Pengembangan Mengajar Speaking Skill Melalui “One Minute Speech Game” di Kelas X SMK Yosonegoro
Muhammad Naufal Zulkarnain
122084254
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua saat ini telah
membuat siswa dituntut agar bisa menguasainya dengan baik. Didalam kelas, kemampuan
berbicara (speaking skill) mempunyai peranan penting bagi para siswa untuk berkomunikasi
serta menyampaikan pendapatnya. Lagipula, speaking skill merupakan salah satu dari empat
kemampuan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya,
membentuk siswa untuk aktif berbicara dalam bahsa Inggris didalam kelas bukanlah hal yang
mudah dilakukan oleh para guru. Maka, belajar dari , permainan dan simulasi dalam
mengajar dipercaya sebagai latihan nyata yang dapat memicu siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan, keterampilan, dan strategi yang mereka miliki.
Berbagai penelitian tindakan kelas telah dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan berbicara bahasa Inggris didalam kelas. Para peneliti menyimpulkan, banyak
faktor yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satunya adalah
menyediakan media berupa permainan edukatif yang dapat mendukung pengetahuan serta
kemampuan siswa. Dalam kasus ini, permainan edukatif diharapkan memiliki peranan
penting dalam kelas untuk meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris.
Menurut pendapat permainan edukatif adalah latihan nyata yang dapat membawa
siswa lebih nyaman dan santai dalam melakuakan pembelajaran. Karena itu, banyak guru
yang menerapkan permainan edukatif untuk mengembangkan pembelajaran dalam kelas.
Akan tetapi, beberapa diantaranya hanya fokus dalam peningkatan kemampuan dan
melupakan tentang kefektifan kegiatan belajar mengajar. Ini membuat permainan yang
diterapkan guru berubah menjadi membosankan karena memakan waktu yang lama.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dalam pengembangan speaking skill melalui penerapan “One Minute Speech Game” dalam
pembelajaran Bahasa Inggris. Lagi pula, penulis ingin membantu memberikan contoh
permainan edukatif yang efektif untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dikelas.
Dalam kasus ini, penulis mengadakan PTK pada kelas X, SMK Yosonegoro, Magetan.
1.2 Pertanyaan Penelitian
1. Apa yang dihasilkan dari penerapan “One Minute Speech Game”?2. Bagaimana “One Minute Speech Game” diimpelemtasikan dalam kegiatan belajar
mengajar?
1.3 Hipotesis Kerja
Dengan mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, penulis berusaha untuk
memberikan teknik baru dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Inggris. Ditambah lagi, para
guru akan terbiasa menggunakan cara mengajar efektif didalam kelasnya. Nantinya, kegiatan
belajar mengajar akan berjalan sebaik mungkin.
1.4 Tujuan
Didalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui hasil dari penerapan permainan
edukatif dengan nama “One Minute Speech Game” mempengaruhi kemampuan berbicara
dalam pembelajaran bahasa Inggris dalam kelas X, SMK Yosonegoro, Magetan. Ditambah
lagi, penelitian ini nantinya menghasilkan contoh cara efektif menggunakan permainan
efektif dalam mengajar speaking skill.
1.5 Pentingnya Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi guru bahasa Inggris. Maka,
guru bisa menerapkan permainan edukatif secara efektif nantinya. Dan untuk siswa,
penerapan teknik ini nantinya membuat mereka lebih aktif dalam mengembangkan
kemampuan berbicara menggunakan bahasa Inggris didalam kelas.
1.6 Definisi Istilah
1.6.1 Speaking Skill
Speaking skill adalah salah satu dari empat kemampuan bahasa yang harus dikuasai
oleh siswa. Speaking skill atau kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk
memproduksi kata, artikulasi, ucapan dan suara untuk berkomunikasi serta
menyampaikan pendapat.
1.6.2 One Minute Speech Game
One Minute Speech Game adalah suatu permainan edukatif yang diciptakan penulis
sebagai teknik baru dalam kegiatan belajar mengajar mata pelajaran bahasa Inggris.
Dalam permainan ini, siswa dibagi jadi beberapa kelompok. Setiap kelompok harus
beranggotakan 5-6 siswa, didalam kelompok tersebut harus memiliki koordinator dan
pengukur waktu. Setelah itu, guru memberikan materi kepada para koordinator yang
telah terpilih. Koordinator bertugas untuk megkoordinir setiap anggota kelompoknya
untuk memilih materi yang disediakan guru. Sebelum membuka materi yang disediakan
koordinator bertugas untuk mengucapkan “You have one minute to talk about....”, lalu
materi dibuka. Pengukur waktu bertugas untuk memulai dan memberhentikan siswa yang
dapat giliran. Setiap siswa harus mendapatkan giliran untuk berbicara termasuk
koordinator dan pengukur waktu. Disamping itu, guru bisa menilai performa siswa dalam
melaksanakan permainan edukatif ini.
BAB IIKajian Kepustakaan Terkait
2.1 Definisi Speaking
Speaking adalah model utama dalam berkomunikasi yang dilakukan oleh manusia.
Dengan berkomunikasi, kita menggunakan bahasa untuk menyampaikan pendapat secara
lisan. Merujuk kepada ada tiga alasan kenapa orang berkomunikasi; pertama, orang
berkomunikasi karena “mereka ingin mengatakan sesuatu”. Kedua, seorang berkomunikasi
karena “mereka memiliki keinginan untuk berbicara”. Ketiga, seorang berkomunikasi karena
“mereka memiliki bahasa”. Alasan terakhir menunjukkan bahwa karena seorang memiliki
bahasa maka mereka akan menggunakannya untuk menyampaikan sesuatu yang akan
disampaikan kepada pendengar. Lagi pula, kemampuan berbicara yang bagus adalah yang
dapat menyampaikan pesan pembicara secara jelas. Maka dari itu, kompetensi berbicara
communicative competence sangat dibutuhkan dalam pembelajaran bahasa kedua. Dengan
adanya kompetensi berbicara, jumlah latihan berbicara siswa dalam bahasa kedua ketika
proses belajar mengajar didalam kelas akan bertambah, . Dan untuk mendapatkan kecakapan
berbicara, menyatakan bahwa kompetensi berbicara itu terdiri dari empat komponen;
kompetensi tatabahasa grammatical competence, kompetensi kecakapan discourse
competence, kompetensi sosiolinguistik sociolinguistic competence, dan kompetensi strategis
strategic competence.
Dalam kasus ini, guru bahasa Inggris harus bisa membuat siswa aktif bercakap
dengan menggunakan bahasa kedua, karena keaktifan siswa nantinya akan menjadikan siswa
terbiasa menggunakan bahasa Inggris. Maka dari itu, dalam hal pelajaran bahasa Inggris,
guru berkewajiban melatih siswa untuk bisa menggunakan bahasa kedua secara fasih dan
sesering mungkin, . Kurikulum terbaru yang diterapkan pemerintah saat ini, menjadikan guru
sebagai fasilitator. Dengan ini, suasana dalam kelas terpusat kepada siswa yang mana siswa
memiliki waktu lebih untuk berinteraksi. Untuk mendukung keadaan tersebut, banyak teknik
serta strategi yang dapat meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar dalam kelas, salah
satunya mengunakan permainan edukatif “speaking through games”, .
Menurut , permainan edukatif adalah aktifitas menyenangkan yang memberikan siswa
kesempatan untuk mencoba bahasa kedua dengan santai dan menyenangkan. Permainan
edukatif juga dipercaya dapat ditekankan dalam metode Communicative Language Teaching
(CLT). Metode pendekatan ini, membuat siswa saling berinteraksi didalam kelas ketika
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Proses inilah yang nanti membuat siswa mendapatkan
kecakapan kemampuan berbicara.
BAB III
Metodologi Penelitian
3.1 Rancangan Penelitian
Penulis memutuskan untuk menggunakan metode kuantitatif dalam melakukan
penelitian berbasis eksperimen didalam rancangan penelitiannya. Dalam kasus ini, penulis
tertarik untuk menguji keberhasilan teori “One Minute Speech Game” untuk mencapai
kecakapan berbahasa siswa. dalam penelitian ini, penulis akan membandingkan hasil dari
kelompok yang mendapatkan eksperimen experimental group dan kelompok yang tidak
mendapatkan eksperimen control group, .
Untuk melakukan penelitian ini, penulis menggunakan dua instrumen yang digunakan
untuk menjawab pertanyaan penelitian. Penulis ingin mengetahui hasil dari penerapan “One
Minute Speech Game” serta bagaimana “One Minute Speech Game” diimpelemtasikan
dalam kegiatan belajar mengajar.
3.2 Latar Penelitian
Latar penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Yosonegoro, Magetan. Lama
pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tanggal 14 Agusutus 2015 – 21 Agustus 2015. Disini,
penulis akan memilih dua kelas yang berisi 36 anak secara acak. Kelas yang mendapatkan
eksperimen experimental group (e), sedangkan kelas yang tidak mendapatkan eksperimen
control group (c).
3.3 Prosedur Penelitian
Pertama, dalam tahap perencanaan penulis akan mengumpulkan data dari suasana
dalam kelas menggunakan checklist terhadap dua kelas yang terpilih. Kedua, dalam tahap
implementasi penulis menilai semua performa siswa dari kedua kelas sebelum diberi
eksperimen. Ketiga, dalam tahap observasi penulis menilai semua performa siswa setelah
diberi eksperimen lalu membandingkan dengan kelas yang tidak diberi eksperimen. Keempat,
dalam tahap refleksi penulis menyimpulkan kegunaan teknik “One Minute Speech Game”
dalam kegiatan pembelajaran bahasa Inggris.
3.4 Data dan Sumber Data
Didalam penelitian ini, penulis menggunakan dua data dan satu sumber data. data
didapatkan dari nilai tes siswa serta hasil pengamatan menggunakan checklist. Dan untuk
sumber data, penulis mengumpulkannya dari interaksi siswa dan guru selama kegiatan belajar
dan mengajar berlangsung.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Menurut , ada beberapa teknik pengumpulan data. Disini, penulis akan menggunakan
tes sebagai uji kompetensi siswa. Lalu, checlist yang berisi kolom yes or no digunakan untuk
mecatat semua interaksi yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kasus ini,
penulis membagi langkah – langkah cheklist observasi menjadi tiga bagian; fully controlled,
semi controlled, and free.
3.6 Analisis Data
Pertama, penulis mengumpulkan hasil tes siswa yang telah dikategorikan melalui
rubrik. Kategori tersebut terbagi menjadi lima aspek; logat accent, pemahaman
comprehension, tatabahasa grammar, kosakata vocabulary, dan kelancaran fluency, . Kedua,
data yang telah terkumpul dimasukkan kedalam bagan berikut:
Groups Independent Dependent
Variable Variable
E X Y2
C - Y2
E : menunjukkan experimental group
C : menunjukkan control group
X : menunujukkan independent variable atau bisa disebut eksperimen
Y2 : menunujukkan dependent variable hasil dari eksperimen independent variable
Keempat, nilai tes skor siswa akan dibandingkan menggunakan rumus independen t-
test independent t-test. Dalam penelitian ini, level signifikasi (p) telah diatur menjadi p sama
dengan atau kurang dari 0.05 (≤ 0.05). Kelima, penulis menggabungkan semua data ceklist
yang telah didata selama kegiatan belajar mengajar untuk menganalisis interaksi yang terjadi
didalam kelas.
REFERENSI
Adams, Marianne Lehr, & Frith, JR. (1979). Testing Kit. Washington DC Foreign Service
Institute.
Ary, Donald, Jacobs, Lucy, Sorensen, Christine, & Walker, David. (2010). Introduction to
research in education: Cengage Learning.
Brewster, Jean. (2000). The Primay English Teacher’s Guide: Longman.
Canale, Michael, & Swain, Merrill. (1980). Theoretical bases of com-municative approaches
to second language teaching and testing. Applied linguistics, 1(1), 1-47.
Gredler, Margaret E. (2004). Games and simulations and their relationships to learning.
Handbook of research on educational communications and technology, 2, 571-581.
Harmer, Jeremy. (1991). The practice of English language teaching. London/New York.
Murdibjono. (1998). Teaching Speaking: From Form-focused to Meaning-focused
Instruction. English Language Education, 4(1), 1-12.
Shumin, Kang. (2002). Factors to consider: Developing adult EFL students' speaking abilities.
Methodology in language teaching: An anthology of current practice, 12, 204-211.
Widiati, Utami, & Cahyono, Bambang Yudi. (2006). The Teaching of EFL Speaking in the
Indonesian Context: The state of the art. The Teaching of EFL Speaking. Vol, 34(2),
269-292.