PEDOMAN PERENCANAAN TATA BANGUNAN
Ketentuan Umum
1. Untuk menjaga keserasian pembangunan fisik yang sangat pesat di wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, telah ditetapkan Ketentuan Tentang Bangunan
Bertingkat di Wilayah DKI Jakarta dalam mendukung fungsi teknis dan ketentuan
tersebut dan sambil menunggu ketetapannya lebih lanjut, sampai saat ini dipakai :
Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang dan Lingkungan
Rancangan Keputusan Gubernur tentang Kriteria dan Satndar Parkir
Bila nanti ternyata ada perbedaan penafsiran antara pedoman ini dengan jiwa
ketentuan yang lebih tinggi sifatnya, maka segala sesuatu yang dikembalikan
pada ketentuan yang disebut terakhir.
2. Rencana Tata Bangunan diberikan pada :
2.1 Perpetakan dengan peruntukan BZ, BD, PK,LPK dengan luas tanah 1.000
m2 atau lebih.
2.2 Semua persil GKP, GKK, Maisonette, TK II, TK III, CT.
Dalam pemberian advis planning untuk peruntukan-peruntukan ini harus
dicantumkan keterangan “Harus dengan Blok Plan”.
3. Sebagi pelengkap rencana kota pengarahan/rencana Tata Bangunan merupakan
syarat bagi kelengkapan permohonan IMB, untuk peruntukan-peruntukan seperti
disebut pada point 2.
Advis Planning dapat dikeluarkan pada setiap pemohon, selanjutnya rencana tata
bangunan hanya akan dikeluarkan apabila memenuhi persyaratan yang berlaku
saja.
4. Dalam pengarahan/rencana tata bangunan harus dicantumkan :
Garis Sepadan jalan (GSJ)
Jenis peruntukan & penggunaan bangunan
Penggunaan tiap lantai
Ketentuan tentang KLB, KDB dan ketinggian bangunan
2
Penampang bangunan dan Tinggi bangunan
Ketentuan tentang parkir, penghijauan dan fasilitas yang diperlukan.
5. Gubernur KDKI Jakarta dapat memberikan berbagai kelonggaran-kelonggaran
dari ketentuan teknis ini apabila yang bersangkutan membangun segala sesuatu
yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
Daerah Perencanaan
Dalam perencanaan tata bangunan, luas daerah perencanaan adalah menjadi dasar
untuk penentuan maksimum lantai dasar bangunan dan lantai seluruh bangunan
sesuai dengan KDB & KLB yang ditetapkan.
Hali ini akan membatasi keinginan pemohon dalam merencanakan bangunannya, oleh
kareni itu perlu adanya peraturan yang jelas mengenai hal ini agar tidak terdapat
kesimpang-siuran dalam pelaksanaannya.
Peraturan tersebut antara lain :
1. Di daerah yang telah ada rencana perpetakannya :
1. Daerah perencanaan adalah seluas tanah yang dikuasai yang terletak dalam
petak (kaveling) tersebut.
2. Untuk daerah yang telah ditetapkan rencana perpetakannya minimum
pemohon harus sudah menguasai 75% dari luas petak (kaveling) tersebut,
dan 25% sisanya harus segera dibebaskan sesuai dengan ketentuan.
3. Jarak bebas (samping, belakang, depan) diperhitungkan dari tanah yang telah
dikuasai yang berada dalam perpetakan tersebut.
( GAMBAR )
2. Di daerah yang belum ada rencana perpetakan dan atau daerah perpetakan
bebas, harus memenuhi ketentuan dibawah ini.
1. Daerah perencanaan seluas tanah yang dikuasai dikurangi daerah yang
digunakan/dicadangkan untuk sarana dan prasarana.
2. Sebagai suatu kesatuan perencanaan kota, maka daerah telah ditetapkan
sebagai daerah perencanaan ini tidak dapat dipecah lagi kecuali apabila tetap
dapat mengikuti ketentuan yang berlaku.
3. Luas minimum & lebar maksimum daerah perencanaan ini harus sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk-untuk masing-masing peruntukan.
Selain ketentuan tersebut diatas, Ketentuan lain telah ditetapkan dalam rencana kota
terperinci harus tetap diikuti.
3
Perhitungan Luas Lantai Bangunan.
1. Dalam menghitung luas lantai dijumlahkan luas-luas lantai sampai batas dinding
terluar.
2. Luas ruangan beratap yang berdinding lebih dari 1.20 m diatas lantai ruang
tersebut dihitung penuh (100%).
( GAMBAR )
3. Luas ruang beratap yang bersifat terbuka atau berdinding tidak lebih tinggi dari
1.20 m diatas lantai ruang tersebut dihitung setengahnya (50%) selama tidak
melebihi 10% dari luas denah dasar yang diperkenankan sesuai dengan KDB yang
ditetapkan.
4. Luas overstek yang tidak lebih dari 1.20 m tidak dimasukkan dalam perhitungan
sebagimana dimaksud pada point 3.3 diatas.
5. Luas ruang yang berdinding lebih dari 1.20 m diatas lantai ruang tersebut, tetapi
tidak beratap diperhitungkan setengahnya (50%) selama tidak melebihi 10% dari
luas denah yang diperkenankan sesuai dengan KDB yang ditetapkan.
Ruang selebihnya dari yang 10% tersebut diatas dihitung penuh 100%.
6. Teras-teras tidak beratap yang berdinding lebih tinggi dari 1.20 m diatas lantai
teras tersebut tidak diperhitungkan.
7. Dalam perhitungan KLB luas lantai dibawah tanah diperhitungkan seperti luas
lantai diatas tanah.
8. Luas lantai bangunan yang dipergunakan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam
perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50% dari KLB yang ditetapkan.
9. Untuk bangunan khusus parkir diperkenankan mencapai 150% KLB yang
ditetapkan.
10. Lantai bangunan yang terletak dibawah permukaan tanah tidak dimasukkan dalam
perhitungan KDB.
11. Ramp dan tangga terbuka dihitung setengahnya (50%) selama tidak melebihi 10%
dari luas denah dasar yang diperkenankan.
( GAMBAR )
Ketinggian Bangunan
1. Ketinggian bangunan ialah jumlah lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung
4
mulai lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi.
Tinggi bangunan ialah jarak dari lantai dasar sampai puncak atap suatu bangunan
yang dinyatakan dalam meter.
2. Ketentuan yang berkenaan dengan hal tersebut sbb :
1. Pola ketinggian (1-2-3-4-5-16-24-32) dengan persetuan dewan.
2. Dispensasi jumlah lantai bila KDB lebih kecil atau sama dengan 80%.
3. Ketinggian minimum bangunan disuatu lingkungan.
4. Ketinggian lebih dari 32 lantai.
5. Ketinggian bangunan Industri dan Pergudangan.
6. Tinggi maxsimum puncak atap suatu bangunan 3 (tiga) lantai atau lebih.
7. Kelonggaran batas ketinggian/tinggi bangunan, ditetapkan lebih lanjut baik
dengan persetujuan (butir 1) DPRD maupun Eksekutif Daerah.
( GAMBAR )
3. Ketinggian peil lantai dasar
1. Diperkenankan mencapai 1.20 m diatas tinggi rata-rata tanah asli pada
perpetakan tersebut, asal keserasian lingkungan tetap terpelihara.
2. Bila ketinggian peil tersebut diatas masih dibawah peil banjir.
Tinggi maxsimum lantai dasar ditetapkan tersendiri.
3. Untuk-untuk kasus dimana jalan menghadap bangunan lebih dari satu,
ketinggian peil diperhitungkan dari jalan utama/yang tinggi tingkatannya.
4. Perhitungan ketinggian bangunan
1. Dalam hal jarak vertikal dari lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m maka
ruangan tersebut dianggap sebagai 2 (dua) lantai.
2. Mezzanine yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai penuh, dianggap
sebagai lantai penuh.
3. Ruangan-ruangan tertutup pada lantai atap datar yang luasnya melebihi 50%
dari luas atap tersebut dianggap sebagai satu lantai penuh.
5. Ketentuan mengenai tinggi bangunan
1. Tinggi puncak atap suatu bangunan tidak bertingkat maxsimum 8 m dari lantai
dasar.
2. Tinggi puncak atap suatu bangunan dua lantai, maxsimum 12 m dari lantai
dasar.
5
( GAMBAR )
Jarak Bebas
1. Jarak bebas adalah jarak inimum yang diperkenankan dari batas perpetakan
sampai bidang terluar dinding suatu bangunan, atau jarak minimum dari bidang
terluar dinding bangunan yang satu sampai terluar dinding bangunan lainnya yang
terdekat dimana jarak/jalur tersebut tidak diperkenankan beratap.
2. Ketentuan-ketentuan jarak bebas untuk bangunan renggang dan rapat :
Lihat lampiran sudah cukup jelas.
3. Jarak bebas antar bangunan dalam suatu perpetakan :
1. Dalam hal kedua-duanya mempunyai jendela/bidang terbuka maka jarak
minimum bidang-bidang terluar tersebut adalah 2 Y (Y = angka-angka yang
tertera pada kolom-kolom tabel).
2. Dalam hal salah satu merupakan dinding tembok tertutup dan yang lainnya
mempunyai jendela/bidang terbuka maka jarak minimum bidang-bidang
terluar tersebut adalah Y.
3. Dalam hal kedua-duanya merupakan dinding tembok tertutup maka jarak
minimum bidang-bidang terluar tersebut 0,5 Y.
4. Bila ketinggain bangunan tidak sama maka perhitungan jarak minimum
bidang terluar dialkukan dengan cara :
Dinding terbuka-dinding terbuka
Dinding masing-masing dengan Y seperti ketentuan tabel, dan dianggap
bangunan sama tinggi.
Kedua hasil di jumlah (YA + YB).
Dinding terbuka-tertutup = YA + YB
2
Dinding tertutup-tertutup = YA + YB
2
Catatan :
Yang dimaksud dengan bidang terluar adalah :
Dinding tembok maupun kaca
Bidang-bidang penangkal sinar matahari
6
Permukaan kolom balok-balok
Tepi balkon.
4. Suatu bangunan yang terdiri dari dua bagian yang masing-masing dipisahkan
dengan satu lekukan yang lebih dalam dari pada Y, diperlakukan 2 (dua)
bangunan.
5. Dalam hal jarak antara GSJ-GSB (Garis Sepadam Jalan) kurang dari Y, maka
jarak minimum dari bidang terluar sampai dengan GSJ adalah sama dengan :
Y.
6. Jika bidang terluar bangunan sebagaimana ketentuan diatas (5,4) dari denah
dasar sampai dengan lantai tertinggi merupakan dinding vertikal lurus, maka
jarak minimum tersebut menjadi 90% dari jarak bebas lantai tertinggi.
( GAMBAR )
P a r k i r
1. Secara garis besar sistem perparkiran berdasar lokasi yang disediakan dapat
dibedakan dalam 2 (dua) kategori yaitu:
Parkir pada jalur jalan
Parkir di luar jalur jalan.
Dalam pedoman tata bangunan yang akan dijelaskan adalah hanya kategori yang ke 2
yaitu parkir diluar jalan, karena parkir pada jalur jalan tidak bisa diperhitungkan sebagai
penyediaan parkir suatu bangunan secara tersendiri, dan tidak memerlukan
pengaturan yang rumit.
Pedoman parkir sampai saat ini dibuat atas rancangan Keputusan Gubernur tentang
kriteria dan Standard Parkir.
2. Sistem perparkiran di luar jalur jalan dapat dibedakan :
1. Halaman parkir, yaitu sebidang tanah yang merupakan bagian persil bangunan
yang digunakan sebagai tempat parkir untuk pelengkap dari kegiatan
bangunannya.
2. Ruang parkir pada bangunan, yaitu ruang pada sebagian lantai bangunan yang
berfungsi sebagai fasilitas pelengkap dari kegiatan bangunannya.
3. Peralatan parkir, yaitu sebidang tanah yang diatur dan digunakansebagai tempat
parkir.
4. Bangunan parkir, yaitu ruang/bangunan yang pembangunannya khusus untuk
7
tempat parkir.
3. Sistem sirkulasi tempat parkir.
1. Sistem sirkulasi harus sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan
kemacetan.
2. Bila intensitas ke luar masuk ke tempat parkir tersebut cukup besar maka harus
direncanakan sedemikian rupa sehinggan tidak mengakibatkan gangguan
kelalu-lintas umum.
4. Standard kebutuhan parkir dan standard ukuran parkir :
Lihat lampiran cukup jelas.
5. Lain-lain :
1. Tempat parkir haruslah diusahakan agar cukup enak dan tidak menganggu
lingkungan.
2. Diusahakan tempat untuk menanam pohon untuk tiap 75 m2 areal.
Hal tersebut agar supaya panas udara mikro di lingkungan tersebut tidak
bertambah.
3. Diusahakan pengurangan pengerasan untuk tempat-tempat yang tidak perlu
supaya penyerapan air oleh tanah tidak terganggu.
Standart Presentasi
1. Standard presentasi adalah sangat penting karena pemakai pengarahan/Rencana
Tata Bangunan ini adalah berbagai fihak, sehingga kalau berbeda-beda dalam
presentasi bisa berakibat salah pengertian ataupun perlu waktu untuk memahami
gambar tersebut.
Dalam standard presentasi pengarahan/Rencana Tata Bangunan ini yang diatur
adalah :
Format kertas dan legenda
Materi yang dicantumkan dan cara penggambarannya.
2. Format gambar dan legenda
1. Ukuran format gambar ditentukan oleh Pemda DKI Jakarta dalam hal ini DTK,
bila ukuran tidak mencukupi dapat dibuat tersendiri dengan ukuran kertas harus
merupakan kelipatan dari ukuran folio.
2. Bila ada legenda-legenda yang menerangkan notasi/simbul yang dipakai
haruslah diletakkan sedemikian rupa sehingga jelas dan teratur.
8
3. Materi yang digambarkan adalah :
1. Peta ikhtisar yaitu peta yang menunjukkan lokasi tanah yang diambil dari peta
rencana skala 1 : 20.000.
2. Situasi tanah dari hasil ukur atau dari blad rencana dengan skala 1 : 10.000,
digambarkan lengkap dengan nomor ruit dan angka-angka hasil ukur.
3. Rencana Kota terperinci antara lain : jalan, sungai, rel KA, kaveling berikut
ukurannya yang mengikat skala 1 : 10.000
4. Situasi bangunan yaitu letak dimana bangunan akan didirikan dengan
mencantumkan semua ukuran yang mengikat.
yang perlu digambarkan adalah lantai dasar, lantai atas, basement dan lain-lain
yang dianggap perlu.
Bila memungkinkan perbedaan ketinggian dinyatakan dengan perbedaan
intensitas raster (letra tone) dan angka yang menyatukan jumlah lantai.
Skala gambar 1 : 1.000 kalau perlu 1 : 500.
5. Potongan, hendaknya dipilih di tempat yang ada masalah, jumlah minimal
potongan 2 (dua) buah yaitu membujur dan melintang skala gambar 1 : 1.000
kalau perlu 1 : 500.
6. Dinding yang bersifat masip atau terbuka supaya dinyatakan karena hal tersebut
ada hubungannya dengan persyaratan jarak bebas.
7. Sistem sirkulasi, agar dinyatakan arah sirkulasi (untuk kendaraan), dan kalau
bisa dibedakan juga jenis pemakaiannya misalnya sirkulasi orang, kendaraan
dan sebagainya. Bila ada ramP dinyatakan naik turunnya.
8. Parkir, bila tidak dinyatakan apa-apa berarti parkir mobil untuk bus atau truk
supaya diberi keterangan tersendiri.
Sistem parkir harus dinyatakan dengan jelas dan jumlah parkirnya dalam tiap
jalur dinyatakan angka dalam bulatan.
9. Bangunan existing, bila pada daerah yang direncanakan ada bangunan yang
dipertahankan (existing) blok bangunan tersebut supaya digambarkan
outlinenya saja dengan garis yang lebih tebal dari garis bangunan yang baru.
10. Lain-lain,
Sifat permukaan yang terbuka atau tertutup supaya dibedakan.
Untuk pohon supaya digambarkan dengan bulatan-bulatan saja.
9
PERATURAN DAERAH
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NO.4 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN BANGUNAN BERTINGKAT DI
WILAYAH D.K.I. JAKARTA
HUBUNGAN ANTARA TINGGI BANGUNAN, JARAK BEBAS, KOEFISIEN DASAR
BANGUNAN DAN KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN BAGI BANGUNAN RENGGANG :
Bz – OCT
( T A B E L )
PENJELASAN ATAS PERATURAN
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NO.4 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN BANGUNAN BERTINGKAT DI
WILAYAH D.K.I.JAKARTA
Tabel II.
HUBUNGAN ANTARA TINGGI BANGUNAN, JARAK BEBAS, KOEFISIEN DASAR
BANGUNAN DAN KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN
BAGI BANGUNAN RAPAT Tk – C.
( T A B E L )
STANDAR KEBUTUHAN PARKIR
Bangunan Wisma.
Standard kebutuhan parkir untuk bangunan wisma terdiri dari :
a. Bangunan Flat / Apartement.
Luas lantai 90 m2 keatas bruto, 1 unit / 1 mobil
Luas lantai 90 – 70 bruto, 2 unit / 1 mobil
Luas lantai 70 m2 kebawah bruto 5 unit / 1 mobil
b. Bangunan Wisma bukan Flat.
10
Harus menyedikan tempat parkir di luar ROW : bangunan / 1 mobil.
Bangunan Karya
Standard kebutuhan parkir untuk bangunan Karya terdiri dari :
a. Bangunan Industri dan Pergudangan
Ruang pabrik atau gudang:
Luas sampai dengan 2.000 m2 setiap 200 m2 lantai bruto 1 parkir truk.
Luas sampai 2.000 – 5.000 m2 setiap 300 m2 lantai bruto 1 parkir truk dengan
minimal harus disediakan 10 parkir truk.
Luas sampai 5.000 m2 ke atas dengan minimal harus disediakan 17 parkir
truk.
Ruang Kantor setiap 100 m2 lantai bruto – 1 mobil.
b. Bangunan Kantor / Perkantoran
Setiap 100 m2 lantai bruto – 1 mobil.
c. Bangunan Toko / Perdagangan
Setiap 60 m2 lantai bruto – 1 mobil.
d. Bangunan Apothik
Setiap 20 m2 s/d lantai bruto – 1 mobil.
e. Bangunan Praktek Dokter
Setiap 20 m2 s/d 60 m2 lantai bruto – 1 mobil.
Bangunan Suka
Standard kebutuhan parkir untuk bangunan suka, terdiri dari :
a. Bangunan Hotel
Klas I ( Hotel klas 5 bintang & 4 bintang ): setiap 5 kamar – 1 mobil.
Klas II ( Hotel klas 3 bintang & 2 bintang ): setiap 7 kamar – 1 mobil.
Klas III ( Hotel klas 1 bintang ke bawah ): setiap 10 kamar – 1 mobil.
b. Bangunan Bioskop.
Klas A – I setiap 7 kursi – 1 mobil.
Klas A – II setiap 10 kursi – 1 mobil.
11
Klas B - setiap 15 kursi – 1 mobil.
c. Bangunan Restoran/Night Club/Amusement.
Klas I - setiap 10 m2 lantai bruto – 1 mobil.
Klas II - setiap 20 m2 lantai bruto – 1 mobil.
d. Bangunan Pasar.
Pasar tingkat Kota – setiap 100 m2 lantai bruto – 1 mobil.
Pasar tingkat Wilayah – setiap 200 m2 lantai bruto – 1 mobil.
Pasar tingkat Lingkungan – setiap 400 m2 lantai bruto – 1 mobil, dan minimal
tempat parkir 3 Pick Up.
e. Bangunan Rumah Sakit.
VIP. – setiap 1 tempat tidur – 1 mobil.
Klas I – setiap 5 tempat tidur – 1 mobil.
Klas II – setiap 10 tempat tidur – 1 mobil.
f. Bangunan Pertemuan
I Padat – setiap 4 m2 lantai bruto – 1 mobil
II Non Padat – setiap 10 m2 lantai bruto –1 mobil
g. Bangunan Olah Raga
Setiap 15 penonton – 1 mobil.
h. Bangunan Perguruan Tinggi
Setiap 200 m2 lantai bruto: 1 mobil.
i. Sekolah
Kecuali Sekolah Inpres dan Sekolah-sekolah dalam daerah MHT setiap 100
m2 lantai bruto – 1 mobil.
Dengan catatan bahwa :
Lantai Netto : adalah lantai effektif yang digunakan.
Lantai Bruto : adalah seluruh luas lantai bangunan termasuk WC, Gudang, Tangga
Escalator dan sebagainya.
( G R A F I K )
12
PENJELASAN PENGISIANKOLOM-KOLOM
DALAM PERENCANAN BLOK
( T A B E L )