Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 5
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Sekolah sebagai mikrokosmos dari sebuah masyarakat yang lebih luas,
pembelajaran seharusnya terjadi berdasarkan atas dunia yang lebih luas di sekitar
mereka. Untuk itu, dalam sebuah sekolah akan sangat dimungkinkan terjadi perbedaan
tujuan dari masing-masing individu. Berdasarkan hakikat manusia, Tilaar (2008: 27),
mengidentifikasi setidaknya ada tujuh macam tujuan yang hendak dicapai oleh sebuah
lembaga pendidikan yaitu: (1) sebagai transmisi kebudayaan, (2) pengembangan
kepribadian, (3) pengembangan akhlak mulia serta relegius, (4) pengembangan warga
Negara yang bertanggung jawab, (5) mempersiapkan pekerja-pekerja yang terampil dan
produktif, (6) pengembangan pribadi paripurna atau seutuhnya, dan (7) proses
pembentukan manusia baru. Jadi output yang hendak dicapai oleh sebuah sekolah
adalah manusia sempurna yang mampu menghadapi tantangan globalisasi.
Kemajuan tekhnologi sebagai tanda dari globalisasi sudah tidak dapat dihindari
lagi, manusia yang bijak adalah manusia yang mampu merespon serta mengimbangi
kemajuan tersebut dengan keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan sehingga
tidak terlindas oleh kemajuan tersebut. Kepala sekolah merupakan unsur yang sangat
penting serta ujung tombak dalam sebuah lembaga pendidikan, ia mempunyai peran
strategis baik dalam perumusan, pelaksanaan maupun evaluasi dari sebuah kebijakan
demi pencapaian tujuan pendidikan, untuk itu dibutuhkan kualifikasi khusus untuk
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 6
menjadi pemimpin dalam sebuah lembaga pendidikan agar supaya kebijakannya sesuai
dengan pencapaian tujuan pendidikan baik tujuan lokal maupun tujuan nasional.
Kebijakan menurut Thomas Dye (Subarsono, 2008:2) adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Konsep ini sangat luas dan
didasarkan pada apa yang dilakukan oleh pemeritah dalam sebuah Negara. Namun
ketika konsep ini kita tarik pada tataran lembaga pendidikan maka kebijakan dapat
dipahami sebagai apapun pilihan pihak sekolah untuk melakukan atau tidak
melakukan. Definisi ini mengandung makna bahwa petama sebuah kebijakan dibuat
dan dirumuskan oleh pihak sekolah, kedua kebijakan menyangkut pilihan yang harus
dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan-badan yang ada di lembaga pendidikan.
Kebijakan merupakan hal yang sangat vital dalam sebuah lembaga pendidikan,
karena menyangkut kepentingan warga dalam lembaga pendidikan tersebut. Sebelum di
implementasikan, suatu kebijakan dapat juga mengalami terminasi karena gagal
mencapai maksud dan tujuan. Dilihat dari vitalitas sebuah kebijakan, maka kebijakan
tersebut hendaknya dirumuskan melalui beberapa tahap yaitu: tahap perumusan
masalah/penyusunan agenda, tahap forecasting/formulasi kebijakan, tahap rekomendasi
kebijakan/adopsi kebijakan, tahap monitoring kebijakan/implementasi kebijakan, dan
tahap evaluasi kebijakan/penilaian kebijakan.
Berdasarkan pengamatan di SD Harapan Kita, pengelolaan sekolah selalu
diupayakan untuk lebih efektif demi tercapainya manajemen sekolah yang baik,
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 7
meskipun masih terdapat banyak kekurangan serta hambatan yang perlu dibenahi terkait
dengan tidak ada perubahan ataupun perbaikan AD/ART sejak dirumuskannya karena
tidak ada satupun pihak yang mempermasalahkannya sehingga dapat dipahami bahwa
visi serta misi yang ada di SD Harapan Kita tidak pernak berubah atau sejak sekitar 6
tahun yang lalu.
Hambatan yang juga di hadapi dalam pengelolaan pendidikan di SD Harapan
Kita adalah keterbatasan sumberdaya manusia, terlihat dari tidak adanya pustakawan
yang mengelola perpstakaan. Untuk menyiasati keadaan demikian, pihak pengelola
menerapkan system perpustakaan kejujuran dimana setiap warga dipersilahkan
menggunakan perpustakaan tersebut dengan catatan harus bertanggungjawab dalam
perawatannya. System ini menggunakan kejujuran sebagai landasan pengelolaannya.
Selain itu permasalahan yang dihadapi oleh SD Harapan Kita adalah system
pemilihan kepala sekolah yang masih sentralistis, artinya meski secara struktural SD
Harapan Kita madiri dalam pengelolaannya dengan induknya namun
pemilihan/penentuan kepala sekolah masih diputuskan oleh pengelola yayasan dan
tidak mesti dari sekolah. Serta keterbatasan sarana dan prasarana juga menjadi
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, tidak adanya laboratorium
membuat pihak pengelola menngunakan fasilitas seadanya dalam kegiatan belajar
mengajar.
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 8
B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan masalah.
Dari latar belakang tersebut dapat ditarik beberapa masalah yang dapat di
identifikasi, yaitu:
1. Belum adanya perubahan AD/ART sejak dirumuskannya sekitar enam tahun yang
lalu.
2. Terbatasnya sumberdaya manusia, sehingga ada beberapa guru yang merangkap
tugas.
3. Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, sehingga guru menggunakan
peralatan seadanya dalam proses pendidikan.
4. Belum maksimalnya fungsi-fungsi manajemen terutama dalam perumusan
kebijakan pendidikan di SD Harapan Kita
Dari sekian banyak masalah yang teridentifikasi maka laporan ini akan dibatasi
pada pola perumusan kebijakan di SD Harapan Kita.
C. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakng serta pembatasan masalah, maka rumusan masalah
dalam laporan ini adalah Bagaimana pelaksanaan prinsip-prinsip manajemen
perumusan kebijakan pendidikan di SD Harapan Kita?
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 9
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Kebijakan.
Mendefinisikan kata kebijakan tidaklah mudah, setiap literatur yang
membahas tentang kebijakan memberikan definisi yang berbeda tergantung sudut
pandang yang mereka gunakan. Kesulitan dalam memberikan pengertian terhadap
kebijakan karena luasnya fenomena. Terry (1977: 186) menjelaskan arti kebijakan yaitu
“A policy is a verbal, written, or implied overall guide up boundaries that supply the
general limit and direction in which the managerial action will take place”.
Pendapat ini mengatakan bahwa kebijakan merupakan petunjuk dan batasan
secara umum yang menjadi arah tindakan dan aturan yang harus diikuti oleh pelaku dan
pelaksana kebijakan, karena sangat penting bagi pengelolaan dan dalam mengambil
keputusan atas perencanaan yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dengan
demikian kebijakan menjadi pemecahan masalah atas problem yang dihadapi.
Kebijakan dapat pula dipahami sebagai pengambilan keputusan, termasuk juga
ketika seorang pemimpin memutuskan untuk tidak bertindak atau memutuskan untuk
tidak mengurus isu terkait. Pengambilan keputsan didefinisikan oleh Lunenburg
(2000:155) sebagai “the process of choosing from among alternatives, is important to
an understanding of educational administration because choose processes play an
important role in motivation, leadership, communication, and organizational change”.
Pendapat ini mengatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan
serangkaian proses pemilihan dari berbagai alternatif yang ada untuk memecahkan
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 10
masalah. Pengelolan pendidikan harus memahami proses ini dengan baik karena proses
ini berperan penting dalam memotivasi, dalam kepemimpinan, komunikasi, dan
perubahan organisasi.
Kebijakan menurut Tilaar dan Nugroho (2008: 185) merupaka fakta strategis
daripada fakta politis ataupun fakta teknis. Sebagai sebuah strategi, kebijakan sudah
terangkum preferensi-preferensi politis dari para aktor yang terlibat dalam proses
kebijakan, terutama pada tahap perumusan kebijakan. Sebagai sebuah strategi,
kebijakan tidak saja bersifat positif namun juga bisa bersifat negatif, dalam artian
bahwa keputusan yang diambil menerima yang satu dan menolak yang lainya.
Walaupun dalam kebijakan ada ruang bagi win-win solution dimana semua kepentingan
dapat diakomodasi, namun ruang tersebut sangatlah kecil, kebanyakan kebijakan lebih
mengarah pada zero-sum-game yaitu menerima salah satu dari sekian banyak pilihan.
Dari beberapa pendapat dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan
merupakan suatu landasan berpikir, bertindak, sarana, petunjuk, aturan, program dan
prosedur yang ditetapkan untuk mendukung usaha pelaksanaan kebijakan dan
pengambilan keputusan. Kebijakan merupaka ekspresi perilaku dan sebuah norma yang
memuat konsistensi dan aturan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan. Bahkan
kebijakan sangat memegang peran penting sebagai alat yang berorientasi pada aksi
pemecahan masalah dan memberikan kontribusi dalam menentukan sumber kegiatan,
input, proses yang menunjang outputnya sehingga memberikan dampak positif bagi
masyarakat
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 11
B. Kebijakan pendidikan
Tujuan akhir pendidikan nasional secara umum adalah peningkatan
sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Secara terinci dalam pasal 3 UU No 20
Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Demi tercapainya tujuan mulia tersebut diperlukan kebijakan-kebijakan
strategis demi terciptanya pendidikan dan pembelajaran yang efisien dan efektif.
Menurut Tilaar dan Nugroho (2008: 139) kebijakan pendidikan adalah keseluruhan
proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari
visi dan misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Jadi kebijakan
pendidikan berkaitan dengan fungsi-fungsi esensial institusi pendidikan khususnya
satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan
pendidikan merupakan proses dimana suatu pertimbangan-pertimbangan mesti diambil
dalam rangka pelaksanaan pendidikan yang bersifat melembaga, bersifat umum dan
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan pendidikan. Penjelasan
tersebut juga menunjukan bahwa kebijakan pendidikan diarahkan untuk pengembangan
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 12
segala sumberdaya pendidikan yang ada guna mencapai tujuan pendidikan, serta
pengembang seluruh warga sekolah melaui berbagai kegiatan yang berhubungan
dengan pengembangan dan keterampilan demi peningkatan kualitas kognitf, afektif dan
psikomotorik demi tercapainya sekolah yang efektif dan berbudaya mutu.
C. Proses Perumusan Kebijakan
Proses analisis kebijakan merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang
bersifat politis dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantug
satu dengan lainya menurut urutan masing-masing, aktivitas politis tersebut nampak
dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan,
adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Dunn, 2003: 43).
Bagi seorang administrator pendidikan, sebuah kebijakan yang merupakan
hasil keputusan sangatlah penting diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap
motivasi, komunikasi, kepemimpinan serta perubahan organisasi, kesalahan dalam
pengambilan keputusan akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai dari
diterapkanya kebijakan tersebut. Pengambilan keputusan yang merupaka tahap akhir
dari proses perumusan kebijakan meliputi segala aspek menejemen baik perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan serta evaluaasi, semauanya mebutuhkan kebijakan.
Perumusan kebijakan hingga menjadi keputusan kebijakan merupakan
serangkaian kegiatan pengumpulan dan menganalisis informasi yang berkaitan dengan
masalah yang dihadapi, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif
kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negosiasi, sehingga sampai kepada
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 13
kebijakan yang dipilih. Keputusan kebijakan bukan merupakan pemlihan dari berbagai
alternatif, melainkan tindakan tentang apa yang boleh dipilih. Pilihan pilihan ini sering
disebut sebagai alternatif kebijakan yang dapat dipilih, yang menurut para pendukung
tindakan tersebut dapat disetujui. Pada saat proses kebijakan bergerak kearah
pembuatan keputusan, maka ada beberapa usul yang akan diterima begitu juga
sebaliknya, sebagian lagi akan ditolak, dan mungkin usul yang lain akan dipersempit.
Pada tahap ini perbedaan pendapat akan dipersempit dan tawar menawar akan terjadi
hingga akhirnya dalam beberapa hal, dan kebijakan hanya akan merupakan formalitas
(Winarno, 2008: 120).
a. Batasan masalah publik.
Sebuah masalah dikatakan sebagai masalah pribadi, apabila masalah tersebut
tidak melibatkan orang lain dalam mengatasinya (Jones, 1991:71) atau tanpa harus
melibatkan pihak sekolah. Sebagai contoh, ketika seorang siswa merasa kesulitan
memahami penjelasan guru karena penggunaan metode mengajar yang kurang baik,
pada prinsipnya ini adalah masalah pribadi. Akan tetapi ketika hal ini dirasakan oleh
beberapa siswa dan mereka mengorganisisr diri mununtut agar sang guru dibri
pembinaan, maka masalah ini beralih ke masalah public. Suatu gejala menjadi
gejala public apabila gejala tersebut dirasakan oleh sekelompok orang dan hanya
dapat diselesaikan dengan intervensi pengelola sekolah. Jadi masalah public dapat
dipahami sebagai belum terpenuhinya kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 14
diinginkan oleh public, atau pemenuhannya hanya mungkin dengan kebijakan
sekolah.
b. Sifat-sifat masalah publik.
Merumusakan suatu masalah public dengan tepat dan benar tidaklah mudah
karena kompleksitas masalah public, Dunn (1994: 140-141) menguraikan
karakteristik masalah public sebagai berikut:
1. Saling ketergantungan antar berbagai masalah. Suatu masalah public
bukanlah suatu masalah yang bersiri sendiri, tetapi saling terkai antara satu
masalah dengan masalah lainya. Sistem masalah yang saling tergantung
mengharuskan analisis kebijakan dengan pendekatan holistic dalam
memecahkan masalah dan mengetahui akar masalahnya.
2. Subyektivitas dari masalah kebijakan. Masalah kebijakan adalah hasil dari
pemikiran dalam konteks tertentu, oleh karena itu suatu fenomena yang
dianggap masalah dalam lingkungan tertentu, bisa jadi bukan masalah untuk
lingkungan yang lainya.
3. Artificiality masalah. Yakni suatu fenomena dianggap sebagai masalah
karena adanya keinginan manusia untuk merubahnya. Sebagai contoh,
rendahnya qualitas SDM dalam suatu sekolah menjadi masalah karena
pengelola sekolah berkeinginan meningkatan mutu pendidikan di sekolahnya.
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 15
4. Dinamika masalah kebijakan. Solusi terhadap masalah selalu berubah.
Masalah yang sama belum tentu dapat dipecahkaan dengan kebijakan yang
jikalau waktu dan lingkunganya berbeda.
c. Metode pengembangan alternative kebijakan.
Ketika pembuat kebijakan menghadapi suatu masalah, terutama masalah yang
bersifat ill structured, maka ia dituntut untuk mengembangkan berbagai alternative
kebijakan sebelum akhirnya sampai pada keputusan yang tepat. Mengembangkan
alternative tidaklah mudah karena pembuat kebijakan dituntut untuk memiliki
pengetahuan yang luas yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Patton dan
Sawicki (1987:182-185) mengidentifikasi beberapa method yang dapat membantu
perumus kebijakan dalam mengembangkan alternative kebijakan yaitu:
a. Metode status quo (no action). Suatu alternative dipilih apabila pengelola
sekolah merasa bahwa suatu masalah hany dapat diperbaiki dengan suatu
alternative kebijakan. Untuk memilih alternative yang akan diadopsi perlu
dalakukan evaluasi terhadap setiap alternative untuk mengetahu apakan
situasi ini akan berubah dengan suatu tindakan kebijakan atau bahkan
sebaliknya. Salah satu alternative kebijakan yang ditawarkan adalah
alteernatif status quo. Metode ini dipilih karena beberapa alasan: 1.
Keterbatasan dana untuk membuat kebijakan baru, 2. Dengan kebijakan
status quo sudah dapat mencapai sasaran kebijakan, 3. Kebijakan status quo
dapat mengurangi tindakan, 4. Status quo merupakan solusi yang terbaik
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 16
karena masalahnya sangat pelik sehingga tidak ada solusi yang dirasa
optimal.
b. Metode survei cepat (Quick survey). Analis kebijakan dapat menanyakan
kepada teman atau kelompok tertentu mengenai suatu masalah dan meminta
saran memecahkan masalah tersebut. Ini dimaksudkan untuk mendapat
berbagai ide yang baik dalam memecahkan masalah. Method ini dapat
menghasilkan serangkaian daftar saran alternative kebijakan untuk kemudian
diolah oleh analis kebijakan.
c. Tinjauan pustaka (Literature review). Berbagai sumber literature yang berisi
pengetahuan teoritok dan kasus diberbagai bidat dapt juga dijadikan sebagai
sumber yang dapat menawarkan alternative kebijakan terhadap masalah yang
dihadapi.
d. Belajar dari pengalaman nyata. Memperoleh informasi tentang alternative
kebijakan yang nyata yang telah digunakan oleh berbagai kebijakan adalan
penting terutama apabila masalah yang dihadapi memiliki kesamaan setting.
Tujuan utama metode ini bukanlah mengidentifikasi salah satu metode yang
paling baik, melainkan untuk mengetahui pengalaman yang memperlihatkan
bahwa suatu alternative dapat di implementasikan.
e. Metode analogi, metaphor, dan sinetic. Analogi dan metaphor digunakan
untuk memecahkan masalah baik dalam hal mendefinisikannya maupun
untuk membantu analis dalam mengidentifikasi kemungkinan alternative.
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 17
Para pendukung metode ini berpendapat bahwa para analis sering gagal
menemukan solusi terhadap suatu masalah karena mereka tidak mengenali
bahwa sebenarnya masalah yang mereka hadapi adalah masalah lama.
Sedang sinetik adalah metode pemecahan masalah dalam kelompok melalui
diskusi sehingga kesempatan menemukan alternatifnya lebih tinggi.
f. Curah pendapat (Brainstorming). Metode ini dilakuka dalam konfrensi yang
kreatif guna menghasilkan checklist ide/gagasan untuk memecahkan masalah.
Derajat brainstorming dapat bervariasi dari pembicaraan informal, pertemuan
antar anggota staff, para pakar, dan konsultan. Ini mengandung arti bahwa
brainstorming menunjuk pada diskusi kelompok tentang masalah dan
berbagai kemungkinan alternative pemecahannya.
d. Rekomendasi kebijakan.
Rekomendasi kebijakan merupakan proses untuk melakukan pilihan terhadap
berbagai alternative kebijakan berdasarkan criteria-kriteria yang telah ditentukan.
Rekomendasi juga membahas berbagai model kebijakan yang dapat diambil
pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Berikut beberapa
metode yang dapat digunaka dalam proses seleksi kebijakan.
1) Metode perbandingan. Semua alternative kebijakan yang akan dievaluasi
dibandingkan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, untuk
kemudian dipilih salah satu alternative yang memperoleh nilai tertinggi.
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 18
2) Metode kecukupan. Pemilihan alternative dilakukan atas dasar kemampuan
setiap setiap alternative memenuhi semua kriteri atau persyaratan yang telah
ditetapkan. Apabila tidak ada alternative yang memenuhi semua kriteria
maka perlu mengurangi jumlah kriteria.
3) Analisi biaya dan manfaat. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi
besarnya jumlah yang dikeluarkan dengan besarnya manfaat yang diddapat,
dengan negitu para pembuat kebijakan dapat mengambil kebijakan yang
paling rasional.
4) Metode pro dan kontra. Metode ini digunakan untuk mengidenifikasi semua
argument yang mendukun dan menolak dari setiap alternative kebijakan.
Kemudian pembuat kebijakan memilih alternative kebijakan yang mendapat
dukungan paling banyak.
5) Analisis nilai yang diharapkan. Nilai yang diharapkan merupakan hasil dari
perkalian antara probabilitas dari setiap alternative dengan perkiraan hasil.
Altrenatif yang memiliki nilai yang diharapkan paling tinggi adalah
merupakan alternative yang terbaik.
6) Metode skenario. Metode ini digunakan dengan mengajukan berbagai
scenario kejadian dimasa yang akan datang dengan mendasarkan pada
kekuatan yang berkembang dalam masyarakat di sekolah tersebut.
D. Partisipasipasi dalam Pengambilan Keputusan.
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 19
Agar sebuah organisasi atau lembaga pendidikan berjalan dengan optimal
maka membutuhkan partisipasi dari semua komponennya. Partisipasi yang optimal
akan membawa kepada sebuah manajemen yang mandiri. Dengan tingkat partisipasi
yang ada, sekolah dapat melakukan perubahan melalui proses evaluasi diri. Sekolah
dapat membentuk kelompok kerja yang bertugas untuk mewujudkan atau menjalankan
tugas-tugas evaluasi diri
Hal yang pokok yang dituju adalah peningkatan partisipasi, dengan partisipasi
itu akan membawa kepada pengambilan keptusan yang tepat dan optimal. Kemudian
penganbilan keputusan yang dicapai akan membawa kepada tujuan yang jelas dan
konsentrasi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Hal tersebut sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Newton & Tarrant (1992: 92) bahwa “constructive
participant is important for a decision making group such as school where the
effectiveness of the decision is closely bound up with the willingness of staff to
implement it”.
Dengan demikian hal ini akan dicapai jika disekolah dalam menghadapi
permaslahan-permasalahan untuk diputuskan terdapat kesamaan pendapat atau
pandangan. Kesamaan pendapat ini diharapkan ada dalam seluruh komponen sekolah
yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Jika hal ini dapat dilaksanakan, maka
disekolah akan dapat ditimbulkan pengambilan keputusan yang partisipatif.
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia diejawantahkan dengan dibentuknya komite sekolah
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 20
sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang
Sisdiknas. Komite Sekolah adalah institusi penting yang dibentuk untuk menjadi mitra
sekolah dalam mengembangkan sekolah. Komite sekolah merupakan representasi dari
komunitas sekolah, merupakan institusi yang tepat untuk menyuarakan apa yang
diinginkan oleh para orang tua murid dan pihak pihak lain ke sekolah atau
sebaliknya.Sehingga dengan begitu pendidikan tidak semata-mata manjadi
tanggungjawab pemerintah ataupun penyelenggara pendidikan namun masyarakat
secara bersama-sama dengan pemerintah dan penyelenggara pendidikan ikut terlibat
aktif dalam proses penyelenggaraan pendidikan mulai dari perencanaan hingga
evaluasi.
Peran komite sekolah berdasarkan keputusan Mendiknas No. 044/U/2002
adalah sebagai:
1. Pemberi pertimbangan penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di
satuan pendidikan
2. Pendukung baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4. Mediator antara pemerintan dan dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Sedangkan fungsi komite sekolah adalah sebagai:
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia
usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu;
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 21
4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai:
a. Kebijakan dan program pendidikan;
b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
c. Kriteria kinerja satuan pendidikan;
d. Kriteria tenaga kependidikan;
e. Kriteria fasilitas pendidikan; dan
f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan;
5. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna
mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan disatuan pendidikan;
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Hubungan sinergis masyarakat dalam bentuk sumbangsaran terhadap
penyelenggara pendidikan akan dapat menghasilkan keputusan atau kebijakan yang
lebih objektif, disamping itu juga akan dapat meningkatkan rasa memiliki (senses of
belonging) dan rasa bertanggungjawab (senses of responsibility).
Pengambilan keputusan dalam sebuah lembaga pendidikan dapat dikatakan
sebagai kegiatan kelompok yang berupaya untuk menemukan kebenaran tentang pilihan
yang tepat bagi permasalahan yang dihadapi oleh sekolah. Proses pengambilan
keputusan dengan kelompok ini memiliki esensi yang sangat penting, yaitu adanya
suatu transformsi dari proses yang mendorong keputusan dan pengambilan keputusan
itu sendiri yang merupakan kegiatan individu kepada kegiatan proses pengambilan
keputusan kelompok. Hal ini berkaitan dengan peran yang dipersepsikan individu
dalam proses pengambilan keputusan yang dimasukkannya dalam proses kelompok.
Peran-peran yang dipersepsikan oleh individu ini akan merupakan konvigurasi peran
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 22
yang berinteraksi dalam proses pengambilan keputusan kelompok. Jika, individu dalam
kelompok ini berperan dengan baik dalam peranan yang dipersepsikan masing-masing,
maka suatu keputusan kelompok yang efektif akan dapat diperoleh.
METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Penggunaan pendekatan ini bertujuan untuk memahami
peristiwa dalam hubungannya dengan orang dalam situasi tertentu dengan pertimbangan
bahwa data yang hendak dicari adalah data yang menggambarkan proses perumusan
kebijakan pendidikan di SD Harapan Kita. Disamping itu, pendekatan ini juga bertujuan
untuk memperoleh pemahaman dan penafsiran secara mendalam dan natural tentang
fenomena terkait dengan tema yang dikaji yang ada di lapangan.
Pendekatan fenomenologi memandang objek kajiannya sebagai kebulatan yang
utuh, tidak terpisah dengan objek lainnya, dengan demikian pendekatan fenomenologi
menuntut pendekatan yang holistik, bukan pendekatan yang parsial. Peneliti dalam
pandangan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-
orang dalam situasi-situasi tertentu.
Jenis penelitian kualitatif menurut Suharsimi (1986:115) diartikan sebagai
penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu
organisme, lembaga atau gejala tertentu. Sementara menurut Bogdan dan Taylor (Moleong:
2001: 3), metode penelitian kualitatif diartikan sebagai prosedur penelitian yang
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 23
menghasilkan data deskriptif yaitu data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif memandang objek yang diteliti secara
holistik. Sebagai penelitian kualitatif, maka data yang dihasilkan dari penelitian kualitatif
berupa data deskriptif, yaitu data yang berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati.
Penelitian kualitatif ini diarahkan pada latar dan subjek penelitian secara holistik
dan kontekstual. Holistik berarti dengan berada dilapangan peniliti akan mampu memahami
konteks data dalam keseluruhan situasi, sehingga mendapat pandangan secara menyeluruh.
Sedangkan kontekstual berarti peneliti dapat mengumpulkan dan memcatat data secara rinci
mengenai manajemen perumusan kebijakan di SD Harapan Kita.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini akan dimuali pada bulan November 2010 sampai dengan bulan
Februari 2011, dan akan diperpanjang jika dirasa perlu. Lokasi penelitian ini adalah di SD
Harapan Kita. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada keunikan. Keunikan SD Harapan Kita
adalah pola manajemen yang digunakan adalah kolektif partispatif.
3. Tahap-Tahap Penelitian.
a. Tahap pra lapangan.
Tahapan ini meliputi identifikasi masalah, penjajakan, dan analisa lapangan,
konfirmasi kepada calon responden, menyususn rencana penelitian kemudian
penyiapkan perlengkapan penelitian.
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 24
b. Tahap pekerjaan lapangan.
Tahap ini mulai memasuki lapangan tetapi diawali dengan memahami latar
penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data dengan tekhnik
pengumulan data yang telah ditentukan.
c. Tahapan analisis data.
Analisis data dilakukan setelah data terkempul. Tahap ini sudah dilakukan saat
masih berada dilapangan, yaitu pada saat peneliti mengumpulkan data dilapangan,
karena pada dasarnya penelitian kualitatif memiliki setting yang alamiyah dan mengalir
secara wajar. Peneliti lebih kritis dalam mencerna dengan menggunakan tingkat analisa
yang tinggi serta berusaha membaca peluang dan kesenjangan atau berbagai
kejanggalan.
4. Sumber Data.
Sumber data dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis; a. person, yaitu sumber
data berupa orang. b. place, yaitu sumber data berupa tempat, dan c. paper, yaitu sumber
data berupa symbol (Suharsimi Arikunto, 2002: 107). Sumber data pada penelitian ini
adalah kata-kata dan tindakan dari para dewan kiyai serta informan lainnya seperti dawan
guru, siswa pengurus organisai sebagai sumber data person yang didukung oleh
pengamatan langsung oleh peneliti sebagai sumber data place, serta dokumen tertulis baik
berupa catatan lapangan, jurnal, arsip administrasi, foto kegiatan, data statistik, majalah,
buku dan lainnya sebagai sumber data paper.
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 25
Penentuan sumber data berupa person dilakukan dengan teknik purposif. Dengan
teknik ini, ditetapkan kriteria-kriteria sesuai dengan tujuan penelitian. Mardalis (2007: 58)
mengatakan bahwa penggunaan tehnik ini didasarkan atas informasi yang didapat dari
populasi sebelumnya. Sedangkan sumber data berupa paper digunakan sebagai sumber data
sekunder sesuai dengan tujuan penelitian, dan sumber data berupa place dibutuhkan untuk
memperkaya data penelitian melalui observasi.
5. Prosedur Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian.
a. Wawancara Mendalam (indepth interview)
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan wawancara mendalam untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh aspek yang diteliti dan relevan dengan
masalah penelitian. Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan dengan
menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara (interview guide). Pedoman
tersebut tidak sepenuhnya mengikat proses wawancara secara kaku, akan tetapi
wawancara dapat berkembang sesuai denga situasi masyarakat dan khususnya
informan. Meski demikian, peneliti berupaya secara jeli agar wawancara dapat
menjawab tujuan penelitian karena pada prinsipnya dalam penelitian qualitatif
instrument utama adalah peneliti itu sendiri.
b. Dokumentasi
Metode ini merupakan metode pengumpulan data dengan memanfaatkan data
sekunder serta data tertulis lainnya dari obyek yang diteliti. Metode dilakukan untuk
memperoleh data dengan jalan pengkajian atas berbagai dokumen resmi baik yang
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 26
bersifat internal maupun eksternal. Bersifat internal dalam artian pengkajian langsung
atas dokumen , missal arsip aktif maupun pasif, sedangkan bersifat eksternal dalam
artian pengkajian terhadap sumber-sumber pendukung atas pengkajian dokumen seperti
arsip berita.
c. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi dengan cara meninjau objek
penelitia untuk melihat relitas yang terjadi dilapangan. Instrument yang digunakan
untuk observasi berupa lembar pengamatan (observation cheklist).
6. Pemeriksaan dan Validasi Data.
Tekhnik validasi data pada penelitian ini menggunakan trianggulasi, yaitu suatu
tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain di luar data, untuk
melakukan pengecekan atau perbandingan terhadap data itu (Moleong, 2002:178). Tekhnik
yang digunakan adalah trianggulasi sumber dan trianggulasi metode, yaitu dengan
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi melalui waktu
dan alat yang berbeda.
7. Teknik Analisis Data.
Penelitian ini menggunakan tekhnik analisis kualitatif. Langkah-langkah analisis
data kualitatif meliputi reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi, dengan
penjelasan sebagai berkut:
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 27
a. Reduksi Data. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan
dan penyaringan data yang diperoleh dari studi literatur dan dokumen yang relefan
dengan masalah yang diteliti.
b. Display Data. Display data yang dilakukan berupa penyajian secara deskriptif atau
naratif data yang telah direduksi dalam bentuk laporan yang sistematis.
c. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi
adalah penarikan kesimpulan dengan berangkat dari rumusan masalah atau tujuan
penelitian kemudian senantiasa diperiksa kebenarannya untuk menjamin
keabsahannya.
Berdasarka penjelasan tersebut, maka secara umum proses analisis data melalui
pentahapan (1) mencatat semua fenomena di lapangan baik melalui pengamatan,
wawancara dan dokumentasi dalam bentuk catatan lapangan; (2) menelaah kembali catatan
hasil pengamatan, wawancara dan dokumentasi, serta memisahkan data yang dianggap
penting dan tidak penting, pekerjaan ini diulang untuk memeriksa kembali kemungkinan
kekeliruan klasifikasi; (3) mendeskripsikan data yang telah diklasifikasikan untuk
kepentingan penelaahan lebih lanjut dengan memperhatikan focus dan tujuan penelitian; (4)
membuat analisis akhir yang memungkinkan dalam laporan untuk kepentingan penulisan
tesis.
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 28
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William N. (2003). Public policy analysis: an introduction. New Jersey: Pearson
Education.
Husaini Usman. (2008). Manajemen: teori, praktik & riset pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Keputusan Mendiknas No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Lunenburg. C. Freud & Allan C. Ornstein. (2000), Educational administration; concepts
and practices, USA: Wadsworth.
Morgan, Gareth. (1986). Images of organization. London: Sage Publication Inc.
Newton, Collin & Tarrant, Tony. (1992). Managing Change in School, a Practical
Handbook. London: Routledge.
Nugroho D. Riant (2003). Kebijakan publik: formulasi, implementasi dan evluasi. Jakarta:
Elex Media Komputindo.
Patton, Carl V. & Sawicki, Davis S. (1986). Basic method of Policy Analysis and Planning.
New Jersey: Practice Hall.
Subarsono. (2008). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Terry, G. R (1977). Principles of management (6th ed). London Richard D. Irwin Inc
Tilaar. H.A.R & Riant Nugroho. (2008). Kebijakan pendidikan: pengantar untuk
memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan
publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional
Abdul Azis, M.Pd
Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Page 29
Winarno, Budi. (2008). Kebijakan publik: terori dan proses. Yogyakarta: MedPres.