kedua formula menunjukkan adanya
perbedaan, yaitu pada menit ke-60 F1 mencapai kadar 55,67% sedangkan F2
mencapai kadar 94,96%.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian tentang maltodekstrin pati sagu dengan berbagai
konsentrasi untuk menghasilkan tablet dengan sifat fisik dan profil disolusi
yang memenuhi persyaratan.
2. Kecepatan disolusi tablet dipengaruhi oleh kekerasan dan bahan pengikat yang
digunakan sehingga kedua parameter ini harus diperhatikan agar didapatkan
profil disolusi yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user