PERAN KH. MUHAMMAD CHOLIL DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM
DI BANGKALAN-MADURA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
SITI FATIMAH
NIM: 105022000853
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 September 2011
Penulis
i
ABSTRAK
Peran KH. Muhammad Cholil dalam Mengembangkan Islam di Bangkalan-Madura
Skripsi ini dengan judul “Peran KH. Muhammad Cholil dalam Mengembangkan Islam
di Bangkalan-Madura” merupakan sejarah yang mengungkap tentang situasi dan kondisi
yang tidak dapat kita pungkiri telah memberikan suatu pengetahuan terhadap segala sesuatu
yang terjadi di masa lalu. Belajar tentang sejarah sangat penting karena sejarah bisa menjadi
arah bagi kita di depan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang peran KH.
Muhammad Cholil, maka skripsi ini menggunakan metode penelitian yang meliputi:
Pendekatan studi dan jenis penelitian upaya untuk menguraikan data-data historid tersebut
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan untuk menghimpun jejak masa lampau dengan
mengumpulkan data tentang KH. Muhammad Cholil baik berupa dokumen atau sumber lisan.
Selanjutnya dilakukan pencarian sumber bail primer maupun sekunder guna mencari tahu
suatu kebenaran dalam mencari data-data yang menyangkut skripsi ini. Adapun langkah
selanjutnya metode dalam pengumpulan data yang meliputi observasi lapangan dan interview
yang memahami wacana yang sebenarnya tentang KH. Muhammad Cholil dari data yang
diperoleh. Kemudian yang terakhir teknik dan analisis data sebagai tahap akhir dalam metode
penelitian sejarah, dengan menggunakan metode peneliian deskriptif yang meliputi
pendekatan metode analisis yaitu dengan kategorisasi dan editing. Serta pelaporan hasil
penelitian sejarah yang telah dilakukannya. Sejarah islam di satu wilayah sangat dipengaruhi
oleh historis dan ide-ide dari orang-orang terdahulu yang berada di daerah tersebut. Skripsi
tentang “Peran KH. Muhammad Cholil dalam Mengembangkan Islam di Bangkalan-Madura”
adalah tanda dari ide-ide tersebut. Dimana KH. Muhammad Cholil merupakan seorang ulama
yang memiliki kontribusi yang sangat pesat bagi perkembangan pendidikan islam di
Indonesia. Berdasarkan hasil analisis data, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa KH.
Muhammad Cholil adalah sosok seorang pemimpin muslim yang mempunyai karismatik
serta sukses mengajarkan ilmu agama serta mencetak santri-santrinya menjadi kyai-kyai
besar di Indonesia.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT pencipta semua makhluk-Nya yang mngetahui apa
yang ada di langit dan di bumi yang nyata maupun yang tersembunyi, kami memuji,
memohon pertolongan dan apapun serta perlindungan kepada-Nya dari segala bentuk
kejahatan.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa
umat dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang. Alhamdulillah berkat
rahmat-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa ada bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas memberi bantuan, baik moril maupun materil.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Dra. Hj. Tati Hartimah, MA. Sebagai Pembimbing Akademik Jurusan Sejarah
dan Peradaban Islam
3. Bapak Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA. Selaku Ketua Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam beserta Ibu Shalikatus Sa’diyah, M.Pd. Selaku Sekretaris Jurusan
Sejarah dan Peradaban Islam
4. Bapak Dr. Halid, M.Ag. Selaku Pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktunya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk-petunjuk
berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
iii
5. Kepada segenap dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama
menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Keluarga, terutama Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah mengasuh,
membimbing dengan kelembutan dan kasih sayang. Terima kasih atas segala
perhatian dan do’anya. Kepada saudara-saudaraku tersayang Abdullah, Aisyah,
Romli, Muhammad dan Mayu yang memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada KH. Fachrillah Aschal. Selaku Pengasuh Pondok Pesantren Syaikhona
Muhammad Cholil Demangan Barat Bangkalan- Madura
8. Kepada segenap staf-staf Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Demangan Barat
Bangkalan, dan juga staf-staf Data Statistik Kabupaten Bangkalan. Yang sudah
banyak membantu penulis dalam mencari info dan data tentang keadaan
Kabupaten Bangkalan.
Akhirnya penulis hanya dapat mengembalikannya kepada Allah SWT, semoga mereka
mendapat imbalan kebaikan berlipat ganda atas segala jasa dan bantuan serta
pengorbanannya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya. Aamin
Jakarta, 21 Juni 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………………………… I
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. II
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… IV
BAB I : PENDAHULUAN …………………………………………………… I
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………… I
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………………….. 5
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………. 5
D. Kajian Pustaka…………………………………………………………. 6
E. Metodologi Penelitian…………………………………………………. 9
F. Sistematika Penulisan………………………………………………… 14
BAB II : GAMBARAN UMUM WILAYAH BANGKALAN-MADURA……. 16
A. Kondisi Geografis…………………………………………………….. 16
B. Lembaga Pendidikan di Bangkalan: Formal dan Nonformal………… 17
C. Organisasi Sosial Keagamaan dan Pemerintahan…………………….. 20
BAB III : BIOGRAFI INTELEKTUAL KH. MUHAMMAD CHOLIL
BANGKALAN…………………………………………………………… 33
A. Sejarah Hidup…………………………………………………………. 33
B. Karir Pendidikan……………………………………………………… 40
v
C. Karir Organisasi………………………………………………………. 56
D. Karya Tulis KH. Muhammad Cholil…………………………………. 57
BAB IV : PERAN KH. MUHAMMAD CHOLIL DALAM MASYARAKAT
MADURA………………………………………………………………… 60
A. Intensitas Keterlibatan dan Kepedulian dalam Aktifitas Sosial………. 60
B. Dampak pada Perubahan di Masyarakat……………………………… 68
C. Perintis Berdirinya NU……………………………………………….. 70
BAB V : PENUTUP……………………………………………………………… 74
A. Kesimpulan…………………………………………………………… 74
B. Saran………………………………………………………………….. 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ulama adalah bentuk jama‟ dari alim yang berarti terpelajar, dan ulama berarti
orang-orang yang diakui sebagai cendikiawan sebagai pemegang otoritas
pengetahuan.1 Semula kata ulama berarti orang-orang yang mengetahui atau
pandai.Orang yang ahli dalam ilmu apapun dapat dikategorikan sebagai ulama.Istilah
tersebut kemudian berkembang dan tepatnya menciut sehingga lebih banyak
digunakan untuk menyebut mereka yang ahli dalam ilmu agama.Al-Qur‟an
menempatkan ulama pada martabat yang mulia.2
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujaadalah: 11 h. 910)
Sejak munculnya pemerintahan Islam yang ditegakkan atas dasar hokum-hukum Al-
Qur‟an, ummat Islam telah berhasil mencapai puncak kemakmuran yang nyata. Suatu
masyarakat yang dinamis di bawah bimbingan para ulama yang berpendirian teguh, penuh
kejujuran, keberanian dan keikhlasan untuk menegakkan Syari‟at Islam. Sehingga para
ulama itu bagaikan bintang yang menerangi jalan setiap manusia, baik dia penguasa ataupun
rakyat biasa di dalam menempuh kegelapan hidup di dunia.3
Ulama yang ikhlas mengabdikan dirinya kepada Allah senantiasa siap menghadapi segala
macam tantangan yang ada. Prinsip mereka adalah hidup mulia atau mati syahid. Pernyataan
ini merupakan landasan perjuangan hidup para ulama di jalan Allah untuk menegakkan
1 Lihat Ensiklopedi Islam, Cyril Glasse, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2000), h. 417
2Perhatikan QS. Al-Mujaadalah: 11, h. 910
3Abdul „Aziz Al-Badri, Peran Ulama dan Penguasa, Penterjemah: Salim Muhammad Wahid,
(Solo Indonesia: Pustaka Mantiq 1987), cet. Ke-2, h.9
1
2
segala kebenaran.4 Dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan ridho Allah maka para ulama
tidak takut dengan segala macam ancaman dan penindasan dari Raja, Pemerintah, atau
pemerintahan kolonial Belanda pada saat bangsa kita dijajah.
Sejarah Indonesia tidak terlepas dari peran ulama dan kaum muslimin. Melalui
dakwah yang dilakukan oleh para ulama, Islam menjadi agama yang banyak dianut
rakyat Indonesia. Ulama pun menjadi komponen yang turut membentuk dan
mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Seseorang disebut ulama apabila ia
mendalami ilmu agama secara mantap, serta mengamalkannya dalam seluruh segi
kehidupan.
Dalam lintasan sejarah Indonesia, ulama menempati posisi penting dalam
pembinaan moral masyarakat, bahkan pada masa penjajahan, ulama menjadi
pemimpin dan konseptor perlawanan terhadap imperialis, dengan kata lain,
kemerdekaan Indonesia tidak akan terwujud tanpa perjuangan ulama dan umat Islam.
Pasca kemerdekaan Indonesia, ulama tidak lagi memimpin Gerilya dengan
memanggul senjata, melainkan mulai berfikir bagaimana cara membina moral
masyarakat, mengembangkan pendidikan bagi umat Islam serta menjembatani antara
umat Islam dengan Pemerintah.5
Disini penulis akan membahas tentang salah satu ulama yang berada di
Bangkalan-Madura yaitu KH. Muhammad Kholil Bangkalan. Beliau lahir pada hari
Ahad Pahing, tanggal 11 Jumadil Akhir 1235 H bertepatan dengan tanggal 14 Maret
1820 M. Beliau seorang kiai keturunan Sunan Gunung Jati bernama Abdul Latif
4KH. Drs. Badruddin Shubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, Gema Insani Press,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. Ke-1, h. 71 5Abdul Aziz Al-Badri, Peran Ulama dan Penguasa, h. 9
3
merasakan kegembiraan yang luar biasa. Istrinya yang hamil tua melahirkan bayi
laki-laki sehat. Rasa syukur atas anugrah yang didapat hari itu. Sesuai ajaran Islam,
kiai Abdul Latif mengadzani telinga kanan bayi yang baru lahir itu dan mengiqomati
telinga kiri mengikuti Sunnah Rasul.
Bayi yang sangat diharapkan kehadirannya ini memang sudah lama dirindukan.
Terbayang dalam benak kiai Abdul Latif akan jejak leluhur nenek moyangnya. Nenek
moyang yang sangat berkhidmat kepada Islam di Tanah Jawa, yaitu Kanjeng Sunan
Gunung Jati. Doa demi doa selalu dipanjatkan. Dengan penuh harap mudah-mudahan
bayi ini kelak melanjutkan jejak perjuangan nenek moyangnya yang memimpin dan
memandu umat menjadi hamba Allah yang sejati. Beliau adalah seorang ulama
sekaligus waliyullah, lahir bernama Muhammad Kholil. Kota Bangkalan tempat
kelahirannya, kemudian dinisbahkan kepada namanya dan akhirnya dikenal dengan
nama Muhammad Kholil Bangkalan.
Dari sudut manapun, kehidupannya sangat menarik untuk dibicarakan. Legenda
tentang perilakunya yang penuh keajaiban banyak sekali, kehidupannya sangat unik.
Kiai kholil dikenal sebagai Muballigh, pimpinan Pesantren, pencetak Kader ulama
terkemuka di Jawa-Madura, juga menjalani kehidupan Sufi dan Mursyid Thariqat.
Disamping itu, kiai kholil adalah inspirator berdirinya Organisasi Islam Terbesar di
Indonesia, yang kelak dikenal dengan nama Nahdhtul Ulama (NU).
Sebagai seorang pendidik yang berhasil pada zamannya, bagi kita generasi
sekarang menjadi sangat penting untuk mengetahui dan meneladani kehidupannya.
Tak seorangpun yang meragukan keulamaan dan kewaliannya. Hal ini terbukti,
semua ulama ternama yang mempunyai pesantren besar adalah hasil tempaannya.
4
Hampir semua ulama besar abad-20 pernah berguru pada kiai kholil. Demikian juga
dengan kewaliannya, banyaknya karomah yang dimiliki, bukti dirinya adalah kekasih
Allah SWT.
Kiai kholil memang suatu fenomena tersendiri. Selain kealimannya dalam ilmu
Nahwu, Sharaf, Fiqh, dan ilmu-ilmu Al-Qur‟an, termasuk Qira‟ah Sab‟ah, juga
seorang hafidz Al Qur‟an.
Pendidikan adalah upaya manusia untuk mengembangkan kemampuan dan
potensi manusia sehingga bisa hidup layak, baik sebagai pribadi maupun sebagai
anggota masyarakat. Pendidikan itu bertujuan untuk mendewasakan anak yang
mencakup pendewasaan intelektual, sosial, dan moral. Pendidikan adalah proses
sosialisasi untuk mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kapasitas yang
dimilikinya.6
Sebenarnya keilmuan Kholil selama nyantri di Madura dapat dikatakan sudah
cukup. Belajar di Jawa lebih tepat sebagai penyempurnaan disamping mencari
barokah Guru. Selama di pulau Jawa. Dan selanjutnya kiai kholil melanjutkan
belajarnya hingga ke Makkatul Mukarramah. Setelah merasa cukup menimba ilmu di
Makkah, Kholil pulang ke Jawa. Sepulangnya dari Tanah Arab, Kholil dikenal
sebagai pakar berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu alat, spesialisasi kitab Alfiyah.
Kholil kemudian mendirikan Pesantren di desa Jengkibuan, Kabupaten
Bangkalan. Kealimannya segera menyebar keseluruh Madura. Santri-santri mulai
berdatangan untuk mengaji di Pesantren itu. Semakin hari pesantren Syaikhona
6Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Bandung: Sinar Baru
Grasindo), cet,ke-1,h. 3
5
semakin ramai. Para santri tidak hanya dari lingkungan wilayah Bangkalan, tetapi
juga mencakup seluruh Madura. Santri pertama dari luar Madura, tercatat bernama
Hasyim Asyari dari Jombang. Hasyim Asyari kelak muncul sebagai ulama besar,
bahkan berhasil mendirikan suatu organisasi Islam terbesar di pulau Jawa, yaitu
Nahdhatul Ulama (NU). Sejak mendirikan Pesantren di Kademangan, kiai Kholil
bersama para santrinya menetap di Bangkalan. Demikian juga dengan keluarga kiai
Kholil.7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi permasalahan pada peranan
KH.Muhammad Kholil Bangkalan dalam menyebarkan agama Islam di Bangkalan-
Madura.
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Siapakah K.H. Muhammad Kholil Bangkalan?
2. Bagaimana peran K.H. Muhammad Kholil di lingkungan masyarakat Madura?
3. Apa saja karya tulis K.H. Muhammad Kholil?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:
1. Penulis ingin lebih jauh mempelajari riwayat hidup KH. Muhammad Kholil
Bangkalan
7Wawancara pribadi dengan Abdullah AS salah satu tokoh masyarakat Bangkalan-Madura
6
2. Ingin mengetahui bagaimana peran KH. Muhammad Kholil Bangkalan dalam
pendirian dan pengembangan Pondok Pesantren
3. Agar pembaca dapat mengetahui bahwa pendidikan yang dibutuhkan
sekarang ini adalah pendidikan yang terdapat unsur duniawi dan ukhrawi.
D. Kajian Pustaka
Peran merupakan suatu yang penting bagi setiap orang sebab dalam
kenyataannya kelangsungan hidup suatu bangsa atau Negara sangat dipengaruhi oleh
para pemimpinnya. Pemimpin diidentifikasikan sebagai seorang yang secara formal
diberi status tertentu melalui pemilihan, pengangkatan, keturunan atau cara-cara lain.
Kepemimpinan mengacu pada perilaku yang ditunjukkan sesuatu yang lebih individu
dalam kelompok yang membantu kelompok mencapai tujuan.8
Berhasil tidaknya seorang pemimpin banyak bergantung dari keberhasilannya
dalam melakukan kegiatan komunikasi. Sebab seorang tidak mungkin menjadi
pemimpin tanpa mempunyai pengikut. Oleh sebab itu lebih tinggi kedudukan seorang
pemimpin, tentunya akan lebih banyak pengikutnya. Begitu pula bagi seorang kyai,
dalam hal ini yang menjadi salah satu tolak ukur bahwa kyai tersebut berkaliber besar
atau kecilnya dilihat dari banyak dan sedikitnya santri yang dipimpinnya. KH.
Muhammad Kholil Bangkalan adalah salah seorang kyai yang dikategorikan
berkaliber besar.
8 Onong Uchjana Efendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Bandung: CV Masdar Maju,
1992), hl 2
7
KH. Muhammad Kholil mula-mula melakukan pembinaan agama islam di
sekitar Bangkalan. Baru setelah dirasa cukup baik, mulai merambah kepelosok-
pelosok jauh, sehingga menjangkau keseluruh Madura secara merata. Pulau Jawa
yang merupakan pulau terdekat dengan pulau Madura menjadi sasaran dakwahnya,
sehingga dari pulau Jawa banyak berdatangan nyantri ke KH. Muhammad Kholil
Bangkalan. Pondok pesantren pada saat itu merupakan suatu lembaga pendidikan
yang mempunyai peran penting dalam memberi Shibhah atau Wajhah (corak atau
arah) sehingga dengan demikian mampu untuk merubah pandangan atau sikap mental
kejalan yang benar.
Menurut Harun Handiwijoyo, bahwa pesantren-pesantren merupakan lembaga
yang penting dalam penyebaran agama islam, karena pembinaan calon-calon guru,
kyai atau ulama yang justru berasal dari pesantren. Setelah keluar pesantren itu akan
kembali ke masing-masing kampung atau desanya, ditempat asalnya mereka akan
menjadi tokoh keagamaan menjadi kyai yang menyelenggarakan pesantren baru.9
Penulis mendapatkan buku “ Dari Kanjeng Sunan Sampai Romo Kiai
Syaikhona Kholil Bangkalan” karya KH. Ali Badri bin Azmatkhan. Yang membahas
tentang Syaikhona Cholil tapi yang menjadi perbedaannya dengan buku dan karya
ilmiah yang penulis bahas yaitu buku yang berjudul itu lebih condong kepada
pembahasan silsilah/keturunan yang bergelarkan “Azmatkhan” sedangkan karya
ilmiah yang penulis ambil dengan judul “Syaikhona Cholil” yaitu menjelaskan akan
perannya Kyai Cholil di lingkungan masyarakat Madura. Walaupun sama-sama
membahas tentang Syaikhona Cholil tapi perbedaannya hanyalah buku itu lebih
9 Harun Handiwijoyo, Kebatinan Islam Abad XIV, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), hl 125
8
condong kepada keturunan yang bergelar Azmatkhan sedangkan penulis lebih
condong kepada peran beliau (Kyai Cholil) di lingkungan masyarakat Madura.
Selain itu pula penulis mendapatkan karya ilmiah yang membahas tentang Syaikhona
Cholil, yang berjudul “Sejarah Pondok Pesantren Syaikhona Muhammad Cholil dan
Kehidupan Sehari-hari pada Santri” karya Muhammad Romli, di Universitas terkemuka di
daerah Sidogiri. Di dalam karya tulis itu hanya menjelaskan bagaimana asal usul dari
pendirian pondok pesantren yang didirikan oleh Kyai Cholil tersebut. Serta kehidupan
keluarganya dimulai dari keturunan hingga beliau menjadi tokoh terkemuka seperti yang
banyak diceritakan oleh buku lain yang membahas tentang Syaikhona Cholil.
Begitupun bagaimana cara pengajaran beliau kepada para santrinya maupun pada
keluarganya sendiri,yang lebih mirip dengan pengajaran nenek moyangnya yang dahulu yaitu
beberapa dari Sunan Walisongo, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, dan Sunan
Gunung Jati. Yang di antara pengajarannya itu lebih banyak kepada praktek.
Sebenarnya tidak banyak yang membahas tentang Kyai Cholil, walaupun ada yang
membahas Kyai Cholil, kemungkinan hanya sedikit data yang didapatkan oleh para penulis,
karena di keluarganya sendiri terkadang merasa takut untuk menceritakan tentang kehidupan
Kyai Cholil. Mereka takut ada yang salah dalam mengisahkan kehidupan Kyai Cholil,karena
itu bisa menjadi bala‟ bila dalam mengisahkan beliau sampai salah, karena beliau Waliyullah.
Sedangkan keluarga dari Kyai Cholil kemungkinan mendapatkan data beliau dari
keluarganya sendiri itu hanya mereka ketahui atau cerita dari para leluhurnya tapi
kemungkinan hanya sedikit, begitupun yang penulis lakukan, yaitu dengan mencari
beberapa buku yang membahas tentang Kyai Cholil dan dengan wawancara kepada beberapa
sanak keluarga beliau dan juga pada pengurus yang bisa melengkapi karya ilmiah yang
penulis lakukan ini. Kebanyakan yang penulis dapatkan dari hasil-hasil penelitian orang lain,
9
yang menjelaskan Syaikhona Cholil, belum ada yang membahas tentang peran Kyai Cholil
dalam mengembangkan Islam di Bangkalan. Maka penulis berinisiatif untuk melakukan
karya ilmiah yang berjudul tentang “Peran KH. Muhammad Cholil dalam Mengembangkan
Islam di Bangkalan-Madura”. Dan alhamdulillah penulis mendapatkan izin dari keluarga
Kyai Cholil.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengumpulkan beberapa data yang
berhubungan dengan pembahasan mengenai KH. Muhammad Kholil Bangkalan dan
perannya, baik data yang bersifat primer sebagai bahan utama, maupun data yang
bersifat sekunder sebagai bahan pelengkap.
Dalam menyusun skripsi ini, ada beberapa hal yang perlu penulis jelaskan
terlebih dahulu yaitu mengenai istilah-istilah dari judul skripsi ini. Pertama, peran
merupakan kata kunci dalam penulisan skripsi ini. Dengan demikian peran
menunjukkan hubungan dengan sejumlah norma yang berhubungan dengan
status/kedudukan seseorang dalam struktur sosial. R.K Merton mengatakan bahwa
peran adalah kumpulan pola tindakan tertentu yang diwujudkan seseorang dalam
suatu struktur sosial tertentu, atau bagaimana seseorang harus berbuat (bertindak)
terhadap orang lain dan orang lain terhadapnya.10
Dalam skripsi ini makna peran
diartikan dengan keikutsertaan Syaikhona Cholil dalam menumbuh kembangkan
wawasan Islam. Kedua, pengembangan mempunyai arti menyebarluaskan, dalam hal
10
H. Ahmad Sutarmadi, Al-Imam al-Tirmidzi; Peranannya dalam Pengembangan Hadits dan
Fiqh, (Jakarta: Logos, 1998), Cet ke-1,h.27
10
ini Syaikhona Cholil berusaha untuk menyebarluaskan pemikiran-pemikiran
keislamannya.
Adapun buku “ Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”, terbitan CeQDA 2007, menjadi buku
acuan yang penulis gunakan untuk membantu dalam hal teknik penulisan skripsi ini.
1. Pendekatan Studi dan Jenis Penelitian
Setelah dilakukan klasifikasi data, tahap selanjutnya yang penulis lakukan
adalah melakukan analisa yang bersifat kualitatif, dalam artian penulis akan
menguraikan data-data historis tersebut dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
yang sesuai dengan konteks dimana sejarah tersebut terjadi. Pendekatan sejarah
digunakan untuk mendeskripsikan sejarah hidup KH. Muhammad Cholil di
Bangkalan dengan ajaran pengembangan Islam. Sejarah intelektual dalam bahasa
Sartono Kartodirdjo adalah mencoba mengungkapkan latar belakang sosio-kultural
para pemikir, agar dapat mengekstrapolasikan faktor-faktor sosio-kultural yang
mempengaruhinya. Dengan demikian, kita tidak mudah jatuh ke suatu absolutisme
atau determinisme. Memang pandangan historis sebaiknya akan lebih mendorong ke
suatu relativisme dalam menghadapi berbagai ideologi beserta doktrin-doktrinnya.
Pengkajian bidang sejarah intelektual dari yang barang tentu memiliki peninggalan
tertulis, cukup dipermudah dengan adanya dokumentasi berbagai mentifact. Aspek
yang sangat menarik dari sejarah intelektual ialah dialektik yang terjadi antara
ideologi dan penghayatan oleh penganutnya. Adapun tema-tema yang dikembangkan
dalam Sejarah Intelektual adalah pemikiran yang dilakukan oleh perseorangan
11
(Soekrano, Natsir, John Locke), Isme atau Paham (nasionalisme, sosialisme,
pragmatisme), gerakan intelektual (aliran Frankfurt, Strukturalisme, Pasca
Modernisme), periode (The Age of Belief, Renaissance, Pencerahan), dan pemikiran
kolektif (MUI, Muhammadiyah, NU).11
Dalam perspektif kesejarahan baik pesantren
dan madrasah, pada umumnya dipandang sebagai Lembaga Pendidikan Indigenous
Jawa, tradisi keilmuan pesantren dalam banyak hal memiliki afinitas dengan
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Tradisional di Kawasan Dunia Islam lainnya.
Afinitas atau kesamaan itu dalam batas tertentu bukan hanya pada tingkat
kelembagaan dan keterkaitannya dengan lingkungan sosialnya, tetapi juga pada watak
dan karakter keilmuannya. Sebagai lembaga pendidikan indigenous, pesantren
memiliki akar sosio-historis yang cukup kuat, sehingga membuatnya mampu
menduduki posisi yang relative sentral dalam dunia keilmuan masyarakatnya, dan
sekaligus bertuhan di tengah berbagai gelombang perubahan. Kalau kita menerima
spekulasi bahwa “pesantren” telah ada sebelum masa Islam, maka sangat boleh jadi ia
merupakan satu-satunya lembaga pendidikan dan keilmuan di luar istana. Dan jika ini
benar, berarti pesantren merupakan semacam lembaga “Counter Culture” (budaya
tandingan) terhadap budaya keilmuan yang dimonopoli kalangan istana dan elite
Brahmana. Eksistensi pesantren bertambah kuat ketika corak Islam yang berkembang
di Jawa memberikan dasar ideologis dan kelembagaan yang kondusif bagi pesantren.
Corak Islam tersebut biasanya di tipologisasikan (watak) banyak ahli sebagai “Islam
11
www.google.com
12
Tradisional”, atau lebih tepatnya “Islam Tradisi”, dimana Syari‟ah dan tasawuf yang
berkembang sepanjang sejarah Islam menjadi unsur-unsur terpenting.12
Sedangkan pendekatan sosial dalam hal ini, digunakan untuk menjelaskan
bagaimana peran KH. Muhammad Cholil dalam mengembangkan Islam di
masyarakat Bangkalan khususnya Madura-Jawa.
2. a. Sumber Data Primer
Dalam usaha mendapatkan data dan metode ini, penulis melakukan kunjungan
ke Pondok Pesantren Syaikhona Cholil yang bertempat di Demangan Barat
Bangkalan-Madura guna melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh (H. Ikhsan
Fadhil beserta staff dari pondok pesantren tersebut, dan H. M. Thoyyib Fawwaz
Muslim, S.Pdi) disana. Selain itu pula penulis mendapatkan karya beliau (Syaikhona
Cholil) antara lain: Alfiyah, yaitu kitab alat bagi ilmu nahwu yang selalu dipakai oleh
beliau baik di dalam pengajarannya kepada santri-santinya maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Assilahu Fi Bayaninnikah, yaitu kitab yang menjelaskan asal usul dalam
pernikahan, Hasyiyah al-Bajuri, yaitu kitab yang menjelaskan tentang hukum fiqh,
yang pernah dijadikan sebagai bahan utama beliau dan juga sebagai manfaat bagi
penulis dan untuk mencari sumber-sumber yang ada kaitannya dengan pembahasan
skripsi ini.
12
Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam,
Jakarta: Logos Wacana ilmu, 1998, cet I, h. 87
13
b. Sumber Data Sekunder
Adapun penulis mengumpulkan data sekunder ini dengan melakukan ke
beberapa Perpustakaan dan Website terkait dengan KH.Muhammad Cholil serta
mencari sumber-sumber yang ada kaitannya.
3. Metode Pengumpulan data
Penulis mengumpulkan data dari tiga sumber sebagai berikut:
a. Observasi Lapangan
Dilakukan dengan cara melakukan penelitian terjun langsung kepada tokoh
yang mengetahui sejarah tersebut. Dalam hal ini, metode yang digunakan adalah
berupa sejarah lisan. Metode sejarah lisan ini dipergunakan sebagai metode
pelengkap terhadap bahan dokumenter.13
b. Interview (wawancara)
Sebagai salah satu sumber dalam penulisan skripsi ini, karena penulis telah
mendapatkan izin dari Keluarga Besar KH. Muhammad Cholil, dengan melakukan
wawancara untuk membantu memberikan atau mencarikan informasi mengenai judul
yang sedang penulis angkat sebagai judul skripsi.
4. Teknik dan Analisis Data
Penelitian ini termasuk ke dalam tipe penelitian deskriptif analitis, yaitu
mendapatkan gambaran tentang kenyataan di antara berbagai faktor atau gejala-gejala
sosial yang ada. Metode penelitian deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah
13
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003) h. 27
14
b. Data-data yang dikemukakan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian di
analisis.
Tujuan menggunakan metode deskriptif analitis adalah untuk mendeskripsikan
secara rinci tentang obyek penulisan ini bisa dilakukan tanpa hipotesis yang telah di
rumuskan secara ketat. Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan pendekatan
metode analisis, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Kategorisasi: Membuat kategori-kategori dari masing-masing tulisan itu
kemudian memilah-milah dan memisahkannya kedalam sub-sub pemikiran.
b. Editing: Pemeriksaan kembali terhadap kelengkapan jawaban yang telah
diperoleh.
F. Sistematika Penulisan
Untuk dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan mampermudah serta
keteraturan dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi materinya menjadi sub-sub
bab yang telah terperinci, adapun sistematika penulisan secara lengkap adalah sebagai
berikut:
Bab I : Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metodologi Penulisan,dan Sistematika
Penulisan
Bab II : Gambaran umum keadaan Bangkalan-Madura, yang terdiri dari Kondisi
Geografis dan demografis, lalu Lembaga pendidikan di Bangkalan baik
formal nonformal, dan Organisasi Sosial Keagamaan dan Pemerintahan.
15
Bab III : Biografi intelektual KH. Muhammad Cholil Bangkalan, yang akan dibahas
tentang Sejarah hidup, Karir pendidikan, Karir organisasi, Karya tulis KH.
Muhammad Cholil dan Murid-murid KH. Muhammad Cholil Bangkalan.
Bab IV : Peranan KH. Muhammad Cholil dalam masyarakat Madura, yang akan
dibahas tentang Intensitas Keterlibatan dan Kepedulian dalam Aktifitas
Sosial, Dampak Pada Perubahan di Masyarakat, serta Perintis Berdirinya NU.
Bab V : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
16
BAB II
GAMBARAN UMUM KEADAAN BANGKALAN-MADURA
A. Keadaan Geografi
Kabupaten Bangkalan dengan luas wilayah 1.260,14 Km yang berada dibagian paling
Barat dari pulau Madura terletak diantara koordinat 112 40’06” – 113 08’04” Bujur Timur
serta 6 51’39” – 7 11’39” Lintang Selatan.
Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
- Disebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
- Disebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sampang
- Disebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan Selat Madura.
Dilihat dari topografi, maka daerah Kabupaten Bangkalan berada pada ketinggian 2-100
m di atas permukaan air laut. Wilayah yang terletak di pesisir pantai, seperti Kecamatan
Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi,
Labang dan Kecamatan Burneh mempunyai ketinggian antara 2-10 m di atas permukaan air
laut. Sedangkan wilayah yang terletak di bagian tengah mempunyai ketinggian antara 19-100
m di atas permukaan air laut, tertinggi adalah Kecamatan Geger dengan ketinggian 100 m di
atas permukaan laut.
Kemampuan tanah di Kabupaten Bangkalan jika dilihat dari kemiringannya maka
sebagian besar memiliki kemiringan 2-15% yaitu sekitar 50,45% atau 63.002 Ha. Dan
kemiringan 0-2% sekitar 45,43% atau 56.738 Ha. Apabila dilihat dari tekstur tanahnya maka
sebagian besar bertekstur sedang yaitu seluas 116.267 Ha. Atau sekitar 93,10% sedangkan
dari kedalaman spektip tanahnya maka prosentase terbesar adalah tanah yang kedalamannya
90 cm yaitu sekitar 64.131 Ha atau 51,35%.
11 16
17
Rata-rata curah hujan di Kabupaten Bangkalan tahun 2008 sebesar 5.94 mm, naik sedikit
dari tahun lalu yang sebesar 5,35 mm atau naik 9,96 persen. Pada periode yang sama rata-rata
jumla hari hujan per tahun mengalami penurunan yakni dari183 hari pada tahun 2007
menjadi 182 hari pada tahun 2008. Dengan demikian meningkatnya curah hujan tersebut
tidak diiringi peningkatan jumlah hari hujan.
B. Lembaga Pendidikan di Bangkalan
Dari hasil penelitian penulis yang didapat dari data statistik di Bangkalan terutama dalam
kelembagaan pendidikan baik yang formal maupun nonformal itu pastinya akan ada
peningkatan dan penurunan khususnya di negeri dan swasta.
Perkembangan sarana pendidikan di Kabupaten Bangkalan, untuk pendidikan sekolah
dasar negeri maupun swasta semakin meningkat. Dari hasil penelitian bahwa jumlah sekolah
SD yang Negeri pada tahun 2009 mencapai 666, sedangkan Swasta hanya terdapat 7
sekolahan.Peningkatan dari tahun ke tahun itu sudah pasti terjadi.
Di tahun 2009 ini, jumlah murid SDN turun sebesar 1,5 persen, sementara jumlah guru
mengalami penurunan dari tahun 2008 sebesar 8,59 persen. Pada periode yang sama rasio
murid terhadap guru naik, yakni dari 21,95 murid/guru pada tahun 2009 dari 21,51
murid/guru pada tahun 2008, begitupun dengan Swasta.1
Jumlah SMP pada tahun 2009 ada sebanyak 122 sekolah yang terdiri dari 42 SMP
Negeri dan 80 SMP Swasta. Untuk pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) maka
tingkat perkembangan murid pada tahun 2009 jumlah murid SMP Negeri mengalami
penurunan 2,15 persen. Dan kenaikan sebesar 10,34 persen untuk SMP swasta. Mengenai
perkembangan jumlah guru untuk SMP Negeri mengalami penurunan sebesar 1,04 persen.
1Hasil dari Data Statistik Kabupaten Bangkalan Tahun 2009
18
Dilihat rasio murid terhadap guru, maka SMP Negeri memiliki rasio 16,47 murid/guru
sedangkan SMP Swasta yang hanya memiliki rasio 20,34 murid per guru. 2
Jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2009 ada sebanyak 34 sekolah
yang terdiri dari 14 SMA Negeri dan 39 SMA Swasta. Sementara pula jumlah murid SMA
Swasta meningkat 11,87 persen disbanding tahun sebelumnya, sedangkan jumlah murid
SMA Negeri menurun dari tahun sebelumnya.
Sedangkan rasio murid terhadap guru untuk SMA Negeri sebesar 6,04 murid/guru,
lebih kecil dari pada SMA Swasta yang memiliki rasio 6,91 murid per guru.
Di wilayah Kabupaten Bangkalan juga terdapat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madarasah
Tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MA) baik Negeri maupun Swasta.
Apabila diikuti perkembangannya dalam lima tahun terakhir, dari sisi perkembangan
sarana fisik pendidikan, maka untuk sekolah yang berstatus Negeri tidak mengalami
perubahan, sedangkan yang berstatus Swasta jumlahnya terus mengalami kenaikan hingga
tahun 2003, namun memasuki tahun 2004. Sedikit mengalami penurunan, kemudian pada
tahun 2007 mengalami peningkatan kembali.3
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di tanah air. Lazimnya dalam
pesantren, seorang ulama dikelilingi beberapa santri yang mempelajarinya agama Islam
sekaligus menjadi penerus perjuangan Islam serta dilatih untuk menjadi pelayan masyarakat.
Oleh karena itu, di samping pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam, lembaga
perjuangan Islam juga lembaga pelayan masyarakat.4
Jika kita masuk ke dalam asrama lembaga pendidikan pondok pesantren, di sana kita
tidak akan mendapatkan seorang santripun yang tidak memiliki buku yang biasa disebut
2Hasil dari Data Statistik Kabupaten Bangkalan Tahun 2009
3Hasil dari Data Statistik Kabupaten Bangkalan Tahun 2009
4Ibnu Assayuthi Arrifa’I, Korelasi Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dan NU, Editor:
KH. Irfan Aziz, al-Haula press, Juni 2010, h. 32
19
dengan kitab kuning, yaitu suatu jenis buku berbahasa Arab dengan gaya susunan dan tulisan
model klasik dalam berbagai macam bidang pembahasan ilmu-ilmu agama Islam. Karena
buku-buku jenis itulah yang digunakan sebagai pegangan para santri pondok pesantren dalam
mempelajari dan memperdalam ilmu-ilmu agama lembaga tradisional itu.
Sejak abad VIII M. Agama Islam mulai berkembang dengan pesatnya. Kitab-kitab
ilmu agama dengan model yang kini diistilahkan dengan kitab kuning, itu mulai banyak
bermunculan dari buah pikiran para cerdik cendikiawan muslim terutama di jazirah Arab dan
sekitarnya. Kita mengenal kitab-kitab, seperti: Ihya’Ulumuddin karangan Imam Al-Ghozali
dari Thus, yang kini termasuk wilayah Iran, Fathul Wahhab hasil tulisan karya Imam Zakaria
Al-Anshari dari Mesir, Syarah Muhadzab buah karya Imam Nawawi dari Damaskus Syiria
dan lain-lainnya.
Namun setelah agama Islam meluas sampai ke wilayah timur hingga ujung daratan
Timur Asia, maka mulailah kitab-kitab jenis muncul pula dari hasil buah pena ulama-ulama
di wilayah Islam batu itu terutama dari kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia.5
Dari hasil penelitian yang penulis dapatkan bahwa jumlah keseluruhan pondok
pesantren yang ada di Kabupaten Bangkalan khususnya pada tahun 2008 bahkan mungkin
sampai sekarang itu mencapai 327 pondok pesantren ataupun bisa lebih dari itu yang ada di
Kabupaten Bangkalan. Menurut apa yang diketahui oleh penulis dari hasil penelitian kalau
pondok pesantren yag ada di Kabupaten Bangkalan itu tidak disebutkan atau ditulis oleh
bagian data statistik karena itu sudah menjadi hak pondok sendiri dalam mengembangkan
data statistiknya. Bagian data statistik yang ada di Kabupaten Bangkalan hanya menyebutkan
berapa saja jumlah pondok pesantrennya, serta tidak mencantumkan nama-nama pondok
pesantren. Tapi yang jelas bahwa pondok pesantren keseluruhannya itu ada 327 pondok
5Muhammad Ulul Fahmi, Ulama Besar Indonesia Biografi dan Karyanya, Editor: KH.
Muhammad Nu’man HM, Kendal: Pustaka Amanah, 2007, h. 1
20
pesantren bahkan bisa saja sekarang ini ada penambahan lagi pondok pesantren yang sedang
di bangun untuk masa depan.
Menurut hasil penelitian penulis tentang pendidikan nonformal di keseluruhan
Kabupaten Bangkalan itu lebih banyak meminatkan diri pada kursus dan pelatihan. Adapun
dalam kursus itu meliputi kursus bahasa Inggris karena dalam bidang ini sangat dibutuhkan
di zaman sekarang atau zaman modern ini. Setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Sedangkan pada pelatihan ini meliputi pada pelatihan menjahit, dan setiap tahunnya juga
selalu mengalami peningkatan walaupun tidak seperti kursus peningkatannya. Sampai
sekarang belum ada peningkatan pendidikan nonformal selain yang disebut di atas.
Kemungkinan dalam 2 atau 5 tahun lagi pendidikan nonformal di Kabupaten Bangkalan akan
lebih ditingkatkan lagi, agar kota serta masyarakatnya bisa lebih maju dari sebelumnya.
C. Organisasi Sosial Keagamaan dan Pemerintahan
1. NU
Ada tiga orang tokoh ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses
pendirian Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Kyai Wahab Chasbullah (Surabaya asal
Jombang), Kyai Hasyim Asy’ari (Jombang) dan Kyai Cholil (Bangkalan). Mujammil Qomar,
penulis buku “NU Liberal: Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme Islam”,
melukiskan peran ketiganya sebagai berikut Kyai Wahab sebagai pencetus ide, Kyai Hasyim
sebagai pemegang kunci, dan Kyai Cholil sebagai penentu berdirinya.
Tentu selain dari ketiga tokoh ulama tersebut, masih ada beberapa tokoh lainnya yang
turut memainkan peran penting. Sebut saja KH.Nawawie Noerhasan dari Pondok Pesantren
Sidogiri.Setelah meminta restu kepada Kyai Hasyim seputar rencana pendirian Jam’iyyah.
Kyai Wahab oleh Kyai Hasyim diminta untuk menemuiKyai Nawawie. Atas petunjuk dari
21
Kyai Hasyim pula, Kyai Ridhwan yang diberi tugas oleh Kyai Hasyim untuk membuat
lambing NU juga menemui Kyai Nawawie. Tulisan ini mencoba mendeskripsikan peran Kyai
Wahab, Kyai Hasyim, Kyai Cholil dan tokoh-tokoh ulama lainnya dalam proses berdirinya
NU.6
Pada awalnya, ide pembentukan Jam’iyyah itu muncul dari forum diskusi Tashwirul
Afkar yang didirikan oleh Kyai Wahab pada tahun 1924 di Surabaya. Forum diskusi
Tashwirul Afkar yang berarti : “Potret Pemikiran” ini dibentuk sebagai wujud kepedulian
Kyai Wahab dan para Kyai lainnya terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh umat
Islam terkait dalam bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik. Setelah peserta forum
diskusi Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk Jam’iyyah, maka Kyai Wahab merasa
perlu meminta restu kepada Kyai Hasyim yang ketika itu merupakan tokoh ulama pesantren
yang sangat berpengaruh di Jawa Timur.7
Organisasi sosial keagamaan di Kabupaten Bangkalan ini, sebagaimana diketahui
bersama, organisasi NU adalah organisasi para ulama, Kyai, dan santri yang berada di
kalangan orang kecil pedesaan, para petani dan buruh organisasi ini juga melakukan advokasi
pendidikan kepada kalangan masyarakat bawah akan kehidupan sosial dan budayanya, dan
organisasi ini juga memberikan sumbangsih perjuangan melawan penjajah.
Perangkat organisasi NU
Lembaga
Perangkat organisasi yang berfungsi pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan
satu bidang tertentu.
Adapun lembaga-lembaga NU meliputi:
6Mokh. Syaiful Bakhri, Syaikhona Kholil Bangkalan; Ulama Legendaris dari Madura, Cipta
Pustaka Utama, Pasuruan: September 2006, cet 1, h 106 7Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi, (Wakil
Sekretariat I PCNU Bangkalan 2007- Sampai sekarang) Pada tanggal 30 Oktober 2010
22
1. Lembaga Dakwah NU (LDNU)
2. Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU)
3. Lembaga Sosial Mabarut NU (LSMNU)
4. Lembaga Perekonomian NU (LPNU)
5. Lembaga Pembangunan dan Pengembangan Pertanian (LP2NU)
6. Rabithah Ma’ahid Islamiah (RMI); Pengembangan Bidang Pondok Pesantren
7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU (LKKNU)
8. Ha’iyah Ta’miril Masjid Indonesia (HTMI)
9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM)
10. Lembaga Seni Budaya NU (LSBNU)
11. Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja NU (LPTKNU)
12. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum NU (LPBHNU)
13. Lembaga Pencak Silat (LPS)
14. Jam’iyyah Qurawal Huffadz (JQH): Bidang Pengembangan Tilawah, Metode
Pengajaran dan Penghafalan Al Qur’an.
Bisa dikatakan jika organisasi ini mengawal proses kelahiran kemerdekaan Indonesia,
mengawal proses masa revolusi, lahirnya orde baru, dan lahirnya orde reformasi. Organisasi
ini tetap eksis sampai kini. Tentunya kita tak bisa menghapus begitu saja peran Kyai Cholil
Bangkalan atas lahirnya organisasi ini di masa silam.
Berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang sebelum dibentuk, para perintisnya
mengadakan pembicaraan-pembicaraan untuk mencari kesamaan-kesamaan dalam cita-cita,
program, dan sebagainya. Kemudian mensosialisasikan kepada orang-orang yang diharapkan
menjadi anggota, Nahdlatul Ulama tidak melakukannya karena:
23
a. Kesamaan-kesamaan termaksud sudah dimiliki oleh kaum Muslimin Indonesia,
yaitu Faham Islam Ahlussunnah wal Jama’ah dengan berhaluan madzhab, yang
menjadi “trayek” Nahdlatul Ulama.
b. Para calon anggota umumnya adalah mereka yang berada di bawah bimbingan para
ulama pesantren yang mendirikan Nahdlatul Ulama, sehingga dengan mudah dan
cepat ikut Nahdlatul Ulama.
Cepatnya perkembangan Nahdlatul Ulama, terutama dalam jumlah anggota yang
bergabung, dari satu sisi sangat menggembirakan, tetapi di satu sisi lain agak
memprihatinkan karena sekian banyak orang yang mendadak bergabung dengan NU, ternyata
tidak mampu diurus secara organisatoris-administratif. Tenaga yang bisa mengurus tidak
sebanding dengan besarnya jumlah mereka yang harus diurus.8
Sejak semula, sesuai dengan ajaran Islam, Nahdlatul Ulama menempatkan semua
manusia pada kedudukan yang sama dihadapan Allah SWT, sebagaimana firmannya:
“ Hai manusia! Sungguh Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya
kalian saling mengenal. Sungguh, orang yang paling mulia di antara kalian disisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha
mengenal”.
Saling mengenal (Lita’aarafuu) artinya saling mengerti, saling menghormati dan saling
membantu. Manusia, dihadapan Allah adalah Makhluk yang terhormat, sebagaimana
firmannya:
“ Sungguh, Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka (Kami beri
kemampuan dalam angkut mengangkut) di daratan dan di lautan. Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan”. (QS. Al-Isra’ ayat 70)
8Saifullah Ma’sum, Karisma Ulama Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, Bandung: Mizan,
1998, h 25-26
24
Menurut yang telah didapatkan oleh penulis dari Kabupaten Bangkalan itu, sikap
kesosialannya di dalam organisasi berangkat dari dua sikap: Lita’aarafuu(saling mengerti)
dan Karamna (saling menghormati) itu, Islam mengatur hubungan antar sesama manusia
yang berkembang dan saling tolong menolong, saling membantu, saling mengasihi dan
seterusnya. Manusia yang hidup bersama dan saling berhubungan itu bermacam sifat
hubungannya. Ada yang dihubungkan dengan family atau kekerabatan, ada yang
dihubungkan dengan tempat tinggal atau ketetanggaan, dengan pekerjaan, tempat pendidikan,
ada yang dihubungkan dengan kesukuan, kebangsaan dan ada yang dihubungkan dengan
kemanusiaan.9
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi yang didirikan oleh Muhammad Darwis, yang
dikemudian dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, 8 Dzulhijjah 1330 H/ 18
Nopember 1912. Selain berprofesi sebagai Khatib di Kraton Yogyakarta, Dahlan juga
seorang pedagang dan Penasehat Central Sarikat Islam (CSI).Perjalanannya ke daerah luar
Yogyakarta tampaknya sangat terkait dengan ketiga profesi itu, sehingga usahanya
menyebarkan pembaharuan agama Islam tersamar dalam aktivitasnya sebagai pedagang dan
penasehat CSI.10
Pertama kali KH Ahmad Dahlan ke Jatim terjadi sekitar 1916, atau 1 tahun setelah H
Mas Mansur sepulang dari Mekkah dan Mesir menemuinya di Yogyakarta (1915). Saksi
kedatangan KH Dahlan ke Surabaya ini dua di antaranya adalah tokoh pergerakan nasional
Soekarno dan Roeslan Abdulgani. Keduanya tidak hanya menyaksikan, tetapi juga mengikuti
pengajiannya di langgar Peneleh, Plampitan, serta di langgar dekat rumah KH Mas Mansur
9Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi
10www.google.com
25
(kawasan Ampel). KH.Ahmad Dahlan datang ke Surabaya dan memberikan tabligh di tiga
tempat, yaitu di kampong Peneleh, Plampitan, dan Ampel.
Pada tahun yang sama, KH Mas Mansur untuk kedua kalinya datang ke rumah KH
Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Pertemuan kali ini berlangsung lebih lama daripada tahun
sebelumnya, dan diisi dengan pembicaraan yang bersifat dialogis. Dari dialog inilah KH Mas
Mansur tampaknya amat terkesan dengan kepiawaiannya KH Ahmad Dahlan dalam
menafsirkan al-Qur’an.
Kekaguman inilah yang mengantarkan KH Mas Mansur menerima ajakan KH Ahmad
Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah di Surabaya 4 tahun kemudian, atau 1920, yang
secara resmi dideklarasikan pada 1 Nopember 1921. Muhammadiyah Surabaya ditetapkan
oleh Surat Ketetapan HB Muhammadiyah No 4/1921. Muhammadiyah Surabaya langsung
berstatus Cabang yang diketuai oleh KH Mas Mansur, dibantu oleh H Ali, H Azhari Rawi, H
Ali Ismail dan Kyai Usman.
Perjalanan KH Ahmad Dahlan di Jatim tidak berhenti di Surabaya saja, karena dia
ternyata juga mengunjungi berbagai kota lainnya. Tempat-tempat yang dikunjungi dan
membuahkan hasil adalah Kepanjen (21 Desember 1921), Blitar (1921), Sumberpucung
(1922), dan Ponorogo (1922). Tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga berdiri di Jombang
(1923), Madiun (1924), Ngawi (1925), Jember (1925), Situbondo (1925), Malang (1926),
Gresik (1926), Lumajang (1927), Trenggalek (1927), Bondowoso (1927), Bangkalan (1927),
Sumenep (1927), Sampang (1927), dan Probolinggo (1928).
Pada tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga didirikan di Pamekasan (1928), Kediri
(rentang waktu 1927-1933), Tulungagung (1932), Banyuwangi (1933), Magetan (rentang
waktu 1932-1933), Nganjuk (1933), Pacitan (1933), Tuban (1933), Mojokerto (1933),
Sidoarjo (1935-1936), Bojonegoro (1947), dan Lamongan (1951).
26
Kemunculan Muhammadiyah di Bangkalan dimulai dengan adanya perkumpulan al-
Ishlah yang dipimpin oleh KH Abdul Manan Hamid, Ulama asal Socah, pada tahun 1930-an.
KH Abdul Manan Hamid mengembangkan Muhammadiyah melalui forum-forum
pengajian dan melakukan pendekatan terhadap ulama-ulama di Bangkalan. Melalui dialog-
dialog yang intens antara KH Abdul Manan Hamid dengan para Kyai, banyak kemudian Kyai
di Bangkalan yang tertarik kepada Muhammadiyah. Dengan sendirinya, karena seorang Kyai
biasanya memiliki pengaruh yang kuat kepada masyarakat, kemudian banyak pula
masyarakat yang bergabung dengan Muhammadiyah. Secara keorganisasian kondisi kondusif
di atas ditunjukkan dengan terbentuknya 13 cabang Muhammadiyah.
Namun seiring perubahan kondisi politik di tanah air, yakni ketika diberlakukannya
monoloyalitas, Muhammadiyah cukup terpengaruh. Terjadi penurunan drastis jumlah cabang
yang ada, dari 13 cabang menjadi hanya 7 cabang. Kondisi ini memang cukup
memprihatinkan.
Tetapi penurunan itu bukan berarti secara umum Muhammadiyah di Bangkalan hilang,
tetapi ternyata hingga saat ini masih eksis secara baik. Hal itu dapat kita lihat dari masih
berdirinya lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah dari tingkat Taman Kanak-kanak
(TK) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU). Hanya perlu dicatat untuk Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) kondisi sudah sangat memprihatinkan. Untuk amal usaha di bidang
kesehatan, masih berdiri Rumah Bersalin (RB), Balai Pengobatan (BP) dan BKIA.11
Demikianlah hasil penelitian yang Penulis dapat serta yang dibahas tentang organisasi-
organisasi yang sangat berpengaruh seperti NU dan Muhammadiyah pada keadaan
masyarakat Kabupaten Bangkalan.
11
Disarikan dari penuturan Bapak Muhammad Amin, Bendahara PDM Kab.Bangkalan
periode 1995-2000.
27
3. MUI
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama,
zuama dan cendikiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah
umat islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri
pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 M di Jakarta, sebagai
hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datanag
dari berbagai penjuru tanah air.12
Dari hasil penelitian ini, MUI di kabupaten Bangkalan itu terletak antara di pusat kota
Bangkalan tepatnya daerah Jhunuk yaitu daerah di timurna dari pusat kota Bangkalan.
penulis tidak begitu banyak mendapatkan hasil mengenai MUI di Kabupaten Bangkalan.
Hanya saja dari hasil yang penulis dapatkan keadaan sosialnya di Bangkalan sekarang yaitu
mengenai Ahmadiyah yang sekarang-sekarang ini gencar di perbincangkan baik lisan
maupun media. Dari hasil pengamatan penulis mengenai MUI di Kabupaten Bangkalan ini
mengatasi agama Ahmadiyah yang dianggap oleh orang Islam ini sesat, yaitu dengan cara
dibicarakan baik-baik agar tidak menimbulkan kekerasan sesama organisasi yang ada.
Dari yang pernah terjadi di beberapa daerah yang lain penulis sendiri tidak mengerti
kenapa orang yang dinyatakan sesat harus diamuk seperti itu? Ibaratnya, ada orang Semarang
bertujuan ke Jakarta, tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita yang tahu bahwa orang
itu sesat menempelenginya. Aneh dan lucu.
Konon orang-orang yang ngamuk itu adalah orang-orang Indonesia yang beragama
Islam.Artinya, orang-orang yang berketuhanan Allah Yang Maha esa dan berkemanusiaan
adil dan beradab. Kita lihat imam-imam mereka yang beragitasi dengan garang di layar kaca
itu kebanyakan mengenakan busana Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
12
www.google.com
28
Kalau benar mereka orang-orang Islam pengikut Nabi Muhammad SAW, mengapa
mereka tampil begitu sangar, mirip preman? Seolah-olah mereka tidak mengenal pemimpin
agung mereka, Rasulullah SAW.
Kalau massa yang hanya makmum, itu masih bisa dimengerti. Mereka hanyalah
mengikuti telunjuk imam-imam mereka.Tapi, masak imam-imam yang mengaku pembela
Islam itu tidak mengerti misi dan ciri Islam yang rahmatan lil ’aalamiin, tidak hanya
rahmatan lithaaifah makhshuushah (golongan sendiri). Masa mereka tidak tahu bahwa
pemimpin agung Islam, Rasulullah SAW, adalah pemimpin yang akhlaknya paling mulia dan
diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Masak mereka tidak pernah membaca, misalnya ayat “Ya ayyuhalladziina aamanuu
kuunuu qawwamiina lillah syuhadaa-a bilqisthi…al-aayah” (Q. 5: 8).Artinya, “wahai orang-
orang yang beriman jadilah kamu penegak-penegak kebenaran karena Allah dan saksi-saksi
yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum menyeret kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa. Takwalah kepada
Allah.Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.”
Apakah mereka tidak pernah membaca kelembutan dan kelapangdadaan Nabi Muhammad
SAW atau membaca firman Allah kepada beliau, “Fabimaa rahmatin minaLlahi linta lahum
walau kunta fazhzhan ghaliizhal qalbi lanfaddhuu min haulika… al-aayah” (Q. 3:
159).Artinya, “maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berperangai lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati kejam, niscaya mereka akan lari
menjauhimu…”
Tak mengerti sungguh penulis tidak mengerti jalan pikiran atau apa yang merasuki
pikiran mereka sehingga mereka tidak mampu bersikap tawaduk penuh pengayoman seperti
diajarkan Rasulullah SAW di saat menang. Atau, sekadar membayangkan bagaimana
seandainya mereka yang merupakan pihak minoritas (kalah) dan kelompok yang mereka
hujat berlebihan itu mayoritas (menang).
Sebagai kelompok mayoritas, mereka tampak sekali -seperti kata orang Jawa tidak tepa
salira. Apakah mereka mengira bahwa Allah senang dengan orang-orang yang tidak tepo
saliro, tidak menenggang rasa? Yang jelas Allah, menurut Rasul-Nya, tidak akan merahmati
mereka yang tidak berbelas kasihan kepada orang.
29
Penulis heran mengapa ada atau malah tidak sedikit orang yang sudah dianggap atau
menganggap diri pemimpin bahkan pembela Islam, tapi berperilaku kasar dan pemarah.
Tidak mencontoh kearifan dan kelembutan Sang Rasul, pembawa Islam itu sendiri. Mereka
malah mencontoh dan menyugesti kebencian terhadap mereka yang dianggap sesat.
Apakah mereka ingin meniadakan ayat dakwah?Ataukah, mereka memahami dakwah
sebagai hanya ajakan kepada mereka yang tidak sesat saja?
Di Bangkalan mayoritas memang menganut NU, tapi dalam menyelesaikan masalah
seperti ini tidak harus dengan kekerasan seperti yang telah terjadi dibeberapa daerah
sekitarnya. Sifat halus dan damai membuat para tokoh terkemuka disana bisa dijadikan
contoh dalam menghadapi masalah yang akan datang suatu saat. Dari hasil wawancara serta
pengamatan penulis disana bahwa mereka melakukan Ahmadiyah itu dengan sikap biasa saja
yang sehingga pihak Ahmadiyah tersebut tidak merasa dipojokkan oleh pihak yang tidak
menyukai akan agamanya yang dianggap sesat itu. Dengan demikian agama itupun akhirnya
tidak diperbolehkan untuk melakukan aktifitasnya seperti yang dilakukannya setiap waktu.
Penduduk Bangkalan merupakan penduduk yang mayoritas masyarakatnya beragama
Islam, kehidupan beragama di tengah-tengah masyarakat sangat penting karena agama
merupakan unsur mutlak dalam mencapai keadaan masyarakat yang aman dan nyaman serta
damai dan tentram dalam membina masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan
beragama di Bangkalan dapat dikatakan berjalan lancar dan baik sebagaimana mestinya. Hal
ini dikarenakan penduduk setempat mayoritas beragama Islam. Dalam menunjang pendidikan
di bidang keagamaan telah diupayakan pembinaan-pembinaan berupa pengajian baik untuk
anak-anak, remaja maupun orang dewasa yang diadakan musholla-musholla, masjid, ataupun
majlis ta’lim yang diadakan setiap seminggu atau sebulan sekali.
30
Dengan demikian berharap hubungan antar umat beragama berjalan dengan baik
sehingga tercipta suasana yang kondusif, terjalinnya hubungan yang harmonis antara ulama
dan umaro.
4. KUA
Sejarah KUA yang ada di Bangkalan, yang penulis teliti yaitu berada di Galis yang
terletak kira-kira 27 kilometer dari kota Bangkalan kea rah timur (jalan terusan Sumenep). Di
sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Tanah Merah, di sebelah timur kecamatan Blega,
di sebalah utara kecamatan Geger dan Konang dan di sebelah selatan berbatasan dengan
kecamatan Modung. Tepatnya beralamat di Jl. Raya Galis no. 72 Galis Bangkalan Telp. 031
70971140 e-mail: [email protected].
Kantor Urusan Agama kecamatan Galis adalah salah satu dari 18 KUA yang ada di
kabupaten Bangkalan terdiri dari 21 desa yaitu:
1. Desa Pakaan Laok
2. Desa Pakaan Dajah
3. Desa Sadah
4. Desa Banjar
5. Desa Kelbung
6. Desa Tlagah
7. Desa Kranggan Timur
8. Desa Pekadan
9. Desa Daleman
10. Desa Separah
11. Desa Bangpendah
12. Desa Tellok
31
13. Desa Kajuanak
14. Desa Galis
15. Desa Longkek
16. Desa Lantek Timur
17. Desa Lantek Barat
18. Desa Paterongan
Dengan jumlah penduduk total 57.225 orang. Sebagian mata pencaharian penduduk
adalah bertani dan sebagian yang lain berdagang dan merantau.
Pegawai KUA Galis terdiri dari:
Kepala : Drs. H. M. Hasan B
Penghulu : Achmad Syakiri, S.Ag
Sukwan : Bahruddin
Abd. Fattah13
Penulis mengambil pembahasan ini karena dalam pembahasan ini jarang yang
mengetahui bagaimana kondisi sosialnya di daerah-daerah khususnya di Kabupaten
Bangkalan. Dari hasil penelitian yang penulis dapat bahwa KUA di Kabupaten Bangkalan ini
di setiap daerah pasti ada kantor KUA sehingga bisa memudahkan bagi penduduk Bangkalan
itu sendiri dalam melaksanakan pernikahannya. Bahkan setiap tahunnya bisa mencapai ribuan
dalam melakukan acara pernikahan dengan bantuan dari KUA itu sendiri. Di Bangkalan itu
sendiri sudah menjadi tradisi setiap tahunnya bahkan di setiap bulan haji itu mereka selalu
mengadakan acara pernikahan anak mereka karena bulan haji itu mereka menganggap bulan
yang berkah, sebenarnya mereka juga tahu bahwa bulan-bulan yang lainnya itu adalah bulan
yang baik tapi mereka lebih menganggap bulan haji itu adalah bulan yang memiliki berkah
tersendiri karena bulan itu bulan yang banyak para Kyai berangkat ke Tanah Suci jadi mereka
13
www.kuagalis.co.id di akses pada hari senin tanggal 08 Agustus 2011
32
berharap bisa mendapatkan keberkahan dalam pernikahan putra-putri mereka,dengan
didatangkan para Kyai tersebut. Itu mereka lakukan karena sifat kereligiusannya yang begitu
lekat pada diri mereka.Oleh karena itu KUA di Kabupaten Bangkalan begitu penting bagi
penduduk disana.
33
BAB III
BIOGRAFI INTELEKTUAL KH. MUHAMMAD CHOLIL BANGKALAN
A. Sejarah Hidup
1. Kelahiran
Kyai Cholil Bangkalan lahir pada Selasa, 11 Jumadil Akhir 1225 H, bertepatan dengan
tahun 1835 M. Kedua orang tuanya sangat gembira akan kelahiran anaknya tersebut,
terutama sang ayah, KH. Abdul Lathif, di dalam jiwanya membahana dalam dan amat
bersyukur. Lantunan pujian dipanjatkan kepada Allah SWT, sebagai rasa syukur atas
anugerah yang didapat hari itu.
Bayi tersebut sangat diharapkan kehadirannya, memang hal ini sudah lama dirindukan.
Terbayang dalam benak KH. Abdul Lathif akan jejak leluhur nenek moyangna. Nenek
moyang yang sangat berkhidmat kepada Islam ditanah Jawa, yaitu Kanjeng Sunan Gunung
Jati. Sang ayah sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin uamt
sebagaimana nenek moyangnya, yaitu Sunan Gunung Jati. Maka sesuai dengan ajaran Islam,
KH. Abdul Lathif meng-adzani telinga kanan bayi yang baru lahir itu dan mengiqomahi
telinga kiri mengikuti sunnah Rasul. Sang ayah memohon kepada Allah SWT. Agar sang
Pencipta mengabulkan permintaannya tersebut. Do‟a demi do‟a selalu dipanjatkan setiap hari
mengikuti perkembangan hidup sang bayi. Bayi yang diaqiqohi, bayi yang baru lahir itu
kemudian diberi nama Muhammad Cholil. Ketika Cholil dilahirkan, Kyai Abdul Lathif
tinggal di kampong senenan, Desa Kemayoran, Kec.Bangkalan. Pada saat itu, Kyai Abdul
Lathif sudah menjadi Ulama‟ besar dan terkenal di Bangkalan. Menurut riwayat, leluhur Kyai
Abdul Lathif yaitu dari jalur Kyai Asror Karomah, lahir bibit-bibit unggul beberapa Ulama‟
dilingkungan Madura.Dalam lingkunganke ulamaan inilah Cholil hidup dan dibesarkan.
30 33
34
Sementara itu, ada cerita lain yang menyebutkan bahwa Kyai Abdul Lathif adalah seorang
Da‟I keliling. Beliau menjalani kehidupan sufi yang tidak menghiraukan hal-hal keduniaan.
Apalagi sepeninggal istri beliau, Ummu Maryam (Ibu Nyai Maryam), sejak saat itu beliau
lebih aktif berdakwah ke kampung-kampung, beliau pun jarang pulang ke rumah karena
putri-putri beliau telah bersuami dan telah mandiri.1
Pada suatu hari, setelah beberapa tahun Kyai Abdul Lathif tidak pulang ke rumah, tiba-
tiba beliau datang dengan membawa seorang anak laki-laki sekitar umur tujuh tahun. Kyai
Abdul Lathif berkata pada Nyai Maryam, “ Wahai Maryam, aku telah menikah lagi dan ini
adalah adikmu. Kutingalkan dia bersama kalian, didiklah dia sebagaimana aku mendidikmu
“.Setelah itu Kyai Abdul Lathif pergi lagi sebagaimana biasa.Tidak ada yang tahu kapan
persisnya Kyai Cholil dilahirkan.Sebagian sesepuh keturunan Syaikh Cholil ada yang
memperkirakan bahwa Syaikh Cholil lahir pada 1252. Atau sekitar tahun 1835 M.
Cerita ini mengingatkan kita pada cerita Nabi Ibrahim AS. Bagaimana beliau harus
meninggalkan Isma‟il, putra beliau yang masih bayi di sebuah lembah yang gersang
(Makkah), sementara beliau harus pergi jauh ke Palestina untuk menjalankan tugas dakwah.
Siapa yang tidak sedih menyimak cerita ini, seorang ayah yang bersabar meninggalkan
anaknya yang masih kecil, padahal betapa menyenangkannya memeluk, menatap dan
bercanda dengan anak seusia Cholil kecil saat itu. Demikian pula dengan Nyai Maryam,
sebenarnya beliau sangat sedih ditinggal oleh sang ayah. Di usia ayah yang mulai senja, ingin
Nyai Maryam merawat sang ayah karena mestinya sang ayah sudah waktunya istirahat.
Namun Nyai Maryam sadar bahwa keluarga mereka adalah keluarga pengabdi pada agama,
1Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil ( Selaku Sekretaris Umum Pondok
Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil Demangan Barat Bangkalan) pada tanggal 28 September
2010
35
tidak ada istirahat untuk berdakwah sampai ajal pun tiba.Istirahat mereka adalah di peraduan
abadi bersama para leluhur mereka.
Menurut sebagian riwayat, sejak saat itu Kyai Abdul lathif tidak pernah Pulang lagi,
maka hari itu adalah hari terakhir beliau melihat Nyai Maryam dan putra sulungnya.2
2. Masa Kecil
Penulis kesulitan untuk menuliskan bagaimana masa kecil Kyai cholil karena hampir
bisa dikatakan tidak ada satupun penulis temui data yang meriwayatkan masa tersebut.
Minimnya data ini sebenarnya bukan sekedar persoalan sangat aneh, melainkan sangat
disayangkan karena penulis menemui banyak data ataupun masih ada beberapa data yang
meriwayatkan masa kecilnya para muridnya, seperti masa kecil KH. Hasyim Asy‟ari.
Penulis semula melihat ada kemungkinan karena ini berkaitan dengan zamannya. Akan
tetapi, jika hal tersebut dijadikan patokan, maka itu sangat tidak masuk akal karena penulisan
Biografi Syaikh Nawawi Bantani menurut penulis cukup lengkap. Ini sekali lagi
menunjukkan bahwa kita selama ini kurang memperhatikan dan kurang memiliki kepedulian
terhadap Kyai Cholil sehingga tidak merawat baik tradisi oral dan membentuk sebuah
penulisan biografinya secara komplit.
Dari sinilah, penulis akhirnya menuliskan masa kecilnya Kyai Cholil dengan data
seadanya. Masa kecilnya dilalui seperti halnya anak kecil pada umumnya, suka bermain.
Akan tetapi, karena orang tuanya yang begitu menyayanginya dan berharap besar pada anak
tersebut, memberikan pendidikan yang sangat ketat sejak kecil. Jadi selain berdo‟a tiap hari,
sejak kecil Kyai Cholil sudah di didik oleh kedua orang tuanya tentang ajaran Islam.
2http://azmatkhanalhusaini.com
36
Nyai Maryam bersama sang suami, Kyai Kaffal mulai merawat dan mendidik Cholil
kecil, mengaji membaca Al-Qur‟an dan ilmu-ilmu dasar agama. Melihat kecerdasan dan
bakat Cholil kecil, Kyai Kaffal dan Nyai Maryam berpikir untuk memondokkannya ke
sebuah Pesantren agar Cholil kecil dapat menimba ilmu dan terdidik lebih serius. Maka,
mereka pun memilih Pesantren Bunga, Gresik yang diasuh oleh Kyai Sholeh.3
3. Silsilah
Kyai Muhammad Cholil Bangkalan masih keturunan Sunan Gunung Jati, salah seorang
Wali Songo di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Barat, tempat Sunan Gunung Jati mendapat
tugas syiar Islam. Di bawah ini adalah silsilah Kyai Cholil menurut catatan resmi KH. R.
As‟ad Syamsul Arifin, Sukorejo Asembagus Situbondo.4
1. Sunan Gunung Jati
2. Sayyid Sulaeman Mojoagung (cucu Sunan Gunung Jati)
3. Kyai Abdullah
4. Kyai Asror Karomah
5. Kyai Muharrom
6. Kyai Abdul Karim
7. Kyai Hamim
8. Kyai Abdul Lathif
9. Kyai Muhammad Cholil Bangkalan
Bahkan jika ditelaah lebih jauh, silsilah Kyai Cholil akan bersambung pada Rasulullah,
Muhammad SAW. Menurut catatan KH. Abdullah Sachal, silsilahnya adalah sebagai berikut:
3Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
4Ibnu Assayuti Arrifa‟I, Korelasi Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dan NU;
Mengenang dan Menghayati Perjuangan Sang Inspirator, al-Haula press, T.t: Juni 2010, cet I, h 46-47
37
1. Sayyidina Fathimah az-Zahro binti Rasulullah SAW
2. Sayyidina Husain bin Fatimah, wafat di Karbala
3. Sayyidina Ali Zainal Abidin, wafat di Madinah
4. Sayyidina Muhammad Baqir, wafat di Madinah
5. Sayyidina Ja‟far Shodiq, wafat di Madinah
6. Sayyidina Ali al-Uraidi, wafat di Madinah
7. Sayyidina Muhammad Tsaqib, wafat di Basroh
8. Sayyidina Isa, wafat di Basroh
9. Sayyidina Ahmad Muhajir, wafat di Sahab
10. Sayyidina Abdullah, wafat di al-Ardibur
11. Sayyidina Alwi, wafat di Sahal
12. Sayyidina Muhammad, wafat di Bait Khabir
13. Sayyidina Alwi, wafat di Bait Khabir
14. Sayyidina Ali Kholil Qosim, wafat di Tarim Hadramaut
15. Sayyidina Muhammad Shahib Mirbad, wafat di Dhifar
16. Sayyidina Ali, wafat di Tarim Hadramaut
17. Sayyidina Abdul Malik, wafat di Hindustan
18. Sayyidina Abdullah Adhimah Khan, wafat di Hindustan
19. Sayyidina Ahmad Syah Jalal, wafat di Hindustan
20. Maulana Jamaluddin Akbar, wafat di Bukis
21. Maulana Ali Nuruddin
22. Maulana Umdaduddin Abdullah, wafat di China
23. Syarif Hidayatullah, wafat di Gunung Jati, Cirebon
24. Sayyid Sulaeman, wafat di Mojoagung Jombang
25. Kyai Abdullah
38
26. Kyai Asror
27. Kyai Hamim
28. Kyai Abdul Lathif
29. Kyai Muhammad Cholil Bangkalan5
Sekali lagi kita disuguhi data sejarah, terutama berkaitan dengan penulisan biografi
seorang tokoh selalu dikaitkan dengan tokoh yang lebih besar, dan lebih besar lagi. Kevalidan
data seperti ini memang sering kali diragukan oleh banyak kalangan intelektual ataupun
sejarawan.
Akan tetapi, apakah kita tidak bisa membacanya secara lebih arif? Pertama, karena data
ini tentunya lebih bekaitan dengan penggunaan data sejarah oral, mulut ke mulut, atau tutur
ke tutur yang sudah menjadi tradisi dari masyarakat tersebut dan di dalam ajaran Islam,
seperti dalam penggunaan hadits, yang mungkin di Pulau Jawa hal ini kurang ketat karena
kurang pengorganisasian dan ideologinya, sementara di Islam hal ini dijaga secara ketat.
Kedua, intelektual dan sejarawan hanya meragukan, tetapi tidak melakukan pendekatan
dengan empati. Jadi, jika sebuah data itu dianggap meragukan, maka langsung diberi garis
pemisah sebagai hal yang tidak ilmiah, bukan sebagai sebuah kemungkinan kebenaran.
Hal itu perlu dicermati karena jika kita melihat pola masyarakat tempo dulu, kebanyakan
adalah bersifat patriaki, yaitu kebanyakan laki-laki memiliki lebih dari satu istri, dan
mungkin bisa lebih jika laki-laki tersebut adalah seorang tokoh, semisal raja, yaitu bukan
hanya memiliki permaisuri dan selir-selir yang sah, terkadang ia juga mengambil istri dari
kalangan petani ataupun buruh walaupun kemungkinan tidak diperhatikan nasibnya. Maka,
tidak berlebihan jika banyak orang Jawa di Pedesaan dalam sebuah keluarga sering membuat
5Saifur Rahman, Biografi dan Karamah Kyai Kholil Bangkalan: Surat Kepada Anjing Hitam,
Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999, hal. 5-7
39
silsilah yang kemudian menghubungkan diri mereka pada suatu tokoh tertentu, entah itu
Wali, Sunan, ataupun seorang prajurit sebuah kerajaan. Ini berkaitan pula dengan banyak
nama desa yang sama di Pulau Jawa, seperti nama Desa Purworejo, Desa Pati, dan lain
sebagainya.
Sementara itu, ada data lain yang sedikit memiliki perbedaan mengenai persoaln silsilah.
Akan tetapi, perbedaan ini lebih pada konteks keturunan yang berada di Bangkalan, Madura.
Penulis hanya memberikan data lain. Data-data tersebut adalah sebagai berikut;
Di Desa Langgundih, Keramat, Bangkalan ada seorang Kyai bergelar Sayyid bernama
Asror bin Abdullah bin Ali Al-Akbar bin Sulaiman Basyaiban. Ibu Sayyid Sulaiman adalah
Syarifah Khadijah binti Hasanuddin bin Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Beliau dikenal
dengan “ Kyai Asror Keramat “, dinisbatkan pada kampung beliau. Kemudian, oleh sebagian
orang diubah menjadi “ Asror Keramat “, mungkin dalam rangka mengarabkan kata „
Keramat „. Beliau menurunkan ulama-ulama besar Madura dan Jawa. Kyai Asror memiliki
putra dan putri. Di antara mereka adalah Kyai Khotim, ayah dari Kyai Nur Hasan, pendiri
Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Di antara mereka pula adalah dua orang putri yang sampai kini
belum diketahui nama aslinya melalui riwayat yang shahih. Salah seorang dari mereka
dinikahkan dengan Kyai Hamim bin Abdul Karim Azmatkhan yang bernasab pada Sunan
Kudus (garis laki-laki) dan Sunan Cendana (garis perempuan).6
Melalui Kyai Abbas, Kyai Asror memiliki cucu bernama Kyai Kaffal dan melalui Kyai
Hamim beliau memiliki cucu bernama Kyai Abdul Lathif. Kyai abdul Lathif memiliki putri
bernama Nyai Maryam dan Nyai Sa‟diyah.Kemudian, Nyai Maryam dinikahkan dengan Kyai
Kaffal dan Nyai Sa‟diyah dinikahkan dengan seorang Kyai dari Socah, Bangkalan.
6Saifur Rahman, Surat Kepada Anjing Hitam, h. 8
40
Sementara itu, KH. Ali bin Badri Azmatkhan, salah seorang keluarga Kyai Cholil Bangkalan
memberikan versi lain dalam silsilah, yang hal itu tertuang dalam bukunya berjudul dari
Kanjeng Sunan Sampai Romo Kyai Syaikhona Muhammad Cholil Bangkalan. Dalam tulisan
tersebut, KH. Ali bin Badri Azmatkhan menyebutkan bahwa silsilah Kyai Cholil merupakan
pertemuan beberapa Sunan, yaitu Sunan Giri, Sunan Ampel, Sunan Kudus, dan Sunan
Gunung Jati, yang silsilah itu dikaitkan dengan penggunaan marga Azmatkhan.7
B. Karir Pendidikan
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa karena saking cintanya sang ayah kepada
anaknya, Kyai Cholil maka sejak kecil anak tersebut dididik secara ketat. Pendidikan pertama
kali yang diberikan ayahnya berkaitan dengan persoalan ajaran Islam, terutama bagaimana
Islam mengatur kehidupan sehari-hari manusia. Hal ini tentu berkaitan dengan ajaran
kemanusiaan, moral, dan budi pekerti.
Setelah bertambah usianya dan menginjak remaja, Kyai Cholil sudah menunjukkan minat
dan bakat istimewa terhadap ilmu dan agama. Kehausan akan ilmu agama, terutama ilmu
fiqih dan ilmu nahwu (tata bahasa Arab) sangat luar biasa. Kyai Cholil sangat mencintai
pelajaran ini pada masa itu, terutama ilmu tata bahasa Arab. Jadi dengan mudahnya beliau
menghafal kitab Alfiyah, sebuah kitab ilmu nahwu yang bernadzam 1000 bait karangan Ibnu
Malik. Seorang santri belum dikatakan dapat menguasai tata bahasa Arab jika belum dapat
memahami kitab Alfiyah Ibnu Malik ini. Kyai Cholil tidak hanya menguasai, tetapi juga
menghafal 1000 bait itu. Oleh karenanya, dalam masyarakat tersebar persepsi terhadap
Pesantren Kyai Cholil yang identik dengan kitab Alfiyah Ibnu Malik. Beliau mempunyai
tradisi yang sangat unik, yaitu semua santri yang dibinanya tidak diperbolehkan pulang
7http://azmatkhanalhusaini.com
41
meninggalkan pesantrennya sebelum teruji menghafal 1000 bait nadzam itu. Dengan metode
mengajar yang unik, ternyata hamper semua santri Kyai Cholil sangat ahli dalam membaca
kitab kuning atau kitab gundul.Sistem inilah yang hingga kini dijadikan sebagian besar
pesantren-pesantren salaf di Indonesia. Kyai Cholil memang memiliki kegandrungan
mendalam akan kitab Alfiyah Ibnu Malik. Beliau menulis sendiri kitab Alfiyah Ibnu Malik,
kemudian berdasarkan kitab itulah diajarkan kepada seluruh murid-muridnya. Dan dalam
setiap dakwahnya maupun dalam hal menerima pengaduan permasalahan selalu dikaitkan
dengan kitab Alfiyah Ibnu Malik. Jika seseorang menanyakan persoalan tentang akidah,
maka Kyai Cholil akan menjawab dengan bait-bait Alfiyah. Demikian juga jika seseorang
bertanya tentang fiqih ataupun tasawuf, maka akan dijawab dengan bait-bait Alfiyah. Bahkan
pernah terjadi suatu ketika Kyai Cholil bersama para Kyai dalam suatu majelis undangan,
Kyai Cholil memakan hidangan langsung dengan memakai tangannya tidak dengan sendok
lantas Kyai Cholil pun menuai kritik dari orang lain, kontan saja dengan senyuman dan
jawaban yang terlontar, tak lain dikutip dari salah satu bait-bait Alfiyah Ibnu Malik pula.8
Sementara itu, ada cerita lain yang menunjukkan bahwa sejak kecil Kyai Cholil diasuh
oleh kakak tiri dan kakak iparnya, beda ibu satu ayah. Dalam data tersebut, disebutkan
bahwasannya Kyai Cholil pertama kali belajar Pesantren di Gresik. Beliau mengenyam 2
masa pendidikan; yaitu pertama dihabiskan hari-harinya di pendidikan Pesantren, dan kedua
pendidikan dilanjutkan di Makkah.
1. Mengenyam Pendidikan di Pesantren Madura dan Pulau Jawa
Kyai Abdul Lathif sadar akan bakat ilmu agama dan ilmu itu pengetahuan yang luar
biasa dari anaknya. Sudah menjadi tradisi dalam dunia pesantren, pandangan seorang Kyai
8Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
42
kebanyakan menginginkan anaknya melakukan penjelajahan dan pengembaraan serta
menuntut pengetahuan ke pesantren lainnya walaupun sebenarnya mereka mampu mendidik
anaknya di rumahnya atau pesantren miliknya.
Maka Cholil remaja pun segera dikirim ke pesantren di sekitar Bangkalan. Belum ada
data yang pasti tentang nama pesantren, nama Kyai yang mengajar, dan waktu beliau belajar
pada masa itu. Data yang ada hanya menyebutkan bahwasannya pada proses belajar di
pesantren Bangkalan ini Cholil belajar berbagai kitab kuning seperti kitab tauhid, fiqih,
nahwu dan shorof. Setelah beberapa lama belajar di pesantren Bangkalan, dan dirasa cukup,
Cholil remaja melanjutkan belajarnya di Pulau seberang, yaitu Pulau Jawa. Perantauannya ke
Pulau Jawa ini dimulai sekitar tahun 1850-an.9
Ada beberapa pesantren yang dijadikan tempat belajar oleh beliau, di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur dengan pendiri dan pengasuhnya Kyai
Muhammad Noer
2. Pesantren Cangaan Bangil Jawa Timur dengan pendiri dan pengasuhnya Kyai Asyik
3. Pesantren Darussalam Kebon Candi Pasuruan dengan pengasuh dan pendirinya Kyai
Arif
4. Pesantren Sidogiri Pasuruan dengan pengasuh dan pendirinya Kyai Nur Hasan.10
Selama di Kebon Candi, Cholil juga belajar pada Kyai Nur Hasan, yang masih terhitung
familinya. Jarak antara Kebon Candi dan Sidogiri sekitar 7 kilometer. Ia melakukan
perjalanan tersebut dengan jalan kaki setiap harinya. Itu semua dilakoninya hanya untuk
9Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
10Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
43
mendapatkan ilmu dan berkah dari seorang Kyai. Ia bukan hanya rela melakoni perjalanan
ini, bahkan dalam setiap perjalanannya, Cholil tak pernah lupa membaca Surah Yasin dan ini
dilakukannya hingga ia dalam perjalanan itu Khatam berkali-kali.
Setiap kali akan memasuki kompleks pesantren Sidogiri ia segera melepaskan
terompahnya (sandal) karena tawadhu’kepada penghuni kubur yang berada di samping
masjid. Dari sini Cholil ternyata juga orang yang memiliki prinsip; “ sekali dayung, dua tiga
pulau terengkuh “. Sesungguhnya bisa saja Cholil tinggal di Sidogiri selama menjadi santri
Kyai Nur Hasan. Akan tetapi, ada alasan kuat untuk membuatnya tetap tinggal di Kebon
Candi. Dari segi ekonomi, orang tua Cholil sebenarnya cukup berada. Selain mengajar
mengaji, sang ayah juga dikenal sebagai petani dengan tanah yang cukup luas. Dari hasil
pertaniannya, padi dan palawija serta hasil kebunnya; durian, rambutan dan lain-lain, Kyai
Abdul Lathif sebenarnya bisa membiayai Cholil selama menjadi santri. Meski demikian,
Cholil tak mau merepotkan orang tuanya. Karena itu selama menjadi santri di Sidogiri, Cholil
tinggal di Kebon Candi agar bisa menjadi buruh batik. Dari hasil menjadi buruh batik itu,
Cholil mencukupi kebutuhan hidupnya dan belajarnya. Selain pesantren-pesantren tersebut di
atas, Cholil juga belajar di sebuah pesantren di Banyuwangi. Inilah pesantren terakhir yang
ditempuhnya di Pulau Jawa. Selama di pesantren ini Cholil muda mempunyai kisah
tersendiri. Pengasuh pesantren ini mempunyai kebun kelapa yang luas. Cholil kembali
menunjukkan kemandiriannya. Selain giat belajar di pesantren tersebut, ia menjadi buruh
petik kelapa dengan upah uang 3 sen setiap 80 pohon. Semua hasil upah memetik kelapa ini
disimpan dalam peti lalu dipersembahkan kepada Kyainya. Cholil menjalani kehidupan
prihatin untuk biaya makan sehari-hari. Terkadang menjadi khadam (pembantu) Kyai,
mengisi bak mandi, mencuci pakaian dan piring, serta pekerjaan lainnya. Cholil sering
menjadi juru masak kebutuhan teman-temannya. Dari keprihatinan hidupnya itulah Cholil
mendapatkan makanan secara cuma-cuma.Sesudah Cholil merasa cukup belajar di pesantren
44
itu, gurunya menganjurkan Cholil untuk melanjutkan belajarnya ke Makkah. Uang dalam peti
yang dahulu dihaturkan kepada sang Kyai, kemudian oleh Kyai diserahkan kembali kepada
Cholil sebagai bekal belajar di Makkah al-Mukarromah.11
2. Mengenyam Pendidikan di Makkah
Pada saat Cholil berusia muda, dapat menuntut ilmu ke Makkah merupakan dambaan
setiap santri. Keilmuan seseorang santri dirasakan belum lengkap sebelum menjadi santri di
Makkah. Dengan tekad yang membara dan setelah berpamitan kepada guru-gurunya, Kyai
Cholil melanjutkan belajarnya ke Makkah sekitar tahun 1859. Selama dalam perjalanan ke
Makkah, Cholil selalu dalam keadaan berpuasa dan mendekatkan diri kepada Allah. Siang
hari banyak digunakan membaca Al-Qur‟an dan bersholawat. Sedangkan pada malam
harinya digunakannya untuk melakukan wirid dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada
Allah.Hal itu dilakukannya terus menerus sampai tiba di Makkah. Setibanya di Makkah,
Cholil segera bergabung dengan teman-temannya dari pulau Jawa. Selama di Makkah ini, ia
belajar berbagai ilmu pengetahuan, banyak Syaikh yang didatanginya, berbagai madzhab
dipelajarinya, namun akhirnya Cholil lebih condong pada satu madzhab yaitu madzhab
Syafi‟I yang diajarkan di Masjidil Haram.12
Selama mengenyam pendidikan di Makkah, kebiasaan hidup sederhana dan prihatin
tetap dijalani Cholil seperti waktu berada di pesantren di pulau Jawa. Mungkin karena saking
prihatin dan begitu menghayati sikap hidup zuhud, perilaku keseharian Cholil ketika mulai di
Makkah menampakan keanehan di mata umum. Cholil sering makan kulit semangka
ketimbang makanan yang wajar pada umumnya. Sedangkan minumnya dari air zam-zam.
Kebiasaan itu dilakukannya terus menerus selama empat tahun di Makkah. Perilaku tersebut
11
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil 12
Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi
45
ternyata sangat mengherankan teman-teman seangkatannya seperti Syaikh Imam Nawawi
dari Banten, Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, dan Syaikh Ahmad Yasin dari
Padang. Bahkan ketika bermaksud untuk buang air besar, Cholil tidak pernah melakukannya
di Tanah Haram tersebut.Di dalam berguru, Cholil sering mencatat pelajaran yang
disimaknya dengan menggunakan baju yang dipakainya sebagai kertas tulis. Kemudian
setelah dipahami dan dihafalnya, baru kemudian dicuci, kemudian dipakai lagi, begitu
seterusnya dilakukan selama belajar di Makkah. Oleh karena itu, pakaian Cholil semua
berwarna putih.Sementara itu, untuk membiayai hidupnya selama menjadi santri di Makkah,
Cholil menulis berbagai risalah dan kitab yang kemudian dijual. Cholil banyak menulis kitab
Alfiyah dan menjualnya seharga 200 real per kitab. Selain itu juga memanfaatkan kahliannya
menulis khat (kaligrafi) untuk menghasilkan uang. Semua uang hasil penulisan risalah dan
kitab kemudian diserahkan kepada gurunya. Cholil sungguh memilih kehidupan yang sangat
sederhana, kehidupannya yang sederhana itu adalah hikmah kuat ajaran Imam Ghozali, salah
seorang ulama yang dikaguminya.13
Di dalam mengarungi lautan ilmu di Makkah, di samping mempelajari ilmu dhohir
(esoteris), seperti tafsir, hadits, fiqih, dan ilmu nahwu, juga mempelajari ilmu bathin (isoteris)
ke berbagai guru spiritual. Guru spiritual Cholil adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas Ibnu
Abdul Ghofar yang bertempat tinggal di Jabal Qubais. Syaikh Ahmad Khatib mengajarkan
Thoriqoh Qodariyyah wan Naqsyabandiyah. Biasanya kedua Thoriqoh ini (Qodariyyah dan
Naqsyabandiyah) terpisah dan berdiri sendiri. Namun kepemimpinan setelah Syaikh Ahmad
Khatib, kedua thoriqoh ini dipadukan.14
13
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil 14
Saifur Rahman, Surat Kepada Anjing Hitam, hal. 10-11
46
Muhammad Cholil bersama Abdul Karim dan Tolhah berguru kepada Syaikh Ahmad
Khatib Sambas.15
Setelah ketiganya mendapat ijazah dan berhak sebagai mursyid, mereka
lalu pulang ke pulau Jawa dan menyebarkan Thoriqoh Qodariyah wan Naqsyabandiyah.
Menurut Abah Anom, seorang mursyid Thoriqoh Qodariyah wan Naqsyabandiyah di
Tasikmalaya, menyebutkan terdapat pembagian tugas dalam penyebaran Thoriqoh tersebut.
Syaikh Abdul Karim menyebarkan Thoriqoh di Banten. Syaikh Tolhah di cirebon dan Syaikh
Cholil di Madura. Tentang keabsahan Thoriqoh Kyai Cholil, banyak perbedaan pendapat di
antara ulama‟. Namun menurut Kyai As‟ad Syamsul Arifin, bahwa Thoriqoh Kyai Cholil
adalah Qodariyah wan Naqsyabandiyah.16
Silsilah Kyai Cholil dalam kemursyidan Thoriqoh Qodariyah an Naqyabandiyah dari
jalur Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah sebagai berikut:
1. Allah SWT Robbul Izzaati
2. Jibril as
3. Nabi Muhammad SAW
4. Ali bin Abi Thalib
5. Husein bin Ali
6. Zainal Abidin
7. Muhammad Baqir
8. Ja‟far Shodiq
9. Imam Musa al Karim
10. Abu Hasan Ali Ridlo
15
Syekh Ahmad Sambas (wafat 1875 M) berasal dari Kampung Asam, Sambas, Kalimantan
Selatan.Selain sebagai mursyid thariqat juga dikenal sebagai seorang ahli tafsir, hadits, dan pakar
fiqih.Beliau adalah guru besar sekaligus ulama yang berhasil memadukan kedua ajaran thariqah, yaitu
thariqah Qodiriyah dan thariqat Naqsyabandiyah, ajarannya ditulis oleh muridnya. Muhammad Ismail
bin Abdurrahman Al-Bali dalam bentuk kitab yang bernama Fathul Arifin. Op.cit. h. 25 16
Ibid, 11
47
11. Ma‟ruf Karkhi
12. Sari Saqoti
13. Abu Qosim Junaid al Baghdadiy
14. Abu Bakar Sibliy
15. Abu Fadli Wahidi at-Tamimi
16. Abu Farazi at-Thurthusil
17. Abu Hasan Ayyub
18. Abu Said al-Mubarok
19. Abdul Qadir Jailani
20. Abdul Aziz
21. Muhammad al-Hattak
22. Syamsuddin
23. Syarifuddin
24. Nuruddin
25. Waliyuddin
26. Hisyamuddin
27. Yahya
28. Abu Bakar
29. Abdurrohim
30. Utsman
31. Abdul Fattah
32. Muhammad Murad
33. Syamsuddin
34. Ahmad Khatib Sambas
48
35. Muhammad Cholil Bangkalan.17
Kyai Cholil sang mursyid Thoriqoh Qodariyah wan Naqsyabandiyah menunjukkan jika
beliau memiliki derajat tinggi di dalam maqam spiritualnya. Menurut penuturan Kyai As‟ad
Syamsul Arifin, pada saat Kyai Cholil berzikir di ruangan majelis zikir, apabila lampu
dimatikan, sering terlihat sinar biru yang sangat terang memenuhi ruangan tersebut.
Setelah berguru dengan Kyai Ahmad Khatib Sambas, Cholil melanjutkan ke guru lain,
yaitu Syaikh Ali Rahbini. Cholil sangat berkhidmat melayani guru terakhirnya ini. Syaikh Ali
Rahbini adalah seorang tuna netra. Cholil senantiasa tidur di pintu masjid dengan harapan
jika gurunya lewat, dapat menginjak dirinya, yang kemudian menuntunnya ke tempat
pengimaman. Setelah Syaikh Ali Rahbini memandang Cholil sudah cukup mampu dalam
ilmu keagamaan, tibalah saatnya murid yang disayangi ini untuk menyebarkan ilmu yang
selama ini ditekuninya. Dengan perasaan haru Syaikh Ali Rahbini menyuruh Cholil pulang
ke tanah Jawa karena dibutuhkan oleh umat. Demikian juga dengan dua orang temannya
yang sama-sama berguru kepada Syaikh Ali Rahbini. Mendengar perintah gurunya, Cholil
segera mempersiapkan kepulangannya ke tanah Jawa. Sedangkan dua orang temannya
merasa masih belum cukup ilmunya, lalu tidak menuruti perintah gurunya, tetapi terus ke
Mesir. Kelak sekembalinya ke tanah air, dua orang temannya yang tidak patuh itu, ilmunya
menjadi tidak bermanfaat kepada kaum muslimin. Berbeda dengan Cholil, karena
kepatuhannya kepada guru, Allah menganugerahinya pangkat kewalian dan semua ilmunya
bermanfaat serta menyebar kepada seluruh ulama se-Jawa dan Madura.18
Apa yang bisa kita lihat dari periode pendidikan di Makkah ini jelas menunjukan
penguatan sikap zuhud dalam diri Cholil. Hal tersebut sudah dimulai selama beliau menjadi
17
Ibid, h. 11-12 18
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
49
santri di berbagai pesantren di pulau Jawa dan itu bukan hanya diteruskan di Makkah,
melainkan juga dikuatkan di sana. Kyai Cholil adalah suriteladan seorang santri yang dalam
mendalami ilmu pengetahuan, bukan sekedar membaca, menulis, menghafal, ataupun
memahami, melainkan juga menghayati dalam rasa dan kebatinan yang dalam.19
Oleh karena itu, salah satu anak keturunan dan keluarga Kyai Cholil yang menuliskan
kembali melalui internet, website; kiprah Syaikh Kyai Cholil memberikan empat cara belajar
Kyai Cholil yang seharusnya patut kita tiru, yaitu:
19 Salah satu dari karomah Kyai Cholil: Di antara karomahnya, suatu hari, Kyai Cholil
kedatangan tiga orang tamu secara bersamaan. Kyai bertanya kepada tamu yang pertama:
“Sampeyan ada keperluan apa?”
“Saya seorang pedagang, Kyai. Hasil tidak didapat, malah rugi terus menerus,” ucap tamu yang
pertama memohon. Setelah Kyai Cholil memandang sejenak ke arah tamu yang pertama ini, lalu
menjawab:
“Jika kamu ingin berhasil dalam berdagang, perbanyak baca istighfar,” pesan Kyai mantap. Tak
lama setelah itu, Kyai bertanya kepada tamu yang kedua:
“Sampeyan ada keperluan apa?” tanyanya seperti yang diucapkan kepada tamu sebelumnya.
“Saya sudah berkeluarga selama 18 tahun, tapi sampai saat ini masih belum diberi keturunan,”
kata tamu kedua. Setelah memandang kepada tamunya itu, Kyai Cholil menjawab,
“Jika kamu ingin punya keturunan, perbanyak baca istighfar,” tandas Kyai. Kini, tiba giliran
pada tamu yang ketiga. Kyai langsung bertanya, “Sampeyan ada keperluan apa?”
“Saya usaha tani, Kyai. Namun, makin hari hutang saya makin banyak, sehingga tak mampu
membayarnya,” ucap tamu yang ketiga, dengan raut muka serius.
“Jika kamu ingin berhasil dan mampu melunasi hutangmu, perbanyak baca istighfar,” pesan
Kyai kepada tamu yang terakhir. Beberapa murid Kyai Cholil yang melihat peristiwa itu merasa heran.
Persoalan berbeda, tapi dengan jawab yang sama, dengan resep yang sama, yaitu menyuruh perbanyak
istighfar.
Kyai Cholil mengetahui keheranan para santri. Setelah tamunya pulang, maka dipanggillah para
santri yang penuh tanda tanya itu. Lalu, Kyai Cholil membacakan Surat Nuh ayat 10-12:
Artinya:
Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu.”
Mendengar jawaban Kyai ini, para santri mengerti bahwa jawaban itu memang merupakan janji
Allah bagi siapa yang memperbanyak baca istighfar. Memang benar. Tak lama setelah kejadian itu,
ketiga tamunya semuanya berhasil apa yang dihajatkan.
Catatan:
Sang guru sejati selalu bersama buku suci. Beliau telah menjadi firman yang hidup. Ada kekayaan
berharga, yang selama ini kita lupakan. Pesan Ilaahi dalam wujud kalam mulia, Al Qur’an. Atau, kita
sebenarnya diam-diam sudah tidak ingin berbicara lagi dengan Allah. Seakan sudah tidak
memerlukan Tuhan lagi. Sungguh betapa sombongnya kita. Berbagai kekayaan materi yang melimpah,
semestinya tidak membuat kita bertambah rapuh.
(Sumber: KH. Basit Temporejo, Jember)
50
1. Ikhlas karena Allah SWT. Beliau tidak peduli dengan pahitnya kehidupan saat itu
karena yang beliau pentingkan adalah ilmu, dengan harapan Allah ridho dengan ilmu
yang beliau peroleh. Beliau dapat membuktikan keikhlasan itu ketika Allah SWT.
Menguji beliau dengan hidup yang serba kekurangan.
2. Akhlak yang tinggi kepada Allah SWT. Kita bisa lihat akhlak beliau ketika beliau
harus keluar dari Tanah Haram (Makkah) untuk buang air besar. Beliau merasa tidak
sopan jika buang hajat di Tanah Suci. Ini menunjukkan betapa Syaikh Cholil sangat
tawaadhu‟ dan peka terhadap Allah SWT.
3. Cinta, hormat dan patuh kepada guru tentunya setelah memilih guru yang layak. Apa
pun akan beliau berikan kepada guru untuk membantu dan membuat guru ridho. Di
hadapan grurnya beliau siap sedia untuk diperintah melebihi budak di hadapan
tuannya. Jangankan harta, nyawa pun siap dipertaruhkan untuk sang gurunya.
4. Rajin belajar karena mencintai ilmu. Dengan menggabungkan empat hal ini, Syaikh
Cholil berhasil mendapatkan ilmu yang banyak dan barokah, dan semua itu emudian
mengantarkan beliau mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah SWT, sebagai ulama
dan wali Allah. Bagi yang ingin mendapatkan apa yang diperoleh Syaikh Cholil,
maka empat hal itulah kuncinya.20
Beberapa daftar guru Kyai Cholil sewaktu belajar di Makkah menurut versi salah seorang
keluarga beliau di antaranya:
1. Syaikh Ali Al-Mishri. Nama ini didapatkan pada salah satu surat Syaikh Cholil
kepada Kyai Muntaha ketika Kyai Muntaha belajar di Makkah
20
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
51
2. Syaikh Umar As-Sami. Nama ini ditemukan pada tulisan Syaikh Cholil sebagai
catatan pinggir kitab Al-Matan Asy-Syarif ( ilmu nahwu). Di dalam tulisan itu beliau
menyatir banyak keterangan yang beliau terima dari Syaikh Umar As-Sami
3. Syaikh Khalid Al-Azhari
4. Syaikh Al-Aththar
5. Syaikh Abun-Naja21
Syaikh Khalid Al-Azhari, Syaikh Al-Aththar, Syaikh Abun-Naja juga sering disebut
dalam beberapa tulisan tangan Syaikh Cholil sebagai orang yang memberikan keterangan-
keterangan dalam ilmu nahwu. Nama-nama itu tersebar di berbagai kitab tulisan tangan
Syaikh Cholil.Dari sanak saudara keluarga besar Syaikh Kyai Cholil melihat dan
mempelajari tulisan-tulisan itu dari kitab-kitab Syaikh Cholil yang ada pada Kyai Thoha
Kholili.22
c. Murid-murid KH. Muhammad Cholil
Hampir ulama besar yang muncul di Madura dan Jawa adalah murid Kyai Cholil. Selain
itu, murid Kyai Cholil rata-rata berumur panjang, banyak yang berumur di atas 100 tahun.
Berikut ini sebagian murid Kyai Cholil yang mudah dikenal hingga saat ini:
1. KH. Hasyim Asy‟ari, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam NU (Nahdlatul Ulama). Bahkan,
beliau tercatat sebagai Pahlawan Nasional
21
KH Ali bin Badri Azmatkhan, Dari Kanjeng Sunan sampai Romo Kiai:Syaikhona
Muhammad Kholil Bangkalan, Telaah Sejarah dan Riwayat Hidup, penerbit: IKAZI (Ikatan Keluarga
Azmatkhan Indonesia), Maret 2007, cet I, h. 63 22
http://azmatkhanalhusaini.com
52
2. KH. R. As‟ad Syamsul Arifin, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi‟iyah
Sukorejo Asembagus Situbondo. Pesantren ini sekarang memiliki belasan ribu orang
santri
3. KH. Wahab Chasbullah, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas
Jombang. Pernah menjabat sebagai pengurus Rais Am NU (1947-1971)
4. KH. Bisri Syamsuri, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar Jombang
5. KH. Maksum, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Lasem Rembang
6. KH. Bisri Musthofa, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Rembang. Beliau juga
dikenal sebagai mufasir Al-Qur‟an. Kitab tafsirnya dapat dibaca sampai sekarang,
berjudul Al Ibriz sebanyak tiga jilid tebal berhuuf Jawa Pegon
7. KH. Muhammad Siddiq, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Siddiqiyah Jember
8. KH. Muhammad Hasan Genggong, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Zainul
Hasan, Genggong. Pesantren ini memiliki ribuan santri dari seluruh Indonesia
9. KH. Zainal Mun‟im, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton
Probolinggo. Pesantren ini juga tergolong besar, memiliki ribuan santri dan sebuah
Universitas yang cukup megah
10. KH. Abdullah Mubarok,Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Suralaya
Tasikmalaya. Pesantren Suralaya kini dikenal juga menampung pengobatan para
pecandu narkotika
11. KH. Asy‟ari, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari
Bondowoso
12. KH. Abi Sujak, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Astatinggi, Kebun Agung
Sumenep
53
13. KH. Ali Wafa, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Temporejo Jember.
Pesantren ini mempunyai ciri khas yang tersendiri, yaitu keahliannya tentang ilmu
nahwu dan shorof
14. KH. Thoha, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Bata-bata Pamekasan
15. KH. Musthofa, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Macan Putih Blambangan
16. KH. Usmuni, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Pandean Sumenep
17. KH. Karimullah, Pendiri dan PengasuhPondok Pesantren Curah Dami Bondowoso
18. KH. Manaf Abdul Karim, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Pesantren ini sekarang memiliki lebih dari delapan ribu orang santri dari seantero
Nusantara
19. KH. Munawwir, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Jogjakarta
20. KH. Khozin, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Baduran Sidoarjo
21. KH. Nawawi, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. Pesantren
ini sangat berwibawa. Selain karena prinsip salaf tetap dipegang teguh, mereka juga
sangat hati-hati dalam menerima sumbangan. Sering kali menolak sumbangan kalau
patut diduga terdapat subhat
22. KH. Abdul Hadi, Lamongan
23. KH. Zainuddin, Nganjuk
24. KH. Abdul Fattah, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fattah Tulungagung
25. KH. Zainul Abidin, Kraksan
26. KH. Munajad, Kertosono
27. KH. Romli Tamim, Rejoso Jombang
28. KH. Muhammad Anwar,Pacul Gowang Jombang
29. KH. Abdul Madjid, Bata-bata Pamekasan Madura
30. KH. Abdul Hamid bin Itsbat, Banyuwangi
54
31. KH. Muhammad Thohir Jamaluddin, Sumbergayam Madura
32. KH. Zainur Rosyid, Kironggo Bondowoso
33. KH. Hasan Musthofa, Garut Jawa Barat
34. KH. Raden Fakih Maskumambang, Gresik
35. Ir. Soekarno, Presiden RI Pertama. Menurut penuturan Kyai As‟ad Syamsul Arifin,
Bung Karno diakui sebagai teman Kyai As‟ad. Meski Bung Karno tidak resmi
sebagai murid, namun ketika sowan (berkunjung) ke Bangkalan, Kyai Cholil
memegang kepala Bung Karno dan meniup ubun-ubunnya
36. KH. Sayyid Ali Bafaqih, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Loloan Barat,
Negara, Bali.23
d. Menikah dan Membina Rumah Tangga
Menurut keterangan sebelum berangkat ke Makkah sebenarnya Kyai cholil dinikahkan
dengan Nyai Asyik, anak perempuan Lodra Putih (Ludra Putih). Usianya saat itu
diperkirakan baru 24 tahun, sekitar tahun 1849. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai seorang
putra bernama Muhammad Imron dan seorang putri bernama Rohmah. Setelah itu Kyai
Cholil menikahi Nyai Misi dan dikaruniai anak perempuan bernama Asma.Kyai Cholil
kemudian menikahkan putrinya Nyai Asma dengan seorang Kyai yang sangat alim bernama
Kyai Yasin. Dari pasangan perkawinan inilah, Kyai Cholil mempunyai 11 orang cucu, yaitu
Malihah, Muhammad Kholil, Muhammad Nasir, Badiyah, Nahilah, Karimah, Nailah,
Sayatun, Robi‟ah, Hafsah, Qomariyah dan Tajwati.Sedangkan cucu Kyai Cholil dari anaknya
bernama Rohmah sebanyak dua orang, yaitu Umar dan Minnah. Cucu Kyai Cholil dari putra
laki-lakinya bernama Muhammad Imron, ada 7 orang, mereka adalah Romlah, Nadhifah,
Amin, Makmun, Nikmah, Urfiah dan Jamaliyah. Salah seorang cucu Kyai Cholil yang
23
Saifur Rahman, Surat Kepada Anjing Hitam, h. 22-24
55
bernama Romlah binti Imron menikah dengan seorang Kyai yang alim bernama KH. Zarawi.
Dari pasangan ini, Kyai Cholil Bangkalan mempunyai cicit sebanyak 4 orang, yaitu Fahrur
Razi, Abdullah Sachal, sekarang mewarisi pondok pesantren Kyai Cholil Bangkalan bernama
Pondok Pesantren Syaikhona I di Kademangan Barat. Sedangkan Kyai Kholil AG. Mewarisi
Pondok Pesantren Syaikhona II di Kademangan.24
e. Wafat
Kyai Cholil Bangkalan wafat pada usia 90 tahun, pada 29 Ramadhan 1343 H. Sekitar
tahun 1925 M. Tidak ada data yang menyebutkan sebab meninggalnya, yang mungkin karena
usia saja. Belum diketemukan pula cerita saat terakhir beliau, apakah itu berupa petuah
kepada anak, murid, ataupun kepada umat Islam. Beliau dikebumikan di Bangkalan. Lokasi
pemakaman beliau berada di kompleks yang tidak jauh dari pondokan Kyai Muhammad
Cholil sendiri, tepatnya di Desa Mertajasa, berjarak 1 km ke arah Barat dari Pusat Kota
Bangkalan.Kompleks pemakamannya bisa dijangkau dengan kendaraan becak hanya 15
menit dari terminal bus Bangkalan.Sedangkan, jika melalui rombongan bus dapat langsung
memasuki lokasi kompleks pemakaman setiap saat.
Semoga jasa beliau yang mungkin saja banyak kita lupakan, Allah senantiasa
memberikan rahmat kepada beliau semoga kita mendapat loberan berkahnya. Melalui
keharuman namanya dan karomah beliau dapatlah kiranya menjadi penghias iman, akidah,
dan tuntunan untuk selalu berbuat baik kepada sesama yang kemanfaatannya akan melimpah
kepada kita semua.25
Amin
24
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil 25
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
56
C. Karir Organisasi
Dalam karir keorganisasian pada Kyai Cholil itu para penulis sebelumnya yang
membahas tentang Kyai Cholil baik dalam bentuk buku itu tidak ada yang menjelaskan
tentang karir keorganisasiannya, hanya sebatas yang pernah dilakukan atau bisa dikatakan
sebagai suatu pengalaman saja bagi seorang Kyai Cholil setelah menimba ilmu di Makkatul
Mukarromah. Oleh karena itu, penulis hanya mendapatkan dari beberapa data yang
membahas tentang pengalaman beliau ini.
Setelah merasa cukup menimba ilmu di Makkah, Cholil pun pulang ke pulau Jawa.
Sepulangnya dari tanah Arab, Cholil dikenal sebagai pakar fiqih, tata bahasa Arab (nahwu),
tasawuf, dan mursyid Thoriqoh.Selain itu, Kyai Cholil dikenal sebagai seorang Hafidzul
Qur‟an.
Dari sinilah kemudian Kholil pulang ke kampungnya di Bangkalan. Kealimannya segera
menyebar ke seluruh Madura. Selain beliau membina dan membangun rumah tangganya,
juga mendirikan pondok pesantren di Desa Jangkibuan (Cengkububan) Bangkalan. Pada fase
inilah Cholil mulai mengamalkan ilmunya dan berjuang menyebarkan ajaran Islam yang
penuh perdamaian dan menata kehidupan bermasyarakat secara baik. Sementara itu, ada versi
lain yang menyebutkan bahwa Kyai Cholil menikah setelah sepulang dari Makkah. Sepulang
dari Makkah, ia tidak langsung mendirikan pesantren terlebih dahulu, tetapi mencari cara
untuk mengamalkan ilmunya dan sempat bekerja sebagai penjaga malam di Kabupaten
Bangkalan. Kantor pejabat Adipati Bangkalan.Di setiap bertugas malam, Kyai Cholil selalu
membawa kitab.Beliau rajin membaca di sela-sela tugasnya. Akhirnya, beliau pun oleh para
pegawai Adipati dikenal ahli membaca kitab dan berita itu pun sampai kepada Kanjeng
Adipati. Kebetulan, leluhur Adipati sebenarnya adalah orang-orang alim. Mereka memang
keturunan Syarifah Ambami Ratu Ibu yang bersambung nasab pada Sunan Giri. Maka, tidak
aneh jika di rumah Adipati banyak terdapat kitab-kitab berbahasa Arab warisan leluhur,
57
walaupun Adipati sendiri tidak dapat membaca kitab berbahasa Arab, Adipati pun
mengizinkan Kyai Cholil untuk membaca kitab-kitab itu di perpustakaan beliau. Kyai Cholil
merasa girang bukan main karena pada zaman itu tidak mudah untuk mendapatkan
kitab,apalagi sebanyak itu.26
D. Karya Tulis KH. Muhammad Cholil
Pada mulanya kreativitas Kyai Cholil dalam menciptakan karya tulis baik yang berupa
artikel (risalah) ringkas maupun kitab lahir sebagai upayanya untuk menopang kebutuhan
hidupnya selama menuntut ilmu di Tanah Suci Makkah. Maklumlah, pada saat ngasuh
Kaweruh atau menimba ilmu di tanah kelahiran Islam tersebut, ia tidak menggantungkan
hidupnya dari kiriman orang tuanya di tanah air.
Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, ia banyak menulis risalah dan kitab. Hasil
karyanya terutama yang berupa kitab, kemudian ia jual dengan harga 200 real per kitab.
Selain menulis risalah Kyai Cholil juga mendapatkan penghasilan dari memanfaatkan
keahliannya dalam membuat tulisan kaligrafi.
Tapi sayang sekali, banyak karya tulis beliau yang tidak dapat dilacak. Hanya sebagian
kecil yang didapat, di antaranya:
1. Kitab Silah Fi Bayanin Nikah
Suatu kitab yang menguraikan tata cara, adab dan hukum pernikahan. Dalam karya
ini, pemikiran Kyai Cholil di dalam madzhab Syafi‟I terasa begitu kuat. Kitab ini
susah didapat. Mungkin hanya santri di daerah Madura yang sangat tua saja yang
masih memiliki.
2. Kitab Terjemah Alfiyah
26
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
58
Kitab ini belum dicetak, masih dalam bentuk manuskrip. Jika melihat tulisan Kyai
Cholil dalam kitab ini, maka akan terlihat keahliannya dalam menulis khat Arab.
Seperti kitab Fi Bayanin Nikah, kitab ini juga sulit didapat. Pada halaman terakhir
kitab ini oleh Kyai Cholil dicantumkan tahun 1294, berikut dengan stempel cincin
bertuliskan Cholil
3. Shalawat Kyai Cholil Bangkalan
Shalawat ini dihimpun oleh KH. Muhammad Kholid dalam kitab I’anatur Roqibin
dan dicetak di Pondok Pesantren Rodlatul Ulum, Sumber Waringin Jember
4. Wirid-wirid Kyai Cholil Bangkalan
Wirid-wirid ini dihimpun oleh KH.Musthofa Bisri Rembang dengan nama kitab
Haqiban.27
Bisa jadi dalam bidang karya, sedikit sekali literatur yang menyebutkan karya Kyai
Cholil.Akan tetapi, bagi KH. Aziz Masyhuri, Kyai Cholil banyak meninggalkan sejarah dan
sesuatu yang tidak tertulis dalam literatur yang baku adapun peninggalan tersebut antara lain
sebagai berikut;
Pertama, Kyai Cholil turut melakukan pengembangan pendidikan pesantren sebagai
pendidikan alternatif bagi masyarakat Indonesia. Pada saat penjajahan Belanda, hanya sedikit
orang yang dibolehkan belajar, itu pun hanya dari golongan priyayi saja. Di luar itu tidak
boleh belajar di sekolah. Demi memenuhi kebutuhan masyarakat pribumi akan pengetahuan,
maka pendidikan pesantren menjamur di daerah Jawa. Banyak santri Kyai Cholil yang
setelah lulus, kemudian mendirikan pesantren, seperti Kyai Hasyim Asy‟ari pendiri Pesantren
Tebuireng Jombang, Kyai Wahab Chasbullah pendiri Pesantren Tambak Beras Jombang,
Kyai Ma‟sum pendiri Pesantren Lasem Rembang, Kyai Bisri Musthofa pendiri Pesantren
27
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
59
Lirboyo Kediri, dan masih banyak yang lain. Dari murid-murid Kyai Cholil tersebut banyak
di kemudian hari mendirikan pesantren, dan begitu seterusnya sehingga pendidikan pesantren
laksanakan jamur yang tumbuh di tempat subur.Kini, terdapat kurang lebih 6.000 pesantren
di Indonesia yang berkhidmah dalam hidup bangsa dan agama. Sebagian besar pengasuh
pesantren memiliki sanad (persambungan) dengan para murid Kyai Cholil yang tentu saja
mempunyai ta‟alluq bathiniyyah dengan beliau Kyai Cholil.Kedua, selain pesantren yang
ditinggali oleh Kyai Cholil di Madura. Kyai Cholil juga meninggalkan kader-kader bangsa
dan agama yang berhasil ia didik sehingga akhirnya menjadi pemimpin-pemimpin umat.28
28
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
60
BAB IV
PERAN KH. MUHAMMAD CHOLIL DALAM MASYARAKAT-MADURA
A. Intensitas Keterlibatan dan Kepedulian Dalam Aktivitas Sosial
Berpijak dari uraian yang dipaparkan sebelumnya, sebagaimana yang dikemukakan
oleh salah seorang kyai (ulama) di Bangkalan bahwa KH. Muhammad Cholil bin Abdul
Latief adalah merupakan salah seorang kyai (ulama) yang mempunyai karisma tinggi,
terbukti beliau sebagai tokoh masyarakat terkemuka, sosok figure kepemimpinan yang
potensial, bertanggung jawab, arif wibawa dan bijaksana.
Beliau hidup di zaman penjajahan menjadikan kehidupan Kyai Cholil juga tidak lepas
dari gejolak perlawanan terhadap penjajah. Cara utama yang dilakukan adlaah memulai
bidang pendidikan. Melalui jalur ini Kyai Cholil mempersiapkan pemimpin yang berilmu,
punya wawasan, tangguh dan banyak integritas, baik kepada agama maupun bangsa.1
Setelah merasa cukup menimba ilmu di Makkah, Kyai Cholil pulang ke Jawa.
Sepulangnya dari Tanah Arab, Cholil dikenal sebagai pakar berbagai disiplin ilmu, terutama
ilmu alat, spesialisasi kitab Alfiyah.
Setiap ulama dan Kyai memulai perjuangannya dengan merintis Pondok Pesantren.
Pesantren dalam sejarahnya merupakan modifikasi dari padepokan di zaman agama Hindu-
Buddha di Pulau Jawa, tempat para Brahma dan Biksu mengajar muridnya, juga menjadi
tempat ibadah atau semedi.Di Padepokanlah muncul ahli agama yang memberikan tuntunan
kepada masyarakat, muncul para pendekar yang membela kepentingan kaum tertindas ketika
dirampok dan dicuri, dan tidak sedikit yang menjadi penasehat raja disebuah kerajaan untuk
1 Sarifullah Ma’sum, Karisma Ulama Kehidupan Ringkas 20 Tokoh NU, (Bandung: Penerbit
Mizan, 1998), hl 32
60
61
memberikan pengawalan dan pengawasan agar jalannya kerajaan tidak menyimpang dari
ajaran-ajaran yang digariskan oleh Tuhan.2
Begitu pula pesantren, disitu ada tempat ibadah seperti masjid, ada pula tempat belajar
para santri untuk menimba ilmu, dan ustadz yang mengajarkan ilmunya, disitu ada rumah
Kyai untuk memberikan tuntunan dan pelayanan pada masyarakat sekitarnya.
Kyai Cholil kemudian mendirikan pesantren di desa Jengkibuan, Kabupaten
Bangkalan.Kealimannya segera menyebar keseluruh Madura.Santri-santri mulai berdatangan
untuk mengaji di pesantren itu.Semakin hari Pesantren Syaikhona semakin ramai. Para santri
tidak hanya dari lingkungan wilayah Bangkalan, tetapi juga mencakup seluruh Madura. Tidak
diketahui secara pasti pada tahun berapa dan pada usia berapa Kyai Cholil mendirikan
pondok pesantren. Jika kita melihat dari kelahirannya, yaitu pada 1835, kemudian saat
belajarnya di Makkah tahun 1859, berarti ia berangkat menimba ilmu di Makkah dalam usia
24 tahun, tapi berapa lama ia di Makkah, ada yang mengatakan 4 tahun, namun ada sumber
lain yang menyebutkan belasan tahun sehingga kita dapat memperkirakan kapan Kyai Cholil
mendirikan pondok pesantren karena tidak ada data tertulis yang menyebutkan. Dari sini, kita
tidak dapat memperkirakan secara pasti pada tahun berapa dan usia berapa, apakah tahun
1865 atau saat Kyai Cholil berusia 30-an.3
Kyai Cholil kemudian mengambil mantu bernama Doro Muntaha, seorang Kyai muda
yang masih kerabat dekat dan berdarah ningrat. Doro Muntaha, selain berdarah bangsawan,
juga dikenal sangat alim tentang ilmu-ilmu keagamaan. Wawasan keagamaannya yang begitu
luas serta wibawanya yang besar, tidak mengherankan kalau para santri mengaguminya.Kyai
Cholil sangat memahami keistimewaan Doro Muntaha.Dan itu harus dipelihara serta
2 http://id.wikiquote.org/wiki/peribahasa
3 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil ( Selaku Sekretaris Umum Pondok
Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil Demangan Barat Bangkalan) pada tanggal 29 September
2010
62
dikembangkan sesuai dengan derajat kealimannya.Pesantren yang mulai tumbuh berkembang
itu, akhirnya diserahkan kepada mantunya sebagai penggantinya.
Setelah menyerahkan pesantren yang baru dirintisnya tersebut, Kyai Cholil mendirikan
pesantren baru yang tidak jauh dari pesantren lama. Letaknya di daerah yang sangat strategis,
hampir di pusat kota. Tepatnya di desa Kademangan (mungkin dahulu tempatnya para
Demang), sekitar 200 m dari alun-alun kota Bangkalan. Seperti pesantren sebelumnya, di
pesantren Kademangan ini, Kyai Cholil cepat memperoleh santri.
Kealiman Kyai Cholil semakin lama semakin masyhur, tidak hanya terbatas di Madura,
tetapi sudah menjangkau Jawa.Para santri datang dari berbagai penjuru, sehingga dalam
waktu relative singkat pesantren Kademangan ini menjadi terkenal dan besar.Santri pertama
dari luar Madura, tercatat bernama Hasyim Asy’ari dari Jombang.Hasyim Asyari kelak
muncul sebagai ulama besar, bahkan berhasil mendirikan suatu organisasi Islam terbesar di
Pulau Jawa, yaitu Nahdlatul Ulama (NU).4
Dengan mendirikan pesantren, Kyai Cholil disibukkan dalam mengelola dan mengajar
santrinya. Namun, hal itu tidaklah membuat Kyai Cholil melepaskan diri dari kehidupan
bermasyarakat dan lingkungannya. Ia mengetahui tidak semua masyarakat bisa dikelola,
dididik, dan diajarkan ajaran Islam melalui pesantren ataupun melalui alumni santrinya yang
menjadi da’I ataupun penghulu. Selain karena para santri yang berasal dari masyarakat
kebanyakan adalah anak-anak, remaja atau kaum muda, atau beberapa darinya memang ada
kaum tuanya, yang jumlahnya sedikit, juga karena tidak semua masyarakat tertarik untuk
belajar pada pesantrennya. Untuk itulah, Kyai Cholil juga terjun di dalam masyarakat, bukan
sekadar persoalan seorang muslim harus bermasyarakat, tapi juga menghadirkan dirinya
bahwa dirinya juga berguna bagi masyarakat, menolong kesusahan dan membantu golongan
masyarakat yang tertindas dan meminta pertolongannya. Disinilah kita menemukan sosok
4 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
63
Kyai Cholil Bangkalan sebagai seorang pendakwah ajaran Islam di Madura. Dari pesantren
Kademangan inilah, Kyai Cholil bertolak menyebarkan agama Islam di Madura hingga ke
Jawa. Kyai Cholil mula-mula membina agama Islam di sekitar Bangkalan. Baru setelah
dirasa cukup baik, mulailah merambah ke pelosok-pelosok jauh, hinga menjangkau ke
seluruh Madura scara merata.5
Pulau Jawa yang merupakan pulau terdekat dengan pulau Madura menjadi sasaran
dakwah Kyai Cholil. Pesantren di Jawa telah dirintis oleh pendahulunya, yaitu Sunan Giri,
dilanjutkan oleh Kyai Cholil dengan metode yang lebih sistematis. Tidak jarang, Kyai Cholil
dalam dakwahnya terjun langsung ke masyarakat lapisan terbawah di pedesaan Jawa.
Saat ini masih terlihat nyata bekas peninggalan dakwah Kyai Cholil, baik berupa naskah-
naskah, kitab, Al-Qur’an, maupun monument atau tugu yang pernah dibangunnya. Sebuah
tugu petunjuk arah kiblat dan tanda masuknya shalat lima waktu masih dapat dilihat sampai
sekarang di Desa Pelalangan, Bondowoso. Demikian juga beberapa kenangan berupa hadiah
tasbih kepada salah satu masyarakat di Bondowoso.Masih banyak bekas jejak dakwah yang
dapat kita temui sekarang, seperti musholla, sumur, sorban maupun tongkat Kyai Cholil.6
Menurut definisi yang tertuang dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 12, bahwa secara
harfiah kata dakwah artinya kurang lebih: “Dakwah itu tidak lain ialah ajakan kepada Islam
dan Islam adalah ajaran menuju atau memperoleh keselamatan, kesejahteraan, dan
perdamaian hidup di dunia dan akhirat.”
Dalam perkembangannya, Islam mengalami perubahan dalam dakwahnya, yaitu dengan
pengorganisasian kaum da’I dan sistematisasi konseo dakwah.Dari sini kita melihat dakwah
adalah ajakan untuk perbaikan bagi diri sendiri maupun kelompok masyarakat.
5 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
6 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
64
Aktivitas Kyai Cholil dalam berdakwah lebih pada penceritaan sebagai Kyai karomah.
Namun, penceritaan tersebut menunjukkan bahwa Kyai Cholil bukanlah Kyai “tipe Ka’bah”
atau intelektual menara gading, yang hanya berdiam diri dan asyik dengan keilmuannya di
dalam kamar atau pesantren. Kyai Cholil terjun langsung ke masyarakat, menjadi intelektual
organik, dan selalu menerima kedatangan warga masyarakat dari semua golongan dan semua
jenis keluhan dan ketidakberdayaan atau ketertindasannya.
Di antara karomahnya adalah pada suatu ketika ada tiga orang tamu yang datang. Beliau
menyambut kedatangan tamunya itu dengan ramah dan menanyakan maksud
kedatangannya.Salah seorang dari ketiga tamunya itu yang bekerja sebagai pedagang
mengutarakan kesusahan hidup yang dideritanya.Kedatangannya adalah untuk memohon
pertolongan Kyai Cholil agar pintu rezekinya terbuka.
Salah seorang lagi menyatakan keinginannya untuk memiliki seorang anak.Ia mengaku
sudah lama menikah namun belum juga dikaruniai seorang anak. Ia memohon sekiranya Kyai
Cholil berkenan membantunya supaya keinginannya untuk memiliki seorang anak terwujud.
Yang satu lagi adalah seorang petani.Ia datang menemui Kyai Cholil karena selama ini
usahanya sering mengalami kegagalan. Maksud kedatangannya adalah agar Kyai Cholil
berkenan membantunya sehingga usaha pertaniannya member hasil yang melimpah.
Setelah mengetahui maksud kedatangan ketiga tamunya itu, ia memberikan “resep”
kepada ketiga tamunya itu. Agar Allah memberikan jalan keluar atas permasalahan yang
dihadapi oleh ketiga tamunya itu, Kyai Cholil meminta kepada ketiga tamunya itu untuk
memperbanyak bacaan Istghfar.
Mendapat “resep” demikian mereka agak bingung. Salah seorang dari mereka membatin:
“Penyakitnya berbeda-beda, kenapa Kyai Cholil memberikan “resep” yang sama?”
Nampaknya Kyai Cholil “membaca” pertanyaan yang tersembunyi itu seraya
mengatakan: “rupanya kalian belum tahu,ya?”
65
Kyai Cholil lalu membacakan ayat dalam Surat Nuh yang menyatakan bahwa Allah
menjanjikan rezeki, anak dan hasil pertanian bagi orang-orang yang meminta ampunan
(Istighfar) kepada-Nya.
Allah berfirman:
“Maka aku (Nabi Nuh) katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhan
kalian, Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepada kalian dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian,
dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untuk
kalian sungai-sungai.” (QS Nuh [71]: 10-12)
Inilah rahasia yang tersembunyi dibalik bacaan Istighfar yang Kyai Cholil berikan
kepada tiga orang tamunya itu.
Setelah mengamalkan apa yang telah diberikan oleh Kyai Cholil, ternyata membuat
kehidupan mereka berubah dari sebelumnya. Seorang pedagang berubah menjadi makmur,
lalu sepasang suami-istri itu pun akhirnya bisa mendapatkan keturunan yang selama ini
mereka impikan, dan seorang petani itupun akhirnya mendapat kepanenan dalam
bertaninya.Itu semua tentu hakikatnya dari Allah SWT.
Itulah salah satu cerita dari beragam cerita yang dapat disimpulkan dalam beberapa hal
berkaitan dengan aktivitas dakwah Kyai Cholil yang terjun dalam masyarakat.7
a. Kyai Cholil dalam berdakwah selalu menyesuaikan konteks dakwahnya dengan
kondisi masyarakat. Hal itu terlihat dari caranya terjun langsung dalam
menangani persoalan masyarakat, baik itu persoalan kesehatan maupun
keamanan.
b. Kyai Cholil dalam berdakwah tidak mengagung-agungkan simbol Islam. Ajaran
Islam yang dikedepankan sebagai ajaran adalah Islam Sustantif. Islam sebagai
nilai kehidupan dan kemanusiaan yang memberinilai hidup bersama, nilai
7 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil
66
perdamaian, dan memudahkan hidup seseorang. Ajaran itu terlihat dari caranya
menolong kesusahan orang miskin dari China, atau menolong orang yang
ketinggalan kapal laut tanpa harus membaca ayat atau amalan Al-Qur’an yang
panjang maupun hadits.
c. Kyai Cholil adalah seorang Kyai pragmatis dalam berdakwah di tengah
masyarakat. Hal ini dilakukan karena masyarakatnya adalah masyarakat yang
pemikirannya memang sederhana. Masyarakat tempatnya berdakwah tak penah
diajari ilmu tasawuf yang penjelasannya mengawang-awang, tetapi cukup
menjelaskan jika Tuhan itu ada, Tuhan itu satu, yaitu Allah SWT. Kita
diperintahkan untuk berbuat baik kepada sesame, jangan lupa sembahyang lima
waktu agar kita diberi kekuatan dalam mencari nafkah dan keselamatan.
Peran besar Syaikhona Cholil yang pertama adalah meneruskan dan menjaga silsilah
keilmuan tradisional dari Rasulullah sampai kepada kita hari ini. Silsilah sendiri merupakan
salah satu otentisitas keilmuan islam, sebuah tradisi yang dianggap usang dalam keilmuan
modern akademis. Muslim modern tidak paham bahwa ilmu agama memerlukan mata rantai
sebagai proses transmisi keilmuan dari ulama klasik sampai ulama dahulu. Dimana seorang
murid harus mendapatkan “ijazah” silsilah ilmu dari guru atau mursyid diatasnya.
Dalam tradisi sufisme, silsilah merupakan bagian penting selain mursyid, murid dan
Talqi bai’at. Ilmu hadits dan tasawuf para kyai NU pasti memiliki rantai silsilah keilmuan
yang jika diurut akan sampai kepada sumber primer agama islam yaitu Nabi Muhammad
SAW.
Syaikhona Cholil berperan besar menjaga survivalitas ilmu ini dengan menjadi
penyambung ilmu hadits dan tasawuf milik Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh
Nawawi Al-Bantani dan ulama lainnya. Ilmu yang didapat dari ulama-ulama caliber
67
internasional itulah yang kemudian diwariskan Syaikhona Cholil kepada seluruh muridnya
dan menyebar ke seluruh Indonesia. Sulit dibayangkan, bagaimana seandainya tidak ada
Syaikhona Cholil. Pasti kesahihan ilmu agama kaum muslim di Madura dan Nusantara akan
mengalami missing link.
Dalam pengembangan islam di Bangkalan Kyai Cholil mempunyai kedudukan dan
peran yang sangat penting, walaupun pada saat itu sudah ada ulama atau kyai. Bahkan pada
zaman itu sudah banyak ulama dan tokoh masyarakat yang sama-sama mempunyai ilmu yang
tinggi tentang agama, akan tetapi walaupun demikian, ia tetap mempunyai prioritas tersendiri
dikalangan umat islam Bangkalan pada khususnya, hal ini disebabkan karena Syaikhona
Cholil mempunyai kelebihan-kelebihan yang sangat tinggi. Sehingga tatkala ia dalam
kepemimpinannya mempunyai nilai karismatik yang sangat tinggi, sehingga tatkala ia dalam
memberikan fatwa-fatwa agama islam, masyarakat maupun santri-santrinya langsung
menerimanya serta dengan perasaan yang sangat antusias dan tawaduk atas apa yang
disampaikannya. Dengan demikian, atas rasa tawaduk dan hormatnya sang santri tadi,dari
sekian banyak santri, sebagian besar menjadi ulama dan paling tidak menjadi tokoh
masyarakat.8
Dalam aktivitas sehari-harinya, disamping ia sebagai pengasuh pondok pesantren, ia
juga aktif dalam dakwah islamiyah. Melalui dakwah inilah ia menjadi lebih dikenal dilapisan
masyarakat. Sehingga namanya dikenang harum oleh kalangan masyarakat islam baik di
masa ia masih hidup maupun saat ini, terutama di Madura dan Jawa Khususnya lagi Jawa-
Timur. Sebagai bukti apabila mencantumkan nama Syaikhona Cholil dalam kaitannyadengan
kegiatan social keagamaan, maka sebagian besar masyarakat sangat antusias sekali
8 Amin Moch. Bachri,Tesis: Kepemimpinan KH. Moch. Kholil dalam Sistem Pendidikan
(Study Histories tentang Pola Pendidikan Santri Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan,
Madura, Jawa Timur), Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. Hlm 83-84
68
mengulurkan tangan baik berupa tenaga, waktu, pemikiran maupun material, apalagi dari
masyarakat tersebut masih ada hubungan santri.
Juga sebagai bukti yang lebih autentik bahwa makamnya sampai saat ini selalu di
ziarahi oleh masyarakat, baik yang ada di Bangkalan khususnya dan di Madura pada
umumnya maupun masyarakat luar Madura.
B. Dampak Pada Perubahan Masyarakat
Seperti yang kita ketahui dan tak terlepas dari itu semua, Kyai Cholil Bangkalan, seorang
yang lahir pada Selasa, 11 Jumadil Akhir 1225 H, adalah sosok Inspirator terlahirnya ulama-
ulama besar dan kharismatik di Nusantara ini. Beliau Kyai Cholil kita kenal dengan
kezuhudannya, prilakunya yang prihatin dan pola hidup sederhana, dimana pola hidup yang
demikian sangat penting kita terapkan di zaman seperti ini.Zaman ketika konsep matrealisme
dan kapitalisme telah merasuk bukan hanya di kota-kota besar, melainkan juga di desa-desa.
Sikap zuhud dan perilaku prihatin cukup menarik untuk dikembangkan di tengah kondisi
perekonomian Negara dan dunia yang tidak stabil saat ini. Kyai Cholil mencontohkan
kepada masyarakatnya khususnya kita ini untuk bisa makan secara wajar saja, tidak perlu
mewah dan memanjakan. Makan seadanya asal sehat, begitulah seharusnya kita merasa
diingatkan oleh Kyai Cholil asal Bangkalan ini. Beliau tiada lain adalah guru dari para
pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Kalau kita melihat dampak pada perubahan
masyarakatnya dalam bidang ekonomi itu sangat berpengaruh besar dengan sikap kezuhudan
yang dicontohkan oleh Kyai Cholil yang serba sederhana itu membuat masyarakat di
sekitarnya mendapatkan keberkahan disetiap apa yang dilakukannya. Yaitu selalu mengingat
kepada Kyai Cholil dengan ajaran-ajarannya. Selain itu pula bila dilihat dari segi akhlaknya
beliau (Kyai Cholil) menggunakan metode yang tidak berbeda jauhnya dengan metode para
Walisongo. Selain membina para santrinya hingga menjadi santri yang begitu dalam
69
pengetahuannya tentang agama sehingga ketika para santri lulus atau keluar dari pondok
pesantren mereka bisa membina masyarakat di sekitar mereka, sedangkan cara Kyai Cholil
berdakwah tidak hanya dengan mengadakan pengajian rutin, tapi beliau juga melakukan
dakwah keliling, juga dengan cara melakukan pendekatan secara baik-baik pada masyarakat,
para tokoh-tokoh masyarakat dan juga mengadakan pendekatan kepada orang-orang yang
punya pengaruh, semisal para ketua-ketua perampok atau para bajingan. Banyak yang beliau
kalahkan baik dari pertarungan fisik atau berdebat ilmu, sehingga mereka banyak yang sadar
dan berguru agama pada beliau.9
Seperti yang bisa dicontohkan dalam perbuatan Kyai Cholil dalam mengubah perubahan
di masyarakatnya: Bahwa sesungguhnya pesta itu hanya akan merugikan mereka sendiri, baik
dari segi ekonomi dan akhlak, karena zaman dulu itu orang berpesta itu sangat identik dengan
minuman memabukkan dan perjudian, adapun dampak dari semua itu ialah akan banyak
pencurian, rampok dan kejahatan yang merajalela dan hubungan yang kurang harmonis antar
keluarga dan masyarakat itu sendiri. Selain itu pula ciri khas Kyai Cholil dalam menghadapi
semua persoalan di masyarakat, Kyai Cholil selalu menggunakan rujukan kitab
Alfiyyah.Nampaknya, Kyai Cholil benar-benar menyatu dengan kitab bergengsi itu. Setiap
aktivitas apa saja selalu dikaitkan dengan kitab Alfiyyah. Jika seseorang menanyakan
persoalan tentang aqidah, maka akan dijawab dengan bait-bait Alfiyyah. Demikian juga, jika
seseorang bertanya tentang fiqih maupun tasawuf akan dijawab dengan kitab nahwu tertinggi
itu. Bahkan sebuah permintaan do’a barokah dari tamu yang datang cukup diambil dari bait-
bait kitab Alfiyyah.10
Oleh karena itu beliau melakukan pendekatan pada masyarakat dengan cara baik-baik
agar masyarakat sadar serta selalu mengingat kepada Tuhan yang menciptakan mereka.
9 Wawancara pribadi dengan Bapak Abdullah As (salah satu tokoh masyarakat Bangkalan)
pada tanggal 5 November 2010 10
Wawancara pribadi dengan Bapak Abdullah AS
70
C. Perintis Berdirinya NU
Perjuangan Kyai Cholil bisa dilihat dalam kiprahnya dalam membidani berdirinya
organisasi santri tradisional NU. Walaupun Kyai Cholil tidak termasuk pengurus, bahkan
tidak di masukkan dalam tim penasihat organisasi tersebut, tetapi semua tokoh NU
mengetahui besarnya sumbangsih Kyai Cholil atas berdirinya NU. Bisa jadi, ia memang
sengaja tidak mau di masukkan dalam kepengurusan NU, dan memilih perjuangan dan kerja
lainnya, selain memberi wadah para Kyai untuk berjuang pada wilayah organisasi pergerakan
atau perjuangan politik.
Ada tiga orang tokoh ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses
pendirian Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Kyai Wahab Chasbullah (Surabaya asal
Jombang), Kyai Hasyim Asy’ari (Jombang), dan Kyai Cholil (Bangkalan). Mujamil Qomar,
penulis buku NU “Liberal”: Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme Islam
(2002), melukiskan peran ketiganya sebagai berikut: Kyai Wahab sebagai pencetus ide, Kyai
Hasyim sebagai pemegang kunci, dan Kyai Cholil sebagai penentu berdirinya.11
Pada awalnya, ide pembentukan Jam’iyah itu muncul dari forum diskusi Tashwirul Afkar
yang didirikan oleh Kyai Wahab pada tahun 1924 di Surabaya. Forum diskusi Tashwirul
Afkar yang berarti “Potret Pemikiran” ini dibentuk sebagai wujud kepedulian Kyai Wahab
dan para Kyai lainnya terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam terkait
dalam bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik. Setelah peserta forum diskusi
Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk sebuah Jam’iyah, maka Kyai Wahab merasa
perlu untuk meminta restu kapada Kyai Hasyim yang ketika itu merupakan tokoh ulama
pesantren yang sangat berpengaruh di Jawa Timur.12
11
Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi, ( Wakil
Sekretariat I PCNU Bangkalan 2007- sampai sekarang) pada tanggal 30 Oktober 2010 12
Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi
71
Setelah pertemuan dengan Kyai Wahab itulah, murid Kyai Cholil, Kyai Hasyim Asy’ari
sebagai sesepuh dari pulau Jawa itu sedang memusatkan perhatiannya terhadap rencana
berdirinya Nahdlatul Ulama. Kyai Hasyim Asy’ari tampak resah. Ia tampak kurang yakin
atas rencananya tersebut. Ia takut jika pendirian tersebut akan menyebabkan perpecahan umat
Islam di Nusantara. Untuk itu ia selalu berdo’a memohon petunjuk kepada Allah dan
melakukan shalat Istikharah berkali-kali, namun petunjuk tak kunjung datang. Rupanya
petunjuk Allah terhadap rencana berdirinya Nahdlatul Ulama tidak diberikan langsung
kepada Kyai Hasyim, tetapi datang melalui perantara Kyai Cholil.
Setahun setelah itu, di Surabaya berkumpul para ulama se-Jawa-Madura. Mereka
bermusyawarah dan sepakat mendirikan Organisasi Islam Jam’iyah Nahdlatul Ulama di
Indonesia. Pada hari itu juga, 31 Desember 1926, Nahdlatul Ulama resmi berdiri. Kemudian,
para ulama sepakat memilih Kyai Hasyim Asy’ari sebagai ketua umumnya. Latar belakang
sejarah berdirinya NU tidak mudah. Untuk mendirikannya, para ulama meminta izin terlebih
dahulu kepada Allah SWT. Permohonan petunjuk yang diprakarsai oleh Kyai Hasyim
Asy’ari rupanya tidak dating langsung kepada beliau. Akan tetapi petunjuk dating melalui
Kyai Cholil. Jadi, posisi Kyai Cholil di dalam perjalanan sejarah proses berdirinya Nahdlatul
Ulama adalah sebagai Inspirator.13
Sebagaimana diketahui bersama, organisasi NU adalah organisasi para ulama, Kyai, dan
santri yang berada di kalangan orang kecil pedesaan, para petani dan buruh organisasi ini
juga melakukan advokasi pendidikan kepada kalangan masyarakat bawah akan kehidupan
sosial dan budayanya, dan organisasi ini juga memberikan sumbangsih perjuangan melawan
penjajah. Bisa dikatakan jika organisasi ini mengawal proses kelahiran kemerdekaan
Indonesia, mengawal proses masa revolusi, lahirnya orde baru, dan lahirnya orde reformasi.
13
Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi
72
Organisasi ini tetap eksis sampai kini. Tentunya kita tak bisa menghapus begitu saja peran
Kyai Cholil Bangkalan atas lahirnya organisasi ini di masa silam.14
NU merupakan organisasi besar yang terakhir berdiri. Sebelumnya organisasi
Muhammadiyah 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan(1869-1923) di Yogyakarta, Jam’iyat Islam
wal Irsyad Al-Arabiyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Irsyadal-Islamiyah 1914oleh
Syaikh Ahmad Surkati al Anshori As-Sudani (1872-1943) di Jakarta, Persatuan Islam 1923
oleh Ahmad Hassan (1887-1958) di Bandung. Setelah mendirikan organisasi ini, mereka
sepakat memutuskan:
1. Mengirimkan utusan ulama Indonesia ke Kongres dunia Islam di Makkah, engan
tugas memperjuangkan hukum ibadat dalam Islam dan madzhab empat
2. Membentuk organisasi atau Jama’iyah, kemudian atas usul KH. M. Alwi Abdul Azis
diberi nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Pada hari itu juga dibentuk pengurus yang
terdiri dua badan, yaitu Badan Syuri’ah (Legislatif) dan Badan Tanfidhiyah
(Eksekutif).
Susunan pengurus Syuri’ah pertama sebagai berikut:
Roisul Akbar : KH. Hasyim Asy’ari
Wakil Roisul Akbar : KH. Dahlan
Katib Awwal : KH. Abdul Wahab Hasbullah
Katib Tsani : KH. Abdul Halim
A’wan (anggota) : KH. M. Alwi,
KH. Ridwan,
KH. Said,
KH. Bisri,
KH Nahrowi,
14
Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi
73
KH. Amin,
KH. Masyhuri dan
KH. Abdullah Ubaid.
Sedangkan susunan Pengurus Tanfidhiyah, sebagai berikut:
Ketua : H. Hasan Gifo
Sekretaris : Muhammad Siddiq
Bendahara : H. Burhan
Pembantu : Saleh Syamil,
Ichsan,
Ja’far Alwan,
Utsman,
Akhsan,
Nawawi,
Dahlan dan
Mangun.
Selain itu, disusun juga para penasehat, yaitu sebagai berikut: Syaikh Ahmad Ganjem al-
Amir al-Misri, KH. Doro Muntaha, KHR. Asnawi Kudus, KHR. Ridwan Semarang, KH.
Nawawi Pasuruan, KHR. Hambali Kudus.15
Dengan demikian, jika Kyai Hasyim Asyari dikenal sebagai Pendiri NU dan Kyai Abdul
Wahhab Hasbullah sebagai tokoh yang mewujudkannya, maka Sang Inspirator organisasi ini
adalah Kyai Cholil Bangkalan.
15
Wawancara pribadi dengan Bapak H. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tak terlepas dari itu semua, Kyai Cholil Bangkalan seorang yang lahir pada Selasa,
11 Jumadil Akhir 1225 H, adalah sosok inspiratory terlahirnya ulama-ulama besar dan
kharismatik di Nusantara ini.
Beliau Kyai Cholil kita kenal dengan kezuhudannya, lakunya yang prihatin dan
pola hidup sederhana, dimana pola hidup yang demikian sangat penting kita terapkan di
zaman seperti ini.Zaman ketika konsep materialisme dan kapitalisme telah merasuk
bukan hanya di kota-kota besar, melainkan juga di desa-desa.
Sikap zuhud dan perilaku prihatin cukup menarik untuk dikembangkan di tengah
kondisi perekonomian Negara dan dunia yang tidak stabil saat ini.Kyai Cholil
mencontohkan kita untuk makan secara wajar, tidak perlu mewah dan
memanjakan.Makan seadanya asal sehat, begitulah seharusnya kita merasa diingatkan
oleh Kyai Cholil asal Bangkalan ini. Beliau tiada lain adalah guru dari para pendiri
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Walaupun kita tidak banyak menjumpai tulisan dari Kyai Cholil layaknya
peninggalan catatn tertulis, seperti para Kyai lain atau muridnya yang banyak menulis
kitab, sehingga kita sangat sulit menelusuri jejak perjuangan beliau. Minimnya tulisan
yang beliau tinggalkan itu bisa jadi karena keterbatasan waktu beliau yang lebih banyak
dicurahkan untuk memikirkan kemaslahatan umat. Beliau lebih suka menulis di atas
tanah daripada menulis di atas kertas.
Perjuangan beliau juga bisa dilihat dalam kiprahnya dalam membidani berdirinya
organisasi santri tradisional NU. Walaupun Kyai Cholil tidak termasuk pengurus, bahkan
tidak dimasukkan dalam tim penasehat organisasi tersebut, tetapi semua tokoh NU
mengetahui besarnya sumbangsih Kyai Cholil atas berdirinya NU. Bisa jadi, ia memang
89 74
75
sengaja tidak mau dimasukkan dalam kepengurusan NU, dan memilih perjuangan dan
kerja lainnya, selain memberi wadah para Kyai untuk berjuang pada wilayah organisasi
pergerakan atau perjuangan politik.
Latar belakang sejarah berdirinya NU tidak mudah. Untuk mendirikannya, para
ulama meminta izin terlebih dahulu kepada Allah SWT. Permohonan petunjuk yang
diprakarsai oleh Kyai Hasyim Asy’ari rupanya tidak datang langsung kepada beliau.
Akan tetapi petunjuk datang melalui Kyai Cholil, sang guru. Jadi, kedudukan Kyai Cholil
didalam perjalanan sejarah proses berdirinya NU adalah sebagai inspirator. Syaikhona
Cholil Bangkalan yang bersahaja.Betapa istiqomahnya beliau dalam menuntun umat,
menggembleng santri hingga keberkahan ilmunya kita rasakan hingga masa sekarang.
Kebesaran NU tak luput dari peran utamanya, karena beliau lah sang guru dari para
pendiri dan ilustrator berdirinya Jam’iyyah terbesar di dunia.
Sebagaimana diketahui bersama, organisasi NU adalah organisasi para ulama, Kyai
dan santri yang berada di kalangan orang kecil pedesaan, para petani dan buruh.
Organisasi ini juga melakukan advokasi pendidikan kepada kalangan masyarakat
pedesaan, membela kepentingan masyarakat bawah akan kehidupan sosial dan
budayanya, dan organisasi ini juga memberikan sumbangsih perjuangan melawan
penjajah.
Karakteristik kepemimpinan KH. Muhammad Cholil yang kharismatik mampu
mewarnai perkembangan agama islam di Bangkalan, sehingga ia dikategorikan sebagai
ulama yang sangat sukses pada zamannya, dan mampu mencetak ulama-ulama besar di
bumi Indonesia, hal ini karena ia memiliki keilmuan yang luas serta mempunyai sikap
dan sifat yang mulia di samping ada factor yang lain yang menopang keberhasilannya
sehingga menjadi panutan para santri khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan
kebesaran NU ini, diharapkan sosok Syaikhona Cholil dapat tergambar dengan jelas, yang
akhirnya kita sekalian akan berupaya mengikuti jejak dan perjuangan luhurnya.
76
B. Saran
Untuk menutup penulisan skripsi ini, penulis akan membicarakan tentang suatu hal
yang selama ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat pesantren berhubungan
dengan status Ahlulbayt.
Selama ini, Ahlulbayt selalu diidentikkan dengan jamaah Habib yang baru datang
dari Arab.Padahal, tidak sedikit dari masyarakat pesantren itu yang tahu dan meyakini
nasab Kyai semisal Syeikh Cholil.Penulis rasa, hal ini akibat dari tertutupnya para Kyai
selama ini untuk membicarakan soal nasab.
Apapun alasannya, semua itu kembali kepada kepada para Kyai, baik untuk
mereka, manfaat untuk mereka, dan pahala untuk mereka.Semoga kita semua, siapapun
kita, dapat menikmati cinta kepada Rasulullah dan cinta kepada Ahlulbayt.Dan kita
semua, siapapun kita, berlindung kepada Allah SWT dari rasa tidak simpati kepada
Ahlulbayt.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kehadirat Rasulullah, semua
Ahlulbayt dan sahabat beliau. Saran dari penulis yaitu marilah kita jaga nama baik sejarah
para leluhur kita agar bisa diketahui oleh para penerus kita yang akan datang. Semoga
kita selalu diindungi oleh-Nya. Aamin
DAFTAR PUSTAKA
Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000
Hubsky, Badruddin, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, Gema Insani Press,
Jakarta: Gema Insani Press, 1995, cet. I
Al-Badri, Aziz, Abdul, Peran Ulama dan Penguasa, Penterjemah: Salim Muhammad
Wahid, cet. Ke-2, Solo Indonesia: Pustaka Mantiq, 1987
Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, cet. I, Bandung:
Sinar Baru Grasindo, T.t
Al-Tirmidzi, Al-Imam dan Sutarmadi, H Ahmad, Peranannya dalam Pengembangan
Hadits dan Fiqh, cet I, Jakarta: Logos, 1998
Azra, Azyumardi, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, cet I, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1998
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003
Hasil Dari Data Statistik Kabupaten Bangkalan
Harun Handiwijoyo, Kebatinan Islam Abad XIV, (Jakarta: Gunung Agung, 1985)
Bakhri, Syaiful, Mokh, Syaikhona Kholil Bangkalan; Ulama Legendaris dari
Madura, cet I, Pasuruan: Cipta Pustaka Utama, September, 2006
Ma’sum, Saifullah, Karisma Ulama Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, Bandung:
Mizan, 1998
www.google.com
http://azmatkhanalhusaini.com
Arrifa’I, Ibnu Assayuti, Korelasi Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dan NU;
Mengenang dan Menghayati Perjuangan Sang Inspirator, cet I, al-Haula Press,
T.t: Juni, 2010
Onong Uchjana Efendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Bandung: CV Masdar Maju,
1992)
Rahman, Saifur, Biografi dan Karamah Kyai Kholil Bangkalan; Surat Kepada Anjing
Hitam, Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999
Azmatkhan, Badri, bin KH Ali, Dari Kanjeng Sunan Sampai Romo Kiai; Syaikhona
Muhammad Kholil Bangkalan, Telaah Sejarah dan Riwayat Hidup, cet I,
Penerbit: IKAZI ( Ikatan Keluarga Azmatkhan Indonesia), Maret, 2007
www.pondokpesantren.com
Amin, Bachri, Moch, Tesis: Kepemimpinan KH. Moch. Kholil dalam Sistem
Pendidikan (Study Histories tentang Pola Pendidikan Santri Pondok Pesantren
Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura, Jawa Timur), Pascasarjana IAIN Sunan
Ampel Surabaya.
Hasil Wawancara:
1. Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi,
Selaku Jubir KH. Fachrillah Aschal (Pengasuh Pondok Pesantren Syaikhona
Muhammad Kholil Demangan Barat Bangkalan) dan Selaku Wakil Sekretariat
I PCNU Bangkalan tahun 2007- sampai sekarang.
2. Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil, Selaku Sekretaris Umum
Pondok Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil Demangan Barat Bangkalan.
3. Wawancara pribadi dengan Bapak Abdullah AS, Selaku Warga Masyarakat
Bangkalan.
4. Wawancara dengan Bapak Muhammad Amin, Selaku Bendahara PDM
Kabupaten Bangkalan periode 1995-2000.