Download docx - Perdarahan persalinan

Transcript

Ratnasari1102012229

1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi Pada Kehamilan

DefinisiHipertensi pada kehamilan

Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu tekanan darah ≥140/90mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah dipakai lagi.

Proteinuria ialah adanya 300mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+ dipstick.

Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda preeklamsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu dipertimbangkan faktor resiko timbulnuya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu.

Primigravida yang mempunyai kenaikan berat badan rendah, yaitu < 0,34 kg/minggu, menurunkan resiko hipertensi, tetapi menaikkan resiko berat badan bayi rendah.

Klasifikasi Hipertensi Gestasional

Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya selama kehamilan tetapi tidak terdapat proteinuria. Hipertensi gestasional disebut juga transient hypertension jika preeklampsia tidak berkembang dan tekanan darah telah kembali normal pada 12 minggu postpartum. Apabila tekanan darah naik cukup tinggi selama setengah kehamilan terakhir, hal ini berbahaya terutama untuk janin, walaupun proteinuria tidak pernah ditemukan. Seperti yang ditegaskan oleh Chesley (1985), 10% eklamsi berkembang sebelum proteinuria yang nyata diidentifikasi. Dengan demikian, jelas bahwa apabila tekanan darah mulai naik, ibu dan janin menghadapi risiko yang meningkat. Proteinuria adalah suatu tanda dari penyakit hipertensi yang memburuk, terutama preeklampsia.

Preeklamsi

Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley (1985) menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam melebihi 300mg per 24 jam, atau pada sampel urin secara acak menunjukkan 30 mg/dL (1 + dipstick) secara persisten. Tingkat proteinuria dapat berubah-ubah secara luas selama setiap periode 24 jam, bahkan pada kasus yang berat. Oleh karena itu, satu sampel acak bisa saja tidak membuktikan adanya proteinuria yang berarti. Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklamsi adalah hipertensi dengan proteinuria yang minimal.

1

Eklamsi

Serangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat dihubungkan dengan sebab lainnya disebut eklamsi. Konvulsi terjadi secara general dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada studi terdahulu, sekitar 10% wanita eklamsi, terutama nulipara, serangan tidak muncul hingga 48 jam setelah postpartum. Setelah perawatan prenatal bertambah baik, banyak kasus antepartum dan intrapartum sekarang dapat dicegah, dan studi yang lebih baru melaporkan bahwa seperempat serangan eklampsia terjadi di luar 48 jam postpartum

Superimposed Preeclampsia

Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :

- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum ada sebelum kehamilan 20 minggu.

- Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah trombosit <100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.

Hipertensi KronisDiagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :

- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila ada

penyakit trofoblastik.- Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.5

Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita hamil tidak mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus, hipertensi kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada beberapa wanita hamil, tekanan darah yang meningkat sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupa

EtiologiFaktor yang Meningkatkan Risiko Terjadinya PreeklamsiA. Risiko yang berhubungan dengan partner laki

1. Primigravida2. Primipaternity3. Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan 4. Partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan

mengalami preeklamsi.5. Pemaparan terbatas terhadap sperma.6. Inseminasi donor dan donor oocyte

B. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit keluarga1. Riwayat pernah preeklamsi2. Hipertensi kronik3. Penyakit ginjal

2

4. Obesitas5. Diabetes gestational, diabetes mellitus tipe 16. Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia

C. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan1. Mola hidatidosa2. Kehamilan ganda3. Infeksi saluran kencing pada kehamilan4. Hydrops fetalis

banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap benar-benar mutlak. Beberapa faktor resiko ibu terjadinya preeklamsi:

1. Paritas Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan ≥4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003)

2. UsiaUsia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).

3. Riwayat hipertensiRiwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi. Diagnosa preeklamsi ditegakkan berdasarkan peningkatan tekanan darah yang disertai dengan proteinuria atau edema anasarka (Cunningham, 2006)

4. Sosial ekonomiBeberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi. Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia insiden preeklamsi/eklamsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)

5. Hiperplasentosis /kelainan trofoblastHiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus

3

molahidatidosa (Prawirohardjo, 2008; Cunningham, 2006). 6)  GenetikGenotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008).

6. ObesitasObesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat

4

dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg terjadi

5

peningkatan menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m

6

(Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)

PatofisiologiPada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patofisiologi dan patogenesa dari

Preeklampsia menurut Dekker G. A., Sibai B. M., (1998) sebagai berikut1:

      1.      Iskemia PlasentaPeningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta.

      2.      Mal Adaptasi ImunTerjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.

      3.      Genetic InprentingTerjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidaksempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.

      4.      PerbandinganVery Low Density Lipoprotein(VLDL) dan Toxicity Preventing Activity (TxPA)

Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan  asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik  di mana VLDL terekspresikan. Jika  kadar VLDL melebihi TxPA maka efektoksik dari VLDL akan muncul.

Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta.1

Menurut Jaffe dkk. (1995), pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.1

7

Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert J. M., 2004). Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.

Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti:

Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.  Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru

dan oedema menyeluruh. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi.

8

Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,

pelepasan retina, dan pendarahan.  Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia

janin, dan solusio plasenta.1

Menurut Hubel (1989),Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsia. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara perok sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.2

9

Gambar 2. Kesimpulan Patofisiologi Preeklampsia2

KomplikasiGinjalPerubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut. Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovelemia sehingga terjadi oliguria,

bahkan anuria. Kerusakan sel glomerolus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran

basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu lahir.

Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sel endotel glomerular membengkak disertai deposit fibril

Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis korteks ginjal” yang bersifat ireversibel.

10

Dapat terjadi kerusakan instrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah ginjal.

Koagulasi dan FibrinolisisGangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnnya trombositopenia, jarang

yang berat, tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP, penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin.

HematologikPerubahan hematologic disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,

hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopati akibat spasme arteriiol dan hemolisis akibat kerusakan endotel arteriol. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik.Disebut trombositopenia bila trombosit <100.000 sel/ml. hemolisis dapat menimbulkan destruksi eritrosit.

HeparDasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila

terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrois sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga dibawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri didaerah epigastrium dan dapat menimbulkan rupture hepar, sehingga perlu pembedahan.

NeurologikPerubahan neurologik dapat berupa: Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik

edema. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.

Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotoma, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retina (retinal detachment).

Heperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi terjadinya eklampsia.

Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri.

Perdarahan intracranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

KardiovaskularPerubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload

akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

ParuPenderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru.

Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya diuresis.

11

JaninPreeklampsia dan eklampsia member pengaruh buruk pada kesehatan janin

yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah: Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat

intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion. Dan solusio plasenta.

PenatalaksanaanPREEKLAMSI RINGANa. Definisi klinik

suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.

b. Kriteria diagnostic1. Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diatolik ≥ 90 mmHg.2. Desakan darah : ≥ 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolic ≥ 15 mmHg,

tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklamsi, tetapi perlu observasi yang cermat

3. Proteinuria : ≥ 300 mg/ 24 jam jumlah urine atau dipstick : ≥ 1+4. Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik

kecuali edema anasarka.c. Pengelolaan

Pengelolaan preeklamsi ringan dapat secara :1. Rawat jalan ( ambulatoir )2. Rawat inap ( hospitalisasi )

Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di

Indonesia tirah baring masih diperlukan.2. Diet reguler : tidak perlu diet khusus3. Vitamin prenatal4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam5. Tidak pelu pemberian diuretic, antihipertensi dan sedativum.6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) Indikasi preeklamsi ringan dirawat inap (hospitalisasi)

1. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu3. Hasil test laboratorium yang abnormal4. Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklamsi berat

Pemeriksaan dan monitoring pada ibu1. Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur2. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen3. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan

penimbangan dilakukan setiap hari

12

4. Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending eklamsi:a) Nyeri kepala frontal atau oksipitalb) Gangguan visusc) Nyeri kuadran kanan atas perutd) Nyeri epigastrium

d. Pemeriksaan laboratorium1. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang2nya diikuti 2 hari

setelahnya.2. Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu3. Test fungsi hepar: 2 x seminggu4. Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN5. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)

e. Pemeriksaan kesejahteraan janin1. Pengamatan gerakan janin setiap hari2. NST 2 x seminggu3. Profil biofisik janin, bila NST non reaktif4. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu5. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina

Terapi medikamentosa1. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar2. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda2 preeklamsi dan umur kehamilan ≥ 37

minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.

Pengelolaan obstetrikPengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan

Bila penderita tidak inpartu : Umur kehamilan < 37 minggu

Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.

Umur kehamilan ≥ 37 minggu Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus Bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan

untuk dilakukan induksi persalinan.

Bila penderita sudah inpartu :Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Grafik Friedman atau Partograf WHO.

PREEKLAMSI BERAT

Definisi klinikPreeklamsi berat ialah preeklamsi dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda dibawah ini :a. Desakan darah : pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan

atau desakan diastolik ≥ 110 mmHgb. Proteinuria : ≥ 5 gr/ jumlah urin selama 24 jam. Atau dipstick : 4 +

13

c. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/ 24 jamd. Kenaikan kreatinin serume. Edema paru dan sianosisf. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan

teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.g. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan

pandangan kabur.h. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino transferasei. Hemolisis mikroangiopatikj. Trombositopenia : < 100.000 cell/ mm3

k. Sindroma HELLP

Pembagian preeklamsi beratPreeklamsi berat dapat dibagi dalam beberapa kategori :1. Preeklamsi berat tanpa impending eklamsi2. Preeklamsi berat dengan impending eklamsi, dengan gejala2 impending :

nyeri kepala mata kabur mual dan muntah nyeri epigastrium nyeri kuadran kanan atas abdomen

Dasar pengelolaan preeklamsi beratPada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut :a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi medikamentosa

dengan pemberian obat2an untuk penyulitnyab. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya :

yang tergantung pada umur kehamilan.Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu :1. Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya :

kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa

2. Aktif, agresif ; bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Pemberian terapi medikamentosa1. Segera masuk rumah sakit2. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.5. Pemberian MgSO4 dibagi :

Loading dose (initial dose) : dosis awal 4 gram (40% dalam 10cc) IV selama 15 menit

Maintenance dose : dosis lanjutan 6 gram dalam larutan ringer laktat/ 6 jam.

Anti hipertensiDiberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

14

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan.Desakan darah diturunkan secara bertahap : Penurunan awal 25% dari desakan sistolik

Desakan darah diturunkan mencapai : < 160/105 MAP < 125

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit

DiuretikumDiuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :1. Memperberat penurunan perfusi plasenta2. Memperberat hipovolemia3. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :1. Edema paru2. Payah jantung kongestif3. Edema anasarka

DietDiet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebihSikap Terhadap KehamilannyaPerawatan Konservatif ; ekspektatifTujuan :1) Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi

syarat janin dapat dilahirkan2) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu

a. Indikasi : Kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala-gejala impending eklamsi.

b. Terapi Medikamentosa :1. Lihat terapi medikamentosa seperti di atas.2. Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih

dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang.3. Pemberian MgSO4 tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup

intramuskuler4. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu

selama 48 jam.

Perawatan di Rumah Sakit 1. Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut :

Nyeri kepala Penglihatan kabur Nyeri perut kuadran kanan atas Nyeri epigastrium

15

Kenaikan berat badan dengan cepat2. Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan diikuti tiap hari.3. Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap 2 hari.4. Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.5. Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas nomor V. C Tabel 26. Pemeriksaan USG sesuai standar di atas, khususnya pemeriksaan :

Ukuran biometrik janin Volume air ketuban

Penderita boleh dipulangkan :Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.Cara persalinan :1) Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm2) Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya (misalnya

dengan grafik Friedman)3) Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila ada

indikasi untuk seksio sesaria.Perawatan aktif ; agresif

a. Tujuan : Terminasi kehamilanb. Indikasi :

1. Indikasi Ibu :a) Kegagalan terapi medikamentosa :b) Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi

kenaikan darah yang persisten.c) Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi

kenaikan darah desakan darah yang persisten.d) Tanda dan gejala impending eklamsie) Gangguan fungsi heparf) Gangguan fungsi ginjalg) Dicurigai terjadi solution placentah) Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.

2. Indikasi Janin :a) Umur kehamilan ≥ 37 minggub) IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USGc) NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormald) Timbulnya oligohidramnion

3. Indikasi Laboratorium : Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP

Cara Persalinan :Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginamPenderita belum inpartu

Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea

16

Indikasi seksio sesarea:1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam2. Induksi persalinan gagal3. Terjadi gawat janin4. Bila umur kehamilan < 33 minggu

Bila penderita sudah inpartu1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman2. Memperpendek kala II3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia

umum .

EKLAMSI

Definisi KlinikEklamsi ialah preeklamsi yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan koma.Pengelolaan EklamsiaDasar-dasar pengelolaan eklamsiaa) Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibub) Selalu diingit ABC (Airway, Breathing, Circulation).c) Pastikan jalan nafas atas tetap terbukad) Mengatasi dan mencegah kejange) Koreksi hipoksemia dan asidemia f) Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisisg) Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepatPerawatan kejanga) Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang

(tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat diketahui)

b) Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi

c) Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi pneumonia

d) Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atase) Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi frakturf) Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

Perawatan komaa) Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow-Coma Scale”b) Usahakan jalan nafas atas tetap terbukac) Hindari dekubitusd) Perhatikan nutrisi

Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lainKonsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :a) Edema paru

17

b) Oliguria renalc) Diperlukannya kateterisasi arteri pulmonalis

Pengelolaan eklamsia. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus

diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.

b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.

c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :1). Pemberian obat anti kejang terakhir2). Kejang terakhir3). Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang

meningkat)

Cara persalinanBila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

Perawatan pasca persalinan a. Tetap di monitor tanda vitalb. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan

HIPERTENSI KRONIK DALAM KEHAMILANDefinisi klinikHipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.

Etiologi hipertensi kronik dalam kehamilanEtiologi hipertensi kronik dapat dibagi menjadi:a) Primer ( idiopatik ) : 90%b) Sekunder : 10% yang berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit endokrin (

diabetes mellitus ), penyakit hipertensi dan vaskuler.

DiagnosisBerdasarkan risiko yang mungkin timbul, maka hipertensi kronik dibagi :1. Risiko rendah : hipertensi ringan tanpa disertai kerusakan organ2. Risiko tinggi : hipertensi berat atau hipertensi ringan disertai dengan perubahan

patologis, klinis maupun biologis, sebagai tanda kerusakan organ.Kriteria risiko tinggi pada hipertensi kronik dalam kehamilan:Hipertensi berat :1. desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan / atau2. desakan diastolic ≥ 110 mmHg, sebelum 20 minggu kehamilanHipertensi ringan < 20 minggu kehamilan dengan1. pernah preeklamsi2. umur ibu > 40 tahun3. hipertensi ≥ 4 tahun

18

4. adanya kelainan ginjal5. adanya diabetes mellitus (klas B – klas F)6. kardiomiopati7. meminumi obat anti hipertensi sebelum hamil

Klasifikasi hipertensi kronik

(The 7th Report of the Joint National Committee (JNC 7) MIMs Cardiovascular Guide th. 2003 – 2004)

Pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilanTujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialah1. Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah2. Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin Pemeriksaan Laboratoriuma. Pemeriksaan (test) klinik spesialistik :

1. ECG2. Echocardiografi3. Ophtalmologi4. USG ginjal

b. Pemeriksaan (test) laboratorium1. Fungsi ginjal : - kreatinin serum, BUN serum, asam urat, proteinuria 24 jam2. Fungsi hepar3. Hematologik : - Hb, hematokrit, trombosit

Pemeriksaan Kesejahteraan JaninUltrasonografi :Hipertensi kronik dalam kehamilan dengan penyulit kardiovaskuler atau penyakit ginjal perlu mendapat perhatian khusus.

Pengobatan MedikamentosaIndikasi pemberian antihipertensi adalah : Risiko rendah hipertensi :

Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ≥ 100 mmHg Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg

Obat antihipertensi : Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 – 3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis. Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet

(Nifedipine harus diberikan per oral)

Pengelolaan terhadap Kehamilannya

19

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Normal < 120 < 80Preehipertensi 120 – 139 80 - 89Hipertensi Stadium I 140 – 159 90 - 99Hipertensi Stadium II ≥ 160 ≥ 110

1. Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm

2. Sikap terhadap kehamilan pada hipertensi kronik berat : Aktif, yaitu segera kehamilan diakhiri (diterminasi)

3. Anestesi : regional anestesi.

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsiPengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi sama dengan pengelolaan preeklamsi berat.

SINDROMA HELLPDefinisi klinikSindroma HELLP ialah preeklamsi-eklamsi dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia

H : HemolysisEL : Elevated Liver EnzymLP : Low Platelets Count

Diagnosis Tanda dan gejala yang tidak khas : Mual Muntah Nyeri kepala Malaise Kelemahan

(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)

Tanda dan gejala preeklamsi1. Hipertensi2. Proteinuria3. Nyeri epigastrium4. Edema5. Kenaikan asam urat

Tanda-tanda hemolisis intravascular Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirect Penurunan haptoglobine Apusan tepi : fragmentasi eritrosit Kenaikan urobilinogen dalam urine

Tanda kerusakan / disfungsi sel hematocyte hepar Kenaikan ALT, AST, LDH Trombositopeni Trombosit ≥ 150.000/ml

Semua wanita hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklamsi harus dipertimbangkan sindroma HELLP.

20

KlasifikasiKlasifikasi MissisippiKlas I : Thrombosit ≤ 50.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU /l

Klas II : Thrombosit > 50.000/ml sampai ≤ 100.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU/l

Klas III : Thrombosit > 100.000/ml sampai ≤ 15.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU/l

Klasifikasi TennesseKlas Lengkap Thrombosit < 100.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST ≥ 70 IU/lKlas tidak lengkapBila ditemukan hanya satu atau dua tanda-tanda di atas.

Diagnosis banding preeklamsi – sindroma HELLP1. Trombotik angiopati2. Kelainan konsmtiv fibrinogen

Misalnya : acute fatty liver of pregnancy hipovolemia berat/perdarahan berat sepsis

3. kelainan jaringan ikat : SLE4. Penyakit ginjal primer

Terapi Medikamentosa1. Mengikuti terapi medikamentosa : preeklamsi – eklamsi2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam3. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus

diperiksa : Waktu protrombine Waktu tromboplastine partial Fibrinogen

4. Pemberian “Dexamethasone rescue”a. Antepartum : diberikan “double strength dexamethasone” (double dose)

Jika didapatkan : Trombosit < 100.000/cc atau

21

Trombosit 100.000 – 150.000/cc dan dengan Eklamsi Hipertensi berat Nyeri epigastrium “Gejala Fulminant”, maka diberikan dexametasone 10 mg IV tiap 12 jam.

5. Dapat dipertimbangkan pemberian :a. Tranfusi trombosit :

Bila trombosit < 50.000/ccb. Antioksidan

Sikap : pengelolaan obstetrikSikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri ( terminasi ) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam.

2. Memahami dan Menjelaskan Solutio Plasenta

DefinisiTerdapat beberapa definisi tentang solusio plasenta menurut beberapa ahli

diantaranya yaitu : a. Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum

waktunya pada kehamilan yang berusia diatas 28 minggu. (Manuaba dan Ida Bagus Gde. 2003).

b. Solusio plasenta atau abrupsio plasenta adalah pelepasan prematur dari plasenta letak normal yang terjadi setelah usia kehamilan 22 minggu. ( buku ajar bidan, 2009, hal : 297)

c. Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya, pada usia kehamilan 22 minggu atau dengan perkiraan berat janin lebih dari 500 gram. (Ida Bagus Gde Manuaba. 2007.)

d. Solusio plasenta (atau abruption plaseta) didefinisikan sebagai pemisahan premature plasenta yang implantasinya normal. (Leveno dan Kenneth J. 2009.)

e. Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. (Arif Mansjoer. Kapita Selekta edisi 3 jilid 1, Media Aeskulapius. 2001).

f. Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. ( Nita Norma, 2013, hal 213).

Nama lain dari Solutio Plasenta adalah: 1. Abrupsio Plasenta 2. Ablasio Plasenta 3. Accidental Haemorarrhge 4. Premature Separation Of The Normally Implanted Placenta

Dari beberapa definisi diatas dapat kami simpulkan bahwa solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari implantasi normal sebelum waktunya yang terjadi pada usia kehamilan antara 20 – 28 minggu.

22

EtiologiPenyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi

1. Faktor kardio-reno-vaskulerGlomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.

Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.(7,8)

2. Faktor trauma Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,

versi luar atau tindakan pertolongan persalinan  Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3. Faktor paritas ibuLebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian

menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (7,8)

4. Faktor usia ibuMakin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. (2)

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (1,7)

6. Faktor pengunaan kokainPenggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif

7. Faktor kebiasaan merokokIbu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnyaHal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta

9. Pengaruh lainseperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain. (8)

23

Klasifikasi

Menurut Nita Norma ( tahun 2013 hal 213- 215 ) solusio plasenta di klasifikasikan menjadi beberapa tipe : 1. Berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan :

g. Kelas 0 : Asimptomatik. Diagnosa ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.

h. Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat pada hampir 48 % kasus. Gejala meliputi tidak ada perdarahan pervaginam sampai perdarahan pervaginam ringan, uterus sedikit tegang, tekanan darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati dan tidak ditemukan tanda – tanda fetal distress.

i.Kelas 2 : gejala klinik sedang dan terdapat ± 27 % kasus. Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada, ketegangan uterus sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik, takikardi maternal dengan perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung, terdapat fetal distress dan hipofibrinogenemi ( 150 – 250 mg/dl).

j.Kelas 3 : gejala berat dan terdapat pada hampir 24 % kasus, perdarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat , uterus tetanik dan sangat nyeri, syok maternal, hipofibrinogemi ( < 150 mg/dl ), koagulopati serta kematian janin.

2. Berdasarkan ada tidaknya perdarahan pervaginam :a. Solusio plasenta yang nyata / tampak ( revealed )

Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau ringan.

b. Solusio plasenta yang tersembunyi ( concealed)Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distres berat. Tipe ini sering disebut retroplasental.

c. Solusio plasenta tipe campuran ( mixed )Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam, uterus tetanik.

3. Berdasarakan jumlah perdarahan yang terjadi :

24

a. Solusio plasenta ringan : perdarahan pervaginam < 100 ml.b. Solusio plasenta sedang : perdarahan pervaginam 100 – 500 ml,

hipersensititas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distres.

c. Solusio plasenta berat : perdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati.

4. Berdasarkan luasnya plasenta yang terlepas dari uterus :a. Solusio plasenta ringan : kurang dari ¼ bagian plasenta terlepas. Perdarahan

kurang dari 250 ml. b. Solusio plasenta sedang : plasenta yang terlepas ¼ - 2/3 bagian. Perdarahan <

1000 ml, uterus tegang, terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasenta.

c. Solusio plasenta berat : plasenta yang terlepas > 2/3 bagian, perdarahan > 1000 ml, terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok maternal koagulopati.

PatofisiologiPerdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang

membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban dari vagina, atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana, yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.

Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.

Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya makin hebat komplikasinya. ( Nita Norma,2013, hal : 215 – 216 )

25

Manifestasi KlinisGejala klinis : perdarahan warna tua melalui vagina

Nyeri perutUterus tegang terus menerus

Solutio plasenta ringan : - Umumnya sedikit gejala : hematoma yang berukuran berapa cm di

permukaan maternal plasenta- Nyeri perut ringan- Darah keluar sedikit sehinga belum keluar lewat vagina- Palpasi nyeri lokal di tempat terbentuknya hematoma- Fibrinogen 350 mg% (normal)- USG untuk mendeteksi plasenta previa dan monitoring solution

plasenta Solutio plasenta sedang :

26

- Nyeri perut terus menerus- DJJ menunjukkan tanda gawat janin- Perdarahan lebih banyak- Takikardia- Hipotensi- Kulit terasa dingin- Berkeringat- Oliguria- Fibrinogen berkurang antara 50-250 mg/100ml)- Gangguan pembbekuan darah dan kelainan ginjal

Solution plasenta berat :- Perut terasa nyeri dan keras seperti papan (defance muscular)- Perdarahan warna hitam (tidak bisa di palpasi lagi)- Fundus uteri lebih besar dari seharusnya karena ada penumpukan darah di

Rahim (concealed hemmoragik)- Inspeksi Rahim membulat, kulit di atasnya kencang dan berkilat- Auskultasi DJJ tidak terdengar lagi karena ada gangguan anatomik fungsi

plasenta- Syok- Pembekuan intravascular yang luas hipofibrinogemia dan oliguria- Fibrinogen <150 mg %- Trombositopenia

(ilmu kebidanan ; sarwono prawirohardjo)

Penatalaksanaan1. Anamnesis

Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-

konyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan Uterus tegang dan keras seperti papan yang

disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. AuskultasiSulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140,

kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.

5. Pemeriksaan dalam

27

Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini

akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta

6. Pemeriksaan umumTekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita

penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil

7. Pemeriksaan laboratorium Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder

dan leukosit. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-

match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia

8. Pemeriksaan plasenta.Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas

(kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta

Terapi1. Solusio plasenta ringanBila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan

berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. (2)

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat  persalinan

2. Solusio plasenta sedang dan berat (2)

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.

Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria

Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.

28

Hubungan Terjadinya Solutio Plasenta dengan Preeklamsi dan Gawat Janin Serta Penanganannya

29

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.2009. Ilmu Kebidanan Edisi IV. Yayasan Bina Pustaka: JakartaMochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: JakartaAbdul Bari Saifuddin dkk.2006.Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka: JakartaJoseph Hk, dkk. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (Obsgyn). Nuha Medica: Jogyakarta.Rukiyah, Ai Yeyeh, S.siT, MKM. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). CV Trans Info Media: Jakarta.www.puskesmasdwn1.files.wordpress.comwww.situskebidanan.com

30


Recommended