BAB ITeknik Aseptik dan Septik Kamar Operasi
Teknik aseptik kamar operasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme pada jaringan atau bahan-bahan dengan cara menghambat atau menghancurkan tumbuhnya organisme pada jaringan.
Tujuan penerapan teknik aseptik di kamar operasi :1. Mencegah penyebaran bakteri dalam kamar operasi,2. Membunuh kuman-kuman atau mikroorganisme,3. Mencegah timbulnya infeksi luka operasi.
Prinsip aseptik dan antiseptikPrinsip antiseptik dan aseptik harus selalu dilaksanakan secara terus
menerus oleh tim kamar operasi, dan segera bertindak jika ada indikasi terjadinya kontaminasi. Dalam upaya menerapkan teknik aseptik dan antiseptik di kamar operasi harus ditaati beberapa ketentuan sebagai berikut :1. Daerah steril harus jelas batasnya,2. Daerah operasi harus dijaga sterilitasnya,3. Semua kasus pembedahan harus dijaga, dicegah terjadinya
kontaminasi,4. Lingkungan kamar operasi harus selalu dalam keadaan bersih,5. Tim bedah dan pasien yang ada di kamar operasi tidak menjadi sumber
kontaminasi.
Untuk mempertahankan sterilitas kamar operasi harus diperhatikan 3 aspek yang meliputi :A. Lingkungan
Lingkungan kamar operasi harus selalu dalam keadaan bersih dan siap pakai :1. Alas kaki petugas harus dibedakan untuk ruang operasi, kamar kecil
dan kegiatan diluar kamar operasi,2. Pintu kamar operasi harus selalu dalam keadaan tertutup serta
batasi lalulintas keluar masuknya petugas,3. Membuat jadwal-jadwal pembersihan rutin kamar bedah
dilaksanakan dengan disiplin dan cermat,
1
4. Lakukan uji bakteriologi secara rutin, minimal 3 bulan sekali terhadap alat-alat, air dan debu. Sedangkan untuk pegawai dilakukan uji kesehatan secara periodik minimal 6 bulan sekali,
5. Air yang dipakai harus memenuhi syarat (bebas kuman dan partikel),
6. Pengontrolan debu. Untuk mencegah debu beterbangan dan udara luar tidak masuk ke dalam kamar operasi maka :a. Tidak boleh meletakkan alat operasi tepat di depan lubang
pembuangan udara.b. Memasang filter pada sistem ventilasi untuk membatasi
masuknya debu.c. Membersihkan alat dan ruangan secara teratur setiap hari.
B. PetugasSemua petugas yang masuk kamar operasi harus memenuhi hal-hal
sebagai berikut :1. Dalam penerapan teknik aseptik hanya tim bedah steril yang boleh
berada di daerah steril di kamar operasi,2. Mentatai batasan tegas tiga area di kamar operasi,3. Harus memakai baju khusus, topi dan masker,4. Ahli anastesi dan perawat sirkuler tidak boleh melintas didepan tim
bedah yang sudah memakai baju steril,5. Tim bedah steril harus melakukan prosedur pemakaian topi,
masker, cuci tangan, pemakaian jas steril dan topi dengan cara sebagai berikut :a. Cara memakai topi operasi
Topi dipasang bersamaan pada waktu mengganti pakaian dengan baju khusus,
Topi harus menutupi seluruh rambut kepala, Tali diikat cukup kuat.
b. Cara memakai maskerMasker harus dipakai baik dan benar, dan selama memakai masker bicara seperlunya. Cara memasangnya adalah seagai berikut : Memasang masker harus bercermin sehingga terpasang
dengan tepat ditengah dan menutupi bagian hiung dan mulut. Bila ada jambang/jenggot harus tertutup bila perlu harus memakai topi khusus,
Topi dipasang bersamaan pada waktu mengganti pakaian dengan baju khusus,
Tali ikatan cukup kuat,2
Satu masker untuk satu kali pemakaian, Bila masker lembab segera diganti, Setelah dipakai agar direndam dalam larutan deterjen yang
tersedia.C. Cuci tangan
Yang dimaksud cuci yangan adalah membersihkan tangan dengan menggunakan sikat dan sabun di bawah air mengalir dengan prosedur tertentu agar tangan dan lengan bagian bawah bebas dari mikroorganisme.
Metode cuci tangan bedah :a. Tangan, lengan dan jari tangan dianggap mempunyai 4 sisi atau
permukaan, dan semuanya harus terkena pencucian mekanik dan antisepsis kimia,
b. Karena tangan merupakan anggota tubuh yang selalu kontak langsung pada daerah operasi yang steril, maka semua langkah prosedur cuci tangan bedah harus dimulai dari tangan dan berakhir di siku,
c. Selama melakukan cuci tangan bedah harus menghindari percikan air pada baju yang sedang dipakai (pakaian kamar bedah), karena keadaan basah atau lembab dapat memudahkan bakteri menyebar ke daerah yang steril.
Prosedur cuci tangan bedah :a. Time method complete surgical scrub (cuci tangan bedah sempurna
dengan menggunakan metoda lamanya waktu cuci tangan).Lama waktu yang diperlukan untuk cuci tangan ini adalah 5-7 menit.Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : Basahi tangan dan lengan, Cuci tangan dan lengan dengan antiseptic secara menyeluruh
sampai 5 cm diatas sikut, Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi
dari siku sehingga memungkinkan bagi air untuk jatuh menetes dari sikut yang difleksikan,
Ambil sikat yang steril, kemudian berilah 2-3 cc antiseptik. Sikatlah kuku, tangan dan lengan mesing-masing untuk sebelah kiri dan kanan setengah menit,
Dengan sikat di tangan bersihkanlah daerah dibawah kuku dengan pembersih kuku (nail cleaner) dibawah air yang mengalir,
Sekali lagi sikatlah kuku dan tangan serta lengan dengan sikat tadi, masing-masing setengah menit untuk sebelah tangan,
3
Bilas tangan dan lengan dan buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan,
Gosok tangan yang satu oleh tangan yang lainnya yang sudah memakai antiseptik lagi dan sebaliknya masing-masing satu setengah menit,
Bilas tangan dan lengan.b. Brush stroke method complete surgical scrub (cuci tangan bedah
sempurna dengan menggunakan metoda banyaknya gosokan sikat).Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : Basahi tangan dan lengan, Cuci tangan dan lengan sampai 5 cm diatas sikut dengan
antiseptik sebanyak 2-3 cc (6 tetes), Dengan menggunakan pembersih kuku yang terbuat dari plastik
atau metal, bersihkan daerah bawah kuku di bawah air yang mengalir.
Bilas tangan dan lengan secara menyeluruh dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari sikut sehingga memungkinkan bagi air untuk jatuh/menetes dari sikut,
Ambil sikat cuci tangan yang steril dari tempatnya. Bila sikat itu sebelumnya tak diberi antiseptik, pakailah 2-3 cc pada sikat tadi,
Sikatlah : Semua ujung jari tangan sebelah kiri sebanyak 30 gosokan Kuku jari tangan sebelah kiri sebelah kiri sebanyak 30
gosokan Punggung tangan (dorsal) sebanyak 20 gosokan Telapak tangan (palmar) sebanyak 20 gosokan Lengan sampai 5 cm diatas sikut, masing-masing permukaan
20 gosokan Ulangi langkah diatas untuk tangan sebelah kanan
c. Mengeringkan tangan dan lengan yang sudah dicuci bedahTangan dan lengan dikeringkan atau di lap dengan cara sebagai berikut : Ambil handuk/kertas tissue steril yang sudah disediakan pada
tempatnya yang steril. Sewaktu mengambil handuk sikut tidak boleh berada diatas tempat penyimpanan handuk atau tissue tadi, karena air yang menetes melalui sikut dapat jatuh ditempat handuk tadi dan menyebabkan kontaminasi.
Bukalah handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujungnya saja.
4
Cari tempat yang aman, yaitu dengan cara menjauh dari alat-alat yang steril.
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi, handuk dibagi menjadi 4 bagian. Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri, permukaan kiri bawah untuk mengelap tangan sebelah kiri, permukaan kanan atas untuk mengelap tangan kanan dan permukaan kanan bawah untuk lengan kanan.
Keringkan tangan kanan dan kiri dengan permukaan handuk yang sudah disediakan diatas.
Untuk mengeringkan lengan kiri, permukaan handuk kiri bawah diletakkan diatas lengan kiri, kemudian digerakkan memutar sampai 5 cm diatas sikut, tetapi handuk tidak boleh dilewati daerah 5 cm diatas sikut karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci bedah.
Untuk lengan kanan, lakukan seperti langkah untuk lengan kiri dengan menggunakan permukaan handuk bawah.
Handuk dibuang pada tempat alat kotor yang sudah disediakan.Catatan :1. Sewaktu mengeringkan tangan, handuk tidak boleh menyentuh alat
yang tidak steril, seperti dinding, pakaian sendiri dan sebagainya.2. Posisi tangan harus lebih tinggi dari sikut dan agak kedepan.Hal yang harus diperhatikan pada waktu cuci tangan adalah :1. Semua perhiasan yang ada (jam, gelang, cincin) harus dilepas.2. Lamanya cuci tangan sesuai dengan prosedur penggunaan jenis
antiseptik yang dipakai/minimal 15 menit untuk penggunaan sabun biasa.
3. Cara cuci tangan pembedahan cuci tangan surgical: Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (jam, gelang, cincin). Basahi tangan sampai sikut dengan menggunakan air bersih dan
mengalir. Teteskan Desinfektan atau sabun, ratakan kedua tangan dan gosok
sampai berbusa. Bersihkan dengan sikat dibawah air mengalir. Gosoklah dengan sabun atau antiseptik lain, sela jari tangan, telapak
tangan, punggung tangan, lengan bagian bawah secara bergantian. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir, dengan posisi jari
tangan lebih tinggi dari posisi sikut. Hindarkan tangan yang sudah dicuci tersentuh benda disekitarnya.
5
Keringkan kedua tangan sampai sikut dengan handuk steril satu per satu dari ujung jari menuju ke lengan dengan cara memutar, kemudian handuk dipisahkan dari benda steril.
d. Cara memakai baju1. Cuci tangan pembedahan.2. Buka bungkusan steril yang berisi baju operasi.3. Ambil jas steril aseptik, yaitu pegang jas pada garis leher
dengan menggunakan tangan kiri dan posisi tangan kanan tetap setinggi bahu.
4. Buka lipatan jas dengan cara melepas bagian yang terjepit tangan dan perhatikan jangan sampai terkontaminasi.
5. Tangan kiri tetap memegang bagian leher jas dan masukkan tangan kanan kelubang jas kanan, diikuti dengan tangan kiri dimasukkan kelubang kiri.
6. Perawat sirkuler berdiri dibelakangnya untuk membantu mengikatkan tali jas. Dengan menarik leher jas dari bagian sebelah dalam dan selanjutnya ikat semua tali bagian belakang. Buka ikat tali pinggang berikan salah satu ujung tali tersebut kepada perawat sirkuler. Dengan korentang tali tali tersebut dijepit. Orang yang memakai jas tersebut memutarkan badannya kemudian ambil tali dari jepitan serta ikatan tali tersebut. Pada saat memutar tidak boleh terjadi kontaminasi (lihat gambar)
HAL 8 TIDAK ADA DI BUKU
a. Daerah operasi dan sekitarnya harus dibersihkan dengan antiseptik sebelum ditutup dengan alat tenun steril (sebelum dilakukan drafing).
b. Persyaratan antiseptik yang digunakan :1. Dapat mengurangi jumlah mikroorganisme dengan cepat2. Aman terhadap kulit, tanpa menimbulkan iritasi3. Mampu menghilangkan atau menghapus sisa dari alcohol,
organic lain, sabun deterjen dan lemak.6
2. Cara melakukan antiseptik daerah pembedahana. Bukalah peralatan steril untuk antiseptik kulit di atas meja steril,
yang terdiri-dari : Dua mangkok tempat cairan antiseptik Satu mangkok Forcep antiseptik Deeper/ kasa steril untuk antiseptik kulit
b. Sebelum cairan antiseptik dituangkan kedalam mangkok, cairan pertama dari botol harus dibuang terlebih dahulu
c. Pencucian daerah pembedahan dimulai dari tengah menuju ke perifer, dengan cara memutar
e. Kain kassa yang dipakai sampai perifer harus dibuang.3. Penutupan daerah sekitar sayatan (drapping)
Yang dimaksud drapping adalah suatu prosedur menutup pasien yang sudah berada di atas meja operasi dengan menggunakan alat tenun steril, dengan tujuan memberi batas tegas daerah steril pada daerah pembedahan setelah permukaan kulit desinfeksi.Prinsip drapping :a. Harus dilaksanakan dengan teliti dan hati-hatib. Perawat instrumen (scrub nurse) harus memahami dengan tepat
prosedur drappingc. Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi
berakhir dan harus dijaga sterilisasinya.
7
BAB IIProtokol Tindakan Bedah
1. REHIDRASI CAIRANTingkat Dehidrasi
Parameter Ringan Sedang BeratKesadaran CM Somnolen/Sopor Soporocomatous/comatousTensi Normal Agak turun Turun hebat/shockNadi Normal Agak cepat Cepat sekaliAsidosis - -/Ringan BeratTurgor Normal Turun Sangat turunEkstremitas Hangat Dingin Dingin, SianosisMukosa mulut
Basah Kering Sangat kering
Diuresis N/Turun Oliguri Anuri
Cara RehidrasiNilai status DehidrasiI. Dehidrasi (D) II. Maintenance (M)Ringan : Dewasa = 4% Anak = 4%-5%
Dewasa : 40 cc/kgBB/24 Jam
8
Sedang : Dewasa = 6% Anak = 5%-10%
Anak :BB : 0-10 kg = 100 cc/kgBB : 10-20 kg = (1000+50X)/24 Jam
Berat : Dewasa = 8% Anak = 10%-15%
X = Setiap kelebihan BB diatas 10 kg: >20 kg = (1500 + 20Y)/24 Jam
Shock : 15%-20% Y = Setiap kelebihan BB di atas 20 kg
Pemberian :6 Jam I = ½ d + ¼ M18 Jam II berikutnya = ½ D + ¾ M
Untuk menghitung jumlah tetesan :Jumlah yang harus diberikan X Konstanta
=Lama pemberian X 60 Menit
Konstanta 1cc = 15 tetes (makrodip) 1cc = 60 tetes (mikrodip)
Cairan yang digunakan adalah ringer laktat (RL)Untuk anak usia < 7 hari = cairan N5
usia > 7 hari = cairan N4
Contoh cara menghitung :
Dewasa dengan BB 50 kg dengan dehidrasi sedangD = 6% x BB x 1000 = 6% x 50 x 1000 = 3000 ccM = 40 x BB = 40 x 50 = 2000 ccjumlah cairan yang diperlukan adalah 5000 cc6 jam I = ½ D + ¼ M = ½ . 3000 + ¼ . 2000 = 2000 cc
tetesan = (2000 x 15)/(6 x 60) = 83 gtt – 84 gtt/menit (makrodrip)18 jam II = ½ D +3/4 M = ½ . 3000 + ¾ . 2000 = 3000 cc
tetesan = (3000 x 15)/(18x60) = 41 gtt – 42 gtt/menit (makrodrip)
Anak 3 kg dengan dehidrasi sedangD = 7% x BB x 1000 = 7% x 3 x 1000 = 210 ccM = 100 x BB
9
= 100 x 3 = 300 cc
jumlah cairan yang diperlukan adalah 510 cc6 jam I = ½ D + ¼ M = ½ . 210 +1/4 . 300 = 180 cc
tetesan = (180 x 60)/(6 x 60) = 30 gtt/menit (mikrodrip)18 jam II = ½ D + ¾ M = ½ . 210 + ¾ . 300 = 230 cc
tetesan = (230 x 60)/(18x60) = 12 gtt – 13 gtt/menit (mikrodrip)
Contoh jumlah tetesan rehidrasi :
Dewasa Ringan(gtt/menit)
Sedang(gtt/menit)
Berat(gtt/menit)
50 kg 6 jam I 62 – 63 83 – 84 104 – 10518 jam II 34 – 35 41 – 42 49 – 49
60 kg 6 jam I 75 – 76 100 12518 jam II 41 – 42 50 58 – 59
70 kg 6 jam I 87 – 89 116 – 117 131 – 13218 jam II 48 – 49 58 - 59 63 - 64
Pemberian transfusi darah :Cara menghitung jumlah darah yang harus diberikan
Untuk whole blood :Hb yang diinginkan – Hb yang terukur
x BB (kg) x 80 ccHb yang diinginkan
Contoh : 50 kg, Hb yang diinginkan 10 gr%, Hb yang terukur 8 gr%Jumlah darah yang dibutuhkan : (10 – 8)
x 50 x 80 cc = 800 cc10
2. TRAKEOSTOMIDefinisi : Tindakan membuat lubang pada dinding depan / interior trakea
untuk bernapas.
10
Alat trakeostomi : Spuit dengan obat anestesi local, scalpel, pinset, anatomis, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait yang tumpul, klem arteri, gunting kecil tajam, kanul trakea yang sesuai.
Teknik trakeostomi :a. Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantal kecil sehingga
memudahkan kepala untuk ekstensikan pada persendian atlanto oksipital.
b. Kulit daerah leher dibersihkan dengan a dan antiseptic, kemidian ditutup dengan kain steril.
c. Obat anestesi disuntikkan pada pertengahan krikoid dengan fosa suprastrenal secara infiltrasi.
d. Sayatan kulit dapat vertical di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprastrenal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira 2 jari di bawah krikoid orang dewasa. Sayatan dibuat kira-kira 5 cm.
e. Dengan gunting yang panjang tumpul kulit serta jaringan dibawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait, sampai trakea yang berupa susunan cincin kartilago.
f. Pembuluh darah yang nampak ditarik ke lateral. Ismus trakea ditarik keatas supaya cincin trakea terlihat jelas.
g. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membrane antara cincin trakea dan terasa ringan jika ditarik.
h. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ketiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trake yang sesuai.
i. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.
3. KRIKOTIROTOMIa. Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantal kecil sehingga
memudahkan kepala untuk ekstensikan pada persendian atlanto oksipital.
b. Puncak tulang rawan tiroid difiksasi dengan jari tangan kiri.c. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah
sampai ditemukan kartilago krikoid. Membrane krikotiroid terletak antara kedua tulang rawan tersebut.
d. Kulit daerah rawan dibersihkan dengan a dan antiseptic, kemudian ditutup dengan kain steril, anestesi diinfiltrasikan.
11
e. Dibuat sayatan pada kulit daerah tersebut secara horizontal. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.
f. Kemudian masukkan kanul bila tersedia, atau dapat dipakai pipa plastic.
4. TEKNIK KATETERISASIPada pria :
Lakukan tindakan a dan antiseptic pada penis dan daerah sekitarnya.
Tutup daerah genitalia dengan kain steril. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan kedalam
orificium uretra eksternum, baru kateter dimasukkan. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah
bulbomembranasea (yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa tahanan; dalam hal ini pasien diperintahkan untuk mengambil nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter.
Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna.
Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa
penampung (urinebag). Kateter difiksasi di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.
Fiksasi kateter yang tidak betul, yaitu yang mengarah ke kaudal akan menyebabkan terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal ssehingga terjadi nekrosis. Selanjutnya pada tempat ini akan timbul striktura uretra atau fistel uretra.
Pada wanita : Tidak seperti pada pria, teknik pemasangan kateter pada wanita
jarang menjumpai kesulitan karena uretra lebih pendek. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat mencari muara uretra karena terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya muara uretra oleh tumor uretra/tumor vagina/serviks. Untuk itu mungkin perlu dilakukan dilatasi dengan busi a boule terlebih dahulu.
12
GLASGOW COMA SCALE
NO. VARIABEL FAKTOR TAK TETAP NILAI1 Pembukaan
Mata (eye)SpontanDengan suaraDengan nyeriTidak sama sekali
4321
2 Respon motorik Menurut perintahNyeri setempatNyeri dengan gerakan menarikNyeri dengan gerakan fleksiNyeri dengan gerakan ekstensiTidak sama sekali
654321
3 Respon lisanVoiceDewasa
Respon lisanVoiceAnak-anak
Mengenal jawaban baikBingung, jawaban tidak benarTidak dapat mengenal kataKata-kata tidak jelasTidak ada sama sekali
MengenalMenangis lekas terhiburSecara terus-menerus, lekas marahGelisah tidak tenangTidak ada sama sekali
54321
54321
4 Total
13
KLASIFIKASI LUKA
Gambaran Klinis Cenderung TidakTetanus Cenderung Tetanus
Umur luka ≤ 6 jam ≥ 6 jamKonfigurasi luka Tepi luka rata, abrasi Luka tidak rata (stellate),
avulsiDalam luka ≤ 1 jam ≥ 1 jamMekanisme trauma Luka tajam, pisau kaca Peluru, luka bakar, crush,
frostbiteTanda infeksi Tidak ada AdaJaringan mati Tidak ada AdaBahan kontaminan Tidak ada AdaJaringan denervasi/ jaringan iskemik
Tidak ada Ada
LUKA BAKAR
Area < 1 1-4 5-9 10-14 15 Adult Degree TotalTh Th Th Th Th 1 2 3Head 19 17 13 11 9 7Neck 2 2 2 2 2 2
Ant. Trunk 13 13 13 13 13 13Post. Trunk 13 13 13 13 13 13R buttock 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½L buttock 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½Genitalia 1 1 1 1 1 1R.U. arm 4 4 4 4 4 4L.U. arm 4 4 4 4 4 4R.L. arm 3 3 3 3 3 3L.L. arm 3 3 3 3 3 3R. hand 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½L. hand 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½R. thigh 5 ½ 6 ½ 8 8 ½ 9 9 ½L. thigh 5 ½ 6 ½ 8 8 ½ 9 9 ½R. leg 5 5 5 ½ 6 6 ½ 7L. leg 5 5 5 ½ 6 6 ½ 7R. foot 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½L. foot 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½
Total % luas permukaan tubuhResusitasi Kristaloid
14
The Parkland Formula : 4 ml/kgBB/% luka bakar dalam 24 jam pertama½ nya diberikan dalam 8 jam pertama sejak kejadian
BAB IIIDEBRIDEMEN LUKA
15
Prosedur pada manajemen awal luka non operasi untuk menghilangkan jaringan mati dan benda asing untuk mempercepat penyembuhan. Debridemen luka adalah suatu prosedur sistematis pertama mulai dari lapisa superfisial kemudian ke lapisan yang lebih dalam. Penanganan jaringan pada luka haruslah dengan cara yang halus untuk mencegah terjadinya pendarahan. Bila terjadi pendarahan bisa dilakukan dengan kompresi lokal atau dengan meligasi pembuluh darah.
Sebelum dilakukan debridemen harus dilakukan pemberian anestesi lokal pada luka dan bila perlu bisa dilakukan pencukuran rambut sekitar luka debridemen. Cuci luka dengan sabun (savlon) dan air kemudian irigasi dengan cairan NaCl 0,9% hingga tidak ada sabun yang tersisa pada luka. Buang semua benda asing yang ditemukan pada luka seperti tanah, rumput, kaca, kayu, atau serpihan pakaian dan kemudian berikan antiseptik. Terkadang diperlukan juga untuk memperluas luka secara longitudinal untuk melihat semua kerusakan pada jaringan yang terjadi. Lakukan eksisi secara tipis pada tepi luka. Nilai semua jaringan avital dengan menilai semua warna yang lebih gelap dari jaringan normal, konsistensi yang lebih rapuh dan mudah untuk terlepas, kontraktilitas, dan terakhir dengan menilai kemampuan pendarahan dari jaringan tersebut. Buang semua jaringan avital tersebut dari luka. Bila pada luka tersebut ada pecahan fraktur tulang maka jangan dibuang terlalu banyak. Pastikan tidak mengganggu stabilitas pada fraktur.
Pembuluh darah, saraf, dan tendon yang intak tetap dibiarkan setelah luka dibersihkan. Ligasi apabila terjadi pendarahan. Bila terjadi cedera pada pembuluh darah besar bisa dilakukan ligasi namun jangan lupa untuk menilai denyut nadi dan sirkulasi pada daerah distal. Pisahkan saraf dengan menginsersikan benang silk halus 1 atau 2 jahitan yang dijahitkan pada selubung saraf. Umumnya setelah debridemen dilakukan perawatan luka terbuka.
PEMBERIAN ATS DAN TETANUS TOKSOID
ImunisasiSebelumnya
Luka bersihTaksoid ATS Toksoid ATS
Tidak ada Ya Tidak Ya Ya1 x TT Ya Tidak Ya Ya
16
2 x TT Ya Tidak Ya Ya3 x TT Tidak Tidak Tidak Tidak
Seri imunisasi yang belum lengkap harus dilengkapi lebih dulu pada <3 x TT
Pada luka bersih perlu diberikan booster imunisasi TT bila > 10 tahun Pada luka kotor perlu diberikan booster imunisasi TT bila > 5 tahun Pemberian ATS melalui intramaskuler, dosisnya ATS atau
imunoglobulin 250 U
GRADING SNAKE BITE
Diambil dari Schwartz, principle of surgeryNO. GRADE TANDA DAN GEJALA1 0
tanpa keracunanSatu atau lebih fang marks, nyeri minimal, edema, linci dan eritrema pada 12 jam, tanpa gejala sistemik
2 IKeracunan minimal
Fang marks, nyeri sedang atau hebat, endema 1-5 inci dan eritrema pada 12 jam pertama, gejala sistemik biasanya tidak ada.
3 IIKeracunan sedang
Fang marks, nyeri hebat, endema 6-12 inci dan eritrema pada 12 jam pertama, bias ada gejala sistemik seperti mual, muntah, pusing, shock atau neurotoksik.
4 IIIKeracunan hebat
Fang marks, neri hebat, endema > 12 inci dan eritrema biasanya ada dan mungkin terdapat petechic menyeluruh dan ecchy Fang marks, nyeri hebat, endemamosis.
5 IVKeracunan sangat hebat
Selalu ada gejala sistemik dan mungkin termasuk gagal ginjal sekresi berwarna darah, koma, dan meninggal, endema local mungkin melalui Fang marks, nyeri hebat, endemas keluar dari ekstremitas yang terkena ke badan ipsilateral.
PEMBERIAN ANTIVENIN POLYVALENT (SABU)
Grade 0 dan I : Tidak perlu
17
Grade II : 3-4 ampulesGrade III : 5-15 ampules
Bila antivenin diindikasikan maka 3-5 ampule diberikan intravenous dalam 500cc NaCl 0,9% atau Dekstrose 5%. Bila gejala sistemik berat muncul maka 6-8 ampule diberikan, (drip intravenous dengan dosis besar). Penyuntikan antivenin lokal tidak dianjurkan. Jika penderita alergi maka : infus tetesan lambat 1 ampule antivenin dapat diberikan dalam larutan 250 ml glukosa 5% selama 90 menit dengan monitoring tekanan darah dan EKG, dan diawasi di ICU atau emergency.
Bila muncul reaksi alergi antivenin segera distop, vassapressor dan ephinephrin diberikan
MONITORING
Lab darah : hemoglobin, protombin time, a PTT, Clotting Tme, D-Diner, Trombosit Lab Urine
EKG, Vital sign
BAB IVPROTOKOL PENANGANAN PASIEN BEDAH ANAK
MAR
Wanita dengan fistelVestibulum :
Efektif, colostomy elektif Tidak efektif, lakukan bouginasi no.6 atau ujung
termometer Jika berhasil : colostomy efektif Jika gagal : cito operasi
18
Vagina : efektif : colostomy efektif Tidak efektif : colostomy cito
Anterior anus : operasi selektif
Wanita tanpa fistelLetak rendah : anoplasty dengan narkoseLetak tinggi : cito colostomy
Laki-laki dengan fistulaPerineum, efektif : operasi selektif, bila tidak efektif cito operasiMedian raphe : anoplastyUrethra : cito colostomy
Laki-laki tanpa fistulaLetak rendah : anoplasty dengan narkoseLetak tinggi : colostomy cito
HIRSCHSPRUNG DISEASE
Abnomen Distensi :1. Puasa, pasang NGT dan kateter2. Pasang IVFD3. Berikan Antibiotika Sistemik4. Wash out di UGD, bila gagal colostomy cito, bila berhasil : rawat
Invaginasi :1. Puasa, pasang NGT dan kateter2. Pasang IVFD3. Laparatomi cito bila terdapat tanda peritonitis, sangat distensi >48
jam, usia>3 tahun, terdapat tanda strangulasi.4. Lain-lain dicoba dengan hidrostatk : NaCl/ barium enema (konsul
radiology) bila radiologi menolak, laparatomi.
Omphalocele :1. Defek diameter <5 cm : semi cito : siapkan (dengan dural patch)2. Defek diameter >5 cm rawat diruangan, konservatif dengan
nebacetine powder, gantung, rawat tiap hari.
Gastroschizis :1. Rawat incubator
19
2. Puasa, pasang NGT no.8-10, dan kateter Neonatus NGT 5-6 Infant NGT 6-8
3. Pasang IVFD dengan biuret4. Beri antibiotika5. Cuci dengan NaCl 0,9% hangat6. Viskus yang diluar abdomen dibungkus dengan blood bag (plastik
elyzol)7. cito operasi.
Hernia inguinalis strangulata :1. Puasa, pasang NGT dan kateter2. Pasang IVPD3. Posisi head terdelenburg4. Stesolid supp, bila berat < 5 kg : 5 mg sedang bila berat > 5 kg : 10
mg5. Konservatif selama 6 jam, bila berhasil pasien dirawat pro operasi
elektif6. Konservatif gagal : cito operasi.
Atresia esophagus :1. Puasa, pasang NGT dan kateter2. Pasang IVPD3. Posisi head up4. Ludah dihisap tiap sepuluh menit dari NGT5. Berikan antibiotika sistemik6. Bila ada pnemonia berat : gastrostomi7. Bila pnemonia negatif : thoracotomi semi cito
Atresia duodenum :1. puasa, pasang NGT dan kateter2. pasang IVPD3. berikan antibiotika sistemik4. operasi semi cito
Atresia jejenum, ileum dan colon :1. Puasa, pasang NGT dan kateter2. Pasang IVPD
20
3. Berikan antibiotika sistemik4. Operasi semi cito
Keterangan : NGT : dekompresi : 8-10 Kateter neonatus : NGT 5-6 Kateter Infat : NGT 6-8 NB : Semua operasi neonatus dikerjakan oleh trainee / konsulen (dr.
Sindu)
BAB VChest Tube Thoracostomy & WSD
Indikasi :1. Re-expansi paru pada
a. Pneumothoraxb. Pleural effusions (exudat, transudat, blood)
2. Preventive WSD pada trauma paru yang akan dilakukan ventilasi mekanik
Bahan dan alat Antiseptic aplikator dan cairan antiseptiknya Sarung tangan steril Zat anestesi local (lidokan 1% tanpa adrenalin) Syringes 10 ml dan 30 ml, dengan needlesnya no.25 dan 22 Skalpel dengan bisturi no.11-15 Silk no. 2.0 Hemostat : 1 buah mosquito dan 1 buah kally / mayo Gunting Tabung untuk pemeriksaan laboratorium
21
Kassa Chest tube Kit WSD/ Sentinel
Teknik pemasangan Persiapan penderita posisi setengah duduk Tentukan panjang chest tube yang akan diinsersikan sesuai
gambaran X-ray (dewasa ukuran 28F, anak-anak 20F-24F) Tentukan daerah insersi (ICS 5-7 anterior linea midaksilaris) Tindakan a dalam antiseptik pada daerah insersi dan sekitarnya Lakukan anestesi di daerah insisi lapis demi lapis Buat insisi pada daerah insersi (kutis dan subkutis); lebar 2cm dan
dalam 1 cm Selanjutnya dilakukan diseksi tumpul dengan hemostat sampai inter
costal space Dengan hemostat ikuti tepi atas kosta dan pleura ditembus dengan
hemostat Lakukan eksplorasi rongga pleura dengan menggunakan jari Buat satu jahitan yang cukup lebar dan cukup dalam menyilang luka
insisi Masukan chest tube dengan bantuan klem kemudian dorong chest
tube ke arah sefalad sambil diputar sampai nomor yang telah ditentukan (untuk chest tube yang ujungnya terbuka diklem dulu
Ikat jahitan diatas dengan menggunakan simpul tali sepatu pada chest tube
Hubungkan chest tube dengan kit WSD Nilai adanya produksi cairan, air buble, dan undulasi
Catatan :Untuk kit WSD ujung selang yang terendam cairan berjarak 2 cm di bawah permukaan cairan
Manajemen WSDPasien dengan WSD yang dipindahkan dari satu ruangan ke ruangan lain, selang tube harus diklem kecuali bila terdapat bocor udara (air leak)
1. Sebelum klem dilepas (unclamping tha tubes) harus diamati :a. Seluruh konektor terpasang tepatb. Ujung rod dalam botol harus minimal 2,5 cm di bawah permukaan
air dan tidak boleh menyentuh dinding dasar atau tepi botol22
c. Botol drainse dihubungkan pada mesin unit suction atau wall suction, dihidupkan dengan tekanan negatif sesuai instruksi (biasanya sebesar 20-25 cm H2O)
2. Klem harus selalu diletakkan tidak jauh dari wsd maupun pasien. Tujuannya ialah bila secara darurat dibutuhkan dapat terjangkau dengan mudah dan cepat.
3. Pemantauan botol WSDSetelah tindakan thoracotomy, 2 drain akan terletak in situ, yaitu pada bagian apical dan basal. Pemantauan mengenai ciri-ciri/ jenis maupun jumlah drainase harus dicatat tiap 30 menit tanpa terkecualian. Seorang perawat sangat diharapkan dapat memberikan informasi sebagai berikut:a.Udara yang keluarHal ini dinilai dari gelembung udara (buble) yang terdapat pada botol WSD. Gelembung udara akan berhenti bila sobekan pada paru menutup dan paru berhasil mengembang. Walaupun sulit untuk menentukan jumlah gelembung udara yang keluar, namun secara kasar dapat ditentukan apakah bocor udara tersebut bersifat masif (irge amuont), moderate atau minimal. Secara kualitatif dapat dicatat seperti :
+ + + + Large amount terdapat buble terus-menerus+ + + Moderate amount, terdapat buble setiap saat
+ + Minimal amount, terdapat buble hanya saat expirasi dan batuk+ Slight amount, terdapat buble hanya bila batuk- Nil, tidak terdapat buble
b.Respiratory swingOleh karena tekanan intra pleura adalah tekanan negatif, maka cairan yang terdapat pada rod akan bergerak turun naik (gerak oscillation) seiring dengan siklus pernafasan (naik saat inspirasi, turun saat ekspirasi). Gerak oscillation ini disebut respiratory swing, dimana bila tekanan intra pleura makin negatif, maka makin tinggi derajat respiratory swing tersebut. Respiratory swing ini hanya terlihat bila mesin atau unit suction tidak dihidupkan dan vent terbuka ke tekanan atmosfir.
Bila vent tidak terbuka ke atmosfir dan terlihat buble yang artinya suatu bocor (air leak) maka kejadian ini pertanda bahwa selang dalam keadaan paten tanpa ada kerusakan (lubang/ keretakan pada konektor/ selang)
23
Bila terdapat respiratory swing derajat tinggi pada mesin atau unit suction dihidupkan , maka perihal ini pertanda terjadinya ateklektasis paru pada pasien.
c.DrainaseVolume cairan di atas water scal level adalah jumlah drainase yang harus dicatat. Untuk 2 jam pertama setelah operasi / pemasangan WSD, volume cairan / drainase (diatas water scar level) harus dicatat setiap 30 menit. Bila tidak terdapat drainase yang berkelebihan (criteria ditentukan oleh dokter ahli bedah), maka pencatatan dilaksanakan setiap 1 jam untuk 4 jam berikutnya. Untuk selanjutnya pencatatan dilaksanakan setiap 2 jam dan akhirnya setiap 4 jam. Pada umumnya volume drainase akan berkurang dalam waktu 48 jam. Drainase berupa darah sebanyak 200 ml dalam waktu 1-2 jam pertama pertanda suatu perdarahan yang berkelebihan dan harus dilaporkan segera kepada dokter ahli bedah (transfuse darah maupun tindakan bedah kemungkinan harus dilaksanakan segera).
Contoh catatan WSD pada flow chart yang sempurnaTube/catheter APICAL
Jam 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00Udara +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++Swing Suction OnDrain 50 50 60 70 90 100 100Slang Paten V V V V V V
Tube/catheter BASALJam 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00
Udara ++ ++ ++ + + + +Swing Suction OnDrain 100 150 150 200 200 300 350Slang Paten V V V V V V
Uraian pada tiga hal yang tersebut pada butir-butir diatas merupakan bagian keperawatan yang sangat penting. Pemantauan / pencatatan tersebut bila diabaikan atau dilaksanakan secara ceroboh pada umumnya akan mengakibatkan komplikasi/ penyakit yang sangat serius dan mencerminkan keterbelakangan pada suatu unit keperawatan dalam suatu rumah sakit.
24
d.Pemantauan pada status slang dan konektorSlang dan konektor harus dipantau ulang terutama pada setiap pergantian tugas atau duty shift. Bekuan darah, pus, dsb dapat menghambat drainase dan mengakibatkan komplikasi berupa hemopneumothorax (darah dan udara menetap di dalam rongga thorax) maupun subcutaneus emphysema (udara terperangkap pada jaringan subkutan). Untuk menghindari masalah tersebut perlu diperhatikan : Panjang slang tidak boleh menghambat gerak pasien dan pula tidak
boleh mengakibatkan putaran (looping). Looping mengakibatkan hambatan drainase yang dikenal dengan istilah fluid lock.
Slang tidak boleh terjepit atau melintir. Slang harus diperas (milking) untuk menghindari terjadinya bekuan
darah. Suction selalu dihidupkan untuk memperlancar drainase.
PROTOKOL PLEURODESIS
Syarat : Respirasi : < 30 kali/menit Thoraks foto : paru-paru sudah ekspansi maksimal Produksi cairan pleura : < 100 cc/24 jam
Teknik Pleurodesis : Zat yang digunakan : oksitetracyclin inj. (Terramycin inj.), dosis 20
mg/KgBB (maksimal 1000 mg); skin test terlebih dahulu. Dicampur lidocain atau 2%, dosis 3 mg/KgBB (maksimal 150 mg) dilarutkan dalam 50 cc cairan NaCl 0,9%.
Pasien dimonitor ketat selama 1 jam post-plerodesis. Chest tube diklem selama 2 jam (tidak perlu dilakukan rotasi posisi pasien), lalu dibuka dan dinilai jumlah cairan drainase dalam 24 jam. Pleurodesis dinilai efektif bila produksi cairan kurang dari 150 cc/24 jam, dan chest tube dapat dicabut.
Bila perlu tindakan pleurodesis dapat diulang tidak lebih dari 2 kali per minggu. Apabila terdapat dua sisi paru yang terkena, lakukan pleurodesis satu per satu (tidak sekaligus dalam satu hari)
Bila terjadi kegawatdaruratan post pleurodesis, pasien harus segera dikonsulkan ke ICU.
25
BAB VIBeberapa Petunjuk Onkologi dalam Ilmu Bedah
Kata onkologi berasal dari kata Yunani ”onkos” yang berarti massa atau benjolan, dan logos yang berarti perkataan atau ilmu. Sedangkan kata ”cancerologi” berasal dari kata latin ”cancer” berarti kepiting. Istilah onkologi lebih sering dipergunakan daripada ”cancerologi”. Istilah ”oncologist” dipergunakan bagi seseorang yang benar-benar mengetahui seluk beluk tentang onkologi, baik mengenai diagnostic maupun terapi.
Tim kankerDalam menghadapi kasus-kasus kanker dibutuhkan suatu tim yang
terdiri dari berbagai spesialis (multidisciplinary approach), jika ingin mendapatkan hasil yang semaksimalnya. Spesialis tersebut menurut urutannya adalah sebagai berikut:1. Ahli bedah (termasuk didalamnya ahli Gynekologi, ahli THT/ Rahang,
dsb)2. Ahli radioterapi3. Ahli khemoterapi (biasanya seorang internis)4. Ahli imunologi5. Ahli patologi anatomi sebagai anggota yang esensial.
Urutan ini disusun berdasarkan siapa yang terlebih dahulu menangani pasien-pasien tersebut. Jika seorang pasien menderita penyakit kanker, maka ia pertama-tama datang/ dikirim kepada ahli bedah. Oleh ahli bedah tersebut pasien diperiksa, ditegakkan diagnosa, ditetapkan operabilitas dan terapi yang dalam hal ini dibutuhkan bantuan dari seorang ahli patologi anatomi, maka oleh karena itu disebut anggota esensial.
Bila ternyata kasus itu inoperable, maka dikirim kepada ahli radiology yang mengobati pasien ini. Disamping itu tentu ada pula pengobatan kombinasi antara 3 cara terapi tersebut diatas. Tetapi jelas bahwa pengobatan primer yang dapat memberikan prognosa yang baik pada masa ini adalah pengobatan bedah, dimana pada jenis-jenis neoplasma tertentu dapat memberikan penyembuhan 100%.
Pengobatan sinar juga bisa memberikan kurabilitas yang tinggi, misalnya pada morbus hodgkin, ”basal cell carcinoma” dan sebagainya.
Akan tetapi pengobatan secara kimiawi hingga kini masih tetap dengan beberapa kecuali menduduki tempat kedua yakni sebagai pengobatan paliatif.
26
Pada jenis tumor-tumor tertentu, misalnya melanoma maligna kadang-kadang dipergunakan pengobatan imunologik (imunoterapi), tetapi cara ini masih dalam percobaan. Pada masa ini seorang ahli imunologi selain melakukan tugas imunoterapi, juga melaksanakan pekerjaan-pekerjaan riset mencari penyebab kanker atas dasar imunologi. Cara yang terbaik adalah kasus itu dibicarakan bersama oleh semua ahli tersebut diatas dalam suatu rapat tim kanker, sehingga keputusan terapi dapat langsung ditetapkan.
DiagnostikSebelum dilakukan tindakan pengobatan perlulah pasien-pasien atau
kasus itu diperiksa dengan cermat untuk meningkatkan diagnosa, menerapkan operabilitas, jenis terapi, dan prognosanya.
Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut :1. Luas tumor : diukur dengan sentimeter kesegala arah, dibuat satu skets
dengan keterangan eksak dari hubungannya dengan jaringan disekitarnya.
2. Metastase : kelenjar regioner ke tempat-tempat lain3. kecepatan tumbuh tumor : biasanya ditaksir perluasan ke satu jurusan
dalam sewaktu-waktu tertentu. Jarang sekali ditaksir penambahan besarnya tumor itu secara volume, hal mana tentunya lebih merupakan penambahan yang besarnya (”tumor doubling time”).
4. gambar mikroskopik : sebelum menetapkan pada yang akan dilaksanakan, sebaiknya dilakukan dahulu PA dengan jalan biopsi, tusuk jaringan (weefseboring), tusuk tulang (botboring), fungsi sel dan sebagainya.
5. sifat-sifat kimiawi dan biologik : dari tumor, misalnya kepekaan terhadap lingkungan hormonal, reaksi terhadap sitostatika, kepekaan terhadap sinar, produksi dari zat-zat yang biologik aktif dan sebagainya.
Setelah memperoleh keterangan seperti yang tersebut diatas tadi, barulah kita dapat membuat suatu rencana tindakan terapi. Walaupun tampaknya sederhana kelima keterangan ini tetapi keterangan tersebut bisa diolah lebih lanjut sesuai dengan kemajuan-kemajuan teknik diagnostik, misalnya untuk ad.1 bagaimana menetukan luasnya tumor sampai kemana, selain dapat diukur dengan alat pengukur biasa, juga dapat dipakai artetriografik, mammografik, scanning dan sebagainya bergantung pada kebutuhan terapi dan prognosa apakah cara-cara diagnostik yang lebih sulit itu perlu dipergunakan atau tidak, kadang-kadang dengan hanya memeriksa kedua tangan dan alat-alat sederhana saja sudah dapat ditentukan luasnya tumor itu. Untuk menentukan metastase : limfogram, X-foto, USG, dsb.
27
Dalam klasifikasi sebaiknya dipergunakan sistem TNM (bila ada) dan penggunaannya harus sedemikian rupa sehingga angka (T,0,1,2,3,4,N,0,1,2,3,M,0,1) sesuai dengan prognosa yang semakin buruk secara statistik.
TerapiTerapi yang kita pilih bergantung pada :
1. Kemungkinan akan sembuh2. Komplikasi-komplikasi yang akan timbul3. Mutilasi yang disebabkan oleh tindakan kita
Terutama dalam hal mutilasi amat penting dalam pengobatan kanker, pengetahuan mengenai akibat-akibat mutilasi, efek-efek psikologisnya, kemungkinan penyesuaian dan teknik-teknik operasi plastik amat diperlukan. Seorang ahli bedah plastik mempunyai peran penting dalam menanggulangi masalah ini.
Terapi terhadap kanker itu seharusnya selalu mengalami perbaikan dan penyesuaian setempat, sejumlah kasus secara statistik diolah dan dibandingkan dengan seri-seri lain dapat memberikan gambaran kepada kita apakah terapi yang kita anut baik atau tidak. Disamping itu kontak dengan dunia luar, baik nasional maupun internasional misalnya dengan jalan berkorespondensi, melalui jurnal ataupun kongres-kongres, amat bermanfaat, terutama dalam hal metode-metode oemeriksaan yang dikerjakan orang lain, pembagian-pembagian stadium dan sebagainya, sehingga ada satu unifomitas.
Prinsip-prinsip dalam teknik operasi Untuk teknik operasi pada tumor ganas (termasuk biopsi) berlaku
beberapa peraturan, yang terutama dimaksudkan untuk mencegah terjadinya residif.1. Jangan memakai anestesi infiltrasi : sel-sel tumor bisa didorong dan
menyebar oleh jarum anestesi, jaga tekanan yang ditimbulkan oleh zat anestesi bisa mengangkut sel-sel tumor ke jaringan sekitarnya.
2. Jangan menekan tumornya : sel-sel tumor itu mudah sekali lepas dan via saluran limfe dan saluran darah menyebar kepermukaan tumor, maka oleh karena itu jaringan sekitar tumor harus diambil setebal mungkin.
3. Jangan menarik-narik preparat : tumor itu mudah robek, dengan tarikan-tarikan yang ringan saja kadang-kadang sudah terjadi sobekan sehingga timbullah hubungan antar tumor dengan daerah luka operasi (kontaminasi).
28
4. Jaringan sekitar tumor yang diikutkan dengan preparat harus setebal mungkin, walaupun makroskopis tampaknya tumor itu batasnya tegas, dimana sekitar tumor itu harus setebal mungkin jaringan yang ikut diangkat, seolah-olah tumor itu haram untuk dilihat. Dua sentimeter diluar daerah yang dianggap tidak mengandung tumor lagi, sudah cukup aman diambil sebagai patokan, kecuali untuk tumor-tumor yang amat ganas misalnya melanoma maligna diperlukan jaringan 6-7cm. ”cleavage plai” seperti pada ekstirpasi tumor jinak merupakan pantangan dalam teknik operasi onkologi. Begitu pula prinsip asal dekat pada tumor preparasinya : adalah bertentangan dengan prinsip onkologi.
5. Daerah kelenjar diangkat dalam satu preparat : dengan tumor primernya, mereka harus dianggap sebagai satu tumor.
6. Bekas biopsi atau operasi sebelumnya : yang tidak radikal atau bekas fungsi jagan dibuka kembali atau diinsisi, pendeknya jangan disinggung-singgung. Perut ini harus dianggap sebagai bagian dari tumor dan harus diangkat sebagai satu preparat dengan tumor. Kalau membuat biopsi, maka insisi itu harus ditutup rapat (hemetis). Sebaiknya dengan jahitan jelujur, kemudian diatasnya disemprotkan cairan penutup luka, lalu ditutup dengan kain kasa yang dijahitkan ke kulit, arah insisi harus dissesuaikan dengan rencana insisi operasi definitive.
7. Permukaan tumor yang berulcera atau tempat-tempat dimana tumor telah mencapai serosa, harus ditutup secara hermetis atau diokagulasi sampai tidak ada tumor yang vital lagi yang bisa mengkontaminasi daerah operasi.
8. Permukaan reseksi usus sebelum dilakukan anastomosis dibilas terlebih dahulu dengan cairan pembunuh sel melalui lumen usus sebelah distal. Cairan yang biasa dipakai HgC12atau sublimat 1 : 500 yang dalam perdagangan dipakai oxycianide air raksa. Ada juga yang memakai cairan hipoklorit, cetrmide 1%.
9. Daerah operasi dimana mungkin dibilas dengan cairan pembunuh sel. Dimana mungkin maksudnya tidak semua daerah operasi bisa dibilas dengan zat ini, misalnya rongga peritoneum tidak boleh dikerjakan hal ini, karena menurut kepustakaan sering terjadi kecelakaan, sampai pasien meninggal, mungkin absorbsi oleh jaringan peritoneum itu terlampau besar
10. Penyinaran pra dan post operasi : kadang-kadang penyinaran pra operatif itu diperlukan, yakni pada kasus-kasus yang sebelumnya telah tindakan yang menyalahi prinsip onkologi, misalnya telah dilakukan biopsi dengan anestesi infiltrasi atau pada hal-hal dimana kita tidak bisa
29
memastikan apakah operasi yang kita lakukan itu bisa mengangkat seluruh seluruh tumornya akibat tindakan yang salah sebelumnya (misalnya tidak radikal)
Penyinaran post-operatif maksudnya disini pada hal-hal dimana pada operasi misalnya terjadi robekan pada waktu tumor diangkat, atau pada hal diman hasil kontak atau tidak antar tumor dan daerah operasinya, misalnya terdapat gumpalan-gumpalan tumor pada bekuan-bekuan daerah preparat.
Penyinaran post-operatif sebagai kombinasi bedah sinar tidak termasuk dalam kategori.
No.1 s.d 7 merupakan suatu hukum alam yang bila dilanggar dapat timbul residif lokal, sedang 8 s.d 10 adalah usaha perbaikan.
Penemuan DiniUntuk mencapai penyembuhan permanen ataupun mendapat
prognosa sebaik mungkin, maka selain prinsip-prinsip onkologi dalam terapi tersebut diatas harus dilakukan dengan baik, diperlukan pula kasus-kasus yang benar-benar operable, jadi kita harus menemukan kasus-kasus dini.
Guna menemukan kasus-kasus dini tersebut, maka dibawah ini ada beberapa tanda-tanda pertama dari tumor ganas. Adanya tanda-tanda ini berarti pasien harus diselidiki lebih lanjut apakah ia benar-benar menderita tumor ganas atau penyakit lain.1. Pengeluaran darah atau nanah yang abnormal 2. Tiap benjolan baru di payudara atau dimana saja di tubuh3. Luka yang tidak mau sembuh-sembuh4. Perubahan menetap pada buang air besar5. Suara serak atau batuk yang menetap6. gangguan yang menetap pada pencernaan makanan atau kesukaran
menelan.7. Perubahan pada kulit atau tahi lalat (karang)
Kesimpulan :Setelah membaca hal-hal tersebut diatas dapat kita simpulkan, bahwa
untuk memperoleh diagnosa tumor ganas sebaik-baiknya diperlukan 2 hal :1. Melakukan terapi pada kasus-kasus yang masih dini, dengan
memperhatikan adanya kemungkinan o.s. menderita tumor ganas, bila ia mempunyai salah satu dari 7 tanda tersebut diatas.
2. Melakukan tindakan pertama baik berupa biopsi maupun terapi dengan cara-cara onkologi : pikirkan dahulu tindakan yang akan dilakukan itu, apakah tidak akan memperburuk prognosa akan jauh berbeda, bahkan
30
bisa vatal, walaupun tidak segera. Tindakan kedua jarang bisa memperbaiki kesalahan pertama dengan memuaskan.
BIOPSI
Untuk menegakkan diagnosa histopatologik kita harus mengambil jaringan sedikit, kita harus melakukan biopsi.
Biopsi itu dari kata Yunani ”bios” yang artinya hidup, opsi itu artinya lihat ”melihat yang hidup”. Jaringan yang hidup itu dilihat.
Arti biopsi itu adalah mengambil sepotong kecil jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis lalu memeriksa secara histopatologik, jadi pengertiang biopsi itu adalah mengambil jaringan untuk pemeriksaan dan memeriksanya secara mikroskopis untuk menentukan diagnosa histopatologik.
Dua pengertian itu termasuk dalam kata biopsi.Menurut James D. Hardy, seorang patolog memeriksanya itu tidak
perlu diterangkan, tapi bagaimana cara melakukan biopsi, itu yang akan dijelaskan.
31
Bagaimana caranya seorang patolog memeriksanya itu tidak perlu diterangkan, tapi bagaimana cara melakukan biopsi, itu yang akan dijelaskan.
Lebih dulu akan dituliskan disini jenis-jenis biopsi terdapat 12 jenis :1. Biopsi insisi atau eksisi
Ada perbedaan antara biopsi insisi dengan biopsi eksisi. Biopsi insisi bila hanya sebagian dari tumor yang dibiopsi, biopsi eksisi seluruhnya. Kemudian ada lagi biopsi ekstirpasi hampir sama dengan biopsi eksisi tapi untuk tumor-tumor dibawah kulit. Antara biopsi ekstirpasi dan biopsi insisi hanya mengangkat sebagian.
2. ”Bite biopsi” bahasa jakartanya yaitu biopsi comot, kalau bahasa belanda ”hapje biopsie” digigit (pada brochus rectum, dsb.)
3. Biopsi aspirasi, misalnya dirongga torak ada cairan, itu mungkin sekali berasal dari tumor paru-paru, kita biopsi diambil cairannya dan diperiksa secara sitologi, bukan histopatologik, kita masukan jarum suntik lalu disedot cairan yang berisi sel-sel dan dibikin preparat cetak.
4. ”Punch biopsi”Punch artinya tekan, misalnya pisau berbentuk silinder ditekankan pada tumor kulit, bahasa Belandanya ”Stans-biopsie”. Jarum yang berbentuk khusus ditekankan / dimasukkan ke hati diputar dan dihisap.
5. ”Trephine biopsi”dipakai untuk tulang rawan atau sum-sum tulang, digergaji lalu disedot, dikeluarkan, tapi pemeriksaan ini harus diproses dengan cara tertentu kalau tidak hanya kelihatan keping-keping tulang.
6. Biopsi Kuretase : misalnya pada uterus, endometriumnya dikuret.Dikuret = dikerok
7. Biopsi hapus (serape biopsi) semacam kerok juga yaitu tumor-tumor yang dipermukaan dikerok (dihapus lalu dikirim).
8. ”The Sponge Method”Tumor digosok dengan kasa, lalu kasa tersebut dicelupkan kedalam air garam atau lainnya, cairan hasil perasan disentrifus dan diperiksa. Terapi ini bahaya tumor tidak boleh ditekan-tekan, sel-selnya bisa menjalar.
9. Biopsi irigasi (bilas) misalnya dirongga perut terlihat tumor sudah berhamburan, mungkin tidak perlu operasi lagi, tapi ntuk melihat secara histopatologis tumornya jenis apa, maka dimasukkan cairan, dibilas lalu diambil cairan itu diperiksa.
10. pemeriksaan langsung dari bahan seperti sputum atau secret yang dibuat preparat hapus (cara papannicolaou)
32
11. Biopsi dengan cara tekanan atau pijatan, dengan cara ini sel-sel tumornya akan keluar misalnya pada tumor dari saluran kelenjar mamae, dipijit kelenjar mamaenya, keluar darah mengandung sel-sel tumor dan diperiksa secara sitologik.Awas : bahaya penyebaran sel-sel tumor kesekitarnya.
12. Biopsi tak disangka, misalnya pada waktu appendektomi lalu ada sesuatu jaringan yang suspek, diangkat atau ada jaringan yang terangkat, dan diperiksa ke PA, menghasilkan hasil yang positif, sebetulnya hal tersebut termasuk biopsi pula, biopsi yang tidak disengaja.
Yang disebut ”tissue committee” mengurus semua jaringan tubuh manusia yang dikeluarkan. Kita tidak boleh mengeluarkan jaringan tubuh manusia itu seenaknya saja, harus dipertanggungjawabkan, harus diperiksakan apa betul-betul perlu diangkat.
Ingat : biopsi itu sebenarnya melanggar prinsip onkologi.
Bahaya-bahayanya :1. Pendarahan, misalnya jaringan yang dibiopsi mengandung banyak
pembuluh darah, terpotong pembuluh darah tertentu.2. Infeksi, biopsi membuat luka, sehingga merupakan tempat masuk
kuman-kuman.3. Lukanya tidak mau sembuh-sembuh.4. Yang paling penting biopsi menyebarkan sel tumor ganas ditambah
dengan anestesi infiltrasi yang berupa suntikan. Kalau dapat anestesi dilakukan secara narkose atau anestesi regioner, kita tidak memperluas penyebaran dari sel-sel tumor itu secara lokal. Kemungkinan sel-sel tumor bisa masuk ke pembuluh darah lalu ke paru-paru itu sukar disingkirkan tetapi penyebaran lokal bisa dihindarkan dengan jangan menekan-nekan tumornya serta mempergunakan anestesi regioner atau narkose. Pasien-pasien yang dilakukan biopsi dengan anestesi infiltrasi itu biasanya tumornya cepat menyebar kesekitarnya dan dapat dilihat tumbuh didekatnya akibat dari dorongan cairan anestesi.
5. Merusak jaringan atau organ-organ sekitarnya misalnya melakukan biopsi dekat suatu duktus, jaringan saluran tersebut diambil juga kalau tidak hati-hati.
6. Komplikasi anestesi lokal. Tadi sudah disebutkan penyebaran sel-sel tumor kesekitarnya selain itu timbulnya reaksi alergi, alergi terhadap xylocain, novocain sebagai obat anestesi infiltrasi, sampai bisa syok.
33
BAB VIITHORACIC TRAUMA
InsidensiBesson :
12 Trauma toraks/ hari/ juta populasi 4 masuk rumah sakit
Etiologi 60% Kecelakaan lalu lintas 10% Industri 10% Domestik 5% Interpersonal/ bunuh diri
Mortalitas rata-rata : 18% - 20% 70% dengan trauma multipel : 46% Fraktur tulang panjang (24% MR) 42% Contusio cerebri (26% MR) 32% Trauma abdomen (31% MR)
Faktor-faktor yang mempengaruhi beratnya trauma :
Kecepatan pada saat tumbukan Desain kendaraan Posisi korban dalam kendaraan
34
Sabuk pengaman atau balon pengaman
35% Hematothoraks25% Pnemotoraks5% Transsected aorta5% Ruptur Diafragma15% Trauma tumpul jantung15% - 20% Trauma lain yang menyertai
Proses patofisiologis : 15% surgical intervention Intrathorasic bell clager affected : ruptur aorta dan bronchus Benturan pada leher transsected trachea Kompresi dari visera abdominal : rupture diafragma, lien dan hepar Dinding dada anterior trauma miokardium Low velocity impact : fraktur kosta dan sternum Pelebaran rongga dada yang akut : rupture trachea pada carina Glottis menutup ruptur bronchi besar
Trauma paru-paru dan dinding dada1. Perubahan mekanisme pernafasan2. Ketidakseimbangan ventilasi/ perfusi3. Kegagalan transfer gas4. Syok hemoragik
Hematotoraks Laserasi pembuluh interkosta Trauma paru superfisial Pembuluh darah besar/ jantung Viscus abdominalis
Eksplorasi bedahInitial chest tube drain > 1250 ml500 ml/ jam dalam waktu 3 jam
Udara bebas dalam rongga dada Simple closed pneumothoraks Tension pneumothoraks
Pulmonary laseration Rupture trachea/ bronchus utama Esophagus
35
Pneumoperikardium Open pneumotoraks (sucking wound) Emfisema subkutan
Trauma dinding dada Fraktur klavikula, sternum, scapula Fraktur kosta, flail chest Open chest wounds
Gejala dan Tanda Anamnesa Frekuensi nafas > 35X/ menit : intubasi dengan ventilatory support Nyeri Gagal nafas Gerakan paradoksal Foto toraks Analisis gas darah CT Scan
Pengelolaan Hemodinamika : stabil / tidak Sadar / tidak Gagal nafas
Open pneumothorax occlusive dressingFlail segment sandbag intubasi
Pneumothoraks, hemothoraks WSD Kontrol nyeri Ventilasi Tindakan bedah : open pneumothoraks, fraktur sternum
Trauma paru-paru Laserasi Kontusio Hematom Pneumatocele Trauma tembak Traumatik asfiksia
Laserasi paru-paruhemopneumothoraks WSD
36
kegagalan pengembangan paru-paru, major airleak, clotted hemothoraks, perdarahan massif dan terus menerus, hemoptysis berat, deep lung laceration torakotomi
Kontusio pulmonalbruishes of the lung, hemorrhage of pulmonary parenchymaX-ray : infiltrate pada segmen / lobus
Kuantifikasi :Grade I < 18% ditangani di ruang rawat inapGrade II < 19-30% : ICUGrade III > 30% : ventilatory support di ICU
Pengelolaan Resusitasi Pertahankan airway O2 (masker, intubasi) Pertahankan sirkulasi (cairan iv yang adekuat) Monitor saturasi oksigen, gas darah, schwan-ganz cateter Penanganan komplikasi direk
Pencegahan komplikasi indirek Relief chest pain Pulmonary toilet yang baik Menjaga tekanan saluran nafas agar tetap rendah
Torakotomi urgen : Massive air leak Massive hemothorax Massive hemoptysis Embolisme udara yang mayor High shunt fraction with localized contusion Gagal jantung kanan dengan kontusio lokal
Trauma jalan nafasLokasi trauma Tumpul Penetrasi
Trakhea cervikalisTrakhea torakalis
bronkhii
28%27%45%
77%17%6%
37
Diagnosis : 1/3 asimtomatik
Inisial :Hemoptysis, nyeri lokal, kontusio lokal, emfisema subkutan, nyeri tenggorokan (boarseness), inspiratory stridor, respiratory distress.
Late :Striktur, imfeksi paru-paru
Radiologis :Esofagogram, cervical spine, foto thoraks, CT Scan.
Terapi : Pengelolaan airway Tindakan pembedahan Konservatif
Trauma vaskuler rongga dada
Secara klinis, sangat mencurigakan :Kecelakaan deselerasiTerlempar dari kendaraanPejalan kaki, tertabrak kendaraanPseudo-coartation synrome (discrepant arm-leg blood pressure)
Screening : Chest radiograph CT Scan dada
Pemeriksaan diagnostik : Transesophageal echocardiography Aortography
Trauma JantungDiagnosis :
Trauma deselerasi dengan kecepatan tinggi Precordial bruising Pericardial friction rub, murmur, nadi irregular JVP meningkat, muffed heart sound, hipotensi (beck’s triad)
38
Foto thoraks : Normal Dilatasi jantung
haemoperikardium
EKG :Takikardi, konduksi abnormal, perubahan gelombang ST dan T yang tidak spesifik
Isoenzim CKMB : > 6% total serum CK
Echocardiography
Spectrum Cardiac TraumaMtocardium :Ruptur akut, kontusio, ruptur yang tertunda, aneurisma.
Valvula :Inkompeten
Arteri koronaria :Trombosis, fistula
Perikardium :Ruptur, herniasi jantungTamponadeReactive pericardial effusion
Princess Diana’s Injury :Pericardial rupture with laceration pulmonary veinsTerapi : intervensi sedini mungkin
PROTOKOL PENANGANAN PASIENBEDAH UROLOGI
39
UROPATHY OBSTRUKTIFTORSIO TESTIS
TRAUMA UROGENITALRETENSI URINE
SISTOSTOMI
UROPATHY OBSTRUKTIF
Uropathy obstruktif terjadi bila ginjal memproduksi urine secara normal tetapi urine tersebut tidak dapat keluar secara normal karena adanya suatu obstruksi. Urine kembali keatas dan menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal.
Etiologi :40
Kongenital ; striktur uretero-pelvik / stenosis Tumor ; buli-buli dan prostat Hiperplasia ; BPH Batu traktus urinarius
Gejala klinis :Gejala-gejala yang berhubungan dengan uropathy obstruktif berbeda-beda menurut interval waktu kejadian obstruksi, apakah obstruksi tersebut unilateral atau bilateral. Penyebab dari obstruksi dan obstruksi total atau parsial.Gejala yang sering didapat pada uropathy obstruktif : Nyeri daerah flank unilateral/
bilateral. Kolik/ berat Infeksi traktus urinarius Demam Disuria
Mual/ muntah Gagal ginjal Edema Penurunan output urine Hematuri
Patogenesis :Permulaan penekanan mengontrol absorsi filtrat ke dalam limfe dan darah. Kemudian, kekuatan tekanan menyebabkan dilatasi dari pyelum dan kalikes (obstruksi akut hanya dilatasi ringan) ; tekanan intrapyelum meningkat (karena aktivitas peristaltik ureter) dan kemudian kerusakan parenkim ginjal. Akibatnya adalah terganggunya aliran darah ginjal dan medulla dan mengganggu filtrasi glomerulus. Secara makroskopis ; terjadi dilatasi yang berlebihan pada ginjal Hidronefrosis.
Diagnosis dan pemeriksaanDiagnosis dari uropathy obstruktif ditegakkan dengan pencitraan : USG CT-Scan IVP Cystourethrografi Renal Nuclear Scan
Pengelolaan :Pengelolaan pada uropathy obstruktif adalah tindakan bedah. Pertolongan sementara dapat dilakukan : Stent ureter Nephrostomy tube
41
Foley catheter (bladder catheter)Tindakan definitive adalah melakukan perbaikan dengan tindakan bedah.
Prognosis : Jika obstruksi akut didiagnosa dan diperbaiki dengan cepat, kerusakan
ginjal adalah minimal atau reversible pada kejadian unilateral/bilateral. Obstruksi kronis unilateral tidak menyebabkan insufisiensi atau gagal
ginjal karena banyak penderita yang mempunyai fungsi yang normal dari ginjal yang lainnya.
Obstruksi kronis bilateral mungkin menimbulkan insufisiensi atau gagal ginjal karena kedua ginjal mengalami kerusakan dan kegagalan fungsi yang menetap setelah obstruksi diperbaiki.
Komplikasi :Kerusakan ginjal yang menetap dan berat gagal ginjalRetensi urine, inkontinesia, karena uropathy obstruktif yang disebabkan obstruksi dari saluran keluar kandung kemih menimbulkan kerusakan yang permanen dan berat pada kandung kemih menyebabkan disfungsi pengosongan.
TORSIO TESTIS
Definisi :Terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.
Insidensi : 1 diantara 4000 pria usia <25 tahun, terbanyak massa pubertas (12-20 tahun)
Etiologi :banyak dikaitkan dengan kelainan system penyanggah testis.
Patogenesis :42
Kelainan sistem penyanggah testis testis mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan.Keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan : perubahan suhu yang mendadak (misalnya saat berenang), latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, trauma yang mengenai skrotum.Terpuntirnya funikulus spermatikus obstruksi aliran darah testis testis hipoksia, edema testis, iskemia nekrosis.
Gambaran klinis dan diagnosis : Nyeri hebat yang timbul tiba-tiba d daerah skrotum Edema skrotum Nyeri yang menjalar ke inguinal aperut bawah (mual dan muntah)
Pemeriksaan fisik : Testis bengkak Testis terletak agak tinggi dan lebih horizontal daripada sisi
kontralateral Pada torsio testis yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan/
penebalan funikulus spermatikus.
Pemeriksaan laboratorium : Urinalisis Darah rutin
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil yang tidak bermakna.
Pemeriksaan penunjang : Stetoskop doppler USG doppler Sintigrafi testis
Dilakukan untuk menilai aliran darah di testis
Diagnosa banding : Epididimis akut Hernia skrotalis inkarserata Hidrokel terinfeksi Tumor testis Edema skrotum karena hiponatremi, filariasis
Pengelolaan :
43
Detorsi manual ; mengembalikan posisi testis ke asalnya memutar testis ke arah yang berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial. Dianjurkan untuk detorsi ke lateral dulu, jika tidak terjadi perubahan, detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan keberhasilan. Jika detorsi berhasil, operasi tetap dilaksanakan.
Operasi ; dimaksudkan untuk reposisi testis dan menilai viabilitas testis. Jika testis masih hidup dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Pada testis yang telah nekrosis dilakukan orkkidektomi dan kemudian dilakukan orkidopeksi pada testis kontralateral.
TRAUMA UROGENITAL
Terdiri-dari : Trauma tumpul ; langsung atau tidak langsung (80-90%) Trauma tajam ; (10-20%)
Gejala penting dari trauma urogenital adalah : didapatkannya hematuri setelah trauma.
TRAUMA GINJAL
Etiologi : Trauma tumpul langsung pada abdomen, flank, atau punggung (80-
85% dari semua trauma ginjal) Trauma tidak langsung yang merupakan cedera deselerasi akibat
pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum Luka tusuk, luka tembak
Klasifikasi :
44
Cedera minor (85%) ; kontusio ginjal dan laserasi minor parenkim ginjal
Cedera major (15%) ; laserasi major, yaitu terjadinya kerusakan pada sistem kaliks dan fragmentasi parenkim ginjal
Cedera vaskuler (1%) ; cedera pembuluh darah yang merawat ginjalSecara petologis :
Kontusio Ruptur simpai Laserasi parenkim :
Terbatas Sampai pyelum Total atau fragmentasi ginjal
Terputusnya pedikel ginjalPenentuan berat ringannya trauma ginjal ditentukan secara staging trauma ginjal :
Pemeriksaan klinis Laboratorium Pencitraan
Diagnosis :
Gejala klinis : Trauma daerah pinggang, punggung dan dada sebelah bawah, dan
perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkannya jejas pada daerah tersebut.
Hematuri Fraktur kosta sebelah bawah atau fraktur prosesus spinosus
vertebra
Trauma derajat ringan : Nyeri daerah pinggang Jejas berupa ekimosis Hematuri makroskopis / mikroskopis
Trauma major atau ruptur pedikel : Datang dalam keadaan syok berat Hematom di daerah pinggang yang makin membesar
Pencitraan :
45
Indikasi IVP : Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuri
makroskopis Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda hematuri mikroskopik
dengan disertai syok. USG ; menemukan adanya kontusio parenkim atau hematoma
subkapsuler dan sekaligus mencari kemungkinan adanya robekan dari kapsul ginjal.Pada keadaan ginjal non visualized : CT-Scan atau arteriografi.
Pengelolaan :1. Konservatif ; observasi tanda vital (TNRS), kemungkinan adanya
penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar Hb, perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial.Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan atau kebocoran urine yang menimbulkan infeksi operasi
2. Operasi : Renorafi (penyambungan vaskuler) Nefrektomi parsial / total.
Komplikasi : Perdarahan yang hebat Kebocoran sistem kaliks ekstravasasi urine urinoma, abses
perirenal, urosepsis, fistula reno-kutan. Penyulit post operasi : hipertensi, hidronefrosis, urolithiasis atau
pyelonetritis kronis.
TRAUMA URETER
Etiologi : Iatrogenik :
Ureteroskopi atau ureterorenoskopi, ekstraksi batu dengan dormia, litotripsi batu ureter.
Operasi daerah pelvis ; operasi ginekologi, digestive, vaskuler Rudapaksa dari luar ; luka tembak atau tusuk.
46
Gambaran klinis :Tidak spesifik : Hematuria Ekstravasasi urine urinom pada pinggang atau abdomen Fistel uretero-kutan melalui luka Tanda rangsang peritoneum bila urine masuk rongga intraperitoneal Anuria (pada cedera ureter bilateral).
Laboratorium : Hematuria mikroskopik Peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah (pada cedera ureter
bilateral) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin pada fistel.
Pencitraan : IVP : Ekstravasasi kontras serta lokasi cedera ureter RPG : Jika IVP tidak memberi keterangan yang jelas
Pengelolaan : End to end anastomosis Implantasi ureter ke buli-buli (neo implantasi, flap boari atau psoashitch) Uretero kutaneostomi Transuretero ureterotomi (menyambung ureter dengan ureter pada sisi
yang lain) Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi
TRAUMA BULI-BULI
Etiologi : Trauma tajam ; tusukan atau tembakan Trauma tumpul ; fraktur tulang pelvis dan fragmennya menusuk buli-buli Iatrogenik :
TUR-B atau litotripsi Tindakan operasi di daerah pelvis
Patologis ; tuberkolosis, tumor, obstruksi intravesikal kronis
Klasifikasi :47
Kontusio buli-buli intraperitoneal Cedera buli-buli intraperitoneal Cedera buli-buli ekstraperitoneal
Gambaran klinik : Nyeri suprapubik Ketegangan otot dinding bawah Hematuria Tidak jarang datang dalam keadaan syok atau anemik
Pencitraan : Foto polos abdomen ; fraktur tulang pelvis Sistografi
Pengelolaan : Kontusio buli-buli ; pemasangan kateter dan diharapkan sembuh setelah
7-10 hari. Cedera intraperitoneal ; eksplorasi laparatomi robekan buli-buli
dijahit, rongga intraperitoneal dicuci, pasang kateter sistostomi. Cedera ekstraperitoneal ; bisa dua-duanya
TRAUMA URETRA Trauma uretra anterior Trauma uretra posterior
Etiologi : Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur pelvis (trauma uretra posterior Straddle injury/ trauma pada selangkangan (trauma uretra anterior) Iatrogenik (pemasangan kateter atau businasi)
Gambaran klinis : Fraktur pelvis (pada ruptur uretra posterior) Jejas pada abdomen bawah Hematoma (uretra anterior ; hematom pada daerah penis dan skrotum) Nyeri tekan Meatal bleeding Tidak bisa BAK (ruptur uretra total) Kandung kemih yang penuh pada perabaan
Diagnosis :48
Ruptur uretra posterior : Seringkali datang dengan keadaan syok karena adanya perdarahan
yang disebabkan fraktur pelvis Perdarahan per-uretram Retensi urine Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan floating prostate Pemeriksaan uretrografi retrograd menunjukkan ekstravasasi kontras
pada parsprotato membranasea dan gambaran fraktur pelvisRuptur uretra anterior : Perdarahan per-uretram atau hematuri Hematoma pada penis atau hematoma kupu-kupu Retensi urine Pemeriksaan uretrografi retrograd menunjukkan ekstravasasi kontras di
pars bulbosa.
Pencitraan : Uretrografi Uretrosistografi bipolar
Pengelolaan : Sistostomi Reparasi uretra 2-3 hari kemudian ; reseksi anastomosis Pemasangan kateter silikon selama 3 minggu
TRAUMA GENITALIA EKSTERNA
Trauma genitalia eksterna dapat berupa : Avulsi Crushing Luka tajam Luka tumpul Luka bakar
AvulsiAdalah kehilangan sebagian atau seluruh dinding skrotum.Pertolongan pertama : Analgetika, sedatif serta tranquiliser untuk menenangkan pasien Debridement
49
RETENSI URINE
Retensi urine akutDefinisi :Pengumpulan urine dalam kandung kemih dengan ketidakmampuan untuk mengeluarkan urine.
Etiologi :1. Penyebab tersering :
Laki-laki : Obstruksi aliran keluar kandung kemih Striktur uretra Post operasi ; operasi pada pelvis/ perineal
Wanita Uterus retroversi pada kehamilan Multipel selerosis
Anak-anak (laki-laki) : inflamasi meatus dengan ulserasi dan keropeng2. Penyebab lain :
Post operasi ; yang menyertai anestesi spinal Gangguan neurogenik pada kandung kemih Batu kandung kemih Batu uretra Refleks :
Uretritis Prostatitis Feses yang tertahan di rectum Post hemorrhoidectomy Ruptur uretra Inflamasi aneurisma uretra
3. Induksi obat-obatan : antipasmodik, anti hipertensi, analgetik, trisiklik antidepresan, litium, INH.
4. Fimosis5. Histeria
Gambaran klinik :50
Pasien tidak dapat kencing Nyeri perut bawah ; adanya peregangan kandung kemih yang
berlebihan Pembengkakan yang nyeri pada kandung kemih pada perabaan
hipogastrium
Pengelolaan : Penanganan pertama adalah mengosongkan kandung kemih :
Keteterisasi Aspirasi suprapubis/ sistostomi Instrumentasi pada uretra : dilatasi padastriktur uretra
Mengetahui semua pasien dengan retensi urine akut Pemeriksaan lengkap urology karena penyebab retensi urine akut
RETENSI URINE KRONIS
Definisi :Ketidakmampuan untuk berkemih lagi, tapi urine keluar terus tanpa kendali.
Etiologi :Penyebab tersering adalah obstruksi pada pintu keluar kandung kemih, terutama karena BPH dan striktur uretra. Mungkin juga karena penanganan yang buruk pada retensi urine akut.
Klasifikasi : Type 1 : tekanan intravesika yang tinggi, tetapi tidak diikuti dengan
peninggian tekanan balik sepanjang traktus urinarius. Type 2 : Peningkatan tekanan intravesikal yang diikuti dengan
peninggian tekanan balik sepanjang traktus urinarius proksimal. Berhubungan dengan kerusakan ginjal dan gagal ginjal kronis (CRF).
Gambaran klinik: Type 1 : gejala obstruksi, hesitansi, kelemahan pancaran, pancaran
yang terputus-putus, pancaran yang terlalu lama. Type 2 :
Tanda-tanda klasik uremia ; malaise, anoreksi, perdarahan, anemia, gangguan abdomen, hipernatremia koma. Juga terdapat gejala obstruksi seperti type 1.
Pemeriksaan :51
Serum kreatinin BUL untuk mendeteksi insufisiensi ginjal pada type 2 USG abdomen :
Untuk menggambarkan urine residual Kondisi traktus urinarius proksimal
Deteksi hipertrofi prostat USG intrarectal deteksi BPH/ Ca prostat Yang lain :
Hb ; anemia BT ; Kecenderungan perdarahan Berat badan ; pada CRF untuk deteksi keseimbangan cairan Serum elektrolit ; hiponatremia
Pengelolaan : Kateterisasi dan dekompresi kandung kemih Terapi penyebab utama : BPH/ Ca Prostat/ Sriktur Segala persiapan operasi jika RFTS normal dan tidak ada penyebab lain
dari obstruksi. Type 2 : jika kreatinin > 2,5 mg% : peningkatan risiko erhadap diuresis
post operasi. Observasi diuresis : koreksi cairan dan elektrolit Hematuri mungkin terjadi pada dekompresi mendadak Type 2 operasi dengan RFTS pada normal range, koreksi anemia,
kecenderungan perdarahan dikoreksi
KATETERISASI SUPRAPUBIK (SISTOSTOMI)
Tujuan :Memasukkan kateter dengan membuat lubang pada buli-buli melalui
insisi suprapubik dengan tujuan untuk mengeluarkan urine.
Indikasi : Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra
52
Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra misalkan pada ruptur uretra atau dugaan adanya ruptur uretra
Jika ditakutkan akan terjadi kerusakan uretra pada pemakaian kateter uretra yang terlalu lama.
Mengukur tekanan intravesikal pada studi sistonometri Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR-P
Alat-alat dan bahan : Kain kassa steril Alat dan obat untuk desinfeksi (yodium povidon) Kain steril untuk mempersempit lapangan operasi Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah
diisi dengan aquadest steril untuk fiksasi balon kateter Obat anestesi lokal Alat pembedahan minor antara lain pisau, jarum jahit kulit, benang sutera
(zeyde) dan pemegang jarum Alat trokar dari campbel atau trokar konvesional Kateter foley (yang ukurannya tergantung pada alat trokar yang
digunakan). Jika mempergunakan alat trokar konvensional harus disediakan kateter Naso-gastrik (NG tube) no.12
Kantong penampung urine (urine bag)
Teknik pelaksanaan :Sebelum tindakan, pasien dan keluarganya harus sudah mendapat
penjelasan tentang semua aspek mengenai tindakan yang akan dijalaninya, dan kemudian menulis dalam surat persetujuan untuk dilakukan tindakan medik (informed consent).
Langkah-langkah :1. Desinfeksi lapangan operasi2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril3. Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan lidokain 2% mulai dari kulit,
subkutis hingga ke fasia.4. Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada tempat yang paling cembung
1cm kemudian diperdalam sampai ke fasia5. Dilakukan fungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10cc
untuk memastikan tempat kedudukan buli-buli6. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya
tahanan dari fasia dan otot-otot detrusor53
7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan keluar urine memancar melalui sheath trokar
8. Bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) dan sheath dikeluarkan dari buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah lingkaran tetap ditinggalkan
9. Kateter foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran, kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10cc. Setelah diyakinkan balon berada dalam buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantung penampung (urine bag)
10. Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup dengan kain kassa steril
Komplikasi : Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat Mencedera rongga/ organ peritoneum Menimbulkan perdarahan Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang baik
akan menimbulkan infeksi, enkrutasi kateter, timbul batu saluran kemih, degenerasi maligna mukosa buli-buli, dan terjadi refluks vesiko ureter.
TRAUMA KEPALA
Tindakan di ruang gawat darurat
1.PRIMARY SURVEYa. Airway, dengan kontrol servical
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara
jalan nafas bebas. Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak
atau berkumur ada obstruksi parsial.54
Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas obstruksi total Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS ≤8,
keadaan tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara. Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi,
fleksi atau rotasi pada leher. Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita
datang karena multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher, sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan
b. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran
oksigen dan mengeuarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan difragma.
Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan jumlah pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan kanan.
Perkusi dilakukan untuk memastikan masuknya udara atau darah dalam rongga pleura.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru-paru.
Gangguan ventilasi yang berat seperti tension pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, dan open pneumothoraks harus dikenali saat melakukan primary survey
Hematothoraks, simple pneumothoraks, patahnya tulang iga, dan kontusio paru harus dikenali pada secondary survey
c. Circulation, dengan kontrol perdarahanVolume darah Suatu keadaan hipotensi harus dianggap sebagai keadaan
hipovolemik sampai terbukti sebaliknya. Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah
dan ekstremitas, jarang dalam keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan dan ekstremitas yang dingin merupakan tanda hipovolemik.
Nadi : Periksalah nadi untuk kekuatan, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur : normovolemia Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia
55
Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda diperlukan resusitasi segara.
PerdarahanPerdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara penekanan pada luka.
d. Disability Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai
adalah tingkat kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.
Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU : A : sadar (alert) V : respon terhadap suara (vokal) P : respon terhadap nyeri (pain) U : tidak berespon (unresponsive)
Glasgow coma scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada primary survey, GCS dapat dilakukan pada secondary survey.
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena kurangnya perfusi ke otak atau trauma langsung ke otak.
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita.
Jika hipoksia dan hipovolemia sudah tersingkirkan, maka trauma pada kepala dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, bukan alkohol, sampai terbukti sebaliknya.
e. ExposurePenderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi terhadap jejas dan luka.
2. SECONDARY SURVEYAdalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk re-evaluasi tanda vital. Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu
GCS jika pada primary survey belum sempat dilakukan. Dilakukan foto x-ray pada bagian yang terkena trauma dan terlihat
ada jejas.
56
DASAR DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANKASUS BEDAH VASKULER
PEMERIKSAAN FISIK PASA KASUS BEDAH PEMBULUH DARAH
Nama : Kelamin : Tgl. pemeriksaan :Alamat :Pekerjaan :Sejarah penyakit :Alergi : Operasi :Trauma : Penyakit :Kehamilan : Phlebitis :Emboli baru : Infeksi berat :Jantung : angina pectoris Dekompensatio Infark miokardium
Aritmia kordis Orthopnea EdemaParu-paru :Diabetes :Hipertensi :Ginjal :Neurologis cerebrovaskular :
PeriferPenyakit kelamin :Arthritis, penyakit kolagen vaskelar :Lain-lain :
Sejarah keluarga :Diabetes Hipertensi Gangguan pembekuan
Kebiasaan pribadi dan sosial :Alkohol MerokokPendidikan PsikologisPekerjaan Obat-obatan : - Dahulu, pernah
- Saat iniKeluhan : Gambaran keluhan :
Nyeri :
57
Kelemahan :Kepekaan :Perubahan warna :Pembengkakan :Ulkus :Varises pada ekstremitas inferior :Lokasi keluhan : kanan/kiri medial/lateral dorsal/ventralJari kaki kaki angkle cruris lutut paha pinggul PunggungJari tangan tangan Pergelangan Antebrachii siku Brachii bahu leherOnset/saat kejadian : tiba-tiba/ lambat/ bertahap (gradual)Duration lama waktu terjadinya keluhan : hari/minggu/bulan/tahunTempo : kontinyu/intermitten/siang hari/malam hari/ tidakCourse/ perjalanan penyakit : statis/membaik/memburuk/fluktuasi
Keluhan terputus/ terganggu oleh : tidur/ kerja/ latihan fisik-olahraga/kegiatan lainnya.
Faktor yang mempengaruhi keluhan : (memperberat/menghilang/tidak berpengaruh)Elevasi Digantungkan Latihan fisik Istirahat PanasDingin Perubahan cuaca Menstruasi Emosi Getaran/vibrasiTekanan Posisi Aktifitas Lain-lain
Pemeriksaan fisikBerat badan Tinggi badanTekanan darah Nadi SuhuPemeriksaan umum kesan sakitnya : ringan/sedang/berat dehidrasi/normo/overhidrasiPemeriksaan kepala dan leherJantung/ paruAbdomen
Ekstremitas Atas BawahKanan Kiri Kanan Kiri
Berat badanHangat dinginAtrolis/ menebalCyanosis motting (kulit busuk)Pucaurubor-kemerahanCapillary fillingRambutKuku
EdemaPittingNon pitting
UlkusPigmentasiErythemaLymphangitis
58
Pembengkakan sendiRange of motionRefleksSensorisMotoris
Survey arteri Atas BawahKanan Kiri Kanan Kiri
CarotisSubclaviaBrachialisRadialisUlnarisAorta abdominalisHiacaFemoralisPoplitealisDorsalis pedisTibialis posterior
Survey vena (normal/ menonjol/ tegang/ varicosis/ trombosis)Kanan Kiri
Saphena magnaSaphena parvaInguinalPerforatorVena intracutaneusTorniquet test
Diferensial ulkus pada ekstremitas inferior :
Insufisiensi vena khronik
Insufisiensi arteri khronik
Ulkus trofik
Lokasi Distal, diatas malleolus medial
Distal, malleolus lateral, neropati
Daerah ulkus sensasi menurun
Kulit ulkus Pigmentasi, fibrotik, lipodermatosclerosis
Shiny, atropi Bercallus
Nyeri Nyeri tidak berat, hilang dengan elevasi
Nyeri bertambah berat dengan elevasi, berkurang dengandependensi (kaki digantungkan disisi tempat tidur).
Tidak ada nyeri
Gangren Tidak ada, kecuali bersamaan dengan adanya oklusi arteri
Mungkin ada Biasanya tidak ada
Perdarahan Oozing dari luka, Tidak ada/ sedikit Mungkin ada59
atau perdarahan dari pelebaran (varises) vena berdinding tipis
Tanda lainnya Udem, dependent cyanosis
Puisasi berkurang dengan elevasi kulit memucat, dependent rubor
Sensasi menurun
Diagnosa diferensial pembengkakan (edema) :Vena Limfe Jantung/
ortastatikLimpedema
Konsistensi Tegang Lunak/ spongy Pitting Non-pittingBilateral Tidak Kadangkala Selalu SelaluNyeri Rasa Tidak ada Sedikit/ tidak
adaPegal
Tegang/ beratElevasi Berkurang Sedikit
berkurangBerkurang sekali
Minimal
Kulit Atrofi, pigmentasi
Hipertrofi, lichenified skin
Licin, berkilat, shiny
Tak ada perubahan
Pembagian derajat gejala iskhemia tungkai menurut FOUNTAINE :
Fountaine I : Gejala tidak khas : terasa dingin terutama pagi hari (sindrom raynaud. Pegal linu
Fountaine II : Claudicatio intermitten/ nyeri/ kram otot setelah berjalan beberapa meter
Fountaine III : Rest pain/ nyeri yang terasa terus menerus walaupun pada saat istirahat
Fountaine IV : Terdapat luka ulkus gangren pada ujung kaki
60
TRAUMA VASKULAR
Kasus truma vaskuler merupakan masalah terpenting dalam penanganan kasus trauma secara keseluruhan di unit gawat darurat.
KLASIFIKASI1. Trauma arteri
Paling utama Morbiditas Iskemia, amputasiDibagi atas :a.Contusio
Biasa karena trauma tumpul langsung atau karena gegar jaringan dari tembusan peluru
Hematome intramural oklusi / penyempitan lumen Pem : arteriografi
b.Kerusakan tunika intima Akibat fraksi pada trauma tumpul atau gegar jaringan Pem : arteriografi
c.Trauma akibat tusukan benda tajam Pisau, peluru, iatrogenik Pem : arteriografi perubahan contour dinding pembuluh darah
yang eccentrio ada ekstravasasi kontras melalui lubang kecil pada dinding
d.Robekan partial Trauma menyobek sebagian dinding pembuluh darah
thrombosis atau perdarahan terus-menerus.e.Transeksi pembuluh darah
Trauma menimbulkan pembuluh putus seluruhnya (completely rupture) lumen yang putus mengalami penyempitan dan trombosis.
2. Trauma VenaTanda-tanda tidak jelas atau tidak terdeteksi karena menimbulkan iskemia. Penilaian secara klinis
Perdarahan aktif, hematome makin membesar dan berdenyut, pulsasi distal (-), iskhemi bagian distal operasi
kasus meragukan arteriografisebelumnya : balut tekan, NO torniquet, NO Klem yang dilakukan secara membuta.
61
Jika terhadap senjata menancap jangan dicabut sebelum di kamar operasi
Terapi non bedah :a.Untuk pembuluh darah kecil dan perdarahan tidak aktifb.Observasi klinisc.Pemeriksaan : Doppler, arteriografi
Terapi bedah : dilakukan di kamar operasi dengan memperhatikan resusitasi cairan sebelum operasi.a.Hindari hipotermi. Cairan dihangatkan dulub.Kontrol arteri : klem proximal dan distal pada situasi tertentu dapat
dengan memasang folley atau fogarty catheter pada lumen arteric.Debridement pada luka yang compang-campingd.Heparin untuk thrombus kec : ada kontra indikasie.Fibrinolitik
Sindroma kompartemen Etiologi :
a.Kerusakanb.Kerusakan arteric.Kerusakan vena
Gejala klinis : 5Pa.Painb.Pallor (pucat)c.Paresthesiad.Paralitise.PulselessnessDiagnosis harus ditegakkan lebih cepat dari 6-8 jam untuk menghindari kerusakan sel saraf dan otot.
Terapi fasciotomi
HEMOROID
1. Hemoroid Interna62
Klasifikasi :DerajatI
: KeluhanTanda fisik
::
Defekasi berdarahHemorrhoid tampak dengan tindakan mngejan prolaps (-)
DerajatII
: KeluhanTanda fisik
::
Keluar cairan sedikit dari wasir dan gatalProlaps dengan mengejan yang spontan masuk kembali setelah mengejan dihentikan
DerajatIII
: KeluhanTanda fisik
::
Keluar cairan feses (soiling)Prolaps saat defekasi atau mengejan dapat dikembalikan secara manual
DerajatIV
: KeluhanTanda fisik
::
Nyeri (di (+) kel. Diatas)Prolaps tidak dapat direduksi
Therapy :Medikol : Konsu
msi makanan tinggi serat Banya
k minum Hindari
kopi, alkohol, makanan pedas Olahra
ga teratur Obat-
obatan yang mengandung flavonoid (diosmin, hesperidin)
Pembedahan : Bila terapi non bedah gagal
Teknik eksisi : milligan dan morgan, parks, ferguson
2. Hemoroid Eksterna Nyeri yang sangat, bersifat permanen, tidak berdenyut, dan tidak
berhubungan dengan saat defekasi Tanda fisik : tampak benjolan berwarna biru tua atau kehitaman pada
tepi anus Perabaan : keras, nyeri tekan (+) Nyeri dapat menghilang spontan dalam 2-7 hari, bengkak berkurang
dalam 1-6 minggu Terapi :
63
a.Non operatif : analgetik, rendam duduk, steroid anti inflamasi ropikal dan NSAID oral
b.Pengangkatan hemoroid dengan eksisi dengan pembiusan lokal
PEMBERIAN OBAT-OBATAN
DOPAMIN64
1 FLACON (5 CC) = 200 mg1 AMPUL (10 CC) = 200 mg
CARA PENGOPLOSAN UNTUK TITRASI
100 CC Larutan : 95 CC Larutan dasar + 5 CC (1 Flacon) Dopamin100 CC Larutan : 90 CC Larutan dasar + 10 CC (1 Ampul) Dopamin
Daftar kecepatan infus dalam microdrip/ menit atau cc/ jamDengan rumus : BB X Nilai nominal dari dosis
BB 50 kg, dosis Dopamin 5g/ KgBB/Menit dalam 50 ml larutan Dopamin 200 mg
50 x 0,75 = ............. Microdrip/ Menit atau CC/ Jam
DOPAMIN 200 mg DALAM DOPAMIN 400 mg DALAMDosis 50 ml 100 ml 400 ml 500 ml 400 ml 500 ml
1234567891011121314151617181920
0.0150.03
0.0450.06
0.0750.09
0.1050.12
0.1350.15
0.1650.18
0.1950.21
0.2250.24
0.2550.27
0.2850.3
0.030.060.090.120.150.180.210.240.270.3
0.330.360.390.420.450.480.510.540.570.6
0.120.240.360.480.6
0.720.840.961.081.2
1.321.441.561.681.8
1.922.042.162.282.4
0.150.3
0.450.6
0.750.9
1.051.2
1.351.5
1.651.8
1.952.1
2.252.4
2.552.7
2.853
0.060.120.180.240.3
0.360.420.480.540.6
0.660.720.780.840.9
0.961.021.081.141.2
0.0750.15
0.2250.3
0.3750.45
0.5250.6
0.6750.75
0.8250.9
0.9751.05
1.1251.2
1.2751.35
1.4251.5
DOPAMIN 200 mg DALAM :1. Dosis 50 ml : 1 tts = 66,6 mg 1 mg = 0,05 tts2. Dosis 100 ml : 1 tts = 33,3 mg 1 mg = 0,03 tts3. Dosis 400 ml : 1 tts = 8,33 mg 1 mg = 0,12 tts4. Dosis 500 ml : 1 tts = 6,66 mg 1 mg = 0,15 tts
65
DOPAMIN 400 mg DALAM :1. Dosis 400 ml : 1 tts = 16,6 mg 1 mg = 0,06 tts2. Dosis 500 ml : 1 tts = 13,3 mg 1 mg = 0,075 tts
PEMBERIAN DOPAMIN
Bila kecepatan 1 cc/jam untuk dosis dopamine 5 mikrogram/kgBB/Menit maka perhitungan dopamine yang diperlukan : 15 mg/kgBB.
Bila anak-anak 10 kg, maka : 10x15=150 mg, bila 1 mg=20mg dopamine maka 150:20=7,5 cc dopamine +(50-7,5)cc D5%.
Maka :Kecepatan
(cc/jam)Dosis
(mikrogram/kgBB)0.20.40.60.81
1.21.41.61.82
123456789
10
DOPAMIN (PADA ANAK)Dosis : 5G/KgBB/MenitKecepatan : 1 ML/JamSediaan : 20 mg/ml
UNTUK MENGHITUNG ML DOPAMIN YANG DICAMPURKAN DENGAN D5% DIPAKAI RUMUS
BB X 0.75 = ..............ml DOPAMINContoh :BB = 3 Kg 3 X 0.75 = 2.25 ml
2.25 ml Dopamin + (50-2.25)ml D5%BB=30 Kg 30 X 0.75 = 22.5 ml
66
22.5 ml Dopamin + (50-22.5)ml D5%
Kecepatan tetesan :Mikro/KgBB/Menit Ml/Jam
56789
1011121314151617181920
11.21.41.61.82
2.22.42.62.83
3.23.43.63.84
DOBUTAMINRumus :
BB X NILAI NIMINAL DARI DOSIS
DOSIS KECEPATAN INFUS (ml/KgBB/Jam atau mikrodrip/KgBB/Menit)
(g/KgBB/Menit) 1 Ampul Dobujetdalam 50 ml
1 Ampul Dobujetdalam 500 ml
2 Ampul Dobujetdalam 50 ml
0.12.02.53.05.07.07.58.0
0.0120.0240.0300.0360.0600.0840.0900.096
0.120.240.300.360.600.840.900.96
0.060.120.150.180.300.420.450.48
67
9.010.011.012.012.513.014.015.0
0.1080.1200.1320.1440.1500.1560.1680.180
1.081.201.321.441.501.561.681.80
0.540.600.660.720.750.780.840.90
PEMBERIAN DOBUTAMIN Bila kecepatan 1 cc/Jam untuk dosisi Dobutamin 5
mikrogram/KgBB/Menit maka perhitungan Dobutamin yang diperlukan : 15 mg/KgBB.
Bila anak 10 kg maka : 10 X 15 mg = 150 mg, Bila 1 ml = 25 mg Dobutamin maka 150 : 25 = 6 cc Dobutamin + D5% 44 cc (50 - 6)
Maka dosis 10 mikrogram/KgBB : Kec. 2 cc/Jam
Kecepatan Dosis(cc/Jam) (mikrogram/kgBB)
11.21.41.61.82
2.22.42.62.83
56789101112131415
HEPARINFlacon berisi 25.000 ui kemasan 5 ccPemberian : Bolus : 60ui/kgBB
Titrasi : 12 ui/kgBBRumus pemberian :
BB X Dosis = Mikrodrip/Menit/CC/Jam1 CC Pengenceran
Pengoplosan : 400 ML = 396 cc Cairan + 4 cc Heparin500 ML = 496 cc Cairan + 4 cc Heparin
68
DAFTAR PEMBERIAN/ JUMLAH TETES MIKRODRIP/MENIT/CC/JAMBB 400 ml 500 ml BB 400 ml 500 ml454647484950515253545556575859606162636465
10.811.0411.2811.5211.76
1212.2412.4812.7212.9613.2
13.4413.6813.9214.1614.4
14.6414.8815.1215.3615.6
13.513.814.114.414.715
15.315.615.916.216.516.817.117.417.718
18.318.618.919.219.5
666768697071727374757677787980818283848586
15.8416.0816.3216.5616.8
17.0417.2817.5217.76
1818.2418.4818.7218.9619.2
19.4419.6819.9220.1620.4
20.64
19.820.120.420.721
21.321.621.922.222.522.823.123.423.724
24.324.624.925.225.525.8
ISOKET
1 Ampul (10 cc) = 10 mgCara pengoplosan untuk Titrasi
50 cc Larutan = 40 cc Larutan dasar + 1 Ampul (10 cc) 100 cc Larutan = 90 cc Larutan dasar + 1 Ampul (10 cc)
KEBUTUHAN : mulai 0.5 – 1 gr/Jam. Dosis sampai 10 gr/Jam
ISOKET 10 mg DALAMDosis 100 ml 400 ml 500 ml
12
0.010.02
0.040.08
0.050.1
69
345678910
0.030.040.050.060.070.080.090.1
0.120.160.2
0.240.280.320.360.4
0.150.2
0.250.3
0.350.4
0.450.5
LEVOPED
1 Ampul (4 cc) = 4 mg
CARA PENGOPLOSAN UNTUK TITRASI 20 cc larutan = 16 cc larutan dasar + 1 ampul (4 cc) levoped 40 cc larutan = 36 cc larutan dasar + 1 ampul (4 cc) levoped
KEBUTUHAN = 0.5 – 1.0 gr/menit. Dosis sampai 30 gr/menit.
LEVOPED 4 mg DALAMDosis 20 ml 40 ml 100 ml 200 ml
123456789
10
0.30.60.91.21.51.82.12.42.73
0.61.21.82.43
3.64.24.85.46
1.53
4.56
7.59
10.512
13.515
36912151821242730
PEMBERIAN MIDAZOLAM Loading Dose : 0.03 – 0.05 mg/KgBB
70
Dilanjutkan bila memakai dosis 0.03 mg dan berat badan anak 10 kg. Maka 10 X 0.03 = 0.3 mg bila memakai sediaan 1 ml = 1 mg maka 0.3 cc X 24 Jam = 7.2 cc + D5% 16.8 cc (24 – 7.2)
KecepatanCc/jam Dosis
11.31.72
2.32.73
3.3
0.030.04
0.0510.060.07
0.0810.090.1
PEMBERIAN ADRENALIN Dosis inisial 0.01 mg/KgBB 1:1000 (0.1 mg/kgBB 1:10.000) iv, intra
osseus atau sc. Dosis kedua 0.1 mg/KgBB 1:1000 dapat diulang tiap 3-5 menit selama
resusitasi Pemberian per ETT dosis 0.1 mg/KgBB 1:1000 dilarutkan dalam NaCl
fisiologis 3-5 ml melalui ETT Pemberian drip : Dosis 0.05-0.2 mikrogram/KgBB/Menit. Pemberian dapat menggunakan table sperti dopamine atau
menggunakan rumus ENAM 0.6 X BB = ......... mg Adrenalin +D5% sampai 100 ml. Kecepatan 1 cc/jam=dosis 0.1 mikrogram/KgBB/Menit
Atau menggunakan table 0.05 miktogram/KgBB dengan kecepatan 1 cc/Jam maka dosis yang digunakan 0.15 mg/Kg. Bila BB : 10 Kg maka 10 X 0.15= 1.5 mg (1 ml = 1 mg)+D5% 48.5 cc (50-1.5)
Maka :1
1.21.41.61.82
0.050.060.070.080.090.1
PEMBERIAN ATROPIN
71
Dosis 0.02 mg/KgBB (iv atau intraosseus). Dosis minimal 0.1 mg, Dosis maksimal 0.5 mg
Pemberian per ETT 2-3 kali dosis intra vena dilarutkan di NaCl fisiologis 3-5 ml
SHOCKDIAGNOSIS & MANAGEMENT
I. DefinitionShock, regardless of etiology, has a basic perturbation poor perfusion of vital organs because of tissue hipoxia induced by oxygen supply and demand inequities.
II. Classificationa. Hypovolemic Shock
Hemorragic shock, with or without head injuryNonhemorragic shock
Gastrointestinal losses of fluidVomiting (pyloric stenosis, intestinal obstruction)Diarrhea
Renal losses of fluidExcessive diuresisDiabetes insipidus, diabetic ketoacidosisHiperglycemiaSalt-wasting nephritis
Other72
BurnsPeritonitis / perforated ulcerPancreatitisCirrhosisAdrenocortical-insufficiencyPheochromocytomaBullous dermatologic diseaseAbdominal ascitesDehidrationVillous adenoma
b. Cardiogenic shockFailure of the heart as a pump
Left ventricular infarction; right ventricular infarctionCongestive cardiomyopathySecondary to cardiac surgery
Ventricular-outflow impedanceVentricular-filling impairedValvular dysfunctionFailure to generate forward stroke volume due to dysrhythmia :
tachydysrhythmia ; bradydysrhythmiasc. Mixed shock
Distributive shock states (abnormal distribution of intravaskular volume)
Septic shockAssorted others; neurogenic, drug overdose, anaphylaxis, acute renal failure, hyperosmolar non-ketotic coma, liver failure, hypothyroidism, endocrine failure, cyanide poisoning, ganglionic blokade, severe acidosis or alkalosis.
III. Renal RecognitionA general criteria, shock may be said to exist when :
1. Systolic arterial blood pressure is less than 80 mmHg2. Oliguria is present and not accountable for by mechanism other
than decreased renal blood flow3. Metabolic acidosis4. there exist evidence for poor tissue perfusion :
skin is cool clammy mottled pallor
73
Table 1.1. clinical recognition of shockOrgan system Clinical sign/ symptom causes
CNS Changes in mentation Decreased CPPCVS Tachycardia
DysrhythmiasHipotension
MurmurIncreased or decreasedJugular venous pressure
Adrenergic stimulationCoronary ischemiaDecreased contractility due to ischemia of MDF, or RVF, decreased of SVR or preloadValvular dysfunctionDecreased volume/ preload, or RV failure
Respiratory Tachypnea Pulmonary oedemaResp. muscle failureSepsisAcidosisHypoxemia
Renal Oliguria Decreased perfusionAff. Arteriolar constriction
Skin Cool, clammy, cyanosisSweating
VasoconstrictionSympathetic stimulation
Other Lactic acidosisFever
Anaerobic metabolismHepatic dysfunction infection
74