Tugas Proposal Penelitian Tindakan Kelas
Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Prestasi Belajar
Matematika KD Pecahan Sederhana Dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Problem Possing Pada Siswa Kelas III
SDN 01 Kanigoro
DISUSUN OLEH :
NUGRAHENI YUNI ASTUTI
( 09141152)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih
rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan.
Rendahnya mutu pendidikan tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara
lain mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas, kinerja guru yang hanya berorientasi pada
penguasaan teori dan hafalan, menyebabkan kemampuan siswa tidak dapat
berkembang secara optimal dan utuh” (Hanafiah dan Cucu Suhana, 2009:01).
Sebagai contohnya proses pembelajaran di SDN 01 Kanigoro, model
pembelajaran yang umum diterapkan adalah model pembelajaran yang cenderung
bersifat searah, artinya guru memberikan pelajaran dan siswa menerimanya
sehingga siswa terlihat kurang aktif. Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan suatu
model pembelajaran yang dirasa cukup alternatif yang tak hanya baik dalam
membantu siswa untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis,
kemauan untuk membantu teman serta ketrampilan sosial lainnya tetapi juga perlu
menjamin komunikasi antar siswa maupun guru dan siswa.
Hasil belajar Matematika siswa kelas III di SDN 01 Kanigoro masih
rendah. Hal ini dibuktikan dengan data nilai mata pelajaran matematika yang
menunjukkan bahwa 56,25% atau 18 siswa dari 32 siswa belum mencapai KKM
(kriteria ketuntasan minimal) yang telah di tentukan, yaitu 65 (Daftar Nilai
matematika Siswa Kelas III SDN 01 Kanigoro, 2012). Berdasarkan kenyataanya
mata pelajaran matematika kelas III SD Negeri 1 Kanigoro, disimpulkan bahwa
rendahnya hasil belajar siswa kelas III tersebut ternyata di pengaruhi oleh dua
faktor, yaitu tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat
kurang. Kekurang aktifan siswa dalam pembelajaran ini akhirnya menimbulkan
berbagai masalah, seperti konsentrasi belajar rendah, kondisi kelas tidak kondusif,
proses belajar mengajar tersendat, hingga berakibat prestasi belajar Matematika
yang rendah.
Salah satu penyebab kurang aktifan siswa sehingga berdampak hasil
belajar siswa rendah. Karena pada umumnya guru masih menggunakan metode
ceramah. Metode ceramah merupakan suatu cara penyajian materi belajar secara
lisan yang bersifat satu arah, dimana guru sebagai pembicara dan siswa sebagai
pendengar. Hal ini menyebabkan siswa menjadi pasif dan tidak jarang
mengakibatkan siswa menjadi bosan dan jenuh, sehingga hasil yang dicapai siswa
masih kurang memuaskan.
Berangkat dari permasalahan tersebut perlu diterapkan suatu metode
pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan
kemampuan kognitif dan hasil belajar. Salah satu metode yang cocok untuk
meningkatkan keaktifan adalah metode Problem Posing. Problem Posing merupakan
model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau
memecahkan suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang
mengacu pada penyelesaian soal tersebut., dimana strategi ini berorientasi untuk
menggali dan mengembangkan potensi terbesar siswa dengan metodologi pembelajaran
yang mengedepankan keaktifan anak, mendorong kreatifitas yang ditandai dengan siswa
mampu berpikir kritis, efektif dalam pencapaian target dan kualitas, serta menyenangkan
dalam prosesnya. Sehingga anak bisa memahami materi dengan nyaman dan senang.
Berdasarkan uraian di atas, maka upaya untuk meningkatkan keaktifan dan
prestasi siswa, maka peneliti perlu melakukan penelitian dengan judul ” Upaya
meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar matematika KD Pecahan Sederhana
dengan menggunakan model pembelajaran problem possing pada siswa kelas III
SDN 01 Kanigoro”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. keaktifan dan prestasi belajar yang dimiliki para siswa kelas III Kanigoro
untuk pelajaran matematika masih kurang.
2. Standar ketuntasan belajar minimal matematika yang ditetapkan oleh sekolah
belum tercapai.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka peneliti merumusan masalah
seperti berikut ini:
a. Bagaimanakah penerapan pembelajaran Matematika dengan menggunakan
model pembelajaran problem possing yang dapat meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar matematika siswa kelas III SDN 01 Kanigoro kota Madiun?
b. Apakah penerapan model pembelajaran problem possing dapat meningkatka
keaktifan dan prestasi belajar matematika siswa kelas III SDN 01 Kanigoro
Kota Madiun?
Untuk mengatasi permasalahan yang terdapat pada rumusan masalah
maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat
peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
Guru memberikan latihan soal secukupnya.
Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa
yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula
dilakukan secara kelompok.
Selanjutnya secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal
temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara
selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
Guru memberikan tugas rumah secara individual.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini di
rumuskan sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan penerapan pembelajaran matematika dengan menggunakan
model pembelajaran problem possing yang dapat meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar matematika siswa kelas III 01 Kanigoro Kota Madiun.
b. Mendeskripsikan keberhasilan penerapan model pembelajaran problem
possing pada mata pelajaran matematika siswa kelas III 01 Kanigoro Kota
Mdiun.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan bagi para
pihak-pihak berikut :
a. Manfaat teoritik : Memberikan sumbangan pada khasah pengetahuan
khususnya pada bidang pembelajaran di SD.
b. Manfaat bagi siswa : Dalam proses pembelajaran siswa akan lebih aktif untuk
mengerjakan soal-soal yang di berikan oleh guru.
c. Manfaat bagi guru : Guru akan mendapatkan wawasan bahwa keaktifan siswa
dan prestasi belajar matematika dapat di tingkatkan salah satunya dengan
memberikan reward dan punishment selama proses pembelajaran berlangsung.
d. Manfaat bagi kepala sekolah : Memberikan inspirasi dan sosialisasi untuk
pembelajaran pada siswa sekolah dasar lasinya.
BAB II
Kajian Pustaka
A. Karakteristik siswa kelas III SD
Teori Piaget cenderung banyak digunakan dalam proses pembelajaran,
walaupun teori ini bukan teori mengajar. Teori piaget adalah teori kognitif,
peserta didik harus dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang dipelajarinya.
Dalam menyajikan materi harus menarik minat peserta didik sehingga mereka
senang terlibat dalam proses pembelajaran. Piaget dalam Trianto mengemukakan
ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu ; 1). 0 – 2 tahun adalah tahap
sensori motor, ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan dan langkah
demi langkah, 2 ). 2 – 7 tahun adalah tahap pra operasional, ciri
perkembangannya menggunakan symbol atau bahasa tanda dan konsep intuitif,
3 ). 8 – 11 tahun atau lebih adalah tahap operasi konkrit, ciri perkembangannya
memakai aturan jelas atau logis dan reversible dan kekebalan, 4 ). 11 tahun atau
lebih adalah tahap oerasi formal, ciri perkembangannya abstrak, murni
simbolis,deduktif, induktif dan logis.
Siswa kelas III SD berada dalam tahap operasional konkret, dengan
demikian dalam memberikan materi pelajaran, guru diharapkan lebih
menitikberatkan pada alat peraga atau media yang lebih bersifat konkret dan
logis. Keterlibatan dan penerimaan dalam kehidupan kelompok bagi anak usia
sekolah dasar merupakan minat dan perhatiannya pada kompetensi–kompetensi
sosial yang positif dan produktif yang akan berkembang pada usia ini. Hasil
pergaulan dengannya dengan kelompok teman sebaya, anak cenderung meniru
kelompok teman sebaya baik dalam hal penampilan maupun bahasa. Selama masa
perkembangannya, pada anak tumbuh berbagai sarana yang dapat
menggambarkan dan mengolah pengalaman dalam dunia di sekeliling mereka.
Dengan memperhatikan karakteristik kognitif siswa kelas III Sekolah Dasar
dengan segala aspek dimensi perkembangannya, maka diharapkan system
pengajaran yang dikembangkan mampu melayani kebutuhan belajar yang
bermakna bagi siswa. penyampaian materi pelajaran yang tepat, maka peserta
didik dapat mengikuti pelajaran dengan baik, sehingga siswa antusias untuk
belajar, menjadikan matematika sebagai pelajaran yang menyenangkan dan tujuan
dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai dengan maksimal dan memuaskan.
B. Pengertian Problem Posing
Dalam bahasa Inggris problem posing terdiri dari dua kata yaitu. ” Problem”
berarti masalah atau soal, dan “Posing” berasal dari kata “ to pose” yang artinya
mengajukan atau membentuk. Ada dua usulan lagi untuk “ Problem Posing” yaitu
membentuk soal (Sutiarso dalam Srini M. Iskandar, 1999) dan pengkonstruksian masalah
(Suharta dalam Srini M. Iskandar, 2000). Pembentukan soal adalah pada kata yang
diusulkan oleh As’ari dalam Srini M. iskandar (2000).
Problem Posing dalam pembelajaran mempunyai banyak arti. Diantara
arti sepadan dalam bahasa Indonesia untuk problem posing adalah mengajukan
pertanyaan, merumuskan masalah atau membuat masalah. Problem Posing dapat
pula diartikan membangun atau membentuk permasalahan.
Problem Posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan
siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecahkan suatu soal menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian
soal tersebut.
Problem Posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin ilmu murni
(matematika, fisika, dan kimia). Silver dan Cai menulis bahwa ”Problem Posing is
central important in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical
thinking”. Suryanto menjelaskan tentang Problem Posing adalah perumusan soal agar
lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar
lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit.
(Pujiastuti, 2001:3)
Pada prinsipnya, model pembelajaran Problem Posing adalah suatu model
pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui
belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Dengan demikian, penerapan model
pembelajaran Problem Posing menurut Suyitno, (2004:31-32) adalah sebagai
berikut:
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat
peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa
yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula
dilakukan secara kelompok.
d. Selanjutnya secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal
temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara
selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (Problem Posing) siswa dilatih
untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar. Menurut Suyitno
(2003:7-8), kekuatan-kekuatan model pembelajaran Problem Posing sebagai
berikut:
a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-
konsep dasar.
b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya
adalah pemecahan masalah.
Pembelajaran dengan metode Problem Posing digunakan untuk
meningkatkan keterampilan mental siswa menghadapi suatu kondisi dimana
diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut. Model
pembelajaran Problem Posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan dengan
memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk
menyelesaikannya.
Kegiatan siswa dalam menghasilkan pertanyaan baru dari suatu konsep
yang diberikan dapat menjadi aktivitas utama dalam mengajukan permasalahan.
Melalui latihan membentuk soal diharapkan merupakan pendekatan yang efektif
dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk menerapkan konsep.
Dalam rangka mengembangkan model pembelajaran Problem Posing
yang berkualitas dan terstruktur pada suatu pembelajaran, dapat diterapkan
dengan prinsip-prinsip dasar berikut:
a. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari
aktivitas siswa di dalam kelas.
b. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa
c. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks,
dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan
tugas.
Guru dapat melakukan modifikasi dalam memberikan tugas dengan pendekatan
Problem Posing, yaitu dengan membentuk kelompok. Hal ini dimaksudkan agar guru
mudah memantau aktifitas siswa selama pelaksanaan pemberian tugas berlangsung, dan
memudahkan guru dalam pemeriksaan hasil kegiatan. Soal yang dibuat siswa adalah
yang mirip dengan contoh yang telah diberikan guru. Dengan kata lain soal itu sedikit
berbeda dari contoh yang diberikan guru.
Agar kemampuan siswa dalam menerapkan suatu konsep pelajaran
meningkat, kegiatan pemberian tugas dengan pendekatan Problem Posing dapat
dikembangkan dan dimodifikasi dimana siswa bukan hanya membuat soal dan
menyelesaikan saja, tetapi setiap kelompok akan mengerjakan juga soal-soal yang
telah dibuat oleh kelompok lain.
Selain itu agar suasana pemberian tugas dengan Problem Posing ini lebih
menarik dan menyenangkan, maka kelompok yang mampu membuat soal dan
menyelesaikannya lebih dari satu atau lebih dari ketentuan guru akan diberi
bonus. Demikian pula pada saat mengerjakan soal buatan kelompok lain, apabila
dapat mengerjakan lebih dari satu atau lebih dari ketentuan guru maka kelompok
itu akan mendapat bonus dari guru.
Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar
dengan cara menerapkan model pembelajaran Problem Posing merupakan salah
satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dari
guru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri.
Hasil belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga
meningkatkan keterampilan berpikir.
Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar
penerapan model pembelajaran Problem Posing dapat optimal. Kemampuan tersebut
akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri
maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat
dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya
di depan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran Problem Posing dapat melatih
siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.
Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Problem Posing
Pembelajaran melalui pendekatan Problem Posing mempunyai
beberapa kelebihan dan kelemahan (Rahayuningsih, 2002:18), diantaranya
adalah:
a. Kelebihan Problem Posing
1) Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut
keaktifan siswa.
2) Minat siswa dalam pembelajaran fisika lebih besar dan siswa lebih
mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
3) Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4) Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
5) Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang
baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang
mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide
yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan/
pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk
memecahkan masalah.
6) Pembelajaran di kelas tidak membuat siswa jenuh.
Kekurangan Problem Posing
1) Guru membutuhkan persiapan yang lebih banyak, karena menyiapkan
informasi apa yang dapat disampaikan (guru dituntut untuk berperan aktif
dan kreatif dalam mencari dan merancang media/bahan ajar yang sesuai
dengan metode Problem Posing).
2) Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan
penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.
3) Dibutuhkan kemampuan mengelola kelas yang lebih besar agar suasana
pembelajaran tetap kondusif.
C. Keaktifan Siswa
1. Pengertian Keaktifan
Menurut Anton M. Mulyono (2001:26), “keaktifan adalah kegiatan atau
aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik
fisik maupun non fisik.” Menurut Sanjaya (2007:101-106), “aktivitas tidak hanya
ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik
seperti mental, intelektual dan emosional.” Keaktifan yang dimaksudkan di sini
penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut Rochman Natawijaya “belajar aktif adalah suatu sistem belajar
mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor.” Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk
mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima
informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa
yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk
dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang
banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan. Aunurrahman (2009:119) mengungkapkan bahwa “keaktifan belajar
ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional, dan
fisik jika dibutuhkan.”
Menurut Raka Joni (1992:19-20) dan Martinis Yamin (2007:80-81)
menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan
manakala :
a.Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa
b. Guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar
c.Tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi
dasar)
d. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa,
meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta
mampu menguasai konsep-konsep dan
e.Melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap,
dan keterampilan.
Keaktifan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran memiliki
pengaruh yang berbeda-beda terhadap daya ingat siswa. Vernon Magnesen (Anni,
2004 :85) dalam penelitiannya menemukan bahwa ingatan yang diperoleh dari
belajar melalui membaca sebesar 20%, mendengar sebesar 30%, melihat sebesar
40%, mengucapkan sebesar 50%, melakukan sebesar 60%, dan gabungan dari
melihat, mengucapkan, mendengar, dan melakukan sebesar 90%.
Jadi keaktifan siswa yang dimaksud adalah segala aktifitas fisik maupun non
fisik yang terpusat pada siswa supaya terjadi pengalaman dalam belajar, mampu
menguasai konsep-konsep dan selalu melakukan pengukuran dalam berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya.
2. Jenis-Jenis Keaktifan Dalam Belajar
Menurut Paul D. Dierich (dalam Oemar Hamalik, 2001:172) keaktifan
belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok, yaitu:
a. Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,
pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan,
mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,
wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan.
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi
kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy,
membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisikan angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.
f. Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan
berkebun.
g. Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingatkan, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor,
melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
h. Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam
kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan overlap satu sama lain.
3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk berfikir
kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-
hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara
sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Gagne dan Briggs (dalam Martinis, 2007:84) menyebutkan bahwa faktor-
faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran, adalah:
a. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
b. Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar) kepada siswa.
c. Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
d. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
e. Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
f. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
g. Memberi umpan balik (feed back)
h. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemampuan
siswa selalu terpantau dan terukur.
i. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
D. Prestasi belajar matematika
Untuk memahami tentang pengertian belajar di sini akan di awali dengan
mengemukakan beberapa devinisi tentang belajar. Ada beberapa pendapat para
ahli tentang deviunisi belajar. Cronbach, Harold Spears dan Geoch (dalam
http://sunartombs.wordperss.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar) sebagai
berikut:
1) Cronbach memberikan definisi:
“Learning is shown by change in behavior as a result of experience”.
“Belajar adala memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil
pengalaman”.
Harold Spears memberikan batasan:
“Learning is to observe, to read, to initiate, to try something
themselves, to listen, to follow direction”. Belajar adalah mengamati,
membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti
petunjuk atau pengarahan.
2) Geoch, mengatakan:
“Learning is a change in performance as a result of practice”. Belajar
adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek.
selain pengertian belajar di atas, pengertian lain tentang belajar
menurut Sunaryo (1989:4) adalah merupakan suatu kegiatan, di mana
sesorang membuat atau menghasilakn suatu perubahan tingkah laku yang ada
pada dirinya dalam pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Sudah barang tentu
tingkah laku tersebut adalah tingkah laku yang positif artinya untuk mencapai
kesempurnaan hidupnya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008:1101) menyebutkan
bahwa prestasi adalah hasil yang telah di capai (dari yang telah dilakukan, di
kerjakan, dsb). Sdelanjutnya, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan
atau ketrampilan yang di kembangkan melalui mata pelajaran lazimnya di
tunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang di berikan oleh guru.
Sedangkan menurut poerwanto (dalam
http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/)
memberikan pengertian “prestasi belajar yaitu hasil yang di capai oleh
seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang di nyatakan dalam raport”.
Selanjutnya Winkel (dalam
http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/)
mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar
atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya
sesuai dengan bobot yang di capainya.”
Selain beberapa pencdapat di atas, pengertian prestasi belajar menurut
S. Nasuition (dalam
http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/)
adalah kesempurnaan yang telah di capai seseorang dalam berpikir, merasa
dan berbuat. Prestasi belajar di katakana sempurna apabila memenuhi tiga
aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya di katakan prestasi
kurang memuaskan jika sesorang belum mampu memenuhi target dala ketiga
kriteria tersebut.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat di simpulkan, prestasi belajar
adalah penguasaan seorang siswa terhadap tiga aspek yakni kognitf, afekti dan
psikomotor dengan di tunjukkan oleh hasil nilai tes atau nilai yang di berikan
oleh guru.
Hipotesis tindakan
Jika siswa kelas III SDN 01 Kanigoro Kota Madiun di belajarkan pecahan
sederhana dengan penerapan model pembelajaran problem possing maka akan
meningkatkan keaktifan di dalam kelas.
Jika siswa kelas III SDN 01 Kanigoro Kota Madiun di belajarkan pecahan
sederhana dengan penerapan model pembelajaran problem possing maka akan
meningkatkan prestasi belajar matematika.
BAB III
Metode Penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 01 Kanigoro Kota Madiun Tahun
Pelajaran 2012/2013
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dimulai sejak bulan September 2012 sampai bulan
desember 2012/2013
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi kelas III yang bejumlah 32
siswa, yang terdiri dari 12 siswi putri dan 20 siswa putra SDN 01 Kanigoro Kota
Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013
C. Prosedur Penelitian
Jenis penelitian ini adalah PTK (Classroom Action Research). McNiff
(dalam Suroso, 2007:19) mengemukakan bahwa PTK merupakan bentuk
penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat
dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan
sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya. Penelitian ini
memberikan tindakan kelas untuk langsung mempraktekkan model pembelajaran
problem possing pada siswa kelas III SDN 01 Kanigoro khususnya mata pelajaran
matematika.
Rancangan Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam beberapa tahap,
yaitu melalui 2 siklus. Penggunaan siklus ini dengan tujuan apabila pada siklus
awal dalam pelaksanaan tindakan belum diketahui hasilnya secara nyata maka
dilakukan pengulangan untuk siklus-siklus berikutnya yaitu siklus kedua sehingga
akan diketahui hasil yang nyata dari beberapa siklus tersebut. Masing-masing
Perencanaan
Pelaksanaan
observasi
refleksi
Perencanaan
Pelaksanaanrefleksi
observasi
?
Siklus I
Siklus II
siklus terdiri dari 4 tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap
pengamatan, dan tahap refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-
masing tahap adalah sebagai berikut.
Tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran tiap siklusnya adalah sebagai berikut:
siklus 1
silklus 1 terdiri dari atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi
dan refleksi, dan perbaikan rencana.
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan studi pendahuluan
dengan melakukan refleksi tahapan praktik pembelajaran pecahan
sederhanadi kelas III SDN 01 Kanigoro kota Madiun. Peneliti berupaya
meningkatkan kembali berbagai peristiwa pembelajaran yang telah
berlangsung selama ini, dengan cara mewawancarai siswa kelas III SDN
01 Kanigoro untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang di alami
siswa dan di rasakan mereka ketika belajar matematika tentang pecahan
sederhana. Pada siklus perencanaan ini peneliti melakukan pembuatan
desain pembelajaran yang berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP).
2. Pelaksanaan Tindakan dan observasi
Pada tahap ini peneliti mempraktikkan pembelajaran sesuai dengan
desain pembelajaran (RPP) yang telah di susun.
Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan
alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
Guru memberikan latihan soal secukupnya.
Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan
siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini
dapat pula dilakukan secara kelompok.
Selanjutnya secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal
temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan
siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
Guru memberikan tugas rumah secara individual.
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung sesuai
dengan instrument yang telah dipersiapkan. Pada tahap ini guru kelas
bertindak sebagai observer.
4. Refleksi
Berdasarkan kegiatan pembelajaran di atas, guru yang bertindak
sebagai peneliti mengulas kekurangan selama proses pembelajaran, apa
yang belum di lakukan, apa yang belum di capai, masalah apa yang belum
terpecahkan,. Dari kekurangan pada siklus 1 maka guru melakukan
perbaikan kualitas pembelajaran pada siklus yang ke II.
Siklus II
1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan pada siklus II sama seperti pada
perencanaan tindakan pada siklus I tetapi dalam penyusunannya peneliti
memperhatikan kekurangan atau kelemahan yang ada pada tindakan siklus
I dan berusaha memperbaiki kekurangan atau kelemahan yang ada pada
tindakan siklus I.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II sama dengan pelaksanaan
tindakan pada siklus I tetapi dalam penyusunannya peneliti
memperhatikan kekurangan atau kelemahan yang ada pada tindakan siklus
I dan berusaha memperbaiki kekurangan atau kelemahan yang ada pada
tindakan siklus I.
3. Pengamatan
Pelaksanaan pengamatan pada siklus II sama dengan pelaksanaan
pengamatan pada siklus I yaitu melakukan pengamatan terhadap
pelasanaan pembelajaran sesuai dengan instrumen yang telah
dipersiapkan.
4. Refleksi
Refleksi pada siklus II sama dengan refleksi pada siklus I tetapi
dalam penyusunannya peneliti memperhatikan kekurangan atau
kelemahan yang ada pada refleksi siklus I dan berusaha memperbaiki
kekurangan atau kelemahan yang ada pada tindakan siklus I untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Hasil refleksi pada pada
siklus II merupakan hasil akhir dari penelitian.
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data
Dalam penelitian ini data yang akan diambil adalah
a. Keaktifan belajar siswa
b. Prestasi belajar siswa
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini terdiri
atas observasi, wawancara, dokumentasi dan tes.
Teknik observasi di gunakan untuk mengamati gejala-gejala yang tampak
dalam proses pembelajaran tentang kesungguhan siswa ketika mengikuti
pembelajaran, keseringan siswa beetanya, kemauan siswa mgerjakan soal yang di
berikan oleh guru serta keaktifan siswa selama proses pembelajaran.
Teknik wawancara digunakan untuk mewawancarai siswa tentang kesan-
kesan pengungkapan persaan siswa ketika belajar menghitung penjumlahan dan
pengurangan sistem menyimpan pada bilangan tiga angka.
Teknik dokumentasi adalah di gunakan untuk mendukumentasikan data
tentang keaftifan siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung.
Data terfokus pada masalah tentang keaktifan siswa dan prestasi belajar siswa.
dokumen yang dimaksutkan dalam penelitian ini mencakup tentang dokumentasi
fortofolio LKS siswa.
Teknik lainya adalah tes yang digunakan untuk mengumpulkan data
tentang kemampuan siswa mengerjakan soal-soal tes untuk menghitung bilangan
pecahan.
F. Jadwal penelitian
Penelitian ini akan di lakukan pada tanggal 7 desember 2012, pukul 07.00-
08.00 di ruang kelas III SDN 01 Kanigoro kota Madiun.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapan model Problem Posing tidak hanya unggul dalam membantu siswa
memahami konsep, tetapi juga sangat berguna bagi siswa untuk
menumbuhkan kemampuan keaktifan dan prestasi belajar matematika.
2. Pembelajaran model Problem Posing dapat meningkatkan keaktifan siswa
pada mata pelajaran matematika.
3. Pembelajaran model Problem Posing dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran matematika.
B. Saran
1. Terhadap guru
a. Guru hendaknya dalam proses pembelajaran jangan membentuk kelompok
yang terlalu banyak, misal dalam 1 kelas ada 25 siswa maka jumlah
kelompok yang dibentuk 5 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 5
siswa.
b. Sebelum memulai kegiatan pembelajaran guru hendaknya menjelaskan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran model Problem Posing agar siswa
tidak mengalami kebingungan ketika menghadapi sebuah metode
pembelajaran yang berbeda.
2. Terhadap siswa
a. Siswa hendaknya lebih aktif dalam bertanya dan aktif mencoba menjawab
pertanyaan dari guru.
b. Siswa hendaknya lebih serius dalam proses pembelajaran agar proses
pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan efisien
Daftar pustaka
Depdikbut, 1999. Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research), Jakarta :
dirjen dikti.
http:// http://sunartombs.wordperss.com/2009/01/05/pengertian-
prestasi ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/ )
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: AlfaBeta.
Hanafiah dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama
____________. 2009. Model Pembelajaran Problem Posing, (Online),
(http://herdian.blogspot.com) diakses 14 Agustus 2011
____________. 2008. Makalah Kolaborasi Metode Pembelajaran Problem Posing, (Online),
(http://setyono.blogspot.com) diakses 14 Agustus 2011