Perencanaan Penanggulangan Longsoran Pada Proyek Jalan di Lokasi Bayah,
Provinsi Banten Pada STA 2 +920 s.d STA 3 + 920
1 Syarifudin Firmansyah
1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Tekik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
(syarifudin firmansyah@ studentsite.gunadarma.ac.id)
ABSTRAK
Proyek perencanaan jalan di lokasi Bayah, Provinsi Banten, terdapat perbedaan elevasi
muka tanah pada sisi kanan-kiri jalan. Sehingga, ruas jalan yang melalui daerah tersebut
perlu dilakukan analisa kemantapan dan penanggulangan longsoran terhadap lereng
tersebut secara tepat. Dalam perencanaan ini dilakukan dengan metode penanggaan
(Benching), karena dapat menambah gaya penahan dan mengurangi gaya dorongan
dibandingkan dengan metode pelandaian biasa. Dalam perhitungan kestabilan lereng di
penulisan ini dilakukan dengan 2 metode analisis, yaitu metode Fennelius dan Bishop.
Metode Bishop dianalisis secara trial and error dalam menentukan nilai safety factor,
sedangkan metode Fennelius dianalisis berdasarkan kondisi lapangan. Selain dengan
cara perhitungan manual dapat pula dilakukan dengan menggunakan program bantu
Slope/w, dimana hasil nilai safety factornya tidak menunjukkan perbedaan yang jauh.
Dari hasil yang dilakukan pada perencanaan penanggulangan longsoran, di STA 2 + 920
(kiri) kontur lereng dengan metode penanggaan, stabilitas lereng Nilai Safety factor 1,33
(metode Fennelius) dan metode Bishop nilai safety factor 1,36. Kondisi tersebut aman
karena FS>1. Hasil selisih perhitungan Stabilitas Lereng dengan metode Fennelius dan
Bishop antara manual dan program bantu slope/w memiliki selisih sekitar 0,09 % s.d
4.39 %. Pada Perencanaan dinding penahan tanah didapat Safety Factor terhadap
gulingan sebesar 2,63 dan terhadap gulingan sebesar 1,597 lebih besar dari 1,5 (faktor
yang diijinkan).
Kata kunci : Metode Bishop, Metode Fennelius
PENDAHULUAN
Proyek perencanaan jalan di lokasi Bayah, Provinsi Banten terdapat disekitar jalan
memiliki perbedaan ketinggian tanah. Melihat berbagai kondisi tersebut, perlulah
dilakukan analisis stabilitas lereng jalan terhadap kondisi topografi dan geologi yang
ada dilapangan, sehingga dalam perencanaan jalan dapat dianggap aman terhadap
gerakan tanah yang terjadi. Dan penanggulangan keruntuhan lereng didaerah tersebut
secara tepat.
Tujuan dari penulisan ini adalah analisis geoteknik pada perencanaan jalan, yaitu :
Mengetahui kontur lereng yang tepat sehingga kestabilitasan lereng tersbut memiliki
safety Factor yang aman di mana gaya pendorong lebih kecil daripada gaya penahan,
mengetahui perbedaan metode analisis kestabilitasan lereng yaitu metode Fennelius dan
Bishop, mengetahui perbandingan analisis stabilitas dengan program bantu aplikasi
Slope/w dan Mengetahui penanganan yang tepat dalam melakukan keruntuhan lereng
yang bersifat pencegahan.
Penulisan ini membahas tentang jenis dan mekanisme gerakan longsor yang nantinya
dapat menganalisis kestabilitasan lereng yang aman dan di analisis dengan metode
Fennelius dan Bishop dan menggunakan program bantu Slope/w. Dilanjutkan dengan
pemilihan tipe penanggulangan keruntuhan lereng yang bersifat pencegahan.
Perencanaan ditinjau pada STA 2 + 920 s.d STA 3 + 920.
Lokasi Perencanaan berlokasi di Bayah, Wilayah Lebak Provinsi Banten. Lokasi
Perencanaan mudah dilalui kendaraan atau kendaraan besar, situasi kira-kira 62 KM
keraha barat Dari Pelabuhan Ratu.
LANDASAN TEORI
Kestabilan Lereng
Stabilitas dapat terganggu oleh beberapa hal seperti :
(1) Menurunnya kekuatan tanah akibat air tanah yang merembas atau curah hujan
yang tinggi,
(2) Perubahan keseimbangan lereng akibat adanya pekerjaan galian atau timbunan,
(3) Meningkatkannya tegangan pori akibat hujan atau pergerakan air tanah dan (4) Perubahan percepatan gempa akibat gempa bumi.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan runtuhnya lereng jalan ada dua tipe, yaitu :
(1) Landslide atau longsoran, dan
(2) “Slope failures” atau keruntuhan lereng.
Perlindungan terhadap lereng akan menurun sejalan dengan waktu dan akhirnya rentan
untuk runtuh, oleh karena itu pendataan harian adanya perubahan bentuk lereng sangat
penting untuk memelihara lereng tersebut, dan disisi lain agar dicegah adanya usaha
“merubah” lereng akibat tuntutan pembangunan wilayah ini.
Kondisi alamiah seperti iklim, topografi, geologi dan letak jaringan jalan di Indonesia
sangat penting sebagai latar belakang penanganan longsoran dan keruntuhan lereng
jalan di Indonesia.
Pergerakan Massa
Bergeraknya material tanah atau batuan dalam bentuk padat atau semi-viscous disebut
sebagai pergerakan massa. Pergerakkan massa ini analog dengan bergeraknya suatu
blok pada bidang miring (lihat gambar 1). Apabila gaya akibat gravitasi (beban
bergerak) melebihi kuat geser penahan lereng, maka material akan bergerak.
Gambar 1. Analogi Gerakan Massa di Lereng
Klasifikasi gerakan massa tanah atau batuan dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan
pola pergerakan dan kecepatan pergerakan. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2 berikut
ini :
Gambar 2. Bagan Klasifikasi Pergerakkan Massa Tanah
Klasifikasi berdasarkan pola pergerakan Klasifikasi berdasarkan pola pergerakkan terbagi dalam tiga jenis, yaitu gelincir (slide),
jatuhan (fall) dan aliran (flow).
1. Gelincir (Slide)
Gelincir terjadi akibat massa tanah bergerak pada suatu bidang yang disebut bidang
gelincir. Jenis - jenis gelincir berupa translasi, rotasi atau kombinasi keduanya
(majemuk)
2. Jatuhan (fall)
Termasuk ke dalam kategori jatuhan adalah jatuh bebas (free fall) dan rolling serta
jungkiran. Jatuh bebas dan rolling adalah material jatuh bebas yang kehilangan kontak
dengan permukaan batuan. Pergerakan massa bergerak dari ketinggian tertentu melalui
udara. Jungkiran (topless) terjadi akibat momen guling yang bekerja pada suatu titik
putar di bawah titik massa. Jungkiran terjadi pada batuan yang mempunyai banyak
kekar
3. Aliran (flow)
Aliran adalah suatu material lepas (batuan lapuk atau tanah) yang setelah mengalami
proses penjenuhan akan mengalir seperti sifatnya fluida
Klasifikasi Berdasarkan Kecepatan Pergerakkan
Berdasarkan kecepatan pergerakkannya, gerakan massa tanah dibagi menjadi kategori,
yaitu pergerakkan lambat, pergerakkan sedang, dan pergerakkan cepat.
1. Pergerakkan lambat
Pergerakkan lambat terjadi selama 0,3 m/5 tahun – 1 ,5m/tahun serta meliputi rangkak
atau rayapan dan solifluction.
2. Pergerakkan sedang Pergerakkan sedang terjadi selama 1,5 m/tahun – 0,3 m/menit.
3. Pergerakkan cepat
Pergerakkan cepat terjadi selama > 0,3 m/menit.
Kestabilan Lereng Alam Material yang membentuk lereng memiliki kecenderungan tergelincir dibawah beratnya
sendiri dan gaya luar yang ditahan oleh kuat geser tanah dari material tersebut. Gangguan terhadap kestabilan terjadi bilamana geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya yang menyebabakan gelincir pada bidang longsor. Lereng alam yang telah stabil selama bertahun - tahun dapat saja mengalami longsor akibat hal - hal berikut :
1 .Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru
2.Gempa 3.Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan yang
berkepanjangan, pembangunan dan pengisian waduk, gangguan pada sistem drainase dan lain – lain
4.Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang bidang yang berpotensi longsor
5.Proses pelapukan
Beberapa Penyebab Ketidakmantapan Lereng Secara umum, terdapat empat penyebab utama terjadinya ketidakmantapan lereng, yaitu:
a. Kondisi tanah atau batuan setempat
Lunak dan lemah, sensitif dan material telah lapuk Adanya retakan, kekar, dan patahan Variasi sifat fisik (permeabilitas, plastisitas, mineral dan sebagainya)
b. Morfologi
Pergerakkan atau pengangkatan permukaan tanah akibat gerak tektonik atau vulkanik aktif
Proses erosi (penggerusan lateral) Proses penggeusan vertical (scouring) Penambahan beban tanah atau tanah buangan di daerah puncak lereng Pengupasan vegetasi akibat kekeringan atau kebakaran
c. Kondisi fisik di sekitar lereng
Hujan yang deras dan lama (banjir)
Drawdown yang cepat Gempa Bumi Letusan gunung berapi Kembang susut batuan lempeng marin
Tekanan arteries d. Ulah manusia (man-made)
Penggalian di kaki lereng Penambahan beban di bagian atas lereng Penggundulan hutan
Adanya irigasi di bagian atas lereng Adanya kegiatan penambangan
• Air yang bocor dari utilitas (PDAM)
Selain penyebab utama tersebut diatas berikut hasil pengamatan yang ada dilapangan
dari studi Cook 1998 dan PCI-JBIC 2001 menunjukan adanya faktor-faktor penyebab
keruntuhan lereng adalah sebagai berikut :
1. Belum adanya konstruksi drinase dan upaya pemeliharaan lereng
2. Tidak adanya perencanaan penanaman rumput tanaman rumput tanaman pelindung
lereng
3. Tidak terkontrolnya tanah buangan yang dijadikan material timbunan pada lereng
didaerah perbukitan pegunungan
4. Low grade design dan construction (perencanaan & pelaksanaan dengan mutu
rendah).
Penyelidikan Dan Perencanaan Kestabilan Lereng
Usaha penaggulangan akan berhasil dengan baik apabila perencanaannya didukung oleh
data hasil penyelidikan dan pengujian yang baik. Data yang dihasilkan akan baik jika
dilakukan melalui tahap-tahap penyelidikan yang benar. Penyelidikan lapangan dan
laboratorium untuk analisis kemantapan lereng. Dari hasil penyelidikan diharapkan akan
diperoleh perian yang mendetail secara kuantitatif mengenai data lapangan dan data
laboratorium.
Faktor Keamanan Secara umum faktor keamanan suatu lereng merupakan perbadingan nilai rata – rata
kuat geser tanag atau batuan di sepanjang bidang keruntuhan kritisnya terhadap beban
yang diterima lereng di sepanjang bidang keruntuhannya.
Mengingat lereng terbentuk oleh material yang sangat beragam dan banyak factor
ketidak-pastian, maka dalam mendesain suatu penaggulangan selalu dilakukan
penyederhanaan dengan berbagi asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak dapat
dihentikan dengan menaikkan faktor keamanannya.
Faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya longsoran ditentukan oleh menurunnya
faktor keamanan kemantapan lereng sehingga menjadi kurang dari batas keseimbangan.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah
resiko yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam melakukan
analisis kemantapan lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga, yaitu : tinggi,
menengah, dan rendah. Dalam analisis harus dipertimbangkan kondisi beban yang
menyangkut gempa dan tanpa gempa (normal).
Dasar pemikiran batas keseimbangan adalah faktor keamanan (FS) lereng terhadap
longsoran tergantung pada angka perbandingan antara kuat geser tanah (S) dan
tegangan geser yang bekerja (ôm) yang dinyatakan dengan persamaan :
; dimana FS < 1.00 (longsor)
FS = 1.00 (kritis)
FS > 1.00 (mantap atau aman)
S FS = τ m
Pemilihan metode analisis Ketika memilih metode yang akan digunakan untuk analisis stabilitas lereng, tipe
keruntuhan dari lereng harus diperhitungkan. Metode yang dipilih harus
mensimulasikan model keruntuhan.
Banyak metode yang dapat dipergunakan untuk analisis lereng tanah atau batuan. Dasar
dari semua perhitungan ini disebut sebagai kondisi keseimbangan batas (limit
equilibrium). Cara analisa kemantapan lereng telah banyak dikenal. Secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : dengan berdasarkan pada pengamatan
visual, menggunakan komputasi dan menggunakan grafik. Rincian ketiga kelompok
tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 1 Cara analisa Kemantapan Lereng
No. Analisa Cara Bidang
Longsor
Tanah Batuan Keterbatasan
I Berdasarkan
pengamatan
visual
Membandingk
an kestabilan
lereng yang
ada
Lingkaran
Planar
Baji
x x - Kurang teliti
- Tergantung
pengalaman
seseorang - Bila tidak ada
resiko II Menggunakan
Komputasi
Fellenius
Bishop Janbu Sarma Hoek & Bray
Lingkaran L, P, B
P, B
P, B
P,B
x
x
x
x
-
-
x
x
x
x
- Hanya dapat menghitung factor keamanan tidak dapat menghitung deformasi
III. Menggunakan
Grafik
Taylor Cousins Morganstern Janbu
Ducan Stereonet
Lingkaran
Lingkaran
Lingkaran
Lingkaran
Planar Baji
x
x
x
x
x
-
-
-
-
x
x
x
- Material homogen,
- Struktur sederhana
Penanggulangan Longsor Penanggulangan keruntuhan lereng dalam petunjuk ini bersifat pencegahan dan
tindakan korektif. Pencegahan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan
terjadinya keruntuhan lereng pada daerah yang berpotensi longsor, sedangkan tindakan
korektif dapat berupa penaggulangan darurat (bersifat sementara dan sederhana) dan
permanent.
Pemilihan metode penanggulangan keruntuhan lereng tergantung dari beberapa faktor,
yaitu :
Identifikasi penyebab (penggerusan pada kaki lereng, penimbunan pada
kepala keruntuhan lereng, pemotongan pada kaki lereng, dan sebagainya)
Faktor teknik (luas daerah runtuhan lereng), jenis deposit material lereng
dan sebagainya.
Kemungkinan pelaksaan (biaya, teknik pelaksanaan, kemampuan pelaksanaan,
dan sebagainya)
Faktor ekonomi (material setempat dan sebagainya
Konstruksi Penahan Tanah
Dinding Penahan Tanah
Dinding penahan tanah adalah suatu dinding yang direncanakan untuk menahan
permukaan yang mempunyai perbedaan tinggi pada masing-masing sisi dinding. Tanah
yang permukaannya lebih tinggi umumnya disebut Backfill dan dinding diharapkan
untuk menahan dinding tesebut. Menurut AREA (American Railway Engineering
Assiciation) manual Backfill didefinisikan sebagai bahan atau tanah yang berada
dibelakang dinding, apakah itu tanah asli atau tanah isian, yang dapat menimbulkan
tekanan pada dinding. Sedangkan arti Backfill sesungguhnya adalah bahan-bahan yang
digunakan untuk mengisi suatu galian .
Macam-macam Dinding Penahan Tanah Konstruksi dinding penahan tanah pada umumnya digunakan untuk menjaga kestabilan
atau bahan-bahan lain, akibat tidak dapat menahan keadaan lereng yang lebih besar,
oleh karena itu diding penahan tanah dapat dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya : 1. Cantilever Walls
Bentuk dinding ini merupakan T terbalik, dan disetiap bagian diperhitungkan
sebagai suatu kantilever. Dinding ini umumnya terbuat dari beton bertulang. 2. Counterfort Walls
Bentuk dinding ini sama dengan diding Cantilever, hanya pada counterfort wall
antara lantai dengan diding diperkuat dengan suatu diding penopang yang dikenal
sebagai Counterfort. Diding ini sangat cocok digunakan untuk diding yang tinggi
(lebih dari 10 meter), karena diding penopang dapat menahan gaya tarik. 3. Grafity Walls
Dinding tersebut dari beton atau susunan batu, bagian-bagian dari diding ini tidak
memiliki daya regang kerena bentuknya pasif. Untuk dinding yang tinggi dinding
ini tidak ekonomis.
4. Semi Grafity Walls
Keadaanya sama dengan dinding jenis grafity hanya pada diding Semi Grafity
bagian belakang diperkuat dengan tulangan baja, untuk mengikat antara dinding
dengan lantai dasar, dengan adanya tulangan perkuatan maka bentuk diding dapat
lebih ramping.
METODE PERENCANAAN Berikut ini alur kerja perencanaan penanggulangan keruntuhan lereng dengan flowchart
yang memungkinkan adanya kejelasan dari pembaca akan inti dari penulisan skripsi ini
sehingga pembaca dapat mengerti dan memahami akan maksud dan tujuan penulis
menyusun langkah-langkah dan tahapan yang berbentuk flowchart. Pada gambar
berikut :
Gambar 3 Diagram Alir Tahapan Perencanaan
START IDENTIFIKASI MASALAH LANDASAN TEORI
PENGUMPULAN DATA
P E R S I A P A N
STRATIFIKASI PENAMPANG
LERENG
PENENTUAN TIPE BIDANG GELINCIR DAN
METODE ANALISIS KESTABILITASAN
LERENG
NILAI SF (Saftey Factor) ; dengan Syarat :
Dimana : SF = 1 Lereng posisi kritis
SF > 1 Lereng posisi mantap
SF < 1 Lereng posisi runtuh
Penggunaan Dengan Program Slope/w
Ya
PERENCANAAN KONSTRUKSI PENAHAN LERENG
A A
Sesuai Kriteria
perencanaan?
KESIMPULAN DAN SARAN
FINISH
Tidak
ANALISIS KONSTRUKSI PENAHAN LERENG
A N A L I S I S
KESIMPULAN
Metode Analisis Kestabilan Lereng Umum Dasar pemikiran batas keseimbangan adalah factor keamanan (FS) lereng terhadap
longsoran tergantung pada angka perbandingan antara kuat geser tanah (S) dan
tegangan geser yang bekerja (ôm) yang dinyatakan dengan persamaan :
FS = S ; dimana FS < 1.00 (longsor)
τ m
FS = 1.00 (kritis)
FS > 1.00 (mantap atau aman) 1. Analisa Fenenlius Metode fenelius biasanya disebut juga metode irisan, terlihat pada gambar berikut :
Gambar 4 menunjukkan diagram gaya-gaya pada suatu potongan yang digunakan
sebagai dasar untuk perhitungan factor keamanan lereng.
(a) Memilih potongan-potongan agar dasar busur hanya pada satu jenis tanah
(b) Gaya-gaya yang bekerja pada potongan tunggal Gambar 4
Dasar Kestabilan Lereng Dengan Cara Potongan
(sumber : Herianto, 1983)
Metode analisisnya adalah sebagai berikut : a. Menentukan jari-jari lingkaran gelincir (R) b. Menentukan nilai ù (sudut busur lingkaran gelincir) c. Menentukan panjang total busur gelincir dan nilai L.Cu.R
R . ù ð . L = ________________________ , sehingga mendapatkan Nilai L.Cu.R
180 o
d. Menghitung massa longsoran pada setiap irisan, diantaranya :
Luas Irisan (A)
Berat irisan (W) = A. ã
• Jarak titik berat irisan ke titik pusat gelincir (bi)
Sudut antara bidang horizontal dengan garis kerja (è)
Momen gelincir irisan
Mgelincir = Wi . bi
Momen tahanan irisan Mtahanan= W. cosè. tanöu.R Maka, didapat nilai Faktor Keamanan dengan rumus :
∑ θ φ + ∑ Wi Ri Cu Li Ri . cos . tan . . .
∑ Wi bi
. 2. Analisa Bishop
Cara analisa yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara potongan dimana
gaya-gaya yang bekerja pada tiap potongan ditinjukan seperti pada gambar 5.
Gambar 5 Gaya-gaya yang bekerja pada suatu potongan lereng menurut analisa
Bishop
Faktor keamanan dihitung berdasarkan rumus :
∑
1 ( ' +
c b ( ) tan w ub
− φ
FK = ma W sin α
Gambar 6 Harga ma untuk persamaan Bishop
(sumber : Herianto, 1983)
Metode analisisnya adalah sebagai berikut :
a. Menentukan jari-jari lingkaran gelincir (R) b. Menentukan Faktor Keamanan mula-mula
FK =
Harga-harga ma dapat ditentukan dari gambar 6.
c. Menentukan nilai tan ö
FKmula − mula
d. Menghitung massa longsoran pada setiap potongan, diantaranya :
a. Luas potongan (A)
b. Berat potongan (W) = A.ã
c. Sudut antara bidang horizontal dengan garis kerja (á)
d. Titik berat potongan
e. Harga ma, dilihat pada grafik 3. yaitu dari harga mula−mula
Maka, didapat nilai Faktor Keamanan dengan rumus : 1
∑ (' c b +
( ) tan w ub −
φ
FK = ma W sin á
Factor keamanan yang diandaikan hamper sama dengan hasil perhitungan
dianggap cukup.
PROGRAM SLOPE/W
Umum Era sekarang program-program software semakin banyak, maka perlu suatu
perencanaan khususnya di bidang teknik sipil menggunakan alat Bantu tersebut untuk
mendapatkan hasil perhitungan secara mudah dan cepat. Keuntungan menggunakan
program Bantu adalah akan menghemat waktu dan tenaga, sehingga perhitungan akan
lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan hitung manual. Dalam penulisan tugas
akhir ini akan disajikan suatu program computer guna membantu menghitung stabilitas
lereng dengan mengetahui bidang longsor yang aman, sesuia data-data tanah yang akan
direncanakan. Alat Bantu program ini adalah Geosloope “Slope/W”.
Tampilan Program Slope/W Tampilan program slope/W terdiri atas bagian-bagian Menu dan Toolbar.
Gambar 7. Tampilan area kerja Slope/W
Menu bar Menu Bar (baris menu)merupakan salah satu elemen tampilan program. Baris menu
terletak pada bagian atas tampilan program . Menu bar terdiri dari perintah-perintah
yang dikelompokan dalam criteria operasi yang dihasilkan, dan dapat digunakan selama
bekerja. Menu bar terdiri dari sepuluh menu, yaitu : File, Edit, Set, View, KeyIn, Draw,
Sketch, Modify, Tools, dan Help.
t a n ö d a n á FK
Tahapan Analisis dengan Program Slope/W 1. PAGE
Terlebih dahulu harus menentukan ukuran area kerja yang bertujuan agar
penggambaran lereng pada program yang direncanakan sesuai dengan area kerja
yang ada (tidak mengalami kekurangan luasan area kerja). Dalam page harus
ditentukan lebar dan tingginya (satuan dalam Inchi atau mm). Proses dalam menentukan ukuran PAGE :
a. Pilih pada menu bar, klik SET
b. Pilih PAGE, lalu klik
c. Akan Muncul Tabel Page,
Isi lebar dan panjang (luasan) area kerja yang diinginkan dan juga unitnya
(dalam satuan Inchi dan mm)
d. Lalu OK
2. SCALE SCALE bertujuan untuk mengatur skala yang diinginkan pada hasil
outputnya. Dalam Scale harus tentukan skala yang diiginkan dan
Engineering units ( dalam satuan Inchi, Feet, mm, dan meter). Proses dalam menentukan ukuran SCALE :
a. Pilih pada Menu Bar, klik SET
b. Pilih SCALE, lalu klik c. Akan muncul table Scale
Tentukan Engineering Units dan skala yang diinginkan
d. Lalu OK
3. GRID GRID bertujuan untuk mempermudah perencanaan lereng dalam
menggambar di area kerja karena telah ditentukan jarak antara grid.
Proses dalam menentukan ukuran grid :
a. Pilih pada menu bar, Klik SET
b. Pilih GRID, lalu klik
c. Akan muncul table grid
Menentukan interval grid (dalam satuan meter), dan aktifkan display
grid dan snap grid untuk mempermudah pengerjaan. d. Laku OK
4. Analisis Setting
Analisis Setting bertujuan untuk mengatur atau penyetelan sebelum
melakukan analisis pada program, diantaranya pemberian nama project,
metode yanh akan dipakai, dan menentukan arah bibidang longsor.
Proses dalam menganalisa setting, yaitu :
a. Pilih pada menu bar, klik KeyIn
b. Pilih Analisys Setting, lalu Klik
c. Akan muncul table Analisys setting, berisikan Project ID, Methode,
PWF, dan Convergement.
d. Klik Project ID, yaitu memberi judul pekerjaan
e. Klik Metode, yaitu menentukan metode pengerjaan yang akan dipakai.
f. Klik Control, yaitu menentukan arah bidang longsor yang direncanakan.
g. Lalu OK
5. SOIL PROPERTIES Soil properties bertujuan untuk menetulkan lapisan tanah yang direncanakan
untuk melalukan analisis dan memberikan parameter yang ada sesuai lapisan
tanahnya.
Proses dalam mengatur soil properties, yaitu :
a. Pilih pada menu bar, klik KeyIn
b. Pilih soil properties, lalu klik
c. Akan muncul table soil properties
isi deskripsi tanah perlapisan, dan juga parameter pada setiap lapisan
tanah (unit weight, Phi, dan Cohesion)
d. Lalu OK
6. SKETCH SKETCH bertujuan untuk menggambar atau mendesain lereng sesuai
perencanaan pada area kerja yang tersedia.
Proses dalam mendesain, yaitu :
a. Pilih pada menu bar, klik Draw
b. Pilih line, lalu klik
lakukan pendisainan lereng sesuai dalam perencanaan.
7. SKETCH LAPISAN TANAH Bertujuan agar penampang lereng diberikan lapisan-lapisan tanah sesuai
dengan perencanaan.
Proses dalam mendesain lapisan tanah pada lereng, yaitu :
a. pilih pada menu bar, Klik Draw
b. Klik Lines Tentukan lapisan tanah pada penampang lereng sesuai
perencanaan. c. Klik Done
8. SLIP SURFACE RADIUS Bertujuan menentukan jarak radius yang diinginkan
Proses dalam menentukan jarak radius, yaitu :
a. pilih pada menu bar, klik Draw
b. Klik Slip Surface
c. Pilih radius , tentukan panjang radius yang diinginkan
9. LETAK GRID PUSAT KOORDINAT RADIUS Bertujuan untuk menentukan letak pusat koordinat.
Proses dalam menentukan letak titik pusat koordinat, yaitu :
a. Pilih pada menu Bar, klik Draw
b. Klik slip Surface, lalu pilih grid
c. Plot titik koordinatnya di daerah luar lereng
10. ANALISIS Bertujuan untuk mengecek data error maupun hasil yang didapat yaitu nilai
FK-nya dan juga bidang longsornya.
Proses menganalisis :
a. Pilih pada menu bar, Klik Tools
b. Pilih Verify data (mengecek data yang error)
c. Pilih SOLVE (untuk menentukan nilai FK)
d. Pilih Contour (untuk mengetahui bidang longsornya)
PERHITUNGAN DAN ANALISIS 1. Untuk meningkatkan stabilitas lereng, digunakan dua metode yaitu pemotongan
kontur lereng dengan pelendaian biasa dan penanggaan (Benching).
2. Nilai Safety factor yang didapat dengan metode pelendaian biasa dihitung dengan
cara Fenelius, nilai FK = 1,13.
Gambar 8 Geometri Pelandaian Lereng
3. Nilai FK yang didapat dengan menggunakan metode penanggaan dihitung dengan
cara Fenelius, nilai FK = 1,33., dapat dilihat nilai FK perbedaannya dalam tabel
berikut :
H = 21 meter
1 2
3 4
5
R = 25,25 meter
6
7
8
9
10
11
12
STA Nilai FK
Pelandaian Penanggaan
2 + 920 1,13 1,33
4. Berdasarkan hasil Safety factor, metode pemotongan (cut) lereng dengan penanggaan (Benching) lebih besar dari metode pemotongan pelendaian biasa, sehingga dalam perencanaan ini untuk menentukan bentuk permukaan lereng
dengan menggunakan pemotongan penanggaan. Gambar 9 Geometri Penanggaan Lereng
5. Dari analisa kestabilan lereng ada dua metode perhitungan, yaitu ; analisa dengan
metode Fenelius dan metode Bishop. Dimana hasil analisa perhitungan lereng dari
semua titik lokasi dengan metode Fenelius, nilai Safety factor nya lebih kecil
dibandingkan nilai Safety factor dengan menggunakan metode Bishop. Dapat dilihat
dari tabel berikut :
H = 21 meter
1 2
3 4
5
R = 25,25 meter
6
7
8
9
10
11
12
Tabel 2 Perbandingan Analisa Stabilitas Lereng secara Manual dan Program Slope/W
Metode Fennelius
STA Nilai FK (Metode Fennelius)
Perhituungan Manual Program Slope/W
2 + 920 (kiri) 1.33 1.218
2 + 920 (kanan) 1.21 1.171
3+ 020 (kiri) 1.0346 1.00
3+ 020 (kanan) 1.107 1.083
3+ 120 (kiri) 1.187 1.181
3+ 120 (kanan 1.165 1.151
3+ 220 (kiri) 1.167 1.109
3+ 220 (kanan) 1.815 1.805
3+ 920 (kiri) 3.15 3.033
3+ 920 (kanan) 5.17 5.14
Tabel 3 Perbandingan Analisa Stabilitas Lereng secara Manual dan Program Slope/W
Metode Bishop
STA Nilai FK (metode Bishop)
Perhituungan Manual Program Slope/W
2 + 920 (kiri) 1.36 1.366
2 + 920 (kanan) 1.22 1.295
3+ 020 (kiri) 1.051 1.053
3+ 020 (kanan) 1.12 1.125
3+ 120 (kiri) 1.20 1.23
3+ 120 (kanan 1.170 1.175
3+ 220 (kiri) 1.172 1.175
3+ 220 (kanan) 1.82 1.87
3+ 920 (kiri) 3.1 3.125
3+ 920 (kanan) 5.2 5.29
Tabel 4 Rangkuman Perbandingan Analisa Stabilitas Lereng secara Manual dan
Program Slope/W Metode Bishop dan Metode Fennelius
No. STA
Manual Program Slope/w Perbandingan selisih (%)
Fennelius Bishop Fennelius Bishop Fennelius
Bishop
Manual Vs Slope/w Manual Vs Slope/w
1 2 + 920 (kiri) 1.33 1.36 1.218 1.366 4.39 % (-) 0,22 %
2 2 + 920 (kanan) 1.21 1.22 1.171 1.295 1,64 % (-) 2,98 %
3 3+ 020 (kiri) 1.0346 1.051 1.00 1.053 1,72 % (-) 0,09 %
4 3+ 020 (kanan) 1.107 1.12 1.083 1.125 1,09 % (-) 0,22 %
5 3+ 120 (kiri) 1.187 1.20 1.181 1.23 0,25 % (-) 1,23 %
6 3+ 120 (kanan 1.165 1.169 1.151 1.175 0,60 % (-) 0,21 %
7 3+ 220 (kiri) 1.167 1.172 1.109 1.175 2,548 % (-) 0.21 %
8 3+ 220 (kanan) 1.815 1.82 1.805 1.87 0,27 % (-) 1,35 %
9 3+ 920 (kiri) 3.15 3.1 3.033 3.125 1,893 % (-) 0,40 %
10 3+ 920 (kanan) 5.17 5.2 5.14 5.29 0,29 % (-) 0,86 %
6. Dilihat dari tabel rangkuman perbandingan antara perhitungan manual dan slope/w
dapat dilihat selisih tidak terlampau jauh yaitu berkisar 0,09 % s.d 4.39 %.
7. Untuk daerah yang lain dapat dihitung dengan menggunakan Program Slope/w
dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5 Analisis Dengan Program Slope/W
No. STA
Program Slope/W
Metode
Fennelius
Metode
Bishop
1 STA 3 +320 (kiri) 4,697 4,642
2 STA 3 +320 (kanan) 5,602 5,871
3 STA 3 +420 (kiri) 3,465 3,583
4 STA 3 +420 (kanan) 6,808 6,847
5 STA 3 +520 (kiri) 4,948 5,163
6 STA 3 +620 (kiri) 4,895 4,958
7 STA 3 +620 (kanan) 4,344 4,417
8 STA 3 +720 (kiri) 5,260 5,491
9 STA 3 +820 (kiri) 6,716 6,898
10 STA 3 +820 (kanan) 6,537 6,798
8. Antara hasil Safety factor dengan cara manual dan program bantu slope way tidak
berbeda jauh sehingga tepat sebagai alat bantu.
9. Untuk perencanaan jangka panjang dapat direncanakan dengan penambahan gaya
penahan yaitu dinding penahan tanah pada kaki lereng. Dimana pada STA 2 + 920
(kiri) didapat terhadap faktor keamanan terhadap guling dan geser aman .
Gambar 10 Geometri Lereng dengan Dinding Penahan Tanah
H = 21 meter
1 2
3 4
5
R = 25,25 meter
6
7
8
9
10
7 meter
1. Penulangan Pada Dinding Penahan Tanah
Gambar 11 Penulangan Pada Dinding Penahan
Drainase karena air menyebabkan tekanan yang lebih tinggi daripada tanah,
maka selalu disarankan untuk menyediakan drainase. Cara yang paling sederhana ialah
dengan memberikan lubang pengeluaran pada dinding. Diameter yang disarankan ö =
10 cm. (7)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari analisa yang dilakukan pada proyek jalan berlereng di lokasi Bayah, Provinsi
Banten, maka dapat disimpulkan beberapa hasil perencanaan analisa pada proses
penanggulangan lereng seperti yang dijelaskan berikut ini :
1. Kontur lereng yang dipilih adalah adalah dengan pemotongan geometri lereng
metode penanggaan, karena nilai Safety factornya lebih aman dibandingkan dengan
metode pelandaian lereng biasa. Pemotongan geometri lereng dengan metode
penanggaan (Benching) dapat mengurangi gaya dorong dan menambah gaya
penahan. Hal itu merupakan prinsip dasar dari kestabilan lereng.
9D25-97 mm
17D10-52mm 14D25-89mm 1 1D10-89mm
1500 mm 1500 mm 1000 mm
1000 mm
9D25-97 mm
14D10-67mm
23D25-20mm
9D25-97mm
2000 mm
2000 mm
2000 mm
1000mm
2. Metode Bishop dianalisa secara trial dan error, sedangkan Metode Fenelius
dianlisis berdasarkan kondisi lapangan. Maka, direkomendasikan dengan metode
Fenelius lebih akurat meskipun nilai FK Fenelius < Bishop.
Selain itu perbedaan dari kedua metode tersebut yaitu : a. Metode Fennelius :
- Metode fennelius ialah metode potongan yang merupakan cara yang paling
praktis untuk menentukan tahan geser yang berbeda-beda yang timbul
disepanjang bagian yang berlainan dari bidang longsor yang diandaikan.
- Cara ini dapat dipakai pada lereng-lereng dengan tanah isotopis, nonisotropis,
dan berlapis-lapis.
b. Analisa Bishop
- Faktor Keamanan terhadap longsoran difenisikan sebagai perbandingan kekuatan
geser maksimum yang dimiliki dibidang longsor yang diandaikan dengan
tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan.
- Cara penyelesaiaan mencakup mengandaikan harga faktor keamanan dengan
menggunakan grafik harga ma untuk mempercepat perhitungan.
- Ketepatan harga FK bidang longsor yang diandaikan tidak perlu teliti sekali,
hasilnya adalah suatu massa longsor tertentu yang diandaikan yang mempunyai
kemungkinan terbesar untuk longsor atau mempunyai faktor keamanan terandah
yang didapat dari suatu seri coba-coba.
- Memiliki keterbatasan yaitu faktor keamanan menjadi tidak sesuai dengan
kenyataan, nilai terlalu besar, bila sudut negatif alpha untuk bagian lereng paling
bawah besarnya mendekati 300 .
3. Hasil analisis dengan Slope/W tidak menunjukan nilai yang berbeda jauh. Maka,
program Slope/W cocok sebagai alat bantu dalam penentuan nilai Safety factor.
4. Pada bidang lereng STA 2 +920 dengan menggunakan dinding penahan tanah
kantilever dengan tinggi dinding 7 meter. Tinggi maksimum yang disyaratkan 8
meter. Adapun nilai terhadap gulingan n = 2,63 dan nilai terhadap pergeseran n =
1,597, maka dapat disimpulkan faktor keamanan terhadap gulingan dan geseran
aman (FK = 1,5) 2 Saran
Untuk mempertahankan lereng agar tidak terjadi keruntuhan, sangat diperlukan
usaha pemeliharaan lereng melalui tindakan pengawasan. Dan Untuk jangka pendek
lereng tersebut dapat dibuat dengan metode penanganan. Namun untuk penanganan
jangka panjang disarankan untuk menambah dinding penahan tanah dikaki lereng.
Hasil dari pengawasan ini akan dijadikan program penanganan untuk
penyelamatan lereng agar tidak terjadi keruntuhan, sesuia tahapan berikut :
1. Pekerjaan atau tindakan memelihara bangunan atau tanaman pelindung dan
drainase.
2. Pekerjaan pemantauan dan pencatatan lokasi lereng-lereng yang runtuh setelah
hujan turun atau terguncang gempa.
3. Tindakan penanggulangan yang disarankan pada tingkat bahaya suatu lereng yang
berpotensi untuk runtuh atau sudah runtuh.
DAFTAR PUSTAKA
PT. Geomarindex, “ Laporan Hasil Penyelidikan Tanah untuk Proyek Jalan Di
Lokasi Bayah, Provinsi banten”, Jakarta, 2006.
Paulus P. Rahardjo, Ph.D, El Fie Salim., ”Manual Kestabilan Lereng”, Universitas
Katolik Parahyangan, Bandung.
Joetata Hadihardaja., “Fundasi Dangkal dan Fundasi Dalam”, Gunadarma, Depok,
1997.
Kepala Balai Geoteknik jalan, Panduan Penanganan Longsoran dan Keruntuhan
Lereng Jalan di Indonesia”, Pusat Litbang Prasarana Transportasi,
Departemen Permukiman Prasarana Wilayah.
Departemen Pekerjaan Umum, ”Rekayasa Penanganan Keruntuhan Lereng Pada
Tanah Residual dan Batuan”, Jakarta, 2004.
Badan Standarisasi Nasional, ”Tata Cara Perencanaan Penaggulangan Longsoran”,
Jakarta, 1987.
Lucio Canonica, Msc. CE. ETHZ, “Memahami Pondasi”, Angkasa, Bandung,
1991.
D. Pangluar, Suroso.D, “Petunjuk Penyelidikan Dan Penanggulangan Gerakan
Tanah”, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta ,1985.
Budijanto, “Kestabilan Lereng”, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Bowles Joseph E., ”Analisa dan Disain Pondasi Jilid 2”, Erlangga, Jakarta, 1986.
Istawan Dipohusodo, ”Struktur Beton Bertulang”, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1999.
Adjat Hidayat., ”Perencanaan Struktur Dinding Penahan Tanah Proyek
Perencanaan Universitas Gunadarma Kelapa Dua Depok”, Universitas
Gunadarma, Depok, 2004.