i
KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH TERAPI AKUPUNKTUR PADA TITIK CV 12, CV 6, ST 25, ST
36, GB 26 DAN SP 6 TERHADAP PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH
PASIEN OBESITAS DI POLI AKUPUNKTUR
PUSKESMAS KEPANJEN
OLEH :
RISNA WIDOWATI
NIM 05096040
PROGRAM STUDI AKUPUNKTUR
POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN
MALANG
2009
ii
KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH TERAPI AKUPUNKTUR PADA TITIK CV 12, CV 6, ST 25, ST
36, GB 26 DAN SP 6 TERHADAP PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH
TUBUH PASIEN OBESITAS DI POLI AKUPUNKTUR
PUSKESMAS KEPANJEN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Akupunktur Pada Prodi Akupunktur
Politeknik Kesehatan RS dr. Soepraoen
Malang
OLEH :
RISNA WIDOWATI
NIM 05096040
PROGRAM STUDI AKUPUNKTUR
POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN
MALANG
2009
iii
LEMBAR PENYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Risna Widowati
Tempat/Tanggal lahir : Malang, 5 Juli 1987
NIM : 05096040
Alamat : Jl. A.B.S. Prawirodirjo no. 25 RT 01 RW 04 Penarukan
Kepanjen - Malang
Menyatakan dan bersumpah bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri
dan belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari
berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun.
Jika dikemudian hari ternyata saya terbukti melakukan pelanggaran atas pernyataan
dan sumpah tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sanksi akademik dari
almamater.
Malang, 20 Oktober 2009
Yang Menyatakan
Risna Widowati
05096040
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, taufik
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul “ Pengaruh Terapi Akupunktur pada Titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB
26 dan SP 6 terhadap Perubahan Indeks Massa Tubuh Pasien Obesitas di Poli
Akupunktur Puskesmas Kepanjen” sesuai waktu yang ditentukan.
Karya Tulis Ilmiah ini penulis susun sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Akupunktur di Program Studi Akupunktur Poltekkes
Rumkit Tk. II dr. Soepraoen Malang.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan banyak
pengarahan, bimbingan, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kolonel Ckm. drg. Pangestu selaku Kakesdam V/Brawijaya
2. Kolonel Ckm. dr. Bambang Budi W, Sp. THT, selaku Ka Rumkit Tk II dr.
Soepraoen Malang.
3. Kolonel (Purn) dr. Chaidir Karnanda, Sp. PD, selaku Direktur Poltekkes RS.
dr. Soepraoen Malang.
4. dr. Oentoeng Agustijaya, selaku Ka Prodi Akupunktur.
5. Ibu Aris Widayatiningsih, AMK, S.Pd, selaku pembimbing I dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang telah banyak memberikan
bimbingan, pengarahan dan saran.
6. dr. Mayang Wulandari selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan dukungan kepada penulis.
7. Pak Amal Prihatono, S.Ked dan mas Ikhwan Abdullah, Amd. Akp yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyusun Karya
Tulis Ilmiah ini.
8. dr. Hadi Puspita selaku Kepala Puskesmas Kepanjen yang telah memberikan
ijin dalam melakukan penelitian.
vii
9. Ayah dan ibu tercinta, terima kasih yang tulus dan tak terhingga ananda
haturkan atas segala motivasi dan do’a tulus yang tiada henti.
10. Kakakku tersayang yang selalu memberikanku dorongan, do’a dan semangat
yang tiada hentinya.
11. Sayangkoe yang jauh disana atas cinta dan kasih sayang yang selama ini
menjadi semangat dalam hidupku. Motivasi, dorongan, semangat, nasehat,
dan do’a yang selalu kamu berikan membuat aku bangun dan bangkit
walaupun sekarang kita sudah tidak lagi bersama.
12. My Blue Smash N 3470 EE yang tak pernah mengeluh dan selalu siap
mengantarku kemanapun aku pergi.
13. Sahabatku Ayuk dan Rizqa yang selalu membantuku, dan yang mampu
menghiburku saat aku sedang sedih.
14. Pak Tholib dan Pak Yakin yang telah banyak membantu saat penelitian di
Puskesmas Kepanjen.
15. Semua responden penelitian yang sudah kooperatif dalam penelitian.
16. Sahabatku Arif Afrianto yang telah banyak membantu dan memotivasiku
dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini.
17. Rekan-rekan mahasiswa Prodi Akupunktur angkatan 2005 senasib dan
seperjuangan yang telah memberi semangat dan dukungan dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan
sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakannya.
Malang, 14 Oktober 2009
Penulis
viii
ABSTRAK
Widowati, Risna. 2009. Pengaruh Terapi Akupunktur pada Titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6 Terhadap Perubahan Indeks Massa Tubuh Pasien Obesitas di Poli Akupunktur Puskesmas Kepanjen. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Akupunktur Poltekkes RS dr. Soepraoen Malang. Pembimbing I Aris Widayatiningsih, AMK, S.Pd, Pembimbing II dr. Mayang Wulandari
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan harus segera diatasi karena dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Penggunaan terapi akupunktur dalam menangani obesitas telah banyak dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia. Di poli akupunktur puskesmas Kepanjen, formulasi titik yang digunakan dalam terapi obesitas adalah titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh titik-titik tersebut terhadap perubahan IMT pasien obesitas di poli akupunktur puskesmas Kepanjen.
Desain penelitian ini menggunakan penelitian pre-experimental dengan pretest dan posttest design. Populasinya adalah semua pasien obesitas yang melakukan terapi akupunktur di poli akupunktur puskesmas Kepanjen selama kurun waktu 1 bulan. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel 10 orang. Variabel penelitiannya adalah terapi akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6 dan IMT. Data penelitian ini diambil dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari data umum pasien dan lembar IMT pretest dan posttest. Setelah data dikumpulkan, data di tabulasi dan dianalisis dengan menggunakan paired t test dengan tingkat kemaknaan 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 9 responden (90%) mengalami penurunan nilai IMT setelah diterapi akupunktur dan hanya 1 orang responden (10%) yang tidak mengalami penurunan pada nilai IMTnya. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa t hitung (8,22) lebih besar dari pada t tabel (2,26) sehingga Ho ditolak yang berarti ada pengaruh terapi akupunktur terhadap IMT pasien obesitas.
Melihat hasil penelitian ini maka terapi akupunktur dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan dalam menangani obesitas yang tentu saja harusdiimbangi dengan pola hidup yang sehat.
Kata kunci : terapi akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6, nilai IMT
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .................................................................................................... i
Halaman Persembahan....................................................................................... ii
Halaman Pernyataan .......................................................................................... iii
Halaman Persetujuan ......................................................................................... iv
Lembar Pengesahan............................................................................................ v
Kata Pengantar ................................................................................................... vi
Abstrak................................................................................................................. viii
Daftar Isi .............................................................................................................. ix
Daftar Gambar .................................................................................................... xii
Daftar Tabel......................................................................................................... xiii
Daftar Lampiran ................................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 6
2.1 Obesitas ....................................................................................................... 6
2.1.1 Definisi............................................................................................. 6
2.1.2 Etiologi............................................................................................. 7
2.2 Jaringan Lemak.......................................................................................... 7
2.2.1 Jaringan Lemak Putih....................................................................... 7
2.2.2 Jaringan Lemak Cokelat................................................................... 8
2.3 Kecepatan Metabolisme............................................................................. 9
2.4 Pathogenesis Obesitas ................................................................................ 11
x
2.5 Tipe-tipe Obesitas ...................................................................................... 12
2.5.1 Berdasarkan Bentuk Tubuh ............................................................. 12
2.5.2 Berdasarkan Keadaan Sel Lemak..................................................... 12
2.6 Tatalaksana Obesitas ................................................................................ 13
2.7 Akupunktur ................................................................................................ 15
2.7.1 Pengertian Akupunktur.................................................................... 15
2.7.2 Pengertian Titik Akupunktur ........................................................... 15
2.7.3 Pengertian Meridian......................................................................... 15
2.8 Akupunktur untuk Obesitas ..................................................................... 16
2.8.1 Etiologi dan Pathogenesis Obesitas ................................................ 17
2.8.2 Penggolongan Sindrom Obesitas .................................................... 17
2.8.3 Tatalaksana / Titik-titik akupunktur yang digunakan ..................... 18
2.9 Mekanisme Akupunktur dalam Menangani Obesitas Menurut
Kedokteran Barat .................................................................................... 19
2.10 Kerangka Konseptual ............................................................................... 28
2.11 Hipotesis ..................................................................................................... 29
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 30
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 30
3.2 Kerangka Kerja......................................................................................... 30
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling.................................................. 31
3.4 Identifikasi Varibel ................................................................................... 31
3.5 Definisi Operasional .................................................................................. 32
3.6 Pengumpulan Data ................................................................................... 33
3.6.1 Proses Pengumpulan Data................................................................ 33
3.6.2 Analisis Data .................................................................................... 34
3.7 Keterbatasan.............................................................................................. 35
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 36
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 36
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian ............................................................ 36
4.1.2 Data Umum ...................................................................................... 37
xi
4.1.3 Data Khusus ..................................................................................... 40
4.1.4 Analisis Data dengan Paired t test.................................................... 41
4.1.5 Grafik Perubahan IMT sebelum dan sesudah terapi akupunktur ..... 42
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 42
4.2.1 Indeks Massa Tubuh Responden sebelum Terapi Akupunktur........ 42
4.2.2 Indeks Massa Tubuh Responden sesudah Terapi Akupunktur ........ 43
4.2.3 Indeks Massa Tubuh Responden sebelum dan sesudah Terapi
Akupunktur ...................................................................................... 46
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 48
Daftar Pustaka..................................................................................................... 49
Lampiran-Lampiran........................................................................................... 51
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.10 Kerangka konseptual.................................................................. 31
Gambar 3.2 Kerangka kerja ........................................................................... 33
Gambar 4.1.5 Grafik perubahan IMT ............................................................... 45
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.1 Klasifikasi Berat badan berdasarkan IMT ......................................... 6
Tabel 3.5 Definisi Operasional .......................................................................... 35
Tabel 4.1 Data Umum berdasarkan usia ............................................................ 40
Tabel 4.2 Data Umum berdasarkan jenis pekerjaan........................................... 40
Tabel 4.3 Data Umum berdasarkan tingkat pendidikan ..................................... 41
Tabel 4.4 Data Umum berdasarkan hobi/aktivitas ............................................. 41
Tabel 4.5 Data Umum berdasarkan status perkawinan ...................................... 42
Tabel 4.6 Data Umum berdasarkan jumlah kunjungan terapi............................ 42
Tabel 4.7 Data Umum berdasarkan anamnesis setelah 6 kali terapi .................. 43
Tabel 4.8 Data khusus ........................................................................................ 43
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Umum Pasien dan Lembar Observasi .................................... 51
Lampiran 2 Lokasi Titik Akupunktur................................................................. 52
Lampiran 3 Jadwal tatalaksana terapi Akupunktur ............................................ 56
Lampiran 4 Jadwal Penelitian............................................................................. 58
Lampiran 5 Surat permohonan menjadi responden............................................ 59
Lampiran 6 Surat persetujuan menjadi responden.............................................. 60
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obesitas merupakan masalah global yang melanda masyarakat dunia baik di
negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia (Hardian, 2008).
Obesitas adalah berat badan yang berlebihan sebagai akibat terjadinya penimbunan
lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh (Tanzil, 2007).
Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih
(overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas.
Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight
dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia ≥
15 tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi
berat badan berlebih anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada
perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada
anak usia 5-17 tahun (Depkes, 2009).
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan harus
segera diatasi karena dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Berdasarkan laporan
kesehatan Dunia WHO tahun 2002, obesitas dapat menimbulkan terjadinya tekanan
darah tinggi, peningkatan kadar kolesterol, kadar trigliserida dan resistensi insulin.
Resiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner, stroke iskemik, dan Diabetes Melitus
2
tipe 2 meningkat seiring dengan peningkatan IMT. Peningkatan IMT juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara, usus besar, prostat, endometrium,
ginjal dan kandung empedu (House of Commons Health Committee, 2004).
Ukuran tubuh yang tidak ideal akibat obesitas juga dapat menyebabkan rasa
rendah diri karena tidak dapat tampil menarik dalam berbagai model pakaian.
Berbagai upaya untuk melangsingkan tubuh telah banyak dilakukan diantaranya
dengan pengaturan makanan, mengubah gaya hidup, pemberian obat dan
pembedahan untuk mengurangi lemak atau mengangkat sebagian usus (Hardian,
2008).
Sebagian besar obat pelangsing dapat menimbulkan dampak yang negatif, seperti
: gangguan emosi, hiperaktivitas, sulit tidur, perut kembung atau perih, keletihan
terus-menerus, depresi, ketagihan, mual, muntah, dan tubuh gemetar. Ada juga yang
mengganggu kesuburan dan sirkulasi menstruasi (Faellasufa, 2007).
Penggunaan akupunktur sebagai salah satu alternatif untuk membantu program
pengurangan berat badan telah terbukti efektif dan relatif tanpa efek samping.
Metode ini telah tersusun dan terumuskan sejak sekitar 3.000 tahun sebelum masehi.
Disamping itu berbagai hasil penelitian telah dikemukakan para ahli akupunktur
dunia, bahwa akupunktur mempunyai efek yang baik dalam penurunan berat badan
(Noviani, 2003).
Sebuah studi di Russia menemukan bahwa penanganan obesitas dengan terapi
akupunktur yang rutin dapat menghasilkan penurunan indeks massa tubuh dan massa
jaringan lemak, menurunkan nafsu makan, meningkatkan rasa kenyang hanya dengan
3
sedikit makan, meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi ke otot, tulang dan jaringan
sehingga proses pembakaran lemak meningkat (Healthy News Service, 2006).
Sedangkan di Indonesia, penelitian Hari menemukan bahwa rangsangan
elektroakupunktur frekuensi rendah (2-15Hz) pada titik ST 36 dan SP 6 selama 30
menit menghasilkan peningkatan methionin enkephalin yang signifikan di
hipothalamus yang dapat mengakibatkan berkurangnya nafsu makan (Marinusa,
1999).
Di poli Akupunktur Puskesmas Kepanjen, yang mulai dibuka pada Mei 2008.
Banyak dikunjungi oleh penderita kelebihan berat badan dan obesitas. Mulai
pembukaan hingga bulan April 2009, rata-rata pasien yang datang adalah pasien
wanita. Jumlah pasien wanita kelebihan berat badan dan obesitas di poli akupunktur
Puskesmas Kepanjen mencapai 130 orang. Salah satu alasan utama pasien memilih
terapi akupunktur untuk mengurangi berat badannya adalah karena terapi akupunktur
dianggap relatif aman dibandingkan dengan mengkonsumsi obat pelangsing.
Formulasi titik yang umumnya digunakan dalam terapi obesitas di poli akupunktur
Puskesmas Kepanjen adalah titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6.
Di luar negeri, penelitian mengenai pengaruh terapi akupunkur tehadap
perubahan IMT pasien obesitas pernah dilakukan, tetapi formulasi titik yang
digunakan berbeda dan pada perlakuannya sering dikombinasikan dengan diet.
Sedangkan penelitian di Indonesia mengenai pengaruh terapi akupunktur terhadap
IMT masih belum pernah dilakukan. Berdasarkan pada Meridian jurnal akupunktur
Indonesia yang diterbitkan oleh PAKSI DPD Jawa Timur, penelitian pengaruh terapi
4
akupunktur untuk pasien obesitas hanya mengacu pada perubahan berat badan.
Formulasi titik-titik akupunktur yang digunakan pun berbeda.
Sehingga dengan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui
pengaruh terapi akupunktur, khususnya pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB
26 dan SP 6 terhadap perubahan indeks massa tubuh pada pasien obesitas di poli
akupunktur puskesmas Kepanjen.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Berapakah indeks massa tubuh pasien obesitas sebelum dilakukan terapi
akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6 ?
2. Berapakah indeks massa tubuh pasien obesitas setelah dilakukan terapi
akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6 ?
3. Apakah terapi akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan
SP 6 berpengaruh terhadap perubahan indeks massa tubuh pada pasien
obesitas di poli akupunktur puskesmas Kepanjen ?
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh terapi akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36,
GB 26 dan SP 6 terhadap perubahan indeks massa tubuh pada pasien obesitas di poli
akupunktur puskesmas Kepanjen.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengukur indeks massa tubuh pasien obesitas sebelum dilakukan terapi
akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6.
2. Mengukur indeks massa tubuh pasien obesitas sesudah dilakukan terapi
akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6.
3. Membandingkan pengaruh terapi akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25,
ST 36, GB 26 dan SP 6 terhadap perubahan indeks massa tubuh sebelum dan
sesudah dilakukan terapi akupunktur pada pasien obesitas.
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Bagi institusi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi institusi dalam
mengembangkan ilmu akupunktur, khususnya dalam terapi obesitas.
1.3.2 Bagi peneliti yang akan datang
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan
khususnya bagi ilmu akupunktur dalam menerapi pasien obesitas.
1.3.3 Bagi responden
Dapat memberikan stimulus kepada responden untuk lebih dapat mengetahui
pengaruh terapi akupunktur pada kasus obesitas.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
2.1.1 Definisi
Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi
pada bagian-bagian tertentu (Harrison, 2005). Obesitas merupakan suatu kelainan
kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi (Sudoyo, 2006).
Standar definisi dari obesitas dilihat berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). IMT
merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur
tingkat populasi berat badan berlebih dan obesitas pada orang dewasa. IMT diukur
dengan satuan berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter
kuadrat (m2) (Harrison, 2005).
Tabel 1Klasifikasi Berat Badan (BB) berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
untuk orang Asia dewasa
Klasifikasi IMT Risiko Morbiditas
BB kurang < 18,5Rendah (risiko meningkat pada masalah klinis lain)
BB normal 18,5 - 22,9 Sedang
BB lebih (overweight) ≥ 23
Pre-obes (berisiko) 23 - 24,9 Meningkat
Obes I 25 – 29,9 Moderat
Obes II ≥ 30 BeratSumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pasific Perspective : Redifining Obesity and Its
Treatment, 2000(Sudoyo, 2006)
7
2.1.2 Etiologi
Menurut para peneliti, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kegemukan
diantaranya (Ramayulis, 2008) : 1. Faktor genetik. 2. Kerusakan pada Hipotalamus
Ventromedial. 3. Pola makan berlebih. 4. Kurang bergerak atau jarang berolahraga.
5. Ketidakstabilan emosi. 6. Lingkungan.
2.2 Jaringan Lemak
Jaringan lemak adalah jenis jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel lemak
(adiposit). Ada dua tipe umum sel lemak di tubuh yaitu lemak putih dan lemak
cokelat. Sel lemak putih merupakan bentuk konvensional lemak. Jaringan lemak
merupakan salah satu organ terbesar dalam tubuh. Pada pria dewasa normal, jaringan
lemak merupakan 15-20% dari berat badan sedangkan pada wanita normal, 20-25%
dari berat badan (Junqueira et al, 1998).
Jaringan lemak merupakan jaringan penimbun yang sangat efisien. Jaringan
lemak selalu diganti dengan yang baru dan sensitif terhadap rangsang dan hormon.
Lapis lemak subkutan turut berperan dalam membentuk permukaan tubuh,
sedangkan penimbunan lemak dalam bentuk bantalan berfungsi sebagai peredam
goncangan, terutama pada telapak tangan dan kaki. Karena lemak merupakan
konduktor panas yang jelek, maka lemak berfungsi sebagai isolator suhu bagi tubuh.
Pada mamalia, jaringan lemak terdiri dari dua jenis yang dicirikan oleh struktur
selnya, letaknya, warnanya dan patologinya (Junqueira et al, 1998).
2.2.1 Jaringan Lemak Putih
Jaringan lemak putih terdiri atas sel yang mengandung satu droplet lemak besar
(unilokular) dalam sitoplasmanya. Sel unilokular akan mendorong inti sel ke arah
8
membran plasma sehingga sel akan menyerupai sebuah cincin. Jaringan lemak ini
ditemukan tersebar di seluruh tubuh kecuali pada kelopak mata, penis, skrotum, dan
aurikula telinga luar kecuali lobulus. Penyebaran dan tebalnya lemak ditentukan oleh
usia dan jenis kelamin (Junqueira et al, 1998). Jaringan lemak putih memiliki tiga
fungsi yaitu sebagai isolasi panas, bantalan mekanik dan yang paling penting sebagai
sumber energi ( Sudoyo, 2006).
Kelebihan berat badan pada orang dewasa dapat terjadi akibat penimbunan lemak
yang berlebihan pada sel-sel jaringan lemak putih yang membesar melebihi biasanya
(obesitas hipertrofik). Penambahan jumlah sel lemak menimbulkan obesitas
hiperplastik (Junqueira et al, 1998).
2.2.2 Jaringan Lemak Cokelat
Jaringan lemak cokelat terdiri atas sel-sel lemak cokelat yang tersusun atas
droplet-droplet lipid kecil (multilokular) yang tersimpan diantara pabrik energi yang
sangat kecil yang disebut dengan mitokondria (Gummesson, 2009).
Warna cokelat disebabkan oleh banyaknya kapiler darah dalam jaringan ini dan
banyaknya mitokondria (mengandung sitokrom berwarna) dalam sel. Jaringan lemak
cokelat berfungsi untuk mempertahankan panas tubuh (thermogenesis) dan untuk
membakar energi (Sudoyo, 2006). Jaringan lemak cokelat menyerupai kelenjar
endokrin karena sel-selnya terdiri atas massa berhimpit padat dengan banyak
pembuluh darah kapiler. Sel-sel dari jaringan ini menerima inervasi simpatik secara
langsung (Junqueira et al, 1998).
Pada manusia, sel-sel lemak cokelat terutama ditemukan di area leher bayi baru
lahir, untuk membantu menghangatkan tubuhnya. Sel-sel lemak cokelat sebagian
9
besar menghilang ketika seseorang beranjak dewasa, tetapi precursornya tetap ada di
dalam tubuh yang tersimpan sementara di depot sel lemak putih (Wikipedia, 2009).
2.3 Kecepatan Metabolisme
Kecepatan metabolisme dinyatakan sebagai jumlah kalori panas. Proses ini
meliputi kontraksi otot rangka, pemompaan jantung, penguraian normal komponen-
komponen sel. Oleh karena itu, produksi panas bisa diukur dengan mengukur
aktivitas metabolisme. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme
(Scanlon, 2007) antara lain:
1. Latihan
Kontraksi otot rangka meningkatkan kecepatan metabolisme.
2. Usia
Kecepatan metabolisme paling tinggi adalah pada anak, dan menurun seiring
pertambahan usia. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan dan kehilangan panas yang
lebih banyak pada tubuh yang kecil menimbulkan peningkatan kecepatan
metabolisme pada anak-anak. Setelah pertumbuhan terhenti, kecepatan metabolisme
turun sekitar 2% tiap dekade. Bila seseorang menjadi kurang aktif, penurunan total
bisa sampai 5% tiap dekade.
3. Konfigurasi tubuh orang dewasa
Individu yang tinggi kurus biasanya mempunyai kecepatan metabolisme yang
tinggi daripada individu pendek kekar dengan berat badan sama. Hal ini karena orang
yang tinggi kurus mempunyai permukaan tubuh yang lebih luas (proporsional berat
badan) yang menyebabkan kehilangan panas secara terus-menerus. Oleh karena itu,
10
kecepatan metabolisme sedikit lebih tinggi untuk menggantikan kehilangan panas
yang lebih banyak.
4. Hormon seks
Testosteron meningkatkan aktivitas metabolisme dibandingkan estrogen dan ini
menyebabkan laki-laki mempunyai kecepatan metabolisme lebih tinggi daripada
wanita. Selain itu laki-laki cenderung mempunyai lebih banyak otot, suatu jaringan
aktif, sedangkan wanita cenderung mempunyai lebih banyak lemak, suatu jaringan
yang relatif tidak aktif.
5. Rangsang simpatis
Pada kondisi stress, metabolisme di banyak sel tubuh meningkat, juga
dipengaruhi oleh hormon epinefrin dan norepinefrin. Sebagai hasilnya, kecepatan
metabolisme meningkat.
6. Penurunan asupan makanan
Bila asupan makanan menurun dalam waktu yang lama, kecepatan metabolisme
juga menurun. Hal ini terjadi karena tubuh “memperlambat” metabolisme untuk
menghemat sumber energi yang masih tersedia.
7. Iklim
Orang yang hidup pada iklim dingin memiliki kecepatan metabolisme 10-20%
lebih tinggi daripada orang yang hidup di daerah tropis. Hal ini diyakini karena
perbedaan hormon tiroksin, suatu hormon yang paling bertanggung jawab untuk
pengaturan kecepatan metabolisme. Dalam iklim dingin, kebutuhan untuk produksi
panas yang lebih banyak menyebabkan peningkatan sekresi tiroksin sehingga
kecepatan metabolisme tinggi.
11
2.4 Pathogenesis Obesitas
Obesitas merupakan akibat dari ketidakseimbangan asupan energi dan
pengeluaran energi. Berlebihnya asupan makanan disimpan sebagai lemak yang
kemudian digunakan untuk metabolisme dan energi. Berlebihnya massa jaringan
lemak juga dapat dilihat sebagai kekacauan pathologis dalam umpan balik antara
asupan dan pengeluaran energi (Daniels et al, 2005).
Kestabilan berat badan tergantung pada regulasi otonom keseimbangan energi.
Jika pengaturan tersebut tidak dapat berinteraksi secara optimal dengan kondisi
lingkungan, walaupun hanya sedikit perbedaan dalam intake energi atau pengeluaran
energi dapat menyebabkan perubahan berat badan (Gummesson, 2009).
Pemahaman tentang pengaturan asupan energi membutuhkan pembedaan sinyal
waktu pendek yang mengontrol rasa lapar, asupan makanan, dan rasa kenyang
sedangkan sinyal waktu panjang yang mengatur pertahanan penyimpanan energi,
jaringan tak berlemak, atau keduanya. Pada pengaturan waktu pendek, sinyal
gastrointestinal memberikan input penting ke otak. Untuk bagian terbesar, hormon-
hormon dilepaskan dari lambung dan usus yang dapat mempengaruhi penghambatan
pencernaan makanan (Daniels et al, 2005).
Jaringan lemak juga memiliki aktivitas endokrin, paracrine dan autocrine.
Adiposit (sel lemak) mensekresi berbagai hormon-hormon peptida yang mengontrol
keseimbangan energi seluruh tubuh, inflamasi, sensitivitas insulin, pengaturan
tekanan darah, angiogenesis dan perkembangan sel (Gummesson, 2009).
Leptin dan adiponectin merupakan dua hormon terpenting. Kurangnya produksi
hormon leptin mengakibatkan obesitas, terapi leptin-defisien pada individu
12
menyebabkan berkurangnya asupan makanan dan berat badan. Pada sebagian besar
orang obese, leptin memiliki sedikit efek pada asupan makanan dan berat badan.
Adiponectin merupakan hormon terbanyak yang terdapat pada sel-sel lemak, yang
dapat meningkatkan sensitivitas insulin (Daniels et al, 2005).
2.5 Tipe-Tipe Obesitas
2.5.1 Berdasarkan Bentuk Tubuh
a. Tipe Android
Lemak tertimbun terutama pada bagian atas pusar: perut, dada, punggung muka.
Disebut juga bentuk apel. Rasio lingkar perut/linggkar panggul > 0,9. Biasanya lebih
banyak pada pria dan lebih berhubungan dengan berbagai macam komplikasi
penyakit seperti diabetes, jantung koroner, darah tinggi dan lain-lain (Winata, 2009).
b. Tipe Genoid
Timbunan lemak terutama pada bawah pusar: pinggul, paha, bokong. Disebut
juga bentuk pear. Rasio lingkar perut/lingkar panggul > 0,8 dan lebih banyak pada
wanita serta lebih jarang berhubungan dengan berbagai penyakit komplikasi (Winata,
2009).
2.5.2 Berdasarkan Keadaan Sel Lemak
a. Tipe Hyperplastik
Terjadi oleh karena jumlah sel lemak yang lebih banyak dibandingkan keadaan
normal, tetapi ukuran sel-selnya tidak bertambah besar (Hardian, 2008).
13
b. Tipe Hypertropik
Terjadi oleh karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar dibandingkan dengan
keadaan normal. Upaya untuk menurunkan berat badan lebih mudah dibandingkan
tipe hyperplastik (Hardian, 2008).
2.6 Tatalaksana Obesitas
Obesitas merupakan kondisi kronik yang sulit untuk ditangani. Walaupun
jaringan lemak telah diambil dengan cara operasi pembedahan (liposuction atau
omentectomy), satu-satunya jalan utuk mengurangi timbunan lemak adalah melalui
keseimbangan energi negatif (output kalori lebih besar daripada input kalori). Secara
teoritis, hal ini dapat dicapai dengan mengurangi asupan makanan, uptake energi,
meningkatkan pengeluaran energi, atau kombinasi dari kesemuanya. Berikut adalah
beberapa tatalaksana obesitas :
1. Manajemen diet dan aktivitas fisik. Beberapa diet yang dianjurkan meliputi diet
rendah karbohidrat, diet rendah lemak, diet tinggi protein, dan diet rendah indeks
glikemik. Diet khusus yaitu diet rendah kalori, dimana terdapat pada makanan
yang kaya akan serat dan rendah lemak, dimana makanan yang kaya akan serat
akan menyebabkan gastric emptlying tinggi (tahan lama dalam lambung),
mengikat lemak atau kolesterol, transit time (waktu tinggal di usus) rendah dan
mengakibatkan rasa kenyang yang lama. Berdasarkan meta analisis,
penggabungan antara intervensi diet yang tepat dengan aktivitas fisik dapat
meningkatkan keberhasilan penurunan berat badan yang dapat dipertahankan
dalam waktu yang lama (Gummesson, 2009).
14
2. Farmakoterapi, ada dua resep obat yang sudah diizinkan oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan jangka panjang (Sudoyo, 2006) yaitu :
Sibutramine. Obat ini mengubah persarafan di otak dengan mengambil kembali
inhibitor serotonin dan norepinephrin yang dapat mengurangi berat badan dengan
meningkatkan rasa kenyang dan pengeluaran energi. Efek samping obat ini
adalah meningkatkan tekanan darah, sakit kepala, mulut kering, konstipasi dan
insomnia.
Orlistat (xenical). Cara kerja obat ini adalah menghambat aktivitas enzim lipase
gastrointestinal sehingga menurunkan penyerapan lemak dari makanan hingga
mencapai 30%. Lemak yang tidak terserap akan dibuang bersama tinja. Efek
samping yang timbul adalah peningkatan gerakan usus.
3. Pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk mengambil jaringan lemak yang
berlebih. Tindakan ini merupakan tindakan bedah kosmetik, tindakan lainnya
adalah dengan mengangkat sebagian usus agar penyerapan makanan berkurang.
Operasi pembedahan umumnya dipertimbangkan bagi penderita dewasa yang
memilki IMT sekitar 35 kg/m2 – 40 kg/m2 dengan kondisi komorbid serius seperti
sleep apnea, diabetes mellitus, atau penyakit sendi (Gummesson, 2009).
4. Akupunktur, berperan dalam menurunkan berat badan diantaranya melalui
mekanisme neurohumoral yang dapat menghambat nafsu makan, mengurangi
fungsi lambung dan usus yang berlebih dalam pencernaan dan penyerapaan
makanan. Dari penelitian Liu Zhi Cheng dilaporkan bahwa akupunktur dapat
meningkatkan metabolisme pada obesitas, meningkatkan konsumsi energi dan
15
meningkatkan penguraian lemak sehingga dapat mengurangi lemak tubuh
(Hardian, 2008).
2.7 Akupunktur
2.7.1 Pengertian Akupunktur
Akupunktur berasal dari bahasa Latin, terdiri dari kata acus yang mengandung
arti jarum, dan pungere yang mengandung arti tusuk (Wardani, 2008).
Akupunktur adalah suatu cara pengobatan yang memanfaatkan rangsangan pada
titik-titik akupunktur pada tubuh penderita, telinga, kepala, sekitar telapak kaki dan
tangan untuk mempengaruhi/memperbaiki kesalahan aliran bioenergi tubuh yang
disebut dengan Qi (Satrio, 2009).
2.7.2 Pengertian Titik Akupunktur
Menurut Prof. Pierre Moal, titik akupunktur merupakan titik yang terdapat
kumpulan sel-sel yang mempunyai komponen molekul logam yang bersifat magnetik
(Hoediono, 2006).
Titik akupunktur pada permukaan tubuh adalah suatu area kecil dan spesifik
sebagai bagian dari sistem meridian, juga sebagai stasiun keluar masuknya energi Qi
ke dalam sistem organ tubuh. Ratusan titik akupunktur pada permukaan tubuh dari
belasan meridian mempunyai sifat-sifat spesifik terhadap energi organ yang sampai
saat ini sulit diterapkan dengan penelitian modern secara tuntas (Saputra, 2002).
2.7.3 Pengertian Meridian
Meridian berasal dari kata Jing – Luo, terdiri atas kata Jing Mai (saluran) dan
Luo Mai (kolateral), Jing Mai merupakan bagian dari meridian yang berjalan
membujur menghubungkan atas dan bawah, serta luar dan dalam. Sedangkan Luo
16
Mai yang berarti jala, berjalan mengelilingi dan menyebar keseluruh tubuh
membentuk suatu jaringan. Jing Luo adalah sebuah sistem saluran yang membujur
dan melintang, yang berfungsi menyalurkan Qi dan Xue, menghubungkan atas dan
bawah, kanan dan kiri, muka dan belakang, luar dan dalam, organ Zang Fu dengan
seluruh jaringan tubuh dari kulit, tendon, otot hingga tulang (Saputra, 2005).
2.8 Akupunktur untuk Obesitas
Dalam pengobatan China, obesitas disebabkan oleh defisiensi Qi dan ekses panas
phlegm lembab. Ketika asupan kalori melebihi kebutuhan tubuh, kelebihan kalori
akan terakumulasi dan berubah menjadi lemak yang kemudian disimpan di dalam
tubuh (Wu et al, 2009).
2.8.1 Etiologi dan Pathogenesis Obesitas
Menurut Wu et al (2009), etiologi dan pathogenesis obesitas digolongkan sebagai
berikut :
1. Karena usia tua dan genetik
Obesitas umumnya terkait dengan defisiensi Qi ginjal. Kondisi usia atau obesitas
kongenital menyebabkan defisiensi Qi ginjal. Qi ginjal merupakan akar dari
sistem tubuh. Saat Qi ginjal lemah maka Qi tidak dapat membantu banyak dalam
proses transportasi dan transformasi tubuh, akibatnya terjadi peningkatan phlegma
lembab yang terlihat seperti gejala odema dan peningkatan berat badan.
2. Karena kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik berperan penting dalam masalah berat badan. Kurangnya aktivitas
fisik dalam periode yang lama mengakibatkan defisiensi Qi Limpa. Defisiensi Qi
Limpa akan menyebabkan gagalnya distribusi Qi makanan ke otot dan
17
menyebabkan tertumpuknya phlegma lembab dan peningkatan berat badan.
3. Karena terlalu banyak makan
Terlalu banyak makan bisa menyebabkan fungsi limpa dan lambung dalam
transportasi dan transformasi makanan dan air terganggu. Sehingga
mengakibatkan terbentuknya phlegm lembab dan peningkatan berat badan.
4. Karena emosi stress
Dalam pengobatan China, tiap-tiap organ Zang Fu memiliki emosinya masing-
masing. Terlalu kuatir merusak Paru-paru, terlalu sedih merusak liver, terlalu
sering merenung dan banyak makan merusak limpa, terlalu gembira merusak
jantung, sedangkan terlalu takut merusak ginjal. Ketika penderita depresi, cemas
atau emosi stress yang lain akan merusak shen Zang Fu dan mengganggu sistem
hubungan keseimbangan antara kelima organ. Karena gangguan emosi bisa
menyebabkan terlalu banyak makan maka kemudian akan menggangu
transportasi dan transformasi tubuh dan nutrisi makanan. Selanjutnya terjadilah
obesitas.
2.8.2 Penggolongan Sindrom Obesitas
Menurut Wu et al (2009), penggolongan sindrom obesitas digolongkan sebagai
berikut :
1. Defisiensi Qi.
Gejala–gejalanya meliputi kelelahan umum, dada berdebar-debar, napas pendek,
keringat spontan, mengantuk, malas bicara. Wajah pucat, selaput lidah putih,
lidah besar dengan cetakan gigi di tepinya, nadi dalam dan benang.
18
2. Phlegma Lembab.
Gejala-gejalanya meliputi abdomen besar, kepala dan ekstremitas terasa berat,
rasa penuh di dada, selaput lidah berminyak.
3. Api Lambung.
Gejala-gejalanya meliputi abdomen besar, polyphagia, mulut kering dan rasa
pahit di mulut, rasa penuh dan panas di epigastrium yang berkurang dengan
makan, lidah merah dengan selaput lidah kuning berminyak, dan nadi tegang.
2.8.3 Tatalaksana / Titik - titik akupunktur yang digunakan :
Menurut Ganglin Yin (1999) dan Wu et al (2009), titik-titik akupunktur pada
Meridian Limpa dan Lambung umumnya sering dipilih dalam terapi obesitas. Titik-
titik tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Defisiensi Qi.
Prinsip Terapi : Menguatkan Qi, terutama Qi Limpa dan Qi Lambung
Weishu (BL 21), Pishu (BL 20), Zusanli (ST 36), Quchi (LI 11), dan Liangmen
(ST 21)
2. Phlegma Lembab.
Prinsip Terapi : Mengurangi kelembaban dan mengatur aliran Qi
Sanyinjiao (SP 6), Yinlingquan (SP 9), Neiguan (PC 6), Taiyuan (LU 9), dan
Fenglong (ST 40)
3. Api Lambung.
Prinsip Terapi : Membersihkan api Lambung dan mendukung fungís pencernaan
Quchi (LI 11), Hegu (LI 4), Neiting (ST 44), Sanyinjiao (SP 6), dan Fenglong
(ST 40)
19
Tiap-tiap pengobatan akupunktur berlangsung selama 30-40 menit, disarankan 6-10
kali terapi dalam satu paket.
Berikut adalah aksi titik-titik yang diteliti menurut Ganglin Yin (1999) :
1. CV 12 : a. Menguatkan Limpa dan mengharmoniskan Lambung
b. Menurunkan Qi Lambung dan Qi Usus Besar
2. CV 6 : a. Menguatkan Qi dan Yang
3. ST 25 : a. Mengatur fungsi usus
b. Membersihkan panas dan menghilangkan kelembaban
c. Mengatur Qi
d. Mengurangi retensi makanan
4. ST 36 : a. Bermanfaat bagi Lambung dan Limpa
b. Menguatkan Qi dan Xue serta menguatkan daya tahan tubuh
c. Mengatur Qi nutrisi dan Wei Qi (Qi pertahanan)
d. Mengatur Lambung dan Usus, mentransformasi phlegm dan
menghilangkan kelembaban
5. GB 26 : a. Menguatkan Limpa dan menghilangkan kelembaban
6. SP 6 : a. Menguatkan Limpa dan menghilangkan kelembaban
2.9 Mekanisme Akupunktur Dalam Menangani Obesitas Menurut Kedokteran
Barat
Salah satu pathogenesis obesitas adalah gangguan mekanisme dalam mengatur
asupan makanan yang menghasilkan suatu peningkatan nafsu makan dan berlebihnya
asupan makanan. Akupunktur dapat menerapi gangguan tersebut dengan beberapa
cara yaitu (Cermin Dunia Kedokteran No 123, 1999) :
20
1. Menurunkan nafsu makan melalui jalur serotonergic di otak.
2. Mengurangi nafsu makan melalui nervus vagus di conchae telinga (auricular
acupuncture)
3. Mengurangi asupan nutrisi dengan menurunkan hyperfungsi pencernaan lambung
dan absorpsi usus.
4. Meningkatkan pengeluaran energi dengan meningkatkan Basal Metabolic Rate
(BMR)
5. Berperan dalan Hiperinsulinisme
1. Menurunkan nafsu makan melalui jalur serotonergic di otak
Anand dan Brobeck berpostulat bahwa asupan makanan dikontrol oleh
pengaturan mekanisme di nucleus ventromedial dan nucleus lateral hypothalamus.
Hal ini dikenal dengan istilah dual center hypothesis. Berdasarkan pada hipotesis ini,
nukleus ventromedial bertindak sebagai pusat rasa kenyang dan nukleus lateral
hipofisis berperan sebagai inhibitor pusat pemberi makan.
Akupunktur mengaktivasi jalur ascenden dan jalur descenden serotonergic
melalui sistem anterolateral. Saat pemberian rangsangan akupunktur, impuls neural
diterima oleh cornu dorsalis medulla spinalis melalui saraf afferent tipe II dan tipe III
(diameter kecil myelin afferent). Impuls-impuls ini kemudian disampaikan ke
berbagai serabut sistem anterolateral. Beberapa proyeksi disalurkan menuju ke otak
tengah untuk mempengaruhi jalur ascenden dan jalur descenden serotonergic.
Raphe magnus yang ada di batang otak berisi banyak sekali sel-sel serotonin di
otak. Sel-sel ini memiliki akson-akson di sistem ascenden yang proyeksinya menuju
ke otak tengah dan otak depan disamping menuju ke sistem descenden dorsolateral
21
yang berperan penting dalam analgesi akupunktur.
Impuls-impuls sistem anterolateral juga menstimulasi neuron-neuron yang
merangsang hipotalamus untuk melepaskan serotonin. Peningkatan muatan di otak
tengah mempertinggi aktivitas jalur nigrostriatal dopaminergic sehingga turunlah
nafsu makan.
Serotonin yang dilepaskan dari neuron hipotalamus mengaktifkan methionin
enkephalin yang dilepaskan di regio tegmental ventral. Methionin enkephalin
menghambat keluarnya GABA ( Gamma amino butiric acid ) dari substansia nigra.
Penghambatan GABA meningkatkan suplai dopamine di tegmentum ventral.
Dopamine yang meningkat di nucleus accumbens dan hippocampus akan
mengakibatkan timbulnya rasa kenyang dan kehilangan motivasi untuk melihat
makanan.
Amygdala dan hippocampus berperan penting dalam sistem cascade. Sistem ini
tidak hanya bekerja untuk mengontrol keinginan untuk makan tapi juga mengontrol
keinginan lain seperti keinginan untuk minum dan berhubungan seks.
Hari menemukan bahwa aplikasi rangsangan elektro akupunktur frekuensi rendah
(2-15 Hz) pada titik Zu San Li (ST 36) dan titik San Yin Jiao (SP 6) pada kaki
belakang kelinci selama 30 menit menghasilkan peningkatan methionin enkephalin
yang signifikan di hipotalamus. Peningkatan ini disebabkan oleh efek langsung
methionin enkephalin atau bisa juga melalui jalur serotonin. Tetapi faktanya
rangsangan elektro akupunktur frekuensi rendah juga mampu mengaktifkan sistem
cascade yang mengakibatkan pengurangan nafsu makan.
22
2. Mengurangi nafsu makan melalui nervus Vagus di conchae telinga (auricular
acupuncture)
Telinga luar atau auricular disuplai banyak sekali nerve ending, yang berasal dari
N. V (trigeminus), N. VII (facialis), N. IX (glossopharyngeus) dan N. X (nervus
vagus). Conchae telinga khususnya disuplai oleh cabang-cabang auricular nervus
vagus. Cabang-cabang ini muncul dari ganglion superior (jugular) dan masuk ke
tulang temporal melalui foramen dinding lateral fossa jugularis melintasi mastoid
canaliculi dan muncul dari tulang tengkorak melalui fissura tympanomastoid. Impuls
somatosensoric dari permukaan kanal telinga dan conchae dibawa oleh cabang-
cabang nervus vagus.
Jika rangsangan dalam bentuk mekanik, elektrik, atau laser diaplikasikan pada
conchae, maka impuls neuronal akan dikirim ke sistem saraf pusat melalui jalur
vagus. Impuls-impuls ini dapat bercampur dengan impuls-impuls yang terpaut
dengan sinyal nafsu makan yang berasal dari sistem gastrointestinal karena jalur
neuronalnya bersamaan perjalanannya menuju ke otak. Rasa lapar atau rasa penuh
disampaikan melalui jalur viscerosensorik vagus. Impuls-impuls akan diterima oleh
nucleus solitarius dan diproyeksikan ke substansi reticular batang otak. Kemudian
melaui nucleus thalamic ventral posterior, impuls-impuls diproyeksikan ke korteks
cerebral. Sinyal rasa lapar bisa dicegah dalam derajat tertentu oleh impuls sensori
dari cabang auricular nervus vagus dan rasa lapar akan berkurang sehingga keinginan
untuk makan menjadi turun.
23
3. Mengurangi asupan nutrisi dengan menurunkan hyperfungsi pencernaan
lambung dan absorbsi usus.
Pergerakan lambung, usus dan laju absorbsi usus dapat menentukan volume
nutrisi yang diserap tubuh. Hiperfungsi pencernaan lambung dan absorbsi usus akan
menyebabkan asupan kalori yang berlebihan, yang jika tidak digunakan akan
berubah menjadi jaringan lemak. Selain itu, pengosongan lambung yang cepat juga
dapat menyebabkan seseorang merasa lapar lebih cepat dan sering.
Pergerakan lambung, usus dan fungsi sekresi diatur oleh sistem saraf vegetative,
berdasarkan pada fungsi yang berlawanan tapi saling melengkapi yang
diklasifikasikan menjadi dua struktur yaitu sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik.
Sistem saraf parasimpatik sistem gastrointestinal dipersarafi oleh nervus vagus.
Nervus vagus untuk lambung terdiri dari dua cabang yaitu visceromotorik dan
secretomotorik, dimana untuk sphincter pylorus memiliki fungsi inhibisi. Untuk
kelenjar mukosa pada otot polos dari intestinum, jejunum, caecum, colon ascenden,
dan colon transversum dipersarafi oleh cabang visceromotorik dan secretomotorik
nervus vagus. Yang memiliki fungsi inhibitor adalah pada sphincter ileocaecal.
Serabut preganglion bermyelin saraf simpatik yang menginervasi sistem
pencernaan, keluar dari medulla spinalis pada segmen thoracal ke-5 dan ke-9
mengikuti ramus anterior dan melalui ganglia paravertebara untuk bergabung dengan
saraf Splanchnicus Major. Lalu bersinapsis di ganglion celiac. Serabut postganglion
tak bermyelin kemudian mempersarafi lambung dan usus.
24
Pengaktifan saraf simpatik memiliki efek berlawanan dengan saraf parasimpatik
pada sistem pencernaan. Secara bersamaan, saraf simpatik dan saraf parasimpatik
memelihara tonic level keduanya yang disebut dengan autonomic tone. Karena tone
inilah, aktivitas usus dan kelenjar dapat ditingkatkan bersamaan dengan peningkatan
input saraf parasimpatik atau oleh penurunan input saraf simpatik atau sebaliknya.
Hal ini sangat mirip dengan fenomena Yin Yang dalam TCM.
Sebagian besar penderita obesitas memiliki input parasimpatik lebih tinggi dan
input simpatik yang lebih rendah daripada orang normal. Pada penderita obesitas
fungsi pencernaannya overactive yang dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu
sekresi saliva, amylase, dan asetilkolin esterase, kandungan pepsinogen dan amilase
darah yang tinggi daripada orang normal.
Eksresi d-xylose yang mencerminkan fungsi absorbsi usus juga tinggi daripada
orang yang tidak obesitas. Sedangkan kandungan norepinephrine lebih rendah
daripada orang normal. Norepinephrine adalah neurotransmiter yang bekerja pada
sinap saraf simpatik. Sinapsis postganglionic parasimpatik menggunakan asetilkolin
sebagai neurotransmitter. Prostaglandin kadar E2 juga rendah daripada normal.
Substansi ini dapat merilekskan otot-otot lambung, melebarkan antrum lambung,
melambatkan kerja saraf simpatik. Aktivitas saraf simpatik dan saraf parasimpatik
harus setimbang.
Setelah menerima terapi akupunktur (dengan titik-titik yang sesuai dengan
diagnosis berdasarkan penggolongan sindrom), Liu et al, pada beberapa studi klinis
menemukan bahwa parameter diatas seperti amilase saliva, amilase darah,
pepsinogen, asetilkolin esterase dan ekskresi xylose dalam urin menurun sedangkan
25
norepinephrine, prostaglandin oral E2 dan nilai Y (Indeks Kesetimbangan saraf
vegetative) meningkat. Kenyataan ini menyatakan bahwa akupunktur dapat
menyeimbangkan ketidakseimbangan autonomic tone.
Cara kerja akupunktur dalam mengatur autonomic tone adalah sebagai berikut :
Ketika jarum ditusukkan, maka akan menyebabkan kerusakan jeringan sehingga
menimbulkan reaksi yang memproduksi bradikinin. Bradikinin merangsang serabut
A-delta dan serabut C tak bermyelin pada kulit. Pengaruh utamanya adalah
menimbulkan depolarisasi yang menghasilkan impuls yang dikonduksi melalui
sistem Lissauer dan funicullus medulla spinalis.
Cornu dorsalis medulla spinalis berpotensi memacu suatu refleks antidromical
yang disalurkan melalui serabut simpatis C menuju ke viscera. Refleks viscero
somatik ini mempengaruhi keseluruhan fungsi dari serabut simpatis C menuju
viscera. Refleks viscero somatik ini mempengaruhi seluruh sistem saraf otonom.
Stimulasi akupunktur tubuh dan akupunktur telinga, melalui stimulasi somatik pada
cornu dorsalis, dapat membangkitkan respon saraf simpatis dan saraf parasimpatis.
Impuls yang sama menyilang sisi kontralateral menuju ke peryaqueductal gray.
Ada serabut-serabut yang menghubungkan periaqueductal gray ke intralaminar
nuclei hipotalamus. Hipotalamus adalah regulator utama sistem saraf otonom. Pada
periventricular nuclei ada neuron-neuron yang memproyeksikan akson-akson ke
parasimpatik nuclei motor di batang otak dan motor simpatik medulla spinalis.
4. Meningkatkan pengeluaran energi dengan meningkatkan Basal Metabolic
Rate (BMR)
Energi dikeluarkan melalui tiga jalan utama yaitu melaui metabolisme basal, aksi
26
dinamik spesifik makanan, dan aktivitas fisik. Energi dapat diperoleh dari makanan
yang dicerna, atau dari energi simpanan, utamanya jaringan lemak. Faktor-faktor
yang mempengaruhi BMR meliputi umur, jenis kelamin, temperatur, obat-obatan,
hormon dan status nutrisi.
Pria memiliki BMR yang lebih tinggi daripada wanita. BMR menurun seiring
bertambanya usia dan peningkatan persentase lemak tubuh. Perubahan temperatur
tubuh juga mempengaruhi BMR. Kenaikan temperatur tubuh satu derajat saja dari
internal ataupun eksternal dapat meningkatkan BMR sebanyak 12%. Hormon tiroid,
hormon pertumbuhan, glukagon dan epinephrin juga dapat meningkatkan BMR yang
biasa disebut calorigenic.
Menurut Liu et al, akupunktur dapat meningkatkan hormon tiroksin pada
penderita obesitas. Sehingga akupunktur dapat juga menaikkan BMR dengan
meningkatkan fungsi hipothalamus pituitary tiroid axis, dimana stimulasi sekresi
tiroksin dapat menaikkan ATP ase. Akupunktur dapat menghasilkan BMR yang lebih
tinggi dan lipolisis dengan meningkatkan simpathetic tone. Aktivitas ATP ase
berkurang oleh karena hiperkolesterolimia. Akupunktur dapat juga meningkatkan
aktivitas ATP ase dengan mengubah komposisi lipid pada membran sel yang
dipengaruhi oleh kolesterolimia yang tinggi.
5. Berperan dalam Hyperinsulinisme
Hiperkolesterolimia umumnya berhubungan dengan obesitas. Hal ini terlihat
bahwa akupunktur dapat mengurangi hiperkolesterolimia. Liu et al menemukan
bahwa pada penderita obesitas yang berhasil diterapi dengan akupunktur
menunjukkan nilai total kolesterol, total trigliserida, LDL, dan VLDLnya rendah
27
sedangkan nilai HDLnya tinggi. Kadar insulin yang tinggi berarti meningkatkan
glikoneogenesis dan lipogenesis yang dapat menambah lebih banyak lemak pada
penderita obesitas.
Hiperinsulinisme merupakan suatu kondisi dimana kadar insulin tubuh secara
permanen tinggi tetapi ada resistensi terhadap efek insulin. Kondisi ini mendukung
lipogenesis dan lebih banyak sel lemak (adiposit) meningkatkan resistensi insulin.
Hiperinsulinisme juga merangsang hati untuk memproduksi lebih banyak LDL dan
VLDL yang dapat menyebabkan hiperkolesterolimia dan hipertrigliseridemia.
Akupunktur dapat mengurangi hiperkolesterolimia dengan bertindak dalam
Hiperinsulinisme. Kadar insulin setelah dilakukan terapi akupunktur juga menurun.
Akupunktur dapat mempengaruhi Hiperinsulinisme melalui alfa adrenergic dan
beta adrenergic yang ditemukan pada sel-sel beta pankreas. Rangsangan pada
reseptor alfa adrenergic oleh noradrenaf yang merupakan neurotransmitter sinaps
postganglionic sympathetic yang juga dihasilkan oleh medulla adrenal dalam jumlah
yang sedikit, dapat menghambat sekresi insulin.
28
2.10 Kerangka Konseptual
Keterangan :
PeningkatanIndeks Massa
Tubuh
: berhubungan
: berpengaruh
: diteliti
Obesitas
: tidak diteliti
Faktor genetik
Kerusakan pada Hipotalamus Ventromedial
Kurang bergerak/jarang OR
Ketidakstabilan emosi
Lingkungan
FarmakoterapiAkupunktur PembedahanLatihan Fisik Diet Khusus
Menurunkan nafsu makan
: Menghambat
29
Faktor genetik, kerusakan pada Hipotalamus Ventromedial, kurang bergerak/jarang
berolahraga, ketidakstabilan emosi dan lingkungan dapat menyebabkan peningkatan
Indeks Massa Tubuh yang akhirnya dapat mengakibatkan timbulnya obesitas. Dengan diet
khusus, latihan fisik, pembedahan, farmakoterapi, dan akupunktur dapat menghambat atau
mempengaruhi nilai Indeks Massa Tubuh pada penderita obesitas.
2.11 Hipotesis
Ada perubahan Indeks Massa Tubuh pada penderita obesitas setelah dilakukan terapi
akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6.
30
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan pre-experimental design dengan pretest-postest design.
3.2 Kerangka Kerja
Populasi : semua pasien obesitas yang melakukan terapi akupunktur di poli akupunktur Puskesmas Kepanjen selama kurun waktu 1 bulan
Sampling : Total Sampling
Sampel : semua pasien obesitas yang melakukan terapi akupunktur di poli akupunktur Puskesmas Kepanjen selama kurun waktu 1 bulan yang
memenuhi kriteria populasi sebanyak 10 pasien
Desain Penelitian : Pre-experimental design dengan pretest dan posttest design
Pengumpulan data dengan menggunakan Standar Operasional PelaksanaanTerapi Akupunktur dan lembar observasi IMT pretest dan posttest
Variabel Independent : Terapi akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26, dan SP 6
Variabel Dependent : Indeks Massa Tubuh
Pengolahan data dan analisis data dengan paired t test
Penyajian hasil penelitian dalam bentuk tabel dan grafik
Penarikan Kesimpulan
31
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien obesitas yang melakukan terapi akupunktur dengan
tujuan mengurangi berat badan atau pelangsingan di Poli Akupunktur Puskesmas Kepanjen
selama kurun waktu satu bulan penelitian dengan kriteria populasi sebagai berikut :
1. Wanita yang bersedia menjadi responden
2. Memiliki nilai IMT > 24,9 kg/m2
3. Melakukan terapi akupunktur selama 6 kali terapi
3.3.2 Sampel
Sampel yang dipilih untuk penelitian ini adalah semua pasien obesitas yang melakukan terapi
akupunktur dengan tujuan mengurangi berat badan atau pelangsingan di poli Akupunktur
Puskesmas Kepanjen yang memenuhi kriteria populasi selama kurun waktu satu bulan yang
berjumlah 10 pasien.
3.3.3 Teknik Sampling
Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu pengambilan
sampel dengan cara semua anggota populasi dijadikan sampel dalam periode waktu tertentu.
3.4 Identifikasi Variabel
1. Variabel Independent : Terapi akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan
SP 6.
2. Variabel dependent : Indeks Massa Tubuh
32
3.5 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional
Indikator Alat Ukur Skala Data
Skor
1. Variabel Independent : Terapi akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6.
Penusukan jarum akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6.
Terapi akupunktur dilakukan2 kali per minggu3 kali per minggu
- - -
2. Variabel dependent : Indeks Massa tubuh
berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m2)
Indeks Massa tubuh pada orang dewasa Asia Pasifik
Timbangan Berat Badan dan Meteran
interval BB kurang : < 18,5Normal : 18,5 –22,9Overweight : > 23Obese : > 24,9
3. Sub variabel :1. Titik CV 12 Titik akupunktur
yang terletak 4 cun diatas umbilicus
- - nominal -
2. Titik CV 6 Titik akupunktur yang terletak 1,5 cun dibawah umbilicus
- - nominal -
3. Titik ST 25 Titik akupunktur yang terletak 2 cun lateral umbilicus
- - nominal -
4. Titik ST 36 Titik akupunktur yang terletak 3 cun dibawah os. Patella dan satu jari anterolateral os. tibia
- - nominal -
5. Titik GB 26 Titik akupunktur yang terletak intersection secara vertical dibawah rusuk ke-11 dan secara horisontal melalui umbilicus, 1,8 cun ventro caudal LR 13 ( di batas inferior rusuk ke -11)
- - nominal -
6. Titik SP 6 Titik akupunktur yang terletak 3 cun dibawah malleolus internus
- - nominal -
33
3.6 Pengumpulan Data dan Analisis Data
3.6.1 Pengumpulan Data
1. Proses Pengumpulan Data
a) Pasien pertama kali datang untuk melakukan terapi pelangsingan dengan akupunktur.
b) Pasien yang bersedia menjadi responden, diminta untuk menandatangani informed consent
terlebih dahulu.
c) Sebelum pasien diterapi, pasien diukur terlebih dahulu berat badannya dengan menggunakan
alat timbangan badan dan tinggi badannya menggunakan meteran, kemudian dihitung Indeks
Massa Tubuhnya .
d) Setelah pasien melakukan terapi akupunktur selama 6 kali, berat badan pasien diukur
kembali dan dihitung IMTnya.
2. Instrumen Pengumpulan Data
a) Standar Operasional Pelaksanaan Terapi Akupunktur
Pasien berbaring dengan santai tanpa rasa tegang, tidak terlalu lelah, tidak terlalu kenyang
dan tidak terlalu lapar.
Terapis akupunktur melakukan disinfeksi pada tangannya dengan bola kapas steril yang
sudah dibasahi alkohol 70%.
Sebelum dilakukan penusukan, area titik yang akan ditusuk dilakukan disinfeksi terlebih
dahulu dengan bola kapas steril yang sudah dibasahi alkohol 70%.
Setelah itu dilakukan penusukan secara berturut-turut pada titik CV 12, ST 25, GB 26, CV 6,
ST 36, dan SP 6 menggunakan jarum filiform steril.
34
Kemudian jarum yang sudah tertancap dialiri listrik dengan metode pelemahan (frekuensi 80
Hz) menggunakan elektrostimulator akupunktur KWD–808-I Multi Purpose Health Device
dengan gelombang kontinyu selama 30 menit.
Pemasangan anoda dan katoda sesuai dengan kaidah kanan kiri, urutan meridian dan nomer
titik akupunktur.
Setelah jarum dirangsang selama 30 menit, jarum dicabut. Setiap pencabutan jarum, bekas
tusukan dilakukan disinfeksi kembali menggunakan bola kapas steril yang telah dibasahi
alkohol 70%.
b) Lembar Observasi yang terdiri dari :
Data umum pasien
IMT pretest dan posttest
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian : Minggu ke-3 Bulan Juni 2009 sampai Minggu ke-2 Bulan Juli 2009
Tempat penelitian : Poli akupunktur Puskesmas Kepanjen
3.6.2 Analisis data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan paired t test untuk mengetahui perbedaan
hasil pengukuran indeks massa tubuh pasien obesitas sebelum dan sesudah diterapi akupunktur
pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6. Rumus yang digunakan adalah :
1
2
2
nnn
dd
Md
SEd
Mdt
Keterangan :
Md = rata-rata dari selisih IMT posttest dan IMT pretest
d = selisih IMT posttest terhadap IMT pretest
n = jumlah sampel penelitian
35
3.7 Keterbatasan
1. Dalam waktu 6 kali terapi atau setengah seri terapi, kedatangan pasien ada yang 2 kali per
minggu atau 3 kali per minggu sehingga dapat mempengaruhi hasil penghitungan IMT.
2. Dalam penelitian tidak dilakukan pengkajian apakah pasien menjalani diet ketat,
mengkonsumsi obat/jamu pelangsing ataupun olahraga khusus yang dapat mempengaruhi
hasil penghitungan IMT.
36
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini menyajikan hasil dari penelitian mengenai pengaruh terapi
akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6 terhadap
perubahan IMT pasien obesitas di poli akupunktur Puskesmas Kepanjen yang
dilakukan pada bulan Juni minggu ke-3 sampai bulan Juli minggu ke-2 tahun 2009.
Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk data umum dan data khusus.
Data umum akan menyajikan karakteristik responden yang meliputi karakteristik
responden berdasarkan usia, pekerjaan, pendidikan, aktivitas, status perkawinan,
kunjungan terapi per minggu, dan anamnesis khusus setelah 6 kali terapi. Data khusus
akan menyajikan hasil pengukuran berat badan dan penghitungan IMT responden
sebelum dan sesudah terapi akupunktur.
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Puskesmas Kepanjen terletak di Jalan Raya Jatirejoyoso no. 4 Kepanjen,
Kabupaten Malang. Puskesmas Kepanjen memiliki beberapa ruangan pelayanan,
diantaranya yaitu : Balai Pengobatan (BP), ruang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),
Pojok Gizi, apotek, UGD dan sebuah poli akupunktur. Poli akupunktur Kepanjen
berukuran 4 x 6 meter, terdiri dari dua buah tempat tidur. Di ruangan ini terdapat
sebuah almari, satu buah timbangan badan, sebuah alat pengukur tinggi badan, dua
buah kursi panjang tempat tunggu pasien, dan dua buah elektro stimulator.
37
Rata-rata pasien yang datang ke poli akupunktur Puskesmas Kepanjen adalah 3
pasien tiap harinya. Rata-rata keluhan utama pasien adalah kelebihan berat badan dan
nyeri pada persendian.
4.1.2 Data Umum
1. Karakteristik responden berdasarkan usia
Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan usia di poli akupunktur Puskesmas Kepanjen
No Usia Jumlah Prosentase (%)1. 20 - 40 tahun 8 802. 41 - 65 tahun 2 20
Total 10 100Sumber : Data Umum Pasien Tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar (80%) responden
berusia 20 – 40 tahun dan yang paling sedikit yaitu (20%) responden berusia 41 – 65
tahun.
2. Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan
Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan di poli Akupunktur Puskesmas Kepanjen
No Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase (%)
1. PNS 2 20
2. Ibu Rumah Tangga 4 40
3. Swasta 3 30
4. Mahasiswa 1 10
Total 10 100Sumber : Data Umum Pasien Tahun 2009
Berdasarkan jenis pekerjaan responden, didapatkan data yang menunjukkan
bahwa sebagian besar (40%) responden adalah sebagai Ibu Rumah Tangga dan
sebagian kecil (10%) responden adalah mahasiswa.
38
3. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 4.3 Karakteristik Responden berdasarkan tingkat pendidikan di Poli Akupunktur Puskesmas Kepanjen
No Pendidikan Jumlah Prosentase (%)1. Lulusan PT 5 502. Lulusan SMU 4 403. Lulusan SMP 1 104. Lulusan SD - -
Total 10 100Sumber : Data Umum Pasien Tahun 2009
Berdasarkan tingkat pendidikan responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar
(50%) responden berpendidikan lulusan Perguruan Tinggi, dan seorang responden
(10%) berpendidikan lulusan SMP
4. Karakteristik responden berdasarkan pada aktivitas
Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan pada aktivitas di Poli Akupunktur puskesmas Kepanjen
No Aktivitas Jumlah Prosentase (%)
1. Banyak aktivitas 2 20
2. Kurang aktivitas 8 80
Total 10 100Sumber : Data Umum Pasien Tahun 2009
Berdasarkan data tabel diatas, sebagian besar (70%) hobi/aktivitas responden
adalah di rumah saja / mengurus anak dan hanya seorang responden (10%) yang
kuliah.
39
5. Karakteristik responden berdasarkan pada status perkawinan
Tabel 4.5 Karakteristik Responden berdasarkan pada status perkawinan di Poli Akupunktur Puskesmas Kepanjen
No Status Perkawinan Jumlah Prosentase (%)1. Menikah 8 802. Belum menikah 2 20
Total 10 100Sumber : Data Umum Pasien Tahun 2009
Berdasarkan data tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar (80%)
responden sudah menikah, sedangkan sisanya yaitu (20%) belum menikah.
6. Karakteristik responden berdasarkan jumlah kunjungan terapi
Tabel 4.6 Karakteristik responden berdasarkan jumlah kunjungan terapi di Poli Akupunktur Puskesmas Kepanjen
No Kunjungan Terapi Jumlah Prosentase (%)1. 2 kali / minggu 1 102. 3 kali / minggu 9 90
Total 10 100Sumber : Data Umum Pasien Tahun 2009
Berdasarkan jumlah kunjungan terapi per minggu, sebanyak (90%) responden
terapi 3 kali / minggu, sedangkan seorang responden yaitu sebanyak 10% responden
yang terapi 2 kali per minggu.
7. Hasil anamnesis responden setelah 6 kali terapi
Tabel 4.7 Hasil anamnesis responden setelah 6 kali terapi
No Anamnesis Jumlah Prosentase (%)1. Nafsu makan menurun dan BAB lancar 9 90
2.Tidak ada perubahan pada nafsu makan dan BAB tidak lancar
1 10
Total 10 100Sumber : Data Umum Pasien Tahun 2009
40
Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 9 responden (90%) mengalami penurunan
nafsu makan dan BAB lancar setelah diterapi akupunktur. Sedangkan hanya 1 orang
responden saja (10%) yang tidak mengalami perubahan sama sekali terhadap nafsu
makan dan BABnya.
4.1.3 Data Khusus
Tabel 4.8 Hasil pengukuran berat badan dan hasil penghitungan IMT sebelum dan sesudah terapi akupunktur
No NamaTinggi Badan
(m)
Berat Badan (kg) IMT (kg/m2)d d2
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 Snt 1.58 63 60 25.2 24.0 1.2 1.44
2 Dw 1.59 66 66 26.1 26.1 0 0
3 Str 1.5 76 73.5 33.8 32.7 1.1 1.21
4 Iph 1.6 78.5 76 30.7 29.7 1.0 1.0
5 Yn 1.57 61.5 59.5 25.0 24.1 0.9 0.81
6 Hn 1.54 74 72 31.2 30.4 0.8 0.64
7 Kpt 1.58 68 65.5 27.2 26.2 1.0 1.0
8 Sk 1.56 94 91.5 38.6 37.6 1.0 1.0
9 Ifv 1.65 68 66 25.0 24.2 0.8 0.64
10 Enk 1.56 61 59 25.1 24.2 0.8 0.64∑ 8.6 8.38
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden mengalami
perubahan berat badan. Dan IMT responden sebelum dan setelah dilakukan terapi
akupunktur mengalami perubahan. Hanya ada satu responden yang tidak mengalami
perubahan pada berat badan maupun IMTnya.
41
Dari tabel diatas dapat dihitung rata-rata IMT sebelum dan sesudah di akupunktur
yaitu :
86,010
6,8
n
dMd
Jadi rata-rata penurunan IMT sebelum dan sesudah terapi akupunktur adalah
sebesar 0,86.
4.1.4 Analisis Data dengan Paired t test
22,80109,0
86,0
90
396,783,8
86,0
1101010
6,883,8
86,02
t
9
110
1
dk
dk
ndk
05,0t tabel = 2,26
1
2
2
nnn
dd
Mdt
SEd
Mdt
t hitung > t tabel
8,22 > 2,26Ho ditolak
42
Berdasarkan hasil uji statistik untuk IMT dengan Paired t test didapatkan t hitung
(8,22) lebih besar dari pada t tabel (2,26) sehingga Ho ditolak yang berarti ada
pengaruh terapi akupunktur terhadap IMT pasien obesitas.
4.1.5 Grafik Perubahan IMT sebelum dan sesudah terapi akupunktur
4.2 Pembahasan
4.2.1 Indeks Massa Tubuh Responden sebelum Terapi Akupunktur
Dari hasil penelitian, nilai IMT semua responden yang berjumlah 10 orang
sebelum terapi akupunktur menunjukkan nilai yang tinggi, yaitu > 24,9 kg/m2 yang
berarti tergolong obesitas.
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk
mengukur tingkat populasi yang mengalami berat badan berlebih dan obesitas pada
orang dewasa. IMT diukur dengan satuan berat badan dalam kilogram (kg) dibagi
tinggi badan dalam meter kuadrat (m2) (Harrison, 2005).
Data perubahan IMT sebelum dan sesudah diterapi Akupunktur
0.05.0
10.015.020.0
25.030.035.040.0
Snt Dw Str Iph Yn Hn Kpt Sk Ifv Enk
Nama responden
IMT pretest
posttest
43
Berdasarkan Klasifikasi Berat badan terhadap IMT untuk orang Asia dewasa,
IMT untuk orang obesitas memiliki resiko morbiditas moderat hingga berat
(Sugondo, 2006). Menurut para peneliti, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
obesitas diantaranya (Ramayulis, 2008 : 14) : 1. Faktor genetik. 2. Kerusakan pada
Hipotalamus Ventromedial. 3. Pola makan berlebih. 4. Kurang bergerak atau jarang
berolahraga. 5. Ketidakstabilan emosi. 6. Lingkungan.
Dari hasil penelitian, nilai IMT responden sebelum terapi menunjukkan nilai yang
tinggi dan berisiko morbiditas tinggi. Pada nilai IMT responden yang tinggi ini
mungkin terjadi karena aktivitas responden sebanyak 80% tergolong kurang, jarang
melakukan aktivitas fisik maupun olahraga. Dilihat dari segi usia, sebanyak 80%
responden berusia diantara 20-40 tahun dan sebanyak 20% berusia 41-65 tahun
dimana pada usia tersebut proses pertumbuhan sudah terhenti sehingga kecepatan
metabolisme menurun. Bila ditunjang dengan kurangnya aktivitas fisik, penurunan
kecepatan metabolisme semakin bertambah. Sehingga dapat menyebabkan kelebihan
asupan makanan yang disimpan sebagai lemak. Akibatnya semua responden memiliki
IMT tinggi yang sudah masuk dalam kategori obesitas.
4.2.2 Indeks Massa Tubuh responden setelah terapi Akupunktur
Dari hasil penelitian, IMT responden sebanyak (90%) mengalami penurunan.
Hanya satu orang responden saja (10%) yang IMTnya tetap, tidak mengalami
penurunan sama sekali. Variasi penurunan IMT terdiri dari : lebih dari atau sama
dengan 1, kurang dari 1, dan tidak ada penurunan sama sekali. Sebanyak 5 responden
mengalami penurunan lebih dari atau sama dengan 1, sebanyak 4 responden
mengalami penurunan IMT kurang dari 1 dan hanya 1 orang responden saja yang
44
tidak mengalami penurunan nilai IMT sama sekali. Rata-rata nilai penurunan IMT
adalah sebesar 0,86 kg/m2.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai IMT pasien obesitas diantaranya
adalah :
1. Diet khusus terutama diet rendah kalori yang dapat menyebabkan gastric
emptlying tinggi (tahan lama dalam lambung), mengikat lemak atau kolesterol,
transit time (waktu tinggal di usus) rendah dan mengakibatkan rasa kenyang yang
lama (Gummesson, 2009).
2. Aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh.
3. Obat-obatan terutama Sibutramine dan Orlistat yang sudah diizinkan oleh FDA.
Sibutramine dapat meningkatkan rasa kenyang dan pengeluaran energi.
Sedangkan Orlistat dapat menurunkan penyerapan lemak sehingga lemak tidak
terserap dan terbuang bersama tinja (Sugondo, 2006).
4. Pembedahan dilakukan untuk pasien dewasa yang memiliki IMT sekitar 35 kg/m2
– 40 kg/m2 (Gummesson, 2009).
5. Akupunktur yang berperan melalui mekanisme neurohumoral yang dapat
menghambat nafsu makan, mengurangi fungsi lambung dan usus yang berlebih
dalam pencernaan dan penyerapaan makanan. Dapat meningkatkan metabolisme,
meningkatkan konsumsi energi dan meningkatkan penguraian lemak sehingga
dapat mengurangi lemak tubuh (Hardian, 2008).
Mekanisme terjadinya perubahan IMT sesudah diterapi akupunktur pada pasien
obesitas adalah melaui beberapa cara sebagai berikut (Cermin Dunia Kedokteran No
123, 1999) :
45
1. Menurunkan nafsu makan melaui jalur serotonergik otak
Rangsangan pada hipotalamus untuk melepaskan serotonin yang dapat
mengaktifkan methionin enkephalin. Pengaktivan methionin enkephalin
menghambat pengeluaran GABA (Gamma Amino Butiric Acid). Penghambatan
GABA dapat meningkatkan suplai dopamine yang mengakibatkan rasa kenyang
dan kehilanagan motivasi untuk melihat makanan.
2. Mengurangi asupan nutrisi dengan menurunkan hiperfungsi pencernaan lambung
dan usus.
Penurunan hiperfungsi pencernaan lambung dan usus mengakibatkan seseorang
mudah kenyang dan asupan nutrisi menjadi berkurang. Sehingga simpanan lemak
bisa diubah menjadi energi.
3. Meningkatkan pengeluaran energi dengan meningkatkan Basal Metabolic Rate
(BMR)
Akupunktur dapat meningkatkan hormon tiroksin pada pasien obesitas. Sehingga
akupunktur juga bisa meningkatkan BMR yang dapat meningkatkan pengeluaran
energi.
Dari hasil penelitian, penurunan IMT responden ini bisa disebabkan oleh
pengaruh terapi akupunktur dengan kedatangan terapi yang rutin yaitu 3 kali terapi
akupunktur/minggu. Pengaruh terapi akupunktur dapat menurunkan nafsu makan,
mengurangi fungsi lambung dan usus yang berlebih dalam pencernaan makanan dan
penyerapan makanan sehingga dapat mengurangi lemak tubuh. Pada penelitian ini
tidak dilakukan pengkajian tentang diet khusus, konsumsi obat-obatan ataupun jamu
pelangsing dan olahraga khusus yang dilakukan responden. Penurunan IMT ini bisa
46
saja terjadi selain karena diterapi akupunktur, sehingga faktor-faktor tersebut juga
turut berpengaruh.
Usia responden ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan
IMT. Hal ini terbukti dari hasil posttest menunjukkan bahwa penurunan IMT dari
usia 20 - 65 tahun tidak ada perbedaan penurunan secara signifikan. Penurunan rata-
rata IMT responden hampir sama yaitu 0,86 kg/m2.
Berdasarkan pada anamnesis setelah 6 kali terapi, didapatkan bahwa sebanyak 9
responden (90%) mengalami penurunan nafsu makan dan BABnya lancar. Penurunan
nafsu makan bisa menyebabkan pembakaran/metabolisme lemak yang tersimpan di
dalam jaringan lemak menjadi energi. Secara otomatis, penurunan berat badan juga
mengakibatkan penurunan nilai IMT responden.
Satu orang responden tidak mengalami penurunan sama sekali. Hal ini karena
pada anamnesis setelah 6 kali terapi, responden tidak mengalami penurunan nafsu
makan dan BAB responden tidak lancar.
4.2.3 Indeks Massa Tubuh responden sebelum dan sesudah terapi akupunktur
Berdasarkan hasil uji analisis data menggunakan paired t test, didapatkan bahwa t
hitung (8,22) > t tabel (2,26) sehingga Ho ditolak yang berarti ada pengaruh terapi
akupunktur pada titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26, dan SP 6 terhadap
perubahan IMT responden yang menderita obesitas.
Dari hasil penelitian, sebelum diterapi akupunktur sebanyak 10 orang responden
memiliki nilai IMT yang tinggi yaitu > 24,9 kg/m2. Setelah diterapi akupunktur
sebanyak 6 kali, sebanyak 9 responden (90%) mengalami penurunan pada IMTnya.
Sedangkan 1 orang responden (10%) saja yang tidak mengalami penurunan sama
47
sekali pada nilai IMT. Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan ini. Perubahan
nilai IMT ini bisa terjadi oleh karena sebanyak 90% responden mengalami penurunan
nafsu makan dan BAB menjadi lebih lancar setelah 6 kali terapi.
Pada penelitian ini tidak dilakukan pengkajian terhadap diet, konsumsi obat-
obatan atau jamu pelangsing dan olahraga khusus. Karena sulit sekali diterapkan jika
pasien atau sampel penelitian tidak dikarantina. Artinya selama proses penelitian,
peneliti tidak dapat mengawasi pasien selama 24 jam karena sampel penelitian saya
bukanlah hewan coba yang dapat dikontrol semua variabel perancunya. Sehingga
perubahan bisa saja terjadi oleh karena pasien yang mengkombinasi terapi
akupunktur ini dengan diet khusus, konsumsi obat-obatan atau jamu pelangsing
maupun olahraga khusus.
Perubahan ini ternyata tidak dipengaruhi oleh faktor usia. Karena berdasarkan
teori, usia mempengaruhi kecepatan metabolisme seseorang, tetapi pada hasil
penelitian menunjukkan bahwa responden yang berusia di atas 40 tahun juga
mengalami penurunan IMT yang cukup signifikan.
Pada responden yang tidak mengalami perubahan IMT sama sekali, hal ini terjadi
oleh karena tidak adanya perubahan pada nafsu makan dan BAB responden juga tidak
lancar.
48
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. IMT responden sebelum dilakukan terapi akupunktur pada titik CV 12, CV6,
ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6 adalah tinggi yaitu > 24,9 kg/m2
2. Setelah dilakukan terapi akupunktur pada titik CV 12, CV6, ST 25, ST 36,
GB 26 dan SP 6, IMT responden mengalami penurunan.
3. Berdasarkan pada hasil uji analisis dengan paired t test, didapatkan t hitung
(8,22) lebih besar dari pada t tabel (2,26) sehingga Ho ditolak yang berarti
terapi akupunktur pada titik CV 12, CV6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6
berpengaruh terhadap perubahan IMT responden yang obesitas.
5.2 Saran
1. Penelitian ini hendaknya menjadi pendorong untuk dilakukan penelitian-
penelitian lebih lanjut, khususnya terapi akupunktur untuk pasien obesitas.
2. Diharapkan pada penelitian yang lebih lanjut, dapat digunakan dua subyek
penelitian yaitu pria dan wanita dengan jumlah yang lebih banyak dan rentang
waktu yang lebih lama yaitu 1 seri @ 12 kali terapi agar lebih bisa dibedakan
pengaruh terapi menurut jenis kelamin dan perbedaan hasil sebelum dan
sesudah terapi lebih signifikan.
49
3. Terapi akupunktur dapat dijadikan alternatif pengobatan atau sebagai
informasi kesehatan dalam tatalaksana terapi obesitas yang harus diimbangi
dengan pola hidup yang sehat.
4. Titik-titik CV 12, CV6, ST 25, ST 36, GB 26 dan SP 6 dapat dijadikan
formulasi titik inti dalam terapi obesitas di Puskesmas Kepanjen karena telah
terbukti dapat menurunkan nilai IMT pasien obesitas.
50
DAFTAR PUSTAKA
Daniels et al. (2005). Overweight in Children and Adolescents Pathophysiologi, Consequences, Prevention, and Treatment. Dallas : http://circ.ahajournals.org/cgi/reprint/111/15/1999
Depkes. (2009). Obesitas dan Kurang Aktivitas Fisik Menyumbang 30% Kanker. Jakarta: http://www.isfinational.or.id/info/22/899-obesitas-dan-kurang-aktivitas-fisik.pdf
Faellasufa, Ode. (2007). Diet Sehat Ala Dokter dan Selebritis. Depok : Araska.
Hardian, Dadi. (2008). Solusi Mengatasi Overweight dan Obesitas. Jakarta : http://www.dr-rocky.com/layout-artikel-kesehatan/31-solusi-mengatasi-overweight-dan-obesitas.
Healthy News Service. (2006). Treating Obesity With Acupuncture. Chiangmai : http://www.healthy.net/scr/news.asp?Id=8456.
Hoediono, Tjatchrisanto. (2006). Meridian Indonesian Journal of Acupuncture. Titik Akupunktur. edisi Desember. Surabaya : DPD PAKSI Jawa Timur.
House of Commons Health Committee. (2004). Obesity. London : The Stationery Office Limited.
Junqueira, L. Carlos., Alih bahasa Jan Tambayong. (1998). Histologi Dasar. Jakarta : EGC.
Marinusa, Manius dan Rudi Kastono. (1999). Cermin Dunia Kedokteran. Mechanism of Acupuncture in Treating Obesity. edisi No. 123. Jakarta : Grup PT Kalbe Farma.
Noviani. (2003). Obesitas dan Penyakit. Jakarta : www.medikaholistic.com/2003/2004/11/28/medika.html.
Ramayulis, Rita dan Lilis Christine Lesmana. (2008). 17 Alternatif Untuk Langsing. Jakarta : Penebar Plus.
Saputra, Koosnadi dan Agustin Idayanti. (2005). Akupunktur Indonesia. Surabaya : Airlangga University Press.
Satrio Oriental Clinic. (2009). Pengertian Akupunktur. Jakarta : http://satriocenter.com/pengertian-akupunktur.
51
Scanlon, Valerie C., Alih bahasa Awal Prasetyo. (2007). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC.
Subana, M dan Sudrajat. (2005). Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : Pustaka Setia.
Sudoyo, Aru et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tanzil, A. (2007). Metabolisme Energi. Jakarta : http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/4017.pdf
Wardani, Lusie. (2008). Tentang Akupunktur, Pengertian Akupunktur. Surabaya : http://www.surabaya-ehealth.org/dkksurabaya/berita/pengobatan-tradisional-akupuntur.
Werdhani, Retno Asti. (2009). Konsep Uji Z dan Uji T, Pemakaian pada Sampel Bebas dan Sampel Berpasangan. Jakarta : Departemen Fakultas Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI.
Winata, Hendy. (2009). Obesitas, Demi Tuhan Hindarilah. Jakarta : http://g1mobilephone.net/mobilephones/obesitas-demi-tuhan-hindarilah
Wu, Wen Lung dan Jo Mei Chiang. (2009). Acupuncture For Overweight. Houston: http://www.houstonacupunctureherb.com/weight_loss_acupuncture_houston_tx.htm.
Yin, Ganglin and Zhenghua Liu. (1999). Advanced Modern Chinese Acupuncture Therapy. Beijing : New World Press.