http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 1
Publikasi Online @2013 Yuni Susilowati
Dialektika http://sosiologi.fisip.uns.ac.id/online-jurnal/
S o s i o l o g i Universitas Sebelas Maret
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 2
Studi Deskriptif Perilaku Pedagang ““Liar”” Di Kawasan Pasar Tani Jumat Pagi Karanganyar
Yuni Susilowati
Abstract: At the Farmers Market Friday morning Karanganyar merchants who sell not only traders who officially became a member of the Society of Farmers Market Friday morning, but traders also "wild" is selling at Farmers Market area Friday morning. Traders "wild" that there is not behaving like an official dealer, so that the behavior of traders "wild" is considered troubling. Formulation of the problem of this research is "how is the behavior of traders" wild "in the Farmers Market area Friday morning Karanganyar?". The purpose of research is to describe the behavior of traders "wild" in the Farmers Market area Friday morning Karanganyar. The theory used in this study is the exchangetheory of Homans. This type of research is descriptive qualitative research design of case study research. Sempel in this study were 8 informants who are traders who behave "wild" on the Farmers Market area Friday morning. Sempel retrieval technique used was purposive sampling based on the location / position traders "illegal" to sell the data collection techniques such as interviews, observation and documentation. The validity of the data used is triangulation by clicking crosskan first source that traders behave "wild" and the source of both the government Karanganyar. Analysis of the data used is interactive model.
The results showed that: 1). Behavior of traders "wild" in violation of administrative rules, under the rules of the Society of Farmers Market Friday morning about the requirements and procedures for trade in Friday Morning Farmers Market area, include provisions permitting letters, membership cards and special attributes merchant tents at Farmers Market Friday morning. Other administrative violations committed by the behavior of traders "wild" is a violation of Law Nu. 10 of 2006 concerning the withdrawal of charges. 2). Behavior of traders "wild" in violation of public order, according to the Department of Industry, Trade and SMEs have also violated Karanganyar Regulation Nu. 13 of 2006 concerning trade in violation of public order. That's because the behavior of traders "wild" in the Farmers Market area Friday morning has been using public facilities as a place to trade and trading behavior of traders "wild", most do sedentary, so the behavior of traders "wild" on the Farmers Market area Friday morning is considered as a street vendor, to the behavior of traders "wild" is the responsibility of the municipal police. But the behavior of traders during the "wild" that there was never reprimanded or punishment of the parties involved, so that more and more traders behavior "wild" that sell spread in various places in the Farmers Market area Friday morning.
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 3
Pendahuluan
Pada Pengangguran merupakan salah satu masalah krusial yang sulit diatasi
di semua Negara, termasuk pada Negara maju. Untuk mengatasi masalah
pengangguran yang diakibatkan oleh keterbatasan jumlah tenaga kerja, maka
sektor informal menjadi salah satu alternatif pekerjaan yang bisa digeluti
oleh sebagian masyarakat dan salah satu cara mengurai pengangguran
terutama di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah, karena bisa
dilakukan tanpa latarbelakang pendidikan yang tinggi dan latar belakang
ekonomi kelas atas (Chris Manning 1996:94).
Menurut Ali Achsan, 2008:4 di wilayah Jawa jumlah pelaku sektor informal
berkisar antara 37% sampai 43%, sedangkan di luar Jawa berkisar antara
40% sampai 55%. Maka bisa dikatakan bahwa sektor informal menjadi
motor penggerak ekonomi rakyat. Sektor informal bisa dikembangkan lewat
berbagai usaha dari skala kecil, menengah sampai dengan besar, dan pasar
adalah salah satu tempat yang menampung hasil kreatifitas dari orang yang
bergerak di sektor informal.
Karena pelaku di sektor perdagangan begitu banyaknya maka timbullah
berbagai persaingan usaha, baik itu secara resmi maupun secara tidak resmi.
Ini dianggap sebagai peluang sekaligus tantangan bagi pelaku usaha tersebut,
sehingga pergulatan di sub - sektor perdagangan ini menjadi menarik.
Menarik karena tempat usaha seperti pasar, kios dan lapak-lapak yang
disediakan oleh pemerintah jumlahnya terbatas sedangkan jumlah pelaku
usaha di sektor perdagangan sekitar lima puluh persen dari jumlah pelaku
usaha di sektor informal. sehingga hal itu memicu sebagian pedagang untuk
berdagang di tempat-tempat yang tidak semestinya dijadikan tempat
berdagang.
Berdasarkan Baron dan Byrne (dalam Didin Budiman), ada beberapa faktor
pembentuk perilaku seseorang diantaranya; perilaku dan karakteristik orang
lain, proses kognitif(berasal dari ingatan dan pikiran yang memuat ide),
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 4
faktor lingkungan, dan latar belakang budaya. Ada beberapa studi tentang
perilaku yang dituangkan dalam kajian sosiologi diantaranya; studi tentang
perilaku organisasi (Miftah Thoha, 2004:33), studi tentang patologi sosial
(MZ Lawang, 1980:42; Soejono Soekanto, 2000:195) dan studi tentang
perilaku konsumsi. Kajian tentang perilaku erat hubungannya dengan
kegiatan transaksi ekonomi manusia, dimana kegiatan ekonomi manusia
melibatkan aktor ekonomi dan fasilitas ekonomi (Margaret Poloma,
1992:52). Pasar merupakan salah satu fasilitas penting di sektor
perdagangan. Pasar diidentikkan dengan adanya pedagang yang merupakan
salah satu pelaku dasar dari lembaga ekonomi ini.
Pasar kaget juga merupakan perwujudan pasar nyata dimana pembeli dan
penjual saling bertemu di tempat yang sama guna melakukan tukar-menukar
barang dan jasa. Model pasar kaget semacam ini telah banyak berkembang di
beberapa negara barat serta negara-negara di kawasan Asia Timur seperti
Hongkong, Jepang, Korea dan China dan dianggap mampu meyerap tenaga
kerja dengan latar belakang sosial-ekonomi yang tidak mumpuni.
Pasar Tani Jumat Pagi awalnya hanya diperuntukkan untuk pedagang yang
menjual hasil bumi dari Kabupaten Karanganyar yang diwakili dari masing-
masing kecamatan di Karanganyar. Namun karena anime masyarakat yang
semakin tinggi membuat pedagang atau orang selain pedagang di Pasar Tani
Jumat Pagi tersebut ikut-ikutan berjualan. Hal itu dipicu dengan letak Pasar
Tani Jumat Pagi yang ada di kawasan strategis seperti kawasan sekolah,
perkantoran, swalayan, perbankan, tempat beribadatan dan sport -center.
Dan alhasil dari pedagang yang awalnya hanya berjumlah 26 orang pedagang,
sekarang ini mengalami peningkatan menjadi lebih dari 100 orang pedagang,
bahkan barang dagangan yang ada melenceng dari dasar awal dengan
berbagai komoditas dagangan seperti barang sandang. Sehingga kawasan
Pasar Tani Jumat Pagi yang hanya sepanjang 300 m sampai dengan 500 m
mengalami pembengkakan jumlah pedagangnya.
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 5
Keberadaan Pasar Tani Jumat Pagi di sepanjang Jalan Lawu Karanganyar
semakin semrawut. Ini dipicu semakin banyaknya pedagang baru yang nekat
menggelar barang dagangan hingga ke trotoar jalan, bahkan arena publik
seperti alun-alun, monumen Kasih Ibu dan jalan-jalan disekitarnya pun tidak
luput dari sasaran pedagang-pedagang “liar”. Fasilitas publik yang
semestinya difungsikan untuk kegiatan bermain, berkumpul bersama
keluarga dan sarana pelepas lelah justru menjadi sebuah ajang perdagangan
yang dilakukan oleh pedagang-pedagang ““liar””. Padahal pihak pengelola
yaitu Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan hanya menyediakan lokasi
Pasar Tani Jumat Pagi di sepanjang depan Perpustakaan Daerah Karanganyar
sampai dengan depan Kantor Pemilihan Umum (KPU) Karanganyar. Ulah
sebagian pengunjung pun justru memperparah kondisi Pasar Tani Jumat Pagi
dengan semakin banyaknya pedagang yang berjualan di luar area Pasar Tani
Jumat Pagi dengan mendirikan lokasi – lokasi parkir yang tidak semestinya
ada seperti di depan alun-alun, di depan swalayan dan di sekitar taman
Monumen Kasih Ibu.
Perilaku pedagang “liar” seperti ini bisa dikatakan sebagai sebuah perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang tersebut, karena ia bertindak
tanpa mengindahkan prosedur atau aturan yang berlaku di Pasar Tani Jumat
Pagi yang dikelola oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
Karanganyar tersebut. Perilaku pedagang yang menyimpang ini seringkali
menimbulkan masalah baik itu masalah secara fisik maupun masalah secara
non-fisik. Apalagi pasar ini hanya berbentuk pasar kaget saja, sehingga
pedagang-pedagang tersebut lebih leluasa melancarkan aksinya untuk
berdagang tanpa mengindahkan aturan walaupun ada pihak berwenang yang
ada di lokasi tersebut.
Keberadaan Pasar Tani Jumat Pagi selama ini digadang-gadang oleh beberapa
pihak menjadi salah satu icon wisata belanja baru di Karanganyar, yang
mampu meyedot jumlah kunjungan lebih dari seribu orang per-minggunya.
Tapi dengan adanya pedagang-pedagang “liar” yang berjualan di kawasan
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 6
Pasar Tani Jumat Pagi itu bukankah akan membuat pengunjung enggan lagi
datang ke Pasar Tani Jumat Pagi dan bahkan bisa merusak citra dari
pemerintah Kabupaten Karanganyar sendiri karena dianggap tidak mampu
mengatasi pedagang-pedagang “liar” yang berada tepat di kawasan kerja
mereka. Jika perilaku pedagang “liar” di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi tidak
segera di atasi oleh pihak pengelola dan instansi terkait tidak dipungkiri
kedepannya akan timbul berbagai masalah baru yang bermunculan dengan
keberadaan dari pedagang “liar”.
Untuk itu berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka dapat diketahui
bahwa yang menjadi rumusan masaah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana gambaran perilaku pedagang “liar” di kawasan Pasar Tani Jumat
Pagi Karanganyar?”. Sehingga untuk mengkaji dan menganalisis
permasalahan yang sedang diteliti maka penulis menggunakan teori
pertukaran dari Homans, dimana teori ini memusatkan perhatiannya
perilaku seseorang yang didasarkan atas ganjaran dan hukuman.
Perilaku
Perilaku merupakan suatu cara bertingkahlaku, diciptakan dan untuk ditiru
oleh orang banyak. Suatu tindakan menjadi bagian dari pola bertindak yang
tetap melalui proses pengulangan (peniruan) yang dilakukan oleh orang
dalam waktu yang relatif lama, sehingga terbentuklah suatu kebiasaan
(Kartono, 1989:28).
Menurut Notoatmodjo, perilaku adalah tindakan atau aktivitas yang
merupakan bagian dari totalitas penghayatan dan aktivitas yang merupakan
hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam gejala.
Gejala itu muncul bersama-sama dan saling mempengaruhi antar - manusia
itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Atau bisa dikatakan
perilaku merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (syakira-
blog.blogspot.com dipublikasikan tanggal 18 januari 2009).
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 7
Pedagang “liar”
Menurut Damsar pedagang adalah orang atau institusi yang memperjual
belikan produk atau barang kepada konsumen, baik secara langsung maupun
tidak langsung (Damsar, 1997:106). “liar” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti tidak teratur, tidak menurut aturan (hukum), sikap dan
tingkah orang tersebut belum beradab, tidak resmi ditunjuk atau diakui oleh
pihak yang berwenang, tanpa izin resmi dari yang berwenang, tidak memiliki
izin usaha, mendirikan dan membangun bangunan. Dari beberapa pandangan
tersebut maka kata ““liar”” dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
menunjuk perilaku pedagang yang ada di Pasar Tani Jumat Pagi yang
berdagang secara “liar”.
Pasar Tani Jumat Pagi
Pasar adalah tempat untuk tukar menukar surplus produksi warga
masyarakat. Pasar yang barangkali berasal dari kata Parsi “bazar”
berdasarkan bahasa Arab adalah pranata ekonomi sekaligus cara hidup suatu
gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek dari
masyarakat dan suatu dunia sosial budaya yang nyaris lengkap dalam
dirinya. Pasar ada dua macam berdasarkan barang yang diperdagangkan
yaitu pasar nirkala yang menggunakan sistem barang sebagai contoh. Kedua,
pasar nyata yaitu pasar dimana barang yang diperdagangkan secara
keseluruhan diperlihatkan dengan proses jual beli secara langsung(Clifford
Geertz, 1989:30-31).
Pasar menurut Weber adalah sebagai suatu organisasi ekonomi murni yang
terpusat pada konflik kepentingan ekonomi terutama antara seller dan buyers
yang didalamnya terdapat kompetisi dan pertukaran. Kompetisi untuk
melihat siapa yang akan menjadi penjual terakhir dan pembeli terakhir
(perjuangan melalui pertukaran) (Sodality jurnal transdisiplin sosiologi,
komunikasi dan ekologi manusia Vol. 01, No. 02, Agustus 2007). Pasar Tani
Jumat Pagi adalah salah satu pasar kaget resmi yang ada di Kabupaten
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 8
Karanganyar yang dibuat oleh Dinas Pertanian, Perkebunan, Tanaman
Pangan dan Kehutanan (Distanbunhut) Kabupaten Karanganyar
Pembahasan
Perilaku Pedagang “liar” di Kawasan Pasar Tani Jumat Pagi
Perilaku pedagang “liar” merupakan salah satu penyakit yang dijangkit oleh
sebagian masyarakat dengan tidak mempedulikan norma-norma yang
berlaku di lokasi ia menggelar barang dagangannya. Keberadaan dari
perilaku pedagang “liar” semacam ini seringkali mengganggu kenyamanan,
ketertiban dan keindahan kota karena keberadaan perilaku yang dilakukan
oleh pedagang “liar” dengan menjajakkan barang dagangannya sesuka hati
dan bahkan tidak mempedulikan kepentingan umum.
Perilaku jika dikaitkan dengan pekerjaan yang dijalani maka seorang
individu dapat dituntut segala hal yang berbeda-beda dan setiap individu
memiliki kemampuan yang berbeda-beda pula. Kemampuan merupakan
kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam setiap
pekerjaan. Kemampuan tersebut dapat dipergunakan oleh individu dengan
memanfaatkan pengetahuan yang ia miliki untuk meningkatkan
kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang baik(Stippen Robbin,
2008:57). Namun kadangkala perilaku manusia justru tidak selamanya baik
atau tidak sesuai dengan norma karena berbagai alasan. Pertama, adanya
pengaruh lingkungan yang ada di sekitarnya. Kedua, kebutuhan yang tidak
diimbangi dengan kemampuan dan pemikiran yang mumpuni sehingga
menjadikan seseorang bertindak tanpa berfikir panjang dan tidak
mempedulikan aturan yang berlaku di masyarakat lagi (Miftah Thoha,
2004:46).
Perilaku Pedagang “liar” yang Melanggar Aturan Administratif di Kawasan
Pasar Tani Jumat Pagi Karanganyar
Sebagai seorang warga Negara yang baik sudah selayaknya kita diharapkan
bisa mematuhi peraturan yang berlaku di suatu wilayah dan tidak membuat
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 9
aturan sendiri-sendiri untuk menghormati orang-orang yang ada di sekitar
kita atau warga local, agar tidak dikatakan sebagai seseorang yang
berperilaku menyimpang atau bisa disebut “liar”. Selama ini sebagian orang
menganggap bahwa peraturan itu dibuat untuk dilanggar atau bahkan jika
ada peluang untuk melanggarnya maka seseorang akan melakukannya
dengan tujuan masing-masing misalnya untuk memuaskan diri, karena
terdesak ekonomi dan alasan-alasan lainnya yang bahkan dianggap
legal(oleh pelaku) padahal itu bertentangan dengan aturan yang seharusnya.
Pasar sebagai salah satu fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah
untuk kegiatan ekonomi masyarakat luas pun memiliki aturan yang harus
ditaati oleh setiap pelakunya, baik itu pedagang, pembeli, pengunjung atau
pegawai pasar. Di Pasar Tani Jumat Pagi terdapat aturan yang harus ditaati
oleh setiap pedagang yang berdagang di dalamnya yang dijadikan sebagai
batasan dan pegangan dalam bertindak. Salah satu aturan yang diberlakukan
di Pasar Tani Jumat Pagi adalah aturan administratif yang menyangkut
registrasi pedagang atau persyaratan administrasi yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh setiap pedagang yang berjualan di kawasan Pasar Tani
Jumat Pagi berdasarkan kesepakatan bersama yang sudah dijalankan antara
perwakilan pedagang(pengurus Paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi) dengan
instansi terkait yaitu Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Karanganyar yang bekerjasama dengan BPD-BKD Kabupaten Karanganyar.
Adapun seorang pedagang dianggap berperilaku “liar” atau menyimpang dari
aturan yang berlaku di Pasar Tani Jumat Pagi manakala perilaku yang
ditunjukkan oleh pedagang tersebut tidak memenuhi satu dan/atau lebih
dari beberapa indikator pelanggaran administratif yang dilakukan oleh
pedagang Pasar Tani Jumat Pagi diantaranya; tidak memiliki kartu tanda
anggota, tidak memiliki ijin berdagang/ijin usaha, tidak menggunakan tenda
resmi dari paguyuban dan tidak membayar retribusi. Sesuai dengan
peraturan Paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi Karanganyar mulai tahun 2012
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 10
setiap pedagang wajib memiliki kartu tanda anggota, jika tidak maka ia
dianggap berperilaku dagang secara “liar”.
Berdasarkan penelitian di lapangan dapat diketahui bahwa perilaku yang
dilakukan oleh pedagang “liar’ yang melanggar administratif seperti tidak
memiliki dan/atau menggunakan tenda resmi Paguyuban Pasar Tani Jumat
Pagi, tidak memiliki kartu keanggotaan terjadi karena pihak pengelola tidak
memberikan ijin kepada pelaku perilaku pedagang ‘liar” sehingga pedagang
“liar” yang ada di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi nekat menggelar barang
dagangannya. Dari delapan orang informan perilaku pedagang “liar” dapat
diketahui bahwa kedelapan informan tidak memiliki tenda resmi yang
berwarna biru dari paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi. Kedelapan orang
informan juga tidak memiliki perijinan yang jelas, namun lima dari delapan
informan mengaku telah meminta ijin walaupun sifatnya tidak resmi alias
illegal.
Selain masalah ketidakadaan kartu keanggotaan, ketidakadaan tenda resmi
dan perijinan yang tidak jelas, perilaku yang dilakukan oleh pedagang ‘liar” di
kawasan Pasar Tani Jumat Pagi juga bisa dinilai dari adanya retribusi yang
diberlakukan di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi
Retribusi atau pungutan diberlakukan saat melakukan perijinan. Disamping
itu masyarakat perlu diberikan peraturan perundang-undangan untuk
mendukung atau memberikan kekuatan hukum terhadap perijinan yang
diberikan. Hal itu sebagai cambuk bagi pelanggar untuk keperluan
pemaksaan agar mereka yang mendapatkan ijin mentaati peraturan dan
melakukan kegiatan dengan baik. Tetapi seringkali orang lebih takut (tidak
mau) untuk melakukan pembayaran daripada menjalani hukuman fisik
(misalnya hukuman penjara) sehingga pembayaran retribusi sebagai alat
intensif ekonomi agar orang tidak melakukan kegiatan ekonomi dan ataupun
kegiatan lainnya sesuka hati mereka di luar ketentuan Pemerintah Daerah
(Suparmoko, 2002:86).
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 11
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Kabupaten
Karanganyar yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 10
tahun 2006 tentang retribusi pasar dapat diketahui bahwa retribusi pasar
dikenakan kepada pedagang atau pelaku pasar yang memanfaatkan fasilitas
pasar. Fasilitas Pasar adalah bangunan prasarana/sarana yang ada di
lingkungan pasar dan digunakan untuk pelayanan bagi pengguna pasar yang
meliputi Kios Tingkat, Kios Permanen, Kios Darurat, Skat darurat, Los,
Halaman Pasar/Luar Kios/Luar Los dengan mengajukan ijin penempatan
kepada bupati atau petugas dan badan yang ditunjuk.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perilaku pedagang ‘liar”
di Pasar Tani Jumat Pagi di sebelah utara dan di sekitar kantor Pemerintah
Daerah Karanganyar telah dikenakan retribusi sewa tempat sebesar Rp
1.000,00 yang ditarik setiap kali pedagang “liar” berjualan. Berbeda dengan
perilaku pedagang ‘liar” di sebelah barat Pasar Tani Jumat Pagi yang tidak
dikenakan retribusi, namun Dinas Pendapatan Daerah Karanganyar
menganggap telah menarik retribusi kepada pedagang di sebalah barat Pasar
Tani Jumat Pagi karena dianggap sebagai pkl yang memanfaatkan fasilitas
umum.
Menurut pendapat dari Kepala Dinas Pendapatan Karanganyar, Bapak
Sutarno yang dalam harian Solopos pada tanggal 14 Februari 2013 dapat
diketahui bahwa memang ada pungutan yang dilakukan oleh petugas. Seperti
yang dilangsir dalam harian Solopos, Kepala Dinas Pendapatan Karanganyar,
Sutarno mengatakan bahwa pungutan yang diambil dari sejumlah pedagang
di sekitar alun-alun itu, telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No 21
tahun 2001.
Dalam Peraturan Daerah tersebut disebutkan, restoran atau tempat makan,
termasuk pedagang kaki lima (PKL), dimintai pajak restoran. “Pajaknya
senilai Rp 500 per hari,” Jadi, lanjut Sutarno, jika pungutan tersebut sudah
diatur dengan Perda, maka sah-sah saja pihaknya meminta kepada para
pedagang kaki lima, sesuai dengan peraturan yang ada. Apalagi, uang
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 12
tersebut juga sudah masuk ke kas daerah. “Jadi itu bukan pungutan “liar”,”
ujarnya. Uang yang masuk ke kas daerah itu, sambung Sutarno, bisa
dipertanggungjawabkan. Sebab dasar hukum dan uang yang masuk ke kas
daerah, juga sudah jelas. “Jaminannya saya,” tegas Sutarno. DP2KAD tidak
mengelola retribusi, tapi hanya pajak. Sedangkan pajak yang ditarik dari para
PKL yang berdagang di sekitar alun-alun Karanganyar, yakni berupa pajak
restoran(dalam Harian Solopos).
Pelanggaran administratif itupun diperparah dengan tidak adanya tindakan
tegas dari pihak pengelola untuk mengatasi masalah perilaku yang dilakukan
oleh pedagang “liar” di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi. Bahkan retribusi yang
dibebankan oleh pedagang “liar” di sebelah utara Pasar Tani Jumat Pagi dan
di sekitar Kantor Dinas Pemda Karanganyar ternyata tidak masuk ke kas
pengelola karena sejak peresmian pertengahan tahun 2012 lalu belum ada
pemasukan yang diterima oleh Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan
Karanganyar.
Perilaku Pedagang “liar” di Kawasan Pasar Tani Jumat Pagi yang Melanggar
Aturan Ketertiban Umum
Masalah kebersihan, penataan, ketertiban umum dan ketentraman
merupakan permasalahan yang seringkali dijadikan parameter keberhasilan
sebuah kota ataupun daerah, terlebih lagi semenjak dibukanya pintu otonomi
daerah. Masalah ketertiban umum tersebut erat hubungannya dengan
perilaku manusia, dimana perilaku manusia itu bisa mencerminkan kota itu
sendiri. Misalnya saja di Jakarta yang notabennya adalah kota yang besar
justru dihuni oleh sebagian masyarakat yang berperilaku tidak bersih atau
berperilaku “liar”.
Ketertiban umum juga menyangkut masalah fasilitas umum yang digunakan
oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Misalnya ketertiban umum
di jalan raya, ketertiban umum di pasar dan ketertiban umum di kantor yang
seharusnya ditaati oleh masyarakat. Pasar Tani Jumat Pagi sebagai salah satu
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 13
fasilitas umum di bidang ekonomi, tidak luput dari adanya berbagai perilaku
yang dilakukan oleh orang-orang di dalamnya.
Keberadaan Pasar Tani Jumat Pagi yang ada di kawasan strategis tepat di
tengah pusat Kabupaten Karanganyar membawa pengaruh terhadap
keberadaan perilaku pedagang-pedagang “liar” yang ada. Pasar Tani Jumat
Pagi yang berada di ruang publik menjadi salah satu magnet tersendiri bagi
sebagian orang. Hal itu ditandai dengan semakin banyaknya perilaku
pedagang “liar” yang bertambah dengan membawa komoditas barang
dagangannya masing-masing serta berbagai sarana dan prasarana yang telah
ia persiapkan sebelumnya.
Sebagian perilaku pedagang “liar” berjualan di kawasan Pasar Tani Jumat
Pagi Karanganyar karena adanya peniruan yang dilakukan oleh pedagang
lain yang berdagang di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi. Perilaku pedagang
“liar” tersebut awalnya meniru perilaku pedagang “liar” lain yang berdagang
di sektor barat, namun justru pedagang di sektor barat tersebut telah
dijadikan sebagai anggota resmi Paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi, sehingga
keinginan dan hal yang sama dilakukan oleh pedagang “liar” agar bisa
diperlakukan sama
Jika dilihat dari jumlah pasar yang ada di Kabupaten Karanganyar, maka
hanya terdapat 56 buah pasar tradisional yang berdiri, sedangkan jumlah
pedagang yang ada berkisar 13.557 orang atau sekitar 1,85%(dalam
www.karanganyar.go.id). Maka keberadaan dari Pasar Tani Jumat Pagi
dianggap sebagai angin segar bagi pedagang yang berasal dari Karanganyar
ataupun pedagang yang ada di luar Karanganyar. Namun jika pedagang yang
ada di Pasar Tani Jumat Pagi melebihi ruang yang ada, maka hal ini akan
menimbulkan kesemrawutan dan ketidaknyamanan bagi orang-orang yang
beraktivitas di sekitarnya. Perilaku pedagang “liar” yang ada pun diperparah
dengan perilakunya yang sering melakukan mobilitas dengan sarana dan
prasarana yang digunakannya seperti gerobak sepeda, mobil, beronjong
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 14
sepeda dan berjalan kaki, padahal hal itu dianggap mengganggu ketertiban
umum dan memicu kesemrawutan di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi.
Perilaku pedagang-pedagang “liar” yang sering berpindah dan menggunakan
fasilitas umum sebagai tempat berdagang disebut oleh pihak dinas sebagai
pedagang kaki lima yang mengganggu ketertiban umum. Hal itu sesuai
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 13 tahun 2006,
yang menyebutkan bahwa pedagang kaki lima adalah, penjual barang dan/
atau jasa yang berusaha dalam kegiatan ekonomi yang menggunakan fasilitas
umum dan bersifat sementara/tidak menetap dengan menggunakan
peralatan bergerak maupun tidak bergerak dengan menggunakan fasilitas
umum berupa jalan dan trotoar jalan (Peraturan Daerah Kabupaten
Karanganyar Nomor 13 Tahun 2006).
Pembahasan
Definisi perilaku menurut Kartini Kartono merupakan suatu cara
bertingkahlaku, diciptakan dan untuk ditiru oleh orang banyak. Suatu
tindakan menjadi bagian dari pola bertindak yang tetap melalui proses
pengulangan (peniruan) yang dilakukan oleh orang dalam waktu yang relatif
lama, sehingga terbentuklah suatu kebiasaan. Selain itu definisi ““liar”’yang
merujuk pada perilaku pedagang “liar” menurut kamus besar bahasa
Indonesia berarti tidak teratur, tidak menurut aturan (hukum), sikap dan
tingkah orang tersebut belum beradab, tidak resmi ditunjuk atau diakui oleh
pihak yang berwenang, tanpa izin resmi dari yang berwenang, tidak memiliki
izin usaha, mendirikan dan membangun bangunan.
Selain itu berdasarkan teori pertukaran perilaku yang dikemukakan oleh
Homans yang memandang bahwa perilaku manusia sebagai pertukaran
aktivitas, ternilai ataupun tidak, dan kurang lebih menguntungkan atau
mahal, bagi sekurang-kurangnya dua orang. Reaksi yang terjadi dalam suatu
pertukaran baik itu bersifat positif, negatif atau normatif diyakini
mempengaruhi perilaku sosial nantinya. Jika reaksi yang muncul atas suatu
tindakan tersebut berupa ganjaran, maka tindakan-tindakan yang sama akan
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 15
dilakukan lagi pada situasi yang sama. Sebaliknya, jika reaksi yang muncul
atas suatu tindakan sosial berupa hukuman maka lebih kecil kemungkinan
bagi seorang aktor untuk melakukan tindakan yang serupa di masa
mendatang.
Perilaku yang seharusnya
Pasar Tani Jumat Pagi adalah sebuah pasar keget yang hanya menyediakan
kebutuhan yang berasal dari hasil bumi seperti beras, gula, jagung dan buah-
buahan. Namun lambat laun muncul pedagang-pedagang baru dengan
komoditas selain barang hasil bumi yaitu berupa barang sandang dan
makanan. Karena pedagang sandang tersebut (yang notabennya merupakan
pedagang “liar”) tidak ditindak oleh petugas, maka muncul lagi pedagang-
pedagang baru yang nekat berjualan secara “liar”. Untuk mengatasi masalah
perilaku pedagang “liar” yang berjualan di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi,
maka pihak pengelola pun akhirnya merekrut pedagang “liar” yang ada
dengan sistem tendanisasi. Namun setelah peresmian pada pertengahan
tahun 2012, pihak pengelola tidak lagi mau merekrut pedagang yang
berperilaku “liar” yang ada karena adanya instruksi langsung dari Bupati
Karanganyar, Rina Iriani untuk membatasi jumlah pedagang agar bisa
diawasi secara maksimal.
Perilaku pedagang “liar” yang ada di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi dianggap
bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar nomor 13
tahun 2006 tentang pedagang kaki lima dan Peraturan Daerah Kabupaten
Karanganyar nomor 10 tahun 2006 tentang retribusi pasar serta peraturan
khusus yang berlaku selama Pasar Tani Jumat Pagi berlangsung yaitu berupa
persyaratan pedagang yang berjualan di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi
Karanganyar.
Pasalnya perilaku pedagang “liar” yang berjualan di kawasan Pasar Tani
Jumat Pagi tidak memenuhi persyaratan administratif karena tidak memiliki
perijinan yang jelas dari dinas terkait (Paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi dan
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan) serta tidak memiliki tenda
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 16
resmi dari Paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi Karanganyar (Papatajumpa)
serta tidak adanya kejelasan retribusi.
Apalagi sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Karanganyar yang
menyangkut tentang pedagang dan menyangkut tentang ketertiban umum,
pedagang seharusnya berjualan di lokasi yang sudah disediakan oleh pihak
berwenang agar bisa berjualan secara aman, nyaman dan teratur sehingga
akan terwujud keindahan dan keteraturan di kawasan pasar. Untuk itu
pedagang perlu menghindari lokasi yang seharusnya tidak boleh digunakan
untuk berdagang seperti trotoar jalan, taman serta fasilitas publik lainnya
sehingga tidak mengganggu kenyamanan umum karena itu akan dianggap
melanggar aturan.
Pemerintah Kabupaten Karanganyar pun seharusnya membuat langkah
antisipatif untuk mengatasi semakin bertambahnya pedagang “liar” yang
berjualan di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi agar tidak merambah lebih luas
lagi karena itu akan merusak pemandangan kota. Perilaku yang dilakukan
oleh dagang “liar” yang ada seharusnya ditindak agar tidak terjadi masalah
dikemudian hari seperti semakin bertambahnya jumlah pedagang yang
menyebabkan kerusakan fasilitas umum, pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh perilaku pedagang “liar” yang berjualan sesuka hati.
Berdasarkan pandangan Homans tentang teori pertukaran, maka dalam
masalah perilaku pedagang “liar” di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi ini
perilaku pedagang “liar” terjadi karena adanya ganjaran atau hukuman yang
di dapatkan oleh pedagang atas perilakunya yang berdagang secara “liar” di
kawasan yang seharusnya bersih dari pedagang “liar”. Perilaku yang
dilakukan oleh pedagang “liar” terjadi karena ganjaran yang diterima oleh
pedagang “liar” tersebut dianggap menguntungkan atau positif sehingga ia
akan melakukan tindakan yang sama di kemudian hari.
Pertama, perilaku pedagang “liar” yang ada di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi
telah melanggar peraturan administratif berupa peraturan tentang
persyaratan berdagang di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi yang dibuat oleh
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 17
Paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi dan Undang-undang nomor 10 tahun
2006 tentang retribusi. Berdasarkan peraturan ini setiap pedagang yang
berdagang di Pasar Tani Jumat Pagi wajib mengikuti persyaratan tersebut,
seperti adanya kelengkapan surat ijin berdagang dari Paguyuban Pasar Tani
Jumat Pagi yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan, kartu tanda anggota
dan adanya tenda. Untuk mendapatkan semuanya itu dibutuhkan biaya yang
cukup besar, untuk tenda saja setiap pedagang dikenakan Rp 2.500.000,00
per tenda. Selain itu pedagang juga dikenakan retribusi berupa retribusi
kebersihan(Rp 1.000,00), retribusi bongkar-pasang tenda(Rp 5.000,00) dan
biaya lainnya (Rp 30.000,00). Dengan berperilaku dagang secara “liar” maka
biaya-biaya tersebut tidak dikenakan oleh pedagang “liar” sehingga
pendapatan(ganjaran) yang diterima pun juga akan besar pula tanpa harus
bersusah payah mengeluarkan biaya untuk berdagang.
Kedua, perilaku pedagang “liar” yang ada di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi
juga telah melanggar aturan tentang ketertiban umum yaitu peraturan
Daerah Kabupaten Karanganyar nomor 13 tahun 2006 karena perilaku
pedagang “liar” tersebut telah menggunakan fasilitas umum sebagai tempat
berjualan. Fasilitas umum yang dimaksud berupa trotoar, taman Monumen
Kasih Ibu, alun-alun Karanganyar, Halaman Kantor Dinas Pemerintah Daerah
Kabupaten Karanganyar dan di jalanan sekitar Pasar Tani Jumat Pagi. Area
yang diperbolehkan berjualan oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar yang
dikhususkan untuk pasar kaget Pasar Tani Jumat Pagi hanyalah di sepanjang
jalur lambat pejalan kaki dan pesepeda angin di Jalan Lawu depan Kompleks
Perkantoran Dinas Kabupaten Karanganyar yang berjajar memanjang dari
Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Karanganyar sampai dengan Kantor
Pemilihan Umum Kabupaten Karanganyar. Bagi pedagang yang tidak
memenuhi kriteria tersebut maka dianggap sebagai pedagang yang
berperilaku “liar”.
Berdasarkan perilaku yang dilakukan oleh pedagang “liar” yang telah
melakukan pelanggaran terhadap aturan administratif maupun aturan
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 18
tentang ketertiban umum, seharusnya pihak pengelola yaitu Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan melakukan tindakan pencegahan agar perilaku
yang dilakukan oleh pedagang “liar” itu tidak semakin meluas. Tindakan
pencegahan itu bisa dilakukan dengan cara menghukum perilaku yang
dilakukan oleh pedagang “liar”, karena berdasarkan menurut Homans
hukuman akan membuat seseorang jera dan jarang atau tidak akan pernah
melakukan tindakan yang sama karena perilaku yang dilakukan
mendapatkan ganjaran negatif berupa hukuman.
Perilaku yang senyatanya
Perilaku pedagang “liar” yang ada di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi, ada atas
dasar pembiaran dari pihak berwenang. Karena pada awalnya perilaku yang
dilakukan oleh pedagang “liar” yang ada hanya berjumlah satu orang,
kemudian bertambah lagi satu orang hingga akhirnya pada tahun 2013 ini
telah mencapai lebih dari 25 pelaku perilaku pedagang “liar” yang berjualan
di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi. Namun karena tidak mendapatkan
teguran atau larangan, perilaku pedagang “liar” yang ada justru semakin
bertambah sehingga mengganggu kenyamanan umum.
Berdasarkan teori pertukaran Homans, maka perilaku pedagang “liar”
tersebut melakukan tindakan berdagang karena dianggap menguntungkan
apalagi ganjaran yang berupa hukuman tidak ia dapatkan - sehingga perilaku
tersebut dilakukan terus menerus hingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan
berperilaku berdagang “liar” di Kawasan Pasar Tani Jumat Pagi( dalam
Kartini Kartono).
Padahal perilaku pedagang “liar” yang berjualan di kawasan pasar tersebut
dianggap melanggar aturan yang berlaku di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi
yang merupakan kawasan terbuka atau ruang publik, sehingga yang
berjualan di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi seharusnya adalah hanya
pedagang yang resmi saja yang berjualan di Pasar tersebut yang telah
mendapatkan ijin dari dinas terkait (Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan). Selain itu perilaku pedagang “liar” yang ada tidak sesuai dengan
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 19
Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar nomor 13 tahun 2006 tentang
pedagang kaki lima(aturan ketertiban umum) dan Peraturan Daerah
Kabupaten Karanganyar nomor 10 tahun 2006 tentang retribusi pasar serta
aturan khusus yang berlaku di Pasar Tani Jumat Pagi (aturan administratif)
namun selama ini perilaku pedagang “liar” yang ada masih saja dibiarkan
oleh pihak terkait.
Pertama, dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan yang menganggap
bahwa perilaku pedagang “liar” yang ada di Kawasan Pasar Tani Jumat Pagi
bukan anggota Paguyuban sehingga pihaknya tidak bertanggungjawab atas
perilaku yang dilakukan oleh pedagang “liar” yang ada, karena pihaknya
sudah membatasi jumlah pedagang dan membatasi lokasi pedagang yang
berjualan sesuai dengan jangkauan kewenangannya walaupun anime
masyarakat untuk berdagang sangatlah tinggi. Kedua, Dinas Perdagangan,
Perindustrian dan UMKM Karanganyar menganggap bahwa Pasar Tani Jumat
Pagi adalah kewenangan dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan,
maka pihaknya tidak bisa berbuat banyak apalagi tanpa adanya bangunan
sebagai tempat berjualan sehingga ia tidak bisa melarang perilaku para
pedagang “liar” yang berjualan di Kawasan Pasar Tani Jumat Pagi dan
pihaknya tidak bisa menarik retribusi kepada perilaku yang dilakukan oleh
pedagang “liar” yang ada.
Berdasarkan teori pertukaran Homans, suatu perilaku seseorang didasarkan
atas interaksi dan susunan hadiah – biaya - dan hasil. Hadiah - hadiah yang
berasal dari interaksi-interaksi akan mendorong timbulnya kebutuhan,
sementara biaya akan menimbulkan kekhawatiran, frustasi, kesusahan atau
kelelahan(Miftah Thoha, 2004). Dalam hal ini retribusi yang dikenakan
kepada pedagang “liar” merupakan biaya sedangkan yang dimaksud dengan
hadiah adalah kegiatan berdagang secara “liar” yang disebabkan oleh tidak
adanya ijin berdagang dan pembatasan jumlah pedagang yang boleh
berdagang resmi di Pasar Tani Jumat Pagi.
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 20
Pertukaran perilaku yang dilakukan oleh pedagang “liar” yang ada di
kawasan Pasar Tani Jumat Pagi dengan pemerintah Kabupaten Karanganyar
lewat dinas Pertanian ternyata tidak seimbang karena pedagang “liar”
berjualan di kawasan yang menjadi kewenangan dari Dinas Pertanian,
namun pedagang tersebut tidak melakukan perijinan dan berdagang sesuka
hati dengan menggunakan gerobak, gerobak sepeda, sepeda motor, trotoar
jalan, area perkantoran dan bahkan mobil. Cara berdagang yang dilakukan
pun juga berpindah-pindah maka ini dianggap mengganggu ketertiban umum
karena tindakan yang dilakukan berada di dalam kawasan Pasar Tani Jumat
Pagi.
Berdasarkan teori pertukaran perilaku yang dilakukan oleh pedagang “liar”
di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi, maka perilaku yang dilakukan oleh
pedagang “liar” tersebut lebih banyak menghasilkan ganjaran baik itu berupa
pendapatan atau rasa senang daripada hukuman karena pada kenyataannya
hukuman yang seharusnya dikenakan kepada pelaku perilaku dagang “liar”
tersebut tidak dikenakan oleh pihak pengelola atau instansi terkait baik itu
Paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi; Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan; Dinas Perdagangan, Perindustrian dan UMKM maupun Satuan
Polisi Pamong Praja, sehingga perilaku tersebut dilakukan terus menerus
oleh pedagang “liar” yang ada di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi.
Bagi pemerintah khususnya Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan,
perilaku yang dilakukan oleh pedagang “liar” itu dianggap meresahkan.
Berdasarkan masalah ini maka Homans menganggap bahwa perilaku
pedagang “liar” itu dianggap sebagai perilaku yang negatif karena telah
melanggar aturan yang berlaku di Kabupaten Karanganyar khususnya di
Pasar Tani Jumat Pagi, namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak untuk
mengatasi masalah perilaku pedagang “liar” di kawasan Pasar Tani Jumat
Pagi karena keterbatasan jangkauan kewenangan. Disisi lain pedagang “liar”
menganggap perilakunya merupakan hal yang positif karena mampu
membawa keuntungan baginya baik itu berupa materi atau non materi,
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 21
namun karena sebagian perilaku yang dilakukan oleh pedagang “liar” itu
dikenakan retribusi maka hal ini bisa menjadikan kekhawatiran baginya,
pasalnya suatu perilaku seseorang didasarkan atas interaksi dan susunan
hadiah – biaya - dan hasil. Hadiah - hadiah yang berasal dari interaksi-
interaksi akan mendorong timbulnya kebutuhan, sementara biaya akan
menimbulkan kekhawatiran, frustasi, kesusahan atau kelelahan(Miftah
Thoha, 2004:33).
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut maka bisa diketahui
bahwa pemerintah merasa dirugikan atas keberadaan perilaku pedagang
“liar” yang ada di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi karena telah melakukan
pelanggaran berupa pelanggaran administratif (peraturan tentang
persyaratan berdagang di kawasan Pasar Tani Jumat Pagi yang dibuat oleh
Paguyuban Pasar Tani Jumat Pagi dan Undang-undang Nomor 10 tahun
2006 tentang retribusi). Selain itu perilaku pedagang “liar” juga telah
melakukan pelanggaran terhadap aturan tentang ketertiban
umum(Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar nomor 13 tahun 2006)
yang berlaku di Kabupaten Karanganyar. Sedangkan pedagang yang
berperilaku “liar” merasa diuntungkan karena perilaku yang ia lakukan tidak
mendapatkan hukuman atau teguran dari pihak terkait, bahkan perilaku
berdagangnya secara “liar” tidak dikenakan biaya, kalaupun dikenakan biaya
hanya sedikit saja sehingga ganjaran yang diterima pun juga akan semakin
besar tanpa harus dipotong biaya sewa tempat atau yang lainnya karena
Pasar Tani Jumat Pagi setiap jum’atnya selalu ramai pengunjung.
Daftar Pustaka
Abimanyu, Anggito, dkk. 1997. Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Rakyat. Yogyakarta : PAU-SE UGM bersama BPFE-Yogyakarta
Achsan, Ali Mustafa. 2008. Transformasi Sosial Masyarakat Marjinal: Mengukuhkan Eksistensi Pedagang Kaki Lima dalam Pusaran Modernitas. Jawa Timur : INSPIRE
Geertz, Clifford. 1989. Penjaja dan Raja. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Raja Grafindo Persada
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 22
Dwi, J Narwoko dan Bagong Suyanto (ed). 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana Pradana Media Group
Sanapiah, Faisal. 2005. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Hardhika, Putra Wicak. 2010. Keberadaan dan Perkembangan Pasar Kaget Rajawali Jakarta. Semarang : Universitas Diponegoro
HR MARS InternationalJournal of Academic Research in Business and Social Sciences Vol. 2, No. 6 ISSN: 2222-6990 diterbitkan pada bulan Juni 2012
J, Lexy. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Ivan Hadar dalam Jurnal Sosial Demokrasi. Mencari Format Pengelolaan Utang untuk Pembangunan Berkelanjutan. Vol. 7 No. 2 September-Desember 2009
Jurnal Ilmu Sosial Alternatif Vol. IX, No. 1,. Mengatasi Kesenjangan Desa Kota dalam rangka Mencegah Urbanisasi. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa terbit bulan Mei 2008
K, Norman Denzin dan Yvonna S Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
M, M Poloma. 1992. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawali Pers Manning, Chris dan Tadjuddin Noer Effendi. 1996. Urbanisasi, Pengangguran
dan Sektor Informal di Kota. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Mimbar-opini.com. Pasar Tumpah, Sebuah Ancaman. Diposting pada hari
jum’at 15 Februari 2008 dan diakses pada tanggal 7 Maret 2012 P, Stiphen Robbins dan Timothy A Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta :
Salemba Empat Ritzer, George. 1985. SosiologiIlmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Jakarta : CV Rajawali S, Cyril Belshaw. 1981. Tukar-Menukar Tradisional dan Pasar Modern. Jakarta
: Gramedia Safi’I, M. 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perspektif Teoritik. Yogyakarta : Averroes Press Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta : PT.
Tiara Wacana Salim, Agus. 2008. Pengantar Sosiologi Mikro. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Slamet, Y. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : Sebelas Maret
University Press