PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN ZIG-ZAG RUN DAN
PLYOMETRIC TERHADAP TINGKAT KELINCAHAN PADA
ANGGOTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS
SMA NEGERI 1 SESENAPADANG
SKRIPSI
SURIANI MEISI P.S
C131 14 312
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN ZIG-ZAG RUN DAN
PLYOMETRIC TERHADAP TINGKAT KELINCAHAN PADA
ANGGOTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS
SMA NEGERI 1 SESENAPADANG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana
Disusun dan diajukan oleh
SURIANI MEISI P.S
Kepada
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Suriani Meisi Paulus Sudi
NIM : C131 14 312
Program Studi : Fisioterapi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Mei 2018
Yang Menyatakan
(Suriani Meisi Paulus Sudi)
vi
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa, yang telah menganugerahkan berkat, tuntunan dan penyertaan-Nya,
sehingga penulisan skripsi ini yang berjudul “Perbandingan antara Latihan Zig-
Zag Run dan Plyometric terhadap Tingkat Kelincahan pada Anggota
Ekstrakurikuler Bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang” dapat terselesaikan
dengan baik yang sekaligus menjadi syarat untuk menyelesaikan studi di program
studi Fisioterapi, Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin. Banyak kendala
yang dihadapi dalam penyelesaian skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai
pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati, menyampaikan
penghargaan dengan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtuaku yang teristimewa dan tersayang Ayahanda Yakub Sudin
dan Ibunda Almh. Kory atas segala doa, perhatian, kasih sayang, dorongan
moral dan materi serta segala nasehatnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan Fisioterapi, Fakultas Keperawatan, Universitas
Hasanuddin.
2. Saudaraku Yasriani, Anna Dwita, Very Kristian, Juni Susanti yang selalu
memberikan dukungan doa, motivasi, dan materi dalam bentuk apapun dan
juga untuk Tri Yudha yang tidak pernah bosan meminjamkan printnya selama
penyusunan skripsi ini
vii
3. Ibu Salki Sadmita, S.Ft, Physio, M.Kes dan Ibu Andi Besse Ahsaniyah, S.Ft,
Physio, M.Kes selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan dorongan, bimbingan, arahan, dan kerjasama
selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Bustaman Wahab, S.Ft, Physio, PO.MM, Adm. Kes selaku penguji I
dan Ibu Nur Hardiyanti, S.Ft, Physio, M.Sc selaku penguji II yang telah
banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Dr. H. Djohan Aras, S.Ft, Physio, M.Pd, M.Kes selaku Ketua Program
Studi Fisioterapi Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin yang
senantiasa meluangkan waktu, membimbing, menasehati dan memotivasi
selama proses perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan staff Prodi Fisioterapi atas bantuannya selama penulis
mengikuti pendidikan.
7. Kepala sekolah, guru dan seluruh pegawai SMA Negeri 1 Sesenapadang,
Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat atas kerjasama dan bimbingannya selama
melakukan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
8. Anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang,
Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat atas kerjasamanya sebagai sampel
penelitian sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.
9. Teman-temanku chatrin, vindy, keke, maria, dewi darwis, ulmi dan lina yang
selalu membantu, mendukung dan memberikan motivasi baik selama
perkuliahan maupun selama proses penulisan skripsi.
viii
10. My bestfried tiffani, welna, poppi, wanti, felix, darmita dan titin yang selalu
mendengarkan keluh kesahku dan selalu memberikan bantuannya baik selama
proses perkuliahan maupun dalam proses penyusunan skripsi.
11. Teman-teman Sc14tic yang begitu banyak memberikan bantuan dan
dukungan dalam penulisan skripsi ini dan yang selalu mejadi penyemangat
selama proses perkuliahan.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebut satu persatu
Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Akhirnya menyadari
sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga
saran dan kritik penulis sangat harapkan demi penyempurnaan penulisan ini.
Makassar, Juni 2018
Penulis
ix
ABSTRAK
SURIANI MEISI P.S Perbandingan antara Latihan Zig-Zag Run dan
Plyometric terhadap Tingkat Kelincahan pada Anggota Ekstrakurikuler
Bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang (dibimbing oleh Salki Sadmita dan
Andi Besse Ahsaniyah)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara latihan zig-
zag run dan plyometric terhadap kelincahan pada anggota ekstrakurikuler
bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimental dengan menggunakan desain penelitian two groups pretest-posttest
design. Variabel independen adalah zig-zag run dan plyometric dan variabel
dependen adalah kelincahan. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota
ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang yang berjumlah 24
sampel. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen pengambilan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Illionis Agility Run Test. Penelitian ini
dilakukan selama 4 minggu dengan frekuensi tiga kali dalam seminggu.
Berdasarkan pengolahan data dan analisis data, maka hasil penelitian
menunjukkan bahwa : (1) terdapat pengaruh latihan zig-zag run terhadap
peningkatan kelincahan anggota ekstrakurikuler SMA Negeri 1 Sesenapadang
dengan nilai p < 0,001 dimana p < 0,05. (2) Terdapat pengaruh latihan
plyometric terhadap peningkatan kelincahan anggota ekstrakurikuler SMA Negeri
1 Sesenapadang dengan nilai p < 0,001 dimana p < 0,05. (3) Tidak terdapat
perbedaan antara hasil peningkatan kelincahan latihan zig-zag run dengan hasil
peningkatan kelincahan latihan plyometric (p = 0,36, p > 0,05) namun jika ditinaju
berdasarkan perbedaan rerata, latihan zig-zag run lebih baik jika dibandingkan
dengan latihan plyometric
Kata Kunci : Zig-zag run, Plyometric, Kelincahan, Bulutangkis
x
ABSTRACT
SURIANI MEISI P.S The Comparison of Zig-Zag Run and Plyometric Exercise
toward Agility Level in Students Member of Badminton Extracurricular at SMA
Negeri 1 Sesenapadang (Supervised by Salki Sadmita and Andi Besse Ahsaniyah).
The aim of this study is to identify the comparison of zig-zag run and
plyometric exercise toward agility level in students members of badminton
extracurricular at SMA Negeri 1 Sesenapadang. This is an experimental study
with two groups pretest-posttest design. The independent variable are zig-zag run
and plyometric and dependent variable is agility. Population in this study are
students member of badminton extracurricular at SMA Negeri 1 Sesenapadang
with a total of 24 sample. Sampling technique using purposive sampling based on
inclusive and exclusive criteria. Data collecting by Illionis Agility Run Test
instrument. This study was conducted in 4 weeks with frequency 3 times a week.
Based on data analysis, the result of this study are : (1) There is an
influence of zig-zag run exercise in increasing agility in students members of
badminton extracurricular at SMA Negeri 1 Sesenapadang with value of
significance p < 0,001, p < 0,05. (2) There is an influence of plyometric exercise
in increasing agility in students members of badminton extracurricular at SMA
Negeri 1 Sesenapadang with value of significance p < 0,001, p <0,05. (3) There is
no difference between the result of increased agility of zig-zag run exercise and
the result of increased agility of plyometric exercise (p = 0,36, p > 0,05) but
based on mean differences, zig-zag run exercise better than plyometric exercise in
increasing agility.
Keywords : Zig-zag run, Plyometric, Agility, Badminton
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN SEMINAR................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ............................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
ABSTRACT ................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
xii
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 9
A. Tinjauan Umum Tentang Kelincahan ............................................ 9
B. Tinjauan Umum Tentang Zig-Zag Run .......................................... 18
C. Tinjauan Umum Tentang Plyometric ............................................. 25
D. Tinjauan Umum Tentang Bulutangkis .......................................... 32
E. Tinjauan Hubungan antara Zig-Zag Run dan Plyometric.Terhadap
kelincahan ...................................................................................... 35
F. Kerangka Teori .............................................................................. 38
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS.................................. 39
A. Kerangka Konsep .......................................................................... 39
B. Hipotesis ........................................................................................ 39
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 41
A. Desain Penelitian .......................................................................... 41
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 42
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................... 42
D. Alur Penelitian .............................................................................. 45
E. Variabel Penelitian ....................................................................... 46
xiii
F. Prosedur Prnrlitian ........................................................................ 48
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 52
H. Masalah Etika ................................................................................ 52
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 54
A. Hasil Penelitian .............................................................................. 54
B. Pembahasan ................................................................................... 61
C. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 74
BAB VI PENUTUP ....................................................................................... 75
A. Kesimpulan ................................................................................... 75
B. Saran ............................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 77
LAMPIRAN ................................................................................................... 82
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Parameter Penilaian Illionis Agility Run Test .................................... .. 18
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ........................................... .. 54
Tabel 3. Hasil Pre-Test dan Post-Test Latihan Zig-Zag Run dan
Plyometric ......................................................................................... .. 55
Tabel 4. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Zig-Zag Run ........................ .. 58
Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Plyometric .......................... .. 59
Tabel 6. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Zig-Zag Run dan
Plyometric ......................................................................................... .. 60
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Illionis Agility Run Test ................................................................ 17
Gambar 2. Zig-Zag Run Exercise .................................................................... 24
Gambar 3. Latihan Plyometric Lateral Cone Hop .......................................... 31
Gambar 4. Bagan Kerangka Teori ................................................................. 38
Gambar 5. Bagan Kerangka Konsep ............................................................... 39
Gambar 6. Desain Penelitian ........................................................................... 41
Gambar 7. Bagan Alur Penelitian .................................................................. 45
Gambar 8. Grafik Hasil Pre-Test dan Post-Test Latihan
Zig-Zag Run................................................................................. 56
Gambar 9. Grafik Hasil Pre-Test dan Post Test Latihan
Plyometric ................................................................................... 57
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian..................................................................... 83
Lampiran 2. Surat Telah Melakukan Penelitian Formulir Penelitian............... 84
Lampiran 3 Informed Consent.......................................................................... 85
Lampiran 4 Formulir Penelitian ....................................................................... 86
Lampiran 5 Program Latihan .. ........................................................................ 87
Lampiran 6. Hasil Analisis Data ...................................................................... 89
Lampiran 7 Dokumentasi ................................................................................ 94
Lampiran 8 Riwayat Hidup. ............................................................................ 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang dapat meningkatkan
kebugaran jasmani. Dalam olahraga tidak hanya melibatkan sistem
muskuloskeletal semata, namun juga mengikutsertakan sistem lain seperti
sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem ekskresi, sistem saraf dan
masih banyak lagi. Olahraga mempunyai arti penting dalam memelihara
kesehatan dan menyembuhkan tubuh yang tidak sehat (Baresti, 2016).
Olahraga merupakan kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud untuk
memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kegiatan ini dalam
perkembangannya dapat dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur,
menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
prestasi (Ramadhani, 2008).
Salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat adalah
bulutangkis. Bulutangkis menjadi olahraga terpopuler kelima di dunia dan
dimainkan lebih dari dua ratus juta orang (Heang et al., 2012). Bulutangkis
merupakan olahraga yang paling sukses di Indonesia. Indonesia telah
memenangkan medali emas pada cabang olahraga bulutangkis di setiap
olimpiade sejak bulutangkis dimasukkan pada olimpiade pada tahun 1992
(Hakim, 2011). Permainan bulutangkis bersifat individual yang dapat
dimainkan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang
2
melawan dua orang dengan menggunakan raket sebagai alat pemukul dan
shuttlechock sebagai objek pukul, lapangan permainan berbentuk persegi dan
dibatasi oleh garis dan net untuk memisahkan antara daerah permainan
sendiri dan daerah permainan lawan (Satriya, 2008).
Dalam pertandingan bulutangkis seorang atlet harus dapat menguasai
lapangan dan dapat bergerak ke segala arah dengan cepat dan tepat untuk
mengejar dan mengembalikan shuttlechock ke daerah lawan dengan baik.
Gerakan kaki yang baik diperlukan sekali dalam permainan bulutangkis agar
dapat berpindah tempat ke semua bagian lapangan permainan. Maka dari itu
olahraga bulutangkis merupakan olahraga yang menuntut kemampuan untuk
bergerak dengan cepat kesegala arah, melompat, memukul dan mampu
membaca permainan lawan (Hartanto, 2017). Komponen kondisi fisik
meliputi kekuatan (strength), kecepatan (speed), daya tahan (endurance),
daya ledak otot (muscular explosive power), kelincahan (agility),
keseimbangan (balance), kelentukan (flexibility), dan koordinasi
(coordination). Pemain bulutangkis memerlukan komponen kondisi fisik
kelincahan (agility) yang dipengaruhi kondisi fisik yang lain salah satunya
power otot tungkai, karena setiap pemain dalam melakukan pukulan mereka
harus mengejar shuttlechock dengan langkah kaki yang ringan dan lincah ke
semua sudut lapangan (Ghaffar, 2014).
Melihat dari karakteristik permainan bulutangkis, komponen-komponen
kondisi fisik yang menonjol adalah kelincahan (agility). Hal ini dikarenakan
atlet harus bisa menguasai lapangan dan dapat bergerak dengan cepat dan
3
tepat ke berbagai arah (Amalia, 2015). Dalam setiap kejuaraan yang
diselenggarakan oleh pengurus provinsi maupun pengurus kabupaten seperti
kejuaraan Sleman “Open Badminton Championship” tahun 2008 sampai
dengan tahun 2010 yang diadakan pengururs kabupaten Sleman, banyak atlet
yang mengikuti kejuaraan tersebut masih terasa berat langkah kaki dan
kurang lincah dalam mengejar shuttlechock (Karyono, 2016).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti berpendapat bahwa agility
sangat penting pada permainan bulutangkis karena dengan kelincahan yang
baik, pemain dapat bergerak dengan lincah ke seluruh sudut lapangan tanpa
kehilangan keseimbangan untuk mengejar shuttlechock yang diberikan oleh
lawan sehingga penyebab kekalahan saat bermain dapat di minimalisir dan
prestasi dapat ditingkatkan.
Program latihan yang dapat diberikan untuk meningkatkan kelincahan
(agility) pemain bulutangkis adalah latihan zig zag run dan latihan plyometric.
Latihan zig zag run adalah gerakan lari berkelok-kelok mengikuti lintasan.
Latihan zig zag run dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan karena
unsur gerak yang terkandung dalam latihan zig zag run merupakan
komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi
tubuh, kecepatan dan keseimbangan (Wicaksono, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti (2012)
menunjukkan bahwa metode latihan hexagon drill dan zig zag run
berpengaruh dalam meningkatkan kelincahan atlet bulutangkis dimana latihan
zig zag run lebih efektif daripada latihan hexagon drill. Penelitian lainnya
4
yang dilakukan oleh Kinanti (2016) menunjukkan bahwa adanya pengaruh
latihan zig zag run terhadap kelincahan pada pemain sepak bola usia 13-15
tahun.
Latihan plyometric adalah latihan yang memadukan beberapa unsur,
dimana biasanya melibatkan gerakan melompat berulang-ulang, berlari, dan
mengubah gerakan secara eksplosif. Gerakan-gerakan ini adalah komponen
yang dapat membantu dalam meningkatkan kelincahan karena
mengeksploitasi adaptasi stretch-shortening cycle melalui sistem
neuromuscular dalam membantu meningkatkan kekuatan otot tungkai
sehingga peningkatan kelincahan dapat tercapai (Heang et al, 2012).
Dalam bidang keolahragaan, banyak peneliti yang menemukan bahwa
latihan plyometric efektif dalam meningkatkan kelincahan. Mereka juga
menemukan bahwa latihan plyometric tidak hanya mencegah kebosanan
terhadap latihan yang bersifat monoton tetapi juga membantu dalam
meningkatkan kekuatan dan kecepatan yang berkontribusi terhadap
peningkatan power yang merupakan kunci untuk peningkatan agility yang
baik. Penelitian yang dilakukan oleh Heang et al (2012) menunjukkan bahwa
adanya peningkatan kelincahan (agility) kelompok eksperimen sebesar 7%
dari kelompok kontrol 2.5% pada atlet bulutangkis sehingga peneliti
merekomendasikan latihan plyometric untuk meningkatkan kelincahan
(agility).
Menurut peniliti, latihan zig-zag run sangat bagus digunakan untuk
meningkatkan kelincahan karena bentuk latihannya yang mengharuskan
5
pemain untuk mengubah arah secara cepat sehingga jika dilakukan secara
terus menerus maka akan membuat pemain menjadi terbiasa untuk mengubah
arah tanpa harus kehilangan keseimbangannya. Begitupun dengan latihan
plyometric dimana gerakan dari latihan ini melatih keseimbangan dinamis
yang akan meningkatkan gerakan pada otot-otot tungkai sehingga bisa
meningkatkan kelincahan apabila dilatihkan secara rutin dan sesuai dosis
yang tepat.
Dalam penelitian ini peneliti ingin membandingkan latihan zig-zag run
dengan latihan plyometric karena sejauh ini belum ada penelitian yang
membandingkan langsung antara latihan zig-zag run dengan plyometric
terhadap kelincahan. Selain itu berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
telah dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan pre test pada
anggota klub bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang, Kabupaten Mamasa,
Sulawesi Barat menunjukkan kurangnya kelincahan (agility) pada anggota
klub bulutangkis. Hal itu diakibatkan karena tidak adanya latihan khusus
untuk melatih kelincahan (agility) sebelum memulai latihan bulutangkis.
Hasil pre test menggunakan Illionis agility run test pada anggota klub
bulutangkis juga menunjukkan hasil yang berbeda. Dari 24 orang anggota
terdapat 1 orang yang memiliki kelincahan bagus, 6 orang yang memiliki
kelincahan sedang, 8 orang yang memiliki kelincahan kurang dan 9 orang
yang memiliki kelincahan sangat kurang. Dari segi prestasi, anggota klub
bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang tidak pernah memenangkan
pertandingan tingkat kabupaten melawan sekolah lain dan tidak pernah lolos
6
ke tingkat provinsi maupun nasional. Hal ini bisa diakibatkan karena
kurangnya kelincahan pada pemain saat ingin mengejar shuttlechock ke sisi
lain lapangan. Padahal seorang pemain bulutangkis haruslah memiliki
kelincahan yang baik.
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai perbandingan pengaruh pemberian
latihan zig zag run dengan latihan plyometric terhadap tingkat kelincahan
pada anggota klub bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang Kabupaten
Mamasa, Sulawesi Barat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya,
terdapat perbedaan tingkat kelincahan antara sebelum dan sesudah pemberian
latihan zig zag run dan plyometric, sehingga pertanyaan peneliti yaitu :
1. Apakah ada perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah
pemberian latihan zig zag run pada anggota esktrakurikuler bulutangkis di
SMA Negeri 1 Sesenapadang?
2. Apakah ada perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah pemberian
latihan plyometric pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis di SMA
Negeri 1 Sesenapadang?
3. Apakah ada perbedaan antara latihan zig zag run dengan latihan plyometric
dalam meningkatkan kelincahan pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis
di SMA Negeri 1 Sesenapadang?
7
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya perbedaan tingkat kelincahan antara sebelum dan
sesudah pemberian latihan zig zag run dan latihan plyometric pada
anggota ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah
pemberian latihan zig zag run pada anggota ekstrakurikuler
bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang
b. Diketahuinya perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah
pemberian latihan plyometric pada anggota ekstraurikuler bulutangkis
di SMA Negeri 1 Sesenapadang
c. Diketahuinya perbedaan antara latihan zig zag run dengan latihan
plyometric dalam meningkatkan kelincahan pada anggota
ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
Sebagai bahan referensi serta kajian pustaka mengenai perbandingan
pengaruh latihan zig zag run dengan latihan plyometric terhadap tingkat
kelincahan bagi pembaca baik atlet, pelatih, fisioterapis maupun
masyarakat umum.
8
2. Manfaat Aplikatif
a. Fisioterapis
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi fisioterapis
dalam mengembangkan latihan-latihan yang efektif untuk
meningkatkan kelincahan.
b. Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan atau bahan pembanding bagi
pihak yang akan meneliti masalah yang sama.
c. Siswa / Atlet
Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi siswa/atlet untuk
meningkatkan kelincahan dan prestasi dalam bidang olahraga.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kelincahan
1. Definisi Kelincahan
Kelincahan merupakan kemampuan tubuh untuk mengubah arah secara
cepat tanpa adanya gangguan keseimbangan atau kehilangan
keseimbangan (Kuswendi, 2012). Kelincahan merupakan kemampuan
untuk mengubah posisi tubuh atau arah gerakan tubuh dengan cepat ketika
sedang bergerak cepat tanpa kehilangan keseimbangan atau kesadaran
orientasi terhadap tubuh. Dalam komponen kelincahan ini sudah termasuk
unsur mengelak dengan cepat, mengubah posisi tubuh dengan cepat,
bergerak lalu berhenti dan dilanjutkan dengan bergerak secepatnya
(Halim, 2011).
Kelincahan adalah keterampilan untuk mengubah arah gerakan tubuh
atau bagian tubuh secara tiba-tiba. Kelincahan merupakan kemampuan
untuk mengubah posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu sedang
bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi
tubuh. Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk berlari cepat
dengan mengubah-ubah arahnya. Apabila seorang pemain bulutangkis
memiliki kelincahan yang bagus, maka akan mempermudah pemain untuk
mengejar dan menjangkau shuttlechock dengan posisi yang benar saat
memukul shuttlechock (Wicaksono, 2014).
10
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kelincahan
merupakan kemampuan seseorang dalam mengubah arah gerakan tubuh
secara cepat dan tepat tanpa adanya gangguan keseimbangan dan
kesadaran akan posisi tubuh sehingga seorang atlet dengan kelincahan
yang baik dapat mengejar dan memukul shuttlechock dengan posisi yang
benar.
2. Macam-macam Kelincahan
Menurut Mylsidavu dan Kurniawan (2015) kelincahan dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu :
a. Kelincahan Umum (General Agility) adalah kelincahan seseorang
untuk menghadapi olahraga pada umumnya dan menghadapi situasi
hidup dengan lingkungan.
b. Kelincahan Khusus (Special Agility) adalah kelincahan yang
diperlukan sesuai dengan cabang olahraga yang diikutinya. Artinya,
kelincahan yang dibutuhkan memiliki karakteristik tertentu sesuai
tuntutan cabang olahraga yang ditekuni.
3. Manfaat Kelincahan
Fitriani (2016) berpendapat bahwa manfaat dari kelincahan adalah
sebagai berikut:
a. Mengkoordinasi gerak-gerak ganda
b. Mempermudah berlatih dengan teknik-teknik tinggi
c. Gerakan menjadi efisien dan efektif
11
d. Mempermudah daya orientasi dan antisipasi terhadap lawan dan
lingkungan bertanding
e. Menghindari terjadinya cedera
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelincahan
Menurut Depdiknas (2000 dalam Kuswendi, 2012) faktor yang
mempengaruhi kelincahan yaitu kekuatan otot, kecepatan, daya ledak otot,
waktu reaksi, keseimbangan, dan koordinasi. Selain itu, adapaun faktor
lain yang mempengaruhi kelincahan yaitu :
a. Tipe Tubuh
Orang yang tergolong mesomorf (seseorang dengan tubuh yang mudah
gemuk ataupun mudah kurus) lebih tangkas dari pada eksomorf
(seseorang dengan tubuh kurus dan sulit gemuk) dan endomorf
(seseorang dengan tubuh besar dan lebih mudah gemuk).
b. Umur
Kelincahan meningkat sampai kira-kira umur 12 tahun pada waktu
mulai memasuki masa rapid growth. Selama periode tersebut
kelincahan tidak meningkat bahkan tidak menurun. Setelah melewati
masa rapid growth kelincahan meningkat lagi sampai anak mencapai
umur dewasa dan kemudian menurun menjelang usia lanjut.
c. Jenis Kelamin
Anak laki-laki memiliki kelincahan sedikit lebih baik dari perempuan
sebelum umur pubertas. Setelah umur pubertas perbedaan
kelincahannya lebih mencolok.
12
d. Berat Badan
Kelincahan dapat dipengaruhi oleh postur tubuh yang dimiliki oleh
para pemain karena berat badan yang berlebih dapat mengurangi
kelincahan. Seseorang dengan berat badan berlebih akan memiliki
kelincahan yang kurang terlihat dari lambatya transisi merubah
gerakan.
e. Kelelahan
Kelelahan dapat mengurangi kelincahan karena akan mengakibatkan
otot tidak dapat bekerja maksimal selama latihan. Oleh karena itu,
penting untuk memelihara daya tahan jantung dan otot agar kelelahan
tidak mudah timbul. Sebelum melakukan latihan ada baiknya untuk
mengukur vital sign sehingga kondisi fisik pemain dapat diketahui
untuk memaksimalkan latihan.
Adapun faktor yang mempengaruhi kelincahan menurut Ismayarti
(2008) yaitu :
a. Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan
yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang singkat.
Kecepatan bukan hanya berarti menggerakan seluruh tubuh dengan
cepat, akan tetapi dapat pula terbatas pada menggerakkan anggota-
anggota tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan
tergantung dari faktor yang mempengaruhinya, yaitu kekuatan, waktu
reaksi (reaction time), dan fleksibilitas.(Anggita, 2015).
13
b. Koordinasi
Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat
kompleks.Koordinasi erat kaitannya dengan kecepatan, kekuatan,
daya tahan, dan kelentukan (Nugroho, 2017).
c. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggerakkan sendi dalam
jangkauan gerakan secara penuh dan bebas dengan tidak merasakan
nyeri. Fleksibilitas diarahkan kepada kebebasan luas gerak sendi atau
ROM. Fleksibilitas juga faktor penting yang mempengaruhi
kelincahan. Semakin lentur jaringan otot atau jaringan yang secara
bersama-sama bekerja seperti sendi, ligamen, dan tendon akan didapat
peningkatan kelincahan (Kisner, 2012).
d. Waktu Reaksi
Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan respon
kinetik setelah menerima suatu stimulus atau rangsangan.Melalui
rangsangan (stimulus) reaksi tersebut mendapat sumber dari
pendengaran, pandangan (visual), rabaan maupun gabungan antara
pendengaran dan rabaan. Neurofisiologis melibatkan potensiasi
perubahan karakteristik kekuatan kecepatan komponen kontraktil otot
disebabkan oleh bentangan aksi otot konsentris dengan menggunakan
refleks regang. Refleks regang adalah respon paksa tubuh untuk
stimulus eksternal yang membentang otot (Nenggala, 2007).
14
e. Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kemampuan jaringan kontraktil dalam
menghasilkan tegangan dan tenaga berdasarkan beban yang diberikan
pada otot. Kekuatan otot juga dapat diartikan sebagai kekuatan
maksimal yang dapat dihasilkan oleh otot atau grup otot dalam
mengatasi tahanan yang diberikan dalam sekali usaha (Kisner, 2012).
5. Otot yang Berperan pada Kelincahan
Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat
memberikan konstribusi terhadap kelincahan. Beberapa grup otot tersebut
yaitu :
a. Grup Otot Quadriceps Femoris yang terdiri dari :
1) Otot Rectus Femoris
2) Otot Vastus Lateralis
3) Otot Vastus Medialis
4) Otot Vastus Intermedius
b. Grup Otot Hamstring yang terdiri dari :
1) Otot Biceps Femoris
2) Otot Semitendinosus
3) Otot Semimembranosus
c. Grup Otot Plantar Fleksor Ankle yang terdiri dari :
1) Otot Gastrocnemius
2) Otot Soleus
d. Grup Otot Dorsi Fleksor Ankle yang terdiri dari :
15
1) Otot Tibialis Anterior
2) Otot Ekstensor Digitorum Longus
3) Otot Ekstensor Hallucis Longus
e. Grup Otot Gluteal
1) Otot Gluteus Maximus
2) Otot Gluteus Medius
3) Otot Gluteus Minimus
6. Mekanisme dan Fisiologi Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu komponen biomotorik yang unik,
dimana keunikan kelincahan adalah memainkan peranan yang khusus
terhadap mobilitas fisik. Kelincahan bukan merupakan kemampuan fisik
tunggal, akan tetapi tersusun dari komponen koordinasi, power,
kelentukan, dan kecepatan (Restu 2008).
Besarnya tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi serabut
otot.Kecepatan otot tergantung dari kekuatan dan kontraksi serabut
otot.Kecepatan kontraksi otot tergantung dari daya rekat serabut-serabut
otot dan kecepatan transmisi impuls saraf.Seseorang yang mampu
mengubah arah dari posisi ke posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi
dengan koordinasi gerak yang baik berarti kelincahannya cukup tinggi
(Nugroho, 2017).
Mengubah arah gerakan tubuh secara berulang-ulang memerlukan
kontraksi konsentris dan eksentris secara bergantian pada kelompokotot
tertentu. Sebagai contoh saat berlari melintasi rintangan, seorang atlet
16
harus mengurangi kecepatan larinya saat atlet akan mengubah arah. Untuk
melakukan ini, otot knee extensor dan hip extensor mengalami kontraksi
eksentris (penguluran) saat otot ini memperlambat momentum tubuh yang
bergerak ke depan. Kemudian dengan cepat otot-otot itu harus mengalami
suatu konsentris pada saat otot tersebut memacu tubuh ke arah yang baru.
Gerakan-gerakan kelincahan menuntut terjadinya pengurangan kecepatan
dan pemacuan momentum secara bergantian. Momentum sama dengan
massa dikalikan kecepatan. Massa seorang atlet relatif konstan, tetapi
kecepatan dapat ditingkatkan melalui latihan dan program pengembangan
otot. Di antara dua atlet yang memiliki massa yang sama, atlet yang
memiliki otot lebih kuat dalam tes kelincahan akan lebih unggul (Naufal,
2016).
Elastisitas otot sangat penting dalam kelincahan karena makin
panjang otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat otot dapat
memendek atau berkontraksi. Dengan diberikan pelatihan, otot-otot akan
menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga
persendian akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan ayunan
tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. Dengan
otot yang elastis, tidak akan menghambat gerakan-gerakan otot tungkai
sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang.
Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus
mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Dengan
17
meningkatnya komponen-komponen tersebut maka kelincahan akan
mengalami peningkatan (Nugroho, 2017).
7. Pengukuran Kelincahan
Pada penelitian ini, peneliti akan mengukur kelincahan pemain
bulutangkis menggunakan metode pengukuran Illionis Agility Run Test
karena berdasarkan uji reliabilitas memiliki nilai r = 0,965 (Heang et al.,
2012). Dalam tes ini diperlukan stopwatch, delapan cone dan lapangan
dengan luas 10m x 5m. Empat cone diletakkan di keempat sudut lapangan
sedangkan empat lainnya diletakkan di tengah dengan jarak yang sama
yaitu 3,3m.
Gambar 1.Illionis Agility Run Test
Sumber : Referee Fitness Test Protocol, 2014
Prosedur Pelaksanaan :
a. Peneliti mengukur lapangan dengan luas 10m x 5m kemudian
meletakkan empat cone disetiap sudutnya dimana dua sudut sebagai
titik start dan finish sedangkan dua sudut lainnya sebagai titik balik
b. Letakkan empat cone lainnya di tengah lapangan membentuk garis
lurus dengan jarak masing-masing cone 3,3m
18
c. Peneliti menjelaskan jalur lintasan yang akan dilalui kemudian memberi
contoh
d. Pemain berdiri di depan cone start untuk memulai tes namun sebelum
memulai ada baiknya jika pemain mencoba jalur lintasan untuk latihan
e. Saat peneliti memberikan aba-aba ”mulai” maka atlet berlari secepat
mungkin dari titik start sampai titik finish melalui lintasan tanpa
menyentuh cone dan peneliti menjalankan stopwatch untuk menghitung
waktu yang dilalui atlet sepanjang lintasan
f. Peneliti mencatat waktu yang dicapai oleh atlet kemudian mencocokkan
dengan parameter illionis agility run test dalam satuan detik
Tabel 1. Parameter Penilaian Illionis Agility Run Test
No Klasifikasi Nilai (detik)
1 Sangat Bagus <15,2
2 Bagus 15,2 – 16,1
3 Sedang 16,2 – 18,1
4 Kurang 18,2 – 19,3
5 Sangat
Kurang
>19.3
Sumber : Referee Fitness Test Protocol, 2014
B. Tinjaun Umum Tentang Zig-Zag Run
1. Definisi Zig-Zag Run
Zig-zag run adalah suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan
gerakan berkelok-kelok melewati rintangan yang telah disiapkan,
dengan tujuan untuk melatih kemampuan berubah arah dengan cepat
19
(Sukma 2015). Zig-zag run adalah gerakan lari berkelok-kelok mengikuti
lintasan. Latihan zig-zag run dapat digunakan untuk meningkatkan
kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam latihan zig-zag run
merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah
dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan
komponen gerak kelincahan (Fitriani, 2016).
Latihan zig-zag run atau lari berkelok-kelok adalah suatu latihan
melewati rintangan dengan mengejar waktu yang sesingkat-singkatnya
dalam menempuh jarak tertentu serta mengandung komponen gerak
kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah, mengubah posisi tubuh,
kecepatan dan keseimbangan (Wicaksono, 2014). Keuntungan dan
kerugian zig-zag run exercise yaitu kemungkinan cedera lebih kecil karena
sudut ketajaman berbelok arah lebih kecil, yakni 45° dan 90° dan banyak
membutuhkan koordinasi gerak tubuh, sehingga mempermudah dalam tes
kelincahan. Sedangkan kerugiannya yaitu secara psikis arah lari perlu
pengingatan lebih dan atlet tidak biasa dengan ketajaman sudut lari
sehingga pada saat melakukan tes kelincahan lebih sulit sehingga
konsentrasi atlet akan terpusat pada arah belok dan bukan pada kecepatan
larinya. Sesuai dengan tujuannya zig- zag run exercise dibedakan menjadi
dua yaitu zig-zag run exercise untuk mengukur kelincahan seseorang dan
zig-zag run exercise untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian tubuh
(Fitriani, 2016).
20
2. Fisiologi Latihan Zig-Zag Run
Tujuan latihan zig-zag run adalah untuk menguasai keterampilan lari,
menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada
disekeliling. Latihan zig-zag run nantinya sangat membantu mereka
bergerak dengan lincah, cepat, dan membalas pukulan dari lawan (Sukma,
2015). Pada saat latihan, zig-zag run melibatkan berlari secara sprint yang
akan membuat kontraksi eksentrik-konsentrik oleh otot ekstensor yang
dikenal dengan stretch-shortening cycle (SSC) yang akan menghasilkan
kontraksi kosentrik lebih kuat dibandingkan dengan kontraksi kosentrik
tanpa adanya gerakan eksentrik sebelumnya. Latihan ini dapat
meningkatkan kecepatan konduktifitas saraf dan meningkatkan koordinasi
neuromuscular yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan
reaksi sehingga hal ini akan membentuk suatu gerakan yang efektif dan
efisien (Gutomo, 2016).
Hal yang terjadi saat diberikan latihan zig-zag run yaitu terjadinya
adaptasi pada sistem neuromuscular berupa meningkatnya elastisitas otot
dan terjadinya keseimbangan dinamis. Elastisistas otot dapat meningkat
akibat adanya adaptasi dari otot saat melakukan latihan secara terus
menerus sehingga nantinya akan meningkatkan fleksibilitas pada otot yaitu
kemampuan suatu otot untuk melakukan gerakan secara maksimal dalam
suatu ruang gerak sendi. Setiap perubahan yang terjadi di dalam otot selalu
dideteksi oleh propioseptor utuk diinformasikan ke susunan saraf pusat
kemudian dari susunan saraf pusat dikeluarkan instruksi untuk
21
menyesuaikan kondisi otot. Dari kondisi ini timbul gerak tubuh baru untuk
disesuaikan dengan seluruh rangkaian gerak tubuh secara sistemik.
Propioseptor ini terletak pada otot, tendon, kapsul, ligament dan selaput-
selaput lainnya. Muscle propioseptor terdiri dari muscle spindle dan golgi
tendon organ yang berperan terhadap daya regang otot sehingga setiap
pergerakan tidak lepas dari peranan muscle spindle dan golgi tendon
organ. Muscle spindle terletak di dalam otot yang merupakan suatu
reseptor yang menerima rangsangan dari otot sehingga regangan yang
cepat akan menghasilkan impuls yang kuat pada muscle spindle yang
kemudian muscle spindle akan mengirim impuls ke spinal cord menuju
jaringan otot dengan cepat, menyebabkan kontraksi otot yang cepat dan
kuat. Golgi tendon organ adalah stretch receptor yang terletak di dalam
tendon otot. Jika terdapat tegangan otot yang berlebihan maka sinyal-
sinyal dari golgi tendon organ merambat ke medulla spinalis yang
menyebabkan terjadinya hambatan respon terhadap kontraksi otot yang
terjadi. Hal ini untuk mencegah terjadinya robekan pada otot akibat
tegangan yang berlebih.
Adaptasi keseimbangan dinamis juga dapat terbentuk apabila diberikan
latihan zig-zag run secara teratur sehingga seseorang dapat mengontrol
posisi tubuhnya saat sedang melakukan gerakan. Keseimbangan dinamis
dalam tubuh diatur pada aparatus verstibular dimana apparatus vestibular
ini memiliki fungsi memberikan informasi penting untuk sensasi
keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala, gerakan mata, dan postur
22
tubuh. Sel rambut pada aparatus vestibularis terdiri dari satu kinosilium
dan 20 - 50 streosilia. Pada saat streosilia bergerak searah dengan
kinosilium akan meregangkan tip link , yang menghubungkan streosilia
dengan kinosilium. Tip link yang teregang akan membuka saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan
K+ masuk ke dalam sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat
streosilia bergerak berlawanan arah dengan kinosilium maka tip link tidak
teregang dan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut akan
tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke
dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Sel rambut akan bersinaps pada
ujung saraf aferen dan akan masuk ke dalam saraf vestibular. Saraf ini
akan bersatu dengan saraf koklearis menjadi saraf vestibulokoklearis dan
akan dibawa ke nukleus vestibularis di batang otak. Dari nukleus
vestibularis akan ke serebellum untuk pengolahan koordinasi, ke neuron
motorik otot ekstremitas untuk pemeliharaan keseimbangan dan postur
yang diinginkan, ke neuron motorik otot mata untuk kontrol gerakan mata,
dan ke SSP untuk persepsi gerakan dan orientasi. Adaptasi yang terjadi
pada keseimbangan dinamis ini akan mengakibatkan gerakan pada otot-
otot tungkai meningkat sehingga dapat terjadi peningkatan kecepatan
(speed) (Gerry, 2016).
Pelatihan zig-zag runini akan membuat otot mengalami kontraksi
sebagai bentuk respon terhadap beban yang diberikan. Sebagai efek dari
diberikan pelatihan adalah adanya perubahan sebagai bentuk adaptasi dari
23
tubuh terhadap pelatihan yang diberikan berupa peningkatan kemampuan
kerja otot. Dengan diberikan pelatihan yang sesuai dengan prinsip
pelatihan nantinya akan memberikan pengaruh secara fisiologis bagi otot
khususnya otot tungkai dan dengan perubahan ini akan memberikan
dampak terhadap peningkatan kecepatan dan kelincahan (Sukma, 2015).
Dengan pelatihan zig-zag run maka unsur kebugaran jasmani seperti
kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut dan pinggul,
elastisitas otot dan keseimbangan dinamis akan mengalami peningkatan
fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan
kelincahan kaki. Kekuatan merupakan kemampuan neuromuscular untuk
mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam.Akan terjadi peningkatan
kemampuan dan respon fisiologis pada pelatihan ini yaitu hypertrophy
(pembesaran otot), dan adaptasi persyarafan. Terjadinya hypertrophy
disebabkan oleh bertambahnya jumlah myofibril pada setiap serabut otot,
meningkatknya kepadatan kapiler pada serabut otot. Terjadinya adaptasi
persarafan ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan
seseorang (Aulia, 2016).
3. Bentuk Latihan Zig-Zag Run
Prosedur pelaksanaan latihan zig-zag run untuk meningkatkan
kelincahan adalah sebagai berikut :
a. Peneliti mengukur lapangan dengan luas 5 x 3 meter, kemudian
meletakkan empat cone pada setiap sudut lapangan. Ujung kiri
lapangan yang terdapat sebuah cone diberi tanda start dan finish.
24
b. Letakkan satu cone lainnya pada area pertengahan lapangan.
c. Pemain berdiri di depan cone start, kemudian peneliti menjelaskan
jalur lintasan yang akan dilakukan sampai finish.
d. Ketika peneliti memberi aba-aba “mulai” maka atlet berlari secepat
mungkin mengikuti jalur lari sampai finish tanpa menyentuh cone
Gambar 2. Zig-Zag Run Exercise
Sumber : Vovonews, 2017
Pemberian dosis pada latihan zig-zag run harus memperhatikan
frekuensi latihan dan intensitas latihan. Intensitas adalah ukuran yang
menunjukkan kualitas suatu rangsang atau pembebanan. Untuk
menentukan besarnya ukuran intensitas antara lain dengan cara
menggunakan denyut jantung, kecepatan, jarak tempuh, jumlah repetisi,
pemberian waktu recovery dan interval. Frekuensi merupakan jumlah
latihan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu dimana pada
umumnya periode waktu yang digunakan adalah satu minggu. Frekuensi
latihan ini bertujuan untuk menunjukkan jumlah sesi latihan pada setiap
minggunya. Program latihan fisik dengan frekuensi 3 kali perminggu
selama 4 minggu merupakan stressor fisik yang dapat dikondisikan,
sehingga tubuh beradaptasi dan sekaligus mampu memperbaiki dan
25
meningkatkan fungsi sistem tubuh. Frekuensi latihan sebaiknya dilakukan
minimal 3 kali seminggu dan diusahakan tidak ada tiga kali berturut-turut
melakukan pelatihan dan harus diselingi istirahat sehari atau dua hari agar
kekuatan yang telah dilatihkan tidak menurun lagi dari kekuatan semula
(Wedana, 2014). Penentuan dosis dalam penelitian ini ditentukan
berdasarkan dosis penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fitriani
(2016) dimana peneliti meningkatkan intensitas latihan setiap minggunya
agar dapat meningkatkan kelincahan pada pemain.
C. Tinjauan Umum Tentang Plyometric
1. Definisi Plyometric
Plyometric merupakan sebuah bentuk latihan yang dirancang untuk
menghasilkan kecepatan, kekuatan dan meningkatkan fungsi dari sistem
saraf yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan prestasi dalam
bidang keolahragaan (Shah, 2012). Latihan plyometric merupakan suatu
metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesegaran
biomotorik atlet, termasuk kekuatan dan kecepatan yang memiliki aplikasi
yang sangat luas dalam kegiatan olahraga dan secara khusus latihan ini
sangat bermanfaat untuk meningkatkan power. Pola gerakan dalam latihan
plyometric sebagian besar mengikuti konsep power chain dan sebagian
besar latihan khusus melibatkan otot-otot anggota gerak bawah karena
gerakan kelompok otot ini secara nyata merupakan pusat power (Karyono,
2016).
26
Menurut Radcliffe, plyometric adalah suatu metode untuk
mengembangkan explosive power, yang merupakan komponen penting
dalam pencapaian prestasi sebagian besar atlet. Plyometric berasal dari
kata ”pleythyein” (Yunani) yang berarti untuk meningkatkan, atau dapat
pula diartikan dari kata ”Plio” dan ”Metric” yang artinya more and
measurerespectively yang artinya penguluran. Latihan plyometrics
menunjukan karakteristik kekuatan penuh dari kontraksi otot dengan
respon yang sangat cepat, beban dinamis (dynamic loading) atau
penguluran otot yang sangat rumit (Alim, 2009).
Latihan plyometric adalah bentuk latihan explosive power dengan
karakteristik menggunakan kontraksi otot yang sangat kuat dan cepat,
yaitu otot selalu berkontraksi baik saat memanjang (eccentric) maupun
saat memendek (concentric) dalam waktu cepat, sehingga selama bekerja
otot tidak ada waktu relaksasi (Alim, 2009). Sebagai metode latihan fisik,
latihan plyometric dapat dibedakan menjadi tiga kelompok latihan yaitu
latihan utuk anggota gerak bawah, latihan untuk batang tubuh, dan latihan
untuk anggota gerak atas (Karyono, 2016).
2. Fisiologi Latihan Plyometric
Latihan plyometric merupakan olahraga jenis anaerobik yaitu
aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energi secara cepat
dalam waktu singkat, namun tidak dapat dilakukan secara terus-menerus
dalam durasi lama. Latihan olahraga anaerobic membutuhkan interval
istirahat agar adenosin trifosfat dapat diregenerasi, sehingga dapat
27
melanjutkan kegiatan kembali. Energi yang digunakan oleh tubuh untuk
melakukan aktivitas yang membutuhkan energi secara cepat ini diperoleh
melalui glikolisis glukosa secara anaerobik, serta melalui hidrolisis
fosfokreatin. Proses metabolisme energi secara anaerobik dapat berjalan
tanpa oksigen. Glikolisis merupakan salah satu bentuk dari metabolisme
energi yang dapat berjalan secara anaerobik. Inti dari proses glikolisis
yang terjadi didalam sel sitoplasma adalah mengubah molekul glukosa
menjadi asam piruvat dimana proses ini disertai juga dengan pembentukan
adenosine trifosfat. Jumlah adenosin trifosfat yang dihasilkan oleh proses
glikolisis ini akan berbeda, bergantung pada asal molekul glukosa.
Molekul asam piruvat yang terbentuk dari proses glikolisis dapat
mengalami proses metabolisme lanjut secara aerobik maupun anaerobik,
bergantung pada ketersediaan oksigen didalam tubuh. Pada saat latihan
dengan intensitas rendah, dimana ketersediaan oksigen didalam tubuh
cukup besar, molekul asam piruvat yang terbentuk ini diubah menjadi
karbon dioksida dan air didalam mitokndria sel. Jika ketersediaan oksigen
terbatas didalam tubuh atau pembentukan asam piruvat terjadi secara cepat
seperti saat melakukan lari cepat jarak pendek, maka asam piruvat tersebut
akan terkonversi menjadi asam laktat (Chrisly et al, 2015).
Terdapat tiga fase dalam melakukan latihan plyometric yaitu fase
pertama adalah gerakan pemanjangan otot secara cepat yang dikenal
sebagai fase eksentrik, yang kedua melibatkan periode istirahat yang
dikenal sebagai fase amortisasi dan fase ketiga yaitu atlet terlibat dalam
28
gerakan pemendekan otot secara eksplosif yang disebut fase konsentris.
Atlet mengulangi ketiga siklus ini secepat mungkin dengan tujuan untuk
mengurangi waktu antara kontraksi eksentrik dan konsentris. Pengurangan
waktu ini menyebabkan atlet menjadi lebih cepat dan lebih kuat karena
akan meningkatkan fungsi otot, tendon dan saraf. Peningkatan kekuatan
fisik membuat atlet dapat berlari lebih cepat, melompat lebih tinggi dan
memukul lebih keras (Wang et al, 2016).
Ada dua jenis reseptor yang berfungsi pada refleks regang sebagai
dasar kontraksi otot, yaitu muscle spindle dan organ tendon golgi. Reseptor
utama yang bertangung jawab untuk mendeteksi pemanjangan serat otot
secara cepat adalah muscle spindle, yang mampu merespon baik tingkat
perubahan maupun besarnya panjang serat otot. Sedangkan organ tendon
golgi, terletak pada tendon-tendon dan merespon tekanan yang berlebihan
sebagai akibat dari kontraksi dan penguluran otot yang sangat kuat. Kedua
reseptor ini berfungsi secara refleks, dari kedua jenis reseptor otot tersebut
muscle spindle mungkin lebih penting pada plyometric dimana muscle
spindle ini mampu mengemisikan dua jenis respon yaitu statis dan
dinamis. Respon dinamis dari muscle spindle ini menjadi elemen
fungsional penting dari gerakan plyometric (Alim, 2009).
Menurut Radcliffe, innervasi muscle spindle bersifat kompleks, baik
saraf sensoris maupun saraf motorik terlibat disini. Inervasi sensor utama
terletak pada pusat kantung inti serat intrafusal. Ujung serat intrafusal ini
melekat kuat pada dinding sel dari serat otot rangka sehingga setiap
29
perubahan ukuran serat otot rangka diakibatkan oleh perubahan panjang
pada intrafusal. Suatu respon statis dapat terjadi ketika serat intrafusal
meregang secara perlahan akibat peregangan pada serat otot rangka atau
dari stimulasi langsung intrafusal oleh sistem gamma-afferent. Dalam
respon dinamis dari muscle spindle, reseptor primer diaktifkan oleh
perubahan panjang serat intrafusal secara cepat yang terlilit disekitar
muscle spindle kemudian reseptor primer mengirimkan banyak impuls
pada saraf tulang belakang. Variabel penting dalam respon dinamis adalah
kecepatan terjadinya peregangan otot. Fungsi utama muscle spindle yaitu
untuk mendapatkan refleks myotatic atau yang sering disebut dengan
refleks meregang dalam proses neuromuscular yang melambangkan dasar
gerak plyometric. Ketika serat otot secara cepat diberikan pembebanan
maka akan menyebabkan peregangan secara tiba-tiba sehingga
pemanjangan serat otot yang terdeteksi oleh muscle spindle akan
mengakibatakan respon dinamis (Alim, 2009).
Latihan plyometric telah terbukti efektif dan efisien dalam
meningkatkan kekuatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Heang membuktikan bahwa latihan plyometric ketika dilatihkan secara
teratur maka dapat meningkatkan kelincahan. Latihan plyometric dapat
meningkatkan keseimbangan dan kontrol tubuh selama gerakan dimana hal
tersebut dapat meningkatkan kelincahan. Latihan plyometric tidak hanya
menguatkan sendi, tendon dan otot tetapi juga melatih sistem saraf untuk
30
bereaksi lebih efisien dimana semua efek tersebut dapat meningkatkan
kelincahan (Heang et al, 2012).
Aktivitas otot yang kuat menyebabkan ukuran otot bertambah, garis
tengah tiap serabut otot meningkat, sarkolema meningkat, dan serat-serat
mendapat zat gizi serta zat antara metabolisme seperti adenosine trifosfat,
keratin fosfat, glikogen lipid intersel mitokondria bertambah, myofibril
juga bertambah jumlahnya dan ukurannya. Hipertropi otot meningkatkan
daya gerak otot dan mekanisme zat gizi untuk mempertahankan
peningkatan daya gerak. Aktivitas otot yang lama meningkatkan ketahanan
otot, menyebabkan peningkatan enzim-enzim oksidatif, mioglobulin, dan
kapiler darah yang penting untuk peningkatan metabolism otot. Perubahan
pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama,
peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch)
sehingga terjadi peningkatan kecepatan kontraksi otot (Astrawan, 2016).
3. Bentuk Latihan Plyometric
Plyometric memiliki banyak jenis latihan yang dikelompokkan
kedalam dua bagian yaitu latihan dengan intensitas rendah dan latihan
dengan intensitas tinggi. Latihan dengan intensitas rendah meliputi
skipping, rope jump, lompat rendah dengan langkah pendek, hops,
melompat di atas bangku setinggi 25cm, melempar ball medicine 2-4kg,
dan melempar bola tennis (bola yang relatif ringan) sedangkan latihan
dengan intensitas tinggi meliputi long jumps, triple jumps, lompat tinggi
dengan langkah panjang, melompat di atas bangku lebih dari 35cm,
31
melempar ball medicine 5-6kg, drop jumps, reaktif jumps, dan melempar
benda yang relative berat (Alim, 2009).
Dalam penelitian ini akan digunakan metode latihan plyometric dengan
intensitas yang rendah yaitu lateral cone hop. Prosedur pelaksanaannya
yaitu :
a. Peneliti menyiapkan sepuluh buah cone yang diletakkan dalam satu
garis lurus dengan jarak 50cm antar cone
b. Peserta berdiri menyamping dengan bahu lurus segaris dengan cone
pertama
c. Peserta melompat kesamping melewati cone dengan dua kaki sampai
cone terakhir
d. Ulangi sesuai dosis yang ditentukan
Gambar 3. Latihan Plyometric Lateral Cone Hop
Sumber : Putra, 2013
Latihan plyometric akan efektif apabila pelatih dapat menyusun
periodesasi latihan dengan tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan dosis yaitu frekuensi, intensitas dan waktu latihan. Frekuensi
merupakan berapa kali latihan akan diberikan dalam satu minggu.
Intensitas merupakan berapa repetisi dan set yang harus dilakukan pemain
dalam satu kali pertemuan. Waktu adalah durasi yang dibutuhkan pemain
32
selama latihan dimana sebelum mengulangi repetisi latihan pemain harus
diberikan waktu istirahat sekitar 2-3 menit. Penentuan dosis dalam
penelitian ini ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Heang et al (2012) dengan memberikan latihan plyometric
sebanyak 6 kali didapatkan peningkatan kelincahan pada kelompok
eksperimen. Dalam penelitian ini diberikan frekuensi latihan 3 kali
seminggu dengan intensitas yang ditingkatkan setiap minggunya.
D. Tinjauan Umum Tentang Bulutangkis
1. Definisi Bulutangkis
Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual
yang dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua
orang melawan dua orang. Permainan ini menggunakan raket sebagai alat
pemukul dan shuttlecock sebagai objek pukul, lapangan permainan
berbentuk persegi panjang dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara
daerah permainan sendiri dengan daerah permainan lawan. Tujuan
permainan bulutangkis adalah berusaha untuk menjatuhkan shuttlecock di
daerah permaianan lawan dan berusaha agar lawan tidak dapat memukul
shuttlecock dan menjatuhkannya di daerah permainan sendiri
(Kusumawati, 2017).
Bulutangkis adalah permainan yang menggunakan shuttlecock sebagai
alatnya yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan raket.
Permainan ini dilakukan dalam suatu lapangan yang berbentuk persegi
33
panjang dan dibagi menjadi dua bagian oleh net sesuai aturan yang berlaku
(Amalia, 2015).
Bulutangkis merupakan salah satu jenis cabang olahraga yang
dimainkan dengan menggunakan net, raket dan shuttlechock.Dalam
cabang olahraga bulutangkis tedapat teknik pukulan shuttlechock yang
bervariasi, mulai dari pukulan yang relatif lambat dengan menggunakan
teknik dasar hingga teknik tingkat tinggi, dan pukulan yang dilakukan
dengan gerakan tipuan maupun tanpa tipuan (Zhannisa, 2016).
Dalam pertandingan bulutangkis mempertandingkan beberapa nomor
pertandingan yaitu, tunggal (single), ganda (double), dan ganda campuran
(mixed double) (Naufal, 2016).
2. Footwork dalam Bulutangkis
Footwork merupakan dasar untuk bisa menghasilkan pukulan
berkualitas, yaitu apabila dilakukan dalam posisi baik.Untuk bisa memukul
dengan posisi baik, seorang atlet harus memiliki kecepatan
gerak.Kecepatan gerak kaki tidak bisa dicapai kalau footwork-nya tidak
teratur.Sikap dan langkah kaki yang benar dalam permainan bulutangkis,
sangat penting dikuasai secara benar oleh setiap pemain.Ini sebagai syarat
untuk meningkatkan kualitas ketrampilan memukul shuttlechock (Hartini,
2012). Melakukan langkah kaki dengan kelincahan yang tinggi dibutuhkan
kemampuan fisik yang bagus, semakin dini seorang atlet bulutangkis dapat
menguasai langkah kaki dengan kelincahan tinggi akan semakin baik
dalam mengantisipasi shuttlecocks yang datang. Pemain agar menguasai
34
teknik langkah kaki yang baik, selain kondisi fisik, dibutuhkan pula
kemampuan untuk mengontrol gerak bagian-bagian tubuh bawah maupun
gerak tubuh secara keseluruhan, dengan kata lain dibutuhkan gerak
otomatisasi yang baik untuk melakukan langkah kaki dengan kelincahan
tinggi (Karyono, 2011).
Kesalahan pada pelaksanaan gerakan footwork tidak akan memberikan
hasil yang maksimal, baik untuk peningkatan kekuatan otot tungkai
ataupun kelincahan yang berimbas pada cepatnya mengalami kelelahan
saat latihan atau pertandingan. Terjadi pula penurunan keterampilan
kelincahan gerak kaki saat bermain, terlihat pada gerakan yang dilakukan
kurang efektif dan masih belum terkoordinasi dalam praktek di
lapangan.Footwork yang baik mutlak diperlukan oleh seorang pemain
bulutangkis, karena seorang pemain akan mampu bergerak seefisien
mungkin ke semua bagian dalam lapangan. Melakukan pelatihan footwork
yang sesuai dengan prinsip pelatihan nantinya akan memberikan pengaruh
secara fisiologis bagi tingkat keterampilan, khususnya kelincahan dan
dengan perubahan ini akan memberikan dampak terhadap peningkatan
kelincahan pemain sehingga bisa menggapai shuttlecock ke penjuru
lapangan dengan lincah (Astrawan, 2016).
Beberapa faktor yang harus diperhatikan agar dapat menguasai sikap
dan langkah kaki dalam bulutangkis yaitu senantiasa berdiri dengan sikap
dan posisi yang tepat di atas lapangan, melakukan gerak langkah ke depan,
ke belakang, ke samping kanan dan kiri pada saat memukul shuttlechock,
35
sambil tetap memperhatikan keseimbangan tubuh, melangkah sambil
meluncur cepat, sangat efektif sebagai upaya untuk memukul shuttlechock,
dan hindari berdiri dengan telapak kaki di lantai (bertapak) pada saat
menunggu datangnya shuttlechock atau pada saat bergerak untuk
memukul shuttlechock (Hartini, 2012).
E. Tinjauan Hubungan antara Latihan Zig-Zag Run dan Plyometric
Terhadap Kelincahan
Dalam permainan bulutangkis, kelincahan sangat dibutuhkan oleh
pemain. Seorang pemain bulutangkis harus dapat menguasai lapangan dan
dapat bergerak ke segala arah dengan cepat dan tepat untuk mengejar
shuttlechock dan mengembalikannya ke daerah lawan. Gerakan kaki yang
baik sangat diperlukan dalam permainan bulutangkis agar dapat berpindah
tempat ke semua bagian lapangan permainan (Hartanto, 2017).
Latihan zig-zag run merupakan gerakan lari berkelok-kelok mengikuti
lintasan. Latihan zig-zag run dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan
karena unsur gerak yang terkandung dalam latihan zig-zag run merupakan
komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi
tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak
kelincahan (Fitriani, 2016).
Pada saat latihan, zig-zag run melibatkan berlari secara sprint yang
akan membuat kontraksi eksentrik-kosentrik oleh otot ekstensor yang dikenal
dengan stretch-shortening cycle (SSC) yang akan menghasilkan kontraksi
kosentrik lebih kuat dibandingkan dengan kontraksi kosentrik tanpa adanya
36
gerakan eksentrik sebelumnya. Latihan ini dapat meningkatkan kecepatan
konduktifitas saraf dan meningkatkan koordinasi neuromuscular yang akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan reaksi sehingga hal ini akan
membentuk suatu gerakan yang efektif dan efisien (Gutomo, 2016).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti (2012) dengan
membandingkan antara latihan hexagon drill dan zig zag run terhadap 16
atlet putri PB PWS dan 16 atlet putri PB Pancing Slemanmenunjukkan bahwa
metode latihan hexagon drill dan zig zag run berpengaruh dalam
meningkatkan kelincahan atlet bulutangkis dimana latihan zig zag run lebih
efektif dari latihan hexagon drill.
Latihan plyometric merupakan suatu metode latihan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesegaran biomotorik atlet, termasuk
kekuatan dan kecepatan yang memiliki aplikasi yang sangat luas dalam
kegiatan olahraga dan secara khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk
meningkatkan power. Pola gerakan dalam latihan plyometric sebagian besar
mengikuti konsep power chain dan sebagian besar latihan khusus melibatkan
otot-otot anggota gerak bawah karena gerakan kelompok otot ini secara nyata
merupakan pusat power (Karyono, 2016).
Gerakan plyometric dimana otot mengalami pembebanan kemudian
berkontraksi dengan cepat yang melibatkan kekuatan, elastisitas dan
persarafan dari otot dan jaringan di sekitarnya untuk melompat lebih tinggi,
berlari lebih cepat, melempar lebih jauh atau memukul lebih keras tergantung
dari tujuan latihan yang diinginkan. Latihan plyometric juga digunakan untuk
37
meningkatkan kecepatan atau kekuatan kontraksi otot (Shah, 2012). Aktivitas
otot yang kuat menyebabkan ukuran otot bertambah, garis tengah tiap serabut
otot meningkat, sarkolema meningkat, dan serat-serat mendapat zat gizi serta
zat antara metabolisme seperti adenosine trifosfat, keratin fosfat, glikogen
lipid intersel mitokondria bertambah, myofibril juga bertambah jumlahnya
dan ukurannya. Hipertropi otot meningkatkan daya gerak otot dan mekanisme
zat gizi untuk mempertahankan peningkatan daya gerak. Aktivitas otot yang
sangat kuat walaupun hanya beberapa menit terjadi setiap hari.Aktivitas otot
yang lama meningkatkan ketahanan otot, menyebabkan peningkatan enzim-
enzim oksidatif, mioglobulin, dan kapiler darah yang penting untuk
peningkatan metabolisme otot. Perubahan pada serabut otot tidak semuanya
terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada
serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi peningkatan kecepatan
kontraksi otot (Astrawan, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Heang et al (2012) dengan judul
“Effect of Plyometric Training on the Agility of Students Enrolled in
Required College Badminton Programme” yang dilaksanakan sekali dalam
seminggu selama enam minggu terhadap 42 orang menunjukkan bahwa
adanya peningkatan kelincahan (agility) kelompok eksperimen sebesar 7%
dari kelompok kontrol 2.5% sehingga peneliti merekomendasikan latihan
plyometric untuk meningkatkan kelincahan (agility).
38
F. Kerangka Teori
Gambar 4. Bagan Kerangka Teori
Zig Zag Run Plyometric
Adaptasi Pada Sistem
Neuromuscular
Keseimbangan
Dinamis Meningkat
Respon dinamis oleh
muscle spindle
Hipertrofi
Otot
Kontraksi Otot
Lebih Kuat
Dapat
MelakukanFootwork
yang Baik
Kecepatan(Speed)
Meningkat
Peningkatan
Fleksibilitas Otot
Stretch-Shortening
Cycle (SSC)
Kontraksi Konsentrik
Meningkat
Explosive Power
Mengurangi waktu
antara kontraksi
eksentrik dan konsentrik
Refleks Myotatic
Kekuatan otot
meningkat
Elastisitas Otot
Meningkat
Meningkatkan
Kelincahan
77
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Antara Variabel Dependen
DDeDependen
Variabel Perancu Variabel Kontrol
Gambar 5. Bagan Kerangka Konsep
B. Hipotesis
Terdapat Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka hipotesis dalam
penelitian ini yaitu :
1. Ada perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah pemberian latihan
zig-zag run pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1
Sesenapadang
1. ZIg-Zag Run
2. Plyometric
1. Kecepatan
2. Kekuatan Otot
3. Fleksibilitas Otot
Kelincahan
1. Pemberian Latihan Lain
2. Perbedaan Asupan
Nutrisi
3. IMT
1. Gangguan Penglihatan
2. Gangguan Vestibular
3. Cedera Ekstremitas Inferior
4. Jenis Kelamin
40
2. Ada perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah pemberian latihan
plyometric pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1
Sesenapadang
3. Ada perbedaan antara latihan zig-zag run dan latihan plyometric dalam
meningkatkan kelincahan pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA
Negeri 1 Sesenapadang
77
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan
desain penelitian two-group pretest-posttest design dengan membagi menjadi
dua kelompok dimana kelompok pertama diberikan perlakuan zig-zag run dan
kelompok kedua diberikan perlakuan plyometric. Adapun desain penelitian
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 6. Desain Penelitian
Keterangan :
X0 = Pre-test kelompok zig-zag run exercise
X1 = Pemberian zig-zag run exercise
X2 = Post-test kelompok zig-zag run exercise
Y0 = Pre-test kelompok plyometric exercise
Y1 = Pemberian plyometric exercise
Y2 = Post-test kelompok plyometric exercise
Y1 Y2 Y0
X0 X1 X2
42
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sesenapadang, Kabupaten
Mamasa, Sulawesi Barat.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari tanggal 9 April 2018 sampai 4 Mei 2018
selama 4 minggu.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota ekstrakurikuler
bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang yang berjumlah 30 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anggota ekstrakurikuler bulutangkis
SMA Negeri 1 Sesenapadang sebanyak 24 orang yang dibagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok zig-zag run sebanyak 12 orang dan
kelompok plyometric sebanyak 12 orang. Metode pemilihan sampel yang
digunakan adalah non-probability sampling dengan jenis purposive
sampling dimana jumlah populasi dalam penelitian ini tidak
mendapatkan peluang yang sama untuk dijadikan sampel, tetapi populasi
tersebut dipilih dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk
dijadikan sampel penelitian. Rumus yang digunakan untuk menentukan
jumlah sampel menggunakan rumus slovin :
43
N
n =
1 + Ne2
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
e = Batas toleransi kesalahan
Dimana batas toleransi kesalahan (e) adalah 10% sehingga jumlah
sampel yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
30
n =
1 + (30 x 0,01)
30
n =
1,3
n = 23,07
Jadi didapatkan nilai n = 23,07 atau sama dengan 24.
Adapun kriteria sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu :
a. Kriteria Inklusi
1) Subjek rutin mengikuti latihan
44
2) Subjek berjenis kelamin laki-laki
3) Subjek memiliki nilai IMT normal
4) Subjek bersedia dan menandatangani informed concent
5) Subjek merupakan anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA
Negeri 1 Mamasa
b. Kriteria Eksklusi
1) Subjek mengikuti latihan kelincahan yang lain
2) Subjek mengalami cedera fase akut seperti sprain, strain,
osteoarthritis, fraktur dan cedera lainnya pada ekstremitas inferior
3) Subjek mengalami gangguan penglihatan
4) Subjek mengalami gangguan vestibular
45
D. Alur Penelitian
Gambar 7. Bagan Alur Penelitian
Studi
Pendahuluan
Menentukan
Sumber Data
Menyusun
Laporan
Penelitian
Interpretasi dan
Penarikan
Kesimpulan
Melakukan
Posttest
Melakukan
Tindakan
Melakukan
Pretest
Menetapkan
Sampel
Menentukan
Populasi
Penentuan dan
Penyusunan
Instrumen
Memilih
Pendekatan
Menentukan
Variabel
Identifikasi
Masalah
46
E. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel
independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat)
sebagai berikut:
a. Variabel independen yaitu pemberian latihan zig-zag run dan latihan
plyometric
b. Variabel dependen yaitu tingkat kelincahan
2. Definisi Operasional Variabel
a. Latihan zig-zag run adalah latihan yang dilakukan dengan cara berlari
melalui lintasan yang telah ditentukan dengan waktu yang sesingkat-
singkatnya tanpa menyentuh atau menjatuhkan cone dan tanpa
kehilangan keseimbangan. Adapun dosis yang diberikan yaitu :
Frekuensi (F) : 3 x dalam 1 minggu
Intensitas (I) : Minggu 1 : 1 set / 2 x repetisi
Minggu II : 1 set / 3 x repetisi
Minggu III : 2 set / 2 x repetisi
Minggu IV : 2 set / 3 x repetisi
Teknik (T) : Zig-zag Run
Time (T) : 30 menit (disesuaikan)
b. Latihan plyometric adalah latihan yang dilakukan dengan cara
melompat melewati sepuluh buah cone yang disusun sejajar dengan
jarak yang telah ditentukan kemudian pemain melompat ke samping
47
menggunakan dua kaki sampai di ujung cone. Adapun dosis yang
diberikan yaitu :
Frekuensi (F) : 3 x dalam 1 minggu
Intensitas (I) : Minggu 1 : 10 repetisi x 2 set
Minggu II : 10 repetisi x 3 set
Minggu III : 10 repetisi x 4 set
Minggu IV : 10 repetisi x 5 set
Teknik (T) : Lateral Cone Hop
Time (T) : 30 menit (disesuaikan)
c. Tingkat kelincahan adalah kemampuan seseorang merubah arah dan
posisi dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran.
Instrumen yang digunakan untuk menilai tingkat kelincahan atlet yaitu
Ilionis Agility Run Test dimana responden berlari dalam suatu lintasan
yang telah ditentukan kemudian diukur berapa lama responden
melalui lintasan tersebut. Adapun alat bantu yang digunakan dalam
pengambilan data yaitu stopwatch.
Parameter tingkat kelincahan untuk pria adalah sebagai berikut :
Skor < 15.2 detik = Sangat Bagus
Skor 15,2 – 16,1 detik = Bagus
Skor 16,2 – 18,1 detik = Sedang
Skor 18.2 – 19.2 detik = Kurang
Skor > 19.3 detik = Sangat Kurang
48
F. Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu :
1. Tahap persiapan
a. Peneliti membuat lembar persetujuan responden dan formulir penelitian
yang akan diberikan kepada responden untuk meminta persetujuan
menjadi sampel penelitian dari awal penelitian sampai selesai
b. Peneliti mengurus surat ijin penelitian
c. Peneilti melakukan sosialisasi tentang penelitian yang akan dilakukan
kepada sampel dan instansi penelitian
d. Peneliti membagikan formulir dan lembar persetujuan kepada
responden untuk memperoleh data pribadi responden
2. Tahap pre-test tingkat kelincahan
a. Instrumen pengukuran
1) Delapan buah cone
2) Meteran
3) Stopwatch
4) Alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran
b. Prosedur pengukuran
1) Peneliti mengukur lapangan dengan luas 10m x 5m kemudian
meletakkan empat buah cone disetiap sudutnya dimana dua sudut
sebagai titik start dan finish sedangkan dua sudut lainnya sebagai
titik balik
49
2) Letakkan empat buah cone lainnya di tengah lapangan membentuk
garis lurus dengan jarak masing-masing cone 3,3m
3) Peneliti menjelaskan jalur lintasan yang akan dilalui kemudian
memberi contoh
4) Pemain berdiri di depan cone start untuk memuali test namun
sebelum memulai ada baiknya jika pemain mencoba jalur lintasan
untuk latihan
5) Saat peneliti memberikan aba-aba “mulai” maka atlet berlari secepat
mungkin dari titik starti sampai titik finish melalui lintasan tanpa
menyentuh cone dan peneliti menjalankan stopwatch untuk
menghitung waktu yang dilalui atlet sepanjang lintasan
6) Peneliti mencatat waktu yang dicapai oleh atlet kemudian
mencocokkan dengan parameter illionis agility run test dalam satuan
detik
3. Tahap latihan zig-zag run
a. Instrumen latihan
1) 5 buah cone
2) Meteran
3) Lapangan berukuran 5m x 3m
b. Prosedur latihan
1) Peneliti mengukur lapangan dengan luas 5m x 3m kemudian
meletakkan empat buah cone pada setiap sudut lapangan. Ujung kiri
lapangan yang terdapat sebuah cone diberi tanda start dan finish
50
2) Letakkan satu cone lainnya pada area pertengahan lapangan
3) Pemain berdiri di depan cone start, kemudian peneliti menjelaskan
jalur lintasan yang akan dilalui sampai finish
4) Saat peneliti memberikan aba-aba “mulai” maka atlet berlari
mengikuti jalur lari sampai finish tanpa menyentuh cone
c. Dosis latihan
Adapun dosis pemberian latihan zig-zag run yang diberikan adalah
sebagai berikut :
Frekuensi (F) : 3 x dalam 1 minggu
Intensitas (I) : Minggu I : 1 set/2 x repetisi
Minggu II : 1 set/3 x repetisi
Minggu III : 2 set/2 x repetisi
Minggu IV : 2 set/3 x repetisi
Teknik (T) : Zig-zag Run
Time (T) : Minggu I : 30 detik/orang
Minggu II : 45 detik/orang
Minggu III : 2 menit/orang
Minggu IV : 2,5 menit/orang
4. Tahap latihan plyometric
a. Instrumen latihan
1) 10 buah cone
2) Meteran
51
b. Prosedur latihan
1) Peneliti menyiapakn sepuluh buah cone yang diletakkan dalam satu
garis lurus dengan jarak 50cm antar cone
2) Peserta berdiri menyamping dengan bahu lurus segaris dengan cone
pertama
3) Peserta melompat kesamping melewati cone dengan dua kaki sampai
cone terakhir
4) Ulangi sesuai dosis yang ditentukan
c. Dosis latihan
Adapun dosis pemberian latihan zig-zag run yang diberikan adalah
sebagai berikut :
Frekuensi (F) : 3 x dalam 1 minggu
Intensitas (I) : Minggu I : 10 repetisi x 2 set
Minggu II : 10 repetisi x 3 set
Minggu III : 10 repetisi x 4 set
Minggu IV : 10 repetisi x 5 set
Teknik (T) : Lateral Cone Hop
Time (T) : MInggu I : 40 detik/orang
Minggu II : 60 detik/orang
Minggu III : 80 detik/orang
Minggu IV : 100 detik/orang
52
5. Tahap post-test tingkat kelincahan
Post-test tingkat kelincahan dilakukan menggunakan parameter
illionis agility run test setelah responden diberikan latihan sesuai
kelompok masing-masing sebanyak 12 kali latihan.
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dengan menggunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and Service
Soltion) versi 23, data yang akan dianalisis terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat dan analisis data menggunakan uji normalitas untuk mengetahui
normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Pengujian normalitas
menggunakan uji shapiro wilk karena sampel kurang dari atau sama dengan
50.
Data yang diperoleh berdistribusi normal dilakukan uji Paired Sampel T-
Test untuk mengetahui perbedaan pre-test dan post-test latihan zig-zag run
dan latihan plyometric. Selanjutnya dilakukan uji Independen T-Test untuk
mengetahui perbedaan antara latihan zig-zag run dengan latihan plyometric.
H. Masalah Etika
Dalam mengambil data sampel, peneliti memiliki beberapa aturan
mengenai masalah etika, antara lain:
1. Informed Concent
Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden yang memenuhi
kriteria inklusi. Jika bersedia menjadi sampel, maka harus menandatangani
lembar persetujuan. Sampel yang menolak menjadi responden tidak akan
dipaksa dan tetap menghormati haknya.
53
2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden, tetapi hanya akan memberi kode tertentu pada setiap
responden.
3. Confidientaly
Informasi yang diberikan oleh responden akan dijamin kerahasiannya oleh
peneliti dan hanya sekelompok tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil
penelitian.
77
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 9 April – 4 Mei 2018 di
SMA Negeri 1 Sesenapadang Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Penentuan
sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti,
dimana sampel penelitian ini sebanyak 24 orang yang dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama dengan jumlah 12 orang diberikan perlakuan
berupa latihan zig-zag run sedangkan kelompok kedua dengan jumlah 12
orang diberikan perlakuan berupa latihan plyometric.
Dari hasil penelitian, data yang diperoleh akan dimasukkan dan diolah
dengan menggunakan SPSS 23.0 dan hasil analisis kemudian disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik. Adapun gambaran umum tentang responden akan
disajikan sebagai berikut :
1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik Sampel Frekuensi Persentase (%) Usia
16 9 37,5
17 15 62,5
Total 24 100 Sumber : Data Primer, 2018
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa frekuensi sampel usia
16 tahun sebanyak 9 orang atau 37,5% dan frekuensi sampel usia 17
55
tahun sebanyak 15 orang atau 62.5% sehingga total sampel adalah 24
atau 100%.
2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kelincahan
Distribusi sampel penelitian berdasarkan kategori pre-test dan post-
test untuk kelompok Zig-Zag Run adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pre-test dan Post-test Latihan Zig-Zag Run
Tingkat Kelincahan
Kategori
Total Sangat Bagus Sedang Kurang Sangat
Bagus Kurang
Zig-Zag Run
Pre-Test N
%
Post-Test N
%
Plyometric
Pre-Test N
%
Post Test N
%
0 1 2 5 4
0 8,3 16,7 41,7 33,3
1 0 8 3 0
8,3 0 66,7 25 0
12
100
12
100
12
100
12
100
0 0 4 3 5
0 0 33,3 25 41,7
0 1 8 1 2
0 8,3 66,7 8,3 16,7
Sumber : Data Primer, 2018
Berdasarkan data di atas dapat diketahui pada saat dilakukan pre-test
kelincahan untuk kelompok latihan Zig-Zag Run tidak terdapat sampel
yang berada di kategori sangat bagus, terdapat 1 orang yang berada di
kategori bagus atau sebanyak 8,3%, 2 orang yang berada di kategori
sedang atau sebanyak 16,7%, 5 orang yang berada di kategori kurang
atau sebanyak 41,7% dan 4 orang yang berada di kategori sangat kurang
atau sebanyak 33,3%. Setelah dilakukan post-test kelincahan di akhir
56
penelitian terdapat1 orang yang berada di kategori sangat bagus atau
sebanyak 8,3%, tidak terdapat sampel yang berada di kategori bagus,
terdapat 8 orang yang berada di kategori bagus atau sebanyak 66,7%,
terdapat 3 orang yang berada di kategori kurang atau sebanyak 25%, dan
tidak terdapat sampel yang berada di kategori sangat kurang. Hasil
distribusi tersebut apabila ditampilkan dalam bentuk grafik akan terlihat
seperti pada gambar berikut :
Gambar 8. Grafik Hasil Pre-Test dan Post-Test Latihan Zig-Zag Run
Sumber : Data Primer, 2018
Pada saat dilakukan pre-test kelincahan pada kelompok latihan
Plyometric tidak terdapat sampel yang berada di kategori sangat bagus
dan bagus, terdapat 4 orang yang berada di kategori sedang atau
sebanyak 33,3%, terdapat 3 orang yang berada di kategori kurang atau
sebanyak 25%, dan tedapat 5 orang yang berada di kategori sangat
kurang atau berjumlah 41,7%. Setelah dilakukan post-test pada akhir
penelitian tidak terdapat sampel yang berada pada kategori sangat bagus,
57
terdapat 1 orang yang berada pada kategori bagus atau sebanyak 8,3%,
terdapat 8 orang yang berada pada kategori sedang atau sebanyak 66,7%,
terdapat 1 orang yang berada pada kategori kurang atau sebanyak 8,3%
dan terdapat 2 orang yang berada pada kategori sangat kurang atau
sebanyak 16,7%. Hasil distribusi tersebut apabila ditampilkan dalam
bentuk grafik akan terlihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 9. Grafik Hasil Pre-Test dan Post-Test Latihan Plyometric
Sumber : Data Primer, 2018
3. Perbedaan Tingkat Kelincahan Sebelum dan Sesudah Pemberian
Latihan Zig-Zag Run
Untuk mengetahui perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah
pemberian latihan Zig-Zag Run, data diolah dengan SPSS 23
menggunakan uji Paired Sampel T-Test. Data yang diperoleh sebelumnya
akan dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan uji shapiro wilk karena sampel yang digunakan kurang
58
dari 50. Dari hasil uji normalitas tersebut didapatkan bahwa data pre-test
dan post-test kelompok latihan Zig-Zag Run memiliki sebaran data yang
normal dengan nilai p = 0,831 (p > 0,05) untuk kelompok pre-test dan
p = 0,119 (p > 0,05) untuk kelompok post-test.
Selanjutnya, setelah didapatkan bahwa data berdistribusi normal,
maka akan dilanjutkan dengan uji paired sample T-test dengan nilai
sebagai berikut :
Tabel 4. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Zig-Zag Run
Zig-Zag Run N Mean SD P
Pre-Test 12 18,9 1,43
Post-Test 12 17,33 1,2
Sumber : Uji Paired Sample T-Test, 2018
Berdasarkan tabel di atas nilai signifikansi atau nilai probabilitas
antara pre-test dan post-test untuk kelompok latihan Zig-Zag Run adalah
p < 0,001 (p < 0,05). Artinya latihan Zig-Zag Run memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan kelincahan anggota ekstrakurikuler
bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang. Dari data pre-test memiliki
rata-rata 18,9 dan pada data post-test memiliki rata-rata 17,33. Besarnya
peningkatan kelincahan tersebut dapat dilihat dari selisih nilai rata-rata
yaitu sebesar 1,57.
0,000
59
4. Perbedaan Tingkat Kelincahan Sebelum dan Sesudah Pemberian
Latihan Plyometric
Untuk mengetahui perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah
pemberian latihan Plyometric, data diolah dengan SPSS 23 menggunakan
uji Paired Sampel T-Test. Data yang diperoleh sebelumnya akan
dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji
shapiro wilk karena sampel yang digunakan kurang dari 50. Dari hasil uji
normalitas tersebut didapatkan bahwa data pre-test dan post-test
kelompok latihan Plyometric memiliki sebaran data yang normal dengan
nilai p = 0,355 (p > 0,05) untuk kelompok pre-test dan p = 0,446 (p >
0,05) untuk kelompok post-test.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Plyometric
Plyometric N Mean SD P
Pre-Test 12 19 1,42
Post-Test 12 17,66 1,17
Sumber : Uji Paired Sample T-Test, 2018
Berdasarkan tabel di atas nilai signifikansi atau nilai probabilitas
antara pre-test dan post-test untuk kelompok latihan Plyometric adalah
p<0,001 dimana p < 0,05 berarti ada perbedaan secara signifikan antara
sebelum latihan dan sesudah latihan. Artinya latihan Plyometric
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kelincahan
anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang. Dari
0,000
60
data pre-test memiliki rata-rata 19 dan pada data post-test memiliki rata-
rata 17,66. Besarnya peningkatan kelincahan tersebut dapat dilihat dari
selisih nilai rata-rata yaitu sebesar 1,34
5. Perbedaan Antara Latihan Zig-Zag Run dan Plyometric Terhadap
Tingkat Kelincahan
Untuk mengetahui perbedaan antara latihan Zig-Zag Run dengan
latihan Plyometric terhadap tingkat kelincahan, data diolah dengan SPSS
23 menggunakan uji Independen Sample T-Test. Berdasarkan nilai hasil
pengurangan antara pre-test dan post-test apabila hasil analisis
menunjukkan perbedaan yang signifikan maka terdapat perbedaan antara
latihan Zig-Zag Run dengan latihan Plyometric dalam meningkatkan
kelincahan.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 6. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Zig-Zag Run dan Plyometric
Kelompok N Mean SD P Zig-Zag Run 12 1,56 0,68
Plyometric 12 1,34 0,46
Sumber : Uji Independen T-Test, 2018
Berdasarkan data di atas, diperoleh nilai signifikansi p = 0,36
(p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
hasil latihan Zig-Zag Run dengan latihan Plyometric dalam
meningkatkan kelincahan. Hal tersebut berarti hasil peningkatan dari
setiap latihan tidak berbeda jauh antara latihan Zig-Zag Run dan latihan
Plyometric. Tetapi jika dilihat dari hasil rata-rata, kelompok latihan Zig-
0,360
61
Zag Run memiliki rata-rata 1,56 sedangkan kelompok latihan Plyometric
memiliki rata-rata 1,34 dimana nilai rata-rata kelompok
latihan Zig-Zag Run lebih tinggi dibanding nilai rata-rata kelompok
latihan Plyometric dengan selisih yaitu 0,22.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara
pemberian latihan Zig-Zag Run dan latihan Plyometric terhadap tingkat
kelincahan pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1
Sesenapadang, Kabupaten Mamasa. Data pada penelitian ini merupakan
data primer dengan memperoleh data langsung dari sampel. Berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi yang diterapkan, maka sampel dalam
penelitian ini yaitu 24 orang dari keseluruhan populasi yang dibagi
menjadi dua kelompok yaitu 12 orang untuk kelompok latihan Zig-Zag
Run dan 12 orang untuk kelompok latihan Plyometric. Berdasarkan tabel
2 di atas, penelitian ini memiliki jumlah sampel sebanyak 24 orang
dengan kategori usia 16 dan 17 tahun dimana hal tersebut sesuai dengan
kategori usia untuk anak jenjang pendidikan sekolah menengah atas
khususnya yang berada pada kelas X dan XI.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kelincahan
Pelaksanaan pengukuran tingkat kelincahan dilakukan dengan
instrumen pengukuran Illionis Agility Run Test. Berdasarkan tabel 3 hasil
pre-test untuk kelompok Zig-Zag Run dan kelompok Plyometric rata-rata
62
sampel penelitian memiliki tingkat kelincahan pada kategori sangat
kurang dan kurang. Hal tersebut terjadi karena sampel penelitian tidak
pernah mendapatkan latihan khusus untuk kelincahan sehingga tubuhnya
belum beradaptasi dengan gerakan-gerakan kaki yang berubah arah
secara cepat seperti pada jalur yang diberikan saat pre-test. Hal tersebut
juga bisa terjadi karena lambatnya proses pengantaran sinyal ke otak
untuk melakukan pergerakan yang cepat sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk melalui jalur tersebut menjadi lebih lama. Hal ini
sesuai dengan teori kecepatan reaksi secara fisiologis ditentukan oleh
tingkat kemampuan penerima rangsang penghantaran stimulus ke SSP,
penyampaian stimulus melalui saraf sampai terjadi sinyal, penghantaran
sinyal dari sistem saraf pusat ke otot dan kecepatan otot menerima
rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerakan (Fitriani, 2016).
Setelah melakukan pre-test, dilanjutkan dengan pemberian latihan
yaitu latihan Zig-Zag Run dan latihan Plyometric selama 12 kali
pertemuan dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu dan intensitas latihan
yang ditingkatkan setiap minggu. Intensitas ditingkatkan agar tubuh
dapat beradaptasi terhadap latihan yang diberikan sehingga dengan
berlatih secara sistematis dan dilakukan secara berulang-ulang dapat
membuat sistem saraf beradaptasi dengan baik sehingga gerakan yang
semula sulit lama kelamaan akan menjadi mudah karena sistem saraf
telah beradaptasi dengan baik.
63
Setelah sampel diberikan latihan sebanyak 12 kali, di akhir penelitian
dilakukan post-test untuk melihat apakah ada peningkatan kelincahan
dari hasil sebelumnya. Hasil post-test untuk kelompok Zig-Zag Run dan
kelompok Plyometric menunjukkan bahwa rata-rata sampel penelitian
memiliki tingkat kelincahan pada kategori sedang walaupun masih
terdapat sampel yang berada pada kategori sangat kurang.
Dari hasil post-test terlihat bahwa adanya peningkatan tingkat
kelincahan dari sebelum dan sesudah diberikan latihan. Walaupun pada
kelompok latihan Plyometric masih terdapat 2 orang yang berada pada
kategori sangat kurang. Namun jika dilihat dari waktu tempuh yang
digunakan saat melakukan post-test terjadi peningkatan walaupun tidak
berubah kategori tingkat kelincahannya. Hal tersebut juga bisa terjadi
karena peneliti tidak mengontrol asupan gizi dan aktifitas fisik tiap
responden diluar penelitian sehingga dapat mempengaruhi hasil
pengukuran tingkat kelincahannya.
Asupan gizi sangat penting dalam melakukan aktivitas fisik atau
olahraga karena merupakan sumber energi yang akan digunakan oleh otot
untuk berkontraksi saat melakukan latihan dan berperan dalam
pembentukan massa otot. Aktifitas fisik diluar latihan juga sangat
berpengaruh karena akan membuat responden kelelahan sehingga tidak
maksimal saat melakukan latihan.
Terjadinya perubahan peningkatan kelincahan bisa disebabkan karena
tubuh telah beradaptasi dengan latihan yang telah diberikan sehingga
64
tanggapan otak untuk melakukan pergerakan ditanggapi dengan cepat.
Selain itu, kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi,
elastisitas otot dan sendi serta keseimbangan dinamis akan mengalami
perubahan peningkatan secara fisiologis akibat dari latihan ini sehingga
jika komponen tersebut mengalami peningkatan maka akan
menyebabkan peningkatan terhadap kelincahan (Pradana, 2017).
3. Perbedaan Tingkat Kelincahan Sebelum dan Sesudah Pemberian
Latihan Zig-Zag Run
Dari hasil analisis data pre-test dan post-test pada tabel 4 didapatkan
nilai p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan secara signifikan antara
sebelum diberikan latihan dan setelah diberikan latihan sehingga latihan
Zig-Zag Run memiliki pengaruh dalam meningkatkan kelincahan. Hal ini
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2016) yang
mengatakan terdapat pengaruh pemberian zig-zag run terhadap
peningkatan kelincahan pada pemain PERSIS Makassar Usia 9-12 tahun.
Dari hasil post-test pada tabel 3 terdapat 1 orang yang memiliki
kelincahan yang sangat bagus, hal ini bisa diakibatkan karena dari awal
responden ini memiliki kelincahan yang bagus sehingga saat diberikan
latihan tingkat kelincahannya semakin meningkat. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kelincahan antara lain asupan gizi dan istirahat
yang cukup. Asupan gizi sangat dibutuhkan seseorang untuk
menghasilkan energi yang akan digunakan oleh otot untuk berkontraksi
65
saat latihan. Istirahat yang cukup juga berpengaruh agar pemain tidak
merasa kelelahan saat melakukan latihan.
Dari hasil wawancara responden, diketahui bahwa responden tersebut
sering mengikuti olahraga. Dari hasil post-test juga terdapat 2 orang yang
tidak mengalami peningkatan kategori yaitu pada kategori sedang. Tetapi
jika dilihat dari waktu tempuh yang digunakan saat melakukan pre-test
dan post-test mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat diakibatkan
oleh beberapa faktor misalnya aktifitas yang dilakukan responden diluar
penelitian, kondisi psikologis dan motivasi responden saat latihan dan
sebagainya.
Latihan Zig-Zag Run merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan
dengan gerakan berkelok-kelok melewati rintangan yang telah disediakan
dengan tujuan untuk melatih kemampuan berubah arah dengan cepat
dimana unsur gerak yang terkandung di dalamnya merupakan komponen
gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh,
kecepatan dan keseimbangan sehingga dapat meningkatkan kelincahan
(Sukma 2015). Latihan Zig-Zag Run dapat meningkatkan kelincahan
karena pada saat latihan melibatkan lari secara sprint yang akan membuat
kontraksi eksentrik-konsentrik oleh otot ekstensor yang dikenal dengan
stretch shortening cycle (SSC) sehingga dapat meningkatkan kecepatan
konduktifitas saraf dan meningkatkan koordinasi neuromuscular yang
akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan reaksi sehingga hal
ini akan membentuk suatu gerakan yang efektif dan efisien (Gutomo,
66
2016). Latihan Zig-Zag Run juga dapat meningkatkan unsur kebugaran
jasmani seperti kekuatan otot tungkai, elastisitas otot dan keseimbangan
dinamis yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kelincahan. Hal
yang terjadi saat diberikan latihan Zig-Zag Run yaitu terjadinya adaptasi
pada sistem neuromuscular berupa meningkatnya elastisitas otot dan
terjadinya keseimbangan dinamis. Elastisitas otot dapat meningkat akibat
adanya adaptasi dari otot saat melakukan latihan secara terus menerus
sehingga nantinya akan meningkatkan fleksibilitas pada otot yaitu
kemampuan suatu otot untuk melakukan gerakan secara maksimal dalam
suatu ruang gerak sendi. Setiap perubahan yang terjadi di dalam otot
selalu dideteksi oleh propioseptor utuk diinformasikan ke susunan saraf
pusat kemudian dari susunan saraf pusat dikeluarkan instruksi untuk
menyesuaikan kondisi otot. Begitupun dengan adaptasi terhadap
keseimbangan dinamis juga dapat terbentuk apabila diberikan latihan
Zig-Zag Run secara teratur sehingga seseorang dapat mengontrol posisi
tubuhnya saat sedang melakukan gerakan. Keseimbangan dinamis dalam
tubuh diatur pada aparatus verstibular dimana apparatus vestibular ini
memiliki fungsi memberikan informasi penting untuk sensai
keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala, gerakan mata, dan postur
tubuh. Adaptasi yang terjadi pada keseimbangan dinamis ini akan
mengakibatkan gerakan pada otot-otot tungkai meningkat sehingga dapat
terjadi peningkatan kelincahan.
67
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa latihan Zig-Zag Run
dilakukan dengan lari secepat-cepatnya dan kemudian mengubah arah
lari tanpa kehilangan keseimbangan sehingga latihan ini mampu
membuat pemain mengubah arah dari satu posisi ke posisi yang berbeda
dalam kecepatan yang tinggi dengan koordinasi gerak yang baik. Dalam
hal ini tungkai kaki dapat dikatakan sebagai tumpuan saat merubah arah
dalam berlari dimana kemampuan merubah arah sangat penting untuk
pemain bulutangkis saat ingin mengejar shuttlecock yang diberikan oleh
lawan dan sangat penting untuk menguasai area lapangan permainan
sehingga latihan ini dapat meningkatkan kelincahan.
4. Perbedaan Tingkat Kelincahan Sebelum dan Sesudah Pemberian
Latihan Plyometric
Dari hasil analisis data pre-test dan post-test pada tabel 5 didapatkan
nilai p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan secara signifikan antara
sebelum diberikan latihan dan setelah diberikan latihan sehingga latihan
Plyometric memiliki pengaruh dalam meningkatkan kelincahan. Hal ini
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Heang et al (2012) yang
mengatakan terdapat pengaruh pemberian Plyometric terhadap
peningkatan kelincahan pada mahasiswa Korea yang terdaftar di program
bulutangkis.
Dari hasil post-test pada tabel 3 terdapat 5 orang yang tidak
mengalami peningkatkan, yaitu 3 orang yang masih tetap pada kategori
sedang dan 2 orang pada kategori sangat kurang. Tetapi jika dilihat dari
68
waktu tempuh yang digunakan tetap mengalami peningkatan waktu yang
hampir sama dengan peningkatan yang lainnya. Namun pada 2 orang
yang tetap pada kategori sangat kurang, nilai pre-test yang dimiliki
sangat rendah sehingga walaupun mengalami peningkatan yang sama
tetap tidak mengubah kategori tingkat kelincahannya. Hal ini bisa
diakibatkan karena peneliti tidak mengontrol aktifitas responden diluar
penelitian sehingga dapat mempengaruhi hasil latihan. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan terhadap responden, didapatkan bahwa rata-
rata orang tua siswa memiliki perkebunanan atau persawahan sehingga
kemungkinan setelah melakukan latihan, responden pergi ke sawah atau
kebun untuk membantu orang tuanya yang akan mengakibatkan
kelelahan pada anak tersebut. Aktifitas fisik yang terlalu melelahkan
dapat mempengaruhi hasil tingkat kelincahan karena akan
mengakibatkan responden tidak maksimal dalam melakukan latihan
karena tidak memiliki energi yang cukup untuk berlatih.
Selain itu, faktor psikososial juga dapat mempengaruhi seperti
motivasi respon saat mengikuti latihan dan responden yang disibukkan
oleh berbagai hal sehingga responden kurang fokus saat mengikuti
latihan. Hal lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian yaitu tidak
dilakukannya pemeriksaan vital sign sebelum melakukan penelitian
sehingga tidak diketahuinya kondisi pemain sebelum melakukan latihan
dalam kondisi baik atau kurang baik dimana sebelum memulai latihan
69
peneliti hanya menanyakan kondisi para pemain secara individu dan
tidak melakukan pemeriksaan.
Latihan Plyometric merupakan latihan yang dirancang untuk
menghasilkan kecepatan, kekuatan dan meningkatkan fungsi dari sistem
saraf yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan prestasi dalam
bidang keolahragaan. Teknik yang digunakan dari latihan Plyometric ini
yaitu lateral cone hop dimana sampel melompat menyamping melewati
beberapa cone yang telah disiapkan. Pola gerakan dalam latihan
Plyometric sebagian besar mengikuti konsep power chain dan latihan ini
melibatkan otot-otot anggota gerak bawah karena secara nyata
merupakan pusat power.
Terdapat tiga fase dalam melakukan latihan Plyometric yaitu fase
pertama adalah gerakan pemanjangan otot secara cepat yang dikenal
sebagai fase eksentrik, yang kedua melibatkan periode istirahat yang
dikenal sebagai fase amortisasi dan fase ketiga yaitu atlet terlibat dalam
gerakan pemendekan otot secara eksplosif yang disebut fase konsentris.
Atlet mengulangi ketiga siklus ini secepat mungkin dengan tujuan untuk
mengurangi waktu antara kontraksi eksentrik dan konsentris.
Pengurangan waktu ini menyebabkan atlet menjadi lebih cepat dan lebih
kuat karena akan meningkatkan fungsi otot, tendon dan saraf.
Peningkatan kekuatan fisik membuat atlet dapat berlari lebih cepat,
melompat lebih tinggi dan memukul lebih keras (Wang et al, 2016).
70
Komponen penting dalam proses gerakan cepat adalah propioceptor yang
terdapat di dalam otot berupa muscle spindle yang mengirirm informasi
ke sistem saraf pusat tentang kontraksi otot, dan golgi tendon organ yang
menerima perintah mengurangi beban otot atau berfungsi sebagai
pelindung dari kemungkinan cedera karena melakukan peregangan yang
kuat (Rangga, 2017).
Latihan Plyometric merupakan bentuk latihan explosive power
dengan karakteristik menggunakan kontraksi otot yang sangat kuat dan
cepat sehingga latihan ini dapat meningkatkan kelincahan pemain
bulutangkis melalui peningkatan kekuatan otot (Alim, 2009). Aktivitas
otot yang kuat menyebabkan ukuran otot bertambah, garis tengah tiap
serabut otot meningkat, sarkolema meningkat, dan serat-serat mendapat
zat gizi serta zat antara metabolisme seperti adenosine trifosfat, keratin
fosfat, glikogen lipid inter sel mitokondria bertambah, myofibril juga
bertambah jumlahnya dan ukurannya. Hipertropi otot meningkatkan daya
gerak otot dan mekanisme zat gizi untuk mempertahankan peningkatan
daya gerak. Aktivitas otot yang lama meningkatkan ketahanan otot,
menyebabkan peningkatan enzim-enzim oksidatif, mioglobulin, dan
kapiler darah yang penting untuk peningkatan metabolisme otot.
Perubahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang
sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast
twitch) sehingga terjadi peningkatan kecepatan kontraksi otot (Astrawan,
2016).
71
Latihan Plyometric jika dilatihkan secara teratur maka dapat
meningkatkan kelincahan dimana latihan ini selain dapat meningkatkan
kekuatan otot juga dapat meningkatkan keseimbangan dan kontrol tubuh
saat melakukan gerakan melompat kesamping. Latihan Plyometric tidak
hanya menguatkan sendi, tendon dan otot tetapi juga melatih sistem saraf
untuk bereaksi lebih efisien sehingga kemampuan penerima rangsang
penghataran stimulus ke SSP meningkat dimana semua efek tersebut
dapat meningkatkan kelincahan.
5. Perbedaan Antara Latihan Zig-Zag Run dan Plyometric Terhadap
Tingkat Kelincahan
Dari hasil analisis data pada tabel 6 didapatkan hasil p > 0,05 yang
berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil latihan Zig-
Zag Run dan Plyometric dalam meningkatkan kelincahan. Hal tersebut
berarti hasil peningkatan dari setiap latihan tidak berbeda jauh antara
latihan Zig-Zag Run dan latihan Plyometric. Tetapi jika dilihat dari hasil
rata-rata selisih pre-test dan post-test kedua kelompok latihan, didapatkan
latihan Zig-Zag Run lebih tinggi (1,56) dibandingkan latihan Plyometric
(1,34) dengan selisih nilai rata-rata yaitu 0,22.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, latihan Zig-Zag Run
merupakan bentuk latihan lari berkelok-kelok melewati rintangan yang
telah disiapkan dan mengubah posisi dan arah gerakan dengan cepat
tanpa kehilangan keseimbangan tubuh sedangkan latihan Plyometric
merupakan bentuk latihan melompat dengan dua kaki ke samping
72
melewati beberapa cone yang telah disediakan. Jika kedua latihan ini
dilatihkan secara terus menerus dengan dosis yang tepat maka akan
membuat pemain dapat beradaptasi dalam mengontrol posisi tubuh
sehingga lama kelamaan akan membuat pemain memiliki keseimbangan
yang baik yang sangat dibutuhkan dalam aspek kelincahan yaitu saat
melakukan gerakan yang cepat pemain tetap dapat mengontrol posisi
tubuhnya.
Latihan Zig-Zag Run dapat meningkatkan kelincahan dengan cara
adaptasi pada sistem neuromuscular berupa peningkatan fleksibilitas otot
dan peningkatan keseimbangan dinamis melalui stretch-shortening cycle
(SSC). SSC yaitu terjadinya kontraksi eksentrik yang kemudian secara
langsung diikuti dengan kontraksi konsentrik sehingga nantinya akan
mengakibatkan kontraksi konsentrik meningkat. Sedangkan latihan
Plyometric dapat meningkatkan kelincahan dengan cara meningkatkan
respon dinamis oleh muscle spindle dan meningkatkan kekuatan otot
yang dapat terjadi melalui refleks myotatic. Refleks ini terjadi karena
dalam melakukan latihan Plyometric mengandung unsur explosive power
atau daya ledak dimana dibutuhkan kecepatan kontraksi yang tinggi.
Sehingga selama latihan akan mengakibatkan pengurangan waktu antara
kontraksi eksentrik dan konsentrik. Kedua latihan ini walaupun memiliki
gerakan yang berbeda, tetapi memiliki efek yang sama dalam
meningkatkan kelincahan yaitu dengan mengurangi waktu antara
73
kontraksi eksentrik dan konsentrik walaupun dengan metode yang
berbeda.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Hardiyanti (2012) menunjukkan bahwa metode latihan hexagon drill dan
zig-zag run berpengaruh dalam meningkatkan kelincahan atlet
bulutangkis dimana latihan zig-zag run lebih efektif. Penelitian lainnya
yang juga dilakukan oleh Kinanti (2016) menunjukkan bahwa adanya
pengaruh latihan zig-zag run terhadap kelincahan pada pemain sepak
bola usia 13-15 tahun. Heang et al (2012) juga mendapatkan hasil bahwa
adanya peningkatan kelincahan kelompok eksperimen sebesar 7% dari
kelompok kontrol pada atlet bulutangkis sehingga peneliti
merekomendasikan latihan Plyometric untuk meningkatkan kelincahan.
Berdasarkan hasil analisis data statistik dalam penelitian ini, tidak
terdapat perbedaan antara latihan Zig-Zag Run dan latihan Plyometric
dalam meningkatkan kelincahan, dimana hal ini tidak sesuai dengan
hipotesis penelitian. Faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut adalah
dosis latihan yang diberikan selama penelitian yaitu intensitas yang
diberikan pada kedua latihan tidak seimbang dimana intensitas pada
latihan Plyometric jauh lebih berat dibandingkan intensitas pada latihan
ZIg-Zag Run. Pada minggu pertama, intensitas untuk kelompok
Zig-Zag Run adalah 1 set dengan 2 kali repetisi sedangkan pada
kelompok Plyometric intensitasnya 2 set dengan 10 kali repetisi sehingga
hal tersebut sangat mempengaruhi hasil penelitian.
74
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan sebaik-baiknya, tetapi masih memiliki
keterbatasan dan kekurangan diantaranya :
1. Aktivitas responden diluar penelitian tidak bisa dikontrol sehingga dapat
mempengaruhi kondisi fisik, psikologis dan sebagainya
2. Tidak dilakukannya pemeriksaan vital sign sebelum melakukan latihan
3. Dosis latihan yang tidak seimbang antara kedua kelompok
77
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Ada perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah pemberian
latihan zig-zag run pada anggota ekstrakurikuler SMA Negeri 1
Sesenapadang, Kabupaten Mamasa [ p < 0,001 ( P < 0,05 )]
2. Ada perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah pemberian
latihan plyometric pada anggota ekstrakurikuler SMA Negeri 1
Sesenapadang, Kabupaten Mamasa [ p < 0,001 ( P < 0,05 )]
3. Tidak ada perbedaan antara latihan zig-zag run dan latihan plyometric
dalam meningkatkan kelincahan (P = 0,36, P > 0,05) namun jika ditinjau
berdasarkan perbedaan rerata, latihan zig-zag run lebih baik jika
dibandingkan dengan latihan plyometric
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat
disampaikan yaitu :
1. Bagi peserta yang masih mempunya kemampuan kelincahan yang
kurang, agar dapat meningkatkannya dengan cara latihan yang rutin
dengan menggunakan latihan zig-zag run atau plyometric
2. Bagi pelatih untuk tetap memberikan program latihan zig-zag run atau
latihan plyometric kepada seluruh anggota ekstrakurikuler bulutangkis
76
sebagai upaya agar pemain mempunyai kemampuan kelincahan yang
baik
3. Bagi fisioterapis hasil dari penelitian ini dapat menjadi data dasar bagi
pengembangan pelayanan fisioterapi khususnya fisioterapis olahraga
dalam memberikan jenis latihan untuk meningkatkan kelincahan
4. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan
dan bahan referensi untuk penelitian terkait peningkatan kelincahan dan
hendaknya melakukan penelitian dengan sampel dan populasi yang lebih
luas, melakukan pemeriksaan vital sign sebelum memulai latihan, dan
memperhatikan dosis yang akan diberikan serta dengan variabel yang
berbeda sehingga latihan yang berpengaruh terhadap peningkatan
kelincahan dapat teridentifikasi lebih luas.
77
DAFTAR PUSTAKA
Alhusin, S. (2007). Gemar Bermain Bulutangkis . Surakarta: CV Seti-Aji.
Alim, A. M. (2009, 07 14). Plyometric. Retrieved 03 7, 2018, from Sport Science:
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:qLjbHuMf9t4J:h
ttps://endhine9685.wordpress.com/2009/07/14/plyometric/+&cd=1&hl=id
&ct=clnk&gl=id
Amalia, H. R. (Bandung). Latihan Shadow Badminton dan Latihan Ladder dalam
Meningkatkan Kelincahan Atlet Bulutangkis . 2015: Universitas
Pendidikan Indonesia .
Anggita, M. Y. (2015). Kombinasi Latihan Eksentrik M.Gastrocnemius dan
Latihan Plyometric Lebih Baik Dari Pada Latihan Eksentrik
M.Quadriceps dan Latihan Plyometric Terhadap Peningkatan Agility
Pada Mahasiswa di Universitas esa Unggul Jakarta. Bali: Prodi Fisiologi
Olahraga Universitas Udayana.
Astrawan I Putu, N Adiputra, I Made Jawi. (2016). Pelatihan Footwork
Bulutangkis 10 Repetisi 2 Set Lebih Baik Dibandingkan 5 Repetisi 4 Set
Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot Tungkai Dan Kelincahan. Sport and
Fitness Journal Vol. 4 No. 2, 18-29.
AUlia, L. A. (2016). Pengaruh Zig-Zag Running Terhadap Peningkatan
Kelincahan Pada Pemain Sepak Bola Usia 15-18 Tahun di Salatiga
Training Center Kota Salatiga . Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Baresti, S. W. (2016). Perbandingan Nilai Kapasitas Vital Paru, Forced Expired
Volume In One Second dan Mean Arterial Blood Pressure Pada Atlet
Basket dan Atlet Lari Sprin. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Cara Melakukan Tes Kelincahan Pada Seorang Atlet . (2017). Retrieved 03 12,
2018, from www.vovo.co.id: http://www.vovo.co.id/2016/03/cara-
melakukan-tes-kelincahan-pada.html
Chrisly M Palar, Djon Wongkar, Shane H.R Ticoalu. (2015). Manfaat Latihan
Olahraga Aerobik Terhadap Kebugaran Fisik Manusia. Journal e-
Biomedik, Volume 3, Nomor 1 , 318.
78
Fitriani. (2016). Pengaruh Pemberian Zig Zag Run Exercise Terhadap
Peningkatan Kelincahan Pada Pemain Persis Makassar Usia 9-12 Tahun .
Makassar: Fakultas Kedokteran UNHAS.
Gerry Risangdiptya, Endang Ambarwati. (2016). Perbedaan Antara
Keseimbangan Tubuh Sebelum dan Sesudah Senam Pilates Pada Usia
Muda. Jurnal Kedokteran Diponegoro, Volume 5, Nomor 4, 911-916.
Ghaffar, A. (2014). Pengaruh Latihan Push Up Terhadap Peningkatan Kekuatan
dan Daya Ledak Otot Lengan Pada Cabor Buliutangkis Bagi Siswa Putra
Kelas VIII SMP Negeri 21 Bandar Lampung . Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Gutomo, B. S. (2016). Perbandingan Efektifitas Latihan ZIg-Zag Run dengan
Carioca Exercise Untuk Meningkatkan Agility pada Pemain Bulutangkis
Pemula. Jakarta: Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul .
Hakim, A. H. (2011). Arena Badminton di Yogyakarta. Yogyakarta: UAJY.
Halim, N. I. (2011). Tes dan Pengukuran Kesegaran Jasmani. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.
Hardiyanti, N. (2012). Efektifitas LAtihan Hexagon Drill dan Zig Zag Run
Terhadap Kelincahan Atlet Bulutangkis Putri Usia 10-12 Tahun di PB.
PWS dan PB. Pancing Sleman . Yogyakarta: FIK UNY.
Hartanto, H. (2017). Berlatih Main Bulutangkis. Bandung: Dharma Karya CIpta.
Hartini, M. P. (2012). Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan
Gedung Olah Raga Bulutangkis Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Teknik
UAY.
Heang Lim Joe, Wee Eng Hoe, Chan Kai Quin & Ler Hui Yin. (2012). Effect of
Plyometric Training on The Agility of Students Enrolled in Required
College Badminton Programme. International Journal of Applied Sports
Sciences Vol. 24 No. 1, 18-24.
Indrayanti, F. (2012). Perbedaan Efek Pemberian Latihan Plyometrik Skipping
dan Knee Tuck Jump Terhadap Peningkatan Vertical Jump Pada Pemain
Basket. Jakarta: Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul.
Irsad, R. M. (2016). Perbedaan Pengaruh Latihan Menggunakan Metode
Konvensional dengan Audio visual Terhadap Smash Putra Usia 10-13
79
Tahun Pada Persatuan Bulutangkis Sari Bumi Solo. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Ismayarti. (2008). Peningkatan Kelincahan Atlet Melalui Penggunaan Metode
Kombinasi Latihan Sirkuit-Pliometrik dan Berat Badan . Paedagogia. Jilid
11.Nomor 1.Februari 2008, 74-89.
Karyono, T. (2016). Pengaruh Metode Latihan dan Power Otot Tungkai Terhadap
Kelincahan Bulutangkis. Jurnal Olahraga Prestasi, 50,52.
Karyono, T. H. (2011). Pengaruh Metode Latihan dan Power Otot Tungkai
Terhadap Kelincahan . Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY.
Kinanti, N. F. (2016). Pengaruh Latihan Zig-Zag Run Untuk Meningkatkan
Kelincahan Pada Pemain Sepakbola Usia 13-15 Tahun Di SMP
Muhammadiyah 5 Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
Kisner L.A, Carolyn . (2012). Therapeutic Exercise Foundations and Techniques
Sixth Edition. Philadelphia: F.A Davis Company.
Kusumawati, K. D. (2017). Pengaruh Permainan Lempar Shuttlechock Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pukulan Lob Siswa Usia 10-12 Tahun di
Sekolah Bulutangkis Jaya Raya Satria Yogyakarta . Yogyakarta: FIK
UNY.
Kuswendi, U. (2012). Hubungan Kelincahan dan Power Otot Tungkai dengan
Kemampuan Dribbling Siswa Sekolah Sepakbola (SSB) Tunas Melati
Kecamatan Imogiri KU 14-16 Tahun. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.
Mylsidayu, Apta & Kurniawan, Febi. (2015). Ilmu Kepelatihan Dasar. Bandung:
CV Alfabeta.
Naufal, M. H. (2016). Pengaruh Latihan Dodging Run dan Ladder Drill
Terhadap Kelincahan Kaki Atlet Bulutangkis Putra Usia 12-13 Tahun PB.
Harapan Jaya Kabupaten Magelang. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Keolahragaan UNY.
Nenggala, A. (2007). Pendidikan Kesegaran Jasmani . Bandung: Grafindo
Utama.
Nugroho, T. (2017). Penambahan Latihan Kombinasi Core Stability Pada
Latihan Footwork Meningkatkan Kelincahan Pemain Bulutangkis Putri
80
PB. Puma Mas Madiun. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Official Badminton. (2008). Retrieved 02 03, 2012, from Rules, Strategies and
Techniques [Countries in which Badminton is Played]:
http://www.officialbadminton.com/countries_badminton_is_played_in.php
Pradana, R. A. (2017). Pengaruh Pemberian Latihan Ladder Drill Terhadap
Tingkat Kelincahan pada Anggota Esktrakurikuler Bola Basket SMP
Bosowa International School Makassar. Makassar: Program Studi
Fisioterapi UNHAS.
Putra, G. R. (2013). Pengaruh Pemberian Plyometric Exercise Terhadap
Peningkatan Kelincahan Pada Pemain Bola di SSB Krida di Boyolali.
Surakarta: Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ramadhani, Y. (2008). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi MInat
Olahraga Dalam Perencanaan Sport Center di Semarang. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Referee Fitness Testing Protocol. (2014). Toronto: Federation of International
Lacrosse.
Restu, Y. (2012). Pengaruh latihan Shuttle Run yang Disisipkan dalam Bermain
Terhadap Peningkatan Kelincahan dan Daya Tahan Aerobik Atlet Bola
Voli Yuso Sleman Yunior. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Satriya. (2008). Kepelatihan Permainan Bulutangkis. Bandung: FPOK UPI.
Shah, S. (2012). Plyometrics Exercise. International Journal of Health Science
and Research, 116.
Subarjah dan Hidayat . (2007). Bahan Ajar Permainan Bulutangkis. Bandung:
FPOK UPI.
Sukadiyanto. (2002). Teori dan Metodologi Melatih Fisik Petenis . Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY.
Sukma. (2015). Perbedaan Efektifitas Latihan Hexagon Drill dan Zig-Zag Run
Terhadap Peningkatan Kelincahan pada Pemain Sepakbola Sekolah
Sepak Bola Guntur Denpasar . Denpasar: Program Studi Fisioterapi
Universitas Udayana.
Wang Ying Chun, Na Zhang. (2016). Effects of Plyometric Training on Soccer
Players. Experimental and Therapeutic Medicine 12, 550-554.
81
Watson, R. (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Kedokteran.
Wedana I. M Agus, I K Sudiana, Ni Putu Dewi Sri Wahyuni. (2014). Pengaruh
Pelatihan Zig-Zag Run dan Lari 60 M Terhadap Volume Oksigen
Maksimal (VO2Maks). e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Keolahragaan Volume 1.
Wicaksono, F. (2014). Pengaruh Latihan Shuttle Run dan Lari Zig Zag
Terhadapa Peningkatan Kelincahan Gerak Shadow 6 Titik Atlet
Bulutangkis Usia 11-13 Tahun. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan
UNY.
Zhannisa, U. H. (2016, Maret 1). Bulutangkis. Retrieved Maret 7, 2018, from
utvihindazhann.wordpress.com:
https://utvihindazhann.wordpress.com/2016/03/01/bulutangkis-2/
82
LAMPIRAN
83
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
84
Lampiran 2 Surat Telah melakukan Penelitian
85
Lampiran 3 Informed Consent
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :
Umur :
Alamat :
Menyatakan bahwa saya bersedia sebagai responden dalam penelitian
yang dilakukan oleh SURIANI MEISI P.S tentang “Perbandingan Pengaruh
antara Latihan Zig-Zag Run dan Plyometric Terhadap Tingkat Kelincahan pada
Anggota Ekstrakurikuler Bulutangkis SMA Negeri 2 Mamasa, Sulawesi Barat”,
selama 12 kali perlakuan (seminggu 3 kali)
Demikian surat pernyataan kesediaan saya buat dengan penuh rasa
kesadaran dan sukarela.
Mamasa,……………2018
Yang membuat pernyataan
86
Lampiran 4 Formulir Penelitian
FORMULIR PENELITIAN
1. Kode Responden :
2. Nama :
3. Status Kelompok : Zig-Zag Run Exercise
Plyometric Exercise
4. Umur :
5. Alamat :
6. Nomor Telepon :
7. Indeks Massa Tubuh : Tinggi Badan = cm
Berat Badan = kg
8. Apakah anda mengalami gangguan penglihatan?
Ya Tidak
9. Apakah anda mengalami gangguan keseimbangan (vestibular)?
Ya Tidak
10. Apakah anda memiliki riwayat atau sedang mengalami cedera ekstremitas
inferior?
Ya Tidak
Jika ya, sebukan ………………………………………………………….
Sejak kapan ………………………………………………………………
11. Apakah anda saat ini sedang menggeluti olahraga lain?
Ya Tidak
87
Lampiran 5 Program Latihan
Minggu
Ke
Pertemuan
ke
Metode Latihan
Zig-Zag Run Plyometric
I 1,2,3
1. Pendahuluan
Penjelasan mengenai latihan
Stretching
Jogging 10 menit
2. Latihan Inti
2 repetisi x 1 set
3. Penutup
Pendinginan
1. Pendahuluan
Penjelasan mengenai
latihan
Stretching
Jogging 10
menit 2. Latihan Inti
10 repetisi x 2 set, dengan
istirahat 2 menit antar set
3. Penutup
Pendinginan
II 4,5,6
1. Pendahuluan
Penjelasan mengenai latihan
Stretching
Jogging 10 menit
2. Latihan Inti
3 repetisi x 1 set
3. Penutup
Pendinginan
1. Pendahuluan
Penjelasan mengenai
latihan
Stretching
Jogging 10
menit 2. Latihan Inti
10 repetisi x 3 set, dengan
istirahat 2 menit antar set
3. Penutup
Pendinginan
III 7,8,9
1. Pendahuluan
Penjelasan mengenai latihan
Stretching
Jogging 10 menit
2. Latihan Inti
2 repetisi x 2 set,
dengan istirahat 2 menit antar set
3. Penutup
Pendinginan
1. Pendahuluan
Penjelasan mengenai
latihan
Stretching
Jogging 10
menit 2. Latihan Inti
10 repetisi x 4 set, dengan
istirahat 2 menit antar set
88
3. Penutup
Pendinginan
IV 10,11,12
1. Pendahuluan
Penjelasan mengenai latihan
Stretching
Jogging 10 menit
2. Latihan Inti
3 repetisi x 2 set,
dengan istirahat 2 menit antar set
3. Penutup
Pendinginan
1. Pendahuluan
Penjelasan mengenai
latihan
Stretching
Jogging 10 menit
2. Latihan Inti
10 repetisi x 5
set, dengan istirahat 2 menit antar set
3. Penutup
Pendinginan
89
Lampiran 6 Hasil Analisis Data
Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Hasil Pre-Test dan Post Test Kelompok Latihan Zig-Zag Run
Hasil Pre-Test dan Post Test Kelompok Latihan Plyometric
90
Statistik Data Penelitian
Statistics
Pretest_Zig_Zag_
Run
Postest_Zig_Zag
_Run
N Valid 12 12
Missing 0 0
Mean 18.9000 17.3333
Median 18.9000 17.4000
Mode 18.60 17.40
Std. Deviation 1.43717 1.20025
Minimum 15.70 14.30
Maximum 21.40 19.00
Sum 226.80 208.00
Statistics
Pretest_Plyometric Posttest_Plyometric
N Valid 12 12
Missing 0 0
Mean 19.0083 17.6667
Median 18.6000 17.4500
Mode 17.80 17.40a
Std. Deviation 1.42028 1.17963
Minimum 17.10 15.80
Maximum 21.30 19.60
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Hasil Uji Normalitas
91
92
Hasil Uji Homogenesis
Hasil Uji Paired Sample T-Test
93
Hasil Uji Independent Sample T-Test
94
Lampiran 7 Dokumentasi
Pre-test
Post-test
95
Plyometric Exercise
ZIg-Zag Run Exercise
96
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Suriani Meisi Paulus Sudi
Tempat/Tanggal Lahir : Mamasa, 13 Mei 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Email : [email protected]
Alamat : Jalan Biring Romang Lorong 3
Ayah : Yacub Sudin, S.Pd, M.Pd
Ibu : Almh. Kory, S.Pd
Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 1 Mamasa, Kabupaten Mamasa
2. SMP Negeri 1 Mamasa, Kabupaten Mamasa
3. SMA Negeri 1 Rantepao, Kabupaten Toraja Utara
4. Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Keperawatan UNHAS
Riwayat Organisasi
1. Anggota SEA (Smansa English Association) SMA Negeri 1 Rantepao
2. Anggota Pramuka SMA Negeri 1 Rantepao
3. Anggota PMK FK-FKG Universitas Hasanuddin
4. Anggota Divisi Kerohanian HIMAFISIO F-Kep UH