1
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG
PROVINSI LAMPUNG
PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 01 TAHUN 2018
TENTANG
TATA CARA PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DAN PERLENGKAPAN JALAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG,
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota
Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Transportasi di Kota Bandar
Lampung dan dalam rangka menjamin terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas di jalan, maka dipandang perlu untuk
mengatur ketentuan penyelenggaraan lalu lintas dan perlengkapan jalan di Kota Bandar Lampung;
b. bahwa untuk memenuhi maksud huruf a tersebut di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan Walikota
Bandar Lampung;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang –Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1956 Nomor 55), Undang – Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 56) dan Undang-Undang Darurat
Nomor 6 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 57) tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan sebagai Undang – Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1821);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2
3. Undang-Undang 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5025);
5. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1982 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang–Telukbetung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3213);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1983 tentang
Perubahan Nama Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang–Telukbetung menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3254);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
3
10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5221);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5229);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5317);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5468);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun
2014 tentang Rambu Lalu Lintas;
18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan;
19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2014 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 75 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu
Lintas;
4
21. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 97 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
22. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun
2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan;
23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/
PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan;
24. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 07
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah Kota Bandar Lampung (Lembaran Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2017 Nomor 7);
25. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor10 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Transportasi di
Kota Bandar Lampung Lembaran Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2017 Nomor 10);
26. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 50 Tahun 2016 tentang Tugas Fungsi dan Tata Kerja
Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG TATA CARA
PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN
PERLENGKAPAN JALAN KOTA BANDAR LAMPUNG
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam PeraturanWalikota ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kota Bandar Lampung.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
3. Walikota adalah Walikota Bandar Lampung.
4. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kota Bandar
Lampung.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Kota
Bandar Lampung.
6. Pengembang atau pembangun adalah orang, badan
hukum, kelompok, orang, atau perkumpulan yang menurut hukum sah sebagai pemilik yang akan
membangun atau mengembangkan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
5
7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau model yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha yang meliputi persoalan terbatas, persoalan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah
(BUMD) dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperwil, dana pensiun atau organisasi perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik atau organisasi perkumpulan, yayasan, organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
8. Polisi adalah Polisi Negara Republik Indonesia yang wilayah hukumnya dalam Kota Bandar Lampung.
9. Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil Dinas Perhubungan yang diberi
wewenang khusus untuk melalukan penyidikan tindak pidana di bidang lalulintas dan angkutan jalan.
10. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah,
di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
11. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
12. Bagian–bagian jalan adalah bagian–bagian jalan yang
meliputi ruang manfaat jalan ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan.
13. Ruang manfaat jalan yang (RUMAJA) adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan dan digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
14. Ruang milik jalan (RUMIJA) adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan
yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan,penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan
jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.
15. Ruang pengawasan jalan (RUWASJA) adalah ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan, dan fungsi jalan.
16. Jaringan jalan adalah sekumpulan ruas-ruas jalan
yang merupakan satu kesatuan yang terjalin dalam hubungan hirarki.
6
17. Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas.
18. Pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan diruang lalu lintas.
19. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan
kendaraan bermotoratau kendaraan tidak bermotor atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan
kendaraan bermotor.
20. Lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas lalu lintas, Angkutan Jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan,
pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaanya.
21. Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam
rangka mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
22. Keamanan lalu lintas adalah keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau kendaraan dari
gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
23. Keselamatan lalu lintas adalah keadaan terhindarnya
pengguna jalan dan masyarakat dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau
lingkungan.
24. Ketertiban lalu lintas adalah keadaan berlalu lintas
yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap pengguna jalan.
25. Kelancaran lalu lintas adalah keadaan berlalu lintas
yang bebas dari hambatan dan kemacetan di jalan.
26. Batas kecepatan adalah aturan yang sifatnya umum
dan/atau khusus untuk membatasi kecepatan yang lebih rendah karena alasan keramaian, disekitar sekolah, banyaknya kegiatan disekitar jalan,
penghematan energi ataupun karena alasan geometrik jalan.
27. Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) adalah
serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas.
28. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
7
29. Bangkitan/Tarikan Lalu Lintas adalah jumlah kendaraan masuk atau keluar rata-rata per hari atau
selama jam puncak, yang dibangkitkan atau ditarik oleh adanya rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
30. Tingkat pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu
lintas pada keadaan tertentu.
31. Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang
melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam
atau satuan mobil penumpang (smp)/jam.
32. Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk
menampung volume lalu lintas ideal per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau satuan mobil penumpang (smp)/jam.
33. Nisbah volume/kapasitas (V/C ratio) adalah
perbandingan antara volume lalu lintas dengan kapasitas jalan.
34. Kecepatan adalah kemampuan untuk menempuh jarak tertentu dalam satuan waktu, dinyatakan dalam
kilometer/jam. Tundaan di persimpangan adalah waktu tambahan yang diperlukan untuk melewati persimpangan tersebut dibandingkan dengan situasi
tanpa persimpangan.
35. Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk
lalu lintas kendaraan.
36. Lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa Marka Jalan, yang memiliki lebar cukup untuk dilewati satu kendaraan bermotor, selain
sepedamotor.
37. Trotoar adalah bagian jalan yang diperuntukkan
khusus bagi pejalan kaki.
38. Berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu
kendaraan untuk sementara dan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya.
39. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
40. Jaringan Transportasi Jalan adalah serangkaian simpul dan atau ruang kegiatan yang dihubungkan
oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk sistem jaringan untuk menyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan.
41. Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan adalah
gambaran keadaan Jaringan Transportasi jalan yang ingin diwujudkan untuk penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu baik intra maupun
antar moda transportasi.
42. Prasarana Jalan adalah segala kelengkapan jalan yang mendukung kegiatan lalu lintas jalan.
8
43. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
Tidak Bermotor.
44. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin
selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
45. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau
hewan.
46. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan
yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
47. Moda transportasi adalah sarana kegiatan
transportasi.
48. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang
meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta
lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
49. Marka Membujur adalah marka jalan yang sejajar
dengan sumbu jalan.
50. Marka Melintang adalah marka jalan yang tegak lurus
terhadap sumbu jalan.
51. Marka Serong adalah marka jalan yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian
Marka Membujur atau Marka Melintang, untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan.
52. Marka Lambang adalah marka jalan berupa panah, gambar, segitiga, atau tulisan yang dipergunakan
untuk mengulangi maksud rambu lalu lintas atau untuk memberitahu pengguna jalan yang tidak dapat dinyatakan dengan rambu lalu lintas.
53. Marka Kotak Kuning adalah marka jalan berbentuk segi empat berwarna kuning yang berfungsi melarang
kendaraan berhenti disuatu area.
54. Pulau Lalu Lintas adalah bagian jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan, dapat berupa Marka
Jalan atau bagian jalan yang ditinggikan.
55. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat,
dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi
pengguna jalan.
56. Daun Rambu adalah pelat alumunium atau bahan lainnya yang memenuhi persyaratan teknis tempat
ditempelkan/dilekatkannya rambu.
57. Tiang Rambu adalah batangan logam atau bahan
lainnya untuk menempelkan atau melekatkan daun rambu.
9
58. Papan Tambahan adalah pelat alumunium atau bahan lainnya yang dipasang di bawah daun rambu yang
memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu.
59. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat
elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di
persimpangan atau pada ruas jalan.
60. Luminer adalah seperangkat peralatan yang
merupakan bagian dari Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan berfungsi untuk menghasilkan, mengatur,
dan mendistribusikan pencahayaan.
61. Tiang penyangga adalah pipa berbahan logam atau
bahan lainnya yang digunakan untuk menambatkan Luminer.
62. Layar monitor adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk menampilkan lambang, huruf,
angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
63. Tempat Pemberhentian (Halte) adalah tempat pemberhentian kendaraan umum untuk menurunkan
dan/atau menaikan penumpang.
BAB II PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN
Bagian Kesatu Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Paragraf 1 Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Pasal 2
(1) Dalam rangka mewujudkan, mendukung, dan
memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas di Daerah perlu dilakukan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
(2) Manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
kegiatan yaitu: a. Perencanaan lalu lintas; b. Pengaturan lalu lintas;
c. Perekayasaanlalu lintas; d. Pemberdayaan; dan
e. Pengawasan lalu lintas.
(3) Kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas dengan
berkoordinasi dengan instansi terkait.
10
(4) Tahapan pelaksanaan manajemen lalu lintas diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2 Tata Cara Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Pasal 3
(1) Manajemen dan rekayasa lalu lintas dilakukan dengan optimasi penggunaan jaringan jalan dan
gerakan lalu lintas melalui optimasi kapasitas jalan/persimpangan dan pengendalian pergerakan
lalu lintas.
(2) Manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. penetapan prioritas angkutan massal;
b. pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki;
c. pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;
d. pemisahan atau pemilahan pergerakan arus lalu lintas;
e. pemaduan berbagai moda angkutan; f. pengendalian lalu lintas pada persimpangan; g. pengendalian lalu lintas pada ruas jalan; dan/
atau h. perlindungan terhadap lingkungan.
(3) Tata cara pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tata Cara Berlalu Lintas
Paragraf 1 Penggunaan Jalan
Pasal 4
(1) Jalan sebagai ruang lalu lintas, harus dikendalikan pemanfaatan dan penggunaannya agar tidak
menimbulkan kerusakan jalan, kerusakan fasilitas perlengkapan jalan, serta tidak menimbulkan gangguan lalu lintas.
(2) Pemanfaatan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), disesuaikan dengan fungsi peruntukkannya meliputi:
a. bagian perkerasan yang berfungsi untuk pergerakan kendaraan;
11
b. bagian bahu jalan yang berfungsi untuk drainase dan perlengkapan jalan;
c. trotoar yang berfungsi sebagai fasilitas pejalan kaki; dan
d. ruang dengan jarak tertentu dari permukaan
jalan berfungsi sebagai ruang bebas.
(3) Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan berdasarkan fungsi dan kelas jalan.
(4) Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Badan atau
perorangan dapat menggunakan jalan selain untuk
kegiatan lalu lintas dengan izin dari Kepolisian setempat sesuai ketentuan dan perundang-undangan.
(5) Penetapan fungsi dan kelas jalan kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Paragraf 2 Batas Kecepatan
Pasal 5
(1) Penetapan batas kecepatan dimaksudkan untuk mencegah kejadian dan fatalitas kecelakaan serta mempertahankan mobilitas lalu lintas.
(2) Batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : a. paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam
dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100
(seratus) kilometer per Jam untuk jalan bebas hambatan;
b. paling tinggi 80 (delapan puluh) kilometer per jam untuk jalan antarkota;
c. paling tinggi 50 (lima puluh) kilometer per jam
untuk kawasan perkotaan; dan d. pPaling tinggi 30 (tiga puluh) kilometer per jam
untuk kawasan permukinan.
(3) Pengaturan mengenai tata cara penetapan batas
kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.
(4) Penetapan batas kecepatan jalan kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Walikota.
12
Bagian Ketiga Analisis Dampak Lalu Lintas
Paragraf 1
Jenis Pusat Kegiatan, Permukiman, dan Infrastruktur
Pasal 6
(1) Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan yang berda di jalan Daerah wajib dilakukan
Analisis Dampak Lalu Lintas.
(2) Rencana pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pembangunan
baru atau pengembangan.
(3) Pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa bangunan untuk :
a. Kegiatan perdagangan; b. Kegiatan perkantoran;
c. Kegiatan industri; d. Fasilitas pendidikan;
1) Sekolah atau universitas;
2) Lembaga kursus; e. Fasilitas pelayanan umum :
1) Rumah sakit;
2) Klinik bersama; 3) Bank
f. Stasiun pengisian bahan bakar umum; g. Hotel; h. Gedung pertemuan;
i. Restoran; j. Fasilitas olahraga (indoor atau outdoor);
k. Bengkel kendaraan bermotor; l. Pencucian mobil; dan/atau; m. Bangunan lainnya.
(4) Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa :
a. Perumahan dan permukiman; b. Rumah susun dan apartemen;
c. Asrama; d. Ruko, dan atau permukiman lainnya; e. Permukiman lainnya.
(5) Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa :
a. Akses ke dan dari jalan tol; b. Pelabuhan;
c. Bandar udara;
13
d. Terminal; e. Stasiun kereta api;
f. Pool kendaraan; g. Fasilitas parkir untuk umum; h. Jalan layang (flyover); i. Lintas bawah (under pass) j. Terowongan (tunnel); dan atau
k. Infrastruktur lainnya.
Paragraf 2 Kriteria Ukuran Minimal Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 7
(1) Tata cara penetapan kriteria ukuran minimal dilakukan analisis dampak lalu lintas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan tentang
Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas.
(2) Rencana pengembangan pusat kegiatan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) lebih besar 30 % (tiga puluh per seratus)
dari kondisi awal wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas.
(3) Rencana pengembangan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) lebih besar 50 %
(lima puluh per seratus) dari fasilitas utama atau pokok wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas.
(4) Kriteria ukuran minimal rencana pembangunan
pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
Paragraf 3
Tata Cara Pengajuan Rekomendasi Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 8
Tata cara pengajuan rekomendasi Analisis Dampak Lalu
Lintas adalah Pihak Pengembang mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota melalui Dinas dengan melampirkan :
a. Gambar desain rencana bangunan; b. Data rencana lokasi bangunan yang meliputi :
1) Peta/sket lokasi. 2) Luas bangunan. 3) Luas pelataran parkir.
4) Jumlah pegawai dan penghuni. 5) Jumlah pengunjung yang dapat ditampung. 6) Fasilitas pendukung.
14
Paragraf 4 Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 9
(1) Dalam melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1),
Pengembang atau Pembangun menunjuk lembaga konsultan yang berbadan hukum dan memiliki tenaga ahli bersertifikat.
(2) Kegiatan Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil Analisis Dampak Lalu Lintas.
(3) Dokumen hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat : a. perencanaan dan metodologi andalalin;
b. analisis kondisi lalu lintas dan angkutan jalan saat ini;
c. analisis bangkitan/tarikan LLAJ akibat
pembangunan; d. analisis distribusi perjalanan;
e. analisis pemilihan moda; f. analisis pembebanan perjalanan; g. simulasi kinerja lalu lintas yang dilakukan
terhadap analisis Dampak lalu lintas;
h. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak;
i. rincian tanggung jawab pemerintah dan pengembang;
j. rencana pemantauan dan evaluasi; k. gambaran umum lokasi yang akan dibangun atau
dikembangkan.
(4) Muatan materi penyusunan Dokumen hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
Penilaian Dokumen Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 10
(1) Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas berupa
rekomendasi manajemen dan rekayasa lalu lintas dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pembangunan.
(2) Pelaksanaan pembangunan dapat dimulai setelah dilengkapi dengan Analisis Dampak Lalu Lintas
dalam bentuk rekomendasi Walikota atau Pejabat lain yang ditunjuk.
15
(3) Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh: a. Izin lokasi; b. Izin mendirikan bangunan; atau
c. Izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
bangunan gedung.
(4) Pemberian persetujuan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah dilakukan penilaian oleh Tim
Evaluasi Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas.
Pasal11
(1) Tim evaluasi dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10ayat (3) dibentuk oleh Walikota, terdiri atas unsur pembinaan sarana dan prasarana LLAJ, Pembina
Jalan dan Polisi.
(2) Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan susunan keanggotaan, meliputi: a. Ketua,
b. Sekretaris, c. Anggota, dan d. Anggota sekretariat.
(3) Jumlah anggota Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, paling sedikit 7 (tujuh) orang.
(4) Biaya untuk mendukung kegiatan Tim Evaluasi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5) Penetapan Tim Evaluasi dokumen Analisis Dampak
Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Pasal 12
(1) Tugas Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1), adalah : a. melakukan penilaian terhadap dokumen
Andalalin; dan b. menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan
dalam Dokumen Andalalin.
(2) Hasil Penilaian Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), disampaikan kepada Walikota untuk mendapatkan persetujuan.
16
(3) Persetujuan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari kerja terhitung sejak dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas diterima dan dinyatakan secara lengkap memenuhi persyaratan.
Pasal 13
(1) Dalam hal hasil penilaian Tim Evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) menyatakan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas belum memenuhi persyaratan, Walikota mengembalikan dokumen
Analisis Dampak Lalu Lintas atau kajian dampak Lalu Lintas kepada pengembang atau pembangun untuk disempurnakan.
(2) Dalam hal hasil penilaian tim evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) menyatakan hasil
Analisis Dampak Lalu Lintas telah memenuhi persyaratan, Walikota meminta kepada pengembang atau pembangun untuk membuat dan
menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan semua kewajiban yang tercantum
dalam dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus terpenuhi sebelum dan selama pusat kegiatan, pemukiman dan/atau infrastruktur dioperasionalkan.
(4) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dipantau oleh Tim Pengawas Analisis
Dampak Lalu Lintas yang dibentuk dengan Keputusan Walikota.
BAB III PERLENGKAPAN JALAN
Bagian Kesatu Penyediaan Perlengkapan Jalan
Pasal 14
(1) Untuk mendukung kegiatan rekayasa lalu lintas dilakukan pengadaan, pemasangan, pemeliharaan
dan perawatan alat perlengkapan jalan.
(2) Perlengkapan Jalan terdiri dari : a. Rambu lalu lintas;
b. Marka jalan; c. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL);
d. Alat Penerangan Jalan; e. Alat pengendali pemakai jalan, terdiri atas:
1) Alat pembatas kecepatan; dan
2) Alat pembatas tinggi dan lebar kendaraan;
17
f. Alat pengaman pemakai jalan, terdiri atas :
1) Pagar pengaman;
2) Cermin tikungan; 3) Tanda patok tikungan (delineator); 4) Pulau-pulau lalu lintas; 5) Pita penggaduh;
g. Fasilitas Pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan maupun di luar badan jalan meliputi :
1) Jalur khusus angkutan umum,
2) Jalur/lajur sepeda motor, 3) Jalur/lajur kendaraan tidak bermotor, 4) Parkir pada badan jalan,
5) Fasilitas perpindahan moda dalam rangka integrasi pelayanan intra dan antar moda;
h. Fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas
dan angkutan jalan,meliputi : 1) Trotoar.
2) Lajur Sepeda 3) Tempat Penyeberangan Pejalan
kaki/Jembatan Penyeberangan orang (JPO)
4) Halte. 5) Fasilitas khusus bagi Penyandang cacat dan
manusia lanjut usia.
(3) Penyediaan perlengkapan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
(4) Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan masyarakat dan pihak swasta dalam rangka penyediaan perlengkapan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(5) Masyarakat dan pihak swasta dapat mengajukan
permohonan penyediaan perlengkapan jalan secara tertulis kepada Walikota melalui Dinas dengan
melampirkan : a. Jenis dan gambar desain perlengkapan jalan
yang dimohonkan;
b. Data rencana perlengkapan jalan yang dimohonkan yang meliputi : 1) Nama Jalan.
2) Peta/sket lokasi. 3) Jumlah.
4) Titik pemasangan.
Pasal 15
(1) Penyediaan perlengkapan jalan yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) meliputi : perencanaan,
pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan perlengkapan jalan di Daerah.
18
(2) Perencanaan penyediaan perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun oleh
Dinas untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(3) Pemasangan dan pemeliharaan perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
teknis serta Rencana Induk Jaringan Jalan.
(4) Pemasangan dan pemeliharaan perlengkapan jalan
yang bekerjasama dengan masyarakat dan pihak swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) baik Badan atau perorangan harus sesuai
dengan spesifikasi dan persyaratan teknis dengan izin Dinas.
(5) Spesifikasi dan persyaratan teknis penyediaan perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Rambu Lalu Lintas
Paragraf 1 Spesifikasi Teknis Rambu Lalu Lintas
Pasal 16
(1) Rambu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2) huruf a, sesuai dengan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenis : a. Rambu Peringatan.
b. Rambu Larangan. c. Rambu Perintah dan.
d. Rambu Petunjuk.
(2) Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa: a. Rambu Lalu Lintas konvensional; atau b. Rambu Lalu Lintas elektronik.
(3) Rambu Lalu Lintas konvensional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. Daun rambu; dan b. Tiang rambu.
(4) Rambu Lalu Lintas elektronik sebagaimana dimaksudpada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. Layar monitor; b. Modul kontrol; c. Catu daya; dan
d. Tiang rambu.
(5) Bentuk, lambang, warna, dan arti rambu lalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai ketentuan danperaturan perundang-undangan.
19
Pasal 17
(1) Dalam keadaan dan kegiatan tertentu dapat digunakan Rambu Lalu Lintas sementara.
(2) Penempatan dan penggunaan Rambu Lalu Lintas sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat perintah dan larangan dapat didukung
atau dijaga oleh petugas Polisi.
(3) Rambu lalu lintas sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang untuk memberi informasi adanya:
a. jalan rusak; b. pekerjaan jalan; c. perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau
situasional; d. tidak berfungsinya alat pemberi isyarat lalu
lintas; e. pemberian prioritas pada pengguna jalan; f. bencana alam;
g. kecelakaan lalu lintas; h. kegiatan keagamaan;
i. kegiatan kenegaraan; j. kegiatan olahraga; dan/atau k. kegiatan budaya.
(4) Rambu lalu lintas sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
a. dibuat dalam bentuk konstruksi yang dapat dipindahkan; dan
b. dipasang dalam jangka waktu terbatas sesuai dengan keadaan atau kegiatan tertentu.
(5) Bentuk, lambang, warna, arti, ukuran daun rambu, serta ukuran dan jenis huruf, angka, dan simbol
rambu larangan, rambu perintah, dan rambu petunjuk yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan rambu lalu
lintas yang ditempatkan secara tetap.
Pasal 18
(1) Rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf adapat dilengkapi dengan
papan tambahan.
(2) Papan tambahan digunakan untuk memuat keterangan yang diperlukan untuk menyatakan hanya berlaku pada waktu tertentu, jarak dan jenis
kendaraan tertentu apapun perihal lainnya sebagai hasil manajemen dan rekayasa lalu lintas.
20
(3) Papan tambahan menggunakan warna dasar putih, garis tepi hitam, dengan tulisan berwarna hitam.
(4) Papan tambahan tidak boleh menyatakan suatu
keterangan yang tidak berkaitan dengan rambunya
sendiri.
(5) Bentuk, lambang, keterangan atau tulisan, warna
dan arti papan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 2
Penyelenggaraan Rambu Lalu Lintas
Pasal 19
(1) Penyelenggaraan rambu lalu lintas meliputi kegiatan:
a. penempatan dan pemasangan; b. pemeliharaan; dan c. penghapusan.
(2) Penempatan dan pemasangan rambu lalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus pada ruang manfaat jalan.
(3) Penempatan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan jarak penempatan, ketinggian penempatan, jenis rambu,
ukuran daun rambu, serta ukuran huruf, angka, dan symbol, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Lokasi penempatan lokasi rambu lalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Pasal 20
(1) Pemeliharaan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara : a. berkala dilakukan paling sedikit setiap 6 (enam)
bulan; dan b. insidentil.
(2) Pemeliharaan berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi :
a. menghilangkan benda di sekitar perlengkapan jalan yang mengakibatkan berkurangnya arti dan fungsi rambu; dan
b. membersihkan rambu dari debu/kotoran sehingga tampak jelas.
21
(3) Pemeliharaan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa mengganti rambu yang
rusak dan cacat dengan yang baru untuk dapat memberi jaminan keamanan atau keselamatan bagi pemakai jalan.
(4) Penghapusan rambu lalu lintas dilakukan
berdasarkan penilaian kinerja oleh Pejabat sesuai
dengan kewenangannya.
(5) Tata cara penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Marka Jalan
Paragraf 1
Spesifikasi Teknis Marka Jalan
Pasal 21
(1) Marka jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (1) huruf b, berfungsi untuk mengatur lalu lintas, memperingatkan, atau menuntun pengguna jalan dalam berlalu lintas.
(2) Marka jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
a. peralatan; atau b. tanda.
(3) Marka jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berwarna putih, kuning, merah, warna
lainnya.
(4) Marka jalan berwarna putih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a menyatakan bahwa pengguna jalan wajib mengikuti perintah
atau larangan sesuai dengan bentuknya.
(5) Marka jalan berwarna kuning sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b menyatakan bahwa pengguna jalan dilarang berhenti pada area
tersebut.
(6) Marka jalan berwarna merah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c menyatakan keperluan atau tanda khusus.
(7) Marka jalan warna lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d yaitu marka
malan berwarna hijau dan coklat, yang menyatakan daerah kepentingan khusus yang
22
harus dilengkapi dengan rambu dan/atau petunjuk yang dinyatakan dengan tegas.
Pasal 22
(1) Marka Jalan berupa peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a meliputi : a. paku jalan;
b. alat pengarah lalu lintas; dan c. pembagi lajur atau jalur.
(2) Marka jalan dengan fungsinya dapat dikelompokan
menjadi 5 (lima) jenis :
a. Marka membujur. b. Marka melintang. c. Marka serong.
d. Marka lambang. e. Marka lainnya.
(3) Jenis Warna, bentuk dan Fungsi Marka Jalan pada
ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 2 Penyelenggaraan Marka Jalan
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan marka jalan meliputi kegiatan:
a. penempatan dan pemasangan; b. pemeliharaan; dan
c. penghapusan.
(2) Penempatan marka jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Lokasi penempatan marka jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Walikota.
Pasal 24
(1) Pemeliharaan marka jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
a. berkala dilakukan paling sedikit setiap 6 (enam) bulan; dan
b. insidentil.
(2) Pemeliharaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah mengganti marka jalan yang
rusak dengan yang baru untuk dapat memberi jaminan keamanan atau keselamatan bagi pengguna jalan.
23
(3) Pemeliharaan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. melakukan pemantauan terhadap unjuk kerja marka jalan dan penggantian bila tidak sesuai dengan fungsinya; dan
b. melakukanpenentuan dan penetapan jenis dan jumlah marka jalan yang memerlukan pemeliharaan dan perbaikan.
(4) Penghapusan Marka Jalan dilakukan berdasarkan penilaian kinerja oleh Pejabat sesuai dengan kewenangannya.
(5) Tata cara penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keempat
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Paragraf 1
Jenis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Pasal 25
(1) Alat pemberi isyarat lalu lintas, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 huruf c, terdiri dari :
a. lampu 3 (tiga) warna, untuk mengatur kendaraan.
b. lampu 2 (dua) warna, untuk mengatur
kendaraan dan/atau pejalan kaki. c. lampu 1 (satu) warna, untuk memberikan
peringatan bahaya kepada pemakai jalan.
(2) Lampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20 cm sampai dengan 30 cm.
(3) Lampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki daya antara 60 watt sampai dengan 100
watt.
Paragraf 2 Spesifikasi Teknis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Pasal 26
(1) Komponen utama Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas terdiri atas: a. luminer;
b. tiang penyangga; c. bangunan konstruksi pondasi; d. perangkat kendali; dan
e. kabel instalasi.
24
(2) Spesifikasi teknis alat pemberi isyarat lalu lintas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penyelenggaraan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Pasal 27
(1) Penyelenggaraan alat pemberi isyarat lalu lintas meliputi kegiatan:
a. penempatan dan pemasangan; b. pemeliharaan; dan c. penghapusan.
(2) Penempatan dan pemasangan alat pemberi isyarat
lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus pada ruang manfaat jalan.
(3) Penempatan dan tata cara pemasangan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Lokasi penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Pasal 28
(1) Pemeliharaan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b,
dilakukan secara : a. berkala dilakukan paling sedikit setiap 6 (enam)
bulan; dan
b. insidentil.
(2) Pemeliharaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. menghilangkan benda di sekitar armatur yang
dapat menghalangi dan/atau mengurangi intensitas pencahayaan; dan
b. membersihkan komponen optis dari debu
dan/atau kotoran; c. menghilangkan tanda korosi pada alat pemberi
isyarat lalu lintas; dan d. pengecatan tiang penyangga untuk melindungi
dari korosi.
(3) Pemeliharaan insidentil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi: a. penggantian komponen baru alat pemberi isyarat
lalu lintas yang mengalami kerusakan
mendadak;
25
b. penyesuaian waktu siklus dengan situasi arus lalu lintas aktual; dan
c. penyesuaian letak komponen utama dan tambahan yang bergeser dari posisi awal pemasangan.
(4) Penghapusan alat pemberi isyarat lalu lintas
dilakukan berdasarkan penilaian kinerja oleh Pejabat sesuai dengan kewenangannya.
(5) Tata cara penilaian kinerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DAN
PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DI JALAN
Bagian Kesatu Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan
Paragraf 1 Ruang Lingkup Pemeriksaan
Pasal 29
(1) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan meliputi pemeriksaan:
a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. Tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji; c. Fisik kendaraan bermotor; d. Daya angkut dan/atau cara pengangkutan
barang; dan/atau e. Izin penyelenggaraan angkutan.
(2) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,c,d,e dilakukan olehPenyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
pada Dinas.
Pasal 30
(1) Pemeriksaan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a, terdiri atas: a. kepemilikan;
b. kesesuaian Surat Izin Mengemudi dengan identitas pengemudi;
26
c. kesesuaian golongan Surat Izin Mengemudi dengan jenis kendaraan;
d. masa berlaku; dan e. keaslian.
(2) Pemeriksaan Surat Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a, terdiri atas:
a. kepemilikan; b. kesesuaian Surat Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dengan identitas Kendaraan Bermotor;
c. masa berlaku; dan d. keaslian.
(3) Pemeriksaan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a,
terdiri atas: a. spesifikasi teknis tanda nomor kendaraan; b. masa berlaku; dan
c. keaslian.
Pasal 31
Pemeriksaan tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b meliputi:
a. kepemilikan; b. kesesuaian tanda bukti lulus uji dengan identitas
Kendaraan Bermotor; c. masa berlaku; dan d. keaslian.
Pasal 32
(1) Pemeriksaan fisik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c meliputi pemeriksaan atas persyaratan teknis dan
persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor.
(2) Pemeriksaan persyaratan teknis Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pemeriksaan atas: a. susunan, terdiri atas:
1) rangka landasan;
2) motor penggerak; 3) sistem pembuangan;
4) sistem penerus daya; 5) sistem roda-roda; 6) sistem suspensi;
7) sistem alat kemudi; 8) sistem rem.
27
9) sistem lampu dan alat pemantul cahaya, terdiri atas :
a) lampu utama dekat; b) lampu utama jauh; c) lampu penunjuk arah;
d) lampu rem; e) lampu posisi depan; f) lampu posisi belakang; dan
g) lampu mundur; 10) komponen pendukung, terdiri atas:
a) pengukur kecepatan (speedometer); b) kaca spion; c) penghapus kaca kecuali sepeda motor;
d) klakson; e) spakbor; dan f) bumper kecuali sepeda motor.
b. perlengkapan kendaraan bermotor selain sepeda motor, terdiri atas:
1) sabuk keselamatan; 2) ban cadangan; 3) segitiga pengaman;
4) dongkrak; 5) pembuka roda;
6) helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-
rumah; dan 7) peralatan pertolongan pertama pada
kecelakaan.
c. perlengkapan sepeda motor berupa helm bagi pengemudi dan penumpang;
d. ukuran kendaraan bermotor, terdiri atas: 1) panjang; 2) lebar dan tinggi;
3) julur depan; 4) julur belakang; dan
5) sudut pergi. e. karoseri, yang ditujukan atas badan kendaraan,
terdiri atas:
1) kaca-kaca; 2) pintu; 3) engsel;
4) tempat duduk; 5) tempat pemasangan tanda nomor Kendaraan
Bermotor; 6) tempat keluar darurat (khusus mobil bus); 7) tangga (khusus mobil bus); dan
8) perisai kolong (khusus mobil barang). f. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan
peruntukannya, terdiri atas: 1) ketersediaan dan kesesuaian antara jumlah
tempat duduk dengan daya muatnya;
28
2) ketersediaan alat pegangan penumpang berdiri bagi mobil bus angkutan umum
perkotaan; dan 3) ketersediaan bak muatan terbuka atau
tertutup bagi kendaraan bermotor angkutan
barang. g. pemuatan, ditujukan atas tata cara memuat
orang dan/atau barang; dan
h. penggandengan dan/atau penempelan Kendaraan Bermotor, ditujukan atas
ketersediaan alat perangkai dan/atau ketersediaan roda kelima yang dilengkapi alat pengunci.
(3) Pemeriksaan atas persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: a. emisi gas buang; b. kebisingan suara;
c. efisiensi sistem rem utama; d. efisiensi sistem rem parkir; e. kincup roda depan;
f. suara klakson; g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. radius putar; i. akurasi alat penunjuk kecepatan; j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban;
dan/atau k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat
kendaraan.
Pasal 33
Pemeriksaan daya angkut dan/atau cara pengangkutan
barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d meliputi: a. jumlah berat yang diizinkan atau jumlah berat
kombinasi yang diizinkan pada setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, atau kereta tempelan;
dan b. tata cara pengangkutan barang.
Pasal 34
(1) Pemeriksaan dokumen perizinan penyelenggaraan angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e meliputi pemeriksaan atas dokumen
perizinan dan dokumen angkutan orang atau angkutan barang yang diwajibkan dalam izin.
(2) Pemeriksaan atas dokumen perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dokumen perizinan penyelenggaraan angkutan dalam trayek;
29
b. dokumen perizinan penyelenggaraan angkutan tidak dalam trayek; dan
c. dokumen perizinan penyelenggaraan angkutan barang khusus dan alat berat.
(3) Pemeriksaan atas dokumen angkutan orang yang diwajibkan dalam izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi: a. tiket penumpang umum;
b. tanda pengenal bagasi; dan c. manifes.
(4) Pemeriksaan atas dokumen angkutan barang yang
diwajibkan dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. surat perjanjian pengangkutan; dan
b. surat muatan barang.
Paragraf 2 Persyaratan dan Proses Pemeriksaan
Pasal 35
(1) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan secara berkala atau insidental oleh
Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, wajib dilengkapi dengan surat
perintah tugas. (2) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan adanya Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan, kecuali tertangkap tangan.
(3) Persyaratan dan Proses Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Tata Cara Penindakan
Paragraf 1
Pelaksanaan Penindakan Pelanggaran
Pasal 36
(1) Tata acara pemeriksaan tindak pidana pelanggaran tertentu terhadap Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan dengan menerbitkan
surat tilang.
(2) Penerbitan Surat Tilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengisian dan penandatanganan belangko tilang.
30
(3) Belangko Tilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berisi kolom mengenai:
a. identitas pelanggar dan Kendaraan Bermotor yang digunakan;
b. ketentuan dan pasal yang dilanggar;
c. hari, tanggal, jam, dan tempat terjadinya pelanggaran;
d. barang bukti yang disita;
e. jumlah uang titipan denda ke bank; f. tempat atau alamat dan/atau nomor telepon
pelanggar; g. pemberian kuasa; h. penandatanganan oleh pelanggar dan Petugas
Pemeriksa; i. berita acara singkat penyerahan Surat Tilang
kepada pengadilan;
j. hari, tanggal, jam, dan tempat untuk menghadiri sidang pengadilan; dan
k. catatan petugas penindak.
(4) Proses penerbitan surat tilang harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2 Penyitaan Alat Bukti dan Pelarangan atau Penundaan
Pengoperasian Kendaraan Bermotor
Pasal 37
(1) Petugas Pemeriksa Kendaraan Bermotor di Jalan dapat melakukan penyitaan atas:
a. Surat Izin Mengemudi; b. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor; c. surat izin penyelenggaraan angkutan umum;
d. tanda bukti lulus uji; e. barang muatan; dan/atau f. Kendaraan Bermotor yang digunakan melakukan
pelanggaran.
(2) Penyitaan atas Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,
setiap terjadi pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Penyitaan atas Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia, jika pengemudi Kendaraan Bermotor tidak membawa Surat Izin Mengemudi.
(4) Penyitaan atas surat izin penyelenggaraan angkutan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan oleh PPNS Dinas, jika pengoperasian Kendaraan Bermotor umum tidak sesuai dengan izin yang diberikan.
31
(5) Penyitaan atas tanda bukti lulus uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh
PPNS Dinas), jika kendaraan bermotor tidak memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan atau pelanggaran daya angkut dan/atau cara
pengangkutan barang. (6) Penyitaan atas Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan oleh PPNS Dinas dan Kepolisian Republik Indonesia, jika:
a. kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan pemeriksaan kendaraan
bermotor di jalan; b. pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi; c. terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan
persyaratan laik jalan kendaraan bermotor; d. kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil
tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana; atau
e. kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu
lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat.
Pasal 38
(1) Selain tindakan penyitaan, Petugas Pemeriksa dapat
memerintahkan secara tertulis kepada pengemudi Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan untuk
melakukan: a. pemenuhan persyaratan teknis dan persyaratan
laik jalan yang tidak dipenuhi; dan/atau
b. uji berkala ulang.
(2) Dalam hal Kendaraan Bermotor tidak memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan, Petugas Pemeriksa dapat melarang atau menunda
pengoperasian Kendaraan Bermotor.
Paragraf 3
Pemberian Tanda dan Pencabutan Surat Izin Mengemudi
Pasal 39
(1) Pengemudi yang melakukan pelanggaran dapat dikenai:
a. pemberian tanda atau data pelanggaran pada Surat Izin Mengemudi;
b. pencabutan sementara Surat Izin Mengemudi;
atau c. pencabutan Surat Izin Mengemudi.
32
(2) Pemberian tanda pada Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diberikan kepada pelanggar setiap melakukan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Pencabutan sementara Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dikenakan kepada pengemudi yang melakukan pengulangan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(4) Pencabutan Surat Izin Mengemudi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan melalui putusan Pengadilan Negeri.
(5) Tata cara pemberian tanda atau data pelanggaran,
pencabutan sementara, dan pelaksanaan pencabutan Surat Izin Mengemudi setelah putusan
Pengadilan Negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4 Penanganan dan Pengembalian Benda Sitaan
Pasal 40
(1) Barang bukti yang disita sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) harus dicatat secara tertib sebelum dilakukan penyimpanan dan/atau
penitipan.
(2) Barang bukti berupa Surat Izin Mengemudi, Surat
Tanda Nomor Kendaraan, Tanda Bukti Lulus Uji, dan Izin Penyelenggaraan Angkutan Umum dicatat
dalam Buku Daftar Dokumen Sitaan.
(3) Barang bukti berupa barang muatan dan/atau
Kendaraan Bermotor dicatat dalam Buku Daftar Barang Sitaan.
(4) Penyimpanan dan/atau penitipan barang bukti berupa barang muatan dan/atau Kendaraan
Bermotor dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
(1) Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor
Kendaraan, Tanda Bukti Lulus Uji, dan Izin Penyelenggaraan Angkutan Umum yang disita
dikembalikan kepada pengemudi atau pemilik setelah: a. penyerahan surat bukti penitipan uang titipan
untuk membayar denda kepada jaksa selaku pelaksana putusan pengadilan;
33
b. membayar denda sesuai dengan putusan pengadilan; dan/atau
c. memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan yang dilanggar.
(2) Kendaraan Bermotor yang disita karena tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah dikembalikan kepada pemilik setelah
menunjukkan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah.
(3) Penyitaan Kendaraan Bermotor karena diduga
berasal dari hasil tindak pidana, digunakan untuk
melakukan tindak pidana, atau terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Tata cara pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB V KETENTUAN HUKUM
TATA CARA PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN
PERLENGKAPAN JALAN
Pasal 42
(1) Setiap pelanggaran terhadap tata cara
penyelenggaraan Lalu Lintas dikenai ketentuan pidana dan denda berdasarkan peraturan perundangan.
(2) Pengembang atau Pembangun yang tidak
melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam dokumen hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3)
dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Setiap pelanggaran terhadap penyediaan perlengkapan jalan dapat dikenakan sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan pasal 64 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 43
(1) Perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 ayat (2) mempunyai kekuatan hukum
setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemasangan.
34
(2) Tanggal pemasangan rambu lalu lintas, tanggal penyelesaian pemasangan marka jalan dan tanggal
pemasangan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diumumkan kepada pamakai jalan oleh instansi
yang berwenang menyelenggarakan penyediaan perlengkapan jalan.
(3) Jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk memberi informasi kepada pemakai jalan.
(4) Pemberi informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan melalui media massa, cetak atau media massa elektronik atau media lain yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka Peraturan
Walikota Bandar Lampung Nomor 13 Tahun 2003 tentang Analisis Dampak Lalu Lintas dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 45
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Bandar Lampung.
Ditetapkan di Bandar Lampung pada tanggal 2 Januari 2018
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG
Cap/Dto
HERMAN HN
Diundangkan di Bandar Lampung pada tanggal 3 Januari 2018
SEKRETARIS DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
Cap/Dto
BADRI TAMAM BERITA DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2018 NOMOR 01
35
LAMPIRAN : PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 01 TAHUN 2018
TANGGAL : 2 JANUARI 2018
KRITERIA UKURAN MINIMAL ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS
No Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
1. Pusat Kegiatan
a. Kegiatan Perdagangan Pusat
Perbelanjaan/ritail
b. Kegiatan Perkantoran
c. Kegiatan Industri Industri dan
Pergudangan
d. Fasilitas Pendidikan
1) Sekolah / Universitas
2) Lembaga Kursus
e. Fasilitas Pelayanan Umum
1) Rumah Sakit
2) Klinik Bersama
3) Bank
f. Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum
g. Hotel
h. Gedung Pertemuan
i. Restauran
j. Fasilitas Olahraga (indoor atau
Outdoor)
k. Bengkel Kendaraan Bermotor
l. Pencucian Mobil
500m2 luas lantai bangunan
1000m2 luas lantai bangunan
2500m2 luas lantai bangunan
500 siswa
Bangunan dengan 50 siswa/waktu
50 tempat tidur
10 ruang praktek dokter
500m2 luas lantai bangunan
1 dispenser
50 kamar
500m2 luas lantai bangunan
100 tempat duduk
Kapasitas penonton100 orang
dan / atau luas 10000m2
2000m2 luas lantai bangunan
2000m2 luas lantai bangunan
2. Permukiman
a. Perumahan dan Permukiman
1) Perumahan Sederhana
2) Perumahan Menengah-atas
b. Rumah Susun dan Apartemen
1) Rumah Susun Sederhana
2) Apartemen
c. Asrama
d. Ruko
150 unit
50 unit
100 unit
50 unit
50 unit
Luas lantai keseluruhan 2000m2
36
No Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
3. Infrastruktur
a. Akses ke d an dari jalan tol
b. Pelabuhan
c. Bandar Udara
d. Terminal
e. Stasiun Kereta Api
f. Pool Kendaraan
g. Fasilitas parkir untuk umum
h. Jalan Layang (flyover)
i. Lintas Bawah (underpass)
j. Terowongan (tunnel)
Wajib
Wajib
Wajib
Wajib
Wajib
Wajib
Wajib
Wajib
Wajib
Wajib
4. Bangunan/Permukiman/infrastruktur
lainnya :
Wajib dilakukan studi
analisis dampak lalu lintas apabila ternyata diperhitungkan telah
menimbulkan 75 perjalanan (kendaraan) baru pada jam
padat dan atau menimbulkan rata-rata 500 perjalanan (kendaraan) baru setiap
harinya pada jalan yang dipengaruhi oleh adanya
bangunan atau permukiman atau infrastruktur yang dibangun atau
dikembangkan.
Catatan : angka pada kolom diatas adalah angka kumulatif.
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG,
Cap/Dto
HERMAN HN