Lompatan Jauh ke atau Great Leap Forward dalam bahasa Inggris adalah sebuah program yang disusun oleh Partai Komunis Tiongkok di Republik Rakyat Tiongkok, yang berlangsung dari tahun
1958 hingga 1960 dengan tujuan membangkitkan ekonomi Cina melalui industrialisasi secara besar-besaran dan memanfaatkan jumlah tenaga kerja murah.
Latar belakang
Sepanjang tahun 1950-an, Cina telah melakukan program redistribusi tanah bagi penduduk Cina
dibarengi dengan industrialisasi di bawah sistem kepemilikan negara. Proses ini dilakukan dengan bantuan teknis dari Uni Soviet.
Masalah timbul ketika pemimpin Soviet pasca-Stalin, yaitu Nikita Khruschev dalam Kongres ke
dua puluh Partai Komunis Uni Soviet, mencanangkan langkah untuk "mengejar dan menyusul" Barat, sehingga ekonomi Soviet tidak lagi tertinggal. Oleh Mao Zedong hal ini dirasakan sebagai ancaman, karena kemajuan ekonomi Uni Soviet akan berarti semakin tergantungnya Cina pada
kekuatan luar.
Lompatan Jauh ke Depan
Lompatan Jauh ke Depan menjiplak sistem yang telah dilakukan Uni Soviet, sambil memasukkan unsur tradisional Cina. Pelaksanaan program ini dilakukan melalui dua jalur, yaitu pada
peningkatan produksi baja sebagai bahan baku, pendirian industri ringan serta konstruksi.
Bencana
Program ambisius Mao ini akhirnya menuai bencana karena kurang realistisnya rencana program ini dari sejak semula. Lompatan jauh ke depan resmi menjadi salah satu bencana ekonomi yang
direncanakan yang terbesar pada abad ke-20.
Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan ini adalah:
Tenaga kerja produktif di bidang agraris ditransfer seluruhnya ke bidang industr i, menyebabkan otomatis tidak ada petani yang menanam tanaman untuk stok bahan pangan.
Angka-angka statistik yang dilambungkan dan tidak sesuai kenyataan di lapangan. Faktor
ini menyebabkan petinggi Beijing mengira program ini sangat sukses yang lebih lanjut menuai bencana yang lebih besar.
Pemerintah Beijing mengumumkan program ini menyebabkan kematian tidak wajar sekitar 21 juta orang lebih. Lembaga-lembaga non pemerintah lainnya juga mengeluarkan statistik yang tidak
jauh sekitar 20 juta orang lebih meninggal karena kelaparan.
Dalam terminologi sosial-politik, “Lompatan Jauh Kedepan” juga dikenal sebagai The Great Leap Forward, sebuah istilah yang mengacu pada salah satu program kerja pembangunan Cina yang
dicetuskan oleh Mao Zedong pada masa kepemimpinannya dan dilaksanakan antara tahun 1958-1960. Disebut sebagai lompatan jauh kedepan, karena pada masa itu terjadi perubahan yang luar
biasa dalam model pembangunan ekonomi yang dijalankan di Cina untuk mendorong kesejahteraan rakyatnya. Sebuah negara agraris dengan basis masyarakat petani, dialihkan seketika
itu juga mengikuti model pembangunan Uni Sovyet yang berbasis teknologi dan industri. Era ini disebut sebagai langkah awal usaha memodernkan Cina Komunis yang pada masa itu dilanda krisis
dan kemunduran akibat sistem ekonomi, sosial, dan politiknya.
Saya tidak akan berbicara secara spesifik mengenai isu politis ini, apalagi secara khusus membahas mengenai pembangunan Cina. Saya hanya meminjam terminologinya sebagai sebuah refleksi akan proses kehidupan itu sendiri. Dan menarik bagi saya, karena sebagaimana bentuk ‘lompatan’ yang
dilakukan oleh Cina, ia dengan beraninya mengambil langkah besar. Mengalihkan sistem produksi ekonomi agraris menjadi industrialis. Langkah ekstrim yang tentunya harus dibarengi pula oleh
dasar-dasar yang kuat untuk mendukung dan mensukseskan program ini. Satu yang saya sadari mengenai hal ini adalah, sang kreator berani mengambil satu langkah awal, sekalipun pada perkembangannya ia sendiri tidak meyakini apakah program ini akan berhasil atau tidak. Cukup
satu langkah kedepan untuk memulainya.
Ada begitu banyak hal yang mengelilingi hidup kita. Saya tidak perlu menyebutkan ataupun merincinya satu per satu, karena tentunya setiap orang memiliki cerita berbeda-beda. Ditengah
banyak hal tersebut, seringkali kita dituntut untuk membuat satu langkah kecil, maju kedepan. Tetapi sayangnya, rasa khawatir dan takut untuk mencoba justru menyurutkan langkah kita.
Hingga pada suatu masa,kita diperhadapkan dengan suatu keadaan yang menjadi puncak segala -galanya. Disitulah kita berani mengambil satu langkah kecil itu untuk menjadikannya sebagai sebuah lompatan jauh kedepan untuk kita. Siap atau tidak siap.
Belakangan, saya merasakan hal serupa. Entah apa yang terjadi dalam diri saya. Tapi saya rasakan
hidup saya semakin penuh dengan kejutan-kejutan yang tidak terduga. Kadang kejutan itu diiringi dengan tawa, kadang diiringi dengan tangis. Bahkan mungkin trauma-trauma kecil. Untuk hal yang
satu ini, barangkali saya harus diruwat! Buang sial, begitu kata orang Jawa dan orang tua zaman dulu. Yah, namun, apapun itu, nyatanya kejutan-kejutan itu membawa dampak besar bagi saya. Dampak yang semakin mendorong saya mengambil langkah kecil untuk sebuah lompatan besar
dikedepannya.
Saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan mengalami beberapa rasa kehilangan dan sakit hati yang cukup menghantam saya. Beruntung saya berada di tengah teman-teman baik yang
memberikan dukungan penuh kepada diri saya, sehingga segala sesuatunya menjadi tidak terlalu berat untuk saya jalani. Tetapi, itu semua merubah saya. “Elu sedang naik kelas, Ma!”, begitu kata teman saya setelah selama beberapa hari menjadi tong curhat tak berkesudahan.
Saya barangkali adalah orang yang senang melakukan analisa terhadap berbagai hal. Analisa -
analisa yang berputar diotak saya kemudian saya cerna, pikirkan secara mendalam, dan dari situ saya coba membentuk fondasi bagi diri saya untuk siap melangkah. Namun, seringkali hal ini
malah berujung pada kekhawatiran atau ketakutan untuk menghadapinya. Terutama jika hal tersebut akan menyebabkan saya menghadapi sesuatu yang sangat berat secara mental dikedepannya. Analisa-analisa itu menjadi semacam perlindungan tubuh dan jiwa bagi saya,
sehingga saya tidak perlu merasakan sakit dikemudian hari. Tapi saya sadari kemudian, saya justru
melewatkan berbagai hal yang saya yakini dan saya inginkan oleh karena rasa takut dan khawatir tersebut.
Hantaman demi hantaman saya lalui dengan berusaha tegak berdiri. Rasa sakit yang seakan
menjadi salah satu sahabat saya kemudian membuat saya tersadar, saya terdampar dalam suatu kondisi kekosongan yang luar biasa. Ya, saya berada pada titik nol dalam diri saya. Titik nol
dimana saya tidak tahu siapa saya, bagaimana saya, apa yang sebetulnya ingin saya raih, dsb, dsb. Pada perkembangannya, mati rasa yang saya rasakan ini berubah menjadi suatu pertanyaan : apa itu rasa takut ? bagaimana rasa takut itu sebenarnya ? mengapa saya harus takut dengan rasa
takut itu ?
Masa lalu membawa saya pada satu titik kecil. Satu langkah kecil untuk bisa siap dan kuat menghadapi segalanya. Setidaknya itu yang saya rasakan sekarang. Ternyata memang tidak mudah
bagi manusia untuk berani menentukan lompatan jauhnya masing-masing. Belenggu-belenggu yang mengikat mereka untuk melangkah, kadang membuat lompatan jauh itu menjadi begitu
sulitnya terjadi. Harus ada pemicu, kalau tidak mau dikatakan nekad.
Yah, sekarang, saya sedang duduk sendirian di coffee shop seusai jam kantor, sebagaimana kebiasaan saya, saat saya membutuhkan ketenangan dalam berpikir dan melihat kembali jauh kedalam diri saya. Saya mencoba mengkonfirmasi apa yang saya rasakan ini. Betulkah saya siap
untuk mengalahkan rasa takut itu ? Ataukah saya hanya terjebak dalam emosi sesaat saja ? Jawaban yang saya temukan hanya merupakan pengulangan pertanyaan : apa itu rasa takut ? bagaimana
rasa takut itu sebenarnya ? mengapa saya harus takut dengan rasa takut itu ?
Setelah ini, keadaan barangkali berubah untuk diri saya dan orang-orang di sekeliling saya. Apapun itu, namun, satu langkah kecil bagi dirimu, ternyata bisa menjadi sebuah lompatan besar buat saya. Dan sebagaimana yang terjadi dalam berbagai fase kehidupan setiap orang, hadapi itu
semua tanpa pernah merasa takut dengan apa yang akan terjadi kedepannya.
LOMPATAN JAUH KEDEPAN. Rencana Mao Zedong melaksanakan revolusi industri dalam
waktu satu malam dalam program “Lompatan Jauh ke Depan” (1958-1962) gagal besar. Petinggi-petinggi Republik Rakyat Cina mengaku kepada sejumlah demographer bahwa rakyat yang mati akibat kelaparan mencapai 30 juta orang (sumber lain menyebutkan 40 juta orang) adalah akibat
salah langkah Mao melaksanakan “Lompatan” tersebut. Cara kerja komunis itu menyebabkan bencana kelaparan dalam skala luar biasa besar tersebut ditutup-tutupi, alih-alih mengimpor bahan
makanan dari luar negeri. Steven W. Montclair, Direktur Asian Studies di Claremont Institute, Montclair , California, berujar
“Perhitungan manusialah yang keliru, bukan bencana alam penyebab musibah kelaparan itu.Tapi di zaman ini, ada pemerintahan, khususnya kediktatoran proletar marxis yang memang sengaja
menciptakan musibah kelaparan yang fatal”. Ini cara lain pembantaian tanpa darah gaya komunis, tanpa peluru. Dia menyebut contoh : Ukrania (zaman Stalin), Kamboja (masa Pol Pot) dan Ethiopia.
Ketika terjadinya Revolusi Kebudayaan (1987-1988), dalam revolusi ini rezim komunis Cina telah
membunuh 450.000 penduduk sipil dan 50.000 serdadunya (Encyclopedia of Military History).
Seorang mahasiswa Cina yang bernama Pei Minxin, kandidat S3 untuk bidang studi ilmu politik di Universitas Harvard menulis begini : "Ketika Republik Rakyat Cina” melaksanakan program
hidup sederhana versi mereka di awal 1960-an setelah perpecahan sino-Sovyet, ‘Lompatan Jauh ke Depan’ mengakibatkan korban manusia yang dahsyatnya tak terkira. Gara-gara bencana kelaparan yang disengaja pemerintah itu lebih dari 20 juta rakyat meninggal”. Dia menambahkan
“Hubungan pemerintah dengan rakyat berubah menjadi hubungan kebencian besar – partai masih berkuasa di atas, tapi pemerintahan macet di bawah macet”.
Tiga surat kabar Republik Rakyat Cina paling berpengaruh (Harian Pembebasan, Harian Rakyat dan Harian Buruh) melaporkan bahwa pembunuhan bayi banyak sekali terjadi, gara-gara program
pembatasan kelahiran yang dipaksakan oleh pemerintah
Bencana yang sudah sedemikian dahsyatnya tersebut, masih juga ditambah dengan bahwa 90 % penduduk menderita karena kesulitan ideologis. Petani diserbu, 10.000 petani masuk tahanan, dan banyak yang mati pula karena kelaparan dalam penjara. Mereka disiksa secara sistematis, anak-
anak dibunuhi karena adanya program pembatasan kelahiran. Kader-kader partai komunis kembali mempraktekkan penyiksaan dengan tongkat besi berpijar merah dan penguburan hidup-hidup.
Sebagian besar suara yang muncul menyuarakan kekhawatiran bahwa produk China akan
membuat industri Indonesia, baik skala besar maupun kecil, akan bangkrut. Produk China yang
murah, up to date, dengan kemasan bagus, memang menjadi ancaman serius, tak hanya bagi
Indonesia, tapi juga bagi negara maju. Di dunia survei pemetaan, produk China masuk Indonesia
sekitar lima tahun lalu. Mereka berusaha merebut pasar yang selama ini dikuasai produk Swiss,
Jerman, Amerika, dan Jepang.
Untuk sebuah peralatan dengan fungsi sama, buatan China bisa dijual dari 30- 60 persen produk
buatan negara lain. Di pasar internasional, produk mereka bisa dijumpai hampir di seluruh negara
yang tengah gencar mengadakan proyek konstruksi dan tambang. Menyadari bahwa produknya
masih banyak diragukan, produsen China gencar berpromosi, baik dengan meminjamk an
peralatannya untuk sementara waktu maupun dengan mengikuti berbagai pameran. Produk
navigasi dari China menyebar dalam berbagai wujud.
Dari teknologi yang relatif sederhana, yang biasa digunakan untuk survei topografi, hingga peranti
yang bisa digunakan untuk menangkap sinyal satelit (GNSS). Global navigation satellite system
(GNSS) merupakan sistem navigasi global berbasis data satelit dari berbagai negara. Bila di masa
lalu penentuan navigasi hanya mengandalkan GPS (dari Amerika Serikat), kini sudah ada Galileo
(Uni Eropa), Compass (China),Glonass (Rusia). India dan Jepang juga tengah merencanakan
peluncuran satelit navigasi. GNSS membuat para pemakai peralatan navigasi tidak bergantung
sepenuhnya pada Amerika.
Compass direncanakan berada di ketinggian orbit 21.250 kilometer dengan satu kali mengelilingi
bumi 12,6 jam. Rencananya ada 35 satelit Compass di orbit. Compass dibuat untuk dua pasar yakni
militer China dan kalangan sipil di seluruh dunia. Akurasi untuk keperluan militer dibuat lebih
tinggi. Keseriusan China untuk masuk bisnis luar angkasa makin mengagetkan dunia survei dan
pemetaan tatkala akhir Desember ini Badan Survei dan Pemetaan China mengumumkan tengah
menyiapkan satelit penangkap citra bumi dengan resolusi tinggi untuk memantau tata guna lahan,
agrikultur, lalu lintas, dan perencanaan kota. Satelit itu diberi nama ZY 3, akan diluncurkan pada
2011 di Taiyuan, salah satu pusat antariksa China dengan tinggi orbit 500 kilometer.
Satelit ini diplot beroperasi di 84° lintang utara - 84° lintang selatan. Jakarta, yang terletak di
kisaran 6° lintang selatan,tiap hari diintip oleh ZY 3. Hanya secuil wilayah bumi yaitu di ujung
utara dan di ujung selatan yang tidak dimonitor oleh satelit ZY 3. Peluncuran satelit ZY 3 bisa
menjadi ancaman serius bagi wahana yang sudah ada sebelumnya seperti Ikonos,GeoEye,
Spot.Yang menimbulkan kekhawatiran bagi negara adidaya, satelit untuk keperluan menangkap
citra di bumi acapkali digunakan untuk keperluan militer. Inilah yang dilakukan Israel, Rusia,
maupun Amerika. Anda tentu masih ingat, Amerika menggunakan data hasil citra satelit GeoEye
untuk memonitor perkembangan fasilitas nuklir Iran.
Bila kita runut ke belakang, masuknya China ke luar angkasa mempunyai sejarah panjang. Ini bisa
kita lacak dari Rencana Pembangunan Lima Tahun 1958-1963 yang dicanangkan Mao Zedong,
Bapak Pendiri China Modern, dengan semboyannya yang terkenal hingga kini: “Lompatan jauh
ke depan”. Intinya, pembangunan pertanian dan industri harus berjalan bersama. Di bidang
pertanian, Mao memaksakan dibentuknya koperasi di pedesaan, serta mewajibkan rakyat
mengikuti instruksi pemerintah. Agar industri bisa berjalan dengan baik dan harganya bersaing
dari produk impor, tenaga kerjanya harus murah.
Tahun dicanangkannya ‘’Lompatan jauh ke depan’’ bertepatan dengan bergolaknya perang dingin
antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Salah satu yang memicu tekad Mao Zedong
mengembangkan teknologi nuklir dan ruang angkasa China adalah ancaman Amerika Serikat yang
akan menggunakan senjata nuklir untuk menghancurkan negara pendukung Korea Utara. Mao
Zedong mengatakan, hanya kekuatan nuklir yang bisa menjamin kekuatan keamanan Republik
Rakyat China, dan membuat takut kekuatan asing.
Kekuatan nuklir juga diperlukan untuk memaksa negara-negara superpower agar mengakui
pemerintahan komunis China karena selama ini mereka hanya mengakui Taiwan.Yang dimaksud
Ketua Mao adalah Amerika Serikat. Kalimat Mao yang hingga kini masih banyak dikutip: ‘’Kita
tidak hanya butuh banyak pesawat udara dan senjata artileri. Kita juga perlu bom atom. Di era
sekarang, agar kita tidak dilecehkan, kita harus mengembangkannya.’’ Tekad untuk membuat
China melompat jauh ke depan makin bertambah tatkala pada 4 Oktober 1957 Uni Soviet
mengirimkan astronotnya ke luar angkasa dengan proyek Sputnik-nya.Amerika lalu
mengumumkan akan mengirim misi Apollo ke bulan.
Mei tahun berikutnya, di depan Kongres Partai Komunis, Mao mengumumkan, China harus berdiri
sejajar dengan negara superpowerlainnya. Program luar angkasa China bisa berjalan baik karena
ada dukungan penuh dari pemerintah plus ada tenaga ahli yang mumpuni. China diuntungkan
dengan diusirnya Qian Xuesen, ilmuwan keturunan China lulusan Massachusets Institute of
Technology (MIT), Amerika Serikat. Ia pemain penting dalam masa awal program luar angkasa
Amerika,diusir karena dituding menjadi matamata China. Qian Xuesen meninggal September lalu
di China pada usia 98 tahun, dan mendapat anugerah alumni berprestasi dari MIT.Pengusirannya
dipandang sebagai salah satu keputusan terjelek dalam sejarah politik Amerika.
Bila di masa Mao, China dikenal dengan semboyan ‘’Lompatan jauh ke depan’’, kini negeri itu
mengenalkan ‘’Lompatan jauh ke atas’’,dengan program luar angkasanya. James Oberg, ahli dari
NASA, pada 2003 menulis di Scientific American Magazine bahwa dalam satu dekade, program
luar angkasa China akan melewati Rusia maupun punya Masyarakat Eropa (ESA). Ramalan ini
tampaknya akan terwujud mengingat China kini tengah bersiap-siap meluncurkan program
penempatan stasiun penelitian di ruang angkasa, plus program pendaratan astronot di bulan.
Pada 2007 China bahkan sudah berhasil mengirimkan wahana tanpa awaknya ke bulan. Program
luar angkasa itu tak bisa dilepaskan dari peningkatan industri lainnya. Dengan sekali melompat
jauh ke depan, industri lain juga akan ikut terbawa maju. Filosofi ini di Indonesia berkalikali
disampaikan Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie di era Presiden Soeharto sebagai alasan
mengapa Indonesia perlu punya industri pesawat terbang. Dengan memiliki industri dirgantara,
Indonesia dengan sendirinya akan memiliki industri sekrup, pabrik baja, dan industri pendukung
lainnya.
Ide BJ Habibie banyak mendapat tentangan dari para ekonom, yang menyatakan bahwa Indonesia
belum saatnya memiliki industri canggih. Ide itu pupus setelah kedatangan IMF yang memaksa
pemerintah merestrukturisasi industri strategis. Berbeda dengan China, yang secara konsisten
menjalankan program luar angkasa.Walaupun teknologi dan perangkat China banyak yang
menjiplak Amerika dan Rusia, itu sudah cukup membuat banyak negara memandang China
sebagai negara maju. Pandangan ini memudahkan China menjalankan diplomasi luar negerinya,
di samping merupakan alat promosi ampuh bagi masuknya barang-barang hasil industri China.
Bila kita melihat akhir-akhir ini barang China makin menguasai pasar -tahun lalu sekitar 17 persen
impor Indonesia dari China- , kita harus melihat hal itu bukan hal yang muncul tiba-tiba.Semuanya
karena direncanakan dengan program pembangunan terpadu. Industri luar angkasa tak bisa
dilepaskan dari industri lain seperti komputer, tekstil, atau elektronik. Ini bisa dilihat dari buku
putih tahun 2000 keluaran Kementerian Penerangan China. Di situ dinyatakan, industri luar
angkasa China merupakan bagian integral dari strategi pembangunan negara yang komprehens if.
Pada Juni tahun itu juga jurnal bulanan Xiandai Bingqi, terbitan lembaga riset teknologi militer,
menyatakan bahwa peluncuran pesawat luar angkasa berawak akan meningkatkan “derajat”
bangsa China di berbagai bidang teknologi tinggi seperti komputer, peralatan elektronik, material
pesawat luar angkasa. Hasil riset dari pengembangan teknologi luar angkasa dapat diterapkan di
kegiatan militer dan sipil.
Jadi apa tujuan misi antariksa China? Para analis antariksa dari NASA menilai, tujuan utama nya
adalah untuk PR -public relations. Dengan mengirimkan astronot serta membangun stasiun di luar
angkasa ,China bisa menunjukkan pada dunia negeri ini sudah pantas menyandang status sebagai
‘’superpower’’: adidaya di teknologi, industri, maupun finansial. Bagi Indonesia, strategi China
ini sebenarnya tak ada yang baru. Ini bisa dilihat dari buku karya juru bicara presiden, Dino Patti
Djalal, yang berjudul Diplomasi I Can ala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bila diplomasi ini diterapkan secara konsisten, termasuk di dalam pengembangan teknologi luar
angkasa, Indonesia niscaya tak akan tertinggal dari negara lain. Saya yakin, rakyat akan semakin
cinta pada produk dalam negeri karena mereka tahu bahwa bangsa Indonesia sudah mampu
menguasai
"China's Next Great Leap is To Be the Cleverest Country"
Cina di Masa Deng Xiaoping (1)
Sorak-sorai kegembiraan yang mengiringi ditahannya Kelompok Empat dan populernya triumvirat baru Hua Guofeng, Ye Jianying, dan Li Xiannian turut pula
menyerukan dikembalikannya kekuasaan Deng Xiaoping dan dihapuskannya arus pengaruh kiri dalam sistem politik. Pada bulan Juli 1977, dengan resiko yang besar melemahkan legitimasi Hua sebagai pengganti Mao, yang berarti menentang
kehendak Mao, Komite Sentral bermaksud membebaskan Deng Xiaoping dan tuduhan bertanggung jawab atas peristiwa Tiananmen 1976. Sebagai syarat atas
pembebasannya, Deng mau mengakui beberapa kelemahan dari peristiwa-peristiwa di tahun 1975, dan akhirnya pada sidang Komite Sentral partai dia kembali pada semua jabatannya yang dipegang sebelum dipecat pada tahun 1976.
Tata kehidupan politik pasca Mao dicirikan oleh sejumlah perubahan mendasar. Pada Kongres Partai Nasional (KRN) ke-11, yang diadakan pada tanggal
12-18 Agustus 1977, Hua diresmikan sebagai ketua partai, sementara Ye Jianying, Deng Xiaoping, Li Xiannian, dan Wang Dongxing dipercaya sebagai wakil ketua. Kongres mengumumkan berakhirnya Revolusi Kebudayaan secara resmi,
menimpakan semua kesalahan yang ditimbulkannya pada Kelompok Empat, dan menekankan kembali bahwa "togas mendasar partai dalam periode bersejarah yang
baru adalah membangun Cina menjadi sebuah negara sosialis yang modern dan
kuat pada akhir abad ke-20". Dalam konteks inilah kemudian Deng Xiaoping menjalankan politik Empat Modernisasi dan reformasi ekonomi. 1. Kebijakan Empat
Modernisasi
Puncak dari naiknya kembali Deng ke tampuk kekuasaan dan dimulainya
reformasi dengan sungguh-sungguh dicapai pada Sidang Pleno Ketiga Komite Sentral KPN ke-11 pada bulan Desember 1978. Sidang Pleno Ketiga ini dianggap sebagai titik balik utama dalam sejarah politik Cina modern. Kesalahan-kesalahan
"kiri" yang dilakukan sebelum dan selama Revolusi Kebudayaan "diperbaiki", dan dua "kebijakan apa pun" ("dukung kebijakan apa pun yang dibuat oleh Ketua Mao
dan ikuti instruksi apa pun yang diberikan oleh Ketua Mao") ditanggalkan. Sebagai bagian dari kampanyenya, Deng mempresentasikan sebuah dokumenutama pada Sidang Pleno Keempat Komite Sentral KPN ke-11,
September 1979, yang memberikan "penilaian awal" atas tiga puluh tahun kekuasaan Komunis. Pada sidang itu, Wakil Ketua PKC Ye Jianying menegaskan
sejumlah pencapaian partai seraya mengakui bahwa kepemimpinan partai juga telah membuat sejumlah kesalahan politik serius yang merugikan rakyat. Lebih jauh, Ye menyatakan Revolusi Kebudayaan sebagai "sebuah bencana yang
menggegerkan" dan " kemunduran terburuk kaum sosialis [sejak 1949]". Meskipun Ketua Mao tidak secara khusus disalahkan, tidak ada keraguan tentang bagian
tanggung jawabnya. Sidang juga mensahkan penerimaan resmi sebuah garis ideologis baru yang menyerukan untuk "mencari kebenaran dari fakta" dan unsurunsur lainnya dan pemikiran Deng Xiaoping. Pukulan lebih jauh lagi bagi Hua
adalah persetujuan dimundurkannya sejumlah elemen kin dari pos-pos utama partai dan pemerintahan. Kemajuan ekonomi dan pencapaian-pencapaian politik telah cukup
memperkuat posisi reformis Deng sehingga pada bulan Februari 1980 partai menyelenggarakan Sidang Pleno Kelima Komite Sentral KPN ke-11. Komite Sentral mengangkat anak didik Deng, Hu Yaobang dan Zhao Zhiyang masuk ke Komite
Tetap Politbiro dan Sekretariat PKC yang baru saja diperbarui. Selaku sekretaris jenderal, Hu Yaobang bertanggung jawab penuh menjalankan roda organisasi
partai. Yang paling mengharukan dan sidang ini adalah keputusan merehabilitasi secara anumerta mendiang presiden yang pernah dianggap akan menggantikan Mao, Liu Shaoqi. Akhirnya, pada sidang Komite Rakyat Nasional ke-5 di bulan
Agustus dan September 1980, keunggulan Deng dalam pemerintahan semakin terkonsolidasi ketika dia menyerahkan jabatan wakil perdana menterinya dan Hua
mundur dan kursi perdana menteri untuk kemudian digantikan oleh Zhao Ziyang. Di bulan Juni 1981 Sidang Pleno Keenam Komite Sentral KPN ke-11 mensahkan tonggak bersejarah menandai berlalunya era Maois. Komite Sentral menerima pengunduran
din Hua dan memberinya posisi yang menyelamatkan muka selaku wakil ketua partai. Sebagai penggantinya di jabatan sekretaris partai, Komite Sentral
menunjuk Hu Yaobang. Hua juga menyerahkan posisinya sebagai ketua Komisi Militer Sentral partai kepada Deng Xiaoping. Berikut ini penjelasan singkat tentang kebijakan Empat Modernisasi: Modernisasi Militer
Sejak kematian Mao, orang yang berkuasa di Cina adalah Deng Xiaoping. Karena kedekatannya dengan militer dalam jangka waktu yang lama, dialah satusatunya
orang dalam puncak hirarki kekuasaan yang mampu mendapatkan penghormatan dan dukungan dari sebagian besar pejabat TPR. Salah satu sasaran
pertama Deng adalah bagaimana mengkonsolidasikan pengawasan dalam struktur komando pusat angkatan bersenjata. Tugas ini dijalankannya dalam dua gerakan
yang terencana dan hati-hati. Yang perlama, 'reshuffle' komandan dan komisariskomisaris militer di daerah untuk menjamin dukungan atas kebijakannya. Kedua,
menempatkan personel-personel yang bisa dipercaya dan bekerja sama dalam markas besar. Sasaran yang lain adalah mengimplementasikan reformasi dalam struktur komando militer dan personelnya. Deng merekomendasikan tiga bentuk
reformasi, yaitu: (1) memperbaiki struktur komando militer di bawah KUM, (2) modernisasi pelatihan perwira militer, dan (3) meningkatkan
kemampuan perwira-perwira militer. Di samping itu, Deng merasa perlu untuk mengadakan mutasi atas para perwira yang dianggap `tidak pantas' menduduki jabatannya karena kurang pendidikan dan konsep-konsepnya yang telah usang. Pada tahun 1983,
pemerintah mengambil beberapa tindakan untuk mendukung reformasi yang diusulkan oleh Deng. Salah satunya adalah jaminan
pensiun yang layak setara gaji penuh para perwira. Selain itu bonus khusus akan diberikan kepada masing-masing perwira untuk setiap tahunnya. Di tahun 1986, para komandan TPR dan penasihat politik di tujuh daerah militer terdiri dan orangorang
yang lebih muda dan terpelajar. Suatu laporan menunjukkan bahwa 91% dari seluruh pejabat di daerah-daerah militer tersebut telah belajar di akademi militer
dan sekitar 60% telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya. Sekitar 25% dan para perwira yang aktif telah memperoleh pendidikan tinggi setingkat universitas pada tahun 1986. Han Huaizi, Wakil Kasum TPR kala itu,
mengungkapkan bahwa lebih separuh perwira yang berusia lanjut di tujuh daerah militer telah dipensiunkan.
Beberapa kebijakan dari reformasi militer Deng telah menimbulkan perselisihan kcras di tubuh militer. Kampanye untuk socialist spiritual civilkation yang diartikulasikan oleh Deng dan Hu Yaobang juga turut menimbulkan
pertentangan di tubuh militer. Kampanye Deng ini menegaskan kembali standar moral, pendidikan, budaya, teknologi, seni dan pengetahuan umum tentang
kehidupan sosial. Ketika Deng memerintahkan militer untuk menempatkanpemahaman akan budaya dan pengetahuan umum sama baiknya dengan politik, beberapa pimpinan militer menentangnya. Friksi lainnya antara Deng dengan militer
adalah mengenai rendahnya prioritas yang diberikan oleh Deng untuk pembelanjaan pertahanan. Konsekuensi dari pe-motongan anggaran ini adalah
demobilisasi sejumlah besar tentara yang bertujuan untuk mengurangi jumlah personel dalam TPR. Program ini dikeluarkan berdasarkan dua alasan, yaitu untuk mengurangi defisit anggaran nasional dan untuk memodernisasikan angkatan
bersenjata dengan memberhentikan para tentara yang telah berusia lanjut, kurang terpelajar dan kurang memiliki kemampuan. Sebab tidak langsung terjadinya friksi
antara pemimpin pragmatis dengan pihak militer juga dikuatkan oleh kebijakan pertanian baru. Keluarga-keluarga petani selalu menyediakan sumber rekrutmen terbesar untuk TPR. Kebijakan pertanian baru yang bersifat liberal dengan
membatasi kuota pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan dengan mengijinkan produksi sampingan telah menaikkan kemakmuran para petani desa,
yang menyebabkan mereka enggan masuk militerModernisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pada tahun 1985 di Cina terjadi perubahan dalam sistem pendidikan.
Reformasi pendidikan ini diumumkan oleh PKC pada tanggal 28 Mei 1985 sebagai hasil dari konferensi pendidikan nasional di Beijing. Konferensi yang pertama sejak
tahun 1978 ini diadakan untuk mengakomodasi pendapat para reformis di Cina seperti Deng Xiaoping dan Wan Li tentang pentingnya reformasi pendidikan sejalan
dengan reformasi ekonomi. Konferensi ini membahas beberapa masalah mendesak dalam pendidikan di Cina yang harus diperbaiki. Agenda utama reformasi pendidikan adalah program wajib belajar sembilan tahun. Keputusan ini kemudian
diterapkan melalui undang-undang tentang wajib belajar yang dibuat oleh KRN. Undang-undang baru itu mengatur implementasi wajib belajar sembilan tahun yang
secara bertahap diawali pada masyarakat perkotaan pada tahun 1990 dan beberapa daerah pada tahun 1995. Undang-undang itu mewajibkan orang tua menyekolahkan dan menjadikan ilegal tradisi rekrutmen anak-anak usia sekolah untuk bekerja.
Undang-undang juga melarang pemerintah lokal menyelewengkan dana pendidikan untuk program-program non-kependidikan. Salah satu kelemahan dalam sistem pendidikan di
Cina adalah rendahnya status sosial guru. Dalam konferensi pendidikan itu, Wakil Perdana Menteri Wan Li mengatakan bahwa praktek mempekerjakan guru di luar sektor pendidikan agar
Universitas Gadjah Mada memperoleh gaji yang lebih tinggi analog dengan "membunuh angsa yang bertelur
emas". Rata-rata gaji bulanan guru saat itu kirakira 50-60 Yuan (setara dengan 20 dolar AS). Seorang guru dibayar dengan gaji yang rendah, sehingga tidak heran di Cina banyak guru yang meninggalkan profesinya. Pada konferensi itu juga Wan Li
menegaskan perlunya kenaikan gaji tiap tahun guna memperkecil tingkat penurunan jumlah guru. Di samping itu, dalam konteks pendidikan tinggi, konferensi
merekomendasikan pengembangan pendidikan dan latihan vokasional bagi mereka yang tidak berhasil dalam ujian masuk universitas. Reformasi pendidikan 1985 juga menegaskan bahwa penempatan kerja akan diprioritaskan pada para lulusan
sekolah teknik. Hal ini sejalan dengan ditinggalkannya pola pendidikan yang menekankan teori dan diganti oleh penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
praktis. Reformasi struktural lainnya adalah perluasan fasilitas pendidikan di daerah yang sudah maju maupun di pedalaman, serta mendanai dan mengembangkan fasilitas penelitian di universitas-universitas.
Dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih luas, pada tahun 1978 terjadi peristiwa historis dalam perkembangan iptek di Cina. Deng Xiaoping
selaku Wakil Perdana Menteri mendukung konferensi para ilmuwan dan teknisi di Beijing yang membahas pengembangan iptek dalam rangka modernisasi. Padahal sebelumnya, kaum intelektual dikecam sebagai "kelas borjuis eksploitatif'. Memang
sejak tahun 1949, kebijakan iptek selalu terombang-ambing antara orientasi profesional dan mobilisasi massa, tergantung pada kebijakan pembangunan Cina.
Kini, Deng Xiaoping dan golongan reformis melihat "penguasaan ilmu dan teknologi modem" sebagai kunci modernisasi Cina. Mereka mengakui bahwa Cina tertinggal jauh dan negara-negara maju seperti Jepang dan AS, sehingga untuk mengejar
kemajuan itu Cina akan belajar dari bangsa-bangsa yang maju dan mengembangkan kemampuan pengetahuan sendiri. Untuk itu, ada tiga pendekatan
yang diperkenalkan Deng untuk mengadakan modernisasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu perekrutan besar-besaran ahli iptek, penguasaan
institusiinstitusi iptek, dan akusisi teknologi maju dari luar negeri. Tujuan pembangunan iptek Cina adalah menyamai kemajuan negara-negara
industri seperti Jepang dan AS pada abad ke-21. Untuk tujuan itu, sejak 1981 Cina mulai mengadakan penyesuaian dan pembaharuan sehingga fokus ilmu
pengetahuan dan teknologi pun bcrubah. Deng Xiaoping bcrpendapat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan alat pembangunan ekonomi. pertumbuhan Universitas Gadjah Mada
ekonomi tergantung pada kemajuan teknologi yang terusmenerus. Dengan kata lain, "transformasi teknologi" menjadi strategi dasar dalam pembangunan ekonomi. Ada
tiga perubahan utama dalam reformasi iptek masa itu, yakni : 1. Pergesaran fokus penelitian dari ilmu murni ke terapan. Penelitian iptek haruslah "berintegrasi" dengan produksi ekonomi. Beberapa pemimpin Cina
berharap bahwa pada tahun 2000 Cina dapat mencapai kemajuan teknis setaraf dengan Barat dan Jepang. Untuk mencapai tujuan itu sejumlah
reformasi diperkenalkan pada tahun 1985. "Jaringan Horisontal" dibangun antara lembaga riset dan industri serta antara perusahaan dan pemerintahan lokal. Lembaga riset sekarang bertanggung jawab
menyebarkan hasil penelitian terapan untuk mengembangkan teknologi industri dan perusahaan.
2. Komersialisasi kemajuan teknologi. Ratusan "pameran transaksi teknologi" diadakan sehingga lembaga penelitian dapat memamerkan dan menjual inovasi teknologinya kepada sektor industri. Transaksi-transaksi ini diadakan
di kota-kota pusat industri seperti Shanghai, Wuhan, dan Tianjin. Reformasi ini memunculkan sistem kontrak antara lembaga penelitian dengan
perusahaan. Sistem ini memberikan otonomi yang lebih luas kepada lembaga penelitian dalam mengatur kegiatan mereka dan dapat memperkecil pengawasan pemerintah.
3. Efisiensi pemanfaatan keahlian para ilmuwan dan pakar teknologi. Para intelektual makin terbebas dari campur tangan politik dan dapat
menjalankan diskusi-diskusi akademis secara independenModernisasi Pertanian Sistem insentif dalam sektor pertanian mulai diperkenalkan pada tahun 1978 dan diberlakukan pada tahun 1980. Sistem ini adalah modifikasi dari "Tiga
Kebebasan dan Satu Garansi" yang diperkenalkan Liu Shaoqi pada awal tahun 1960-an sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi setelah kegagalan da yte
fin. Kebijakan Liu tersebut terdiri atas pasar bebas, pemilikan tanah pribadi, dan tanggung jawab petani dalam mengatur tanah pertanian mereka sendiri menurut kontrak penetapan kuota keluaran setiap rumah tangga.
Pada tahun 1978, pada Sidang Pleno ketiga Komisi Sentral ke-11, partai di bawah pimpinan Deng Xiaoping menghidupkan kembali pokok-pokok kebijakan
lama Liu sebagai cara untuk meningkatkan produksi pertanian. Salah satunyaadalah metode sistem responsibilitas berbasis pada kontrak yang dikeluarkan oleh tim produksi kepada individu, rumah tangga, maupun tim kerja. Ada dua tipe
kontrak, yaitu (1) baochan daohu, di mana rumah tangga hams memenuhi kuota negara dan keperluan wilyahnya, dan (2) baogan daohu yang membolehkan rumah
tangga memperoleh kelebihan hasil produksi setelah sebelumnya memenuhi kebutuhan negara dan desa. Keuntungan unik dari sistem tanggung jawab kerja ini
adalah meningkatkan semangat petani untuk bekerja lebih keras meningkatkan pendapatan mereka, memberi kesempatan kepada petani untuk dapat mengatur
produksi sesuai dengan kondisi daerah mereka sehingga petani memiliki lebih banyak inisiatif dan otonomi, dan menghindari keluhan para petani tentang ketidakadilan
distribusi pendapatan. Keuntungan sistem tanggung jawab yang dikombinasikan dengan kebijakan pemilikan tanah pribadi dan pasar bebas memberikan dorongan luar biasa bagi
moral petani dan menghasilkan kenaikan output serta antusiasme kerja mereka. Perubahan signifikan lainnya yang didukung partai adalah penghapusan gradual
monopoli negara untuk membeli produk pertanian. Sistem harga baru berdasarkan permintaan pasar tidak hanya akan menghasilkan kualitas produk yang lebih baik, tetapi juga akan mempengaruhi petani untuk memproduksi barang-barang yang
dibutuhkan pasar. Namun demikian, pengenalan sistem insentif ini bukannya tanpa kritik. Sistem ini dianggap akan menghapus sistem komune kolektif dan merupakan
kebijakan borjuis. Namun, PM Zhou menyatakan bahwa inovasi apa pun hams dianggap sosialis selama sarana produksinya dimiliki oleh publik serta tidak bertentangan dengan prinsip Marxis "bagi setiap orang menurut hasil kerjanya".
Modernisasi Industri Antara tahun 1953 hingga 1974 pertumbuhan rata-rata produksi industri di Cina
adalah 11%. Walaupun pertumbuhan tersebut rata-rata tinggi, tetapi kualitas, variasi dan rancangan produk-produk industri itu sangat menyedihkan. Oleh karena itu, pada presentasinya tentang Rencana Lima Tahun ke-6, PM Zhao mengajukan
pertumbuhan rata-rata yang lebih rendah dari produksi industri, namun dengan hasil-hasil ekonomi yang lebih baik. Inilah yang menjadi latar belakang reformasi
industri di Cina. Dalam konteks industri di daerah perkotaan, keadaan industri di Cina saat itu memiliki beberapa keistimewaan, yaitu : 1. Nasionalisasi industri- industri dasar, yang berimplikas i
pada alokasi anggaran secara sentralistis dan reinvestasi pabrik-pabrik serta peralatan baru untuk
meningkatkan produksi. Kebijakan reinvestasi ini mengatur biaya produksi agar tetap rendah; pendapatan yang tidak dibagikan kepada para pekerja hams direinvestasikan.
2. Diberlakukannya strategi yang menekankan pada pembangunan industri berat, khususnya alat-alat mesin pabrik dan pabrik baja. Produksi besi dan baja akan
tetap menjadi kunci pertumbuhan industri Cina di masa depan. 3. Penekanan pada pengembangan industri kecil dan menengah padat-karya sebagai faktor utama pesatnya keluaran industri. Cina mempunyai kebijakan
`Melangkah dengan Dua Kaki', sehingga Cina berusaha mengembangkan industri berat padat-modal yang sentralistis serta industri kecil dan menengah
padat-karya yang desentralistis secara simultan. Dengan melihat kondisi ekonomi di atas, maka dipandang perlu mengusahakan reformasi industri di perkotaan Cina. Berkenaan dengan reformasi ekonomi
perkotaan ini, maka prioritas reformasi ekonomi Cina adalah : 1. Memperkuat perusahaan milik negara dengan memisahkan kepemilikan dan
fungsi operasional. Perusahaan hams dapat beroperasi dan mengatur urusannya sendiri, bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian serta
mampu mengembangkan diri mereka seperti `manusia yang mempunyai kewajiban dan hak-hak tertentu'.
2. Memperkenalkan sistem tanggung j-wab kontrak perindustrian. Pihak yang menandatangani kontrak adalah pekerja dan direksi perusahaan dengan
pemerintah, yang mewajibkan perusahaan untuk menyerahkan sejumlah labs dan pajak kepada negara seraya membolehkan perusahaan menyimpan sisanya guna kepentingan mereka.
3. Perusahaan-perusahaan besar milik negara yang tidak terkait dengan aktivitas produksi yang vital dapat dengan sukarela menjadi perusahaan bersama
dengan tanggung jawab yang dibatasi (termasuk joint venture dengan investor asing). Reformasi perusahaan-perusahaan di perkotaan mempunyai efek yang disebut two-tier ownership. Struktur yang pertama adalah perusahaan-perusahaan
besar dan penting yang mengontrol anak perusahaannya dalam pengembangan industri berteknologi tinggi. Yang kedua adalah perusahaan-perusahaan kecil yang
masif, koperasi, dan perusahaan individu dengan kepemilikan bersama, tetapi tetap terikat pada bidang pertanian dan produksi sampingan serta pcningkatan pelayanan jasa di desa maupun kota. Dengan diperbolehkannya para pekerja memiliki saham
perusahaan, inisiatif dan produktivitas pekerja jadi meningkat
Recommended