PENGUJIAN Trichoderma sp. TERDUGA MUTAN
TAHAN N TINGGI, P TINGGI DAN pH RENDAH
SEBAGAI ANTAGONIS Ganoderma boninense
DAN PGPF
(Skripsi)
Fitri Widyanti
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGUJIAN Trichoderma sp. TERDUGA MUTAN TAHAN N TINGGI,
P TINGGI DAN pH RENDAH SEBAGAI ANTAGONIS
Ganoderma boninense DAN PGPF
Oleh
Fitri Widyanti
Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Ganoderma
boninense merupakan salah satu penyakit penting yang menyerang tanaman
kelapa sawit. Salah satu alternatif pengendalian penyakit tersebut yaitu dengan
memanfaatkan mutan jamur Trichoderma sp. hasil perendaman EMS. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan mutan Trichoderma sp.
koleksi Laboratorium Bioteknologi Pertanian FP Unila hasil perendaman EMS
dalam pertumbuhuan, sporulasi, viabilitas spora dan daya antagonis secara in vitro
dan sebagai Plant Growth Promoting Fungi (PGPF) di lapangan. Pelaksanaan
penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengujian pertumbuhan
Trichoderma sp., pengujian antagonis Trichoderma sp., pengamatan sporulasi
Trichoderma sp., pengujian viabilitas Trichoderma sp. dan pengujian kemampuan
Trichoderma sp. sebagai PGPF. Penelitian terdiri dari 31 perlakuan yaitu 10
isolat Trichoderma sp. tahan P tinggi, 7 isolat Trichoderma sp. tahan N tinggi, 10
isolat Trichoderma sp. tahan pH rendah dan 4 wild type dan perlakuan tersebut
diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap
(RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, kemudian dilanjutkan
dengan membandingkan nilai tengah pada uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple
Range Test) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat mutan
Trichoderma sp. tahan N tinggi, P tinggi dan pH rendah memiliki kemampuan
pertumbuhan koloni Trichoderma sp. dan persentase viabilitas yang tidak berbeda
nyata dengan wild type. Pada hasil uji antagonis 7 hsi, isolat NT 7 (4.1)
menghasilkan daya hambat yang lebih baik dari isolat wild type aslinya (WT 4).
Isolat NT 1 (1.2), NT 2 (3.3), NT 3 (4.1), NT 5 (4.3), PT 1 (1.1) memiliki
kemampuan daya hambat yang tidak berbeda nyata dari isolat wild type aslinya.
Isolat NT 1 (1.2), NT 4 (4.3), NT 6 (4.2), PT 2 (1.2) dan PT 6 (4.3) memiliki
kemampuan daya hambat yang lebih rendah dari isolat wild type aslinya. Pada
hasil analisis persentase kerapatan spora isolat mutan pHT 7 (2.3), PPT 9 (3.2)
dan pHT 4 (2.3) menunjukkan hasil yang lebih baik dan berbeda nyata dengan
wild type. Kemudian dari semua isolat yang diuji PGPF di rumah kaca
menunjukkan bahwa isolat mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi, P tinggi dan
pH rendah yang diuji kemampuannya sebagai PGPF tidak ada yang berpotensi
sebagai PGPF di lapangan.
Kata kunci: busuk pangkal batang, ethyl methane sulfonate, Plant Growth
Promoting Fungi, Trichoderma sp.
Fitri Widyanti
PENGUJIAN Trichoderma sp. TERDUGA MUTAN TAHAN N TINGGI,
P TINGGI DAN pH RENDAH SEBAGAI ANTAGONIS
Ganoderma boninense DAN PGPF
Oleh
Fitri Widyanti
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Umas Jaya, Lampung Tengah pada 29 Maret 1996 sebagai
anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Khoiri dan Ibu Susmawati.
Pendidikan yang ditempuh penulis pertama pada TK IT Bustanul Ulum yang
diselesaikan pada tahun 2002. Kemudian pendidikan selanjutnya di SD IT
Bustanul Ulum yang diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian pendidikan
sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2011 di SMPT IT
Bustanul Ulum Terbanggi Besar. Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis
pada tahun 2013 di MAN 1 Poncowati. Pada tahun 2013, penulis diterima sebagai
mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung Program Studi Agroteknologi
melalui jalur SBMPTN.
Penulis telah melaksanakan Praktik Umum pada tahun 2016 di PT Great Giant
Food, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Kemudian pada tahun 2017 penulis
telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Teluk Dalem Ilir
kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah. Selama menjadi mahasiswa
penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman
selama dua periode yaitu pada tahun 2015 dan 2017. Kemudian penulis juga
pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman pada
tahun 2016. Selain itu penulis juga pernah mengikuti monitoring Pekan
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) 2015 “Eskrim Gulma Pegagan (Centella asiatica
(L) Urban) Kaya Nutrisi.
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT.
ku persembahkan karya kecil ini untuk kedua orang tuaku
dan Almamater tercinta, Universitas Lampung.
Masa depan sukses tidak memandang level pendidikan.
Tapi lebih memandang siapa yang paling kuat memiliki kemauan,
lebih lama bertahan, dan paling gigih dalam memperjuangkan
(Merry Riana)
Jika engkau tak belajar bersabar dalam pahitnya kegagalan,
engkau tak akan sampai pada manisnya keberhasilan
(Mario Teguh)
Daripada mengkhawatirkan apa yang orang katakan tentang Anda,
mengapa tidak menghabiskan waktu untuk berusaha
meraih sesuatu yang mereka akan kagumi
(Dale Carnige)
Ketika do’a, usaha dan tawakal sudah dikerjakan dengan maksimal,
namun Tuhan belum juga memberikan yang kita harapkan
itu tandanya Tuhan ingin melihat seberapa kuat tekad kita
(Fitri Widyanti)
SANWACANA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada
kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Joko Prasetyo, M.P., selaku pembimbing utama yang telah
memberikan banyak ilmu dan wawasan, nasihat serta semangat, bimbingan
dan juga teguran pada setiap proses yang terlewati dalam penelitian hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
2. Ibu Ivayani, S.P., M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
arahan, bimbingan dan saran serta kesabaran dalam proses penelitan hingga
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Radix Suharjo, S.P., M.Agr., Ph.D., selaku penguji atas nasehat,
bimbingan serta kritik yang membangun dalam proses penelitian hingga
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
5. Ibu Prof. Dr, Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., Ketua Bidang Proteksi Tanaman,
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
7. Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Setiawan, M.Sc. Ph.D., selaku Pembimbing
Akademik (PA) atas saran dan bimbingannya selama perkuliahan.
8. Kedua orang tuaku Ayahanda Khoiri dan Ibunda Susmawati tercinta yang
telah memberikan doa, harapan dan kepercayaan serta untaian panjang
nasehatnya.
9. Abangku Novri Setyawan, adikku Septia Rahma Dini, keponakan tercinta
Jasmine Chaira Mirza dan kakak iparku Maya Sari yang senantiasa
memberikan dukungan semangat, senyum dan do’a.
10. Ibu Yuyun Fitriana, S.P., M.P., Ph.D. atas bantuan, do’a dan dukungannya.
11. Teman-teman satu tim penelitian Rio Aji Sindapati dan Rian Adi Nata atas
bantuan, kerjasama dan semangatnya.
12. Keluarga besar laboratorium Bioteknologi, Siti Jarlina, Rully Pebriansyah,
Catur Putra Satdaga, Ika Rachma Pangesti, Lina Nur Hayati, Dwi Yanti
Kusumaningrum, Putri Septia Ningrum, Yohan Yogaswara, Fransiska Dina
Marlinawati, Warisman, Frendika Mahendra, Santia Putri, dan Windari atas
nasehat, semangat, serta motivasi yang diberikan selama penelitian.
13. Sahabat penulis Erisa Setyowati, Endah Martia Ningsih, Endah
Kusumayuni, Kronika Silalahi dan Gietha Putri Aroem yang senantiasa
memberikan dukungan semangat, senyum dan do’a.
14. Keluarga besar kelas B dan Agroteknologi 2013 dan 2014 atas
kebersamaannya selama ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan amiiin.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk
perbaikan di masa yang akan datang dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Bandar Lampung, 24 Februari 2018
Penulis,
Fitri Widyanti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 4
1.4 Hipotesis .......................................................................................... 7
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit ..................................................................... 8
2.2 Penyakit Busuk Pangkal Batang ........................................................ 10
2.2.1 Penyebab Penyakit .................................................................... 10
2.2.2 Gejala Penyakit ......................................................................... 11
2.2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penyakit ......................... 12
2.2.4 Pengendalian Penyakit .............................................................. 12
2.3 Trichoderma sp. sebagai Agens Antagonis ....................................... 14
2.4 Trichoderma sp. sebagai Plant Growth Promoting Fungi ................ 15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 17
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 17
3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 19
3.4.1 Penyiapan media ...................................................................... 19
3.4.2 Peremajaan Trichdoderma sp. .................................................. 20
3.4.3 Pengujian Pertumbuhan Trichdoderma sp ................................ 20
3.4.4 Pengamatan Sporulasi Trichdoderma sp. .................................. 21
3.4.5 Pengujian Viabilitas Trichdoderma sp. ..................................... 22
3.4.6 Pengujian Antagonis Trichdoderma sp ..................................... 23
3.4.6.1 Penyiapan Isolat Ganoderma boninense ...................... 23
3.4.6.2 Pengujian Antagonis ..................................................... 23
3.4.7 Uji kemampuan Trichdoderma sp. sebagai PGPF .................... 25
3.4.7.1 Penyiapan Tanaman Indikator ...................................... 23
3.4.7.2 Penyiapan Media Beras untuk Perbanyakan Isolat ...... 23
3.4.7.3 Penyiapan Media Tanam .............................................. 26
3.4.7.4 Pengamatan................................................................... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 27
4.1.1 Pengujian Mutan Trichoderma sp. Tahan N Tinggi dan
Wild type secara in vitro ........................................................... 27
4.1.1.1 Uji Pertumbuhan Mutan Trichoderma sp. Tahan
N Tinggi dan Wild type ................................................. 27
4.1.1.2 Uji Kerapatan dan Viabilitas Spora Mutan
Trichoderma sp. Tahan N Tinggi dan Wild type .......... 29
4.1.1.3 Uji Antagonis Mutan Trichoderma sp.
Tahan N Tinggi dan Wild type ...................................... 31
4.1.2 Pengujian Mutan Trichoderma sp. Tahan P Tinggi dan
Wild type secara in vitro ........................................................... 35
4.1.2.1 Uji Pertumbuhan Mutan Trichoderma sp. Tahan
P Tinggi dan Wild type ................................................. 35
4.1.2.2 Uji Kerapatan dan Viabilitas Spora Mutan
Trichoderma sp. Tahan P Tinggi dan Wild type ........... 37
4.1.2.3 Uji Antagonis Mutan Trichoderma sp.
Tahan P Tinggi dan Wild type ...................................... 38
4.1.3 Pengujian Mutan Trichoderma sp. Tahan pH Rendah dan
Wild type secara in vitro ........................................................... 40
4.1.3.1 Uji Pertumbuhan Mutan Trichoderma sp. Tahan
pH Rendah dan Wild type ............................................. 40
4.1.3.2 Uji Kerapatan dan Viabilitas Spora Mutan
Trichoderma sp. Tahan pH Rendah dan Wild type ....... 43
4.1.3.3 Uji Antagonis Mutan Trichoderma sp.
Tahan pH Rendah dan Wild type .................................. 45
4.1.4 Pengujian Trichoderma sp.sebagai PGPF................................. 47
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 54
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ........................................................................................... 59
5.2 Saran ................................................................................................. 60
PUSTAKA ACUAN ....................................................................................... 61
LAMPIRAN .................................................................................................... 65
Tabel 12-142 .................................................................................................... 66-105
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Isolat yang digunakan pada penelitian ...................................................... 18
2. Pertumbuhan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan wild type ......... 28
3. Kerapatan dan viabilitas spora mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type .................................................................................................... 30
4. Daya hambat mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan wild type
terhadap G. boninense ............................................................................... 32
5. Pertumbuhan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan wild type ......... 35
6. Kerapatan dan viabilitas spora mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type .................................................................................................... 38
7. Daya hambat mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan wild type
terhadap G. boninense ............................................................................... 39
8. Pertumbuhan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan wild type ..... 41
9. Kerapatan dan viabilitas spora mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan
wild type .................................................................................................... 44
10. Daya hambat mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan wild type
terhadap G. boninense ............................................................................... 46
11. Trichoderma sp. sebagai PGPF pada tanaman mentimun ........................ 49
12. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan N tinggi dan wild type pada 1 hsi .................................................... 66
13. Data anara diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan N tinggi dan wild type pada 1 hsi ................................................... 66
14. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan N tinggi dan wild type pada 2 hsi .................................................... 66
15. Data anara diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan N tinggi dan wild type pada 2 hsi ................................................... 66
16. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan N tinggi dan wild type pada 3 hsi .................................................... 67
17. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan P tinggi dan wild type pada 1 hsi ..................................................... 67
18. Data anara diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan P tinggi dan wild type pada 1 hsi .................................................... 67
19. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan P tinggi dan wild type pada 2 hsi ..................................................... 68
20. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan P tinggi dan wild type pada 2 hsi ..................................................... 68
21. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan P tinggi dan wild type pada 3 hsi ..................................................... 68
22. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan pH rendah dan wild type pada 1 hsi ................................................. 69
23. Data anara diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan pH rendah dan wild type pada 1 hsi ................................................ 69
24. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan pH rendah dan wild type pada 2 hsi ................................................. 69
25. Data anara diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan pH rendah dan wild type pada 2 hsi ................................................ 70
26. Hasil pengamatan diameter koloni pertumbuhan mutan Trichoderma sp.
tahan pH rendah dan wild type pada 3 hsi ................................................. 70
27. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 2 hsi ................................................................................... 70
28. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 2 hsi ................................................................................... 71
29. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 3 hsi .................................................................................. 71
30. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 3 hsi ................................................................................... 71
31. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 4 hsi ................................................................................... 71
32. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 4 hsi .................................................................................. 72
33. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 5 hsi .................................................................................. 72
34. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 5 hsi ................................................................................... 72
35. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 6 hsi ................................................................................... 72
36. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 6 hsi ................................................................................... 73
37. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 7 hsi ................................................................................... 73
38. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dan
wild type pada 7 hsi ................................................................................... 73
39. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 2 hsi ................................................................................... 74
40. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 2 hsi ................................................................................... 74
41. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 3 hsi ................................................................................... 74
42. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 3 hsi .................................................................................. 75
43. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 4 hsi ................................................................................... 75
44. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 4 hsi ................................................................................... 75
45. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 5 hsi ................................................................................... 76
46. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 5 hsi ................................................................................... 76
47. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 6 hsi ................................................................................... 76
48. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 6 hsi .................................................................................. 77
49. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 7 hsi .................................................................................. 77
50. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dan
wild type pada 7 hsi .................................................................................. 77
51. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan
wild type pada 2 hsi .................................................................................. 78
52. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan
wild type pada 2 hsi ................................................................................... 78
53. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan
wild type pada 3 hsi ................................................................................... 78
54. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan
wild type pada 3 hsi .................................................................................. 79
55. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan
wild type pada 4 hsi .................................................................................. 79
56. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah
dan wild type pada 4 hsi ........................................................................... 79
57. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dan
wild type pada 5 hsi .................................................................................. 80
58. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah
dan wild type pada 5 hsi ............................................................................ 80
59. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah
dan wild type pada 6 hsi ............................................................................ 80
60. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah
dan wild type pada 6 hsi ............................................................................ 81
61. Hasil penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah
dan wild type pada 7 hsi ............................................................................ 81
62. Data anara penghambatan mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah
dan wild type pada 7 hsi ............................................................................ 81
63. Hasil kerapatan spora mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi
dan wild type ............................................................................................. 82
64. Data anara kerapatan spora mutan Trichoderma sp.
tahan N tinggi dan wild type .................................................................... 82
65. Hasil kerapatan spora mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi
dan wild type ............................................................................................. 82
66. Data anara kerapatan spora mutan Trichoderma sp.tahan P tinggi
dan wild type ............................................................................................. 83
67. Hasil kerapatan spora mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah
dan wild type ............................................................................................. 83
68. Data anara kerapatan spora mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah
dan wild type ............................................................................................. 83
69. Hasil persentase viabilitas spora mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi
dan wild type ............................................................................................. 84
70. Data anara viabilitas spora mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi
dan wild type ............................................................................................. 84
71. Hasil persentase viabilitas spora mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi
dan wild type ............................................................................................. 84
72. Data anara viabilitas spora mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi
dan wild type ............................................................................................. 85
73. Hasil persentase viabilitas spora mutan Trichoderma sp.
tahan pH rendah dan wild type ................................................................. 85
74. Data anara viabilitas spora mutan Trichoderma sp.
tahan pH rendah dan wild type ................................................................. 85
75. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 2 hst .......................... 86
76. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 2 hst ..................................... 86
77. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 4 hst .......................... 86
78. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 4 hst ..................................... 86
79. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 6 hst .......................... 87
80. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 6 hst ..................................... 87
81. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 8 hst .......................... 87
82. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 8 hst ..................................... 87
83. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 10 hst ........................ 88
84. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 10 hst ................................... 88
85. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 12 hst ........................ 88
86. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 12 hst ................................... 88
87. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 14 hst ..................... 89
88. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 14 hst ................................. 89
89. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 16 hst ..................... 89
90. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 16 hst ................................. 89
91. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 18 hst ..................... 90
92. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 18 hst ................................. 90
93. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 20 hst ..................... 90
94. Data anara tinggi tanaman mentimun umur 20 hst ................................. 90
95. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 22 hst ..................... 91
96. Data anara tinggi tanaman mentimun pengamatan umur 22 hst............. 91
97. Hasil pengamatan tinggi tanaman mentimun umur 24 hst ..................... 91
98. Data anara tinggi tanaman mentimun pengamatan umur 24 hst............. 91
99. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 2 hst ............. 92
100. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 2 hst ........................ 92
101. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 4 hst ............. 92
102. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 4 hst ........................ 92
103. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 6 hst ............. 93
104. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 6 hst ........................ 93
105. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 8 hst ............. 93
106. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 8 hst ........................ 93
107. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 10 hst ........... 94
108. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 10 hst ...................... 94
109. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 12 hst ........... 94
110. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 12 hst ...................... 95
111. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 14 hst ........... 95
112. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 14 hst ...................... 95
113. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 16 hst ........... 96
114. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 16 hst ...................... 96
115. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 18 hst ........... 96
116. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 18 hst ...................... 96
117. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 20 hst ........... 97
118. Data anara jumlah daun tanaman mentimun pengamatan umur 20 hst .. 97
119. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 22 hst ........... 97
120. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 22 hst ...................... 98
121. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman mentimun umur 24 hst ........... 98
122. Data anara jumlah daun tanaman mentimun umur 24 hst ...................... 98
123. Hasil pengamatan kehijauan daun tanaman mentimun umur 16 hst ...... 99
124. Data anara kehijauan daun tanaman mentimun umur 16 hst .................. 99
125. Hasil pengamatan kehijauan daun tanaman mentimun umur 18 hst ...... 99
126. Data anara kehijauan daun tanaman mentimun umur 18 hst .................. 100
127. Hasil pengamatan kehijauan daun tanaman mentimun umur 20 hst ...... 100
128. Data anara kehijauan daun tanaman mentimunumur 20 hst ................... 100
129. Hasil pengamatan kehijauan daun tanaman mentimun umur 22 hst ...... 101
130. Data anara kehijauan daun tanaman mentimun umur 22 hst .................. 101
131. Hasil pengamatan kehijauan daun tanaman mentimun umur 24 hst ...... 101
132. Data anara kehijauan daun tanaman mentimun umur 24 hst .................. 102
133. Hasil bobot basah tajuk tanaman mentimun ........................................... 102
134. Data anara bobot basah tajuk tanaman mentimun .................................. 102
135. Hasil bobot basah akar tanaman mentimun ............................................ 103
136. Data anara bobot basah akar tanaman mentimun ................................... 103
137. Hasil panjang akar tanaman mentimun................................................... 103
138. Data anara panjang akar tanaman mentimun .......................................... 104
139. Hasil bobot kering tajuk tanaman mentimun .......................................... 104
140. Data anara bobot kering tajuk tanaman mentimun ................................. 104
141. Hasil pengamatan bobot kering akar tanaman mentimun....................... 104
142. Data anara bobot kering akar tanaman mentimun .................................. 105
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pengujian pertumbuhan Trichoderma sp. ............................................... 21
2. Pengujian viabilitas Trichoderma sp. pada media PDA ......................... 22
3. Pengujian antagonis Trichoderma sp. terhadap G. boninense ................ 24
4. Koloni jamur Trichoderma sp. ................................................................ 43
5. Uji antagonis dengan metode kultur ganda Trichoderma sp.
terhadap G. boninense ............................................................................ 47
6. Akar tanaman mentimun......................................................................... 52
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang perkembanganya didukung oleh sektor
pertanian. Sub sektor pertanian tersebut salah satunya adalah perkebunan. Kelapa
sawit (Elaeis guineensis) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
memiliki peranan yang sangat penting bagi pendapatan nasional dan devisa negara
yaitu sebagai penghasil minyak masak, bahan industri maupun bahan bakar.
Usaha perkebunan kelapa sawit menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak
hutan atau perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Luas
lahan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2012 yaitu 9.572.715 ha, pada tahun
2013 yaitu 10.465.020 ha, pada tahun 2014 yaitu 10.754.801 ha, pada tahun 2015
yaitu 11.300.370 ha dan pada 2016 yaitu 11.672.861 ha dengan hasil produksi
mencapai 37 juta ton (Direktorat Jendral Perkebunan, 2015).
Fluktuasi produksi kelapa sawit tersebut, tidak selalu diikuti oleh hasil panen yang
selalu meningkat. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor diantaranya
budidaya tanaman yang kurang optimal dan tingkat kesuburan tanah yang
semakin menurun. Selain itu, penurunan produksi juga diduga disebabkan oleh
adanya permasalahan hama dan penyakit tanaman. Salah satu penyakit penting
yang dapat menurunkan hasil produksi yaitu penyakit busuk pangkal batang
2
(BPB) yang disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense. Menurut Purnamasari
et al., (2012) secara nasional, tingkat serangan G. boninense diperkirakan
menyebabkan kerugian lebih dari Rp 40 trilyun setiap tahunnya.
Perkembangan BPB yang disebabkan oleh G.boninense akan semakin meningkat
seiring bertambahnya usia tanaman kelapa sawit. Serangan G. boninensi, dapat
terjadi pada lahan bekas hutan yang telah ditanami kelapa sawit berusia 10-12
tahun dengan tingkat serangan sekitar 1-2% dari total populasinya. Serangan
G. boninense akan terus meningkat menjadi 25% pada saat tanaman kelapa sawit
berusia 25 tahun. Intentisitas serangan G. boninense ini bahkan dapat mencapai
sekitar 60% dari populasi tanaman kelapa sawit (Priyatno, 2012).
Upaya pengendalian penyakit BPB kelapa sawit telah banyak dilakukan oleh
petani perkebunan kelapa sawit. Saat ini penggunaan fungisida sintetik masih
menjadi alternatif utama yang dipilih untuk mengendalikan penyakit tanaman.
Salah satu fungisida sintetis yang sering digunakan oleh para petani yaitu
fungisida berbahan aktif hexaconazole. Pada beberapa negara banyak yang
melaporkan bahwa penggunaan fungisida sintetis secara terus-menerus dapat
menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran lingkungan dan resistensi
patogen tanaman serta dapat menurunkan populasi mikroorganisme yang hidup di
dalam tanah (Sodiq, 2000). Sedangkan sebagian besar mikroorganisme seperti
jamur ataupun bakteri yang berada di dalam tanah memiliki peranan yang sangat
penting, yaitu sebagai sumber bahan organik tanah, membantu pertumbuhan
tanaman dan mampu menekan perkembangan patogen tanaman (Murali et al.,
2012).
3
Agens hayati merupakan alternatif pengendalian lain untuk mengendalian
penyakit tanaman yang efektif dan efisien serta tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia. Trichoderma sp. merupakan salah
satu mikroorganisme tanah yang dapat berkembang biak dengan cepat pada
daerah perakaran dan bersifat menguntungkan karena mampu menyerang jamur
patogen tanaman (Gusnawaty et al., 2014). Selain itu, ternyata Trichoderma sp.
juga memiliki kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, sehingga
dikenal sebagai Plant Growth Promoting Fungi (PGPF) (Murali et al., 2012).
Terdapat 31 isolat jamur Trichoderma sp. yang berasal dari koleksi laboratorium
Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Jamur
Trichoderma sp. tersebut merupakan 7 isolat terduga mutan tahan N tinggi,
10 isolat Trichoderma sp. Tahan P tinggi dan, 10 isolat Trichoderma sp. tahan pH
rendah. Isolat-isolat tersebut merupakan hasil perendaman ethyl methane
sulfonate (EMS) yang belum diketahui kemampuannya dalam menghambat
G. boninense dan sebagai PGPF. Sedangkan 4 isolat lainnya merupakan wild type
(Trichoderma sp. tanpa perlakuan perendaman EMS). Untuk itu, perlu dilakukan
pengujian terhadap kemampuan isolat jamur Trichoderma sp. tersebut serta
mendapatkan mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi, P tinggi dan pH rendah yang
memiiki kemampuan sebagai antagonis G. boninense dan PGPF yang lebih baik
daripada wild type.
4
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kemampuan mutan Trichoderma sp. koleksi Laboratorium
Bioteknologi Pertanian FP Unila hasil perendaman EMS dalam
pertumbuhan, sporulasi, viabilitas spora dan daya antagonis secara in
vitro.
2. Mengetahui kemampuan mutan Trichoderma sp. koleksi Laboratorium
Bioteknologi Pertanian FP Unila hasil perendaman EMS sebagai PGPF.
1.3 Kerangka Pemikiran
Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur tanah yang mempunyai sifat
antagonis yang tinggi terhadap patogen tanaman. Mekanisme pengendalian yang
bersifat kompetisi terhadap patogen tanaman dan mampu meningkatkan hasil
produksi tanaman, menjadi keunggulan tersendiri bagi jamur Trichoderma sp. ini
sebagai agens hayati (Purwantisari & Hastuti, 2009). Berdasarkan penelitian
Gusnawaty et al., (2014), menyatakan bahwa terbukti pada hasil uji secara in vitro
Trichoderma sp. memiliki persentase daya hambat yang cukup tinggi terhadap
pertumbuhan koloni Colletotrichum sp. yaitu mencapai 77,69% pada hari ke-7.
Menurut Retnosari (2011), dikemukakan bahwa interaksi antara koloni T.
harzianum dan Botryodiplodia pada uji antagonis ditunjukkan pada hari k-2
dengan presentase penghambatan sebesar 41.32% dan mencapai 100% pada hari
ke-7.
5
Pada penelitian Fairuzah et al., (2014), terbukti pada hasil uji di lapangan
menunjukkan bahwa gabungan dari beberapa spesies jamur Trichoderma sp. yang
terkandung dalam biofungisida endohevea memiliki kemampuan untuk
mengendalikan penyakit jamur akar putih (JAP) pada perkebunan karet yaitu
sebesar 78,94%. Sedangkan pada tanaman kontrol mulai dari pengamatan
pertama, justru menunjukkan terjadinya peningkatan serangan JAP yaitu hingga
mencapai 22%.
Pada penelitian Soenartiningsih et al., (2014), dilaporkan bahwa pada uji secara in
vitro diperoleh isolat dua Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. yang mampu
menekan perkembangan patogen Rhizoctonia solani penyebab penyakit busuk
pelepah daun jagung yaitu < 50%. Sedangkan pada uji lapang tiga isolat tersebut
mampu menurunkan penyakit busuk pelepah daun jagung hingga mencapai 70%
dan juga mampu menekan kehilangan hasil produksi tanaman jagung hingga
mencapai 23%.
PGPF merupakan golongan dari jamur tanah yang dapat memberikan pengaruh
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Murali et al., 2012). Salah satu jamur
PGPF yaitu berasal dari genus Trichoderma yang dapat memacu pertumbuhan
tanaman, karena mampu menghasilkan hormone IAA (Indole Asetic Acid) yang
berperan penting dalam proses pembentukan dan juga pemanjangan akar tanaman
inang, sehingga menyebabkan serapan hara tanaman mejadi semakin luas dan
nutrisi tanaman tercukupi (Chamzurni et al., 2011).
6
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa keberadaan jamur yang berperan
sebagai PGPF mampu memacu pertumbuhan dan hasil produksi berbagai tanaman
seperti tanaman karet (Berlian et al., 2013), kedelai (Chamzurni et al., 2011) dan
kentang (Purwantisari &Hastuti, 2009). Trichoderma sp. merupakan salah satu
jenis jamur yang berperan sebagai PGPF dan ternyata juga dapat berperan sebagai
agens hayati (Hyakumachi, 1994).
Ethyl methane sulfonate (EMS) merupakan salah satu bahan yang efektif
menginduksi mutasi (Natarajan, 2005). Dibandingkan dengan mutagen kimia
lainnya, EMS paling banyak digunakan karena mudah diperoleh, murah, dan tidak
bersifat mutagenik setelah terhidrolisis (Van Harten, 1998). Telah banyak
dilaporkan bahwa penggunaan EMS terbukti sebagai bahan yang mampu memicu
terjadinya mutasi, misalnya yaitu pada tanaman kakao yang tahan terhadap
Phytophtora palmivora (Yusuf, 2010). Pada penelitian Sukmadjaja et al., (2013),
mengemukakan bahwa pembentukan tanaman mutan secara in vitro dengan
menggunakan 0,1% EMS mampu menghasilkan tanaman pisang Ambon Kuning
yang tahan terhadap penyakit layu Fusarium sp. Semua studi tersebut
menyatakan bahwa EMS adalah suatu mutagen kimia yang efektif menginduksi
mutasi oleh karenanya dilakukan uji kemampuan jamur Trichoderma sp. terduga
mutan tahan N tinggi, P tinggi dan pH rendah hasil perendaman ethyl methane
sulfonate (EMS) sebagai agens antagonis G. boninense dan PGPF.
7
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Isolat Trichoderma sp. terduga mutan tahan N tinggi, P tinggi dan pH
rendah hasil perendaman EMS yang diuji secata in vitro memiliki
kemampuan pertumbuhan, sporulasi, viabilitas spora dan daya antagonis
yang lebih tinggi atau tidak berbeda nyata dengan wilde type.
2. Isolat Trichoderma sp. terduga mutan tahan N tinggi, P tinggi dan pH
rendah hasil perendaman EMS memiliki kemampuan sebagai PGPF.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Klasifikasi botani tanaman kelapa sawit menurut Pahan (2006) berikut :
Divisi : Embryophyta Siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Palmales
Famili : Palmaceae
Sub-famili : Palminae
Genus : Elaeis
Spesies : E. guineensis Jacq.
E. oleifera (H.B.K) Cortes
E. odora
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang paling potensial yaitu dengan area lahan terluas dan mampu
menghasilkan produksi tanaman tertinggi di Indonesia. Tanaman kelapa sawit
berasal dari Afrika Barat, namun ada juga yang mengatakan bahwa tanaman
tersebut berasal dari Brazil. Pada awalnya tanaman kelapa sawit masuk ke
Indonesia pada tahun 1848 yang didatangkan langsung oleh pemerintah kolonial
Belanda, kemudian pada tahun 1911 tanaman kelapa sawit mulai dibudidayakan
dan hasil produksinya diperdagangkan diseluruh dunia (Fauzi et al., 2014).
9
Jika dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya, kelapa sawit merupakan
tanaman perkebunan yang memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai
penyumbang devisa negara terbesar di Indonesia. Tanaman kelapa sawit secara
morfologi terdiri atas dua bagian vegetatif (akar, batang, dan daun) dan bagian
generatif (bunga dan buah) (Sunarko, 2007).
Tanaman kelapa sawit mempunyai jenis perakaran serabut dan batang yang tidak
bercabang dan tidak berkambium. Kelapa sawit memiliki bentuk batang yang
silinder dengan diameter 20-75 cm. Pada saat kelapa sawit sudah memasuki usia
4 tahum, maka tinggi batang tanaman kelapa sawit akan nampak mengalami
pertumbuhan yang dapat terlihat jelas (Fauzi et al., 2014).
Daun kelapa sawit merupakan daun yang tersusun majemuk menyirip, sejajar dan
berkumpul membentuk satu pelepah yang panjangnya dapat mencapai 7-9 m.
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yang memiliki biji tunggal.
Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang, sedangkan bunga betina
ukurannya lebih besar dan mekar. Bunga-bunga betina dalam satu inflor
membuka dalam tiga hari dan siap dibuahi selama 3-4 hari. Sementara itu, bunga-
bunga yang berasal dari inflor jantan melepaskan serbuk sarinya dalam lima hari
(Andoko & Widodoro, 2013).
Menurut (Fauzi et al., (2014), mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor iklim
penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil produksi kelapa sawit,
diantaranya yaitu curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara dan angin.
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah diantara 12°
10
LU-12°LS pada ketinggian 0-500 m dpl dengan curah hujan 2.500-3.000
mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa terjadinya defisit air
dalam waktu yang lama. Pada zona khatulistiwa, tanaman kelapa sawit dapat
tumbuh secara liar dan mampu menghasilkan tandan pada ketinggian 1.300 dpl.
Kendala utama yang sering terjadi pada tanaman kelapa sawit adalah adanya
serangan penyakit tanaman yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, sekaligus
dapat menurunkan hasil produksi tanaman. Salah satu penyakit penting yang
dapat menyerang tanaman kelapa sawit adalah penyakit Busuk Pangkal Batang
(BPB) yang disebabkan oleh jamur G. boninense (Semangun, 2000). BPB dapat
menyerang perkebunan kelapa sawit mulai dari fase peremajaan tanaman
(Susanto, 2002).
2.2 Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB)
2.2.1 Penyebab Penyakit
Klasifikasi penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur
G. boninense Susanto (2011) berikut :
Kingdom : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Agarimycetes
Ordo : Polyporales
Famili : Ganodermataceae
Genus : Ganoderma
Spesies : G.boninense Pat.
Busuk pangkal batang (BPB) kelapa sawit yang disebabkan oleh
G. boninense merupakan penyakit penting di perkebunan kelapa sawit di
Indonesia. Patogen ini dapat menyerang tanaman dari segala usia, baik tanaman
11
berusia tua ataupun yang masih muda. Laju penyebaran penyakit BPB, sampai
saat ini pun semakin meningkat, khususnya pada tanah dengan tekstur berpasir
(Susanto et al., 2013).
Semangun (2000) mengemukakan, bahwa G. boninense memiliki morfologi
basidiokarp yang sangat bervariasi mulai dari bentuk hingga warnanya. Pada
awalnya basidiokarp G. boninense awalnya menyerupai gembungan kecil
kemudian berkembang membentuk lingkaran yang tebal dan saling menutupi
sehingga tampak seperti suatu susunan yang besar. Permukaan atas basidiokarp
patogen ini berwarna coklat muda hingga coklat tua, sedangkan pada permukaan
bawahnya berwarna putih pucat.
2.2.2 Gejala Penyakit
Gejala yang nampak pertama kali ditimbulkan oleh penyakit busuk pangkal yaitu
pada tiga bulan setelah inokulasi G. boninense. Gejala utama penyakit busuk
pangkal batang kelapa sawit ialah terjadinya penghambatan pertumbuhan pada
tahap pembibitan dan produksi tanaman. Gejala yang khas dari patogen
G. boninense yaitu terjadinya pembusukan pada bagian pangkal batang, sehingga
menyebabkan terjadinya nekrosis pada bagin dalam daun. Setelah itu barulah
terbentuknya tubuh buah jamur G. boninense (Susanto et al., 2013).
12
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Serangan G.boninense pada kelapa sawit meningkat sejalan dengan semakin
bertambahnya umur tanaman. Semakin tua umur tanaman kelapa sawit, maka
akar tanaman yang dihasilkan akan semakin panjang, sehingga akan terjadi
penyebaran penyakit busuk pangkal batang dari sumber inokulum ke tanaman
sawit yang sehat melalui kontak akar maupun batang tanaman yang sebelumnya
telah terinfeksi patogen G. boninense (Susanto, 2002). Selain itu serangan
G.boninense akan semakin meningkat dan dapat menurunkan hasil produksi
tanaman apabila, lahan bekas pertanaman kelapa sawit tersebut sebelumnya tanpa
diawali proses pengolahan lahan dengan cara pemberaan minimal selama 2 tahun
lamanya (Priyatno, 2012).
2.2.4 Pengendalian Penyakit
Pengendalian penyakit BPB yang disebabkan G. boninense pada tanaman kelapa
sawit, yang perlu diusahakan sejauh mungkin adalah:
Secara kultur teknis. Pengendalian penyakit BPB secara kultur teknis dapat
dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya yaitu sanitasi sumber infeksi,
sistem penanaman hole in hole, dan pembedahan. Meskipun upaya tersebut telah
dilakukan, terkadang sering tidak berhasil dalam mengendalikan penyakit
tanaman agar dapat benar-benar bersih dari sumber infeksi. Upaya ini hanya
mengurangi jumlah inokulum saja, sehingga kemungkinan besar masih banyak
13
tanaman sawit di lapangan yang dapat terinfeksi patogen G. boninense
(Semangun, 2000).
Secara kimiawi. Pengendalian yang paling sering digunakan oleh petani untuk
mengendalikan pohon kelapa sawit yang telah terinfeksi G. boninense yaitu secara
kimiawi dengan menggunakan fungisida sistemik. Salah satu fungisida yang
memberikan harapan dalam menekan bahkan membunuh miselium G. boninense.
adalah digunakan fungisida triadimenol dengan metoda absorbsi akar dan
penyiraman, masing-masing dengan konsentrasi 2,5 dan 5 g bahan aktif, serta
7,5 g dan 15 g bahan aktif dengan rotasi 2 dan 4 bulan. Meskipun demikian, hasil
tersebut masih perlu diteruskan penelitiannya untuk mengetahui berapa lama
fungisida triadimenol dapat menahan perkembangan penyakit busuk pangkal
batang kelapa sawit (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Tanaman toleran. Pengendalian penyakit BPB yang paling efektif adalah
dengan menggunakan tanaman yang tahan terhadap serangan G. boninense.
Terdapat beberapa tanaman yang toleran terhadap G. boninense diantaranya yaitu
dura dari Afrika menunjukkan perkembangan penyakit BPB yang lebih lambat
daripada tanaman teenera di Sumatra. Elaeis melanococca lebih toleran patogen
tanaman daripada Elaeis guineensis. Namun, untuk mendaptakan tanaman yang
toleran masih membutuhkan waktu yang relatif lama (Susanto, 2002).
Secara hayati. Pengendalian secara hayati penting untuk dikembangkan
mengingat semakin besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan
bahan kimia sintetik. Upaya pengendalian penyakit BPB kelapa sawit secara
14
hayati dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan mikroorganisme. Sebagian besar
mikroorganisme sebenarnya bersifat menguntungkan bagi tanaman, salah satunya
yaitu Trichoderma spp. yang merupakan jamur tanah bersifat saprofit yang secara
alami menyerang jamur patogen dan bersifat menguntungkan bagi tanaman
(Murali et al., 2012).
2.3 Trichoderma sp. sebagai Agens Antagonis
Trichoderma sp. merupakan jamur rhizosfer yang dapat memacu pertumbuhan
tanaman melalui mekanisme berupa kompetisi ruang hidup dan penyerapan
nutrisi, sehingga mampu berperan sebagai agens antagonis yang dapat
menghambat perkembangan patogen tanaman. Pemanfaatan dengan
menggunakan Trichoderma sp. merupakan salah satu alternatif penting untuk
mengendalikan jamur Phytopthora infestans tanpa menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan (Purwantisari & Hastuti, 2009).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Suharna (2002), dilaporkan bahwa
pada zona perakaran tanaman di dalam tanah, lahan non vegetasi dan tunggul
telah ditemukan beberapa jenis jamur Trichoderma diantaranya yaitu T. hamaium,
T. harzianum, T. koningi, T. longibrachialuin, T. polysporum, T. pseudokoningii
T. viride dan T. virens. Dalam penelitian Amaria et al., (2013), ditemukan juga
beberapa jenis jamur tanah yang berasal dari genus Trichoderma yang berhasil
diisolasi dari rizosfer tanaman karet di Lampung, diantaranya yaitu T. virens,
T. hamatum, dan T. amazonicum. Pada beberapa spesies Trihoderma yang
ditemukan pada umumnya memiliki potensi yang berbeda-beda dalam
15
menghambat perkembangan patogen tanaman yang berbeda (Benitez et al., 2004).
Trichoderma sp. adalah merupakan salah satu jamur tanah yang dapat berperan
sebagai agens biokontrol, karena dapat mengendalikan beberapa patogen tular
tanah seperti Fusarium sp pada tanaman pisang (Alfizar et al.,2013) dan penyakit
jamur akar putih yang disebabkan patogen Rigidoporus microporus pada tanaman
karet (Berlian, 2013., Amaria et al., 2013) keunggulan lain dari Trichoderma sp.
adalah selain memiliki daya kompetisi sumber nutrisi, antibiosis, parasitisme dan
daya hidup yang tinggi, Trichoderma sp. juga mampu mengkolonisasi substrat
dengan cepat.
Purwantisari & Hastuti (2009), melaporkan bahwa Trichoderma sp. adalah salah
satu jamur antagonis yang mempunyai sifat spesifik lokasi dan mampu
mengendalikan pertumbuhan jamur patogen P. infestans penyebab penyakit busuk
daun tanaman kentang secara in vitro. Pada penelitian Asrul (2009),
mengemukakan bahwa pada hari ke 18 uji daya hambat antagonis Trichoderma
spp. dengan menggunakan formulasi kering berupa 4 butir tablet telah berhasil
menekan perkembangan patogen P. palmivora yaitu sebesar 99,99%.
2.4 Trichoderma sp. sebagai Plant Growth Promoting Fungi (PGPF)
PGPF merupakan kelompok jamur yang mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman melalui pemanjangan akar (Usha & Padmavati, 2013). Kelompok jamur
PGPF telah terbukti memiliki kemampuan sebagai penghambat perkembangan
patogen tanaman dan mampu menghasilkan beberapa hormon dapat memacu
pertumbuhan tanaman seperti siderophores, IAA (Indole Asetic Acid), aktivitas
16
enzim katalase (Abri et al., 2015). Pada umumnya jamur yang berperan sebagai
PGPF berasal dari jenis kelompok jamur tular tanah dan hanya dapat ditemukan di
zona perakaran tanaman yang sehat. Salah satu jamur PGPF yaitu berasal dari
genus Trichoderma. Hal ini dikarenakan jamur Trichoderma mampu
menghasilkan hormon auksin berupa IAA yang berperan dalam peningkatan
produksi pemanjangan akar, sehingga menyebabkan serapan hara semakin tinggi
dan nutrisi tanaman menjadi tercukupi (Chamzurni et al., 2011).
Pada zona rizosfer tanaman ternyata banyak ditemukan jamur tanah yang
mempunyai kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan mampu
berperan sebagai agens biokontrol, serta dianggap sebagai Plant Growth
Promoting Fungi (PGPF). Dua diantara jamur tanah tersebut diantaranya adalah
Trichoderma sp. dan Penicillium sp. yang telah diketahui dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan juga bersifat sebagai agens antagonis yang dapat
menekan perkembangan patogen tanaman (Murali et al., 2012).
17
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan rumah kaca
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Maret 2017 sampai dengan
Agustus 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, tabung
erlenmeyer, mikroskop majemuk, haemocytometer, jarum suntik, rak tabung,
tabung reaksi, korek api, pembakar bunsen, gelas ukur 100 ml, Laminar Air Flow,
autoclave, drigalski, jarum ose, bor gabus, penggaris, aluminium foil, plastic
wrap, tissue, kertas label, nampan, panci, kompor, plastik tahan panas, polybag,
gunting, ember plastik, timbangan elektrik, chlorophyl meter, oven dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat jamur
Trichoderma sp. terduga mutan tahan N tinggi, P tinggi, dan pH rendah hasil
perendaman EMS, wild type Trichoderma sp. (Tabel 1). Kemudian sodium
hypochlorite 2 %, kertas merang, beras, isolat jamur G.boninense, media PDA
18
(Potato Dextrose Agar), agar bubuk dan aquades, alkohol 70%, air steril, asam
laktat, pasir, benih mentimun dan kompos.
Tabel 1. Isolat yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
No. Nama Isolat Keterangan
1 NT 1 (1.2) Mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dengan konsentrasi 1% EMS selama 1 jam
2 NT 2 (3.3) Mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dengan konsentrasi 3% EMS selama 3 jam
3 NT 3 (4.1) Mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dengan konsentrasi 4% EMS selama 1 jam
4 NT 4 (4.3) Mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dengan konsentrasi 4% EMS selama 3 jam
5 NT 5 (4.3) Mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dengan konsentrasi 4% EMS selama 3 jam
6 NT 6 (4.2) Mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dengan konsentrasi 4% EMS selama 2 jam
7 NT 7 (4.1) Mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi dengan konsentrasi 4% EMS selama 1 jam
8 PT 1 (1.1) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 1% EMS selama 1 jam
9 PT 2 (1.2) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 1% EMS selama 2 jam
10 PT 3 (2.1) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 2% EMS selama 1 jam
11 PPT 4 (2.3) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 2% EMS selama 3 jam
12 PT 5 (4.2) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 4% EMS selama 2 jam
13 PT 6 (4.3) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 4% EMS selama 3 jam
14 PPT 7 (2.3) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 2% EMS selama 3 jam
15 PPT 8 (2.2) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 2% EMS selama 2 jam
16 PPT 9 (3.2) Mutan Trichoderma sp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 3% EMS selama 2 jam
17 PPT 10 (3.2) Mutan Trichodermasp. tahan P tinggi dengan konsentrasi 3% EMS selama 2 jam
18 pHT 1 (1.1) Mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 1% EMS selama 1 jam
19 pHT 2 (1.3) Mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 1% EMS selama 3 jam
20 pHT 3 (2.2) Mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 2% EMS selama 2 jam
21 pHT 4 (2.3) Mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 2% EMS selama 3 jam
22 pHT 5 (2.1) Mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 2% EMS selama 1 jam
23 pHT 6 (2.2) Mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 2% EMS selama 2 jam
24 pHT 7 (2.3) Mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 2% EMS selama 3 jam
25 pHT 8 (3.1) Mutan Trichoderma sp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 3% EMS selama 1 jam
26 pHT 9 (4.1) Mutan Trichodermasp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 4% EMS selama 1 jam
27 pHT 10 (4.2) Mutan Trichodermasp. tahan pH rendah dengan konsentrasi 4% EMS selama 2 jam
28 WT 1 Wild typeTrichoderma sp.
29 WT 2 Wild typeTrichoderma sp.
30 WT 3 Wild typeTrichoderma sp.
31 WT 4 Wild typeTrichoderma sp.
3.3 Metode Penelitian
Perlakuan pada penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL).
Penelitian terdiri dari 31 perlakuan yaitu 10 isolat Trichoderma sp. tahan P tinggi,
7 isolat Trichoderma sp. tahan N tinggi, 10 isolat Trichoderma sp. tahan pH
rendah dan 4 wild type dan perlakuan tersebut diulang sebanyak tiga kali
19
(Tabel 1). Setiap isolat mutan dengan konsentrasi 1%, maka isolat Trichoderma
sp. aslinya adalah WT 1. Kemudian pada isolat mutan dengan konsentrasi 2%,
maka isolat Trichoderma sp. aslinya adalah WT 2. Pada isolat mutan dengan
konsentrasi 3%, maka isolat Trichoderma sp. aslinya adalah WT 3 dan begitu pula
untuk setiap isolat mutan dengan konsentrasi 4%, maka isolat Trichoderma sp.
aslinya adalah WT 4. Variabel yang diamati meliputi pertumbuhan koloni,
kemampuan antagonisme Trichoderma sp. terhadap G. Boninense, kerapatan
spora dan viabilitas spora secara in vitro. Semua isolat yang digunakan tersebut
merupakan isolat koleksi dari laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Hasil seleksi dari beberapa isolat mutan tersebut akan
digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu sebagai uji PGPF di rumah kaca Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Hasil pengamatan yang diperoleh akan dianalisis
ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyiapan Media
Pada pelaksanaan penelitian, media digunakan untuk peremajaan, uji
pertumbuhan, uji antagonis dan viabilitas adalah media PDA (Potato Dextrose
Agar). Media PDA dibuat dengan komposisi 39 g PDA siap pakai dan 2 g agar
bubuk yang dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer. Kemudian ditambahkan
1000 ml aquades lalu dikocok hingga media menjadi homogen. Setelah itu tabung
erlenmayer ditutup menggunakan alumunium foil dan dikencangkan dengan
20
menggunakan karet. Media PDA yang berada pada tabung erlenmayer, kemudian
dimasukkan ke dalam plastik tahan panas dan diikat dengan karet, setelah itu
diautoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah
media steril, didiamkan sejenak hingga suhu media turun. Selanjutnya
ditambahkan asam laktat sebanyak 1,4 ml ke dalam media tersebut. Diaduk
media secara perlahan hingga homogen, lalu media dituang ke dalam cawan petri.
3.4.2 Peremajaan Trichoderma sp.
Trichoderma sp. dilakukan peremajaan menggunakan media PDA. Langkah
pertama ialah bor isolat Trichoderma sp. pada media lama dengan menggunakan
bor gabus yang telah disterilkan, kemudian diletakkan isolat tersebut di tengah
media PDA. Selanjutnya direkatkan dengan plastik wrap dan diberi
keterangan/label pada cawan petri tersebut. Setelah dua hari, Trichoderma sp.
hasil peremajaan digunakan untuk uji pertumbuhan.
3.4.3 Pengujian Pertumbuhan Trichoderma sp.
Trichoderma sp. yang telah diremajakan selama dua hari kemudian diuji daya
pertumbuhannya pada media PDA. Setelah itu, isolat tersebut diambil
menggunakan bor gabus berdiameter 0,5 cm untuk dipindahkan ke media PDA
baru. Pada setiap bagian bawah cawan petri dibuat 4 garis diameter yang berbeda
dengan pusat di isolat yang telah diinokulasikan untuk mempermudah pengukuran
diameter (Gambar 1). Pengamatan pertumbuhan ini dilakukan selama 7 hari
setelah isolasi (hsi).
21
Gambar 1. Pengujian Pertumbuhan Trichoderma sp. pada cawan petri
(a) isolat Trichoderma sp.
3.4.4 Pengamatan Sporulasi Trichoderma sp.
Pengamatan kerapatan spora dilakukan dengan cara memanen spora dari biakan
murni Trichoderma sp. yang berumur 7 hari. Panen spora dilakukan dengan
menambahkan 10 ml air steril pada cawan petri yang berisi biakan murni jamur
Trichoderma sp. Selanjutnya spora jamur dikeruk secara hati-hati agar media
tidak ikut terangkat dengan menggunakan drigalski sehingga diperoleh suspensi
spora pekat.
Suspensi pekat tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi air steril
sebanyak 10 ml dan dihomogenkan menggunakan rotamixer selama 1 menit.
Sebanyak 1 ml larutan pekat yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi diambil
dan ditambahkan ke dalam 9 ml aquades. Larutan ini dihomogenkan kembali
selama 1 menit, sehingga didapatkan pengenceran tingkat 10-1
. Pengenceran ini
dilanjutkan sampai pengenceran tingkat 10-3
.
Pengamatan spora dilakukan dengan menggunakan haemocytometer yang telah
ditetesi suspensi tersebut kemudian hitung jumlah sporanya di bawah mikroskop
dengan perbesaran 40 kali. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan bantuan
a
22
haemocytometer. Kerapatan spora dihitung dengan menggunakan rumus
(Syahnen et al., 2014) sebagai berikut:
S= R x K x F
Keterangan:
S = Jumlah spora
R = Jumlah rata-rata spora pada haemocytometer
K = Konstanta koefisien alat (2,5 x 105)
F =Faktor pengenceran yang dilakukan
3.4.5 Pengujian Viabilitas Trichoderma sp.
Viabilitas spora Trichoderma sp. diamati dengan membuat suspensi dari
masing - masing isolat Trichoderma sp. yang digunakan. Selanjutnya suspensi
dari masing - masing isolat tersebut diteteskan menggunakan jarum suntik pada
media PDA sebanyak 3 titik yang berbeda sebagai ulangan, kemudian suspensi
diinkubasi pada media PDA selama 12 jam. Setelah diinkubasi selama 12 jam,
kemudian diamati dibawah mikroskop majemukdengan perbesaran 40 kali
untuk menghitung jumlah spora yang berkecambah dan yang tidak
berkecambah (Gambar 2).
Gambar 2. Pengujian viabilitas spora Trichoderma sp. pada media PDA
(a) suspensi Trichoderma sp
23
Data yang diperoleh adalah jumlah spora yang berkecambah dan yang tidak
berkecambah. Persentase viabilitas perkecambahan spora Trichoderma sp.
dihitung menggunakan rumus Syahnen et al.,(2014).
%
Isolat mutan Trichoderma sp. yang memiliki kemampuan lebih baik saat uji
pertumbuhan, antagonis, kerapatan spora dan viabilitas diremajakan dengan
menggunakan media PDA selama 3 hsi.
3.4.6 Pengujian Antagonisme Trichoderma sp.
3.4.6.1 Penyiapan Isolat G. boninense
Isolat G.boninense yang terdapat pada Laboraotorium Bioteknologi, Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, diperbanyak dan dibiakkan pada media PDA
yang baru dan diinkubasi selama empat hari, kemudian biakkan yang telah
tumbuh selama empat hari tersebut digunakan untuk uji antagonis.
3.4.6.2 Pengujian Antagonisme
Uji antagonis dilakukan pada media PDA dalam cawan petri berdiameter 8 cm
dengan metode kultur ganda, pengujian dilakukan menggunakan isolat jamur
G.boninense dan isolat Trichoderma sp. berumur empat hari (Gambar 3b). Pada
permukaan bawah cawan petri dibuat garis yang saling berpotongan dibagian
tengah cawan dengan menggunakan spidol permanen. Kemudian pada garis
24
tersebut ditentukan dua titik yang berjarak 3 cm. Titik-titik tersebut digunakan
sebagai tempat infestasi cuplikan jamur berdiameter 0,5 cm. Pengamatan
pengujian antagonis dilakukan setiap hari mulai dari hari kedua setelah inokulasi
sampai hari ketujuh. Variabel yang diamati adalah persentase penghambatan
Trichoderma sp. terduga mutan tahan N tinggi, P tinggi dan pH rendah hasil
perendaman EMS.
Selain pengujian secara kultur ganda, isolat G.boninense juga ditumbuhkan pada
media PDA tanpa adanya jamur antagonis (Gambar 3a). Pengamatan hasil
pengujian semua isolat dilakukan mulai dari hari ke-2 sampai dengan hari ke-7
setelah isolasi. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur panjang dari zona
kosong tersebut. Persentase penghambatan dihitung dengan rumus yang
digunakan (Muksin et al., 2013):
Keterangan :
D = Presentase penghambatan pertumbuhan (%)
D1 = Diameter pertumbuhan G. boninense pada kontrol (cm)
D2 = Diameter G. boninense pada tiap perlakuan (cm)
Gambar 3. Pengujian antagonis Trichoderma sp. terhadap G. boninense
(A) Kontrol G. boninense = D1 dan (B) kultur ganda Trichoderma sp.
dan G. boninense = D2
25
3.4.7 Uji Kemampuan Trichoderma sp. sebagai PGPF
3.4.7.1 Penyiapan Tanaman Indikator
Uji kemampuan sebagai PGPF, dilakukan dengan menggunakan mentimun
sebagai tanaman indikator. Mentimun digunakan karena tanaman mentimun
merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat peka terhadap serangan patogen
tanaman. Langkah pertama yaitu benih didesinfeksi terlebih dahulu dengan
menggunakan alkohol 70% dan sodium hypochlorite 2%. Setelah itu benih
dikecambahkan dalam cawan petri yang sebelumnya telah dilapisi kertas merang
yang telah dibasahi dengan air steril dan diinkubasi selama 2 hari pada suhu
kamar.
3.4.7.2 Penyiapan Media Beras untuk Perbanyakan Isolat
Media yang digunakan untuk memperbanyak isolat Trichoderma sp. adalah media
beras. 100 g beras dimasak setengah matang, kemudian didinginkan, lalu
dimasukkan ke dalam plastik tahan panas, kemudian distrerilkan dalam autoklaf
pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Isolat mutan
Trichoderma sp. yang memiliki kemampuan lebih baik saat uji pertumbuhan,
antagonis, kerapatan spora dan viabilitas diremajakan dengan menggunakan
media PDA selama 3 hsi. Begitu pula dengan isolat wild type juga dilakukan
peremajaan pada media PDA selama 3 hsi. Setelah berumur 3 hsi, satu potong
bor gabus biakan murni dengan diameter ±5 mm dipindahkan ke dalam masing –
masing kantong plastik yang berisi media beras 100 g steril, lalu diikat dan
26
diinkubasi selama 10 hari pada suhu kamar untuk dijadikan sebagai inokulum
pada pengujian lebih lanjut (Worosuryani et al., 2006).
3.4.7.3 Penyiapan Media Tanam
Penyiapan media tanam untuk uji PGPF yaitu dengan menyiapkan 10 g formulasi
Trichoderma sp. yang dicampur merata dengan media tanam. Media tanam yang
digunakan adalah pasir dan kompos steril (1:1) yang telah disterilkan
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
Kemudian dimasukkan sebanyak 0,5 kg/ polybag. Setelah itu, mentimun berumur
2 hari dipindah tanamkan ke dalam polybag dan ditumbukan selama 21 hari di
rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.4.7.4 Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap dua hari sekali selama 24 hari. Variabel yang
diamati pada tanaman mentimun yang digunakan sebagai indikator adalah
kehijauan daun (menggunakan chlorophyl meter), jumlah daun, dan tinggi
tanaman. Pada akhir pengamatan dilakukan pengamatan terhadap bobot basah dan
bobot kering berangkasan tanaman yang meliputi bagian akar, tajuk dan panjang
akar, yang digunakan sebagai data penunjang untuk mengetahui efek perlakuan
terhadap pertumbuhan tanaman. Bobot basah tanaman ditimbang setelah tanaman
baru dicabut dan dicuci bersih. Sedangkan bobot kering tanaman ditimbang
setelah dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven selama 3 hari dengan
suhu 80oC sampai bobot konstan.
59
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Isolat mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi, P tinggi dan pH rendah
koleksi Laboratorium Bioteknologi Pertanian FP Unila memiliki
kemampuan pertumbuhan koloni Trichoderma sp. dan persentase
viabilitas yang tidak berbeda nyata dengan wild type.
2. Pada hasil uji antagonis 7 hsi, isolat NT 7 (4.1) menghasilkan daya
hambat yang lebih baik dari isolat wild type aslinya (WT 4). Isolat NT 1
(1.2), NT 2 (3.3), NT 3 (4.1), NT 5 (4.3), PT 1 (1.1) memiliki kemampuan
daya hambat yang tidak berbeda nyata dari isolat wild type aslinya. Isolat
NT 1 (1.2), NT 4 (4.3), NT 6 (4.2), PT 2 (1.2) dan PT 6 (4.3) memiliki
kemampuan daya hambat yang lebih rendah dari isolat wild type aslinya.
3. Pada hasil analisis persentase kerapatan spora isolat mutan pHT 7 (2.3),
PPT 9 (3.2) dan pHT 4 (2.3) menunjukkan hasil yang lebih baik dan
berbeda nyata dengan wild type.
4. Isolat mutan Trichoderma sp. tahan N tinggi, P tinggi dan pH rendah yang
diuji kemampuannya sebagai PGPF tidak ada yang berpotensi sebagai
PGPF di lapangan.
60
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terkait
mekanisme isolat mutan jamur Trichoderma sp. dalam memacu pertumbuhan
tanaman.
61
DAFTAR PUSTAKA
Abri, T., E. L. Kuswinanti, Sengin & R. Sjahrir. 2015. Production of indole
acetic acid (IAA) hormone from fungal isolates collected from rhizosphere
of aromatic rice in Tana Toraja. Int. J. Curr. Res. Biosci. Plant Biol. 2 (6):
198-201.
Alfizar, Marlina, & F. Susanti. 2013. Kemampuan antagonis Trichoderma sp.
terhadap beberapa jamur patogen in vitro. J. Floratek. 8: 45-51.
Amaria, W., E. Taufiq & R. Harni. 2013. Seleksi dan identifikasi jamur
antagonis sebagai agens hayati jamur akar putih (Rigidoporus microporus)
pada tanaman karet. Buletin RISTRI. 4 (1): 1-8.
Andoko, A. & Widodoro. 2013. Berkebun Kelapa Sawit si Emas Cair. Agro
Media Pustaka. Jakarta. 130 hlm.
Asrul. 2009. Uji daya hambat jamur antagonis Trichoderma spp. dalam
formulasi kering berbentuk tablet terhadap luas bercak Phytophthora
palmivora pada buah kakao. J. Agrisains. 10 (1): 21-27.
Aulia, D. 2016. Identifikasi dan Uji Kemampuan Jamur Rhizosfer Tanaman
Nanas sebagai Plant Growth Promoting Fungi (PGPF). (Skripsi). Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Abstrak Hasil Penelitian
Badan Litbang Pertanian Komoditas Kelapa Sawit. Pusat Perpustakaan dan
Penyebaran Teknologi Pertanian. 237 hlm.
Benitez. T., A. M. Rincon, M.C. Limon & A. C. Codon. 2004. Biocontrol
mechanisms of Trichoderma strains. International Microbiology. 7: 249-
260.
Berlian, I., B. Setyawan & H. Hadi. 2013. Mekanisme antagonisme Trichoderma
spp. terhadap beberapa patogen tular tanah. Warta Perkaretan. 32 (2): 74–
82.
Chamzurni, T., R. Sriwati & R. D. Selian. 2011. Efektifitas dosis dan aplikasi
Trichoderma virens terhadap serangan Sclerotium rolfsii pada kedelai.
Jurnal Floratek. 6 : 62-73.
62
Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas
Kelapa Sawit 2014 – 2016. Jakarta. 69 hlm.
Djafaruddin. 2000. Dasar-dasar Perlindungan Penyakit Tanaman. Budi Aksara,
Jakarta.
Fauzi ,Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyaawibawa & R. H. Paeru. 2014. Kelapa
Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 234 hlm.
Fairuzah, Z. C. I. Dalimunthe, Karyudi, S. Suryaman & W. E. Widhayati
2014. Keefektifan beberapa fungi antagonis (Trichoderma sp.) dalam
biofungisida endohevea terhadap penyakit jamur akar putih (Rigidoporus
microporus) di lapangan. Jurnal Penelitian Karet. 32 (2): 122-138.
Gusnawaty, H. S., M. Taufik, Herman. 2014. Efektifitas Trichoderma indigenus
Sulawesi Tenggara sebagai biofungisida terhadap Colletotrichum sp. secara
in-vitro. Jurnal Agroteknos. 4 (1): 38-43.
Hyakumachi, M. 1994. Plant Growth Promoting Fungi from turfgrass
rhizozphere with potential for disease Supession. Journal Soil
Microorganisme. 44: 53-68.
Ismail, N, & Tenrirawe, A. 2011. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp.
sebagai Agens Pengendali Hayati. Seminar Regional Inovasi Teknologi
Pertanian, Mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi
Utara.
Kurniawati, C. D. 2015. Pengaruh Plant Growth Promoting Fungi ( PGPF) pada
Pertumbuhan dan Ketahanan Mentimun terhadap Penyakit Bercak Daun
Alternia. (Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Muksin R, Rosmini & P. Johanis. 2013. Uji antagonisme Trichoderma sp.
terhadap jamur patogen Alternaria porri penyebab penyakit bercak ungu
pada bawang merah secara in vitro. Jurnal Agrotekbis. 1 (2) : 140-144.
Murali, M., K. N. Amruthesh, J. Sudisha., S. R. Niranjana & H. S. Shetty. 2012.
Screening for plant growth promoting fungi and their ability for growth
promotion and induction of resistance in pearl millet against downymildew
disease. Journal of Phytology. 4 (5): 30-36.
Natarajan, A. T. 2005. Chemical mutagenesis: from plants tohuman. Curr. Sci.
89: 312-317.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar swadaya. Medan.
Priyatno, T. P. 2012. Pendekatan ekologis mengatasi penyakit busuk pangkal
batang Ganoderma pada Kelapa Sawit. Balai Besar Penelitian dan
63
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Jurnal
Agroinovasi. Edisi 5-11.
Purwantisari, S. 2009. Isolasi dan identifikasi jamur Indigenous Rhizosfer
tanaman kentang dari lahan pertanian kentang organik di desa Pakis.
Magelang. Jurnal BIOMA. 11 (2): 45-52.
Purwantisari, S. & R. B. Hastuti. 2009. Uji antagonisme jamur patogen
Phythopthora infestans penyebab penyakit busuk daun dan umbi tanaman
kentang dengan menggunakan Trichoderma spp. Jurnal BIOMA. 1 (11): 24-
32.
Retnosari E. 2011. Identifikasi penyebab busuk pangkal batang jeruk (Citrus spp)
serta uji antagonisme in vitro dengan Trichoderma harzianum dan
Gliocladium virens [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Ed
ke-4 (revisi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 835 hlm.
Sodiq, M. 2000. Pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme tanah.
Mapeta. 2 (5): 1411-2817.
Soenartiningsih, N. Djaenuddin & M. Sujak Saenong. 2014. Efektivitas
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. sebagai agen biokontrol hayati
penyakit busuk pelepah daun pada jagung. Jurnal Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan. 33 (2): 129-135.
Suharna, N. 2002. Keberadaan dan distribusi jenis-jenis Trichoderma di hutan
kawasan taman nasional Gunung Halimun. Beriia Biologi. 6 (1): 159-165.
Sukmadjaja, D., R. Purnamaningsih & T. P. Priyatno. 2013. Seleksi in vitro dan
pengujian mutan tanaman pisang ambon kuning untuk ketahanan terhadap
penyakit layu fusarium. Jurnal Agrobiogen. 9: 66-76.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hlm.
Susanto A. 2002. Kajian pengendalian hayati Ganoderma boninense Pat,
penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit [disertasi]. Bogor:
Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Susanto, A. 2011. Penyakit busuk pangkal batang Ganoderma boinense pat.
informasi organisme pengganggu tanaman. Pusat Penelitian Kelapa
SawitMedan. Vol. P - 0001.
Susanto A, A. E. Prasetyo, Wening, S. 2013. Laju infeksi Ganoderma pada
empat kelas tekstur tanah. J Fitopatol Indonesia. 9 (2): 39-46.
64
Syahnen, D. D. N., Sirait & S. E. Br. Pinem. 2014. Teknik Uji Mutu Agens
Pengendali Hayati (APH) di Laboratorium. Laboratorium Lapangan Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP). Medan.
Usha, S. & T. Padmavathi. 2013. Effect of plant growth promoting
microorganisms from rhizosphere of Piper nigrum L. International Journal
Pharmacy Biological Sciences. 4 (1): 835-846.
Van Harten, A. M. 1998. Mutation Breeding: Theory and Practical Application.
Cambridge University Press. New York. 353 hlm.
Winarsih, S. & J. B. Baon. 1999. Pengaruh masa Inkubasi dan jumlah spora
terhadap infeksi mikoriza dan pertumbuhan planet kopi. Jurnal Penelitian
Kopi & Kakao 15 (1): 13-21.
Worosuryani, C., A. Priyatmojo & A. Wibowo. 2006. Uji kemampuan jamur
yang diisolasi dari lahan pasir sebagai PGPF (Plant Growth Promoting
Fungi). Jurnal Agrosains 19: 179-192.
Yusuf, M. 2010. Aktivitas Enzim Β-1,3-Glukanase, Kandungan Fenol dan
Karbohidrat pada Kakao (Theobroma Cacao L.) Hasil Mutasi menggunakan
EthylMethane Sulfonate (EMS). (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas
Jember.