18
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
PERUBAHAN POLA GELOMBANG DIPANTAI AKIBAT AKIBAT PENAMBANGAN
PASIR LAUT
Sri Fitria Retnawaty1), Mubarak2), Yeeri Badrun3) 1,3Fakultas MIPA dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Riau
Email: [email protected] 2 Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Riau
.
ABSTRAK Aktivitas penambangan pasir lepas pantai akan menimbulkan perubahan terhadap oseanografi dan lingkungan.
Kajian ini dilakukan untuk memprediksi perubahan pola gelombang akibat perubahan dasar perairan di lokasi
rencana penambangan pasir laut. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang-
Sumatera Utara (perairan Selat Malaka) yang jarak 6,629 mil laut dari pantai terdekat. Metodologi kajian ini
dilakukan dengan Penyiapan data sekunder meliputi pembuatan mawar angin (wind rose), serta
pemilihan rentang waktu pasang surut untuk pemodelan. Penyiapan daerah komputasi untuk pemodelan
numerik yang meliputi proses scanning peta batimetri dan digitasi daerah kajian menjadi daerah komputasi.
Pemodelan numerik perubahan hidrodinamika perairan yaitu analisa perubahan pola gelombang disekitar
pantai. Hasil analisa menunjukkan bahwa penambagan pasir laut dengan kedalaman 4 m yang berjarak sekitar 4
mil dari pantai, perubahan pola gelombang di lokasi pemantauan akan terjadi perubahan arah gelombang
hanya pada Musim Barat dengan besaran sudut 0,02 hingga 1,64o, sedangkan tinggi gelombang dan energi
gelombang tidak mengalami perubahan baik Musim Barat maupun Musim Timur.
Kata Kunci: Penambangan Pasir, Gelombang, Model Hidrodinamika, Pantai.
1. PENDAHULUAN
Aktivitas penambangan pasir lepas pantai akan menimbulkan perubahan terhadap
oseanografi dan lingkungan. Dampak awal dari pengambilan pasir di laut adalah perubahan batimetri.
Perubahan tersebut akan menimbulkan dampak turunan terhadap perubahan arah gelombang dan
pola abrasi di pantai yang akhirnya juga akan merubah pola perubahan garis pantai.
Kajian ini dilakukan untuk memprediksi perubahan pola gelombang akibat perubahan dasar
perairan di lokasi rencana penambangan pasir laut di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang-Sumatera Utara (perairan Selat Malaka) yang jarak 6,629 mil laut dari pantai terdekat.
2. KAJIAN LITERATUR
Dalam kajian ini akan ditinjau pengaruh kegiatan penambangan pasir laut terhadap
oseanografi, khususnya pola gelombang di pantai. Untuk melihat pengaruh tersebut maka dilakukan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data sekunder dari referensi dan studi sebelumnya di sekitar daerah kajian yang
meliputi peta batimetri laut daerah kajian, data angin, data pasang surut di sekitar daerah
kajian, dan data gelombang yang meliputi tinggi gelombang signifikan dan periode
gelombang.
2. Penyiapan data sekunder meliputi pembuatan mawar angin (wind rose), serta pemilihan
rentang waktu pasang surut untuk pemodelan.
19
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
3. Penyiapan daerah komputasi untuk pemodelan numerik yang meliputi proses scanning
peta batimetri dan digitasi daerah kajian menjadi daerah komputasi
4. Pemodelan numerik perubahan hidrodinamika perairan yaitu analisa perubahan pola
gelombang disekitar pantai.
5. Perubahan kedalaman dasar perairan dilokasi tambang 4 m.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Gelombang
Perubahan morfologi dasar laut atau batimetri akan menimbulkan perubahan arah
gelombang atau yang disebut dengan refraksi. Studi refraksi berdasarkan persamaan berikut ini:
sin 𝜑1 = 𝐶1/𝐶0 𝑠𝑖𝑛𝜑0
Dimana,
𝜑1 = Sudut datang gelombang di perairan pantai,
𝜑0= Sudut datang gelombang i laut dalam,
𝐶1 = Cepat rambat gelombang di daerah pantai dan
𝐶0 = Cepat rambat gelombang di laut dalam.
Selanjutnya tinggi gelombang pada kedalaman tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
formulasi pada persamaan berikut ini :
𝐻 = 𝐾𝑠ℎ . 𝐾 𝑟. 𝐻0
Di mana ,
H = Tinggi gelombang dititik yang ditinjau,
Ho = Tinggi gelombang di laut dalam,
Ksh = Koefisien Shoaling, Kr = Koefisien Refraksi.
Ksh = [1/tanh (2πd/L)(1+ (4 πd/L)/sinh 4 πd/L)
3.2. Persamaan Dasar Hydrodinamika
Persamaan Dasar Hydrodinamika Model matematik yang digunakan untuk prediksi
hidrodinamika aliran didasarkan pada 2 persamaan dasar, yaitu persamaan konservasi massa
(persamaan kontinuitas) dan persamaan momentum, sebagai berikut :
1) Persamaan kontinuitas:
2) Persamaan Momentum :
Persamaan momentum untuk aliran dua dimensi pada arah x dan y dapat ditulis dalam bentuk
persamaan berikut ini:
dengan :
u = kecepatan horisontal aliran arah-x,
v = kecepatan horisontal arah-y,
t = fungsi waktu ,
g = percepatan gravitasi ,
h = kedalaman air,
a0 = elevasi dari dasar tampang,
= massa jenis,
20
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
xx = koef. pertukaran turbulensi normal arah x
xy = koef pertukaran turbulensi tangensial arah-x,
yx = koef. pertukaran turbulensi tangensial arah-y,
yy = koef. pertukaran turbulensi normal arah-y
C = koef. kekasaran Chezy (atau koef. Manning, n = 1/C h1/6)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pra Processing
Tahap ini merupakan tahapan awal sebelum dilakukan simulasi atau pemodelan. Beberapa
proses yang harus dipersiapkan, antara lain: penentuan domain model dan Input Parameter Model.
4.1.1. Domain Model
Domain model merupakan batas yang digunakan dalam pemodelan dan digunakan sebagai
penempatan input model dan kondisi batas. Batas domain merupakan laut dan batas darat. Batas
domain dibuat lebih besar dibanding dengan area yang ditinjau. Hal ini untuk menghindari boundary
effect yang terjadi dalam hitungan numerik hidrodinamika arus.
Langkah awal dalam kajian adalah penetapan domain model, yaitu kawasan perairan proyek dimana
pola arus akan disimulasikan. Domain model ini akan direpresentasikan ke dalam jaring elemen
(mesh) diskrit yang dibuat dari peta batimetry.
Gambar 1. Batimetri (kedalaman perairan) di lokasi penambangan
(polygon merah adalah lokasi penambangan pasir laut)
4.1.2. Input Parameter Model
Setelah jaring elemen terbentuk maka langkah selanjutnya adalah input parameter model.
Input Parameter Model adalah parameter dasar yang membentuk hasil pemodelan hidrodinamika.
Parameter dasar tersebut seperti: Batimetri, data pasang-surut, arah dan kecepatan angin, dan
gelombang.
21
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Gambar 2. Jaringan elemen (meshing) domain model
a. Batimetri
Informasi mengenai kedalaman perairan di sekitar perairan lokasi kegiatan diperoleh dari peta
kedalaman yang dikeluarkan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL maupun data dari SRTM
(Shuttle Radar Topography Mission) dari U.S Geology Survey. Perairan di daerah lokasi
penambangan memiliki kedalaman berkisar antara 12-14 meter.
22
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
b. Pasang Surut
Input data pasang surut di letakkan pada kondisi batas sebelah luar (laut lepas) yang
lokasinya diambil jauh dari lokasi yang akan dikaji. Hal ini dilakukan untuk menghindari
boundary effect pada hasil hitungan numerik.
Pasang surut adalah naiknya turunya air laut yang dipengaruhi oleh adanya daya tarik
menarik antara bumi dengan planet-planet/bintang terutama Bulan dan Matahari. Data
pasang surut diperlukan untuk mengetahui kedudukan permukaan air laut dan pola pasang
surut di daerah kajian.
Tipe pasang surut dapat ditentukan secara kuantitatif berdasarkan bilangan Formzal (F),
yakni bilangan yang dihitung dari nilai perbandingan antara amplitudo (tinggi gelombang)
komponen harmonic pasang surut tunggal utama dan amplitude komponen harmonic
pasang surut ganda utama, yang dinyatakan dalam bentuk (Wyrkti, 1961; Pond and Pickard,
1983) :
dengan ketentuan :
F ≤ 0.25 = Pasang surut tipe ganda (semidiurnal tides)
0.25<F≤1.5 = Pasang surut tipe campuran condong harian ganda (mixed mainly
semidiurnal tides)
1.50<F≤3.0 = Pasang surut tipe campuran condong harian tunggal (mixed mainly diurnal
tides)
F > 3.0 = Pasang surut tipe tunggal (diurnal tides)
dimana :
F : bilangan Formzal
AK1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya
tarik bulan dan matahari
AO1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya
tarik bulan
AM2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya
tarik bulan
AS2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya
tarik matahari
Dari data pasang surut (Gambar 3), diperoleh komponen pasang surut sebagai berikut:
M2 : 0,65
S2 : 0,33
K1 : 0,20
O1 : 0,03
Sehingga nilai Fromzalnya adalah 0,25, maka jenis pasang surut di daerah lokasi studi
adalah tipe semi diurnal atau pasang surut harian ganda, dimana dalam satu hari terjadi dua kali
pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama. Pasang dan surut terjadi secara
22
11
ASAMAKAOF
23
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
berurutan secara teratur. Pada umumnya tipe pasang surut di Selat Malaka dan Laut Andaman
adalah semi diurnal (Bambang T, 1996).
Gambar 3. Pasang surut di lokasi studi
c. Gelombang
Gelombang yang terlihat secara visual di permukaan laut umumnya dibangkitkan oleh
angin. Karakter gelombang demikian, seperti: tinggi, periode dan panjang gelombang
tergantung dari kecepatan angin pada arah tertentu, lamanya angin bertiup pada arah
tersebut dan jarak (panjang) wilayah perairan terbuka dimana angin bertiup (fetch).
Gelombang demikian disebut sebagai gelombang angin dan gelombang tunggal yang tiba
di pantai dari laut bebas disebut swell.
Berdasarkan data dari ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecasts),
tinggi gelombang signifikan selama 10 tahun terakhir (2004-2014) di sekitar lokasi studi,
dominan berkisar dari <0,25 (calm) – 0,5 m sepanjang tahun. Dari gambar waverose,
terlihat bahwa pada Musim Barat arah gelombang berasal dari Timur Laut dan Utara,
sedangkan pada Musim Timur berasal dari Barat Laut (Gambar 4 dan 5).
Gambar 4. Wave rose pada Musim Barat
24
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Gambar 5. Wave rose pada Musim Timu
4.2. Eksekusi Model
4.2.1. Hydrodinamika
Arus permukaan di perairan pesisir timur Sumatera Utara dipengaruhi oleh sistem
sirkulasi arus di Selat Malaka. Pergerakan arus permukaan di Selat Malaka kurang dipengaruhi
oleh arah tiupan angin lokal, tetapi lebih dipengaruhi oleh beda tinggi muka air sepanjang Selat
Malaka (Wyrtki, 1961). Berdasarkan hasil observasi dilapangan, kecepatan arus terendah 0,05
m/s dan tertinggi 0,55 m/s. Arah arus bergerak ke arah Barat Laut ketika surut dan ke arah
Tenggara ketika pasang (Gambar 6). Perubahan pergerakan pasang surut terjadi tiap enam jam
sekali.
Gambar 6. Kecepatan dan arah arus
4.2.2. Perubahan Pola Gelombang
Analisa perubahan pola gelombang dilakukan terhadap:
a. Arah gelombang
b. Tinggi gelombang
c. Energi gelombang
Ketiga komponen tersebut dapat mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai.
A. Arah Gelombang
Analisa perubahan pola gelombang akan dilakukan terhadap perubahan arah
gelombang dan tinggi gelombang signifikan di daerah pantai. Gelombang akan mengalami
perubahan arah akibat variasi kedalaman dasar laut karena kecepatan rambat gelombang
25
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
tergantung kepada kedalaman dasar laut. Peristiwa berubahnya arah perambatan dan tinggi
gelombang disebut dengan refraksi.
Kecepatan rambat gelombang bergantung pada kedalaman air dimana gelombang
menjalar. Bila cepat rambat gelombang berkurang dengan kedalaman, panjang gelombang
juga berkurang secara linier. Variasi cepat rambat gelombang terjadi sepanjang garis puncak
gelombang yang bergerak dengan membentuk sudut terhadap garis kedalaman laut karena
bagian dari gelombang di laut dalam bergerak lebih cepat daripada bagian di laut yang lebih
dangkal. Variasi tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan sejajar dengan garis
kontur dasar laut. Selama perambatan gelombang dari laut dalam menuju pantai, gelombang
akan mengalami refraksi yaitu perubahan karakteristik gelombang yang disebabkan oleh
perubahan kedalaman air (Sorensen, 1978).
Besarnya perubahan sudut arah gelombang dan tinggi signifikan di daerah pantai
diperoleh dengan membandingkan arah gelombang datang di sekitar pantai pada kondisi
eksisting dengan arah gelombang datang setelah terjadinya perubahan kedalaman akibat
penambangan pasir laut (-4 m).
Pemodelan dilakukan dalam 2 skenario, yaitu ketika musim Barat dan Musim Timur.
Pada Musim Barat, arah dominan gelombang datang dari lepas pantai dari arah Timur Laut
(45o). sedangkan pada Musim Timur arah dominan gelombang datang dari lepas pantai dari
arah Barat Laut (315o).
1) Musim Barat
Analisa perubahan arah gelombang dilakukan dengan menempatkan titik observasi yang
berada di pantai yang diperkirakan mengalami perubahan arah gelombang, seperti yang
terlihat pada gambar berikut ini:
Gambar 7. Lokasi penempatan titik observasi pada Musim Barat
Arah gelombang datang dominan pada Musim Barat pada sudut 45o seperti yang terlihat pada
Gambar 11. Gelombang datang dari lepas pantai menuju ke pantai tersebut akan melewati dasar
laut dengan kedalaman yang berbeda-beda, sehingga sudut gelombang yang sampai dipantai
akan berubah.
Gambar 8. Arah gelombang datang pada Musim Barat
26
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Arah gelombang datang dipantai dan perubahan arah gelombang baik sebelum dan
sesudah kegiatan penambangan pasir pada titik observasi bervariasi seperti yang terlihat pada
Tabel 1 dan grafik perbedaan sudut arah gelombang datang sebelum dan sesudah kegiatan
penambangan pada Musim Barat dapat dilihat pada Gambar 9 hingga Gambar 13.
Tabel 1. Perubahan arah gelombang di titik-titik observasi pada Musim Barat
Tititk
Observasi
Sudut Arah Gelombang (o) Perubahan
Arah
Gelombang
(o)
Sebelum
Penambangan
Sesudah
Penambangan
t1 43,42 43,44 0,02
t2 46,22 47,86 1,64
t3 48,69 47,61 1,08
t4 53,33 52,89 0,44
t5 38,49 37,35 1,14
Gambar 9. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t1 sebelum (garis hitam) dan sesudah
(garis biru) penambangan
27
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Gambar 10. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t2 sebelum (garis hitam) dan
sesudah (garis biru) penambangan
Gambar 11. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t3 sebelum (garis hitam) dan
sesudah (garis biru) penambangan
28
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Gambar 12. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t4 sebelum (garis hitam) dan
sesudah (garis biru) penambangan
Gambar 13. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t5 sebelum (garis hitam) dan sesudah
(garis biru) penambangan
2) Musim Timur
Analisa perubahan arah gelombang dilakukan dengan menempatkan titik observasi yang
berada di pantai yang diperkirakan mengalami perubahan arah gelombang, seperti yang
terlihat pada gambar berikut ini:
Gambar 14. Lokasi penempatan titik observasi pada Musim Timur
29
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Gambar 15. Arah gelombang datang pada Musim Timur
Arah gelombang datang dipantai dan perubahan arah gelombang baik sebelum dan
sesudah kegiatan penambangan pasir pada titik observasi bervariasi seperti yang terlihat pada
Tabel 2 dan grafik perbedaan sudut arah gelombang datang sebelum dan sesudah kegiatan
penambangan dapat dilihat pada Gambar 16 hingga Gambar 19.
Tabel 2. Perubahan arah gelombang di titik-titik observasi pada Musim Timur
Tititk
Observasi
Sudut Arah Gelombang (o) Perubahan
Arah
Gelombang
(o)
Sebelum
Penambangan
Sesudah
Penambangan
t1 2,97 4,41 1,43
t2 334,55 335,14 0,60
t3 353,43 351,37 2,06
t4 343,61 346,06 2,46
30
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Gambar 16. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t1 sebelum (garis hitam) dan sesudah
(garis biru) penambangan
Gambar 17. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t2 sebelum (garis hitam) dan
sesudah (garis biru) penambangan
Gambar 18. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t3 sebelum (garis hitam) dan
sesudah (garis biru) penambangan
31
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Gambar 19. Grafik fluktuasi arah gelombang datang di titik t4 sebelum (garis hitam) dan
sesudah (garis biru) penambangan
B. Perubahan tinggi gelombang signifikan
1) Musim Barat
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan tinggi gelombang signifikan
di area pantai antara sebelum dan sesudah terjadinya perubahan batimetri, seperti yang
terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Perubahan tinggi gelombang signifikan di titik-titik observasi pada Musim Barat
Tititk Observasi
Tinggi Gelombang signifikan (m) Perubahan tinggi
Gelombang signifikan (m) Sebelum
Penambangan
Sesudah
Penambangan
t1 0,2 0,2 0
t2 0,2 0,2 0
t3 0,2 0,2 0
t4 0,2 0,2 0
t5 0,3 0,3 0
2) Musim Timur
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan tinggi gelombang signifikan
di area pantai antara sebelum dan sesudah terjadinya perubahan batimetri, seperti yang
terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Perubahan tinggi gelombang signifikan di titik-titik observasi pada Musim Timur
32
Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017
Tititk Observasi
Tinggi Gelombang signifikan (m) Perubahan tinggi
Gelombang signifikan (m) Sebelum
Penambangan
Sesudah
Penambangan
t1 0,15 0,15 0
t2 0,14 0,14 0
t3 0,16 0,16 0
t4 0,22 0,22 0
C. Perubahan energi gelombang
Energi gelombang dihitung berdasarkan persamaan :
𝐸 =𝑔ℎ2
8
Dimana:
𝐸 = energi gelombang
𝑔 = gaya gravitasi
ℎ = tinggi gelombang
Dari persamaan di atas, bahwa energi gelombang dipengaruhi oleh tinggi gelombang.
Sedangkan dari hasil pemodelan tidak menunjukkan perubahan tinggi gelombang secara
signifikan, sehingga dapat dinyatakan bahwa perubahan batimetri dengan kedalaman 4 m
akibat penambangan pasir laut tidak menimbulkan perubahan energi gelombang.
5. KESIMPULAN
Hasil analisa menunjukkan bahwa penambagan pasir laut dengan kedalaman 4 m yang
berjarak sekitar 4 mil dari pantai, perubahan pola gelombang di lokasi pemantauan akan terjadi
perubahan arah gelombang hanya pada Musim Barat dengan besaran sudut 0,02 hingga 1,64o,
sedangkan tinggi gelombang dan energi gelombang tidak mengalami perubahan baik Musim
Barat maupun Musim Timur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bambang Triatmodjo, 1996, Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta.
2. Sorensen, R.M., 1978. Basic Coastal Engineering. New York: John Wiley and Sons.
3. Wyrtki, K., 1961, Physical Oceanography of the South East Asian Waters, Naga Report
Vol.2 Scripps, Institute Oceanography, California.