1
PRAKTEK PENGELOLAAN KELAS EFEKTIF DALAM MENINGKATKANMUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(Studi Pada SMP Negeri I Lawang Wetan Kecamatan Babat Toman Kabupaten MusiBanyuasin)
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam (M. Pd.I)
dalam Program Studi Ilmu Pendidikan Islam Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam
Oleh
AROPAH NIM : 090103048
PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH
PALEMBANG2014
2
Bab 1PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat
meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala 2008, hal. 62).
Profesionalisme seorang guru mutlak diperlukan sebagai bekal dalam
mengakses perubahan baik itu metode pembelajaran ataupun kemajuan teknologi yang
kesemuanya ditujukan untuk kepentingan proses belajar mengajar. Karena menurut
Atiek W dan Yudha I (2001, hal. 353), jika ditinjau dari undang-undang sebagaimana
tersebut di atas tugas guru tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada siswa,
tetapi lebih kepada bagaimana menyiapkan mereka menjadi sumber daya manusia
yang terampil dan siap mengakses kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
liberalisasi yang terjadi di masa nanti.
Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar hendaknya guru dapat
mengarahkan dan membimbing siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar
sehingga tercipta suatu interaksi yang baik antara guru dengan siswa maupun siswa
dengan siswa. Hal ini senada seperti yang ditulis Madri M. dan Rosmawati (2004, hal.
274), bahwa terjadinya proses pembelajaran itu ditandai dengan dua hal yaitu : (1)
siswa menunjukkan keaktifan, seperti tampak dalam jumlah curahan waktunya untuk
3
melaksanakan tugas ajar, (2) terjadi perubahan perilaku yang selaras dengan tujuan
pengajaran yang diharapkan.
Dalam setiap proses pengajaran kondisi ini harus direncanakan dan diusahakan
oleh guru secara sengaja agar dapat terhindar dari kondisi yang merugikan (usaha
pencegahan), dan kembali kepada kondisi yang optimal apabila terjadi hal-hal yang
merusak disebabkan oleh tingkah laku peserta didik di dalam kelas (usaha kuratif).
Kelas sebagai lingkungan tempat belajar mengajar harus dimanfaatkan dengan baik
dan di kelola sedemikian rupa agar proses pembelajaran dapat dilakukan dengan
maksimal. Tindakan dalam pengelolaan kelas inilah sebagai tindakan yang dilakukan
oleh guru dalam rangka menyediakan kondisi yang optimal agar proses belajar
mengajar berlangsung efektif.
Usaha guru dalam menciptakan kondisi yang diharapkan akan efektif apabila:
pertama, diketahui secara tepat faktor-faktor yang dapat menunjang terciptanya
kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar-mengajar, kedua, dikenal masalah-
masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan dapat merusak iklim belajar-
mengajar, ketiga, dikuasainya berbagai pendekatan dalam pengelolaan kelas dan
diketahui pula kapan dan untuk masalah mana suatu pendekatan digunakan (Rohani
2004, hal. 122).
Sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai sesuai dengan yang diamanatkan
oleh Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bahwa, tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk menarik minat siswa dalam memahami konsep-konsep yang tercakup
dalam kurikulum khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk SMP
4
secara keseluruhan tidaklah mudah. Menurut Nasrun (2004, hal. 428), dalam forum
pendidikan mengemukakan bahwa guru dituntut mampu memiliki dan menggunakan
media pengajaran sesuai dengan materi yang akan di sajikan, dituntut mampu
menggunakan metode mengajar secara stimulan untuk menghidupkan suasana
pengajaran dengan baik. Tugas guru adalah mendiagnosis kebutuhan belajar,
merencanakan pelajaran, memberikan presentasi, mengajukan pertanyaan, dan
mengevaluasi pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat yang
kritis bagi kegiatan instruksional yang efektif agar seorang guru berhasil mengelola
kelas hendaklah ia mampu mangantisipasi tingkah laku siswa yang salah dan
mencegah tingkah laku demikian agar tidak terjadi (Nasrun 2004, hal. 428).
Dengan melihat konteks tersebut pengelolaan kelas dapat dipandang sebagai
suatu usaha yang sangat penting dan harus mendapat prioritas oleh seorang guru dalam
berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan siswa.
Upaya yang dilakukan adalah dengan pemberian kepada siswa untuk melaksanakan
kegiatan yang kreatif dan terarah.
Pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran, dalam UU No. 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen (2008, hal. 68), pada pasal 20 item (a) disebutkan
bahwa tugas guru adalah merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Suatu tugas pokok guru adalah menjadikan peserta didik mengetahui atau melakukan
hal-hal dalam suatu cara yang formal. Berarti ia menstrukturisasi pengetahuan atau
ketrampilan dalam suatu cara yang sedemikian rupa sehingga menyebabkan peserta
didik tidak hanya mempelajarinya melainkan juga mengingatnya dan melakukan
sesuatu denganya. Tentunya tujuan reformulasi undang-undang tersebut merupakan
respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan
sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk
5
memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan,
pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan
hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara
optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Disamping kebijakan pemerintah tentunya keberhasilan dalam pendidikan
sangatlah dipengaruhi oleh guru dan metode yang digunakanya. Disamping itu
lingkungan belajar juga turut andil dalam keberhasilan pendidikan seseorang.
Lingkungan yang kondusif dapat menjadikan suasana yang kondusif pula bagi
seseorang untuk mencapai pendidikan yang berkualitas. Suatu sistem pendidikan
dikatakan berkualitas apabila proses pembelajaranya berlangsung menarik dan
menantang (Harsanto 2007, hal. 9). Sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak
mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan.
Proses pembelajaran yang berkualitas akan membuahkan hasil pendidikan yang
berkualitas pula. Dengan demikian akan meningkatan kualitas kehidupan bangsa.
Peran dan fungsi guru sangatlah penting dalam proses belajar mengajar tersebut. Untuk
itu guru harus memiliki pengetahuan, disamping pengetahuan tentang materi pelajaran
juga mengenai teori belajar dan mengajar sebagai pegangan dalam proses
pembelajaran.
Langkah yang dapat dilakukan agar dapat tercapai tujuan pembelajaran adalah
melaksanakan pengembangan dalam pengajaran dan pembelajaran. Salah satunya
dengan menggunakan alat peraga atau prototype subyek/obyek materi sebagai alat
bantu siswa dalam memahami konsep-konsep Pendidikan Agama Islam, serta
pembenahan sistem ventilasi kelas agar tercipta lingkungan kelas yang nyaman,
praktik lapangan, pembentukan kelompok belajar, dan diharapkan pengembangan
pembelajaran serta pengajaran tersebut siswa dapat lebih memahami dengan baik
materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang disampaikan oleh guru.
6
Pendidikan Agama Islam berperan sebagai mediator dimana ajaran Islam dapat
disosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan
inilah, masyarakat dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam
sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehubungan dengan itu tingkat
kedalaman pemahaman, penghayatan dan pengamalan masyarakat terhadap ajaran
Islam tergantung pada tingkat kualitas Pendidikan Agama Islam yang diterimanya.
Pendidikan Islam berkembang setahap demi setahap hingga mencapai tahapan seperti
sekarang ini (Cep Unang Wardaya 2007).
Dalam perkembangan Pendidikan Agama Islam seringkali berhadapan dengan
berbagai problematika. Diketahui bahwa sebagai sebuah sistem, Pendidikan Agama
Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu dan yang lainnya saling
berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi; landasan, tujuan, kurikulum,
kompetensi dan profesionalisme guru, pola hubungan guru dan murid, metodologi
pembelajaran, sarana prasarana, evaluasi, pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai
komponen yang terdapat dalam sistem pendidikan seringkali berjalan apa adanya
secara konvesional, tanpa adanya inovasi menujuh hal yang lebih baru sesuai dengan
perkembangan zaman.
Akibat dari permasalahan tersebut mutu dan kualitas Pendidikan Agama Islam
semakin rendah, tujuan dan visi misi Pendidikan Agama Islam tidak berhasil dicapai
dengan baik.Tujuan pendidikan Islam seringkali diarahkan untuk menghasilkan
manusia-manusia yang hanya menguasai ilmu tentang Islam saja. Namun sebenarnya
tujuan Pendidikan Agama Islam sangatlah luas cakupannya.
Sehubungan dengan hal di atas, Zakiah Darajat (1996, hal. 30-31), mengatakan
bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri dari beberapa tujuan yang meliputi: tujuan
umum, tujuan akhir, tujuan sementara dan tujuan operasional. Tujuan umum ialah
tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran
7
atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,
tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Apabila penyelenggaran
pendidikan Islam mampu mencapai tujuan umum ini, maka terwujudlah bentuk insan
kamil dengan pola takwa.
Lebih lanjut Zakiah Daradjat (1996 hal. 31-32 ) mengatakan:
Tujuan sementara dari pendidikan Islam adalah tujuan yang akan dicapaisetelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakandalam suatu kurikulum pendidikan formal, sedangkan tujuan operasional daripendidikan Islam adalah tujuan instruksional umum dan tujuan instruksionalkhusus (TIU dan TIK), yang pada kurikulum saat ini disebut standarkompetensi dan kompetensi dasar.
Secara ideal betapa beratnya beban yang harus diemban dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam. Penyelenggaraan pendidikan Islam harus mampu
mencapai tujuan tersebut di atas, yang intinya pendidikan Islam harus mampu
memberikan bekal kepada peserta didik untuk melaksanakan tugasnya di muka bumi
sebagai kholifah dalam rangka ibadah kepada Allah (Ahmad Tafsir 2007, hal. 46).
Secara realita dalam penyelenggaraan pendidikan Islam untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam tersebut masih merasa kesulitan dan jarang terwujud tujuan tersebut.
Permasalahan tersebut di atas, semakin diperparah dengan tidak tersedianya tenaga
pendidik Agama Islam yang profesional, yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai
materi juga mampu mengelola kelas secara efektif yang pada gilirannya akan dapat
meningkatkan mutu pembelajaran itu sendiri.
Mengingat pentingnya pengelolaan kelas ini, para guru di SMP Negeri 2
Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin melakukan pengelolaan kelas yang efektif
sebagai upaya penigkatan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Berangkat
dari pemikiran dan kenyataan ini, menurut hemat penulis perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut terhadap peran pengelolaan kelas efektif dalam meningkatkan mutu
8
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten
Musi Banyuasin.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan
permasalahan, sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan kelas efektif di SMP Negeri 2 Lawang Wetan
Kabupaten Musi Banyuasin?
2. Bagaimana meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin?
3. Bagaimana praktek pengelolaan kelas efektif dalam meningkatkan mutu
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Lawang Wetan
Kabupaten Musi Banyuasin?
Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak meluas dan melebar sehingga tidak mencapai apa yang
menjadi tujuan utamanya serta menghindari kekeliruan dan kesalahan interpretasi,
maka penelitian ini hanya dibatasi pada terhadap peran pengelolaan kelas efektif dalam
meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Lawang
Wetan Kabupaten Musi Banyuasin.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menjelaskan bagaimana peran
pengelolaan kelas efektif dalam meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk mengembangkan bangunan teori berdasarkan data
di lapangan, yang diharapkan bisa menjelaskan bentuk peran pengelolaan kelas efektif
9
dalam meningkatkan mutu pembelajaran, khususnya pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin.
Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengelolaan kelas efektif di SMP Negeri 2 Lawang Wetan
Kabupaten Musi Banyuasin.
2. Untuk mengetahui meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin.
3. Untuk mengetahui praktek pengelolaan kelas efektif dalam meningkatkan mutu
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Lawang Wetan
Kabupaten Musi Banyuasin
Kegunaan Penelitian ini adalah :
1. Dalam menghadapi perkembangan zaman tentunya masyarakat dan bangsa
ini menginginkan generasi yang baik dan berkualitas. Tentunya dengan
langkah sedini mungkin dan kreatif dalam menuangkan ide guna
memperbaiki berbagai system pembelajaran dan beberapa metode dalam
mengajar. Dengan penelitian ini diharapkan seorang guru bisa lebih cermat
dan teliti dalam menilai dan memantau perkembangan anak didik. Dengan
pengelolaan kelas yang baik.
2. Diharapkan dapat dijadikan dasar studi pengembangan penulis terhadap
pengelolaan kelas dalam membentuk pengelolaan kelas efektif dalam
menciptakan mutu pembelajaran.
3. Menjadi tambahan ilmu pengetahuan dan sebagai pemenuhan persyaratan,
untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam pada Program
Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang.
10
Tinjauan Pustaka
Penelitian sebelumnya telah ditinjau antara lain : Yuni Rachmawati (2009), judul
tesisnya ”Pelaksanaan Pengelolaan Kelas Pada Kelas I Di Sd Plus Al-Firdaus
Surakarta Tahun 2008/2009”. Progran Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Penelitian ini mengungkapkan bahwa, pelaksanaan pengelolaan kelas pada
kelas I di SD plus Al Firdaus Surakarta yang menyangkut pengelolaan siswa, sudah
berusaha menerapkan pengelolaan kelas sesuai dengan teori-teori yang ada tentang
pengelolaan kelas. Sedangkan yang menyangkut dengan fisik kelas SD Al Firdaus
sudah mengelola kelas dengan baik dan kenyamanan siswa di dalam kelas sudah
tercipta. Hal ini disebabkan karena adanya keseimbangan antara tenaga pendidik
dengan peserta didik dan sarana prasarana yang memadai. akan tetapi motivasi guru
dalam mengelola kelas tidak sama sehingga dalam penerapan pengelolaan kelas belum
maksimal.
Herlina, (2007) dengan judul skripsinya ”Pengaruh Pengelolaan Kelas
Terhadap Hasil Belajar Biologi Eksperimen di Kelas VII MTs Al Mafatih Palmerah
Jakarta Barat”. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengelolaan kelas
terhadap hasil belajar biologi. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen
dengan Pretest, Posttest Equivalent Group Design. Penelitian dilaksanakan di MTs
Almafatih Palmerah Jakarta Barat dengan teknik pengambilan sampel secara simple
random sampling dan pemilihan kelas dilakukan secara random, dan didapatkan siswa
kelas VII-I sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-II sebagai kelas kontrol. Instrumen
hasil belajar berupa tes berbentuk pilihan ganda yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya. Hipotesis yang diajukan adalah hasil belajar biologi yang diajarkan
dengan pengelolaan kelas lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar biologi yang
11
diajarkan dengan tidak pengelolaan kelas. Analisis data menggunakan uji-t pada taraf
signifikasi 0,05 hal ini dapat dilihat dari t hitung > t tabel. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar biologi siswa yang diajarkan dengan pengelolaan
kelas lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan tidak menggunakan pengelolaan
kelas.
Tutik Mulyati (2006) dengan judul tesisnya: ”Kontribusi Pengelolaan Kelas
dan Konsep Diri Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri Kabupaten
Boyolali”. Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil
penelitian menunjukkan: 1) ada kontribusi yang signifikan pengelolaan kelas terhadap
prestasi belajar siswa (p = 0,000 < 0,05), 2) ada kontribusi yang signifikan konsep diri
guru terhadap prestasi belajar siswa (p = 0,000 < 0,05), 3) ada kontribusi yang
signifikan pengelolaan kelas dan konsep diri guru terhadap prestasi belajar siswa (p =
0,000 < 0,05) dengan besar pengaruh 82,8 % (R Square – 0,828). Implikasi dari hasil
penelitian menunjukkan adanya kontribusi yang signifikan pengelolan kelas terhadap
prestasi belajar memberi gambaran kepada guru atau pihak terkait untuk mau dan
mampu mempelajari tentang pengelolan kelas dalam pelaksanaan tugasnya dalam
perspertif peningkatan kualitas keberhasilan belajar siswa. Implikasi lain adanya
kontribusi yang signifikan konsep diri guru terhadap prestasi belajar memberi
gambaran kepada guru atau pihak terkait untuk mau dan mampu mempelajari tentang
konsep diri guru dalam pelaksanaan tugasnya dalam perspertif peningkatan kualitas
keberhasilan belajar siswa.
Ganil Listyowati (2008) Judul Skripsinya: ”Pengaruh Persepsi Siswa
Mengenai Pengelolaan Kelas Dan Partisipasi Siswa Dalam Pembelajaran
Kontekstual Terhadap Kemandirian Belajar Pada Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan Bagi Siswa Kelas Viii Smp Negeri 9 Surakarta Tahun Pelajaran
2008/2009”. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan
12
bahwa persepsi siswa mengenai pengelolaan kelas dan partisipasi siswa dalam
pembelajaran kontekstual merupakan faktor-faktor intern yang mempengaruhi
kemandirian belajar siswa yang bersangkutan. Oleh karena itu bila persepsi siswa
mengenai pengelolaan kelas baik, maka dapat menciptakan suasana kelas yang
harmonis sehingga mempengaruhi kemandirian belajar pada mata pelajaran PKn.
Pengelolaan kelas yang baik dapat dilakukan dengan melibatkan siswa dan
memberikan dorongan untuk belajar lebih mandiri. Selain itu guru dapat menggunakan
pendekatan kontekstual dalam pembelajaran sebagai alternatif pembelajaran agar siswa
lebih mandiri dalam belajar dan pemahaman siswa terhadap materi menjadi lebih baik.
Saran bagi siswa adalah ikut berperan menciptakan suasana kelas yang kondusif bagi
pembelajaran, yaitu selalu bersedia dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti
petunjuk dan arahan yang diberikan guru.
Muhammad Sya’roni ( 2009: Tesis Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta) dengan judul penelitiannya ”Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam Perspektif Total Quality Management (TQM) (Studi Kepuasan
Pelanggan Eksternal Primer di SMA Unggulan BPPT Al-Fattah Lamongan). Dari
penelitian ini, terungkap bahwa sekalipun SMA Unggulan tidak menyatakan
menerapkan TQM dalam mengelola pembelajaran PAI akan tetapi dapat dinyatakan
telah menerapkan TQM karena telah terdapat lima pilar sekolah TQM, yaitu (1) fokus
pada pelanggan, yang dicerminkan dengan sekolah memberikan layanan sesuai dengan
kebutuhan siswa, sekolah memiliki tim litbang yang bertugas sebagai pengawas dan
pengendali mutu, guru PAI membagikan angket untuk mengetahui kebutuhan siswa,
adanya program remedi, adanya pembaharuan kurikulum PAI; (2) keterlibatan
menyeluruh, diwujudkan dengan selalu melibatkan semua komponen dalam
menentukan kebijakan; (3) pengukuran, diwujudkan dalam tes formatif, sumatif dan
ujian untuk mengukur perkembangan pembelajaran siswa, sedangkan pengukuran
13
sumber daya, kekuatan, hambatan belum dilakukan dengan baik sehingga tingkat
kepuasan siswa terhadap layanan pembelajaran PAI diniyah tidak begitu tinggi; (4)
memandang pendidikan sebagai sistem, ini diwujudkan dengan menyediakan seluruh
komponen pembelajaran yang bermutu; (5) perbaikan yang berkelanjutan, pilar ini
diwujudkan dengan selalu mengadakan rapat evaluasi dan perencanaan setiap hari
senin, mengikutkan tenaga pendidik dan kependidikan dalam berbagai pelatihan,
mengadakan pelatihan pendidikan, memanfaatkan tim pengawas.
Mardiah (2008: Tesis Program Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang)
dengan judul penelitiannya ” Manajemen Kelas Fakultas Tarbiyah Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana praktek manajemen yang telah ada serta untuk mengetahui
faktor apa saja yang menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan manajemen
kelas di Fakultas Tarbiyah dan setting penelitian dilakukan di Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang dengan subjek penelitian
yang terdiri dari mahasiswa dan dosen, penelitian ini terfokus pada implementasi
praktek manajemen kelas yang berisikan unsur-unsur manajemen kelas. Penelitian ini
bersifat deskriptif dengan kecenderungan menggunakan pendekatan kualitatif.
Dari beberapa penelitian terdahulu setidaknya ada bagian yang sama dengan
topik penelitian yang penulis teliti, yaitu tesis yang ditulis oleh Mardiah (2008: Tesis
Program Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang) dengan judul penelitiannya ”
Manajemen Kelas Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah
Palembang”. Namun dalam penelitian ini yang membedakannya dengan penelitian di
atas adalah lokasi penelitian, dan fokus penelitian itu sendiri, jika Mardiah meneliti
tentang Manajemen Kelas Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Raden Fatah Palembang, sedangkan penelitian yang akan penulis teliti lebih spesifik
peran pengelolaan kelas Efektif dalam meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan
14
Agama Islam, adapun tempat penelitiannya di SMP Negeri 2 Lawang Wetan
Kabupaten Musi Banyuasin.
Kerangka Teori
Dalam kerangka teori penulis akan kemukakan teori-teori yang dijadikan sebagai dasar
untuk menganalisis peran pengelolaan kelas efektif dalam meningkatkan mutu
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten
Musi Banyuasin.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Mengajar
tergantung pada guru sendiri, semua itu dapat dilihat dari pengetahuan, sikap dan
ketrampilannya, serta pengalamannya dalam ruang lingkup dan strategi belajar. Ruang
lingkup dan strategi belajar diantaranya adalah pengelolaan kelas yang bertujuan untuk
membuat siswa giat dan aktif dalam belajar sehingga kegiatan belajar mengajar
berjalan efektif dan efisien. Dalam kehidupan sekolah sering kita lihat adanya guru-
guru yang bisa dikatakan tidak berhasil dalam mengajar. Kegagalan atau
ketidakberhasilan guru dalam mengajar bukan karena mereka tidak bisa menguasai
materi, tetapi karena ketidaktahuan mengelola kelas dengan baik. Karena itu
pemahaman yang baik mengenai pengelolaan kelas sangat perlu dan akan membantu
guru dalam menjalankan tugasnya.
Pengelolaan kelas diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam
mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya
pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan
kurikulum dan perkembangan murid (Hadari Nawawi 1989, hlm. 11). Mengelola kelas
bukanlah tugas yang ringan, oleh karena itu guru perlu banyak belajar sebelum
15
memulai tugas profesinya(Suharsimi Arikunto 1993, hlm. 191). Lebih lanjut menurut
Hadari Nawawi (1989, hlm. 129), ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru, meliputi :
1. Mampu menguasai bahan.
2. Mampu mengelola proses belajar mengajar.
3. Dapat mengelola ruang kelas.
4. Penggunaan media atau sumber.
5. Mampu mengelola dan mempergunakan interaksi belajar
mengajar untuk perkembangan fisik, mental dan emosional siswa.
6. Memiliki kemampuan melakukan penilaian prestasi belajar
siswa secara objektif dan mempergunakannya untuk kepentingan proses
pendidikan siswa.
7. Memahami fungsi dan program layanan bimbingan dan
penyuluhan siswa
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan
berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar, yaitu pengaturan kelas dan pengajaran
itu sendiri. Kedua hal itu saling tergantung. Keberhasilan pengajaran dalam arti
tercapainya tujuan-tujuan instruksional, sangat tergantung pada kemampuan mengatur
kelas. Kelas yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar
sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran (Conny Semiawan, at.al 1990,
hlm. 63). Mengelola kelas secara baik dalam rangka menyediakan kondisi yang
16
kondusif untuk berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif merupakan salah satu
kemampuan professional yang harus dimiliki oleh guru.
Di jelaskan dalam buku Teachers Development tentang guru yang profesional
yaitu "The purpose of teacher education should be to encourage the growth of
teachers as person and as professionals. Teachers who are growing are becoming
more open, more humane, more skillfull, more complex, more complete pedagogues
and human beings. They are fulfilling their own unique potentials or doing for
themselves what others expect them to do for students. But often teacher educators fail
to recognize that teachers, like students, have different needs and abilities" (Robert F.
Mcneraney And Carol A. Carrier 1998, hlm. 1). Artinya "tujuan pendidikan guru
seharusnya mendorong perkembangan guru-guru secara pribadi dan secara profesional.
Guru-guru yang berkembang akan menjadi lebih terbuka lebih manusiawi, lebih
terampil, lebih mempunyai keahlian dalam mendidik. Mereka sedang memenuhi
potensi has mereka sendiri atau melakukan untuk mereka sendiri yang orang lain
mengaharapkan mereka melakukan untuk para siswa, tetapi sering guru gagal untuk
memahami guru, bahwa seperti para siswa mempunyai kebutuhan dan kemampuan
yang berbeda.
Oleh karena itu untuk dapat menciptakan suasana kelas yang baik diperlukan
seperangkat keterampilan pengelolaan kelas dan menerapkannya dalam proses
pembelajaran.
Definisi Konseptual
Dari judul yang penulis paparkan memiliki beberapa istilah penting yang bersifat
konseptual dan memungkinkan memiliki pengertian yang luas. Oleh karena itu, untuk
memperoleh gambaran yang spesifik dan menghindari multi interpretasi, maka perlu
17
ditegaskan beberapa penggunaan istilah dalam judul penelitian ini. Sesuai dengan
fokus penelitian ini, ada tiga istilah yang perlu didefinisikan yaitu: peran, pengelolaan
kelas yang efektif, peningkatan mutu pembelajaran, dan Pendidikan Agama Islam.
Peran adalah sesuatu yang ikut membantu dalam melancarkan usaha, sehingga
dapat dicapai apa yang menjadi tujuannya (M. Ngalim Purwanto 1987, hal. 73).
Sedangkan pengelolaan kelas adalah berbagai kegiatan yang menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (Pembinaan
”Raport”, penghentian tingkah laku peserta didik yang menyelewengkan perhatian
kelas, pemberian hukuman bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas oleh penetapan
norma kelompok yang produktif, dan sebagainya) (Ahmad Rohani 2004, hal. 123).
Sehingga dapat disimpulkan pengelolaan kelas efektif adalah berbagai usaha
yang dilakukan dalam menerapkan suatu konsep atau teori guna menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini
pengelolaan kelas dikatakan efektif apabila: Suasana kelas dalam proses belajar
mengajar menyenangkan, sarana dan prasarana yang tersedia dalam pembelajaran
mendukung proses pembelajaran, perencanaan dan metode yang dilakukan oleh guru
dalam kelas terencana dan terstruktur, penanganan masalah yang dilakukan guru dalam
kelas sesuai dengan masalah, serta hubungan antara guru dan siswa yang harmonis.
Peningkatan mutu pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis yang terus
menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang
berkaitan dengan itu, diantaranya adalah apabila pengkoordinasian dan penyerasian
serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, pendanaan dan peralatan)
dilaksanakan secara harmonis (Zamroni 2007, hal. 2). Menurut Yamin dan Maisah
(2009, hal. 165), pembelajaran dikatakan bermutu apabila dikenali melalui tanda-tanda
sebagai berikut: a). Lulusan sekolah yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, b).
Nilai akhir sebagai salah satu nilai ukur terhadap prestasi belajar siswa, c). Prosentase
18
kelulusan yang dicapai semaksimal mungkin oleh sekolah Penampilan kemampuan
dalam semua komponen pendidikan.
Sedangkan Pendidikan Agama Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang
bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran agama Islam
kearah titik maksimal pertumbuhan perkembangan (M. Arifin 1993, hal. 32). Secara
detail Pendidikan Agama Islam dimaknai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
dalam meyakini, menghayati, dan mengamalkan islam melalui bimbingan, pengajaran,
dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat persatuan nasional
(Depdikbud 1994, hal. 15). Dalam penelitian ini pendidikan agama Islam (PAI) adalah
nama mata pelajaran yang diajarkan di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi
Banyuasin.
Metodelogi Penelitian
Menurut Arikunto (1997, hal. 136), metode penelitian adalah cara yang dilakukan
peneliti dalam mengumpulkan data penelitianya. Metode yang digunakan penulis
adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Secara harfiah penelitian
deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi )
mengenai situasi atau kejadian-kejadian. Dalam arti ini penelitian deskriptif adalah
akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau
menerangkan saling berhubungan, mentest hipotesis, membuat ramalan, atau
mendapatkan makna dan implikasi (Suryabrata 2006, hal. 76). Selain itu juga berupaya
mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi
yang terjadi saat itu.
Menurut Furchan (2002, hal. 50), penelitian deskriptif adalah penelitian yang
menuliskan dan menafsirkan keadaan yang ada sekarang. Penelitian ini berkenaan
19
dengan kondisi atau hubungan yang ada, praktek-praktek yang sedang berlaku,
keyakinan, sudut pandang, sikap yang dimiliki, proses-proses yang berlangsung,
pengaruh-pengaruh yang sedang dirasakan atau kecenderungan yang sedang
berkembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan dari gejala-gejala subjek suatu
kelompok yang menjadi objek penelitian atau bersifat fenomenologis, yang berusaha
memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi
tertentu (Muhajir 1996, hal. 94).
Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji mengenai peran pengelolaan kelas
efektif dalam meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP
Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin adalah metode kualitatif. Metode
penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini, karena pada umumnya
permasalahannya belum jelas, holistik, dinamis, dan penuh makna sehingga tidak
mungkin data pada situasi sosial tersebut diperoleh dengan metode penelitian
kuantitatif dengan instrumen seperti test, kuesioner, pedoman wawancara. Selain itu
peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola,
hipotesis dan teori (Sugiyono 2006, hal. 399).
Selain alasan tersebut, peneliti juga mempunyai beberapa pertimbangan-
pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan
dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-
pola nilai yang dihadapi (Moleong 2004, hal. 10).
Jenis dan Sumber Data
20
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data-data
yang disajikan dalam bentuk verbal (kata-kata), bukan dalam bentuk angka statistik
yang biasa disebut data kuantitatif.
Adapun Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto 2002, hal. 107). Sedangkan menurut Lofland dan Lofland dalam
Lexy J. Moleong ( 2004, hal. 157) menyatakan bahwa sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Dengan demikian, sumber data penelitian yang bersifat
kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari
informan di lapangan yaitu melalui wawancara mendalam (indept interview) dan
observasi partisipasi. Berkaitan dengan hal tersebut, wawancara mendalam dilakukan
kepada guru-guru Pendidikan Agama Islam sebanyak 3 orang, Kepala Sekolah dan
Wakil Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin.
2. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung
dari informan di lapangan, seperti dokumen. Dokumen tersebut dapat berupa buku-
buku dan literature lainnya yang berkaitan serta berhubungan dengan masalah yang
sedang diteliti. Data sekunder yang peneliti gunakan dalam penelitian ini berupa
dokumen sekolah SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin.
Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah pertama,
metode purposive sampling, Menurut Sugiyono (2006, hal. 300) menyatakan bahwa
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana peran pengelolaan
21
kelas efektif dalam meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin.
Dengan mengacu pada fokus penelitian tersebut, maka sampel sumber data
yang ditentukan adalah : guru-guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Lawang
Wetan Kabupaten Musi Banyuasin serta para peserta didik. Adapun pertimbangan
mengambil sampel sumber data tersebut karena informan dianggap berhubungan
langsung dengan masalah yang sedang diteliti sehingga akan memudahkan peneliti
untuk memperoleh informasi.
Kedua, metode snowball sampling, menurut Sugiyono (2006, hal. 300)
menyatakan bahwa snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
yang pada awalnya jumlahnya sedikit lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan
karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data
yang lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber
data. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini apabila informasi yang
diperoleh dianggap belum lengkap, maka peneliti akan mencari informan lain yang
dianggap lebih menguasai dari permasalahan tersebut. Misalnya dengan kepala sekolah
atau pihak-pihak lain yang berkompeten.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui
teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati, maka metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi Partisipatif
22
Dengan observasi partisipatif, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap,
tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.
Susan Stainback dalam Sugiyono (2006, hal. 331) menyatakan “in participant
observation the researcher observes what people do, listent to what they say, and
participates in their activities” maksudnya dalam observasi partisipatif, peneliti
mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan
berpartisipasi dalam aktivitas mereka.
Berkaitan dengan observasi ini, peneliti menggunakan metode partisipasi pasif
(passive participation), jadi dalam hal ini peneliti datang ditempat kegiatan orang yang
diamati, akan tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan mereka. Partisipasi pasif yang
dilakukan oleh peneliti adalah menekankan fokus dari permasalahan yaitu
mendengarkan informasi dari guru-guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2
Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin, kemudian melakukan pengamatan
terhadap pengelolaan kelas efektif oleh para guru dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam.
Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang
telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. Rambu-rambu pengamatan
tersebut pengisiannya dalam bentuk memberi tanda cek list ( ) pada salah satu
jawaban yang telah peneliti sediakan pada rambu-rambu tersebut, namun demikian
tidak menutup kemungkinan bagi peneliti untuk mencatat hal-hal yang belum
dirumuskan dalam rambu-rambu pengamatan tersebut.
2. Wawancara Mendalam (In Dept Interview)
Wawancara menurut menurut Hadi (2004, hal. 217) mengemukakan bahwa
wawancara adalah suatu proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih
berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan
mendengarkan suaranya dengan telinga. Wawancara merupakan alat pengumpul
23
informasi langsung untuk berbagai jenis data sosial, baik yang terpendam (latent)
maupun yang memanifes.
Dalam penelitian ini, peneliti menggabungkan teknik observasi partisipatif
dengan wawancara mendalam, selama melakukan observasi peneliti juga melakukan
interview kepada orang-orang yang ada didalamnnya.
3. Studi Dokumentasi
Menurut Arikunto (2002, hal. 206) studi dokumentasi adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kantor,
majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Sedangkan menurut Sugiyono
(2006, hal. 329) mengemukakan bahwa studi dokumen merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari seseorang.
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian akan semakin kredibel apabila
didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Akan tetapi
perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas yang tinggi.
Dalam penelitian ini, studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti adalah
dengan mengumpulkan data melalui sumber-sumber tertulis misalnya dokumen-
dokumen resmi, makalah-makalah penelitian dan buku-buku yang relevan dengan
penelitian ini. Studi dokumen resmi yang dilakukan peneliti adalah mengumpulkan
data melalui pencatatan atau data-data tertulis mengenai keadaan SMP yang diteliti
yaitu SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, proses analisis data merupakan kegiatan yang sulit
dilakukan oleh peneliti awal. Peneliti harus memahami prosesnya secara utuh dan
rinci, bukan pemahaman yang parsial atau sebagian. Salah satu perbedaan antara
24
penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif adalah proses analisisnya. Dalam
penelitian kuantitatif antara pengumpulan data dan analisis data merupakan proses
yang terpisah dimana setelah semua data terkumpul maka baru diadakan analisis,
sedangkan dalam penelitian kualitatif proses analisis data dilakukan sejak awal
bersamaan dengan proses pengumpulan data.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat
wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban informan yang
diwawancarai. Apabila jawaban informan, setelah dianalisis dianggap belum lengkap,
maka peneliti akan melanjutkan memberikan pertanyaan-pertanyaan berikutnya sampai
tahap tertentu diperoleh data yang lebih kredibel (Sugiyono 2006, hal. 337).
Miles dan Huberman (1974) sebagaimana dikutip oleh H.B Soetopo (2002, hal.
94) menyatakan bahwa, ”Terdapat dua model pokok dalam melaksanakan analisis
penelitian kualitatif, yaitu (1) model analisis jalinan atau mengalir (flow model of
analysis), dan (2) model analisis interaktif.” H.B Soetopo (2002, hal. 94)
mengemukakan bahwa,”Proses analisis yang tiga komponen analisisnya tersebut saling
menjalin dan dilakukan secara terus-menerus di dalam proses pelaksanaan
pengumpulan data, merupakan model analisis jalinan.” Sedangkan model analisis
interaktif menurut pendapat H.B Soetopo (2002, hal. 95),”Sesudah pengumpulan data
berakhir, peneliti bergerak diantara tiga komponen analisisnya dengan menggunakan
waktu yang masih tersisa bagi penelitianya. Proses ini disebut sebagai model analisis
interaktif.” Dalam penelitian ini penulis menggunakan model analisis interaktif.
Dalam penelitian ini ada beberapa langkah yang akan ditempuh oleh peneliti,
yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Berikut
ini penjelasan dari langkah-langkah tersebut, yaitu:
1. Pengumpulan data
25
Pengumpulan data merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik
pengumpulan. Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
wawancara, observasi, dokumentasi atau arsip. Penelitian kualitatif merupakan
penelitian yang lebih mementingkan makna, hal ini sebagimana diungkapkan H.B
Soetopo (2002, hal. 48) bahwa, ”Penelitian kualitatif yang lebih mementingkan makna,
tidak ditentukan oleh kuantitasnya, tetapi lebih ditentukan oleh proses terjadinya
jumlah (dalam bentuk angka) dan cara memandang atau perspektifnya.” Pengumpulan
data masih akan dilakukan jika data yang diperlukan belum memadai, dan
pengumpulan data akan dihentikan jika data yang diperlukan sudah didapatkan.
2. Reduksi Data
Dalam pengumpulan data, peneliti akan mendapatkan berbagai informasi yang
diperoleh dari sumber data atau informan. Data yang telah dikumpulkan tidak semua
dibutuhkan oleh peneliti, untuk itu data-data yang tidak mendukung dalam penelitian,
maka data tersebut harus direduksi atau dihilangkan. Dalam reduksi data, maka peneliti
harus mengkaji lebih cermat data atau informasi apa yang kurang, informasi apa yang
perlu ditambahkan, sehingga peneliti kegiatan pengumpulan data akan dilakukan lagi
oleh peneliti untuk mendapatkan atau melengkapi informasi.
3. Penyajian data
Sajian data dilakukan setelah pengumpulan data dan reduksi data. Sajian data
pada dasarnya merupakan menampilkan hasil pengumpulan data yang sudah direduksi
dan menyajikan informasi secara sistematis dan dideskripsikan dalam bentuk narasi
sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan. H.B Soetopo (2002, hal. 92)
mengemukakan bahwa,”Sajian data merupakan rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan.”
4. Penarikan Kesimpulan
26
Penarikan kesimpulan dapat dilakukan setelah data disajikan dalam bentuk
narasi. Sajian dalam bentuk materi sangat memudahkan peneliti untuk membaca,
memahami terhadap berbagai hal yang telah disusun secara sistematis kemudian
menariknya dalam suatu kesimpulan. Dalam penarikan kesimpulan agar kesimpulan
yang diambil cukup mantap dan dapat dipertanggungjawabkan, maka memerlukan
aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data secara cepat.
Pengumpulan data masih diperlukan jika informasi yang diharapkan atau informasi
yang dianggap penting belum diperoleh.
Teknis Penulisan
Teknis penulisan yang dipakai dalam penelitian ini berpedoman pada buku Pedoman
Penulisan Tesis, yang diterbitkan oleh Program Pascasarjana (PPs) IAIN Raden Fatah
Palembang dan buku-buku pedoman penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian
ini.
Sistematika Penulisan
Tesis ini secara keseluruhan terdiri dari 5 (lima) bab. Untuk mendapatkan gambaran
yang utuh, menyeluruh dan terpadu maka susunan bab per babnya disistematiskan
sebagai berikut :
Bab 1 berisi pendahuluan. Dalam bab ini dikemukakan secara umum seluruh isi
tesis, meliputi : Latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, definisi konseptual, metodologi
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab 2 berisi Landasan teori ini menguraikan tentang : Pengelolaan kelas
efektif meliputi tentang, pengertian pengelolaan kelas, tujuan pengelolaan kelas,
komponen dalam pengelolaan kelas, masalah pengelolaan kelas, disiplin dan tata tertib.
Tinjauan tentang mutu pembelajaran meliputi tentang : Pengertian mutu pembelajaran,
faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran, peran guru dalam proses
27
pembelajaran, perencanaan pengajaran dalam pembelajaran. Tinjauan mengenai
Pendidikan Agama Islam yang meliputi pengertian Pendidikan Agama Islam, yang terdiri
dari Dasar-Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam, Ruang Lingkup Pendidikan
Agama Islam. Peran pengelolaan kelas efektif dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Bab 3 menguraikan tentang kondisi objektif SMP Negeri 2 Lawang Wetan
Kabupaten Musi Banyuasin. Dalam bab ini dikemukakan hal-hal penting yang
berkenaan dengan SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin, meliputi
: Sejarah singkat perkembangan SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi
Banyuasin, Keadaan Gedung SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi
Banyuasin, Struktur Organisasi SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi
Banyuasin, Visi dan Misi SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin,
dan daftar guru, pegawai tata usaha, dan daftar jumlah siswa per program keahlian.
Bab 4 Hasil penelitian (Deskripsi Permasalahan Penelitian) yang meliputi :
Pengelolaan kelas efektif di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi
Banyuasin, Peningkatan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri
2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin, dan peran pengelolaan kelas efektif
dalam meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2
Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin.
Bab 5 penutup merupakan bagian akhir laporan penelitian ini yang memuat
kesimpulan, implikasi dan saran. Pada bagian paling akhir dicantumkan referensi
sebagai rujukan penulisan, dan lampiran-lampiran.
28
Bab 2KONSEP PENGELOLAAN KELAS EFEKTIF DALAM
MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKANAGAMA ISLAM
Pengertian Pengelolaan Kelas Efektif
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu
sendiri akar katanya adalah kelola ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain
dari kata pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari
bahasa inggris yaitu “Management”, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan,
pengelolaan dan pengertian umum menurut suharsimi adalah pengadsminitrasian,
pengaturan dan penataan suatu kegiatan (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
2002, hlm. 196).
Sedangkan kelas terkandung suatu pengertian, yaitu sekelompok siswa, yang
pada waktu yang sama menerima pengajaran yang sama dari guru yang sama
(Suharsimi Arikunto 1988, hlm. 17-18). Sedangkan menurut Hadari Nawawi (1989,
hlm. 116), kelas sendiri dapat dipandang dari dua sudut yaitu:
a. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding,
tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar.
b. Kelas dalam arti luas adalah, suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian
dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasi menjadi unit
29
kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatankegiatan belajar
mengajar yang kreatif untuk mencapai satu tujuan.
Kelas dalam ilmu didaktik terkandung suatu pengertian yaitu sekelompok siswa
yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.
Dalam batasan pengertian tersebut maka ada 3 persyaratan untuk terjadi. Pertama :
Sekelompok anak, walaupun dalam waktu yang sama bersama-sama menerima
pelajaran, tetapi jika bukan pelajaran yang sama namanya bukan kelas. Kedua :
Sekelompok anak yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dan
dari guru yang berbeda namanya juga bukan kelas. Ketiga : Sekelompok anak yang
sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama tetapi jika pelajaran tersebut
diberikan secara bergantian, namanya bukan kelas.
Ada jenis kelas yang dapat kita amati yaitu sebagai berikut:
a. Jenis kelas yang selalu gaduh. Guru harus bergelut sepanjang
hari untuk menguasai kelas, tetapi tidak berhasil sepenuhnya. Petunjuk dan
ancaman sering diabaikan dan hukuman tampaknya tidak efektif.
b. Jenis kelas yang termasuk gaduh, tetapi suasananya lebih positif.
Guru mencoba untuk membuat sekolah sebagai tempat yang menyenangkan
bagi siswanya dengan permainan dan kegiatan yang menyenangkan. Akan
tetapi, jenis kelas ini juga masih menimbulkan masalah. Banyak siswa masih
kurang memberikan perhatian di kelas dan tugas-tugas sekolah tidak
diselesaikan dengan baik.
c. Jenis kelas yang tenang dan disiplin, baik karena guru telah
menciptakan banyak aturan dan aturan tersebut harus dipatuhi. Pelanggaran
harus dicatat dan diikuti dengan peringatan tegas, dan bila perlu disertai dengan
hukuman. Akan tetapi suasana kelas menjadi tidak nyaman. Ketenangan yang
30
demikian hanya tampak pada permukaan saja karena ketika guru meniggalkan
kelas, kelas akan menjadi gaduh dan kacau.
d. Jenis kelas yang berjalan dengan sendirinya. Guru
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajar dan tidak untuk
menegakan disiplin. Siswa mengikuti pelajaran dengan sendirinya tanpa harus
diawasi oleh guru. Siswa yang terlibat dalam tugas pekerjaan saling
berinteraksi sehingga suara muncul dari beberapa tempat. Akan tetapi suara
tersebut dapat dikendalikan dan para siswa menjadi giat serta tidak saling
mangganggu. Apabila suara timbul dan sedikit mengganggu, guru sedikit
memberikan peringatan dan kelas menjadi tenang dan kondusif. Siapapun
melihat kelas seperti ini akan begitu hangat dan menghasilkan prestasi yang
membanggakan (Radon Harsanto 2007, hlm. 42).
Berbeda dengan Hadari Nawawi (1989, hlm. 116), memandang kelas dari dua
sudut, yaitu:
a. Kelas dalam arti sempit, yakni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding,
terdapat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar.
b. Kelas dalam arti luas adalah, suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian
dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan organisasi menjadi unit
kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar
mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.
Sedangkan yang dimaksud pengelolaan kelas adalah segala usaha yang
diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan
menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan
menyenangkan sesuai dengan kemampuan (Muslam 2003, hlm. 33). Menurut
Sudirman N, sebagaimana dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (2000, hlm. 172),
pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas. Karena
31
kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses
interaksi edukatif. Maka agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak
didik untuk belajar, kelas harus dikelola sebaik-baiknya oleh guru. Suharsimi Arikunto
(1996, hlm. 67), pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud
agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang
diharapkan.
Sedangkan menurut Mulyasa sebagaimana dikutip Martinis Yamin Maisah
(2009, hlm.34), pengelolaan kelas merupakan keterampilan seorang guru untuk
menciptakan kondisi iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikanya apabila
terjadi gangguan dalam pembelajaran.
Usaha guru dalam menciptakan kondisi diharapkan akan efektif apabila :
Pertama, diketahui secara tepat faktor-faktor yang dapat menunjang terciptanya
kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar. Kedua, dikenal masalah-
masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan dapat merusak iklim belajar
mengajar. Ketiga, dikuasainya berbagai pendekatan dalam pengelolaan kelas dan
diketahui pula kapan dan untuk masalah mana suatu pendekatan digunakan(Ahmad
Rohani 2004, hlm. 122).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan pengelolaan kelas adalah suatu usaha
yang dilakukan oleh penyelenggara atau penanggung jawab kegiatan belajar mengajar
atau yang membantu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat
terlaksana kegiatan belajar mengajar yang diharapkan. Sedangkan pengelolaan kelas
efektif adalah berbagai usaha yang dilakukan dalam menerapkan suatu konsep atau
teori guna menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal dalam proses
pembelajaran.
32
Yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan kondisi lingkungan belajar
yang kondusif, memaksimalkan sarana dan prasarana, menjaga keterlibatan siswa dan
sebagainya yang tujuan utamanya adalah memberikan layanan agar tercipta situasi
kelas yang kondusif serta terjadinya proses belajar mengajar yang efektif (Suharsimi
Arikunto 1993, hlm. 195).
Kemudian Menurut Made Pidarta sebagaimana dikutip oleh Syaiful Bahri
Djamarah, Asuan Zain (2006, hlm. 214), untuk mengelola kelas secara efektif perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa kelas adalah sekelompok kerja yang diorganisasikan untuk tujuan
tertentu yang dilengkapi oleh tugas-tugas yang diarahkan oleh guru
2. Dalam situasi kelas, guru bukanlah tutor untuk satu anak pada waktu tertentu,
tetapi bagi seluruh anak dan kelompok.
3. Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku masing-
masing individu dalam kelompok tersebut.
4. Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada individu. Pengaruh yang
jelek dapat dibatasi dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka
dalam kelas.
5. Praktek guru waktu belajar cenderung berpusat pada hubungan guru dan siswa.
Makin meningkat keterampilan guru mengelola secara kelompok makin puas
individu dalam kelas.
6. Struktur kelompok, pola komunikasi dan kesatuan kelompok ditentukan oleh
cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah maupun yang
apatis, masa bodoh, dan bermusuhan.
Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan merupakan sesuatu yang diharapkan dari suatu proses yang panjang karena
tujuan merupakan sesuatu yang esensial, oleh karena itu besar maknanya, dalam segala
33
aktivitas, tujuan dapat memberi petunjuk kemana aktivitas akan berakhir, juga dapat
dijadikan petunjuk dalam melaksanakan aktivitas. Sebagaima telah dijelaskan dalam
al-Qur'an surat QS. Ash-Shaff : 4.
Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh (Depag RI 1989, hlm. 928).
Ayat di atas merupakan salah satu dasar perlu dilakukannya perencanaan
pengelolaan yang matang, pengelolaan yang terkoordinasi dan kondusif yang
dikerjakan secara sistematis, terorganisasi, terarah dan terawasi untuk mempermudah
penciptaan keadaan kelas yang kondusif. Bila mau berusaha maka Allah tidak akan
mempersulit urusan manusia.
Semua komponen keterampilan mengelola kelas mempunyai tujuan, yang baik
untuk anak didik maupun guru, yakni:
a. Untuk Anak didik
1). Mendorong anak didik mengembangkan tanggung
jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri
sendiri.
2). Membantu anak didik mengetahui tingkah laku yang
sesuai dengan tata tertib kelas dan memahaminya. Bahwa teguran guru
merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan.
3). Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan
diri dalam tugas dan pada kegiatan yang diadakan.
b. Untuk Guru
1). Mengembangkan pemahaman dalam penyampaian
pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat.
34
2). Menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki
kemampuan dalam memberikan petunjuk secara jelas kepada anak didik.
3). Mempelajari bagaimana merespon secara efektif
terhadap tingkah laku anak didik yang mengganggu.
4). Memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif
yang dapat digunakan, dalam lingkungannya dengan masalah tingkah laku anak
didik yang muncul di dalam kelas (Syaiful Bahri Djamarah 2000, hlm. 147-
148).
Diadakannya pegelolaan kelas adalah berguna menunjang keberhasilan sekolah
tersebut. Banyak sekali keadaan di kelas yang tidak terorganisasi, sehingga
menyebabkan kelas menjadi gaduh dan tidak bisa belajar secara kondusif. Seorang
guru harus bisa mengendalikan murid-murid yang ramai. Keadaan seperti inilah perlu
adanya pengelolaan kelas. Yang nantinya guru bisa mengelola proses belajar mengajar
dengan baik dan siswa belajar dengan kondusif, efektif serta efisien.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas
kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar tercapai hasil yang
baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam
menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan
siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebiasaan, bekerja dan belajar secara efektif
di kalangan siswa (Moh. Uzer Usman 2000, hlm. 10).
Adapun tujuan dari pengelolaan kelas menurut Suharsimi Arikunto (1993, hlm.
196) adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera
tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Pengelolaan kelas tersebut
dimaksudkan untuk menciptakan kondisi dalam kelompok kelas yang baik, yang
memungkinkan siswa berbuat sesuai dengan kemampuannya.
35
Tujuan pengelolaan kelas pada hakekatnya telah tergantung dalam tujuan
pendidikan, secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah menyediakan fasilitas dari
bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan social, emosional, dan
intelektual dalam kelas. Dengan adanya fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan
belajar siswa dalam kelas memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya
suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin. Perkembangan
intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi para siswa. Sehingga tujuan
pengelolaan kelas dapat tercapai. Dengan dimilikinya seperangkat keterampilan
pengelolaan kelas akan memudahkan seseorang guru untuk dapat mengelola kelasnya,
dengan baik sehingga proses pembelajaran dapat berjalan optimal.
Tujuan yang diniatkan dalam setiap kegiatan belajar mengajar, baik yang
sifatnya instruksional maupun tujuan pengiring akan dapat dicapai secara optimal
apabila dapat diciptakan dan dipertahankan kondisi yang menguntungkan bagi peserta
didik (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi 1995, hlm. 132). Akan tetapi program atau
tujuan kelas tidak akan berarti apabila tidak diwujudkan menjadi sebuah bentuk
kegiatan (Hadari Nawawi (1989, hlm. 123).
Untuk itu peran guru akan sangat menentukan hasil dari proses belajar
mengajar dikarenakan guru disini adalah sebagai pemimpin pendidikan diantara siswa
disuatu kelas. Untuk itu guru disetiap kelas atau wali kelas sebagai administrator kelas,
menempati posisi dan peranan yang sangat penting, karena menanggung tanggung
jawab mengembangkan dan mamajukan kelas masing-masing yang berpengaruh pada
perkembangan dan kamajuan sekolah secara keseluruhan (Hadari Nawawi (1989, hlm.
115).
Tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan
tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efisien dan efektif. Sebagai
indikator dari sebuah kelas yang efektif adalah apabila:
36
a. Setiap anak terus bekerja, tidak macet,
artinya tidak ada anak yang terhenti karena tidak tahu akan tugasnya yang
harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kepadanya.
b. Setiap anak terus mengerjakan
pekerjaanya tanpa membuang waktu. Artinya, setiap anak akan bekerja
secepatnya agar lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Apabila
ada anak yang walaupun tau dan dapat melaksanakan tugasnya, tetapi
mengerjakanya kurang bergairah dan mengulur waktu bekerja, maka kelas
tersebut dikatakan tidak tertib.
Jadi beda antara (a) dan (b) adalah jika (a) anak tidak tahu akan tugas atau tidak
dapat melakukan tugas, sedangkan pada (b) anak tahu dan dapat, tetapi kurang gairah
bekerja.
Seperti yang dikatakan John Dewey sebagaimana dikutip oleh Suryo Subrata
(1997, hlm. 85), bahwa dalam proses pendidikan anak adalah yang paling utama, dan
bukan mata pelajaran yang utama. Dia menekankan lagi bahwa guru seharusnya
menjadi petunjuk bagi anak, dan bukan merupakan kamus berjalan bagi anak. Disini
menurut hemat penulis bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan yang berbeda
sehingga kebutuhan mereka adalah yang harus diutamakan.
Sering kita melihat adanya guru-guru yang dapat dikatakan tidak berhasil
dalam mengajar. Indikator dari ketidak berhasilan guru adalah prestasi siswa yang
rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan, Kegagalan,
berperilaku menyimpang dsb. Ketidak berhasilan guru dalam tugasnya ini mungkin
bukan karena mereka kurang menguasai materi bidang studi yang akan diberikan tetapi
karena mereka tidak tahu bagaimana mengelola kelas dengan baik. Mengelola kelas
bukan merupakan tugas yang ringan. Oleh karenanya guru perlu banyak belajar
sebelum guru memulai tugas profesinya.
37
Menurut Doyle (1986) berpendapat bahwa hal-hal yang menyebabkan
pengelolaan kelas tidak mudah adalah:
1. Multi Dimensionality (berdimensi banyak)
Dikelas guru dituntut untuk melaksanakan berbagai tugas yang meliputi tugas-
tugas akademik serta tugas penunjangnya. Yakni, tugas edukatif (menyusun persiapan
mengajar lengkap dengan alat serta sumber, menyampaikan pelajaran dan
mengevaluasi).
2. Simultanity (serentak)
Berbagai hal ini dapat terjadi pada waktu yang sama dikelas yang satupun tidak
dapat ditunda. Misalnya selama dilaksanakan diskusi guru tidak hanya harus
mendengarkan dan membantu mengerahkan pikiran siswa, tetapi juga harus memantau
siswa-siswa yang kurang efektif melibatkan diri dalam kegiatan, dan mencari strategi
agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
3. Immediacy (segera)
Proses belajar mengajar yang terjadi dikelas dapat dikatakan cukup cepat.
Selama satu hari belajar kepada siswa disajikan beberapa mata pelajaran. Waktu yang
dijadwalkan untuk setiap mata pelajaran paling banyak tiga penggalan waktu, tetapi
rata-rata dua penggalan waktu saja yang masing-masing selama tigapuluh sampai
empat puluh menit, dengan waktu yang di jadwalkan tersebut guru harus membaginya
sedemikian hingga cukup efektif menghasilkan sesuatu yang di kuasai oleh siswa.
Interaksi antara guru dan murid terjadi timbal balik begitu cepat sehingga menuntut
guru agar selalu bertindak melalui proses berfikir, memutuskan dan melaksanakan
tindakan.
4. Iklim yang tidak diramalkan terlebih dahulu
38
Doyle mengatakan bahwa iklim yang terjadi di kelas bukan semata-mata
merupakan hasil upaya guru semata. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
iklim kelas, dan beberapa diantaranya datang dengan tiba-tiba.
5. History (sejarah)
Dia juga mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di kelas akan mempunyai
dampak yang dirasakan dalam waktu jauh sesudahnya. Seperti dikemukakan dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Emmer, Everston dan Anderson (1980), Peristiwa yang
terjadi pada waktu awal-awal sekolah akan banyak berpengaruh pada pengelolaan
kelas pada tingkat-tingkat berikutnya. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap kelas-
kelas pada tingkat-tingkat tinggi diperoleh gambaran, ada kelas yang mudah di kelola
tetapi sebaliknya ada kelas yang sangat sulit. Ternyata kelas yang mudah di kelola
merupakan kelanjutan dari kelas yang pada waktu kelas awal ditangani dengan baik
(Suryo Subroto 1997, hlm. 193).
Komponen Dalam Pengelolaan Kelas
Kondisi Situasi Belajar Mengajar
1. Kondisi fisik.
Kondisi fisik tempat berlangsungnya belajar mengajar mempunyai pengaruh
yang sangat signifikan terhadap hasil belajar mengajar. Lingkungan fisik yang
dmaksud adalah:
a.) Ruangan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar
Ruangan tempat berlangsungnya belajar mengajar harus memungkinkan siswa
bergerak leluasa. Tidak berdesak-desakan dan saling mengganggu antara peserta didik
yang satu dengan yang lainya. Besarnya kelas akan sangat tergantung pada berbagai
hal antara lain: jenis kegiatan, apakah kegiatan tatap muka dalam kelas ataukah dalam
ruang praktikum, jumlah peserta didik yang melakukan kegiatan-kegiatan bersama
akan berbeda dengan kegitan dalam kelompok kecil.
39
Apabila ruangan tersebut memakai hiasan, pakailah hiasan yang mempunyai
nilai pendidikan yang dapat secara langsung mempunyai daya sembuh bagi pelnggar
disiplin. Misalnya dengan kata-kata yang baik, anjuran-anjuran, gambar tokoh sejarah
dan sebaginya.
b.) Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk akan sangat mempengaruhi kelancaran proses belajar
mengajar. Dalam mengatur tempat duduk yang paling terpenting adalah
memungkinkan terjadinya tatap muka, agar guru dapat sekaligus mengontrol tingkah
laku peserta didik. Beberapa pengaturan tempat duduk antara lain: Berbaris,
pengelompokan yang terdiri antara 8 sampai 10 orang, setengah ligkaran, berbentuk
lingkaran, individual yang biasanya terlihat diruang baca, diperpustakaan, atau diruang
praktek laboratorium, tersedianya ruang yang sifatnya bebas di kelas di samping
bangku tempat bduduk yang diatur. Dengan sendirinya penataan tempat duduk ini
diatur sesuai dengan kebutuhan.
c.) Ventilasi dan pengaturan cahaya
Ventilasi harus cukup menjamin kesehatan peserta didik, jendela harus cukup
besar sehingga memunginkan panas cahaya matahari masuk. Usahakan udara yang
masuk sehat melalui ventilasi yang baik sehingga peserta didik mampu menghirup
udara yang sehat, dapat melihat tulisan dengan jelas Pengaturan dan penyimpanan
barang-barang (Suryo Subroto 1997, hlm. 121).
d.) Pengaturan dan penyimpanan barang-barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dijangkau
kalau segera diperlukan yang akan depergunakan bagi kepentingan belajar mengajar.
Tentu saja masalah pemeliharaan barang-barang tersebut akan sangat penting, dan
secara periodik harus dicek dan direcek. Hal yang tak kalah pentingnya adalah
40
penjagaan barang-barang tersebut dari pencurian, pengamanan terhadap barang yang
mudah terbakar atau meladak.
2. Kondisi Sosio- Emocional
Suasana sosio-emocional dalam kelas akan mempunyai pengaruh yang cukup
besar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan peserta didik.
Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kondisi ini merupakan
komponen yang membuat seorang menjadi pintar menggunakan emosi (Zaim El-
Mubarok 2008, hlm. 122). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa emosi manusia itu
terletak pada wilayah hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila
diakui dan dihormati, dapat menyediakan kondisi yang baik untuk dirinya sendiri dan
orang lain.
Dengan berlandaskan psikologi clines dan konseling, kondisi tersebut adalah
syarat dalam menciptakan pembelajaran yang efektif (Martinis Yamin, Maisah 2009,
hlm. 67). Dalam arti ada hubungan antar personal yang baik antara guru dan peserta
didik. Dan guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional
yang baik tersebut.
3. Kondisi Organizational
Kegiatan rutin yang secara organizational dilakukan baik tingkat kelas maupun
pada tingkat sekolah akan dapat mencegah masalah pengelolaan kelas. Dengan
kegiatan yang jelas dan diatur dengan dikomunikasikanya kepada semua peserta didik
secara terbuka sehingga jelas pula bagi mereka dan akan menyebabkan tertanam pada
diri setiap peserta didik kebiasaan yang baik dan keteraturan tingkah laku. Kegiatan
tersebut antara lain:
a.) Penggantian pelajaran
Untuk beberapa mata pelajaran mungkin ada baiknya peserta didik tetap berada
pada satu ruangan. Akan tetapi untuk pelajaran-pelajaran tertentu, seperti bekerja
41
dilaboratorium, olahaga, kesenian dan sebagainya peserta didik seharusnya pindah
ruangan tertentu.
b.) Guru yang berhalangan hadir
Apabila suatu saat seorang guru berhalangan hadir oleh suatu sebab. Maka
peserta didik sudah tahu cara mengatasinya. Misalnya para peserta didik disuruh tetap
dalam kelas dengan tenang untuk menunggu guru yang bersangkutan selama 10 menit.
Apabila waktu tersebut tidak datang juga maka ketua wajib melaporkan kepada guru
piket agar guru tersebut yang mengambil inisiatif untuk mengatasi kekosongan
tersebut.
c.) Masalah antara peserta didik
Peserta didik merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan oleh guru
dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif (Hadari Nawawi 1989, hlm.
128). Peserta didik sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat
penting artinya bagi terciptanya suatu kelas yang dinamis. Setiap peserta didik harus
mempunyai perasaan diterima terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam
kegiatan kelas. Perasaan diterima tersebut akan membawa mereka kepada
pembentukan sikap yang bertanggung jawab terhadap kelas secara langsung dan pada
pertumbuhan dan perkembanganya masing-masing.
Masalah Pengelolaan Kelas
Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokan menjadi dua kategori yaitu masalah
individual dan masalah kelompok (Ahmad Rohani 2004, hlm. 125). Meskipun
seringkali perbedaan antara kedua kelompok itu hanya merupakan perbedaan tekanan
saja. Tindakan pengeloaan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat
mengidentifikasikan dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga
pada giliranya ia dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.
Masalah individual
42
Pendidikan yang memperhatikan perbedan-perbedaan individu anak
mempunyai arti penting dalam membina dan menggali potensi manusia untuk
mencapai kemajuan bangsa. Pengajaran individu tidaklah berarti bahwa pengajaran
harus berdasarkan atas jalanya satu guru dengan satu orang siswanya, akan tetapi
penting walaupun pengajaran secara bersama guru harus memberikan pelayanan yang
berbeda pada setiap anak sesuai dengan perbedaan-perbedaan individualnya.
Rudolf Dreikurs dan Perls Cassel membedakan empat kelompok pengelolaan
kelas individual yang berdasarkan asumsi bahwa pemenuhan keputusan untuk diterima
kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Bila kebutuhan-kebutuhan ini
tidak lagi dapat dipenuhi dengan cara-cara yang lumrah dapat diterima dimasyarakat,
dalam hal ini masyarakat kelas, maka individu yang bersangkutan akan berusaha
mencapainya dengan cara-cara lain. Dengan kata lain ia akan berbuat tidak baik.
Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang asosial inilah oleh
pasangan penulis diatas digolongkan sebagai berikut:
1). Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang
lain , misalnya membadut dikelas (aktif) atau dengan berbuat serba lamban
sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra (pasif).
2). Tingkah laku yang ingin menunjukan kekuatan
(power seeking behaviors), misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali,
emosional, marah-marah, menangis, atau selalu lupa pada aturan-aturan penting di
kelas.
3). Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain
(revenge seeking behaviors), misalnya menyakiti orang lain seperti memukul,
menggigit, dan sebagainya. Kelompok ini tampaknya kebanyakan dalam bentuk
aktif pasif).
43
4). Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama
sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya
kegagalanlah yang menjadi bagianya.
Sebagai penduga Dreikurs dan Cassel menyatakan sebagai berikut: apabila
guru merasa terganggu oleh perbuatan seorang peserta didik, maka kemungkinan
peserta didik yang bersangkutan ada pada tahap attention getting. Bila guru merasa
terkalahkan atau terancam, maka kemungkinan peserta didik yang bersangkutan ada
pada tahap power seeking. Bila guru merasa tersinggung atau terluka hati maka
pelakunya pada tahap revenge seeking. Dan akhirnya bila guru merasa tidak mampu
berbuat apa-apa lagi dalam menghadap peserta didik maka yang dihadapinya adalah
perasaan ketidak mampuan.
Masalah kelompok
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany mengemukakan 6 kategori masalah
kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Kelas kurang kohesif, misalnya perbedaan kelamin,
suku, dan tingkatan sosio ekonomi dan sebagainya.
2. Kelas mereaksi negative terhadap salah satu
anggotanya. Misalnya mengejek anggota kelas dalam pengajaran seni suara
menyanyi dengan suara sumbang.
3. Membesarkan hati anggota yang justru melanggar
norma kelompok.
4. Semangat kerja rendah, misalnya semacam aksi protes
kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil.
44
5. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan baru. Misalnya gangguan jadwal atau guru kelas diganti sementara
oleh guru lain, dan sebagainya.
6. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatianya
dari tugas yang tengah di garap.
Tak perlu ditekankan lebih kuat lagi bahwa setiap macam masalah memerlukan
penanganan yang berbeda. Selanjutnya, sasaran penanganan masalah individual adalah
individu pelaku pelanggaran. Dan sebaliknya didalam masalah kelompok maka
tindakan korektif harus ditujukan kepada kelompok.
Suharsimi arikunto (1996, hlm. 71), menyebutkan bahwa sebab musabab
masalah pengelolaan kelas yaitu :
a. Siswa tidak tahu apa yang harus perbuat,
untuk melakukan hal ini guru dapat memberikan latihan terlebih dahulu kepala
tutor yang akan melaksanakan pembimbingan serta memberitahukan secara
rinci kepada anak-anak yang harus belajar sendiri.
b. Siswa sudah diberi tahu akan tugasnya
akan tetapi setela beberapa lama kemudian mereka menjadi lupa akan tugasnya.
c. Siswa sudah mengetahui apa yang hrus
mereka perbuat. Akan tetapi tidak tahu bagaimana cara melakukanya. untuk
masalah ini guru harus terlebih dahulu menetapkan siapa-siapa yang cerdas dan
mengerti materi yang disampaikan.
d. Ada beberapa siswa atau sebagian yang
sudah melaksanakan tugas sebelum waktunya habis sehinngga membuat
keributan.
45
e. Ada diantara siswa yang merupakan anak
malas tak bergairah atau pengganggu. Sehingga walaupun mereka melakukan
tugas akan tetapi tidak secara sungguh-sungguh.
Disamping siswa yang menjadi masalah dalam pengelolaan kelas guru pun bisa
merupakan faktor penghambat dalam melaksanakan penciptaan suasana yang
menguntungkan dalam proses pembelajaran. Faktor tersebut antara lain:
a.) Tipe kepemimpinan guru.
Tipe kepemimpinan guru (dalam mengelola proses pembelajaran) yang otoriter
dan kurang demokratis akan menumbuhkan sikap pasif peserta didik. Kedua sikap
guru tersebut merupakan sumber masalah dalam pengelolaan kelas.
b.) Format pembelajaran yang
monoton.
Format pembelajaran yang monoton akan menimbulkan kebosanan dalam diri
peserta didik. Untuk itu guru diharapkan kreatif dalam menciptakan kondisi kelas.
c.) Kepribadian serta pengetahuan
guru
Disamping pengetahuan materi, terbatasnya kemampuan guru dalam mengelola
kelas serta pengetahuan bagaimana mempelajari kondisi peserta didik serta
kepribadian yang bertentangan akan menjadi masalah dalam pengelolaan kelas.
Disiplin dan Tata Tertib
Dalam arti luas disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditujukan untuk
membantu peserta didik agar dia dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Di sekolah, disiplin banyak digunakan dalam mengontrol tingkah laku
peserta didik yang dikehendaki agar tugas-tugas sekolah dapat berjalan dengan optimal
46
(Ahmad Rohani 2004, hlm. 134). Satu keuntungan lainya adalah peserta didik dapat
belajar hidup dengan pembiasaan yang baik dan positif, dan bermanfaat bagi dirinya
dan lingkunganya.
Ada berbagai penyebab yang sifatnya umum sehingga peserta didik melanggar
diantaranya :
a. Mereka tidak tahu lagi apa yang harus mereka
kerjakan dan mereka kerasa bosan karena yang dikerjakan itu ke itu aja.
b. Perasaan kecewa dan tertekan karena peserta
didik dituntut untuk bertingkah laku yang kurang wajar menurut mereka
sebagai remaja, dsb (Ahmad Rohani 2004, hlm. 137).
Tindakan Dalam Pengelolaan Kelas
Tindakan Preventif
Tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam
rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berlangsung
efektif. Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu dengan jalan
menyediakan kondisi baik fisik maupun sosia-emosional sehingga terasa benar peserta
didik rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar (Ahmad Rohani 2004, hlm. 127).
Tindakan lain dapat berupa tindakan korektif terhadap tingkah laku peserta didik yang
menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung.
Melakukan Tindakan Korektif
Dalam kegiatan pengelolaan tindakan tepat dan segera sangatlah diperlukan.
Dimensi tindakan merupakan kegiatan yang seharusnya dilakukan guru apabila terjadi
masalah pengelolaan. Guru yang bersangkutan dituntut untuk berbuat sesuatu dalam
menghentikan perbuatan peserta didik secepat dan sedini mungkin. Guru harus segera
47
mengingatkan peserta didik terhadap peraturan tata tertib yang berlaku yang dibuat dan
ditetapkan bersama. Dan kemudian melaksanakan sanksi yang seharusnya berlaku.
Bagaimana melakukan kegiatan tindakan ini beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan:
1. Lakukan tindakan dan bukan ceramah
Apabila ada seorang peserta didik yang melakukan tindakan yang dapat
mengganggu kelas lakukan tindakan menghentikan kagiatan-kegiatan terebut secara
tepat dan segera. Cara berteriak atau memberikan ceramah tentang kesalahan yang
diperbuat peserta didik malah menjadi bimbang. Pesan-pesan atau body language baik
berupa isyarat tangan, bahu, kepala, alis dan sebagainya dapat membantu guru dalam
pengelolaan kelas.
2. Jangan tawar menawar
Apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan seorang peserta didik dan
malibatkan atau menyalahkan peserta didik lainya guru harus segera melakukan
tindakan untuk menghentikan tindakan tersebut. Tidak ada untungnya kalau pada saat
itu guru membuka forum diskusi untuk membahas dan mencari siapa yang bersalah.
3. Gunakan control kerja
Mungkin sekali banyak hal yang belum tercakup dalam tata tertib terjadi dalam
kelas misalnya dengan membuat kelompok-kelompok kecil sehingga guru dapat secara
langsung mengontrol tingkah laku mereka.
4. Nyatakan peraturan dan konsekwensinya
Jika ada peserta didik yang melanggar peraturan tata tertib sekolah
komunikasikan kembali apa aturan yang dilanggarnya secara jelas dan kemukakan
akibatnya bila aturan yang dibuat dan disepakati bersama dilanggar. Konsekwensi ini
dilakukan secara bertahap dimulai dari peringatan, teguran, atau dilaporkann kepada
48
orang tuanya. Apabila ada peserta didik mengganggu suasana proses belajar mengajar
segera hentikan gangguan tersebut, kemudian memahami alasan mengapa sampai
berbuat demikian.
Melakukan Tindakan Penyembuhan (Kuratif)
Pelanggaran yang terlanjur dilakukan oleh peserta didik perlu ditanggulangi
dengan tindakan penyembuhan baik secara individual maupun kelompok. Situasi
pelanggaran peserta didik dapat berbentuk :
1. Peserta didik melanggar sejumlah besar peraturan sekolah yang telah disepakati
bersama
2. Peserta didik tidak mau menerima atau menolak konsekwensi seperti yang telah
tercantum dalam peraturan sekolah sebagai akibat dari perbuatanya.
3. Seorang peserta didik menolak sama sekali aturan khusus yang telah tercantum
dalam tata tertib sekolah.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tindakan penyembuhan ini
adalah
a.) Mengidentifikasi peserta didik yang mendapat kesulitan untuk menerima dan
mengikuti tata tertib atau menerima konsekwensi dari pelanggaran yang
dibuatnya.
b.) Membuat rencana yang diperkirakan paling tepat tentang langkah-langkah yang
akan ditempuh dalam mengadakan kontrak dengan peserta didik.
c.) Menetapkan waktu pertemuan dengan peserta didik tersebut yang disetujui
bersama oleh guru dan peserta didik yang bersangkutan
d.) Bila saatnya bertemu dengan peserta didik jelaskanlah maksud pertemuan
tersebut dan jelaskanlah manfaat yang mungkin diperoleh baik oleh peserta
didik maupun oleh sekolah.
49
e.) Tunjukanlah kepada peserta didik bahwa gurupun bukan orang yang sempurna
dan tidak bebas dari kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal. Akan
tetapi yang terpenting adalah guru dan peserta didik haruslah ada kesadaran
agar bersama-sama belajar untuk saling memperbaiki diri saling mengingatkan
bagi kepentingan bersama.
f.) Guru berusaha membawa peserta didik kepada masalahnya yaitu pelanggaran
terhadap peraturan yang berlaku disekolah
g.) Apabila pertemuan yang diadakan dan ternyata peserta didik tidak respon,
maka guru bisa mengajak peserta didik untuk melaksanakan diskusi pada
waktu yang lain tentang masalah yang dihadapinya.
h.) Pertemuan peserta didik harus sampai pada pemecahan masalah dan sampai
kepada kontak individual yang diterima peserta didik dalam rangka
memperbaiki tingkah laku yang dilanggarnya.
Upaya Meningkatkan Mutu Pembelajaran
Sebelum mengetahui makna mutu pembelajaran secara utuh, alangkah baiknya
diketahui pengertian mutu itu sendiri. Mutu (quality) sering disama artikan dengan
kualitas. Kualitas sebenarnya telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Akan
tetapi, sampai sekarang, baik di dunia industri barang atau industri jasa, belum ada
definisi yang sama tentang kualitas. Setiap orang dan organisasi memiliki pengertian
kualitas yang berbeda-beda.
Menurut bahasa mutu berarti kualitas, tingkat, derajat, kadar (Hartono 1995,
hlm. 105). Mutu dalam pengertian umum mengandung makna dan derajat keunggulan
suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang atau jasa. barang dan jasa pendidikan
itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan (Sudarwan
Danim 2006, hlm. 53). Sedangkan menurut W. Edward Deming salah seorang pioner
50
kualitas sebagaimana dikutip oleh Nasution, M,N(2004, hlm. 3), mendefinisikan
kualitas sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Dan kualitas itu
memiliki banyak kriteria yang selalu berubah. Selanjutnya menurut Garvin dalam
Nasution, M,N (2004, hlm. 3), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Standar kualitas itu meliputi dua hal yaitu; kualtias yang didasarkan pada
standar produk/jasa; dan kualitas yang didasarkan pada pelanggan (customer). Kualitas
yang didasarkan pada produk/jasa, memiliki beberapa kualifikasi:
1. sesuai dengan spesifikasi;
2. sesuai dengan maksud dan kegunaannya;
3. tidak salah atau cacat, dan;
4. benar pada saat awal dan selamanya.
Sementara itu, kualitas yang didasarkan pada customer, mempunyai kualifikasi;
1. memuaskan pelanggan (costomer satisfaction);
2. melebihi harapan pelanggan, dan;
3. mencerahkan pelanggan.
Pada prinsipnya dari definisi kualitas yang ada, meskipun berbeda-beda tetapi
pada prinsipnya kualitas adalah pemahaman bahwa : Pertama, kualitas merupakan
kunci ke arah program yang berhasil. Kurang perhatian terhadap kualitas akan
mengakibatkan kegagalan dalam jangka panjang. Kedua, perbaikan-perbaikan kualitas
menuntut komitmen menajemen sepernuhnya untuk dapat berhasil. Komitmen kepada
kualitas ini harus berkesinambungan. Ketiga, perbaikan kualitas adalah kerja keras.
Tidak ada jalan pintas atau perbaikan instan. Menuntut perbaikan budaya bagi
organisasi secara keseluruhan. Keempat, perbaikan kualitas menuntut banyak
51
pelatihan. Kelima, perbaikan kualitas menuntut keterlibatan semua karyawan secara
aktif, dan komitmen mutlak dari manajemen senior (pimpinan).
Sedangkan pembelajaran adalah proses perubahan perilaku dengan arah yang
positif untuk memecahkan masalah personal, ekonomi, social, politik yang ditemui
oleh individu, kelompok dan komunitas (Agus Suryana 2006, hlm.29). Menurut Corey
pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu (Syaiful Sagala
2008, hlm. 61). Selanjutnya Dimyati dan Mujiono dalam Syaiful Sagala (2008,
hlm.62), mengemukakan pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam
desain intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar.
Sedangkan menurut Gagne sebagaimana yang dikemukakan oleh Margaret E.
Bell Gredler (1991 : 207) dalam Nazarudin (2007, hlm. 162), bahwa istilah
pembelajaran dapat diartikan seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang
untuk mendukung terjadinya proses belajar yang sifatnya internal. Pendapat ini
semakna dengan yang dikemukakan oleh J. Drost yang menyatakan bahwa
pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan untuk menjadikan orang lain belajar.
Pembelajaran tidak diartikan sebagai suatu yang statis, melainkan suatu konsep yang
bisa berkembang seirama dengan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan
kemajuan ilmu dan tekhnologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas
sumber daya manusia.
Dengan demikian pengertian pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah
ialah kemampuan dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-
komponen yang berkaitan dengan pembelajaran sehingga menghasilkan nilai tambah
52
terhadap komponen tertsebut menurut norma/standar yang berlaku(Martinis Yamin,
Maisah 2009, hlm. 164).
Proses pembelajaran merupakan proses pengelolaan sumber dan sarana
pembelajaran yang sengaja direncanakan dan dirancang sedemikian rupa dalam rangka
membantu agar seorang guru atau siswa dapat melakukan aktifitas belajar yang
disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan. Untuk lebih memperjelas lagi masalah
pembelajaran ini, berikut ini dijelaskan beberapa langkah-langkah dalam
pembelajaran.
Langkah-langkah dalam proses pembelajaran berdasarkan teori Kondisioning
Operan, menurut Mudjiono (1999, hlm. 32), adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari keadaan kelas, guru mencari dan menemukan perilaku negative.
Perilaku positif akan diperbuat dan perilaku konstruktif dikurangi.
b. Membuat daftar penguat positif, guru mempelajari perilaku yang disukai oleh
siswa.
c. Memilih dan menentukan urutan dan tingkah laku yang dipelajari.
d. Membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi urutan
perilaku yang dikehendaki, waktu mempelajari perilaku dan evaluasi.
Menurut Pieget, langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Menentukan topik yang dapat dipelajari
oleh anak sendiri
b. Menilai dan mengembangkan aktifitas
kelas.
c. Mengetahui adanya kesempatan bagi
guru untuk mengemukakan petanyaan yang menunjang proses pemecahan
masalah.
53
Menurut Rogers sebagaimana dikutip oleh Martinis Yamin Maisah (2009, hlm.
164), mengemukakan saran tentang pembelajaran yang perlu dilakukan oleh seorang
guru:
a. Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara
terstruktur.
b. Menggunakan metode belajar menemukan.
c. Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan
dan berpartisipasi dengan kelompok lain.
d. Guru bertindak sebagai fasilitator belajar dan membuat program yang
terstruktur agar dapat memberikan peluang agar kreatifitas siswa tumbuh
Pengertian pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah ialah kemampuan
dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang
berkaitan dengan pembelajaran sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap
komponen tertsebut menurut norma/standar yang berlaku. Pembelajaran dikatakan
bermutu apabila pembelajaran dilakukan dengan baik dan menuntut keaktifan siswa.
Dalam pembelajaran yang demikian, siswa tidak lagi ditempatkan dalam posisi pasif
sebagai penerima bahan ajaran yang di diberikan guru, tetapi sebagai subyek yang aktif
melakukan proses berfikir, mencari, mengolah, mengurai, menggabungkan,
menyimpulkan, dan menyelesaikan masalah. Serta bahan ajar yang dipilih, disusun,
dan disajikan kepada siswa oleh guru dengan penuh makna, sesuai dengan kebutuhan
dan minat siswa, serta sedekat mungkin dihubungkan dengan kenyataan dan
kegunaanya dengan kehidupan(Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana 2009, hlm. 84).
Lebih lanjut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009, hlm. 84), mengatakan
untuk itu penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa kurikulum,
pendanaan, dan peralatan) harus dilaksanakan secara harmonis. Sehingga mampu
54
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan
minat belajar dan dapat memberdayakan peserta didik.
Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran
Dengan melalui proses belajar mengajar yang diharapkan adalah terjadinya perubahan
dalam diri anak baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik akan berpengaruh pada
tingkah laku anak didik, di mana pada akhirnya cara berfikir, merasa dan melakukan
sesuatu itu akan menjadi relatif menetap dan membentuk kebiasaan bertingkah laku
yang baik pada dirinya Agar perubahan-perubahan dalam diri peserta didik sebagai
hasil dari suatu proses belajar mengajar sampai pada tujuan yang diharapkan, perlu
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Seperti halnya dalam proses belajar mengajar ikut berfungsi pula sejumlah
faktor yang dengan sengaja direncanakan dan dimanipulasikan guru menuju
tercapainya out-put yang dikehendaki dalam hal ini : kurikulum, guru yang mengajar,
sarana dan fasilitas serta instrumental yang merupakan faktor terpenting dan sangat
menentukan dalam pencapaian hasil/out-put yang dikehendaki karena instrumental in-
put inilah yang menentukan bagaimana proses belajar mengajar itu akan terjadi dalam
diri peserta didik (M. Ngalim Purwanto 1999, hlm. 107). Sejalan dengan proses belajar
mengajar tersebut, maka faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar itu
menurut (Sumardi Suryabrata 1998, hlm. 7-13), dikelompokkan menjadi 2 faktor.
Yaitu faktor intern dan faktor ekstern:
Faktor ekstern (faktor yang ada di luar individu)
a. Lingkungan
Faktor lingkungan dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu:
1). Lingkungan alami seperti suhu, kelembaban udara sangat berpengaruh dalam
proses belajar mengajar.
55
2). Lingkungan sosial baik yang berbentuk manusia ataupun yang berwujud
lainnya, seperti: suara mesin pabrik, hiruk pikuk lalu lintas.
b. Instrumental
Faktor ini dapat berwujud faktor-faktor keras (hard ware) seperti: gedung,
perlengkapan belajar, alat-alat praktikum dan sebagainya, dapat juga berwujud faktor-
faktor lemah (soft ware) seperti: Kurikulum, pedoman belajar, guru, metode, media
dan lain-lain.
Faktor Intern (faktor dari dalam individu peserta didik sendiri)
Dalam faktor ini mencakup faktor fisiologi dan psikologi
1). Kondisi fisiologis
Kondisi ini meliputi: kondisi fisik (kesehatan) dan faktor-faktor tubuh,
disamping itu kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengarannya
sangat mempengaruhi proses belajar mengajar karena sebagian besar yang
dipelajari manusia dipelajarinya dengan menggunakan penglihatan dan
pendengaran.
2). Kondisi psikologis
(a). Minat
(b).Kecerdasan (intelegensi)
(c). Bakat
(d).Motivasi dan Kultural (Arief, S. Sudirman, R Raharjo dan Amung Haryono
2011, hlm. 14)
Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran
Guru merupakan kunci keberhasilan sebuah lembaga pendidikan. Guru merupakan
sales agent dari lembaga pendidikan. Baik dan buruknya perilaku atau cara mengajar
guru akan sangat mempengaruhi citra lembaga pendidikan (Buchari Alma at.al 2008,
hlm. 123). Oleh karena itu sumber daya guru harus dikembangkan baik melalui
56
pendidikan dan pelatihan atau kegiatan-kegiatan lainya agar kemampuan
profesionalnya meningkat.
Hakikat guru pada umumnya berhubungan dengan pengembangan sumber daya
manusia yang pada akhirnya akan menentukan kelestarian dan kejayaan kahidupan
bangsa (Arif Rahman 2009, hlm. 155 ). Dengan kata lain bahwa guru mempunyai
tugas membangun dasar-dasar dari corak kehidupan manusia pada masa yang akan
datang.
Dalam proses pendidikan, pada dasarnya guru mempunyai tugas “mendidik dan
mengajar” peserta didik agar dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan tugas
dalam menjalani kehidupanya yang selaras dalam kodratnya sebagai manusia yang
baik, dalam kaitan hubunganya dengan manusia lainya maupun dengan tuhan. Tugas
mendidik guru berkaitan dengan transformasi nilai-nilai dan pembentukan pribadi.
Sedangkan tugas mengajar berkaitan dengan transformasi pengetahuan dan
ketrampilan kepada peserta didik. Akan tetapi bagi guru dalam kelas, tugas mendidik
dan mengajar merupakan tugas terpadu dan saling berkaitan (Arif Rahman 2009, hlm.
156 ).
Untuk itu guru haruslah mempunyai ketrampilan dalam hal pengolahan dan
perencanaan pembelajaran yang baik. Mulai dari perencanaan pengajaran, metode
yang digunakan sampai dengan bagaimana evaluasi yang akan di gunakan dengan
jelas. Ketrampilan yang disebut dengan ketrampilan mengajar tersebut merupakan
salah satu jenis ketrampilan yang harus dikuasai oleh guru.
Ada beberapa jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh guru dari Wingkel
yang dikutip Hamzah B. Uno (2006, hlm. 168), antara lain:
1. Keterampilan memberi penguatan
57
Keterampilan ini adalah keterampilan yang bertujuan untuk memberikan
dorongan, tanggapan bagi siswa agar dalam mengikuti pelajaran merasa
dihormati dan diperhatikan.
2. Keterampilan bertanya
Keterampilan ini bertujuan untuk merangsang kemampuan berfikir siswa,
meningkatkan kemampuan berfikir siswa dan membantu dalam mencapai
tujuan pelajaran yang dirumuskan.
3. Keterampilan menjelaskan
Beberapa alasan mengapa keterampilan menjelaskan tersebut perlu dikuasai.
Pertama bahwa pada umumnya informasi didalam kelas adalah didominasi oleh
guru. Untuk itu evektifitas pembicaraan perlu ditingkatkan. Kedua, penjelasan
yang diberikan oleh guru jelas menurut guru akan tetapi seringkali tidak jelas
bagi siswa
4. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran.
Kegiatan ini adalah dimaksudkan untuk menciptakan kondisi mental dan
perhatian siswa agar terpusat pada apa yang akan dipelajari. Serta menjelaskan
keseluruhan pelajaran yang telah dipelajari siswa pada akhir proses
pembelajaran. Dan mengetahui hubungan antara pengalaman yang dikuasai
dengan hal baru yang telah ia dapatkan.
Dari penjelasan tersebut maka guru harus mempunyai beberapa kompetensi
seperti yang tertuang dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada
pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi social
(Arif Rahman 2009, hlm. 154).
1. Kemampuan pedagogik
58
Adalah kemampuan mengelola pembelajar. Mencakup konsep kesiapan
mengajar yang ditunjukan oleh penguasaan pengetahuan dan keterampilan
mengajar.
2. Kepribadian
Adalah kemampuan yang dimiliki oleh guru seebagai kemampuan ynag stabil,
dewasa, arif, menjadi teladan. guru sebagai teladan yang baik tentunya akan
dapat merubah perilaku siswa.
3. Professional
Kemampuan penguasaan meteri pelajaran secara luas dan mendalam, serta
metode dan tekhnik yang baik yang sesuai dan mudah dipelajari oleh murid,
mudah ditangkap dan dan tidak menimbulkan kesulitan dan keraguan
4. Kompetensi sosial
Kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sekolah dan luar sekolah. Berusaha mengembangkan komunikasi
dengan orang tua siswa, sehingga terjalin komunikasi yang baik antara pihak
sekolah dengan masyarakat pada umumnya. (Buchari Alma at.al 2008, hlm.
141).
Perencanaan Pengajaran Dalam Pembelajaran
Perbaikan kualitas pembelajaran haruslah diawali dengan perbaikan desain
pembelajaran. Perencanan pembelajaran dapatlah dijadikan titik awal dari upaya
perbaikan mutu pembelajaran (Martinis Yamin, Maisah 2009, hlm. 126). Perencanaan
adalah proses pemanfaatan dan penetapan sumber daya secara terpadu yang
diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan
dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan(Hamzah B. Uno 2006,
hlm. 141). Dalam konteks pembelajaran perencanaan ini dapat diartikan sebagai proses
penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan
59
atau metode pengajaran, dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa
satu semester yang akan datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Proses pembelajaran bisa disebut interaksi edukatif yang sadar akan tujuan.
Artinya adalah interaksi yang telah direncanakan untuk suatu tujuan tertentu.
Setidaknya tercapainya tujuan intruksional atau tujuan pembelajaran yang dirumuskan
dalam satuan pelajaran. Proses pembentukan setiap rencana pembelajaran yang baik
mulai dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam satuan mata pelajaran.
Kegiatan belajar yang berlangsung disekolah bersifat formal, disengaja,
direncanakan, dengan bimbingan guru, dan bantuan pendidik lainya. Apa yang hendak
dicapai dan dikuasai oleh siswa dituangkan dalam kegiatan belajar, dipersiapkan bahan
apa yang harus dipelajari, disesuaikan juga metode pembelajaran yang sesuai agar
siswa dapat mempelajarinya dengan baik dan melakukan evaluasi agar mengetahui
kemampuan belajar siswa. Persiapan ini harus direncanakan secara seksama oleh guru
mengacu pada kurikulum mata pelajaran.
Dalam penyusunan program pembelajaran menurut Hamzah B. Uno (2006,
hlm. 135), dapat dikelompokan menjadi beberapa program. Diantaranya adalah:
a. Program tahunan
Adalah rencana pembelajaran yang disusun untuk setiap mata pelajaran yang
berlangsung dalam satu tahun pada setiap mata pelajaran dan kelas tertentu yang
disusun menjadi bahan ajar. Langkah-langkah dalam menyusun bahan ajar adalah:
(1).Membaca dan mempelajari kurikulum dan silabusnya.
(2).Menganalisis kemampuan dasar yang ada pada kurikulum
(3).Menentukan alokasi waktu setiap kemampuan dasar berdasarkan kalender
pendidikan yang ditentukan
60
Adapun tim yang menyusun pogram tahunan ini terdiri dari tim rekayasa
kurikulum, ahli mata pelajaran, dan kelompok kerja guru yang terdiri dari guru mata
pelajaran.
b. Program semester
Program semester ini disusun dengan merancang kegiatan pembelajaran untuk
semua mata pelajaran dan kelas yang dilakukan dalam satu kelas yang dilakukan pada
satu semester. Perencanaan ini akan merespon pemenuhan target pembelajaran, baik
diukur dari proses belajar siswa maupun melalui sejumlah tes dan alat evaluasi yang
digunakan maupun pelayanan kegiatan belajar siswa oleh para pendidik dilihat dari
kesiapan dan strategi yang digunakan. Untuk mencapai target dan tujuan yang
ditetapkan, maka secara teknis dan operasional dijabarkan dalam program mingguan
dan juga harian.
Kemudian menurut Zamroni ( 2007) sebagaimana dikutip Nanang Hanafiah
dan Cucu Suhana (2009, hlm. 84), dikatakan bahwa peningkatan mutu pembelajaran
adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, diantaranya adalah
apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah ( guru, siswa,
kurikulum, pendanaan dan peralatan ) dilaksanakan secara harmonis. Dengan tujuan
agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Sehingga
mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong
motivasi dan minat belajar dan dapat memberdayakan peserta didik.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Sebelum membahas pengertian pendidikan Agama Islam, penulis akan terlebih dahulu
mengemukakan arti pendidikan pada umumnya. Istilah pendidikan berasal dari kata
didik dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "kan" mengandung arti perbuatan
(hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani,
61
yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti
pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan
dengan tarbiyah, yang berarti pendidikan (Ramayulis 2004, hlm. 1). Ahmad D.
Marimba (1981, hlm. 19) mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh Hasbullah
(2005, hlm. 4) pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-
anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I
pasal I, dikatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Ketika kata Agama Islam dimasukkan dalam pendidikan (Pendidikan Agama
Islam), ia memiliki arti pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang didasarkan kepada
ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Kata Islam berasal dari bahasa Arab ;
aslama, yuslimu, islaman, yang berarti berserah diri, patuh dan tunduk. Beberapa para
ahli merumuskan Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:
Menurut Zuhairini (1992, hlm. 152), pendidikan Islam adalah usaha yang
diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau
suatu upaya dengan ajaran Islam, memikirkan, memutuskan dan berbuat berdasarkan
62
nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ahmad
Marimba (1981, hlm. 2), pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat (1992, hlm. 86), pendidikan agama Islam
adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam yaitu berupa bimbingan
dan asuhan terhadap anak didik, agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang telah diyakini
secara menyeluruh serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam itu suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan hidup dunia dan akhirat kelak..
Alisuf Sabri (1999, hlm. 74) memberikan pengertian bahwa Pendidikan Agama
Islam (PAI) yaitu: Usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan
nasional.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya Pendidikan Agama
Islam adalah usaha sadar yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang
sesuai dengan ajaran Islam agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang telah diyakini
secara menyeluruh serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam itu suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan hidup dunia dan akhirat kelak.
Dalam mata pelajaran agama pada SMP semua bidang studi agama tersebut
dirangkum menjadi satu pada mata pelajaran Pendidikan Agama (Islam). Adapun
tujuan dalam mempelajari mata pelajaran tersebut antara lain mampu membaca al-
Qur’an dengan fasih (al-Qur’an), beriman kepada Allah, kitab Allah, Rasul Allah, dan
63
hari akhir (Keimanan), bekerja keras, terbiasa berfikir kritis, dan terbiasa berprilaku
toleransi (Akhlak), dapat melakukan thaharah/bersuci, mengetahui hukum Islam
tentang shalat wajib, mengerti tentang zakat, dan memahami tentang ibadah haji
(fiqih), dan memahami keadaan masyarakat Mekkah pra dan pasca datangnya agama
Islam, memahami tentang kehidupan agama dan kabilah, dan mengerti tentang
perkembangan Islam pada masa Khulafatur Rasyidin (Tarikh) (Departemen Agama RI
hlm. 48).
Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu
berupaya meyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban
dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang
bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam mengahadapi tantangan,
hambatan dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam
lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dasar atau fundamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang
menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu
pohon dasar itu adalah akarnya. Fungsinya sama dengan fundamen tadi, mengeratkan
berdirinya pohon itu. Demikian fungsi dari bangunan itu. Fungsinya ialah menjamin
sehingga "bangunan" pendidikan itu teguh berdirinya. Agar usaha-usah yang
terlingkup di dalam kegiatan pendidikan mempunyai sumber keteguhan, suatu sumber
keyakinan: Agar jalan menuju tujuan dapat tegas dan terlihat, tidak mudah
disampingkan oleh pengaruh-pengaruh luar. Singkat dan tegas dasar pendidikan Islam
ialah Firman Tuhan dan sunah Rasulullah SAW (Ahmad D. Marimba 1981, hlm. 41).
Kalau pendidikan diibaratkan bangunan maka isi al-Qur'an dan haditslah yang menjadi
fundamen.
Dasar-dasar pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
64
1. Dasar Religius
Menurut Zuhairini (1990, hlm. 2) yang dimaksud dengan dasar religius adalah
dasar-dasar yang bersumber dari ajaran agama Islam yang tertera dalam al-Qur'an
maupun al-Hadits. Menurut ajaran Islam, bahwa melaksanakan pendidikan agama
Islam adalah merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya.
2. Dasar Yuridis Formal
Menurut Zuhairini at.al (1990, hlm. 19), yang dimaksud dengan Yuridis
Formal pelaksanaan pendidikan agama Islam yang berasal dari perundang-undangan
yang secara langsung atau tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam
melaksanakan pendidikan agama Islam, di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-
lembaga pendidikan formal di Indonesia.
3. Dasar Ideal
Yang dimaksud dengan dasar ideal yakni dasar dari falsafah Negara: Pancasila,
dimana sila yang pertama adalah ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung
pengertian, bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha
Esa, atau tegasnya harus beragama (Zuhairini at.al 1990, hlm. 22).
4. Dasar Konsitusional/Struktural
Yang dimaksud dengan dasar konsitusioanl adalah dasar UUD tahun 2002
Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi sebagai berikut:
a. Negara berdasarkan atas Tuhan Yang Maha Esa Negara
menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya (Zuhairini at.al 1990,
hlm. 22).
Bunyi dari UUD di atas mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia harus
beragama, dalam pengertian manusia yang hidup di bumi Indonesia adalah orang-
orang yang mempunyai agama. Karena itu, umat beragama khususnya umat Islam
65
dapat menjalankan agamanya sesuai ajaran Islam, maka diperlukan adanya pendidikan
agama Islam.
5. Dasar Operasional
Yang dimaksud dengan dasar operasional adalah dasar yang secara langsung
mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di Indonesia.
Menurut Tap MPR nomor IV/MPR/1973. Tap MPR nomor IV/MPR/1978 dan
Tap MPR nomor II/MPR/1983 tentang GBHN," yang pada pokoknya dinyatakan
bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan ke dalam
kurikulum sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-
universitas negeri (Zuhairini at.al 1990, hlm. 23).
Atas dasar itulah, maka pendidikan agama Islam di Indonesia memiliki status
dan landasan yang kuat dilindungi dan didukung oleh hukum serta peraturan
perundang-undangan yang ada.
6. Dasar Psikologis
Yang dimaksud dasar psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek
kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya,
manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada
hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan
adanya pegangan hidup (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2004, hlm. 133).
Semua manusia yang hidup di dunia ini selalu membutuhkan pegangan hidup
yang disebut agama, mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada sutu perasaan yang
mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat untuk berlindung, memohon dan
tempat mereka memohon pertolongan. Mereka akan merasa tenang dan tentram
hatinya apabila mereka dapat mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Kuasa.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa untuk membuat hati tenang dan tentram ialah
dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
66
Berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah
mengacu kepada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika
sosial dan moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai
keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan
kebaikan di akhirat kelak. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mencapai
suatu tujuan, tujuan pendidikan akan menentukan ke arah mana peserta didik akan
dibawa. Tujuan pendidikan juga dapat membentuk perkembangan anak untuk
mencapai tingkat kedewasaan, baik bilogis maupun pedagogis.
Menurut Alisuf Sabri (1999, hlm. 74) Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang
agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melaui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga mejadi
manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya,
berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi (kurikulum PAI: 2002) (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2004, hlm. 135).
Menurut Zakiah Daradjat (1992, hlm. 29), Tujuan ialah suatu yang diharapkan
tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan bukanlah suatu
benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari
kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya, yaitu
kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi "insan kamil" dengan pola taqwa.
Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara
wajar dan normal karena taqwanya kepada Allh SWT.
67
Sedangkan Mahmud Yunus (1983, hlm. 13), mengatakan bahwa tujuan
pendidikan agama adalah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi maupun orang dewasa
supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak
mulia, sehingga ia menjadi salah seorang masyarakat yang sanggup hidup di atas
kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya,
bahkan sesama umat manusia.
Sedangkan Imam Al-Ghazali dalam Ramyulis (2004, hlm. 71-72), mengatakan
bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama ialah beribadah dan taqarrub
kepada Allah, dan kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat.
Adapun Muhammad Athiyah Al-Abrasy (1987, hlm. 1) merumuskan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah mencapai akhlak yang sempurna. Pendidikan budi
pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, dengan mendidik akhlak dan jiwa
mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan
kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci
seluruhnya ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam
ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.
Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu pendidikan Islam, yaitu sasaran yang
akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan
Islam.
Tim penyusun buku Ilmu Pendidikan Islam mengemukakan bahwa tujuan
pendidikan Islam ada 4 macam, yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua legiatan
pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini
meliputi aspek kemanusiaan seperti: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan
68
pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur, kecerdasan, situasi dan
kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa kepada
Allah harus tergambar dalam pribadi sesorang yang sudah terdidik, walaupun dalam
ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkah-tingkah tersebut.
2. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam ini berlangsung selama hidup, maka tujuan kahir akhirnya
terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan umum yang berbentuk
Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami naik turun, bertambah dan berkurang
dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat
mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk
menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan
pendidikan yang telah dicapai.
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan
formal. Tujuan operasional dalam bentuk tujuan instruksional yang dikembangkan
menjadi Tujuan Instruksional umum dan Tujuan Instruksioanl Khusus (TIU dan TIK).
4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang
sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan
operasional. Dalam pendidikan formal, tujuan ini disebut juga tujuan instruksional
yang selanjutnya dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional umum dan Tujuan
Instruksional Khusus (TIU dan TIK). Tujuan instruksioanal ini merupakan tujuan
pengajaran yang direncanakan dalam unit kegiatan pengajaran (Nur Uhbyati 1998,
hlm. 60-61 ).
69
Tujuan pendidikan agama Islam mempunyai tujuan yang luas dan dalam, seluas
dan sedalam kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk
sosial. Tujuan itu meliputi seluruh aspek yaitu meliputi aspek tingkah laku,
penampilan, kebiasaan, dan pandangan.
Oleh karena itu pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode
pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapain
seluruh kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran
semua unsur sekolah, orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam
mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan
pendidikan agama Islam adalah untuk menjadikan hidup manusia seimbang antara
jasmani dan rohani, pribadi, dan masyarakat (sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial), serta aktivitas untuk dunia dan akhirat yang akan membawa kebahagiaan dunia
dan akhirat bagi manusia itu sendiri.
Dengan demikian, tujuan pendidikan agama seirama dengan tujuan hidup
setiap manusia (muslim) yaitu mencari kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini juga
sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 201:
Artinya: Dan diantara mereka ada yang berdo.a, wahai Tuhan jika kami anugerahilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari api
neraka... (Depag RI 1989, hlm. 49).
Oleh karena itu berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun
tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan
melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam
rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak-anak didik yang
kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) diakhirat kelak.
70
Dengan demikian tujuan pendidikan merupakan pengamalan nilai-nilai Islami
yang hendak diwujudkan dalam pribadi muslim melalui proses akhir yang dapat
membuat peserta didik memiliki kepribadian Islami yang beriman, bertakwa dan
berilmu pengetahuan.
Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
karena di dalamnya banyak pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Adapun ruang lingkup pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
1. Perbuatan mendidik itu sendiri
Yang dimaksud dengan perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan
atau perbuatan dari sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu mengasuh anak
didik. Atau dengan istilah yang lain yaitu sikap atau tindakan menuntun, mebimbing,
memberikan pertolongan dari seseorang pendidik kepada anak didik menuju kepada
tujuan pendidikan Islam.
2. Anak didik
Yaitu pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan. Hal ini
disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu diadakan untuk membawa anak didik
kepada tujuan pendidikan Islam yang kita cita-citakan.
3. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber dari segala kegiatan
pendidikan Islam ini dilakukan. Yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia
dewasa yang bertakwa kepada Allah dan kepribadian muslim.
4. Pendidik
71
Yaitu subjek yang melaksanakan pendidikan Islam. Pendidik ini mempunyai
peranan penting untuk berlangsungnya pendidikan. Baik atau tidaknya pendidik
berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan Islam.
5. Materi Pendidikan Islam
Yaitu bahan-bahan, pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang
disusun sedemikian rupa untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik.
6. Metode Pendidikan Islam
Yaitu cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan
bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. Metode di sini mengemukakan
bagaimana mengolah, menyusun dan menyajikan materi tersebut dapat dengan mudah
diterima dan dimiliki oleh anak didik.
7. Evaluasi Pendidikan
Yaitu memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap
hasil belajar anak didik. Tujuan pendidikan Islam umumnya tidak dapat dicapai
sekaligus, melainkan melaui proses atau pentahapan tertentu. Apabila tahap ini telah
tercapai maka pelaksanaan pendidikan dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya dan
berakhir dengan terbentuknya kepribadian muslim.
8. Alat-alat Pendidikan Islam
Yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam
agar tujuan pendidikan Islam tersebut lebih berhasil.
9. Lingkungan
Yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil
pendidikan Islam (Uhbiyati Nur 1998, hlm. 14-15).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pendidikan Islam itu
sangat luas, sebab meliputi segala aspek yang menyangkut penyelenggaraan
pendidikan Islam.
72
Peran Pengelolaan Kelas Efektif Dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran
Kelas yang kondusif serta nyaman dirasakan oleh peserta didik tentunya dapat
membawa proses pembelajaran akan lebih baik. Dalam hal ini segala bentuk sarana
dan prasarana baik guru maupun metode yang digunakan disesuaikan dengan
kebutuhan pembelajaran. Untuk itu sekolah dengan segala perangkatnya serta guru
harus mempunyai trik dan ide-ide yang baru. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa
antara pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran adalah dua kegiatan yang
sangat erat hubunganya, namun dapat dan harus dibedakan satu sama lainya karena
tujuanya yang berbeda.
Pembelajaran mencakup semua kegiatan secara langsung yang dimaksudkan
untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran, menyusun rencana pembelajaran,
memberikan informasi, bertanya, menilai dan lain sebagainya. Sedangkan pengelolaan
kelas menunjukan kepada kegiatan-kegiatan yang dapat mempertahankan kondisi yang
optimal bagi terjadinya proses pembelajaran, (pembinaan”report”, menghentikan
perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi
ketepatan waktu penyelesaian tugas oleh penetapan norma kelompok yang produktif).
(Martinis Yamin Maisah 2009, hlm. 36).
Sehingga masalah pengelolaan kelas harus ditanggulangi dengan tindakan
korektif pengelolaan, sedangkan dalam masalah pembelajaran harus ditanggulangi
dengan tindakan korektif instruksional. Sebagai pemberian dasar penyiapan kondisi
bagi terjadinya proses belajar yang efektif, pengelolaan kelas menunjuk kepada
pengaturan orang dalam hal ini peserta didik serta pengaturan fasilitas seperti yang
sudah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya.
73
Lebih lanjut Martinis Yamin Maisah (2009, hlm. 34), mengatakan ada beberapa
prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas dalam meningkatan mutu
pembelajaran diantaranya adalah :
1. Kehangatan dan keantusiasan dalam hubungan antara
siswa dan guru
2. Proses pembelajaran bervariasi dan siswa merasa
tertantang
3. Gaya mengajar yang luwes serta penanaman kepada
hal-hal yang positif, dan penanaman disiplin oleh guru.
Seperti dikatakan dalam pembahasan bahwa pengelolaan kelas yang baik
dikatakan efektif adalah dimana guru dapat menjadikan peserta didik sebagai subjek
dan Mereka dapat bekerja secara kreatif. Untuk itu keterampilan yang harus dimiliki
oleh seorang guru dalam menciptakan kondisi kelas yang efektif diantaranya :
a. Menciptakan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal dengan
menunjukan sikap tanggap dengan cara, memandang secara seksama,
mendekati, memberikan pernyataan dan memberikan reaksi terhadap
gangguan kelas
b. Membagi perhatian secara visual dan verbal
c. Memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan peserta didik
dalam pembelajaran
d. Memberikan petunjuk yang jelas serta memberikan teguran secara
bijaksana.
Untuk menghasilkan kualitas pembelajaran yang baik dimulai dengan
bagaimana perencanan, proses pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan terarah untuk
mencapai hasil tersebut. Pengelolaan kelas yang merupakan suatu kegiatan yang perlu
dipersiapkan sedemikian rupa untuk mendukung pembelajaran yang aktif dan kreatif.
74
Menurut Cony Semiawan, at.al, sebagaimana dikutip oleh Supriono Akhmad
Sapari (2001, hlm. 24), dalam pembelajaran kelas dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1. Pengaturan kelas
Tugas utama guru adalah menciptakan suasana dan kondisi kelas agar dapat
memotivasi siswa dalam belajar. Untuk itu guru harus mempunyai keterampilan untuk
berinteraksi dalam proses tersebut dengan baik. Untuk itu diperlukan pengorganisasian
kelas yang memadai, diantaranya adalah:
a. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan titik tolak keberhasilan dalam mengajar.
Makin jelas rumusan masalah maka akan semakin mudah dalam menyusun
rencana dan kegiatan belajar siswa. Yang perlu di perhatikan dalam
merencanakan dan merumuskan tujuan khusus adalah:
(1).Kemampuan dan nilai-nilai apa yang harus dikembangkan pada diri siswa.
(2).Apakah hendak dicapai sekaligs atau secara bertahap
(3).Apakah perlu ditekankan pada aspek-aspek tertentu
(4).Sampai berapa jauh tujuan dapat memenuhi kebutuhan perkembangan
siswa
(5).Apakah waktu yang disediakan cukup untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut
b. Waktu
Waktu yang tersedia dalam jadwal setiap pelajaran, semester, tahunan sangat
terbatas. Karena itu deperlukan pengaturan waktu yang tersedia. melalui
pengaturan waktu diharapkan siswa melakukan berbagai kegiatan untuk
mencapai tujuan pembelajaran
c. Pengaturan ruang belajar
75
Agar tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan dan menggairahkan,
perlu juga deperhatikan pengaturan ruangan belajar. Pengaturan ruangan
belajar tersebut hendaknya memungkinkan siswa leluasa dalam belajar dan
mudah dalam mengawasinya.
Dalam pengaturanya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
(1).Ukuran dan bentuk kelas
(2).Bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa
(3).Jumlah siswa dalam kelas
(4).Klasifikasi siswa dalam kelompok
(5).Pengaturan siswa dalam belajar
Dalam belajar siswa melakukan berbagai kegiatan belajar.
Kegiatan belajar tersebut disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa. Ada
siswa yang dapat belajar sendiri dan ada pula siswa yang dapat belajar dengan
berkelompok.
d. Pengelompokan siswa melayani kegiatan pembelajaran
Dalam menciptakan pembelajaran yang aktif, pengelompokan siswa
mempunyai arti tersendiri. ada beberapa pengelompokan yang sederhana antara
lain pengelompokan menurut kesenangan berkawan, perkelompokan menurut
kemampuan, pengelompokan menurut minat dan bakat.
Dalam mengelola kelas, peran guru sangatlah penting, oleh karena itu maka
hanya guru professional sajalah yang dapat mengantarkan pembelajaran
menjadi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
Guru hendaknya dapat megerti tujuan dan fungsi belajar, bagaimana mengenal
siswa sebagai individu dan kelompok, memanfaatkan organisasi kelas,
mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memecahakan masalah, serta
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.
76
Karena kompleksnya proses belajar mengajar maka guru harus
memperbaikinya pada saat :
a. Sebelum mengajar
Pada saat sebelum mengajar guru harus membuat persiapan, guru harus
mengetahui apa bahan apa yang akan diajarkan
b. Saat mengajar
Pada saat belajar guru harus paham teori dan praktek mengajar dengan segala
kemampuan dan keterampilan.
c. Setelah mengajar.
Guru harus berusaha memperoleh umpan balik dengan mengajukan beberapa
pertanyaan tentunya sebagai bahan evaluasi.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas yang
baik dan efektif yang meliputi pengelolaan ruang belajar mengajar/ruang kelas,
pengelolaan siswa, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan meteri
pembelajaran, dan sebgainya sangatlah urgen sekali dalam proses belajar mengajar
khususnya dalam menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan guna menciptakan
dan meningkatkan mutu pembelajaran.
77
Bab 5SIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian mengenai peran pengelolaan kelas efektif dalam
meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2
Kecamatan Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin, maka disimpulkan bahwa
pertama, pengelolaan kelas efektif di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi
Banyuasin, meliputi beberapa komponen, yaitu: penataan ruangan belajar, pengaturan
tempat duduk, ventilasi dan pengaturan cahaya, serta pengaturan dan penyimpanan
barang-barang. Kedua, upaya peningkatan mutu pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin, diantaranya, yaitu:
persiapan pelaksanaan pembelajaran meliputi: pengembangan program, penyusunan
persiapan pengajaran, dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, yang meliputi: 1)
penggunaan metode atau strategi pembelajaran, 2) penggunaan sumber belajar, 3)
penggunaan media pembelajaran, dan 4) evaluasi hasil belajar. Ketiga, peran
pengelolaan kelas efektif dalam meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 2 Lawang Wetan Kabupaten Musi Banyuasin, meliputi:
menciptakan suasana kelas dalam proses belajar menyenangkan, kebutuhan sarana dan
prasarana tersedia dalam pembelajaran, perencanaan dan metode yang dilakukan oleh
guru dalam kelas terencana dan terstruktur, penanganan yang dilakukan oleh guru
dalam kelas terencana dan tertruktur, penanganan masalah yang sesuai dengan
78
kebutuhan masalah, serta hubungan antara guru dan siswa atau siswa dengan siswa
yang harmonis.
Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan penulis di atas, maka
peneliti menyarankan sebagai berikut:
1. Bagi guru pengelolaan kelas merupakan salah satu kompetensi
dasar yang sangat penting haruslah dimiliki oleh seorang pendidik/guru termasuk
guru PAI, hal ini bertujuan untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Guru
hendaknya selalu berusaha memacu siswa untuk aktif, salah satunya dapat
dilakukan dengan cara mengelola kelas dengan baik seperti memanfaatkan media
pengajaran, penataan ruang kelas, penataan ruang kelas dan lain sebagainya.
2. Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya memanfaatkan
fasilitas belajar dan keadaan kelas supaya terlihat serasi dan proses belajar mengajar
dapat berjalan dengan lancar.
3. Untuk meningkatkan keaktifan siswa guru hendaknya melibatkan
siswa dalam kegiatan belajar mengajar, karena keikutsertaan siswa dalam kegiatan
belajar mengajar adalah faktor yang sangat penting dalam menumbuhkan keaktifan
siswa.