i
PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RUMAH SAKIT HAJI
JAKARTA TAHUN 2015 – 2018
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Megawati Latenriolle
NIM.11151030000095
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2018 M
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan karunia yang
senantiasa tercurahkan kepada penulis. Segala kemudahan, kesehatan dan semangat
senantiasa dilimpahkan oleh-Nya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan
penelitian ini. Tidak lupa, shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya yang telah menjadi suri tauladan
bagi penulis. Dalam penelitian ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali pihak yang
turut memberikan bantuan serta dukungan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. dr. Sardjana, Sp.OG (K), SH, dr. Fika Ekayanti,
Dpl.FM, M.Med.Ed, dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku pembantu dekan FK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi Kedokteran FK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH selaku pembimbing 1 yang telah
membimbing serta memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini.
4. Dr. dr. Francisca A, Tjakadidjaja MS,SpGK selaku pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktunya untuk memberi saran dan kritik dalam membantu penulis
menyelesaikan penelitian ini.
5. Ayahanda Ruslan Kibe , Ibunda Siti Nursaadah, Adik-adikku Ni’matullah Jaya
dan Ilham Mappatunru yang tidak pernah lelah memberikan doa, semangat,
dukungan, cinta, dan kasih sayang. Terimakasih yang tak terhingga penulis
ucapkan atas semua yang telah diberikan.
6. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab riset FK UIN 2015 yang
telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian ini.
vi
7. Direktur RS Haji Jakarta beserta staff yang telah mengizinkan dan membantu
dalam pengumpulan data dalam penelitian ini
8. Mba April dan Ibu Latifa dari RS Haji Jakarta yang telah membantu dalam
pengumpulan data dalam penelitian ini
9. Monalisa dan Lathifa An Nada Rahmah teman seperjuangan dalam
melaksanakan penelitian ini. Terimakasih atas segala waktu yang telah
diluangkan.
10. Annisah Nur Rahmah, Khusnul Khatima, Nur Fauziah Syam, Rahmawati,
Atiqah Murtadha, Nurlaelatul Qadria, Inayah Ulfah, Agung Saputra,
Muhammad As’ad, Thoriq Assegaf dan teman-teman lain yang selalu
mengingatkan dan memberikan motivasi sehingga penelitian ini dapat berjalan
dengan lancar, semoga kekeluargaan ini bisa berlanjut hingga nanti.
11. Fitria Tahta Alfina, Wafa Sofia Fitri, Robby Franata Sitepu, Aji Dwi Syahputra,
Kenyo Sembodro, Widda Mayyala, Sarah Azizah, Naura Bakri, Qotrun Nada,
Aqiila Puteri Kami, serta seluruh Kabinet Integritas Periode 2016-2018 yang
senantiasa memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelasikan
penelitian ini.
12. Seluruh teman sejawat AMIGDALA FK UIN 2015 yang sangat saya sayangi
dan banggakan, yang tidak pernah berhenti memberikan semangat untuk selalu
berjuang agar bisa menjadi dokter muslim yang bermanfaat untuk bangsa dan
negara.
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis berharap mendapatkan saran
dan kritik demi kebaikan dikemudian hari. Demikian laporan penelitian ini penulis
susun, semoga dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat.
Ciputat, 2 Oktober 2018
Megawati Latenriolle
vii
ABSTRAK
Megawati Latenriolle. Program Studi Kedokteran. Proporsi Penderita Esofagitis
Berdasarkan Pemeriksaan Endoskopi di Rumah Sakit Haji Tahun 2015 – 2018.
Latar belakang : Esofagitis merupakan proses inflamasi epitel esofagus yang dapat
disebabkan berbagai faktor, penyebab paling umum adalah gastroesophageal refluks
disease (GERD). Esofagitis merupakan komplikasi umum dari GERD. Terjadinya
GERD di pengaruhi oleh beberapa faktor risiko, seperti jenis kelamin, usia dan
penggunaan NSAID. Pemeriksaan endoskopi merupakan alat diagnostik untuk melihat
kelainan pada mukosa saluran cerna. Pada penelitian yang dilakukan di Nepal di
dapatkan proporsi esofagitis sebesar 11,3%. Tujuan : Untuk mengetahui proporsi
penderita esofagitis, karakteristik subjek penelitian, gambaran penderita esofagitis dan
hubungan antara esofagitis dengan jenis kelamin dan usia. Metode : Penelitian
menggunakan metode observasional deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Data di peroleh dari rekam medik pasien di RS Haji Jakarta berdasarkan
pemeriksaan endoskopi. Pengambilan sampel random sampling dengan jumlah sampel
154. Hasil : Proporsi penderita esofagitis sebesar 18,8%, dengan karakteristik subjek
penelitian berdasarkan jenis kelamin, frekuensi laki-laki 40,9% dan perempuan 59,1%,
serta usia >45 tahun sebesar 63,7%. Karakteristik gambaran subjek penderita esofagitis,
di dapatkan jenis kelamin yang terbanyak yaitu perempuan sebesar 69%, berdasarkan
usia di dapatkan usia > 45 tahun sebesar 55,1%, berdasarkan derajat keparahan menurut
Los angeles di dapatkan grade A sebesar 93,1%, dan sebesar 34,5% yang mengonsumsi
NSAID. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara esofagitis dengan jenis
kelamin ( p = 0,230) dan usia ( p= 0,470). Kesimpulan : Proporsi penderita esofagitis
sebesar 18,8% dengan karakteristik penderita esofagitis berdasarkan jenis kelamin
dominan pada kelamin perempuan dengan frekuensi usia diatas 45 tahun serta di
dapatkan derajat keparahan grade A.
Kata kunci : Esofagitis, GERD, Jenis Kelamin, Usia, Derajat Keparahan menuru Los
Angeles dan Riwayat Penggunaan NSAID.
viii
ABSTRACT
Megawati Latenriolle. Proportion Patient of Esophagitis Based on Endoscopic
Examination in Hajj Hospital from 2015 to 2018.
Background : Esophagitis is a process of inflammation in the layer of the epithelium of
esophagus that can be caused by some factors, the most common cause is
gastroesophageal reflux disease (GERD). Esophagitis is the main complication of
GERD. GERD is influenced mostly due to sex, age, and the usage of NSAID. A
medical check-up by endoscopy is a diagnostic tool to see the macroscopic change in
the layer of the mucosa of the esophagus and the abnormality in the mucosa of digested
tract. In a Nepal study the proportion patients of esophagitis was 11,3%. Purpose : To
know the proportion patient of esophagitis, the characteristics of the sample, the
characteristics patient of esophagitis, and relation between esophagitis based on sex and
age. Method : The research is using the analitic descriptive observational method with
cross-sectional approach. The data is collected based on patients' medical record from
RS Haji Jakarta from February to April. The sample withdrawal is using random
sampling in total 154 samples. Results : The proportion of patients with esophagitis is
18,8%, the characteristics of the sample based on sex with the frequency of male 40.9 %
and female 59.1%, with age >45 years old is 63,7%. The characteristics of the sample
according to the esophagitis patient by sex is female 69%, and age for >45 years old is
55,1%. Based on the severity according to Los Angeles found grade A for 93,1 % and
34,5% is due to usage of NSAID. There are not any significant relation between
esophagitis patient based on sex (p= 0,230) and age (p = 470). Conclusion : The
proportion of patients with esophagitis is 18,8 %, dominant for female with the
frequency of >45 years old and it is also found that the severity of grade A and doesn't
have a significant relation for esophagitis patient based on age and sex.
Keywords: Esophagitis, GERD, Sex, Age, Severity according to Los Angeles, NSAID
consumption history.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .......................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN...................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
ABSTRAK ..................................................................................................................vii
DAFTAR ISI ...............................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................xiii
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
2.1 Esofagitis ........................................................................................................... 4
2.1.1 Anatomi Esofagus .................................................................................... 4
2.1.2 Fisiologi menelan .................................................................................... 6
2.1.3 Definisi Esofagitis ................................................................................... 7
2.1.4 Epidemiologi Esofagitis .......................................................................... 7
2.1.5 Derajat Keparahan Penyakit .................................................................... 8
2.1.6 Faktor Resiko Esofagitis .......................................................................... 8
2.1.7 Etiologi Esofagitis ................................................................................. 11
2.1.8 Patogenesis Esofagitis ........................................................................... 13
2.1.9 Manifestasi klinik .................................................................................. 16
2.1.10 Diagnosis Esofagitis ............................................................................ 16
2.1.11 Komplikasi Gastro Esofageal-Refluks ................................................ 17
2.1.12 Penatalaksanaan esofagitis .................................................................. 17
2.2 Gastro-esofageal Refluks Disease (GERD) ..................................................... 18
2.2.1 Definisi GERD ...................................................................................... 18
2.2.2 Patofisiologi GERD ............................................................................... 19
2.2.3 Manifestasi Klinis GERD ...................................................................... 20
x
2.2.4 Diagnosis GERD ................................................................................... 21
2.2.5 Tatalaksana GERD ................................................................................ 21
2.4 Pandangan dokter muslim tentang faktor risiko esofagitis .............................. 23
2.4 Kerangka Teori ................................................................................................ 25
2.5 Kerangka Konsep ............................................................................................. 26
2.6 Definisi Operasional ........................................................................................ 27
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 28
3.1 Desain penelitian ............................................................................................. 28
3.2 Waktu dan tempat penelitian ........................................................................... 28
3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 28
3.3.1 Populasi Target ...................................................................................... 28
3.3.2 Populasi Terjangkau .............................................................................. 28
3.3.3 Besar Sampel ......................................................................................... 28
3.3.4 Cara pengambilan sampel ...................................................................... 29
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ............................................................................. 29
3.5 Cara kerja penelitian ........................................................................................ 29
3.6 Analisis Data .................................................................................................... 29
3.7 Alur Penelitian ................................................................................................. 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 31
4.1 Karakteristik Sampel ....................................................................................... 31
4.2 Proporsi Penyakit ............................................................................................. 32
4.3 Karakteristik sampel penderita esofagitis ........................................................ 33
4.4 Analisis Bivariat ..............................................................................................36
4.5 Keterbatasan penelitian .................................................................................... 38
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 39
5.1 Simpulan .......................................................................................................... 39
5.2 Saran ................................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 40
LAMPIRAN ............................................................................................................... 44
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Esofagitis Berdasarkan Histologi...................................... 8
Tabel 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Sfingter Esofagus Bawah ...... 12
Tabel 2.3 Klasifikasi Histologi Esofagitis..........................................................16
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin .................................. 31
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ................................................. 32
Tabel 4.3 Proporsi Penderita Esofagitis ............................................................ 32
Tabel 4.4 Distribusi Esofagitis Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 33
Tabel 4.5 Distribusi Esofagitis Berdasarkan Usia ............................................. 34
Tabel 4.6 Distribusi Derajat Keparahan Penyakit Berdasarkan Klasifikasi
Los Angeles .........................................................................................34
Tabel 4.7 Riwayat Penggunaan NSAID..............................................................35
Tabel 4.8 Frekuensi Distribusi Riwayat konsumsi NSAID ................................36
Tabel 4.9 Hubungan Esofagitis dengan Jenis Kelamin ......................................36
Tabel 4.10 Hubungan Esofagitis dengan Usia ................................................... 37
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Esofagus ............................................................................ 4
Gambar 2.2 Histologi Esofagus ........................................................................... 6
Gambar 2.3 Faktor yang Mempengaruhi GERD pada Pengguna Alkohol ......... 10
Gambar 2.4 Patofisiologi Penyakit Refluks Esofagus .......................................14
Gambar 2.5 Patofisiologi GERD ........................................................................ 20
Gambar 2.6 Alur Pengobatan GERD pada Pusat Pelayanan Kesehatan Primer..22
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Penelitian dan Anggaran Penelitian........................................44
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dan Anggaran Penelitian...................................45
Lampiran 3 Hasil Analisis Data.............................................................................46
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup........................................................................51
xiv
DAFTAR ISTILAH
GERD : Gastroesofageal Refluks Disease
NSAID : Non-steroid Anti Inflamasi
COX-1 : Siklooksigenase-1
COX-2 : Siklooksigenase-2
NO : Nitrit Oksida
EGF : Epidermal Growth Factor
SEB : Sfingter Esofagus Bawah
CINC : Cells with Irregular Nuclear Contour
EB : Esofagus Barrett
PPI : Proton Pump Inhibitor
WHO : World Health Organization
SCBA : Saluran Cerna Bagian Atas
IMT : Indeks Massa Tubuh
GIP : Gastric Inhibitor Peptide
VIP : Vasoactive intestinal peptide
ADH : Alkohol Dehidrogenase
ALDH : Aldehid Dehidrogenase
HGF : Hepatocyte growth factor
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Esofagitis merupakan proses inflamasi epitel esofagus yang dapat disebabkan
berbagai faktor, penyebab paling umum adalah gastroesophageal refluks disease (GERD),
suatu kondisi yang diketahui terjadi pada banyak individu pada populasi umum, dan lebih
sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak1. Di laporkan pasien dengan gejala
gastro-esophageal refluks di Finlandia sebesar 64% dan Amerika 34%. Sedangkan studi di
negara-negara Asia menunjukkan pasien yang mengalami gejala gasto-esofagus refluks
yang menjadi esofagitis rendah. Pasien dengan gejala gastro-esofageal refluks yang
menderita esofagitis di Turki sebesar 17%, Malaysia 23% dan Jepang 20%2, sementara di
Indonesia, prevalensi esofagitis belum tersedia.
Esofagitis merupakan komplikasi umum dari GERD yang terjadi di negara-negara
barat2. Di laporkan di Nepal 11,3% gejala esofagitis umumnya asimtomatik
3. Dalam sebuah
penelitian di Iran, pasien dengan gejala refluks gastro-esofagus yang menjadi penderita
esofagitis yang dinilai berdasarkan klasifikasi Los Angeles, di dapatkan grade A 77%,
grade B 18%, grade C 3,2% dan grade D 1,8%4. Refluks gastro-esofagus terjadi karena tidak
terjadinya keseimbangan faktor ofensif dan defensif dari sistem pertahanan esofagus dan
bahan refluksat lambung5.
Berdasarkan Konsensus Nasional Penalatalaksanaan Penyakit Refluks
Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013 beberapa faktor risiko GERD pada populasi Asia
pasifik, diantaranya usia lanjut, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, peningkatan Indeks
Massa Tubuh (IMT) dan merokok5. Prevalensi GERD meningkat sesuai bertambahnya usia.
Dalam penelitian di Spanyol di dapatkan usia rata-rata pasien esofagitis 14-96 tahun dan
dominan terjadi pada laki-laki6. Penelitian di Perancis menunjukkan bahwa penggunaan
non-steroid anti inflamasi (NSAID) dapat meningkatkan refluks asam7. Berdasarkan
penelitian di Korea Selatan, penyebab pasien yang terdiagnosis esofagitis akibat
penggunaan NSAID sebesar 34,6%8. Dengan prevalensi laki-laki 16% dan perempuan 7%.
NSAID merupakan obat yang memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme
kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim
siklooksigenase9. NSAID sering digunakan di masyarakat, karena efektivitasnya yang baik
sebagai analgesik, anti-inflamasi dan antipiretik. Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta menyebutkan bahwa pemakaian rata-rata per bulan untuk antalgin adalah
2
501.140 tablet dan ibu profen sebanyak 390.729 tablet pada tahun 2012. Di Indonesia
penggunaan NSAID tinggi di kalangan usia tua akibat penyakit yang muncul seperti
osteoartritis dan reumatoid artritis10
. Anamnesis yang cermat merupakan cara utama untuk
mendiagnosis GERD dan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan pada esofagus di
perlukan pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan endoskopi sebagai alat diagnostik yang dapat
menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala gastro-esofageal
refluks5.
Endoksopi merupakan alat diagnostik untuk melihat kelainan pada mukosa saluran
cerna. Tindakan endoskopi merupakan teknik pemeriksaan yang relatif aman untuk
pemeriksaan saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan endoskopi lebih awal sangat penting
dilakukan untuk mencegah penyulit yang mungkin terjadi akibat penyakit saluran cerna
atas5 11
. Penelitian di Brazil menunjukkan pemeriksaan endoskopi dengan tingkat akurasi
47,6%, sensitivitas 33,8% dan spesifitas 100%12
.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa di perlukan penelitian yang
menggambarkan proporsi penderita esofagitis. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan
penelitian mengenai proporsi esofagitis berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi
berdasarkan usia, jenis kelamin, derajat keparahan dan riwayat penggunaan NSAID. Dengan
penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan data mengenai faktor risiko esofagitis di
Indonesia agar tidak terjadi peningkatan esofagitis di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Proporsi Penderita Esofagitis Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Endoskopi di
RS Haji Jakarta tahun 2015-2018?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah,
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui proporsi penderita esofagitis berdasarkan hasil pemeriksaan
endoskopi di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018?
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan usia
penderita berdasarkan pemeriksaan endoskopi di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018
3
b. Mengetahui proporsi esofagitis dari seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan
endoskopi di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018
c. Mengetahui gambaran penderita esofagitis berdasarkan jenis kelamin, usia, derajat
keparahan dan riwayat penggunaan NSAID di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018
d. Mengetahui hubungan esofagitis berdasarkan jenis kelamin dan usia pada
pemeriksaan endoskopi di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman juga ilmu tambahan mengenai penelitian di bidang
saluran cerna
2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana kedokteran di fakultas kedokteran
dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai tambahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4.3 Bagi Masyarakat
1. Sebagai penambah pengetahuan akan proporsi penyakit esofagitis berdasarkan hasil
pemeriksaan endoskopi sehingga dapat menjaga kondisi kesehatan, agar tidak
terkena penyakit tersebut.
2. Memberikan informasi kepada kepada masyarakat tentang faktor-faktor risiko
esofagitis.
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk
peneliti lain agar dapat mengembangkan ilmu untuk menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang ilmu saluran cerna.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Esofagitis
2.1.1 Anatomi Esofagus
a. Definisi dan struktur
Esofagus adalah suatu tabung otot yang terbentang dari hipofaring (Servikal 6)
sampai ke lambung (Torakal 11) dengan panjang 23-25 cm pada dewasa. Esofagus pada
awalnya berada di garis tengah kemudian berbelok ke kiri dan kembali ke tengah setinggi
mediastinum (T7) kemudian berdeviasi ke kiri ketika melewati hiatus diafragma.
Lengkungan esofagus dilihat dari sisi anteroposterior mengikuti lengkungan dari vertebra
torakal13
. Struktur ini, sebagian besar terletak di rongga toraks, menembus diafragma dan
menyatu dengan lambung di rongga abdomen beberapa sentimeter di bawah diafragma.
Seperti terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Anatomi Esofagus14
5
Esofagus di kedua ujungnya terdapat sfingter. Sfingter adalah struktur otot
berbentuk cincin yang ketika tertutup hal tersebut mencegah lewatnya sesuatu melalui
saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus ada dua yaitu15
:
1) Sfingter faringoesofagus
Menjaga pintu masuk ke esofagus agar selalu tertutup sebagai hasil dari
kontraksi otot rangka sirkular sfingter yang di pengaruhi oleh saraf. Kontraksi
tonik sfingter esofageal mencegah masuknya udara dalam jumlah besar ke
dalam esofagus dan lambung saat bernafas. Udara hanya diarahkan ke dalam
saluran nafas15
.
2) Sfingter gastroesofagus
Merupakan otot polos yang berbeda dengan otot sfingter faringoesofagus.
Kontraksi meningkat saat inspirasi sehingga menurunkan kemungkinan refluks
isi lambung yang asam ke dalam esofagus ketika tekanan intrapleura yang
subatomesferik akan mendorong pergerakan kembali ke isi lambung15
.
b. Histologi
Esofagus dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dengan sel-sel
punca yang tersebar di seluruh lapisan basal. Pada umumnya, lapisan-lapisannya sama
dengan bagian saluran cerna lain. Di dalam submukosa, terdapat kelompok-kelompok
kelenjar kecil mensekresi mukus, yaitu kelenjar esofagus dengan sekret yang
memudahkan makanan dan melindungi mukosa esofagus16
.
Di dalam lamina propria daerah dekat lambung, terdapat kelompok kelenjar
yaitu kelenjar kardiak esofagus, yang juga mensekresi mukus. Pada sepertiga proksimal
esofagus, lapisan muskular hanya terdiri atas otot rangka . Sepertiga tengah terdiri dari
otot rangka dan polos. Dan sepertiga bagian distal esofagus, lapisan muskular yang
hanya terdiri atas sel-sel otot polos. Hanya bagian esofagus distal, didalam rongga
peritoneum yang ditutupi lapisan serosa. Sisanya ditutupi selapis jaringan ikat longgar,
adventisia yang menyatu dengan jaringan sekitar16
. Seperti terlihat pada gambar 2.2.
6
Gambar 2.2 Histologi Esofagus16
2.1.2 Fisiologi menelan
Menelan dimulai ketika suatu bolus atau gumpalan makanan yang telah
dikunyah atau encer, secara sengaja didorong oleh lidah ke belakang mulut dan menuju
faring, ada dua tahap menelan yaitu15
:
a) Tahap Orofaring
Terdiri dari pemindahan bolus dari mulut melalui faring untuk masuk ke
esofagus. Ketika lidah mendorong bolus ke faring, bolus makanan harus diarahkan
ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk saluran napas seperti saluran hidung
dan trakea. Hal tersebut diatur oleh aktivitas-aktivitas terkoordinasi berikut15
:
- Pusat menelan secara sementara menghambat pusat respirasi yang berdekatan
- Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorok, menutup seluruh
saluran hidung dari faring sehingga makanan tidak masuk ke hidung.
- Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar makanan tidak
masuk kembali ke mulut sewaktu menelan.
- Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan
erat lipatan vokal di pintu masuk laring atau glotis.
- Epiglotis melipat kearah glotis yang tertutup sebagai proteksi tambahan agar
makanan tidak masuk ke saluran napas.
- Kontraksi otot-otot faring mendorong bolus melalui sfingter faringoesofageal
yang terbuka ke dalam esofagus.
7
- Sfingter faringoesofageal tertutup, struktur-struktur orifaringeal kembali ke
posisi istirahatnya dan pernapasan kembali terjadi.
b). Tahap esofageal
Pusat menelan memicu gelombang peristaltik primer yang menyapu dari
pangkal ujung esofagus, mendorong bolus di depannya menelusuri esofagus untuk
masuk ke lambung. Gerakan peristaltik yaitu kontraksi otot polos sirkular berbentuk
cincin yang bergerak progresif maju, mendorong bolus ke bawah di sepanjang
esofagus. Gelombang peristaltik memerlukan waktu sekitar lima hingga sembilan detik
untuk mencapai ujung bawa esofagus. Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat
menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus15
.
Gelombang peristaltik kedua tidak melibatkan pusat menelan dan yang
bersangkutan tidak menyadari kejadiannya. Jika ada bolus yang tidak dapat di dorong
mencapai lambung oleh gelombang peristaltik primer maka akan meregangkan
esofagus. Peregangan esofagus secara secara refleks meningkatkan sekresi liur,
sehingga bolus dapat bergerak maju dengan adanya sekresi liur tambahan15
.
2.1.3 Definisi Esofagitis
Esofagitis adalah inflamasi pada esofagus akibat Refluks Gastroesofagus (RGE)
secara terus menerus atau berulang. Proses inflamasi tersebut dapat disertai perubahan
pada mukosa esofagus seperti erosi atau hiperplasi epitel. Refluks gastro-esofagus di
definisikan sebagai masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang berlangsung secara
involunter17.
2.1.4 Epidemiologi Esofagitis
Selama 40 tahun terakhir, kejadian penyakit refluks meningkat. Hal ini menjadi
salah satu masalah klinis yang dominan dalam bidang Gastroenterologi. Awalnya,
penyakit ini banyak terjadi di negara-negara Barat tetapi sekarang sudah berkembang di
negara-negara lain di dunia termasuk Asia 18
. Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat
mendekati 7%, sementara di negara-negara non-western prevalensinya lebih rendah
(1,5% di China dan 2,7% di Korea)19
.
Esofagitis merupakan komplikasi umum yang sering terjadi dari gastro-
esofageal refluks di negara barat, telah dilaporkan dari hasil penelitian di Finlandia,
Spanyol dan Amerika bahwa 62%, 49% dan 34% pasien esofagitis dengan gejala
gastro-esofageal refluks dan kebanyakan pasien mengalami tingkatan derajat ringan2.
8
2.1.5 Derajat Keparahan Penyakit
Menurut The Lost Angeles Classification berdasarkan gambaran pemeriksaan
endoskopi, esofagitis dapat di klasifikasikan menjadi lima tingkatan, yang dapat di lihat
pada tabel 2.1.20
:
Tabel 2.1 Klasifikasi Esofagitis menurut Los Angeles 20
T
a
b
e
l
2
.
2.1.6 Faktor Resiko Esofagitis
a. Usia
Esofagitis refluks ditemukan pada 15%-62% anak dengan gejala RGE dan
prevalensinya meningkat sesuai dengan bertambahnya usia21.
Usia rata-rata pasien
esofagitis adalah 50 tahun dengan jenis kelamin rata-rata laki-laki22
.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki juga telah dilaporkan menjadi faktor risiko independen
untuk esofagitis. Selain itu, massa sel parietal yang berbeda, fungsi esofagus yang
lebih rendah atau indeks massa tubuh antara jenis kelamin telah diusulkan sebagai
kemungkinan penyebab untuk menjelaskan efek jender23
.
c. Stress
Stress adalah respons non-spesifik generalisata tubuh terhadap setiap faktor
yang mengatasi atau mengancam untuk mengatasi, kemampuan kompensasi tubuh
untuk mempertahankan homeostasis15
.
Tingkat stress dan kelelahan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan faktor
risiko esofagitis sehingga prevalensi esofagitis meningkat di Korea. Berdasarkan hasil
Derajat
Kerusakan
Gambaran Endoskopi
Grade A Erosi pada satu atau lebih mukosa esofagus dengan diameter < 5
mm, tidak meluas antara dua lipatan mukosa
Grade B Erosi pada satu atau lebih mukosa esofagus dengan diameter > 5
mm tanpa saling berhubungan
Grade C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh
lumen
Grade D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial
(mengelilingi seluruh lumen).
9
penelitian yang dilakukan pada pasien yang melakukan medical check-up di Pusat
Promosi Kesehatan Ewha Womans University Mok-Dong Hospital, esofagitis secara
signifikan terkait dengan stres psikososial, dan tingkat keparahan refluks esofagitis
berkorelasi dengan tingkat stres24
.
e. Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis spesifik. Secara
fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang
tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu
kesehatan.25
Prevalensi obesitas pada dewasa di Amerika Serikat adalah 34,9% pada tahun
2011 sampai 2012. Pada tahun 2013, prevalensi obesitas penduduk laki-laki dewasa di
Indonesia sebanyak 19,7% dan pada penduduk perempuan dewasa adalah 32,9% 25 26
.
Data epidemiologis telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko
penting gejala gastro-esofageal refluks. Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan
bahwa overweight dan obesitas berhubungan dengan gejala gastro-esofageal refluks
dan tidak menemukan hubungan antara obesitas dan tingkat keparahan gejala refluks27
.
f. Diet
Asupan tinggi kalsium, daging, minyak, dan garam dikaitkan dengan
peningkatan risiko refluks esofagitis, sementara asupan tinggi protein,
karbohidrat,kalori dari protein, vitamin C, biji-bijian, kentang, buah-buahan dan telur
berkorelasi dengan penurunan risiko untuk refluks esofagitis28
.
g. Alkohol
Konsumsi alkohol meningkatkan gejala refluks gastroesofageal refluks,
menyebabkan kerusakan mukosa esofagus, dan meningkatkan karsinogenesis.
Konsumsi alkohol pada umur dua puluh satu tahun secara signifikan terkait dengan
esofagitis. Konsumsi alkohol sejak dini dapat menurunkan tekanan sfingter esofagus
dan memungkinkan refluks isi lambung ke esofagus. Alkohol umumnya di
metabolisme melalui beberapa jalur. Pemecahan oleh Alkohol Dehidrogenase (ADH)
dan Aldehid Dehidrogenase (ALDH). Pertama, alkohol di metabolisme oleh ADH
yang akan menjadi asetaldehid yang merupakan zat toksik, seperti terlihat pada
gambar 2.3. Kedua, asetaldehida yang akan di metabolisme menjadi asetat lalu di
metabolisme menjadi karbon dioksida dan air untuk memudahkan eliminasi 29 30
.
10
Gambar 2.3 Faktor yang mempengaruhi GERD pada pengguna alkohol30
h. Non-Steroid Anti Inflamasi (NSAID)
Non-Steroid Anti Inflamasi merupakan obat anti inflamasi yang memiliki
struktur molekular yang berbeda dari steroid. Secara kimiawi, NSAID merupakan
senyawa turunan dari asam asetat, asam propionat, pirazol, dan zat kimia lainnya.
bekerja dengan menghambat kerja dari enzim siklooksigenase. Enzim ini berperan
penting dalam jalur metabolisme asam arakhidonat, yaitu bekerja untuk mengkatalis
perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan. Terdapat dua
isoform enzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-
2 (COX-2). Kedua enzim ini memiliki struktur yang serupa, namun pada bagian
substrate binding channel enzim siklooogsinegase- 2 memiliki sisi samping yang
berbeda dengan enzim siklooksigenase-1. Hal ini lah yang mendasari selektivitas
inhibisi enzim ini oleh NSAID 31
.
Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam
kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di
mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat
sitoprotektif. COX-2 diinduks berbagai stimulus inflamator, termasuk sitokin,
endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factor). Tromboksan A2, yang disintesis
trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan
proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin yang disintesis COX-2 di endotel
makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi
trombosit, vasodilatasi dan efek anti-proliferatif 30
. Sebagai akibat dari mekanisme
kerjanya, NSAID tidak hanya memberikan manfaat dalam mengurangi gejala
11
inflamasi, namun juga menimbulkan gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa
saluran pencernaan, sehingga menyebabkan inflamasi 7.
NSAID merupakan salah satu golongan obat yang paling banyak dan paling
sering diresepkan di Indonesia maupun di negara-negara lain. Studi berbasis
komunitas di Inggris menunjukkan bahwa gejala GERD lebih banyak pada pengguna
NSAID dibandingkan non-pengguna NSAID32
.
2.1.7 Etiologi Esofagitis
Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila19
:
1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan
mukosa esofagus.
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun kontak antara
bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.
Keadaan-keadaan tersebut mencakup berbagai gangguan yang meningkatkan laju
relaksasi transien sfingter esofagus bawah atau menganggu refleks yang normalnya
mengikuti relaksasi transien sfingter esofagus bawah dengan gelombang peristalsis
esofagus sekunder19
. Seperti terlihat pada tabel 2.2.
12
Tabel 2.2 Faktor yang memengaruhi tekanan sfingter esofagus bawah33
Meningkat Menurun
Hormon Gastrin
Motilin
Substansi P
Sekretin
Kolesistokinin
Glukagon
Somatostatin
Gastric Inhibitor peptide
(GIP)
Vasoactive intestinal peptide
(VIP)
Progesteron
Zat Saraf Agonis Adenergik-alfa
Agonis adrenergik-beta
Agonis kolinergik
Antagonis adrenergik-beta
Antagonis adrenergik-alfa
Agen antikolinergik
Makanan Protein Lemak
Coklat
Etanol
Peppermint
Lain-lain Histamin
Antasid
Metokloperamid
Domperidon
Prostaglandin
Kompleks motorik migratorik
Peningkatan tekanan intra-
abdomen
Teofilin
Kafein
Pengasaman lambung
Merokok
Kehamilan
Prostaglandin
Meperidin,morfin
Dopamin
Agen penyekat kanal kalsium
Diazepam
Barbiturat
Keadaan yang meningkatkan volume atau tekanan lambung (mis, obstruksi pintu keluar
lambung parsial atau komplet dan kondisi yang meingkatkan produksi asam) juga
berperan. Kadang-kadang, esofagitis dapat disebabkan oleh cedera alkalis (mis, refluks
13
getah pankreas melalui sfingter pilorus yang inkompeten dan relaksasi sfingter esofagus
bawah)33
.
2.1.8 Patogenesis Esofagitis
Esofagitis timbul akibat adanya kontak antar zat toksik yang terdapat pada isi refluks
dengan mukosa esofagus dalam kurun waktu yang cukup untuk mengalahkan pertahanan
esofagus. Pertahanan esofagus ditentukan oleh ketahanan mukosa dalam mengurangi
kerusakan selama terjadi kontak dengan isi lumen yang toksik. Mekanisme pertahanan
esofagus dapat dikelompokkan menjadi pertahanan pre-epitelial, epitelial, post epitelial
dan perbaikan jaringan17
.
Pertahanan pre-epitelial mencegah kontak langsung ion H+ dalam lumen esofagus
dengan sel epitel skuamosa. Komponen yang berperan dalam mekanisme ini adalah
mukus, unstirred warer layer dan lapisan ion bikarbonat yang terdapat pada permukaan
mukosa. Asam dinetralisasi oleh HCO3- di lapisan mukus dan lama kontak dengan asam
oleh unstrirred water17
.
Selanjutnya tahap kedua pertahanan epitelial, yaitu mencegah masuknya ion H+ ke
dalam sel dan mengeliminasi ion H+ yang sudah masuk ke dalam sel. Agar dapat masuk
ke dalam ion sel, ion H+ harus melalui membran sel atau ruang interselular sehingga
pergerakan ion H+ dibatasi oleh tight junction dan materi interselular (lipid dan musin).
Membran sel dan kompleks junction intraseluler, fosfat dan bikarbonat. Memban sel
memiliki sistem transpor ion yang mengatur pertukaran Na+/H+ dan Cl- HCO317
.
Tahap ketiga yaitu pertahanan post epitelial yaitu alirah darah ke esofagus berkontak
dengan bahan toksik. Suplai darah ke esofagus dapat memberikan efek perlindungan
dengan cara a). Memindahkan bahan toksik (CO2 dan Ion H+) , b). Mensuplai bikarbonat,
oksigen dan nutrisi ke ruang interselular untuk menetralisir asam17
.
Tahap akhir yaitu perbaikan jaringan, sel epitelial esofagus dapat memperbaiki
kerusakan jaringan. Proses perbaikan jaringan esofagus lebih cepat dibanding mukosa
lambung. Faktor yang berperan dalam proses perbaikan epitel antara lain epidermal
growth factor (EGF), hepatocyte growth factor (HGF), dan nitrit oksida (NO). Kelenjar
saliva mensekresi EGF dengan kadar tinggi sehingga dapat sintesis DNA yang mempunyai
efek proliferatif yang besar. Hepatocyte growth factor menstimulasi pertumbuhan
beberapa tipe sel epitel dengan aktivitas perbaikan sel lebih besar dibanding EGF. Nitri
oksida berperan mempertahankan mikrosirkulasi esofagus. Pada esofagitis terjadi replikasi
epitel esofagus dengan cepat sehingga akan di temukan hiperplasia sel basal17
.
14
Selain pertahanan esofagus tersebut, Sfingter esofagus bawah (SEB) berperan
penting sebagai barier anti refluks. Dalam keadaan normal, sfingter esofagus bawah yang
berkontraksi secara tonik membentuk sawar yang efektif terhadap refluks asam dari
lambung ke dalam esofagus. Hal ini diperkuat oleh gelombang peristaltik esofagus
sekunder sebagai respons terhadap relaksasi transien sfingter esofagus bawah. Efektivitas
penghalang ini dapat terganggu oleh hilangnya tonus sfingter esofagus bawah, peningkatan
frekuensi relaksasi transien, ketiadaan peristaltis sekunder setelah relaksasi transien,
meningkatnya produksi asam, yang kesemuanya meningkatkan kemungkinan refluks isi
lambung yang asam untuk menimbulkan nyeri atau erosi33
.
Refluks berulang dapat merusak mukosa, yang menimbulkan peradangan sehingga
menjadi esofagitis. Refluks rekuren itu sendiri mempermudah terjadinya refluks
berikutnya akibat pembentukan jaringan parut setelah penyembuhan peradangan epitel
yang membuat sfingter bawah semakin kurang kompeten sebagai sawar33
.
Meskipun biasanya merupakan akibat dari refluks asam, esofagitis juga dapat
terjadi akibat refluks pepsin atau empedu. Pada sebagian besar kasus esofagitis, terdapat
rangkaian patofisiologi umum33
. Seperti terlihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Patofisiologi penyakit refluks esofagus Sfingter Esofagus Bawah (SEB) 33
15
Kerusakan mukosa berulang menyebabkan infiltrasi granulosit dan eosinofil,
hiperplasia sel basal, dan akhirnya pembentukan tukak rapuh yang mudah berdarah serta
eksudat di permukaan mukosa. Perubahan-perubahan patologis ini mempermudah
terbentuknya jaringan parut dan inkompetensi sfingter sehingga dapat terjadi siklus
peradangan berulang33
.
Meningkatnya frekuensi relaksasi sfingter esofagus bawah mungkin ikut berperan
menyebabkan peningkatan distensi lambung. Pada keadaan normal, relaksasi transien
sfingter sofagus bawah disertai oleh peningkatan peristaltis esofagus. Karenanya, orang
dengan defek pada jalur-jalur eksitatorik yang mendorong peristaltis dapat mengalami
peningkatan resiko refluks esofagus. Pada esofagitis, terdapat perubahan pada tipe
prostaglandin yang dihasilkan oleh esofagus, dan hal ini mungkin berperan menyebabkan
gangguan pada proses penyembuhan dan menimbulkan kekambuhan. Berbeda dari bentuk-
bentuk lain cedera akibat asam, infeksi oleh H.Pylori tampaknya tidak berperan dalam
pembentukan refluks atau esofagitis33
.
2.1.9 Manifestasi klinik
Nyeri ulu hati adalah gejala esofagitis yang umum, dan biasanya bertambah parah
ketika berbaring. Regurgitasi, nausea dan muntah merupakan gejala spesifik yang paling
sering terlihat pada bayi, sedangkan pada anak yang lebih besar didapatkan keluhan
disfagia, heartburn dan nyeri epigastrium. Pada esofagitis berat dapat terjadi hematemesis
dan melena17
.
Pada refluks berulang dapat timbul beragam penyulit. Penyulit tersering adalah
striktur esofagus distal. Obtruksi progresif, mula-mula terhadap makanan padat kemudian
cairan, yang bermanifestasi sebagai disfagia. Penyulit lain refluks berulang adalah
perdarahan atau perforasi, suara serak, batuk atau mengi,pneumonia akibat aspirasi isi
lambung ke dalam paru, terutama sewaktu tidur33
.
2.1.10 Diagnosis Esofagitis
a. Endoskopi
Endoksopi merupakan prosedur diagnostik yang perlu dilakukan untuk melihat
esofagitis. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan
makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain
yang dapat menimbulkan gejala gastro-esofageal refluks. Ditemukannya kelainan
esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaaan
16
histopatologi (biopsi). Oleh karena itu, biopsi jaringan esofagus untuk pemeriksaan
patologi anatomi diperlukan setiap tindakan endoskopi17 19 34
.
b. Patologi anatomi
The European Society of Paediatric Gantoenterology and Nutrition (EPSGAN)
merekomendasikan penggunaan kriteria histologi mendiagnosis esofagitis 17
. Seperti
terlihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Klasifikasi Histologi Esofagitis 17
0 Normal
I A
B
C
Basal zone hyperplasia
Elongated Stromal paillae
Vascular ingrowth
II Polymorphonuclear cell in epithelium,
lamina propria or both
III Polymorphs with epithelial defect
IV Ulceration
V Abnormal columnar epithelium
Dalam pengamatannya menemukan rendahnya hubungan antara gambaran
endoskopi dan histologi. Beberapa anak dengan gejala klinis esofagitis seringkali
memperlihatkan gambaran endoskopi normal atau kelainan minimal, tetapi
memperlihatkan gambaran histologi hiperplasia epitel skuamosa esofagus yang
merupakan gambaran histologi awal dari esofagitis17
.
Sel radang yang terdapat pada esofagitis adalah eosinofil, neutrofil, dan limfosit.
Eosinofil dan neutrofil tidak terdapat pada epitel esofagus anak normal. Eosinofil
memiliki nilai diagnostik esofagitis. Adanya satu atau lebih eosinofil pada lamina
propria merupakan indeks RGE. Neutrofil pada epitel esofagus juga merupakan indeks
spesifik, tetapi tidak sensitif untuk refluks gastroesofageal, karena hanya ditemukan
pada kurang dari sepertiga pasien dengan RGE. Apabila pada jaringan biopsi tidak
terdapat lamina propria, maka cells with irregular nuclear contour (CINC) intraepitel
dapat digunakan untuk diagnosis esofagitis35
.
17
2.1.11 Komplikasi Gastro Esofageal-Refluks
Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur dan perdarahan. Sebagai dampak
adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat terjadi
perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik,
keadaan ini disebut sebagai Esofagus Barrett (EB). Insidens esofagust Barrett
meningkat, diperkirakan terjadi sebanyak 10% dari mereka dengan gejala GERD. Pria
kulit putih paling sering terkena dan khas pada usia antara 40 tahun dan 60 tahun.23
35
Perhatian utama dalam EB adalah bahwa kelainan ini menyebabkan
peningkatan risiko adenokarsinoma esofagus. Studi molekular menunjukkan bahwa
Epitel Barret mungkin lebih mirip dengan adenokarsinoma daripada epitel esofagus
normal. Konsisten dengan pandangan bahwa EB adalah kondisi premalignan. Epitel
yang mengalami displasia, dianggap sebagai lesi pre-invasif, berkembang dalam 0,2%
sampai 1% dari penderita EB tiap tahun, insidensinya meningkat dengan durasi dari
gejala dan peningkatan usia pasien35
.
2.1.12 Penatalaksanaan esofagitis
Pada prinsipnya, penatalaksanaan esofagitis refluks terdiri dari non-
medikamentosa medikamentosa dan. Target penatalaksanaan adalah : a)
Menyembuhkan lesi esofagus, b). Menghilangkan gejala/keluhan, c). Mencegah
kekambuhan, d). Memperbaiki kualitas hidup, e). Mencegah timbulnya komplikasi19
.
Modifikasi pola hidup dilaporkan dapat menurunkan paparan asam pada
esofagus. Modifikasi pola hidup tersebut berupa meninggikan posisi kepala, pungung,
dan pinggang saat tidur (membentuk sudut 45-60 derajat dengan alas tempat tidur)
dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam
dari lambung ke esofagus, berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol karena
keduanya dapat menurunkan tonus SEB sehingga secara langsung mempengaruhi sel-
sel epitel, mengurangi asupan lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan
karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung, menurunkan berat badan pada
pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan
intrabdomen, menghindari makanan dan minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi
dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekrsi asam, jika memungkinkan
menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus SEB seperti antikolinergik,
teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta adrenergik, progesteron 17 19
.
18
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step
down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obatan kurang kuat
seperti antagonis reseptor H2 atau prokinetik. Antagonis reseptor H2 bekerja
menghambat sekresi asam lambung, yang termasuk dalam golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin. Simetidin dan ranitidin menghambat
reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang
sekresi asam lambung, sehingga pemberian simetidin, ranitidin dan famotidin akan
menghambat sekresi asam lambung. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin
dan dua puluh kali lebih poten daripada simetidin. Potensi nizatidin kurang lebih sama
dengan famotidin 19 31
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan
sampai sedang serta tanpa komplikasi. Dosis pemberian, simetidin 2 x 800 mg atau 4 x
400 mg, ranitidin 4 x 150 mg, Famotidin 2 x 20 mg, nizatidin 2 x 150 mg 19
.
Selain antagonis reseptor H2, terdapat obat-obatan prokinetik yang bekerja pada
peningkatan tekanan SEB, merangsang peristaltik esofagus dan pengosongan lambung.
Cisaprid sebagai antagonis reseptor 5 HT 4, obat ini dapat mempercepat pengosongan
lambung dan menigkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan
gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik dibanding domperido, dosisnya 3 x
10 mg sehari 19
.
Adapun pendekatan step down dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat
dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik. Penghambat pompa proton (PPI) bekerja
langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase
yang dianggap sebagai tahap akhir pemrosesan pembentukan asam lambung. Obat-
obatan golongan PPI sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan
lesi esofagus, bahkan pada gastritis erosif derajat berat serta refrakter dengan golongan
antagonis reseptor H219
.
2.2 Gastro-esofageal Refluks Disease (GERD)
2.2.1 Definisi GERD
Definisi GERD menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks
Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013 adalah suatu gangguan berupa isi lambung
mengalami refluks berulang ke dalam esofagus, menyebabkan gejala atau komplikasi
yang mengganggu. Prevalensi GERD menurut Map of Digestive Disorders dan
19
Diseases tahun 2008 di Amerika Serikat sebesar 15%, Inggris sebesar 21%, dan di
Malaysia 38,8%. Data epidemiologi dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa satu dari
lima orang dewasa mengalami gejala rasa panas di dada, atau regurgitasi asam sekali
dalam seminggu, serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekurang-kurangnya
sekali dalam sebulan. Prevalensi di Asia berkisar antara 3-5% termasuk Indonesia,
secara umum lebih rendah dibandingkan dengan negara barat, namun demikian data
terakhir menunjukkan bahwa prevalensinya semakin meningkat. Hal ini disebabkan
karena perubahan gaya hidup yang meningkatkan seseorang terkena GERD seperti
merokok dan obesitas 5 33
.
Beberapa faktor risiko GERD adalah :
a. Obat-obatan, seperti teofilin, antikolinergik, beta adrenergik, nitrat, calsium-
channel blocker.
b. Makanan, seperti coklat, makanan berlemak, kopi, alkohol dan rokok.
c. Hormon, umumnya terjadi pada wanita hamil dan menopause. Pada wanita
hamil, menurunnya tekanan LES terjadi akibat peningkatan kadar progesteron.
Sedangkan pada wanita menopause, menurunnya tekanan SEB terjadi akibat
terapi hormon estrogen.
d. Struktural, umumnya berkaitan dengan hiatus hernia. Selain hiatus hernia,
panjang SEB yang <3 cm juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya GERD.
e. Indeks Massa Tubuh (IMT), semakin tinggi nilai IMT, maka risiko terjadinya
GERD juga semakin tinggi.
2.2.2 Patofisiologi GERD
GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan defensif
dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat asam. Yang termasuk faktor defensif
sistem pertahanan esofagus adalah SEB, mekanisme bersihan esofagus, dan epitel
esofagus. Pada GERD fungsi LES terganggu dan menyebabkan terjadinya aliran balik
dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi SEB pada GERD disebabkan oleh
turunnya tekanan SEB akibat penggunaan obat seperti NSAID dan antibiotik, makanan,
faktor hormonal atau kelainan struktural33 36
. Seperti terlihat pada gambar 2.5
20
Gambar 2.5 Patofisiologi GERD5
Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan
dirinya dari bahan refluksat lambung, termasuk gaya gravitasi, gaya peristaltik esofagus.
Mekanisme bersihan esofagus terganggu sehingga bahan refluksat lambung akan kontak
ke dalam esofagus, makin lama kontak antaran bahan refluksat lambung dan esofagus,
maka risiko esofagitis akan makin tinggi. Selain itu, refluks malam hari pun akan
meningkatkan risiko esofagitis lebih besar. Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat
berbaring 5 33
.
Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari membran sel, intercellular
junction yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus yang menyuplai
nutrien-oksigen dan bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2, sel esofagus
mempunyai kemampuan mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan
bikarbonat ekstraseluler5 33
.
Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung,
dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet, distensi lambung dan pengosongan lambung
yang terlambat, tekanan intragastrik dan intraabdomen yang meningkat. Beberapa keadaan
yang mempengaruhi tekanan intraabdomen salah satunya obesitas15
.
2.2.3 Manifestasi Klinis GERD
Tanda dan gejala khas GERD adalah regurgitasi dan heatburn. Regurgitasi
merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa asam
dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah epigastrium yang dapat
21
disertai nyeri dan pedih. Heartburn sering dikenal dengan rasa panas di ulu hati yang
terasa hingga ke daerah dada. Kedua gejala ini umumnya dirasakan saat makan atau saat
berbaring. Gejala lain adalah kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa, hipersaliva,
disfagia hingga odinofagia5 33
.
2.2.4 Diagnosis GERD
Diagnosis GERD ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dengan gejala
spesifik yaitu heartburn dan regurgitasi serta pengisian kuesioner. Selain itu, gejala
klasik GERD dapat dapat dinilai dengan Gastroesophageal Reflukx Disease –
Questionnairre (GERD-Q). GERD-Q merupakan sebuah kuesioner yang terdiri dari
enam pertanyaan mengenai gejala klasik GERD, serta efek penggunaan obat-obatan
terhadap gejala dalam7 hari terakhir. Berdasarkan penilaian GERD-Q, jika skor 8 - 18
maka pasien memiliki kecenderungan tinggi menderita GERD5 33
.
2.2.5 Tatalaksana GERD
Pendekatan klinik penatalaksanaan GERD meliputi pengobatan GERD (NERD
dan ERD), GERD refrakter, dan non-acid GERD. Pada lini pertama, diagnosis GERD
lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan kuesioner GERD berdasarkan
gejala. Penatalaksanaan klinis diberikan bersdasarkan diagnosis klinis5 33
. Seperti
terlihat pada gambar 2.6
22
Gambar 2.6 Alur Pengobatan GERD pada Pusat Pelayanan Kesehatan Primer5
Penatalaksanaan non-farmakologis yaitu memodifikasi berat badan berlebih dan
meninggikan kepala kurang 15-20 cm pada saat tidur, serta faktor-faktor tambahan lain
seperti merokok, minum alkohol, mengurangi obat-obatan yang merangsang asam
lambung dan menyebabkan refluks, makan tidak boleh terlalu kenyang dan makan
malam paling lambat 3 jam sebelum tidur5 33
.
Penatalaksanaan farmakologis yang telah diketahui dapat mengatasi GERD
adalah antasida, prokinetik, antagonis reseptor H2, Proton Pump Inhibitor (PPI) dan
baclofen. Berdasarkan Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks
Gastroesofageal di Indonesia, PPI merupakan obat paling efektif dalam menghilangkan
gejala serta menyembuhkan lesi esofagitis pada GERD. PPI dosis tunggal diberikan
pada pagi hari sebelum makan selama 8 minggu. Apabila gejala tidak membaik setelah
terapi selama 8 minggu atau gejala terasa mengganggu di malam hari, terapi dapat
dilanjutkan dengan dosis ganda selama 4 – 8 minggu5 33
.
23
2.4 Pandangan dokter muslim tentang faktor risiko esofagitis
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia
begitupun dalam mengatur tatanan kehidupan di bumi guna menuju kebahagiaan dunia
dan akhirat. Salah satu penunjang kebahagiaan adalah memiliki tubuh yang sehat.
Sehingga dengan tubuh yang sehat kita mampu melaksanakan ibadah kepada Allah
SWT. Namun seringkali manusia tidak mengidahkan kesehatannya sendiri sehingga
tubuh mudah terserang penyakit. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW telah
mengingatkan manusia melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari37
.
ة والفراغ ح ، الص ي الاس وا كثير ه غث ىى ه فيه عوحاى
“ Ada dua kenikmatan yang banya manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu
senggang ”. ( HR Bukhari no. 6412, dari Ibnu Abbas)
Itulah sebabnya, islam sangat menganganjurkan umatnya untuk memperhatikan
kesehatan dirinya. Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan. Islam telah menetapkan prinsip-prinsip dalam penjagaan keseimbangan
tubuh manusia. Beberapa cara dalam menjaga kesehatan ialah dengan cara menjaga
pola makan37
, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an surah Al-A‟raf ayat 31 :
فيي سر ة الو ه ل ي ح ف ىا إ وك ل ىا واشرت ىا ول ج سر
“Makan dan minumlah kalian, dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A‟araf 7 : 31)
Dalam Tafsir Quraish Shihab, adapun yang dimaksud tidak berlebih-lebihan,
ilmu pengetahuan modern menetapkan bahwa tubuh tidak menyerap semua makanan,
tetapi hanya mengambil secukupnya, kemudian membuang yang lebih dari dalam
tubuh. Jika berlebihan maka organ-organ pencernaan akan mengalami gangguan
sehingga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit GERD37
.
Dalam hadits pun telah mengatur porsi makan dan gizi seimbang,
- اللهصلى عليه وسلن- عث رس ىل الل ب اللهرضي عه يق ىل سو يكر قدام تي هعد الو
ى لثه فإى غلثث الآده وي ص ل قيوات ي ق ى ي تطي حسة الآده ا ه عاء شر ى و يق ىل » ها هل آده
« اتي هاجه لفس لشراب وث ل ث ل لطعام وث ل ث ل فس ه فث ل ث ل
24
“Al Miqdam bin Ma‟dikarib radhiyallahu „anhu berkata: “Aku telah mendengar
Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang manusia mengisi
sebuah tempat yang lebih buruk daripada perut, cukuplah bagi seorang manusia
beberapa suapan yang menegakkan punggungngya, dan jika hawa nafsunya
mengalahkan manusia, maka 1/3 untuk makan dan 1/3 untuk minum dan 1/3 untuk
bernafas.” HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al
Ahadits Ash Shahihah, no. 226537
Apabila umat Islam senantiasa menerapkan Al-Qur‟an dan Hadis sebagai
pedoman utama dalam menjalani segala aspek kehidupan terutama kesehatan, maka
umat islam dapat terhindar dari berbagai penyakit, dapat menjalani hidup dengan sehat
dan bisa beraktivitas serta menjalankan ibadah dengan baik.
25
2.4 Kerangka Teori
Menghambat enzim
siklooksigenase
Faktor risiko
Gastro-esofageal Refluks
(GERD)
Usia > 50
tahun Riwayat penggunaan
NSAID
Peningkatan frekuensi
relaksasi transien
sfingter esofagus
bawah
Penurunan
tonus sfingter
esofagus bawah
Peningkatan
keasaman
Merusak ketahanan
epitelial esofagus
Mengiritasi esofagus
Inkompeten sfingter
esofagus bawah
Iritasi berulang
Esofagitis
Menghambat enzim
siklooksigenase
Inflamasi esofagus Grade A
Grade B
Grade C
Grade D
Derajat keparahan
berdasarkan klasifikasi
Los Angeles
Penurunan
prostaglandin
Obesitas
Menghambat enzim
siklooksigenase
Meningkatnya
tekanan
intraabdomen
Menurunnya
motilitas
esofagus
Mukosa
esofagus lebih
mudah terpapar
asam lambung
alkohol
Relaksasi tonus
sfingter
esofagus
bawah
Terjadi aliran balik
lambung ke esofagus
Kontraksi
peristaltik
esofagus
menurun
Oksidasi
etanol oleh
alkohol
dehidrogenase
Terbentuk
asetaldehida
Sebagai zat
toksik
Jenis Kelamin
Mekanisme bersihan
esofagus terganggu
Indeks
Massa
Tubuh
Laki-laki
tinggi
26
2.5 Kerangka Konsep
Keterangan :
Riwayat konsumsi
NSAID
GERD
Obesitas Alkohol
Derajat keparahan
penyakit
Pemeriksaan
Endoskopi
Usia Jenis Kelamin
: Variabel yang tidak diteliti
: Variabel yang di teliti
Esofagitis
: Meneliti hubungan
: Tidak meneliti hubungan
27
2.6 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara
Pengukuran
Skala
1. Esofagitis Suatu peradangan pada
esofagus
Rekam medis Data dari
rekam medik
dan
pemeriksaan
endoskopi
Nominal
(Ya,Tidak)
2. Jenis kelamin Karakteristik seksual
yang dapat membedakan
manusia
Rekam medis Laki-laki dan
Perempuan
Nominal
(Laki-laki,
perempuan)
3. Usia Satuan waktu yang
mengukur keberadaan
suatu makhluk hidup
Rekam medis Berdasarkan
sebaran
populasi
menurut
Depkes RI,
usia di bagi
dalam setiap 5
tahun :
12 – 16
17 – 25
26 – 35
36 – 45
46 – 55
56 – 65
>65
Ordinal
(kategori
1,2,3,4,5,6,7
4. Konsumsi NSAID Riwayat mengonsumsi
NSAID sebelum
pemeriksaan endoskopi
Rekam medis Data dari
rekam medik
Nominal
(Ya,Tidak)
5. Grade Derajat keparahan
penyakit
Rekam medis Berdasarkan
gambaran
endoskopi
klasifikasi
esofagitis
menurut Los
Angeles
dibagi menjadi
empat
Ordinal
(Kategori A,
B, C dan D)
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-
sectional untuk mengetahui proporsi penderita esofagitis berdasarkan hasil pemeriksaan
endoskopi di RS Haji Jakarta pada bulan Januari 2015 –April 2018
3.2 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan di RS Haji Jakarta pada bulan Maret
– Juli 2018.
3. 3 Populasi dan Sampel
3.3. 1 Populasi Target
Pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopi di RS Haji Jakarta.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Pasien yang didiagnosis esofagitis berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi di
RS Haji jakarta dari bulan Januari 2015 – April 2018 berdasarkan dari riwayat
anamnesis.
3.3.3 Besar Sampel
Berdasarkan perhitungan sampel dengan rumus dibawah ini
Keterangan :
n = Jumlah sampel
Zα = nilai Z pada derajat kemaknaan
P = proporsi penderita esofagitis di Nepal 11,3%
Q = 1- 0,113
d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan
29
3.3.4 Cara pengambilan sampel
Peneliti mengambil data sekunder dari hasil pemeriksaan endoskopi sesuai
dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang di sediakan pihak RS Haji Jakarta. Selanjutnya
di dapatkan data pasien yang melakukan hasil pemeriksaan endoskopi yaitu 1.169.
Berdasarkan dari rumus besaran sample di dapatkan jumlah sample 154. Sehingga
dalam pengambilan sample peneliti menggunakan metode random sampling
menggunakan aplikasi randomizer dari seluruh sampel yang memenuhi kriteria.
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
1. Inklusi
1. Pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopi di RS Haji jakarta 2015-2018
2. Pasien denga usia 15 – 79 tahun.
2. Eksklusi
1. Pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopi dan telah meninggal dunia pada
data rekam medik di RS Haji Jakarta.
3.5 Cara kerja penelitian
1. Melakukan persiapan penelitian (menentukan dosen pembimbing, menentukan judul,
proposal, dll) di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Melakukan survey tempat penelitian di RS Haji Jakarta
3. Mengurus perizinan penelitian di RS Haji Jakarta
4. Mengambil data hasil pemeriksaan endoskopi dan rekam medik di RS Haji Jakarta
5. Melakukan pengolahan data penelitian dengan menggunakan SPSS 2.4
6. Menampilkan hasil dari pengolahan data dalam diagram
3.6 Analisis Data
Data dalam penelitian ini di gambarkan dengan metode deskriptif kategorik
menggunakan aplikasi SPSS 2.4 dengan melihat data hasil pemeriksaan endoskopi di RS
Haji Jakarta.
30
3.7 Alur Penelitian
Populasi Target: Pasien yang di
lakukan pemeriksaan
endoskopi di RS Haji Jakarta
Frame sampling
Populasi Terjangkau : Pasien yang di
diagnosis esofagitis berdasarkan
pemeriksaan endoskopi di RS Haji pada
bulan Januari 2015 – Februari 2018
Riwayat Konsumsi
NSAID Jenis Kelamin Usia Derajat Keparahan
Penyakit
Melakukan pengolahan data penelitian
Berdasarkan
kriteria inklusi dan
ekslusi
Sample
Melakukan random
sampling
menggunakan aplikasi
Research randomizer
Melakukan persiapan penelitian
Melakukan perizinan penelitian di RS Haji Jakarta
Mengambil data hasil pemeriksaan
endoskopi di RS Haji Jakarta
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama periode penelitian, peneliti mengambil populasi penderita esofagitis
berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi di RS Haji Jakarta pada tahun Januari 2015 –April
2018. Peneliti melakukan pengambilan sampel pasien dengan random sampling. Dari
jumlah pasien yang di endoskopi pada Januari 2015 – April 2018 di RS Haji Jakarta yaitu
1169 pasien. Dari rumus besaran sampel di dapatkan jumlah sampel 154.
4.1 Karakteristik Sampel
4.1.1 Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 4.1 distribusi sampel menurut jenis kelamin, didapatkan
bahwa dari 154 sampel di RS Haji Jakarta, distribusi penderita esofagitis menurut jenis
kelamin di dapatkan frekuensi laki-laki sebanyak 63 pasien (40,9%) dan perempuan
sebanyak 91 pasien (59,1%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
yang dilakukan di Pusat Pelayanan Kesehatan di Spanyol dengan total pasien yang
melakukan endoskopi yaitu 1.361 di dapatkan dengan karakteristik menurut jenis
kelamin yaitu laki-laki sebesar 48,1% dan perempuan sebesar 51,9%6.
Penyakit Frekuensi Proporsi (%)
Laki-laki 63 40,9
Perempuan 91 59,1
Total 154 100
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
32
4.1.2 Berdasarkan Usia
Dapat dilihat dari tabel 4.2, sampel pasien berdasarkan hasil endoskopi di RS
Haji Jakarta tahun 2015 – 2018, setelah dilakukan pengelompokan menggunakan
standar sebaran usia menurut Depkes RI , didapati usia terbanyak pada sebaran 56 – 65
tahun sebesar 22,1% , usia 36 – 45 tahun sebesar 20,8% dan usia 46 – 55 tahun sebesar
20,8%, usia >65 tahun 20,8%. Berdasarkan penelitian di Iran dengan 736 pasien
karakteristik subjek berdasarkan usia di dapatkan rata-rata usia 15 – 86 tahun dan di
Spanyol dengan rerata usia 14 – 96 tahun4. Penelitian terbaru di RS Bir Mahabauddha
Nepal tahun 2018, dengan 142 sampel di dapatkan usia terbanyak 40-60 tahun sebesar
44,4% dan >60 tahun 29,36% 3.
4.2 Proporsi Penyakit
Pada tabel 4.3 terlihat proporsi penyakit, dari total sampe 154 orang, di
dapatkan yang menderita esofagitis sebesar 29 orang (18,8%) dan non esofagitis 125
orang (81,2%).
Usia Frekuensi Proporsi (%)
17 – 25 10 6,5
26 – 35 14 9,1
36 – 45 32 20,8
46 – 55 32 20,8
56 – 65 34 22,1
>65 32 20,8
Total 167 100
Penyakit Frekuensi Proporsi (%)
Esofagitis 29 18,8
Non Esofagitis 125 81,2
Total 154 100
Tabel 4.3 Proporsi penderita Esofagitis
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
33
Di laporkan pasien dengan gejala gastro-esofageal refluks yang menderita
esofagitis di Turki sebesar 17%, Malaysia 23% dan Jepang 20%2. Sedangkan penelitian
di Nepal pasien yang menderita esofagitis sebesar 11,3%3. Di Indonesia pasien dengan
gejala gastro-esofageal refluks prevalensinya semakin meningkat. Hal ini disebabkan
oleh karena adanya perubahan gaya hidup yang meningkatkan seseorang terkena GERD
dan komplikasinya, seperti merokok dan juga obesitas. Laporan kasus lelosutan SAR
dkk, di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta (FKUI/RSCM) menunjukkan bahwa dari 127 subjek penelitian yang menjalani
endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) 22,8% (30%) subyek diantaranya
menderita esofagitis. Penelitian lain, dari Syam AF dkk, juga dari FKUI/RSCM Jakarta,
menunjukkan bahwa 1.718 pasien yang menjalani pemeriksaan endokopi SCBA atas
indikasi dispepsia selama 5 tahun menunjukkan adanya peningkatan prevalensi
esofagitis 5.
4.3 Karakteristik sampel penderita esofagitis
4.4.1 Berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan Tabel 4.4 distribusi sampel menurut jenis kelaminnya, didapat
bahwa dari 29 sampel yang menderita esofagitis di RS Haji Jakarta, distribusi menurut
jenis kelamin di dapatkan frekuensi laki laki sebanyak 9 pasien (31%) dan perempuan
sebanyak 20 pasien (69 %).
Hal ini menyimpulkan bahwa penderita esofagitis di RS Haji Jakarta pada tahun
2015 – 2018 lebih banyak perempuan. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian di
Jepang tahun 2007, yang menunjukan frekuensi laki laki 35% dan perempuan sebesar
40%, namun berbanding terbalik dengan penelitian di Iran tahun 2014 yang
menyebutkan frekuensi perempuan 44,2% dan laki-laki sebesar 55,8%. Penelitian oleh
Wu JC, dkk di Roma menunjukkan proporsi laki-laki lebih dominan karena adanya
perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan fungsi sfingter esofagus6 38
.
Jenis Kelamin Frekuensi Proporsi (%)
Laki – laki 9 31
Perempuan 20 69
Total Sampel 29 100
Tabel 4.4 Distribusi Esofagitis Berdasarkan Jenis Kelamin
34
4.4.2 Berdasarkan usia
Dapat di lihat pada Tabel 4.5 sampel pasien esofagitis di RS Haji Jakarta tahun
2015 – 2018, memiliki sebaran usia yang beragam. Pengelompokkan usia
menggunakan standar sebaran usia menurut Depkes RI, didapati usia terbanyak pada
sebaran 36 – 45 tahun sebesar 27,6% , usia 46 – 55 tahun 17,2% dan 56 – 65 tahun
sebesar 20,7% dan >65 tahun sebesar 17,2%.
Gejala refluks esofagus umum terjadi pada orang dewasa, berdasarkan
penelitian di Jepang prevalensi tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun dan pada usia
70-79 tahun hal ini sesuai dengan penelitian bahwa lanjut usia lebih cenderung
menghabiskan waktu dalam posisi telentang sehingga waktu transit makanan di
esofagus lebih lama pada lansia dibandingkan dewas39
.
4.4 3 Berdasarkan Derajat Keparahan Penyakit
Usia Frekuensi Proporsi (%)
17 – 25 2 6,9
26 – 35 3 10,3
36 – 45 8 27,6
46 – 55 5 17,2
56 – 65 6 20,7
>65 5 17,2
Total 29 100
Derajat Kerusakan Frekuensi Proporsi (%)
A 27 93,1
B 2 6,9
Total 29 100
Tabel.4.5 Distribusi Esofagitis Berdasarkan Usia
Tabel 4.6 Distribusi derajat keparahan penyakit
berdasarkan klasifikasi
35
Pada Tabel 4.6 distribusi berdasarkan derajat keparahan penyakit berdasarkan
klasifikasi Los Angeles, menunjukkan bahwa grade A sebanyak 27 orang (93,1%),
grade B sebanyak 2 orang (6,9%). Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang
di lakukan di Iran, menunjukkan grade A sebanyak 77%, grade B sebanyak 18% , grade
C sebanyak 3,2% dan grade D sebanyak 1,8. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
di Spanyol grade A sebanyak 25%, grade B sebanyak 10%, grade C sebanyak 8% 4 5
.
4.1.4 Berdasarkan Riwayat Konsumsi NSAID
Dapat dilihat pada Tabel 4.7 berdasarkan riwayat konsumsi NSAID. Dari total
sampel 29 orang, sebanyak 10 orang (34,5%) mengonsumsi NSAID, dan 19 orang
(65,5%) yang tidak mengonsumsi NSAID. Riwayat konsumsi NSAID yang rendah
pada penelitian ini, hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di
Turki sebesar 27% yang mengonsumsi NSAID dan penelitian di Spanyol di sebutkan
terdapat faktor risiko yang lebih dominan yaitu obesitas dan penggunaan alkohol, pada
penelitian ini tidak dilakukan penelitian terhadap obesitas dan penggunaan alkohol. Hal
ini berbeda dengan studi berbasis masyarakat yang dilakukan di Inggris, menunjukkan
bahwa gejala GERD sering ditemukan pada pasien dengan riwayat konsumsi NSAID
dibandingkan dengan pasien yang tidak mengonsumsi NSAID 4 6 33
.
Riwayat konsumsi NSAID Frekuensi Proporsi (%)
Iya 10 34,5
Tidak 19 65,5
Total 29 100
Tabel 4.7 Riwayat konsumsi NSAID
36
4.4.4 Frekuensi Distribusi Riwayat Konsumsi NSAID
Berdasarkan tabel 4.8 penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Haji
Jakarta penggunaan obat NSAID yang sering digunakan yaitu ibu profen sebesar 30%.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian P. Ruszniewski (2008) di Rumah Sakit
Beaujon, dengan melihat hasil rekam medik selama tiga bulan sebelum pemeriksaan
endoskopi di dapatkan obat yang sering digunakan yaitu natrium diklofenak sebesar
19% dan ibu profen sebesar 19%3.
4.4 Analisis Bivariat
4.4.1 Hubungan esofagitis dengan jenis kelamin
Riwayat konsumsi NSAID Frekuensi Proporsi (%)
Asam mefenamat 2 20
Aspirin 1 10
Celecoxib 1 10
Ibu profen 3 30
Meloksikam 1 10
Natrium diklofenak 1 10
Piroksikam 1 10
Total 10 100
Penyakit
Esofagitis Non Esofagitis p
N % N %
Jenis
Kelamin
Laki-laki 9 14,3 54 85,7 0,230
Perempuan 20 22 71 78
Total 29 100 132 100
Tabel 4.8 Frekuensi Distribusi Riwayat konsumsi NSAID
Tabel 4.9 Hubungan esofagitis dengan jenis kelamin
37
Setelah dilakukan uji Chi Square dengan SPSS 2.4 ditemukan tidak ada
hubungan yang bermakna antara esofagitis dengan jenis kelamin dengan nilai p > 0,05
yaitu p = 0,230. Terdapat beberapa perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya,
pada penelitian J. Dent dkk, dan Derakhsan dkk, menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan gejala refluks-esofageal pada
esofagitis, namun penelitian terbaru menemukan jenis kelamin laki-laki menjadi faktor
risiko independen, hasil penelitian yang dilakukan di Korea tahun 2006, dengan subjek
penelitian 25.536 yang melakukan pemeriksaan endoskopi, terdapat hubungan antara
jenis kelamin dan esofagitis, secara signifikan lebih tinggi pada pria dibanding wanita
dengan nilai p = <0,0001. Dalam studi di Jepang di kemukakan bahwa dalam 10 tahun
terakhir prevalensi pria yang menderita esofagitis meningkat karena IMT tinggi 38 39 40
.
4.4.2 Hubungan esofagitis dengan usia
Setelah dilakukan uji Chi Square dengan SPSS 2.4 ditemukan tidak ada
hubungan yang bermakna antara esofagitis dengan usia dengan nilai p > 0,05 yaitu p =
0,470. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Taiwan,
di dapatkan bahwa pasien dengan usia lebih dari 40 tahun tidak ada hubungan yang
bermakna dengan esofigitis dapat di buktikan dengan nilai p = 0,089. Berbeda dengan
penelitian Becher, dkk semakin bertambahnya usia seseorang menyebabkan menurunya
motilitas esofagus serta berpengaruh terhadap gerakan peristaltik dengan nilai p =
0,001, dan panjang sfingter esofageal bawah berkurang seiring bertambahnya usia dan
hal ini berkaitan dengan meningkatnya paparan asam dengan nilai p = < 0,001, hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara esofagitis denga usia. Dalam
studi yang dilakukan Ter, dkk pasien yang berusia >65 tahun refluks asam berlangsung
lebih lama di bandingkan pasien dengan usia <65 tahun. Hal ini sesuai dengan teori
Penyakit
Esofagitis Non Esofagitis P
0,470
N % N %
Kategori
Usia
< 46 tahun 6 24 19 76
> 46 tahun 23 17,8 106 82,2
Total 29 100 125 100
Tabel 4.10 Hubungan esofagitis dengan usia
38
bahwa seiring bertambahnya umur maka produksi saliva yang dapat membantu
penetralan pH pada esofagus berkurang sehingga tingkat keparahan menjadi
meningkat40 41
.
4.5 Keterbatasan penelitian
1. Penelitian ini berdasarkan dari data sekunder, yaitu dari rekam medis pasien, maka
dalam hal ini menyebabkan data rekam medik yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) dan
riwayat konsumsi alkohol tidak lengkap ataupun hasil pemeriksaan yang tidak
terlampir, sehingga membuat keterbatasan pada sampel peneliti.
2. Peneliti tidak dapat mencari hubungan riwayat penggunaan NSAID dan faktor risiko
lain dengan esofagitis disebabkan data rekam medik yang di dapatkan tidak lengkap.
39
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
berupa :
1. Karakteristik subjek penelitian di RS Haji Jakarta pada tahun 2015-2018
berdasarkan jenis kelamin didapatkan frekuensi perempuan sebesar 59,1% dan
laki laki sebesar 40,9% dan berdasarkan usia di dapatkan usia > 45 tahun sebesar
63,7%.
2. Proporsi penderita esofagitis sebesar 18,8% dan non esofagitis sebesar 81,2% di RS
Haji Jakarta pada tahun 2015 - 2018
3. Gambaran subjek penderita esofagitis di RS Haji Jakarta pada tahun 2015-2018 di
dapatkan jenis kelamin yang terbanyak yaitu perempuan sebesar 69% , berdasarkan
usia di dapatkan usia > 45 tahun sebesar 55,1%, berdasarkan derajat keparahan di
dapatkan yang terbanyak adalah grade A sebesar 93,1%, dan sebesar 34,5% yang
mengonsumsi NSAID dengan frekuensi penggunaan obat NSAID tersering yaitu
ibu profen sebesar 30%.
4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara esofagitis dengan jenis kelamin ( p
= 0,230) dan usia ( p= 0,470) di RS Haji Jakarta pada tahun 2015-2018
5.2 Saran
5.2.1 Untuk penelitian selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan data primer dengan metode
penelitian lain yang dapat mengkaji hubungan antara faktor resiko dengan
efeknya terhadap esofagitis dan menggunakan jumlah minimal sampel 234
pasien.
Perlu melihat hasil pemeriksaan histopatologi agar dapat mengetahui terjadinya
komplikasi dari esofagitis.
5.2.2 Untuk RS Haji Jakarta
Agar menuliskan hasil anamnesis dengan lengkap pada data rekam medik
sehingga dapat di ketahui hubungan antara penyakit dan faktor risiko penyakit
40
DAFTAR PUSTAKA
1. C. Mel Wilcox, MD Professor of Medicine Director, Division of
Gastroenterology and Hepatology University of Alabama-Birmingham Health
System Birmingham, Alabama. Overview of Infectious Esophagitis.
Gastroenterology & Hepatology Volume 9, Issue 8 August 2013.
2. Ahmed Gado, Basel Ebeid, AidaAbde Mohsen, Anthony Axon. Prevalence of
reflux esophagitis among patients undergoing endoscopy in a secondary referral
hospital in Giza, Egypt. Alexandria Journal of Medicine Volume 51, Issue 2, June
2015, Pages 89-94. ELSEVIER.
3. Akhilesh, Kumar Kasyap. Shiv, Kumar Sah. Sitaram, Chaudhary. Clinical
spectrum and risk factors associated with asymptomatic erosive esophagitis as
determined by Los Angeles classification: A cross-sectional study. Department of
Medicine, Gastroenterology unit, National Academy of Medical Science, Bir
Hospital Mahabauddha, Kathmandu, Nepal. Februari, 2018.
4. Sharifi, Alireza, dkk. The Prevalence, Risk Factors, and Clinical Correlates of
Erosive Esophagitis and Barrett's Esophagus in Iranian Patients with Reflux
Symptoms. Gastroenterol Res Pract. 2014; 2014: 696294
5. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Revisi Konsensus Nasional
Penalatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal refluks
disease/GERD) di Indonesia. Jakarta : Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia:
2013
6. Ponce Marta, dkk. Prevalence of Severe Esophagitis in Spain. Results of the
PRESS study (Prevalence and Risk factors for Esophagitis in Spain : A Cross -
Sectional Study). United European Gastroenterology journal. Vol. 4(2) 229-235.
2016
7. Ruszniewski P. Soufflet C. Barthe‟ Le‟ MY P. 2008. Nonsteroidal anti-
inflammatory drug use as a risk factor for gastro-oesophageal reflux disease: an
observational study. Department of Gastroenterology, Beaujon Hospital, Clichy,
France
8. Su Hwan, Kim, dkk. Clinical and Endoscopic Characteristics of Drug- Induced
Esophagitis. World J Gastroenterol 2014 August 21 ; 20(31) : 109994-10999
9. Bertram G.Katzung. 2010. Farmakologi dasar dan klinik.10th ed. Jakarta. EGC.
41
10. Anggriani, Ani. Lisni Ida. Rahmah, Dede Siti. 2016. Analisis Masalah Terkait
Obat Pada Pasien Lanjut Usia Penderita Ostoartritis di Poli Ortopedi di Salah Satu
Rumah di Bandung. Program Studi Strata Satu Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi
Bandung, Bandung.
11. Agustian, Hendra. Makmun, Dadang. Soejono, H Czeresna. Gambaran Endoskopi
Saluran Cerna Bagian Atas pada Pasien Dispepsia Usia Lanjut di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol., Nomor 2, April
2015
12. Assirati, Frederico Salvador. High Definition Endoscopy and “Narrow Band
Imaging” in The Diagnosis of Gastroesophageal Reflux Disease. Departement of
Gastroenterology, Hospital das Clinicas, School of Medicine, University of Sao
Paulo.2014;27(1):59-65
13. Gray‟s Anatomy : Anatomy of the Human Body. Elsevier :2014. 18. Putz,
Reinhard
14. Drake, Richard L, Vogl. A Wayne, Mitchell. Adam W.M. Dasar-dasar anatomi.
Elsevier : 2014
15. Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi 8.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta
16. Mescher, Anthony L. 2011. Histologi dasar junqueira, Edisi 12. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta
17. Mulyani, R Lia. Hegar, Badriul. Esofagitis Refluks pada anak. Sari Pediatri Vol.
8, No. 1 , Juni 2006 : 43-53
18. Boeckxstaens G, El-Serag HB, Smout AJPM, Kahrilas PJ. Symptomatic reflux
disease: the present, the past and the future. Gut. 2014;63(6):1185–93
19. Setiati, siti , dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta:
EGC
20. S . Antosh S. 2012. Los Angeles Classification of Esophagitis using Image
Processing Techniques. Vol. 42, No.18. Department of Electronics and
Communications Engg.Gogte Institute of Technology, Belgaum, Karnataka,
INDIA.
21. Salvatore S, Vandenplas Y. Gastro-oesophageal reflux disease and motility
disorders. Best Practice & Research Clin Gastroenterol 2003;17:163-79.
22. Sharifi, Alireza, dkk. 2014. The Prevalence, Risk Factors, and Clinical Correlates
of Erosive Esophagitis and Barrett's Esophagus in Iranian Patients with Reflux
42
Symptoms. Hindawi Publishing Corporation Gastroenterology Research and
Practice.
23. A. C. Ford, D. Forman, P. D. Reynolds, B. T. Cooper, and P. Moayyedi,
“Ethnicity, gender, and socioeconomic status as risk factors for esophagitis and
Barrett‟s esophagus,” The American Journal of Epidemiology, vol. 162, no. 5, pp.
454–460, 2005.
24. Song, Eun Mi. Jung, Hye-Kyung. Jung, Ji Min. 2012. The Association Between
Reflux Esophagitis and Psychosocial Stress
25. Ogden CL, Carroll MD, Kit BK, Flegal KM. Prevalence of childhood and adult
obesity in the united states 2011–2012. JAMA. 2014;311(8):806–14.
26. Riskesdas, 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
27. Paul Chang, MD and Frank Friedenberg, MD, MS (Epi). Obesity & GERD.
Gastroenterology Section, Temple University School of Medicine, Philadelphia,
PA. Gastroenterol Clin North Am . Maret 2014; 43(1): 161–173.
28. Wu P, Zhao XH, Ai ZS, Sun HH, Chen Y, Jiang YX, et al. Dietary intake and risk
for reflux esophagitis: a case-control study. Gastroenterol Res Pract
2013:691026.6.
29. Lesley A Anderson. The Association Between Alcohol and Reflux Esophagitis,
Barrett‟s Esophagus, and Esophageal Adenocarcinoma. Gastroenterology
2009;136:799–805.
30. Shao-hua CHEN, Jie-wei WANG, You-ming LI. Is alcohol consumption
associated with gastroesophageal reflux disease? Department of Gastroenterology
the First Affiliated Hospital, School of Medicine, Zhejiang University, Hangzhou
310003, China. 2010 11(6):423-428
31. Farmakologi dan Terapi. 2016. Departemen Farmakologi dan Teraupetik. Edisi 6.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
32. Zahra,Amira Puri. Carolia,Novita.. Non- steroidal Anti-inflammatory Drugs
(NSAIDs): Gastroprotective vs Cardiotoxic. Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung. Volume 6 | Nomor 3, Juli 2017.
33. Ganong, William F. McPhee, Stephen J. Patofisiologi Penyakit, Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis. Edisi 5. EGC : Jakarta
34. American Society for Gastrointestinal Endoscopy. Guideline : The Role of
Endoscopy in The Management of GERD. Volume 81 | Nomor 6, 2015
43
35. Aster, Kumar Abbas. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Elsevier : Jakarta
36. Bronner MP. Inflammatory disorders of the esophagus. Didapat dari
www.google.com. Diakses tanggal 9 Desember 2004.
37. Abidin, Zainal. Keluarga Sehat dalam Persepektif Islam. Jurnal Dakwah STAION
Purwokerto. Vol.6 Nomor 1 Januari – Juni 2012
38. Hung. Hung shu dkk. Establishing A Risk Scoring System for Predicting Erosive
Esophagitis. Advances in Digestive Medicine (2016) 3, 95 – 100.
39. Young, Sun Kim. Nayoung Kim. Gwang, Ha Kim. Sex and Gender Differences in
Gastroesophageal Reflux Disease. Journal of Neurogastroenterology and Motility.
Volume 22. Nomor 4 October 2016.
40. Becher, A. Dent, J. Systematic review: ageing and gastro-oesophageal reflux
disease symptoms, oesophageal function and reflux oesophagitis. Aliment
Pharmacol Ther 2011; 33: 442–454
41. Han Chung, Lien dkk. Increasing Prevalence of Erosive Esophagitis Among
Taiwanese Aged 40 Years and Above ; A Comparison Between Two Time
Periods. J Clin Gastroenterol _ Volume 43, No.10, November- December 2009.
44
LAMPIRAN 1
a. Jadwal Penelitian
No Kegiatan BULAN KE-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pengajuan Izin √ √ √
2 Pembuatan Proposal
Penelitian
√ √ √
3 Presentasi Persiapan
Penelitian di RS Haji
Jakarta
√
4 Pengambilan Data √ √ √ √
5 Pengolahan dan
Analisis Data
√
6 Pembuatan Laporan √
b. Anggaran Penelitian
No Keterangan Total Biaya
1 Biaya Adminstratif RS 400.000
2 Biaya tak terduga (transport,
fotokopi/print, dan lainnya)
1.000.000
Total Biaya 1.400.000
45
LAMPIRAN 2
46
LAMPIRAN 3
1. Karakteristik Sampel berdasarkan jenis kelamin
2. Karakteristik Sampel berdasarkan usia
3. Proporsi Penyakit
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 63 40,9 40,9 40,9
Perempuan 91 59,1 59,1 100,0
Total 154 100,0 100,0
Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Remaja akhir 10 6,5 6,5 6,5
Dewasa awal 14 9,1 9,1 15,6
Dewasa akhir 32 20,8 20,8 36,4
Lansia awal 32 20,8 20,8 57,1
Lansia akhir 34 22,1 22,1 79,2
Manula 32 20,8 20,8 100,0
Total 154 100,0 100,0
Proporsi Penderita Esofagitis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Esofagitis 29 18,8 18,8 18,8
Non Esofagitis 125 81,2 81,2 100,0
Total 154 100,0 100,0
47
4. Karakteristik subjek penderita esofagitis
Berdasarkan Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perempuan 20 69,0 69,0 69,0
Laki-laki 9 31,0 31,0 100,0
Total 29 100,0 100,0
Berdasarkan Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Remaja akhir 2 6,9 6,9 6,9
Dewasa awal 3 10,3 10,3 17,2
Dewasa akhir 8 27,6 27,6 44,8
Lansia awal 5 17,2 17,2 62,1
Lansia akhir 6 20,7 20,7 82,8
Manula 5 17,2 17,2 100,0
Total 29 100,0 100,0
Berdasarkan Derajat_keparahan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Grade A 27 93,1 93,1 93,1
Grade B 2 6,9 6,9 100,0
Total 29 100,0 100,0
Riwayat_penggunaan NSAID
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Iya 10 34,5 34,5 34,5
Tidak 19 65,5 65,5 100,0
Total 29 100,0 100,0
48
5. Hubungan esofagitis dengan Usia
Distribusi_Riwayat_Konsumsi_NSAID
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Asam mefenamat 2 20,0 20,0 20,0
Aspirin 1 10,0 10,0 30,0
Celecoxib 1 10,0 10,0 40,0
Ibu profen 3 30,0 30,0 70,0
Meloksikam 1 10,0 10,0 80,0
Natrium diklofenak 1 10,0 10,0 90,0
Piroksikam 1 10,0 10,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Umur * Penyakit Crosstabulation
Penyakit
Total Esofagitis Non Esofagitis
Umur Remaja akhir + Dewasa awal
+ Dewasa akhir
Count 6 19 25
Expected Count 4,7 20,3 25,0
% within Umur 24,0% 76,0% 100,0%
% within Penyakit 20,7% 15,2% 16,2%
% of Total 3,9% 12,3% 16,2%
Lansia awal + Lansia akhir +
Manula
Count 23 106 129
Expected Count 24,3 104,7 129,0
% within Umur 17,8% 82,2% 100,0%
% within Penyakit 79,3% 84,8% 83,8%
% of Total 14,9% 68,8% 83,8%
Total Count 29 125 154
Expected Count 29,0 125,0 154,0
% within Umur 18,8% 81,2% 100,0%
% within Penyakit 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 18,8% 81,2% 100,0%
49
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,522a 1 ,470
Continuity Correctionb ,196 1 ,658
Likelihood Ratio ,496 1 ,481
Fisher's Exact Test ,576 ,318
N of Valid Cases 154
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,71.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,064a 1 ,800
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,063 1 ,802
Fisher's Exact Test ,795 ,490
N of Valid Cases 154
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,52.
b. Computed only for a 2x2 table
50
6. Hubungan esofagitis berdasarkan jenis kelamin
Jenis_Kelamin * Penyakit Crosstabulation
Penyakit
Total Esofagitis Non Esofagitis
Jenis_Kelamin Laki-laki Count 9 54 63
Expected Count 11,9 51,1 63,0
% within Jenis_Kelamin 14,3% 85,7% 100,0%
% within Penyakit 31,0% 43,2% 40,9%
% of Total 5,8% 35,1% 40,9%
Perempuan Count 20 71 91
Expected Count 17,1 73,9 91,0
% within Jenis_Kelamin 22,0% 78,0% 100,0%
% within Penyakit 69,0% 56,8% 59,1%
% of Total 13,0% 46,1% 59,1%
Total Count 29 125 154
Expected Count 29,0 125,0 154,0
% within Jenis_Kelamin 18,8% 81,2% 100,0%
% within Penyakit 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 18,8% 81,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1,441a 1 ,230
Continuity Correctionb ,982 1 ,322
Likelihood Ratio 1,479 1 ,224
Fisher's Exact Test ,296 ,161
N of Valid Cases 154
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,86.
b. Computed only for a 2x2 table
51
LAMPIRAN 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Megawati Latenriolle
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Makassar, 4 Mei 1997
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Ekonomi 3 Blok C 24 Komp. Unhas Antang
Nomor Telepon : 08977890286
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1) Tahun 2003 – 2009 : SD Inpres Perumnas Antang I
2) Tahun 2009 – 2012 : SMP Ponpes Puteri Ummul Mukminin
3) Tahun 2012 – 2015 : MA Ponpes Puteri Ummul Mukminin
4) Tahun 2015 – Sekarang : Program studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta