1
PENGELOLAAN HOMESTAY DI DESA WISATA NGLANGGERAN KABUPATEN
GUNUNG KIDUL
Linda Ester Langi
732015601
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: [email protected]
2
3
4
5
6
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sebagai industri jasa, sektor pariwisata telah memberikan kontribusi dan berperan
penting dalam pembangunan perekonomian nasional, pengembangan wilayah maupun
peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui kontribusi dalam menyumbangkan devisa,
kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja, disamping
peran sosial, budaya dan lingkungan dalam kerangka pelestarian sumber daya alam dan
budaya.
Amanat Presiden Republik Indonesia, bahwa Pariwisata Indonesia diharapkan dapat
terus diperkuat dan dikembangkan menjadi sektor strategis dan pilar pembangunan
perekonomian nasional serta akan dapat mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara
sebesar 20 juta dan pergerakan wisatawan nusantara sebesar 275 juta perjalanan pada tahun
2019 mendatang (Rakornas Ke-IV). Untuk itu diperlukan strategi pengembangan yang
disusun menjadi 3A yaitu Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas. Homestay merupakan konsep
yang sangat sesuai untuk mendukung pengembangan amenitas pariwisata nasional,
mengingat, potensi terbesar pariwisata Indonesia ialah budaya dan alam.
Seiring berkembangnya waktu dengan meluasnya definisi pariwisata, daerah tujuan
wisata juga semakin berkembang. Salah satu daerah tujuan wisata yang menjadi alternatif
bagi wisatawan adalah pariwisata pedesaan atau yang biasa disebut desa wisata. Desa wisata
dibentuk dengan mengedepankan gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya serta
pelibatan masyarakat setempat dan pengembangan mutu produk desa wisata tersebut. Desa
wisata dibangun dengan konsep kembali ke alam serta menawarkan kehidupan masyarakat
yang lebih alami serta menampilkan kekayaan kebudayaan daerah setempat. Dalam
pengembangan program desa wisata, homestay merupakan bagian dari daya tarik wisata yang
didapatkan oleh wisatawan dalam kunjungannya ke desa wisata.
Homestay merupakan salah satu usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat di
destinasi pariwisata khususnya di desa wisata. Berbentuk rumah tinggal warga desa setempat
yang sebagian kamarnya disewakan kepada wisatawan serta adanya interaksi antara
wisatawan dan pemilik rumah. Homestay memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu sebagai
wadah untuk berpartisipasi dalam mengembangkan pariwisata di desanya, memberikan
kesempatan lapangan kerja dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, berbagai daerah mulai mengembangkan desa wisata sebagai alternatif tujuan
7
wisata yang ditawarkan pada wisatawan, termasuk desa wisata Nglanggeran. Jurnal ini akan
difokuskan pada Desa Wisata Nglanggeran yang telah memiliki beberapa penghargaan.
Desa wisata Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul memperoleh penghargaan sebagai Desa
Wisata Terbaik I Indonesia dan menerima penghargaan ASEAN Community Based Tourism
(CBT) Award 2017, yang di serahkan di Singapura, Jumat 20 Januari 2017. Capaian yang
diperoleh Desa Wisata Nglanggeran ini antara lain karena mampu memberikan kontribusi
kesejahteraan sosial, melibatkan kepengurusan dari masyarakat, menjaga dan meningkatkan
kualitas lingkungan, mendorong terjadinya partisipasi interaktif antara masyarakat lokal
dengan pengunjung (wisatawan), menyediakan jasa perjalanan wisata dan pramuwisata yang
berkualitas. Termasuk mengenai kualitas makanan, minuman, akomodasi dan kinerja
Friendly Tour Operator (FTO).1
Desa Wisata Nglanggeran terdapat beberapa tempat wisata spesial. Diantaranya;
Puncak Gunung Api Purba, Embung Nglanggeran, Air Terjun Kedung Kandang, dan masih
banyak lagi hal menarik lainnya yang disajikan di desa ini. Gunung api purba merupakan
gunung batu dari karst atau kapur. Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di
situs gunung api tersebut, tahun 2008 Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil
alih pengelolaannya dan menambah berbagai fasilitas disana. Adapun embung adalah
bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut.
Embung dengan luas sekitar 5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk
mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekeliling embung (Kompas,
2013). Pada musim kemarau, para petani bisa memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah.
Selain itu homestay juga sedang di kembangkan di Desa Wisata Nglanggeran guna
meningkatan jumlah kunjungan, bahkan saat ini sudah memiliki 80 rumah yang pernah
digunakan untuk homestay live in siswa dari berbagai daerah, bahkan wisatawan asing dari
berbagai negara.
Selain homestay pengelola memiliki alternatif lain untuk ditawarkan kepada wisatawan
yang datang, pengelola Desa Wisata Nglanggeran membuat paket Tahun Baru Exclusive
Gunung Api Purba dengan cukup membayar 185.000/orang sudah bisa mendapatkan
homestay dan mengikuti rangkaian kegiatan tahun baru. Dengan fasilitas pendukung seperti :
homestay dalam satu kamar digunakan 2-4 orang, makan 2 kali di homestay dengan menu ala
1https://travel.tempo.co/read/838401/desa-wisata-nglanggeran-terbaik-asean-2017)
8
desa, sunset gunung Api Purba Gardu pandang I, api unggun di kawasan Embung kebun buah
Nglanggeran, pesta kembang api, sunrise puncak timur gunung Api Purba di kampung 7
kepala keluarga, Pemandu, dan Asuransi.
Sebagai salah satu desa wisata terbaik di Indonesia, menarik untuk mempelajari
bagaimana usaha homestay di desa ini dimulai. Lebih jauh lagi, walaupun telah
memenangkan sebagai desa wisata terbaik di Indonesia, diperlukan studi lebih mendalam
tentang bagaimana usaha homestay dikelola di desa Nglanggeran, dan juga perlu diteliti
sejauh mana pengelolaan homestay di desa ini telah memenuhi standar pengelolaan yang
baik.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses terbentuknya usaha homestay di Desa Nglanggeran?
b. Bagaimana usaha homestay di Desa Wisata Nglanggeran dikelola?
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Desa Wisata
Salah satu yang menjadi suatu bentuk kegiatan ekowisata pada kawasan tertentu
yang melibatkan masyarakat lokal setempat adalah desa wisata. Menurut Priasukmana &
Mulyadin (2001), Desa Wisata merupakan suatu kawasan pedesaan yang menawarkan
keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaaan baik dari kehidupan sosial
ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan
struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik
serta mempunyai potensi untuk dikembangkanya berbagai komponen kepariwisataan,
misalnya atraksi, akomodasi, makanan-minuman, cindera-mata, dan kebutuhan wisata
lainnya.
Lebih jauh penulis tersebut menyatakan bahwa desa wisata biasanya berupa kawasan
pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus yang layak untuk menjadi daerah
tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang
relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem
pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Diluar faktor-
faktor tersebut, sumber daya alam dan lingkungan alam yang masih terjaga merupakan
salah satu faktor penting dari sebuah kawasan desa wisata.
9
Selain berbagai keunikan tersebut, kawasan desa wisata juga dipersyaratkan
memiliki berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai
fasilitas ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan
wisata. Fasilitas-fasilitas yang seyogyanya ada disuatu kawasan desa wisata antara lain :
sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan akomodasi. Khusus untuk sarana
akomodasi, desa wisata dapat menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok
wisata (Homestay) sehingga para pengunjung dapat merasakan suasana pedesaan yang
masih asli.
2.2. Akomodasi (Homestay)
Usaha Penyediaan Akomodasi adalah usaha penyediaan pelayanan penginapan
untuk wisatawan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya (Permen
Pasal 1 Ayat 27 Tahun 2016). Ada beberapa jenis penginapan yang ada di Indonesia
seperti : Hotel, Resort, Cottage, Villa, Losmen, Motel, Guest House, Apartemen dan
Homestay. Usaha Pondok Wisata atau sering disebut juga dengan istilah homestay adalah
salah satu jenis akomodasi yang sering dijumpai di Indonesia. Homestay berupa bangunan
rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan
dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan
sehari-hari pemiliknya.
Homestay merupakan salah satu sarana pendukung penting dalam pengelolaan desa
wisata. Sebagai usaha, homestay mampu memberikan dampak positif bagi peningkatan
ekonomi masyarakat desa wisata. Pemilik homestay diwajibkan mempunyai sertifikasi
usaha, guna mendukung peningkatan mutu pelayanan dan pengelolaan melalui pemenuhan
standar usaha. Standar usaha homestay mencakup aspek produk, pelayanan dan
pengelolaan usaha. Sertifikasi pondok wisata dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi usaha
bidang pariwisata untuk homestay yang telah memenuhi standar usaha.
Homestay sebagai usaha masyarakat lokal merupakan salah satu bentuk usaha
masyarakat lokal yang pada umumnya terbentuk dari hasil pemberdayaan masyarakat
dalam sebuah pengembangan pariwisata berbasis komunitas (Suharto, 2017: Susanto, P.
C., Ray, E. M., Indahningtyas, D. R., Setiawan, V., Khayat, A., & Pura, U. D.).
Pada umumnya pengembangan pariwisata berbasis komunitas memerlukan peran
aktif dan dukungan dari stakeholder diluar komunitas lokal, seperti pemerintah, LSM, atau
perorangan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Oleh
10
karena itu, idealnya usaha homestay dimiliki dan dikelola oleh masyarakat setempat
(ASEAN, 2016).
2.3. Standarisasi Homestay ASEAN
Keberhasilan program homestay di kawasan ASEAN sangat bergantung pada
pemahaman yang kuat akan kebutuhan dasar dari pengalaman pengunjung yang
berkualitas dari perspektif homestay. Oleh karena itu, penetapan standar Homestay
ASEAN diperlukan untuk mengembangkan homestay di sebuah destinasi, standar ini
memberikan kesempatan untuk menstandardisasi pemahaman tingkat dasar tentang apa itu
homestay dan menetapkan standar homestay ASEAN, standar minimum di semua negara
anggota ASEAN. Standar ini juga memfasilitasi pendekatan yang terkoordinasi,
mendorong kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait, menciptakan lingkungan
yang positif sambil merevitalisasi ekonomi pedesaan dan juga pengurangan kemiskinan.
Dalam penerapan standarisasi homestay bertaraf ASEAN, ada beberapa kriteria yang
harus diperhatikan. Adapun kriteria homestay (ASEAN, 2016), sebagai berikut; Dari
aspek produk, dalam standar ASEAN, sebuah desa wisata minimal memiliki 5 homestay
yang terdaftar di dalam desa untuk mencerminkan keterlibatan dan kohesi masyarakat,
serta letak homestay harus berada dekat dengan atraksi wisata yang berbasis alam dan
budaya di daerah sekitarnya. Selain itu, dalam standarisasi ASEAN rumah/bangunan harus
dalam kondisi baik, stabil dan aman dan bangunan homestay harus mencerminkan
indentitas lokal atau ciri khas daerah iu sendiri. Lebih jauh lagi, pengelola homestay harus
menyediakan kamar homestay yang terpisah dan memiliki minimal satu kamar mandi
untuk tamu tersebut yang tentunya dalam keadaan yang baik dan bersih. Dan memastikan
sistem keamanan dan kebersihan akomodasi yang ditawarkan serta ketercukupan fasilitas
yang dibutuhkan.
Dalam aspek organisasi, homestay disebuah desa wisata harus dipimpin oleh juara
lokal dengan kuat kualitas kepemimpinan dan dihormati oleh mastyarakat setempat,
contohnya kepala desa. Selain itu organisasi homestay harus memiliki struktur yang
sistematis dengan jelas peran, tanggung jawab dan jalur komunikasi yang jelas dan dapat
memfasilitasi perempuan setempat dan pemuda.
Selain kelengkapan fasilitas yang disediakan oleh pengelola, dibutuhkan juga
kolaborasi dengan pihak swasta lainnya terutama operator tur dan pelaku bisnis perhotelan
untuk mengembangkan paket dan meningkatkan promosi kegiatan, pihak non-pemerintah
(LSM) untuk mengembangkan pelestarian lingkungan dan budaya, pihak universitas dan
11
institusi pendidikan tinggi untuk mencari bantuan dalam pelatihan dan saran teknis, juga
lembaga seperti pariwisata internasional, nasional dan negara bagian organisasi untuk
mencari bantuan dalam hal pelatihan, pendanaan, pemasaran dan promosi serta saran
teknis lainnya.
2.4. Pengertian, Fungsi dan kriteria Homestay menurut Peraturan Kementrian
Pariwisata No. 9 Tahun 2014
Usaha Pondok Wisata atau usaha Homestay adalah penyediaan sebuah akomodasi
berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian
untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya (Permen Parekraf No.9 Tahun 2014)
Berikut fungsi dan kriteria homestay :
Fungsi Homestay
Homestay sebagai sarana akomodasi di desa wisata.
Homestay sebagai bagian atraksi (daya tarik) dari desa wisata.
Sebagai sarana interaksi antara wisatawan dengan tuan rumah.
Sebagai sarana edukasi bagi wisatawan untuk belajar tentang kearifan lokal.
Sebagai sarana pengenalan budaya lokal.
Kriteria Homestay
Usaha perorangan yang tidak berbadan hukum (tidak diberlakukan TDUP).
Fisik, berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya.
Pemilik homestay adalah warga setempat.
Kamar yang disewakan maksimal 5 (lima) unit.
Pelaksanaan usaha meliputi; aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan.
Adanya keterkaitan langsung dengan desa wisata.
Dalam kriteria di atas, terdapat tiga aspek penting dalam pelaksanaan usaha
homestay. Aspek pertama adalah aspek produk yang meliputi:
4. Bagunan rumah tinggal yang memenuhi kriteria:
a. Terdapat minimal 1 kamar dan maksimal 5 kamar khusus untuk disewakan.
b. Tersedia sirkulasi udara dan pencahayaan yang memadai.
12
5. Kamar tidur
a. Kondisi yang bersih dan terawat serta dilengkapi dengan kunci kamar, kaca
rias, lemari atau tempat meletakan pakaian, lampu penerangan dan tempat
sampah.
b. Tempat tidur tertata dengan rapi dan tersedia bantal dengan sarungnya dan
sprei.
6. Fasilitas Penunjang
a. Tersedia papan nama dengan tulisan yang terbaca dan dipasang pada tempat
yang terlihat dengan jelas.
b. Tersedia pelengkap di kamar mandi seperti gantungan handuk, tempat
sampah, kloset duduk atau jongkok, tempat penampungan air, saluran
pembuangan air yang lancar dan, air bersih yang mencukupi sesuai dengan
jumlah kamar atau tamu yang menginap.
c. Peralatan makan dan minum selalu dalam kondisi bersih dan aman bagi tamu.
d. Tersedia air minum.
7. Dapur
Kondisi dapur menjadi satu aspek yang termasuk dalam kriteria produk. Kondisi
dapur harus dalam keadaan bersih dan terawatt serta ilengkapi peralatan dapur yang
bersih, terawat dan berfungsi dengan baik. Dapur juga harus dilengkapi bak tempat
cuci yang bersih dan terawat serta tersedia saluran pembuangan limbah yang
berfungsi dengan baik. Di dalam dapur terdapat tempat sampah tertutup dan tersedia
air bersih yang diperlukan untuk membersihkan peralatan dapur serta peralatan
makan dan minum.
Sedangkan aspek kedua, pelayanan, meliputi pemesanan kamar, pencatatan identitas
tamu, pembayaran, pembersihan lingkungan dan kamar tamu, keamanan dan kenyamanan
tamu, penanganan keluhan, dan pemberian informasi tertulis mengenai harga sewa, lokasi
terdekat dari pelayanan kesehatan, fasilitas umum, daya tarik wisata setemat dan budaya
lokal.
13
Aspek penting ketiga, pengelolaan, meliputi tiga unsur. Yang pertama adalah
pengelolaan tata usaha dengan menyediakan area khusus dalam rumah tinggal untuk
keperluan administrasi, dilengkapi fasilitas penunjang yang sederhana. Selain itu juga
terlaksananya pengadministrasian pencatatan data identitas tamu. Unsur kedua penjaminan
keamanan dan keselamatan, dilakukan dengan cara menyediakan petunjuk tertulis untuk
menghindari terjadinya kebakaran atau keadaan darurat lainnya serta memiliki peralatan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Unsur terakhir, pengelolaan sumber daya
manusia, dilaksanakan dengan menerapkan unsur Sapta Pesona, meliputi; aman, tertib,
bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan. Ditambah dengan mengikuti kegiatan
peningkatan kemampuan pengelolaan yang diselenggarakan oleh unsur pemerintah.
2.5 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur
dan acuan untuk menyelesaikannya, penelitian terdahulu memudahkan penulis dalam
menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan penelitian dari segi teori
maupun konsep.
a. Penelitian pertama oleh Fithria Khairina Damanik dari Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian tersebut berjudul Homestay Sebagai
Usaha Pengembangan Desa Wisata Kandri. Hasil analisis yang sudah dilakukan,
menunjukan bahwa, Desa wisata Kandri merupakan desa wisata yang ada di Kota
Semarang dengan keunggulan berada dekat dengan objek wisata Goa Kreo dan
Waduk Jatibarang serta memiliki potensi lokal yang dapat menjadi daya tarik bagi
wisatawan. Dengan adanya desa wisata ini menjadi peluang bagi warga setempat
untuk menyediakan homestay bagi wisatawan. Selain menjadi akomodasi yang
ditawarkan, homestay juga menjadi peluang usaha baru bagi warga. Di dalam
pengembangan homestay, terdapat 3 (tiga) komponen utama yang harus dimiliki,
yaitu kelembagaan, pelaku, dan produk. Kelembagaan dan pelaku program homestay
inilah yang akan menghasilkan produk yang ditawarkan sebagai atraksi. Ketiga
komponen ini harus berjalan bersama agar program homestay dapat berkembang dan
menjadi salah satu alasan wisatawan datang berkunjung ke Desa Wisata Kandri.
Kelembagaan disini diartikan sebagai organisasi lokal yang membawahi kegiatan
wisata di Desa Wisata Kandri.
14
b. Penelitian kedua oleh Yahaya Ibrahim dan Abdul Rasid Abdul Razzaq dari
Universitas Malaysia Terengganu dengan judul Homestay Program and Rural
Community Development in Malaysia, hasil dari penelitian menunjukkan bahwa;
untuk merancang program homestay yang sukses perlu adanya campur tangan dari
pihak luar terutama dalam hal promosi. Pertumbuhan program homestay di Malaysia
telah memberikan peluang besar bagi masyarakat pedesaan. Program ini merupakan
dukungan tambahan untuk pembangunan sosial ekonomi pedesaan, pengembangan
modal sosial, serta kontribusi terhadap konservasi dan peningkatan wilayah
pedesaan dengan mengembangkan pemahaman publik mengenai kehidupan di
daerah pedesaan dan isu-isu lingkungan pada umumnya. Program homestay bukan
hanya program pariwisata pedesaan, tapi juga strategi pembangunan pedesaan.
Program homestay di Malaysia memiliki potensi besar untuk menjadi produk wisata
alternatif untuk menarik wisatawan internasional dan domestik. Namun, agar
program ini bisa sukses, komitmen penuh dari operator serta dukungan kuat dari
instansi pemerintah dan instansi swasta terkait lainnya seperti operator wisata sangat
dibutuhkan. Meski awalnya operator homestay hanya tahu sedikit tentang industri
pariwisata, antusiasme mereka bersama dengan bantuan dari Pemerintah dan sektor
swasta, telah berkontribusi pada pertumbuhan sektor pariwisata baru ini.
Penelitian di atas membahas beberapa hal yang berkaitan dengan program homestay.
Dalam pengelolaan usaha homestay, kedua tulisan tersebut menyatakan bahwa diperlukan
tiga komponen utama yang harus dimiliki untuk mendukung kesuksesan usaha homestay
yang dijalankan, yaitu kelembagaan, pelaku, dan produk. Selain itu, dalam pengelolaan
usaha homestay juga dibutuhkan keterlibatan dan dukungan stakeholder seperti : pihak
swasta, dinas setempat dan masyarakat di desa Nglanggeran. Dengan kata lain, terdapat
standarisasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan pengelolaan usaha homestay
di sebuah desa wisata. Kedua penelitian di atas belum secara jelas membahas proses
dimulainya suatu usaha homestay di sebuah desa dan bagaimana pengelolaan usaha
tersebut dilakukan dengan merujuk kepada standarisasi pengelolaan homestay tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai proses
dimulainya usaha homestay dan pengelolaan homestay di sebuah desa wisata, Desa
Nganggleran.
15
3. Metodologi dan Pendekatan
3.1 Desain Penelitian
Untuk menunjang hasil temuan, peneliti dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif.
Menurut Irawan ( 2006 ) peneliti kualitatif berfikir secara induktif (grounded).
Penelitian kualitatif tidak dimulai dengan mengajukan hipotesis dan kemudian menguji
kebenarannya (berfikir deduktif), melainkan bergerak dari bawah dengan
mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang sesuatu, dan dari data itu dicari pola
pola, hukum, prinsip-prinsip, dan akhirnya menarik kesimpulan dari analisis yang telah
dilakukan. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif data yang didapat dari hasil
pandangan/pengamatan peneliti, sehingga sering disebut dengan penelitian subjektif.
Peneliti melakukan pemahaman dan mengalami sendiri (terlibat langsung) dalam
fenomena sosial yang ditelitinya. (Mason, 1996).
Penelitian kualitatif menurut Guba dan Lincoln (1985),”Qualitative Methods are
stressed within the naturalistic paradigm is antiquantitative but because qualitative
methods come more easily to the human as instrument.”. Dalam penelitian kualitatif
yang ditekankan adalah pola atau pemahaman yang asli, pengalaman nyata untuk
selanjutnya dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip atau definisi yang
bersifat umum. Pengambilan data untuk penelitian kualitatif harus dilakukan secara
berulang kali sampai mendapatkan data yang valid.
Data ini merupakan data yang berhubungan secara langsung dengan penelitian
yang dilaksanakan dan bersumber dari desa wisata Nglanggeran, media elektronik
berupa jurnal dan web resmi yang berkaitan dengan desa wisata Nglanggeran kabupaten
Gunung Kidul.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di salah satu desa wisata di Kabupaten Gunung Kidul yaitu
Desa Wisata Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul. Waktu yang
diperlukan dalam penelitian ini berawal dari bulan Oktober 2017 sampai dengan bulan
Januari 2018.
16
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara
melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.
a. Observasi : yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi yang ada di
desa wisata Ngglanggeran. Penulis mengamati tentang keadaan homestay di desa
Nglanggeran dalam rangka penerapan standarisasi pada usaha homestay.
b. Wawancara : yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab
dengan Pokdarwis di desa wisata Ngglanggeran. Melakukan wawancara dengan
pengelola atau ketua pengelola desa wisata Nglanggeran serta 5 anggota masyarakat
yang ada di sekitar desa wisata yang ikut mengelola homestay untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan/kesulitan dalam menerapkan standarisasi homestay. Dalam
pembahasan ini, penulis memberikan pertanyaan tentang proses terbentuknya usaha
homestay dan bagaimana pengelolaan homestay dari aspek produk, pengelolaan dan
pelayanan di desa Nglanggeran.
c. Dokumentasi : Menurut Arikunto (2006: 206) “Dokumentasi adalah mencari dan
mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya.”
Dokumentasi dalam penelitian ini diambil dari berbagai publikasi, laporan buku
literatur, jurnal dan makalah yang mendukung penelitian ini. Dokumentasi yang terkait
dengan penelitian antara lain proposal pengembangan desa wisata Nglanggeran.
17
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Gambaran Umum Desa wisata Nglanggeran, Gunung Kidul
Desa Nglanggeran merupakan desa wisata yang terletak di kecamatan Patuk
kabupaten Gunungkidul. Pada saat ini Nglanggeran memiliki empat destinasi wisata yaitu
wisata Gunung Api Purba yang menjadi obyek wisata utama, wisata embung, kebun buah,
dan air terjun Kedung Kandang sebagai obyek wisata baru di Nglanggeran. Sebelum tahun
2008, desa Nglanggeran kecamatan Patuk merupakan salah satu kantung kemiskinan di
kabupaten Gunungkidul. Menurut penuturan kepala desa Nglanggeran dengan mengacu
pada data monografi desa tahun 2009, disebutkan bahwa dari penduduk Desa Nglanggeran
yang berjumlah 700 kepala keluarga, 345 kepala keluarga termasuk dalam penduduk
miskin yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, sebagian lain berprofresi sebagai
tukang bangunan, buruh, dan pengusaha kayu. Menurut data hasil Survei desa Inkubator
Ekonomi Rakyat di desa Nglanggeran yang diliris tahun 2009, menunjukkan bahwa
mayoritas dari penduduk miskin di Nglaggeran adalah mereka yang berada pada usia
produktif antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut menunjukan bahwa sektor pertanian yang
mayoritas ditekuni oleh sebagian besar penduduk di desa Nglanggeran telah mengalami
proses perubahan sehingga tidak mampu lagi menyerap tenaga kerja muda, akibatnya
tingkat pengangguran di Nglageran cukup tinggi.2
Kemiskinan kultural di Nglanggeran disebabkan oleh rendahnya jiwa kewirausahaan
sosial masyarakat. Walaupun masyarakat desa Nglanggeran memiliki modal sosial berupa
unsur jaringan, kepercayaan dan solidaritas yang tinggi, namun modal sosial tersebut
belum dapat termanfaatkan secara optimal oleh warga. Kemiskinan ini disebabkan oleh
minimnya sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan.
Bentang alam yang terdiri dari bukit kars kapur dan tanah litosol kurang begitu optimal
jika dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Pada saat musim kemarau, ketersediaan air
sangat terbatas, warga setempat hanya bisa memanfaatkan pengairan dari mata air yang
mengalir di lereng gunung purba, itupun dengan kapasitas debit air yang tidak begitu
besar, akibatnya produksi pertanian yang dihasilkan mayoritas petani desa Nglanggeran
kurang optimal. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Desa
Nglanggeran.
2 Survei Pusat Studi Ekonomi Rakyat Ekora UGM. 2008. Gambaran kemiskinan Nglanggeran. Diakses pada 6
Desember 2017
18
Dengan berbagai latar belakang persoalan di atas, secara perlahan masyarakat mulai
melihat potensi sektor pariwisata sebagai salah-satu strategi pembangunan desa.
Memasuki tahun 1999 masyarakat Desa Nglaggeran mulai mengembangkan ekowisata
Gunung Api Purba.
4.2. Proses Terbentuknya Usaha Homestay di Desa Wisata Nglanggeran
Pada awalnya pengembangan ekowisata berbasiskan masyarakat di Desa
Nglanggeran dimulai oleh Sugeng Handoko dan para pemuda setempat. Sugeng Handoko
adalah pemuda lokal yang menjadi pelopor pariwisata dari desa Nglanggeran bersama
seniornya dan para pemuda di beberapa dusun di desa Nglanggeran. Mereka mulai
membentuk komunitas untuk mengembangkan kewirausahaan sosial di sektor ekowisata.
Komunitas tersebut bernama Karang Taruna Bukit Putra Mandiri atau Lembaga Sentra
Pemuda Taruna Purba Mandiri.
Melalui komunitas yang didirikan, Sugeng Handoko dan para pemuda mulai
melakukan pengembangan konsep ekowisata berbasis masyarakat lokal. Implementasi
konsep tersebut pada awalnya dilakukan dengan mengkonservasi kawasan Gunung Api
Purba yang dilakukan dengan program penanaman pohon di beberapa kawasan di Gunung
Api Purba, tidak sampai disitu, Sugeng Handoko dan para pemuda setempat juga
melakukan upaya edukasi, penyadaran kepada masyarakat tentang cara menjaga
kelestarian lingkungan Gunung Nglanggeran yang saat itu digunakan sebagai tempat
mencari kayu bakar dan batu untuk bahan bangunan oleh penduduk lokal setempat.
Berdasarkan uraian di atas, proses awal terbentuknya homestay sudah sejalan dengan
standarisasi yang ditetapkan di ASEAN bahwa kepemimpinan dalam pengelolaan
memakai dan melibatkan warga lokal dan pemuda setempat (ASEAN, 2016).
Pada tahun 2008, konsep social entrepreneurship mulai diterapkan dalam
pengembangan ekowisata di Nglanggeran. Konsep social entrepreneurship yang diusung
oleh masyarakat desa Nglanggeran memiliki hal yang unik yang begitu menarik. Keunikan
dari penerapan konsep social entrepreneurship di Nglanggeran terdapat adanya inovasi
yang dilakukan oleh pemuda (youth innovation) dalam pengembangan ekowisata
berbasiskan masyarakat, karena adanya inovasi pengembangan ekowisata tersebut
pendapatan masyarakat desa Nglanggeran meningkat. Implementasi konsep social
entrepreneurship pada awalnya dilakukan dengan mengadakan pelatihan tentang teknik
pemasaran, pengembangan organisasi dan pelatihan skill menjadi pemandu wisata atau
19
tour guide. Seiring berjalannya waktu, selanjutnya masyarakat didorong untuk melakukan
diversifikasi jenis wisata dengan menciptakan paket wisata baru, seperti outbond,
perkemahan, fasilitasi kegiatan makrab mahasiswa, wisata pertanian dan tempat
penginapan (homestay) bagi para pengunjung. Tidak hanya sampai di situ, masyarakat
juga didorong untuk membuat pemasaran secara digital melalui website yang mampu
dijangkau oleh semua kalangan di berbagai tempat. Komunitas pemuda sebagai operator
kegiatan wisata yang ada di Nglanggeran juga dipacu untuk mampu berkerjasama dengan
semua stakeholder, baik pemerintah maupun pihak swasta terutama para agent travel
untuk meningkatkan jumlah pengunjung.
Dalam perjuangannya, karang taruna ini juga dilengkapi dengan pelatihan-pelatihan
yang dilakukan oleh dinas pariwisata dan beberapa universitas. Hal ini menunjukan
bahwa, hal ini sesuai dengan standar kriteria yang telah ditetapkan dalam standar ASEAN
pada bagian kolaborasi yang menyatakan bahwa pengurus dan masyarakat lokal
melibatkan stakeholder lainnya seperti LSM atau institusi-institusi lainnya untuk
mengadakan pelatihan (ASEAN, 2016).
Perlu diketahui bahwa Nglanggeran dulunya adalah salah satu desa pemasok TKI
(Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di luar negeri. Namun sejak dikelolanya Geosite
Nglanggeran sebagai destinasi wisata, kini mereka lebih memilih tinggal dan merawat
desanya. Menurut Ir. Budi Martono, General Manager Geopark Gunungsewu, Geosite
adalah sebuah wisata yang terbentuk dari susunan geologi, biologi dan kebudaayan, atau
singkatnya adalah wisata alam. Geosite Nglanggeran hanyalah salah satu Geosite dari 33
Geosite yang berada di Gunung Sewu yang membentang dari 3 provinsi dan 3 kabuapten,
yaitu Gunung Kidul (DI. Yogyakarta), Wonogiri (Jawa Tengah) dan Pacitan (Gunung
Kidul). Gunung Sewu dinobatkan menjadi Geosite Dunia kedua yang berada di Indonesia
setelah Gunung Batur yang berada di Pulau Bali dan menjadi salah satu dari 120 lebih
Geosite dunia yang berada di 32 Negara (Laman resmi gunung api Purba).
Sugeng Handoko, salah satu perwakilan kelompok sadar wisata Nglanggeran
menuturkan kini ada 154 pemuda yang ikut tergerak untuk mengelola Geosite
Nglanggeran. Rumah-rumah penduduk pun dimaksimalkan sebagai homestay yang bisa
digunakan untuk live in wisatawan. Ada sekitar 80 homestay yang telah siap untuk
digunakan oleh wisatawan dengan rate per malam Rp 150.000 - Rp 250.000 per orang,
sudah termasuk makan dua kali.
20
4.3. Pengelolaan Homestay di Desa Wisata Nglanggeran
Desa wisata Nglanggeran saat ini memiliki 80 rumah warga yang dijadikan sebagai
homestay untuk wisatawan yang sudah diseleksi oleh pengurus desa Nglanggeran.
Pengurus juga menyediakan atraksi wisata yang berbasis alam dan budaya di daerah
sekitarnya homestay sebagai pelengkap untuk ditawarkan kepada wisatawan yang datang
berkunjung. Berikut hasil analisa penerapan standarisasi homestay yang dilakukan di desa
wisata Nglanggeran berdasarkan aspek yang terdapat dalam kriteria pelaksanaan homestay
menurut Permen No 10 tahun 2014.
4.3.1. Aspek Produk
Usaha homestay di Desa Nglanggeran merupakan rumah tinggal penduduk yang
dihuni oleh pemiliknya dan sebagian kamarnya, rata-rata 3-5 kamar disewakan sebagai
kamar tamu untuk wisatawan. Fisik dan bangunan homestay layak untuk dihuni, bangunan
kokoh dan tidak rusak. Sebagian homestay belum mencerminkan bangunan dengan ciri
khas daerah. Dalam setiap rumah homestay, keadaan setiap ruangan menjadi faktor yang
berpengaruh bagi kenyamanan tamu dan kondisi kamar tidur merupakan salah satu hal
yang penting.
Kebersihan kamar tidur selalu terjaga karena sebelum dan sesudah ditempati selalu
dibersihkan sehingga kamar selalu dalam keadaan bersih dan bebas dari bau tak sedap.
Setiap kamar juga memiliki jendela sehingga memiliki sirkulasi udara yang baik agar
terjadi sirkulasi udara yang baik dan disetiap kamar dilengkapi dengan kunci kamar.
Tempat tidur juga dilengkapi dengan bantal, sarung bantal, sprei dan selimut. Di kamar
tidur tersedia meja, kaca rias, lemari/tempat menyimpan pakaian, dan tempat sampah.
Dari sisi kelengkapan fasilitas penunjang, semua homestay dilengkapi dengan papan
nama yang terlihat jelas, dan jalan menuju lokasi mudah dicapai. Ini sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan dalam peraturan menteri. Di dalam kamar mandi dilengkapi
perlengkapan mandi seperti gantungan handuk, tempat sampah, kloset duduk/jongkok,
shower dan/atau bak mandi, saluran pembuangan yang lancar, dan air bersih. Setiap
homestay di Desa Nglanggeran diperlengkapi dengan satu sampai dua toilet dengan
keadaan bersih dan rapi serta mempunyai sirkulasi udara dan pencahayaan yang cukup.
Hal ini dibuktikan bahwa pada tahun 2012 toilet yang ada di desa Nglanggeran sudah
terstandarisasi oleh dinas pariwisata DIY. Sedangkan untuk peralatan makan dan minum,
21
tersedia peralatan makan dan minum yang bersih dan hyginies tanpa debu, noda, jamur
dan tidak retak.
Beberapa homestay sudah memiliki dapur yang baik dan dilengkapi dengan
perlengkapan dapur yang bersih dan aman, termasuk bak tempat pencucian peralatan dan
bahan makanan, namun sebagian masih ada yang belum bersih dari noda dan jamur serta
belum terdapat saluran pembuangan limbah yang berfungsi dengan baik. Lantai masih
tanah sehingga ketika basah akan licin dan membahayakan tamu homestay. Di beberapa
homestay juga belum tersedia perlengkapan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Dengan
demikian, aspek kelengkapan fasilitas penunjang secara umum telah terpenuhi, namun
masih terdapat kekurangan di beberapa bagian, seperti keamanan tamu.
4.3.2. Aspek Pelayanan
Dalam aspek pelayanan, dalam proses pemesanan kamar, sarana administrasi dan
buku tamu telah tersedia, namun dalam penerapannya belum semua tamu yang menginap
mengisi buku tamu. Pendataan tamu, pelayanan informasi wisata, pelayanan pemesanan
kamar dan pelayanan pembayaran semua tamu yang menginap di homestay sudah di data
oleh staf kantor pengelola homestay desa Nglanggeran. Disetiap homestay ditempelkan
peraturan yang harus ditaati bagi tamu yang menginap. Namun kebanyakan homestay
belum memiliki sarana komunikasi berupa fax/ jaringan internet yang berfungsi dengan
baik.
Pemilik dan tenaga kerja homestay mampu menerapkan tata krama dan adat istiadat
setempat, berinteraksi dengan tamu, mampu memberikan informasi, mampu melayani
dengan jujur dan bertanggung jawab. Pemilik homestay baik dan ramah dalam
menyajikan/melayani saat menyajikan makanan untuk tamu yang menginap.
Kebersihanpun dijaga dengan mengganti seprei, sarung bantal, dan selimut yang dilakukan
setiap pergantian tamu yang menginap. Pemilik atau pengelola homestay juga
menyediakan makanan dan minuman dalam keadaan bersih dan halal. Makanan yang
disajikan bervariasi, yang mengutamakan makanan khas desa Nglanggeran, namun masih
ada beberapa homestay yang menyediakan makanan yang bukan makanan khas daerah
sana karena permintaan dari tamu.
22
4.3.3. Aspek Pengelolaan
Homestay yang ada di kawasan desa wisata ini merupakan binaan Kelompok Sadar
Wisata desa Nglanggeran bersama dengan masyarakat sekitar. Dalam proses
pengembangan homestay, para pengurus menilai setiap rumah warga untuk dipilih mana
rumah yang layak untuk dijadikan homestay dan tidak layak, namun penilaian atau kriteria
yang menjadi bahan/alat pertimbangan hanya sesuai dengan kelayaknya yang dibuat oleh
pengurus desa dan belum berdasarkan standar homestay yang berlaku (standar nasional
maupun ASEAN).
Sistem yang digunakan oleh pengelola desa Nglanggeran mengunakan sistem satu
pintu yaitu kantor pusat yang bertempat di dekat pintu masuk wisata yang akan memulai
trekking Gunung Api Purba. Struktur organisasi yang cukup lengkap dan program yang
dirancang dengan jelas menjadikan tatanan yang baik dan memudahkan untuk mengelola
desa wisata Nglanggeran, terbukti dengan prestasi yang sudah diraih oleh desa wisata
Nglanggeran sendiri dengan penghargaan dari tingkat nasional hingga tingkat ASEAN.
23
Berikut Struktur organisasi yang ada di desa wisata Nglanggeran3 :
3 Struktur Organisasi Desa Nglanggeran di ambil dari kantor administrasi desa wisata.
PENASEHAT
1. Kepala Desa Nglanggeran 2. Ketua BPD 3. Budi Utomo
2
KETUA Mursidi
WAKIL KETUA Basuki
SEKRETARIS 1. Sugeng Handoko 2. Agus
BENDAHARA 1. Triyanto 2. Pardiyo 3. Lilik Suharyanto
SEKSI KETERTIBAN
& KEAMANAN 1. Budi Subaryadi 2. Rudi Maryanto 3. Suroto 4. Suwarto
SEKSI KEBRSIHAN & KEINDAHAN
1. Triyana 2. Sutoyo 3. Surisman 4. Subardiman
SEKSI PENGEMBANGAN
USAHA 1. Sumadiyono 2. Sudiyono 3. Warsono 4. Marsudi
ATRAKSI KESENIAN
1. Subali 2. Teguh Minardi 3. Wasidi 4.Sujiyanto
SEKSI HUMAS & PENGEMBANGAN
SDM 1. Suranto 2. Tumiran .K 3. Subarno 4. Juari Anggoro
KULINER
1. Surini 2. Sumiyem 3. Surgiyanti 4. Warsini 5. Srisuryani
KEROHANIAN 1. Eko Nugroho 2. Wagiman 3. Sudadi .A 4. Linda Gunawan
SEKSI DAYA TARIK WISATA & KENANGAN
1. Sudadi .B 2. Tumiran .G 3. Jarwanto
SEKSI PEMBANGUNAN
1. Slamet 2. Panijem 3. Sukiran 4. Suparno 5. Wakidi 6. Sukirman
SEKSI PEMANDU
1. Sumbodo 2. Hadi Purwanto 3. Subarjo 4. Paeron 5. Leo Susilo 6. Colijan 7. Suhardi 8. Wagiron 9. Jangkung 10. Samidi
SEKSI PEMUKIMAN (HOMESTAY)
1. Suratijo 2. Teguh .M 3. Sugiyanto .B 4. Paniman .G
SEKSI PEMASARAN &
PROMOSI 1. Aris budiyono 2. Heru Purwanto
ANGGOTA
Dinas Pariwisata DIY Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Gunung kidul
2
PEMBINA
24
Dengan adanya struktur organisasi yang jelas, usaha homestay di desa ini telah memenuhi
standarisasi ASEAN khususnya pada bagian pengelolaan, poin pertama yang menyatakan
bahwa organisasi homestay harus memiliki struktur organisasi yang sistematis (ASEAN,
2016).
Untuk mempertemukan semua anggota pengelola sesuai dengan struktur organisasi
diatas, Bapak Mursidi selaku ketua organisasi menyelenggarakan rapat setiap 35 hari
sekali yang disesuaikan dengan penanggalan jawa. Rapat diadakan untuk mengevaluasi
dan mencari solusi bersama dari seluruh kegiatan yang ada didesa Nglanggeran oleh setiap
ketua dari bidang masing-masing. Pertemuan rutin ini menunjukkan bahwa organisasi
home stay di desa ini juga memenuhi standar yang di tetapkan ASEAN bahwa organisasi
home stay memiliki peran, tanggung jawab dan jalur komunikasi yang baik.
Semua pengelola dan pengurus (termasuk pemilik homestay) berasal dari pemuda dan
warga yang berdomisili di desa Nglanggeran. Ada sekitar 154 Pemuda di desa
Nglanggeran yang ikut berpartisipasi menjadi pengelola Geosite Nglanggeran. Menurut
data diatas, dengan adanya 80 rumah yang dijadikan sebagai homestay di desa
Nglanggeran maka, desa Nglanggeran telah memenuhi standar yang ada di dalam standar
ASEAN. Dan lebih jauh lagi desa Nglanggeran letaknya berdekatan dengan wisata gunung
api Purba dan Embung Nglanggeran sehingga memenuhi kriteria homestay menurut
standar ASEAN yang mengatakan bahwa homestay harus terletak di dekat atraksi wisata.
Pengelola homestay mempromosikan homestaynya bersama dengan desa wisata yang
menaunginya melalui brosure, internet, media elektronik dan lainnya. Seperti,
Traveloka.com dan Pegipegi.com. Pihak pengelola desa wisata Nglanggeran juga
mengadakan kerjasama dengan beberapa universitas untuk mengadakan pelatihan, seperti
contohnya Universitas Sanata Darma yang melakukan pelatihan/kursus kepada
masyarakat sekitar, dengan harapan bisa berkomunikasi dengan para wisatawan asing
tersebut.
25
5. Kesimpulan
Dalam penerapan standarisasi homestay, dilihat dari awal terbentuknya homestay di
desa wisata Nglanggeran sudah sesuai dengan diprakarsainya program homestay oleh
masyarakat lokal. Pemimpin dan para pengurus desa wisata Nglanggeran khususnya
pengurus homestay adalah masyarakat lokal. Pemimpin lokal mengadakan pelatihan dan
mengedukasi masyarakat lokal lainnya sehingga terbentuk social enterpreneurship. Dalam
perjalannya para pengurus diperkuat dengan diadakannya training-training dari pihak luar,
sehingga sampai saat ini sudah memiliki 80 homestay dan 154 pengurus di desa wisata
Nglanggeran. Dengan demikian sudah sesuai dengan standar homestay dan CBT yang
ditetapkan oleh ASEAN, desa Nglanggeran telah menerapkan poin-poin penting dari
standar yaitu, peran aktif dari masyarakat lokal.
Dalam pengelolaannya, sekalipun belum memakai standarisasi homestay untuk
mengelola homestay di desa Nglanggeran, namun ada beberapa elemen yang sudah sesuai
dengan kriteria standarisasi homestay ASEAN dan kriteria homestay menurut Permen No.
10 Tahun 2014. Kelengkapan untuk sebuah homestay sudah layak untuk di gunakan oleh
wisatawan yang menginap dan juga beberapa fasilitas seperti, tersedianya air bersih,
kamar tidur yang bersih dan nyaman, ruang tamu dan ruang makan yang tertata dengan
rapi, toilet yang sudah terstandarisasi dan beberapa aspek yang lain. Namun masih ada
beberapa rumah dan kelengkapan yang belum tersedia sesuai dengan standarisasi seperti,
masih ada beberapa homestay yang tempat tidurnya tidak memakai kaki, tempat saluran
pembuangan air, dapur yang licin, beberapa pintu kamar yang tidak bisa dikunci, dan
beberapa fasilitas yang harus dibenahi. Oleh karena itu diharapkan bagi para pengelola
desa Nglanggeran untuk dapat menerapkan standarisasi pada homestay dan beberapa
fasilitas yang disediakan agar wisatawan merasa aman dan nyaman saat datang berkunjung
dan menginap serta meningkatkan kualitas pelayanan yang ada di homestay desa
Nglanggeran.
Oleh karena itu diharapkan bagi para pengelola desa wisata Nglanggeran untuk
dapat menerapkan standarisasi pada homestay dan beberapa fasilitas yang disediakan agar
wisatawan merasa aman dan nyaman saat datang berkunjung dan menginap, serta
meningkatkan kualitas pelayanan yang ada di homestay desa Nglanggeran.
26
LAMPIRAN
Dapur Homestay di Desa Nglanggeran
Dapur Homestay di Desa Nglanggeran
Homestay di Desa Nglanggeran
Ruang Tidur Homestay di Desa
Nglanggeran
Ruang TV Homestay di Desa
Nglanggeran
Toilet Homestay di Desa Nglanggeran
Ruang Tamu Homestay di Desa
Nglanggeran
Ruang Makan Homestay di Desa
Nglanggeran
27
REFERENSI
A. BUKU
Kusmayadi dan Endar Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suharto, S. (2017). Empowerment Strategy Masyarakat Desa Wisata Kebonagung
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Yogyakarta. Wahana Informasi Pariwisata:
Media Wisata, 15(1).
B. PERATURAN MENTERI
Asisten Deputi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat, 2016. “Buku Panduan
Homestay”. Jakarta : Kemenpar
Menteri Pariwisata, 2016. “ Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan”. Peraturan
Menteri Pariwisata Pasal 1 Ayat 27. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Jakarta
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif N0. 9 Tahun 2014 Tentang
Standar Usaha Pondok Wisata. Jakarta : Kemenpar.
C. JURNAL PARIWISATA
ASEAN CBT Satandart, Jakarta : ASEAN Secretariat, January 2016
ASEAN Homestay Standart. Jakarta : ASEAN Secretariat, January 2016
D. SKRIPSI
Damanik Fithria Khairina, 2014. “Homestay Sebagai Usaha Pengembangan Desa Wisata
Kandri”. Semarang : Universitas Diponegoro
Razzaq Abdul Rasid Abdul, 2010. “Homestay Program and Rural Community Development
in Malaysia”. Malaysia : Universiti Tun Hussein Onn
E. INTERNET
Gunung Api Purba, 2018. “Informasi Geografis”,
https://gunungapipurba.com/pages/detail/informasi-geografis, diakses pada 15 Januari
2018 pukul 15.42.
28
Humas, 2017. “Tahun 2017 Kita Genjot Sektor Pariwisata”,
http://setkab.go.id/tahun-2017-kita-genjot-sektor-pariwisata/, diakses pada 8 Agustus
2017 pukul 17.23.
Kompas, 2013. “Berwisata ke desa Nglanggeran”,
http://travel.kompas.com/read/2013/10/18/2021458/Berwisata.ke.Desa.Nglanggeran,
diakses pada 8 Agustus 2017 pukul 09.30.
Priasukmana dan Mulyadin, 2001. “Teori Desa Wisata”
http://desawisatakotagede.blogspot.com/2016/01/teori-desa-wisata.html. Diakses pada
19 Desember 2017 pukul 20.06.
TEMPO.CO. 2017. “Desa wisata Nglanggeran terbaik ASEAN 2017”,
https://travel.tempo.co/read/838401/desa-wisata-nglanggeran-terbaik-asean-2017,
diakses pada Desember 2017 pukul 21.18