PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh
ARINDA AGUSTINA
NIM. 141000193
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
ARINDA AGUSTINA
NIM. 141000193
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
i
ii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal: 10 Januari 2019
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : dr. Fauzi, S.K.M.
Anggota : 1. dr. Rusmalawaty, M.Kes.
2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H.
iii
iv
Abstrak
Pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
merupakan upaya kegiatan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar. Program Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran sudah
ada namun belum terlaksana baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui ketersediaan dukungan manajemen, pemenuhan struktur organisasi,
pelaksanaan uraian tugas, ketersediaan fasilitas dan pelaksanaan cuci tangan oleh
petugas kesehatan untuk mendukung program tersebut. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriftif. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara, telaah dokumen dan observasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dukungan manajemen belum maksimal,
pendidikan dan pelatihan PPI belum dilaksanakan di luar rumah sakit, masih ada
petugas dengan tugas dan peran ganda menyebabkan hambatan dalam pelaporan,
ketersediaan fasilitas, sarana dan prasaran belum lengkap, sabun tidak tersedia di
kamar mandi, serta belum semua petugas kesehatan melaksanakan cuci tangan
dengan baik. Disarankan kepada RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
perlu meningkatkan dukungan pimpinan untuk melaksanakan kegiatan
perencanaan, pengawasan dan pelaksanaan program PPI khusunya program
infeksi nosokomial, menyediakan dana untuk pelatihan, melengkapi fasilitas
untuk komite PPI, serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan cuci tangan oleh
petugas kesehatan di setiap ruangan dan setiap waktu.
Kata kunci: Program pencegahan dan pengendalian, infeksi nosokomial
v
Abstract
The implementation of a nosocomial infection prevention and control program is
an effort to reduce or prevent infection in patients, officers, visitors and the
surrounding community. The Infection Control and Prevention Program in H.
Abdul Manan Simatupang Kisaran Hospital is available but has not been
implemented well. The purpose of this study is to find out the availability of
management support, fulfillment of organizational structure, implementation of
job descriptions, availability of facilities and implementation of hand washing by
health workers to support the program. The type of research used is qualitative
research with descriptive approach. Data collection is done through interviews,
document review and observation. The results showed that management support
was not maximal, PPI education and training had not been implemented outside
the hospital, there were still officers with multiple tasks and roles causing
obstacles in reporting, the availability of facilities, facilities and infrastructure
were incomplete, soap was not available in the bathroom, and not all health
workers carry out handwashing properly. It is recommended that H. Abdul
Manan Simatupang Kisaran Hospital need to increase leadership support to
carry out planning, supervision and implementation of PPI programs especially
nosocomial infection programs, provide funding for training, complete facilities
for PPI committees, and improve supervision of hand washing by health workers
at each room and every time.
Keywords: Prevention and control program, nosocomial infection
vi
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah
yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di
RSUD H. Abdul Manan Kisaran Kabupaten Asahan Tahun 2018”. Skripsi ini
adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
4. dr. Fauzi, S.K.M., selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah meluangkan
waktu dan memberikan bimbingan, masukkan dan arahan selama proses
pembuatan skripsi.
vii
5. dr. Rusmalawaty, M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
bimbingan, kritik dan saran selama pembuatan skripsi.
6. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Penguji II
yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran selama pembuatan
skripsi.
7. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
8. dr. Hari Sapna, selaku Direktur yang telah memberikan izin meneliti dan
seluruh staf di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran yang telah
berkenan berpartisipasi selama pelaksanaan penelitian.
9. Teristimewa kepada kedua orangtua tercinta, Prawoto dan Sismiwati serta
kakak dan abang saya, Novi Ariyanti dan Sofian yang senantiasa memberikan
kasih sayang, semangat, perhatian, motivasi serta doa yang tiada henti kepada
penulis.
10. Sahabat-sahabat saya yang tersayang, Yuliana Rosa, Ayunda, Yusty
Chairunnisa, Mustika Wenny dan orang yang special bagi penulis Rizky Dwi,
terimaksih telah menjadi sahabat bagi penulis yang selalu memberikan
dukungan semangat, motivasi serta doa hingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
11. Teman-teman seperjuangan KKN Batubara Pematang Kuing, PBL Deli Muda
Hulu, dan LKP Puskesmas Medan Labuhan yang telah memberikan masukan
dan dukungan kepada penulis.
viii
ix
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Daftar Istilah xiii
Riwayat Hidup xiv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 7
Tujuan umum 7
Tujuan khusus 7
Manfaat Penelitian 8
Tinjauan Pustaka 9
Infeksi Nosokomial 9
Pengertian infeksi nosokomial 9
Penyebab infeksi nosokomial 9
Cara penularan infeksi nosokomial 10
Jenis-jenis infeksi nosokomial 11
Dampak infeksi nosokomial 11
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit 12
Gambaran pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
dirumah sakit 12
Pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial 13
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi 13
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi 15
Dukungan Manajemen 17
Pendidikan dan Pelatihan 19
Struktur Organisasi 21
Uraian Tugas 23
Fasilitas Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 30
Cuci Tangan 31
x
Program kerja 33
Kerangka Berpikir 35
Metode Penelitian 38
Jenis Penelitian 38
Lokasi dan Waktu Penelitian 38
Populasi dan Sampel 38
Definisi Konsep 38
Metode Pengumpulan Data 39
Metode Analisis Data 40
Hasil Penelitian dan Pembahasan 41
Profil Rumah Sakit H. Abdul Manan Simatupang Kisaran 41
Visi dan Misi RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran 44
Struktur Organisasi RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran 45
Karakteristik Informan 46 Hasil Wawancara 47
Dukungan manajemen 47
Pendidikan dan pelatihan 53
Uraian tugas 58
Fasilitas 65
Pelaksanaan cuci tangan 72
Kesimpulan dan Saran 78
Kesimpulan 78
Saran 79
Daftar Pustaka 83
Lampiran 86
xi
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Nama-nama yang pernah menjabat direktur di RSUD H. Abdul
Manan Simatupang Kisaran 42
2 Jumlah SDM di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran 42
3 Karakteristik informan 47
4 Komite PPI yang sudah pernah mengikuti program pendidkan dan
pelatihan diluar Rumah Sakit serta memiliki sertifikat PPI 56
5 Hasil observasi pelaksanaan cuci tangan petugas kesehatan 73
xii
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Skema rantai penularan infeksi 10
2 Kewaspadaan standar 14
3 Kewaspadaan berdasarkan transmisi 15
4 Struktur organisasi komite PPIRS 22
5 Struktur organisasi komite PPIRS RSUD H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran 22
6 Program PPI 34
7 Kerangka pikir penelitian 35
8 Struktur organisasi RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran 46
xiii
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Panduan Wawancara 83
2 Dokumentasi 91
3 Surat Permohonan Izin Penelitian 96
4 Surat Izin Penelitian 97
5 Surat Keterangan Selesai Penelitian 98
xiv
Daftar Istilah
APD Alat Pelindung Diri
Diklat Pendidikan dan Pelatihan
HAIs Healthcare Associated Infections
ICU Intesive Care Unit
Inos Infeksi Nosokomial
IPCLN Infection Prevention and Control Link Nurse
IPCN Infection Prevention and Control Nurse
IPCO Infection Prevention and Control Officer
Pokja Kelompok kerja
PPI Pengendalian dan Pencegahan Infeksi
PPIRS Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Rumah Sakit
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
SDM Sumber Daya Manusia
SK Surat Keputusan
SOP Standar Operasional Prosedur
SPM Standar Pelayanan Minimal
STOR Struktur Organisasi
xv
Riwayat Hidup
Penulis bernama Arinda Agustina berumur 22 tahun, dilahirkan di Desa
Manis pada tanggal 12 Agustus 1996. Penulis beragama Islam, anak kedua dari
dua bersaudara dari pasangan Bapak Prawoto dan Ibu Sismiwati.
Pendidikan formal dimulai di TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja Tahun
2001. Pendidikan sekolah dasar di SDN 013828 Manis Tahun 2002-2008, sekolah
menengah pertama di SMPN 1 Pulau Rakyat Tahun 2009-2011, sekolah
menengah atas di SMAN 1 Pulau Rakyat Tahun 2012-2014, selanjutnya penulis
melanjutkan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Januari 2019
Arinda Agustina
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Menurut Permenkes RI No 27 tahun 2017 infeksi nosokomial merupakan
infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah
pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga
kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Saat ini angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak
ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasional sebuah rumah sakit bisa
dicabut karena tingginya infeksi nosokomial. Bahkan pihak ansuransi tidak mau
membayar biaya yang ditimbulkan oleh infeksi ini. Hampir dipastikan semua
rumah sakit besar di Indonesia telah membentuk dan memiliki panitia medik
pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial tidak hanya merugikan
penderita, tetapi juga merugikan pihak rumah sakit serta perusahaan atau
pemerintah dimana penderita bekerja (Darmadi, 2008).
Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health
Security Agenda (GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah
menjadi agenda yang di bahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs (Healthcare
Associated Infections) yang ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai
beban ekonomi negara (Permenkes RI No 27, 2017).
Menurut Depkes RI (2009) bahwa jumlah kasus HAIs (Healthcare
Associated Infections) menjadi salah satu tolak ukur akreditasi rumah sakit di
2
indonesia. Kemudian angka kejadian infeksi nosokomial juga dijadikan indikator
mutu pelayanan rumah sakit. Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan
rumah sakit yaitu rendahnya angka infeksi nosokomial (HAIs) di rumah sakit.
Mutu asuhan pelayanan rumah sakit dapat dikaji dengan tingkat pemanfaatan
sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi rumah
sakit (Muninjaya, 2004).
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) mencantumkan beberapa indikator tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Indikator- indikator tersebut
menjadi penilaian dalam akreditasi. Indikator pencegahan dan pengendalian
infeksi yang harus dilakukan yaitu ada anggota komite PPI yang terlatih sebanyak
75%, tersedia APD (Alat Perlindungan Diri) di setiap instalasi/ departemen
sebanyak 60%, adanya kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial/
HAIs (Healthcare Associeted Infections) di rumah sakit minimal 1 parameter
yaitu ILO (Infeksi Luka Operasi), Infeksi Aliran Darah (IAD) / Phlebitis,
Ventilator Associated Pneumonia (VAP), ISK (Infeksi Saluran Kemih) 75%.
Berdasarkan Permenkes RI No 27 tahun 2017 mengeluarkan pedoman
manajemen program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi HAIs.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk mencegah dan
meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat sekitar pelayanan kesehatan. Setiap pelayanan kesehatan wajib
melaksanakan pencegahan dan penegndalian infeksi (PPI).
3
Program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dirumah sakit atau
fasilitas lainnya merupakan salah satu tujuan untuk mewujudkan sasaran ke-5
keselamatan pasien (patient safety) untuk mengurangi risiko infeksi akibat
perawatan kesehatan (Permenkes RI No 27, 2017). Pencegahan dan pengendalian
(PPI) merupakan salah satu upaya dalam keselamatan pasien. Poin ke-9 solusi
keselamatan pasien dirumah sakit adalah meningkatkan kebersihan tangan (hand
higiene) untuk pencegahan infeksi terkait pelayanan kesehatan (Kemenkes RI,
2015).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) studi dari tahun
1995-2008 menunjukan prevalensi infeksi nosokomial dinegara maju berkisar
5,1% dan 11,6%. Di negara-negara Eropa dilaporkan rata-rata prevalensi infeksi
nosokomial 7,1%. Penelitian yang dilakukan dinegara sedang berkembang
menunjukkan tingkat infeksi Rumah Sakit yang tinggi (5-19%) dan rata-rata
diatas 10% (WHO, 2012).
Data infeksi nosokomial di Indonesia dapat dilihat dari hasil survey point
prevalensi dari 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya
dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun
2003 didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi)
18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer)
26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain
32,1% (Depkes RI,2008).
Dapat dilihat pada RSUP H. Adam Malik pada tahun 2015 dari RSUP H.
Adam Malik bahwa angka infeksi nosokomial sebesar 0,0765% sudah mengikuti
4
standar pelayanan minimal yang ditetapkan Permenkes RI yaitu ≤ 1,5% dan
dapat dikatakan bahwa sudah infeksi nosokomial di rumah sakit tersebut sudah
jarang terjadi. (Komite PPIRS RSUP H. Adam Malik, 2015).
Berdasarkan hasil surveilans yang dilakukan Program PPI 2017 kejadian
infeksi nosokomial di RSUD Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran pada
triwulan satu (Agustus-November) mencakup angka kejadian Phlebitis sebesar
19,15%; Infeksi Saluran Kemih (ISK) sebesar 0% (tidak ada), Infeksi Daerah
Operasi (IDO) sebesar 0.3%. Angka tersebut melebihi dari standar pelayanan
minimal yang ditetapkan Permenkes RI nomor 27 tahun 2017 yaitu ≤ 1,5 %
(Komite PPIRS H. Abdul Manan Simatupang Kisaran, 2017).
Berdasarkan hasil survey awal yang telah dilakukan peneliti pada bulan
Mei 2018 tingginya angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran diasumsikan karena masih dijumpai petugas kesehatan di
lapangan yaitu perawat yang belum mempunyai kesadaran untuk mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, mencuci tangan dengan
menggunakan air tetapi tidak sesuai dengan SPO ( Standar Prosedur Operasi)
yaitu tidak mengikuti langkah-langkah cuci tangan yang benar, tidak
menggunakan menggunakan APD seperti sarung tangan saat melakukan tindakan
keperawatan. Alasan perawat tidak mencuci tangan dengan baik yaitu malas,
kebiasaan, terburu-buru sehingga tidak sempat cuci tangan.
Salah satu hambatan dalam pelaksanaan cuci tangan karena terbatasnya
ketersediaan sarana dan prasarana di setiap unit rumah sakit belum mendukung,
seperti beberapa wastafel yang ada di ruangan dan kamar mandi tidak disediakan
5
sabun dan terbatasnya antiseptik membuat perawat tidak mencuci tangan sesuai
SPO sehingga menjadi penghambat terlaksananya program pencegahan infeksi.
Selain itu poster cara mencuci tangan dengan benar sudah ada di tempel di
dinding tetapi ada beberapa yang sudah lepas dan warnanya mulai pudar.
Solusi yang tepat mengatasi masalah pelaksanaan cuci tangan perawat
adalah dengan pendidikan dan pelatihan PPI. Kegiatan pendidikan dan pelatihan
dasar PPI sudah dilakukan di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran.
Kegiatan ini seharusnya diikuti oleh perawat minimal tiga kali dalam setahun,
tetapi karena kurangngnya dukungan manajemen kegiatan pendidikan dan
pelatihan lanjutan belum dilaksanakan.
Fasilitas dalam pelaksanaan PPI juga belum mendukung seperti sarana
kesekretariatan / ruang komite PPI yang belum ada, prasarana pendukung lainnya
juga belum tersedia seperti komputer, printer, alat tulis kantor belum tersedia
sehingga menghambat program PPI khususnya dalam pembuatan laporan data
surveilans infeksi nosokomial.
Berdasarkan hasil penelitian Nugrahaeni dkk (2012) di RSUD Setjonegoro
Kabupaten Wonosobo tingginya angka infeksi nosokomial karena praktik teknik
aseptik petugas kesehatan dan pengunjung masih kurang, seperti petugas
kesehatan yang kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum mengobati, merawat
ataupun memegang pasien, penggunaan APD juga belum patuh seperti masker, jas
khusus, alas kaki dan sarungh tangan bagi pengunjung untuk masuk ruangan
khusus seperti ICU masih kurang, pembatasan pengunjung dan jam besuk yang
masih sering diabaikan.
6
Hasil penelitian Mustariningrum (2015) ditemukan penyebab rendahnya
kinerja tim PPI di RSUD Dr. Iskak Tulungagung karena kurangnya sosialisasi
program kepada tim PPI ( IPCN dan IPCLN) sebagai pelaksana surveilans infeksi
nosokomial di lapangan, meskipun sudah di tetapkan SK penunjukkan dari
direktur namun sebagian besar belum tahu tugas dan tanggungjawabnya. Hal ini
terjadi karena jarangnya diadakan sosialisasi program pendidikan dan pelatihan
yang berkaitan dengan bimbingan teknis dan administrasi program surveilanss
infeksi nosokomial.
Berdasarkan hasil penelitian Molina (2012) di Rumkital Dr. Mintohardjo
Jakarta ditemukan ketidakmampuan personil/individu dalam menjalankan uraian
tugas dan kekurangan dana untuk mendukung ketersediaan prasarana dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial seperti sabun, desinfektan atau
perangkat sekali pakai juga dapat menghambat keberhasilan program pencegahan
dan pengendalian infeksi.
Berdasarkan latar belakang dan survei yang dilakukan, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang Program Pencegahan dan
pengendalian Infeksi Nosokomial di RSUD Haji Abdul Manan Simatupang
Kisaran.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimana program pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
Kabupaten Asahan Tahun 2018”.
7
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSUD H. Abdul
Manan Simatupang Kisaran Kabupaten Asahan Tahun 2018.
Tujuan khusus. Mengenai tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengidentifikasi ketersediaan dukungan manajemen dalam
program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSUD Haji
Abdul Manan Simatupang Kisaran Kabupaten Asahan Tahun 2018.
2. Untuk mengidentifikasi gambaran pendidikan dan pelatihan yang telah
dilaksanakan untuk program pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial di RSUD Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran Kabupaten
Asahan Tahun 2018.
3. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan uraian tugas direktur, IPCO / ketua
komite, IPCN, IPCLN dan tim PPI dalam program pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial di RSUD Haji Abdul Manan Simatupang
Kisaran Kabupaten Asahan Tahun 2018.
4. Untuk mengidentifikasi ketersediaan fasilitas dalam program pencegahan
dan pengendalian infeksi nosokomial di RSUD Haji Abdul Manan
Simatupang Kisaran Kabupaten Asahan Tahun 2018.
5. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan cuci tangan dalam program
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSUD Haji Abdul
Manan Simatupang Kisaran Kabupaten Asahan Tahun 2018.
8
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yakni:
1. Bagi rumah sakit yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan pelaksanaan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial serta meningkatkan kualitas pelayanan dengan
mengoptimalkan pelaksanaan upaya pencegahan dan pengendalian di
RSUD Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran Kabupaten Asahan.
2. Bagi peneliti yaitu penulisan skripsi ini menjadi pengalaman yang
berharga dalam menetapkan ilmu yang diperoleh di pendidikan dalam
program studi administrasi kebijakan kesehatan dan tambahan informasi
tentang program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
3. Bagi peneliti lain hasil penelitian ini dapat dijadikan refrensi dalam
mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai infeksi nosokomial.
9
Tinjauan Putaka
Infeksi Nosokomial
Pengertian infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial atau disebut juga
Hospital Acquired Infections (HAIs) adalah infeksi yang didapatkan dan
berkembang selama pasien di rawat di rumah sakit (WHO, 2002). Menurut
Depkes RI (2003) infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang
dalam waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit.
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya
penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk
merawat/rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang
diperoleh atau terjadi di rumah sakit (Darmadi, 2008).
Penyebab infeksi nosokomial. Menurut Soedarto (2016) bakteria
penyebab infeksi nosokomial dapat diperoleh melalui berbagai jalan yaitu :
1. Infeksi endogen. Bakteri Gram-negatif yang terdapat di dalam usus sering
menyebabkan infeksi di tempat operasi abdomen atau infeksi di saluran
kencing pada penderita yang sedang menggunakan kateter.
2. Infeksi eksogen. Bakteri yang ditularkan dari penderita lain ditularkan melalui:
1) Sentuhan langsung antar penderita melalui tangan, percikan air liur atau
cairan tubuh, atau cara lainnya.
2) Terhirup melalui titik ludah atau debu yang tercemar bakteri penderita.
3) Melalui benda yang terpapar oleh penderita (termasuk alat-alat
perawatan), tangan staf, pengunjung atau sumber lingkungan lainnya
(misalnya air, larutan lainnya, makanan).
10
Cara penularan infeksi nosokomial. Menurut Kemenkes RI, 2011 untuk
melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai
penularan. Apabila suatu rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat
dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah :
1. Agen Infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri,
virus, riketsia, jamur dan parasit.
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang.
3. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi
meninggalkan reservoir.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita.
5. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat agen infeksi menuju host.
6. Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya
tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah
terjadinya infeksi atau penyakit.
Gambar 1. Skema rantai penularan infeksi
11
Jenis – jenis infeksi nosokomial. Jenis infeksi nosokomial yang paling
sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit mencakup
sebagai berikut :
1. Ventilator associated pneumonia (VAP)
Nosokomial Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah
yang didapat penderita selama penderita dirawat dirumah sakit.
2. Infeksi Aliran Darah (IAD) / Phlebitis
Infeksi aliran darah adalah infeksi yang terjadi sewaktu dilakukan
tindakan pemasangan infus pada pasien rawat inap di rumah sakit.
3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang pada saat pasien masuk
rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu
atau sesudah di rawat.
4. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
Infeksi daerah operasi adalah infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam
waktu 30 hari atau sampai satu tahun pasca bedah meliputi jaringan lunak yang
dalam insisi (Septiari, 2012).
Dampak infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial dapat memberikan
dampak sebagai berikut :
1. Menyebabkan cacat fungsional, serta stres emosional, dan dapat menyebabkan
cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang
tinggi.
12
3. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai negara yang tidak mampu, dengan
meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obatan
mual, dan penggunaan pelayanan lainnya.
4. Morbiditas dan mortalitas semakin tinggi.
5. Adanya tuntutan secara hukum.
6. Penurunan citra rumah sakit (Septiari, 2012).
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit
Gambaran pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di
rumah sakit. Untuk mencegah penularan infeksi nosokomial di rumah sakit harus
dilakukan berbagai upaya. Pada prinsipnya harus selalu dijaga higiene perorangan,
baik higiene petugas perawatan, penderita, dan pengunjung rumah sakit.
Penularan infeksi dari orang ke orang harus dicegah dengan selalu melakukan
dekontaminasi tangan sesudah melakukan pemeriksaan penderita. Setiap kali
melakukan pemeriksaan dan perawatan penderita, petugas kesehatan harus
menggunakan pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.
Setiap kali melakukan tindakan medis, harus dilakukan sesuai prosedur
yang aman, misalnya pada waktu melakukan penyuntikan dan pemasangan kateter
atau respirator. Karena lingkungan di dalam rumah sakit dapat menjadi sumber
penularan patogen nosokomial, harus dicegah terjadinya paparan patogen atau
mikroorganisme dari lingkungan, misalnya melakukan sterilisasi alat-alat
perawatan menggunakan air panas atau air mendidih, melakukan disinfeksi
perlengkapan penderita, dan selalu menjaga kebersihan di lingkungan rumah sakit
atau di luar rumah sakit (Soedarto, 2016).
13
Program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam
upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit (Depkes
RI, 2001).
Pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial. Ada tiga hal yang
perlu ada dalam program pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial di
rumah sakit, diantaranya:
1. Adanya sistem surveilan yang menetap adalah tindakan pengamatan yang
sistematik, dan dilakukan terus-menerus terhadap penyakit tersebut yang
terjadi pada suatu populasi tertentu. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
2. Adanya peraturan yang jelas dan tegas.
3. Adanya program pendidikan yang terus-menerus bagi semua petugas rumah
sakit.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi. Strategi pencegahan dan
pengendalian infeksi menurut Kemenkes RI (2011) yaitu:
1. Peningkatan daya tahan penjamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat
dengan pemberian imunisasi aktif.
2. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung
kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah
ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu Isolation Pecautions
14
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 (dua) tingkatan yaitu :
1. Standar Precautions (Kewaspadaan Standar)
Kewaspadaan standar dirancang untuk mengurangi resiko penularan
mikroorganisme di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan baik dari
sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Diterapkan rutin
dalam perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit baik terdiagnosis infeksi,
diduga terinfeksi atau kolonisasi. Strategi utama untuk Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) yaitu mengurangi resiko terinfeksi patogen yang
berbahaya melalui darah dan cairan tubuh lainnya serta mengurangi resiko
penularan patogen yang berada dalam bahan yang berasal dari tubuh pasien
tanpa memandang infeksi atau tidak terinfeksi.
Gambar 2. Kewaspadaan standar
2. Transmission-based Precautions (Kewaspadaan berdasarkan cara
penularan).
Menurut Depkes RI (2004) pada semua kasus secara sendiri atau bersama-
sama pencegahan berdasarkan penularan harus digunakan dalam hubungan
dengan kewaspadaan standar. Petugas kesehatan harus menerapkan kewaspadaan
15
standar (cuci tangan), kewaspadaan berdasarkan penularan melalui udara (alat
perlindungan pernafasan dengan efisiensi penyaringan sama atau lebih dari 95%)
dan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak (sarung tangan, gaun dan
perlindungan mata) ketika melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol
dilakukan pada pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne).
Gambar 3. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi. Pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang wajib dilaksanakan oleh semua
petugas kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
menurut Kemenkes (2011) yaitu :
1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor.
Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa
memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas
dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
1) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu
16
darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti
verband, walaupun telah memakai sarung tangan.
2) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya
yang bersih, walaupun pada pasien yang sama.
2. Alat Pelindung Diri (APD)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:
1) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai
petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius.
2) APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat,
pelindung mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala,
gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
3) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa
dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang
tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
4) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik
darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari
petugas.
3. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan
penatakasana peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi
darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi)
17
sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO).
4. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain
berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan
lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk
mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan
pengunjung.
5. Penatalaksanaan Linen
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen
terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,
termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan
harus dilakukan dengan hati-hati. Kehatian-hatian ini mencakup penggunaan
perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur
sesuai pedoman kewaspadaan standar.
6. Perlindungan Kesehatan Petugas
Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas
baik tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan.
Dukungan Manajemen
Manajemen di dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian
infeksi merupakan kegiatan untuk mengendalikan infeksi terkait dengan
pelayanan kesehatan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan,
monitoring evaluasi serta pelaporan (Perdalin, 2011). Pendekatan manajemen
dapat digunakan dalam menilai keberhasilan pelaksanaan program pengendalian
18
infeksi nosokomial mengingat sistematikanya sesuai dengan langkah – langkah
kegiatan pengendalian infeksi nosokomial.
Menurut Kurniadi (2013) menyatakan tahapan umum suatu manajemen
yaitu :
1. Perencanaan (planning). Perencanaan yaitu kegiatan menentukan tujuan
jangka panjang atau pendek yang berhubungan tindakan yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan. Perencanaan menyediakan cara
mempersatukan kegiatan dari seluruh peserta organisasi ke arah tujuan
bersama. Hasil perencanaan yang diharapkan seharusnya dipahami
bersama oleh seluruh anggota organisasi, khususnya kearah mana
perencanaan organisasi dan bagaimana cara mencapainya.
2. Pengorganisasian (organizing). Pengorganisasian yaitu menggerakkan
sumber daya manusia dan sumber daya yang dimiliki institusi untuk
mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian adalah kegiatan
mengintegrasikan semua sumber daya, semua bertujuan agar kelompok
mau bekerjasama. Adapun hasil pengorganisasian adalah menetapkan
siapa, melakukan apa dan dengan siapa bekerja.
3. Pengarahan (directing)
Fungsi pengarahan adalah untuk personal dan interpersonal, sehingga bila
tidak menguasai keterampilan interpersonal akan gagal. Termasuk
kegiatan pengarahan yaitu interaksi atasan-bawahan, kerja individu,
permainan (rule of the game), komunikasi, persaingan, penerimaan,
penolakan pihak lain, bergabung atau meninggalkan kelompok, menerima
19
imbalan jasa atau kompensasi dan mengatasi stress.
4. Pengendalian (controlling)
Pengendalian adalah kegiatan menilai hasil kerja secara periodik yang ada
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan sehingga
menghasilkan umpan balik untuk ditindaklanjuti.
Depkes RI (2008) dukungan yang diberikan manajemen untuk
keberhasilan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi berupa :
1. Penerbitan Surat Keputusan untuk Komite dan Tim PPIRS.
Manajemen sebagai pengelola rumah sakit memilih ketua komite dan tim
PPIRS dengan surat keputusan.
2. Anggaran atau dana untuk:
a. Kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat).
b. Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang.
c. Untuk pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, laporan dan rapat
rutin.
d. Remunerasi/ insentif/ tunjangan/ reward untuk komite PPI.
Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan sebuah proses dimana orang
mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan organisasi. Dengan
adanya pengetahuan dan keterampilan diharapkan agar seseorang dapat
melakukan pekerjaan atau tugas yang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menggunakan sumber daya yang maksimal untuk mencapai hasil yang diingkan
sesuai waktu yang ditentukan dalam organisasi (Surbagus, 2014).
20
Berdasarkan Permenkes No 27 Tahun 2017 untuk dapat melakukan
program PPI dibutuhkan pendidikan dan pelatihan baik kepada seluruh petugas
kesehatan maupun pengunjung dan keluarga pasien. Bentuk kegiatan pendidikan
dan pelatihan PPI terdiri dari komunikasi, informasi, edukasi dan pelatihan PPI.
Pendidikan dan pelatihan PPI diberikan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau organisasi profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, serta petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kompetensi
di bidang PPI. Pendidikan dan pelatihan bagi komite atau tim PPI dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjutan serta
pengembangan pengetahuan PPI lainnya.
2. Memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pe;atihan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Mengembangkan diri dengan mengikuti seminar lokakarya dan sejenisnya.
4. Mengikuti bimbingan teknis secara berkesinambungan.
5. Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) harus mendapatkan
tambahan pelatihan khusus IPCN pelatihan tingkat lanjut.
6. Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) harus mendapatkan
tambahan pelatihan PPI tingkat lanjut.
Pendidikan dan pelatihan bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Semua staf pelayanan di fasilitas pelayan kesehatan harus mengetahui
prinsip-prinsip pada PPI yaitu melalui pelatihan PPI tingkat dasar.
21
2. Semua staf non pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilatih
dan mampu melakukan upaya pencegahan infeksi yaitu meliputi hand
hygiene, etika batuk, penanganan limbah, penggunaan APD yang sesuai.
3. Semua karyawan baru, mahasiswa magang, PPDS (Program Pendidikan
Dokter Spealisis) harus mendapatkan orientasi PPI. Pendidikan bagi
pengunjung dan keluarga pasien berupa komunikasi, informasi, dan
tentang PPI terkait penyakit yang dapat menular (Permenkes No. 27 Tahun
2017).
Struktur Organisasi
Menurut Robbins dan Judge (2007), struktur organisasi adalah sebagai
penentuan bagaimana pekerjaan dibagi dan dikelompokkan secara formal.
Sedangkan organisasi merupakan unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar,
terdiri dari dua orang atau lebih dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatif
terus-menerus guna mencapai serangkaian tujuan bersama.
Struktur organisasi merupakan wadah atau wahana interaksi dimana para
petugas, birokrasi, atau pejabat yang berwenang mengolah implementasikebijakan
dengan berbagai kegiatannya serta kapasitas organisasi sebagai suatu kesatuan
unsur organisasi yang melibatkan:
1. Struktur
2. Mekanisme kerja atau koordinasi antar unit yang terlibat dalam
implementasi
3. Sumber daya manusia yang ada dalam organisasi
4. Dukungan finansial serta sumber daya yang dibutuhkan organisasi tersebut
22
untuk bekerja (Purwanto dan Sulistyastuti, 2012)
Organisasi PPI disusun agar dapat mencapai visi, misi dan tujuan dari
penyelenggaraan program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi dibentuk berdasarkan kaidah
organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan
tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien.
Stuktur organisasi komite pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya.
Gambar 4. Struktur organisasi komite PPIRS
Gambar 5. Struktur organisasi komite PPIRS RSUD H. Abdul Manan Simatupang
Kisaran
Sumber : Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum
Daerah H. Abdul Manan Simatupang Kisaran (Komite PPIRS H. Abdul
Manan Simatupang Kisaran, 2017.)
DIREKTUR
UTAMA
DIREKTORA
T
DIREKTORA
T
DIREKTORA
T
DIREKTORA
T KOMITE PPI
KOMITE PPI
DIREKTUR
KA. KOMITE
PPI/IPCO
IPCLN
ANGGOTA KOMITE
PPI
SEKRETARIS (IPCN)
23
Struktur organisasi komite pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial bervariasi dan sangat bergantun pada situasi dan kondisi rumah sakit.
Prinsipnya ada dua tingkatan organisasi yaitu tingkat penentu atau penyusun
kebijakan dan tingkat pelaksanaan kebijakan pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial. Direktur dan komite PPI merupakan tingkat penentu atau
penyusun kebijakan sedang tim PPI merupakan pelaksana kebijakan.
Uraian Tugas
Uraian tugas merupakan uraian tertulis tentang apa yang menjadi
kontribusi tiap pemegang jabatan kepada organisasi. Kata kunci dari pengetian ini
adalah kontribusi. Ini berarti bahwa uraian tugas haruslah memuat hal-hal apa saja
yang merupakan kontribusi dari sebuah jabatan. Adapun uraian tugas Komite
PPIRS adalah sebagai berikut menurut Depkes RI, 2008.
1. Direktur
Direktur adalah pimpinan tertinggi yang ada di dalam organisasi rumah
sakit (Perpres No 77, 2015). Adapun tugas direktur sebagai berikut :
a. Membentuk Komite dan Tim PPIRS dengan Surat Keputusan.
b. Bertanggungjawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial.
c. Bertanggungjawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan
prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan.
d. Menetukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial.
24
e. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian
berdasarkan saran dari Komite PPIRS.
f. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang
rasional dan desinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari
Komite PPIRS.
g. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap
potensial menularkan penyakit untuk beberapawaktu sesuai
kebutuhan berdasarkan saran dari Komite PPIRS.
h. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk PPIRS.
2. Komite PPI
Komite PPI adalah unsur organisasi yang mempunyai tanggungjawab
untuk menerapkan tata kelola dalam melaksanakan tugasnya di dalam PPI
yang baik (good governance) (Perpres No 77, 2015).
a. Kriteria anggota Komite PPI
1) Mempunyai minat dalam PPI.
2) Pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
b. Tugas dan tanggungjawab Komite PPI :
1) Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
2) Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat
dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
3) Membuat SPO PPI.
4) Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program
tersebut.
25
5) Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi
masalah atau KLB infeksi nosokomial.
6) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara
pencegahan dan pengendalian infeksi.
7) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI.
8) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip
PPI dan aman bagi yang menggunakan.
9) Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan
untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM)
rumah sakit dalam PPI.
10) Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
11) Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada
Direktur dan berkoordinasi dengan unit terkait lain.
12) Memberikan usulan kepada direktur untuk pemakaian antibiotika
yang rasional di rumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan
resistensinya terhadap antibiotika dan menyebarluaskan data
resistensi antibiotika.
13) Menyusun kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
14) Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patient safety.
15) Mengembangkan, mengimplemntasikan dan secara periodik
mengkaji kembali rencana manajemen PPI apakah telah sesuai
kebijakan manajemen rumah sakit.
26
16) Memberikan masukan yang menyangkut kontruksi bangunan dan
pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara
pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip
PPI.
17) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena
potensial menyebarkan infeksi.
18) Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang
menyimpang dari standar prosedur / monitoring surveilans proses.
19) Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan
penanggulangan infeksi bila ada KLB di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
3. IPCO / Infection Prevention and Control Officer
a. Kriteria IPCO :
1) Ahli atau dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2) Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
3) Memiliki kemampuan leadership.
b. Tugas IPCO :
1) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.
2) Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan
surveilans
3) Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola
resistensi antibiotika.
4) Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan suveilans
27
infeksi dan mendeteksi serta menyelidiki KLB.
5) Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang
berhubungan dengan prosedur terapi.
6) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat
pasien.
7) Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami
pencegahan dan pengendalian infeksi.
4. IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)
a. Kriteria IPCN :
1) Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
2) Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian
infeksi.
3) Memiliki pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau setara.
4) Memiliki kemampuan leadership, inovatif dan convident.
5) Bekerja purna waktu.
b. Tugas dan Tanggungjawab IPCN :
1) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi
yang terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
2) Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.
3) Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada komite
PPI.
4) Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan
28
tentang PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
5) Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite
PPI memperbaiki kesalahan yang terjadi.
6) Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah
penularan infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
7) Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi
konsultasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang
diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit,
8) Audit pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk terhadap
limbah, laundry, gizi dan lain-lain dengan menggunakan daftar
tilik.
9) Memonitor kesehatan lingkungan.
10) Memonitor terhadap pengendalian pengunaan antibiotik yang
rasional.
11) Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi
surveilans infeksi yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
12) Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.
13) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
PPI.
14) Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan
prinsip PPI.
29
15) Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit
tentang PPIRS.
16) Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan
keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di
masyarakat serta infeksi dengan insiden tinggi.
17) Sebagai koordinator anatar departemen / unit dalam mendeteksi,
mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit.
5. IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)
a. Kriteria IPCLN :
1) Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
2) Memliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian
infeksi.
3) Memilki kemampuan leadership.
b. Tugas IPCLN :
IPCLN sebagai perawat pelaksana harian / penghubung bertugas :
a. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di
unit rawat inap masing-masing, kemudian menyerahkan kepada
IPCN ketika pasien pulang.
b. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan
di unit rawatnya masing-masing.
c. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya
infeksi nosokomial pada pasien.
30
d. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB,
penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing,
konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum faham.
e. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam
menjalankan standar isolasi.
Fasilitas Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Fasilitas merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Keberadaan
sarana dan prasarana ini akan menunjang kegiatan program pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit serta mendukung proses terwujudnya tujuan
organisasi untuk mencegah infeksi. Sarana dan fasilitas penunjang (supporting
system) menurut Depkes RI, 2008 yaitu :
1. Tersedia ruangan sekretaris dan tenaga sekretaris yang full time.
2. Alat tulis kantor, komputer, printer dan internet, telepon dan faksimili.
Dalam hubungannya dengan pencegahan infeksi, sarana dan prasarana
kerja yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi, seperti sarana dan
peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan, melaksanakan dekontaminasi
alat-alat kesehatan, dan untuk mengelola limbah padat yang ada di ruang rawat
inap. Menurut Kemenkes RI (2011) bahan dan alat untuk pelaksanaan pencegahan
infeksi yaitu :
1. Cuci tangan : sabun cair, sikat halus, larutan antiseptik, tissu.
2. Alat pelindung : sarung tangan bersih, sarung tangan steril, sarung tangan
rumah tangga, masker sekali pakai, masker cuci ulang (bahan linen), gaun
pelindung, visor.
31
3. Dekontaminasi : larutan clorin 0,5 %, larutan clorin 0,05 %, ember plastik,
wadah untuk CSSD.
4. Pengelolaan alat tajam : wadah tahan tusuk (safety box).
5. Pengelolan sampah : wadah sampah “No Touch”, kantong sampah warna
kuning.
6. Antiseptik : alkohol dan bethadine.
Menurut Darmadi (2008) sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi di ruangan/ bangsal perawatan, keberadaan fasilitas sanitasi
penting sekali antara lain : kamar mandi dan WC penderita, kamar mandi dan WC
petugas/ keluarga penderita (penunggu), tempat cuci tangan/ wastafel, gudang
tempat menyimpan alat-alat sanitasi, wadah/kontainer sampah dan limbah, air
bersih.
Cuci Tangan
Cuci tangan dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui
tangan dengan menyingkirkan kototran dan debu serta menghambat atau
membunuh mikroorganisme pada kulit. Langkah pertama pada proses ini adalah
dengan mendidik petugas kesehatan mengenai pentingnya kebersihan tangan,
bagaimana melakukan langkah cuci tangan, dan menggosok tangan dengan benar.
Untuk mendorong cuci tangan, pengelola program harus melakukan segala upaya
dengan menyediakan sabun dan suplai air bersih terus menerus, baik dari kran
atau ember dan lap pribadi (Tietjen dkk, 2004).
Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu,
tanpa memakai perhiasan cincin. Kebersihan tangan dilakukan pada saat sebelum
32
kontak pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah kontak darah dan cairan tubuh,
setelah kontak pasien dan dan setekah dengan lingkungan sekitar pasien
(Permenkes RI No 27, Tahun 2017)
Ada dua cara mencuci tangan yaitu :
1. Cara mencuci tangan dengan sabun dan air menurut WHO (2009)
1) Basahi tangan dengan air bersih yang mengalir.
2) Tuangkan sabun cair 3-5 cc, untuk menyabuni seluruh permukaan
tangan sebatas pergelangan.
3) Gosok kedua telapak tangan hingga merata.
4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya.
5) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
6) Jari-jari sisi dalam darikedua tangan mengunci.
7) Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan
kanan dan sebaliknya.
8) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan sebaliknya.
9) Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10) Keringkan tangan dengan menggunakan handuk / kertas tisu sekali
pakai.
11) Gunakan handuk / kertas tisu tersebut untuk menutup kran
sewaktu-waktu mematikan air.
12) Sekarang tangan sudah bersih, lama waktu yang dibutuhkan selama
33
40-60 detik.
2. Cara mencuci tangan dengan aseptik berbasis alkohol menurut WHO
(2009).
1) Tuangkan 2-3 cc antiseptik berbasis alkohol ke telapak tangan
kemudian ratakan ke seluruh permukaan tangan.
2) Gosokkan kedua telapak tangan.
3) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan telapak
tangan kanan dan sebaliknya.
4) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari tangan.
5) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
6) Gososk berputar ibu jari tangan kiri dalam genggamanan tangan
kanan dan sebaliknya.
7) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan sebaliknya.
8) Sesudah kering, tangan sudah bersih. Lama waktu yang dibutuhkan
selama 20-30 detik.
Hasil yang dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar tidak
terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke
lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas ( Pemenkes No 27 , Tahun 2017)
Program Kerja
Program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam
upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit (Depkes RI,
34
2008). Prosedur baku perlu dibuat untuk setiap tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial karena kegiatan ini
melibatkan berbagai disiplin ilmu dan tingkatan personil di rumah sakit.
Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah
untuk melindungi pasien, petugas dan pengunjung. Program pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial dicapai melalui kegiatan suveilans, menerapkan
kewaspadaan isolasi, pendidikan dan pelatihan, pengembangan kewajiban
kebijakan atau prosedur (Depkes RI, 2008).
Gambar 6. Program PPI
35
Kerangka Berpikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini :
Gambar 7. Kerangka pikir penelitian
Kerangka pikir dalam penelitian ini mengacu pada format desain grounded
research (GR), dimana format ini dipengaruhi oleh pandangan bahwa penelitian
kualitatif tidak membutuhkan pengetahuan dan teori tentang objek penelitian
untuk mensterilkan subjektivitas peneliti, maka format desain grounded research
(GR) dikontruksikan agar peneliti dapat mengembangkan semua pengetahuan dan
teorinya setelah mengetahui data di lapangan (Bungin, 2007).
Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan sebagai berikut yaitu
Program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
(PPI) Nosokomial
Fasilitas
Menyediakan sarana
dan
prasarana
Uraian Tugas
Pelaksanaan uraian
direktur, ketua komite
PPI, IPCN, IPCLN
Dukungan Manajemen
1. Memberikan SK
kepada anggota PPI
2. Menyediakan dana
Cuci Tangan
Pelaksanaan
cuci tangan
Pendidikan dan
Pelatihan
Pelaksanaan
pendidikan dan
pelatihan lanjutan
36
program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial yaitu program yang
ditujukan pada pencegahan penyebaran dan penularan penyakit infeksi
nosokomial di pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengurangi angka
infeksi nosokomial di rumah sakit.
Untuk menjalankan pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian
dengan baik diperlukan adanya dukungan manajemen yaitu peran serta dari
pemimpin rumah sakit dalam perencanaan pembentukan komite PPI dan
memberikan SK kepada anggota PPI serta menyediakan anggaran dana untuk
kegiatan PPI. Anggaran dana dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pendidikan
dan pelatihan dasar oleh komite PPI dan petugas kesehatan dan lanjutan oleh tim
PPI yang bertujuan untuk menambah wawasan dan keterampilan petugas
kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
Anggota PPI mempunyai uraian tugas yang harus dijalankan dengan
bertanggungjawab atas tugas yang diemban, direktur sebagai pimpinan tertinggi
yang bertanggungjawab penuh dalam penyelenggaraan PPI dan pembuat
kebijakan, IPCO mempunyai tugas yaitu membuat pedoman dan kebijakan SPO
PPI, memberikan sosialisasi mengenai kebijakan PPI, uraian tugas sebagai IPCN
yaitu mengunjungi setiap unit/ruangan setiap hari, membuat dan mengumpulkan
laporan data kejadian infeksi nosokomial, melihat dan menilai kepatuhan petugas
kesehatan terhadap SPO pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian
infeksi, uraian tugas sebagai IPCLN yaitu mencatat laporan surveilans infeksi,
penyuluhan atau mensosialisasikan kepada pengunjung di ruang rawat masing-
masing dan memonitor kepatuhan petugas kesehatan.
37
Fasilitas yaitu sarana dan prasarana yang disediakan rumah sakit untuk
menunjang program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial seperti
menyediakan ruang komite PPI, komputer dan printer, masker, handscoon, tisu
serta failitas penunjang pelaksanaan cuci tangan seperti penyediaan wastafel,
handsoap dan handrub penyediaan sabun di setiap kamar mandi. Pelaksanaan
cuci tangan yang dilakukan petugas kesehatan dimaksudkan untuk mencegah
infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menyingkirkan kototran dan debu
serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit.
38
Metode Penelitan
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan secara
deskriptif untuk mengidentifikasi pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran.
Alasan dipilih lokasi ini didasarkan atas pertimbangan belum pernah dilakukan
penelitian yang sama dan dijumpai petugas yang belum patuh menggunakan APD.
Dengan penelitian ini diharapkan program pencegahan dan pengendalian infeksi
di rumah sakit dapat dilaksanakan dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
Mei 2018 sampai bulan Desember 2018.
Informan Penelitian
Informan yang dianggap berkompeten memberikan informasi internal
rumah sakit adalah :
1. Direktur Rumah Sakit
2. Ketua Komite PPI Rumah Sakit
3. Perawat Pencegahan dan Pengendalian dan Infeksi (IPCN)
4. Petugas Perawat Pelaksana Harian atau Perawat Penghubung Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (IPCLN)
5. Tim PPI
Definisi Konsep
1. Dukungan manajemen, dapat diartikan sebagai peran serta direktur sebagai
39
pemimpin tertinggi manajemen rumah sakit dalam suatu rencana kegiatan
dari suatu organisasi yang terarah, terpadu dan sistematis. Perencanaan
akan menjadi pegangan bagi organisasi dalam menjalankan rutinitas
organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi.
2. Pendidikan dan pelatihan PPI adalah kegiatan memberikan pengetahuan
dan informasi serta membiasakan petugas kesehatan untuk meningkatkan
keterampilan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
3. Uraian tugas, diartikan pernyataan tertulis yang menjelaskan tugas dan
tanggung jawab yang sudah ditetapkan PPI RSUD H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran.
4. Fasilitas adalah sarana dan prasarana yang diberikan pimpinan rumah sakit
untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan program pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit.
5. Pelaksanaan cuci tangan adalah kegiatan untuk mensterilkan,
menyingkirkan kotoran dan debu serta menghambat atau membunuh
mikroorganisme pada kulit dari siku sampai ke ujung jari atau dari
pergelangan sampai ujung jari.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung
dari sumbernya dan dicatat untuk pertama kalinya. Teknik pengumpulan data
primer dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti sendiri dengan menggunakan panduan wawancara. Adapun alat yang
40
digunakan pada saat wawancara adalah tape recorder, HP, buku catatan dan
kamera. Data sekunder merupakan data yang bukan diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti. Data untuk penelitian ini berasal dari laporan-
laporan yang berasal dari RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran.
Metode Analisa Data
Metode analisa data dilakukan dengan fakta yang ditemukan tentang
pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSUD
H. Abdul Manan Simatupang Kisaran dilihat dari sistem sesuai dengan kerangka
konsep. Dalam menganalisa data, data yang diperoleh dideskripsikan terlebih
dahulu sesuai dengan hasil yang ditemukan dilapangan. Dengan menggunakan
matriks data dikelompokkan untuk kelompok yang sama. Setelah itu data
dievaluasi, untuk melihat adanya kesesuaian dengan kerangka konsep yang telah
dibuat dengan kondisi sebenarnya yang ditemukan di lapangan.
41
Hasil dan Pembahasan
Profil Rumah Sakit H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
Rumah Sakit H. Abdul Manan Simatupang Kisaran adalah rumah sakit
Kelas C satu-satunya milik Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan yang
merupakan pusat rujukan untuk Kabupaten Asahan. Rumah Sakit ini terletak di Jl.
Sisimangaraja No. 310 Kisaran, Kelurahan Kisaran Barat, Kecamatan Kota
Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, terletak diatas tanah seluas ±
2,82 Ha, dengan tahap awal dibangun gedung induk yang berfungsi untuk
pelayanan pasien rawat jalan dan P3K beserta 2 (dua) unit bangunan rawat inap
pasien umum untuk laki-laki dan perempuan, dan beroperasi secara definitif pada
tahun 1972 yang dipimpin dr. TM Panjaitan.
Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
memberikan pelayanan rawat jalan dan juga pelayanan rawat inap. Didukung
dokter spesialis serta dilengkapi fasilitas pelayanan lainnya relatif cukup baik.
Sebagai salah satu institusi pemerintah di bidang kesehatan, Rumah Sakit Umum
Daerah H. Abdul Manan Simatupang Kisaran terus proaktif dalam mengelola dan
menjabarkan tugas pokok dan fungsinya dengan berbagai upaya meningkatkan
kualitas pelayanannya terutama dalam mendukung visi, misi dan kebijakan
pemerintah Kabupaten Asahan.
Banyaknya perkembangan dan kemajuan dari RSUD H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran mengalami pergantian pimpinan sebanyak 11 (sebelas) orang
direktur :
42
Tabel 1
Nama-nama yang Pernah Menjadi Direktur di RSUD H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran
Nama Masa Jabatan
dr. TM. Panjaitan 1972-1973
dr. Darmansyah Harahap 1973-1985
dr. H. Najamuddin Ritonga 1985-1994
dr. Rusdi Zain, Sp. THT 1994-1996
dr. Armansyah Siregar 1996-2002
dr. H. Djufristar 2002-2004
dr. H. Bambang Wahyudi 2004-2008
dr. Herwanto, SpB 2008-2012
dr. Nilwan Arif 2012-2016
dr. Edi Iskandar 2017- 2018
dr. Hari Sapna 2018 – Sekarang
Sumber : Profil RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran Tahun 2018
Seiring dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun sampai sekarang
RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran terus melakukan pembenahan diri
dan pembangunan infrastruktur seperti penambahan bangunan untuk rawat inap,
ruang rapat, ruang administrasi, selain itu dibangun juga untuk unit linen laundry,
unit gizi, dan gudang logistik. Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran memiliki sumber daya manusia yang terbagi dalam 3
golongan yaitu PNS (pegawai negeri sipil), honor, dan kontrak yang dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Tabel 2
Jumlah Sumber Daya Manusia RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
Tahun 2017
Sumber Daya Manusia Jumlah
Dokter Spesialis 26
Dokter Umum 17
Dokter Gigi 2
Perawat 198
(Bersambung)
43
Tabel 2
Jumlah Sumber Daya Manusia RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
Tahun 2017
Sumber Daya Manusia Jumlah
Bidan 76
Tenaga Kefarmasian 15
Tenaga Kesehatan Masyarakat 5
Tenaga Gizi 7
Tenaga Keterapian Fisik 6
Tenaga Keteknisan Medis 26
Admistrasi 36
Penunjang 66
Total 480
Sumber : Profil RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran Tahun 2018
Pelayanan yang tersedia di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
adalah pelayanan rawat jalan (poliklinik), rawat inap, pelayanan bedah, pelayanan
gawat darurat, pelayanan bersalin, pelayanan medik gigi dan mulut, pelayanan
hemodialisa (HD). Untuk mendukung pelayanan tersebut perlu fasilitas penunjang
klinik dan non klinik. Fasilitas penunjang klinik yaitu unit pemeriksaan radiologi,
unit pemeriksaan endoscopy dan broncoscopy, unit pemeriksaan USG, unit
pelayanan insentif ICU , unit pemeriksaan EKG, EEG dan TCD, unit pelayanan
rehabilitasi medik, unit anestesiologi, unit farmasi, unit gizi, unit patologi klinik,
unit laboratorium, unit transfusi darah rumah sakit (UTDRS). Adapun fasilitas
penunjang non klinik adalah unit pelayanan rekam medik, unit loundry, unit
ambulance, unit pemulasaraan jenazah, sarana ibadah / mesjid, rumah dinas
dokter, unit parkiran roda dua dan roda empat, dan unit security.
Selain penambahan fasilitas, sarana dan prasarana, program
pengembangan sumber daya manusia di RSUD H. Abdul Manan Simatupang
Kisaran juga telah melaksanakan program pendidikan dan pelatihan (diklat) baik
44
internal maupun eksternal secara berkala kepada tenaga medis dan non medis.
Adapun tujuan dari program diklat itu adalah bertujuan untuk pengembangan
pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan
kualitas pelayan kesehatan yang bermutu.
Salah satu wujud pembenahan diri dalam upaya peningkatan mutu di
rumah sakit yaitu telah terlaksananya akreditasi versi 2012 pada bulan November
2017 dengan predikat lulus tingkat perdana sesuai dengan Sertifikat Akreditasi
Rumah Sakit No. KARS-SERT/516/XII/2017 dari Komisi Akreditasi Rumah
Sakit.
Visi, Misi dan Motto RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit umum daerah
(RSUD) H. Abdul Manan Simatupang Kisaran terhadap masyarakat maka
ditetapkan Visi Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang
Kisaran adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas, cepat,
tepat, profesional dan memuaskan. Visi dijabarkan lebih lanjut ke dalam misi
yang menjadi tangungjawab RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran. Misi
RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran yaitu :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu secara profesional
dengan dilandasi kebutuhan manusiawi serta terjangkau dan menjangkau
masyarakat Kabupaten Asahan.
2. Menyelenggarakan Pelayanan Dokter Jaga 24 jam.
3. Menyelenggarakan pelayanan prima dan cepat tanggap kepada pasien gawat
darurat dengan tersedianya obat-obatan emergency.
45
4. Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi SDM sesuai
bidang masing-masing secara berkelanjutan.
5. Meningkatkan kesejahteraan SDM rumah sakit.
Adapun motto dari RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran yaitu :
Cepat, Tepat, Memuaskan, Profesional dan Terjangkau
Sruktur Organisasi RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor : 7 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Tekhnis Daerah Kabupaten
Asahan, struktur organisasi RSUD Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran
sebagai berikut:
46
Gambar 8. Struktur organisasi RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
Karakteristik Informan
Dalam penelitian ini informan yang dipilih adalah orang-orang yang
terlibat langsung dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD
KABAG TU
MHD. ARSAD,S.Sos NIP.196210301989031001
KSB REKAM MEDIS &
HUKUM
DALEL NIP. 19601225 198307 1
001
KSB KEUANGAN & PROGRAM
MARIANI, SH NIP. 19690311 200212 2
001
KSB UMUM & KEPEGWAIAN
YASHANARA NIP.196906251988031002
KABID PELAYANAN
dr.LOBIANNA NADEAK NIP.196210301989031001
KABID PERAWATAN
dr.ELFINA BR TRG,MKT NIP. 197012192006042003
KABID DALWAS
ZAILANI,SH NIP. 19620412 198203 1 007
Kasubbid Pelayanan
Keperawatan
ROSMAIDA PANJAITAN,S.Kep
NIP. 19730220 199703 2 002
Kasubbid Pembinaan
Etika Mutu Kep. & Diklat
DELFITA MEGAWATI,S.Kep
NIP. 197209111997032001
Kasubbid Pelayanan Medis
NILAWATI
NIP. 19600810 1981012001
Kasubbid Penunjang
Medis
KABIT
NIP. 19621022 1986031001
Kasubbid Dalwas Pasien
MISLAMAH,SE
NIP. 196212311984032041
Kasubbid Penyuluhan
Kesehatan
SITI RUBANIAH,S.Kep
NIP19791212 200604 2 007.
DIREKTUR
dr. HARI SAPNA NIP.198401282009031009
Komite PPI
Komite K3RS
Satuan Pengawas Internal
Kelompok Satuan Medis
Komite Medis
Komite Keperawatan
Komite Tenaga Kesehatan Lain
Hemodialisa
Farmasi
Radiologi
GIZI
Rawat Jalan
Rawat Inap
IGD
Hygiene Sanitasi
KBU
KBK
Kamar Jenazah
Laboratorium
IPSRS
Rehab Medis
INSTALASI
47
H. Abdul Manan Simatupang Kisaran yaitu direktur, akan tetapi dikarenakan
direktur memiliki kesibukan maka dialihkan kepada kepala bidang pelayanan,
Ketua komite, IPCN dan IPCLN.
Tabel 3
Karakteristik Informan Penelitian
Jabatan Usia (Tahun) Pendidikan Keterangan
Kepala Bidang Pelayanan 48 S1 Kedokteran Informan 1
IPCO 44 S2 Kedokteran Informan 2
IPCN 39 DIII Keperawatan Informan 3
IPCLN 38 DIII Keperawatan Informan 4
IPCLN 47 S1 Keperawatan Informan 5
IPCLN 40 DIII Keperawatan Informan 6
Tim PPI 36 S1 Keperawatan Informan 7
Tim PPI 40 S1 Keperawatan Informan 8
Sumber : Profil RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran Tahun 2018
Hasil Wawancara
Dalam penelitian ini dapat dilihat hasil wawancara tentang program
penanggulangan infeksi nosokomial di RSUD H. Abdul Manan Simatupang
Kisaran dilihat dari dukungan manamen, pemenuhan struktur organisasi,
pelaksanaan uraian tugas, ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana, serta
adanya kebijakan di rumah sakit.
Dukungan manajemen. Implementasi program pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial agar terlaksana dengan baik diperlukan adanya
dukungan manajemen khususnya dari direktur sebagai pemimpin tertinggi
sekaligus penanggungjawab di rumah sakit Dukungan awalnya yaitu dengan
membentuk komite, berikut hasil wawancara dengan beberapa informan yang
memberikan jawaban yang sama :
“ya dukungan manajemen sudah dilihat dari pembentukan PPI ini
48
sendiri tahun semalam lah tahun 2017 , dukungan dari rumah sakit
sudah mendukunglah terutama dari direktur lama, semenjak
pergantian direkturkan sepertinya masih didukung udah gitu apalagi
mau masuk akreditasi ya. Kami diundang rapat waktu itu terus kami
yang datang di kasih SK oleh direktur untuk bergabung dalam PPI.”
(informan 4)
“kalau saya lihat dukungan manajemen dari rumah sakit sudah
terlihat ya, bisa dilihat dari adanya organisasi PPI di rumah sakit
ini yang sudah terbentuk. Baru setahunnya ini dibentuk dek, kami
dipanggil untuk menghadiri rapat membahas PPI dan kami semua
dikasih SK dari direktur yang lama untuk membantu program PPI di
rumah sakit inilah.” (Informan 5)
“saya melihat dukungan manajemen sampai saat ini yaitu sudah
dibentuknya PPI bulan november 2017 dibentuknya ini karena
kemarin akreditasi jadi untuk menunjang akreditasi tersebut
dibutuhkanlah komite PPI untuk menjadi salah satu penilaian dalam
akre tersebut dan yang di nilai untuk PPI itu ya angka infeksi
nosokomialnya. Waktu bulan november kami membentuk Komite
PPI itu kami mengadakan rapat dan atas saran dari direktur kepada
manajemen rumah sakit untuk memilih beberapa orang sebagai
Komite PPI dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi PPI
ini. Setelah itu orang-orang yang sudah terpilih diundang direktur
untuk penyerahan SK.” (Informan 3).
Selain dukungan awal dari pihak rumah sakit pembuatan Komite PPI harus
dibentuk berdasarkan panduan yang sudah tertera di Surat Keputusan (SK).
Berikut ini pernyataan dari informan mengenai hal ini :
“iyalah uda berdasarkan panduan, panduannya kan ada itu dari
Permenkes tapi kakak lupalah nomor berapa, pokoknya
pembentukkan PPI ini sudah berdasarkan panduan.” (Informan 6)
“sudah terbentuklah, pedoman yang dipake itu pedomannya tetap
dari akreditasi, berdasarkan dari akreditasi itu udahan baik dia
pengeluaran SKnya maupun panduannya kan, itukan tuntutan dari
Permenkes juga.” (Informan 7)
“iya sudah pasti berdasarkan panduan yang telah ditetapkan. Kita
disini bersama direktur dan jajarannya membentuk Komite PPI
berdasarkan pedoman dari Permenkes no 27 tahun 2017, kami
menggunakan itu sekaligus untuk menunjang keberhasilan dalam
masa akreditasi rumah sakit kemarin.” (Informan 2)
49
Untuk mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran perlu pembuatan
rencana kerja anggaran kegiatan pada komite PPI dan diantaranya ada beberapa
informan yang tidak mengetahui gambaran anggaran dana untuk Komite PPI yang
mereka tahu hanya kegiatannya saja seperti yang disampaikan oleh beberapa
informan berikut ini :
“kalo rencana kerja anggaran kegiatan itu seperti kami IPCLN, ya
kalo saya pribadi kurang tau dek karnakan rencananya anggaran itu
mungkin IPCNnya lah yang tau dia lah yang memegangnya dek,
kamipun gak pernah tau berapa-berapa anggaran dana untuk PPI
ini.” (Informan 6)
“anggaran ini gak bisalah abang jawab karenakan bukan abang
IPCN nya. Tapi kalo rencana kegiatan adalah kegiatannya yang
dibuat diantaranya itu ada pemilahan sampah, limbah medis non
medis kalo ini berjalan aktif.” (Informan 4)
“untuk anggarannya gak tau lah kakak, itukan cuma IPCN yang tau.
Kalo rencana kegiatannya adalah beberapa yang kakak taunya dek
kayak 5 momen cuci tangan sama 6 langkah cuci tangan.”
(Informan 7)
“kalo untuk rencana anggaran kerja mungkin udah tersedia, cuma
saya gak pernah tau itu anggarannya berapa dan itu kayaknya kami
gak ada yang tau ya karnakan itu sama IPCN nya belum pernah sih
saya lihat itu seperti apa, kalau kegiatannya yang ada diruangan
saya ya itulah ada poster-poster itu dek apa ya namanya banner
kalo gak salah saya, itu ada diruangan saya kan itu tentang etika
batuk, terus ada juga pemilihan sampah medis non medis sama 5
momen cuci tangan 6 langkah cuci tangan.” (Informan 8)
Dukungan manajemen lainnnya yaitu direktur turut serta dalam melakukan
perencanaan program PPI, mengadakan dan menghadiri rapat rutin dan menerima
laporan dari komite PPI. Adapun beberapa informan yang menyatakan mengenai
hal tersebut adalah :
“perencanaan program PPI sudah di susun bersama direktur yang
lama tetapi setelah berakhir masa akreditasi di akhir tahun berakhir
50
pula jabatan direktur lama, jadi direktur yang baru hanya ikut
memantau perkembangan program PPI saja dan karena kesibukan
beliau banyak jadi tidak terlalu sering mengikuti rapat selain itu
juga pokja yang dibahas sewaktu rapat bukan pokja PPI aja.”
(Informan 6)
“dalam membuat perencanaan program PPI dulu saya tiduk ikut
dalam rapat itu, sekarang kalau mengadakan rapat-rapat sering
hadir sih saya cuma ada juga beberapa kawan yang lain tidak hadir
gak tau kenapa, kalo direktur saya lihat sering juga hadir di dalam
rapat tapi kalo rapat mengenai PPI direktur jarang ikutlah karna
pak direktur sibuk untuk akreditasi ini teruspun kami kalo mau rapat
ataupun diklat itu cuma di ruangan sendiri.” (Informan 7)
Dari penjelasan diatas dapat dilihat direktur jarang terlibat dalam
melakukan perencanaan program PPI, perencanaan program PPI dilakukan
sepenuhnya oleh tim PPI. Tetapi dalam pelaksanaanya dilapangan direktur jarang
ikut serta dalam melakukan monitoring pelaksanaan program untuk melihat
kepatuhan perawat dalam melaksanaan kebijakan dari Standar Prosedur
Operasional (SOP) yang telah ditetapkan. Dari dokumen kegiatan rapat dapat
dilihat bahwa rapat yang dilakukan direktur kepada seluruh petugas adalah
membahas pokja-pokja akreditasi untuk mengetahui perkembangan pokja-pokja
tersebut sesuai dengan penilaian akreditasi.
Dukungan manajemen dalam suatu program harus diikuti dengan
manajemen yang baik. Pimpinan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pimpinan RSUD H.
Abdul Manan Simatupang Kisaran bersama jajaran struktural mengetahui
pentingnya penerapan program pencegahan infeksi di rumah sakit. Keberhasilan
pencegahan dan pengendalian infeksi dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit, selain itu penting sebagai persiapan akreditasi.
51
Pimpinan RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran sudah membentuk
komite dan tim PPI yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Masing-masing komite sudah memiliki ketua, sekretaris
dan anggota komite. Sebagai bentuk keterikatan dan komitmen pimpinan
memberikan surat keputusan yang sah kepada komite dan tim yang sudah terpilih.
Berdasarkan surat Keputusan Direktur RSUD H. Abdul Manan Simatupang
Kisaran menyatakan bahwa direktur sudah menyusun pengurus komite PPI RSUD
H. Abdul Manan Simatupang Kisaran dan Nomor 800/22/2017 menyatakan
bahwa direktur sudah melakukan penyusunan PPIRS. Pimpinan bertanggung
jawab atas perencanaan program PPIRS (Nursalam, 2011).
Manajemen didalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian
infeksi merupakan kegiatan untuk mengendalikan infeksi meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan
(Perdalin, 2011).
Komite PPIRS membuat program kerja setiap tahun. Ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa kegiatan PPI perlu ditunjang oleh
perencanaan rinci dalam strategi dan langkah yang memerlukan koordinasi dari
banyak pihak, baik individu, bagian ataupun unit-unit pelayanan di rumah sakit.
Program tersebut haruslah dijabarkan secara tertulis dan menjadi dasar
perencanaan pengendalian infeksi di rumah sakit, serta memuat unsur standar
yang dipersyaratkan oleh Panitia Akreditasi Rumah Sakit dan juga ketentuan
pemerintah yang berlaku. Program PPI adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta pembinaan dalam upaya
52
menurunkan angka kejadian infeksi di rumah sakit (Kemenkes RI, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pimpinan RSUD H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran belum memahami kegiatan manajerial PPI, yang harus
dimulai dari perencanaan yang matang. Dimana perencanaan dilakukan untuk
menentukan tujuan jangka panjang dan jangka pendek penerapan program.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa
pimpinan RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran jarang terlibat dalam
perencanaan program PPIRS, dikarenakan direktur yang masih baru menjabat di
rumah sakit tersebut menyerahkan perencanaan program PPI kepada komite PPI.
Kendala pimpinan jarang terlibat dalam perencanaan program PPIRS dikarenakan
direktur sekarang lebih difokuskan pada tupoksi sebagai pimpinan tertinggi RS
yang harus memperhatikan proses pelayanan rumah sakit sehingga tidak
mempunyai waktu untuk melakukan pertemuan dengan seluruh anggota komite
organisasi dan mempertahankan penilaian akreditasi untuk di uji lagi yang akan
dilakukan akreditasi lagi di akhir tahun 2018.
Penggunaan dukungan manajemen sebagai keberhasilan pelaksanaan
program PPIRS juga dipakai pada penelitian Wilma (2013) tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh
perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar diperoleh hasil
penelitian menggunakan uji Fisher's Exact Test didapatkan nilai p = 0.000, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna secara signifikan antara
dukungan manajemen dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh
perawat pelaksana.
53
Pendidikan dan Pelatihan PPI. Salah satu upaya untuk dapat melakukan
pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan kegiatan pendidikan dan
pelatihan untuk petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga pasien. Bentuk
pendidikan dan pelatihan pncegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari
komunikasi, informasi, edukasi serta pelatihan PPI. Kegiatan pendidikan dan
pelatihan ini dilaksanakan didalam dan diluar rumah sakit. Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan yaitu sebagai berikut:
“kegiatan pendidikan dan pelatihan tentang PPI kepada pegawai
sudah kami lakukan dengan sosialisasi, kami lakukan sosialisasi itu
diruang rapat terus selain diruang rapat sering dilakukan juga
sosialisasi di setiap ruangan masing-masing dan yang sering kami
beri sosialisasi yaitu materi tentang praktek cuc tangan yang baik
seperti 5 moment cuci tangan dan 6 langkah cuci tangah,
pembuangan sampah medis non medis, pengelolaan limbah, etika
batuk.” (Informan 1)
“pernah ada juga program diklat ini dibuatnya disini di rumah sakit
ini, ya kami dipanggil dilatih dikasih apa namanya seperti modul
gitu yaa, suruh praktek langsung kayak praktek cuci tangan gitu,
kalau yang dibuat di luar rumah sakit ada juga tapi dari kami belum
ada yang dikirim untuk diklat keluar.” (Informan 5)
“untuk program diklat sudah dilaksanakan, kalo yang diluar juga
ada terus yang di rumah sakit juga uda ada dibuat biasanya dibuat
rapatnya itu pertama kepala ruangan diruang rapat baru ke
ruangan masing-masing sosialisasi lagi lah kepala ruangan ke
anggota-anggotanya yang diruangan , terkadang IPCN nya juga
datang ke ruangan untuk mensosialisasikan lagi biasanya yang
dibahas itu tentang pencegahan infeksi, cara pembuangan sampah
medis non medis, cara pemakaian masker,cara penggunaan infus
banyak lagi lah dek.” (Informan 6)
“program diklatnya sudah ada, di dalam rumah sakit pun sudah ada
kalo diklat IPCN nya dilakukan diluar terus IPCN yang memberikan
pengarahan sama kami di dalam rumah sakit setelah mereka
pelatihan. Untuk pelatihan di dalam rumah sakit ya semua kepala
ruangan ikut. Nah untuk materi yang dikasih itu tentang kepatuhan
cuci tangan, udah gitu hmm pemilahan sampah selanjutnya
pengisian formulir. Terus yang sering ngasih materi itu ya IPCN nya
54
lah kalo ketua komitenya hanya pada saat diruang rapat saja.”
(Informan 5)
Kegiatan pendidikan dan pelatihan ini memiliki dampak yang bagus untuk
pegawai rumah sakit karena bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan
keterampilan petugas dalam mencegah infeksi khususnya infeksi nosokomial. Hal
ini disampaikan oleh beberapa informan berikut ini :
“program pendidikan dan pelatihan oleh pegawai di rumah sakit
lebih sering kami buat kayak sosialisasi gitu, saya buat diklat ini di
lapangan seperti ruangan masing-masing saya mendatangi ruangan
mereka untuk sosialisasi kembali mengenai PPI , SOP tentang cuci
tangan seperti 5 moment cuci tangan dan 6 langkah cuci tangan,
pemilahan sampah medis dan non medis, etika batuk, cara
menyuntik yang benar, memberitahu tentang pencegahan infeksi
seperti infeksi nosokomial ini kayak pemasangan kateter yang benar,
pemasangan infus yang benar, terus tentang luka operasi pada
pasien, selain itu saya juga memberitahu kepada setiap kepala
ruangan untuk memberikan teguran kepada anggotanya yang tidak
patuh terhadap SOP yang berlaku, memperingatkan kepada kepada
kepala ruangan untuk terus mengontrol laporan formulir surveilans
setiap bulannya.” (Informan 3)
“kalau program diklat di rumah sakit biasanya IPCN nya
mendatangi, tapi dia langsung aja datang ke ruangan abis itu ada
beberapa orang kami yang jaga ya dikasihnya arahan, materinya ya
menjelaskan seperti etika batuk udah gitu cuci tangannya 5
momentnya 6 langkahnya itukan, udah gitu mengenai apa? Sampah
medis lah.” (Informan 8)
“program diklat ini pernah dilakukan di dalam rumah sakit waktu
itu IPCN nya datang ke ruangan saya disitu dia sosialisasi lah
mengenai apa-apa saja mengenai PPI terus SOP cuci tangan, etika
batuk terus dia mengingatkan pembuatan laporan infeksi nosokomial
kalo ada dicurigai kasus HAIS.” (Informan 7)
Selain program pendidikan dan pelatihan kepada kepada seluruh petugas
rumah sakit, direktur juga harus membuat perencanaan pendidikan dan pelatihan
kepada Komite PPI dan anggotanya agar memiliki sertifikat tentang PPI dasar dan
lanjutan melalui seminar, lokakarya serta bimbingan teknis secara
55
berkesinambungan. Tujuan dilakukannya pendidikan dan pelatihan kepada komite
PPI yaitu menambah wawasan pengetahuan tentang PPIRS agar dapat
melaksanakan program pendidikan dan pelatihan kembali kepada seluruh pegawai
rumah sakit baik pegawai medis dan non medis, pasien, keluarga pasien maupun
pengunjung di rumah sakit. Komite dan tim PPI belum semua pernah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan di luar rumah sakit. Hal ini berdasarkan
pernyataan dari beberapa informan yaitu sebagai berikut :
“kalau diklat di luar belum pernah ikut saya, cuma IPCN lah yang
baru keluar terus sama dokter (ketua komite) lah yang uda bolak
balik pelatihan diluar. Semalam ada yang mau dilatih keluar cuma
gak jadi batal karena gak ada yang mau waktunya juga mendadak
karena mau di latih di bogor udah gitu waktunya Cuma 2 hari jadi
dalam 2 hari mencarikan orang itu payah juga.” (Informan 5)
“kalau saya pribadi belum pernah ikut diklat diluar dek tapi kalo
yang di dalam saya sering ikut kalo gak di ruang rapat ya di
ruangan saya sendiri dek.” (Informan 7)
“saya belum pernah ikut untuk diklat yang diluar karna yang ikut itu
baru IPCN nya saja, IPCN yang dilatih keluar barulah nanti kami
dikasih ilmunya terus dia terapkan di rumah sakit ini.” (Informan 8)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa tim PPI dan
anggota-anggotanya belum pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari
luar rumah sakit tentang PPI dasar maupun lanjutan. Pendidikan dan pelatihan
yang sudah dilakukan di luar hanya kepada ketua komite yaitu tentang PPI dan
berhubungan dengan jabatan dia sebagai IPCO sekaligus ketua komite. Sedangkan
kepada tim yang lain hanya mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari dalam
rumah sakit saja. Hal ini disampaikan juga oleh informan 1 sebagai berikut :
“sekarang ini komite PPI dan tim PPI yang sudah mengikuti
pendidikan dan pelatihan diluar yaitu ketua komitenya sama IPCN
nya saja, kemarin ada juga yang mau di berangkatkan pendidikan
dan pelatihan diluar cuma pada gak bisa karna waktunya
56
mendadak, mungkin juga karena pada sibuk juga pegawai disini
untuk persiapan akreditasi bulan ini jadi mereka gak ada yang mau.
Kalau untuk memberangkatkan semua anggota PPI ya belum
bisalah karenakan biayanya mahal sekali jadi cuma petugas-petugas
inti lah yang baru diberangkatkan keluar. Kalau sekarang ini kita
adakan pendidikan dan pelatihan didalam saja dan yang memberi
materinya itu ketua komite sama IPCN, terkadang sekali-sekali
pematerinya didatangkan juga dari luar.” (Informan 1)
Berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat diketahui bahwa program
pendidikan dan pelatihan kepada seluruh petugas sudah terlaksanakan tetapi
terbatas untuk melakukan pendidikan dan pelatihan diluar rumah sakit. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4
Komite PPI yang Sudah Pernah Mengikuti Program Pendidkan dan Pelatihan
Diluar Rumah Sakit serta Memiliki Sertifikat PPI
Pendidikan dan Pelatihan Jumlah Persentase (%)
Pernah dan memiliki sertifikat 2 25
Belum pernah 6 75
Total 8 100
Dari data diatas dapat dilihat bahwa informan yang belum pernah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan diluar rumah sakit serta belum memiliki
sertifikat PPI sebanyak 6 orang (75%) dan 2 orang (25%) informan yang sudah
pernah dan memiliki sertifikat PPI.
Menurut Depkes RI (2008) untuk keberhasilan pelaksanaan pencegahan
dan pengendalian infeksi yaitu adanya anggaran atau dana untuk kegiatan
pendidikan dan pelatihan. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjut PPI, memiliki sertifikat PPI
serta mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya serta mendapat
bimbingan teknis berkesinambungan. Sehingga kriteria sebagai ketua, sekretaris,
57
anggota dapat terpenuhi.
Pendidikan dan pelatihan kepada tim PPI harus dilakukan terlebih dahulu
dengan tujuan untuk menambah pengetahuan serta keterampilan tim agar dapat
melaksanakan salah satu program pendidikan dan pelatihan PPIRS kepada seluruh
petugas di rumah sakit. Pendidikan dan pelatihan dilakukan didalam rumah sakit
itu sendiri atau diluar luar rumah sakit.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah juga membuat standar pelayanan
minimal melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang SPM mencantumkan bahwa ada anggota tim PPI yang terlatih yaitu
sebesar 75% dari keseluruhan anggota, ini menjadi indikator penilaian dalam
akreditasi. Pada penelitian ini tim PPI yang sudah menerima pendidikan dan
pelatihan adalah ketua komite dan IPCN. Sehingga SPM untuk anggota tim PPI
yang terlatih hanya sebesar 25%.
Pendidikan dan pelatihan tim yang berkaitan dengan PPI pimpinan
mendatangkan pembina akreditasi untuk membantu tim PPI meningkatkan
pengetahuan sehingga tim PPI memahami pencegahan dan pengendalian infeksi.
Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari pembina dan literatur yang memuat
pedoman dari Depkes, komite PPI RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
melaksanakan program pendidikan dan pelatihan kepada petugas, pasien, keluarga
pasien dan pengunjung.
Diharapkan setelah pelatihan setiap petugas mengalami perubahan
perilaku dan meningkatkan kesadaran petugas untuk terlibat dalam program
pencegahan infeksi. Hal ini sesuai dengan penelitian Mustariningrum, dkk (2015)
58
pelatihan berhubungan cukup kuat serta berpengaruh signifikan terhadap kinerja
IPCLN.
Uraian tugas. Uraian tugas merupakan uraian tertulis tentang apa yang
menjadi konstribusi tiap pemegang jabatan kepada organisasi yang harus memuat
hal-hal apa saja yang merupakan konstribusi dari komite PPI. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan para informan didapatkan hasil tentang uraian
tugas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan tentang uraian
tugas sesuai dengan jabatan yang di pegang sebagaimana informasi yang
diperoleh dari informan berikut ini :
“ ya kalo uraian tugas kakak sebagai kepala ruangan atau IPCLN
ya tau apa-apa saja, tugasnya itu membuat laporan tentang
surveilans itu yang diserahkan sama IPCN, terus apalagi ya? Inilah
mensosialisasikan tentang PPI sama petugas di ruangankan, ngasih
tau petugas kalo petugas ada yang gak patuh kayaknya itu ajalah
dek, lagiankan uraian tugasnya itu uda dilampirkan sekalian sama
SK itu dek.” (Informan 7)
“uraian tugasnya ya ngerti gak ngerti lah ya, ya diminta laporan
mencatat, mengasih tau pasien dan keluarga tentang program PPI,
nengok patuh gak patuhnya juga, itu ajalah kurasa tugasku terus
apalagi ya, awak ngasih teguran juga ke petugas cuma ya kadang-
kadang pun awak tak cuci tangan hahaha tapi ya inikan tugas saya
ya niat sendirilah tanpa di suruh.” (Informan 5)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa uraian tugas
informan sudah dijalankan dan laksanakan sesuai dengan uraian tugas yang
tertulis dan informan menjalankan tugasnya sebagai IPCLN yaitu mencatat
laporan surveilans infeksi dan menyerahkan ke IPCN setiap bulannya,
memberikan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan
pengendalian infeksi pada anggota di unit rawatnya masing-masing, penyuluhan
59
atau mensosialisasikan kepada pengunjung di ruang rawat masing-masing dan
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dengan niat sendiri karena itu sudah
tanggungjawab yang harus dipegang tanpa harus disuruh melakukan tugas
tersebut.
Demikian juga informasi yang didapatkan dari informan ketiga tentang
uraian tugas berikut ini:
“ tugas ibu ya sebagai IPCN di rumah sakit ini juga lumayan
banyak, tugas saya itu biasanya ibu mengumpulkan semua laporan
surveilans infeksi dari setiap unit, IPCLN nya mengantarkan sama
ibu setiap bulan tapi terkadang orang itu juga keseringan lupa ibu
lah sekalian keruangan orang itu setiap hari untuk memonitor
kejadian infeksi, uda itu ibu juga mengumpulkan data inos harian,
data kejadian infeksi pasien rawat inap, terus ibu juga ngasih
penyuluhan sama petugas kesehatan, pengunjung, keluarga tentang
infeksi yang lagi berkembang di masyarakat kan, terus kadang jadi
pembicara juga sama-sama komite lah waktu ada diklat di rumah
sakit, ibu juga mengontrol kesling di rumah sakit ini biar bersih.
Terus ibu memonitor pelaksanaan PPI ini sama komite buat SPO
sama kewaspadaan isolasi. Aduh banyak lagilah tugas ibu sama ibu
juga memantau kepatuhan tugas untuk ngelaksanain SPO untuk
tindakan pencegahan infeks, ada lagi nda ibu juga buat laporan
kejadian infeksikan nantinya ibu kasih ke dr (ketua komite PPI)
untuk dibahas sama-sama tim dan juga komite PPI baru diserahkan
ke direktur. (Informan 3)
Berdasarkan pernyataan dari informan tersebut menunjukkan bahwa
informan mampu menjelaskan uraian tugas sebagai IPCN yaitu mengunjungi
setiap unit/ruangan setiap hari, membuat dan mengumpulkan laporan data
kejadian infeksi, memonitor pelaksanaan program PPI, memberikan motivasi dan
teguran kepada petugas kesehatan, melihat dan menilai kepatuhan petugas
kesehatan terhadap SPO pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian
infeksi serta membuat laporan akhir yang ditujukan kepada ketua komite dan
direktur.
60
Secara umum para informan menyatakan bahwa keseluruhan informan
mengetahui uraian tugas masing-masing dan itu menunjukkan bahwa mempunyai
pengetahuan yang baik tentang uraian tugasnya. Demikian juga yang disampaikan
oleh informan berikut ini :
“ uraian tugas saya ya disini sebagai ketua komite PPI dan biasa
juga saya disebut IPCD disini ya, ya kalau tugas saya sendiri itu ya
bekerjasama dengan tim dan anggota komite dalam menyusun
pedoman penulisan surveilans, udah itu memberikan sosialisasi
kebijakan PPI Rumah Sakit kepada petugas kesehatan,
mengkoordinasikan pelatihan kewaspadaan universal ini sama juga
ke seluruh petugas kesehatan, teeus ada juga tugas saya itu
mengevaluasi program PPI, berkoordinasi juga dengan uni-unit
terkait PPI tentang kebijakan SPO, saya juga menerima laporan
dari anggota komite PPI terkadang saya juga menerima laporan
dari IPCN dan membuat laporan kepada Direktur setelah itu kami
mengevaluasi lagi mana yang akan dirubah dan ditingkatkan lagi
kinerja PPI. adapun tugas saya selain di PPI ya saya sebagai ketua
komite farmasi, lalu saya di rumah sakit ini juga sebagai ketua unit
DOTS, kemudian saya koordinator CST/VCT itu program HIV di
rumah sakit. Dengan tugas sebanyak itu ya itu mengganggu-
mengganggu sedikit lah.” (Informan 2)
Dari hasil wawancara diatas informan menyatakan bahwa informan
mampu menjelaskan uraian tugas sebagai ketua komite atau IPCO yaitu membuat
pedoman dan kebijakan SPO PPI, memberikan sosialisasi mengenai kebijakan
PPI, menerima laporan dari anggota komite dan IPCN, kemudian melaporkan
kepada direktur untuk disahkan agar bisa di sosialisasikan kebijakan SPO PPI
kepada petugas kesehatan di rumah sakit.
Dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab IPCN dibantu oleh
IPCLN untuk melaksanakan program pencegahan dan pengedalian infeksi hal ini
berdasarkan dengan pernyataan dari informan berikut ini :
“ ..formulir surveilans harian infeksi itu diisi sama kami lah sebagai
IPCLN, formulir itu kami isi dari pasien yang dirawat inap
61
diruangan masing-masing dan itu disinya setiap hari lah dek, kalau
misalnya ada kejadian infeksi kami harus lapor ke IPCN nya, setelah
itu formulir dikumpulkan lagi ke IPCN.” (Informan 8)
“ kami bantu IPCN dek ngerjain formulir surveilans ini dek, nanti
IPCN nya yang mengumpulkan semua data dari setiap ruangan baru
itu dia buat laporan untuk ditujukan sama dr (ketua komite).”
(Informan 6)
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa para informan menyatakan
bahwa laporan yang dilakukan oleh IPCN mengenai kasus infeksi karena di dalam
formulir itu laporan mengenai surveilans infeksi rumah sakit. Ada pun hambatan
yang dihadapi adalah tidak semua IPCLN dapat melaksanakan tugasnya karena
adanya peran ganda. Berikut pernyataan dari beberapa informan :
“tugas ibu itu mengumpulkan data HAIs harian,terus ada juga data
kejadian infeksi pasien yang lagi dirawat. Ya kadang-kadang ibu
sendiri lah mengumpulkan data infeksi harian sekalian ibu
memantau secara langsung seperti keadaan pasien di setiap
ruangan rawat inap, terkadang juga ya ibu dibantu jugalah sama
IPCLN nya tetapi lebih sering ibu yang mendatangi orang itu untuk
ngambil datanya nanti ada juga itu ruangan mana gitukan jarang
ngumpulkan formulirnya nanti ibu minta adalah alasan orang itu
lupa mengerjakan, iya nanti diantarkan sendiri lah, ada lah macem-
macem alasan orang itu lama mengumpulkan tugasnya, uda gitu
karena orang itu masih masuk shift malam jadi mereka libur ga bisa
membantu kadang juga kalau masuk shift pagi banyak pasien juga
keteter kerjaannya jadi belum sempat ngerjain formulir ini, tapi ada
juga kok IPCLN yang lain yang mengerjakan tepat waktu.”
(Informan 3)
“ iya tugas kami itu ada ngerjain laporan infeksi itu lah kayak
formulir harian gitu, iya kami yang mengisi nanti kalo ada infeksi
kami lapor lah ke IPCN nya, terkadang karena kesibukan saya juga
sebagai kepala ruangan, petugas program TB, TB HIV, TB MDR
jadi terkadang saya agak kewalahan juga tapi untungnya dibantu
sama Ka Tim kalau tidak ada Ka Tim mungkin yaa bakalan repot
haha, ya tapi kayak manapun juga ya harus dikerjakan ya pokoknya
sambil-sambil dikerjakan semuanya, kadang-kadang juga disuruh
juga mantau petugas di ruangan untuk ngasih teguran ke petugas
cuma ya kadang di bilang kadang juga enggak, ya itu semua kan
kesadaran masing-masing lah terkadang pun awak tak cuci tangan
62
hahaha.”( Informan 5)
“ yaa kakak ngerjain juga formulir surveilans infeksi itukan tapi
lebih sering juga dibantu Ka Tim karenakan ssebagai perawat
pelaksana juga kan harus merawat pasien dulu, ga sempat keliling.
Terus nanti datanya kami kasih ke IPCN nanti IPCN nya datang
mantau pasien disini kalo misalnya ada pasin yang terinfeksi. Tapi
diruangan ini jarang ada dijumpai kasus infeksi apalagi infeksi
nosokomial, tapi kalau dulu ada lah sebelum akreditas tapi datanya
kan gak ada terkumpul, iya kakak juga disuruh sama kakak itu
(IPCN) untuk menegurkan petugas sini buat ngerjain SPO, ngingatin
lah awak kalo orang itu gak patuh, kalo gak patuh kakak kasih
teguran lah, ya namanya manusia juga banyak khilafnya dek hahaha
kadang pun gak dikerjakan orang itu.” (Informan 7)
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari dapat diketahui bahwa IPCLN
adalah perawat yang berasal dari unit rawat inap yang masih terikat shift. Selain
itu juga IPCLN bertugas merawat pasien sehingga tugas memantau kepatuhan
petugas masih belum terlaksana baik. Serta masih dijumpai banyak petugas
kesehatan tidak patuh dalam melakukan SOP setiap tindakan.
Dari hasil pengamatan pelaksanaan uraian tugas masing-masing anggota
lebih memfokuskan pada kegiatan surveilans karena IPCN bila datang ke ruangan
lebih kepada pengumpulan data infeksi.
Uraian tugas merupakan uraian tertulis tentang apa yang menjadi
konstribusi tiap pemegang jabatan kepada organisasi. Kata kunci dari pengertian
ini adalah kontribusi. Ini berarti bahwa uraian tugas haruslah memuat hal-hal apa
saja yang merupakan konstribusi dari sebuah jabatan dalam tugas Komite PPIRS
(Depkes RI, 2008).
Uraian tugas harus ditetapkan secara jelas untuk setiap jabatan, agar
pejabat tersebut bertanggungjawab atas tugas yang dilakukan. Uraian tugas harus
dapat memberikan ketegasan dan standar tugas yang harus dicapai oleh seorang
63
pejabat yang memengang jabatan tersebut. Uraian tugas ini menjadi dasar untuk
menetapkan spesifikasi pekerjaan dan evaluasi pekerjaaan bagi pejabat yang
memegang jabatan itu.
Uraian tugas masing-masing jabatan didalam komite PPI ada tercantum
didalam pedoman pengorganisasian pencegahan dan pengendalian infeksi RSUD
H. Abdul Manan Simatupang Kisaran. Dalam penelitian dapat dilihat bahwa
sebagaian besar anggota komite yang menjadi informan mengetahui dengan baik
uraian tugas dalam jabatan di komite PPIRS.
Uraian tugas IPCLN yaitu mengisi formulir surveilans infeksi harian di
dalam unit rawat inap masing-masing, kemudian menyerahkan kepada IPCN
ketika pasien pulang , melakukan penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat
inap belum terlaksana baik. Selain itu IPCLN juga harus melaksanakan tupoksi
sebagai perawat pelaksana di unit rawat inap masing-masing untuk melaksanakan
perawatan kepada pasien hal ini mengakibatkan perawat IPCN tidak dapat
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan SPO serta tidak
dapat memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanan kepatuhan PPI pada
setiap personil ruangan.
Hal ini sesuai yang dilakukan penelitan oleh Ulfa dan Adhyaksafitri
(2015) tentang Pelaksanaan standar prosedur operasional (SPO) pemasangan
ventilator di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta oleh perawat dapat
dikatakan belum maksimal karena hanya 80% perawat yang patuh mengunakan
SOP pada saat melakukan tindakan dikarenakan banyaknya pekerjaan yang harus
di lakukan.
64
Perawat IPCLN menyatakan bahwa pelaksanaan uraian tugas yang rutin
dilaksanakan adalah mengumpulkan formulir surveilans infeksi yang sudah diisi,
hal ini dilakukan apabila terkena shift pagi dan bisa berkoordinasi dengan IPCN.
Pernyataan IPCN tentang uraian tugas dalam pelaksanaan monitoring kepatuhan
petugas dalam menjalankan kewaspadaan isolasi yaitu masih kurang kesadaran
petugas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan
petugas setiap ruangan rumah sakit di buat brosur, leaflet tentang cuci tangan,
etika batuk serta menyediakan sampah medis dan non medis. Upaya ini juga
mengharapkan dapat menambah informasi dan kepatuhan pasien, keluarga dan
pengunjung rumah sakit untuk menghindari infeksi di rumah sakit salah satunya
infeksi nosokomial.
Salah satu hambatan dalam pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial yaitu ketidak patuhan petugas rumah sakit
terhadap kebijakan dan standar operasional prosedur tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi. Ketidakpatuhan petugas juga disebabkan tidak adanya
sanksi tegas bagi petugas yang melanggar atau tidak melaksanakan kebijakan
serta kurangnya pengawasan perawat IPCLN untuk mengontrol petugas di luar
shift dinas. Untuk mengatasi hambatan tersebut perawat IPCN harus
melaksanakan kegiatan pengawasan ketat kepada petugas.
Hal ini perlu menjadi perhatian komite PPI karena baik buruknya
pelaksanaan PPI tergantung kepada kemauan, pengetahuan dan pemahaman
seseorang menjalankan tugasnya seuai dengan ketetapan yang berlaku. Ketidak
patuhan petugas dapat menjadi dampak kepada kejadian infeksi di rumah sakit.
65
Petugas IPCN RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran sudah
melaksanakan kegiatan surveilans dan membuat laporan kepada tim PPI. Laporan
surveilans infeksi sudah dibuat dalam bentuk triwulan. Hambatan yang sering
dihadapi perawat IPCN yaitu laporan sering terlambat dikarenakan dalam
mengumpulkan data di lapangan IPCN sering tidak dibantu IPCLN, IPCLN hanya
melakukan pengumpulan data pada saat shift dinas saja sehingga IPCN harus
bekerja sendiri. Petugas IPCN harus memeriksa setiap ruangan rumah sakit,
memeriksa kebersihan rumah sakit. Pengendalian lingkungan rumah sakit juga
merupakan hal penting dalam pelaksanaan PPI tujuannya yaitu untuk menciptakan
lingkungan yang bersih, aman dan nyaman sehingga dapat meminimalkan dan
mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien,
petugas dan pengunjung.
Untuk mengatasi keterlambatan pelaporan tersebut, tim PPI membantu
IPCN melakukan pengolahan data infeksi. Data infeksi harus diolah dan
diinterpretasikan dengan baik dan jujur sehingga bisa menjadi acuan dalam
melaksanakan program PPI lainnya. Serta keteraturan dalam pelaporan juga harus
diharus ditingkatkan agar survei yang dilakukan adekuat dan pelaporannya
berjalan baik.
Fasilitas. Tersedianya fasilitas merupakan pendukung dalam program
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit. Selain itu
dengan adanya fasilitas yang lengkap dapat meningkatkan kepatuhan perawat
dalam melaksanakan pencegahan infeksi. Berikut kutipan wawancara :
“fasilitas sudah tersedia kok, contohnya uda ada tempat cuci tangan
kayak wastafelnya uda ada dari lama terus ada handsoap, hand rub
66
tong sampah juga ada, itu ada tong sampah medis non medis juga
uda ada.” (Informan 8)
“sudah tersedia, fasilitas nya itu fasilitas cuci tangannya uda ada
kayak wastafel tiap ruangan juga sudah ada, handsoap hand rub
masker hands scoon tempat sampah medis dan medis.” (Informan 7)
“ya udah tersedia lah disini, wastafel untuk cuci tangan uda ada di
setiap ruangan ya, terus untuk handsoap handrub juga uda tersedia
ya walaupun terbatas ya, gak terpenuhi seutuhnya, terus ada masker
juga, ada hands scoon tissu juga ada tapi ya kadang abang taruh di
kantor karena kalo taruh diruangan pasien tissu nya cepat abis
diambil sama pengunjung, terus ada juga tempat sampah medis non
medis ada safety box nya.” (informan 4)
Berdasarkan informasi dari informan dapat diketahui penyediaan fasilitas
untuk mencuci tangan sudah ada. Fasilitas yang selalu disediakan di RSUD H.
Abdul Manan Simatupang Kisaran adalah kebutuhan bahan mencuci tangan
seperti handsoap dan handrub. Dari hasil pengamatan tampak sudah tersedianya
handrub pada setiap pintu ruangan di rumah sakit dan di dalam setiap ruangan
rawat inap. Namun penyediaan handsoap hanya terdapat pada wastafel saja dan
tidak semua kamar mandi dilengkapi dengan wastafel dan sabun. Demikian juga
informasi yang diperoleh dari informan 5 menyatakan bahwa masih belum
standar tong sampah yang di ruangannya berikut pernyataannya:
“tempat sampah udah ada cuma gitulah kurang standart tempatnya kan
tengok aja diluar udah ancur-ancur gitu, kalo sekarang udah ada
barangnya cuma belum di bagi-bagikan, kalo yang itu gak standartnya
itu kecil-kecil kali kan masa tempat sampahnya disini seperti itu kan
udah gak layak.” (Informan 5)
Berdasarkan pernyataan informan tersebut diketahui bahwa masih ada
ruangan yang belum mendapatkan tempat sampah yang layak seperti ruangan-
ruangan lainnya yang sudah mendapatkan tempat sampah medis dan non medis.
Tempat sampah yang tidak memenuhi standart dapat menggangu kenyamanan dan
67
estetika sehingga menjadi kurang sedap di pandang selain itu dapat menjadi
tempat perkembangbiakan bagi vektor penyakit seperti lalat dan tikus yang bisa
menyebabkan infeksi bagi pasien.
Penyediaan fasilitas pendukung untuk kerja komite juga perlu disediakan,
dimana penyediaan fasilitas penunjang belum memadai yaitu tidak tersedianya
ruangan khusus untuk komite PPI, peralatan elektronik yang belum mencukupi.
Berikut hasil wawancara dengan informan ketiga :
“kalau untuk ruangan khusus PPI sendiri belum ada, selama ini
kami bekerja dan rapat itu diruangan lain, untuk media
elektroniknya kayak printer komputer itu juga gak ada, belum ada di
sediakan dari rumah sakit untuk PPI ini. Itu semua punya ibu dan
dokter (ketua komite) sehabis rapat ataupun bekerja kami langsung
bawa pulang masing-masing komputer sama printernya. Fasilitas
yang disediakan rumah sakit untuk mendukung program PPI bisa
dibilang sudah tersedia tapi belum lengkap mungkin karena
menyangkut dana juga, kan dananya terbatas jugakan, tapi katanya
mau diusahakan untuk membuat ruangan komite PPI. Selain itu juga
perlu disediakan alat pemeriksaan kultur untuk pemeriksaan infeksi
dan resistensi agar dapat diuji kultur untuk kasus ISK” (Informan 3)
Fasilitas lain sudah tersedia namun masih dibatasi dikarenakan belum
menjadi prioritas rumah sakit dan masih terbatasnya anggaran dana, diperkuat
oleh jawaban informan :
“untuk sekarang ini ya fasilitas untuk PPI sendiri masih terbatas,
belum semua bisa di sediakan. Penyediaan fasilitas cuci tangan
sudah disediakan di semua unit,di ruang rawat inap sudah, di kamar
mandi pasien sudah,di kantor-kantornya juiga sudah, selain itu ada
wastafel, ada kamar mandi khusus untuk pasien untuk petugas juga
ada terus kamar mandi umum, kita juga memaksimal kan lah
fasilitas lainnya seperti handsoap, handrub, handscoon, masker,
safety box, tempah sampah medis dan non medis, tong sampah injak,
tissu, masih ada lagi yang lainlah cuma ya gitu kadang juga cepat
habis dan kita gak punya stok sebanyak yang diminta.. untuk
fasilitas penunjang kerja memang belum ada, ini kita lagi
rencanakan untuk buat ruang khusus untuk PPI belum tau letaknya
nanti mau dibuat dimana ya, terus untuk penyediaan komputer baru
68
dan printer untuk kerja juga bakal kita usahain. Saat ini anggaran
dana rumah sakit masih diutamakan untuk pengadaan peralatan
rumah sakit dan penambahan infrastruktur untuk bangunan baru
karena itu pengadaan fasilitas PPI belum menjadi prioritas rumah
sakit tapi akan kita adakan semua itu sesuai dengan kebutuhan.”
(Informan1)
Masih ada dijumpai petugas yang tidak memakai APD seperti petugas
yang tidak menggunakan masker saat memasuki unit isolasi. Selain itu petugas
juga tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan tindakan memasang infus
kepada pasien. Berikut ini hasil pernyataan dari beberapa informan :
“kita sudah melengkapi di semua unit di laundry di dapur di gizi
juga sudah tapi di pakai gaknya itu tergantung mereka lah.
seharusnya petugas sampah atau cleanning service semua pake
sapu yang seperti pel itu dek, males mereka makenya enakan pake
yang biasa yang tradisional itu, ada juga tukang sampah sore
mereka gak pake masker saat pengambilan sampah, padahal alat
sudah disiapkan tapi SOP nya tidak dikerjakan juga dan belum
berjalan dengan baik. Tapi ada juga petugas kita yang patuh
terhadap APD nya. Kayak ginilah kita di poli paru seharusnya
sesuai standar PPI harus memakai masker terkadang megap jadi
males pake, jadi sebagian sudah sebagian belum yang sesuai dengan
SOP nya.” (Informan 2)
“kalau untuk ketersediaan sarana dan prasarana di PPI ini sudah
sesuai dengan SOP nya, semua sudah mulai dilengkapi ya walaupun
kenyataanya belum lengkap semuanya, walaupun diruangan saya
sudah dilengkapi APD tapi ada juga petugas yang gak pake masker
udah itu terkadang orang itu lupa buat cuci tangan karna banyak
kerjaan sampe lupa gitu, padahal kan itu pentingkan jadi ya mau
gimana lagi dibuat padahal udah sering juga saya tegur tapi
namanya suka khilaf jadi ya saya biarkan sekali-kali lah, terkadang
pun juga saya juga sering lupa make masker waktu meriksa pasien
kadang juga petugas itu gak pake hands scoon hahah.” (Informan 6)
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penyediaan APD di RSUD H.
Abdul Manan Simatupang Kisaran masih belum lengkap. Walaupun sudah
beberapa unit yang sudah dilengkapi tetapi masih saja petugas belum
melakasanakannya sesuai SOP yang tersedia.
69
Fasilitas merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Keberadaan
sarana dan prasarana ini akan menunjang kegiatan program pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit serta mendukung proses terwujudnya tujuan
organisasi untuk mencegah infeksi. Diperlukan dukungan manajemen dalam
penyediaan (pengadaan) fasilitas penunjang tersebut (Depkes RI, 2008).
Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa mewujudkan sikap menjadi
suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Kurangnya faktor pendukung
ketersediaan sarana mencuci tangan menjadi salah satu kendala responden dalam
mewujudkan sikap positif yang mereka miliki menjadi perilaku yang patuh
terhadap prosedur mencuci tangan antara lain sebelum dan setelah melakukan
prosedur invasif.
Fasilitas alat dan bahan untuk pelaksanaan mencuci tangan di RSUD H.
Abdul Manan Simatupang Kisaran terlihat sudah ada disediakan handrub disetiap
ruangan pasien dan perkantoran namun penyediaan handsoap hanya disediakan
pada wastafel saja. Kendala yang dihadapi penyediaan handsoap hanya terdapat
pada wastafel saja dan tidak semua kamar mandi dilengkapi dengan wastafel dan
sabun. Berdasarkan hasil pengamatan dijumpai kamar mandi pengunjung yang
tidak ada sama sekali wastafel di dalam nya serta tidak adanya handsoap dan tidak
adanya penerangan seperti lampu di dalam kamar mandi tersebut dan membuat
ruangan disitu tampak sesak tanpa adanya cahaya didalamnya dan tidak ada sabun
cuci tangan di kamar mandi tersebut. Pelaksanaan mencuci tangan yang baik
diharapkan bukan hanya kepada petugas saja melainkan harus dilakukan pasien,
70
keluarga dan pengunjung.
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di unit /ruangan
yaitu adanya ketersediaan fasilitas sanitasi penting sekali, antara lain : kamar
mandi dan WC penderita, kamar mandi dan WC untuk petugas/keluarga
penderita (penunggu), tempat cuci tangan/wastafel, wadah/kontainer sampah dan
limbah, air bersih dan gudang. Pemisahan kamar mandi antara petugas, pasien dan
keluarga perlu menjadi perhatian agar penggunaan kamar mandi tidak bercampur
antara penderita dan yang sehat sehingga dapat menjadi pemutus transmisi
organisme.
Penyediaan fasilitas perlu menjadi perhatian komite PPI, hal ini dapat
menjadi pengusulan kepada manajemen rumah sakit untuk melakukan
ketersediaan fasilitas. Fasilitas yang lengkap dapat menjadi penyebab
meningkatnya kepatuhan petugas dalam melaksanakan kebijakan SPO.
Hasil penelitian oleh Astuti (2004) mengungkapkan bahwa variabel
ketersediaan fasilitas merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan
perilaku pencegahan infeksi nosokomial pada tindakan medik/ keperawatan.
Keberadaan sarana dan prasaran ini akan menunjang kegiatan program PPI di
rumah sakit serta mendukung proses terwujudnya tujuan organisasi untuk
mencegah infeksi. Penyediaan sarana dan prasarana penunjang (supporting
system) di RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran seperti ruangan sekretaris
belum ada dan masih bergabung dengan ruangan kerja lainnya, penyediaan
peralatan komputer dan printer juga belum ada, serta fasilitas internet dan telepon
belum juga belum tersedia.
71
Hasil wawancara kepada beberapa informan meyatakan bahwa penyediaan
fasilitas bahan dan peralatan sebagai pelaksanaan program PPI di RSUD H. Abdul
Manan Simatupang Kisaran masih kurang dan terbatas penyediaanya. Sedangkan
penyediaan fasilitas penunjang untuk kerja komite dan tim PPI juga masih kurang
disebabkan belum ada ruangan khusus tersendiri untuk ruang sekretaris, selain itu
perlu penambahan peralatan komputer, printer, alat tulis kantor dan telepon.
Adapun kendala yang dihadapi rumah sakit yaitu belum menyediakan fasilitas
yang lengkap disemua unit dan penyediaan fasilitas tersebut belum menjadi
prioritas rumah sakit, dan saat ini anggaran rumah sakit diprioritaskan kepada
perbaikan gedung, ruangan rawat inap dan pengadaan peralatan medis. Sebaiknya
manajemen rumah sakit perlu juga memberikan perhatian kepada kelengkapan
penyediaan fasilitas sebagai upaya pencegahan pengendalian infeksi rumah sakit.
Hasil penelitian oleh Duerink dkk (2006) di salah satu rumah sakit
pendidikan di Indonesia menemukan bahwa mencuci tangan yang sesuai dengan
prosedur meningkat secara signifikan dengan proyek intervensi yang berfokus
pada pendidikan dan perbaikan fasilitas rumah sakit
Penyediaan fasilitas alat perlindungan diri perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari pasien kepada petugas,
fasilitas APD yang paling utama yaitu sarung tangan. Sarung tangan merupakan
penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah infeksi. Sarung tangan
harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk
menghindari kontaminasi silang. Keterbatasan penyediaan sarung tangan di
RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran mengakibatkan petugas tidak
72
menggunakan sarung tangan dalam melakukan prosedur medis seperti memasang
infus selain itu petugas juga masih malas dan lupa untuk menggunakan sarung
tangan. Hal ini mempunyai dampak terhadap tingginya angka kejadian phlebitis di
RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran.
Penyediaan APD sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan antara lain :
APD harus tersedia dimana pasien dirawat atau diutamakan pada ruangan yang
terdapat sumber infeksius tinggi, penempatan APD sesuai dengan transmisi
penyakit dimana pasien dirawat, APD mudah dijangkau, pengadaan APD
berkoordinasi dengan bagian farmasi rumah sakit.
Ruang isolasi RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran tidak
dilengkapi fasilitas APD yang lengkap seperti sarung tangan, masker, gaun
pelindung dimana pada ruangan tidak tersedia fasilitas khusus tersebut, ruangan
hanya dilengkapi handrub dan handsoap sehingga petugas dalam melaksanakan
tindakan tidak menggunakan APD. Antiseptik untuk alkohol dan bethadine sudah
tersedia di semua unit rawatan. Tempat pembuangan sampah masih ditemukan
belum bertutup dan tidak berkantong plastik serta sudah hancur. Pengolahan
limbah yang baik merupakan upaya pencegahan infeksi dimana pengolahan
limbah memerlukan alat, bahan dan wadah serta ruangan khusus untuk
menghindari perlukaan atau tertusuk jarum, mencegah bau busuk, serta mencegah
datangnya hewan penyebar penyakit lainnya.
Pelaksanaan cuci tangan. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci
tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena
cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan
73
tidak tampak kotor. Setiap hari ketika apel pagi di RSUD H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran dilakukan sosialisasi pelaksanaan cuci tangan.
Pada umumnya dalam tahapan pelaksanaan cuci tangan sebagian besar
petugas kesehatan sudah mengetahui 6 langkah cuci tangan dan 5 moment cuci
tangan sesuai rekomendasi WHO. Enam langkah cuci tangan dilakukan dengan
membersihkan area telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari, diikuti dengan
gerakan mengunci dan membersihkan ibu jari serta ujung-ujung jari yang
dilakukan pada saat 5 waktu yaitu : sebelum kontak dengan pasien, sebelum
tindakan aseptik, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan
pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.
Hasil obserbasi pelaksanaan cuci tangan petugas kesehatan di RSUD H.
Abdul Manan Simatupang Kisaran sebagai berikut :
Tabel 5
Hasil Observasi Pelaksanaan Cuci Tangan Petugas Kesehatan
Ruangan Jumlah Tempat
Tidur
Jumlah Petugas
Kesehatan
Persentase
Pelaksanaan Cuci
Tangan (%)
Anak Kelas III 10 11 45
VIP 6
Kelas I 12 15 40
Kelas II 16
Kelas III 18 16 37.5 Total 60 42 40,4
Berdasarkan hasil observasi terhadap seluruh petugas kesehatan di ruang
rawat inap RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran dalam hal pelaksanaan
cuci tangan dengan air, sabun atau handrub, ternyata hanya 17 dar 42 petugas
kesehatan yang melakukan cuci tangan dengan prosedur yang benar. Walaupun
74
hasil fari observasi dokumen terlihat bahwa pedoman dan SPO terkait kebersihan
tangan sebenarnya telah tersedia di setiap unit, termasuk gambar cuci tangan
sesuai WHO telah ditempelkan di setiap tempat mencuci tangan. pelaksanaan cuci
tangan paling rendah yaitu di ruang rawat inap kelas III, penyebabnya yaitu
karena pasien paling banyak di ruang rawat inap kelas III.
Hasil observasi tersebut di dukung oleh hasil wawancara tentang
pelaksanaan langkah-langkah cuci tangan yang dilakukan petugas sesaui dengan
SPO di rumah sakit sebagai berikut :
“ kalau ibu tengok petugas sudah sesuai SPO dalam
melaksanakan cuci tangan ya walaupun masih ada juga petugas
yang belum patuh sama SPO, tapi lebih banyak kok petugas yang
sudah sesuai SPO. Ada juga belum melakukan langkah-langkah
cuci tangan itu karena masih ada yang pakai cincin waktu kerja,
seharusnya kan itu gak boleh, kan itu bisa menghalangi langkah-
langkah cuci tangan itu sendiri.” (Informan 3)
“ iyaa, saya udah sesuai SPO kok dek, tapi kadang buru-
buru ada kerjaan lain kan jadi ada langkah yang gak saya kerjakan,
tapikan kita semua disini uda mengusahakan untuk mematuhi SPO
itu dek.” (Informan 8)
Hasil dari wawancara dari kedua informan dapat dinyatakan masih ada
petugas kesehatan yang belum melaksanakan langkah-langkah sesuai dengan SOP
dan masih ada juga petugas yang memakai cincin pada saat kerja dan memeriksa
pasien. Adapun beberapa hambatan yang dialami petugas kesehatan dalam
pelaksanaan kebersihan tangan adalah :
“..kalau enam langkah cuci tangan itu udah bisa lah kami
kerjakan cuma ya kadang-kadang juga kakak buru-buru karna ada
pasien banyak yang datang jadi cuci tangannya ya sekedarnya aja
gak lengkap lah enam langkah itu..” (Informan7)
“enam langkah cuci tangan 5 momen cuci tangan itu juga
iya uda kami kerjakan, tapi ya gitu kadang-kadang pun saya gak
mengerjakannya juga karena males pernah terus rame pasien jadi
75
terkadang waktu mau meriksa pasien karna terburu-buru jadi saya
gak cuci tangan” (Informan 6)
Berdasarkan informasi diatas diperoleh informasi bahwa salah satu
hambatan dalam pelaksanaan cuci tangan adalah kesibukan petugas kesehatan
selain itu perilaku petugas yang kurang baik yaitu masih adanya sifat malas untuk
kesadaran diri dalam hand hygiene. Disamping itu hambatan lain yang dihadapi
petugas kesehatan dalam melaksanakan cuci tangan adalah sebagai berikut :
“..kan menurut abang nihya fasilitas untuk cuci tangan itu
udah tersedia cuma belum lengkap lah, kadang cepat habis itu
handsoap hand rub nya karena orang rumah sakit ngasihnya itu gak
full kadang cuma setengah aja isi nya, terus tisu juga sering cepat
habis karna kan gak Cuma petugas yang ambil kadang keluarga
pasien juga ambil tisu nya, ya itulah jadi mau cuci tangan nanti
ngelapnya bingung mau pake apa kadang dikibas-kibaskan gitu aja
biar cepet kering.” (Informan 4)
“hand soap, hand rub juga cepat abis jadi kadang buat cuci
tangan males karna gak ada sabun-sabunnya, males juga kalau ke
kamar mandi kadang juga gak ada sabun dikamar mandi ruangan.”
(Informan 5)
Informasi dari beberapa informan diatas menunjukkan bahwa fasilitas
kebersihan tangan juga belum mencukupi kebutuhan, khususnya bahan untuk
mencuci tangan.
Berdasarkan informasi diatas diperoleh informasi bahwa hambatan petugas
kesehatan dalam pelaksanaan kebersihan tangan adalah kesibukan petugas
kesehatan. Hasil observasi penelitian di RSUD H. Abdul Manan Simatupang
Kisaran petugas kesehatan paling sering tidak mencuci tangan sebelum kontak
dengan pasien.
Penyebab belum tercapai nya sasaran kepatuhan petugas dalam
melaksanakan cuci tangan yaitu belum melaksanakan langkah-langkah cuci
76
tangan sesuai dengan SOP dan masih ada petugas kesehatan yang tidak patuh
terhadap kebersihan tangan.
Pelaksanaan cuci tangan dengan enam langkah cuci tangan masih ada
petugas yang tidak melakukan dengan baik dan benar, karena dalam melakukan
cuci tangan masih ada petugas yang tidak melepaskan perhiasan seperti masih
menggunakan cincin, sehingga dalam melakukan cuci tangan menggosok
punggung dan sela-sela jari tangan kanan dan sebaliknya, menggosok kedua
telapak tangan dan sela-sela jari, menggosok jari-jari sisi dalam kedua tangan
saling mengunci tidak dilaksanakan baik. cincin yang ada pada petugas kesehatan
akan menghalangi proses untuk menghilangkan mikroorganisme yang ada
ditangan pada saat melakukan hand hygiene.
Penelitian sebelumnya melaporkan penerapan cuci tangan pada perawat
juga harus didukung oleh kesadaran perwat itu sendiri dalam melindungi diri dan
pasien dari bahan infeksius serta kesadaran dalam menjalankan SPO yang benar.
Kebiasaan mencuci tangan di rumah sakit, merupakan perilaku mendasar dalam
pencegahan infeksi silang. Pengetahuan merupakan elemen yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Rendahnya ketepatan langkah-langkah
kegiatan hand hygiene mungkin disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petugas
kesehatan terkait langkah-langkah kegiatan hand hygiene (Susilo, 2017).
Untuk meningkatkan pelaksanaan kepatuhan cuci tangan dengan
meningkatkan kesadaran petugas kesehatan dengan cara saling mengawasi dan
saling mengingatkan pelaksanaan cuci tangan sesama petugas kesehatan di RSUD
77
H. Abdul Manan Simatupang Kisaran untuk menurunkan angka infeksi
nosokomial.
Salah satu cara untuk meningkatkan komitmen petugas kesehatan dalam
melakukan cuci tangan perlu dilakukan sistem reward dan punishment yang
memiliki indikator jelas dan tertulis. Reward berupa insentif kepada para petugas
kesehatan agar memiliki komitmen dan motivasi dalam melaksanaan kebersihan
tangan dalam upaya pencegahan dan pencegahan infeksi nosokomial. Pemberian
reward itu dapat diberikan kepada petugas kesehatan yang benar-benar selalu
melakukan cuci tangan dengan lima waktu dan enam langkah cuci tangan.
Punishment atau hukuman dapat berupa teguran atau tambahan pekerjaan yang
menyebabkan perasaan tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.
78
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSUD H.
Abdul Manan Simatupang Kisaran belum maksimal, dalam pelaksanaannya masih
belum sesuai hal ini dilihat dari :
1. Pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi belum berjalan
optimal karena program belum di sosialisasikan secara menyeluruh kepada
petugas kesehatan serta menemui berbagai kendala seperti kurang adanya
peran langsung dari pihak pimpinan, keikutsertaan anggota komite dalam
pendidikan dan pelatihan, anggota komite memiliki doublejob,
kelengkapan pengadaan fasilitas, dan kegiatan cuci tangan.
2. Dukungan manajemen sudah tersedia dan dukungan awal dari pimpinan
yaitu pembentukan komite PPI serta penyerahan SK kepada anggota
komite PPI. Dukungan dana dan anggaran sudah baik karena kebutuhan
program PPI telah dimasukkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran.
3. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan terkait program PPI masih
kurang karena anggota komite belum sepenuhnya diikutsertakan dalam
pelatihan PPI dasar maupun pelatihan PPI lanjutan.
4. Uraian tugas pengawasan oleh IPCLN dan IPCN belum optimal akibat
peran ganda, banyaknya tugas dan tanggung jawab yang harus
dilaksanakan sehingga hambatan dalam pelaporan berjalan dengan baik.
5. Fasilitas yang disediakan rumah sakit sudah tersedia tetapi belum lengkap
ketersediaanya. Dapat dilihat dari belum tersedianya sarana dan prasarana
79
dibeberapa unit serta prasarana penunjang yang belum ada untuk
mendukung kerja komite PPI seperti ruangan khusus PPI serta media
penunjang kerja komite.
6. Pelaksanaan cuci tangan oleh petugas kesehatan belum seluruhnya
mematuhi SOP yang tersedia, dan masih kurangnya persediaan fasilitas
cuci tangan seperti bahan untuk kebersihan tangan.
Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan kepada RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran agar :
1. Pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana pencegahan infeksi seperti
kebutuhan cuci tangan dan sarana penunjang kerja komite seperti ruangan
khusus untuk mendukung pelaksanaan serta meningkatkan kepatuhan
petugas.
2. Bagi Komite PPI
Diharapkan kepada Komite PPI RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
agar :
1. Mengadakan kegiatan pendidikan pelatihan dasar dan lanjutan untuk
petugas kesehatan dengan tujuan menambah pengetahuan dan ketrampilan
petugas dalam pelaksanaan program PPI.
2. Sebaiknya IPCLN dapat membagi tugas pokok dan tugas PPI dengan Ka
Tim untuk membantu IPCN meningkatkan kinerja dalam pelaporan data
infeksi ke ketua komite berjalan teratur tanpa ada hambatan.
3. Mengawasi pelaksanaan kebersihan tangan petugas kesehatan di setiap
80
ruangan dan saling mengingatkan setiap waktu cuci tangan. memberikan
reward dan punishment kepada petugas kesehatan.
83
Daftar Pustaka
Astuti, Y. (2004). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku petugas
kesehatan dalam pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat intensif
rumah sakit Medistra (Tesis, Universitas Indonesia). Diakses dari http://
lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=77406&lokasi=lokal.
Burhan & Bungin. (2007). Penelitian kualitatif: komunikasi, ekonomi, kebijakan
publik dan ilmu sosial lainnya. Jakarta: Putra Grafik.
Darmadi. (2008). Infeksi nosokomial problematika dan pengendalian. Jakarta :
Salemba Medika.
Departemen Kesehatan RI. (2001). Direktorat jendral pelayanan medik :
petunjuk pelaksanaan indikator mutu pelayanan rumah sakit. Diakses dari
https:// download/dirjen-yanmed-tahun-2001-petunjuk-pelaksanaan-indik
ator-mutu-pelayananrumahsakit_5a0cf497e2b6f5a826a1260d_ pdf.
Departemen Kesehatan RI. (2003). Pedoman pelaksanaan kewaspadaan
universal di pelayanan kesehatan. Diakses dari https://Depkes
/doc/267917913/pedoman-pelaksanaan-kewaspadaan-universal-di-pelay
anan-kesehatan-1-doc.
Departemen Kesehatan RI. (2004). Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas. Diakses dari
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2017/bn857-2017.pdf
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman manajerial pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/puskes-haji/5-
pedoman-pencegahan-dan-pengendalian-infeksi-mers-cov.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit dan fasiltas pelayanan kesehatan lainnya.
Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/puskes-haji/5-
pedoman-pencegahan-dan-pengendalian-infeksi-mers-cov.
Duerink, O., Farida, H., Nagelkerke, N., Wahyono, H., Keuter, M., Lestari, E.S.,
Hadi, U., Broek, P. V. D. (2006). Preventing nosocomial infections :
improving compliance with standard precautions in an Indonesian
Teaching Hospital. Journal of Hospital Infection,64(1), 36-43.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan:
pedoman surveilance infeksi rumah sakit. Diakses dari
http://www.dokternida.rekansejawat.com/Pedoman-Teknis-PPI- 2011.
84
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman nasional keselamatan pasien
rumah sakit. Diakses dari https://kupdf.net/download/pedoman-nasional-
keselamatan-pasien-rumah-sakit_58d33835dc0d604f7ac346aa_pdf.
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUP H. Adam Malik Medan
(2015). Data Infeksi Nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun
2015.Diakses dari http://rsham.co.id/wp-content/uploads/2015/05/LAKIP-
RSUP-H.-Adam-Malik-Tahun-2015.pdf.
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUD H. Abdul Manan
Simatupang Kisaran. (2017). Data infeksi nosokomial di RSUD H. Abdul
Manan Simatupang Kisaran. Diakses dari https://ojs.stikesrshajimdn.
ac.id /index.php/jsh/article/view/76/0.
Kurniadi, A. (2013). Manajemen keperawatan dan prospektifnya: teori,
konsep dan aplikasi (Edisi ke-1). Jakarta: Universitas Indonesia.
Molina, V. F. (2012). Analisis pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta.
(Tesis, Universitas Indonesia). Diakses dari lib.ui.ac.id//20313802-
T31746-Analisispelaksanaan-full.pdf.
Muninjaya, G. A. (2004). Manajemen kesehatan (Edisi ke-2). Jakarta: EGC.
Mustariningrum, D. L. T., Koeswo, M., & Ahsan. (2015). Kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit : peran pelatihan,
motivasi kerja dan supervisi. Jurnal Aplikasi Manajemen,13(4), 643-652.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nugraheni, R., Suhartono, & Winarni, S. (2012). Infeksi nosokomial di RSUD
Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia,11(1), 94-100.
Nursalam. (2011). Manajemen keperawatan: aplikasi dalam praktik
keperawatan profesional (Edisi ke-3). Jakarta : Salemba Medika.
Perdalin (Bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI). (2011).Pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Diakses dari https://www.persi.or.id
/images/regulasi/permenkes/pmk272017.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pelayan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
85
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit.
Purwanto, A. E., & Sulistyastuti, R. D. (2012). Implementasi kebijakan publik
konsep dan aplikasi di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Robbins., & Judge. (2007). Perilaku organisasi (Edisi ke-2). Jakarta: Salemba.
Septiari, B. B. (2012). Infeksi nosokomial. Yogyakarta: Nuha Medika.
Soedarto. (2016). Infeksi nosokomial di rumah sakit. Jakarta: Sugang Seto.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Surbagus, A. (2014). Manajemen pendidikan dan pelatihan kesehatan.
Yogyakarta: Fitramaya.
Susilo, D. B. (2017). Kepatuhan pelaksanaan kegiatan hand hygiene pada
tenaga kesehatan di Rumah Sakit X Surabaya. Jurnal Wiyata Penelit
Sains dan Kesehatan,2(2): 200-204.
Tietjen, L., Bossemeyer, D., & Mclntosh, N. (2004). Panduan pencegahan infeksi
untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Ulfa, M., & Adhyaksafitri, F., (2015). Analisis kepatuhan perawat dalam
melaksanakan standar prosedur operasional pemasangan ventilator di
rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Berkala Ilmiah
Kedokteran dan Kesehatan,1(2): 117-126.
WHO. (2002). Prevention of hospital-aquired infection. Diakses dari https://www.
nejm.org/doi/full/10.1056/Nejmra0904124.
WHO, (2009). Guidelines of hospital-acquired infections a practical guide 2nd
edition. Departement of communicable disease, surveilance and
response. Diakses dari https://www.cambridge.org/core/ /infection-
control-and-hospital-epidemiology/qualitative-exploration-of-reasons-for-
poor-hand-hygiene- / 63546710967B8E9A3F28036996BE6CF6.
WHO, (2012). Prevention of hospital-aquired infection : A practical guide 2nd
edition. Diakses dari https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/
10665/67350/WHO_CDS_CSR_EPH_2002.12.pdf.
Wilma, (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD Kota
Makasar (Tesis, Universitas Hasanuddin Makasar). Diakses dari http:// digilib.unhas.ac.id/opac/detail-opac?id=2584.
86
Lampiran 1. Panduan Wawancara
PANDUAN WAWANCARA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN TAHUN 2018
(untuk Direktur)
I. Data Umum informan
Informan :
Jabatan Informan :
Kode Informasi :
Pendidikan Terakhir :
Usia :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan
a. Dukungan Manajemen
1. Apakah komite PPI rumah sakit sudah terbentuk berdasarkan panduan?
2. Apakah sudah ada membuat rencana kegiatan dan adakah anggaran
yang tersedia untuk pelaksanaan ini?
3. Apakah ada program pendidikan dan pelatihan sumber daya dalam
program PPI yang dilakukan di rumah sakit?
b. Struktur Organisasi
1. Apakah saudara/i mengetahui struktur organisasi komite PPIRS dan
siapa saja yang ada di dalam komite PPIRS?
2. Apakah semua unit terlibat dalam keanggotaan komite PPIRS?
c. Uraian Tugas
1. Apakah saudara/i sudah mengetahui uraian tugas sesuai dengan jabatan
87
anda PPI?
2. Apakah saudara/i bertanggungjawab penuh dalam penyelenggaraan
PPI ?
d. Fasilitas
1. Apakah fasilitas untuk pelaksanaan program PPI sudah tersedia di
rumah sakit?
2. Apakah sarana dan prasrana pada komite PPI sudah sesuai dengan
SOP yang tersedia?
3. Apakah APD di setiap unit sudah tersedia?
4. Apakah anggaran untuk fasilitas sudah disediakan?
e. Cuci tangan
1. Bagaimana menurut saudara/i tentang ketersediaan fasilitas kebersihan
tangan?
88
PANDUAN WAWANCARA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN TAHUN 2018
(untuk Ketua Komite PPI)
I. Data Umum informan
Informan :
Jabatan Informan :
Kode Informasi :
Pendidikan Terakhir :
Usia :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan
a. Dukungan Manajemen
1. Apakah dukungan manajemen sudah terlaksana untuk pelaksanaan
program PPI? Kapan pelaksanaan program PPI?
2. Apakah komite PPI rumah sakit sudah terbentuk berdasarkan panduan?
3. Apakah sudah ada membuat rencana kegiatan dan adakah anggaran
yang tersedia untuk pelaksanaan ini? Apakah saudara/i sudah pernah
mengikutinya?
4. Apakah ada program pendidikan dan pelatihan sumber daya dalam
program PPI yang dilakukan di rumah sakit?
b. Struktur Organisasi
1. Apakah saudara/i mengetahui struktur organisasi komite PPIRS dan
siapa saja yang ada di dalam komite PPIRS?
2. Apakah semua unit terlibat dalam keanggotaan komite PPIRS?
89
c. Uraian Tugas
1. Apakah saudara/i sudah mengetahui uraian tugas sesuai dengan jabatan
anda di Komite PPIRS atau Tim PPI?
2. Selain menjadi ketua komite PPI saudara/i mempunyai tugas lain?
Apakah tidak menggangu tugas tersebut? Bagaimana mengatur tugas
tersebut?
3. Berdasarkan uraian tugas tersebut, apakah dalam pelaporan ada
hambatan ? laporan apa saja yang dilaporkan kepada direktur?
d. Fasilitas
1. Apakah fasilitas untuk pelaksanaan program PPI sudah tersedia di
rumah sakit?
2. Apakah sarana dan prasrana pada komite PPI sudah sesuai dengan
SOP yang tersedia?
3. Apakah APD di setiap unit sudah tersedia?
e. Cuci tangan
1. Bagaimana menurut saudara/i tentang ketersediaan fasilitas kebersihan
tangan?
2. Bagaimana pelaksanaan kebersihan tangan yang saudara/i lakukan?
90
PANDUAN WAWANCARA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN TAHUN 2018
(untuk IPCN)
I. Data Umum informan
Informan :
Jabatan Informan :
Kode Informasi :
Pendidikan Terakhir :
Usia :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan
a. Dukungan Manajemen
1. Apakah dukungan manajemen sudah terlaksana untuk pelaksanaan
program PPI?
2. Apakah komite PPI rumah sakit sudah terbentuk berdasarkan panduan?
3. Apakah sudah ada membuat rencana kegiatan dan adakah anggaran
yang tersedia untuk pelaksanaan ini?
4. Apakah ada program pendidikan dan pelatihan sumber daya dalam
program PPI yang dilakukan di rumah sakit? Bagaimana pelaksanaan
untuk petugas dan staf pelayanan kesehatan dalam mendukung
program PPI?
b. Struktur Organisasi
1. Apakah saudara/i mengetahui struktur organisasi komite PPIRS dan
siapa saja yang ada di dalam komite PPIRS?
91
2. Apakah semua unit terlibat dalam keanggotaan komite PPIRS?
3. Dalam membahas laporan tim PPI apakah semua komite PPIRS hadir
di dalam rapat/pertemuan?
c. Uraian Tugas
1. Apakah saudara/i sudah mengetahui uraian tugas sesuai dengan jabatan
anda di Komite PPIRS atau Tim PPI?
2. Apakah ada tugas pokok dari masing-masing petugas sesuai dengan
struktur dalam pelaksanaan program penanggulangan PPI?
3. Selain menjadi IPCN apakah saudara/i mempunyai tugas lain? Apakah
tidak menggangu tugas tersebut? Bagaimana mengatur tugas tersebut?
4. Berdasarkan uraian tugas tersebut apakah dalam pelaporan ada
hambatan? Dan laporan apa saja yang dilaporkan kepada Komite PPI?
d. Fasilitas
1. Apakah fasilitas untuk pelaksanaan program PPI sudah tersedia di
rumah sakit?
2. Apakah sarana dan prasrana pada komite PPI sudah sesuai dengan
SOP yang tersedia?
3. Apakah APD di setiap unit sudah tersedia?
e. Cuci tangan
1. Bagaimana menurut saudara/i tentang ketersediaan fasilitas kebersihan
tangan?
2. Bagaimana pelaksanaan kebersihan tangan yang saudara/i lakukan?
92
PANDUAN WAWANCARA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN TAHUN 2018
(untuk IPCLN)
I. Data Umum informan
Informan :
Jabatan Informan :
Kode Informasi :
Pendidikan Terakhir :
Usia :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan
a. Dukungan Manajemen
1. Apakah dukungan manajemen sudah terlaksana untuk pelaksanaan
program PPI?
2. Apakah komite PPI rumah sakit sudah terbentuk berdasarkan panduan?
3. Apakah sudah ada membuat rencana kegiatan dan adakah anggaran
yang tersedia untuk pelaksanaan ini?
4. Apakah ada program pendidikan dan pelatihan sumber daya dalam
program PPI yang dilakukan di rumah sakit?
b. Struktur Organisasi
1. Apakah saudara/i mengetahui struktur organisasi komite PPIRS dan
siapa saja yang ada di dalam komite PPIRS?
2. Apakah semua unit terlibat dalam keanggotaan komite PPIRS?
3. Dalam membahas laporan tim PPI apakah semua komite PPIRS hadir
93
di dalam rapat/pertemuan?
c. Uraian Tugas
1. Apakah saudara/i sudah mengetahui uraian tugas sesuai dengan jabatan
anda di Komite PPIRS atau Tim PPI?
2. Apakah ada tugas pokok dari masing-masing petugas sesuai dengan
struktur dalam pelaksanaan program penanggulangan PPI?
3. Apakah saudara/i mempunyai tugas lain selain menjadi anggota PPI?
Apakah tidak menggangu tugas tersebut? Bagaimana mengatur tugas
tersebut?
4. Berdasarkan uraian tugas tersebut apakah dalam pelaporan ada
hambatan? Dan laporan apa saja yang dilaporkan kepada Komite PPI?
d. Fasilitas
1. Apakah fasilitas untuk pelaksanaan program PPI sudah tersedia di
rumah sakit?
2. Apakah sarana dan prasrana pada komite PPI sudah sesuai dengan
SOP yang tersedia?
3. Apakah APD di setiap unit sudah tersedia?
e. Cuci tangan
1. Bagaimana menurut saudara/i tentang ketersediaan fasilitas kebersihan
tangan?
2. Bagaimana pelaksanaan kebersihan tangan yang saudara/i lakukan?
94
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Gambar 9. Wawancara dengan Responden
Gambar 10. Wawancara dengan Responden
95
Gambar 11. Wawancara dengan Responden
Gambar 12. Wawancara dengan Responden
96
Gambar 13. Wawancara dengan Responden
Gambar 14. Wawancara dengan Responden
97
Gambar 15. Wawancara dengan Responden
Gambar 16. Tempat Limbah Non Infeksius
98
Gambar 17. Hand Sanitizer
Gambar 18. Kondisi Wastafel
99
Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas
100
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Rumah Sakit
101
Lampiran 5. Surat Selesai Izin Penelitian dari Rumah Sakit