BAB I
DATA DAN FAKTA GEMPA BUMI SUMATERA BARAT 30 SEPTEMBER 2009
A. Kronologis Gempa Sumatera Barat
Sumatera merupakan sebuah pulau yang berada di pinggiran lempeng eurasia yang
bertumbukan dengan lempeng India-Australia. Sebagai wilayah di pinggiran lempeng yang
bertumbukan, maka daerah ini, khususnya pesisir Barat pulau sangat rawan terhadap gempa
tektonik. Sumatera Barat merupakan bagian dari kerawanan ini. Bersama-sama dengan
potensi bencana alam lain seperti longsor, banjir, abrasi, aktivitas gunung berapi, serta
tsunami yang bisa timbul akibat gempa di dasar laut.1
Dari semua yang disebutkan diatas gempa yang berpotensi tsunami merupakan yang
paling menakutkan bagi masyarakat. Hal ini diakibatkan serangkaian peristiwa gempa yang
mengguncang bumi Sumatera pada tahun-tahun belakangan. Dimulai gempa disertai tsunami
di Aceh (9,2 SR) pada 26 Desember 2004 yang menelan korban jiwa sangat besar yaitu
sekitar 250.000 jiwa, serta kerusakan infrastruktur yang sangat berat. Kemudian disusul
gempa Nias (8,7 SR) 28 maret 2005, selanjutnya Siberut 10 April 2005 dan Sipora-Pagai 12
dan 13 September 2007. Ini semua merupakan gempa yang berepisenter di laut. Pada tahun
2007 itu juga terjadi tepatnya tanggal 6 Maret , terjadi gempa didarat yang berpusat di dua
tempat, yaitu Singkarak dan Sianok.1
Ketakutan masyarakat Sumatera Barat menemukan puncaknya pada hari Rabu tanggal
30 September 2009, pukul 17.16 WIB telah terjadi gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,6 SR,
Berlokasi 57 km barat daya Pariaman Sumatera Barat (BMKG).1
Sumatera Barat memang sangat rawan terhadap gempa. Potensi gempa tersebut
terdapat di darat dan di laut. Gempa di darat bersumber dari pergerakan mendatar sepanjang
sesar besar/ patahan yang dinamakan sesar sumatera. Sudah banyak gempa yang terjadi di
sepanjang patahan ini di daratan pulau sumatera. Yang paling besar antara lain gempa di
Padang Panjang 1926, Liwa 1994, Sungai penuh 1995, Singkarak dan Sianok 2007.
Sedangkan gempa laut bersumber dari dua tempat, yakni: 1. daerah sekitar pulau siberut; 2.
Daerah sekitar Sipora-Pagai. Kedua sumber ini diketahui memiliki periode ulang yang lebih
lama daripada gempa di darat, walupun begitu kekuatan gempanya bisa mencapai lebih dari 8
SR dan berpotensi tsunami.1
B. Statistik Gempa Sumatera Barat
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana, SAMPU I Dep. PU, Posko
Penanggulangan Bencana Pusat Dep. PU (www.pu.go.id) 2
Kekuatan : 7,6 SR
Durasi : 45 detik
Kedalaman : 71 Kilometer
Waktu : 17.16 WIB
Hari : Rabu, 30 September 2009
Lokasi : 0.84 Lintang Selatan, 99.65 Bujur Timur, 57 Kilometer Barat
Daya Pariaman
Daerah Terparah : Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman,
Kabupaten Agam, dan Kabupaten Pesisir Selatan
Data Korban Manusia : Meninggal 1.117 jiwa, Luka berat 1.214 jiwa, Luka ringan
1.688 jiwa.
Data Kerusakan Infrastruktur :
Sarana/prasarana Ringan Sedang Berat
Rumah 78.802 73.733 119.005
Pendidikan 1.137 1.447 2.164
Kesehatan 52 50 51
Kantor 105 83 254
Jalan 33 82 170
Jembatan 5 41 15
Irigasi 27 144 147
Rumah Ibadah 649 1.199 1.003
Pasar 20 16 49
Total Kerugian : Rp 22,2 triliun
(Sumber : Satkorlak PB Sumbar)1
BAB II
REAKSI MAHASISWA KEDOKTERAN TERHADAP BENCANA GEMPA
A. Aksi Tanggap Bencana Hippocrates Emergency Team
Tepat pada pukul 17.16 WIB, gempa berkekuatan 7,6 SR menghentak bumi Sumatera
Barat dan sekitarnya selama kurang lebih 1 menit. Menurut beberapa informasi, getaran
gempa juga dapat dirasakan di Malaysia, Singapura, dan orang-orang yang berada di gedung
bertingkat di Kota Jakarta. Gempa yang berpusat di 22 Km Barat Daya Pariaman (0,72 LS-
99,94 BT) dengan kedalaman 71 km menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) ini telah meluluhlantakkan tatanan kehidupan di dua daerah yang paling dekat
dengan episentrum gempa, yaitu kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera
Barat. Di dua tempat tersebut, sebagian besar rumah mengalami retakan yang cukup parah
dan tak sedikit yang rata dengan tanah, sehingga hanya menyisakan puing-puing bagi
pemiliknya. Jalan-jalan juga mngalami retakan dan terdapat celah yang cukup dalam,
sehingga banyak yang tidak bisa lagi dilalui oleh kendaraan bermotor, terutama kendaraan
roda empat. Penduduk yang berada dekat dengan garis pantai segera berlarian
menyelamatkan diri karena merebaknya isu tsunami yang segera akan menghantam Kota
Padang dan sekitarnya beberapa menit setelah kejadian gempa.
Suasana kota semakin mencekam dengan teriakan-teriakan dari orang-orang yang
belum menemukan sanak saudaranya yang terpisah saat menyelamatkan diri atau karena
masih terjebak di dalam puing-puing reruntuhan bangunan. Belum lagi kepanikan yang
melanda warga karena langit-langit kota penuh ditutupi dengan asap yang membubul dari
bangunan-bangunan yang terbakar akibat hubungan arus pendek listrik saat gempa melanda.
Hampir semua fasilitas kota lumpuh akibat gempa, sambungan listrik di semua penjuru kota
sengaja dipadamkan untuk mencegah kebakaran meluas dan air PDAM (Perusahaan Daerah
Air Minum) tidak mengalir karena pipa-pipa air banyak yang rusak akibat gempa. Riuh alarm
dari mobil ambulan berseliweran yang sibuk mengevakuasi korban gempa, mobil pemadam
kebakaran yang berusaha memadamkan kebakaran yang terjadi hampir di setiap sudut kota
dan mobil kepolisian yang berusaha menstabilkan situasi ikut menambah kepanikan warga
kota yang sebelumnya tidak pernah membayangkan bencana seperti ini melanda sehingga
kelengahan mereka berakibat fatal.
Pada saat yang bersamaan, sekumpulan mahasiswa berseragam dan menggunakan
scraft merah sebagai tanda pengenal mereka tengah bersiaga mempersiapkan segala bantuan
yang bisa mereka berikan sebagai Tim Bantuan Medis kepada para korban bencana gempa.
Sekumpulan mahasiswa ini menamakan diri mereka Hippocrates Emergency Team (HET).
Hippocrates Emergency Team Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (HET BEM KM FK Unand) merupakan salah
satu dari Unit kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) Kedokteran Universitas Andalas yang
tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (KM FK
Unand). Keluarga Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas terdiri dari berbagai
elemen kemahasiswaan, diantaranya Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas yang berfungsi
menjadi wadah berbagai dinamika kehidupan kampus. HET sendiri adalah UKMF yang
memfokuskan kegiatannya di bidang bantuan medis darurat dan penanggulangan bencana.
Sebagai UKMF yang menitikberatkan tindakan medis cepat dan tepat untuk berbagai situasi,
HET langsung menyiagakan anggota-anggotanya dan cepat mendirikan posko bantuan medis
di kampus Fakultas Kedokteran Unand untuk membantu korban-korban yang pada waktu itu
mengungsi ke Kampus Fakultas Kedokteran Unand yang merupakan salah satu shelter
perlindungan tsunami yang terdapat di Kelurahan Jati.
Saat Kepanikan di halaman kampus mulai pecah. Beberapa orang mahasiswa dan
dosen yang masih berada di dalam gedung mulai berlarian keluar gedung dan berkumpul di
halaman kampus, sedangkan beberapa orang lainnya sibuk menghubungi keluarga dan sanak
saudara lainnya untuk sekedar menanyakan kondisi mereka. Seperti masyarakat umum
lainnya, tidak ada sesuatu hal terlalu berarti yang dapat mereka lakukan. Ketakutan dan
kepasrahan jelas terlihat dari rawut wajah mereka saat itu.
Kondisi yang jauh berbeda terjadi di sekitar kantor Sekretariat HET. Teman-teman
anggota HET saat itu juga segera melakukan serangkaian langkah penyelamatan yang
bertujuan agar efek yang ditimbulkan akibat gempa tidak terlalu meluas. Beberapa menit
berikutnya, Koordinator Satgas langsung menyiagakan seluruh anggota HET. Dengan
berbekal belasan pendidikan kegawatdaruratan yang pernah diikutinya, Koordinator Satgas
tampaknya sudah mengerti betul apa yang harus diperbuatnya saat itu. Mempersiapkan
anggota menjadi TBM (Tim Bantuan Medis) dalam waktu yang singkat merupakan pilihan
utama. Serangkaian kegiatan dilakukan untuk merealisasikannya, salah satunya menyiagakan
seluruh anggota.
Di dalam siaga bencana tersebut, seluruh anggota HET, terutama anggota aktif,
diinstruksikan untuk mempersiapkan seluruh keperluan yang diperlukan sebagai TBM dalam
waktu hanya 10 menit. Mempersiapkan seluruh keperluan yang dibutuhkan dalam waktu 10
menit bagi sebagian orang mungkin terdengar mustahil. Anggapan itu cukup beralasan karena
sebagian rumah tinggal atau rumah kontrakan mayoritas anggota HET juga tak luput dari
hentakan gempa. Saat orang lain sibuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman dan
mengevakuasi barang-barang berharga mereka dari rumah yang telah hancur, seluruh anggota
HET justru harus mempersiapkan barang-barang yang dibutuhkan saat ditugaskan menjadi
TBM nanti dalam waktu yang relatif singkat. Semua aktivitas yang dilakukan berpacu dengan
waktu, karena satu detik saja waktu terbuang sama dengan beberapa nyawa melayang
menanti pertolongan kami. Loyalitas, tanggung jawab dan kedisiplinan sangat diuji dalam
pengorbanan ini. Namun, fakta membuktikan, mayoritas anggota HET mampu lulus dengan
hasil yang sangat memuaskan dalam ujian ini. Tidak ada yang terlalu mengherankan, karena
dalam setiap rangkaian pendidikan yang ditempuh selama ini di HET, seluruh anggota telah
ditempa untuk terbiasa dengan kondisi ini, bahkan mungkin dalam kondisi yang lebih sulit
sekalipun. Pengorbanan besar yang diberikan selama mengikuti pendidikan di HET, akhirnya
membuahkan hasil.
B. Aksi-Aksi Hippocrates Emergency Team di Lokasi Bencana
Rabu, 30 September 2009
Pada pukul 17.16, gempa berkekuatatan 7,6 terjadi. Hippocrates Emergency
Team menyiagakan anggota dan langsung mendirikan posko bantuan medis di
Daftar TBM yang ditugaskan oleh Satgas Saat Gempa Bumi 30 September 2009
kampus Fakultas Kedokteran Unand untuk membantu korban-korban yang pada
waktu itu mengungsi ke Kampus Fakultas Kedokteran Unand yang merupakan salah
satu shelter perlindungan Tsunami yang terdapat di Kelurahan Jati. Kasus-kasus yang
ditangani antara lain korban luka dan perdarahan serta fraktur dan dislokasi.
Hippocrates Emergency Team juga pada saat yang bersamaan mengirimkan anggota
ke RS dr.M.Djamil untuk membantu para tenaga medis dalam menangani korban
yang terus berdatangan ke Rumah Sakit. Beberapa anggota juga diterjunkan ke Pasar
Raya Padang yang pada waktu itu juga banyak terdapat korban yang memerlukan
bantuan tenaga medis segera. Sementara itu, Hippocrates Emergency Team juga
berkoordinasi dengan Satkorlak PB Sumatera Barat, Pusdalops BPB (Badan
Penanggulangan Bencana) Kota Padang, serta Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera
Barat.
Kamis, 1 Oktober 2009
Kamis dinihari, Hippocrates Emergency Team menurunkan tim ke Lokasi
Hotel Ambacang yang pada waktu itu, juga memerlukan bantuan tenaga untuk
evakuasi dan penanganan korban. Anggota Hippocrates Emergency Team tetap
membantu evakuasi di Hotel Ambacang dan penanganan korban di RS dr.M.Djamil.
Hippocrates Emergency Team juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi
Pemasangan Bidai & Pendirian Posko Bantuan Medis di Kampus FK Unand
Sumatera Barat untuk menyalurkan bantaun logistik ke beberapa kecamatan di Kota
Padang.
Jum’at, 2 Oktober 2009
Pada hari Jum’at, Hippocrates Emergency Team menurunkan beberapa tim
untuk melakukan Initial Assessment ke beberapa Kecamatan di Kota Padang dan ke
Kabupatan Padang Pariaman. Untuk Kota Padang, Hippocrates Emergency Team
melakukan Assessment ke 5 Kecamatan antara lain Kercamatan Padang Timur,
Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Kilangan dan
Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Assessment ini akan digunakan sebagai acuan
dalam pemberian bantuan baik itu logistik ataupun bantuan kesehatan. Dalam hal ini,
Hippocrates Emergency Team juga bekerja sama dengan Mercy Corps International.
Sementara itu, Hippocrates Emergency Team tetap membantu di RS. Dr.M.Djamil.
Sabtu, 3 Oktober 2009
Pada hari Sabtu, Hippocrates Emergency Team mulai memberikan bantuan
medis untuk para korban gempa dalam bentuk pengobatan. Pengobatan massal ini
dilakukan tak hanya di Kota Padang namun juga di Kabupaten Padang Pariaman. Di
Kota Padang, pengobatan dilakukan di bebarapa kecamatan antara lain Kecamatan
Bungus, Kelurahan Tunggul Hitam dan Kelurahan Ampang. Hippocrates Emergency
Team juga tetap berkoordinasi dengan Mercy Corps International dan Kogami
(Komunitas Tanggap Tsunami).
Tim Assessment HET FK Unand yang Berangkat ke Pariaman
Pengobatan Keliling HET di daerah Padang
Minggu, 4 Oktober 2009
Setelah melalui assessments dan koordinasi dengan SATLAK PB Kab.
Padang Pariaman, Hippocrates Emergency Team mendirikan posko kedua di Padang
Alai tepatnya di SMPN 1 V Koto Timur Kab. Padang Pariaman. Disini kita tidak
hanya mendirikan posko bantuan kesehatan, tapi juga posko yang digunakan untuk
penyaluran bantuan logistik.
Senin-Senin, 5-12 Oktober 2009
Hippocrates Emergency Team tetap melakukan pengobatan keliling ke daerah-
daerah di Kota Padang dan Pariaman.
Persiapan Pembagian Logistik
Jum’at, 10 Oktober 2009
Hippocrates Emergency Team menyebarkan bantuan berupa Sembako, terpal
dan selimut. Pada hari ini, Posko Pengobatan di Daerah Padang Alai juga berakhir
dan kembali ke Padang.
Minggu, 11 Oktober 2009
Hippocrates Emergency Team menyebarkan bantuan berupa Sembako, alat-
alat pertukangan, baju,selimut, dan lain-lain ke Kabupaten Padang Pariaman tepatnya
di Kecamatan Sei. Geringging.
C. Bentuk Kerjasama dengan NGO, Sukarelawan, Fakultas , RSUP DR DJAMIL,
Organisasi Tim Bantuan Medis.
Dalam penanggulangan bencana ini, HET sebagai organisasi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang tidak lepas dari kendala-kendala, antara lain : biaya
operasional, transportasi, komunikasi, obat-obatan, dan logistik. Oleh sebab itu HET
yang berada di bawah naungan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas mendapat dukungan
dari pihak fakultas, misalnya dari segi biaya operasional, obat-obatan, dan juga transportasi
yang dalam hal ini sangat bermanfaat dan menunjang sekali pergerakan HET. Selain itu saat
operasi dilapangan HET bekerjasama dengan relawan-relawan dari yang memiliki visi sama
dalam menanggulangi bencana, baik itu dari kalangan mahasiswa kedokteran ataupun dari
berbagai pihak luar. Kerjasama yang ada dapat dari segi biaya, koordinasi dan komunikasi,
penyaluran bantuan bencana, pengangkatan pengobatan gratis, transportasi,dll.
Dari catatan yang dimiliki, HET telah bekerja sama dengan :
Pengobatan Keliling di Pariaman
1. Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia (PTBMMKI)
2. POTMA Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3. Satkorlak PB Sumatera Barat,
4. Pusdalops BPB (Badan Penanggulangan Bencana) Kota Padang,
5. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat.
6. RS dr.M.Djamil
7. Mercy Corps International
8. Kogami
9. SATLAK PB Kab. Padang Pariaman
10. Solidaritas Anak Nagari
11. Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Jepang
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
13. Kanwil BRI Makassar
14. PT JST Bekasi, Indonesia
15. Dan lain-lain
Kerjasama HET dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) saat Pengobatan Massal di Pariaman
D. Profil Organisasi Hippocrates Emergency Team
Hippocrates Emergency Team ( HET ) adalah suatu Unit Kegiatan Mahasiswa
Fakultas (UKMF) dibawah Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. HET merupakan Tim Bantuan Medis ( TBM ), dimana
anggotanya dipersiapkan untuk menghadapi keadaan gawat darurat, baik kegawatdaruratan
medis maupun untuk keadaan bencana. Untuk itu, setiap anggota HET dibekali kemampuan
medis praktis dan Search and Rescue (SAR), guna mendukung untuk tercapainya tujuan
tersebut diatas. Tidak hanya itu, HET dimana keanggotaannya sendiri terdiri dari dokter
spesialis, dokter, mahasiswa klinik (Dokter Muda) dan pra klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas juga bertujuan untuk mempersiapkan anggotanya untuk terjun ke
masyarakat yang merupakan tuntutan profesi sebagai seorang dokter nantinya. Hal ini dapat
dilihat dari Pengabdian Masyarakat yang diadakan oleh Hippocrates Emergency Team yang
memperlihatkan kontribusi mahasiswa Kedokteran secara nyata. Sejak berdiri tanggal 12
November 1990 sampai saat ini anggota HET berjumlah lebih 300 orang.
Kondisi geografis dan topografi Indonesia umumnya dan Sumatera Barat khususnya
menempatkan kita sebagai salah satu wilayah yang rawan terjadinya bencana alam. HET
sebagai Tim yang siap diturunkan ke daerah bencana oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas telah melaksanakan tugas tersebut selama ini. Sejauh ini HET selalu mengirimkan
Tim bersama Fakultas ke daerah bencana, seperti pada saat gempa di Bengkulu tahun 2000,
gempa dan Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, bencana alam di Muara Sipongi, gempa di
solok, tanah datar, gempa bumi di Lunang Silaut (Painan), dan gempa bumi Padang-Pariaman
pada 2009.
Secara terperinci, kegiatan HET adalah sebagai berikut :
1. Bidang Medis
Materi Medis
Ilmu medis praktis ini dipelajari mulai dari tingkat pendidikan dasar,
diantaranya :
- RJP (Resusitasi Jantung Paru)
- Fraktur dan dislokasi
- Luka dan perdarahan
- Gigitan hewan berbisa (Envenomasi)
- Keracunan
- Ilmu Kedokteran Bencana
- Syok dan sinkop
- Sport Injuries
- Konvulsi
- Fisik Diagnostik
- Akut abdomen
- Resusitasi cairan
- Luka Bakar
- Bedah Minor
Dinas IGD
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anggota dalam mengaplikasikan
teori yang didapatkannya dan tanggap terhadap keadaan gawat darurat.
Penyelenggaraannya bekerjasama dengan IGD RS Dr. M. Djamil.
Materi-materi medis diatas diberikan oleh dokter dari bagian bedah dan anestesi RS
Dr. M. Djamil Padang. Selain itu juga diberikan oleh senior-senior HET yang telah mendapat
gelar dokter dan dokter spesialis.
Dr. Zaidulfar, Sp. An (K) Dr. Rizki Rahmadian, Sp.OT
2. Bidang Kegiatan Alam Terbuka
Tidak hanya berkutat di bidang medis, anggota HET juga melakukan kegiatan-
kegiatan di alam baik itu sebagai bekal dan persiapan dalam menghadapi keadaan bencana
ataupun untuk menyalurkan hobi anggota Hippocrates Emergency Team. Kegiatannya antara
lain :
Pendakian gunung
Diadakan minimal satu kali setahun
Rappelling dan Mountaineering. Bekerjasama dengan BRIMOB Padang
Panjang atau BRIMOB Padang Sarai
Penyeberangan kering
Penyeberangan basah
Caving (Penelusuran Gua)
Water Rescue. Bekerjasama dengan POLAIRUTDA Sumatera Barat
Vertical Rescue. Bekerjasama dengan Badan SAR Kota Padang.
Simulasi RJP
Mountaineering di BRIMOB Padang Sarai
Rappelling di Padang Panjang
Materi Vertical Rescue oleh BASARDA
Penyeberangan Basah di Padang Panjang
Simulasi Vertical Rescue di Badan SAR Padang
Caving di Gua Ngalau Baba Indarung
Pendakian Gunung Singgalang
3. Bidang Pengabdian Masyarakat
HET sebagai salah satu UKMF Fakultas Kedokteran Universitas Andalas juga turut
serta dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, salah satunya Pengabdian
Masyarakat. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini dilaksanakan minimal satu kali setahun dan
tergabung dalam rangkaian DIKLAT Medis dan SAR. Atau pun dilaksanakan dalam program
kepengurusan. Selain itu dapat juga diadakan atas permintaan instansi lain.
Pengabdian masyarakat Hippocrates Emergency Team meliputi :
Simulasi Terpadu Materi Mountaineering oleh BRIMOB Padang Sarai
Penyeberangan Kering di Lab. Anatomi Fak. Kedokteran Unand
Water Rescue / Water Safety
Sirkumsisi
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anggota HET dalam bedah minor.
Posyandu
Diantaranya yaitu penimbangan balita, pemberian makanan tambahan,
imunisasi, dan sebagainya.
Pengobatan massal dan Apotek
Bekerjasama dengan puskesmas setempat.
Penyuluhan
Diberikan oleh anggota HET guna melatih cara berkomunikasi anggota HET
dengan masyarakat.
Rangkaian kegiatan ini diangkat dengan melibatkan seluruh anggota HET mulai dari
mahasiswa hingga dokter spesialis. Selain itu juga bekerjasama dengan LSM-LSM terkait.
Pengobatan Massal Penyuluhan di SD Binaan HET
Pengobatan Massal di Kabupaten Agam pasca bencana gempa
Sirkumsisi Massal
4. Kegiatan Lain
Sebagai TBM, HET mempunyai satuan khusus untuk keadaan bencana. Selama ini
HET selalu berusaha mengirimkan Tim Bantuan Medis baik ke daerah bencana maupun ke
tempat selain daerah bencana.
TBM saat longsor TBM saat Gempa Bumi di Solok
Posyandu saat Pengabdian Masyarakat 2009
Pengobatan Gratis saat Pengabdian Masyarakat 2009
Sejak berdiri pada tahun 1990, HET telah mengirimkan TBM pada :
1. Gempa Bumi di Prov. Bengkulu
2. Gempa Bumi dan Tsunami di Prov. Nangroe Aceh Darussalam
3. Tanah Longsor di Muara Sipongi
4. Gempa Bumi di Solok, Tanah Datar, Payakumbuh
5. Gempa Bumi di Lunang Silaut (Painan)
6. Gempa Bumi Sumatera Barat
7. Pencarian orang hilang di Kasang
8. TBM Hash House Harriers Padang
9. TBM Pioda
10. TBM Pelatihan oleh BASARDA
11. TBM Lomba Karate
12. dan lain-lain
Selain sebagai TBM, anggota HET juga sering diminta untuk memberikan materi
medis praktis dan penanggulangan bencana. Beberapa diantaranya adalah pemberian materi
medis pada diklat Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) dan acara tingkat nasional tentang
penanggulangan bencana.
Sebagai bagian dari masyarakat, HET juga berbagi ilmu dengan semua mahasiswa
yang ada di Fakultas Kedokteran Unand dalam bentuk pemberian materi, dan kunjungan ke
Tim Siaga Bencana saat Simulasi Tsunami Pertolongan Pertama pada
saat Simulasi Tsunami
panti asuhan dalam rangka berbagi dengan sesama dan berusaha merasakan apa yang saudara
kita rasakan.
HET selalu berusaha untuk eksis dan mengembangkan diri dengan baik. Salah
satu caranya adalah dengan mengangkat acara besar seperti Pendidikan Penatalaksanaan
Gawat Darurat Medis ( PPGDM ) dan Jambore Nasional ( Jamnas ) XI serta Musyawarah
Nasional ( Munas ) VI. Jamnas XI dan Munas VI yang telah dilaksanakan pada bulan
Agustus 2007, telah berhasil mendapatkan keputusan-keputusan penting bagi
penanggulangan bencana di daerah dan nasional dan pesertanya telah mendapatkan pelatihan-
pelatihan yang mendukung untuk peningkatan kualitas anggota
Materi Penanggulangan Gempa dan Tsunami
Materi Envenomasi
Skrining kebersihan kuku di SD 23 Purus ( SD Binaan HET )
Penyuluhan dan Pemberian Barang Bekas Berkualitas ke Panti Asuhan Annisa
PPGDM VII yang telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2008, telah berhasil
memberikan ilmu gawat darurat medis kepada peserta yang berasal dari Umum ataupun
Mahasiswa Kedokteran
Pemberian Kenang-kenangan kepada Pembicara Seminar Nasional HET
Welcome Party di Kediaman Gubernur Sumatera Barat
Simulasi tatalaksana medis oleh peserta PPGDM VII
Panitia Jamnas XI Munas VI di Istana Bung Hatta Bukittinggi
Walaupun HET selalu berusaha memberikan yang terbaik, masih banyak terdapat
kekurangan. Terutama sarana dan prasarana yang mendukung HET sebagai Tim Siaga
Bencana. Sejauh ini, semua kendala yang dihadapi selalu terselesaikan dengan baik. Dan
dengan persiapan yang lebih baik lagi, HET berharap dapat menjalankan tugas dengan cepat
dan tepat.
BAB III
PERAN MAHASISWA KEDOKTERAN DI DALAM PENANGGULANGAN
BENCANA
A. Peran penting Mahasiswa Kedokteran dalam Penanggulangan Bencana
Mahasiswa adalah suatu kumpulan kekuatan yang potensial untuk diberdayakan
dalam hal penanggulangan bencana. Dari segi kuantitas, jumlah mahasiswa dikatakan lebih
dari cukup. Sementara itu, kualitas sebagian besar mahasiswa juga sama baiknya. Sebagai
Pemberian Materi oleh dr. FadilPemberian materi Teknik Pembalutan
oleh dr. Wirsma Arif, Sp. B (Onk)
orang yang tengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi, walaupun dengan berbagai
latar belakang disiplin ilmu yang berbeda, mahasiswa mempunyai kemampuan pola pikir
kritis, berwawasan luas, dan inovatif yang diharapkan dapat menjadi andalan masyarakat
untuk meringankan beban komunitas disaat terjadinya bencana.
Mahasiswa dapat mengambil peran mulai pada saat prabencana, saat bencana, dan
pasca bencana. Di saat terjadinya bencana banyak kerusakan terjadi, tidak hanya
infrastruktur, korban jiwapun banyak berjatuhan. Kerusakan-lerusakan tersebut tak pelak lagi
membuat manusia yang hidup di dalamnya mengalami penurunan kualitas hidup. Kita ambil
contoh disaat terjadinya gempa bumi Sumatera Barat, 30 september 2009, seketika daerah
yang terkena dampak paling besar seperti Kota Padang lumpuh. Listrik padam, pasokan air
bersih tidak mengalir, bangunan-bangunan tersungkur, korban jiwa berjatuhan. Bagi mereka
yang selamatpun harus menghadapi masalah selanjutnya. Rusaknya tempat bermukim, tidak
adanya pasokan air bersih, kondisi stres seperti ini tentu membuat kualitas kesehatan turun.,
terutama anak-anak dan wanita sangat mudah jatuh sakit.
Masalah kesehatan penduduk korban bencana ini sebenarnya dapat dicegah dan
ditangani, para mahasiswa juga dapat berperan aktif di dalam bidang satu ini. Mahasiswa
kedokteran, selaku kelompok mahasiswa yang dibekali ilmu kesehatan sudah seharusnya ikut
membantu, mengaplikasikan ilmu yang mereka miliki. Mahasiswa kedokteran (preklinik dan
klinik) dapat mengambil peran dalam tindakan preventif, pertolongan pertama, kuratif, dan
juga rehabilitatif.
Dalam tindakan preventif mahasiswa kedokteran bisa melakukan promosi kesehatan
berupa penyuluhan atau langsung mengajarkan ilmu-ilmu aplikatif demi menigkatkan
kualitas kesehatan korban bencana tersebut. Penyakit- penyakit yang biasa berjangkit setelah
bencana biasanya tergantung daripada jenis bencana itu sendiri. Pada bencana banjir sering
terjadi penyakit-penyakit yang berpangkal pada air (water borne disease), seperti diare,
muntaber, leptospirosis, gatal-gatal, dan penyakit kulit lainnya. Tidak jarang penyakit-
penyakit tersebut menjadi wabah. Mahasiswa kedokteran dapat memberikan penyuluhan
mengenai pentingnya penggunaan air bersih, pengelolaan sanitasi yang baik, dan
menerangkan apa dampak yang akan terjadi bila hal-hal tersebut tidak dikelola dengan baik.
Sambil terus melakukan pemantauan berkelanjutan berharap timbulnya penyakit pada korban
bencana dapat ditekan seminimum mungkin.
Pada saat terjadinya bencana, banyak penduduk yang secara langsung ataupun tidak
langsung mengalami stress atau trauma fisik. Banyak diantara tersebut adalah kejadian yang
bersifat kedaruratan sampai kegawatdaruratan yang tidak dimengerti oleh orang awam.
Mahasiswa kedokteran, tentunya yang telah dibekali ilmu ini, yang berada di dekat tempat
kejadian tentunya berkewajiban untuk menolong. Pada bencana gempa banyak orang yang
tertimpa bangunan atau terjatuh saat menyelamatkan diri. Luka, perdarahan, henti nafas akut,
patah tulang, dan cedera lainnya sering mengikuti korban gempa. Sebagian dapat ditangani
ditempat dan sebagian lagi harus mendapat pelayanan kesehatan di tempat yang memadai.
Sebagian mahasiswa kedokteran, terutama yang masih menempuh pendidikan preklinik, pasti
masih merasa ragu untuk melakukan tindakan perbaikan, tetapi masyarakat tidak mau tahu
hal tersebut. Mereka mengandalkan kita untuk menolong sanak saudaranya dan juga menjadi
suatu kewajiban moral bagi kita untuk menolong. Sudah selayaknya mahasiswa kedokteran,
meskipun masih pada jenjang preklinik, menguasai ilmu-ilmu medis praktis untuk menguasai
keadaan darurat di lapangan sehingga mahasiswa kedokteran dapat memberikan pertolongan
pertama pada keadaan-keadaan seperti di atas. Mahasiswa kedokteran yang tinggalnya di
daerah sekitar bencana tentunya yang menjadi harapan pertama.
Beberapa hari setelah kejadian penyakit-penyakit biasanya datang menghampiri
korban bencana, terutama yang tinggal di tenda-tenda penampungan. Peran mahasiswa
kedokteran (jenjang klinik) akan sangat terasa manfaatnya di saat ini. Walaupun belum
menjadi dokter dan belum memiliki surat izin praktek, dalam kondisi seperti ini, tidak ada
salahnya mereka mencoba mempraktekan ilmu yang mereka miliki walaupun hanya
mengobati penyakit secara simptomatik.
Di masa rehabilitatif mahasiswa kedokteran dapat membantu dalam kegiatan
penyembuhan trauma dan rasa takut pasca bencana. Bekerjasama dengan berbagai elemen
ikut membantu memulihkan mental dan jiwa para korban.
Tidak hanya pada bidang-bidang yang terlingkup dalam dunia kesehatan, mahasiswa
kedokteran sama seperti pemuda-pemuda lainnya, mereka juga dapat mengambil bidang
lebih luas dalam penanggulangan bencana. Melihat posisi medis yang telah mencukupi
mereka bisa ikut membantu dalam bidang logistik, komunikasi, bahkan dapur umum
sekalipun. Tidak batasan dalam berbuat baik yang terpenting kita mampu dan ikhlas
mengerjakannya
Semua potensi mahasiswa (kedokteran khususnya) diatas tersebut akan lebih baik
lagi jika diorganisir dengan rapi. Pihak fakultas sebenarnya adalah yang paling ideal berperan
sebagai pihak penggerak mahasiswa. Akan tetapi, apakah kita yang bersemangat menggebu-
gebu untuk menolong sesama harus menunggu lama jika pihak fakultas yang kita harapkan
mengkoordinasikan tidak juga bergerak. Mahasiswa selaku kaum intelektual dapat
mengkoordinir potensi yang mereka punya tanpa menunggu pihak atas. Sehingga potensi
merekapun tidak terbuang sia-sia.
Mahasiswapun dapat menunjukan partisipasinya langsung dengan menolong orang-
orang yang terdekat dengannya ketika mengalami bencana karena pada fase-fase awal
tanggap darurat bencana bukanlah relawan-relawan dari jauh yang kita harap, tetapi adalah
orang-orang yang terdekat dengan kita.
B. Fakta yang Terjadi ditinjau dari peran Serta Mahasiswa Kedokteran Saat
Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Sumatera Barat 30 September 2009.
Harapan idealnya mahasiswa (kedokteran) berperan seperti sebagaimana di atas.
Akan tetapi hal itu tampaknya belum terwujud sempurna. Sebagian besar mahasiswa masih
terlalu takut atau egois untuk turun membantu meringankan dampak bencana.
Fakta seperti ini bisa dilihat sewaktu bencana gempa besar Sumatera Barat 30
September 2009 kemarin. Pada saat terjadinya gempa mahasiswa turut larut dalam
kepanikan. Di kampus Fakultas Kedokteran Unand yang terletak di Perintis Kemerdekaan
tidak jauh beda. Ratusan mahasiswa yang tinggal di sekitar kampus berbondong-bondong
mendatangi kampus memenuhi lapangan parkir dan lapangan basket. Jaringan komunikasi
yang terputus juga membuat keadaan tambah mencekam. Keadaan riuh didalam kampus tidak
beda jauh dengan keadaan di luar kampus. Jalan perintis kemerdekaan macet total, ribuan
warga berusaha saling mendahului menuju tempat tertinggi menghindari tsunami. Bahkan
beberapa hari setelah gempa seluruh mahasiswa yang berasal dari negeri jiran, Malaysia,
eksodus ke negeri asal mereka. Sebagian besar dari mereka tidak lagi kembali untuk
melanjutkan pendidikan mereka.
Tidak semua mahasiswa kedokteran pada saat itu larut dalam kecemasan. Beberapa
menit setelah gempa pukul 17.16 WIB tersebut sekelompok mahasiswa yang tergabung
dalam Hippocrates Emergency Team (HET) langsung bersiaga menanggapi status tanggap
darurat. Anggota HET yang dikoordinasikan oleh Irfan Meison Hardi (Koordinator Satgas)
disebarkan ke beberapa lokasi yang membutuhkan. Sampai H+12 atau sampai pada tanggal
12 Oktober 2009 anggota HET ikut menyokong fase tanggap bencana tersebut. Tidak hanya
Kota Padang, anggota-anggota HET yang memang sudah terlatih ini juga sampai ke
kabupaten Pariaman, daerah terparah yang terkena dampak gempa. Suatu hal yang cukup
membanggakan bagi Fakultas Kedokteran Unand.
Hari-hari pertama pasca gempa memang belum banyak mahasiswa kedokteran yang
menanggapi bencana tersebut, hal yang cukup membahagiakan berlangsung satu minggu
setelah bencana. Beberapa kelompok mahasiswa kedokteran Unand juga turut bergabung
mengabdikan diri menjadi relawan.
Gempa 30 September 2009 kemarin merupakan satu contoh kecil yang
memperlihatkan hasil kurang memuaskan bagi peran mahasiswa kedokteran dalam
menanggapi bencana. Kita tidak pernah tahu kapan bencana itu akan terjadi. Bisa jadi hari
ini, besok, lusa, atau minggu depan bencana itu datang menghampiri kita sekali lagi. Kita
harus siap kapanpun, tetapi kesiapan tersebut bukanlah hal yang instan. Perlu ada suatu
kordinasi sebelum bencana itu terjadi, pelatihan terhadap mahasiswa, penyiagaan
perlengkapan, dan manajemen yang baik menghadapi itu semua.
C. Kebaikan dan Kerugian Mahasiswa Ikut Berpartisipasi dalam Penanggulangan
Bencana
Mahasiswa memang menjadi salah satu harapan besar masyarakat dalam
meringankan beban mereka ketika bencana terjadi. Akan tetapi, tentunya seperti suatu
mekanisme sistem ada sisi positif dan negatif. Begitu pula berperannya seorang mahasiswa
dalam penanggulangan bencana. Kemungkinan positif tentunya akan dengan senang hati
dimanfaatkan. Dan hal-hal yang merugikan tentunya seminimal mungkin ditekan.
Dengan suatu koordinasi dan manajemen yang baik pada fase prabencana, mahasiswa akan
mendapatkan manfaat dari kerja keras mereka disaat bencana itu datang. Manfaat-manfaat
tersebut yang didapat mahasiswa, antara lain:
Mahasiswa akan dengan langsung dapat mengaplikasikan ilmu yang telah mereka
pelajari
Mahasiswa dapat belajar bagaimana bekerja ditengah masyarakat
Mahasiswa dapat menambah keahlian dan pengetahuan mereka. Banyak ilmu-ilmu
yang tidak diajarkan di bangku kuliah didapatkan selama mereka berkecimpung di
dunia bencana.
Mahasiswa dapat memperluas hubungan sosial mereka. Mereka yang bergerak dalam
penanggulangan bencana adalah sekelompok orang yang berada dalam satu
penanggungan. Rasa kebersamaan akan saling mengakrabkan mereka.
Keadaan sulit disaat bencana akan menumbuhkan rasa iba dan prihatin. Bagi
mahasiswa yang dapat mengenali momen ini akan melatih kepekaan rasa
kemanusiaan mereka sehingga secara tidak langsungpun mereka menjadi mahasiswa
yang lebih humanis.
Walaupun bukan sebagai tujuan utama, keaktifan dikegiatan penanggulangan bencana
bisa mendatangkan penghasilan yang lumayan. Bergabung dalam LSM yang ikut aktif
dalam penanggulangan bencana akan mendapatkan tunjangan finansial yang dapat
juga membantu perkuliahan.
Selain hal-hal diatas banyak lagi manfaat positif yang dapat disimpulkan mahasiswa itu
sendiri ketika turut bergabung dalam kegiatan penanggulangan bencana.
Dalam kegiatan penanggulangan bencana dapat juga ditemukan beberapa sisi lemah
bagi mahasiswa, misalnya:
Mahasiswa yang terlalu aktif terkadang secara tidak langsung mengorbankan
pendidikan mereka sendiri, sesuatu yang sebenarnya menjadi tujuan mereka dalam
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Beberapa di antara mereka terpaksa
menunda kelulusan.
Berkecimpung di dunia penanggulangan bencana adalah sebuah panggilan jiwa.
Panggilan jiwa ini membuat beberapa orang betul-betul larut didalamnya. Harta benda
sendiri tidak segan-segan dipergunakan untuk menolong korban bencana. Hal ini
sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat terpuji, tetapi bagi mahasiswa yang
notabenenya belum berpenghasilan hal ini terkadang menjadi masalah. Mereka yang
bermurah hati tersebut akhirnya mengalami kesulitan finansial sendiri.
Tidak mendapat dukungan orang tua. Jiwa muda mahasiswa yang menggebu
membuat mereka selalu bersemangat apabila menggeluti suatu kegiatan, tidak
terkecuali hal penanggulangan bencana. Sebagian orangtua tidak menyetujui anak
yang mereka sayangi ikut bersusah-susah menghadapi kerasnya dampak bencana
namun semangat muda anak-anak mereka bertentangan dengan keinginan mereka.
Perbedaan pandangan ini tidak jarang membuat hubungan anak-orangtua pun menjadi
renggang.
Cedera. Pada dunia penanggulangan bencana terutama pada fase tanggap bencana
kerusakan sisa bencana masih berserakan, bencana susulanpun masih mungkin
menghampiri. Dalam setiap kegiatan operasi lapangan tanggap bencana tentunya kita
selalu berusaha untuk menjadikan faktor keselamatan pribadi di atas segala-galanya,
tetapi kadang nasib buruk menyapa, luka, cedera, penyakit menular, trauma fisik-
mental, sampai kehilangan jiwa bisa terjadi termasuk pada rekan-rekan mahasiswa.
Hal-hal buruk tersebut sebenarnya dapat ditekan seminimal mungkin dengan
persiapan sedemikian rupa yang semaksimal mungkin. Sebagai seorang dewasa yang
berintelektual mahasiswa harus sadar diri dan mampu membaca situasi dan keadaan
dimanapun termasuk dalam sudut pandang kebencanaan.
D. Keterbatasan dari Mahasiwa Kedokteran Untuk Terlibat dalam Penanggulangan
Bencana
Setiap manusia pasti mempunyai kelebihan yang dianugerahkan Tuhan kepada
dirinya. Kelebihan tersebut akan optimal jikalau mereka berusaha untuk mengenali,
mempelajari, melatih, dan mengaplikasikannya.
Mahasiswa kedokteran sendiri memiliki banyak potensi lebih. Secara umum mereka
adalah orang-orang yang mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Sudah menjadi rahasia
umum untuk menempuh pendidikan menjadi seorang dokter harus mempunyai satu syarat,
pintar.
Akan tetapi, kepintaran secara akademis bukan berarti membuat setiap mahasiswa
kedokteran yang berkecimpung di dunia kebencanaan sukses. Ada beberapa keterbatasan dari
mahasiswa kedokteran baik ditinjau dari sudut pandang pribadi atau pun sistem yang
mengayomi mereka. Berikut beberapa diantaranya:
Mahasiswa kedokteran tidak terbiasa dengan bencana. Kurikulum pendidikan dokter
saat ini belum memasukan Ilmu Kedokteran Bencana sebagai salah satu kompetensi
yang harus dimiliki seorang dokter umum. Beberapa fakultas kedokteran hanya
memasukan cabang ilmu itu sebagai mata kuliah elektif.
Kurangnya pengetahuan dan pelatihan. Dalam dunia kebencanaan kita tidak kaku.
Kita tidak hanya menjalankan bidang sesuai keprofesian kita, tetapi apabila
dibutuhkan kita harus siap menjalankan peran diluar bidang keprofesian kita. Sebagai
seorang dokter akan lebih sempurnanya jika kita dapat menjadi dokter yang mampu
diterjunkan ke lapangan, tidak hanya duduk manis di posko kesehatan. Untuk dapat
menjadi seorang dokter yang diharapkan tersebut tentunya perlu dibekali ilmu dan
pelatihan lapangan, fisik, stamina, dan mental juga perlu dilatih. Pembekalan ilmu
evakuasi adalah salah satu contoh ilmu lapangan yang perlu dipelajari oleh seorang
dokter atau mahasiswa kedokteran sendiri. Sehingga nantinya dokter dapat langsung
terjun ke lapangan membantu mengikuti proses evakuasi, memperkecil resiko
keparahan korban sewaktu dievakuasi, dan langsung melakukan pertolongan pertama
di tempat.
Beban Studi mahasiswa kedokteran yang relatif berat. Untuk menjadi seorang dokter
seorang mahasiswa kedokteran harus menempuh pendidikan yang cukup panjang
dengan beban yang relatif berat. Untuk menyelesaikan pendidikan preklinik saja
seorang mahasiswa harus menyelesaikan lebih-kurang 130 SKS, belum lagi masa
pendidikan klinik yang sangat padat. Beban studi ini membuat mahasiswa kedokteran
harus banyak berkutat dengan kuliah dan perpustakaan. Banyak dari mereka yang
tidak mempunyai waktu untuk concern pada kebencanaan.
Kesan eksklusif mahasiswa kedokteran. Di dunia luar banyak orang, kelompok
mahasiswa lain, menilai mahasiswa kedokteran adalah kelompok mahasiswa yang
eksklusif. Hal ini mungkin diakibatkan kurangnya sosialisasi sebagian besar
mahasiswa kedokteran kepada rekan-rekan mahasiswa lain. Mahasiswa
kedokteranpun yang cenderung berkelompok ketika turun ke masyarakat memperkuat
kesan ini. Akibatnya mahasiswa kedokteran tidak bisa berkerja sama secara
maksimal, terutama dengan kelompok mahasiswa lainnya.
Kurangnya sarana dan prasarana. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh kurang
kepeduliannya pihak fakultas terhadap kesiapan mahasiswanya menghadapi bencana.
Tidak jarang, organisasi mahasiswa yang telah mengidentifikasikan diri sebagai tim
emergency sekalipun sulit untuk mendapat bantuan sarana dan prasarana.
Kelemahan-kelemahan mahasiswa kedokteran dalam dunia kebencanaan di atas
tentunya harus menjadi perhatian mahasiswa kedokteran itu sendiri, pihak fakultas, dan
pihak-pihak terkait lainnya. Mereduksi hal-hal tersebut ikut mereduksi hal-hal yang tidak kita
harapkan dari mahasiswa kedokteran dalam menghadapi bencana.
E. Menjadi Mahasiswa yang Tanggap Bencana
Sebenarnya tidak ada yang membatasi seseorang untuk turut berperan aktif dalam
penanggulangan bencana. Banyak peran yang masih kosong untuk diisi, tidak mesti pula
adalah peran yang sesuai keahlian kita. Yang penting adalah menjadi berguna bagi
masyarakat. Membantu orang terdekat kita yang sedang kesusahan adalah suatu perbuatan
yang sangat mulia.
Demi mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh mahasiswa kedokteran dalam
peran aktif mereka di bidang kebencanaan banyak usaha yang dapat dilakukan, baik oleh
pihak fakultas, organisasi mahasiswa, ataupun pribadi mereka sendiri.
Pihak Fakultas:
Memasukan Ilmu Kedokteran Bencana kedalam kurikulum pendidikan dokter
Mengenalkan mahasiswa kepada bencana: mengenalkan kepada jenis-jenis bencana,
pihak-pihak terkait dalam bencana, peran mahasiswa kedokteran dalam bencana, dll
Memberikan pelatihan-pelatihan terkait penanggulangan bencana
Mengkordinasi mahasiswa dalam penanggulangan bencana
Menyediakan sarana dan prasarana demi penanggulangan bencana
Mempermudah izin bagi mahasiswa yang ikut turun dalam tanggap bencana
Mengapresiasi setiap mahasiswa yang telah ikut dalam penanggulangan bencana
Individu:
Menyadari bahwa dirinya mempunyai potensi dan sangat dibutuhkan masyarakat
Menyiapkan diri sebaik mungkin menghadapi bencana
Mencari dan menambah pengetahuan dalam kebencanaan
Mengikuti pelatihan-pelatihan yang menunjang
Bersikap kooperatif di dalam kegiatan penanggulangan bencana
Bergabung dalam organisasi atau instansi terkait
Tetap memperhatikan akademik karena tujuan utama seorang mahasiswa adalah
menuntu ilmu sesuai bidangnya dan memberi pengertian kepada orang tua agar tidak
terjadi kesalahpahaman
Saling berbagi ilmu dan pengalaman kepada rekan-rekan lain demi kepentingan
regenerasi
Demi terwujunya mahasiswa yang tanggap bencana tidak hanya merupakan peran
satu pihak, tetapi saling kerjasama berbagai pihak, usaha keras, dan pengertian kita bersama.
Bukanlah hal mustahil kita bisa mewujudkan kampus siaga bencana.
F. Pelatihan-pelatihan yang Perlu Diikuti oleh Mahasiswa Kedokteran
Banyak pelatihan yang bisa diikuti mahasiswa kedokteran untuk menjadi seorang
mahasiswa yang tanggap akan bencana, antara lain:
Pelatihan Basic Life Support. Pelatihan ini penting sekali untuk semua orang,
terutama sekali para tenaga medis. Banyak keadaan gawat darurat dilapangan yang
harus mendapat tatalaksana ditempat. Kemampuan BLS sangat penting disini.
Pengenalangan penyakit-penyakit pasca bencana. Mahasiswa kedokteran harus
mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang merebak setelah terjadinya bencana.
Dengan itu mereka dapat melakukan tindakan preventif agar penyakit tersebut tidak
mewabah. Bahkan dalam keadaan darurat mereka diharapkan dapat menegakan
diagnosis sementara dan memberikan therapi.
Pengenalan obat-obatan. Menindaklanjuti aspek diatas, pengenalan obat-obatan
sangat perlu sekali. Minimal mereka harus mengetahui nama obat, indikasi,
kontraindikasi, aturan pakai, dan efek samping obat.
Pelatihan penyuluhan. Mahasiswa kedokteran mempunyai pengaruh yang cukup
disegani masyarakat. Hal ini dapat digunakan untuk menyuluh dan menggerakan
masyarakat untuk menghindari hal-hal yang menurunkan kwalitas kesehatan mereka.
Teknik evakuasi. Sebagai dokter alangkah baiknya kita mempunyai kemampuan
lapangan, tidak hanya menunggu bola. Seorang dokter dapat terjun langsung pada
operasi SAR menjadi seorang rescuer dan langsung menatalaksana di tempat terhadap
korban yang membutuhkan. Untuk mengikuti operasi SAR tersebut tentunya
dibutuhkan ilmu evakuasi, baik evakuasi darat, perairan, ataupun ketinggian.
Alangkah sempurnanya jika seorang dokter atau mahasiswa kedokteran menguasai
ketiga teknik evakuasi tersebut.
Selain itu ilmu-ilmu lain yang juga selayaknya bisa dikuasai mahasiswa kedokteran
sebagaimana yang juga diberikan kepada relawan-relawan lain adalah manajemen
bencana, dapur umum, assesment, manajemen posko, sanitasi, trauma healling, dll.
G. Fasilitas yang Mendukung
Untuk mewujudkan semua itu tentunya tidak terlepas dari dukungan sarana dan
prasarana. Peran vital fasilitas tidak dapat dipungkiri. Beberap fasilitas yang kiranya perlu
disediakan, antara lain:
Komunikasi. Peran komunikasi sangat vital sekali di saat terjadinya bencana.
Pendirian sebuah stasiun radio di masing-masing fakultas akan sangat membantu
dalam menerima atau memberi informasi mengenai bencana. Disamping itu juga
perlunya alat komunikasi mobile berupa pesawat HT yang digunakan tim saat turun
ke lapangan.
Alat-alat emergency, seperti alat-alat yang digunakan untuk pertolongan pertama.
Obat-obatan yang memadai
Perlengkapan lapangan yang memadai, seperti tandu, senter, baju lapangan, alat-alat
rescue, dll
Logistik. Yang dimaksud logistik disini adalah perlengkapan seperti tenda darurat,
terpal, genset, kebutuhan sangan, dan tentunya kebutuhan pangan sendiri bagi anggota
tim
Transportasi. Mobil ambulan dan sebuah kendaraan operasional adalah suatu modal
transportasi yang ideal
Posko dan tim pengelola. Posko dibutuhkan agar birokrasi dan manajemen lebih
gampang. Juga dibutuhkan orang-orang yang memang concern bekerja memanajemen
semua hal tersebut.
Fasilitas walaupun sangat vital bukan berarti menjadi suatu penghalang niat kita
untuk membantu sesama dalam penanggulangan bencana. Niat dan usaha adalah dua hal yang
menjadi dasar. Kerja pada bidang kebencanaan bukanlah suatu kerja yang menghasilkan,
disini kita dituntut untuk ikhlas dan berdedikasi. Segala usaha kita akan dinilai oleh
masyarakat sendiri dan Tuhan tentunya.
BAB IV
ASPEK MEDIKOLEGAL MAHASISWA KEDOKTERAN BERTINDAK DALAM
PELAYANAN GAWAT DARURAT BENCANA
A. Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat bencana terutama pada fase pra-rumah sakit umumnya
tindakan pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih
maupun yang terlatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk
melakukan tindakan medis dalam undang-undang kesehatan tidak akan diterapkan, karena
masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu
mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di
bidang kesehatan.3 Tenaga kesehatan menurut UU No. 36/2009 tentang Kesehatan : “Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.4
Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah
mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya
di bidang ini (misalnya petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan
tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan
membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.4
Jadi dalam hal ini, seorang mahasiswa kedokteran tentu bukanlah termasuk kedalam
kelompok “masyarakat awam”, namun mereka juga belum dapat digolongkan sebagai tenaga
kesehatan. Namun, mahasiswa kedokteran dapat dikatakan sebagai tenaga yang terdidik dan
terampil dalam bidang kedokteran, karena selama pendidikannya dan selaras dengan tujuan
pendidikannya yaitu mempersiapkan mereka sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi dalam menangani masalah kesehatan. Oleh sebab itu, mereka juga memiliki
tanggung jawab dan berkewajiban menolong sesama sesuai dengan ilmu dan keterampilan
yang telah dipelajarinya dalam bidang kedokteran.
B. Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Pengertian gawat darurat menurut The American Hospital Association (AHA) adalah:
An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever
assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-requires immediate medical
attention. This condition continues until a determination has been made by a health
care professional that the patient’s life or well-being is not threatened.3
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat
walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara
false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adalah:
A true emergency is any condition clinically determined to require immediate medical
care. Such conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to
the hospital to those that are diagnostic problems and may or may not require admission
after work-up and observation.” 3
Selain menempatkan pasien dalam keadaan gawat darurat, perlu dilakukan penilaian
dan penentuan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi pasien, untuk itu
diselenggarakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah
dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui
standing order yang disusun rumah sakit.3
Selain itu perlu pula dibedakan antara penanganan kasus gawat darurat fase pra-
rumah sakit dengan fase di rumah sakit. Pihak yang terkait pada kedua fase tersebut dapat
berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat pula orang
awam, disinilah di perlukannya peran yang lebih besar untuk mahasiswa kedokteran yang
telah terlatih ikut terlibat, sebab kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit
sangat menentukan survivabilitas pasien. Sedangkan pada fase rumah sakit umumnya yang
terlibat adalah tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat.
C. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-
undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam
fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong
seseorang dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang
menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat
utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan
atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila
pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak
berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang
dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan
trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong.3
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga
kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian
terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi
penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan
dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat
peristiwa tersebut terjadi.
Kita mengetahui bahwa setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari
pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.36/2009
tentang Kesehatan pasal 56 ayat 1. Namun, dalam keadaan gawat darurat di mana harus
segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi, tidak
perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989).3
Hal lain yang perlu diperhatikan bagi setiap penolong selain hal diatas adalah apabila
seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat, maka ia harus melakukannya
hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang melanjutkan pertolongan itu atau korban tidak
memerlukan pertolongan lagi. Dalam hal pertolongan tidak dilakukan dengan tuntas maka
pihak penolong dapat digugat karena dianggap mencampuri/ menghalangi kesempatan
korban untuk memperoleh pertolongan lain (loss of chance).3
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gempa bumi yang melanda Sumatera Barat pada 30 September 2009 telah
diajadikan sebagai bencana nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini disebabkan
karena bencana gempa bumi ini telah merenggut banyak korban jiwa dan merusak tatanan
kehidupan masyarakat Sumatera Barat diberbagai sektor. Korban jiwa yang banyak
berjatuhan disebabkan karena kurangnya ketanggapan dan kesigapan sebagian besar
masyarakat dalam menghadapi bencana, yang merupakan sesuatau hal yang tidak perlu
terjadi, jika hal ini telah dicegah dengan baik sebelumnya.
Untuk mencegah meluasnya kerugian yang terjadi akibat gempa bumi terutama di
segi korban jiwa dan kesehatan penduduk yang survive, serangkaian tindakan penyelamatan
segera yang efektif dan efisien mutlak di perlukan. Mengharapkan bantuan dari pihak luar
bukanlah keputusan yang bijak pada saat itu, mengingat pilihan itu membutuhkan
serangkaian birokrasi dan waktu. Oleh sebab itu, pemberdayaan maksimal segala potensi dan
sumber daya masyarakat Sumatera Barat, khususnya kota padang dan pariaman sebagai
daerah yang terkena bencana dan yang paling dekat dengan bencana merupakan pilhan yang
tepat dan rasional. Berdasarkan pemikiran inilah sudah seharusnya-lah seluruh potensi yang
dimilki dapat di berdayakan, salah satunya ialah Mahasiswa Kedokteran.
Salah satunya HET FK Unand sebagai bagian dari Mahasiswa Kedokteran yang
terlatih dalam kedaruratan penanggulangan bencana terutama di bidang medis dan sekaligus
berada tepat di lokasi bencana mutlak untuk dapat melakukan serangkaian tindakan yang
cepat, tepat, tanggap, terorganisir, efektif dan efisien dalam menangani kegawatdaruratan
medis dalam penanggulangan bencana tersebut. Tindakan ini cukup membantu dalam
rehabilitasi penanganan korban bencana, terbukti dari besarnya apresiasi masyarakat korban
bencana dan banyaknya kerjasama-kerjasama dengan berbagai pihak yang terbina selama
penanggulangan bencana berlangsung.
B. SARAN
Dalam evaluasi tindakan yang dilakukan oleh HET, dan beberapa relawan yang ikut
serta, masih memiliki beberapa kekurangan yang patut dijadikan sebagai ”pekerjaan rumah”
bagi masyarakat terutama pemerintah terkait. Beberapa kelemahan ini, diantaranya adalah
masih minimnya pengetahuan dan dukungan masyarakat dan pemerintah (birokrasi) dalam
penanganan korban bencana, fasilitas yang belum memadai, dan belum jelasnya pembagian
peran serta dan kewajiban setiap pihak yang terkait dalam penanganan bencana ini.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan evaluasi dan kajian yang lebih mendalam tentang
standar penanggulangan bencana, pembekalan pengetahuan penanggulangan bencana kepada
masyarakat. Selain itu juga yang tidak kalah pentingnya ialah pembahasan mengenai aspek
kepastian hukum dalam tindakan gawat darurat bencana terutama dalam bidang medis yang
masih menjadi polemik bagi tenaga kesehatan dan terutama relawan seperti teman-teman
mahasiswa kedokteran yang turun dalam penanggulangan bencana.
Keterangan :
1. Koordinator Satgas : salah satu dari pengurus inti HET yang bertugas membentuk dan
mengkoordinir satuan-satuan tugas (satgas). Anggota satuan tugas (satgas) berasal dari
anggota HET yang ditugaskan sebagai Tim Bantuan Medis di lapangan.
2. Anggota HET terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu anggota aktif dan anggota non
aktif. Anggota aktif adalah anggota HET yang masih terdaftar sebagai mahasiswa sarjana
srata 1 (S1) atau dokter muda (co-ass), terdiri dari 3 strata, yaitu anggota biasa, anggota
utama, dan anggota khusus. Sedangkan anggota non-aktif dikenal sebagai anggota luar
biasa dan Anggota Kehormatan, merupakan anggota HET yang telah menyelesaikan
pendidikan sarjana strata 1 (S1) dengan prediket dokter (Luar Biasa), dan orang-orang
yang dianggap berjasa terhadap kemajuan Hippocrates Emergency Team (Kehormatan).
3. Shelter : kb. 1 (tempat) perlindungan. 2 lindungan, naungan. -kkt. 1 memberi tempat,
menginap kepada. 2 berlindung/bersembunyi kepada, menyembunyikan (a fugitive). -
sheltered ks. tersembunyi, bersembunyi.
4. Sekretariat HET : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
Jln. Perintis Kemerdekaan Padang 25128
Telp : 0852 7444 2000
Email : [email protected]
DAFTAR PUSTAKA
1. Jasmi, Khairul dkk. Gempa Dahsyat Sumatera Barat. Padang: PT Genta Singgalang
Press; 2010. h 2-6
2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009. Gempa Bumi di Sumatera Barat.
http//www.pu.go.id. Di Unduh pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 14.00 WIB
3. Herkutanto, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Majalah Kedokteran
Indonesia Volum: 57 Nomor: 2, Februari 2007
4. Undang-undang No 36/2009 tentang Kesehatan