Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya mewujudkan Jawa Tengah Sehat, pembangunan kesehatan di
Jawa Tengah tidak dapat dilakukan sendiri oleh aparat pemerintah di sektor
kesehatan, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan peran
serta swasta dan masyarakat. Segala upaya kesehatan selama ini dilakukan tidak
hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga tidak luput peran dari sektor non
kesehatan dalam upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan upaya
mengatasi permasalahan kesehatan.
Agar proses pembangunan kesehatan berjalan sesuai dengan arah dan
tujuan, diperlukan manajemen yang baik sebagai langkah dasar pengambilan
keputusan dan kebijakan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Untuk
itu pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan
baik dalam suatu sistem informasi kesehatan.
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang evidence based diarahkan untuk
penyediaan data dan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu. Untuk itu,
peran data dan informasi kesehatan menjadi sangat penting dan semakin
dibutuhkan dalam manajemen kesehatan oleh berbagai pihak. Masyarakat semakin
peduli dengan situasi kesehatan dan hasil pembangunan kesehatan yang telah
dilakukan oleh pemerintah, terutama terhadap masalah-masalah kesehatan yang
berhubungan langsung dengan kesehatan mereka.
Kepedulian masyarakat akan informasi kesehatan ini memberikan nilai positif
bagi pembangunan kesehatan itu sendiri. Untuk itu pengelola program harus bisa
menyediakan dan memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dengan
dikemas secara baik, sederhana, informatif, dan tepat waktu.
Profil kesehatan merupakan salah satu produk dari Sistem Informasi
Kesehatan yang penyusunan dan penyajiannya dibuat sesederhana mungkin tetapi
informatif, untuk dipakai sebagai alat tolok ukur kemajuan pembangunan kesehatan
sekaligus juga sebagai bahan evaluasi program-program kesehatan. Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah adalah gambaran situasi kesehatan yang memuat berbagai
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 2
data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan selama satu tahun yang
memuat data derajat kesehatan, sumber daya kesehatan, dan capaian indikator hasil
pembangunan kesehatan.
B. SISTEMATIKA PENYAJIAN
Sistematika penyajian Profil Kesehatan adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi penjelasan tentang maksud, tujuan dan sistematika
penyajiannya.
BAB II : GAMBARAN UMUM
Menyajikan tentang gambaran umum Provinsi Jawa Tengah meliputi
letak geografis, kependudukan, ekonomi dan pendidikan yang erat
kaitannya dengan kesehatan.
BAB III : SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka
kesakitan dan angka status gizi masyarakat.
BAB IV : SITUASI UPAYA KESEHATAN
Menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan
kesehatan rujukan dan penunjang, pencegahan dan pengendalian
penyakit menular dan tidak menular, pembinaan kesehatan lingkungan
dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian
dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan dalam situasi bencana serta
upaya pelayanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh
kabupaten/kota.
BAB V : SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Menguraikan tentang tenaga kesehatan, sarana kesehatan,
pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya.
BAB VI : KESIMPULAN
Berisi sajian garis besar hasil-hasil cakupan porgram/kegiatan
berdasarkan indikator-indikator bidang kesehatan untuk dapat ditelaah
lebih jauh dan untuk bahan perencanaan pembangunan kesehatan
serta pengambilan keputusan di Provinsi Jawa Tengah.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 3
LAMPIRAN
Berisi resume atau angka pencapaian kabupaten/kota dan 82 tabel data yang
sebagian diantaranya merupakan Indikator Pencapaian Kinerja Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 4
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. KEADAAN GEOGRAFI
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
terletak cukup strategis karena berada diantara dua provinsi besar, yaitu bagian
barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, bagian timur berbatasan dengan
Provinsi Jawa Timur. Sedangkan bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa dan
bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Letaknya antara 5°40' - 8°30' lintang selatan dan antara 108°30' - 111°30'
bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa).
Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah sebesar 32.544,12 km², secara
administratif terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, yang tersebar menjadi 573
kecamatan dan 8.576 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Cilacap
dengan luas 2.138,51 km², atau sekitar 6,57% dari luas total Provinsi Jawa Tengah,
sedangkan Kota Magelang merupakan wilayah yang luasnya paling kecil yaitu seluas
18,12 km².
Secara topografi, wilayah Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan
yang dibagi menjadi 4 (empat) kriteria :
a. Ketinggian antara 0–100 m dari permukaan air laut, seluas 53,3%, yang
daerahnya berada di sepanjang pantai utara dan pantai selatan.
b. Ketinggian antara 100–500 m dari permukaan air laut seluas 27,4%.
c. Ketinggian antara 500–1.000 m dari permukaan air laut seluas 14,7%.
d. Ketinggian diatas 1.000 m dari permukaan air laut seluas 4,6%.
B. KEADAAN PENDUDUK
1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah,
jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 32.382.657
jiwa, dengan luas wilayah sebesar 32.544,12 kilometer persegi (km²), rata-rata
kepadatan penduduk sebesar 995,04 jiwa untuk setiap km². Wilayah terpadat
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 5
adalah Kota Surakarta, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 11.341 jiwa
per km². Wilayah terlapang adalah Kabupaten Blora, dengan tingkat kepadatan
penduduk sekitar 462 jiwa per km², dengan demikian persebaran penduduk di
Jawa Tengah belum merata.
Jumlah rumah tangga sebanyak 8.703.696, maka rata-rata jumlah
anggota rumah tangga adalah 3,72 jiwa untuk setiap rumah tangga. Penduduk
terbanyak di Kabupaten Brebes 1.733.869 jiwa (5,35%) dan paling sedikit di
Kota Magelang 118.227 jiwa (0,37%). Data mengenai kependudukan dapat
dilihat pada lampiran Tabel 1.
2. Rasio Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis
kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan
per 100 penduduk perempuan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010
oleh Badan Pusat Statistik, didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Jawa Tengah
16.091.112 jiwa (49,69%) dan jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah
16.291.545 jiwa (50,31%). Sehingga didapatkan rasio jenis kelamin sebesar
98,77 per 100 penduduk perempuan, berarti setiap 100 penduduk perempuan
ada sekitar 98 atau 99 penduduk laki-laki. Data mengenai rasio jenis kelamin
(sex ratio) dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.
3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Komposisi penduduk Provinsi Jawa Tengah menurut kelompok umur dan
jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki-laki maupun perempuan
mempunyai proporsi terbesar pada kelompok umur 15–44 tahun. Gambaran
komposisi penduduk secara lebih rinci dapat dilihat pada lampiran Tabel 3.
Perbandingan komposisi proporsi penduduk menurut usia produktif dari
tahun 2006 sampai tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 6
Tabel 2.1 Persentase Kelompok Usia Produktif Jawa Tengah tahun 2006 – 2010
Kelompok Usia (Tahun)
TAHUN
2006 2007 2008 2009 2010
0 - 14 25,98 % 27,02 % 26,57 % 25,03 % 26,32 %
15 – 64 66,92 % 65,21 % 65,66 % 67,87 % 66,53 %
65 + 7,10 % 7,77 % 7,77 % 7,11 % 7,05 %
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2010
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi penduduk tahun 2010 bila
dibandingkan dengan tahun 2009, kelompok usia produktif (15-64 tahun)
mengalami penurunan, sedangkan kelompok usia belum produktif (0-14 tahun)
mengalami kenaikan. Hal ini berarti bahwa angka beban tanggungan menjadi
bertambah.
C. KEADAAN EKONOMI
1. Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah ukuran kuantitatif dari
kinerja perekonomian suatu wilayah selama satu periode waktu tertentu. PDRB
merupakan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit-unit usaha yang
beroperasi di wilayah domestik.
Perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan
sebesar 6,0% dibanding tahun 2010. Berdasarkan hasil penghitungan triwulan I
sampai dengan triwulan IV , PDRB Jawa Tengah tahun 2011 atas dasar harga
berlaku meningkat sebesar Rp. 53,9 triliun, yaitu dari Rp. 444,7 triliun pada
tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 498,6 triliun pada tahun 2011. Jika dilihat dari
PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2011 mencapai Rp. 198,2 triliun,
sedangkan pada tahun 2010 sebesar Rp. 187,0 triliun.
Selama tahun 2011, semua sektor ekonomi yang membentuk PDRB
mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor
pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 8,6%, diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran 7,5%, sektor jasa-jasa 7,5%, sektor industri
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 7
pengolahan 6,7%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan 6,6%,
sektor konstruksi 6,3%, sektor pertambangan dan penggalian 4,9%, sektor
listrik, gas dan air bersih 4,3%. Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan
terendah pada tahun 2011 adalah sektor pertanian yaitu sebesar 1,3%.
Selain itu dapat dilihat besarnya sumbangan (andil) masing-masing
sektor dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi selam tahun 2011. Sektor
industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan 6,7% mampu memberikan
andil terbesar terhadap sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, yaitu
sebesar 2,2%. Sumber pertumbuhan terbesar kedua adalah dari sektor
perdagangan, hotel dan restoran yaitu 1,6%. Sedangkan sektor pengangkutan
dan komunikasi, meskipun mengalami pertumbuhan terbesar yaitu 8,4%, sektor
ini hanya mampu memberikan sumbangan 0,4% terhadap sumber pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan kontribusi nilai tambah bruto sektor
pengangkutan dan komunikasi terhadap PDRB Jawa Tengah relatif kecil.
PDRB per kapita merupaka PDRB dibagi dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Pada tahun 2011 angka PDRB per kapita atas dasar harga
berlaku diperkirakan mencapai 15,4 juta dengan laju peningkatan sebesar 12,0%
dibandingkan dengan PDRB per kapita tahun 2010 sebesar Rp. 13,7 juta.
Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2011 sebesar
Rp. 6,1 juta atau secara riil meningkat sebesar 5,9% dibandingkan dengan tahun
2010 yan gsebesar Rp. 5,8 juta.
Tabel 2.2 PDRB per Kapita Jawa Tengah Tahun 2008 – 2011 (jutaan rupiah)
Tahun PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku
PDRB per Kapita atas dasar harga konstan
2008 11,124 5,142
2009 11,957 5,345
2010 13,732 5,774
2011 15,376 6,112
Sumber : PDRB Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 8
2. Angka Beban Tanggungan
Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur, angka beban
tanggungan (dependency ratio) penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2010 sebesar 50,31. Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan tahun 2009 (51,43), berarti pada tahun 2010 setiap 100 penduduk usia
produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung beban hidup sekitar 50
penduduk usia belum produktif (0–14 tahun) dan usia tidak produktif (65 tahun
ke atas).
D. KEADAAN PENDIDIKAN
Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan
menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam
pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi,
pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga
lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta
aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya.
Dibandingkan dengan tahun 2009 secara umum telah terjadi peningkatan di
bidang pendidikan. Peningkatan terjadi pada tingkat pendidikan SD, SMP dan
Akademi/Perguruan Tinggi. Hal ini wajar terjadi mengingat semakin digalakkannya
program sekolah gratis bagi jenjang SD dan SMP dan program-program pendidikan
lainnya. Berikut ini disajikan tabel persentase jumlah penduduk usia 10 tahun ke
atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah tahun
2007-2010.
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Usia 10 tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2010
Tahun Blm/Tdk Pernah Sekolah
Tdk punya Ijazah SD/MI
SD/MI SMP SMU/SMK DIPL/AK/
PT Total
2007 7,84 26,46 31,74 15,58 12,45 5,93 100,00
2008 9,33 23,03 32,01 16,58 14,64 4,41 100,00
2009 8,42 22,16 32,50 17,22 15,21 4,48 100,00
2010 8,13 18,91 34,55 18,11 10,48 4,93 100,00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2010
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 9
Peningkatan tersebut berimbas pada kemampuan baca tulis penduduk yang
tercermin dari angka melek huruf. Persentase penduduk yang dapat membaca dan
menulis huruf latin dan huruf lainnya pada tahun 2010 sebesar 91,02%, sedangkan
yang buta huruf sebesar 8,98%. Bila dilihat dari jenis kelaminnya, maka penduduk
laki-laki lebih banyak yang melek huruf dibandingkan dengan penduduk perempuan,
angka melek penduduk laki-laki sebesar 94,28% dan perempuan sebesar 87,87%.
Data mengenai angka melek huruf dapat dilihat pada lampiran Tabel 5.
Demikian gambaran umum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 secara
ringkas dengan penyajian tentang kependudukan, perekonomian dan pendidikan.
Faktor perekonomian dan pendidikan secara bersama-sama dengan kesehatan
digunakan untuk menentukan Indeks Pembangunan Manusia.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 10
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang
dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi
angka kematian, angka kesakitan dan status gizi. Pada bagian ini, derajat kesehatan
masyarakat di Provinsi Jawa Tengah digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB),
Angka Kematian balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), angka morbiditas beberapa
penyakit dan status gizi.
Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-
faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan
dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor
ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya.
A. ANGKA KEMATIAN
Angka kematian dari waktu ke waktu menggambarkan status kesehatan
masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi
lingkungan fisik dan biologik secara tidak langsung. Angka tersebut dapat digunakan
sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program
pembangunan kesehatan. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB,
AKABA, AKI dan Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas.
1. Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-11
bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi
ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan
dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan
di wilayah tersebut rendah.
AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 kelahiran
hidup, menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 10,62/1.000
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 11
kelahiran hidup. Dibandingkan dengan target Millenium Development Goals
(MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1.000 kelahiran hidup maka AKB di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2011 sudah cukup baik karena telah melampaui target.
Dibawah ini grafik AKB di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2011.
8,5
9
9,5
10
10,5
11
AKB 9,27 10,25 10,62 10,34
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.1 Angka Kematian Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011
Angka kematian bayi tertinggi adalah Kabupaten Rembang sebesar
21,97/1.000 kelahiran hidup, sedangkan terendah adalah Kota Surakarta sebesar
3,63/1.000 kelahiran hidup.
3,635,41
6,666,72
7,097,497,55
8,498,518,548,688,728,859,119,239,239,239,339,38
9,699,72
10,0811,16
11,6712,1512,27
12,6312,93
13,2313,30
15,2515,79
17,3417,53
21,97
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
Kota SurakartaKota TegalKab.DemakKab.Kudus
Kab.MagelangKota Salatiga
Kab.TegalKota MagelangKab.Grobogan
Kab.PekalonganKab.SragenKab.Brebes
Kab.KebumenKab.Sukoharjo
Kab.KaranganyarKota Pekalongan
Kab.PatiKab.CilacapKab.KlatenKab.Jepara
Kab.BanyumasKab.Wonogiri
Kab.PurbalinggaKab.Kendal
Kota SemarangKab.Boyolali
Kab.BloraKab.Pemalang
Kab.WonosoboKab.SemarangKab.Purw orejo
Kab.BanjarnegarKab.Batang
Kab.TemanggungKab.Rembang
Gambar 3.2 Angka Kematian Bayi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 12
2. Angka Kematian Balita
Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian balita 0–5
tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan
KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi
lingkungan.
AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 11,50/1.000 kelahiran
hidup, menurun dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 12,02/1.000 kelahiran
hidup. Dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam Millenium
Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 23/1.000 kelahiran hidup,
AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sudah melampaui target. Dibawah ini
grafik AKB di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2011.
9
9,5
10
10,5
11
11,5
12
12,5
AKABA 10,12 11,6 12,02 11,5
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.3 Angka Kematian Balita Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008 –2011
AKABA tertinggi di Kabupaten Rembang sebesar 23,74/1.000 kelahiran
hidup, sedangkan terendah di Kota Surakarta sebesar 4,12/1.000 kelahiran
hidup. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.4 di bawah ini.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 13
4.125.78
7.447.857.948.168.36
9.129.269.559.669.709.8610.1410.2010.3610.3910.5710.7910.8010.98
11.8112.42
12.9513.6813.8313.8814.2514.42
14.8516.55
17.4618.8719.02
23.74
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00
Kota SurakartaKota TegalKab.Kudus
Kota SalatigaKab.Magelang
Kab.DemakKab.Tegal
Kab.GroboganKab.Brebes
Kota MagelangKab.Pekalongan
Kab.KebumenKab.Pati
Kab.CilacapKab.Sragen
Kota PekalonganKab.Sukoharjo
Kab.KlatenKab.Jepara
Kab.BanyumasKab.Karanganyar
Kab.WonogiriKab.Purbalingga
Kab.KendalKab.Wonosobo
Kab.BloraKab.Boyolali
Kab.PemalangKab.Semarang
Kota SemarangKab.Purw orejo
Kab.BanjarnegarKab.Temanggung
Kab.BatangKab.Rembang
Gambar 3.4 Angka Kematian Balita di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
3. Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi ibu-ibu
selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan
sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan,
kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan
penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan ternasuk pelayanan prenatal dan
obstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi
yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan
obstetri yang rendah pula.
Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke
pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan
kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal
tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas
kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain
itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisii ibu itu sendiri
dan merupakan salah satu dari kriteria 4 “terlalu”, yaitu terlalu tua pada saat
melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 14
banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<2 tahun).
Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 berdasarkan
laporan dari kabupaten/kota sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup,
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2010 sebesar
104,97/100.000 kelahiran hidup. Gambar 3.5 di bawah ini tren AKI di Provinsi
Jawa Tengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011.
95
100
105
110
115
120
AKI 114,42 117,02 104,97 116,01
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.5 Angka Kematian Ibu Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011
Jumlah kematian maternal terbanyak adalah di Kabupaten Tegal
sebanyak 51 kematian. Sedangkan kabupaten/kota dengan jumlah kematian
maternal paling sedikit adalah Kota Magelang dengan 1 kematian.
14
6999
101010
1112
131313
1515
1617
1818
212222
232424
2626
2728
3134
3545
51
0 10 20 30 40 50 60
Kota MagelangKota Surakarta
Kota SalatigaKab.Kebumen
Kota PekalonganKota Tegal
Kab.Purw orejoKab.Klaten
Kab.WonogiriKab.Rembang
Kab.BanjarnegaraKab.Sukoharjo
Kab.KaranganyarKab.TemanggungKab.PurbalinggaKab.Wonosobo
Kab.KudusKab.Pekalongan
Kab.BoyolaliKab.Sragen
Kab.SemarangKab.Magelang
Kab.BloraKab.Batang
Kab.PatiKab.Jepara
Kab.GroboganKab.DemakKab.KendalKab.Cilacap
Kota SemarangKab.Brebes
Kab.BanyumasKab.Pemalang
Kab.Tegal
Gambar 3.6 Jumlah Kematian Ibu di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 15
Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas
sebesar 48,65%, kemudian pada waktu hamil sebesar 25,75% dan pada waktu
persalinan sebesar 25,60%. Sementara berdasarkan kelompok umur, kejadian
kematian maternal terbanyak adalah pada usia produktif (20-34 tahun) sebesar
65,12%, kemudian pada kelompok umur >35 tahun sebesar 28,89% dan pada
kelompok umur <20 tahun sebesar 5,99%.
4. Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas
Angka Kematian kecelakaan lalu lintas adalah jumlah kematian sebagai
akibat dari kecelakaan lalu lintas per 100.000 penduduk dalam kurun waktu satu
tahun. Kabupaten/kota yang melaporkan kejadian kecelakaan lalulintas pada
tahun 2011 sebanyak 25 kabupaten/kota meningkat dibandingkan dengan tahun
2010 sebanyak 19 kabupaten/kota. Angka kecelakaan lalulintas per 100.000
penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 94,80 sedangkan tahun
2010 sebesar 176,17 sementara Angka kematian kecelakaan lalu lintas tahun
2011 adalah sebesar 2,70 per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah.
Dari 25 kabupaten/kota yang melaporkan, angka kematian kecelakaan
lalu lintas tertinggi terjadi di Kota Magelang yaitu sebesar 21,99/100.000
penduduk.
B. ANGKA KESAKITAN
1. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit “Acute Flaccid
Paralysis” (AFP)
Upaya membebaskan Indonesia dari penyakit Polio, pemerintah telah
melaksanakan Program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian
imunisasi polio rutin, pemberian imunisasi masal pada anak balita melalui Pekan
Imunisasi Nasional (PIN) dan surveilans AFP. Surveilans AFP merupakan
pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak
dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis.
Prosedur pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak adalah
sebagai berikut :
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 16
a. Melakukan pelacakan terhadap anak usia <15 tahun yang mengalami
kelumpuhan mendadak (<14 hari) dan menentukan diagnosa awal.
b. Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari sejak
kelumpuhan, sebanyak dua kali selang waktu pengambilan I dan II >24 jam.
c. Mengirim kedua spesimen tinja ke laboratorium dengan pengemasan khusus
(untuk Jawa Tengah dikirim ke laboratorium Bio Farma Bandung)
d. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologi adanya virus
polio liar didalamnya.
e. Diagnosis akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan
klinis ini dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan
apakah masih ada kelumpuhan atau tidak.
Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti penegakan diagnosis
kasus AFP termasuk kasus polio atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah
masih ada polio liar di masyarakat.
Penderita kelumpuhan AFP diperkirakan 2 diantara 100.000 anak usia
<15 tahun. Target minimal penemuan penderita AFP tahun 2011 sebanyak 164
penderita. Pada tahun 2011 Jawa Tengah menemukan 215 penderita AFP,
sehingga memenuhi target. Menurut hasil pemeriksaan laboratorium, dari 215
kasus yang diperiksa semua menunjukan negatif polio (berarti tidak ditemukan
virus polio liar).
Gambar 3.7 Penemuan Kasus AFP Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
Kasus AFP 191 207 187 193 178
2006 2007 2008 2009 2010
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 17
2. Prevalensi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui
droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan
HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam MDGs.
Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam
penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang
secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci
1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya;
3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4)
Jaminan ketersediaan OATyang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan
yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan
kinerja program secara keseluruhan.
Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah
sebesar 74,52. Prevalensi tuberkulosis tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan
(205,5 per 100.000 penduduk) dan terendah di Kabupaten Magelang (20,06 per
100.000 penduduk).
3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA(+)
Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case
Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA(+) yang ditemukan
dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA(+) yang diperkirakan ada dalam
wilayah tersebut.
Pencapaian CDR di Jawa Tengah tahun 2008 s/d 2011 masih dibawah
target yang ditetapkan sebesar 100%. Meskipun masih dibawah target yang
ditentukan, capaian CDR tahun 2011 sebesar 59,52% meningkat dibandingkan
dengan tahun 2010 (55,38%). CDR tertinggi di Kota Pekalongan sebesar
132,78% dan yang terendah di Kabupaten Magelang sebesar 33,04%. Terdapat
empat kabupaten/kota yang sudah melampaui target 100% yaitu Kota Surakarta
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 18
(101,31%), Kabupaten Pekalongan (103,12), Kota Tegal (116,99%) dan Kota
Pekalongan (132,78%).
0
10
20
30
40
50
60
CDR TB 47,97 48,15 55,38 59,52
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.8 Angka Penemuan TB Paru (CDR) Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008–2011
Untuk meningkatkan cakupan CDR dan angka kesembuhan, pada tahun
2011 telah dilakukan berbagai upaya seperti peningkatan SDM, baik tenaga
medis, paramedis dan laboratorium, pertemuan jejaring antar unit pelayanan
kesehatan dan asistensi ke rumah sakit. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu
dievaluasi untuk menilai apakah hasil kegiatan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan sekaligus mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan untuk
selanjutnya disusun rencana tindak lanjut perbaikan.
4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA(+)
Evaluasi pengobatan pada penderita TB paru BTA(+) dilakukan melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif satu bulan sebelum
akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan negatif.
Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan
ditambah minimal satu kali pemeriksaan sebelumnya (sesudah fase awal atau
satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya negatif.
Bila pemeriksaan follow up tidak dilakukan, namun pasien telah
menyelesaikan pengobatan, maka evaluasi pengobatan pasien dinyatakan
sebagai pengobatan lengkap. Evaluasi jumlah pasien dinyatakan sembuh dan
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 19
pasien pengobatan lengkap dibandingkan jumlah pasien BTA(+) yang diobati
disebut keberhasilan pengobatan (Succes Rate).
Angka kesembuhan (Cure Rate) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun
2010 sebesar 85,15% sudah melebihi target nasional (85%) dan meningkat bila
dibandingkan tahun 2009 (85,01%). Angka kesembuhan tertinggi di Kabupaten
Karanganyar sebesar 98,17%, sedangkan terendah di Kota Tegal sebesar
47,13%.
82
82,5
83
83,5
84
84,5
85
85,5
86
CR TB 83,9 85,01 85,15
2008 2009 2010
Gambar 3.9 Angka Kesembuhan TB Paru (CR) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2010
5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli).
Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga
dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia.
Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2
tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah
kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).
Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada
balita tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan
sebanyak 66.702 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 yang
sebesar 40,63%. Angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan
Minimal (SPM) tahun 2010 sebesar 100%. Berikut ini ditampilkan persentase
penemuan pneumonia balita Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2011.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 20
Pada tingkat kabupaten/kota, ada satu kota yang mempunyai persentase
cakupan diatas 100% yaitu Kota Magelang (179,6%), sementara kabupaten
dengan persentase cakupan terendah adalah Kabupaten Rembang (1,9%).
20
25
30
35
40
45
Pneumonia Balita 23,63 25,96 40,63 25,5
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.10 Persentase Penemuan dan Penanganan Penderita Pneumonia pada Balita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
6. Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan Kematian karena AIDS
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai
HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3
metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counselling, and Testing (VCT), sero
survey dan Survei Terpadu Biologis dan perilaku (STBP). Jumlah infeksi HIV yang
dilaporkan tahun 2011 sebanyak 755 kasus, sebagian besar didapat dari hasil
VCT di rumah sakit. Kasus Aquiared Immuno Devisiency Syndrome (AIDS)
sebanyak 521 kasus dari laporan VCT rumah sakit, laporan rutin AIDS kab/kota
serta Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM). Peningkatan infeksi HIV dan
kasus AIDS ini dikarenakan upaya penemuan atau pencarian kasus yang semakin
intensif melalui VCT di rumah sakit dan upaya penjangkauan oleh LSM peduli
AIDS di kelompok risiko tinggi. Kasus HIV/AIDS merupakan fenomena gunung
es, artinya kasus yang dilaporkan hanya sebagian kecil yang ada di masyarakat.
Jumlah kematian karena AIDS di Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 89 kasus.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 21
259
143
373
755
170
430
501 521
56104
160
89
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2008 2009 2010 2011
HIV AIDS Meninggal
Gambar 3.11 Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan kematian karena AIDS
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Gambar 3.11 menunjukan bahwa kecenderungan (trend) kasus HIV
maupun AIDS selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Penemuan kasus HIV
tahun 2011 meningkat sangat tajam hampir 2 kali lipat lebih dibanding tahun
2010. Jumlah kasus baru HIV/AIDS tertinggi adalah di Kota Semarang (189/59
kasus), jumlah kematian karena AIDS terbanyak di Kabupaten Banyumas
sebanyak 10 kasus.
Perempuan
37%
Laki-laki
63%
Gambar 3.12 Persentase Kasus Baru AIDS menurut Jenis Kelamin
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
7. Jumlah Kasus Baru Infeksi Menular Seksual lainnya
Penyakit Menular Seksual (PMS) atau biasa disebut penyakit kelamin
adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS meliputi
Syphilis, Gonorhoe, Bubo, Jengger ayam, Herpes, dan lain-lain. Infeksi Menular
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 22
Seksual (IMS) yang diobati adalah kasus IMS yang ditemukan berdasarkan
sindrom dan etiologi serta diobati sesuai standar.
Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 ini
sebanyak 10.752 kasus. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi
masih banyak yang belum terdeteksi. Program Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Menular Seksual mempunyai target bahwa seluruh kasus IMS yang
ditemukan harus diobati sesuai standar.
8. Donor Darah Diskrining terhadap HIV
Selain melakukan kegiatan serosurvei HIV dan surveilans/ pengamatan
kasus AIDS, Dinas Kesehatan juga melakukan pengamatan terhadap hasil
skrining/penapisan darah donor melalui UTDD PMI Jawa Tengah. Tujuan skrining
ini adalah untuk mengamankan darah donor supaya bebas dari beberapa
penyakit seperti Hepatitis C, Sifilis, Malaria, DBD termasuk juga bebas dari virus
HIV. Pada tahun 2011 diketahui jumlah pendonor sebanyak 346.269 orang,
kemudian yang dilakukan pemeriksaan sampel darah sebanyak 324.828
(93,81%). Dari hasil pemeriksaan sampel darah tersebut, sebanyak 415 sampel
(0,13) yang positif HIV. Tabel perkembangan jumlah sampel yang diperiksa dan
hasil yang positif HIV dari tahun 2008 sampai dengan 2011 sebagai berikut :
Tabel 3.1 Persentase Donor Darah Diskrining terhadap HIV
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2011
Tahun Jumlah Sample
Diperiksa Jumlah Positif HIV Positif HIV
2008 348.795 520 1,49
2009 312.793 275 0,09
2010 309.731 510 0,16
2011 324.828 415 0,13
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 23
9. Kasus Diare Ditangani
Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi
feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare
bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih,
atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.
Cakupan penemuan dan penanganan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 57,9%, mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun
2010 (44,48%). Pada tingkat kabupaten/kota, diketahui bahwa cakupan
penemuan dan penanganan diare tertinggi di Kota Tegal (144,2%) dan terendah
di Kabupaten Purworejo (19,8%). Ada 3 kota yang mempunyai cakupan di atas
100% yaitu Kota Salatiga (106%), Kota Pekalongan (121,4%) dan Kota Tegal
(144,2%).
40
45
50
55
60
Cakupan 47,8 48,5 44,48 57,9
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.13 Cakupan Penemuan dan Penanganan diare Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
10. Prevalensi Kusta
Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan
kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf,
anggota gerak dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya
kondisi sebagai berikut:
a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa,
b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa
dan kelemahan/kelumpuhan otot,
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 24
c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif)
Pada tahun 2011, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler
sebanyak 1.873 kasus dan tipe Pausi Basiler sebanyak 395 kasus dengan Newly
Case Detection Rate (NCDR) sebesar 7 per 100.000 penduduk.
Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi
rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat
penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di
antara penderita baru. Proporsi cacat tingkat II pada tahun 2011 sebesar
13,32%. Sedangkan proporsi anak di antara penderita baru pada tahun 2011
sebesar 10,14%.
11. Persentase Penderita Kusta Selesai Berobat
Cakupan program kusta diukur berdasarkan angka penderita kusta tipe
Pauci Baciller (PB) dan Multy Baciller (MB) selesai diobati. Cakupan program
kusta tipe PB tahun 2011 berdasarkan jumlah penderita baru tahun 2010 yang
selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 85% lebih rendah dari target
90%. Kusta tipe MB diambil dari data penderita baru tahun 2009 yang selesai
diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 76% lebih rendah dari target 95%.
Cakupan selama 3 tahun terakhir kusta tipe PB cenderung naik dan mulai
menurun pada tahun 2009 sedangkan tipe MB cenderung menurun mulai tahun
2007 (tabel 12).
0
20
40
60
80
100
pe
rse
nta
se (
%)
PB 92,48 85,27 91,21 85
MB 90,98 87,5 87,61 76,46
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.14 Persentase Penderita Kusta selesai diobati Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 25
Cakupan kusta tidak bisa tercapai dikarenakan masih banyak penderita
yang tidak berobat teratur atau penderita yang seharusnya sudah selesai diobati
(Release From Treatment - RFT), tetapi belum dicatat sudah RFT. Rendahnya
cakupan penderita kusta RFT juga dikarenakan adanya ketentuan baru
pengobatan untuk penderita default. Penderita PB tidak minum obat lebih dari 3
bulan dalam jangka waktu 9 bulan sudah dianggap default. Ketentuan lama
penderita disebut default kalau 3 bulan berturut-turut tidak minum obat.
Penderita MB tidak minum obat lebih dari 6 bulan dalam jangka waktu 18 bulan
sudah disebut default. Ketentuan lama penderita MB berturut-turut 6 bulan tidak
berobat baru dikatakan default.
12. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian
besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang
dewasa.
Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa
Tengah, terbukti 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD.
Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk. Angka ini jauh menurun bila
dibandingkan tahun 2010 (59,8/100.000 penduduk) dan sudah mencapai target
nasional yaitu <20/100.000 penduduk. Angka kesakitan tertinggi di Kota
Semarang sebesar 317,17/100.000 penduduk, terendah di Kabupaten Wonogiri
sebesar 4,29/100.000 penduduk. Setiap penderita DBD yang dilaporkan
dilakukan tindakan perawatan penderita, penyelidikan epidemiologi di lapangan
serta upaya pengendalian.
Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya iklim tidak
stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan
sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegipty yang cukup potensial. Selain
itu juga didukung dengan tidak maksimalnya kegitan PSN di masyarakat
sehingga menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD di beberapa
kabupaten/kota.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 26
10
30
50
70
IR DBD 59.2 57.4 59.8 15.27
Target 20 20 20 20
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.15 Angka Kesakitan DBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Angka kesakitan DBD di kabupaten/kota hampir semuanya lebih dari
20/100.000 penduduk. Ada 6 kabupaten/kota dengan angka kesakitan kurang
dari 2/100.000 penduduk yaitu Kabupaten Wonogiri (4,29), Kabupaten
Wonosobo (9,71), Kabupaten Magelang (9,72), Kabupaten Kebumen (9,95),
Kabupaten Semarang (13,95) dan Kabupaten Pemalang (16,03).
13. Angka Kematian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2011 sebesar
0.93%, lebih rendah bila dibandingkan CFR tahun 2010 (1,29%) dan sudah lebih
rendah bila dibandingkan dengan target nasional (<1%).
0.75
1
1.25
1.5
CFR DBD 1.19 1.42 1.29 0.93
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.16 Angka Kesakitan DBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 27
Angka kematian tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan sebesar 6,5%
dan terendah atau tidak ada kematian di 18 kabupaten/kota. Sedangkan
kabupaten/kota dengan angka kematian lebih dari 1% sebanyak 12
kabupaten/kota.
Gambar 3.17 Peta CFR DBD kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
14. Angka Kesakitan Malaria
Penyakit malaria masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di
Provinsi Jawa Tengah. Saat ini masih ditemukan desa High Case Incidence (HCI)
sebanyak 31 desa yang tersebar di 5 Kabupaten yaitu Purworejo, Kebumen,
Purbalingga, Banyumas dan Jepara.
Angka kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence-API) merupakan
indikator untuk memantau perkembangan penyakit malaria. Jumlah kasus tahun
2011 sebanyak 3.467 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010 (3.300 kasus)
dan angka kesakitan malaria sebesar 0,11‰, sedikit meningkat dibandingkan
tahun 2010 (0.10‰). Perkembangan insidens malaria sejak tahun 2008 dilihat
pada gambar berikut.
Klaten
Banyumas
Bj negara
Temanggung
Kendal Blora
Grobogan
Bata
ng
Demak
Jepara
Sragen Purblg
Kebumen Purworejo
Cilacap
Kr.anyar
Pati
Rembang
Batang Pekalongan
Pemalang
Brebes
Tegal
Kota Semarang
Magelan
g
Cilacap
Boyolali
Kab Semarang
Kota
Tegal
Jepara
Kota Mgl
DI. Yogyakarta
Kab. Mgl
Kudus
JAT I M
Kota Pekalongan
JABAR
Wonogiri
Sukoharjo
Wonosobo Salatiga
Surakarta
CFR DBD 0 < 1
> 1
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 28
0
0.05
0.1
0.15
API 0.05 0.05 0.1 0.11
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.18 Angka Kesakitan Malaria Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Penderita malaria tahun 2011 ditemukan di 25 kabupaten, terbanyak di
Kabupaten Purworejo (1.001 penderita) dan paling sedikit di Kabupaten
Karanganyar (1 penderita).
15. Angka Kematian Malaria
Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) Malaria tahun 2011 sebesar
0.03%. Angka kematian tertinggi adalah di Kota Semarang (25,0%) dan
terendah atau tidak ada kematian di 30 kabupaten/kota.
Gambar 3.19 Peta CFR Malaria kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Klaten
Banyumas
Bj negara
Temanggung
Kendal Blora
Grobogan
Bata
ng
Demak
Jepara
Sragen Purblg
Kebumen Purworejo
Cilacap
Kr.anyar
Pati
Rembang
Batang Pekalongan
Pemalang
Brebes
Tegal
Kota Semarang
Magelan
g
Cilacap
Boyolali
Kab Semarang
Kota
Tegal
Jepara
Kota Mgl
DI. Yogyakarta
Kab. Mgl
Kudus
JAT I M
Kota Pekalongan
JABAR
Wonogiri
Sukoharjo
Wonosobo Salatiga
Surakarta
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 29
16. Kasus Penyakit Filariasis Ditangani
Jumlah kasus Filariasis di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun
semakin bertambah. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2011
sebanyak 537 penderita. Tahun 2011 ada 141 kasus baru yang ditemukan di 9
kabupaten/kota yaitu Kota Pekalongan (125 kasus), Kabupaten Banjarnegara (5
kasus), Kota Semarang (2 kasus), Kabupaten Semarang (2 kasus), Kabupaten
Brebes (2 kasus), Kabupaten Boyolali (1 kasus), Kabupaten Demak (1 kasus),
Kabupaten Batang (1 kasus) dan Kabupaten Pemalang (1 kasus).
17. Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non
Neonatorum, Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Dalam
upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut, diperlukan
komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan kematian yang
lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi Campak (Redcam)
dan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN).
Saat ini telah dilaksanakan Program Surveilans Integrasi PD3I, yaitu
pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Difteri,
Tetanus Neonatorum, dan Campak). Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus
PD3I yang dilaporkan adalah sebagi berikut:
a. Difteri
Jumlah kasus Difteri di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011
sebanyak 8 kasus yang tersebar di 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten
Banyumas (1 kasus), Kabupaten Boyolali (2 kasus), Kabupaten Sukoharjo (1
kasus), Kabupaten Grobogan (2 kasus), kabupaten Temanggung (1 kasus)
dan Kota Semarang (1 kasus).
Jumlah kasus Difteri pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus lebih sedikit
bila dibandingkan dengan tahun 2010 (14 kasus). Hal ini dimungkinkan
karena pencapaian cakupan imunisasi yang meningkat (>85%). Penemuan
kasus selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 30
0
5
10
15
20
25
30
35
Kasus Difteri 28 30 14 8
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.20 Penemuan kasus Difteri Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
b. Pertusis
Jumlah kasus Pertusis di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011
sebanyak 4 kasus yang Berasal dari kabupaten Kudus. Jumlah kasus Difteri
pada tahun 2011 menurun bila dibandingkan dengan jumlah kasus Pertusis
tahun 2010 (24 kasus). Penemuan kasus selama empat tahun terakhir dapat
dilihat pada gambar berikut.
0
5
10
15
20
25
30
Kasus Pertusis 3 0 24 4
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.21 Penemuan kasus Pertusis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
c. Tetanus (Non Neonatorum)
Jumlah kasus Tetanus (Non Neonatorum) di Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2011 sebanyak 13 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota yaitu
Kabupaten Blora (4 kasus), Kabupaten Rembang (1 kasus), Kabupaten Kudus
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 31
(3 kasus) dan Kabupaten Pemalang (5 kasus). Jumlah kasus Tetanus pada
tahun 2011 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (3 kasus). CFR
Tetanus tahun 2011 sebesar 53,8% atau dari 13 kasus yang dilaporkan 7
diantaranya meninggal. Penemuan kasus selama empat tahun terakhir dapat
dilihat pada gambar berikut.
0
5
10
15
Kasus Tetanus Non
Neonatorum
7 6 3 13
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.22 Penemuan kasus Tetanus Non Neonatorum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
d. Tetanus Neonatorum
Jumlah kasus Tetanus Neonatorum di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2011 sebanyak 4 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota yaitu
Kabupaten Rembang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang dan
Kabupaten Brebes. Sedangkan 31 kabupaten/kota lainnya tidak ada kasus.
Jumlah kasus Tetanus pada tahun 2011 meningkat bila dibandingkan dengan
tahun 2010 (3 kasus). CFR Tetanus tahun 2011 sebesar 75% atau dari 4
kasus yang dilaporkan 3 diantaranya meninggal Penemuan kasus dan
kematian Tetanus Neonatorum selama empat tahun terakhir dapat dilihat
pada gambar berikut.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 32
0
4
8
12
Kasus 10 10 6 4
Mati 6 5 4 3
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.23 Penemuan kasus dan kematian Tetanus Neonatorum
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
e. Campak
Jumlah kasus Campak di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak
1.873 kasus, mengalami penurunan yang signifikan bila dibandingkan dengan
tahun 2010 yang sebesar 3.664 kasus. Kasus terbanyak terdapat di Kota
Semarang (285 kasus). Ada 5 Kabupaten yang tidak terdapat kasus campak
yaitu Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kudus,
Kabupaten Kendal dan Kabupaten Tegal.
Penemuan kasus campak selama empat tahun terakhir dapat dilihat
pada gambar berikut.
0
1000
2000
3000
4000
Campak 2498 3614 3664 1873
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.24 Kasus Campak yang dilaporkan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 33
f. Polio
Jumlah kasus Polio di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 0
kasus, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang
sebanyak 1 kasus.
g. Hepatitis B
Jumlah kasus Hepatitis B di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
sebanyak 170 kasus, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan
tahun 2010 yang sebanyak 117 kasus. Kasus Hepatitis B terdapat di 9
kabupaten/kota yaitu di Kabupaten Temanggung (40 kasus), Kabupaten
Pekalongan (28 kasus), Kabupaten Pemalang (21 kasus), Kabupaten
Purworejo (19 kasus), Kota Semarang (16 kasus), Kota Tegal (16 kasus),
Kabupaten Pati (11 kasus), Kabupaten Cilacap (8 kasus), Kabupaten
Banjarnegara (4 kasus), Kota Salatiga (4 kasus) dan Kabupaten Boyolali (3
kasus).
Penemuan kasus Hepatitis B selama empat tahun terakhir dapat
dilihat pada gambar berikut.
0
50
100
150
200
Hepatitis B 57 74 117 170
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.25 Kasus Hepatitis B Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
18. Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM) yang diintervensi meliputi jantung koroner,
dekompensasio kordis, hipertensi, stroke, diabetes mellitus, kanker serviks,
kanker payudara, kanker hati, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis, asma
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 34
bronkiale, dan kecelakaan lalu lintas. Penyakit tidak menular seperti penyakit
kardiovaskular, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronis dan
kanker tertentu, dalam kesehatan masyarakat sebenarnya dapat digolongkan
sebagai satu kelompok PTM utama yang mempunyai faktor risiko sama (common
underlying risk factor). Faktor risiko tersebut antara lain faktor genetik
merupakan faktor yang tidak dapat diubah (unchanged risk factor), dan sebagian
besar berkaitan dengan faktor risiko yang dapat diubah (change risk factor)
antara lain konsumsi rokok, pola makan yang tidak seimbang, makanan yang
mengandung zat aditif, kurang berolah raga dan adanya kondisi lingkungan yang
tidak kondusif terhadap kesehatan.
Penyakit tidak menular mempunyai dampak negatif sangat besar karena
merupakan penyakit kronis. Apabila seseorang menderita penyakit tidak
menular, berbagai tingkatan produktivitas menjadi terganggu. Penderita ini
menjadi serba terbatas aktivitasnya, karena menyesuaikan diri dengan jenis dan
gradasi dari penyakit tidak menular yang dideritanya. Hal ini berlangsung dalam
waktu yang relatif lama dan tidak diketahui kapan sembuhnya karena memang
secara medis penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan tetapi hanya bisa
dikendalikan. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah bahwa penyakit
tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi dibanding dengan
penyakit menular.
Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan data PTM
tahun 2011 hanya 27 kabupaten/kota (77,1%). Hampir semua kelompok
Penyakit Tidak Menular pada tahun 2011 mengalami peningkatan jumlah kasus,
kecuali penyakit Asma bronkial dan Psikosis yang jumlah kasusnya lebih rendah
dibanding tahun 2010. Kasus tertinggi Penyakit Tidak Menular pada tahun 2011
adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari total 1.409.857
kasus yang dilaporkan sebesar 62,43% (880.193 kasus) adalah penyakit jantung
dan pembuluh darah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 35
Neoplasma
1%DM
17%
Jantung & PD
62%
Psikosis
5%Asma Bronkial
13%
PPOK
2%
Gambar 3.26 Persentase Kasus Penyakit Tidak Menular Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2011
a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang
mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit jantung
koroner (angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis,
hipertensi, stroke, penyakit jantung rematik, dan lain-lain.
Kasus tertinggi penyakit tidak menular tahun 2011 pada kelompok
penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit Hipertensi Esensial,
yaitu sebanyak 634.860 kasus (72,13 %).
1) Hipertensi
Hipertensi atau sering disebut dengan darah tinggi adalah suatu
keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul
kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak
pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada
kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri /
bilik kiri (terjadi pada otot jantung).
Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai diantara
penyakit tidak menular lainnya. Hipertensi dibedakan menjadi hipertensi
primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 36
sekunder yaitu hipertensi yang muncul akibat adanya penyakit lain seperti
hipertensi ginjal, hipertensi kehamilan, dll.
Prevalensi kasus hipertensi essensial di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 1,96% menurun bila dibandingkan dengan tahun
2010 sebesar 2,00%. Terdapat tiga kota dengan prevalensi sangat tinggi
di atas 10% yaitu Kota Magelang (22,41%), Kota Salatiga (10,18%) dan
Kota Tegal (10,36%).
1
1.5
2
2.5
3
Prevalensi 2.65 2.13 2 1.96
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.27 Prevalensi Kasus Hipertensi Essensial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Penyakit Hipertensi Essensial pada tahun 2009 dan 2010
menunjukkan adanya penurunan kasus yang cukup tinggi, namun pada
tahun 2011 terlihat mulai ada kenaikan jumlah kasus. Hal ini dapat dilihat
pada gambar berikut ini.
500000
600000
700000
800000
900000
Hipertensi Essensial 865204 698816 562117 634860
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.28 Tren Peningkatan Kasus Hipertensi Essensial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 37
2) Stroke
Stroke adalah suatu penyakit menurunnya fungsi syaraf secara
akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak, terjadi
secara mendadak dan cepat yang menimbulkan gejala dan tanda sesuai
dengan daerah otak yang terganggu. Stroke disebabkan oleh kurangnya
aliran darah yang mengalir ke otak, atau terkadang menyebabkan
pendarahan di otak.
Stroke dibedakan menjadi stroke hemoragik yaitu adanya
perdarahan otak karena pembuluh darah yang pecah dan stroke non
hemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan pada pembuluh darah
otak. Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2011 adalah
0,03% sama dengan angka tahun 2010. Prevalensi tertinggi tahun 2011
adalah di Kota Magelang sebesar 1,34%. Sedangkan prevalensi stroke
non hemorargik pada tahun 2011 sebesar 0,09%, sama dengan
prevalensi tahun 2010. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Magelang
sebesar 3,45%.
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
Hemoragik 0.04 0.05 0.03 0.03
Non Hemoragik 0.13 0.09 0.09 0.09
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.29 Prevalensi Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
3) Dekompensasio Kordis
Dekompensasio kordis merupakan kegagalan jantung dalam
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh atau istilah lain
adalah payah jantung. Gambaran klinis dekompensasio kordis kiri adalah
sesak nafas: dyspnoe d’effort dan ortopne, pernafasan cheynes stokes,
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 38
batuk-batuk mungkin hemoptu, sianosis, suara serak, ronchi basah halus
tidak nyaring, tekanan vena jugularis masih normal. Sedangkan
gambaran klinis dekompensasio kordis kanan adalah gangguan
gantrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, meteorismus dan rasa
kembung di epigastrum. Selain itu terjadi pembesaran hati yang mula-
mula lunak, tepi tajam, nyeri tekan, lama kelamaan menjadi keras,
tumpul dan tidak nyeri. Dapat juga terjadi edema pretibial, edema
presakral, asites dan hidrotoraks, tekanan jugularis meningkat.
Prevalensi kasus dekompensasio kordis tahun 2011 sebesar
0,12% mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2010
sebesar 0,11%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Magelang sebesar
1,88%.
0
0.05
0.1
0.15
0.2
Prevalensi 0.18 0.14 0.11 0.12
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.30 Prevalensi Dekompensasio Kordis Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008–2011
b. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar gula
dalam darah akibat kekurangan insulin, baik absolut maupun relatif. Absolut
artinya pankreas sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin sehingga harus
mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas
masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap orang.
(Perkeni 2002)
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 39
WHO (1985) mengklasifikasikan penderita DM dalam lima golongan
klinis, yaitu DM Tergantung Insulin (DMTI), DM Tidak Tergantung Insulin
(DMTTI), DM berkaitan dengan malnutrisi (MRDM), DM karena Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT), dan DM karena kehamilan (GDM). Di Indonesia,
yang terbanyak adalah DM tidak tergantung insulin. DM jenis ini baru muncul
pada usia di atas 40 tahun. DM dapat menjadi penyebab aneka penyakit
seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal ginjal, katarak, glaukoma,
kerusakan retina mata yang dapat membuat buta, impotensi, gangguan
fungsi hati, luka yang lama sembuh mengakibatkan infeksi hingga akhirnya
harus diamputasi terutama pada kaki.
DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikendalikan, artinya sekali didiagnosa DM seumur hidup bergaul
dengannya. Penderita mampu hidup sehat bersama DM, asalkan mau patuh
dan kontrol teratur. Gejala khas berupa Polyuri (sering kencing), Polydipsi
(sering haus), Polyfagi (sering lapar). Sedangkan gejala lain seperti
Lelah/lemah, berat badan menurun drastis, kesemutan/gringgingan,
gatal/bisul, mata kabur, impotensi pada pria, pruritis vulva hingga keputihan
pada wanita, luka tdk sembuh-sembuh, dll. Kelompok Faktor Risiko Tinggi
antara lain pola makan yang tidak seimbang, riwayat Keluarga/ada
keturunan, kurang olah raga, umur Lebih dari 40th, obesitas, hipertensi,
kehamilan dengan berat bayi lahir > 4 kg, kehamilan dengan hiperglikemi,
gangguan toleransi glukosa, lemak dalam darah tinggi, abortus, keracunan
kehamilan, bayi lahir mati, berat badan turun drastis, mata kabur, keputihan,
gatal daerah genital, dan lain-lain.
Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2011 sebesar 0,09%, mengalami peningkatan bila
dibandingkan prevalensi tahun 2010 sebesar 0,08%. Prevalensi tertinggi
adalah di Kota Semarang sebesar 0,97%. Sedangkan prevalensi kasus DM
tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami
penurunan dari 0,70% menjadi 0,63% pada tahun 2011. Prevalensi tertinggi
adalah di Kota Magelang sebesar 7,99%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 40
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
DMTI 0.16 0.19 0.08 0.09
DMTTI 1.25 0.62 0.7 0.63
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.31 Prevalensi Penyakit Diabetes Mellitus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
c. Neoplasma
Neoplasma atau kanker adalah tumor ganas yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan abnormal dari sel-sel tubuh, yang tumbuh
tanpa kontrol dan tujuan yang jelas, mendesak dan merusak jaringan
normal. Di Indonesia terdapat lima jenis kanker yang banyak diderita
penduduk yakni kanker rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah
bening, kanker kulit, dan kanker rektum.
Kasus penyakit kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2011 sebanyak 19.637 kasus meningkat bila dibandingkan dengan
tahun 2010 sebanyak 13.277 kasus, terdiri dari Ca. servik 6.899 kasus
(35,13%), Ca. mamae 9.542 kasus (48,59%), Ca. hepar 2.242 (11,42%),
dan Ca. paru 954 kasus (4,86%).
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
Ca Servik 0,03 0,028 0,013 0,021
Ca Mamae 0,05 0,037 0,022 0,029
Ca Hepar 0,01 0,006 0,004 0,007
Ca Paru 0,005 0,002 0,003 0,003
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.32 Prevalensi Penyakit Kanker di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 41
Prevalensi kanker di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah
sebagai berikut : kanker serviks sebesar 0,021% dan tertinggi di Kota
Semarang sebesar 0,33%; kanker payudara sebesar 0,029% dan tertinggi di
Kota Magelang sebesar 0,89%; kanker hati sebesar 0,007% dan tertinggi di
Kota tegal sebesar 0,39%; kanker paru 0,003% dan tertinggi di Kota
Magelang sebesar 0,07%.
d. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai
adanya hambatan aliran pernafasan bersifat reversible sebagian dan
progresif yang berhubungan dengan respon inflamsi abnormal dari paru
terhadap paparan partikel atau gas berbahaya. (Global Obstructive Lung
Disease 2003). Faktor risiko pencetus terjadinya PPOK adalah perokok
aktif/pasif, debu dan bahan kimia, polusi udara di dalam atau di luar
ruangan, infeksi saluran nafas terutama waktu anak-anak, usia, genetik, jenis
kelamin, ras, defisiensi alpha-1 antitripsin, alergi dan autoimunitas.
Prevalensi kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami
peningkatan yaitu dari 0,08% pada tahun 2010 menjadi 0,09% pada tahun
2011 dan tertinggi di Kota Salatiga sebesar 4,04%.
0
0.05
0.1
0.15
0.2
Prevalensi 0.2 0.12 0.08 0.09
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.33 Prevalensi PPOK Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 42
e. Asma Bronkial
Asma Bronkial terjadi akibat penyempitan jalan napas yang reversibel
dalam waktu singkat oleh karena mukus kental, spasme, dan edema mukosa
serta deskuamasi epitel bronkus/bronkeolus, akibat inflamasi eosinofilik
dengan kepekaan yang berlebihan. Serangan asma bronkhiale sering
dicetuskan oleh ISPA, merokok, tekanan emosi, aktivitas fisik, dan
rangsangan yang bersifat antigen/allergen antara lain:
- Inhalan yang masuk ketubuh melalui alat pernafasan misalnya debu
rumah, serpih kulit dari binatang piaraan, spora jamur dll.
- Ingestan yang masuk badan melalui mulut biasanya berupa makanan
seperti susu, telur, ikan-ikanan, obat-obatan dll.
- Kontaktan yang masuk badan melalui kontak kulit seperti obat-obatan
dalam bentuk salep, berbagai logam dalam bentuk perhiasan, jam tangan
dll.
Prevalensi kasus asma di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar
0,55% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar
0,64% dan prevalensi tertinggi di Kota Tegal sebesar 2,29%.
0
0.3
0.6
0.9
1.2
Prevalensi 1.07 0.66 0.64 0.55
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.34 Prevalensi Asma Bronkial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
C. STATUS GIZI
1. Persentase Berat Bayi Lahir Rendah.
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena ibu
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 43
hamil mengalami anemia, kurang suply gizi waktu dalam kandungan, ataupun
lahir kurang bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah perlu
penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah sekali
mengalami hipotermi dan belum sempurnanya pembentukan organ-organ
tubuhnya yang biasanya akan menjadi penyebab utama kematian bayi.
Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2011
sebanyak 21,184 meningkat banyak apabila dibandingkan tahun 2010 yang
sebanyak 15.631. Adapun persentase BBLR tahun 2011 sebesar 3,73%,
meningkat bila dibandingkan tahun 2010 sebesar 2,69%.
0
1
2
3
4
Prevalensi 2,08 2,81 2,69 3,73
2008 2009 2010 2011
Gambar 3.35 Persentase BBLR Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Persentase BBLR yang ditangani di Jawa Tengah tahun 2010 seluruh
Kabupaten/Kota sudah memenuhi target dalam Renstra Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah sebesar 70%.
2. Persentase Balita Dengan Gizi Kurang
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya
dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur
(U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini disajikan
dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah
satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 44
bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui
melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun
kualitatif.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia
adalah World Health Organization–National Centre for Health Statistic (WHO-
NCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat :
Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk under weight
yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition). Keempat,
Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan
kwasiorkor.
Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 5,35%. Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kota
Tegal (50,98%) dan terendah di Kabupaten Kebumen (0,38%).
3. Persentase Balita dengan Gizi Buruk.
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi
pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan
status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus
gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas,
sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal.
Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu
dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori
kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB).
Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan
dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada
di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan
konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut
tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera
dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 45
Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di
Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit.
Balita Gizi Buruk tahun 2011 berjumlah 3.187 (0,10%) menurun apabila
dibandingkan tahun 2010 sejumlah 3.514 (0,18%). Demikian pula persentase
Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih
meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 93,28%.
Gambar 3.36 Peta Kasus Balita Gizi Buruk (BB/TB) kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Klaten
Banyumas
Bj negara
Temanggung
Kendal Blora
Grobogan
Bata
ng
Demak
Jepara
Sragen Purblg
Kebumen Purworejo
Cilacap
Kr.anyar
Pati
Rembang
Batang Pekalongan
Pemalang
Brebes
Tegal
Kota Semarang
Magelan
g
Cilacap
Boyolali
Kab Semarang
Kota
Tegal
Jepara
Kota Mgl
DI. Yogyakarta
Kab. Mgl
Kudus
JAT I M
Kota Pekalongan
JABAR
Wonogiri
Sukoharjo
Wonosobo Salatiga
Surakarta
Keterangan : Kasus Gizi Buruk (>150 kasus)
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 46
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
A. Pelayanan Kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Ibu
a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1
Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan kesehatan antenatal,
pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan nifas. Cakupan pelayanan
antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1)
untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling
sedikit empat kali (K4) dengan distribusi pemberian pelayanan yang
dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada
triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan.
Cakupan kunjungan ibu hamil K-1 tahun 2011 sebesar 98,72%. Ada
11 kabupaten/kota yang cakupannya sudah mencapai 100% yaitu Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Blora, Kabupaten Jepara,
Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten
Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Cakupan
terendah Kabupaten Rembang 92,98%.
b. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4
Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup
minimal: (1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah,
(3) Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian Tetanus Toxoid, (4)
Tinggi fundus uteri, (5) Pemberian tablet besi 90 selama kehamilan, (6)
Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test
laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau berdasarkan indikasi
(HbsAG, Sifilis, HIV, Malaria, TBC)
Cakupan pelayanan lengkap ibu hamil (K4) di Jawa Tengah pada
tahun 2011 sebesar 93,71% meningkat bila dibandingkan dengan tahun
2010 (92,04%) tetapi masih dibawah target SPM 2015 (95%). Cakupan
tertinggi (101,81 %) di Kabupaten Pekalongan dan terendah (83,36%) di
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 47
Kabupaten Klaten. Dari 35 kabupaten/kota tersebut baru 42,86% yang telah
melampaui target cakupan K4.
80
85
90
95
100
Cak. K4 86,92 90,14 93,39 92,04 93,71
Target 95 95 95 95 95
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.1 Cakupan Pelayanan Antenatal K4 Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007-2011
c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan.
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011 sebesar 96,79% mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (93,62%). Kabupaten/Kota
yang sudah melampaui target SPM 2015 sebanyak 35 ( 100%).
Data cakupan mulai tahun 2007 sampai dengan 2011 secara
keseluruhan di Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut :
80
85
90
95
100
Cak. Linakes 86,6 90,98 93,03 93,62 96,79
Target 90 90 90 90 90
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.2 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 48
Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan dan Kota
surakarta (100%) dan terendah adalah Kabupaten Banyumas (86,05%)
Dengan semakin naiknya angka cakupan pertolongan persalinan
menunjukkan adanya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
persalinan oleh tenaga kesehatan, adanya perencanaan persalinan yang baik
dari ibu, suami maupun dukungan keluarga.
d. Cakupan Pelayanan Nifas
Paska persalinan (masa nifas) berpeluang untuk terjadinya kematian
ibu maternal, sehingga perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas
dengan dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 (tiga) kali sejak
persalinan. Pelayanan Ibu Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu
nifas yang kedua dan pemeriksaan kesehatan paska persalinan untuk
mengetahui apakan terjadi perdarahan paska persalinan, keluar cairan
berbau dari jalan lahir, demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak
kemerahan disertai rasa sakit dan lain-lain. Kunjungan terhadap ibu nifas
yang dilakukan petugas kesehatan biasanya bersamaan dengan kunjungan
neonatus.
Cakupan pelayanan pada ibu nifas tahun 2011 yaitu 93,97% naik bila
dibandingkan tahun 2010 (93,24%) dan sudah melampaui target SPM tahun
2015 (90%). Cakupan yang telah mencapai 100% meliputi Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Klaten, Kabupaten Pekalongan dan Kota Magelang.
Kabupaten yang terendah capaiannya adalah Kota Semarang (64,68%). Dari
35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah masih belum mencapai target
SPM ada 4 Kabupaten/Kota (11,43%).
e. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani
Komplikasi kebidanan merupakan kesakitan pada ibu hamil, ibu
bersalin dan ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi.
Komplikasi dalam kehamilan diantaranya (a) Abortus, (b) Hiperemesis
Gravidarum, (c) Perdarahan per vaginam, (d) Hipertensi dalam kehamilan
(preeklampsia, eklampsia), (e) Kehamilan lewat waktu, (f) ketuban pecah
dini.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 49
Komplikasi dalam persalinan diantaranya (a) Kelainan
letak/presentasi janin, (b) Partus macet/distosia, (c) Hipertensi dalam
kehamilan (preeklampsia, eklampsia) (d) Perdarahan pasca persalinan, (e)
Infeksi berat/sepsis, (f) Kontraksi dini/persalinan premature, (g) Kehamilan
ganda.
Komplikasi dalam nifas diantaranya (a) Hipertensi dalam kehamilan
(preeklampsia, eklampsia), (b) Infeksi nifas, (c) Perdarahan nifas. Ibu hamil,
ibu bersalin dan ibu nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil,
bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai
standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas,
Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK).
Jumlah komplikasi kebidanan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
sebanyak 126.440 (20% dari jumlah ibu hamil). Cakupan komplikasi
kebidanan yang ditangani tahun 2011 sebesar 75,28%. Perlu diketahui bahwa
tahun-tahun sebelumnya yang dihitung hanya cakupan komplikasi pada ibu
hamil yang ditangani. Pencapaian cakupan tahun ini masih dibawah target
SPM tahun 2015 (80%), tetapi diharapkan target tersebut bisa tercapai
sebelum tahun 2015.
2. Pelayanan Kesehatan Anak
a. Cakupan Kunjungan Neonatus
Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi
pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayinya. Pada Permenkes 741/ Th. 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM-BK), KN dibagi
menjadi 3, yaitu: KN 1 adalah kunjungan pada 0-2 hari ,KN 2 adalah
kunjungan 2-7 hari dan KN 3 adalah kunjungan setelah 7-28 hari. Cakupan
kunjungan neonatus 1 (KN-1) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011
sebesar 98,01%, dan cakupan kunjungan neonatus 3 (KN-lengkap) sebesar
95,19%. Dari 35 kabupaten/kota, cakupan KN-3 rata-rata sudah lebih dari
90%, namun masih ada Kabupaten/Kota yang cakupannya kurang dari 90 %
yaitu Kabupaten Wonogiri (87,56%) dan Kota Semarang (89,84%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 50
Untuk meningkatkan Kunjungan Neonatus di Kabupaten/Kota,
pemerintah telah mengupayakan alokasi dana diantaranya melalui dana
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disamping pendanaan lainnya baik dari
Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selain itu perlu dilakukan analisis apakah
jumlah tenaga kesehatan yang ada telah mencukupi kebutuhan pelayanan
kesehatan tersebut serta tenaga kesehatan yang bertugas apakah telah
melakukan pelayanan kesehatan secara optimal. Adapun cakupan kunjungan
neonatus di Jawa Tengah pada tahun 2007-2011 dapat digambarkan sebagai
berikut:
90
92
94
96
98
100
KN 94,33 94,66 99,37 94,86 95,19
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.3 Cakupan Kunjungan Neonatus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Secara keseluruhan cakupan kunjungan neonatus di tingkat Provinsi
Jawa Tengah sudah memenuhi target yaitu lebih dari 90%. Hal ini disebabkan
adanya upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat
melalui penambahan dan penempatan bidan di desa. Selain itu juga adanya
upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan penyuluhan perawatan neonatus
di rumah dengan menggunakan buku KIA serta meningkatnya pengetahuan
ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk bayinya.
b. Cakupan Kunjungan Bayi
Kunjungan bayi adalah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan
sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 4 kali, di luar
kunjungan neonatus. Setelah umur 28 hari. Setiap bayi berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan memantau pertumbuhan dan perkembangannya
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 51
secara teratur setiap bulan di sarana pelayanan kesehatan. Cakupan
kunjungan bayi tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar
92,64%, menurun apabila dibandingkan tahun 2010 (93,73%).
Cakupan kunjungan bayi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun
2011 yang masih dibawah 80% yaitu Kabupaten Boyolali 44,19%, Wonogiri
73,22% dan Kabupaten Pekalongan 70,77%. Adapun grafik cakupan bayi
2007 - 2011 dapat digambarkan sebagai berikut:
90
91
92
93
94
95
96
97
Kunjungan Bayi 92,76 96,04 95,07 93,73 92,64
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.4 Cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani
Neonatus dengan komplikasi merupakan neonatus dengan penyakit
dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian.
Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus
neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah <
2500 gr), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan congenital maupun
yang termasuk klasifikasi kuning pada Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
Neonatus dengan komplikasi yang ditangani merupakan neonatus
komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih,
dokter dan bidan di sarana pelayanan kesehatan. Perhitungan sasaran
neonatus dengan komplikasi dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi baru
lahir. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara
profesional kepada neonatus dengan komplikasi.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 52
Tahun 2011 perkiraan bayi dengan komplikasi yang dihitung dari
banyaknya sasaran bayi jumlahnya sebesar 89.336 bayi. Jumlah perkiraan
tersebut yang mendapat penanganan tenaga kesehatan di tiap jenjang
pelayanan kesehatan sebesar 47.569 bayi (53,25%). Cakupan Neonatus
Risiko Tinggi/komplikasi yang ditangani tersebut masih jauh dari target
cakupan sebesar 80%.
Masih rendahnya neonatus risiko tinggi yang mendapatkan pelayanan
kesehatan diantaranya disebabkan belum adanya keseragaman definisi
operasional mengenai neonatal yang termasuk dalam risiko tinggi, sehingga
belum semua neonatus dengan risiko tinggi/komplikasi dicatat dan dilaporkan.
Disamping target neonatus komplikasi yang ditangani untuk neonatal resiko
tinggi seharusnya 15 % dari jumlah sasaran bayi pertahun, namun belum
semua kabupaten/kota mempunyai persepsi / pemahaman yang sama.
d. Cakupan Pelayanan Anak Balita
Balita adalah anak berumur dibawah 5 tahun atau umur 12-59 bulan.
Tidak hanya bayi yang harus mendapatkan perhatian kesehatannya tetapi
balita juga perlu mendapatkan perhatian baik gizi maupun kesehatannya,
karena balita adalah generasi penerus bangsa yang harus sehat, cerdas dan
kuat. Jumlah balita di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 2.204.187,
yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.785.864 (81,02).
Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah Kabupaten
Magelang dan Kabupaten Brebes. Sedangkan cakupan terendah adalah
Kabupaten Boyolali 34,03%.
e. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat
Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan setingkat
adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat
badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman pendengaran, kesehatan
gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran jasmani. Pelaksanaan
penjaringan kesehatan dikoordinir oleh puskesmas bersama dengan guru
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 53
sekolah dan kader kesehatan/konselor kesehatan. Setiap puskesmas
mempunyai tugas melakukan penjaringan kesehatan siswa SD/MI di wilayah
kerjanya dan dilakukan satu kali pada setiap awal tahun ajaran baru sekolah.
Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100 % mendapatkan pemantauan
kesehatan melalui penjaringan kesehatan. Melalui penjaringan kesehatan
siswa SD dan setingkat diharapkan dapat menapis atau menjaring anak yang
sakit dan melakukan tindakan intervensi secara dini, sehingga anak yang
sakit menjadi sembuh dan anak yang sehat tidak tertular menjadi sakit.
0
20
40
60
80
100
Cakupan 51,59 43,77 43,8 52,61 81,02
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.5 Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD/MI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga
kesehatan / guru UKS / kader kesehatan sekolah tahun 2011 sebesar
78,72%, meningkat dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (52,61%).
Angka cakupan terendah di Kabupaten Boyolali (15,55%) dan tertinggi
(100%) dicapai oleh 7 kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten
Pati, Kabupaten Sragen, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung,
Kabupaten Purbalingga dan Kota Surakarta.
f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat
Jumlah siswa SD dan setingkat tahun 2011 sebanyak 2.555.853 anak.
Yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai strata UKS sebesar
1.074.831 (42,84%). Angka cakupan terendah di Kabupaten Rembang
(1,70%) dan tertinggi (100%) dicapai oleh 4 kabupaten yaitu Kabupaten
Sukoharjo, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 54
3. Pelayanan Gizi
a. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi
Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar
diseluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada
semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat
menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related
Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari
organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan
epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang Vitamin A adalah kelainan
pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 4 tahun yang
menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang.
Berdasarkan data yang yang diperoleh dari profil kesehatan
kabupaten/kota, cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi
sebesar 99.08%, lebih banyak dibandingkan tahun 2010 sebesar 96,84%.
Cakupan tersebut sudah melampaui target SPM sebesar 95%. Sebagian
besar kabupaten/kota telah melampaui target, hanya ada 1 kabupaten yang
masih di bawah target yaitu Kabupaten Pemalang (82,46%).
Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi selama 5 tahun
terakhir (2007-2011) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
92
93
94
95
96
97
98
99
100
Cakupan 94,74 98,52 98,11 96,84 99,08
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.6 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Bayi dan Balita
Tahun 2007 – 2011
b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita
Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan
adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 55
pada Balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan
mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia dengan segala
manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan
sampai kematian). Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul
Vitamin A dosis tinggi juga dapat mendorong tumbuh kembang anak serta
meningkatkan daya tahan anak terhadap penyakit infeksi, sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak.
Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A
adalah anak umur 12 – 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis
tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna
merah dengan dosis 200.000 SI yang diberikan pada anak umur 12-59 bulan
dan diberikan pada bulan Pebruari dan Agustus setiap tahunnya.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tahun 2011 sebesar
98.45%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (96.76%).
Cakupan ini sudah melampaui target SPM (95%). Cakupan tertinggi (>100%)
sudah dapat dicapai oleh 8 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Banyumas,
Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten
Sragen, Kabupaten Kendal, Kota Magelang dan Kota Semarang. Sedangkan
yang masih di bawah target yaitu Kabupaten Jepara (88,62%) dan
Kabupaten Pemalang (91,00%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada
balita selama 5 tahun terakhir (2007-2011) dapat dilihat dalam gambar
berikut ini :
70
75
80
85
90
95
100
Cakupan 82,6 95,14 82,44 96,76 98,45
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.7 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Balita
di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 56
c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas
Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan bayi baik di rumah dan
atau rumah bersalin dengan pertolongan dukun bayi dan atau tenaga
kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu
program penanggulangan kekurangan vitamin A.
Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan ibu
nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode
sebelum 40 hari setelah melahirkan. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul
vitamin A tahun 2011 sebesar 96,43%, meningkat dibandingkan tahun 2010
(92.78%). Cakupan tertinggi (>100%) dicapai oleh Kabupaten Magelang,
Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Klaten, Kota Magelang dan Kota
Surakarta. Sementara cakupan terendah di Kabupaten Temanggung sebesar
84,36%.
75
80
85
90
95
100
Cakupan 82,73 92,94 87,31 92,78 96,43
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.8 Cakupan Ibu Nifas mendapat Kapsul Vit. A
di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Beberapa hal yang mempengaruhi fluktuasi angka cakupan pemberian
vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya:
1) Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan
penyebarluasan informasi.
2) Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung
terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sektor terkait.
3) Sosialisasi pemberian kapsul Vitamin A terhadap petugas kesehatan di
Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 57
4) Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak.
5) Tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau.
6) Lintas program/ lintas sektor terkait (Promosi Kesehatan, Imunisasi, dll)
7) Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak yang
belum mendapatkan kapsul Vitamin A pada bulan kapsul.
d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe
Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah memberikan
tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan
angka anemia pada balita, ibu hamill, ibu nifas, remaja putri, dan WUS
(Wanita Usia Subur). Penanggulangan anemi pada ibu hamil dilaksanakan
dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode
kehamilannya. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2011 sebesar 89,39% lebih rendah bila dibandingkan
dengan pencapaian tahun 2010 (90,25%), dan belum mencapai target SPM
2010 (90%). Cakupan tertinggi dicapai Kabupaten Pekalongan 101,53% dan
terendah Kabupaten Kendal 53,12%.
80
85
90
95
100
Fe 1 92,98 93,94 92,59 95,92 95,43
Fe 3 85,91 87,06 85,62 90,25 89,39
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.9 Persentase Pemberian Tablet Fe Pada Ibu Hamil
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Dari grafik di atas dapat diihat bahwa cakupan Fe 1 dan cakupan Fe 3
sudah cukup baik dan memadai. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prevalensi
pemberian tablet Fe pada ibu hamil.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 58
e. Persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna
dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan
oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal.
ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan
kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satu-
satunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang
menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu
diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap
mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping
sampai usia 2 (dua) tahun.
Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 (enam)
bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No.
450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan
kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan
minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif
adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di
satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga
merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula
kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut
laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast Feeding) merupakan kekeliruan
yang fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi susu
formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi
ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menderita
hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes dll.
Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan
kabupaten/kota tahun 2011 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif
hanya sekitar 45,18%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (37,18%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 59
Cakupan tertinggi adalah Kabupaten Klaten 77,55%. Sedangkan yang
terendah adalah Kabupaten Rembang 6,41%. Hanya 6 kabupaten/kota saja
yang telah mencapai pemberian ASI eksklusif di atas 60% yaitu Kabupaten
Purworejo, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Klaten, Kabupaten Blora,
Kabupaten Pati dan Kabupaten Temanggung.
0
10
20
30
40
50
Cakupan 27,35 28,96 40,21 37,18 45,36
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.10 Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Tahun 2007 – 2011
Beberapa hal yang menghambat pemberian ASI eksklusif diantaranya
adalah:
1). Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat
ASI dan cara menyusui yang benar.
2). Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas
kesehatan.
3). Faktor sosial budaya.
4). Kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja.
5). Gencarnya pemasaran susu formula.
Upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
cakupan pemberian ASI eksklusif tetap berpedoman pada Sepuluh Langkah
Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu:
1) Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin
dikomunikasikan kepada semua petugas.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 60
2) Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan
ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
3) Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir
sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.
4) Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah
melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi dini). Apabila ibu
mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.
5) Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi
medis.
6) Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada
bayi baru lahir.
7) Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi
24 jam sehari.
8) Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan
terhadap lama dan frekuensi menyusui.
9) Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
10) Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan
rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit,
rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan.
f. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak Usia 6-
24 bulan Keluarga Miskin.
Anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin diberikan makanan
pendamping ASI baik makanan lokal maupun pabrikan. Jumlah anak usia 6-
23 bulan dari keluarga miskin dari 21 kabupaten/kota sebanyak 145.724
anak, yang mendapatkan makanan tambahan ASI (MP-ASI) sebanyak
55.831 (38,31%). Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100%
adalah Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Blora,
Kabupaten Rembang, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kota
Salatiga dan Kota Pekalongan. Cakupan terendah adalah Kabupaten Brebes
0,40%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 61
g. Jumlah Balita Ditimbang
Salah satu upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat
adalah melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian
kegiatannya dilaksanakan di Posyandu. Penimbangan terhadap bayi dan
balita yang dilakukan di posyandu merupakan upaya masyarakat memantau
pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang dintegrasikan dengan
pelayanan kesehatan dasar lain (KIA, Imunisasi, Pemberantasan Penyakit).
Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tersebut
digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan
jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam
penimbangan di posyandu maka semakin baik pula data yang dapat
menggambarkan status gizi balita.
Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tahun 2011
sebesar 78,32% menurun dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010
(89,49%). Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Sragen 88,35% dan
terendah Kabupaten Pemalang 61,43%.
0
20
40
60
80
100
Balita ditimbang 71,63 76,47 75,89 89,49 78,32
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.11 Cakupan Balita Yang Ditimbang Tahun 2007 – 2011
Kabupaten/kota yang belum dapat mencapai target partisipasi
masyarakat sebesar 80% sebanyak 15 kabupaten/kota. Banyak hal dapat
mampengaruhi tingkat pencapaian partisipasi masyarakat dalam
penimbangan di posyandu antara lain tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan
sosial budaya. Dari data yang ada menggambarkan bahwa pedesaan dan
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 62
perkotaan tidak memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam partisipasi
masyarakat tetapi yang sangat berpengaruh adalah faktor ekonomi dan
sosial budaya.
h. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi
pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan
penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya.
Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana
tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil
yang optimal.
Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori
yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U)
dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi
badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan
membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan,
jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali
tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan
indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut
merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk
sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat
penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka
segera dirujuk ke rumah sakit.
0
5000
10000
15000
20000
Jml Balita Gibur 18106 5528 5249 3514 3187
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.12 Jumlah Balita dengan Gizi Buruk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 63
Balita Gizi Buruk tahun 2011 berjumlah 3.187 menurun apabila
dibandingkan tahun 2010 (3.514). Tetapi persentase Balita Gizi Buruk
mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih meningkat
dibandingkan tahun 2010 (93,28%).
i. Desa dengan Garam Beryodium yang Baik
Persentase desa/kelurahan dengan garam beryodium yang baik,
menggambarkan identitas mutu garam beryodium yang dikonsumsi
penduduk di suatu desa/kelurahan, dimana pada tahun 2011 sebanyak
53,42% menurun dibandingkan tahun 2010 (80,15%).
0
20
40
60
80
100
% Desa dg garam
beryodium
58,83 55,93 48,81 80,15 53,42
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.13 Persentase Desa/Kelurahan dengan Garam Beryodium Baik
Tahun 2007 – 2011
Berdasarkan laporan yang masuk dari 33 kabupaten/kota, yang
cakupannya mencapai 100% adalah Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota
Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Semarang. Sedangkan kabupaten dengan
konsumsi garam beryodium terendah adalah Kabupaten Demak 9,68%.
4. Pelayanan Keluarga Berencana
a. Peserta Keluarga Berencana Baru
Peserta Keluarga Berencana (KB) baru adalah Pasangan Usia Subur
(PUS) yang baru pertama kali menggunakan salah satu cara/alat dan/atau
PUS yang menggunakan kembali salah satu cara/alat kontrasepsi setelah
mereka berakhir masa kehamilannya.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 64
Jumlah PUS Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 6.549.125
lebih sedikit dibanding tahun 2010 (6.561.243). Peserta KB baru pada tahun
2011 (13,7%), menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (15,20%).
Peserta KB baru tersebut menggunakan kontrasepsi sebagai berikut:
1) MKJP: Tahun 2011 IUD (6,9%), MOP (0,4%), MOW (2,0%) dan Implant
(12,2%). Sedangkan tahun 2010: IUD (5,99%), MOP/MOW (2,23%) dan
Implant (8,97%).
2) NON MKJP: Tahun 2011 Suntik (54,2%), PIL (18,4%) dan Kondom
(5,8%), sedangkan tahun 2010 : Suntik (58,13%), PIL (19,46%) dan
Kondom (5,24%),
Gambar 4.14 Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta KB Baru
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Sebagian besar peserta KB baru mempergunakan kontrasepsi non
MKJP yang membutuhkan pembinaan secara rutin dan berkelanjutan untuk
menjaga kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Proporsi pemakai kontrasepsi
suntikan cukup besar yaitu 54,2%, hal tersebut dapat difahami karena akses
untuk memperoleh pelayanan suntikan relatif lebih mudah, sebagai akibat
tersedianya jaringan pelayanan sampai di tingkat desa/kelurahan sehingga
dekat dengan tempat tinggal peserta KB.
Partisipasi pria (bapak) untuk menjadi peserta KB aktif dengan
mempergunakan kontrasepsi MOP (hanya 0,4%) dan kondom (hanya 5,8%),
karena terbatasnya pilihan kontrasepsi yang disediakan bagi pria, dan
sebagian pria masih beranggapan bahwa KB merupakan urusan ibu (istri),
sehingga ibu (istri) yang menjadi sasaran.
Kondom5,8%
PIL18,4%
IUD6,9%
MOP0,4% MOW
2,0%
Suntik54,2%
Implant12,2%
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 65
b. Peserta KB Aktif
Peserta KB aktif adalah akseptor yang pada saat ini memakai
kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.
Cakupan peserta KB aktif adalah perbandingan antara jumlah peserta KB
aktif dengan PUS di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan
peserta KB aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan kontrasepsi di antara
PUS.
Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar
76,8%, mengalami penurunan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010
(78,57%). Angka ini sudah mencapai target (70%). Cakupan tertinggi di Kota
Magelang (89,5%) dan terendah di Kabupaten Tegal (44,2%). Terdapat 13
Kabupaten/kota yang telah melampaui target yaitu Kabupaten Wonogiri,
Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus,
Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung,
Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, Kota
Magelang, dan Kota Surakarta.
74
75
76
77
78
79
80
81
Cakupan 77,79 78,09 78,37 78,57 76,8
Target 80 80 80 80 80
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.15 Cakupan Peserta KB Aktif Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
5. Pelayanan Imunisasi
a. Persentase Desa yang Mencapai “Universal Child Immunization”
(UCI)
Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata berupa
pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang berdasarkan indikator
cakupan DPT-HB 3, Polio 4 dan Campak dengan cakupan minimal 80% dari
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 66
jumlah sasaran bayi di desa. Pencapaian UCI desa tahun 2011 (96,4%)
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010 (94,06%). Hasil
pencapaian UCI desa tahun 2010 yang mencapai target (100%) sebanyak 18
kabupaten/kota yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen,
Kabupaten Magelang, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, kabupaten
Kudus, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung,
Kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kota
Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Pekalongan
dan Kota Tegal. Sedangkan kabupaten yang pencapaian UCI desa terendah
di Kabupaten Batang (66,1%).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tidak tercapainya
pencapaian UCI desa di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah, pada
umumnya disebabkan karena penghitungan sasaran (denominator) yang
melebihi dengan kondisi riil jumlah sasaran di lapangan.
74
79
84
89
94
99
UCI 83,64 86,83 91,95 94,58 96,4
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.16 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007 – 2011
Kabupaten/kota yang belum mencapai target imunisasi dasar lengkap pada
bayi disebabkan antara lain :
1) Adanya perbedaan jumlah dibandingkan dengan sasaran yang ada, hal
ini dikarenakan penentuan jumlah sasaran masih berdasarkan angka
estimasi jumlah penduduk, bukan dari hasil pendataan.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 67
2) Belum semua Puskesmas membuat Pemantauan Wilayah Setempat
(PWS) imunisasi secara rutin (bulanan, tribulanan) dikarenakan banyak
petugas imunisasi yang merangkap dengan tugas lain.
3) Belum dilakukan pelaksanaan sweeping atau kunjungan rumah untuk
melengkapi status imunisasi pada daerah-daerah yang cakupan
imunisasinya masih rendah, pada umumnya disebabkan keterbatasan
sumber daya atau tenaga banyak yang merangkap dengan tugas lain.
4) Masih ada sebagian kecil orang tua yang menolak anaknya untuk
diimunisasi dikarenakan keyakinan/kepercayaan agama, dan lain-lain.
b. Cakupan Imunisasi bayi
Upaya untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian
bayi serta anak balita dilaksanakan program imunisasi baik program rutin
maupun program tambahan/suplemen untuk penyakit-penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus,
Polio, Hepatitis B, dan Campak. Bayi seharusnya mendapat imunisasi dasar
lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT-HB 3 kali, Polio 4 kali, HB Uniject 1
kali dan campak 1 kali. Sebagai indikator kelengkapan status imunisasi dasar
lengkap bagi bayi dapat dilihat dari hasil cakupan imunisasi campak, karena
imunisasi campak merupakan imunisasi yang terakhir yang diberikan pada
bayi umur 9 (sembilan) bulan dengan harapan imunisasi sebelumnya sudah
diberikan dengan lengkap (BCG, DPT-HB, Polio, dan HB).
Selain pemberian imunisasi rutin, program imunisasi juga
melaksanakan program imunisasi tambahan/suplemen yaitu Bulan Imunisasi
Anak Sekolah (BIAS) DT, BIAS Campak yang diberikan pada semua usia kelas
I SD/MI/SDLB/SLB, sedangkan BIAS TT diberikan pada semua anak usia
kelas II dan III SD/MI/SDLB/SLB, Backlog Fighting (melengkapi status
imunisasi).
Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Jawa Tengah dari semua
antigen sudah mencapai target minimal nasional (85%), pencapaian tiap
tahun cenderung menurun. Jumlah sasaran bayi pada tahun tahun 2011
adalah 592.712 meningkat disbanding tahun 2010 sebanyak 579.494.
Sedangkan cakupan masing-masing jenis imunisasi tahun 2011 adalah
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 68
sebagai berikut BCG (98,0%), DPT1+HB1 (97,0%), DPT3+HB3 (95,7%),
Polio 3 (94,0%) dan Campak (93,6%). Hal ini mengalami penurunan bila
dibanding tahun 2010 dengan BCG (100,29%), DPT1+HB1 (99,95%),
DPT3+HB3 (98,08%), Polio 3 (96.95%) dan Campak (96,29%).
80
90
100
110
pe
rse
nta
se (
%)
2007 100,78 100,84 98,24 97,28 96,5
2008 103,77 102,5 99,69 99,35 99,18
2009 102,05 100,89 99,04 99,14 96,67
2010 100,29 99,95 98,08 96,95 96,29
BCG DPT1+Hb1 DPT3+Hb3 Polio 4 Campak
Gambar 4.17 Cakupan Imunisasi Bayi Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007 – 2011
c. Drop Out Imunisasi DPT1-Campak
Dalam rangka mencapai dan mempertahankan UCI desa, analisis PWS
harus diikuti dengan tindak lanjut. Dengan grafik PWS akan terlihat dan
dapat dianalisis cakupan dan kecenderungan setiap bulan, maka dapat
segera diketahui kekurangan cakupan dan beban yang harus dicapai setiap
bulan pada periode berikutnya. Untuk kecenderungan cakupan setiap bulan
dapat diketahui dengan indikator Drop Out (DO). Sesuai kesepakatan dengan
kabupaten/kota indikator DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%).
Tahun 2011 DO tingkat Jawa Tengah sebanyak 3,4%, mengalami penurunan
dibanding tahun 2010 (3,67%).
Sebanyak 11 kabupaten/kota (31,42%) yang DO-nya lebih dari 5%
atau (-5%) yaitu Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten
Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten
Kendal, Kabupaten Brebes, Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kota Tegal.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 69
d. WUS Mendapat Imunisasi TT
Imunisasi TT WUS adalah pemberian imunisasi TT pada WUS (usia
15-39 th) sebanyak lima dosis dengan interval tertentu yang berguna bagi
kekebalan seumur hidup. Data kegiatan imunisasi TT WUS saat ini akurasinya
masih sangat kurang sehingga belum dapat dinalisis, hal ini disebabkan :
1) Pencatatan dan pelaporan status imunisasi lima dosis belum berjalan
dengan baik karena pelaksanaan skrining status TT belum optimal.
2) Penggunaan format pelaporan yang berbeda antara kabupaten/kota ke
provinsi dan puskesmas ke kabupaten/kota terutama untuk TT ibu hamil
dan non ibu hamil.
Jumlah ibu hamil 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 632.198,
yang mendapat TT-1 sebesar 48,2%, TT-2 sebesar 48,5%, TT-3 sebesar
28,4%, TT-4 sebesar 20,7 dan TT-5 sebesar 17,2% dan TT2+ sebanyak
114,8.
6. Pelayanan Kesehatan Gigi
a. Rasio Tambal Cabut Gigi Tetap
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas meliputi kegiatan
pelayanan dasar gigi dan upaya kesehatan gigi sekolah. Kegiatan pelayanan
dasar gigi adalah tumpatan (penambalan) gigi tetap dan pencabutan gigi
tetap. Indikasi dari perhatian masyarakat adalah bila tumpatan gigi tetap
semakin bertambah banyak berarti masyarakat lebih memperhatikan
kesehatan gigi yang merupakan tindakan preventif, sebelum gigi tetap betul
betul rusak dan harus dicabut. Pencabutan gigi tetap adalah tindakan kuratif
dan rehabilitatif yang merupakan tindakan terakhir yang harus diambil oleh
seorang pasien.
Tahun 2011 jumlah tumpatan gigi tetap tahun 2011 sebanyak
127,274, sementara jumlah pencabutan gigi tetap sebanyak 156.08. Data
tersebut menandakan bahwa motivasi masyarakat dalam mempertahankan
gigi geliginya belum maksimal, oleh karena itu masih diperlukan penyuluhan
yang terus menerus agar masyarakat memeriksakan giginya secara teratur.
Melalui pemeriksaan gigi ini dapat mengontrol fungsi kunyah gigi agar
tetap baik, sehingga sistim pencernaan semakin bagus, yang pada akhirnya
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 70
kesehatan secara umum akan meningkat dan diharapkan di tahun-tahun
mendatang jumlah pencabutan gigi tetap trennya semakin menurun. Rasio
tumpatan dan pencabutan gigi tetap tahun 2010 sebesar 0,82, mengalami
peningkatan dibanding tahun 2010 yaitu 0,81. Hal menunjukan bahwa masih
banyak masyarakat yang melakukan pencabutan gigi dibandingkan
melakukan tumpatan gigi tetap.
Beberapa kabupaten/kota yang pencabutan giginya jauh lebih banyak
dibandingkan tumpatan giginya (rasio rendah), menandakan bahwa
masyarakat di kabupaten yang bersangkutan masih kurang memperhatikan
kesehatan gigi dan mulut dan kemungkinan frekuensi penyuluhan kesehatan
gigi dan mulut yang dilakukan oleh petugas kesehatan di setiap lini, baik
yang dilakukan didalam maupun diluar gedung masih sangat minim.
Kabupaten dengan rasio terendah adalah Kabupaten Rembang 0,06
(tumpatan 267, pencabutan 4.607). Kabupaten/kota yang rasionya tinggi
(penumpatan lebih banyak dibandingkan dengan pencabutan) yaitu Kota
Tegal (2,95).
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
Rasio 0,62 0,71 0,71 0,81 0,82
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.18 Rasio Tumpatan dan Pencabutan Gigi Tetap
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut lainnya adalah Upaya
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang merupakan upaya promotif dan
preventif kesehatan gigi khususnya untuk anak sekolah. Kegiatan UKGS
meliputi pemeriksaan gigi pada seluruh murid untuk mendapatkan murid
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 71
yang perlu perawatan gigi, kemudian melakukan perawatan pada murid yang
memerlukan.
Prosentase jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2011 (37,90%)
lebih tinggi dibandingkan pencapaian tahun 2010 (37,59%). Beberapa
kabupaten mempunyai cakupan sangat rendah, seperti Kabupaten Sragen
(6,96%) dan masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum melaporkan
datanya. Kabupaten yang mempunyai cakupan 100% adalah Kabupaten
Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kabupaten Kendal dan Kota Salatiga.
0
10
20
30
40
Cakupan 31,4 33,22 36,31 37,59 37,9
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.19 Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
c. Murid SD/MI Mendapat Perawatan Gigi dan Mulut
Cakupan perawatan gigi dan mulut murid SD/MI di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011 sebesar 55,30% mengalami peningkatan bila dibanding
tahun 2010 (53,83%).
45
50
55
60
65
Cakupan 56,12 62,95 54,75 53,83 55,3
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.20 Cakupan Perawatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 72
7. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut
Pelayanan kesehatan usia lanjut yaitu pelayanan penduduk usia 60 tahun
ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh
tenaga kesehatan, baik di puskesmas maupun di posyandu/kelompok usia lanjut.
Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 51,96% menurun bila dibandingkan cakupan pada tahun 2010
sebesar 52,61%, dan masih jauh dibawah target cakupan pelayanan kesehatan
usia lanjut tahun 2010 (70%). Kabupaten/kota dengan cakupan tertinggi adalah
Kabupaten banjarnegara (102,60%) dan terendah adalah Kabupaten Klaten
(1,76%).
0
20
40
60
80
Cakupan 30,51 29,36 42,27 52,61 51,96
Target 70 70 70 70 70
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.21 Pelayanan Kesehatan Usia lanjut
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Masih rendahnya cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut dan sedikitnya
kabupaten/kota yang mencapai target pelayanan kesehatan usia lanjut tahun
2011, menggambarkan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah belum
memperhatikan pelayanan kesehatan untuk kelompok pra usila dan usila yang
merupakan kelompok usia berisiko. Upaya-upaya yang telah dilakukan Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pra
usila dan usila adalah sbb :
1) Pertemuan koordinasi program kesehatan usila Provinsi Jawa Tengah,
dengan kesepakatan identifikasi kelompok pra usila di masing-masing Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten/ kota dan memberikan dukungan
kegiatan dan pelayanan kesehatan.
2) Advokasi ke SKPD provinsi dengan pengembangan model kelompok pra usila
percontohan dan fasilitasi pelayanan kesehatan.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 73
8. Pelayanan Dawat Darurat dan Kejadian Luar Biasa
a. Pelayanan Gawat Darurat Level I yang Harus Diberikan Pelayanan
Kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota
Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang
dapat diakses masyarakat merupakan sarana kesehatan yang telah
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan gawat darurat
sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu
tertentu. Kemampuan pelayanan gawat darurat yang dimaksud adalah upaya
cepat dan tepat untuk segera mengatasi puncak kegawatan yaitu henti
jantung dengan Resusitasi Jantung Paru Otak (Cardio–Pulmonary–Cebral–
Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau
ditekan sampai minimal dengan menggunakan Bantuan Hidup Dasar (Basic
Life Support/BLS) dan Bantuan Hidup Lanjut (ALS). Sarana kesehatan yang
dimaksud dalam hal ini adalah rumah bersalin, puskesmas, dan rumah sakit
baik rumah sakit umum, jiwa maupun khusus.
97,5
98
98,5
99
99,5
100
100,5
Gawat Darurat (%) 98,88 100 98,46 100
RSU RSJ RS Khusus Pusk RI
Gambar 4.22 Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat yang Dapat Diakses Masyarakat Provinsi Jawa TengahTahun 2011
Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan gawat darurat
yang dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak
291 puskesmas atau 100%. Jumlah Rumah Sakit Umum dengan kemampuan
pelayanan gawat darurat sebanyak 98,80%, Rumah Sakit Jiwa sebanyak
100%, Rumah Sakit khusus lain sebesar 98,46%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 74
b. Desa/Kelurahan Terkena Kejadian Luar Biasa yang Ditangani <24 Jam
Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu desa/kelurahan dalam jangka waktu tertentu. Kejadian Luar Biasa
(KLB) penyakit menular dan keracunan masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Jawa Tengah. Tingginya frekuensi KLB seperti
Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, Acute Flacid Paralisys (AFP),
Keracunan Makanan, Difteri, Campak, Diare, bencana serta munculnya
penyakit baru seperti Avian Influenza (Flu Burung), disamping menimbulkan
korban kesakitan dan kematian juga berdampak pada situasi sosial ekonomi
masyarakat secara umum (keresahan masyarakat, produktivitas menurun).
Kondisi tersebut menuntut upaya atau tindakan secara cepat dan tepat
(kurang dari 24 jam) untuk menanggulangi setiap KLB serta melaporkan
kepada tingkat administrasi kesehatan.
0
500
1000
1500
Desa/kel terkena
KLB
1286 543 536 579 353
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.23 Distribusi Frekuensi KLB menurut Jumlah Desa yang Terserang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Gambar 4.42 di atas diketahui bahwa jumlah desa/kelurahan yang
terkena KLB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 – 2011 mengalami fluktuasi
yaitu dari 1286 desa/kelurahan pada tahun 2007 meningkat menurun
menjadi 543 desa/kelurahan pada tahun 2008, tahun 2009 mengalami
penurunan kembali menjadi 536 desa/kelurahan, tahun 2010 menjadi 579
desa/kelurahan dan mengalami penurunan lagi menjadi 353 desa/kelurahan
pada tahun 2011.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 75
Data frekuensi KLB penyakit menular, keracunan makanan dan
bencana selama tahun 20011 sebanyak 28 jenis kejadian di 32
Kabupaten/Kota, 292 kecamatan dan 353 desa/kelurahan yang terkena KLB
mendapatkan penanganan kurang dari 24 jam oleh Puskesmas bekerjasama
dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
97,5
98
98,5
99
99,5
100
100,5
Ditangani <24jam
(%)
99,84 99,63 100 98,45 100
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.24 Grafik Distribusi Frekuensi Desa/Kelurahan Terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Gambar 4.24 di atas diketahui bahwa pada tahun 2011 persentase
desa/kelurahan terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam mengalami
kenaikan menjadi 100% dibanding dengan tahun 2010 (98.45%).
Gambar 4.25 Kejadian KLB Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Sebaran KLB tahun 2011 menunjukkan bahwa 3 kabupaten/kota
dengan frekuensi KLB terbanyak adalah Kabupaten Klaten (49 kejadian),
Kabupaten Karanganyar (28 kejadian) dan Kabupaten Temanggung (24
kejadian).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 76
Gambar 4.26 Jenis KLB Menurut Desa/Kelurahan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Tahun 2011 sejumlah 353 desa yang terkena KLB, frekuensi tertinggi
adalah keracunan (105 desa/kelurahan) tersebar pada 96 kecamatan.
c. Jumlah Penderita dan Kematian pada Kejadian Luar Biasa
Jumlah penduduk terancam KLB tahun 2011 sebanyak 1.202.848
jiwa. Sedangkan yang menderita akibat kejadian luar biasa tersebut
sebanyak 3.733 jiwa dengan attack rate atau rata-rata kejadian sebesar
33,21%. Dari sejumlah penderita tersebut, yang meninggal sebanyak 24
orang (case fatality rate/CFR: 0,64%). CFR tertinggi adalah KLB demam
berdarah dengue/DBD 72,73% dan KLB Tetatus Neonatorum 75%.
9. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan
Kegiatan penyuluhan yang dilakukan dibagi menjadi penyuluhan
kelompok dan penyuluhan massa. Penyuluhan kelompok pada tahun 2011
sebanyak 206.344 kali, dengan penyuluhan terbanyak dilakukan di Kabupaten
Kendal yaitu 92.132 kali dan paling sedikit dilakukan di Kota Tegal sebanyak 115
kali. Selengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 77
9160 12279
9706 16733
4357 1561
11240 9397
11710 5937
8179 62571
10341 4668
799 3807
413 2989 3203 3336
18309 9161
5385 32517
1588 2109
10045 1582
9080 495
11307 2578
115
Kab.BanyumasKab.Purbalingga
Kab.BanjarnegaraKab.Kebumen
Kab.PurworejoKab.Wonosobo
Kab.MagelangKab.Boyolali
Kab.KlatenKab.SukoharjoKab.Wonogiri
Kab.KaranganyarKab.Sragen
Kab.GroboganKab.Blora
Kab.RembangKab.Pati
Kab.KudusKab.JeparaKab.Demak
Kab.SemarangKab.Temanggung
Kab.KendalKab.Batang
Kab.PekalonganKab.Pemalang
Kab.TegalKab.Brebes
Kota MagelangKota Surakarta
Kota SalatigaKota Semarang
Kota PekalonganKota Tegal
Gambar 4.27 Distribusi Frekuensi Penyuluhan Kelompok yang Dilakukan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Sedangkan penyuluhan massa telah dilakukan 5.817 kali, paling banyak
dilakukan oleh Kabupaten Demak yaitu 1.565 kali dan paling sedikit di Kabupaten
Sukoharjo satu kali. Secara jelas dapat dilihat pada grafik berikut.
1429
35127145
387538
297
2402
622711
1
784
0
1414
0
22523179 45 5
1565
1490
1080
183
3
405
17422 23
1071
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Ka
b.C
ila
cap
Ka
b.B
an
yu
ma
s
Ka
b.P
urb
ali
ng
ga
Ka
b.B
an
jarn
eg
ara
Ka
b.K
eb
um
en
Ka
b.P
urw
ore
jo
Ka
b.W
on
oso
bo
Ka
b.M
ag
ela
ng
Ka
b.B
oy
ola
li
Ka
b.K
late
n
Ka
b.S
uk
oh
arj
o
Ka
b.W
on
og
iri
Ka
b.K
ara
ng
an
ya
r
Ka
b.S
rag
en
Ka
b.G
rob
og
an
Ka
b.B
lora
Ka
b.R
em
ba
ng
Ka
b.P
ati
Ka
b.K
ud
us
Ka
b.J
ep
ara
Ka
b.D
em
ak
Ka
b.S
em
ara
ng
Ka
b.T
em
an
gg
un
g
Ka
b.K
en
da
l
Ka
b.B
ata
ng
Ka
b.P
ek
alo
ng
an
Ka
b.P
em
ala
ng
Ka
b.T
eg
al
Ka
b.B
reb
es
Ko
ta M
ag
ela
ng
Ko
ta S
ura
kart
a
Ko
ta S
ala
tig
a
Gambar 4.28 Distribusi Frekuensi Penyuluhan Massa yang Dilakukan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 78
B. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah
telah berupaya mengembangkan berbagai upaya kesehatan, salah satunya
adalah dengan mengembangkan suatu upaya kesehatan melalui program
jaminan kesehatan. Program ini dikembangkan dengan tujuan merubah pola
pembayaran yang biasanya dibayar setelah pelayanan diberikan dan pelayanan
kesehatan yang diterima secara komprehensif.
Namun disadari sampai saat ini perkembangan peserta jaminan
kesehatan sedikit agak menggembirakan. Data terakhir di Provinsi Jawa Tengah
menggambarkan perkembangan kepesertaan jaminan kesehatan saat ini
mencapai 36,18% dari total penduduk bukan masyarakat miskin (non maskin),
meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (21,59%). Penduduk
maskin yang belum terjamin dengan pelayanan kesehatan sebesar 63,82%.
Perkembangan kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari
tahun ke tahun mengalami fluktuasi, sampai dengan tahun 2006 terjadi
peningkatan dan pada tahun 2007 merupakan titik antiklimak kepesertaan
jaminan kesehatan. Tiga tahun terakhir peserta jaminan kesehatan kembali
mengalami peningkatan sedikit demi sedikit.
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) kemungkinan
memberikan dampak negatif pada kepesertaan JPK Pra Bayar. Peserta JPK
dengan Premi/Pra Bayar banyak yang mengundurkan diri dengan adanya
program Jamkesmas yang membebaskan anggotanya dari segala beban iur
biaya.
Penurunan jumlah penduduk yang masuk dalam katagori non maskin
ditengarahi akibat dampak negatif Program Jamkesmas. Masyarakat yang
dulunya merasa non miskin beramai-ramai mengaku miskin supaya dapat masuk
dalam Program Jamkesmas.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 79
0
10
20
30
40
Cakupan 19.01 18.09 19.37 21.59 36.18
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.29 Cakupan Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Penduduk Non Maskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Kepesertaan program jaminan kesehatan penduduk non maskin yang
diperinci menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan angka
yang bervariasi mulai dari cakupan 30,2% (Kabupaten Klaten) hingga 104,3%
(Kota Salatiga). Selain jamkesmas, pada tahun 2011 sudah banyak
kabupaten/kota yang menyelenggarakan jamkesda dengan tujuan agar
masyarakat miskin yang belum tercakup jamkesmas bisa tercakup jamkesda.
Kepesertaan jamkesda pada tahun 2011 sebesar 7,46% dari total penduduk di
Jawa Tengah. Cakupan terbesar di Kota Surakarta 35,53% dan terendah di
Kabupaten Brebes 0,24%.
Kepesertaan jaminan kesehatan terdiri dari: Askes (13,04%), Jamsostek
(3,06%), Askeskin/Jamkesmas (66,57%), Jamkesda (13,73%) dan lain-lain
(3,60%).
13.043.06
66.57
13.73
3.6
Askes
Jamsostek
Askeskin/Jamkesmas
Jamkesda
Lainnya
Gambar 4.30 Cakupan Kepesertaan Program JPK Pra Bayar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 80
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan
“Universal Coverage” kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada tahun
2014 yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia pada tahun 2014 harus
memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Saat ini Kota Surakarta yang sudah
mencapai cakupan 147,8%.
2. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin
Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan
tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit.
Pelayanan kesehatan di Puskesmas meliputi rawat jalan tingkat pertama, rawat
inap tingkat pertama, persalinan normal di Puskesmas dan jaringannya,
pelayanan gawat darurat, dan pelayanan transport untuk rujukan bagi pasien.
Sedangkan pelayanan di rumah sakit meliputi rawat jalan tingkat lanjut, rawat
inap tingkat lanjut, pelayanan obat dan bahan habis pakai, pelayanan penunjang
medik, serta pelayanan tindakan dan operasi.
Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2011 sebanyak
13.033.805 orang. Masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan
rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebesar 7.433.687 (57,17%) sedangkan
di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar 438.493 (3,37%).
3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Masyarakat Miskin
Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan
tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit.
Selain mendapatkan pelayanan rawat jalan juga mendapatkan rawat inap.
Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin sebanyak 13.033.805,
mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1
sebanyak 1.205.011 (9,3%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3 sebanyak
431.544 (3,3%).
4. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap di Sarana Pelayanan
Kesehatan
Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana
pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 81
waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat jalan akumulasi sampai dengan tahun
2011 di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah sebesar 105,4%.
Penurunan cakupan kunjungan rawat jalan tersebut mengisyaratkan bahwa
terjadi penurunan kunjungan rawat jalan di pelayanan kesehatan. Kunjungan
rawat jalan tersebut, berdasarkan definisi operasional yang ada, merupakan
kunjungan baru dimana seorang yang berkunjung ke sarana pelayanan
kesehatan, dalam satu tahun hanya dihitung satu kali meskipun ia datang berkali
kali dalam tahun tersebut.
Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana
pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 secara akumulasi sebesar 5,1%.
5. Jumlah Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan
Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang mengalami
gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan, proses pikir, dan
perilaku yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosialnya.
Data yang masuk untuk pelayanan kesehatan jiwa di RS berasal dari
Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum yang mempunyai klinik jiwa.
Permasalahan yang ada saat ini adalah tidak semua Rumah Sakit Umum
mempunyai pelayanan klinik jiwa karena belum tersedia tenaga medis jiwa dan
tidak banyak kasus jiwa di masyarakat yang berobat di sarana pelayanan
kesehatan. Dari permasalahan tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah
peningkatan pembinaan program kesehatan jiwa di sarana kesehatan pemerintah
dan swasta, pelatihan/refreshing bagi dokter dan paramedis Puskesmas terutama
upaya promotif dan preventif, serta meningkatkan pelaksanaan sistem
monitoring dan evaluasi pencatatan dan pelaporan program kesehatan jiwa.
Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah
sebanyak 198.387, terbanyak di rumah sakit yaitu 130.479 kali (65,77%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 82
6. Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit
a. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS / Gross
Death Rate (GDR)
Rata-rata Mutu Pelayanan Rumah Sakit di Jawa Tengah menunjukkan
masih dalam taraf baik, dapat dilihat dari Angka Kematian Umum Penderita
Yang Dirawat di RS (GDR) pada tahun 2011 rata rata sebesar 34,01
sedangkan angka yang dapat ditolerir maksimum 45. Dari 181 RS yang
melapor, sebanyak 28 rumah sakit mempunyai nilai GDR melebihi angka
yang dapat ditolerir (kurang baik).
b. Angka Kematian Penderita Yang Dirawat < 48 Jam / Net Death
Rate (NDR)
Angka Net Death Rate (NDR) adalah untuk mengetahui mutu pelayanan
atau perawatan rumah sakit. Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per
1.000 penderita keluar. Rata-rata NDR di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
sebesar 17,07, berarti masih berada dalam kisaran yang bisa ditolerir.
Dari 181 rumah sakit yang melapor, sebanyak 13 rumah sakit
mempunyai nilai NDR melebihi angka yang dapat ditolerir. Data NDR dan
GDR tersebut masih diperlukan tindak lanjut dengan diupayakan seluruh RS
mempunyai NDR dan GDR di bawah angka yang dapat ditolerir.
7. Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit
Dalam menentukan peningkatan sarana rumah sakit, indikator yang
digunakan antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan, diukur
dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidur serta rasio terhadap jumlah
penduduk. Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah
menurut jenis dan kepemilikannya adalah sebagai berikut :
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 83
Tabel 5.1 Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan pemilikan Tahun 2011
Jenis Pemilikan/Pengelola
Pem
Pusat
Pem
Prov
Pem
Kab/Kota TNI/Polri BUMN Swasta Jml
RSU 2 7 41 10 1 118 179
RSJ 1 3 0 0 0 0 4
RSB 0 0 0 0 0 10 10
RSK lainnya 3 0 0 0 0 51 54
JML : 6 10 41 10 1 179 247
a. Pemakaian Tempat Tidur/Bed Occupancy Rate (BOR)
BOR merupakan prosentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan
waktu tertentu. Indikator ini dipergunakan untuk menilai kinerja rumah sakit
dengan melihat persentase pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed
Occupation Rate (BOR). Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya
pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR
yang tinggi (>85%) menunjukan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang
tinggi, sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat
tidur. BOR yang ideal untuk suatu rumah sakit adalah antara 60% sampai
dengan 80%.
Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit sebanyak 247 Rumah Sakit di
Jawa Tengah terdiri dari 13 RS (6,13%) mempunyai tingkat pemanfaatan
sangat tinggi diatas maksimal occupancy rate, 61 RS (28,77%) mempunyai
BOR yang dianggap cukup ideal. Tetapi masih terdapat 120 RS (56,60%)
tingkat pemanfaatannya masih kurang dan 53 RS (21,46%) tidak
mengirimkan laporan.
b. Rata-rata Lama Rawat Seorang Pasien/Average Length of Stay
(ALOS)
Rata-rata lama rawat seorang pasien yang secara umum/Average
Length of Stay (ALOS) yang ideal adalah antara 6–9 hari. Rata-rata lama
rawat seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar
3,91 mengalami peningkatan bila dibandingkan nilai ALOS tahun 2010
sebesar 3,85. Angka tersebut masih berada dibawah nilai ALOS yang ideal.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 84
Dari 194 RS yang melapor, 10 rumah sakit yang mempunyai nilai ALOS ideal
yaitu RSJ Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang, RSUP Dr. Kariadi Semarang,
RS Sejahtera Bakti Salatiga, RSKJ Puri Waluyo Surakarta, RSJD Surakarta,
RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten, RSU Jati Husada Karanganyar, RSUD
Kudus, RSU Purbowangi Kebumen dan RS Nurussyifa Kudus. Sedangkan 131
rumah sakit lainnya masih mempunyai nilai ALOS di bawah 6.
c. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati / Turn Of Interval
(TOI)
TOI dan ALOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan
tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur
semakin jelek. Angka ideal untuk TOI adalah 1 – 3 hari. Rata-rata TOI di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,54 dari jumlah RS yang lapor,
menurun bila dibandingkan dengan rata-rata pada tahun 2010 sebesar 3,77.
Hal ini menggambarkan penurunan terhadap penggunaan tempat tidur dan
TOI Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 mendekati angka ideal. Dari 194 RS
yang melapor, ada 99 rumah sakit yang mempunyai nilai TOI di atas 3. Yang
sudah mempunyai nilai TOI ideal sebanyak 84 RS.
C. Perilaku Hidup Masyarakat
1. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di rumah tangga merupakan upaya
untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu
melakukan PHBS dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Yang dimaksud rumah tangga sehat adalah proporsi rumah tangga yang
memenuhi minimal 11 indikator dari 16 indikator PHBS tatanan rumah tangga.
Adapun 16 indikator PHBS tatanan Rumah tangga tersebut meliputi :
a. Variabel KIA dan GIZI : Persalinan Nakes; ASI Eksklusif; Penimbangan
Balita; Gizi seimbang
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 85
b. Variabel KESLING : Air bersih; Jamban; Sampah;Kepadatan hunian;lantai
rumah.
c. Variabel GAYA HIDUP : Aktifitas fisik; Tidak merokok; Cuci tangan;Kesehatan
gigi dan mulut; Miras/Narkoba
d. Variabel UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT : Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Berdasarkan data hasil pengkajian PHBS Tatanan Rumah Tangga yang
dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2011
dari 8.728.629 rumah tangga yang ada, diperiksa 3.674.663 rumah tangga
meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dengan jumlah rumah
tangga 8.703.696 dan yang diperiksa sejumlah 2.496.361 rumah tangga.
Pencapaian persentase rumah tangga sehat yaitu yang diwakili oleh
rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat paripurna telah
mencapai 74,68% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010 (68.63%).
Cakupan tertinggi (100%) dicapai oleh 6 kabupaten/kota yaitu Kota Pekalongan,
Kota Salatiga, Banyumas, Karanganyar, Demak dan Kendal. Sedangkan cakupan
terendah adalah Kabupaten Banjarnegara 49,45%. Perubahan perilaku tidak
dapat terjadi dalam waktu singkat, tetapi memerlukan proses yang panjang
termasuk didalamnya perlu upaya pemberdayaan masyarakat yang
berkesinambungan. Berikut ini adalah Grafik persentase rumah tangga sehat
berdasarkan strata Utama dan Paripurna di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007
s/d 2011.
0
20
40
60
80
Cakupan 43.79 57.91 63.68 68.63 74.68
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.31 Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007 s/d 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 86
D. Keadaaan Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat
kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program Lingkungan Sehat
bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui
pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan
lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan
tersebut meliputi : (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2).
Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3). Pengendalian Dampak Risiko
Lingkungan (4). Pengembangan Wilayah Sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai
pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat.
Pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks,
kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya, berbagai lintas
sektor ikut serta berperan (Bappeda, Bapermas, Perindustrian, Lingkungan Hidup,
Pertanian, Cipta Karya dan Dinas Kesehatan).
1. Persentase Rumah Sehat
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah
haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk
meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis
penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah
Dengue, Malaria, Flu Burung, TBC, ISPA dan lain - lain.
Pada Tahun 2011 sebanyak 3.878.945 (46,35%) rumah diperiksa dan yang
memenuhi syarat rumah sehat sebesar 2.441.984 (62,95%) lebih sedikit
dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai 65,01%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 87
54
56
58
60
62
64
66
Rumah Sehat 64,84 58,83 65,12 65,01 62,95
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.32 Cakupan Rumah Sehat Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
2. Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiks Jentik Nyamuk Aedes
Jumlah rumah di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 8.366.601
diperiksa jentik nyamuknya sebanyak 3.390.087 (40,53%), yang bebas jentik
nyamuk Aedes aegypti sebanyak 2.615.175 rumah (77,14%) lebih banyak
dibandingkan tahun 2010 (73,43%). Cakupan angka bebas jentik ini masih
dibawah target 95%. Oleh karena itu gerakan pemberantasan sarang nyamuk
dengan 3 M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan Plusnya adalah Mencegah
Gigitan Nyamuk), bila memungkinkan pemakaian ulang kaleng, ban untuk pot
dan lain - lain harus selalu digerakkan secara optimal, mengingat kasus Demam
Berdarah yang cenderung meningkat dan bertambah luasnya wilayah yang
terjangkit.
3. Persentase Keluarga menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan
penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun,
melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani
oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta
Kementerian Pekerjaan Umum cukup signifikan terhadap penyelenggaraan
kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah.
Strategi pelaksanaan diantaranya, meliputi penerapan pendekatan tanggap
kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran
masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 88
kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua
tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan
penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air
bagi kebutuhan pokok minimal sehari – hari guna memenuhi kehidupan yang
sehat, bersih dan produktif (UU No. 7 Tahun 2004, pasal 10). Namun pada
kenyataannya persentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga kemampuan
untuk mendapat akses ke sarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat
masih terbatas.
Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk
memperoleh air daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan
ketidakadilan dalam mendapatkan akses pada air minum. Walaupun terdapat
program – program air minum dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan
rendah, namun akses terhadap air minum belum menunjukkan peningkatan yang
berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan
air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Jumlah keluarga yang diperiksa akses air bersih sebanyak 4.081.313
(46,89%) dari 8.703.696 KK dan yang telah memiliki akses sarana air bersih
sebanyak 3.668.185 (89,88%). Keluarga yang telah akses air bersih tersebut,
terbanyak memanfaatkan sumur gali (45,63%).
Gambar 4.33 Akses Air Bersih Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 89
4. Persentase Keluarga menurut Sumber Air Minum yang Digunakan
Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 3.674.902
(40,11%) dari 8.703.696 KK dan yang telah menggunakan sumber air minum
terlindung sebanyak 2.506.620 (68,21%). Keluarga yang telah menggunakan
sumber air minum terlindung tersebut, terbanyak memanfaatkan sumur
terlindung (33,20%).
5. Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar
Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi
jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Jumlah KK yang telah
memiliki jamban sehat 2.057.124 (71,29 %), tempat sampah sehat 2.029.734
(69,58%) dan pengelolaan air limbah sehat 1.508.325 (63,57%).
0
50
100
2007 70,9 79,51 61,66
2008 65,34 62,2 45,06
2009 68,95 72,93 55,51
2010 71,44 75,67 73,1
Jamban Tempat Sampah Air Limbah
Gambar 4.34 Cakupan Sanitasi Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
Dalam mendukung perubahan sanitasi total khususnya buang air besar di
sembarang tempat, telah dilakukan pemicuan Community Led Total
Sanitation (CLTS) di 30 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah untuk mendukung
pencapaian wilayah stop buang air besar di sembarang tempat dan penurunan
penyakit berbasis lingkungan, khususnya Diare. Melalui CLTS terjadi perubahan
perilaku tidak buang air besar di sembarang tempat tanpa ada stimulan,
pembiayaan tidak ada subsidi dan jamban adalah private good.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 90
6. Persentase Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM)
Sehat
Tempat – tempat umum dan Pengelolaan Makanan adalah kegiatan bagi
umum yang dilakukan oleh badan pemerintah, swasta atau perorangan yang
langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan tetap
serta memiliki fasilitas. Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk
mewujudkan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat
pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya. Risiko
dari pengelolaan makanan mempunyai peluang yang besar dalam penularan
penyakit karena jumlah konsumen relatif banyak dalam waktu yang bersamaan.
Tempat-tempat umum dan Pengelolaan Makanan meliputi hotel,
restoran/rumah makan, pasar dan TUPM lainnya. Cakupan pengawasan tempat-
tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2011 meliputi hotel
84,53%, restoran/rumah makan 73,44%, pasar 55,55% dan TUPM lainnya
(67,44%). Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan seluruhnya yang
diperiksa sebanyak 55.457 buah dan yang memenuhi syarat kesehatan 37.829
(68.21%).
7. Persentase Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya
Kondisi kesehatan lingkungan pada institusi meliputi sarana pelayanan
kesehatan, sarana pendidikan, instalasi pengolahan air minum, sarana ibadah,
perkantoran dan sarana lain dititik beratkan pada aspek hygiene sarana sanitasi
yang erat kaitannya dengan kondisi fisik bangunan institusi tersebut.
0
20
40
60
80
100
2011 81.51 64.11 61.88 72.11 47.67 58.56
Sarkes Pendidikan Ibadah Kantor Sarana Lain Inst Kelola
Gambar 4.35 Cakupan Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 91
Pada Tahun 2011 pencapaian cakupan institusi yang dibina yaitu sarana
pelayanan kesehatan 81,51%, sarana pendidikan 64,11%, instalasi pengolahan air
minum 58,56%, sarana ibadah 61,88%, perkantoran 72,11% dan sarana lainnya
47,67%. Kegiatan yang dilakukan dalam meningkatkan kesehatan lingkungan di
insitusi adalah:
a. Pengendalian faktor risiko lingkungan institusi terhadap penyakit berbasis
lingkungan.
b. Pembinaan kesehatan lingkungan di institusi sekolah dan pondok pesantren.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 92
BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
A. SARANA KESEHATAN
1. Ketersediaan Obat menurut Jenis Obat
Pada tahun 2011 dari 34 jenis obat yang dilaporkan oleh kabupaten/kota,
stock terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat tablet 4 mg 52.206.266 tablet
dengan pemakaian rata-rata perbulan 2.834.674 tablet, sedangkan stock obat
yang paling sedikit adalah OAT Katagori 3 sebanyak 523 paket dengan
pemakaian rata-rata perbulan 43 paket.
Tingkat kecukupan obat tertinggi adalah obat Kloramfenikol kapsul 250
mg (50) dan terendah adalah OAT katagori 3 (9) artinya bahwa persediaan obat
Kloramfenikol kapsul 250 mg dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 50
bulan dan OAT katagori 3 dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 9 bulan.
Prosentase tingkat kecukupan obat di Kabupaten/kota yang paling tinggi
adalah kloramfenikol kapsul 250 mg (278,46%), sedangkan paling rendah adalah
OAT Kategori 2 (52,09%).
Gambar 5.1 Tingkat Kecukupan obat di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 93
2. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut Kepemilikan/Pengelola
Sarana Pelayanan Kesehatan terdiri dari RSU, RSJ, RSB, RS Khusus
lainnya, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non Perawatan, Pustu, Puskesling,
RB, BP/Klinik, Praktek Dokter Bersama, Praktek Dokter Perorangan dan Praktek
Pengobatan Tradisional. Jumlah sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2011
sebanyak 13.142 unit, yang terbagi dalam 6 kepemilikan yaitu, Pusat sebanyak 6
(0,05%), Provinsi sebanyak 10 (0,08%), Kabupaten/kota sebanyak 3734
(28,41%), TNI/POLRI sebanyak 41 (0,31%), BUMN sebanyak 3 (0,02%) dan
Swasta sebanyak 9.348 (71,13%).
Sarana Pelayanan Kesehatan terdiri dari Rumah Sakit Umum sebanyak
179 unit , Rumah Sskit Jiwa sebanyak 4 unit, Rumah Sakit Bersalin sebanyak 10
unit, RS Khusus lainnya sebanyak 54 unit, Puskesmas Perawatan sebanyak 291
unit, Puskesmas Non Perawatan sebanyak 576 unit, Puskesmas Keliling sebanyak
948 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 1.827 unit, Rumah Bersalin sebanyak
249 unit, Balai Pengobatan/Klinik sebanyak 888 unit , Praktik Dokter Bersama
sebanyak 57 unit, Praktik Dokter Perorangan sebanyak 4.158 unit, Praktik
Pengobatan Tradisional sebanyak 3.901, Pos Kesehatan Desa (PKD) sebanyak
5.209 unit, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sebanyak 47.276 unit, Apotek
sebanyak 2.866 unit, Toko Obat sebanyak 367 unit, Gudang Farmasi Kesehatan
(GFK) sebanyak 35 unit, Industri Obat Tradisional sebanyak 14 unit dan
Industri Kecil Obat Tradisional sebanyak 285.
Sarana Kesehatan dengan presentase tertinggi adalah Posyandu 68,32%
dan terendah adalah RSJ dan RSB keduanya 0,01%. Sedangkan menurut
kepemilikannya, sarana kesehatan dengan presentase tertinggi adalah swasta
71,14% dan terendah adalah BUMN 0,02%.
3. Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Labkes dan Memiliki
4 Spesialis Dasar
Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan
yang dapat diakses masyarakat adalah cakupan sarana kesehatan yang telah
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan
sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam waktu tertentu.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 94
Kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan yang dimaksud adalah upaya
pelayanan penunjang medik untuk mendukung dalam pelayanan medik, untuk
menegakkan diagnosis dokter di rumah sakit.
0
20
40
60
80
100
120
Laboratorium
Kesehatan
98,32 100 95,31 70,36
RSU RSJ RS Khusus Puskesmas
Gambar 5.2 Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium yang
dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 76,39%
dengan perincian untuk RSU 98,32%, RS Jiwa 100%, RS Khusus 95,31%, dan
Puskesmas 70,36%.
Rumah Sakit Umum (RSU) di Provinsi Jawa Tengah (179 RSU) baik
pemerintah maupun swasta sudah 135 RSU (75,42%) yang memiliki minimal
empat spesialis dasar, dimana hal ini berkaitan dengan disyaratkannya
penyelenggaraan empat pelayanan kesehatan spesialis dasar pada perizinan
pendirian sebuah rumah sakit. Sebanyak 24,58% RSU lainnya hanya memiliki
kurang dari 4 (empat) pelayanan dasar.
4. Posyandu menurut Strata
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya lima program prioritas
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 95
yang meliputi (KB; KIA; Gizi; Imunisasi dan penanggulangan diare dan ISPA)
dengan tujuan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Dasar penghitungan Strata/penilaian tingkat perkembangan posyandu yang
selama ini digunakan adalah:
a. Manajemen ARRIF dengan 8 indikator yang meliputi : Frekuensi
penimbangan; Rerata kader bertugas pada hari buka Posyandu; Rerata
cakupan D/S; Cakupan kumulatif KB; Cakupan kumulatif KIA; Cakupan
kumulatif imunisasi; Ada tidaknya program tambahan dan Cakupan dana
sehat
b. Penghitungan strata Posyandu secara kuantitatif berdasar Surat Gubernur
Jawa Tengah nomor 411.4/05768, tanggal 20 Februari 2007 tentang
Pedoman teknis penghitungan strata Posyandu secara kuantitatif yang dinilai
meliputi:
1) Variabel Input: kepengurusan, kader,sarana, prasarana dan dana.
2) Variabel Proses : pelaksanaan program pokok, program pengembangan
dan administrasi
3) Variable Output: D/S; N/S; K/S; cakupan K4; pertolongan persalinan oleh
nakes; Cakupan peserta KB, Imunisasi; dana sehat; Fe; Vit A; pemberian
ASI eksklusif dan frekuensi penimbangan.
0
20
40
60
Pratama 16,85 16,87 15,94 15,29 12,93
Madya 41,61 39,24 38,69 36,77 34,15
Purnama 32,79 33,85 32,79 34,86 36,84
Mandiri 8,76 10,05 12,58 13,08 16,08
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.3 Persentase Posyandu Berdasarkan Strata Tahun 2007 s/d 2011
Berdasarkan laporan Kabupaten/kota, jumlah posyandu tahun 2011
menurun dari 47.882 pada tahun 2010 menjadi 47.276 posyandu.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 96
45500
46000
46500
47000
47500
48000
48500
49000
49500
Posyandu 46823 47285 49096 47882 47276
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.4 Jumlah Posyandu Tahun 2007 s/d 2011
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa jumlah Posyandu 2011 mengalami
penurunan, namun dalam 3 (tiga) tahun sebelumnya mengalami peningkatan.
Meskipun kenaikan secara kualitatif (strata purnama dan strata mandiri) relatif
kecil.
a) Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah
kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya
lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah
memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh
masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di
wilayah kerja Posyandu.
Posyandu yang mencapai Strata Purnama pada tahun 2011 sebanyak
17.417 (36,84%), dengan nilai tertinggi di Kabupaten Tegal (64,31%) dan
terendah di Kabupaten Blora (15,14%). Cakupan tersebut mengalami
peningkatan apabila dibandingkan tahun 2010 sebesar 34.94%. Sebanyak
13 kabupaten/kota (37,14%) telah berhasil mencapai target diatas 40%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 97
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Posyandu Purnama 32,79 33,85 32,79 34,94 36,84
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.5 Cakupan Posyandu Purnama Tahun 2007 – 2011
Kegiatan revitalisasi posyandu masih perlu mendapat perhatian dari
semua sektor/pihak terkait. Termasuk didalamnya adalah dengan
mengoptimalkan fungsi Posyandu maupun Pokjanal Posyandu yang sudah
terbentuk baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Kecamatan serta
Pokja Posyandu di tingkat desa/kelurahan.
b) Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak
lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%,
mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh
sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang
pesertanya lebih dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.
Posyandu yang mencapai Strata Mandiri tahun 2011 sejumlah 7.603
buah (16,08%), meningkat dibandingkan dengan nilai tertinggi di Kota
Surakarta (82,70%). 2010 (13,90%). Pencapaian cakupan tersebut sudah
melampaui target SPM 2010 (> 2%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 98
0
5
10
15
20
Posyandu Mandiri 8,76 10,05 12,58 13,9 16,08
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.6 Cakupan Posyandu Mandiri Tahun 2007 – 2011
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 terjadi
kenaikan persentase pencapaian strata mandiri, hal tersebut dapat terjadi
seiring dengan dikembangkannya Posyandu Model (Kegiatan Posyandu yang
sudah diintegrasikan dengan minimal satu kelompok kegiatan yang sesuai
dengan karakteristik daerah, misal kegiatan BKB, PAUD, UP2K). Sehingga
secara tidak langsung kegiatan integrasi tersebut dapat mempengaruhi
pencapaian indikator proses maupun indikator output posyandu.
5. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) terdiri atas Desa
Siaga, Forum Kesehatan Desa, Poskesdes, Polindes, dan Posyandu. Total UKBM
tahun 2011 adalah 61.061 buah. UKBM terbanyak adalah Posyandu sebesar
47.276 (77,42%).
Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) adalah wujud upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat yang merupakan Program Unggulan di Jawa Tengah
dalam rangka mewujudkan desa siaga. PKD merupakan pengembangan dari
Pondok Bersalin Desa. Dengan dikembangkannya Polindes menjadi PKD maka
fungsinya menjadi tempat untuk memberikan penyuluhan dan konseling
kesehatan masyarakat, sebagai tempat untuk melakukan pembinaan
kader/pemberdayaan masyarakat, forum komunikasi pembangunan kesehatan di
desa, memberikan pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana
dan untuk deteksi dini serta penanggulangan pertama kasus gawat darurat.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 99
Pengembangan PKD dimulai sejak tahun 2004. Jumlah PKD pada tahun 2011
sebanyak 5.209 buah.
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber
daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-
masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.
Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki
sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Jumlah Desa
Siaga pada tahun 2011 adalah 8.576 buah, mengalami peningkatan
dibandingkan dengan jumlah Poskesdes tahun 2010 sebanyak 8.572.
6. Data Dasar Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas}, yang pengelolaannya ada di
bawah dinas kesehatan kabupaten/kota adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,
dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Puskesmas sendiri merupakan
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu wilayah kerja
(Departemen Kesehatan RI, 2004).
Puskesmas terdiri dari Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non Perawatan,
Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling. Jumlah Puskesmas di Jawa
Tengah pada tahun 2011 sebanyak 867 (termasuk 291 Puskesmas Rawat Inap).
Rasio jumlah puskesmas per 30.000 penduduk pada tahun 2011 sebesar 0,80
berarti bahwa jumlah puskesmas belum tercukupi. Sedangkan rasio tertinggi di
Kota Tegal (1,28) dan rasio terendah masih tetap di Kabupaten Sukoharjo
(0,44). Dengan rasio 0,80 maka tahun 2011 jumlah puskesmas masih
mengalami kekurangan, hal ini diupayakan dapat terpenuhi dengan puskesmas
pembantu dan puskesmas keliling. Jumlah puskesmas pembantu pada tahun
2011 masih tetap sama dengan tahun 2010 sebanyak 1.827.
Pada tahun 2011 jumlah puskesmas keliling adalah 948 unit, menurun
dibandingkan tahun 2010. Rasio puskesmas keliling terhadap puskesmas pada
tahun 2011 adalah 1,09. Jumlah puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas
pembantu, dan puskesmas keliling dapat dilihat pada gambar 5.1.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 100
0
400
800
1200
1600
2000
2007 851 256 1843 963
2008 861 267 1846 1020
2009 867 283 1850 1130
2010 864 281 1827 1138
2011 867 291 1827 948
Puskesmas Pusk. RI Pustu Pusling
Gambar 5.7 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
B. TENAGA KESEHATAN
Tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sejumlah 58.167
tenaga yang terdiri dari tenaga medis, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitasi, dan
kesehatan masyarakat. Jumlah tenaga kesehatan tersebut meningkat bila
dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan tahun 2010 sebanyak 54.774
tenaga. Peningkatan jumlah tenaga kesehatan sebanyak 6,19%, berpengaruh
terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Kebutuhan
tenaga kesehatan belum dapat terpenuhi, khususnya di tingkat kabupaten/kota
dikarenakan beban terhadap penganggaran pegawai serta belum berjalannya
kegiatan mobilisasi tenaga kesehatan yang sesuai dengan penempatan tugas
tenaga tersebut. Sehingga menyebabkan sulitnya dalam menentukan kebutuhan
tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota.
Kekurangan lain disebabkan belum adanya formasi pengganti bagi tenaga
yang pensiun, baik di pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dan
makin kompleksnya masalah-masalah yang ditangani oleh tenaga kesehatan.
Untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan tersebut, pemerintah
membuka penerimaan CPNS baru baik secara swakelola maupun tenaga pusat yang
ditempatkan di daerah. Untuk mencukupi kekurangan tenaga tersebut dilakukan
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 101
pengangkatan Dokter Tidak Tetap, Bidan Tidak Tetap dan diupayakan dapat
mengangkat tenaga kesehatan lain sebagai pegawai tidak tetap disamping sebagai
Pegawai Harian Lepas (PHL). Pengangkatan PTT tersebut dilakukan masa bakti
selama 3 tahun baik dengan dana Pemerintah Pusat maupun dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing kabupaten/kota.
Persentase penempatan tenaga kesehatan pada tahun 2011 adalah sebagai
berikut, rumah sakit sebesar 59,11 lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010
(52,89%), puskesmas sebesar 30,35% lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2010
(40,28%), dinas kesehatan kabupaten/kota sebesar 2,71% lebih banyak
dibandingkan dengan tahun 2010 (2,42%), sarana kesehatan lain sebesar 5,07%
lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010 (2,99%), institusi diklat/diknakes
sebesar 2,04% lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010 (1,41%), dan dinas
kesehatan provinsi sebesar 0,72% lebih banyak dibandingkan dengan tahun
2010 (0,55%).
1. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis di Sarana Kesehatan
a. Dokter Spesialis
Jumlah tenaga dokter spesialis yang bekerja di sarana kesehatan
sebanyak 2.253 orang sehingga rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk
di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 6,96 meningkat bila
dibandingkan dengan tahun 2010 (6,63). Rasio tersebut berada di atas
standar WHO sebesar 6/100.000 penduduk. Rasio dokter spesialis tertinggi di
Kota Magelang (71,05%) dan rasio terendah di Kabupaten Banjarnegara
(0,00) dan Kabupaten Sragen (0,00).
0
2
4
6
8
10
Rasio dokter
spesialis
4,86 4,96 8 6,63 6,96
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.8 Rasio Dr. Spesialis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 102
b. Dokter Umum
Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011, jumlah tenaga dokter
umum sebanyak 4.224 orang, yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak
3.963 sehingga rasio dokter umum per 100.000 penduduk adalah 12,96
meningkat dibanding tahun 2010 (11,13). Rasio tersebut masih di bawah
target nasional 40 per 100.000 penduduk. Rasio terbesar adalah Kota
Magelang 76,97 dan terendah adalah Kabupaten Klaten sebesar 5,22.
0
2
4
6
8
10
12
14
Rasio dokter umum 11.21 10.41 11.35 11.13 12.96
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.9 Rasio Dr. Umum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
c. Dokter Gigi
Jumlah tenaga dokter gigi di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 1.058,
yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak 1.021 sehingga rasio dokter gigi
di Provinsi Jawa Tengah per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 3,27
meningkat dibanding tahun 2010 (2,91). Rasio tersebut masih di bawah
target nasional 11 per 100.000 penduduk. Rasio terendah adalah Kabupaten
Banjarnegara 0,69 dan tertinggi adalah Kota Magelang 16,92.
0
1
2
3
4
Rasio dokter gigi 3.06 2.72 3.14 2.91 3.27
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.10 Rasio Dr. Gigi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 103
2. Jumlah dan Rasio Tenaga Keperawatan di Sarana Kesehatan
a. Perawat
Tenaga perawat di Provinsi Jawa tengah sebanyak 24.472, sebagian
besar bekerja di sarana kesehatan sebanyak 23.947 sehingga rasio tenaga
perawat per 100.000 penduduk adalah 73,95 menurun dibandingkan tahun
2010 (76,55). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 749,41 dan terendah
adalah Kabupaten Tegal 22,94.
0
20
40
60
80
100
Rasio perawat 62.14 60.45 65.76 76.55 73.95
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.11 Rasio Tenaga Perawat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
b. Bidan
Jumlah Tenaga Bidan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 adalah
13.100 orang, sebagian besar bekerja di sarana kesehatan (12.812 orang).
Rasio Tenaga Bidan per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 39,56
meningkat dibanding tahun 2010 (38,47). Rasio tertinggi adalah Kota
Magelang 127,72 dan terendah Kabupaten Banjarnegara 7,25.
0
10
20
30
40
50
Rasio bidan 31.71 34.43 36.69 38.47 39.56
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.12 Rasio Tenaga Bidan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 104
3. Jumlah dan Rasio Tenaga Kefarmasian di Sarana Kesehatan
Tenaga kefarmasian terdiri dari Apoteker, S-1 Farmasi, D-III Farmasi, dan
Asisten Apoteker. Jumlah tenaga kefarmasian di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2011 adalah 4.376 didominasi oleh tenaga perempuan sebanyak 2.959
orang, yang sebanyak 4.090 orang bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga
kefarmasian per 100.000 penduduk adalah 12,63 meningkat dibanding tahun
2010 (11,23). Rasio tertinggi Kota Surakarta 1,88 dan terendah Kabupaten
Wonosobo 0,11 dan Kabupaten Batang 0,11. Sedangkan rasio tenaga apoteker
dan sarjana farmasi per 100.000 penduduk sebesar 4,55 dibawah target nasional
10 per 100.000 penduduk.
0
5
10
15
Rasio tenaga
kefarmasian
9,06 9,15 8,97 11,23 12,63
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.13 Rasio Tenaga Kefarmasian Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
4. Jumlah dan Rasio Tenaga Gizi di Sarana Kesehatan
Tenaga gizi terdiri dari D-IV/S-1 Gizi, D-III Gizi, dan D-1 Gizi. Jumlah
tenaga gizi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah 1.549 orang, yang
sebanyak 1.454 bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga gizi per 100.000
penduduk pada tahun 2011 sebesar 4,49 menurun bila dibandingkan dengan
tahun 2010 (4,55). Angka tersebut masih di bawah target nasional 22 per
100.000 penduduk. Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 34,68 dan terendah
adalah Kabupaten Pati 1,85.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 105
0
1
2
3
4
5
Rasio tenaga gizi 3,86 3,56 3,8 4,55 4,49
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.14 Rasio Tenaga Gizi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
5. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat di Sarana Kesehatan
a. Kesehatan Masyarakat
Jumlah tenaga kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebanyak 1.758 orang, yang 958 orang bekerja di sarana kesehatan.
Rasio tenaga kesehatan masyarakat per 100.000 penduduk tahun 2011
sebesar 2,96 menurun dibandingkan dengan tahun 2010 (4,30). Rasio
tertinggi adalah Kota Tegal (19,62) dan terendah adalah Kabupaten Klaten
(0,71).
0
1
2
3
4
5
Rasio tenaga
kesmas
3,37 3,61 4,14 4,3 2,96
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.15 Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
b. Tenaga Sanitasi
Tenaga sanitasi terdiri dari D-III sanitasi dan D-I sanitasi. Jumlah
Tenaga Sanitasi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 adalah 1.230 orang,
yang 1.036 diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga sanitasi
per 100.000 penduduk sebesar 3,20 turun dibandingkan dengan tahun 2010
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 106
(3,74). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang (27,07) dan terendah adalah
Kabupaten Demak (0,38). Rasio tenaga sanitasi dapat dilihat pada gambar
5.10.
0
1
2
3
4
5
Rasio tenaga
sanitasi
4,63 3,59 3,45 3,74 3,2
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.16 Rasio Tenaga Sanitasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
6. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis dan Fisioterapis di Sarana Kesehatan
a. Teknisi Medis
Tenaga teknisi medis terdiri dari analis laboratorium, teknik
elektromedik, penata rontgent dan penata anestesi. Tenaga teknisi medis di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sejumlah 3.442 orang, yang 3.315 orang
diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga teknisi medis per
100.000 penduduk sebesar 10,24 menurun dibandingkan dengan tahun
2010 (10,56). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 90,50 dan terendah
adalah Kabupaten Karanganyar 3,69.
0
2
4
6
8
10
12
Rasio tenaga teknisi
medis
8,76 8,85 8,99 10,56 10,24
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.17 Rasio Tenaga Tehnisi Medis Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 107
b. Tenaga Fisioterapi
Jumlah tenaga fisioterapi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
sebanyak 615 orang, 575 orang diantaranya bekerja di sarana kesehatan.
Rasio tenaga fisioterapi per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 1,78,
tertinggi adalah Kota Semarang 0,31 dan terendah adalah Kabupaten
Rembang 0,01 dan Kabupaten Demak 0,01
Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah masih belum tercukupi
dan belum merata sesuai kebutuhan kabupaten/kota. Pemerintah provinsi dan
pemerintah daerah (kabupaten/kota) telah berusaha mencukupi kebutuhan
tenaganya melalui pengangkatan tenaga baru seperti CPNS, PHL maupun PTT.
Mobilitas tenaga atau distribusi tenaga kesehatan yang tersebar di wilayah
pelayanan kesehatan diupayakan dengan peningkatan sarana-sarana kesehatan
yang ada, seperti peningkatan akreditasi rumah sakit, peningkatan puskesmas
menjadi puskesmas rawat inap dan peningkatan pemberian insentif oleh
Kementrian Kesehatan bagi tenaga medis yang melaksanakan masa bakti di daerah
terpencil maupun sangat terpencil.
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN
1. Persentase Anggaran Kesehatan dalam APBD Kabupaten/Kota
Pada tahun 2011 jumlah total anggaran kesehatan kabupaten/kota se
Jawa Tengah Rp.2.637.573.975.657 dengan kontribusi terbesar sebesar 79,84%
berasal dari APBD kabupaten/kota. Kontribusi terendah 0,06% adalah sumber
dari pemerintah lain. Kontribusi anggaran kesehatan APBD kabupaten/kota
meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 (51,73%).
APBD provinsi yang dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan di
kabupaten/kota tahun 2011 sebesar 1,39%, mengalami meningkat dibandingkan
tahun 2010 (0,25%). Kontribusi DAK bidang kesehatan di kabupaten/kota
sebesar 7,85%,
Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004, dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah/desentralisasi, terdapat pembagian peran dan
wewenang antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam pembangunan
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 108
kesehatan, pemerintah pusat dan daerah menyediakan pelayanan kesehatan
yang merata, terjangkau dan berkualitas. Melalui Dana Alokasi Khusus (DAK),
pemerintah pusat memberikan anggaran pada daerah untuk mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan prioritas nasional.
Jumlah anggaran untuk askeskin sebesar 5,80% pada tahun 2011.
Anggaran kesehatan bersumber PHLN tahun 2011 mencapai 0,12% dari
keseluruhan anggaran kesehatan menurun dibandingkan tahun 2010 (0,39%).
Kontribusi anggaran kesehatan bersumber dana lain meningkat dari 0,93% pada
tahun 2010 menjadi 3,55% pada tahun 2011
Anggaran belanja bersumber APBD kabupaten/kota yang dialokasikan
untuk pembiayaan kesehatan tahun 2011 sebesar 79,84% dari total APBD
kabupaten/kota, meningkat dibandingkan tahun 2010 (51,73%). Hal ini
merupakan respon pemerintah yang positif terhadap pembangunan bidang
kesehatan di kabupaten/kota.
Total angaran kesehatan kab/kota tahun 2011 sebesar
Rp.2.637.573.975.657 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2010 yang
sebesar Rp.3.428.234.362.358,-. Anggaran kesehatan perkapita menurun dari
Rp.105.866,- pada tahun 2010 menjadi Rp.81.450,- pada tahun 2011.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 109
BAB VI
KESIMPULAN
A. Derajat Kesehatan
1. Mortalitas/Angka Kematian
a. Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar
10,34/1.000 kelahiran hidup, sudah melampaui target Millenium
Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 (17/1.000 kelahiran hidup).
b. Angka Kematian Balita (AKABA) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar
11,50/1.000 kelahiran hidup, sudah melampaui target Millenium
Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 (23/1.000 kelahiran hidup).
c. Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar
116,01/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan AKI pada tahun 2010 yang sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup.
d. Angka kematian kecelakaan lalu lintas di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
adalah sebesar 2,70 per 100.000 penduduk.
2. Morbiditas/Angka Kesakitan
a. Pada tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah ditemukan 215 penderita AFP,
sehingga sudah memenuhi target (164 kasus). Dari hasil pemeriksaan
laboratorium, 215 kasus yang diperiksa semua menunjukan negatif polio
(berarti tidak ditemukan virus polio liar).
b. Prevalensi Tuberkulosis tahun 2011 per 100.000 penduduk Provinsi Jawa
Tengah sebesar 74,52.
c. Case Detection Rate (CDR) atau angka penemuan penderita TB paru BTA
(+) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 59,52%, meningkat
dibandingkan dengan tahun 2010 (55,38%).
d. Angka kesembuhan (Cure Rate) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun 2010
sebesar 85,15% sudah melebihi target nasional (85%) dan meningkat bila
dibandingkan tahun 2009 (85,01%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 110
e. Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita
tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak
66.702 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 (40,63%).
f. Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan tahun 2011 sebanyak 755 kasus, Kasus
Aquiared Immuno Devisiency Syndrome (AIDS) sebanyak 521 kasus dengan
jumlah kematian karena AIDS sebanyak 89 kasus.
g. Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 ini
sebanyak 10.752 kasus.
h. Jumlah pendonor pada tahun 2011 diketahui sebanyak 346.269 orang,
kemudian yang dilakukan pemeriksaan sampel darah sebanyak 324.828
(93,81%). Dari hasil pemeriksaan sampel darah tersebut, sebanyak 415
sampel (0,13) yang positif HIV.
i. Cakupan penemuan dan penanganan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 57,9%, mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan
tahun 2010 (44,48%).
j. Jumlah kasus baru tipe Multi Basiler yang dilaporkan sebanyak 1.873 kasus
dan tipe Pausi Basiler sebanyak 395 kasus dengan Newly Case Detection
Rate (NCDR) sebesar 7 per 100.000 penduduk. Proporsi cacat tingkat II pada
tahun 2011 sebesar 13,32%, sedangkan proporsi anak di antara penderita
baru sebesar 10,14%.
k. Cakupan program kusta tipe PB tahun 2011 berdasarkan jumlah penderita
baru tahun 2010 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar
85% lebih rendah dari target 90%. Kusta tipe MB diambil dari data penderita
baru tahun 2009 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar
76% lebih rendah dari target 95%.
l. Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk, menurun bila dibandingkan
tahun 2010 (59,8/100.000 penduduk) dan sudah mencapai target nasional
yaitu <20/100.000 penduduk.
m. Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2011 sebesar 0.93%,
lebih rendah bila dibandingkan CFR tahun 2010 (1,29%) dan sudah lebih
rendah bila dibandingkan dengan target nasional (<1%)
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 111
n. Jumlah kasus tahun 2011 sebanyak 3.467 kasus, meningkat dibandingkan
tahun 2010 (3.300 kasus) dan angka kesakitan malaria sebesar 0,11‰,
sedikit meningkat dibandingkan tahun 2010 (0.10‰).
o. Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) Malaria tahun 2011 sebesar 0.03%
dan tersebar di 5 kabupaten/kota.
p. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2011 sebanyak 537
penderita, dimana untuk tahun 2011 ini ada 141 kasus baru.
q. Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non Neonatorum,
Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Jumlah kasus Difteri
pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus lebih sedikit bila dibandingkan dengan
tahun 2010 (14 kasus). Jumlah kasus Pertusis sebanyak 4 kasus yang berasal
dari Kabupaten Kudus. Jumlah kasus Tetanus (Non Neonatorum) sebanyak
13 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota. Jumlah kasus Tetanus
Neonatorum sebanyak 4 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota. Jumlah
kasus Campak sebanyak 1.873 kasus, mengalami penurunan dibandingkan
dengan tahun 2010 (3.664 kasus). Jumlah kasus Polio sebanyak 0 kasus,
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 (1 kasus).
Jumlah kasus Hepatitis B sebanyak 170 kasus, mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan tahun 2010 (117 kasus) dan terdapat di 9
kabupaten/kota.
r. Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan data PTM tahun
2011 hanya 27 kabupaten/kota (77,1%). Kasus tertinggi PTM adalah
kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 62,43% (880.193
kasus). Kasus tertinggi PTM pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh
darah adalah penyakit Hipertensi Esensial, yaitu sebanyak 634.860 kasus
(72,13 %). Prevalensi stroke hemoragik tahun 2011 adalah 0,03%.
Prevalensi stroke non hemorargik sebesar 0,09%. Prevalensi kasus
dekompensasio kordis tahun 2011 sebesar 0,12% meningkat bila
dibandingkan tahun 2010 (0,11%). Prevalensi diabetes melitus tergantung
insulin sebesar 0,09%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (0,08%).
Prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin menurun dari 0,70% menjadi
0,63% pada tahun 2011. Kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 112
19.637 kasus meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (13.277
kasus), terdiri dari Ca. servik 6.899 kasus (35,13%), Ca. mamae 9.542 kasus
(48,59%), Ca. hepar 2.242 (11,42%), dan Ca. paru 954 kasus (4,86%).
Prevalensi kasus PPOK mengalami peningkatan yaitu dari 0,08% pada tahun
2010 menjadi 0,09% pada tahun 2011. Prevalensi kasus asma sebesar
0,55% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010
(0,64%).
3. Status Gizi
a. Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2011
sebanyak 21,184 meningkat banyak apabila dibandingkan tahun 2010 yang
sebanyak 15.631. Adapun persentase BBLR sebesar 3,73%, meningkat bila
dibandingkan tahun 2010 sebesar 2,69%.
b. Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 5,35%
c. Balita Gizi Buruk (BB/TB) tahun 2011 berjumlah 3.187 (0,10%) menurun
apabila dibandingkan tahun 2010 sejumlah 3.514 (0,18%). Persentase Balita
Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih
meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 93,28%.
B. Upaya Kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan
a. Cakupan kunjungan ibu hamil K1 di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011
sebesar 98,72%, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (98,27%).
b. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 tahun 2011 sebesar 93,71%, meningkat
bila dibandingkan dengan tahun 2010 (92,04%) tetapi belum memenuhi
target SPM 2015 (95%).
c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011 sebesar 96,79%, meningkat bila dibandingkan dengan
tahun 2010 (93,59%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 113
d. Cakupan pelayanan pada ibu nifas di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
sebesar 93,97%, meningkat bila dibandingkan cakupan tahun 2010
(93,24%).
e. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani tahun 2011 sebesar 75,28%,
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (78,10) tetapi belum
mencapai target SPM 2015 (80%).
f. Cakupan kunjungan neonatus di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar
98,01%, meningkat bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010
(94,86%).
g. Cakupan kunjungan bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar
92,64%, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2010 (93,73%).
h. Cakupan neonatus risti tertangani Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar
53,25% mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (44,70%).
i. Cakupan pelayanan anak balita tahun 2011 sebesar 81,02%, meningkat bila
dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 55,35%. Cakupan tersebut
masih dibawah target SPM (95%).
j. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga
kesehatan / guru UKS / kader kesehatan sekolah tahun 2011 sebesar
78,72%, meningkat dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (52,61%).
k. Jumlah siswa SD dan setingkat tahun 2011 sebanyak 2.555.853 anak. Yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai strata UKS sebesar 1.074.831
(42,84%).
l. Cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi sebesar 99.08%,
lebih banyak dibandingkan tahun 2010 sebesar 96,84%. Cakupan tersebut
sudah melampaui target SPM sebesar 95%.
m. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tahun 2011 sebesar
98.45%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (96.76%).
Cakupan ini sudah melampaui target SPM (95%).
n. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2011 sebesar 96,43%,
meningkat dibandingkan tahun 2010 (92.78%)
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 114
o. Cakupan pemberian Fe3 pada ibu hamil di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
sebesar 90,25%, lebih besar bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010
(90,25%). Angka tersebut sudah mencapai target SPM (90%).
p. Cakupan pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 45,18%, meningkat
dibandingkan tahun 2010 (37,18%).
q. Cakupan Pemberian Makanan Tambahan ASI (MP-ASI) tahun 2011 sebesar
38,31% menurun dibandingkan dengan tahun 2010 (53,87%).
r. Cakupan balita ditimbang tahun 2011 sebesar 78,32% menurun
dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (89,49%).
s. Cakupan balita gizi buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar
100% jauh lebih meningkat dibandingkan tahun 2010 (93,28%).
t. Cakupan desa dengan garam beryodium tahun 2011 sebanyak 53,42%
menurun dibandingkan tahun 2010 (80,15%).
u. Jumlah peserta KB baru pada tahun 2011 sebanyak 895.120 (13,7%),
menurun apabila dibanding tahun 2010 (997.174) atau 15,20% dari jumlah
PUS (6.549.125).
v. MKJP Tahun 2011: IUD (6,9%), MOP (0,4%), MOW (2,0%) dan Implant
(12,2%). NON MKJP: Suntik (54,2%), PIL (18,4%) dan Kondom (5,8%).
w. Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 76,8%,
mengalami penurunan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010
(78,57%). Walaupun menurun, sudah mencapai target (70%).
x. Pencapaian UCI desa tahun 2011 (96,4%) mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2010 (94,06%), angka tersebut sudah
melampaui target SPM (90%).
y. Cakupan masing-masing jenis imunisasi bayi tahun 2011 adalah sebagai
berikut BCG (98,0%), DPT1+HB1 (97,0%), DPT3+HB3 (95,7%), Polio 3
(94,0%) dan Campak (93,6%). Kesemuanya sudah di atas target minimal
nasional (85%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 115
z. Angka Drop Out (DO), sesuai kesepakatan dengan kabupaten/kota indikator
DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%). Tahun 2011 DO tingkat Jawa
Tengah sebanyak 3,4%, mengalami penurunan dibanding tahun 2010
(3,67%).
aa. Jumlah ibu hamil 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 632.198, yang
mendapat TT-1 sebesar 48,2%, TT-2 sebesar 48,5%, TT-3 sebesar 28,4%,
TT-4 sebesar 20,7 dan TT-5 sebesar 17,2% dan TT2+ sebanyak 114,8.
bb. Rasio tumpatan dan pencabutan gigi tetap di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 0,82, mengalami peningkatan bila dibandingkan rasio tahun
2010 (0,81).
cc. Prosentase jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2011 (37,90%) lebih
tinggi dibandingkan pencapaian tahun 2010 (37,59%).
dd. Cakupan perawatan gigi dan mulut murid SD/MI di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 55,30% mengalami peningkatan bila dibanding tahun
2010 (53,83%).
ee. Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
sebesar 51,96% menurun bila dibandingkan cakupan pada tahun 2010
sebesar 52,61%, dan masih jauh dibawah target cakupan pelayanan
kesehatan usia lanjut SPM (70%).
ff. Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang
dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 291
puskesmas atau 100%. Jumlah Rumah Sakit Umum dengan kemampuan
pelayanan gawat darurat sebanyak 98,80%, Rumah Sakit Jiwa sebanyak
100%, Rumah Sakit khusus lain sebesar 98,46%.
gg. Pada tahun 2011 persentase desa/kelurahan terkena KLB yang ditangani
kurang dari 24 jam mengalami kenaikan menjadi 100% dibanding dengan
tahun 2010 (98.45%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 116
hh. Jumlah penduduk terancam KLB tahun 2011 sebanyak 1.202.848 jiwa.
Sedangkan yang menderita akibat kejadian luar biasa tersebut sebanyak
3.733 jiwa dengan attack rate atau rata-rata kejadian sebesar 33,21%.
ii. Dari sejumlah penderita tersebut, yang meninggal sebanyak 24 orang (case
fatality rate/CFR: 0,64%). CFR tertinggi adalah KLB demam berdarah
dengue/DBD yaitu terdapat (72,73%%) dan KLB Tetatus Neonatorum
(75,00%).
jj. Penyuluhan kelompok pada tahun 2011 sebanyak 206.344 kali, Sedangkan
penyuluhan massa telah dilakukan 5.817 kali.
2. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan
a. Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar tahun 2011 mencapai
36,18% dari total penduduk bukan masyarakat miskin (non maskin),
meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (21,59%).
b. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2011 sebanyak
13.033.805 orang. Masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan
kesehatan rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebesar 7.433.687
(57,17%) sedangkan di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar
438.493 (3,37%).
c. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin sebanyak 13.033.805,
mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1
sebanyak 1.205.011 (9,3%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3
sebanyak 431.544 (3,3%).
d. Cakupan kunjungan rawat jalan di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2011 sebesar 105,4%, meningkat dibandingkan dengan tahun
2010 (36,69%). Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011 sebesar 5,1% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun
2010 (4,98%).
e. Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah
sebanyak 198.387, terbanyak di rumah sakit yaitu 130.479 kali (65,77%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 117
f. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS (GDR) pada tahun
2011 rata rata sebesar 34,01 sedangkan angka yang dapat ditolerir
maksimum 45.
g. Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit sebanyak 247 Rumah Sakit di Jawa
Tengah terdiri dari 13 RS (6,13%) mempunyai tingkat pemanfaatan sangat
tinggi diatas maksimal occupancy rate, 61 RS (28,77%) mempunyai BOR
yang dianggap cukup ideal.
h. Rata-rata lama rawat seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 3,91 mengalami peningkatan bila dibandingkan nilai ALOS
tahun 2010 sebesar 3,85.
i. Rata-rata TOI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,54 dari jumlah
RS yang lapor, menurun bila dibandingkan dengan rata-rata pada tahun 2010
sebesar 3,77.
3. Perilaku Hidup Masyarakat
a. Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat yaitu yang
diwakili oleh rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat
paripurna sebesar 74,68%, meningkat bila dibandingkan tahun 2010
(68,63%).
4. Keadaan Lingkungan
a. Cakupan rumah yang memenuhi syarat kesehatan di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 62,95%, menurun bila dibandingkan dengan pencapaian
tahun 2010 (65,01%).
b. Cakupan rumah bebas jentik nyamuk Aedes Aegypti di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 77,14%, meningkat bila dibandingkan dengan cakupan
tahun 2010 (73,43%).
c. Cakupan keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih meningkat dari
87,79% pada tahun 2010 menjadi 89,88% pada tahun 2011.
d. Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 3.674.902
(40,11%) dari 8.703.696 KK dan yang telah menggunakan sumber air minum
terlindung sebanyak 2.506.620 (68,21%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 118
e. Cakupan keluarga yang memiliki jamban yang memenuhi syarat kesehatan di
Provinsi Jawa Tengah turun dari 72,95% pada tahun 2010 menjadi 71,29%
pada tahun 2011.
f. Cakupan keluarga yang memiliki tempat sampah memenuhi syarat kesehatan
di Provinsi Jawa Tengah meningkat dari 67,02% pada tahun 2010 menjadi
69,58% pada tahun 2011. Sedangkan cakupan keluarga memiliki sarana
pengelolaan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 50,76%
pada tahun 2010 meningkat menjadi 63,57% pada tahun 2011.
g. Cakupan pengawasan tempat-tempat umum yang memenuhi syarat
kesehatan tahun 2011 meliputi hotel 84,53%, restoran/rumah makan
73,44%, pasar 55,55% dan TUPM lainnya (67,44%).
h. Pada Tahun 2011 pencapaian cakupan institusi yang dibina yaitu sarana
pelayanan kesehatan 81,51%, sarana pendidikan 64,11%, instalasi
pengolahan air minum 58,56%, sarana ibadah 61,88%, perkantoran 72,11%
dan sarana lainnya 47,67%.
C. Sumber Daya Kesehatan
1. Sarana Kesehatan
a. Pada tahun 2011 dari 34 jenis obat yang dilaporkan oleh kabupaten/kota,
stock terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat tablet 4 mg 52.206.266 tablet
dan paling sedikit adalah OAT Katagori 3 (523 paket).
b. Pemakaian obat rata-rata perbulan terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat
tablet 4 mg (2.834.674 tablet) dan terendah adalah OAT katagori 3 (43
paket).
c. Tingkat kecukupan obat tertinggi adalah obat Kloramfenikol kapsul 250 mg
(50) dan terendah adalah OAT katagori 3 (9) artinya bahwa persediaan obat
Kloramfenikol kapsul 250 mg dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama
50 bulan dan OAT katagori 3 dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 9
bulan.
d. Prosentase tingkat kecukupan obat di Kabupaten/kota yang paling tinggi
adalah kloramfenikol kapsul 250 mg (278,46%), sedangkan paling rendah
adalah OAT Kategori 2 (52,09%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 119
e. Jumlah puskesmas di Provinsi Jawa Tengah meningkat dari 854 unit pada
tahun 2010 menjadi 867 pada tahun 2011. Bila dibandingkan dengan konsep
wilayah kerja puskesmas, dengan sasaran penduduk yang dilayani oleh
sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk per puskesmas, maka jumlah
puskesmas per 30.000 penduduk tahun 2011 sebesar 0,80. Ini berarti bahwa
jumlah puskesmas di Provinsi Jawa Tengah masih kurang. Sedangkan
puskesmas perawatan dari 281 buah pada tahun 2010 naik menjadi 291
pada tahun 2011, Puskesmas Pembantu sebanyak 1.827 unit, Puskesmas
Keliling sebanyak 948 unit dan Poliklinik Kesehatan Desa sebanyak 5.209
unit.
f. Rumah sakit umum di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 berjumlah 179 buah
yang terdiri dari RSU pemerintah sebanyak 50 buah ( 2 RSU milik
Departemen Kesehatan, 7 RSU milik pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan
41 milik pemerintah kabupaten/kota), RSU milik TNI/POLRI sebanyak 10 RS,
RSU milik BUMN sebanyak 1 RS dan RSU milik swasta sebanyak 118 buah.
g. Rumah sakit khusus pemerintah dan swasta di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebanyak 68 RS terdiri dari 4 RS Jiwa milik pemerintah, 10 RS Bersalin
milik swasta dan 54 RS Khusus lainnya (3 milik pemerintah dan 51 milik
swasta)
h. Unit Pelaksana Tehnis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah terdiri dari:
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) sebanyak 5 unit dan 1 Balai
Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM).
2. Tenaga Kesehatan
a. Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 6,96.
b. Rasio tenaga dokter umum per 100.0000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 12,24.
c. Rasio tenaga dokter gigi per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 3,15.
d. Rasio tenaga kefarmasian per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 17,42.
e. Rasio tenaga gizi per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 4,49.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 120
f. Rasio tenaga keperawatan per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 73,95 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2010
(76,55).
g. Rasio Bidan per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
sebesar 39,56 lebih banyak dibandingkan tahun 2010 (38,47).
h. Rasio tenaga kesehatan masyarakat per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011 sebesar 2,96 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun
2010 (4,30).
i. Rasio tenaga sanitasi per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebesar 3,20 menurun dibandingkan tahun 2010 (3,74).
j. Rasio tenaga teknisi medis per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 10,24 lebih sedikit bila dibandingkan tahun 2010 (10,56).
3. Pembiayaan Kesehatan
Anggaran belanja yang dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan di
kabupaten/kota tahun 2011 sekitar 7,18% dari seluruh pembiayaan
kabupaten/kota. Anggaran tersebut naik 28,11%, yang semula sebesar 51,73%
pada tahun 2010 menjadi 79,84% pada tahun 2011. Sedangkan anggaran
kesehatan perkapita pada tahun 2011 sebesar Rp. 81.450,-
Demikian gambaran hasil pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 sebagai wujud nyata kinerja seluruh jajaran kesehatan di Provinsi Jawa Tengah
dalam upaya mewujudkan Jawa Tengah Sehat yang mandiri dan bertumpu pada
potensi daerah.