Transcript

Penerapan Model Blended Learning Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika di SMA Cakra Buana Depok

A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu cepat, sehingga menuntut sumber daya manusia yang bisa tanggap akan perkembangan tersebut. Dalam dunia pendidikan, perkembangan teknologi sangat mempengaruhi akan sebuah model pembelajaran yang berdasarkan teori-teori belajar yang ada. Dalam proses pembelajaran, guru sebagai salah satu sumber daya manusia tentunya memegang peranan penting akan keberhasilan dan keefektifan sebuah pendidikan. Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuannya (komptensi guru) dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif. Faktorfaktor tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Bab IV Bagian Kesatu Pasal 10 yakni, Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompotensi-kompotensi tersebut dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2007. Dalam kompetensi pedadogik, salah satunya poinnya adalah seorang guru harus menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Penguasaan meliputi kompetensi guru dalam menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu. Pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran tidak begitu saja diterapkan dalam suatu pembelajaran. Semua itu tentunya didasari oleh teori belajar yang dianut mereka. Teori1

belajar muncul dari definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli. Salah satunya definisi belajar yang diungkapkan oleh Hilgard dalam Sanjaya (2009:235-235): Learning is the process by which an activity originates or changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural enviroment) as distinguished from change by factors not atributable and training. Menurutnya belajar adalah sebuah proses dimana terdapat perubahan perilaku dari seseorang melalui latihan baik itu latihan di lab (tempat yang dikhususkan untuk proses belajar mengajar, kelas) maupun latihan di lingkungan alamiahnya. Beranjak dari konsep belajar yang menjelaskan tentang perilaku, ada dua kelompok/aliran teori belajar, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif. Salah satu teori belajar dari aliran kogntif yang menjadi terkenal saat ini untuk menghasilkan efektifitas dan keberhasilan guru di kelas adalah teori belajar konstruktivis. Menurut teori ini belajar bukanlah hanya sekedar menghafal akan tetapi belajar sebagai proses mengkonstruksi atau membangun pengetahuan melalui pengalaman. Construtivism is an approach to teching and learning that acknowledge that information can be conveyed but understanding is dependent upon the learner (Casas, 2006). Selain itu Chang (2001) mengatakan bahwa, from the viewpoint of recently developed constructivist learning theory, knowledge should not be accepted passively, it should be actively construted by cognition. Teori-teori belajar belajar tersebut awalnya dilakukan dalam sebuah pembelajaran langsung atau tradisional yang belum menggunakan alat atau media pembelajaran melalui aplikasi ICT (Information, Comunication and Technology). Akan tetapi dengan berkembangnya ICT memunculkan berbagai pembelajaran secara online atau web-school atau cyber-school yang menggunakan fasilitas internet mengundang banyak istilah dalam pembelajaran. Banyak definisi tentang pembelajaran yang menggunakan internet, seperti, online learning, distance learning, web-based learning, e-learning (Luik, 2010). Hal tersebut banyak membuat orang menjadi bingung dengan istilah-isitlah tersebut, akan tetapi Tsai dan

1

Machado (2010) memberikan definisi berdasarkan pendekatan terminologi, Our approach to defining these terms involves two complementary methods. The terminology is analyzed based on the individual meaning of the constituting terms, and the meaning of related concepts. Berdasarkan hal tersebut, maka mereka memberikan definisi untuk masing-masing istilah di atas sebagai berikut: E-learning sebagian besar berkaiatan dengan kegiatan yang melibatkan komputer dan jaringan interaktif secara bersamaan. Artinya, komputer tidak perlu menjadi elemen pusat dalam kegiatan atau menyediakan isi pembelajaran, tetapi komputer dan jaringan harus memegang keterlibatan besar dalam kegiatan pembelajaran. Online learning dihubungkan dengan konten yang siap diakses pada komputer. Konten tersebut mungkin di Web atau internet, atau hanya diinstal pada CD-ROM atau hard disk komputer. Distance learning melibatkan interaksi pada jarak jauh antara instruktur dan peserta didik, dan memungkinkan reaksi instruktur tepat waktu pada peserta didik. Dengan cukup memposting atau menyiarkan materi pembelajaran untuk peserta didik bukan merupakan pembelajaran jarak jauh. Instruktur harus terlibat dalam menerima umpan balik dari peserta didik. Web-based learning dihubungkan dengan materi pembelajaran yang disampaikan dalam Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CD-ROM atau media lain. Dalam sistem pembelajaran jarak jauh (distance learning) adalah metode pengajaran dimana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Sebagian besar karena siswa bertempat tinggal jauh atau terpisah dari lokasi lembaga pendidikan. Sebagian karena alasan sibuk sehingga siswa yang tinggalnya dekat dari lokasi lembaga pendidikan tidak dapat mengikuti proses pembelajaran di lembaga tersebut.

1

Sebagaimana sistem pembelajaran langsung atau konvensional, sistem pembelajaran jarak jauh juga membutuhkan sarana prasarana penunjang pendidikan, agar tujuan umum pendidikan bisa diwujudkan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Salah satu sarana yang yang penting dalam menunjang pembelajaran tersebut adalah sesuatu berbasis ICT (Informasi, Communication and Technology). Tidak seperti sistem pembelajaran langsung, sistem pembelajaran jarak jauh membutuhkan pengelolaan dan manajemen pembelajaran yang khusus, baik dari sisi siswa maupun instruktur (guru) agar tujuan pendidikan bisa terwujud. Pendidikan harus fokus pada kebutuhan instruksional siswa. Dari sisi instruktur (guru), beberapa faktor yang penting untuk keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh adalah perhatian, percaya diri guru, pengalaman, mudah menggunakan peralatan, kreatif, active learning, dan kemampuan menjalin interkasi dan komunikasi jarak jauh dengan siswa. Juga memperhatikan hambatan teknis yang mungkin terjadi, sehingga pembelajaran jarak jauh bisa berlangsung efektif. Dari sisi siswa, salah satu faktor yang penting adalah keseriusan mengikuti proses belajar mengajar di saat instruktur (guru) tidak berhadapan langsung dengan siswa. Pada level ini, keterlibatan dan kehadiran orang-orang di sekitar, termasuk anggota keluarga memegang peranan penting dan strategis. Kehadirannya bisa mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar secara efektif, tapi sebaliknya bisa juga menjadi penghambat. Faktor yang lainnya adalah active learning dan komunikasi yang efektif. Partisipasi aktif siswa pembelajaran jarak jauh mempengaruhi cara bagaimana mereka berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi dan komunikasi yang efektif dan maksimal antara intstruktur (guru) dan siswa, interaksi antara siswa dengan berbagai fasilitas pembelajaran seperti kreatif mencari materi-materi penunjang dari sumber-sumber lain seperti internet atau digital-library melalui web. Selain intu

1

keaktifan dan kemandirian siswa dalam pendalaman materi (eskplorasi), mengerjakan soalsoal latihan dan soal-soal ujian. Pembelajaran jarak jauh secara definisi dan metode berbeda dengan pembelajaran berbasis web. Akan tetapi banyak kesamaan dalam beberapa hal, seperti sarana penunjang dalam proses pembelajaran (penggunaan ICT), pengelolaan khusus (berbeda dengan pembelajaran konvensional) baik untuk siswa maupun instruktur (guru). Materi pembelajaran dalam pembelajaran jarak jauh dikirimkan lewat pos (model lama) dan atau dikirimkan melalui email (model baru) tanpa tatap muka langsung di antara instruktur (guru) dan siswanya. Sementara itu pembelajaran berbasis web (web-based learning) materi pembelajaran disampaikan dalam Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CDROM atau media lain. Interaksi yang terjadi antara guru dan siswanya dalam pembelajaran berbasis web dimediasi oleh web, sehingga interaksi yang terlihat sepertinya hanya antara siswa dan web atau CD (sekarang DVD). Istilah pembelajaran berbasis web (web-based learning) terkadang dikatakan sama

dengan online learning seperti definisi yang diungkapkan oleh Tsai dan Machado di atas, oleh karena itu dalam beberapa artikel keduanya istilah tersebut bersinonim. Hal ini juga diungkapkan oleh Trombley & Lee (2002) dimana, web based learning and online learning are used as synonim and web-based learning is defined as learning that is delivered wholly or in part via the Internet or an Intranet. Web-based learning is only one form of e-learning and only one form of distance learning. E-learning covers all learning with electronic technology and distance learning is all learning when students are not required to be physically present at a specific location during the term (Luik, 2006). Istilah lain dalam pembelajaran yang menggunakan aplikasi ICT (komputer dan internet) dikenal dengan nama Blended Learning. Model Blended Learning ini muncul ketika Kerres dan Witt (2003) menyatakan bahwa web-based learning dapat dikombinasikan dengan face-

1

to-face learning (Luik, 2006). Definini Web-based learning sudah dijelaskan sebelumnya, sementara itu menurut Alessi and Trollip (2001) face-to-face learning atau web-based courses atau on-site learning adalah pembelajaran menggunakan sumber belajar web dengan tatap muka antara guru dan siswanya yang dilakukan di ruang kelas (Luik, 2006). Pembelajaran berbasis web dikatakan bermakna karena menurut Rivai dan Murni (2009: 449), salah satu dari emapt komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan penggunaan model pembelajaran dengan web adalah murid dituntut secara mandiri dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar murid mampu mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Pembelajaran web juga menurut Bostock, S.J. (1998); Richardson (1997); Yang (1996); Spiro, Jacobson & Coulson (1995) sudah sejak lama mengadopsi sebuah pendekatan konstruktivis. Dalam sejarahnya penggunaan komputer didominasi oleh laki-laki (Irwin, 200; Young 2003) dan software pendidikan juga umumnya didesain oleh laki-laki, maka cenderung lebih pada gaya pembelajaran untuk laki-laki. Hal itu diungkapkan oleh Joiner (1998); Pasig & Levin (2000) dalam Luik (2006). Beranjak dari sejarah tersebut bisa saja menimbulkan perbedaan pandangan diantara laki-laki dan perempuan terhadap lingkungan pembelajaran berbasis web. Berhubungan dengan motivasi belajar, dalam teori aktivitas (acitvity theory) yang dikemukakan oleh Jonassen dan Rohrer-Murphy (1993: 63), subyek dalam sebuah aktifitas atau kegiatan pembelajaran adalah siswa (Hung, 2007: 17). Web sebagai alat (tool) yang digunakan oleh siswa (learner) dalam sebuah aktivitas pembelajaran (learning activity) mengundang sebuah pertanyaan khusus, yakni will students motivation affect the way they use these tools? Menurut Uno (2009) istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak

1

atau berbuat. Motif dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif biogentis (berhubungan kebutuhan organisme demi kelanjutan hidupnya); (2) motif sosiogentis (berasal dari lingkungan kebudayaan orang tersebut berada); dan (3) motif teologis (sebagai mahluk yang berketuhanan, sehingga ada interaksi manusia dengan TuhanNya).

Aktualisasi Diri

Penghargaan

Cinta Kasih

Rasa Aman

Kebutuhan FisiologisGambar 1. Hirarki Kebutuhan Maslow Dalam dunia pendidikan, motivasi sangat diperlukan sebagai langkah awal untuk memberikan semangat tentang apa yang akan dipelajari. Salah satu bentuk motivasi yang sering diberikan oleh guru kepada siswanya adalah dengan memberikan penjelasan manfaat dari materi yang akan disampaikan untuk kebutuhan siswanya. Bentuk motivasi tersebut sebenarnya berasal dari seorang ahli Teori Motivasi dari Maslow, yang dikenal dengan teori kebutuhan (needs) yang digambarkan secara hirarkis (gambar 1). Teori ini dalam dunia pendidikan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik agar dapat mencapai hasil belajar (Uno, 2009: 6-7). Kebutuhan tersebut mencakup kebutuahn fisiologis (sandang

pangan), kebutuhan rasa aman (bebas bahaya), kebutuhan kasih sayang, kebutuhan untuk dihargai dan dihormati, dan kebutuhan aktualisasi diri. Berdasarkan beberapa teori motivasi yang ada, teori motivasi belajar adalah salah satu yang diperlukan oleh guru bagaimana membangun motivasi siswa untuk bisa belajar.1

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik dan penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2009: 23). Indikator-indikator tersebut

memungkinkan siswa untuk belajar dengan baik. Jika siswa sudah belajar dengan baik, maka kebutuhan untuk mencapai hasil belajar yang baik sudah ada di depan mata. Berdasarkan beberapa studi yang ada, penggunaan web dalam pembelajaran umumnya diterapkan di sekolah-sekolah tinggi atau universitas untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif dan bermakna. Akan tetapi model pembelajaran berbasis web juga bisa diterapkan di tingkat sekolah dasar dan menengah. Seperti yang diungkapkan oleh Passey (2000), ...web based learning is used often as examples of materials produced by teacher for specific information gathering excercises or to offer information on primary and secondary level. (Luik, 2006). Karena Blended ini merupakan kombinasi dari pembelajaran berbasis web dan pembelajaran tatap muka, maka pembelajaran ini dapat diterapkan pada mata pelajaran apa pun, termasuk mata pelajaran fisika yang salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi yang pesat. Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa SMA/MA baik itu di kelas X atau di kelas XI dan XII yang mengambil jurusan IPA. Walaupun materi

1

Fisika sudah diajarkan di tingkat SMP, akan tetapi di tingkat tersebut bisa dikatakan sebagai materi pengenalan. Materi yang lebih dalam dibahas terdapat di tingkat SMA. Berdasarkan wawancara dengan guru Fisika di SMA Cakra Buana, masih banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar minimal yakni 75, rata-rata dari siswa baru mencapai

ketuntasan 61. Selain masih rendahnya ketuntasan belajar, motivasi belajar siswa juga masih rendah, hal ini terlihat dari kurangnya persiapan siswa ketika waktunya pelajaran fisika dimulai di kelas. Meskipun setiap siswa sudah mempunyai sumber belajar (buku paket fisika), akan tetapi mereka masih saja ada yang lupa membawanya ataupun mereka membawanya tapi hanya dibawa saja, tidak mencoba untuk memahaminya. Jika kondisi tersebut dibiarkan, maka akan menimbulkan dampak yang kurang baik dari status Sekolah yang dalam kategori RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) Fisika adalah salah satu pelajaran yang menuntut siswanya tidak saja memahami teori dan konsep fisika, akan tetapi siswa juga dituntut untuk melakukan praktikum di laboratorium. Dalam wawancara dengan guru Fisika di SMA Cakra Buana Depok, selama ini pembelajaran fisika masih menggunakan model konvesional dimana penggunaan komputer dengan program power point dijadikan media untuk menyampaikan informasi, proses bimbingan dilakukan dengan metode ceramah saja, dan latihan soal serta tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa masih disampaikan secara manual (baik itu ditulis di papan tulis atau pun diketik di atas kertas). Padahal SMA Cakra Buana Depok, sebagai salah satu sekolah swasta di Depok yang sudah berkategori Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI); memiliki fasilitas yang cukup lengkap baik fasilitas teknologi seperti ruang multimedia, komputer, dan jaringan internet maupun fasilitas lain seperti laboratorium fisika; sekolah swasta dengan jumlah siswa tiap kelas yang kecil dibatasi maksimal 24 siswa jauh lebih kecil dibandingkan sekolah negeri yang bisa mencapai 40 siswa; dan mobilitas siswa di luar sekolah sangat tinggi disebabkan sering mengikuti kegiatan atau aktivitas orang tuanya.

1

Beranjak dari permasalahan di atas peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran Blended Learning dalam pembelajaran Fisika yang terdiri dari atas 4 tahapan instruksional dari Alessi dan Trollip (2002), yakni tahapan satu (pressnting information) dan tahapan kedua (guiding the learner) menggunakan pembelajaran tatap muka (face to face learning), sedangkan tahapan ketiga (practicing) dan tahapan keempat (assesing learning) menggunakan pembelajaran berbasis web (web-based learning).

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan pemasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana efektifitas Model Blended Learning terhadap motivasi dan hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Fisika di SMA Cakra Buana Depok. Rumusan masalah tersebut dapat diuraikan melalui beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah motivasi belajar siswa laki-laki yang menggunakan Blended Learning lebih baik dibandingkan dengan motivasi belajar siswa perempuan? 2. Apakah motivasi belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik daripada motivasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional? 3. Apakah hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional? 4. Apakah hasil belajar siswa laki-laki yang menggunakan Blended Learning lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa perempuan?

C. Batasan Masalah Untuk memfokuskan masalah yang diteliti, penelitian dibatasi pada,

1

1. Penerapan model ini hanya dibatasi pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X Semester 2 di SMA Cakra Buana Depok. 2. Materi Fisika yang dipilih dalam penelitian ini adalah Suhu dan Kalor 3. Motivasi dibatasi pada indikator motivasi belajar sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif.

D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yaitu, Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning dengan motivasi siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar antara siswa perempuan dan laki-laki yang menggunakan model Blended Learning. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvnesional. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa perempuan dan laki-laki yang menggunakan model Blended Learning.

E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1

1. Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman yang berharga karena dapat merealisasikan pengetahuan, keilmuan yang telah peneliti dapatkan selama masa studi. 2. Bagi SMA Cakra Buana Depok sebagai masukan dalam perbaikan proses

pembelajaran Fisika khususnya dan pembelajaran sains lainnya pada umumnya. 3. Sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan guru yang lain dalam pelaksanaan proses pembelajaran Fisika di tingkat SMA/MA 4. Sebagai bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut.

F. Variabel Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini memiliki tiga variabel yang dibagi atas satu variabel bebas (X) yaitu model Blended Learning, dan dua variabel terikat yaitu motivasi belajar (Y1) dan hasil belajar (Y2).

Y1 X Y2

Keterangan:

X : Model Blended Learning yang diterapkan Y1: Motivasi selajar Y2: Hasil belajar siswa

G. Definisi Operasional 1. Blended learning adalah pembelajaran yang mengkombinasikan antara web-based learning dengan face-to-face learning. (Kerres and De Witt, 2003) 2. Web-based learning dihubungkan dengan materi pembelajaran yang disampaikan dalam Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CD-ROM atau media lain. (Tsai dan Machado, 2010)1

3. Face-to-face learning adalah pembelajaran tatap muka antara guru dan siswa yang dilakukan di ruang kelas atau Luik (2006) mensiratkan itu dengan direct contact with the teacher. 4. Motivasi dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Sementara itu motivasi belajar hakikatnya dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. (Uno, 2009: 23) 5. Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar mengajar.

H. Konsep Model Blended Learning Isitlah Blended Learning (BL) sudah digunakan oleh lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Akan tetapi masih banyak orang merasa bingung dengan isitlah tersebut. Banyak orang bertanya ketika mendengar tentang BL, what is being Blended? Meskipun ada beberapa perbedaan yang mendefinisikan BL, banyak definisi mempunyai banyak kesamaan atau menggunakan isitlah yang umum, yakni kata mengkombinasikan (combining). Definisi-definsi tersebut bisa terlihat seperti di bawah ini (Graham, Allen, and Ure, 2003): Combining instructional modalities (or delivery media); Combining instrusctional methods; dan Combibining online and face to face instruction. ketiga menurut Graham (2005) lebih akurat merefleksikan sejarah

Definisi

penggabungan sistem BL dan merupakan fondasi yang akan dia kerjakan, yakni Blended learning systems combine face-to-face instruction with computer-mediated instruction.

1

Menurut Graham (2005) BL mempunyai dua tipe lingkungan pembelajaran, yakni ada lingkungan pembelajaran tatap muka secara tradisional (traditional face to face learning environment) yang masih digunakan di sekitar daerah pedesaan; dan distributed learning environment yang sudah mulai berkembang seiring dengan teknologi-teknologi baru yang memungkinkan perluasan untuk mendistribusikan komunikasi dan interaksi. Dahulu kedua lingkungan pembelajaran dalam BL tersebut tetap digunakan secara terpisah oleh karena menggunakan kombinasi media dan metode yang berbeda dan digunakan pada kebutuhan audien (peserta didik) yang berbeda. Misalnya tipe face to face learning terjadi dalam teacher-directed environment dengan interaksi person-toperson dalam live synchronous (pembelajaran langsung bergantung waktu) dan lingkungan yang high-fidelity. Sedangkan sistem distance learning menekankan pada self-paced learning dan pembelajaran dengan interaksi materi-materi yang terjadi dalam asynchronous (tidak tergantung waktu) dan lingkungan low-fidelity (hanya teks). Pada zaman skarang istilah BL sudah pada tahapan penggabungan kedua lingkungan di atas, tidak terpisah lagi, artinya ada saat pembelajaran menggunakan metode, media dan audien yang sama, yakni dengan menggunakan pembelajaran berbasis web. Hal yang berbeda dengan istilah BL pada masa yang akan datang, karena pada masa yang akan datang sistem blended akan lebih mendominasi dalam sebuah pembelajaran daripada blended sekarang. Artinya face to face learning secara tadisional akan semakin ditinggalkan karena teknologi terus berkembang yang tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga di daerah pedesaan. Sehingga ketika teknologi masuk desa, sistem pembelajaran tadisional yang ada akan semakin tenggelam dengan membudayanya lingkungan pembelajaran yang dimediasi oleh teknologi komputer dan internet. Jadi perbedaan isitlah isitilah Blended Learning pada zaman dahulu, sekarang dan masa yang akan datang bisa terlihat seperti gambar di bawah ini:

1

Gambar 2. BL pada masa lalu, sekarang (2005), dan yang akan datang

Ada 3 alasan kenapa menggunakan BL (Graham, Allend dan Ure, 2003, 2005), yakni, (1) improved pedadogy; (2) increased access and flexibility; and (3) increased costeffectiveness. Oleh karena itu menurut Downing dan Chim (2004) pembelajaran berbasis web dianggap sebagai metode instruksi yang efektif (Luik 2006). Meskipun demikian, alasan efektifitas dalam pembelajaran berbasis webnya tergantung dari beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah mengintegrasikan desain user interface dengan desain instruksional. ...many of these approaches still lack two important considerations needed for implementing learning applications based on Web; (1) integration of the user interface design with instructional design, and (2) development of the evaluation framework to improve the overall quality of web-based learning environments. (Nam and Jackson, 2007) Ada tiga model desain instruksional dalam pembelajaran berbasis web yaitu: Objectivist Instructional Design Model (OIDMs); Constructivist Instructional Design Model (CIDMs), dan Mixed approach to Instructional Design (MID). Akan tetapi dari1

ketiga model desain instruksional tersebut tidak ada yang membahas isu yang terlibat dengan desain user interface dan efektifitas lingkungan berbasis web. Ketiga model tersebut menurut Nam dan Jackson (2007) didasari oleh desain instruksional tradisional yang salah satunya model desain instruksional Dick and Carey. Berdasarkan isu di atas maka pendidik memerlukan sebuah alat pembelajaran atau platform yang efektif untuk menampilkan materi pelajaran secara online dalam

pembelajaran berbasis web. Banyak sekali platform yang dijual yang sudah teruji keefektifannya, seperti WebCT, Blackboard. Selain itu ada juga platform yang open source, yakni Moodle (The International Federation of Surveyor, 2010). Moodle ini yang lebih terkenal di Indonesia yang bisa didesain untuk local internet atau online. Moodle (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment) merupakan Course Management System (CSM), juga dikenal sebagai Learning Managment System (LMS) atau Virtual Learning Environmental (VLE). (Pusdiklat UPI, 2010). LMS ini menggunakan teknologi internet untuk mengatur interaksi antara pengguna dan sumber pembelajaran, yakni web (Rivai dan Murni, 2009: 453).

Dukungan Teoritis dan Empiris Berdasarkan beberapa studi sebelumnya Blended Learning ini lebih fokus pada pengembangan kogntif, makanya teori yang mendasarinya adalah aliran terori belajar kognitif, yang salah satunya menggunakan teori konstruktivis.

Langkah-Langkah Blended Learning Blended Learning ini dircancang karena ada saat dimana siswa memerlukan face to face learning di samping web-based learning. Tidaklah heran mengapa siswa tidak

memilih pembelajaran dengan keseluruhan lewat internet (distance learning), karena

1

menurut Mayer (1979), ...pengajaran dengan model-model discovery bukanlah satusatunya cara untuk memudahkan siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Metode langsung (direct method) yang telah dirancang dengan baik juga dapat membantu mereka membangaun pengetahuan. (Joyce, et. al., 2009: 14). Ungkapan itu didukung oleh Luik (2006) yang melakukan studi kepada murid-murid di Estonia yang memakai 4 fase untuk kesuksesan model instruksional dalam

pembelajaran dari Alessi dan Trollip (2001), model for successful instruction should involve four activities or phases of instruction: (1) presenting information; (2) guiding the learner; (3) practicing; dan (4) assesing learning. Selanjutnya mereka mengatakan, since web-based learning could combine different types of educational software tutorials, hypermedia, simmulations, drills, etc it can foster any phase of instruction. Berdasarkan fase-fase tersebut Luik (2006) menemukan bahwa para siswa lebih memilih web-based learning pada fase 3 dan 4, yakni fase practicing dan assesing learning (drills, exercises, quizzes and/or tests), sedangkan fase 1 dan 2 lebih dipilih dengan face to face learning (teacher explanations). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Blended Learning ini mengijinkan kedua sifat pembelajaran yakni synchronous (bergantung pada waktu) dan aynschronous (tidak tergantung pada waktu). Pembelajaran yang bersifat synchronous bersesuaian dengan face to face learning, yakni waktu dimana siswa dan guru bertemu secara langsung di dalam kelas. Untuk pembelajaran yang bersifat asynchronous bersesuaian dengan pembelajaran berbasis web, dimana siswa dapat belajar dimanapun, kapanpun dan tidak harus bertemu dengan gurunya. Kedua sifat pembelajaran tersebut akan menggunakan LMS Moodle yang sudah penilti rancang secara online menggunakan domain www.idwebshost.com. LMS Moodle tersebut akan diterapkan di SMA Cakara Buana Depok dengan webnya www.lms.smacakrabuana.com.

1

I. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Piret Luik pada tahun 2006 di sekolahsekolah yang ada di Estonia dengan judul, Web-based learning or face-to-face teaching preferences of Estonian Students. Meskipun penelitian yang relevan bukan dilakukan di Indonesia, tetapi di luar negeri, akan tetapi karakterisitk dari Blended Learning tidak ditentukan oleh daerah atau negara. Salah satu faktor yang penting dalam Blended Learning adalah sekolah yang menggunakan Blended Learning sudah didukung oleh teknologi komputer dan jaringan internet. Penggunaan Blended ini dilakukan pada forms 7-12 (setara Sekolah Dasar) dan 13-18 (setara dengan Sekolah Menengah Pertama dan Atas) dalam pendidikan secara umum. Beberapa hasil yang dia dapatkan adalah Blended Learning tidak dipengaruhi oleh letak daerah (rural atau urban), dan laki-laki dan perempuan tidak secara signifikan memilih wholly web based learning atau distance learning.

J. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang peneliti ajukan pada penelitian ini adalah: 1. Motivasi belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik dibanding motivasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. 2. Hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

Bila diformulasikan secara statistik, bisa dilihat seperti di bawah ini. Untuk variabel motivasi belajar (Y1):

1

Ho1: Motivasi siswa yang menggunakan model Blended Learning tidak lebih baik dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional. Ho: b < i Ha1: Hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Ho: b > i

Ho2: Motivasi belajar siswa laki-laki yang menggunakan model Blended Learning tidak lebih baik dibanding hasil belajar siswa perempuan. Ho: b < i Ha2: Motivasi belajar siswa laki-laki yang menggunakan model Blended Learning lebih baik dibanding hasil belajar siswa perempuan. Ho: b > i

Untuk variabel hasil belajar (Y2): Ho3: Hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning tidak lebih baik dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional. Ho: b < i Ha3: Hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Ho: b > i

Ho4: Hasil belajar siswa laki-laki yang menggunakan model Blended Learning tidak lebih baik dibanding hasil belajar siswa perempuan. Ho: b < i Ha4: Hasil belajar siswa laki-laki yang menggunakan model Blended Learning lebih baik dibanding hasil belajar siswa perempuan. Ho: b > i

1

K. Metodolgi Penelitian 1. Metode Penelitian Berdasarkan judul dan permasalahan, di atas maka jenis penelitian ini adalah eksperimen. Dalam penelitian ini, siswa dibedakan atas dua kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kedua kelas ini diberi perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen digunakan model pembelajaran Blended Learning, sedangkan kelas kontrol digunakan pembelajaran konvensional di sekolah tersebut.

2. Desain Penelitian Disain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk post-test only control design group. Responen benar-benar dipilih secara random dan diberi perlakuan serta ada, untuk lebih jelasnya dapat diliha pada tabel 1. Tabel 1. Desain Eksperimen Group Eksperimen Kontrol Sumber : Sarwono (2006 : 87) keterangan: O1 : Postes pada kelas eksperimen O2 : Postes pada kelas kontrol X1 : Perlakuan dengan penggunaan model Blended Learning Perlakuan X1 Post-tes O1 O2

3. Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas X SMA Cakra Buana Depok. Seluruh siswa berjumlah 65 siswa yang dibagi ke dalam tiga (3) lokal,

1

X1 sebanyak 21 siswa, X2 sebanyak 22 siswa dan X3 sebanyak 22 siswa artinya masing-masing lokal tidak lebih dari 24 siswa. Berdasarkan hal tersebut, dari 3 lokal yang ada hanya dipakai 2 lokal yang dijadikan sampel penelitian, 1 lokal (kelas X2) sebagai kelas kontrol dan 1 lokal (kelas X3) lagi sebagai kelas eksperimen.

4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dengan melakukan observasi lapangan, angket melalui pengisian kuosioner tentang motivasi belajar dan tes penguasaan materi. a. Observasi Observasi yang dilakukan adalah observasi terstruktur dengan menggunakan lembaran daftar cek. Observer akan memberikan tanda checklist jika kriteria yang dimaksud dalam daftar cek ditunjukkan oleh siswa. Observasi dilakukan untuk melihat respon siswa dalam Blended Learning menggunakan LMS Moodle untuk materi Suhu dan Kalor. b. Angket Angket bertujuan mengetahui motivasi belajar siswa terhadap pelaksanaan proses pembelajaran fisika dengan Blended Learning. Sebelum instrumen in digunakan dalam penelitian maka dilakukan uji coba. Pada instrumen penelitian dalam bentuk tes uji coba diperlukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. c. Tes Penguasaan materi dan Praktikum Tes ini kadang-kadang disebut juga tes prestasi belajar, mengukur hasil belajar yang dicapai siswa selama kurun waktu tertentu (Sukmadinata, 2009:223). Setelah materi suhu dan kalor selesai diberikan, maka peneliti akan memberikan soal yang yang sama yang berkaitan dengan topik tersebut kepada siswa melalui LMS Moodle (untuk kelas eksperimen) dan melalui model konvensional (kelas kontrol). Tujuan

1

pemberian soal ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penguasaan kognitf siswa tentang materi yang baru saja diajarkan, dan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh siswa tersebut. Kelompok/kelas eksperimen diberi perlakukan (Bleded Learning) oleh peneliti, kemudian dilakukan pengukuran (post-test). Sedangkan kelompok/kelas lain yang digunakan sebagai kelas kontrol tidak diberi perlakuan ettapi hanya dilakukan pengukuran saja (post-test). Selain dilakukan post-test, juga secara terpisah akan dilakukan tes praktikum dan presentasi dari hasil praktikum. Tes ini merupakan tes yang dilakukan setelah tes penguasaan kognitif selesai dilaksanakan. Pada instrumen penelitian dalam bentuk tes uji coba diperlukan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda soal. 1) Uji Validitas tes Suatu alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mampu mengukur apa yang harus diukur (Nasution, 2008 :74), validitas ada beberapa macam, yaitu validitas isi, konstruk dan kriteria. Perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13.00, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Setelah hasil jawaban responden dengan menggunakan skala Likert (skala 1-5 poin) didapat, maka hasil tersebut dimasukan ke dalam SPSS data editor. b. Data tersebut diproses dengan menggunakan uji korelasi (r = product moment) sehingga di dapat output r hitung masing-masing dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. c. Setelah di dapat r hitung, maka selanjutnya membandingkan r hitung tersebut dengan r tabel. Dimana r tabel untuk N = 21 adalah 0,433. Jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka pertanyaan yang kita berikan tidak valid sehingga perlu perbaikan atau pergantian soal, atau dengan kata lain soal tersebut harus dibuang.

1

Sebaliknya, jika r hitung lebih besar dari r tabel, maka pertanyaan tersebut dianggap valid dan bisa digunakan untuk proses selanjutnya.

2). Reliabilitas, Instrumen dikatakan reliabel bila alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama. (Nasution, 2008, 77). Untuk menentukan reliabilitas tes digunakan program SPSS 13.00. Prosesnya yaitu hasil dari analisa validitas dengan uji korelasi, maka selanjutnya dilakukan proses reliabilitas yang nantinya akan menghasilkan output nilai koefisien alfa (koefisien korelasi). Jika nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,600, maka soal-soal tersebut sudah reliabel. Interpretasi untuk besarnya koefesien korelasi adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kategori Validitas Butir Soal Batasan 0,80< rxy 1,00 0,60< rxy 0,80 0,40< rxy 0,60 0,20< rxy 0,40 0,00< rxy 0,20 Kategori Sangat tinggi (sangat baik) tinggi (baik) cukup(sedang) rendah (kurang) sangat rendah (sangat kurang)

3). Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,0. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, indeks 1,0 menunjukkan

1

bahwa soal tersebut terlalu mudah. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi) yang dihitung dengan rumus:P B JS

P : Indeks kesukaran B : Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes Klasifikasi untuk indeks kesukaran adalah sebagai berikut: Tabe 2. Kategori tingkat Kesukaran Batasan 0,00 P < 0,30 0,30 P < 0,70 0,70 P < 1,00 Kategori soal sukar soal sedang soal mudah

4). Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut Indeks diskriminasi (D). Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah:D B A BB PA PB JA JB

(Arikunto, 2005:213)

dengan J : Jumlah peserta tes JA : Banyaknya peserta kelompok atas JB : Banyaknya peserta kelompok bawah BA: Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar1

BB: Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar PA: proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB : proporsi kelompok bawah yang menjawab benar Kategori daya pembeda adalah sebagai berikut: Tabel 3. Kategori Daya Pembeda Batasan 0,00 D 0,20 0,20 < D 0,40 0,40 < D 0,70 0,70 < D 1,00 Kategori jelek cukup baik baik sekali

4. Pengolahan dan Analisis data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13.00. Data primer dianalisa dengan cara membandingkan nilai rata-rata (means) hasil post-tes siswa dengan pembelajaran dengan metode Blended Learning dan dengan hasil post-test siswa dengan pembelajaran konvensional. a. Uji t berpasangan. Uji t berpasangan dengan program SPSS versi 13.00 dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata post-test siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada kelas kontrol. b. Analisis terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan

memperhatikan hasil dari lembaran observasi yang dilakukan.

1

DAFTAR PUSTAKA

Alderman, Kay, M. (2008), Motivation for Achievement, Routledge. NewYork and London. Arends, Richard (2008), Learning To Teach, Mc Graw Hill Companies, New York. Arsyad, Azhar (2010), Media Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta. Boettcher, Judith, V., Conrad, Rita-Marie (2010), The Online Teaching Survival Guiding, Jossey-Bass. San Fransisco. Djamarah, Syaiful B. Dan Zain, Aswam (2006), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta. Dziuban Charles D.; Hartman, Joel L.; dan Moskal, Patsy D. (2004). Blended Learning. Tersedia [online] http://net.educause.edu/ir/library/pdf/ERB0407.pdf [13 November 2010] Chang, Chew Hung (2007), Engaging Learning Through the Internet, Prentice Hall Pearson Education South Asia Pte Ltd, Singapore. Galloway, D., Rogers, C., Armstrong D., Leo, E. (1998), Motivating the Difficult To Teach, Longman, London and New York. Graham, Charles R. (2005), Blended Learning Systems. Tersedia [online] [24

http://media.wiley.com/product_data/excerpt/86/07879775/0787977586.pdf November 2010]

International Federation of Surveyor (FIG), (2010), Enhnacing Surveying Education Through E-Learning. Tersedia [online] www.fig.net/pub/figpub/pub46/figpub46.pdf [26 November 2010] Januszewski, A., Molenda, Michael (2008), Educational Technology, Lawrence Erlbaum Associate, New York and London. Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. (2009), Models of Teaching. Pearson Education. USA

1

Luik, Piret (2006), Web Based-Learning or Face-to-Face Teaching Preferences of Estonian Students. Tersedia [online] www.aare.edu.au/06pap/lui06159.pdf Oktober 2010] Marco, Di Silvia; Maneira, Antonio; Riberio, Paulo; dan Maneira, M.J.P. (2009). http://www.elearningeuropa.info/files/media/media20250.pdf [13 November 2010] Nasution (2008), Metode Research. Bumi Aksara, Jakarta. Pusdilkat Direktorat TIK, Univeristas Pendidikan Indonesia (2010), Membangun Kelas Virtual dengan Moodle, UPI, Bandung. Rivai, Veithzal dan Murni, Sylviana (2009), Education Management, Rajawali Pers, Jakarta. Robbyler, M.D., Edward, J., Havriluk, M.A. (1997). Integrating Educational Technology into Teaching, Prentice Hall, New Jersey. Sardiman (2009), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta. Sarwono, Jonathan (2006), Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta. Sukmadinata, Nana Syaodih (2009) Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosda karya, Bandung. The International Federation of Surveyor (2010) Trianto. 2007. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi Konstruktivistik Jakarta : Prestasi Pustaka Tsai, Susana dan Machado, Paula (2010), E-Learning, Online Learning, Web-Based Learning or Distance Learning Unveiling the Ambiguity in Current Terminology. Tersedia [online] http://www.elearnmag.org/subpage.cfm?section=best_practices&article=6-1 [15 Oktober 2010] Uno Hamzah B. (2009),Teori Motivasi dan Pengukurannya, Bumi Aksara, Jakarta. [12

1

Warsita, Bambang (2008), Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya, Rineka Cipta, Jakarta.

1