i
DOSIS PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS (Chaetoceros sp) YANG
DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP PERKEMBANAGAN DAN
SINTASAN LARVA UDANG VANAMEI (Litopenaeus vanamei)
STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS
DINI TRI SUGIRAH SADAR
10594083513
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar sarjana Perikanan pada
Program Studi Budidaya Perairan fakultas pertanian universitas
Muhammadiyah makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
ii
iii
iv
HALAMAN HAK CIPTA
@ Hak Cipta milik Universitas Muhammadiyah Makassar, tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang–Udang
1.Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.
a.Pengutip hanya untuk kepentigan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah.
b. Pengutip tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas muhammadiyah
Makassar.
2.Dilarang menggumumkan dan memperbanyak sebagai atau seluruh karya tulis
dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammdiyah
Makassar.
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Dini Tri Sugirah Sadar
Nim : 1059 40 835 13
Jurusan : Perikanan
Program Studi: Budidaya Perairan
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil
alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari skripsi ini hasil
karya orng lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar , Mei 2017
Dini Tri Sugirah Sadar
1059 40 835 13
vi
Abstrak
Dini Tri Sugirah Sadar 10594083513. Dosis Pemberian Pakan Alami Jenis
Chaetoceros sp Yang Dipupuk Cairan Rumen Terhadap Perkembangan dan
Sintasan Larva Udang Vanamei Litopenaeus vanamei Stadia Zoea Sampai Mysis.
Di bimbing oleh Murni dan Andi Khaeriah
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan dosis
pemberian Chaetoceros sp yang dipupuk cairan rumen optimal terhadap
perkembangan dan sintasan larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan
penelitian ini adalah sebagai media informasi bagi pembudidaya larva udang
vannamei.
Metode yang digunakan adalah pertama mengambil cairan rumen di rumah
pemotongan hewan (RPH) Sungguminasa Gowa. Dengan cara fertilisasi
menggunakan kain katun. Selanjutnya kultur chaetoceros sp dalam wadah berisi 5
liter air laut dengan salinitas 28, diberi cairan rumen dengan dosis sesuai
perlakuan. Kemudian dikultur selama 2 hari dan siap dijadikan pakan untuk larva
udang vanamei.
Pada penelitian ini terdapat 5 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang
3 kali. Pada perlakuan A=4 ml, perlakuan B=12 ml, perlakuan C=16 ml,
perlakuan D=20 ml, dan perlakuan E=0 ml. perlakuan yang terbaik adalah C=16
ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan C berbeda nyata terhadap
perlakuan (A, B,D dan E).
Kata kunci: Dosis, Chaetoceros sp, Pupuk cairan rumen, Perkembangan,
Sintasan, Udang vanamei
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul Dosis Pemberian Pakan Alami Jenis Chaetoceros sp Yang
Dipupuk Cairan Rumen Terhadap Perkembangan dan Sintasan Larva Udang
Vanamei Litopenaeus vanamei Stadia Zoea Sampai Mysis.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah menyumbangkan peran besar sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua atas do’a dan dukungannya
2. Ibu Murni, S.Pi, M.Si selaku Pembimbing 1
3. Ibu Ir.Andi Khaeriyah, M.Pd selaku Pembimbing 2
4. Bapak H. Burhanuddin S.Pi, M.P dan Ibu Nur Insana Salam S.Pi, M.Si
selaku penguji yang selama ini memberi banyak saran dan masukan dalam
penyelesaian Skripsi ini.
5. Saudaraku St. Hijriah Sadar S.sos, St. Fitriyah Sadar SHI dan Muhammad
Aqil Sadar yang telah banyak membantu saya selama penelitian
berlangsung.
6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 yang telah memberi semangat
dalam penyelesaian skripsi ini.
viii
7. Sahabat gadisku Devi Aprianti, SH., Astri Yuliandini, AMd, Keb.,
Ammay Saleh S.Farm dan Nur Qalbi Baddar yang setia dan meringankan
setiap langkahku
Namun penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangan penulis
harapkan agar tercipta tulisan yang lebih baik lagi dan mempunyai arti bagi
perkembangan ilmu dan aplikasinya.
Makassar, Mei 2017
Dini Tri Sugirah Sadar
Nim: 1059 40 835 13
ix
DAFTAR ISI
Sampul i
Halaman Pengesahan ii
Halaman Pengesahan Komisi Penguji iii
Halaman Hak Cipta iv
Halaman Pernyataan Keaslian v
Abstrak vi
Kata pengantar vii
Daftar isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
1. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Tujuan dan Kegunaan 2
2. Tinjauan Pustaka
2.1.Klasifikasi Udang vanamei 3
2.2.Morfologi Udang Vanamei 3
2.3.Habitat Udang Vanamei 4
x
2.4.Siklus Hidup Udang Vanamei 4
2.5.Perkembangan Larva udang Vanamei 5
2.6.Unsur Hara Makro dan Mikro 8
2.7.Sintasan 9
2.8.Chaetoceros sp 10
2.9.Cairan Rumen 13
2.10. Kualitas Air 14
3. Metode Pelaksanaan
3.1.Waktu dan Tempat 16
3.2.Alat dan Bahan 16
3.3.Wadah dan Media Pemeliharaan 17
3.4.Hewan Uji 17
3.5.Pakan Uji 17
3.6.Prosedur Penelitian 17
3.7.Rancangan Penelitian 19
3.8.Peubah yang Diamati 20
3.9.Analis Data 21
4. Hasil dan Pembahasan
4.1.Perkembangan 22
4.2.Sintasan 26
4.3.Kualitas Air 29
5. Kesimpulan dan Saran
5.1.Kesimpulan 31
5.2.Saran 31
Daftar pustaka
Lampiran
Biografi Penulis
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat yang digunakan selama penelitian 16
Tabel 2. Bahan yang digunakan selama penelitian 16
Tabel 3. Perkembangan 22
Tabel 4. Kisaran Pengukuran Kualitas Air 29
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Siklus hidup udang vanamei 5
Gambar 2. Tata letak satuan percobaan 19
Gambar 3. Sintasan 27
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Persentase (%) sintasan larva udang vanamei 34
Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam 37
Lampiran 3. Hasil dokumentasi selama penelitian 42
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha pembenihan di Indonesia semakin berkembang, kebutuhan dan
ketersediaan pakan alami semakin meningkat. Ketersediaan pakan alami yang
sesuai jenis, jumlah, mutu dan kesinambungan sangat dibutuhkan, karena yang
menjadi kendala pada panti pembenihan adalah tingginya mortalitas pada stadia
zoea sampai mysis Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kelangsungan hidup stadia zoea sampai mysis adalah dengan pemberian jenis
pakan alami Chaetoceros spyang dipupuk cairan rumen. Cairan rumen merupakan
limbah yang kaya akan protein, vitamin B kompleks (Gohl, 1981 dalam Afdal dan
Erwan, 2006). Menurut Rasyid (1981), bahwa cairan rumen sapi mempunyai
kandungan protein sebesar 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium
0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, selulosa 22,45% dan air
10,92%.Namun belum di ketahuinya dosis optimum untuk pupuk cairan rumen
bagi Chaetoceros sp untuk pertumbuhan larva udang vanamei stadia zoea sampai
mysis.
Chaetoceros sp merupakan jenis pakan alami yang memiliki syarat yang
dibutuhkan larva karena mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi, mudah
dibudidayakan dan cepat berkembang biak. Kandungannutrisidari chaetoceros sp
yaitu protein 35%, dan lemak 6,9 %, karbohidrat 6,6%, dan kadar abu 28%,
(Isnansetyo dan kurniastuty,1995). Chaetoceros sp sudah digunakan sebagai
pakan yang baik bagi udang vannamei dari stadia zoea sampai mysis dengan
sintasan 80%, (Simon, 1978). Tetapi dalam penelitian ini untuk pemupukan pakan
2
alami jenis chaetoceros sp digunakan cairan rumen sebagai pupuk organic yang
ramah lingkungan
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang dosis
pemberian pakan alami jenis Chaetoceros sp. yang dipupuk cairan rumen terhadap
perkembangan dan sintasan larva udang vanamei stadia zoea sampai mysis.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan dosis pemberian
Chaetoceros sp yang dipupuk cairan rumen optimal terhadap perkembangan dan
sintasan larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai
media informasi bagi pembudidaya larva udang vannamei.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Udang Vanamei
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Sub kelas : Eumalascostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus
2.2. Morfologi Udang Vanamei
Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous)
yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan
aktifitas berganti kulit luar atau exoskeleton secara periodik (moulting).
Kepala (Chepalotorax) udang vannamei terdiri dari antenula, antena,
mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi
dengan tiga pasang maxiliped dan lima pasang kaki jalan
(periopoda). Maxiliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ
untuk makan. Bentuk periopoda beruas – ruas yang berujung di
bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki 1, 2, dan 3) dan tanpa
capit kaki 4 dan 5.
4
Perut (abdomen) terdiri dari enam ruas. Pada bagian abdomen terdapat lima
pasang kaki renang dan sepasang uropoda (mirip ekor) yang berbentuk kipas
bersama-sama telson. Udang vannamei mempunyai carapace yang transparan,
sehingga warna dari perkembangan ovarinya jelas terlihat.
2.3. Habitat Udang Vanamei
Udang vannamei hidup di habitat laut topis dimana suhu air biasanya
lebih dari 28°C sepanjang tahun dan akan menghabiskan siklus hidupnya di muara
air payau. Udang vannamei dewasa dan bertelur di laut terbuka, sedangkan pada
stadia postlarva udang vannamei akan bermigrasi ke pantai sampai pada stadia
juvenil. Lingkungan hidup yang optimal bagi udang vanamei dan tumbuh dengan
baik di salinitas 25-30 ppt. Udang vanamei merupakan organism laut yang
menghabiskan siklus hidupnya di muara air payau (Clay dan Navin, 2002 dalam
wibisno 2011)
2.4. Siklus Hidup Udang Vanamei
Perkembangan Siklus hidup udang vannamei adalah dari pembuahan telur
berkembang menjadi naupli, mysis, post larva, juvenil, dan terakhir berkembang
menjadi udang dewasa. Udang dewasa memijah secara seksual di air laut
dalam. Masuk ke stadia larva, dari stadia naupli sampai pada stadia juvenil
berpindah ke perairan yang lebih dangkal dimana terdapat banyak vegetasi yang
dapat berfungsi sebagai tempat pemeliharaan. Setelah mencapai remaja, mereka
kembali ke laut lepas menjadi dewasa dan siklus hidup berlanjut kembali.
Pada stadia zoea setelah naupli, benih udang vanamei ini berukuran 3,30
mm. stadia zoea mengalami molting sebanyak 3 kali waktu lama penggantian
5
kulit sebelum memasuki stadia mysis sekitar 4-5 hari. Setelah stadia zoea
memasuki mysis benih udang vanamei sudah menyerupai bentuk udang yang di
cirikan dan sudah terlihat kaki dan ekor. Benih pada stadia mysis mampu
menyerap pakan alami, dan ukurannya sudah mencapai 3,50-4,80.
Gambar 1. Siklus hidup udang vanamei
2.5. Perkembangan Larva Udang Vanamei
Naupli merupakan stadia paling awal pada stadia larva udang vannamei.
Kemudian berubah menjadi stadia zoea. Zoea merupakan stadia kedua pada larva
udang vannamei. Kemudian bermetamorfosa ke stadia mysis. Stadia mysis
merupakan stadia ketiga dari larva udang vannamei yang merupakan stadia
terakhir pada larva udang vannamei. Mysis mempunyai karakteristik menyerupai
udang dewasa, seperti bagian tubuh, mata, dan karakteristik ekornya. Stadia mysis
akan berakhir pada hari ke tiga atau hari keempat, dimana selanjutnya akan
bermetamorfosa menjadi post larva (PL). Pada PL 10 sudah terlihat seperti udang
dewasa.
Contoh pada larva udang vanamei, Fase I disebut sebagai nauplius, tidak
membutuhkan makanan dari luar karena masih cukup tersedia kuning telur.
6
Nauplius melewati 6 stadia nauplius1-6 yang mudah dikenali dari ukuran panjang
badan dan panjang dan jumlah duri ekornya. Fase berikutnya adalah Zoea yang
melalui 3 tahap. Zoea mudah dikenali dengan gerakan majunya dan
perkembangan rostrumnya. Zoea memakan fitoplankton terutama diatom sebagai
sumber asupan biosilikat. Kemudian setelah itu larva udang akanmemasuki fase
mysis dengan 3 stadia. Fase ini dicirikan dengan gerakannya yang melentik dan
munculnya kaki renang. Pada tahap ini larva masih tetap membutuhkan diatom
dengan jumlah yang tentu lebih banyak. Tahap terakhir adalah post larva, ditandai
dengan kemiripannya dengan bentuk udang dewasa, gerak maju larva dan adanya
kaki renang sempurna dan capit di kaki jalan. Kecepatan tumbuhnya ditunjang
oleh asupan protein tinggi dari pakan alami jenis chaetoceros sp .
perkembangan larva udang vannamei setelah telur menetas adalah sebagai
berikut :
a. Stadia Naupli.
Pada stadia ini, naupli berukuran 0,32-0,58 mm. Sistem pencernaannya
belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan serupa kuning telur
sehingga pada stadia ini benih udang vannamei belum membutuhkan makanan
dari luar. Dalam fase Naupli ini larva mengalami enam kali pergantian
bentuk dengan tanda-tanda sebagai berikut ;
Nauplius I : Bentuk badan bulat telur dan mempunyai anggota badan
tiga pasang
Nauplius II : Pada ujung antena pertama terdapat seta (rambut), yang satu
panjang dan dua lainnya pendek
7
Nauplius III : Furcal dua buah mulai jelas masing-masing dengan tiga
duri(spine), tunas maxilla dan maxilliped mulai tampak.
Nauplius IV ; Pada masing-masing furcal terdapat empat buah duri,
Exopoda pada antena kedua beruas-ruas.
Nauplius V ; Organ pada bagian depan sudah tampak jelas disertai
dengan tumbuhnya benjolan pada pangkal maxilla.
Nauplius VI ; Perkembangan bulu-bulu semakin sempurna dari duri pada
furcal tumbuh makin panjang.
b. Stadia Zoea
Stadia Zoea terjadi setelah naupli ditebar di bak pemeliharaan sekitar 15-
24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-3,30 mm. Pada stadia ini, benih udang
mengalami moulting sebanyak 3 kali, yaitu stadia zoea 1, zoea 3, lama waktu
proses pergantian kulit sebelum memasuki stadia berikutnya (mysis) sekitar 4-5
hari.
Fase zoea terdiri dari tingkatan-tingkatan yang mempunyai tanda-tanda
yang berbeda sesuai dengan perkembangan dari tingkatannya, seperti diuraikan
berikut ini :
Zoea I : Bentuk badan pipih, carapace dan badan mulai nampak,
maxilla pertama dan kedua serta maxilliped pertama dan kedua mulai
berfungsi. Proses mulai sempurna dan alat pencernaan makanan nampak
jelas.
Zoea II : Mata bertangkai, pada carapace sudah terlihat rostrum dan
duri supra orbital yang ber’;cabang
8
Zoea III : Sepasang uropoda yang bercabang dua (Biramus) mulai
berkembang duri pada ruas-ruas perut mulai tumbuh.
c. Stadia Mysis
Pada stadia ini, benih sudah menyerupai bentuk udang yang dicirikan
dengan sudah terlihat ekor kipas (uropoda) dan ekor (telson). Benih pada stadia
ini sudah mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva
sudah berkisar 3,50-4,80 mm.
Fase ini mengalami tiga perubahan dengan tanda-tanda sebagai berikut :
Mysis I : Bentuk badan sudah seperti udang dewasa, tetapi kaki
renang (Pleopoda) masih belum nampak.
Mysis II : Tunas kaki renang mulai nampak nyata, belum beruas-
ruas.
Mysis III : Kaki renang bertambah panjang dan beruas-ruas.
d. Stadia Post Larva (PL)
Stadia ini, benih udang vannamei sudah tampak seperti udang dewasa.
Hitungan stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari. Misalnya, PL 1 berarti
post larva berumur 1 hari. Pada stadia ini udang mulai aktif bergerak lurus ke
depan.
2.6. Unsur Hara Makro dan Mikro
Unsur hara adalah senyawa organic dan anorganik yang ada dalam tanah
atau dengan kata lain kandungan nutrisi yang terkandung dalam tanah. Unsur hara
makro yang dibutuhkan larva udang vanamei yaitu N,P,K,Ca,S dan Mg.
sedangkan unsur hara mikro larva udang vanamei yaitu
9
Fe,Cu,Zn,Mn,Mo,B,Na,Cl. Pada setiap unsur hara mempunyai fungsi-fungsi
khusus yang ditunjukkan pada pertumbuhan dan kepadatan larva udang vanamei.
Unsur N,P, dan S penting untuk pembentukan protein dan fosfor merupakan
bahan pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin. Unsur Ca merupakan unsur
pembentuk dinding sel atau cangkang (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).
Keberadaan unsur hara dalam air berpengaruh pada organisme yang
terdapat pada perairan tersebut.Apabila pembudidaya mengetahui jumlah dan
jenis unsur hara yang terdapat dalam perairan, maka dapat diketahui jenis pupuk
apa yang harus digunakan untuk melengkapi kandungan nutrisi, dan berapa
jumlah dosis pupuk yang dibutuhkan.untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang
tidak terdapat pada perairan dan organisme budidaya.Menurut Cahyaningsih
(2006), Pertumbuhan Chaetoceros sp sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang ada
dilingkungan tempat hidupnya, oleh karena itu media kulturnya perlu diberi
pupuk untuk menunjang ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro. Salah
satu unsur hara makro (nutrient utama) yang sangat menunjang pertumbuhan
Chaetoceros sp adalah ketersediaan unsur nitrogen (N). nitrogen yang umumnya
dibutuhkan untuk media kultur yaitu dalam bentuk senyawa nitrat.Widodo (2002)
menyatakan zat yang terkandung dalam rumen meliputi protein sebesar 8,86%,
lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, fosfor 0,55%, nitrogen 18,54% dan air 10,92%.
Dapat membantu keberhasilan kulturchaetoceros sp sebagai pupuk organic.
2.7. Sintasan
Sintasan adalah presentase jumlah udang yang hidup dalam kurun waktu
tertentu (Effendie, 1979). Sintasan organisme dipengaruhi oleh padat penebaran
10
dan faktor lainnya seperti, umur, pH, suhu dan kandungan amoniak (Resmiaty dan
Mayunar, 1990) dalam fadlih (2001) bahwa faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang adalah tersedianya jenis makanan
yang memenuhi kebutuhan nutrisi serta adanya lingkungan yang baik seperti
oksigen, amoniak, karbondioksida, nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen.
Kebutuhan nutrisi pakan dan keadaan lingkungan sangat berpengaruh pada
perkembangan dan larva udang vanamei. Kebutuhan nutrisi pakan dipengaruhi
oleh pupuk yang di gunakan, cairan rumen sebagai pupuk organik di harapkan
dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva udang vanamei
stadia zoea sampai mysis.
2.8. Chaetoceros sp
Chaetoceros sp memiliki bentuk tubuh bulat dengan ukuran tubuh yang
sangat kecil yakni berkisar antara 4 – 6 mikron dan ada yang berbentuk segi
empat dengan ukuran 8-12 x 7-18 mikron. Sama seperti diatom pada umumnya,
Chaetoceros sp memiliki dinding sel yang dibentuk dari silica. Pigmen chlorophyl
memiliki peran sebagai katalisator dalam proses fotosintesis sedangkan adanya
pigmen karoten dan diatomin menyebabkan dinding sel dari Chaetoceros sp
berwarna cokelat keemasan.
Kandungan unsur kimia dalam Chaetoceros sp. secara kualitatif dan
kuantitatif dapat memenuhi kebutuhan unsur makro dan mikro Chaetoceros sp.
Krichnavaruk et al. (2005) mengemukakan bahwa unsur makro yang sangat
penting bagi pertumbuhan Chaetoceros sp. yaitu N (14 mg/L) , P (2,4 mg/L),
Si(3,2 mg/L).
11
Menurut Sektiana (2008) Chaetoceros sp. Adalah salah satu pakan alami
yang umum digunakan dalam marikultur karena memiliki kandungan protein yang
tinggi dan mudah untuk dicerna. Penggunaan unsur hara makro dan mikro dalam
media kulturChaetoceros sp.
Kelebihan yang dimiliki oleh Chaetoceros sp.adalah kemampuannya
bersimbiosis dengan Chaetoceros sp untuk fiksasi N dari udara (Nugrahapraja,
2008). Saat ini pemanfaatan cairan rumen sudah mulai banyak dilakukan
mengingat ketersediaanya di alam yang melimpah. Dewi (2007) menyatakan
bahwa Chaetoceros sp. memiliki berbagai unsur hara antara lain N (1,96-5,30%),
P (0,16-1,59%), Si (0,16-3,35%), Ca (0,31-5,97%), Fe (0,04-0,59%), Mg (0,22-
0,66%),Zn (26-989 ppm), Mn (66 – 2944 ppm).
Menurut Cahyaningsih (2006), Pertumbuhan Chaetoceros sp.sangat
dipengaruhi oleh nutrisi yang ada dilingkungan tempat hidupnya, oleh karena itu
media kulturnya perlu diberi pupuk untuk menunjang ketersediaan unsur hara baik
makro maupun mikro. Salah satu unsur hara makro (nutrient utama) yang sangat
menunjang pertumbuhan Chaetoceros sp. adalah ketersediaan unsur nitrogen
(N).nitrogen yang umumnya dibutuhkan untuk media kultur yaitu dalam bentuk
senyawa nitrat. Nitrogen (N) merupakan komponen utama protein sel yang
merupakan kebutuhan dasar kehidupan organisme khususnya diatom (Takdir,
1990). Lebih lanjut ditambahkan bahwa, penggunaan nitrogen dalam media
kulturChaetoceros sp. sangat penting untuk mendapatkan nilai produktivitas
kultur yang tinggi serta kualitas Chaetoceros sp. yang baik.
12
Pertumbuhan populasi Chaetoceros sp dan konsentrasi optimal pupuk
Penggunaan pupuk dalam media kultur Chaetoceros sp sangat penting untuk
mendapatkan nilai produktivitas kultur yang tinggi serta kualitas biomassa yang
baik. Chaetoceros sp dapat memanfaatkan zat hara lebih cepat dari diatom lainnya
dalam penyerapan nutrient. Dalam mengkultur Chaetoceros sp. pertumbuhan
sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang ada di lingkungan tempat hidupnya, oleh
karena itu diperlukan pupuk dimedia kultur untuk menunjang ketersediaan unsur
hara baik makro maupun mikro.
Salah satu unsur hara makro yang sangat menunjang dalam pertumbuhan
Chaetoceros sp. adalah ketersediaan unsur Nitrogen (N). Nitrogen yang umumnya
dibutuhkan untuk media kultur yaitu dalam bentuk senyawa nitrat yang banyak
didapat dalam kandungan pupuk diatom, namun yang menjadi masalah akhir-
akhir ini adalah harga pupuk diatom yang mahal. Pupuk diatom adalah pupuk
yang digunakan untuk kultur mikroalga yang terbuat dari bahan kimia PA (Pro
Analis) dosis pemakaian 1 ml pupuk / 1 L volume kultur (BBAP Situbondo,
2010). Kebutuhan unsur hara untuk pertumbuhan Chaetoceros sp. adalah N (14
mg/L) ,P (2,4 mg/L), Si (3,2 mg/L) (Krichnavaruk et al., 2007).Dari analisa
kandungan kimia Chaetoceros sp. memiliki potensi untuk dapat diaplikasikan
dalam pengganti pupuk diatom dalam kultur Chaetoceros sp sehingga diperlukan
penelitian tentang Penggunaan cairan rumen sebagai Pupuk organik dalam media
kultur terhadap pertumbuhan Chaetoceros sp.
Semakin besar tingkat penggunaan dosis cairan rumen terhadap
Chaetoceros sp menunjukkan peningkatan terhadap pertumbuhan Chaetoceros sp.
13
Pengaruh pertumbuhan pada Chaetoceros sp. dengan cairan rumen. Karena
komposisi cairan rumen sebagian besar terdiri atas air sehingga penambahan
cairan rumen akan meningkatkan pertumbuhan pada Chaetoceros sp. sementara
pada proses pertumbuhan mikroorganisme bekerja mengurai bahan organic
sehingga Chaetoceros spbisa berkembang dengan baik (Henrik, 2016).
2.9. Cairan Rumen
Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih,
dan untuk sapi berkisar 10 liter. Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak
ruminansia dapat mensintesis asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen
yang lebih sederhana melalui kerjanya mikroorganisme dalam rumen.
Mikroorganisme tersebut membuat zat-zat yang mengandung nitrogen bukan
protein menjadi protein yang berkualitas tinggi. Mikroorganisme dalam rumen
terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri dan protozoa. Temperatur rumen 39
sampai 40 0c, pH 7,0 sehingga memberikan kehidupan optimal bagi
mikroorganisme rumen. Sekitat 80% Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri
rumen berupa protein dan 20 % berupa asam nukleat. Berdasarkan analisa
berbagai rumen kadar berbagai asam amino dalam isi rumen diperkirakan 9-20
kali lebih besar daripada dalam makanan.
Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%,
lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN
41,24%, abu 18,54%,selulosa 22,45% dan air 10,92%. Pemupukan ini dapat
14
memenuhi kebutuhan nutrisi pakan alami jenis chaetoceros spdan dosis yang di
gunakan tepat untuk pertumbuhan dan sintasan larva udang vanamei
2.10. kualitas Air
2.10.1. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang
berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu
perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup
dalam air. Oksigen terlarut yang optimal dibutuhkan larva udang vanamei selama
pemeliharaan yaitu 3 ppm. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal
dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang
hidup dalam perairan tersebut (SALMIN. 2000).
2.10.2. Salinitas
salinitas air yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang
terdapat pada suatu perairan. Hal ini dikarenakan salinitas air ini merupakan
gambaran tentang padatan total didalam air setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh chlorida dan semua
bahan organik telah dioksidasi. salinitas air yang optimal untuk pertumbuhan
larva udang vanamei yaitu 15-30 ppt. Garam-garam yang ada di air payau atau air
laut pada umumnya adalah Na, Cl, NaCl, MgSO4 yang menyebabkan rasa pahit
pada air laut, KNO3 dan lainlain.
2.10.3. pH(derajat keasaman)
Derajat keasaman pH Air suatu wadah pemeliharaan sangat
dipengaruhi oleh keadaan tanahnya yang dapat menentukan kesuburan suatu
15
perairan. Pada pH air netral sangat baik untuk kegiatan budidaya ikan, biasanya
berkisar antara 7 – 8, sedangkan pada pH air basa juga tidak baik untuk kegiatan
budidaya. Pengaruh pH air pada perairan dapat berakibat terhadap komunitas
biologi perairan. Nilai pH yang baik untuk pertumbuhan larva udang vanamei
yantu kisaran antara 7,5 sampai 8,5
2.10.4. Suhu
Suhu air yang ideal bagii organisme air yang dibudidayakan sebaiknya
adalah tidak terjadi perbedaan suhu yang tidak mencolok antara siang dan malam
(tidak lebih dari 300
c). Pelapisan ini terjadi karena suhu permukaan air lebih
tinggi dibanding dengan suhu air dibagian bawahnya. Strasifikasi suhu terjadi
karena masuknya panas dari cahaya matahari kedalam perairan yang
mengakibatkan terjadinya gradien suhu yang vertikal. Oleh karena itu bagi para
pembudidaya yang melakukan kegiatan budidaya udang vanamei suhu yang
optimal bagi pertumbuhan larva udang vanamei yaitu 260c sampai 31
0c. Selain itu
untuk memecah strasifikasi suhu pada wadah budidaya ikan perlu diperhatikan
dan harus menggunakan alat bantu untuk pengukurannya.
16
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat Dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 di PT. Sentral
Pertiwi Galesong, Kab. Takalar Provinsi Sulawesi selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Alat yang akandigunakan selama penelitian.
Nama Alat Kegunaan
Wadah volume 7 liter
Selang dan batu aerasi
Mikroskop
Objek glass
Cover glass
Gelas ukur
Pipet tetes
Termometer
pH meter
Refraktometer
Haemocytometer
Ember plastik
Media kultur Chaetoceros sp.
Penyuplai oksigen
Pengamatan dan
penghitungansample
Meletakkan objek yang akan
diamati dengan mikroskop
Penutup objek yang telah
diletakkan di atas kaca preparat
Sampling sintasan
Ukur pupuk dan dosis
Pengukur suhu
Mengukur pH ( derajat keasaman
atau kebasaan )
Mengukur kadar/konsentrasi bahan
atau zat terlarut
Alat untuk menghitung kepadatan
Media pemeliharaan udang
vanameii
Sedangkan bahan yang digunakan disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan selama penelitian.
Nama Bahan Kegunaan
Larva udang vanameii
Chaetoceros sp
Cairan rumen
Aquadest
Hewan uji stadia zoea1
Organisme uji
Pupuk
Untuk mensterilkan alat
17
3.3 Wadah dan Media Pemeliharaan
Wadah penelitian yangdigunakan adalah ember plastik berkapasitas 7 liter
sebanyak 15 buah dengan wadah kontrol. Masing–masing baskom diisi air laut
sebanyak 5 liter dan dilengkapi dengan aerasi. Media yang digunakan adalah air
laut yang telah disterilkan yang terlebih dahulu ditampung dan diendapkan selama
24 jam kemudian dipindahkan ke wadah penelitian dengan menggunakan pompa
Dab yang dilengkapi dengan selang ¾ cm yang diujung selang dipasangi saringan
kapas.
3.4 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah benih udang vannamei,
stadia zoea 1 dengan ukuran panjang ± 3,30 mm.
3.5 Pakan Uji
Pakan uji yang digunakan pada pemeliharaan benih udang vannamei yang
dipupuk cairan rumen adalah pakan alami chaetoceros sp yang diperoleh dari
laboratorium pakan alami PT Central Pertiwi
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Wadah dan Peralatan
Wadah dan peralatan yangdigunakan pada penelitian ini terlebih dahulu
disikat merata pada bagian permukaan kemudian dicuci dan dikeringkan selama
24 jam. Pengeringanperalatan aerasi dilakukan selama 1 hari. Setelah wadah
kering kemudian diisi dengan air laut.
18
3.6.2 Cairan Rumen
Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Sungguminasa Gowa. Cairan rumen sapi diambil dari isi rumen sapi dengan cara
filtrasi (penyaringan dengan kain katun) dibawah kondisi dingin. Cairan rumen
hasil filtrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000 x g selama 10 menit pada suhu
4 0C untuk memisahkan supernatan dari sel-sel dan isi sel mikroba (Lee et al.
2000).
3.6.3 Kultur Chaetoceros sp.
Kultur chaetoceros sp skala intermediate menggunakan ember
berkapasitas 7 liter. Sebelum kultur dilakukan, perlengkapan yang akan digunakan
harus disterilkan, dengan mengunakan detergen kemudian dibilas dengan air
tawar. Peralatan yang digunakan antara lain selang aerasi dan batu aerasi.
Penggunaan air laut terlebih dahulu dinetralkan dengan menggunakan
natrium thiosulfat. Setelah itu, air laut yang sudah dinetralkan dengan kadar
garam 28 ppt dimasukkan ke wadah kultur sebanyak 5 liter. Air media kultur
diberikan cairan rumen sesuai dengan dosis pada setiap perlakuan setelah itu
diberikan aerasi dan ditunggu beberapa saat agar cairan rumen tercampur secara
merata terlebih dahulu sebelum bibit chaetoceros sp. dimasukkan Jumlah bibit
chaetoceros spyang diberikan sebanyak 100 ml/liter. Setelah cairan rumen sudah
bercampur dengan chaetoceros sp. Dikultur selama 2 hari, maka sudah bisa
diberikan pada larva udang vannamei sebagai pakan alami. Pemberian pakan
alami chaetoceros sp pada semua perlakuan yaitu sebanyak 5 ml dengan frekuensi
6 kali/24 jam.
19
3.6.4 Pemeliharaan Benih
Sebelum penebaran benih udang vanamei, terlebih dahulu dilakukan
adaptasi lingkungan terutama suhu dan salinitas. Padat tebar benih udang
vannamei dengan kepadatan 20 ekor/liter. Benih udang vannamei dipelihara
selama 6 hari. Selama masa pemeliharaan diberi pakan alami chaetoceros sp yang
di pupuk cairan rumen. Dosis yang diberikan sesuai dengan perlakuan, setiap
perlakuan dikonversi sesuai banayaknya jumlah tebar larva. Penyiponan dilakukan
apabila ada sisa pakan atau kotoran benih udang vanamei yang mengendap
didasar wadah penelitian. Untuk mengetahui sintasan dilakukan sampling dengan
cara menggunakan gelas ukur.
3.7 Rancangan Penelitian
Penelitian inidilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan masing–masing perlakuan diulang 3 kali
sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 15 unit.
Tata letak satuan percobaan setelah pengacakan seperti disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Tata Letak Satuan Percobaan
D1 B3 C1 C3
D3 C2 A2 D2
B1 E1 B2 E2
A3
A1
E3
20
Perlakuan A : Pemberian pakan dengan dosis 4 ml
Perlakuan B : Pemberian pakan dengan dosis 12 ml
Perlakuan C : Pemberian pakan dengan dosis 16 ml
Perlakuan D : Pemberian pakan dengan dosis 20 ml
Perlakuan E : Kontrol (Tanpa rumen)
3.8 Peubah yang Diamati
Peubah yangakan diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.8.1. Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses untuk menuju kedewasaan mahluk
hidup yang bersifat kualitatif, atau tidak di nyatakan dengan bilangan tetapi dapat
di amati berdasarkan fase-fase perkembangannya. Untuk mengamati
perkembangan dengan cara melihat udang vanamei pada objek glas menggunakan
mikroskop.
3.8.2. Sintasan
Sintasan larva udang vannamei dilakukan dengan cara mengambil hewan
uji kemudian dilakukan penyamplingan tiap wadah, adapun rumus yang
dianjurkan oleh Effendi (1997) dalam menghitung sintasan adalah sebagai berikut:
Dimana: SR = Sintasan (%)
Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian (ind)
No = Jumlah individu pada awal penelitian (ind)
21
3.8.1 Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang
meliputi: suhu, salinitas, DO, dan pH. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap
hari.
3.9 Analisis Data
Untuk mengetahui penggunaan cairan rumen sebagai pupuk pakan alami
chaetoceros spdengan dosis yang berbeda terhadap sintasan larva udang
Vannamei,maka dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada tingkat
kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk
melihat perbedaan antar perlakuan (Gasperz, 1991).
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Larva Udang Vanamei
Perkembangan udang vannamei (Liptopenaeus vannamei) stadia zoea
sampai mysis dapat dilihat pada Gambar 3.
WAKTU
PERLAKUAN
HARI 1 HARI 2 HARI 3
PERLAKUAN
A = 4 ml
ZOEA 1
ZOEA 2
ZOEA 3
PERLAKUAN
B = 12 ml
ZOEA 1
ZOEA 2
ZOEA 3
PERLAKUAN
C = 16 ml
ZOEA 1
ZOEA 2
ZOEA 3
PERLAKUAN
D = 20 ml
ZOEA 1
ZOEA 2
ZOEA 3
PERLAKUAN
E= 0 ml
ZOEA 1
ZOEA 2
ZOEA 2
23
HARI
PERLAKUAN
HARI 4 HARI 5 HARI 6
PERLAKUAN
A = 4 ml
MYSIS 1
MYSIS 2
MYSIS 3
PERLAKUAN
B = 12 ml
MYSIS 1
MYSIS 2
MYSIS 3
PERLAKUAN
C = 16 ml
MYSIS 1
MYSIS 2
MYSIS 3
PERLAKUAN
D = 20 ml
MYSIS 1
MYSIS 2
MYSIS 3
PERLAKUAN
E = 0 ml
MYSIS 1
MYSIS 2
MYSIS 2
Gambar 3. Perkembangan Larva Udang Vannamei Stadia Zoea sampai
Mysis
24
Berdasarkan hasil penelitian disajikan pada gambar 3, menunjukkan
bahwa perkembangan larva udang vanamei pada semua perlakuan. Perkembangan
terbaik terdapat pada perlakuan A, B, C, dan D pakan chaetoceros sp dipupuk
menggunakan cairan rumen. Disusul perlakuan E pemberian pakan chaetoceros sp
tanpa cairan rumen memiliki perkembangan yang lebih lambat. Dibuktikan pada
hari pertama pemeliharaan sampai hari ke 6 perubahan perkembangan yang terjadi
pada perlakuan A, B, C, D, dan E. Davis et al. (1992) menyatakan bahwa interaksi
berbagai macam mineral dalam pakan dapat meningkatkan perkembangan.
Pada hari pertama pemeliharaan larva udang vanamei di tebar zoea 1 pada
semua perlakuan. Zoea 1 memiliki bentuk badan yang pipih, carapace dan badan
mulai nampak, maxilla pertama dan kedua serta maxilliped pertama dan kedua
mulai berfungsi. Proses mulai sempurna dan alat pencernaan makanan nampak
jelas. Chaetoceros sp dipupuk menggukan cairan rumen diharapkan dapat
membantu proses kecernaan makanan dengan enzim yang terkandung pada cairan
rumen. (Shutanri, 1985) Enzim berperan dalam mempercepat perombakan dan
reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup, enzim berperan spesifik
sebagai katalisator.
Hari kedua pemeliharaan larva udang vanamei pada semua perlakuan
memasuki stadia zoea 2. Pada stadia zoea 2 telah tampak mata bertangkai, pada
carapace sudah terlihat rostrum dan duri supra orbital yang bercabang. Pada hari
ketiga pemeliharaan larva udang vanamei perlakuan A, B, C,D, memasuki stadia
zoea 3 kecuali pada perlakuan E masih berada pada zoea 2, ini disebabkan karna
lambatnya aktifitas mouling. Coile et all 2013, menyatakan bahwa pada saat
25
moulting larva udang vanamei kehilangan sekitar 40-60% protein tubuhnya
sehingga pakan pada stadia larva harus mempunyai kadar protein tinggi. Untuk
perkembangan larva udang vanamei protein dan lemak sangat diperlukan untuk
melakukan aktifitas penggantian kulit sebagai indikasi perkembangan.
Hari keempat pemeliharaan larva udang vanamei pada perlakuan A, B, C,
D telah memasuki stadia mysis 1 sedangkan pada perlakuan E masih pada stadia
zoea 3. Pada stadia mysis 1 bentuk badan larva udang vanamei sudah seperti
udang dewasa, tetapi kaki renang (Pleopoda) masih belum nampak dan ekor
sudah mulai terbentuk. Hari kelima pemeliharaan udang vanamei memasuki stadia
mysis 2 pada perlakuan A, B, C, D kecuali perlakuan E berada pada stadia mysis
1. Pada stadia mysis 2 keadaan larva udang vanamei telah memiliki Tunas kaki
renang mulai nampak nyata, belum beruas-ruas.
Selanjutnya pada hari keenam pemeliharaan larva udang vanamei
memasuki stadia mysis 3 pada perlakuan A, B, C, D sedangkan perlakuan E baru
memasuki stadia mysis 2 . Pada stadia mysis 3 keadaan larva udang vanamei Kaki
renang bertambah panjang dan beruas-ruas. Keterlambatan perkembangan yang
dialami pada perlakuan E dipengaruhi oleh pakan. Kebutuhan nutrisi pada pakan
chaetoceros sp tanpa cairan rumen tidak cukup untuk melakukan perkembangan.
Dimana nilai tersebut sejalan dengan hasil penenitian (Herawati, 2015)
menyatakan bahwa perkembangan larva yang terjadi pada pemberian pakan
chaetoceros sp yang dikombinasi dengan S.costatum yaitu selama 7 hari sampai
memncapai mysis 3 dengan bobot 0,03 gr.
26
Perkembangan larva udang vanamei diberi pakan chaetoceros sp yang
dipupuk cairan rumen pada perlakuan A, B, C, dan D menunjukkan
perkembangan lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya, karena kandungan dari
pupuk cairan rumen pada pakan chaetoceros sp yang terpenuhi sehingga larva
udang vanamei pada pemeliharaan stadia zoea 1 berkembang menjadi mysis 3.
Serta aktivitas moulting yang dialami udang vanamei terproses dengan baik. Davis
et al (2002) menyatakan bahwa kandungan asam amino dan mineral berperan dalam
mendapatkan energi selama proses osmoregulasi serta mempertahankan
keseimbangan tubuh untuk melakukan aktifitas moulting. Sedangkan perlakuan E
diberi pakan chaetoceros sp tanpa dipupuk cairan rumen menghasilkan
perkembangan lebih lambat pada akhir pemeliharaan larva udang vanamei hanya
mencapai stadia mysis 2. Hal ini dikarenakan pakan belum memenuhi kebutuhan
larva udang vanamei. (Buwono 2000) menyatakan protein pakan yang tinggi akan
menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik, tergantung dari
kebutuhan organisme yang dipelihara sampai batas optimum.
4.2. Sintasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pemberian pakan alami jenis
Chaetoceros sp yang dipupuk cairan rumen dengan dosis yang berbeda dan tanpa
cairan rumen pada larva udang vannamei berpengaruh terhadap sintasan larva
udang vannamei stadia zoea sampai mysis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4:
Berdasarkan hasil pengamatan pembrian Chaetoceros sp. yang dipupuk
cairan rumen dengan dosis berbeda terhadap sintasan larva udang vannamei stadia
27
zoea sampai mysis, diperoleh sintasan tertinggi pada perlakuan C ( dengan dosis
16 ml/wadah ) yaitu 83%, kemudian perlakuan B (dengan kepadatan 12ml/wadah)
yaitu 77%. Dan disusul perlakuan D (dengan kepadatan 20ml/wadah) yaitu 41 %.
Kemudian perlakuan E ( dengan dosis 0 ml/wadah) yaitu 21 % dan tingkat
kelangsungan hidup terendah pada perlakuan A (dengan dosis 4ml/wadah) yaitu
20%.
Gambar 4. Sintasan Larva Udang Vannamei
Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup pada larva
udang vanamei selama penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup
tertinggi yaitu pada perlakuan C ( dengan kepadatan 16 ml/wadah) dengan rata-
rata 83 %. Tingginya tingkat kelangsungan hidup diduga karena pakan yang
diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik, kebutuhan udang akan pakan
terpenuhi sehingga udang tidak lapar serta dosis pupuk yang diberikan pada
pakan alami chaetoceros sp telah optimal. (Mahinous 2006) meyatakan tingginya
kelangsungan hidup dipengaruhi oleh pakan dengan cara menyempurnakan
kandungan yang dibutuhkan ikan.
0
20
40
60
80
100
A B C D E
SIN
TASA
N (
%)
PERLAKUAN
28
Kematian udang selama penelitian karena masih kurangnya dosis cairan
rumen pada pakan yang diberikan ke perlakuan A (kepadatan 4 ml/toples) Udang
yang memliki bobot tubuh lebih kecil akan kalah dalam persaingan mendapatakan
pakan, juga bisa disebabkan karena stress pada saat penanganan. Selain itu
kematian udang disebabkan adanya aktivitas moulting untuk pertumbuhan. Pada
saat moulting ketahanan tubuh udang akan melemah dan nafsu makannya akan
menurun sehingga udang akan lebih sering berdiam didasar bak, dan pada saat ini
dapat menyebabkan kanibalisme pada udang vannamei yang sehat sehingga dapat
menimbulkan kematian. Haliman dan Adijaya (2004) menjelaskan bahwa
moulting pada udang ditandai dengan seringnya muncul udang ke permukaan air
sambil meloncat-loncat.
Gerakan ini bertujuan untuk membantu melonggarkan kulit luar udang dari
tubuhnya. Gerakan tersebut merupakan salah satu cara mempertahankan diri
karena cairan moulting yang dihasilkan dapat merangsang udang lain untuk
mendekat dan memangsa (kanibalisme). Pada saat moulting berlangsung, otot
perut melentur, kepala membengkak, dan kulit luar bagian perut melunak. Dengan
sekali hentakan, kulit luar udang dapat terlepas. Selanjutnya Soetedjo (2011)
menambahkan moulting merupakan proses yang rumit dimana tingkat
kematiannya sulit dihindari
Berdasarkan gambar diagrammenunjukkan bahwa pemberian Chaetoceros
sp yang dipupuk dengan cairan rumen dengan dosis yang berbeda sangat
berpengaruh terhadap kelulushidupan larva udang vannamei stadia zoea smpai
mysis. Data sintasan larva udang vannamei pada setiap perlakuan.
29
Hasil uji BNT di akhir penelitian menunjukkan pada perlakuan A berbeda
nyata dengan perlakuan (B, C, D) dan perlakuan A tidak berbeda nyata dengan
perlakuan E. Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan (A, C, D, E). Perlakuan
C berbeda nyata dengan (A, B, D, E). Perlakuan D berbeda nyata dengan
perlakuan (A, B, C, E) dan perlakuan E tidak berbeda nyata dengan perlakuan A,
tetapi perlakuan E berbeda nyata dengan perlakuan (B, C, D).
4.3. Kualitas Air
Agar udang vanamei yang dipelihara dapat hidup dan tumbuh dengan baik,
maka selain harus tersedia pakan bergizi dalam jumlah dan kualitas yang cukup,
kondisi lingkungan juga berada pada kisaran yang layak. Air merupakan
lingkungan dimana organisme perairan hidup. Tubuh dan insang mereka
berhubungan langsung dengan apa yang terlarut dalam air. Oleh karena itu
kualitas air secara langsung sanagt berpengaruh terhadap kesehatan dan
pertumbuhan organisme yang dibudidayakan (Wyk, 1999).
Selama penelitian, dilakukan pengukuran kualitas air media pemeliharaan
yang meliputi pH, suhu, salinitas, dan oksigen terlarut. Nilai parameter kualitas air
media pemeliharaan disajikan pada Tabel 3.
4.3.1.Kisaran Pengukuran Kualitas Air
Nilai parameter kualitas air media pemeliharaan disajikan pada table 4.
Parameter Perlakuan
A B C D E
Ph 8,05 – 8,30 8,3– 8,36 8,3 – 8,3 7,83 – 8,34 7,76 – 8,38
Suhu 30,7 – 32,8 30,7 – 31,8 31,2 – 31,8 31,6– 30,7 31,6 – 31,7
Salinitas 28 – 28 28 – 28 28 – 28 28 – 28 28 – 28
DO 4 – 4 4 – 5 4 – 5 4 – 5 4 – 5
30
Berdasarkan (table 4), hasil pengamatan suhu selama penelitian berkisar
dari 30,6 – 32,2 ˚C. Suhu air tersebut masih dalam kisaran yang layak bagi
sintasan larva udang vannamei. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haliman dan
Adijaya,( 2005), bahwa suhu optimal pertumbuhan udang vannamei antara 30,6 -
31,8 0C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh
udang akan berlangsung cepat. Imbasnya kebutuhan oksigen terlarut meningkat.
Pada suhu air dibawah 280C nafsu makan menurun.
Derajat keasaman pH pada semua perlakuan masih layak untuk
pertumbuhan larva udang vannamei .Haliman dan Adijaya (2005), kisaran pH
yang ideal bagi kehidupan dan pertumbuhan udang adalah antara 7,76-8,38.
Kisaran salinitas pada semua perlakuan masih layak untuk pertumbuhan
udang. Haliman dan Adijaya (2005), kisaran salinitas optimal untuk udang windu
berkisar antara 25-31 ppt, sedangkan Trono (1981) salinitas untuk pertumbuhan
udang dengan baik pada salinitas 25-30 ppt. Kisaran salinitas pada masing-masing
perlakuan relative rendah disebabkan oleh rendahnya suhu rata-rata lingkungan
pada saat penelitian akibat fluktuasi musim selama penelitian.
Konsentrasi oksigen terlarut pada setiap perlakuan masih layak untuk
pemeliharaan udang karena masih mampu di tolerir oleh udang vannamei.
Haliman dan Adijaya (2005), kadar oksigen terlarut yang baik berkisar 4-6 ppm.
Nilai tersebut menunjukan bahwa kandungan oksigen yang terdapat pada media
pemeliharaan masih optimal dan cukup baik dalam mendukung pertumbuhan
udang vanamei.
31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian
Chaetoceros sp yang dipupuk menggunakan cairan rumen dengan dosis yang
berbeda sangat berpengaruh terhadap kelulushidupan dan perkembangan larva
udang vannamei stadia zoea smpai mysis. Perlakuan C dengan dosis 16 ml adalah
sintasan tertinggi pada semua perlakuan, dan perlakuan E adalah perkembangan
paling lambat pada semua perlakuan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan untuk melanjutkan hasil
penelitian ini. Dengan menggunakan cairan rumen sebagai pupuk organik dalam
media kultur terhadap pertumbuhan Chaetoceros sp.
32
DAFTAR PUSTAKA
Afdal , T. Dkk. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.2006
Anonim.(2003).LaporanParktikumPenentuanKadaAir.http://www.scribed.com/do
c/14098051/Laporan-praktikum-penentuan-kadar-air.Diakses tanggal 23
April 2011.
Anggorodi HR. 1979. Nutrisi Aneka Ternak . Jakarta.
Buwono I. D, 2000 kebutuhan protein dan asam amino esendsial dalam ransum
ikan. Kanisus. Yogyakarta
Bachtiar, 2003. organisme bersel tunggal dan organisme bertubuh silinders.
Jakarta
Cahayaningssih,dkk (2005), chaetoceros sp. Toleran terhadap suhu tinggi. Pada
suhu 400C spesies ini dapat hidup
Davis, D.A. and D. Gatlin III. 1991. Dietary mineral requirements of fish and shrimp.
In: Akiyama et al. (eds.). Pro-cedings of the Aquaculture Feed Pro-cessing
and Nutrition Workshop. American Soybean Association. 49-67pp.
Davis, D.A., A.L. Lawrence, and D. Gatlin. 1992. Mineral requirements of Pena-eus
vannamei: a preliminary exami-nation of the dietary essentiality for thirteen
minerals. J. World Aqua-culture Society, 23:8–14.
Davis, D.A., A. Lawrence, and D. Gatlin III. 1993. Response of Penaeus vannamei to
dietary calcium, phosphorus, and calcium: phosphorus ratio. J. World
Aquaculture Society, 24:504-515.
Djarijah, A. S. 1995. Pakan Udang. Penerbit Kanasius Abadi. Yogyakarta.
Donald w, 1997 performance morfologi organisme air, keadaan morfilogo,
pertumbuhan morfologi.
Edhy et.al.(2003) fase pertumbuhan Chaetoceros sp.
Effendi, 1997. Kelangsungan Hidup Organisme. Yayasan Dwi Sri a. Bogor 1997
Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Rancanagan Percobaan.
Edisi Pertama. Penerbit : Tarsito. Bandung.
33
Haliman R.W, Adijaya DS. 2004. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya H.
Haliman, R.W. & Adijaya, D. (2005). Udang Vannamei, Pembudidayaan dan
Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Hendri K, 2016. Penggunaan cairan rumen sebagai pupuk organik Chaetoceros
sp. Unismuh Makassar
Herawati, 2015. Analisis pertumbuhan, kelulushidupan, dan produksi biomass
udang dengan pemberian pakan alami kombinasi. UNDIP, Semarang.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisus. Yogyakarta.
Kureshy, N. and D.A Davis. 2002. Protein requirement for maintenance and
maximum weight gain for the Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei.
Aquaculture, 204:125–143
Mahinous, Geteseaupe, Mattalarier R, 2006 effect dietary inuland (Linneus C
1578) Aquaculture Internasional.
Mudjiman A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rasyid, 1981. Kandungan-kandungan cairan rumen. Jakarta 1981.
Resmiati dan Mayunar, 1990. Kualitas Air. Fadlih k . Bandung 2001.
Simon, S. 1978. Larva Udang Vanamei (Litopeneaus vannamei). Press jaya.
Jakarta
Soemardjo, H., 2009. Kiat Sukses Budidaya Air Tawar. Araska Press, Yogyakarta.
118 hal.
Salmin, U. 2000. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa, Bandung 2001.
Shutanri, 1985. Aktifitas reaksi kimia pencernaan tubuh membantu aktifitas
perombakan zat makanan dalam tubuh. Fakultas perikanan. UNPAD.
34
Lampiran 1. Sintasan Larva Udang Vanname
Tabel 1 . Presentase (%) sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai mysis
selama penelitian pada hari ke-1
Perlakuan
Ulangan
Jumlah
Rata-rata 1 2 3
A= 5 kali 100 100 100 300 100
B= 6 kali 100 100 100 300 100
C= 7 kali 100 100 100 300 100
D= 8 kali 100 100 100 300 100
E=kontrol 100 100 100 300 100
Sumber : Data hasil olahan, 2017
Tabel 2. Presentase (%) sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai mysis
selama penelitian pada hari ke-2
Perlakuan
Ulangan
Jumlah
Rata-rata 1 2 3
A= 4 ml 100 100 100 300 100
B= 12 ml 100 100 100 300 100
C= 16 ml 100 100 100 300 100
D= 20 ml 100 100 100 300 100
E=kontrol 100 100 100 300 100
Sumber : Data hasil olahan, 2017
35
Tabel 3. Presentase (%) sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai mysis
selama penelitian pada hari ke-3
Perlakuan
Ulangan
Jumlah
Rata-rata 1 2 3
A= 4 ml 72 82 79 233 78
B= 12 ml 87 88 85 260 87
C= 16 ml 94 92 91 277 92
D= 20 ml 75 63 69 207 69
E=kontrol 47 60 45 152 51
Sumber : Data hasil olahan, 2017
Tabel 4. Presentase (%) sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai mysis
selama penelitian pada hari ke-4
Perlakuan
Ulangan
Jumlah
Rata-rata 1 2 3
A= 4 ml 61 58 53 172 57
B= 12 ml 88 83 80 251 84
C= 16 ml 91 90 90 271 90
D= 20 ml 67 69 63 199 66
E=kontrol 45 52 45 180 47
Sumber : Data hasil olahan, 2017
36
Tabel 5. Presentase (%) sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai mysis
selama penelitian pada hari ke-5
Perlakuan
Ulangan
Jumlah
Rata-rata 1 2 3
A= 4 ml 38 32 36 106 35
B= 12 ml 81 83 79 243 81
C= 16 ml 88 89 86 263 88
D= 20 ml 52 48 57 157 52
E=kontrol 37 32 30 99 33
Sumber : Data hasil olahan, 2017
Tabel 6. Presentase (%) sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai mysis
selama penelitian pada hari ke-6
Perlakuan
Ulangan
Jumlah
Rata-rata 1 2 3
A= 4 ml 24 20 17 61 20
B= 12 ml 78 78 75 231 77
C= 16 ml 83 84 84 251 84
D= 20 ml 45 38 40 123 41
E=kontrol 26 20 19 65 22
Sumber : Data hasil olahan, 2017
37
Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam
HARI 3
ANOVA
ULANGAN
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 1420.933 4 355.233 2.267 .134
Within Groups 1566.667 10 156.667
Total 2987.600 14
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ULANGAN
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper
Bound
A B -9.00000 10.21981 .399 -31.7711 13.7711
C -14.66667 10.21981 .182 -37.4378 8.1045
D 8.66667 10.21981 .416 -14.1045 31.4378
E 10.33333 10.21981 .336 -12.4378 33.1045
B A 9.00000 10.21981 .399 -13.7711 31.7711
C -5.66667 10.21981 .591 -28.4378 17.1045
D 17.66667 10.21981 .115 -5.1045 40.4378
E 19.33333 10.21981 .088 -3.4378 42.1045
C A 14.66667 10.21981 .182 -8.1045 37.4378
B 5.66667 10.21981 .591 -17.1045 28.4378
D 23.33333* 10.21981 .046 .5622 46.1045
E 25.00000* 10.21981 .034 2.2289 47.7711
D A -8.66667 10.21981 .416 -31.4378 14.1045
B -17.66667 10.21981 .115 -40.4378 5.1045
C -23.33333* 10.21981 .046 -46.1045 -.5622
E 1.66667 10.21981 .874 -21.1045 24.4378
E A -10.33333 10.21981 .336 -33.1045 12.4378
B -19.33333 10.21981 .088 -42.1045 3.4378
C -25.00000* 10.21981 .034 -47.7711 -2.2289
38
D -1.66667 10.21981 .874 -24.4378 21.1045
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
HARI 4
ANOVA
ULANGAN
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 4082.267 4 1020.567 16.823 .000
Within Groups 606.667 10 60.667
Total 4688.933 14
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ULANGAN
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper
Bound
A B -20.00000* 6.35959 .010 -34.1701 -5.8299
C -25.00000* 6.35959 .003 -39.1701 -10.8299
D 2.33333 6.35959 .721 -11.8367 16.5034
E 20.66667* 6.35959 .009 6.4966 34.8367
B A 20.00000* 6.35959 .010 5.8299 34.1701
C -5.00000 6.35959 .450 -19.1701 9.1701
D 22.33333* 6.35959 .006 8.1633 36.5034
E 40.66667* 6.35959 .000 26.4966 54.8367
C A 25.00000* 6.35959 .003 10.8299 39.1701
B 5.00000 6.35959 .450 -9.1701 19.1701
D 27.33333* 6.35959 .002 13.1633 41.5034
E 45.66667* 6.35959 .000 31.4966 59.8367
D A -2.33333 6.35959 .721 -16.5034 11.8367
B -22.33333* 6.35959 .006 -36.5034 -8.1633
C -27.33333* 6.35959 .002 -41.5034 -13.1633
E 18.33333* 6.35959 .016 4.1633 32.5034
E A -20.66667* 6.35959 .009 -34.8367 -6.4966
B -40.66667* 6.35959 .000 -54.8367 -26.4966
C -45.66667* 6.35959 .000 -59.8367 -31.4966
39
D -18.33333* 6.35959 .016 -32.5034 -4.1633
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
HARI 5
ANOVA
ULANGAN
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 7739.733 4 1934.933 197.442 .000
Within Groups 98.000 10 9.800
Total 7837.733 14
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ULANGAN
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper
Bound
A B -45.66667* 2.55604 .000 -51.3619 -39.9715
C -52.33333* 2.55604 .000 -58.0285 -46.6381
D -17.00000* 2.55604 .000 -22.6952 -11.3048
E 2.33333 2.55604 .383 -3.3619 8.0285
B A 45.66667* 2.55604 .000 39.9715 51.3619
C -6.66667* 2.55604 .026 -12.3619 -.9715
D 28.66667* 2.55604 .000 22.9715 34.3619
E 48.00000* 2.55604 .000 42.3048 53.6952
C A 52.33333* 2.55604 .000 46.6381 58.0285
B 6.66667* 2.55604 .026 .9715 12.3619
D 35.33333* 2.55604 .000 29.6381 41.0285
E 54.66667* 2.55604 .000 48.9715 60.3619
D A 17.00000* 2.55604 .000 11.3048 22.6952
B -28.66667* 2.55604 .000 -34.3619 -22.9715
C -35.33333* 2.55604 .000 -41.0285 -29.6381
E 19.33333* 2.55604 .000 13.6381 25.0285
40
E A -2.33333 2.55604 .383 -8.0285 3.3619
B -48.00000* 2.55604 .000 -53.6952 -42.3048
C -54.66667* 2.55604 .000 -60.3619 -48.9715
D -19.33333* 2.55604 .000 -25.0285 -13.6381
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
HARI 6
ANOVA
ULANGAN
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 10911.733 4 2727.933 329.992 .000
Within Groups 82.667 10 8.267
Total 10994.400 14
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ULANGAN
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper
Bound
A B -57.00000* 2.34758 .000 -62.2307 -51.7693
C -63.33333* 2.34758 .000 -68.5641 -58.1026
D -20.66667* 2.34758 .000 -25.8974 -15.4359
E -1.33333 2.34758 .583 -6.5641 3.8974
B A 57.00000* 2.34758 .000 51.7693 62.2307
C -6.33333* 2.34758 .022 -11.5641 -1.1026
D 36.33333* 2.34758 .000 31.1026 41.5641
E 55.66667* 2.34758 .000 50.4359 60.8974
C A 63.33333* 2.34758 .000 58.1026 68.5641
B 6.33333* 2.34758 .022 1.1026 11.5641
D 42.66667* 2.34758 .000 37.4359 47.8974
E 62.00000* 2.34758 .000 56.7693 67.2307
41
D A 20.66667* 2.34758 .000 15.4359 25.8974
B -36.33333* 2.34758 .000 -41.5641 -31.1026
C -42.66667* 2.34758 .000 -47.8974 -37.4359
E 19.33333* 2.34758 .000 14.1026 24.5641
E A 1.33333 2.34758 .583 -3.8974 6.5641
B -55.66667* 2.34758 .000 -60.8974 -50.4359
C -62.00000* 2.34758 .000 -67.2307 -56.7693
D -19.33333* 2.34758 .000 -24.5641 -14.1026
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
42
Lampiran 3. Dokumentasi selama penelitian
Pengambilan cairan rumen di Rumah Pemotongan Hewan, Manggarupi Kab.
Gowa
Sentrifius yang dilakukan di Universitas Hasanuddin Makassar
Wadah pemeliharaan larva udang vanamei
43
BIOGRAFI PENULIS
Penulis dilahirkan di kab.Gowa pada tanggal 26 November
1995. Penulis merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara, dari
ayahanda H. Sadar ahdar, S.sos, M.Si dan Hj. St.
Asmah, S.Pd. Penulis memulai pendidikan formal di TK
AISYIAH BUSTANUL ATFAL ( Cab. Barembeng ).
pada tahun 2002 dan tamat tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan ke
SDN Barembeng 1 Kab.Gowa tamat pada tahun 2007, tingkat pendidikan
selanjutnya ditempuh pada SMP Negeri 1 Bontonompo Kab. Gowa tamat pada
tahun 2010. Yang kemudian diteruskan ke SMA Negeri 09 Makassar dan
mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam tamat pada tahun 2013. Selanjutnya
pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan diterima
di Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Pertnian dengan memilih
Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan sebagai bidang keilmuan
yang akan digeluti dimasa depan. Penulis pernah melaksanakan Magang Budidaya
di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara
Barat. Penulis melakukan penelitian di PT. Central Pertiwi Bahari Kab. Takalar.
Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dosis Pemberian
Pakan Alami Jenis Chaetoceros sp yang dipupuk Cairan Rumen Terhadap
Perkembangan dan Sintasan Larva Udang Vanamei Liptopenaeus vanamei stadia
Zoea sampai Mysis”.