PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM
PEMBENTUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN
TAHUN 2011-2031
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana S-1 Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara
Disusun Oleh:
FITRI PUSPITA
100903039
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2014
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini diajukan untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:
Nama : FITRI PUSPITA
NIM : 100903039
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PEMBENTUKAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
Medan, 16 Juli 2014
Dosen Pembimbing
Dra.Asima Yanti Siahaan, MA, Ph.D
NIP. 196401261988032002
Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara
Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
NIP. 196401081991021001
DEKAN
FISIP USU
Prof.Dr. Badaruddin, M.Si
NIP. 196805251992031002
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan
Semesta Alam yang selalu mengingatkan penulis dengan kasihnya “maka
sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan. Maka apablia engkau telah seslesai dengan suatu
urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. Dan hanya kepada
Tuhan-mulah engkau berharap.” (Q.S Al-Insyirah 5-8) sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Penyelenggaraan
Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”. Skripsi ini salah satu syarat yang
ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Pertama dan terutama sekali skripsi ini penulis persembahkan kepada
kedua orang tua tercinta, Ayah tersayang Yusrizal yang setiap harinya tak lupa
memberikan penulis hadiah dari syurga, terimakasih atas doa-doa yang Ayah
mohonkan kepada Allah untuk kebaikan Pipit, terimakasih untuk seribu mimpi
yang Ayah punya untuk kami anak-anak Ayah, dan kepada Mamak terkasih
Asmarni yang selalu berdoa agar Allah mengkaruniakannya anak-anak yang
sholeh dan sholehah, terimakasih Mak atas cinta tulusmu untuk Pipit. Selanjutnya
dengan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara dan Ibu Elita Dewi, M.Si selaku Sekretaris Departemen
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik.
3. Ibu Dra. Asimayanti Siahaan, MA., Ph.d sebagai Dosen Pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, terimakasih atas pembelajaran dan pengalaman meneliti yang Ibu berikan
kepada penulis bahkan sebelum penulis memulai skripsi ini.
4. Bapak Dadang Darmawan, M.Si selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan yang luar biasa dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Arlina, S.H, M.Hum selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis dengan sabar sejak awal perkuliahan serta seluruh
dosen-dosen Departemen Ilmu Administrasi negara yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuannya selama ini kepada penulis
6. Kak Dian dan Kak Mega yang telah memberikan masukan serta membantu
dalam urusan administrasi kampus.
7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Kota Medan yang
telah memberikan ijin melakukan penelitian kepada penulis di lingkungan
Pemerintahan Kota Medan.
8. Bapak Ir. Makmur Sitanggang, M.Si selaku Kepala Bidang Fisik dan Tata
Ruang Bappeda Kota Medan, Ibu Susi Anggraini, S.Si selaku Kepala Sub-
bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan yang telah
membantu penulis dalam melakukan penelitian dan Kak Nur serta seluruh
staff Bappeda Kota Medan.
9. Abang Doni selaku Kepala Sub-bagian Peraturan Perundang-undangan
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan yang membantu penulis
menyelesaikan penelitian skripsi ini.
10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, khususnya Bapak CP.
Nainggolan, S.E, M.AP dan Ustadz H. Muslim Maksum, LC dan seluruh
staff Kantor DPRD Kota Medan yang telah membantu penulis menyelesaikan
penelitian di lingkungan DPRD Kota Medan. Dan seluruh jajaran Pemerintah
Kota Medan yang membantu penulis dalam melakukan penelitian di
Pemerintah Kota Medan
Tidak lupa juga ucapan terimakasih khusus penulis sampaikan kepada:
1. Abang Ardizal, S.Sos dan Kakak Ipar Juita Haryani, S.Pd, Abang Azman,
S.H, Abang Rafi dan Kakak Ipar Fatimah, Abang Rifzen, S.Hi, Kakakku
tersayang Aminah, S.Pd, Abang Ahmad Zueni, S.Pt, M.Si, serta seluruh
keluarga, terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada
penulis. Kepada ponakan Bucik yang sholeh dan sholehah Amna, Risa, Qiya,
Sayif, Rizky, dan Ahlal terimakasih atas keceriaan yang kalian berikan.
2. Chingu tersayang Siti Harum Munthe thank you for always catch me
whenever I fall, teman seperjuangan Devi Sahrani, Nurul Elvandari, Adek
Handayani, Ratih Paramitha, Laura Silvina Rahman, Isti Meiry
Handayani, Meylan Arthasasta Samosir, Abang Revelino Beginta
Sembiring, Abang Bambang Hermanto, kak Shynta A.Simbolon, Sistha
Nurul Nanda Nadzfah yang sholehah dan kepada seluruh teman-teman
Administrasi Negara 2010 untuk dukungan, bantuan, semangat, kebersamaan,
pengalaman, dan kenangan selama perkuliahan.
3. Teman-teman magang Desa Batu Jongjong Joppy Kheristian Sinulingga,
Olber Juahta Sembiring, Jeremia Pratama Sinaga, Ibran Tampubolon,
Devi Sahrani, Adek Handayani, Nurul Elvandari, Laura Silvina Rahman,
Hafni Rahmanita, Morina Sinaga, dan Hanna Maria Lubis. Terimakasih
telah menjadi keluarga selama magang. We are Ceki United!
4. Terimakasih kepada IMDIAN FISIP USU dan UKMI As-siyasah FISIP
USU yang telah membantu penulis untuk fastabiqul khairat, membawa
penulis menuju keridhoan Allah SWT.
5. Terimakasih kepada seluruh Murabbi penulis yang tidak bosan membimbing
dan menggenggam tangan penulis agar selalu bersama di lingkaran kasih
sayang Allah, Kak Sri, Kak Fia, Kak Minah, Dan kak Tiwi.
6. Teman-teman Kos Wanita Muslimat 448 A Kak Uwi, Ipeh, Puspa, Nur, Tia,
Izmi, Putri, Harum, dan Rida terimakasih telah menjadi keluarga Ipit.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 16 Juli 2014
Penulis
Fitri Puspita
ABSTRAKSI
DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
Skripsi ini disusun oleh: NAMA : FITRI PUSPITA NIM :100903039 DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGRA FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PEMBIMBING : Dra. ASIMA YANTI SIAHAAN, MA., PhD Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 yang diperbaharui menjadi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 yang diperbaharui menjadi Undang-undnag No. 68 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan maksud memperoleh gambaran jelas tentang proses pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 serta mendapatkan gambaran yang jelas mengenai partisipasi masyarakat dalm proses pembentukan kebijakan tersebut dalam hal pendalaman proses demokrasi. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi atau data skunder, atau wawancara dengan informan serta observasi yang disajikan dalam bentuk narasi. Dalam penelitian ini digunakan informan penelitian dari berbagai unsur : Unsur Pemerintah Kota Medan, Non Government Organization, Akademisi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Poses pembentukan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 dilakukan dalam dua kali pengerjaan yaitu pada tahun 2006 dan tahun 2008 (2) Pemerintah kurang maksimal dalam melakukan penyadaran serta pemberdayaan bagi publik untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (3) Inisiatif publik juga masih rendah untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (4) Partisipasi masyarakat mempengaruhi muatan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 menjadi RTRW yang memiliki dua pusat pertumbuhan di dalam satu kota dengan pusat pertubuhan kedua disebut dengan “Pusat Pertumbuhan Utara”. Kata kunci : Demokrasi, kebijakan publik, partisipasi, RTRW
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. i
Abstraksi ...................................................................................................... v
Daftar Isi ...................................................................................................... vi
Daftar Tabel ................................................................................................. ix
Daftar Gambar ............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
I. 1 Pendahuluan .................................................................................. 1 I. 2 Fokus Penelitian ............................................................................ 8 I. 3 Perumusan Masalah ....................................................................... 9 I. 4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 9 I. 5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 10 I. 6 Sistematika Penulisan ..................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
II.1 Demokrasi dan Partisipasi Publik ................................................. 12 II.1.1. Konsep Demokrasi ......................................................... 12 II.1.2. Teori Demokrasi ............................................................. 14
II.1.2.1. Teori Demokrasi Klasik .................................. 14 II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern ................................ 16
II.1.3. Partisipasi Publik ............................................................ 18 II.2 Demokrasi dalam Kerangka Kebijakan Publik ............................. 23 II.3 Demokrasi sebagai Bagian dari Participatory Governance ............ 27 II.4 Partisipasi Publik dalam Penataan Ruang ..................................... 28 II.5 Defenisi Konsep ........................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
III.1. Metode Penelitian ........................................................................ 33 III.2. Lokasi Penelitian .......................................................................... 34 III.3. Informan Penelitian ...................................................................... 35 III.4. Instrumen Penelitian .................................................................... 37 III.5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 37 III.6. Teknik Analisis Data .................................................................... 39 III.7. Pengujian Keabsahan Data ........................................................... 40 III.8. Etika Penelitian ............................................................................ 41 III.9. Kesulitan dalam Penelitian ........................................................... 42
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
IV.1. Gambaran Umum Kota Medan ..................................................... 44 IV.1.1. Geografi dan Demografi ................................................. 47
IV.1.2. Visi dan Misi Kota Medan .............................................. 49 IV.1.3. Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan .................. 51
IV.2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan ............... 53 IV.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda Kota Medan .............. 53 IV.2.2. Visi dan Misi Bappeda Kota Medan ............................... 55 IV.2.3. Tujuan Bappeda Kota Medan ......................................... 57 IV.2.4. Struktur Organisasi Bappeda Kota Medan ...................... 58
IV.3. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ........................... 59 IV.3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Hukum Sekretariat
Daerah Kota Medan ........................................................ 59 IV.3.2. Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan .. 59 IV.3.3. Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kota Medan .................................................................... 63 IV.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan ........................... 63
IV.4.1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan .............. 63 IV.4.2. Panitia Khusus Pembentukan RTRW Kota Medan .......... 67
BAB V PROSES PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
V.1. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan sebagai Strategi Meminimalisir Kesenjangan Pembangunan ................................. 70
V.2. Pedoman Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan . 72 V.3. Proses Pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan
Tahun 2011-2031 ......................................................................... 74 IV.3.1. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 ........ 75
IV.3.1.1. Keterlambatan Penyusunan RTRW Kota Medan .... 76 IV.3.1.2. Peran Konsultan yang Dominan ............................. 77 IV.3.1.3. Lemahnya Peran Pemerintah dalam Menyusun
RTRW Kota Medan ................................................ 85 IV.3.1.4. Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam
Penyusunan RTRW ................................................ 91 IV.3.2. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 ........ 98
IV.3.2.1. Inkonsistensi Waktu Penyusunan RTRW Kota Medan akibat Perubahan Peraturan Perundang-undangan ................................................................. 98
IV.3.2.2. Komposisi Konsultan yang Kurang Mewadahi Muatan RTRW Kota Medan .................................... 101
IV.3.2.3. Bappeda sebagai fasilitator dan Koordinator Penyusunan RTRW Kota Medan ............................. 103
IV.3.2.4. Keterwakilan Masyarakat oleh DPRD dalam Proses Legislasi .................................................................. 114
BAB VI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
V.4.1. Publikasi Efektif ............................................................. 120 V.4.2. Pelibatan Stakeholder ..................................................... 124
V.4.3. Konsultasi Publik ........................................................... 128 V.4.4. Pegawasan oleh Stakeholder ........................................... 129
BAB VI PENUTUP
VI.1. Kesimpulan .................................................................................. 131 VI.2. Saran ............................................................................................ 133
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 135
Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Partisipasi Kewargaan ................................................... 21
Tabel 2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang .............................. 29
Tabel 5.1 Proses Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 ........... 118
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein, 1996 ................ 20
Gambar 3.1 Komponen Analisis Dara (iteractive model) Miles and Huberman , 1984 ................................................................... 40
Gambar 4.1 Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan ........................ 52
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Perencanaan Daerah Kota Medan 59
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ................................................................................... 64
Gambar 5.1 Gambar Alur Perumusan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 ...................................................................................... 77
Gambar 5.2 Proses Penyusunan Rancangan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 ............................................................................. 80
Gambar 5.3 Jangka Waktu Penyusunan RTRW Kota menurut Permen PU No. 17 Tahun 2009 ............................................................... 99
Gambar 5.4 Proses Legislasi Perda RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 107
Gambar 5.5 Prosedur Legislasi RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 .... 111
BAB I
PENDAHULUAN
II.1 Latar Belakang
Dalam sistem pemerintahan yang dikelola secara demokratis,
pemerintahan dijalankan dengan melibatkan partisipasi publik secara luas.
Kebijakan pemerintah tidak lagi ditentukan dan diputuskan oleh beberapa orang
pejabat yang dirasa berkompeten di suatu bidang, tetapi harus dilakukan dengan
prosedur demokrasi yang melibatkan orang banyak baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Bahkan sekarang, suara terbanyak dalam lembaga legislatif
pun tidak dapat lagi secara bebas memutuskan sendiri suatu kebijakan dalam
ruang yang tertutup, tanpa mendapat dukungan publik secara luas.
Pelibatan publik atau partisipasi publik menjadi mutlak dalam rangka
menjalankan prinsip demokratisasi pemerintahan. Idealnya peran serta publik
dilibatkan sejak proses perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan
evaluasi kebijakan. Hal ini lebih dikenal sebagai dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Pelaksanaan kebijakan daerah diharapkan dapat menjadi ajang
peningkatan partisipasi publik dalam berbagai urusan publik. Perwujudan nyata
demokrasi ada pada tingkatan sejauh mana rakyat turut berperan dalam
merumuskan kebijakan daerah. Menurut Seidman, pelibatan publik yang terkait
amat penting artinya karena stakeholder pada dasarnya memiliki kepentingan pada
setiap perundnag-undangan yang diusulkan, publik juga memiliki pengetahuan
sendiri mengenai masalah yang ada dalam lingkungannya, serta untuk
mengembangkan stakeholders dalam kemampuan mereka bekerjasama
membentuk prundang-undangan1.
Konsisten dengan alasan-alasan tersebut pasal 53 Uundang-undang (UU)
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 10 tahun 2004)
dan pasal 139 (1) UU tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 tahun 2004)
menyediakan ruang bagi partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan
perundangan. Keduanya menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk
memberikan masukan, secara lisan maupun tertulis, dalam pembahasan suatu
undang-undang atau peraturan daerah (Perda).
Perda merupakan salah satu instrumen hukum yang srategis dalam
mendukung pembangunan di daerah. Keberhasilan otonomi daerah untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, salah satunya, ditentukan melalui Perda. Peluang
besar ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah
(pemda) untuk menghasilkan Perda yang berkualitas dalam kerangka
pembentukan hukum yang bertanggungjawab sosial, mampu mendorong
kemajuan dan pemberdayaan daerah.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Australia Indonesia Government
Research Partnership pada tahun 2009 diketahui bahwa berbagai manfaat
demokratis yang potensial untuk diperoleh melalui partisipasi ini sebagian besar
telah hilang dalam proses pembuatan peraturan. Meskipun masyarakat memiliki
1 Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere. 2001. Penyusunan Rancangan
Undang-undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis. Jakarta : Proyek ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
hak untuk berpartisipasi, namun tidak diikuti dengan pemberian dukungan yang
mampu mendorong dan memudahkan anggota masyarakat untuk melaksanakan
haknya dalam pembentukan peraturan daerah. Proses legislasi masih menjadi
wilayah elit politis. Pembuat kebijakan dan pembuat peraturan jarang berupaya
untuk berkonsultasi dengan konstituen mereka untuk menentukan apakah
peraturan-peraturan tertentu memang diperlukan, dan jika memang diperlukan apa
yang seharusnya ada di dalamnya. Bahkan warga masyarakat maupun swasta
yang mengetahui bahwa penyusun peraturan tengah mempertimbangkan untuk
memasukkan suatu kebijakan tertentu dalam sebuah peraturan mungkin memiliki
kesulitan mengakses informasi yang relevan. Akses pubik ke informasi yang
relevan untuk proses penyusunan peraturan, termasuk dokumentasi kebijakan
yang relevan dan draf peraturan, secara umum tidak mencukupi. Analisis atas
biaya dan manfaat peraturan yang dibuat jarang dilakukan sebelum pengesahan,
berarti bahwa beban yang sangat signifikan kadang-kadang dipikul oleh swasta
sementara manfaat bagi pemerintah juga sangat sedikit2.
Masyarakat sering dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif dalam
pembuatan Perda salah satunya dalam pembuatan perencaan kota. Mereka diberi
tempat untuk aktivitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim akan
tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan
perencanaan. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota di Indonesia masih
sering diabaikan, padahal penting sekali artinya untuk menumbuhkan harga diri,
2 M. Nur Sholikin dan Simon Butt. 2009. Pembuatan Peraturan di Parlemen Daerah
(DPRD). Crawford School of Economics and Government at The Australian National University
percaya diri dan jati diri. Apalagi bagi kaum papa yang termasuk dalam kategori
‘the silent majority’, keterlibatan mereka tidak boleh dikatakan tidak ada.3
Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas
pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan
baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang
pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif
seluruh pemangku kepentingan. Hal ini dimaksudkan agar rencana tata ruang
yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai produk kesepakatan antar-pemangku
kepentingan sehingga dapat diimplementasikan secara efektif. Dalam proses ini,
peran masyarakat tidak dapat diabaikan, mengingat masyarakat merupakan obyek
dan subyek utama dalam penyelenggaraan pembangunan.
Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara
tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dan
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang serta Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa tujuan dari
penataan ruang adalah mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan yang pada akhirnya bermuara kepada kesejahteraan
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran serta masyarakat dalam
3Eko Budiharjo. 2011. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan. Penerbit P.T Alumni:
Bandung. Hal. 8
penyelenggaraan penataan ruang menjadi sangat penting dan perlu menjadi
pertimbangan di dalam proses penataan ruang, baik pada proses perencanaan,
pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang untuk meminimalisir
terjadinya konflik-konflik antar pihak yang berkepentingan. Oleh karenanya
pemerintah perlu memfasilitasi agar penyampaian aspirasi masyarakat dalam
penataan ruang dapat berjalan dengan efektif dan efesien.
Kota Medan saat ini disebut sebagai unmanaged city. Kota ini, dilihat dari
susunan tata ruang kota tidak lagi merupakan kota idaman seperti yang
dimaksudkan pada awal pendirian sebuah kota. Dan kota ini pun tidak mungkin
dapat ditata ulang sebagai sebuah kota harapan. Tata ruang kota Medan telah
berantakan dan telah menghilangkan jati dirinya sebagai kota idaman, sebagai
suatu pertanda begitu ganasnya kelompok bisnis dan elit kota memanfaatkan
bagian bagian kota yang sebenarnya tidak pantas dijadikan kegiatan bisnis4.
Berdasarkan hasil survey Most Liveable City Index tahun 2011, kota
Medan memiliki persepsi kenyamanan warga yang rendah hampir pada semua
kriteria. Kota Medan dipersepsikan warganya memiliki kondisi tata kota dan
kualitas lingkungan yang buruk, kualitas pedestrian yang buruk, perlindungan
bangunan bersejarah yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas kota5.
Saat ini Pemerintah Kota Medan telah memiliki rencana tata ruang wilayah
berupa peraturan daerah (perda) yakni Peraturan Daerah Kota Medan No.13
4http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2849:duka-anak-sang-petani-meledak-bom&catid=37:aceh ( diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 02.15)
5http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=312 (diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 01.00)
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan. Perda ini
merupakan kelanjutan dari Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional.
Disahkannya Perda tersebut banyak menuai kritik dari berbagai kalangan.
Kritikan tersebut mengenai proses pembentukan maupun substansi dari Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011. Adapun beberapa kritikan tersebut
yakni sejak diajukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan draft Rancangan Peraturan
Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) pada pertengahan
Maret 2011 lalu, DPRD Medan terkesan memburunya untuk cepat disahkan.
Tercatat, sejak pengajuan tersebut, Panitia Khusus (Pansus) RTRW yang
terbentuk untuk membahasnya hanya melakukan rapat sebanyak lima kali. Hal
tersebut terungkap saat pembahasan Pansus, rapat-rapat internal dan rapat
bersama SKPD terkait tanpa melibatkan publik seperti NGO dan akademisi hanya
dilakukan sebanyak lima kali karena beberapa agenda yang dibatalkan dan
tertunda. Selain itu, Pansus hanya melakukan konsultasi ke Kementrian PU
Jakarta serta Pemerintahan Yogyakarta pada 25 hingga 29 April 2011, hingga
melakukan rapat finalisasi pembahasan Ranperda RTRW pada 20 Juni 2011.
Catatan wartawan, Pansus hanya melakukan satu kali rapat pada bulan April
dantertunda berulang kali serta dua kali pada bulan Juni 20116.
Catatan lain dari Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU),
Perda mengenai RTRW ini disahkan tidak melalui proses yang partisipatif dari
6 Portal online Berita Sore, http://beritasore.com/2011/07/14/walhi-akan-gugat-walikota-2/
diakses pada 5 Februari 2014 pukul 15.16 WB
tahun 2007 APTRSU melakukan pengawalan penyusunan RTRW di Sumut
termasuk tawaran pada waktu itu adalah RTRW Mebidangro (Medan, Binjai, Deli
Serdang, dan Karo) namun karena begitu lambannya respon pemerintah pada saat
itu, akhirnya APTRSU tidak lagi menjadi mitra strategis Pemko sebagai pemberi
masukan kritis dalam perumusan RTRW tersebut. Apa yang diketuk palu oleh
DPRD Kota Medan bersama Pemko Medan hanya sekedar memenuhi mandat
Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Tata Ruang7.
Penelitian mengenai proses pembentukan Perda ini pernah dilakukan oleh
Simbolon pada tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Perda
ini pembentukannya dimulai dari pihak eksekutif yaitu Waikota Medan yang
kemudian dibahas bersama dengan DPRD. Dalam proses pembentukannya, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dalam membentuk Perda ini telah melakukan
focus group discussion dan melakukan pendekatan partisipatif dengan
masyarakat8. Bappeda juga telah melakukan jaring aspirasi masyarakat di setiap
kecamatan9. Selain itu penetapan kebijakan harus menyerap aspirasi dalam
masyarakat, oleh karena itu Panitia Khusus DPRD untuk Perda No. 13 Tahun
2011, dalam pembuatan Perda ini telah melakukan survey ke lapangan
(masyarakat)10.
7 Wawancara melalui email dengan Bapak Bekmi salah seorang anggota APTRSU pada 18
Desember 2013 pukul 16.42 WIB 8 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Fisik dan Tata Ruang Bappeda Kota Medan
dalam Shynta Nastasia Simbolon. 2012. Analisis Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Skripsi pada Universitas Sumatera Utara: Medan. Hal. 229
9 Hasil wawancara dengan Kepala Sub-bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dalam ibid.
10 Hasil wawancara dengan Kepala Sekretaris Pansus DPRD untuk Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 dalam ibid. Hal. 234
Penelitian Simbolon berfokus pada analisis proses formulasi dan adopsi
Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Informan penelitian berasal dari pihak
Pemerintah Kota Medan dalam hal ini Walikota beserta Satuan Perangkat Kerja
terkait dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan tanpa melibatkan
masyarakat sebagai informan penelitiannya.
Berdasarkan uraian mengenai kritikan yang muncul dari masyarakat serta
hasil penelitian yang dilakukan oleh Simbolon yang terkesan kontradiksi diatas
serta ketertarikan peneliti pada pelibatan masyarakat dalam proses pembentukan
kebijakan publik, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan
Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”
II.2 Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mencoba
menjawab bagaimana penyelenggaraan demokrasi partisipatif dalam Peyusunan
peraturan daerah kota Medan No. 13 tahun 2011. Untuk memfokuskan arah
penelitian, maka dilakukan pembatasan. Pertama, demokrasi partisipatif yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah partisipasi publik dalam memberi masukan
ke dalam materi peraturan daerah kota Medan No. 13 tahun 2011. Kedua, publik
yang dimaksud adalah para ahli atau praktisi baik individu maupun kelompok
yang mempunyai kemampuan untuk memerikan pandangan-pandangan yang
konstruktif. Ketiga, proses Peyusunan peraturan daerah yang dimaksud dapat
terjadi pada awal atau pada pembahasan.
II.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bangaimana proses Peyusunan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2011 tentang
Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?
2. Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kota Medan untuk mengoptimalkan
partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011
tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?
3. Bagaimana inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses Peyusunan
Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota
Medan tahun 2011-2031?
II.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk menganalisis proses Peyusunan Peraturan Daerah Kota Medan No. 13
Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
2. Untuk mengetahui upaya Pemerintah Daerah Kota Medan untuk
mengoptimalkan partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13
tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
3. Untuk mengetahui inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses
Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah
Kota Medan tahun 2011-2031.
II.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa FISIP USU.
2. Penelitian ini diharapkan bergunan bagi peneliti untuk menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan dalam bidang demokrasi partisipatif dan
perumusan kebijakan publik.
3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberi masukan kepada Pemerintah
Kota Medan dalam perumusan kebijakan publik dan mengatasi permasalahan
tata ruang di kota Medan.
II.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan sistematika
penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
analis data, pengujian kredibilitas data, etika penelitian, dan tantangan
dalam penelitian.
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
BAB V PROSES PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 20011-2031
BAB VI DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN RTRW
KOTA MEDAN
BAB VII PENUTUP
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka digunakan oleh penulis sebagai landasan dan kerangka
berpikir yang berguna sebagai pendukung pemecahan masalah atau menyororti
masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pikiran
yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian itu disoroti.
II.1 Demokrasi dan Partisipasi Publik
II.1.1. Konsep Demokrasi
Ada bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan
demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin,
demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi
nasional dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang
menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people
(kata Yunani demos berarti rakyat, krats/kratein berarti
kekuasaan/berkuasa)11.
Sesudah Perang Dunia II secara formal demokrasi menjadi dasar
dari kebanyakan negara di dunia. Hal ini di perkuat dengan penelitian yang
diselenggrakan UNESCO pada tahun 1949 yang menyatakan bahwa
demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk
semua sistem oraganisasi poitik dan sosial. Namun UNESCO juga
menyimpulkan bahwa ide demokrasi juga masih ambigous atau mempunyai
11 Miriam Budiarjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. P.T Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Hal. 105
banyak pengertian atau sekurang-kurangnya terdapat ambiguity mengenai
lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau
mengenai keadaan kultural dan historis yang memengaruhi istilah, ide dan
praktik demokrasi itu sendiri12.
Menurut Dahl, demokrasi merupakan sarana, bukan tujuan utama,
untuk mencapai persamaan (equality) politik yang mencakup tiga hal, yaitu
kebebasan manusia (baik secara individu maupun kolektif), perindungan
terhadap nilai (harkat dan martabat) kemanusiaan, dan perkembangan diri
manusia13. Bagi Willy Eichler, esensi demokrasi adalah proses, karenanya ia
merupakan sistem yang dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan maju,
dibanding kondisi yang sedang dialami masyarakat14.
Demokrasi memiliki doktrin dasar yang tak pernah berubah yaitu
adanya keikutsertaan anggota masyrakat (rakyat) dalam menyusun agenda-
agenda politik (pemerintahan) yang dapat dijadikan landasan pengambilan
keputusan, adanya pemilihan yang dilakukan secara umum dan berkala,
adanya proses yang berkesinambungan, serta adanya pembatasan kekuasaan
politik. Atau dalam bahasa lain, dalam sistem negara demokrastis ada
beberapa ciri yang berlaku secara konsisten, yaitu : partisipasi publik dalam
pembuatan keputusan, persamaan kedudukan di depan hukum, distribusi
pendapatan secara adil, kesempatan memperoleh pendidikan, kebebasan
12 Ibid. 13Syamsuddin Haris. 1995. Demokrasi Indonesia. LP3S: Jakarta. Hal. 5 14Elsa Pedi Taher. 1994. Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi di Indonesia.
Paramadina: Jakarta. Hal. 203
mengemukakan pendapat, kebebasan pers, berkumpul dan beragama,
kesediaan dan keterbukaan informasi, mengindahkan fitsoen (tatakrama
politik), kebebasan individu, semangat kerja sama, dan hak untuk protes.
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana keputusan-
keputusan penting pemerintahan atau garis kebijaksanaan di belakang
keputusan-keputusan trsebut secara langsung secara langsung atau tidak
langsung, hanya dapat berlangsung jika disetujui secara bebas oleh
mayoritas masyarakat dewasa yang berada dalam posisi diperintah15. Jadi,
jelas bahwa demokrasi memberikan kesempatan bagi publik untuk terlibat
dalam proses kebijakan publik, termasuk di dalamnya proses legislasi.
Partisipasi publik dalam proses legislasi merupakan hak politik yang mesti
dijamin oleh negara demokratis.
II.1.2. Teori Demokrasi
II.1.2.1. Teori Demokrasi Klasik
1. Teori Individualisme Liberal/Libertarian
Inti dari pandangan teori individualisme liberal, yang
dipraktikkan oleh negara Amerika Serikat dan negara-negara di
kawasan Eropa Barat, yang pada perkembangannya banyak diikuti
oleh negara-negara baru lainnya, adalah kebebasan individu
merupakan nilai utama yang harus dilindungi oleh pemerintah. Dari
sudut pandang ilmiah, demokrasi libertarian dikategorikan
15Kelompok Studi Indonesia. 1999. Menegakkan Demokrasi. Yayasan Studi Indonesia:
Jakarta. Hal. 23-24
berdasarkan kenyataan bahwa walaupun Negara (Pemerintah)
merupakan bagian dari struktur demokratis dalam koridor
konstitusional, namun sebagian besar kondisi sosial dan ekonomi tetap
dianggap sebagai wilayah privat yang lepas dari intervensi dan
struktur politik. Berdasarkan konsep ini, Undang-Undang Dasar yang
menjamin kebebasan institusi politik demokrasi liberal hanya akan
menemukan keseimbangan sosialnya dalam ekonomi pasar bebas
yang dikombinasikan dengan kebebasan hak milik individu, privat,
serta tanggung jawab tiap-tiap individu warga negara atas
kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka16.
2. Teori Sosialis
Titik awal dari konsep Demokrasi Sosial dalam bentuk
modernnya adalah Konvensi Hak-Hak Dasar PBB tahun 1996 (United
Nation’s Covenants on Basic Rights 1996). Dokumen ini – merupakan
bagian yang sah dari hak internasional – menyatakan lima kelompok
Hak-hak Asasi: Hak-hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Dua kelompok hak yang pertama sudah dikenal dengan baik. Mereka
membentuk dasar untuk demokrasi liberal. Hak-hak sipil contohnya
seperti kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dan
berkumpul, hak-hak politik seperti hak untuk membentuk partai
politik dan untuk memilih. Namun tiga kelompok hak lainnya
16 Thomas Meyer. 2012. Demokrasi Sosial dan Libertarian : Dua Model yang Bersaing
dalam Mengisi Kerangka Demokrasi Liberal. Friedrich-Ebert-Stiftung (FES): Jakarta. Hal. 10
memiliki tingkat kepentingan dan validitas yang sama: hak sosial
adalah hak atas perlidungan sosial, keamanan sosial, pendidikan,
pelayanan kesehatan dan lain-lain, hak ekonomi meliputi hak
memperoleh pekerjaan, atas pembayaran yang adil, atas kondisi kerja
yang layak, dan hak budaya melindungi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kebudayaan suatu masyarakat dan untuk
mengekspresikan identitas kebudayaan seseorang. Gagasan dibalik
lima dimensi konsep hak-hak asasi tersebut adalah kebebasan dan
kesempatan bagi pengembangan personal dan partisipasi penuh dari
semua individu dalam kehidupan sosial haruslah dijamin bagi semua
manusia terlepas dari status sosial dan kekayaannya17.
II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern
1. Teori Demokrasi Elit
Menurut pandangan teoretisi demokrasi elitis, suatu
masyarakat itu dibentuk oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas
dan impersonal”. Karl Mannheim, salah satu teoretisi demokrasi elitis,
menyatakan bahwa pembentukan kebijakan sebenarnya ada di tangan
para elite. Namun, hal ini bukan berarti bahwa masyarakat tersebut
tidak demokratis, selama masih ada ketercukupan bagi masyarakat
untuk mengganti para pemimpin mereka atau untuk memaksanya
mengambil keputusan-keputusan atas dasar kepentingan masyarakat
banyak. Mannheim yang membenarkan Pareto – salah satu teoretisi
17 Ibid
elit – menekankan bahwa kekuasaan politik selalu dijalankan oleh
minoritas (elite). Ia juga membenarkan Roberto Michels dan
menegaskan dalam pengembangan hukum selalu cenderung menuju
kepada pemerintah oligarkis (iron law of oligarchy/hukum besi
oligarki)18.
2. Teori Demokrasi Partisipatif
Teori demokrasi partisipatif yang muncul kemudian adalah
sebuah bentuk penolakan terhadap asumsi yang dibuat oleh teori
demokrasi elitis yang menekankan bahwa masyarakat itu dibentuk
oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas dan impersonal”. Ide dasar
dari demokrasi partisipatif adalah bagaimana kekuasaan politik
dikembangkan lagi kepada seluruh rakyat. Rakyat, tidak tergantung
pendidikan, keturunan, agama, jenis kelamin, maupun harta kekayaan
yang dimilikinya, selayaknya ikut serta dalam pengambilan keputusan
yang penting bagi dirinya. Melalui proses ini partisipasi warga dapat
diperluas dan diperdalam sebagai bagian dari pendalaman
demokrasi19.
Teori demokrasi partisipatif justru menekankan bahwa
“perkembangan diri individu” sebagai kriteria utama untuk
mengevaluasi karakter negara dan masyarakat. Dalam hal ini John
18 Ibid. Hal. 205 19 Suhirman. 2004. Kerangka Hukum dan kebijakan tentang Partisipasi Warga di
Indonesia. Laporan Penelitian Independen The Ford Foundation: Bandung
Dewey menyatakan bahwa keberadaan suatu masyarakat demokrasi
tergantung pada konsensus sosial dengan fokus perkembangan
manusia yang didasarkan atas kebebasan, persamaan, dan partisipasi
politik. Sementara itu Peter Bachrach percaya bahwa partisipasi aktif
– dalam arti yang luas – dari individu dalam berbagai keputusan di
suatu komunitas merupakan faktor utama dalam mengembangkan
kemampuan rakyat. Suatu perubahan dari demokrasi yang ada saat ini
kepada “demokrasi partisipasi” akan memerlukan: (1) perubahan
kesadaran rakyat, yang tadinya memandang diri mereka sebagai
penerima pasif atas segala sesuatu yang diberikan oleh kekuasaan
menjadi agen-agen perubahan sosial yang aktif melalui bentuk
partisipasi yang positif dalam proses pengambilan keputusan oleh
negara; dan (2) pengurangan secara besar-besaran segala ketimpangan
yang ada20.
II.1.3. Partisipasi Publik
Sebagai bagian dari demokrasi, partisipasi publik saat ini menjadi
istilah yang sangat penting, termasuk juga di dalam proses legislasi
perundang-undangan. Ada beberapa beberapa alasan mengapa partisipasi
publik dalam penyelenggaraan Negara menjadi sebuah keharusan
sebagaimana dilaporkan dalam penelitian Balitbang HAM bekerjasama
dengan Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 2003. Pertama
20 S.P. Varma. 1975. Modern Political Theory. Diterjemahkan oleh Yohanes Kristianto SL,
dkk. 2007. Teori Politik Modern. Raja Grafindo Persada: Jakarta. hal. 210
partisipasi sebagai implementasi dari pemerintahan demokrasi untuk
memperkuat demokrasi. Kedua, partisipasi publik publik sebagai kesadaran
atas hak politik21.
Dari pengalaman yang ada partisipasi sebagai bentuk keterlibatan
warga dalam pengambilan keputusan publik, bukanlah hal yang serta merta
dapat terjadi. Melainkan memerlukan proses penyadaran, pengorganisasian,
inisiasi dan fasilitasi ruang-ruang publik. Praktek pertisipasi warga
membutuhkan aktor-aktor yang terdiri dari warga negeara yang aktif,
melalui proses pengorganisasian dan pendampingan yang intens political
will dan political awareness dari institusi pemerintahan22. Maka menjadi
suatu kewajaran jika partisipasi masyarakat sejauh ini baru pada level
adanya informasi kepada masyarakat akan diaturnya suatu materi dalam
suatu perundnag-undangan (di tingkat persiapan) dan keterlibatan secara
tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah (di tingkat
pembahasan dan pengesahan)23.
21Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang
Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. 2003 22Laporan Studi Kasus Pengembangan Model Partisipasi Warga dalam Tata Pemerintahan
dan Demokrasi Lokal. Local Government Support Program dan PP Lakpesdam NU, tidak diterbitkan dalam Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksana Hak Politik. Balitbang Departemen Hukum dan HAM. 2008
23Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. 2003
Partisipasi dapat dipahami dengan menggunakan versi tangga
partisipasi yang dikembangkan oleh Arnstein, sebagai berikut24 :
Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein,1969
Demokrasi, partisipatif
Kekuasaan warga
Tokenisme
Demokrasi representatif Non Partisipasi
Eksploitatif
Sumber : Jim Ife dan Frank Tesorieri, 2008
Dari tipologi ini, jelas bahwa apa yang mungkin dikatakan sebagai
partisipasi dapat berkisar dari manipulasi oleh pemegang kekuasaan
sampai kepada warga Negara yang memiliki control terhadap keputusan-
keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka bervariasi menurut
tingkat kontrol.
24 Jim Ife dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development (Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi). Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hal. 299
Kontrol Warga Negara
Kekuasaan di delegasikan
Kemitraan
Menenangkan
Konsultasi
Menginformasikan
Terapi
Manipulasi
Secara lebih rinci lagi, indikator partisipasi kewargaan yang telah
disusun secara terperinci oleh tim penulis Forum Pengembangan Partisipasi
Masyarakat (FPPM) sebagai berikut25 :
Tabel 2.1 Indikator Partisipasi Kewargaan
Tingkat Tujuan Strategi Komunikasi
Metode/Teknik
Pertukaran informasi (information exchang): warga menyampaikan informasi dan memperoleh informasi.
Penyadaran warga.
Mengumpulkan opini publik.
Membangun momentum bagi penyusunan kebijakan.
Komunikasi tertulis.
Komunikasi elektronik.
Komunikasi lisan.
Komunikasi verbal.
Opinion survey.
Komentar publik.
Dengar pendapat umum.
Poster dan media kampanye.
Konsultasi (consultation): warga dimintai masukannya dalam menganalisis, menyusun alternatif dan mengambil keputusan.
Pendidikan warga
Mendorongdebat publik.
Menjabarkan nilai-nilai.
Memperluas penyediaan informasi.
Memperbaiki keputusan.
Pertemuan tatap muka dengan warga.
Pertemuan on-line dengan warga.
Pertemuan warga (public meeting).
Konsultasi online (Econsultation).
Pelibatan Melibatkan Pertemuan Musyawarah
25Tim Penulis FPPM. 2007. Memfasilitasi Konsultasi Publik.
http://www.scribd.com/doc/205367441/Memfasilitasi-Konsultasi-Publik diakses pada 10 Maret 2014 pukul 18.45 WIB
(engagement): pemerintah bekerja dengan warga di dalam keseluruhan proses penyusunan kebijakan agar aspirasi warga selalu dipertimbangkan.
warga dalam penyelesaian masalah.
Melibatkan warga dlam pengambilan keputusan.
Mengembangkan kapasitas dalam melaksanaan kebijakan.
Memperbaiki hasil pelaksanaan.
tatap muka dengan warga.
Pertemuan on-line dengan warga.
Pendeegasian kewenangan.
warga (public deliberation).
Musyawarah online (online deliberation).
Kolaborasi (collaboration): pemerintah dan warga menjadi mitra (partner) dalam penyusunan kebijakan.
Mewakili berbagai pemangku kepentingan.
Melibatkan pakar.
Mengurangi konflik kepentingan.
Memperbaiki kebijakan.
Membangun Komite Penasihat.
Merancang proses.
Pengambilan kepuusan bersama (share decision making)
Perundingan multipihak.
Proses konsesus kebijakan.
Sumber : Analisis FPPM, 2007
Berdasarkan Tabel 2.1 dan Gambar 1.1 partisipasi masyarakat
terlihat bukan berdasarkan kehadiran dalam suatu pertemuan tapi bagaimana
masyarakat sadar dan ikut terlibat dalam mempengaruhi pembuatan
kebijakan publik.
II.2 Demokrasi dalam Kerangka Kebijakan Publik
Inti kehidupan bernegara adalah demokrasi yang dilihat dari pembelajaran
dan pengalaman selama ini. Suatu negara dikatakan memiliki demokrasi yang
baik dilihat dari kebijakan publik yang unggul yang dikembangkan dalam konteks
dan proses yang demokrasi. Dan pada hakekatnya, bentuk terluar dari demokrasi
dan kebijakan publik tersebut adalah pelayanan publik yang didasarkan pada
prinsip-prinsip tata kelola yang baik atau good governance26.
Menurut Thomas R. Dye, kebijakan publik adalah apa pun yang dipilih
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Selanjutnya Dye mengatakan,
apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan
kebijakan Negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan
semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya. Disamping itu,
sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan Negara.
Hal ini disebabkan sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan
mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh
pemerintah.27
Chandler dan Plano berpendapat bahwa kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya–sumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan tersebut telah
banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para
26 Riant Nugroho. 2008. Publik Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta. Hal. 9
27Hanif Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Widiasari Indonesia: Jakarta. Hal. 264
politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Kemudian kebijakan publik
akan disebut sebagai suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus
oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
secara luas28.
Kemudian Edwards III dan Sharkansy mengartikan definisi Kebijakan
publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh
pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan programa-program
pemerintah. Edwards dan Sharkansky kemudian mengatakan itu ditetapkan secara
jelas dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam bentuk pidato-
pidato pejabat teras pemerintah atau programa-programa dan tindakan-tindakan
yang dilakukan pemerintah29.
Hal yang sama juga dikemukakan Anderson mengatakan kebijakan publik
adalah kebijakan negara adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh
badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Menurut Anderson implikasi dari
pengertian kebijakan negara tersebut adalah :
1. Bahwa kebijakan negara itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau tindakan
yang berorientasi pada tujuan.
2. Bahwa kebijkana negara berisi tindakan-tindakan atau pola tindakan pejabat
pemerintah.
28 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Lukman Offset
YPAPI: Yogyakarta. Hal. 1 29 Irfan Islamy. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan kebijakan Negara. Bumi Aksara: Jakarta.
Hal. 19
3. Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan
oleh pemerintah, jadi bukan pemerintah apa yang mereka bermaksud akan
melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu.
4. Kebijakan negara itu bersifat positif dalam arti merupakan bentuk tindakan
pemerintah mengenai masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti:
merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif-didasarkan
atau selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan perundangan dan bersifat
memaksa30.
Konsep demokrasi tidak bisa dipisahkan dari pembahasan hal-hal yang
baerkaitan dengan tata kepemerintahan dan kegiatan politis termasuk di dalamnya
kegiatan pengambilan keputusan publik. Semua proses politik dan lembaga-
lembaga pemerintahan berjalan seiring dengan jalannya demokrasi. Oleh karena
itu Ranny (1996), berpendapat bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk
pemerintahan yang ditata dan diorganisasikan berdasaran prinsip-prinsip
kedaulatan rakyat (popular sovereignity), kesamaan politik (political equality),
konsultasi atau dialog dengan rakyat (popular consultation), dan berdasarkan
pada aturan suara mayoritas31.
1. Kedaulatan Rakyat (Popular Sovereignity)
Prinsip kedaulatan rakyat menekankan bahwa kekuasaan tertinggi untuk membuat keputusan berada di tangan seluruh rakyat, bukan berada ditangan beberapa atau salah satu dari orang tertentu. Kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan yang demokratis dapat dilimpahkan atau didelegasikan
30 Ibid 31 Miftah Thoha. 2008. Ilmu Admiistrasi Publik Kontemporer. Kencana: Hal. 256-262
kekuasaan membuat keputusan atau kebijakan kepada legislatif, eksekutif, yudikatif, administrator, atau kepada siapa pun yang dikehendaki sebagai wakilnya. Rakya dikatakan berdaulat sepanjang mereka masih mempunyai kekuatan untuk memutus dimana kekuasaan membuat keputusan tetap berada di tangannya dan bisa didelegasikan kepada siapa saja yang bisa bertanggungjawab paa periode waktu tertentu.
2. Kesetaraan Politik (Political Equality)
Kesetaraan politik menekankan bahwa setiap warga negara dewasa mempunyai kesempatan yang sama dengan lainnya untuk berperan serta dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan politik. Kesetaraan politik memberikan tempat yang longgar untuk timbulnya perbedaan pendapat. Inilah moral demokrasi karena adanya moral disagreement.
3. Konsultasi Rakyat (Popular Consultation)
Prinsip konsultasi rakyat mempunyai dua ketentuan, yaitu: pertama, negara harus mempunyai mekanisme yang melembaga yang dipergunakan oleh pejabat-pejabat negara dalam memahami dan mempelajari kebijakan publik sesuai dengan yang diehendaki rakyat. Kedua, negara harus mampu mengetahui secara jelas preferensi-preferensi rakyat. Dengan demikian, pejabat-pejabat pemerintah bisa meletakkan preferensi tersebut dalam konteks pembuatan kebijakan publik walaupun preferensi tersebut tidak seluruhnya dipakai. Dalam prinsip konsultasi rakyat ini, proses pembuatan kebijakan publik merupakan hal yang lebih penting ketimbang isinya. Semakin banyak kesempatan dialog yang dilakukan oleh pemerintah dengan rakyanya semakin terbuka jalan demokrasi dalam pemerintahan.
4. Kekuasaan Mayoritas (Majority Rule)
Prinsip suara mayoritas menghendaki agar suara terbanyak yang mendukung atau menolak dijadikan acuan diterima atau ditolaknya suatu kebijakan publik. Namun prinsip ini bukanlah berarti bahwa setiap tindakan pemerintah harus dikonsultasikan kepada rkyat atau disahkan oleh mayoritas. Meainkan suara mayoritas ini hanya diperlukan bagi berbagai jenis proses pengambilan kebijakan publik.
Keempat prinsip diatas bermuara pada rakyat, seperti pengertian asli
demokrasi yakni suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Pelaksanaan demokrasi dalam mewujudkan prinspi-prinsip diatas
semuanya tergantung pada aktoraktor yang melaksanakannya.
II.3. Demokrasi Sebagai Bagian dari Participatory Governance
Esensi dari participatory governanve adalah untuk mengembangkan aktor
non-pemerintah, baik individu maupun organisasi, dengan maksud untuk
sungguh-sungguh dan aktif menjadi bagian dari proses pengembangan
kebijakan32. Participatory governanve bukanlah sebuah teknik pembangunan
yang biasa digunakan dan seluruh penelitian dalam bidang ini didasarkan pada
sebuah perspektif normatif yang jarang membuatnya eksplisit atau didiskusikan33.
Speer mengelompokkan empat perspektif normatif yang biasa diadopsi dalam
mempelajari participatory governance. Keempat perspektif tersebut adalah34 :
1. Democratic Decentralization
Dalam pandangan ini participatory governance penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas dari pemerintahan lokal. Participatory governance diprediksikan untuk meningkatkan legitimasi pemerintahan dan untuk mencegah pengeluaran sosial dari public service.
2. Deliberative Democracy
Participatory governance dalam pandangan ini harusnya membuat sistem politik lebih demikratis dengan memperkuat bentuk deliberatif dari pembuatan kebijakan.
3. Empowerement
Dalam pandangan ini tujuan pokok dalam participatory governance adalah pemberdayaan kaum miskin. Disamping itu diharapkan
32Meredith Edwards. 2008. Participatory Governance (Issues Paper Series No.6)
Corporate Governance ARC Project. University of Canbera 33 Goldfrank. 2007. Dalam Johanna Speer. 2011. Participatory Governance, Accountability,
and Responsiveness: A Comparative Study of Local Public Service Provision. in Rural Guatemala. Dissertation. Landwirtschaftlich-Gärtnerischen Fakultät der Humboldt-Universität zu Berlin.
34 Ibid. Hal. 35-36
adanya kemungkinan bagi kaum lemah untuk mempengaruhi pembuatan keputusan.
4. Self-governance
Dalam pandangan ini, tujuan dari pengimplemntasian participatory governance adalah untuk mengijinkan masyarakat untuk mempengaruhi desain dan implementasi dari setiap aturan pada kebijakan publik.
Participatory governance menghendaki adanya pengembangan
kemampuan aktor no-pemerintah dalam pengambilan kebijakan publik. Hal ini
dapat terjadi jika adanya pengembangan demokrasi dalam proses pengambilan
kebijakan tersebut.
II.4 Partisipasi Publik dalam Penataan Ruang
Di dalam tata ruang tercakup distribusi tindakan manusia dan kegiatannya
untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan sebelumnya. Konsep tata
ruang menurut Foley tidak hanya menyangkut suatu wawasan yang disebut
sebagai wawasan spasial, tetapi menyangkut pula aspek-aspek non spasial atau
aspasial. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan
dan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor non fisik seperti organisasi fungsional,
pola sosial budaya, dan nilai kehidupan komunitas35.
Pada kebanyakan perencanaan kota dan lingkungan, masyarakat acapkali
dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif. Memang mereka diberi aktivitas
untuk kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim, akan tetapi kurang diberi
35Ginandjar Kartasasmita. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan
dan Pemerataan. CIDES: Jakarta. Hal. 427
peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan dan perencanaannya36.
Lebih lanjut dikatakan bahwa sebagai makhluk yang berakal dan berbudaya,
manusia membutuhkan rasa penguasaan dan pengawasan terhadap habitat dan
lingkungannya. Rasa tersebut merupakan faktor mendasar dalam menumbuhkan
rasa memiliki untuk kemudian mempertahankan atau melestarikan. Pendekatan
dengan partisipasi penduduk dalam perencanaan kota, memungkinkan
keseimbangan antara kepentingan administrasi dari pemerintah setempat dan
integrasi penduduk setempat dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat
lokal37. Dijelaskan lebih lanjut bahwa terdapat dua jenis partisipasi penduduk
yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi horisontal. Partisipasi vertikal adalah
interaksi dengan cara dari bawah ke atas (bottom up), sedang partisipasi
horisontal adalah interaksi penduduk dengan berbagai kelompok lain.
Menurut Suciati, partisipasi masyarakat dalam penataan ruang dapat
berbentuk sebagai berikut38 :
Tabel 2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang
No. Pendapat Teori Variabel
1. Keith Davis (1988)
Bentuk-bentuk partisipasi meliputi:
- Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa
- Sumbangan spontan berupa uang dan barang.
- Konsultasi. - Sumbangan uang dan
barang. - Mendirikan proyek
yang sifatnya
36 Eko Budihardjo. Loc. Cit. 37 J.T. Jayadinata. 1986. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. Penerbit ITB Bandung: Bandung. Hal. 201 38 Suciati. 2006. Partsipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang
Kota Pati. Tesis pada Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Hal. 61
- Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari dermawan, pihak ketiga.
- Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai oleh seluruh masyarakat.
- Aksi massa. - Mengadakan pembangunan di
kalangan keluarga desa sendiri. - Membangun proyek masyarakat
bersifat otonom.
berdikari. - Sumbangan dalam
bentuk kerja. - Aksi massa - Mengadakan
pembangunan di kalangan keluarga.
- Membangun proyek masyarakat.
2. PP No. 69 Tahun 1996
Bahwa peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang dapat berbentuk :
- Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai.
- Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang kawasan.
- Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang.
- Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang.
- Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang.
- Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan dan bantuan tenaga ahli
- Pemberian masukan - Pengidentifikasian
potensi dan masalah. - Pemberian informasi,
saran, pertimbangan atau pendapat.
- Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana.
- Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan
- Bantuan tenaga ahli
Sumber: Analisis Suciati, 2006
Berdasarkan tabel 2.2, masyarakat diberikan kesempatan berpartisipasi
dalam perencanaan penataan ruang dalam berbagai bentuk sesuai dengan keahlian
yang dimilikinya. Bentuk partisipasi dapat berupa masukan ide maupun bantuan
materi dalam proyek pengembangan tata ruang.
II.5 Defenisi Konsep
Defenisi konsep diperlukan peneliti dalam melakukan penelitian yakni
dengan penggunaan istilah yang khusus untuk menggambarkan sebuah fenomena
yang hendak diteliti secara tepat39.
Definisi konsep dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :
1. Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Kebijakan publik berfungsi untuk
mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam sebuah komunitas.
Kebijakan Publik yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Perda Kota Medan
No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.
2. Partisipasi Publik
Partisipasi publik merupakan bentuk keterlibatan warganegara dalam
pengambilan kebijakan publik. Partisipasi public yang dimaksud dalam penelitian
39 Singarimbun, Masri. 2006 .Metode Penelitian Survay .LP3ES: Jakarta. hal. 33
ini adalah keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi Peraturan Daerah Kota
Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.
3. Demokrasi Partisipatif
Demokrasi pertisipastif yang dimaksud adalah kemempuan publik untuk
ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan publik dalam rangka
mengembangkan kemampuan rakyat sebagai pendalaman dari demokrasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
III. 1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan analisa kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk
melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau bidang
tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat40. Penelitian diskriptif juga
dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi fenomena atau kenyataan sosial.
Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin penelitian kualitatif diartikan
sebagai jenis penelitian yan g temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya41. Menurut Hamidi, penelitian kualitatif
lebih menggunakan perspektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data
berupa cerita rinci dari para responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan
bahasa, pandangan para responden42.
Peneliti memilih penelitian ini karena penelitian kualitatif bersifat
menyeluruh (holistic), dinamis dan tidak mengeneralisasi. Dalam
penelitian ini, peneliti ingin melihat secara khusus fenomena sosial yang
terdapat dalam pembuatan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011.
Fenomena sosial yang ingin diteliti adalah penyelenggaraan demokrasi
partisipatif dalam pembuatan kebijakan tersebut. Oleh karena itu
40 Hasan, Iqbal M. 2002. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hal. 22 41 Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tata
Langkah danTeknik-teknik Teoritisasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hal. 4 42 Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. UMM Press: Malang. Hal. 14.
dibutuhkan informasi secara mendalam dan menyeluruh melalui wawancara
mendalam dari masing-masing informan kunci maupun utama agar terlihat
dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
III. 2. Lokasi Penelitian
1. Kantor Badan Perencanaan Perencanaan Pembangunan Kota Medan jalan
Kapten Maulana Lubis No. 2 Kode Pos 20112, Medan.
2. Kantor DPRD Kota Medan Jalan Kapten Maulana Lubis No. 1 kode Pos
20112, Medan.
Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena Bappeda Kota Medan
merupakan pihak pemrakarsa penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.
Bappeda bertanggungjawab atas segala proses dan prosedur yang dilaksanakan
mulai dari persiapan awal sampai terbentuknya Perda Kota Medan No. 13 tahun
2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 .
Dalam proses penyusunan RTRW tersebut, sesuai ketentuan perundang-
undangan dilakukan pelibatan DPRD kota Medan dalam melakukan legislasi
penetapan Ranperda RTRW menjadi Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011
tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.
III. 3. Informan Penelitian
Dalam sebuah penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi dan
sampel. Populasi dalam penelitian kualitatif adalah social situation yang terdiri
dari tempat, pelaku dan aktivitas yang bersinergis. Dan sampel bukan responden
akan tetapi narasumber atau partisipan yang dapat membantu peneliti menjawab
permasalahan penelitian43.
Informan dalam penelitian ini dipilih karena paling banyak mengetahui
tentang proses demokrasi partisipatif dalam penyusunan Perda Kota Medan No.
13 Tahun 2011. Informan adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui dan
atau terlibat langsung dengan fokus permasalahan sehingga peneliti dapat
merangkum informasi yang penting dalam fokus penelitian.
Informan dalam penelitian ini meliputi :
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.
2. Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
3. Lembaga Swadaya Masyarakat.
4. Pemuka Masyarakat.
5. Akademisi.
Setelah dilakukan penelitian lapangan, informan peneliti berubah terutama
karena sebelumnya peneliti tidak melakukan pengelompokan antara informan
kunci dan informan utama serta informan tambahan. Selain itu, perubahan
43 Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. CV. Alfabeta: Bandung. Hal.
49-50
informan dalam penelitian terjadi disebabkan oleh adanya pendisposisian surat
permohonan ijin penelitian yang peneliti ajukan kepada divisi atau bidang yang
lebih mengetahui permasalahan yang peneliti ingin ketahui. Sehingga diharapkan
penelitian yang dilakukan menghasilkan gambaran yang jelas mengenai proses
penyusunan RTRW Kota Medan beserta segala interaksi berbagai pihak yang
terjadi selama proses penyusunan RTRW tersebut.
Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah sebagai berikut :
I. Informan Kunci
1. Ketua Panita Khusus Pembahasan RTRW 2011-2031 Dewan Perwakilan
Daerah Kota Medan.
2. Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup pada Badan
Perencanaan Pembangunan Kota Medan.
II. Informan Utama
1. Konsultan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031.
2. Akademisi Universitas Sumatera Utara.
3. Kepala Sub Bagian Perundang-undangan pada Sekretariat Daerah Kota
Medan.
III. Informan Tambahan
1. Anggota Panita Khusus Pembahasan RTRW 2011-2031 Dewan Perwakilan
Daerah Kota Medan dalam Pembentukan Peraturan Daerah.
2. Kepala Bagian Risalah dan Persidangan pada Kantor Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Medan.
3. Kordinator Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara.
4. Akademisi Depaertemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.
5. Akademisi Depaertemen Antropologi Universitas Sumatera Utara yang juga
merupakan masyarakat Kota Medan wilayah Utara.
III. 4. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri atau yang disebut
sebagai human instrument. Peneliti berfungsi sebagai instrumen dan setelah
peneliti dapat melihat fokus penelitian secara jelas maka peneliti harus
mengembangkan fokus penelitian tersebut secara sederhana dengan harapan hasil
pengembangan yang dilakukan dapat melengkapi data yang dibutuhkan di dalam
penelitian.
III. 5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data Primer
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini dilakukan dengan : a. wawancara secara mendalam (in depth interview) dengan mengajukan
pertanyaan sebanyak-banyaknya kepada subjek penelitian hingga
diperoleh informasi yang rinci. Metode wawancara yang digunakan
adalah wawancara semi terstruktur. Peneliti telah menyiapkan daftar
pertanyaan wawancara sebelumnya, namun ketika dilapangan
pertanyaan yang telah disiapkan menjadi berubah dan berkembang
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
proses penyusunan RTRW Kota Medan serta temuan-temuan yang
ditemukan di lapangan oleh peneliti.
b. Observasi diperlukan peneliti untuk menemukan hal-hal yang tidak
terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau
ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga. Melalui
pengamatan dilapangan, peneliti ingin memperoleh kesan-kesan pribadi
dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti, sehingga peneliti akan
lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial
untuk mendapatkan pandangan yang holistik atau menyeluruh.
Observasi dilakukan peneliti dengan mengamati pemberitaan yang
terdapat di media massa, baik cetak maupun portal berita online yang
memuat pemberitaan terkait penyusunan RTRW Kota Medan Tahun
2011-2031.
2. Metode Pengumulan Data Skunder
Merupakan data yang tidak secara langsung dari objek penelitian,
terdiri dari:
a. Penelitian Kepustakaan, pengumpulan data melalui buku-buku, makalah,
literatur yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
b. Studi Dokumentasi, dengan cara mengkaji informasi yang bersumber dari
dokumen-dokumen yang menyangkut dengan masalah penelitian.
III. 6. Teknis Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal penelitian
dan selama proses penelitian dilaksanakan. Sebelum peneliti memasuki lapangan
analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan untuk menentukan fokus
penelitian. Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif, yaitu data yang
dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap yaitu reduksi data, menyajikan
data dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus
antar tahap-tahap sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu
sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian44.
Gambar 3. 1 Komponen Analisis Data (interactive model) Miles and Huberman, 1984
Sumber: Miles and Huberman, 1984
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
44HB Sutop. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam
Penenlitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. hal 35
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang telah dipahami.
3. Penarikan kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila
didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.
III. 7. Pengujian Keabsahan Data
Dalam peneltian ini, pengujian keabsahan data dilakukan dengan uji
kredibiltasi karena melibatkan penetapan hasil penelitian yang dapat dipercaya.
Kriteria kredibilitas dilihat dari perspektif partisipan dalam penelitian penelitian
yang dilakukan karena pada hakikatnya tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
memamhami fenomena sosial yang menarik perhatian dari sudut pandang
partisipan penelitian. Strategi untuk meningkatkan kredibiltas adalah dengan
melakukan ketekunan penelitian, perpanjangan penelitian, dan triangulasi teknik.
III. 8. Etika Penelitian
Dalam menulis karya ilmiah ini penulis harus memperhatikan etika
penelitian, terutama yang berkenaan dengan informan dalam hal pengumpulan
atau penulisan data dan informasi. Etika penelitian yang harus dipenuhi oleh
peneliti meliputi informed consent, anonimity, dan confidentiallity. Sebelum
melakukan penelitian, peneliti melakukan informed consent, yaitu memberikan
penjelasan kepada informan mengenai maksud dan tujuan penelitian dengan
tujuan agar informan mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui
dampaknya. Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama
responden, tetapi lembar tersebut diberi kode nomor atau inisial responden
(anonimity). Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan juga dijamin oleh
peneliti dengan menyimpan hasil rekaman tersebut secara baik dan hanya
dilaporkan pada saat penyajian hasil riset (confidentiality).
Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengurus surat izin
penelitian dari Pembantu Dekan I FISIP USU sebagai pengantar di instansi
pemerintah untuk melakukan penelitian. Setelah itu, peneliti mendatangi instansi
pemerintah yang bersangkutan dan memberikan surat pengantar dari kampus serta
menjelaskan maksud kedatangan ke instansi tersebut. Setelah pengumpulan data
dilakukan maka berlanjut pada pengolahan data. Dalam pengolahan data, peneliti
menjaga kerahasiaan hasil penelitian dan narasumber. Peneliti tidak membuat
beberapa identitas dari informan dan responden, tetapi hanya membuat kode dari
identitas responden dan hanya peneliti yang tahu makna dari setiap kode tersebut.
Hal ini dikarenakan informan dan responden tersebut tidak bersedia namanya
diterakan dalam laporan peneliti. Begitu juga dengan kuesioner dan catatan hasil
wawancara yang disimpan dengan baik oleh peneliti dan tidak diberitahukan
kepada orang lain termasuk dosen pembimbing untuk menjaga kerahasian dari
informasi yang telah diberikan informan dan narasumber kepada peneliti. Etika
yang digunakan dalam penelitian ini bersifat objektif, jujur dan tidak terdapat
manipulasi data.
III. 9. Kesulitan dalam Penelitian
Selama penelitian berlangsung, peneliti menemui beberapa kesulitan
dalam penelitian dan pengerjaan laporan skripsi. Kesulitan tersebut diantaranya
kesulitan dalam menemui DPRD yang merupakan Pansus Pembahasan RTRW
Kota Medan Tahun 2011-2031 karena jadwal kunjungan kerja ke luar kota yang
padat serta jadwal mengikuti paripurna beberapa ranperda yang sedang dibahas di
DPRD Kota Medan saat peneliti melaksanakan penelitian. Pada akhirnya peneliti
baru bisa melakukan wawancara dengan Pansus RTRW sebulan setelah surat
penelitian diterima oleh staf Komisi D DPRD Kota Medan. Selain itu Ketua
Pansus Pembahasan RTRW Kota Medan 2011-2031 sempat memberikan
informasi yang salah kepada peneliti. Ketua Pansus memberikan informasi
mengenai proses penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan
sedangkan infomasi yang ingin peneliti ketahui adalah informasi penyusunan
Renacana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan.
Kesulitan lain yang ditemui peneliti adalah kesulitan melakukan
wawancara dengan konsultan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016
karena keberadaan konsultan berlokasi di Kota Bandung serta peneliti tidak
mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk melakukan komunikasi
dengan pihak konsultan yang menyusun RTRW pada tahun 2006. Pada akhirnya
peneliti tidak mendapatkan informasi langsung dari konsultan mengenai proses
penyusunan yang dilakukan pada tahun 2006. Kesulitan lain adalah konsultan
yang melakukan proses penyempurnaan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun
2008-2028 sedang melakukan tugas luar kota, sehingga peneliti tidak dapat
melakukan wawancara secara langsung. Pada akhirnya wawancara dilakukan
melalui surat elektronik dan pesan singkat serta telepon.
Untuk mendapatkan infromasi dari masyarakat, peneliti mengalami
kesulitan karena tidak mengetahui masyarakat mana yang terlibat dalam
penyusunan RTRW Kota Medan. Namun, setelah melakukan diskusi dengan
dosen yang pernah bekerja menjadi tim ahli pemekaran wilayah serta dengan
melakukan observasi pada pemberitaan mengenai penyusunan RTRW penulis
menemukan perwakilan masyarakat yang dapat dijadikan informan dalam
penelitian ini.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
IV.1. Gambaran Umum Kota Medan
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di provinsi Sumatera
Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis
secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan
sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintah daerah45.Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis
sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif
dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,
Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan
diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak
terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007
diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis
dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota
Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan
regional/nasional. Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi
kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3)
faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya,
yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota
termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).Sesuai dengan dinamika
45 http://www.pemkomedan.go.id
pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa
kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat
Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan
menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat
Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera
Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan
diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran
wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116
Kelurahan.
Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan
Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan
melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor
140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7
Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan
Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi
Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151
Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian
tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis
Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan
berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan
dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat
Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia.
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber
Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya
secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber
daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara,
Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini
menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai
kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat
dengan daerah-daerah sekitarnya Di samping itu sebagai daerah yang pada
pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi
strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa,
baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis
Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan
secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
Perkembangan Kota Medan dengan dua kutub pertumbuhan secara fisik
merupakan aspirasi masyarakat yang merasakan adanya ketimpangan
pembangunan secara fisik di daerah Utara Kota Medan dibandingkan dengan
daerah yang dekat dengan pusat kota yang telah ada sebelumnya. Aspirasi ini
diserap oleh pemerintah kota dengan baik dan diwujudkan dalam bentuk
dibangunnya sebuah kutub pertumbuhan baru di daerah Utara kota Medan, yang
dikenal dengan istilah “Pusat Utara”.
IV.1.1. Geografi dan Demografi
Karakteristik Kota Medan didukung oleh luas wilayah 265,10 km2
atau 3,6 persen dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Secara
administratif, Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara,
dan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur, barat,
serta selatan. Kota Medan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatera
Utara memiliki posisi strategis yang semakin menguat baik secara regional
maupun nasional. Posisi ini menjadi modal dasar dalam pembangunan kota.
Secara astronomis, Kota Medan terletak pada posisi koordinat
20.27’ – 20.47’Lintang Utara dan 980.35’ – 98044’ Bujur Timur dengan
ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan tanah
0 - 4%. Sebagian wilayah Kota Medan pada 2,5 – 5,0 meter berada pada
tanah rawa yang ditumbuhi oleh pohon-pohon.
Kota Medan, sebagai salah satu pusat perekonomian regional
terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan
terbesar di Indonesia, memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis
sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan
secara regional/internasional di kawasan barat Indonesia, yang didukung
oleh ketersediaan Bandara Polonia dan Pelabuhan Laut Belawan serta
infrastruktur dan utilitas kota lainnya.
Kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini terdiri dari
21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas
2.001 lingkungan. Berdasarkan batas wilayah administratif, Kota Medan
relatif kecil dibanding kota lainnya, tetapi posisi secara ekonomi regional
Kota Medan sangat penting karena berada dalam wilayah hinterland dengan
basis ekonomi sumberdaya alam yang relatif besar dan beragam, serta
dukungan kepelabuhanan.
Dibanding kota besar lainnya, Kota Medan memiliki keterbatasan
ruang sebagai akibat bentuk wilayah administrastif yang ramping di tengah.
Dengan keterbatasan ruang tersebut, daya dukung lingkungan perkotaan
menjadi kurang optimal terutama hambatan alamiah dalam pengembangan
wilayah utara Kota Medan, khususnya dalam penyediaan prasarana dan
sarana perkotaan. Kondisi tersebut juga menyebabkan cenderung kurang
seimbangnya dan kurang terpadunya penataan ruang kota di bagian utara
dan bagian selatan.
Kondisi klimatologi Kota Medan menunjukkan bahwa suhu
minimum rata-rata 23,0°C - 24,1°C dan suhu maksimum rata-rata 30,6°C-
33,1°C. Kelembaban udara Kota Medan rata-rata 78-82%. Kecepatan angin
rata-rata sebesar 0,42 m/sec dan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya
100,6 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2009 rata-rata perbulan 19
hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya berkisar antara 211,67 mm-
230,3 mm. Kecenderungan utama yang harus diantisipasi dari sisi iklim
daerah adalah potensi bencana alam seperti suhu udara yang cenderung
terus meningkat, angin kencang, dan potensi banjir akibat curah hujan yang
terus meningkat ataupun banjir kiriman dari daerah hulu.
Kota Medan secara hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh
beberapa sungai besar dan anak sungai seperti sungai percut, sungai deli,
sungai babura, sei belawan dan sungai-sungai lainnya. Sungai-sungai yang
melintas di Kota Medan mempengaruhi bentuk fisik, ruang dan lingkungan
serta berdampak pada pola perkembangan Kota Medan. Sungai-sungai
tersebut sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu sumber air
untuk sebagian masyarakat yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai,
sekaligus berfungsi sebagai drainase primer dalam rangka pengendalian
banjir, serta tempat pembuangan air hujan. Tantangan yang dihadapi adalah
fungsi sungai yang cenderung semakin terbatas akibat pendangkalan dan
degradasi lingkungan.
IV.1.2. Visi dan Misi Kota Medan
Secara umum arah dan agenda pembangunan kota mengacu kepada
visi 46:
1. Jangka Panjang (Visi 2025) berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2009 :
Kota Medan yang maju, sejahtera, religius dan berwawasan lingkungan
(Indikasi : Income perkapita Rp 72 Juta / tahun)
2. Jangka Menengah (Visi 2015) : Kota Medan menjadi Kota Metropolitan
yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera
Misi Pemerintah Kota Medan Tahun 2011: Melaksanakan
percepatan dan perluasan pembangunan kota terutama pada 6 (enam)
aspek dasar, yaitu :
46 http://www.pemkomedan.go.id/pemerintah_visi.php
1. Pelayanan pendidikan baik akses, kualitas maupun manajemen
pendidikan yang semakin baik, sehingga dapat menciptakan lulusan yang
unggul.
2. Perbaikan infrastruktur, utamanya perbaikan jalan kota, jalan lingkungan,
taman kota dan drainase serta penataan pasar tradisional secara simultan.
3. Pelayanan kesehatan, baik akses, mutu maupun manajemen kesehatan
yang semakin baik.
4. Peningkatan pelayanan administrasi public terutama pelayanan
KTP/KK/Akte kelahiran dan perizinan usaha.
5. Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk meningkatkan
kapasitas dan prestasi kerjanya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing.
6. Menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Catatan : Misi ini
tidak ringan dan pencapaiannya akan dipengaruhi faktor eksternal dan
internal. Untuk itu, kita harus bekerja lebih efektif.
IV.1.3. Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan
Gambar 4.1 Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan
1. Walikota
Walikota merupakan kepala daerah untuk daerah kota yang menjalankan penyelenggaraan pemerintah dan melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintahan kota yang ditetapkan bersama-sama dengan DPRD. Walikota merupakan sebuah jabatan politis bukan Pegawai Negeri Sipil yang sejajar dengan Bupati dalam daerah kabupaten dan dipilih melalui Pemilihan Umum Daerah (PILKADA).
2. Sekretaris Daerah
Sekretaris Daerah merupakan unsur staf Pemerintah Daerah Kota yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Walikota. Sekretaris daerah mempunyai tugas membantu walikota dibidang hukum dan perundang-undangan, organisasi dan tatalaksana, hubungan masyarakat, protokol serta fungsi pemerintah umum lainnya yang tidak tercakup dalam tugas dinas dan lembaga teknis, misalnya penanganan urusan kerjasama, perbatasan dan lain-lain, serta mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
Fungsi Sekretasis daerah dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya ialah, sebagai berikut: 1. Pengkoordinasian penyusunan kebijakan pemerintah daerah
2. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas dan lembaga teknis daerah
3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah
4. Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintah daerah
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan fungsi
dan tugasnya.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Sekretariat daerah membawahkan 4 (empat) Asisten meliputi 1. Asisten Pemerintahan , terdiri dari :
a. Bagian Administrasi Pemerintahan Umum
b. Bagian Hubungan Masyrakat
c. Bagian Hubungan Kerjasama
2. Asisten Kesejahteraan dan Kemasyarakatan , terdiri dari :
a. Bagian Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat
b. Bagian Agama dan Pendidikan
c. Bagian Administrasi Kemasyrakatan
3. Asisten Perekonomian dan Pembangunan , terdiri dari :
a. Bagian Adminstrasi Pembangunan
b. Bagian Administrasi Sumber Daya Alam
c. Bagian Administrasi Perekonomian
4. Asisten Administrasi Umum, terdiri dari :
a. Bagian Hukum
b. Bagian Organisasi dan Tata Laksana
c. Bagian Keuangan
d. Bagian Perlengkapan dan Aset
e. Bagian Umum
IV.2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan
IV.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda Kota Medan
Sesuai dengan pasal 109 dan 110 Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang pembentukan organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan, telah diatur tugas dan
fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan
(BAPPEDA) Kota Medan, merupakan unsur pendukung tugas
Walikota, yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota
Medan melalui Sekretaris Daerah. Bappeda mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang perencanaan pembangunan kota.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas
Bappeda Kota Medan mempunyai tugas-tugas pokok :
1. Merumuskan kebijakan teknis dalam lingkup perencanaan
pembangunan daerah;
3. Menyusun pola dasar pembangunan daerah yang terdiri dari pola umum
pembangunan daerah jangka panjang dan pola pembangunan lima
tahun;
4. Menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
bersama-sama tim penyusun anggaran Pemerintah Kota Medan dan
berkoordinasi dengan unit organisasi terkait;
5. Mengikuti perkembangan dan mempersiapkan rencana pembangunan
untuk penyempurnaan perencanaan lebih lanjut;
6. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang
tugasnya;
7. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
Dan untuk melaksanakan tugas pokok Bappeda Kota Medan
memiliki fungsi pokok :
1. Fungsi koordinasi perencanaan kota
2. Penyediaan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan
kota.
Tugas pokok dan fungsi dalam Bappeda dibagi menjadi
tupoksi Bidang dan Sekretariat Bappeda Kota Medan, yang terdiri
dari :
1. Sekretariat
2. Bidang ekonomi
3. Bidang Sosial dan Budaya
4. Bidang Fisik dan Tata Ruang
5. Bidang Data Monitoring dan Evaluasi
IV.2.2. Visi dan Misi Bappeda Kota Medan
Berdasarkan kondisi eksisting, potensi, karakteristik, peluang,
tantangan, sikap dan pandangan hidup bersama serta modal sosial
pembangunan kota yang dimiliki maka dirumuskan visi Bappeda Kota
Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut :
“Terwujudnya Bappeda yang Profesional dan Partisipatif untuk
Mendukung Akselerasi Pembangunan Kota.”
Adapun makna dari visi tersebut adalah proses perencanaan
pembangunan kota harus melibatkan para pelaku pembangunan dan
dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan
permasalahan pembangunan di berbagai bidang.
Sejalan dengan itu, maka pengertian perencanaan profesional dan
partisipatif serta fungsi akselerasi pembangunan kota dimaknai sebagai
berikut :
1. Profesional
Segenap jajaran Bappeda Kota Medan mampu bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, serta mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi rencana pembangunan sesuai dengan tujuan pembangunan kota yang akan dicapai, fokus terhadap tujuan yang akan dicapai serta peka terhadap segala perubahan dan tuntutan perkembangan dalam lingkungan strategis yang terjadi.
2. Partisipatif
Masyarakat aktif dalam turut menentukan arah dan tujuan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan kota serta
memberikan kontribusi secara signifikan dalam penyelesaian permasalahan pembangunan kota.
3. Akselerasi Pembangunan Kota
Mampu berperan sebagai pendorong dan penggerak dalam percepatan pembangunan kota, guna mewujudkan kota yang maju, berkemakmuran dan berkeadilan
Berdasarkan visi yang telah ditetapkan, maka dirumuskan misi
Bappeda Kota Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangunan kota.
2. Meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan capaian kinerja pembangunan kota.
3. Meningkatkan integrasi dan koordinasi rencana pembangunan kota.
Adapun makna dari misi merupakan langkah utama dalam mencapai
visi “Terwujudnya Bappeda yang Profesional dan Partisipatif untuk
Mendukung Akselerasi Pembangunan Kota.” Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Medan berkewajiban dan bertanggung jawab
dalam meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangnan kota,
meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan pelaporan
capaian kinerja pembangunan kota serta meningkatkan integrasi dan
koordinasi rencana pembangunan kota.
Lebih spesifik, makna masing-masing misi Bappeda Kota Medan
Tahun 2011-2015 sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangunan kota,
merupakan langkah strategis yang dilaksanakan agar rencana
pembangunan kota tidak hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
formal tetapi dilandasi kebutuhan material dalam rangka
mengidentifikasi, menemukenali masalah dasar dalam pembangunan
kota, potensi yang tersedia sekaligus alternatif kebijakan dan formulasi
program serta kegiatan dan penganggaran pelayanan umum yang
ditetapkan
2. Meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan capaian kinerja pembangunan kota, merupakan siklus
manajemen pembangunan kota yang diarahkan untuk mendapatkan data
dan informasi bahwa implementasi pelaksanaan rencana sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, sekaligus memberikan
umpan balik bagi siklus perencanaan berikutnya.
Meningkatkan integrasi dan koordinasi rencana pembangunan kota,
merupakan upaya meningkatkan nilai optimum dari setiap pemanfaatan
sumber daya pembangunan yang digunakan baik secara makro maupun
mikro. Di samping itu pengintegrasian dan pengkoordinasian juga diarahkan
untuk memaduserasikan tujuan nasional dan regional dan lokal dalam
pembangunan secara hirarkis, sehingga dapat diformulasikan berbagai
rencana efektif dan yang bersifat implementatif.
IV.2.3. Tujuan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan
Berdasarkan visi dan misi yang ditetapkan dirumuskan tujuan
Bappeda Kota Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas rencana pembangunan kota jangka menengah
dan jangka pendek.
2. Meningkatkan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota.
3. Meningkatkan pengendalian dan evaluasi implementasi pelaksanaan
rencana pembangunan kota
4. Meningkatkan penyelenggaraan tugas-tugas lain yang ditugaskan oleh
Kepala Daerah dalam kaitan dengan kebijakan pembang unan kota.
IV.2.4. Struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Kota
Medan
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Kota
Medan
Sumber : Bappeda Kota Medan, 2014
IV.3. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan
Bagian Hukum dipimpin oleh Kepala Bagian, yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Sekretaris Daerah melalui Asisten Administrasi
Umum.
IV.3.1. Tugas Pokok Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan
Bagian Hukum mempunyai tugas pokok membantu sekretaris
Daerah melalui Asisten Administrasi Umum dalam menyusun perumusan
kebijakan, pembinaan administrasi, dan pengkoordinasiaan perangkat
daerah lingkup hukum dan peraturan perundang-undangan, bantuan hukum,
evaluasi dan dokumentasi peraturan perundang-undangan.
IV.3.2. Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan
Dalam melaksanakan tugas pokok Bagian Hukum Sekretariat Daerah, maka Bagian Hukum menyelenggarakan fungsi : 1. Penyusunan rencana,program, dan kegiatan bagian hukum;
2. Penyusunan petunjuk teknis lingkup hukum dan peraturan perundang-
undangan,bantuan hukum, evaluasi dan dokumentasi peraturan
perundang-undangan ;
3. Penyusunan bahan perumusan kebijakan pemerintah daerah lingkup
hukum dan peraturan perundang-undangan,bantuan hukum,evaluasi dan
dokumentasi peraturan perundang-undangan
4. Penyiapan bahan pertimbangan dan bantuan hukum kepada semua
unsur pemerintah daerah atas masalah hukum yang timbul dalam
pelaksanaan tugas;
5. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas perangkat daerah lingkup hukum
dan peraturan perundang-undangan,bantuan hukum,evaluasi, dan
dokumentasi peraturan perundang-undangan ;
6. Pemantuan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah
lingkup hukum dan peraturan perundang-undangan,bantuan
hukum,evaluasi, dan dokumentasi peraturan perundang-undangan ;
7. Pelaksanaan pembinaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan lingkup
hukum;
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisiten sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi maka Bagian Hukum membawahkan 3 (tiga) Sub Bagian meliputi Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan, Sub Bagian Bantuan Hukum, dan Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi. 1. Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan
Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Peraturan
Perundang-undangan;
2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup peraturan dan
perundang-undangan;
3. Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan
pemerintah daerah lingkup peraturan dan perundang-undangan;
4. Penyiapan bahan dan pedoman pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah lingkup peraturan
perundang-undangan;
5. Pelaksanaan eksaminasi atas rancangan produk hukum daerah;
6. Penyiapan bahan pengkoordinasian pelaksanaan tugas perangkat
daerah lingkup peraturan dan perundang-undangan;
7. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi, dan
pelaporan pelaksanaan tugas;
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
2. Sub Bagian Bantuan Hukum
Sub Bagian Bantuan Hukum dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Bantuan Hukum menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Bantuan
Hukum;
2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bantuan hukum;
3. Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan
pemerintah daerah bantuan hukum;
4. Penyiapan bahan dan pengkoordinasian pelaksanaan bantuan
hukum terhadap unsur pemerintah daerah;
5. Pelayanan bantuan hukum terhadap unsur pemerintah daerah;
6. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi, dan
pelaporan pelaksanaan tugas;
7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
3. Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi
Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Evaluasi dan
Dokumentasi;
2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup dokumentasi peraturan
perundang-undangan;
3. Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan
pemerintah daerah lingkup dokumentasi peraturan dan perundang-
undangan;
4. Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi produk-produk hukum;
5. Penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan
pemerintah daerah lingkup peraturan perundang-undangan;
6. Pelaksanaan tugas ketatausahaan bagian;
7. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi, dan
pelaporan pelaksanaan tugas;
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai
dengan tugas dan fungsinya
IV.3.3. Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota
Medan
Gambar 4.3 Struktur Organisai Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota
Medan
Sumber : Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan
IV.4. Dewan Perwakilan Rakat Daerah Kota Medan
IV.5.1. Dewan Perwakilan Rakyat Kota Medan
Dewan perwakilan rakyat daerah (disingkat DPRD) adalah bentuk
lembaga perwakilan rakyat (parlemen) daerah (provinsi/kabupaten/kota) di
Indonesia yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah bersama dengan pemerintah daerah. DPRD diatur dengan undang-
undang, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. DPRD
berkedudukan di setiap wilayah administratif, yaitu:
Kasubbag Bantuan Hukum
Kepala Bagian
Kasubbag Peraturan Perundang-undangan
Kasubbag Evaluasi dan Dokumentasi
Staff
1. Dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD provinsi),
berkedudukan di provinsi.
2. Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten (DPRD kabupaten),
berkedudukan di kabupaten.
3. Dewan perwakilan rakyat daerah kota (DPRD kota), berkedudukan di
kota.
DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah (gubernur/bupati/wali
kota). Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada
DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum kepala
daerah dan wakil kepala daerah. DPRD memiliki fungsi yaitu :
1 Legislasi,berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
2 Anggaran,Kewenangan dalam hal anggaran daerah(APBD)
3 Pengawasan,Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan
lainnya serta kebijakan pemerintah daerah
Adapun tugas dan wewenang Dewan perwakilan rakyat daerah (
DPRD ) adalah:
1. Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah.
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang
diajukan oleh kepala daerah.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
APBD.
4. Mengusulkan:
o Untuk DPRD provinsi, pengangkatan/pemberhentian
gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan/pemberhentian.
o Untuk DPRD kabupaten, pengangkatan/pemberhentian
bupati/wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernur.
o Untuk DPRD kota, pengangkatan/pemberhentian wali kota/wakil
wali kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
5. Memilih wakil kepala daerah (wakil gubernur/wakil bupati/wakil wali
kota) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah
lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
DPRD memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat. Anggota DPRD memiliki hak mengajukan rancangan peraturan
daerah, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih
dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman
tugas, protokoler, serta keuangan dan administratif.
DPRD berhak meminta pejabat negara tingkat daerah, pejabat
pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk
memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat
dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang
bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan
perundang-undangan). Anggota DPRD merupakan anggota partai politik
peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum.
Jumlah anggota DPRD adalah sebagai berikut: Untuk DPRD provinsi,
berjumlah antara 35-100 orang, dan untuk DPRD kabupaten/kota, berjumlah
antara 20-50 orang. Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan
keputusan menteri dalam negeri sedangkan untuk DPRD kabupaten/kota
diresmikan dengan keputusan gubernur. Masa jabatan anggota DPRD
adalah 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru
mengucapkan sumpah/janji. Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan,
badan musyawarah, komisi, badan legislasi daerah, badan anggaran, badan
kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh
rapat paripurna. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD,
dibentuk sekretariat DPRD yang personelnya terdiri atas pegawai negeri
sipil. Sekretariat DPRD adalah penyelenggara administrasi kesekretariatan,
administrasi keuangan, pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD,
dan bertugas menyediakan serta mengoordinasikan tenaga ahli yang
diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Sekretariat DPRD dipimpin seorang sekretaris DPRD yang diangkat oleh
kepala daerah atas usul pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD secara teknis
operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan
DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah. Fungsi sekretariat DPRD adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD.
2. Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD.
3. Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD.
4. Penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh
DPRD.
IV.5.2. Panitia Khusus Pembentukan RTRW Kota Medan
Dalam pembentukan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Medan 2010-2030 maka Pimpinan DPRD dan
Ketua-ketua fraksi DPRD Kota Medan membentuk Panitia Khusus untuk
pembahasan Ranperda Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Medan Tahun 2010-2030. Hal ini sesuai dengan Keputusan
DPRD Kota Medan Nomor : 171/1225/Kep-DPRD/2011 tentang
Pembentukan Panitia Khusus Pembahasan Ranperda Kota Medan tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2010-2030.
Adapun tugas dari Panitia Khusus ini adalah melakukan pembahasan
Ranperda Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Medan Tahun 2011-2031.
Susunan Panitia Khusus DPRD Kota Medan Pembahasan Ranperda
Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan
Tahun 2011-2031 :
Ketua : CP.Nainggolan,SE.MAP Wakil Ketua :
1. Irwan Sihombing,SE
2. Ir.Remon Simatupang,Msc
3. Drs. Daniel Pinem
4. Budiman Panjaitan
5. Abdul Rani,SH
6. Juliandi Siregar,SPd,Msi
Sekretaris : Drs.Aripay Tambunan,MM Anggota :
1. Parlaungan Mangunsong,ST
2. Martua Oloan Harahap
3. Hj.Halimatussakdiyah
4. Drs.Herry Zulkarnain,M.si
5. H.Muslim Maksum,LC
6. Porman Naibaho,SH
7. Ilhamsyah
8. H.Ahmad Arif,SE, MM
9. Landen Marbun,SH
10. Ir. H. Ahmad Parlindungan
11. Drs. Lily, MBA, MH
12. Drs.Godfried Effendi Lubis
BAB V
PROSES PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
V.1. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan sebagai
Strategi Meminimalisir Kesenjangan Pembangunan
Diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, telah memberikan
legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan
penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain
adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih
memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan
tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya untuk
sekedar mengejar targetnya dalam lingkup “kacamata” masing-masing.
Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota
diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman
untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu
memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan
peran masyarakat secara intensif. Untuk kota Medan sendiri eksistensi RTRW
Kota Medan dijelaskan oleh akademisi Departemen Arstektur USU sebagai
berikut :
“...Medan ini sudah sangat besar dan berkembang dan perkembangannya itu menolak garis batas administratifnya dia melebar sehingga yang berkembang harusnya suburb, kalau diluar negeri ini suburb yang berkembang dengan baik namun di kita terbalik malah suburb nya yang macet, jalannya jelak, infrastruktur jelek nah itu semua karena saling tidak mau mengkordinasikan pembangunannya, tidak ada yang bertanggung jawab. Jadi, istilahnya gini ‘Ah, Medan itu. Ah, kerjaan Deli Serdang itu.’ Maka dari itu, RTRW Medan ini haruslah
disusun dengan memikirkan berbagai permasalahan yang bukan hanya ada di Medan saja, tapi juga wilayah administratif disekitarnya.” (Wawancara dengan akademisi Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)
Pendapat ini dipertegas dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
(Permen PU) No. 11 Tahun 2009 yaitu adanya keharusan melampirkan Berita
Acara Pemaduserasian RTRW Kota dengan RTRW Daerah Berbatasan sebagai
salah satu syarat untuk dalam proses penetapan rancangan RTRW menjadi RTRW
yang sah. Oleh pihak Pemerintah Kota Medan dijelaskan sebagai berikut :
“... dalam penyusunan RTRW ini, berdasarkan Peraturan Menteri kita
harus melaksanakan persetujuan bersama dengan daerah berbatasan.
Kita harus melihat materi-materi RTRW agar perencanaan yang kita
buat selaras dengan Deli Serdang.” (Wawancara dengan Kasubid Tata
Ruang dan lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Mei 2014)
Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong
pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat
(city as engine of economic growth) yang berkeadilan sosial (social justice) dalam
lingkungan hidup yang lestari (environmentaly sound) dan berkesinambungan
(sustainability sound) melalui penataan ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 dibentuk
sebagai amanat dari munculnya Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang yang kemudian diamandemen dengan Undang-undang No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 disahkan
pada akhir Desember 2011. Pembentukan ini mengatur lebih lanjut tentang
Wilayah Perencanaan RTRW Kota Medan, tujuan, kebijakan dan stratedi
penataan ruang wilayah kota Medan, Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota
Medan, Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Medan, Penetapan Kawasan Strategis,
Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah Kota Medan, Ketentuan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang dan Peran Masyarakat dan Kelembagaan dalam Penataan
Ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan merupakan peraturan daerah
yang diprakarsai oleh Kepala Daerah yaitu Walikota Medan. Maka dari itu proses
pembuatan Ranperda harus sesuai dengan alur Prakarsa Kepala Daerah yang
diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan47.
V.2. Pedoman Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 dibentuk
sebagai amanat dari munculnya Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang yang kemudian diamandemen dengan Undang-undang No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 disahkan
pada akhir Desember 2011. Pembentukan ini mengatur lebih lanjut tentang
Wilayah Perencanaan RTRW Kota Medan, tujuan, kebijakan dan stratedi
penataan ruang wilayah kota Medan, Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota
47 Undang-undang ini sudah diamandemen menjadi UU No. 11 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundnag-undangan. Namun, ketika proses legislasi Perda Kota Medan Tahun 2011 berlangsung pedoman yang digunakan adalah UU No. 10 Tahun 2004.
Medan, Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Medan, Penetapan Kawasan Strategis,
Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah Kota Medan, Ketentuan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang dan Peran Masyarakat dan Kelembagaan dalam Penataan
Ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan merupakan peraturan daerah
yang diprakarsai oleh Kepala Daerah yaitu Walikota Medan. Maka dari itu proses
pembuatan Ranperda harus sesuai dengan alur Prakarsa Kepala Daerah yang
diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan48. Lebih lanjut, Peraturan Perundang-undangan yang
digunakan sebagai pedoman dalam perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Medan Tahun 2011-2031 adalah :
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah .
2. Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang
diaandemen menjadi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
3. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 26 Tahun 2006 tentang Prosedur
Penyusunan Produk Hukum Daerah.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11 2009 tentang Pedoman
Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya.
48 Undang-undang ini sudah diamandemen menjadi UU No. 11 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundnag-undangan. Namun, ketika proses legislasi Perda Kota Medan Tahun 2011 berlangsung pedoman yang digunakan adalah UU No. 10 Tahun 2004.
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah.
6. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327 Tahun 2002
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan
Perkotaan yang diamandemen menjadi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang
wilayah Kota.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun 1996 tentang Bentuk
dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang yang diamandemen
menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 2010
tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Penyusunan RTRW kota dilakukan dengan berasaskan pada kaidah-kaidah
perencanaan yang mencakup asas keselarasan, keserasian, keterpaduan,
kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antarwilayah baik di dalam kota itu
sendiri maupun dengan kota sekitarnya.
V.3. Proses Pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan
Tahun 2011-2031
Penyusunan RTRW yang harus berpedoman pada ketentuan yang terdapat
peraturan perundang-undangan terkait yang waktu penerbitan dari masing-masing
peraturan tersebut tidak dilakukan dalam waktu yang berdekatan menyebabkan
proses penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031 menjadi sebuah proses
perumusan RTRW yang panjang dengan dua kali proses pengerjaan. Proses
pengerjaan pertama dilakukan pada tahun 2006 menghasilkan rancangan RTRW
Kota Medan Tahun 2006-2016 dan proses pengerjaan kedua dilakukan pada tahun
2008 menghasilkan rancangan RTRW Tahun 2008-2028.
V.3.1. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016
Pelaksanaan penyusunan RTRW Kota medan tahun 2006-2016 dan
mulai dikerjakan secara formal pada tahun 2006. Pengerjaan ini dilakukan
setelah berakhirnya Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan Tahun 1995-
2005. Proses penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 disusun
berdasarkan ketentuan yang terdapat pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang dan secara teknis berpedoman pada Kepmen Kimpraswil
No. 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan. Proses penyusunan RTRW dilakukan sesuai dengan
Gambar Alir Penyusunan RUTR49 Kawasan Perkotaan sebagai berikut :
49 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota di dalam Kepmen Kimpraswil No. 327
Tahun 2002 disebut sebagai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kawasan Perkotaan
Gambar 5.1 Gambar Alur Perumusan RTRW Kota Medan Tahun 2006-
2016
Sumber: Kepmen Kimpraswil N0.327 Tahun 2002
Penyusunan RTRW Kota Medan pada tahun 2006 dilakukan sesuai
alur yang terdapat pada Gambar 5.1 ditunjukkan oleh Gambar berwarna
hijau, diawali dengan pengadopsian materi RTRW Nasional oleh RTRW
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2018 hingga pada akhirnya RTRW
Kota juga mengadopsi muatan materi RTRW Provinsi tersebut. Hal ini
dilakukan agar RTRW yang disusun tidak bertentangan dengan RTRW yang
berada di atasnya.
V.3.1.1. Keterlambatan Penyusunan RTRW Kota Medan
Dengan berakhirnya RTRW Kota Medan Tahun 1995-2005
maka dibutuhkan RTRW baru yang digunakan sebagai pedoman dalam
pemanfaatan ruang di Kota Medan dalam rangka melaksanakan
pembangunan di Kota Medan. Idealnya, ketika sebuah kebijakan RTRW
berakhir, maka haruslah ada kebijakan pengganti yang telah siap
digunakan untuk melanjutkan pembangunan tersebut. Namun, proses
penyusunan RTRW pengganti baru disusun pada tahun 2006. Pengerjaan
ini diakui Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota
Medan sebagai sebuah keterlambatan dalam menyusun RTRW pengganti
RTRW Kota Medan Tahun 1995-2005 yang sudah berakhir masa
berlakunya :
“... kita menyusun RTRW ini pada tahun 2006, setelah masa RUTR yang lama berakhir, begitu berakhir langsung kita siapkan TORnya dan juga Tim Teknis dari pihak pemerintah. Sebenarnya sebelum berakhir RUTR lebih baik kalau dikerjakan. Jadi langsung ada RTRW baru yang menjadi pedoman tata ruang. Ya tapi kan harus ada perintah menyusun dulu baru baru bisa dikerjakan, ya sesuai peraturan.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)
Sebagai sebuah kebijakan yang diprakarsai oleh Walikota
Medan, penyusunan RTRW baru bisa dilaksanakan setelah instansi yang
dilimpahkan tanggung jawab dalam hal ini Bappeda beserta tim teknis
yang secara umum terdiri dari instansi yang tergabung unsur Badan
Kordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Medan mendapatkan
mandat dari Walikota Medan untuk melakukan penyusunan RTRW.
V.3.1.2. Peran Konsultan yang Dominan
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
pasal 12 dinyatakan bahwa “penataan ruang dilakukan oleh pemerintah
dan masyarakat” . Prinsip tersebut seiring dengan Peraturan Pemerintah
No 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Tata
Cara dan Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang yang
mengedepankan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai
pelaku atau stakeholder utama pembangunan. Namun dalam proses
penyusunan RTRW Kota Medan pada tahun 2006, ada pihak kedua yang
memegang peran utama dalam penyusunan RTRW Kota Medan, yaitu
konsultan penyusun RTRW. Konsultan ini bekerja atas permintaan
pemerintah sebagai pihak penyewa jasa dan menjadi pihak yang
menyelesaikan seluruh tahapan dalam proses penyusunan RTRW meski
tetap dengan melakukan kordinasi dengan pihak pemerintah Kota Medan.
Hal ini dinyatakan oleh pihak pemerintah Kota Medan sebagai berikut :
“... jadi ada beberapa tahapan dalam penyusunan RTRW pada tahun 2006, mulai dari persiapan, pengumpulan data, analisis data, perumusan konsep RTRW sampai Ranperda RTRW itu kita serahkan pada konsultan yang memenangkan tender. Namun tetap pihak konsultan selalu melaporkan hasil kerja mereka secara terus menerus, kalau tidak salah itu ada sepuluh kali kita melakukan pembahasan laporan bersama konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Secara umum proses perumusan yang dilaksanakan pada tahun
2006 adalah sebagai berikut :
Gambar 5.2 Proses Penyusunan Rancangan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016
Sumber: Penelitian, 2014
1. Penyiapan KAK dan Identifikasi Permasalahan Pembangunan
Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR)
dipersiapkan oleh konsultan penyusunan RTRW pada tahun 2006. Pada
proses penyiapan KAK ini juga dilakukan pemantapan terhadap metode
pelaksanaan pengumpulan data. Persiapan terhadap metode pengumpulan
data yang akan digunakan dilakukan oleh konsultan yang kemudian
dibahas bersama dengan Tim Teknis penyusunan RTRW Kota Medan.
Pembahasan mengenai metode ini dilakukan dalam Laporan Pendahuluan
Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 yang dimaksudkan untuk
mendapatkan kesamaan persepsi antara pihak konsultan dengan
Pengumpulan Data
Perumusan Konsep dan Penyiapan
Ranperda RTRW 2006-2016
Analisis Data Penyiapan
KAK/TOR dan Identifikasi Permasalah
Pembangunan Kota
Pemerintah Kota. Metode pengumpulan data yang ditetapkan untuk
penyusunan RTRW tahun 2006 adalah kuesioner, kunjungan langsung,
wawancara serta public hearing yang berbentuk seminar. Hal ini
dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda
Kota Medan :
“... tahun 2006 itu disepakati antara konsultan dengan Tim Teknis metode yang digunakan ada kuesioner, konsultan juga langsung mewawancarai masyarakat ada tukang becak yang diwawancarai, yang punya warung dengan masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Deli juga pernah sama terakhir untuk konsultasi publik untuk mendengar masukan dari masyarakat itu bentuk seminar.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Penetapan metode pelaksanaan pengumpulan data ini lebih banyak
befokus pada pengumpulan data primer yang bersumber dari kondisi riil
yang terdapat di dalam masyarakat. Sedangkan untuk pengumpulan data
skunder konsultan melakukan kunjungan langsung ke instansi terkait
serta melakukan FGD dengan instansi terkait yang difasilitasi oleh
Bappeda Kota Medan.
“... kami juga ada melakukan FGD , tapi tetap konsultan yang menghimpun data-data pada saat FGD tersebut. Kami hanya menjadi fasilitator karena memang harus melakukan FGD dengan stakeholder di luar masyarakat umum yaitu dengan pihak utilitas seperti PLN, PDAM, Pelindo, dan dinas-dinas terkait.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)
Selain menetapkan metode pelaksanaan pengumpulan data,
pihak konsultan juga melakukan melakukan kajian terhadap peraturan
perundang-undangan terkait agar penyusunan RTRW tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan diatasnya serta melakukan
analisis terhadap RTRW Kota Medan 1995-2005 dan data skunder
lainnya untuk menemukan isu strategis serta permasalahan yang ada di
Kota Medan. Proses analisis terhadap data awal juga dilakukan terhadap
RTRW Nasional dan RTRW Provinsi agar kebijakan yang dimuat
RTRW Kota Medan disusun tidak bertentangan dengan kebijakan yang
telah disusun oleh Pusat dan Provinsi.
Hasil dari proses ini terdiri atas perangkat survei, metode
pengumpulan data, rencana kerja, isu strategis pembangunan serta
gagasan pengembangan kota.
2. Pengumpulan Data
Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah kota dan
penyusunan rencana struktur dan pola ruang kota, dilakukan
pengumpulan data primer dan skunder. Proses pengumpulan data ini juga
dilakukan oleh konsultan
Pengumpulan data primer meliputi :
a. Jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan melalui penyebaran
kuesioner, wawancara langsung dan seminar. Proses ini dilakukan
dengan melibatkan masyarakat/perwakilan masyarakat dengan
pertimbangan bahwa RTRW ini ditujukan untuk pengaturan
kehidupan masyarakat Kota Medan jadi masyarakat harus dilibatkan
dalam pembuatannya. Alasan lain adalah keterlibatan masyarakat
dalam proses penyusunan RTRW Kota merupakan sebuah ketentuan
yang telah diatur dalam pearturan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan terkait antara lain Undang-undang No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, PP No. 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini dinyatakan oleh Kasubid Tata
Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan dalam
wawancara pada 28 Mei 2014 :
“... jadi pengumpulan data ini dilakukan konsultan tapi tetap kita mendampingi dilakukan dengan melibatkan masyarakat dari berbagai golongan ya, kan masyarakat yang nantinya merasakan RTRW ini jadi harapannya mereka terlibat dalam proses ini. Lagi pula kan dalam peraturannya memang harus ada dilakukan jaring aspirasi.” .”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Pernyataan ini diperkuat oleh Kepala Sub Dinas Tata Kota Dinas TRTB Kota Medan dalam wawancara pada 28 Mei 2014 :
“... pada proses pengumpulan data itu peran serta masyarakat sangat dibutuhkan karena pertama, yang mau diatur dengan adanya RTRW ini kan masyarakat dan yang kedua, syarat sahnya RTRW ini adalah adanya pelibatan masyarakat.” (Wawancara dengan Kepala Sub Dinas Tata Kota Dinas TRTB Kota Medan, 28 Mei 2014)
b. Kunjungan langsung ke seluruh wilayah kota yang dilakukan oleh
konsultan. Kunjungan ini dilakukaan bersamaan dengan penyebaran
kuesioner yang skala kedalamannya adalah kelurahan. Jadi, selain
mendapatkan data melalui kuesioner yang disebarkan di seluruh
kelurahan di Kota Medan, konsultan juga mendapatkan informasi riil
mengenai kondsi fisik dan non fisik dari hasil observasi lapangan yang
dilakukan.
Selain melakukan pengumpulan data primer, data skunder juga
merupakan hal yang dibutuhkan dalam penyusunan RTRW ini. Kegiatan
ini dilakukan oleh konsultan langsung dengan mengunjungi instansi
terkait, untuk beberapa data yang berasal dari luar lingkungan pemerintah
daerah konsultan berkordinasi dengan Bappeda dalam melakukan
pengumpulan data. Data yang dikumpulkan konsultan merupakan data
fisik dan non fisik yang ada di Kota Medan. Pertama, peta yang terdiri
atas peta rupa bumi, foto satelit, peta batas wlayah administrasi, peta
potensi sumberdaya, dan peta analisis kebencanaan. Kedua, informasi
dan data mengenai kenijakan yang terkait dengan penataan ruang (RPJP,
RPJM, RTRW Nasiolan, RTRW Provinsi, RTRW Kota Medan 1995-
2005), data kependudukan, data anggaran daerah dalam bidang
pembangunan, data perekonomian wilayah data mengenai srana,
prasaana serta utilitas wilayah.
Pengumpulan data utilitas wilayah difasilitasi oleh Bappeda
melalui FGD yang dilakukan Bappeda. Namun, menurut Kasubid Tata
Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda kegiatan FGD ini kurang
maksimal karena pihak utilitas tidak memberikan data yang dibutuhkan.
Hasil dari proses pengumpulan data ini adalah kumpulan data
yang didokumentasikan dalam Buku Data dan nantinya akan digunakan
untuk proses analisis.
3. Analisis Data
Analisis data pada dasarnya merupakan kegiatan
mengidentifikasi permasalahan di kawasan perkotaan, dalam Kepmen
Kimpraswil No. 327 Tahun 2002, identifikasi masalah ini dilakukan pada
beberapa hal berikut :
1. Perkembangan sosial kependudukan.
2. Prospek perkembangan ekonomi.
3. Daya dukung fisik dan lingkungan.
4. Day dukung prasarana dan fasilitas perkotaan.
4. Perumusan RTRW Kota dan Ranperda RTRW
Perumusan konsep RTRW kota menghasilkan :
1. Tujuan pemanfaatan ruang kota/kasawasan perkotaan.
2. Rencana struktur dan pola pemanfaatan wilayah kota/kawasan
perkotaan.
3. Rencana pengelolaan kawasan lindung, budidaya perkotaan, dan
kawasan tertentu,
4. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
Keempat hal diatas di tuangkan dalam Rancangan Konsep
RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 beserta rancangan perdanya.
Namun setelah munculnya UU No. 26 Tahun 2007 maka RTRW ini tidak
dapat langsung diimplementasikan karena belum sempat melalui proses
legislasi penetapan RTRW dan sesuai dengan ketentuan yang terdapat
dalam UU No. 26 Tahun 2007 tersebut maka materi RTRW Kota Medan
Tahun 2006-2016 masih harus melalui proses penyempurnaan materi
lagi.
“... perumusan tahun 2006 menggunakan Kepmen Kimpraswil dan Undang-undang 24 tahun ‘92 sebenarnya sudah selesai dilakukan. Pengumpulan data dengan segala metode yang suda ditetapkan sudah, materi teknis sudah selesai, Ranperda sudah disiapkan di konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)
V.3.1.3. Lemahnya Peran Pemerintah dalam Menyusun RTRW
Kota Medan
1. Proses Sosialisasi Awal yang Minim
Pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW ini pada
dasarnya terbuka bagi seluruh masyarakat Kota Medan. Langkah awal
pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan
2006-2016 adalah melalui pemberitaan yang dilakukan oleh Panitia
Pengadaan Bappeda Kota Medan melalui media cetak yaitu koran.
Pemberitaan ini sekaligus pengumuman dibukanya tender bagi
masyarakat untuk melakukan proses penyusunan RTRW Kota Medan50.
“...Panitia Pengadaan melakukan pemberitaan ke masyarakat mengenai RTRW melalui koran saja, pada saat itu e-government belum ada seperti saat ini.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)
50 Pada proses penyusunan RTRW tahun 2006 yang berpedoman pada Kepmen
Kimpraswil No. 327 Tahun 2002 dilakukan oleh konsultan publik berbeda dengan konsultan publik yang menyusun RTRW Kota Medan pada saat dikeluarkannya Kepmen PU No. 17 Tahun 2009. Proses penyusunan pada tahun 2006 dilakukan oleh CV. Indah Karya, Bandung sedangkan pada proses tahun 2008 dilakukan oleh PT. Gama, Medan.
Sosialisasi mengenai pengumuman tender ini tidak menarik bagi
publik secara umum, hanya kalangan tertentu saja terutama konsultan
yang tertarik terhadap informasi ini. Padahal sejatinya sosialisasi awal
adalah masa bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai
RTRW Kota Medan dan memiliki pemahaman mengenai RTRW
sehingga mampu teribat secara aktif dalam proses penyusunan RTRW
Kota Medan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam sosialisasi
awal mengenai pembentukan RTRW diantaranya penyebaran brosur,
pemasangan spandek, melaksanakan kegiatan kebudayaan yang di
dalamnya disampaikan informasi mengenai pembentukan RTRW atau
melaksanakan forum sosialisasi langsung di masyarakat. Namun,
Pemerintah Kota mengakui bahwa hal tersebut tidak pernah dilakukan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam
penyusunan RTRW Kota Medan.
2. Penyebaran Informasi mengenai Proses Penyusunan yang Tidak
Transaparan
Penyebaran informasi yang jelas mengenai proses penyusunan
RTRW dibutuhkan sebagai wujud transparansi pemerintah kepada publik
hingga pada akhirnya publik dapat mempersiapkan diri untuk terlibat
dalam penyusunan RTRW. Dari beberapa kesempatan yang
memungkinkan bagi publik untuk terlibat dalam penyusunan RTRW,
penyebaran informasi dilakukan oleh pemerintah tidak ditujukan kepada
publik secara luas.
Dalam Laporan Pendahuluan yang ditulis oleh pihak konsultan,
pemilihan masyarakat yang relevan untuk terlibat dalam penyusunan
RTRW ini dilakukan dengan mengundang tiga stakeholder yang
berperan dalam pelaksanaan good governance yaitu pertama, pihak
pemerintah yang diwakili oleh instansi terkait. Kedua, swasta diwakili
oleh asosiasi dan kelompok-kelompok usaha yang terkena dampak dari
RTRW ini. Ketiga, masyarakat yang diwakili oleh pihak LPM dari setiap
kelurahan dan masyarakat lain yang terpilih berdasarkna metode
penelitian untuk diwawancarai langsung oleh pihak konsultan.
Kenyataan yang terjadi pada proses pelaksanaan adalah
penyebaran informasi untuk terlibat dalam proses penyusunan RTRW
hanya ditujukan kepada pihak tertentu saja yang dianggap pemerintah
relevan untuk terlibat dalam proses penyusunan RTRW pada saat itu.
untuk penjaringan aspirasi publik yang dilakukan dalam bentuk FGD
atau seminar penyebaran informasi dilakukan dengan mengundang
langsung publik yang dilibatkan. Seperti yang dinyatakan perwakilan
publik dari kelompok akademisi sekaligus profesional di bidang
perencanaan kota :
“... kalau Saya secara resmi mendapat informasi pembentukan RTRW ini melalui undangan yang diberikan Bappeda Kota Medan untuk menghadiri public hearing yang diadakan Bappeda.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)
Pemilihan masyarakat yang terlibat dalam penyusunan RTRW
ini juga masih didasarkan pada faktor kedekatan pemerintah dengan
individu yang akan dilibatkan dalam proses penyusunan RTRW, hal ini
dijelaskan sebagai berikut oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup Bappeda Kota Medan dalam wawancara pada tanggal 28 Mei
2014:
“... kita menentukan masyarakat yang relevan itu biasanya dari musrembang kan sudah terlihat orang-orangnya siapa saja yang relevan untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan RTRW ini.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Dalam penelitian selanjutnya dinyatakan lagi mengenai pihak
yang terlibat dalam pengumpulan data untuk penyusunan RTRW Kota
Medan:
“... kami sendiri Bappeda juga melakukan FGD. Kami undang pihak perbankan, akademisi, LSM, asosiasi, pokoknya kami undang semua. Yah, kalau mereka mengusulkan pendapat nantinya kami adopt ke dalam RTRW. Ini dilakukan bareng konsultan ya, karena kan yang harus menghimpun data kan konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)
Ada banyak media komunikasi yang dapat digunakan untuk
mensosialisasikan penyusunan RTRW ini namun berdasarkan keterangan
diatas diketahui bahwa saluran informasi yang digunakan pemerintah
untuk menginformasikan mengenai penyusunan RTRW Kota Medan
dilakukan melalui surat kabar dan melalui undangan personal saja
padahal masih ada beberapa media lain yang dapat digunakan seperti
selebaran, radio, dan sosial media. Namun diakui penggunaan sosial
media saat itu belum banyak dimanfaatkan oleh pihak pemerintah. Hal
ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda
Kota Medan :
“... tahun 2006 itu kan belum seperti sekarang e-governmentnya, jadi ya kalau penyebaran informasi ke masyarakat lewat e-government itu tidak ada.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Hal ini sesuai dengan pernyataan akademisi dari Departemen Arsitektur
USU :
“... pada saat pembentukan RTRW ini kan sosial media belum banyak seperti sekarang, jadi penyebaran informasinya juga ya tidak begitu luas. Masyarakat juga memberi masukannya juga belum banyak lah, medianya masih sedikit.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)
Meski tidak melakukan penyebaran informasi melalui banyak
media, namun kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan
aspirasinya tidak dibatasi oleh pihak pemerintah. Hal ini dinyatakan oleh
Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan :
“... jadi kalau masyarakat ingin menyampaikan masukan bisa saja lewat tertulis, lewat telepon kita terima, melalui jaring aspirasi yang kita lakukan juga bisa, semuanya bisa deh kita tidak membatasi.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Hal ini diperkuat dengan pernyataan akademisi dari Departemen
Arsitektur USU :
“... meskipun saat itu belum banyak medianya, masyarakat tidak sulit menyampaikan aspirasinya. Pemerintah tidak pernah tertutup, mereka membuka semua ruang pasrtisipasi jadi apa yang mau kamu sampaikan ya silahkan sampaikan saja kumpul sini kalau mau tertulis yang mau kamu sampaikan.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)
Ruang partisipasi yang diakui oleh pihak pemerintah maupun
publik tidak dibatasi ini masih belum mampu mendorong publik
berpartisipasi secara aktif dalam pengumpulan data dan memberikan
masukan untuk materi RTRW kota Medan, padahal partisipasi aktif dari
publik sangat diharapkan oleh pihak pemerintah untuk menjadikan
RTRW Kota Medan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Medan.
Seperti yang dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup Bappeda Kota Medan :
“... dalam penyusunan ini, pendapat publik sangat perlu, tapi masyarakat itu tidak peduli, gini masyarakat itu sebenarnya belum tau apa itu RTRW. Mereka hanya tau jalan kami inginnya bagus, drainase kami ya bagus juga soalnya sering banjir. Ya yang begitu-begitulah yang disampaikan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Namun pihak pemerintah menyatakan bahwa pemerintah sudah
melakukan berbagai strategi untuk menjaring opini publik dalam
menyusun RTRW ini.
“... kami sudah survey misalnya datangi tukang becak, datangi warung-warung. Itu dilakukan konsultan ya. Jadi sebetulnya apa yang disarankan sudah dilakukan tapi ya gitu mereka tidak paham apa itu RTRW.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Dijelaskan lagi mengenai strategi penjaringan aspirasi publik
dengan stakeholder di luar masyarakat umum.
“... dari kami sendiri kami melakukan FGD juga dengan pihak perbankan, akademisi, LSM, asosiasi, semua kami undang. Yah kalau mereka mengusulkan pendapat kami adopt pendapat itu. Tetap konsultan yang melakukan pengumpulan datanya ya.”
(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Berdasarkan penjelasan diatas, kebanyakan strategi penjaringan
opini publik lebih banyak dilakukan oleh konsultan penyusunan RTRW,
pemerintah hanya menjadi fasilitator yang mempertemukan konsultan
dengan stakeholder.
V.3.1.4. Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan
RTRW
1. Rendahnya Pemahaman Stakeholder terhadap Pentingnya
RTRW di Kota Medan
Rendahnya tingkat pemahaman stakeholder terhadap RTRW
menjadi salah satu hambatan dalam penyusunan RTRW ini terutama
dalam proses pengumpulan data yang nantinya akan menyulitkan proses
implementasi.
“.. stakeholder itu tidak memberikan data yang kita butuhkan. Misalnya, kita tanya PLN tentang pembagian alur listrik perkawasan, mereka tidak punya itu. Atau tentang rencana pembangunan yang akan dilakukan mereka beberapa tahun ke depan, mereka belum punya rencana. Nanti setelah kita menetapkan RTRW ini barulah mereka keluarkan rencana mereka. Perusahaan Gas juga begitu, ketika ditanyarencana pembangunan tidak ada dibawa rencana itu. Atau masukan-masukan lain ya itu kurang lah, sangat pasif. Setelah implementasi ternyata mereka melakukan pemasangan aliran listrik atau gas di jalur yang sama tapi waktunya berbeda, kan bolak balik bongkar jalan jadi jalannya rusak. Padahal kalau dari awal diberikan rencana itu kan bisa dilakukan koordinasi pemasangan aliran lisrtik dan gas bersamaan, lebih hemat anggaran. Tapi ya tidak dibawa padahal kami sudah menyebutkan sebelumnya data-data yang dibutuhkan. Tapi saya tidak tahu ya kalau yang dikirim sebagai delegasi itu bukan orang yang pas, kan kita butuh orang bagian perencanaan tapi mungkin yang dikirim bagian produksi jadi kurang tepat ditanyai
masukan tentang perencanaan mereka.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Begitu juga yang terjadi pada saat proses pengumpulan data dan
informasi dari masyarakat.
“... kapedulian masyarakat terhadap RTRW pada tahun 2006 itu masih rendah, jadi ketika kita mencari data yang ada dimasyarakat mereka tidak punya. Kalau pun ada, hambatannya adalah akurasi data, data yang dimiliki BPS dengan data yang ada dilapangan dikelurahan gitu berbeda, datanya tidak seragam. Itu untuk pengumpulan data ya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Selain menghambat pegumpulan data rendahnya pemahaman
masyarakat ini juga menyebabkan materi RTRW yang disusun itu tidak
mendapat dukungan aktif dari masyarakat serta menurunkan tingkat
keakuratan analisis data.
“... masyarakat itu harusnya sadar akan status tanahnya. Tanah yang ada di Kota Medan ini kan bukan seluruhnya milik pemerintah. Sebagian milik masyarakat. Jadi, kalau seandainya kita merencanakan sesuatu di tanah masyarakat misalnya jalan mau dibangun di tanah itu, mau tidak masyarakat melepaskan status tanahnya? Nah, ini yg belum dipahami masyarakat jadi ada kesulian bagi kita dalam melakukan perencanaan. Misalnya lagi masyarakat dipinggir Sungai Deli, padahal sudah ditentukan 15 meter dari pinggir sungai itu tidak tempat pemukiman. Pada saat kami merencanakan RTRW ini mereka sudah tinggal di sana. Masyarakat yang tidak peduli kan tentu menyulitkan perencanaan ini. Tapi kita tetap datangi dan beri pemahaman bahwa secara teknis bermukim dipinggir sungai berbahaya, jadi ketika mereka tau mereka bisa legowo melepaskan tanahnya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Partisipasi yang akti diharapkan mampu meningkatkan kualitas
analisis perencanaan RTRW ini, seperti yang diungkapkan Kasubid Tata
Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan :
“... kalau dari pihak masyarakat kurang partisipasi ya karena mereka kurang paham. Akademisi juga kami undang tapi mereka tidak banyak memberi masukan, mungkin dianggap kurang penting. Jadi, kalau dikatakan perencanaan RTRW ini kurang bagus ya karena ini kepedulian itu masih kurang, kami tidak dapat data yang dibutuhkan. Padahal, kalau data yang ada itu maksimal, maka analisisnya juga pastilah semakin baik.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Kondisi ini menurut analisis yang dilakukan oleh akademisi
Departemen Arsitektur USU disebabkan oleh pihak pemerintah yang
masih kurang mampu menyerap aspirasi masyarakat selama ini, yang
disampaikan dalam forum Musrembang maupun forum diskusi lainnya.
Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan masyarakat apatis untuk
berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota Medan pada saat itu.
“... komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat saat pembentukan RTRW saat itu bagus karena masyarakat sudah terdidik di Musrembang jadi cara penyampaian aspirasinya sudah bagus. Yang tidak bagus adalah proses analisis dan implementasi. Jadi bagaimana yang sudah disampaikan masyarakat itu dianalisis dan kemudian dijadikan action plan. Menurut saya sebagian besar tidak bisa diserap pemerintah. Jadi begini, ini pendapat masyarakat kemudian saat dilakukan dianalisis itu ada pengaruh kepentingan-kepentingan, masuk ke Bappeda lagi ada lagi kepentingan apalagi masuk ke DPRD jadi berubah lagi aspirasi yang disampaikan itu. Jadi misalnya, apa yang disampaikan Bapak A, masyarakat Medan Marelan itu tidak sampai ke dalam kebijakan yang dibuat itu, nanti ada muncul program-program baru ditengah-tengah proses yang sudah tidak sesuai dengan aspirasi yang disampaikan sebelumnya. Kalau kita feedback itu tidak bisa dilakukan secara tuntas karena proses feedback itu tidak pernah ada dan tidak ada di peraturan dan tidak ada yang melaksanakan. Jadi menurut saya lama-lama
proses komunikasi yang bagus itu bisa menjadi apatis karena tidak diserap dengan baik. Kalau bahasa masyarakatnya setiap diundang datang hearing ‘Tiap tahun kami bilang jalan kami rusak tapi gak diperbaiki juga. Tiap tahun kami bilang ini itu tapi tidak kalian laksanakan juga.’ Karena lain yang disampaikan masyarakat lain juga program yang muncul, tidak bisa di feed back itu problemnya.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)
Ketidakpahaman publik mengenai RTRW dan ketidakmampuan
pemerintah menyerap aspirasi publik tidak semerta-merta menjadikan
RTRW Kota Medan disusun tanpa didasarkan pada aspirasi publik.
Meurut Kasubid Tata Rang dan Lingkungan Hidup Bappeda publik tetap
memberikan partisipasi kepada pemerintah meskipun hanya sedikit.
“... bentuk partisipasi yang diberikan stakeholder yaitu data, tapi ya seperti tadi dijelaskan, kurang maksimal. Kalau soal ide untuk materi RTRW tidak ada.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Pernyataan ini dibantah oleh pihak publik yang diwakili
akademisi Departemen Arsitektur USU. Dalam proses penyusunan ini
dilakukan kegiatan public hearing yang mengundang perwakilan
masyarakat kecamatan yang dihadiri oleh LPM dari tiap kelurahan. Pada
saat public hearing masyarakat Kecamatan Medan Utara menyampaikan
bahwa adanya ketimpangan yang terjadi antara Kecamatan Medan Utara
dengan kecamatan lainnya dalam hal pembangunan dan pelayanan
publik. Meski disampaikan oleh masyarakat dari Kecamatan Medan
Utara, namun aspirasi ini didukung oleh seluruh perwakilan masyarakat
dari kecamatan lain.
Hal ini dijelaskan oleh akademisi Arstektur USU sebagai berikut :
“...dari semua ini pendapat masyarakat itu masuk yang paling terlihat itu adalah pendapat yang disampaikan oleh masyarakat Medan Utara dan itu didukung oleh seluruh masyarakat dari kecamatan lain yang ada di Medan ini. Itu mengenai ketimpangan yang ada di masyarakat Medan Utara dengan masyarakat di kecamatan lainnya. Ketimpangan itu jauh antara yang di pusat dengan yang di Utara jadi ya waktu itu dimintalah supaya masyarakat Medan Utara itu maju seperti masyarakat yang di pusat. Nah pusat kota yang dahulu itu mencakup empat kecamatan dengan daerah di sekitar Hotel Marriot sebagai titik pusatnya. Namanya pusat bentuknya titik terus berkembang ada lingkarannya tuh, jadi ada daerah lingkar satu, lingkar dua, dan seterusnya dan yang bagus pelayanannya itu ya daerah lingkaran yang paling dekat sama titik pusat. Dalam perencanaan RTRW Kota Medan untuk memenuhi aspirasi masyarakat terutama masyarakat Medan Utara dan mendorong pertumbuhan seluruh kota, maka dibuatlah pusat kota satu lagi di utara, namanya Pusat Utara.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)
Aspirasi ini diserap oleh pemerintah menjadikan RTRW Kota
Medan sebagai salah satu dari sedikit RTRW di Indonesia yang
mempunyai dua pusat pertumbuhan kota, dengan Pusat Pertumbuhan
Utara sebagai pusat kota baru di Kota Medan51.
2. Sulitnya Mengakses Informasi Proses Penyusunan RTRW
Faktor lain yng menyebabkan publik kurang berpartisipasi
dalam penyusunan RTRW adalah akses informasi mengenai proses
51Dalam kolom Laporan Khusus yang dimuat oleh Harian Waspada pada tanggal 13 Maret
2006 yang ditulis oleh akademisi Departemen Antropologi FISIP USU, model Spiral dalam pembangunan Kota Medan yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Medan menyebabkan adanya ketimpangan antara daerah inti dengan pinggiran kota Medan. Kondisi ini berlangsung cukup lama sehingga perlu dipertimbangkan mengenai pemekaran wilayah Kota Medan bagian utara menjadi sebuah daerah otonom baru (Lampiran 2). Menurut arsitektur USU, isu inilah yang kemudian diserap Pemerintah Kota Medan sehingga membentuk Pusat Pertumbuhan Utara yang dituangkan di dalam RTRW Kota Medan. Meskipun menurut akademisi Departemen Antropologi FISIP USU solusi Pusat Pertumbuhan Utara yang diberikan Pemerintah Kota lebih bersifat politis (Wawancara dengan Akademisi Departemen Antropologi FISIP USU-Masyarakat wilayah Medan Utara, 8 Juli 2014)
penyusunan RTRW yang tidak transparan. Hal ini dinyatakan oleh pihak
Non Government Organization (NGO) yang ikut menyoroti penyusunan
RTRW Kota Medan sebagai berikut :
“... pihak NGO mendapatkan informasi mengenai penyusunan RTRW itu dari berita-berita yang dimuat di media massa, jadi taunya sudah agak ketinggalan. Kalau soal informasi kita tidak mendapatkan langsung dari pemerintah. Istilahnya kita “jemput bola”. Kalau tidak seperti itu ya kita tidak tau sudah sampai mana proses yang dilakukan.” (Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)
Meski pemerintah menyatakan bahwa mereka membuka seluruh
saluran partisipasi, namun publik tidak tau bagaimana mendapatkan
informasi mengenai progress penyusunan RTRW dan bagaimana
menyampaikan aspirasi publik bagi publik yang tidak diundang atau
dilibatkan dalam proses penjaringan opini publik yang dilakukan oleh
konsultan.
3. Rendahnya Inisiatif Masyarakat dalam Menyampaikan
Masukan secara Resmi Kepada Pemerintah
Penyampaian secara resmi kepada pemerintah masukan untuk
rancangan RTRW tidak pernah dilakukan oleh pihak NGO, NGO lebih
banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai RTRW
melalui diskusi publik dan forum komunikasi di dalam masyarakat. Hal
ini dinyatakan oleh Kordinator Walhi sebagai berikut :
“... Walhi memeang tidak pernah menyampaikan masukan secara resmi ke pemerintah, kita lebih banyak melakukan kampanye sosialisasi mengenai RTRW yang sedang disusun kepada masyarakat dan kegiatan lainnya adalah menyampaikan opini kita melalui media massa, ini lebih efektif untuk sosialisasi
karena akan lebih banyak masyarakat yang membaca dan akhirnya mengetahui perkembangan penyusunan RTRW Kota Medan.” (Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)
Kondisi ini juga dinyatakan oleh pihak pemerintah sebagai berikut :
“... kalau masukan tertulis dari LSM kita tidak pernah menerimanya secara resmi, telepon juga tidak ada, paling masukan disampaikan dalam diskusi publik dalam pembahasan rancangan RTRW, itu saja.”(Wwancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Kondisi ini juga terjadi ketika pembahasan Ranperda RTRW yang
sedang dibahas Pansus, tidak ada masukan yang disampaikan langsung
kepada anggota Pansus RTRW. Publik hanya beropini di media saja,
tidak ada masukan tertulis atau pertemuan antara masyarakat dengan
DPRD yang diprakarsai oleh masyarakat untuk menyampaikan aspirasi
masyarakat. (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan, 16
Juni 2014)
Namun, oleh Kordinator Walhi Sumatera Utara dibyatakan bahwa
inisiatif masyarakat dalam menyampaikan masukan materi untuk
berpartisipasi dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan tidak
dilakukan secara sendiri-sendiri oleh NGO yang ada di Kota Medan,
masukan untuk materi RTRW di sampaikan kepada pemerintah melalui
sebuah yaitu Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU).
(Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)
V.3.2. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028
V.3.2.1. Inkonsistensi Waktu Penyusunan RTRW Kota Medan
akibat Pembaharuan Peraturan Perundang-undangan
Waktu yang dibutuhkan untuk proses penyusunan dan penetapan RTRW kota diupayakan seefektif mungkin, maksinal 24 (dua puluh empat) bulan, terdiri atas tahapan persiapan, pengumpulan data, analisis, perumusan konsepsi, dan penyusunan Ranperda membutuhkan waktu antara 8 (delapan) sampai 18 (delapan belas) bulan, dan selebihnya digunakan untuk proses legislasi sebagaimana diperlihatkan pada gambar 5.3.
Gambar 5.3 Jangka Waktu Penyusunan RTRW Kota menurut Permen PU N0. 17 Tahun 2009
Sumber: Permen PU No. 17 Tahun
Waktu yang digunakan untuk merumuskan RTRW Kota Medan
menjadi sangat panjang karena harus disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman penyusunan
RTRW Kota. Meski dalam Kepmen Kimpraswil No.327 Tahun 2002
tidak ditentukan waktu yang digunakan untuk menyusun RTRW Kota,
namun dalam Permen PU No. 17 Tahun 2009 seperti yang terlihat pada
Gambar 5.4 dinyatakan bahwa waktu yang digunakan untuk menyusun
RTRW dalam peraturan tersebut adalah dua tahun dengan rincian
delapan belas bulan pertama digunakan untuk merumuskan rancangan
RTRW dan rancangan Ranperda RTRW dan enam bulan yang tersisa
digunakan untuk proses penetapan rancangan RTRW menjadi RTRW
Kota Medan.
Hasil RTRW pada pengerjaan tahap kedua ini adalah RTRW
Kota Medan Tahun 2008-2028. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan
dalam waktu 3 (tiga) bulan kalender atau 90 (sembilan puluh) hari
kalender dengan rincian waktu dan kegiatan terlampir52. Namun, RTRW
ini tidak dapat langsung ditetapkan sebagai RTRW Kota Medan karena
diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang baru pada saat
dilakukannya proses penyusunan RTRW ini. Peraturan perundang-
undangan tersebut yaitu Permen PU No. 17 Tahun 2009 yang merupakan
pedoman teknis yang digunakan untuk mewujudkan nilai yang terandung
dalam UU Penataan Ruang, Permen PU No. Dibutuhkan penyesuaian
prosedur dan detail materi lagi dalam proses penyusunannya untuk
menjadi sebuah RTRW.
Proses penyempurnaan penyusunan RTRW hanya dilakukan
dalam waktu tiga bulan. Proses pembahasan Ranperda oleh BKPRD Kota
Medan menggunakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar satu tahun
sampai tahun 2009 dimana di tahun yang bersamaan diterbitkan pedoman
52 Lampiran 1
baru dalam penyusunan RTRW Kota yaitu Permen PU No. 17 Tahun
2009. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa waktu yang digunakan
untuk proses yang belum dilakukan dalam penyusunan RTRW 2008-
2028 yatu proses penetapan Ranperda RTRW menjadi Perda adalah
empat bulan. Kenyataan yang terjadi adalah Ranperda RTRW Kota
Medan yang telah selesai disusun tahun 2008 dan baru ditetapkan sebagai
Perda RTRW Kota Medan tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2011.
Peraturan perundang-undangan yang muncul yang membuat
keterlambatan proses penetapan rancangan RTRW Kota Medan menjadi
RTRW Kota Medan yang sah selain Permen PU No. 17 Tahun 2009
adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata
Ruang Daerah, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11 2009 tentang
Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya serta status
baru Kota Medan sebagai Kota Minapolitan yang ditetapkan pada tahun
2009 menyebabkan RTRW 2008-2028 yang telah dibuat harus
disempurnakan dengan melakukan penyesuaian terhadap peraturan
perundang-undangan yang baru diterbitkan tersebut. Kondisi ini
dijelaskan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda
Kota Medan mesebagai berikut :
“... jadi tahun 2008 itu sudah muncul konsep Ranperda tapi belum maksimal penyelesaiannya, tidak final disitu. Tahun 2009
muncul peraturan baru tentang pedoman penyusunan RTRW Kota. Itulah kami sesuaikan lagi. Peraturan pusat kan munculnya satu-satu jadi kami juga terus-terusan melakukan penyesuaian terhadap RTRW yang dikerjakan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)
Selama tiga tahun sejak tahun 2008 sampai tahun 2011, baik
pihak konsultan dan Pemerintah Daerah Kota Medan secara terus
menerus melakukan penyesuaian materi muatan dan prosedur
penyusunan RTRW Kota Medan dengan ketentuan yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
V.3.2.2. Komposisi Konsultan yang Kurang Mewadahi Muatan
RTRW Kota Medan
Secara garis besar tahapan kegiatan penyempurnaan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 yang dilakukan oleh konsultan terdiri atas empat tahapan utama, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, tahap penyusunan rencana dan tahapan konsultasi berupa diskusi, FGD, seminar dan sosialisasi rencana53.
Sebelum pelaksanaan penyusunan RTRW oleh konsultan54, pihak
konsultan menetapkan tim tenaga ahli yang akan melakukan penyusunan
terhadap RTRW Kota Medan. Tim tenaga ahli disusun berdasarkan
pemahaman masing-masing tenaga ahli terhadap pekerjaan yang
dilakukan. Berikut daftar tenaga ahli dalam penyusunan RTRW pada
tahun 2008:
53 Daftar kegiatan terlampir dalam lampiran 1 54 Konsultan pelaksana Penyempurnaan Perumusan RTRW 2008-2028 merupakan
konsultan pemenang tender yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Bappeda untuk kedua kalinya dalam proses penyusunan RTRW ini. Sebelumnya Bappeda melakukan pemberitaan kepada publik tentang akan dilaksanakannya penyempurnaan RTRW tahun 2006-2026 yang telah disusun sebelumnya oleh konsultan tahun kerja 2006.
1. Ahli Perencanaa Wilayah dan Kota (team leader) 2. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota 3. Ahli Prasarana Wilayah/Infrastruktur 4. Ahli Teknik Lingkungan. 5. Ahli Geodesi/geografi. 6. Ahli Ekonomi Pembangunan.
Tenaga ahli yang terlibat dalam proses penyempurnana
penyusunan RTRW Kota Medan tahun 2008 terdiri atas tenaga ahli dari
bidang fisik, sedangkan kebutuhan analisis penyempurnaan RTRW juga
mencakup bidang non-fisik yaitu bidang sosial kependudukan. Dalam
rencana kerja yang ditulis konsultan dalam Laporan Pendahuluan
Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2008-202855
direncanakan pelaksanaan pengumpulan data mengenai sosial
kependudukan yang terdiri atas :
1. Pertumbuhan penduduk. 2. Struktur penduduk menurut jenis kelamin. 3. Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan. 4. Struktur penduduk menurut usia dan kelompok umur. 5. Struktur penduduk menurut agama. 6. Adat istiadat/budaya yang ada di kawasan wilayah perencanaan.
Berdasarkan kebutuhan data yang direncanakan tersebut, maka
komposisi tenaga ahli yang disediakan konsultan belum sesuai dengan
kebutuhan Proses Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan
Tahun 2008-2028. Dibutuhkan tenaga ahli dari bidang sosial
kependudukan serta adat istiadat/keudayaan yang memahami kondisi
masyarakat Kota Medan, mengingat RTRW tidak hanya dituukan untuk
55 Daftar rincian tugas dan tanggung jawab tenaga ahli terlampir dalam lampiran 1
pembanguna fisik wilayah saja tetapi juga untuk pembangunan sosial
wilayah.
V.3.2.3. Bappeda sebagai Fasilitator dan Kordinator Penyusunan
RTRW Kota Medan
Tugas Bappeda dalam Penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota
Medan 2008-2028 adalah sebagai perwakilan pemerintah yang
bertanggung jawab dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan. Oleh
karena itu, tugas Bappeda adalah sebagai team leader sekaligus fasilitator
dalam mengkordinasi antara konsultan, pemerintah, DPRD dan
stakeholder lainnya. Sebagai team leader dan fasilitator dalam
penyusunan RTRW Kota Medan, Bappeda terlibat langsung dalam
beberapa proses penyusunan RTRW Kota Medan sejak RTRW tersebut
di susun di awal tahun 2006 sampai ditetapkan sebagai Peraturan Daerah
pada tahun 2011.
Pada tahap persiapan penyusunan RTRW, Bappeda melakukan
pemberitaan mengenai akan dilaksanakannya Penyusunan RTRW Kota
Medan, hal ini merupakan langkah awal pelibatan masyarakat dalam
proses penyusunan RTRW Kota Medan. Pemberitaan ini dilakukan oleh
Panitia Pengadaan melalui media cetak sekaligus pengumuman
dibukanya tender bagi masyarakat untuk melakukan proses penyusunan
RTRW Kota Medan56.
“... di awal penyusunan RTRW Panitia Pengadaan Bappeda melakukan pemberitaan ke masyarakat mengenai penyusunan RTRW melalui koran saja, pada saat itu e-government belum ada seperti saat ini. Pada tahun 2008 pemberitaan ini dilakukan lagi sekaligus pengumuman akan dilakukannya tender Penyusunan Penyempurnaan RTRW. Siapa saja boleh mengikuti proses tender untuk menyusun, tapi harus ada badan usahanya.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda, 28 Mei 2014)
Proses tender yang dilakukan pada tahun 2008 bukan untuk
menyusun RTRW dari awal melainkan hanya untuk melakukan
penyempurnaan RTRW yang telah disusun pada tahun 2008. Oleh karena
itu, penyusunan yang dilakukan berpedoman pada RTRW yang disusun
pada tahun 2006.
“... di TOR pun disebutkan penyusunan tahun 2008 disesuaikan dengan RTRW yang sudah ada itu RTRW 2006-2016 yang dipersiapkan konsultan yang dulu dan kajian apa yang harus ditambahkan di situ disebutkan juga. Ada beberapa bagian yang tidak ada di UU 24 tahun ’92 dan Kepmen Kimpraswil, nah itulah yang diserap di RTRW yang baru, tetapi menggunakan analisisnya harus mempedomani yang sudah ada. Sebetulnya penyusunan ini tdak dari awal. Cuma penambahan yang baru aja dari sepuluh tahun menjadi dua puluh tahun, harus ada kawasan strategis, kedalaman analisis harus sampai kelurahan, ya hal-hal seperti itulah.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
56 Pada proses penyusunan RTRW tahun 2006 yang berpedoman pada UU No. 24 Tahun
1992 dilakukan oleh konsultan publik berbeda dengan konsultan publik yang menyusun RTRW Kota Medan pada saat dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2007. Proses penyusunan pada tahun 2006 dilakukan oleh CV. Indah Karya, Bandung sedangkan pada proses tahun 2008 dilakukan oleh PT. Gama, Medan.
Setelah melakukan pemberitaan mengenai rencan penyusunan
RTRW dan pembukaan tender, proses penyusunan RTRW dilaksanakan
oleh konsultan sebagai pihak kedua. Bappeda selanjutnya berperan dalam
mengkoordinasikan seluruh tim dan mengevaluasi apakah penyusunan
yang dilakukan oleh konsultan sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Proses terkahir yang dilakukan konsultan adalah Perumusan
Konsep RTRW Kota Medan dan Perumusan Ranperda. Proses
selanjutnya yaitu penyusunan Ranperda dikembalikan kepada Bappeda
Kota Medan untuk disampaikan kepada DPRD agar mendapatkan
persetujuan bersama atas RTRW yang disusun sampai pada penetapan
Ranperda RTRW menjadi Perda RTRW Kota Medan. Ranperda RTRW
menjadi Perda RTRW Kota Medan 2011-2031 ditetapkan melalui proses
berikut :
Gambar 5.4 Proses Legislasi Perda RTRW Kota Medan Tahun 2011-
2031
Sumber : Penelitian Fitri, 2014
a. Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara
Sebagai salah satu dokumen yang harus ada pada saat pengajuan
subsatansi ke Kementerian PU, maka sebelumnya Pemerintah Daerah
Kota Medan melakukan permohonan rekomendasi terhadap RTRW Kota
Medan kepada Gubernur Sumatera Utara. Dokumen yang dilampirkan
ketika mengajukan permohonan ini adalah :
Rancangan Perda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan.
Berita acara Konsultasi Publik RTRW Kota Medan.
Rancangan Perda disiapkan oleh
SKPD yang ditunjuk oleh
Walikota
Pengajuan Rancangan Perda kepada BKPRD
Provinsi untuk di bahas dan mendapat
Rekomendasi Gubernur
Hasil pembahasan berupa rekomendasi
Gubernur diterima dan disampaikan walikota
ke Kementerian PU untuk dikonsultasikan
bersama BKTRN
Ranperda disahkan menjadi Perda oleh Sekretaris Daerah
Ranperda yang telah disetujui bersama DPRD
diajukan lagi kepada Gubernur untuk
dievaluasi
Hasil uji substansi di Kementeria PU diterima
oleh walikota dan disampaikan ke DPRD untuk mendapatkan
kesepakatan bersama dengan DPRD
Berita acara Pemaduserasian RTRW Kota Medan dengan RTRW
daerah yang berbatasan dalam hal ini RTRW Kabupaten Deli Serdang
tertanggal 4 November 2009.
RTRW yang diajukan untuk mendapatkan rekomendasi Gubernur
Sumatera Utara adalah RTRW yang telah disempurnakan pada tahun
2008. Rekomendasi atas RTRW Kota Medan dengan surat rekomendasi
Gubernur No. 050/551 tertanggal 17 Juli 2009 diberikan setelah melalui
proses pembahasan bersama BKPRD Provinsi Sumatera Utara dan
BKPRD Kota Medan dan juga dihadiri stakeholder dari pihak tenaga
ahli, akademisi, dan perwakilan masyarakat umum pada tanggal 11 Juni
2009. Rekomendasi Gubernur atas RTRW tersebut diberikan dengan
beberapa catatan penyempurnaan terhadap muatan substansi RTRW Kota
Medan 2008-2028 agar ditindaklanjuti. (Lembar Rekomendasi
Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028)
b. Persetujuan Substansi oleh Kmeneterian PU
Untuk menjamin kesesuaian muatan teknis Perda RTRW di
daerah makan perlu dilakukan persetujuan substansi terhadap rancangan
RTRW yang telah disusun daerah. Uji substansi ini dilakukan oleh
Kementrian PU yang pembahasannya dilakukan bersama BKTRN
(Badan Kordinasi Tata Ruang Nasional). Pengaturan mengenai proses uji
substansi ini dimuat dalam Permen PU No. 11 Tahun 2009 tentang
Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Ranperda tentang
RTRW Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya. Untuk melakukan
proses uji substansi ini dijelaskan dalam Permen PU No. 11 Tahun 2009
dalam Pasal 14 bahwa Ranperda RTRW harus telah melalui proses
pembahasan di BKPRD Kota dan kemudian mendapatkan rekomendasi
Gubernur. Untuk pelaksanaan di Kota Medan sendiri mengenai proses uji
substansi ini dijelaskan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Bappeda Kota Medan sebagai berikut :
“... kami susun Ranperda RTRW, kemudian minta rekomendasi gubernur dengan melampirkan laporan konsultasi publik dan Kesepakatan Bersama dengan Daerah Berbatasan. Kemudian ada persetujuan gubernur setelah itu baru kami minta persetujuan substansi ke Kementerian PU dengan melampirkan rekomendasi gubernur dan Kesepakatan Bersama dengan Daerah Berbatasan. Tapi data yang kita sampaikan ke provinsi itu data yang kita kerjakan pada tahun 2008 saja, kalau 2006 kan masih ada yang perlu diperbaiki. Pokoknya semua prosedur kita ikuti.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda, 28 Mei 2014).
Dalam melakukan permohonan persetujuan substansi ke
Kementerian PU ada beberapa dokumen yang dilampirkan Pemerintah
Daerah Kota Medan adalah :
Rancangan Perda Kota Medan tentang RTRW yang telah mendapatkan
rekomendasi Gubernur Sumatera Utara.
Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara terhadap Rancangan Perda
RTRW Kota Medan dengan surat rekomendasi No. 050/551 tertanggal
17 Juli 2009.
Berita acara Konsultasi Publik RTRW Kota Medan
Berita acara Pemaduserasian RTRW Kota Medan dengan RTRW daerah
yang berbatasan dalam hal ini RTRW Kabupaten Deli Serdang tertanggal
4 November 2009.
Persetujuan Substansi atas Ranperda RTRW Kota Medan
diajukan oleh Walikota Medan kepada Kemeterian PU tertanggal 6
Oktober 2009 diterbitkan oleh Kementerian PU tertanggal 20 Oktober
2010. Proses pengajuan permohonan sampai dengan diterbitkannya surat
persetujuan substansi menghabiskan waktu selma satu tahun. Menurut
Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan hal ini
terjadi karena adanya penetapan Kota Medan sebagai Kota Minapolitan
yang dilakukan tahun 2009 namun diakui beliau Pemerintah Daerah Kota
Medan sendiri baru mengetahuinya tahun 2010 ketika melakukan
permohonan persetujuan substansi di Kementrian PU. Hal ini
menyebabkan dilakukannya lagi proses penyempurnaan materi
Rancangan RTRW Kota Medan dengan memasukkan materi yang
berkaitan dengan status Medan sebagai kota Minapolitan.
“... pada tahun 2010 itu kan kita sedang mengajukan permohonan persetujuan substansi ke pusat. Tapi rancangan RTRW kita dikembalikan lagi karena harus mengadopt konsep Kota Medan sebagai Kota Minapolitan, jadi adanya perekonomian dibidang perikanan. Nah, materinya harus ditambah lagi itu. Setelah itu kita ajukan lagi ke pusat supaya persetujuan substansi kita dikeluarkan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Mei 2014)
Persetujuan substansi terhadap rancangan RTRW Kota Medan
diterbitkan Kementerian PU dengan surat berNo. HK 01 03-Dr/924
tertanggal 20 Oktober 2010.
c. Persetujuan Bersama oleh DPRD dan Pemerintah Kota Medan
Persetujuan bersama anatara DPRD dan Pemerintah Kota Medan
dicapai dengan Prolegda (Program Legislasi Daerah) yang berpedoman
pada ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Secara garis umum
prosedur legislasi RTRW Kota Medan adalah sebagai berikut :
Gambar 5. Prosedur Legislasi RTRW Kota Medan Tahun 2011-
2031
Sumber : Penelitian, 2014
Untuk proses legislasi RTRW Kota Medan di DPRD dimulai dengan
pengajuan Ranperda dari Kepala Daerah dalam hal ini dilakukan oleh
Prakarsa Penyiapan Ranperda
RTRW oleh Kepala Daerah
Penyampaian Ranperda
RTRW kepada Pimpinan
DPRD
Penyampaian Nota Pengantar
Kepala Daerah Kota Medan
tentang Ranperda RTRW Kota
Medan
Penyampaian Pemandangan
Umum Fraksi terhadap
Ranperda RTRW Kota Medan
Penyampaian Jawaban Walikota
Medan ataas Pemandangan
Umum Fraksi terhadap
Ranperda RTRW Kota Medan
sekaligus Pembentukan Panitia
Khusus RTRW Kota Medan
Penyampaian Pendapat Fraksi-
fraksi DPRD Kota Medan dan
Pengambilan Keputusan
Bersama serta
Penandatanganan Persetujuan
bersama terhadap Ranperda
RTRW Kota Medan
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan kepada Pimpinan DPRD
melalui Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Medan. (Wawancara dengan
Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota
Medan, 6 Mei 2014)
Ranperda yang sampai ke DPRD yang sampai ke Banleg akan
dievaluasi kelayakan legal draftingnya untuk masuk ke paripurna.
Setelah pemeriksaan legal drafting selesai Ranperda disampaikan oleh
Banleg ke pipinan DPRD dan Bagian Persidangan DPRD untuk
difasilitasi pelaksanaan paripurna Ranperda RTRW Kota Medan. Namun,
untuk persiapan seluruh jadwal paripurna Ranperda RTRW Kota Medan
adalah Badan Musyawarah DPRD Kota Medan. (Wawancara dengan
Kabag Persidangan DPRD Kota Medan, 16 Juni 2014)
Paripurna untuk proses legislasi Ranperda RTRW Kota Medan
dilaksanakan sebanyak empat kali. Pertama, Penyampaian Nota
Pengantar Kepala Daerah Kota Medan tentang Ranperda RTRW Kota
Medan yang dilaksanakan pada tanggal 21 Januari 2011. Kedua,
Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi terhadap Ranperda RTRW
Kota Medan yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2011. Ketiga,
Penyampaian Jawaban Walikota Medan ataas Pemandangan Umum
Fraksi terhadap Ranperda RTRW Kota Medan sekaligus Pembentukan
Panitia Khusus RTRW Kota Medan yang dilaksanakan pada tanggal 14
Februari 2011. Keempat, Penyampaian Pendapat Fraksi-fraksi DPRD
Kota Medan dan Pengambilan Keputusan Bersama serta
Penandatanganan Persetujuan bersama terhadap Ranperda RTRW Kota
Medan yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2011. Keseluruhan proses
paripurna ini mengundang Walikota Medan, Sekda Kota Medan, Pejabat
Pemerintah Kota Medan yaitu SKPD terkait juga Camat dari seluruh
kecamatan di Kota Medan serta Pers.
d. Evaluasi Gubernur
Setelah dilakukan persetujuan bersama antara Walikota Medan
dan DPRD Kota Medan, maka dilakukan evaluasi terhadap Ranperda
RTRW Kota Medan. Pengaturan mengenai evaluasi Ranperda RTRW ini
dimuat dalam Peraturan Menteri dalam Negeri No. 28 Tahun 2008
tentang Tata Cara Evaluasi Ranperda Tata Ruang Daerah.
Keharusan untuk melakukan evaluasi untuk Rancangan RTRW
Kota juga dijelaskan oleh Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kota Medan ebagai berikut :
“... ada empat peraturan daerah yang harus mendapatkan evaluasi dari Gubernur, yaitu ada Tata Ruang, APBD, Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah. Bagian Hukum memfasilitasi proses-proses legislasi ini, baik yang berhubungan dengan evaluasi ke Gubernur, proses legislasi ke DPRD, maupun ke Kemnterian.” (Wawancara dengan Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan, 7 Mei 2014)
Evaluasi rancangan Perda RTRW yang telah disepakati oleh
Walikota bersama DPRD Kota Medan tertanggal 12 Juli 2011 diajukan
lagi kepada Gubernur Sumatera Utara untuk mendapatkan evaluasi
paling lambat tiga hari kerja setelah dilakukannya persetujuan bersama.
Dalam mengajukan permohonan evaluasi ini dokumen yang dilampirkan
adalah :
Rancangan Perda Kota Medan tentang RTRW yang telah
mendapatkan persetujuan bersama antara Walikota dan DPRD Kota
Medan.
Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara terhadap RTRW Kota Medan
dengan surat rekomendasi No. 050/551 tertanggal 17 Juli 2009.
Surat persetujuan substansi RTRW Kota Medan dari Kementerian PU.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Gubernur dituangkan dalam
bentuk Keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Walikota pemohon
paling lambat lima belas hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan
perda tersebut. (Permendagri No. 28 Tahun 2008 pasal 20).
Namun sampai dua bulan sejak Ranperda diajukan untuk
mendapat evaluasi Gubernur, Keputusan Gubernur juga tidak
dikeluarkan untuk Ranperda RTRW Kota Medan. Dalam hal ini,
Walikota Medan mengambil kebijakan untuk malakukan pengesahan
terhadap Perda RTRW Kota Medan tanpa menunggu surat Keputusan
Gubernur tentang hasil evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan.
e. Penetapan RTRW Kota Medan 2011-2031
Meski tanpa Keputusan Gubernur mengenai hasil evaluasi
Ranperda RTRW Kota Medan, RTRW ini tetap sah sebagai Perda Kota
Medan. Hal ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup Bappeda Kota Medan :
“...setelah kita mendapatkan kesepakat bersama dengan DPRD tahap selanjutnya itu adalah evaluasi oleh Gubernur, di Permendagri ada jangka waktu yang dibutuhkan. Namun, Gubernur terlalu lama membalas permohonan evaluasi yang kita ajukan, jadi Pak Wali membuat kebijakan supaya memperdakan saja itu Ranperda RTRWnya, ini sah. Di Permendagri juga tidak ada dikatakan batal. Kita baru dapat Keputusan Gubernur mengenai hasil evaluasi itu pada bulan Desember, lama sekali menunggunya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)
Setelah melalui proses yang panjang selama enam tahun akhirnya
Rancangan RTRW Kota Medan ditetapkan sebagai RTRW yang sah oleh
Sekretariat Daerah Kota Medan yang dimasukkan ke dalam Lembar
Daerah dengan nama Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang
RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.
V.3.2.4. Keterwakilan Masyarakat oleh DPRD dalam Proses
Legislasi RTRW
Jarak antara pelaksanaan parpurna ketiga dengan paripurna
keempat menghabiskan waktu sekitar empat bulan. Dalam masa jeda ini,
DPRD dalam hal ini Panitia Khusus (Pansus) Penyusunan RTRW Kota
Medan melakukan pembahasan terhadap Ranperda RTRW Kota Medan
tahun 2010-2031. Kegiatan awal yang dilakukan Pansus dalam
melakukan pembahasan Ranperda RTRW tersebut adalah menentukan
pola pembahasan Ranperda RTRW. Setelah melakukan rapat internal,
maka pola pembahasan yang digunakan adalah pembahasan kondisi
perkecamatan. Pembahasan Ranperda selanjutnya dilakukan bersama
dengan Bappeda, Dinas TRTB dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kota Medan. Pembahasan Ranperda RTRW dilakukan dengan dengan
melakukan perbandingan Ranperda RTRW dengan naskah akademis
RTRW yang dipersiapkan Pemerintah Daerah Kota Medan. (Wawancara
dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni
2014)
Selanjutnya Pansus melakukan kunjungan kerja ke wilayah yang
dicantumkan pada RTRW dan kawasan batas wilayah Kota Medan.
Kunjungan ini dilakukan bersama SKPD terkait ke daerah perbatasan
Medan sebelah Timur untuk mengkaji batas wilayah Kota Medan dan ke
sebelah Utara untuk mengkaji kebutuhan Kota Medan akan tanaman
mangrove. Seperti dinyatakan oleh Ketua Pansus RTRW :
“... waktu itu kita kunjungan lapangan dengan instansi terkait ke seblah Timur kota Medan, kita lihat perlu dilakukan penentuan batas alam untuk Kota Medan, dan ketika kunjungan ke Utara kita lihat banyak lahan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak dan industri. Ini harus dikembalikan fungsinya yang benar.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)
Melihat kondisi ini, Pansus RTRW merasa perlu untuk
melakukan diskusi dengan masyarakat yang berada di kawasan mangrove
untuk mendapatkan solusi permasalahan tersebut. Diskusi yang
dilakukan dengan masyarakat berjalan dengan baik, masyarakat
menyampaikan pendapat mereka mengenai permasalahan mangrove.
Namun, diakui oleh Ketua Pansus RTRW bahwa diskusi kurang berfokus
pada permasalahan RTRW yang sedang dibahas pada masa itu.
“... pada saat kunjungan kebanyakan masyarakat berharap mereka mendapatkan infrastruktur yang bagus, kalau soal RTRW yang dibawa kesana kurang difokuskan.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)
Pernyataan diatas diperjelas oleh salah satu anggota Pansus
RTRW :
“... kita tidak ada cerita tentang hal lain, kita ke masyarakat khusus melihat lahan mangrove. Setelah itu kita sampaikan ke Pemko permasalahan ini kemudian kita diskusikan permasalahan ini.” (Wawancara dengan Anngota Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)
Selain melakukan diskusi dengan masyarakat di kawasan
mangrove, Pansus juga pernah melakukan public hearing dengan pejabat
pemerintahan daerah kunjungan seperti dengan camat dan lurah, namun
kegiatan ini dirasa kurang maksimal oleh Ketua Pansus RTRW dalam
menjaring aspirasi publik.
“... sebenarnya opini publik publik perlu dalam proses ini, namun terus terang pada saat kita undang maysarakat pada waktu itu, ya memang kita tidak mengundang secara kelembagaan lain. Pada saat kunjungan kita hanya minta kepada lurah untuk datang dan juga menghadirkan masyarakatnya tapi ya pasrtisipasinya masih sangat tipis.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)
Tabel ringkasan proses penyusunan Perda Kota Medan No. 13
Tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.
Tabel 5.1 Proses Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031
No Tahun Peraturan Perundang-undangan Keterangan Proses
Penyusunan RTRW Kota Medan
1. 2006
UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016.
Masa berlaku RTRW Kota Medan adalah 10 tahun
2. 2007 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Masa berlaku RTRW Kota Medan berubah menjaadi 20 tahun.
3. 2008
Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang Tata Ruang Daerah
Dilakukan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 dengan UU No. 26 Tahun 2007 namun pedoman penyusunannya masih menggunakan Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002.
4. 2009
Permen PU No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota
Surat Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara No. 050/5517
Dilakukan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 dengan UU
tentang Rekomendasi Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 tertanggal 17 Juli 2009
Penetapan Kota Medan sebagai Kota Minapolitan oleh Pemerintah Pusat
No. 26 Tahun 2007 dan penyempurnaan proses penyusunan serta penambahan muatan materi teknis yang di sesuaikan dengan Permen PU No. 17 Tahun 2009
18 Maret 2009 pengajuan permohonan Rekomendasi Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028
6 Oktober 2009 pengajuan Persetujuan Substansi atas Ranperda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan
5. 2010
Surat Persetujuan Substansi Kementerian PU No. HK 01 03-Dr/924 tentang Persetujuan Substansi Kementerian PU atas Ranperda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan tertanggal 20 Oktober 2010
Penambahan materi RTRW berkaitan dengan penetapan Medan sebagai Kota Minapolitan.
6. 2011
Keputusan DPRD Kota Medan No. 188.342/5520/Kep-DPRD/2011 Tentang Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2030 Tertanggal 12 Juli 2011
Persetujuan Bersama DPRD Kota Medan Dan Pemerintah Kota Medan No.
Pengajuan Evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan Kepada Gubernur Sumatera Utara
Pengesahan Ranperda RTRW Kota Medan oleh Sekretaris Daerah Kota Medan
188.342/5521/Kep-DPRD/2011 Tentang Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2030 Tertanggal 12 Juli 2011
Keputusan Gubernur Sumatera Utara tentang Evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031
Sumber : Penelitian, 2014
BAB VI
DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA
MEDAN TAHUN 2011-2031
Muatan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kota
Medan Tahun 2011-2031 memiliki pengaruh yang besar bagi seluruh stakehoder
yang ada di Kota Medan dalam hal pembangunan baik fisik maupun non fisik.
Apalagi mengingat RTRW tersebut berlaku selama dua puluh tahun, oleh karena
itu partisipasi seluruh stakeholder merupakan hal yang penting dalam penyusunan
RTRW tersebut.
VI.1. Publikasi Efektif
Publikasi mengenai sebuah proses pengambilan keputusan publik yang
akan atau sedang dilaksanakan merupakan proses penyebaran informasi dari
pemerintah yang dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan
kekuatan politik masyarakat. Informasi yang diterima dapat digunakan publik
untuk menganalisis permasalahan dalam hidupnya serta memberikan solusi yang
akan digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Publikasi informasi bukan
sekedar pemberitahuan isu atau permasalahan yang akan diselesaikan pemerintah
dalam bentuk kebijakan publik, publikasi informasi haruslah dilakukan secara
efektif sebagai upaya penyadaran masyarakat untuk terlibat dalam menentukan
keputusan publik yang akan mempengaruhi kehidupannya. Selain itu, publikasi
efektif juga akan memudahkan pemerintah dalam mengumpulkan masukan dari
masyarakat dalam proses penyusunan sebuah kebijakan publik karena masyarakat
sudah mengetahui dan sadar mengenai apa masalah dan atau kebutuhan mereka
serta bagaimana solusi yang tepat diberikan dalam hal ini nantinya akan
dituangkan dalam sebuah kebijakan publik.
Salah satu saluran yang digunakan pemerintah Kota Medan untuk
berkomunikasi dengan seluruh stakeholder yang ada di Kota Medan adalah
melalui website resmi pemerintah Kota Medan dengan alamat
www.pemkomedan.go.id. Semua aktivitas yang berkaitan dengan rencana,
kegiatan, dan laporan kegiatan yang dilakukan seluruh instansi/dinas yang berada
di naungan Pemerintah Kota Medan termasuk juga rancangan daerah dan
lembaran daerah yang berbentuk peraturan daerah idealnya di publikasikan pada
situs tersebut sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat Kota Medan.
Situs ini merupakan situs yang terbuka sehingga seluruh masyarakat dapat
mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan. Situs ini tidak dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk mempublikasikan penyusunan RTRW 2011-2031 karena di
awal penyusunan pada tahun 2006 situs tersebut belum ada. Namun pada tahun
berikutnya dimana situs telah diresmikan, situs ini juga belum digunakan
pemerintah untuk mensosialisasikan bahwa pemerintah sedang melakukan
penyusunan RTRW. Hal ini diakui oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup Bappeda bahwa dalam penyusunan RTRW 2011-2031 tidak ada sosialisai
yang memanfaatkan situs resmi pemerintah Kota Medan tersebut.
Upaya sosialisasi terhadap rencana penyusunan RTRW Kota Medan
dilakukan secara melalui media cetak oleh Panitia Pengadaan Bappeda Kota
Medan. Namun upaya ini tidak efektif karena jangkauan informasi tidak
menyentuh seluruh masyarakat. Sosialisasi penyusunan yang dilakukan Panitia
Pengadaan merupakan pemberitaan akan dilaksanakannya tender penyusunan
RTRW Kota Medan, jadi hanya kalangan tertentu saja yaitu pihak konsultan yang
bergerak dibidang penyusunan kebijakan publik saja yang tertarik pada
pemberitaan tersebut.
Meski pemerintah mengakui bahwa partisipasi dari seluruh stakeholder di
Kota Medan sangat dibutuhkan sebagai masukan untuk RTRW tersebut agar
RTRW yang disusun sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi upaya
sosialisasi yang dilakukan pemerintah mengenai akan diadakannya penyusunan
RTRW hanya dilakukan pemerintah lewat koran saja. Minimnya upaya sosialisasi
ini tidak sejalan dengan pendapat pemerintah mengenai pentingnya partisipasi
publik dalam penyusunan RTRW tersebut.
Sikap partisipatif dan upaya melibatkan masyarakat dalam pembuatan
RTRW ini justru datang dari kalangan pers dengan melakukan pemberitaan proses
penyusunan RTRW dan substansi yang dibahas tapi tidak mendetail. Dalam hal
ini pers menjadi media komunikasi tidak langsung antara masyarakat dengan
pemerintah. Namun hal ini juga tidak dapat dikatakan sebagai proses sosialisasi
yang efektif karena tidak semua masyarakat memahami RTRW dengan baik. Ini
terlihat dari pemberitaan yang terdapat dalam beberapa situs pemberitaan di Kota
Medan, yang disampaikan masyarakat hanya seputar keluhan masyarakat
mengenai ligan ngkungan tempat tinggal mereka seperti jalanan rusak, banjir, dan
nlainnya.
Sosialisasi mengenai penyusunan RTRW Kota Medan juga dilakukan oleh
pihak Non Government Organization (NGO). NGO seperti Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) melakukan forum sosialisasi yang berkaitan dengan materi
maupun proses penyusunan RTRW. Seperti yang dinyatakan oleh pengurus Walhi
Sumatera Utara :
“... pada saat penyusunan RTRW Walhi berpartisipasi dalam hal melakukan sosialisasi di masyarakat mengenai RTRW yang sedang disusun. Ada juga kita melakukan diskusi, itu kita lakukan dengan mengundang seluruh stakeholder yang terkait dengan RTRW termasuk pemerintah dengan tujuan pemerintah mendengarkan masukan yang ada di publik.” (Wawancara dengan Sahrul Manik, Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)
Mengenai akses untuk mendapatkan rancangan materi teknis maupun
Ranperda, pemerintah tidak mensosialisasikannya melalui situs resmi pemerintah
maupun sarana publikasi lain. Oleh Kasubid Lingkungan hidup dinyatakan bahwa
pemko Medan tidak memanfaatkan situs e-government milik pemko Medan untuk
menyebarkan naskah materi teknis maupun naskah Ranperda. Oleh pihak NGO
dinyatakan bahwa untuk mendapatkan naskah Ranperda dibutuhkan akses dengan
DPRD. Berikut pernyataan pihak Wahi Sumatera Utara :
“... untuk mendapatkan informasi apa pun dari pemerintah kita itu harus jemput bola istilahnya. Walaupun kata pemerintah tidak tertutup saluran partisipasi tapi kita harus tau kan apa yang ingin disampaikan? Maka dari itu kita harus datang ke pemko mendapatkan informasi tentang RTRW atau menghubungi kenalan yang ada di pemko. Untuk naskah Ranperda sendiri kita mendapat dari DPRD.” (Wawancara dengan Sahrul Manik, Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)
Fakta-fakta ini menjelaskan penjelasan bahwa penjelasan mengenai
penyusunan RTRW Kota Medan belum dilakukan dengan baik. Pentingnya
sosialisasi penyusunan RTRW oleh pemerintah masih sebatas ketentuan normatif,
diatur dalam peraturan perundangan, namun belum dipraktikkan oleh pihak yang
bertanggung jawab melakukan sosialisasi dalam hal ini pemerintah.
VI.2. Pelibatan Stakeholder
Pelibatan adalah pemerintah bekerja dengan warga di dalam keseluruhan
proses penyusunan kebijakan agar aspirasi warga selalu dipertimbangkan.
Pelibatan mengasumsikan masyarakat terlibat penuh dalam proses pembahasan
kebijakan sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan. Pelibatan masyarakat ini
juga harus memberi ruang kepada masyarakat untuk memberikan pendapatnya
dan pendapat tersebut dipertimbangkan. Dalam pelibatan, masukan masyarakat
diperhatikan, sedangkan dalam publik hearing masukan masyarakat hanya
dianggap sebagai input semata. Dengan sifatnya yang demikian public hearing
memiliki manfaat yang terbatas.
a. Pelibatan dalam Perencanaan dan Penyusunan
Penyusunan RTRW seperti dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang
dan Lingkungan Hidup Bappeda dilakukan oleh Bappeda sebagai instansi
yang menerima anggaran dalam menyusun RTRW tersebut. Penyusunan
RTRW ini sebagian besar prosesnya dilimpahkan kepada pihak konsultan
yang terdiri dari tenaga ahli dari berbagai bidang. Hal ini merupakan suatu
upaya yang dilakukan untuk melibatkan stakeholder dalam penyusunan
RTRW tersebut.
Pekerjaan konsultan juga tidak sebatas diskusi diantara tenaga ahli
saja, pihak konsultan melakukan berbagai cara untuk melibatkan masyarakat
umum dalam penyusunan ini. Menurut pihak konsultan proses perencanaan
yang dilaksanakan ini bersifat partisipatif yaitu perlu melibatkan masyarakat
dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam memperoleh data dan
informasi secara akurat di lapangan. Data yang diperoleh bisa dari data
sekunder maupun data primer. Untuk mengaplikasikan gaya partisipatif
tersebut, proses perencanaan ini memerlukan berbagai teknik pengumpulan
data dan informasi dilapangan. Diantara teknik-teknik yang dapat digunakan
dan relevan adalah teknik wawancara (interview), teknik diskusi (FGD),
teknik konsultasi publik, studi literatur, kuesioner (angket), studi lapangan,
studi dokumentasi dan survei/observasi/pengamatan langsung.
Dalam upaya pelibatan masyarakat melalui konsultan ini,
partisipasi masyarakat juga masih rendah. Hal ini menurut Kasubid Tata
Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan disebabkan oleh masih
rendahnya pemahaman publik terhadap RTRW. Dilihat dari proses awal
penyusunan RTRW, pemahaman publik yang rendah mengenai RTRW
disebabkan oleh kurangnya sosialisasi pemerintah akan RTRW itu sendiri.
Di sisi lain, sikap pemerintah yang kurang baik dalam menyerap
aspirasi publik selama ini juga menjadi salah satu alasan rendahnya
partisipasi publik dalam penyusunan RTRW ini. Rendahnya kemampuan
pemerintah dalam menyerap aspirasi publik ini dipertegas oleh Pengurus
Walhi Sumatera Utara, menurutnya masyarakat memiliki tingkat partisipasi
yang tinggi dalam mengawal penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031
ini terbukti dengan adanya forum-forum sosialisasi dan konsultasi yang
dilaksanakan bersama stakehoder dan pemerintah, serta dibentuknya sebuah
aliansi oleh beberapa Non Government Organization (NGO) untuk
mengawal penyusunan RTRW di seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara yang dinamai Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara.
Sebagaimana pernyataan dalam wawancara ang dilakukan pada 11 Juli
2014 :
“... stakeholder itu kalau dikatakan tidak peduli salah ya, Walhi melakukan forum diskusi dengan masyarakat mengenai pembentukan RTRW tersebut, kami juga mengundang pihak pemerintah dalam forum tersebut supaya pemerintah mendengar masukan dari publik untuk RTRW itu. Selain itu ketika pemerintah mengadakan diskusi yang mengundang publik kami juga menghadirinya dan menyampaikan masukan dari publik yang telah dilakukan dalam forum diskusi sebelumnya ke pemerintah. Malah, Walhi beserta beberapa NGO lainnya membentuk suatu aliansi yang disebut APTRSU. Aliansi ini mewadahi masukan dari teman-teman NGO seperti yang kosen ke anak, ke kesehatan, dan walhi sendiri ke lingkungan hidup.” (Wawancara dengan Sahrul Manik Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)
Namun demikian, diakui bahwa Walhi tidak pernah menyampaikan
masukan secara resmi kepada pemko Medan diluar forum diskusi yang
dilaksanakan Walhi maupun pemko, Walhi banyak menyampaikan opini di
media massa sebagai bentuk sosialisasi kepada publik mengenai RTRW.
Penyampaian secara resmi mengenai masukan dari NGO berkaitan dengan
RTRW diakomodir oleh APTRSU agar masukan yang diberikan lebih
menyeluruh.
Pelibatan masyarakat yang dilakukan oleh pihak DPRD juga masih
tidak efektif, kunjungan kerja lapangan sekaligus diskusi dengan masyarakat
di daerah mangrove di utara Kota Medan terbatas pada pembahasan
mengenai alih fungsi lahan yang dahulunya mangrove menjadi kawasan
ttambak dan industri. Kawasan mangrove ini diharapkan dikembalikan
fungsi aslinya. Oleh karena itu masyarakat dan DPRD mendiskusikan soal
status tanah mereka yang di dalam RTRW Kota Medan tersebut diatur
mengenai mekanisme penggantiannya.
b. Pengaruh Pelibatan terhadap RTRW Kota Medan 2011-2031
Meski tingkat partisipasi masyarakat dinilai masih rendah dalam proses ini, bukan berarti masyarakat tidak memberikan masukan yang berarti dalam RTRW tersebut. Dalam proses penjaringan aspirasi publik yang dilakukan oleh konsultan bersama pihak pemerintah yang melibatkan seluruh LPM dari seluruh kelurahan yang ada di Kota Medan, isu ketimpangan kemajuan dalam bidang pembangunan yang dirasakan masyarakat Medan Utara memberikan sebuah masukan yang sangat besar dalam RTRW tersebut.
Aspirasi masyarakat Medan Utara yang menginginkan dilaksanakannya pelayanan publik serta pembangunan di Medan Utara sama baiknya dengan daerah yang dekat dengan pusat Kota menjadikan RTRW Kota Medan menjadi salah satu dari sedikit RTRW Kota di Indonesia yang mempunyai dua pusat kota, dengan penambahan sebuah Pusat Kota Utara di daerah Brayan. Aspirasi ini menurut akademisi USU diserap dengan baik oleh pemerintah karena adanya isu bahwa masyarakat Medan Utara akan melakukan tuntutan pemekaran dilakukan di daerah Medan Utara kalau Pemerintah Daerah Kota Medan tidak mampu melakukan pelayanan dan pembangunan yang merata di Kota Medan, khususnya daerah Medan Utara.
Di tingkat pembahasan di legislatif, pengaruh keterlibatan publik diwakilkan kepada DPRD sebagai wakil rakyat di pemerintahan. Ada perubahan yang terjadi pada pasal-pasal di Ranperda RTRW. Namun, ini adalah hasil kunjungan kerja DPRD ke kawasan perbatasan di Kota Medan.
VI.3. Konsultasi Publik
Konsultasi publik dalah menjaring pendapat dan tanggapan masyarakat
terkait dengan rancangan pembahasan peraturang daerah. Konsultasi publik
merupakan upaya pelibatan masyarakat dalam upaya pelibatan masyarakat dalam
pembahasan suatu ranperda. Pelibatan terutama diarahkan kepada masyarakat
yang terkena dampak kebijakan. Dalam konsultasi publik, yang dicari adalah
keragaman dan kekayaan informasi, data, pandangan, serta pendapat dan bukan
sekedar keterwakilan kehadiran masyarakat.
Konsultasi publik pembahasan Ranperda RTRW yang dilakukan oleh
pihak pemerintah dalam bentuk seminar. Seminar ini melibatkan berbagai
stakeholder. Namun dalam konsultasi publik yang dilakukan ini, masyarakat juga
tidak banyak mengemukakan pendapatnya. Masyarakat umum hanya memberi
sedikit tanggapan karena kurang memahami rancangan RTRW dan Ranperda
yang diseminarkan dan pihak akademisi merasa tidak terdapat hal penting untuk
ditanggapi dalam Ranperda RTRW tersebut.
Sedangkan konsultasi publik yang dilakukan oleh pihak DPRD adalah
hearing dengan masyarakat di daerah yang dikunjungi oleh DPRD. Tema hearing
yang dilakukan oleh DPRD dengan masyarakat terfokus pada kondisi yang
terdapat dalam masyarakat di daerah yang dikunjungi oleh DPRD. Untuk daerah
yang tidak dikunjungi oleh DPRD tidak dilakukan konsultasi publik.
VI.4. Pengawasan oleh Stakeholder
Dalam negara demokrasi peran masyarakat sangat penting dalam
pengambilan kebijakn publik. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
kebiakan penting dilakukan untuk memastikan produk kebijakan tepat sasaran dan
sesuai dengan kepentingan masyarakat. Arti penting dari keterlibatan tidak hanya
dalam proses pembuatan kebijakan tetapi juga dalam proses pengawasan dan
pelaksanaan kebijakan.
Keterlibatan masyarakat pada tahap pengawasan menunjukkan tingkat
partisipasi yang sebenarnya. Pada tingkat partisipasi tersebut, masyarakat diwakili
oleh delegasi dari stakeholder, kelompok kepentingan, kelompok marginal,
individu-individu yang aktif (active citizen) atau siapa saja yang memberikan
kontribusi dalam proses legislasi dan posisi mereka untuk melakukan pengawasan
agar produk-produk hukum memenuhi standar nilai dan kepentingan masyarakat.
Pengawasan masyarakat pada penyusunan RTRW ini tidak mencapai
tingkat yang efektif. Meskipun diakui oleh pihak akademisi bahwa pihak
pemerintah sendiri membuka segala saluran partisipasi, baik pihak pemerintah
kota maupun pihak DPRD mengakui tidak mendapat tanggapan langsung dari
masyarakat mengenai RTRW tersebut. Kalaupun ada tanggapan masyarakat yang
masuk mengenai kondisi infrastruktur yang rusak serta fasilitas pelayanan publik
yang kurang baik, hanyalah sebuah reses yaitu aspirasi yang dibawa oleh DPRD
dari masyarakat di daerah pemilihannya.
Inisiatif pengawasan masyarakat kebanyakan dilakukan oleh pihak LSM
terutama yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Namun, pengawasan yang
dilakukan hanya melalui opini yang disampaikan kepada media massa saja. Pihak
pemerintah mengakui tdak pernah menerima surat atau telepon dari LSM dalam
hal pengawasan terhdap proses dan substansi RTRW tersebut.
BAB VII
PENUTUP
VII.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran dan hasil peneletian yang telah peneliti paparkan
pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Proses penyusunan Kebijakan Rencana Tata Ruang Kota Medan Tahun
2011-2031 merupakan sebuah proses penyusunan Peraturan Daerah yang
sangat panjang. Penyusunan terhadap kebijakan ini dilakukan dalam dua
kali penyusunan. Pertama, proses penyusunan RTRW dilakukan pada tahun
2006 dengan berpedoman pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan
ruang. Kedua, proses penyempurnaan penyusunan RTRW dilaksanakan
pada tahun 2008 setelah berakhirnya masa UU No. 24 Tahun 1992
digantikan dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Penyusunan kebijakan ini melibatkan banyak pihak yaitu eksekutif kota
terdiri atas waikota, Bappeda, BKPRD, dan istansi terkait lainnya, legislatif
kota, konsultan penyusunan RTRW, eksekutif pusat dalam hal ini
kementerian PU dan stakeholder kota Medan.
2. Dalam penyusunan ini pemerintah kurang maksimal dalam meningkatkan
kesadaran hak dan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan RTRW
Kota Medan Tahun 2011-2031. Upaya yang dilakukan pemerintah masih
bersifat parsial dan tidak menjangkau seluruh stakeholder di Kota Medan,
misalnya melakukan pengumuman tender penyusunan sehingga informasi
ini kurang menyentuh masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam
penyusunan RTRW tersebut. Meskipun tidak masksimal dalam melakukan
sosialisasi, tapi pemerintah terbuka terhadap seluruh masukan yang
disampaikan publik. Tugas untuk melibatkan masyarakat lebih banyak
dilimpahkan kepada konsultan penyusun RTRW karena pada dasarnya
sebagian besar proses penyusunan merupakan tanggung jawab konsultan
yang dikordinasikan dengan pemerintah dalm prosesnya. Dari pihak DPRD
Kota Medan, pelibatan masyarakat dilakukan dengan mengunjungi
masyarakat langsung dan melakukan diskusi publik dalam kunjungannya.
3. Inisiatif masyarakat untuk terlibat dalam penyusunan RTRW kota masih
sedikit karena kurangnya pemahaman masyarakat umum terhadap RTRW.
Lembaga sosial di dalam masyarakat juga kurang tertarik terhadap proses
penyusunan RTRW tersebut. Meskipun inisiatif masyarakat kurang dalam
berpartisipasi, namun aspirasi yang sedikit dari masyarakat mampu
memberikan masukan dalam pembuatan keputusan publik, yaitu dengan
dibangunnya sebuah pusat kota baru di Utara Medan. Ini menjadikan kota
Medan sebagai salah satu kota yang memiliki dua pusat pertumbuhan di
dalam satu kota.
4. Publikasi yang dilakukan terhdapa kebijakan RTRW yang dibahas tidak
dilakukan dengan efektif. Publikasi dilakukan dengan media terbatas dan
hanya terbatas kepada kalangan tertentu saja, terutama kalangan akademisi
dan masyarakat yang diketahui pemerintah berkompeten dalam
bermusyawarah. Publikasi yang terbatas, sebanding dengan minimnya
partisipasi masyarakat karena terbatasnya publikasi menyebabkan
penyebaran informasi rancangan kebijakan tidak sampai kepada masyarakat
luas sehingga masyarakat tidak memiliki ide untuk menyampaikan
informasi.
5. Partisipasi publik dalam penyusunan RTRW masih bersifat tokenisme.
Keterlibatan publik dalam penyusunan kebijakan bersifat semu. Namun
untuk satu topik yaitu pembangunan pusat pertumbuhan utara memberikan
dampak yang besar dalam kebijakan tersebut.
VII.2. Saran
1. Sosialisasi peraturan tentang partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan
masih perl ditingkatkan dan jangkauannnya diperluas. Harapannya,
masyarakat memahami haknya sebagai warga negara untuk terlibat dalam
proses pembuatan kebijakan palagi mengingat kebiakan RTRW ini
berpengaruh bagi masyarakat Kota medan selama dua puluh tahun.
2. Pemerintah diharapkan membuat forum atau pertemuan yang mencakup
sebanyak mungkin stakeholder yang diorientasikan sebagai mitra
pemerintah dalam pembuatan kebijakan. Diharapkan forum tidak hanya diisi
oleh elemen masyarakat yang biasanya mendukung kebijakan pemerintah,
tetapi juga mengakomodir kepentingan kelompok masyarakat miskin dan
kaum marginal.
3. Pemerintah diharapkan mampu menyerap dengan baik aspirasi masyarakat
dalam setiap forum diskusi terutama Musrembang agar meningkatkan
tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sehingga meningkatkan
tingkat pasrtisipasi masyarakat. Perlu dilakukan peningkatan proses
persiapan, pelasanaan design kegiatan Musrembang dan mekanisme
feedback aspirasi masyarakat terhadap program yang dibuat pemerintah
agar lebih mencerminkan proses partisipasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bajuri, Abdul Kahar dan Teguh Yuwono. 2002. Kebijakan Publik Konsep dan
Strategi. JLP UNDIP: Semarang.
Balitbang Departemen Hukum dan HAM. 2008. Laporan Studi Kasus
Pengembangan Model Partisipasi Warga dalam Tata Pemerintahan dan
Demokrasi Lokal. Local Government Support Program dan PP Lakpesdam
NU, tidak diterbitkan dalam Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi
sebagai Pelaksana Hak Politik.
Balitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI.2003. Partisipasi Publik dalam
Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang Departemen
Kehakiman dan HAM RI: Jakarta.
Branch, C. Melville. 2005. Perencanaan Kota Komprehensif. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. P.T Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Budiharjo, Eko. 2011. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan. Penerbit P.T
Alumni: Bandung
dan Wilayah. Penerbit ITB Bandung: Bandung.
Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press
Haris, Syamsuddin. 1995. Demokrasi Indonesia. LP3S: Jakarta.
Hasan, Iqbal M. 2002. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Ife, Jim dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development (Alternatif
Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi). Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Islamy, Irfan. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan kebijakan Negara. Bumi Aksara:
Jakarta
Jayadinata, J.T. 1986. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan,
Perkotaan,
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES: Jakarta.
Kelompok Studi Indonesia. 1999. Menegakkan Demokrasi. Yayasan Studi
Indonesia: Jakarta.
Mengisi Kerangka Demokrasi Liberal. Friedrich-Ebert-Stiftung (FES): Jakarta.
Meyer, Thomas. 2012. Demokrasi Sosial dan Libertarian : Dua Model yang
Bersaing dalam
Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Gajah Mada University Press: .
Yogyakarta.
Nugroho, Riant. 2008. Publik Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.
Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah. PT.
Gramedia Widiasari Indonesia: Jakarta. Hal.
Rodiyah. Aspek Demokrasi Pembentukan Peraturan Daerah dalam Perspektif
Socio-Legal. Urnal online Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang:
Semarang.
Sasmita, dkk. 2008. Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan
Daerah. Departemen Hukum dan HAM RI: Jakarta.
Seidman, Ann, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere. 2001. Penyusunan
Rancangan Undang-undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang
Demokratis. Jakarta : Proyek ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia.
Sholikin, M. Nur dan Simon Butt. 2009. Pembuatan Peraturan di Parlemen
Daerah (DPRD). Crawford School of Economics and Government at The
Australian National University.
Singarimbun, Masri. 2006 .Metode Penelitian Survay. LP3ES: Jakarta.
Speer, Johanna. 2011. Participatory Governance, Accountability, and
Responsiveness: A Comparative Study of Local Public Service Provision. in
Rural Guatemala. Dissertation. Landwirtschaftlich-Gärtnerischen Fakultät
der Humboldt-Universität zu Berlin.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif:
Tatalangkah danTeknik-teknik Teoritisasi Data (terj: Muhammad Sodiq
dan Imam Muttaqien).(Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2003
Suciati. 2006. Partsipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata
Ruang Kota Pati. Tesis pada Program Pasca Sarjana Magister Teknik
Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Suhirman. 2004. Kerangka Hukum dan Kebijakan tentang Partisipasi Warga di
indonesia. Laporan Penelitian Independen The Ford Foundation: Bandung
Sutop, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya
dalam Penenlitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Taher, Elsa Pedi. 1994. Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi di
Indonesia. Paramadina: Jakarta.
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Lukman
Offset YPAPI: Yogyakarta.
Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Admiistrasi Publik Kontemporer. Kencana : Jakarta
Sumber Internet :
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=284
9:duka-anak-sang-petani-meledak-bom&catid=37:aceh ( diakses pada
tanggal 1 Oktober 2013 pukul 02.15 WIB)
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=190
836:trtb-amburadul-medan-langganan-banjir&catid=14:medan&Itemid=27
(diakses pada 1 Oktober 2013 01.09 WIB)
http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=312 (diakses
pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 01.00 WIB)
http://beritasore.com/2011/07/14/walhi-akan-gugat-walikota-2/ diakses pada 5
Februari 2014 pukul 15.16 WIB
http://www.scribd.com/doc/205367441/Memfasilitasi-Konsultasi-Publik diakses
pada 10 Maret 2014 pukul 18.45 WIB
Lampiran 1
5.1 MEKANISME PELAKSANAAN PEKERJAAN
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan
dilaksanakan oleh pihak kedua (konsultan). Pemberi kerja/pengguna jasa adalah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan. Pekerjaan
ini dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat (perwakilan
masyarakat) dalam proses perencanaan dan pengendaliannya yang didampingi
oleh Pemerintah Kota Medan sebagai fasilitasor (sebagaimana diamanatkan oleh
UU RI No. 26/2007, Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum RI No.
19/SE/M/2007 dan Kepmen Kimpraswil No. 327/2002). Selain itu dilakukan
penyebaran informasi secara merata kepada masyarakat di Kota Medan,
sehingga masyarakat diberikan kesempatan yang sama. Oleh karenanya,
konsultan harus terus berkonsultasi dengan pemerintah daerah dalam
melaksanakan pekerjaan ini.
Agar seluruh komponen masyarakat merasa memiliki terhadap produk
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan, maka partisipasi
masyarakat perlu difasilitasi. Dalam penyelenggaraanya diperlukan pembahasan
yang intensif dengan para Stakeholders atau penyelenggara jasa. Penyedia jasa
harus mengadakan konsultasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kota Medan.
5.2 KOMPOSISI DAN PENUGASAN TENAGA AHLI
Pada dasarnya penentuan komposisi tenaga ahli seperti yang telah
ditetapkan, disusun berdasarkan penilaian pemahaman masing-masing tenaga
ahli terhadap pekerjaan yang dilakukan. Pendekatan terhadap personalia yang
akan dibentuk didasarkan atas penilaian berikut :
a. Menciptakan suatu tim perencana yang bersifat multi disiplin;
b. Menciptakan tim yang mampu diberbagai tindakan perencanaan, baik dalam
perumusan strategi hingga pada tahap penyusunan rencana.
Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, susunan tenaga ahli yang terlibat
menanganinya serta tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga ahli
diuraikan sebagai berikut :
TABEL V.1
KEBUTUHAN TENAGA AHLI
No. Tenaga ahli Jumlah
1 Perencanaan Wilayah dan Kota (Ketua Tim) 1 orang
2 Perencanaan Wilayah dan Kota 1 orang
3 Prasarana Wilayah/Infrastruktur 1 orang
4 Teknik Lingkungan 1 orang
5 Geodesi/Geografi 1 orang
6 Ekonomi dan Pengembangan Wilayah 1 orang
Asisten Tenaga Ahli
1 Perencanaan Wilayah dan Kota 2 orang
2 Prasarana Wilayah/Infrastruktur 1 orang
Tenaga Pendukung
1 Office Manager 1 orang
2 Sekretaris Billingual 1 orang
3 Operator Komputer 2 orang
4 Drafter 1 orang
5 Surveyor 5 orang
6 Office Boy 1 orang
Adapun kualifikasi tenaga ahli tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota sebagai Ketua Tim
Kualifikasi yang dibutuhkan adalah sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota
(Planologi/Urban Planner) yang telah berpengalaman dan pernah
mengerjakan perencanaan kota di negara-negara maju dan diharapkan
berpendidikan S3, diutamakan berpengalaman dan berpendidikan di luar
negeri dan telah berpengalaman selama 10 tahun.
2. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota
Kualifkasi yang dibutuhkan adalah sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota
(Planologi/Urban Planner) yang telah berpengalaman selama 7 tahun dan
berpendidikan S2, diutamakan lulusan luar negeri.
3. Ahli Prasarana Wilayah/Infrastruktur
Tenaga ahli lulusan sarjana sipil yang menguasai kebutuhan dan
perencanaan infrastruktur bagi Kota Metropolitan yang ideal, berpengalaman
pernah merencanakan infrastruktur kota metropolitan baik dalam maupun
luar negeri dan berpengalaman minimal 7 tahun dan berpendidikan S2.
4. Ahli Lingkungan
Urban Environment, berijazah teknik lingkungan memiliki sertifikat keahlian
profesi dan berpengalaman di bidangnya minimal 7 tahun dan berpendidikan
S2.
5. Ahli Geodesi/Geografi
S2 Geodesi atau Geografi berpengalaman minimal 7 tahun yang menguasai
sistem informasi berbasis komputer, terutama GIS, perpetaan dan kondisi
tutupan lahan serta teknologi-teknologi mutakhir lainnya.
6. Ahli Ekonomi dan Pengembangan Wilayah
Regional Development Economist, berijazah ilmu ekonomi, berpengalaman
dibidang analisis ekonomi dan pengembangan wilayah minimal 7 tahun.
Uraian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga ahli tersebut,
dapat diuraikan sebagai berikut :
TABEL V.2
URAIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TENAGA AHLI
NO TENAGA AHLI TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
1 Ahli Perencanaan
Wilayah dan Kota
(team leader)
Sebagai koordinator bertanggungjawab untuk :
Memimpin Pelaksanaan pekerjaan dari sejak
perencanaan sampai terselesaikan pekerjaan hingga
diterima dengan baik oleh pemberi kerja.
Penyiapan jadwal rinci
Penyiapan metodologi kerja
Penyiapan outline dan kisi-kisi laporan
Melakukan sintesa laporan
Penyiapan materi presentasi dan temu wicara dengan
stakeholder
Editing dan quality control laporan
Mengkoordinir diskusi, presentasi dan temu wicara
Mengkoordinasi pelaksanaan tugas masing-masing
tenaga ahli sehingga tercipta suasana pekerjaan yang
harmonis dan efektif
Menetapkan kerangka studi yang menjadi acuan kerja
tenaga ahli lainnya
Memberi masukan kepada tenaga ahli lain tentang jenis-
jenis analisa yang harus dilakukan untuk menunjang
pekerjaan ini
Bersama tenaga ahli lainnya menyusun rencana kerja
dan kerangka laporan.
2 Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota
Bertugas untuk membantu Team Leader dalam pelaksanaan pekerjaan, termasuk membuat jadwal kerja dan menggordinasikan antara tenaga-tenaga ahli lainnya dengan Team Leader pada setiap tahapan pekerjaan supaya target pekerjaan yang ingin dicapai dapat terlaksana dengan baik.
Sebagai Ahli Perencanaan Wilayah dan kota bersama tim bertugas untuk :
Mengevaluasi kondisi pemanfaatan ruang
Mengkaji permasalahan yang ada pada kawasan
Mengidentifikasi kebutuhan penyesuaian RTRWK
NO TENAGA AHLI TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Mengkaji langkah operasional penanganan lingkungan
Menetapkan prioritas penanganan di bidang penataan ruang berdasarkan kondisi geografis, tingkat kerawanan dan tingkat bahaya
3 Ahli Prasarana Wilayah/ Infrastruktur
Melakukan pengumpulan data primer dan data sekunder mengenai prasarana dan sarana tranportasi wilayah kota;
Melakukan kajian terhadap kebutuhan prasarana wilayah yang meliputi prasarana transportasi;
Melakukan kajian terhadap penentuan prioritas pembangunan prasarana transportasi;
Perencanaan teknis jaringan jalan dan menetapkan fungsi dan dimensi jaringan jalan pada wilayah perencanaan;
Merencanaan kebutuhan sarana dan prasarana wilayah dan kota;
Mendesain saluran drainase dan air buangan kota;
Bersama dengan tim menyusun kebijakan dan stategi pengembangan transportasi wilayah;
Bersama dengan tim merumuskan pelaksanaan pembangunan prasarana transportasi wilayah yang dibutuhkan;
Bersama dengan tim menyusun rencana sistem transportasi kawasan;
4 Ahli Teknik Lingkungan
Mengkaji batas ambang serta pencemaran lingkungan yang dapat terjadi pada masa yang akan datang
Menganilisis sistem pelayanan persampahan secara integral
Memberikan rekomendasi dibidang lingkungan
Mendesign penanganan lingkungan perumahan
Merencanakan sektor utilitas kota sesuai dengan bidangnya yaitu, membuat konsep-konsep rencana dibidang teknik penyehatan antara lain : perencanaan air bersih, drainase, air limbah, persampahan, kesehatan lingkungan dan sebagainya
NO TENAGA AHLI TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
5 Ahli Geodesi/Geografi
Sebagai koordinator lapangan termasuk dalam pengumpulan data, pekerjaan survei lapangan maupun pembuatan peta dasar wilayah perencanaan (pembuatan peta dasar dan peta fisik wilayah Kota Medan dengan Ground Survey dengan GPS;
Melakukan pengolahan data elektronik, sehingga informasi mengenai karakteristik wilayah perencanaan dengan mudah dapat ditampilkan dan dianalisa;
Menyiapkan bahan untuk diskusi dan presentasi
Mongkoordinasikan pembuatan dan penggambaran peta, termasuk peta eksisting, analisis, rencana dan album peta.
Menganalisis keadaan/karaktiristik sosial budaya, adat istiadat maupun kaidah-kadah dan norma-norma yang belaku pada masyarakat di wilayah Perencanaan termasuk pola hidup dan pola permukiman;
Menganalisis kependudukan dan memproyeksikan jumlah penduduk untuk mengetahui akan kebutuhan ruang pada masa yang akan datang;
6 Ahli Ekonomi Pembangunan
Menganalisa pergeseran dan prospek perkembangan kota
Menganalisa sistem simpul, kondisi simpul koleksi-distribusi di wilayah perencanaan
Menganalisis sektor perekonomian kawasan dan meningkatkan pendapatan ekonomi wilayah dengan cara menggali sumber-sumber pendapatan untuk pembiayaan pembangunan
Menilai kecenderungan dan perkiraan dimasa depan tiap sektor kegiatan ekonomi dalam hal kapasitas investasi, penyerapan tenaga kerja; produksi dan perkiraan kebutuhan investasi;
Mengidentifikasi komponen-komponen kegiatan pendanaan/ pembiayaan program pengembangan prasarana;
Menyusun strategi pembiayaan prasarana dan sarana kawasan
Merencanakan sarana penunjang aktivitas perekonomian kota
Melakukan kajian aspek ekonomi yang berhubungan dengan perkembangan perkotaan
5.3 RENCANA KERJA
Pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota
Medan Tahun 2008-2028 direncanakan selesai dalam waktu 3 (tiga) Bulan
Kalender atau 90 (sembilan puluh) hari kalender. Untuk mencapai target kegiatan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan maka perlu di buat schedule/jadwal
pelaksanaan pekerjaan secara rinci untuk masing-masing tahapan kegiatan.
Kegiatan ini harus melalui beberapa tahapan kegiatan untuk memperoleh hasil
yang optimal. Setiap tahapan kegiatan harus dikonsultasikan dan didiskusikan
dengan Pemberi Kerja, serta setuju dengan dukungan mereka dan terlibat dalam
rencana kerja.
Secara garis besar tahapan kegiatan Penyusunan Penyempurnaan
RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 ini terdiri dari empat tahapan kegiatan
utama, yaitu; tahap pengumpulan data, tahap analisis, tahap penyusunan
rencana dan tahapan konsultansi berupa diskusi, FGD, seminar dan sosialisasi
rencana. Untuk lebih jelasnya mengenai rencana kerja untuk masing-masing
tahapan kegiatan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Minggu Ke 1 :
Pada minggu pertama hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana
kerja yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada pekerjaan persiapan.
Dalam tahap persiapan ini, dilakukan beberapa kegiatan untuk mendukung
kelancaran pekerjaan, seperti:
Menyusun dan mempersiapkan metodologi dan rencana kerja;
Mempersiapkan dan membagi tugas kepada personil/tim untuk survei dan
pengumpulan data;
Mobilisasi peralatan, tenaga ahli dan tenaga pendukung;
Mempersiapkan peralatan survei;
Melakukan kajian literatur sebagai pemahaman awal terhadap wilayah
perencanaan;
Mempersiapkan laporan pendahuluan.
Pada tahap persiapan berfokus pada pemantapan rencana kerja dan metoda
pelaksanaan pekerjaan yang rill. Kegiatan awal dari tahap persiapan dimulai
dengan mobilisasi tim konsultan dan koordinasi awal dengan pemberi kerja
serta melakukan kajian literatur untuk menyamakan persepsi. Setelah
diperoleh kesamaan persepsi tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan,
maka mulai dilakukan kajian makro untuk memperoleh isu permasalahan
serta pengenalan awal kondisi wilayah studi, sebagai masukan bagi
penyusunan persiapan survei, dan sebagai masukan pula terhadap informasi
identifikasi permasalahan dan perwujudan ruang wilayah.
Pada minggu pertama tersebut sebagian tim sudah mulai melakukan
kunjungan awal keberbagai instansi pemerintah yang ada di lingkungan
Pemerintah Kota Medan. Tujuannya adalah untuk memperlancar kegiatan
survei dan pengumpulan data. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap
ini, antara lain:
Koordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat (Pemerintah Kota
Medan) dan instansi terkait lainnya mengenai adanya kegiatan
Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028, yang
dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kota Medan yang bekerjasama dengan pihak konsultan perencana;
Selanjutnya pihak konsultan akan meminta saran dan masukan dari
pemerintah daerah setempat mengenai rencana kerja yang akan
dilaksanakan, termasuk kelengkapan surat-menyurat yang dibutuhkan
untuk kelancaran pekerjaan, seperti: surat ijin, surat survei, surat tugas
dan sebagainya;
Rencana kerja dan koordinasi awal dengan pihak aparat pemerintah
daerah, dan selanjutnya akan dilakukan fasilitasi pembentukan tim teknis
di daerah.
2. Minggu ke 2 :
Pada minggu kedua hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana kerja
yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada pekerjaan survei dan
pengumpulan data. Survei dan pengumpulan data dilakukan untuk
mengumpulkan data-data sekunder dan data-data primer. Pengumpulan data
sekunder atau studi literatur adalah metoda pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengambil data sekunder dari berbagai instansi atau dari
laporan beberapa instansi terkait. Misalnya data dari
kantor/instansi/dinas/badan yang ada dilingkungan Pemerintah Kota Medan
serta instansi vertikal lainnya.
Data-data sekunder yang akan dikumpulkan pada tahap ini antara lain:
1. Data Rencana dan Kebijakan Pembangunan, meliputi :
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara;
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2006-2016;
RPJP dan RPJM Daerah;
Dokumen Perencanaan Pembangunan lainnya yang berkaitan
dengan materi dan wilayah perencanaan.
2. Data mengenai kondisi fisik dasar wilayah perencanaan, meliputi:
Letak georafis dan batas administrasi Kota Medan;
Keadaan topografi dan kemiringan lereng;
Kondisi geologi dan jenis tanah;
Keadaan iklim dan cuaca;
Keadaan hidrologi;
3. Aspek tata guna tanah yang secara umum dirinci menurut jenis-jenis
penggunaan perumahan, pemerintahan dan bangunan umum,
perdagangan, jasa, pelayanan sosial, jalur hijau atau ruang terbuka hijau,
transportasi, penggunaan khusus seperti pariwisata, industri atau
pergudangan dan lain sebagainya.
4. Data mengenai keadaan sosial dan kependudukan, yang meliputi:
Pertumbuhan penduduk;
Distribusi dan kepadatan penduduk;
Struktur penduduk menurut jenis kelamin;
Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan;
Struktur penduduk menurut usia dan kelompok umur;
Struktur penduduk menurut agama;
Struktur penduduk menurut mata pencaharian;
Adat Istiadat/budaya yang ada di wilayah perencanaan;
5. Data mengenai keadaan perekonomian kota, meliputi:
Jumlah dan perkembangan PDRB;
Pendapatan perkapita;
APBD;
Sektor unggulan maupun kegiatan-kegiatan usaha yang memberikan
kontribusi paling besar terhadap PDRB Kota Medan, seperti sektor
jasa, industri, perdagangan, dan sebaginya;
Keadaan besarnya sektor-sektor kegiatan perekonomian dan
penyebarannya;
Sistem hubungan antar sektor kegiatan;
Perkembangan keadaan perekonomian dalam hal besarnya produksi
dan tingkat pertumbuhannya,
6. Aspek fasilitas pelayanan antara lain :
Jenis-jenis fasilitas, jumlah dan penyebarannya di wilayah kota baik
untuk melayani kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi.
Jenis-jenis prasarana dan sarana perhubungan dan prasarana
lingkungan seperti jalan, listrik, drainase, air minum, baik dalam
kualitas maupun kuantitasnya.
Perkembangan mengenai keadaan fasilitas dan prasarana/sarana,
baik dalam hal kualitas, kwantitas maupun sumber dana yang
dipergunakan bagi pembiayaan pembangunannya.
7. Aspek administrasi/pengelolaan pembangunan, antara lain :
Keadaan struktur organisasi, tata kerja, khususnya yang
menggambarkan mekanisme dan tata kerja unit pelaksana teknis
yang berfungsi dalam pengendalian pelaksanaan rencana kota.
Keadaan keuangan kecamatan, mengenai volume pajak dan
restribusi ditinjau menurut sumber beserta perkembangannya.
Keadaan status pemilihan tanah secara umum.
Keadaan tanah dan bangunan secara umum.
Peraturan-peraturan daerah atau kebijaksanaan pemerintah daerah
tentang pelaksanaan pembangunan.
Selain mengumpulkan data-data sekunder juga dilakukan pengumpulan data
primer. Pengumpulan data primer pada dasarnya juga dapat dilakukan
dengan menggunakan metoda-metoda seperti (wawancara dan diskusi/FGD).
Namun untuk pengumpulan data yang berkaitan dengan kondisi faktual
lapangan maka dilakukan metoda observasi lapangan yaitu melakukan
peninjauan langsung ke lapangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat
observasi lapangan adalah:
1. Kondisi infrastruktur kawasan, perumahan dan permukiman, prasarana
perkonomian, pola lalu lintas dan aliran barang, sarana dan prasana
transportasi, kondisi fasilitas dan utilitas kawasan dan pola penggunaan
lahannya. Data-data dan kondisi fisik lapangan tersebut sedapat mungkin
dituangkan dalam peta eksisting, seperti;
Peta Daya Dukung Pengembangan Fisik;
Peta Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung;
Peta Sebaran Kegiatan Eksisting;
Peta Pemanfaatan dan Kecenderungan Perubahan Lahan;
Peta Sebaran Penduduk;
Peta Sebaran Pelayanan Kegiatan Kawasan (Perdaganagan,
Pemerintahan, Pendidikan, Kesehatan, Rekreasi, Olahraga, Ruang
Terbuka Hijau);
Peta Jaringan Transportasi dan Pergerakan;
Peta Jaringan Persampahan;
Peta Jaringan Listrik;
Peta Jaringan Air Hujan;
Peta Jaringan Air Bersih;
Peta Jaringan Air Limbah;
Peta Jaringan Telepon;
Peta Jaringan Irigasi dan sebagainya
2. Melihat kondisi dan perkembangan fisik Kota Medan, seperti: kondisi
topografi dan kemiringan lereng; kawasan yang sering terjadi genangan
atau rawan banjir; kawasan lindung; kawasan konservasi dan
sebagainya. Data-data dan kondisi fisik lapangan tersebut sedapat
mungkin dituangkan dalam peta eksisting dan dijadikan sebagai bahan
untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan pembangunan dan
perwujudan ruang wilayah Kota Medan;
3. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan pembangunan dan
perwujudan ruang wilayah Kota Medan;
4. Pengumpulan data primer dapat juga dilakukan dengan pembagian
quiesionar, wawancaa terstruktur dan mendalam (in-depth interview),
Forum Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion/FGD), diskusi
dan sebagainya kepada berbagai sumber, seperti tokoh masyarakat,
kelompok pengusaha dan stakeholders lainnya. Tujuannya adalah untuk
memperoleh informasi dan menjaring aspirasi dari masyarakat dan
stakeholders lainnya, khususnya dari perasaan dan pendapat secara
mendalam.
3. Minggu ke 3 :
Pada minggu ketiga hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana kerja
yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada penyerahan Laporan
Pendahuluan dan melakukan diskusi Laporan Pendahuluan. Hal-hal yang
akan didiskusikan pada tahap tersebut antara lain: metoda dan rencana kerja
tim konsultan. Pada tahap ini, diharapkan terdapat beberapa kesepakatan
dengan pemberi kerja, antara lain:
Tersepaktinya desain, metoda dan rencana kerja selanjutnya;
Terpahaminya gambaran awal permasalahan dan isu fisik maupun non
fisik wilayah serta keterkaitannya dengan wilayah sekitarnya
(berdasarkan sintesa dan hipotesa);
Review terhadap produk-produk rencana tata ruang yang sudah disusun
sebelumnya (RTRWK Medan 2006-2016) dan rencana tata ruang wilayah
terkait (Mebidang);
Tersedianya data-data untuk analisis awal antara lain, kondisi fisik
kawasan, keadaan sosial dan kependudukan, keadaan fasilitas dan
utilitas kota, kegiatan perekonomian dan sistem transportasi;
Terwujudnya identifikasi potensi dan permasalahan pembangunan dan
perwujudan ruang wilayah.
Sosialisasi dan Pembahasan/Diskusi Laporan Pendahuluan tersebut
dilakukan dengan mengundang seluruh Dinas terkait, Pakar, Akademis,
BUMN, Ahli Profesi, Camat dan Lurah, Pemerhati Kota dan stakeholders
lainnya. Dan setelah Pembahasan/Diskusi Laporan Pendahuluan tersebut
dapat dilakukan survei lanjutan untuk melengkapi data berdasarkan
masukan-masukan dari forum diskusi. Lebih jelasnya mengenai rencana kerja
dan tahapan kegiatan pengumpulan data, dapat dilihat pada Gambar 5.1.
4. Minggu Ke 4 sampai Minggu ke 6 :
Pada minggu ke empat sampai dengan minggu ke enam atau 1,5 (satu
setengah) bulan setelah dikeluarkannya SPMK, rencana kerja yang akan
dilaksanakan lebih difokuskan pada tahap analisis. Tahap analisis adalah
merupakan tahap lanjutan dari pengumpulan data. Data-data yang telah
dikumpulkan pada tahap pengumpulan data, ditabulasi dan sedapat mungkin
dipetakan untuk mempermudah analisis. Selanjutnya dilakukan identifikasi
dan analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan pada tahap ini antara lain:
a. Analisis regional dilakukan untuk memahami kedudukan dan keterkaitan
Kota Medan dalam sistem regional yang lebih luas dalam aspek sosial,
ekonomi, lingkungan, dan budaya;
b. Analisis ekonomi dilakukan untuk mewujudkan ekonomi wilayah yang
sustainable melalui keterkaitan ekonomi lokal dalam sistem ekonomi
wilayah yang lebih luas;
GAMBAR 5.1
RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN PENGUMPULAN DATA
PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2008-2028
c. Analisis sumberdaya manusia dilakukan untuk memahami aspek-aspek
kependudukan terutama yang memiliki pengaruh timbal balik dengan
pertumbuhan perkembangan sosial dan ekonomi;
Menyamakan Persepsi
TAHAPAN
KEGIATAN
KEGIATAN PENDUKUNG
KEGIATAN PENYUSUNAN
PENYEMPURNAAN RTRW KOTA
MEDAN 2008-2028
KEGIATAN PENJARINGAN
ASPIRASI
TAHAP PENGUMPULAN DATA
IDENTIFIKASI POTENSI DAN PERMASALAHAN RUANG
Kajian Literatur Persiapan
Survei
Pelaksanaan Survei Lapangan dan Pemetaan
Identifikasi Data Survei lapangan
Tabulasi dan Analisa Data:
Kondisi fisik; Sosial dan kependudukan; Fasilitas dan utilitas kota Kegiatan perekonomian Sistem transportasi
Identifikasi potensi dan Permasalahan
Pembangunan dan Perwujudan Ruang Perkiraan Kebutuhan
Pelaksanaan Pembangunan
Pengembangan penduduk; Ekonomi perkotaan; Fasilitas sosial ekonomi; Lahan perkotaan; Sarana dan prasarana kota
Perumusan permasalahan rinci
pengembangan wilayah
Penentuan prioritas penanganan
permasalahan pengembangan
Fasilitasi Pembentukkan
Tim Teknis
Koordinasi Lapangan
Diskusi Laporan Pendahuluan dengan Stakeholder Terkait
Mobilisasi T. Ahli
d. Analisis sistem prasarana transportasi untuk memperoleh gambaran
mengenai :
Keterkaitan fungsional dan ekonomi antar kota, antar kawasan baik
dalam wilayah maupun antar wilayah Kota, dengan melihat pengumpul
hasil produksi, pusat kegiatan transportasi, dan pusat distribusi barang
dan jasa;
Kecenderungan perkembangan prasarana transportasi yang ada;
Aksesibilitas lokasi-lokasi kegiatan di wilayah Kota.
e. Analisis sistem permukiman dilakukan untuk memahami kondisi, jumlah,
jenis, letak, ukuran, dan keterkaitan antar pusat-pusat permukiman di
wilayah Kota yang digambarkan dengan sistem hirarki dan fungsi
kawasan permukiman.
f. Analisis penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk
penguasaan, penggunaan, dan kesesuaian pemanfaatan lahan untuk
kegiatan budidaya dan lindung;
g. Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk mengidentifikasi
sumber-sumber pembiayaan pembangunan dan besaran biaya
pembangunan baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), bantuan dan pinjaman luar
negeri, perkiraan sumber-sumber pembiayaan masyarakat, dan sumber-
sumber pembiayaan lainnya.
Pada prinsipnya tahap ini akan dilaksanakan secara parallel dengan tahap
survei/pengumpulan data, dimana data-data yang sudah diperoleh langsung
diolah/analisis. Maksud pelaksanaan secara parallel adalah untuk lebih
mengefektifkan waktu pelaksanaan pekerjaan, dengan kata lain ketika data
lapangan telah diperoleh (walaupun proses keseluruhan survai belum tuntas)
dengan segera pentabulasian dan penstrukturan data akan dilaksanakan,
terutama pemetaan situasi dan kondisi lapangan.
Pada tahapan pelaksanaan pekerjaan ini akan menghasilkan perkiraan
kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan didasarkan atas hasil
analisis kependudukan, sektor/kegiatan potensial, daya dukung lingkungan,
kebutuhan prasarana dan sarana lingkungan, sasaran pembangunan
kawasan yang hendak dicapai, dan pertimbangan efisiensi pelayanan.
Perkiraan kebutuhan tersebut mencakup:
1. Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan;
2. Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi kota;
3. Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi kota;
4. Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan kota;
kebutuhan ekstensifikasi;
kebutuhan intensifikasi;
perkiraan ketersediaan lahan bagi pengembangan.
5. Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana kota.
Hasil dari analisis di atas selanjutnya akan dituangkan dalam sebuah laporan,
yang disebut dengan istilah Laporan Antara/Analisis. Setelah laporan tersebut
diserahkan pada pemberi kerja maka selanjutnya akan dilaksanakan Seminar
Laporan Antara dengan mengundang seluruh Dinas terkait dan Tim Teknis
untuk memperoleh masukan dan tanggapan.
Untuk lebih jelasnya mengenai rencana kerja dan tahapan kegiatan analisis
pada pekerjaan penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota Medan, dapat
dilihat pada diagram berikut:
GAMBAR 5.2
RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN ANALISIS
PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN
4. Minggu Ke 7 sampai Minggu ke 10 :
Pada minggu ke tujuh sampai dengan minggu ke sepuluh atau 2,5 (dua
setengah) bulan setelah dikeluarkannya SPMK, rencana kerja yang akan
dilaksanakan lebih difokuskan pada tahap penyusunan konsep rencana.
TAHAP ANALISIS TAHAPAN
KEGIATAN
KEGIATAN PENDUKUNG
KEGIATAN PENYUSUNAN
PENYEMPURNAAN RTRW KOTA
MEDAN 2008-2028
KEGIATAN PENJARINGAN
ASPIRASI
PERKIRAAN KEBUTUHAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
Identifikasi Data Survei lapangan
Tabulasi dan Analisa Data:
Kondisi fisik kawasan; Sosial dan kependudukan; Fasilitas dan utilitas kota Kegiatan perekonomian Sistem transportasi
Perkiraan Kebutuhan Pelaksanaan Pembangunan
Pengembangan penduduk; Ekonomi perkotaan; Fasilitas sosial ekonomi; Lahan perkotaan; Sarana dan prasarana kota
Penentuan prioritas penanganan
permasalahan pembangunan
Diskusi Laporan Antara dengan Stakeholder Terkait
Perumusan Konsep Pengembangan Kota:
Tujuan Pemanfaatan Ruang Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang; Rencana Pengelolaan
Kawasan Perkotaan Pedoman Pengendalian
pemanfaatan ruang
Persiapan seminar konsep rencana
Setelah melakukan tahap analisis dan diskusi laporan antara selanjutnya
disusun konsep dan skenario pengembangan Kota Medan yang meliputi :
A. Tujuan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Medan
Tujuan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Medan dirumuskan sesuai
dengan permasalahan dan arahan kebijakan berdasarkan
urgensi/keterdesakan penanganan wilayah tersebut.
B. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Medan, meliputi :
1. Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk
Arahan distribusi penduduk merupakan perkiraan jumlah penduduk
Wilayah Kota Medan hingga akhir tahun perencanaan (tahun 2028)
yang selanjutnya dirinci dalam distribusi pada setiap kawasan, sesuai
dengan daya dukungnya.
2. Rencana Sistem Pusat Pelayanan Perkotaan
Rencana ini merupakan susunan yang diharapkan dari unsur-unsur
pembentuk rona lingkungan alam perkotaan, lingkungan sosial
perkotaan, dan lingkungan buatan perkotaan yang secara hirarkis dan
struktural berhubungan satu sama lain membentuk tata ruang Wilayah
Kota, yang meliputi distribusi penduduk per unit permukiman
perkotaan, dan sebaran pusat-pusat pelayanan perkotaan (fungsi
primer dan sekunder). Pengelompokan materi yang diatur, adalah :
• Perdagangan yang terdiri dari : perdagangan skala regional;
perdagangan skala kota; perdagangan skala sebagian kota atau
lokal.
• Pendidikan yang terdiri dari : perguruan tinggi, sekolah lanjutan
tingkat atas; sekolah lanjutan tingkat pertama; sekolah dasar.
• Pelayanan kesehatan yang terdiri dari : rumah sakit umum, pusat
kesehatan masyarakat, pusat kesehatan masyarakat pembantu.
• Pelayanan rekreasi dan atau olah raga yang terdiri dari : pelayanan
skala kota; pelayanan skala lokal atau sebagian kota.
3. Rencana Sistem Jaringan Transportasi
Meliputi Rencana Sistem jaringan pergerakan dan prasarana
penunjang bagi angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan
laut, angkutan sungai, danau dan penyeberangan serta angkutan
udara, seperti:
a. Angkutan jalan raya, terdiri dari:
• Jaringan arteri sekunder, jaringan kolektor sekunder, sistem
primer;
• Terminal angkutan barang, terminal angkutan penumpang skala
regional, terminal angkutan penumpang kota sampai dengan
terminal madya;
• Trayek angkutan umum penumpang dan mikro bus penumpang,
lintasan angkutan barang dan ternak.
b. Angkutan kereta api, terdiri dari:
• Jaringan jalan kereta api;
• Stasiun kereta api;
• Depo atau balai yasa.
c. Angkutan laut, terdiri dari:
• Pelabuhan laut;
• Jalur pelayaran.
d. Angkutan sungai, danau dan penyeberangan, terdiri dari:
• Pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan;
• Jalur pelayaran sungai.
e. Angkutan udara, terdiri dari:
• Bandar udara;
• Jalur aman terbang (conicle surface).
4. Rencana Sistem Jaringan Utilitas (telekomunikasi, energi, pengairan,
prasarana pengelolaan lingkungan)
Meliputi rencana sistem jaringan utilitas dalam Wilayah Kota Medan
sampai dengan akhir tahun perencanaan, yang terdiri dari:
a. Sistem saluran telepon, terdiri dari:
• Stasiun telepon otomat;
• Saluran primer;
• Rumah kabel;
• Saluran sekunder.
b. Sistem jaringan listrik, terdiri dari:
• Bangunan pembangkit;
• Gardu induk ekstra tinggi;
• Gardu induk;
• Saluran udara tegangan ekstra tinggi;
• Saluran udara tegangan tinggi;
• Jaringan transmisi menengah.
c. Sistem jaringan gas, terdiri dari:
• Pabrik gas;
• Seluruh jaringan gas.
d. Sistem penyediaan air bersih terdiri dari:
• Bangunan pengambil air baku;
• Saluran atau pipa transmisi air baku;
• Instalasi produksi;
• Pipa transmisi air bersih utama;
• Pipa transmisi air bersih sekunder;
• Bak penampung;
• Pipa distribusi utama;
• Pipa distribusi sekunder.
e. Sistem pembuangan air hujan, terdiri dari:
• Saluran primer;
• Saluran sekunder;
• Waduk penampungan.
f. Sistem pembuangan air limbah, terdiri dari:
• Saluran primer;
• Saluran sekunder;
• Bangunan pengolahan;
• Waduk penampungan.
g. Sistem persampahan, terdiri dari:
• Tempat pembuangan akhir;
• Bangunan pengolahan sampah;
• Penampungan sementara.
C. Rencana Pola Ruang Wilayah Kota
Rencana pola pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan merupakan bentuk
pemanfaatan ruang Wilayah Kota yang menggambarkan ukuran, fungsi
serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, antara lain:
a. Kawasan Budidaya Perkotaan, meliputi:
• Perumahan dan permukiman, yang dirinci menurut ketinggian
bangunan, jenis penggunaan, pengelompokan berdasarkan
besaran perpetakan;
• Perdagangan, yang dirinci menurut jenis dan bentuk
bangunannya, antara lain pasar, pertokoan, mal, dll;
• Industri, yang dirinci menurut jenisnya;
• Pendidikan, yang dirinci menurut tingkatan pelayanan mulai dari
pendidikan tinggi, SLTA, SLTP, SD, dan TK;
• Kesehatan, yang dirinci menurut tingkat pelayanan mulai dari RS
Umum kelas A,B,C,D; puskesmas, puskesmas pembantu;
• Peribadatan, yang dirinci menurut jenisnya mulai dari mesjid,
gereja, kelenteng, pura, vihara;
• Rekreasi, yang dirinci menurut jenisnya, antara lain taman
bermain, taman rekreasi, taman lingkungan, taman kota, dll;
• Olahraga, yang dirinci menurut tingkat pelayanannya, antara lain
stadion, gelanggang, dlll;
• Fasilitas sosial lainnya, yang dirinci menurut jenisnya, seperti panti
asuhan, panti werda, dll;
• Perkantoran pemerintah dan niaga, yang dirinci menurut
instansinya;
• Terminal angkutan jalan raya baik untuk penumpang atau barang,
stasiun kereta api, pelabuhan sungai, pelabuhan danau,
pelabuhan penyeberangan, pelabuhan laut, bandar udara, dan
sarana transportasi lainnya;
• Kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan,
perikanan;
• Taman pemakaman umum, taman pemakaman pahlawan;
• Tempat pembuangan sampah akhir.
b. Kawasan Lindung dalam Kota, meliputi:
• Kawasan resapan air dan kawasan yang memberikan
perlindungan bagi kawasan bawahan lainnya;
• Sempadan pantai, sungai, sekitar danau dan waduk, sekitar mata
air, dan kawasan terbuka hijau kota termasuk jalur hijau;
• Cagar alam/pelestarian alam, dan suaka margasatwa;
• Taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
lainnya;
• Kawasan cagar budaya;
• Kawasan rawan letusan gunung berapi, rawan gempa, rawan
tanah longsor, rawan gelombang pasang dan rawan banjir.
D. Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Rencana ini mencakup rencana penanganan lingkungan perkotaan,
arahan kepadatan bangunan, dan arahan ketinggian bangunan.
a. Rencana Penanganan Lingkungan, meliputi : jenis penanganan
lingkungan dan jaringan pergerakan serta utilitas untuk tiap unit
lingkungan dan atau kawasan yang akan dilaksanakan dalam kota,
seperti :
• Rencana pengembangan lingkungan/kawasan baru, kawasan yang
dikonversi, kawasan yang diremajakan, kawasan resettlement, dsb;
• Rencana kawasan yang dikembangkan dengan metoda konsolidasi
tanah perkotaan, guided land development, dll;
• Rencana jaringan pergerakan dan atau utilitas kawasan yang akan
diperbaiki;
• Rencana jaringan pergerakan dan atau utilitas kawasan yang akan
diperbaharui, dll.
b. Arahan Kepadatan Bangunan, yaitu : perbandingan luas lahan yang
tertutup (bangunan dan prasarana serta lainnya seperti : jalan,
perparkiran, dll) dalam tiap unit lingkungan dan atau kawasan dengan
luas kawasan (land coverage), antara lain :
• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat tinggi
(lebih besar dari 75%);
• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan tinggi (60% -
75%);
• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan menengah
(45 % - 60%);
• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan rendah (30%
- 45 %);
• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat
rendah (30%).
c. Arahan Ketinggian Bangunan, yaitu: arahan ketinggian bangunan untuk
setiap kawasan kota, sesuai dengan daya dukung kawasan.
d. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara dan Sumber Daya lainnya
dengan memperhatikan keterpaduan sumber daya alam dengan
sumber daya buatan.
Rencana penatagunaan tanah, air, udara, dan sumber daya alam
lainnya yang memperhatikan keterpaduan sumber daya manusia dan
sumber daya buatan; mencakup penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya yang
berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya
alam lainnya (termasuk arahan baku mutu udara, air; pemanfaatan
udara bagi jalur penebangan dan komunikasi; pemanfaatan air dan
penggunaannya)
E. Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan diselenggarakan
melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan
ruang berdasarkan mekanisme perijinan, pemberian insentif dan
disinsentif, pemberian kompensasi, mekanisme pelaporan, mekanisme
pemantauan, mekanisme evaluasi dan mekanisme pengenaan sanksi,
antara lain:
• Mekanisme advis planning perijinan sampai dengan pemberian ijin
lokasi bagi kegiatan perkotaan;
• Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif bagi kawasan yang
didorong pengembangannya, kawasan yang dibatasi
pengembangannya, serta terhadap upaya-upaya perwujudan ruang
yang menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian
perkembangan Bagian Kawasan Perkotaan dengan Kota/Kawasan
Perkotaan, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
• Mekanisme pemberian kompensasi berupa mekanisme penggantian
yang diberikan kepada masyarakat pemegang hak atas tanah, hak
pengelolaan sumber daya alam seperti hutan, tambang, bahan galian,
kawasan lindung yang mengalami kerugian akibat perubahan nilai
ruang dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana tata
ruang;
• Mekanisme pelaporan mencakup mekanisme pemberian informasi
secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan
oleh masyarakat dan instansi yang berwenang;
• Mekanisme pemantauan yang mencakup pengamatan, pemeriksaan
dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang
tidak sesuai dan dilakukan oleh instansi yang berwenang;
• Mekanisme evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan
pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang yang
dilakukan oleh masyarakat dan instansi yang berwenang;
• Mekanisme pengenaan sanksi mencakup sanksi administratif, pidana
dan perdata.
Seluruh tahapan kegiatan diatas akan dilakukan koordinasi dan konsultasi
dengan pemberi kerja. Selain melakukan konsultasi rutin dengan pemberi
kerja, pihak konsultan juga akan melakukan koordinasi dan sinkronisasi
dengan stakeholders dan pemangku kepentingan lainnya di Kota Medan,
yang disebut dengan istilah FGD (focus group discussion) untuk memperoleh
masukan-masukan dari para pemangku kepentingan dan masyarakat sebagai
baian dari proses perencanaan partisipatif. Setelah konsep rencana
diseminarkan maka konsep rencana ditetapkan menjadi rencana, melalui
Peraturan Daerah. Untuk lebih jelasnya tahap penyusunan konsep rencana
dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR 5.3
RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN PENYUSUNAN RENCANA
PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2008-2028
5. Minggu Ke 11 dan 12:
Pada minggu ke 11 sampai dengan minggu ke 12 atau 3 (tiga) bulan setelah
dikeluarkannya SPMK, rencana kerja lebih difokuskan pada perbaikan
rencana sesuai dengan hasil seminar dan serah terima pekerjaan. Beberapa
produk yang akan diserahkan pada tahap ini, antara lain:
Buku Rencana Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028,
yang sudah diperbaiki berdasarkan hasil seminar akhir;
TAHAPAN
KEGIATAN
KEGIATAN PENDUKUNG
KEGIATAN PENYUSUNAN
PENYEMPURNAAN RTRW KOTA
MEDAN 2008-2028
KEGIATAN PENJARINGAN
ASPIRASI
TAHAP PENYUSUNAN RENCANA
PERUMUSAN KONSEP PENGEMBANGAN
Seminar konsep Rencana
Perumusan Konsep
Pengembangan Kota:
Tujuan Pemanfaatan Ruang Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang; Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan Pedoman Pengendalian pemanfaatan
ruang
PEMBAHASAN DRAFT LAPORAN AKHIR
PENETAPAN RENCANA
PENYUSUNAN KEBIJAKAN TEKNIS PENETAPAN RENCANA DETAIL TATA
RUANG KOTA MEDAN
Perda (SK Walikota) tentang RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028;
Pembentukan kelembagaan pengawasan, pemantauan dan pengendalian rencana
Pemilihan alternatif konsep Rencana
Diskusi dan fasilitasi Stakeholders
Album Peta Rencana Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-
2028;
Soft Copy Laporan Akhir dalam bentuk CD;
Draft Ranperda Tentang Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun
2008-2028.
5.4 SISTEM PELAPORAN
Wujud nyata dari hasil pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan
Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 harus dituangkan dalam
laporan yang selanjutnya menjadi arsip diberbagai institusi terkait. Oleh sebab itu
kami akan menyusun dan menyerahkan laporan kepada Pemerintah Kota Medan
melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan
selaku Pengguna Jasa, sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kerangka
Acuan Kerja & Rencana Anggaran Biaya yang telah kami buat. Adapun jenis-
jenis laporan yang harus diserahkan oleh Penyedia Jasa kepada Pengguna
Jasa, terdiri dari :
1. Laporan Pendahuluan
Dalam tahap ini, konsultan sudah melakukan koordinasi dalam merumuskan
rencana kerja dan pembagian tugas diantara tenaga ahli yang terlibat.
Laporan Pendahuluan tersebut secara garis besar berisikan :
Pemahaman konsultan terhadap lingkup substansi dan wilayah
perencanaan;
Rencana kerja;
Metoda dan analisis yang akan digunakan;
Data-data dasar termasuk peta-peta yang memadai untuk analisis awal.
Data dan peta tersebut harus sudah terlampir pada saat Laporan
Pendahuluan didiskusikan;
Pembagian dan pendistribusian tugas;
Uraian/penjabaran tugas oleh masing-masing tenaga ahli;
Rencana kerja dan jadwal pelaksanaan serta jadwal pengumpulan data
yang harus dilakukan.
Laporan Pendahuluan tersebut harus diserahkan konsultan kepada Pemberi
Kerja sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A4 dan dicetak warna.
Selanjutnya konsultan akan mendiskusikan laporan tersebut dalam forum
diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) untuk memperoleh
masukan, tanggapan serta persetujuan untuk dilanjutkan lebih jauh.
2. Laporan Antara/Analisis
Pada tahap ini konsultan telah melakukan pengumpulan data dan analisis
serta merumuskan skenario pengembangan Kota Meda. Secara garis besar
Laporan Antara/Analisis tersebut berisikan:
Data : primer dan sekunder, spasial dan non spasial;
Rumusan permasalahan dan isu-isu strategis wilayah Kota Medan;
Hasil analisis deskriptif, statistik dan spasial;
Skenario pengembangan Wilayah Kota Medan;
Konsep Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.
Laporan Antara/Analisis tersebut harus diserahkan konsultan kepada
Pemberi Kerja sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A3 dan dicetak
warna. Selanjutnya konsultan akan mendiskusikan laporan tersebut dalam
forum diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) untuk
memperoleh masukan, tanggapan serta persetujuan untuk dilanjutkan lebih
jauh.
3. Laporan Draft Rencana
Laporan Draft Rencana, merupakan Draft Materi Teknis Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Medan Tahun 2008-2028. Laporan tersebut akan didiskusikan
pada forum seminar bersama Tim Teknis dan instansi terkait serta para
pelaku pembangunan di wilayah Kota Medan untuk memperoleh masukan
dan tanggapan. Laporan Draft Rencana diserahkan sebanyak 5 (lima)
eksemplar dengan ukuran A3 dan dicetak berwarna. Laporan tersebut juga
dilampiri dengan buku ringkasan sebagai bahan untuk seminar.:
4. Laporan Akhir/Buku Rencana
Sejak diterimanya masukan, saran, serta persetujuan tentang konsep
rencana, konsultan harus menyerahkan Laporan Akhir yang berisikan
rencana untuk mengantisipasi kecenderungan yang ada dan juga sebagai
panduan bagi arah pengembangan yang dilengkapi dengan peta-peta
rencana yang sudah disempurnakan baik dari segi substansi ataupun format
teknisnya. Muatan yang harus tertuang dalam laporan ini adalah :
1. Tujuan pemanfaatan ruang, mulai dari peningkatan kesejahteraan
masyarakat sampai pertahanan dan keamanan;
2. Rencana struktur dan pola ruang, meliputi :
Struktur pemanfaatan ruang meliputi : hirarki pusat pelayanan
wilayah, seperti : sistem-pusat-pusat perkotaan dan perdesaan,
pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, sistem
jaringan transportasi seperti jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal
serta kelas terminal,
Pola pemanfaatan ruang, yang memuat delinasi (batas-batas)
kawasan lindung, kawasan permukiman, kawasan jasa (perniagaan,
pemerintahan, transportasi, pariwisata, dII), kawasan perindustrian;
3. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Medan, meliputi :
Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya;
Rencana pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan kawasan
tertentu;
Rencana sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi,
pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;
Rencana penatagunaan tanah, air, udara, hutan dan sumber daya
alam lainnya dengan memperhatikan keterpaduan sumber daya alam
dengan sumber daya buatan;
Rencana kegiatan ekonomi pembangunan;
4. Pedoman pengendalian pembangunan kawasan perkotaan;
Pedoman perijinan pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah
kota/kawasan perkotaan bagi kegiatan pembangunan di wilayah dan
kota/kawasan perkotaan (pedoman pemberian ijin lokasi);
Pedoman pemberian konpensasi, serta pemberian intensif dan
pengenaan disintensif di wilayah kota/kawasan perkotaan;
Pedoman pengawasan (pelaporan, pemantauan dan evaluasi) dan
penertiban (termasuk pengenaan sanksi) pemanfatan ruang di
wilayah kota/kawasan perkotaan.
Laporan Akhir diserahkan 3 (tiga) bulan setelah dikeluarkan SPMK. Laporan
ini diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dengan ukuran A3 dan
dicetak berwarna.
5. Album Peta
Bersamaan dengan diserahkannya buku Laporan Akhir (Rencana), konsultan
juga harus menyerahkan album peta yang berisi Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Medan Tahun 2008-2028
6. Soft Copy
Konsultan juga harus menyerahkan Soft Copy dalam bentuk media optikal
(DVD/CD) dari data, informasi, hasil analisis, dan hasil kajian lainnya yang
sudah terstruktur dan terklasifikasi dengan baik, termasuk tabel-tabel maupun
peta-peta digital.
7. Executive Summary
Konsultan harus menyerahkan ringkasan masing-masing laporan yang
digunakan sebagai bahan untuk diskusi dan seminar.
8. Draft Ranperda
Konsultan juga harus menyerahkan Draft Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun
2008-2028.
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana tahapan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031?
2. Siapa saja aktor yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kota Medan Tahun
2011-2031?
3. Siapa saja yang seharusnya terlibat dalam penyusunan RTRW Kota Medan
Tahun 2011-2031?
4. Bagaimana mekanisme pelibatan publik dalam penyusunan RTRW Kota Medan
Tahun 2011-2031?
5. Pada tahap apa saja publik dapat berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota
Medan Tahun 2011-2031?
6. Darimana publik dapat mengetahui informasi mengenai penyusunan RTRW
Kota Medan Tahun 2011-2031?
7. Apa bentuk partisipasi yang diberikan oleh public dalam penyusunan RTRW
Kota Medan Tahun 2011-2031?
8. Apa saluran partisipasi yang digunakan untuk enyeampaikan opini/masukan
mengenai penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031?
9. Bagaimana komunikasi antara public dan pemerintah penyusunan RTRW Kota
Medan Tahun 2011-2031?
10. Apa yang menjadi hambatan untuk berpartisipasi penyusunan RTRW Kota
Medan Tahun 2011-2031?