perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
TAHUN PELAJARAN 2009/201
OLEH :
VERONICA SUMININGSIH NIM : 08501028
Oleh : Agnes Asri Ria
M3508002
DIPLOMA 3 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian
saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar
yang telah diperoleh dapat ditinjau dan atau dicabut.
Surakarta, 23 Desember 2011
Agnes Asri Ria M3508002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010
INTISARI
Penyakit infeksi merupakan penyakit utama yang melanda masyarakat negara-negara berkembang. Dewasa ini penyakit infeksi masih menduduki peringkat teratas diantara penyakit-penyakit yang menyerang penduduk Indonesia. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik. Antibiotik termasuk kelompok obat yang paling sering digunakan untuk mengurangi penyakit infeksi. Banyaknya jenis antibiotik menjadikan hal tersebut perlu dikaji untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik yang digunakan untuk infeksi saluran kemih.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik
pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari sampai Desember 2010. Data diperoleh dari rekam medis pasien infeksi saluran kemih periode Januari sampai Desember 2010 di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dan bersifat deskriptif non analitik. Data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi diambil secara retrospektif.
Hasil pengumpulan data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif
dengan Microsoft Office Excel 2007 untuk mengetahui gambaran pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, terapi antibiotik yang diberikan, lama pemberian antibiotik dan lama perawatan. Data yang diperoleh dibandingkan dengan standar Guideline For Clinical Care Urinary Tract Infection tahun 2005 dan Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010.
Kata Kunci : antibiotik, Infeksi Saluran Kemih (ISK), RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
THE PATTERN OF THE ANTIBIOTICS USED IN HOSPITALIZED PATIENS WITH URINARY TRACT INFECTION IN RSUD
Dr. MOEWARDI SURAKARTA PERIOD JANUARY - DECEMBER 2010
ABSTRACT
Infectious diseases was the major diseases that plagued the people of developing countries. Today, infectious diseases still ranked among the top diseases affecting the population of Indonesia. Urinary tract infections was one of the types of infections were most often found in clinical practice. Antibiotics, including a group of drugs most often used to reduce infectious diseases. Study about the pattern of antibiotic used in urinary tract infections was important because there are many kind of antibiotics was used.
This research aims to determine pattern of antibiotics use in patient with
urinary tract infection in RSUD Dr. Moewardi Surakarta from January to December 2010. Data obtained from the patient's medical record urinary tract infection period January to December 2010 at the RSUD Dr. Moewardi. It was non experimental and descriptive non analytic research. Medical record data that matchs the inclusion criteria was taken by retrospective.
The results of the compilation of data obtained were analyzed in a way
descriptive with Microsoft Office Excel 2007 to see the description of the patients are age, gender, antibiotic treatment was given, and the long duration of antibiotic treatment. Data were compared with the standard Guidelines for the Clinical Care of Urinary Tract Infection in 2005 and the Clinical Practice Guidelines Urinary Tract Infection in 2010. Key Words : Antibiotics, Urinary Tract Infection, RSUD Dr. Moewardi Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Masalah-masalah serius dalam hidup tidak pernah terpecahkan dengan tuntas,
Arti dan bentuk sebuah masalah tidak terletak pada pemecahannya, tetapi pada cara kita menghadapinya terus-menerus.
-
Saya tidak tahu bagaimanan hidup anda nantinya, namun yang saya tahu betul adalah: diantara anda semua, yang akan bahagia hanyalah mereka yang mencari dan menemukan bagaimana melayani.
-Pidato pengukuhan Dr. Albert Schweitzer-
Saya yakin bahwa hidup ini terdiri dari 10% apa yang terjadi pada kita, dan 90% cara kita bereaksi terhadapnya.
-Charles Swindoll-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Tugas akhir ini saya persembahkan untuk keluarga besar saya
terutama kedua orang tua yang sudah mendukung dengan material
maupun spiritual
serta sahabat-sahabatku tercinta yang senantiasa memberi semangat
dan dukungan yang luar biasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah atas segala limpahan berkat yang senantiasa
tercurah bagi penulis dan kita semua sehingga atas ijin-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas akh Pola Penggunaan Antibiotik pada
Pasien Rawat Inap Penderita Infeksi Saluran Kemih di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta Periode Januari-Desember 2010
Penyusunan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
kelulusan Program Diploma III Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak lepas
dari berbagai pihak yang telah banyak membantu. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Ir. Ari Handono Ramelan, M. Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ahmad Ainurrofiq, M. Si., Apt. selaku Ketua Program D3 Farmasi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Nestri Handayani, M. Si., Apt. selaku pembimbing tugas akhir yang telah
memberikan masukan dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Rita Rakhmawati, M. Si., Apt. dan Wisnu Kundarto S. Farm., Apt. selaku
pembimbing akademik yang telah banyak memberi masukan dan bimbingan
akademik selama menjadi mahasiswa D3 Farmasi.
5. Yeni Farida, S. Farm., Apt. dan Anif Nur Artanti, S. Farm., Apt. selaku
penguji yang banyak membantu dan memberi masukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
6. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi D3 Farmasi UNS yang telah
banyak membantu dan memberikan masukan.
7. Ayahanda Yohanes Ari Purwadi dan Ibunda Katarina Sri Sunarsih tercinta
yang telah melimpahkan cinta, kasih sayang, semangat dan dukungan dalam
hidupku.
8. Kakakku tercinta Agustinus Angga dan Adikku Veronika Dinda yang selalu
memberikan dukungan dan semangat, serta selalu ada dalam suka dan duka.
9. Sahabat sahabat tercinta (octavina, devinta, desy, fathimah, ayu, isnaini)
yang telah memberikan semangat, dukungan serta selalu ada dalam suka dan
duka.
10. Sahabat sahabat Orang Muda Katolik gereja St. Yohanes Maria Vianney
yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan semangat dalam hidupku.
11. Semua mahasiswa Diploma 3 Farmasi 2008 yang telah berbagi suka dan duka
serta pengalaman selama kuliah dan pembuatan tugas akhir.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
penulis dalam pembuatan tugas akhir.
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak karena penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan tugas akhir ini
masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Akhir kata semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................................iii
INTISARI................................................................................................................iv
ABSTRACT...............................................................................................................v
HALAMAN MOTTO.............................................................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................vii
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xvii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Perumusan Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................4
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka..........................................................................................5
1. Definisi ISK.............................................................................................5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2. Etiologi ISK.............................................................................................5
3. Patofisiologi ISK.....................................................................................6
4. Diagnosis ISK..........................................................................................7
5. Prinsip Terapi Antibiotik.........................................................................8
6. Terapi Antibiotik Pada ISK.....................................................................9
7. Deskripsi Agen Mikroba.......................................................................13
B. Kerangka Pemikiran...................................................................................19
C. Keterangan Empiris....................................................................................20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat Dan Bahan..........................................................................................21
1. Alat / Instrumen Penelitian...................................................................21
2. Bahan Penelitian...................................................................................21
B. Waktu Dan Tempat Penelitian...................................................................21
C. Rancangan Penelitian.................................................................................22
1. Metode Pengumpulan Data..................................................................22
2. Jalannya Penelitian...............................................................................22
D. Definisi Variabel Oprasional......................................................................23
E. Analisa Data...............................................................................................25
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Subjek Penelitian......................................................................27
1. Pasien yang Mengalami ISK................................................................27
2. Distribusi Pasien Berdasar Jenis Kelamin dan Usia............................27
3. Distribusi Pasien Berdasar Domisili....................................................29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
4. Distribusi Pasien Berdasar Status Keluar Rumah Sakit.......................29
5. Ditribusi Pasien Berdasar Lama Perawatan.........................................31
B. Penggunaan Antibiotik pada ISK...............................................................32
1. Gambaran Pasien Yang Mendapat Terapi Antibiotik..........................32
2. Antibiotik yang Digunakan untuk terapi ISK......................................33
3. Distribusi Penggunaan Antibiotik pada ISK........................................35
C. Terapi Penunjang ISK................................................................................49
D. Evaluasi Penggunaan Antibiotik................................................................51
1. Tepat Obat............................................................................................51
2. Tepat Dosis, Frekuensi dan Durasi......................................................51
3. Waspada Efek Samping.......................................................................52
E. Keterbatasan Penelitian..............................................................................54
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................55
B. Saran...........................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................57
LAMPIRAN...........................................................................................................59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Terapi antibiotik untuk infeksi saluran kemih menurut
Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010............11
Tabel II. Terapi antibiotik untuk infeksi saluran kemih menurut
Guidelines Clinical care Urinary Tract Infection tahun 2005............12
Tabel III. Gambaran pasien dengan status keluar rumah sakit
Atas Permintaan Sendiri (APS).............................................................31
Tabel IV. Distribusi penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi
Saluran Kemih (ISK).............................................................................34
Tabel V. Distribusi penggunaan amoksisillin pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010......................................37
Tabel VI. Distribusi penggunaan ampisillin pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................38
Tabel VII. Distribusi penggunaan siprofloksasin pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................40
Tabel VIII. Distribusi penggunaan levofloksasin pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................41
Tabel IX. Distribusi penggunaansefadroksil pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................42
Tabel X. Distribusi penggunaan seftriaxon pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel XI. Distribusi penggunaan sefotaxim pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................44
Tabel XII. Distribusi penggunaan ceftazidim pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................45
Tabel XIII. Distribusi penggunaan kotrimoksasol pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................47
Tabel XIV. Distribusi penggunaan gentamisin pada pasien penderita ISK
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010.....................................47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Distribusi pasien berdasar umur dan jenis kelamin..............................28
Gambar 2. Distribusi pasien berdasar domisili......................................................29
Gambar 3. Distribusi pasien berdasar status keluar rumah sakit...........................30
Gambar 4. Distribusi pasien berdasar lama perawatan..........................................32
Gambar 5. Distribusi hasil laboratorium................................................................33
Gambar 6. Distribusi pasien berdasar rentang usia pemberian dosis.....................36
Gambar 7. Gambaran jumlah pengguna amoksisillin............................................36
Gambar 8. Distribusi obat penunjang ISK.............................................................49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data inklusi pasien rawat inap Infeksi Saluran Kemih
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta....................................................60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR SINGKATAN
APS = Atas Permintaan Sendiri
-laktam = Beta laktam
CCS = Cairan Cerebrospinal
DM = Diabetes Melitus
Dr. = Dokter
E.coli = Escherichia coli
ESBL = Extended-Spectrum Beta-Lactamase
Hr = Hari
IONI = Informatorium Obat Nasional Indonesia
Ket. = Keterangan
Mg = Mili gram
Ml = Mili liter
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
Tes ABC = tes Antibody Coated Bacteria
Thn. = Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penyakit infeksi merupakan penyakit utama yang melanda masyarakat
negara-negara berkembang. Dewasa ini penyakit infeksi masih menduduki
peringkat teratas diantara penyakit-penyakit yang menyerang penduduk
Indonesia (Wattimena, 1991). Data tahun 2004 di salah satu rumah sakit di
Yogyakarta, ISK merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan
masuk dalam 10 besar penyakit dengan angka kejadian yang tinggi (Saepudin,
2004). Kenyataan menunjukkan bahwa di negara-negara yang sedang
berkembang urutan penyakit-penyakit utama nasional masih ditempati oleh
berbagai penyakit infeksi yang memerlukan terapi antibiotik (Nelwan, 2006).
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi dengan angka kesakitan yang
tinggi. Banyak infeksi saluran kemih merupakan infeksi sederhana yang mudah
diobati, namun tidak jarang terjadi infeksi berulang yang sifatnya lebih
kompleks. Pada umumnya penyebab infeksi adalah bakteri, sehingga diperlukan
pengobatan dengan antibiotik (Sudarmono & Hutabarat, 1999).
Berhasilnya pengobatan sangat berhubungan dengan kepekaan obat anti
mikroba terhadap kuman yang ada, tingginya kadar obat anti mikroba dalam
urin, lokalisasi infeksi, ada tidaknya komplikasi saluran kemih seperti kandung
kemih urogenik, batu, kelainan anatomi, kateterisasi saluran kemih dan diabetes
melitus (Oesman dkk, 1987).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Penyakit infeksi lazimnya dapat diatasi oleh sistem pertahanan tubuh,
namun ada kalanya sistem ini perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik.
Antibiotik termasuk kelompok obat yang paling sering digunakan untuk
mengurangi penyakit infeksi (Wattimena, 1991). Banyak faktor yang
mempengaruhi munculnya kuman resisten terhadap antibiotika. Faktor yang
penting adalah faktor penggunaan antibiotik dan pengendalian infeksi. Oleh
karena itu, penggunaan antibiotik secara bijaksana dan tepat merupakan hal yang
sangat penting disamping penerapan pengendalian infeksi secara baik untuk
mencegah berkembangnya kuman resisten tersebut ke masyarakat (Hadi, 2006).
Idealnya antibiotik yang dipilih untuk pengobatan infeksi saluran kemih
harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: dapat diabsorpsi dengan baik,
ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta
memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai.
Pemilihan antibiotik untuk pengobatan infeksi saluran kemih juga sangat penting
untuk mempertimbangkan peningkatan resistensi Escherichia coli dan patogen
lain terhadap beberapa antibiotik. Resistensi Escherichia coli terhadap
amoksisilin dan antibiotik sefalosporin diperkirakan mencapai 30%. Secara
keseluruhan, patogen penyebab infeksi saluran kemih masih sensitif terhadap
kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol walaupun kejadian resistensi di
berbagai tempat telah mencapai 22%. Pemilihan antibiotik harus disesuaikan
dengan pola resistensi lokal, di samping juga memperhatikan riwayat antibiotik
yang digunakan pasien (Coyle dan Prince, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Banyaknya jenis dan golongan antibiotik yang digunakan untuk
pengobatan infeksi saluran kemih membuat peneliti tertarik untuk meneliti pola
penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta
tahun periode Januari-Desember 2010. Hasil pengumpulan data yang diperoleh
dibandingkan dengan standar Guideline For Clinical Care Urinary Tract
Infection tahun 2005 dan Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection
tahun 2010.
B. Perumusan Masalah
Berdasar uraian yang telah diberikan dalam latar belakang, maka masalah
dalam penelitian ini adalah;
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah :
1. Bagaimanakah pola penggunaan antibiotik meliputi jenis antibiotik, ketepatan
dosis, ketepatan obat, frekuensi serta lamanya pemakaian antibiotik pada
pasien infeksi saluran kemih di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi
Surakarta tahun 2010?
2. Apakah penggunaan antibiotik pada penyakit infeksi saluran kemih di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta dengan parameter jenis antibiotik yang digunakan,
meliputi ketepatan dosis, ketepatan obat, frekuensi serta lamanya pemakaian
obat sudah sesuai dengan standar pengobatan Guideline For Clinical Care
Urinary Tract Infection tahun 2005 dan Clinical Practice Guideline Urinary
Tract Infection tahun 2010?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui gambaran penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap
penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
meliputi parameter jenis antibiotik yang digunakan, ketepatan dosis,
frekuensi, serta lamanya pemakaian antibiotik.
2. Mengetahui kesesuaian penggunaan antibiotik pada penanganan penyakit
infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan
parameter jenis antibiotik yang digunakan, meliputi ketepatan dosis,
frekuensi serta lamanya pemakaian antibiotik dengan standar Guideline
For Clinical Care Urinary Tract Infection tahun 2005 danClinical
Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi mafaat antara lain :
1. Menambah informasi bagi pihak terkait mengenai penggunaan antibiotik
dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
2. Sebagai masukan bagi RSUD Dr. Moewardi Surakarta dalam penggunaan
antibiotik pada pasien penderita infeksi saluran kemih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih adalah keadaan klinis akibat adanya
mikroorganisme dalam urin dan berpotensi untuk invasi ke saluran kemih
bagian atas, menginvasi mukosa pelvis ginjal, meluas ke dalam jaringan
interstisial ginjal. Dalam keadaan normal, urin juga mengandung
mikroorganisme, umumnya sekitar 10² hingga 104 bakteri/ml urin. Pasien
didiagnosis infeksi saluran kemih bila urinnya mengandung lebih dari 105
bakteri/ml (Coyle dan Prince, 2005).
Prevalensi infeksi saluran kemih antara usia 15 sampai 60 tahun jauh
lebih banyak wanita dari pada pria menderita infeksi saluran kemih bagian
bawah. Hal ini dapat dijelaskan dengan faktor bahwa sumber infeksi
kebanyakan adalah flora usus. Pada wanita, uretranya hanya pendek (2-3cm),
sehingga kandung kemih mudah dicapai oleh kuman-kuman dari dubur melalui
perineum, khususnya basil-basil Escherichia coli. Pada pria, di samping
uretranya yang lebih panjang (15-18 cm), cairan prostatnya juga memiliki sifat-
sifat bakterisid sehingga menjadi pelindung terhadap infeksi oleh kuman-
kuman uropatogen (Tjay dan Rahardja, 2007).
2. Etiologi Infeksi Saluran Kemih
Lebih dari 80% kasus penyebab Infeksi Saluran Kemih tanpa
komplikasi adalah bakteri phatogen Escherichia coli. Ditemukan 15% kasus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
disebabkan oleh Staphylococcus saprophyticus. Anggota lain dari keluarga
Enterobacteriaceae seperti Klebsiella sp, Proteus sp, atau Enterobacter sp
(Anonim, 2005). Faktor lain yang menyebabkan yaitu ketahanan tubuh
terhadap aktifitas bakteri (Anonim, 2010).
3. Patogenesis Infeksi Saluran Kemih
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari
mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat
mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di dalam
media urin. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui empat cara,
yaitu:
1) Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang
berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus
vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan sekitar anus.
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu :
a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina
b. Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
c. Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih
d. Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal (Israr, 2009).
2) Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi
pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih
melalui peredaran darah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3) Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui sistem
limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang
terakhir ini jarang terjadi (Coyle dan Prince, 2005).
4) Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau
eksogen sebagai akibat dari pemakaian kateter (Israr, 2009).
4. Diagnosis Infeksi aluran Kemih
Penderita infeksi saluran kemih dapat tidak bergejala, namun umumnya
mempunyai gejala yang terkait dengan tempat dan keparahan infeksi. Gejala-
gejala dapat meliputi berikut ini sendirian atau bersama-sama:
1) Menggigil, demam, nyeri pinggang dan sering mual serta muntah.
2) Disuria (nyeri saat kencing), atau desakan untuk kencing (Sommers dkk,
1994).
Guna menentukan adanya bakteriuria, artinya infeksi saluran kemih dengan
bakteri, sekarang tersedia beberapa cara diagnosa, yaitu:
1) Tes sedimentasi mendeteksi secara mikroskopis adanya kuman dan lekosit
di endapan dalam urin.
2) Tes nitrit (Nephur R) menggunakan strip mengandung nitrat yang
dicelupkan ke urin. Praktis semua gram negatif dapat mereduksi nitrat
menjadi nitrit, yang tampil sebagai perubahan warna tertentu pada strip.
Kuman-kuman gram positif tidak terdeteksi.
3) Dip-slide test (Uricult) menggunakan persemaian kuman di kaca obyek,
yang seusai inkubasi ditentukan jumlah koloninya secara mikroskopis. Tes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
ini dapat dipercaya dan lebih cepat daripada pembiakan lengkap dan jauh
lebih murah.
4) Pembiakan lengkap terutama dilakukan sesudah terjadinya residif 1-2 kali,
terlebih-lebih pada infeksi saluran kemih anak -anak dan pria.
5) Tes ABC (Antibody Coated Bacteria) adalah cara imunologi guna
menentukan infeksi saluran kemih yang letaknya lebih tinggi. Dalam hal ini
tubuli secara lokal membentuk antibodi terhadap kuman, yang bereaksi
dengan antigen yang berada di dinding kuman. Kompleks yang terbentuk
dapat diperlihatkan dengan cara imunofluoresensi (Tjay dan Rahardja,
2007).
5. Prinsip terapi antibiotik
Pengobatan dengan antibiotik yang tepat biasanya sangat efektif dan aman.
Walaupun semua antibiotik berpotensi menimbulkan efek yang tidak
diinginkan, efek yang serius jarang terjadi. Sebagian besar antibiotik memiliki
indeks terapeutik yang lebar, dosis yang menyebabkan efek yang tidak
diinginkan jauh lebih besar dibandingkan dosis untuk menghambat
pertumbuhan bakteri (Bamford & Gillespie, 2007).
Menurut standar pengobatan Clinical Practice Guideline Urinary Tract
Infection tahun 2010 menyebutkan bahwa rute pemberian antibiotik secara oral
adalah yang paling umum digunakan, baik di rumah sakit maupun dalam
praktek komunitas. Terapi intravena biasanya diperlukan pada infeksi berat dan
untuk memastikan kosentrasi antibiotik yang adekuat. Rute intravena juga
dapat dipilih untuk pasien yang tidak dapat menerima terapi oral, seperti pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
pasien yang mengalami muntah terus menerus. Cita rasa pada formulasi
pediatrik dan kemungkinan kepatuhan pasien terhadap regimen yang
berulangkali atau rumit juga harus dipastikan (Anonim, 2010).
6. Terapi Antibiotik pada Infeksi Saluran Kemih
Menurut Europan Association of Urology, tujuan pengobatan dengan
antibiotik pada infeksi saluran kemih ada dua yaitu:
a. Respon cepat dan efektif untuk terapi dan pencegahan kekambuhan pada
pasien yang menerima terapi antibiotik
b. Pencegahan munculnya perlawanan mikroba terhadap lingkungan atau
setidaknya peningkatan pencegahan lebih lanjut dari ketahanan pasien dan
memastikan pasien mendapat pertolongan (Wagenlehner,2006).
Pemilihan antibiotik harus ditentukan oleh uji kerentanan, terapi empiris
harus mengikuti kerentanan yang diketahui dari pathogen saluran kemih yang
terdapat di komunitas memberi respon terhadap antibiotik oral, seperti
sefaleksim, amoksisillin, atau trimetoprim. Jika ditemukan septikemia, maka
siprofloksasin, sefotaksim atau gentamisin dapat diberikan (Bamford &
Gillespie, 2007).
Menurut Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada dalam
Clinical Practice Guidelinene Urinary Tract Infection tahun 2010 yang
dijadikan sebagai standar, melaporkan bahwa ampisillin dan sulfonamida
umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi. Lebih dari 15% - 20% dari strain
Escherichia coli menyebabkan sistitis rumit, agen ini sekarang resisten di
beberapa daerah di Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Prevalensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
resisten terhadap nitrofuration antara Escherichia coli adalah <5% dan resisten
terhadap fluorokuinolon tetap <5%. Durasi terapi tiga hari pemberian antibiotik
dianjurkan karena berhubungan dengan kepatuhan yang lebih baik, biaya lebih
rendah dan frekuensi yang lebih rendah dari reaksi merugikan pemberian
selama 7-10 hari.
Beberapa penelitian dan pengalaman klinis telah melaporkan
perbandingan antara kotrimoksasol atau fluorokuinolon dengan beta-laktam.
Hasilnya, apabila digunakan selama 3 hari terapi kotrimoksasol atau
fluorokuinolon lebih efektif, sedangkan beta-laktam efektif digunakan selama 5
hari terapi. Nitrofuration umumnya aman dan efektif, tetapi harus diberikan
minimal 7 hari.
Pengobatan lini pertama yang direkomendasikan yaitu kotrimoksasol 3
kali sehari. Fluorokuinolon contohnya norfloxasin, siprofloksasin, ofloxasin
dan fleroxasin umumnya tidak direkomendasikan sebagai lini pertama karena
telah banyak kasus resistensi terhadap kuinolon. Fluorokuinolon mungkin
merupakan pengobatan lini pertama bagi perempuan yang diduga telah resisten
atau alergi atau tidak dapat mentolerasi terapi konvesional, dan bagi
perempuan di daerah yang resisten terhadap kotrimoksasol. Pilihan empiris
lainnya yaitu nitrofuration dengan durasi 7 hari. Infeksi saluran kemih
berulang terjadi jika dalam minggu pertama setelah pengobatan menunjukkan
kekambuhan maka harus dilakukan uji kerentanan antimikroba, pengujian urin
dan pengobatan dengan fluorokuinolon selama 7 hari (Anonim, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Terapi antibiotik menurut Society of Obstetricians and Gynaecologists of
Canada dalam Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010
yang dijadikan sebagai standar dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel I. Terapi antibiotik untuk infeksi saluran kemih Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010.
Obat Dosis
trimetoprim-sulfamethoksasol (kotrimoksasol)
Anak: ½-2 tahun 240 mg 2 x sehari 7-12 tahun 480 720 mg 2 x sehari
Dewasa: 2 x sehari 480 960 mg selama 3 hari Trimetoprim Oral: 100 mg sehari durasi 7 hari Nitrofuration Oral: 50 - 100 mg sehari durasi 7 hari Seftriakson Anak:
½ - 2 tahun 250 mg per hari dosis tunggal 3-5 tahun 500-700 mg per hari dosis tunggal 6-12 tahun 1-1,5 gram per hari dosis tunggal Dewasa: 2 gram/hari dosis tunggal durasi 7 10 hari tidak boleh lebih dari durasi.
Norfloksasin 2 x 200 mg selama 3 hari Siprofloksasin Oral: 2 x 250 mg selama 3 hari
Injeksi: 200 400 mg 2 x sehari Amoksisillin
Anak: ½-2 tahun125 250 mg 3 x sehari 3 6 tahun 250 mg 3 x sehari 7 12 tahun 250 500 mg 3 x sehari Durasi 7 hari Dewasa: Oral dan injeksi: 500 mg 1gram 3 x sehari
Gentamisin Dosis tunggal injeksi: ½ - 1 tahun 40 mg 2-3 tahun 60 mg 4-6 tahun 100 mg 7-10 thn 120 mg >10 tahun 80 mg tiap 8 jam Durasi 7-10 hr tidak boleh lebih.
Terapi antibiotik menurut Guideline Clinical Care Urinary Tract
Infection tahun 2005 menyimpulkan bahwa tidak ada manfaat dicapai dengan
meningkatkan panjang terapi melampaui 5 hari. Keuntungan terapi yang
singkat adalah penurunan biaya antibiotik, kepatuhan pasien membaik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
penurunan efek samping dari pengobatan antibiotik. Strategi pengobatan yang
berbeda, dosis kurang efisien dalam memberantas bakteri uria dengan durasi
pengobatan 3-5 hari mempunyai tingkat kesembuhan 23-81%. Antibiotik beta-
laktam lebih efektif dengan tingkat kesembuhan 77-92% jika diberikan lebih
dari 5 hari. Sama halnya dengan peningkatan durasi terapi untuk kotrimoksasol
yang lebih dari 3 hari, angka kesembuhan dari 82 untuk 85% telah dicapai
dengan 3 hari terapi. Terapi kotrimoksasol 3 hari lebih efektif dari
nitrofuration, sefadroksil atau amoksisillin. Antibiotik golongan kuinolon juga
telah terbukti efektif dalam 3 hari terapi. Oleh karena itu pengobatan yang
optimal dari infeksi saluran kemih tanpa komplikasi pada pasien yang tidak
alergi atau sensitif adalah 3 hari terapi kotrimoksasol. Durasi terapi antibiotik
menurut standar Guidelines Clinical Care Urinary Tract Infection tahun 2005
dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Terapi antibiotik untuk infeksi saluran kemih Guidelines Clinical Care Urinary Tract Infection (Anonim, 2005)
Pilihan lini pertama
Antibiotik Durasi pemberian Trimetroprim+Sulfamethoxasol 3 hari
Pilihan lini ke-2 Ciprofloxasin 3 hari Levofloxasin 3 hari Amoxisillin 7 hari
Nitrofurantoin 7 hari Macrobid 7 hari
Dalam terapi antibiotik kadang terjadi tidak berhasil, ketidakberhasilan terapi
antibiotik disebabkan oleh berbagai hal, antara lain:
1) Mikroorganisme resisten terhadap antibiotik
2) Diagnosa salah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3) Pilihan antibiotik benar, tetapi dosis atau dan rute pemberian salah
4) Antibiotik tidak bisa mencapai tempat infeksi
5) Ada timbunan nanah yang harus dikeluarkan dengan pembedahan atau
benda asing atau jaringan nefrotik yang harus disingkirkan
6) Ada infeksi sekunder
7) Demam antibiotik
8) Pasien tidak patuh pengobatan (Aslam dkk, 2003).
7. Deskripsi Agen Mikroba
7.1 Golongan penisillin
Antibiotik golongan penisillin merupakan antibiotik yang merusak
lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram positif
maupun gram negatif. Mekanisme kerjanya adalah dengan mencegah ikatan
silang peptidoglikan pada tahap akhir dinding sel, yaitu dengan cara
menghambat protein pengikat penisillin (Pratiwi, 2008).
Contoh antibiotik golongan penisillin yang sering digunakan dalam terapi
infeksi saluran kemih antara lain:
a. Amoksillin
Kadar bentuk aktif amoksisillin lebih tinggi daripada ampisillin
(kurang lebih 70%) maka lebih layak digunakan pada infeksi saluran
kemih (Tjay dan Rahardja, 2007). Mekanisme kerja amoksisillin yang
merupakan antibiotik golongan penisillin ini dengan cara menghambat
pembentukan dinding sel bakteri, mekanisme kerja ini konsisten dengan
kenyataan bahwa penisillin hanya bekerja pada bakteri yang sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
tumbuh dengan aktif (Pelczar dan Chan, 2005). Efek samping yang agak
sering terjadi gangguan lambung usus (diare, mual, muntah) dan radang
kulit yang lebih jarang terjadi (Tjay dkk, 2007).
b. Ampisillin
Ampisilin aktif terhadap organisme gram negatif dan positif
tertentu, tetapi diinaktivasi oleh penisilinase, termasuk yang dihasilkan
oleh Staphylococcus aureus dan basilus gram negatif yang umum seperti
Escherichia coli. Hampir semua Staphylococcus, 50% stain Escherichia
coli dan 15% strain Hepophilus influenza resisten terhadap ampisillin
(Anonim, 2008). Dibandingkan dengan derivat penisillin lain, ampisillin
lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin ada
kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik. Reaksi alergi kulit
juga dapat terjadi (Tjay dkk, 2007).
7.2 Golongan Fluorokuinolon
Antibiotik kuinolon yang dibuat tahun 1980 misalnya
siprofloksasin yang bersifat bakterisidal yang berspektrum luas dan mampu
mempenetrasi jaringan ini, bekerja dengan menghambat enzim DNA girase
pada replikasi DNA, sehingga akan menghambat proses replikasi DNA dan
transkripsi mRNA. Antibiotik ini hanya digunakan untuk infeksi saluran
kencing (Pratiwi, 2007).
Salah satu contoh obat golongan fluorokuinolon yaitu
siprofloksasin. Obat ini adalah fluorokuinolon yang paling poten terutama
berguna pada infeksi-infeksi yang disebabkan oleh bermacam-macam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Enterobacteraceae dan basil gram negatif lainnya serta dapat bekerja
sinergistik bersama obat-obat -laktam (Mycek et all, 2001).
Siprofloksasin mempunyai potensi antibakteri yang sangat kuat
untuk melawan organisme gram positif dan terutama gram negatif, termasuk
Escherechia coli, Pseudomonas aeruginasa, Salmonella, dan
Camphylobacter. Sejauh ini resisten tidak sering terjadi. Siprofloksasin
diabsorbsi dengan baik secara oral dan dapat diberikan secara intravena
(Neal, 2005).
Efek samping yang sampai sekarang diamati dari siprofloksasin
antara lain: mual, muntah, tidak ada nafsu makan, sakit perut, diare, pusing,
sakit kepala, demam, gatal-gatal, kulit memerah dan kadang terjadi tekanan
darah turun ( Lotterer dkk, 1993).
7.3 Golongan Sefalosporin
Sefalosporin berhubungan erat dengan penisillin, terdapat lima
golongan sefalosporin:
Golongan pertama yaitu sefalosporin oral dengan spektrum utama
gram positif. Golongan kedua yaitu obat yang dapat diinjeksi (sefuroksim)
yang aktif melawan organisme gram positif seperti Escherichia coli.
Golongan ketiga obat sefalosporin injeksi yang lebih baru (sefotaksim atau
seftriakson), aktif melawan sebagian besar organisme gram negatif dan
Streptococcus. Golongan keempat memiliki luas spektrum yang sama
seperti golongna ketiga, tetapi dapat diberi melalui rute oral. Golongan
kelima yaitu anti Pseudomonas misalnya spektrum luas yang juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
memasuki Pseudomonas (misalnya seftazidim) (Bamford & Gillespie,
2007).
Sekalipun sefalosporin golongan pertama (misalnya sefadroksil)
memiliki spektrum aktivitas yang luas dan secara relatif tidak toksik, namun
agen-agen ini jarang menjadi obat pilihan bagi infeksi apapun. Obat-obat
oral mungkin digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Akan
tetapi sefalosporin oral tidak diandalkan untuk infeksi-infeksi siskemik yang
parah (Katzung, 2004).
Zat-zat generasi ketiga contohnya seftriakson, sefotaksim, sefiksim
dan seftazidim aktivitasnya terhadap kuman gram negatif lebih kuat dan
lebih luas. Zat-zat generasi ketiga ini digunakan parenteral pada infeksi
serius yang resisten terhadap amoksisillin dan sefalosporin generasi
pertama, juga terkombinasi dengan aminoglikosid (gentamisin) untuk
memperluas dan memperkuat aktivitasnya (Tjay dkk, 2007).
Efek yang tidak diinginkan dari golongan sefalosporin antara lain
reaksi hipersensitivitas yang identik dengan reaksi-reaksi pada pada
golongan penisillin termasuk anafilaksis, demam, ruam kulit, nefritis,
granulositopenia, dan anemia hemolitik (Katzung, 2004).
7.4 Kotrimoksasol
Kotrimoksasol merupakan suatu kombinasi dari sufametoksasol +
trimetoprim dalam perbandingan 5:1 (400:80 mg). Trimetoprim memiliki
daya kerja anti bakterisid, efektif terhadap sebagian besar kuman gram
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
positif dan gram negatif dan banyak digunakan terhadap infeksi saluran
kemih (Tjay dkk, 2007).
Efek yang tidak diharapkan dari penggunaan kotrimoksasol antara
lain mual, muntah, sakit perut, diare, jarang trjadi sakit kepala, pusing, tidak
bisa tidur dan pendengaran bising (Lotterer, 1993).
7.5 Aminoglikosid
Aminoglikosida merupakan antibiotik yang memiliki spektrum luas
dan bersifat bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada sintesis
protein (Pratiwi, 2009). Obat ini diberikan secara parenteral dan terbatas
pada cairan ekstraseluler (Bamford & Gillespie, 2007). Gentamisin
merupakan aminoglikosid yang aktif terhadap gram positif dan gram
negatif. Secara tersendiri zai ini aktif, namun juga sebagai pendamping
sinergik dengan beta laktam (Katzung, 2004).
Gentamisin yang merupakan salah satu antibiotik golongan
aminoglikosid mempunyai efek samping nefrotoksisitas, ototoksisitas,
hipersensitivitas, alergi berupa rash dan demam dapat terjadi namun jarang
pada penderita yang belum pernah menggunakan gentamisin sebelumnya.
Nefrotoksisitas menimbulkan kerusakan pada ginjal biasanya ringan.
Gangguan elektrolit seperti hipomagnesia, hipokalsemia dan hipokalemia
pernah terjadi (Dalimunthe, 2008).
7.6 Karbapenem
Meropenem adalah karbapenem (suatu struktur yang sama dengan
penisilin), tetapi sangat resisten terhadap beta laktamase. Meropenem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
mempunyai spektrum aktivitas yang lebar, tetapi tidak melawan beberapa
strain Pseudomonas. Meropenem diberikan melalui suntikan intravena
(Neal, 2005).
Efek samping dari penggunaan meropenem antara lain mual,
muntah, nyeri perut, gangguan uji fungsi hati, trombositopenia, sakit kepala
dan reaksi lokal (Anonim, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Infeksi Saluran Kemih atau ISK merupakan infeksi dengan angka
kesakitan yang tinggi. Banyak infeksi saluran kemih merupakan infeksi
sederhana (simple cyctitis) yang mudah diobati, namun tidak jarang terjadi
infeksi berulang yang lebih kompleks sifatnya. Penyakit infeksi lazimnya
dapat diatasi oleh sistem pertahanan tubuh namun ada kalanya sistem ini
perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Banyaknya jenis dan golongan
antibiotik sebagai terapi untuk infeksi saluran kemih dengan durasi waktu
minimal 3 hari.
Pengobatan dengan antibiotik yang tepat biasanya sangat efektif
dan aman. Walaupun semua antibiotik berpotensi menimbulkan efek yang
tidak diinginkan, efek yang serius jarang terjadi. Banyaknya jenis dan
golongan antibiotik menjadikan pola penggunaan antibiotik harus dipilih
dengan tepat supaya tidak terjadi efek yang tidak diinginkan jauh lebih
besar dibandingkan dengan manfaat penggunaan antibiotik, oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian tentang pola penggunaan antibiotik. Pola
penggunaan antibiotik meliputi pemilihan jenis antibiotik yang digunakan,
ketepatan dosis, ketepatan obat, frekuensi serta lamanya pemakaian obat
pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada periode Januari-
Desember 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
C. KETERANGAN EMPIRIS
Terapi kotrimoksasol, nitrofuration, sefaleksin, trimetoprim atau
kuinolon biasanya menjadi pilihan antibiotik sebagai terapi pada infeksi
saluran kemih. Dengan analisa deskriptif dapat digambarkan pola
penggunaan antibiotik yang meliputi jenis antibiotik, dosis, frekuensi serta
lamanya pemakaian antibiotik pada pasien rawat inap di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta periode Januari-Desember 2010 dibandingkan dengan
standar pengobatan Guideline For Clinical CareUrinary Tract Infection
tahun 2005 dan Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun
2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
1. Alat atau Instrumen Penelitian
Alat yang diperlukan adalah standar pengobatan Guideline For Clinical
Care Urinary Tract Infection tahun 2005 dan Clinical Practice Guideline
Urinary Tract Infection tahun 2010, buku-buku pustaka yang terkait dengan
penelitian, jurnal-jurnal tentang pengobatan antibiotik untuk infeksi saluran
kemih dan lembar pengumpul data.
2. Bahan Penelitian
Bahan yang diperlukan berupa berkas rekam medis yang terdiagnosa
infeksi saluran kemih dan menjalani rawat inap yang menjadi subyek penelitian.
Subyek penelitian adalah pasien infeksi saluran kemih dengan kriteria inklusi
yaitu pasien infeksi saluran kemih yang diambil data rekam medisnya mencakup
identitas, domisili, data laboratorium, menggunakan terapi antibiotik meliputi
pemilihan jenis antibiotik, dosis, frekuensi serta lamanya pemakaian antibiotik
yang menjalani perawatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama rentang
waktu 1 Januari sampai 31 Desember 2010.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Pelaksanaan dimulai bulan Mei 2011 sampai bulan Juni 2011 dan
pengambilan data dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
C. RANCANGAN PENELITIAN
1. Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dari berkas rekam medis pasien rawat inap dengan
diagnosis infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode
Januari-Desember 2010 yang dikumpulkan secara retrospektif dengan
menggunakan rancangan penelitian non eksperimental kemudian dianalisis secara
deskriptif yang diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan disajikan
dalam bentuk tabel serta dihitung persentasenya.
2. Jalannya Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
a. Perijinan
Tahap pertama adalah perijinan untuk melakukan penelitian yaitu pertama-
tama membuat surat izin penelitian yang diajukan kepada pihak fakultas dan
ditandatangani oleh Ketua Prodi D3 Farmasi Universitas Sebelas Maret.
Selanjutnya surat tersebut disampaikan kepada Direktur RSUD Dr. Moewardi
Surakarta untuk mendapatkan izin penelitian dengan tembusan kepada Kepala
Diklat sebagaimana prosedur resmi untuk melakukan penelitian di rumah sakit.
b. Penelusuran Data
Tahap kedua adalah penelusuran data penelitian dari bagian rekam medis
RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang kemudian mengambil data dari berkas
rekam medis meliputi dua hal, yaitu data pasien dan tatalaksana terapinya. Data
pasien yang dicatat meliputi nomor pasien, nama pasien, umur, jenis kelamin,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
tanggal masuk, tanggal keluar, keadaan keluar dari rumah sakit, serta
domisilinya. Sedangkan yang dicatat sebagai tatalaksana terapi meliputi hasil
pemeriksaan laboratorium, serta jenis antibiotik yang digunakan (nama obat,
dosis, frekuensi dan lama pemberian).
c. Pengolahan Data
Tahap ketiga adalah pengolahan data tentang pasien dan penggunaan
antibiotik. Data pasien dan antibiotik yang diberikan kemudian diolah dan akan
disajikan dalam bentuk tabel untuk mendapatkan data pasien yang terdiagnosis
infeksi saluran kemih beserta namanya dan mendapatkan persentase pasien dari
jenis kelamin, umur, domisili dan jenis antibiotik yang digunakan. Selain itu
juga dilihat ketepatan jenis, dosis obat, frekuensi dan durasi pemberian. Hasil
yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar pengobatan Guideline
For Clinical Care Urinary Tract Infection tahun 2005 dan Clinical Practice
Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010.
D. Definisi Variabel Operasional
Definisi operasional dibuat untuk menyamakan presepsi dalam penelitian ini.
1. Pola penggunaan antibiotik adalah gambaran antibiotik yang dipakai untuk
terapi pada pasien meliputi pemilihan jenis antibiotik, bentuk sediaan, dosis
obat, frekuensi, dan durasi pemberian antibiotik.
2. Pasien adalah penderita infeksi saluran kemih positif ditemukan bakteri pada
urin serta menjalani rawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada periode Januari-
Desember 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3. Antibiotik adalah terapi antimikroba yang diberikan pada pasien sebagai
terapi pada infeksi saluran kemih.
4. Data laboratorium adalah data dari pemeriksaan laboratorium.
5. Status pulang adalah keadaan pasien meninggalkan rumah sakit.
6. Domisili adalah tempat tinggal pasien berdasarkan kabupaten maupun daerah.
7. Jenis antibiotik adalah nama zat aktif dari berbagai golongan antibiotik yang
diresepkan oleh dokter kepada pasien.
8. Dosis obat adalah takaran zat aktif dari obat yang diresepkan oleh dokter
kepada pasien.
9. Bentuk sediaan adalah wujud dari antibiotik oral ataupun injeksi.
10. Rute penggunaan adalah waktu dan jalur masuknya obat ke dalam tubuh
pasien.
11. Evaluasi penggunaan obat adalah membandingkan penggunaan antibiotik di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan standar pengobatan Guideline For
Clinical Care Urinary Tract Infection tahun 2005 dan Clinical Practice
Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010 berdasarkan kriteria tepat jenis
obat, tepat dosis, frekuensi dan durasi.
12. Tepat obat adalah kesesuaian jenis antibiotik yang digunakan dengan standar
pengobatan Guideline For Clinical Care Urinary Tract Infection tahun 2005
dan Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010.
13. Tepat dosis adalah kesesuaian takaran, frekuensi, dan durasi pemberian obat
antibiotik dengan standar pengobatan Guideline For Clinical Care Urinary
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Tract Infection tahun 2005 dan Clinical Practice Guideline Urinary Tract
Infection tahun 2010.
E. Analisis Data
Data penggunaan antibiotik untuk penderita infeksi saluran kemih di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada periode 1 Januari -31 Desember tahun 2010
yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dan dilakukan analisis secara deskriptif
sebagai berikut:
1. Presentase jumlah pasien infeksi saluran kemih.
Jumlah pasien diambil 100 pasien sebagai sampel dari seluruh pasien yang
berasal dari rekam medis pasien rawat inap di RSUD Dr.Moewardi yang
didiagnosis oleh dokter menderita infeksi saluran kemih serta memenuhi
kriteria inklusi selama periode bulan Januari sampai Desember tahun 2010,
maka datanya digunakan sebagai bahan penelitian.
2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin, usia, domisili dan lamanya
perawatan dirumah sakit.
Kriteria pasien berdasarkan dari jenis kelamin, usia, domisili, dan tanggal
atau lamanya perawatan dirumah sakit dihitung dari sampel pasien infeksi
saluran kemih yang dirawat inap. Hasilnya ditampilkan dalam tabel.
3. Persentase jenis antibiotik yang digunakan.
Persentase jenis antibiotik yang digunakan pasien dihitung kemudian dicari
persentasenya dari jumlah total penggunaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
4. Kesesuaian penggunaan obat.
Analisis kesesuaian penggunaan obat dilakukan dengan membandingkan
pemilihan jenis antibiotik, dosis obat, frekuensi serta lama pemberian
antibiotik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari-Desember tahun
2010 dengan standar pengobatan Guideline For Clinical Care Urinari Tract
Infection tahun 2005 dan Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection
tahun 2010 dan dibantu dengan buku-buku pustaka serta jurnal-jurnal yang
terkait tentang penggunaan antibiotic pada infeksi saluran kemih. Analisis
kesesuaian penggunaan obat dilakukan pada tiap jenis antibiotik yang
digunakan pasien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Subjek Penelitian
1. Pesien yang mengalami infeksi saluran kemih tanpa komplikasi infeksi lain
Sejumlah 100 pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi dijadikan sampel
telah terdiagnosis infeksi saluran kemih tanpa komplikasi infeksi lain yang
mendapat terapi antibiotik selama periode Januari-Desember 2010. Pasien infeksi
saluran kemih selama tahun 2010 yang dijadikan subjek penelitian memenuhi
kriteria inklusi lengkap mencakup indentitas, terapi antibiotik yang digunakan dan
mendapatkan perawatan di RSUD Dr. Moewardi. Subjek penelitian berjumlah 100
pasien yang menjalani rawat inap dan diberikan terapi antibiotik.
2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia
Sejumlah 100 pasien yang dijadikan sampel penelitian didapatkan usia pasien
yang beragam. Ditemukan usia < 1 tahun sampai >80 tahun dengan jumlah yang
beragam pula.
Jumlah total pasien yang menderita infeksi saluran kemih dari berbagai golongan
usia untuk perempuan (56%) dan laki-laki (44%). Hal tersebut menunjukkan
kecenderungan wanita lebih mudah terkena infeksi saluran kemih. Jumlah pasien
paling banyak ditemukan pada usia 1-10 tahun yaitu 19% dengan 14% untuk
wanita dan 5% untuk laki-laki. Infeksi saluran kemih pada anak-anak terutama
anak laki-laki sering berhubungan dengan kongenital, seperti refluks ureter atau
katup uretra (Bamford & Gillespie, 2007). Urutan terbanyak kedua yaitu 17%
pada usia 41-50 tahun dengan jumlah perempuan 12% dan laki-laki 5% dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
terbanyak ketiga (14%) pada usia 31-40 tahun. Keadaan tersebut hampir sama
dengan pedoman praktek klinis dan protokol dari Birghtwater Care Group yang
melaporkan bahwa infeksi saluran kemih adalah penyebab paling umum dari
semua infeksi pada wanita dewasa khususnya pada wanita usia muda yang aktif
secara seksual. Hampir setengah dari semua wanita akan mengalami satu kali
infeksi saluran kemih seumur hidup mereka. Prevalensi infeksi saluran kemih
pada wanita kelompok usia 20-40 tahun cenderung karena hubungan seksual,
sedangkan 55-60 tahun berkaitan dengan kadar estrogen yang menurun (Anonim,
2007). Beberapa laporan tentang prevalensi infeksi saluran kemih dan hasil yang
ditemukan dapat dikatakan bahwa usia menjadi salah satu faktor resiko penyebab
penyakit infeksi saluran kemih.
Distribusi pasien berdasarkan umur dan jenis kelamin disajikan dalam
gambar 1.
Gambar 1. Distribusi pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010 berdasar umur dan jenis kelamin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
3. Distribusi pasien berasarkan domisili
RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit milik Pemerintah Daerah
Tingkat I Jawa Tengah yang terletak di kota Surakarta dan menjadi rumah sakit
pusat rujukan daerah Jawa Tengah bagian tenggara dan Jawa Timur bagian barat.
Oleh karena itu, pasien ISK yang dirawat tidak hanya berasal dari daerah
Surakarta saja tetapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Distribusi pasien
berdasar domisilinya secara lengkap dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Distribusi pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010 berdasar domosili.
4. Distribusi pesien berdasarkan status keluar rumah sakit
Banyak faktor pasien berhenti mendapatkan perawatan intensif berupa rawat
inap di rumah sakit, dari kondisi pasien yang sudah sembuh, bahkan
menginginkan keluar atas permintaan sendiri. Distribusi pasien berdasarkan status
keluar disajikan dalam bentuk diagram lingkaran pada gambar 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 3. Distribusi pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta tahun 2010 berdasar status keluar rumah sakit.
Berdasar catatan keadaan pasien saat keluar rumah sakit yang tertulis pada
kartu rekam medis, sebagian besar pasien sembuh sebanyak 56 pasien atau (56%),
mulai sembuh 31 pasien atau (31%), dan menghendaki keluar rumah sakit atas
permintaan sendiri (APS) 13 pasien atau (13%). Tidak diketahui dengan pasti
kriteria pasien dikatakan sembuh dan mulai sembuh, dari hasil kondisi pasien
yang terdapat pada rekam medis disimpulkan untuk pasien sembuh dengan ciri-
ciri: secara klinis suhu badan turun, rasa nyeri berkurang atau hilang. Sedangkan
untuk data labortorium secara mikroskopis tidak tampak atau jumlah kuman
berkurang. Pasien dikatakan mulai sembuh dengan ciri-ciri suhu badan turun, rasa
nyeri berkurang dan didukung data laboratorium secara mikroskopis masih
terdapat kuman.
Dilihat dari catatan untuk pasien dengan status keluar atas permintaan sendiri
(APS) yang berjumlah 13 pasien terdistribusi dalam lama perawatan yang
beragam. Keterangan pasien dengan status keluar rumah sakit atas permintaan
sendiri dapat dilihat pada tabel III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel III. Distribusi pasien dengan status keluar rumah sakit atas permintaan sendiri (APS)
Lama perawatan Jumlah pasien Keterangan 1 hari 1 Belum sembuh 2 hari 1 Belum sembuh 3 hari 1 Belum sembuh 4 hari 3 Mulai sembuh semua 6 hari 3 Mulai sembuh semua
10 hari 1 Belum sembuh 11 hari 1 Mulai sembuh 13 hari 1 Mulai sembuh 16 hari 1 Belum sembuh
Berdasar keterangan dari rekam medis pasien dikatakan belum sembuh
karena gejala yang dikeluhkan pada saat masuk rumah sakit masih sama dengan
saat keluar rumah sakit. Tidak terjadi perubahan yang berarti, data laboratoriun
yang masih ditemukannya bakteri juga menunjukkan hasil yang tidak lebih baik.
5. Distribusi pasien berdasar lama perawatan
Seratus pasien yang dijadikan sampel menjalani lama perawatan yang
beragam. Dilihat dari status keluar rumah sakit yang sudah dibahas, maka lama
perawatan tidak menjamin tingkat kesembuhan pasien. Semakin lama dirawat
belum tentu pasien semakin sembuh.
Jumlah pasien yang menjalani rawat inap di RSUD Dr. Moewardi yang
dijadikan sempel sebanyak 100 pasien atau 100%. Berdasarkan catatan rekam
medis dari sampel pasien yang diambil, perawatan selama 1-4 hari (44%) menjadi
lama perawatan tertinggi, dimana dari ke-44 pasien tersebut 22 pasien
mendapatkan perawatan selama 4 hari. Lama perawatan 5-8 hari (39%), 9-12 hari
(13%) dan 13-16 hari (4%). Dilihat dari obat yang diterima pasien pada kartu
rekam medis, sebanyak 4% atau 4 pasien yang mendapat perawatan sampai 13-16
hari dikarenakan ada penyakit penyerta selain infeksi saluran kemih. Penyakit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
penyerta yang diderita pasien antara lain hipertensi, kolesterol, diabetes mellitus
dan gangguan prostat. Data tersebut sebagian besar sudah sesuai dengan standar
Clinical Practice Guidelinene Urinary Tract Infection tahun 2010 yang
merekomendasikan untuk standar terapi minimal 3-5 hari pengobatan. Distribusi
pasien berdasarkan lama perawatan disajikan dalam gambar 4.
Gambar 4. Distribusi pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr.Moewardi Surakarta tahun 2010 berdasar lama perawatan.
B. Penggunaan Antibiotik pada Infeksi Saluran Kemih
1. Gambaran pasien yang mendapat terapi antibiotik
Sebanyak 100 pasien yang dijadikan sempel semua mendapat terapi
antibiotik. Gejala yang tercatat dalam kartu rekam medis secara umum yaitu
demam dan adanya keluhan nyeri saat berkemih. Pasien didiagnosis infeksi
saluran kemih bila urinnya mengandung lebih dari 105 bakteri/ml (Coyle dan
Prince, 2005). Selain bakteri yang ditemukan pada pasien infeksi saluran kemih,
data laboratorium ditemukan nilai positif (+) sampai (++++) untuk tes adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
hemoglobin pada urin. Distribusi nilai positif dalam urin pada pasien penderita
infeksi saluran kemih disajikan pada gambar 5.
Gambar 5. Distribusi hasil laboratorium (adanya hemoglobin dalam urin dengan tes perubahan warna).
Dinyatakan positif apabila ada hemoglobin dalam urin yang dinyatakan
perubahan warna menjadi hijau (+) sampai biru tua (++++). Tes dilakukan dengan
mencampur urin dengan larutan benzidin, hasil dinyatakan dengan perubahan
warna yang terjadi (Sutedjo, 2007). Kartu rekam medis juga mencantumkan hasil
tes urin pada beberapa pasien menunjukkan nitrit positif. Hal ini sesuai dengan
laporan Clinical Practice Guideline tahun 2010 bahwa salah satu indikasi pasien
menderita infeksi saluran kemih yaitu hasil tes nitrit positif. Hal tersebut
dikarenakan bakteri dalam urin dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit (Anonim,
2010).
2. Antibiotik yang digunakan untuk terapi infeksi saluran kemih
Berdasarkan penelusuran dari catatan rekam medis pada sejumlah 100
pasien yang dijadikan sampel, ditemukan 12 macam antibiotik yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
untuk terapi pada 100 pasien infeksi saluran kemih. Distribusi penggunaan
antibiotik pada infeksi saluran kemih disajikan pada tabel IV.
Tabel IV. Distribusi penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih
Golongan dan Nama Obat Jumlah pasien Persentase (%) Pengguna antibiotik
Penicillin Amoxicillin Ampicillin
23 9
20% 8%
Fluorokinolon siprofloksasin Levofloxacin
25 2
22% 2%
Sefalosporin generasi I Sefadroxil
2
2%
Sefalosporin generasi III Seftriakson Cefotaxim
Sefixim Ceftazidim
30 9 1 2
27% 8% 1% 2%
Kotrimoksazol Trimetropim, sulfametoksazol
5
4%
Aminoglikosid Gentamisin
4
3%
Karbapanem Meropenem
1
1%
Jumlah
113
100%
*jumlah pasien 113 dikarenakan tiap pasien ada yang menerima lebih dari 1 jenis terapi antimikroba
Seftriakson merupakan antibiotik paling banyak digunakan yaitu 27%
dengan jumlah yang menggunakan 30 pasien. Seftriakson yang merupakan
golongan sefalosporin generasi ketiga ini merupakan obat lini pertama digunakan
untuk mengobati sejumlah besar infeksi parah yang diakibatkan oleh organisme-
organisme yang resisten terhadap obat lain (Katzung, 2004). Urutan kedua
sebanyak 22% digunakan 25 pasien yaitu siprofloksasin yang merupakan
antibiotik golongan fluorokuinolon yang memiliki aktifitas yang baik terhadap
gram positif dan negatif. Amoksisillin menjadi urutan terbanyak ketiga yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
sebanyak 20% dengan jumlah pasien 23 pasien. Antibiotik yang digunakan pada
terapi infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi jika dibandingkan dengan
Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010 yang
merekomendasikan kotrimoksasol sebagai antibiotik pilihan pertama untuk infeksi
saluran kemih, dilanjutkan trimetoprim dan nitrofuration, seftriakson,
siprofloksasin dan amoksisillin merupakan antibiotik yang termasuk dalam
rekomendasi Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010
walaupun tidak menjadi 3 pilihan pertama antibiotik untuk terapi infeksi saluran
kemih.
3. Distribusi penggunaan antibiotik pada infeksi saluran kemih
Pedoman terapi antibiotik yang direkomendasikan Clinical Practice
Guidelinene Urinary Tract Infection tahun 2010 menyebutkan bahwa pemilihan
antibiotik tergantung pada pola resistensi tiap-tiap daerah yang disesuaikan
dengan hasil kultur urin (Anonim, 2010), sehingga Informatorium Obat Nasional
Indonesia (IONI) tahun 2008 dipilih sebagai standar gambaran penggunaan
antibiotik di Indonesia (Anonim, 2008).
Berdasarkan data sebelumnya tentang penggunaan antibiotik pada infeksi
saluran kemih diketahui bahwa jenis antibiotik yang digunakan ada 12 macam
yang terdistribusi dalam 6 golongan antibiotik. Evaluasi penggunaan antibiotik
untuk infeksi saluran kemih akan dibahas berdasarkan jenis antibiotik yang
terlebih dahulu memisahkan pasien berdasar usia pemberian dosis. Distribusi
pasien berdasar usia pemberian dosis dapat dilihat pada gambar 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 6. Distribusi pasien berdasar rentang usia pemberian dosis.
3.1 Amoksisillin
Gambar 7. Gambaran jumlah penggunaan amoksisillin pada pasien ISK berdasar
pembagian rentang usia pemberian dosis.
Gambar 7 menunjukkan jumlah pasien yang menggunakan amoksisillin
sebanyak 23 pasien. Amoksisillin merupakan antibiotik golongan penisillin yang
sering diberikan. Semua pasien anak-anak yang menerima terapi amoksisillin
memenuhi dosis yang direkomendasikan IONI ataupun dari standar, walaupun durasi
kurang sesuai dengan standar yang merekomendasikan 7 hari tetapi durasi yang
diterima pasien tidak kurang dari 3 hari, disebutkan bahwa durasi yang
direkomendasikan untuk amoksisillin adalah 7 hari atau minimal 3 hari (Korte et all,
1997). Evaluasi penggunaan amoksisillin pada 23 pasien disajikan pada tabel V.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel V. Distribusi penggunaan amoksisillin pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Anak-anak usia <1 tahun-12 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Sediaan Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
1 5 oral 3 x 250 mg; 3 hr oral: <10 thn 3 x 250 mg
½-2thn 125-250 mg 3 x sehari
sesuai 10 2,5 injeksi 3 x 125 mg; 4 hr sesuai 11 6 injeksi 3 x 250 mg; 4 hr sesuai 18 8 oral 3 x 250 mg; 6 hr injeksi:
<10 thn 4-6 x 250 mg
3-6thn 250 mg 3 x sehari
sesuai 19 9 oral 3 x 250 mg; 4 hr sesuai 43 2 oral 3 x 250 mg; 3 hr sesuai 79 5 injeksi 3 x 200 mg; 5 hr >10 thn
oral: 3 x500 mg injeksi: 4-6x500 mg
7-12thn 250-500 mg 3 x sehari durasi 7 hari
sesuai 96 <1 oral 3 x 125 mg; 3 hr sesuai 98 12 oral 3 x 500 mg; 4 hr sesuai 99 <1 oral 3 x 20 mg; 4 hr sesuai
Dewasa > 12 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
3 14 Injeksi 3 x 500 mg; 3 hr oral: 3 x 500 mg injeksi: 4-6 x 500mg
Oral& injeksi: 500mg-1gram 3 x sehari
sesuai 25 40 Oral 3 x 500 mg; 5 hr sesuai 26 15 Oral 3 x 500 mg; 4 hr sesuai
30 31 Injeksi 3 x 500 mg; 3 hr sesuai 35 32 Oral 3 x 500 mg; 3 hr sesuai 44 16 Injeksi 3 x 500 mg; 2 hr durasi- 48 23 Oral 3 x 500 mg; 8 hr sesuai
62 59 Oral 3 x 500 mg; 5 hr sesuai 69 24 Oral 3 x 500 mg; 5 hr sesuai 70 14 Oral 3 x 500 mg; 5 hr sesuai
72 43 Injeksi 3 x 500 mg; 4 hr sesuai
Geriatri > 60 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
17 61 Oral 3 x 500 mg; 5 hr
oral: 3 x 500 mg injeksi: 4-6 x 500mg
Oral& injeksi: 500mg1gram 3 x 1
sesuai
45 73 Injeksi 3 x 500 mg; 5 hr sesuai
*Standar (Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010)
Antibiotik golongan penisillin efektif terhadap spesies Streptococcus dan
spesies Enterococcus (Dawson, 2007). Hasil laboratorium dimungkinkan ditemukan
spesies Streptococcus dan Enterococcus sehingga amoksisillin menjadi antibiotik
pilihan untuk terapi pasien infeksi saluran kemih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Salah satu pasien dewasa menerima terapi dengan durasi yang kurang. Durasi
dua hari yang diterima oleh seorang pasien tidak bisa dijelaskan alasannya secara
jelas, dikarenakan dalam catatan rekam medis tidak ada keterangan yang mendukung
terapi amoksisillin dihentikan. Pasien juga tidak menerima terapi antibiotik
pengganti amoksisillin walaupun pasien menjalani rawat inap selama 5 hari.
3.2 Ampisillin
Ampisillin digunakan oleh 9 pasien dari 100 pasien yang dijadikan sampel
pasien infeksi saluran kemih. Kesembilan pasien merupakan anak-anak. Evaluasi
penggunaan ampisillin dapat dilihat pada tabel VI.
TabelVI. Distribusi penggunaan ampisillin pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Ket.
1 5 injeksi 4 x 450 mg; 2 hr oral: <10 thn 3 x 250 mg
dos +, dur - 5 9 injeksi 3 x 500 mg; 2 hr dos +, dur -
24 7 oral 3 x 500 mg; 3 hr dos + 34 5 oral 3 x 400 mg; 4 hr injeksi: <10 thn
4-6 x 250 mg dos +
49 9 oral 3 x 500 mg; 5 hr dos + 61 2.4 oral 3 x 350 mg; 5 hr dos + 65 6.5 oral 3 x 500 mg; 1 hr >10 thn
oral: 3 x500 mg injeksi: 4-6x500 mg
dos+,dur - 77 11 injeksi 3 x 500 mg; 4 hr sesuai 84 1 oral 3 x 275 mg; 2 hr dos +, dur -
*dos + artinya dosis berlebih, dur- artinya durasi kurang
Pedoman pengobatan yang direkomendasikan Clinical Practice Guideline
Urinary Tract Infection tahun 2010 menyebutkan bahwa ampisillin umumnya
tidak boleh digunakan di Amerika Serikat dan beberapa negara lain karena faktor
resisten. Hal lain yang berkaitan yaitu pemilihan antibiotik tergantung pada pola
resistensi tiap-tiap daerah yang disesuaikan dengan hasil kultur urin (Anonim,
2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Hal tersebut yang mendasari dalam standar tidak tercantum dosis, frekuensi
dan durasi penggunaan ampisillin. Ampisillin di Indonesia masih digunakan
walaupun sudah jarang, sehingga dalam IONI juga masih tercantum data lengkap
mengenai punggunaan ampisillin sebagai salah satu antibiotik sebagai agen
antimikroba untuk terapi pada penyakit infeksi.
Dosis yang diterima oleh 9 pasien yang menerima terapi antibiotik ampisillin
hampir semua tidak sesuai dan dosisnya berlebih, hanya ada seorang pasien yang
memperoleh dosis sesuai dengan rekomendasi dari IONI tahun 2008. Nomor
pasien 65 memperoleh terapi hanya satu hari saja, dikarenakan mengalami alergi,
terapi antibiotik dilanjutkan dengan amoksisillin dengan dosis 3 x 250 mg selama
3 hari. Penggantian terapi dari ampisillin ke amoksisillin kurang tepat,
dikarenakan ampisillin dan amoksisillin masih dalam satu golongan penisillin
yang lebih kurang mempunyai mekanisme sama, jika ditemukan alergi pada
penggunaan antibiotik sebaiknya diganti golongan lain.
3.3 Siprofloksasin
Siprofloksasin merupakan obat alternatif untuk penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Neisseria gonorrhoae dan Enterobacteria dalam urin (Daeson,
2007). Antibiotik golongan fluorokuinolon ini merupakan salah satu antibiotik
lini kedua yang direkomandasikan oleh Guideline for Clinical Care Urinary
Tract Infection tahun 2005. Jumlah pasien yang mendapat terapi siprofloksasin
sebanyak 25 pasien atau 22% yang digunakan pada pasien dewasa dan geriatri
saja, dimana siprofloksasin menjadi antibiotik urutan terbanyak kedua sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
pilihan antibiotik untuk terapi infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Distribusi penggunaan siprofloksasin disajikan pada tabel VI
Tabel VII. Distribusi penggunaan siprofloksasin pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Dewasa >12 tahun-60 tahun
Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
4 22 oral 2 x 250 mg; 4 hr oral: 250-500 mg 2 x sehari injeksi: 200-400 mg 2 x sehari
oral: 2 x 250 mg selama 3 hari injeksi: 200-400 mg 2 x sehari
sesuai 7 43 oral 2 x 500 mg; 5 hr sesuai
12 47 injeksi 2 x 200 mg; 3 hr sesuai 16 18 oral 2 x 500 mg; 5 hr sesuai 22 35 injeksi 2 x 200 mg; 4 hr sesuai 23 27 injeksi 2 x 250 mg; 4 hr sesuai 29 27 injeksi 2 x 200 mg; 5 hr sesuai 33 22 oral 2 x 500 mg; 5 hr sesuai 52 45 oral 2 x 500 mg; 3 hr sesuai 53 39 injeksi 2 x 200 mg; 7 hr sesuai 58 50 injeksi 2 x 200 mg; 3 hr sesuai
60 48 injeksi 2 x 200 mg; 3 hr sesuai 63 20 oral 2 x 500 mg; 3 hr sesuai 66 31 injeksi 2 x 200 mg; 1hr durasi - 67 53 injeksi 2 x 200 mg; 4 hr sesuai
Dewasa > 12 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
71 54 injeksi 2 x 200 mg; 7 hr oral: 250-500 mg 2 x sehari injeksi: 200-400 mg 2 x sehari
oral: 2 x 250 mg selama 3 hari injeksi: 200-400 mg 2 x sehari
sesuai 81 40 oral 2 x 500 mg; 5 hr sesuai
85 41 injeksi 2 x 200 mg; 5 hr sesuai 86 35 oral 2 x 500 mg; 5 hr sesuai 88 21 injeksi 2 x 200 mg; 5 hr sesuai
89 51 oral 2 x 500 mg; 5 hr sesuai 92 22 oral 2 x 500 mg; 3 hr sesuai
Geriatri > 60 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
36 67 injeksi
2 x 200 mg; 5 hr oral: 250-500 mg 2 x sehari injeksi: 200-400 mg 2 x sehari
oral: 2 x 250 mg selama 3 hari injeksi: 200-400 mg 2 x sehari
sesuai
51 83 injeksi
2 x 200 mg; 7 hr sesuai
97 65 oral 2 x 500 mg; 6 hr sesuai
*Standar (Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Semua pasien yang berjumlah 25 sudah menerima dosis sesuai dengan
rekomendasi dari IONI tahun 2008, hanya satu pasien yang dosisnya sudah
tepat, tetapi durasi terapinya kurang karena hanya menerima terapi 1 hari. Pasien
menerima terapi hanya satu hari dikarenakan pasien hanya dirawat inap selama 1
hari dengan status keluar rumah sakit atas permintaan sendiri. Data durasi
penggunaan siprofloksasin selanjutnya juga tidak dapat diungkapkan karena
dalam catatan rekam medis pasien rawat inap hanya tertulis data pasien selama
dirawat saja, tidak termasuk obat yang dibawa pulang. Rekomendasi dari
Guideline for Clinical Care Urinary Tract Infection tahun 2005,
merekomendasikan bahwa siprofloksasin diberikan selama 3 hari (Anonim,
2005). Dibandingkan dengan standar Clinical Practice Guideline Urinary Tract
Infection tahun 2010 tidak jauh berbeda, siprofloksasin merupakan antibiotik
yang direkomendasikan dengan durasi pemberian selama 3 hari (Anonim, 2010).
3.4 Levofloksasin
Obat yang masih satu golongan dengan siprofloksasin ini juga ditemukan
sebagai terapi antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Pasien yang mendapat terapi levofloksasin 100% sudah
sesuai dengan dosis dan durasi yang direkomendasikan oleh IONI tahun 2008.
Dua pasien yang mendapat terapi lovofloksasin terlihat pada tabel VIII.
Tabel VIII. Distribusi penggunaan levofloxasin pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Ket.
31 60 injeksi 1 x 500 mg; 4 hr
250-500 mg 1 x sehari 7-10 hari (infeksi non komplikasi 3 hari)
Sesuai
100 79 injeksi 1 x 500 mg; 4 hr Sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
3.5 Sefadroksil
Obat golongan sefalosporin golongan pertama ini efektif terhadap
sebagian besar Staphylococcus aureus dan Streptococcos. Bakteri gram positif
yang juga sensitif adalah Streptococcus anaerob (Anonim, 2008). Pasien yang
mendapatkan sefadroksill ada 2 pasien. Data pasien yang menerima terapi
sefadroksil disajikan pada tabel IX.
Tabel IX. Distribusi penggunaan sefadroksil pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Ket.
5 9 oral 2 x 400 mg; 5 hr <6 tahun 500 mg 2 x sehari
dosis kurang
6 <1 oral 2 x 1 cth; 3 hr (1 cth=125mg/5 ml)
< 1 tahun 125mg 2 x sehari
sesuai
Seorang pasien dari dua pasien yang menerima terapi sefadroksil
menerima dosis yang kurang, dosis yang seharusnya diberikan 500 mg sekali
minum, tetapi pasien hanya menerima 400 mg sekali minum dalam sediaan
kapsul. Dosis sediaan kapsul untuk semua antibiotik sefadroksil paten maupun
generik yang tercantum dalam formularium RSUD Dr. Moewardi yaitu 500
mg/kapsul, sedangkan pasien menerima dosis 400 mg untuk sekali minum. Dosis
yang diterima pasien dimungkinkan karena ada alasan-alasan seperti berat badan
kurang atau hasil laboratorium yang menunjukkan keadaan infeksi yang tidak
terlalu parah, sehingga dosis antibiotik diberikan kurang dari dosis yang
ditentukan. Nomer pasien 6 menerima terapi oral dengan bentuk sediaan berupa
sirup, dalam formularium rumah sakit RSUD Dr. Moewardi Surakarta dosis
sefadroksil sirup kering yaitu 125 mg/5ml (Anonim, 2010) sehingga dapat
disimpulkan dosis yang diterima pasien tersebut sudah sesuai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
3.6 Seftriaxon
Distribusi pasien yang menerima terapi seftriaxon disajikan pada tabel X.
Tabel X. Distribusi penggunaan seftriaxon pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Dewasa > 12tahun 60 tahun
Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
13 50 injeksi 1 x 1 g; 3 hr Injeksi: 1 gram/hari Dosis tunggal Infeksi berat 2-4 gram /hari Dosis tunggal
Injeksi: 2 gram/hari Dosis tunggal Durasi 7-10 hari Tidak boleh lebih
sesuai 16 18 injeksi 1 x 1 g; 4 hr sesuai 20 49 injeksi 1 x 2 g; 6 hr sesuai 27 55 injeksi 1 x 2 g; 3 hr sesuai 28 41 injeksi 1 x 2 g; 3 hr sesuai 37 16 injeksi 1 x 1 g; 5 hr sesuai 38 44 injeksi 1 x 2 g; 5 hr sesuai 39 23 injeksi 2 x 200mg; 5 hr dosis - 46 20 injeksi 1 x 1 g; 2 hr durasi - 57 45 injeksi 1 x 2 g; 7 hr sesuai 58 50 injeksi 1 x 1 g; 7 hr sesuai 59 42 injeksi 1 x 1 g; 5 hr sesuai 63 20 injeksi 1 x 2 g; 3 hr sesuai 64 44 injeksi 1 x 2 g; 2 hr durasi - 74 28 injeksi 1 x 1 g; 6 hr sesuai 75 17 injeksi 1 x 1 g; 7 hr sesuai 76 47 injeksi 1 x 1 g; 4 hr sesuai 82 27 injeksi 1 x 1 g; 4 hr sesuai 83 27 injeksi 1 x 2 g; 7 hr sesuai 90 33 injeksi 1 x 2 g; 7 hr sesuai 93 38 injeksi 1 x 2 g; 3 hr sesuai 94 35 injeksi 1 x 2 g; 7 hr sesuai 95 40 injeksi 1 x 2 g; 7 hr sesuai
Geriatri >60 tahun
Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
41 81 injeksi 1 x 2 g; 5 hr Injeksi: 1 gram/hari Dosis tunggal Infeksi berat 2-4 gram /hari Dosis tunggal
Injeksi: 2 gram/hari Dosis tunggal Durasi 7-10 hari Tidak boleh lebih
sesuai 42 75 injeksi 1 x 2 g; 5 hr sesuai 54 63 injeksi 1 x 1 g; 6 hr sesuai 55 65 injeksi 1 x 1 g; 7 hr sesuai 73 61 injeksi 1 x 2 g; 6 hr sesuai 80 79 injeksi 1 x 1 g; 6 hr sesuai 87 61 injeksi 1 x 2 g; 5 hr sesuai
*Standar (Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Obat terbanyak yang digunakan untuk terapi pasien infeksi saluran kemih ini
digunakan oleh 30 pasien atau 27% dari 100 pasien yang memperoleh terapi
antibiotik lainnya. Sebanyak 23 pasien dewasa menggunakan seftriakson dan sisanya
7 pasien geriatri yang menggunakan seftriakson
3.7 Sefotaxim
Pasien yang menerima terapi obat ini berjumlah 10 pasien. Data pasien yang
mendapat sefotaxim disajikan pada tabel XI.
Tabel XI. Distribusi penggunaan sefotaxim pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Anak-anak usia <1 tahun-12 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Ket.
9 2 injeksi 3x400 mg; 2 hr 100-150 mg/kg bb/hr 2-4 x sehari
- 56 9 injeksi 2x500 mg; 2 hr - 77 11 injeksi 2x500 mg; 5 hr - 79 5 injeksi 2x500 mg; 3 hr -
Dewasa > 12 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Ket.
8 54 injeksi 2 x 1 gram; 4 hr Injeksi: 1 gram/12 jam
sesuai 33 22 injeksi 2x 1 gram; 1 hr alergi 47 49 injeksi 2x1 gram; 10 hr sesuai 50 34 injeksi 2x1 gram; 3 hr sesuai
Geriatri > 60 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Ket.
40 65 injeksi 2 x 1 gram; 3 hr Injeksi: 1 gram/12 jam
sesuai
Dosis pada pasien anak tidak dapat dibandingkan dengan IONI
dikarenakan pada rekam medik tidak ditemukan berat badan pasien, sehingga
dosis standar tidak dapat dihitung dan dibandingkan dengan dosis yang diterima
pasien anak. Obat yang termasuk golongan sefalosporin golongan ketiga ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
umumnya kurang aktif terhadap kokus gram positif dibanding dengan generasi
pertama, tapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae (Anonim, 2008)
sehingga dimungkinkan pasien yang mendapat terapi dengan sefotaxim
ditemukan jenis bakteri tersebut dalam urin.
3.8 Sefixim
Obat yang masih satu golongan dengan seftriaxon dan sefotaxim ini
diberikan pada 1 pasien dari 100 pasien yang dijadikan sempel penelitian.
Sefixim diberikan pada pasien nomer 15 dengan umur 19 tahun. Catatan rekam
medis menunjukkan bahwa dosis yang diberikan pada pasien sudah sesuai
dengan ketentuan IONI tahun 2008 yaitu 2 x 200 mg.
3.9 Ceftazidim
Obat ini diberikan pada dua orang pasien dewasa dimana seorang pasien
sudah menerima dosis dan frekuensi sesuai, tetapi frekuensi pemberian yang
diberikan sehari 2x pada pasien nomor 21 hanya mendapat 1x sehari. Hal
tersebut menjadikan terapi tidak maksimal karena tiap obat mempunyai waktu
paruh yang berbeda-beda tergantung kecepatan eliminasi obat dalam plasma.
Frekuensi yang kurang atau dosis yang rendah dalam pemberian antibiotic dapat
menimbulkan resistensi kuman (Tjay dkk, 2007).
Tabel XII. Distribusi penggunaan ceftazidim pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Ket.
21 21 Injeksi 1 x 1 gram; 6 hr 2 x 0,5 1 gram frekuensi - 32 42 injeksi 2 x 1 gram; 6 hr sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3.10 Kotrimoksasol (trimetoprim-sulfametoksasol) Kotrimoksasol merupakan antibiotik lini pertama yang
direkomendasikan Guideline for Clinical Care Urinary Tract Infection tahun
2005 sebagai antibiotik terapi infeksi saluran kemih. Terdapat lima pasien yang
menerima terapi kotrimoksasol. Seorang pasien yang menerima terapi
kotrimoksasol merupakan pasien dewasa dan 4 orang lain merupakan pasien
anak-anak.
Semua pasien yang menerima terapi kotrimoksasol sudah menerima dosis
yang sesuai. Durasi yang direkomendasikan IONI untuk pemberian oral maupun
intravena selama 14 hari. Kurangnya durasi yang diterima pasien dikarenakan
semua pasien mendapat perawatan di rumah sakit kurang dari 14 hari. Kelanjutan
terapi tidak dapat diungkapkan karena data pasien rawat inap dalam catatan
rekam medis pasien rawat inap hanya tertulis data pasien selama dirawat saja,
tidak termasuk obat yang dibawa pulang. Durasi waktu untuk pasien yang diberi
kotrimoxasol jika dibandingkan dengan rekomendasi dari Guideline for Clinical
Care Urinary Tract Infection tahun 2005 100% sudah sesuai. Durasi yang
direkomendasikan yaitu 3 hari. Jika dibandingkan dengan standar Clinical
Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010 sudah 100% sesuai,
dimana kotrimoksasol direkomendasikan menjadi terapi antibiotik lini pertama
dengan durasi terapi selama 3 hari. Banyak keuntungan yang didapat dari 3 hari
terapi, salah satunya kepatuhan pasien (Anonim, 2010). Distribusi pasien yang
mendapat kotrimoksasol disajikan pada tabel XIII.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel XIII. Distribusi penggunaan kotrimoksasol pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Anak-anak <12 tahun Nomer pasien
Umur (thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
2 10
Oral 2 x 480mg; 5 hr 6 bln-5 thn 240 mg 2x 1 6 th-12 thn 480 mg 2x 1 Selama 14 hr
½-2 tahun 240mg 2x sehari 7-12 tahun 480-720mg 2x sehari
Sesuai
68 8.6
Oral 2 x 480mg; 4 hr Sesuai
78 1
Oral 2 x 240mg/5ml; 3 hr
Sesuai
91 11
Oral 2 x 480mg; 5 hr Sesuai
Dewasa > 12 tahun-60 tahun
Nomer pasien
Umur (thn)
bentuk sediaan
Dosis Dan Frekuensi
IONI Standar *
Ket.
90 33 Oral 2 x 480mg; 7 hr 480 mg/12 jam Selama 14 hr
2 x sehari 480-960mg selama 3 hari
Sesuai
*Standar (Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010)
3.11 Gentamisin
Obat ini diberikan pada 4 pasien dari 100 pasien yang dijadikan sempel. Data
pasien yang menerima terapi gentamisin disajikan pada tabel XV.
TabelXIV. Distribusi penggunaan gentamisin pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010.
Anak-anak <10 tahun
Nomer pasien
Umur (Thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
Standar *
Ket.
5 9 injeksi 3 x 35 mg; 2 hr
dosis tunggal injeksi: ½ - 1 thn 40 mg 2-3 thn 60 mg 4-6 thn 100 mg 7-10 thn 120 mg durasi 7-10 hr tidak boleh lebih.
tidak sesuai
6 <1 injeksi 1 x 50 mg; 5 hr
dosis lebih
84 1 injeksi 2 x 20 mg; 4 hr
tidak sesuai
Dewasa >10tahun-60 tahun
Nomer pasien
Umur (Thn)
Bentuk Sediaan
Dosis Dan Frekuensi
Standar *
Ket.
13 50 injeksi 3 x 80 mg; 6 hr
>10 thn 80 mg/ 8 jam durasi 7-10 hari tidak boleh lebih
sesuai
*Standar (Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gentamisin merupakan antibiotik yang berkhasiat terhadap
Pseudomonas, Proteus dan Stafilococcus. Obat ini sering digunakan pada infeksi
dengan kuman-kuman tersebut (Tjay dan Rahardja, 2007). Dimungkinkan hasil
pemeriksaan ditemukan bekteri tersebut sehingga gentamisin dipilih sebagai
antibiotik untuk terapi. Tiga diantara empat pasien yang menerima terapi
gentamisin merupakan anak-anak, bahkan ada yang masih bayi. Gentamisin
dieliminasi terutama melalui ginjal dan terjadi akumulasi pada gangguan fungsi
ginjal, maka pemberian pada anak terutama bayi harus diperhitungkan (Anonim,
2008).
1.1 Meropenem
Meropenem diberikan pada seorang pasien yang menderita infeksi saluran
kemih dari 100 pasien yang dijadikan sempel dalam penelitian. Seorang pasien
tersebut memperoleh dosis yang berlebih tetapi frekuensi yang kurang. Dosis
yang diterima pasien dengan umur 37 tahun sebesar 2 x 1 gram sementara dosis
yang direkomendasikan IONI tahun 2008 yaitu 3 x 500 mg.
Meropenem tahan terhadap enzim ginjal dan penitrasinya ke dalam semua
jaringan baik, juga dalam CCS, maka juga efektif terhadap meningitis bakterial
(Tjay dan Rahardja, 2007). Karbapenem, seperti imipenem dan meropenem
sering digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif penghasil ESBL (extended-spectrum beta-lactamase). Meropenem yang
merupakan antibiotik kelas terbaru ini digunakan apabila sudah resisten terhadap
antibiotic beta-laktam dan golongan sefalosporin (Burhan, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Penggunaan meropenen oleh pasien diduga ada infeksi lain selain infeksi
saluran kemih yang menjadi penyakit utama pasien, selain itu dimungkinkan
pasien telah resisten terhadap antibiotik beta-laktem dan golongan sefalosporin,
sehingga diberikan meropenem.
C. Terapi Penunjang Infeksi Saluran Kemih
Selain antibiotik, dalam catatan rekam medis juga ditemukan terapi
penunjang untuk pasien rawat inap penderita infeksi saluran kemih. Obat-obatan
sebagai terapi penunjang diberikan berdasar kondisi dan keluhan pasien di
rumah sakit. Distribusi obat-obatan sebagai terapi penunjang infeksi saluran
kemih disajikan dengan gambar 8.
0
10
20
30
40
50
60
70
analgetiknon narkotik
vitamin danmineral
diuretik anti alergi
Gambar 8. Distribusi obat terapi penunjang Infeksi Saluran Kemih
Diketahui bahwa 83% analgetik non narkotik merupakan obat penunjang
pada pasien infeksi saluran kemih, hal tersebut sesuai dengan data rekam medis
yang menunjukkan sebagian besar pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
demam dan nyeri pada pinggang atau nyeri saat berkemih. Analgetik non narkotik
yang diberikan sebagai terapi pada pasien contohnya parasetamol, ibuprofen,
asam mefenemat, kalium diklofenak, natrium diklofenak, dll. Semua obat
analgetik non narkotik yang digunakan termasuk dalam formularium rumah sakit
Dr. Moewardi tahun 2010-2011 (Anonim, 2010). Selain analgetik non narkotik,
vitamin dan mineral juga ditemukan sebagai terapi yang banyak diberikan pada
pasien infeksi saluran kemih. Sejumlah 46 pasien menerima terapi vitamin dan
mineral contohnya vitamin B-komplek, multivitamin herbal dan multivitamin
paten sebagai penunjang ketahanan tubuh.
Ditemukan juga obat diuretik furosemid pada 29 pasien. Diuretik
merupakan obat yang digunakan untuk memperbanyak pengeluaran urin. Diuretik
yang diberikan pada pasien mempunyai peranan yang penting, selain adanya agen
mikroba dalam kencing atau infeksi oleh mikroorganisme yang dapat menurunkan
jumlah koloni, adanya diuresis dan pengosongan kandung kencing yang sering
dapat dengan mudah menurunkan jumlah mikroorganisme ( Sommers, 1994).
Anti alergi juga merupakan salah satu obat yang ditemukan pada 16 pasien
penderita infeksi saluran kemih. Anti alergi biasanya ditemukan pada pasien anak-
anak. Dimungkinkan bahwa anti alergi diberikan sebagai obat antisipasi adanya
alergi yang ditimbulkan dari efek samping penggunaan antibiotik terutama pada
anak yang mungkin belum diketahui riwayat terapi antibiotik yang pernah
diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
D. Evaluasi Penggunaan Antibiotik
1. Tepat Obat
Antibiotik yang digunakan untuk terapi infeksi saluran kemih di
RSUD Dr. Moewardi ada 12 macam yang terklasifikasi dalam 6 golongn
antibiotik. Tiga urutan terbanyak yaitu seftriakson, siprofloksasin dan
amoksisillin. Obat yang dipakai sesuai dengan yang direkomendasikan
Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010.
Kotrimoksasol merupakan obat lini pertama yang direkomendasikan Guideline
For Clinical Care Urinary Tract Infection tahun 2005 dan Clinical Practice
Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010, walaupun kotrimoksasol tidak
menjadi obat terbanyak yang diberikan pada pasien penderita infeksi saluran
kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tetapi kotrimoksasol merupakan
salah satu dari ke-12 macam antibiotik yang diberikan.
2. Tepat dosis, frekuensi dan durasi
Terapi antibiotik untuk pasien infeksi saluran kemih di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta menurut dosis dan frekuensi sebagian besar sudah sesui
dengan standar, walaupun ada beberapa yang masih kurang atau bahkan
berlebih. Sama halnya dengan ketepatan dosis dan frekuensi, durasi pemberian
antibiotik di RSUD Dr. Moewadi Surakarta sebagian besar sudah sesuai, rata-
rata durasi pemberian antibiotik 3-8 hari, walaupun masih terdapat beberapa
factor yang mempengaruhi ketidaktepatan durasi misalnya status pasien keluar
rumah sakit atas permintaan sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Data yang didapat di RSUD Dr. Moewadi Surakarta jika dibandingkan
dengan laporan Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada dalam
Clinical Practice Guideline Urinary Tract Infection tahun 2010 menunjukkan
perbandingan antara kotrimoksasol atau fluorokuinolon dengan beta-laktam.
Hasilnya, apabila digunakan selama 3 hari terapi kotrimoksasol atau
fluorokuinolon lebih efektif, sedangkan beta-laktam efektif digunakan selama
5 hari terapi.
Terapi antibiotik menurut Guideline Clinical Care Urinary Tract
Infection tahun 2005 menyimpulkan bahwa tidak ada manfaat dicapai dengan
meningkatkan panjang terapi melampaui 5 hari. Strategi pengobatan yang
berbeda, dosis kurang efisien dalam memberantas bakteri uria dengan durasi
pengobatan 3-5. Antibiotik beta-laktam lebih efektif dengan tingkat
kesembuhan 77-92% jika diberikan lebih dari 5 hari. Sama halnya dengan
peningkatan durasi terapi untuk kotrimoksasol yang lebih dari 3 hari, angka
kesembuhan dari 82 untuk 85% telah dicapai dengan 3 hari terapi. Terapi
kotrimoksasol 3 hari lebih efektif dari nitrofuration, sefadroksil atau
amoksisillin. Antibiotik golongan kuinolon juga telah terbukti efektif dam 3
hari terapi. Oleh karena itu pengobatan yang optimal dari infeksi saluran
kemih tanpa komplikasi pada pasien yang tidak alergi atau sensitif adalah 3
hari terapi kotrimoksasol.
3. Waspada efek samping
Pengobatan dengan antibiotik yang tepat biasanya sangat efektif dan
aman. Walaupun semua antibiotik berpotensi menimbulkan efek yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
diinginkan, efek yang serius jarang terjadi. Sebagian besar antibiotik memiliki
dosis yang menyebabkan efek yang tidak diinginkan jauh lebih besar
dibandingkan dosis untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan indeks
terapeutik yang lebar (Bamford & Gillespie, 2007). Indeks terapeutik
merupakan jarak atau dosis dimana obat dapat menjadi racun. Semakin
besar indeks terapi obat maka dengan penambahan sedikit dosis obat
kemungkinan obat menjadi "racun" semakin kecil pula. Sebaliknya obat
dengan indeks terapi yang kecil, dengan penambahan dosis yang kecil
sekalipun dapat mengubah kadar obat yang awalnya berguna bagi tubuh
menjadi berbahaya bagi tubuh karena adanya perubahan kadar obat tadi.
Semakin lebar indeks terapi, semakin aman pula penggunaan obat
tersebut (Tjay dan Rahardja, 2007).
Menurut standar pengobatan Clinical Practice Guideline Urinary
Tract Infection tahun 2010 menyebutkan bahwa rute pemberian antibiotik
secara oral adalah yang paling umum digunakan, baik di rumah sakit maupun
dalam praktek komunitas. Terapi intravena biasanya diperlukan pada infeksi
berat dan untuk memastikan kosentrasi antibiotik yang adekuat (Anonim,
2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
E. Keterbatasan Penelitian
Beberapa hal yang menjadi keterbatasan penelitian antara lain:
1. Kurangnya data yang mencantumkan berat badan pasien, sehingga ada
beberapa dosis yang tidak dapat dihitung sacara pasti.
2. Pedomam pengobatan untuk penyakit infeksi saluran kemih di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta tidak ada, sehingga tidak dapat mengetahui secara jelas
dan tidak dapat membandingkan dengan standar yang sudah ditentukan.
3. Kartu rekam medis pasien rawat inap hanya terbatas pada penggunaan
antibiotik selama di rawat di rumah sakit saja, sehingga kelanjutan terapi
antibiotik setelah keluar rumah sakit tidak dapat diketahui secara pasti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pola penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap penderita infeksi
saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi tahun 2010 dari urutan
terbanyak yaitu seftriakson 27%, siprofloksasin 22%, amoksisillin
20%, sefotaxim 8%, ampisillin 8%, kotrimoksasol 4%, gentamisin 4%,
levofloksasin 2%, sefadroksil 2%, seftazidim 2%, sefixim dan
meropenem masing-masing 1%.
2. Penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap penderita infeksi saluran
kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010 dengan
parameter jenis antibiotik yang digunakan, meliputi ketepatan dosis,
ketepatan obat, frekuensi serta lamanya pemakaian sebagian besar
sudah sesuai standar walaupun masih ada beberapa yang kurang sesuai
seperti dosis, frekuensi, dan durasi pemberian yang kurang atau bahkan
berlebih.
B. Saran
1. Pemantauan penggunaan antibiotik sebaiknya tidak terbatas pada saat
pasien dirawat inap di rumah sakit, tetapi dilanjutkan setelah pasien
keluar rumah sakit dan menerima terapi rawat jalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
2. Penelitian tidak terbatas pada kartu rekam medis saja, tetapi jika
dimungkinkan pada pasien yang masih menjalani perawatan di rumah
sakit, sehingga informasi data dapat lebih jelas.
3. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta sebaiknya
membuat standar pengobatan untuk penyakit infeksi saluran kemih
supaya ada pedoman yang jelas dalam melakukan terapi pada penderita
infeksi saluran kemih.