PERANAN IKATAN NOTARIS INDONESIA (INI) TERHADAPPENGAWASAN NOTARIS DALAM PELAKSANAAN
TUGAS JABATAN NOTARIS(Studi Kasus di Wonogiri)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister
Program Magister Kenotariatan
OLEH :
WAHYUNINGSIHNIM : S.351208047
POGRAM MAGISTER KENOTARIATANFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri, Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum , maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar Rad : 11).
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahir Robbil ‘Alamin, segala Puji bagi Allah
penguasa alam semesta, karya tesis ini penulis persembahkan dengan ikhlas hati
kepada :
- Suamiku WIGNYO RATNOMO yang senantiasa mendukung, memberikan
cinta, doa, dan semangat untuk terus maju.
- Anak-anakku DAFFA WAHYU BRAMANTYA dan DAVIN WAHYU
RADITYA, kalian menjadi sumber inspirasi dan semangat yang luar biasa
untuk mama.
- Almarhum Ayahanda SUKIRNO tercinta, yang telah berjuang untukku
sampai akhir hayatnya.
- Ibunda TURSINI tersayang, kasihmu sepanjang jalan, tidak pernah kering
akan doa dan harapan.
- Adikku ISWAHYUDI, yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhananahu
wa ta’ala atas segala limpahan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga penulis
memperoleh kekuatan untuk menyelesaikan tesis yang berjudul PERANAN
IKATAN NOTARIS INDONESIA (INI) TERHADAP PENGAWASAN NOTARIS
DALAM PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS (Studi Kasus di
Wonogiri).
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh derajad Magister (S2) dalam progam studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan berbagai puhak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih sebesar besarnya kepada :
1. Bapak Prof.Dr, Ravik Karsidi,M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Bapak Prof.Dr.M. Furqon Hidayatullah.M.Pd, selaku Direktur Program Pasca
sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Prof.Dr. Supanto,S.H.M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Burhanudin Harahap,S.H.,M.H.,M.SI.,Ph.D., selaku Kepala Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan banyak bantuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dengan baik dan lancer..
5. Segenap Dosen Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan ilmu kepada Penulis .
6. Bapak Prof.Dr.Adi Sulistiyono,S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing I yang telah
memberikan waktu untuk memberikan ilmu, bimbingan dan pengarahan serta
memberikan koreksi-koreksi yang sangat bermanfaat sampai terlesainya
penyusunan tesis ini.
viii
7. Bapak Toto Susmono Hadi,S.H.,M.H., selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu untuk mendampingi dan memberikan bimbingan dengan
penuh kesabaran sampai terselesainya penyusunan tesis ini.
8. Bapak Dr. HARI PURWADI,SH,MHum, selaku dosen Penguji yang telah
memberikan saran dan masukan yang berguna untuk sempurnanya tesis ini.
9. Bapak Dr. Djoko Wahyu Winarno,SH.MS , selaku Dosen Penguji yang telah
dengan sabar memberikan ilmu yang sangat berguna untuk sempurnanya tesis ini.
10. Karyawan dan Staf Pengelola Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan segala
membantu selama penulis menyusun tesis dan mengikuti perkuliahan.
11. Karyawan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan bantuan guna selesainya tesis ini.
12. Ibu Noor Saptanti,S.H.M.H., Notaris Wonogiri, Selaku Ketua Majelis Pengawas
Daerah Notaris Kabupaten Wonogiri, yang telah memberikan ilmu dan
kesempatan untuk penulis menyelesaikan tesis ini.
13. Bapak Budi Hartoyo, SH, Notaris Wonogiri selaku Anggota Majelis Pengawas
Daerah Notaris Kabupaten Wonogiri, yang telah memberikan ilmu yang banyak
dan bermanfaat untuk bisa memperoleh data-data yang diperlukan oleh penulis
untuk menyelesaikan tesis ini.
14. Bapak Firdaus, SH. MKN,Notaris Wonogiri selaku Ketua Ikatan Notaris
Indonesia (INI), Kabupaten Wonogiri, yang telah telah memberikan ilmu,
pengalaman, ijin dan kesempatan untuk bisa memperoleh data-data yang
diperlukan oleh penulis untuk terlesainya tesis ini.
15. Ibu Ruth Sri Hadi Astuti,SH, Notaris Wonogiri, selaku Anggota Dewan
Kehormatan Daerah Notaris Kabupaten Wonogiri, yang telah memberikan ilmu,
pengalaman dan kesempatan untuk memperoleh data-data yang diperlukan guna
terselesainya tesis ini.
16. Rekan-rekan Kelas A dan B Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Tahun 2012, yang telah
memberikan semangat, perhatian dan persahabatan selama penulis menjalani
kuliah di kampus..
ix
17. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas
dukungan dan doa selama penulis menempuh kuliah dan dakam menyelesaikan
tesis ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Barokah Nya atas kebaikan serta
bantuan yang diberikan kepada penulis.
Mengingat keterbatasan kemampuan, Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan tesis ini masih masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat Penulis harapkan.Semoga
penulisan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik untuk penulisan hukum,
maupun akademisi dan pembaca umum .
Surakarta, 20 Juni 2016
Penulis
WAHYUNINGSIH
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS .............................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
MOTTO ………………………………………………………………….. v
PERSEMBAHAN ………………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xiii
ASBTRAK ....................................................................................................... xiv
ASBTRACT..................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah.................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ........................................................................ 9
1. Tinjauan Umum Tentang Notaris....................................... 9
2. Tinjauan Umum Tentang Organisasi Profesi Notaris ........ 25
3. Tinjauan Umum Tentang Kode Etik Notaris ..................... 28
4. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Notaris .................. 31
5. Teori Implementasi Hukum ............................................... 36
6. Teori Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat .……. 41
B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 45
C. Penelitian yang Relevan .......................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ..................................................................... 51
xi
B. Jenis Penelitian ........................................................................ 53
C. Sifat Penelitian.......................................................................... 53
D. Pendekatan Penelitian............................................................... 54
E. Jenis Data.................................................................................. 54
F. Sumber Data ............................................................................. 55
G. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 56
H. Validitas Data ........................................................................... 57
I. Teknik Analisis Data ................................................................ 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 61
B. Pembahasan ............................................................................. 74
1. Bentuk Pelanggaran Kode Etik Notaris yang Selama Ini
Dilakukan Oleh Notaris Wonogiri ..................................... 74
2. Penerapan Sanksi Terhadap Pelanggaran Kode Etik
Notaris, Oleh Notaris Wonogiri ......................................... 101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 114
B. Saran ....................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN- LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1 : Teori Bekerjanya hukum dalam masyarakat ……………….. 42
2. Gambar 2 : Kerangka Pemikiran ………………………………………… 46
3. Gambar 3 : Teknik Analisis Data ………………………………………… 60
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Ijin Penelitian di Kantor Notaris Firdaus SH,MKN, Ketua INI Wonogiri.
2. Kode Etik Notaris .
xiv
ABSTRAK
Wahyuningsih. NIM : S.351208047. PERANAN IKATAN NOTARIS INDONESIA(INI)TERHADAP PENGAWASAN NOTARIS DALAM PELAKSANAANTUGAS JABATAN NOTARIS (Stusi Kasus di Wonogiri), 2016. Program MagisterKenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian dan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui bentukpelanggaran Kode Etik Notaris dilakukan Notaris dan penerapan sanksi terhadappelanggaran Kode Etik Notaris, oleh Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatanNotaris di Kabupaten Wonogiri.
Metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian hukum inimenggunakan metode pendekatan empiris, bersifat deskriptif. Teknik pengumpulandata yang di gunakan adalah data primer dengan wawancara langsung terhadapnarasumber dan data sekunder adalah dokumen yang terkait dengan permasalahanyang diteliti oleh penulis.
Hasil penelitian menyatakan pelanggaran kode etik notaris wilayah KabupatenWonogiri yaitu adanya notaris adalah adanya pembuatan akta yang tidak sesuaidengan Undang-Undang Jabatan Notaris, seperti tidak membacakan akta, tidak tandatangan di hadapan Notaris, membuka kantor lebih dari satu, plang nama Notaristerpampang akan tetapi kosong, dan membuat salinan akta tidak sesuai denganminuta. Selain beberapa pelanggaran kode etik yang lainnya yaitu akta yang telahterlebih dahulu dipersiapkan oleh notaris lain sehingga notaris yang bersangkutantinggal menandatangani. Pelanggaran kode etik notaris lainnya adalahpenandatanganan akta yang tidak dilakukan di hadapan notaris, pembuatan akta diluar wilayah jabatan, ditemukannya notaris yang membuat papan nama melebihiukuran yang telah ditentukan, adanya persaingan tarif yang tidak sehat, dimanaterdapat notaris yang memasang tarif yang sangat rendah untuk mendapatkan klien.Terkait sanksi yang diberikan adalah memberikan teguran, peringatan atau schorzingdari keanggotaan Perkumpulan.
Kata kunci : Ikatan Notaris Indonesia, Pengawasan Notaris, Kode Etik Notaris
xv
ABSTRACT
Wahyuningsih. NIM: S.351208047. ROLE OF THE BUNCH NOTARY INDONESIA(INI) ON SUPERVISION IN THE IMPLEMENTATION OF DUTY TITLE NOTARY(Case Study in Wobogiri) 2016. Program Notary Law Faculty, University of MarchSurakarta.
The aim of research and writing of this thesis is to find forms of abuse carriedNotary Notary Code and imposition of sanctions for violations of the Code of Notary,the Notary in the discharge of office .
The method used to achieve the objectives of this legal research using empiricalapproach, descriptive. Data collection techniques used are primary data directly tothe informant interviews and secondary data are documents related to the problemsstudied by the author.
The results stated violations of the code of conduct notary district of Wonogirinamely the notary is the deed that is not in accordance with the Law on Notary, suchas not read the deed, not the signature before the Notary, opened an office more of asignboard Notary name emblazoned but empty, and make copies of the deed does notcorrespond to the minutes. In addition to some other code violations that deed thathas previously been prepared by another notary so stay signing of the notary.Violations of the code of conduct notary another is signing a deed that is not done inthe presence of a notary, deed outside the office, finding notaries who make the signexceeds the specified size, the tariff competition is not healthy, where there is anotary who put up a very low rate to get clients. Related to the sanction is to give areprimand, warning or schorzing from the membership of the Association.
Keywords: Indonesian Notary Association, Monitoring Notary, Notary Code
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan
teknologi lembaga Notaris di Indonesia saat ini turut berkembang dengan
cepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan akan jasa Notaris
adalah untuk membantu masyarakat dalam memberikan pelayanan hukum di
dalam pembuatan akta tertulis yang terjamin kepastian serta jaminan
hukumnya.
Sebagai pejabat umum Notaris dituntut untuk menjalankan tugasnya
dengan sebaik-baiknya. Menjadi Notaris harus mempunyai etika yang baik
dalam arti tidak menjatuhkan teman seprofesinya namun juga dituntut
menguasai hukumnya dan tidak hanya mencari keuntungan semata. Notaris
harus selalu mengacu pada ketentuan dalam peraturan perundangan yaitu
UU Nomor : 30 tahun 2004 jo UU Nomor : 4 tahun 2014 dan Kode Etik
Notaris. Hal ini karena selain jabatan sebagai pejabat umum, notaris adalah
merupakan salah satu profesi hukum sehingga sangat perlu memperhatikan
apa yang disebut sebagai perilaku profesi. Notaris diharapkan memiliki
integritas moral yang mantap, bersikap jujur terhadap klien maupun diri
sendiri, sadar akan batas-batas kewenangan nya dan tidak bertindak semata-
mata berdasarkan pertimbangan uang.1
Kewajiban Notaris selain menjaga sikap, perilaku, perbuatan atau
tindakan, juga berkewajiban memelihara citra serta wibawa lembaga notariat
dan menjunjung tinggi harkat dan martabat notaris, tidak melakukan yang
sebaliknya sehingga dapat menurunkan citra, wibawa maupun harkat dan
martabat notaris. Seorang notaris yang melakukan profesinya harus
1Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu,Semarang, hal. 93.
2
berperilaku profesional, berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat
kehormatan notaris dan berkewajiban menghormati rekan dan saling menjaga
dan membela kehormatan nama baik korps atau organisasi. Sebagai notaris, ia
bertanggung jawab terhadap profesi yang dilakukannya, dalam hal ini kode
etik profesi.2
Notaris dalam memberikan pelayanan profesional selain bertanggung
jawab kepada diri sendiri juga kepada masyarakat. Notaris yang bertanggung
jawab kepada diri sendiri, diartikan bahwa dia bekerja karena integritas
moral, intelektual dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya.
Pemberian layanan profesional notaris selalu mempertahankan cita-cita luhur
profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena sekedar
hobi belaka. Bertanggungjawab kepada masyarakat, artinya kesediaan
memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa membedakan antara pelayanan
bayaran dan pelayanan cuma-cuma serta menghasilkan layanan yang bermutu,
yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak
semata- mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian
kepada sesama manusia. Bertanggungjawab juga berani menanggung segala
resiko yang timbul akibat dari pelayanannya itu. Kelalaian dalam
melaksanakan profesi menimbulkan dampak yang membahayakan atau
mungkin merugikan diri sendiri, orang lain dan berdosa kepada Tuhan.3
Terus bertambahnya jumlah Notaris dalam suatu wilayah
menimbulkan permasalahan baru karena jumlahnya sudah tidak sesuai dengan
permintaan pasar dan berakibat pasar menjadi jenuh dan berbuntut pada
dampak yang kurang sehat. Terjadi perebutan klien yang ujung-ujungnya
seorang Notaris bisa mengesampingkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan etika profesi.
Kenyataan tersebut merupakan tantangan yang cukup kuat di bidang
pengawasan. Jumlah Notaris yang banyak menurut sebagian kalangan dapat
2Ignatius Ridwan Widyadharma, 1994, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum,Ananta, Semarang, hal. 133-134.
3 Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, hal. 60
3
dianggap sebagai suatu keberhasilan, karena memudahkan masyarakat
mendapat pelayanan hukum dari Kantor Notaris, namun demikian pada sisi
lain peningkatan jumlah Notaris semakin besar kemungkinan terjadinya
berbagai pelanggaran.
Dalam hal ini, peran organisasi diperlukan agar persoalan tidak
berlarut-larut. Ikatan Notaris Indonesia (INI) adalah organisasi yang berbentuk
perkumpulan yang berbadan hukum sebagai organisasi profesi jabatan Notaris
bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia, bercita-cita untuk menjaga dan
membina keseluruhan martabat dan jabatan Notaris.
Pada Pra Kongres Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 13 Juli 2005
di Makasar, Sulawesi Selatan. Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia dalam
sambutannya menyatakan bahwa Ikatan Notaris Indonesia (INI) dapat menjadi
organisasi yang semakin solid, dengan melakukan konsolidasi dan
menegakkan Kode Etik Notaris dalam upaya pembinaan terhadap anggota-
anggotanya sehingga senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat.4
Pengawasan terhadap Notaris selain dilakukan oleh Majelis Pengawas
yang terdiri dari 3 (tiga) unsur yakni unsur Akademisi, Pemerintah, dan
Organisasi Notaris yakni Ikatan Notaris Indonesia yang disingkat dengan
I.N.I., juga dilakukan oleh Dewan Kehormatan Notaris yang juga berada di
bawah INI. Pengawasan dari Majelis Pengawas bertujuan agar para Notaris
harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-
Undang Jabatan Notaris untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya.
Sedangkan pengawasan oleh organisasi Notaris dalam hal ini Dewan
Kehormatan Notaris terfokus pada pelaksanaan Kode Etik Notaris.
Produk profesi Notaris adalah akta otentik yang digunakan pada
hukum pembuktian. Pengangkatan Notaris bukan untuk kepentingan Notaris
4 www.http:///majalah.depkumham.go.id
4
itu sendiri tetapi untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya, sehingga
bersifat altruistik.5
Sebagai pembuat akta otentik tentu saja profesi ini dibutuhkan Notaris-
Notaris professional dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dalam
memperoleh kepastian hukum. Lulus magister Kenotariatan dan lulus ujian
Kode etik adalah syarat utama untuk menjadi seorang Notaris. Meski ujian
kode etik ini menjadi syarat untuk menjadi seorang Notaris, namun hal ini
tidak dapat dijadikan jaminan bahwa Notaris melaksanakan pekerjaannya
sesuai dengan kode etik profesinya.
Selain dari akta otentik yang dibuat oleh Notaris, menurut Cita
Astungkoro Sukmawirawan dalam Viktor M. Situmorang, terdapat akta lain
yang disebut sebagai akta di bawah tangan, yaitu akta yang sengaja dibuat
oleh para pihak untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat pembuat
akta. Dengan kata lain, akta di di bawah tangan adalah akta yang dimaksudkan
oleh para pihak sebagai alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau di hadapan
pejabat umum.6
Pengaturan mengenai kode etik notaris diperlukan sebagai pegangan
notaris dalam melaksanakan jabatannya. Sebab seorang notaris dalam
menjalankan jabatannya akan mendapat banyak tantangan seperti ingin cepat
memperoleh uang atau untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, hal tersebut
akan berpengaruh terhadap setiap akta yang dibuatnya dan juga berpengaruh
terhadap masyarakat yang menggunakan jasa notaris.7
Akibat dari tidak dipatuhinya Kode etik Notaris tersebut menyebabkan
timbul penyimpangan-penyimpangan dilakukan oleh Notaris dan berakibat
akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi Notaris.
Penyimpangan tersebut antara lain menarik biaya akta yang lebih rendah dari
5 Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003,hlm 38.
6Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1993. Grosse Akta dalamPembuktian dan Eksekusi, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 36
7Didi Santoso, 2009, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Yang MemuatDua Perbuatan Hukum (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1440.K/PDT/1996), ProgramStudi Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 37.
5
kesepakatan yang dibuat antara Notaris sendiri, melakukan promosi dengan
pengiriman karangan bunga atau cindera mata mencantumkan jabatan Notaris
kepada pihak-pihak tertentu, memasang papan nama yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan, mempunyai bukti kependudukan lebih dari satu.
Guna mencegah terjadinya penyimpangan tersebut tentu saja dibutuhkan
pengawasan oleh organisasi Notaris itu sendiri.
Sulhan, Syamsul Bachri, Wiwie Heryani dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa pertama, Bentuk pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh notaris terdiri dari publikasi/promosi diri, pemasangan papan nama,
kantor Perwakilan, penetapan Honorarium disebabkan karena implikasi
pemberian sanksi terhadap notaris yang melakukan pelanggaran kode etik
tidak memberikan efek jera dan juga karena implikasi dari sanksi yang
diberikan kepada notaris hanya berdampak pada keanggotaannya dalam Ikatan
Notaris Indonesia dan tidak berdampak sama sekali terhadap pelaksanaan
jabatannya sebagai notaris. Kedua, Urgensi penerapan sanksi perdata, sanksi
administrasi dan sanksi etika terhadap notaris yang melakukan pelanggaran
Kode Etik Notaris sangat penting sebagai upaya untuk terwujudnya
profesionalisme notaris, karena hanya dengan penerapan sanksi yang tegas
akan memberikan efek secara langsung kepada notaris sehingga tidak lagi
melakukan pelanggaran terhadap kode etik.8
Selain beberapa pelanggaran oleh notaris di atas, juga terdapat
beberapa pelanggaran lainnya yang mungkinkan dilakukan oleh notaris.
Notaris dimungkinkan melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas
jabatannya. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan Notaris di
Banten: (1) tidak membacakan akta, (2) tidak tanda tangan di hadapan Notaris,
(3) tidak berada di wilayah kerja yang ditentukan, (4) membuka kantor lebih
dari satu, (5) plang nama Notaris terpampang tetapi kosong, (6) pindah alamat
kantor tetapi tidak melapor, (7) membuat salinan akta tidak sesuai dengan
8Sulhan, Syamsul Bachri, Wiwie Heryani. 2013. Pelaksanaan Kode Etik DalamMenjalankan Jabatan Notaris, Jurnal. Program Kenotariatan, Fakultas Hukum, UniversitasHasanuddin, Makassar
6
minuta. Pencegahan dalam rangka penegakan hukum: (1) pembinaan (2)
koordinasi dan kerjasama, (3) pengawasan yang kontinu, (4) seleksi yang
lebih baik; (5) pengawasan dengan tujuan preventif, dan (6) lembaga
independen.9
Penulis mengamati ternyata di Wonogiri dari 21 (duapuluh satu)
Notaris yang ada, 10 (sepuluh) Notaris telah melakukan pelanggaran dengan
memasang papan nama dengan ukuran yang terlalu besar dari ketentuan yang
telah ada dan tercantum dalam Kode Etik Notaris.
Dengan demikian perlu diteliti keberadaan organisasi Notaris dalam
hal ini adalah Dewan Kohormatan Daerah Notaris Ikatan Notaris Indonesia
dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik oleh Notaris.
Berdasarkan kondisi sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar
belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk
melakukan penelitian tentang Pengawasan yang dilakukan Ikatan Notaris
Indonesia (INI) dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris, dalam penulisan
judul “ PERANAN IKATAN NOTARIS INDONESIA (INI) TERHADAP
PENGAWASAN NOTARIS DALAM PELAKSANAAN TUGAS JABATAN
NOTARIS (Studi Kasus di Wonogiri)“.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, penulis merasa
tertarik untuk membuat makalah tentang bentuk pengawasan oleh Organisasi
Notaris dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap Notaris dalam
pelaksanaan tugas jabatan Notaris sesuai dengan Kode Etik Notaris.
1. Apa sajakah pelanggaran Kode Etik Notaris yang selama ini dilakukan
oleh Notaris ?
2. Apa sajakah penerapan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik Notaris,
oleh Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris ?
9 Endang Purwaningsih, 2014. Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris Di Wilayah ProvinsiBanten Dan Penegakan Hukumnya, Jurnal. Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum UniversitasYARSI, Jakarta
7
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian pokok dari ilmu pengetahuan yang
bertujuan untuk lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping juga
merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik dari segi
teoritis maupun praktis.
Setiap penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Demikian juga
penelitian ini mempunyai tujuan obyektif dan tujuan subyektif yaitu sebagai
berikut :
1. Tujuan Obyektif.
Tujuan Obyektif Penelitian ini adalah :
a. Untuk menganalisis pelanggaran Kode etik Notaris yang dilakukan
oleh Notaris .
b. Untuk menganalisis penerapan sanksinya terhadap pelanggaran Kode
Etik oleh Notaris .
2. Tujuan Subyektif.
Tujuan Subyektif Penelitian ini adalah :
a. Untuk memperoleh data sebagai bahan penyusunan penulisan hukum
sebagai sarana untuk memenuhi persyaratan wajib bagi setiap
mahasiswa dalam meraih gelar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk memberikan gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya kenotariatan.
c. Untuk menambah, memperluas dan pengembangkan pengetahuan
peneliti dalam masalah kenotariatan khususnya mengenai peranan
Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap pengawasan notaris dalam
pelaksanaan tugas jabatan notaris sesuai Kode Etik Notaris.
8
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua manfaat yang dapat diperoleh yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini akan bermanfaat pada pengembangan Teori
Sosiologi Hukum khususnya berkenaan dengan Kode Etik Notaris.
b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi
mahasiswa, dosen serta pembaca yang lainnya yang tertarik dalam
dunia kenotariatan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang diteliti.
b. Mengembangkan penalaran serta membentuk pola piker yang dinamis
sekaligus menerapkan ilmu yang diperoleh.
c. Diharapkan penulisan ini dapat menjadi dasar bahan kajian lebih lanjut
oleh para akedemisi lainnya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Notaris
a. Pengertian Notaris
Notaries berasal dari perkataan “notaries” yakni nama yang
diberikan pada orang-orang Romawi dimana tugasnya menjalankan
pekerjaan menulis pada masa itu. Ada pendapat dari Notodisoerjo yang
mengatakan bahwa notaries itu berasal dari perkataan “nota literaria”
berarti tanda (letter mark atau karakter) yang mengatakan sesuatu
perkataan10.
Djuhad Mahja mengemukakan berdasarkan sejarah, notaris
adalah seorang pejabat Negara (pejabat umum) yang dapat diangkat
oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam pelayanan
hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai
pejabat pembuat akta otentik dalam hal keperdataan. 11
Pengertian notaris dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan UUJN, yang menyatakan bahwa "Notaris
adalah pejabat umum yang bcrwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
undang ini atau berdasarkan Undang-undang lainnya.
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, menyatakan bahwa notaris
adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
10 R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia,. PT. Raja Grafindo, Jakartahal 13
11 Djuhad Mahja, 2005. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,Jakarta, Durat Bahagia hal 60.
10
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin
kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse,
salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh
suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat atau orang lain.12
Colenbrunder menyatakan bahwa notaris adalah pejabat yang
berwenang untuk atas permintaan mereka yang menyuruhnya mencatat
semua yang dialami dalam suatu akta dan menyaksikan (comtuleert)
dalam akta tentang keadaan sesuatu barang yang ditunjukkan
kepadanya oleh kliennya.13
Matome M. Ratiba menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
notaris yaitu : “Notary is a qualified attorneys which is admitted by the
court and is an officer of the court in both his office as notary and
attorney and as notary he enjoys special privileges.”14 Dalam
terjemahan bebasnya yaitu Notaris adalah pengacara yang
berkualifikasi yang diakui oleh pengadilan dan petugas pengadilan
baik di kantor sebagai notaris dan pengacara dan sebagai notaris ia
menikmati hak-hak istimewa. Sebagai pejabat umum Notaris diangkat
oleh Negara berdasarkan Undang-undang dan sebelum menjalankan
tugasnya Notaris terlebih dahulu diambil sumpahnya untuk selalu
menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Walaupun diangkat oleh Negara Notaris tidak memperoleh gaji dari
pemerintah.Istilah pejabat umum (openbare ambtenaar) diberikan oleh
Soebekti dan Tjitrosudibio yang ditempatkan dalam Buku IV Kitab
12Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011. Aspek Pertanggungjawaban Notaris DalamPerbuatan Akta, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, hal. 100
13Van Voeve, 1998, Engelbrecht De Wetboeken wetten en Veroordeningen, Benevens deGrondwet van de Republiek Indonesie, Ichtiar Baru, Jakarta, hal. 882.
14Matome M. Ratiba, 2013, Convecaying Law For Paralegals And Law Students,bookboon, USA, hal. 28
11
undang-undang Hukum Perdata tentang Pembuktian dan Daluwarsa..15
Pejabat umum dan konteks Buku IV Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata merupakan pejabat yang diotoritasi oleh undang-undang untuk
membuat akta autentik sebagai salah satu instrument pembuktian yang
sah di pengadilan. Pejabat umum di sini menunjukkan pada jabatan
yang menjadi sub sistem hukum pembuktian dan sub sistem peradilan.
Penegasan Notaris sebagai pejabat umum terdapat dalam Pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor : 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Disebutkan bahwa “ Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini dan undang-undang lainnya.”
Selain itu Notaris juga sebagai profesi, karena didalamnya
mengandung arti suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan luas dan tanggung jawab, diabdikan dan
mendapat pengakuan masyarakat serta mempunyai kode etik.16
b. Sejarah Notaris
Keberadaan Notaris di Indonesia sudah dikenal sejak zaman Belanda
ketika menjajah Indonesia. Dalam perkembangannya hukum Notariat
yang diberlakukan di Belanda selanjutnya menjadi dasar peraturan
perundang-undangan Notariat yang diberlakukan di Indonesia.17
Tanggal 27 Agustus 1620, dibawah Pemerintah Belanda
seseorang yang pertama kali diangkat sebagai notaris adalah Meichior
Kerchem. Sesudah pengangkatan yang dilakukan oleh Gubernur
Jendral Jan Pieterszoon Coen tersebut kemudian jumlah notaris dalam
Kota Jakarta ditambah, dan berhubung kebutuhan akan jasa notaris itu
sangat dibutuhkan yaitu tidak hanya dalam Kota Jakarta saja
15 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, EdisiRevisi, Burgerlijk Wetboek, Diterjemahkan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal 475.
16 LilianaTedjosaputra, 1995 Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana,Bigraf Publishing, Yogyakarta, hal 53.
17Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I,Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal. 15.
12
melainkan juga di luar Kota Jakarta maka selanjutnya diangkat
notaris-notaris oleh penguasa-penguasa setempat. Dengan demikian
mulailah notaris berkembang di wilayah Indonesia.18
Kelompok pelajar pada zaman Romawi kuno yang berprofesi
sebagai “Scribae” mempunyai tugas untuk mencatat berupa nota dan
minuta dari berbagai catatan kegiatan atau keputusan yang disimpan
dan dikeluarkan salinannya, baik menyangkut hubungan privat
maupun publik.19
Tugas penulisan pada saat itu tidak hanya dikerjakan oleh
tabelliones melainkan ada pejabat yang dikenal sebagai tabularii.
Tabularii merupakan pejabat yang memiliki tugas administrasi yakni
memegang dan mengerjakan buku-buku keuangan serta mengadakan
pengawasan atas administrasi dan magistrat kota. Tabularii juga
bertugas menyimpan surat-surat dan diberi wewenang untuk membuat
akta. Berbeda dengan tabelliones dan notarius, tabularii telah
memiliki sifat ambtelijk karenanya memiliki hak untuk menyatakan
secara tertulis bahwa perbuatan-perbuatan hukum yang ada dari para
pihak membutuhkan jasanya.20
Mengenai kekuatan eksekusi akta notaris tidak dijumpai dalam
perundang-undangan hukum Belanda Kuno (Oud Nederlands) hingga
berlakunya undang-undang Perancis yang dinamakan Ventose Wet
(Undang-Undang Nomor 25 Ventose Tahun XI) yaitu sekitar 1803
yang mengatur tentang Loi organique du Notariat. Ventose Wet
kemudian diberlakukan di negara-negara yang menjadi jajahan
Perancis termasuk Belanda. Dengan amanat (decreet) Raja tertanggal 8
November 1810, Ventose Wet yang memuat peraturan tentang Notariat
18 Ibid.,hal. 1619A. A. Andi Prajitno, 2010. Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di
Indonesia, Putra Media Nusantara, Surabaya, hal. 9.20Abdul Ghofur Anshori, 2009, Filfasat Hukum, Gadjah Mada University Press,.
Yogyakarta, hal. 7
13
diberlakukan di Belanda. Ketentuan ini menjadi landasan hukum
pemberlakuan hukum Perancis tentang notariat di Belanda.21
Belanda mengadopsi sistem kenotariatan bergaya Latin yang
dianut Perancis. Melalui Dekrit Kaisar tertanggal 8 Nopember 1810
dan tanggal 1 Maret 1811 berlakulah undang-undang kenotariatan
Perancis di Belanda.22 Peraturan buatan Perancis ini (25 Ventose an XI
(16 Maret 1803)) sekaligus menjadi peraturan umum pertama yang
mengatur kenotariatan di Belanda.23
Setelah Belanda lepas dari kekuasaan Perancis pada tahun
1813, Peraturan buatan Perancis tersebut tetap digunakan sampai tahun
1842, yakni pada saat Belanda mengeluarkan Undang-Undang tanggal
19 Juli 1842 (Nederland Staatblad Nomor 20) tentang Jabatan
Notaris.24 Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris atau Wet op het
Notarisambt (Notariswet) pada dasarnya tetap mengacu pada undang-
undang buatan Perancis sebelumnya (Ventosewet) dengan penyem-
purnaan pada beberapa pasal, misalnya tentang penggolongan notaris,
dewan pengawas, masa magang, dan proses teknis pembuatan akta.25
c. Profesi Notaris
Jabatan Notaris hakikatnya adalah sebagai pejabat umum
(private notary) yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk
melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang
memberikan kepastian hubungan hukum keperdataan. Jadi, sepanjang
alat bukti otentik tetap diperlukan oleh sistem hukum Negara maka
jabatan Notaris akan tetap diperlukan eksistensinya ditengah
masyarakat.26
21Ibid., hal. 922B. Duinkerken, 1988. Notariaat in Overgangstijd 1796-1642, Kluwer-Deventer, hal. 43.23Ibid.,24 Pengurus Ikatan Notaris Indonesia, 2009. 100 Tahun Ikatan Notaris Indonesia Jati Diri
Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan di Masa Mendatang, Cetakan kedua, Ikrar Mandiriabadi,Jakarta, hal. 47.
25Ibid.,26Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris,
Dunia Cerdas, Jakarta, hlm. 4
14
Notaris merupakan salah satu profesi yang mempunyai
karateristik tersendiri dibandingkan profesi lain seperti : Advokat,
Jaksa, Arbirter dan Hakim. Dimana tugas notaris adalah membantu
orang-orang yang mempunyai masalah hukum. Untuk itu, agar dapat
menjalankan profesi tersebut, maka seseorang harus memiliki keahlian
khusus sebagai salah satu prasyarat untuk menjadi professional dalam
profesi tersebut.29
Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu
jabatan terhormat yang diberikan oleh negara secara atributif melalui
undangundang kepada seseorang yang dipercayainya. Sebagai pejabat
umum, Notaris diangkat oleh Menteri Hukm dan HAM, hal tersebut
berdasarkan pasal 2 UUJN. Dengan diangkatnya seorang Notaris maka
Notaris dapat menjalankan tugasnya dengan bebas, tanpa dipengaruhi
badan eksekutif dan badan lainnya dan dapat bertindak netral dan
independen.27
Tugas Notaris adalah untuk melaksanakan sebagian fungsi
publik dari negara dan bekerja untuk pelayanan kepentingan umum
khususnya dalam bidang hukum perdata, serta untuk mencegah
terjadinya suatu persoalan antara pihak-pihak tertentu, walaupun
Notaris bukan merupakan pegawai negeri yang menerima gaji dari
Negara.28 Pelayanan kepentingan umum tersebut adalah dalam arti
bidang pelayanan pembuatan akta dan tugas-tugas lain yang
dibebankan kepada Notaris, yang melekat pada predikat sebagai
pejabat umum dalam ruang lingkup tugas dan kewenangan Notaris.
Akta notaris yang diterbitkan oleh notaris memberikan kepastian
hukum bagi masyarakat.29
Notaris perlu memperhatikan “perilaku jabatan” yang
menunjukkan tingkat profesionalitas seseorang pada pekerjaannya.
27 Ibid., hal. 628Grace Giovani, Notaris: kedudukan, fungsi dan peranannya, http://notarisgracegiovani.
com, diakses tanggal 21 Maret 2016, pukul 14.24 WIB.29 Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Op.Cit., hlm. 6
15
Perilaku idealnya yang harus dimiliki oleh seorang Notaris, adalah
sebagai berikut :
1) Dalam menjalankan tugas profesinya. Seorang Notaris harusmempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segalapertimbangan moral harus menjadi landasan dalam pelaksanaantugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yangtinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral harusdihindarkan.
2) Seorang Notaris harus jujur, tidak hanya pada kliennya, tetapi jugapada diri sendiri. Ia juga harus mengetahui akan batas-bataskemampuannya, tidak memberi janji-janji, sekedar untukmenyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakaijasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiritentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris.
3) Seorang Notaris harus menyadari akan batas-bataskewenangannya. Ia harus mentaati ketentuan-ketentuan hukumyang berlaku, Tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apayang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Adalahbertentangan dengan perilaku profesional, apabila seorang Notaristernyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak ditempatkedudukannya sebagai Notaris. Atau memasang papan danmempunyai kantor di tempat kedudukannya, tetapi tempattinggalnya dilain tempat. Seorang Notaris juga dilarang untukmenjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya. Apabilaketentuan tersebut dilanggar, maka akta yang bersangkutan akankehilangan daya otentiknya.
4) Sekalipun keahliannya dapat dimanfaatkan sebagai upaya yanglugas untuk mendapatkan uang, Namun dalam menjalankan tugasprofesinya seorang Notaris harus dapat menciptakan alat buktiformal yang menjamin kepastian hukum tanpa mengesampingkanrasa keadilan yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman.30
Seseorang yang diangkat sebagai Notaris, bekerja untuk
kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Agar dapat menjalankan
tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangannya dengan baik
dan benar. Seorang Notaris haruslah berupaya sedapat mungkin
meningkatkan kualitas dirinya.
Baik itu melalui pendidikan untuk memantapkan pengetahuan
dan pemahamannya. Maupun dengan meningkatkan pendalamannya
30Nico Winanto, 2003. TanggungJawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Centre forDocumentation and Studies of Busines Law (CDSBL), Yogyakarta, hal. 37-39.
16
terhadap ilmu pengetahuannya Akta Otentik hasil pencatatan yang
dibuat oleh atau dihadapan Notaris, mempunyai kekuatan pembuktian
yang sempurna. Catatan ini dapat menentukan secara jelas hak dan
kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula
menghindari terjadinya sengketa.
Pada hakikatnya, Akta otentik memuat kebenaran formal,
sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak. Notaris
berkewajiban untuk memasukkan, bahwa apa yang termuat dalam akta
itu sungguhsungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para
pihak, yaitu dengan memperjelas isi dan membacakannya. Notaris juga
berkewajiban memberikan akses terhadap informasi mengenai
peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak
penandatangan akta. Agar para pihak dapat menentukan dengan bebas
untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta yang akan
ditandatanganinya.
d. Tugas dan Wewenang Notaris.
Undang Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
pasal 1 ayat 1 yang dinyatakan bahwa: Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dan undang
undang lainnya. Pada Pasal 1868 KUHPerdata dinyatakan “ Suatu akta
otentik ialah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
undang dibuat oleh atau dihadapkan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya”. Semua produk
akta Notaris adalah sebagai alat bukti sempurna sesuai di dalam Pasal
1870 KUHPerdata bahwa “Suatu akta otentik memberikan di antara
para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang
mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa
yang dimuat di dalamnya”.
Menurut Pasal 15 Ayat 2 Undang-undang Nomor : 2 tahun
2014 tentang Jabatan Notaris, bahwa selain untuk membuat akta-akta
17
autentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan
mengesahkan surat-surat atau akta yang dibuat dibawah tangan
Seorang notaris wajib bertindak jujur, seksama dan tidak
memihak. Kejujuran merupakan hal yang penting karena jika seorang
notaris bertindak dengan ketidakjujuran maka akan banyak kejadian
yang merugikan klien bahkan akan menurunkan ketidakpercayaan
klien terhadap notaris tersebut, dan keseksamaan bertindak merupakan
salah satu hal yang juga harus selalu dilakukan seorang notaris.31
Menurut Lubis Suhrawadi karena tugas yang diemban Notaris
adalah tugas yang seharusnya merupakan tugas pemerintah, maka hasil
pekerjaan Notaris mempunyai akibat hukum yakni Notaris dibebani
sebagian kekuasaan Negara dan memberikan pada aktanya kekuatan
autentik dan eksekutorial.32
Tan Thong Kie, menyatakan bahwa “figur seorang Notaris
harus merupakan figure yang keterangannya dapat diandalkan dan
dipercaya, serta tanda tangannya dan segelnya (capnya) memberi
jaminan bukti kuat”.33
Kewenangan Notaris di atur dalam Bab III bagian pertama
Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan
Notaris, kemudian dirubah dalam Pasal I angka 6 Undang-undang
Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang jabatan
Notaris berbunyi sebagai berikut :
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) pasal 15 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Notaris berwenang membuat akta uatentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh
31Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa, Sukses,Jakarta, hal. 41.
32 Lubis Suhrawadi, 1993 Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika Jakarta, hal 3533Tan Thong Kie, 2000, Studi notariat dan serba-serbi praktek notariat buku I, PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta
18
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta uatentik
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh Undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) Notaris
berwenang pula :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus.
c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana di tulis dan digambarkan
dalam surat yang bersangkutan.
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat
aslinya.
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta.
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau.
g. Membuat Akta Risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) Notaris mempunyai kewenangan lain yang di atur dalam
peraturan perundang-undangan.
Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten
atau kota, dan wilayah kewenangan Notaris meliputi seluruh wilayah
provinsi dari tempat kedudukannya. Dalam mendirikan kantor Notaris
tidak diperkenankan mendirikan lebih dari satu kantor.
Pengertian terhadap kata tanggung jawab menurut kamus
Departemen Pendidikan Nasional diartikan sebagai keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya, kalau ada sesuatu hal boleh dituntut,
19
dipermasalahkan, diperkarakan, dan sebagainya.34 Menurut O.P.
Simorangkir, tanggung jawab adalah kewajiban menanggung atau
memikul segala-galanya yang menjadi tugas, dengan segala dilihat
dari pada tindakan yang baik maupun yang buruk.35
Dalam hal tindakan atau perbuatan yang baik, maka tanggung
jawab berarti menjalankan kewajiban atau perbuatan-perbuatan itu
dengan baik, adapun dalam hal tindakan atau perbuatan yang buruk,
maka tanggung jawab berarti memikul akibat tindakan atau perbuatan
yang buruk.36
Purwahid Patrik menjelaskan, tanggung jawab berarti orang
harus menanggung untuk menjawab terhadap segala perbuatan nya
atau segala yang menjadi kewajiban dan dibawah pengawasannya
beserta segala akibatnya.37
Mengenai bentuk tanggung jawab Notaris, Abdul Kadir
Muhammad mengatakan bahwa bentuk-bentuk tanggung jawab
Notaris dapat diberi pengertian sebagai berikut :
1) Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar
artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan
permintaan pihak yang berkepentingan karena jabatannya.
2) Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu artinya akta yang
dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak
yang berkepentingan dalam arti sebenarnya bukan mengada-ada.
Notaris harus menjelaskan kepada pihak berkepentingan kebenaran
isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.
34 Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa, 2008. Kamus Besar BahasaIndonesia, Edisi ke-4, Gramedia Pustaka Utama, hal.1398
35 O.P. Simorangkir, 1998. Etika Jabatan, Aksara Persada Indonesia, hal. 102.36Ibid37Purwahid Patrik, Perkembangan Tanggung Gugat Resiko dalam Melawan Hukum,
Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang,hal. 8
20
3) Berdampak positif artinya siapapun akan mengakui akta Notaris
mempunyai kekuatan bukti sempurna.38
Menurut Simon, pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan
yang oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan
hukum, dilakukan oleh seorang yang bersalah dan orang itu dianggap
bertanggungjawab atas perbuatannya.39
Menurut Moeljatno, pertanggungjawaban pidana dinamakan
criminal liability atau responsibility untuk dapat dipidananya
seseorang selain dari pada melakukan perbuatan pidana orang itu juga
harus mempunyai kesalahan, atau pertanggungjawaban pidana tidak
cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi
disamping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat
dicela.40
e. Dasar Hukum Notaris
Pelayanan hukum yang diberikan oleh notaris kepada
masyarakat diatur dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia/
Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia (Stb, 1860 Nomor 3),
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris dan disempurnakan lagi dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014.
Keberadaan notaris, secara etis yuridis, diatur dalam rambu-
rambu Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris (Staatsblad 1860-3)
berdasarkan Staatsblad 1855-1879 tentang Burgerlijk Wetboek
(KUHPerdata/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), terutama Buku
Keempat dalam Pasal-Pasal sebelumnya, yang secara sistematis
merangkum suatu pola ketentuan alat bukti berupa tulisan sebagai
berikut:
38Abdulkadir Muhammad, 2001. Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.93-94
39Simon dalam Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010. Pertanggungjawaban PidanaKorporasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 61.
40 Moeljatno, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 43
21
1) Bahwa barang siapa mendalilkan peristiwa di mana ia
mendasarkan suatu hak, wajib baginya membuktikan peristiwa itu;
dan sebaliknya terhadap bantahan atas hak orang lain (1865 KUH
Perdata);
2) Bahwa salah satu alat bukti ialah tulisan dalam bentuk otentik dan
di bawah tangan. Tulisan otentik ialah suatu akta yang dibuat
sebagaimana ditentukan oleh undang-undang; dibuat oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berwenang; di tempat mana akta itu
dibuat (1866-1868 KUH Perdata);
3) Bahwa notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang
membuat akta otentik... (Pasal 1 Stb. 1860-3).
Ketentuan tersebut menunjukkan alat bukti tertulis yang dibuat
otentik oleh atau di hadapan notaris berada dalam wilayah hukum
perdata (pribadi/privat). Ini berbeda dengan istilah ”barang bukti”
dalam hukum pidana atau ”dokumen surat” dalam hukum administrasi
negara ataupun hukum tata usaha negara yang biasa disebut dengan
surat keputusan (beschikking), yang termasuk dalam wilayah hukum
publik. Alat bukti tertulis otentik yang dibuat notaris berbeda maksud
tujuan dan dasar hukumnya dengan surat keputusan yang dibuat oleh
badan atau pejabat tata usaha negara dalam melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di
daerah.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014, sebagai produk hukum
nasional, dan secara substantif Undang-Undang tentang Jabatan
Notaris yang baru tersebut juga berorientasi kepada sebagian besar
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Jabatan Notaris (Staatblaad
1860:3), dan karena itu kajian dalam penulisan ini tetap mengaju
kepada Undang-Undang No. 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan
dengan membandingkanan pada Peraturan Jabatan Notaris (Staatblad
1860:3).
22
Aturan hukum Jabatan Notaris di Indonesia, dari pertama kali
banyak mengalami perubahan dan bermacam-macam. Dari beberapa
aturan hukum yang ada, kemudian dimasukkan ke dalam satu aturan
hukum yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Misalnya tentang pengawasan, pengangkatan dan pemberhentian
Notaris. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris maka telah terjadi unifikasi hukum dalam
pengaturan Notaris di Indonesia dan Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris merupakan hukum tertulis sebagai alat
ukur bagi keabsahan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.41
f. Hak dan Kewajiban Notaris
Kewajiban Notaris di atur dalam Bab III Bagian Pertama
Pasal 16 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan
Notaris, kemudian dirubah dalam Pasal I angka 7 Undang Undang
Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang jabatan
Notaris, sebagai berikut :
Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan jabatannya Notaris wajib :
a. Bertindak amanah,jujur,saksama,mandiri,tidak berpihak dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan
hukum.
b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari Protokol Notaris.
c. Melekatkan Surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
minuta akta.
d. Mengeluarkan grosse akta, salina akta, atau kutipan akta
berdasarkan Minuta akta.
41Habib Adjie, 2011, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai PejabatPublik, Refika Aditama, Bandung, hal. 38
23
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang ini keculai ada alasan untuk menolaknya.
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yng dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi
buku yang memuat tidak lebih dari 50 (limapulu) akta dan jika
jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut
dapat dijilid menjadi labih dari satu buku, dan mencatat jumlah
Minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul
setiap buku.
h. Membuat daftar dari akta Protes terhadap tidak dibayar atau
tidak diterimanya surat berharga.
i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut
urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan.
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i
atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar
wasiat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada
minggu pertama setiap bulan berikutnya.
k. Mencatat dalam Repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat
setiap akhir bulan.
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambing Negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan.
m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi
khusus untuk pembuatan akta wasiat dibawah tangan dan
24
ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,saksi dan
Notaris, dan
n. Menerima magang calon Notaris.
Sedangkan larangan Notaris di atur dalam Bab III bagian
Pertama pasal 17 Undang-undang Nomor : 30 tahun 2004 tentang
jabatan Notaris, kemudian dirubah dalam Pasal I angka 9 Undang-
undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang undang
Jabatan Notaris sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Notaris dilarang :
a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya.
b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari
kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.
c. Merangkap sebagai pegawai negeri.
d. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Negara.
e. Merangkap jabatan sebagai advokad.
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan
usaha milik Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha
swasta.
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat akta Tanah
dan/atau Pejabat lelang Kelas II di luar tempat kedudukan
Notaris.
h. Menjadi Notaris Pengganti.
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma
agama, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi
kehormatan dan martabat jabatan Notaris.
Agar senantiasa dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat Notaris setiap saat maka seorang Notaris tidak dapat
diperkenankan meninggalkan tugasnya dalam keadaan apapun
terkecuali terlebih dulu Notaris yang bersangkutan mengajukan hak
25
cuti dan menunjuk notaris pengganti, diatur dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 32 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004.
Menurut Kohar, Notaris berkewajiban untuk merahasiakan isi
aktanya bahkan wajib merahasiakan semua pembicaraan-pembicaraan
para langganannya pada waktu diadakan persiapan-persiapan untuk
membuat akta.42
2. Tinjauan Umum Tentang Organisasi Profesi Notaris
Perhimpunan para Notaris di Indonesia yang dinamakan “Ikatan
Notaris Indonesia” disingkat “I.N.I” merupakan kelanjutan dari “de
Nederlandsch-Indishe Notarieele Vereeninging” didirikan di Batavia
(Jakarta) pada tanggal 1 Juli 1908 (menurut anggaran dasar ex Penetapan
Menteri Kehakiman tanggal 4 Desember 1958 no. J.A5/117/6).
Vereeniging ini berhubungan erat dengan “broaederrschap van Candidaat
Notarissen dan “Broaderschap der Notarissen” di Negara Belanda, dan
diakui sebagai badan hukum (rechtspersoon) dengan Gouvernements
Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor. 9.43
Dari dahulu hingga sekarang Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I)
merupakan satu-satunya wadah bagi para Notaris di seluruh wilayah
kesatuan Republik Indonesia yang diakui. Munculnya organisasi-
organisasi serupa seperti A.N.I (Asosiasi Notaris Indonesia), PERNORI
(Perhimpunan Notaris Reformasi Indonesia), H.N.I (Himpunan Notaris
Indonesia). Akibat adanya ketidakpuasan kinerja Ikatan Notaris Indonesia
(I.N.I). melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
No. M-01.HT.03.02 tahun 2003 dinyatakan bahwa Ikatan Notaris Indonesi
(I.N.I) adalah satu-satunya wadah perhimpunan Notaris yang dikukuhkan.
Ikatan Notaris Indonesia (INI) merupakan satu-satunya Organisasi
Notaris yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris Pasal 82 dan 83, kemudian dirubah dalam Undang-
42 Kohar A. 1983.”Notaris, Dalam Praktek Hukum”. Alumni. Bandung, hlm 2943ibid, hlm 269
26
undang Nomor : 2 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Jabatan
Notaris Pasal I angka 41 berbunyi sebagai berikut :
(1) Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi notaris.
(2) Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Ikatan Notaris Indonesia.
(3) Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
satu-satunya wadah profesi notaris yang bebas dan mandiri yang
dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas
profesi Notaris.
(4) Ketentuan mengenai tujuan,tugas,wewenang,tata kerja dan susunan
organisasi ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Organisasi Notaris.
(5) Ketentuan mengenai penetapan, pembinaan dan pengawasan
Organisasi Notaris di atur dengan Peraturan Menteri.
Tujuan dari Ikatan Notaris Indonesia terdapat dalam Pasal 7
Anggaran Dasar INI adalah :
1. Menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan serta mengupayakan
terwujudnya kepastian hukum.
2. Memajukan dan mengembangkan ilmu hukum pada umumnya dan
ilmu serta Pengetahuan dalam bidang Notariat pada khususnya.
3. Menjaga keluhuran martabat serta meningkatkan mutu Notaris selaku
Pejabat Umum dalam rangka pengabdiannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa, Bangsa dan Negara.
4. Memupuk dan mempererat hubungan selaturahmi dan rasa
persaudaraan serta rasa kekeluargaan antara sesama anggota untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan serta kesejahteraan segenap
anggotanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas maka INI melakukan usaha-
usaha yang terdapat dalam Pasal 8 Anggaran Dasar INI yaitu :
1. Melakukan kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran rasa turut
memiliki Perkumpulan yang bertanggung jawab, guna terciptanya rasa
27
kebersamaan di antara sesama anggota dalam rangka meningkatkan
peranan, manfaat, fungsi dan mutu perkumpulan.
2. Melakukan kegiatan untuk meningkatkan mutu dan kemampuan
anggota di dalam menjalankan jabatan dan profesinya secara
Profesional, guna menjaga dan mempertahankan keluhuran martabat
jabatan Notaris.
3. Menjunjung tinggi serta menjaga kehormatan profesi jabatan Notaris,
meningkatkan fungsi dan peranya serta meningkatan mutu ilmu
kenotariatan dengan jalan menyelenggarakan pertemuan ilmiah,
ceramah, seminar dan sejenisnya serta penerbitan tulisan karya ilmiah.
4. Memperjuangkan dan memelihara kepentingan, keberadaan, peranan,
fungsi dan kedudukan lembaga Notaris di Indonesia sesuai dengan
harkat dan martabat profesi jabatan Notaris.
5. Mengadakan, memupuk serta membina dan meningkatkan kerjasama
dengan badan, lembaga, dan norganisasi lain, baik di dalam maupun
dari luar negeri yang mempunyai tujuan yang sama atau hampir sama
dengan Perkumpulan termasuk dengan lembaga pendidikan atau
instansi yang terkait dan yang mempunyai hubungan dengan lembaga
kenotariatan.
6. Mengadakan dan menyelenggarakan pendidikan Notaris, serta
berperan aktif dalam mempersiapkan lahirnya calon Notaris yang
Profesional, berdedikasi tinggi, berbudi luhur, berwawasan dan
berilmu pengetahuan luas dan memiliki integrasi moral serta memiliki
akhlak yang baik.
7. Melakukan usaha lain sepanjang tidak bertentangan dengan asas,
pedoman dan tujuan.
Susunan dan alat perlengkapan Organisasi Notaris Indonesia
tercantum pada Bab V Pasal 10 dalam Anggaran Dasar INI diantaranya:
a. Rapat Anggota terdiri dari:
Konggres/konggres Luar Biasa
Konferensi Wilayah/Konferensi Wilayah Luar Biasa
28
Konferensi Daerah/Konferensi Daerah Luar Biasa
b. Kepengurusan
Pengurus Pusat
Pengurus Wilayah dan
Pengurus Daerah
c. Dewan Kehormatan
Dewan Kehormatan Pusat
Dewan Kehormatan Wilayah
Dewan Kehormatan Daerah
3. Tinjauan Umum Tentang Kode Etik Notaris
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno Ethos yang berarti adat
kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Menurut Bertens Etika dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a. Etika dipakai dalam arti Nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “system nilai”
dalam hidup manusia perseorangan atau hidup manusia perseorangan
atau hidup bermasyarakat. Misalnya Etika orang Jawa, Etika agama
Budha.
b. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di
sini adalah kode etik misalnya Kode Etik Advokad, Kode Etik Notaris
Indonesia.
c. Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti
etika disini sama dengan Filsafat moral.44
Menurut pendapat Liliana Tedjosaputra Etika profesi adalah
keseluruhan tuntutan moral yang terkena pada pelaksanaan suatu profesi,
sehingga etika profesi memperhatikan masalah ideal dan praktek-praktek
yang berkembang karena adanya tanggung jawab dan hak-hak istimewa
yang melekat pada profesi tersebut, yang merupakan ekspresi dari usaha
44 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,Hlm 14
29
untuk menjelaskan keadaan yang belum jelas dan masih samar-samar
dan merupakan penerapan nilai-nilai moral yang umum dalam bidang
khusus yang lebih dikonkretkan lagi dalam Kode Etik.45
Ada dua konsep etika profesi hukum yang saat ini cukup
mendominasi dalam menghadapi modernisasi atau proses pergeseran dari
hukum ‘klasik’ menuju hukum ‘modern’ seperti telah penulis ungkapkan
di atas tadi. Kebetulan, dua konsep tersebut lahir dari ahli-ahli teori hukum
di Amerika. Meski begitu, bukan berarti dua konsep ini memiliki
pandangan yang sejalan. Justru sebaliknya, masing-masing konsep
dimaksud justru telah memilih dua kutub berseberangan dalam
menghadapi modernisasi.46
Konsep yang pertama adalah konsep yang diutarakan oleh Anthony
Kronman dalam bukunya The Lost Lawyer (1993). Kronman
menggambarkan seorang profesional hukum yang ideal sebagai seorang
lawyer statesman. Profesional hukum tersebut harus memiliki tiga elemen
pokok berikut ini: kecakapan teknis yuridis, sifat yang terpuji, serta
kebijaksanaan yang membumi (phronesis). Dilihat dari karakter-karakter
tersebut, profesional hukum yang ideal di mata Kronman, tak lain dari
profesional hukum yang lahir di tengah budaya hukum ‘klasik’. Memang
itu yang dimaksudkan Kronman, yaitu nostalgia pada figur phronimos
atau ‘sang bijak’ ala Aristoteles.47
Konsep kedua menurut Posner, profesi hukum tak lain dari sebuah
kartel atau sindikat yang berusaha melindungi anggotanya dari pengaruh
eksternal, yaitu pengaruh pasar dan regulasi pemerintah, serta pengaruh
internal, yaitu persaingan antar sesama mereka. Seorang profesional
45 Liliana Tedjosaputro, 1995.Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana,Yogyakarta : Bayu Grafika, Hal. 9.
46 www.hukumonline.com. Etika Profesi Hukum di Era Perubahan, Imam Nasima,Mahasiswa pascasarjana hukum perusahaan Universitas Utrecht, aktif di dalam IndonesianLaw Society Utrecht.
47A.M. Hol dan M.A. Loth dalam “Iudex mediator; naar een herwardering van dejuridische professie”, Nederlands Tijdschrijft voor Rechtsfilosofie & Rechtstheorie 2001/1, hal. 9-57. Alih bahasa Imam Nasima, Mahasiswa pascasarjana hukum perusahaan Universitas Utrecht,aktif di dalam Indonesian Law Society Utrecht.
30
hukum yang ideal adalah seorang sociaal engineer.48 Dia harus lebih
terorientasi pada penelitian empiris, sebagaimana ilmuwan-ilmuwan pada
umumnya, serta harus lepas dari kemampuan yuridis ‘klasik’ yang
menitikberatkan pada interpretasi teks dan argumentasi praktis.
Setelah melihat dua konsep ideal tersebut, tentu kita berpikir
bahwa modernisasi telah membawa kita pada satu kondisi yang dilematis.
Ibarat makan buah simalakama, apabila kita ikuti konsep nostalgia
Kronman, telah terbukti bahwa ‘sang bijak’ belum tentu bijak, sedang
apabila kita ikuti konsep teknokrasi Posner kita akan jatuh ke dalam
pragmatisme yang bukan tidak mungkin membuat hukum rimba kembali
berlaku (mungkin bukan lagi berupa kekuatan okol atau kekuasaan, namun
berupa kekuatan kapital).
Etika profesi merupakan etika dari semua pekerjaan/profesi
seperti pengacara, hakim, akuntan, Notaris, dan lain-lain. Istilah "kode"
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "tanda"," sandi",
dan sebagainya. Jadi "Kode Etik Notaris" merupakan etika yang berkaitan
erat dengan peraturan Jabatan Notaris, dan tentunya yang
bersangkutan dengan Profesi Notaris dan fungsi Notariat itu sendiri.
Para ahli sering mengatakan bahwa suatu kelompok manusia yang
bermartabat tinggi tentu diharap sukarela tunduk pada Etika Profesi yang
tidak dapat dipaksakan.
Kode Etik Notaris meliputi :
a. Etika kepribadian notaris,b. Etika melakukan tugas jabatan,c. Etika pelayanan terhadap klien,d. Etika hubungan sesama rekan notarise. Etika pengawasan terhadap Notaris.49
48www.hukumonline.com. Etika Profesi Hukum di Era Perubahan, Imam Nasima,Mahasiswa pascasarjana hukum perusahaan Universitas Utrecht, aktif di dalam IndonesianLaw Society Utrecht.
49Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,Hlm 89
31
Etika Notaris di atur dalam Kode Etik Notaris yang di tetapkan di
Bandung pada tanggal 27 Januari 2005. Dalam Bab I Pasal 1 angka 2
Kode etik Notaris disebutkan definisi Kode Etik Notaris adalah seluruh
kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia
yang selanjutnya akan disebut Perkumpulan berdasarkan keputusan
Konggres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang
berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota
perkumpulan dan semua orang yang menjalankan jabatan sebagi Notaris,
termasuk didalamnya para Pejabat Sementara,Notaris Pengganti dan
Notaris Pengganti Khusus.
Kode etik yang terbaru adalah Kode Etik yang ditetapkan dalam
Konggres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) di Banten pada
tanggal 30 Mei 2015 .
Dalam melakukan tugasnya Notaris harus bertanggung jawab
artinya :
a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik danbenar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukumdan permintaan pihak berkepentingan karena jabatannya.
b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya aktayang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendakpihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukanmengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihakberkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnyaitu.
c. Berdampak positif artinya siapapun akan mengakui akta notarisitu mempunyai kekuatan bukti sempurna. 50
4. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Notaris
Dalam melakukan pekerjaannya seorang Notaris harus mengikuti
rambu-rambu agar tidak melenceng dan berakibat melakukan pelanggaran-
pelanggaran terhadap Undang-undang Jabatan Notaris. Kontrol dari
pemerintah terhadap profesi Notaris diemban oleh Majelis Pengawas
Notaris yang terdapat ditingkat kebupaten propinsi dan pusat. Adanya
50 Ibid, hlm 94
32
suatu mekanisme pengawasan sangat diperlukan agar pelaksanaan norma
hukum dan kode etik profesi notaris tersebut berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Sedangkan Pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik
Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan Notaris yang terdapat di
bawah Ikatan Notaris Indonesia.
Pengawasan merupakan tindakan atau proses kegiatan untuk
mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk kemudian
dilakukan perbaikan dan mencegah terulangnya kembali kesalahan-
kesalahan itu, begitu pula menjaga agar pelaksanaannya tidak berbeda
dengan rencana yang ditetapkan.51
Pengawasan merupakan salah satu prinsip dari 4 (empat) prinsip
fungsi manajemen.52
Prinsip-prinsip tersebut meliputi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), memimpin (leading) dan pengawasan
(controlling).
George dan Jones menyatakan bahwa “controlling is evaluating
how well an organization is achieving its goals and taking actions to
maintain or improve performance.”53
Dari pengertian tersebut pengawasan dapat dimaknai sebagai
kegiatan menilai seberapa baik sebuah organisasi berhasil mencapai
tujuan-tujuannya dan mengambil tindakan untuk mempertahankan atau
mengembangkan kemampuan bekerja.
Mengutip kembali pandangan Moekijat :
“Pengawasan berarti kemampuan untuk menjuruskan danmemberikan motivasi serta mengetahui apa yang sesungguhnyatelah dilakukan dibandingkan dengan apa yang harus dilakukan.Pengawasan mengandung perbuatan standar untuk mengadakanperbandingan dan standar mengandung pengukuran pekerjaan.”54
51 Djati Juliarsa dan John Suprianto, 1988. Manajemen Umum, BPPT, Yogyakarta, hlm101.
52 Jenifer M. George, Gareth R. Jones, 2006. Contemporary Management , hlm 8.53 Ibid., hlm 12.54 Moekijat, 1989. Tanya Jawab Asas-asas Manajemen, CV Mandar Maju, Bandung, hlm
57.
33
Sebagian berpendapat : “pengawasan adalah proses pengamatan
dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar segala
sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.”55
Pengawasan merupakan salah satu aspek penegakan hukum.
Dengan pengawasan diharapkan tidak terjadi pelanggaran, sebagaimana
pandangan Abdulkadir Muhammad yang menyatakan :
“Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai uasahamelaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasipelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadipelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu supayaditegakkan kembali.”56
Penegakan hukum menurut Satjipto Rahardjo :
“Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkankeinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebutsebagai keinginan-keinginan hukum di sini tidak lain adalahpikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskandalam peraturan-peraturan hukum itu. Perumusan pikiran pembuathukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turutmenentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan.”57
Menurut Suryono Soekanto :
“Penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungannilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan denagan nilai yang mantap dan mengejawantah dansikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untukmenciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaianpergaulan hidup.”58
Penegakan hukum dapat disimpulkan dari pandangan-pandangan
tersebut bahwa merupakan suatu proses untuk mewujudkan cita-cita
55 Sondang P. Siagian, 1995. Filsafat Administrasi, PT. Gramedia, Jakarta, hlm 135.56 Abdulkadir Muhammad, 2007. Etika Profesi Hukum,PT Citra Aditya Bakti,Bandung,
hlm 115.57 Satjipto Rahardjo, 1983. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, CV.
Sinar Baru, Bandung, hlm 24.58 Soerjono Soekanto, 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, CV.
Rajawali, Jakarta, hlm 2.
34
hukum menjadi kenyataan, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian
pergaulan hidup. Melalui penegakan hukum, hukum menjadi kenyataan.59
Pengawasan terhadap Notaris mengarah pada penegakan aturan-
aturan hukum yang membatasi ruang lingkup jabatan Notaris. Tujuan
pengawasan terhadap para Notaris ialah agar para Notaris sedapat
mungkin memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan oleh
undang-undang dan kode etik Notaris demi kepentingan masyarakat umum
yang dilayaninya.60
Mekanisme pengawasan terhadap profesi Notaris diatur secara
ideal dalam peraturan perundang-undangan dan menjadi bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari realitas sosial masyarakat hukum yang berhubungan
langsung dengan profesi ini. Pengawasan merupakan salah satu aspek
penegakan hukum yang harus selalu diperhatikan dan dilaksanakan dalam
lingkungan penegak hukum termasuk pengawasan terhadap Notaris.
Penegakan hukum selalu melibatkan manusia-manusia didalamnya,
dengan demikian akan melibatkan tingkah laku manusia juga. Oleh karena
itu hukum baru dapat dilaksanakan secara efektif apabila diikuti dengan
pengawasan atau mekanisme kontrol yang kuat dari pihak yang ditunjuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian profesi
hukum yang dijalankan tetap pada koridor etika profesi dan sesuai dengan
pelaksanaan jabatannya, sehingga kepercayaan masyarakat sebagai
pengguna jasa Notaris akan tetap terjaga.
Pengawasan dimaksud merupakan kegiatan yang bersifat preventif
dan kuratif. Bersifat Preventif mengandung makna suatu proses
pembinaan, sedangkan bersifat kuratif mengandung makna melakukan
penjatuhan sanksi terhadap Notaris dalam pelaksanaan jabatannya apabila
terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang undang Nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris beserta Perubahannya Undang-undang
Nomor 2 tahun 2014 dan pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris.
59 Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, op. cit.,hlm 61.
60 GHS Lumban Tobing, op. cit., hlm 124.
35
Ruang lingkup pengawasan ini lebih luas daripada ruang lingkup
pengawasan kepada Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas
Daerah sebagaimana telah diatur dengan jelas dan tegas dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris.
Pengawasan terhadap pelaksanaan Kode Etik Notaris dilakukan
oleh Dewan Kehormatan Notaris yang berada di bawah Ikatan Notaris
Indonesia (INI) . Dewan Kehormatan Notaris tersebut bertugas untuk :
a. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota
dalam menjunjung tinggi kode etik;
b. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran
ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai
kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung;
c. Memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan
pelanggaran Kode Etik dan jabatan Notaris.
Fungsi Pembinaan ditujukan agar yang diawasi yaitu Notaris selalu
diingatkan untuk selalu memahami dan oleh karena itu karena mematuhi
aturan baik yang hanya tercantum dan di atur dalam Kode Etik Notaris
maupun ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Semua itu dilandasi oleh Undang-undang atau Makna Sumpah Jabatan
yang diucapkan dan disaksikan oleh saksi dunia yaitu Pejabat Pelaksana
Sumpah dan para saksi yang khusus didatangkan untuk itu.
Tidak lupa bahwa sumpah jabatan Notaris tersebut juga disaksikan
oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Maha Mengetahui dan Maha
Mengawasi. Dalam suasana empati ini diharapkan Notaris sudah
mempunyai sistim pertahanan diri untuk menangkal segala godaan dan
iming-iming yang menggiurkan untuk menangkal segala sesuatu hal yang
dapat membuat jatuhnya kehormatan dan martabat Notaris.
Fungsi Pengawasan kepada Notaris ditujukan agar dalam
menjalankan jabatannya Notaris senantiasa mematuhi ketentuan-ketentuan
Perundang-undangan yang berlaku, dan Kode Etik Notaris karena bila
seorang Notaris terbukti melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi.
36
Maksud dan tujuan diadakannya Pengawasan terhadap tugas
jabatan Notaris adalah untuk memberikan arah dan tuntunan bagi Para
Notaris dalam menjalankan tugasnya san jabatan profesinya sebagai
pejabat umum guna meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerja
sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum
bagi masyarakat pengguna jasa Notaris.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor : 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris serta Undang Undang Nomor : 2 tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-undang jabatan Notaris, merupakan perlindungan
hukum bagi Notaris sebagai pejabat umum yakni perilaku Notaris dan
pelaksanaan jabatan Notaris harus sesuai dengan Undang undang Jabatan
Notaris tersebut dan Kode Etik Notaris. Perwakilan dari Ikatan Notaris
Indonesia (INI) melakukan pengawasan terhadap Notaris melalui Majelis
Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan Notaris.
Seorang Notaris adalah manusia yang dianggap lebih mengetahui
hukum sehingga dalam menjalankan tugas jabatannya hendaknya Notaris
selalu menambah wawasan keilmuan di bidang hukum, mengedepankan
prinsip kehati-hatian dalam mengambil suatu keputusan, selain yang
paling pokok adalah melaksanakan Undang Undang Jabatan Notaris dan
Kode Etik Notaris.
5. Teori Implementasi Hukum
Dalam bukunya Solichin Abdul Wahab, Daniel Mazmanian dan
Paul A. Sabatier yang mengembangkan Frame Work for Implementation
Analysis” memberikan pengertian tentang implementasi sebagai berikut :
“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalambentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting ataukeputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebutmengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkansecara tegas tujuan / sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai carauntuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasi. Prosesini berlangsung setelah melalui sejumlah tertentu, biasanya diawalidengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian outputkebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan
37
atau instansi pelaksana, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampaknyata baik yang dikehendaki atau tidak dari output tersebut,dampak keputusan sebagai dipersiapkan oleh badan-badan yangmengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting(atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadapundang-undang atau peraturan yang bersangkutan.61
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa
implementasi merupakan proses pelaksanaan keputusan biasanya dalam
bentuk Undang-undang untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
Dalam bukunya Achmad Ali, Lawrence Meir Friedman
menerangkan ada 3 (tiga) unsur system hukum (three elements of legal
system) yang mempengaruhi bekerjanya hukum yaitu :
a. Struktur hukum (legal structure)
Bahwa struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang
tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan. Jelasnya struktur bagiakan foto diam yang
menghentikan gerak (a kind of still photograph, which freezes the
action). 62
Komponen struktur adalah kelembagaan yang diciptakan oleh
sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka
mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan
untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan
terhadap penggarapan badan hukum secara teratur.63
b. Substansi hukum (legal substance)
Komponen kedua adalah substansi hukum adalah aturan,
norma dan perilaku-perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem
itu. Substansi juga diartikan produk yang dihasilkan oleh orang yang
berada dalam system itu, meliputi keputusan yang mereka keluarkan,
61 Solichin Abdul Wahab, 1991. Teori Implementasi, Jakarta, Raja Grafindo, hal 54-55.62 Ahmad Ali, 1996. Menguak Tabir Hukum, Candra Pratama, Jakarta, hal 8263 Esmi Warrasih, 2005.Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT.Suryandaru Utama
Semarang, hal 30.
38
aturan baru yang mereka susun. Substansi mencakup living law
(hukum yang hidup) dan bukan hanya aturan-aturan yang ada dalam
kitab undang-undang atau law books.
Menurut Esmi Warassih : komponen substantive yaitu sebagai
output dari system hukum yang berupa peraturan-peraturan,
keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur
ataupun pihak yang diatur.64
c. Kultur hukum (legal culture).
Lawrence Meir Friedman menjelaskan kultur hukum adalah
sikap manusia terhadap hukum dan system hukum, berupa
kepercayaan, nilai-nilai, pemikiran serta harapannya. Pemikiran dan
pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu jalannya proses hukum.
Jadi dengan kata lain kultur hukum adalah suasana pikiran social dan
kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari atau disalahguna kan. Tanpa kultur hukum maka system
hukum itu sendiri menjadi tidak berdaya menjalankan fungsinya
dalam masyarakat. Komponen kultur yaitu yang terdiri dari nilai-nilai
dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum atau yang
menurutnya disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang
berfungsi sebagai jabatan yang menghubungkan antara peraturan
hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat. 65
Lawrence Meir Friedman menggambarkan bahwa sebuah
penelitian dapat menjawab atau menemukan ketiga unsur system
hukum berupa :
1) Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin
2) Substansi hukum diibaratkan produk yang dihasilkan atau apa
yang dikerjakan mesin tersebut.
64 Ibid, hal 3065 Ibid, hal 30
39
3) Kultur hukum adalah apa atau siapa sajalah yang memutuskan
untuk menghidupkan atau mematikan mesin tersebut serta
memutuskan bagaimana mesin itu digunakan
Dalam bukunya Esmi Warrasih, Fuller berpendapat, sebagai
suatu system, hukum harus memenuhi 8 (delapan) asas atau Principles
of Legality atau delapan prinsip legalitas sebagai berikut :
1) Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, artinya iatidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yangbersifat ad hoc
2) Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan3) Peraturan tidak boleh berlaku surut4) Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti5) Suatu system tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain6) Peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa
yang dilakukan.7) Peraturan tidak boleh sering diubah-ubah8) Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari 66
Dalam bukunya Esmi Warrasih pula, Paul dan Dias mengajukan 5
(lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektif kan system hukum,
yaitu sebagai berikut :
1) Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untukditangkap dan dipahami
2) Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahuiisi aturan-aturan hukum yang bersangkutan
3) Efisiensi dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum4) Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya
mudah dijangkau dan dimasuki setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup efektif dalam menyelesaikansengketa-sengketa
5) Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalanganwarga masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranatahukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yangefektif 67
66 Ibid,hal 367 Ibid, hal 3
40
Selanjutnya sebelum memahami bagaimana fungsi hukum, ada
baiknya dipahami terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Dalam
bukunya Satjipto Raharjo, Hoebel menunjukkan sekurang-kurangnya ada
4 (empat) bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum, sebagai berikut :
1) Untuk merumuskan hubungan-hubungan anggota masyarakat,untuk menentukan perbuatan-perbuatan apa yang dibolehkandan yang tidak, dengan tujuan mempertahankan paling tidakintegrasi minimal dari kegiatan-kegiatan orang-orang dankelompok-kelompok dalam masyarakat
2) Fungsi kedua mengalir dari keharusan untuk menjinakkankekuatan mentah dan mengarahkan kekuatan yang demikian itukepada pemeliharaan tatanan. Fungsi kedua ini meliputipengalokasian kekuasaan dan penegasan tentang siapa bolehmenggunakan paksaan untuk sebagai suatu hak priveles yangdiakui secara social, bersama-sama dengan pemilihan bentuk-bentuk sanksi fisik yang paling efektif digunakan mencapaitujuan-tujuan sosial dari hukum.
3) Ketiga adalah penyelesaian sengketa yang timbul dalammasyarakat
4) Akhirnya, melakukan perumusan kembali hubungan-hubunganantara orang-orang dan kelompok-kelompok manakala kondisikehidupan berubah.
Fungsi ini dijalankan untuk mempertahankan kemampuan
beradaptasi. 68 Selain dari empat pekerjaan hukum tersebut di atas, secara
sosiologis dapat dilihat adanya 2 (dua) fungsi utama hukum yaitu :
a. Kontrol Sosial (Social Control)
Adakala fungsi hukum untuk mempengaruhi warga masyarakat agar
bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai
aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Termasuk dalam kontrol sosial ini :
1) Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan
peruntukan maupun yang menentukan hubungan antara orang
dengan orang. Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat
2) Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal
terjadi perubahan-perubahan sosial
68 Satjipto Rahardjo, Op cit, hal 37
41
b. Rekayasa Sosial (Social Engineering)
1) Adalah penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu
tertib atau keadaan sosial sebagaimana yang dikehendaki oleh
pembuat hukum
2) Berbeda dengan fungsi control sosial yang lebih praktis yaitu untuk
kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari
hukum lebih mengarah pada pembahasan sikap dan perilaku
masyarakat di masa yang akan datang sesuai keinginan dengan
keinginan pembuat peraturan,69
Kiranya dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum sebagai alat
untuk mengubah masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam
perubahan-perubahan yang dikehendaki (intended change) atau
perubahan-perubahan yang direncanakan (planed change). Dengan
perubahan-perubahan yang dikehendaki dan direncanakan dimaksudkan
sebagai suatu perubahan yang dikehendaki dan direncanakan oleh warga –
warga masyarakat yang berperan sebagai pelopor masyarakat.
6. Teori Bekerjanya Hukum dalam Masyarakat
Dalam teorinya, Chambiis dan Seidman mengatakan bahwa “peran
dari kekuatan sosial selain berpengaruh pada rakyat sebagian sasaran yang
diatur untuk hukum tetapi juga berpengaruh pada lembaga-lembaga
hukum. Seidman melukiskan model bekerjanya hukum di masyarakat
dalam bagan sebagai berikut :
69 Ibid, hal 38
42
Gambar 1
Bagan Teori Robert Seidman dan Chamblis
dalam Law, Order and Power
Berdasarkan gambar bagan tersebut maka dapat diberikan
keterangan sebagai berikut :
a. Semua peraturan hukum memberi pengertian tentang bagaimana
seorang pemegang peranan itu harus bertindak
b. Bagaimana pemegang peranan tersebut akan melakukan tindakan
sebagai suatu respon atas peraturan hukum yang merupakan fungsi
peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepadanya, sanksi-
sanksinya. Aktivitas dari lembaga pelaksana dan keseluruhan
kompleks kekuatan sosial politik dan lain-lain mengenai dirinya
c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana tersebut akan bertindak
sebagai respon terhadap peraturan hukum yang merupakan fungsi
peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya dan
Faktor-faktor sosialdan personal lainnya
Lembaga PembuatPeraturan
Lembaga PenerapanPeraturan
PemegangPeran
NormaUmpan Balik
Nor
ma
Aktivitas penerapanUmpan Balik
UmpanBalik
Faktor-faktor sosial danpersonal lainnya
43
keseluruhan kompleks peraturan sosial, politik serta lainnya mengenai
diri mereka sendiri juga termasuk umpan balik (feedback) yang datang
dari pemegang peranan
d. Bagaimana pembuat peraturan atau akan bertindak, hal ini merupakan
fungsi peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-
sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis
dan lain-lainnya yang menyangkut mereka juga termasuk umpan balik
yang datang dari pemegang serta birokrasi.70
Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
setiap anggota masyarakat memegang peranan yang diharapkan dari
mereka baik untuk norma-norma hukum maupun oleh kekuatan-kekuatan
di luar hukum.
Dalam menentukan mengenai bagaimana seorang pemegang
peranan akan bertindak digunakan faktor kritis, yaitu norma-norma yang
diharapkan akan ditaati oleh pemegang peranan, kekuatan-kekuatan sosial
dan personal yang bekerja pada pemegang peranan dan kegiatan lembaga
penerapan sanksi.
Bagi studi hukum dalam masyarakat, maka yang penting adalah
tentang hal berlakunya hukum secara sosiologis, yang intinya adalah
efektivitas hukum. Studi efektivitas hukum merupakan suatu kegiatan
yang memperlihatkan suatu strategi perumusan masalah yang bersifat
umum, yaitu suatu perbandingan realitas hukum dengan ideal hukum.
Secara khusus terlihat jenjang antara hukum dalam tindakan (law in
action) dengan hukum dalam teori (law in theory), atau dengan perkataan
lain, kegiatan ini akan memperlihatkan kaitan antara law in books dan law
in action.
Alat yang digunakan untuk mengukur hukum mungkin suatu
Undang-undang yang tujuannya agak lebih jelas dilihat, atau suatu
keputusan pengadilan yang jelas menyatakan suatu kebijaksanaan khusus.
70Chamblis William J Seidman, 1971. Law Order and Power Reading, Mass,Affison-Wesley, hal 12
44
Dalam studi implementasi hukum, tema pokoknya adalah menelaah
apakah hukum itu berlaku, dan untuk mengetahui berlakunya hukum
dilakukan dengan membandingkan antara ideal hukum (kaidah yang
dirumuskan dalam undang-undang atau keputusan hakim) dengan realitas
hukum. Realitas hukum yang dimaksud adalah hukum dalam tindakan,
yaitu bagaimana mewujudkannya hukum itu sebagai perilaku. Sedang
yang dimaksud hukum dalam pernyataan tersebut adalah hukum sebagai
kaidah, dan dalam studi implementasi hukum pernyataan kaidah hukum
dapat mengacu pada hukum substansi (hukum material) dan hukum tata
cara (hukum formal). Dalam studi implementasi hukum apabila hukum itu
berlaku, maka dalam masyarakat dikenali adanya perilaku hukum, yaitu
perilaku sesuai dengan hukum atau setiap perilaku yang dipengaruhi oleh
kaidah, peraturan atau keputusan.
Hukum sebagaimana dimaksud dalam masyarakat ialah berupa
kaidah yang dirumuskan dalam bentuk Undang-Undang atau keputusan
hakim. Undang-undang sebagai produk hukum yang dikeluarkan oleh
pemerinyah dalam proses pembuatannya, yaitu tata cara mulai dari
perencanaan (rancangan), pembahasan, pengesahan atau penetapan sampai
dengan pengundangan produk hukum tersebut, harus sesuai aturan dan
pejabat manakah yang berwenang merancang, membahas, mengesahkan,
menetapkan dan mengundangkan peraturan tersebut. Sebagai contoh
dalam proses pembuatan undang-undang. Undang-undang dirancang oleh
Presiden dan DPR, kemudian dibahas dalam siding DPR, lalu disahkan
oleh Presiden dan pada akhirnya diundangkan dalam lembaran Negara
oleh sekretaris Negara,
Dalam pembuatan suatu peratutan perlu diperhatikan adanya
landasan-landasan sebagai berikut :
a. Landasan Filosofis, yaitu dasar filsafat, pandangan atau ide yang
menjadi dasar cita-cita untuk menuangkan hasrat dan kebijaksanaan
(pemerintahan) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan Negara.
45
Misalnya di Indonesia, Pancasila menjadi dasar filsafat perundang-
undangan
b. Landasan Yuridis. Landasan yuridisnya yaitu ketentuan hukum yang
menjadi dasar hukum (rechtgrond) bagi pembuatan suatu peraturan.
Misalnya UUD 1945 menjadi landasan yuridis bagi pembuatan
undang-undang organik, selanjutnya undang-undang menjadi landasan
yuridis bagi PP, SK, Presiden, Perda dan lain-lain. Landasan yuridis ini
sendiri dibagi lagi menjadi dua macam yaitu : (1) landasan yuridis dari
segi formal, yaitu landasan yuridis yang memberi kewenangan bagi
instansi tertentu untuk membuat peraturan tertentu. Misalnya Pasal 5
ayat 1 UUD 1945 menjadi landasan yuridis dari segi formal bagi
presiden untuk membuat RUU, (2) landasan yuridis dari segi material,
yaitu landasan yuridis untuk segi isi (materi), yakni dasar hukum untuk
mengatur hal-hal tertentu. Misalnya Pasal 18 UUD 1945 menjadi
landasan yuridis dari segi material untuk membuat undang-undang
organic mengenai pemerintah daerah.
c. Landasan Politis. Landasan politisnya ialah garis kebijaksanaan politik
yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan
pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan Negara
B. Kerangka Pemikiran
Untuk lebih jelasnya dalam kerangka pemikiran dapat penulis
gambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut :
46
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Masyarakat memerlukan adanya ukuran, patokan, norma yang
mencerminkan adanya kepastian hukum. Salah satu produk hukum yang
diangan-angan dapat memberikan suatu kepastian hukum di era reformasi ini
adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang
undang Jabatan Notaris dilahirkan dengan tujuan agar supaya Notaris, sebagai
suatu jabatan yang memberikan pelayanan hukum bagi masyarakat sudah
sepantasnya diberi perlindungan dan jaminan hukum. Mengingat peranan dari
kewenangan notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat.
Norma yang digunakan oleh Notaris di dalam melaksanakan tugas jabatannya
adalah Kode Etik notaris. Pelaksanaan Pengawasan terhadap pelaksanaan
Kode Etik tersebut oleh Dewan Kehormatan Notaris Pusat didelegasikan ke
Peraturan Perundang-undanganJabatan Notaris :1. Undang-undang Nomor 30 tahun
2004.tentang Jabatan Notaris2. Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atasUndang Undang jabatan Notaris
3. Kode Etik Notaris
Lembaga Penerap Sanksi DewanKehormatan Daerah Ikatan Notaris
Indonesia Kabupaten Wonogiri
Notaris
NormaImplementasi Hukum
Norma
Aktivitas
Kekuatan SosialBudaya Hukum
u
m
47
daerah yaitu kepada antara lain Dewan Kehormatan Daerah Notaris
Kabupaten Wonogiri, yang bisa juga disebut sebagai Lembaga Penerap
Sanksi karena selain melakukan pengawasan preventif juga represif. yang
kelembagaannya berada di bawah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten
Wonogiri,
Menurut Chamblis dan Seidman, efektivitas pelaksanaan fungsi
pembinaan dan pengawasan oleh Dewan Kehormatan Daerah Notaris
Kabupaten Wonogiri, ditentukan oleh peraturan mengenai perundang-
undangan mengenai notaris dan kekuatan sosial serta personal. Kekuatan
sosial ini pararel dengan budaya hukum.
C. Penelitian yang Relevan
Beberapa peneliti terdahulu yang melakukan penelitian dengan topik
hak tanggungan, yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Judul : Implementasi Sanksi Kode Etik dalam Jabatan Notaris di
Kota Tanjung Pinang
Penulis : Mondry Pahera, SH.
Tahun : 2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Sanksi
Kode Etik Notaris yang dikeluarkan oleh Dewan Kehormatan Daerah
Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) terhadap Notaris yang melakukan
pelanggaran Kode Etik dalam melaksanakan jabatan Notaris dan peran
Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I), sebagai Organisasi Profesi dalam
menerapkan Kode Etik Notaris di kota Tanjungpinang. Penelitian ini
termasuk jenis penelitian hukum yuridis empiris yang bersifat deskriptif
analitis. Hasil penelitian menyatakan bahwa Implementasi sanksi Kode Etik
Notaris yang dikeluarkan oleh Dewan Kehormatan Daerah Ikatan Notaris
Indonesia (I.N.I), di Kota Tanjungpinang hanya sebatas teguran lisan saja.
Hal ini lebih diartikan bahwa Dewan Kehormatan sebagai bentuk
pembinaan terhadap Notaris dalam menjalankan jabatannya, Tidak ada
tindakan lebih lanjut dari Dewan Kehormatan Daerah Ikatan Notaris
48
Indonesia (I.N.I) Kota Tanjungpinang atas penerapan sanksi tersebut.
Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Notaris dalam menjalankan
jabatannya di Kota Tanjungpinang antara lain adalah memasang papan
nama melebihi ukuran yang telah ditentukan; melakukan publikasi atau
promosi diri dengan mencantumkan nama dan jabatannya serta
mempengaruhi klien Notaris lain juga adanya persaingan honorarium.
Peran Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I), sebagai Organisasi Profesi Notaris
dalam menerapkan Kode Etik Notaris, adalah melalui upaya pembinaan
yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan sebagai pengawas atas
pelaksanaan Kode Etik Notaris. Untuk pembinaan lainnya yang dilakukan
oleh Majelis Kehormatan, dilakukan pada tiap pertemuan (rutin) yang
diadakan tiap 6 bulan dalam acara up-grading & refreshing nasional.
Salah satu materi pada acara tersebut, adalah menambah wawasan para
Notaris berdasarkan ketentuan yang berlaku, juga mengenai perilaku
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Perbedaan dengan
penelitian yang penulis laksanakan lakukan adalah mengenai waktu dan
tempat penelitian, dimana penelitian penulis laksanakan di wilayah
Kabupaten Wonogiri.
2. Judul : Perbandingan Peranan Dewan Kehormatan dengan Majelis
Pengawas Notaris dalam Menjalankan Pengawasan setelah
berlakunya UU Nomor 30 tahun 2004.
Penulis : T. Muzakkar.
Tahun : 2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengawas melakukan
Pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya sebelum
berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris dan manfaat pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan
tugasnya serta perbandingan peranan Dewan kehormatan dengan Majelis
Pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Penelitian ini termasuk jenis
penelitian hukum yuridis empiris yang bersifat deskriptif analitis. Hasil
49
penelitian menyebutkan bahwa pengawasan yang dilakukan terhadap notaris
sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yaitu
dilakukan oleh Pengadilan Negeri namun dengan keluarnya undang-
undang tersebut maka fungsi pengawasan dilakukan oleh sebuah badan
yang bernama Majelis Pengawas Notaris Yang terdiri dari 3 (tiga) unsur
yaitu pemerintah, ahli/ akademisi dan notaris. Manfaat yang diperoleh
terhadap pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas yaitu :
Notaris mampu untuk meningkatkan kemampuan profesioanlismenya
dalam menjalankan tugas dan jabatannya, Notaris sedapat mungkin,
memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan baginya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang ada, Notaris mampu
berperan untuk terciptanya suatu kepastian hukum melalui akta otentik
yang dibuatnya demi kepentingan masyarakat, Notaris menyadari bahwa
tugas yang di bebankan kepadanya adalah untuk kepentingan para pihak.
Perbedaan peranan pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan
Dan Majelis Pengawas Notaris yaitu dimana pengawasan yang dilakukan
oleh Dewan Kehormatan hanya mengenai pelanggaran kode etik dan
tidak menyangkut orang lain hanya notaris itu sendiri sedangkan Majelis
Pengawas Notaris memiliki ruang lingkup pengawasan dalam
pelanggaran yang menyangkut Undang-Undang dan pelanggaran jabatan
notaris. Perbedaan dengan penelitian yang penulis laksanakan bahwa
penulis tidak melakukan pembandingan antara dewan kehormatan dan
majelis, penulis hanya fokus terhadap peran organisasi kenotarisan di
wilayah kerja kabupaten Wonogiri.
3. Judul : Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Notaris
oleh Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia di
Kabupaten Tangerang.
Penulis : Sulistiyono.
Tahun : 2009
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelanggaran kode etik apa saja
yang dilakukan oleh notaris di Kabupaten Tangerang dan bagaimana
50
pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris
Indonesia sebagai organisasi profesi dapat mengikat terhadap Notaris
yang melanggar kode etik. Penelitian ini merupakan pendekatan yuridis-
empiris. Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai
peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaksanaan sanksi kode
etik terhadap pelanggaran jabatan oleh notaris.
Pelanggaran kode etik yang terjadi antara lain adalah : pembuatan akta
yang telah terlebih dahulu dipersiapkan oleh notaris lain sehingga notaris
yang bersangkutan tinggal menandatangani, penandatangan akta yang
tidak dilakukan dihadapan notaris, membuat akta di luar wilayah
jabatannya, ketentuan mengenai pemasangan papan nama di depan atau di
lingkungan kantor notaris serta notaris yang membuat papan nama
melebihi ukuran yang telah ditentukan, persaingan tarif yang tidak sehat,
melakukan publikasi atau promosi diri dengan mencantumkan nama dan
jabatannya. Pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan
Ikatan Notaris lndonesia Kabupaten Tangerang sebagai organisasi protesi
terhadap Notaris yang melanggar kode etik di Kabapaten Tangerang,
adalah: teguran, peringatan dan pemberhentian dari keanggotaan
perkumpulan. Namun sanksi tersebut di atas termasuk sanksi pemecatan
yang diberikan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kade etik
bukanlah berupa pemecatan dari jabatan Notaris melainkan pemecatan
dari kaanggotaan Ikatan Notaris Indonesia sehingga walaupun Notaris
yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik,
Notaris tersebut masih dapat membuat akta dan menjalankan kewenangan
lainnya sebagai Notaris, sehingga sanksi tersebut terkesan kurang
mempunyai daya mengikat bagi Notaris yang melakukan pelanggaran
kode etik. Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah
lokasi dan waktu penelitian.
51
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai
suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis yang dihadapi.
Akan tetapi, dengan mengadakan klarifikasi yang berdasarkan pada pengalaman,
dapat ditentukan teratur dan terpikirnya alur yang runtut dan baik untuk mencapai
maksud.71
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa
dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.72
Penelitian dapat diartikan pula suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan
dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana
dilakukan dengan metode ilmiah.73
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian
adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan
metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna
menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala dan
hipotesa. Untuk dapat memperoleh hasil penelitian yang dapat dipertanggung-
jawabkan secara keilmuan maka diperlukan metode penelitian yang dapat dijadi-
kan pedoman dalam melakukan penelitian.
Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji menyatakan bahwa “penelitian
merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun
teknologi”. Hal demikian disebabkan penelitian bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran sistematis, metodologi dan konsisten. Dengan melalui proses
penelitian tersebut diadakan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah
dikumpulkan dan diolah.74
71 Winarno Surakhmad, 1990. Pengamtar Penelitian Ilmiah, Transito Yogyakarta, hal131,
72 Soerjono Sukanto,Op Cit, hal 4273 Sutrisno Hadi, 1989. Metodologi Penelitian Hukum,Uns Press Surakarta, hal 474 Sorjono Sukanto dan Sri Mamudji, 1985. Penelitian Hukum Normatif,CV Rajawali
Jakarta, hal 1
52
Dilihat dari sifatnya penelitian ini termasuk penelitian diagnostik yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan mengenai sebab – sebab
terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala.75
Dalam mempelajari hukum, tentunya tidak boleh lepas dari 5 (lima)
konsep hukum yang menurut Soetandyo Wignjosoebroto seperti dikembangkan
oleh Setiono adalah sebagai berikut :
1. Hukum adalah asas kebenaran dalam keadilan yang bersifat kodrati danberlaku universal
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam system perundang-undangan hukum nasional
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto dantersistematisasi sebagai judge made law
4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksissebagai variable sosial yang empiris
5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosialsebagaimana tampak dalam interaksi antara mereka 76
Konsep Hukum dalam penelitian ini adalah konsep yang kelima. Hukum
adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagaimana
tampak dalam interaksi antara mereka. Berdasarkan konsep hukum tersebut diatas
penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten
Wonogiri.
Landasan pemilihan lokasi adalah :
1. Layak untuk diteliti dikarenakan banyaknya pelanggaran Kode Etik Notaris
yang terjadi di wilayah Wonogiri yang dilakukan oleh Notaris tetapi tidak
ada pelaporan dan tindak lanjut baik oleh Dewan Kehormatan Daerah
notaris maupun kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris Wonogiri.
2. Dapat dilakukan pembandingan literatur yang satu dengan literatur lainnya
75 Johny Ibrahim, 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum,Banyu MediaPublishing Jawa Timur, hal 57
76 Setiono, 2002. Pemahaman Terhadap MetodePenelitian Hukum,(Diktat) Surakarta,Program Studi Ilmu Hukum pasca Sarjana UNS, hal 20
53
Selain di tempat tersebut di atas, lokasi penelitian juga dilakukan di
tempat-tempat dimana dapat ditemukan (diperoleh) data sekunder yang
berhubungan dengan penelitian ini.
B. Jenis Penelitian
Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian yuridis empiris, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan meneliti data sekunder pada awalnya untuk kemudian
dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap
masyarakat.77
Penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara meneliti dilapangan
yang merupakan data primer, dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan
untuk menganalisis secara kualitatif tentang tanggung jawab notaris dalam hal
terjadi pelangaran etika profesi dan akibat hukum jika terjadi pelanggaran
kode etik oleh Notaris.
Dalam melakukan pendekatan yuridis empiris ini, metode yang
digunakan adalah metode kualitatif. Metode ini digunakan karena beberapa
pertimbangkan yaitu : pertama, menyesuaikan metode ini lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara
langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan responden; ketiga metode
ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.78
C. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Jenis penelitian dipandang dari
tujuannya, menurut Soerjono Soekanto dibedakan menjadi :
1. Penelitian fact-finding yaitu penelitian dengan menemukan fakta-fakta di lapangan
2. Penelitian problem-identification yaitu penelitian dengan mencaripermasalahan yang ada
77 Soerjono Sukanto , Metode Penelitian Hukum,UI Press Jakarta, hal 7678 Lexy J. Moleong, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, hal. 5.
54
3. Penelitian problem-solution yaitu penelitian untuk mencari solusiatas suatu permasalahan.79
Berdasarkan pada pengelompokan jenis penelitian menurut Soerjono
Soekanto, maka penelitian ini bersifat penelitian fact-finding yang hanya
menjelaskan secara lengkap dan sistematis keadaan obyek yang diteliti
berdasarkan data-data, analisis dan interpretasi atau dengan kata lain
penelitian ini hanya berusaha menemukan fakta-fakta di lapangan.
D. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalkan perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.80
E. Jenis Data
Data yang dikumpulkan terutama merupakan data pokok yaitu data
yang paling relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Namun untuk
kelengkapan dan keutuhan dari masalah yang diteliti, maka akan
disempurnakan dengan penggunaan data pelengkap yang berguna untuk
melengkapi data pokok. Penelitian ini menggunakan jenis data Primer dan
data Sekunder :
1. Data primer, yaitu pihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti
dan dapat memberikan sejumlah data atau keterangan. Penulis
memperoleh data primer dari Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI)
Kabupaten Wonogiri, Ketua dan Anggota Dewan Kehormatan daerah
Notaris Wonogiri serta Ketua dan Anggota Majelis Pengawas Daerah
Notaris Wonogiri..
79 Ibid, hal 5080Lexy Maleong, 2006. Metode Penelitian Kwalitatif,Edisi Revisi,PT.Remaja Rosdakarya
Bandung, hal 6
55
2. Data sekunder, adalah data yang berasal dari data-data yang sudah tersedia
misalnya, dokumen resmi, surat perjanjian atau buku-buku. Data sekunder
dapat berupa bahan hukum Primer, Sekunder maupun Tertier81
Adapun yang termasuk data sekunder dalam penelitian ini adalah
meliputi buku-buku kepustakaan, laporan, buku harian, arsip-arsip, dan
lainnya terkait dengan Pengawasan oleh INI dalam hal ini adalah Dewan
Kehormatan Daerah Notaris kabupaten Wonogiri.
F. Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian hukum ini terdiri dari :
1. Data Primer
Sumber Data Primer adalah sumber yang diperoleh secara
langsung dari lapangan yang meliputi keterangan atau data hasil
wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dengan
Pengawasan Notaris Daerah. Data Primer merupakan data yang diperoleh
secara langsung melalui penelitian di lapangan, berupa sejumlah
informasi, keterangan serta hal yang berhubungan dengan obyek
penelitian. Adapun data tentang penelitian diperoleh dari Ketua Ikatan
Notaris Indonesia (INI) Wonogiri, Ketua dan Anggota Dewan
Kehormatan Daerah Wonogiri, Ketua dan Anggota Majelis Pengawas
Daerah Notaris Wonogiri, serta beberapa Notaris di Wonogiri.
2. Data Sekunder
Sumber Data Sekunder merupakan sumber data yang didapatkan
secara tidak langsung berupa keterangan yang mendukung data primer.
Sumber data sekunder merupakan pendapat para ahli, dokumen-dokumen,
tulisan-tulisan dalam buku ilmiah, dan literature-literatur serta peraturan-
peraturan perundang-undangan yang terkait
Data sekunder dalam penelitian ini meliputi :
a. Bahan-bahan Hukum Primer
1) UUD 1945
81 Setiono, Loc Cit, hal 6
56
2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Jabatan Notaris
4) Kode Etik Notaris.
5) Laporan berkala Ikatan Notaris Indonesia Wonogiri
6) Laporan berkala Dewan Kehormatan daerah Wonogiri
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan
memahami bahan hukum primer adalah :
1) Hasil penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan Kode Etik
Notaris
2) Buku-buku Kenotariatan
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
informasi tentang bahan hukum primer dan bahan sekunder,
misalnya : Kamus Hukum
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang akan dipergunakan dalam penelitian
ini adalah dengan metode interview (wawancara) dan studi pustaka. Lebih
jelasnya sebagai berikut :
1. Wawancara
Dalam studi lapangan ini penulis melaksanakan kegiatan
wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara
mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dengan
bercakap-cakap secara langsung. Diantaranya dengan Ketua Ikatan Notaris
Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri, Dewan Kehormatan Daerah Notaris
Kabupaten Wonogiri,serta beberapa Notaris di Wonogiri.
Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan keterangan
tentang kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka.82
82 Burhan Ashofa, 2004. Metode Penelitian Hukum, PT Rineka Cipta,Jakarta, hal 95
57
Secara umum ada dua jenis teknik wawancara, yaitu wawancara
terpimpin (terstruktur) dan wawancara dengan teknik bebas (tidak
terstruktur) yang disebut wawancara mendalam (in-depth interviewing).83
Dalam wawancana ini dilakukan dengan cara mengadakan komunikasi
langsung dengan pihak-pihak yang dapat mendukung diperolehnya data
yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti guna memperoleh data
baik lisan maupun tulisan atas sejumlah data yang diperlukan.
Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode campuran, dengan menggabungkan metode terpimpin (terstruktur)
dengan metode bebas (tidak terstruktur) dengan cara, penulis membuat
pedoman wawancara dengan pengembangan secara bebas sebanyak
mungkin sesuai kebutuhan data yang ingin diperoleh. Metode wawancara
ini dilakukan dalam rangka memperoleh data primer serta pendapat-
pendapat dari para pihak yang berkaitan dengan Pelaksanaan Kode Etik
Notaris di Wonogiri.
Wawancara dilakukan dengan pihak terkait yang meliputi : ketua
Ikatan Notaris Kabupaten Wonogiri, Dewan Kehormatan Daerah Notaris
Kabupaten Wonogiri, serta beberapa Notaris di Wonogiri.
2. Studi Pustaka
Dalam studi ini penulis mengumpulkan data dengan cara
membaca, memahami dan mengumpulkan bahan-bahan Hukum yang akan
diteliti, yaitu dengan membuat lembar dokumen yang berfungsi untuk
mencatat informasi atau data dari bahan-bahan Hukum yang diteliti yang
berkaitan dengan masalah penelitian yang sudah dirumuskan terhadap :
a. Buku – buku literatur
b. Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang ada hubungannya
dengan penelitian ini
c. Dokumen pendukung lainnya.
83 HB Sutopo, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, UNS Press, Surakarta, hal 58.
58
H. Validitas Data
Untuk memperoleh derajat validitas tinggi, dilakukan dengan teknik
triangulasi, recheck dan peerdebriefing. Triangulasi dilakukan dengan cara
cross chek data yang dikumpulkan dari berbagai sumber data (informan,
tempat/ peristiwa, dokumen / arsip) mengenai masalah yang sama. Sedangkan
teknik recheck dilakukan dengan menguji hasil data wawancara dari informan
yang telah dimintai keterangan, untuk memperkaya, dan memantapkan bahwa
data hasil penelitian terbukti kesahihannya. Selanjutnya teknik validitas
dengan menggunakan model peerdebriefing ditempuh dengan cara
mendiskusikan hasil penelitian dengan berbagai personel, yang didasarkan
atas kemampuan pengetahuan yang serupa. Dengan demikian akan
memantapkan hasil yang telah diuji dengan argumentasi yang logis, sehingga
diperoleh data yang benar-benar diinginkan atau valid.
I. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dengan lengkap dari lapangan harus
dianalisis. Dalam tahap analisis data, data yang telah terkumpul diolah dan
dimanfaatkan sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab persoalan
penelitian.
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
karena data yang diperoleh bukan angka atau yang akan diangkakan secara
statistik. Menurut Soerjono Soekanto, analisis data kualitatif adalah suatu cara
analisis yang menghasilkan data diskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan
oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, yang
diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.84
Dalam operasionalisasinya, peneliti membatasi permasalahan yang
diteliti dan juga membatasi pada pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu
dijawab dalam penelitian. Dari hasil penelitian tersebut data yang sudah
diperoleh disusun sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian
data tersebut diolah dalam bentuk sajian data. Setelah pengolahan data selesai,
84 Soerjono Sukanto, Loc Cit, hal 154
59
peneliti melakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi berdasarkan semua
hal yang terdapat dalam reduksi data maupun sajian datanya.
Model analisis kualitatif yang digunakan adalah model analisis
interaktif yaitu model analisis data yang dilaksanakan dengan menggunakan
tiga tahap / komponen berupa reduksi data, sajian data serta penarikan
kesimpulan / verifikasi dalam suatu proses siklus antara tahap-tahap tersebut
sehingga data terkumpul akan berhubungan satu dengan lainnya secara
otomatis.85
Dalam penelitian ini proses analisis sudah dilakukan sejak proses
pengumpulan data masih berlangsung. Peneliti terus bergerak diantara tiga
komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama proses data terus
berlangsung. Setelah proses pengumpulan data selesai, peneliti bergerak
diantara tiga komponen analisis dengan menggunakan waktu penelitian yang
masih tersisa.
Mengingat data yang ada dalam penelitian ini bersifat kualitatif maka
akan dianalisis dengan teknik interaktif. Analisis interaktif (interaktif model of
analisis) yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisis melalui tiga tahap, yaitu
mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Selain ini
dilakukan suatu proses siklus antara tahap-tahap tersebut sehingga data yang
terkumpul dan berhubungan satu dengan yang lain secara sistematis.86
Tiga tahap tersebut adalah :
a) Reduksi Data
Reduksi data merupakan bagian dari proses analisis yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting
dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan penelitian dapat
dilakukan.
b) Penyajian Data
Penyajian Data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang
85 HB Sutopo, Op Cit, hal 86.86 Ibid,hal 230
60
dapat dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah
sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. Selain
berbentuk narasi, sajian data juga bisa meliputi berbagai jenis matrik,
gambar / skema, jaringan kerja kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung
narasinya.
c) Penarikan Kesimpulan / Verifikasi
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan perlu diverifikasi agar cukup
mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. 87
Agar lebih jelas proses/siklus kegiatan dari analisis tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut : 88
Gambar 1Teknik Analisis Data
87 Ibid, hal 114 - 11688 Ibid, hal 87
Pengumpulan Data
Penyajian DataReduksi Data
Penarikan Kesimpulan
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sejarah Ikatan Notaris Indonesia
Awal Berdirinya Ikatan Notaris Indonesia dimulai sejak masa
pemerintahan Hindia Belanda. Semakin berkembangnya peran notaris dan
bertambahnya jumlah notaris mendorong para notaris di Indonesia
mendirikan suatu organisasi perkumpulan bagi para notaris Indonesia.
Perkumpulan yang didirikan pada awalnya hanya ditujukan bagi
ajang pertemuan dan bersilaturahmi antara para notaris yang menjadi
anggotanya. Pada waktu itu perkumpulan satu-satunya bagi notaris
Indonesia adalah 'de-Nederlandsch-Indische Notarieële Verëeniging', yang
didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 1 Juli 1908 (menurut
anggaran dasar ex Menteri Kehakiman pada tanggal 4 Desember 1958 No.
J.A. 5/117/6).
Verëeniging ini berhubungan erat dengan 'Broederschap van
Candidaat-Notarissen in Nederland en zijne Koloniën' dan 'Broederschap
der Notarissen' di Negeri Belanda, dan diakui sebagai badan hukum
(rechtspersoon) dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah)
tanggal 5 September 1908 Nomor 9. Mula-mula sebagai para pengurus
perkumpulan ini adalah beberapa orang notaris berkebangsaan Belanda
yaitu L.M. Van Sluijters, E.H. Carpentir Alting, H.G. Denis, H.W. Roebey
dan W. an Der Meer. Anggota perkumpulan tersebut pada waktu itu adalah
para notaris dan calon notaris Indonesia (pada waktu itu Nederlandsch
Indië).
Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, maka para notaris
Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan lama tersebut, dengan
diwakili oleh seorang pengurus selaku ketuanya, yaitu Notaris Eliza
Pondaag, lalu mengajukan permohonan kepada Pemerintah c.q. Menteri
62
Kehakiman Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 17 November
1958 untuk mengubah anggaran dasar (statuten) perkumpulan itu.
Maka dengan penetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
tanggal 4 Desember 1958 No. J.A. 5/117/6 perubahan anggaran dasar
perkumpulan dinyatakan telah sah dan sejak hari diumumkannya anggaran
dasar tersebut dalam Tambahan Berita Negara Indonesia tanggal 6 Maret
1959 Nomor 19, nama perkumpulan 'Nederlandsch-Indische Notarieële
Verëeniging' berubah menjadi Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang
mempunyai tempat kedudukan di Jakarta dan hingga saat ini masih
merupakan satu-satunya perkumpulan bagi notaris di Indonesia.
Hal ini juga dikuatkan oleh PUTUSAN MAHKAMAH
KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Nomor 009-014/PUU-III/2005
tanggal 13 September 2005 atas perkara: "Pengujian Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945",
yang menyatakan bahwa IKATAN NOTARIS INDONESIA adalah
organisasi Notaris yang berbentuk perkumpulan berbadan hukum dan
merupakan wadah tunggal bagi Notaris di seluruh Indonesia. Ikatan
Notaris Indonesia (INI) menjadi anggota ke–66 dari Organisasi Notaris
Latin International (International Union of Latin Notaries - UINL) pada
tanggal 30 Mei 1997 di Santo Dominggo, Dominica.
2. Visi dan Misi
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Ikatan Notaris Indonesia
mempunyai visi dan misi sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran rasa turut
memiliki Perkumpulan yang bertanggung jawab, guna terciptanya rasa
kebersamaan di antara sesama anggota dalam rangka meningkatkan
peranan, manfaat, fungsi dan mutu Perkumpulan.
b. Melakukan kegiatan untuk meningkatkan mutu dan kemampuan
anggota di dalam menjalankan jabatan dan profesinya secara
63
profesional, guna menjaga dan mempertahankan keluhuran martabat
jabatan Notaris.
c. Menjunjung tinggi serta menjaga kehormatan profesi jabatan Notaris,
meningkatkan fungsi dan perannya serta meningkatkan mutu ilmu
kenotariatan dengan jalan menyelenggarakan pertemuan ilmiah,
ceramah, seminar dan sejenisnya serta penerbitan tulisan karya
ilmiah.
d. Memperjuangkan dan memelihara kepentingan, keberadaan, peranan,
fungsi dan kedudukan lembaga Notaris di Indonesia sesuai dengan
harkat dan martabat profesi jabatan Notaris.
e. Mengadakan, memupuk serta membina dan meningkatkan kerja-sama
dengan badan, lembaga dan organisasi lain, baik di dalam maupun
dari luar negeri yang mempunyai tujuan yang sama atau hampir sama
dengan Perkumpulan termasuk dengan lembaga pendidikan atau
instansi yang terkait dan yang mempunyai hubungan dengan lembaga
kenotariatan.
f. Mengadakan dan menyelenggarakan pendidikan Notaris, serta
berperan aktif dalam mempersiapkan lahirnya calon Notaris yang
profesional, berdedikasi tinggi, berbudi luhur, berwawasan dan
berilmu pengetahuan luas dan memiliki integritas moral serta memiliki
akhlak yang baik.
g. Melakukan usaha lain sepanjang tidak bertentangan dengan asas,
pedoman dan tujuan Perkumpulan.
3. Ketentuan dan Ketetapan Ikatan Notaris Wonogiri Terkait Kode Etik
Notaris
Penerapan Kode Etik Notaris di wilayah Kabupaten Wonogiri
didasarkan pada ketentuan terbaru, seperti yang telah ditetapkan oleh
Ikatan Notaris Indonesia yaitu Ikatan Notaris Indonesia disingkat INI
adalah Perkumpulan/organisasi bagi para Notaris, berdiri semenjak tanggal
1 Juli 1908, diakui sebagai Badan Hukum (rechtspersoon) berdasarkan
Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908
64
Nomor 9, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat
umum di Indonesia, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat
pengesahan dari Pemerintah berdasarkan Anggaran Dasar Perkumpulan
Notaris yang telah mendapatkan Penetapan Menteri Kehakiman tertanggal
4 Desember 1958 Nomor J.A.5/117/6 dan diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia tanggal 6 Maret 1959 Nomor 19, Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia Nomor 6, dan perubahan anggaran
dasar yang terakhir telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan
tanggal 12 Januari 2009 Nomor AHU-03.AH.01.07.Tahun 2009, oleh
karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris yang diundangkan berdasarkan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4432 serta mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun
2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491 (selanjutnya
disebut "Undang-Undang Jabatan Notaris").
Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik
adalah kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris
Indonesia yang selanjutnya akan disebut "Perkumpulan" berdasarkan
keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan
yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota
Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris
Pengganti pada saat menjalankan jabatan.
65
Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan yang
dibentuk dan berfungsi menegakkan Kode Etik, harkat dan martabat
notaris, yang bersifat mandiri dan bebas dari keberpihakan, dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya dalam Perkumpulan.
Kode Etik berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun
orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris), baik
dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Ketentuan yang ditetapkan Ikatan Notaris Indonesia (INI) bahwa :
-seorang notaris haruslah memiliki moral,akhlak serta kepribadian yang
baik; menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan
Notaris; menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan; berperilaku
jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh rasa tanggung
jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan
Notaris; Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian profesi yang telah
dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan;
Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;
Memberikan jasa pembuatan akta dan kewenangan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium; Menetapkan
satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-
satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
jabatan sehari-hari; Memasang 1 (satu) papan nama di depan/di
lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150
cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat:
a. Nama lengkap dan gelaryang sah;
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir
sebagai Notaris;
c. Tempat kedudukan;
d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax.
Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam
dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di
66
lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan
nama dimaksud;
Selain beberapa persyaratan di atas, notaris yang menjadi anggota
Ikatan Notaris Indonesia (INI) diwajibkan untuk : hadir, mengikuti dan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh
Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan Peraturan-peraturan
dan Keputusan-keputusan Perkumpulan;- Membayar uang iuran
Perkumpulan secara tertib; Membayar uang duka untuk membantu ahli
waris teman sejawat yang meninggal dunia; - Melaksanakan dan mematuhi
semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan Perkumpulan; -
Menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali karena alasan-alasan
tertentu; - Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam
melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling
memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling
menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi
dan tali silaturahim; Memperlakukan setiap klien yang datang dengan
baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya;
Membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk menjalankan peraturan
perundang- undangan, khususnya Undang-Undang tentang Jabatan Notaris
dan Kode Etik.
Ikatan Notaris Indonesia (INI) juga menerapkan adanya larangan
terhadap notaris yang menjadi anggotanya. Adapun beberapa larangan
tersebut, diantaranya adalah ; Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik
kantor cabang ataupun kantor perwakilan; Memasang papan nama
dan/atau tulisan yang berbunyi "Notaris/Kantor Notaris" di luar
lingkungan kantor; Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri
maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan
jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam
bentuk: iklan; ucapan selamat; ucapan belasungkawa; ucapan terima kasih;
kegiatan pemasaran; egiatan sponsor, baik dalam bidang sosial,
keagamaan, maupun olah raga.
67
Notaris juga dilarang untuk bekerja sama dengan biro
jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai
perantara untuk mencari atau mendapatkan klien; menandatangani akta
yang proses pembuatannya telah dipersiapkan oleh pihak lain;
mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani. Selain itu
anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) juga dilarang berusaha atau
berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain
kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang
bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain; melakukan
pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang
telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud
agar klien tersebut tetap membuat akta padanya; melakukan usaha-usaha,
baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya
persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris; menetapkan
honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah
dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan; mempekerjakan
dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain
tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan,
termasuk menerima pekerjaan dari karyawan kantor Notaris lain;
menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang
dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau
menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di
dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau
membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan
kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya
dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah
timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan
ataupun rekan sejawat tersebut.
Selain itu notaris juga dilarang melakukan Kewajiban dan
melakukan Pelanggaran terhadap Larangan sebagaimana dimaksud dalam
Kode Etik dengan menggunakan media elektronik, termasuk namun tidak
68
terbatas dengan menggunakan internet dan media sosial; membentuk
kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan
untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup
kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi; menggunakan dan
mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; membuat akta melebihi batas kewajaran yang
batas jumlahnya ditentukan oleh Dewan Kehormatan; Mengikuti
pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan/pembuatan akta.
Adanya notaris anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten
Wonogiri yang melanggar ketentuan di atas, akan mendapatkan sanksi
berupa teguran; peringatan; pemberhentian sementara dari keanggotaan
perkumpulan; pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan
perkumpulan; pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
perkumpulan.
Penjatuhan sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota
yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas
pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.
Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk memutuskan dan
menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota
biasa (dari Notaris aktif) Perkumpulan, terhadap pelanggaran norma susila
atau perilaku yang merendahkan harkat dan martabat notaris, atau
perbuatan yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap
notaris.
Sebagai upaya untuk mencegah adanya notaris yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik yang telah ditetapkan, maka Ikatan Notaris
Indonesia (INI) Wonogiri melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kode
Etik, dengan berdasarkan pada beberapa ketentuan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
1) Fakta Dugaan Pelanggaran Pasal 8 Kode Etik
69
a) Dewan Kehormatan Daerah Kabupaten Wonogiri dapat
mencari fakta atas dugaan Pelanggaran Kode Etik oleh anggota
Perkumpulan atas prakarsa sendiri atau setelah menerima
pengaduan secara tertulis dari anggota Perkumpulan atau orang
lain disertai bukti-bukti yang meyakinkan bahwa telah terjadi
dugaan Pelanggaran Kode Etik oleh anggota Perkumpulan.
b) Pelanggaran ataupun penerimaan pengaduan yang terlebih
dahulu diperiksa oleh satu Dewan Kehormatan, tidak boleh
lagi diperiksa oleh Dewan Kehormatan lainnya.
b. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Pertama
1) Dewan Kehormatan Daerah setelah menemukan fakta dugaan
Pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 di
atas, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
Dewan Kehormatan yang memeriksa wajib memanggil secara
tertulis anggota yang bersangkutan untuk memastikan terjadinya
Pelanggaran Kode Etik oleh anggota perkumpulan dan
memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk
memberikan penjelasan dan pembelaan. Pemanggilan tersebut
dikirimkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja
sebelum tanggal pemeriksaan.
2) Dalam hal anggota yang dipanggil tidak hadir pada tanggal yang
telah ditentukan, maka Dewan Kehormatan yang memeriksa akan
memanggil kembali untuk yang kedua kali selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah pemanggilan
pertama.
3) Dalam hal anggota yang dipanggil tidak hadir pada pemanggilan
kedua, maka Dewan Kehormatan yang memeriksa akan memanggil
kembali untuk yang ketiga kali selambat- lambatnya dalam waktu
14 (empat belas) hari kerja setelah pemanggilan kedua.
4) Apabila setelah pemanggilan ketiga ternyata masih juga tidak
hadir, maka Dewan Kehormatan yang memeriksa tetap bersidang
70
dan menentukan keputusan dan/atau penjatuhan sanksi
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Kode Etik.
5) Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dibuat berita acara
pemeriksaan yang ditandatangani oleh anggota yang bersangkutan
dan Dewan Kehormatan yang memeriksa. Dalam hal anggota yang
bersangkutan tidak bersedia menandatangani berita acara
pemeriksaan, maka berita acara pemeriksaan cukup ditandatangani
oleh Dewan Kehormatan yang memeriksa.
6) Dewan Kehormatan yang memeriksa, selambat-lambatnya dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal sidang terakhir,
diwajibkan untuk mengambil keputusan atas hasil pemeriksaan
tersebut sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya
apabila terbukti ada pelanggaran sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 6 Kode Etik yang dituangkan dalam Surat
Keputusan.
7) Apabila anggota yang bersangkutan tidak terbukti melakukan
Pelanggaran, maka anggota tersebut dipulihkan namanya dengan
Surat Keputusan Dewan Kehormatan yang memeriksa.
8) Dewan Kehormatan yang memeriksa wajib mengirimkan Surat
Keputusan tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan surat
tercatat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat, Dewan
Kehormatan Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan
Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.
Dalam hal keputusan Sanksi diputuskan oleh dan dalam
Kongres, wajib diberitahukan oleh Kongres kepada anggota yang
diperiksa dengan surat tercatat dan tembusannya kepada Pengurus
Pusat,DewanKehormatan Pusat,Pengurus Wilayah,Dewan Kehormatan
Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.
Pemeriksaan dan pengambilan keputusan sidang, Dewan
Kehormatan yang memeriksa harus: tetap menghormati dan
71
menjunjung tinggi martabat anggota yang bersangkutan; selalu
menjaga suasana kekeluargaan; merahasiakan segala hal yang
ditemukannya, sidang pemeriksaan dilakukan secara tertutup,
sedangkan pembacaan keputusan dilakukan secara terbuka, sidang
Dewan Kehormatan yang memeriksa sah jika dihadiri oleh lebih dari
1/2 (satu per dua) jumlah anggota. Apabila pada pembukaan sidang
jumlah korum tidak tercapai, maka sidang diundur selama 30 (tiga
puluh) menit. Apabila setelah pengunduran waktu tersebut korum
belum juga tercapai, maka sidang dianggap sah dan dapat mengambil
keputusan yang sah, setiap anggota Dewan Kehormatan yang
memeriksa mempunyai hak untuk mengeluarkan satu suara dan apabila
pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan
Kehormatan Daerah, maka tugas dan kewenangan Dewan Kehormatan
Daerah dilimpahkan kepada Dewan Kehormatan Wilayah.
c. Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Banding
Beberapa ketentuan yang diberlakukan oleh Ikatan Notaris
Indonesia (INI) dalam pemerintahan dan penjatuhan sanksi pada
tingkat banding, yaitu :
1) Permohonan banding dilakukan oleh anggota yang bersangkutan
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, setelah tanggal penerimaan
Surat Keputusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan
Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah.
2) Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim
langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan
Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat,
Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah
dan Dewan Kehormatan Daerah.
3) Dewan Kehormatan yang memutus sanksi selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat
tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/foto
copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.
72
4) Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan Pusat
wajib memanggil anggota yang mengajukan banding, selambat-
lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima permohonan tersebut untuk didengar keterangannya dan
diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan
Kehormatan Pusat.
5) Dewan Kehormatan Pusat wajib memutuskan permohonan banding
selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
anggota yang bersangkutan diperiksa pada sidang terakhir.
6) Apabila anggota yang dipanggil tidak hadir, maka Dewan
Kehormatan Pusat tetap akan memutuskan dalam waktu yang
ditentukan pada ayat (5) di atas.
7) Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirimkan Surat Keputusan
tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan
tembusannya kepada Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan
Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan
Daerah, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari
kerja setelah tanggal Surat Keputusan.
8) Dalam hal permohonan banding diajukan kepada Kongres, maka
permohonan banding dilakukan oleh anggota yang bersangkutan
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum Kongres
diselenggarakan.
9) Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim
langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Presidium
Kongres melalui Sekretariat Pengurus Pusat dan tembusannya
kepada Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus
Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan
Dewan Kehormatan Daerah.
10) Dewan Kehormatan yang memutus sanksi selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat
tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/foto
73
copy berkas pemeriksaan kepada Presidium Kongres melalui
Sekretariat Pengurus Pusat.
11) Kongres wajib mengagendakan pemeriksaan terhadap anggota
yang mengajukan banding untuk didengar keterangannya dan
diberi kesempatan untuk membela diri dalam Kongres.
12) Kongres wajib memutuskan permohonan banding dalam Kongres
tersebut.
13) Apabila anggota yang mengajukan banding tidak hadir dalam
Kongres, maka Kongres tetap akan memutuskan permohonan
banding tersebut.
14) Kongres melalui Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirimkan
Surat Keputusan tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan
surat tercatat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat, Pengurus
Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan
Dewan Kehormatan Daerah.
15) Keputusan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1)
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam hal :
a) Anggota dikenakan sanksi berupa teguran dan peringatan;
b) Anggota dikenakan sanksi berupa pemberhentian sementara
atau pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan, menerima
putusan tersebut dan tidak mengajukan banding dalam waktu
yang telah ditentukan;
c) Dewan Kehormatan Pusat/Kongres telah mengeluarkan
keputusan sanksi tingkat banding.
Ketentuan dan tata cara pemeriksaan atas dugaan pelanggaran
yang dilakukan oleh Anggota dan orang lain (yang sedang dalam
menjalankan jabatan Notaris), akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Dewan Kehormatan Pusat.
Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggaran Kode Etik pada Pasal
3 dan Pasal 4 akan diatur dalam Peraturan Dewan Kehormatan Pusat.
74
Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur
atau tata cara maupun penjatuhan sanksi, maka terhadap anggota
Perkumpulan yang telah melanggar Undang- Undang Jabatan Notaris
dan dikenakan sanksi pemberhentian dengan hormat atau
pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris oleh instansi yang
berwenang, maka anggota yang bersangkutan berakhir keanggotaannya
dalam Perkumpulan.
Pengenaan sanksi pemberhentian sementara atau pemberhenti-
an dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat dari
keanggotaan Perkumpulan terhadap Pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 di atas wajib diberitahukan oleh Pengurus
Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah dan tembusannya disampaikan
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
B. Pembahasan
1. Bentuk Pelanggaran Kode Etik Notaris yang Selama Ini Dilakukan Oleh
Notaris-notaris Wonogiri
Di Wonogiri sampai dengan saat ini sudah terdapat 21 (duapuluh
satu) notaris yang membuka kantornya di wilayah tersebut. Dengan
agenda pertemuan rutin anggota INI Wonogiri setiap bulan minggu kedua.
Untuk menghindari berbagai pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh Notaris, maka seorang notaris haruslah benar-benar memahami apa
yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sebagai satu-satunya pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, maka pemahaman
notaris terhadap akta itu sendiri haruslah benar-benar dipahami, sehingga
akta yang telah dikeluarkan notaris tersebut tidak menimbulkan
pertentangan hukum di kemudian hari.
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh semua anggota Ikatan
Notaris Indonesia (INI) Wonogiri. Menyatakan bahwa akta notaris adalah
dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris yang tujuannya adalah
75
sebagai alat pembuktian yang sah, mengikat dan mutlak, atas suatu
perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak di dalam akta tersebut.89
Akta yang dikeluarkan oleh notaris merupakan akta otentik yang
digunakan pada hukum pembuktian. Dakam proses dan prosedurnya harus
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Terkait permasalahan
tersebut dinyatakan bahwa suatu akta notaris harus memenuhi persyaratan
yang disyaratkan oleh ketentuan pasal 1868, dimana sifat dari aturan
tersebut adalah kumulatif, jadi secara keseluruhan harus terpenuhi, akta-
akta yang dibuat jika tidak memenuhi aturan yang terdapat dalam pasal
tersebut adalah bukan akta otentik.90
Tetapi dalam pelaksanaan lapangan, masih sering dijumpai adanya
akta yang tidak otentik atau dibawah tangan. Akta di bawah tangan bisa
dibuat sedemikian rupa atas dasar kesepakatan para pihak, tanggalnya bisa
dibuat kapan saja.91
Untuk menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, notaris
harus senantiasa berpedoman pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan
Kode Etik Notaris. Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris, dapat diketahui tugas dan kewenangan seorang
notaris yaitu membuat akta otentik. Disamping itu, notaris juga
memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai peraturan
perundang-undangan kepada pihak-pihak yang menghadapi kepadanya
berkaitan dengan pembuatan suatu akta.
Menurut GHS Lumban Tobing pada hakekatnya notaris hanya
“mengkonstatir” atau “merekam” secara tertulis dari perbuatan hukum
pihak-pihak yang berkepentingan.92
89Hasil Wawancara dengan RUTH SRI HADI ASTUTI, SH., Notaris Wonogiri, DewanKehormatan Daerah Notaris , Kabupaten Wonogiri, tanggal 22 April 2016
90 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
91Hasil Wawancara dengan Budi Hartoyo, SH, Notaris/PPAT Wonogiri MajelisPengawas Daerah Notaris Kabupaten Wonogiri, tanggal 24 Maret 2016
92 GHS. Lumban Tobing, 1983. Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 38
76
Tujuan pembuatan akta notaris oleh para pihak yang
berkepentingan agar perbuatan hukum yang dilakukannya dapat
dituangkan dalam suatu akta otentik yang merupakan alat bukti yang kuat
dan sempurna.93 Untuk itu proses pembuatan akta harus melalui prosedur
yang telah ditetapkan, akta yang dibuat harus memenuhi ketentuan Pasal
1868 KUHPerdata dan sesuai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yang mengatur tentang bentuk akta
notaris, terdiri atas awal akta, badan akta dan akhir/penutup akta.
Pelaksanaan tugas jabatan notaris sebagai pejabat umum yang telah
disahkan untuk mengabdi dan taat pada hukum diwujudkan lewat
kepatuhan pada norma dan etika. Seorang Notaris harus memiliki
kemampuan profesional tinggi dengan memperhatikan norma hukum yang
dilandasi dengan integritas moral, keluhuran martabat dan etika profesi
sehingga kepercayaan terhadap jabatan notaris tetap terjaga. Sudah
sewajarnya bila dari masyarakat muncul harapan dan tuntutan bahwa
pengembanan dan pelaksanaan profesi notaris selalu dijalankan dan taat
pada norma hukum dan etika profesi. Tuntutan ini menjadi faktor penentu
untuk mempertahankan citranya sebagai pejabat umum.
Perilaku yang profesional dari notaris lebih dititikberatkan pada
kemampuan dari seorang notaris itu secara kemampuan/skill, profesional
notaris terletak pada produk-produk akta yang dibuatnya, dapat
mengakomodir keinginan para pihak yang membuatnya, memenuhi syarat-
syarat dalam pembautan akta, memiliki kekuatan pembuatan yang kuat,
pendek kata akta yang dibuat oleh notaris itu mampu menjadi alat butkti
yang sempurna saat diperlukan sebagai alat bukti. Sedangkan moral
akhlak, atitude notaris adalah sikap mental yang harus dimiliki notaris
dalam rangka menunjang sisi profesionalnya tadi. Sebuah profesional
tanpa akhlak akan menjadi notaris yang terlalu “money oriented” dalam
menjalankan tugasnya. Perlu diingat bahwa notaris adalah pejabat umum
93 Hasil Wawancara dengan Budi Hartoyo, SH, Notaris/PPAT Wonogiri MajelisPengawas Daerah Notaris Kabupaten Wonogiri, tanggal 24 Maret 2016
77
yang diangkat dan diberhentikan oleh negara, sehingga harus memberikan
pelayanan yang baik kepada semua lapisan masyarakat tanpa membeda-
bedakan strata atau golongan tertentu (bukan mengatas dasarkan karena
pertimbangan uang semata).94
Notaris dalam pelaksanaan jabatannya harus dikontrol dengan kode
etik notaris. Dalam hal ini ada beberapa pertimbangan yuridis yang harus
perhatikan, antara lain :
a. Notaris adalah pejabat publik yang bertugas untuk melaksanakan
jabatan publik
b. Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak boleh mencemarkan nama
baik dari korps pengemban profesi hukum.
c. Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak mencemarkan nama baik
dari lembaga Notariat.
d. Karena Notaris bekerja dengan menerapkan hukum di dalam produk
yang dihasilkannya, kode etik ini diharapkan senantiasa mengingat
untuk menjunjung tinggi keluhuran dari tugas dan martabat
jabatannya, serta menjalankan tugas dengan memenuhi persyaratan
yang ditentukan oleh perundang-undangan.95
Perilaku profesionalisme dalam diri seorang notaris sangatlah
perlu, dimana perilaku profesional disini tidak hanya terhadap sisi
pekerjaan sebagai seorang notaris secara tersendiri tetapi juga mengkaji
hal-hal yang berkenaan tentang kepribadian notaris tersebut. Disini sangat
dihindari adanya sisi-sisi persaingan yang tidak sehat antar rekan,
menjelek-jelekan sesama rekan, menjaga kesatuan antara sesama anggota
ikatan atau rekan profesi.96
Pendapat senada disampaikan oleh Budi Hartoyo, SH yang
menyatakan bahwa selain etika profesi, seorang notaris diharuskan pula
94 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
95 Hasil Wawancara dengan Budi Hartoyo, SH, Notaris/PPAT Wonogiri MajelisPengawas Daerah Notaris Kabupaten Wonogiri, tanggal 24 Maret 2016
96 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
78
memiliki prilaku profesional (professional behavior).97
Pelaksanaan tugas dan tanggungjawab notaris pada prinsipnya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu ketentuan kode
etik notaris terbaru yang disahkan pada Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia di Banten pada tahun 2015.
Penerapan Kode Etik Notaris di wilayah Kabupaten Wonogiri
didasarkan pada ketentuan terbaru, bahwa seorang notaris haruslah
memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik; menghormati dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris; menjaga dan
membela kehormatan Perkumpulan; berperilaku jujur, mandiri, tidak
berpihak, amanah, seksama, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris;
Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian profesi yang telah dimiliki
tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan;
Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;
Memberikan jasa pembuatan akta dan kewenangan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium; Menetapkan
satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-
satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
jabatan sehari-hari; Memasang 1 (satu) papan nama di depan/di
lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150
cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat: nama lengkap dan
gelaryang sah; tanggal dan nomor surat keputusan pengangkatan yang
terakhir sebagai notaris; tempat kedudukan; alamat kantor dan nomor
telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna
hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca.
Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk
pemasangan papan nama dimaksud;
97 Hasil Wawancara dengan Budi Hartoyo, SH, Notaris/PPAT Wonogiri MajelisPengawas Daerah Notaris Kabupaten Wonogiri, tanggal 24 Maret 2016
79
Notaris yang menjadi anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI)
Kabupaten Wonogiri diwajibkan untuk hadir, mengikuti dan berpartisipasi
aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan;
menghormati, mematuhi, melaksana kan peraturan dan keputusan
perkumpulan; Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib;
Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang
meninggal dunia; Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang
honorarium yang ditetapkan Perkumpulan; Menjalankan jabatan Notaris di
kantornya, kecuali karena alasan-alasan tertentu; Menciptakan suasana
kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan
kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik,
saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu
berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim; Memperlakukan setiap
klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi
dan/atau status sosialnya; Membuat akta dalam jumlah batas kewajaran
untuk menjalankan peraturan perundang- undangan, khususnya Undang-
Undang tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik.
Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri juga
menerapkan adanya larangan terhadap notaris yang menjadi anggotanya.
Adapun beberapa larangan tersebut, diantaranya adalah Mempunyai lebih
dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan;
Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi "Notaris/Kantor
Notaris" di luar lingkungan kantor; Melakukan publikasi atau promosi diri,
baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama
dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik,
dalam bentuk: iklan; ucapan selamat; ucapan belasungkawa; ucapan terima
kasih; kegiatan pemasaran; egiatan sponsor, baik dalam bidang sosial,
keagamaan, maupun olah raga.
Notaris juga dilarang untuk bekerja sama dengan biro
jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai
perantara untuk mencari atau mendapatkan klien; menandatangani akta
80
yang proses pembuatannya telah dipersiapkan oleh pihak lain;
mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani. Selain itu
anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri juga dilarang
berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah
dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada
klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain;
melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-
dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis
dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya;
melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang
menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama
rekan Notaris; menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien
dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan
Perkumpulan; mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus
karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari
Notaris yang bersangkutan, termasuk menerima pekerjaan dari karyawan
kantor Notaris lain; menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris
atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi
dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang
ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau
membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan
kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya
dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah
timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan
ataupun rekan sejawat tersebut.
Selain itu notaris juga dilarang melakukan Kewajiban dan
melakukan Pelanggaran terhadap Larangan sebagaimana dimaksud dalam
Kode Etik dengan menggunakan media elektronik, termasuk namun tidak
terbatas dengan menggunakan internet dan media sosial; membentuk
kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan
untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup
81
kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi; menggunakan dan
mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; membuat akta melebihi batas kewajaran yang
batas jumlahnya ditentukan oleh Dewan Kehormatan; Mengikuti
pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan/pembuatan akta.
Adanya notaris anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten
Wonogiri yang melanggar ketentuan di atas, akan mendapatkan sanksi
berupa teguran; peringatan; pemberhentian sementara dari keanggotaan
perkumpulan; pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan
perkumpulan; pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
perkumpulan.
Penjatuhan sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota
yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas
pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.
Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk memutuskan dan
menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota
biasa (dari Notaris aktif) Perkumpulan, terhadap pelanggaran norma susila
atau perilaku yang merendahkan harkat dan martabat notaris, atau
perbuatan yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap
notaris.
Upaya mencegah adanya notaris yang melakukan pelanggaran
terhadap kode etik yang telah ditetapkan, maka INI Kabupaten Wonogiri
melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik, dengan berdasarkan
pada beberapa ketentuan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
Dewan Kehormatan Daerah Kabupaten Wonogiri dapat
mencari fakta atas dugaan Pelanggaran Kode Etik oleh anggota
Perkumpulan atas prakarsa sendiri atau setelah menerima pengaduan
secara tertulis dari anggota Perkumpulan atau orang lain disertai bukti-
bukti yang meyakinkan bahwa telah terjadi dugaan Pelanggaran Kode
Etik oleh anggota Perkumpulan.
82
Pelanggaran ataupun penerimaan pengaduan yang terlebih
dahulu diperiksa oleh satu Dewan Kehormatan, tidak boleh lagi
diperiksa oleh Dewan Kehormatan lainnya.
b. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Pertama
Dewan Kehormatan Daerah Kabuaten Wonogiri setelah
menemukan fakta dugaan Pelanggaran Kode Etik, selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja Dewan Kehormatan yang
memeriksa wajib memanggil secara tertulis anggota yang bersangkutan
untuk memastikan terjadinya Pelanggaran Kode Etik oleh anggota
perkumpulan dan memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan
untuk memberikan penjelasan dan pembelaan. Pemanggilan tersebut
dikirimkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sebelum
tanggal pemeriksaan.
Dalam hal anggota yang dipanggil tidak hadir pada tanggal
yang telah ditentukan, maka Dewan Kehormatan yang memeriksa akan
memanggil kembali untuk yang kedua kali selambat-lambatnya dalam
waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah pemanggilan pertama.
Dalam hal anggota yang dipanggil tidak hadir pada
pemanggilan kedua, maka Dewan Kehormatan yang memeriksa akan
memanggil kembali untuk yang ketiga kali selambat- lambatnya dalam
waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah pemanggilan kedua.
Apabila setelah pemanggilan ketiga ternyata masih juga tidak hadir,
maka Dewan Kehormatan yang memeriksa tetap bersidang dan
menentukan keputusan dan/atau penjatuhan sanksi sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 Kode Etik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dibuat berita acara
pemeriksaan yang ditandatangani oleh anggota yang bersangkutan dan
Dewan Kehormatan yang memeriksa. Dalam hal anggota yang
bersangkutan tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan,
maka berita acara pemeriksaan cukup ditandatangani oleh Dewan
Kehormatan yang memeriksa.
83
Dewan Kehormatan yang memeriksa, selambat-lambatnya
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal sidang terakhir,
diwajibkan untuk mengambil keputusan atas hasil pemeriksaan
tersebut sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya apabila
terbukti ada pelanggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6
Kode Etik yang dituangkan dalam Surat Keputusan. Apabila anggota
yang bersangkutan tidak terbukti melakukan Pelanggaran, maka
anggota tersebut dipulihkan namanya dengan Surat Keputusan Dewan
Kehormatan yang memeriksa.
Dewan Kehormatan yang memeriksa wajib mengirimkan Surat
Keputusan tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan surat
tercatat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan
Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus
Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.
Dalam hal keputusan Sanksi diputuskan oleh dan dalam
Kongres, wajib diberitahukan oleh Kongres kepada anggota yang
diperiksa dengan surat tercatat dan tembusannya kepada Pengurus
Pusat, Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan
Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan
Daerah.
Pemeriksaan dan pengambilan keputusan sidang, Dewan
Kehormatan yang memeriksa harus: tetap menghormati dan
menjunjung tinggi martabat anggota yang bersangkutan; selalu
menjaga suasana kekeluargaan; merahasiakan segala hal yang
ditemukannya, sidang pemeriksaan dilakukan secara tertutup,
sedangkan pembacaan keputusan dilakukan secara terbuka, sidang
Dewan Kehormatan yang memeriksa sah jika dihadiri oleh lebih dari
1/2 (satu per dua) jumlah anggota. Apabila pada pembukaan sidang
jumlah korum tidak tercapai, maka sidang diundur selama 30 (tiga
puluh) menit. Apabila setelah pengunduran waktu tersebut korum
belum juga tercapai, maka sidang dianggap sah dan dapat mengambil
84
keputusan yang sah, setiap anggota Dewan Kehormatan yang
memeriksa mempunyai hak untuk mengeluarkan satu suara dan apabila
pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan
Kehormatan Daerah, maka tugas dan kewenangan Dewan Kehormatan
Daerah dilimpahkan kepada Dewan Kehormatan Wilayah.
c. Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Banding
Beberapa ketentuan yang diberlakukan oleh INI Kabupaten
Wonogiri dalam pemerintahan dan penjatuhan sanksi pada tingkat
banding, bahwa permohonan banding dilakukan oleh anggota yang
bersangkutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, setelah tanggal
penerimaan Surat Keputusan penjatuhan sanksi dari Dewan
Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah. Permohonan
banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim langsung oleh
anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Pusat dan
tembusannya kepada Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan
Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan
Daerah.
Dewan Kehormatan yang memutus sanksi selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat
tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/foto
copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan
Pusat wajib memanggil anggota yang mengajukan banding, selambat-
lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima
permohonan tersebut untuk didengar keterangannya dan diberi
kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan
Pusat. Dewan Kehormatan Pusat wajib memutuskan permohonan
banding selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah anggota yang bersangkutan diperiksa pada sidang terakhir.
Apabila anggota yang dipanggil tidak hadir, maka Dewan Kehormatan
85
Pusat tetap akan memutuskan dalam waktu yang ditentukan pada ayat
(5) di atas.
Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirimkan Surat Keputusan
tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan
tembusannya kepada Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan
Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan
Daerah, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
setelah tanggal Surat Keputusan. Dalam hal permohonan banding
diajukan kepada Kongres, maka permohonan banding dilakukan oleh
anggota yang bersangkutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sebelum Kongres diselenggarakan.
Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim
langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Presidium Kongres
melalui Sekretariat Pengurus Pusat dan tembusannya kepada Pengurus
Pusat, Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan
Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan
Daerah. Dewan Kehormatan yang memutus sanksi selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat
tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/foto
copy berkas pemeriksaan kepada Presidium Kongres melalui
Sekretariat Pengurus Pusat.
Kongres wajib mengagendakan pemeriksaan terhadap anggota
yang mengajukan banding untuk didengar keterangannya dan diberi
kesempatan untuk membela diri dalam Kongres. Kongres wajib
memutuskan permohonan banding dalam Kongres tersebut. Apabila
anggota yang mengajukan banding tidak hadir dalam Kongres, maka
Kongres tetap akan memutuskan permohonan banding tersebut.
Kongres melalui Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirimkan Surat
Keputusan tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan surat
tercatat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah,
86
Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan
Kehormatan Daerah.
Keputusan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1)
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam hal :
1) Anggota dikenakan sanksi berupa teguran dan peringatan;
2) Anggota dikenakan sanksi berupa pemberhentian sementara atau
pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak
hormat dari keanggotaan Perkumpulan, menerima putusan tersebut
dan tidak mengajukan banding dalam waktu yang telah ditentukan;
3) Dewan Kehormatan Pusat/Kongres telah mengeluarkan keputusan
sanksi tingkat banding.
Ketentuan dan tata cara pemeriksaan atas dugaan pelanggaran
yang dilakukan oleh Anggota dan orang lain (yang sedang dalam
menjalankan jabatan Notaris), akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Dewan Kehormatan Pusat. Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggaran
Kode Etik pada Pasal 3 dan Pasal 4 akan diatur dalam Peraturan
Dewan Kehormatan Pusat. Tanpa mengurangi ketentuan yang
mengatur tentang prosedur atau tata cara maupun penjatuhan sanksi,
maka terhadap anggota Perkumpulan yang telah melanggar Undang-
Undang Jabatan Notaris dan dikenakan sanksi pemberhentian dengan
hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris oleh
instansi yang berwenang, maka anggota yang bersangkutan berakhir
keanggotaannya dalam Perkumpulan.
Pengenaan sanksi pemberhentian sementara atau pemberhenti-
an dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat dari
keanggotaan Perkumpulan terhadap Pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 di atas wajib diberitahukan oleh Pengurus
Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah dan tembusannya disampaikan
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis bentuk pelanggaran kode
etik oleh notaris di wilayah Kabupaten Wonogiri, yaitu :
87
a. Notaris Tidak Membacakan Akta (1 Notaris).
Adanya kasus pelanggaran kode etik notaris di wilayah
Kabupaten Wonogiri yaitu tidak membacakan akta di hadapan para
penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan
ditandatangani pada saat itu juga oleh para penghadap. Mencermati
permasalahan ini, perlu diperhatikan syarat formil pembuatan akta
antara lain:
1) Dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yaitu di hadapan
Notaris;
2) Dihadiri oleh para pihak;
3) Kedua belah pihak dikenal atau dikenalkan kepada notaris;
4) Dihadiri oleh dua orang saksi;
5) Menyebut identitas Notaris, penghadap dan para saksi;
6) Menyebut tempat, hari, tanggal, bulan, tahun dibuatnya akta;
7) Notaris membacakan akta di hadapan penghadap dan saksi-saksi;
8) Ditandatangani oleh semua pihak, saksi, dan Notaris;
9) Penegasan pembacaan, penerjemahan, dan penandatangan pada
penutup akta; dan
10) Mengenai kedudukan Notaris di daerah kabupaten atau kota.
Apabila salah satu saja syarat tersebut tidak terpenuhi, maka
akan mengakibatkan akta Notaris yang bersangkutan cacat formil,
akibatnya akta tersebut kehilangan kekuatan pembuktian sempurnanya,
dan hanya menjadi akta di bawah tangan.
Merujuk dan sependapat dengan Tan Thong Kie.98 yang
menyatakan bahwa terdapat kebiasaan di kalangan Notaris yang tidak
lagi membaca aktanya sehingga akta itu menjadi akta di bawah tangan.
Di dalam akta ia menulis bahwa akta itu “telah dibacakan oleh saya,
Notaris”, padahal ia tidak membacanya. Ia berbohong dan dengan itu
98Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris, Ikhtiar Baru, Jakarta,hlm. 634.
88
membuat pemalsuan akta. Apalagi banyak Notaris membiarkan para
penghadap menandatangani akta di hadapan asistennya, sehingga
keterangan Notaris itu ”telah berhadapan dengan para penghadap”
perlu diragukan pula. Bahwa dengan tidak membaca akta dan tidak
melihat siapa yang menandatangani akta, Notaris yang berbuat
demikian menurunkan martabat pekerjaan dan jabatannya yang mulia
itu. Seharusnya Notaris yang tidak membacakan akta diberikan sanksi
yang bisa mengakibatkan efek jera, karena apabila hanya diberikan
teguran lisan ataupun tertulis, kemungkinan akan mengulangi lagi.
b. Para Pihak Tidak Tandatangan di Hadapan Notaris (1 Notaris)
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dampak jumlah
Notaris yang tiap tahun meningkat, demikian juga di wilayah
Kabupaten Wonogiri, dapat mengakibatkan persaingan yang tidak
sehat. Notaris yang berperilaku baik dan melaksanakan tugas
jabatannya secara profesional menjadi tersisih seiring bermunculannya
Notaris baru yang sering melakukan pelanggaran. Kasus Notaris yang
para pihaknya tidak bertanda tangan di hadapannya sekaligus Notaris
tidak membacakan akta di hadapannya juga sering terjadi di wilayah
Kabupaten Wonogiri ini, hanya saja kemungkinan hanya sedikit yang
diketahui/dilaporkan dan ditindaklanjuti. Praktek Notaris yang
demikian sebenarnya tidak hanya melanggar sumpahnya tetapi bahkan
bisa dikategorikan dengan Notaris tidak beriktikad baik dan sengaja
ingin membuat akta palsu, yang mengarah pada perbuatan tindak
pidana dan dapat diajukan ke pengadilan, namun dalam kenyataannya
sulit dilakukan karena pada umumnya orang yang membutuhkan jasa
Notaris tidak mengetahui dan bersikap tidak peduli atas praktek-
praktek tersebut.
Pelanggaran kode etik Notaris di Kabupaten Wonogiri, telah
dilakukan pemeriksaan terhadap Notaris tersebut dan berkas laporan
dari kuasa hukumnya, ditemukan fakta-fakta bahwa Notaris tersebut
89
telah membuat akta kuasa menjual di mana para pihak baik pemberi
kuasa maupun penerima kuasa tidak menandatangani akta tersebut di
hadapan Notaris. Mengacu pada Pasal 16 dan 17 UUJN, seharusnya
Notaris bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan hukum. Oleh karena
itu perbuatan Notaris tersebut telah mengakibatkan kerugian orang
berupa peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
R. Subekti menyatakan secara umum adanya tanda tangan dari
para penghadap diperlukan dalam suatu akta Notaris. 99
Hal ini menandakan para penghadap tersebut telah menyetujui
apa yang terdapat atau yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak,
yaitu para penghadap itu sendiri. Membubuhi tanda tangan harus
mempunyai arti sebagai melihat (membaca) dan menyetujui apa yang
ditulis. Dimana seharusnya menurut penulis, dalam melaksanakan
tugas jabatan, Notaris harus mematuhi UUJN dan Kode Etik Notaris.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang
merupakan pengganti Notaris Reglement Stb. 1860 nomor 3 Peraturan
Jabatan Notaris (PJN) mengandung muatan hukum materiil dan hukum
formil. Hukum materiil menyangkut ketentuan tentang kedudukan dan
fungsi Notaris, seperti pada Pasal 1, demikian pula dengan pengawasan
terhadap Notaris dan apa yang dibuatnya. Hukum formil tidak kurang
pentingnya, misalnya sebagai alat pembuktian yang otentik harus
dipenuhi semua ketentuan yang diperlukan agar suatu akta notaris
mempunyai bentuk yang sah. Jika tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan
itu akan menyebabkan sifat otentiknya.
Terkait akta yang dibuat Notaris, penandatanganan suatu akta
harus dilakukan sesuai dengan tempat atau kedudukan dan wilayah
kerja Notaris, sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Jabatan Notaris, yang berbunyi: Notaris mempunyai tempat kedudukan
99R. Subekti, 2008, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 35
90
di daerah kabupaten atau kota, dan Notaris mempunyai wilayah jabatan
meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.
Secara formil dalam pelaksanaan tugas jabatannya, Notaris seharusnya:
1) Melakukan pengenalan terhadap penghadap berdasarkan
identitasnya diperlihatkan kepada Notaris.
2) Menanyakan dan mencermati kehen- dak para pihak,
3) Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan para
pihak.
4) Memberikan saran dan membuatkan minuta untuk memenuhi
keinginan para pihak tersebut.
5) Memenuhi segala teknik adiministratif pembuatan akta seperti
pembacaan, penandatanganan, memberikan salin- an, dan
pemberkasan untuk Minuta;
6) Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
jabatan notaris; dan
7) Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan UUJN, kecuali
ada alasan untuk menolaknya.
Notaris juga harus melihat identitas penghadap, apakah ia mewakili
diri sendiri pribadi, atau mewakili badan atau institusi tertentu.
c. Notaris Tidak Berada di Wilayah Kerja (1 Notaris)
Pasal 18 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
menentukan bahwa Notaris harus berkedudukan di daerah kabupaten
atau kota. Setiap Notaris sesuai dengan keinginannya mempunyai
tempat dan kedudukan, dan berkantor di kabupaten atau kota
sebagaimana dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris. Pasal tersebut menjelaskan bahwa Notaris dalam
menjalankan tugasnya tidak hanya berada di tempat kedudukannya,
karena Notaris mempunyai wilayah jabatan seluruh provinsi. Hal ini
dijalankan dengan ketentuan bahwa Notaris ketika menjalankan tugas
jabatannya yakni membuat akta di luar tempat kedudukannya, maka
91
Notaris tersebut harus berada di tempat akta harus dibuat, dan pada
akhir akta harus disebutkan tempat (kota atau kabupaten) pembuatan
atau penyelesaian akta. Menjalankan tugas jabatan di luar tempat
kedudukan Notaris dalam wilayah jabatan satu provinsi tidak
merupakan suatu pelangaran.
Notaris membuat akta di luar wilayah jabatannya akan tetapi
yang bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-olah
dilakukan dalam wilayah hukum kewenangannya, atau seolah-olah
dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut melanggar Pasal
17 huruf (a) UUJN, Notaris dilarang untuk menjalankan jabatannya di
luar daerah jabatannya. Akan tetapi dimungkinkan seorang Notaris
membuat akta di luar wilayah jabatannya, antara lain: Pasal 942 jo. 397
KUH Perdata yaitu penyerahan surat rahasia untuk dibuka oleh harta
peninggalan di dalam daerah tempat wasiat itu dibuka, dan Pasal 157,
159, 161 KUH Perdata, yaitu ada kemungkinan notaris menjalankan
jabatannya di luar wilayahnya apabila Notaris tersebut baik dalam
perkara perdata maupun dalam perkara pidana harus menyerahkan
minuta aktanya dan membuat salinan dari akta itu untuk protokolnya.
d. Notaris Membuka Kantor Lebih dari Ketentuan (1 Notaris)
Makin ketatnya persaingan antar Notaris di suatu wilayah yang
sama memungkinkan oknum Notaris berbuat membuka kantor cabang
dengan cara, setiap cabang dalam waktu yang bersamaan,
melangsungkan dan memproduksi akta Notaris yang seolah-olah ke
semua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris melanggar pasal 19
UUJN. Persaingan sesama Notaris disebabkan karena makin
banyaknya jumlah Notaris dalam suatu wilayah bisa saja makin ketat
dan menjurus pada persaingan yang tidak sehat. Hal ini bisa ditandai
dari upaya ‘jemput bola’ sehingga klien didatangi langsung oleh
pegawai Notaris, dengan menawarkan tarif yang mungkin di bawah
standar dan promosi via media elektronik/cetak. Sependapat dengan
92
Arie Siswanto100 menegaskan bahwa untuk dapat dikualifikasi sebagai
tindak persaingan, harus memenuhi 3 (tiga)unsur yakni: perjuangan,
diperebutkan 2 (dua) orang atau lebih, dan terhadap obyek yang sama,
maka penulis menyimpulkan bahwa saat ini memang sudah pada taraf
persaingan antar rekan Notaris.
Seharusnya perilaku tersebut tidak perlu terjadi jika Notaris
saling menjaga diri, harkat dan martabatnya dijunjung tinggi. Penulis
juga sependapat dengan Liliana Tedjasaputra101 bahwa sekalipun
keahlian seorang Notaris bisa dimanfaatkan sebagai upaya
mendapatkan klien, namun dalam menjalankan tugas profesinya
Notaris tidak semata-mata didorong oleh keinginan atau pertimbangan
uang. Seorang Notaris profesional harus tetap berpegang teguh pada
rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan
tidak semata-mata membuat alat bukti formal untuk mengejar adanya
kepastian hukum dengan mengabaikan rasa keadilan.
Kode etik Notaris menyebutkan bahwa Notaris dalam
menjalankan jabatannya dilarang mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor
baik kantor cabang atau perwakilan. Bahkan memasang papan nama di
luar lingkungan kantor sebagai upaya promosi pun dilarang. Notaris
dituntut keahlian dan keterampilannya dalam pelaksanaan tugas
jabatannya, namun kepribadian yang baik berdasarkan sikap mandiri
dan tidak memihak harus diutamakan. Sikap bebas atau mandiri serta
jujur, berani berbuat sesuai hati nurani sangatlah penting supaya
Notaris tidak memihak pada salah satu pihak yang menguntungkannya
secara finansial atau yang membayar Notaris tersebut. Persaingan antar
Notaris ataupun wilayah kerja yang mungkin saja sepi bisa saja
memicu terjadinya pelanggaran Notaris, sehingga Notaris ingin
memperluas jaringan dengan membuka 2 (dua) kantor, bahkan masih
100 Arie Siswanto, 2002. Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.13.101 Liliana Tedjasaputra, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang,
hlm. 86
93
ditambah dengan pelanggaran lain yakni tidak membacakan akta.
Kasus (seorang Notaris memiliki dua kantor) yang telah diberikan
teguran tertulis hingga teguran kedua. Memang benar pembinaan dan
pengawasan Notaris perlu dilakukan pemeriksaan protokol Notaris
oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris setempat; ternyata adanya
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf d jo. Pasal 19
ayat (1), Undang- Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris,
sehingga bersangkutan diberikan pembinaan dalam bentuk sanksi.
e. Permasalahan PlangNama dan PindahAlamat Tidak Melapor(1Notaris)
Pelanggaran kode etik notaris yang terjadi adalah adanya plang
nama dan pindah alamat tanpa melapor. Seharusnya Notaris yang
beriktikad baik, akan melaporkan kepindahannya, dan tidak memasang
plang nama yang mengelabui masyarakat, bahkan jelas dapat dinilai
membuka kantor lebih dari ketentuan yang berlaku. Tindakan Notaris
ini sangat tidak terpuji dan melanggar kode etik, perlu diberikan sanksi
yang tegas agar tidak menjadi preseden bagi Notaris lain. Jika
dilakukan pembiaran, maka dimungkinkan akan banyak plang nama
Notaris diberbagai tempat sebagai ‘calo sertifikat’ karena sebenarnya
kantor yang terpampang plang nama tersebut hanya kosong, hanya
sedikit berkas untuk mengelabui seakan-akan benar merupakan kantor,
dan hanya ditunggui oleh satu karyawan saja.
Persaingan antar rekan Notaris yang tidak sehat semakin
menjurus pada persaingan usaha tidak sehat antar rekan Notaris.
Mereka pro aktif turun ke pasar mendatangi klien, menawarkan jasa,
melakukan negosiasi honor dan melakukan peri- katan layaknya
pebisnis pada umumnya. Penulis sangat sependapat dengan P.
Nicolai102 pengawasan merupakan langkah preventif untuk
memaksakan kepatuhan. Penegakan hukum tidak boleh hanya
dilakukan setengah-setengah, akan tetapi harus ber- kesinambungan,
102 Ridwan H.R., 2002, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 311
94
baik preventif dan represif.
f. Notaris Membuat Salinan Akta Tidak Sesuai dengan Minuta (1Notaris)
Pelanggaran kode etik notaris selanjutnya adalah adanya
Notaris membuat salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta. Pasal
16 dan 17 UUJN menentukan kewajiban dan larangan Notaris yaitu di
antaranya bekerja secara seksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang melakukan perbuatan hukum. Ketika
seorang Notaris membuat salinan akta, Notaris harus mencocokkan
dengan minuta aslinya, sesuai dengan kompetensinya, agar akta tidak
kehilangan otentitasnya. Apabila dalam prakteknya, Notaris tidak
membuat salinan akta tersebut sesuai dengan aslinya, maka Notaris
tersebut telah melanggar kewenangan dan telah menyebabkan Minuta
yang dibuatnya mengandung keterangan palsu. Selain dalam
pembuatan salinan, dalam hal pembuatan Minuta pun Notaris harus
berhati-hati jangan sampai mengandung keterangan palsu, jika tidak
maka Notaris harus bertanggung jawab secara hukum. Bentuk
tanggungjawab hukum Notaris adalah tanggung jawab terhadap hukum
perdata, hukum pidana, UUJN, dan Kode Etik Notaris. Selain itu,
seorang Notaris selaku pejabat umum, juga harus bertanggungjawab
atas kebenaran materiil atas Minuta yang dibuatnya, seorang Notaris
harus menjamin bahwa minuta yang dibuatnya merupakan suatu
Minuta yang otentik.
Sependapat dengan Wahyudi Sulistia Nugroho103 yang
menjelaskan bahwa dalam pembuatan akta yang dilakukan Notaris,
setiap kata yang dibuat dalam akta harus terjamin otentisitasnya. Oleh
karena itu, dalam proses pembuatan dan pemenuhan persyaratan
pembuatan akta diperlukan tingkat kecermatan yang memadai.
Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan dan berkas laporan
103 Wahyudi Sulistia Nugroho, ”Pembatalan Akta Notaris oleh Hakim”, ADIL JurnalHukum, Vol. 1, No. 3, Desember 2010, hlm. 288
95
dari kuasa hukum menemukan fakta-fakta bahwa notaris telah
membuat akta kuasa menjual dimana para pihak baik pemberi maupun
penerima kuasa tidak menandatangani akta di hadapan notaris tersebut.
Notaris dinilai tidak bertindak jujur, saksama, mandiri,
berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
pembuatan hukum. Pelanggaran lainnya adalah Terlapor membuat
salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta, Notaris juga tidak
membacakan akta di hadapan para penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga
oleh para penghadap. Jadi menurut penulis, Notaris tersebut telah
melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2014 tentang Jabatan Notaris yaitu tidak bertindak jujur, saksama,
mandiri, berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
pembuatan hukum. Selain itu telah melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yaitu
membuat salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta. Selain itu,
Notaris tersebut telah melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf i Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yaitu Terlapor
tidak membacakan akta di hadapan para penghadap dengan dihadiri
oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu
juga oleh para penghadap. Notaris tersebut melanggar Pasal 39 ayat
(2), Pasal 40 ayat (1), Pasal 44 ayat (1), Pasal 54 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pelanggaran
sebagaimana tersebut pada butir 3, 4, dan 5 dapat dikenai saksi dengan
ketentuan sesuai dengan Pasal 85 Undang- undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, pasal 84 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sudah sepatutnya MPW
berdasarkan Pasal 73 ayat (1) huruf e Undang- Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris memberikan sanksi berupa
teguran lisan atau teguran tertulis. Selain itu berdasarkan Pasal 73 ayat
96
(1) huruf f Majelis Pengawas Wilayah berdasar hasil pemeriksaan,
berwenang mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris terhadap
Majelis Pengawas Pusat berupa pemberhentian sementara 3(tiga) bulan
sampai dengan 6(enam) bulan sampai pemberhentian tidak hormat.
Dengan banyaknya jumlah Notaris di Kabupaten Wonogiri,
telah memunculkan beberapa kasus terkait pelanggaran kode etik
notaris. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebanyakan
terhadap pelanggaran tersebut telah diberikan teguran lesan, dan
namun demikian ada juga notaris yang diusulkan pemberhentian
sementara, dikarenakan bentuk pelanggarannya tergolong cukup berat.
Permasalahan Notaris tersebut dinilai cukup berat, karena selain telah
membuat akta kuasa menjual yang para pihak baik pemberi kuasa
maupun penerima kuasa tidak menandatangani akta tersebut di
hadapan Notaris terlapor, tidak bertindak jujur, saksama, mandiri,
berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
pembuatan hukum, yang bersangkutan juga membuat salinan akta
tidak sesuai dengan minuta akta, serta tidak membacakan akta di
hadapan para penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua)
orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh para penghadap.
Mengingat tanggungjawab dan kepercayaan yang besar dan
berat di pundak Notaris tersebut,maka Notaris perlu dibina dan di
awasi,yang semuanya bertujuan untuk mengangkat keluhuran martabat
jabatan Notaris. Notaris dituntut untuk patuh terhadap peraturan
perundangan dan tidak melakukan kesalahan atau pun perbuatan
tercela di masyarakat. Kode Etik dijadikan panduan ataupun tolok ukur
bagi perilaku tersebut. Dengan mengikuti pendapat Habieb Adjie104
bahwa Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan
rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para
104 Habieb Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagaiPejabat Publik, Rafika Aditama, Bandung, hlm. 78.
97
pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali undang-undang
memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan
keterangan/pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya.
Notaris dalam hal ini berperan penting dalam pengarsipan dokumen
penting, misalnya transaksi para pihak. Jadi seharusnya Notaris selalu
menjaga kewibawaannya, baik dalam nejalankan jabatannya maupun
ketika berperilaku dalam masyarakat.
Notaris sebagai profesional yang sekaligus pejabat umum yang
melayani kepentingan masyarakat, seharusnya memegang teguh
amanah yang telah dipercayakan oleh para pihak kepadanya. Merujuk
dan sependapat dengan Habieb Adjie105 pelaksanaan tugas Notaris
sebagai jabatan kepercayaan dimulai ketika calon Notaris disumpah
atau mengucapkan janji berdasarkan agama masing-masing sebagai
Notaris. Sumpah atau janji sebagai Notaris mengandung makna yang
sangat dalam yang harus dijalankan dan mengikat selama menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris. Sumpah atau janji tersebut mengandung
dua hal yang harus dipahami yaitu: Notaris wajib bertanggungjawab
kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang diucapkan berdasarkan
agama masing-masing artinya segala sesuatu yang dilakukan Notaris
dalam menjalankan tugas jabatannya akan diminta
pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan dan
Notaris wajib bertanggungjawab kepada Negara dan masyarakat,
artinya Negara telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai
tugas negara dalam bidang hukum perdata, yaitu dalam pembuatan alat
bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna
dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa Notaris mampu
memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta Notaris, dan
percaya bahwa Notaris mampu menyimpan (merahasiakan) segala
keterangan atau ucapan yang diberikan di hadapan Notaris.
105 Ibid., hlm. 184-185.
98
Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri telah
berusaha untuk menginventarisasi penyimpangan tugas profesi Notaris,
dari bentuk pelanggaran dengan membuka cabang yang mungkin untuk
produksi akta, maupun kasus yang melanggar lainnya yang lebih
kompleks. Menurut penulis, jika memang Kode Etik dilaksanakan
untuk menegakkan UUJN dan menjaga keluhuran martabat jabatan
Notaris, maka seharusnya penerapan sanksi Kode Etik ini lebih
dipertegas, jangan hanya dikeluarkan dari keanggotaan Ikatan Notaris
Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri. Karena bisa saja secara rasional,
Notaris akan tetap berpraktek sebagaimana biasa tanpa harus menjadi
anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri.
Pembinaan dan pengawasan Notaris akan dapat berhasil baik
jika pihak yang melakukan pembinaan dan pengawasan itu pun
menguasai dan memahami bidang kerja Notaris dan ketentuan
hukumnya. Ikatan Notaris Indonesia (INI) pun harus terdiri atas
anggota yang menjunjung tinggi profesionalisme dan keahlian
berdasarkan kepakaran/senioritas atau rekam jejak yang baik dalam
bidang kenotariatan. UUJN sebenarnya telah mewadahi hal ini dalam
Pasal 67 bahwa pengawasan Notaris dilakukan oleh Menteri.
Pembinaan notaris memang telah dilakukan oleh Ikatan Notaris
Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri melalui kegiatan ilmiah seminar,
pelatihan dan pertemuan lainnya untuk sosialisasi dan peningkatan
keilmuan. Pengawasan terhadap Notaris dilakukan terhadap pekerjaan
Notaris, meliputi pengawasan atas diri perilaku Notaris serta
pengawasan administratif. Pekerjaan Notaris diawasi dengan cara
memeriksa akta-akta Notaris serta Repertorium dan Klapper untuk
diteliti apakah melanggar UUJN atau tidak.
Selain itu tuntutan moral dan kecerdasan serta kehati-hatian
(cermat) harus selalu diperhatikan oleh Notaris, sehingga akta otentik
yang dibuatnya benar- benar dapat menjamin kepastian hukum.
99
Mengikuti pendapat Suhrawadi bahwa dibutuhkan kepastian hukum
terhadap produk Notaris oleh karena itu pelayanan yang diberikan oleh
Notaris harus benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat
diandalkan.106 Dengan demikian Notaris dituntut keahliannya dan
kecermatannya serta dibekali moral yang kuat agar berperilaku
menjaga harkat jabatannya. Untuk itu perlu diimbangi dengan
pengawasan oleh instansi yang telah ditunjuk oleh UUJN.
Regulasi yang lebih menjamin kepastian hukum perlu
pembinaan dan pengawasan dalam rangka penegakan hukum terhadap
pelanggaran kode etik oleh notaris, dengan melakukan pemeriksaan
atas laporan masyarakat sehingga dapat dilanjutkan pemeriksaan oleh
INI Kabupaten Wonogiri.
Secara pribadi notaris bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa
yang diberikannya. Antara notaris sebagai pengemban profesi dengan
kliennya terjadi hubungan personal antar subyek, yang secara formal-
yuridis kedudukannya sama. Walaupun demikian, substansi hubungan
antara notaris dengan klien secara sosio-psikologis terdapat ketidak
seimbangan. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya klien tidak
mempunyai pilihan lain kecuali memberikan kepercayaan kepada Notaris
tersebut dengan harapan pengemban profesi tersebut akan memberikan
pelayanan profesionalnya secara bermutu dan bermartabat.107
Karena pelayanan yang dilakukan notaris termasuk pada fungsi
kemasyarakatan yang langsung berkaitan dengan nilai dasar yang
menentukan derajat kemasyarakatan yang langsung berkaitan dengan nilai
dasar yang menentukan derajat perwujudan martabat manusia, maka
sesungguhnya notaris itu memerlukan pengawasan masyarakat. Tetapi,
masyarakat pada umumnya, tidak memiliki kompetensi teknikal untuk
dapat menilai dan melakukan pengawasan yang efektif terhadap notaris.
106 Suhrawadi K. Lubis, 1994, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 33.107Hasil wawancara dengan Budi Hartoyo, SH. Notaris/PPAT, MPND Wonogiri, 24
Maret 2016
100
Sehubungan dengan nilai dan kepentingan yang terlibat didalamnya, maka
notaris dalam melaksanakan jabatannya dijiwai sikap etis tertentu yaitu
yang dijiwai etika profesi notaris.
Menurut penulis dikarenakan notaris merupakan profesi yang
menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan
mempunyai peran penting dalam membuat akta otentik yang mempunyai
kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan notaris
merupakan jabatan kepercayaan, maka seorang notaris harus mempunyai
perilaku yang baik. Perilaku notaris yang baik dapat diperoleh dengan
berlandaskan pada kode etik notaris. Dengan demikian, maka kode etik
notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang notaris
dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan jabatannya.
Sebagai etika profesi, kode etik notaris yang merupakan sikap etis sebagai
bagian integral dan sikap hidup dalam menjalani profesi notaris, hanya
notaris sendiri yang dapat atau yang paling mengetahui tentang apakah
perilakunya dalam mengemban profesi notaris memenuhi tuntutan etika
profesinya atau tidak. Kepatuhan pada etika profesi notaris sangat
bergantung pada akhlak notaris yang bersangkutan. Kalangan notaris itu
sendiri membutuhkan adanya pedoman obyektif yang lebih kongkrit pada
perilaku profesionalnya. Karena itu, dari dalam lingkungan para notaris itu
sendiri dimunculkan seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang
harus dipatuhi dalam mengemban profesi notaris.
Untuk dapat meminilisir pelanggaran terhadap kode etik menurut
penulis diperlukan sosialisasi dan pengawasan yang dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan oleh Ikatan Notaris Indonesia. Selain hal
tersebut diperlukan pengaturan yang tegas dalam pelaksanaannya tentang
tata cara pengangkatan notaris, khususnya tentang penerapan formasi
notaris, sehingga tidak menimbulkan peningkatan jumlah notaris dalam
suatu wilayah yang tidak sesuai dengan kebutuhan, hal ini menurut penulis
sangat berpengaruh dalam menekan terjadinya pelanggaran kode etik
khususnya persaingan yang tidak sehat antara sesama notaris.
101
2. Penerapan Sanksi Terhadap Pelanggaran Kode Etik Notaris, oleh Notaris
Wonogiri
Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) Kabupaten Wonogiri dalam
upayanya menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaris,
mempunyai kode etik notaris yang ditetapkan oleh kongres dan merupakan
kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota yang berdedikasi
tinggi dan loyal terhadap perkumpulan, berkepribadian baik, arif dan
bijaksana, sehingga dapat menjadi panutan bagi anggota dan diangkat oleh
kongres untuk masa jabatan yang sama dengan masa jabatan
kepengurusan.
Adanya pelanggaran kode notaris, upaya yang dilakukan INI
Kabupaten Wonogiri adalah dengan menjaga kesatuan dan persatuan
notaris dan menjalankan pekerjaan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
ada dan mempunyai sikap moral yang baik.108
Terkait penerapan sanksi terhadap Notaris yang melanggar Kode
Etik, Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri menyerahkan
kepada Dewan Kehormatan berwenang melakukan pemeriksaan atas
pelanggaran terhadap kode etik dan menjatuhkan sanksi kepada
pelanggarnya sesuai dengan kewenangannya dan bertugas untuk :
a. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota
dalam menjunjung tinggi kode etik;
b. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran
ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai
masyarakat secara Iangsung;
c. Memberikan saran dan pendapat kepada majelis pengawas atas dugaan
pelanggaran kode etik dan jabatan notaris.109
108 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
109 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
102
Dewan Kehormatan Daerah merupakan badan yang bersifat
otonom di dalam mengambil keputusan yang mempunyai tugas dan
kewajiban untuk memberikan bimbingan dari melakukan pengawasan
dalam pelaksanaan serta pentaatan kode etik oleh para anggota
perkumpulan di daerah masing-masing. Dalam rangka menjalankan tugas
dan kewajibannya Dewan Kehormatan Daerah berwenang untuk :
a. Memberikan dan menyampaikan usul dan saran yang ada
hubungannya dengan kode etik dan pembinaan rasa kebersamaan
profesi (corpsgeest) kepada Pengurus Daerah;
b. Memberikan peringatan, baik secara tertulis maupun dengan lisan
secara langsung kepada para anggota di daerah masing-masing yang
melakukan pelanggaran atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai
dengan kode etik atau bertentangan dengan rasa kebersamaan profesi;
c. Memberitahukan tentang pelanggaran tersebut kepada Pengurus
Daerah, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus
Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat;
d. Mengusulkan kepada Pengurus Pusat melalui Dewan Kehormatan
Wilayah dan Dewan Kehormatan Pusat untuk pemberhentian
sementara (schorsing) anggota perkumpulan yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik.110
Bagi Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik, Dewan
Kehormatan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas berwenang
melakukan pemeriksaan atas pelanggaran tersebut dan dapat menjatuhkan
sanksi kepada pelanggarnya, sanksi yang dikenakan terhadap anggota
Ikatan Notaris Indonesia yang melakukan pelanggaran kode etik dapat
berupa :
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Schorzing (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
110 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
103
d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keangotaan Perkumpulan.111
Apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap
kode etik, baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan
Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus Daerah
ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-
lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja Dewan Kehormatan Daerah
wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang Dewan
Kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran
tersebut. Hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah ternyata ada dugaan
kuat terhadap pelanggaran kode etik, maka dalam waktu 7 (tujuh) hari
kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah
berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan
surat tercatat atau dengan ekspedisi, untuk keterangannya dan diberi
kesempatan untuk membela diri. Dewan Kehormatan Daerah baru akan
menentukan putusannya mengenai terbukti ada tidaknya pelanggaran kode
etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti),
setelah mendengar keterangannya dan pembelaan diri dari anggota yang
bersangkutan dalam sidang Dewan Kehormatan Daerah.
Penentuan dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah, baik
dalam sidang itu maupun dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan
keputusan melanggar atau tidak melanggar tersebut, dilakukan selambat-
lambatnya dalam waktu limabelas hari kerja, setelah tanggal sidang
Dewan Kehormatan Daerah di mana Notaris tersebut telah didengar
keterangan dan/atau pembelaannya. Bila dalam putusan sidang Dewan
Kehormatan Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap kode
etik, maka sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya.
Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberi kabar
apapun dalam waktu tujuh hari kerja setelah dipanggii, maka Dewan
111 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
104
Kehormatan Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak dua kali
dengan jarak waktu tujuh hari kerja, untuk setiap panggilan. Dalam waktu
tujuh hari kerja, setelah panggilan ke tiga ternyata masih juga tidak datang
atau tidak memberi kabar dengan alasan apapun, maka Dewan
Kehormatan Daerah akan tetap bersidang untuk membicarakan
pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu dan
menentukan putusannya.
Terhadap sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau
pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan diputuskan, Dewan
Kehormatan Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus
Daerahnya. Putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah wajib dikirim oleh
Dewan Kehormatan Daerah kepada anggota yang melanggar dengan surat
tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus Cabang,
Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat,
semuanya itu dalam waktu tujuh hari kerja, setelah dijatuhkan putusan
oleh sidang Dewan Kehormatan Daerah.
Apabila pada tingkat kepengurusan daerah belum dibentuk Dewan
Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Wilayah berkewajiban dan
mempunyai wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan
Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan kode etik atau
melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan
Daerah kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dari
tempat kedudukan atau tempat tinggal anggota yang melanggar kode etik
tersebut. Hal tersebut berlaku pula apabila Dewan Kehormatan Daerah
tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang
dihadapinya.
Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara
(schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan
dapat diajukan/dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatam
Wilayah. Permohonan untuk naik banding wajib dilakukan oleh anggota
yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh hari kerja, setelah tanggal
105
penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan
Daerah. Permohonan naik banding dikirim dengan surat tercatat atau
dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan
Kehormatan Wilayah dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Pusat,
Pengurus Wilayah, dan Pengurus Daerah.112
Dewan Kehormatan Daerah dalam waktu tujuh hari setelah
menerima surat tembusan permohonan banding wajib mengirim semua
salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan
Wilayah wajib memanggil anggota yang naik banding, selambat-
lambatnya dalam waktu tujuh hari kerja, setelah menerima permohonan
tersebut. Anggota yang mengajukan banding dipanggil untuk didengar
keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang
Dewan Kehormatan Wilayah.
Dewan Kehormatan Wilayah wajib memberi putusan dalam tingkat
banding melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh hari kerja, setelah
anggota yang bersangkutan didengar keterangannya dan diberi kesempatan
untuk membela diri. Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan
tidak memberi kabar dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka
sidang Dewan Kehormatan Wilayah, tetap akan memberi putusan dalam
waktu yang ditentukan.
Dewan Kehormatan Wilayah wajib mengirimkan putusannya
kepada anggota yang minta banding dengan surat tercatat atau dengan
ekspedisi an tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus
Wilayah, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia
Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh hari kerja setelah sidang Dewan
Kehormatan Wilayah menjatuhkan keputusannya atas banding tersebut.
Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah
dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat
112 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
106
kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan
Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah
tersebut merupakan keputusan tingkat banding.
Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sernentara
(schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan
yang dilakukan oleh putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan
(schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan
yang putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sernentara
(schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan
yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukan/
dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan
Kehormatan Pusat.
Putusan yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan
Kehormatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan
Pusat dilaksanakan oleh Pengurus Daerah. Pengurus Daerah wajib
mencatat dalam buku anggota perkumpulan yang ada pada Pengurus
Daerah atas setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh Dewan
Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan
Kehormatan Pusat mengenai kasus kode etik berikut nama anggota yang
bersangkutan. Selanjutnya nama Notaris tersebut, kasus dan keputusan
Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wiayah dari/atau Dewan
Kehormatan Pusat diumumkan dalam media notariat yang terbit setelah
pencatatan dalam buku anggota perkumpulan tersebut.
Penjatuhan sanksi-sanki sebagaimana terurai di atas terhadap
anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dengan kuantitas dan
kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.
Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan perkumpulan
yang berwenang melakukan pemeriksaan atas segala pelanggaran terhadap
kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan
kepentingan masyarakat secara langsung dan menjatuhkan sanksi kepada
pelanggarnya sesuai dengan kewenangannya.
107
Seorang anggota Ikatan Notaris Indonesia dapat diberhentikan
sementara keanggotaannya oleh Pengurus Pusat atau usul Dewan
Kehormatan Pusat, Dewan Kehormatan Wilayah atau Dewan Kehormatan
Daerah melalui Dewan Kehormatan Pusat, karena melakukan salah satu
atau lebih perbuatan di bawah ini :
a. Melakukan perbuatan yang merupakan pelanggaran berat terhadap
ketentuan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, kode etik dan
keputusan yang sah dari perkumpulan;
b. Melakukan perbuatan yang mencemarkan, merugikan atau
merendahkan nama baik perkumpulan;
c. Menyalahgunakan nama perkurnpulan untuk kepentingan pribadi.
Apabila anggota yang diberhentikan sementara berdasarkan
keputusan kongres dinyatakan bersalah, maka anggota yang bersangkutan
dapat dipecat untuk seterusnya dari keanggotaan perkumpulan.
Berdasarkan keputusan kongres, Pengurus Pusat membuat keputusan
pemecatan bagi anggota yang bersangkutan dan keputusan tersebut
dilaporkan oleh Pengurus Pusat kepada menteri yang membidangi jabatan
notaris, Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis
Pengawas Daerah serta instansi lainnya yang menurut pertimbangan
Pengurus Pusat perlu mendapat laporan.
Namun sanksi pemecatan yang diberikan terhadap notaris yang
melakukan pelanggaran kode etik bukanlah berupa pemecatan dari jabatan
Notaris melainkan pemecatan dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia
sehingga walaupun notaris yang bersangkutan telah terbukti melakukan
pelanggaran kode etik, notaris tersebut masih dapat membuat akta dan
menjalankan kewenangan lainnya sebagai notaris, dengan demikian sanksi
berupa pemecatan dari keanggotaan perkumpulan tentunya tidak
berdampak pada jabatan seorang notaris yang telah melakukan
pelanggaran kode etik, misalnya seorang notaris diduga melakukan
pelanggaran kode etik berupa perbuatan yang merupakan pelanggaran
berat terhadap ketentuan anggaran dasar, kode etik dan keputusan yang
108
sah dari perkumpulan, yaitu menandatangani akta yang proses pembuatan
minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain, kemudian notaris tersebut
dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Ikatan Notaris Indonesia, notaris tersebut masih tetap dapat membuat akta
dan menjalankan jabatannya sebagai notaris, karena sanksi tersebut
bukanlah berarti secara serta merta notaris tersebut diberhentikan dari
jabatannya, karena hanya menteri yang berwenang untuk memecat notaris
dari jabatannya dengan mendengarkan laporan dari Majelis Pengawas.
Contoh lainnya adalah seorang Notaris yang dijatuhi sanksi pemecatan
dari perkumpulan notaris karena melakukan pelanggaran kode etik dengan
mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan
notaris lain, ia masih saja dapat menjalankan jabatannya, sehingga sanksi
tersebut terkesan kurang mempunyai daya mengikat bagi notaris yang
melakukan pelanggaran kode etik serta kurang memberikan Efek Jera
(Deterrence Effect) kepada setiap pelaku pelanggaran.
Selain pemberian sanksi kepada notaris yang melakukan
pelanggaran kode etik, INI Kabupaten Wonogiri juga melakukan
berberapa upaya sebagai bentuk pencegahan agar notaris yang menjadi
anggotanya bekerja sesuai dengan kode etik yang berlaku.
Penegakan hukum bisa dilakukan secara preventif maupun secara
represif. Secara preventif dapat dilakukan dengan regulasi guna menjamin
kepastian hukum dan pengawasan, sedangkan secara represif yakni dengan
memberikan hukuman/sanksi.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa upaya pencegahan
pelanggaran kode etik notaris di Kabupaten Wonogiri dapat dilakukan
dengan beberapa langkah, yaitu Pembinaan oleh Institusi Terkait
a. Pembinaan oleh Institusi Terkait
Sistem hukum terdapat tiga komponen penting yang saling
mempengaruhi, yaitu: struktur hukum (legal structure), substansi
109
hukum (legal substance), dan budaya hukum (legal culture).113
Struktur menyangkut aparat penegak hukum, kemudian substansi
meliputi perangkat perundang-undangan, dan budaya hukum
merupakan hukum yang hidup yang dianut dalam suatu masyarakat.
Struktur dari sistem hukum terdiri dari lembaga hukum yang ada
dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada,
sedangkan substansi hukum adalah aturan, norma dan pola perilaku
nyata manusia yang berada dalam sistem itu, menyangkut peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang
mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum sehingga
menghasilkan suatu produk, mencakup keputusan yang mereka
keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Budaya hukum
sering tercermin dalam kesadaran hukum itu sebagai suatu keseluruhan
yang mencakup pengetahuan tentang hukum, berlakunya fungsi
hukum, dan kepatuhan kepada hukum.
Untuk mendukung teori Friedmann tersebut, perlu dilakukan
penegakan hukum yang konsisten. Merujuk pada pendapat Soerjono
Soekanto114 bahwa faktor-faktor penegakan hukum terdiri atas: faktor
hukumnya sendiri, faktor penegak hukumnya, faktor sarana dan
fasilitas penegakan hukum, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan;
kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan erat, oleh karenanya
merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok
ukur efektivitas penegakan hukum.
Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kabupaten Wonogiri
menjelaskan penegakan hukum yang bersifat preventif melalui upaya
pencegahan pelanggaran hukum oleh Notaris yang telah dilakukan dan
akan terus dilakukan adalah dengan melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Notaris, yaitu dengan cara: pemeriksaan protokol
113Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System: A Social Science Perspective, Russel Soge Foundation,
New York, hlm.16114
Soerjono Soekanto, 2011, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo, Jakarta,hlm. 8-9.
110
Notaris tahunan/berkala; dan sosialisasi UU Jabatan Notaris No. 2
Tahun 2014 dan aturan pelaksanaannya.115
Selama ini telah dilakukan pembinaan oleh instansi terkait
Kementrian Hukum dan HAM, Pengurus INI, Dewan Kehormatan dan
Majelis Pengawas melalui kegiatan rutin, kegiatan ilmiah, pengayaan
materi keilmuan yang relevan dengan bidang kerja Notaris dan
sosialisasi peraturan perundangan.
b. Koordinasi dan Kerjasama antara Notaris dan Ikatan Notaris
Indonesaia (INI)
Perlu dibenahi kerjasama yang telah dilakukan selama ini agar
koordinasi dan kerjasama yang baik makin ditingkatkan berdasarkan
silahturahim yang saling membutuhkan antara Notaris dan INI sebagai
pemersatu. Antara Notaris, Pengurus INI, Kementrian Hukum dan
HAM, Dewan Kehormatan dan Majelis Pengawas melalui kegiatan
ilmiah dan silahturahmi harus bisa memupuk rasa solidaritas profesi
yang lebih baik, menjunjung perilaku yang sesuai dengan Kode Etik
dan bekerja sama secara mutualisme dalam pengayaan materi
keilmuan yang relevan dengan bidang kerja Notaris.116
Koordinasi dan kerjasama tidak hanya sebatas urusan
menyelesaikan pembuatan akta, lebih dari itu berkaitan dengan
pengawasan terhadap Notaris mengingat permasalahannya berintikan
SDM dan pengawasan, maka perlu dipersiapkan alur sejak
rekruitmen Notaris (dari pendidikan dan ujian kompetensi, maupun
izin praktek) hingga menjadi Notaris dan berpraktek sehari-hari dengan
regulasi (bisa dengan peraturan organik di bawah UUJN) yang tepat
dan tegas. Maksudnya UUJN, Kode Etik dan pengawasannya
harus berjalan sinergi dan saling mendukung dengan INI. Dalam
rangka peningkatan mutu Sumber Daya Manusia, Notaris seharusnya
115 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
116 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
111
lebih berusaha untuk terus belajar, agar senantiasa dapat mengikuti
perkembangan global, dimulai pada saat seleksi pendidikan,
rekruitmen dan saat berpraktek menjadi Notaris. Ini dilakukan
dengan pelbagai cara ilmiah yang relevan dalam pembentukan profesi
yang menjunjung tinggi profesionalitasnya sesuai Kode Etik Notaris,
misalnya peningkatan mutu dan kinerja, pendidikan dan seleksi yang
lebih baik dengan syarat izin praktek dan magang yang lebih rigid.
c. Pengawasan yang Kontinu
Upaya menjaga agar Notaris menegakkan tugas jabatan mulia
tersebut, maka dilakukan pengawasan. Pengawasan seharusnya lebih
difokuskan dengan tujuan upaya preventif pelanggaran dan sebagai
rambu efektivitas penegakan hukum yang lebih menjamin kepastian
hukum. Pengawasan bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran
yang merugikan masyarakat. Seharusnya menurut penulis tujuan
pengawasan bukan hanya untuk pencegahan akan timbulnya
pelanggaran, akan tetapi juga untuk mendukung penerapan UUJN
menuju kepastian hukum, secara moral juga mendukung efektifitas
Kode Etik, dan secara represif juga untuk memberi rambu-rambu akan
adanya hukuman/sanksi, bahwa perilaku, etik, dan pelaksanaan jabatan
Notaris selalu dinilai dan diawasi oleh masyarakat melalui Majelis
Pengawas dan Dewan Kehormatan.117
Merujuk Pasal 67-76 UUJN, Pengawasan atas Notaris
dilakukan oleh Menteri melalui Majelis Pengawas, baik tingkat MPD,
MPW maupun MPP. Pengawasan tersebut meliputi perilaku Notaris
dan pelaksanaan jabatan Notaris. Demikian jika merujuk Kode Etik
Notaris utamanya tentang Tata Cara Penegakan Kode Etik, maka
dalam Pasal 7 tentang Pengawasan, pengawasan atas pelaksanaan
Kode Etik dilakukan oleh Pengurus INI dan Dewan Kehormatan.
Dewan Kehormatan (Pasal 8 Kode Etik) merupakan alat perlengkapan
117 Hasil Wawancara dengan Budi Hartoyo, SH, Notaris/PPAT Wonogiri MajelisPengawas Daerah Notaris Kabupaten Wonogiri, tanggal 24 Maret 2016
112
perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas
pelanggaran Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya
sesuai dengan kewenangan masing-masing.118
d. Perlunya Lembaga Pengawas yang Lebih Independen dan Profesional
Guna mendukung kinerja Notaris agar lebih profesional dalam
menjaga harkat martabatnya melaksanakan tugas jabatannya, tentu
diperlukan peran lembaga yang lebih mandiri dan tidak berpihak, yang
untuk menilai dan memeriksa serta mengawasi pelaksanaan tugas
jabatan Notaris, mengingat pengawasan yang dilakukan terhadap
Notaris, terkait UUJN dan Kode Etik, dilakukan oleh Majelis
Pengawas (yang di dalamnya terdapat tiga Notaris sewilayah
kerja/sejawat) dan Dewan Kehormatan serta Pengurus INI Kabupaten
Wonogiri. Lembaga independen ini haruslah profesional yang
menguasai kenotariatan dengan baik, atau pun profesi yang telah
menyelesaikan studi notariat, senior dalam bidang ilmu notariat, akan
tetapi tidak berpraktek sebagai Notaris.
Adanya berbagai upaya preventif tersebut diharapkan dapat
meminimalisir adanya notaris yang melakukan pelanggaran kode etik
dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya.
Maraknya pelanggaran Kode Etik Notaris yang selama ini
dilakukan oleh Notaris di wilayah Wonogiri, menunjukkan lemahnya
penegakan hukum yang diberlakukan. Menurut analisis penulis,
berdasarkan hasil penelitian, mengenai berbagai bentuk pelanggaran Kode
Etik Notaris dan penerapan sanksi yang diberlakukan INI Kabupaten
Wonogiri apabila dikaitkan dengan teori Lawrence M. Friedman,
menunjukkan bahwa secara institusi, keberadaan INI kurang dapat
memberikan taringnya dalam penegakan hukum terkait adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan anggotanya. Secara preventif INI
Kabupaten Wonogiri berupaya mencegah terjadinya pelanggaran kode etik
118 Hasil Wawancara dengan Firdaus, SH. MKN, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI),Kabupaten Wonogiri, tanggal 28 Maret 2016
113
Notaris yang telah dilakukan dan akan terus dilakukan adalah dengan
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris, yaitu dengan
melakukan pemeriksaan protokol Notaris secara berkala dan
melaksanakan sosialisasi UU Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014 dan
aturan pelaksanaannya.
Perlu dibenahi kerjasama yang telah dilakukan selama ini agar
koordinasi dan kerjasama yang baik makin ditingkatkan berdasarkan
silahturahim yang saling membutuhkan antara Notaris dan INI sebagai
pemersatu. Antara Notaris, Pengurus INI, Kementrian Hukum dan HAM,
Dewan Kehormatan dan Majelis Pengawas melalui kegiatan ilmiah dan
silahturahmi harus bisa memupuk rasa solidaritas profesi yang lebih baik,
menjunjung perilaku yang sesuai dengan Kode Etik dan bekerja sama
secara mutualisme dalam pengayaan materi keilmuan yang relevan dengan
bidang kerja Notaris.
INI melakukan pengawasan sebagai upaya menjaga agar Notaris
tidak melakukan pelanggaran kode etik. Pengawasan oleh INI telah
dilaksanakan dengan lebih difokuskan dengan tujuan mencegah
pelanggaran dan sebagai rambu efektivitas penegakan hukum yang lebih
menjamin kepastian hukum. Namun demikian tujuan pengawasan ini
sebenarnya bukan hanya untuk pencegahan akan timbulnya pelanggaran,
akan tetapi juga untuk mendukung penerapan UUJN menuju kepastian
hukum, secara moral juga mendukung efektifitas Kode Etik, dan secara
represif juga untuk memberi rambu-rambu akan adanya hukuman/sanksi,
bahwa perilaku, etik, dan pelaksanaan jabatan Notaris selalu dinilai dan
diawasi oleh masyarakat melalui Majelis Pengawas dan Dewan
Kehormatan.
114
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat penulis tarik dari hasil penelitian dan
pembahasan di atas dari Notaris-notaris di Wonogiri adalah sebagai berikut:
1. Bentuk pelanggaran kode etik notaris yaitu adanya notaris yang dalam
pembuatan akta yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris, seperti tidak membacakan akta , tidak tanda tangan di hadapan
Notaris, berada di luar wilayah kerja yang telah ditentukan, papan nama
Notaris tidak sesuai dengan ketentuan. Pelanggaran kode etik yang
lainnya yaitu akta yang telah terlebih dahulu dipersiapkan oleh notaris lain
sehingga notaris yang bersangkutan tinggal menandatangani. Pelanggaran
kode etik notaris lainnya adalah penandatanganan akta yang tidak
dilakukan di hadapan notaris, pembuatan akta di luar wilayah jabatan,
ditemukannya notaris yang membuat papan nama melebihi ukuran yang
telah ditentukan, adanya persaingan tarif yang tidak sehat, dimana terdapat
notaris yang memasang tarif yang sangat rendah untuk mendapatkan klien.
2. Pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Daerah
Ikatan Notaris Indonesia (INI) Wonogiri sebagai organisasi profesi
terhadap Notaris yang melanggar kode etik di Wonogiri sampai saat ini
adalah memberikan teguran lisan. Adanya sanksi mulai dari sanksi teguran
lisan sampai pada sanksi pemecatan tidak hormat dari perkumpulan
tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera (Deterrence effect)
kepada Notaris yang melakukan pelanggaran. Namun pada prinsipnya
Ikatan Notaris Indonesia (INI) menyerahkan sepenuhnya adanya notaris
yang melanggar kode etik pada hasil putusan Dewan Kehormatan Notaris
dan Majelis Pengawas Daerah Notaris. Sanksi pemecatan yang diberikan
terhadap notaris yang melakukan pelanggaran kode etik bukanlah berupa
pemecatan dari jabatan notaris melainkan pemecatan dari keanggotaan
115
Ikatan Notaris Indonesia sehingga walaupun notaris yang bersangkutan
telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik, notaris tersebut masih
dapat membuat akta dan menjalankan kewenangan lainnya sebagai notaris,
sehingga sanksi tersebut terkesan kurang mempunyai daya mengikat bagi
notaris yang melakukan pelanggaran kode etik.
Upaya Ikatan Notaris Indonesia (INI) Wonogiri dalam
meminimalisir adanya notaris yang melakukan pelanggaran kode etik
adalah dengan melakukan pembinaan oleh instansi terkait Kementrian
Hukum dan Hak Azasi Manusia, Pengurus Ikatan Notaris Indonesia (INI),
Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris; dan sosialisasi
peraturan perundangan; koordinasi dan kerjasama yang baik dalam
peningkatan mutu dan kinerja antara Notaris dan Ikatan Notaris Indonesia
(INI) sebagai pemersatu; dan pengawasan yang kontinu baik dari
rekruitmen hingga Notaris berpraktik (secara periodik terhadap protokol
maupun produk Notaris); sekaligus pengawasan dengan tujuan upaya
preventif dan sebagai rambu efektivitas penegakan hukum yang lebih
menjamin kepastian hukum; dan diperlukan lembaga independen yang
lebih mandiri untuk menilai dan memeriksa serta mengawasi pelaksanaan
tugas jabatan Notaris. Walalupun dalam prakteknya banyak kendala akan
tetapi INI (Ikatan Notaris Indonesia) Wonogiri didalam pertemuan
anggotanya setiap bulan selalu menyisipkan upaya-upaya untuk
mengingatkan kembali akan arti pentingnya Kode Etik Notaris.
B. Saran
Saran penulis agar notaris- notaris bekerja sesuai dengan kode etik
Notaris yaitu :
1. Notaris dalam pelaksanaan profesinya harus berpegang teguh kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang –undang
Jabatan Notaris dan mentaati Kode Etik Notaris yang telah disepakati
116
bersama, hal ini sangat penting untuk menghindari pelanggaran kode
etik.
2. Perlunya ketegasan dan pengawasan dari Dewan Kehormatan Daerah
Notaris dalam pemberian sanksi yang dijatuhkan, agar benar-benar
mengikat dan dipatuhi oleh Notaris yang melanggar dan menimbulkan
efek jera (deterrence effect) bagi pelaku pelanggaran.
3. Menindaklanjuti setiap kasus yang muncul dengan meneruskan kasus-
kasus pelanggaran kode etik kepada Majelis Pengawas Notaris untuk
dapat ditindak lanjuti apabila hal tersebut melanggar Undang-Undang
Jabatan Notaris maupun Kode etik Notaris, mengingat sanksi yang
dijatuhkan oleh Majelis Pengawas Notaris adalah bersifat memaksa,
mengikat dan dapat mempengaruhi jabatan notaris.
4. Perlu adanya upaya pemberdayaan maksimal mengenai fungsi Dewan
Kehormatan Daerah Notaris Wonogiri karena selama ini belum
bekerja secara maksimal sesuai fungsinya.
5. Menghilangkan budaya ewuh pekewuh untuk mengingatkan teman
sejawat, apabila ada teman notaris yang terindikasi melakukan
pelanggaran.
DAFTAR PUSTAKA
A. A. Andi Prajitno, 2010. Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notarisdi Indonesia, Putra Media Nusantara, Surabaya
A.M. Hol dan M.A. Loth dalam “Iudex mediator; naar een herwarderingvan de juridische professie”, Nederlands Tijdschrijft voorRechtsfilosofie & Rechtstheorie 2001/1, hal. 9-57. Alih bahasa ImamNasima, Mahasiswa pascasarjana hukum perusahaan Universitas Utrecht,aktif di dalam Indonesian Law Society Utrecht.
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Filfasat Hukum, Gadjah Mada University Press,.Yogyakarta
Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung
Abdulkadir Muhammad, 2007. Etika Profesi Hukum,PT Citra Aditya Bakti,Bandung
Ahmad Ali, 1996. Menguak Tabir Hukum, Candra Pratama, Jakarta
Arie Siswanto, 2002. Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta
B. Duinkerken, 1988. Notariaat in Overgangstijd 1796-1642, Kluwer-Deventer
Burhan Ashofa, 2004. Metode Penelitian Hukum, PT Rineka Cipta, Jakarta
Chamblis William J Seidman, 1971. Law Order and Power Reading, Mass,Affison-Wesley
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa, 2008. Kamus Besar BahasaIndonesia, Edisi ke-4, Gramedia Pustaka Utama
Didi Santoso, 2009, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta YangMemuat Dua Perbuatan Hukum (Analisis Putusan Mahkamah AgungNomor 1440.K/PDT/1996), Program Studi Magister Kenotariatan PascaSarjana Universitas Diponegoro, Semarang
Djati Juliarsa dan John Suprianto, 1988. Manajemen Umum, BPPT, Yogyakarta
Djuhad Mahja, 2005. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang JabatanNotaris, Jakarta, Durat Bahagia
Endang Purwaningsih, 2014. Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris Di WilayahProvinsi Banten Dan Penegakan Hukumnya, Jurnal. Bagian HukumBisnis, Fakultas Hukum Universitas YARSI, Jakarta
Esmi Warrasih, 2005.Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT.SuryandaruUtama Semarang
GHS. Lumban Tobing, 1983. Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta
1
Grace Giovani, Notaris: kedudukan, fungsi dan peranannya,http://notarisgracegiovani. com, diakses tanggal 21 Maret 2016, pukul14.24 WIB.
Habib Adjie, 2011, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagaiPejabat Publik, Refika Aditama, Bandung
Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, 2013. Prinsip-Prinsip Dasar ProfesiNotaris, Dunia Cerdas, Jakarta
HB Sutopo, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, UNS Press, Surakarta
Ignatius Ridwan Widyadharma, 1994, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum,Ananta, Semarang
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa, Sukses,Jakarta
Jenifer M. George, Gareth R. Jones, 2006. Contemporary Management
Johny Ibrahim, 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum,Banyu MediaPublishing Jawa Timur
Kohar A. 1983.”Notaris, Dalam Praktek Hukum”. Alumni. Bandung
Lexy Maleong, 2006. Metode Penelitian Kwalitatif,Edisi Revisi,PT.RemajaRosdakarya Bandung
LilianaTedjosaputra, 1995 Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan HukumPidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta, hal 53.
Liliana Tedjosaputra, 2003. Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu,Semarang
Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System: A Social Science Perspective,Russel Soge Foundation, New York
Lubis Suhrawadi, 1993 Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika Jakarta
Matome M. Ratiba, 2013, Convecaying Law For Paralegals And Law Students,bookboon, USA
Moekijat, 1989. Tanya Jawab Asas-asas Manajemen, CV Mandar Maju, Bandung
Moeljatno, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta
Nico Winanto, 2003. TanggungJawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Centre forDocumentation and Studies of Busines Law (CDSBL), Yogyakarta
O.P. Simorangkir, 1998. Etika Jabatan, Aksara Persada Indonesia
Pengurus Ikatan Notaris Indonesia, 2009. 100 Tahun Ikatan Notaris IndonesiaJati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan di Masa Mendatang,Cetakan kedua, Ikrar Mandiriabadi, Jakarta
2
Purwahid Patrik, Perkembangan Tanggung Gugat Resiko dalam MelawanHukum, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap pada Fakultas HukumUniversitas Diponegoro, Semarang
Ridwan H.R., 2002, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Edisi Revisi, Burgerlijk Wetboek, Diterjemahkan. PT. Pradnya Paramita,Jakarta
R. Subekti, 2008, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia,. PT. Raja Grafindo,Jakarta
Satjipto Rahardjo, 1983. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis,CV. Sinar Baru, Bandung
Setiono, 2002. Pemahaman Terhadap MetodePenelitian Hukum, (Diktat)Surakarta, Program Studi Ilmu Hukum pasca Sarjana UNS
Simon dalam Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010. Pertanggungjawaban PidanaKorporasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011. Aspek Pertanggungjawaban NotarisDalam Perbuatan Akta, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung
Soerjono Soekanto, 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,CV. Rajawali, Jakarta
Soerjono Sukanto dan Sri Mamudji, 1985. Penelitian Hukum Normatif,CVRajawali Jakarta
Solichin Abdul Wahab, 1991. Teori Implementasi, Jakarta, Raja Grafindo
Sondang P. Siagian, 1995. Filsafat Administrasi, PT. Gramedia, Jakarta
Sulhan, Syamsul Bachri, Wiwie Heryani. 2013. Pelaksanaan Kode Etik DalamMenjalankan Jabatan Notaris, Jurnal. Program Kenotariatan, FakultasHukum, Universitas Hasanuddin, Makassar
Sutrisno Hadi, 1989. Metodologi Penelitian Hukum,Uns Press Surakarta
Suhrawadi K. Lubis, 1994, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris, Ikhtiar Baru,Jakarta
Van Voeve, 1998, Engelbrecht De Wetboeken wetten en Veroordeningen,Benevens de Grondwet van de Republiek Indonesie, Ichtiar Baru, Jakarta
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1993. Grosse Akta dalamPembuktian dan Eksekusi, Jakarta: Rineka Cipta
3
Wahyudi Sulistia Nugroho, ”Pembatalan Akta Notaris oleh Hakim”, ADIL JurnalHukum, Vol. 1, No. 3, Desember 2010
Winarno Surakhmad, 1990. Pengamtar Penelitian Ilmiah, Transito Yogyakarta,hal 131,
www.http:///majalah.depkumham.go.id
www.hukumonline.com. Etika Profesi Hukum di Era Perubahan, ImamNasima, Mahasiswa pascasarjana hukum perusahaan UniversitasUtrecht, aktif di dalam Indonesian Law Society Utrecht.
www.hukumonline.com. Etika Profesi Hukum di Era Perubahan, ImamNasima, Mahasiswa pascasarjana hukum perusahaan UniversitasUtrecht, aktif di dalam Indonesian Law Society Utrecht.