PORTOFOLIOKASUS KEMATIAN
ST ELEVASI MYOKARD INFARCT (STEMI)
Diajukan kepada Yth.
dr. Gunawan Santosa
Disusun oleh : dr. Dedi Pujo Purnomo
No. ID 2011.011.04.26.Unsoed
Pendamping : dr. Gunawan Santosa
NIP. 19670620 200212 1 003
RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATAPURBALINGGA
2012
1
PORTOFOLIO KASUS KEMATIAN
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : 2011.011.04.26.Unsoed / dr.Dedi Pujo Purnomo
No. ID dan Nama Wahana : RSUD DR.R. Goeteng Taroenadibrata
Topik : ST Elevasi Myocard Infarct (STEMI)
Tanggal (kasus) : 26 mei 2012
Pendamping : dr. Gunawan Santosa
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Ti Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Laki-laki 70 tahun datang dengan keluhan nyeri dada kiri dan sesak nafas.
Tujuan:
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen medis
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
DATA PASIEN
Nama : Tn. M
Usia : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Serayu karang anyar 4/1
No. RM : 488794
Tanggal Masuk : 20 maret 2012 (malam)
2
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Keluhan Utama : nyeri dada kiri dan sesak nafas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Goeteng dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada kiri dirasakan menjalar ke tangan
sebelah kiri. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan benda berat dan berlangsung
sekitar satu jam. Nyeri bertambah berat saat pasien bergerak atau beraktivitas dan
tidak berkurang dengan istirahat. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri di
daerah ulu hati. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas bertambah
dengan aktivitas. Pasien adalah penderita hipertensi tidak terkontrol.
2. Riwayat pengobatan:
Pasien konsumsi obat penurun tensi namun tidak rutin kontrol.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat asma, penyakit jantung, ginjal, DM disangkal
4. Riwayat keluarga:
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat hipertensi, asma, penyakit jantung, ginjal, DM disangkal
5. Riwayat pekerjaan:
Buruh
6. Kondisi lingkungan social dan fisik:
Lingkungan social baik, status ekonomi kurang dan lingkungan rumah baik.
7. Riwayat Imunisasi: -
Daftar Pustaka:
- Santoso M. dan Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran No. 147: 5-9.
- Risalina Myrtha. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut
(SKA). CDK 188; 38: 7.
- A. A. Subiyanto. 2008. Evidence-Based Medicine dalam Penatalaksanaan Angina
Tidak Stabil. Majalah Kedokteran Indonesia. 58: 5.
3
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis ST Elevasi Myocard Infarct (STEMI)
2. Manajemen ST Elevasi Myocard Infarct (STEMI)
3. Edukasi mengenai ST Elevasi Myocard Infarct (STEMI)
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif
II.1.Keluhan Utama :
Nyeri dada kiri dan sesak nafas
II.2.Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Goeteng dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada kiri dirasakan menjalar ke tangan
sebelah kiri. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan benda berat dan berlangsung
sekitar satu jam. Nyeri bertambah berat saat pasien bergerak atau beraktivitas dan
tidak berkurang dengan istirahat. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri di
daerah ulu hati. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas bertambah
dengan aktivitas. Pasien adalah penderita hipertensi tidak terkontrol.
II.3.Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
II.4.Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat anggota keluarga dengan keluhan serupa disangkal.
II.5. Anamnesis Sistem
• Sistem Cerebrospinal : pusing (-), demam (-), kejang (-)
• Sistem Cardiovaskular : nyeri dada (+) sesak saat aktivitas (+), berdebar-
debar (-)
• Sistem Respirasi : batuk (-), pilek(-), sesak nafas (+)
• Sistem Gastrointestinal : BAB dbn, nyeri perut (+), mual (-), muntah (-)
• Sistem Genitourinari : BAK dbn
• Sistem Muskuloskeletal : nyeri sendi (-), kaku (-)
• Sistem Integumen : ruam (-)
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : kesakitan, Compos Mentis, kesan gizi cukup
Vital Signs : Tekanan darah: 180/120 mmHg
Nadi : 112 kali/menit
Pernapasan : 26 kali/menit
Suhu : 36,5C
Kepala : konjungtiva anemis -/- , Sclera ikterik -/-
Leher : limfonodi tidak teraba
Thorak : Cor : S1-2 murni reguler, bising (-), gallop (-), murmur (-)
Pulmo : simetris kanan = kiri, retraksi (-)
Sonor +/+, Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen Datar, tidak tampak pulsasi epigastrium, Umbilikus tidak menonjol,
Hiperpigmentasi tidak ada, Bunyi usus (+) normal, perkusi timpani,
palpasi nyeri tekan epigastrik, hepar dan lien dalam batas normal.
Ekstremitas : akral hangat, nadi kuat, perfusi jaringan baik.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG : hasil ST elevasi di lead II, III, AVF
Hasil laboratorium (2012)
Darah Rutin : Hb : 12.9 g/dL 13.2 – 17.3
AL : 10,2 .103/L 3.8 – 10.6
Hct : 39 % 40.0 – 52.0
AE : 4.5 .106/L 4.4 – 5.9
AT : 283 .103/L 150.0 – 440.0
Diff.count : Eosinofil : 1 % 1 – 3
Basofil : 0% 0 – 1
Netrofil : 67% 50 – 70
Limfosit : 17% 25 – 40
Monosit : 4% 2 – 8
LED : 1 jam 10 mm/jam < 20
2 jam 62 mm/jam < 20
Kimia Darah : SGOT : 78 U/L < 37
SGPT : 27 U/L < 42
5
GDS :120 mg/d
2. Assessment (penalaran klinis):
Nyeri dada sebelah kiri dan menjalar ke dada sebelah kiri dengan hasil EKG
pasien menunjukkan elevasi segmen ST pada lead II, III dan AVF. Diagnosis
ditetapkan berdasarkan anamnesis dan tanda obyektif yang ditemukan pada
pemeriksan fisik dan penunjang.
3. Plan
Diagnosis kerja:
Observasi chest pain dd ST Elevasi Myocard Infarct (STEMI)
Pengobatan :
1. Non farmakologi :
1. Edukasi membatasi aktifitas
2. Farmakologi :
1. Oksigen 4 liter/ menit
2. IVFD D5% 15 tetes/ menit
3. ISDN 3x1 tab sublingual
4. Miniaspi 3 tab ---2x1 tab
5. Inj. Ranitidin 2x1 ampul iv
6. Amlodipin 10mg 1x1 tab
Perjalanan penyakit
04.20 KU lemah, kesadaran GCS E2M2V1 soporocomatous, sesak nafas (+),
nadi (+), pupil isokor 4mm/4mm reflek cahaya +/+.
04.25 KU menurun jelek, apnea (+), nadi (+) VTP detak jantung (+).
nadi (-)RJP 30 menit, nadi (-), detak jantung (-), pupil anisokor,
reflek cahaya -/-, reflek kornea -/-, EKG flat pasien dinyatakan
meninggal pukul 05.10.
Pendidikan :
Perlu dijelaskan kepada keluarga pasien bahwa kondisi pasien sudah tidak baik.
Keluarga pasien diberikan informed consent untuk tindakan tertentu apabila
6
diperlukan dan dimotivasi untuk siap mental juga suatu saat terjadi penurunan
kondisi dan berakhir dengan meninggal.
Konsultasi :
Konsultasi ditujukan kepada pembimbing rohani mengingat kondisi pasien yang
semakin menurun.
Rujukan :
Rujukan ditujukan kepada dokter spesialis penyakit dalam dan apabila kondisi
memungkinkan, pasien dapat dirawat di ICU.
pasien akan dirujuk ke spesialis penyakit dalam.
Kontrol :
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
Mengobservasi
kondisi umum dan
tanda vital
Tiap 1 jam saat KU
baik dan 15 menit saat
KU menurun
Kondisi umum baik
Tanda vital baik
Monitoring cairan dan
tanda kegawatan
Tiap jam Tidak ada kegawatan
Edukasi kondisi pasien
ke keluarga
Selama pasien dalam
monitoring
Keluarga mengerti kondisi
pasien
Pasien dinyatakan meninggal di UGD
Tanggal 21 maret 2012 pukul 05.10
Purbalingga,
Mengetahui.
(dr. Gunawan Santosa)
7
PEMBAHASAN
1. Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau
embolus. Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan
vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus
atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor,
volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan
vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti
kokain.
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan.
Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner
kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri
kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri.
Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks
jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan
mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam
sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah. Anatomi pembuluh darah jantung dapat
dilihat pada Gambar 1.
8
Gambar 1. Anatomi arteri koroner jantung
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen,
antara lain:
a. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi
plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
b. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
c. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal
ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
9
d. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawiinfark miokard (contohnyatroponin)
3 kali lebihbesar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneouscoronary
intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
e. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
f. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kalilebih besar dari nilainormal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu
usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat
seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi,
merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan
alkohol, dan aktivitas fisik.
Wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama
daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari
berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika
berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause,
dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga karena adanya efek
perlindungan estrogen.
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida
serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP)
menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The
Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar
kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
10
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar
300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok.
Penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di
daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan
indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan
obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan
lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan
darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II. Faktor
psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas
yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena
aterosklerosis.
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet
yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi
resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih
dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit.
3. Patologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini
terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan
lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi
endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel
endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-
molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-
11
trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan
produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi
dan pertumbuhan sel
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag
berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag
yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor
pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke
dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak
menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari
lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa
atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan
aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi
obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi
klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri
koroner desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia
yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau
subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan
berelaksasi.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi
dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat
dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan
kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan
12
miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner,
maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan
dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut
dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika
arteri koroner tersumbat cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat
mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial
terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi
pada waktu berbeda-beda.
4. Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan
rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah
rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau
kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah
kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan
tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering
timbul ketika pasien sedang beristirahat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin
dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan
untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit
terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin.
13
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard
berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik
abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung
tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting
suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan
seksama, dapat terdengar suara frictionrub perikard, umumnya pada pasien infark
miokard transmural tipe STEMI.
5. Diagnosis
Menurut Irmalita diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari
3 kriteria, yaitu
a. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
b. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST
digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
c. Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran
limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein
dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
14
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CAIII), myosin light
chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007).
Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard.
EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika
ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya
bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai
defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut
infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan
daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥
0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1,
karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika
elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan
area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST
depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari
daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih
negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi
daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai
gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T,
mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard.
Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.
Pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari
perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat
dilihat di Tabel 1.
15
Tabel. 1. Lokasi Infark
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen
ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
miokard yang terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi
segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun
(Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung
hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa
berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis
Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di
16
sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20
menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi
gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.
Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard
Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus
kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin
I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa). Troponin C berikatan dengan ion Ca2+ dan berperan
dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot jantung. Berat
molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang berikatan dengan aktin, berperan
menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T
yang berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi
kontraksi otot. Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur asam amino troponin T
dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot
skeletal dalam hal komposisi imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung
dan skeletal identik. Kompleks troponin, tropomiosin, aktin dan miosin dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar. 2.
Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi
pada sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang merupakan
17
prekursor tempat pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin dalam
bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam keadaan normal,
kadar cTnT tidak terdeteksi dalam darah. Keberadaan cTnT dalam darah diawali dengan
keluarnya cTnT bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak.
Selanjutnya cTnT yang berikatan dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutukan
waktu lebih lama.
Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar cTnT pada
infark miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh keluarnya
cTnT bebas dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang terikat pada
miofibril. Oleh sebab itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung lebih lama,
sehingga jendela diagnostiknya lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya.
Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang
reversible atau irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi
kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses
transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit,
edema sel dan hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula
akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transpor vesikular.
Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel ke dalam interstisium yang mungkin disebabkan
rusaknya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intrasel disebabkan proses
glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-
enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan aktifasi enzim proteolitik menyebabkan
disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi protein terikat. Manifestasinya adalah jika
terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran
darah. Keadaaan ini berlangsung terus menerus selama 30 jam sampai persediaan cTnT
sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis
intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke
dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan
kadarnya turun.
Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT
mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas. Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari. cTnT
tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu
5-15 hari untuk kembali normal. Diagnosis infark miokard ditegakkan bila ditemukan
18
kadar cTnT dalam 12 jam sebesar ≥0.03 μg/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi
atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada.
19