Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama: Natanael Hogan S.
NIM: 13.70.0080
Kelompok: B5
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kain saring, pisau, penggiling
daging, dan freezer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan bawal, garam, gula
pasir, polifosfat, es batu.
1.2. Metode
1
2
RUMUS :
Luas Atas = LA = 1/3 a (h0 + 4 h1 + 2h2 + 4 h3 + … hn )
Luas Bawah = LB = 1/3 a (h0 + 4 h1 + 2h2 + 4 h3 + … hn )
Luas Area Basah = LA - LB
Mg H2O =
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan praktikum Surimi dapat dilihat pada tabel dibawah
Tabel 1. Hasil Pengamatan Praktikum Surimi
Kel. Perlakuan HardnessWHC
(mgH20)Sensori
Kekenyalan Aroma
B1
Daging ikan giling + sukrosa 2,5% +garam 5% +
polifosfat 0,1%.
129,74 280917,72 ++ ++
B2
Daging ikan giling + sukrosa 2,5% +garam 5% +
polifosfat 0,3%.
292,02 218185,65 +++ +++
B3
Daging ikan giling + sukrosa 5% +garam
5% + polifosfat 0,3%.
112,7 318565,40 ++ +
B4
Daging ikan giling + sukrosa 5% +garam
5% + polifosfat 0,5%.
151,29 303858,12 +++ +
B5
Daging ikan giling + sukrosa 5% +garam
5% + polifosfat 0,5%.
134,31 301219,49 + +
Keterangan:Kekenyalan Aroma+ = tidak kenyal + = tidak amis++ = kenyal ++ = amis+++ = sangat kenyal +++ = sangat amis
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat hasil yang berbeda-beda dari pemberian
bahan tambahan yang berbeda-beda. Dapat dilihat pada bagian Hardness dimana
kelompok B2 dengan tambahan sukrosa 2,5%, garam 5%, dan polifosfat 0,3%
menghasilkan nilai yang paling tinggi dan nilai paling rendah adalah pada kelompok B3
dengan penambahan sukrosa 5%, garam 5%, dan polifosfat 3%. Hal ini tentu akan
mempengaruhi nilai WHC dimana terdapat perbedaan dari data WHC masing-masing
kelompok. Aroma dan kekenyalan yang didapat pun beragam untuk masing-masing
kelompok.
3
3. PEMBAHASAN
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan protein cukup
tinggi (sekitar 20%). Selain protein, kandungan gizi yang lain seperti lemak tidak jenuh,
vitamin, mineral pada ikan juga cukup tinggi. Mutu dari protein pada ikan termasuk
yang baik dikarenakan kandungan lemak dan kolesterolnya sedikit (Saanin, 2003).
Menurut jurnal oleh Jafarpour (2012), surimi adalah suatu kata dari Jepang yang berarti
suatu bagian protein dari ikan yang sudah dihilangkan tulangnya lalu dicuci dan
dicampur dengan krioprotektan. Surimi ini juga adalah suatu produk yang kolesterol
dan lemaknya rendah. Seringkali surimi bisa didapatkan dari bagian otot putih ikan
karena tekstur dan warna putihnya adalah yang dianggap penting untuk menghasilkan
surimi dengan kualitas yang baik. Ditambahkan oleh Suzuki (1981) bahwa surimi
merupakan hasil ikan setengah jadi yang cara pembuatannya adalah dengan
menghancurkan daging ikan. Daging ikan yang akan dihancurkan ini sebelumnya dicuci
terlebih dulu dan dilakukan penambahan polifosfat atau garam dan dilakukan
pengemasan lalu dibekukan setelahnya. Protein myofibril seperti myosin, aktin,
tropomysin, dan troponin adalah bagian dengan proporsi paling besar. Sifat dari surimi
yang dihasilkan bergantung pada tingkat kesegaran ikan, pH, kekuatan ion, dan
prosedur pengolahan (Shekarabi et al, 2015). Surimi juga merupakan suatu produk yang
dapat diolah kembali yang berpotensi untuk meningkatkan nilai ekonomi suatu produk
meskipun limbah yang dihasilkan tidak sedikit (Fogaca et al, 2013). Ditambahkan oleh
Shimazamaninejad et al (2013) bahwa surimi adalah produk intermediate (produk
antara) yang dapat digunakan untuk pembuatan produk seperti sosis dan salami.
Pada produk surimi, diberikan krioprotektan yang memiliki efek yang penting pada
produk surimi. Krioprotektan adalah suatu senyawa yang berfungsi sebagai pencegah
denaturasi saat penyimpanan suhu rendah. Contoh dari krioprotektan ini adalah gula
yang dapat melindungi bahan dari kehilangan air. Penambahan senyawa ini dapat
meningkatkan kualitas dan juga Water Holding Capacity dari surimi (Agustini, 2008).
4
5
Pada praktikum pembuatan surimi ini yang pertama kali dilakukan adalah dengan
menyiapkan ikan yang akan digunakan untuk praktikum. Bahan utama yang digunakan
adalah ikan bawal segar yang selanjutnya akan diambil bagian dagingnya. Ikan bawal
adalah salah satu ikan yang biasa dikonsumsi salah satunya dikarenakan dagingnya
gurih dan enak. Penggunaan ikan bawal segar ini dikarenakan menurut Shahidi &
Richard (1991), bahan baku segar akan memiliki protein yang belum terdenaturasi.
Pertama kali yang dilakukan adalah mencuci bersih ikan dengan air mengalir. Pencucian
ini bertujuan untuk melarutkan beberapa macam senyawa seperti enzim, lemak, protein
sarkoplasma, darah dan senyawa yang lain yang juga dapat menghambat pembentukan
gel pada ikan (Nielsem, 1994). Bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulit
dipisahkan dan diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram. Setelah diambil bagian
daging putihnya, daging ikan digiling dengan menggunakan blender hingga halus. Pada
saat penggilingan diberi tambahan es batu sehingga suhu tetap rendah dan kesegaran
ikan dapat terjaga, selain itu proses reduksi air yang berasal dari daging lumat akan
lebih cepat (Anonim, 1987).
Setelah penggilingan selesai, daging dipindahkan untuk dicuci. Untuk mencuci, daging
dipindahkan ke kain saring lalu dicuci dengan air es sambil diperas hingga kering.
Perlakuan ini diulang hingga 3 kali. Pencucian dengan air es ini berdasar teori dari
Shahidi & Richard (1991) yang menyatakan bahwa pencucian dengan air bersuhu di
atas 15oC dapat menyebabkan protein banyak terlarut sehingga akan mengurangi
kekuatan gel. Proses pencucian ini menurut Nopianti et al (2011) adalah salah satu
proses paling penting karena akan meningkatkan kemampuan pembentukan gel serta
konsentrasi dari protein myofibril.
Proses selanjutnya adalah penambahan sukrosa, garam, dan polifosfat. Adapun
konsentrasi yang diberikan berbeda-beda untuk tiap kelompok. Sukrosa yang
ditambahkan adalah 2,5% (Kelompok 1, 2), 5% (kelompok 3, 4, 5); Garam yang
ditambahkan adalah sebanyak 2,5% untuk semua kelompok; dan polifosfat sebanyak
0,1% (kelompok 1), 0,3% (kelompok 2, 3), 0,5% (kelompok 4, 5). Penambahan masing-
masing larutan ini memiliki fungsi tersendiri dan salah satunya adalah untuk
6
peningkatan nilai gizi, cita rasa, serta untuk pengendalian tingkat keasaman dan basa
dan akan mempengaruhi tekstur, bentuk, dan rupa dari produk (Winarno et al, 1980).
Pada metode diatas ditambahkan sukrosa. Menurut Armostrong (1995), sukrosa
merupakan disakarida yang tidak dapat mereduksi (gula non reduksi) yang terdiri dari
glukosa dan fruktosa. Ditambahkan oleh Suzuki (1981) bahwa sukrosa dapat digunakan
sebagai krioprotektan yang biasa digunakan. Krioprotektan ini dapat menghambat
denaturasi protein selama proses yang menggunakan suhu rendah seperti saat
pembekuan maupun penyimpanan beku. Selain itu, krioprotektan dapat meningkatkan
energy pengikat air, penstabil protein, dan mencegah tertukarnya molekul-molekul air
dari protein (Zhou et al, 2006).
Selain penambahan sukrosa, ditambahkan juga garam yang berfungsi agar myosin dapat
lepas dari serat ikan sehingga gel yang terbentuk akan menjadi kuat. Selain fungsi
diatas, penambahan garam juga sebagai bumbu (Winarno et al, 1980). Ismail et al.
(2004) berpendapat bahwa garam ditambahkan untuuk pelarutan protein myofibril agar
gel yang terbentuk lebih sempurna.
Terakhir ditambahkan polifosfat yang dapat menyebabkan aktomiosin terpisah dan akan
berikatan dengan myosin. Myosin yang ada bersama dengan polifosfat akan berikatan
dengan air lalu berikatan dengan air serta menahan mineral dan vitamin (Haryati, 2001).
Selain itu, Peranginangin et al (1999) menambahkan bahwa polifosfat akan memberi
nilai lebih pada kelembutan surimi dan memperbaiki sifatnya. Daya ikat air dari surimi
juga akan menjadi lebih baik dengan penambahan polifosfat. Biasanya digunakan
polifosfat sebanyak 0,2-0,3% sehingga pada praktikum ini juga dilakukan penambahan
0,3% polifosfat. Penambahan polifosfat ini juga memiliki efek lebih yaitu umur simpan
dari produk surimi akan menjadi lebih panjang dan dapat disimpan hingga 1 tahun atau
lebih. Ada beberapa jenis polifosfat yang digunakan yaitu DSP (dinatrium fosfat), STPP
(natrium tripolifosfat), serta SHMP (natrium heksametafosfat) (Matsumoto &
Noguchi ,1992).
7
Setelah penambahan berbagai macam bahan tersebut, surimi dimasukkan ke dalam
wadah dan dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Keesokan harinya surimi diambil
dan di thawing serta diukur beberapa hal. Menurut Agustini et al (2008), terdapat
beberapa hal yang biasanya dianalisa dalam produk surimi yaitu: pH, WHC, kekuatan
gel, analisa secara organoleptic. Adapun pada praktikum ini yang diukur adalah
hardness, WHC (Water Holding Capacity), dan kualitas sensori (kekenyalan dan
aroma).
WHC (Water Holding Capacity) merupakan suaru faktor yang penting dalam
menentukan pembentukan gel dari bahan. Semakin tinggi WHC protein, semakin baik
juga gel yang terbentuk (Agustini et al, 2008). Ditambahkan oleh Penny (1977) bahwa
daya ikat air (WHC) merupakan kemampuan dari daging untuk mengikat air saat ada
pengaruh dari luar.
Pada tabel hasil pengamatan dapat dilihat bahwa nilai hardness dan WHC berbeda-beda
antar kelompok. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi dari bahan tambahan yang
diberikan. Nilai WHC yang paling tinggi adalah WHC kelompok B3 dengan nilai
318565,40 dan paling rendah adalah kelompok B2 dengan nilai WHC 218185,65.
Dijelaskan oleh Wiguna (2005) bahwa penambahan krioprotektan dalam bentuk
sukrosa akan mengakibatkan WHC semaking tinggi. Dari teori diatas dapat disimpulkan
bahwa teori tersebut sesuai dengan hasil praktikum karena WHC kelompok 1 dan 2
yang menggunakan sukrosa 2,5 % memiliki nilai WHC yang lebih kecil dibandingkan
kelompok 3, 4, dan 5 yang menggunakan sukrosa 5%. Hal ini didukung oleh teori
Fennema (1985) yang menjelaskan tentang pencegahan kondensasi karena keberadaan
sukrosa dengan pengikatan molekul air melalui ikatan hydrogen. Hasil hardness
berbanding terbalik dengan WHC dimana WHC yang semakin tinggi akan
mengakibatkan hardness semakin kecil. Hal ini sesuai dengan teori dari Agustini (2008)
bahwa krioprotektan akan memberi efek bagi WHC dan juga tingkat hardness. Teori
dari Peranginangin et al (1999) juga menyatakan bahwa polifosfat dapat memperbaiki
WHC serta menyebabkan produk menjadi lembut. Hal ini sesuai dengan hardness yang
diperoleh karena kelompok dengan nilai WHC tinggi juga hardness semakin kecil
karena semakin lembut.
8
Dari hasil sensori terdapat 2 parameter yang dilihat yaitu kekenyalan dan aroma. Dari
segi kekenyalan, terdapat perbedaan dari tiap kelompok. Untuk kelompok B1 dan B3
hasilnya kenyal, untuk kelompok B2 dan B4 hasilnya sangat kenyal sedangkan untuk
kelompok B5 hasilnya tidak kenyal. Sedangkan dari segi aroma juga terdapat perbedaan
dalam hasil yang didapat. Kelompok B1 mendapatkan aroma yang amis, Kelompok B2
mendapatkan aroma yang sangat amis sedangkan untuk kelompok B3, B4, dan B5
hasilnya tidak amis. Menurut Toyoda et al (1992), hasil yang berbeda-beda ini dapat
terjadi karena jumlah polifosfat yang ada ini akan mempengaruhi tekstur dari surimi
dimana semakin banyak polifosfat akan mengakibatkan kekenyalan semakin tinggi.
Namun hasil yang didapat berbeda dari teori yang seharusnya dimana pada kelompok
B5 kekenyalannya justru paling rendah karena hasilnya adalah tidak kenyal. Meskipun
begitu hasil dari kelompok B4 sudah sesuai teori karena hasilnya adalah sangat kenyal.
Menurut Ozugul et al. (2005) kesalahan dapat terjadi dikarenakan kualitas ikan yang
berbeda-beda. Perbedaan contohnya dari komposisi asam lemak, umur, ukuran, dan
lain-lain.
Kualitas produk surimi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Tingkat kesegaran ikan
Bahan baku yang segar akan memiliki protein yang belum terdenaturasi
sehingga akan meningkatkan kualitas setelah pengolahan (Shahidi & Richard,
1991).
2. Proses pencucian
Pada proses pencucian surimi yang benar, kemampuan pembentukan gel serta
konsentrasi dari protein myofibril akan meningkat (Nopianti et al, 2011).
3. Bahan tambahan
Bahan tambahan seperti garam, gula, dan krioprotektan akan menghasilkan
surimi dengan hasil yang diinginkan. Jika penggunaan polifosfat tepat maka
akan dihasilkan surimi dengan kekenyalan dan aroma yang sesuai (Toyoda et al,
1992).
4. Penyimpanan
9
Kualitas surimi dapat menurun pada kondisi penyimpanan tertentu.
Penyimpanan pada suhu yang lebih rendah akan memperpanjang lamanya surimi
pada kualitas terbaik. Kekuatan gel surimi yang disimpan pada suhu -18oC akan
lebih tinggi dibandingkan yang disimpan pada suhu -5oC (Uju, 2006).
5. Kemampuan Membentuk Gel
Kemampuan membentuk gel adalah salah satu sifat fungsional yang paling
penting dan dipengaruhi berbagai macam faktor seperti spesies ikan, konsentrasi
protein, kekuatan ion, suhu, dan lama saat pemanasan (Shimazamaninejad,
2013)
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan produk olahan dari daging ikan yang sudah dipisahkan dari
tulang, kulit, kepala.
Surimi merupakan produk antara yang dapat digunakan untuk membuat produk lain
contohnya sosis dan salami.
Bagian dengan proporsi terbesar pada iikan adalah protein myofibril seperti aktin,
myosin, dan troponin.
Surimi dapat diolah kembali menjadi produk dengan nilai ekonomi lebih tinggi
namun menghasilkan limbah yang tidak sedikit.
Krioprotektan merupakan senyawa untuk mencegah denaturasi protein.
Krioprotektan dapat meningkatkan kualitas serta Water Holding Capacity dari
surimi
Salah satu contoh krioprotektan yang sering digunakan adalah sukrosa
Pencucian awal berfungsi agar berbagai macam senyawa yang menghambat
pembentukan gel larut
Penggilingan dilakukan pada suhu rendah agar protein tidak banyak terlarut
sehingga gel lebih kuat
Penambahan garam dilakukan agar myosin dapat lepas dari serat ikan agar gel lebih
bagus.
Polifosfat dapat memperkuat daya ikat air serta menambah kelembutan dari produk
serta memperpanjang umur simpan
Sukrosa akan membuat WHC semakin tinggi dan hardness semakin rendah
Kualitas produk surimi dipengaruhi beberapa faktor seperti: tingkat kesegaran,
proses pencucian, bahan tambahan, penyimpanan, dan kemampuan membentuk gel.
Semarang, 28 September 2015
Praktikan Asisten Dosen
Natanael Hogan S. Yusdhika Bayu S.
13.70.0080
10
5. DAFTAR PUSTAKA
Agustini et al. 2008. Evaluation on Utilization of Small marine Fish To Produce Surimi
Using Different Cryoprotective Agents to Increase the Quality of Surimi. Journal of
Coastal Development Vol 11, Number 3, June 2008 : 131-140. Diponegoro
University.
Anonim. 1987. Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jenderal Perikanan
Departemen Pertanian. Jakarta.
Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New
York: Marcel Dekker, Inc.
Fogaca et al (2013). Optimization of The Surimi Production From Mechanically
Recovered Fish Meat (MRFM) Using Response Surface Methodology. Journal of
Food Quality ISSN 1745-4557.
Jafarpour et al. 2012. A Comparative Study on Effect of Egg White, Soy Protein Isolate
and Potato Starch on Functional Properties of Common Carp (Cyprinus carpio)
Surimi Gel. J. Food Process Technol 2012, 3:11
Matsumoto JJ, Noguchi SF. 1992. Cryostabilization of protein in surimi. In: Lanier
T.C. and Lee C.M. (eds). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc.
Nielsen, R.G. dan G.M. Pigott. 1994. Gel Strength Increased In Low-Grade Heat-Seat
Surimi With Blended Phospates. Journal Food Science. 2(59):246-250.
Nopianti, R., Nurul Huda and Noryanti Ismail. 2011. A review on the Loss of the
Functional Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of
Gel-forming properties of Surimi. American Journal of Food Technology 6 (1): 19-
30.
Ozogul, Yesim, Fatih Ozogul, and A.Ilkan Olgunoglu. (2005). Fatty Acid Profile and
Mineral Content of The Wild Snail (Helix pomatia) from The Region of The South
of The Turkey. Europe Food Research Technology 221: 547-549.
Penny, L.F., 1977. The effect of temperature on the drip, denaturation and extra
cellular space of pork longissimus dorsi muscle. J. Sci. Food Agric., 28: 329-338.
11
12
Peranginangin, R. Dkk. 1999. Instalasi penelitian Perikanan Laut Sipil. BalaiPerikanan
Laut. Jakarta.
Saanin. 2003. Nama Latin Ikan. Angkasa : Bandung.
Shahidi, Fereidoon and J. Richard Botta. (1991).Seafoods: Chemistry, Processing
Technology and Quality. Blackie Academic and Professional. Glasgow.
Shekarabi et al. 2015. Effect of heat treatment on the properties of surimi gel from black
mouth croaker (Atrobucca nibe). International Food Research Journal 22(1)L 363-
371.
Shimazamaninejad et al. 2013. Effect of Medium Temperature Setting on Gelling
Characteristics of Surimi from Farmed Common Carp (Cyprinus carpio, Linnaeus,
1758). World Journal of Fish and Marine Sciences 5 (5): 533-539.
Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein. Applied Science Publ. Ltd. London.
Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992)
Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by
Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant Cell
Physiol. 33: 445-452.
Uju. 2006. Pengaruh Penyimpanan Beku Surimi Terhadap Mutu Bakso Ikan Jangilus
(Istiophorus sp). Staf Pengajaran pada Departemen Teknologi hasil Perairan, FPIK.
IPB. Bogor.
Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective effect of trehalose
and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi durimg frozen storage.
Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan WHC (mg H2O):
Perhitungan WHC Kelompok B1
13
14
Perhitungan WHC Kelompok B2
Perhitungan WHC Kelompok B3
15
Perhitungan WHC Kelompok B4
16
Perhitungan WHC Kelompok B5
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal